Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
LAPORAN HASIL
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PENYUSUNAN PERATURAN-PERUNDANG-UNDNAGAN SESUAI
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Oleh :
Dr. Soegianto, SH., MKn
0625096601
YAYASAN ALUMNI UNIVERSITAS DIPONEGORO
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG
SEMARANG
2019
iii
RINGKASAN
Kebutuhan negara hukum dalam penyusunan aturan yang baik dan benar
menjadi suatu standarisasi yang tidak dpat dielakkan. Hal inilah yang
melatarbelakangi kegiatan pengabdian yang dilakukan dengan judul Penyusunan
Peraturan-Perundang-Undnagan Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Target yang diharapkan dalam kegiatan pengabdian ini adalah terdapat
konstruksi pemahaman yang jelas terkait bagaimana penyusunan Peraturan-
Perundang-Undnagan Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bagi masyarakat. Disisi lain
luaran yang ingin di capai adalah makalah dalam pertemuan ilmiah yang tentunya
akan mendorong peningkatan kesadaran masyarakat dalam memahami hukum
dengan mempertimbangkan pemahaman penyusunan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Hasil pengabdian menunjukkan bahwa masyarakat acapkali tidak dilihbatkan
public hearing dalam penyusunan perancangan peraturan perundang-undangan
sehingga masyarakat tidak mampu menjalankan secara maksimal, Masyarakat
sangatlah membutuhkan pemahaman secara utuh terkait bagaimana proses
mekanisme peraturan dibentuk sehingga hal tersebut akan menjadi wahana bagi
masyarakat untuk memberikan masyarakat-masukan secara konstruktif dan adanya
pemahaman secara utuh atas penyelenggaraan Penyusunan Peraturan-Perundang-
Undangan kepada masyarakat akan berkorelasi pada nilai positif yang diambil oleh
masyarakat dalam menjalankan ketaatan hokum
Kata Kunci : Penyusunan, Pembentukan Dan Peraturan
iv
DAFTAR ISI Halaman
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Ringkasan
Daftar Isi
i
ii
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TARGET DAN LUARAN
BAB III METODE PELAKSAAN
BAB IV KELAYAKAN TIM PELAKSANA
BAB V HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
1
5
6
8
9
13
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Pemahaman terhadap peraturan perundang-undnagan tidak banyak
secara maksimal dipahami oleh masyarakat dewasa ini sebagai pedoman
membangun negara hukum. Konsep rechtstaat bersumber dan rasio manusia,
liberalistik individualistik, humanisme yang antroposentrik, pemisahan negara
dan agama secara mutlak-ateisme dimungkinkan.50 Adapun unsure-unsur
utama menurut F. J. Stahl terdapat 4 (empat) unsur dan negara hukum, yakni:
(1) Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia; (2) adanya pembagian
kekuasaan; (3) pemerintah harusah berdasarkan peraturan-peraturan hukum;
dan (4) adanya peradilan administrasi. Sementara menurut Scheltema unsur-
unsurnya terdiri dan: (1) Kepastian Hukum; (2) Persamaan; (3) demokrasi
dan; (4) pemerintahan yang melayani kepentingan umum1.
Kaidah peraturan perundang-undangan yang berlaku tentunya akan
menjadi konstruksi idealisme dalam penyusunan prinsip bernegara secara
tepat dan tentunya akan berkecenderungan pada aktualisasi negara
beradasrkan pada prinsip keadilan. Keadilan inilah yang diharapkan pada
masyarakat kita dewasa ini.
Dalam bentuk peraturan, Sumber hukum formal diartikan sebagai
tempat atau sumber dan mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum.
Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan
1 Sirajuddin dan Winardi, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Setara Press(Kelompok Instras
Publising), Malang, hlm 25
2
hukum itu secara berlaku formal. Dengan demikian, sumber hukum formal ini
merupakan bentuk pernyataan bahwa sumber hukum materiil dinyatakan
berlaku. ini berarti bahwa sumber hukum materiil bisa berlaku jika sudah
dibeni bentuk atau dinyatakan berlaku oleh hukum formal2.
Hal ini menjadi bagian dari taanggung jawab negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Jadi dengan demikian tugas negara adalah :
1. Membuat atau menetapkan peraturan. Jadi dalam hal ini negara
melaksanakan kekuasaan perundang undangan, legislatif.
2. Melaksanakan peraturan-Peraturan yang telah ditetapkan itu. Tugas ini
sebetulnya sama pentingnya dengan tugas yang pertama. Tugas ini berãrti
pula bahwa jika peraturan-Peraturan hukum itu dilanggar, negara harus
menghukum dan akibat dan pelanggaran itu harus ditiadakan. Jadi di sini
tugas negara tidak hanya melaksanakan peraturan saja, tetapi juga
mengawasi pelaksanaan tersebut, eksekutif dan judikatif.
3. Kekuasaan mengatur hubungan dengan negara-negara lain, federatif.
Ketiga tugas iniläh yang kemudian disebut Trias politika, yang nanti akan
diuraikan lebih lanjut dan disempurnakan oleh MontesquieU, dalam abad
ke XVIII3.
Namun tentunya dalam taraf penyusunan peraturan masyarakat juga
harus paham dan terlibat. Harus diingat bahwa secara filosofis hukum itu
justru arena kita tidak boleh percaya begitu saja (husnudzan) semangat orang,
melainkan harus curiga (suudzan) bahwa orang meskipun secara pribadi baik,
2 Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 29 3Soehino, 1996, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, hlm 109
3
jika berkuasa akan cenderung korup karena diseret untuk korup oleh
lingkungan kekuasaannya. Dalam kasus Indonesia, kita mempunyai Presiden
Soekarno dan Presiden Soeharto yang secara pribadi sangat baik penuh
integritas dalam mengabdi kepada nusa dan bangsa. Namun, ketika berkuasa
di bawah UUD 1945 yang ash sangat otoriter dan dengan kekuasaannya
menciptakan kekerasan-kekerasan politik. Sikap otoriter atau korupsi
penguasa ini terjadi berdasar hukum besi po1itik yang didalilkan Ld Acton
bahwa kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut
kecenderungan korupnya absolut pula to corrupt, absolute power corrupts
absolutely). Oleh sebab itu termasuk konstitusi sebagai hukum tertinggi
dalam suatu Negara, harus mengatur sistem dengan ketat dan kokoh cat
mengontrol dan meminimahisasi kecenderungan ; penguasa. Artinya hukum
itu harus dibuat berdasar kecurigaan atau prasangka tidak baik bahwa siapa
pun yang akan cenderung korup sehingga pengaturannya didalam konstitusi
juga harus ketat dan kokoh. Di dalam agama pun sebenarnya kita tidak
mutlak dilarang suudzan sebab dalil agamanya mengatakan, “jauhilah
prasangka itu karena dariprasangka itujelek.” ini berarti bahwa ada sebagian
prasangka yang tidak jelek, yang dalam hal ini, dapat disebut contohnya
dalam membuat konstitusi yakni harus berprasangka bahwa siapa pun yang
berkuasa akan cenderung korup4.
Oleh karenanya pemahaman masyarakat terkait bagaimana
membentuk peraturan perundang-undangan menjadi cukup esensial untuk
4 Mahfud MD, 2010, Konstitusi dan Hukum Dalam Kontroversi Isu, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm 143-144
4
dilaksanakan. Salah stau upaya melaksanakan kegiatan tersebut adalah
melalui pengabdian kepada masyarakat.
1.2 Permasalahan Mitra
Permasalahan yang dihadapi oleh mitra adalah belum adanya
pemahaman dan pengetahuan atas penyusunan peraturan perundang-undangan
yang baik dan benar
5
BAB II
TARGET DAN LUARAN
2.1 Target
Solusi atas permasalahan mitra di atas dapat diselesaikan melalui
pendekatan :
1. Menguji pemahaman mitra atas permasalahan yang dihadapi dalam
pemahaman peraturan perundang-undangan
2. Menganalisis atas permasalahan yang melatasbelakangi permasalahan-
permasalahan yang ada
3. Memberikan pemahaman atas permasalahan yang ada
4. Mengeluarkan rekomendasi atas hasil questioner dan pendalaman materi
melalui ceramah dan Tanya jawab
5. Melakukan publikasi secara ilmiah baik dari media massa maupun media
jurnal atau proseding atas hasil kegiatan pengabdian yang dilakukan
2.2 Luaran
Target luaran yang dihasilkan dalam kegiatan penelitian yang akan
dilakukan sebagai berikut :
Table 1
Table Rencana Capaian Luaran
No Jenis luaran Indikator Capaian
1 Publikasi Ilmiah di jurnal/Proseding submitted
2 Publikasi pada media massa (cetak/online) Sudah terbit
3 Peningkatan omzet pada mitra yang bergerak
dalam bidang ekonomi
Tidak ada
4 Peningkatan kuantitas dan kualitas produk Tidak ada
5 Peningkatan pemahaman dan ketrampilan
masyarakat
Ada
6 Peningkatan ketentraman/kesehatan masyarakat
(mitra masayarakat umum)
Ada
7 Jasa, model, rekayasa sosial, system,
produk/barang
Tidak ada
8 Hak kekayaan intelektual Tidak ada
9 Buku ajar Tidak ada
6
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah dalam pengabdian dilakukan dengan jalan
menyebarkan quesioner. Quesioner yang disebarkan berisi pertanyaan-
pertanyaan yang nantinya mampu mengukur sejauh mana jawaban-jawaban
atas kemampuan objek pengabdian terkait permaslahan yang dihadapi untuk
diselesaiakan dan temukan jalan solusi.
3.2 Khalayak Sasaran
Dalam kegiatan yang dilakukan sasaran yang menjadi objek pengabdian
adalah masyarakat yang memiliki level pendidikan S1 dan S2 dan membidangi
kajian bidang hukum. Sasaran ini tentunya sangatlah memiliki potensi besar
dalam mendukung hasil pelaksanaan pengabdian yang dilakukan ke
masyarakat nantinya.
3.3 Target dan Luaran
Target dari pengabdian yang akan dilakukan adalah
tersosialisasikannya pemahaman penyusunan pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik dan benar sesuai dengan pedoman Undang-
Undnag Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan. Pada sisi lain luaran yang ingin dicapai berdasarkan target tersebut
adalah publikasi pada makalah atau jurnal ilmiah.
3.4 Metode Pengabdian
Metode pengabdian yang dilakukan adalah dengan cara sebagaimana
berikut :
1. Menghubungi, mengkonfirmasi dan menjelaskan dengan adanya kegiatan
pengabdian yang akan dilakukan
2. Melakukan kegiatan pengabdian yang meliputi :
a. Penyebaran Quesioner Pra pengabdian
b. Melakukan ceramah
7
c. Melakukan sesi Tanya jawab
d. Penyebaran questioner pasca pengabdian
e. Memberikan evaluasi materi
3.5 Rancangan Evaluasi
Kegiatan rancangan dan model evaluasi yang dilakukan dalam kegiatan
pengabdian sebagai berikut :
No Kegiatan Evaluasi
1 Kehadiran peserta 80 % peserta hadir dalam
kegiatanpengabdian
2 Jawaban questioner pra pengabdian 30 % peserta memiliki
pemahaman atas jawaban terkait
pertanyaan yang disampaikan
dengan baik
3 Penyampaian materi 100 % peserta mendengarkan
penyampaian materi
4 Tanya jawab Minimal 30 % pertanyaan
disampiakan oleh peserta
5 Jawaban questioner pasca
pengabdian
60 % lebih peserta memiliki
pemahaman atas jawaban terkait
pertanyaan yang disampaikan
dengan baik
8
BAB IV
KELAYAKAN TEAM
Unsur adanya kelayakan team dalam melakukan kegiatan pengabdian ini
sebagai berikut :
1. Kerjasama dengan pihak LBH Demak Raya yang telah terjalin baik utamanya
dalam hal tri dharma perguruan tinggi
2. Perguruan tinggi memiliki arah atas ilmu baik secarateoritis maupun
konseptual untuk dikembangkan salah satunya melalui instrument tri dharma
perguruan tinggi
3. Perguruan tinggi memiliki sarana dan prasaran yang mendukung terlaksananya
kegiatan pengabdian yang dilakukan
4. Adanya perpustakaan yang ada dalam perguruan tinggi mampu memberikan
daya dukung baik berupa referensi dan atau rujukan yang mendukung kegiatan
pengabdian
5. Media massa yang ada di kampus diantaranya warta USM dan kerjasama
dengan media lokal sangat mendukung luaran pengabdian. Media massa yang
dimaksud diantaranya adalah Warta USM dan kerjasama dengan luar
diantaranya adalah Suara Merdeka
9
BAB V
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1 Hasil Pengabdian
Produk peraturan perundangan-undangan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-
undangan merupakan representasi wujud produk hukum yang dalam pratiknya
harus dipahami sebagai wujud bentuk pemhaman masyarakat atas peraturan-
peraturan yang berlaku. Dari sisi yuridis hal ini menjadi penting karena hokum di
Indonesia dalam mewujudkan keadilan sangatlah membutuhkan keadilan yang
paripurna melalui peraturan yang berlaku.
Kaitannya hal diatas, istilah yang paling tepat adalah untuk mewadahi
keadilan paripura adalah rechtssraat. Istilah rechtssraat lebih menekankan pada
pentingnya hukum tertulis (civil law)” dan kepastian hukum. Kebenaran dan
keadilan hukum di dalam rechtss taat lebih berpijak atau menggunakan ukuran
formal artinya yang benar dan adil itu adalah apa yang ditulis di dalam hukum
tertulis. Di dalam rechrsstaat hakim merupakan corong undang-undang. Sedangkan
the rule of law lebih menekankan pada pentingnya “hukum tak tertulis” (common
law) demi tegaknya keadilan substansial. Kebenaran dan keadilan hukum lebih
berpijak atau menekankan tegaknya substansi keadilan daripada kebenaran formal-
prosedural semata; artinya yang benar dan adil itu belum tentu tercermin di dalam
hukum tertulis melainkan bisa yang tumbuh di dalam sanubari dan hidup di dalam
masyarakat; dan karenanya hukum tertulis (UU) dapat disimpangi oleh hakim jika
10
UU dirasa tidak adil. Karena titik berat the rule of law adalah keadilan, maka dalam
membuat putusan hakim tidak harus tunduk pada bunyi hukum tertulis melainkan
dapat membuat putusan sendiri dengan menggali rasa dan nilai-nilai keadilan di
dalam masyarakat5.
Bentuk dan wujud rechtssraat menjadi anatomi wujud hokum yang adaptif
terhadap pembentukan nilai-nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat yang
sejatinya harus diterima dan harus dijalankan oleh masyarakat sehingga muncul dan
terjadinya ketertiban. Dalam telaah praktis, yang terjadi maka kebutuhan atas
peraturan perundang-undangan menjadi tidak dapat dikesampingkan oleh
masyarakat.
Masyarakat dengan sistem sosial yang tertentu akan memberikan
pedoman-pedoman kepada para anggotanya tentang bagaimana hendaknya
hubungan-hubungan antar mereka itu dilaksanakan. Pedoman-pedoman bisa berupa
larangan maupun keharusan. Apabila hal ini dihubungkan dengan tujuan untuk
memperoleh sumber daya, maka pedoman itu memberi tahu tentang bagammana
masing-masmng anggota masyarakat itu berbuat dalam hubungannya satu sama
lain, dalam rangka mengejar sumber-sumber daya tersebut. Suatu pasal undang-
undang misalnya, bisa mengatam an. bahwa untuk mendapatkan suatu barang yang
diinginkan Orang harus melakukan perbuatan jual-beli, artinya si pembeli harus
bersedia untuk membayar harga yang ditentukan. Disini, jalan masuk untuk
memperoleh sumber daya itu dilakukan dengan sarana uang, yang berarti, mereka
yang tidak memiliki uang sejumlah yang ditentukan oleh harga itu, tidak akan
5 Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 206-
207
11
mendapatkan barang tersebut. Secara lebih konsepsional kita akan menemukan
pernyataan tentang pembagian sumber sumber daya dalam masyarakat itu dalam
perundangu - undangan yang bersifat dasar, misalnya yang mengatakan, bahwa di
suatu negara, kehidupan perekonomian didasarkan pada azas kebebasan berusaha,
sedang negara lain didasarkan pada azas kekeluargaan/kebersamaan.6
Hal tersebut di atas sejalan apa yang tertulis dalam bagian penjelasan UU
no 12 tahun 2011 yang menyatakan bahwa Undang-Undang tentang Pembentukan
Peraturan Perundangundangan didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia
adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus
berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum
nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya
yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan
mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam praktik pengabdian yang dilakukan ada beberapa temuan yang ada
di lapangan terkait respon masyarakat terhadap Penyusunan Peraturan-Perundang-
Undangan Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan selama ini yang dipahami oleh
masyarakat :
6Sadjipto Rahardjo, 1982, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, hlm47-48
12
a. Masyarakat acapkali tidak dilihbatkan public hearing dalam penyusunan
perancangan peraturan perundang-undangan sehingga masyarakat tidak mampu
menjalankan secara maksimal.
b. Masyarakat sangatlah membutuhkan pemahaman secara utuh terkait bagaimana
proses mekanisme peraturan dibentuk sehingga hal tersebut akan menjadi
wahana bagi masyarakat untuk memberikan masyarakat-masukan secara
konstruktif
c. Adanya pemahaman secara utuh atas penyelenggaraan Penyusunan Peraturan-
Perundang-Undangan kepada masyarakat akan berkorelasi pada nilai positif
yang diambil oleh masyarakat dalam menjalankan ketaatan hokum.
Hal-hal diatas tentunhya sangatlah penting untuk direspon oleh pemerintah.
Mengingat hokum tidak terlepas dari unsur subjektif dari segala bentuk nilai-nilai
yang dalam kapasitasnya diakomodir melalui upaya keterlibatan secara sistematis
pada masyarakat. Kualitas hokum tentunya menjadikan kualitas pemahaman dan
ketaatan masyarakat akan maksimal.
5.2 Luaran Yang Dicapai
Luaran yang dicapai dalam kegiatan pengabdian yang dilalkukan adalah
output berupa sosialisasi yang dijalankan telah dipublikasikan di media. Dalam
bentuk publikasi ilmiah hasil luaran tidak ada.
13
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Beberapa hal yang menjadi bentuk kesimpulan dalam kegiatan
pengabdian ini sebagai berikut :
a. Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
peraturan perundang-undangan merupakan representasi wujud produk
hukum yang dalam pratiknya harus dipahami sebagai wujud bentuk
pemhaman masyarakat atas peraturan-peraturan yang berlaku. Dari sisi
yuridis hal ini menjadi penting karena hokum di Indonesia dalam
mewujudkan keadilan sangatlah membutuhkan keadilan yang paripurna
melalui peraturan yang berlaku.
b. Dalam praktik pengabdian yang dilakukan ada beberapa temuan yang ada
di lapangan terkait respon masyarakat terhadap Penyusunan Peraturan-
Perundang-Undangan Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan selama ini
yang dipahami oleh masyarakat : Masyarakat acapkali tidak dilihbatkan
public hearing dalam penyusunan perancangan peraturan perundang-
undangan sehingga masyarakat tidak mampu menjalankan secara
maksimal, Masyarakat sangatlah membutuhkan pemahaman secara utuh
terkait bagaimana proses mekanisme peraturan dibentuk sehingga hal
tersebut akan menjadi wahana bagi masyarakat untuk memberikan
masyarakat-masukan secara konstruktif dan adanya pemahaman secara
utuh atas penyelenggaraan Penyusunan Peraturan-Perundang-Undangan
14
kepada masyarakat akan berkorelasi pada nilai positif yang diambil oleh
masyarakat dalam menjalankan ketaatan hokum.
6.2 Saran
Saran yang dihasilkan berdasarkan hasil kajian pengabdian yang telah
dilakukan sebagai berikut
1. Perlu dilakukan kegitana pengabdian secara terus menenrus yang berkaitan
dengan masalah penyusunan peraturan perundang-undangan
2. Peran aktif masyarakat yang dalam kapasitanya mentaati sangatlah
berkorelasi terhadap pemahaman peraturan sebagai produk hokum. Oleh
karenanya sangatlah penting untuk menjalankan dan menyeimbangkan
antara keduanya.
3. Perlu dilakukan kegiatan-kegiatan pengabdian lebih lanjut yang serupa
15
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Mahfud MD, 2010, Konstitusi dan Hukum Dalam Kontroversi Isu, Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Sirajuddin dan Winardi, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Setara
Press(Kelompok Instras Publising), Malang
Soehino, 1996, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta
Peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hasil amandemen
ke empat
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan
16
Biodata Tim Pengabdian
Ketua Pengabdian
A. Identitas Diri
No Biodata Uraian
1 Nama lengkap Dr. Soegianto, SH., MKn
2 Jabatan fungsional -
3 Jabatan structural Tenaga pengajar
4 NIS/NIDN
5 Tempat dan tanggal lahir Kudus
6 Mata kuliah diampu Hukum Bisnis
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari
ternyata dijumpai ketidak sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima
sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah
Semarang, 13 Juni 2019
Ketua peneliti
Dr. Soegianto, SH., MKn
Nidn : 0625096601
17
Lampiran
Luaran Publikasi dalam media online
18
Lempiran
Dokumentasi Kegaiatan
Keterangan : Paparan Pengabdian
Keterangan : Paparan Pengabdian
19
Keterangan : Penyerahan Sertifikat
Keterangan : sambutan dalam kegiatan pengabdian dari LBH Demak Raya
PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN
2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Dr. Soegianto, SH., MKnPENGABDIAN UNIVERSITAS SEMARANG
BENTUK HUKUM DI DUNIA
Adanya kodifikasi hukum sehingga pengambilan keputusan oleh hakim
dan oleh penegak hukum lainnya harus mengacu pada Kitab Undang-Undang atau Perundang-undangan
Kodifikasi
Harus Tertulis setiap peraturan perundang-
undnagan harus dilandaskan pada bentuk
peraturan tertulis sehingga belum jadi
hukum jika belum terdapat peraturannya
(asas legalitas)
Tertulis
Hakim adalah corong Undang-Undang
sehingga penerapannya putusan tidak boleh
bertentangan dengan peraturan tertulis
Kebiasaan-Kebiasaan Tradisi Eropa Kontinental/Civil Law
Putusan hakim = UU
NAWIANSKY MENGELOMPOKKAN NORMA-NORMA HUKUM
Kelompok I: Staatfundamentalnorm
(norma fundamental negara)
Kelompok II: Staatgrundgesetz
(aturan dasar/pokok negara)
Kelompok III: Formell Gesetz (Undang-undang
formal)
Kelompok IV: Verordnung &Autonorne
Satzung (aturan pelaksana & aturan
otonom)
MATERI MUATAN (ISI)PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UUD 1945 : materi muatan berisi pokok-pokok penyelenggaraan negara.Ketetapan MPR : materi muatan berisi ketentuan-ketentuan pokok dalammelaksanakan UUD sebagaimana mestinyaUU : materi muatan berisi pelaksanaan UUD sebagaimana mestinyaPERPU : materi muatan berisi sama dengan Undang-UndangPeraturan Pemerintah : materi muatan berisi pelaksanaan Undang=-Undangsebagaimana mestinyaPeraturan Presiden : materi muatan berisi pelaksaaan ketentuan yang belumdiatur dalam peraturan pemerintah atau ketentuan yang belum diatur dalamUndang-Undang dan belum didelegasikan dalam Peraturan pemerintahPeraturan Daerah : materi muatan berisi menjalankan asas Otonomi daerah, asastugas pembantuan, menampung kondisi khusus daerah dan menampung aspirasimasyarakat
Asas lex superior derogat legi
inferior yang artinya peraturan yang lebih
tinggi mengesampingkan yang rendah (asas
hierarki)
lex superior derogat legi inferior
Lex specialis derogat legi
generali
Asas Lex Posterior Derogat Legi
Priori yaitu pada peraturan yang
sederajat, peraturan yang paling baru
melumpuhkan peraturan yang lama.
Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori
Asas undang-undang tidak boleh berlaku
surut (non-retroaktif)
Asas non retroaktif
ASAS-ASAS POKOK DAN TEKNIS DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum
yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan
hukum \yang bersifat umum (lex
generalis)
Kejelasan tujuan, adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harusmempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.
kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, adalah bahwa dalam Pembentukan PeraturanPerundang-undangan harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai denganjenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
dapat dilaksanakan, adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harusmemperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baiksecara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
kedayagunaan dan kehasilgunaan, adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuatkarena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
kejelasan rumusan, adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhipersyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah,serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macaminterpretasi dalam pelaksanaannya.
Keterbukaan, adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dariperencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifattransparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yangseluas-luasnya untuk memberikan masukan
ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK
asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan PUU harus berfungsi memberikan pelindungan untukmenciptakan ketentraman masyarakat.
“asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan PUU harus mencerminkan pelindungan danpenghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secaraproporsional.
“asas kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan PUU harus mencerminkan sifat dan watak bangsaIndonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan PUU harus mencerminkan musyawarah untuk mencapaimufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi Muatan PUU senantiasa memperhatikan kepentingan seluruhwilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian darisistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
“asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa Materi Muatan PUU harus memperhatikan keragaman penduduk,agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, danbernegara.
“asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan PUU harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagisetiap warga negara.
“asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap Materi Muatan PUU tidak bolehmemuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan,gender, atau status sosial.
“asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan PUU harus dapat mewujudkanketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
“asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap Materi PUU harus mencerminkankeseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dannegara.
ASAS MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
9
PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN(Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120 tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
SOSIALISASI
Usulan Baik Dari Inisiatif Legislatif
Maupun Eksekutif Melalui Propemperda
Penyusunan KAK
Publik Hearing Masyarakat
Penyusunan NA oleh Team Penyusun
Pembahasan Oleh DEWAN
Penyusunan RANPERDA oleh Team Penyusun
MENYUSUN PERATURAN TIDAK HANYA SEKEDAR MENJAHIT, TAPI JUGA SEORANG DUKUN YANG MAMPU
MEMPREDIKSIKAN
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK
A. JUDULB. PEMBUKAAN Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan Konsiderans Dasar Hukum DiktumC. BATANG TUBUH Ketentuan Umum Materi Pokok yang Diatur Ketentuan Pidana/sanksi (jika diperlukan) Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) Ketentuan PenutupD. PENUTUPE. PENJELASAN (jika diperlukan)F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
SISTEMATIKA RANCANGAN PERATURAN PERATURAN
Unsur filosofis diartikan sebagai pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita
hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan
FILOSOFIS SOSIOLOGIS
unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan
hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan
diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
YURIDIS
LANDASAN FILOSOFIS, SOSILOGIS DAN YURIDIS DALAM KONSIDERAN
Unsur sosiologis menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut
fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan
negara.
Contoh Tidak Ada Landasan Filsoofis, Sosiologis Dan Yuridis Yang Jelas
(halaman 11 lampiran I UU no 12 tahun 2011)
Dasar Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Pertama
Dasar hukum beriisi peraturan yang lebih tinggi sebagai eumber peraturan yang akan dibentuk
Kedua
Dasar hukum menjadi ketentuan yang sifatnya tidak boleh dipertentangkan dalam ketentuan yang akan dibuat
Ketiga
Dasar hukum menjadi kententuan pelaksanaan atas peraturan yang akan dibuat
(halaman 16 lampiran I UU no 12 tahun 2011)
Contoh dasar peraturan pembentukan (mengingat) yang tidak perlu dimasukkan(yang dimasukkan hanya yang ada dalam ketentuan pasal 7 UU
no 12 tahun 2012) dan yang berkaitan dengan materi yang diatur
- Peraturan yang subtansinya tidak berkaitan tidak perlu dimasukkan - Yang dimasukkan hanya peraturan dalam rumpun ketentuan pasal 7 PUU
Tidak perlu dimasukkan karena subtansinya tidak berkaitan
Ketentuan Umum Dalam Peraturan Perundang-Undangan
Berisi pengertian-pengertian umum yang
dijlanakan sehingga nantinya konsisten dalam
pelaksanaan pasal. Pengertian-pengertiannya harus bersifat jelas, tidak
multi tafsir dan mudah dipahami
Ketentuan umum
Berisi tujuan dan atau alasan-alasan yang
menjadi dasar peraturan perundang-undangan
dibentuk
Tujuan
Berisi acuan secara teknis melaksanakan norma-
norma dalam pasal secara baik dan benar. Asas harus menyesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan
yang akan dibuat
Asas Ruang lingkup
Ruang lingkup materi apa saja yang akan
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga
membatasi suatu produk peraturan
untuk tetap konsisten isinya
Contoh Tidak Ada beberapa hal tentang Ketentuan ruanglingkup
DI Kota Batu banyak peraturan yang telah mengatur asas, tujuan dan rung lingkup, akan tetapi pada bagian ringkup belu konsisten, ruang lingkup menguraikan apa saja yang diatur dalam peraturan nantinya
ISI MATERI PERDA DAPAT MEMUAT ACUAN PERATURAN YANG LEBIH TINGGI ATAU MUATAN LOKAL
contoh : Muatan Lokal
Ketentuan Sanksi Atau Pidana Dalam Peraturan Perundang-Undangan
sanksi administratif : ‘pencabutan izin’, ‘pembubaran’, ‘pengawasan’, ‘pemberhentiansementara’, ‘denda administratif’ atau ‘daya paksa
sanksi keperdataan : ‘ganti kerugian’
sanksi pidana : penjara atau dapat diganti denda. Ketentuan pidana diatur dalam pasal15 UU Nomor 12 tahun 2011 bahwa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam)bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Catatan :Ketentuan pidana ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu bab ketentuan pidana yang letaknya sesudah materi pokokyang diatur atau sebelum bab ketentuan peralihan. Jika bab ketentuan peralihan tidak ada, letaknya adalah sebelumbab ketentuan penutup (UU NO 12 TAHUN 2011). LAMPIRAN HLM 36
CONTOH PENERAPAN SANKSI YANG PATUT DIPERTIMBANGKAN
PIDANA PERDA DAN PIDAAN UNDANG-UNDANGJika dalam perda diatur potensinya pidana dalam Undang-
Undang dapat dimanfaatkan untuk pengesampingan
KETENTUAN KEKOSONGAN HUKUM SANKSIdalam peraturan di bawah belum jelas ada sebutan kewajiban akan tetapi sanksinya tidak ada
jika tidak dibutuhkan dan tidak tidak ada sanksinya maka tidak usah, karena berpotensi digugat melalui gugatan class action
Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru, yang bertujuan untuk:
memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan
menjamin kepastian
hukum;
mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.
menghindari terjadinya
kekosongan hukum;
KETENTUAN PERALIHAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Ketentuan penutup telah mengatur soal diatur lebih lanut batas waktunya, akan tetapi setaip peraturan belum konsisten ada yang 1ada yang 2 tahun, kemudian ada imbuhan frasa wajib, ada yang tidak, perlu dipertegas dalam pengaturan produk hukum daerah
tentang pembentukan peraturan daerah
KETENTUAN PENUTUP DIANTARANYA TIDAK MENJABARKAN KAPAN BATAS AKHIR PERATURAN BUPATI INI HARUS
DIBENTUK
PERATURAN PELAKSANAN IBARAT SEBAGAI HUKUM ACARA SEHINGGA PENTING UNTUK ADA
HARUS DITAFSIRKAN
DENGAN HUKUM ACARA
PELAKSANAANYA
PE
RTA
MA
BERISI PENJELASAN DALAM PERATURAN ATAU PASAL PERPASAL
KE
DU
A
SIFATNYA TIDAK BERISI PENGATURAN
KE
TIG
A
WUJUDNYA AGAR PELAKSANAAN PALSAL DILAKSANAKAN SEBAGAIMANA MESTINYA
Penjelasan Dalam Peraturan Perundang-undangan
PENJELASAN YANG TIDAK ADA DALAM PERDA INI
Frasa Konseling disebut berulang-ulang, akan tetapi baik dalam ketentuan umum maupunpenjelasan, tidak ada sekalipun ketentuan yang mengatur soal istilah atau maksud konseling
CONTOH
KEABSAHAN SUATU PERDA UNTUK DAPAT DITERAPKAN DAPAT DITINJAU DARI PERTIMBANGAN PERATURAN PERTIMBANGAN YANG DIGUNAKAN
Perlu dalam ketentuan tersebut mengkaji Peraturan Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 7 Tahun
2019 tentang Pedoman Perlindungan Anak dari
Radikalisme dan Tindak Pidana Terorisme
ORIENTASI OMNIBUSLAW PEMERINTAHInsert the title of your subtitle Here
Mempercepat Pertumbuhan
Ekonomi
Pada RUU cipta Lapangan Kerja Omnibuslaw bertujuan
mempercepat proses ekonomi yang salah satu
bentuknya penciptaan lapangan kerja
Kemudahan proses perizinan dalam
mendukung investasi
Penyederhanaan Peraturan
TANTANGAN PENYUSUNAN OMNIBUSLAW
Kepentingan Rakyat di atas konstitusi
Omnibuslaw Orientasi Utama Omnibuslaw pada masalah Subtansi, padahal hukum dapat berjalan maksimal harus
ada termasuk Struktur dan Cultur, sebagaimana disampaikan oleh Friedment
Orientasi kemudahan perizinan dan membuka lapangan kerja
sebanyaknya-banyaknya berpotensi pada upaya
mendegradasi perlindungan buruh yang selama ini belum
tercapai
ORIENTASI
Kurang Daya Dukung Masyarakat melalui serap aspirasi mengingat dibuat secara cepat dan tergesa-
gesa berpotensi menjadikan omnibuslaw tidak
menginisiasi aspirasi masyarakat
TERGESA-GESA
Isi pasal berpotensi hanya melegitimasi kebutuhan
Pemerintah
KAJIAN KURANG MENDALAM
Implikasi terkait penerapan UU no 15 tahun 2015 tentangperubahan UU no 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturanperundang-undangan yang hanya memberikan pengaturanberkaitan dengan masalah Pembentukan peraturan perundang-undangan ditingkat provinsi
Peraturan menteri dalam negeri republik indonesia nomor 120tahun 2018 tentang perubahan atas peraturan menteri dalamnegeri nomor 80 tahun 2015 tentang pembentukan produkhukum daerah yang subtansinya berisi upaya penegasan atasharmonisasi dan singkronisasi pembentukan peraturanperundang-undangan antara pemerintah pusat dankabupaten/Kota
TAMBAHAN
TerimaKasih