Upload
dinhquynh
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
LAPORAN PENELITIAN
DOSEN MUDA
PENINGKATAN EFEKTIVITAS MEMBACA
MAHASISWA DENGAN TEKNIK PORPE Oleh
Dwi Budiyanto, S.Pd.
DIBIAYAI DIPA NOMOR: 08/H34.21/KTR.PDM/2008
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
DESEMBER, 2008
2
BAB I
PENDAHULUAN
Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus
dikuasai mahasiswa. Keterampilan ini jika dikuasai dengan baik akan
mempersiapkan mahasiswa untuk terlatih berpikir secara runtut, mengakses
gagasan dengan baik, serta menguasai logika dengan tepat dan matang.
Terlebih saat ini telah terjadi perubahan mendasar yang membutuhkan
kemampuan manusia untuk mengakses informasi secara efektif. Kemampuan
untuk mengakses informasi tersebut tidak bisa dipisahkan dari kemampuan
membaca. Terlebih untuk era teknologi informasi seperti sekarang ini.
Saat ini kita dihadapkan pada kenyataan yang mencengangkan, yaitu
terjadinya perubahan dalam skala global yang berlangsung sangat cepat, massif,
dan revolutif. Inovasi di bidang teknologi yang spektakuler, perubahan peta
politik global dan regional, dan perkembangan ekonomi yang meninggalkan
paradigma-paradigma lama, menjadi tanda terjadinya perubahan itu. Formulasi
akan perubahan tersebut pernah diutarakan oleh futurulog John Naisbitt (1990)
bahwa dunia akan menghadapi kecenderungan perubahan yang disebutnya
sebagai megatrend 2000, antara lain (1) transformasi dari masyarakat industri
menjadi masyarakat informasi, (2) teknologi paksa menjadi high tech, (3)
pergeseran dari paradigma sentralisasi menjadi desentralisasi, (4) demokrasi
representatif menjadi demokrasi partisipatif, (5) terjadinya ledakan ekonomi
global, (6) munculnya renaisans dalam seni, dan (7) dominasi gaya hidup global.
Deskripsi yang disampaikan Naisbitt di atas menjelaskan bahwa
perkembangan informasi yang ditopang oleh kemajuan teknologi akan sangat
3
mendominasi pada era-era selanjutnya. Kecenderungan ini melahirkan desakan
pada arus wacana. Hal ini terbukti dengan terjadinya pergeseran wacana yang
dinamis. Saat ini wacana tentang masyarakat sedang bergeser dari pandangan
sosial politik dengan konsep masyarakat madani (civil society) ke arah
pandangan pendidikan dengan konsep literasi madani (civil literacy).
Alwasilah (2005:3) menjelaskan bahwa literasi madani merupakan
kemampuan masyarakat untuk membaca agar mampu memberi keputusan
sosial yang bertanggung jawab, dan kemampuan menulis secara kritis untuk
mengaktualisasikan peran sosialnya dalam masyarakat. Artinya, konsep
masyarakat madani yang menghargai partisipasi publik harus ditunjang dengan
kemampuan literasi yang baik, salah satunya adalah membaca dan menulis.
Membaca dan menulis menjadi sarana untuk mengekspresikan gagasan dan
pikiran warga masyarakat.
Langkah strategis yang harus dilakukan untuk menciptakan masyarakat
literasi (literacy community) adalah meningkatkan literasi (kemampuan membaca
dan menulis) mahasiswa. Dalam konstruk masyarakat Indonesia, mahasiswa
akan menempati posisi kelas menengah (middle class). Mereka akan mengalami
proliferasi kepemimpinan ke sejumlah posisi strategis di negeri ini. Oleh karena
itu, peningkatan kemampuan literasi, terutama membaca, menjadi sangat
penting. Urgensi peningkatan kemampuan membaca mencakup kepentingan
mahasiswa untuk mengembangkan potensi dirinya (self digesting), sekaligus
kepentingan sosial untuk membentuk masyarakat literasi yang kita perlukan
dalam kompetisi global. Harras dan Sulistianingsih (1997: 1) menjelaskan bahwa
kemahiran membaca (reading literacy) merupakan conditio sine quanon
(prasyarat mutlak) bagi manusia yang ingin mencapai kemajuan.
Sayangnya, kita menghadapi kenyataan yang berbeda dari harapan.
Kecenderungan semakin mengglobalnya informasi tidak didukung oleh kultur
baca yang baik. Padahal, saat ini kita telah berada di abad informasi, yang
menuntut setiap orang mempu mengakses informasi secara cepat. Akibatnya,
bangsa ini mengalami cultural lag ‘ketertinggalan budaya’ (Ismail, Kedaulatan
Rakyat, Juni 2005). Kemampuan baca siswa-siswa sekolah kita, mulai dari
4
tingkat pendidikan dasar hingga menengah ternyata masih sangat rendah.
Sebagai gambaran, hasil studi yang dilakukan oleh The International Association
for the Evaluation of Education Achievement (IEA) pada 1992, menjelaskan
bahwa siswa SD di Indonesia berada di urutan ke-26 dari 27 negara yang diteliti
terkait dengan kemampuan bacanya (Suryaman, 2002: 94).
Fenomena yang terjadi pada siswa SD kita, ternyata terjadi pula pada
mahasiswa. Kemampuan membaca mahasiswa Indonesia masih jauh dari yang
diharapkan. Sebagai gambaran, kecepatan efektif membaca (KEM) yang mereka
miliki rata-rata 250 kpm (kata per menit). Padahal, standar kecepatan yang harus
dimiliki adalah 500 kpm (Harjasujana, 1998: 1). Dengan kemampuan di atas,
jelas akan sangat berat untuk mengakses informasi yang berkembang cepat.
Terlebih posisi mereka sebagai mahasiswa yang harus mengakses banyak
literatur. Kemampuan pemahaman bacaan yang dimiliki pun ternyata masih
kurang.
Kondisi yang terpapar pada skala nasional di atas, ternyata ditemukan
pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
terutama teridentifikasi pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah Membaca
Kritis, Kreatif, dan Sintopis pada semester genap kelas G, sebanyak 4 SKS.
Berdasarkan diskusi dengan dosen pengampu mata kuliah dan pengamatan
langsung terdapat beberapa alasan yang menunjukkan realitas objektif subjek,
yaitu (1) kompetensi siswa dalam pemahaman membaca sangat kurang. (2)
Antusiasme mahasiswa untuk membaca dan mengikuti perkuliahan sangat
kurang. Rata-rata mereka tidak memiliki minat dalam mengikuti perkuliahan
Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis.
Kondisi ini jelas akan berpengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa.
Terlebih tugas utama mahasiswa adalah memahami, menganalisis, menyusun
sintesis, dan merespon secara kritis sumber bacaan yang mendukung proses
perkuliahannya. Ironis lagi, mereka adalah calon guru di sekolah menengah yang
akan membelajarkan membaca kepada para siswa.
Kondisi di atas diperparah oleh kenyataan bahwa mahasiswa belum
memiliki keterampilan menangkap isi bacaan secara tepat dan cepat, terutama
5
ketika mahasiswa mengerjakan tes esai tentang isi bacaan. Oleh karena itu,
perlu ditemukan teknik membaca yang tepat dan efektif untuk mengatasi
persoalan-persoalan tersebut.
Berdasarkan penelusuran sejumlah referensi, teknik PORPE dianggap
menjadi alternatif yang tepat. Teknik membaca ini mampu meningkatkan minat
dan motivasi membaca, sekaligus meningkatkan keterampilan membaca
mahasiswa dalam memahami isi bacaan, terutama ketika menyelesaikan tes
esai (Tierny, 1990: 302).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Dasar Membaca
Membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa pada dasarnya
merupakan proses negosiasi yang terjalin antara pembaca dengan penulis.
Tomkins dan Hoskisson (1995) menjelaskan bahwa membaca merupakan suatu
proses transaksi ketika pembaca menegosiasikan makna atau interpretasi dari
teks yang dibaca. Makna dari sebuah teks yang dibaca tidak datang dengan
sendirinya ke pembaca. Proses membaca terjalin secara kompleks. Di dalamnya
terjadi proses negosiasi yang terjadi terus-menerus sampai muncul makna.
Proses tersebut dipengaruhi oleh konteks situasi dan konteks budaya.
Proses negosiasi tersebut berupa seperangkat gagasan, ide, atau
pemikiran yang tertuang di dalam teks. Pembaca melakukan proses interaksi
antara pikiraan, mata, dan teks yang dibacanya sebagai representasi lawan
komunikasi, yaitu penulis. Dengan demikian, proses komunikasi yang terjalin
antara pembaca dengan penulis terjadi secara tidak langsung, antara keduanya
terdapat teks sebagai mediator. Dalam hal ini, kerja seorang pembaca adalah
melakukan penyandian kembali (decoding) dan pemahaman makna.
Pembaca yang memiliki pengetahuan, konsep, serta pengalaman (yang
telah menjadi skemata) maka proses interaksi dalam menganalisis makna akan
berlangsung lebih efektif daripada yang tidak memiliki skemata. Pembaca perlu
memiliki latar belakang pengetahuan yang relevan dengan topik bacaan.
Namun, dalam kenyataannya, pengetahuan yang relevan dengan topik bacaan
saja belum cukup untuk meningkatkan kemampuan membaca. Dibutuhkan
keterampilan untuk menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan topik
yang sedang dibaca. Pembelajaran membaca semestinya membantu para
mahasiswa untuk memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya untuk
7
menunjang keterampilannya dalam membaca, yaitu menganalisis makna
(Crawley dan Mountain melalui Zuchdi, 2004: 190).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya
membaca dapat dilihat sebagai proses dan sebagai suatu hasil. Membaca
sebagai sebuah proses terdiri atas beberapa tahap yang dilakukan oleh
pembaca melalui sejumlah aktivitas dan teknik tertentu. Salah satu proses yang
terjadi dalam aktivitas membaca adalah penyandian kembali (decoding).
Sementara itu, membaca sebagai suatu hasil berupa capaian komunikasi dalam
proses transaksi atau negosiasi antara pembaca dengan penulis. Capaian
tersebut dapat berupa gagasan, pikiran, atau ide yang disebut pemahaman
bacaan (reading comprehension).
Membaca bukan sebagai proses pasif melainkan aktif (Harras dan
Sulistianingsih, 1997: 1). Pembaca secara aktif berusaha menangkap isi bacaan.
Sebagai proses negosiasi, pembaca tidak hanya menerima begitu saja. Ia juga
tidak identik dengan kegiatan menghafal. Yang terpenting dalam aktivitas
membaca adalah menangkap pesan atau gagasan utama bacaan secara lebih
baik.
2. Peningkatan Keterampilan Membaca
Keterampilan membaca (reading skills) merupakan keterampilan yang
dimiliki pembaca untuk memahami isi wacana. Deboer dan Dallman (1960: 26)
menjelaskan bahwa keterampilan membaca merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap pemahaman bacaan (reading comprehension). Lebih lanjut Deboer
membedakan dua faktor penentu peningkatan kemampuan membaca, yaitu
faktor internal dan eksternal. Yang termasuk faktor internal, antara lain
pengetahuan kebahasaan, pengalaman, minat dan motivasi, keterampilan
membaca, strategi belajar, kesehatan, dan kecerdasan. Sementara itu, yang
digolongkan ke dalam faktor eksternal, antara lain metode, pendekatan, dan
pengajar.
Deskripsi di atas memberikan penjelasan bahwa upaya peningkatan
keterampilan membaca tidak bisa dilakukan dengan menyederhanakan proses
8
yang berlangsung selama membaca. Memperhatikan proses membaca secara
tepat akan membantu dalam penentuan teknik yang tepat untuk meningkatkan
keterampilan membaca mahasiswa.
Proses membaca dimulai dari tahap persiapan. Ia tidak diawali dengan
langsung membuka buku lalu membacanya. Ada beberapa langkah yang di-
lakukan dalam proses membaca pada tahap persiapan, yaitu (1) memilih teks,
(2) menghubungkan teks dengan pengalaman pribadi dan pengalaman
membaca sebelumnya, (3) menyusun prediksi atas isi teks, dan (4) mengadakan
tinjauan awal terhadap teks. Setelah melalui tahapan-tahapan di atas,
mahasiswa baru memasuki tahap membaca teks secara keseluruhan. Tahap
ketiga adalah memberikan merespon. Mahasiswa memberikan respon terhadap
aktivitas membaca dan terus berusaha memahami isi.
Tahap selanjutnya, mahasiswa kembali memperhatikan teks untuk meng-
gali secara mendalam isi bacaan. Mahasiswa dapat melakukan beberapa
langkah berikut: 1) membaca ulang buku/bacaan, 2) menguji keahlian khusus
penulis (the author's craft), 3) mempelajari kosakata baru, dan 4) berpartisipasi
dalam diskusi yang dikoordinasi dosen. Tahap terakhir dalam proses membaca,
adalah memperluas interpretasi. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan pada
tahap ini adalah 1) memperluas interpretasi dan pemahaman, 2) merefleksikan
pemahaman, dan 3) menilai pengalaman membaca (Tomkins & Hoskisson,
1995). Dalam praktiknya, ketiga tahap dalam perluasan interpretasi di atas dapat
dilakukan dengan melibatkan keterampilan berbahasa yang lain, seperti
berbicara dan menulis. Salah satu teknik yang memuat proses di atas adalah
teknik PORPE (Predict, Organize, Rehearse, Practice, Evaluate).
2. Teknik PORPE (Predict, Organize, Rehearse, Practice, Evaluate).
PORPE (Predict, Organize, Rehearse, Practice, Evaluate) merupakan
strategi belajar yang dikembangkan oleh Simpson (1986) yang dirancang untuk
membantu siswa dalam (1) merencanakan secara aktif, memonitor, dan
mengevaluasi pembelajaran mereka mengenai isi bacaan; (2) mempelajari
9
proses-proses yang berbelit-belit dalam persiapan ujian esai, dan (3)
menggunakan proses menulis untuk mempelajari isi bacaan.
Simpson (Tierny, 1990: 302) menyatakan bahwa PORPE disusun sebagai
tanggapan atas (1) keinginannya untuk melihat apakah menulis dapat digunakan
sebagai strategi pembelajaran yang mandiri untuk berbagai macam bacaan, dan
(2) kegelisahan para siswa dan lemahnya pengetahuan mereka untuk
mempersiapkan dan menghadapi ujian esai.
PORPE didasarkan pada kerja Baker dan Brown (1984), Emig (1977), dan
Palincsar serta Brown (1984). Baker dan Brown (1984) memaparkan bahwa
pembaca efektif merupakan individu yang mengikuti kemampuan metakognitif:
1. Menjelaskan tujuan mereka dalam membaca
2. Mengidentifikasi aspek penting dari pesan bacaan
3. Fokus pada isi (gagasan) utama dan tidak pada hal-hal yang sepele,
4. Memantau kegiatan siswa untuk menyelidiki apakah pemahaman telah
ditemukan
5. Menggunakan pertanyaan sendiri untuk menentukan apakah tujuan
mereka dalam membaca telah tercapai,
6. Memperbaiki kegiatan ketika terjadi gangguan dalam pemahaman
diketahui.
Emig (1977) menekankan bahwa para siswa diharuskan untuk menulis konsep-
konsep dari proses membaca untuk lebih memahami dan mengevaluasi proses
pembelajaran mereka. Akhirnya, Palincsar dan Brown (1984) menemukan
bahwa ketika para siswa diberi tahapan khusus dalam tugas pemahaman,
menerima model pembelajaran dosen yang ekstensif, dan mengulang praktik
dalam konteks yang relevan, serta dijelaskan kenapa tahapan-tahapan yang
dilakukan sangat penting dalam pembelajaran mereka, akan menjadikan
mahasiswa berperilaku sebagai pembaca yang efektif (Tierny, 1990: 302).
PORPE dikembangkan untuk para mahasiswa yang memiliki kelemahan
dalam memahami bacaan. Namun, sebenarnya PORPE juga memungkinkan
10
untuk diterapkan bagi siswa-siswa SMA dengan tujuan yang sama. Tujuan yang
dimaksud adalah meningkatkan kemampuan siswa atau mahasiswa untuk
memahami bacaan. Lebih khusus lagi, PORPE diarahkan untuk menghadapi tes
esai.
Secara detail, PORPE dikembangkan dalam lima tahap yang harus diikuti.
Kelima tahapan itu adalah (1) predict (membuat prediksi), (2) organize
(mengorganisasikan konsep), (3) rehearse (melatih kembali), (4) practice
(praktik), dan (5) evaluate (mengevaluasi). Secara detail kelima tahapan tersebut
dijelaskan dalam paparan berikut.
a. Predict (Memprediksikan)
Tahap pertama ini dirancang agar mahasiswa memprediksikan
pertanyaan-pertanyaan esai yang berpotensi muncul. Langkah ini akan
memandu mahasiswa dalam belajar setelah membaca bacaan. Dalam
tahap ini, mahasiswa diharapkan dapat memperjelas tujuan mereka dalam
membaca, mengidentifikasi aspek-aspek penting dalam teks bacaan, dan
focus pada gagasan utama.
Memprediksi pertanyaan esai diharapkan dapat memandu
mahasiswa untuk melakukan sintesa dan evaluasi terhadap bahan
bacaan sejak level rendah. Dengan demikian, mahasiswa terlatih untuk
berpikir kritis ketika berhadapan dengan teks bacaan. Itulah sebabnya,
teks yang telah jelas maksudnya seringkali tidak banyak membantu
mahasiswa ketika berlatih. Dalam memprediksi pertanyaan esai, para
mahasiswa dapat melakukannya melalui sharing klasikal atau melalui
diskusi kelompok.
b. Organize
Pada tahap ini mahasiswa mengorganisasikan informasi-informasi kunci
yang dapat menjawab prediksi pertanyaan esai yang telah disusun pada
tahap pertama. Kesimpulan dan proses sintesa yang dilakukan
mahasiswa diharapkan akan membantu mereka dalam memahami
11
keseluruhan struktur dari unit bacaan yang dibaca. Dengan cara demikian,
mahasiswa akan membuat jawaban dari tiap prediksi pertanyaan dalam
bentuk outline dengan menggunakan kata-kata sendiri. Selain dalam
bentuk outline, sebenarnya, mahasiswa dapat membuat jawaban dari tiap
prediksi itu dalam bentuk peta pikiran (mindmapping), bagan, atau grafik
yang dapat menggambarkan jawaban.
c. Rehearse
Selama tahapan ini, mahasiswa menempatkan ide-ide kunci,
contoh-contoh, dan organisasi atas gagasan umum ke dalam memori
jangka. Memori itulah yang akan digunakan kembali ketika menyelesaikan
ujian esai. Beberapa panduan yang dapat diikuti ketika berada dalam
tahap ini, adalah:
1. Mahasiswa mulai melatih kembali (rehearse) dengan cara
melakukan recite dengan suara keras dari organisasi gagasan
yang telah disusun pada tahap sebelumnya. Mereka diharapkan
dapat menguji diri sendiri atas struktur ide yang telah dibuat
dengan cara mengulang secara lisan atau menuliskan apa-apa
yang diingat oleh mahasiswa dari teks bacaan.
2. Jika tahap ini dikuasai, diharapkan mahasiswa menambah ide
utama dan contoh-contoh dari outline secara bertahap, satu bab
dalam satu waktu. Mahasiswa diharapkan mengevaluasi diri
mereka sendiri. Jika dirasa mereka telah menguasai
pemahaman, mereka dapat melanjutkan ke bab berikutnya.
3. Ketika keseluruhan ide telah disusun dalam ingatan mahasiswa,
sewaktu-waktu mereka diharapkan dapat menguji diri mereka
sendiri. Langkah ini dilakukan setelah selang beberapa waktu
untuk memastikan bahwa informasi yang telah diserapnya
benar-benar kuat dalam ingatan jangka panjang (long term
memory) mereka. Yang perlu menjadi catatan, tahap ini harus
12
dilakukan secara bertahap dan terus-menerus, Langkah ini tidak
bisa dilakukan secara instan.
d. Practice (Praktik)
Pada tahap ini, mahasiswa menguji proses belajar mereka dengan
menuliskan secara detail apa yang telah mereka recite pada rehearse.
Dosen semestinya memberikan arahan-arahan berikut, untuk memandu
mahasiswa mengikuti tahap praktik.
1. Menyususn sket outline atas jawaban dari prediksi pertanyaan,
sebelum proses menulis betul-betul dimulai.
2. Memasukkan contoh-contoh untuk tiap-tiap poin utama yang
disusun,
3. Ketika proses menulis selesai, mahasiswa diharapkan
mengecek ulang apakah telah terjadi kesesuaian antara
jawaban yang tertulis dengan outline yang dibuat. Ketika telah
terjadi kesesuaian, diharapkan mahasiswa membaca kembali
hasil tulisan mereka.
e. Evaluate
Tahap terakhir dari PORPE adalah mewajibkan mahasiswa untuk
mengevaluasi kualitas jawaban esai mereka. Hasil evaluasi tersebut akan
menentukan apakah mahasiswa akan kembali mengulang melakukan proses
organize atau rehearse atau bahkan telah siap untuk melakukan ujian yang
sebenarnya.
Teknik PORPE dapat meningkatkan kemampuan memahami bacaan. Hal
ini terjadi karena teknik ini memuat proses monitoring terhadap hasil interpretasi.
Selain itu, teknik PORPE mendorong mahasiswa untuk selalu mendiskusikan
strategi yang efektif untuk memperoleh pemahaman yang baik.
Proses diskusi yang dilakukan dalam teknik ini membangun kemampuan
mahasiswa untuk bekerjasama dalam tim. Kerjasama yang terjalin merupakan
13
langkah strategis untuk mempebaiki dan memperoleh pemahaman yang lebih
baik dalam membaca. Selain itu, upaya untuk membangun prediksi pertanyaan
membantu mahasiswa untuk merumuskan tujuan mereka dalam membaca.
Langkah ini akan mendorong munculnya motivasi dalam membaca, sekaligus
merangsang mahasiswa untuk berpikir kritis.
14
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan
Penelitian ini ditujukan untuk menemukan teknik yang tepat dalam
pembelajaran membaca, yang dapat meningkatkan keterampilan menangkap
isi bacaan dan kerja sama dalam tim untuk melakukan diskusi tentang
strategi memahami bacaan. Jenis tindakan yang akan ditindakkan adalah
Teknik PORPE (Predict, Organize, Rehearse, Practice, Evaluate). Melalui
penelitian ini akan ditunjukkan bukti empiris bagaimana teknik PORPE dapat
meningkatkan efektivitas membaca mahasiswa.
2. Manfaat Penelitian
Deskripsi manfaat dan kontribusi hasil penelitian yang hendak dicapai melalui
penelitian tindakan ini adalah:
a. Kontribusi bagi mahasiswa. Hasil penelitian ini diharapkan akan
meningkatkan minat dan motivasi mahasiswa untuk membaca. Selain
itu, melalui penelitian ini mahasiswa akan memiliki pemahaman bacaan
yang lebih baik, terutama dalam menyelesaikan tes-tes esai.
Peningkatan tersebut akan memperbaiki hasil belajar mahasiswa.
b. Kontribusi bagi dosen pengampu mata kuliah. Penelitian ini merupakan
usaha untuk meningkatkan dan memperbaiki kondisi pembelajaran yang
ada. Para dosen dapat mengambil manfaat penelitian ini untuk
meningkatkan mutu pembelajaran yang mereka lakukan.
c. Manfaat bagi program studi. Kontribusi hasil penelitian ini secara konkrit
adalah untuk meningkatkan kualitas proses belajar mahasiswa. Melalui
penelitian seperti ini masalah pembelajaran dapat dikaji, diteliti, dan
dicarikan solusi yang paling tepat. Solusi yang dihasilkan dari penelitian
tindakan ini diharapkan akan memperbaiki proses belajar mahasiswa.
Dengan demikian, kualitas program studi diharapkan akan menjadi lebih
15
baik. Selain itu, dengan adanya penelitian ini, budaya meneliti di
lingkungan PT dapat ditumbuhkan, dibina, dan dikembangkan dalam
usaha meningkatkan mutu pendidikan.
Secara lebih khusus perlu ditegaskan kembali bahwa inovasi dalam
pembelajaran yang akan dihasilkan melalui penelitian ini adalah ditemukannya
teknik pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan keterampilan
membaca mahasiswa yang lebih efektif.
16
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Model Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Adapun model
penelitian tindakan kelas yang digunakan adalah model Kemmis and McTaggart
(1988), dengan rangkaian kegiatan perencanaan (planning), tindakan (acting),
observasi (observing), dan refleksi (reflecting).
2. Rancangan Penelitian
Penelitian berawal dari adanya masalah dalam pembelajaran. Masalah
yang ada didiskusikan dan dieksplorasi bersama oleh tim peneliti. Kegiatan
selanjutnya adalah melakukan prasurvei untuk menangkap kondisi awal subjek
penelitian sebelum pemberian tindakan. Hal lain yang juga dilakukan adalah
pengukuran kemampuan membaca mahasiswa. Hasil yang diperoleh dari
keduanya didiagnosis bersama dan menjadi dasar perencanaan penelitian.
Perencanaan dilakukan secara umum dan khusus. Perencanaan umum meliputi
keseluruhan penelitian, sedangkan yang khusus mencakup tindakan tiap siklus
penelitian yang selalu dilakukan pada awal siklus. Selanjutnya dilakukan
pemberian tindakan (acting) dan observasi (observing) selama tindakan
diberikan. Akhir siklus dilakukan refleksi untuk melihat proses serta ketercapaian
hasil tindakan yang telah diberikan.
Tindakan yang dilakukan adalah penerapan teknik PORPE (Predict,
Organize, Rehearse, Practice, Evaluate), untuk meningkatkan efektivitas
membaca mahasiswa. Pada siklus pertama para mahasiswa mendapatkan
praktik membaca di kelas. Setelah itu, hasil refleksi dari siklus pertama dijadikan
sebagai dasar untuk menentukan tindakan berikutnya.
17
3. Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan dengan tes, wawancara, dan pengamatan.
Pengumpulan berbentuk tes dilakukan untuk data pemahaman membaca.
Sementara itu, wawancara dan pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan
data yang berupa respon atau tanggapan mahasiswa terhadap pelaksanaan
tindakan. Instrumen berbentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari empat perangkat, yaitu untuk pretest, dua kali praktik membaca dengan
teknik PORPE, dan post-test. Tes yang dirancang berbentuk esai, yang disusun
berdasarkan taksonomi Barrett.
Berikut gambaran prosedur penelitian tindakan ini.
4. Subjek dan Waktu Penelitian
Subjek penelitian adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia FBS, Universitas Negeri Yogyakarta semester tiga, yang
mengikuti perkuliahan Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis pada semester
genap, sebanyak 4 SKS. Berdasarkan pertemuan sebelum tindakan
dilaksanakan di ruang dosen FBS Timur disepakati bahwa kelas G Nonreguler
18
yang mengikuti matakuliah Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis merupakan
kelas yang direncanakan akan dikenai tindakan teknik PORPE. Ada beberapa
alasan yang mendasari pengambilan keputusan ini (1) menurut dosen
kolaborator, Setyawan Pujiono, S.Pd., yang mengampu kelas tersebut,
kompetensi siswa dalam pemahaman membaca sangat kurang. (2) Antusiasme
mahasiswa untuk membaca dan mengikuti perkuliahan sangat kurang. Rata-rata
mereka tidak memiliki minat dalam mengikuti perkuliahan Membaca Kritis,
Kreatif, dan Sintopis.
Jumlah mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Membaca Kritis, Kreatif,
dan Sintopis sebanyak 20 orang mahasiswa.
5. Kriteria Keberhasilan
Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini mencakup keberhasilan secara
proses dan produk. Keberhasilan secara proses terlihat dari adanya peningkatan
proses pembelajaran Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis. Peningkatan
tersebut ditandai oleh adanya sikap belajar mahasiswa yang lebih bersemangat
dan antusias. Semua peningkatan tersebut dapat diamati selama perkuliahan
berlangsung. Dengan demikian, secara proses, indikator keberhasilan penelitian
ini dapat diamati selama perkuliahan yang menunjukkan interaksi perkuliahan
yang aktif, kerjasama dalam kelompok yang solid, dan sikap antusias mereka.
Langkah ini dapat ditempuh melalui angket terbuka dan pengamatan.
Kriteria keberhasilan secara produk ditunjukkan oleh meningkatnya
pemahaman bacaan, terutama dalam penguasaan konsep oleh para mahasiswa.
Pada setiap praktik membaca, keberhasilan produk akan selalu diukur.
Instrumen pengukuran berbentuk tes yang dirancang berbentuk esai, yang
disusun berdasarkan taksonomi Barrett.
19
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan disajikan laporan prasurvei (kondisi awal) dan
laporan siklus tindakan. Laporan prasurvei menunjukkan keadaan awal kelas
mata kuliah Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis Kelas G Semester III. Laporan
siklus tindakan dalam penelitian ini terdiri dari dua siklus. Setelah itu akan
disampaikan hasil penelitian dan pembahasannya.
A. Laporan Prasurvei (Kondisi Awal)
Diskusi dan koordinasi dilaksanakan sebanyak dua kali, antara peneliti
dengan dosen pengampu mata kuliah Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis.
Diskusi tersebut membahas beberapa hal, antara lain kondisi perkuliahan
Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis, kemampuan membaca mahasiswa,
beberapa masalah yang dihadapi dosen saat kuliah, dan beberapa solusi yang
dijadikan alternatif.
Untuk mengetahui kondisi awal subjek secara nyata di lapangan, maka
pada Selasa, 6 Mei 2008 dilakukan survei awal atau survei pratindakan di kelas
G semester III. Pada saat itu peneliti melakukan observasi langsung ketika
perkuliahan Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis dilaksanakan. Pilihan terhadap
kelas G dilakukan karena berdasar informasi dari dosen pengampu mata kuliah,
kelas inilah yang memiliki kemampuan memahami bacaan paling kurang. Di
samping itu, sebagian besar mahasiswa–menurut kesan dosen pengampu–
kurang antusias saat mengikuti perkuliahan Membaca Kritis, Kreatif, dan
Sintopis.
Hasil survei membenarkan informasi yang diberikan dosen pengampu. (1)
Sebagian besar mahasiswa kurang memiliki minat terhadap aktivitas membaca
dan belajar. (2) Mereka kurang terlibat dalam kegiatan proses perkuliahan.
20
Ketika dosen mengajak mereka berdiskusi, mahasiswa menunjukkan perilaku
yang tidak antusias. Hanya ada dua mahasiswa yang menunjukkan minat,
selebihnya mahasiswa bersikap apatis. Ketika dilakukan praktik membaca,
mahasiswa sekedar membaca bahan bacaan tanpa merumuskan tujuan apa
yang ingin dicapai saat membaca. Selanjutnya, ketika dosen meminta komentar
dan pendapat mereka, terkait bahan bacaan, sebagian mahasiswa memilih diam.
Jika ternyata dosen berhasil memaksa mereka untuk berpendapat, pendapat
yang dikemukakan sering keluar dari konteks atau tidak memiliki bobot
argumentasi yang kuat.
Berdasarkan survei awal ditemukan pula bahwa permasalahan tidak
sekedar bertumpu pada mahasiswa. Pihak dosen pengampu dirasakan kurang
mengoptimalkan penerapan perkuliahan yang lebih inovatif, terlebih ketika
menghadapi kondisi kelas seperti diungkap di atas. Oleh karena itu, perlu
dirumuskan sebuah rencana tindakan secara kolaboratif untuk mengatasi
masalah-masalah di atas, sehingga mendukung kualitas pembelajaran.
B. Laporan Siklus Penelitian
1. Laporan Siklus I
a. Perencanaan Siklus I
Setelah melakukan prasurvei maka peneliti berdiskusi bersama untuk
merencanakan tindakan selanjutnya. Perencanaan siklus I dilakukan pada
Selasa, 13 Mei 2008 di ruang tunggu dosen FBS UNY. Melihat kondisi
mahasiswa melalui data prasurvei, peneliti bersama dosen pengampu mata
kuliah memutuskan untuk memberikan tindakan terhadap kelas Membaca Kritis,
Kreatif, dan Sintopis dengan Teknik PORPE.
Alasan pengambilan Teknik PORPE adalah (1) teknik ini mengedepankan
perencanaan secara aktif, adanya monitoring, dan evaluasi pembelajaran dalam
proses membaca. Kelebihan ini memungkinkan untuk meningkatkan
keterampilan mahasiswa dalam menetapkan perencanaan dan tujuan membaca
mereka. (2) Penerapan sejumlah keterampilan bahasa untuk mendukung
kemampuan memahami bacaan. Kemampuan yang dimaksud adalah menulis
21
dan berbicara. Dengan cara demikian, keaktifan mahasiswa dalam proses
perkuliahan membaca memungkinkan untuk ditingkatkan.
Langkah pertama yang dilakukan dalam perencanaan siklus pertama
adalah menyatukan persepsi dan pemahaman tentang Teknik PORPE yang
akan digunakan. Peneliti mendiskusikan beberapa langkah penting yang
digunakan dalam teknik PORPE. Teknik ini mencoba mengaktivasi mahasiswa
dalam kegiatan memprediksi (predict), mengorganisasikan ide (organize),
melatih (rehearse), mempraktikan (practice), dan mengevaluasi (evaluate).
Hasil diskusi dan koordinasi antara peneliti dengan dosen pengampu
memutuskan bahwa peneliti akan menyiapkan instrumen yang dibutuhkan.
Peneliti menyiapkan lembar observasi siswa dan dosen, lembar catatan
lapangan, materi teknik PORPE, bahan bacaan beserta soal pemahaman
bacaan, serta kamera untuk mendokumentasikan setiap prose yang dilakukan.
Persiapan lain yang dilakukan adalah menetapkan jadwal untuk
melakukan tindakan I. Hal ini dilakukan mengingat efektivitas perkuliahan yang
dilaksanakan sangat terbatas karena sebentar lagi akan dilaksanakan ujian akhir
semester. Skenario pembelajaran pada siklus I tergambarkan dalam tabel berikut
ini.
Tabel Skenario Pembelajaran Siklus I
No. Kegiatan Perkuliahan Detail Tindakan Perangkat
Pendukung
1.
Mahasiswa memperoleh penjelasan
materi teknik PORPE dari dosen,
sekaligus mendiskusikannya.
Materi dibagikan
kepada mahasiswa
Fotokopi
materi teknik
PORPE
2.
Mahasiswa dibagi dalam kelompok 1. Masing-masing
kelompok empat
orang
2. Pengelompokan
dilakukan
dengan
berhitung
22
3.
Mahasiswa memperoleh pembagian
bahan bacaan berjudul Membaca
dan Agresivitas
Fotokopi
bahan bacaan
4. Mahasiswa membaca bahan bacaan
5. Mahasiswa melakukan predict
(tahap I PORPE)
6.
Mahasiswa melanjutkan ke tahap
kedua PORPE, yaitu
mengorganisasikan ide bacaan
dalam bentuk outline
Bentuk outline
diserahkan
sepenuhnya pada
kreativitas
mahasiswa.
7.
Mahasiswa melakukan tahap III
teknik PORPE, yaitu rehearse
(melatih)
Mahasiswa
mempresentasikan
kerangka bacaan
yang telah dibuat di
depan kelas secara
lisan. Dosen dan
mahasiswa
memberikan
respond dan
tanggapan.
8. Mahasiswa melakukan tahap IV dari
teknik PORPE, yaitu practice
Mahasiswa
menuliskan
kembali
pemahaman
terhadap bacaan
secara mandiri
9.
Mahasiswa melakukan tahap
evaluate
Mahasiswa
mengisi lembar
checklist untuk
mengevaluasi diri,
Lembar
evaluasi diri
23
melihat akurasi dan
kesesuaian
pertanyaan dan
jawaban
10. Tes pemahaman bacaan Tes esai
Dalam perencanaan tersebut disepakati pula bahwa implementasi
tindakan dalam siklus pertama akan dilaksanakan selama tiga kali pertemuan.
Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, (1) alokasi jam perkuliahan yang
dimiliki sangat terbatas; (2) tahap pelaksanaan teknik PORPE sebanyak lima
tahap, tidak mungkin dilaksanakan dalam satu atau dua kali pertemuan. Detail
implementasi ketiga pertemuan tersebut terdeskripsikan berikut ini.
b. Implementasi Tindakan dan Observasi I
Implementasi tindakan pada siklus pertama dilaksanakan dalam tiga
pertemuan. Hal ini dilakukan karena teknik PORPE terdiri dari lima tahap,
sehingga sangat kesulitan jika diterapkan dalam satu kali pertemuan. Terlebih
mahasiswa belum memahami dan menguasai teknik ini. Berikut ini akan
dilaporkan rincian tindakan tiap pertemuan.
1) Pertemuan pertama pada Siklus I
Pertemuan pertama pada siklus I dilaksanakan pada Jumat, 16 Mei 2008
pukul 09.00 – 10.40 WIB di ruang C.04. 2C. Pada siklus ini, dosen memberikan
penjelasan mengenai teknik PORPE dalam meningkatkan pemahaman
membaca. Setiap mahasiswa diberi fotokopi materi teknik PORPE. Seorang
mahasiswa menanyakan implementasi tahap pertama, yaitu predict atau
mempredikasikan. Apakah tahap ini dilaksanakan sebelum membaca atau
setelah membaca teks bacaan? Dosen memberikan penjelasan bahwa langkah
untuk menyusun pertanyaan esai pada tahap pertama dilaksanakan setelah
membaca teks bacaan.
24
Pertanyaan dari mahasiswa lain dikemukakan. JIka pertanyaan disusun
setelah membaca, apakah mahasiswa membuat jawaban pertanyaan sekaligus?
Dosen mengiyakan pertanyaan tersebut. Diskusi berlangsung dinamis dengan
pertanyaan yang variatif, seperti apa tujuan menyusun pertanyaan esai?
Bagaimana cara menyusun outline? Bagaimana mengembangkan pertanyaan
esai yang baik?
Pelaksanaan siklus I pertemuan pertama berjalan lancar. Setelah
penyampaian materi dan diskusi tentang teknik PORPE, mahasiswa melakukan
aktivitas pembelajaran dengan rincian sebagai berikut.
a) Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Masing-masing
kelompok terdiri dari empat orang.
b) Dosen membagi bahan bacaan berjudul Membaca dan Agresivitas
kepada para mahasiswa.
c) Mahasiswa membaca teks bacaan secara mandiri dalam
kelompok.
d) Dosen memberikan arahan untuk melakukan tahap pertama, yaitu
memprediksi dengan membuat pertanyaan esai sekaligus
jawabannya secara berkelompok.
e) Mahasiswa membuat pertanyaan esai dan jawaban singkat dalam
kelompok.
f) Dosen memberikan arahan untuk melakukan tahap kedua, yaitu
mengorganisasikan ide bacaan dalam bentuk outline. Mengingat
keterbatasan waktu, tahap kedua dikerjakan di luar waktu
perkuliahan. Pada pertemuan berikutnya mahasiswa tinggal
melakukan tahap ketiga, yaitu rehearse dengan presentasi.
g) Pukul 10.40 kelas berakhir.
Deskripsi proses pelaksanakan tindakan dalam pertemuan pertama siklus I
dapat dilihat secara detal dalam lampiran.
25
2) Pertemuan kedua pada Siklus I
Pertemuan kedua pada siklus I dilaksanakan pada Selasa, 20 Mei 2008 di
ruang C.04. 2D. Fokus pada pertemuan kedua adalah melanjutkan tahapan yang
telah dilakukan sebelumnya. Pada pertemuan kedua siklus I, mahasisa akan
melaksanakan tahap rehearse. Berikut ini rincian tindakan pada pertemuan
kedua.
a) Dosen mengarahkan mahasiswa untuk mempresentasikan
kerangka bacaan yang telah dibuat secara klasikal di depan kelas.
b) Dosen dan mahasiswa memberikan tanggapan terhadap
presentasi yang dilakukan.
Pada pertemuan kedua, yang lebih banyak diisi diskusi, mahasiswa
terlihat sangat antusias. Namun, akibatnya waktu yang diperlukan untuk diskusi
berlangsung lama. Tahap practice tidak dapat dilaksanakan pada pertemuan
kedua. Fokus utama pada pertemuan kedua siklus pertama hanya pada tahap
rehearse.
Mahasiswa mengikuti tahap ini secara ekspresif dan antusias. Sebagian
besar mereka menyimak presentasi mahasiswa lain, menyiapkan coretan
pertanyaan untuk diajukan pada mahasiswa yang sedang presntasi, dan terlihat
bersemangat ketika sesi tanya-jawab dibuka. Terkadang audiens memberikan
tanggapan dari perspektif yang berbeda dari presenter. Misalnya, ketika
disampaikan pemahaman salah seorang mahasiswa tentang bacaan Membaca
dan Agresivitas, salah seorang mahasiswa menyampaikan gagasannya pada
mahasiswa yang presentasi bahwa artikel yang sedang dibaca sangat
tendensius. Fakta-fakta dan analisis yang disampaikan, menurutnya, hanya
digunakan untuk memperkuat posisi majalah anak, sebab penulis merupakan
pengelola majalah anak. Vignet berikut memberikan deskripsi singkat mengenai
kondisi kelas.
Seorang mahasiswa berkomentar. “Menurut saya, artikel ini seperti iklan untuk membentuk citra positif majalah anak. Saya curiga, sebab penulis artikel ini adalah pengelola majalah anak. Fakta dan analisis yang dilakukan diarahkan pada tujuan tersebut.”
26
Diskusi berlangsung antusias. Setiap pendapat mendapat tanggapan balik
dari mahasiswa lain. Misalnya, pada lontaran gagasan seperti di atas bahwa
fakta dan analisis seakan diarahkan untuk memperkuat posisi majalah anak,
seorang mahasiswa menguatkan bahwa banyak anak-anak pedesaan yang
tidak banyak membaca, tetapi mereka tidak agresif, seperti yang digambarkan
dalam artikel. Vignet berikut memberikan gambaran situasi yang sedang
berlangsung.
Meskipun secara keseluruhan kelas berjalan dinamis, masih dijumpai
beberapa mahasiswa yang terlihat diam dan tidak memberikan komentar.
Menurut catatan, ada lima mahasiswa yang belum menyampaikan pikirannya
hingga perkuliahan berakhir.
3) Pertemuan ketiga pada Siklus I
Pertemuan pertama pada siklus I dilaksanakan pada Jumat, 23 Mei 2008
pukul 09.00 – 10.40 WIB di ruang C.04. 2C. Pada siklus ini, mahasiswa fokus
pada tahap practice dan evaluate. Rincian tindakan pada pertemuan ketiga
siklus I dapat dijabarkan sebagai berikut.
a) Mahasiswa melakukan tahap mempraktikan secara mandiri.
b) Mahasiswa mengumpulkan hasil kerja
c) Dosen membagikan lembar checklist kemampuan diri yang akan
diisi secara mandiri oleh para mahasiswa.
NFY memberikan komentar balik. “Menurut saya, pendapat penulis tidak sepenuhnya bisa diterima. Tidak semua anak yang kurang membaca akan bersikap agresif.” “Tapi artikel ini menunjukkan hasil sebuah penelitian, berarti gagasan ini kuat dong!” jawab presenter.
“Sekarang kita lihat diri kita sendiri dech. Siapa di antara kita yang sejak kecil banyak membaca? Tidak banyak kan? Oke, jika rata-rata kita tidak banyak membaca sejak kecil, pertanyaan berikutnya. Apakah saat ini kita menunjukkan tanda-tanda agresivitas, seperti dipaparkan penulis?” jawab NFY.
27
d) Dosen membagikan soal pemahaman bacaan yang telah
disiapkan.
e) Mahasiswa mengerjakan soal pemahaman bacaan.
f) Tepat pukul 10.40 kelas berakhir.
Pada siklus I observasi dilakukan secara cermat dan teliti melalui
sejumlah instrumen yang telah disiapkan. Pada intinya, terdapat dua hal yang
dijadikan objek observasi, yaitu (1) observasi terhadap proses pembelajaran, dan
(2) observasi terhadap produk pembelajaran. Yang pertama teramati pada
kondisi pembelajaran, respon yang diberikan mahasiswa selama perkuliahan,
dan dinamika kelas. Sementara itu, poin kedua terlihat pada nilai pemahaman
bacaan mahasiswa.
Situasi kelas saat perkuliahan Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis
dengan teknik PORPE, berlangsung sangat dinamis. Mahasiswa mulai
teraktivasi dan menunjukkan sikap yang lebih antusias. Hal ini terjadi pada
hampir semua tahap dalam teknik PORPE, terutama yang menuntun mahasiswa
untuk melakukan diskusi. Berikut kutipan dari catatan lapangan yang merekam
situasi saat tindakan telah diberikan pada siklus I.
….. Setelah memberikan penjelasan, dosen mempersilahkan mahasiswa untuk berkomentar atau menyampaikan pertanyaan. “Bagaimana cara kami menyusun pertanyaan dalam tahap predict?” tanya salah seorang mahasiswa. “Pertanyaan menarik, terima kasih. Tahap predict, teman-teman mahasiswa mnyusun pertanyaan berdasar pemahaman bacaan, misal jelaskan, berikan kritik, bandingkan, dan sebagainya. Dalam menyusun dan memprediksikan pertanyaan, mahasiswa menggunakan kalimat sendiri,” jawab dosen. Beberapa mahasiswa bertanya kembali. “Apa yang dilakukan dalam tahap Organize. Saya belum memahami benar, Pak Wawan,” tanya mahasiswa yang lain. “Oh ya, terima kasih atas pertanyaannya. Tahap ini mahasiswa membuat outline atas pemahaman yang diperolehnya,” jawab dosen. “Bentuknya sepeti apa?” “Terserah saja. Mana yang bisa dipahami. Mau dengan peta konsep boleh, bagan boleh. Mind mapping juga boleh. Terserah kreativitas teman-teman mahasiswa.” ……
28
Dibandingkan sebelum diberikan tindakan, setelah diberi tindakan dengan
teknik PORPE terjadi perubahan sikap mahasiswa. Mereka mengikuti setiap
langkah dari teknik PORPE dengan antusias. Meskipun demikian, masih saja
ditemui beberapa mahasiswa yang hanya diam tidak terlibat secara aktif dalam
setiap tahap dalam teknik PORPE. Rata-rata sikap mereka itu disebabkan
mereka belum paham terhadap apa yang harus dilakukan. Misalnya, pada tahap
pertama menyusun pertanyaan esai. Mereka belum memahami bagaimana
menyusun pertanyaan esai.
c. Refleksi Siklus I
Setelah melaksanakan tindakan siklus I dan proses observasi, tahap
selanjutnya adalah melakukan refleksi atas tindakan yang dilakukan pada siklus
I. Refleksi dilaksanakan oleh dosen dan peneliti. Kegiatan ini dilaksanakan pada
Senin, 26 Mei 2008 di ruang dosen FBS Timur.
Berdasarkan data observasi, capaian keberhasilan dari siklus I adalah
sebagai berikut.
1) Mahasiswa mengalami perubahan sikap dalam belajar. Mereka mulai
terlihat bersemangat, antusias, dan aktif, terutama dalam tahap diskusi,
baik dalam kelompok maupun klasikal.
2) Mahasiswa memiliki keingintahuan yang semakin kuat terhadap isi bahan
bacaan.
3) Mahasiswa mulai mampu dan berani mengungkapkan gagasannya sendiri
terhadap isi bahan bacaan.
4) Terjadi peningkatan pemahaman bacaan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat
dari perbedaan antara skor rerata pretes dan skor rerata tes pemahaman
bacaan pada akhir siklus I. Peningkatan skor ini akan dibahas pada
bagian hasil penelitian dan pembahasan.
29
5) Dosen merasa terbantu dalam meningkatkan pemahaman bacaan
mahasiswa dengan teknik PORPE. Mahasiswa juga menjadi lebih terbuka
untuk melakukan sharing dengan teman-temannya.
Beberapa kekurangan yang dijumpai dalam pelaksanaan tindakan siklus I dapat
dirinci sebagai berikut.
1) Mahasiswa masih kesulitan untuk mengorganisasikan ide dalam bentuk
outline. Kondisi ini terlihat dari lembar kerja mahasiswa yang merupakan
rekaman seluruh proses PORPE yang mereka lakukan.
2) Beberapa mahasiswa kurang disiplin dalam mengatur waktu, sehingga
seringkali alokasi waktu setiap tahap harus diperpanjang.
3) Dosen kurang memberikan pendampingan saat mahasiswa melakukan
teknik PORPE.
Perbaikan pada tahap selanjutnya menjadi mutlak harus dilakukan. Paling tidak
terdapat dua hal yang harus dilakukan, yaitu (1) memberikan pendampingan
secara intensif terhadap mahasiswa, terutama pada saat mengorganisasikan ide
bacaan dalam bentuk outline. (2) Mengingatkan mahasiswa untuk disiplin
terhadap waktu, sehingga kerja pada tiap tahap bisa dilaksanakan lebih efisien.
2. Laporan Siklus II
a. Perencanaan Siklus II
Pelaksanaan perencanaan tindakan siklus II dilaksanakan dua kali, yaitu
pada 26 Mei – bersamaan dengan refleksi siklus II, dan pada 28 Mei 2008.
Dalam dua kali koordinasi perencanaan tersebut disepakati untuk memperbaiki
pelaksanaan tindakan siklus I. Beberapa poin yang perlu dilakukan, antara lain,
(1) mengatur penetapan waktu setiap tahap dalam teknik PORPE secara lebih
baik dan proporsional, termasuk mengingatkan mahasiswa yang kurang disiplin.
(2) memberikan penjelasan dan pemahaman terhadap beberapa tahap yang
dianggap sulit bagi mahasiswa, seperti mengorganisasikan ide dan menuliskan
30
pemahaman baru (practice), dan (3) presentasi dalam tahap rehearse tidak
dilakukan secara klasikal (kelas besar) tetapi dilaksanakan dalam kelompok
secara mandiri.
Pada tahap ini dilakukan pula pengecekan instrument, terutama materi
bacaan yang akan diberikan kepada mahasiswa. Bacaan yang disiapkan adalah
artikel berjudul “Colloquial Sense” dan Kesempatan Kerja.” Skenario
pembelajaran untuk siklus II dapat ditampilkan sebagai berikut.
Tabel Skenario Pembelajaran Siklus II
No. Kegiatan Perkuliahan Detail Tindakan Perangkat
Pendukung
1.
Mahasiswa duduk dalam
formasi kelompok yang telah
dibentuk sebelumnya.
2.
Mahasiswa memperoleh
pembagian bahan bacaan
berjudul “Colloquial Sense” dan
Kesempatan Kerja.”
Fotokopi
bahan
bacaan
3. Mahasiswa membaca bahan
bacaan
Proses membaca
dilakukan secara mandiri
4. Mahasiswa melakukan predict
(tahap I PORPE)
Proses memprediksikan
dilakukan secara mandiri
5.
Mahasiswa melanjutkan ke
tahap kedua PORPE, yaitu
mengorganisasikan ide bacaan
dalam bentuk outline
Bentuk outline diserahkan
sepenuhnya pada
kreativitas mahasiswa dan
dilakukan secara mandiri
6.
Mahasiswa melakukan tahap III
teknik PORPE, yaitu rehearse
(melatih)
Mahasiswa
mempresentasikan
kerangka bacaan yang
telah dibuat di dalam
kelompok secara lisan.
31
Mahasiswa memberikan
respon dan tanggapan.
Dosen memantau
berlangsungnya presentasi
dalam kelompok.
7.
Mahasiswa melakukan tahap IV
dari teknik PORPE, yaitu
practice
Mahasiswa menuliskan
kembali pemahaman
terhadap bacaan secara
mandiri
8. Mahasiswa melakukan tahap
evaluate
Mahasiswa mengisi lembar
checklist untuk
mengevaluasi diri, melihat
akurasi dan kesesuaian
pertanyaan dan jawaban
Lembar
evaluasi diri
9. Tes pemahaman bacaan Tes esai
b. Implementasi Tindakan dan Observasi II
Implementasi tindakan pada siklus dilaksanakan dalam dua pertemuan.
Proses pada tindakan siklus kedua dicoba lebih efektif berdasarkan perbaikan
yang telah dirancang dalam perencanaan siklus II. Berikut ini akan dilaporkan
rincian tindakan tiap pertemuan.
1) Pertemuan pertama pada Siklus II
Pertemuan pertama pada siklus I dilaksanakan pada Jumat, 30 Mei 2008
pukul 09.00 – 10.40 WIB di ruang C.04. 2C. Pada siklus ini, dosen mengingatkan
dan menambahkan teknik membuat outline, seperti dengan peta konsep, bagan,
atau mind mapping. Setelah dipahami oleh para mahasiswa, dosen menegaskan
bahwa pelaksanaan tindakan teknik PORPE pada tahap ini dilakukan secara
mandiri sejak awal. Hanya karena alas an keterbatasan waktu saja, maka
presentasi akan dilakukan dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
32
Secara rinci, tindakan pada siklus II pertemuan pertama dapat dijabarkan
sebagai berikut.
a) Dosen membagikan bahan bacaan berjudul “Colloquial Sense” dan
Kesempatan Kerja” kepada mahasiswa dan membangun wacana
mengenai dunia kerja di Indonesia.
b) Mahasiswa membaca bahan bacaan dengan tenang dan serius.
c) Mahasiswa memprediksikan dengan membuat pertanyaan dari bacaan
beserta jawabannya secara mandiri.
d) Mahasiswa membuat outline dalam tahap mengorganisasikan
gagasan yang dipahami dari bacaan.
e) Mahasiswa mempresentasikan hasil kerja pada tahap sebelumnya
dalam kelompok terbatas dengan dipandu dan dipantau dosen.
Masing-masing mahasiswa memperoleh jatah waktu presentasi dan
diskusi sepuluh menit.
Deskripsi yang lebih detail mengenai tindakan siklus II pertemuan pertama
dapat dilihat dalam lampiran.
2) Pertemuan kedua pada Siklus II
Pertemuan kedua siklus II dilaksanakan pada Selasa, 3 Juni 2008. Dosen
lalu mempersilahkan mahasiswa untuk melanjutkan presentasi dalam kelompok.
Diskusi berlangsung sangat antusias. Hampir setiap mahasiswa dalam kelompok
mengemukakan gagasannya secara ekspresif dan bebas.
Setelah semua mahasiswa selesai presentasi dan diskusi, pembelajaran
dilanjutkan ke tahap PORPE selanjutnya, yaitu mempraktikan. Pada tahap ini
mahasiswa menuliskan gagasan yang dipahami dari bacaan dengan kalimat
sendiri. Tahap ini sudah dilakukan mahasiswa di rumah, mengingat
pertimbangan waktu penelitian yang singkat. Namun, untuk memperkuat proses
yang telah dilakukan di rumah, dosen member kesempatan pada mahasiswa
untuk mengecek ulang pekerjaan mahasiswa. Pada tahap ini, beberapa
mahasiswa merevisi hasil tulisannya setelah mendapat masukan dalam diskusi.
33
Setelah selesai dalam pengecekan dan perevisian, mahasiswa mengisi
lembar checklist kemampuan diri. Tindakan pertemuan kedua siklus II dilanjutkan
dengan tes pemahaman bacaan. Rekaman data pelaksanaan tindakan
pertemuan kedua siklus II dapat dilihat dalam lampiran.
c. Refleksi Siklus II
Tahap selanjutnya adalah melakukan refleksi atas tindakan yang
dilakukan pada siklus II. Refleksi dilaksanakan oleh dosen dan peneliti. Kegiatan
ini dilaksanakan pada Selasa, 3 Juni 2008 dan Kamis, 5 Juni 2008 di ruang
dosen FBS Timur.
Berdasarkan data observasi, capaian keberhasilan dari siklus II adalah
sebagai berikut.
1) Tindakan telah dilakukan dengan lebih sempurna dan menunjukkan hasil
yang baik. Mahasiswa sudah mampu dan berani mengungkapkan
gagasannya sendiri terhadap isi bahan bacaan. Mereka juga lebih
bersemangat dan antusias mengikuti setiap tahap dalam teknik PORPE.
2) Terjadi peningkatan pemahaman bacaan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat
dari perbedaan antara skor rerata siklus I dan skor rerata tes pemahaman
bacaan pada akhir siklus II. Peningkatan skor ini akan dibahas pada
bagian hasil penelitian dan pembahasan.
3) Mahasiswa lebih mudah mencerna dan menangkap konsep-konsep yang
dibahas dalam bahan bacaan.
4) Dosen merasa terbantu dalam meningkatkan pemahaman bacaan
mahasiswa dengan teknik PORPE. Mahasiswa juga menjadi lebih terbuka
untuk melakukan sharing dengan teman-temannya.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Selama melakukan tindakan dalam dua siklus, terdapat perkembangan
dalam beberapa aspek, yaitu penerapan teknik PORPE, dinamika kelas, dan
kemampuan mahasiswa dalam memahami bahan bacaan. Berikut tabel hasil
kemajuan subjek dan kondisi pembelajaran selama penelitian berlangsung.
34
Tabel 1
Deskripsi Kondisi Kemajuan Tindakan dalam Penelitian
Aspek Deskripsi Kemajuan
Prasurvei Siklus I Siklus II
Pen
era
pa
n T
ekn
ik P
OR
PE
Belum diterapkan
Diterapkan. Waktu untuk
praktik belum dikelola
dengan baik. Tindakan
dilakukan dalam
kelompok. Pendampingan
dosen masih kurang
intensif.
Diterapkan lebih optimal.
Dilakukan secara mandiri,
kecuali pada tahap
presentasi dilakukan
dalam kelompok tetapi
secara mandiri.
Pendampingan dosen
lebih diintensifkan. Waktu
untuk praktik dikelola
dengan baik
Suasa
na K
ela
s
Apatis dan kurang
dinamis
Mahasiswa mulai
antusias dan
bersemangat dalam
proses belajar.
Suasana kelas lebih
dinamis, terkendali,
serius, dan rileks. Tingkat
partisipasi dalam
menyampaikan gagasan
semakin meningkat.
Kem
am
pua
n
mem
aha
mi
bacaan
Kurang mampu
memahami bacaan
Mahasiswa mulai memliki
orientasi ketika membaca
bahan bacaan. Terjadi
peningkatan dalam
memahami bacaan.
Kualitas jawaban makin
baik. Kemampuan untuk
berpikir kritis dan
mengevaluasi terjadi
peningkatan signifikan
1. Peningkatan Pemahaman Membaca
Perubahan sikap mahasiswa dalam belajar dan membaca serta
perkembangan dinamika kelas yang signifikan membawa implikasi pada
peningkatan pemahaman membaca mahasiswa. Kondisi ini dapat dilihat dari
peningkatan skor rerata pre-test ke skor rerata siklus I. Peningkatan diperoleh
pula dari skor siklus I ke skor rerata siklus II dan dari skor rerata siklus II ke skor
rerata post-test. Peningkatan tiap siklus disajikan dalam pemaparan berikut ini.
35
a. Peningkatan skor rerata pretes – akhir siklus I
Terjadi peningkatan pemahaman membaca para mahasiswa setelah
siklus I. Dari hasil tindakan pada siklus I terbukti bahwa teknik PORPE dapat
meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami bacaan. Hal ini dapat
dilihat dari perbedaan skor rerata pretes dengan skor rerata pada akhir siklus I.
Ada peningkatan kemampuan mahasiswa dalam memahami bacaan, sebelum
menerapkan teknik PORPE dan setelah menerapkan teknik tersebut. Tabel
berikut menunjukkan perubahan tersebut.
Tabel peningkatan skor Pemahaman Membaca Teknik PORPE
Pratindakan – Siklus I
No. Nama Skor
Pratindakan Skor Siklus I Peningkatan
1. YY 6,5 7,0 0,5
2. ANB 6,0 7,0 1,0
3. DNC 5,5 6,5 1,0
4. IDN 6,0 6,5 0,5
5. TNM 6,0 7,0 1,0
6. AFM 7,0 8,0 1,0
7. JDA 6,0 8,0 2,0
8. SY 5,0 7,0 2,0
9. LIA 6,0 8,0 2,0
10. LEP 7,0 7,5 0,5
11. IAK 7,0 7,5 0,5
12. NFY 7,0 8,0 1,0
13. SWD 7,0 7,5 0,5
14. IVO 7,5 8,5 1,0
15. NFR 4,5 6,0 1,5
16. SKD 5,0 6,5 1,5
17. YOG 6,0 7,0 1,0
18. TCR 7,0 7,5 0,5
36
19. IMAM 6,0 7,5 1,0
20. CTR 6,0 7,0 1,0
Skor
Rerata
6,20 7,275 1,075
Tabel di atas menunjukkan adanya peningkatan pemahaman
membaca mahasiswa. Terdapat perbedaan skor rerata pretes (6,20) dan skor
rerata yang diperoleh pada akhir siklus I (7,275). Peningkatan skor rerata
pemahaman membaca pada siklus I adalah 1,075. Peningkatan skor rerata ini
cukup signifikan.
Peningkatan kemampuan mahasiswa juga terlihat dari penilaian
proses selama siklus I dilaksanakan. Mahasiswa tampak lebih antusias untuk
mengetahui sebuah konsep dalam bacaan. Mereka juga mulai mencoba
menikmati setiap tahapan dalam PORPE dan mulai berani mengungkapkan
gagasannya terhadap bacaan.
Hasil diskusi antara peneliti dan dosen pengampu mata kuliah
Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis menyimpulkan bahwa pada siklus I ini
mahasiswa masih mengalami kesalahan dalam penerapan teknik PORPE.
Kesalahan tersebut terlihat dari rekam proses yang mereka tuliskan. Mahasiswa
masih kebingungan dalam membuat outline. Akibatnya, beberapa mahasiswa
presentasi dengan melakukan kesalahan konsep terhadap bahan bacaan.
Kondisi ini tertangkap dalam refleksi siklus I, sehingga mengharuskan perbaikan
pada siklus II.
b. Peningkatan skor rerata akhir siklus I – Siklus II
Perbaikan pelaksanaan tindakan pada siklus II sebagai hasil refleksi
siklus I, ternyata menjadikan perubahan signifikan pada kemampuan mahasiswa
dalam memahami bacaan. Peningkatan skor pemahaman membaca pada akhir
siklus I (7,275) dengan skor pemahaman membaca pada akhir siklus II (7,575).
Peningkatan skor membaca pada siklus II (0,3) memang berada di bawah sikus I
(1,075). Tabel berikut memberikan gambaran secara utuh.
37
Tabel peningkatan skor Pemahaman Membaca Teknik PORPE
Siklus I – Siklus II
No. Nama Skor Siklus I Skor Siklus II Peningkatan
1. YY 7,0 7,5 0,5
2. ANB 7,0 6,5 -0,5
3. DNC 6,5 7,0 0,5
4. IDN 6,5 7,0 0,5
5. TNM 7,0 7,5 0,5
6. AFM 8,0 8,0 0
7. JDA 8,0 8,0 0
8. SY 7,0 8,5 1,5
9. LIA 8,0 8,5 0,5
10. LEP 7,5 7,5 0
11. IAK 7,5 7,5 0
12. NFY 8,0 8,5 0,5
13. SWD 7,5 8,0 0,5
14. IVO 8,5 8,0 -0,5
15. NFR 6,0 7,0 1,0
16. SKD 6,5 7,0 0,5
17. YOG 7,0 7,0 0
18. TCR 7,5 8,0 0,5
19. IMAM 7,5 7,0 -0,5
20. CTR 7,0 7,5 0,5
Skor
Rerata
7,275 7,575 0,3
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa ada tiga mahasiswa yang
mengalami penurunan skor (-0,5). Untuk memperoleh gambaran nyata, peneliti
berusaha mewawancarai mereka. Ketiganya menyatakan tidak konsentrasi saat
mengikuti perkuliahan karena harus mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan
siang harinya. Vignet berikut memberikan deskripsi lebih lengkap.
38
Selain ketiga mahasiswa di atas, rata-rata para mahasiswa semakin
antusias dan bersemangat. Kendala dalam menyusun outline tidak lagi dianggap
masalah, bahkan mereka menikmati sebagai ekspresi kreativitas yang
menyenangkan. Tanggapan yang diberikan para mahasiswa mengenai
pelaksanaan membaca dengan teknik PORPE semakin memperkuat kesimpulan
adanya perbaikan dan peningkatan pemahaman membaca mahasiswa. Rata-
rata mahasiswa merasa senang dan antusias. Satu-satunya catatan yang
diberikan mahasiswa adalah perkara waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
PORPE yang panjang. Hal ini memang benar adanya, sebab PORPE terdiri dari
lima tahap. Masing-masing tahap kadang memakan waktu lama, terlebih jika
mahasiswa melakukannya dengan antusias dan bersemangat.
2. Dinamika Kelas dalam Proses Pembelajaran
Pelaksanaan teknik PORPE telah mengubah kelas yang awalnya
pasif menjadi lebih aktif. Termasuk perubahan sikap belajar mahasiswa.
Sebagian bear mahasiswa yang cenderung apatis dan kurang berani
berpendapat, mengalami perubahan setelah pelaksanaan tindakan dengan
teknik PORPE. Kelas menjadi lebih dinamis dan bersemangat. Pembagian
kelompok, diskusi, mengorganisasikan gagasan, dan menuliskan pemahaman
dirasakan para mahasiswa memberikan manfaat signifikan.
Sikap terbuka terhadap masukan juga berkembang dalam kelas. Para
mahasiswa tidak takut dengan kritik dan masukan dari teman-temannya.
Potongan catatan lapangan berikut memberikan deskripsi yang lebih jelas.
P : “Kenapa skor kalian menurun?” M1: “Benarkah, Pak?” M3: “Kami tidak bisa konsentrasi, Pak. Maaf. Ada tugas yang belum selesai. Padahal, nanti harus segera dikumpul.” M2: “Iya, Pak.” P : “Apakah Anda punya masalah yang lain, seperti kurang memahami PORPE?” M1 : “Oh tidak Pak. Bukan itu masalahnya. Saya tidak konsentrasi saja.” Mahasiswa yang lain membenarkan. P : “Ya tak apa. Lain kali diperbaiki.”
39
Hasil refleksi antara dosen dengan peneliti memperkuat inferensi
bahwa mahasiswa lebih antusias dan berani berpendapat daripada sebelum
tindakan. Satu-satunya catatan yang diberikan mahasiswa adalah waktu panjang
yang diperlukan teknik PORPE. Terlebih tindakan dilaksanakan pada akhir
semester menjelang ujian, sehingga tidak memungkinkan melakukan tindakan
lebih lanjut. Namun demikian, secara umum, mahasiswa merasa senang,
termotivasi, antusias, dan terbantu dalam memahami teks bacaan melalui teknik
PORPE.
Presentasi oleh seorang mahasiswa tentang hasil bacaan “Colloquial Sense dan Lapangan Kerja” berlangsung seru. Mahasiswa lain tidak sepakat dengan presenter yang menyepakati bahwa CS mampu mengentaskan masyarakat dari pengangguran. “Saya tidak sepakat dengan Anda. Tidak mungkin CS mengurangi pengangguran! Wong CS sendiri sangat incidental. “ “Apa argumentasi Anda?” tanya presenter. “Tadi saya katakana, CS sangat incidental. Mana ada orang mau bekerja seperti itu. Orang banyak mencari pekerjaan yang lebih tetap dengan salary memikat. Itu tidak ditemukan pada tukang rumput atau lampu!”
40
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik PORPE mampu memperbaiki
proses pembelajaran, khususnya membaca. Beberapa indikator yang dapat
terlihat, antara lain, mahasiswa lebih antusias dan bersemangat, proses
pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelas berlangsung lebih dinamis, dan
keberanian mahasiswa untuk mengungkapkan gagasan mengalami peningkatan.
Pada setiap tahap PORPE, terutama predict, organize, dan rehearse
mahasiswa menunjukkan apresiasi dan antusiasme yang tinggi. Kondisi ini
terlihat saat presentasi dilakukan. Mahasiswa berlatih mengungkapkan gagasan,
memperluas pembahasan, serta memperkuat ide melalui contoh-contoh dan
fakta-fakta terbaru.
Hasil observasi juga menunjukkan bahwa dosen pengampu mata kuliah
Membaca Kritis, Kreatif, dan Sintopis menunjukkan respon yang positif setelah
penerapan teknik PORPE. Dengan teknik PORPE dosen lebih bisa mengaktivasi
dan menjadikan kelas lebih dinamis. Kondisi ini sangat mempengaruhi suasana
psikologis dosen. Dosen juga menunjukkan keadaan yang lebih antusias dan
bersemangat.
Perbaikan dalam proses pembelajaran di atas, berimplikasi pada
perbaikan kemampuan mahasiswa dalam memahami bacaan. Hal ini dibuktikan
dengan adanya peningkatan skor pemahaman membaca mahasisw. Terdapat
perbedaan skor rerata pretes (6,20) dan skor rerata yang diperoleh pada akhir
siklus I (7,275). Peningkatan skor rerata pemahaman membaca pada siklus I
adalah 1,075. Sementara itu, peningkatan skor pemahaman membaca pada
akhir siklus I (7,275) dengan skor pemahaman membaca pada akhir siklus II
(7,575) sebesar (0,3).
41
Peningkatan kemampuan pemahaman yang dialami para mahasiswa
cukup signifikan. Namun, jika diamati ada beberapa mahasiswa yang mengalami
penurunan. Hal ini dapat dipandang sebagai sebuah kewajaran, karena
peningkatan keterampilan berbahasa sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Salah
satunya, oleh kondisi mahasiswa sendiri, baik secara internal maupun eksternal.
2. Implikasi dan Saran
Temuan-temuan positif dari penelitian ini memunculkan beberapa
implikasi, yaitu:
1) Pentingnya teknik membaca yang dapat membangkitkan motivasi
mahasiswa, menumbuhkan kuriositas terhadap suatu konsep, dan
melibatkan seluruh kemampuan berbahasa untuk mendukung proses
belajarnya.
2) Teknik PORPE dapat diterapkan dalam kegiatan membaca bacaan
yang lebih beragam, karena ternyata teknik ini mampu meningkatkan
kemampuan memahami bacaan, sekaligus meminimalkan terjadinya
kesalahan konsep.
Beberapa saran perlu disampaikan mengiringi hasil penelitian ini. Saran-
saran tersebut adalah:
1) Monitoring terhadap setiap tahapan dalam teknik PORPE yang
dipraktikan mahasiswa perlu ditingkatkan. Monitoring mengurangi
tingkat kesalahan yang mungkin dilakukan mahasiswa.
2) Perlu diciptakan kondisi yang lebih rileks dan nyaman sejak awal
pelaksanaan praktik membaca dengan teknik PORPE. Pengkondisian
sangat penting dan mampu membantu mahasiswa berkonsentrasi.
42
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. (2005). “Peningkatan Penggunaan Bahasa Ilmiah dalam
Membangun Budaya Menulis.” Makalah dalam PIBSI XXVII
PBSI FBS UNY.
Harras, KA. dan Sulistianingsih, Lilis. (1997). Membaca 1. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Harjasujana, A.S. (1988). “Nusantara yang Literat: Secercah Sumbang Saran
terhadap Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia”,
Pidato Pengukuhan Guru Besar pada IKIP Bandung.
Ismail, Taufiq. (2005). “Tragedi Nol Buku, Tragedi Kita Bersama.” Kedaulatan
Rakyat. 7 Juni. Halaman 8.
Naisbitt, J. dan Patricia Aburdene. (1990). Sepuluh Arah Baru untuk Tahun 1990-
an Megatrends 2000. Jakarta: Bina Aksara.
Suhardi dan Zamzani. (2005). “Strategi Pendayagunaan Skemata Mahasiswa
dalam Pembelajaran Membaca: Upaya Meningkatkan
Efektivitas Membaca.” Litera. Volume 4, No.2, Juli. Halaman
189-2003.
Suryaman, Maman. (2002). “Kemampuan Baca Siswa SLTP di Kabupaten dan
Kota Bandung.” Litera. Volume 1. No.2, Juli. Halaman 93-
102.
Tierny, R.J., J.E. Readence, and E.K. Dieshner. (1990). Reading Strategies and
Practices A Compedium. Boston: Allyn and Bacon.
Tomkins, G.E., and Hoskisson (1995). Language Arts: Content and Teaching
Strategies. Englewood Cliffs, New Jersey: Merril.
Zuchdi, Darmiyati. (2004). “Peningkatan Kemampuan Memahami Bacaan dan
Kemandirian dengan Teknik Rencana Prabaca.” Litera.
Volume 3. No.2, Juli. Halaman 188-200.