31
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia sedang menuju industrialisasi, artinya industri merupakan sarana utama untuk menunjang pembangunan. Hasil positif yang diperoleh dibarengi dengan dampak negatif proses industrialisasi itu sendiri berupa berbagai gangguan kesehatan akibat kerja. Salah satu penyakit akibat kerja itu ialah penyakit kulit akibat kerja (PKAK). Gangguan kesehatan berupa PKAK akan mengurangi kenyamanan dalam melakukan tugas dan akhirnya akan mempengaruhi proses produksi; secara makro akan mengganggu proses pembangunan secara keseluruhan. Di Indonesia, PKAK belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah atau pemimpin perusahaan walaupun jenis dan tingkat prevalensinya cukup tinggi. Sumamur (1986) memperkirakan bahwa 50-60% dari seluruh penyakit akibat kerja adalah penyakit kulit akibat kerja. Dari data sekunder ini terlihat bahwa PKAK memang mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, walaupun jenis tidak sama pada semua perusahaan. Variasi penyakit kulit di setiap perusahaan sangat berbeda, karena setiap perusahaan/industri proses produksi dan lingkungan dalam perusahaan serta bahan 1

Penyakit Kulit Akibat Kerja

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penyakit Kulit Akibat Kerja

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan di Indonesia sedang menuju industrialisasi, artinya industri

merupakan sarana utama untuk menunjang pembangunan. Hasil positif yang

diperoleh dibarengi dengan dampak negatif proses industrialisasi itu sendiri

berupa berbagai gangguan kesehatan akibat kerja.

Salah satu penyakit akibat kerja itu ialah penyakit kulit akibat kerja

(PKAK). Gangguan kesehatan berupa PKAK akan mengurangi kenyamanan

dalam melakukan tugas dan akhirnya akan mempengaruhi proses produksi; secara

makro akan mengganggu proses pembangunan secara keseluruhan. Di Indonesia,

PKAK belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah atau pemimpin

perusahaan walaupun jenis dan tingkat prevalensinya cukup tinggi.

Sumamur (1986) memperkirakan bahwa 50-60% dari seluruh penyakit

akibat kerja adalah penyakit kulit akibat kerja. Dari data sekunder ini terlihat

bahwa PKAK memang mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, walaupun jenis

tidak sama pada semua perusahaan. Variasi penyakit kulit di setiap perusahaan

sangat berbeda, karena setiap perusahaan/industri proses produksi dan lingkungan

dalam perusahaan serta bahan yang dipergunakan di setiap perusahaan berbeda-

beda. Untuk itu perlu kejelian dan keterampilan petugas kesehatan termasuk

dokter perusahaan untuk menilai dan melihat proses produksi dalam perusahaan,

serta menilai bahan yang dipergunakan/dipakai/diperoleh dalam perusahaan

tersebut, yang mungkin dapat menimbulkan PKAK.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas

masalah yang berhubungan dengan penyakit kulit akibat kerja, sehingga dapat

meningkatkan kesehatan kerja pada tenaga kerja.

1

Page 2: Penyakit Kulit Akibat Kerja

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja merupakan program kesehatan yang penting. Seorang

kepala keluarga merupakan kekuatan utama ekonomi sebuah keluarga. Apabila

kepala keluarga yang bekerja tersebut jatuh sakit maka bisa dipastikan

penghasilan keluarganya juga akan berkurang, sehingga status ekonomi keluarga

juga akan menurun. Pada masyarakat miskin akan berdampak langsung terhadap

status gizi dan kesehatan keluarganya. Apabila masyarakat pekerja sehat dan

produktif akan berdampak pada produktifitas suatu perusahaaan atau masyarakat

dan akhirnya berujung pada produktifitas bangsa dan negara. Dengan demikian

pekerja yang sehat menentukan kesejahteraan suatu bangsa dan negara.

Dari data BPS tahun 2005, tercatat jumlah penduduk usia kerja (15-54

tahun) berjumlah 22.214.459 jiwa atau 10,2% dari jumlah penduduk. Dengan

rincian tempat bekerja pada sektor perdagangan (26,1%), sektor industri (18,5%),

jasa (17%), angkutan (13,3%), pertanian (11%), bangunan (9,7%) sektor listrik,

minyak dan gas (0,5%). Dengan demikian sasaran kesehatan kerja sangat banyak

dan harus ditangani secara serius.

Masalah kesehatan kerja yang juga harus ditangani secara serius adalah

pekerja anak pada usia 10-17 tahun. Data Sakernas tahun 2004 pekerja anak usia

10-17 tahun mencapai 2.865.073 jiwa. Tersebar di sektor pertanian, kehutanan,

perburuan dan perikanan (55,1%), pertambangan (1,3%), industri pengolahan

(13,2%), listrik, gas dan air (0,04%), bangunan (1,9%), perdagangan besar, eceran

rumah makan dan hotel (17,1%), angkutan, pergudangan dan komunikasi (2,4% ),

keuangan, asuransi dan usaha persewaan (0.08%) serta jasa kemasyarakatan

(8,2%).

International Labour Organization (ILO) tahun 2002 melaporkan bahwa

setiap tahun 2 (dua) juta orang meninggal dan terjadi 160 juta kasus PAK serta

270 juta kasus kecelakaan akibat kerja. Kejadian ini mengakibatkan dunia

mengalami kerugian setara dengan 1, 25 trilun dolar atau 4% GNP dunia. Dari 27

negara yang dipantau ILO (2001), data kematian pekerja di Indonesia berada pada

posisi 26.

2

Page 3: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Data Jamsostek (2003) menunjukkan bahwa setiap hari kerja terjadi 7

kematian pekerja dari 400 kasus kecelakaan akibat kerja dengan 9,83% (10.393

kasus) mengalami cacat dan terpaksa tidak mampu bekerja lagi. Data lain

menyebutkan, hingga triwulan pertama 2004, tercatat 20.937 kasus kecelakaan

kerja, sehingga setiap hari terjadi 49 kasus kecelakaan kerja dengan lima korban

meninggal per hari. Hingga Agustus 2004 jumlah tersebut meningkat menjadi

86.880 kasus. Angka ini hanya merupakan angka yang dilaporkan sedangkan

angka yang sesungguhnya belum diketahui secara pasti. Hal ini seperti fenomena

puncak gunung es.

Dengan fakta-fakta data-data dan uraian informasi diatas tidak bisa

dipungkiri bahwa kesehatan kerja sangat layak menjadi program unggulan yang

akan datang di Indonesia.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku

tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu

prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa

antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa

Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan

masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu

gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam

lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu

secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu

bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari

pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat

meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Penelitian WHO pada pekerja tentang penyakit kerja di 5 (lima) benua

tahun 1999, memperlihatkan bahwa penyakit gangguan otot rangka (Musculo

Skeletal Disease) pada urutan pertama 48%, kemudian gangguan jiwa 10-30%,

penyakit paru obstruksi kronis 11%, penyakit kulit (Dermatosis) akibat kerja 10%,

gangguan pendengaran 9%, keracunan pestisida 3%, cedera dan lain-lain.

3

Page 4: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Kesehatan Dunia tahun 2002 menempatkan resiko kerja pada urutan ke

sepuluh penyebab terjadinya penyakit dan kematian. Dilaporkan bahwa faktor

resiko kerja memberikan kontribusi pada penyakit berikut: 37 % penyakit tulang

belakang, 16% kehilangan pendengaran, 13% penyakit paru obstruksi kronis, 11%

asma, 10% kecelakaan, 9% kanker paru dan 2% Leukemia. Kematian yang juga

disebabkan kecelakaan akibat kerja berjumlah 310.000 tiap tahun dan hampir

146.000 kematian kemungkinan disebabkan oleh hubungan kerja dengan

karsinogen.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian

materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi

secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak

pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan

petugas kesehatan dan non-kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam

dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di

beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan

peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya

kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.

Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-

alat pengaman walaupun sudah tersedia.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya

kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,

masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

2.2. Penyakit Akibat Kerja

Masalah kesehatan kerja adalah adanya penyakit yang timbul akibat kerja,

penyakit akibat hubungan kerja ataupun kecelakaan akibat kerja, yang disebabkan

adanya interaksi antara pekerja dengan alat, metode dan proses kerja serta

lingkungan kerja.

4

Page 5: Penyakit Kulit Akibat Kerja

PAK merupakan sebuah efek samping yang terjadi saat bekerja sehingga

diperlukan sebuah sistem, yakni sitem K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

pada setiap perusahaan. Maka untuk menunjang sistem tersebut, dibutuhkan APD

(Alat Pelindung Diri). Selain APD, pengetahuan dari pekerja itu sendiri mengenai

PAK ataupun mengenai risiko kerja sangat dibutuhkan. Sedangkan gambaran

pekerjaan yang perlu diketahui adalah :

1. Jenis pekerjaan (saat ini dan sebelumnya)

2. Gerakan dalam bekerja

3. Tugas yang berat/berlebihan

4. Perubahan/pergeseran kerja

5. Iklim di tempat kerja

6. Pekerjaan lain/paruh waktu seperti ibu rumah tangga, sebagai orang tua

dan lain-lain

Untuk mengetahui pajanan (peristiwa/risiko penularan) di tempat kerja, maka

perlu diketahui:

1. Pajanan yang ada saat ini dan sebelumnya (fisik, biologi, kimia, dan

psikososial) dengan membuat daftar pertanyaan

2. Riwayat mengalami kecelakaan atau kejadian dalam penggunaan bahan

kimia, misalnya: menumpahkan bahan kimia, dll.

3. Bekerja dengan pajanan pada tempat yang terbatas

2.2.1. Pengertian Penyakit Akibat Kerja

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan

pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di

Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:

- Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease

5

Page 6: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat

dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang

sudah diakui.

- Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease

Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor

pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam

berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks

- Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working Populations

Adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab

ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi

kesehatan.

2.2.2. Identifikasi Penyakit Akibat Kerja

Sebelum menentukan penyakit tersebut disebabkan karena risiko

pekerjaan, dibutuhkan diagnosis yang tepat dan untuk menunjang diagnosis

tersebut, maka diperlukan beberapa sumber dalam menyelidiki secara adekuat

hubungan antara pekerjaan dengan penyakit.

Keberhasilan identifikasi PAK diberbagai kelompok pekerjaan tergantung

dari riwayat pasien secara keseluruhan. Untuk mempertegas diperlukan

pemeriksaan laboratorium (biomonitoring dan tes klinik), penilaian paparan

lingkungan secara tepat dengan memperhatikan legalitas, etika dan faktor

sosioekonomi. Selain itu juga perlu diketahui garis besar riwayat pekerjaan, serta

gambaran pekerjaan saat ini dan saat yang lalu.

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses timbulnya PAK:

1. Pejamu (Host)

Sebagai pejamu adalah manusia (pekerja).

2. Penyebab (Agent)

6

Page 7: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Adalah bahan yang dikerjakan atau yang dihasilkan dan alat yang

dipakai untuk pekerjaan (material, mesin, dan alat-alat).

3. Lingkungan (Environment)

Berkaitan dengan lingkungan kerjanya seperti:

o Panas yang menyebabkan Heat Stroke (penyakit akibat panas).

o Sikap kerja yang menyebabkan cedera tubuh.

Terdapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja,

berikut beberapa jenisnya yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit

yang ada di tempat kerja.

1. Golongan fisik: Bising, radiasi, suhu ekstrem, tekanan udara, vibrasi, dan

penerangan.

2. Golongan kimiawi: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas,

larutan, dan kabut.

3. Golongan biologik: Bakteri, virus, jamur dan lain-lain.

4. Golongan fisiologik/ergonomik: Desain tempat kerja dan beban kerja.

5. Golongan psikososial: Stres psikis, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan,

dan lain-lain.

Di negara maju faktor fisik, biologi dan kimiawi sudah dapat dikendalikan,

sehingga golongan fisiologik dan psikososial yang menjadi penyebab utama.

Beberapa penyakit akibat kerja/penyakit akibat hubungan kerja:

1. Penyakit saluran pernafasan

- Akut misalnya, asma akibat kerja.

- Kronis misalnya, asbestosis.

7

Page 8: Penyakit Kulit Akibat Kerja

- Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).

- Edema paru akut.

- Dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.

2. Penyakit kulit

Pada umumnya tidak spesifik, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh

sendiri. Dermatitis kontak dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang

berhubungan dengan pekerjaan. Riwayat pekerjaan penting dalam

mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka atau karena

faktor lain.

Penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh 4 faktor:

1) Faktor kimiawi, dapat berupa iritasi primer, alergen atau karsinogen.

2) Faktor mekanis/fisik, seperti getaran, gesekan, tekanan, trauma, panas, dingin,

kelembaban udara, sinar radioaktif.

3) Faktor biologis, seperti jasad renik (mikroorganisme) hewan dan produknya,

jamur, parasit dan virus.

4) Faktor psikologis (kejiwaan); ketidakcocokan pengelolaan perusahaan sering

membuat konflik di antara pegawai dan dapat menimbulkan gangguan pada kulit

seperti neurodermatitis.

3. Kerusakan pendengaran

Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang

lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara

detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran.

Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya pendengaran.

4. Gejala pada punggung dan sendi

Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung

yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan

pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis

dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.

5. Kanker

8

Page 9: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus kanker yang disebabkan

oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen

sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada

Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.

6. Coronary artery disease

Oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.

7. Penyakit liver

Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis

karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.

8. Masalah neuropsikiatrik

Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan.

Neuropati perifer, sering dikaitkan dengan diabetes, pemakaian alkohol atau tidak

diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau

masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari

stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I

solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen,

timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.

Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.

9. Penyakit yang tidak diketahui sebabnya

- Alergi.

- Gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau

lingkungan.

- Sick building syndrome.

- Multiple Chemical Sensitivities (MCS), mis: parfum, derivat petroleum,

rokok.

9

Page 10: Penyakit Kulit Akibat Kerja

2.3. Penyakit Kulit Akibat Kerja

Kulit merupakan organ tubuh yang terpenting yang berfungsi sebagai

sawar (barrier), karena kulit merupakan organ pemisah antara bagian di dalam

tubuh dengan lingkungan di luar tubuh. Kulit secara terus-menerus terpajan

terhadap faktor lingkungan, berupa faktor fisik, kimiawi, maupun biologik.

Bagian terpenting kulit untuk menjalankan fungsinya sebagai sawar adalah

lapisan paling luar, disebut sebagai stratum korneum atau kulit ari. Meskipun

ketebalan kulit hanya 15 milimikro, namun sangat berfungsi sebagai penyaring

benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Apabila terjadi kerusakan yang

disebabkan oleh faktor lingkungan dan melampaui kapasitas toleransi serta daya

penyembuhan kulit, maka akan terjadi penyakit.

Kulit adalah bagian tubuh manusia yang cukup sensisitif terhadap berbagai

macam penyakit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya,

faktor lingkungan dan kebiasaan sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih

akan membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya. Salah satu

lingkungan yang perlu diperhatikan adalah lingkungan kerja, yang bila tidak

dijaga dengan baik dapat menjadi sumber munculnya berbagai penyakit kulit.

Sejak dahulu di seluruh dunia telah dikenal adanya reaksi tubuh terhadap

bahan atau material yang ada di lingkungan kerja. Dalam Ilmu Kesehatan Kulit

dikenal, pada individu atau pekerja tertentu baik yang berada di negara

berkembang maupun di negara maju, dapat mengalami kelainan kulit akibat

pekerjaannya. Penyakit Kulit Akibat Kerja (PAK) dikenal secara populer karena

berdampak langsung terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktif.

Istilah PAK dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh

jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena pekerjaan

yang dilakukan.

Apabila ditinjau lebih lanjut, penyakit kulit akibat kerja (PKAK) sebagai

salah satu bentuk penyakit akibat kerja, merupakan jenis penyakit akibat kerja

terbanyak yang kedua setelah penyakit muskulo-skeletal, berjumlah sekitar 22

persen dari seluruh penyakit akibat kerja. Data di Inggris menunjukkan 1,29 kasus

per 1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis

penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95% merupakan dermatitis kontak,

10

Page 11: Penyakit Kulit Akibat Kerja

sedangkan yang lain merupakan penyakit kulit lain seperti akne, urtikaria kontak,

dan tumor kulit.

Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat

pekerjaan seseorang, maka kulit merupakan organ tubuh yang paling sering

terkena, yakni 50% dari jumlah seluruh penderita Penyakit Akibat Kerja (PAK).

Dari suatu penelitian epidemiologik di luar negeri mengemuka, PAK dapat

berdampak pada hilangnya hari kerja sebesar 25% dari jumlah hari kerja. Secara

umum, tampaknya hingga kini kelengkapan data PAK masih menjadi salah satu

tantangan, karena PAK acapkali tidak teramati atau tidak teridentifikasi dengan

baik akibat banyaknya faktor yang harus dikaji dalam memastikan jenis penyakit

ini.

2.3.1. Insidensi dan Prevalensi PKAK

Data mengenai insidens dan prevalensi penyakit kulit akibat kerja sukar

didapat, termasuk dari negara maju, demikian pula di Indonesia. Umumnya

pelaporan tidak lengkap sebagai akibat tidak terdiagnosisnya atau tidak

terlaporkannya penyakit tersebut. Hal lain yang menyebabkan terjadinya variasi

besar antarnegara adalah karena sistem pelaporan yang dianut berbeda. Effendi

(1997) melaporkan insiden dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 50 kasus per

tahun atau 11,9% dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di

Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

Di AS angka statistik berasal dari survei yang dilakukan oleh Bureau of

Labor Statistic pada industri swasta yang didata secara random. Di Inggris

pelaporan melibatkan dokter spesialis kulit yang bekerja pada beberapa pusat

kesehatan. Diagnosis ditetapkan secara sederhana termasuk menetapkan jenis

pekerjaan yang dilaksanakan. Pengamatan yang dilaksanakan pada berbagai jenis

pekerjaan di berbagai negara barat mendapatkan insiden terbanyak terdapat pada

penata rambut 97,4%, pengolah roti 33,2% dan penata bunga 23,9%.

Apabila ditinjau dari masa awitan penyakit, maka masa awitan terpendek

adalah dua tahun untuk pekerjaan penataan rambut, tiga tahun untuk pekerjaan

11

Page 12: Penyakit Kulit Akibat Kerja

industri makanan, dan empat tahun untuk petugas pelayanan kesehatan dan

pekerjaan yang berhubungan dengan logam.

Ditemukan pula pengaruh gender, perempuan dikatakan lebih berisiko

mendapat penyakit kulit akibat kerja dibandingkan dengan laki-laki. Berkaitan

dengan umur, maka umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insidens penyakit

kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengalaman

yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat pelindung

diri. Sensitisasi sesuai dengan jenis pekerjaan terjadi pada 52 persen kasus.

Di beberapa negara maju telah berhasil mendata PAK, misalnya di Swedia

prosentase PAK 50% dari seluruh jenis PAK. Sedang di Singapura, angka ini

berkisar 20%. Ada dua kelompok besar dalam penggolongan PAK ini, yakni PAK

eksematosa dan PAK non-eksematosa.

2.3.2. Bentuk-Bentuk PKAK

Di dalam Ilmu Kesehatan Kulit, istilah eksematosa sama dengan

dermatitis. Pengertian dermatitis akibat kerja adalah proses patologis kulit berupa

peradangan yang ditandai oleh rasa gatal, dapat berupa penebalan/bintil

kemerahan, multipel mengelompok atau tersebar, kadang bersisik, berair dan

lainnya. Akibat permukaan kulit terkena bahan atau unsur-unsur yang ada di

lingkungannya (faktor eksogen) pada waktu melakukan pekerjaan dan pengaruh-

pengaruh yang terdapat di dalam lingkungan kerja. Namun demikian, untuk

terjadinya suatu jenis dermatitis atau beratnya gejala dermatitis, kadang-kadang

dipengaruhi pula oleh faktor kerentanan kulit seseorang (faktor endogen).

Lebih dari 90% PKAK merupakan jenis PKAK eksematosa, sedang

sisanya kira-kira 10% berupa PKAK non-eksematosa. Termasuk di dalam PKAK

eksematosa adalah Dermatitis Kontak Iritan (DKI), Dermatitis Kontak Alergi

(DKA), serta Urtikaria. Di antara ketiga jenis ini, umumnya DKI lebih sering

terjadi.

Secara tidak disadari, sebenarnya di lingkungan kerja kita mungkin ada

bahan, barang atau unsur yang dapat bersifat melukai kulit, mengiritasi kulit,

menyebabkan alergi kulit, menyebabkan infeksi kulit, maupun menyebabkan

12

Page 13: Penyakit Kulit Akibat Kerja

perubahan pigmen kulit jika menempel pada kulit. Bahkan, masih ada bahan atau

unsur yang bersifat memicu terjadinya keganasan pada kulit (kanker kulit).

Terjadinya PKAK dipengaruhi oleh jenis PKAK dan faktor individual

pekerja, seperti kulit terang, jenis kulit kering, kulit berminyak, mudah

berkeringat, kebersihan diri yang kurang, penyakit kulit yang sudah ada, serta

kemungkinan trauma kulit yang sudah ada sebelumnya. Sedang untuk kejadian

luar biasa (KLB) PKAK, jarang terjadi.

Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PKAK, terbanyak bersifat

non-alergi atau iritan. Sekitar 90.000 jenis bahan sudah diketahui dapat

menimbulkan dermatitis. DKI merupakan jenis PKAK yang paling sering terjadi

di antara para pekerja, dibandingkan dengan Dermatitis Kontak Alergika (DKA).

Dermatitis kontak secara umum merupakan penyakit spesifik-lingkungan,

yaitu suatu peradangan kulit akibat bahan yang berasal dari lingkungan. Terdapat

dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dematitis

kontak alergik (DKA). Kedua jenis tersebut kadang-kadang sangat sukar

dibedakan secara klinis, meskipun keduanya berbeda dalam patogenesis yang

mendasarinya. Insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi dibandingkan dengan

dermatitis kontak alergik.

2.3.2.1. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan kelainan sebagai akibat pajanan

dengan bahan toksik non-spesifik yang merusak epidermis dan atau dermis.

Umumnya setiap orang dapat terkena, bergantung pada kapasitas toleransi

kulitnya. Penyakit tersebut mempunyai pola monofasik, yaitu kerusakan diikuti

dengan penyembuhan.

Dermatitis kontak iritan dapat terjadi melalui dua jalur: efek langsung

iritan terhadap keratinosit dan kerusakan sawar kulit. Efek langsung iritan pada

keratinosit, pada DKI akut, penetrasi iritan melewati sawar kulit akan merusak

keratinosit dan merangsang pengeluaran mediator inflamasi diikuti dengan

aktivasi sel T. Selanjutnya terjadi akumulasi sel T dengan aktivasi tidak lagi

bergantung pada penyebab. Hal tersebut dapat menerangkan kesamaan jenis

infiltrat dan sitokin yang berperan antara DKI dan DKA. Peradangan hanya

13

Page 14: Penyakit Kulit Akibat Kerja

merupakan salah satu aspek sindrom DKI. Apabila terjadi pajanan dengan

konsentrasi suboptimal maka reaksi yang terjadi langsung kronik.

Stratum korneum atau kulit ari merupakan sawar kuli yang sangat efektif

terhadap berbagai bahan iritan karena pembaharuan sel terjadi secara

berkesinambungan dan proses penyembuhan berlangsung cepat. Apabila waktu

pajanan lebih pendek daripada waktu penyembuhan, sehingga sel-sel keratinosit

tidak sempat sembuh, maka akan terjadi gejala klinis DKI kumulatif. Kerusakan

sawar lipid berhubungan dengan kehilangan daya kohesi antar korneosit dan

deskuamasi diikuti dengan peningkatan trans-epidermal water loss (TEWL). Hal

tersebut merupakan rangsangan untuk memacu sintesis lipid, proliferasi

keratinosit dan hiperkeratosis sewaktu transient sehingga dapat terbentuk sawar

kulit dalam keadaan baru.

DKI terjadi karena kerusakan organ kulit secara langsung (bukan suatu

proses imunologis) akibat efek toksik bahan yang bersifat kimiawi ataupun fisik

yang menempel pada permukaan kulit. DKI kronis terjadi karena iritan relatif,

seperti sabun, pelarut, air, deterjen, minyak sintetis, kerosen, formalin, merkuri

anorganik, terpentin, photographic developer, dan lain-lain yang menempel pada

kulit dalam jangka waktu panjang dan berulang. Seringkali baru timbul bila ada

faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi; oleh karena itu sering

disebut traumatic dermatitis. Kelainan yang ditimbulkan adalah dalam beberapa

hari bahkan sampai beberapa bulan setelah terkena bahan penyebab, berupa

hiperpigmentasi, hiperkeratosis, likenifikasi, fisur dan kadang-kadang eritem serta

vesikel. Kulit terasa gatal, tampak kering, kasar, bersisik halus, kemerahan,

menebal, kadang kulit pecah-pecah. Dermatitis kontak oleh karena iritan absolut

biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan iritan, dan semua orang akan

terkena. bahan iritan absolut seperti asam kuat, basa kuat, garam logam berat

dengan konsentrasi kuat.

Pada kondisi tertentu di tempat kerja, yakni udara panas dan pengap, atau

suhu ruang yang amat dingin, berpakaian nilon dan lain-lain dapat meningkatkan

kepekaan kulit atau memudahkan kulit pekerja terkena DKI. DKI itu sendiri

adalah penyakit kulit yang terjadi akibat menempelnya sesuatu bahan atau unsur

yang disebut sensitizer pada permukaan kulit. Proses terjadinya penyakit

14

Page 15: Penyakit Kulit Akibat Kerja

tergantung sistem kekebalan seseorang yang ditandai dengan kulit gatal

kemerahan, mungkin bengkak, terdapat bintil merah, bintil berair berjumlah

banyak yang tampak tidak hanya terbatas pada area kulit yang terkena bahan

penyebab, tetapi dapat meluas di luar area kulit yang terkena bahan penyebab,

bahkan dapat ke seluruh permukaan kulit.

Untuk mengantisipasi hal ini perlu pembersih kulit yang tidak bersifat

iritatif atau melukai permukaan kulit. Untuk pencegahannya, perlu alat pelindung

yang tepat di tempat kerja, setelah dilakukan pengamatan oleh petugas yang

berkompeten.

2.3.2.2. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi dapat terjadi bila bahan LMW seperti lateks dan

nickel, sebagai hapten berikatan dengan protein pembawa di kulit dan

menimbulkan dermatitis kontak alergi Tipe IV.

Hapten bergabung dengan protein pembawa menjadi alergen lengkap.

Alergen lengkap difagosit oleh makrofag dan merangsang limfosit yang ada di

kulit yang mengeluarkan limfosit aktivasi faktor (LAF). Sel limfosit kemudian

berdiferensiasi membentuk subset sel limfosit T memori (sel Tdh) dan sel limfosit

T helper dan sel T suppresor. Sel T memori ini bila menerima informasi alergen

yang sudah dikenal masuk ke dalam kulit, maka sel Tdh akan mengeluarkan

limfokin (faktor sitotoksis, faktor inhibisi migrasi, faktor kemotaktik dan faktor

aktivasi makrofag.

Dengan dilepaskannya berbagai faktor ini maka akan terjadi pengaliran sel

mas dan sel basofil, ke arah lesi, dan timbullah proses radang yang merupakan

manifestasi reaksi dermatitis kontak alergis. Gambaran klinis umumnya berupa

papul, vesikel dengan dasar eritem dan edema, disertai rasa gatal.

Dalam perusahaan sering ditemukan beberapa bahan kimia yang

mempunyai gugusan rumus kimia yang sama. Apabila pekerja sudah sensitif

terhadap suatu zat kimia, maka ia akan mudah menjadi sensitif terhadap zat-zat

lain yang mempunyai rumus kimia yang bersamaan, misalnya prokain, benzokain,

paraaminobensen mempunyai gugus bensen yang sama. Apabila seseorang

sensitif terhadap prokain maka akan lebih mudah sensitif terhadap benzokain atau

PABA; ini disebut sensitisasi silang.

15

Page 16: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Pengetahuan sensitisasi silang ini sangat penting untuk menentukan

penempatan seseorang pegawai. Yang sudah sensitif terhadap suatu zat, jangan

lagi ditempatkan pada tempat yang mengandung bahan yang mempunyai rumus

kimia serupa.

Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) paling sering, yakni sekitar 90%,

menyerang tangan. Ini berpengaruh pada gejala dan perasaan seseorang.

Misalnya, rasa gatal dan sakit pada waktu melaksanaan pekerjaan, serta rasa

kurang nyaman pada waktu melayani seseorang ketika menggunakan tangan.

Sedangkan eksim lebih banyak berlokasi di daerah muka dan bagian tubuh

lain. Ini berdampak pada perasaan malu sehingga akan lebih besar pengaruhnya

terhadap aktivitas sehari-hari, kinerja, dan hubungan dengan orang lain. DKAK

paling sering disebabkan oleh logam. Pada perempuan DKAK disebabkan oleh

nikel, sedangkan pada laki-laki oleh kromat.

2.3.2.3. Reaksi Fotosensitisasi

1) Reaksifototoksik

Reaksi fototoksik terjadi karena adanya bahan iritan, tetapi baru dapat timbul

dengan bantuan sinar matahari (sinar ultra violet); bentuk klinisnya sama seperti

dermatitis kontak iritan. Reaksi fotoiritan dapat timbul karena bahan pengawet

kayu atau residu beberapa zat lem kayu dan keramik.

2) Reaksifotoalergi

Reaksi fotoalergi terjadi oleh karena bahan photosensitizer, dibantu dengan sinar

ultraviolet dengan panjang gelombang 320-425 nm. Bentuk klinis reaksi

fotoalergis umumnya menyerupai dermatitis kontak alergis. Daerah tubuh yang

terkena terutama bagian tubuh yang terpajan matahari seperti dahi, pipi, dan

lengan bagian luar. Reaksi fotoalergi dapat timbul karena bahan seperti ter kayu,

obat antihistamin topikal, zat warna, dan lain-lain.

2.3.2.4. Kelainan karena Faktor Fisik

a) Luka bakar (karena panas) dalam bentuk luka bakar tingkat I, II, dan III.

b) Cold urticaria timbul oleh karena dingin.

16

Page 17: Penyakit Kulit Akibat Kerja

c) Immersion foot timbul bila kaki terlampau lama terendam dalam air dingin,

tanpa menjadi beku tetapi timbul gangren.

d) Frostbite/congelatio, radang kedinginan, kulit terasa sakit, menjadi bengkak,

pucat, mengeluarkan cairan serous.

e) Radiodermatitis, dapat berupa eritem, ulserasi, dan hiperpigmentasi, actinic

keratosis atau permulaan keganasan.

f) Heat rash, miliaria rubra; kulit menjadi merah disertai papulovesikel yang

milier.

2.3.2.5. Kelainan karena faktor biologis

Dapat berupa infeksi kulit. Yang disebabkan oleh bakteri dapat

menimbulkan folikulitis, akne, pioderma atau ulkus piogenik. Yang disebabkan

oleh jamur ialah dermatofitosis dan yang disebabkan kandida menyebabkan

kandidiasis.

Dermatitis akibat kerja (DAK) umumnya mempunyai prognosis buruk.

Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap pekerja logam dan pekerja konstruksi

menemukan 70% tetap menderita dermatitis meskipun telah dilakukan upaya

penghindaraan terhadap alergen penyebab dan perubahan jenis pekerjaan.

Meski dermatitis akibat kerja tidak memerlukan rawat inap, ringan, dan

umumnya dianggap sebagai risiko yang perlu diterima, pengaruh terhadap

pekerjaan dan status sosial psikologi harus diperhitungkan. Dampak dermatitis

kontak akibat kerja (DKAK) terhadap ekonomi sangat besar. Ini meliputi biaya

langsung atas pengobatan, kompensasi kecacatan dan biaya tidak langsung yang

meliputi kehilangan hari kerja dan produktivitas, biaya pelatihan ulang serta biaya

yang menyangkut efek terhadap kualitas hidup.

2.3.3. Pengobatan PKAK

Tindakan pertama ialah memutuskan mata rantai kontak dengan penderita,

selanjutnya dapat diberikan pengobatan yang sesuai dengan jenis penyakitnya.

Bila kelainan kulit akut dapat diberi obat kompres, sampai eksudasi kering.

Sesudah itu dapat dilanjutkan dengan diberi salep yang mengandung

17

Page 18: Penyakit Kulit Akibat Kerja

kortikosteroid. Bila ada infeksi sekunder dapat diberi antibiotika seperti tetrasiklin

atau eritromisin. Bila ada infeksi jamur diberi obat anti jamur.

2.3.4. Pencegahan PKAK

Prevalensi dermatitisis akibat kerja dapat diturunkan melalui pencegahan yang sempurna; antara lain:

1) Pendidikan

Diberi penerangan atau pendidikan pengetahuan tentang kerja dan pengetahuan

tentang bahan yang mungkin dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Selain itu,

cara mempergunakan alat dan akibat buruk alat tersebut harus dijelaskan kepada

karyawan.

2) Memakai alat pelindung

Sebaiknya para karyawan diperlengkapi dengan alat penyelamat atau pelindung

yang bertujuan menghindari kontak. dengan bahan yang sifatnya merangsang atau

karsinogen. Alat pelindung yang dapat dipergunakan misalnya baju pelindung,

sarung tangan, topi, kaca mata pelindung, sepatu, krim pelindung, dan lain-lain.

3) Melaksanakan uji tempel/uji tempel foto

Maksudnya adalah mengadakan uji tempel pada calon pekerja sebelum diterima

pada suatu perusahaan. Berdasarkan hasil uji tempel ini karyawan baru dapat

ditempatkan di bagian yang tidak mengandung bahan yang rentan terhadap

dirinya.

4) Pemeriksaan kesehatan berkala

Bertujuan untuk mengetahui dengan cepat dan tepat apakah karyawan sudah

menderita penyakit kulit akibat kerja. Apabila dapat diketahui dengan cepat, dapat

diberi pengobatan yang adekuat atau dipindahkan ke tempat lain yang tidak

membahayakan kesehatan dirinya.

5) Pemeriksaan kesehatan secara sukarela

18

Page 19: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Karyawan dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter secara sukarela apakah

ada menderita suatu penyakit kulit akibat kerja.

6) Pengembangan teknologi

Kerjasama antara dokter, ahli teknik, ahli kimia dan ahli dalam bidang tenaga

kerja untuk mengatur alat-alat kerja, cara kerja atau memperhatikan bahan yang

dipergunakan dalam melakukan pekerjaan untuk mencegah kontaminasi kulit.

BAB 3

PENUTUP

Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) dikenal secara populer karena

berdampak langsung terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktif.

Istilah PKAK dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh

jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena pekerjaan

yang dilakukan.

Dengan kemajuan industri sekarang ini, penyakit akibat kerja diperkirakan

akan semakin banyak dan salah satunya adalah penyakit kulit akibat kerja.

Umumnya penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

faktor kimiawi, fisik/mekanis dan biologis. Dermatitis kontak merupakan kelainan

kulit yang terbanyak di antara penyakit kulit akibat kerja.

Untuk mencegah terjangkitnya penyakit kulit akibat kerja maka perawatan

dan perlindungan kulit sangat penting. Program perlindungan kulit ini tidak hanya

melibatkan pekerja tapi juga pemberi kerja sebagai penyedia sarana serta

melibatkan peraturan atau perundang-undangan.

19

Page 20: Penyakit Kulit Akibat Kerja

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15DermatitisAkibatKerja107.pdf/ 15DermatitisAkibatKerja107.html

2. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/ 14_PenyakitKulitdiKalanganTenagaKerja.pdf/14_PenyakitKulitdiKalanganTenagaKerja.html

3. http://penyakitakibatkerja.blogspot.com/2008/12/penyakit-akibat-kerja-k.html

4. http://leatherindonesia-blognews.blogspot.com/2009/08/dermatitis-kontak- alergika-pada-pekerja.html

5. http://hiperkes.wordpress.com/2008/04/04/langkah-diagnosis-penyakit-

akibat-kerja/

20