Peran Apoptosis Dalam Sindroma Sepsis Dan Terjadinya Multiple Organ Failure

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sepsis, apoptosis and multiple organ failure

Citation preview

Peran apoptosis dalam sindroma sepsis dan terjadinya multiple organ failure/dysfunction syndrome (MOF/MODS) belum ditemukan secara menyeluruh, tetapi banyak penelitian yang menyebutkan bahwa peningkatan proses apotosis memiliki peranan penting dalam menentukan outcome sindroma sepsis. Pada sepsis, kejadian yang kompleks dapat menyebabkan terjadinya proses apoptosis sehingga mengakibatkan kegagalan multiorgan sebagai respons adaptif seluler.6-8 Sepsis menyebabkan kematian yang ekstensif pada limfosit sehingga akan terjadi imunosupresi dan kematian. Patofisiologi sepsis melibatkan apoptosis yang berlebihan dimana ini akan berhubungan dengan outcome yang buruk dan produksi sitokin yang tidak diinginkan yang akan menyebabkan injury pada host. 9-10Telah dilakukan eksperimen pada hewan coba dan dilaporkan beberapa sel target: timus, lien, plakspeytes, hepar, ginjal, paru, usus, dan otot rangka akan mengalami proses apoptosis. Diantara sel target tersebut limfosit terlihat menjadi seltarget predominan terjadinya apoptosis selama berlangsungnya sepsis. Ini akan menyebabkan menurunnya jumlah limfosit (limfositopenia) pada pulpa putih di lien. 11Lien merupakan kumpulan jaringan limfoid terbesar dalam organisme. Karena banyak mengandung sel fagositik maka lien merupakan alat pertahanan penting terhadap mikroorganisme yang masuk sirkulasi. Selain itu lien merupakan salah satu organ yang mempunyai kemampuan menyaring darah, sehingga lien memiliki fungsi sistem imun dan sistem hematopoietik. 39Fungsi dalam sistem imun antara lain sebagai tempat produksi limfosit, produksi antibodi, dan pemindahan antigen dari darah. Sedangkan fungsi hematopoietik yaitu sebagai pembentukan sel darah fetus, destruksi eritrosit dan platelet yang sudah tua, rusak, dan abnormal dalam sinus venosus pulpa merah, serta sebagai tempat penyimpanan eritrosit (reservoar) yang elastis dan terkendali yang mampu mengeluarkan sel darah ke dalam sirkulasi serta menyesuaikan volume sirkulasi. 39Lien berwarna merah keunguan karena banyak menyimpan darah, lunak dan mudah ruptur. Lien dibungkus oleh sebuah simpai jaringan ikat padat yang menjulurkan trabekula yang membagi parenkim atau pulpa lien menjadi kompartemen-kompartemennya. 30 lien juga mengandung banyak limfosit dan kaya akan suplai makrofag yang memonitor darah. Strukturnya terdiri atas serat, sel retikular meshwork, serta kapsul fibrosa dan trabekula yang mengandung myofibroblast, yang bersifat kontraktil.39Parenkim lien terdiri atas :a. Pulpa merahPulpa merah terdiri atas bangunan menanjang yaitu korda bilroth yang terdapat diantara sinusoid. Pulpa merah mengandung sel plasma, makrofag, trombosit, granulosit, dan limfosit. Trombosit dan eritrosit tua, rusak atau abnormal dihancurkan (hematecatheresis). Eritrosit dihancurkan oleh sel fagositik dan besi yang berasala dari hemoglobin disimpan dalam sel. Besi akan dikeluarkan bila diperlukan untuk pembentukan hemoglobin baru. 40b. Pulpa putihPulpa putih tersusun atas jaringan limfoid yang menyelubungi arteri sentralis yang disebut Periarteriolar lymphoid sheath (PALS) dan nodulus limfatikus yang ditambahkan pada selubung. 39-40 sel limfosit t ditemukan disekitar arteri sentralis, sedang sel limfosit b terdapat pada nodulus limfatikus. 40 bila terdapat benda asing dalam darah maka akan merangsang limfosit t dan limfosit b untuk menghasilkan zat antiinflamasi. 39Oberholzer C, Oberholzer A, Clare-salzler M, Moldawer LL. Apoptosis in sepsis: a new target for therapeutic exploration. The Faseb journal 2001;15:879-92.Doreen E, Wesche, Joanne L, Neira L, Perl M. Leukocyte apoptosis and its significance in sepsis dan shock. Journal of leukocyte biology 2005; 78:325-37.Abbas AK (2006). Cellular and molecular imunology 5th ed. Philadelphia: elsevier saunders company. 175-85Bommhard U, Chang KC, Swanson PE, Wagner TH, Tinsley KW, Karl IE, et al (2004). Akt decresases lumphocyte apoptosis adn improves survival in sepsis. The journal of immunology. 172: 7583-91Weaver JG, Rouse MS, Steckelberg JM, Badley AD (2004). Improved survival in experimental sepsis with an orally administered inhibitor of apoptosis. The faseb journal. 18:185-91Juncquiera LC, Ameiro j, Klley RO (1995). Basic Histology 8th ed. Prentice Hall International inc London pp. 143.Leeson TS, Leeson CR, Paparo AA (1996). Buku ajar histologi ed.5. jakarta: EGC. pp 291-303.

Prosedur pembuatan preparat histopatologi secara umuma. FiksasiPotongan jaringan dimasukkan kedalam larutan formalin buffer (larutan formalin 10% dalam buffer Natrium Phosphat samapi mencapai pH 7.0). Setelah fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan aquadest selama 1 jam untuk proses penghilangan larutan fiksasi.b. DehidrasiPotongan jaringan dimasukkan dalam alkohol konsentrasi bertingkat. Jaringan menjadi lebih jernih dan transparan. Jaringan kemudian dimasukkan dalam alcohol-xylol selama 1 jam dan kemudian larutan xylol murni selama 2x2 jam.c. ImpregnasiJaringan dimasukkan dalam paraffin cair semala 2x2 jamd. EmbeddingJaringan dalam paraffin padat yang mempunyai titik lebur 56-58 C, ditunggu sampai paraffin padat. Jaringan dalam paraffin dipotong setebal 4 mikron dengan mikrotom. Potongan jaringan ditempelkan pada kaca objek yang sebelumnya telah diolesi polisilin sebagai perekat. Jaringan pada kaca objek dipanaskan dalam incubator suhu 56-58 C sampai paraffin mencair.

Tahap pembuatan sediaan histologi dilakukan sesuai metode Kiernan. Fiksasi jaringan dengan cara merendam dalam formalin buffer fosfat 10% selama 24 jam, kemudian diiris(trimming) agar dapat dimasukkan dalam kotak untuk diproses dalam tissue processor. Tahap berikutnya, jaringan tersebut dimasukkan ke dalam alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96%, toluene 1 dan toluene 2 masingmasing selama 2 jam. Selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam paraffin cair dengan suhu 56C selama 2 jam sebanyak 2 kali. Jaringan kemudian diambil dengan pinset, dilanjutkan dengan pemblokan menggunakan parafin blok. Pemotongan (cutting) dilakukan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 m. Jaringan yang terpotong dikembangkan di atas air dalam waterbath, kemudian ditangkapdengan gelas objek. Kemudian dikeringkan dalam suhu kamar dan preparat siap diwarnai dengan Hematoxylin Eosin (HE). Tahapan pewarnaan HE dilakukan mengikuti metode Harris, sebagai berikut : preparat di atas gelas objek direndam dalam xylol I 5 menit, dilanjutkan xylol II, III masing-masing 5 menit. Kemudian preparat direndam dalam alkohol 100% I dan II masing-masing 5 menit, selanjutnya ke dalam aquades dan kemudian direndam dalam Harris Hematoxylin selama 15 menit. Dicelupkan ke dalam aquades dengan cara mengangkat dan menurunkannya. Preparat kemudian dicelupkan ke dalam acid alkohol 1% selama 7-10 celupan, direndam dalam aquades 15 menit, dan dalam eosin selama 2 menit. Selanjutnya preparat direndam dalam alkohol 96% I dan II masing-masing 3 menit, alkohol 100 % I dan II masing-masing 3 menit, dan dalam xylol IV dan V masingmasing 5 menit. Preparat dikeringkan dan dilakukan mounting dengan menggunakan entelan. Preparat diperiksa di bawah mikroskop untuk pemeriksaan terhadap perubahan histologi.