Upload
dangtuyen
View
222
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENINGKATAN SIKAP SISWA MELALUI METODE
INDEX CARD MATCH DALAM PELAJARAN PKN
KELAS IV MI. RAUDHATUL MUTA’ALLIMIN
JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
ABDUL RAHMAN
NIM. 1812018300086
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
20157M /1438 H
v
ABSTRAK
Abdul Rahman, NIM : 1812018300086, Peningkatan Sikap Siswa Kelas IV
Berupa Keaktifan Belajar Dalam Pelajaran PKn Melalui Metode Index Card
Mach. Skripsi Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
(PGMI) Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kata Kunci: Peningkatan sikap, keaktifan belajar, metode Index Card Match
Berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran PKn pra siklus pada siswa kelas IV
MI Raudhatul Muta’allimin, Jakarta Selatan, ditemukan beberapa permasalahan,
yaitu [1] dalam pembelajaran PKn, guru menekankan pada kemampuan
menghafal, [2] pembelajaran berlangsung dengan suasana kaku dengan kegiatan
siswa yang hanya sekadar duduk, diam, dengar, catat dan hafal, [3] kurangnya
variasi metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, [4] guru masih
menggunakan metode pembelajaran konvensional, [5] hasil akhir yang dicapai
siswa tidak seperti yang diharapkan. Untuk itu, perlu diadakannya tindakan
perbaikan pembelajaran untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang ada.
Perbaikan pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melalui metode
pembelajaran Index card match.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang dalam
pelaksanaannya dilakukan selama 2 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, analisis dan refleksi. Penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan subjek
yang diteliti yaitu siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin yang berjumlah 25
orang. Sedangkan, teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunkan teknik non tes berupa lembar observasi yang kemudian dianalisis
secara deskriptif kuantitatif berupa angka yang diperoleh dari hasil observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebesar 17,30% siswa yang
menunjukan keaktifan belajar pada kegiatan pembelajaan pra siklus. Kemudian
pada kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I, keaktifan belajar siswa meningkat
sebesar 33,30%, sehingga persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada
kegiatan pembelajaran siklus I mencapai 52,60%. Selanjutnya pada kegiatan
penyempurnaan pembelajaran siklus II, keaktifan siswa kembali meningkat
sebesar 27,40% sehingga persentase rata-rata keaktifan siswa pada kegiatan
pembelajaran siklus II sebesar 80,00%.
Dengan demikian, berdasarkan analisis data yang dilakukan menunjukkan
bahwa adanya peningkatan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan
diterapkannya metode pembelajaran Index Card Match pada siswa kelas IV MI.
Raudhatul Muta’allimin, Jakarta Selatan.
vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Peningkatan Afektif Siswa Kelas Iv Berupa
Keaktifan Belajar Dalam Pelajaran Pkn Melalui Metode Index Card Mach
” dengan baik.
Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1)
Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Program Studi Dual Mode System
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terwujud selain dari usaha serta
kemampuan yang ada pada diri penulis sendiri, namun tak lepas dari dukungan
dan bimbingan pihak-pihak terkait. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini
penulis ingin berterima kasih kepada :
1. Prof. DR. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. DR. Fauzan, MA. selaku ketua jurusan Program Studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya
dengan penuh ketelitian dan kesabaran..
3. Seluruh dosen dan staff Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
(PGMI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Staff dan karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta yang telah membantu peneliti dalam pencarian
referensi skripsi.
5. Hj. Hamidah, A.Md, selaku Kepala MI. Raudhatul Muta’allimin Mampang
Prapatan Kuningan Barat Jakarta Selatan yang telah mengizinkan melakukan
penelitian di lembaga yang dipimpinnya.
viii
6. Dewan Guru MI. Raudhatul Muta’allimin yang telah membantu dan
memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi.
7. Teman-teman mahasiswa Dual Mode System Program studi Pendidikan Guru
Madrasah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Istriku tersayang Aghnia Pusparini yang selalu memberikan motivasi dan doa
serta kasih sayangnya.
9. Buah hatiku Robiatul Adawiyah dan Tazkiyatun Nafsi atas pengertiannya
ketika peneliti memfokuskan waktu penyusunan skripsi.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi hingga akhir.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan.
Oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi lembaga pendidkan dan para
pembaca serta dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 10 Januari 2017
Penulis,
Abdul Rahman
NIM. 1812018300086
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ........................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR DIAGRAM ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah ............................................................... 1
B. Identifikasi area dan fokus penelitian .......................................... 5
C. Pembatasan fokus peneliltian ...................................................... 5
D. Perumusan masalah penelitian .................................................... 6
E. Tujuan dan kegunaan hasil penelitian ......................................... 6
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan teori area dan fokus yang diteliti
1. Keaktifan belajar .......................................................................... 7
a. Kadar keaktifan siswa dari proses perencanaan ...................... 9
b. Kadar keaktifan siswa dari proses pembelajaran .................... 9
c. Kadar keaktifan siswa dari kegiatan evaluasi pembelajaran ... 9
2. Pembelajaran kooperatif .............................................................. 10
a. Pengertian pembelajaran kooperatif ......................................... 10
b. Unsur-unsur pembelajaran kooperatif ..................................... 11
c. Karakteristik pembelajaran kooperatif .................................... 12
x
d. Tujuan pembelajaran kooperatif ............................................. 15
e. Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif ................................. 15
f. Prosedur pembelajaran kooperatif ........................................... 16
g. Keunggulan strategi pembelajaran kooperatif ........................ 18
h. Kelemahan strategi pembelajaran kooperatif .......................... 19
3. Model pembelajaran Index Card Mach ....................................... 19
4. pemerintahan kabupaten,kota dan propinsi ................................. 21
a. Pemerintahan kabupaten ......................................................... 22
b. Pemerintahan kota ................................................................... 24
c. Pemerintahan propinsi ............................................................. 25
B. Hasil penelitian yang relevan ...................................................... 26
C. Kerangka berpikir ...................................................................... 27
D. Hipotesis tindakan ...................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan waktu penelitian ...................................................... 28
B. Metode penelitian dan rancangan siklus penelitian ...................... 28
C. Subjek dan objek penelitian ......................................................... 30
D. Peran dan posisi peneliti dalam penelitian .................................. 30
E. Tahapan intervensi tindakan ......................................................... 31
1. kegiatan pendahuluan .............................................................. 31
2. Pelaksanaan pembelajaran prasiklus ...................................... 31
3. Pelaksanaan pembelajaran siklus I ........................................... 32
4. Pelaksanaan penelitian siklus II ............................................... 37
F. Hasil intervensi tindakan yang diharapkan ................................... 42
G. Data dan sumber data .................................................................. 43
H. Instrumen pengumpul data ......................................................... 43
I. Teknik pengumpulan data ........................................................... 44
J. Indikator kinerja ......................................................................... 41
K. Analisis data dan interpretasi data ............................................... 41
xi
BAB IV DESKRIPSI, ANALISA DATA, DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi ...................................................................................... 43
1. Deskripsi kegiatan pra siklus ................................................. 43
2. Deskripsi kegiatan siklus I ..................................................... 45
3. Deskripsi kegiatan siklus II ..................................................... 48
B. Analisa data ................................................................................ 51
C. Pembahasan ................................................................................. 55
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 60
B. Implikasi ..................................................................................... 60
C. Saran-saran ................................................................................. 61
Lampiran-lampiran
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tahapan metde diskusi ....................................................................... 16
Tabel 2.2 Kelebihan dan kelemahan metde diskusi ........................................... 18
Tabel 2.3 Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS kelas IV ................... 21
Tabel 3.1 Instrumen observasi kinerja guru ....................................................... 39
Tabel 3.2 Instrumen observasi kinerja siswa ..................................................... 39
Tabel 3.3 Indikator Kinerja Guru Dalam Proses Pembelajaran .......................... 40
Tabel 3.4 Indikator Keaktifan siswa Dalam Proses Pembelajaran ..................... 40
Tabel 3.5 Kriteria Kinerja Guru .......................................................................... 41
Tabel 3.6 Kriteria Keaktifan Siswa .................................................................... 42
Tabel 4.1 Persentase rata-rata keaktifan siswa prasiklus ................................... 51
Tabel 4.2 Persentase rata-rata keaktifan siswa siklus I ....................................... 52
Tabel 4.3 Persentase rata-rata keaktifan siswa siklus II ..................................... 54
xiii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1
Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran ..................... 55
pra siklus
Diagram 4.2
Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran ..................... 56
siklus I
Diagram 4.3
Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran ..................... 57
siklus II
Diagram 44 Persentase peningkatan keaktifan siswa pada kegiatan ............... 58
pembelajaran prasiklus, siklus I dan siklus II
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa serta negara.1
Berdasarkan pernyataan tersebut, disimpulkan bahwa proses pendidikan harus
diimplementasikan dengan proses pembelajaran sebab dalam proses belajar
itulah terjadinya perubahan tingkah laku yang ditandai dengan perubahan
pengetahuan yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak mengerti
menjadi mengerti. Sehingga, pendidikan bukanlah kegiatan yang dilaksanakan
secara sembarangan tetapi kegiatan yang bertujuan karena dilakukan secara
terencana sehingga segala sesuatu yang dilakukan dalam kegiatan tersebut
harus dilakukan secara terarah, terpadu dan berkesinambungan.
Namun, salah satu hal yang menjadi topik pembahasan dalam bidang
pendidikan adalah masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Artinya,
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia belum mencapai hasil yang
diinginkan. Padahal, pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui penyelenggaraan
pendidikan, diharapkan dapat mencetak manusia yang memiliki kemampuan
dalam melaksanakan perannya di masa yang akan datang. Namun, berhasil
atau tidaknya tujuan pendidikan tersebut tergantung bagaimana proses belajar
yang dialami oleh peserta didik. Hal ini berarti, untuk menjadi manusia yang
berkualitas harus melalui proses pendidikan yang berkualitas pula.
Sedangkan, terdapat begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi
kualitas pendidikan itu sendiri.
1Yahya Ismail, Ilmu Pendidikan Teoritis, (Jakarta: Ganeca Exact, 2008) h. 1
2
Salah satu komponen yang selama ini sering di tuding sebagai pihak
yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan adalah guru.
Sehingga, tidak mengherankan apabila banyak pihak yang menaruh harapan
besar terhadap guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan mengingat
bahwa kualitas pendidikan sangat menentukan mutu kehidupan bangsa.
Bagaimanapun idealnya kurikulum pendidikan, serta lengkapnya sarana dan
prasarana pendidikan tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam
penerapannya maka semuanya akan kurang bermakna. Hal tersebut
mengingat bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang satu sama lain
saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang
diharapkan secara optimal sesuai tujuan yang telah ditetapkan.2 Meskipun
demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa untuk menjadi seorang guru yang
profesional bukanlah hal yang mudah dan tidak pula diperoleh dari proses
yang singkat. Hal tersebut karena, sampai dengan saat ini masih banyak guru
yang dinilai belum memiliki kompetensi yang disyaratkan.
Salah satu kompetensi guru yang disinyalir masih kurang adalah
kompetensi dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar, karena selama ini
pembelajaran yang dilaksanakan cenderung berpusat pada guru sehingga
membuat siswa menjadi pasif. Padahal guru sebagai fasilitator pembelajaran
harus dapat melakukan sesuatu yang kreatif agar dapat menciptakan
keaktifan siswa dalam belajar, sehingga diharapkan dapat terjadi peningkatan
pada hasil belajarnya. Untuk itu, dalam proses pembelajaran guru harus
menciptakan suasana belajar yang kondusif agar siswa mampu memahami
materi pembelajaran dengan baik. Hal tersebut mengingat bahwa hahekat
pembelajaran yang merupakan upaya untuk mengarahkan siswa ke dalam
proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai yang
diharapkan, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi
paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik.
2Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed. 1,
(Jakarta:Kencana, 2010), Cet. 7, h. 49
3
Salah satu upaya kreatif guru dalam proses pembelajaran adalah mencari
gagasan-gasasan baru atau ide-ide bau dengan mencoba bermacam-macam
metode pembelajaran dan mengupayakan pembuatan serta penggunaan alat
peraga dalam proses pembelajaran. Modal kreatif tersebut merupakan sebuah
keharusan bagi guru agar dapat membuat siswa aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Siswa yang aktif akan dapat terlihat dari cara siswa mengikuti
proses pembelajaran, seperti siswa aktif bertanya dan aktif menjawab
pertanyaan, serta dapat mengikuti jalannya proses pembelajaran dengan baik.
Dengan kreatifitas guru dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
diharapkan terciptanya kondisi belajar yang efektif dan efisien. Menurut
Slameto, belajar yang efektif akan dapat membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan
intruksional yang ingin dicapai.3 Sedangkan belajar yang efisien akan dapat
tercapai apabila menggunakan strategi belajar yang tepat.4
Dengan demikian, salah satu upaya dalam memperbaiki mutu
pembelajaran adalah dengan dilakukannya perubahan dalam kegiatan
pembelajaran. Jika sebelumnya kegiatan pembelajaran sekedar pemindahan
pengetahuan yang berasal dari guru kemudian disampaikan kepada siswa,
maka saat ini guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk seaktif
mungkin mencari pengetahuan serta membangun pemahaman mereka sendiri
secara mandiri namun tetap dalam bimbingan guru sebagai fasilitator.
Dengan mengubah paradigma tersebut, maka akan tercipta pembelajaran
yang dapat membuat siswa aktif dalam kegiatan belajarnya sehingga dapat
tercipta kondisi pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian, akan
tercipta pembelajaran yang efektif dan efisien yang akan dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran. Karena, dengan melalui peningkatan kualitas
pembelajaran itulah potensi siswa dapat tergali dengan baik sehingga dapat
menuju keberhasilan pendidikan.
3Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2003),
h.74 4Ibid., h.76
4
Pendidikan Kewargaegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran
yang diajarkan di sekolah dasar. Materi pembahasan dalam pelajaran PKn
yang banyak memuat fakta dan konsep membuat pelajaran ini bersifat teoritis
sehingga semakin membuat pelajaran PKn terlihat membosankan. Seperti
hasil observasi yang peneliti lakukan di kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin
yang menggambarkan bahwa dalam pembelajaran PKn guru menekankan
pada kemampuan menghapal. Padahal, proses terpenting dalam pembelajaran
PKn adalah nalar bukan kemampuan menghapal. Sebab, penekanan
berlebihan pada kegiatan menghapal menyebabkan siswa tidak tertarik pada
pelajaran PKn. Disamping itu, meskipun telah disadari bahwa dalam proses
pembelajaran memerlukan kreatifitas guru serta keterlibatan siswa secara
aktif, namun kenyataan tidaklah demikian. Hasil penelitian menggambarkan
bahwa kurangnya variasi metode yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran karena guru masih menggunakan metode pembelajaran
konvensional yang menempatkan siswa pada posisi pasif, sehingga siswa
lebih banyak menunggu sajian guru daripada mencari dan menemukan
sendiri pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan sehingga siswa
kurang mendapatkan pengalaman belajarnya.
Dengan demikian, kondisi pembelajaran yang selama ini
di lakukan berlangsung dengan suasana kaku dengan kegiatan siswa yang
hanya sekedar duduk, catat dan hapal sehingga siswa merasa bosan dalam
mengikuti pelajaran PKn. Kondisi tersebut tidak akan meningkatkan
kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran PKn, sehingga
potensi siswa tidak dapat tergali dengan baik yang berujung pada hasil akhir
yang dicapai siswa tidak seperti yang diharapkan. Berdasarkan permasalahan
tersebut, maka penulis merumuskan cara pemecahan masalahnya yaitu
dengan merancang pembelajaran aktif agar dapat membangkitkan keaktifan
siswa dalam pembelajaran PKn. Karena jika siswa sudah aktif dalam
mengikuti pembelajaran PKn diharapkan siswa lebih menguasai kompetensi
yang diharapkan. Upaya pemecahan masalah yang akan peneliti lakukan yaitu
melakukan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match.
5
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen.5 Dalam pembelajaran kooperatif, siswa
didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
guru, sehingga akan terjadi interaksi s i swa yang lebih intensif. Sedangkan,
metode Index Card Match menurut Mel Silberman adalah “cara
menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran. Ia
membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memainkan kuis dengan
kawan sekelas”.6 Dengan demikian, siswa tidak akan merasa jenuh karena
pembelajaran yang diharapkan membuat mereka tidak selalu duduk ditempat
duduknya melainkan dapat berinteraksi dan berdiskusi dengan temannya.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
1. Dalam proses pembelajaran, guru menekankan kemampuan menghapal.
2. Kurangnya variasi metode yang digunakan guru dalam pembelajaran.
3. Guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional.
4. Proses pembelajaran menempatkan siswa pada posisi pasif.
5. Hasil akhir yang dicapai siswa tidak seperti yang diharapkan.
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Untuk mengefektifkan proses penelitian, peneliti memberikan batasan
pengkajian masalah yang akan diteliti yaitu untuk meningkatkan keaktifan
siswa dengan penggunaan motode pembelajaran kooperatif tipe Index Card
Match. Dalam penelitian ini yang akan digunakan sebagai penelitian adalah
mata pelajaran PKn di kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin, Jakarta.
5Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed. 2, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), Cet. 5, h. 202 6 Mel Silberman, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta:Pustaka Insan
Madani:2009) Cet. 6 h. 240
6
D. Perumusan Masalah Penelitian
1. Bagaimana menggunakan motode pembelajaran kooperatif tipe Index
Card Match agar dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV MI
Raudhatul Muta’allimin pada pembelajaran PKn semester I Tahun
Pelajaran 2015/2016
2. Apakah penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Index Card
Match dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV MI Raudhatul
Muta’allimin pada pembelajaran PKn semester I Tahun Pelajaran
2015/2016
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar PKn melalui
metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.
b. Tujuan khusus
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pelajaran PKn dengan
menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
2. Manfaat Penelitian
Hasil pelaksanaan penelitian ini diharapkan timbulya perhatian dan
minat belajar siswa pada pelajaran matematika serta memudahkan siswa
dalam mempelajari materi sehingga berujung pada peningkatan hasil
belajarnya.
7
BAB II
KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI
TINDAKAN
A. Acuan Teori Area danFokus yang Diteliti
1. Keaktifan belajar
Pembelajaran yang efektif dan efisien seharusnya di desain untuk
menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, guru harus
menerapkan pembelajaran yang mengaktifkan siswa karena dengan keaktifan
tersebut maka lambat laun akan mengantar mereka menuju belajar mandiri.
Namun siswa dikatakan aktif bukan hanya sekedar memperoleh nilai yang
memuaskan, akan tetapi siswa aktif mengajukan pertanyaan, mengemukakan
gagasan dan mencari data dan informasi yang mereka perlukan untuk
memecahkan masalah.1 Sehingga, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
merupakan keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan
aktifitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses
pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi
yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa lainnya.
Sehingga, dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan
mengakibatkan suasana kelas menjadi kondusif, dimana masing-masing siswa
dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Keaktifan siswa
dalam belajar merupakan unsur dasar yang sangat penting bagi keberhasilan
proses pembelajaran. Sebab, keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran
tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui
pengalaman belajarnya. Sehingga dengan keaktifan siswa, mereka akan
terlibat secara langsung dan mereka akan terus berusaha untuk mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
1Dasim Budimansyah, PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, (PT.
Ganesindo, 2009), Cet.3, h.70
6
Dasim Budimansyah menegaskan bahwa “jika pembelajaran tidak
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka
pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar”.2 Karena, dalam
pandangan psikologi modern, “belajar bukan hanya sekedar menghapal
sejumlah fakta atau informasi akan tetapi peristiwa mental dan proses
berpengalaman”.3 Namun, “keaktifan siswa dalam pembelajaran bukan
berarti siswa dibuat aktif menggantikan peran guru sehingga guru tidak perlu
memainkan perannya dalam pembelajaran. Tetapi, aktifitas belajar siswa
diciptakan dan dikondisikan oleh guru sebagai mediator dan fasilitator belajar
siswa”.4 Hal ini berarti pengajaran yang didesain guru harus berorientasi pada
keaktifan siswa. Sehingga, baik guru maupun siswa keduanya berperan penuh
karena peran mereka sama-sama sebagai subjek belajar.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran diharapkan bertujuan untuk
memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik secara seimbang. Dengan demikian, keaktifan siswa dalam
pembelajaran tidak menghendaki pembentukan siswa yang secara intelektual
cerdas tanpa diimbangi sikap dan keterampilan, akan tetapi membentuk siswa
yang cerdas serta memiliki sikap positif dan keterampilan. Dalam hal ini,
senada dengan ungkapan Wina Sanjaya bahwa “keaktifan siswa tidak hanya
ditentukan oleh aktifitas fisik semata akan tetapi juga ditentukan oleh aktifitas
nonfisik seperti mental, intelektual dan emosional”.5 Oleh sebab itu, aktif
tidaknya siswa dalam belajar hanya siswa sendiri yang mengetahuinya secara
pasti. Namun, untuk mengetahui proses pembelajaran memiliki kadar
keaktifan yang tinggi, sedang atau lemah dapat dilihat dari keterlibatan siswa
dalam pembelajaran baik dalam perencanaan pembelajaran, proses
pembelajaran maupun dalam mengevaluasi pembelajaran. Semakin siswa
terlibat ketiga aspek tersebut, maka kadar keaktifan siswa semakin tinggi.
2Ibid.
3Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1 (Jakarta:
Kencana,2010), Cet.7, h.136 4Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), Cet. 5, h. 394 5Op.cit.,141
7
. a.Kadar keaktifan siswa dilihat dari proses perencanaan
1.1 Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta pengalaman dan
motivasi yang dimiliki sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
kegiatan pembelajaran.
1.2 Adanya keterlibatan siswa dalam meyusun rancangan pembelajaran.
1.3 Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan memilih sumber
belajar yang diperlukan.
1.4 Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan mengadakan media
pembelajaran yang akandigunakan.
b. Kadar keaktifan siswa dilihat dari proses pembelajaran
1.1 Adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental, emosional maupun
intelektual dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari
tingginya perhatian serta motivasi siswa untuk menyelesaikan setiap
tugas yang diberikan sesuai denganwaktu yang telah ditentukan.
1.2 Siswa belajar secara langsung(experiental learning). Dalam proses
pembelajaran secara langsung, konsep dan prinsip diberikan melalui
pengalaman nyata seperti merasakan, meraba, mengoperasikan,
melakukan sendiri dan lain sebagainya. Demikian juga pengalaman itu
bisa dilakukan dalam bentuk kerjasama dan interaksi dalam kelompok.
1.3 Adanya keinginan siswa untuk menciptakan iklim belajar yang
kondusif.
1.4 Keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber
belajar yang tersedia yang dianggap relevan dengan tujuan
pembelajaran.
1.5 Adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab
dan mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang
diajukan atau yang timbul selama proses pembelajaran berlangsung.
1.6 Terjadinya interaksi yang multi arah, baik antara siswa dengan siswa
atau antara guru dan siswa. Interaksi ini juga ditandai dengan
keterlibatan semua siswa secara merata. Artinya, pembelajaran atau
proses tanya jawab tidak di dominasi oleh siswa-siswa tertentu.
c. Kadar keaktifan siswa dilihat dari kegiatan evaluasi pembelajaran
1.1 Adanya keterlibatan siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil
pembelajaran yang telah dilakukannya.
1.2 Keterlibatan siswa secara mandiri untuk melaksanakan kegiatan
semacam tes dan tugas-tugas yang harus dikerjakannya.
1.3 Kemauan siswa untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara
lisan berkenaan hasil belajar yang diperolehnya.6
Selanjutnya, Yuhdi Munadi (2011) mengemukakan ciri-ciri pokok
pembelajaran aktif, antara lain adalah:
6Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1 (Jakarta:
Kencana,2010), Cet.7, h.141-142
8
a. Interaktif yang ditandai dengan adanya dialog antara siswa dengan siswa
dan dialog antara siswa dengan guru dan bisanya memanfaatkan sumber-
sumber belajar yang bervariasi (media pembelajaran).
b. Memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dengan sikap berikut:
1.1 Mendorong setiap siswa untuk ikut aktif memberi pendapat
1.2 Mendorong setiap siswa untuk ikut berbuat
1.3 Mendorong setiap siswa utuk ikut aktif mencari sumber
c. Menantang, yakni ditandai dengan sikapsebagai berikut:
1.1 Mendorong kompetensi antar siswa
1.2 Mengundang siswa untuk terlibat penuh
1.3 Membangkitkan gairah belajar siswa.7
Selanjutnya, secara khusus Wina Sanjaya mengemukakan bahwa
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran bertujuan sebagai berikut:
a. Meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna, artinya siswa
tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi tetapi juga
bagaimana memanfaatkan informasi itu untuk kehidupannya.
b. Mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, artinya melalui
keaktifan siswa diharapkan tidak hanya kemampuan intelektual saja yang
berkembang tetapi juga seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental.8
2. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wina Sanjaya, “pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu
antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda
(heterogen)”.9 Sedangkan menurut Rusman, “cooperative learning adalah
teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan
belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5
orang”.10
Lebih lanjut, Johnson (dalam Hasan, 1996) menjelaskan bahwa
“belajar cooperative adalan pemanfaatan kelompok kecil dalam
7 Yudhi Munadi, Pembelajarn Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan menyenangkan, (Jakarta: FITK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet.2, h.33 8Op.cit.,h.138
9 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta:
Kencana, 2010), Cet.7, h.242 10
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), Cet.5, h.204
9
pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk
memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam
kelompok tersebut”.11
Senada dengan pendapat tersebut, Artzt & Newman
(1990:448) menyatakan bahwa “dalam belajar kooperatif siswa belajar
bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap angggota kelompok memiliki
tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya”.12
Dalam hal
ini, Trianto menegaskan bahwa, “tujaan dibentuknya kelompok tersebut
adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat
terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar”.13
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah kegiatan belajar siswa dalam kelompok yang akan mengarahkan
siswa untuk mencapai tujuan bersama secara kelompok. Jadi, strategi
pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda
latar belakang untuk saling menghargai satu sama lain.
b. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Wina Sanjaya, terdapat empat unsur penting dalam strategi
pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.1 Adanya peserta dalam kelompok
Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam
setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa diterapkan
berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang
berdasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokan yang
didasarkan latar belakang kemampuan, pengelompokan yang
didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun
campuran ditinjau dari kemampuan.
1.2 Adanya aturan kelompok
Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan
baik siswa sebagai peserta didik maupun siswa sebagai anggota
kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian tugas setiap anggota
kelompok, waku dan tempat pelaksanaan dan lain sebagainya.
11
Ibid. 12
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1, (Jakarta:Kencana, 2010),
Cet.4, h.56 13
Ibid.
10
1.3 Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok
Upaya belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan
kemampuan yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan
baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun
keterampilan. Aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam
kegiatan kelompok, sehingga antar peserta saling membelajarkan
melalui tukar pikiran, pengalaman maupun gagasan-gagasan.
1.4 Adanya tujuan yang harus dicapai Aspek tujuan yang dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota
kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar.14
Dengan demikian, hal yang menarik dalam strategi pembelajaran
kooperatif adalah setiap anggota kelompok akan bersikap kooperatif
dengan sesama anggota kelompoknya, sehingga tumbuh rasa kebersamaan
dengan sesama anggota kelompok. Selain itu, dalam pembelajaran
kooperatif juga terdapat dampak pengiring seperti kemampuan hubungan
sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain serta
dapat meningkatkan harga diri. Dari alasan tersebut, maka pembelajaran
kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki
sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.
c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Strategi pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi
pembelajaran lain, karena pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada
proses kerja sama kelompok. Tujuan yang ingin dicapai dalam
pembelajaran kooperatif setidaknya tidak hanya sekedar pencapaian
kemampuan penguasaan materi pelajaran, akan tetapi meliputi hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan
keterampilan sosial berupa kerjasama kelompok. Adanya kerjasama inilah
yang menjadi ciri khas pembelajaran kooperatif. Berikut adalah perbedaan
pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran konvensional yang
dikemukakan oleh Killen (1996) dalam Trianto:
14
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta:
Kencana, 2010), Cet.7, h.241-242
11
Tabel 2.1
Pembelajaran kooperatif vs pembelajaran konvensional
Pembelajaran kooperatif Pembelajaran konvensional
Adanya saling ketergantungan
positif, saling membantu dan
saling memberikan motivasi
sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya
siswa yang mendominasi kelompok
atau menggantungkan diri pada
kelompok.
Adanya akuntabilitas individual
yang mengukur penguasaan
materi tiap kelompok, dan
kelompok diberi umpan balik
tentang hasil belajar anggotanya
sehingga saling mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan
dan siapa yang dapat
memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas
sering diborong oleh salah seorang
anggota kelompok sedangkan
anggota kelompok lainnya hanya
“mendompleng” keberhasilan
“pemborong”
Kelompok belajar heterogen,
baik dalam kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras,
etnik dan sebagainya sehingga
saling mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan dan siapa
yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya
homogen.
Pimpinan kelompok dipilih
secara demokratis atau bergilir
untuk memberikan pengalaman
memimpin bagi para anggota
kelompok.
Pimpinan kelompok ditentukan oleh
guru atau kelompok dibiarkan untuk
memilih pemimpinnya dsengan cara
masing-masing.
Keterampilan sosial yang
diperlukan dalam kerja gotong
royong seperti kepemimpinan,
kemampuan berkomunikasi,
memercayai orang lain dan
mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak
secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif
berlangsung, guru melakukan
pemantauan melalui observasi
dan melakukan intervensi jika
terjadi masalah dalam kerja
sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan
intervensi sering tidak dilakukan
oleh guru pada saat belajar
kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara
proses kelompok yang terjadi
dalam kelompok-kelompok
belajar.
Guru sering tidak memperhatikan
proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
12
Penekanan tidak hanya pada
penyelesaian tugas tetapi juga
hubungan interpersonal
(hubungan antara pribadi yang
salking menghargai)
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas.
(Killen, 1996)15
Selanjutnya, dalam strategi pembelajaran kooperatif terdapat dua
komponen utama seperti yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya yaitu
komponen tugas kooperatif dan komponen struktur insentif kooperatif.
Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota
bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok; sedangkan
struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan
motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok.
Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran
kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok
bekerja keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain
menguasai materi pelajaran, sehingga mecapai tujuan kelompok.16
Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dari berbagai
perspektif seperti yang dikutip oleh Rusman sebagai berikut:
[1] Perspektif motivasi, artinya penghargaan yang diberikan kepada
kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk
memperjuangkan keberhasilan kelompok; [2] Perspektif sosial,
artinya setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena
mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh
keberhasilan; [3] Perspektif perkembangan kognitif, artinya interaksi
antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk
berpikir mengolah berbagai informasi. (Sanjaya, 2006:242)17
Dengan demikian, pembelajaran kooperatif disusun dalam suatu
usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam
kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi
dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.
15
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1, (Jakarta:Kencana, 2010), Cet.4,
h.58-59 16
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta:
Kencana, 2010), Cet.7, h.243 17
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), Cet.5, h.206
13
d. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Para ahli menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat
membantu siswa meningkatkan kinerja dalam tugas akademik serta
memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang untuk
bekerja satu sama lain dan belajar untuk menghargai satu sama lain.
Selanjutnya, berikut adalah ungkapan para ahli mengenai tujuan
pembelajaran kooperatif yang dikutip dalam Trianto.
Slavin (1995) mengemukakan bahwa belajar kooperatif menekankan
pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika
semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasan materi.
Sedangkan Johnson dan Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan
pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu
maupun secara kelompok. Lebih lanjut, Zamroni (2000)
mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah
dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud
input pada level individual.18
e. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) ada lima unsur dasar dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:
1.1 Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam
pembelajaran kooperatif keberhasilan dalam penyelesaian tugas
tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing
anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok
akan merasakan saling ketergantungan.
1.2 Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu
keberhasilan kelompok sangat tergantung dari anggota kelompok.
Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
1.3 Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu
memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok
untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling
memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.
1.4 Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu
melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi
dalam kegiatan pembelajaran.
18
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1, (Jakarta:Kencana, 2010), Cet.4,
h.57
14
1.5 Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil
kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif.19
f. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Wina Sanjaya merumuskan bahwa prosedur strategi pembelajaran
kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:
1.1 Penjelasan materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok
materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan
utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok
materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum
tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa
akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok.
1.2 Belajar dalam kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang materi pelajaran,
selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-
masing yang telah dibentuk sebelumnya. Menurut Yudhi Munadi
terdapat beberapa teknik dalam pembentukan kelompok, antara lain.
1.2.1 Random (acak)
Cara ini dapat dilakukan dengan cara meminta siswa berhitung
1 sampai 4. Kemudian siswa yang menyebuut angka 1
berkumpul dengan siswa yang menyebut angka 1, begitu
selanjutnya.
1.2.2 Purposive (ada tujuan tertetu)
Cara ini dilakukan jika seorang guru mempunyai tujuan tertentu
dan langkah ini dapat dilakukan apabila karakter siswa telah
dikenali satu persatu.20
1.3 Penilaian
Penilaian dalam strategi pembelajaran kooperatif bisa dilakukan
dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual
maupun secara kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan
infomasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok akan
memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir
setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai
setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini
disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya
yang merupakan hasil kerjasama setiap anggota kelompok.
1.4 Pengakuan tim
Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling berprestasi,
kemudian diberikan penghargaan. Pengakuan dan pemberian
19
Op.cit., h.212 20
Yudhi Munadi, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, (Jakarta:FITK
UIN Syarif Hidayatullah2011), Cet.2, h.41
15
penghargaan diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi
dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu
meningkatkan prestasi mereka.21
Sedangkan, Rusman membagi prosedur pembelajaran kooperatif
kedalam 6 tahapan yang jelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.2
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
TAHAP TINGKAH LAKU GURU
Tahap 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan
pelajaran yang akan dicapai pada
kegiatan pelajaran dan menekankan
pentingnya topik yang akan
dipelajari dan memotivasi siswa
belajar.
Tahap 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi atau
materi kepada siswa dengan jalan
demonstrasi atau melalui bahan
bacaan.
Tahap 3
Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok-kelompok
belajar
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membimbing
setiap kelompok agar melalukan
transisi secara efektif dan efisien.
Tahap 4`
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
Tahap 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan kelompok.
(Rusman, 2012)22
21
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta:
Kencana, 2010), Cet.7, h.248-249 22
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), Cet.5, h.211
16
Dengan demikian, secara garis besar prosedur pembelajaran kooperatif
diawali dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran selanjutnya
memotivasi siswa untuk belajar. Kemudian dilanjutkan dengan penyajian
informasi yang selanjutnya pembentukan kelompok siswa. Tahap ini
diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerjsama dalam kelompok. Fase
terakhir meliputi presentasi hasil kerja kelompok atau evaluasi tentang apa
yang telah dipelajari dan pemberian penghargaan terhadap hasil kerja
kelompok maupun individu.
g. Keunggulan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Wina Sanjaya merumuskan bahwa dalam pembelajaran kooperatif,
setidaknya memiliki keunggulan sebagai berikut
1.1. Melalui strategi pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan
kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
1.2 Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
1.3 Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak respek pada
orang lain serta menerima segala perbedaan.
1.4 Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan
setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
1.5 Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup
ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan
sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan
interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan
keterampilan me-manage waktu dan sikap positif terhadap sekolah.
1.6 Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri,
menerima umpan balik, Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah
tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah
tanggung jawab kelompoknya.
1.7 Strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan
siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak
menjadi nyata (rill).
17
1.8 Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi
dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk
proses pendidikan jangka panjang.23
h. Kelemahan Strategi Pembelajaran Kooperatif
Selain keunggulan, dalam pembelajaran kooperatif juga memiliki
kelemahan, seperti yang dirumuskan oleh Wina Sanjaya sebagai berikut:
1.1. Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran
kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalu kita
mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami
filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki
kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang
dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaaan
semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
1.2. Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah siswa saling
membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif,
maka bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya
dipelajari dan dipahami tidak dapat dicapai oleh siswa.
1.3. Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif
didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu
menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan
adalah prestasi setiap individu siswa.
1.4. Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu
yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya
dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi ini.
1.5. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang
sangat penting untuk siswa, tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan
yang hanya didasarkan kepada kemampuan individual. Oleh karena
itu, melalui strategi pembelajarn kooperatif selain siswa belajar
bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun
kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi
pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.24
3. Model Pembelajaran Index Card Match
Perubahan cara pandang siswa sebagai objek belajar menjadi subjek
belajar menjadi titik tolak banyak ditemukannya berbagai pendekatan
pembelajaran. Sehingga, guru dituntut dapat memilih model pembelajaran
23
Op.cit., h.249-250 24
Ibid., h.250-251
18
yang dapat memacu semangat siswa untuk aktif dalam pengalaman
belajarnya. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan dapat
membantu meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Menurut Mel
Silberman, “pembelajaran Index Card Match (ICM) adalah cara
menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran. Ia
membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memainkan kuis dengan
kawan sekelas”.25
Berdasarkan hal tersebut, perlu kiranya ada sebuah bahan
kajian yang mendalam tentang apa dan bagaimana model pembelajaran
kooperatif tipe Index Card Match (ICM) ini diterapkan dalam proses
pembelajaran. Mel Silberman menjelaskan prosedur pelaksanaan model
pembelajaran Index Card Match (ICM), sebagai berikut:
a. Pada kartu indeks terpisah, tulislah pertanyaan tentang apapun yang
diajarkan didalam kelas. Buatlah kartu pertanyaan yang cukup untuk
menyamai satu setengah jumlah siswa.
b. Pada kartu terpisah, tulislah jawaban bagi setiap pertanyaan-pertanyaan
tersebut.
c. Campurlah dua lembar kartu dan kocok beberapa kali sampai benar-
benar tercampur.
d. Berikan satu kartu kepada setiap peserta didik. Jelaskan bahwa ini
adalah latihan permainan. Sebagian memegang pertanyaan dan sebagian
lain memagang jawaban.
e. Perintahkan kepada peserta didik untuk mencari tempat duduk bersama
untuk menemukan kartu permainannya (beritahu mereka jangan
menyatakan kepada peserta didik lain apa yang ada pada kartunya).
f. Ketika semua pasangan permainan telah menempati tempatnya,
perintahkan setiap pasangan menguji peserta didik yang lain dengan
membaca keras pertanyaannya dan menantang teman sekelas untuk
menginformasikan jawaban kepadanya. 26
Semua metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan
tersendiri yang membedakannya dengan yang lain. Untuk itu, Marwan
menjelaskan tedapat beberapa kelebihan dari metode Index Card Match
(ICM) manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu:
25
Mel Silberman, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta:Pustaka Insan
Madani:2009) Cet.6 h.240-241 26
Ibid.
19
a. Menumbuhkan kegembiraan dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Materi pelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa.
c. Dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenagkan.
d. Meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar.27
Selain kelebihan, Marwan juga mengemukakan kelemahan apabila
metode Index Card Match diterapkan dalam proses pembejaran, yaitu:
1. Guru harus meluangkan waktu ekstra untuk membuat persiapan.
2. Guru harus memiliki keterampilan memadai dalam mengelola kelas.
3. Membutuhkan waktu ekstra bagi siswa untuk menyelesaikan tugasnya.
4. Menuntut sifat tertentu dari siswa atau kecenderungan untuk bekerja
sama dalam menyelesaikan masalah.28
4. PEMERINTAHAN KABUPATEN, KOTA DAN PROPINSI
Negara Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang
memiliki wilayah sangat luas. Sehingga untuk mempermudah dalam
menjalankan pemerintahan, maka wilayah Indonesia dibagi menjadi beberapa
provinsi yang masing-masing provinsi terbagi menjadi beberapa kabupaten
dan kota. Jumlah kabupaten dan kota di setiap provinsi berbeda-beda
tergantung pada kemampuan daerah untuk mengembangkannya. Hal tersebut
karena sejak dikeluarkannya Undang-Undang Otonomi Daerah, maka setiap
daerah diberi wewenang untuk menjalankan pemerintahannya sendiri.
Kewenangan untuk mengatur pemerintahan daerahnya sendiri itu disebut
otonomi. Opih Priyatna menjelaskan bahwa: ”Menurut Undang-Undang No.
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
peraturan perundang-undangan”.29
27
Marwan, Metode Index Card Match, (Jakarta: Wordpres, 2012). h. 163 28
Ibid. 29
Opih Priyatna, Pendidikan Kewarganegaraan 4 untuk SD/MI kelas IV, (Jakarta:Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional, 2009). H. 37
20
Dengan demikian, pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi
pemerintahan kabupaten, pemerintahan kota dan pemerintahan provinsi yang
masing-masing menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dalam rangka
melayani kepentingan masyarakat dan pembangunan di daerahnya dengan
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam hal ini, Setiati
menjelasksan bahwa: “Asas otonomi adalah hak dan wewenang untuk
mengatur sendiri pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
peraturan perundang-undangan, sedangkan tugas pembantuan penugasan dari
pemerintah di tingkat atas untuk pemerintahan yang ada di bawahnya”.30
Adapun setiap tingkatan pemerintahan tersebut dipimpin oleh seorang
kepala daerah yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Kepala daerah
dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat di daerah yang bersangkutan melalui pemilihan umum yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil. Asas-asas pemilihan umum tersebut masing-masing
dijelaskan Sri Sadiman sebagai berikut:
“Langsung, artinya rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk
memberikansuaranya secara langsung, tanpa perantara; Umum,
artinya memberikan kesempatan untuk memilih kepada rakyat yang
telah memenuhi persyaratan; Bebas, artinya setiap rakyat di daerah
yang bersangkutan bebas menentukan pilihan, tanpa adanya tekanan
dan paksaan; Rahasia, artinya dalam memberikan suara, pemilih
dijamin bahwa pilihannya tidak diketahui oleh siapapun; Jujur, artinya
semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah harus jujur; Dan adil, artinya setiap pemilih dan peserta
pemilihan kepala daerah mendapat perlakuan yang sama.” 31
a. Pemerintahan Kabupaten
Kabupaten merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia
dibawah provinsi. Pemerintah kabupaten diberi wewenang untuk
mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri sesuai dengan potensi di
daerahnya, sehingga pemerintahan kabupaten disebut dengan
30
Setiati Widihastuti, Pendidikan Kewarganegaraan untuk SD kelas IV, (Jakarta :Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional, 2009). h. 25 31
Sri Sdiman, Pendidikan Kewarganegaraan 4, (Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional, 2009). h. 37
21
pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah mengatur urusan
pemerintahannya menurut asas otonomi. Dengan asas otonomi maka
setiap pemerintahan daerah memiliki hak dan wewenang mengelola
daerahnya sendiri, namun tetap mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dijalankan. Selain itu, pemerintah daerah juga masih melaksanakan tugas
dari pemerintahan diatasnya.
Kepala daerah wilayah kabupaten dipimpin oleh seorang bupati
beserta wakilnya yang dipilih langsung oleh rakyat kabupaten melalui
pemilihan umum. Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pada
pemilihan ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati oleh DPRD.
Selanjutnya, pasangan calon itu dilantik oleh gubernur atas nama presiden.
Dalam hal ini, setiati menjelaskan bahwa, “Sekali terpilih, seorang bupati
akan bertugas selama lima tahun. Setelah lima tahun, akan diadakan lagi
pemilihan bupati. Seorang bupati bisa dipilih sekali lagi untuk menjadi
bupati. Setelah itu bupati tersebut tidak dapat dipilih lagi, artinya bupati
hanya boleh dipilih dua kali.”32
Tugas bupati banyak sekali karena harus mengatur berbagai hal di
wilayahnya seperti mengelola berbagai sumber daya yang ada. Sumber
daya itu mesti dikelola dengan benar agar kemakmuran rakyat meningkat.
Karena tugasnya yang berat, bupati dibantu oleh wakil bupati. Wakil
bupati membantu bupati menyelenggarakan pemerintahan. Misalnya,
dengan memberikan saran dan nasihat kepada bupati. Jika bupati
berhalangan menjalankan tugas, maka wakil bupati yang akan
menjalankan tugas bupati. Selama menjalankan tugas, wakil bupati
bertanggung jawab kepada bupati. Wakil Bupati akan menggantikan
bupati sampai habis masa jabatannya apabila bupati meninggal dunia,
berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama
6 bulan berturut-turut dalam masa jabatannya. Wakil bupati juga hanya
boleh dipilih dua kali, akan tetapi wakil bupati dapat dipilih kembali jika
mencalonkan diri sebagai bupati.
32
Op.cit. h. 26
22
b. Pemerintahan Kota
Kota merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia dibawah
provinsi. Pemerintah kota diberi wewenang untuk mengatur dan
mengurus pemerintahannya sesuai potensi di daerahnya, sehingga
pemerintahan kota disebut pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah
mengatur urusan pemerintahannya menurut asas otonomi. Dengan asas
otonomi maka setiap pemerintahan daerah memiliki hak dan wewenang
mengelola daerahnya sendiri, namun tetap mempunyai hak dan kewajiban
yang harus dijalankan. Selain itu, pemerintah daerah juga masih
melaksanakan tugas dari pemerintahan diatasnya.
Kepala daerah wilayah kota dipimpin oleh seorang walikota beserta
wakilnya yang dipilih langsung oleh rakyat setempat melalui pemilihan
umum. Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan
ditetapkan sebagai walikota dan wakil walikota oleh DPRD. Selanjutnya,
pasangan calon itu dilantik oleh gubernur atas nama presiden. Kepala
daerah pemerintahan kota pun sama dengan pemeritahan kabupaten yakni
sekali terpilih, walikota akan bertugas selama lima tahun. Setelah itu,
akan diadakan lagi pemilihan walikota. Seorang walikota bisa dipilih
sekali lagi untuk menjadi walikota. Setelah itu walikota tersebut tidak
dapat dipilih lagi, artinya walikota hanya boleh dipilih dua kali.
Tugas walikota banyak sekali karena harus mengatur berbagai hal di
wilayahnya seperti mengelola berbagai sumber daya yang ada. Sumber
daya itu mesti dikelola dengan benar agar kemakmuran rakyat meningkat.
Karena tugasnya yang berat, walikota dibantu oleh wakil walikota. Wakil
walikota membantu walikota menyelenggarakan pemerintahan, misalnya
dengan memberikan saran dan nasihat kepada walikota. Jika walikota
berhalangan menjalankan tugas, maka wakil walikota yang akan
menjalankan tugas walikota. Selama menjalankan tugas, wakil walikota
bertanggung jawab kepada walikota. Wakil walikota akan menggantikan
walikota sampai habis masa jabatannya, apabila walikota meninggal
dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya
23
selama 6 bulan berturut-turut dalam masa jabatannya. Wakil walikota
juga hanya boleh dipilih dua kali, akan tetapi wakil walikota dapat dipilih
kembali jika mencalonkan diri sebagai walikota.
.
c. Pemerintahan Provinsi
Provinsi adalah pembagian wilayah administratif di bawah wilayah
nasional Indonesia. Pemerintah provinsi diberi wewenang untuk mengatur
dan mengurus pemerintahannya sesuai potensi di daerahnya, sehingga
pemerintahan provinsi disebut pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah
mengatur urusan pemerintahannya menurut asas otonomi. Dengan asas
otonomi maka setiap pemerintahan daerah memiliki hak dan wewenang
mengelola daerahnya sendiri, namun tetap mempunyai hak dan kewajiban
yang harus dijalankan. Selain itu, pemerintah daerah juga masih
melaksanakan tugas dari pemerintahan diatasnya.
Kepala daerah wilayah provinsi dipimpin oleh seorang gubernur
beserta wakilnya yang dipilih langsung oleh rakyat setempat melalui
pemilihan umum. Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pada
pemilihan ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur oleh DPRD.
Selanjutnya, pasangan calon itu dilantik oleh presiden. Kepala daerah
pemerintahan provinsi pun sama dengan pemeritahan kabupaten dan kota
yakni sekali terpilih, gubernur akan bertugas selama lima tahun. Setelah
itu, akan diadakan lagi pemilihan gubernur. Seorang gubernur bisa dipilih
sekali lagi untuk menjadi gubernur. Setelah itu gubernur tersebut tidak
dapat dipilih lagi, artinya gubernur hanya boleh dipilih dua kali.
Tugas gubernur banyak sekali karena harus mengatur berbagai hal di
wilayahnya seperti mengelola berbagai sumber daya yang ada. Sumber
daya itu mesti dikelola dengan benar agar kemakmuran rakyat meningkat.
Karena tugasnya yang berat, gubernur dibantu oleh wakil gubernur. Wakil
gubernur membantu gubernur menyelenggarakan pemerintahan, misalnya
dengan memberikan saran dan nasihat kepada gubernur. Jika gubernur
berhalangan menjalankan tugas, maka wakil gubernur yang akan
24
menjalankan tugas gubernur. Selama menjalankan tugas, wakil gubernur
bertanggung jawab kepada gubernur. Wakil gubernur akan menggantikan
gubernur sampai habis masa jabatannya, apabila gubernur meninggal
dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya
selama 6 bulan berturut-turut dalam masa jabatannya. Wakil gubernur
juga hanya boleh dipilih dua kali, akan tetapi wakil gubernur dapat dipilih
kembali jika mencalonkan diri sebagai gubernur.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Luluk Penerapan metode
diskusi untuk
meningkatkan aktivitas
belajar geografi siswa
kelas VIIIA SMPN 8
Pamekasan
Dari hasil analisis data
diperoleh bahwa ada
peningkatan aktivitas
siswa dalam penerapan
metode diskusi pada siklus
I sebesar 71,43%, siklus II
sebesar 79,17%, siklus III
sebesar 82,74% dan
jumlah rata-rata aktivitas
aktif siswa sebesar
77,78%, sedangkan
jumlah rata-rata siswa
yang pasif adalah sebesar
22,22%.33
2. Rajif Hasan Ali Penerapan metode
diskusi untuk
meningkatkan keaktifan
belajar siswa kelas XI
IPS semester II pada
kompetensi menganilis
pelestarian lingkungan
hidup kaitannya dengan
pembangunan
berkelanjutan di SMA
terpadu Abdul Faidl
Wonodadi Kabupaten
Blitar
Hasil penelitian
menunjukkan adanya
peningkatan keaktifan
belajar siswa dalam
diskusi dari 41,67% pada
siklus I pertemuan ke-2
menjadi 66,67% pada
siklus II pertemuan ke-1
dan menjadi 75% pada
siklus II pertemuan ke-2.34
3. Evy Agustina Penerapan metode Hasil penelitian
33http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=34889 34http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=45715
25
Rokhmawati diskusi syndicate group
untuk meningkatkan
keaktifan belajar siswa
kelas VII A SMPN 24
Malang pada materi
kaitan antara kondisi
geografis dengan
keadaan penduduk
menunjukkan bahwa ada
peningkatan keaktifan
belajar siswa yang
ditunjukkan dengan
peningkatan peningkatan
keaktifan belajar siswa
pada siklus I sebesar
58,04% (cukup)
meningkat menjadi
81,71% (sangat baik) pada
siklus II. 35
C. KerangkaBerpikir
Berdasarkan kajian teoritis serta mengkaji laporan dari hasil penelitian
sebelumnya sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka dalam penelitian
ini dipandang perlu mengajukan kerangka pemikiran sebagai berikut:
1) Penggunaan metode index card match akan melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran secara aktif.
2) Adanya keterkaitan antara penggunaan metode index card match dengan
peningkatkan keaktifan belajar siswa.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori dan kerangka berfikir
diatas, maka dapat dirumuskan bahwa penggunaan metode index card match
dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin pada
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraa (Pkn).
35http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=42472
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di MI Raudhatul Muta’allimin
yang terletak di Jl. Kunigan Barat No. 1 Kelurahan Kuningan Barat, Kecamatan
Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. MI Raudhatul Muta’allimin dipilih karena
peneliti bertugas ditempat tersebut sehingga peneliti memiliki peluang waktu
yang cukup luas dalam mencari dan mengolah data. Alasan tersebut diperkuat
oleh hasil observasi yang menggambarlan bahwa perencanaan pembelajaran
yang disiapkan peneliti belum mampu digarap secara serius sehingga
kemampuan peneliti dalam mengelola kelas sangat rendah. Hal tersebut
diperparah dengan masih digunakannya metode ceramah dalam proses
pembelajaran, sehingga meminimalkan sikap aktif siswa dalam kegiatan
belajarnya. Sedangkan waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 6
bulan, yaitu sejak bulan November 2015 sampai Mei 2016. Dengan kata lain
penelitian ini dilaksanakan tahun pelajaran 2015/2016.
B. Metode penelitian dan rancangan siklus penelitian
Dalam suatu penelitian diperlukan suatu metode agar hasil yang diharapkan
sesuai dengan rencana yang ditentukan. Dilihat dari tujuan yang ingin dicapai
oleh penelitian yaitu ingin meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas
maka penelitian ini termasuk jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau lebih
dikenal dengan istilah classroom action research. Basrowi (2008) mengatakan
bahwa “penelitian tindakan kelas adalah penelitian praktis yang dimaksudkan
untuk memperbaiki pembelajaran di kelas. Upaya perbaikan ini dilakukan
dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang
diangkat dari kegiatan sehari-hari di kelas”.1 Senada dengan pernyataan tersebut,
Hopkins (1992) menyatakan bahwa “classroom action research merupakan salah
1 H. M. Basrowi, Prosedur Penelitian Tindakan Kelas, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2008), Cet. 2, h. 25
26
satu jenis penelitian tindakan yang bersifat praktis sebab penelitian ini
menyangkut kegiatan yang dipraktikan guru sehari-hari. Permasalahan yang
diangkat adalah permasalahan yang ada di dalam pekerjaan guru. Oleh karena
itu, penelitian ini dilakukan dalam kancah kelas tempat guru mengajar”.2
Untuk metode penelitian yang digunakan dalam penbelitian ini adalah
dengan menggunakan metode Descriptive Research. Hadeli menjelaskan bahwa
“penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mendeskripsikan
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, situasi atau kejadian dan
karakteristik populasi”.3 Lebih lanjut, Sumadi Suryabrata dalam Hadeli
mengemukakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk:
(1) Mencari informasi faktual yang detail, menggambarkan gejala yang ada;
(2) Mengidentifikasi masalah-masalah atau mendapatkan justifikasi keadaan
dan praktek-praktek yang telah dan sedang berlangsung;
(3) Membuat komparasi dan evaluasi;
(4) Mengetahui apa yang dikerjakan orang lain dalam menangani masalah
atau situasi yang sama, agar dapat belajar dari mereka untuk
kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa
datang.4
Dalam penelitian tindakan kelas, diperlukan adanya rancangan penelitian
karena penelitian tindakan kelas tidak sekedar mengungkapkan penyebab
permasalahan pembelajaran yang terjadi di kelas tetapi mencari cara mengatasi
permasalahan tersebut. Rancangan penelitian merupakan prosedur yang akan
dilalui dalam mengumpulkan informasi untuk menjawab permasalahan
penelitian. Seperti yang dikatakan oleh Hadeli bahwa “rancangan penelitian
berisi gambaran tentang kapan penelitian dilakukan, darimana data diperoleh,
dalam kondisi bagaimana subjek yang diteliti dan bagaimana mengolah data
dan melaporkannya”.5 Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti akan melakukan
penelitian dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II yang masing-masing
siklus terdiri dari 4 kegiatan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan, analisis dan
refleksi. Setiap siklus terdiri dari 2x pertemuan yang masing-masing
2 Ibid., h. 26
3 Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Ciputat:Quantum Teaching,2006), Cet. 1, h. 63
4 Ibid., h. 64
27
dilaksanakan selama 2 jam pelajaran. Apabila pembelajaran siklus I sudah
menunjukan indikator keaktifan siswa, maka tindakan tidak dilanjutkan, tetapi
apabila pada siklus I belum menunjukkan indikator keaktifan siswa dari
tindakan yang dilakukan, maka akan dilaksanakan pembelajaran pada siklus II.
Apabila pembelajaran siklus II belum menunjukkan indikator keaktifan siswa
dari tindakan yang dilakukan, maka akan dilaksanakan pembelajaran pada
siklus selanjutnya. Tetapi apabila sudah menunjukkan keberhasilan indikator
keaktifan siswa, maka tidak dilakukan pengulangan tindakan.
Namun demikian, peneliti akan berusaha melakukan penelitian dalam dua
siklus dikarenakan peneliti akan berusaha secara optimal dengan menerapkan
cara dan prosedur yang tepat sehingga dalam dua siklus tersebut dapat
menunjukkan indikator keberhasilan penelitian yaitu meningkatnya keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran. Namun perlu diperhatikan bahwa penelitian
tindakan kelas bersifat situasional, kondisional dan kontekstual. Dengan
demikian, peneliti akan mengadaptasi pedoman yang disampaikan secara
fleksibel, artinya peneliti akan mempertimbangkan kelayakan waktu, sarana dan
prasarana yang dapat digunakan serta permasalahan yang mana pada waktu
penelitian bisa dirasakan hasilnya.
C. Subjek penelitian
Berdasarkan judul penelitian dalam penelitian ini, maka yang menjadi
subjek penelitian adalah siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin tahun
pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 25 orang terhadap penerapan strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match sebagai upaya untuk
mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Karena pada umumnya, siswa
tingkat dasar cenderung menyukai proses pembelajaran yang aktif dan
bervariasi sehingga siswa tidak bosan dalam mengikuti pembelajaran dalam
kelas. Dengan demikian, siswa akan lebih antusias mengikuti pembelajaran
sehingga dapat menunjukkan seluruh potensi yang dimilikinya.
5 Ibid., h. 59
28
D. Peran dan posisi peneliti dalam penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti bertugas sebagai pelaksana tindakan yang
berkolaborasi dengan kepala sekolah sebagai observer yang bertugas
mengamati seluruh aktivitas yang dilakukan oleh siswa selama proses
pembelajaran, serta aktivitas peneliti dalan melaksanakan proses pembelajaran
dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match.
Kemudian, observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati
sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian, agar hasil
penelitian tersebut benar-benar tepat dan data dapat diperoleh secara lengkap.
E. Tahapan Intervensi Tindakan
1. Kegiatan pendahuluan
Pada kegiatan pendahuluan, peneliti melakukan observasi untuk
menjajaki proses pembelajaran yang selama ini dilaksanakan. Kemudian,
peneliti menganalisis permasalahan yang terjadi serta permasalahan yang
ditimbulkan dari kegiatan pembelajaran tersebut. Setelah peneliti melakukan
observasi, terlihat bahwa pemasalahan pembelajaran yang timbul berupa
kemampuan guru dalam mengelola kelas sangat rendah karena perencanaan
pembelajaran yang disiapkan belum mampu digarap secara serius, selain itu
metode pembelajaran yang diterapkan masih bersifat konvensional sehingga
meminimalkan sikap aktif siswa dalam kegiatan belajarnya. Selanjutnya,
peneliti mencari strategi pembelajaran aktif yang tidak hanya meningkatkan
keaktifan siswa dalam pembelajaran tetapi juga dapat meningkatkan kinerja
guru dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, peneliti membuat instumen
penelitian yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian.
2. Kegiatan pembelajaran pra siklus
Pihak yang menjadi pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran
pra siklus adalah peneliti, sedangkan observer berada pada tempat dimana
data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi
pada waktu penelitian yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer
29
mengamati keaktifan siswa dan kinerja peneliti dalam kegiatan
pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran pra siklus masih menggunakan metode konvensional guna
mengetahui ada atau tidaknya perubahan kondisi pembelajaran setelah
dilakukannya tindakan perbaikan pembelajaran melalui penggunaaan
strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match pada kegiatan
pembelajaran siklus I.
3. Kegiatan pembelajaran siklus I
a. Tahap perencanaan
Pada tahapan ini, peneliti membuat instrumen yang akan
digunakan dalam penelitian yaitu lembar observasi kinerja guru serta
lembar observasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
selama 2 kali pertemuan yang masing-masing pertemuan dilaksanakan
selama 2 jam pelajaran. Kandungan yang tertuang dalam RPP sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu pembelajaran Pedidikan
Kewarganegaraan (PKn) dengan menggunakan strategi pembelajaran
kooperatif tipe Index Card Match (ICM) dalam upaya meningkatkan
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, materi
pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian siklus I yaitu
mengenai pemerintahan kota. Materi tersebut sesuai dengan Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selanjutnya, peneliti
mempersiapkan perlengkapan pembelajaran sesuai dengan yang
dibutuhkan dalam strategi pembelajaran Index Card Match yang terdiri
dari kartu soal dan kartu jawaban.
b. Tahap pelaksanaan pertemuan pertama
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ádalah pelaksanaan
rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Namun,
30
pelaksanaan ini bersifat fleksibel artinya dapat dikondisikan sesuai
kebutuhan pengajaran yang berlangsung. Adapun pihak yang menjadi
pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran adalah peneliti.
Sedangkan observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan
dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian
yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer mengamati kinerja peneliti
sebagai pelaksana tindakan serta mengamati keaktifan siswa sebagai
subjek penelitian dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe
Index Card Match. Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini
berupa keaktifan pada kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan
penutup. Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri
dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang masing-
masing kegiatan akan diuraikan sebagai berikut:
1.1 Kegiatan awal
1.1.1 Peneliti mengkondisikan kelas berupa kesiapan sarana dan
prasarana pembelajaran.
1.1.2 Peneliti membuka kegiatan pembelajaran dengan
mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar
serta mengisi daftar hadir siswa.
1.1.3 Peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat materi
pembelajaran.
1.1.4 Peneliti memberian apersepsi pembelajaran agar siswa dapat
mengemukakan dugaan sementara berkaitan dengan materi
yang akan dipelajari.
1.2 Kegiatan inti
1.2.1 Peneliti menjelaskan secara kontekstual materi pembelajaran
yang akan dipelajari yaitu mengenai pemerintahan kota.
1.2.2 Peneliti memberi stimulus pertanyaan yang mengarah pada
materi agar siswa terdorong
31
1.2.3 Guru memperkenalkan siswa pada strategi pembelajaran
kooperatif tipe Index Card Match melalui penjelasan
terhadap prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut.
1.2.4 Guru membagikan kartu indeks berupa kartu soal atau kartu
jawaban kepada masing-masing siswa.
1.2.5 Guru berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi
siswa dalam melaksanakan permainan kartu.
1.2.6 Siswa yang memegang kartu soal mencari jawaban terhadap
kartu dimilikinya dengan cara membacakan pertanyaan
kemudian menantang teman sekelas yang memegang kartu
jawaban tersebut untuk membacakan jawabannya.
1.2.7 Siswa yang telah mendapatkan pasangan kartu duduk
berkelompok sambil menunggu siswa yang lainnya
mendapatkan kelompoknya.
1.2.8 Guru meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil
bermain kartunya dengan membacakan kartu pertanyaan
sekaligus jawabannya kepada kelompok lain. Sedangkan
kelompok lain memberikan tanggapan.
1.2.9 Setelah permainan kartu Index Card Match selesai, guru
meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya.
1.3 Kegiatan akhir
1.3.1 Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin
mengajukan argumen yang dimiliknya.
1.3.2 Guru bersama siswa melakukan tanya jawab mengenai
materi yang belum dipahami.
1.3.3 Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan
mengenai materi yang telah dipelajari.
1.3.4 Guru menjelaskan kepada siswa mengenai rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
32
c. Tahap pelaksanaan pertemuan kedua
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ádalah pelaksanaan
rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Namun,
pelaksanaan ini bersifat fleksibel artinya dapat dikondisikan sesuai
kebutuhan pengajaran yang berlangsung. Adapun pihak yang menjadi
pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran adalah peneliti.
Sedangkan observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan
dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian
yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer mengamati kinerja peneliti
sebagai pelaksana tindakan serta mengamati keaktifan siswa sebagai
subjek penelitian dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe
Index Card Match. Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini
berupa keaktifan berinteraksi dengan guru, keaktifan siswa berinteraksi
siswa lain serta keaktifan terhadap materi pembelajaran. Adapun dalam
pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang masing-masing kegiatan akan
diuraikan sebagai berikut:
1.1 Kegiatan awal
1.1.1 Guru mengkondisikan kelas berupa kesiapan sarana dan
prasarana pembelajaran.
1.1.2 Guru membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan
salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi
daftar hadir siswa.
1.1.3 Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran yang
dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan
dengan materi yang akan dipelajari.
1.2 Kegiatan inti
1.2.1 Guru mengulas sedikit materi yang disampaikan pada
pertemuan sebelumnya. Hal tersebut bertujuan agar siswa
siap menerima materi selanjutnya yang masih berkaitan.
Kemudian, guru memberikan stimulus pertanyaan yang
33
mengarah pada materi selanjutnya. Hal tersebut bertujuan
agar siswa terdorong untuk mengemukakan dugaan
sementara berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
1.2.2 Guru menjelaskan secara kontekstual materi pembelajaran
yang akan dipelajari yaitu pemerintahan kota.
1.2.3 Guru menjelaskan kembali kepada siswa mengenai prosedur
dalam pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif tipe
Index Card Match.
1.2.4 Guru membagikan kartu indeks berupa kartu soal atau kartu
jawaban kepada masing-masing siswa.
1.2.5 Guru berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi
siswa dalam melaksanakan permainan kartu.
1.2.6 Siswa yang memegang kartu soal mencari jawaban terhadap
kartu dimilikinya dengan cara membacakan pertanyaan
kemudian menantang teman sekelas yang memegang kartu
jawaban tersebut untuk membacakan jawabannya.
1.2.7 Siswa yang telah mendapatkan pasangan kartu duduk
berkelompok sambil menunggu siswa yang lainnya
mendapatkan kelompoknya.
1.2.8 Guru meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil
bermain kartunya dengan membacakan kartu pertanyaan
sekaligus jawabannya kepada kelompok lain. Sedangkan
kelompok lain memberikan tanggapan.
1.2.9 Setelah permainan kartu Index Card Match selesai, guru
meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya.
1.3 Kegiatan akhir
1.3.1 Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin
mengajukan argumen yang dimiliknya.
1.3.2 Guru bersama siswa melakukan tanya jawab mengenai
materi yang belum dipahami.
34
1.3.3 Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan
mengenai materi yang telah dipelajari.
1.3.4 Guru menjelaskan kepada siswa mengenai rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
d. Tahap analisis
Pada tahap ini, peneliti dan observer melakukan analisis hasil
pengamatan terhadap seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran berupa:
1.1 Seberapa aktif siswa melakukan proses pembelajaran setelah
dilakukan tindakan siklus I
1.2 Seberapa besar penurunan siswa yang tidak aktif pada proses
pembelajaran setelah tindakan siklus I
1.3 Seberapa besar penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe
Index Card Match mampu merangsang siswa untuk berperan aktif
selama proses pembelajaran berlangsung.
e. Tahap refleksi
Refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang
sudah dilakukan untuk melihat apa yang sudah dihasilkan atau apa yang
belum dihasilkan selama pelaksanaan kegiatan pembelajaran siklus I,
melalui hasil kegiatan yang telah terekam dalam lembar observasi
kemudian membandingkannya dengan kegiatan pra siklus. Refleksi
tersebut dilakukan sebagai pengamatan akan keberhasilan atau
kegagalan dalam mencapai tujuan penelitian yaitu meningkatnya
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Apabila hasil analisis siklus I sudah menunjukan indikator
keaktifan siswa, maka penelitian dihentikan. Adapun indikator
keaktifan siswa yang dimaksudkan dalam penelitian ini berupa
keaktifan berinteraksi dengan guru, keaktifan berinteraksi dengan
siswa lain serta keaktifan terhadap materi pembelajaran. Tetapi apabila
indikator keaktifan siswa tersebut belum tercapai, maka penelitian
dilanjutkan pada siklus II. Selanjutnya, peneliti dengan guru kelas
35
melakukan diskusi untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran Index
Card Match terhadap keaktifan siswa. Hasil diskusi tersebut digunakan
untuk melaksanakan tindakan pada siklus II.
4. Kegiatan penelitian siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada siklus II, peneliti dan guru kelas akan berusaha lebih optimal
dalam menerapkan prosedur pembelajaran sehingga pada siklus II dapat
menunjukkan indikator keberhasilan penelitian yaitu meningkatnya
keaktifan siswa melalui pengggunaan strategi pembelajaran kooperatif
tipe index card match. Pada tahapan ini, peneliti membuat instrumen
yang akan digunakan dalam penelitian yaitu lembar observasi kinerja
guru serta lembar observasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Selanjutnya menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
selama 2 kali pertemuan yang masing-masing pertemuan dilaksanakan
selama 2 jam pelajaran. Kandungan yang tertuang dalam RPP sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu pembelajaran Pedidikan
Kewarganegaraan (PKn) dengan menggunakan strategi pembelajaran
kooperatif tipe index card match dalam upaya meningkatkan keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, materi pelajaran yang
akan digunakan dalam penelitian siklus II yaitu mengenai pemerintahan
provinsi. Materi tersebut sesuai dengan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar dalam Kurikulum KTSP. Selanjutnya, peneliti
mempersiapkan perlengkapan pembelajaran sesuai dengan yang
dibutuhkan dalam strategi pembelajaran index card match yang terdiri
dari kartu soal dan kartu jawaban.
b. Tahap pelaksanaan pertemuan pertama
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ádalah pelaksanaan
rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Namun,
pelaksanaan ini bersifat fleksibel artinya dapat dikondisikan sesuai
kebutuhan pengajaran yang berlangsung. Adapun pihak yang menjadi
36
pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran adalah peneliti.
Sedangkan observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan
dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian
yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer mengamati kinerja peneliti
sebagai pelaksana tindakan serta mengamati keaktifan siswa sebagai
subjek penelitian dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe
Index Card Match. Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini
berupa keaktifan berinteraksi dengan guru, keaktifan siswa berinteraksi
siswa lain serta keaktifan terhadap materi pembelajaran. Adapun dalam
pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang masing-masing kegiatan akan
diuraikan sebagai berikut:
1.1 Kegiatan awal
1.1.1 Guru mengkondisikan kelas berupa kesiapan sarana dan
prasarana pembelajaran.
1.1.2 Guru membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan
salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi
daftar hadir siswa.
1.1.3 Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran yang
dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan
dengan materi yang akan dipelajari.
1.2 Kegiatan inti
1.2.1 Guru menjelaskan secara kontekstual materi pembelajaran
yang akan dipelajari yaitu mengenai pemerintahan provinsi.
1.2.2 Guru memberi stimulus pertanyaan yang mengarah pada
materi agar siswa terdorong untuk mengemukakan dugaan
sementara berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
1.2.3 Guru memperkenalkan siswa pada strategi pembelajaran
kooperatif tipe Index Card Match melalui penjelasan
terhadap prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut.
37
1.2.4 Guru membagikan kartu indeks berupa kartu soal atau kartu
jawaban kepada masing-masing siswa.
1.2.5 Guru berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi
siswa dalam melaksanakan permainan kartu.
1.2.6 Siswa yang memegang kartu soal mencari jawaban terhadap
kartu dimilikinya dengan cara membacakan pertanyaan
kemudian menantang teman sekelas yang memegang kartu
jawaban tersebut untuk membacakan jawabannya.
1.2.7 Siswa yang telah mendapatkan pasangan kartu duduk
berkelompok sambil menunggu siswa yang lainnya
mendapatkan kelompoknya.
1.2.8 Guru meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil
bermain kartunya dengan membacakan kartu pertanyaan
sekaligus jawabannya kepada kelompok lain. Sedangkan
kelompok lain memberikan tanggapan.
1.2.9 Setelah permainan kartu Index Card Match selesai, guru
meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya.
1.3 Kegiatan akhir
1.3.1 Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin
mengajukan argumen yang dimiliknya.
1.3.2 Guru bersama siswa melakukan tanya jawab mengenai
materi yang belum dipahami.
1.3.3 Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan
mengenai materi yang telah dipelajari.
1.3.4 Guru menjelaskan kepada siswa mengenai rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
c. Tahap pelaksanaan pertemuan kedua
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ádalah pelaksanaan
rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Namun,
pelaksanaan ini bersifat fleksibel artinya dapat dikondisikan sesuai
38
kebutuhan pengajaran yang berlangsung. Adapun pihak yang menjadi
pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran adalah peneliti.
Sedangkan observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan
dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian
yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer mengamati kinerja peneliti
sebagai pelaksana tindakan serta mengamati keaktifan siswa sebagai
subjek penelitian dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe
Index Card Match. Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini
berupa keaktifan berinteraksi dengan guru, keaktifan siswa berinteraksi
siswa lain serta keaktifan terhadap materi pembelajaran. Adapun dalam
pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang masing-masing kegiatan akan
diuraikan sebagai berikut:
1.1 Kegiatan awal
1.1.1 Guru mengkondisikan kelas berupa kesiapan sarana dan
prasarana pembelajaran.
1.1.2 Guru membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan
salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi
daftar hadir siswa.
1.1.3 Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran yang
dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan
dengan materi yang akan dipelajari.
1.2 Kegiatan inti
1.2.1 Guru mengulas sedikit materi yang disampaikan pada
pertemuan sebelumnya. Hal tersebut bertujuan agar siswa
siap menerima materi selanjutnya yang masih berkaitan.
Kemudian, guru memberikan stimulus pertanyaan yang
mengarah pada materi selanjutnya. Hal tersebut bertujuan
agar siswa terdorong untuk mengemukakan dugaan
sementara berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
39
1.2.2 Guru menjelaskan secara kontekstual materi pembelajaran
yang akan dipelajari yaitu pemerintahan kota.
1.2.3 Guru menjelaskan kembali kepada siswa mengenai prosedur
dalam pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif tipe
Index Card Match.
1.2.4 Guru membagikan kartu indeks berupa kartu soal atau kartu
jawaban kepada masing-masing siswa.
1.2.5 Guru berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi
siswa dalam melaksanakan permainan kartu.
1.2.6 Siswa yang memegang kartu soal mencari jawaban terhadap
kartu dimilikinya dengan cara membacakan pertanyaan
kemudian menantang teman sekelas yang memegang kartu
jawaban tersebut untuk membacakan jawabannya.
1.2.7 Siswa yang telah mendapatkan pasangan kartu duduk
berkelompok sambil menunggu siswa yang lainnya
mendapatkan kelompoknya.
1.2.8 Guru meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil
bermain kartunya dengan membacakan kartu pertanyaan
sekaligus jawabannya kepada kelompok lain. Sedangkan
kelompok lain memberikan tanggapan.
1.2.9 Setelah permainan kartu Index Card Match selesai, guru
meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya.
1.3 Kegiatan akhir
1.3.1 Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin
mengajukan argumen yang dimiliknya.
1.3.2 Guru bersama siswa melakukan tanya jawab mengenai
materi yang belum dipahami.
1.3.3 Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan
mengenai materi yang telah dipelajari.
1.3.4 Guru menjelaskan kepada siswa mengenai rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
40
d. Tahap analisis
Pada tahap ini, peneliti dan guru kelas melakukan analisis hasil
pengamatan terhadap seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran berupa:
1.4 Seberapa aktif siswa melakukan proses pembelajaran setelah
dilakukan tindakan siklus II.
1.5 Seberapa besar penurunan siswa yang tidak aktif pada proses
pembelajaran setelah tindakan siklus II.
1.6 Seberapa besar penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe
Index Card Match mampu merangsang siswa untuk berperan aktif
selama proses pembelajaran berlangsung.
e. Tahap refleksi
Refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang
sudah dilakukan untuk melihat apa yang sudah dihasilkan atau apa
yang belum dihasilkan selama pelaksanaan kegiatan pembelajaran
siklus II yang telah terekam dalam lembar observasi kemudian
membandingkannya dengan kegiatan pra siklus dan dengan kegiatan
siklus I. Refleksi tersebut dilakukan sebagai pengamatan akan
keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan penelitian yaitu
meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Apabila
hasil analisis siklus II sudah menunjukan indikator keaktifan siswa,
maka penelitian dihentikan. Adapun indikator keaktifan siswa yang
dimaksudkan dalam penelitian ini berupa keaktifan berinteraksi dengan
guru, keaktifan berinteraksi dengan siswa lain serta keaktifan terhadap
materi pembelajaran. Tetapi apabila indikator keaktifan siswa tersebut
belum tercapai, maka penelitian dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan
Dengan diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card
Match, diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV MI Raudhatul
41
Muta’allimin pada pelajaran PKn. Peningkatan keaktifan tersebut ditunjukan
dengan adanya kenaikan persentase keaktifan siswa pada setiap siklusnya.
Adapun indikator keberhasilan penelitian ini ditetapkan sekurang-kurangnya
80% siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Tabel 3.1
Indikator Keaktifan siswa Dalam Proses Pembelajaran
Skor Kriteria Keterangan
1 jika indikator keaktifan dilakukan oleh
0-20% siswa
Keaktifan siswa
sangat rendah
2 jika indikator keaktifan dilakukan oleh
21-40% siswa
Keaktifan siswa
rendah
3 jika indikator keaktifan dilakukan oleh
41-60% siswa
Keaktifan siswa
sedang
4 jika indikator keaktifan dilakukan oleh
61-80% siswa
Keaktifan siswa
baik
5 jika indikator keaktifan dilakukan oleh
81-100% siswa
Keaktifan siswa
sangat baik
G. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa
kegiatan siswa dan kegiatan guru dalam melakukan penerapan strategi
pembelajaran kooperatif tipe index card match. Muhammad Idrus mengatakan
bahwa “data kualitatif merujuk pada data kualitas objek penelitian, yaitu ukuran
data berupa nonangka tetapi berupa satuan kualitas (misalnya istimewa, baik,
buruk, tinggi, rendah, sedang), atau juga serangkaian informasi verbal dan
nonverbal yang disampaikan informan kepada peneliti untuk menjelaskan
perilaku ataupun peristiwa yang sedang menjadi fokus penelitian”.6 Sedangkan,
sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari siswa dan guru kelas IV MI
Raudhatul Muta’allimin, semester I tahun pelajaran 2015/2016.
42
H. Instrumen pengumpulan data
Pada prinsipnya, meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena
yang akan diteliti sehingga dalam penelitian harus ada alat ukur yang baik. Alat
ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi kinerja guru dan
lembar observasi keaktifan siswa dalam pelaksanaan strategi pembelajaran
kooperatif tipe Index Card Match. Pengisian lembar observasi dilakukan oleh
peneliti sebagai pengamat pembelajaran. Untuk memudahkan penyusunan
instrumen, maka perlu digunakan kisi-kisi instrumen. Berikut ini merupakan
kisi-kisi instrumen penggumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian.
Tabel 3.1
Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa
No. Aspek Jumlah butir
1. Keaktifan siswa berinteraksi dengan guru 6
2. Keaktifan siswa berinteraksi dengan siswa lain 7
3. Keaktifan siswa terhadap materi pelajaran 2
Tabel 3.2
Kisi-kisi Lembar Observasi Guru
No. Aspek Jumlah butir
1. Kinerja guru pada kegiatan pembuka 7
2. Kinerja guru pada kegiatan inti 10
3. Kinerja guru pada kegiatan penutup 4
I. Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal teknik pengumpulan data, Sugiyono menjelaskan bahwa “teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
6 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta:2009), h. 84
43
karena tujuan utama dari peneitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui
teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang ditetapkan”.7 Untuk itu, teknik pengumpulan data
yang gunakan dalam penelitian ini adalah teknik non tes berupa observasi,
karena kegiatan observasi dalam penelitian tindakan kelas merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari tindakan di setiap siklusnya. Observasi dilakukan
untuk mengamati kinerja guru serta mengamati keaktifan siswa melalui
penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match dalam
kegiatan pembelajaran. Dengan observasi, peneliti dapat secara langsung
melihat objek yang diteliti tanpa melalui perantara yang mungkin bisa
melebihkan atau mengurangi data sebenarnya.
Menurut Wina Sanjaya, “observasi merupakan teknik pengumpulan data
dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan
mencatatnya dengan alat observasi tetang hal-hal yang akan diamati atau
diteliti”.8 Sedangkan Muhammad Idrus mengemukakan bahwa, “observasi
merupakan aktifitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis”.9
Selanjutnya, Sugiono menegaskan bahwa “observasi sebagai teknik
pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan
teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan
kuesioner selalui berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas
pada orang tetapi juga objek-objek alam yang lain”.10
K. Analisis Data dan Interpretasi Data
Analisis data merupakan proses menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil pengamatan. Dalam hal ini, Nasution dalam Sugiono
menjelaskan bahwa “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan
masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan
7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2010), Cet. 11,
h. 224 8 Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, h.86
9 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta:2009), h. 101
10 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2010), Cet. 11,
h. 145
44
hasil penelitian”.11
Selanjutnya dalam membahas analisis data dalam penelitian
kuantitatif, Miles and Huberman dalam Sugiono mengemukakan bahwa,
“aktifitas dalam analisis data kuantitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification.”12
Selanjutnya, Miles dan Huberman dalam Muhammad
Idrus menambahkan bahwa, “ketiga kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang
jalin menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam
bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis”.13
L. Pengembangan perencanaan tindakan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan
keaktifan siswa dalam pengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran PKn.
Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan tolak ukur
dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Dengan demikian,
penelitian ini mengacu pada indikator penerapan strategi pembelajaran
kooperatif tipe index card match dalam upaya meningkatkan keaktifan siswa
dalam kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran kooperatif tipe index card
matc dinyatakan efektif dalam meningkatkan keaktifan siswa apabila porsentase
keaktifan siswa dalam pembelajaran sebesar ≥80%.
Apabila pembelajaran siklus I sudah menunjukan indikator keaktifan siswa,
maka tindakan tidak dilanjutkan, tetapi apabila pada siklus I belum
menunjukkan indikator keaktifan siswa dari tindakan yang dilakukan, maka
akan dilaksanakan pembelajaran pada siklus II. Apabila pembelajaran siklus II
belum menunjukkan indikator keaktifan siswa dari tindakan yang dilakukan,
maka akan dilaksanakan pembelajaran pada siklus selanjutnya. Tetapi apabila
sudah menunjukkan keberhasilan indikator keaktifan siswa, maka tidak
dilakukan pengulangan tindakan.
11
Sugiono, Metode Penelitianp Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet.
11, h. 245 12
Ibid., h.59 13
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta:2009), h. 148
45
Untuk itu, peneliti akan berusaha secara optimal dengan menerapkan cara
dan prosedur yang tepat sehingga dalam dua siklus tersebut dapat menunjukkan
indikator keberhasilan penelitian yaitu meningkatnya keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran. Namun perlu diperhatikan bahwa penelitian tindakan
kelas bersifat situasional, kondisional dan kontekstual. Dengan demikian,
peneliti akan mengadaptasi pedoman yang disampaikan secara fleksibel, artinya
peneliti akan mempertimbangkan kelayakan waktu, sarana dan prasarana yang
dapat digunakan serta permasalahan yang mana pada waktu penelitian bisa
dirasakan hasilnya.
46
BAB IV
DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan tindakan
1. Deskripsi kegiatan pra siklus
Kegiatan pembelajaran pra siklus dilaksanakan selama 2x pertemuan.
Masing-masing pertemuan menerapkan metode pembelajaran yang biasa
dilakukan oleh peneliti yaitu metode pembelajaran konvensional. Kegiatan
pembelajaran prasiklus akan diamati oleh observer bersamaan dengan proses
kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal tersebut agar hasil pengamatan
benar-benar tepat dan data dapat diperoleh secara lengkap. Dengan demikian,
observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai
keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam
kelas. Selanjutnya, pengamatan difokuskan pada aspek keaktifan siswa dan
kinerja guru dalam menerapkan metode pembelajaran konvensional.
Kegiatan pembelajaran prasiklus pertemuan pertama dilaksanakan pada
hari Senin, 2 November 2015. Adapun dalam pelaksanaannya, pada kegiatan
awal sebelum memulai pembelajaran peneliti membuka kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum
belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian, peneliti menyampaikan
tujuan dan manfaat mempelajari materi pembelajaran yang dilanjutkan
dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan
dipelajari. Selanjutnya pada kegiatan inti, peneliti meminta siswa untuk
membuka modul pembelajaran PKn materi pemerintahan kota dilanjutkan
dengan menunjuk beberapa orang siswa untuk membaca materi tersebut
secara bergantian. Kemudian, peneliti menyampaikan materi tersebut secara
tekstual. Selanjutnya, peneliti memberikan tugas kepada siswa untuk
dijadikan bahan evaluasi siswa dirumah. Pada kegiatan akhir, peneliti
memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya mengenai materi
47
yang belum dipahami, kemudian menyampaikan kesimpulan mengenai materi
yang telah dipelajari dilanjutkan dengan menutup kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran prasiklus pertemuan kedua dilaksanakan pada
hari Senin, 9 November 2015. Adapun dalam pelaksanaannya, pada kegiatan
awal sebelum memulai pembelajaran peneliti membuka kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum
belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian, peneliti menyampaikan
tujuan dan manfaat mempelajari materi pembelajaran yang dilanjutkan
dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan
dipelajari. Selanjutnya pada kegiatan inti, peneliti meminta siswa untuk
membuka modul pembelajaran PKn materi pemerintahan provinsi dilanjutkan
dengan menunjuk beberapa orang siswa untuk membaca materi tersebut
secara bergantian. Kemudian, peneliti menyampaikan materi tersebut secara
tekstual. Selanjutnya, peneliti memberikan tugas kepada siswa untuk
dijadikan bahan evaluasi siswa dirumah. Pada kegiatan akhir, peneliti
memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya mengenai materi
yang belum dipahami, kemudian menyampaikan kesimpulan mengenai materi
yang telah dipelajari dilanjutkan dengan menutup kegiatan pembelajaran.
2. Deskripsi kegiatan siklus 1
Pada tahapan ini, peneliti membuat perencanaan sebelum
dilaksanakannya tindakan berupa pembuatan instrumen yang akan digunakan
dalam penelitian yaitu lembar observasi kinerja guru serta lembar observasi
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selama 2 kali pertemuan yang masing-
masing pertemuan dilaksanakan selama 2 jam pelajaran. Kandungan yang
tertuang dalam RPP sesuai dengan tujuan penelitian yaitu pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) dengan menggunakan strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Selanjutnya, penyusunan
materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mengenai
pemerintahan kota. Materi tersebut sesuai dengan Standar Kompetensi (SK)
48
dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Kegiatan perencanaan terakhir yaitu mempersiapkan perlengkapan
pembelajaran sesuai dengan yang dibutuhkan dalam strategi pembelajaran
Index Card Match (ICM) yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban.
2.1 Deskripsi pembelajaran pertemuan pertama
Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama dilaksanakan pada
hari Senin, 16 November 2015. Dalam hal ini, observer berada pada
tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang
sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam kelas untuk
mulai melakukan pengamatan yang difokuskan pada aspek kinerja guru
dan keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran melalui strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Adapun dalam
pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang. masing-masing kegiatan akan
dijelaskan sebagai berikut:
2.1.1 Kegiatan awal
Sebelum memulai pembelajaran, peneliti melakukan
pengkondisian kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana
pembelajaran. Selanjutnya, peneliti membuka kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa
sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian,
peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi
pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang
berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
Apersepsi tersebut berupa mengajukan pertayaan kepada
siswa seperti, “Anak-anak, jika ada seseorang yang bertaya
darimana asalmu, pasti kamu akan menjawab nama kotamu.
Tahukah kamu, apa yang dimaksud dengan kota?”. Kegiatan
apersepsi tersebut dimaksudkan agar terjadi interaksi antara
peneliti dengan siswa serta mendorong siswa untuk memberikan
49
dugaan sementara yang berkaitan dengan materi pembelajaran
melalui pendapat yang dikemukakannya.
2.1.2 Kegiatan inti
Pada kegiatan ini, peneliti menyampaikan materi mengenai
pemerintahan kota secara kontekstual. Setelah materi dianggap
cukup, selanjutnya peneliti melakukan penguatan terhadap
pemahaman siswa dengan memperkenalkan siswa pada
pembelajaran Index Card Match melalui penjelasan terhadap
prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selanjutnya peneliti
membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran tersebut
yang dimulai dengan pembagian kartu kepada masing-masing
siswa. Setelah masing-masing siswa menerima kartu yang
dibagikan peneliti, selanjutnya peneliti berperan sebagai fasilitator
yang akan memfasilitasi siswa dalam melakukan permainan Index
Card Match. Selanjutnya, peneliti mengintruksikan kepada siswa
yang memegang kartu pertanyaan untuk mencari jawabannya
dengan cara membacakan kartu pertanyaannya kemudian
menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban dari
pertanyaan tersebut untuk menjawabnya. Siswa yang memiliki
kartu jawaban tersebut duduk berkelompok dengan siswa yang
memiliki kartu pertanyaan.
Setelah seluruh siswa mendapatkan kelompoknya, peneliti
mengintruksikan kepada setiap kelompok untuk membacakan
kartu pertanyaan sekaligus jawabannya sedangkan kelompok lain
memberikan tanggapan. Kegiatan tersebut berlangsung hingga
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil bermain
kartunya. Setelah permainan kartu selesai, peneliti meminta siswa
untuk kembali ke tempat duduknya.
2.1.3 Kegiatan akhir
Pada kegiatan akhir untuk memantapkan siswa mengenai
materi yang telah dipelajari, peneliti memberikan kesempatan
50
kepada siswa yang ingin menjelaskan susunan pemerintahan dari
tingkat desa sampai tingkat kota disertai sebutan bagi para
pemimpin di setiap wilayah tersebut. Selanjutnya, peneliti
melakukan penguatan kepada siswa berupa tanya jawab mengenai
materi yang belum dipahami kemudian membimbing siswa untuk
membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari.
Selanjutnya, peneliti menjelaskan kepada siswa mengenai rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya yaitu mengenai tugas
dan wewenang pemerintahan kota. Kemudian dilanjutkan dengan
kegiatan peneliti dalam menutup kegiatan pembelajaran.
2.2 Deskripsi pembelajaran pertemuan kedua
Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama dilaksanakan pada
hari Senin, 23 November 2015. Dalam hal ini, observer berada pada
tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang
sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam kelas untuk
mulai melakukan pengamatan yang difokuskan pada aspek kinerja guru
dan keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran melalui strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Adapun dalam
pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang. masing-masing kegiatan akan
dijelaskan sebagai berikut:
2.1.1 Kegiatan awal
Sebelum memulai pembelajaran, peneliti melakukan
pengkondisian kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana
pembelajaran. Selanjutnya, peneliti membuka kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa
sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian,
peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi
pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang
berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
51
Apersepsi tersebut berupa mengajukan pertayaan kepada
siswa seperti, “Anak-anak, setiap warga masyarakat yang
mendiami wilayah tertentu pasti menginginkan daerahnya aman
dan nyaman. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang kita
harapkan terkadang tidak berbanding lurus dengan kenyataan yang
terjadi. Begitu halnya dengan wilayah kota Jakarta khususnya
daerah Jakarta Selatan yang pastinya memiliki permasalahan
lingkungan. Dapatkah diantara kalian menyebutkan permasalahan
lingkungan apa saja yang terjadi di wilayah Jakarta Selatan? Serta,
bagaimana permasalahan lingkungan itu dapat terjadi?”. Kegiatan
apersepsi tersebut dimaksudkan agar terjadi interaksi antara
peneliti dengan siswa serta mendorong siswa untuk memberikan
dugaan sementara yang berkaitan dengan materi pembelajaran
melalui pendapat yang dikemukakannya.
2.2.2 Kegiatan inti
Pada kegiatan ini, peneliti menyampaikan materi mengenai
pemerintahan kota secara kontekstual. Setelah materi dianggap
cukup, selanjutnya peneliti melakukan penguatan terhadap
pemahaman siswa dengan memperkenalkan siswa pada
pembelajaran Index Card Match melalui penjelasan terhadap
prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selanjutnya peneliti
membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran tersebut
yang dimulai dengan pembagian kartu kepada masing-masing
siswa. Setelah masing-masing siswa menerima kartu yang
dibagikan peneliti, selanjutnya peneliti berperan sebagai fasilitator
yang akan memfasilitasi siswa dalam melakukan permainan Index
Card Match. Selanjutnya, peneliti mengintruksikan kepada siswa
yang memegang kartu pertanyaan untuk mencari jawabannya
dengan cara membacakan kartu pertanyaannya kemudian
menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban dari
pertanyaan tersebut untuk menjawabnya. Siswa yang memiliki
52
kartu jawaban tersebut duduk berkelompok dengan siswa yang
memiliki kartu pertanyaan.
Setelah seluruh siswa mendapatkan kelompoknya, peneliti
mengintruksikan kepada setiap kelompok untuk membacakan
kartu pertanyaan sekaligus jawabannya sedangkan kelompok lain
memberikan tanggapan. Kegiatan tersebut berlangsung hingga
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil bermain
kartunya. Setelah permainan kartu selesai, peneliti meminta siswa
untuk kembali ke tempat duduknya.
2.2.3 Kegiatan akhir
Pada kegiatan akhir untuk memantapkan siswa mengenai
materi yang telah dipelajari, peneliti memberikan kesempatan
kepada siswa yang ingin menjelaskan mengenai tugas dan
wewenang walikota Jakarta Selatan yang sudah terealisasikan saat
ini. Selanjutnya, peneliti melakukan penguatan kepada siswa
berupa tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami
kemudian membimbing siswa untuk membuat kesimpulan
mengenai materi yang telah dipelajari. Selanjutnya, peneliti
menjelaskan kepada siswa mengenai rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya yaitu mengenai susunan organisasi
pemerintahan provinsi. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
peneliti dalam menutup kegiatan pembelajaran.
3. Deskripsi kegiatan siklus II
Pada tahapan ini, peneliti membuat perencanaan sebelum
dilaksanakannya tindakan berupa pembuatan instrumen yang akan digunakan
dalam penelitian yaitu lembar observasi kinerja guru serta lembar observasi
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selama 2 kali pertemuan yang masing-
masing pertemuan dilaksanakan selama 2 jam pelajaran. Kandungan yang
tertuang dalam RPP sesuai dengan tujuan penelitian yaitu pembelajaran
53
Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) dengan menggunakan strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Selanjutnya,
penyusunan materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian yaitu
mengenai pemerintahan provinsi. Materi tersebut sesuai dengan Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kegiatan perencanaan terakhir yaitu
mempersiapkan perlengkapan pembelajaran sesuai dengan yang dibutuhkan
dalam strategi pembelajaran Index Card Match (ICM) yang terdiri dari kartu
soal dan kartu jawaban.
3.1 Deskripsi pembelajaran pertemuan pertama
Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama dilaksanakan pada
hari Senin, 30 November 2015. Dalam hal ini, observer berada pada
tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang
sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam kelas untuk
mulai melakukan pengamatan yang difokuskan pada aspek kinerja guru
dan keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran melalui strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Adapun dalam
pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang. masing-masing kegiatan akan
dijelaskan sebagai berikut:
2.1.1 Kegiatan awal
Sebelum memulai pembelajaran, peneliti melakukan
pengkondisian kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana
pembelajaran. Selanjutnya, peneliti membuka kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa
sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian,
peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi
pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang
berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
54
Apersepsi tersebut berupa mengajukan pertayaan kepada
siswa seperti, “Anak-anak, di provinsi manakah tempat tinggal
kalian saat ini? Adakah diantara kalian dapat mejelaskan
pengertian provisi? Apa sebutan bagi pemimpin pemerintahan
provinsi?” Kegiatan apersepsi tersebut dimaksudkan agar terjadi
interaksi antara peneliti dengan siswa serta mendorong siswa untuk
memberikan dugaan sementara yang berkaitan dengan materi
pembelajaran melalui pendapat yang dikemukakannya.
2.1.2 Kegiatan inti
Pada kegiatan ini, peneliti menyampaikan materi mengenai
pemerintahan provinsi secara kontekstual. Setelah materi dianggap
cukup, selanjutnya peneliti melakukan penguatan terhadap
pemahaman siswa dengan memperkenalkan siswa pada
pembelajaran Index Card Match melalui penjelasan terhadap
prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selanjutnya peneliti
membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran tersebut
yang dimulai dengan pembagian kartu kepada masing-masing
siswa. Setelah masing-masing siswa menerima kartu yang
dibagikan peneliti, selanjutnya peneliti berperan sebagai fasilitator
yang akan memfasilitasi siswa dalam melakukan permainan Index
Card Match. Selanjutnya, peneliti mengintruksikan kepada siswa
yang memegang kartu pertanyaan untuk mencari jawabannya
dengan cara membacakan kartu pertanyaannya kemudian
menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban dari
pertanyaan tersebut untuk menjawabnya. Siswa yang memiliki
kartu jawaban tersebut duduk berkelompok dengan siswa yang
memiliki kartu pertanyaan.
Setelah seluruh siswa mendapatkan kelompoknya, peneliti
mengintruksikan kepada setiap kelompok untuk membacakan
kartu pertanyaan sekaligus jawabannya sedangkan kelompok lain
memberikan tanggapan. Kegiatan tersebut berlangsung hingga
55
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil bermain
kartunya. Setelah permainan kartu selesai, peneliti meminta siswa
untuk kembali ke tempat duduknya.
2.1.3 Kegiatan akhir
Pada kegiatan akhir untuk memantapkan siswa mengenai
materi yang telah dipelajari, peneliti memberikan kesempatan
kepada siswa yang ingin menjelaskan susunan pemerintahan dari
tingkat desa sampai tingkat provinsi disertai sebutan bagi para
pemimpin di setiap wilayah tersebut. Selanjutnya, peneliti
melakukan penguatan kepada siswa berupa tanya jawab mengenai
materi yang belum dipahami kemudian membimbing siswa untuk
membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari.
Selanjutnya, peneliti menjelaskan kepada siswa mengenai rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya yaitu mengenai tugas
dan wewenang pemerintahan provinsi. Kemudian dilanjutkan
dengan kegiatan peneliti dalam menutup kegiatan pembelajaran.
4.1 Deskripsi pembelajaran pertemuan kedua
Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama dilaksanakan pada
hari Senin, 07 Desember 2015. Dalam hal ini, observer berada pada
tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang
sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam kelas untuk
mulai melakukan pengamatan yang difokuskan pada aspek kinerja guru
dan keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran melalui strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Adapun dalam
pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal,
kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang. masing-masing kegiatan akan
dijelaskan sebagai berikut:
2.1.1 Kegiatan awal
Sebelum memulai pembelajaran, peneliti melakukan
pengkondisian kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana
56
pembelajaran. Selanjutnya, peneliti membuka kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa
sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian,
peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi
pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang
berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
Apersepsi tersebut berupa mengajukan pertayaan kepada
siswa seperti, “Anak-anak, siapakah diatara kalian yang
mengetahui jumlah provinsi negara Indonesia? Pernahkah diantara
kalian bertanya mengapa Indonesia memiliki banyak provinsi?
Dapatkah provinsi di Indoesia bertambah atau berkurang di masa
yang akan datang?”. Kegiatan apersepsi tersebut dimaksudkan agar
terjadi interaksi antara peneliti dengan siswa serta mendorong
siswa untuk memberikan dugaan sementara yang berkaitan dengan
materi pembelajaran melalui pendapat yang dikemukakannya.
2.1.2 Kegiatan inti
Pada kegiatan ini, peneliti menyampaikan materi mengenai
pemerintahan provinsi secara kontekstual. Setelah materi dianggap
cukup, selanjutnya peneliti melakukan penguatan terhadap
pemahaman siswa dengan memperkenalkan siswa pada
pembelajaran Index Card Match melalui penjelasan terhadap
prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selanjutnya peneliti
membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran tersebut
yang dimulai dengan pembagian kartu kepada masing-masing
siswa. Setelah masing-masing siswa menerima kartu yang
dibagikan peneliti, selanjutnya peneliti berperan sebagai fasilitator
yang akan memfasilitasi siswa dalam melakukan permainan Index
Card Match. Selanjutnya, peneliti mengintruksikan kepada siswa
yang memegang kartu pertanyaan untuk mencari jawabannya
dengan cara membacakan kartu pertanyaannya kemudian
menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban dari
57
pertanyaan tersebut untuk menjawabnya. Siswa yang memiliki
kartu jawaban tersebut duduk berkelompok dengan siswa yang
memiliki kartu pertanyaan.
Setelah seluruh siswa mendapatkan kelompoknya, peneliti
mengintruksikan kepada setiap kelompok untuk membacakan
kartu pertanyaan sekaligus jawabannya sedangkan kelompok lain
memberikan tanggapan. Kegiatan tersebut berlangsung hingga
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil bermain
kartunya. Setelah permainan kartu selesai, peneliti meminta siswa
untuk kembali ke tempat duduknya.
2.2.3 Kegiatan akhir
Pada kegiatan akhir untuk memantapkan siswa mengenai
materi yang telah dipelajari, peneliti memberikan kesempatan
kepada siswa yang ingin menjelaskan mengenai tugas dan
wewenang gubernur DKI Jakarta yang sudah terealisasikan saat
ini. Selanjutnya, peneliti melakukan penguatan kepada siswa
berupa tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami
kemudian membimbing siswa untuk membuat kesimpulan
mengenai materi yang telah dipelajari. Kemudian dilanjutkan
dengan kegiatan peneliti dalam menutup kegiatan pembelajaran.
B. Analisis data
1. Analisis data pra siklus
Kondisi pembelajaran prasiklus merupakan keadaan siswa dalam kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional yang
biasa dilakukakan oleh peneliti sebelum dilakukannya tindakan perbaikan
pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe
Index Card Match (ICM). Kegiatan pembelajaran prasiklus sangat diperlukan
untuk dijadikan landasan guna mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan
keaktifan siswa setelah dilakukannya tindakan perbaikan pembelajaran
58
Setelah kegiatan pembelajaran prasiklus dilakukan, terdapat data yang
dihasilkan yaitu bahwa dalam pembelajaran PKn peneliti menekankan pada
kemampuan menghapal. Padahal, proses terpenting dalam pembelajaran PKn
adalah nalar bukan kemampuan menghapal. Sebab penekanan yang
berlebihan pada kegiatan menghapal itulah yang menyebabkan siswa tidak
tertarik pada pelajaran PKn. Dengan demikian, kondisi pembelajaran yang
selama ini di lakukan berlangsung dengan suasana kaku, tidak terlihat
kegiatan aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran karena kegiatan siswa
hanya sekedar duduk, diam, dengar, catat dan hapal sehingga siswa merasa
bosan dalam mengikuti pelajaran PKn. Disamping itu, kurangnya variasi
metode yang digunakan peneliti dalam proses pembelajaran karena peneliti
masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yang menempatkan
siswa pada posisi pasif, sehingga siswa lebih banyak menunggu sajian guru
daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan
yang mereka butuhkan sehingga siswa kurang mendapatkan pengalaman
belajarnya. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran pada pra siklus belum
menunjukkan indikator keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran. Hal
tersebut dapat dibuktikan oleh hasil persentase rata-rata keaktifan siswa yang
hanya sebesar 47,8%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1
Persentase rata-rata keaktifan siswa prasiklus
Indikator Siswa Aktif Siswa Tidak Aktif
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1 10 40 % 15 60%
2 16 64 % 9 36 %
3 8 32 % 17 68 %
4 14 56 % 11 44 %
5 16 64 % 9 36 %
59
6 11 44 % 14 56 %
7 9 36 % 16 64 %
8 17 68 % 8 32 %
9 14 56 % 11 44 %
10 14 56 % 11 44 %
11 10 40 % 15 60 %
12 9 36 % 16 64 %
13 9 36 % 16 64 %
14 16 64 % 9 36 %
15 9 36 % 16 64 %
16 9 36 % 16 64 %
17 15 60 % 15 60 %
18 9 36 % 16 64 %
19 9 36 % 16 64 %
20 15 60 % 15 60 %
Rata-rata 47,8 % 54,2 %
Dari tabel rekapitulasi terhadap pengamatan keaktifan siswa pada
kegiatan pra siklus menggambarkan bahwa, siswa yang menunjukan keaktifan
belajar sesuai dengan lembar observasi dalam penelitian hanya sebesar 47,8%,
sedangkan siswa yang belum menunjukkan keaktifan mencapai 54,2%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tingkat keaktifan siswa pada pembelajaran pra
siklus termasuk ke dalam kategori rendah sehingga diperlukan perbaikan
pembelajaran siklus I.
60
2. Analisis data siklus I
Berdasarkan hasil obervasi yang telah peneliti lakukan pada siklus I
menggambarkan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran sudah
mulai terlihat walaupun belum menyeluruh. Hal tersebut berupa gambaran
siswa yang cenderung pendiam sudah mulai membaur dengan teman saat
pelaksanaan permainan kartu walaupun sedikit kebingungan dan suasana
kelas menjadi sedikit ramai, keaktifan siswa berinteraksi dengan guru pun
sudah mulai terlihat yang dibuktikan dengan siswa dapat merespon berbagai
intruksi yang diberikan guru. Selanjutnya, pada kegiatan akhir pun siswa
dapat mengajukan argumen yang dimilikinya dengan penuh semangat dan
antusias serta dapat menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dipelajari
dengan bahasa sendiri. Dengan demikian, persentase rata-rata keaktifan
belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I mencapai 60,3%. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Table 4.2
Keaktifan siswa siklus I
Indikator Siswa Aktif Siswa Tidak Aktif
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1 15 60 % 10 40 %
2 16 64 % 9 36 %
3 13 52 % 12 48 %
4 14 58 % 11 44 %
5 17 68 % 8 32 %
6 18 72 % 7 28 %
7 11 44 % 14 56 %
8 16 64 % 9 36 %
9 19 76 % 6 24 %
61
10 16 64 % 9 36 %
11 15 60 % 10 40 %
12 17 68 % 8 32 %
13 11 44 % 14 56 %
14 17 68% 8 32 %
15 13 52% 12 48 %
16 17 68% 8 32 %
17 15 60% 10 40 %
18 15 60% 10 40 %
19 13 52% 12 48 %
20 13 52% 12 48 %
Rata-rata 60% 41%
Dari tabel rekapitulasi terhadap pengamatan keaktifan siswa pada
kegiatan siklus I menggambarkan bahwa, siswa yang menunjukan keaktifan
belajar sesuai dengan lembar observasi dalam penelitian mencapai 60%,
sedangkan siswa yang belum menunjukkan keaktifan sebesar 41%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tingkat keaktifan siswa pada pembelajaran
siklus I termasuk ke dalam kategori sedang sehingga diperlukan perbaikan
pembelajaran siklus II agar keaktifan siswa lebih meningkat.
3. Analisis data siklus II
Berdasarkan hasil obervasi yang telah peneliti lakukan pada siklus II
menggambarkan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran sudah
mulai menyeluruh. Peningkatan nampak pada saat siswa sangat antusiasme
dalam merespon berbagai intruksi yang diberikan guru. Serta, pada saat
memulai pembelajaran Index Card Match terlihat bahwa siswa ingin segera
mendapatkan kartu dan tak sabar untuk segera membuat kelompok. Setelah
62
mendapatkan kelompok, siswa terlihat saling bekerja sama antar anggota
kelompok sehingga terjalin komunikasi aktif antara siswa dengan siswa lain.
Pada kegiatan akhir pun, siswa saling merebut kesempatan untuk mengajukan
argumen yang dimilikinya, serta terlihat siswa semakin aktif dalam membuat
catatan-catatan kecil terhadap materi yang guru sampaikan. Sehingga,
persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus
I I mencapai 81,6%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Table 4.3
Keaktifan siswa siklus II
Indikator Siswa Aktif Siswa Tidak Aktif
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1 22 88 % 3 12 %
2 20 82 % 5 18 %
3 16 88 % 9 12 %
4 19 76 % 6 24 %
5 19 76 % 6 24 %
6 16 84 % 9 16 %
7 23 92 % 2 8 %
8 21 84 % 4 16 %
9 16 74 % 9 26 %
10 19 76 % 6 24 %
11 17 78 % 8 22 %
12 14 76 % 11 24 %
13 12 58 % 13 42 %
14 22 88 % 3 12 %
63
15 24 96 % 1 4 %
16 23 92 % 2 8 %
17 16 78 % 9 22 %
18 19 76 % 9 36 %
19 24 96 % 1 4 %
20 16 74 % 9 26 %
Rata-rata 81% 19%
Dari tabel rekapitulasi terhadap pengamatan keaktifan siswa pada kegiatan
siklus II menggambarkan bahwa, siswa yang menunjukan keaktifan belajar
sesuai dengan lembar observasi dalam penelitian telah mencapai 81%,
sedangkan siswa yang belum aktif hanya sebesar 19%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat keaktifan siswa pada pembelajaran siklus II
termasuk ke dalam kategori sangat baik sehingga tidak diperlukan perbaikan
pembelajaran siklus selanjutnya.
C. Pembahasan
Kondisi kegiatan pembelajaran pra siklus merupakan keadaan siswa
sebelum tindakan perbaikan pembelajaran dilakukan. Kegiatan pembelajaran pra
siklus sangat diperlukan untuk dijadikan landasan guna mengetahui ada atau
tidak adanya peningkatan keaktifan siswa setelah dilakukan tindakan. Setelah
kegiatan pembelajaran pra siklus dilakukan terdapat data yang dihasilkan yaitu
seperti yang disajikan dalam diagram berikut.
64
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Siklus I Siklus II
Aktif
Tidak Aktif
Diagram 4.1
Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran pra siklus
19%
81%
Diagram tersebut menggambarkan bahwa pada kegiatan pembelajaran pra
siklus, hanya sebesar 81% siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai
dengan lembar observasi penelitian, sehingga masih terdapat 19% siswa yang
belum aktif. Rendahnya keaktifan siswa tersebut dipengaruhi oleh rasa bosan
siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang berlangsung sangat monoton
sehingga pembelajaran kurang menarik perhatian siswa. Sehingga tingkat
keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran pra siklus termasuk ke dalam
kategori rendah, maka diperlukan perbaikan pembelajaran pada siklus I.
Setelah kegiatan pembelajaran siklus I dilakukan, peneliti melakukan
kegiatan refleksi untuk melihat apa yang telah dihasilkan selama kegiatan
pembelajaran berlangsung melalui pelaksanaan tindakan yang terekam dalam
lembar observasi. Setelah kegiatan pembelajaran siklus I dilakukan, terdapat data
yang dihasilkan yaitu seperti yang disajikan dalam diagram berikut.
65
Aktif
Tidak Aktif
Diagram 4.2
Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I
60% 40%
Diagram tersebut menggambarkan bahwa pada kegiatan pembelajaran siklus I,
terdapat 48,27% siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan lembar
observasi penelitian, sehingga masih terdapat 51,73% siswa yang belum aktif.
Masih rendahnya keaktifan siswa tersebut dapat dipengaruhi karena metode
pembelajaran index card match belum pernah diterapkan sehingga masih
terdapat siswa yang bingung saat mengikuti pembelajaran dengan metode index
card match, untuk itu guru banyak memberikan pengarahan kepada siswa
sehingga waktu pembelajaran menjadi lebih lama. Guru pun terlihat sedikit
bingung karena kondisi kelas pada saat itu terlihat ramai. Namun, pada akhirnya
guru dapat mengelola dan mengendalikan keberlangsungan proses pembelajaran
dengan cara meminta siswa yang sudah mendapatkan pasangan kartu untuk
segera membuat kelompok sehingga tidak mengganggu iklim belajar.
Walaupun demikian, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada
kegiatan pembelajaran siklus I mengalami peningkatan dibandingkan dengan
kegiatan pembelajaran pra siklus. Meningkatnya keaktifan siswa tersebut
dikarenakan siswa merasa tidak bosan dalam kegiatan pembelajaran karena tidak
mengharuskan siswa untuk selalu duduk di tempat duduknya melainkan dapat
berpindah untuk berinteraksi dengan guru dan siswa lain. Sehingga kegiatan
pembelajaran lebih menarik perhatian siswa dan membuat siswa senang dalam
66
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Siklus I Siklus II
Aktif
Tidak Aktif
menjalani kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, peningkatan keaktifan siswa
tersebut dapat dilihat secara rinci pada diagram berikut.
Diagram 4.3
Persentase perbandingan keaktifan siswa
Pada kegiatan pembelajaran pra siklus dengan siklus I
Diagram tersebut merupakan gambaran perbandingn keaktifan siswa pada
kegiatan pembelajaran pra siklus dengan kegiatan pembelajaran siklus I. Pada
diagram tersebut, menunjukkan bahwa keaktifan siswa pada kegiatan
pembelajaran siklus I mengalami peningkatan setelah dilakukannya tindakan
perbaikan pembelajaran dengan diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif
tipe index card match dalam kegiatan pembelajaran dibandingkan dengan
kegiatan pembelajaran pra siklus dengan metode pembelajaran konvensional.
Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaan pra siklus hanya
sebesar 17,30%, kemudian setelah dilakukan kegiatan pembelajaran siklus I
dengan diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match
dalam kegiatan pembelajaran meningkat sebesar 30, 97%, sehingga persentase
rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I mencapai
48,27%. Walaupun demikian, meskipun terjadinya peningkatan keaktifan siswa
pada kegiatan pembelajaran siklus I tetapi persentase yang dihasilkan masih
termasuk ke dalam kategori sedang sehingga diperlukan perbaikan pembelajaran
67
pada siklus II dengan melaksanakan prosedur pembelajaran yang lebih optimal
agar keaktifan siswa lebih meningkat dari siklus sebelumnya.
Selanjutnya, setelah kegiatan pembelajaran siklus II dilakukan, peneliti
melakukan kegiatan refleksi untuk melihat apa yang telah dihasilkan selama
kegiatan pembelajaran berlangsung melalui pelaksanaan tindakan yang terekam
dalam lembar observasi. Setelah kegiatan pembelajaran siklus II dilakukan,
terdapat data yang dihasilkan yaitu seperti yang disajikan dalam diagram berikut.
Diagram 4.4
Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II
Diagram tersebut menggambarkan bahwa pada kegiatan pembelajaran siklus
II, terdapat 80,53% siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan
lembar observasi penelitian, sehingga hanya tersisa 18,13% siswa yang belum
aktif. Meningkatnya keaktifan siswa tersebut dikarenakan kegiatan pembelajaran
Index Card Match yang dilakukan sudah berjalan dengan baik karena guru
membimbing siswa pada kegiatan pembelajaran tersebut dengan baik pula.
Siswa tidak lagi canggung dalam melaksanakan permainan kartu melainkan
sangat antusias dalam kegiatan pembelajaan.
Keadaan tersebut membuat kegiatan pembelajaran pada siklus II lebih
menarik perhatian siswa dan membuat siswa senang dalam menjalani kegiatan
pembelajaran sehingga siswa penuh semangat dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Dengan demikian, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa
pada kegiatan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dibandingkan
68
dengan kegiatan pembelajaran siklus I. Selanjutnya, peningkatan keaktifan siswa
tersebut dapat dilihat secara rinci pada diagram berikut.
Diagram 4.5
Persentase perbandingan keaktifan siswa
Pada kegiatan pembelajaran siklus I dengan siklus II
Diagram tersebut merupakan gambaran perbandingan keaktifan siswa pada
kegiatan pembelajaran siklus I dengan kegiatan pembelajaran siklus II. Pada
diagram tersebut, menunjukkan bahwa keaktifan siswa pada kegiatan
pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan kegiatan
pembelajaran siklus I. Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaan
siklus I hanya sebesar 48,27%, kemudian setelah dilakukan penyempurnaan
kegiatan pembelajaran pada siklus II meningkat sebesar 33,60%, sehingga
persentase rata-rata keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II sebesar
81,87%. Dengan demikian, persentase keaktifan siswa pada kegiatan
pembelajaan siklus II termasuk ke dalam kategori sangat baik sehingga tidak
diperlukan perbaikan pembelajaran pada siklus selanjutnya karena kegiatan
pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan indikator keberhasilan
penelitian yaitu meningkatnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran
dengan diterapkannya strategi pembelajaran koopeatif tipe index card match.
Selanjutnya, berikut adalah diagram keberhasilan penelitian berupa
69
meningkatnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dari pelaksanaan
pembelajaran pra siklus, siklus I dan siklus II.
Diagram 4.6
Persentase perbandingan keaktifan siswa
Pada kegiatan pembelajaran pra siklus, siklus I dengan siklus II
Diagram tersebut merupakan gambaran perbandingan keaktifan siswa pada
kegiatan pembelajaran pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada kegiatan pra siklus,
hanya sebesar 17,30% siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan
lembar observasi penelitian, sehingga masih terdapat 82,70% siswa yang belum
aktif. Sedangkan pada kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I keaktifan siswa
meningkat sebesar 30,97%, sehingga persentase rata-rata keaktifan belajar siswa
pada kegiatan pembelajaran siklus I mencapai 48,27%. Selanjutnya pada
kegiatan penyempurnaan pembelajaran siklus II, keaktifan siswa kembali
meningkat sebesar 33,60%, sehingga persentase rata-rata keaktifan siswa pada
kegiatan pembelajaran siklus II sebesar 81,87%.
Dengan demikian, berdasarkan diagram tersebut ditunjukkan bahwa adanya
peningkatan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran yang dimulai dari
kegiatan pembelajaran pra siklus, siklus I dan siklus II. Hal tersebut menandakan
keberhasilan penelitian berupa meningkatnya keaktifan siswa dalam kegiatan
pembelajaran dengan diterapkannya strategi pembelajaran koopeatif tipe index
card match. yang peneliti lakukan pada mata pelajaran Pkn terhadap siswa kelas
70
IV MI Raudhatul Muta’allimin tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 25
orang dengan rincian 10 siswa dan 15 siswi.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data terhadap penelitian yang dilakukan peneliti
dalam pembelajaran PKn pada siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin
Tahun Pelajaran 2015/2016, dapat disimpulkan bahwa penggunaan strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM) dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam pembelajaran PKn. Peningkatan keaktifan siswa tersebut
dapat dilihat dari hasil observasi siklus I dan siklus II.
Dari hasil penelitian, peningkatan tersebut dapat dilihat dari persentase
antara siklus I dan siklus II. Pada kegiatan pembelajaan pra siklus, persentase
keaktifan siswa hanya sebesar 47,8%, setelah dilakukan perbaikan
pembelajaran pada siklus I meningkat sebesar 12,2% sehingga persentase
keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I sebesar 60%, bahkan pada
penyempurnaan pembelajaran yang dilakukan pada siklus II meningkat lagi
sebesar 21% dari siklus I sehingga persentase keaktifan siswa pada kegiatan
pembelajaran siklus II mencapai 81%. Dengan demikian, perbaikan
pembelajaran yang dilakukan sudah mencapai indikator penelitian yaitu
meningkatkan keaktian siswa dalam pembelajaran.
B. Implikasi
Dari hasil penelitian menyatakan bahwa terjadinya peningkatan keaktifan
siswa dalam kegiatan pembelajaran melalui penerapan strategi pembelajaraan
kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Dengan demikian, implikasi yang
diharapkan dari penelitian ini yaitu strategi pembelajaraan kooperatif tipe ICM
mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa pada pelajaran PKn. Untuk itu,
diharapkan kepala sekolah selaku pimpinan dapat memberikan dukungan
dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe ICM untuk perbaikan
pembelajaran. Selain itu juga, melalui berbagai metode pembelajaran terutama
ICM dapat menimbulkan variasi dalam proses belajar mengajar di sekolah.
C. Saran
Setelah melakukan penelitian dengan menerapkan strategi pembelajaraan
kooperatif tipe Index Card Match (ICM) pada pelajaran PKn kelas IV MI
Raudhatul Muta’allimin, maka peneliti perlu memberikan saran agar kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index
Card Match (ICM) dapat menarik perhatian siswa sehingga siswa memiliki
semangat dan antusias dalam kegiatan belajarnya.
1. Bagi siswa, dalam proses pembelajaran PKn sebaiknya siswa diarahkan
untuk bisa menyelesaikan permasalahannya menurut cara mereka sendiri
dan diberikan kebebasan berkreasi. Hal ini membuat siswa menjadi aktif
dalam proses pembelajaran PKn.
2. Bagi guru, hendaknya selalu menggunakan variasi metode pembelajaran
pada setiap pertemuan, namun tetap mempertimbangkan materi yang aka
disampaikan agar siswa lebih tertarik mengikuti pelajaran PKn.
3. Bagi kepala sekolah, hendaknya mengembangkan penggunaan berbagai
metode pelajaran terutama strategi pembelajaran kooperatif tipe Index
Card Match (ICM) dengan mengikutertakan dewan guru dalam megikuti
pelatihan metode pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Yahya Ismail, Ilmu Pendidikan Teoritis, (Jakarta: Ganeca Exact, 2008).
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Ed. 1, (Jakarta:Kencana, 2010).
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta:PT. Rineka
Cipta, 2003).
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.
2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012).
Mel Silberman, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif,
(Yogyakarta:Pustaka Insan Madani:2009).
Dasim Budimansyah, PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan, (PT. Ganesindo, 2009).
Yudhi Munadi, Pembelajarn Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan menyenangkan,
(Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011).
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1,
(Jakarta:Kencana, 2010)
.
Marwan, Metode Index Card Match, (Jakarta: Wordpres, 2012).
Opih Priyatna, Pendidikan Kewarganegaraan 4 untuk SD/MI kelas IV,
(Jakarta:Pusat Perbukuan,Departemen Pendidikan Nasional, 2009).
Setiati Widihastuti, Pendidikan Kewarganegaraan untuk SD kelas IV, (Jakarta
:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009).
Sri Sdiman, Pendidikan Kewarganegaraan 4, (Jakarta:Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional, 2009).
H. M. Basrowi, Prosedur Penelitian Tindakan Kelas, (Bogor:Ghalia Indonesia,
2008).
Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Ciputat:Quantum Teaching,2006).
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta:2009).
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung:Alfabeta, 2010).
Sugiono, Metode Penelitianp Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2010), Cet. 11, h. 245