Upload
others
View
19
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENINGKATAN PERAN JENIS KELAMIN MELALUI BERMAIN PERAN (Penelitian Tindakan TK B Az Zahra, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
Indonesia)
NANA SURYANA Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta
Email: Abstract This research is a classroom action research by using model Kemmis and Mc. Taggart. The aim of research was describle to implemetate of playing processing at TK B Azahra Kabayoran Baru South Jakarta, supports of 15 children, namely: 7 women and 8 men. Steps: (1) planning; (2) implementation; (3) observation; (4) reflection. Analysis of the data used is qualitative and quantitative. The qualitative data uses the Miles and Hubberman models, in two cycles, namely cycle I and cycle II. The final results of data analysis show an increase from cycle II. The quantitative results of the pre-cycle reached an average score of 9.73 %, that is, the category had not developed, the first cycle had an average of 32.02 % in the very well-developed category, in the second cycle had an average cycle of 35.02 % in the very well developed category . Keywords: Sex Role, Role Playing, Classroom Action Research
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Mc. Taggart. Tujuannya untuk mengambarkan proses penerapan bermain peran dalam meningkatkan peran jenis kelamin pada TK B Azahra Kabayoran Baru Jakarta Selatan, berjumlah 15 anak, 7 perempuan dan 8 laki-laki. Langkah-langkahnya: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; (4) refleksi. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatifnya mengunakan model Miles and Hubberman, dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Hasil akhir analisa data menunjukan peningkatan dari pra siklus hingga siklus II. Hasil kuantitatifnya pra siklus mencapai rata-rata nilai skor 9,73 % yaitu kategori belum berkembang, siklus I memiliki rata-rata 32,02 % dalam kategori berkembang sangat baik, pada siklus II memiliki rata-rata siklus sebanyak 35,02 % dalam kategori berkembang sangat baik.
Kata Kunci: Peran Jenis Kelamin, Bermain Peran, Penelitian Tindakan Kelas Pendahuluan
Peningkatan Jenis Kelamin Melalui Bermain Peran… 145
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
Secara biologis antara laki-laki dan perempuan memang berbeda.
Perbedaan ciri-ciri perempuan dan laki-laki terlihat sejak masa kanak-kanak
dimana anak laki-laki lebih banyak memperoleh kesempatan bermain di luar
rumah dan mereka bermain lebih lama daripada perempuan, permainan anak
laki-laki lebih kompetitif dan konstruktif karena anak laki-laki lebih tekun dan
lebih efektif dari perempuan, serta permainan anak perempuan lebih banyak
kooperatif serta lebih banyak di dalam ruangan. Perbedaan biologis dan
psikologis ini mengakibatkan pendapat-pendapat yang merugikan pihak
perempuan. Maka perlu kita mengenalkan peran jenis kelamin kepada anak sejak
usia dini.
Mengenalkan peran jenis kelamin pada anak sejak dini penting
dilakukan, karena pada masa golden age kecerdasan mengalami peningkatan
sampai 80 persen. Pembentukan konsep diri pada anak akan berpengaruh
pada pembentukan kepribadian dan perilaku anak saat ia dewasa.
Pengenalan perbedaan peran gender harus dilakukan secara tepat, sebab
ini akan tersimpan dalam memori jangka panjang anak.
Menurut hasil observasi di RA Az Zahra Kebayoran Baru Jakarta Selatan
pada saat istrirahat tiba Kelompok B memiliki siswa sebanyak 15 orang. Yang
terdiri dari 6 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Ketika ditanya boleh tidak
anak laki-laki memakai lipstick ada sekitar 6 atau 40% anak laki-laki
membolehkan. Ketika ditanya boleh tidak anak laki-laki memakai cincin emas ada
tiga atau 20% anak laki-laki menjawab boleh . Kalau anak perempuan ditanya
boleh tidak anak perempuan dadan seperti laki-laki , ada 6 atau 40% anak
perempuan menjawab boleh. 1
Pendidikan merupakan kunci terwujudnya peran jenis kelamin sesuai
dengan keadaan biologisnya. Elizabeth Hurlock mengatakan bahwa salah satu
1 Hasil Observasi 8 Agustus 2016
146 Nana Suryana
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
tugas perkembangan di akhir masa kanak-kanak anak harus belajar memainkan
peran seks yang disetujui kelompok sosial, belajar memerankan seks disetujui
untuk penyesuaian pribadi dan sosial lebih baik karena kegagalan dalam
menguasai peran seks akan membawa reaksi sosial yang merugikan yang
kemudian akan mempengaruhi konsep diri pada anak.2
Berbicara tentang pembelajaran pada pendidikan anak usia dini ada
beberapa prinsip yang harus kita perhatikan yaitu berorientasi pada kebutuhan
anak, belajar melalui bermain, lingkungan yang kondusif atau yang mendukung
proses belajar, mendukung pembelajaran terpadu, mengembangkan berbagai
kecakapan hidup anak, mengunakan media edukatif dan sumber belajar,
dilakasanakan secara bertahap dan berulang-ulang serta rangsangan mencakup
semua aspek perkembangan. Dari beberapa prinsip tersebut ada satu prinsip
yang harus digaris bawahi yaitu belajar melalui bermain. Untuk mensukseskan
pembelajaran peran jenis kelamin sebagai seorang guru harus mengajak anak
bermain dan masuk ke dalam dunianya. Salah satu metode yang dapat
digunakan adalah metode bermain peran karena melalui metode ini anak akan
memerankan hal yang biasa dilakukan sehari-hari yang lahir dari dalam diri anak
tanpa ada rekayasa sehingga apa yang mereka mainkan mudah melekat dalam
diri anak.
Peran Jenis Kelamin
Menurut Depdiknas (2005: 854) Istilah peran dalam “Kamus Besar
Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada
permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang
yang berkedudukan pada peserta didik.3 Sehingga peran merupakan tingkah
laku yang dilakukan oleh seseorang sesuai harapan masyarakat.
2 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Ed. VI jilid 2 (Jakarta: Erlangga), hal. 171 3Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 854
Peningkatan Jenis Kelamin Melalui Bermain Peran… 147
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
Menurut Hungu 2007 jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara
perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan
dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan
sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis
mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi
biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya,
dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di
muka bumi.
Menurut Bee (2002: 174) perbedaan perilaku berdasarkan jenis
kelamin,mulai muncul bahkan sejak usia 4 tahun atau mendekati usia 5 tahun.
Macintyre (2007: 55) Terdapat perbedaan mencolok perilaku anak terhadap
gangguan sebaya berdasarkan jenis kelaminnya. Anak perempuan lebih suka
menggunakan ungkapan ketidak senangan pada anak lain dengan mengatakan “
Aku akan melaporkan Kamu ke Bapakku, Bapakku Polisi” atau dengan ungkapan
seperti “ Aku tidak akan mengundangmu ke pesta ulang tahunku, kecuali jika
Kamu mau meminjamkan bonekamu”. Ungkapan yang pertama sering disebut
dengan istilah Relational Aggression, sedangkan cara yang kedua dikenal dengan
istilah Bribery. Perilaku lain ketika seorang anak perempuan tidak senang dengan
anak perempuan lainnya adalah dengan menunjukkan wajah murung dan diam
membisu. Kenyataan tersebut juga mengungkapkan bahwa anak perempuan
cenderung akan melakukan gangguan (Bullying) pada anak perempuan lainnya.
Mereka juga senang melaporkan ketidaksenangannya pada orang dewasa yang
dekat dengannya. Pada sisi lainnya, anak laki-laki pada usia ini cenderung
menggunakan pertikaian secara fisik (Physical Aggression) dan secara mencolok
anak laki-laki sedikit melibatkan faktor emosi dalam hal ini. Pertikian yang
muncul dalam aktivitas bermain anak laki-laki, mereka akan menunjukkan
perilaku lain seperti merusak mainan atau barang milik teman lainnya bahkan
mereka terkadang juga akan merusak mainan atau barangnya sendiri.
148 Nana Suryana
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
Menurut Bacon and Learner (1975: 194-193) dalam hal aktivitas, anak
perempuan pada usia ini membangun sebuah perasaan bahwa ada aktivitas
tertentu yang hanya cocok untuk anak laki-laki maupun perempuan. Pemahaman
ini mendorong timbulnya kesimpulan bagi mereka terlebih dengan dorongan
dan pembiasaan dari orang tua bahwa anak laki-laki akan sangat cocok jika
bermain olahraga seperti sepakbola, baseball, atau basket, sedangkan anak
perempuan akan didorong untuk aktivitas seperti berenang atau menyelam.
Menurut Manes and Melnyk (1974: 365-374) pada komponen lainnya,
yakni terkait cita-cita atau harapan. Anak perempuan cenderung memiliki
orientasi pekerjaan yang lebih rendah dibanding laki-laki. Hal ini juga sangat
bergantung bagaimana pengaruh iklim sosial budaya keluarga, sekolah
khususnya pemberian anggapan terhadap diri anak, maupun stereotip jenis
kelamin yang berlaku di masyarakat tempat anak ini tinggal. Anak perempuan
yang bercita-cita lebih rendah dibanding anak laki-laki menghantarkannya pada
pemikiran untuk berprestasi di bawah laki-laki. Sehingga di beberapa daerah
masih ditemukan kuantitas anak perempuan yang berprestasi lebih rendah
dibanding anak laki-laki. Orientasi ini tentu sangat dipengaruhi oleh keadaan
keluarga, sosial budaya masyarakat bahkan kepercayaan yang dianut oleh setiap
keluarga. Pada masa sekarang ini pencapaian prestasi dan pekerjaan yang
optimal menjadi ekspektasi setiap keluarga tanpa mempertimbangkan
ketimpangan jenis kelamin.
Dari pemaparan peran jenis kelamin diatas dapat disimpulkan bahwa
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang menunjukan
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis yang menentukan
perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis
keturunan yang meliputi perilaku, aktivitas, cita-cita dan sifat kritis.
Bermain Peran
Peningkatan Jenis Kelamin Melalui Bermain Peran… 149
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
Menurut Uno (2014: 2014) bermain peran sebagai model pembelajaran
bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia
sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.
Mulyono (2012: 44) mengatakan Role playing (bermain peran), yakni suatu
cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan siswa. Metode bermain peran atau role playing adalah salah satu
proses belajar yang tergolong dalam metode simulasi.
Djamarah mengatakan bahwa metode role playing (bermain peran) juga
dapat diartikan suatu cara penguasaan bahan-bahan melalui pengembangan dan
penghayatan anak didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan
oleh anak didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati.
Dengan kegiatan memerankan ini akan membuat anak didik lebih meresapi
perolehannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan metode
bermain peran ini adalah penentuan topik, penentuan anggota pemeran,
pembuatan lembar kerja (kalau perlu), latihan singkat dialog (kalau perlu) dan
pelaksanaan permainan peran.
Joyce, Weil dan Chalhoun (2016: 437) yang mengemukakan bahwa
bermain peran adalah model yang serba guna dan dapat digunakan untuk
berusaha meraih beberapa tujuan pendidikan penting. Pada level yang
sederhana bermain peran berhubungan dengan masalah melalui tindakan,
masalah digambarkan, diambil tindakan dan dibahas. Sebagian siswa sebagai
pemain dan sebagian lagi sebagai pengamat. Siswa akan merasakan bagaimana
berada dalam posisi pemain dan pengamat semua ini karena selama interaksi
terdapat muatan empati, simpati dan kemarahan dan kasih sayang dalam arti
melibatkan emosional mereka.
Dua jenis main peran yaitu main peran mikro dan main peran makro.
150 Nana Suryana
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
1. Main peran mikro anak memainkan peran melalui tokoh yang diwakili oleh
benda- benda berukuran kecil, contoh kandang dengan binatang-binatangan
dan orang-orangan kecil.
2. Main peran makro anak bermain menjadi tokoh menggunakan alat
berukuran besar yang digunakan anak untuk menciptakan dan memainkan
peran-peran, contoh memakai baju dan menggunakan kotak kardus yang
dibuat menjadi mobil-mobilan atau benteng.
Dari pemaparan bermain peran di atas dapat disintesis bahwa bermain
peran adalah model pembelajaran yang digunakan untuk menemukan jati diri
dan mengenal lingkungan sekitarnya, memecahkan masalah dan mencapai
tujuan tertentu. Adapun alur bermain peran mencakup kepada tiga hal yaitu
persiapan, inti dan akhirat.
Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan dengan
menggunakan model Kemmis dan Taggart. Yang terdiri dari empat komponen,
yaitu: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan
refleksi (reflecting).
Tekhnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan (a)
observasi pemantau tindakan pada anak dan guru (b) wawancara dan (c)
dokumentasi.
Jenis instrumen yang digunakan adalah menggunakan non tes berupa
berbentuk lembar observasi pemantauan tindakan.
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui
dua cara yaitu teknik analisis kuantitatif deskriptif dan data kualitatif. Statistika
deskriptif untuk membandingkan hasil yang diperoleh dari siklus pertama dan
siklus kedua berupa rata-rata angka hitung (mean) dan perhitungan/pengukuran
Peningkatan Jenis Kelamin Melalui Bermain Peran… 151
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
berbentuk prosentase. Analisis data kualitatif dilakukan terhadap data yang
dikumpulkan melalui wawancara, catatan lapangan peneliti, dan refleksi.
Hasil dan Pembahasan
Berikut adalah hasil penelitian peningkatan peran jenis kelamin melalui bermain
peran
Pra-Siklus
Dari data prilaku anti korupsi pada anak pra-penelitian dapat disajikan
dalam bentuk grafik maka hasilnya sebagai berikut:
Gambar 4.1 Grafik Peran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 5-6 Tahun Di TK Az Zahra Tahun 2018 Pada Pra Siklus.
Terdapat enam orang anak yang berada pada kategori belum
berkembang AF,AK, AZ, HA, KV, SD, FB, TF, AR, ZK, yang berada pada
kategori Mulai Berkembang NF, NP , JI, RF dan NG.
Skor rata-rata peran jenis kelamin pada TK B Az Zahra Kebayoran Baru
adalah 9,73 pra siklus yang berada pada kategori Mulai Berkembang (MB).
AF AK AZ HA MF NP KV SD SP TF JI RF AR ZK NG
Pra Siklus 8 9 10 10 11 12 10 8 7 9 11 11 9 10 11
0
2
4
6
8
10
12
14
TCP
Pra Siklus
152 Nana Suryana
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
Setelah mengetahui hasil peneliti bersama kolaborator melakukan
analisis dan berdiskusi tentang hasil dari assesmen pra siklus. Setelah dianalisa
secara mendalam. Maka peneliti dan kolaborator memutuskan untuk
melaksanakan tindakan intervensi yaitu pelaksanaan siklus I karena nilai hasil
assesmen pra siklus berada dibawah das sein dan masih jauh dari standar
keberhasilan yang telah disepakati antara kolaborator dan peneliti yakni 71%.
Siklus I
Gambar 4.1 Grafik Hasil Asesmen Perilaku Anti Korupsi Anak Siklus I
Berdasarkan grafik diatas, diperoleh data tentang perilaku anti korupsi
anak pada siklus I, yaitu rata-rata 16 anak dengan persentase sebesar 78,85%
diperoleh oleh JB dan persentase terendah dengan 68,43% diperoleh oleh NB.
Secara klasikal diperoleh persentase 72,32 artinya pelaksanaan pada siklus I telah
mencapai kriteria keberhasilan yang telah disepakati diawal bersama
kolaborator dan mastery learning yang ada di sekolah yakni sebesar 71%.
Untuk mengetahui konsistensi hasil pelaksanaan penelitian siklus I maka
peneliti dan kolaborator menyepakati untuk melanjutkan ke siklus II. Berikut
hasil perkembangan perilaku anti korupsi dari pra siklus hingga siklus I.
60
65
70
75
80
AD SY KR
NB
MU FH JR JB BL
JH AL
NL
RF
ZH RS
RO
Rer
ata
Hasil Assesmen Siklus 1
Hasil Siklus 1
Peningkatan Jenis Kelamin Melalui Bermain Peran… 153
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
Berikut adalah hasil asesmen dari pra siklus hingga siklus I:
Gambar 4.2 Grafik Peran Jenis kelamin Anak Usia 5-6 Tahun di TK Az
Zahra Pra Siklus dan Siklus I
Dari grafik di atas dapat dilihat peningkatan hasil tingkat capaian peran jenis
kelamin pada pra siklus dan siklus I. Pada pra siklus rata-rata nilai sebesar 9,73
AF AK AZ HA MF NP KV SD SP TF JI RF AR ZK NG
Pra Siklus 8 9 10 10 11 12 10 8 7 9 11 11 9 10 11
Siklus I 28 33 27 33 33 34 28 35 33 32 34 34 35 33 33
0
5
10
15
20
25
30
35
40
TCP
Siklus I
154 Nana Suryana
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
berarti dalam kategori belum berkembang (BB) sedangkan pada siklus I rata-rata
nilai 32,02 pada ketegori berkembang sesui harapan (BSH).
Siklus II
Adapun hasil dari siklus II adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 Grafik Peran jenis kelamin anak 5-6 tahun di TK Az Zahra Jakarta Timur pada pra siklus, siklus I dan siklus II.
Hasil penelitian menujukan peningkatan dari pra siklus mencapai rata-
rata nilai skor 9,73 yaitu berada dalam kategori Belum Berkembang (BB),
sedangkan siklus II memiliki Rata-rata 32, 02 berada dalam kategori Berkembang
Sangat Baik (BSB), sedangkan pada siklus II memiliki rata-rata siklus sebanyak
35,02 berada dalam kategori berkembang sangat baik (BSB).
Pembahasan
Berdasarkan analisa yang dilakukan telah dilakukan maka terdapat
peningkatan capaian perkembangan kemampuan peran jenis kelamin aanak usia 5-
6 tahun TK AZ Zahra di Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Pada pra siklus mencapai
rata-rata nilai skor 9,73 yaitu berada dalam kategori Belum Berkembang (BB),
sedangkan siklus II memiliki Rata-rata 32, 02 berada dalam kategori Berkembang
AF AK AZ HA MF NP KV SD SP TF JI RF AR ZK NG
Pra Siklus 8 9 10 10 11 12 10 8 7 9 11 11 9 10 11
Siklus I 27,7 32,5 26,8 32,7 32,5 33,5 27,5 34,8 32,7 32,3 33,7 33,7 35 33,3 32,5
Siklus II 35 36 37 36 37 35 36 33 35 37 36 36 35 35 34
0
10
20
30
40
TCP
Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II
Peningkatan Jenis Kelamin Melalui Bermain Peran… 155
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
Sangat Baik (BSB), sedangkan pada siklus II memiliki rata-rata siklus sebanyak
35,02 berada dalam kategori berkembang sangat baik (BSB).
Dari hasil pengamatan pra siklus ada beberapa indikator seperti 1)
Indikator melakukan koreksi dalam bentuk lisan atau perbuatan terhadap diri
sendiri mengenai keadaan ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya, 2) Indikator
anak mampu berilaku sesuai aturan yang mengikat jenis kelamin biasanya akan
menurun seiring perkembangan usia anak, 3) Indikator anak mampu beraktivita
sesuai dengan jenis kelaminnya, 4) Indikator anak mampu bercita-cita sesuai
dengan jenis kelaminnya. Masing-masing dari indikator tersebut mengalami
peningkatan pada setiap siklusnya. Berikut penjelasannya.
Pada indikator melakukan koreksi dalam bentuk lisan atau perbuatan
terhadap diri sendiri mengenai keadaan ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya
pada pra siklus memiliki skor rata-rata 6,73 dalam kategori belum berkembang
(BB), siklus I skor rata-rata 29, 13 dalam kategori berkembang sesuai harapan
(BSH), siklus II skor rata-rata 35,33 dalam kategori berkembang sangat baik (BSB)
Pada indikator anak mampu berilaku sesuai aturan yang mengikat jenis
kelamin biasanya akan menurun seiring perkembangan usia anak pada pra siklus
memiliki skor rata-rata 9, 07 dalam kategori belum berkembang (BB), siklus I skor
rata-rata 28,53 dalam kategori berkembang sesuai harapan (BSH), siklus II skor
rata-rata 36, 13 dalam kategori berkembang sangat baik (BSB)
Pada indikator anak mampu beraktivita sesuai dengan jenis kelaminnya,
pada pra siklus memiliki skor rata-rata 9, 07 dalam kategori belum berkembang
(BB), siklus I skor rata-rata 30,00 dalam kategori berkembang sesuai harapan
(BSH), siklus II skor rata-rata 35,73 dalam kategori berkembang sangat baik (BSB)
Pada Indikator anak mampu bercita-cita sesuai dengan jenis kelaminnya.
Pada pra siklus memiliki skor rata-rata 9, 53 dalam kategori belum berkembang
(BB), siklus I skor rata-rata 20,40 dalam kategori berkembang sesuai harapan
(BSH), siklus II skor rata-rata 35,40 dalam kategori berkembang sangat baik (BSB).
156 Nana Suryana
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
Kajian Multidisiplin Ilmu Terkait Dengan Kemampuan Peran Jenis Kelamin.
Gambar 4. 16 Kaitan peran jenis kelamin terhadap disiplin ilmu lain.
Peran laki-laki dan perempuam menurut filsafat dalam Hein (1989: 294)
yaitu teori nature adalah teori yang mengandaikan bahwa peran laki-laki dan
perempuan, merupakan peran yang telah digariskan oleh alam. Munculnya teori
ini, bisa dikatakan diilhami oleh sejumlah teori filsafat sejak era kuno. Dalam
Peran Jenis
Kelamin Agama Pendidikan
Filsafat
Peningkatan Jenis Kelamin Melalui Bermain Peran… 157
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
konteks filsafat Yunani Kuno misalnya, dinyatakan bahwa alam
dikonseptualisasikan dalam pertentangan kosmik yang kembar, misalnya: siang
malam, baik buruk, kesimbungan-perubahan, terbatas-tanpa batas, basah-
kering, tunggal-ganda, teranggelap, akal-perasaan, jiwa-raga, laki-perempuan,
dan seterusnya. Dengan demikian, ada dua entitas yang selalu berlawanan, yang
berada pada titik eksistensial yang a simetris dan tidak berimbang. Dalam hal ini,
kelompok pertama selalu dikonotasikan secara positif dan dikaitkan dengan laki-
laki, sementara kelompok kedua berkonotasi negatif yang selalu dikaitkan
dengan perempuan. Dalam konteks filsafat peran laki-laki selalu kepada hal yang
positif sedangkan peran perempuan selalu disimbolkan kepada yang negative.
Menurut Agama, laki-laki dan perempuan memiliki peran dan peluang
yang sama besar dalam upaya menggali dan mengoptimalkan potensi umat dan
bangsa. Keduanya harus saling bekerja sama dalam membangun kekuatan umat
di seluruh bidang kehidupan, seperti membangun kekuatan politik dan ekonomi,
agar bangsa ini tidak mudah didikte dan dikendalikan oleh kekuatan asing yang
merusak. Dalam surat QS at-Tau bah [9]: 71, kerja sama dan sinergi antara
mukmin laki-laki dan perempuan merupakan prasyarat mutlak bagi terwujudnya
tali persaudaraan. Kekuatan ukhuwah ini merupakan hal yang sangat
fundamental dan sangat memengaruhi keberhasilan pembangunan sosial
masyarakat.
158 Nana Suryana
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
Dalam konteks pendidikan , menurut Purwanti (2005: 30) pendidikan
memberikan kesempatan yang sama pada setiap jenis kelamin. Perlakuan dan
kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis kelamin,
memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap individu,
dan Individu dalam pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualitas
sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya. Dalam konteks pendidikan
semua jenis kelamin mendapat kesempatan yang sama dalam mendapatkan
pendidikan.
Simpulan
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
terdapat peningkatan peran jenis kelamin melalui bermain drama. Hasil
penelitian menujukan peningkatan dari pra siklus mencapai rata-rata nilai skor
9,73 yaitu berada dalam kategori Belum Berkembang (BB), sedangkan siklus II
memiliki Rata-rata 32, 02 berada dalam kategori Berkembang Sangat Baik (BSB),
sedangkan pada siklus II memiliki rata-rata siklus sebanyak 35,02 berada dalam
kategori berkembang sangat baik (BSB).
Rekomendasi
Bagi guru diharapkan dapat membudayakan metode bermain peran
kepada anak-anak untuk peran jenis kelamin pada anak di sekolah. Kemudian
bagi orang tua, diharapkan orang tua anak dapat mendukung peran jenis
kelamin yang telah diajarkan di sekolah. Dengan adanya kerjasama antara guru
dan orang tua, maka peran jenis kelamin yang didapatkan akan membudaya
dalam diri anak. Terakhir bagi peneliti lain diharapkan mau mengembangkan
Peningkatan Jenis Kelamin Melalui Bermain Peran… 159
VOLUME 1 NO. 2 JANUARI-JUNI 2019
penelitian ini dan lebih banyak memperkaya sumber-sumber yang mendukung
baik itu secara nasional atau internasional.
Daftar Pustaka
Bacon, C., and R.M Lerner. Effects of Maternal Employment status on the
Development of Vocational Role Perception in Females. Journal of Genetic Psychology (1975) Vol 126 hh.187-193
Bee, H. 2002. The Developing Child. New York: HarperCollins College Publishers Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h. 854 Hein, Hidle. 1989. “Liberating Philisophy: An End to the Dichotomy of Spirit and
Matter,” eds. dalam Ann Gary dan Marlyn Persall, Women, Knowledge and Reality London: Unwin Hyman
Joyce, Bruce, Marsha Weil dan Emily Calhoun, 2016. Model Of Teaching, Terjemahan Edisi IX Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hurlock, Elizabeth B. Perkembangan Anak Ed. VI jilid 2 Jakarta: Erlangga Macintyre, Christine. 2007. Understanding Children’s Development In The Early
Years. London :Routledge Manes AL and P Melnyk. Televised Models of Female Achievment. Journal of
Applied Social Psychology (1974) Vol 4 hh.365-374 Mulyono. 2014. Strategi Pembelajaran. Malang: UIN Maliki Press Purwati, Eni dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam Surabaya:
Alpha, 2005 Uno, Hamzah B. 2014. Model Pembelajaran; menciptakan proses belajar yang
kreatif dan efektif. Jakarta: Bumi Aksara