Upload
truongthuy
View
272
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2
SUKOHARJO
Skripsi
Skripsi
Oleh :
Anggraeni Dwi Susilowati
K2307016
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2
SUKOHARJO
Oleh :
Anggraeni Dwi Susilowati
K2307016
Skripsi
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan
Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Anggraeni Dwi Susilowati. PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA
KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes
diagnostik dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas kelas X semester
genap.
Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4 D (four D model) oleh
S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan
4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2) Design
(Perancangan),(3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate (Penyebaran). Obyek
penelitian ini adalah siswa SMA kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.
Hasil draft awal sebanyak 20 butir soal tes diagnostik. Validasi teoritik
dilakukan oleh Dosen Pembimbing selaku tim ahli yang memberikan penilaian
tentang materi, konstruksi dan bahasa. Selanjutnya dilakukan validasi empiris
dengan dua kali uji coba.
Uji Coba I dilakukan pada siswa kelompok kecil dengan jumlah responden
42 siswa dan diperoleh hasil sebanyak 4 soal belum dapat dipakai untuk
mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-
rata persentase derajat pengungkapan konsep terdapat 2 konsep yang belum
memenuhi patokan minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya
reliabilitas tes saat uji coba I adalah 0,29 sehingga termasuk kategori rendah yang
berarti instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa
masih rendah
Uji Coba II yang dilakukan pada siswa kelompok besar dengan jumlah
responden 78 siswa dan semua soal sudah dapat dipakai untuk mengungkap
miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-rata persentase
derajat pengungkapan konsep semuanya telah memenuhi patokan minimal 50%
dari jumlah responden dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
tes saat uji coba II adalah 0,69 sehingga termasuk kategori tinggi yang berarti
instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa tinggi.
Hasil penyusunan dan pengembangan tes diagnostik Optik Geometri secara
umum sudah baik dengan melakukan konsultasi ke Dosen Pembimbing selaku ahli
yang memberikan penilaian tentang materi, konstruksi dan bahasa.
Kata Kunci : Tes Diagnostik, Miskonsepsi, Konsep Fisika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Anggraeni Dwi Susilowati. FORMULATION OF PHYSICS DIAGNOSTICS
TEST AT FIRST CLASS OF SENIOR HIGH SCHOOL IN SMA 2
SUKOHARJO. Thesis. Surakarta : Teacher Training and Education Faculty , Sebelas
Maret University, December 2011.
The aim of research to formulate and develop a diagnostic test in learning
Physics at first class of senior high school.
This research uses a model of development 4 D (four D model) by S.
Thagarajan, Dorothy S. Semmel, and Melvyn I, Semmel. 4D development model
consists of four main stages, namely: (1) Define, (2) Design, (3) Development and
(4) Dissemination. Object of this research were high school students in class X
SMA Negeri 2 Sukoharjo.
Results of first draft 20 item diagnostics test. Teoritics validation done by
consulting the Supervisor who are assessment of the material, construction and
language. Then empiris validation with twice try out.
First try out conducted in small groups of students by the number of
respondents and 42 students obtained results have not been as many as four
questions can be used to reveal the misconceptions students at least 10% of total
respondents. For the average percentage degree of disclosure of the concept there
are two concepts that do not meet the benchmark of at least 50% can reveal student
misconceptions. The amount of instrument reliability tests while testing so I was
0.29 including the low category, which means the instrument is the level of
regularity in exposing students still low misconception.
Second try out are performed on large groups of students by the number of
respondents 78 students and all questions can already be used to reveal the
misconceptions students at least 10% of total respondents. For the average
percentage degree of disclosure of the concept it meets the minimum benchmark of
50% can reveal student misconceptions. The amount of instrument reliability tests
while testing II is 0.69, so it is a high category which is means the instrument level
of regularity in exposing students to high misconception.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Generally, results of formulation and development of diagnostic test
Geometric Optics by consulting the Supervisor as the experts who provide an
assessment of the material, construction and language.
Key Word : Diagnostic Test, Misconception, Consept of Physics
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
MOTTO
“Sungguh bahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan merugilah orang
yang mengotorinya” (QS. Asy-Syam:9-10)
“Kupikir keberhasilan itu karena keturunan, ternyata karena ketekunan. Kupikir
yang mahal itu uang dan emas, ternyata kepercayaan dan persahabatan. Kupikir
sukses itu hasil kerja keras ternyata hasil kerja cerdas. Kupikir Allah selalu
mengabulkan setiap permintaan, ternyata Allah hanya memberikan yang kita
butuhkan” (083865543xxx)
“Ketika menginginkan sesuatu, suatu saat akan sirna perlahan-lahan karena
tidak mampu diwujudkan. Namun seiring berjalannya waktu akan muncul suatu
kesempatan yang tak terduga, itulah jawaban dari alam sekitar yang ikut
mendoakan. Berkah Allah sangat luas, setelah kesulitan akan selalu ada
kemudahan.” (Penulis).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibu (Sunarti), Bapak (Marno), Mbak Ana, Dek
Koko dan seluruh keluarga tercinta.
2. Teman-teman kost “ Hanifah” yang selalu
mendukung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi
sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat
teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D. Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si. Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs.Sutadi waskito, M.Pd, Pembimbing Akademik (PA) yang senantiasa
memberikan semangat.
5. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Dosen Pembimbing I Program Fisika Jurusan P.
MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Bapak Drs. Bambang Suryono, Dipl. Ed, Kepala Sekolah SMA Negeri 2
Sukoharjo yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
8. Bapak Drs.Sutrisno, guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri 2 Sukoharjo yang
telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan
penelitian.
9. Siswa-siswi kelas X di SMA Negeri 2 Sukoharjo 2010/2011. Terima kasih atas
bantuan dan kerjasamanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
10. Ibu, Bapak, Mas, Nenek, dan segenap keluarga yang telah memberikan do’a
restu serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
11. Teman-teman Fisika terkhusus angkatan 2007.
12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Dalam skripsi yang telah dikerjakan ini masih jauh dari kesempurnaan
maka sangat diharapkan atas segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga karya ini bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ v
HALAMAN ABSTRACT ............................................................................. vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... x
KATA PENGANTAR ................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 3
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 3
D. Perumusan Masalah .......................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
F. Spesifikasi produk yang dikembangkan............................................ 4
G. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
H. Asumsi dan keterbatasan pengembangan.......................................... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................... 6
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 6
1. Hakikat Belajar Konsep .............................................................. 6
a. Hakikat Belajar .................................................................... 6
b. Teori Belajar.......................................................................... 6
c. Belajar Konsep....................................................................... 8
2. Pembelajaran Fisika SMA ......................................................... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
a. Pengertian Fisika................................................................... 15
b. Tujuan Pembelajaran Fisika SMA........................................ 16
3. Konsepsi, Prakonsepsi dan Miskonsepsi Fisika
a. Konsepsi ............................................................................... 14
b. Prakonsepsi .......................................................................... 15
c. Miskonsepsi Fisika............................................................... 16
4. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran
a. Model Pengembangan menurut Kemp................................ . 21
b. Model Pengembangan Menurut Dick & Carey................... 23
c. Model Pengembangan 4-D................................................. 26
5. Evaluasi Hasil Pembelajaran
a. Evaluasi ................................................................................ 28
b. Teknik Evaluasi ................................................................... 28
6. Cahaya, Bayangan, Hukum Pemantulan, Cermin Datar ............. 30
a. Cahaya ................................................................................... 30
b. Bayangan ............................................................................... 31
c. Hukum Pemantulan............................................................... 32
d. Cermin Datar......................................................................... 33
B. Kajian Penelitian yang Relevan ........................................................ 35
C. Kerangka Berpikir ............................................................................. 37
D. Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 38
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 40
A. Model Pengembangan....................................................................... 40
B. Prosedur Pengembangan ................................................................... 40
1. Tahap Pendefinisian .................................................................... 41
2. Tahap Pendesainan ...................................................................... 42
3. Tahap Pengembangan ................................................................. 42
4. Tahap Pendisseminasian ............................................................. 42
C. Uji Coba Produk ............................................................................... 43
1. Desain Uji Coba .......................................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
2. Subjek Coba ................................................................................ 44
3. Jenis Data .................................................................................... 44
4. Instrumen Pengumpulan Data ..................................................... 44
5. Teknik Analisa Data .................................................................... 44
a. Teknik Analisa Data ............................................................. 46
b. Analisis Telaah Butir Soal .................................................... 47
BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................... 48
A. Deskripsi Data .................................................................................. 48
1. Hasil Telaah Ahli....................... ................................................... 50
2. Hasil Uji coba I.............................................................................. 50
a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal.. 50
b. Persentase Rata-Rata Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap
Konsep.......................................................................................... 59
3. Hasil Uji Coba II............................................................................ 59
a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal.. 59
b. Persentase Rata-Rata Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap
Konsep........................................................................................ 61
B. Kajian Produk Akhir ......................................................................... 66
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ....................................... 68
A. Simpulan ........................................................................................... 68
B. Implikasi ........................................................................................... 68
C. Saran ................................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 70
LAMPIRAN ...................................................................................................
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep........................... 17
Tabel 3.1 Contoh Tabel Persentase Derajat Kemampuan Siswa Tiap Soal 45
Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Rata-Rata Kemampuan Siswaa tiap
Konsep ......................................................................................... 46
Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa
per Item Soal ............................................................................... 50
Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata tiap Konsep ............................................... 52
Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa
per Item Soal ............................................................................... 60
Tabel 4.4 Persentase Rata-Rata tiap Konsep............................................... 61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Diagram Model Pengembangan Sistem Pembelajaran
Menurut Kemp........................................................................ 22
Gambar 2.2 Model Perancangan dan Pengembangan Pengajaran Menurut
Dick & Carey .......................................................................... 24
Gambar 2.3 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D
Thigarajan ............................................................................... 26
Gambar 2.4 Pemantulan Cahaya ................................................................ 26
Gambar 2.5 Pemantulan Teratur ............................................................... 30
Gambar 2.6 Pemantulan Baur .................................................................... 33
Gambar 2.7 Sifat Bayangan pada Cermin Datar ........................................ 34
Gambar 2.8 Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar .......................... 34
Gambar 2.9 Kerangka Berpikir .................................................................. 38
Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ................... 40
Gambar 3.2 Desain Uji Coba ..................................................................... 43
Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ................................ 51
Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep .................. 52
Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ................................ 61
Gambar 4.4 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep .................. 62
Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ................... 55
Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ................... 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 1 .......................... 71
Lampiran 2 Tes Diagnostik Optik Geometri 1 .......................................... 72
Lampiran 3 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ........................... 83
Lampiran 4 Tes Diagnostik Optik Geometri 2 .......................................... 85
Lampiran 5 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 3 ........................... 96
Lampiran 6 Tes Diagnostik Optik Geometri 3 .......................................... 98
Lampiran 7 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ............ 108
Lampiran 8 Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ........................... 110
Lampiran 9 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 2 ............ 120
Lampiran 10 Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ........................................... 122
Lampiran 11 Lembar Jawab Tes Diagnostik...... ......................................... 134
Lampiran 12 Dokumentasi Pelaksanaan tes Uji Coba...... ........................... 135
Lampiran 13 Lembar Telaah Soal ................................................................ 136
Lampiran 14 Analisis Jawaban Tes Uji Coba 1 ........................................... 137
Lampiran 15 Analisis Jawaban Tes Uji Coba 2........................................... 139
Lampiran 16 Surat - Surat Penelitian ........................................................... 141
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat mengkon-
disikan siswa mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya. Seorang guru yang baik akan selalu berusaha menciptakan
pembelajaran yang efektif. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa dapat
mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajarnya. Siswa sering
menghadapi kesulitan atau masalah yang membutuhkan bantuan serta dukungan
dari lingkungan sekitarnya untuk menyelesaikan kesulitan atau masalah tersebut.
Agar dapat membantu siswa secara tepat perlu diketahui terlebih dahulu apakah
kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa tersebut, baru kemudian dianalisis dan
dirumuskan pemecahannya.
Mata pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai bagian dari
mata pelajaran Sains di SMA merupakan kelanjutan dari pelajaran Fisika di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) yang mempelajari sifat materi, gerak dan fenomena lain
yang ada hubungannya dengan energi. Selain itu juga mempelajari keterkaitan antara
konsep-konsep Fisika dengan kehidupan nyata, pengembangan sikap dan kesadaran
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi beserta dampaknya.
Tujuan dari mata pelajaran Fisika di SMA yaitu agar siswa mampu menguasai
konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode
ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
demikian, Fisika diharapkan dapat menjadi pendorong yang kuat terhadap tumbuhnya
sikap rasa ingin tahu dan keterbukaan terhadap ide-ide baru serta dapat membantu
siswa dalam memahami arti pentingnya berfikir secara kritis.
Sebagian guru tidak menyadari bahwa kemampuan siswa dalam proses
pembelajaran bervariasi. Hal ini terjadi karena biasanya sistem pembelajaran
secara faktual diberikan secara bersama dalam satu kelas. Guru mengajar siswa
yang dikelompokkan dalam kelas dengan asumsi mereka memiliki kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
umur yang sama, pengetahuan sama, kecepatan menerima materi pembelajaran
sama.
Padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Ada siswa
yang cepat menerima dan menguasai materi pembelajaran setelah diberikan
contoh dan latihan soal yang relevan namun ada pula siswa yang tetap mengalami
kesulitan belajar meskipun contoh soal dan latihan soal sudah diberikan. Idealnya,
semua siswa perlu mendapatkan perhatian dari guru dengan intensitas yang sama
sehingga mereka bisa berhasil dalam waktu yang bersamaan.
Semua itu perlu dicari apa penyebabnya dan program apa yang dapat
diberikan agar para siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan
guru. Usaha mencari permasalahan belajar dan menentukan penyembuhnya
merupakan kegiatan guru yang masih berada dalam fungsi kisi-kisi kerja remedial
bagi para siswa. Dengan evaluasi diagnostik, diharapkan para guru dapat
mengidentifikasi beberapa siswa yang memiliki kesulitan yang sama. Mereka
dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil untuk dapat menerima
pengajaran remidi. Jika jumlahnya banyak, mereka diberi pengajaran secara
bersamaan sedangkan jika jumlahnya sedikit, mereka dapat diberi pengajaran
secara individual.
Oleh sebagian siswa, mata pelajaran Fisika masih dianggap sebagai mata
pelajaran yang sulit. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena Fisika adalah mata
pelajaran yang banyak menuntut intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian
siswa mengalami kesulitan mempelajarinya.
Sampai saat ini kenyataan di lapangan pendidikan menunjukkan bahwa
masih banyak dijumpai siswa SMA yang mengalami kesulitan dalam memecahkan
persoalan-persoalan Fisika. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah belum
seperti yang diharapkan. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa merupakan salah
satu indikasi bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan belajar. Mereka memerlukan
bantuan secara tepat dan sedini mungkin agar kesulitan yang mereka hadapi dapat
segera teratasi. Agar bantuan yang diberikan dapat berhasil dan efektif, terlebih
dahulu harus dipahami letak kesulitan yang mereka hadapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Untuk mengantisipasi hal tersebut, evaluasi harus dilakukan secara
sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan kemampuan siswa. Kesalahan
utama yang sering terjadi di antara para guru adalah bahwa evaluasi hanya dilakukan
pada saat-saat tertentu, seperti pada akhir unit, pertengahan, atau akhir suatu program
pengajaran. Akibat yang terjadi adalah minimnya informasi tentang para siswa
sehingga menyebabkan banyaknya perlakuan prediksi guru menjadi bias dalam
menentukan posisi mereka dalam kegiatan kelasnya.
Untuk itu perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis kesulitan yang
dialami siswa, namun guru masih mengalami kebingungan perihal model asesmen
yang baik agar dapat merekam dan menganalisis kesulitan yang dialami oleh siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Penyusunan Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas X di SMA
2 Sukoharjo”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Pelajaran fisika yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa.
2. Perbedaan daya tangkap konsep siswa dengan pembelajaran yang diberikan
oleh guru.
3. Permasalahan fisika yang sulit untuk dipecahkan oleh siswa.
4. Rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
5. Kesulitan siswa untuk menguji tingkat kepahamannya tentang suatu konsep
fisika yang telah diajarkan oleh guru.
6. Kesulitan guru dalam merekam kesulitan yang dialami oleh siswanya.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di
atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi dengan ruang lingkup dan
arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan
konsep (miskonsepsi) yang dialami siswa kelas X.
2. Objek penelitian difokuskan pada siswa SMAN 2 Sukoharjo kelas X
3. Pokok Bahasan konsep yang diteliti adalah tentang Perambatan cahaya,
hukum pemantulan cahaya, bayangan, cermin datar
D. Perumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah bentuk tes diagnostik yang dapat diberikan pada siswa agar
memenuhi standar dalam pembelajaran fisika siswa kelas X SMA?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes
diagnostik yang standar dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas
kelas X semester genap.
F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Dari penelitian ini diharapkan akan menghasilkan butir soal diagnostik
yang mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Bentuk soal yang dipilih
peneliti adalah pilihan ganda beralasan. Tujuan dari bentuk soal pilihan ganda
beralasan adalah untuk mempermudah peneliti dalam mendiagnosis kesalahan
konsep yang terjadi pada siswa.
G. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis.
Soal tes diagnostik yang tersusun diharapkan dapat menambah keragaman tes
yang digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
Dengan tersusunnya soal tes diagnostik, diharapkan dapat dipakai sebagai alat
evaluasi untuk mendiagnosis adanya kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
Asumsi
Dalam pembelajaran fisika masih terjadi miskonsepsi pada siswa dalam
memahami konsep fisika.
Keterbatasan pengembangan
Penelitian ini hanya mengembangkan tes diagnostik untuk
mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep pada siswa. Keterbatasan lain
adalah uji coba dilaksanakan dua kali setelah proses pembelajaran materi alat
optik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Model Pengembangan
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan, perangkat
pembelajaran yang dikembangkan adalah Tes Hasil Belajar (THB) yang berupa
tes diagnostik untuk mengidentifikasi miskonsepsi Fisika pada siswa. Model
pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan 4 D (four D model)
oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model
pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2)
Design (Perancangan), (3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate
(Penyebaran).
B. Prosedur Pengembangan
Untuk memperoleh soal tes diagnostik yang mampu menidentifikasi
miskonsepsi siswa, maka dilakukan penelitian pengembangan dengan
menggunakan model 4 D, melalui langkah pendefinisian, pendesainan,
pengembangan dan pendessimenasian. Alur desain penelitian ini dapat dilihat
dalam gambar 1 di bawah ini:
Gambar 3.1. Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika
Pengembangan
Pendesainan
Pendefinisian
Pendisseminasian
Penyusunan kisi-kisi soal
Analisis materi:
Analisis sub konsep
Unsur yang dikembangkan:
1. Bentuk tes pilihan ganda beralasan
2. Isi tes bertujuan untuk mengidentifikasi
miskonsepsi
3. Validasi oleh para ahli
Ujicoba kepada:
1. Ahli pengembangan soal.
2. Guru mata pelajaran
3. Uji coba dengan siswa
a. a
h
l
i
p
- Butir soal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Berikut ini secara lebih terperinci langkah-langkah pengembangan Soal
Tes Diagnostik Fisika agar mampu mengidentifikasi miskonsepsi siwa yang telah
dilakukan.
1. Tahap Pendefinisian
Pada tahap pendefinisian ini peneliti melakukan anlisis materi optik
geometri dan selanjutnya memutuskan untuk mengungkap adanya miskonsepsi
mengenai konsep:
a. Perambatan cahaya
Pada konsep perambatan cahaya ini dibagi menjadi 8 subkonsep yaitu
Cahaya terjadi karena adanya sumber cahaya, Cahaya merupakan suatu bentuk
gelombang elektromagnet, Cahaya merambat lurus jika berada pada medium yang
seragam, Cahaya dipantulkan saat menyentuh dinding penghalang, Kecepatan
cahaya berbanding terbalik dengan indeks bias medium, Kecepatan cahaya tidak
dipengaruhi sumber cahayanya, Cahaya mengalami pembiasan jika kecepatan
cahaya berubah.
b. Hukum Pemantulan
Pada konsep hukum pemantulan dibagi menjadi 2 subkonsep yaitu Sinar
datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada sebuah bidang datar, Besar
sudut datang sama dengan sudut pantul
c. Bayangan
Konsep bayangan dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu Bayangan terbentuk
ketika berkas cahaya mengenai benda yang tak tembus cahaya, Bayangan umbra
(inti) yaitu bayangan yang benar-benar gelap atau dengan kata lain bayangan yang
tidak mendapat cahaya sama sekali, Bayangan penumbra yaitu bayangan yang
tidak terlalu gelap atau dengan kata lain bayangan yang masih mendapatkan
cahaya, Kejelasan bayangan dipengaruhi ukuran titik pusat sumber cahaya,
Kejelasan bayangan dipengaruhi oleh jarak antara sumber cahaya dan benda.
d. Pemantulan pada Cermin datar
Konsep pemantulan pada cermin datar dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu
Bayangan pada cermin datar terbentuk berdasarkan prinsip hukum pemantulan
cahaya, Sifat bayangan pada cermin datar adalah maya, Jarak bayangan ke cermin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
sama dengan jarak benda ke cermin, Tinggi bayangan yang dibentuk cermin datar
sama besar dengan tinggi bendanya, Cermin datar minimal harus mempunyai
tinggi setengah kali tinggi orang untuk melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya
2. Tahap Pendesainan
Hasil analisis materi digunakan sebagai acuan untuk menyusun kisi-kisi
soal. Desain kisi-kisi soal yang disusun oleh peneliti berisi tentang konsep,
subkonsep, bentuk soal, nomor soal dan kunci jawaban. Kisi-kisi soal ini
merupakan panduan peneliti dalam mengembangkan tes diagnostik yang akan
digunakan, untuk selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.
3. Tahap Pengembangan
Dalam mengembangkan tes diagnostik ini, soal dibuat dalam bentuk
pilihan ganda beralasan dengan tujuan memudahkan peneliti dalam menganalisis
kesalahan-kesalahan konsep (miskonsepsi) Fisika yang dialami oleh siswa. Soal
yang dibuat harus memuat tentang kesalahan-kesalahan konsep fisika yang
dialami oleh siswa. Setelah tes dibuat dikonsultasikan kepada penelaah yang
memiliki keterampilan, yaitu dosen pembimbing sebagai ahli yang melakukan uji
validitas teoritik, isi, kebahasaan dan guru yang mengajarkan materi fisika di
SMA Negeri 2 Sukoharjo. Setelah dikonsultasikan kepada penelaah, soal
diujicobakan kepada siswa kemudian direvisi oleh peneliti dengan panduan ahli
agar menghasilkan soal yang validitas isinya terpenuhi. Hasil penelaahan dari tim
ahli secara lengkap dapat dilihat di lampiran 2.
4. Tahap Pendisseminasian
Pada tahap pendisseminasian ini, akan dilakukan uji coba tes diagnostik
melalui empat langkah yaitu:
a. review soal oleh ahli pengembangan tes
Pembuatan soal tes diagnostik dipantau oleh dosen pembimbing sebagai ahli
pengembangan tes. Para ahli akan menguji validitas isi, teoritik dan kebahasaan.
Para ahli ini dimohon untuk memberikan masukan tentang kelayakan soal tes
diagnostik agar sesuai fungsinya sebagai alat untuk mengidentifikasi miskonsepsi
yang dialami oleh siswa. Dalam uji ahli, untuk memperoleh soal tes diagnostik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
yang memenuhi unsur kriteria yang baik, maka digunakan lembar telaah soal
yang dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 3.
b. diuji-cobakan kepada siswa yang pernah mengikuti pelajaran Fisika materi
Cahaya.
Uji coba dilakukan kepada siswa SMA Negeri 2 Sukoharjo sebanyak 2 kali.
Uji coba pertama dengan jumlah siswa kelompok kecil yaitu 42 siswa.
Selanjutnya setelah dilakukan revisi, maka uji coba kelompok yang lebih
besar yaitu 78 siswa.
C. Uji Coba Produk
1. Desain Uji Coba
Untuk mengidentifikasi validitas isi dipergunakan uji coba ahli dan guru
mata pelajaran sedangkan untuk menguji komponen-komponen soal yang
konsisten satu sama lain dipergunakan validitas empiris yang berupa uji coba pada
siswa kelompok kecil dan besar kemudian dicari reliabilitasnya. Desain uji coba
tes diagnostik dapat dilihat pada digram berikut :
Gambar 3.2 Desain Uji Coba
Tes Diagnostik
dianalisis pakar
Siswa kelompok kecil Revisi Uji Coba I
Tes Diagnostik
Siswa kelompok besar
Analisis Kebutuhan
Kebutuhan Siswa Kebutuhan Instrumen
Revisi Uji Coba II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Subjek Coba
Subjek coba dipilih siswa yang telah mendapatkan materi cahaya sehingga
konsep yang ada dalam diri siswa masih hangat dan tertanam di otak. Uji coba
dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.
3. Jenis Data
Dari uji coba yang dilakukan akan diperoleh data kuantitatif yang berupa
angka-angka hasil penilaian dari soal yang diujikan untuk dihitung tingkat
realibilitas dari soal diagnostik yang dibuat.
4. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa Instrumen Non-tes yang
terdiri dari :
a) Format Penelaahan Butir Soal
Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format
penelaahan soal akan membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaan
penelaahan soal. Format penelaahan ini digunakan sebagai dasar untuk
menganalisis setiap butir soal.
b) Lembar Observasi
Lembar observasi ini berupa catatan-catatan kecil peneliti saat mengawasi
siswa yang sedang mengerjakan tes diagnostik. Catatan ini berisi kekurangan-
kekurangan soal yang ditemukan peneliti berdasarkan keluhan siswa yang
mengerjakan soal.
5. Teknik Analisis Data
a. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif. Hasil analisis deskriptif ini diperoleh dari hasil analisis data kuantitatif
dalam bentuk persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep tentang
perambatan cahaya, hukum pemantulan, bayangan dan pemantulan pada cermin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
datar. Batas minimal miskonsepsi yang mampu dideteksi adalah sebesar 10%
untuk tiap item soal.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk analisis deskriptif ini adalah sebagai
berikut :
1. Analisis Hasil Telaah Ahli
2. Analisis Hasil Uji Coba
Jawaban siswa diperiksa dan dikategorikan dalam tabel
Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan
Siswa per Item Soal
No Soal
Persentase Derajat Mengungkap
Kemampuan Siswa
Memahami Miskonsepsi
Jumlah % Jumlah %
Adapun pengkategorian jawaban siswa sebagai berikut :
a. Jawaban siswa termasuk kategori memahami bila:
1) Jawaban benar dan alasan benar .
b. Jawaban siswa termasuk kategori miskonsepsi bila:
1) Jawaban salah, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami
sudah benar.
2) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan dengan
pertanyaan.
3) Jawaban salah dan penjelasan jawaban tidak berhubungan dengan
pertanyaan.
c. Batas agar instrumen soal dapat digunakan dalam tes diagnostik adalah
minimal dapat mengungkap miskonsepsi sebesar 10% dari jumlah
responden. Jika masih belum memenuhi kriteria, maka akan dilakukan Tes
Uji Coba II.
3. Dibuat tabel baru yang terdiri dari jumlah dan persentase kelompok siswa
yang memahami dan miskonsepsi berdasarkan konsep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Tabel 3.2. Contoh Tabel Persentase Derajat Rata-Rata Mengungkap
Kemampuan siswa tiap Konsep
Subkonsep
Persentase Rata-Rata Mengungkap
Kemampuan siswa tiap Konsep Memahami Miskonsepsi
% Rata-Rata % Rata-Rata
Perambatan cahaya
Hukum Pemantulan
Bayangan
Pemantulan pada Cermin datar
Batas agar konsep soal dapat digunakan adalah minimal dapat mengungkap
miskonsepsi sebesar 50%. Jika masih belum memenuhi kriteria, maka akan
dilakukan Tes Uji Coba II. Dari tabel 3 dan 4 kemudian dibuat diagram batang
untuk kemudian analisis.
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika
tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian realibilitas
adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama atau
seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak
berarti.
Untuk mengukur reliabilitas tes dalam penelitian digunakan rumus Kuder
Richardson (KR-20) yaitu
2)(
)1(1
120
SD
pp
k
kKR
Dimana:
KR-20
p
(1-p)
)1( pp
k
(SD)2
:
:
:
:
:
:
Perhitungan reliabilitas tes secara keseluruhan dengan KR-20.
Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan benar.
Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan salah.
Jumlah hasil perkalian antara p dan q.
Banyaknya item.
Varian.
Kriteria :
0,00 ≤ r11 < 0,20 : reliabilitas sangat rendah
0,20 ≤ r11 < 0,40 : reliabilitas rendah
0,40 ≤ r11 < 0,60 : reliabilitas cukup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
0,60 ≤ r11 < 0,80 : reliabilitas tinggi
0,80 ≤ r11 < 1,00 : reliabilitas sangat tinggi
(Departemen Pendidikan Nasional.2009:16)
b. Analisis Telaah Butir Soal
Penalaahan butir soal ini dilakukan oleh tim ahli. Dalam menganalisis butir
soal secara kualitatif digunakan format penelaahan butir soal yang digunakan
sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal. Penganalisisan soal ini dinilai
kualitas soal dari segi materi, konstruksi dan bahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Hakikat Belajar Konsep
a. Hakikat Belajar
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang
terjadi melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan
tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui
banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja, berlangsung sepanjang waktu
dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Sedangkan
pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai
sumber belajarnya. Jadi belajar di sini diartikan sebagai proses perubahan perilaku
tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang
terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru,
serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.
Setiap individu pasti mengalami proses belajar. Belajar dapat dilakukan
oleh siapapun, baik anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua, dan akan
berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan kegiatan pokok yang harus
dilaksanakan dalam pendidikan di sekolah. Tujuan pendidikan akan tercapai
apabila proses belajar dalam sekolah dapat berlangsung dengan baik, yaitu proses
belajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 9), Skinner berpandangan bahwa
belajar merupakan suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya
menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun.
Sehingga dalam belajar akan ditemukan adanya hal berikut :
1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon bagi pebelajar
2) Respons si pebelajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3) Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi
pada stimulus yang menguatkan konsukensi tersebut. Sebagai contoh respon
untuk si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respon yang
tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Menurut Gagne Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil
belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan,
pengetahuan, sikap, dan nilai. Beliau juga mengatakan bahwa belajar terdiri dari
tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.
Dapat diterangkan sebagai berikut :
1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif siswa” dengan “stimulus dari lingkungan.”
2) Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, ketrampilan intelek, ketrampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 10-11).
Belajar menurut pandangan Piaget merupakan pengetahuan yang
dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus menerus dengan
lingkungan sehingga lingkungan mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi
dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang
Pendapat Rogers praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an
menitikberatkan pada segi pengajaran bukan siswa yang belajar. Praktek tersebut
ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan,
perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Dalam proses
belajar tersebut individu menggunakan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
sehingga menjadi baik.
b. Teori Belajar
Ada beberapa macam teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli,
antara lain :
1) Teori Belajar menurut Piaget
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Teori pengetahuan Piaget merupakan teori adaptasi kognitif. Setiap
organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan
dan mengembangkan hidup serta struktur pemikiran manusia. Tantangan,
pengalaman gejala yang baru dan skema pengetahuan yang telah dimiliki
seseorang diharapkan untuk lebih berkembang menjadi pengalaman-pengalaman
baru. Semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan atau
tindakan seseorang.
Jadi menurut Piaget setiap pengetahuan merupakan pengetahuan fisis,
matematis-logis, atau sosial. Yang paling penting dari pembentukan pengetahuan
itu adalah tindakan atau kegiatan anak terhadap suatu benda dan interaksi dengan
orang lain.
2) Teori Belajar menurut Posner
Teori belajar menurut Posner merupakan suatu teori perubahan konsep.
Dalam proses belajar ada proses perubahan konsep yang mirip dengan yang ada
dalam filsafat sains tersebut. Tahap pertama perubahan konsep disebut asimilasi
dan tahap kedua disebut akomodasi. Dengan asimilasi siswa menggunakan
konsep-konsep yang telah mereka miliki. Untuk berhadapan dengan fenomena
yang baru. Sedangkan dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang tidak
cocok lagi dengan fenomena baru yang dihadapi.
Teori perubahan konsep merupakan suatu teori dimana dalam proses
pengetahuan seseorang mengalami perubahan konsep. Pengetahuan seseorang
tidak sekali jadi melainkan merupakan proses perkembangan yang terus menerus..
3) Teori Belajar menurut Ausubel
Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 110-114) ada dua
jenis belajar :
a) Belajar bermakna, (meaningful learning) yaitu proses mengkaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna
menyangkut asimilasi informasi barupada pengetahuan yang telah ada
dalam struktur kognotif seseorang.
b) Belajar menghafal (rote learning) yaitu bila dalam struktur kognitif
seseorang tidak terdapat konsep-konsep yang relevan maka informasi
baru dipelajari secara hafalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Teori belajar menurut Ausubel sangat dekat dengan inti dari
konstruktivisme. Keduanya sama-sama menekankan pentingnya pelajar
mengasosiasikan pengalaman, fenomena dan fakta. Fakta baru ke dalam sistem
pengertian yang sudah dimiliki. Dan juga menekankan pentingnya asimilasi
pengalaman baru dengan konsep yang sudah dimiliki siswa.
4) Teori Belajar menurut Jonassen
Teori ini dinamakan pula teori skema dimana pengetahuan disimpan
dalam suatu paket informasi, atau skema yang terdiri dari konstruksi mental
gagasan kita. Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk
mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar atau memecahkan persoalan.
Menurut teori skema seseorang belajar dengan mengadakan
restrukturisasi atas skema yang ada, baik dengan menambah maupun dengan
mengganti skema itu. Teori ini mirip dengan teori Piaget yang menggunakan
asimilasi dan akomodasi. Perbedaannya adalah bahwa teori skema tidak
menjelaskan proses pengetahuan tetapi lebih bagaimana pengetahuan manusia itu
tersimpan dan tersusun.
Menurut Subiyanto dalam Trianto (2010:17) unsur terpenting dalam
mengajar ialah merangsang serta mengarahkan siswa belajar. Mengajar pada
hakekatnya tidak lebih dari sekadar menolong para siswa untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada
perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.
Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi siswa
untuk dapat belajar dengan baik. Salah satu tolok ukur bahwa siswa telah belajar
dengan baik ialah jika siswa itu dapat mempelajari apa yang seharusnya dipelajari,
sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai.
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang
tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan
sebagai produk interkasi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman
hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha
sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interkasi
siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
diharapkan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi
dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi
komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah
ditetapkan sebelumnya. (Trianto (2010:17)
c. Belajar Konsep
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep
merupakan batu-batu pembangun dalam berpikir. Konsep-konsep juga merupakan
dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-
prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan suatu masalah, seorang
siswa harus mengetahui aturan-aturan yang didasrkan pada konsep yang
diperolehnya.
Dasar dari belajar konsep seperti halnya bentuk belajar yang lain adalah
asosiasi stimulus dan respon. Menurut Paul Suparno (2005:3) "biasanya konsep
awal itu kurang lengkap atau kurang sempurna, maka perlu dikembangkan atau
dibenahi dalam pelajaran formal. Disinilah pentingnya pendidikan formal".
Piaget menyatakan dalam pembelajaran konsep seorang anak tidak
terlepas pada proses akomodasi dan asimilasi. Proses akomodasi yang digunakan
anak-anak untuk memperbaiki skema mereka mirip yang digunakan oleh para
ilmuwan untuk memperbaiki skema teknis mereka, kita terkadang mendapati
bahwa pandangan kita mengenai dunia terbukti keliru. Sedangkan proses
asimilasi merupakan kebalikan dari proses akomodasi yaitu dimana seorang guru
dihadapkan pada fakta bahwa skemata seorang anak bersifat stabil. Menurut
Paulou dalam Ratna Wilis Dahar (1989:86) bahwa perbedaan utama belajar
konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang belajar
memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus.
Dalam dunia pendidikan ada tiga ranah tujuan pendidikan yang sangat
dikenal, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut teori Gagne, kapabilitas
siswa pada ranah kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan menggunakan
aktivitasnya sendiri. Kemampuan tersebut meliputi penggunaan konsep dan
kaidah dalam memecahkan masalah (Dimyati dan Mudjiono, 2002:12). Dari teori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
kognitif Gagne dikatakan bahwa pengajaran yang baik tidak hanya memberikan
informasi tetapi juga menggerakkan siswa agar menaiki hierarki menuju level
pengetahuan yang semakin tinggi.
Benyamin S. Bloom telah mengembangkan taksonomi untuk domain
kognitif. Kemudian oleh Anderson dan Krathwohl (2001) domain kognitif Bloom
tersebut direvisi dari satu dimensi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses
kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge).
(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_bio_043607_chapter2.pdf)
Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom
ranah kognitif. Anderson mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam
kategori, yaitu:
1) Pertanyaan mengingat (Remember) ialah kemampuan untuk menghafal,
mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan.
2) Pertanyaan Memahami (Comprehention) ialah kemampuan untuk me-
nafsirkan, meringkas, dan menjelaskan dengan menggunakan bahasa sendiri.
3) Menerapkan (Application) ialah kemampuan untuk menjalankan dan meng-
implementasikan suatu informasi, teori, dan prosedur (widodo, 2006).
4) Menganalisis (Analyze) ialah kemampuan menguraikan suatu permasalahan ke
unsur-unsurnya dan menentukan hubungan antar unsur-unsur tersebut
5) Mengevaluasi (Evaluate) ialah kemampuan untuk memeriksa dan mengkritik
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
6) Membuat (create) ialah kemampuan untuk membuat, me-rencanakan, dan
memproduksi.
Sedangkan dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori,
yaitu:
1) Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge) ialah pengetahuan tentang
terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur
2) Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge) ialah pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategorisasi, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta
pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3) Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge) ialah pengetahuan tentang
prosedural, teknik, dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu.
4) Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) ialah pengetahuan
strategik, pengetahuan tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri sendiri.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah
menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal)
yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-konsep lain melalui proses
akomodasi dan asimilasi sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan.
Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri
sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.
2. Pembelajaran Fisika SMA
a. Pengertian Fisika
Ilmu fisika merupakan salah satu cabang dalam Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA). IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan
menggunakan metode-metode yang didasarkan pada observasi dan tersusun secara
sistematik yang didalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam. Fisika adalah ilmu yang lahir berdasarkan fakta, hasil-hasil pemikiran
maupun eksperimen yang dilakukan para ahli.
Menurut Brockhous dalam Hebert Druxes (1986 : 3) mengemukakan
bahwa fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan
penelitian dengan pengukuran dan percobaan, pengujian secara matematis dan
berdasarkan peraturan umum. Sedangkan menurut Gerthsen dalam Hebert Druxes
(1986 : 3) bahwa fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam
sesederhana mungkin dan berusaha menemukan antar kenyataan-kenyataan,
persyaratan utama untuk pemecahan persoalan adalah dengan mengamati gejala-
gejala tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fisika adalah salah satu cabang dari ilmu
pengetahuan alam yang berusaha menguraikan dan menjelaskan gejala-gejala
alam serta interaksinya dan menerangkan bagaimana gejala tersebut diukur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
melalui pengalaman dan penyelidikan, prediksi dan proses yang dapat dipelajari
dengan teori.
b. Tujuan Pembelajaran Fisika SMA
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006
dalam Paul Suparno (2009:76) menyatakan bahwa mata pelajaran fisika di
SMA/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal: (1)
membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2)
memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerjasama dengan orang lain; (3) mengembangkan pengalaman untuk dapat
merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,
merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan
menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis; (4) mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif
dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun
kuantitatif; dan (5) menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal
untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena tujuan pendidikan fisika untuk mengembangkan kemampuan
melakukan kerja ilmiah, penalaran, dan penguasaan konsep, prinsip, dan
ketrampilan maka dalam pembelajaran guru fisika menggunakan model
pembelajaran dan pendekatan yang dapat membantu pencapaian kemampuan
tersebut di atas. Model pembelajaran yang hanya menekankan pada hafalan tidak
cocok untuk mencapai tujuan tersebut karena tidak memberikan kemampuan
siswa untuk bernalar dan melakukan kerja ilmiah. Pendekatan inkuiri dimana
siswa menggunakan metode ilmiah, pendekatan problem solving dimana siswa
dilatih memikirkan persoalan secara rasional, pendekatan konstruktivis di mana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
siswa sendiri aktif mencerna dan merumuskan konsep lebih cocok digunakan
dalam proses pembelajaran fisika sekarang ini.
3. Konsepsi, prakonsepsi, dan miskonsepsi Fisika
a. Konsepsi
Van den Berg (1991 : 10) menyatakan bahwa “Konsepsi adalah tafsiran
perorangan dari suatu konsep ilmu”. Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah
benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan
cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang
mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai ke mata. Akan tetapi banyak
siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda
dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang
mengenainya sampai ke mata.
Definisi konsep menurut Rooser dalam Ratna Wilis (1989 : 80) adalah
"suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian,
kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut
yang sama".
Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut
Ratna Wilis (1989:88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat di-
bedakan menjadi empat yaitu :
1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah
mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu
benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat
konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat
membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.
2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu
objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai
orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu
ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu
bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan
melihatnya.
3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal
persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi
mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori
ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan
noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non
conto-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.
4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa
harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa
telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu,
mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan
mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non
contoh dari konsep.
Dari pengertian konsep dan Fisika, dapat disimpulkan bahwa konsep
Fisika adalah ide abstrak yang digunakan untuk memahami dan mempelajari
tentang teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana dan hubungan
antara kenyataan-kenyataannya.
Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat
mutlak untuk mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan
konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan. Hal ini menunjukkan
bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut
pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.
b. Prakonsepsi
Van den Berg (1991: 10) menyatakan bahwa “Prakonsepsi adalah
konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah
mendapatkan pelajaran formal”.
Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki
pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa
telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan konsep optik geometri oleh karena itu siswa sudah banyak
mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.
Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan
tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan
mempengaruhi proses belajar mengajar.
Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan
itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan,
tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang
mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan konstruksi itu sejak awal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang bahan tertentu. Mereka
mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Inilah yang
disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa (Paul Suparno: 30-31).
Pengetahuan awal di atas sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang
diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa
telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan konsep dinamika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak
mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.
Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan
tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep yang dimiliki
siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya.
c. Miskonsepsi Fisika
1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya
“Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman
antar konsep”(van den Berg, 1991: 10). Kesalahan pemahaman konsep
(miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa salah satu atau lebih dari hubungan
tersebut sering salah dan menyebabkan respon yang salah terhadap soal-soal yang
menyangkut hubungan tersebut. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa kesalahan pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan
dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep-konsep lain, antara konsep
yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seseorang,
sehingga terbentuk konsep yang salah.
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi
penyebab miskonsepsi pada siswa dan mengelompokkannya menjadi lima
kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, dan metode mengajar. Penyebab yang
berasal dari siswa antara lain prakonsepsi awal, kemampuan tahap perkembangan,
minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab dari guru dapat berupa
ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak
tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab
miskonsepsi dari buku teks biasanya disebabkan karena terdapat penjelasan atau
uraian yang salah dalam buku tersebut. ((Paul Suparno, 2005:29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Abraham dan kawan-kawan (1994) membagi derajat pemahaman konsep
menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan
derajat memahami konsep. Pengelompokkan ini didasarkan pada
pengelompokkan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Marek (1986) dan
dikutip oleh Abraham (1994) seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep
No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria
1. Tidak
memahami
2. Miskonsepsi
3. Memahami
- tidak ada respon
- tidak memahami
- Miskonsepsi
- Memahami sebagian dengan
miskonsepsi
- memahami sebagian
- memahami konsep
a. tidak ada jawaban / kosong
b. menjawab “saya tidak
tahu”
c. mengulang pertanyaan
d. menjawab tetapi tidak
berhubungan dengan
pertanyaan dan tidak jelas
a. menjawab dengan
penjelasan tidak logis
b. jawaban menunjukkan
adanya konsep yang dikuasai
tetapi ada pertanyaan dalam
jawaban yang menunjukkan
miskonsepsi
a. jawaban menunjukkan
hanya sebagian konsep
dikuasai tanpa ada
miskonsepsi
b. jawaban menunjukkan
konsep dipahami dengan
semua penejalasan benar
Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Wandersee, Mintzes, dan
Novak (1994), dalam artikelnya mengenai Research on Alternative Conceptions
in Science, menjelaskan bahwa konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam
semua bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300
yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70
tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta
10 studi mengenai fisika modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di
urutan teratas dari bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi (Paul
Suparno, 2005:11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Drs. Antonius Darjito dan euwe van
den berg yang mencari miskonsepsi siswa mengenai arus dan tegangan elektrik
diperoleh beberapa miskonsepsi, antara lain semakin jauh dari kutub positif
sumber, semakin kecil arus listrik, jadi sebagian arus diserap dalam lampu dan
resistor (disebut model konsumsi). Miskonsepsi yang lain jika ada komponen
yang ditambah, hanya arus sesudah komponen tersebut yag dipengaruhi, tetapi
besar arus sebelum komponen tetap sama seperti semula. Serta kebanyakan siswa
memandang sumber tegangan sebagai sumber arus tetap daripada sumber
tegangan tetap. Selanjutnya adalah jika ada lampu dalam rangkaian seri atau
paralel yang dicabut, beda potensial kabel yang masuk tempat lampu yang kosong
dan kabel yang keluar dianggap nol.
Miskonsepsi juga terjadi di bidang Mekanika. Penelitian yang dilakukan
Arons menyebutkan bahwa beberapa siswa salah mengerti akan konsep kecepatan
sesaat dan percepatan sesaat. Mereka memahami istilah sesaat sebagai “suatu
waktu interval” meskipun merupakan interval yang sangat kecil. (Paul Suparno,
2005:12).
2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya
Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat
beberapa fakta mengenai miskonsepsi, yaitu :
a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki
b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang
sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit
miskonsepsi akan muncul kembali.
c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi
beberapa bulan kemudian salah lagi.
d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau
dihindari.
e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.
f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi. (van
den Berg : 1991 : 17)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Dalam papernya, Stephan mengajukan langkah agar siswa sadar dengan
miskonsepsi yang dialaminya dan mencari kebenarannya. Langkah tersebut adalah
a) Siswa sadar tentang suatu konsep dengan memikirkan konsep tersebut dan
membuat prediksi sebelum melakukan aktivitas.
b) Siswa membuka wawasannya dengan melakukan sharing, pada awalnya
dalam kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.
c) Siswa menguji keyakinannya dengan tes dan mendiskusikannya pada
kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.
d) Siswa bekerja untuk memecahkan konfliknya dengan membandingkan idenya
dengan pengamatan dengan demikian akan terbentuk konsep baru.
e) Siswa menyamakan konsep dengan mencoba membuat hubungan antara
konsep yang dipelajari di kelas dan kehidupan sehari-hari.
f) Siswa didorong untuk menjawab pertanyaan tambahan dengan beberapa
pilihan yang berhubungan dengan konsep tersebut.
Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan mem-
berikan tes diagnostik pada siswa. Depdiknas (2007:1) menyatakan tes diagnostik
adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak
lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki
siswa. Daryanto(2008:13) menyatakan bahwa tes diagnostik bertujuan
mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya.
Eric Mazur (1997: 26) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh
soal tes konsep adalah "1) focus on a single concept, 2) not be solvable by relying
on equations, 3) have adequate multiple-choice answers, 4) be unambiguously
worded, 5) be neither too easy nor too difficult". Atau dengan kata lain soal test
yang baik memiliki kriteria 1) fokus pada satu konsep, 2) tidak dapat diselesaikan
dengan mengandalkan persamaan matematis, 3) jawaban soal dapat dibuat dalam
bentuk pilihan ganda, 4) kata-katanya tidak ambigu, 5) tidak terlalu mudah dan
tidak terlalu sulit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan memberikan soal
tes berbentuk multiple choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain
menggunakan pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah
ditentukan. Sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi miskonsepsi.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis tes diagnostik
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tes multiple choice dengan reasoning terbuka
Tes multiple choice dengan reasoning terbuka adalah soal tes konsep yang
berbentuk pilihan ganda dimana siswa diharuskan untuk menuliskan alasan dari
jawaban yang ia pilih. Tes multiple choice beralasan adalah suatu cara yang
ditempuh antara lain dengan mengontrol suatu item menggunakan suatu item lain
dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama. Dengan cara ini siswa
dianggap benar atau memahami jika pilihan dan alasan yang diberikan siswa juga
benar.
Kelebihan dari bentuk soal seperti ini adalah alasan yang ditulis siswa
bersifat terbuka, artinya siswa bebas menuangkan alasan berdasarkan ide
pikirannya sendiri.
Kelemahan dari bentuk tes ini adalah peneliti susah dalam menganalisis
karena akan diperoleh beranekaragam jawaban alasan dari siswa. Selain itu
peneliti juga harus memikirkan cara bagaimana menyuruh siswa untuk bersedia
menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Terutama siswa SMA, mereka
kecenderungan kesulitan menuangkan konsep mereka dalam bentuk kata-kata.
2) Tes multiple choice dengan alasan sudah ditentukan
Tes multiple choise dengan alasan yang sudah ditentukan adalah tes
konsep yang berbentuk pilihan ganda beralasan dimana alasan sudah ditentukan
oleh peneliti. Siswa diharuskan memilih alasan yang sudah tersedia sebagai sebab
dari pilihan jawaban yang ia pilih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Kelebihan lebih memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang
diperoleh. Sedangkan kelemahannya adalah membatasi pemikiran siswa, alasan
siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.
3) Tes esai tertulis
Bentuk tes esai tertulis ini biasanya menghendaki jawaban berupa
penjelasan. Dari penjelasan itulah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada
diri siswa.
Kelebihan tidak ada batasan bagi jawaban siswa. Pada bentuk tes esai
tertulis ini siswa dibebaskan dalam menjawab dan memberikan alasan sesuai
dengan pemikirannya. Perbedaan mendasar dengan bentuk tes pilihan ganda
dengan alasan terbuka adalah pada tipe soal Tes multiple choice dengan reasoning
terbuka siswa masih dibatasi dalam memilih jawaban, sedangkan pada bentuk esai
tertulis selain siswa bebas dalam memberikan alasan siswa juga bebas dalam
memberikan jawaban sesuai pemikirannya.
Kelemahannya sulit dalam menganalisis data dan juga jawaban siswa
berisiko keluar dari kontek penelitian.
4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian
Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini
peneliti menggunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan.
Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti,
diantaranya:
a) Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.
b) Kondisi subyek penelitian. Kondisi subyek yang dimaksud adalah adanya
beberapa sikap dari subyek penelitian yang kurang baik, seperti sikap
malas mengerjakan dan tidak disiplin.
c) Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab.
4. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Menurut Sudjana dalam Trianto (2010:177), untuk melaksanakan
pengembangan perangkat pengajaran diperlukan model-model pengembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
yang sesuai dengan sistem pendidikan. Pengembangan perangkat pembelajaran
adalah serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu
perangkat pembelajaran berdasarkan teori pengembangan yang telah ada.
Dalam pengembangan perangkat perangkat pembelajaran dikenal tiga
macam model pengembangan perangkat, yaitu
a. Model Pengembangan Perangkat menurut Kemp
Menurut Kemp (dalam Trianto, 2010: 179) Pengembangan perangkat
merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Tiap-tiap langkah pengembangan
berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini
dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut. Pengembangan
perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk
dapat memulai dari komponen manapun. Namun karena kurikulum yang berlaku
secara nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, maka seyogyanya
proses pengembangan itu dimulai dari tujuan. Secara umum model pengembangan
model Kemp ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram Model Pengembangan Sistem Pembelajaran Menurut Kemp
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Model pengembangan sistem pembelajaran ini memuat pengembangan
perangkat pembelajaran. Terdapat sepuluh unsur rencana perancangan
pembelajaran. Kesepuluh unsur tersebut adalah:
1. Identifikasi masalah pembelajaran, tujuan dari tahapan ini adalah
mengidentifikasi antara tujuan menurut kurikulum yang berlaku dengan fakta
yang terjadi di lapangan baik yang menyangkut model, pendekatan, metode,
teknik maupun strategi yang digunakan guru.
2. Analisis Siswa, analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkah laku awal
dan karateristik siswa yang meliputi ciri, kemampuan dan pengalaan baik
individu maupun kelompok.
3. Analisis Tugas, analisis ini adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi
suatu pengajaran, analisis konsep, analisis pemrosesan informasi, dan analisis
prosedural yang digunakan untuk memudahkan pemahaman dan penguasaan
tentang tugas-tugas belajar dan tujuan pembelajaran yang dituangkan dalam
bentuk Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa
(LKS)
4. Merumuskan Indikator, Analisis ini berfungsi sebagai (a) alat untuk
mendesain kegiatan pembelajaran, (b) kerangka kerja dalam merencanakan
mengevaluasi hasil belajar siswa, dan (c) panduan siswa dalam belajar.
5. Penyusunan Instrumen Evaluasi, Bertujuan untuk menilai hasil belajar,
kriteria penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, hal ini
dimaksudkan untuk mengukur ketuntasan pencapaian kompetensi dasar yang
telah dirumuskan.
6. Strategi Pembelajaran, Pada tahap ini pemilihan strategi belajar mengajar
yang sesuai dengan tujuan. Kegiatan ini meliputi: pemilihan model,
pendekatan, metode, pemilihan format, yang dipandang mampu memberikan
pengalaman yang berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran.
7. Pemilihan media atau sumber belajar, Keberhasilan pembelajaran sangat
tergantung pada penggunaan sumber pembelajaran atau media yang dipilih,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
jika sumber-sumber pembelajaran dipilih dan disiapkan dengan hati-hati,
maka dapat memenuhi tujuan pembelajaran.
8. Merinci pelayanan penunjang yang diperlukan untuk mengembangkan dan
melaksanakan dan melaksanakan semua kegiatan dan untuk memperoleh atau
membuat bahan.
9. Menyiapkan evaluasi hasil belajar dan hasil program.
10. Melakukan kegiatan revisi perangkat pembelajaran, setiap langkah rancangan
pembelajaran selalu dihubungkan dengan revisi. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk mengevaluasi dan memperbaiki rancangan yang dibuat.
b. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menurut Dick & Carey
Perancangan pengajaran menurut sistem pendekatan model Dick &
Cerey, yang dikembangkan oleh Walter Dick & Lou Carey (dalam, Trianto,
2010:186). Model pengembangan ini ada kemiripan dengan model yang
dikembangkan Kemp, tetapi ditambah dengan komponen melaksanakan analisis
pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses
pengembangan dan perencanaan tersebut. Urutan perencanaan dan pengembangan
ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Model Perancangan dan Pengembangan Pengajaran Menurut Dick &
Carey.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Dari model di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Identifikasi Tujuan (Identity Instruyctional Goals). Tahap awal model ini
adalah menentukan apa yang diinginkan agar siswa dapat melakukannya
ketika telah menyelesaikan program pengajaran. Definisi tujuan pengajaran
mengacu pada kurikulum tertentu atau daftar tujuan sebagai hasil need
assesment atau dari pengalaman praktek dengan kesulitan belajar siswa di
dalam kelas.
2. Melakukan Analisis Instruksional (Conducting a goal Analysis). Setelah
mengidentifikasi tujuan pembelajaran, maka akan ditentukan apa tipe belajar
yang dibutuhkan siswa. Tujuan yang dianalisis untuk mengidentifikasi
keterampilan yang lebih khusus lagi yang harus dipelajari. Analisis ini akan
menghasilkan cara atau diagram tentang keterampilan-keterampilan/ konsep
dan menunjukkan keterkaitan antar keterampilan konsep tersebut.
3. Mengidentifikasi Tingkah Laku Awal/ Karakteristik Siswa (Identity Entry
Behaviours, Characteristic). Ketika melakukan analisis terhadap
keterampilan-keterampilan yang perlu dilatihkan dan tahapan prosedur yang
perlu dilewati, juga harus dipertimbangkan keterampilan apa yang telah
dimiliki siswa saat mulai mengikuti pengajaran dan untuk mengidentifikasi
karakteristik khusus siswa yang ada hubungannya dengan rancangan
aktivitas-aktivitas pengajaran.
4. Merumuskan Tujuan Kinerja (Write Performance Objectives) Berdasarkan
analisis instruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal siswa,
selanjutnya akan dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus
dilakukan siswa setelah menyelesaikan pembelajaran.
5. Pengembangan Tes Acuan Patokan (developing criterian-referenced test
items). Pengembangan Tes Acuan Patokan didasarkan pada tujuan yang telah
dirumuskan, pengembangan butir assesmen untuk mengukur kemampuan
siswa seperti yang diperkirakan dalam tujuan
6. Pengembangan strategi Pengajaran (develop instructional strategy). Informasi
dari lima tahap sebelumnya dan selanjutnya akan mengidentifikasi yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Strategi akan meliputi aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
preinstruksional, penyampaian informasi, praktek dan balikan, testing, yang
dilakukan lewat aktivitas.
7. Pengembangan atau Memilih Pengajaran (develop and select instructional
materials). Tahap ini yang digunakan strategi pengajaran tentang petunjuk
siswa, bahan pelajaran, tes dan panduan guru.
8. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Formatif (design and conduct
formative evaluation). Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang
akan digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana meningkatkan pengajaran.
9. Menulis Perangkat (design and conduct summative evaluation). Hasil-hasil
pada tahap di atas dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang dibutuhkan.
Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan / diimplementasikan
di kelas.
10. Revisi Pengajaran (instructional revitions). Tahap ini mengulangi siklus
pengembangan perangkat pengajaran. Data dari evaluasi sumatif yang telah
dilakukan pada tahap sebelumnya diringkas dan dianalisis serta
diinterpretasikan untuk diidentifikasi kesulitan yang dialami oleh siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Begitu pula masukan dari hasil implementasi
dari pakar/validator.
c. Model Pengembangan 4-D
Model pengembangan 4-D (Four D) merupakan model pengembangan
perangkat pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh S. Thagarajan, Dorothy S.
Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap
utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2) Design (Perancangan), (3) Develop
(Pengembangan) dan Disseminate (Penyebaran), atau diadaptasi Model 4-P, yaitu
Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan, dan Penyebaran ditunjukkan pada
Gambar 2.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Gambar 2.3. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thigarajan
(Trianto, 2007 : 65).
Secara garis besar keempat tahap tersebut sebagai berikut
1. Tahap Pendefinisian (define). Tujuan tahap ini adalah menentapkan dan
mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran di awali dengan analisis tujuan
dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5
langkah pokok, yaitu: (a) Analisis ujung depan, (b) Analisis siswa, (c)
Analisis tugas. (d) Analisis konsep, dan (e) Perumusan tujuan pembelajaran.
2. Tahap Perencanaan (Design ). Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe
perangkat pembelajaran. Tahap ini terdiri dari empat langkah yaitu, (a)
Penyusunan tes acuan patokan, merupakan langkah awal yang
menghubungkan antara tahap define dan tahap design. Tes disusun
berdasarkan hasil perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (Kompetensi
Dasar dalam kurikukum KTSP). Tes ini merupakan suatu alat mengukur
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan belajar
mengajar, (b) Pemilihan media yang sesuai tujuan, untuk menyampaikan
materi pelajaran, (c) Pemilihan format. Di dalam pemilihan format ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
misalnya dapat dilakukan dengan mengkaji format-format perangkat yang
sudah ada dan yang dikembangkan di negara-negara yang lebih maju.
3. Tahap Pengembangan (Develop). Tujuan tahap ini adalah untuk
menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan
masukan dari pakar. Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat oleh para
pakar diikuti dengan revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan
rencana pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan siswa yang
sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi.
Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan siswa yang sesuai
dengan kelas sesungguhnya.
Tahap penyebaran (Disseminate). Pada tahap ini merupakan tahap
penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas
misalnya di kelas lain, di sekolah lain, oleh guru yang lain. Tujuan lain adalah
untuk menguji efektivitas penggunaan perangkat di dalam KBM.
5. Evaluasi Hasil Pembelajaran
a. Evaluasi
Evaluasi menurut Bloom dalam Daryanto (2008:1) adalah “evaluation, as
we see it, is the systematic collection of evidence to determine whether in fact
certain changes are taking place in the learners as well as to determine the
amount or degree of change in individual students.”
yang artinya : Evaluasi merupakan pengumpulan kenyataan secara sistematis
untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa
dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa.
Evaluasi menurut Stufflebeam dalam Daryanto (2008:1) adalah
“Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful
information for judging decision alternatives.”
yang berarti bahwa evaluasi merupakan sebuah proses yang menggambarkan,
memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif
keputusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b. Teknik Evaluasi
Secara garis besar, teknik evaluasi yang biasa digunakan dapat
digolongkan menjadi 2 macam yaitu Teknik tes dan teknik non-tes. Berikut ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai teknik tes.
Menurut Drs.Amir Daien Indrakusuma dalam Daryanto (2008:1)
mengenai teknik tes :
“Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk
memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang
seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat”.
Selanjutnya dalam bukunya Teknik-Teknik Evaluasi, Muchtar Bukhori
mengatakan:
“Tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok
murid.”
Jadi tes mempunyai fungsi ganda yaitu untuk mengukur siswa dan untuk
mengukur keberhasilan dalam program pengajaran. Ditinjau dari segi kegunaan
untuk mengukur siswa, maka dibedakan adanya 3 macam tes :
1) Tes Diagnostik
Tes ini bertujuan untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk
mengupayakan perbaikannya. Oleh karena itu, terlebih dahulu harus diketahui
bagian mana dari pengajaran yang memberian kesulitan belajar pada siswa.
Berarti harus terlebih dulu disajikan tes formatif untuk mengetahui ada
tidaknya bagian yang belum dikuasai oleh siswa. Baru setelah itu dibuat butir-
butir soal yang lebih memusatkan pada bagian itu sehingga dapat dipakai untuk
mendeteksi bagian-bagian mana dari pokok bahasan atau subpokok bahasan
yang belum dikuasai.
2) Tes formatif
Tes ini disajikan di tengah program pengajaran untuk memantau kemajuan
belajar siswa demi memberikan umpan balik, baik kepada siswa maupun
kepada guru. Berdasarkan hasil tes itu guru dan siswa dapat mengetahui apa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
yang masih perlu untuk dijelaskan kembali agar materi pelajaran dapat dikuasai
lebih baik.
3) Tes sumatif
Tes ini diberikan pada akhir tahun ajaran atau akhir suatu jenjang pendidikan.,
meskipun maknanya telah diperluas untuk dipakai pada tes akhir caturwulan
atau semester dan bahkan pada tes akhir pokok bahasan.
Menurut Saifuddin Azwar(2002:11), tes prestasi belajar ditempatkan
dalam beberapa fungsi yaitu:
1) Fungsi Penempatan adalah Penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk
klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan
kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil beajar yang lalu. Contoh
yang paling jelas untuk fungsi ini adalah penggunaan nilai rapor kelas 2
sekolah menengah untuk menentukan jurusan studi di kelas 3.
2) Fungsi Formatif adalah adalah Penggunaan hasil tes prestasi belajar guna
melihat sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam
suatu program pelajaran. Dalam hal ini hasil tes prestasi merupakan umpan
balik (feed back) kemajuan belajar dan karena itu biasanya tes diselenggarakan
di tengah jangka waktu suatu program yang sedang berjalan. Hasil tes formatif
dapat menyebabkan perubahan kebijaksanaan mengajar atau belajar bila perlu.
Contoh tes prestasi yang berfungsi formatif adalah ujian tengah semester di
perguruan tinggi atau tes hasil belajar (THB) di setiap catur wulan atau setiap
semester di sekolah-sekolah tingkat menengah dan dasar.
3) Fungsi diagnostic dilakukan oleh tes prestasi apabila hasil tes yang
bersangkutan digunakan untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam
belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera
dan semacamnya.
4) Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh
informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya
dalam suatu program pelajaran. Tes sumatif merupakan pegukuran akhir dalam
suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa
dinyatakan dapat melanjutkan ke jenjang program yang lebih tinggi.
Tes diagnostik juga dapat berfungsi untuk mendiagnosis miskonsepsi
yang dialami oleh siswa setelah pembelajaran sehingga diketahui kesalahan
konsep yang dialami siswa saat pembelajaran. Hal itulah yang akan dibahas dalam
penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
6. Cahaya, Bayangan, Hukum Pemantulan, Cermin Datar
a. Cahaya
Tahun 1873, James Clark Maxwell meramalkan keberadaan gelombang
elektromagnetik dan menghitung laju perambatannya. Perkembangan ini,
bersamaan dengan karya eksperimental dari Heinrich Hertz yang dimulai tahun
1887, menunjukkan secara pasti bahwa cahaya sesungguhnya merupakan
gelombang elektromagnetik.
Akan tetapi sejak tahun 1930 melalui perkembangan elektrodinamika
kuantum, yakni sebuah teori komperehensif yang memasukkan kedua sifat
gelombang dan sifat partikel dari cahaya. Perambatan cahaya paling baik
dijelaskan dengan model gelombang. Pemahaman tentang refleksi dan refraksi
cahaya memerlukan pendekatan partikel.
Dalam pembahasan mengenai lensa, cermin, dan instrumen optis, kita
menggunakan model optik geometri, di mana kita menyatakan cahaya sebagai
sinar-sinar. Sinar-sinar yaitu garis-garis lurus yang dibelokkan pada permukaan
yang merefleksikan cahaya atau merefraksikan cahaya. Berdasarkan sifat cahaya
sebagai partikel, cahaya akan merambat lurus dari suatu tempat ke tempat lain
dalam medium yang sama.
Benda-benda di sekeliling terlihat karena benda-benda tersebut dapat
memancarkan cahaya sendiri atau adanya cahaya yang mengenai benda tersebut,
lalu cahaya tersebut dipantulkan oleh benda. Cahaya pantul tersebut kemudian
diterima oleh mata kita. Dengan demikian, tanpa adanya cahaya yang mengenai
benda, kita tidak akan dapat melihat benda tersebut.
Cahaya timbul karena ada sumber cahaya yang memancarkan cahaya
tersebut. Setiap benda yang dapat memancarkan cahaya sendiri disebut sumber
cahaya. Contoh sumber cahaya adalah : cahaya bintang termasuk matahari, cahaya
lampu dan cahaya lilin. Benda-benda yang tidak dapat memancarkan cahaya
sendiri disebut benda gelap. Contoh benda gelap adalah planet, batu, dan kayu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
b. Bayangan
Bayangan terbentuk ketika berkas cahaya mengenai benda yang tak
tembus cahaya. yang terjadi? Misalnya ketika Matahari bersinar cerah, tiba-tiba
ada sekumpulan awan yang menghalangi cahayanya. Kamu dapat melihat bahwa
daerah di bawah awan tersebut menjadi teduh. Suasana teduh ini disebabkan
adanya bayangan dari awan. Suatu penghalang, semakin sukar ditembus cahaya
semakin gelap bayangan yang terbentuk. Kamu dapat melihat bayangan badanmu
ketika badanmu terkena sinar. Bayangan badanmu akan tampak hitam karena
badanmu sama sekali tidak dapat ditembus cahaya. Lain halnya jika segumpal
awan tipis menghalangi sinar Matahari. Meskipun terjadi bayangan,bayangan ini
tidak terlalu pekat. Berdasarkan pekat tidaknya suatu bayangan, bayangan dapat
dibedakan menjadi dua jenis.
a. Bayangan umbra, yaitu bayangan yang benar-benar gelap dengan kata lain
bayangan yang tidak mendapat cahaya sama sekali.
b. Bayangan penumbra, yaitu bayangan yang tidak terlalu gelap dengan kata lain
bayangan yang masih mendapatkan cahaya.
c. Hukum Pemantulan
Perhatikan Gambar 2.4
Gambar 2.4 Pemantulan Cahaya
(Giancoli D.C, 1980:522)
1) Bunyi hukum pemantulan cahaya :
a) Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar
b) Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r)
Apabila seberkas cahaya mengenai suatu benda atau dinding penghalang,
cahaya itu akan dipantulkan. Jika berkas cahaya pantul tersebut mengenai mata
kita, kita akan melihat benda itu. Jadi pemantulan cahaya membantu proses
N
Sinar pantul Sinar datang
i r
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
penglihatan. Menurut arah sinar pantulnya, pemantulan dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a) Pemantulan Teratur
Apabila seberkas cahaya sejajar mengenai suatu permukaan benda rata,
misalnya permukaan cermin, maka cahaya tersebut akan dipantulkan dengan arah
tertentu secara teratur seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Pemantulan Teratur
(Giancoli D.C, 1980:522)
Pemantulan cahaya ke satu arah saja disebut pemantulan teratur (reguler).
Dalam kehidupan sehari-hari pemantulan teratur terjadi pada pemantulan cahaya
oleh cermin dan permukaan logam yang mengkilat.
b) Pemantulan baur
Apabila seberkas cahaya sejajar mengenai suatu permukaan benda tidak
rata, maka cahaya tersebut akan dipantulkan ke segala arah secara tidak beraturan
seperti pada Gambar 2.6. Pemantulan cahaya seperti itu disebut pemantulan baur (
difuse ). Jadi, pemantulan baur adalah pemantulan cahaya ke segala arah secara
tidak beraturan.
Gambar 2.6 Pemantulan Baur
(Giancoli D.C, 1980:522)
Sinar datang Sinar pantul
Sinar pantul Sinar datang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
d. Cermin Datar
Berdasarkan bentuk permukaannya, ada tiga jenis cermin yaitu cermin
datar, cermin cekung, dan cermin cembung.
2) Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar
Cermin yang kita gunakan sehari-hari untuk berhias merupakan salah
satu contoh dari cermin datar. Jika kita berdiri di depan cermin datar, maka kita
dapat melihat bayangan diri kita di dalam cermin. Bayangan kita sama besar,
sama tinggi dan sama jaraknya dengan jarak kita ke cermin seperti pada Gambar
2.7. Beberapa sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar, antara lain sebagai
berikut :
a) Bersifat semu (maya), karena bayangan yang terbentuk berada di belakang
cermin dan terbentuk oleh perpanjangan sinar pantul
b) Jarak benda ke cermin (s) sama dengan jarak bayangan ke cermin ( 'ss )
c) Tinggi benda sama dengan tinggi bayangan 'hh
d) Perbesaran bayangan ( M ) sama dengan 1 1''
h
h
s
sM
e) Sisi kiri benda menjadi sisi kanan bayangan, sebaliknya sisi kanan benda
menjadi sisi kiri bayangan
Gambar 2.7 Sifat Bayangan pada Cermin Datar
(Giancoli D.C, 1980:523)
Pembentukan bayangan pada cermin datar terbentuk berdasarkan hukum
pemantulan cahaya seperti Gambar 2.8. Bayangan yang dibentuk pada cermin
datar adalah perpotongan dari sinar maya. Sinar maya merupakan sinar yang
dibentuk seolah-olah perpanjangan dari sinar pantul.
h
'h
s
's
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Gambar 2.8 Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar
(Giancoli D.C, 1980:523)
Jika dua buah cermin datar membentuk sudut α satu sama lain, maka
jumlah bayangan yang dibentuk adalah
1360
o
n
dengan : n : banyak bayangan yang terbentuk
α : sudut antara dua cermin datar
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan perbandingan dan petunjuk agar memperoleh gambaran yang
jelas dalam melakukan penelitian selanjutnya, maka dikemukakan penelitian-
penelitian yang dilakukan oleh:
Darmiyati (2009) dengan judul Pengembangan Model Asesmen Diagnostik
Dalam Upaya Meningkatkan hasil Belajar Matematika di SD Kota Banjarbaru dan
Kabupaten Tanah Laut Kalimantan selatan menyimpulkan bahwa Hasil pemberian
tes diagnostik matematika sebelum diberikan kepada siswa telah diujicobakan
secara terbatas dan memenuhi syarat validitas, di mana jumlah pertanyaan terdiri
dari 45 butir soal. Sebelum diujicobakan tes tersebut dinilai oleh lima orang
panelis. Setelah dihitung, butir yang valid terdapat 40 butir dan reliabilitasnya
0,77. Hasil tes ini menunjukkan bahwa kesulitan terbanyak mulai dari materi yang
diberikan kepada siswa adalah pokok bahasan 1) satuan waktu, panjang, berat dan
masalah sehari-hari, 2) penjumlahan, pengurangan dan hitung campuran, 3) alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
ukur, 4) perkalian, pembagian dan hitung campuran, 5) perhitungan uang, dan 6)
bilangan cacah. Tes diagnostik yang diberikan soalnya berbentuk uraian, dan
dilaksanakan secara bertahap mengacu pada ranah kognitif meliputi ingatan,
pemahaman, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Sharon Bendall dan Fred Goldberg (1993) yang melaporkan tentang sebuah
penelitian yang dirancang untuk menggambarkan praduga dasar guru secara lisan
dan dalam gambar diagram tentang cahaya, penglihatan, bayangan dan bayangan
cermin datar. Data dikumpulkan melalui wawancara individu dan peralatan yang
simpel (bola lampu, objek, layar dan cermin datar). Selanjutnya diselidiki perihal
gagasan siswa yang timbul dari penafsiran setiap pengalaman tersebut dan dinilai
perubahan konsep yang terjadi dari wawancara yang telah dilakukan.
Dalam penelitian Zeynep Bak Kibar dan Alipasa Ayas (2010) yang
bertujuan untuk mengaplikasikan worksheet tentang perubahan konsep Fisika dan
Kimia dan menilai hasilnya. Metode yang digunakan adalah penelitian berbasis
masalah. Sample terdiri dari 94 murid SMA dari dua kelas di Primary Science
Education Department in Fatih Faculty of Education at Karadeniz Technical
University. Pembelajaran ini diterapkan dalam woeksheet dengan lima fase
perihal perubahan fisika dan kimia dari materi yang dikembangkan kemudian
diberikan pada siswa dalam kelompok. Setelah selesai, worksheet dikumpulkan
dan dianalisis.
Timur Koparan, Cemalettin Y, Davut K, & Bulent G (2010) melakukan
penelitian tentang pengaruh perubahan konsep pada siswa SMA. Metode
penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen. Perlakuan yang diberikan
pada siswa adalah diajar dengan metode traditional dan menggunakan worksheet
dalam kelompok. Selanjutnya diberikan pre test dan pos test pada 46 siswa di dua
sekolah yang berbeda di Trabzon tahun ajaran 2008/2009.
C. Kerangka Berpikir
Sebagian guru tidak menyadari bahwa kemampuan siswa dalam proses
pembelajaran bervariasi. Hal ini terjadi karena biasanya sistem pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
secara faktual diberikan secara bersama dalam satu kelas. Guru mengajar siswa
yang dikelompokkan dalam kelas dengan asumsi mereka memiliki kelompok
umur yang sama, pengetahuan sama, kecepatan menerima materi pembelajaran
sama.
Padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Ada siswa
yang cepat menerima dan menguasai materi pembelajaran setelah diberikan
contoh dan latihan soal yang relevan namun ada pula siswa yang tetap mengalami
kesulitan belajar meskipun contoh soal dan latihan soal sudah diberikan. Idealnya,
semua siswa perlu mendapatkan perhatian dari guru dengan intensitas yang sama
sehingga mereka bisa berhasil dalam waktu yang bersamaan.
Semua itu perlu dicari apa penyebabnya dan program apa yang dapat
diberikan agar para siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan
guru. Guru harus berusaha mencari permasalahan belajar dan menentukan
penyembuhnya. Dengan evaluasi diagnostik, diharapkan para guru dapat
mengidentifikasi beberapa siswa yang memiliki kesulitan yang sama.
Pengembangan tes diagnostik yang dilakukan setelah proses
pembelajaran mengarah pada tes miskonsepsi yang berfungsi untuk
mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep siswa. Siswa tidak mengetahui jika
konsep yang dimilikinya salah sehingga guru harus mengembangkan tes
diagnostik untuk mengidentifikasi kesalahan konsep yang dipahami siswa.
Dalam pelajaran fisika, miskonsepsi sering terjadi bukan hanya pada siswa
melainkan juga guru. Sebagai contoh tentang konsep melihat sebuah benda yang
benar adalah sumber cahaya memancarkan cahaya kemudian oleh benda cahaya
tersebut dipantulkan ke mata. Jadi tanpa adanya cahaya, benda tak akan terlihat
oleh mata.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu disusun tes diagnostik yang
bertujuan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep yang ada pada siswa. Tes
yang dibuat kemudian diuji validitas isi, teoritik dan kebahasaannya oleh ahli dan
guru mata pelajaran. Untuk validitas empiris dan realibilitas dilakukan pada siswa
pada kelompok kecil pada tes uji coba I untuk selanjutnya dilakukan revisi pada
kelompok besar pada tes uji coba II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Kerangka penelitian ini dapat ditunjukkan dalam paradigma penelitian
sebagai berikut:
Gambar 2.9 Kerangka Berpikir
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan
beberapa pertanyaan penelitian berkaitan dengan pengembangan tes diagnostik
Fisika SMA Kelas X, sebagai berikut:
1. Apakah tes diagnostik yang dikembangkan memenuhi kriteria baik pada
aspek kelayakan isi?
2. Apakah tes diagnostik yang dikembangkan memenuhi kriteria baik pada
aspek kebahasaan?
3. Apakah tes diagnostik yang dikembangkan memenuhi kriteria empirik dan
realiabilitas?
4. Apakah tes diagnostik bentuk soal pilihan ganda beralasan mampu
mengidentifikasi miskonsepsi siswa?
Perbedaan
Kemampuan Siswa
Tes diagnostik
Mengidentifikasi Kesulitan pada Siswa
Setelah Pembelajaran Validasi : Teoritik
Isi
Kebahasaan
(pada ahli dan guru Bidang Studi)
Miskonsepsi
Validasi : empiris
Tahap I
(Pada siswa kelompok kecil)
Validasi : empiris
Tahap II
(Pada siswa kelompok besar) Tes Diagnostik Baku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Karena bentuk tes yang berbeda dengan biasanya, saat pengambilan data
peneliti harus memandu siswa dalam mengerjakan soal-soal tersebut. Peneliti
membacakan soal pertama dan menjelaskan bahwa dari pernyataan yang terdapat
pada soal terdapat pilihan 1 dan 2. Selanjutnya dari pilihan siswa tadi, peneliti
mengarahkan siswa untuk memilih sebuah alasan yang menurut siswa merupakan
alasan yang tepat dari salah satu opsi a,b,c atau d. Dalam pembuatan soal tes
diagnostik dilakukan revisi berdasarkan telaah soal oleh ahli, Uji Coba I dan Uji
Coba II sehingga menghasilkan tes diagnostik baku. Secara lebih rinci dapat
dilihat penjabarannya sebagai berikut
1. Hasil Telaah Ahli
Tahap pertama dalam pembuatan soal adalah membuat kisi-kisi soal.
Rancangan kisi-kisi soal yang diajukan oleh peneliti terlampir pada lampiran 1.
Sedangkan rancangan soal yang diajukan oleh peneliti kepada ahli terlampir
dalam lampiran 2. Pada saat pertama kali mengajukan rancangan kisi-kisi soal dan
soal tes diagnostik Optik Geometri, peneliti belum mampu menghubungkan antara
subkonsep. Antar sub konsep dalam konsep berdiri sendiri dan tidak menyambung
sehingga oleh ahli, peneliti diminta untuk merapikan ulang sehingga hubungan
antara subkonsep sebagai penjabaran dalam konsep dapat terbaca dengan baik.
Dari 20 rancangan soal yang diajukan oleh peneliti sebanyak 3 soal yang bisa
diterima oleh ahli dengan penyempurnaan kalimat yang digunakan agar mudah
dipahami oleh siswa. Dari telaah pertama ini, ahli menyarankan untuk
menyelesaikan tiap konsep terlebih dahulu.
Pada pengajuan kedua, konsep yang diambil adalah perambatan cahaya
dengan mengajukan 7 buah soal. Rancangan kisi-kisi soal II terdapat di lampiran 3
sedangkan rancangan soal II di lampiran 4. Soal nomor 1 dan 2 dan 6 sudah sesuai
dengan subkonsep dan bisa diterima oleh ahli. Pada soal nomor 3, ahli meminta
untuk mengembangkan soal dengan 2 lubang. Pada soal nomor 4, ahli meminta
peneliti menyempurnakan opsi karena ada konsep yang tidak sesuai. Pada soal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
nomor 5, jawaban kurang tepat karena antara siang dan malam terdapat perbedaan
suhu yang menyebabkan kerapatan medium juga berbeda. Soal nomor 7 masih
perlu penyempurnaan gambar karena bentuk bayangan pensil dengan garis putus-
putus akan sulit dibedakan dengan garis normal. Selain itu juga menambahkan
keterangan udara dan air pada gambar sehingga siswa tidak salah dalam
menfsirkan gambar. Pada opsi c dan d juga belum sesuai sehingga masih perlu
penyempurnaan.
Pengajuan selanjutnya dengan rancangan kisi-kisi terlampir pada lampiran
5. Pada konsep bayangan, masih terdapat revisi dikarenakan belum sesuai dengan
subkonsep yang benar. Peneliti menuliskan bahwa bentuk bayangan dipengaruhi
oleh bentuk sumber cahaya. Konsep ini masih diragukan sehingga harus
diperbaiki lagi. Untuk konsep cermin datar, subkonsep yang dipilih peneliti belum
sesuai kaidah sehingga harus diubah kembali. Soal yang diajukan oleh peneliti
dapat dilihat pada lampiran 6 dengan konsep bayangan dan cermin datar. Dari 11
soal hanya 4 soal yang bisa diterima oleh ahli yaitu nomor 11,12,13 dan 14
sehingga untuk nomor lainnya masih harus menyesuaikan konsep soal dengan
bentuk soal yang telah tersusun.
Pada telaah selanjutnya, muncullah sebuah konsep baru yaitu hukum
pemantulan. Secara lebih jelas untuk kisi-kisi soalnya bisa dilihat pada lampiran 7.
Konsep hukum pemantulan dengan dua soal. Pada soal pertama, ahli telah
menyetujui sedangkan soal kedua sedikit revisi pada kalimat yang digunakan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 8.
Telaah yang kelima, kumpulan dari kisi-kisi dan soal yang telah disetujui
oleh ahli sebanyak 20 nomor. Ada perbaikan pada kata yang digunakan pada
konsep bayangan. Untuk konsep cermin datar urutan subkonsep yang masih
bercampur aduk dan beberapa kata yang belum sesuai sehingga harus diperbaiki.
Untuk lebih jelasnya kisi-kisi dapat dilihat pada lampiran 9 sedangkan soalnya
dapat dilihat pada lampiran 10. Revisi yang paling banyak terdapat pada konsep
cermin datar. Selanjutnya penyempurnaan soal dan gambar agar siswa lebih jelas
memahami soal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tes uji coba I melibatkan sebanyak 42 siswa dari kelas X5 di SMA Negeri
2 Sukoharjo. Dari 20 soal pilihan ganda beralasan diberikan waktu untuk
mengerjakan selama 45 menit. Uji Coba I dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal
18 Februari 2011.
2. Hasil Uji Coba I
Soal Uji coba tes I secara jelas bisa dilihat pada lampiran 9 untuk kisi-
kisi soal dan untuk tes uji coba I dapat dilihat pada lampiran 10. Untuk data hasil
uji coba I dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal
Uji coba I dilakukan di SMA Negeri 2 Sukoharjo dengan jumlah sampel
42 siswa. Hasil Perhitungan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa
per Item Soal Optik Geometri dapat dideskripsikan dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa per
Item Soal
No
Soal
Persentase Derajat Mengungkap
Kemampuan Siswa
Memahami Miskonsepsi
Jumlah % Jumlah %
1 41 97,62 1 2,38
2 4 9,52 38 90,48
3 33 78,57 9 21,43
4 0 0 42 100
5 13 30,95 29 69,05
6 39 92,86 3 7,14
7 0 0 42 100
8 41 97,62 1 2,38
9 4 9,52 38 90,48
10 37 88,09 5 11,91
11 0 0 42 100
12 38 90,48 4 9,52
13 36 85,71 6 14,29
14 3 7,14 39 92,86
15 33 78,57 9 21,43
16 27 64,29 15 35,71
17 1 2,38 41 97,62
18 32 76,19 10 23,81
19 3 7,14 39 92,86
20 4 9,52 38 90,48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Selanjutnya secara grafis dapat dideskripsikan dalam Gambar 4.1 sebagai
berikut
Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi
Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 menunjukkan hasil tes uji coba soal
miskonsepsi untuk tiap nomor soal. Kemampuan miskonsepsi butir soal untuk
mendeteksi miskonsepsi tidak merata. Dalam hal ini ditetapkan bahwa butir soal
yang dapat dipakai minimal dapat mendeteksi miskonsepsi sebesar 10% dari
jumlah siswa. Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa untuk item soal nomor 1, 6,8
dan 12 belum bisa dipakai untuk mendeteksi miskonsepsi karena persentase
nilainya kurang dari 10% sehingga harus dilakukan revisi soal.
b. Persentase Rata-rata Mengungkap Kemampuan Siswa tiap konsep
Setelah dilakukan pengolahan data derajat Mengungkap Kemampuan Soal
Miskonsepsi siswa pada tiap item soal, langkah selanjutnya adalah pengolahan
data untuk mengetahui besarnya persentase rata-rata pada tiap kategori konsep.
Dalam hal ini dapat dikelompokkan sebagai berikut : untuk soal nomor 1 sampai 8
dikelompokkan dalam konsep perambatan cahaya, sedangkan soal nomor 9 dan 10
dikelompokkan dalam konsep hukum pemantulan, untuk soal nomor 11 sampai 15
tentang konse bayangan dan untuk soal nomor 16 sampai 20 berkaitan tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
konsep pemantulan cahaya pada cermin datar. Secara rinci persentase tiap konsep
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata tiap Konsep
Konsep
Rata-Rata Persentase Tiap Konsep
Memahami Miskonsepsi
% Rata-Rata % Rata-Rata
Perambatan cahaya 50,89 49,11
Hukum
Pemantulan 48,81 51,19
Bayangan 52,38 47,62
Cermin datar 31,91 68,09
Selanjutnya secara grafis dapat dideskripsikan dalam Gambar 4.1
Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap konsep
Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 menunjukkan hasil tes uji coba soal
miskonsepsi untuk tiap konsep. Kemampuan miskonsepsi tiap konsep untuk
mendeteksi miskonsepsi tidak merata. Dalam hal ini ditetapkan bahwa patokan
minimal dapat mendeteksi miskonsepsi sebesar 50% dari jumlah siswa. Dari
Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa untuk konsep perambatan cahaya dan konsep
bayangan belum bisa dipakai untuk mendeteksi miskonsepsi karena persentasenya
kurang dari 50% sehingga harus dilakukan revisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Peneliti menjelaskan pencapaian hasil dan revisi soal uji coba I untuk tiap-
tiap nomor soal sebagai berikut:
1. Soal Nomor 1
Soal nomor 1 tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi
siswa karena dari 42 siswa hanya 1 siswa yang mengalami miskonsepsi dengan
persentase 2,38%. Nilai tersebut kurang dari 10% sehingga soal belum bisa dipakai
untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Karena penjabaran soal terlalu panjang
membuat siswa malas untuk membacanya sehingga dipersingkat dengan tujuan
soal yang sama yaitu memperkuat konsep bahwa cahaya terjadi karena adanya
sumber cahaya. Cahaya ini mengenai benda kemudian dipantulkan oleh benda
tersebut ke mata pengamat sehingga benda terlihat. Revisi dari soal nomor 1
adalah pada opsi 1 memiliki pilihan sebab b dan d, sedangkan pilihan 2 memiliki
sebab a dan c.
Miskonsepsi yang akan diidentifikasi adalah anggapan siswa bahwa mata
dapat melihat dalam kegelapan jika terbiasa berada di tempat yang gelap total,
benda yang memiliki warna terang akan memancarkan cahaya sendiri dan benda
yang berwarna putih bersifat menyerap cahaya sehingga nampak saat berada di
tempat yang gelap.
2. Soal Nomor 2
Dari 42 siswa sebanyak 4 siswa terdapat 38 siswa mengalami
miskonsepsi dengan persentase sebesar 90,48%. Nilai tersebut lebih dari 10%
sehingga soal bisa dipakai untuk mendeteksi miskonsepsi siswa namun demikian
masih diperlukan revisi soal pada opsi a yaitu cahaya dipengaruhi oleh medan
listrik dan medan magnet agar opsi a mampu menjadi distraktor untuk pilihan 2.
Soal ini bertujuan untuk menunjukkan konsep bahwa cahaya merupakan
suatu bentuk gelombang elektromagnet. Miskonsepsi yang akan diidentifikasi adalah
cahaya dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnet yang tetap, Cahaya
merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat merambat melalui medium.
3. Soal Nomor 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Dari 42 siswa terdapat 8 siswa mengalami miskonsepsi dengan
persentase 21,43%. Revisi dari soal nomor 3 terletak pada gambar yang
digunakan, yang semula menggunakan satu buah papan yang berlubang diubah
menjadi dua buah papan yang berlubang. Hal ini dilakukan untuk mengecohkan
siswa perihal konsep cahaya merambat lurus jika berada pada medium yang
seragam. Pada opsi a juga dilakukan revisi yaitu cahaya merambat melalui lubang
kecil karena kalimat ini lebih terfokus jika dibandingkan dengan cahaya merambat
lurus jika berada pada medium yang seragam.
4. Soal Nomor 4
Untuk soal nomor 4 menceritakan tentang pengalaman sehari-hari
dengan harapan siswa mampu menggunakan penalaran untuk menjawab soal
tersebut. Dari 42 siswa tidak ada anak yang menjawab dengan benar berarti semua
siswa mengalami miskonsepsi. Artinya butir soal ini telah mampu
mengidentifikasi miskonsepsi namun dengan melakukan revisi yaitu membuat
soal lebih singkat dan gambar yang digunakan juga diperjelas dengan
menunjukkan letak pintunya sehingga siswa tidak mengalami kesalahpahaman
dalam menafsirkan gambar. Revisi yang dilakukan pada opsi dengan ketentuan
pilihan 1 mempunyai sebab opsi pada pilihan c dan d sedangkan pilihan 2
mempunyai sebab opsi pada pilihan a dan b. Setelah diperiksa ulang ternyata pada
tes uji coba I mempunyai dua jawaban yang benar yaitu cahaya lampu petromax
tidak mampu menembus dinding (b) dan cahaya lampu petromax yang merambat
dipantulkan oleh dinding penghalang (c). Miskonsepsi yang akan diidentifikasi
adalah
5. Soal Nomor 5
Pada soal nomor 5 berkaitan dengan perbedaan cahaya antara siang hari
dan malam hari. Dari 42 siswa pada uji coba I sebanyak 13 siswa menjawab benar
dan 29 siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase 69,05%. Miskonsepsi
yang akan diidentifikasi adalah tidak adanya perbedaan kecepatan cahaya antara
siang hari dan malam hari.
Revisi soal nomor 5 tentang perbedaan perambatan kecepatan cahaya
antara siang dan malam hari diganti dengan perbedaan perambatan kecepatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
cahaya pada air dan etanol karena antara siang dan malam perbedaan yang
disebutkan berlaku relatif tergantung suhu dan juga ada faktor lain yang
mempengaruhi seperti tekanan udara sedangkan untuk air dan etanol perbedaan
kecepatan cahaya jelas tergantung nilai indeks bias. Soal ini bertujuan untuk
menunjukkan bahwa belum tentu dalam medium yang sama kecepatan cahaya
memiliki nilai yang sama sebagai contoh dalam zat cair antara air dan alkohol
indeks biasnya berbeda sehingga kecepatan cahayanya juga berbeda.
6. Soal Nomor 6
Pada soal nomor 6, dari 42 siswa terdapat 3 siswa mengalami
miskonsepsi dengan persentase 7,14%. Butir soal ini dikategorikan belum mampu
mengungkap miskonsepsi siswa karena persentasenya kurang dari 10% sehingga
dilakukan penggantian soal menjadi seperti pada lampiran 14. Soal ini sebagai
pemerkuat konsep bahwa kecepatan cahaya berbanding terbalik dengan indeks
bias medium.
7. Soal Nomor 7
Soal nomor 7 dari 42 siswa semuanya mengalami miskonsepsi sehingga
persentase miskonsepsinya 100%. Miskonsepsi yang dialami adalah kecepatan
perambatan cahaya pada matahari lebih besar daripada lampu senter .
Namun demikian masih perlu dilakukan revisi yaitu pada opsi d yang
semula lampu senter penampangnya lebih kecil dibandingkan dengan sinar
matahari menjadi cahaya lampu senter dan sinar matahari merupakan gelombang
elektromagnetik yang mempunyai arah rambatan sejajar dengan arah getarannya.
Pergantian jawaban ini dengan tujuan agar opsi 1 mempunyai 2 jawaban yang
terkait yaitu a dan b sedangkan opsi 2 juga mempunyai 2 jawaban yang terkait
yaitu c dan d.
8. Soal Nomor 8
Pada soal nomor 8 tes uji coba I dari 42 siswa diperoleh 1 siswa yang
mengalami miskonsepsi dengan persentase 2,38%. Karena persentasenya kurang
dari 10% maka soal ini harus diperbarui karena belum ditetapkan mampu
mengungkap miskonsepsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Revisi soal ini terletak pada kalimat yang digunakan pada opsi. Pada tes
uji coba II kalimat yang digunakan lebih mendetail dengan tujuan menggali
pemahaman siswa perihal pengetahuan yang dimilikinya. Revisi opsi juga
dilakukan sehingga pada pilihan 1 mempunyai opsi sebab a dan b sedangkan pada
pilihan 2 mempunyai opsi sebab c dan d.
9. Soal Nomor 9
Pada soal nomor 9, dari 42 siswa 4 siswa yang menjawab dengan benar
dan 38 siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase 90,48% artinya soal ini
sudah mampu mengungkap miskonsepsi. Miskonsepsi yang akan diidentifikasi
adalah pengertian bidang datar pada hukum pemantulan. Revisi soal nomor 9
terletak pada pilihan nomor 2. Pada opsi sebab juga dilakukan revisi agar
miskonsepsi yang dialami siswa lebih tampak perihal pendeskripsian bidang datar
pada hukum pemantulan cahaya.
10. Soal Nomor 10
Soal nomor 10 berkaitan dengan hukum pemantulan cahaya. Dari 42
siswa sebanyak 5 siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase 11,91%
artinya soal ini belum cukup mampu mengungkap miskonsepsi. Revisi soal nomor
10 hampir bersifat total karena pada tes uji coba I opsi 1 dan 2 mempunyai
jawaban yang sama-sama benar. Meskipun soal telah berubah tujuannya tetap
sama untuk menunjukkan pemahaman siswa tentang konsep bahwa pada hukum
pemantulan cahaya, besar sudut datang sama dengan sudut pantul.
11. Soal Nomor 11
Pada soal nomor 11, dari 42 siswa tidak ada siswa yang menjawab
dengan benar sehingga persentase miskonsepsi 100%. Namun revisi masih
dilakukan pada gambar yang digunakan yaitu dengan memperkecil ukuran lampu.
Revisi pada opsi juga dilakukan untuk memperjelas perbedaan antar opsi.
12. Soal Nomor 12 dan 13
Pada soal nomor 12 dari 42 siswa sebanyak 4 siswa yang mengalami
miskonsepsi dengan persentase 9,52% sehingga soal belum bisa dipakai untuk
mengungkap miskonsepsi. Sedangkan pada soal nomor 13 siswa dengan
persentase 14,29% artinya soal belum cukup mengungkap miskonsepsi. Antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
soal nomor 12 dan 13 menggunakan gambar yang sama sehingga mempunyai
pokok permasalahan yang mirip tentang konsep penumbra dan umbra. Siswa-
siswa bisa membedakan antara umbra dan penumbra namun lupa bahwa
penumbra adalah bayangan yang masih terkena cahaya sedangkan umbra adalah
bayangan yang tak terkena cahaya sama sekali. Kedua soal ini bertujuan untuk
membedakan antara umbra dan penumbra. Revisi dilakukan pada opsi yang
digunakan dengan menyisipkan kata kunci yang salah sehingga siswa dituntut
harus benar-benar jeli dalam membaca dan mengerjakan soal.
13. Soal Nomor 14
Pada soal nomor 14, dari 42 siswa terdapat 39 siswa yang mengalami
miskonsepsi dengan persentase 92,86%. Artinya soal ini sudah mampu mengungkap
miskonsepsi. Miskonsepsi yang akan diidentifikasi adalah pada intensitas yang
sama, semakin besar ukuran lampu maka bayangan akan semakin terang. Revisi
dilakukan untuk memperjelas maksud soal dengan memperbaiki dan memperjelas
gambar. Revisi opsi dilakukan sehingga pada opsi 1 mempunyai 2 pilihan yang
terkait yaitu b dan c. Sedangkan opsi 2 pilihan yang terkait adalah a dan d.
14. Soal Nomor 15
Pada soal nomor 15, dari 42 siswa terdapat 9 siswa yang menglami
miskonsepsi dengan persentase 21,43%. Artinya soal ini belum cukup mampu
mengungkap miskonsepsi. Kejelasan bayangan dipengaruhi oleh jarak antara sumber
cahaya dan benda. Semakin jauh jarak bola lampu dan kartu maka cahaya lampu
akan menuju ke satu titik sehingga bayangan juga semakin jelas. Revisi dilakukan
dengan memperbaiki dan memperjelas gambar sehingga siswa tidak salah tafsir
dalam menerjemahkan soal. Revisi opsi juga dilakukan sehingga pada opsi 1
mempunyai 2 pilihan yang terkait yaitu a dan b. Sedangkan opsi 2 pilihan yang
terkait adalah c dan d.
15. Soal Nomor 16
Pada soal nomor 16 berhubungan dengan pembentukan bayangan pada
cermin datar. Sebanyak 15 siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase
35,71%. Soal ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepai siswa tentang
konsep bayangan pada cermin datar yang terbentuk berdasarkan prinsip hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
pemantulan cahaya. Revisi opsi dilakukan agar kalimat yang digunakan lebih jelas
dan mudah dipahami oleh siswa. Pada opsi jawaban yang tepat c lebih dijabarkan
sehingga menguji tingkat kepahaman siswa lebih mendalam.
16. Soal Nomor 17
Pada soal nomor 17 juga berhubungan dengan pembentukan bayangan
pada cermin datar dari 42 siswa pada tes uji coba I yang mengalami miskonsepsi
sebanyak 41 siswa dengan persentase 97,62%. Artinya soal ini sudah mampu
mengungkap miskonsepsi. Revisi opsi dilakukan agar kalimat yang digunakan
lebih jelas dan mudah dipahami oleh siswa. Penekanan soal berada pada konsep
bahwa sifat bayangan pada cermin datar adalah maya.
17. Soal Nomor 18
Pada soal nomor 18 menjelaskan sifat bayangan pada cermin datar. Jarak
bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin, dari 42 siswa sebanyak
10 siswa yang mengalami miskonsepsi dengan persentase 23,81%. Revisi terletak
pada opsi a dan d karena pada opsi tersebut kurang berhubungan dengan soal
sehingga opsi diperbaiki untuk menguji konsep bahwa jarak bayangan ke cermin
sama dengan jarak benda ke cermin. Miskonsepsi yang biasanya terjadi adalah
jarak bayangan ke cermin lebih dekat dibandingkan dengan jarak benda ke
cermin.
18. Soal Nomor 19
Pada soal nomor 19 menjelaskan bahwa tinggi bayangan pada cermin datar
sama dengan tinggi benda, dari 42 siswa sebanyak 39 siswa mengalami
miskonsepsi dengan persentase 92,86%. Revisi dilakukan pada opsi b karena besar
sudut tidak akan mengubah jarak bayangan ke benda. Peneliti memperbaiki opsi
yang kurang sesuai agar soal menjadi lebih baik. Dengan begitu, siswa lebih teruji
perihal pemahamannya tentang konsep bahwa tinggi bayangan yang dibentuk
cermin datar sama besar dengan tinggi bendanya. Miskonsepsi yang biasanya
terjadi pada siswa adalah tinggi bayangan akan lebih kecil dibandingkan dengan
tinggi benda.
19. Soal Nomor 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Pada soal nomor 20 dari 42 siswa, sebanyak 38 siswa yang mengalami
miskonsepsi dengan persentase 90,48%. Soal ini bertujuan untuk menguji konsep
bahwa cermin datar minimal harus mempunyai tinggi setengah kali tinggi orang
untuk melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya. Miskonsepsi yang akan
diidentifikasi adalah cermin datar minimal mempunyai tinggi sama dengan tinggi
orang untuk melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya. Revisi dengan
menambahkan gambar supaya siswa tidak salah menempatkan ukuran tinggi dan
lebar.
Dari seluruh jawaban siswa, diukur reliabilitas tes dalam penelitian
menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-20) dimana jika jawaban benar dan
alasan benar mendapat nilai 0 dikategorikan tidak mengalami miskonsepsi
sedangkan untuk pilihan lainnya mendapat nilai 1 dikategorikan siswa mengalami
miskonsepsi. Hasil perhitungan dengan rumus di atas diperoleh besarnya reabilitas
tes saat uji coba I adalah 0,29. Nilai tersebut tergolong dalam 0,20 ≤ r11 < 0,40
sehingga disimpulkan bahwa soal uji coba I mempunyai reliabilitas rendah.
Artinya instrumen dari hasil uji coba I ini tingkat keajegan dalam mengungkap
miskonsep siswa masih rendah. Untuk perhitungan detail menggunakan Excell
dapat dilihat di lampiran 16.
3. Hasil Uji Coba II
Setelah mengadakan revisi soal uji coba I, dilakukan tes Uji Coba II
pada tanggal 24 Maret 2011 dengan jumlah peserta 78 siswa. Kisi- kisi untuk tes
Uji Coba II dapat dilihat pada lampiran 11 sedangkan soalnya dapat dilihat secara
lengkap pada lampiran 12. Secara lebih rinci hasil Uji coba II dipaparkan sebagai
berikut:
a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal
Setelah melakukan uji coba, soal yang dianggap masih kurang kemudian
direvisi untuk dilakukan penelitian selanjutnya. Dari hasil penelitian diperoleh
gambaran yang jelas pada Tabel 4.3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa tiap
Soal
No Soal
Persentase Derajat Mengungkap
Kemampuan Siswa
Memahami Miskonsepsi
Jumlah % Jumlah %
1 64 82,05 14 17,95
2 19 24,36 59 75,64
3 65 83,33 13 16,67
4 63 80,77 15 19,23
5 18 23,08 60 76,92
6 4 5,13 74 94,87
7 10 12,82 68 87,18
8 38 48,72 40 51,28
9 41 52,56 37 47,44
10 0 0 78 100
11 8 10,26 70 89,74
12 11 14,10 67 85,88
13 5 6,41 73 93,59
14 5 6,41 73 93,59
15 13 16,67 65 83,33
16 5 6,41 73 93,59
17 2 2,56 76 97,44
18 22 28,21 56 71,79
19 11 14,10 67 85,90
20 1 1,28 77 98,72
Dari Tabel 4.3 kemudian dibuat diagram batang agar bisa dilihat
perbedaan antara siswa yang memahami dan mengalami miskonsepsi. Dengan
diagram batang akan terlihat jelas gambarannya dalam Gambar 4.3
Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar 4.3 menunjukkan perbandingan hasil tes uji coba soal
miskonsepsi untuk tiap nomor soal secara keseluruhan tiap soal pada tes Uji Coba
II telah mampu mengungkap miskonsepsi siswa karena telah memenuhi ketetapan
minimal 10%.
c. Persentase Rata-rata Mengungkap Kemampuan Siswa tiap konsep
Besarnya persentase rata-rata pada tiap kategori konsep digolongkan
menjadi soal nomor 1 sampai 8 dikelompokkan dalam konsep perambatan
cahaya,nomor 9 dan 10 dikelompokkan dalam konsep hukum pemantulan, untuk
soal nomor 11 sampai 15 tentang bayangan dan soal nomor 16 sampai 20
berkaitan tentang cermin datar. Secara rinci persentase tiap konsep dapat dilihat
pada Tabel 4.4.
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa miskonsepsi pada konsep dari yang
terbesar berturut-turut adalah cermin datar 89,49, Bayangan 89,23, Hukum
Pemantulan 73,72, dan Perambatan cahaya 54,97. Sama seperti tes uji coba I,
persentase miskonsepsi terbesar pada konsep cermin datar.
Tabel 4.4 Persentase Rata-Rata tiap konsep
Konsep
Rata-Rata Persentase Tiap konsep
Memahami Miskonsepsi
% Rata-Rata % Rata-Rata
Perambatan cahaya 45,03 54,97
Hukum Pemantulan 26,28 73,72
Bayangan 10,77 89,23
Pemantulan pada Cermin datar 10,51 89,49
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap konsep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Pada tes uji coba yang kedua, melibatkan sebanyak 78 siswa dari beberapa
siswa di beberapa kelas SMA Negeri 2 Sukoharjo yang sudah pernah
mendapatkan materi optik. Dari 20 soal pilihan ganda beralasan diberikan waktu
untuk mengerjakan selama 45 menit. Uji Coba II dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 24 Maret 2011. Peneliti merangkum tiap-tiap nomor soal untuk
pencapaian hasil uji coba II dan semua konsep telah dapat terungkap
miskonsepsinya dengan persentase lebih dari 50%. Peneliti merangkum tiap-tiap
soal nomor soal untuk pencapaian hasil Uji Coba II sebagai berikut:
1. Soal Nomor 1
Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 14 siswa mengalami miskonsepsi.
Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi sebesar 17,95% sehingga butir soal
ini bisa digunakan.
2. Soal Nomor 2
Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 59 siswa mengalami miskonsepsi.
Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar
75,64% sehingga butir soal ini bisa digunakan.
3. Soal Nomor 3
Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 13 siswa mengalami miskonsepsi.
Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar
16,67% sehingga butir soal ini bisa digunakan.
4. Soal Nomor 4
Setelah diadakan revisi, pada tes uji coba II dari 78 siswa 15 siswa
mengalami miskonsepsi. Adanya peningkatan jumlah siswa yang memahami soal
dengan baik dibandingkan dengan tes Uji Coba I. Soal ini mampu
mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 19,23% sehingga
butir soal ini bisa digunakan.
5. Soal Nomor 5
Dari 78 siswa sebanyak 60 siswa mengalami miskonsepsi. Soal ini mampu
mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 76,92% sehingga
butir soal ini bisa digunakan.
6. Soal Nomor 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 74 siswa mengalami miskonsepsi.
Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar
94,87% sehingga butir soal ini bisa digunakan.
7. Soal Nomor 7
Pada tes uji coba II soal masih tetap dengan revisi pada opsinya dari 78 siswa
diperoleh 68 siswa mengalami miskonsepsi. Soal ini mampu mengidentifikasi
miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 87,18% sehingga butir soal ini bisa
digunakan.
8. Soal Nomor 8
Pada tes uji coba dari 78 siswa sebanyak 40 siswa mengalami miskonsepsi.
Revisi soal ini hanya terdapat pada opsiya, adanya penningkatan siswa yang
mengalami miskonsepsi disebabkan karena hubungan opsi yang semakin dekat
sehingga semakin menyulitkan siswa. Soal ini mampu mengidentifikasi
miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 51,28% sehingga butir soal ini bisa
digunakan.
9. Soal Nomor 9
Untuk uji coba II dari 78 siswa sebanyak 37 siswa mengalami miskonsepsi.
Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan baik yaitu sebesar 47,44%
sehingga butir soal ini bisa digunakan.
10. Soal Nomor 10
Tes uji coba II dari 78 siswa tidak ada yang berhasil menjawab dengan benar.
Semuanya mengalami miskonsepsi karena siswa belum memahami bahwa sudut
datang adalah sudut antara sinar datang dan garis normal. Di sini siswa terkecoh
dengan sudut yang diketahui sebesar 600 adalah sudut datang. Soal ini mampu
mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 100% sehingga
butir soal ini bisa digunakan.
11. Soal Nomor 11
Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 70 siswa mengalami miskonsepsi.
Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar
89,74% sehingga butir soal ini bisa digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
12. Soal Nomor 12 dan 13
Pada uji coba II dari 78 siswa untuk soal nomor 12 sebanyak 67 siswa yang
mengalami miskonsepsi. Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan
sangat baik yaitu sebesar 85,88% sehingga butir soal ini bisa digunakan.
Untuk soal nomor 13 sebanyak 73 siswa mengalami miskonsepsi. Soal nomor
12 dan 13 ini menggunakan gambar yang sama, adanya peningkatan siswa yang
mengalami miskonsepsi dikarenakan revisi pada gambar yang digunakan pada tes
uji coba I gambar benda dan bayangan digambarkan dengan jelas sedangkan pada
tes uji coba II yang tampak hanya gambar benda. Soal ini mampu
mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 93,59% sehingga
butir soal ini bisa digunakan.
13. Soal Nomor 14
Sedangkan pada tes uji coba II sebanyak 73 siswa mengalami miskonsepsi.
Adanya peningkatan yang sangat besar pada jumlah siswa yang mengalami
miskonsepsi ini disebabkan perubahan jawaban yang benar dari bayangan A’B’
terbentuk melalui hukum pemantulan cahaya menjadi Bayangan A’B’ terbentuk
melalui titik potong perpanjangan berkas sinar –sinar pantul yang konvergen.
Pada jawaban pertama sangat jelas sedangkan pada jawaban kedua lebih detail
sehingga membingungkan siswa. Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi
dengan sangat baik yaitu sebesar 93,59% sehingga butir soal ini bisa digunakan.
14. Soal Nomor 15
Sedangkan pada tes uji coba II dari 78 siswa yang berhasil menjawab dengan
benar hanya 13 orang siswa dan yang mengalami miskonsepsi sebanyak 65 siswa.
Berarti tingkat miskonsepsi soal ini sangat tinggi melebihi 75%. Sebagian besar
siswa menjawab bahwa cermin datar bersifat nyata, mereka mengira bahwa
bayangan dapat dilihat jelas di cermin sehingga bersifat nyata. Soal ini mampu
mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 83,33% sehingga
butir soal ini bisa digunakan.
15. Soal Nomor 16
Sedangkan pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 73 siswa yang mengalami
miskonsepsi. Hal ini menunjukkan bahwa soal ini mampu mengidentifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 93,59% sehingga butir soal ini bisa
digunakan.
16. Soal Nomor 17
Sedangkan pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 76 siswa yang
mengalami miskonsepsi. Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan
sangat baik yaitu sebesar 97,44% sehingga butir soal ini bisa digunakan.
17. Soal Nomor 18
Pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 56 siswa yang mengalami
miskonsepsi. Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik
yaitu sebesar 71,79% sehingga butir soal ini bisa digunakan.
18. Soal Nomor 19
Pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 67 siswa yang mengalami
miskonsepsi. Hal ini menunjukkan bahwa soal ini mampu mengidentifikasi
miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 85,90% sehingga butir soal ini bisa
digunakan.
19. Soal Nomor 20
Pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 77 siswa yang mengalami
miskonsepsi. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki tingkat miskonsepsi
yang sangat tinggi 98,72% sehingga butir soal ini bisa digunakan.
Dari seluruh jawaban siswa, kemudian diukur reliabilitas tes dalam penelitian
menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-20) dimana jika jawaban benar dan
alasan benar mendapat nilai 0 sedangkan untuk pilihan lainnya mendapat nilai 1
karena siswa dianggap mengalami miskonsepsi. Sedangkan untuk Tes Uji Coba II
diperoleh nilai 0,69. Nilai tersebut tergolong dalam 0,60 ≤ r11 < 0,80 sehingga
disimpulkan bahwa soal penelitian tersebut memiliki reliabilitas tinggi. Artinya
instrumen dari hasil uji coba II ini tingkat keajegan dalam mengungkap
miskonsepsi siswa tinggi. Untuk perhitungan detail menggunakan Excell dapat
dilihat di lampiran 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
B. Kajian Produk Akhir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tes yang diujikan pada siswa
kelompok kecil yaitu 42 siswa terdapat 6 soal yang tidak layak digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi karena persentasenya kurang dari 10%. Selanjutnya
soal direvisi pada tes Uji Coba II dan diujikan pada jumlah yang lebih besar yaitu
78 siswa sehingga diperoleh soal-soal yang mampu mengidentifikasi miskonsepsi
pada siswa minimal 10%.
Pada konsep perambatan cahaya dengan sub konsep meliputi cahaya
terjadi karena adanya sumber cahaya, Cahaya merupakan suatu bentuk gelombang
electromagnet, Cahaya merambat lurus jika berada pada medium yang seragam ,
Cahaya dipantulkan saat menyentuh dinding penghalang , Kecepatan cahaya
berbanding terbalik dengan indeks bias medium. Kecepatan cahaya tidak
dipengaruhi sumber cahayanya , Cahaya mengalami pembiasan jika kecepatan
cahaya berubah pada tes Uji Coba I dengan persentase miskonsepsi rata-rata
sebesar 49,11% dan pada tes Uji Coba II sebesar 54,97%.
Konsep yang kedua tentang Hukum Pemantulan dengan subkonsep Sinar
datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada sebuah bidang datar dan Besar
sudut datang sama dengan sudut pantul. Pada tes Uji Coba I dengan persentase
miskonsepsi rata-rata sebesar 51,19% dan pada tes Uji Coba II sebesar 73,72%.
Konsep yang ketiga tentang Bayangan dengan subkonsep Bayangan
terbentuk ketika berkas cahaya mengenai benda yang tak tembus cahaya,
Bayangan umbra(inti) yaitu bayangan yang benar-benar gelap atau dengan kata
lain bayangan yang tidak mendapat cahaya sama sekali, Bayangan penumbra,
yaitu bayangan yang tidak terlalu gelap atau dengan kata lain bayangan yang
masih mendapatkan cahaya, Kejelasan bayangan dipengaruhi oleh jarak antara
sumber cahaya dan benda, Kejelasan bayangan dipengaruhi ukuran titik pusat
sumber cahaya. Pada tes Uji Coba I dengan persentase miskonsepsi rata-rata
sebesar 47,62% dan pada tes Uji Coba II sebesar 89,23%.
Konsep yang keempat tentang Pemantulan pada Cermin datar dengan subkonsep
Cermin datar minimal harus mempunyai tinggi setengah kali tinggi orang untuk
melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya, Bayangan pada cermin datar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
terbentuk berdasarkan prinsip hukum pemantulan cahaya, Sifat bayangan pada
cermin datar adalah maya, Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke
cermin, Tinggi bayangan yang dibentuk cermin datar sama besar dengan tinggi
bendanya. Pada tes Uji Coba I dengan persentase miskonsepsi rata-rata sebesar
68,09% dan pada tes Uji Coba II sebesar 89,49%.
Dari keempat konsep di atas, antara Tes Uji Coba I dan Tes Uji Coba II
mengalami peningkatan dalam hal persentase rata-rata tiap konsep yang dialami siswa.
Hal ini menunjukkan bahwa instrumen pada tes Uji Coba II cukup baik digunakan untuk
mengungkap miskonsepsi siswa. Karena pada masing-masing konsep sudah dapat
mengungkap miskonsepsi sebesar minimal 50% dari jumlah responden. Hasil tersebut
dipertegas dengan nilai reliabilitas sebesar 0,69 yang termasuk kategori tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan:
1. Uji Coba I dilakukan pada siswa kelompok kecil dengan jumlah responden 42
siswa dan diperoleh hasil sebanyak 4 soal belum dapat dipakai untuk
mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk
rata-rata persentase derajat pengungkapan konsep terdapat 2 konsep yang
belum memenuhi patokan minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa.
Besarnya reliabilitas tes saat uji coba I adalah 0,29 sehingga termasuk kategori
rendah yang berarti instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap
miskonsep siswa masih rendah
2. Uji Coba II yang dilakukan pada siswa kelompok besar dengan jumlah
responden 78 siswa dan semua soal sudah dapat dipakai untuk mengungkap
miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-rata
persentase derajat pengungkapan konsep semuanya telah memenuhi patokan
minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas tes
saat uji coba II adalah 0,69 sehingga termasuk kategori tinggi yang berarti
instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa
tinggi.
3. Hasil penyusunan dan pengembangan tes diagnostik Optik Geometri secara
umum sudah baik dengan melakukan konsultasi ke Dosen Pembimbing selaku
ahli yang memberikan penilaian tentang materi, konstruksi dan bahasa.
B. Implikasi
Dengan diperolehnya kesimpulan, maka sebagai implikasi dari penelitian
ini adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penelitian
selanjutnya dan upaya bersama antara guru, siswa serta pihak sekolah
lainnya agar dapat membantu siswa dalam meningkatkan proses dan hasil
belajar Fisika secara maksimal.
2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa tidak dapat terlepas dari
miskonsepsi. Maka dari itu penelitian tentang miskonsepsi penting
dikembangkan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran konsep yang
dilakukan.
3. Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh tes diagnostik yang memenuhi
standar yang dapat mengungkap miskonsepsi pada siswa materi Optik
Geometri.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti
mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Dalam mengajar, guru harus dapat memberi pengawasan dan pengarahan
kepada siswa dalam memilih buku pedoman pelajaran yang baik sehingga
miskonsepsi siswa yang disebabkan oleh buku bahan ajar dapat direduksi.
2. Guru terus membekali diri dengan cara banyak belajar konsep, membaca
journal-journal penelitian terutama tentang miskonsepsi agar dapat menambah
ilmu dan wawasan. Selain itu dengan terus belajar seorang guru dapat
mengungkap miskonsepsi yang mungkin juga guru sendiri alami, agar
nantinya miskonsepsi tersebut tidak ia tularkan ke siswa.
3. Guru lebih memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan konsep
baru kepada siswa sehingga tidak menjadi penghambat bagi siswa dalam
memahami materi selanjutnya.
4. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengkaitkan aspek-
aspek yang belum diungkap agar lebih bermanfaat bagi dunia pendidikan.