Upload
buicong
View
233
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN KH.NURSAMAN DALAM PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN
NURUL FALAH RAWAWALUH TANGERANG BANTEN 2003-2015
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Uswatun Nafisah
1110022000036
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada awal pertumbuhan Islam di Indonesia, para penyebar agama Islamtelah
mendirikan tempat-tempat khusus untuk keperluan ibadah bersama masyarakat
sekitar yang telah mengikuti ajakannya. Cara berdakwah para penyebar agama Islam
dilakukan dengan menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk sederhana yang
dilaksanakan di tempat-tempat ibadah seperti langggar, dari tempat ibadah dan
pengajian-pengajian di langgar inilah kelak menjadi cikal bakal berdirinya pondok
pesantren.1
Langgar atau sering juga disebut surau di Minangkabau merupakan lembaga
pendidikan Islampertama di lingkungan masyarakat Muslim.Di tempat ini, anak-anak
menuntut ilmu agama dan belajar al-Qur‟an. Pengajian di langgar biasanya dilakukan
pada siang hari setelah waktu dzuhur atau sore hari setelah waktu asar bahkan setelah
waktu maghrib, biasanya anak-anak ada yang ingin menginap di langgar dan setelah
subuh mereka belajar mengaji al-Qur‟an lagi.2
Cara belajar di langgar pada
umumnya membuat sebuah lingkaran dimana para murid menghadap sang guru.
Langgar memiliki dwifungsi, sebagai tempat ibadah dan sebagai lembaga
pendidikan Islam yang sudah dimulai sejak masa Wali Songo tepatnya pada masa
Sunan Ampel. Meskipun pada masa itu yang belajar kepada Sunan Ampel hanya tiga
1 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,
(Jakarta: Erlangga, 2000), h. 87. 2Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan
Tinggi Agama, IAIN di Jakarta Direktorat Jenderal Pembinaan Keagamaan Islam Departemen Agama
RI), 1988, h. 50.
2
orang, karena pada saat itu kondisi pengajarannya sangat kurang baik, baik dari segi
sarana maupun minat belajar dari masyarakatnya. Pada saat itu pengajar ataupun
santri sangat langka, sarana prasaranapun hanya memanfaatkan tempat yang ada
berupa tempat-tempat ibadah. Mereka berharap pendirian langgar ini mampu
menarik masyarakat untuk memeluk Agama Islam.3
Seiring berjalannya waktu
aktivitas belajar mengajar di langgar berkembang sangat cepat sehinggga langgarpun
diubah menjadi pondok pesantren.Pondok pesantren berasal dari kata santri, menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia kata santri memiliki dua pengertian, yaitu :
a. Orang sholeh yang beribadah kepada Allah dengan sungguh-sungguh
b. Orang yang mendalami ilmu-ilmu agama Islam dan berguru kepada orang
alim.4
Istilah pondok pesantren menunjukkan suatu bentuk pendidikan yang
melembaga di Indonesia. Pondok yang berarti kamar, gubuk, atau rumah kecil,
dengan menekankan kesederhanaan bangunan. Dalam pendapat lain istilah pondok
berasal dari bahasa arab yaitu funduk yang artinya adalah ruang tidur, wisma, hotel
sederhana.5
Dari penjelasan itulah dapat di rumuskan bahwa pondok pesantren
merupakan tempat santri yang dibuat dengan sederhana yang ditujukan untuk
menuntut ilmu agama. Pesantren didirikan oleh penyebar agama Islam, seperti Wali
Songo mendirikan pesantren pada awal abad ke 15 M. Penyebaran agama Islam,
awalnya mereka mendirikan sebuah masjid dan tempat-tempat untuk santri
3Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi.
(jakarta: erlangga, 2000) h. 87 4Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007) h. 997 5Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat P3M, 1986) h. 98
3
bermukim, seperti di Ampel Denta, Sunan Ampel mendirikan lembaga pendidikan
Islam sebagai tempat ngelmu dan ngaos pemuda Islam. Sunan Ampel mendirikan
lembaga pendidikan Islam di Giri. Semakin banyaknya lembaga pendidikan Islam di
beberapa tempat sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan
Islam itu sebagai anak panah dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Saat itu
lembaga pendidikan Islam belum dinamakan pesantren akan tetapi lembaga-lembaga
tersebut mampu menjadi cikal bakal berdirinya pesantren yang terus berkembang
hingga saat ini. Pesantren pada mulanya hanya memiliki unsur-unsur seperti masjid,
asrama, santri yang jumlahnya sedikit dan kiyai. Seiring dengan perkembangan
waktu dan banyaknya umat Islam yang belajar di pesantren maka pesantrenpun mulai
berkembang maju.6
Perkembangan pesantren hadir sampai di Tangerang, pondok pesantren di
Tangerang memiliki sistem pendidikan yang berbeda-beda. Seperti, Pondok
Pesantren Babussalam Cimone, Pondok Pesantren Al Bayinah Cisoka pimpinan Ust.
H. Hendri Kusuma Wahyudi, Lc. dan Pondok Pesantren Subulus Salam Kresek
pimpinan KH. Maimun Ali, semuanya itu merupakan jenis pondok pesantren yang
mengadopsi sistem pendidikan Islam modern yakni sistem klasikal/sekolah atau
sistem pendidikan Islam yang sudah dikombinaskan dengan sistem pendidikan
nasional.7
Usaha ini bertujuan untuk memperluas pemahamam santri terhadap
pendidikan Islam yang tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu balaghoh, tafsir, fiqih
6
Mansur, Mahfud Junaedi, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta:
Departemen agama RI Derektorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam 2005) h. 46-47 7Saeful Hasan, Laeli yunia wati, Halimah Tusa‟diyah, wawancara pribadi, Tangerang 15Juni
2015
4
dan hadist saja, akan tetapi santri juga dapat memahami ilmu-ilmu keduniaan/umum
dan mengintegrasikannya sebagai suatu kesatuan yang komprehensif. 8
Namun tidak semua pondok pesantren di Tangerang menganut sistem
pendidikan modern sepenuhnya, tetapi ada juga beberapa pondok pesantren yang
masih tetap menerapkan sistem pengajaran salafi yang identik dengan kitab-kitab
kuning tetapi secara kurikulum pesantren tersebut sudah menggunakan basis
kurikulum nasioanal yang pada umumnya mengadopsi sistem pendidikan modern
seperti, Pondok Pesantren Al-Falahiyah Kemuning-Tangerang pimpinan KH. Sobari
dan Pondok Pesantren Manba‟ul Hikmah Renged-Tangerang pimpinan KH. Latif
Humaidi. Bahkan ada pula pondok pesantren yang masih tetap berkiblat pada sistem
pendidikan salafi yaitu sistem pendidikan yang masih menggunakan cara-cara lama
tanpa terkontaminasi dengan sistem pendidikan modern seperti, pondok pesantren
Al-Istiqlaliyah pimpinan KH. Uci Turtusi Pasar Kemis-Tangerang.9
Dewasa ini, pondok pesantren sudah mampu mengkombinasikan sistem
pendidikannya dengan sistem pendidikan nasional dan mengkombinasikan
kurikulum berbasis agama dengan kurikulum berbasis nasional. Diamana segala
pencapaian pengetahuan peserta didik/santri akan diukur dan dibatasi oleh
kurikulum, bahkan secara materi pembelajaran santri bukan hanya diajarkan tentang
keagamaan saja, namun santri pula diajarkan tentang ilmu-ilmu umum sehingga
kelak santri tidak hanya mampu menjadi da‟i atau tokoh agama. Tetapi juga mampu
menjadi ilmuan yang mempunyai cara pandang yang luas tidak hanya pada bidang-
8Yudi Eka Sutriaji, Perkembangan dan Upaya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah Kresek
Tangerang dalam Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Tahun 1969-1996 (Skripsi:
Uin Syarif Hidayatullah 2010) h.3 9Madrasad, Guru MI Nurul Falah, wawancara pribadi, Tangerang 16 Juni 2015
5
bidang keagmaan melainkan pada bidang-bidang pengetahuan umum yang tidak
kalah penting untuk kehidupan masyarakat, mengingat segala perencanaan
pendidikan harus dimulai dari identifikasi kebutuhan, yaitu kebutuhan perkembangan
anak didik seirama dengan perkembangan masyarakat.10
Begitupun dengan Pondok Pesantren Nurul Falah berawal dari didirikannya
langgar yang berfungsi sebagai tempat menuntut ilmu atau tempat mengaji al-Qur‟an
bagi anak-anak Kampung Rawawaluh dan pengajian mingguan bagi ibu-ibu,
pengajian mingguan ini biasanya berisi dengan pelajaran-pelajaran fiqh dan tauhid.
Bukan hanya itu, langgarpun berfungsi sebagai tempat utama untuk mengadakan
perkumpulan bagi masyarakat Rawawaluh. Waktu pengajian anak-anak di langgar
ini biasanya dimulai setelah shalat maghrib dan selesai ketika menjelang waktu isya,
sistem pengajaran di langgar ini mengambil sistem tradisional yaitu sitem sorogan
dan wetonan dan pada tingkat dasar dimulai dengan membaca Iqro yang berurutan,
setelah tamat Iqro barulah dilanjutkan ke tingkat berikutnya yaitu membaca al-
Qur‟an secara tartil.11
Langgar ini didirikan oleh KH. Kaming secara pribadi pada tahun 1988,
masyarakat menyebutnya dengan sebutan langgar KH. Kaming mereka
mengenalilanggar ini bukan dari nama langgar itu sendiri akan tetapi darinama
pendirinya yaitu KH. Kaming. KH. Kaming adalah ustad di kampung Rawawaluh,
awalnya beliau mendirikan langgar dengan fungsi untuk mengumpulkan waraga
ketika tiba waktu shalat untuk melaksanakan shalat berjama‟ah, dan setelah menjadi
langgar yang berfungsi sebagai tempat shalat, KH. Kamingpun membuka pengajian
10
Arifin, Muzayyin.,Kapita Selekta Pendidikan Islam ( Bumi Aksara, Edisi Revisi), h. 11-12 11
Hj.Hafifah, Ustadzah Pondok Pesantren Nurul Falah, Wawancara Pribadi, Tangerang 12 Juni
2015
6
yang awalnya hanya mengajar anak-anaknya, dan masyarakat memberikan respon
yang positif mereka yang sama-sama ingin menuntut ilmu agama dan mengaji saling
berdatangan untuk belajar mengaji pada KH. Kaming tersebut. Seiring dengan
perkembangan zaman dan berkembangnya minat masyarakat terhadap pendidikan
ukhrowi dan duniawi, langgar inipun diubah menjadi pesantren sekitar tahun 2003
dengan pendirinya anak menantu dari KH. Kaming sendiri yaitu KH. Nursaman.
Perubahan langgar menjadi pesantren berawal karena melihat kondisi masyarakat
yang masih awam dengan pendidikan Islam. Hakikatnya semua pesantren sama,
yaitu ingin mengembangkan bakat dan kemandirian santri, dan penulis melihat
bahwa pesantren ini mampu membawa santri pada tahap tersebut, seperti santri
diajarkan bagaimana untuk bercocok tanam, dan mengajarkan hal-hal yang biasa
dilakukan setiap harinya. Dengan kehadiran pesantren ini masyarakat sangat terbantu
baik dari segi pendidikan maupun dari segi perekonomian. Pada dasarnya,
masyarakat di sekitar pesantren memiliki perekonomian yang lemah dan pendidikan
paling tinggi hanya sampai tingkat SD atau SMP, dan dari segi ilmu agamapun masih
terbilang rendah. Maka dari itu, pesantren Nurul Falah diprioritaskan untuk
membantu masyarakt Rawawaluh dari segi pendidikan dan perekonomian. Akan
tetapi ternyata santri bukan hanya datang dari kampung Rawawaluh saja, tetapi ada
juga yang datang dari Serang, Cilegon dan daerah sekitarnya.12
Adapun pengajaran yang digunakan dalam pesantren inipun masih terbilang
tradisional yaitu masih menggunakan materi pelajaran yang diajarkan di langgar
dulu, seperti kitab yang diterjemahkan dengan menggunakan bahasa jawa pegon.
12
KH.Nursaman, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah Priode 2003-2007, Wawancara Pribadi,
Tangerang, 13Juni 2015
7
Hanya saja setelah berganti menjadi pondok pesantren, didirikan juga sekolah formal
yang sebagian materi pembelajarannya masih menggunakan kitab-kitab yang cara
pembelajarannya masih tradisional. Berbeda dengan apa yang penulis lihat pada
pesantren-pesantren modern, pembelajaran kitab menggunakan bahasa Indonesia
dan bahkan tidak terlalu diprioritaskan untuk dipelajari
Dari sinilah penulis akan meneliti Peran Kiai Dalam Pengembangan
Pesantren dengan studi kasus Pondok Pesantren NurulFalah Rawawaluh
Tangerang-Banten.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa perlu memberikan
batasan untuk mempersempit pembahasan yang akan dikaji, agar tidak terlalu luas
dan jauh dari titik sasaran. Masalah yang akan dibahas harus ditentukan ruang
lingkupnya, melalui penjelasan mengenai tempat, dan waktu penelitian. Oleh karena
itu, penelitian skripsi ini akan dibatasi pada Peran KH. Nursaman dalam
Pengembangan Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh Desa Gandaria Kec.
Mekar Baru Tangerang Banten tahun 2003-2015.
Berangkat dari pembatasan masalah tersebut makamasalahnya dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah pesantren dan fungsinya?
2. Bagaimana biografi KH. Nursaman?
3. Bagaimana peran KH. Nursaman dalam pengembangan pesantren Nurul
Falah Rawawaluh Tangerang-Banten 2003-20015?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai beriku:
1. Untuk mengetahui sejarah pesantren dan fungsinya
2. Untuk mengetahui biografi KH. Nursaman
3. Untuk mengetahui peran KH. Nursaman dalam pengembangan pesantren
Nurul Falah Rawa-waluh Tangerang Banten 2003-2015
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode kualitatif.
Muhammad Idrus mendefinisikan bahwa Metode kualitatif adalahpenelitian yang
menghasilkan data deskriftif berupa prilaku yang dapat diamati langsung.13
Dengan pendekatan deskriptif ini penulis dapat menggambarkan tentang
Peran KH. Nursaman dalam pengembangan pondok pesantren Nurul Falah
Rawawaluh Kab. Tangerang-Banten. Adapun tahapan-tahapannya sebagai berikut:
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan dari tanggal 11 Juni 2015 sampai
tanggal 11 Agustus 2015. Adapuntempat penelitiannya adalah Pondok Pesantren
NurulFalah Rawawaluh, Tangerang-Banten.
2. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah orang atau sekelompok orang yang
dapat memberikan informasi antara lain adalah Pimpinan Pondok
13
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial PendekatanKualitatif dan Kuantitatif (Jakarta:
Erlangga) h. 71
9
PesantrenNurulFalah, pengurus Yayasan Pendidikan Islam Nurul Falah, tokoh
masyarakat, perangkat desa, dan lain-lain. Sedangkan yang menjadi obyek penelitian
adalah peranan KH. Nursaman dalam pengembangan Pondok Pesantren Nurul Falah
Rawawaluh Desa Gandaria, Mekar Baru, Tangerang Banten.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua yaitu data tulis
dan data lisan.Data tulis berupa buku, majalah, dokumen, statistic, dan lain-lain.
Sedangkan data lisan berupa uraian dari tokoh masyarakat, pimpinan Pondok
Pesantren NurulFalah dan lain sebagainya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diinginkan, maka penulis menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara, menurut Malong sebagaimana dikutip oleh Haris
Herdiansyah mengatakan bahwa wawancaraadalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut.14
b. Pengamatan, melakukan pengamatan pada obyek penelitian, yaitu
prilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar,
dihitung, dan diukur.15
serta menilai keadaan sesungguhnya di
lingkungan yang diteliti dengan tujuan untuk mempermudah
14
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika 2012) h. 118 15
Ibidh. 132
10
penulis dalam mengumpulkan sumber data yang dapat digunakan
sebagai simpulan atau diagnosis.
c. Dokumentasi, yakni mencari data dengan melihat atau
menganalisis dokumen-dokumen yang berkaitan dengan subyek
atau oleh orang lain tentang subyek. Bentuk dokumen diantaranya
berupa catatan, buku, agenda, dan lain sebagainya.16
5. Tekhnik Analisa Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah
menganalisa data. Tekhnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penulis berusaha untuk menggambarkan obyek penelitian secara obyektif sesuai
dengan kenyataan di lapangan.
E. Kajian Pustaka Terdahulu
Banyak tulisan berbentuk buku, dan karya-karya lainnya yang berkaitan
dengan tema dalam penelitian ini seperti Pradjarta Dirdjosanjoto dalam bukunya
berjudul Memelihara Umat Kiai Pesantren – Kiai Langgar di Jawa, menjelaskan
tentang penelitiannya di daerah Tayu, dengan mebandingkan sistem pengajaran di
pesantren dan langgar, serta memberikan gambaran mengenai respon para kiai dalam
menghadapi perubahan yang cepat dalam berbagai bidang kehidupan yang
menyentuh wilayah kehidupan mereka.
16
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif h. 143
11
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis membagi pembahasan ke dalam 5 bab, dan
didalamnya terdapat sub-sub bab. Di antara 5 bab tersebut adalah sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya mencakup latar
belakang masalah, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, Metode
Penelitian Sistematika Penulisan.
Bab kedua, menjelaskan tentang pengertian pesantren dan fungsi-fungsi
pesantren sebagai agen perubahan, sebagai pusat pembelajaran, sebagai pencetak
kader ulama
Bab ketiga, menjelaskan tentang Biografi KH. Nursaman meliputi
kelahiranya, keluarganya, pendidikannya, karakter dasar pemikirannya, karya-
karyanya dan gaya kepemimpinannya.
Bab keempat, menjelaskan tentang Peran KiaiDalam Pengembangan
Pesantren Nurul Falah, yang mencakup tentangdari langgar menjadi pondok
pesantren, perkembangan pondok pesantren Nurul Falah, dan pondok pesantren
Nurul Falahdan masyarakat
Bab kelima, merupakan penutup yang merupakan kesimpulan hasil jawaban
dari permaslahan yang dikaji dilengkapi dengan saran-saran.
12
BAB II
PESANTREN DAN FUNGSINYA
A. Pengertian Pesantren
Pesantren sebagaimana dikatakan oleh Didin Hafiduddin adalah salah satu
lembaga iqamatuddin. Lembaga Iqamatuddin memiliki dua fungsi utama, yaitu
sebagai tempat taffaquh fiddin (pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran
agama Islam) dan indzar (menyampaikan dan mendakwahkan ajaran Islam kepada
masyarakat).17
Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna
keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab lembaga yang
serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak masa kekuasaan Hindu-Budha,
Sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan
tersebut.18
Secara etimologi kata pesantren berasal dari akar kata santri dengan awalan
pe dan akhiran an yang berati tempat yang dituju oleh santri. Sebagai sebuah
lembaga pendidikan Islam penyebutan pesantren sering ditambahkan kata pondok
dan akhirnya menjadi pondok pesantren. Pondok pesantren melambangkan suatu
pengembangan dari pengajian di langgar atau masjid, baik dilihat dari jumlah santri,
sarana prasarana, materi pembelajaran, metode pendidikan maupun
pengorganisasiannya.19
Pesantren sebagai komunitas belajar keagamaan sangat erat
hubungannya dengan lingkungan sekitar yang sering menjadi wadah pelaksanaannya.
17
Umi Musyarofah, Dakwah K.H. Haman Ja’far dan Pesantren Pabelan, (uin pers dan
CeQDA,LPJM, 2009) h.21 18
Nurcholis madjid, Bilik-Bilik Pesantren, ( Jakarta: Pramadina, 1997) h. 3 19
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi
(jakarta: erlangga,2000) h. 88
13
Oleh karena itu, tepat bila pesantren didefinisikan sebagai tempat pendidikan dan
pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung dengan asrama
sebagai tempat tinggal untuk para santri yang bersifat permanen.
Bila ditinjau dari segi historisnya pesantren adalah bentuk lembaga
pendidikan pribumi tertua di Indonesia dan dikenal sebelum Indonesia merdeka
bahkan sejak agama Islam masuk ke Indonesia pesantren terus tumbuh dan
berkembang sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan pada umumnya. Peran
pesantren memang tidak pernah lepas dengan peran edukatif yang murni yang
mengajarkan ilmu-ilmu keislaman. Pesantren dengan label pendidikan agama yang
diemban diharapkan akan berkontribusi penting dalam pembenahan spritul
masyarakat. Dengan kata lain, pesantren seperti dikatakan Nurcholis Madjid, tidak
hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian
indonesia, Sebab lembaga serupa pesantren sebenarnya sudah ada sejak masa Hindu-
Budha.20
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang bersifat
tradisional, yang pada mulanya tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan,
melalui proses sosial yang unik. Pesantren dipengaruhi dan mempengaruhi
kehidupan masyarakat di pedesaan, bahkan pengaruh pesantren seringkali jauh
melebihi wilayah administratif desa-desa sekitarnya.21
Ciri-ciri atau gambaran pesantren hanya menyentuh aspek kesederhanaan
cara hidup para santri, kepatuhan santri terhadap kiainya, dan dalam pelajaran-
20
H. Syamsul Nizar, M.A, Sejarah Sosial dan Dinamika Sosial Pendidikan Islam di Nusantara,
(jakarta: kencana prenada group, 2013) h. 86 21
Saiful Ma‟shu, Dinamika Pesantren Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini, (Bogor-
jakarta: yayasan Islam Al-hamidiyah-yayasan saifuddin zuhri. 1998) h.85
14
pelajaran dasar yang mengenai kitab-kitab Islam klasik.22
Pesantren tidak hanya
memiliki gambaran diatas, tetapi juga memiliki elemen-elemen dasar seperti :
1. Pondok
Definisi singakat istilah pondok adalah tempat sederhana yang merupakan
tempat tinggal kiyai bersama para santrinya. Salah satu tujuan dari pondok sendiri
adalah asrama tempat para santri dilatih untuk mengembangkan keterampilan dan
kemandiriannya.23
Pondok atau sering juga disebut asrama bagi para santri merupakan ciri khas
tradisi pesantren, yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional di
masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam di negara-negara lain.
Bahkan sistem asrama ini pula yang membedakan pesantren dengan sistem
pendidikan langgar.24
2. Masjid
Hubungan antara pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam
teradisi Islam. Dulu umat Islam selalu memanfaatkan masjid dan pendidikan Islam.
Sebagai pusat kehidupan rohani, sosial dan politik, masjid memiliki peran yang
sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Dalam konteks
pesantren masjid dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para
santri, terutama dalam peraktik sembahyang lima waktu, khutbah, dan pengajaran
22
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Study Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES,
1982) hal.16 23
K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren,(Jakarta: Raja
Grafindo, 2005) h.70 24
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Study Tentang Pandangan Hidup Kiai (Jakarta: LP3ES,
1982) h. 45
15
kitab-kitab klasik. Masjid inilah merupakan tempat yang pertama didirikan untuk
pengembangan pesantren.25
3. Kitab klasik
Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu, termasuk pelajaran
mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab.
Dikalangan pesantren kitab klasik sering disebut kitab kuning karena warna kertas
edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning.
Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan satu-satunya
pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Akan tetapi pada saat
ini, kebanyakan pesantren telah mengambil pengajaran umum sebagai suatu bagian
yang juga penting dalam pendidikan pesantren namun pengajaran kitab-kitab Islam
klasik masih termasuk prioritas tinggi. Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan
kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih
mendalam. Ada beberapa bidang pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab
Islam klasik, yaitu nahwu, sharaf, fiqih ushul fiqh, hadis, tafsir, tauhid, akhlak dan
cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Semua kitab ini dapat digolongkan
kedalam kelompok menurut tingkat ajarannya.26
Yang menarik adalah metode yang digunakan oleh kiai dalam pengajian.
Sebagaimana diketahui kitab-kitab yang biasa diajarkan di pesantren adalah
berbahasa Arab. Sehingga yang namanya ngaji adalah kegiatan mempelajari kitab
bahasa Arab itu, dan sering kali kita dengar dengan ungkapan “ngaji kitab”. Bahkan
25
K.H. Abdullah syukrizarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, h.68 26
K.H. Abdullah syukrizarkasyi,MA, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, h. 71
16
tidak jarang di pesantren hanya buku-buku yang berbahasa Arab yang disebut “kitab”
sedangkan buku yang yang berbahasa selain bahasa Arab disebut “buku”.27
Adapun metode yang lazim digunakan dalam pendidikan pesantren ialah :
a. Metode Wetonan, yakni suatu metode kuliah dimana para santri
mengikuti pelajaran dengan duduk di sekelililng kiai yang menerangkan pelajaran.
Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Pelajaran diberikan
pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melaksanakan shalat fardu.
b. Metode Sorogan, yakni suatu metode dimana santri menghadap kiai
seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Metode
sorogan ini merupakan bagian yang sangat sulit dari keseluruhan metode pendidikan
Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan
disiplin santri. Kendatipun demikian, metode ini diakui paling intensif karena
dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab langsung.
c. Metode Hafalan, yakni suatu metode dimana santri menghafal teks atau
kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya.28
4. Santri
Santri adalah siswa yang belajar di pesantren, santri ini dapat digolongkan
menjadi dua kelompok, yang pertama adalah santri mukim, yaitu santri yang
berdatangan dari tempat-tempat yang jauh yang tidak memungkinkan santri untuk
pulang ke rumahnya, maka santri mondok (tinggal) di pesantren. dan sebagai santri
mukim mereka memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Yang kedua adalah santri
kalong, yaitu siswa-siswa yang berasal dari daerah sekitar yang memungkinkan
27
Dr. Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina,
1997) h. 22 28
H.Samsul Nizar. cet all, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007) h. 287
17
mereka untuk pulang kerumahnya masing-masing. Santri kalong ini mengikuti
pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya dengan pesantren.29
5. Kiai
Kiai adalah tokoh sentral dalam pesantren, maju mundurnyapesantren
ditentukanoleh wibawa dankarismasangkiai. Menurut asal usulnya, perkataan kiai
dalam bahasa Jawa dipakai untuk gelar yang berbeda. Pertama kiai sebagai gelar
kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya. Kedua perkataan kiai
digunanakan untuk gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama
Islam yang memiliki pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada
santrinya.
Kiai dalam pembahasan ini adalah mengacu kepada pengertian yang kedua,
kendatipun gelar kiai saat sekarang ini tidak lagi hanya diperuntukkan bagi yang
memiliki pesantren saja. Sudah banyak juga gelar kiai terhadap ulama yang tidak
memiliki pesantren. Istilah ulama kadangkala digunakan juga istilah lain seperti:
Buya di Sumatra Utara, Tengku di Aceh, Ajengan di Jawa Barat, dan Kiyai di Jawa
Tengah dan Jawa Timur.30
Dengan demikian suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga
memiliki elemen tersebut akan berubah setatusnya menjadi pesantren.
29
H. Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
(jakarta: kencana prenada Media, 2007) h. 64 30
H. Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
h.65
18
B. Pesantren Sebagai Agen Perubahan
Perspektif historis menempatkan pesantren pada posisi yang cukup istimewa
dalam khazanah perkembangan sosial-budaya masyarakat Indonesia. Abdurrahman
Wahid menempatkan pesantren sebagai subkultur tersendiri dalam masyarakat
Indonesia. Menurutnya, lima ribu buah pondok pesantren yang tersebar di enam
puluh delapan ribu desa merupakan bukti tersendiri untuk menyatakan sebagai
sebuah subkultur.
Bertolak dari pandangan Wahid, tidak terlalu berlebihan apabila pesantren
diposisikan sebagai satu elemen determinan dalam struktur piramida sosial
masyarakat Indonesia. Adanya posisi penting yang disandang pesantren menuntutnya
untuk memainkan peran penting pula dalam setiap proses pembangunan sosial baik
melalui potensi pendidikan maupun potensi pembangunan masyarakat yang
dimilikinya. Seperti dimaklumi, pesantren selama ini dikenal dengan fungsinya
sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk membebaskan peserta
didiknya (santri) dari belenggu kebodohan yang selama ini menjadi musuh dari dunia
pendidikan secara umum. Pada tataran berikutnya, keberdayaan para santri dalam
menguasai ilmu pengetahuan dan keagamaan akan menjadi bekal mereka dalam
berperan serta dalam proses pembangunan yang pada intinya tidak lain adalah
perubahan sosial menuju terciptanya tatanan masyarakat yang lebih sempurna.31
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang telah berdiri sejak
ratusan tahun silam dan selama itu pondok pesantren telah terbukti berhasil
31
H. M. Sulthon Masyhud, Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta : Diva
Pustaka, 2003) h. 10
19
membentuk pribadi-pribadi manusia menjadi lebih baik, berakhlak luhur, mandiri
dan bermanfaat bagi masyarakat sekelilingnya.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan hasil dari perluasan
fungsi dari surau, yang mana dahulu surau hanya digunakan untuk tempat
penginapan anak-anak saja kemudian diperluas menjadi tempat peribadatan dan
pengembangan ajaran-ajaran Islam seperti sholat dan belajar membaca al-Qur‟an.
Selanjutnya, surau sedikit demi sedikit berkembang menjadi pondok pesantren, pada
tingkat ini para santri diajarkan kitab-kitab berbahasa Arab, berbagai cabang ilmu
meliputi kelompok Nahwu, Fiqh, Tauhid, Balaghah, Mantiq, dan Tasawuf.32
Setelah datangnya kaum penjajahan Belanda peranan pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam semakin kokoh. Pesantren merupakan lembaga
pendidikan Islam yang reaksional terhadap penjajah. Karena itu, di zaman Belanda
sangat kontras pendidikan di pesantren dengan pendidikan di sekolah-sekolah
umum. Pesantren semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama melalui kitab-kitab
klasik, sedangkan di sekolah-sekolah umum pendidikan agama tidak pernah
diajarkan oleh Belanda. Sistem pendidikan pesantren baik metode, sarana, fasilitas
serta yang lainnya bersifat tradisional.33
Dalam perkembangan pesantren Gus Min bermimpi dan membayangkan
pesantren masa depan adalah pesantren rujukan bagi semua kalangan. Alumni
pesantren dicitakan menguasai ilmu agama dan umum sekaligus. Pada seorang
teknolog misalnya, tidak hanya mengerti tentang teknologi akan tetapi juga sebagai
32
H. Buddin Nata, Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kerjasama Lembaga
Penelitian UIN dengan UIN Jakarta Pers, 2006) h. 75 33
H. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sisitem Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2004) h. 22
20
kiai yang mengerti tentang pendidikan Islam. Pesantren mampu masuk keberbagai
sektor yang ada, pesantren menjadi kawah candradimuka segala ilmu. Ekonomi,
politik, sosial, teknologi dipelajari di pesantren disamping materi pokoknya
pendidikan agama.34
C. Pesantren Sebagai Pusat Pembelajaran
Lahirnya pesantren tidak terlepas dari proses Islmisasi di Indonesai. Para
wali, kiai, syekh, tengku yang mendakwahkan ajaran Islam biasanya memiliki
lembaga pendidikan tersebut. Di Jawa terkenal dengan nama pesantren, di Sumatra
Barat disebut surau dan di Aceh disebut meunasah, rangkang dan dayah. Walaupun
memiliki nama yang berbeda-beda, namun hakikatnya tetap sama, yaitu lembaga
tempat mengkaji dan mendalami ajaran-ajaran keislaman.35
Kebanyakan pesantren sebagai komunitas belajar keagamaan sangat erat
berhubungan dengan lingkungan sekitar yang sering menjadi wadah pelaksanaannya.
Dalam komunitas pedesaan tradisional kehidupan keagamaan merupakan suatu
bagian terpadu dari kenyataan atau keberadaan sehari-hari dan tidak dianggap
sebagai sektor yang terpisah. Begitu pula tempat-tempat upacara keagamaan
sekaligus, merupakan pusat kehidupan pedesaan, sedangkan pimpinan keagamaan
juga merupakan sesepuh yang diakui lingkungannya, dimana nasihat-nasihat dan
petunjuk-petunjuk umumnya diperhatikan.36
34
Muhammad Maksum, Refleksi Pesantren Otokritik dan Prospektif, (Jakarta: Ciputat Institut,
2007) h. 5 35
H. Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007) h.71-72 36
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat P3M, 1986) h. 96
21
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri sejak ratusan
tahun yang lalu. Ciri yang paling menonjol pada pesantren tahap awal tersebut adalah
pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama kepada santri melalui kitab-kitab klasik.
Setelah masuknya ide-ide pembaruan pemikiran Islam ke Indonesia, turut serta
terjadinya perubahan dalam bidang pendidikan. Pendidikan pesantren yang pada
mulanya hanya berorientasi kepada pendalaman ilmu agama semata-mata mulai
dimasukkan mata pelajaran umum. Masuknya mata pelajaran umum ini diharapkan
untuk memperluas cakrawala berpikir para santri dan untuk bisa pula para santri
mengikuti ujian negara yang di adakan oleh pemerintah.37
Pengembangan apapun yang dilakukan dan dijalani oleh pesantren tidak
mengubah ciri pokoknya sebagai lembaga pendidikan dalam arti luas. Ciri inilah
yang menjadikannya tetap dibutuhkan oleh masyarakat. Disebut dalam arti luas,
karena tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah, dan kursus
seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luarnya. Keteraturan
pendidikan di dalamnya terbentuk karena pengajian yang bahannya diatur sesuai
penjenjangan kitab.38
D. Pesantren sebagai Pencetak Kader Ulama
Ulama (bentuk jamak dari „alim) yang berarti terpelajar atau cendekiawan,
yaitu orang-orang yang diakui sebagai cendekiawan atau sebagai pemegang otoritas
pengetahuan agama Islam. Prof.Dr. M. Dawam Rahardjo juga berpendapat: Istilah
37
H. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sisitem Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media, 2004) h. 26 38
M. Dien Nafi‟, Abd A‟la, Hindun Naisah, Abdul Aziz, Abdul Muhaimin, Praksis Pembelajaran
Pesantren, (Yogyakarta: ITD Forum Pesantren Yayasan Selasih 2007) h. 12
22
ulama sebenarnya berasal dari kata „alim dan merupakan bentuk jamak dari kata itu.
Tetapi dalam pengertian umum sekarang ulama sudah menjadi bentuk tunggal.
Seorang „alim adalah seorang yang berilmu, tapi kata ulama menunjuk kepada orang
yang memiliki pengetahuan agama.39
Meskipun lembaga pesantren lama tidak pernah menyebutkan secara
eksplisit tujuan pendidikannya, dari produk yang dihasilkan dapat diketahui bahwa
tujuan penyelenggaraan pendidikan pesantren adalah mendidik dan mempersiapkan
kader-kader ulama yang akan berperan sebagai pemimpin, pembimbing dan
pengayom umat. Hampir seluruh ulama, mubaligh, dan da‟i diIndonesia adalah
alumni pendidikan pesantren, bahkan tidak sedikit pemimpin masyarakat, lembaga
pemerintahan, organisasi sosial dan politik yang merupakan alumni pendidikan
pesantren.40
Kiai Ali Ma‟shum menganggap bahwa tujuan pesantren adalah mencetak
ulama. Dari anggapan ini akhirnya melekat pada masyarakat karena dalam pesantren
banyak mengajarkan pelajaran-pelajaran agama, dan ada pesantren tertentu yang
malah menolak pelajaran umum masuk kedalam pesantren. Di samping itu, ulama
yang menjadi panutan masyarakat juga bisa dikatakan lulusan dari pesantren.
Masyarakat kemudian menobatkannya sebagai ulama. 41
.
39
Armie Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam
Klasik, (Bandung: Angkasa, 2005) h. 101 40
Saiful Ma‟shu, Dinamika Pesantren Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini, (Bogor-
Jakarta: Yayasan Islam Al-Hamidiyah-Yayasan Saifuddin Zuhri, 1998) h.109 41
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi
(Jakarta: Erlangga, 2000) h. 4
23
BAB III
BIOGRAFI KIYAI H. NURSAMAN
A. Lahir dan Keluarganya
KH.Nursaman, lahir di Tangerang pada tanggal 11 bulan April Tahun 1958.
Beliau merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Junedi dan
ibu Nafsiah, dan adiknya bernama Ahmad Nawawi.42
Sejak kecil beliau senantiasa dibekali dengan ilmu-ilmu pengetahuan agama
oleh keluarganya, wawasan-wawasan tentang keagamaan sudah beliau telan sejak
kecil hingga tumbuh dan berakar pada hati dan pikirannya.Karena kecerdasan
spiritualnya itu beliau tumbuh menjadi insan yang memiliki karakter arif dan santun,
wajar saja jika beliau menjadi penerus pimpinan langgar NurulFalah, sebelumnya
langgar tersebut dipimpin oleh ayah mertuanya bernama KH.Kaming.43
KH. Nursaman lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan mangaji dan
di kalangan remaja serta anak-anak beliau akrab dipanggil dengan sebutan Abah Aji
semua itu dikarenakan rasa hormat dan ta‟dzim mereka terhadap beliau. Perangainya
yang lemah lembut dan murah senyum membuatnya menjadi lebih dekat dengan
masyarakat dan karena kearifan serta ketawaduanya dalam bersikap membuat beliau
terkesan kharismatik sehingga beliau disegani dan disenangi oleh banyak orang
bahkan segala tindak tanduk beliau selalu diturut dan ditiru terlebih oleh kalangan
anak-anak yang masih membutuhkan seorang figur untuk kehidupannya.44
42
KH. Nursaman, Pengasuh PondokPesantren NurulFalah Priode 2003-2007, wawancara pribadi,
Tangerang 13 juni 2015 43
Ahmad Nawawai, Adik KH.Nursaman, wawancara pribadi, Tangerang 20 juni 2015 44
Kamsudin, Masyarakat Rawawaluh, Wawancara Pribadi, Tangerang 23 juni2015
24
KH. Nursaman merupakan anak menantu dari KH. Kaming, ia menikahi
putri kandung pertama dari KH.Kaming bernama Hj. Khofifah. KH. Kaming
merupakan seorang ulama di daerah Gandaria-Mekar Baru beliau mendirikan langgar
Nurul Falah bertujuan untuk meningkatkan mutu keimanan masyarakat sekitar
melalui sholat berjamaah.Setelah KH. Kaming wafat pada tahun 1992 maka langgar
Nurul Falah diambil alih oleh KH. Nursaman. Sebelumnya KH. Kaming memimpin
langgar selama kurang lebih 4 tahun (1988-1992).45
Kepercayaan masyarakat atas pengambilalihan kepemimpinan langgar
Nurul Falah dari tangan KH. Kaming kepada KH. Nursaman dibuktikan dengan
respon positif dari masyarakat dan kepercayaan itu pula dapat dilihat dari kepatuhan
masyarakat terhadap arahan atau bimbingan yang beliau berikan meskipun
pengambilalihan kepemimpinan langgar Nurul Falahtersebut dilakukan secara
langsung oleh ibu mertuanya (istri dari KH. Kaming) bukan atas dasar kesepakatan
dari masyarakat setempat karena kepemimpinan KH.Kamingpun hanya berlangsung
seiring berjalannya waktu artinya tidak ada pemilihan kepemimpinan secara
khusus.46
B. Pendidikannya
Karier pendidikan KH. Nursaman dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 2
Gandaria Kec. Mekar Baru Kab. Tangerang-Banten pada tahun 1971. Kemudian
beliau menempuh pendidikan di Perguruan Islam Al- Jauharotunnaqiyyah Cibeber
45
KH. Nursaman, Pengasuh PondokPesantren Nurul Falah Priode 2003-2007, Wawancara Pribadi,
Tangerang 13 juni 2015 46
Hj. Khofifah, Ustadzah Pondok pesantren Nurul-Falah, wawancara pribadi, Tangerang 12 juni
2015
25
Cilegon-Banten yang dimulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah kelas 4 pada tahun
1971-1974. Setelah itu, beliau melanjutkan ketingkat Madrasah Tsanawiyah pada
tahun 1974-1977, ketika beliau melanjutkan sekolah kejenjangMadrasah Aliyah
beliau masih tetap nyantri di Perguruan Islam Al- Jauharotunnaqiyyah Cibeber
Cilegon Banten pada tahun 1977-1980.
Di Perguruan Islam Al-Jauharotunnaqiyah Cibeber beliau dididik dengan
berbagai ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun ilmu umum dan dari Perguruan
Islam Al-Jauharotunnaqiyah Cibeber itu pula beliau mempunyai inisiatif-inisiatif
cemerlang atau pemikiran-pemikiran positif untuk membangun peradaban
masyarakat didaerahnya, beliau berkeinginan kuat untuk membawa masyarakat luas
kearah peradaban yang lebih baik khususnya kearah moral dan perilaku sesuai
dengan tuntunan agama demi syiarnya agama Islam.
Sebagai upaya penyaluran ilmu pengetahuan yang beliau miliki selain
mendirikan Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh, beliau juga mendirikan
Yayasan Pendidikan Islam Nurul Falah dengan dibantu oleh saudara-saudara dari
istrinya yang mana didalamnya terdapat tiga jenjang pendidikan formal, yaitu MI,
MTs dan SMK. Semua itu beliau lakukan semata-mata untuk mempermudah
penyaluran ilmu-ilmunya kepada masyarakat dan mempermudah masyarakat untuk
mengenyam pendidikan seperti yang telah dianjurkan agama dan negara dengan
demikian penyaluran ilmu pengetahuannya tidak hanya pada lingkungan
masyarakatnya saja namun juga sampai kelingkungan masyarakat luar.
Namun setelah semuanya berjalan, pemerintah menggulirkan peraturan baru
kepada seluruh pendidik dan tenaga kependidikan agar melanjutkan pendidikannya
26
sampai ke Perguruan Tinggi, kerena tuntutan itu pada tahun 2007 beliau melanjutkan
pendidikannya ke Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muslim Asia Afrika (STIT MAA)
Jakarta untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) dan lulus pada tahun 2011.47
C. Karakter Dasar Pemikiran KH. Nursaman
Membangun moral masyarakat dan menjadi pemersatu antar masyarakat
demi Iqomatuddin adalah karakter dasar pemikiran beliau. Sentuhan demi sentuhan
beliau lakukan dengan penuh kesabaran dan ketekunan, secara perlahan beliau
mengajak masyarakat untuk memperbaiki cara pandang dan cara berperilaku mereka
demi satu pola hidup yang jauh lebih baik. Baginya mengajak dengan cara
melakukan sentuhan seperti itu adalah cara yang paling efektif karena menurutnya
kelembutan hati dan santun dalam berbahasa ketika berdakwah (mengajak) adalah
cara yang paling cepat diterima oleh masyarakat, mengajak hanya sekedar dengan
bahasa lisan maka hanya akan sampai pada telinga saja berbeda halnya dengan
bahasa hati, mengajak dari hati ke hati maka akan sampai pula pada hati begitulah
cara beliau dalam melakukan sentuhan dengan masyarakat dan hasilnya memang
terbukti sampai saat ini perubahan moral masyarakat sangat singnifikan dan sampai
saat inipun beliau masih disegani dan dituakan.48
Perjuangan beliau dalam memersatukan masyarakat kepada satu
pemahaman yang benar adalah sebuah tindakan yang sangat bernilai dan
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan pola fikir dan pola
47
KH. Nursaman, PengasuhPondok Pesantren NurulFalah Priode 2003-2004, wawancara pribadi,
Tangerang 13 juni 2015 48
KH.Nursaman, Pengasuh Pondok Pesantren NurulFalah Priode 2003-227, Wawancara Pribadi,
Tangerang 14Juni 2015
27
hidup masyarakat khususnya masyarakat Rawawaluh-Gandaria. Namun segala
bentuk perjuangan tidak pernah terbebas dari halangan atau rintangan, beliau merasa
kesulitan ketika harus berhadapan dengan sekelompok masyarakat yang kontra dan
tidak sehaluan dalam pemahaman beliau harus menahan sabar atas ejekan dan hinaan
dari masyarakat, karena mereka menganggap kehadiran beliau dapat mengancam
tradisi atau kebiasaan yang sudah lama mereka nikmati seperti sabung ayam, koprok,
dan sejenis permainan judi lainnya.
Kedatangan KH.Nursaman ditengah-tengah masyarakat Rawawaluh-
Gandaria membawa perubahan positif terhadap pola pikir dan pola perilaku hidup
mereka sehingga menurut sebagian masyarakat yang masih senang dengangaya
hidup lama mereka merasa terancam karena teman sepermainannya berangsur-angsur
mulai meninggalkan kebiasaan buruknya.
Akan tetapi berkat kesabaran dan ketulusan hati beliau dalam melakukan
amar ma’ruf nahyi munkar secara berkesinambungan masyarakat mulai menyadari
bahwa pola perubahan hidup yang beliau tanamkan berbuah pada jalan hidup yang
jauh lebih baik mereka menyadari pula bahwa kebiasaan buruknya akan berefek
buruk pada generasi-generasi mendatang, padahal maju atau mundurnya suatu
bangsa tergantung pada generasi yang akan datang.49
D. Karya-Karyanya
Salah satu karya beliau yang masih melekat sampai saat ini dan menjamur
pada kehidupan masyarakat adalah Kalender dan Jadwal Imsakiyah dimana dahulu
49
H.Suheni, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, Tangerang 25 Juni 2015
28
masyarakat merasa sangat kesulitan untuk mengetahui waktu imsak dan waktu
maghrib pada bulan suci Romadhon khususnya, dahulu masyarakat hanya
mengandalkan radio dan televisi untuk dijadikan pedoman berbuka puasa. Namun
setelah kedatangan beliau masyarakat merasa sangat terbantu dalam menentukan
waktu imsak dan waktu maghrib untuk daerah sekitar Rawawaluh-Gandaria.50
Kemampuan dan keterampilan beliau dalam membuat kalender dan
jadwal imsakiyah didapatkan dari gurunya sewaktu beliau belajar di Cibeber
Cilegon–Banten karyanya itu cukup diakui dan dibenarkan oleh para tokoh dan
pemuka agama diwilayah Mekar Baru. Selain itu, karya beliau yang lain yaitu Khot
Arobi atau disebut juga dengan kaligrafi keterampilannya dalam membuat seni tulis
arab sudah banyak dipakai dikalangan masyarakat Rawawaluh-Gandaria seperti
untuk hiasan masjid dan acra-acra tertentu bahkan beliaupun pernah menyalin Kitab
Awamil dengan tulisan tangan sendiri yang persis dengan cetakan aslinya. Salinan
Kitab Awamil itu kemudian digandakan dalam jumlah banyak dan dibagikan kepada
para santri dengan begitu santri mempunyai kitab awamil dengan harga yang sangat
murah.51
Disamping itu, dengan tulisan tanganya beliau juga membuat bagan tentang
ilmu-ilmu nahwu pada Kitab Awamil dan shorof yang menunjukan tentang perincian
tugas awamil berikut pembagiannya yang sangat bermanfaat bagi santri pemula.52
Para santri dan para orang tua sangat mengapresiasi segala bentuk karya-
karya beliau bahkan tidak sedikit wali santri yang meminta beliau untuk membuat
50
KH. Nursaman, Pengasuh Pondok Pesantren NurulFalah Priode 2003-2007, wawancara pribadi,
Tangerang, 14 Juni 2015 51
Ust. Darip, Pengurus Masjid Martaul Hikmah, Wawancara Pribadi,Tangerang 27 Juli 2015 52
Syariyah, Ustadzah Pondok Pesantren Nurul Falah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 30 Juni
2015
29
kitab-kitab Muyassar dengan cara menukil (memindahkan) isi dari karya-karya
ulama terdahulu sehingga menjadi satu bentuk kitab dengan tujuan merangkum inti
sari dari kitab-kitab kuning tersebut serta memudahkan cara belajar santri seperti
yang telah dilakukan oleh Drs. H. Abdurrohim, M.A. Puket II STIT MAA Jakarta
yang telah membuat kitab tukilan berjudulAl-Fiqh Al-Muyassarhasil tukilan dari
kitab-kitab kuning karya ulama-ulama terdahulu, akan tetapi beliau menolak
permintaan wali santri itudengan alasan beliau ingin memperkenalkan kitab-kitab
karya ulama-ulama terdahulu kepada para santri tanpa ada perubahan sedikitpun
demi menumbuhkan rasa Ta‟dzim santri terhadap ulama-ulama zaman dahulu
bahkan beliau selalu mengajak santri-santrinya untuk berziarah ke maqom-maqom
para aulia dan para ulama terdahulu seperti, Syekh An-Nawai Tanara-Banten
(Muallifil Kutub), Syekh An-Nawawi Mandaya-Banten (Muallif Murod Awamil)
dan maqom-maqom ulama lainnya di Banten dan luar Banten.
Semua hal yang beliau lakukakan semata-matakarena untuk beribadah
kepada Allah dan bertujuan untuk mencetak kader-kader ulama minimal para santri
mampu meneladani akhlak-akhlak para ulama terdahulu dengan demikian moral-
moral generasi masa depan akan menguat sehingga tidak mampu tergores oleh
gesekan zaman.53
53
KH. Nursaman, Pengasuh Pondok Pesantren NurulFalah Priode 2003-2007, wawancara pribadi
,14 juni 2015
30
E. Gaya Kepemimpinannya
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya
dalam memimpin.
Munculnya seorang pemimpin dapat dijelaskan dengan teori yang ada.
Paling tidak terdapat tiga teori tentang kemunculan pemimpin, yaitu teori genetis,
sosial dan ekologis. Ketiga teori tersebut dapat diringkas dalam table sebagai
berikut.54
Pemimpin itu tidak
dibuat, tetapi lahir
menjadi pemimpin
oleh bakat-bakat
yang luar biasa sejak
lahir.
Dia ditakdirkan lahir
menjadi pemimpin
dalam situasi dan
kondisi tertentu
Pemimpin itu harus
disiapkan, dididik dan
dibentuk, tidak lahir
begitu saja.
Setiap orang bisa
menjadi pemimpin,
melalui usaha
penyiapan dan
pendidikan, serta
didorong oleh
kemauan sendiri.
Seseorang akan sukses
menjadi pemimpin,
bila sejak lahirnya dia
telah memiliki bakat-
bakat kepemimpinan,
dan bakat-bakat ini
sempat dikembangkan
melalui pengalaman
dan usaha pendidikan,
juga sesuai dengan
tuntunan lingkungan
ekologisnya.
Tabel 2.1 Teori Munculnya Pemimpin.
54
Ara Hidayat, Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan ( Konsep, Prinsip dan Aplikasi dalam
Mengelola Sekolah dan Madrasah), ( Bandung : Pustaka Eduka, 2010) h. 85
31
Pada perinsipnya, setiap pengelolaan suatu lembaga pendidikan
mensyaratkan adanya tipe pemimpin dan kepemimpinan yang khas. Misalnya, dalam
era reformasi sekarang ini dibutuhkan kepemimpinan yang mampu memberdayakan
masyarakat pesantren dengan tidak mengorbankan ciri khas atau kredibilitas
pengasuh pesantren dalam pesantren, kepemimpinan dilaksanakan didalam
kelompok kebijakan yang melibatkan semua pihak, didalam tim program, didalam
organisasi guru, orang tua dan murid (ustadz, wali santri dan santri). Kepemimpinan
yang membaur ini menjadi faktor pendukung aktifitas sehari-hari dilingkungan
pondok pesantren.55
KH.Nursaman, telah mengajarkan masyarakat Rawawaluh tentang banyak
hal terkait dengan bagaimana pola hidup masyarakat beragama.Selain itu,
KH.Nursaman juga telah mengajarkan masyarakat tentang pentingnya ilmu
pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum dan mengajarkan pula tentang
pentingnya akhlak dan budi pekerti luhur.
Dalam perannya sebagai pemimpin, KH.Nursaman memegang dua
kepemimpinan, pertama sebagai pemimpin pada pondok pesantren dan kedua
sebagai tokoh agama masyarakat Rawawaluh secara keseluruhan.56
Dalam kurun waktu kurang lebih 5 tahun menjadi seorang pemimpin pada
pondok pesantren Nurul Falah Rawawaluh, KH. Nursaman telah banyak memberikan
nilai-nilai inspirasi kepemimpinan seperti :
55
H. M. Sulthon Masyhud, Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, h. 25 56
Hujematul‟Aliyah, Guru MTs NurulFalah, Wawancara Pribadi, Tangerang 2 juli 2015
32
1. Renda Hati
KH. Nursaman adalah seorang tokoh agama yang sangat disegani oleh
masyarakat dan sangat dihormati oleh beberapa kalangan, baik muda maupun tua
bahkan anak-anak remaja, namun semua itu tidak menjadikan beliau bersikap
sombong atau besar hati justru sebaliknya beliau sangat menghargai orang lain.
Sikapnya yang rendah hati penulis lihat ketika beliau berpapasan dengan salah satu
warga beliau selalu lebih dulu menegur sapa apalagi kepada mereka yang usianya
lebih tua dari beliau. Karakter kepemimpinan yang beliau tunjukan merupakan
sebuah pemebelajaran penting bagi setiap orang hususnya penulis yang masih
membutuhkan figur seorang pemimpin.
2. Penyayang
Kepedulian yang beliau tunjukan kepada semua santrinya adalah
sebuah bukti bahwasannya beliau merupakan seorang pemimpin yang berkarakter
penyayang.Beliau senantiasa memperlakukan santrinya seperti anak sendiri dan tidak
pernah membeda-bedakan bahkan tidak jarang beliau selalu memerintahkan istrinya
untuk memberikan apapun yang diperlukan santri-santrinya.57
3. Demokratis
Selain rendah hati danpenyayang beliau juga bersikap demokratis dalam
memimpin dan membina para santri dan masyarakat, beliau gemar bermusyawarah
dengan para pengurus lainnya apalagi kalau sudah berurusan dengan masalah-
57
Niawati, Pengurus Santri Putri Pondok Pesantren Nurul Falah, wawancara Pribadi, Tangerang 3
Juli 2015
33
masalah para santri. Disaat ada sebuah permasalahan yang muncul dilingkungan
pondok pesantren beliau sering kali mengumpulkan para pengurus dan dewan asatidz
untuk membicarakan permasalahan yang ada dan dicarikan jalan keluarnya.dalam hal
ini, beliau selalu menghargai setiap pendapat yang keluar dari anggota musyawarah
bahkan tidak jarang juga beliau menerima dan memakai pendapat yang keluar baik
dari para pengurus pondok pesantren ataupun dewan asatidz.58
Kerendahan hati, penyayang dan demokratis adalah karakteristik yang
beliau miliki sebagai bentuk dari gaya kepemimpinan yang beliau terapkan ditambah
lagi beliau terkenal sebagai seorang tokoh agama yang bersenyum manis, santun dan
lembut. Wajar jika banyak masyarakat dari berbagai kalangan sangat
menghormatinya dan mungkin semua sikap yang beliau miliki itulah yang menjadi
alasan mengapa beliau sangat dihormati, disegani dan dituakan di Kampung
Rawawaluh Desa. Gandaria khususnya.
Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa KH.Nursaman
adalah contoh pemimpin yang berkarakter sosial yang mana bakat kepemimpinannya
beliau dapatkan melalui usaha penyiapan dan pendidikan, serta didorong oleh
kemauan sendiri seperti yang telah dijelaskan pada tabel 2.1 (Tabel Teori Munculnya
Pemimpin).
58
Ust. Saiful Hasan, Ustadz Pondok Pesantren Nurul Falah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 8Juli
2015
34
BAB IV
KH. NURSAMAN
DAN PENGEMBANGAN PESANTRENNURUL FALAH
A. DARI LANGGAR KE PESANTREN
Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh beralamat di Kp. Rawawaluh
Desa Gandaria Kec. Mekar Baru didirikan oleh KH. Nursaman pada tahun 2003.
Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh pada mulanya adalah sebuah langgar
yang didirikan oleh seorang tokoh agama benama KH. Kaming pada tahun
1988.Selanjutnya langgar tersebut dikembangkan menjadi sebuah pondok pesantren
sebagai upaya peningkatan taraf pendidikan keagamaan dilingkungan masyarakat
sekitar.
Pengembangan langgar menjadi Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh
dilatarbelakangi oleh keinginan kuat dari masyarakat Rawawaluh untuk menitipkan
anak-anaknya kepada KH. Nursaman untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, mereka
menyadari bahwa kondisi anak-anaknya masih minim akan ilmu pengetahuan agama
dan kemampuan merekapun dalam membaca Al-Qur‟an masih terbilang rendah,
mengingat pentingnya kekayaan spiritual yang harus dimiliki oleh anak-anak
generasi penerus sudah sepantasnya para wali santri membekali anak-anaknya
dengan ilmu-ilmu pengetahuan husunya pengetahuan tentang keagamaan.59
Sebagai
langkah awal KH. Nursaman membangun asrama Putra berdindingkan anyaman
59
KH. Nursaman, Pengasuh Pondok Pesantren NurulFalah Priode 2003-2007, Wawancara Pribadi,
Tangerang 13 juni 2015
35
bambu untuk santri-santri putra, adapun santri-santri putri beliau menempatkannya di
kamar-kamar rumah yang sengeja disiapkan untuk menampung santri-santri putri
untuk sementara waktu.
B. PEKEMBANGAN PONDOK PESANTREN NURUL FALAH
Perkembangan pondok pesantren Nurul Falah Rawawaluh berjalan secara
bertahap, dimasa-masa awal pondok pesantren Nurul Falah Rawawaluh hanya
menampung santri-santri pemula yang mana dalam tingkatan ini para santri pemula
hanya berasal dari masyarakat setempat dan hanya diajarkan cara membaca huruf-
huruf arab dan Al-Qur‟an. Selanjutnya padapertengahan tahun 2005 pondok
pesantren Nurul Falah Rawawaluh mengalami perkembangan yang sangat signifikan
baik dari jumlah santrinya maupun materi pembelajarannya, pada tingkatan kedua ini
pondok pesantren Nurul Falah Rawawaluh mengajarkan santri-santrinya tentang
berbagai kitab kuning yaitu kitab-kitab fiqh, kitab-kitab akhlak dan kitab-kitab
Nahwu dan Shorof.60
Perkembangan pondok pesantren Nurul Falah Rawawaluh tidak mungkin
terjadi tanpa adanya ketersedian beberapa aspek diantaranya :
a. Asatidz/Guru
Sebelum penulis menguraikan tentang ketersediaan ustadz/guru di Pondok
Pesantren Nurul Falah Rawawaluh terlebih dahulu penulis akan sedikit mengutip
tentang pentingnya peran ustadz/guru di Pondok Pesantren pada umumnya.
60
KH.Nursaman, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah Priode 2003-2007, Wawancara Pribadi,
Tangerang 14 Juni 2015
36
“Ditengah persaingan mutu pendidikan secara nasional, menjadi kebutuhan
mendesak bahwa penyelenggara pendidikan pesantren harus didukung dengan
ketersediaannya guru secara memadai baik secara kualitatif ( Profesional) maupun
kuantitatif (proporsional). Hal ini ditunjukkan oleh penguasaan para guru di
pesantren tidak saja terhadap isi bahan pelajaran yang diajarkan tetapi juga teknik-
teknik mengajar baru yang lebih baik.61
Menyadari akan pentingnya hal tersebut, meski kuantitas para ustadz/guru
di Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh sangat minim hanya berjumlah 5 orang
namun mereka berkomitmen akan terus mengembangkan mutu pendidikan dengan
berbagai cara dalam rangka meningkatkan pengetahuan para santri tentang ilmu-ilmu
agama dan membekalinya dengan nilai-nilai keimanan kepada Allah SWT demi
mempersiapkan dirinya untuk menjalani kehidupan dihari esok. Hal ini sesuai
dengan nasihat Sahabat Nabi, Ali Bin Abi Tholib RA yang menegaskan :
فاوهم خلقىا السمه مه غير زماوكمعلمىا اوالدكم غير ما علمتم
Artinya : “ Didiklah anak-anak kalian berbeda sepertihalnya kalian dididik,
karena sesungguhnya mereka disiapkan untuk generasi zaman yang berbeda dengan
zaman kalian ( Atsar : Ali Bin Abi Tholib )
Firman Allah surat Al-Hasyr ayat 18
هلل ان اهلل خبير بما تعملىنيا ايها الذيه امىىا اتقىا اهلل ولتىظر وفس ما قدمت لغد واتقىا ا
) الحشر (
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan”( Al-Hasyr : 18 ).62
61
H.M. Sulthon Masyhud, Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren h. 32-33 62
Ust. Saiful Hasan, Ustadz Pondok Pesantren Nurul Falah, Wawancara Pribadi, Tangerang, 30
Juni 2015
37
Sampai bulan Juni tahun 2015 jumlah tenaga pengajar (ustadz) di Pondok
Pesantren Nurul Falah Rawawaluh adalah sebagai berikut :
b. Santri
Seperti yang sudah penulis kutip pada bab sebelumnya, Keberadaan santri
di Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh dibagi menjadi dua kelompok, pertama
NAMA
Kitab yang diajarkan
Marhalah Ula Marhalah Wustho
KH. Nursaman
1. Sulamul Munajat
2. Amtsilah
Tashrifiyah
1. Sittin Mas‟alah
2. Nadzom Imriti
Ust. Ubaidillah Sya‟aban
1. Khulashoh
2. Tankihul Qoul
3. Akhlaqun Lil Banin
4. Aqidatul Awam
1. Jalalain
2. Jawahirul Bukhori
3. Bahjatul Wasa‟il
4. Asmawi
Ust. Saiful Khasan
1. Fiqih Wadhi
2. Mabadi Fiqhiyah
1. Ta‟limul
Muta‟alim
2. Durusul Fiqhiyah
Usth Syariyah
1. Awamil
2. Jurumiyah
3. Matanul Bina
1. Kafrawi
2. Kaelani
Usth Hj. Khafifah Al‟Qur‟an Al-Qur‟an
38
santri Mukim kedua santri Kalong, hanya saja jumlah santri mukin lebih tinggi
dibandingkan santri kalong.
Namun, semua santri diwajibkan untuk menaati peraturan-peraturan yang
sudah sepakat dibuat oleh pondok pesantren dan wajib pula mengikuti semua jenis
pengajian yang sudah ditentukan oleh sang Kiayi. Meski jumlah santri sampai saat
ini masih terhitung rendah hanya berjumlah 121 santri namun upaya untuk
memberikan pembelajaran yang terbaik tetap dilakukan, khususnya upaya dalam
perbaikan sistem pembelajaran kearah modern seperti yang penulis lihat pada
kegiatan pembelajaran santri ada beberapa ustadz yang sudah menggunakan alat-alat
tekhnologi sebagai salah satu metodologi pengajaran yaitu dengan menggunakan
Laptop dan OHP ( Proyektor ).
Adapun jumlah santri Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh pada Juni
2015 adalah 121 santri dengan sebagai berikut :
Marhalah Ula (Kelas Pemula) : 76 Santri
Marhalah Wustho (kelas Lanjutan) : 45 Santri
Setiap marhalah dibagi menjadi beberapa Ghurfah ( kamar ) dan satu
ghurfah ditanggungjawab oleh satu ustadz/ustadzah.63
Jumlah santri pondok pesantren Nurul Falah Rawawaluh meski saat ini
masih terhitung sedikit hanya berjumlah 121 santri akan tetapi setiap tahunnya
mengalami peningkatan dibuktikan dengan tabel berikut ini :
63
KH.Nursaman, Pengasuh Pondok Pesantren NurulFalah Priode 2003-2007, Wawancara Pribadi,
Tangerang 14 Juni 2015
39
a. Tabel Perkembangan Santri
Tahun
Jumlah Santri
Santri Putra Santri Putri
2003 3 0
2004 3 3
2006 13 5
2008 27 18
2013 45 23
2014 57 43
2015 69 52
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Santri
b. Diagram Batang
0
20
40
60
80
3 3
13
27
45
57
69
0 3 5 18 23
43
52
Perkembangan Santri
Santri Putra Santri Putri
40
c. Kurikulum
Kurikulum adalah salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan
pendidikan, hususnya sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan
mekanisme pendidikan dan untuk dijadikan landasan/tolak ukur atas keberhasilan
belajar peserta didik/santri. Karenanya ketersediaan kurikulum pada lembaga-
lembaga pendidikan baik formal maupun non formal sangat penting demi
menghasilkan out putpara peserta didik yang lebih baik.
Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh adalah pondok pesantren yang
masih menganut sistem salafi dimana sistematika pengajaran masih menggunakan
cara-cara lama yaitu sistem pengajaran tradisional yang pada umumnya dipakai oleh
pondok pesantren tradisional lainnya. Akan tetapi pada pertengahan tahun 2008
Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh mulai menunjukan perubahannya kearah
modern setelah KH. Nursaman menyerahkan kepemimpinannya kepada Ust
Ubaidillah Sya‟ban yaitu suami dari adik istrinya, kepemimpinan yang berbeda akan
menciptakan perbedaan pula itulah yang terjadi pada Pondok Pesantren Nurul Falah
tersebut, terbukti dari sistem penanganan santrinya yang sudah menggunakan sistem
Marhalah yang mana pada sistem pendidikan nasional disebut dengan
Kelas/tingkatan dan juga cara pengajarannyapun sedikit demi sedikit sudah mulai
menggunakan alat-alat tekhnologi, meskipun metode-metode pengajaran lama (
bandungan, Sorogan dan hafalan) masih tetap dipakai. Disamping itu meskipun
kurikulum belum tertulis secara sistematis dan belum tertata secara apik namun
secara umum Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh sudah memiliki
perencanaan pembelajaran yang baik, pelaksaan pembelajaran yang cukup dan
41
evaluasi yang rutin dilaksanakan setiap tahun untuk mengetahui seberapa jauh para
santri menerima materi ajar dan sekaligus untuk menentukan siapa yang pantas naik
ke Marhalah selanjutnya.64
Perubahan itu dapat dibuktikan dengan beberapa keterampilan santri yang
sudah lama terlaksana pada Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh seperti :
1) Keterampilan Seni Musik
Disela-sela padatnya kegiatan rutin pondok pesantren santripun diberi
keleluasaan untuk mengikuti kegiatan Ekstra kurikuler pada hari minggu pagi sampai
sebelum dzuhur. Yaitu latihan alat music Drum band, Marawis dan Rebana. Semua
itu bertujuan untuk menggali bakat dan keterampilan santri dan sebagai ajang
hiburan untuk para santri.
2) Keterampilan berwirausaha
Pada tahun 2011 keterampilan berwirausaha ini dirintis, sejak kedatangan
peserta didik baru (Santri Baru) yang mempunyai pengalaman cukup dibidang
pembuatan tempe, keahliannya itu didapatkan dari keluarganya yang menekuni usaha
dibidang itu. Dan keterampilannya dalam membuat tempe diapresiasi oleh pesantren
dan dikembangkan untuk kebutuhan pesantren dan kebutuhan harian santri. Akan
tetapi sayangnya karena harga bahan pokok (kedelai) naik drastis pada pertengahan
2014 dan perhitungan laba tidak dapat ditaksir terpaksa usaha itu sementara di
tangguhkan sampai ketersediaanya modal yang jauh lebih besar.
64
Ust. Ubaidillah Sya‟ban, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul-Falah Priode 2007-Sekarang,
Wawancara Pribadi, Tangerang 21 Juli 2015
42
Meskipun Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh sudah dapat
menunjukan perubahannya kearah modern akan tetapi basic kesalafiannya akan tetap
dipertahankan. Seperti yang telah disampaikan oleh Pimpinan Pondok Pesantren
Nurul Falah saat ini, Ust. Ubaidillah Sya‟ban, “Upaya perbaikan Pondok Pesantren
akan terus menerus dilakukan secara berkesinambungan dan bahkan kurikulum
pembelajaran akan segera dibuat secara sistematis sesuai dengan tuntutan zaman
supaya Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh mampu menunjukan kiprahnya
pada dunia pendidikan dan dinilai mempunyai daya saing dengan lembaga-lembaga
pendidikan formal lainnya namun dengan tidak merusak basic Pondok Pesantren
Nurul Falah Rawawaluh.”65
Yang dimaksud tidak merusak basic kesalafiannya yaitu menjadikan kitab
kuning karangan para ulama terdahulu sebagai kitab-kitab pokok dan tata cara
bertingkah laku santri terhadap sang kiayi, adab dan sopan santun dan
keterbukaannya terhadap masyarakat harus tetap dijaga. Sebagai contoh adab, yaitu
condongnya ketawadhuan para santri salafi ketika bertemu dengan orang yang lebih
tua dan tetap mengutamakan kerendahan hati serta mengutamakan rasa ta‟dzim
terhadap semua guru/kiayai.
d. Metode Pengajaran
Metode pengajaran Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh Mekar Baru
pada umumnya masih menggunakan metode-metode lama yang lazim dipakai oleh
Pondok Pesantren Tradisional.
65
Ust. Ubaidillah Sya‟ban, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah Priode2008-Sekarang,
wawancara pribadi, Tangerang 20 juli 2015
43
1) Sorogan: Yaitu suatu sistem belajar secara individual dimana seorang
santri berhadapan dengan seorang guru, dengan membawa kitab yang akan
dipelajarinya.
Metode pengajaran seperti ini dianggap metode yang paling sulit dibanding
dengan metode lainnya karena metode ini menuntut kesabaran, ketelitian, dan
disiplin santri dan metode ini memungkinkan hubungan Kiai dengan Santri sangat
dekat, sebab Kiai dapat mengenal kemampuan pribadi santri secara satu persatu.
2) Bandungan: yaitu metode pengajaran secara bersamaan dimana sang
Kiayi/guru membaca kitab sebagai bahan materi sedangkan santri duduk disekeliling
kiayi dan membawa kitab yang sama untuk menyimak dan mendengarkan bacaan
sang kiayi.
3) Hafalan: dimana santri menghafal beberapa teks/atau ayat yang sudah
ditentukan oleh sang kiayi/guru.
Meskipun metode-metode tersebut terbilang tradisional akan tetapi metode
pengajaran itu diyakini mempunyai nilai pasti atas pencapaian keberhasilan santri
dan dianggap lebih intensif walaupun harus melewati kurun waktu yang cukup lama.
Akan tetapi ada pula beberapa ustadz/guru yang sudah mempraktikkan cara-cara
modern yaitu dengan menggunakan alat-alat tekhnologi seperti OHP (Proyektor) dan
Laptop.66
66
Ust Ubaidillah Sya‟ban, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul-Falah Priode 2008-Sekarang,
Wawancara Pribadi, Tangerang 20 Juli 2015
44
e. Sarana dan Prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana Pondok Pesantren Nurul Falah
Rawawaluh terhitung masih sangat memprihatinkan disebabkan karena
keterbatasannya dari segi pembiayaan, para santri terpaksa hanya menikmati sarana
dan prasarana seadanya, mungkin karena hal itu pula mengapa kurikulum pendidikan
pesantren ala modern belum terbentuk secara sistematis dan sesuai dengan tuntutan
zaman.
Padahal, manajemen sarana dan prasana merupakan salah satu dari sejumlah
isu yang patut dilakukan inovasi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
pesantren. Tujuannya adalah untuk mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan
yang sudah dibentuk, pesantren hendaknya mengupayakan ketersediaannya sumber
belajar dan media pendidikan dan pengajaran yang berbasis teknologi.67
C. PONDOK PESANTREN NURUL FALAH RAWAWALUH DAN
MASYARAKAT SEKITAR
Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh, telah lama menunjukan
kiprahnya ditengah-tengah kehidupan masyarakat hususnya dibidang pendidikan,
ekonomi dan keagamaan.
1. Kondisi Masyarakat Sebelum Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Falah
Rawawaluh.
Peran Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh adalah lembaga
pendidikan yang disiapkan untuk masyarakat sekitar, dan seiring perkembangannya
67
H.M. Sulthon Masyhud, Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren. h. 72
45
Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh mempunyai pengaruh yang cukup meluas
dikalangan masyarakat, tidak hanya berperan penting dibidang pendidikan namun
berpengaruh juga dibidang-bidang lain seperti keagamaan, ekonomi dan social
masyarkat.
Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh, dalam pengaruhnya merubah
perilaku-perilaku masyarakat tentunya dari perilaku buruk (negative) menjadi lebih
baik (positif)
Sebelum didirikannya Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh,
masyarakat kampung Rawawaluh pada umumnya termasuk masyarakat yang kurang
memperhatikan nilai-nilai keagamaan padahal mereka telah mengenal tentang ajaran
agama hanya saja dasar pengetahuan agamanya kurang mendalam.
. Kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan masyarakat seperti mandi
dikali dengan keadaan telanjang baik muda maupun tua, nongkrong-nongkrong
dipinggir jalan dan menyalakan music dengan volume tinggi pada tengah malam
semua itu menunjukan bahwa masyarakat kampung Rawawaluh kurang
memperhatikan nilai-nilai agama sedangkan perilaku tersebut jelas akan berdampak
negative pada generasi-generasi mendatang. 68
Melihat kondisi tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa semua itu
disebabkan oleh beberapa factor yaitu sebagai berikut :
a. Ekonomi : Masyarakat Kampung Rawawaluh, termasuk kedalam
golongan ekonomi menengah kebawah sehingga masyarakat merasa kesulitan untuk
melanjutkan anak-anaknya kejenjang pendidikan yang lebih tinggi
68
Ust. Rapiudin, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, Tangerang 30 Juli 2015
46
b. Pendidikan : Rendahnya jenjang pendidikan yang mereka enyam
berefek pada pola fikir masyarakat yang tidak mengarah pada pembangunan dan
mengutamakan kebebasan berprilaku meski dapat merugika pihak lain.
c. Lingkungan : Lingkungan yang sudah terlanjur terbentuk dapat
mempengaruhi karakter masyarakat sehingga perilaku mereka berkiblat pada
kebiasaan pada umumnya.
2. Kondisi Masyarakat Setelah Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Falah
Rawawaluh Mekar Baru.
Kondisi masyarakat Kampung Rawawaluh, setelah adanya Pondok
Pesantren Nurul Falah Rawawaluh mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Perubahan itu dibuktikan dengan pola hidup masyarakat yang menjadi lebih baik,
kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini mengeras pada perilaku masyarakat
perlahan mulai mencair dan mengalir pada sebuah kebiasaan yang baru yang lebih
mempunyai nilai positif .69
Idealnya keberadaan lembaga pendidikan harus menjadi sumber dari
perubahan-perubahan minset manusia yang selanjutnya akan berdampak pada
perubahan perilaku masyarakat hususnya masyrakat sekitar, perubahan perilaku
tersebut jelas akan merangsang perubahan pola hidup sehingga dapat menciptakan
lingkungan yang jauh lebih baik dan dapat mencetak watak dan karakter generasi-
generasi penerus bagi kehidupan mendatang.
69
Drs.H.Sukarni, Kepala Desa Gandaria,Wawancara Pribadi, Tangerang 27 Juli 2015
47
Perubahan yang terjadi pada masyarakat kampung Rawawaluh disebabkan
karena baiknya hubungan sang kiayi dengan masyarkat. Pendekatan yang dilakukan
secara berkesinambungan dan terus menerus mengakibatkan sebuah sentuhan moril
antara pondok pesantren dengan masyarakat, disamping itu aktivitas keagamaan
yang sering diperlihatkan oleh para santri membuat masyarakat termotivasi untuk
melakukan perubahan dengan demikian keberadaan santri dan pondok pesantren
Nurul Falah Rawawaluh memberikan warna baru bagi kehidupan masyarkat.70
Perubahan social masyarakat yang terjadi di kampung Rawawaluh dapat
berpengaruh pada aspek kehidupan lainnya. Seperti Pendidikan, Keagamaan dan
Ekonomi masyarakat.
Melihat kondisi tersebut penulis dapat menafsirkan bahwa Keberadaan
Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh dapat berpengaruh pada Pendidikan
Masyarakat, Keagamaan Masyarakat dan Ekonomi Masyarakat.
1) Pengaruh Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawalu terhadap Pendidikan
Masyarakat
Perubahan pola fikir dan pola hidup masyarakat Rawawaluh menumbuhkan
kesadaran akan pentingnya pendidikan sehingga banyak dari kalangan masyarakat
yang menitipkan anaknya untuk belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama dan umum,
karena disamping mengajarkan tentang ilmu-ilmu agama Pondok Pesantren Nurul
Falah Rawawaluh juga mengajarkan ilmu-ilmu umum melalui pendidikan formal
yaitu, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah
70
H.Suheni, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, Tangerang 29 Juli, 2015
48
Menengah Kejuruan (SMK). dengan begitu masyarakat Rawawaluh tidak lagi jauh-
jauh menyekolahkan anak-anaknya ke tempat lain.
Dengan didirikannya Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh dan
melengkapinya dengan lembaga-lembaga pendidikan formal dapat memeberikan
porsi pendidikan yang cukup sehingga impian orang tua untuk mempunyai anak-
anak yang berpendidikan telah terwujud.71
2) Pengaruh Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawalu terhadap Keagamaan
Masyarakat
Disamping mempunyai pengaruh dibidang pendidikan masyarakat Pondok
Pesantren Nurul Falah Rawawaluh mempunyai pengaruh juga pada bidang
keagamaan apalagi pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang
mengutamakan pendidikan keagamaan tentu akan berpengaruh pula pada
pengetahuan spiritual (keagamaan) masyarakat seperti yang sudah penulis ketahui
banyak masyarakat yang berbondong-bondong menghadiri acara-acara keagamaan
seperti, Isro Mi‟roj, Maulid Nabi dan peringatan hari besar Islam lainnya, bahkan
tidak sedikit dari kalangan masyarakat yang antusias untuk menyumbangkan sebagian
hartanya atau tenaganya demi terlaksananya Peringatan Hari Besar Islam tersebut,
bukan saja mereka gemar menghadiri atau mengadakan acara-acara keagamaan pada
hari-hari besar merekapun senang melibatkan anak-anaknya untuk aktif pada setiap
bentuk kegiatan-kegiatan keagamaan seperti yang telah rutin dilaksanakan oleh
pondok pesantren yaitu acara Ihtifal yaitu ajang pelatihan mental anak-anak dengan
71
H. Pa‟i, Orang tua wali santri, wawancara Pribadi,Tangerang 30 Juli 2015
49
cara berceramah didepan khalayak ramai dan menyampaikan sedikit pengetahuannya
tentang ilmu keagamaan.72
Selain itu, masyarakat Kampung Rawawaluh sudah memperlihatkan
perilakunya sebagai masyarakat beragama, dilihat dari cara bergaul ketika mereka
bertemu dengan saudara-saudaranya maka merekapun tidak lupa untuk menegur sapa
dan mengucapkan salam dan senantiasa saling bahu membahu dan saling tolong
menolong antar sesama.73
3) Pengaruh Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawalu Mekar Baru terhadap
Ekonomi Masyarakat
Sejak didirikannya Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh yang mana
didalamnya terdapat juga Pendidikan Formal seperti, Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang
disiapkan untuk mencatak keterampilan generasi penerus masyarakat Kampung
Rawawaluh, masyarakat merasa ringan untuk melanjutkan anak-anaknya kejenjang
pendidikan yang lebih tinggi terlebih di Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh
terdapat juga Sekolah Menengah Kejuruan dengan Program Keahlian Bisnis dan
Manajemen Jurusan Administrasi Perkantoran yang baik untuk keterampilan anak-
anak generasi mendatang apalagi Kampung Rawawaluh tidak jauh dengan daerah-
daerah industri, sejak itu perekonomian masyarakat menjadi jauh lebih baik karena
anak-anaknya yang sudah mendapatkan pekerjaan tetap.
72
Madrasad, Guru MI Nurul-Falah,Wawancara Pribadi, Tangerang 28juli 2015 73
Rosyidah, Orang tua santri, Wawancara Pribadi,Tangerang 2 Agustus 2015
50
Disamping itu juga, sejak adanya Pondok Pesantren Nurul Falah
Rawawaluh para orang tua mempunyai kegiatan harian selain disawah orang tua juga
membuat warung-warung kecil guna membantu memenuhi kebutuhan harian
santri/siswa.74
74
Kunah, Kawi, Santi, pedagang kecil, Wawancara Pribadi, Tangerang, 5-6 Agustus 2015
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari skripsi ini adalah :
1. Pola fikir dan pola hidup masyarakat menjadi berubah menjadi lebih baik
secara signifikan setelah kedatangan KH. Nursaman
2. Pengetahuan masyarakat Rawawaluh-Gandaria dan sekitarnya tentang
ilmu-ilmu agama dan umum semakin luas setelah berdirinya pondok
pesantren Nurul Falah Rawawaluh-Gandaria
3. Figur KH. Nursaman dan keberadaan Pondok Pesantren di lingkungan
masyarakat Rawawaluh-Gandaria mempunyai pengaruh besar terhadap
pola fikir dan pola hidup masyarakat.
4. Berdakwah dengan lemah lembut dari hati ke hati serta dengan ketulusan
adalah cara yang paling cepat diterima oleh masyarakat
5. Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh-Gandaria dapat pula
mempengaruhi perkembangan ekonomi, sosial, pendidikan dan
keagamaan masyarakat
6. Cara pandang masyarakat rawawaluh-gandaria berubah menjadi lebih
maju, semua itu dapat dibuktikan dengan perilaku orang tua yang antusias
menyekolahkan anaknya dan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.
52
B. Saran-Saran
Setelah penulis melakukan penelitian pada Pondok Pesantren Nurul Falah
Rawawaluh-Gandaria, penulis ingin menyampaikan saran-saran untuk semua
pihak terkait.
1. Diharapkan untuk seluruh masyarakat Rawawaluh-Gandaria agar terus
meningkatkan nilai-nilai budaya dan moral dalam berperilaku terlebih
meningkatkan taraf hidup yang jauh lebih baik.
2. Untuk Pondok Pesantren Nurul Falah Rawawaluh diharapkan untuk terus
meningkatkan eksistensinya demi pendidikan masyarakat dan generasi
yang akan datang dan juga diharapkan agar secepatnya membenahi
kurikulum secara tertulis dan sistematis guna menjadi landasan dan tolak
ukur atas keberhasilan para santri.
3. Penulis juga menyarankan agar pondok pesantren Nurul Falah
Rawawaluh-Gandaria dapat mengkombinasikan kurikulum berbasis
keagamaan dan umum sehingga para santri dapat berkiprah ditengah-
tengah masyarakat bukan hanya saja sebagai tokoh agama namun juga
sebagai tokoh ilmuan yang tengah dibutuhkan masyarakat luas.
4. Untuk para santri, lebih giatlah belajar baik pelajaran agama maupun
umum, karena bukan saja keberhasilan akhirat yang harus kalian capai
namun juga kesuksesan dunia harus kalian raih demi keseimbangan
Daroini ( dua desa )
5. Untuk para tokoh dan pemuka agama senantiasalah membimbing dan
mengarahkan generasi-generasi penerus hususnya dan jangan pernah
53
berhenti karena kalianlah pemegang Maqoh Iftah sedangkan generasi
muda adalah Pemegang Maqoh Ijtihad.
6. Untuk para aparatur baik desa maupun diatasnya, dukunglah perjuangan
para ulama di pondok pesantren karena berkat mareka pulalah
kepemimpinan akan berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
Qomar, Mujamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi jakarta: erlangga, 2000
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia (proyek pembinaan prasarana dan sarana
perguruan tinggi agama, IAIN di jakarta direktorat jenderal pembinaan keagamaan Islam
Departemen Agama RI)1988
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2007
Ziemek, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial jakarta: perhimpunan
pengembangan pesantren dan masyarakat P3M, 1986
Mansur, Mahfud Junaedi, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (jakarta:
Departemen agama RI Derektorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam 2005) h. 46-47
Eka Sutriaji, Yudi Perkembangan dan Upaya Pondok Pesantren Manba’ul Hikmah
Kresek Tangerang dalam Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Tahun 1969-
1996 (Skripsi: Uin Syarif Hidayatullah 2010)
Muzayyin, Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam ( Bumi Aksara, Edisi Revisi)
Idrus, Muhammad Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif
Jakarta: Erlangga
Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif Jakarta: Salemba Humanika 2012
Musyarofah, Umi, Dakwah K.H. Haman Ja’far dan Pesantren Pabelan, uin pers dan
CeQDA,LPJM, 2009
Nizar, Syamsul, Sejarah Sosial dan Dinamika Sosial Pendidikan Islam di Nusantara,
jakarta: kencana prenada group, 2013
Ma’shu, Saiful, Dinamika Pesantren Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini,
bogor- jakarta: yayasan Islam Al-hamidiyah-yayasan saifuddin zuhri. 1998
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Study Tentang Pandangan Hidup Kiai
jakarta: LP3ES, 1982
syukrizarkasyi, Abdullah, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Jakarta:
Raja Grafindo, 2005
Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta:
Paramadina, 1997
Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, jakarta: kencana prenada Media, 2007
Masyhud, Sulthon, Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta : Diva
Pustaka, 2003
Nata, Buddin Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: Kerjasama Lembaga
Penelitian UIN dengan UIN Jakarta Pers, 2006
Maksum, Muhammad Refleksi Pesantren Otokritik dan Prospektif, Jakarta: Ciputat
Institut, 2007
Nafi’, M. Dien , Abd A’la, Hindun Naisah, Abdul Aziz, Abdul Muhaimin, Praksis
Pembelajaran Pesantren, Yogyakarta: ITD Forum Pesantren Yayasan Selasih 2007
Arief, Armie, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam Klasik, Bandung: Angkasa, 2005
Hidayat, Ara, Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan ( Konsep, Prinsip dan Aplikasi
dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah), Bandung : Pustaka Eduka, 2010
WAWANCARA
KH.Nursaman, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah Priode 2003-2007, Tangerang,
13 Juni 2015
Ust. Ubaidillah Sya’ban, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul-Falah Priode 2007-
Sekarang, Tangerang 21 Juli 2015
Drs.H.Sukarni, Kepala Desa Gandaria, Tangerang 27 Juli 2015
Ust. Saiful Hasan, Ustadz Pondok Pesantren Nurul Falah, Tangerang, 8 Juli 2015
Syariyah, Ustadzah Pondok Pesantren Nurul Falah, Tangerang, 30 Juni 2015
Hj. Hafifah, Ustadzah Pondok Pesantren Nurul Falah, Tangerang 12 juni 2015
Madrasad, Guru MI Nurul Falah, Tangerang 16 Juni 2015
Hujematul’Aliyah, Guru MTs Nurul Falah, , Tangerang 2 juli 2015
Niawati, Pengurus Santri Putri Pondok Pesantren Nurul Falah, Tangerang 3 Juli 2015
H. Suheni, Tokoh Masyarakat, Tangerang 25 Juni 2015
Ust. Darip, Pengurus Masjid Martaul Hikmah, Tangerang 27 Juli 2015
Ahmad Nawawai, Masyarakat, Tangerang 20 juni 2015
Kamsudin, Masyarakat Rawawaluh, Tangerang 23 juni 2015
Ust. Rapiudin, Tokoh Masyarakat, Tangerang 30 Juli 2015
H. Pa’i, Orang tua wali santri, Tangerang 30 Juli 2015
Rosyidah, Orang tua santri, Tangerang 2 Agustus 2015
Saeful Hasan, Laeli yunia wati, Halimah Tusa’diyah, Ustad dan Masyarakat,
Tangerang 15 Juni 2015
Kunah, Kawi, Santi, pedagang kecil, Tangerang, 5-6 Agustus 2015
HASIL WAWANCARA
Wawancara dengan
Ahmad Nawawi
(Masyarakat/adik kandung KH. Nursaman)
Pertanyaan: Bagaimana riwayat hidup KH. Nursaman?
Jawaban : Sejak kecil beliau sudah dibekali dengan ilmu-ilmu agama, wajar saja jika
beliau menjadi penerus untuk memimpin Pesantren Nurul Falah, mungkin
untuk lebih jelasnya tanyakan langsung kepada beliau.
Wawancara dengan
KH. Nursaman
(Pengurus Pondok Pesantren Nurul Falah Priode 2003-2007)
Pertanyaan: Bagaimana riwayat hidup abahyai?
Jawaban: Saya lahir di Tangerang pada tanggal 11 bulan april 1958 saya anak pertama
dari dua bersaudara, pendidikan saya dimulai pada tingkat SD pada tahun
1971, setelah tamat SD saya masuk pesantren perguruan al-Jauhartunnaqiyah
yang dimulai dari kelas 4 Ibtidaiyah pada tahun 1971-1974, setelah itu
melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah pada tahun 1974-1977, dan
melanjutkankejenjang Madrasah Aliyahpada tahun 1977-1980, karena ada
peraturan dari pemerintah untuk melanjutkan pendidikan saya melanjutkan
ke perguruan tinggi pada tahun 2007 di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
MuslimAsia Afrika (STIT MAA) Jakarta
Pertanyaan: kapan berdirinya langgar Nurul Falah?
Jawaban: langgar ini berdiri sejak tahun 1988 yang mendirikan KH. Kaming (alm),
yang fungsinya sebagai tempat untuk belajar ilmu-ilmu agaman dan
membaca al-Qur’an
Pertanyaan: sejak kapan langgar ini berubah menjadi pondok pesantren dan apa yang
melatar belakangi perubahan tersebut?
Jawaban: perubahan langgar menjadi pondok pesantren berubah pada tahun 2003 yang
melatar belakangi perubahan tersebut adalah karena melihat masih banyak
masyarakat yang masih awam dengan ilmu agama, dan kebanyakan
masyarakat Rawawaluh memiliki perekonomian rendah jadi tingkat
pendidikan paling tinggi hanya sebatas tingkat SD atau SMP... Oleh karena
itu Pondok Pesantren Nurul Falah diperioritaskan untuk tempat belajar
masyarakat dan remaja kampung Rawawaluh dan umumnya untuk
masyarakat sekitar
Pertanyaan: berapakah jumlah santri yang tinggal di pondok pesantren Nurul Falah?
Jawaban: yaah namanya juga ada santri kalong, jadi tidak semuanya mukim, jadi Jumlah
santri yang mukim tidak telalu banyak hanya ada 121 santri karena yang saya
inginkan meskipun sedikit Insya Allah berkualitas.
Pertanyaan: bagaimana sistem pengajaran di pondok pesantren Nurul Falah?
Jawaban: kita di sini sistem pengajarannya menggunakan sistem kelas atau kita sering
menyebutnya dengan Marhalah, yaitu Marhalah Ula (Kelas Pemula) dan
Marhalah Wustho (Kelas Lanjutan).
Wawancara dengan
Ust. Ubaidillah Sya’ban
(Pengurus Pondok Pesantren Nurul Falah Priode 2008-sekarang)
Pertanyaan: Metode apa saja yang digunakan pondok pesantren Nurul Falah?
Jawaban: sebenarnya metode pada pondok pesantren ini sama seperti pesantren-pesantren
lain yang masih menggunakan metode-metode lama yang lazim digunakan
oleh pondok-pondok pesantren Tradisional yaitu dengan menggunakan
metode Sorogan, Wetonan, dan Hafalan. Tapi Insya Allah sdikit demi sedikit
kita berjalan ke sistem pengajaran yang lebih modern.
Pertanyaan: Keterampilan apa saja yang di ajarkan kepada santri-santri yang mukim
Jawaban: keterampilan sih banyak, tapi yang di prioritaskan hanya ada dua, yang pertama
belajar berwirausaha dalam pembuatan tempe yang dimulai sejak tahun 2011
dan yang kedua keterampilan seni musik seperti Drum band, Marawis,
Rebana dan lain-lain
Gambar 1.1 KH. Nursaman SPd.I
Pendiri Pondok Pesantren Nurul Falah
Gambar 1.2
Gambar 1.3 Kantor tata usaha Pondok Pesantren Nurul Falah
gambar 1.4 Rumah pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah
dan lantai dua asrama santri putri
Gambar 1.5 Mushola Nurul Falah sedang tahap renovasi
Gambar 1.6 Saung tempat mengaji santri Pondok Pesantren Nurul Falah
Gambar 1.7 Asrama santri putra Pondok Pesantren Nurul Falah
Gambar 1.8 Kantin Pondok Pesantren Nurul Falah
Gambar 1.9 Gedung Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Nurul Falah
Gambar 1.10 Gedung Madrasah Ibtidaiyah Pondok Pesantren Nurul Falah
Gambar 1.11 Rencana pembangunan kantor pusat pondok pesantren Nurul Falah
Gambar 1.12 Pengurus santri putra dan putri pondok pesantren Nurul Falah
Gambar 1.13 Extra kurikuler Mersing band