Perancangan Film Dokumenter Siwaluh Jabu (Studi Kasus ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11329/2/T1_692008032_Full... · Simalungun dan juga suku Jawa, tetapi mayoritas adalah

Embed Size (px)

Citation preview

  • Perancangan Film Dokumenter

    Siwaluh Jabu

    (Studi Kasus : Rumah Adat Suku Karo, Sumatera Utara)

    Artikel Ilmiah

    Diajukan kepada

    Fakultas Teknologi Informasi

    Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Desain

    Peneliti:

    Gian Saputra (692008032)

    Martin Setyawan, S.T., M.Cs.

    Program Studi Desain Komunikasi Visual

    Fakultas Teknologi Informasi

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Salatiga

    Mei 2015

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

  • vii

  • 1

    Perancangan Film Dokumenter Siwaluh Jabu

    (Studi Kasus : Rumah Adat Suku Karo, Sumatera Utara)

    1)

    Gian Saputra, 2)

    Martin Setyawan

    Fakultas Teknologi Informasi

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50771, Indonesia

    Email: 1)

    [email protected] 2)

    [email protected]

    Abstract

    Siwaluh Jabu is the biggest art work of the Karo tribe that was built without nails and

    raised in mutual cooperation. The traditional house, inhabited by 8 to 12 heads of families, is

    still preserved in the five villages in the district of Karo. Along with the times, shifting values

    started. Karo society assessed that it is not the time to live together with eight families in one

    house. Now, the traditional house of Karo people is displaced and endangered. This study

    uses a combination of qualitative and quantitative research methods called mix methods. This

    research used documentary as a medium that provides an overview of Siwaluh Jabu, the

    house of Karo tribe. This documentary film makes people aware of the importance of cultural

    heritage houses that become rich heritage of Indonesia, especially for the Karo tribe.

    Key words: Film, Documentary, Siwaluh Jabu

    Abstrak

    Rumah Siwaluh Jabu adalah karya yang terbesar bagi masyarakat Suku Karo yang

    dibangun tanpa penggunaan paku, dan dikerjakan secara gotong royong. Rumah tradisional

    siwaluh jabu dihuni 8 atau 12 kepala keluarga, masih dipertahankan di lima desa di

    kabupaten Karo. Seiring perkembangan zaman, pergeseran nilai-nilai mulai terjadi.

    Masyarakat suku karo menilai, sudah bukan zamannya lagi untuk hidup bersama dengan

    delapan keluarga dalam satu rumah. Kini rumah tradisional masyarakat Karo terlantar dan

    terancam punah. Penelitian ini menggunakan gabungan dari metode penelitian kualitatif dan kuantitatif yang dikenal dengan metode campuran. Hasil dari penelitian ini adalah film

    dokumenter sebagai media pelestari budaya yang memberikan gambaran mengenai Rumah

    Siwaluh Jabu Suku Karo. Adanya film dokumenter ini masyarakat sadar akan pentingnya

    warisan budaya rumah adat yang menjadi warisan kekayaan Indonesia, terutama bagi

    masyarakat suku Karo.

    Kata Kunci : Film, Dokumenter, Siwaluh Jabu

    _____________

    1 Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas

    Kristen Satya Wacana 2 Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

    mailto:[email protected]

  • 2

    1. Pendahuluan Kesadaran untuk mengenal, mengingat, serta memahami pengetahuan tentang seni,

    sejarah, fenomena sosial dan perkembangan budaya harus tertanam pada diri masyarakat.

    Bagaimana masyarakat pada zaman sekarang melihat perkembangan dan pergeseran

    budaya dimana masyarakat masih melaksanakan sebuah tradisi namun kurang memahami

    nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga

    nilai-nilai tradisi akan membuat tradisi tersebut menjadi hilang bahkan punah. [1]

    Khususnya tradisi kuno yang masih terekam pada Rumah Siwaluh jabu.

    Rumah Siwaluh Jabu adalah karya yang terbesar bagi masyarakat Suku Karo.

    Rumah Siwaluh Jabu dibangun tanpa penggunaan paku, dan dikerjakan secara gotong

    royong. Sehingga setiap jabu yang berdiri kokoh bukan hanya hasil karya satu orang saja

    tetapi merupakan hasil karya bersama. Pembangunan Rumah Siwalu Jabu dari proses

    persiapan, pengerjaan hingga penyelesaiannya dikerjakan bersama-sama, hal ini yang

    menunjukkan bahwa rumah adalah hal yang penting dan dijunjung tinggi oleh masyarakat.

    Suku Karo masih bisa berbangga karena rumah tradisional siwaluh jabu yang dihuni 8

    atau 12 kepala keluarga, masih dipertahankan di lima desa di kabupaten Karo. Tiga atau

    lima tahun lagi kebanggaan itu mungkin tak ada lagi, karena rumah buatan nenek moyang

    yang tinggal sekitar 30 unit lagi, bisa mengalami nasib seperti rumah tradisional suku

    Batak lain di Sumatera Utara yang hilang tak berbekas. [2]

    Berdasarkan penelitian awal yang telah dilakukan kepada 30 responden orang-

    orang Karo yang berdomisili di Salatiga, sebanyak 42,5% responden masih kurang

    mengerti mengenai rumah Siwaluh Jabu. Hasil dari penelitian awal ini menunjukkan

    bahwa generasi muda Suku Karo sendiri masih banyak yang belum mengetahui tentang

    kondisi dan makna dari Rumah Siwaluh Jabu itu sendiri.

    Berdasarkan pemaparan di atas maka salah satu bentuk pelestarian kekayaan

    budaya yang tersebar di Indonesia sangatlah menarik jika disuguhkan dalam media audio

    visual dalam hal ini media yang berbentuk film dokumenter. Penyajian dalam bentuk film

    dokumenter merupakan penyajian secara sederhana mengenai fakta, atau merekam

    peristiwa yang benar-benar terjadi atau otentik, yang didalamnya berhubungan dengan

    orang-orang, tokoh, peristiwa, serta lokasi. Penyajian dalam film dokumenter ditujukan

    sebagai media pelestarian nilai-nilai tradisi yang ada pada Rumah Siwaluh Jabu.

    Penelitian ini menggunakan film dokumenter sebagai media yang memberikan gambaran

    mengenai Rumah Siwaluh Jabu Suku Karo.

    2. Tinjauan Pustaka Penelitian yang berjudul Perancangan Video Dokumenter Batik Khas Di

    Pekalongan, Menggunakan Analisa SWOT. Penelitian ini bertujuan untuk Memberikan

    informasi tentang batik khas di Pekalongan serta membuat video yang dapat dipahami

    dengan mudah oleh masyarakat. Dengan adanya penelitian ini masyarakat sadar akan

    pentingnya warisan budaya batik yang sudah melekat erat dengan Indonesia, terutama

    kota Pekalongan. [3]

    Penelitian yang berjudul Film Dokumenter sebagai Media Pelestari Tradisi

    mengulas tentang film dokumenter yang mampu memediasi fenomena-fenomena dan

    menuangkannya kedalam materi audio visual. Pelestarian tradisi yang dicoba dimediasi

    oleh film dokumenter melalui kekuatannya dalam meramu gambar dan suara yang mudah

    dipahami dan dicerna masyarakat. Penggunaan bahasa visual diperkuat dengan deskripsi

  • 3

    naratif menjadi satu kesatuan yang efektif. Salah satu efek dari sebuah alat komunikasi

    adalah berperan dalam pembentukan perilaku dan pola berpikir masyarakat, fenomena

    sosial, fakta sejarah hingga gaya hidup adalah pengetahuan yang menarik untuk dipahami

    dan dipelajari. [4]

    Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah, penelitian ini menggunakan film

    dokumenter yang bergenre sains. Pengambilan gambar dibuat dengan semenarik mungkin

    dengan banyak menggunakan teknik pergerakan kamera. Penelitian ini memiliki pesan

    yang sangat kuat terhadap pelestarian budaya melalui visual-visual yang ditampilkan.

    Pada Kongres Kebudayaan Karo tahun 1995 telah memetakan wilayah budaya

    Karo dalam beberapa wilayah di Propinsi Sumatera Utara, berdasarkan wilayah

    Permukiman, yaitu : Karo Kenjulu, Karo Teroh Deleng, Karo Singalor Lau, Karo Dusun,

    Karo Baluren, Karo Langkat, dan Karo Timur. Daerah Karo Baluren tidak hanya dihuni

    oleh suku Karo saja, tetapi juga dihuni oleh suku-suku Batak lainnya yaitu : Toba, Pakpak,

    Simalungun dan juga suku Jawa, tetapi mayoritas adalah suku Karo, Toba dan Pakpak. [5]

    Karakteristik orang Karo banyak dipengaruhi oleh lingkungan alam yang

    mengitarinya, sebagai anak pedalaman dalam hutan rimba raya dan mentalitas agraris juga

    disebabkan oleh sejarah penaklukan Kerajaan Haru dimana salah satu pecahan dari

    Kerajaan Haru adalah Suku Karo yang mendiami daerah-daerah dataran tinggi, baik di

    Tanah Karo, Medan, Deli Serdang, Langkat, Binjai, Simalungun, Dairi dan Aceh

    Tenggara. [6]

    Rumah Siwalu Jabu adalah karya yang terbesar bagi masyarakat Suku Karo. Rumah

    Siwaluh Jabu dibangun tanpa penggunaan paku, dan dikerjakan secara gotong royong.

    Sehingga setiap jabu yang berdiri kokoh bukan hanya hasil karya satu orang saja tetapi

    merupakan hasil karya bersama. Pembangunan Rumah Siwalu Jabu dari proses persiapan,

    pengerjaan hingga penyelesaiannya dikerjakan bersama-sama, hal ini yang menunjukkan

    bahwa rumah adalah hal yang penting dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Suku Karo.

    Rumah Siwaluh Jabu adalah model rumah panggung dengan bentuk persegi panjang, yang

    terdiri dari:

    pintu yang pintu depan dan pintu belakang

    beranda/teras yaitu teras depan dan teras belakang

    2 buah tangga yaitu tangga depan dan belakang

    12 buah jendela

    dapur

    8 kamar tidur dan 8 ruang tanpa sekat sebagai tempat keluarga masing-

    masing

    para (tempat gantungan perkakas dapur), setiap para dipakai oleh 2 keluarga.

    [7]

    Film merupakan medium komunikasi massa yaitu alat pengampu berbagai jenis

    pesan dalam peralatan modern. Saat ini penyebaran film semakin luas, pembuatannya

    semakin sempurna, dan jenisnya semakin beragam. Film digunakan sebagai media

    ekspresi artis atau alat seniman-seniman untuk mengutarakan gagasan atau ide lewat suatu

    wawasan menggunakan perangkat teknologi film. [8]

    Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yakni unsur naratif dan

    unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama

    lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tersebut tidak akan dapat

    membentuk film jika hanya berdiri sendiri. Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan

  • 4

    diolah, sementara unsur sinematiknya adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. Unsur

    naratif dalam film adalah perlakuan terhadap cerita film. Sementara unsur sinematik

    merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film. Unsur sinematik terbagi menjadi empat

    elemen pokok yakni, mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Dapat dilihat pada

    Gambar 1.

    Gambar 1. Unsur Pembentuk Film

    Mise en scene adalah segala aspek yang berada di depan kamera yang akan diambil gambarnya, yakni setting (penunjuk ruang dan waktu untuk memberikan

    informasi yang kuat dalam mendukung cerita filmnya), tata cahaya, kostum dan

    tata rias wajah, serta pergerakan pemain.

    Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni: kamera dan film, framing, serta durasi gambar. Kamera dan film mancakup teknik-teknik

    yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya. Framing adalah

    hubungan kamera dengan objek yang akan diambil, seperti batasan wilayah

    gambar atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera dan seterusnya.

    sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah obyek diambil gambarnya

    oleh kamera.

    Editing tahap pasca produksi: pemilihan serta penyambungan shot-shot yang telah diambil, tahap setelah filmnya selesai, tehnik yang digunakan untuk

    menghubungkan tiap shot.

    Suara dalam film dapat kita pahami sebagai seluruh suara yang keluar dari gambar, yakni dialog, musik, dan efek suara. [9]

    Film dokumenter adalah jenis film non fiksi yang mengandung fakta peristiwa serta

    sikap atau opini dari pembuat film dokumenter fakta peristiwa dapat diceritakan. Film

    dokumenter berisikan rekaman segala sesuatu sesuai dengan apa yang dilihat, biasanya

    berisikan peristiwa penting yang diperkirakan tidak akan terulang kembali. Film

    dokumenter dibuat dengan perhitungan matang dengan diseleksi, memperhitungkan credit

    title (daftar para pembuat film), dapat berkisah tentang sejarah, satwa, atau peristiwa yang

    berkaitan dengan kegiatan upacara tradisi dan upacara resmi. Semunya dibuat menurut

    kebutuhan si pembuat film. [10]

    3. Metode dan Perancangan Media Perancangan film dokumenter Siwaluh Jabu ini menggunakan metode gabungan

    (Mixed Methods). Metode gabungan merupakan penggabungan antara metode kualitatif

    dan metode kuantitatif. Metode gabungan merupakan pendekatan penelitian yang

    Film

    Unsur Naratif Unsur Sinematik

    Mise en scene sinematografi

    editing

    suara

  • 5

    mengkombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif.

    Pendekatan ini melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan kualitatif dan

    pendekatan kuantitatif, dan pencampuran (mixing) kedua pendekatan tersebut dalam satu

    penelitian. Metode gabungan ini lebih kompleks dari sekedar mengumpulkan dan

    menganalisis dua jenis data, juga melibatkan fungsi dari dua pendekatan ini secara

    kolektif, sehingga kekuatan penelitian ini secara keseluruhan lebih besar ketimbang

    penelitian kualitatif dan kuantitatif. [11]

    Perancangan film dokumenter Rumah Siwaluh Jabu Suku Karo ini menggunakan

    strategi desain linear strategy. Linear strategy adalah metode yang menetapkan urutan

    logis pada tahapan perancangan yang sederhana dan relatif sudah dipahami

    komponennya. [12] Pengguna akan melakukan navigasi secara berurutan dari informasi

    yang satu ke lainnya seperti yang terlihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Bagan linear strategy

    Langkah pertama dalam penelitian ini adalah menentukan masalah yang akan

    diangkat untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini masalah yang diangkat adalah belum

    adanya media pelestari budaya untuk memberikan informasi mengenai makna Rumah

    Siwaluh Jabu bagi kehidupan Suku Karo serta menyampaikan pesan bahwa jumlah

    Rumah Siwaluh Jabu sudah tidak banyak lagi dan harus dilestarikan agar bisa diwariskan

    ke generasi penerus. Media pelestari budaya yang digunakan adalah film dokumenter.

    Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi yaitu melakukan

    pengamatan langsung ke lokasi dimana rumah adat Suku Karo berada. Terdapat tiga desa

    yang masih mempertahankan rumah adat Suku Karo yaitu desa Lingga, desa Dokan dan

    Desa Peceren. Beberapa desa juga masih dapat ditemukan rumah adat Suku Karo, namun

    kondisi rumah sudah tidak dihuni lagi dan bangunan dibiarkan terlantar seperti di desa

    Cingkes, desa Panribuan dan desa Kabung. Wawancara dilakukan secara langsung dengan

    Bapak Pdt. Kalvinius Jawak. M.Si selaku pemerhati budaya Suku Karo pada tanggal 15

    Juli 2014. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui sejarah Suku Karo melalui rumah

    adat, serta makna dari rumah adat terhadap tatanan kehidupan masyarakat Suku Karo.

    Wawancara juga dilakukan dengan Bapak Drs. Sarjani Tarigan, MSP selaku Staf Ahli

    Bupati Karo Bidang Sosial Politik. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

    film dokumenter terhadap pelestarian tradisi budaya Suku Karo. Dari data verbal dan

    visual dapat diambil kesimpulan antara lain :

    Rumah adat Suku Karo memiliki makna dan nilai-nilai filosofis yang sangat kuat bagi kehidupan masyarakat Suku Karo.

    Rumah adat Suku Karo jumlahnya sudah tidak banyak lagi di daerah Kabupaten Karo Sumatera Utara.

    Perlu adanya sebuah media yang berisikan informasi dan juga pesan kepada masyarakat Suku Karo untuk tetap menjaga dan melestarikan seluruh aset

    kebudayaan yang masih tersisa sampai sekarang termasuk rumah adat.

    Berdasarkan penjelasan di atas, proses perancangan film dokumenter Rumah

    Siwaluh Jabu Suku Karo dapat dilihat pada Gambar 3.

  • 6

    Gambar 3. Tahapan proses perancangan film dokumenter

    Konsep film yang dibuat merupakan film dokumenter yang berjenis sains, yang

    menampilkan kondisi rumah Siwaluh Jabu yang masih ada di beberapa desa Kabupaten

    Karo Sumatera Utara. Sudut pandang yang digunakan dalam film dokumenter ini adalah

    objective point of view, yaitu seluruh cerita dalam film dibangun berdasarkan sudut

    pandang pembuat film. [13]

    Ide cerita dalam perancangan film dokumenter rumah Siwaluh Jabu ini sebagai

    media informasi dan juga sebagai media pelestarian kekayaan budaya yang tersebar di

    Indonesia khususnya rumah adat Suku Karo. Film dokumenter ini akan menceritakan

    sejarah, makna filosofis, kegiatan di rumah adat sampai dengan kondisi rumah adat Suku

    Karo yang sudah mulai rusak bahkan hilang dimakan zaman.

    Prapoduksi merupakan tahap semua pekerjaan dan aktivitas yang terjadi sebelum

    film diproduksi secara nyata. Tahap awal yang harus dipikirkan dalam praproduksi yaitu

    mempelajari treatment, storyboard dan menganalisis teknik produksi yang akan

    diterapkan.

    Storyline adalah cerita rekaan tentang film yang akan diproduksi. Storyline juga

    suatu gambar kerja keseluruhan dalam memproduksi film, jadi dalam memproduksinya

    akan lebih terarah. Berikut adalah storyline pada film dokumenter Siwaluh Jabu. Film ini

    akan diawali dengan transisi gambar yang menampilkan landmark dataran tinggi Karo,

    serta karakteristik masyarakat Suku Karo. Tidak luput sisa-sisa beberapa bangunan rumah

    adat yang menjadi saksi bisu sejarah perkembangan kehidupan budaya masyarakat Suku

    Karo. Seorang budayawan Suku Karo bercerita tentang sejarah Rumah Siwaluh Jabu, ciri-

    ciri Rumah Siwaluh Jabu, dan makna filosofis yang terkandung pada setiap ornamen-

    ornamen yang melekat pada Rumah Siwaluh Jabu. Kehidupan masyarakat yang tinggal di

    dalam Rumah Siwaluh Jabu sangat sederhana namun penuh makna. Mereka yang terdiri

    dari beberapa keluarga hidup berdampingan dalam satu atap, enam belas sekat dan empat

    tungku api. Pada akhir film ditampilkan penduduk yang mempunyai keinginan untuk

  • 7

    mempertahankan rumah adat. Mereka menginginkan sisa sisa rumah adat yang masih

    ada jangan sampai rusak, hancur bahkan hilang tergerus seiring waktu dan perubahan

    zaman yang terus berjalan.

    Treatment merupakan uraian secara singkat dari sebuah skenario yang nantinya

    akan dikerjakan. Semua scene yang akan ditampilkan pada film dokumenter diuraikan

    secara deskriptif dari awal munculnya gambar sampai pada bagian akhir.

    Scene 1 ( LS - MCU )

    Menampilkan landmark di Kabupaten Karo.

    Scene 2 ( MCU - CU )

    Menampilkan gambaran secara umum Suku Karo

    Scene 3 ( MCU )

    Menampilkan Rumah Siwaluh Jabu yang masih dihuni di Desa Lingga dan Desa

    Dokan

    Scene 4 ( LS MS - CU )

    Menampilkan gambaran secara umum Rumah Siwaluh Jabu bagi kehidupan Suku

    Karo

    Scene 5 ( MCU )

    Wawancara tentang sejarah Rumah Siwaluh Jabu oleh sebagai budayawan Suku

    Karo.

    Scene 6 ( MCU - CU )

    Menampilkan ciri-ciri dan makna dari tiap ornamen Rumah Siwaluh Jabu

    Scene 7 (CU )

    Wawancara dengan penghuni rumah

    Scene 8 (MS MCU- CU)

    Menampilkan kegiatan penghuni di dalam Rumah Siwaluh Jabu

    Scene 9 (LS MS MCU CU)

    Menampilkan kegiatan di luar rumah sebagai mata pencaharian untuk menunjang

    ekonomi keluarga

    Scene 10 (LS MS MCU CU)

    Menampilkan kondisi beberapa rumah yang sudah rusak dan hancur

    Scene 11 (CU)

    Wawancara dengan budayawan

    Scene 12 (LS)

    Sebagai penutup menampilkan video time lapse

    Storyboard merupakan serangkaian sketsa dibuat berbentuk persegi panjang dan

    menggambarkan suatu urutan (alur cerita) serta elemen-elemen yang ada dalam proses

    pembuatan film dokumenter. Storyboard film dokumenter rumah Siwaluh Jabu dapat

    dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Storyboard

    Scene Board Durasi Shoot Keterangan

    1

    1 menit LS - MS Landmark Kabupaten

    Karo

  • 8

    2

    1 menit LS MS -

    CU

    Penjelasan tentang Suku

    Karo

    3

    30 detik LS - MS Pengenalan Rumah

    Siwaluh Jabu

    4

    3 menit LS MS -

    CU

    Gambaran secara umum

    Rumah Siwaluh Jabu

    5

    1 menit CU Wawancara dengan

    pengetua adat

    6

    3 menit LS MS

    MCU- CU

    Ciri-ciri dan makna dari

    tiap ornamen Rumah

    Siwaluh Jabu

    7

    1 menit CU Wawancara dengan

    penghuni rumah

    8

    2 menit MS MCU-

    CU

    Kegiatan di dalam rumah

    9

    2 menit LS MS

    MCU - CU

    Kegiatan di luar rumah

    10

    3 menit LS MS

    MCU - CU

    Beberapa rumah yang

    sudah rusak dan hancur

  • 9

    11

    1 menit CU Wawancara dengan

    budayawan

    12

    30 detik LS Penutup

    Produksi adalah periode pembuatan sebuah film. Pada tahap ini shooting dilakukan,

    suara direkam dan pencahayaan. Shooting merupakan tahap pengambil gambar yang baik

    berupa foto dan video untuk tayangan visual pendukung penyusunan dan pembuatan film

    dokumenter. Sebelum melakukan proses shooting, beberapa aspek yang harus

    diperhatikan antara lain karakter, bakat khusus, usia, situasi personal saat itu, lokasi serta

    waktu yang dibutuhkan untuk shooting. Audio merupakan perekaman suara sesuai dengan

    adegan dan sesuai dengan ekspresi pemeran dalam film dokumenter. Lighting merupakan

    pencahayaan yang harus diperhatikan dalam proses produksi film dokumenter adalah

    intensitas cahaya, kualitas cahaya, kontras cahaya, arah cahaya, warna cahaya, dan

    temperatur cahaya. [14]

    4. Hasil dan Pembahasan Hasil film dokumenter yang telah melalui proses editing terdiri dari 8 scene. Scene

    ini merupakan scene awal untuk mengawali penyampaian informasi. Scene satu

    menampilkan landmark daerah dataran tinggi di Kabupaten Karo. Landmark yang

    terdapat dalam film ini meliputi, Bukit Gundaling, Tugu Perjuangan Berastagi, Tugu

    Bambu Runcing Kabanjahe, Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Jenis shoot yang

    dipakai adalah long shot dan high angle dengan teknik panning untuk dapat

    menggambarkan dataran tinggi Karo. Cuplikan scene 1 dapat dilihat pada Gambar 4.

    Gambar 4. Scene 1

    Scene dua menampilkan karakteristik masyarakat Karo sangat banyak dipengaruhi

    oleh lingkungan yang mengitarinya. Sebagai sebuah komunitas, di sana juga terbentuk

    sebuah budaya yang menjadi patron bagi masyarakat Karo dalam berhubungan dengan

    Sang Pencipta, alam beserta isinya dan masyarakat yang ada didalamnya. Identitas

    masyarakat Karo dilihat dari 4 karakteristik yang meliputi Marga, bahasa Kesenian dan

  • 10

    adat istiadat. Jenis shoot yang digunakan adalah medium close up dengan eye angle untuk

    memberikan gambaran secara jelas tentang Suku Karo. Scene 2 dapat dilihat pada Gambar

    5.

    Gambar 5. Scene 2

    Scene tiga berisi tentang gambaran Rumah Siwaluh Jabu secara umum bagi

    kehidupan masyarakat Suku Karo, yaitu kekompakan dan gotong royong. Rumah siwaluh

    jabu sebagai identitas masyarakat suku karo yang menggambarkan kebesaran suatu

    kampung. Pada scene ini dilakukan wawancara dengan Bapak Rehan Ginting selaku

    pengetua adat Desa Dokan. Bapak Rehan Ginting mengatakan bahwa proses

    pembangunan Rumah Siwaluh Jabu dikarenakan pada jaman dulu masyarakat Suku Karo

    hanya tinggal berkelompok, karena dengan cara itu mereka bisa bertahan dari serangan

    musuh. Jenis shoot yang digunakan adalah long shot dan eye angle untuk mendiskripsikan

    secara utuh Rumah Siwaluh Jabu, sedangkan medium shoot dan medium close up untuk

    menunjukkan lingkungan sekitar Rumah Siwaluh Jabu Scene 3 dapat dilihat pada Gambar

    6.

    Gambar 6. Scene 3

    Scene empat menampilkan ciri ciri rumah siwaluh jabu dan penjelasan ornamen

    ornamen yang terdapat di rumah siwaluh jabu. Terdapat kepala kerbau di atap rumah,

    bentuk cicak yang terdapat di sekeliling tembok rumah dan simbol ornamen yang ada di

    sisi sisi rumah siwaluh jabu. Pada scene ini dilakukan wawancara dengan Bapak E.

    Purba sebagai seorang yang pernah tinggal selama 20 tahun di rumah siwaluh jabu, yang

    mengatakan bahwa pondasi rumah siwaluh jabu tahan dari guncangan gempa bumi. Jenis

    shoot yang digunakan adalah medium shoot, medium close up, close up dan low angle

    untuk memberikan visual dari simbol-simbol yang terdapat pada Rumah Siwaluh Jabu

    Scene 4 dapat dilihat pada Gambar 7.

  • 11

    Gambar 7. Scene 4

    Scene lima menunjukkan tujuh bagian dalam rumah siwaluh jabu yang terdiri dari

    tangga, pintu, teras, bena kayu (pangkal kayu), jabu (ruang tiap keluarga), dapur (tungku),

    ujung kayu. Rumah siwaluh jabu menunjukkan kebersamaan yang kuat di masyarakat

    Suku Karo yang tinggal di dalamnya. Pada scene ini dilakukan wawancara dengan Bapak

    E.Purba yang mengatakan hubungan antara keluarga satu dengan keluarga lainnya yang

    tinggal dalam satu rumah harus terjalin dengan baik. Jenis shoot yang digunakan adalah

    medium close up, close up dan eye angle untuk memberikan visual kegiatan yang ada di

    dalam Rumah Siwaluh Jabu. Scene 5 dapat dilihat pada Gambar 8.

    Gambar 8. Scene 5

    Scene enam menampilkan tentang aktivitas sehari-hari yang dilakukan setiap

    individu yang tinggal di rumah siwaluh jabu untuk bertahan hidup. Mata pencaharian yang

    dikerjakan meliputi bidang pertanian dan peternakan. Kebanyakan dari mereka tergolong

    para petani yang mengikuti pola pembudidayaan sawah. Peternakan berupa ayam, kerbau

    dan hewan ternak lainnya untuk mendukung perekonomian keluarga. Kerbau merupakan

    jenis ternak yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat desa, karena selain dapat

    digunakan sebagai sarana transportasi juga berguna sebagai investasi yang siap dijual.

    Jenis shoot yang digunakan adalah long shoot, medium shoot, medium close up dan eye

    angle untuk menggambarkan secara jelas kegiatan yang dilakukan untuk menunjang

    perekonmian keluarga. Scene 6 dapat dilihat pada Gambar 9.

  • 12

    Gambar 9. Scene 6

    Scene tujuh menampilkan kondisi rumah siwaluh jabu yang sudah lama

    ditinggalkan dan kondisi bangunan yang sudah rusak bahkan hampir roboh. Pada scene ini

    terdapat wawancara dengan dua orang narasumber, yaitu Bapak Ganti Tarigan sebagai

    warga Desa Cingkes Kabupaten Simalungun dan Bapak E. Purba. Bapak Ganti Tarigan

    menuturkan bahwa dahulu di Desa Cingkes masih terdapat 36 rumah siwaluh jabu. Seiring

    berjalannya waktu rumah siwaluh jabu yang berada di desa Cingkes hanya tersisa satu

    rumah. Bapak E. Purba menyampaikan adat harus dipegang kuat apabila rumah siwaluh

    jabu hilang maka aturan pun akan ikut hilang. Jenis shoot yang digunakan adalah medium

    shoot, medium close up, close up dan extreme close up untuk menampilkan kesan yang

    emosional tentang kondisi Rumah Siwaluh Jabu yang sudah rusak dan hampir hancur.

    Scene 7 dapat dilihat pada Gambar 10.

    Gambar 10. Scene 7

    Scene delapan memuat pesan dari dua orang narasumber yaitu Bapak Pdt. Masada

    Sinukaban dan Bapak Rapat Ginting. Bapak Pdt. Masada Sinukaban menyampaikan

    bahwa peran pemerintah Kabupaten Karo sangatlah penting dalam melestarikan budaya

    Karo sebagai identitas masyarakat Karo dalam hal ini rumah siwaluh jabu. Bapak Rapat

    Ginting menyampaikan bahwa leluhur telah meninggalkan peninggalan yang pantas dan

    layak untuk dinikmati sebagai suku Karo tapi itu semua tidak dapat dinikmati bila itu

    musnah. Jenis shoot yang digunakan adalah close up untuk wawancara, dan long shoot

    untuk menimbulkan kesan dramatis pada akhir film. Scene 8 dapat dilihat pada Gambar

    12.

  • 13

    Gambar 11. Scene 8

    Pengujian kualitatif pada praktisi film dokumenter dalam hal ini Bapak Herri

    Ketaren sebagai sutradara di YAKOMA-PGI, didapatkan hasil bahwa film yang dibuat

    memiliki keunggulan dari segi sinematografi, backsound serta audio yang jelas dan sesuai,

    serta memiliki teknik pengambilan gambar yang baik.

    Target responden dalam pengujian film dokumenter Siwaluh Jabu adalah

    mahasiswa/i suku karo di Salatiga. Menggunakan responden mahasiswa/i karena

    merupakan generasi muda Suku Karo yang akan menjadi penerus untuk melestarikan dan

    memperkenalkan budaya Karo sebagai identitas masyarakat Karo. Metode yang

    digunakan untuk pengujian film dokumenter Siwaluh Jabu adalah metode kuantitatif.

    Metode ini merupakan metode yang mengujikan teori, deskripsi statistik dan berkaitan

    dengan variabel. Oleh karena itu pengujian dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

    Kuesioner yang digunakan berisikan pemahaman mengenai rumah siwaluh jabu setelah

    menyaksikan film dokumenter Siwaluh Jabu.

    Pengujian film dokumenter dengan 30 responden diperoleh hasil jawaban kuesioner

    yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 merupakan tabel jumlah jawaban responden dari

    kuesioner kedua. Kuesioner kedua ini berisi pertanyaan tentang pemahaman responden

    setelah menonton film dokumenter mengenai rumah Siwaluh Jabu dari kualitas film dan

    suara film dokumenter. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa dominan jawaban responden

    adalah A dan B.

    Tabel 2. Jumlah jawaban responden kuesioner

    No. Pernyataan Jawaban Total

    A B C D

    1 Saya tahu rumah Siwaluh Jabu. 14 16 0 0 30

    2 Saya tahu ciri-ciri rumah

    Siwaluh Jabu.

    10 19 1 0 30

    3 Saya mengetahui makna dari

    ornamen yang ada pada rumah

    siwaluh jabu.

    5 22 3 0 30

    4 Saya mengetahui rumah siwaluh

    jabu selain di desa Lingga dan

    desa Dokan.

    13 12 4 1 30

    Kualitas Film

    1 Gambar yang terdapat dalam

    film dokumenter Siwaluh Jabu

    20 10 0 0 30

  • 14

    memiliki kualitas yang baik.

    2 Perpindahan dari gambar satu

    dengan gambar berikutnya yang

    terdapat dalam film dokumenter

    Siwaluh Jabu memiliki kualitas

    yang baik.

    18 12 0 0 30

    3 Apakah pencahayaan gambar

    dalam film dokumenter Siwaluh

    Jabu memiliki kualitas yang

    baik.

    19 11 0 0 30

    4 Suara narasumber yang terdapat

    dalam film dokumenter Siwaluh

    Jabu terdengar dengan jelas.

    24 6 0 0 30

    5 Backsound yang digunakan

    dalam film dokumenter Siwaluh

    Jabu sesuai dengan gambar yang

    ditampilkan.

    13 14 3 0 30

    Penyampaian Pesan

    1 Pesan yang terdapat di film

    dokumenter Siwaluh Jabu dapat

    dipahami dengan baik.

    18 12 0 0 30

    2 Film dokumenter Siwaluh Jabu

    bisa menjadi media informasi.

    23 7 0 0 30

    3 Saya pernah melihat media

    informasi dalam bentuk

    dokumenter sebelumnya.

    8 12 9 1 30

    4 Film dokumenter Siwaluh Jabu

    sudah informatif dan

    komunikatif.

    18 11 1 0 30

    TOTAL KESELURUHAN 203 164 21 2 390

    Hasil dari Tabel 2 akan direpresentasikan dalam bentuk diagram dengan rumus

    perhitungan yang sama pada kuesioner satu. Diagram hasil jawaban kuesioner dua dapat

    dilihat pada Gambar 14.

  • 15

    Gambar 12. Diagram jumlah jawaban kuesioner

    Gambar 14 merupakan diagram persentase nilai dari jawaban responden, yang

    didapat melalui rumus perhitungan yang sama dengan perhitungan kuesioner satu.

    Perhitungan persentase jawaban kuesioner dua dari Gambar 14 sebagai berikut :

    1. Perolehan jawaban A :

    Tk =

    x 100 % = 52,05% (Sangat Setuju)

    2. Perolehan jawaban B :

    Tk =

    x 100 % = 42,05% (Setuju)

    3. Perolehan jawaban C :

    Tk =

    x 100 % = 5,39% (Tidak Setuju)

    4. Perolehan jawaban D :

    Tk =

    x 100 % = 0,51% (Sangat Tidak Setuju)

    Persentase yang diperoleh dari perhitungan tersebut kemudian dikategorikan

    menjadi dua, kategori pertama merupakan gabungan jawaban A dan jawaban B yang

    menandakan bahwa responden memahami informasi yang disampaikan mengenai rumah

    Siwaluh Jabu, sedangkan kategori kedua merupakan gabungan jawaban C dan jawaban D

    yang menandakan bahwa responden kurang mampu memahami informasi yang

    disampaikan mengenai rumah Siwaluh Jabu. Perhitungan kategori tersebut adalah sebagai

    berikut :

    1. Jawaban A + Jawaban B 52,05% + 42,05% = 94,1%

    2. Jawaban C + Jawaban D 5,39% + 0,51% = 5,9%

    Hasil yang diperoleh dari perhitungan kedua kategori menunjukan bahwa 94,1%

    responden menilai bahwa informasi dalam film dokumenter Siwaluh Jabu dapat dipahami

    dengan baik, sedangkan 5,9% responden beranggapan sebaliknya.

    5. Simpulan Dari hasil penelitian, perancangan serta pengujian mengenai film dokumenter

    rumah Siwaluh Jabu dapat disimpulkan bahwa film dokumenter mengenai rumah Siwaluh

    Jabu dapat menjadi salah satu media informasi mengenai rumah adat sebagai identitas

    suku Karo, sehingga masyarakat lebih mengerti sejarah dan kondisi rumah siwaluh jabu,

  • 16

    ciri-ciri rumah jabu, makna dari ornamen yang ada pada rumah siwaluh jabu. Adanya film

    dokumenter ini masyarakat sadar akan pentingnya warisan budaya rumah adat yang

    menjadi warisan kekayaan Indonesia, terutama bagi masyarakat suku Karo. Pesan dan

    informasi yang terkandung didalam film dokumenter rumah siwaluh jabu dapat

    disampaikan dengan baik kepada responden, karena film dokumenter ini didukung dengan

    visualisasi yang erat kaitannya dengan informasi yang disampaikan tentang rumah

    siwaluh jabu dan kondisinya saat ini.

    Saran yang disampaikan untuk perkembangan film dokumenter rumah siwaluh jabu

    kedepannya adalah penambahan durasi flm dokumenter supaya selain informasi

    masyarakat juga dapat menikmati film dokumenter, penambahan subtitle bahasa inggris

    maupun bahasa asing lainnya supaya wisatawan asing dapat menyaksikan film

    dokumenter rumah siwaluh jabu.

    Pustaka

    [1] Rahmana, Siti, 2014, Tradisi Lisan : Aktualisasi, Eksistensi, dan Transformasi Hasil

    Budaya Masa Lampau, http://tempo-institute.org/tradisi-lisan-aktualisasi-

    eksistensidan-transformasi-hasil-budaya-masa-lampau/. Diakses tanggal 30

    September 2014.

    [2] Pandia, Agnes Swetta, 2010, Rumah Khas Karo Terancam Punah,

    http://www.geocities.ws/merga_silima/Artikel06.htm. Diakses tanggal 30

    September 2014.

    [3] Putri, Yuliani Intan. 2013. Perancangan Video Dokumenter Batik Khas di Pekalongan, menggunakan Analisis SWOT. Skripsi. Salatiga : Universitas Kristen Satya

    Wacana.

    [4] Utami, Citra Dewi, 2010, Film Dokumenter sebagai Media Pelestari Tradisi, jurnal.isi-

    ska.ac.id/index.php/acintya/article/download/222/196 . Diakses tanggal 30

    September 2014.

    [5] Prinst, Darwan. 1996. Adat Karo. Medan : Kongres Kebudayaan Karo.

    [6] Tarigan, Sarjani. 2009. Lentera Kehidupan Orang Karo Dalam Berbudaya. Medan :

    Tanpa Penerbit.

    [7] Sembiring, Darius Rinaldi. 2011. Rumah Siwaluh Jabu Teologi Kontekstual Karo.

    Tesis. Cipanas : Sekolah Tinggi Teologi Cipanas.

    [8] Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta : Gramedia Pustaka.

    [9] Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta : Homerian Pustaka.

    [10] Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta : Gramedia Pustaka.

    [11] Creswell, John W., 2010, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

    Mixed, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

    [12] Sarwono, Jonathan & Hary Lubis. 2007. Metode Riset Untuk Desain

    Komunikasi Visual. Yogyakarta : Andi.

    [13] Nugroho, Fajar. 2007. Cara Pinter Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta : Indonesia

    Cerdas.

    [14] Suyanto, M, 2004. Analisis & Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran.

    Yogyakarta : Andi Offset.

    http://tempo-institute.org/tradisi-lisan-aktualisasi-eksistensihttp://tempo-institute.org/tradisi-lisan-aktualisasi-eksistensi