26
©2003 Digitized by USU digital library 1 HUBUNGAN KADAR TROPONIN-T DENGAN GAMBARAN KLINI S PENDERITA SINDROMA KORONER AKUT ELIAS TARIGAN Bagian Ilmu P enyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara BAB-I PENDAHULUAN Pertanda biokimia dewasa ini dan di masa yang akan datang aka terus mempunyai peran penting pada diagnostik, stratifikasi maupun pengobatan penderita dengan sindroma koroner akut. Penatalaksanaan dengan metode intervensi yang agresif namun rasional diperlukan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian pada sindroma koroner akut. Masalahnya adalah belum sempurnanya petanda yang dapat dipakai dengan mudah namun dapat sepenuhnya dipercaya untuk deteksi dini terjadinya perburukan kejadian koroner pada sindroma koroner akut . Pemeriksaan histopatologis ternyata membuktikan adanya kerusakan minimal pada sel miokard atau mikro infark pada seluruh permukaan miokardium penderita sindroma koroner akut yang mengalami perburukan serangan koroner atau kematian. Kerusakan sel tersebut tidak dapat terlihat sebagai perubahan ele ktrokardiogram (EKG) ataupun dalam pemeriksaan laboratorium enzim-enzim  jantung yang selama ini rutin dikerjakan untuk diagnostik kerusakan miokard suatu sindroma is kemik akut . Akhir-akhir ini telah dikembangkan suatu pertanda biokimiawi yang baru dalam pemeriksaan kerusakan sel miosit otot jantung dengan memantau penglepasan suatu protein kontraktil sel miokard yaitu troponin T akibat disintegrasi sel pada iskemi berat. Penelitian diluar negri menunjukan bahwa troponin T ini mempunyai sensitifitas 97% dan spesifitas 99% dalam deteksi kerusakan sel miokard. Bahkan disebutkan penanda ini dapat mendeteksi kerusakan sel miosit  jantung yang sangan minimal (mikro infark), yang mana oleh penanda jantung yang lain, hal ini tidak ditemukan . Sehingga pada keadaan ini dikatakan sensitifitas dan spesitifitas troponin T lebih superior dibandingkan pemeriksaan enzim-enzim jantung lainnya. Penelitian petanda biokimia ini banyak yang berfokus padda diagnosa dini dan juga untuk menilai prognostik, karena jika ditemukan dalam plasma, penanda ini dapat mengenali kelompok pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya serangan jantung baik saat dirawat di rumah sakit (fase akut) maupun sesudah keluar dari rumah sakit . Beberapa penelitian melaporkan dengan pengukuran troponin T, suatu protein yang dilepas dari kerusakan otot jantung, merupaka indikator terbaik yang dapat digunakan untuk menilai penderita yang mempunyai resiko kematian dari serangan jantung (7-11). Penelitian pada pusat kedokteran universitas D uke di Amerika Serikat menyimp ulkan pemeriksaan tro ponin T adalah indikator yang bai k dari kerusakan otot jantu ng, terutama jika dipakai pada penderita yang dengan pemeriksaan CK-MB dan EKG tidak menunjukan suatu kerusakan otot jantung yang nyata. Dari laporan pertama Hamm dkk (1992) tentang penelitian troponin T yang meninggi pada populasi kecil dengan pasien angina pektoris tak stabil, disebutkan bahwa resiko kematian dan infark miokard selama dirawat di rumah sakit sangat meningkat, meskipun diberikan pengobatan yang adekuat . Hal yang sama pada studi FRISC, menyatakan nilai prognostik penderita sindroma koroner akut berhubungan erat dengan kadar absolut troponin T saat

penydalam-elias tarigan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 1/26

©2003 Digitized by USU digital library 1

HUBUNGAN KADAR TROPONIN-T DENGAN GAMBARAN KLINI S PENDERITASINDROMA KORONER AKUT

ELIAS TARIGAN

Bagian Ilmu P enyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara

BAB-IPENDAHULUAN

Pertanda biokimia dewasa ini dan di masa yang akan datang aka terusmempunyai peran penting pada diagnostik, stratifikasi maupun pengobatanpenderita dengan sindroma koroner akut. Penatalaksanaan dengan metodeintervensi yang agresif namun rasional diperlukan untuk mengurangi angkakesakitan dan kematian pada sindroma koroner akut. Masalahnya adalah belumsempurnanya petanda yang dapat dipakai dengan mudah namun dapat sepenuhnyadipercaya untuk deteksi dini terjadinya perburukan kejadian koroner pada sindromakoroner akut . Pemeriksaan histopatologis ternyata membuktikan adanya kerusakanminimal pada sel miokard atau mikro infark pada seluruh permukaan miokardiumpenderita sindroma koroner akut yang mengalami perburukan serangan koroner ataukematian. Kerusakan sel tersebut tidak dapat terlihat sebagai perubahanelektrokardiogram (EKG) ataupun dalam pemeriksaan laboratorium enzim-enzim

jantung yang selama ini rutin dikerjakan untuk diagnostik kerusakan miokard suatusindroma iskemik akut.

Akhir-akhir ini telah dikembangkan suatu pertanda biokimiawi yang barudalam pemeriksaan kerusakan sel miosit otot jantung dengan memantaupenglepasan suatu protein kontraktil sel miokard yaitu troponin T akibat disintegrasi

sel pada iskemi berat. Penelitian diluar negri menunjukan bahwa troponin T inimempunyai sensitifitas 97% dan spesifitas 99% dalam deteksi kerusakan selmiokard. Bahkan disebutkan penanda ini dapat mendeteksi kerusakan sel miosit

jantung yang sangan minimal (mikro infark), yang mana oleh penanda jantung yanglain, hal ini tidak ditemukan .

Sehingga pada keadaan ini dikatakan sensitifitas dan spesitifitas troponin Tlebih superior dibandingkan pemeriksaan enzim-enzim jantung lainnya. Penelitianpetanda biokimia ini banyak yang berfokus padda diagnosa dini dan juga untukmenilai prognostik, karena jika ditemukan dalam plasma, penanda ini dapatmengenali kelompok pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinyaserangan jantung baik saat dirawat di rumah sakit (fase akut) maupun sesudahkeluar dari rumah sakit . Beberapa penelitian melaporkan dengan pengukurantroponin T, suatu protein yang dilepas dari kerusakan otot jantung, merupaka

indikator terbaik yang dapat digunakan untuk menilai penderita yang mempunyairesiko kematian dari serangan jantung (7-11). Penelitian pada pusat kedokteranuniversitas Duke di Amerika Serikat menyimpulkan pemeriksaan troponin T adalahindikator yang baik dari kerusakan otot jantung, terutama jika dipakai padapenderita yang dengan pemeriksaan CK-MB dan EKG tidak menunjukan suatukerusakan otot jantung yang nyata.

Dari laporan pertama Hamm dkk (1992) tentang penelitian troponin T yangmeninggi pada populasi kecil dengan pasien angina pektoris tak stabil, disebutkanbahwa resiko kematian dan infark miokard selama dirawat di rumah sakit sangatmeningkat, meskipun diberikan pengobatan yang adekuat .

Hal yang sama pada studi FRISC, menyatakan nilai prognostik penderitasindroma koroner akut berhubungan erat dengan kadar absolut troponin T saat

Page 2: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 2/26

©2003 Digitized by USU digital library 2

dirawat. Nilai troponin T yang tinggi dalam 24 jam pertama saat dirawat, merupakanpetunjuk Yang baik sebagai nilai prognostik bebas (independent).

Penelitian substudi Global Use of Stategies to Open Occluded Arteies (GUSTO)

IIA pada 801 penderita iskemik miokard akut, membandingkan pemeriksaantroponin T, CK-MB dan EKG yang diperiksa dalam 12 -24 jam saat dirawat. Nila nilaitroponin T > 0,1 ng/ml, mempunyai korelasi positif dengan kematian dalam 30 hari(11,8% vs 3,9 %, p<0,01) dibanding dengan CK-MB dan EKG. Studi inimenyimpulkan troponin T adalah penanda prognost ik yang baik dibandingkan CK-MBdan EKG.

Schuchert A dkk meneliti pada 158 penderita angina pektoris tak stabil,dimana pada 11 penderita hasil toponin T meningkat ( >0,1 ng/ml), 5 dari 11penderita tersebut meninggal selama perawatandi rumah sakit, sedangkan 6penderita yang lain meninggal sesudah keluar dari rumah sakit salam 30 hari.

Ravkilde dkk meneliti dari 127 pasien sindroma koroner akut, didapatisebanyak 35% kadar troponin T meninggi ( >0,1 ng/ml), dalam 6 bulan kemudianterdapat 22 % penderita yang troponin T meninggi meninggal. Demikian juga olehWu dkk dari 131 penderita sindroma koroner akut yang diteliti, 21% troponin Tmeninggi dalam 1 bulan didapatkan 30% dari troponin T meninggi meninggal.Lindahl dkk dari 976 penderita sindroma koroner akut, 51% nilai troponin Tmeninggi, dalam 1 bulan kemudian didapatkan 13% dari troponin T meninggimeninggal .

Dengan banyaknya penelitian yang telah mempublikasikan tentangpenggunaan klinik pemeriksaan troponin – T serum dalam mendeteksi kerusakanmiokard, baik pada infark miokard akut, angina pektoris tak stabil maupun menilaisecara dini keberhasilan reperfusi terapi trombolitik, strarifikasi resiko danmeramalkan serangan jantung serta prediktor prognastik, sehingga pemeriksaankwalitatif troponin T ini telah disetujui oleh Food and Drug Administration di Amerikauntuk digunakan di klinik, dan saat ini telah dikembangkan alat generasi ke II(Troponin-T ELISA) dari alat ini yang dapat memeriksa troponin T secara kwantitaif yang lebih sensitif dari Boehringer Mannheim.

Penelitian tentang nilai troponin T dan hubungannya dengan perjalanan klinispenderita sindroma koroner akut belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karenaitu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut di Medan, sehingga paraklinisi dapat lebih waspada dan hati-hati pada penatalaksanaan penderita sindromakoroner akut dengan peningkatan nilai troponin T.

BAB – IITINJAUAN P USTAKA

1.1. Troponin TOtot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu filamen

tebal yang mengandung miosin dan filamen tipis yang terdiri dari aktin, tropomiosindan troponin ( gambar 1). Troponin yang berlokasi pada filamen tipis dan mengaturaktivasi kalsium untuk kontraksi otot secara teratur, merupakan suatu proteinkompleks yang terdiri dari 3 subunit dengan struktur dan fungsi yang erbeda, yaitu :1) Troponin T (TnT), @) Troponin I (TnI),3) Troponin C (TnC).

Page 3: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 3/26

©2003 Digitized by USU digital library 3

Gambar 1. Model filamen tipis otot jantung

Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari ototskelet isoform. Demikian pula TnI untuk otot jantung dan dapat dibedakan dari ototskelet lainnya dengan cara imunologik. Sebaiknya TnC ditemukan pada otot jantungdan rangka.

Kompleks troponin adalah suatu kelompok yang terdiri dari 3 subunit proteinyang berlokasi pada filamen tipis dari apparatus kontraktil, yaitu :1. Troponin C ( TnC), mengikat kalsium dan bertanggung jawab dalam proses

pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot skelet dan jantung. Beratmolekulnya adalah 18.000 Dalton.

2. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 24.000 Dalton merupakan subunitpenghambat yang mencegah kontraksi otot tanpa adanya kalsium dan troponin.

3. Troponin T (TnT) berat molekulnya 37.000 Dalton bertanggung jawab dalamikatan kompleks troponin terhadap tropomiosin.

Troponin T kardiak, suatu polipeptida yang berlokasi pada filamen tipismerupakan protein kontraktil regular, paa orang sehat TnT tidak dapat dideteksi atauterdeteksi dalam kadar yang sangat rendah, tetapi terdapat dalam sitoplasma miosit

jantung sebanyak 6% dan dalam bentuk ikatan sebanyak 94%. Troponin T lokasinyaintraseluler, terikat pada kompleks troponin dan untaian molekul tropomision.Kompleks troponin merupakan suatu protein yang mengatur interaksi aktin danmiosin bersama-sama dengan kadar kalsium intra seluler. Pada otot jantungmanusia, diperkirakan 6% dari total TnT miokardial ditemukan sebagai larutan padasitoplasmik ( fraksi bebas), yang mungkin berfungsi sebagai prekursor untuk sintesiskompleks troponin. TnT yang larut dalam cairan sitosol akan mencapai sirkulasidarah dengan cepat bila terjadi kerusakan miokard, sedangkan TnT yang terikatsecara struktural sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu( degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil. Karena pelepasan TnT terjadi dalam

2 tahap, maka perubahan kadar TnT serum pada IMA mempunyai 2 puncak (bifasik).Puncak pertama disebabkan oleh pelepasan TnT dari cairan sitosol dan puncak keduakarena pelepasan TnT yang terikat secara struktural. Sehingga pada kasus IMA, TnTkardiak akan masuk lebih dini kedalam sirkulasi darah dari pada CK-MB sehinggadalam waktu singkat kadarnya dalam darah sudah dapat diukur,s edangkan puncakkedua pelepasan TnT ini berlangsung lebih lama dibanding dengan CK-MB, sehinggadisebut jendela diagnostik yang lebih besar dibanding dengan petanda jantunglainnya. Tampaknya pelepasan troponin T beberapa jam setelah infark miokardadalah berasal dari sitoplasma, sehingga akan mencapai sirkulasi darah dengancepat. Sedangkan pelepasan yang berkepanjangan akibat dari kerusakan struksturapparatus, sehingga untuk mencapai sirkulasi darah lebih lambat karena harusmemisahkan lebih dahulu ( degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil . troponin T

Page 4: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 4/26

©2003 Digitized by USU digital library 4

kardiak terdeteksi setelah 3-4 jam sesudah kerusakan miokard dan masih tinggidalam serum selama 1-2 minggu. Dilaporkan troponin T merupakan pemeriksaanyang sangat bermanfaat terutama bila penderita IMA yang disertai dengan

kerusakan otot skelet. Pelepasan troponin T sitolitik juga sensitif terhadap perubahanperfusi arteri koroner dan dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapireperfusi.

TnT kardiak merupakan protein spesifik miokard dan dapat dibedakan dariisoformnya yang terdapat pada otot lurik dengan teknik imunologi.

Oleh karena itu TnT kardiak dapat digunakan untuk mendeteksi adanya nekrosismiokard pada keadaan dimana terdapat peningkatan CK non kardiak paa cederalurik.

1.1.1. FUNGSI TROP ONIN – T

Kompleks troponin menyebabkan aktifasi kalsium untuk kontraksi danmemodulasi fungsi kontraktil otot serat lintang. Oleh sebab itu troponin dantropomiosin disebut sebagai protein pengatur. Meningkatnya kadar kalsium dalamsitosol dirangsang oleh depolarisasi membran sel akibat penempatan sisi bebasikatan kalsium pada troponin C. Peningkatan kalsium pada troponin C menimbulkanperubahan pada kompleks troponin, sehingga terjadi pergeseran serat tropomiosin.Perubahan serat tropomiosin menjadi berbalik dan menghadapkan sisi ikatan miosinkearah molekul aktin, menyebabkan molekul dapat berikatan dengan molekulmiosin. Gaya elektrostatik menyebabkan bagian kepala molekul miosin miring dangeseran itu menimbulkan kontraksi otot. Bilamana kalsium bebas tidak lagi yangdapat mengikat molekul TnC, maka akan terjadi perubahan bentuk TnC. Hasilnya TnImengikat aktin dan menghambat aktifasi ATP- ase dari aktin-miosin, sehingga ototrelaksasi.

Berbagai tipe otot (otot skelet, otot jantung, otot polos) memiliki sifatkontraksi yang berbeda. Sebagian secara genetik ditentukan oleh perbedaan daristruktur beberapa protein kontraktil dan protein pengaturnya. Sebagai contoh,troponin T jantung dan otot skelet berbeda pada komposisi asam aminonya sehinggadapat dibedakan secara imunologi. Perkembangan saat ini memungkinkandilakukannya suatu pemeriksaan imunologi untuk mengatur kadar troponin T dalamplasma yang spesifik untuk jantung.

1.1.2. PENGLEPASAN TROPONIN – TBerat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang

reversible atau irreversible ( berupa kematian sel). Pada iskemia miokard, glikolisisanaerob dapat mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat.Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel

menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan terakhir hilangnya integritasmembran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula- mula akan terjadi pelepasan proteinyang terurai bebas dalam sitosol melalui transport vesikular. Setelah itu terjadi difusibebas dari isi sel kedalam interstisium yang dimungkinkan oleh pecahnya seluruhmembran sel. Peningkatan kadar laktat intra sel disebabkan proses glikolisissehingga menurunkan pH yang diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzimproteolitik lisosom. Perubahan pH bersama-sama dengan aktifasi enzim proteolitikmengakibatkan terjadinya disintegrasi struktur intra seluler dan degradasi proteinyang struktural terikat. Implikasi klinisnya adalah jika terjadi kerusakan miokardakibat iskemia, TnT dan CK-MB dari sitoplasma dilepas kedalam aliran darah.Lamanya kira-kira 30 jam terus menerus sampai persediaan TnT sitoplasma habis.Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan

Page 5: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 5/26

©2003 Digitized by USU digital library 5

terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar TnT yang terikat ke dalamdarah. Masa pelepasan TnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan turun(2,27,28,40).

1.1.3. SENSITI FITA S DAN SPESIFITAS PEMERI KSAAN TROPONI N – T

Wu dkk paa evaluasi klinik multisenter dalam menilai diagnosa infark miokardakut, melaporkan bahwa sensitifitas troponin T bervariasi menurut lamanya onsetnyeri dada, sebagai tertera pada label 1.

Antman dkk mendapatkan sensitifitas pemeriksaan troponin T meningkatsecara bermakna antara 0-2 jam dan > 8 jam setelah onset nyeri dada. Hasilsensitifitas dan spesitifitas pemeriksaan troponin T meningkat secara bermaknaantara 0-2 jam dan > 8 jam setelah onset nyeri dada, dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Sensitifitas pemeriksaan troponin T bervariasi dibanding CKMBmenurut lamanya onset nyeri dada.

Onset nyeri dada ( Jam)0 – 5 6 – 11 12 – 23 24 – 47 48 – 95 > 96

T n T 55% 97 % 100% 100% 100% 100%CKMB 37% 97 % 97 % 97% 56 % 88 %

Tabel 2 . Sensitifitas dan spesitifitas pemeriksaan troponin T menurutlamanya onset nyeri dada.

Onset nyeri dada ( Jam)0 - 2 >2 – 4 >4 – 8 >8

T n T 55% 97 % 100% 100%CKMB 37% 97 % 97% 97%

Perbandingan antara troponin T dengan petanda lainnya dalam mendeteksikerusakan otot jantung dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3 . Perbandingan troponin T dengan petanda lain.Petanda Saat mulai

dilepasKeuntungan Kekurangan

Mioglobulin 2 jam Sangat dini Tidak spesifik, jendelawaktunya pendek

CKMB 4-6 jam Dini Tidak spesifik, jendelawaktunya pendek

Troponin T 3-4 jam Spesifik untuk jantung,Pelepasan bifasik,

Sebagai petanda dini

1.2. SINDROMA KORONER AKUT.1.2.1. Defnisi

Sindroma koroner akut adalah suatu peralihan (spektrum) manifestasi daripenyakit jantung iskemik meliputi angina tak stabil hingga infark miokard akut (IMA)dengan gelombang Q atau pun tanda gelombang Q ( Gambar 2).

1.2.1.1. Patofisiologi sindroma koroner akutPenyakit jantung koroner merupakan penyakit yang progresif dengan

bermacam tampilan klinis, dari yang asimtomatis, angina stabil maupun sindromakoroner akut, sampai kematian jantung mendadak (13). Hasil pengamatan patologis,

Page 6: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 6/26

©2003 Digitized by USU digital library 6

angiokopis dan biologis menunjukan adanya perbedaan gejala klinik antara anginatak stabil dan infard miokard, disebabkan mekanisme patifisiologi yangmendasarinya yakni ruptur aterosklerosis, dengan derajat trombosis yang berbeda-

beda dan ada tidaknya embolisasi distal (7,43). Pada definisi yang diperluas,sindroma koroner akut meliputi

Gambar 2. Continuum dari sindroma koroner akut

Juga semua penderita dengan kejadian awal yang menuju keparahan angina.Walaupun studi Framingham menunjukan bahwa angina tak stabil hanya terdapatpada 10% kasus yang merupakan manifestasi awal dari penyakit arteri koronerdiluar miokard infark, tetapi umumnya penderita mengalami suatu siklus atauperubahan pola nyeri dada, dan hanya jumlah kecil yang memerlukan perhatianmaupun perawatan di rumah sakit. Diagosis angina tak stabil tidak memerlukanperubahan EKG, biarpun adanya perubahan ini akan meningkatkan spesifisitasdiagnosis dan menunjukan prognosis yang jelek ( klasifikasi Braunwald).

Kejadian penyakit jantung koroner meliputi dua tahap yang berbeda. Tahappertama terdiri dari suatu periode awal asimtomatik, dimana terbentuk plakaterosklerotik non obstruktif, dan progresi lebih lanjut tergantung pada faktor resiko.Tahaop kedua terjadi trombogenesis dengan cepat dikarenakan koyaknya plak yangmengeluarkan kontituennya yang bersifat trombogenik, seperti kolagen dantromboplastin jaringan yang menstimulasi agregasi trombosit, pembentukan fibrin,dan perkembangan terjadinya trombus yang oklusif. Hasil akhir dari robeknya plaktergantung pada keseimbangan hemostatis .Keseimbangan hemostatis ini merupakan suatu interaksi yang kompleks antaradinamika aliran darah, komponen dinding pembuluh darah, trombosit dan proteinplasma, begitu juga dengan faktor-faktor regulasi pada trombosit, sistem koagulasidan sistem fibrinolisis.

Kejadian trombosis pada penyakit jantung ateroskleros is dipengaruhi dandistimulasi oleh beberapa faktor seperti : 1). Disfungsi endotel, 2). Hiperaktifitastrombosit, 3). Peningkatan aktifitas prokoagulan, dan 4). Gabungan kapasitasfibrinolisis.

1.2.2. Struktur PlakPada mulanya telah disepakati bahwa terjadinya sindroma koroner akut oleh

karena adanya penutupan yang tiba-tiba dari aliran darah koroner yangaterosklerotik yang kemudian mengakibatkan kekurangan oksigen di otot jantungdan akibatnya terjadi jaringan iskemi sampai jaringan nekrosis. Luas tidaknya

jaringan nekrosis yang terjadi mempengaruhi harapan hidup penderita sindromakoroner akut. Pada saat itu diperkirakan semakin besar ateroma yang ada di

The Continuum of Acute Coronary Syndromes

Mycardial IschemiaStable angina Unsable angina Non Q-Wave Ml Q -Wave Ml

Currently undetected Non Q-Wave MlIschemic Cell Injur

Reversible Small Area Ireversible Large Area

Page 7: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 7/26

©2003 Digitized by USU digital library 7

pembuluh darah semakin mudah menyebabkan sindroma koroner akut, akan tetapiternyata pada penelitian dibuktikan bahwa justru pada stenosis yang ringan dansedang lebih banyak terjadi sindroma koroner akut dan hal ini diduga oleh karena

pecahnya ateroma tersebut ( ruptur plak)Plak aterosklerosis yang sudah matang terdiri dari bermacam- macam yaitu :lipid core atau gumpalan lipid, gumpalan lipid ini terdiri dari sel-sel makrofag yangmengandung lipid di dalamnya, dan lipoprotein yang terjebak di dalam subendotelialmaupun ruang ekstra sel. Di dalam bungkah lipid tersebut konsistensinya lunak, sel-selnya jarang ( hiposeluler) dan juga terdapat gumpalan kolesterol ester ( yangberkonsistensi lunak) dan kristal kolesterol yang berkonsistensi agak keras.Kemudian gumpalan lipid ini diselimuti oleh suatu kap yang terdiri dari matriks

jaringan ikat. Bila gumpalan lipid tersebut dominan dengan kap tipis, maka ateromatersebut disebut sebagai plak yang stabil. Sebaliknya bila gumpalan lipid leih padatdengan kap yang kuat dan tebal disebut sebagai plak stabil. Maka bila dicermati,terdapat dua macam plak yaitu yang stabil dan plak yang tidak stabil.

1.2.3. Ruptur PlakRuptur plak ditemukan pada 56 %-95% sindroma koroner akut, Forrester

yang memeriksa dengan angioskopis intraoperatif mendapatkan 95% sindromakoroner akut ditemukan adanya ruptur plak (49). Tid ak semua plak yang terjadipada proses aterogenesis menjadi plak yang tidak stabil, hal tersebut tergantungdari bentuknya kap dan gumpalan lipid yang ada, dan proses yang mendasarinya,dan hal ini sangat berhubungan dengan tampilan klinis.

Menurut American Heart Association, tipe plak dihubungkan dengan tampilanklinis dapat dibagi menjadi 5 tipe yaitu (50) :

1. Tipe 1 : Penebalan tunika intima, makrofag, isolated foam cell, padafase ini tampilan klinisnya asimptomatik.

2. Tipe 2 : Fatty streak, terdapat akumulasi lipid intra sel dan infiltrasimakrofag serta otot polos, fase ini juga masih asimptomatik.

3. Tipe 3 : masih seperti diatas tetapi disertai pula dengan lipid ekstrasel dan deposisi jaringan ikat, juga masih asimptomatik.

4. Tipe 4 : Ateroma terdapat gumpalan lipid pada tunika intima, selinflamasi mulai infiltrasi diikuti dengan makrofag, sel busa, da sel T,biasanya tampilan klinis pada fase ini asimptomatik, namun bisa

juga angina stabil.5. Tipe 5a : Seperti tipe 4 disertai denganlapisan jaringan fibrous,

tampilan klinis masih seperti tipe 4.Tipe 5b : Ateroma dengan klasifikasi berat di dalam core ataulesinya, tampilan klinis apa fase ini adalah anginastabil.Tipe 5c :Fibrous-ateroma dengan trombus mural dengan komponenlipid yang minimal, tampilan klinisnya masih seperti 5 b.

6. Tipe 6 : Complicated lesion , terjadi ruptur plak tipe 4 dan 5 denganhemorhagi intra mural dan mulainya proses trombogenesis insitu.Tampilan klinis dari fase adalah suatu keadaan yang disebutsindroma koroner akut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi instabilitas dan ruptur plak (45) :Faktor Eksternal :1. Sistemik : Lingkungan internal/faktor farmakologik.2. Faktor intrinsik dari plak : besarnya plak, lokasi plak, kepadatan lipid dan

ketebalan kap yang menyelimuti plak.

Page 8: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 8/26

©2003 Digitized by USU digital library 8

Faktor Internal :1. Aktifitas sel inflmasi2. Infeksi

3. Disfungsi endotel4. Proliferasi sel otot polosEvaluasi dari plak yang stabil menjadi tidak stabil melalui 5 tahap yaitu : aktifasiendotel, kemudian LDL masuk ke dalam sel dan teroksidasi, kemudian memacuproduksi sitokin dan protease ( MMP expression), sehingga menyebabkan rupturnyaplak. Lima puluh persen dari timbulnya sindroma koroner akut, biasanya didahuluioleh faktor pencetus seperti : yang berhubungan dengan aktifitas saraf simpatissehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba, peningkatanaliran darah koroner, peningkatan kontraktilitas otot jantung, latihan fisik berat,stress emosional dan lain sebagainya.

1.2.4. TROMBOSIS P LAKLebih dari 75% trombus yang ditemukan di sindroma koroner akut, terletak

ditempat dimana plak menglamai ruptur. Bila plak yang tidak stabil mendapatpencetus, makka kap yang tipis tersebut akan koyak dan kemudian berlangsunglahproses selanjutnya berupa pembentukan trombus yang dimulai dari fisura ataurobekan kap tadi. Mula- mula terjadi akumulasi trombosit ditempat koyakan,kemudian ditambah dengan adanya fibrin, membentuk gumpalan dini yang disebutwhite clot yang secara langsung berusaha menutupi semua permukaan yang robektadi. Kemudian datanglah eritrosit untuk menutupi seluruh white clot.

Didalam komponen plak, gumpalan lipid memiliki efek trombogenisitas yangpaling kuat, hal ini disebabkan oleh karena pengaruh adanya faktor jaringan, dimanafaktor jaringan ini mengaktifkan faktor IX dab X bersama membentuk trombin.Sedangkan faktor yang mempengaruhi respons trombogenesis ditempat kap yangterkoyak tadi adalah :1. Substrat trombogenik yang memang selalu berada di tempat tersebut.2. Iregularitas permukaan plak dan sempitnya stenosis ; semakin tajam lengkungan

kap stenosis dan semakin iregular, maka semakin mudah terjadi prosestrombogenesis tersebut.

3. Keseimbangan trombotik-trombotik faktor trombogenik misalnyahiperagregabilitas, hiperkoagulabilitas dan menurunnya fibrinolisis meningkatkanresiko terjadinya trombus pada sindroma koroner akut .

2.2.5. STRATIFIKASI RESIKOPenentuan penyakit jantung koroner ditentukan dari gambaran klinis, EKG,

riwayat penyakit, kadar troponin serta faktor resiko terjadinya arterosklerosis.Perubahan EKG merupakan pelengkap dari riwayat penyakit dan gejala klinis danmasih menjadi suatu proses stratifikasi penting dari sindroma koroner akut .

Bila memungkinkan perekaman EKG dilakukan saat nyeri dada timbul.Gambaran EKG yang normal yang normal pada saat episode nyeri dada merupakandasar kuat untuk menyatakan gejala yang tidak spesifik oleh sebab kardiak,sememtara perubahan dinamis dari segmen ST dan gelombang T yang inversisangat mendukung diagnosa angina tak stabil atau non Q wave infark miokard.Gelombang T yang inversi dan isolated relatif ringan dan prognosenya baik dibandingdengan perubahan segmen ST. saat ini dapat dinyatakan bahwa EKG inisial tidakhanya memprediksikan perjalanan jangka pendek tetapi depresi segmen ST jugamenunjukan menandai kelompok resiko tinggi pada waktu yang lama (55).Konsentrasi serum troponin T dan I merupakan indikator peningkatan resiko baiksecara independen maupun merupakan pendukung dari perubahan EKG. Tanpamemperdulikan perubahan EKG penderita dengan perubahan serum troponin

Page 9: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 9/26

©2003 Digitized by USU digital library 9

mempunyai resiko lebih tinggi dibanding dengan yang normal. Disadari bahwaterdapat perbedaan waktu selama 2 -4 jam setelah muncul gejala baru dapatdideteksi perubahan serum troponin dan mencapai puncaknya pada 12-14 jam

kemudian. Peningkatan troponin ini merupakan indikator untuk komplikasi jangkapendek dan jangka panjang. Selanjutnya dengan dasar informasi diatas penetapandiagnosis angina yang stabil dapat dilakukan stratifikasi penderita dalam tigakelompok yaitu kelompok resiko rendah, sedang dan tinggi ( tabel 4).Stratifikasi resiko ini merupakan proses yang berkesimbungan selama perawatanpenderita pada fase akut termasuk evaluasi riwayat penyakit sekarang, penyakitterdahulu dan gambaran EKG. Pemeriksaan serum kardiak secara diagnostik sangatdiperlukan dans sesuai dengan guidelines 1994 merekomendasikan bahwa baikkadar CK dan CK-MB diperiksa paa waktu dan setiap 6 sampai 8 jam dan seterusnyapaa 24 jam. guidelines 1994 belum merekomendasikan pemeriksaan troponin secararutin untuk deteksi kerusakan miokard. Sejak itu berbagai studi telah menunjukanbahwa peningkatan kaar troponin T dan I berhubungan dengan dampak buruk daripenderita sindroma koroner akut .

2.2.6. ANGINA P EKTORIS TAK STABIL (APTS)

APTS merupakan manifestasi akut dari penyakit arteri koroner yang spektrumkliniknya terletak antara angina stabil dan infark miokard akut ( IMA).Pusat statistik kesehatan AS tahun 1998 melaporkan bahwa lebih dari 1 jura pasienAPTS dirawat di rumah sakit setiap tahunnya, 6-8% di antara mengalami infarkmiokard non fatal atau meninggal dalam satu tahun pertama setelah didiagnosis.APTS umumnya disebabkan oleh distrupsi plak aterosklerotik yang kemudian diikutioleh agregasi trombosit, pembentukan trombus dan penurunan aliran darah koroner(60).

Spektrum klinik dari APTS sangat heterogen, oleh karena itu Braunwaldmengelompokan APTS berdasarkan beratnya manifestasi klinis, keadaan klinis saatmasuk APTS dan ada atau tidaknya tanda-tanda episode iskemik ( tabel 5).Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan klinis danelektrokardiografi saat masuk rumah sakit serta pengukuran petanda biokimiawi.

Tabel 4. Stratifikasi sindroma koroner akut .Kelompok Resiko Gambaran penderitaTinggi Nyeri dada yang berkepanjangan (>20menit)

Edema paru yang berhubungan dengan iskemiaAngina at rest dengan perubahan ST segmen >1 mmAngina dengan mitral insuff yang baru atau memburukAngina dengan S3 atau ronki baru atau memburukAngina dengan hipotensiPeningkatan kadar troponin T atau I

Sedang Rest angina yg lama (>20 menit) dengan kecendrunganPJK yang sedang maupun berat.Resting angina (>20 menit atau berkurang dengannitrogliserin sublingual ).Nocturnal anginaAngina dengan perubahan gelombang TOnset baru dari angina CCSC II atau IV dalam waktu 2minggu terakhir dengan kecendrungan PJK.Q patologis atau depresi segmen ST <1 mm pada multiplelead ( anterior, inferior, lateral).Usia > 65 tahun

Page 10: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 10/26

©2003 Digitized by USU digital library 10

Rendah Adanya peningkatan angina baik dalam frekuensi, berat danlamanya.Angina yang tercetus dengan treshold rendah.

Onset baru dari angina dengan waktu 2 minggu sampai 2bulan sebelum terjadi.EKG normal atau tidak berubah

Tabel 5 . Klasifikasi angina pektoris tak stabil

2.2.7. PERANAN P EMERIKSAAN TROMPONIN T (TnT) PADA APTS2.2.7.1. Nilai diagnostik pemeriksaan TnT pada AP TS

TnT adalah protein pengatur kontraktil jantung dan secara normal kadarnyatidak terdeteksi dalam sirkulasi darah. TnT baru terdeteksi jika terjadi kerusakan selmiokard, sehingga merupakan petanda kerusakan miokard yang sensitif dan spesifik.Pemeriksaan TnT dapat membantu menegakkan diagnosa Angina Pektoris Tak Stabil(62,64). Rottbauer W dkk (64) meneliti infark kecil akut atau kerusakan miokardminor, dan didapatkan hasil bahwa penderita angina pektoris tak stabil 30%menunjukan kenaikan kadar TnT walaupun tidak terjadi IMA ( pemeriksaan enzim

jantung dan EKG tidak menyokong) Seino Yoshihiko dkk (66) pada penelitiannyatentang kerusakan miokard minor pada 22 penderita angina pektoris tak stabil kelasIII yang diukur setiap 2-12 jam selama 2-4 hari sejak dirawat di ICCU menyimpulkanbahwa TnT merupakan petanda yang paling sensitif untuk mengindentifikasikankerusakan sel jantung dibandingkan dengan CK, CKMB, mioglobulin dan myosinchain light 1. bakker AJ (67) mendapatkan 37% penderita angina pektoris tak stabil

mengalami kenaikan kadar TnT. Efthymiadis A dkk 968) mendapatkan kadar CKMB,SGOT.LDH, dan TnT selalu normal

2.2.7.2. Nilai Prognostik Pemeriksaan Troponin T Pada APTSPeningkatan kadar TnT merupakan faktor prediksi yang kuat meningkatnya

mortalitas (24). Gokhan, Gok dan Kaptanoglu (69) mendapatkan 34% penderitaangina akut saat istirahat mengalamai kenaikan kadar TnT dan setengahnyaberkembang menjadi IMA. Sedangkan pada 50% penderita IMA tersebut meninggaldalam perawatan. Sementara penderita angina akut saat istirahat dengan kadar TnTyang tidak terukur hanya 4,1% yang berkembang menjadi IMA. Hamm CW dkk (63)melaporkan penelitian terhadap 109 orang penderita angina pektoris yang stabilyang dilihat kadar CK, CKMB, dan troponin T setiap 8 jam selama 2 hari setelah

BERATNYA PENYAKITKelas I : Onset baru, berat atau adanya akselerasi angina

Angina dengan durasi kurang dari 2 bulan, berat atau terjadi 3 kali atauLebih dalam 1 hari, angina yg secara nyata lebih sering dan dipressipitasiOleh aktifitas ringan. Tidak ada nyeri saat istirahat dalam 2 bulan terakhir.

Kelas II : Angina saat istirahat, Sub akut. Pasien dengan episode angina saat istirahat

1 kali atau lebih dalam 1 bulan yang lalu, tetapi bukan dalam 24 jamterakhir.

Kelas III : Angina saat istirahat, Akut. Episode angina 1 kali atau lebih dalam 48 jamterakhir.KEADAAN KLINISKelas A : APTS sekunder. Kelas B : APTS Primer. Kelas C : APTS paska infark

( 2 minggi setelah infark).

Page 11: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 11/26

©2003 Digitized by USU digital library 11

dirawat, troponin T dapat terdeteksi rata-rata pada kadar 0,78 ng/ml pada 39%penderita angina akut saat istirahat. Hanya 3 dari penderita tersebut mengalamipeningkatan CK-MB. Dari 33 penderita yang troponin T meninggi, 30% mengalami

infark miokard. Sebaliknya hanya 1 dari 51 penderita angina saat istirahat dengantroponin T negatif yang berkembang menjadi IMA.

Penilaian resiko pada saat awal sangant diperlukan pada penderita dengan penyakitkoroner tak stabil, misalnya APTS. Beberapa penelitian dengan jumlah sampel yangsedikit telah menunjukan bahwa penderita APTS dengan peningkatan kadar TnTmempunyai prognosis jangka pendek maupun jangka panjangyang buruk. BertilLindahl dkk dalam kelompok studi FRISC meneliti 976 penderita APTS danmenemukan adannya peningkatan resiko serangan jantung jika terjadi peningkatannilai troponin T pada 24 jam pertama. Jika kadar troponin T kurang dari 0,06 ng/mlmempunyai resiko rendah (4,3%) ; 0,06-0,18 ng/ml mempunyai resiko sedang(10,5%) dan jika lebih dari 0,18 ng/ml mempunyai resiko tinggi untuk menadi IMAatau kematian penyakit jantung. Penelitian ini menunjukan bahwa nilai troponin Tmaksimal pada 24 jam pertama dapat disajikan sebagai petunjuk prognostik bebasdan penting.Stubbs dkk juga mendapatkan hasil yang sama, dari 460 penderita nyeri dada dandiikuti selama rata-rata 3 tahun, 183 penderita terbukti APTS. Sebanyak 34%penderita APTS tersebut mempunyai troponin T positif, dan secara bermaknakematian jantung dan IMA berbeda dari yang troponin T nya negatif.

2.2.8. INFARK MI OKARD AKUT2.2.8.1. Morfologi aterosklerosis koroner

Aterosklerosis adalah suatu bentuk aterosklerosis yang terutama mengenailapisan intima dan umumnya terjadi pada arteri muskuler ukuran besar dan sedangserta merupakan kelainan yang mendasari penyakit jantung iskemik. Kerusakanvaskuler dan pembentukan trombus merupakan kunci dari proses dan progresifitasaterosklerosis serta patogenesis sindrom koroner akut. Kerusakan vaskuler dimaksuddi klarifikasikan atas 3 tipe, yaitu Tipe 1 bila terjadi gangguan fungsi sel endoteltetapi tanpa terjadi perubahan substansi morfologi, tipe 2 terjadi kerusakan endoteldan intima dengan lamina interna elastik yang masih utuh dan tipe 3 kerusakanendotel dengan intima & media (45).

2.2.8.1.1. Lesi diniAdanya perubahan ultrastruktur yang terjadi pada aterosklerosis spontan,

khususnya lesi dini telah dilaporkan oleh Stary. Pada penelitian otopsi dari arteikoroner dan aorta pada orang-orang usia muda telah ditemukan adanya evolusisecara mikroskopis dari aterosklerosis. Hal ini akibat adanya kerusakan vaskuler tipe1 berupa kerusakan sel endotel yang diakibatkan gangguan aliran darah atau faktor

lainnya sehingga makrofag atau sel busa ditemukan dalam intima, yang me rupakantanda dini penumpukan lipid ( Stary I). oleh Stary lesi ini di klarifikasikan atas :Stary I bila ditemukan adanya makrofag ataus sel busa dalam intima, Stary II biladitemukan juga sel-sel otot polos yang mengandung lipid dan tersebarnya lipidektraseluler, Stary III tampak adanya inti lipid ekstra seluler yang multipelsedangkan Stary IV bila adanya ateroma (50)

2.2.8.1.2. Progresi aterosklerosisLesi dini aterosklerosis lebih cepat mengalami progresi pada mereka

dengan berbagai faktor resiko koroner. Pada beberapa plak dapat terjadi progresisecara lambat, tetapi ada juga yang cepat.adanya fisura minor yang terjadi padalapisan lemak atau plak ateroma akan diikuti dengan pembentukan trombus da

Page 12: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 12/26

©2003 Digitized by USU digital library 12

terjadinya fibrosis. Selanjutnya bila terjadi fisura plak yang dalam atau ulseri makadapat terjadi oklusi trombus dan timbul sindrom koroner akut

2.2.9. Patofisiolog i iskemi dann infark miokardIMA adalah kematian otot jantung akibat suplai oksigen yang tidak mencukupi(tidak adekuat) dalam waktu yang cukup lama . Pada umumnya terjadi oklusitrombosis pada arteri koroner mengalami plak ateromatoes. Trombosis merupakanfaktor utama terjadinya iskemi akut baik pada angina pektoris tak stabil maupunIMA.IMA merupakan keadaan berat yang terjadi akibat oklusi mendadak pembuluhkoroner atau pun cabangnya yang mengalami skerosis. Oklusi tersebut biasanyadisebabkan oleh adanya perubahan pada plak ateroma yang menyebabkantertutupnya lumen arteri koronaria secara mendadak (70,71).Keberhasilan terapi trombolitik sangat me ndukung anggapan tersebut, walaupundikatakan bahwa trombosit bukan satu-satunya faktor yang berperan dalamterjadinya IMA ( 29). Dilaporkan bahwa hampir 90% penderita IMA transmural (5-10%) sulit dibuktikan adanya trombus sebagai penyebabnya dan pada keadaan inispasme arteri koroner terlibat di dalamnya (71). Patofisiologi IMA nontransmural (subendokardial) belum banyak diketahui, atau adanya trombosis pada arteri koronerkecil yang telah mengalami aterosklerosis berat. Selain itu dapat pula diakibatkanadanya spasme koroner. Patogenesis terjadinya trombosis melibatkan banyak faktor,antara lain vasoplasme akibat hilangnya endothelium dependent dilator mechanismpada aterosklerosis.

Demikian pula menurunnya sintesis faktor-faktor endoterial yang beraksi sebagaiantikoagulan seperti tisue plasmibogen activator dan prostasiklin paa aterosklerosis,

juga ikut berperan dalam terbentuknya trombosis. Juga berbagai penelitian kliniktelah memperlihatkan adanya hubungan antara lipoprotein dan trombosis. Terjadinyaoklusi koroner selama 20 menit akan diikuti dengan terjadinya nekrosis miokard (Infark Miokard).

Adanya nekrosis miosit akan menyebabkan kehilangan intergitas membransel dan makromolekul intraselluler akan berdifusi ke dalam jaringan interstitialmiokard dan selanjutnya akan masuk ke dalam mikrovakskuler dan limfatik kardiak.Perubahan morfologi akan terjadi dalam 12 jam pertama setelah infark miokardberupa inflamasi dan infiltrasi seluler, kemudian setelah 24 jam daerah infark akannampak pucat atau kekuningan dengan batas yang jelas, yang pada pemeriksaanhistologik ditemukan adanya infiltrasi lekosit .

2.2.10. APLIKASI KLINIK PEMERIKSAAN TROPONIN T PADA IMALangkah pertama dalam diagnosis IMA adalah anamnesis dan pemeriksaan

fisik, selanjutnya dikomfirmasikan dengan pemeriksaan EKG dan serum CK isoenzim.

Tapi pemeriksaan serum CK isoenzim ini dapat digunakan untuk diagnosis IMA jikatanpa disertai kerusakan otot skelet. Temuan EKG pada penderita dengan dugaanIMA sering tidaknya membantu, namun elekrokardiogram yang tidak spesifik dapatditemukan palig sedikit pada 8% dari seluruh IMA dan indeterminate pada 12%penderita, terutama karena adanya kelainan left bundle branch block (LBBB) ataugelombang ST-T non spesifik. Untuk mendiagnosis suatu IMA dapat dilakaukanpemeriksaan enzim jantung sitolitik. Keuntungan dari pemakaian protein jantungmiofibril sebagai cardio spesific isoform, konsentrasinya intraseluler yang tinggi danpelepasannya secara kontinyu dari miokard yang mengalami infark (5,30,38,72,73).

Hamm dkk (23) pertama kali membandingkan nilai troponin T (+) ( cut off 0,2 ng/ml) dengan CKMB paa pasien sindrom koroner akut dan mengikutinya adanyaserangan jantung seperti kematian, IMA atau perlunya segera revaskulerisasi dan

Page 13: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 13/26

©2003 Digitized by USU digital library 13

menyimpulkan troponin T (+) merupakan petanda yang sensitif untuk miokard infarkdari pada CKMB. Troponin adalah merupakan kompleks tropomiosin yaitu kelompokprotein pada otot jantung, kompleks tersebut diperlukan dalam prosesaktivasi

filamen tipis otot jantung yang terjadi selama kontraksi otot, sehingg dapatdibedakan dengan otot rangka jika dibanding dengan CKMB, dengan pemeriksaan iniTnT ini diagnostik menjadi lebih efektif pada rusaknya otot jantung minimal yangirreversible.

Pada IMA, TnT dalam serum mulai meningka t dalam 1 sampai 10 jam(median 4 jam) setelah serangan IMA dan pada beberapa penderita yang tidakdiperiksa pada permulaan infark (5,24,74) Bekker dkk (67) mendapat sensitifitastroponin T adalah 74% sedangkan spesifitasnya 84% pada 6 jam sesudah nyeri dadapada IMA. Lee dkk (24) mendapatkan sensitifitas troponin T 87% dan spesifitas 84%sesudah 8 jam dari gejala nyeri dada. Katus dkk (5) mendapatkan spesifitas dansensitifitasnya 89% pada pasien IMA dengan bersamaan ( superimposed) kerusakanotot rang ka dibanding dengan CKMB hanya 63%.

Perkembangan terakhir init tampaknya lebih ideal dalam mengatasi kekurangtepatan diagnosa infark yang tradisional.

Studi FRISC melakukan penelitian pada penderita dengan gejala yang spesifikuntuk IMA dan hasil pemeriksaan cTnT (+) dalam 24 jam, mereka menyimpulkandengan troponin T (+) merupakan prediktor bebas untuk resiko kematian jangkapendek dan serangan jantung meningkat .

Hamm dkk meneliti pada 315 penderita sindrom koroner akut dengantroponin T (+) pada 22% pasien dan jumlah kematian dalam 30 hari pada troponin T(+) mencapai 22%. Studi TRIM pada 516 penderita sindrom koroner akut dengantroponin T (+) pada 48% pasien, jumlah kematian dalam 30 hari mencapai 11%.Studi FRISC I pada 823 pasein sindrom koroner akut dengan troponin T (+) pada66% penderita, jumlah kematian dalam 5 bulan mencapai 16,7%. Demikian jugaoleh Ottani dkk pada 74 penderita sindrome koroner akut dengan troponin T (+)pada 24 % penderita, jumlah kematian selama follow up 30 hari mencapai 17% daritroponin T (+) .

2.2.10.1. NIL AI P ROGNOSTIK P EMERIKSAAN TROPONI N T PADA I MAPada IMA pola troponin T muncul dalam darah bergantung pada lamanya

sumbatan vaskuler dan kadar troponin dalam darah bergantung pada jumlahkerusakan yang terjadi. Kadar troponin T awal pada waktu pertama kali diperiksamempunyai nilai prognostik pada penderita IMA (5). Stubbs dkk (75) mengikuti 240penderita IMA selama rata-rata 3 tahun dan mendapatkan kesimpulan bahwa kadartroponin T 0,2 ng/ml atau lebih mempunyai resiko untuk IMA berulang atau bahkankematian lebih tinggi. Ohman dkk (15) meneliti 855 penderita IMA yang datangkurang dari 12 jam sejak nyeri dada, dan mendapatkan hasil bahwa troponin Tmerupakan variabel kematian kurang dari 30 hari yang terkuat dan diikuti oleh EKG

serta CK-MB. Wu dkk (35) secara meta-analisis mendapatkan bahwa konsentrasitroponin T yang abnormal berkaitan dengan peningkatan resiko prognosis yangburuk dibanding dengan jika kadarnya normal. Troponin T merupakan petanda faktorresiko bebas yang kuat pada penderita IMA.

Page 14: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 14/26

©2003 Digitized by USU digital library 14

BAB – IIIPENELITI AN SENDIRI

3.1. LATAR BELAKANG PENELITIA N :Dewasa ini petanda biokimia untuk menilai kerusakan sel otot jantung pada

penderita sindrom koroner akut semakin berkembang. Sindrom koroner akutmerefleksikan proses fisiologis dari iskemia miokard akut, dan lebih penting darisudut pandang klinik, merupakan suatu ‘continuum’ (proses berkelanjutan) resikobagi penderita dengan nyeri dada. Selama tiga dasa warsa terakhir, iskemia miokardakut ditentukan sebagai penderita infark miokard atau non infark miokard,berdasarkan kriteria badan kesehatan dunia (WHO), dimana diagnosis infark miokardditegakkan dengan adanya dua dari tiga kriteria : gejala klinis & nyeri dada yangmenjurus ke miokard infark, perubahan elektrokardiografi (EKG), dan parameterbiokimiawi ( misalnya peningkatan CK-MB). Pada kriteria pertama, pengamatanseksama pada gejala klinik merupakan hal yang sangat penting, namun dari datastatistik, gejala tidak spesifik terdapat pada sepertiga penderita, terutama padapenderita diabetes dan usia lanjut, yang umumnya menunjukan gejala iskemia ayngtiddak khas. Kriteria kedua, yaitu adanya perubahan pada EKG, merupakan pirantidiagnosis infark miokard yang penting, disamping untuk menentukan terapitrombolitik. Namun demikian, EKG mempunyai sensitifitas yang rendah, hanyasekitar 50%. Kriteria ketiga adanya peningkatan pada parameter biokimia, yangpada masa lalu digunakan aktifitas enzim CK-MB sebagai ‘baku emas enz im’ tetapikarena keterbatasan spesifisitas, telah dicoba untuk memakai petanda biokimiawiyang lain seperti mioglobin, troponin.

Peningkatan troponin T dalam plasma merupakan petanda spesifik untukkerusakan sel otot jantung dan lebih sensitif dari pada pemeriksaan konvensional CKdan CK-MB. Mengapa peningkatan troponin T merupakan faktor prognostik yangkuat dalam kasus-kasus sindroma koroner akut ? Banyak data menduga bahwapasien-pasien dengan peningkatan sedikit nilai troponin T , dibanding dengantroponin T yang tidak meninggi, didapati jumlah yang besar dari trombus koroner,lesi yang kompleks dan terganggunya aliran arteri koroner, mengikuti sistimtrombosis pada penelitian sindroma koroner akut. Rao dkk (76) meneliti pada 50penderita infark miokard akut dengan peningkatan troponin T (>0,1 ng/ml) dandiukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan ekokardiografi atau radionuclide leftventriculography ( kardiologi nuklir). Kesimpulannya bahwa pasien infark miokardakut dengan troponin T >2,8 ng/ml merupakan sebagai prediktor sudah terjadipenurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri ( <40%) setelah serangan pertama troponininfark miokard akut. Heeschen C dkk (77) meneliti 853 penderita APTS dengantroponin T meninggi hanya pada 30,9% penderita. Ke mudian dilakukan angiografipada penderita dengan troponin T yang meninggi dan negatif. Ternyata didapatkan

72% mengalami lesi yang kompleks pada troponin T yang meninggi dibandingdengan 53,9% pada troponin negatif (p<0,001)

American Heart Association (AHA) memperkirakan 1,5 juta penduduk Amerikamengalami serangan jantung setiap tahunnya dan kira-kira 34.000 dari kasustersebut dikeluarkan dari rumah sakit karena tidak diketahui diagnosanya, dan kira -kira 25% sering meninggal selama 24 jam pertama dan sebagian dari kasus inidiagnosanya tidak terdeteksi (56). Angka kematian dan komplikasi dari penderita inimewakili > 20% kejadian malpraktek pada kedokteran gawat darurat. Jelas bahwadiperlukan petanda biokimiawi sebagian piranti diagnosis dan menilai beratnyakerusakan sel otot jantung pada penderita dengan nyeri dada akut, sehingga paraklinisi juga akan meningkatkan kewaspadaan dalam manajemen pelayanan bagipenderita dengan lebih baik, yang akhirnya dapat menurunkan mortalitas.

Page 15: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 15/26

©2003 Digitized by USU digital library 15

Newby dkk (42) melakukan penilaian pada penderita sindrom koroner akutdengan membandingkan nilai TnT (+) dan TnT (-) saat dirawat dan menilai kematiandini (30 hari) dan kemudian kematian timbul belakangan (31-365 hari). Hasil

penelitiannya dengan 260 penderita TnT (+) saat dirawat, jumlah kematian dalam30 hari yaitu 10,4 % dan kematian pada 31-365 hari 4,1% . pada penderita TnT (-)angka kematiannya 0%. Hasil ini menyimpulkan jumlah kematian berbeda antaranilai TnT (+) dengan TnT (-) saat dirawat yang terjadi selama 30 hari, nilai cTnT

juga dapat mengenali kelompok pasien resiko tinggi untuk kematian yang timbulbelakangan.

Dari uraian diatas penulis berketepatan hati ingin meneliti pada penderitasindrom koroner akut dengan mengukur troponin T dan hubungannnya denganperjalanan klinis selama dirawat di rumah sakit. Dengan demikian mungkin kita akanmelakukan tindakan yang lebih bai pada awal pengobatan penderita sindromakoroner akut yang mempunyai resiko tinggi untuk kematian dan kita lebih hati-hatipada penderita sindrom koroner akut dengan nilai troponin T meninggi.

3.2. Tujuan Penelitian :Menilai hubungan antara kadar troponin – T dengan beratnya gambaran klinis

penderita sindroma koroner akut.

3.3. Perumusan Masalah :Apakah terdapat hubungan kadar troponin – T pada penderita sindroma

koroner akut dengan beratnya gambaran klinis penderita selama dirawat di rumahsakit?

3.4. Manfaat Penelitian :Dengan mengukur kadar troponin – T kita dapat meramalkan beratnya

gambaran klinis penderita sindroma koroner akut.

3.5. Hipotesa :Terdapat hubungan antara kadar troponin – T dengan beratnya gambaran klinis

penderita sindroma koroner akut.

3.6. Bahan dan cara :3.6.1. Desain penelitianPenelitian bersifat deskriptif analitik terhadap seluruh penderita yang memenuhikriteria untuk sindroma koroner akut .

3.6.2. Waktu dan tempat penelitianPenelitian dimulai bulan Januari 2002 s/d Mei 2002Tempat penelitian : RSUP. H. Adam Malik / RS Pirngadi Medan dan beberapa RS

Swasta di kota Medan.

3.6.3. Subjek penelitian :Penderita sindroma koroner akut ( Angina Pektoris Tak Stabil, Infark non Q danInfark Q) yang dirawat di ICU rumah sakit tersebut diatas.Kriteria inkusi :Seluruh penderita sindroma koroner akut yakni :- IMA berdasarkan kriteria WHO yaitu nyeri dada, EKG yang spesifik dan

peningkatan enzim jantung.- APTS berdasarkan kriteria Braunwald klas II B yaitu angina saat istirahat, akut

dan angina 1 kali atau lebih dalam 48 jam terakhir.-

Page 16: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 16/26

©2003 Digitized by USU digital library 16

Kriteria ekslusi :- Penderita infark lama.- Tak bersedia diikut sertakan dalam penelitian.

Prosedur penelitian :Dilakukan anamnese mengenai keluhan nyeri dada dan permulaan dan lamatimbulnya nyeri dada dan anamnese lain yang ditujukan untuk mengetahui faktorresiko, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG dan laboratoriumenzim jantung ( CKMB dan troponin T ) . Seluruh penderita diawasi sejak dari unitgawat darurat hingga ICU/ICCU dan keruang rawat biasa. Pemantauan meliputi klinisdan obat-obatan yang digunakan selama dirawat di ICU/ICCU, komplikasi, EKG, cutoff point nilai troponin T, CK-MB, faktor resiko.Analisa EKG :

Seluruh penderita segera dilakukan pemeriksaan EKG ( 12 sandapan),kemudian dianalisa perubahan EK berupa : ST segmen elevasi, ST segmen depresiatau gelombang T inversi. ST segmen elevasi dan ST depresi jika ≥ 0,1 mv didaerahlimb lead, atau ≥ 0,2 mv didaerah precordial lead.Pemeriksaan enzim jantung dan troponin T :

Sampel darah vena diambil segera mungkin setelah pasien masuk ( umumnyadi UGD) untuk memeriksa CKMB dan troponin T. Reagen troponin T yang digunakanadalah produksi Boehringer Mannheim.Untuk pemeriksaan troponin T menggunakan immunometric one-step sandwich (ELISA/1 step sanwich assay ) dengan tehnik Steptavidin, kit yang memproduksi olehBoehringer Mannheim. Uji ini dilakukan dengan Microprocessor – controlledphotometer ( ES 22, Boehringer Mannheim) dan menggunakan tabung-tabungberlapis Streptavidin sebagai fase solid dan 2 monoklonal anti human cardiactroponin T antibodies. Troponin – T meninggi jika >0,1 ng/ml, negatif jika <0,1ng/ml.

CKMB diukur dengan cara imunoinhibitor assay ( CKMB – NAC, BoehringerMannheim) , nilai normal < 10 IU/L, meninggi jika ≥ 2 kali normal.

Perkiraan besar sampelJumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian adalah 28Jumlah sampel ditentukan dengan rumus :Prevalensi TnT (+) pada penderita sindroma koroner akut 80%

Besar sampel :( )

( )31,27

15,02,08,096,1

2

2

2

2

===x x

d

OP zn

α

Dimana z α = 1,96 ; P (proporsi) = 0,8 ; Q = (1-P) = 0,2D=presisi atau besar simpangan pengukuran yang masih dapat ditoleransi =15%α =taraf signifikasi 5%

3.6.4. Analisa dataPengelolaan data sec ara desriptif analitikUji kai kwadrat menguji antara masing- masing variabel, dan kalau didapat salah satun<5, dipergunakan uji Fisher Exact, menilai korelasi antarra kadar TnT dangambaran klinis digunakan uji korelasi Spearman atau Person. Data diolah denganmemakai perangkat lunak komputer SPSS 10, dianggap bermakna bila nilai p<0,05.

3.7. HASIL PENELITIANData lengkap hasil penelitian pada penderita dapat dilihat pada lampiran I.

Page 17: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 17/26

©2003 Digitized by USU digital library 17

3.7.1. Distribusi penderita menurut jenis kelaminDari 35 penderita yang ikut dalam penelitian ini terdiri dari 28 orang laki- laki

(80,0%) dan dari 7 orang wanita (20,0%). Tidak ada perbedaan bermakna antara

pemeriksaan kadar troponin T dengan jenis kelamin pad apenderita sindromakoroner akut (p>0,05) (Tabel 6).

Tabel 6. Hubungan pemeriksaan troponin T dengan jenis kelamin.Nilai TnT

<0,1 ng/ml >o,1 ng /mlJumlahJenis kelamin

n % n % n %Laki-laki 3 6,6 25 71,4 28 80,0Wanita 2 5,7 5 14,3 7 20,0Jumlah 5 14,3 30 85,7 35 100,0

Uji Fisher Exact = 0,256

3.7.2. Distribusi penderita menurut umur.Umur penderita antara 39 s/d 85 tahun dengan nilai rata-rata 61,89 ± 11,35

tahun, yang paling muda umur 39 tahun, dan paling tua umur 85 tahun. Kelompokumur yang terbanyak diatas 60 tahun yaitu 19 penderita (54,3%), disusul 51-60tahun yaitu 10 penderita (28,6%) dan dibawah 50 tahun sebanyak 6 penderita(17,1%). Dari kelompok umur dihubungkan dengan pemeriksaan kadar troponin T,tidak dengan berbeda bermakna (p>0,05) secara statistik ( Tabel 7).

Tabel 7. Hubungan pemeriksaan troponin T dengan umur.Nilai TnT

<0,1 ng/ml >o,1 ng /mlJumlah

Umurn % n % n %

<50 2 5,7 4 11,4 6 17,1

51-60 0 0,0 10 28,6 10 28,6>61 3 8,6 16 45,7 19 54,3

Jumlah 5 14,3 30 85,7 35 100,0Person Chi – Square = 3,480 df=2 p =0,176

3.7.3. Onset nyeri dadaDari onset nyeri dada rata-rata 13,97 ± 13,26 ( mean ± SD ) yang terbanyak

dibawah 6 jam yaitu 13 penderita (37,1%), disusul pada 6 s/d 12 jam sebanyak 12penderita (34,3%), dan lebih 12 jam yaitu 10 penderita (28,6%). Tidak adaperbedaan yang bermakna (p>0,05) berdasarkan pemeriksaan troponin Tdihubungkan dengan onset nyeri dada pada penderita SKA ( Tabel 8).

Tabel 8 . Hubungan pemeriksaan troponin T dengan onset nyeri dada.Nilai TnT

<0,1 ng/ml >o,1 ng /mlJumlahOnset nyeri dada

( jam)N % n % n %

>6 2 5,7 11 31,4 3 37,16-12 3 8,6 9 25,7 12 34,3>12 0 0,0 10 28,6 10 28,6

Jumlah 5 14,3 30 85,7 35 100,0Person Chi – Square = 2,804 df=2 p =0,246

Page 18: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 18/26

©2003 Digitized by USU digital library 18

3.7.4. Gambaran EKGGambaran EKG waktu penderita masuk terdiri dari ST elevasi saja 19 (53,3%),

ST elevasi disertai gelombang Q yaitu 8 (22,8%), ST depresi 6 (17,1%), T inversi 5

(14,3%), ST depresi dan gelombang T inversi 5 (14,3%) . Dijumpai hubunganstatistik yang bermakna (p<0,05) antara pemeriksaan troponin T dengan gambaranEKG pada penderita sindroma koroner akut ( Tabel 9).

Tabel 9. Hubungan antara EKG dengan nilai troponin TNilai TnT

<0,1 ng/ml >o,1 ng /mlJumlah

Gambaran EKGn % n % n %

ST elevasi 0 0,0 19 54,3 19 54,3ST depresi 1 2,9 5 14,3 6 17,1T inversi 2 5,7 3 8,6 5 14,3

ST depresi + T inversi 2 5,7 3 8,6 5 14,3

Jumlah 5 14,3 30 85,7 35 100,0Person Chi – Square = 3,480 df=2 p =0,176

3.7.5. Faktor resikoFaktor resiko terbanyak yaitu hipertensi ditemukan pada 29 (83%), merokok

15 (43%), obesitas 14(40%), DM 11 (31%) penderita, 4 (11,4%) penderitamempunyai resiko, 13 (37,3%) penderita mempunyai 2 faktor resiko, 17 (48,5%)penderita mempunyai 3 faktor resiko, 1 (2,9%) penderita mempunyai 4 faktorresiko. Tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara faktor resiko dengannilai troponin T (Tabel 10).

Tabel 10. Hubungan pemeriksaan TnT dengan faktor resiko.Nilai TnT (ng / ml)

<0,1 >0,1Jumlah

Faktor Resikon % n % n %

Hipertensi 1 2,9 1 2,9 2 5,7Merokok 1 2,9 1 2,9 2 5,7DM, Hipertensi 0 0,0 3 8,6 3 8,6DM, Hiperkolesterol 0 0,0 1 2,9 1 2,9Hipertensi, Merokok 0 0,0 2 5,7 2 5,7Hipertensi, Obesitas 1 2,9 2 5,7 3 8,6Hipertensi, Hiperkolesterol 0 0,0 3 8,6 3 8,6Merokok, Obesitas 0 0,0 1 2,9 1 2,9DM, Hipertensi, Merokok 1 2,9 2 5,7 3 8,6Hipertensi, Merokok, Obesitas 0 0,0 4 11,4 4 11,4

DM ,Hipertensi, Hiperkolesterol 1 2,9 3 8,6 4 11,4Hiperkolesterol, Merokok, Obesitas 0 0,0 2 5,7 2 5,7Hipertensi, Hiperkolesterol, Obesitas 0 0,0 4 11,4 4 11,4Hipertensi, Hiperkolesterol, Merokok,Obesitas

0 0,0 1 2,9 1 2,9

Jumlah 5 14,3 30 85,7 35 100,0Pearson Chi – Square = 9,819 df=13 p=0,709

3.7.6. Lokasi InfarkDari 35 penderita, gambaran EKG dapat menunjukan lokasi infark yakni :

Inferior : 3 penderita (8,6%) Anterior septal : 6 penderita(17,1%)

Page 19: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 19/26

©2003 Digitized by USU digital library 19

Natero lateral : 1 penderita (2,9%) Antero inferior : 2 penderita (5,7%)Septal lateral : 1 penderita (2,9%) Antero septal lateral : 9 (25,7%)Antero septal inferior : 2 (5,7%) Inferior septal lateral : 1 ( 2,9%)

Antero luas : 10 penderita (26,6%) Inferior septal lateral : 1 ( 2,9%)Tidak dijumpai hubungan yang bermakna (p>0,05) antara lokasi infark dengan nilaitroponin T (Tabel 11)

Tabel 11. Lokasi lesi infark dengan nilai troponin TNilai TnT (ng / ml)<0,1 >0,1

JumlahLokasi Infark

n % n % n %Inferior 0 0,0 3 8,6 3 8,6Antero Inferior 0 0,0 2 5,7 2 5,7Antero Septal 0 0,0 6 17,1 6 17,1Antero lateral 0 0,0 1 2,9 1 2,9

Septal lateral 0 0,0 1 2,9 1 2,9Antero septal lateral 3 8,6 6 17,1 9 25,7Antero septal inferior 0 0,0 2 5,7 2 5,7Inferior septal lateral 1 2,9 0 0,0 1 2,9Antero luas 1 2,9 9 25,7 10 28,6Jumlah 5 14,3 30 85,7 35 100,0

Pearson Chi – Square = 11,317 df=8 p=0,184

3.7.7. KomplikasiBerdasarkan tabel 12, dari 35 penderita sindroma koroner akut, 30 (85,7%)

penderita mempunyai nilai troponin T yang meninggi, dijumpai 23 (76,7%)mengalami komplikasi dari troponin T yang meninggi. Komplikasi penderita adalahsyok 19 ( 54,3%), meninggal 6(17,1%), ventrikel takikardi 5 (14,3%), edema paru 3(9,6%), bradiaritmia, AV blok dan ventrtikel ekstra sistol masing- masing 2 (5,7%).Namun secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara nilaitroponin T>0,1 ng/ml dengan komplikasi penderitasindroma koroner akut.

Tabel 12. Hubungan nilai troponin T dengan komplikasiNilai TnT (ng / ml)<0,1 >0,1

JumlahKomplikasi

n % n % n %Syok 0 0,0 5 14,3 5 14,3Edema Paru 0 0,0 1 2,9 1 2,9Bradiaritmia 1 2,9 1 2,9 2 5,7Ventrikel ekstra sistol 0 0,0 2 5,7 2 5,7

Syok, AV Blok 0 0,0 2 5,7 2 5,7Syok, meninggal 0 8,6 5 14,3 5 14,3Syok, edema paru 0 0,0 2 5,7 2 5,7Tidak ada komplikasi 3 8,6 7 20,0 10 28,6Ventrikel takikardia 0 0,0 1 2,9 1 2,9Ventrikel takikardia, syok ,meninggal 0 0,0 1 2,9 1 2,9Syok, Ventrikel takikardi 1 2,9 3 8,6 4 11,4

Jumlah 5 14,3 30 85,7 35 100,0Pearson Chi – Square = 11,317 df=8 p=0,184

Page 20: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 20/26

©2003 Digitized by USU digital library 20

3.7.8. Sindroma koroner akut dengan nilai Troponin TDijumpai hubungan yang bermakna (p<0,05) antara nilai troponin T>0,1 ng/ml

dengan terjadinya kerusakan otot jantung pada penderita sindroma koroner akut (

Tabel 13).

(Tabel 13). Hubungan pemeriksaan tropoinin T dengan sindroma Kororner AkutNilai TnT (ng / ml)<0,1 >0,1

JumlahSindroma Koroner Akutn % n % n %

Angina Pektoris Tak Stabil 5 14,3 11 31,4 16 45,7Infark Miokard Akut (Q/non Q) 0 0,0 19 54,3 19 54,3Jumlah 5 14,3 30 85,7 35 100,0Fisher’s Exact Test = 0,013

Dari tabel 13 diatas sensitifitas dan spesifitas diagnostik sindroma koroner akutberdasarkan pemeriksaan nilai troponin T, masing-masing 100% dan 100%.

Berdasarkan pemeriksaan nilai CKMB yang bermakna (CKMB >2 kali normal)dengan diagnostik sindroma koroner akut ada hubungan yang bermakna (p<0,05)dengan terjadinya kerusakan otot jantung ( Tabel 14).

Tabel 14. Hubungan antara jenis sindroma koroner akut dengan nilai CKMBNilai TnT (ng / ml)<0,1 >0,1

JumlahSindroma koroner akut

n % n % n %Angina 13 37,1 3 8,6 16 45,7

Infark Miokard akut (Q/non Q) 6 17,1 13 37,1 19 54,3Jumlah 19 54,3 16 45,7 35 100,0

Fisher’s Exact Test =0,006

Dari tabel diatas, sensitifitas dan spesifitas diagnostik sindrome koroner akutberdasarkan pemeriksaan CKMB masing-masing 68,4% dan 81,3%.Berdasarkan uji korelasi Spearman antara troponin T yang meninggi dengan nilaiCKMB didapatkan r = 0,209 dan p = 0,228. sehingga berdasarkan penelitian ini tidakada korelasi antara pemeriksaan CKMB dengan troponin T yang meninggi padapenderita sindroma koroner akut.

BAB IVPEMBAHASAN

Di Amerika Serikat kematian akibat penyakit jantung banyak dijumpai padakelompok umur 35-65 tahun ( kelompok umur produktif). Pada penelitian ini,kelompok umur terbanyak diatas 60 tahun, sedangkan ayng meninggal jugadijumpai diatas umur 60 tahun.

Dari data dasar penelitian ini pada variabel umur, jenis kelamin, faktor resiko,lokasi infark tidak dijumpai perbedaan bermakna secara statistik dengan nilaitroponin T >0,1 ng/ml. namun berdasarkan penelitian TIMI II, disebutkan bahwa lesiinfark anterior pada gambaran EKG mempunyai prognosa jelek. Dari penelitian iniberdasarkan lokasi lesi infark dari 6 penderita yang meninggal dengan troponinT>0,1 ng/ml yaitu pada daerah anterior 5 (14,2%) dan 1 ( 2,9%) lokasinya diinterior.

Page 21: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 21/26

©2003 Digitized by USU digital library 21

Demikian juga terhadap onset nyeri dada pada penelitian ini rata-rata 13,97 ± 13,26, secara uji statistik tidak berbeda bermakna, namun berrdasarkan sensitifitasdan spesifitas diagnostik berdasarkan troponin T>0,1 ng/ml didapatkan masing-

masing 100%. Zimmerman dkk (39) dengan pemeriksaan TnT >0,1 ng/mlmendapatkan sensitifitas dan spesifitas penderita miokard infark dengan onset nyeridada 14 jam adalah 84,9 % dan 96,1%.

Dari gambaran EKG didapatkan, 19 (54,3%) penderita dengan ST elevasididapatkan seluruhnya pemeriksaan troponin T>0,1 ng/ml, sedangkan 6 penderitadengan ST depresi, terdiri dari 5 (14,3%) penderita dengan troponin T>0,1 ng/ml, 1(2,9%) penderita TnT <0,1 ng/ml. inversi gelombang T dijumpai pada 5 penderita(14,3%) terdiri dari 3 (8,6%) penderita dengan TnT >0,1 ng/ml, 2 (5,7%) penderitadengan TnT <0,1 ng/ml. Gabungan ST depresi dan inversi gelombang T jugaditemukan pada 5 penderita, terdiri dari 3 (14,3%) penderita dengan TnT>0,1ng/ml, 2 (5,7%) penderita dengan TnT <0,1 ng/ml. secara uji statistik ada hubunganantara pemeriksaan nilai troponin T >0,1 ng/ml dengan perubahan EKG.Demikian juga dilaporkan oleh Katus dkk sirkulasi troponin T>0,1 ng/mlberhubungan bermakna terhadap adanya perubahan gambaran EKG yaitu adanyagelombang ST reversible atau gelombang T (p<0,005). Namun pada penelitian iniselama masa rawatan semua penderita yang secara EKG dijumpai ST elevasi (diagnosa IMA) dengan nilai troponin T>0,1 ng/ml, tidak ditemukan komplikasikematian, hal ini mungkin karena cepatnya pengobatan dan perhatian yang seriusselama masa rawatan dan lokasi lesi, derajat besarnya penyumbatan dan adatidaknya sirkulasi kolateral.

Sedangkan perubahan EKG ST depresi dan inversi gelombang T (non STsegment elevasi) dan pemeriksaan TnT >0,1 ng/ml, ditemukan komplikasi yang fatal(kematian) 6 (17,1%) penderita. Hal ini juga disebutkan pada penelitian GUSTO II bpaa penderita dengan perubahan EKG ST depresi dan T inversi, serta ST elevasibersamaan dengan ST depresi mempunyai prognosa yang jelek (53,79)

Dari 35 penderita sindroma koroner akut penelitian ini, dijumpai 30 (85,7%)nilai troponin T>0,1 ng/ml, dan dari troponin T>0,1 ng/ml didapatkan 23 (76,7%)mengalami komplikasi. Komplikasi terbanyak dengan troponin T > 0,1 ng/ml, padapenelitian ini selama dirawat adalah syok yaitu pada 19 (76%) penderita, disusuldengan kematian pada 6 (17,1%) penderit dimana nilai troponin T yang meninggalsemua >2 ng/ml, sedangkan penderita dengan TnT <0,1 ng/ml tidak ada mengalamikomplikasi yang fatal. Hanya 12 dari 30 penderita nilai troponin T>0,1 ng/ml yangdapat dilakukan ekokardiografi, dijumpai 9 penderita nilai ejeksi fraksi <40%.Goldman dkk (78) dari 351 penderita APTS didapatkan 36% dengan troponin T>0,1ng/ml, kemudian 30 hari setelah keluardari rumah sakit, ternyata penderita dengantroponin T>0,1 ng/ml tersebut didapatkan insiden kardiak ( kematian, IMA) lebihtinggi dibanding dengan troponin T<0,1 ng/ml (6,4% vs 0,4%, p <0,01). Dan hasilangiografi dengan troponin T>0,1 ng/ml tersebut didapatkan 69% yang diperlukan

untuk tindakkan revaskularisasi (PTCA / Stenting atau CABG). Disebutkan bahwaangina pektoris tak stabil (APTS) adalah fase kritis dari penyakit jantung koroner danakan meningkat resiko terjadinya IMA dan kematian, terutama 72 jam setelahtimbulnya gejala. Dari penelitian post mortem penderita APTS ditemukan adanyaerosi atau ruptur fibrous kap dari plak aterosklerosis pada kejadian awal. Pemaparanplak yang berisi kolagen dan komponen lain dari dinding pembuluh darah akamembentuk trombus intra koroner. Ohman dkk dari penelitian dengan skala yanglebih besar yaitu 801 penderita SKA didapatkan troponin T meninggi 33% dansetelah 30 hari keluar dari rumah sakit, kematian dijumpai pada 16% dari troponin Tyang meninggi. CAPTURE trials juga dari 890 penderita SKA (24% troponin Tmeninggi), kematian setelah 1 bulan ditemukan sebanyak 15% dari troponin T (+).Lusher dkk meneliti pada 516 penderita SKA (48% troponin T meninggi), kematian

Page 22: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 22/26

©2003 Digitized by USU digital library 22

setelah 1 bulan keluar dari rumah sakit 11% dari troponin T (+) . Newby dkk (42)mendapatkan komplikasi kematian dengan troponin T (+) dan troponin Y(-) setelah30 hari keluar dari rumah sakit yaitu 4,1 % vs 1,3%.

Pada beberapa penelitian yang lain mengenai jumlah kematian dan seranganulangan yang timbul dalam 45 hari sampai dengan 6 bulan, lebih tinggi dijumpaipada penderita troponin T(+) dibanding troponin T(-)

Hamm CW dkk menemukan bahwa insiden infark miokard dan kematianberbeda secara bermakna antara kelompok troponin T(+) dan troponin T (-) . telahdibuktikan bahwa penderita APTS yang mempunyai kadar troponin T meninggi lebihmungkin terjadi IMA atau meninggal selama perawatan rumah sakit. Demikian jugapada penelitian ini didapatkan kematian yang lebih tinggi pada kelompok APTSdibanding IMA selama masa perawatan dengan troponin T (+). Sehinggapemeriksaan ini dapat mendeteksi penderita APTS yang mempunyai prognosa jelek.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Seino dkk menemukan uji troponin T (+)pada 64% (14 dari 22) penderita APTS. Dari 14 penderita troponin T (+), 8 (57,15)penderita insiden kardiak, dimana 6 penderita mengalami kematian.

Katus pada penelitiannya mendapatkan bahwa nilai troponin T (+) pada APTSantara 0,55 – 3,1 ug/dl berhubungan dengan stenosis koroner >75% padapenderita. Rentang yang lebar ini sesuai dengan adanya perbedaan derajatkerusakan sel miokard akibat iskemi yang terjadi pada APTS yang menimbulkandeintegrasi sel. Makin tinggi kadar troponin T yang beredar dalam darah,,menunjukan makin banyak sel yang nekrosis (mikro infark)

Sehingga pemeriksaan troponin T memudahkan pada klinisi untuk mengambilkeputusan apakah penderita SKA segera dilakukan pemeriksaan diagnosa denganangiografi koroner untuk menentukan tindakan angioplasti atau bedah pintaskoroner segera untuk menyelamatkan miokard dari kerusakan yang lebih luas.

Dari 35 penderita SKA, didapatkan t roponin T.0,1 ng/ml pada 30 (85,7%), dantroponin T<0,1 ng/ml pada 5 (14,3%) . sehingga dari tabel 13, sensitifitas danspesifitas diagnostik SKA berdasarkan troponin T (+) dengan onset nyeri dada13,97 ± 13,26 adalah 100% dan 100%. Sedangkan berdasarkan CKMB (+) adalah68,4% dan 81,3 ( Tabel 14). Namun berdasarkan uji statistik kedua pemeriksaan initidak berbeda bermakna (p>0,05) untuk menguji diagnostik SKA.

Berdasarkan uji korelasi Spearman tidak ada korelasi antara pemeriksaanCKMB dengan troponin T yang meninggi (p>0,05) pada penderita sindroma koronerakut, sehingga pemeriksaan troponin T lebih baik dari pada CKMB dalam menilaikerusakan mikro infark otot jantung pada penderita sindroma koroner akut.

Berdasarkan stratifikasi resiko, dari 35 penderita sindroma koroner akut ini, 30diantaranya masuk kelompok resiko tinggi, dan diantaranya menglamai kematian.

BAB V

KESIMP ULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN1. pada penderita sindroma koroner akut dengan troponin T > 0,1 ng/ml dijumpai

komplikasi yang lebih berat.2. Seluruh penderita sindroma koroner akut yang meninggal dijumpai nilai troponin

T>0,1 ng/ml.3. Pemeriksaan troponin T lebih baik dari pada CKMB dalam menilai kerusakan

mikro infark otot jantung penderita sindroma koroner akut.

Page 23: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 23/26

©2003 Digitized by USU digital library 23

5.2. S A R A N1. Pada setiap penderita sindroma koroner akut harus diperiksa nilai troponin T agar

dokter dapat menstratifikasikan penderita selama dirawat sehingga dapat

mencegah mortalitas yang akan timbul.2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih luas mengenai tindakan selanjutnya padapenderita sindroma koroner akut dengan troponin T>0,1 ng/ml untuk menilaiapakah diperlukan tindakan revaskularisasi ( PTCA/Stenting atau CABG).

Kepustakaan

Abe S, Arima S, Yamashita T et al. Early Assesstment of Reperfusion Theraphy UsingCardiac Troponin T.J Am Coll Cardiol 1994;23:1382-9

Anonym. Troponin T : Suatu Tonggak Baru Dalam Diagnosis Dini Iskemik Miokard.Dalam Boeringer Mannheim. Tahun ?;2-50.

Antman EM, Braunwald E. Acute Myocardial Infarction. In : Braunwald E (ed). HeartDisease A Text Book of Cardiovasculer Medicine 5 th ed, WB SaundersCompany, Philadelphia 1997:1184-288.

Antman EM, Fox KM. Guideline for Diagnosis and management of Unstable Anginaand Non Q Wave Myocardial Infarction : Proposed Revision. Am Heart J2000; 139:461-75.

Antman EM, Grudzien C, Ohmann EM et al. Value of Series Troponin T for Early andLate Risk Stratification in Patients with Acute Coronary Sindromes.Circulation 1998;98:1853-59.

Antman EM, Sacks DB, Rifai N, et al Time to Positivity of Rapid Bedside Assay forCardiac-Specific troponin T predicts Prognosis in Acute Coronary Syndromes: A Thrombolysis in Myocardial Infarction ( TIMI) 11 A substudy. J AM CollCardiol 1998;31:326-30.

Aroney C. Management of the acute coronary syndromes. Aust Prescr 2001;24 :56-8.

Bakker Aj, Koelemay JW, Gorgels JPM et al. Troponin T and myocardial at admissionvalue of early diagnosis of acute myocardial infarction. Eur Heart J.1994,15:45-53.

Bardoff MM, Freitag H, Scheffold T, Remmpis A, Kubler W, Katus AH. Developmentand Characterization of a Rapid Assay for Bedside Determinations of Cardiac Troponin T. Circulation 1995;92:2869-75.

Bardoff MM, Hallermayer K, Schroder et al. Improved troponin T ELISA specific forcardiac troponin T isoform : assay development and analytical andvalidation Clinical Chemistry 1997;43:458-66.

Bardoff MM, Rauscher T, Kampman M et al. Quantitative bedside assay for cardiac

troponin T : a complementary methode to centralized laboratory testing.Clinical Chemistry 1999;45;7:1002-8

Baum H, Braun S, Gerhardt W et al. Multicenter evaluation of a second generationassay for cardiac troponin T. Clinical Chemistry 1997;43;10 :1877-84.

Boersma E, Pieper KS, Chang WC et al. Predictors of outcome in patients with acutecoronary syndromes without persistent ST-segment elevation. Circulation2000;101:2557-67.

Braunwald E, Antman ME, Beasley JW et al. ACC/AHA guidline for the managementof patient with unstable angina and non ST segment elevation miocardinfark. Executive summary and recommendation. Circulation2000;102:1193-1209.

Page 24: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 24/26

©2003 Digitized by USU digital library 24

Budiarso LR, Sarimawan. Survey kesehatan rumah tangga tahun 1992 : Polakematian, Jakarta Badan Lit Bang Kes. Departement Kesehatan RI1992:46.

Christenson RH, Azzazy HME. Biohemical markers of the Acute Coronary Syndromes.Clinical Chemistry 1998; 44 : 8 : 1855 – 64.Christenson RH, Duh SH, Newby K et al. Cardiac Troponin T and I : Relative Value in

Short-Term Risk Stratification of Patient with Acute Coronary Syndromes.Clin Chem 1998;44:3:494-501.

Doctor’s Guide. Test in identifying patient at risk of dying from heart attact. URL:http://www.pslgroup.com/dg/D6B6.html

Editorial review. Troponin T and Myocardial Damage. Lancet 1991;338:23-4.Efthymiadis A, Lefkos N, Liastis I et al. The Diagnosis value of determination of

troponin T in the diagnosis of unstable angina. Acta Cardiol1994;44(5):419-24.

Ellis AK. Serum Protein Measurement and The Diagnosis of Myocardial Infarction,Editorial Comment. Circulation 1991;33:1107-9.

Falk E, Shah PK, Fuster V. Coronary plaque distrtuption. Circulation 1995;92:657-71. Forrester JS. Role of Plaque rupture in acute coronary syndromes. The AM J of

Cardiol 2000;86 (8 Supp 2) :15-23. Fuster V, Badimon L, Badimon JJ et al. The Pathogenesis of Coronary Artery Disease

and The Acute Coronary Syndromes. N Engl J Med 1992;326(5) :310-8. Fuster V, Fayad ZA, Badimon JJ et al. Acute coronary syndromes : biology. Lancet

1999;353 (Supp):5-9. Fustur V, Badimon L, Badimon JJ et al. The Pathogenesis of Coronary Artery Disease

and The Acute Coronary Syndromes. N Engl J Med 1992;326(4) :242-50. Gersh BJ, Braunwald E, Rutherford JO. Chronic Coronary Artery Disease. In :

Braunwald E (eds). Heart disease a text book of cardiovasculer Medicine 5 th ed, WB Saunders Company, Philadelphia 1997:1290-349

Gersh BJ, Braunwald E, Rutherford JO. Chronic Coronary Artery Disease. In :Braunwald E (ed) Heart Disease A Text Book of Cardiovascular Medicine 5 th ed, WB Saunders Company, Philadelphia 1997:1290-349.

Gokhan CV, Gok H, Kaptanoglu B. The prognostic value of troponin T in unstableangina. Int.J Cardiol 1996;53:3:237-44.

Goldman BU, Heeschen C, Hamm CW. Cardiovascular risk and therapeutic benefit of coronary interventions for patients with unstaable angina according to thetroponin T status. Eur Heart J. 2000;21(14):1117-9

Goldman BU, Newby LK, Ohman EM. Cardiac Marker for Decision Making in AcuteIschemic Syndrome. ACC Current Journal Review 2000;9:43-5.

Hamm CW , Goldman UB, Heeschen C et al. Emergency Room Triage of Parient withAcute Chest Pain by Means of Rapid Testing for Cardiac Troponin T or I. NEngl J Med. 1997;337:1648-53.

Hamm CW, Ravkilde J, Jorgensen P et al. The Prognostic Value of Serum Troponin Tin Unstable Angina. N Engl J Med 1992;327:146-50.

Heeschen C, Hamm CW, Simoons ML. Angiographic finding in patient with refractoryunstable angina according to troponin T status. Circulation, 199;104:1509-14.

Hetland Q, Dickstein K. Cardiac troponin I and T in patient with suspected acutecoronary Syndrome : a comparative study in routine setting. ClinicalChemistry 1998;44:7:1430-6.

Hoffman F. Cardiac marker update. 24 Januari 2000. Roche Diagnostics. Holmvang L, Luscher MS, Clemmensen P et al. Very Early Risk Stratification Using

Combined ECG and Biochemical Assessment in Patient with UnstableCoronary Artery Disease (TRIM Study). Circulation 1998;98:2004-9.

Page 25: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 25/26

©2003 Digitized by USU digital library 25

Katus AH, Remmpis A, Newman FJ et al, Diagnostic efficiency of Troponin TMeasurement in Acute Myocardial Infarction. Circulation 1991;83:902-12.

Katus H, Gerhardt W, Hamm CW. S-Troponin T in Suspected Ischemic Myocardial

Injury Compared with Mass and Catalytic Concentrations of S-CK MB.Clinical Chemistry 1991;37:1405-12 Klootwijk P, Hamm C. Acute coronary ayndromes : diagnosis. Lancet 1999;353

(supp1) :10-15.Kwong TC, Pomerantz RM, Eichelberger JP. New troponin assay. University of

Rochester Medical Centre, NY 2001:26:2. Libby P. Coronary artery injury and the biology of atherosclerosis : inflamation,

trombosis and stabilitation. The AM J of Cardiol 2000;86 (8 Supp 2( :3-8. Lindahl B, Toss H, Sieghahn A et al. Markers of Myocardial Damage and Inflamation

in Relation to Long-Term Mortality in Unstable Coronary Artery Disease. NEngl J Med 2000;343:1139-47.

Lindahl B, Venge P, Wallensin L. Relation Between Troponin T and The Risk of Subsequent Cardiac Events in Unsable Coronary Artery Disease. Circulation1996;93:1651-7.

Luscher MS, Tygesen K, Ravkilde J, Heickendorff L. Applicability od Cardiac TroponinT and I for Early Risk Stratification in Unstable Coronary Artery Disease.Circulation 1997;96:2578-85.

Mair J, Dienstle F, Puschendorf B. Cardiac Troponin T in The Diagnosis Of MycardialInjury. Clinical lab. Science 1992;29(1) : 31-57.

Mair J, Dworzak EA, Schmidt J et al. Cardiac Troponin T in Diagnosis of AcuteMyocard Infark. Clin. Chemistry 1991;845- 52.

Maynard SJ, Menown IBA, Adgey AAJ. Troponin T or I as cardiac Markers in IschemicHeart Disease. Editorial. Heart 2000;83 :371-3

Maynars SJ, Scott GO, Riddell JW, adgey AAJ. Management of acute coronarysyndromes. BMJ 2000;321 :220-3.

Mulder J, Bellomo R. The Significance and Rhe Use of Troponins in the ICU. Crit Care& Shock 2000;3:121-9.

Murray C, Alpert JS. Diagnosis of Myocardial Infarction. Current Op.in Cardiol1994;465-70.

Newby LK, Christenson RH, Ohman Em et al. Value of Serial Troponin T for Early andLate Risk Stratification in Patients with Acute Coronary Sindromes.Circulation. 1998;98:1853-59.

Norris RM. A new performance indicator for acute miocard infarction. Heart2001:85:395-401.

Ohman Em, Armstrong PW, Christenson RH et al. Cardiac Troponin T Levels for RiskStratification in Acute Myocardial Ischemia. N Engl J Med 1996;335;1333-42.

Ohman EM, Granger CB, Harrington RA, Lee Kl. Risk stratification and therapeutic

decision making in acute coronary syndomes. JAMA 2000;284(7) :876-878. Ooi DS, Isotolo PA, Veinot JP. Corelation of Antemortem Serum Creatine Kinase,

Cretine Kinase MB, Troponin T and with Cardiac Pathology. ClinicalChemistry 2000;46:3:338 - 44.

Rabbani LE. Acute coronary syndromes : beyond myocyte necrosis. N Engl J M 2001,345(14):1057-1058.

Rao ACR, Collinson P, Anson RC, Joseph SP. Troponin T measurement aftermyocardial infarction can identify left ventricular ejection of less than 40%Heart 1998;80:223-225.

Roberts R, Fromm RE. Management of Acute Coronary Syndromes Based on RiskStratification by Biochemical Markers. Circulation 1998;1831-33

Page 26: penydalam-elias tarigan

8/8/2019 penydalam-elias tarigan

http://slidepdf.com/reader/full/penydalam-elias-tarigan 26/26

©2003 Digitized by USU digital library 26

Ross R. The Phatogenesis of atherosclerosis. In : Braunwald E (ed). Heart Disease AText Book of Cardiavasculer Medicine 5 th ed, WB Saunders Company,Philadelphia 1997:1105-1125.

Rottbauser W, Greten T, Muller BM et al. Troponin T : a diagnostic marker formyocardial infarction and minor cardiac cell damage. Eur Heart J 1996, 17(Suppl) :3-8.

Schahbazfar A, Kropf J. Evaluation of the ELISA troponin T-assay on the ES 600analyzer. Catalogue of regulatory element. 1997.

Schuchert A, Hamm C, Scholz J et al. Prehospital testing for troponin T in patientwith suspected acute myocardial infarkction. Am Heart J 1999;138:1:45-8

Seino Y, Tomita Y, Takano T. Early identification of cardiac events with serumtroponin T in patient with unstable angina. Lancet 1993;342:1236-40.

Selwyn AP, Braunwald E. Ischemic Heart Disease. In : Isselbacker KJ, Braunwald E,Wilson JN et al. Editor Harrison’s Principles of Internal Medicine 13 th ed.New York. Mc Graw Hill 1994:1077-85.

Simons ML, Boersma E, van-der Zwaan C, Deckers JW. The Challenge of acutecoronary syndromes. Lencet 1999;353 ( Suppl II) : 1-4.

Stary HC, Chaidh Ab et al. A definition of advanced types of atherosclerosis lesion.Circulation 1995;92:1335-1374.

Stubbs P, Collinson P, Moseley D et al. Prospective Study of The Role of Cardiactroponin T in Patients Admitted with Unstable Angina. BMJ 1996;313:262-4.

Stubbs P, Collinson P, Path MRC et al. Prognostic Significance of Admission TroponinT Concentrations in Patient with Myocardial Infarction. Circulation1996;94:1291-7.

Timmis A. Acute Coronary Syndromes : Risk Stratification. Heart 2000;83:241-6. Troponin T Prognostically Superior to Troponin I and ECG. Doctor’s Guide, November

12, 1996. http://www.pslgroup.com/dg/DAEA.htm . Winter DRJ, Koster RW, Straalen VJP et al. Critical Difference Between Serial

Measurement of CKMB Mass to Detect Myocardial Damage. ClinicalChemistry 1997;43;2:338-43.

Winter DRJ, Koster RW, Sturk A, Sanders GT. Value of Myoglobulin, Troponin T, andCK MB in Ruling out an Acute Myocardial Infarction in The EmergencyRoom. Circulation 1995;92:3401-7

Wu AHB. Introduction to Coronary Artery Disease ( CAD) and Biochemical Markers.In : Cardiac Markers, Wu AHB (Eds), Human Press Inc, Totowa NJ, 1998:3-20.

Wu AHB, Apple FS, Gibler B et al. National Academy of Clinical BiochemistryStandards Laboratory Practise : Recommendation for The Use of CardiacMarkers in Coronary Artery Disease Disease. Clinical Chemistry1999;45;7:1104-21.

Wu AHB, Feny YJ, Moore R et al. characherization of Cardiac Troponin subunit

Released into Serum after Myocardial Infarction and Comparison of Assayfot Troponin T and I. clinical Chemistry 1998;44:6:1198-1208.

Wu Q1, Jha PK, Sarkar S et al. Isolation and characterization of human fast skletalbeta troponin T cDNA : compatarive sequence analysis of isoform andinsight into the evalution of members of a multigene family. DNA Cell Biol1994;3:217-33.

Yeghiazarians Y, Braunstein JB, Askari A, Stone P. Unstable Angina Pectoris. N Engl JMed 2000;342:101-12.

Zimmerman J, Fromm RE, Meyer D et al. Diagnostic Merker Cooperative Study forthe Diagnosis of Myocardial Infarction. Circulation 1999;99:1671-77.