Upload
rinaldi-yushar-rosadi
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
1/28
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI KELAS
I-A PADANG
Disusun Untuk Memenuhi Nilai Uji Kompetensi Dasar III
Matakuliah Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Disusun Oleh :
RINALDI YUSHAR ROSADI
(E0009291)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
2/28
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PADA PENGADILAN NEGERI KELAS I-A PADANG
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam,
untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia bekerja, baik pekerjaan
yang diusahakan maupun bekerja pada orang lain. Bekerja pada orang lain
maksudnya adalah bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang member
perintah dan mengutusnya, karena ia harus tunduk dan patuh pada orang lain yang
memberikan pekerjaan tersebut.1 Hal ini melahirkan hubungan perburuhan.
Menurut Charles D. Drake dalam Aloysius Uwiyono perselisihan antara
pekerja/buruh karena didahului oleh pelanggaran hukum juga dan dapat terjadi
karena bukan pelanggaran hukum. Perselisihan perburuhan yang terjadi akibat
pelanggaran hukum pada umumnya disebabkan oleh karena:
1.) Terjadi perbedaan paham dalam pelaksanaaan hukum perburuhan. Halini tercermin dari tindakan pekerja/buruh atau pengusaha yang
melanggar suatu ketentuan hukum.
2.) Tindakan pengusaha yang diskriminatif, misalnya jabatan, jenispekerjaan, pendidikan, masa kerja yang sama tapi karena perbedaan
jenis kelamin lalu diperlakukan berbeda. Sedangkan perselisihan
perburuhan yang terjadi tanpa didahului oleh suatu pelanggaran,
umumnya disebabkan oleh:
1H. Zainal Asikin,Pengertian, Sifat dan Hakikat Hukum Perburuhan dalam Dasar-dasar Hukum
Perburuhan, PT. Raja Grasindo Persada, 1993, hal. 1
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
3/28
a. Perbedaan dalam menafsirkan hukum perburuhanb. Terjadi karena ketidaksepemahaman dalam bentuk perubahan
syarat-syarat kerja.2
Sistem hukum perburuhan yang berkembang dari industrialisasi di Eropa
abad ke-19, yang kemudian diadopsi oleh negara-negara lain di dunia, pada
dasarnya adalah sebuah upaya untuk menertibkan konflik antara majikan dan
buruh kedalam suatu sistem rasionalitas legal. Teori-teori hukum positivis
menekankan peran yang netral dari aturan-aturan dalam memelihara kepentingan-
kepentingan dari semua kelompok kedalam apa yang didefenisikan sebagai
aturan-aturanpermainan (rules of the game). Sementara institusi pengadilan dan
para hakimnya dipandang sebagai wasit atau pengawas dari aturan-aturan
permainan ini.3
Peraturan perundangan yang berkaitan dengan proses penyelesaian
perburuhan yang pernah diberlakukan di Indonesia adalah melalui UU Darurat
Nomor 16 Tahun 1951 yakni melalui perantaraan, memberi putusan yang berupa
anjuran kepada pihak-pihak yang berselisih. Jika usaha Menteri Perburuhan itu
tidak berhasil, perselisihan diserahkan kembali kepada panitia pusat. Cara
penyelesaian perselisihan perburuhan menurut UU No. 22 Tahun 1957 yang
berpegang pada suatu asas musyawarah untuk mufakat dengan berpijak pada
tahap pertama bila terjadi perselisihan penyelesaiannya diserahkan kepada para
pihak yang berselisih. Dalam hal tidak dicapainya perdamaian antara pihak yang
berselisih setelah dicari upaya penyelesaian para pihak maka baru diusahakanpenyelesaiannya oleh Badan Penyelesaian Perburuhan.4
2Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan & Diluar
Pengadilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 41-42.3
Surya Tjandra, Makalah tentang Pengadilan Hubungan Industrial di Indonesia, Quo Vadis?
Beberapa Catatan dari Awal Ruang Sidang, disampaikan pada Current Issues on Indonesian Laws
Conference, School of Law, The University of Washington, Seattle, Amerika Serikat, 28 Februari
2007, hal. 1.4
Zaeni Asyhadie , op.cit, hal. 201
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
4/28
Di Indonesia, keberadaan pengadilan perburuhan yang dikenal dengan UU
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PHI) telah disetujui dalam
rapat paripurna DPR RI pada tanggal 16 Desember 2003. Tepat sebulan
kemudian, tanggal 14 Januari 2004, UU PHI diundangkan oleh Presiden menjadi
UU No. 2 Tahun 2004, dan akan berlaku secara efektif setahun kemudian.
Spirit UU PHI No. 2 Tahun 2004 ini adalah menjamin penyelesaian
perselisihan industrial menjadi adil, cepat dan murah. Itulah ungkapan yang keluar
dari Menakertrans Erman Suparno dalam peresmian gedung PHI di Padang
Sumatera Barat.5
Dengan berlakunya UU No. 2 Tahun 2004, maka UU No. 22 Tahun 1957
tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan UU No. 12 Tahun 1964
tentang Pemutusan Hubungan Kerja pada Perusahaaan Swasta dinyatakan tidak
berlaku lagi. Ini berarti UU No. 2 Tahun 2004 menghapus sistem penyelesaian
perselisihan melalui P4P/D (Panitia Perselisihan Perselisihan Perburuhan
Pusat/Daerah). Dalam hal ini sistem P4P/D dinilai sudah tidak lagi sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan mekanisme penyelesaian perselisihan yang cepat,
tepat, adil dan murah.6
Selain itu pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 dirasakan
tidak lagi dapat menampung perkembangan masyarakat dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut7:
1. Penyelesaian perselisihan di lingkungan Badan Usaha MilikNegara/Badan Usaha Milik Daerah belum diatur dalam ketentuan
tersebut.
5Majalah Nakertrans Edisi 01-Februari 2006 dalam Agung Hermawan, Masih Adakah Keadilan
Bagi Buruh, LBH Bandung, Fikri Print Production, April 2008, hal. 38.6
Della Feby dkk,Praktek Pengadilan Hubungan Industrial: Panduan Bagi Serikat Buruh, TURC,
Jakarta, 2007, hlm.2.7
MSM Simanihuruk, Tanggungjawab Pemerintah dalam Menegakkan Peraturan dan
Menjalankan Pengawasan atas Putusan Lembaga Penyelesaian dalam Perspektif Pengawasan,
disampaikan padaFocus Group Discussion Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta,
Hotel Cemara, tanggal 23-24 November 2005.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
5/28
2. Hak-hak pekerja/buruh secara perorangan ditempatkan sedemikian rupasehingga tidak dapat diakomodir untuk menjadi pihak dalam
perselisihan hubungan industrial.
3. Tidak mengatur perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalamsatu perusahaan.
4. Tidak menjamin rasa keadilan bagi pekerja/buruh dan pengusaha karenapenyelesaian perselisihan yang ditawarkan hanya melalui jalur non
litigasi.
5. Terkesan kuatnya campur tangan Pemerintah, dalam hal:a. Veto Menteri Adanya kewenangan Menteri untuk menunda atau
membatalkan putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pusat (P4P) melalui Hak Veto berdampak pada terbentuknya
paradigma masyarakat tentang besarnya campur tangan pemerintah
yang seharusnya dikurangi.
b. Hanya ada Pegawai Perantara di bagian Hubungan Industrial danSyarat- Syarat Kerja yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (tidak
memberikan alternatif pilihan penyelesaian melalui konsiliasi dan
arbitrase)
6. Keanggotaan P4P dan P4D diangkat tanpa seleksi yang menimbulkanasumsi bahwa lembaga P4D dan P4P tidak independen.
PHI merupakan Pengadilan khusus yang berada pada lingkup peradilan
umum atau biasa disebut Pengadilan Negeri.8 Sebagaimana disampaikan oleh
Ketua MA Bagir Manan, pengertian Pengadilan khusus disini bukan hanya dari
obyek perkara yang adalah sengketa perburuhan dalam hubungan perburuhan,
8Pasal 55 UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4356.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
6/28
tetapi juga dari segi susunan majelis hakim yang terdiri hakim biasa (karir) dan
hakim ad hoc (ahli), cara-cara beracara khusus seperti tidak adanya upaya hukum
banding dan penjadwalan waktu penyelesaian perkara yang terbatas.9
UU No. 2 Tahun 2004 merombak total sistem penyelesaian perburuhan
yang telah ada sebelumnya. UU ini membagi perselisihan industrial menjadi
empat macam, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK,
dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Meski pada tahap
awal penyelesaian perselisihan diisyaratkan harus menempuh mekanisme bipartit,
namun pembagian keempat macam perselisihan ini membawa konsekuensi yang
berbeda satu sama lain dalam tahap penyelesaian berikutnya.10
PHI pada PN. Kelas I-A Padang sejak tahun 2006-2010 telah menerima 105
perkara perselisihan hubungan industrial, 101 perkara PHK, 1 perkara perselisihan
hak, 1 perselisihan kepentingan, 2 perkara perlawanan.
Walaupun telah disyaratkan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya
PHK, namun fakta yang terjadi justru sebaliknya. Di PHI pada PN. Kelas I-
APadang, dari 4 (empat) jenis sengketa hubungan industrial, sengketa PHK-lah
yang mendominasi perkara yang masuk.
Didorongnya perselisihan perburuhan ke ranah formal pada sebuah lembaga
penyelesaian perselisihan perburuhan, mau tidak mau memaksa pekerja maupun
pengusaha untuk menempuh jalur tersebut, sehingga perlu untuk mengukur
keefektifan jalur penyelesaian perselisihan perburuhan di lembaga penyelesaian
hubungan industrial dengan mengaitkannya dengan ketentuan Pasal 4 ayat 2 UU
No.4 Tahun 2004 tentang Kehakiman yang menyatakan: Peradilan dilakukan
dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
9Website Tempo Interaktif, http://www.tempointeractive.com, terakhir dikunjungi 26 Mei 2013
Pk. 13.15 WIB.10
Dela Feby dkk, op.cit, hal.3.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
7/28
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha yangdiselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
Kelas I-A Padang?
2. Bagaimana efektivitas Pengadilan Hubungan Industrial pada PengadilanNegeri Kelas I-A Padang dalam menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial di Sumatera Barat?
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
8/28
D. Pembahasan
1. Hubungan Industrial dan Perselisihannya
a. Hubungan Industrial
Di Indonesia konsep hubungan Industrial yang dianut adalah Hubungan
Industrial Pancasila (HIP) yang lahir dari hasil Lokakarya Nasional yang
diselenggarakan dari tanggal 4 sampai 7 Desember 1974 dan diikuti oleh wakil
dari organisasi buruh/pekerja, organisasi pengusaha, wakil pemerintah, dan unsur
perguruan tinggi. HIP adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku
dalam proses produksi barang dan jasa yang didasarkan atas nilai-nilai yang
merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan UUD 1945,
yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaaan
nasional Indonesia.11
Hubungan Industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi,
konsultasi musyawarah serta berunding ditopang oleh kemampuan dan komitmen
yang tinggi dari semua elemen yang ada dalam perusahaan. Undang-undang
ketenagakerjaan telah mengatur prinsip-prinsip dasar yang perlu kita kembangkan
dalam bidang hubungan industrial. Arahnya adalah untuk menciptakan sistem dan
kelembagaan yang ideal, sehingga tercipta kondisi kerja yang produktif, harmonis,
dinamis, dan berkeadilan.12
Dalam dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial
menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil,
dan murah13. Oleh karena Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964
tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak sesuai
11 Lalu Husni, op.cit, hal 2312 Adrian Sutedi,Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 2313
Landasan menimbang huruf b UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian PerselisihanHubungan Industrial.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
9/28
dengan kebutuhan masyarakat, maka lahirlah Undang-undang No. 2 Tahun 2004
Tentang Penyelesaian Perselesihan Hubungan Industrial.
b. Perselisihan Hubungan Industrial.
Perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak dalam sebuah perusahaaan
dalam dunia kerja disebut Perselisihan Hubungan Industrial (PHI). PHI secara
ringkas dapat diartikan sebagai perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau
serikat pekerja.14
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 2 tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) disebutkan
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan.
2. Proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di lembaga
Penyelesaian Hubungan Industrial
Apabila pada tahap mediasi atau konsiliasi tidak tercapai kesepakatan, maka
salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Pengadilan Hubungan Industrial adalah Pengadilan khusus yang berada pada
lingkungan peradilan umum. Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan
berwenang, memeriksa dan memutus:
a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
14Libertus Jehani,Hak-hak pekerja Bila di PHK, Visi Media, Jakarta, 2006, hal.11
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
10/28
c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan (Pasal 56 UU PPHI).
Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri
dari:
a. Hakim;
b.
Hakim Ad-Hoc;
c. Panitera Muda; dand. Panitera Pengganti.Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung (MA)
terdiri dari:
a. Hakim Agung;b. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; danc. Panitera. (Pasal 60 UU PPHI)Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah
Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI (Pasal 57 UU PPHI).
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan
Industrial tidak membuka kesempatan untuk mengajukan upaya banding ke
Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang menyangkut
perselisihan hak dan perselisihan PHK dapat langsung dimintakan kasasi ke MA.
Sedangkan menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat
pekerja/SB dalam satu perusahaan merupakan putusan tingkat pertama dan
terakhir yang tidak dapat dimintakan kasasi ke MA.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
11/28
Secara singkat prosedur pengajuan gugatan dan persidangan di PHI sebagai
berikut15:
a. Gugatan diajukan ke PHI yang daerah hukumnya meliputi tempatdomisili pekerja.
b. Gugatan harus dilampiri dengan risalah penyelesaian melalui mediasiatau konsiliasi. Jika risalah tidak disertakan Pengadilan wajib
mengembalikan gugatan kepada penggugat.
c. Gugatan harus mencantumkan pokok-pokok persoalan yang menjadiperselisihan beserta identitas para pihak dan dokumen yang menguatkan
gugatan.
d. Apabila perselisihan tersebut menyangkut perselisihan hak/ kepentinganyang diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, pengadilan
hubungan industrial memutuskan terlebih dahulu perkara perselisihan
hak atau kepentingan (Pasal 87 UU PPHI).
e. Apabila proses beracaranya adalah proses cepat sesuai permohonantertulis salah satu pihak maka dalam tujuh hari kerja setelah
permohonanditerima, Ketua PN mengeluarkan penetapan tentang
dikabulkan atau ditolaknya permohonan tersebut. Bila permohonan
dikabulkan ketua PN dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah keluar
penetapan menentukan majelis hakim, hari, tempat, dan waktu sidang
tanpa prosedur pemeriksaan. Tenggat waktu untuk jawaban dan
pembuktian kedua belah pihak masing-masing ditentukan tidak melebihi
14 hari kerja (Pasal 98 dan Pasal 99 UU PPHI).
f. Apabila dengan proses acara biasa, maka dalam waktu paling lama tujuhhari kerja setelah penetapan majelis hakim, Ketua majelis akan
melakukan sidang pertama.
15Libertus Jehani, Op.Cit, hal. 25-26
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
12/28
g. Apabila dalam sidang pertama secara nyata-nyata pengusaha terbuktitidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah serta hak-hak
lainnya selama menunggu penyelesaian PHK, hakim Ketua sidang
segera menjatuhkan putusan sela yang memerintahkan pengusaha untuk
membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja
yang bersangkutan.
h. Apabila pengusaha mengabaikan putusan sela tersebut maka hakimketua sidang memerintahkan sita jaminan dalam sebuah penetapan
Pengadilan Hubungan Industrial. Putusan sela tersebutpun tidak dapat
diadakan upaya perlawanan atau upaya hukum (Pasal 96 UUPPHI).
i. Selambat-lambatnya 50 hari kerja sejak sidang pertama Majelis Hakimmemberikan putusannya.
j. Putusan Majelis Hakim tentang perselisihan kepentingan danperselisihan antar pekerja dalam satu perusahaan bersifat final.
Sedangkan putusan Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial
mengenai perselisihan hak dan PHK mempunyai kekuatan hukum yang
tetap apabila dalam waktu 14 hari kerja tidak diajukan permohonan
kasasi oleh pihak yang hadir atau 14 hari kerja setelah putusan diterima
oleh pihak yang tidak hadir.
3. Prosedur PHK Oleh Pengusaha
PHK yang dilakukan oleh Pengusaha harus memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam
ketentuan Pasal 151 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan:
a. Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah,dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
13/28
b. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungankerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja
wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh
atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan
tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
c. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat
memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Sementara ketentuan Pasal 152 UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengisyaratkan:
(1)Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secaratertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
disertai alasan yang menjadi dasarnya.
(2)Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapatditerima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
apabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat
(2).
(3)Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapatdiberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah
dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan
kesepakatan.
PHK tanpa penetapan sebagaimana dimaksud Pasal 151 ayat 3 batal demi
hukum (Pasal 155 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya selama
belum adanya penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
14/28
(Pasal 155 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Pengusaha
dapat melakukan penyimpangan selama proses PHK berlangsung dengan
menjatuhkan skorsing pada pekerja/buruh dengan tetap membayar upah beserta
hak-hak lainnya yang biasa diterima buruh (Pasal 155 ayat 3 UU No. 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan).
Perkara perselisihan hubungan industrial yang masuk di PHI pada PN. Kelas
I-A Padang dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.
Gambaran Umum Jumlah Perkara Perselisihan Hubungan Industrial
tahun 2006-2010 di PHI pada PN. Kelas I-A Padang
No. Tahun
Jenis PerselisihanTidak Termasuk Jenis
Perselisihan
Jumlah
PHK Hak KepentinganAntar SP/SB Dalam Satu
PerusahaanPerlawanan Terhadap Sita
1 2006 19 - 1 - - 20
2 2007 16 - - - 2 18
3 2008 29 1 - - - 30
4 2009 19 - - - - 19
5 2010 18 - - - - 18
Jumlah Total = 105
Sumber: PHI pada PN. Kelas I-A Padang
Dari tabel-tabel diatas tampak bahwa perkara PHK sangat dominan dengan
jumlah 101 perkara, 98 perkara PHK dilakukan oleh Pengusaha secara sepihak, 2
kasus PHK yang diminta oleh Pekerja/buruh dengan alasan Pengusaha melanggar
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
15/28
ketentuan Pasal 169 Ayat (1) huruf C UU No. 13 tahun 2003 yang yang pada
intinya menyatakan karena pengusaha tidak membayar upah tepat pada waktu
yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih,
pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga PPHI dan 1 perkara PHK
yang diajukan Pengusaha.
Dari 105 perkara tersebut, 6 diantaranya masih diperiksa di Mahkamah
Agung Republik Indonesia (MARI) yaitu 1 (satu) perkara tahun 2008 atas nama
Ermawati Cs berhadapan dengan YSO Adabiah (masih dalam proses Peninjauan
Kembali), 4 (empat) perkara tahun 2009 yaitu Khairul Bakri CS berhadapan
dengan PT. Basko Minang Plaza (masih dalam proses Peninjauan Kembali),
Hendri Marizal CS berhadapan dengan PT. Basko Minang Plaza (masih dalam
proses Peninjauan Kembali), Mohd. Ihsan berhadapan dengan Yayasan RS Islam
(Yarsi) Sumbar (masih dalam proses Peninjauan Kembali), Firsta Cs berhadapan
dengan Yayasan Lembaga Pembangunan Nasional (masih dalam proses
Peninjauan Kembali), 1 (satu) perkara tahun 2010 yaitu Tisna Refianti berhadapan
dengan PT. BPR Sungai Puar (masih dalam proses kasasi).16
Adapun alasan-alasan PHK yang dilakukan oleh Pengusaha dari kasus-
kasus yang masuk di PHI pada PN. Kelas I-A Padang adalah:
1. Ada rasa suka dan tidak suka;2. Pengusaha kurang memahami UU No. 13 tahun 2003 dan UU No. 2
tahun 2004;
3. Pekerja dianggap melanggar disiplin kerja;4. Efisiensi;5. Tanpa ada kesalahan;6. Tidak harmonis lagi hubungan kerja;
16Data PHI pada PN. Kelas I-A Padang pertanggal 13 Juli 2011
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
16/28
7. Ketidakpuasan pengusaha;8. Dikualifikasikan mengundurkan diri oleh perusahaan;9. Tidak menjalankan tugas;10.Pekerja melakukan kejahatan diperusahaan;Dari 10 (sepuluh) alasan diatas, jika ditarik secara umum, maka hanya 2
alasan PHK dengan penetapan yang sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan yaitu dengan alasan efisiensi dan alasan pekerja/buruhmelanggar disiplin kerja/peraturan perusahaan/perjanjian bersama. Sedangkan
alasan PHK tanpa penetapan ada 2 yaitu pekerja/buruh mangkir dan melakukan
tindak pidana. Alasan-alasan lain yang mengemuka sama sekali bukanlah alasan-
alasan sebagaimana maksud UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
PHK dengan alasan efisiensi yang dilakukan pengusaha tidak dilakukan
tertulis. PHK dengan alasan efisiensi membawa konsekwensi pengusaha harus
membayar uanga pesangon 2 kali lipat kepada pekerja/buruh. Sehingga menjadi
hal yang bisa dimaklumi kenapa kemudian pengusaha enggan untuk membuat SK
PHK secara tertulis, apalagi didalam SK PHK dicantumkan perusahaan mem-
PHK karena sedang melakukan efisiensi.
Pengusaha biasanya akan membantah dengan keras jika dianggap telah
melakukan PHK dengan alasan efisiensi. Didalam praktek pengusaha biasanya
melakukan PHK sepihak, tanpa terlebih dahulu meminta penetapan ke lembaga
PPHI, namun justru pihak pekerja yang dominan mengajukan gugatan ke PHI
pada PN Kelas I-A Padang. Tercatat hanya 2 kasus PHK yang diajukan oleh
Pengusaha dalam kurun waktu 2006 sampai dengan 2010.
Pekerja/buruh yang menempuh jalur sampai ke PHI pada PN. Kelas I-A
Padang mempunyai berbagai macam alasan, antara lain:
1. SK berhenti tidak sesuai dengan ketentuan yang ada;
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
17/28
2. Merasa tidak ada kesalahan;3. Tidak diberi tugas/jadwal.4. Menuntut hak dan mengembalikan nama baik.5. Pekerja merasa dirugikan dan dibodoh-bodohi.6. Diberhentikan secara lisan tanpa ada uang pesangon karena dianggap
melakukan kesalahan berat;
7. Gaji tidak dibayar oleh Pengusaha diiringi dengan tidak boleh masukkerja.26
8. Menuntut hak dan kepastian hukum.Dari perkara yang masuk di PHI pada PN. Kelas I-A Padang, lamanya
proses sampai dilaksanakannya putusan bervariasi. Jika terjadi perdamian, perkara
perselisihan hubungan industrial di PHI pada PN Kelas I-A Padang bisa selesai
dalam waktu sangat singkat, yaitu 6 hari. Sedangkan jika tidak, maka bisa
memakan waktu bertahun-tahun. Sebagai contoh perkara No. 27/G/2008/
PHI.PDG, mendaftarkan gugatan sejak tanggal 5 September 2008 dan sidang
pertama tanggal 16 September 2008 sampai saat ini masih menunggu hasil
putusan peninjauan kembali yang baru diajukan pengusaha pada tanggal 3 Maret
2011. Demikian juga dengan Firsta Cs yang 3 kali mengajukan gugatan, dengan 2
kali membayar panjar biaya perkara karena nilai gugatannya diatas Rp. 150 juta.
Gugatan pertama pada tanggal 22 Februari 2008, gugatan kedua pada tanggal 29
Agustus 2008, kedua gugatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima. Pada
gugatan ke-3 yang diajukan pada 23 Desember 2009, Firsta Cs memenangkan
gugatannya. Perkara inipun saat ini masih dalam pemeriksaan peninjauan kembali
yang dilakukan pengusaha pada tanggal 8 Maret 2011.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
18/28
4. Efektivitas PHI pada PN. Kelas I-A Padang dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dihubungkan dengan asas sederhana, cepat
dan biaya ringan.
Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kehakiman menyatakan
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Selanjutnya
penjelasan pasal 4 ayat 2 menyebutkan yang dimaksud dengan sederhana adalah
pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan
efektif. Yang dimaksud dengan biaya ringan adalah biayaperkara yang dapat
terpikul oleh rakyat Namun demikian, dalam pemeriksaan dan penyelesaian
perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan,
pengertian cepat diartikan berkaitan dengan proses beracara yang dapat
dilaksanakan secepat mungkin. Kemudian Pasal 5 ayat (2) menyatakan
Pengadilan membantu pencari keadilan dengan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan.
Praktik penyelesaian perselisihan hubungan industrial di PHI pada PN.
Kelas I-A Padang secara teori memang menciptakan kepastian hukum, namun jika
dihubungkan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan maka
masih banyak kekurangannya.
Secara umum praktik penyelesaian perselisihan hubungan industrial di PHI
pada PN. Kelas I-A Padang jika dihubungkan dengan asas peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan dapat dilihat sebagai berikut:
a. Tahap pra pendaftaran gugatanKarena proses penyelesaian perselisihan di PHI pada PN Kelas I-A
Padang sudah masuk ke ranah hukum formil, maka para pihak biasanya
mengajukan secara tertulis. Walaupun gugatan dapat diajukan secara
lisan (Pasal 144 R.bg hanya memperbolehkan gugatan lisan diajukan
hanya oleh orang yang tidak dapat menulis, tidak dapat diajukan oleh
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
19/28
kuasanya), namun dari seluruh gugatan perkara perselisihan yang
masuk di PHI pada PN Kelas I-A Padang, semuanya diajukan secara
tertulis. Bagi seorang buruh, untuk memformulasikan gugatan bukanlah
persoalan yang gampang, walaupun berlatarbelakang pendidikan
sarjana hukum. Proses ini dianggap jauh dari sederhana oleh para
buruh, bahkan sangat menyulitkan. Hal ini bisa diatasi dengan
membayar jasa seorang advokat, namun hal tersebut juga tidaklah
menjamin, karena walaupun telah didampingi Advokat masih saja
perkara yang gugatannya tidak dapatditerima (NO/Niet van Onkelijke).
NO-nya perkara tersebut bukanlah karena masalah substansi, hal yang
seharusnya tidak perlu terjadi.
b. Tahap pendaftaran gugatanGugatan yang telah disusun oleh penggugat kemudian didaftarkan ke
PHI pada PN Kelas I-A Padang dengan dibubuhi materai Rp. 6000,-.
Biasanya gugatan difotokopi sekian rangkap (minimal 6 rangkap)
dengan melampirkan risalah mediasi/konsoliasi maupun anjuran
mediator/konsiliator. Untuk gugatan yang nilai ganti ruginya dibawah
Rp. 150 juta, maka tidak akan dikenakan biaya, namun jika nilai ganti
ruginya melebihi Rp. 150 juta, maka penggugat harus mengeluarkan
biaya. Bagi seorang buruh hal ini sangat memberatkan, sehingga
mereka cenderung untuk memecah gugatannya menjadi 2 atau lebih
gugatan. Hal ini malah menimbulkan masalah baru, proses menjadi
tidak sederhana. Disamping itu belum tentu putusannya akan sama pula.
c. Tahap persidangan (pembacaan gugatan sampai putusan)Pada tahap ini para pihak akan hadir dipersidangan 2 kali seminggu.
Untuk pihak-pihak berperkara yang berdomisili di Kota Padang, biaya
yang dikeluarkan untuk transportasi jauh lebih sedikit daripada mereka
yang berdomisili di luar Kota Padang. Disamping adanya biaya
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
20/28
transportasi yang lebih, jarak tempuh yang jauh juga menjadi sebuah
hal yang terasa sangat memberatkan buruh/pekerja.
Proses beracara selanjutnya adalah acara jawab menjawab, setelah
gugatan dibacakan, maka tergugat akan mengajukan jawaban. Tahap ini
adalah salah satu tahap yang menentukan, karena jawaban tersebut bisa
saja berdampak gugatan penggugat dinyatakan NO. Setelah jawaban,
acara selanjutnya adalah replik dan duplik. Bagi pekerja/buruh yang
tidak didampingi Advokat maka hal ini akan terasa menyulitkan. Hal
iniberimpilikasi kepada pertimbangan putusan karena hakim akan sulit
membuat pertimbangan hukum untuk membuat putusannya.
Selanjutnya para pihak akan mengajukan alat-lat bukti tertulis sebagai
salah satu pembuktian. Pada agenda ini bukti-bukti yang akan diajukan
terlebih dahulu difotokopi, diberi materai dan stempel di kantor pos.
Kemudian dilegalisir dibagian kepaniteraan PHI pada PN Kelas I-A
Padang. Setelah itu diperlihatkan kepada majelis hakim untuk
dicocokkan dengan yang aslinya. Pada proses ini juga ada biaya yang
harus dikeluarkan oleh para pihak, walaupun telah digariskan tidak
dikenakan biaya untuk gugatan yang nilai gantiruginya kurang dari Rp.
150 juta. Para pekerja/buruh sering kesulitan dalam proses ini,
disamping karena tidak mempunyai sistim dokumentasi yang baik,
mereka juga bingung akan mengajukan bukti tertulis yang dapat
mendukung dalil-dalil positanya.
Kalupun ada mereka juga bingung tentang cara pengajuan ke
persidangan walaupun telah diberi arahan oleh majelis hakim.
Demikian juga pada saat pengajuan saksi, pekerja buruh juga akan
kesulitan untuk menghadirkan saksi, kalaupun ada, mereka juga
kesulitan untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada saksi.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
21/28
Selajutnya para pihak akan mengajukan kesimpulan terhadap seluruh
rangkaian proses persidangan secara tertulis. Walaupun tidak
diwajibkan untuk menyerahkan kesimpulan, namun bagi pihak yang
membuat, proses ini juga terasa menyulitkan.
Walaupun telah digariskan bahwa perkara yang disidangkan harus
diputus 50 hari kerja sejak persidangan pertama, namun faktanya di PHI
pada PN Kelas I-A Padang masih ada perkara yang diputus melebihi
waktu tersebut. Belum lagi jika ada upaya hukum sampai dengan
Peninjauan Kembali, sebuah perkara bisa memakan waktu bertahun-
tahun untuk memperoleh sebuah kepastian hukum.
d. Tahap eksekusiSetelah perkara memiliki kekuatan hukum tetap, maka pihak yang
dimenangkan akan mengajukan eksekusi. Jika eksekusi bisa dilakukan
secara damai, maka hal tersebut tidaklah akan berlangsung rumit,
sebaliknya jika pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan
eksekusi, maka proses selanjutnya akan rumit.
Berikut ini pendapat para pihak berkaitan dengan efektivitas PHI dalam
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial:
1. Basrul Efendi, Juru sita PHI pada PN Kelas I-A PadangKeberadaan PHI lebih menguntungkan bagi pekerja dari segi waktu
karena jangka waktunya ditentukan. Dari segi biaya, nilai gugatannya
yang kurang dari Rp.150.000,-biaya ditanggung oleh negara. Di PHI
nilai kompensasi lebih banyak menguntungkan pekerja. Di P4D dan
P4P justru sebaliknya, nilai kompensasi pesangon lebih banyak
menguntungkan pengusaha.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
22/28
2. Hendri Marizal, Pekerja.Secara subtansi bisa menyelesaikan persoalan, Cuma untuk jangka
waktu terlalu lama, apalagi kalau ada upaya hukum. Tentu akan
berdampak terhadap nilai uang/pesangon. Kalau nilai Rp. 20 jt hari ini
tentu tidak akan sama dengan nilai 20 juta dua tahun yang akan datang.
Jadi harapannya agar bisa dikenakan denda.
3. Dwi Gusnayati, Pekerja.Dari segi waktu lama, apalagi ada upaya hukum. Ada biaya yang harus
dikeluarkan, biaya leges, biaya sumpah dan biaya bolak-balik sidang,
tapi demi harga diri semuanya tidak ada masalah.
4. Desmon Ramadhan, Kuasa Hukum PengusahaDari segi waktu agak lama, soal biaya misalnya harus ada biaya untuk
HRD yang mewakili pengusaha, terlebih jika pengusaha menggunakan
jasa advokat. Sementara jika menggunakan sistem yang lama P4D, bisa
satu-dua kali sidang putus.
5. Amiruddin, Kuasa Hukum Pengusaha.Dari segi waktu cukup efektif karena ada jangka waktu 50 hari harus
diputus, dari segi biaya juga karena nilai gugatan dibawah Rp. 150 juta,
ditanggung negara. Secara umum hakimnya cukup fair karena
memberikan kesempatan yang sama terhadap para pihak.
6. Firsta, Pekerja.Dari segi waktu tidak efektif apalagi kalau ada upaya hukum,
keindependenan hakim adhoc tidak terjaga, karena lebih condong
memihak dari unsur mana hakim tersebut berasal, yang terlihat dari
pertanyaaan-pertanyaan yang dilontarkan, tapi yang menguntungkan
proses di Pengadilan ini lebih transparan ketimbang waktu P4D.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
23/28
7. Alvian, Pekerja.Dari segi waktu agak lama dan agak berbelit-belit, kadang pihak datang,
terus tidak datang.
8. Bambang Irawan, Pekerja.Dari segi waktu agak lama, tidak perlu ada daluarsa untuk mengajukan
gugatan terhadap perkara PHK, karena merugikan pekerja.
9.
Adri, Hakim Adhoc PHI pada PN Kelas I-A Padang
Keberdaaan PHI sudah efektif, tapi pemahaman pekerja dan pengusaha
masih kurang, misalnya soal biaya
10.Amjelvis, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A PadangDari segi waktu, cukup efektif karena ada jangka waktu misalnya 50
hari di PHI, 30 hari di MA. Jadi waktunya lebih cepat dari P4D/P4P.
Tapi seharusnya MA memprioritaskan kasus yang masuk, setelah PHI
ada, baru dilanjutkan dengan kasus limpahan P4D/P$P. Ada kasus yang
NO, seharusnya ini tidak terjadi karena menurut saya kadang bukanlah
hal yang substansi sehingga seharusnya ada proses dismisal proses.
11.Masri, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A PadangDari segi waktu cepat dan efektif walaupun kadangkala ada kendala
misalnya soal barang yang akan dieksekusi, buruh /pekerja tidak tahu
sehingga tidak bisa dieksekusi.
12.Syahrial Yakub, Hakim Adhoc PHI pada PN. Kelas I-A PadangDari segi aturan waktu cukup efektif, di PHI 50 hari, di MA 30 hari.
Tapi dalam praktek selesainya perkara bisa 1-2 tahun. Kelebihan lain di
PHI kepastian hukum didapat, di P4D/P4P kepastian hukum sulit
didapat.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
24/28
13.Rusdi Zein, Kuasa Hukum Pengusaha.PHI tidak efektif karena prosesnya lama, biaya yang harus dikeluarkan
juga tinggi. Seharusnya Penyelesaian hubungan indusrial kembali pada
cara yang lama, melalui mekanisme P4D/P4P, dengan catatan hak veto
menteri dihilangkan. Pada P4D/P4P terdapat semua komponen, dari
pekerja, pengusaha dan pemerintah. Dari segi biaya lebih murah karena
tidak ada biaya untuk hakim dan biaya lain. Waktu pemeriksaan lebih
cepat, paling lama 2 kali sidang. Selain itu, jika kita berbicara soal
sengketa maka yang paling menonjol yang harus dikedepankan adalah
aspek keadilan bagi buruh dan pengusaha.
Ada beberapa hal berkaitan dengan efektivitas PHI pada PN. Kelas I-A
Padang jika dikaitkan dengan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan
yaitu:
1. Proses penyelesaian perselisihan di PHI pada PN. Kelas I-A Padangyang mengacu pada hukum acara bukanlah sebuah proses yang
sederhana. Seluruh rangkaian proses sejak membuat dan mendaftarkan
gugatan sampai adanya proses eksekusi bahkan sampai pelelangan
menimbulkan kesulitan bagi pihak-pihak yang berpekara, terutama pihak
pekerja. Bahkan majelis hakim yang memeriksa perkara-pun merasa
kesulitan ketika akan membuat pertimbangan-pertimbangan putusan jika
yang berperkara sama sekali tidak didampingi oleh kuasa hukum. Disisi
lain, penyelesaian perselisihan di PHI pada PN. Kelas I-A Padang lebihterasa transparan, putusannyapun cenderung sesuai dengan peraturan-
perundangan (berkaitan dengan uang pesangon), berbeda dengan P4D
yang terasa lebih sederhana tapi tidak transparan dan putusannya lebih
banyak menguntungkan pengusaha.
2. Walaupun penyelesaian perselisihan di PHI pada PN. Kelas I-A Padangsecara teori dibatasi oleh UU PPHI selama 50 hari kerja sejak sidang
pertama harus diputus dan ditingkat MA diputus 30 hari kerja sejak ada
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
25/28
permohonan, namun pada prakteknya masih ada perkara yang diputus
lebih dari 50 hari kerja sejak sidang pertama. Disamping itu, jika ada
upaya hukum, proses administrasi di PHI pada PN. Kelas I-A Padang
dan MA berkaitan dengan pengiriman dan pendaftaran berkas perkara
memakan waktu lebih lama. Jika perkara sampai pada upaya Peninjauan
Kembali, maka akan memakan waktu bertahun-tahun.
3. Dalam teori untuk nilai gugatan di bawah Rp. 150 juta tidak akandikenakan biaya, namun prakteknya masih ada biaya-biaya yang harus
dikeluarkan para pihak. Untuk nilai gugatan diatas Rp. 150 juta, pihak
yang mengajukan akan dikenakan biaya. Untuk menghindari hal ini,
maka biasanya pihak yang mengajukan gugatan akan memecah
gugatannya menjadi 2 atau lebih jika hal tersebut memungkinkan. Hal
ini menandakan bahwa biaya berperkara di Pengadilan bagi sebagian
orang terutama pekerja masih mahal apalagi jika menggunakan jasa
advokat.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
26/28
E. PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Perselisihan antara pengusaha dan pekerja disebabkan karena didahului olehpelanggaran hukum dan dapat terjadi karena bukan pelanggaran hukum.
Mekanisme Penyelesaian Hubungan Industrial dilakukan dengan upaya
bipartit, jika tidak berhasil maka dilanjutkan dengan upaya mediasi,
konsialiasi atau Arbitrase. Jika upaya mediasi dan konsiliasi gagal, maka
salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan
Industrial dan melakukan upaya hukum sampai ke Mahkamah Agung. Dalam
praktek di PHI Padang, dari empat perselisihan yang menjadi kewenangan
Pengadilan Hubungan Industrial, perkara perselisihan yang dominan adalah
PHK. Dari total 105 kasus yang masuk sejak tahun 2006 hinggatahun 2010,
101 adalah perselisihan PHK, 1 perselisihan kepentingan, 1 perkara
perselisihan hak, 2 perkara perlawanan. Dari 101 kasus tersebut, 2 kasus PHK
yang diminta oleh Pekerja dengan alasan Pengusaha melanggar ketentuan
Pasal 169 Ayat (1) huruf C UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
99 perkara PHK dilakukan oleh Pengusaha secara sepihak dan tanpa ada
penetapan dari lembaga PHI yang berakibat PHK batal demi hukum. PHI
pada PN Kelas I-A Padang justru terjebak dan menjadi lembaga yang
mensyahkan PHK yang tidak sah;
2. Bahwa efektivitas PHI pada PN Kelas I A Padang dalam menyelesaikanperselisihan hubungan industrial belum maksimal karena faktor sumber dayamanusia baik dari pekerja, pengusaha dan fungsionaris pengadilan, aturan
hukum yang tidak jelas dan tegas terutama dalam UU No. 2 tahun 2004
tentang PHI;
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
27/28
b. Saran
1. Jika pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak dapat lagi dihindarkan, agarpengusaha dalam mem-PHK pekerja benar-benar menjalankan ketentuan
Pasal 151 ayat 3 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu
dengan meminta penetapan terlebih dahulu dari Lembaga Penyelesaian
Perselisihan perburuhan. Jika telah ada penetapan, dapat dipastikan tidak akan
terlalu banyak perkara yang akan masuk ke PHI, karena sudah dapat
dipastikan pula penetapan tersebut akan mencantumkan hak dan kewajiban
pengusaha maupun pekerja, termasuk uang pesangon.
2. Keberadaan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagai lembaga yangmemiliki kewenangan sebagai lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial perlu dikaji ulang, karena PHI tidak mampu melaksanakan asas
peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Untuk itu perlu membuat
mekanisme yang dapat memenuhi asas tersebut.
7/28/2019 penyelesaian perselisihan hubungan industrial di pn padang
28/28
F. DAFTAR PUSTAKA
Adrian Sutedi,Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Della Feby dkk,Praktek Pengadilan Hubungan Industrial: Panduan Bagi Serikat
Buruh, TURC, Jakarta, 2007.
Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan
& Diluar Pengadilan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Libertus Jehani,Hak-hak pekerja Bila di PHK, Visi Media, Jakarta, 2006.
Simanihuruk, MSM, Tanggungjawab Pemerintah dalam Menegakkan Peraturandan Menjalankan Pengawasan atas Putusan Lembaga Penyelesaian dalam
Perspektif Pengawasan, disampaikan pada Focus Group Discussion
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Hotel Cemara,
tanggal 23-24 November 2005.
Surya Tjandra, Makalah tentang Pengadilan Hubungan Industrial di Indonesia,
Quo Vadis? Beberapa Catatan dari Awal Ruang Sidang, disampaikan pada
Current Issues on Indonesian Laws Conference, School of Law, The
University of Washington, Seattle, Amerika Serikat, 28 Februari 2007.
Surya Tjandra dan Jafar Suryomenggolo, Makalah tentang Sekedar Bekerja?
Analisis UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Indusrtial: Perspektif Buruh, Jakarta, 19 Maret 2004.
Majalah Nakertrans Edisi 01-Februari 2006 dalam Agung Hermawan,
Masih Adakah Keadilan Bagi Buruh, LBH Bandung, Fikri Print Production, April
2008, hal. 38.
Zainal Asikin, Pengertian, Sifat dan Hakikat Hukum Perburuhan dalam Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grasindo Persada, 1993.
Website Tempo Interaktif, http://www.tempointeractive.com, terakhir dikunjungi
26 Mei 2013 Pk. 13.15 WIB.
UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan