Upload
siskamarsiska
View
240
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUHAN
Menuanya organ tubuh tak lebih dari sebuah proses alamiah. Namun, "sangat sulit
membedakan antara penuaan normal yang tidak bisa dicegah dengan kerusakan organ akibat
penuaan yang sebenarnya dapat dicegah. Dari seluruh penyakit yang mendera lansia,
penyakit kardiovaskular menempati urutan paling atas. Kerusakan akibat penuaan biasanya
akan mengalami dua macam interaksi, yang berasal dari penuaan itu sendiri atau proses
patologis yang mengikuti penyakit jantung tersebut. Kelompok ini pun sering mengalami
kelainan klinis akibat komorbiditas serta polifarmasi. (Muin Rahman, A, 2010)
Penyakit jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah
penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya
hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup.
Angka harapan hidup yang semakin meningkat ditambah peningkatan golongan usia tua
semakin memperbesar jumlah penderita penyakit jantung yang sebagian besar diderita oleh
orang tua. (Wikipedia, 2008)
Sekitar 83% penderita gagal jantung merupakan lansia. Gagal jantung diastolik
merupakan masalah utama disfungsi pendarahan pada lansia. Dari para lansia berusia di atas
80 tahun yang menderita gagal jantung, 70% di antaranya memiliki fungsi sistolik yang
normal. Sedangkan para penderita gagal jantung yang berusia di bawah 60 tahun hanya
kurang dari 10% yang fungsi sistoliknya masih bagus. Artinya, sebagian besar penderita
lansia tidak memiliki kelainan pada fungsi sistolik, namun mengalami kelainan diastole.
Sementara itu, hampir 75% pasien geriatri menderita gagal jantung, hipertensi dan atau
penyakit arteri koroner. Sedangkan para lansia penderita gagal jantung diastolik akan
mengalami gagal jantung dekompensasi karena biasanya tekanan darahnya relatif tinggi dan
tidak terkontrol. Selain itu, sulit membedakan secara klinis antara gagal jantung diastol atau
sistol karena keduanya sering bercampur pada orang tua. Gejala yang mendadak merupakan
tanda umum gagal jantung akibat kelainan fungsi diastol.
Gejala dan tanda gagal jantung akibat penuaan relatif sama pada gagal jantung orang
muda, namun biasanya gejala klinis dan keluhan utama pasien tua seringkali berbeda dan
sangat tersembunyi. Biasanya pasien tidak sadar dengan penyakitnya, yang dia alami ialah
sebuah perasaan yang tidak berharga, tidak berguna, dan relatif menerima keadaan apa
adanya seiring dengan bertambahnya usia. Namun biasanya, karena gagal jantung orang tua
1
cenderung berupa kegagalan diastol, maka gejalanya akan timbul tiba – tiba dan membuat
orang tua jadi uring – uringan.
Secara umum, lansia dengan gagal jantung mesti bed rest agar mengurangi risiko
tromboemboli dan kondisi lain yang membuat fisik menjadi lemah. Penggunaan stocking
untuk kompresi dibarengi antikoagulan (terbatas sampai gejala dekom berkurang) dapat
dilakukan guna menghindari emboli dan trombosis vena. Diet restriksi cairan tidak perlu
dilakukan karena biasanya orang tua yang sedang sakit akan sangat sulit untuk makan secara
normal. Lansia pun cenderung cardiac cahexia dengan mekanisme yang belum jelas, namun
menyebabkan sangat rendahnya absorbsi dan penimbunan lemak pada lansia dengan penyakit
jantung. Sebelum sampai pada tata laksana farmakologis, sangat penting peran dokter untuk
menyemangati hidup para lansia ini, mengajak keluarganya untuk merawat bersama, serta
meyakinkan bahwa mereka akan mendapatkan penanganan yang prima. Sebab, kekuatan
psikologis jauh lebih berarti mengingat banyaknya obat yang cenderung menjadi 'tidak
mempan' untuk orang-orang tua akibat penurunan fungsi organ yang hampir total.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. PERUBAHAN SISTEM KARDIOVASKULER PADA LANSIA
Pada orang orang sehat, peruhahan anatomik fisiologik tersebut merupakan bagian dari
proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari
suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi
terhadap stres atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang
terjadi pada usia lanjut (Kumar et al, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan
oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh peayakit yang menyertai proses menua, ada 4
kriteria yang harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999) :
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya
umum terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel
dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh
faktor luar.
3. Proses menua terjadi secant progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak dapat
berbalik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).
Jantung dan pembuluh darah memberikan oksigen dan nutrient setiap sel hidup yang
diperlukan untuk bertahan hidup. Tanpa fungsi jantung kehidupan akan berakhir. Penurunan
fungsi system kardiovaskular (KV) telah memiliki dampak pada system yang lainnya.
Namun, pada kondisi tanpa penyakit yang berat, jantung lansia mampu untuk menyediakan
sulpai darah yang mengandung oksigen secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Di Amerika Serikat, penyakit KV merupakan penyebab utama kematian dan
disabilitas di antara lansia. Penyakit arteri coroner merupakan penyebab dari 85% kasus
kematian yang berhubungan dengan penyakit jantung. Sepanjang rentang kehidupan,
insidensi penyakit KV lebih tinggi pada kaum pria dari pada wanita. Namun, pada usia 80
3
tahun, angka prevalensi antara pria dan wanita sama, yang menunjukkan peningkatan
insidensi penyakit diantara lansia wanita. Seiring dengan populasi bangsa yang terus menua,
biaya perawatan untuk lansia dengan semua bentuk CAD akan meningkat secara dramatis,
yang meningkatkan kebutuhan untuk upaya promosi kesehatan dan perlindungan kesehatan
diantara populasi ini.
Semakin besar jumlah lansia yang menderita penyakit KV menyebabkan semakin
sulit untuk mempelajari penuaan yang normal pada system ini. Suatu tinjauan ulang tentang
apa yang diketahui saat ini tentang proses penuaan dan patofisiologis penyakit yang sering
memengaruhi system KV akan memberikan dasar untuk pembahasan tentang perlindungan
kesehatan bagi lansia dengan masalah kardiovaskular.
Penuaan Normal
Dengan meningkatkan usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik
structural maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan
berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Penurunan yang terjadi
berangsur-angsur ini sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang
mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Namun, perubahan yang
menyertai penuaan ini menjadi lebih jelas ketika system ditekan untuk meningkatkan
keluarannya dalam memenuhi peningkatan kebutuhan tubuh. Perubahan normal akibat
penuaan pada system kardiovaskular dirangkum dalam tabel.
PERUBAHAN NORMAL PADA SISTEM KARDIOVASKULAR AKIBAT PENUAAN
Perubahan normal yang berhubungan
dengan penuaan
Implikasi klinis
1. Ventrikel kiri menebal
2. Katup jantung menebal dan
membentuk penonjolan
3. Jumlah sel pacemaker menurun
4. Arteri menjadi kaku dan tidak lurus
pada kondisi dilatasi
1. Penurunan kekuatan kontraktil
2. Gangguan aliran darah melalui katup
3. Umum terjadi disritmia
4. Penumpulan respons baroreseptor
5. Penumpulan respons terhadap panas
dan dingin
4
5. Vena mengalami dilatasi, katup-katup
menjadi tidak kompeten
6. Edema pada ekstremitas bawah
dengan penumpukan darah
A. Perubahan Anatomik Fislologik Sistem Kardiovaskuler Pada Usia Lanjut
Menua (Aging) adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya.
Proses ini berlangsung terus-menerus sepanjang hidup seseorang. Tidak seperti kondisi
patologis, setiap manusia pasti akan mengalami proses menua. Aging sudah terprogram
dalam genetik masing-masing individual, tapi faktor eksternal sangat berperan dalam
memodifikasi proses ini, sehingga proses menua-pun berlangsung dengan tingkat
kecepatan yang berbeda pada tiap orang. Hal inilah yang menjelaskan mengapa beberapa
orang dapat tampak lebih tua atau muda dari usia kronologisnya. Status kondisi fisik dan
aktivitas seseorang dapat secara radikal mempengaruhi fungsi kardiovaskular saat mereka
dia tua. (Marilyn, 1991).
Perubahan atau gangguan akibat dari usia lanjut dibagi menjadi 2 yaitu anatomi
dan fisologi dari sistem kardiovaskuler yang akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut :
1. Perubahan Anatomi
Komponen-komponen utama pada sistem kardiovaskular adalah jantung dan
vaskularisasinya. Jantung pada lansia normal tanpa hipertensi atau penyakit kliniks
tetap mempunyai ukuran yang sama atau menjadi lebih kecil dari pada usia setengah
baya. Secara umum, frekuensia denyut jantung menurun, isi sekuncup menurun, dan
curah jantung berkurang sekitar 30%-40%.
Penambahan usia tidak akan menyebabkan otot jantung mengecil (atrofi)
seperti halnya organ tubuh yang lain, akan tetapi justru terjadi peningkatan ukuran
jaringan otot jantung (hipertrofi). Pada batasan usia antara 30 - 90 tahun masa jantung
bertambah sekitar 1 gram/tahun pada laki-laki dan 1,5 gram/tahun pada wanita.
Perubahan bentuk yang terjadi pada jantung dengan bertambahnya usia adalah :
a. Elastisitas dinding aorta (pembuluh arteri besar) akan mengalami penurunan
dengan bertambahnya usia akibat aterosklerosis.
b. Perubahan pada daun dan cincin katup aorta, seperti : berkurangnya jumlah inti
sel jaringan ikat stroma katup, penumpukan lemak, degenerasi kolagen dan
5
kalsifikasi jaringan fibrosa katup tersebut.
c. Bertambahnya ukuran katup jantung.
d. Bertambahnya lingkaran katup aorta.
e. Penebalan katup mitral dan aorta yang disebabkan degenerasi jaringan kolagen.
2. Perubahan fungsi pada jantung
Dengan bertambahnya usia akan berpengaruh terhadap fungsi dari jantung,
pada usia lanjut akan terjadi perubahan-perubahan fungsi pada jantung seperti :
a. Penurunan Irama Jantung.
Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial (SA) yang merupakan
pengatur irama jantung. Sel-sel dari nodus SA juga akan berkurang sebanyak 50%-
75% sejak manusia berusia 50 tahun. Jumlah sel dari nodus AV tidak berkurang, tapi
akan terjadi fibrosis. Sedangkan pada berkas His juga akan ditemukan kehilangan
pada tingkat selular. Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan denyut jantung.
b. Denyut jantung maksimum pada latihan (exercise) menurun.
c. Isi 1 menit jantung (cardiac output) menurun rata-rata 1 % pertahun setelah usia
pertengahan.
d. Daya cadang jantung menurun.
e. Fungsi sistolik berkurang.
Dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami
perubahan. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan berlangsung
lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Penurunan yang terjadi secara
berangsur–angsur ini sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang
mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi.
B. Faktor-faktor yang memperburuk fungsi Kardiovaskuler
Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa faktor
yang dapat memperburuk gangguan kardiovaskuler (Silverman dan Speizer, 1996).
Faktor-faktor yang memperburuk gangguan kardiovaskuler antara lain :
1. Kurang Olahraga
2. Obesitas
3. Stres
4. Merokok
6
5. Makanan yang banyak mengandung kolestrol dan garam.
C. Masalah Penyakit Yang Terjadi Di Sistem Kardiovaskuler Pada Lansia
Penyakit jantung yang dijumpai pada orang-orang lanjut usia ada beberapa macam,
yaitu :
1. Penyakit Jantung Koroner.
Akibat yang besar dari penyakit jantung koroner adalah kehilangan oksigen
dan makanan ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner
berkurang. Penyakit jantung koroner lebih banyak menyerang pria daripada wanita,
orang kulit putih dan separoh baya sampai dengan lanjut usia.
Penyebab dari penyakit jantung koroner ini adalah aterosklerosis, pada
aterosklerosis terjadi plak lemak dan jaringan serat sehingga menyempitkan bagian
dalam arteri jantung. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan, hipertensi,
kegemukan, merokok, diabetes, stress, kurang olahraga dan kolesterol tinggi.
Gejala yang muncul pada penyakit jantung koroner ini adalah angina, yaitu
ketidakcukupan aliran oksigen ke jantung. Perasaan sakit angina terjadi seperti:
terbakar, tertekan, dan tekanan berat di dada kiri yang dapat meluas ke lengan kiri,
leher, dagu dan bahu. Tanda yang khas saat penyerangan adalah timbulnya rasa mual,
muntah, pusing, keringat dingin dan tungkai serta lengan menjadi dingin.
Mencegah adalah cara paling efektif dan sangat diperlukan sekali untuk
menghindari penyakit jantung koroner, seperti: diet dengan mengurangi kalori,
mengurangi konsumsi garam, lemak, kolesterol, sering berolahraga, dan kurangi
merokok. Pencegahan lainnya adalah dengan kontrol tekanan darah, menurunkan
trigliserida darah dan makan 2,5 gram aspirin setiap hari (untuk mencegah pembekuan
darah).
2. Serangan Jantung.
Serangan jantung terjadi apabila salah satu arteri jantung tidak sanggup lagi
mensuplai darah ke bagian otot jantung yang dialirinya. Apabila terjadi keterlambatan
dalam pengobatan akan mengakibatkan kematian. Hampir separoh dari kematian
mendadak karena serangan jantung terjadi sebelum pasein tiba di rumah sakit.
Penyebab dari serangan jantung ini adalah karena pembentukan arterisklerosis
(pengerasan arteri jantung) yang berakibat pada penurunan aliran darah. Faktor
resikonya meliputi: faktor keturunan, tekanan darah tinggi, merokok, kolesterol
7
tinggi, diabetes, kegemukan, kurang olahraga, pemakaian obat-obatan (terutama
kokain), umur dan stres.
Gejala utama serangan jantung ini adalah rasa sakit seperti menusuk-nusuk
dan bersifat persisten pada dada kiri, menyebar ke lengan, rahang, leher, dan bahu
sampai 12 jam lamanya atau bahkan lebih. Tanda lain adalah perasaan seperti bingung
(bodoh), lelah, mual, muntah, sesak napas, dingin di lengan dan tungkai, keringat
dingin, cemas dan gelisah.
3. Penyakit jantung hipertensi.
Kebanyakan dengan bertambahnya usia seseorang, maka tensi atau tekanan
darahnya akan mengalami kenaikan. Berbagai penelitian telah dilakukan dan
disimpulkan bahwa di Indonesia rata-rata hipertensi (kanaikan tekanan darah) berkisar
5 - 10% dan menjadi lebih dari 20% jika sudah memasuki usia 50 tahun keatas.
Hipertensi sistolik pada mulanya dianggap suatu gangguan kecil, akan tetapi sekarang
ini telah diakui sebagai pemegang peranan yang besar sebagai faktor resiko serangan
jantung.
Pada usia lanjut tekanan darah cenderung mengalami labilitas dan mudah
mengalami hipotensi (tekanan darah rendah). Untuk itu dianjurkan selalu mengukur
tekanan darah pada waktu periksa maupun saat kontrol pengobatan. Apabila tidak
dilakukan kontrol rutin terhadap tekanan darah, akan memperbesar terjadinya
penyakit jantung hipertensi.
4. Penyakit Gagal Jantung.
Gagal jantung adalah ketidaksanggupan jantung memompa darah untuk
kebutuhan tubuh. Kegagalan ini biasanya terjadi pada bilik kiri yang merupakan
ruangan jantung yang bekerja paling besar. Akan tetapi kadang juga terjadi pada bilik
kanan atau bahkan keduanya mengalami kegagalan dalam waktu yang bersamaan.
Penyebab dari timbulnya gagal jantung adalah:
1) Otot jantung abnormal, sehingga terjadi serangan jantung.
2) Aliran darah terlalu sedikit yang mengalir ke jantung karena terjadinya pengerasan
pembuluh darah.
3) Gangguan mekanisme yang mengurangi pengisian darah didalam ventrikel (bilik).
4) Kerusakan aliran darah yang mengganggu daya pompa jantung.
8
Gejala gagal jantung kiri mengakibatkan pernapasan memendek, kesulitan
bernapas kecuali bila berdiri tegak lurus, bersin, batuk, kekurangan oksigen dibadan,
kulit pucat atau kebiru-biruan, ritme jantung ireguler dan tekanan darah meningkat.
Gejala gagal jantung kanan mengakibatkan kaki bengkak, hati dan limpa
membesar, pembekakan vena di leher, pembentukan cairan di lambung, perut busung,
penurunan berat badan, ritme jantung ireguler, mual, muntah, nafsu makan berkurang,
kelelahan, gelisah, dan bisa pingsan.
Untuk mencegah terjadinya gagal jantung, penderita dianjurkan: menghindari
makanan yang mengandung garam, dan banyak memakan makanan yang
mengandung kalium (pisang, aprikot dan jus jeruk).
II. HIPERTENSI PADA LANJUT USIA
1. Pengertian
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih
tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan
sistolik dan diastolik dijumpai pada usia pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas
65 tahun. Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah
usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah
Geriatri Semarang, 2008).
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi
faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas
usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada
usia lanjut dibedakan atas:
a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan
diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008).
9
2. Pembagian Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan 2 tipe penyebab :
a. Hipertensi esensial (primer atau idiopatik)
Penyebab pasti masih belum diketahui. Riwayat keluarga obesitas diit tinggi natrium
lemak jenuh dan penuaan adalah faktor pendukung.
b. Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi
lainya ( Stockslager , 2008).
Pengelompokan Tekanan Darah dan Hipertensi Berdasarkan Pedoman Joint
National Committee 7
Katagori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal 115 atau kurang 75 atau kurang
SNormal Kurang dari 120 Kurang dari 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi Tahap I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Tahap II Lebih dari 160 Lebih dari 100
Sumber : Kowalski E Robert,2010
3. Patofisiologi Hipertensi Lanjut Usia
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan usia
terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri besar. Tekanan
aorta meningkat sangat tinggi dengan penambahan volume intravaskuler yang sedikit
menunjukan kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi
sistolik ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar resistensi perifer yang
10
tinggi pengisian diastolik abnormal dan bertambah masa ventrikel kiri. Penurunan
volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan
tekanan diastolik. Lanjut usia dengan hipertensi sistolik dan diastolik output jantung,
volume intravaskuler, aliran darah keginjal aktivitas plasma renin yang lebih rendah dan
resistensi perifer. Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya
norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta
adrenergik pada sehingga berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah
(Temu Ilmiah Geriatri , 2008).
Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang
membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh
darah dan tingginya tekanan darah.
4. Pathway (terlampir)
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia
Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia
adalah :
a. Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal
ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi
yang berlangsung terus menerus.
b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia
semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan
resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.
d. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang
berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang
kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses
sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan
tekanan darah.
Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi
diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam
yang tinggi alkohol yang berlebihan (Stockslager, 2008).
11
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau
tidak dapat dikontrol, antara lain :
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-
55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi
berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini , 2009).
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda.
Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita
hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah
menopause (Marliani, 2007
2. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang
lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia
lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini
disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat
yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi
banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas
50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini
adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama
12
aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini
dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
2) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi (Marliani, 2007).
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan
kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat.
Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu
timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi
(Rohendi, 2008).
Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama
tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
2) Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga
menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu.
13
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena
bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung
mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar
pula kekuaan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008).
3) Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya
stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort
prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,
Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi,
51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-
14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari.
Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian
ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan
merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).
3) Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol
(sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. (Hans Petter, 2008).
4) Minum alkohol
14
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-
organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk
salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).
5) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 –
200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan
darah 5 -10 mmHg.
6) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress
yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal
ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress
yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut
Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer
dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini
dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan.
Menurut : Darmojo (2008), Pemakain obat pada lanjut usia perlu dipikirkan
kemungkinan adanya :
1) Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
2) Interaksi obat
3) Efek samping obat.
4) Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.
Pengobatan hipertensi menurut : Kowalski (2010) tiga hal evaluasi menyeluruh
terhadap kondisi penderita adalah :
1) Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler
15
2) Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer
3) Organ yang rusak karena hipertensi.
Melaksanakan terapi anti hipertensi perlu penetapan jadwal rutin harian minum
obat, hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung.
Mencatat obat-obatan yang diminum dan keefektifan mendiskusikan informasi ini
untuk tindak lanjut (Stoskslager, 2008).
Pengendalian tekanan darah dan efek samping minimal diperlukan terapi obat-
obatan sesuai, disertai perubahan pola hidup. b. Non Farmakologi
Upaya non farmakologi menurut: Darmojo (2006) terdiri atas:
1) Berhenti merokok
2) Penurunan berat badan yang berlebihan
3) Berhenti/mengurangi asupan alkohol
4) Mengurangi asupan garam.
Upaya non farmakologi menurut: stanley (2007) pencegahan primer dari hipertensi
esensial terdiri atas:
1) Mempertahankan berat badan ideal
2) Diet rendah garam
3) Pengurangan stres
4) Latihan aerobik secara teratur
III. KONSEP STRESS
A. Tanda & Gejala Stress Pada Lansia
1. Gangguan efektif riwayat keluarga atau keturunan (faktor genetik).
2. Perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri ( teori agresi menyerang
kedalam).
3. Perpisahan traumatic individu dengan benda atau yang sangat berarti ( teori
kehilangan).
4. Konsep diri yang negatif dan harga diri rendah (teori organisasi kepribadian).
16
5. Kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan (model
perilaku).
6. Perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama masa depresi, termasuk
defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekressi kortosol, dan variasi
periodik dalam irama biologis model biologik. (Stuart dan Sundeen, 1998).
7. Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor
penentu, sebagian orang depresi sulit tidur,. Tetapi dilain pihak banyak orang
yang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.
B. Manajemen Stress
1. Definisi
Stres didefinisikan sebagai respon adaptif dipengaruhi oleh karakteristik individual
dan/atau proses psikologis akibat dari tindakan situasi atau kejadian eksternal yang
menyebabkan tuntutan fisik dan/atau psikologis terhadap seseorang ( Hidayat, 2006 ). Stres
adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya
( Hawari, 2011 ). Stres merupakan reaksi yang tidak diharapkan muncul disebabkan oleh
tingginya tuntutan seseorang (Wongso, 2009). Managemen stres adalah koping atau upaya
seseorang mampu menanggulangi stresor psikososial dengan cara hidup yang teratur, serasi,
selaras, dan seimbang antara diri dengan Tuhan. Secara horisontal antara dirinya sesama
orang lain dan alam sekitarnya. Perubahan terkait usia dalam peran sosial dan status
kesehatan mempengaruhi jumlah dan jenis stresor yang dialami lanjut usia. Perubahan ini
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi cara mengatasi streFaktor – faktor yang
mempengaruhi stres.
2. Faktor yang menimbulkan stres disebut stesor menurut: Hidayat (2006) yaitu:
a. InternalFaktor internal stres bersumber dari diri sendiri.
b. EksternalFaktor eksternal bersumber dari keluarga masyarakat dan lingkungan. Faktor yang
menimbulkan stres yang dihadapi lanjut usia menurut Stocklager (2008) Adalah :
1) Kehilangan dukungan sosial
17
Individu mencapai lanjut usia jaringan pendukung soasial mulai terpecah ketika
teman meninggal atau pindah. Kekuatan dan kenyamanan yang diberikan
membantu individu menahan mengatasi kehilangan tidak ada.
2) Pensiun
3) Kehilangan pasangan
Salah satu yang terberat dialami individu adalah kematian pasangan.
4) Kematian anak usia dewasa
Anak Usia dewasa merupakan bagian penting dari jaringan dukungan sosial
lanjut usia.
5) Pengasingan keluarga
6) Perubahan citra tubuh
Perubahan fisik yang mempengaruhi gaya hidup dapat memperburuk harga diri
dan seksualitas.
7) Kehilangan keuangan
Lanjut usia sangat rentan terhadap penipuan keuangan.
3. Cara Managemen Stres
Definisi managemen stres adalah suatu pendekatan dengan metode yang bersifat
holistik, psikologik/psikiatrik, psikososial dan psikoreligius.( Hawari, 2011). Managemen
stres merupakan upaya mengelola stres dengan baik bertujuan mencegah dan mengatasi stres
agar tidak sampai di tahap yang paling berat (Hidayat, 2006). Berbagai cara dapat
digunakan membantu kebutuhan pasien lanjut usia berkaitan dengan kesehatan jiwa dan
rasa emosi. Managemen stres diantaranya adalah terapi dilingkungan pasien dan dukungan
kelompok (Mc. Cann, 2002).
4. Pelaksanaan Managemen Stres
Menurut Hidayat (2006) Manajemen stres yang dapat dilakukan adalah :
a. Mengatur diet dan nutrisi
Diet adalah jumlah makanan yang dibutuhkan oleh tubuh sedangkan nutrisi adalah
subtansi organik yang dibutuhkan untuk fungsi normal dari sistem tubuh,
pertumbuhan dan pemulihan kesehatan didapatkan dari makanan dan cairan yang
18
selanjutnya diasimilasi oleh tubuh. Jadi mengatur diet dan nutrisi upaya yang
dilakukan untuk mengatur asupan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh,
b. Istirahat dan tidur
Tidur adalah obat alamiah yang dapat memulihkan segala kelehan fisik dan mental,
kebutuhan mutlak mahkluk hidup terutama manusia dilakukan 7-8 jam dalam satu
hari. Jadwal tidur disesuaikan dengan masing-masing individu minimal 4 malam
dalam seminggu tidur dalam jangka waktu 7-8 jam. Tidur sehat tidur nyenyak tanpa
gangguan mimpi - mimpi menegangkan dan menyeramkan. Pola tidur akan
membuat orang sehat, sejahtera dan bijaksana.
c. Olah raga teratur
Upaya untuk mempertahankan kesehatan yang optimal dengan olah raga : Persiapan
sebelum melaksanakan olah raga perut tidak dalam keaadan kenyang, sebaiknya
dilaksanakan pada pagi hari dan dapat dilakukan secara kelompok atau individual.
C. Mekanisme koping
1. Pengertian
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang
mengancam (Keliat, 1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan
perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau
eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan kedua definisi maka yang dimaksud mekanisme koping adalah cara
yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang
terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
2. Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua)
(Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu :
a) Mekanisme koping adiptif
Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,
19
memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan
aktivitas konstruktif.
b) Mekanisme koping maladaptif
Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan,
menghindar.
Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek
psikososial (Lazarus dan Folkman, 1985; Stuart dan Sundeen, 1995;
Townsend, 1996; Herawati, 1999; Keliat, 1999) yaitu :
a) Reaksi Orientasi Tugas
Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stress
secara realistis, dapat berupa konstruktif atau destruktif. Misal :
Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi
rintangan untuk memuaskan kebutuhan.
Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber
ancaman baik secara fisik atau psikologis.
Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah
tujuan atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.
b) Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme
pertahanan mental. Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai
berikut:
Kompensasi
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan
secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang dimilikinya.
Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari
realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah paling sederhana dan
primitif.
20
Pemindahan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang/benda lain
yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran
atau identitasnya.
Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi
berupaya dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan
selera orang tersebut.
Intelektualisasi (intelectualization)
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya.
Introjeksi (Introjection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan
melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke dalam
struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.
Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat
bersifat sementara atau berjangka lama.
Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang
lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat
ditoleransi.
Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima
masyarakat untuk menghalalkan/membenarkan impuls, perasaan, perilaku,
dan motif yang tidak dapat diterima.
Reaksi formasi
21
Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari, yang
bertentangan dengan apa yang sebenarnya ia rasakan atau ingin lakukan.
Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas
dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini
Represi
Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau
ingatan yang menyakitkan atau bertentangan, dari kesadaran seseorang;
merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme lain.
Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang / keadaan hanya sebagai semuanya baik
atau semuanya buruk; kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan
negatif di dalam diri sendiri.
Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam
penyalurannya secara normal.
Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebetulnya merupakan analog represi yang disadari; pengesampingan yang
disengaja tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang; kadang-kadang
dapat mengarah pada represi yang berikutnya.
Undoing
Tindakan/ perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari
tindakan/ perilaku atau komunikasi sebelumnya; merupakan mekanisme
pertahanan primitif.
D. Pengkajian / Instrument Skala Depresi
Pengkajian ini menggunakan Skala Depresi Geriatrik bentuk singkat dari
Yesavage (1983) yang instrumennya disusun secara khusus digunakan pada lanjut
22
usia untuk memeriksa depresi. Jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai 1, nilai 5
atau lebih dapat menandakan depresi.
Skala Depresi Geriatrik Yesavage Bentuk Singkat :
No Pertanyaan Ya Tidak
Pilihlah jawaban yang sesuai sebagaimana yang anda rasakah dalam 1 minggu terakhir
1 Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda saat ini Ya Tidak*
2 Apakah anda membatalkan banyak dari rencana kegiatan/minat anda Ya* Tidak
3 Apakah anda merasa bahwa hidup anda kosong/hampa Ya* Tidak
4 Apakah anda sering merasa kebosanan Ya* Tidak
5 Apakah anda mempunyai suatu harapan/masa depan yang baik setiap
waktu
Ya Tidak*
6 Apakah anda terganggu dengan memikirkan kesulitan anda tanpa
jalan keluar
Ya* Tidak
7 Apakah anda seringkali merasa bersemangat Ya Tidak*
8 Apakah anda mengkhawatirkan sesuatu hal yang buruk akan
menimpa anda
Ya* Tidak
9 Apakah anda merasa seringkali merasa gembira Ya Tidak*
10 Apakah anda seringkali merasa tak terbantukan Ya* Tidak
11 Apakah anda seringkali merasa gelisah dan resah Ya* Tidak
12 Apakah anda lebih menyukai tingggal di rumah daripada keluar
rumah dan melakukan sesuatu hal yang baru
Ya* Tidak
13 Apakah anda seringkali mengkhawatirkan masa depan anda Ya* Tidak
14 Apakah anda merasa kesulitan dengan daya ingat anda Ya* Tidak
15 Apakah anda berpikir/bersyukur masih hidup saat ini Ya Tidak*
16 Apakah anda sering merasa kelabu dan berputus asa Ya* Tidak
23
17 Apakah anda merasa tidak berguna saat ini Ya* Tidak
18 Apakah anda sering menyesalkan masa lalu anda Ya* Tidak
19 Apakah menurut anda hidup ini penuh tantangan yang
menyenangkan
Ya Tidak*
20 Apakah anda merasa kesulitan untuk mengawali suatu kegiatan Ya* Tidak
21 Apakah anda merasakan penuh daya dan energi Ya Tidak*
22 Apakah menurut anda keadaan yang dihadapi tanpa harapan Ya* Tidak
23 Apakah anda seringkali marah karena alasan sepele Ya* Tidak
24 Apakah menurut anda keadaan orang lain lebih baik dari anda Ya* Tidak
25 Apakah anda sering bagaikan menangis Ya* Tidak
26 Apakah anda sulit berkonsentrasi Ya* Tidak
27 Apakah anda bangun pagi dengan perasaan menyenangkan Ya Tidak*
28 Apakah anda lebih suka menghindari acara / sosialisasi Ya* Tidak
29 Apakah mudah bagi anda dalam mengambil keputusan Ya Tidak*
30 Apakah anda berpikiran jernih sebagaimana biasanya Ya Tidak *
TOTAL SKOR
Keterangan :
Tiap jawaban yang bertanda bintang dihitung 1 point
Skor 15-22 : menunjukkan depresi ringan
Skor <22 : menunjukkan depresi berat
Jakarta,..............................
(...........................................)
IV. GANGGUAN TIDUR
24
A. Gangguan Pola tidur Secara Umum
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk
dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum begitu mengenal gangguan
tidur sehingga jarang mencari pertolongan. Pendapat yang menyatakan bahwa tidak
ada orang yang meninggal karena tidak tidur adalah tidak benar. Beberapa gangguan
tidur dapat mengancam jiwa baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat
keturunan dan fatal dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya
kecelakaan akibat gangguan tidur. Di Amerika Serikat, biaya kecelakaan yang
berhubungan dengan gangguan tidur per tahun sekitar seratus juta dolar. Insomnia
merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan
sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17%
mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup
tinggi yaitu sekitar 67 %. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang
menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter.
Irwin Feinberg mengungkapkan bahwa sejak meninggalkan masa remaja,
kebutuhan akan tidur siang menjadi relatif tetap. Luce and Segal mengungkapkan
bahwa faktor usia merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas
tidur. Telah dikatakan bahwa keluhan terhadap kualitas tidur sering dengan
bertumbuhnya usia. Pada kelompok lanjut usia (40 tahun) hanya dijumpai 7% kasus
yang mengeluh masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal
yang sama di jumpai pada 22% kasus pada kelompok usia 70 tahun. Demikian pula,
kelompok lanjut usia lebih banyak mengeluh terbangun lebih awal dari pukul 05.00
pagi. Selain itu, terdapat 30% kelompok usia 70 tahun yang banyak terbagnun
diwaktu malam hari. Anka ini ternyata 7x lenih besar dibandingkan dengan kelompok
usia 20 tahun.
Gangguan tidak saja menunjukan indikasi akan adanya kelainan jiwa yang dini
tetapi merupakan keluhan dari hampir 30% penderita yang berobat ke dokter,
disebabkan oleh :
1. Faktor Ekstrinsik (luar) misal: lingkungan yang kurang tenang.
2. Faktor intrinsik, mial bisa organik dan psikogenik.
- Organik, misal: nyeri, gatal-gatal dan penyakit tertentu yang membuat gelisah.
25
- Psikogenik, misal: depresi, kecemasan dan iritabilitas.
Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes,
artritis, atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi
tidurnya kurang bila dibandingkan dengan lansia yang sehat. Gangguan tidur dapat
meningkatkan biaya penyakit secara keseluruhan. Gangguan tidur juga dikenal
sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Ada beberapa dampak serius gangguan
tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan
memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya,
dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan kanker lebih
tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per
hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.
Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat
kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain,
gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh
zat. Gangguan tidur-bangun dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis misalnya
pada proses penuaan normal. Riwayat tentang masalah tidur, higiene tidur saat ini,
riwayat obat yang digunakan, laporan pasangan, catatan tidur, serta polisomnogram
malam hari perlu dievaluasi pada lansia yang mengeluh gangguan tidur. Keluhan
gangguan tidur yang sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia, gangguan ritme
tidur,dan apnea tidur
B. Klasifikasi Gangguan Tidur
1. Gangguan tidur primer
Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh
gangguan mental lain, kondisi medik umum, atau zat. Gangguan tidur ini
dibagi dua yaitu disomnia dan parasomnia. Disomnia ditandai dengan
gangguan pada jumlah, kualitas, dan waktu tidur. Parasomnia dikaitkan
dengan perilaku tidur atau peristiwa fisiologis yang dikaitkan dengan tidur,
stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur-bangun. Disomnia terdiri dari
insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi, gangguan tidur yang
berhubungan dengan pernafasan, gangguan ritmik sirkadian tidur, dan isomnia
yang tidak dapat diklasifikasikan. Parasomnia terdiri dari gangguan mimpi
buruk, gangguan teror tidur, berjalan saat tidur, dan parasomnia yang tidak
dapat diklasifikasikan. Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007196)
26
2. Gangguan tidur terkait gangguan mental lain
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan
gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain
(sering karena gangguan mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan
sebagai gangguan tidur tersendiri. Ada dugaan bahwa mekanisme
patofisiologik yang mendasari gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya
gangguan tidur-bangun. Gangguan tidur ini terdiri dari: Insomnia terkait aksis
I atau II dan Hipersomnia terkait aksis I atau II.
3. Gangguan tidur akibat kondisi medik umum
Gangguan akibat kondisi medik umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur
yang menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi
medik umum terhadap siklus tidur-bangun.
4. Gangguan tidur akibat zat
Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau
menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematik
terhadap seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk
gangguan tidur yang spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik umum,
dan zat atau medikasi yang digunakan, perlu dilakukan.
C. Fisiologi Tidur Normal
Rata-rata dewasa sehat membutuhkan waktu 7½ jam untuk tidur setiap malam.
Walaupun demikian, ada beberapa orang yang membutuhkan tidur lebih atau kurang.
Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya usia. Seseorang yang berusia
muda cenderung tidur lebih banyak bila dibandingkan dengan lansia.
Waktu tidur lansia berkurang berkaitan dengan faktor ketuaan. Fisiologi tidur
dapat dilihat melalui gambaran ekektrofisiologik sel-sel otak selama tidur.
Polisomnografi merupakan alat yang dapat mendeteksi aktivitas otak selama tidur.
Pemeriksaan polisomnografi sering dilakukan saat tidur malam hari. Alat tersebut
dapat mencatat aktivitas EEG, elektrookulografi, dan elektromiografi. Elektromiografi
perifer berguna untuk menilai gerakan abnormal saat tidur. Stadium tidur - diukur
dengan polisomnografi - terdiri dari tidur rapid eye movement (REM) dan tidur non-
rapid eye movement (NREM).
27
Tidur REM disebut juga tidur D atau bermimpi karena dihubungkan dengan
bermimpi atau tidur paradoks karena EEG aktif selama fase ini. Tidur NREM disebut
juga tidur ortodoks atau tidur gelombang lambat atau tidur S. Kedua stadia ini
bergantian dalam satu siklus yang berlangsung antara 70 120 menit. Secara umum
ada 4-6 siklus REM-REM yang terjadi setiap malam. Periode tidur REM I
berlangsung antara 5-10 menit. Makin larut malam, periode REM makin panjang.
tidur NREM terdiri dari empat stadium yaitu stadium 1,2,3,4.
D. Stadium Tidur Normal Pada Dewasa
Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup.
Fase ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik.
Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk.
Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium
1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total
waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa
menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan
teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat,
tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang mudah
dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.
Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh
aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan
tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik.
Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh gelombang
lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500
mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1
dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per
detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak
ada gerakan bola mata.
Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit
dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta.
28
Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini
menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga
awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang
mengalami deprivasi tidur. Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG yang hampir
sama dengan tidur stadium 1. Pada stadium ini terdapat letupan periodik gerakan bola
mata cepat. Refleks tendon melemah Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 197
Gangguan Tidur Lanjut Usia atau hilang. Tekanan darah dan nafas meningkat.
Pada pria terjadi ereksi penis. Pada tidur REM terdapat mimpi-mimpi. Fase ini
menggunakan sekitar 20%-25% waktu tidur. Ratensi REM sekitar 70-100 menit pada
subyek normal tetapi pada penderita depresi, gangguan makan, skizofrenia, gangguan
kepribadian ambang, dan gangguan penggunaan alkohol durasinya lebih pendek.
Sebagian tidur delta (NREM) terjadi pada separuh awal malam dan tidur REM pada
separuh malam menjelang pagi.
Tidur REM dan NREM berbeda dalam hal dimensi psikologik dan fisiologik.
Tidur REM dikaitkan dengan mimpi-mimpi sedangkan tidur NREM dengan pikiran
abstrak. Fungsi otonom bervariasi pada tidur REM tetapi lambat atau menetap pada
tidur NREM. Jadi, tidur dimulai pada stadium 1, masuk ke stadium 2, 3, dan 4.
Kemudian kembali ke stadium 2 dan akhirnya masuk ke periode REM 1, biasanya
berlangsung 70-90 menit setelah onset. Pergantian siklus dari NREM ke siklus REM
biasanya berlangsung 90 menit. Durasi periode REM meningkat menjelang pagi 2.
Kondisi tidur siang hari dapat dinilai dengan multiple sleep latency test
(MSLT). Subyek diminta untuk berbaring di ruangan gelap dan tidak boleh menahan
kantuknya. Tes ini diulang beberapa kali (lima kali pada siang hari). Latensi tidur
yaitu waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur.Waktu ini diukur untuk masing-masing
tes dan digunakan sebagai indeks fisiologik tidur. Kebalikan dari MSLT yaitu
maintenance of wakefulness test (MWT). Subyek ditempatkan di dalam ruangan yang
tenang, lampu suram, dan diinstruksikan untuk tetap terbangun. Tes ini juga diulang
beberapa kali. Latensi tidur diukur sebagai indeks kemampuan individu untuk
mempertahankan tetap bangun.
E. Beberapa terminologi standar ukuran polisomnografi
29
1) Kontinuitas tidur yaitu keseimbangan antara tidur dengan bangun selama satu
malam. Kontinuitas tidur dikatakan baik bila tidur lebih banyak daripada bangun
dan dikatakan buruk bila tidur sering terinterupsi atau terbangun. Ukuran
kontinuitas tidur yang spesifik adalah latensi tidur (jumlah waktu yang dibutuhkan
untuk jatuh tidur, biasanya dihitung dalam menit). Terbangun intermiten yaitu
jumlah waktu terbangun setelah onset tidur (dalam menit).
2) Efisiensi tidur yaitu rasio antara waktu sebenarnya yang digunakan untuk tidur
dengan waktu yang dihabiskan di tempat tidur - diukur dalam persentase. Angka
tinggi menunjukkan efisiensi tidur baik.
3) Arsitektur tidur yaitu jumlah dan distribusi stadium tidur. Ukurannya adalah
jumlah absolut tidur REM dan masing-masing tidur NREM, dihitung dalam menit.
Tidur manusia bervariasi sepanjang kehidupannya. Pada anak-anak dan remaja
awal, jumlah tidur gelombang lambat relatif stabil. Kontinuitas dan dalamnya
tidur berkurang setelah dewasa. Pengurangan tersebut ditandai dengan
peningkatan frekuensi bangun, tidur stadium 1, serta penurunan stadium 3 dan 4.
Oleh karena itu, usia harus dipertimbangkan dalam mendiagnosis gangguan tidur.
Siklus sirkadian tidur-bangun dapat mempengaruhi fungsi neuroendokrin
misalnya sekresi kortisol, melatonin, dan hormon pertumbuhan. Pada dewasa
normal, temperatur tubuh juga mengikuti ritme sirkadian; puncaknya pada sore
hari dan paling rendah pada malam hari. Gangguan siklus temperatur dikaitkan
dengan insomnia. Umur, pola tidur premorbid, dan status kesehatan secara umum
mempengaruhi tidur. Apabila dibandingkan dengan tidur subyek dengan usia
muda, tidur lansia kurang dalam, lebih sering terbangun, tidur delta berkurang,
dan tidurnya tidak efektif. Mengantuk di siang hari sering terjadi pada lansia.
Keadaan ini dapat mempengaruhi jadual tidur-bangunnya di malam hari.
Walaupun demikian, beberapa individu memang mempunyai durasi tidur lebih
pendek atau kebutuhan tidurnya lebih sedikit. Individu ini tidak mempunyai
keluhan susah masuk tidur dan tidak ada tanda-tanda khas insomnia seperti sering
terbangun, letih, susah konsentrasi, dan iritabilitas. Fungsi siang harinya tidak
terganggu meskipun ia tidur kurang dari tujuh jam
Gangguan Tidur Lanjut Usia tidurnya. Perubahan yang sangat menonjol
yaitu terjadi pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4,
gelombang alfa menurun, dan meningkatnya frekuensi terbangun di malam hari
30
atau meningkatnya fragmentasi tidur karena seringnya terbangun. Gangguan juga
terjadi pada dalamnya tidur sehingga lansia sangat sensitif terhadap stimulus
lingkungan. Selama tidur malam, seorang dewasa muda normal akan terbangun
sekitar 2-4 kali. Tidak begitu halnya dengan lansia, ia lebih sering terbangun.
Walaupun demikian, rata-rata waktu tidur total lansia hampir sama dengan dewasa
muda. Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu. Jam biologik
lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju. Seringnya terbangun pada
malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang
hari. Dengan perkataan lain, bertambahnya umur juga dikaitkan dengan
kecenderungan untuk tidur dan bangun lebih awal. Toleransi terhadap fase atau
jadual tidur-bangun menurun, misalnya sangat rentan dengan perpindahan jam
kerja. Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh terhadap kadar
hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid,
dan kortisol pada lansia. Hormon-hormon ini dikeluarkan selama tidur dalam.
Sekresi melatonin juga berkurang.
Melatonin berfungsi mengontrol sirkadian tidur. Sekresinya terutama pada
malam hari. Apabila terpajan dengan cahaya terang, sekresi melatonin akan
berkurang.
F. Higiene Tidur Pada Lansia
Gangguan tidur dapat berbentuk buruknya higiene tidur dan gangguan tidur
spesifik. Evaluasi keluhan tidur lansia hendaklah selalu dilakukan. Keluhan tidur
hendaknya jangan diabaikan meskipun mereka sudah tua. Buruknya higiene tidur
dapat disebabkan oleh harapan yang berlebihan terhadap tidur atau jadual tidur.
Akibatnya, lansia sering menghabiskan waktunya di tempat tidur atau sebentar-
sebantar tertidur di siang hari.
G. Checklist Higiene Tidur
1) Tidur bangun
31
Waktu tidur yang tidak teratur menunjukkan adanya gangguan ritmik
sirkadian tidur. Pemanjangan latensi tidur menunjukkan adanya ketegangan
atau kecemasan sehingga terjadi insomnia. Peningkatan frekuensi dan durasi
terbangun di malam hari dikaitkan dengan nokturia, kejang otot kaki,
pernafasan pendek, dan kecemasan. Terbangun dini hari atau memanjangnya
durasi tidur dapat menunjukkan depresi. Peningkatan frekuensi dan durasi
mengantuk di siang hari menunjukkan tidak adekuatnya tidur di malam hari.
Pasien mesti didorong untuk mengatur dan mengurangi waktunya di tempat
tidur. Selain itu, pasien mesti didorong untuk lebih aktif di siang hari (fisik dan
sosial).
2) Lingkungan
Suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur. Lansia
sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya. Penggunaan tutup telinga dan
tutup mata dapat mengurangi pengaruh buruk lingkungan. Temperatur dan alas
tidur yang tidak nyaman juga dapat mengganggu tidur. Kebiasaan-kebiasaan
yang tidak baik di tempat tidur juga harus dihindari misalnya makan,
menonton TV, dan memecahkan masalah-masalah serius. Faktor-faktor ini
mesti dievaluasi ketika berhadapan dengan lansia yang mengalami gangguan
tidur. Lansia mesti dianjurkan untuk menciptakan suasana yang nyaman untuk
tidur.
3) Diet dan Penggunaan obat
Minum kopi, teh, dan soda, serta merokok sebelum tidur dapat
mengganggu tidur. Alkohol dapat mempercepat onset tidur tetapi beberapa
jam kemudian pasien kembali tidak bisa tidur. Obat-obat tidur atau obat-obat
yang diresepkan untuk gangguan kondisi medik dapat kadang-kadang dapat
mengganggu tidur. Pengaruhnya dapat terjadi secara berangsur-angsur setelah
beberapa lama menggunakan obat tersebut. Pasien dianjurkan untuk
mengurangi atau mengubah jam-jam penggunaan obat atau diet yang dapat
mempengaruhi tidur.
4) Hal-hal Umum
32
Edukasi tentang tidur malam perlu diberikan kepada lansia. Pasien
dianjurkan untuk membuat kontak sosial dan aktivitas fisik secara teratur di
siang hari. Pasien harus pula dibantu untuk kenghilangkan kecemasannya.
Membaca sampai mengantuk merupakan salah satu cara untuk menghilangkan
kecemasan yang mengganggu tidur 1,2
5) Gangguan tidur pada lansia
Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologik karena faktor
usia dan ada pula gangguan tidur spesifik yang sering ditemukan pada lansia.
Ada beberapa gangguan tidur yang sering ditemukan pada lansia.
– Insomnia
– gangguan ritme tidur
– apnea tidur
Insomnia Primer
Ditandai dengan:
- Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar
meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan
Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 2007 199
- Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment
sosial, okupasional, atau fungsi penting lainnya.
- Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental
lainnya.
- Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum
atau zat.
Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan
terbangun berkali-kali. Bentuk keluhan tidur bervariasi dari waktu ke waktu.
Misalnya, seseorang yang saat ini mengeluh sulit masuk tidur mungkin suatu saat
mengeluh sulit mempertahankan tidur. Meskipun jarang, kadang-kadang
seseorang mengeluh tetap tidak segar meskipun sudah tertidur. Diagnosis
gangguan insomnia dibuat bila penderitaan atau impairmentnya bermakna.
Seorang penderita insomnia sering berpreokupasi dengan tidur. Makin berokupasi
33
dengan tidur, makin berusaha keras untuk tidur, makin frustrasi dan makin tidak
bisa tidur. Akibatnya terjadi lingkaran setan.
Insomnia Kronik
Disebut juga insomnia psikofisiologik persisten. Insomnia ini dapat
disebabkan oleh kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi akibat bebiasaan atau
pembelajaran atau perilaku maladaptif di tempat tidur. Misalnya, pemecahan
masalah serius di tempat tidur, kekhawatiran, atau pikiran negatif terhadap tidur
( sudah berpikir tidak akan bisa tidur). Adanya kecemasan yang berlebihan karena
tidak bisa tidur menyebabkan seseorang berusaha keras untuk tidur tetapi ia
semakin tidak bisa tidur. Ketidakmampuan menghilangkan pikiran-pikiran yang
mengganggu ketika berusaha tidur dapat pula menyebabkan insomnia
psikofisiologik. Selain itu, ketika berusaha untuk tidur terjadi peningkatan
ketegangan motorik dan keluhan somatik lain sehingga juga menyebabkan tidak
bisa tidur. Penderita bisa tertidur ketika tidak ada usaha untuk tidur. Insomnia ini
disebut juga insomnia yang terkondisi. Mispersepsi terhadap tidur dapat pula
terjadi. Diagnosis ditegakkan bila seseorang mengeluh tidak bisa masuk atau
mempertahankan tidur tetapi tidak ada bukti objektif adanya gangguan tidur.
Misalnya, pasien mengeluh susah masuk tidur (lebih dari satu jam), terbangun
lebih lama (lebih dari 30 menit), dan durasi tidur kurang dari lima jam. Tetapi dari
hasil polisomnografi terlihat bahwa onset tidurnya kurang dari 15 menit, efisiensi
tidur 90%, dan waktu tidur totalnya lebih lama. Pasien dengan gangguan seperti
ini dikatakan mengalami mispersepsi terhadap tidur.
Insomnia Idiopatik
Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan
dini. Kadang-kadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut
selama hidup. Penyebabnya tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh
ketidakseimbangan neurokimia otak di formasio retikularis batang otak atau
disfungsi forebrain. Lansia yang tinggal sendiri atau adanya rasa ketakutan yang
dieksaserbasi pada malam hari dapat menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia
kronik dapat menyebabkan penurunan mood (risiko depresi dan anxietas),
menurunkan motivasi, atensi, energi, dan konsentrasi, serta menimbulkan rasa
34
malas. Kualitas hidup berkurang dan menyebabkan lansia tersebut lebih sering
menggunakan fasilitas kesehatan.
Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai riwayat gangguan
tidur sebelumnya. Sering penderita insomnia mengobati sendiri dengan obat
sedatif-hipnotik atau alkohol. Anksiolitik sering digunakan untuk mengatasi
ketegangan dan kecemasan. Kopi dan stimulansia digunakan untuk mengatasi rasa
letih. Pada beberapa kasus, penggunaan ini berlanjut menjadi ketergantungan zat.
Pemeriksaan polisomnografi menunjukkan kontinuitas tidur yang buruk (latensi
tidur buruk, sering terbangun, efisiensi tidur buruk), stadium 1 meningkat, dan
stadium 3 dan 4 menurun. Ketegangan otot meningkat dan jumlah aktivitas alfa
dan beta juga meningkat 2,3
Perjalanan Gangguan Insomnia Primer
Faktor-faktor yang mempresipitasi insomnia berbeda-beda. Onset
insomnia bisa bersifat tiba-tiba. Insomnia biasanya terjadi akibat stresor
psikologik, fisik dan sosial. Insomnia sering berlanjut meskipun kausanya sudah
dapat diatasi. Hal ini disebabkan terjadinya kondisioning negatif atau
kewaspadaan yang meningkat. Misalnya, seorang lansia yang menderita nyeri
dapat menghabiskan waktunya di tempat tidur dan sulit tidur karena nyerinya.
Kondisioning negatif dapat terjadi. Kondisi ini dapat bertahan meskipun nyeri
sudah tidak ada lagi. Insomnia juga dapat berkembang dalam konteks stresor
psikologik akut atau gangguan mental. Perjalanan insomnia dapat bervariasi.
Insomnia harus dibedakan dari gangguan mental yang salah satu gambaran
kliniknya insomnia (skizofrenia, gangguan depresi berat, gangguan cemas
menyeluruh). Insomnia primer tidak ditegakkan jika insomnia terjadi secara
eksklusif selama adanya gangguan mental lain. Diagnosis insomnia primer dibuat
jika gangguan mental lain tidak dapat menerangkan insomnia, atau jika insomnia
dan gangguan mental mempunyai perjalanan yang berbeda. Jika insomnia
merupakan manifestasi gangguan mental dan secara eksklusif terjadi selama
gangguan mental lain, diagnosis yang lebih cocok adalah insomnia terkait
gangguan mental lain. Diagnosis dibuat jika keluhan insomnia sangat menonjol
dan perlu mendapat perhatian klinik tersendiri.
35
H. KEBUTUHAN ISTIRAHAT PADA LANSIA
1. Istirahat, tidur yang cukup
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini
bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan
penyakit, karna tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas
tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh
mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar
dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk
kesehatan.
2. Memeriksa kesehatan secara teratur
Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci
keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang sakit
lansia perlu memeriksakan kesehatannya secara berkala, karena dengan pemeriksaan
berkala penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatanya lebih
mudan dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko menyebabkan penyakit dapat di
cegah. Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-
mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap sehat.
3. Mental dan batin tenang dan seimbang
Untuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik saja yang harus
diperhatikan, tetapi juga mental dan bathin. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk
menjaga agar mental dan bathin tenang dan seimbang adalah:
a. Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri kita
sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan pikiran menjadi
tenang.
b. Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan, merusak tubuh
dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres juga dapat menyebabkan atau
memicu berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung
dan lain-lain.
36
c. Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki mental dan fisik
secara alami. Penampilan kita juga akan tampak lebih menarik dan lebih disukai
orang lain. Tertawa membantu memandang hidup dengan positif dan juga
terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh
untuk mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk melemaskan otak
kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum murah tidak perlu membayar tapi dapat
menadikan hidup ceria, bahagia, dan sehat.
4. Rekresi
Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama seminggu maka
dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan denga kondisi dan
kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah
atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak
cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran
dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.
5. Hubungan antar sesama yang sehat
Pertahankan hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman, karena
hidup sehat bukan hanya sehat jasmani dan rohani tetapi juga harus sehat sosial.
Dengan adanya hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman dapat
membuat hidup lebih berarti yang selanjutnya akan mendorong seseorang untuk
menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya karena ingin lebih lama
menikmati kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai dan disayangi.
6. Back to nature (kembali ke alam)
Seperti yang telah terjadi, gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong
orang mengubah gaya hidupnya seperti makan makanan siap saji, makanan
kalengan, sambal botolan, minuman kaleng, buah dan sayur awetan, jarang bergerak
karena segala sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya
tekhnologi yang modern seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan
mesin penyedot debu, bepergian dengan kendaran walaupun jaraknya dekat dan bisa
dilakukan dengan jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk tubuh dan
kesehatan karena tubuh kita menjadi manja, karena kurang bergerak, tubuh jadi
37
rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan
penyakit.
Oleh karena itu salah satu upaya untuk hidup sehat adalah back to nature atau
kembali lebih dekat dengan alam. Kita tidak harus menjauhi tekhnologi tetapi paling
tidak kita harus menghindari bahan makanan kalengan, minuman kalengan,
makanan yang diawetkan, makanan siap saji dan harus lebih banyak mengkonsumsi
sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar dan juga minum air putih.
BAB III
38
KESIMPULAN
Dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik
structural maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan oleh penuaan
berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak disadari. Penurunan yang terjadi
berangsur-angsur ini sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang
mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Namun, perubahan yang
menyertai penuaan ini menjadi lebih jelas ketika system ditekan untuk meningkatkan
keluarannya dalam memenuhi peningkatan kebutuhan tubuh. Masalah penyakit yang terjadi
di sistem kardiovaskuler pada lansia :
1. Penyakit Jantung Koroner
2. Serangan Jantung
3. Penyakit jantung hipertensi
4. Penyakit Gagal Jantung
Rata-rata dewasa sehat membutuhkan waktu 7½ jam untuk tidur setiap malam. Tidur
normal dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya usia. Waktu tidur lansia berkurang
berkaitan dengan faktor penuaan. Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan
tidur akibat faktor usia. Gangguan tidur menyerang 50% orang yang berusia 65 tahun atau
lebih yang tinggal di rumah dan 66% orang yang tinggal di fasilitas perawatan jangka
panjang. Gangguan tidur mempengaruhi kualitas hidup dan berhubungan dengan angka
mortalitas yang lebih tinggi.
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PADA LANSIA
39
KASUS 3:
Tn. Bambang usia 70 tahun pensiunan PNS, status duda, tinggal dipanti werda. Anak-
anaknya sudah berkeluarga dan tinggal jauh dari rumahnya. Selama di panti, klien tidak
pernah dikunjungi anak-anaknya. Keadaan fisiknya mengalami tekanan darah tinggi, sering
mengeluh pusing. Kebiasaan makan tidak teratur, tidak pernah melakukan kegiatan olahraga
dan merokok. Keadaan emosi labil, kadang-kadang marah tak tahu penyebabnya dan tidak
mau bergaul dengan teman-temannya.
Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
1. Klien mengatakan berumur 70 tahun
2. Klien mengeluh pusing
3. Klien mengatakan makan tidak teratur
4. Klien mengatakan tidak pernah
berolahraga
5. Klien mengatakan suka merokok
1. Klien kadang-kadang tampak marah
2. Klien tampak tidak mau bergaul dengan
teman-temannya
Data Tambahan
Data Subjektif Data Objektif
40
1. Kemungkinan klien mengatakan matanya
berkunang-kunang
2. Kemungkinan klien mengatakan
mengalami pegal-pegal di tengkuk leher
3. Kemungkinan klien mengeluh mengalami
kesulitan untuk tidur
4. Kemungkinan klien mengeluh telinganya
berdengung
5. Kemungkina klien mengatakan suka
terbangun pada malam hari.
6. Kemungkinan klien mengeluh pusing
setelah bangun tidur.
7. Kemungkinan klien mengatakan tidak
nafsu makan
8. Kemungkinan klien mengeluh mual saat
makan
9. Kemungkinan klien sulit untuk
mengunyah makanan
10. Kemungkinan klien mengatakan suka
mengkonsumsi makanan yang asin
11. Kemungkinan klien mengatakan suka
mengkonsumsi kacang-kacangan dan
gorengan
12. Kemungkinan klien mengatakan
mempunyai riwayat jatuh
13. Kemungkinan klien mengeluh sering
nyeri pada lututnya
1. Kemungkinan didapatkan TTV klien :
- TD : 160/90 mmHg
- HR : 110 x/menit
- S : 370 C
- RR : 20 x/menit
2. Kemungkinan klien mempunyai TB :
170 cm, BB : 45 kg
3. Kemungkinan BB klien mengalami
penurunan dari 60 kg menjadi 45 kg
dalam waktu 5 bulan
4. Kemungkinan klien tampak kurus
5. Kemungkinan klien tampak lemah
6. Kemungkinan kulit klien tampak pucat
dan akral dingin
7. Kemungkinan membrane mukosa klien
tampak pucat
8. Kemungkinan tampak gigi klien banyak
yang ompong
9. Kemungkinan klien tampak tidak
menghabiskan makanannya
10. Kemungkinan klien tampak gelisah
11. Kemungkinan kllien tampak konfusi
12. Kemungkinan klien tampak berjalan
menggunakan bantuan tongkat
13. Kemungkian pada penilaian kekuatan
otot klien didapatkan :
2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2
14. Kemungkinan pasein dirujuk ke RS,
hasil pemeriksaan laboratorium
kemungkinan ditemukan :
a. Darah :
- Hb : 15,4 g /dl ( 13-18 g/dl)
- Ht : 44% (40-50%)
- Leukosit : 6300/ul 41
Analisa Data
Data Masalah Etiologi
42
DS :
1. Klien mengeluh pusing
2. Klien mengatakan tidak pernah berolahraga
3. Klien mengatakan suka merokok
4. Kemungkinan klien mengatakan matanya
berkunang-kunang
5. Kemungkinan klien mengatakan mengalami
pegal-pegal di tengkuk leher
6. Kemungkinan klien mengeluh mengalami
kesulitan untuk tidur
7. Kemungkinan klien mengeluh telinganya
berdengung
8. Kemungkina klien mengatakan suka
terbangun pada malam hari.
9. Kemungkinan klien mengeluh pusing setelah
bangun tidur.
10. Kemungkinan klien mengatakan suka
mengkonsumsi makanan yang asin
11. Kemungkinan klien mengatakan suka
mengkonsumsi kacang-kacangan dan
gorengan
12. Kemungkinan klien mengatakan mempunyai
riwayat jatuh
13. Kemungkinan klien mengeluh sering nyeri
pada lututnya
DO :
1. Kemungkinan didapatkan TTV klien :
- TD : 160/110 mmHg
- HR : 110 x/menit
- S : 370 C
- RR : 20 x/menit
2. Kemungkinan klien tampak lemah
3. Kemungkinan kulit klien tampak pucat dan
Resiko Penurunan
curah jantung
Peningkatan
afterload,
vasokontriksi,
hipertrofi/irigitas
(kekakuan)
ventricular,
perubahanan
irama jantung
43
akral dingin
4. Kemungkinan membrane mukosa klien
tampak pucat
5. Kemungkinan klien tampak gelisah
6. Kemungkinan kllien tampak konfusi
16. Kemungkinan pasein dirujuk ke RS, hasil
pemeriksaan laboratorium kemungkinan
ditemukan :
a. Darah :
- Hb : 15,4 g /dl ( 13-18 g/dl)
- Ht : 44% (40-50%)
- Leukosit : 6300/ul (5000-10000/ul)
b. Uji Fungsi ginjal :
- Ureum : 15 mg/dl (20 – 40 mg/dl)
- Creatinin: 0,91 mg/dl (0,7 – 1,2mg/dl)
- Natrium :142 mEq/L (135-145mEq/L)
c. Asam urat : 7,4 mg/dl (W : 2,4-6 mg/dl ; P
: 3-7 mg/dl)
d. Elektrolit :
- Kalium: 4,3 mEq/L (3,5-5,3 mEq/L)
- Klorida: 105 mEq/L (97-107 mEq/L)
e. Protein total: 6,9 g/dl (6-8,5 g/dl)
f. Lipid profil :
- Kolesterol total : 153 mg/dl ( <200
mg/dl)
- LDL direk : 47 mg/dl (<100 mg/dl)
- Kolesterol HDL direk : 27 mg/dl (≥40
mg/dl)
- Trigliserida : 464 mg/dl (<150 mg/dl)
7. Kemungkinan didapatkan hasil pemeriksaan
diagnostic:
a. EKG klien : Sinus Takikardi
b. Foto thoraks : cardiomegali
c. Echocardiography :
44
- Dimensi ruang jantung : dalam batas
normal, dengan LV mass index : 61,9
g/m2 , RWT : 0,54 g/m2, (hipertrofi
konsentrik remodeling)
- Ef : 71 %
- Analisa segmental :global
normokinetik
- RV fungsi sistolik :baik
- Katup-katup dalam batas normal
DS :
1. Klien mengeluh pusing
2. Klien mengatakan makan tidak teratur
3. Kemungkinan klien mengatakan matanya
berkunang-kunang
4. Kemungkinan klien mengatakan tidak nafsu
makan
5. Kemungkinan klien mengeluh mual saat
makan
6. Kemungkinan klien sulit untuk mengunyah
makanan
7. Kemungkinan klien mengatakan suka
mengkonsumsi makanan yang asin
DO :
1. Kemungkinan didapatkan TTV klien :
- TD : 160/110 mmHg
- HR : 130 x/menit
- S : 370 C
- RR : 20 x/menit
2. Kemungkinan klien mempunyai TB : 170 cm,
BB : 45 kg
3. Kemungkinan BB klien mengalami penurunan
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Anoreksia,
Intake nutrisi
tidak adekuat,
perubahan factor
psikologis
45
dari 60 kg menjadi 45 kg dalam waktu 5 bulan
4. Kemungkinan klien tampak kurus
5. Kemungkinan klien tampak lemah
6. Kemungkinan kulit klien tampak pucat dan
akral dingin
7. Kemungkinan membrane mukosa klien
tampak pucat
8. Kemungkinan tampak gigi klien banyak yang
ompong
9. Kemungkinan klien tampak tidak
menghabiskan makanannya
10. Kemungkinan klien tampak gelisah
DS :
1. Klien mengatakan berumur 70 tahun
2. Klien mengeluh pusing
3. Kemungkinan klien mengatakan matanya
berkunang-kunang
4. Kemungkinan klien mengeluh mengalami
kesulitan untuk tidur
5. Kemungkinan klien mengatakan mempunyai
riwayat jatuh
6. Kemungkinan klien mengeluh sering nyeri
pada lututnya
DO:
1. Klien kadang-kadang tampak marah
2. Klien tampak tidak mau bergaul dengan
teman-temannya.
3. Kemungkinan didapatkan TTV klien :
- TD : 160/110 mmHg
- HR : 130 x/menit
- S : 370 C
- RR : 20 x/menit
Resiko Cidera Malnutrisi, usia
perkembangan
(fisiologis,
psikososial),
penurunan
kekuatan
ekstrimitas
46
4. Kemungkinan klien mempunyai TB : 170 cm,
BB : 45 kg
5. Kemungkinan BB klien mengalami penurunan
dari 60 kg menjadi 45 kg
6. Kemungkinan klien tampak kurus
7. Kemungkinan klien tampak lemah
8. Kemungkinan kulit klien tampak pucat dan
akral dingin
9. Kemungkinan membrane mukosa klien
tampak pucat
10. Kemungkinan tampak gigi klien banyak yang
ompong
11. Kemungkinan klien tampak tidak
menghabiskan makanannya
12. Kemungkinan klien tampak gelisah
13. Kemungkinan kllien tampak konfusi
14. Kemungkinan klien tampak berjalan
menggunakan bantuan tongkat
15. Kemungkian pada penilaian kekuatan otot
klien didapatkan :
2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2
Diagnosa Keperawatan :
1. Resiko penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokontriksi,
hipertrofi/irigitas (kekakuan) ventricular, perubahanan irama jantung
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, intake nutrisi tidak
adekuat, perubahan factor psikologis
3. Resiko Cidera b.d malnutrisi, usia perkembangan (fisiologis, psikososial), penurunan
kekuatan ekstrimitas bawah
Intervensi :
47
1. Dx. Keperawatan : Resiko penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,
vasokontriksi, hipertrofi/irigitas (kekakuan) ventricular, perubahanan irama
jantung
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan irama dan
frekuensi jantung stabil
KH :
a. Kecepatan dan irama jantung teratur
b. TTV dalam batas normal
c. Denyut nadi perifer teraba
d. Pengisian kapiler cepat
e. Tidak ada odema
f. Nilai-nilai laboratorium normal
Intervensi :
a. Kaji secara teratur bukti-bukti untuk mengetahui hasil yang diharapkan
b. Seimbangkan istirahat dan aktivitas
c. Dukung klien untuk melakukan AKS sesuai kemampuan (bantu klien sesuai
kebutuhan)
d. Pantau respon terhadap program latihan awal dan lanjutan
e. Berikan oksigen tambahan (jika diperlukan)
f. Kurangi ansietas dengan cara :
1) Gunakan pendekatan dengan tenag dan meyakinkan
2) Berikan informasi ketika klien menunjukkan kesiapannya
3) Hilangkan nyeri secepatnya
4) Gunakan sentuhan dan kontak mata
5) Berikan tindakan-tindakan yang memberikan rasa nyaman
g. Pertahankan sirkulasi volume darah yang adekuat dengan cara :
1) Atur asupan cairan
2) Batasi asupan natrium (jika diperlukan)
3) Tinggikan kaki dan tungkai ketika duduk
4) Gunakan kaus kaki penekan tirah baring
5) Pastikan asupan nutrisi uang memadai
48
2. Dx. Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
intake nutrisi tidak adekuat, perubahan factor psikologis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan diharapkan
keseimbangan nutrisi terjaga
Kriteria Hasil :
- Klien mengatakan nafsu makan meningkat
- BB klien tidak mengalami penurunan drastic dan cenderung stabil
- Klien terlihat menghabiskan makanan yang disediakan
Intervensi :
a. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan, Integritas
mukosa oral, ketidakmampuan menelan, adanya tonus otot, riwayat mual atau
muntah.
R : Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah atau pilihan intervensi
yang tepat.
b. Awasi masukan atau pengeluaran dan berat badan secara periodik
R : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan
c. Selidiki anoreksi mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat
R : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasikan jika pemecahan
masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrisi.
d. Memberikan obat oral care sebelum dan sesudah penatalaksanaan respiratori
R : meningkatkan kenyamanan daerah mulut sehingga akan meningkatkan perasaan
nafsu makan.
e. Pengelolaan Nutrisi (NIC) :
- Anjurkan klien untuk mengguanakan gigi palsu atau perawatan gigi
- Berikan pasien minuman dan camilan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang
siap dikonsumsi, bila memungkinkan
- Ajarkan pasien bagaimana cara mencatat makanan harian, bila diperlukan.
f. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
R : meningkatkan intake dan nutrisi klien terutama kadar protein tinggi yang dapat
meningkatkan mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan
g. Kolaborasi ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
R : menentukan kebutuhan nutrisi yang tepat bagi pasien
h. Konsultasikan dengan ahli terapi okupasi
i. Memberikan vitamin sesuai indikasi
49
R : meningkatkan komposisi tubuh akan kebutuhan vitamin dan nafsu makan klien.
3. Dx. Keperawatan : Resiko Cidera b.d malnutrisi, usia perkembangan (fisiologis,
psikososial), penurunan kekuatan ekstrimitas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan cidera dapat
berkurang
KH : pasien/keluarga akan :
1. Mempersiapkan lingkungan yang nyaman
2. Menghindari cidera fisik.
Intervensi Prioritas NIC
1. Identifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya perubahan
status mental, keletihan, pengobatan, dan defisik motorit/sensorik (mis. Berjalan, dan
keseimbangan)
2. Identifikasi lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh (lantai licin, karpet yang
sobek, anak tangga berulang)
3. Orientasikan kembali pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini bila dibutuhkan
4. Sediakan alat bantu berjalan (seperti tongkat dan walker)
5. Yakinkan bahwa pasien menggunakan sepatu yang sesuai.
6. Ajarkan pasien/keluarga teknik untuk mencegah luka di rumah
7. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk
mencegah cedera
DAFTAR PUSTAKA
50
1. Doengoes, Marilyn C, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC, 1999
2. Price, Sylvia, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta:
EGC, 1999
3. Smeltzer, Bare, Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8,
Jakarta, EGC, 2001
4. Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
5. Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
6. Nugroho, Wahyudi. 2006. Keperawatan Gerontik. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
7. NANDA International. Diagnosis Keperawatan. 2011. Jakarta: EGC
8. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi
NIC Dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: EGC.
51