Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERANAN DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAAN
TINDAK PIDANA KORUPSI DITINJAU DARI UNDANG UNDANG
NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
LOISTRA GINTING
NIM: 160200339
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena
melalui berkat dan rahmat-Nya penulis berhasil menyelesaikan penyusunan
penulisan hukum berupa skripsi yang berjudul “PERANAN DEWAN
PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019
TENTANG KOMISI PEMBERANTASAAN TINDAK PIDANA KORUPSI”
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadaari akan pentingnya orang-
orang yang telah memberikan pemikiran dan dukungan secara moril maupun
spiritual sehingga skipsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan,
karena adanya mereka segala bentuk halangan dan hambatan dalam penulisan
skripsi ini menjadi mudah dan terarah. Untuk itu, penulis ingin menghaturkan rasa
terima kasih, hormat dan penghargaan yang besar kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
3. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
4. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
Universitas Sumatera Utara
ii
5. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
6. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI selaku Dosen Pembimbing
Akademik Penulis;
7. Almarhum Dr. H. Hamdan, S.H., M.H selaku Ketua Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
8. Liza Erwina, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana
Fakultas Hukum USU;
9. Liza Erwina, S.H., M.Hum .,selaku Dosen Pembimbing I yang dengan setulus
hati telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing serta
memberikan arahan maupun motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini;
10. Syafruddin Sulung, SH., MH., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan
setulus hati telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing
serta memberikan arahan maupun motivasi kepada Penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini;
11. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang selama ini telah mengajar dan mendidik Penulis dalam proses
perkuliahan;
12. Kedua orang tua Penulis, Ayah Dr Bengkel Ginting ,MSi. dan Ibu Sabarita br
Sembiring yang telah sabar membesarkan dan mendidik Penulis, serta tak
henti mendoakan dan mendukung Penulis;
13. Saudara dan saudari kandung Penulis, Kelara br Ginting, Pernando Justin
Ginting S.Kom dan Stepaninta br Ginting S.KG;
Universitas Sumatera Utara
iii
14. Keluarga besar Penulis di Berastagi maupun di Medan terkhusus Kempu
Karo;
15. Teman seperjuangan Penulis sejak awal perkuliahan, Satria Marpaung, Petra
Ginting ,Edwin Siagian, David Cristopher, Belsasar Pangabean, Haposan
Banjarnahor dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan ;
16. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara;
17. Keluarga besar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) koms.
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terkhusus panitia Natal GMKI
2018 dan KLK 2019;
18. Teman-teman Grup E Angkatan 2016 dan teman-teman Angkatan 2016
lainnya;
19. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Hukum Pidana (IMADANA) Fakultas
Hukum USU Stambuk 2016;
Akhir kata, Penulis mengharapkan, dengan segala kerendahan hati, semoga
penelitian ini dapat memberikan manfaat yang berguna terutama bagi tanah air
tercinta, Indonesia, serta seluruh umat manusia.
Medan, 12 Oktober 2020
Hormat penulis,
LOISTRA GINTING
NIM: 160200339
Universitas Sumatera Utara
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
ABSTRAK .................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 9
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian ................................................ 9
D. Keaslian Penulisan .................................................................. 11
E. Tinjauan Kepustakaan .............................................................. 11
1. Tentang Sejarah Dibentuknya KPK ...................................... 12
2. Tentang Dewan Pengawas KPK Dalam UU NO
19 Tahun 2019………………………………………………. 14
3. Dewan Pengawas Dalam Berbagai Lembaga Penegak
Hukum di Indonesia………………………………………… 15
F. Metode Penelitian ................................................................... 24
G. Sistematika Penulisaan………………………………………. 26
BAB II FUNGSI DAN TUJUAN DIBENTUKNYA KOMISI
PEMBERANTASAAN KORUPSI di INDONESIA
A. Latar Belakang Dirbentuknya Komisi Pemberantasaan Korupsi
DiIndonesia………………………………………………….... 29
1. Lembaga Anti Korupsi di Masa Orde Lama……………… 29
2. Lembaga Anti Korupsi di Masa Orde Baru……………… 32
3. Lembaga Anti Korupsi di Era Reformasi………………… 32
4. Sejarah Terbentuknya KPK……………………………… 34
B. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
v
1. Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia……… 44
2. Undang-undang Tindak Tindak Pidana Korupsi………….. 46
BABIII DIBENTUKNYA DEWAN PENGAWAS KOMISI
PEMBERANTASAAN KORUPSI DIKAITKAN
DENGAN PENEGAKAAN HUKUM TINDAK PIDANA
KORUPSI di INDONESIA
A. Latar Belakang Dibentuknya Dewan Pengawas Komisi
Pemberantasaan Korupsi (KPK) ........................................... 53
B. Fungsi dan Tugas Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan
Korupsi di Kaitkan dengan Penegakkan Hukum tindak Pidana
Koruspi di Indonesia………………………………………... 65
BAB IV DEWAN PENGAWAS LEMBAGA ANTI KORUPSI DI
NEGARA MALAYSIA DAN SINGAPURA
A. Dewan Pengawas Lembaga Anti Korupsi di Malaysia ........... 77
B. Dewan Pengawas Lembaga Anti Korupsi di Singapura .......... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 97
B. Saran ......................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 100
Universitas Sumatera Utara
vi
ABSTRAK
Loistra Ginting, Liza Erwina, Syafrudin Sulung*
Undang-Undang KPK dan Undang-Undang Tindak pidana korupsi yang
membantu Penegakkan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia mengalami
banyak perubahaan karna kepentingan hukum, dan pada Tahun 2019 terjadi
perubahaan terhadapa UU KPK di mana adanya Dewan Pengawas yang di duga
akan mengurangi independensi KPK. Maka Penelitain ini akan membahas
mengenai apa itu peranan Dewan Pengawas KPK, fungsi dan tugasnya,
penegaakaan hukum tindak pidana korupsi dari peraturan yang telah ada serta
dikaitkan dengan penegakaan hokum tindak pidana Indonesia dan melihat apakah
dewan pengawas atau lembaga pengawasaan lembaga anti korupai yang ada di
Negara tetangga khusunya Malaysia dan Singapura.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalahYuridis normatif yaitu
suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam
peraturan perudang-undangan yang berlaku dan sumber data berupa jurnal dan
portal berita di dalam penelitain ini.
Hasil dari penelitan menjelaskan bagaimana pengaturaan hukum tindak
pidana korupsi di Indonesia, apa itu KPK diliat dari Undang-undang yang
berlaku, melihat dewan pengawas sebagai badan baru di KPK serta apa urgensi
terbentuknnya badan tersebut hinnga melihat lembaga anti korupsi yang ada di
Negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura yang ternyata mempunyai
lembaga pengawas seperti di Malaysia ada divisi dan ada kode etik dan di
singapura langsung di awasi oleh perdana mentri singapura, dan juga perlunya
pengawasaan agar tidak terjadi abuse of power.
Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Dewan
Pengawas KPK
* Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia
seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur sejahtera, dan
tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera tersebut perlu secara terus-menerus
ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pada
umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya.1
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
dirumuskan bahwa kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi adalah kunci
bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi, akan
menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan
mampu memanfaatkan peluang yang ada.2 Untuk memperkuat daya saing bangsa,
pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan antara lain untuk
melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara. Pembangunan hukum
juga diarahkan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya tindak pidana
korupsi serta mampu menangani dan menyelesaikan secara tuntas permasalahan
yang terkait kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Ditengah upaya pembangunan
nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan
1 Penjelasan Umum, UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. 2 Penjelasan Umum, UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
Universitas Sumatera Utara
2
bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat, karena dalam kenyataan
adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar,
pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis di berbagai bidang. Untuk
itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan
diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan
masyarakat.3 Perumusan yang demikian mengindikasikan bahwa korupsi
merupakan masalah nasional yang proses penanggulangannya terus diupayakan,
dan salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pembaruan materi hukum
dalam hal ini peraturan undang-undangan. Hal ini menjadi penting mengingat
dampak dari tindak pidana korupsi yang merusak sendi-sendi kehidupan bangsa
dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa maupun bernegara.
Apabila dilihat dari sejarahnya, perilaku koruptif di tengah-tengah
masyarakat Indonesia bukan hal yang baru, sebab sudah ada sejak dulu dan dapat
dikatakan ikut mengiringi perkembangan negeri ini sampai sekarang. Menurut
Mohammad Hatta, salah seorang tokoh Proklamator Kemerdekaan Indonesia,
bahwa korupsi cenderung sudah membudaya, atau sudah menjadi bagian dari
kebudayaan bangsa Indonesia.4
Penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan
penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum pada 2019
turun drastis menjadi hanya 271 kasus."Dalam 5 tahun ke belakang terjadi
penurunan sangat drastis dalam konteks penyidikan korupsi. Pada 2017 ada 576
perkara yang disidik, kemudian pada 2018 menjadi 454 kasus, pada 2019
3 ibid 4 Elwi Danil, Korupsi ; Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada 2011), hlm. 65.
Universitas Sumatera Utara
3
menurun jadi 271. Penurunan bukan hanya konteks kasus tapi juga tersangka yang
ditetapkan penegak hukum," 5Pada 2019, ICW mencatat ada 271 kasus korupsi
yang ditangani oleh Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dengan jumlah tersangka 580 orang, kerugian negara Rp8,4
triliun, jumlah suap Rp200 miliar, pungutan liar Rp3,7 miliar dan jumlah
pencucian uang Rp108 miliar.Turunnya jumlah penanganan perkara korupsi
terjadi di institusi kejaksaan dan kepolisian sementara kinerja penindakan korupsi
yang dilakukan oleh KPK sangat signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dari
meningkatnya penanganan perkara korupsi sejak tahun 2015 hingga 2019. Aktor
yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pun tidak jarang memiliki
kewenangan yang besar seperti menteri, kepala daerah, anggota legislatif bahkan
penegak hukum,"
KPK pada 2019 menyidik 62 kasus dengan 155 aktor dan nilai kerugian
negara Rp6,2 triliun dan nilai suap Rp200 miliar dan nilai pencucian uang Rp97
miliar. Jumlah kasus tersebut meningkat dibanding pada 2018 dengan KPK
menyidik 57 kasus (dengan 261 tersangka) dan pada 2017 menangani 44 kasus
(dengan128tersangka).Dari 271 perkara yang ditangani 3 lembaga penegak
hukum tersebut, perkara suap masih menjadi yang paling banyak yaitu 51 kasus
dengan nilai suap Rp169,5 miliar dan nilai pencucian uang Rp46 miliar, ICW
menyimpulkan bahwa berdasarkan ”Rule of Law Index” tahun 2019 yang
dikeluarkan oleh “World Justice Project”, Indonesia menempati urutan ke-62 daru
5 https://www.antaranews.com/berita/1304718/icw-penindakan-kasus-korupsi-pada-2019-turun-
drastis diakses pada tanggal 26 juli 2020
Universitas Sumatera Utara
4
126 negara denagn skala 0,52 dari skala 0-1, sedangkan dalam parameter tidak
adanya korupsi, Indonesia menempati urutan ke 97 dari 126 negara dengan skor
0,38 dari skala 0-1. Di tingkat reginal, Indonesia menempati urutan ke- 14 dari
Negara terkait dengan parameter dengan tidak adanya korupsi.6
Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya disahkan. Tujuh fraksi menerima tanpa
catatan, dua fraksi tidak setuju, dan satu fraksi belum memberikan pendapat.
Dengan komposisi seperti itu, rapat paripurna ketok palu. Maka berubahlah RUU
itu menjadi UU.
Kini, setelah RUU itu resmi menjadi UU, agenda pemberantasan korupsi
memasuki babak baru. UU tersebut tidak hanya mengubah postur kelembagaan
KPK, tapi juga mengubah cara kerja KPK. Dengan UU baru itu, KPK sepenuhnya
berbeda dengan KPK lama.
Perbedaan itu setidaknya mengacu pada tujuh poin Perbedaan itu
setidaknya mengacu pada tujuh poin dalam UU baru, yang sebenarnya sudah
mendapat penolakan keras dari publik salah satunya aksi reformasi di korupsi
yang melibatkan mahiswa dengan di sahkannya RUU KPK, serta para akdemisi
yang melakukan Petisi salah satunya di Semarang, akademisi membubuhkan
tanda tangan mereka pada petisi penolakan revisi UU KPK. Penggalangan tanda
tangan untuk petisi tersebut dilakukan di Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) Undip, Tembalang, Semarang mulai hari ini, Senin Dukungan
6 https://www.antaranews.com/berita/1304718/icw-penindakan-kasus-korupsi-pada-2019-turun-
drastis diakses pada 26 juli 2020
Universitas Sumatera Utara
5
tanda tangan menolak revisi UU KPK ini dibubuhkan dalam sebuah kain putih
sepanjang 10 meter. Tak hanya Dosen dan Staf Pengajar, sejumlah mahasiswa
pun diijinkan untuk menorehkan tanda tangan penolakannya terhadap revisi UU
KPK7.
Dan beberapa hal tersebut ialah dalam UU baru, yang sebenarnya sudah
mendapat penolakan keras dari publik. Pertama, penegasan kedudukan KPK
sebagai lembaga eksekutif sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 angka 3. Kedua,
dibentuknya Dewan Pengawas seperti termaktub dalam pasal 37A.
Ketiga, KPK meminta izin kepada Dewan Pengawas dalam penyadapan. Ini
termaktub dalam Pasal 12B, Pasal 12C, Pasal 37B, dan Pasal 47. Keempat, Pasal
40, KPK dapat menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).Kelima,
koordinasi kelembagaan KPK dengan penegak hukum sesuai dengan hukum acara
pidana, kepolisian, kejaksaan, dan kementerian atau lembaga lainnya dalam
pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana
korupsi. Keenam, penggeledahan dan penyitaan harus seizin Dewan Pengawas.
Ketujuh, status pegawai tetap akan berubah menjadi aparat sipil negara.
Penegasan KPK sebagai lembaga eksekutif membawa dampak serius.
Dibanding dengan UU lama yang menyebut KPK sebagai lembaga negara tanpa
embel-embel lembaga eksekutif, UU baru ini menyiratkan satu pesan bahwa KPK
secara hierarki kelembagaan berada di bawah Presiden sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi di bidang eksekutif.Karena ia merupakan lembaga yang
7 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190909154230-20-428803/revisi-uu-
amputasi-kpk-ramai-ramai-akademisi-tolak-ruu
Diakses pada tanggal 26 juli 2020
Universitas Sumatera Utara
6
berada di bawah Presiden, maka Presiden berhak melakukan pengawasan melalui
wakil-wakilnya yang ditempatkan di Dewan Pengawas. Dalam konteks ini,
Dewan Pengawas merupakan ancaman bagi independensi KPK.
Dewan Pengawas yang dimaksud dalam UU KPK yang baru ini berbeda
dengan Dewan Pengawas di lembaga negara pada umumnya. Selain memberikan
tugas pengawasan, UU baru ini juga memberikan tugas eksekutif, yang selama ini
menjadi kewenangan pimpinan KPK. Pasal 37B nomor 1 poin a dan b UU baru
KPK berbunyi, Dewan Pengawas bertugas: a. mengawasi pelaksanaan tugas dan
wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi; b. memberikan izin atau tidak
memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.Tugas
memberikan izin ini tidak lazim dimiliki oleh sebuah lembaga pengawasan.
Apalagi bagi KPK di mana sifat kepemimpinannya adalah kolektif kolegial,bukan
struktural.
Konsekuensi lain dari dimasukkannya KPK ke dalam rumpun eksekutif
adalah nasib pegawai. Karena KPK merupakan lembaga eksekutif, maka
pegawainya adalah aparatur sipil negara (ASN). Pasal 1 ayat 6 UU baru itu
berbunyi: Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan aparatur sipil negara.
Sebagai ASN, mereka memiliki atasan lain di luar kelembagaan KPK,
yaitu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia (Menpan RB).
Menteri ini dapat melakukan kontrol terhadap pegawai KPK, dan bahkan dapat
memberhentikannya jika dianggap tidak mematuhi kebijakan atau kemauan
Universitas Sumatera Utara
7
Menpan RB.Berubahnya status pegawai KPK juga akan mengubah mental mereka
menjadi birokrat. Gerak pegawai KPK yang selama ini gesit dan responsif akan
berubah layaknya seorang birokrat. Kritisisme dan independensi yang selama ini
menjadi ciri pegawai KPK akan hilang. Mereka akan memiliki mental yang sama
dengan ASN lainnya.Dengan perubahan postur kelembagaan dan cara kerja
seperti itu, dapatkah kita percaya bahwa UU KPK baru itu tujuannya adalah
penguatan?
Baik DPR maupun pemerintah tidak ada yang mengakui secara jantan bahwa
tujuan revisi UU KPK adalah untuk melemahkan. Semua lantang mengatakan
bahwa tujuannya adalah penguatan. Presiden Jokowi berkali-kali menegaskan
bahwa iatidak rela KPK dilemahkan. Tujuan revisi UU KPK dikatakan Jokowi
bukan untuk melemahkan, melainkan untuk menguatkan. 8
Yang terjadi bukan penguatan KPK secara kelembagaan, tetapi penguatan
kendali Presiden terhadap KPK. Jika Dewan Pengawas dipilih Presiden, dan untuk
melakukan pengawasan, penggeledahan, dan penyitaan harus seizin Dewan
Pengawas, maka jelas secara kasat mata bahwa Presiden memegang kendali penuh
atas kerja KPK.Dalam pelaksanaannya, bila nanti KPK mengendus adanya praktik
korupsi di satu kementerian, akan sangat sulit mendapatkan izin untuk melakukan
penyadapan dari Dewan Pengawas. Sebab sebagai wakilnya di KPK, orang yang
akan duduk di Dewan Pengawas pastinya akan meminta izin Presiden terlebih
dahulu.
8 https://news.detik.com/kolom/d-4711432/setelah-revisi-uu-kpk-disahkan
Diakses pada tanggal 26 juli 2020
Universitas Sumatera Utara
8
Dengan alur seperti ini, dapat dipahami kenapa inisiatif revisi UU KPK
muncul dari partai-partai di koalisi pendukung pemerintah Dan, kenapa pula
pembahasan revisi UU ini hanya memakan waktu 13 hari sejak dimunculkan jadi
pembahasan inisiatif DPR. Jawabannya adalah revisi UU KPK menguntungkan
Presiden. Dengan UU baru ini, Presiden lewat Dewan Pengawas bisa mengetahui
jika menteri atau koleganya di partai pendukung menjadi target KPK. Dengan
kata lain, UU KPK yang baru memungkinkan Presiden melakukan intervensi
terhadap kerja KPK.
Setelah revisi UU KPK disahkan, masa depan pemberantasan korupsi
berada di tangan Presiden. Mungkin KPK baru masih akan melakukan
penangkapan menteri, ketua DPR, ketua partai, dan kepala daerah yang korupsi.
Jika itu benar-benar terjadi, pastilah itu sudah seizin Presiden. Jika itu terjadi,
mungkin saja pendukungnya yang sekarang kecewa akan kembali memberikan
dukungan. Karena kini, KPK tidak lagi independen.9 Perlu adanya suatu
perbandingan mengenai lembaga anti korupsi di Indonesia maupun di Negara
tetangga tapi hanya melihat dari segi undang-undang .Berdasarkan deskripsi di
atas mulai dari KKN hingga Undang-undang KPK yang ternyata punya dampak,
maka perlu dilakukan pengkajian mengenai KPK mulai dari Undang undang serta
permasalahaan yang ada mengenai dewan pemgawaas dan peranananya dalam
memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.
9 https://news.detik.com/kolom/d-4711432/setelah-revisi-uu-kpk-disahkan
Diakses pada tanggal 26 juli 2020
Universitas Sumatera Utara
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah paparkan,dapat merumuskan
beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun
permasalahan yang akan di bahas di dalam skripsi ini adalah
1. Bagaimana fungsi dan tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan
Korupsi di Indonesia?
2. Bagaimana dengan dibentuknyaa Dewan Pengawas KPK dikaitkan
dengan penegakaan hukum tindak pidana korupsidi Indonesia?
3. Bagaimana dengan dewan pengawas lembaga anti korupsi di Negara
tetangga khususnya Malaysia dan Singapura?
C. Tujuan Penulisan Dan Manfaat Penulisaan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah Penulis kemukakan di atas,
maka dapat diketahui bahwa tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa fungsi dan tujuan dibentuknya komisi pemberantasaan
korupsi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui tentang fungsi dan tujuan terbentuknya dewan pengawas
komisi pemberantasaan korupsi di kaitkan dengan penegakkan tindak pidana
korupsi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana dewan pengawas lembaga anti korupsi di Negara
tetangga
Adapun manfaat yang hendak diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
10
1. Secara teoritis, kehadiran skripsi ini diharapkan dapat mengisi ruang-ruang
kosong dalam ilmu pengetahuan dan terkhusus pada tindak pidana khusus yaitu
tindak pidana korupsi sehingga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih
pemikiran yang berarti bagi perkembangan ilmu hukum di Indonesia demi
tercapainya keadilan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Skripsi ini
juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai penunjang materi pendidikan hukum,
khususnya pada kajian bidang pembaharuan dan pengembangan hukum pidana
atau kajian tentang tindak pidana khusus dan menambah atau memperkaya
pengetahuan dalam bidang ilmu hukum pidana yang dianggap masih terbatas
dalam perpustakaan Indonesia. Skripsi ini juga di harapkan bermanfaat bagi para
peneliti, yang berkeinginan melakukan studi atau penelitian mengenai
pengembangan dan pembaharuan hukum pidana khususnya tentang tindak pidana
korupsi dan komisi pemberantasan korupsi.
Secara praktis, kehadirin skripsi ini dapat menambah wawasan terhadap
para penegak hukum di Indonesia mengenai pelaksanaan undang undang agar
tidak terjadi kesalah pahaman antar penegak hukum dan juga menjadi
pengetahuaan baru kepada pemangku kekuasaan yaitu pemerintah yang membuat
aturan ataupun undang undang mengenai Tindak pidana korupsi maupun undang
undang Komisi pemberantasaan korupsi.
Universitas Sumatera Utara
11
D. Keaslian Penulisaan
Penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul
skripsi hukum pidana yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Universitas Sumatera Utara Utara, sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul
“Peranan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasaan Tindak PIdana Korupsi
Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi
PEmberantasaan Tindak Pidana Korupsi ”, guna mengetahui orisinalitas
penulisan. Perpusatakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui
surat tertanggal 21 januari 2021 (terlampir) menyatakan tidak ada judul yang
sama pada Arsip perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU/ Pusat
Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU.
Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media
internet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, tidak ada judul yang
sama dengan judul skripsi yang ditulis oleh penulis. Permasalahan yang dibahas
dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran penulis yang didasarkan pada
pengertian-pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh melalui
referensimedia cetak maupun media elektronik. Oleh karena itu, penulis
menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Penulisaan skripsi ini membahas tentang peranan dewan pengawas komisi
pemberantasaan tindak pidana korupsi ditinjau dari undang- undang nomor 19
Universitas Sumatera Utara
12
tahun 2019 tentang perubahan kedua atas undang- undang nomor 30 tahun 2002
tentang komisi pemberantasaan tindak pidana korupsi dengan kaitannya dari
tujuan KPK . Adapun Tinjauaan kepustakaan yang berkaitan dengan skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1. Tentang Sejarah Dibentuknya KPK
Salah satu warisan problem yang diberikaan oleh orde baru adalah soal
korupsi , kolusi dan nepotisme. Problem ini menjadi salah satu pemucu kuat
rubuhnya pemerintahaan orde baru yang kemudiaan melangkah masuk ke
reformasi. Di era Presiden Soeharto, sejalan dengan gaya otoriter kekuasannya,
korupsi, kolusi dan nepotisme merajelela. Akibatnya , korupsi bahkan dijadikan
budaya pemerintah, terkait dengan hal tersebut, Tim Lindsey(2002) secara sinis
meyebut korupsi di zaman orde baru ini menjadi system yang justru menjalankan
Negara, meski secara informal10
Setelah tumbangnya rezim orde baru, dimulai dengan lahirnya ketetapan
MPR Nomor. XI/MPR/1998 tentang penyelengaraan Negara yang bersih dan
bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Ketetapaan itu mengamanatkan
pemberantasaan korupsi yang tegas, sebagaimana tercantum dalam pasal4-nya,
“Upaya Pemberantasaan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara
tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat Negara, mantan pejabat Negara,
keluarga dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan
10 Zainal Arifin Mochtar: Lembaga Negara Indepeden (Jakarta, Raja Grafindo Persada 2016), hlm
81-82
Universitas Sumatera Utara
13
presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan
hak- hak asasi manusia.”11
Dan juga dalam Undang-undang Komisi Pemberantasaan Korupsi yang terbaru
dalam menimbang poin a, b dan c yang berisi
a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, perlu penyelenggaraan negara yang bersih dari kolusi, korupsi dan
nepotisme;
b. bahwa kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagai lembaga yang menangani perkara tindak pidana korupsi perlu
ditingkatkan sinergitasnya sehingga masing-masing dapat berdaya guna dan
berhasil guna dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan asas
kesetaraan kewenangan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia;
c. bahwa pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu
terus ditingkatkan melalui strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi yang komprehensif dan sinergis tanpa mengabaikan penghormatan
terhadap hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;12
11 Denny indrayana: Jangan Bunuh KPK (Malang,Cita Intrans Selaras 2016), hlm 34 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2OO2 TENTANG
KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Universitas Sumatera Utara
14
2. Tentang Dewan Pengawas KPK Menurut UU no 19 Tahun 2019
Menurut ketentuan dalam Pasal 21 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mencantumkan bahwa Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) terdiri atas:
a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang;
b. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang
Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal
21 tersebut, menunjukkan bahwa KPK itu terdiri atas 3 organ yaitu dewan
pengawas, pimpinan KPK, dan pegawai KPK. Ketentuan ini tumpang tindih
dengan ketentuan Pasal 37A ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam rangka
mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi
dibentuk Dewan Pengawas. Ketentuan dalam Pasal 37A ayat (1) ditegaskan lagi
dalam Pasal 37B ayat (1) huruf a yang menentukan bahwa salah satu tugas dewan
pengawas adalah mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Poin penting dari kedua pasal tersebut, bahwa dewan
pengawas itu bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
Padahal dewan pengawas itu bagian dari KPK ketika didasarkan pada ketentuan
Pasal 21. Lalu siapa KPK yang dimaksud? kalau KPK yang dimaksudkan itu
adalah KPK sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21, maka yang diawasi dewan
pengawas adalah dirinya sendiri (organnya sendiri), pimpinan KPK, dan pegawai
Universitas Sumatera Utara
15
KPK. Akan tetapi, kalau yang dimaksudkan adalah pimpinan dan pegawai KPK,
maka ketentuan dalam Pasal 37A ayat (1) dan Pasal 37B ayat (1) huruf a wajib
diubah.
a. Isi ketentuan Pasal 37A ayat (1) diubah menjadi “dalam rangka mengawasi
pelaksanaan tugas dan wewenang pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan
Korupsi dibentuk Dewan Pengawas”.
b. Isi ketentuan Pasal 37B ayat (1) huruf a diubah menjadi “mengawasi
pelaksanaan tugas dan wewenang pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan
Korupsi”. Ketentuan di beberapa pasal yang lain memuat status dewan pengawas
agak jelas, di mana menempatkan dewan pengawas sebagai pihak yang
mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang pimpinan dan/atau pegawai KPK.13
3. Fungsi Dewan Pengawas Dalam Berbagai Lembaga Penegak Hukum Di
Indonesia
A. Kepolisian
a.Inspektorat Pengawasan Umum Polri (Itwasum)
Itwasum atau Inspektorat Pengawasan Umum Polri adalah unsur pengawas dan
pembantu pimpinan pada tingkat Markas Besar (Mabes) Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) yang berada di bawah Kapolri secara intrnal. Itwasum dipimpin oleh
Inspektur Pengawasan Umum Polri disingkat Irwasum Polri dengan
pangkat Komisaris Jenderal Polisi.Itwasum bertugas membantu Kapolri dalam
13 Telaumbanua Dalinama, Februari 2020, “RESTRIKTIF STATUS DEWAN PENGAWAS KPK”.
Journal vol 8 no 1 http://journal.ipts.ac.id/index.php/ED/article/view/1545
Universitas Sumatera Utara
16
menyelenggarakan pengawasan internal, pemeriksaan umum, perbendaharaan,
dan akuntabilitas serta pemeriksaan dengan tujuan tertentu, penelahaan ulang
(review) laporan keuangan Polri serta memfasilitasi lembaga pengawasan
eksternal dalam lingkungan Polri
Dalam melaksanakan tugas, Itwasum menyelenggarakan fungsi:
Pengawasan dan pemeriksaan umum (Wasrik) bagi seluruh jajaran Polri yang
meliputi:pemberian arahan dan bimbingan atas penyelenggaraan fungsi Wasrik di
jajaran Polri serta pelaksanaan pengawasan melekat dalam lingkungannya;
1. Perumusan kebijakan penyelenggaraan pengawasan fungsional di lingkungan
Polri;
2. Perumusan, pengembangan sistem dan metode termasuk pedoman pelaksanaan
Wasrik;
3. Perencanaan kebutuhan personel termasuk pengajuan saran, pertimbangan
penempatan, pembinaan karier dan pembinaan kemampuan personel pengemban
fungsi Wasrik;
4. Pengumpulan, pengolahan dan penyajian data informasi hasil Wasrik;
5. Pengolahan dan penyajian data informasi tentang hasil pemeriksaan BPK RI,
serta evaluasi kegiatan komunikasi dan kinerja Kepala Satuan Kerja (Kasatker) di
lingkungan Polri.
Universitas Sumatera Utara
17
6. Penelaahan ulang (review) laporan keuangan Polri yang disusun oleh Pusat
keuangan Polri sebelum diserahkan kepada Kementerian Keuangan(Kemenkeu)
dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia(BPK RI); dan
1. Penganalisisan dan evaluasi hasil pelaksanaan Wasrik serta penyusunan
laporan akuntabilitas jajaran Polri;
2. Pengendalian mutu pelaksanaan Wasrik Itwasum Polri;
3. Pelaksanaan koordinasi penanganan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK
RI di lingkungan Polri;
4. Pelaksanaan kegiatan Wasrik umum baik yang terprogram (rutin) maupun
tidak terprogram (Wasrik khusus, Wasops, Wasrik tujuan tertentu, dan
Verifikasi) terhadap aspek manajerial untuk semua unit organisasi
khususnya proses perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian program
kerja serta pengelolaan dan administrasi anggaran dan perbendaharaan
yang meliputi:
5. Bidang operasional, termasuk pembinaan kesiapsiagaan dan dukungan
operasional serta sistem dan metode di lingkungan operasional;
6. Bidang SDM, termasuk pembinaan personel baik Polri maupun PNS serta
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan personel;
7. Bidang sarana dan prasarana, termasuk penggunaan materiil, fasilitas dan
jasa serta inventarisasi dan perbendaharaan; dan
8. Bidang anggaran dan keuangan, termasuk pembinaan anggaran serta
pengurusan perbendaharaan dan administrasi keuangan
Universitas Sumatera Utara
18
9. Penyusunan laporan hasil Wasrik termasuk saran tindak terhadap semua
penyimpangan pelaksanaan tugas Polri.14
b. KOMPOLNAS (Komisi Kepolisian Nasional)
KOMPOLNAS (Komisi Kepolisian Nasional) pada BAB III Peraturan
Presiden NO 17 Tahun 2011 FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG ialah
Fungsi Pasal 3 ayat (1) Kompolnas melaksanakan fungsi pengawasan fungsional
terhadap kinerja Polri untuk menjamin profesionalisme dan kemandirian Polri.
Ayat (2) Pelaksanaan fungsi pengawasan fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap kinerja
dan integritas anggota dan pejabat Polri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua Tugas Pasal 4 Kompolnas bertugas :
a. membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri; dan
b. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan
pemberhentian Kapolri.
Pasal 5 ayat (1) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a,Kompolnas mengusulkan arah kebijakan strategis Polri.
(2) Arah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman
dalam penyusunan kebijakan teknis Polri.
(3) Penyusunan arah kebijakan Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan bersama dengan Polri.
Pasal 6 (1) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam
14
Perpres No. 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Republik
Indonesia"
Universitas Sumatera Utara
19
Pasal 4 huruf b, Kompolnas memberikan pertimbangan
kepada Presiden atas hasil pemantauan dan evaluasi kinerja
terhadap :
a. Kapolri, dalam rangka memberikan pertimbangan pemberhentian; dan
b. Perwira Tinggi Polri dalam rangka memberikan pertimbangan pengangkatan
Calon Kapolri.
(2) Penyampaian pertimbangan kepada Presiden sebaga imana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.
Bagian Ketiga Wewenang
Pasal 7 Dalam menjalankan tugasnya, Kompolnas berwenang untuk :
a. mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada
Presiden yang berka it an dengan anggar an Kepolisian Negara Republik
Indonesia, pengembangan sumber daya manusia Polri, dan pengembangan sarana
dan prasarana Polri;
b. memberikan saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya
mewujudkan Polri yang profesional dan mandiri; dan
c. menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan
menyampaikannya kepada Presiden.
Pasal 8 (1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud Pasal
7 huruf a dan huruf b, Kompolnas dapat meminta data dan keterangan kepada
Anggota dan Pejabat di lingkungan Polri, instansi pemerintah, masyarakat
dan/atau pihak lain yang dipandang perlu.
Universitas Sumatera Utara
20
(2) Anggota dan pejabat Polri sesuai dengan tugas dan fungsinya memberikan
data dan keterangan yang diminta Kompolnas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
Pasal 9 Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf c, Kompolnas dapat melakukan
kegiatan :
a. menerima dan meneruskan saran dan keluhan masyarakat kepada Polri untuk
ditindaklanjuti;
b. meminta dan/atau bersama Polri untuk menindaklanjuti saran dan keluhan
masyarakat;
c. melakukan klarifikasi dan monitoring terhadap proses tindak lanjut atas saran
dan keluhan masyarakat yang dilakukan oleh Polri;
d. meminta pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan yang
telah dilakukan oleh satuan pengawas internal Polri terhadap anggota dan/atau
Pejabat Polri yang diduga melakukan pelanggaran disiplin
dan/atau etika profesi;
e. merekomendasikan kepada Kapolri, agar anggota dan/atau pejabat Polri yang
melakukan pelanggaran disiplin, etika profesi dan/atau diduga melakukan tindak
pidana, diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang
berlaku;
f. mengikuti gelar perkara, Sidang Disiplin, dan Sidang Komisi Kode Etik Profesi
Kepolisian.
Universitas Sumatera Utara
21
g. mengikuti pemeriksaan dugaan pclanggaran disiplin dan kode etik yang
dilakukan oleh anggota dan/atau Pejabat Polri.15
C. Komisi Kejaksaan RI
Komisi Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga non struktural
yang bertugas melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja
dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kode etik
baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan. Komisi Kejaksaan merupakan
lembaga non struktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
bersifat mandiri. Komisi Kejaksaan berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden. Komisi Kejaksaan mempunyai tugas :
a. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan
perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kode etik;
b. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap perilaku Jaksa
dan/atau pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan; dan
c. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja,
kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan
Kejaksaan.
Wewenang terdapat pada Pasal 4 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 Komisi Kejaksaan berwenang:
15
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 TAHUN 2011 Tentang Komisi Kepolisian
Nasional
Universitas Sumatera Utara
22
a.Menerima dan menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat tentang
kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya;
b. Meneruskan laporan atau pengaduan masyarakat kepada Jaksa Agung untuk
ditindaklanjuti oleh aparat pengawas internal Kejaksaan;
c. Meminta tindak lanjut pemeriksaan dari Jaksa Agung terkait laporan
masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan;
d. Melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan
yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan;
e. Mengambil alih pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas
internal Kejaksaan; dan
f. Mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.16
d. Keputusaan Mahkamh Agung / 104 A/SK/XII/ 2006 tanggal 22 Desember
2006 Tentang Pedoman Perilaku Hakim
Dalam Keputusaan Mahkamah Agung Pengertian Pasal Dalam Keputusan ini
yang dimaksud dengan
a. Pedoman Perilaku Hakim, adalah panduan keutamaan moral bagi setiap Hakim,
baik dalam menjalankan tugas maupun dalam hubungan kemasyarakatan
16 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan
Universitas Sumatera Utara
23
sebagaimana diatur di dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor: KMA/ 104 A/SK/XII/ 2006 tanggal 22 Desember 2006
Tentang Pedoman Perilaku Hakim
b. Hakim, adalah Pejabat Negara yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman
yang meliputi:
1. Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia
2. Hakim Tinggi pada Pengadilan Tingkat Banding
3. Hakim pada Pengadilan Tingkat Pertama
4. Hakim Pengadilan Pajak 5. Hakim Ad Hoc pada pengadilan-pengadilan khusus
di pengadilan tingkat kasasi, banding, dan pengadilan tingkat pertama
c. Pimpinan Pengadilan, adalah
1. Pada Mahkamah Agung: Ketua, Wakil Ketua Bidang Yudisial, Wakil Ketua
Bidang Non Yudisial, dan Ketua Muda-Ketua Muda.
2. Pada Pengadilan Tingkat Banding: Ketua dan Wakil Ketua
3. Pada Pengadilan Tingkat Pertama: Ketua dan Wakil Ketua
4. Pada Pengadilan Militer Tingkat Pertama dan Tingkat Banding: Kepala dan
Wakil Kepala17
17 KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:
215/KMA/SK/XI1/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEDOMAN PERILAKU
HAKIM KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Universitas Sumatera Utara
24
F. Metode Penelitian
Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”,
namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan
kemungkinankemungkinan, sebagai berikut:
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian,
2. Teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,
3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.18
Dalam penulisan skripsi ini secara menyeluruh menggunakan etode penelitian
hukum meliputi :
1. Jenis penelitian penelitian skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif
(yuridis normatif). Yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif
dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perudang-undangan yang
mengatur terhadap permasalahan di atas, baik undang-undang yang mengatur
tentang korupsi, KPK, dan Dewan Pengawas KPK maupun yang mengatur
tentang ruang lingkup pemberlakuan hukum pidana Indonesia serta bahan-bahan
yang berkaitan dengan permasalahan pada skripsi ini, yaitu dengan melakukan
analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan asas-asas hukum serta
mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-
undangan yang berkaitan.Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian
yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder
18
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali Press,
2010), hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
25
yang digunakan. Sedangkan yang bersiat normative maksunya penelitian hukum
yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normative tentang hubungan
antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.
2. Sumber Data Data yang digunakan dalam skripsi ini diperoleh dari :
a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah norma atau kaedah dasar,
bahan hukum yang mengikat seperti undang-undang KPK, Tindak Pidana
Korupsi serta peraturan yang dapat mendukung bahan tersebut
b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi19
, jadi bahan hukum
sekunder ini bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, dalam
hal ini bahan acuan yang erisikan informasi tenatang bahan primer yaitu berupa
tulisan/buku yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan yang meberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder ialah,
Kamus Hukum, ensiklopedia, karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar,
internet, dan lain-lain.20
19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Kencana Prenada Media Group : Jakarta, 2009),
hlm. 41. 20 Amiruddin, H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, , PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
26
3. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah dengan cara penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu penelitian terhadap literature-literatur
untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang digunakan sebagai dasar analisis
tehadap substansi pembahasan dalam penulisan skripsi ini.
4. Analisis Data Analisis data yakni dengan analisis secara kualitatif.data
sekunder dan data primer yang diperoleh kemudian dianalisi secara kualitatif
untuk menjawab permasalahan skripsi ini, yaitu dengan apa yang diperoleh dari
bahan kepustakaan yang kemudian dipelajari secara utuh dan menyeluruh
sehingga memperoleh jawaban permasalahan pada skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dan Penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar
terciptanya karya ilmiah yang baik. Maka dari itu, penulsi membagi skripsi ini
dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika
penulisan yang terdapat didalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada Bab ini dikemukakan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah,
Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,
Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan, yang semuanya berkaitan dengan
Peranan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi
Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahaan
Universitas Sumatera Utara
27
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi.
BAB II : FUNGSI DAN TUJUAN DIBENTUKNYA KOMISI
PEMBERANTASAAN KORUPSI di INDONESIA
Pada Bab ini dikemukakan apa fungsi dan tujuaan terbentuknya KPK diliat
dari sejarah terciptannya lembaga anti korupsi di Indonesia, apa itu kpk hingga
tugas dan kewenangannya dihubungkaan dengan undang undang ataupun
pengaturaan yang ada sebelum dan sesudah KPK dibentuk di Indonesia serta
bagaimana Pengaturaan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi .
BAB III: DIBENTUKNYAA DEWAN PENGAWAAS KPK DIKAITKAAN
DENGAN PENEGAKAAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI di
INDONESIA
Pada Bab ini akan dikemukakan bagaimana urgensi terbentuknya Dewan
Pengawas KPK dikaitkan penegakaan hukum tindak Pidana Korupsi di
Indonesia.
BAB IV: DEWAN PENGAWAS LEMBAGA ANTI KORUPSI DI NEGARA
MALAYSIA DAN SINGAPURA
Pada Bab ini akan menjadi sedikit perandingan mengenai lembaga anti
korupsi di Negara tetangga khusus tentang dewan pengawaas atau lembaga
pengawasan.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB V: PENUTUP
Pada Bab terkahir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal
hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi penulisan
skripsi ini, dan saran-saran yang penulis ciptakan dalam kaitannya dengan
masalah yang dibahas.
Universitas Sumatera Utara
29
BAB II
FUNGSI DAN TUJUAN TERBENTUKNYA KOMISI
PEMBERANTASAAN KORUPSI DI INDONESIA
A. Latar Belakang Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi di
Indonesia
Sebelum melihat Apa itu fungsi dan tujuan Komisi Pemberantasan
Korupsi Indonesia terlebih dahulu melihat sejarah terbentuknya lembaga ini atau
pun lembaga anti korupsi sebelum KPK diciptakan.
1.Lembaga Anti korupsi Di Masa Orde Lama
Seiring dengan berkembangnya kehidupan bernegara, wabah korupsi juga Mulai
memasuki beroperasi di tanah air. dalam waktu tidak terlalu lama, satu dekade
sejak kemerdekaan, korupsi sudah mulai menjadi persoalan kebangsaan. maka
disamping mulai mendorong lahirnya hukum positif anti korupsi, institusi yang
diberikan kewenangan khusus memberantas korupsi juga Mulai dimunculkan.
a.Badan koordinasi penilik harta benda (16 April 1958)
Badan koordinasi penilik harta benda inilah yang merupakan lembaga
pertama dalam sejarah republik dengan kewenangan yang mencakup upaya anti
korupsi. badan ini menunjukkan bahwa konsep pelaporan harta kekayaan oleh
penyelenggara negara sebagaimana yang sekarang menjadi kewenangan KPK
bukanlah ide baru. sistem ini sudah ada sejak lama dan terus berkembang hingga
kini sebagai salah satu mekanisme pencegahan tindak pidana korupsi.21
21 Denny Indrayana, Jangan Bunuh KPK,(Malang:Cita Intrans Selara,2016) hlm 10,
Universitas Sumatera Utara
30
b.Badan pengawas kegiatan Aparatur Negara atau (bapekan).( 1959 - 1962)
Dalam Perpres Nomor 1 tahun 1959 tentang badan ini Memang tidak ada
kata korupsi sama sekali. jika membaca aturan pembentukan itu kesan yang
muncul ialah lebih merupakan upaya kontrol presiden kepada birokrasi. namun,
Dalam praktiknya lembaga ini diberi kewenangan untuk menerima pengaduan
dari siapapun terhadap ketidak beresan Aparatur Negara. meski ada pula
pengaduan kasus korupsi akhirnya mayoritas pengaduan yang diterima bukan
mulai tromol nomor 8 di antara kasus korupsi Yang dilaporkan di antaranya
terkait kekayaan yang tidak wajar Penyimpangan di instansi militer dan
penyalahgunaan kekuasaan oleh seorang pejabat publik atas sang pejabat publik
itu kemudian tidak ada kelanjutannya lagi dari pelapor sendiri.22
c. Panitia retooling Aparatur Negara ( Paran) I ( 1960- 1963)
Lembaga ini terbentuk pada tahun 1960 saat badan pengawas kegiataan
aparatur Negara masih ada. Panitia retooling aparatur negara dibentuk
berdasarkan keputusan Presiden Nomor 10 tahun 1960.Dalam suratnya kepada
para pimpinan negara tertanggal 9 September 1960 lembaga ini menguraikan
beberapa pemaknaan terkait kelembagaannya kata retooling diartikan sebagai
pembongkaran susunan peralatan yang efisien dengan penggantian susunan
peralatan yang baru. Ia adalah ordening baru atau herordening,Atau suatu usaha
mengadakan perlombaan dalam jiwa susunan dan tata kerja dan perorangan dari
semua badan-badan kelengkapan negara dalam bidang legislatif eksekutif dan
22
Ibid
Universitas Sumatera Utara
31
lain-lain lapangan di pusat maupun di daerah-daerah untuk disesuaikan dengan
manifesto atau politik dan guna secara efisien mencapai tujuan negara dalam
jangka pendek maupun jangka panjang dengan pengertian demikian sepertinya
tidak ada terlalu jelas peran-peran dalam agenda anti korupsi paling tidak jika
dibandingkan dengan berpakaian yang digantikannya.23
d. Paran II/Operasi Budi
Pada tahun 1963 melalui Keputusan Presiden Nomor 277 tahun 1963
upaya pemberantasan korupsi kembali dilakukan melalui Keputusan Presiden
tersebut diperkenalkan dengan istilah operasi budi. Jenderal AH Nasution yang
saat itu menjabat sebagai Menkohankam Kembali diangkat sebagai ketua kali
ini Dibantu oleh wirjono prodjodikoro Kusumo tugas mereka lebih berat itu
memutuskan kasus-kasus meja pengadilan. sasaran kerja operasi Budi adalah
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang
dianggap rawan praktik korupsi dan kolusi. namun, kerja operasi Budi tidak
berjalan mulus. contohnya, Dalam hal pemeriksaan meskipun menghadapi banyak
tantangan dalam kurun waktu 3 bulan sejak operasi Budi dijalankan, keuangan
negara dapat diselamatkan sebanyak kurang lebih 11 miliar suatu jumlah yang
cukup banyak untuk ukuran pada saat itu.namun keberhasilan demikian Sekali
lagi bukan jaminan bagi keselamatan lembaga anti korupsi justru sebaliknya, jika
mulai berhasil, maka lembaga anti korupsi makin terancam dibubarkan titik
demikian pula halnya dengan operasi Budi, keberhasilan kerjanya justru dianggap
mengganggu pamor Presiden Soekarno, Ada catatan yang menyebabkan operasi
23 Ibid
Universitas Sumatera Utara
32
Budi akhirnya bubar salah satunya karena persoalan persaingan politik antara
angkatan darat dan PKI di tingkat nasional yang ikut melemahkan operasi Budi.24
e. Komando retooling aparatur revolusi (Kotrar) (1964- 1967)
Berbeda dengan lembaga antikorupsi sebelumnya Keppres mengatur
bahwa ketua lembaga anti korupsi ini adalah presiden Soekarno sendiri yang
kemudian dibentuk oleh Subandrio Ahmad Yani dan wiriadinata titik dapat di
argumen kan bahwa posisi kedua code yang langsung dipegang oleh Presiden
sejalan dengan alasan pembubaran Paran, yang tugas-tugas antikorupsi nya
dianggap melewati prestise presiden sayangnya jabaran tugas tidak secara tegas
mengatur soal pemberantasan korupsi di dalam Keppres 98 tahun 1964 tugas
hanya disebut untuk, memupuk memelihara dan mengusahakanagar supaya alat-
alat revolusi memperoleh hasil yang efektif efektifnya dan seefisien efisiennya
dalam kegiatan untuk pencapaian tujuan revolusi kitaTitik lembaga tersebut yang
awalnya dimaksudkan melanjutkan tugas Paran atau operasi Budhi untuk
memberantas korupsi namun akhirnya tidak mempunyai rekam jejak
pemberantasan korupsi.25
2. Lembaga Antikorupsi Di Masa Orde baru
Sama halnya dengan di orde lama lembaga anti korupsi di masa orde baru juga
menghadapi berbagai tantangan dan tantangan dalam melaksanakan tugasnya.
sejarah mencatat, berbagai lembaga anti korupsi hidup dan lalu mati, dalam
perjuangan memberantas korupsi sesuatu yang juga terjadi di orde lama. Berikut
beberapa lembaga anti korupsi di masa orde baru yaitu
24 Ibid 25 Ibid
Universitas Sumatera Utara
33
A. Tim pemberantasan korupsi
B. Komisi 4 (1970)
C Operasi penertiban ( 1977-1981)
D. Tim pemberantasan korupsi ( 1982)
Namun, Tim Pemberantsaan Korupsi generasi Kedua ini nasibnya bahkan lebih
tidak jelas dibandingkan Pendahulunnya. Tanpa dasar hukum pembentukaanya,
maka kehidupaanya pun makin tidak pasti, dan tidak terdengar kiprahnya. Tidak
ada pula data tentang hasil kerja dari tim pemberarantasaan korupsi.
3. Lembaga Anti korupsi Di Era Reformasi
Diera reformasi tuntutan pemberontakan Korupsi atau yang lebih dibahas
bukan sebagai KKN korupsi kolusi dan nepotisme semakin nyaring disuarakan.
bersama-sama dengan amandemen undang-undang 1945 dan penghapusan
dwifungsi ABRI Pemberantasan Korupsi adalah amanat gerakan reformasi pada
era inilah kemudian dong nomor 3 tahun 1971 digantikan dengan undang-undang
nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang
kemudian diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 komandan
diteguhkan dengan ratifikasi United Nations convention against corruption
melalui undang-undang nomor 7 tahun 2006 disamping aturan hukum materiil
korupsi, di era reformasi kelembagaan anti korupsi juga mengalami pasang surut
hidup dan mati lembaga-lembaga itu adalah:
a. Komisi pemeriksa kekayaan penyelenggara negara (KPKPN) (1999)
b. Tim gabungan pemberantasan tindak pidana korupsi (TGTPK) (2000-
2001)
Universitas Sumatera Utara
34
c. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (2002 - sekarang)
d. Tim koordinasi pemberantasan tindak pidana korupsi (Tim Tas Tipikor)
(2005-2008)26
4.Sejarah Terbentuknya KPK
Setelah melihat sejarah kelembagaan anti korupsi di Indonesia mulai dari
masa ordelama hingga reformasi yang kita tahu tidak bisa menjawab
pemberantasaan tindak pidana korupsi di Indonesia saatnya kita liat bagaimana
sejarah terbentuknya komisi pemberantasaan korupsi di Indonesia.Dalam sejarah
terbentuknya KPK diketahui bahwa KPK didirikan pada tahun 2002 oleh Presiden
Megawati Soekarnoputri, karena pada saat itu Megawati melihat bahwa institusi
kejaksaan dan kepolisian dinilai tidak mampu untuk menangkap koruptor. Ide
untuk membentu KPK sudah muncul jauh hari sebelumnya pada masa Presiden
BJ Habibie yang mengeluarkan UU nomor 28 tahun 1999 mengenai
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Kemudian UU tersebut
diawali dengan pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN,
KPPU atau lembaga Ombudsman.27
Dari Politik hukum pembentukan KPK dimulai dalam satu tarikan nafas
dengan upaya memberantas KKN korupsi kolusi nepotisme, yang merupakan
salah satu amanat gerakan reformasi setelah tumbangnya rezim orde baru. dimulai
dengan lahirnya ketetapan MPR nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas korupsi kolusi dan nepotisme. ketetapan itu
26 Denny Indrayana, Jangan Bunuh KPK,(Malang:Cita Intrans Selara,2016) hlm 30 27 https://sejarahlengkap.com/organisasi/sejarah-terbentuknya-kpk diakses tanggal 19
agustus 2020.
Universitas Sumatera Utara
35
mengamanatkan pemerintah korupsi yang tegas sebagaimana tercantum pada
pasal 4 „‟ korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan Secara tegas terhadap
siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga ga dan
kroninya maupun pihak swasta atau konglomerat termasuk mantan presiden
Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga takbersalah dan hak hak
asasi manusia. 28
1.Tugas, wewenang dan Fungsi KPK
Pengertian dari undang undang KPK dalam pasal 3 ialah „‟Komisi
Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan
eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen
dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun‟‟.29
Ada pun Tugas, wewenang, dan kewajiban Komisi Pemberantasaan korupsi
menurut Peraturaan perundang -undangan ialah di dalam Pasal 6
Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan:
a. tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi;
b. koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melalsanakan pelayanan
publik;
c. monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;
28 Indrayana, jangan bunuh kpk… halaman 34 29 ibid
Universitas Sumatera Utara
36
d. supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
e. penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi; dan
f. tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Setelah adanya tugas KPK maka selanjutnya didalam tugas tersebut terdapat
Wewenang komisi pemberantasaan korupsi terdapat dalam Pasal 7 (1) Dalam
melaksanakan tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a,
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan
penyelenggara negara;
b. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c. menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jejaring
pendidikan;
d. merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
e. melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat; dan
f. melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
(2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Komisi Pemberantasan Korupsi wajib membuat laporan pertanggungJawaban 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
37
Pasal 8
Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;
c. meminta informasi tentang kegiatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
kepada instansi yang terkait;
d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang dalam melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan
e. meminta laporan kepada instansi berwenang mengenai upaya pencegahan
sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugas monitor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf
c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua
lembaga negara dan lembaga pemerintahan;
b. memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan lembaga pemerintahan
untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem
pengelolaan administrasi tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya Tindak
Pidana Korupsi; dan
Universitas Sumatera Utara
38
c. melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Ralryat
Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi
Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan
tidak dilaksanakan.
Pasal 10
(1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan,
penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan
wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas supervisi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
9. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1OA,
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10A
(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/ atau
penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh
kepolisian atau kejaksaan.
(2) Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti;
b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda
tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan;
Universitas Sumatera Utara
39
c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak
Pidana Korupsi yang sesungguhnya;
d. penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;
e. hambatan penaganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari
pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan,
penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan
dan/atau penuntutan, kepolisian dan/atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka
dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan
paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal permintaan
Komisi Pemberantasan Korupsi.
(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat
dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan
kewenangan kepolisian dan/atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
(5) Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengambil alih penyidikan dan/ atau
penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan kepada
penyidik atau penuntut umum yang menangani Tindak Pidana Korupsi.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e,
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang:
Universitas Sumatera Utara
40
a. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang
ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum atau Penyelenggara Negara; dan/ atau
b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
(2) Dalam hal Tindak Pidana Korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi wajib menyerahkan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/ atau kejalsaan.
(3) Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan supervisi terhadap
penyelidikan,penyidikan, dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)
Pasal 12
(1) Dalarn melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang
melakukan penyadapan.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
a. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang
bepergian ke luar negeri;
b. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang
keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang di periksa;
Universitas Sumatera Utara
41
c. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain
yang terkait;
d. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan
sementara tersangka dari jabatannya;
e. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada
instansi yang terkait;
f. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan
perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang
dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang
diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan Tindak
Pidana Korupsi yang sedang diperiksa;
g. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain
untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar
negeri; dan
h. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani.
Dalam melaksanakan tugas penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf e, penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan koordinasi
sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
42
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan
setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.
(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan permintaan secara tertulis dari Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi.
(3) Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 paling lama I x 24 (satu kali dua puluh
empat) jam terhitung sejak permintaan diajukan.
(4) Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis
dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyadapan
dilakukan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan
dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 12c
(1) Penyelidik dan penyidik melaporkan Penyadapan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) yang sedang berlangsung kepada Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi secara berkala.
(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai
dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak Penyadapan selesai dilaksanakan.
Pasal 12D
Universitas Sumatera Utara
43
(1)Hasil Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bersifat
rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
(2)Hasil Penyadapan yang tidak terkait dengal Tindak Pidana Korupsi yang
sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi wajib dimusnahkan seketika.
(3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (21 tidak
dilaksanakan, pejabat dan/atau orang yang menyimpan hasil Penyadapan dijatuhi
hukuman pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas untuk melaksanakan penetapan hakim dan
putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f, Komisi
Pemberantasan
Korupsi berwenang melakukan tindakan hukum yang diperlukan dan dapat
dipertanggungiawabkan sesuai dengan isi dari penetapan hakim atau putusan
pengadilan.
Selanjutnya melihat bagaimana kewajiban KPK yang terdapat dalam pasal 15
yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban:
a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan
laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya Tindak Pidana
Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan
bantuan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan hasil
Universitas Sumatera Utara
44
penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang ditanganinya;
c. menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik
Indonesia, Dewan Perwakilan Ralryat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa
Keuangan;
d. menegakkan sumpah jabatan;
e. menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan
f. menyusun kode etik pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.30
B. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Setelah melihat bagaimana sejarah kelembagaan Anti korupsi hingga
melihaat KPK mulai dari terbentuknya serta apa tugas, wewenang dan
kewajibannya yang tujuannya adalah memberantaas tindak pidana korupsi di
Indonesia, maka selanjutnya akan membahas mengenai bagaimana pengaturaan
hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.
1. Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia
Dasar Hukum adalah norma hukum yang menjadi landasan bagi setiap
tindakan hukum oleh subjek hukum baik orang perorangan ataupun yang
berbentuk badan hukum. Selain itu dasar hukum juga dapat berupa norma hukum
atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih baru dan atau
yang lebih rendah derajatnya dalam hirarki atau tata urutan peraturan
30 Undang-undang Republik Indonesia NO 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasaan
Tindak PIdana Korupsi
Universitas Sumatera Utara
45
perundangundangan. Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-
aturan yang jika di langgar mengakitbatkan sanksi tegas dan nyata. Sumber
hukum atau dasar hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan
yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya31
.
Pada dasarnya aturan-aturan yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi
yang tegas dan nyata. Para ahli membedakan sumber hukum ke dalam 2 (dua)
bagian, yaitu Sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti
formal. oleh masyarakat.
a.Sumber Hukum dalam arti material, yaitu: suatu keyakinan/ perasaan hukum
individu dan pendapat umum yang menentukan isi hukum. Dengan demikian
keyakinan/ perasaan hukum individu (selaku anggota masyarakat) dan juga
pendapat umum yang merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pembentukan hukum.
b.Sedangkan sumber hukum dalam arti Formal, yaitu: bentuk atau kenyataan
dimana kita dapat menemukan hukum yang berlaku. Jadi karena bentuknya itulah
yang menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui, dan ditaati.
Menurut Undang-undang No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, berikut adalah tata urutan sumber-sumber hukum di
31
R.Suroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Grafika, 2005), hal.117-118
Universitas Sumatera Utara
46
Republik Indonesia:32
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta
Amandemennya
2. Undang-undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
3. Peraturan Pemerintah
4. Penetapan Presiden
5. Peraturan Daerah, yang dapat dibagi menjadi: Peraturan Daerah Provinsi
(Tingkat I), Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Tingkat II), Peraturan
Daerah Desa
Sumber hukum yang dikenal di Indonesia terbagi dalam beberapa kategori, yaitu
sebagai berikut :
1. Sumber – sumber hukum materil ini dapat ditinjau dari segi atau beberapa
sudut, yaitu sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya;
2. Sumber hukum formil terbagi lagi kedalam berbagai bagian, antara lain
yaitu; Undang – Undang, Kebiasaan, Keputusan Hakim ((yurisprudence),
Traktat (treaty), dan Pendapat Para Sarjana (doktrin).33
32
Undang-undang No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 33
CST.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1989), hal,46
Universitas Sumatera Utara
47
2. Undang- undang Tindak Pidana Korupsi
Untuk Pengaturan Hukum tindak pidana Korupsi di Indonesia sendiri,
adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001, hal ini sesuai dengan keputusan Tap. MPR Nomor XI/MPR/1998
kemudian ditetapkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mulai
berlaku sejak tanggal 16 Agustus 1999, dan dimuat dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140. Namun kemudian diadakan
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tersebut dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 134 yang mulai berlaku pada tanggal 21 November 2001.
Alasan diadakannya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
dapat diketahui dari konsiderans butir b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,
yaitu antara lain untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman
penafsiran hukum, memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat, serta perlakuan adil dalam memberantas tindak pidana
korupsi.
Universitas Sumatera Utara
48
a. Undang- undang No 31 Tahun 1999
a. Bahwa tindakan pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus
diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan
kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;
c. Bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih
efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi; d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan e perlu
dibentuk Undang-undang yang baru tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IX/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
Universitas Sumatera Utara
49
Pada undang undang ini pada BAB II menyebutkan tindak pidana korupsi
Pasal 2
(1). Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2). Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
b.Undang-undang No 20 Tahun 2001
Undang undang ini mengatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama
ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga
telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
50
secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan
yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa kemudian untuk lebih
menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan
memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta
perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan
perubahan atas Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi; c berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud ,
perlu membentuk Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar
1945; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981. Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3851; 4. Undang-undang No.31 Tahun 1999tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874);
Dalam UU nomor 20 tahun 2001 pengertian korupsi tidak di paparkan
secara jelas tapi pengertian mengenai tiddak pidana korupsi terdapat pada bab 2
pasal dua yang berbunyi “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara
Universitas Sumatera Utara
51
dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah).”34
Dalam penegakaan Tindak pidana korupsi di Indonesia sebelum terbitnya
UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK dipakai Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana ( KUHP), meskipun tidak secara explisit menggunakan terminology
korupsi dalam rumusaan tindak pidana ( rumusan delik), beberapa pasal dalam
KUHP,(di antaranya pasal 209,210,418,419, dan pasal 420 KUHP), sesungguhnya
mengandung hakikat tindak pidana krupsi. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan
perkembangan masyarakat, terutama sekali semenjak proklamasi kemerdekaan
Indonesia, ternyata pola perilaku koruptif mempunyai potensi yang cukup tinggi
untuk dijangkau oleh rumusaan hukum pidana yang terdapat di dalam kodifikasi,
terdapat ciri-ciri khusus yang melekat di dalam tindak pidana korupsi sebagai
salah satu bentuk” white collar crime” ( kejahatan yang dilakukaan oleh orang-
orang yang memiliki kedudukan social yang tertinggi dan terhormat dalam
pekerjaanya)35
Setelah lahirnya Undamg- undang Tindak Pidana korupsi penindakannya ialah
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 2001 hanya memberikan
kualifikasi/pengelompokan mengenai jenis/bentuk Tindak Pidana Korupsi, yakni:
34
Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi 35 Elwi Danil, Korupsi ; Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm. 72.
Universitas Sumatera Utara
52
a) Kerugian keuangan negara (Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi);
b) Suap-menyuap (Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat
(1) huruf a, huruf b, Pasal 11, Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, Pasal 13
UU Tindak Pidana Korupsi);
c) Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 hurf a, huruf b, huruf c
UU Tindak Pidana Korupsi);
d) Pemerasan (Pasal 12 hurf e, huruf g, huruf f);
e) Perbuatan curang (Pasal 7 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, pasal 7
ayat (2), pasal 12 huruf h UU Tindak pidana korupsi),;
f) Benturan kepentingan dalam pegandaan (Pasal 12 huruf i UU TIPIKOR);
g) Gratifikasi (Pasal 12 B jo. Pasal 12 C UU Tindak Pidana Korupsi ).
Selain defenisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu :
a) Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi (Pasal 21 UU TIPIKOR);
b) Tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan tidak benar (Pasal 22
jo. Pasal 28 UU Tindak Pidana Korupsi);
c) Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka (Pasal 22 jo. Pasal
29 UU Tindak Pidana Korupsi);
d) Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
(Pasal 22 jo. Pasal 35 UU TIPIKOR);
Universitas Sumatera Utara
53
BAB III
DIBENTUKNYA DEWAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAAN
KORUPSI DIKAITKAN PENEGAKAAN HUKUM TINDAK PIDANA
KORUPSI di INDONESIA
A. Latar Belakang Dibentuknya Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK)
Setelah membahas atau mengkaji mengenai Terbentuknya KPK hingga
pengaturan hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia, sekarang akan
membahas mengenai Dewan Pengawas KPK, yang diketahui badan ini baru
dibentuk setelah revisi undang-undang KPK dan menuai berbagai macam
perdebataan. Maka dari itu mari liat latar belakang terbentuknya Dewan
Pengawas KPK tersebut.
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia arti kata pengawas ialah „‟orang
yang mengawasi‟‟ sedangkan Dewan Menurut KBBI ialah majelis atau badan
yang terdiri atas beberapa orang anggota yang pekerjaannya memberi nasihat,
memutuskan suatu hal, dan sebagainya dengan jalan berunding36
. Jadi dengan
demikian arti Dewan Pengawas Ialah kumpulan orang yang mengawasi, memberi
nasihat, memutuskan suatu hal, dan sebagainya dengan jalan berunding.
Kontrol atau pengawasan adalah fungsi di dalam manajemen fungsional
yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan semua unit/satuan kerja terhadap
pelaksanaan pekerjaan atau pegawai yang melaksanakan sesuai dengan tugas
36 KBBI (Kamus Besar Bahasa Indoneisa)
Universitas Sumatera Utara
54
pokoknya masing-masing. Dengan demikian, pengawasan oleh pimpinan
khususnya yang berupa pengawasan melekat (built in control), merupakan
kegiatan manajerial yang dilakukan dengan maksud agar tidak terjadi
penyimpangan dalam melaksanakan pekerjaan. Suatu penyimpangan atau
kesalahan terjadi atau tidak selama dalam pelaksanaan pekerjaan tergantung pada
tingkat kemampuan dan keterampilan pegawai.
Muchsan berpendapat sebagai berikut: “Pengawasan adalah kegiatan
untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan
pengawasan hanya terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan
telah sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini
berwujud suatu rencana atau plan)”37
Kehadiran komisi negara independen yang sebagian besar diantaranya
difungsikan sebagai lembaga pengawas, telah memunculkan pertanyaan
mendasar, lembaga apakah yang ditugaskan menjadi pengawas atas Komisi
Pemberantasan Korupsi?38
Terdapat beberapa lembaga yang dapat mengawasi KPK:
a Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR adalah salah satu lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan
rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang
dipilih melalui pemilihan umum. DPR merupakan perwakilan politik (political
representation) organ pemerintahan yang bersifat sekunder sedangkan rakyat
37 Ni‟matul Huda, Pengawasan Pusat terhadap Pusat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, FH UII Press,Yogyakarta ,2007, hlm.33 38
Zainal Arifin Mochtar, Lembaga Negara Independen, Rajawali Press, Jakarta, 2016.hlm 40
Universitas Sumatera Utara
55
bersifat primer, sehingga melalui DPR kedaulatan rakyat bisa tercapai.Secara
umum, dipahami oleh masyarakat bahwa fungsi DPR meliputi fungsi legislatif, fungsi
pengawasan dan fungsi budget. Diantara ketiga fungsi tersebut terdapat fungsi
pengawasan yang dapat DPR gunakan untuk melakukan pengawasan terhadap KPK.
DPR dapat melakukan pengawasan terhadap suatu kebijakan serta pelaksanaan tugas-
tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
b Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Ide pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan berasal dari bahasa belanda yaitu
raad van rekenkamer . Beberapa negara lain juga mengadakan lembaga yang
semacam ini untuk menjalankan fungsi-fungsi pemeriksaan atau sebagai external
auditor terhadap kinerja keuangan pemerintah. Fungsi pemeriksaan keuangan
yang dikaitkan dengan lembaga ini sebenarnya berkaitan erat dengan fungsi
pengawasan oleh parlemen. Oleh karena itu, kedudukan kelembagaan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) ini sesungguhnya berada dalam ranah kekuasaan
legislative atau sekurang-kurangnya berhimpitan dengan fungsi pengawasan yang
dijalankan oleh DPR. Oleh karena itu, laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan ini harus dilaporkan atau disampaikan kepada
DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Berkaitan dengan pengawasan terhadap KPK, BPK dapat melakukan
pengawasan dengan cara melakukan pengawasan atas penggunaan keuangan
negara meliputi pengauditan terhadap penggunaan uang negara dan pengauditan
terhadap kinerja KPK itu sendiri baik itu di bidang penindakan maupun
Universitas Sumatera Utara
56
pencegahan seperti yang telah dipaparkan diatas. dilaporkan atau disampaikan
kepada DPR untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.39
Berkaitan dengan pengawasan terhadap KPK, BPK dapat melakukan
pengawasan dengan cara melakukan pengawasan atas penggunaan keuangan
negara meliputi pengauditan terhadap penggunaan uang negara dan pengauditan
terhadap kinerja KPK itu sendiri baik itu di bidang penindakan maupun
pencegahan seperti yang telah dipaparkan diatas.
c Dewan Pengawas
Mulai dari tahun 2010 sampai 2019 terjadi pembahasan mengenai revisi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pembahasan revisi Undang-Undang ini menuai pro dan kontra baik dari politisi
maupun rakyat awam sekalipun. Subtansi yang menjadi tawaran dalam revisi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi,
satu diantaranya adalah tentang pembentukan Dewan Pengawas yang mengawasi
internal Komisi Pemberantasan Korupsi. Aturan mengenai Dewan Pengawasan
Komisi Pemberantasan Korupsi dimasukkan dalam pasal 37A sampai 37F di
dalam draft Rancangan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Adapun hal yang paling menarik perhatian adalah
subtansi pada pasal 37F yang menyatakan bahwa “ketentuan lebih lanjut tentang
tata cara pemilihan, pengangkatan, dan pemberhentian dewan pengawas diatur
39
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, diterbitkan atas kerja sama
Mahkamah Konstitusi dengan Pusat Studi HTN FH Universitas Indonesia, Jakarta, 2014, hlm 153
Universitas Sumatera Utara
57
dengan peraturan presiden…” dan pasal 12A sampai pasal 12F yang menyatakan
bahwa “penyadapan dilakukan oleh KPK harus seizing Dewan Pengawasan…”40
Jika konsep Dewan Pengawasan dalam pembahasan Revisi Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diinginkan
DPR disahkan menjadi Undang-Undang, maka hal ini akan menjadi problem bagi
KPK karena berakibat akan melemahnya nilai-nilai independensi yang dimiliki
oleh KPK. Apabila Dewan Pengawas yang mengawasi internal KPK berada
dalam kontrol Presiden selaku pemimpin negara Indonesia maka rentan KPK akan
kehilangan kemerdekaan dalam memerangi korupsi yang sudah menjadi penyakit
di tanah air.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ashad Kusuma Jaya salah
satu anggota Satgas Anti Korupsi Dewan Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Cabang Yogyakarta, meskipun pengangkatan prosedur administrasi pimpinan
KPK melalui campur tangan Presiden dan DPR sebagai konsekuensi dari check
and balances akan tetapi KPK bertanggung jawab terhadap publik bukan kepada
eksekutif dan legislatif. Dalam konteks pengawasan internal terhadap Komisi
Pemberantasan Korupsi sudah dipaparkan dalam point sebelumnya, dengan
adanya pengawasan yang merdeka tanpa berada dibawah naungan infrastruktur
politik yang memonitor dan bahkan harus meminta izin kepada Dewan Pengawas
dalam melakukan penyadapan, tidak akan mencederai dan melemahkan asas yang
menjadi keistimewanya Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu asas Independensi
selama pengawasan tersebut berada di dalam social control. Menurut salah satu
40
Ihsanudin, Ini Konsep Dewan Pengawasan Yang Diingankan DPR. Yang diakses dari
http://nasional.kompas.com/read/2016/02/01/15183791/Ini.Konsep.Dewan.Pengawas.KPK.yang.D
iinginkan.DPR diakses pada 17 september 2020 pada pukul 13.00 wib
Universitas Sumatera Utara
58
anggota Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada, yaitu Fariz Fachryan.
Beliau mengatakan pengawasan tidak akan melemahkan independensi yang
dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi karena independensi akan terjaga karena
adanya pengawasan, selama pengawasan tersebut tidak bertanggung jawab kepada
pihak – pihak yang berpotensi melakukan intervensi politik yang mengikis
Independensi Komisi Pemberantasan Korupsi.41
Berbeda dengan subtansi pengawasan terhadap Komisi Pemberantasan
Korupsi di dalam draft revisi Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi pada Pasal 37F yang menyatakan bahwa
“ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan, pengangkatan dan
pemberhentian dewan pengawas diatur dengan peraturan presiden” dan pasal 12A
sampai 12F yang menyatakan bahwa “penyadapan dilakukan KPK harus seizin
Dewan Pengawasan”. Maka dalam hal ini pengawasan akan melemahkan
independensi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Di dalam Naskah akademik RUU KPK menegakasan perlu dibentuk
dewan pengawas KPK,sebab setiap lembaga harus dilakukan pengawasan untuk
mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. setiap lembaga negara dilakukan
pengawasan oleh lembaga lain hingga KPK yang tidak memiliki lembaga
pengawas tanpa pengawasan yang efektif, KPK sangat rawan terhadap berbagai
bentuk penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan ( abuse of power).Dewan
pengawas harus Diberi wewenang untuk menjaga dan mengawasi agar KPK
benar-benar bertindak berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku Ia adalah
41 ibid
Universitas Sumatera Utara
59
penjaga The rule of the game pengawas kode etik dan independensi KPK, dewan
tidak mentolerir segala bentuk Pelemahan internal KPK. ia akan menindak
penyidik dan penuntut KPK yang melanggar sop dan hukum acara pidana dalam
menangani suatu kasus. karena itu, dewan berwenang melakukan evaluasi dan
audit kinerja juga menyarankan corrective action. dewan pengawas dapat
menyelidiki Mengapa pimpinan KPK tidak segera menahan tersangka. dewan
tidak berwenang mengintervensi proses penyidikan dan penuntutan yang sedang
dilakukan oleh KPK. pimpinan, penyidik dan penuntut KPK dapat mengadukan
dugaan pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan wewenang Yang dilakukan
anggota dewan kepada suatu dewan kehormatan Ad hoc.
Seleksi anggota dewan pengawas KPK harus dirancang dengan hati-hati
sehingga tokoh masyarakat yang dihormati, independen dan kompeten yang dapat
menjadi anggota dewan. panitia seleksi dan anggota dewan tidak boleh berasal
dari lembaga yang memiliki konflik kepentingan dengan dewan dan KPK calon
anggota dewan di usulkan oleh koalisi masyarakat sipil yang kredibel diseleksi
oleh panitia dan dilantik oleh presiden42
.
Perdebatan terjadi ketika dewan Pengawas di bentuk yaitu ICW (Indonesia
Coruption Watch) mengatakan menolak semua konsep Dewan Pengawas
Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang merupakan struktur
baru dalam tubuh KPK berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang
Perubahan UU KPK."Jadi, siapapun yang ditunjuk oleh Presiden untuk
42 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Nomor 19Tahun 2019 Tentang Perubahan
kedua Atas Undang-undang nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasaan Tindak Pidana
Korupsi
Universitas Sumatera Utara
60
menjadi Dewan Pengawas tetap menggambarkan bahwa negara gagal
memahami konsep penguatan terhadap lembaga antikorupsi seperti KPK,"
kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya di
Jakarta, Kamis, Ia mengatakan alasan penolakan tersebut. Pertama, secara
teoritik KPK masuk dalam rumpun lembaga negara independen yang tidak
mengenal konsep lembaga Dewan Pengawas."Sebab, yang terpenting dalam
lembaga negara independen adalah membangun sistem pengawasan," kata
Kurnia.Hal itu, kata dia, sudah dilakukan KPK dengan adanya Deputi
Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat. Bahkan, kedeputian tersebut
pernah menjatuhkan sanksi etik terhadap pimpinan KPK saat itu Abraham
Samad dan Saut Situmorang, pimpinan KPK periode sekarang. "Lagi
pula dalam UU KPK yang lama sudah ditegaskan bahwa KPK diawasi oleh
beberapa lembaga, misalnya BPK, DPR, dan Presiden. Lalu pengawasan
apa lagi yang diinginkan oleh negara?," kata dia.43
Sebelum adanya Dewan Pengawas KPK di dalam struktur organisasi
KPK sudah ada deputi bidang pengawasaan internal dan pengaduaan
masyarakat yang mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan
kebijakan di bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Deputi
Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat menyelenggarakan
fungsi :Perumusan kebijakan pada sub bidang Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat; Pelaksanaan pengawasan internal terhadap pelaksanaan
tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai dengan peraturan
43 https://www.suara.com/news/2019/12/12/135921/icw-tolak-semua-konsep-dewan-
pengawas-kpk-ini-tiga-alasannya?page=all di akses tanggal 3 september 2020
Universitas Sumatera Utara
61
perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan Pimpinan;Penerimaan dan
penanganan laporan / pengaduan dari masyarakat tentang dugaan tindak pidana
korupsi yang disampaikan kepada KPK, baik secara langsung maupun tidak
langsung; Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di
lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat;
Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan kerja
pada bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat; dan Pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidangnya.
Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat dipimpin
oleh Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat dan
bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pimpinan KPK.Dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat dapat membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya
berasal dari satu Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi Bidang Pengawasan
Internal dan Pengaduan Masyarakat yang ditetapkan dengan Keputusan Deputi
Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat membawahkan:
1.Direktorat Pengawasan Internal; 2.Direktorat Pengaduan Masyarakat; dan
3.Sekretariat Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.44
44 https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/deputi-pengawasan-internal-
dan-pengaduan-masyarakat di akses pada Tanggal 3 september 2020
Universitas Sumatera Utara
62
Dasar mula dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi adalah
mendorong kinerja Komisi Kejaksaan dan Kepolisian Republik Indonesia untuk
lebih baik dan lebih giat. Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki fungsi trigger
mekanisme yaitu mendorong pemberantasan korupsi, satu-satunya lembaga Luar
biasa ini bukan hanya masalah kewenangannya saja yang di antaranya menyadap
tanpa izin dan Mencekal orang waktu peyelidikaan,45
Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki tugas yang lain seperti
koordinasi supervisi dengan kepolisian Kejaksaan dan kementerian lembaga
selain monitoring dan evaluasi yang sifatnya mencegah. Pada realitanya Komisi
Pemberantasan Korupsi didirikan dari tahun 2002 hingga sekarang, Komisi
Pemberantasan Korupsi tidak dianggap kerja bila tidak menangkap orang Pipik
dengan begitu berarti komisi pemberantasan korupsi tidak menggunakan kan
seluruh potensi kewenangannya untuk menjalankan tugas-tugasnya dengan
perkiraan karena keterbatasan orang-orang yang ada di komisi pemberantasan
korupsi dan ataupun karena kemampuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi
yang terbatas ataupun biaya yang terbatas , tapi di samping itu Komisi
pemberantas korupsi tidak boleh terlepas dari tugasnya itu mencegah dan minta
harapan berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi ketika KPK menindak 1
Kementerian seperti Kementerian Perhubungan dengan KPK langsung ambil
tugas atau yang disebut dengan koordinasi supervisi dengan terus diawasi Dan
manajemennya diperbaiki sampai benar baru dapat ditinggal untuk tugas yang
lainnya. pada realitanya sekarang KPK setelah melakukan OTT atau operasi
45 Ismail “Fungsi Penyidik KPK dalam Pemberantasaan Tindak Podana Korupsi Berdasarkan
Undang-undang No 30 Tahun 2002”. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Vol.02. (2013). Hlm 3
Universitas Sumatera Utara
63
tangkap tangan KPK kurang memaksimalkan tugasnya dengan koordinasi
supervisi fungsi koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh KPK ternyata
belum dapat dilaksanakan sebagaimana dikehendaki oleh ketentuan perundangan,
kedua fungsi ini tidak dapat diabaikan oleh KPK mengingat kedua fungsi tersebut
sangat penting penyidikan Tipikor yang dilakukan oleh penyidik kepolisian dan
Kejaksaan di daerah mana kala ditemui kesulitan menyidik kasus Tipikor.46
Salah satu masalah sangat serius Terjadi di Indonesia adalah soal korupsi.
Turki telah menjadi penyakit yang muncul perlahan-lahan sebagai momok yang
dapat membawa kehancuran bagi perekonomian negara. diakui atau tidak, praktik
korupsi yang terjadi dalam bangsa ini telah menimbulkan banyak kerugian titik
tidak saja bidang ekonomi maupun juga bidang politik sosial budaya maupun
keamanan.47
Oleh karena itu haruslah timbul gagasan untuk pembentukan lembaga
pengawas pada Komisi Pemberantasan Korupsi dikarenakan alasan yang meliputi:
Adanya asas abuse of power (penyalahgunaan wewenang) Secara garis besar
penyalahgunaan wewenang dibagi menjadi dua yaitu
1. Penyalahgunaan wewenang dalam tindak pemerintahan dan penyalahaan
wewenang dalam tindak pidana korupsi, penyalahguna wewenang /kewenangan
dalam tindak pemerintahan menurut konsep Hukum Tata Negara atau Hukum
Administrasi Negara selalu diparalelkan dengan konsep de‟tornement de puvoir.
Dalam Verklarend Woordenboek openbaar Bestuur dirumuskan bahwa
46 Hibnu Nigroho, “EfektifitasKordiniasi dan Superfisi dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
Oleh KPK”, Jurnal Dinamika Hukum vol 13 no 3 September (2013) h. 393. 47 Deny styawati. KPK Pemburu Koruptor, Cet I( Yogyakarta: Pustaka Timur 2008), hlm 1
Universitas Sumatera Utara
64
penggunaan wewenang tidak sebagaimana mestinya. Dalam hal ini pejabat
menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain yang menyimpang dari tujuan yang
telah diberikan kepada wewenang itu. Hal ini sebagai bentuk pelanggaran asas
spesialitas (asas tujuan). Dalam pembuktian apakah terjadi penyalahgunaan
wewenang dilakukan dengan pembuktian factual bahwa pejabat tersebut telah
menggunakan kewenangannya utnuk tujuan lain. Implikasi penyalahgunaan
kewenangan Dalam tindakan pemerintah, tidak semata-mata kewenangan ter-
singkat, tetapi juga merupakan suatu kekuasaan bebas yang meliputi kebebasan
kebijakan dan kebebasan penilaian. Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap
telah menjadi lembaga bus of power Karena sering menyalahgunakan prosedur
yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu bahkan Komisi
Pemberantasan Korupsi dianggap telah melakukan kriminalisasi dalam
penyelidikannya terhadap petugas korupsi
2.Adanya super body
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dipandang oleh banyak kalangan
hukum sebagai lembaga superbody negara memiliki kewenangan yang lebih besar
daripada kepolisian kejaksaan.48
Di dalam UU no 19 tahun 2019 ialah dalam Pasal 21 ayat 1 menyebutkan
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas:
a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang;
48 Ujuang Chandra S, Potensi Penyalahgunaan Kewenangan oleh Pejabat Adminstrasi Negara
dalam Pengambilaan dan Pelaksanaan Kebijakaan Public, Jurnal Wawasan Hukum, vol 27,No 2
september (2012) hlm.602
Universitas Sumatera Utara
65
b. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang
Anggota KomisiPemberantasan Korupsi; dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut penulis bahwa perlu adanya pengawasaan terhadaap KPK
agar setiap tugas, fungsi dan wewnangnya di jalankan sesuai peraturaan
perundang-undangan serta tidak terjadi abuse of power (penyalahgunaan
wewenang) yang mengambat penumpasaan tindak pidana korupsi di
Indonesia.
B. Fungsi dan Tugas Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Dikaitkan Dengan Penegakkan Tindak Pidana Korupsi
Sebelumnya sudah membahas latar belakang yang menjadi terbentuknya
Dewan Pengawas KPK diliat dari naskah akdemik undang undang tersebut hingga
kedudukan Dewan Pengawas Dalam UU, serta arti kata dewan pengawas menurut
KBBI. Selanjutnya kita akan melihat Fungsi dan Tugas Dewan Pengawas. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia arti Fungsi ialah jabatan (pekerjaan) yang
dilakukan sedangkan Tugas ialah sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang
ditentukan untuk dilakukan; pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang;
pekerjaan yang dibebankan49
, menurut penulis dewan Pengawas KPK suatu
jabatan yang mempunyai tugas yang wajib dikerjakaan apakah itu wewenang dan
hal hal lain yang berhubungan dengan dewan pengawas.
49 Tim Penyusun Pusat Kamus, kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: Balai
Pustaka,2007
Universitas Sumatera Utara
66
Di dalam Naskah Akademik RUU KPK menekankan adanya Dewan
Pngawas ini untuk menghindari abuse of power ( penyalahgunaan Kewenangaan )
sekarang kita akan melihat apa itu dewan pengawas KPK menurut Undang
undang No19 tahun 2019 di dalam Bab VA mengenai dewan pengawas pada pasal
37 A yang berisi
Pasal 37 A
(1)Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi
Pemberantasan Korupsi dibentuk Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf a.
(2) Anggota Dewan Pengawas berjurnlah 5 (lima) orang.
(3) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (21 memegang
jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk I (satu) kati masa jabatan.
Pasal 37 B
(1) Dewan Pengawas bertugas:
a. mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. memberikan izin atau tidak memberikan Izin Penyadapan, penggeledahan,
dan/atau penyitaan;
c. menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi
Pemberantasar Korupsi;
d. menerima dan laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran
Universitas Sumatera Utara
67
kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau
pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;
e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode
etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
f. melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan
Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam 1(satu) tahun.
(2) Dewan Pengawas membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala 1 (satu)
kali dalam 1 (satu)tahun.
(3) laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden
Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 37 C
(1) Dewan Pengawas dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37B membentuk organ pelaksana pengawas.
(2) Ketentuan mengenai organ pelaksana pengawas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 37 D
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37A, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. memiliki integritas moral dan keteladanan;
e. berkelakuan baik;
Universitas Sumatera Utara
68
f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat5 (lima) tahun;
g. berusia paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun;
h. berpendidikan paling rendah S1 (sarjana strata satu);
i. tidak menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik;
j. melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya;
k. tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Dewan Pengawas; dan
l. mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 37 E
(1) Ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A
diangkat dan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
(2) Dalam mengangkat ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Presiden Republik Indonesia membentuk panitia seleksi.
(3) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur
Pemerintah Pusat dan unsur masyarakat.
(4) Setelah terbentuk, panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
mengumumkan penerimaan calon
(5) Pendaftaran calon dilakukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja secara
terus menerus.
(6) Panitia seleksi mengumumkan kepada masyarakat untuk mendapatkan
tanggapan terhadap nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Universitas Sumatera Utara
69
(7) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada panitia
seleksi paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diumumkan.
(8) Panitia seleksi menentukan nama calon yang akan disampaikan kepada
Presiden Republik Indonesia.
(9) Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik
Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimalsud pada ayat (8) kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dikonsultasikan.
(10) Presiden Republik Indonesia menetapkan ketua dan anggota Dewan
Pengawas dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak
konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) selesai dilaksanakan.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan ketua dan anggota
Dewan Pengawas diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37 F
(1) Ketua dan anggota Dewan Pengawas berhenti atau diberhentikan, apabila:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa jabatannya;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;
e. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan/ atau
f. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga)bulan secara berturut- turut.
Universitas Sumatera Utara
70
(2) Dalam hal ketua dan anggota Dewan Pengawas menjadi tersangka tindak
pidana, ketua dan anggota Dewan Pengawas diberhentikan sementara dari
jabatannya.
(3) Ketua dan anggota Dewan Pengawas yang mengundurkan diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e dilarang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak
tanggal pengunduran dirinya menduduki jabatan publik.
(4) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) ditetapkan
oleh Presiden Republik Indonesia.
Pasal 37 G
(1) Sebelum memangku jabatan, Ketua, dan anggotaDewan Pengawas wajib
mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Presiden Republik
Indonesia. (2) Bunyi sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
secara mutatis mutandis dengan bunyi sumpah/janji Ketua dan Wakil Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).50
Di atas merupakan apa itu dewan pengawas mulai dari tugas dan
fungsinya hingga, hal hal yang menjadi syarat menjadi dewan pengawas hingga
hal apa saja yang harus di pertanggung jawabkan oleh dean pengawaas sebagai
pengawas kinerja Komisi Pemberantasaan Korupsi di Indonesia, dan setelah
undang-undang ini di sahkan dan mendapat banyak kritikan hingga penoalakaan
serta undang-undang ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk di uji materil
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK)
menerima 234 permohonan izin penyadapan, penyitaan dan penggeledahan dalam
50 Undang Undang No 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi
Universitas Sumatera Utara
71
waktu kerja selama enam bulan pertama.Dari jumlah tersebut, terdapat 46 izin
penyadapan, 19 izin penggeledahan dan 169 izin penyitaan."Selama satu semester
tahun 2020, Dewan Pengawas KPK telah menerima 234 permohonan izin," ujar
Anggota Dewas, Albertina Ho, Selasa (4/8).
Albertina mengatakan tidak semua izin diberikan sepenuhnya. Misalnya,
kata dia, tim KPK mengajukan izin untuk melakukan penyitaan terhadap 20 item,
namun hanya disetujui izin untuk menyita sebagian."Misal izin mengajukan
penyitaan untuk 20 item yang akan disita. Bisa dikabulkan 20, bisa dikabulkan 14
atau 16," terang Albertina.Meskipun demikian, ia mengungkapkan selama ini
belum ada pengajuan izin baik penyadapan, penyitaan maupun penggeledahan
yang ditolak sepenuhnya."Sampai saat ini, semester 1 ini tidak ada yang ditolak
seluruhnya. Tapi yang ditolak sebagian itu ada," ujarnya. Tumpak Hatorangan
Panggabean, Ketua Dewas KPK, meyakini kalau pihaknya selalu memberikan
izin selambat-lambatnya 1x24 jam sejak menerima permohonan."Belum ada satu
pun izin belum dikeluarkan karena terlambatnya dewas. Jangan ada orang bilang
kami hanya menunggu, seolah-olah dewas yang salah," pungkasnya.Lebih lanjut,
Tumpak menambahkan kalau Dewas juga telah menerima sebanyak 105 surat
aduan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Dewas KPK adalah
lembaga baru dalam tubuh komisi antirasuah, hasil revisi UU KPK. Tugas dan
kewenangan Dewas KPK diatur dalam Pasal 37B Undang-undang Nomor 19
Tahun 2019 (UU KPK).51
51
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200804175834-12-532144/dewas-kpk-terima-234-
izin-penyadapan-sita-penggeledahan diakses pada tanggal 8 september 2020
Universitas Sumatera Utara
72
Sehubungan dengan perubahan UU, KPK sedang menyelesaikan sejumlah
peraturan turunan lainnya terkait peralihan status kepegawaian, penyusunan
organisasi dan tata kerja kelembagaan, serta aturan turunan terkait lainnya.Dalam
rangka memaksimalkan peran dan kapasitas lembaga dalam upaya pemberantasan
korupsi baik melalui pendekatan pencegahan maupun penindakan.
Pada semester 1 ini KPK telah menandataangani sejum;ah kerja sama strategis
dengan beberapa institusi. Di antaranya PKS antara Deputi Pencegahan KPK
dengan Jamdatun Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait upaya pemulihan
aset negara dan daerah. Pada semester ini KPK dan BPK RI juga melakukan
pembaharuan kerja sama terkait upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Penegakan etik yang dilakukan Dewas atas 14 laporan dugaan pelanggaran
etik merupakan upaya KPK untuk menjaga nilai-nilai integritas, profesionalisme,
dan kepemimpinan insan KPK. Di tahun 2019, penegakan etik juga telah
dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Internal KPK. Ada total 17 pegawai
berstatus pegawai tetap, pegawai negeri yang di pekerjakan , pegawai tidak
dan
tetap yang telah diberikan sanksi atas pelanggaran etik sepanjang tahun itu.52
Sebelumnya sudah membahas apa tugas dan fungsi KPK dan dewan
pengawas tanpa mengenali profil pimpinan KPK serta profil dewan Pengawas,
struktur organisasinya serta kode etik yang berlaku.
1.Profil Pimpinan KPK
Ketua KPK : Firli Bahuri
52 https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1781 laporan kinerja kpk semester 1 tahun 2020
diakses pada tanggal 8 september 2020
Universitas Sumatera Utara
73
Wakil Ketua : Alexander Marwata (Wakil Ketua KPK)
Lili Pintauli Siregar (Wakil Ketua KPK)
Nawawi Pomolango (Wakil Ketua KPK)
Nurul Ghufron (Wakil Ketua KPK)
2.Profil Dewan Pengawas KPK
Ketua Dewan Pengawas : Tumpak Hatorangan Panggabean
Anggota Dewan Pengawas : Artidjo Alkostar (Anggota Dewan Pengawas)
Syamsuddin Haris (Anggota Dewan Pengawas)
Albertina Ho (Anggota Dewan Pengawas)
Harjono (Anggota Dewan Pengawas)
3.Struktur Organisasi
Deputi Bidang Pencegahan
Deputi Penindakaan
Deputi Informasi dan Data
Deputi Pengawasaan Internal dan Pengaduaan Masyarakat
Seketariat Jendral
4.Kode Etik
Insan Komisi Pemberantasan Korupsi yang meliputi Dewan Pengawas,
Pimpinan, dan Pegawai memerlukan panduan nilai dasar berupa kode etik dan
pedoman perilaku untuk mengarahkan elan spiritualitas, motivasi, sikap, dan
perilaku seluruh Insan Komisi, sehingga menjadi komitmen dan tanggung jawab
bersama yang mengakar dalam sanubari, menghunjam pada kesadaran, serta
mewujud dalam tata sikap dan perilaku. Untuk itu, setiap Insan Komisi wajib
Universitas Sumatera Utara
74
tunduk dan berpedoman pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Menimbang besarnya amanat dan kepercayaan masyarakat kepada
Komisi Pemberantasan Korupsi untuk berkontribusi mengantarkan bangsa dan
negara Indonesia pada kondisi yang lebih berdaulat, adil, makmur, bermartabat,
dan maju, maka Komisi Pemberantasan Korupsi perlu terus-menerus melakukan
pengembangan di antaranya nilai-nilai dasar, kode etik, dan pedoman perilaku
agar selalu berkesesuaian dengan tuntutan perkembangan tugas dan fungsi serta
dinamika kehidupan bernegara.
Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan komitmen yang kuat dan
tanggung jawab yang penuh dari seluruh insan Komisi Pemberantasan Korupsi
untuk memiliki, menginternalisasikan, dan melandaskan perilakunya kepada nilai-
nilai dasar Integritas, Sinergi, Keadilan, Profesionalisme, dan Kepemimpinan
yang dijabarkan dan dikodifikasikan ke dalam kode etik dan pedoman perilaku.
Keseluruhan nilai-nilai dasar, kode etik, dan pedoman perilaku dimaksud
dicitakan untuk dapat mengikat sekaligus membentengi diri setiap insan Komisi
Pemberantasan Korupsi baik dalam pelaksanaan tugasnya, maupun dalam
pergaulan luas.Pada akhirnya, implementasi atas nilai-nilai dasar, kode etik, dan
pedoman perilaku yang bersatu dengan keikhlasan dan patriotisme diharapkan
dapat menjelma menjadi muruah, roh, dan obor penerang bagi seluruh
insan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk senantiasa berpikir, bertutur,
bersikap, berperilaku positif dan konstruktif guna menjaga citra, harkat, dan
Universitas Sumatera Utara
75
martabat Komisi Pemberantasan Korupsi di manapun serta pada kesempatan
apapun.
Terjaganya citra, harkat, dan martabat merupakan pendorong terkuat yang
memampukan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjaga
kepercayaan masyarakat dalam pelaksanaan mandat dan amanat suci
pemberantasan korupsi yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat,
bangsa dan negara, serta Tuhan Yang Maha Esa. Berikut Peraturan Dewan
Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi terbaru yang mulai berlaku 4 Mei 2020
1.Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 01 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi
2.Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi
3. Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 03 Tahun 2020 tentang Tata Cara
Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Komisi Pemberantasan Korupsi53
Rencana Strategis KPK Tahun 2020-2024 merupakan implementasi
Roadmap KPK Tahun 2011-2023 fase III, sebagai acuan bagi KPK dalam
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan serta pendanaannya
dalam 5 (lima) tahun ke depan. Kerangka dokumen Renstra ini disusun dengan
mengacu pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Nomor 5 Tahun
53 https://www.kpk.go.id/id/ di akses pada tanggal 8 september 2020
Universitas Sumatera Utara
76
2019 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2020-2024. Agar terdapat kesinambungan
dengan perencanaan strategis KPK pada tahun-tahun sebelumnya maupun di masa
yang akan datang, Renstra 2020-2024 tidak dapat dipisahkan dari amanat dan
kerangka Roadmap KPK 2011-2023. Selain mengacu pada perencanaan strategis
internal, Renstra 2020-2024 juga memperhatikan sasaran, program, dan target
pembangunan yang ingin dicapai, sebagaimana dijabarkan dalam Kerangka
Pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024
serta Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2012-2025.54
Begitulah rangkaian Dewan Pengawas KPK mulai dari sejarah
terbentuknya, fungsi serta tugasnya dan profil pimpinan KPK , Profil Dewan
Pengawas, beberapa struktur organisasi hingga kode etik KPK, di harapkan
dengan adanya itu semua KPK dapat memberantas korupsi di Indonesia.
54 Dokumen Rencana Strategis 2020-2024 Komisi Pemberantasan Korupsi hlm 44
Universitas Sumatera Utara
77
BAB IV
DEWAN PENGAWAS LEMBAGA ANTI KORUPSI DI NEGARA
MALAYSIA DAN SINGAPURA
Setelah melihat apa itu KPK, sejarah terbentuknya, fungsi dan tujuanya
serta badan baru di dalam KPK yaitu Dewan Pengawas dan apa fungsi dan
tujuaanya menurut Undang –undang yang terkait, maka dari itu akan sedikit
melakukan perbandingan bagaimana lembaga anti korupsi di negara tetangga
apakah mempunyai lembaga pengawas/dewan pengawas.
A. Dewan Pengawas Lembaga Anti Korupsi di Malaysia
Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC ) sebelumnya dikenal
sebagai Anti-Corruption Agency , atau disingkat ACA, adalah organisasi
pemerintah Malaysia yang mulai beroperasi pada 1 Oktober 1967 sebagai
departemen penuh. akhirnya pada tanggal 1 Januari 2009 dirumuskan dan
dikerjakan ulang menjadi MACC.
Sebelumnya, ACA hanyalah unit kecil yang ditempatkan di
bawah Departemen Perdana Menteri (JPM) untuk melakukan
kegiatan antikorupsi , khususnya pembicaraan. Pada saat yang sama, penyidikan
kasus korupsi dilakukan oleh Cabang Kejahatan Khusus yang berada di
bawah Kepolisian Kerajaan Malaysia . Sedangkan penuntutan kasus korupsi
ditangani oleh Bagian Penuntutan, Kementerian Hukum.
Pada tanggal 1 Juli 1973, Undang-undang Biro Investigasi Nasional 1973
disahkan oleh Parlemen dan oleh karena itu ACA berganti nama menjadi Biro
Universitas Sumatera Utara
78
Investigasi Nasional atau BSN. Perubahan nama tersebut dimaksudkan untuk
memberikan lebih banyak birokrasi kepada Biro yang tidak hanya mengusut
kasus-kasus yang berkaitan dengan kepentingan nasional. Ini pertama kalinya
departemen ini dibentuk melalui sebuah akta .
Nama Departemen ini kemudian diubah kembali menjadi nama asli Badan
Pemberantasan Korupsi atau ACA pada tanggal 13 Mei 1982 ketika Undang-
Undang Badan Pemberantasan Korupsi tahun 1982 disahkan oleh DPR dan mulai
berlaku. "Tujuan penting dari konversi ini adalah untuk lebih mencerminkan
secara akurat peran Badan sebagai lembaga yang secara khusus bertanggung
jawab untuk mencegah tindak korupsi ."
Mulai 1 Januari 2009, MACC beroperasi sebagai badan yang sepenuhnya
mengambil alih tugas ACA. Badan ini bertindak sesuai dengan Undang-Undang
Komisi Pemberantasan Korupsi 2009 yang disahkan untuk menggantikan
Undang-Undang Anti-Korupsi 1997 dan dipimpin oleh seorang Komisaris
Utama.sejak didirikan pada 1 Januari 2009, pencapaian MACC dan praktek-
praktek yang baik telah diakui oleh badan-badan internasional secara langsung
dan tidak langsung.Salah satunya adalah pengakuan atas 23 praktik baik dan
keberhasilan upaya anti korupsi oleh UNODC , United Nations Office on Drugs
and Crime, yang menilai MACC dan kepatuhan Malaysia terhadap Konvensi PBB
tentang Pencegahan Korupsi (UNCAC).
Universitas Sumatera Utara
79
Di antara keberhasilan dan praktik baik yang diakui oleh UNODC:
1. Adanya Pasal 25 UU MACC yang merupakan ketentuan mengenai kewajiban
melaporkan transaksi korupsi atau percobaan korupsi. Kegagalan untuk mematuhi
adalah tindak pidana
2. Tidak ada batasan hukum untuk penuntutan tindak pidana korupsi
3. Peran Panel Evaluasi Operasi (PPO), salah satu dari lima badan independen yang
memantau MACC, dapat meninjau kasus yang tertunda atau kasus yang
diputuskan oleh Wakil Jaksa Penuntut Umum tidak dapat dituntut, dan PPO dapat
mengajukan proposal tanpa mengganggu kebijakan Wakil Jaksa Penuntut Umum
4. Pembentukan 14 pengadilan korupsi khusus sementara hakim harus
menyidangkan kasus dalam waktu satu tahun
5. Keberadaan MACC, MACA dan pengadilan khusus antikorupsi merupakan
contoh praktik. Meski sebagian besar lembaga tersebut masih baru, namun sudah
mulai berkontribusi dalam perbaikan penyidikan dan penuntutan kasus korupsi
6. Adanya kerjasama antar instansi di berbagai tingkatan. Misalnya, Komite
Koordinasi Nasional Anti Pencucian Uang bertanggung jawab untuk
mengembangkan kebijakan dan rencana aksi anti pencucian uang.
7. Implementasi berbagai inisiatif antikorupsi bekerja sama dengan sektor
swasta. Banyak perusahaan besar menunjuk pejabat integritas dan mengadopsi
kebijakan non-hadiah (terutama selama festival)
Universitas Sumatera Utara
80
8. Malaysia menandatangani perjanjian bilateral dan multilateral, dan menjalin kerja
sama dengan organisasi internasional dan regional
9. Otoritas Malaysia mengambil langkah proaktif untuk membuat semua pemangku
kepentingan terkait sadar, terutama pejabat peradilan tentang undang-undang,
prosedur, dan kerangka waktu yang harus diikuti
10. Praktik fleksibel Malaysia dalam aspek 'kriminalitas ganda' (kejahatan bilateral)
memungkinkan bantuan yang komprehensif
11. Pemerintah mengambil langkah yang diperlukan untuk mempercepat prosedur
ekstradisi dan memfasilitasi persyaratan bukti
12. Malaysia diakui memiliki tenaga kerja terampil dan memiliki keahlian serta kerja
sama aktif dengan lembaga penegakan korupsi asing. Program pelatihan,
pengembangan kapasitas dan pertukaran yang baik termasuk yang disediakan
melalui MACA adalah beberapa praktek yang baik di tingkat internasional untuk
pertukaran informasi, kerjasama dan anti korupsi.
13. Lembaga penegak hukum Malaysia, khususnya MACC, Jaksa Agung, Kepolisian
Kerajaan Malaysia, dan Unit Intelijen Keuangan Bank Negara menunjukkan
komitmen tinggi dalam upaya anti korupsi dan kerja sama internasional.
14. Pendekatan investigasi bersama dan kelompok kerja operasional antara MACC
dan Biro Anti Korupsi Brunei Darussalam merupakan contoh kerjasama lembaga
penegak hukum dengan negara lain di tingkat kebijakan dan operasional.
Universitas Sumatera Utara
81
15. Penggunaan metode penyidikan khusus yang meluas dalam penanganan kasus
korupsi di tingkat domestik dan internasional dipandang sebagai contoh yang
baik.
Sementara itu, Global Competitiveness Report 2014-2015 yang mencatat
posisi Malaysia naik ke posisi 20 dari 144 negara, juga mengakui bahwa Malaysia
relatif berhasil memberantas korupsi dan birokrasi. Malaysia meningkatkan posisi
kompetitif negara dibandingkan dengan posisi ke-24 dari 148 negara yang tercatat
tahun lalu.Berdasarkan laporan yang dirilis baru-baru ini, Malaysia yang
memperkenalkan strategi transformasi besar-besaran sejak 2009, muncul di antara
negara-negara yang berhasil memerangi unsur korupsi dan birokrasi yang kerap
menjadi fokus banyak pihak.
Adapun visi, misi dan tujuan serta fungsi dari lembaga ini adalah anti
korupsi ini adalah:
Visinya Ialah
1. Menciptakan masyarakat Malaysia yang bebas dari korupsi.
2. Menjadikan MACC sebagai badan anti korupsi kelas dunia.
Misinya Ialah
1. Upaya anti-korupsi terkemuka di Malaysia; dan
2. Menjadikan MACC sebagai organisasi yang dinamis dan progresif melalui
peningkatan kapasitas dan kapabilitas yang berkelanjutan.
Tujuannya Ialah
Universitas Sumatera Utara
82
1. Memerangi segala bentuk korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan malpraktek
secara berkelanjutan.
Fungsi Komisi Anti-Korupsi Malaysia diatur berdasarkan Bagian 7 dari
Malaysian Anti-Corruption Commission (MACC) Act 2009 yaitu:
1. Menerima dan mempertimbangkan keluhan apa pun tentang pelaksanaan
pelanggaran menurut Undang-undang ini dan selidiki keluhan apa pun yang
dianggap praktis oleh Komisaris Utama atau pejabat;
2. Deteksi dan selidiki -
Setiap pelanggaran yang dicurigai berdasarkan Undang-Undang ini;
Setiap upaya untuk melakukan pelanggaran berdasarkan Undang-undang ini; dan
Setiap persekongkolan yang diduga melakukan pelanggaran apapun berdasarkan
Undang-Undang ini;
Memeriksa praktik, sistem, dan prosedur badan publik untuk memfasilitasi
penemuan pelanggaran berdasarkan Undang-undang ini dan untuk menghasilkan
tinjauan atas praktik, sistem atau prosedur tersebut yang menurut pendapat
Komisaris Utama dapat menyebabkan korupsi; Mengarahkan, menasihati dan
membantu siapa pun, atas permintaan orang itu, tentang cara-cara di mana korupsi
dapat diberantas oleh orang itu; Memberi nasihat kepada kepala badan publik
tentang setiap perubahan dalam praktik, sistem atau prosedur yang sesuai untuk
pemenuhan tugas badan publik yang efektif sebagaimana dianggap perlu oleh
Komisaris Utama untuk mengurangi kemungkinan korupsi; Mendidik masyarakat
Universitas Sumatera Utara
83
melawan korupsi; dan Mendapatkan dan memelihara dukungan publik dalam
memerangi korupsi.
Adapun struktur organisasi dari lembaga ini ialah:
MACC adalah salah satu badan di bawah Departemen Perdana Menteri
Malaysia . Meskipun berada di bawah Departemen Perdana Menteri tetapi itu
hanya menyangkut masalah keuangan dan staf. Operasional ACA sehari-hari
dilakukan secara mandiri dan mandiri oleh para pejabatnya di bawah pengawasan
Direktur Jenderal tanpa campur tangan pihak manapun. ACA dipimpin oleh
seorang Direktur Jenderal yang ditunjuk oleh Yang Mulia Yang Di Pertuan
Agong berdasarkan Bagian 3 (2) dari Undang-Undang Anti-Korupsi, 1997 atas
saran Perdana Menteri Malaysia dan dia dibantu oleh dua Wakil Direktur
Jenderal. Direktur Jenderal ACA saat ini adalah Dato 'Seri Haji Abu Kassim bin
Mohamed.
ACA memiliki 11 divisi di tingkat Markas serta 15 kantor tingkat negara bagian
yang dipimpin oleh seorang Direktur Negara.
Adapun bagian dari lembaga ini ialah
Divisi Investigasi
Divisi ini dipimpin oleh Komisaris Dato Mohd Jamidan Bin Abdullah Saat ini
Divisi Investigasi memiliki 16 cabang yaitu sebagai berikut: -
1. Respon Cabang Pertama
2. Cabang Hukum & Riset
Universitas Sumatera Utara
84
3. Menghilangkan Cabang Pelacakan Properti & Aset
4. Manajemen Cabang Laporan Disiplin
5. Cabang Forensik & Teknologi
6. Cabang Investigasi & Manajemen MACMA
7. Investigasi Cabang AMLATFA
8. Cabang Administrasi
9. Cabang Investigasi A (Badan Penegakan)
10. Investigasi Cabang B (Pengembangan)
11. Investigasi Cabang C (Badan Hukum)
12. Cabang Satuan Tugas Khusus
13. Investigasi Cabang D (Perusahaan Semi-Pemerintah)
14. Investigasi Cabang E (Bank, Asuransi & Koperasi)
15. Investigasi Cabang F (Komisi Keamanan, Bursa Malaysia & Perusahaan
Malaysia)
16. Investigasi Cabang G (Infrastruktur & Pengembangan)
Divisi Investigasi Komisi Antikorupsi Malaysia (MACC) memainkan peran
penting dalam memberantas kejahatan korupsi dengan fungsi utama
investigasi. Sesuai dengan namanya, peran departemen tersebut tunduk pada Pasal
Universitas Sumatera Utara
85
7 subbagian (a) dan (b) Undang-Undang Komisi Anti-Korupsi Malaysia
(MACCA) 2009 sebagai berikut: sub-bagian berikut:
(a) untuk menerima dan mempertimbangkan setiap laporan tentang pelaksanaan
suatu pelanggaran berdasarkan Undang-undang ini dan untuk menyelidiki laporan
tersebut yang dianggap dapat dilakukan oleh Komisaris Utama atau pejabat;
(b) untuk mendeteksi dan menyelidiki-
setiap pelanggaran yang dicurigai berdasarkan Undang-undang ini;
segala upaya untuk melakukan pelanggaran berdasarkan Undang-undang ini;
persekongkolan apa pun yang diduga melakukan pelanggaran apa pun
berdasarkan Undang-Undang ini
Divisi Manajemen dan Administrasi Sumber Daya Manusia
Secara keseluruhan, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Divisi
Administrasi bertanggung jawab atas administrasi, rekrutmen, layanan, keuangan,
akun dan pengembangan MACC. Bagian ini terdiri dari:
Pengembangan Organisasi dan Kompetensi Sub Bagian
Manajemen Sumber Daya Manusia dan Sub Bagian Riset
Sub Bagian Administrasi Umum
Keuangan, Akun dan Pengembangan Sub-Divisi
Divisi Pendidikan Komunitas
Universitas Sumatera Utara
86
Komunitas Divisi Pendidikan merupakan salah satu bagian penting dari
MACC untuk menjalankan fungsinya sesuai dengan Pasal 7 (f) dari Malaysian
Anti-Corruption Commission Act 2009 yaitu mendidik masyarakat dalam
memerangi korupsi, dan Bagian 7 (g) untuk memperoleh dan memelihara
dukungan publik dalam memerangi korupsi.
Divisi Hukum dan Penuntutan
Divisi Hukum dan Penuntutan bertanggung jawab atas penuntutan dan
pelaksanaan persidangan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di
pengadilan. Penuntutan dilakukan secara adil dan memenuhi standar pembuktian
sebagaimana disyaratkan oleh hukum. Bagian ini juga membaca dokumen
investigasi yang dikirim oleh Departemen Investigasi dan memutuskan atau
memberikan instruksi lebih lanjut yang sesuai.
Divisi Intelijen
Divisi Intelijen merupakan salah satu bagian penting dalam MACC untuk
menjalankan fungsinya sebagai pusat informasi. Pengumpulan informasi
dilakukan melalui berbagai sumber, metode dan teknik.
Divisi Inspeksi dan Konsultasi
Divisi ini didirikan untuk melaksanakan tugas jasa konsultasi sesuai
dengan ketentuan hukum Pasal 7 subbagian (c), (d) dan (e) Malaysia dari Anti-
Corruption Commission Act 2009.Divisi Inspeksi dan Konsultasi memiliki dua
peran utama:Untuk memeriksa praktik, sistem atau prosedur badan publik untuk
Universitas Sumatera Utara
87
memfasilitasi deteksi pelanggaran berdasarkan Undang-undang ini, untuk
mendapatkan tinjauan terhadap praktik, sistem atau prosedur yang dapat
mengarah pada korupsi dan untuk mengarahkan, menasihati dan membantu cara-
cara di mana korupsi dapat diberantas. Untuk menasihati badan publik, organisasi
dan perusahaan swasta tentang cara-cara pemberantasan korupsi.
Divisi Kebijakan, Perencanaan dan Riset
Divisi ini telah ditetapkan sebagai sumber utama untuk membantu Top
Management of the Malaysian Anti-Corruption Agency (MACC) dalam
perencanaan kebijakan komisi dan koordinasi melalui penelitian, koordinasi dan
pemantauan terhadap pemberantasan korupsi, penyelewengan dan
penyalahgunaan kekuasaan melalui perencanaan strategis dan implementasi
rencana pelatihan profesional dan efektif.
Divisi Keamanan
Divisi Keamanan adalah benteng pertahanan MACC dan bertanggung
jawab penuh atas aspek keamanan dan perlindungan aset, personel, dokumen, dan
sistem operasi MACC secara keseluruhan.
Hukum yang ditegakkan:
Undang-Undang Komisi Anti-Korupsi Malaysia 2009
Kawasan Lindung dan Kawasan Terlarang 1959
Undang-Undang Rahasia Resmi 1972
Universitas Sumatera Utara
88
Undang-Undang Arsip Nasional 2003
Senjata api 1960
Senjata Api (Hukuman Lebih Berat) 1971
Undang-Undang Penjara 1995
Undang-Undang Polisi 1967
Peraturan Penguncian 2000
1953 metode penguncian
Instruksi keuangan
Instruksi keselamatan
Surat Pemesanan Umum
Kantor Komando Ketua MACC
Divisi Keunggulan dan Profesionalisme
Divisi Keunggulan dan Profesionalisme mulai beroperasi pada 1 Agustus
2008. Divisi ini terdiri dari tiga cabang Manajemen Cabang, yaitu Cabang
Disiplin, Cabang Integritas dan Cabang Kepatuhan. Peran utama bagian ini adalah
untuk menegakkan semua arahan peraturan dan prosedural dan untuk memastikan
kepatuhan.
Universitas Sumatera Utara
89
Divisi Manajemen Integritas
Pelaksanaan dan tanggung jawab untuk melaksanakan Instruksi Perdana
Menteri (No. 1, Tahun 1998) ditetapkan oleh Cabang Administrasi Integritas di
bawah pengawasan Divisi Kebijakan, Riset dan Korporat Komisi Anti-Korupsi
Malaysia (MACC). Karena beban kerja yang meningkat, Cabang ini ditingkatkan
menjadi Divisi pada tanggal 1 Agustus 2008 dan sekarang dikenal dengan Divisi
Manajemen Integritas (IMD), MACC. Melalui pelaksanaan Instruksi Perdana
Menteri (No. 1 Tahun 2009) yang menggantikan Instruksi Perdana Menteri (no. 1
Tahun 1998), diketahui IMD menjalankan peran-peran, seperti membantu
memperkuat integritas, meningkatkan tata kelola yang baik dan mengurangi
masalah birokrasi di kementerian, pemerintah negara bagian, departemen,
lembaga pemerintah dan anak perusahaan pemerintah untuk memberantas
korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, salah urus dan kelemahan dalam
manajemen.Untuk menjalankan peran anggota komite bersama Malaysia
Administrative Modernization and Management Planning (MAMPU) untuk
Committee on Administrative Integrity (CIG) Meetings di tingkat nasional yang
diketuai oleh Komisaris Utama Malaysian Anti-Corruption Commission (MACC),
Special Committee on Integrity Governance Meetings dan Rapat Komite Khusus
Kabinet untuk Integritas Integritas Pemerintah (SCCGMI) yang dipimpin oleh
Perdana Menteri.
Untuk melakukan Sesi Konsultasi CIG melalui Tim Konsultatif CIG.
Peran ini sejalan dengan aspirasi pemerintah untuk meningkatkan kualitas sistem
Universitas Sumatera Utara
90
penyelenggaraan pemerintahan dan mewujudkan negara korupsi yang merdeka
berdasarkan nilai-nilai yang baik dan moral yang tinggi. No. instruksi Tentang
Perdana Menteri Senior YAB 1 Tahun 2009. Arahan Perdana Menteri (no.1,
1998) diluncurkan oleh Perdana Menteri pada tanggal 8 Januari 1998. Di antara
keputusan tersebut adalah bahwa semua kementerian, departemen pemerintah
negara bagian dan lembaga pemerintah memprakarsai Komite Integritas
Administratif (CIG) akan fokus pada penguatan Integritas sistem manajemen
administrasi pemerintah Malaysia sehingga semua upaya pemberantasan korupsi
dan malpraktik di kalangan PNS dapat ditingkatkan secara internal, pendekatan
yang komprehensif, sistematis dan berkelanjutan. Selain itu, Satgas Pengurangan
Birokrasi Pita Merah dibentuk melalui Surat (S) Sekretaris Jenderal PMS
No.18114 tanggal 17 September 2003 untuk memperbaiki sistem dan prosedur
kerja di Pegawai Negeri Sipil dan Public Service of the Governance Committee
(PSGC) yang dibentuk berdasarkan Surat PM Sekjen (S) No. 17.479 / 13 Vol. 4
tanggal 9 Maret 2007 yang menekankan pada prinsip-prinsip tata kelola yang
baik.
Pembentukan ketiga Komite ini menimbulkan kebingungan dan tugas
tambahan berupa kliping umpan balik, diskusi tentang isu yang berulang, bahkan
kerangka acuan yang tumpang tindih. Oleh karena itu, dalam Rapat SCCGMI
tanggal 3 Februari 2009, diputuskan bahwa ketiga Komite tersebut akan digabung
sesuai dengan Instruksi Perdana Menteri (no.1, Tahun 2009). CIG disetujui pada
20 November 2009 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
91
Divisi Manajemen Arsip dan Teknologi Informasi
Divisi Registrasi Rahasia resmi berdiri pada 01 Agustus 2008. Divisi ini
telah ditingkatkan kemampuannya dari Cabang Registrasi Rahasia yang berada di
bawah pengawasan Divisi Investigasi. Divisi ini dipimpin oleh Direktur Divisi
(P52) dan bertanggung jawab langsung kepada Komisaris Utama MACC. Sejak 1
Maret 2010 Teknologi Informasi dan Komunikasi, Cabang Sandakan secara resmi
dialokasikan ke Divisi Registrasi Rahasia. Pada 17 Mei 2010, Secret Registration
Division mengubah namanya menjadi Information Technology and Records
Management (ACA untuk disingkat). Fungsi Divisi ini adalah menerima dan
memproses semua informasi / pengaduan / dokumen rahasia,untuk memproses
semua filter integritas dan memberikan angka dan statistik yang terkait dengan
MACC dan bertanggung jawab untuk memberikan bantuan teknis dan layanan
konsultasi kepada pengguna akhir terkait masalah sistem komputer. Divisi ini
terdiri dari empat cabang, yaitu Cabang Manajemen Informasi, Cabang Dokumen
Iklan, Cabang Pembukuan & Bukti Pidana, Cabang Inspeksi Integritas, dan
Cabang Teknologi Informasi dan Komunikasi.55
Divisi Operasi Khusus
Divisi Operasi Khusus didirikan pada 15 April 2010 melalui surat perintah
penunjukan (WP No. A 80/2010) dengan kekuatan 14 posisi. Posisi yang ditunjuk
adalah satu (1) Direktur, satu (1) Asisten Sekretaris Tingkat N27, tiga (3) Wakil
55
https://ms.wikipedia.org/wiki/Suruhanjaya_Pencegahan_Rasuah_Malaysia&prev=search&pto=a
ue diakses pada tanggal 04-10-2020
Universitas Sumatera Utara
92
Direktur Tingkat 54, tiga (3) Petugas Investigasi Tingkat P47 / 48/51/52, tiga (3)
Petugas Investigasi Tingkat P43 / 44 dan tiga (3) Asisten Petugas Investigasi
Grade P29 yang berjumlah total 14 posisi. Divisi ini bertanggung jawab untuk
melaporkan kepada Wakil Komisaris Utama (Operasi). Akuntansi & audit ".
Ada pun Strategi dari lembaga ini ialah
Memeperkuat Strategi
Untuk meningkatkan efektivitas MACC, strategi ini mengutamakan
penguatan profesionalisme petugas MACC serta penguatan kerjasama dengan
lembaga penegakan hukum korupsi internasional dan menjalin hubungan baik
dengan media massa.
Strategi Promosi dan Pencegahaan
Strategi ini menekankan pada upaya penghayatan nilai-nilai yang baik,
pencegahan korupsi dan perbaikan sistem regulasi yang ketat di bidang hukum
dan penegakan hukum.
Strategi Penegakaan
Merampingkan undang-undang antikorupsi yang mencakup aspek
hukuman wajib, beban untuk membuktikan kepemilikan properti yang melebihi
pendapatan dari pihak tertuduh, penyitaan properti yang tidak dapat dijelaskan
dan memungkinkan penggunaan "agen provokator" dalam tindakan investigasi
MACC. Semua aspek ini bertujuan untuk meningkatkan ketelitian penegakan
hukum korupsi untuk memiliki efek "pencegahan" pada penjahat korup.
Universitas Sumatera Utara
93
Kode etik
1. Memastikan bahwa semua instruksi dilaksanakan segera dengan ketaatan dan
komitmen penuh selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Berusaha keras untuk lebih meningkatkan efisiensi, profesionalisme dan
keunggulan diri melalui pengetahuan dan praktik yang berkelanjutan;
3. Bertindak dengan cara yang dapat dipercaya, tegas, bijaksana, jujur dan
transparan tanpa memperhatikan keuntungan pribadi, atau pembalasan apapun;
4. Gigih dan positif dalam menghadapi tantangan, obyektif dan realistis;
5. Disiplinkan diri Anda untuk menjunjung praktik yang baik dan mencegah
kejahatan;
6. Bersyukur dan bertekad untuk meningkatkan kesuksesan dan integritas; dan
7.Menjaga kerahasiaan informasi departemen.
Begitulah lembaga anti korupsi di Malaysia, untuk lembaga
pengawas,lembaga ini ada pada divisi keunggulaan dan profesionalisme yang
Divisi ini terdiri dari tiga cabang Manajemen Cabang, yaitu Cabang Disiplin,
Cabang Integritas dan Cabang Kepatuhan. Peran utama bagian ini adalah untuk
menegakkan semua arahan peraturan dan prosedural dan untuk memastikan
kepatuhan serta adanya kode etik yang menjadi agar setiap peranan agar dapat
Universitas Sumatera Utara
94
mematuhinya, berbeda dengan KPK lembaga pengawasaanya ikut dalam tahap
penyidikaan.56
B. Dewan Pengawas Lembaga Anti Korupsi Di Singapura
The Corrupt Practices Investigation Bureau ( Singkatan : CPIB) adalah
lembaga pemerintah di Singapura di bawah Kantor Perdana Menteri. CPIB
memiliki mandat untuk menyelidiki setiap tindakan atau bentuk korupsi di sektor
publik dan swasta di Singapura, dan dalam pelaksanaannya, setiap pelanggaran
lainnya berdasarkan hukum tertulis.
CPIB didirikan pada tahun 1952 dan ditempatkan di bawah pengawasan
Jaksa Agung pada saat itu. Karena juga berada di bawah Kementerian Dalam
Negeri pada tahun-tahun sebelumnya, Biro tetap berada di bawah lingkup Kantor
Perdana Menteri sejak 1969. CPIB beroperasi dengan kebebasan fungsional, dan
dipimpin oleh seorang direktur yang melapor langsung ke Perdana Menteri.
CPIB juga, dalam proses penyelidikannya, dapat menemukan kasus-kasus yang
mengungkap area rawan korupsi atau celah dalam prosedur di departemen
pemerintah. Berdasarkan temuannya, CPIB dapat meninjau departemen terkait
dan merekomendasikan perubahan dalam prosedur mereka. Selain fungsi utama
penyidikan tindak pidana korupsi, CPIB juga melakukan edukasi publik dan
upaya sosialisasi masyarakat terkait pemberantasan korupsi.
56
https://ms.wikipedia.org/wiki/Suruhanjaya_Pencegahan_Rasuah_Malaysia&prev=search&pto=a
ue diakses pada tanggal 05-10-2020
Universitas Sumatera Utara
95
Disahkan pada 17 Juni 1960, Undang-Undang Pencegahan
Korupsi (PCA) adalah undang-undang antikorupsi utama di Singapura. Berikut ini
disediakan untuk di bawah PCA:
Wewenang bagi CPIB untuk menyelidiki penyuapan dalam segala bentuk, baik
moneter maupun non-moneter, dan baik di sektor publik maupun swasta;
Kewenangan ekstra-teritorial bagi CPIB untuk menangani tindakan korupsi yang
dilakukan oleh warga negara Singapura di luar Singapura seolah-olah dilakukan di
Singapura;
Denda hingga S $ 100.000 atau hukuman penjara tidak lebih dari 5 tahun, atau
keduanya, untuk setiap tuduhan korupsi;
Denda hingga S $ 100.000 atau hukuman penjara tidak lebih dari 7 tahun, atau
keduanya, untuk setiap tuduhan korupsi sehubungan dengan kontrak atau proposal
untuk kontrak dengan Pemerintah;
Anggapan di mana gratifikasi yang diberikan atau diterima oleh seseorang yang
bekerja di Pemerintah atau badan publik dianggap korup, dan beban pembuktian
untuk membantah anggapan tersebut ada pada orang tersebut;
Penyitaan gratifikasi yang diterima dalam bentuk hukuman yang setara dengan
jumlah suap yang diterima setelah divonis; dan
Nama atau alamat pelapor tidak diungkapkan, atau masalah apa pun yang
mungkin mengarah pada penemuan identitas pelapor.
Universitas Sumatera Utara
96
Di atas merupakan lembaga anti korupsi di Singapura yag diketahui tidak
memiliki lembaga pengawas tapi lembaga ini langsung diawasi oleh Jaksa Agung
Singapura.57
57 https://en.wikipedia.org/wiki/Corrupt_Practices_Investigation_Bureau&prev=search&pto=aue
diakses tanggal 05-10-2020
Universitas Sumatera Utara
97
BAB V
PENUTUP
B. Kesimpulan
Berdasarkan tulisan yang telah disusun oleh maka kesimpulan yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
1) Fungsi dan Tujuaan terbentuknya Komisi Pemberantasaan Korupsi di
Indonesia ialah karna kegagalaan lembaga-lembaga anti korupsi di Indonesia
saat orde lama hingga akhir reformasi dan juga adanya Tap MPR
XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi
kolusi dan nepotisme. ketetapan itu mengamanatkan pemerintah korupsi yang
tegas sebagaimana tercantum pada pasal 4 „‟ korupsi, kolusi dan nepotisme
harus dilakukan Secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara,
mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta atau
konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan
prinsip praduga tak bersalah dan hak hak asasi manusia. Pengaturaan hukum
KPK terdapat dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2019 Tentang Perubahaan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi. Pengaturaan hukum bagi pelaku
Tindak Pidana Korupsi diatur dalam dasar hukumnya adalah Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, hal ini
sesuai dengan keputusan Tap. MPR Nomor XI/MPR/1998 kemudian
ditetapkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mulai
Universitas Sumatera Utara
98
berlaku sejak tanggal 16 Agustus 1999, dan dimuat dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 . Namun kemudian diadakan perubahan
terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tersebut dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 134 yang mulai berlaku pada tanggal 21 November 2001.
2) Terbentuknya Dewan Pengawas KPK merupakan penegakaan hukum tindak
pidana korupsi di Indonesia dan di dalam Naskah akademik RUU KPK
menegakasan perlu dibentuk dewan pengawas KPK,sebab setiap lembaga
harus dilakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya kesewenang-
wenangan. setiap lembaga negara dilakukan pengawasan oleh lembaga lain
hingga KPK yang tidak memiliki lembaga pengawas tanpa pengawasan yang
efektif, KPK sangat rawan terhadap berbagai bentuk penyimpangan dan
penyalahgunaan kekuasaan ( abuse of power). Fungsi dan Tujuaan dewan
pengawaas di atur dalam UU no 19 Tahun 2019 di Pasal 37 A sampai F.
3) Lembaga Pengawas Anti Korupsi di Negara Tetangga
a.Lembaga Pengawas Anti Korupsi di Malaysia menurut penulis ialah
terdapat dalam divisi Keunggulan dan Profesionalisme mulai beroperasi pada
1 Agustus 2008. Divisi ini terdiri dari tiga cabang Manajemen Cabang, yaitu
Cabang Disiplin, Cabang Integritas dan Cabang Kepatuhan. Peran utama
bagian ini adalah untuk menegakkan semua arahan peraturan dan prosedural
Universitas Sumatera Utara
99
dan untuk memastikan kepatuhaan serta adanya kode etik di dalam lembaga
antikorupsi di Malaysia.
b. Lembaga anti korupsi di Singapura di awasi langsung oleh perdana mentri
Singapura. .
SARAN.
Beberapa saran yang dapat diberikan berkaitan dengan permasalahan yang
diajukan dalam skripsi ini adalah:
1. Bagi pelaksana undang-undang KPK , maupun undang-undang tindak pidana
korupsi agar undang-undang ini lebih di gunakaan lebih baik lagi untuk
mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia;
2. Bagi pembuat Undang-undang agar lebih teliti dan melihat kepentingan orang
banyak khusunya masyarkat dalam membuat suatu peraturaan agar tidak
terjadi banyak penolakaan dari suatu peraturaan yang telah di buat;
3. Bagi para penegak hukum agar lebih mengutamakaan integritas dalam
bekerja dan adanya sinergitas yang solid agar masalah pengakaan hukum,
khusunya penegakaan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia berjalan
dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
100
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Amiruddin, H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
CST.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1989)
Denny indrayana: Jangan Bunuh KPK (Malang,Cita Intrans Selaras 2016)
Deny styawati. KPK Pemburu Koruptor, Cet I( Yogyakarta: Pustaka Timur 2008)
Elliot, Kimberly ann. Korupsi Dan Ekonomi Dunia . Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia. 1999.)
Elwi Danil, Korupsi ; Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2011)
Gunawan A. Tauda, Komisi Negara Independen, Genta Press, Yogyakarta, 2012.
Hamzah, Fahri. Demokrasi Transisi Korupsi”Orchestra Pemberantasan
Korupsi.Jakarta: Yayasan Faham Indonesia. 2012.
Harianti Evi, S.H.Tindak Pidana Korupsi Edisi kedua (Jakarta: Sinar Grafika,2016)
Ian Macwalters, Memerangi Korupsi : Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia,
(Surabaya:JPbooks, 2006)
Jahja, H.Juni Sjafrien. Say No To Korupsi!. Jakarta : Visi Media. 2012.
Universitas Sumatera Utara
101
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, diterbitkan atas kerja
sama Mahkamah Konstitusi dengan Pusat Studi HTN FH Universitas Indonesia, Jakarta,
2014
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Memahami Untuk Membasmi : Buku Saku Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006),
Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia . Bandung : PT Citra
Aditya Bakti . 1997.
Lukman Hakim, Kedudukan Komisi Negara di Indonesia, Setara Press, Malang,
2010.
Mirian budiarjo, dasar-dasar ilmu politik, PT Gramedia pustaka utama, Jakarta,
2008
Napitupulu, Diana Ria Winanti. 2010. KPK inAction. PT Niaga Swadaya
Ni‟matul Huda, Pengawasan Pusat terhadap Pusat dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, FH UII Press,Yogyakarta ,2007
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Kencana Prenada Media Group : Jakarta,
2009)
R.Suroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Grafika, 2005)
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali
Press, 2010)
Syamsudin, Aziz. Tindak Pidana Khusus. Jakarta : Sinar Grafika. 2011
Tim Penyusun Pusat Kamus, kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta:
Balai Pustaka,2007
Universitas Sumatera Utara
102
Wiyono, R. Pembahasan Undang-Undang Pemebrantasn Tindak Pidana
Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. 2005.
Zainal Arifin Mochtar: Lembaga Negara Indepeden (Jakarta, Raja Grafindo Persada
2016)
B. Peraturan Perundang – Undangan;
- Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Nomor 19Tahun 2019
Tentang Perubahan kedua Atas Undang-undang nomor 30 tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi
- Keputusan Ketua Mahkamh Agung Republik Indonesia Nomor:
215/KMA/SK/XI1/2007 Tentang Petunjuk Pelaksana Pedoman
Perilaku Hakim Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
- Penjelasan Umum, UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
- Penjelasan Umum, UU No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
- Perpres No. 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Kepolisian Republik Indonesia"
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 TAHUN 2011
Tentang Komisi Kepolisian Nasional
- Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan
Universitas Sumatera Utara
103
- Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasaan
Tindak Pidana Korupsi
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2OO2
Tentang Komisi Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi
- Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
3. Internet
- https://www.antaranews.com/berita/1304718/icw-penindakan-kasus-
korupsi-pada-2019-turun-drastis
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190909154230-20-
428803/revisi-uu-amputasi-kpk-ramai-ramai-akademisi-tolak-ruu
- https://news.detik.com/kolom/d-4711432/setelah-revisi-uu-kpk-
disahkan
- https://sejarahlengkap.com/organisasi/sejarah-terbentuknya-kpk
- http://nasional.kompas.com/read/2016/02/01/15183791/Ini.Konsep.De
wan.Pengawas.KPK.yang.Diinginkan.
- https://www.suara.com/news/2019/12/12/135921/icw-tolak-semua-konsep-
dewan-pengawas-kpk-ini-tiga-alasannya?page=all
- https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/deputi-
pengawasan-internal-dan-pengaduan-masyarakat
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200804175834-12-
532144/dewas-kpk-terima-234-izin-penyadapan-sita-penggeledahan
Universitas Sumatera Utara
104
- https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1781-laporan-kinerja-kpk-
semester-1-tahun-2020
- https://www.kpk.go.id/id
- https://ms.wikipedia.org/wiki/Suruhanjaya_Pencegahan_Rasuah_Mala
ysia&prev=search&pto=aue
- https://en.wikipedia.org/wiki/Corrupt_Practices_Investigation_Bureau
&prev=search&pto=aue
C. Dokumen
- Dokumen Rencana Strategis 2020-2024 Komisi Pemberantasan
Korupsi hlm 44
D. Jurnal
Hibnu Nigroho, “EfektifitasKordiniasi dan Superfisi dalam Penyidikan
Tindak Pidana Korupsi Oleh KPK”, Jurnal Dinamika Hukum vol 13 no 3
September (2013) h. 393.
Ismail “Fungsi Penyidik KPK dalam Pemberantasaan Tindak Podana
Korupsi Berdasarkan Undang-undang No 30 Tahun 2002”. Jurnal Ilmu
Hukum Legal Opinion Vol.02. (2013)
Ujuang Chandra S, Potensi Penyalahgunaan Kewenangan oleh Pejabat
Adminstrasi Negara dalam Pengambilaan dan Pelaksanaan Kebijakaan
Public, Jurnal Wawasan Hukum, vol 27,No 2 september (2012) hlm.602
Telaumbanua Dalinama, Februari 2020, “RESTRIKTIF STATUS DEWAN
PENGAWAS KPK”. Journal vol 8 no 1
Universitas Sumatera Utara