Upload
bayan-pesek
View
1.099
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar balakang :
Ayam peliharaan dalam bahasa yunani adalah, Galliformes sedangkan
dalam bahasa inggris adalah Gallus gallus domesticus. Ayam peliharaan (Gallus
gallus domesticus) adalah unggas yang biasa dipelihara orang untuk dimanfaatkan
untuk keperluan hidup pemeliharanya. Ayam peliharaan merupakan keturunan
langsung dari salah satu subspesies ayam hutan yang dikenal sebagai ayam hutan
merah (Gallus gallus) atau ayam bangkiwa (bankiva fowl). Makanan utama ayam
adalah dedak atau bekatul dan tepung jagung.
Kota Blitar merupakan salah satu contoh peternakan ayam terbesar di
Indonesia. Sampai pada tahun 2010 sebagai potensi unggulan, produksi telur
Kabupaten Blitar mampu memenuhi 70% dari kebutuhan telur di Jawa Timur dan
secara Nasional memenuhi 30% dari kebutuhan telur ayam Nasional. Tahun 2010
jumlah populasi ayam ras petelur Kabupaten Blitar mencapai 15.467.600 ekor
dengan jumlah produksi telur sebanyak 134.735,3 ton telur. Adapun populasi
ayam buras mencapai 2.826.963 ekor pada tahun 2010 dengan sentra di
Kecamatan Talun (Online ;http://www.blitarkab.go.id/?p=865)
Dari data diatas maka kebutuhan akan pakan semakin banyak. Sedangkan
para peternak dalam mengolah pakan ayam masih banyak yang menggunakan
cara manual, yaitu dilakukan dengan menggunakan tangan dan tidak
menggunakan alat bantu. Sehingga hasil olahan pakan masih kasar dan
prosesnya juga membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan tuntutan dari pakan
yang bagus adalah pakan yang mempunyai tekstur halus dan mudah dicerna oleh
ayam. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dalam tugas akhir ini akan
direncanakan dan sekaligus dibuat (rancang bangun) sebuah mesin pengaduk
pakan ternak ayam.
1
Mesin ini meggunakan mixer bertingkat dengan tujuan agar campuran dari
semua bahan dapat bercampur secara homogen. Sedangkan cara kerjanya hampir
sama dengan mesin molen. Mesin ini terdiri dari kerangka mesin, sabuk, pully,
roda gigi dan motor sebagai penggeraknya.
Kelebihan dari mesin pengaduk pakan ini agar lebih efisien waktu dan
tenaga, konstruksi mesin dibuat sederhana sehinga dapat memperkecil biaya
pembuatan dan operator tidak mengalami kesulitan dalam mengoperasikan alat
ini, kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan lebih baik, sehingga mesin ini
dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Dengan dibuatnya alat tersebut diharapkan para peternak ayam dapat
mengolola sendiri pakan ternaknya sesuai dengan kebutuhan dan komposisi yang
diinginkan. Sehingga alat yang dibuat dapat memenuhi kebutuhan akan pakan
ternak dengan biaya yang relatif murah.
1.2 Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah yang ada, maka dapat ditarik
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah menentukan daya yang dibutuhkan untuk mesin
pengaduk pakan ternak ayam?
2. Bagaimanakah merancang komponen-komponen mesin pengaduk
pakan ternak ayam?
3. Bagaimnakah gambar kerja dari mesin pengaduk pakan ternak?
1.3 Batasan Masalah
Agar pembahasan mengenai perencanaan dan pembuatan mesin pengaduk
pakan ternak ini dapat terarah dengan baik, maka dapat diambil batasan-batasan
masalah sebagai berikut :
1. Dasar perhitungan yang dibutuhkan untuk pembuatan mesin pengaduk
pakan ternak ayam.
2
2. Perhitungan perencanaan, pemilihan bahan dan pengecekan kekuatan
bahan yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan mesin pengaduk
pakan ternak ayam.
3. Perencanaan gambar kerja mesin pengaduk pakan ternak ayam.
1.4 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan secara umum dari rancang bangun mesin pengaduk pakan ternak adalah:
1. Untuk memperoleh wawasan dan pengalaman dalam merancang –
bangun sebuah mesin yang sedang dibutuhkan dan memiliki nilai lebih
sehingga dapat meningkatkan ketrampilan dan daya kreatifitas mahasiswa.
2.Untuk mengaplikasikan atau menerapkan disiplin ilmu yang telah
diperoleh selama masa perkuliahan terutama mata kuliah elemen mesin,
pengetahuan bahan teknik, teknologi bahan, mekanika kekuatan bahan,
dinamika permesinan dan gambar teknik.
2. Tujuan khusus
Tujuan secara khusus dari rancang bangun mesin pengaduk pakan ternak
ayam ini adalah :
1.Untuk mengetahui daya yang dibutuhkan dari mesin pengaduk pakan ternak
ayam.
2. Dapat merancang komponen-komponen mesin pengaduk pakan ternak ayam.
3.Dapat membuat perhitungan perencanaan, memilih bahan dan mengecek
kekuatan bahan yang nantinya digunakan sebagai dasar dalam pembuatan
mesin pengaduk pakan ternak ayam.
4. Dapat membuat gambar kerja mesin pengaduk pakan ternak ayam.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 POROS
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari mesin. Hampir
semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan
utama dalam tranmisi itu dipegang oleh poros. Poros juga untuk meneruskan
daya yang diklasifikasikan menurut pembebanannya sebagai berikut :
a. Poros transmisi, yaitu poros yang mendapat beban murni atau punter
dan daya lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui
kopling, roda gigi, pulley sabuk atau sproket rantai, dan lain-lain.
b. Spindel adalah poros transmisi pendek, seperti poros utama mesin
perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran disebut spidel.
Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil
dan bentuk serta ukurannya harus teliti.
c. Gandar adalah poros seperti yang dipasang di antara roda-roda kereta
barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang
tidak boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat
beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana
akan mengalami beban puntir juga.
Menurut bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros lurus umum, poros engkol sebagai poros utama dari mesin total, dan lain-lain. Poros luwes untuk transmisi daya kecil agar terdapat kebebasan dari perubahan arah, dan lain-lain. Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
Kekuatan poros
Suatu poros ransmisi dapat mengalami beban punter atau lentur atau
gabungan antara punter dan lentiur seperti telah diuraikan diatas. Juga ada
poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling
kapal atau turbin, dan lain-lain. Kelelahan tumbukan atau pengaruh
4
konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil (poros bertangga) atau
bila poros mempunyai alur pasak harus diperhatikan.
Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekakuan yang cukup tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirannya terlalu besar akan mengakibatkan
ketidaktelitian atau menimbulkan getaran yang merugikan dan suara
berisik. Karena itu, disamping kekuatan poros, kekakuan juga harus
diperhatikan dan disesuaikan dengan mesin yang akan memakai poros
tersebut.
Putaran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu
dapat terjadi putaran yang luar biasa. Putaran ini disebut putaran kritis. Hal
ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dll. Sehingga
mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Oleh
karena itu, poros harus direncakan sedemikian rupa sehingga putaran
kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya.
Korosi
Bahan-bahan tahan korosi harus dipilih poros propeler dan pompa bila
terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian pula untuk poros-
poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang sering berhenti
lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan
terhadap korosi.
Bahan poros
Poros untuk mesin pada umumnya dibuat dari baja yang ditarik dingin dan
difinis, baja karbon kontruksi mesin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan
dari ingot yang di-“kill” (baja baja yang dideoksidasikan dengan
ferrosilikon dan dicor; kadar karbon terjamin) (JIS G3123 Tabel 1.1).
Meskipun demikian, bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat
mengalami deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya
bila diberi alur pasak. Karena ada tegangan sisa di dalam terasnya. Tetapi
penarikan dingin membuat permukaan poros menjadi keras dan
kekuatannya menjadi besar. Poros-poros yang digunakan untuk
5
meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat dari baja
paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan terhadap keusan.
Beberapa diantaranya adalah baja khorm nikel, baja khorm nikel
molibden, dll. Sekalipun demikian pemakaian baja paduan khusus tidak
selalu dianjurkan jika alasannya hanya putaran tinggi dan beban berat.
Dalam hal demikian perlu dipertimbangkan penggunanaan baja karbon
yang diberi perlakuan panas secara tepat untuk memperoleh kekuatan yang
diperlukan.
1.1.1 Poros Dengan Beban Puntir
Daya yang disalurkan melalui putaran suatu poros mengalami beban puntir. Hal ini disebabkan oleh torsi dari daya yang ditransmisikan. Factor-faktor yang mempengaruhi tegangan akibat beban puntir :
a. Diameter poros. ( Sularso, 1997:20 )
b. Bentuk poros (pejal atau berlubang), hal ini berpengaruh pada inersia.
c. Torsi yang dialami.
Langkah-langkah untuk merencanakan suatu poros dengan beban puntir, yaitu :
a. Tentukan daya yang ditransmisikan
b. Faktor koreksi (ƒc)
c. Daya rencana Pd = ( T1000 )( 2 πn 1
60)
102 (kw)
d. Momen puntir rencana T = 9,74 x 105 Pdn1
(kg mm)
e. Bahan poros perlakuan panas. Dari kekuatan tarik 𝝈s (kg/mm2) dan
apakah poros bertangga atu beralur pasak serta factor keamanan Sƒ..
f. Tegangan geser yang diizinkan τ a =
T
(π ds
3
16)
=5,1 T
d s3 (kg.mm2)
g. Faktor koreksi untuk momen puntir Kt dan faktor lenturan Ct
h. Diameter poros ds = (5,1τa
K t CbT )1/3 (mm) (1.1)
i. Ukuran pasak dan alur
j. Factor konsentrasi tegangan pada poros bertangga dan pada pasak
6
k. Tegangan geser yang diperlukan
1.1.2 Poros Dengan Beban Puntir Dan Lentur
Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. Dengan demikian poros tersebut mendapat beban punter dan lentur sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser τ=T /Zp karena momen punter T dan tegangan geser σ=M /Z karena momen lentur.
Untuk bahan yang liat seperti pada poros, dapat dipakai teori tegangan geser
maksimum τ max = √a2+4 τ2
2 . Sedangkan pada poros pejal dengan penampang
bulat, σ = 32 M/π ds3 dan τ = 16 T/π ds
3 sehingga :
τ = (5,1/d s3) √ M 2+T 2 (1.2) (Sularso, 1997:17 )
Beban yang bekerja pada poros pada umumnya adalah beban berulang. Jika poros tersebut mempunyai roda gigi untuk meneruskan daya besar maka kejutan berat akan terjadi pada saat mulai atau sedang berputar.
Dengan mengingat macam, sifat beban, dll. ASME menganjurkan suatu rumus untuk menghitung diameter poros secara sederhana dimana sudah dimasukkan pengaruh kelelahan karena beban berulang. Disini faktor koreksi Kt untuk momen punter seperti terdapat dalam persamaan (1.1) akan terpakai lagi. Faktor lenturan Cb dalam perhitungan ini tidak akan dipakai, dan sebagai gantinya dipergunakan faktor koreksi Km untuk momen lentur yang dihitung. Pada poros yang berputar dengan pembebanan momen lentur yang tetap, besarnya faktor Km adalah 1,5. Untuk beban dengan tumbukan ringan Km terletak diantara 1,5 dan 2,0 dan untuk dengan beban tumbukan berat Km terletak antara 2 dan 3. Dengan demikian persamaan (1,2) dapat dipakai dalam bentuk
τ max = (5,1/d s3) √(K ¿¿m M )2+¿¿¿¿ (1,3)
Dari persamaan diatas maka, diameter porosnya yaitu :
d s ≥ [ (5,1/τ a) √(K ¿¿m M )2+¿¿¿¿ 1/3 (1,4)
(Sularso, 1997:18 )
2.2 PASAK
7
F’
FF
F’
Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk meneptapkan bagian-bagian mesin seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling, dll. pada poros. Momen diteruskan dari poros ke naf atau dari naf ke poros.
Pasak pada umummnya dapat digolongkan atas beberapa macam, yaitu menurut letaknya pada poros dapat dibedakan antara pasak pelana, pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya berpenampang segi empat. Dalam arah memanjang dapat berbentuk prismatik atau berbentuk tirus. Pasak benam prismatik ada yang khusus dipakai sebagai pasak luncur. Di samping macam di atas ada pula pasak tembereng dan pasak jarum.
Pada luncur memungkinkan pergeseran aksial roda gigi, dll pada porosnya, seperti pada seplain. Yang paling umum dipakai adalah pasak benam yang dapat meneruskan momen yang besar. Untuk beban dengan tumbukan, dapat dipakai pasak singgung.
1.2.1 Hal-hal Penting Dan Tata Cara Perencanaan Pasak
Pasak benam mempunyai bentuk penampang segi empat dimana terdapat bentuk prismatik dan tirus yang kadang-kadang diberi kepala untuk memudahkan pencabutannya. Kemiringan pada pasak tirus umumnya sebesar 1/100, dan pengerjaan harus hati-hati agar naf tidak menjadi eksentrik. Pada pasak yang rata, sisi sisinya harus pas dengan alur pasak agar pasak tidak menjadi goyah dan rusak. Ukuran dan bentuk standart pasak diberikan dalam table 1.2. Untuk pasak umumnya dipilh bahan yang mempunyai kekuatan tarik lebih dari 60 (kg/mm2), lebih kuat dari pada porosnya.
Perhitungan pasak didasarkan pada tegangan geser dan gaya tekan yang terjadi pada pasak
gambar 2.2.1 pasak
8
Pasak yang mengalami tegangan geser
FtA
≤ SSypN
(2.1)
TrxWxL
≤ SSypN
(2.2)
L ≥ TN
rxWxSSyp (2.3)
Dimana :
Ft = gaya tangensial (lbf) (N)
T = torsi yang bekerja pada poros (lbin) (Nm)
A = luas permukaan geser [W x L] (in2) (m2)
r = jari-jari poras (in) (m)
SSyp = 0,58 Syp
Pasak yang mengalami gaya tekan
2 xFtHxL
≤ SSypN
(2.4)
2 xTrxHxL
≤ SSypN
(2.5)
L ≥ 2TN
rHLSSyp (2.6)
Dimana :
Ft = gaya tangensial (lbf) (N)
T = torsi yang bekerja pada poros (lbin) (Nm)
A = luas permukaan geser [W x L] (in2) (m2)
r = jari-jari poras (in) (m)
9
2.3 RODA GIGI KONIS (bevel gear)
Gambar 2.3.1 Roda Gigi Konis
Roda gigi konis ini digunakan untuk memindahkan daya dengan
kedudukan poros yag tidak paralel dan saling berpotongan. Agar dapat lebih jelas
lagi dapat dilihat pad gambar.
Pada perencanaan model pencampur ini penulis menggunakan roda gigi
konis dengan gigi luras untuk memindahkan daya, dimana jelas ini paling
sederhana dan digunakan untuk kecepatan yang tidak terlalu tinggi, dan bila
kecepatan pada pitch /me-nya lebih dari 1000 ft/menit tidak dijamin adanya
kehabisan kerja dan kebisingan. Nama-nama bagian dan ukuran utama roda gigi
konis dapat dilihat pada gambar
10
Gambar 2.3.2 Nama-nama Badan Bevel Gear
Sudut nitch untuk sepasang roda gigi konis kebanyakan dibuat 90º, tetapi
ada juga yang membuat dengan sudut lain sesuai keperluan. Apabila kedua poros
membetuk sudut 90º dan kedua roda gigi sama ukurannya, pasangan ini masing-
masing mempunyai sudut pitch 45º. Seperti pada roda gigi lurus, sudut tekan
dapat dibuat 14,5º, 20º atau 25º tetapi standard untuk sudut tekan ini adalah 20º.
Untuk menghitung gaya-gaya kontak gigi yang terjadi pada pasangan roda
gigi konis ini maka dapat kita gunakan persamaan di bawah ini:
Fn = Ft/ cos Φ ……………………(2.3.1)
Ft = Fn cos Φ ……………………(2.3.2)
Fa = Fr = Fn sin Φ cos γ ……………………(2.3.3)
Ft = Hpx 33000
πxdxn12
……………………(2.3.4)
Dimana : Ft = gaya tangensial (lbf)
Fn = gaya normal (lbf)
Fr = gaya radial (lbf)
Fa = gaya aksial (lbf)
Φ = sudut tekan
Hp = daya input
d = diameter pitch circle (in)
11
n = putaran per menit (rpm)
Untuk merancang lebar gigi roda gigi bevel dapat kita gunakan persamaan di
bawah ini :
T = Ft(dp2
−b2
sinγ ¿ ……………………(2.3.5)
2.4 BANTALAN
2.4.1 Klasifikasi Bantalan
Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan gerakan bantalan terhadapporos:
a. Bantalan luncur
Pada bantalan inin terjadi gesekan lincir antara poros dan bantuan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara
lapisan pelumas.
b. Bantalan Gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan delinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola, rol atau rol
jaram.
2. Berdasarkan arah beban terhadap poros:
a. Bantalan Radial
Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.
b. Bantalan Aksial
Arah beban bantalan ini sejajar sumbu poros.
c. Bantalan Gelinding Khusus
Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus
sumbu poros.
12
Gambar 2.4.1 Gaya Pada Bantalan
2.4.2 Bantalan Gelinding
Bantalan yang digunakan adalah bantalan gelinding atau sering disebut
bantalan anti gesek. Pada bantalan gelinding, digunakan elemen gelinding
yang dapat berupa bola atau silinder. Keunggulan bantalan gelinding
dibandingkan dengan bantalan luncur adalah terletak pada sistem
pelumasan, dimana pada bantalan gelinding dapat diberikan hanya sekali
pada saat pembuatan yang dapat berupa grease, sedang pada bantalan
luncur pelumasannya diberikan secara berkala.
Jenis dari bantalan gelinding adalah sebagai berikut:
1. Bantalan gelinding dengan bola (ball beahng)
a. Bantalan gelinding bola radial (radial ball bearing)
b. Bantalan gelinding bola menyudut (angular coniaci bau beahng)
c. Bntalan gelinding bola aksial (thmst bearing)
2. Bantalan gelinding dengan roll (roll bearing)
a. Bantalan gelinding roll silinder (cylitidrical rouer hearwig)
b. Bantalan gelinding roll jarum (needle roller bearing)
c. Bantalan gelinding m/l tirus (janpered rolling hearing)
d. Bantalan gelinding mll lengkuug (sphehcal roller bearing)
13
2.4.3 Trusi Bearing
Bearing ini memiliki fungsi khusus selain sebagai pemegang, juga
berfungsi sebagai penahan. Penahan disini berarti untuk menahan poros
vertikal agar tidak jatuh kebawah. Lihat gambar
Gambar 2.4.2 Perbedaan Trusi Bearing dan Roll Bearing
Gambar 2.4.3 Macam-macambantalan gelinding
2.4.4 Beban Pada Bantalan
Pada perencanaan bantalan atau bearing ditinjau berdasarkan beban
ekuivalennya:
Beban ekuivalen statis
P = XoxFr + (YoxFa)
(2.21)
Dimana :
14
Fr = beban radial (kg)
Fa = beban aksial (kg)
Xo = faktor beban ke arah radial
Yo = faktor beban ke arah aksial
Beban ekuivalen dinamis
P = X x V x Fr – (Y x Fa)
(2.22)
Dimana :
Fr = beban radial (kg)
Fa = beban aksial (kg)
Xo = faktor beban ke arah radial = 0,56
Y = faktor beban ke arah aksial
V = beban putar pada ring dalam = 1
2.4.5 Perhitungan beban real (Pw)
Untuk menentukan beban real maka beban yang diperoleh perlu dikalikan
dengan suatu faktor sebagai berikut:
Untuk putaran tanpa tumbukan seperti pada elektromotor
dikalikan dengan faktor fw = 1,0 -1,1
Pada penggunaan yang normal pada sebuah roda dikalikan dengan
faktor fw = 1,1 – 1,3-
Untuk penggunaan pada putaran dengan beban tumbukan
dikalikan dengan faktor fw = 1,2 – 1,5
Rumus untuk menghitung beban real adalah sebagai berikut:
Pw = fw x P
(2.23)
Dimana :
Pw = beban real (kg)
fw = faktor keamanan
P = beban (kg)
2.4.6 Perhitungan umur bearing
Umur bearing yang telah beroperasi dapat dihitung dengan menggunakan
rumusan sebagai berikut:
15
LH = 106(CP
)pangkat 6 jam
(2.24)
Dimana:
P = beban ekivalen (lbf)(N)
n = putaran (rpm)
C = kapasitas dinamis bantalan
b = 3, untuk ball bearing
b = 10/3, untuk roll bearing
2.5 PULLEY DAN SABUK
Sabuk biasanya dipakai untuk memindahkan daya antara dua poros
yang sejajar, dengan jarak yang relatif jauh dan tidak memungkinkan
transmisi langsung dengan roda gigi. Poros-poros harus terpisah pada suatu
jarak minimum tertentu, yang tergantung pada jenis sabuk, agar lebih
efisien. Sabuk mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Bisa dipakai pada jarak sumbu yang panjang
Penyetelan atas jarak sumbu biasanya diperlukan sewaktu sabuk
sedang dipakai
Dengan menggunakan pulley yang bertingkat, suatu alat pengubah
perbandigan keepatan yang ekonomis dapat digunakan
Karena adanya slip dari gerakan sabuk yang lambat, perbandingan
kecepatan sudut antara kedua poros tidak konstan atau pun sama
dengan perbandingan diameter pulley
Bila menggunakan sabuk yang datar, aksi dari kopling bisa didapat
dengan menggeser sabuk yang bebas ke pulley yang dipasang
tetap.
Secara umum sabuk dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar yaitu:
a. Sabuk datar (flat belt)
Umumnya terbuat dari kulit yang disamak atau kain yang diserapi
dengan karet. Sabuk datar yang modern terdiri dari inti elastis yang
kuat. Seperti benang baja atau nilon, untuk memudahkan daya dan
16
menerima beban, digabung dengan selubung yang lugas untuk
memberi gesekan antara sabuk da pulley. Sabuk datar sangat efisien
untuk kecepatan tinggi, tidak bising, dan dapat memindahkan jumlah
daya yang besar pada jarak sumbu yang panjang, tidak memerlukan
pulley yang besar, dan dapat memindahkan daya antara pulley pada
posisi yang tegak lurus satu sama lain.
b. Sabuk V (V belt)
Terbuat dari karet dan mempunyai penampang menyerupai trapesium.
Tenunan Tetoron atau bahan-bahan seperti nylon, dacron, rayon, glass
fiher, atau sieel lensile cords dipergunakan sebagai inti sabuk untuk
membawa tarikan yang besar. Sabuk V dibelitkan di alur pulley yang
berbentuk V pula. Konstruksi sabuk V dapat dilihat pada gambar 2.9 di
bawah ini. Berbeda dengan sabuk datar, sabuk V dipakai dengan ikatan
yang lebih kecil dan pada jarak sumbu yang lebih pendek. Sabuk V ini
tidak berujung atau tidak memiliki sambungan seperti halnya pada
sabuk datar.
Gambar 2.5.1 Konstruksi Sabuk V
c. Sabuk V yang bermata rantai (link V belt)
Terbuat dari kain berkaret yang bergerigi dan digabungkan dengan alat
pengikat logam yang sesuai. Jenis sabuk ini bisa dilepaskan pada
setiap mata rantai dan panjangnya bisa diatur dengan melepas beberapa
mata rantai. Ini menghindarkan kebutuhan akan penyetelan sumber
putaran dan menyederhanakan pemasangan. Sabuk ini juga
memungkinkan untuk merubah tegangan untuk mendapatkan efisiensi
17
yang maksimum dan juga mengurangi jumlah ukuran persediaan sabuk
yang harus disimpan.
Dalam tuisan ini, hanya sabuk V saja yang akan dijelaskan lebih lanjut.
V-belt adalah salah satu elemen mesin yang banyak digunakan di
kalangan industri saat ini, seperti pada industri automobile, generator,
A, dan masih banyak lagi. V-belt dapat dikerjakan untuk
mentransmisikan gaya dari suatu shaft ke shaft yang lain yang jaraknya
relatif jauh. Gaya yang hilang akibat gesekan dan creep hanya sekitar 3
sampai 5persen. Selain itu V-belt mempunyai keuntungan lain yaitu
merupakan elemen mesin yang fleksibel yang dengan raudali dapat
digunakan untuk mentransmisikan torsi dan gerakan berputar yang
dapat digunakan untuk menggerakkan suatu komponen tertentu ke
komponen yang lain. Selain itu, pemeliharaannya juga mudah. V-belt
tidak berujung pangkal (smoothness), kehandalannya tinggi, hentakan
dan suara bising yang dihasilkan rendah.
Konstruksi V-belt merupakan struktur yang kompleks. Tensile cord
disediakan untuk memberikan kekuatan tarik yang besar dan pada
bagian bawah dari V-belt terbuat dari karet atau pondasi neoprem yang
didesain untuk mengimbangi teknan yang cukup besar. V-belt juga
didesain untuk mengimbangi perubahan kecepatan yang tiba-tiba atau
karena mengalami perlakuan kasar, tegangan kejut, dan pengaruh
lingkungan sekitar seperti temperatur. Koefisien gesekan antara karet
dan dry steel adalah 0,3 tapi harga ini bisa lebih kecil sebagai akibat
dari pengaruh minyak pelumas dan grease. Jika belt tidak diijinkan
untuk slip koefisien gesek statik dapat diaplikasikan.
Di dunia industri, desain V-belt biasanya berdasarkan tabel yang
telah disediakan oleh industri tersebut yang dipakai sebagai pedoman
atau standard. Namun dapat didesain berdasarkan metode alternatif
yaitu dengan mengetahui kecepatan input, output, dan horsepower dari
N-belt. Dengan menggunakan persamaan berikut didapatkan torsi pada
pulley yang terkecil sebagai fungsi dari revolusi per menitnya.
18
T1 = 63.025 . H
n1lb .∈¿
(2.25)
Dengan mengetahui radius dari pulley yang terkecil, R1 dan radius
dari pulley besar, R2 putaran pada pulley kedua yang lebih besar dapat
duketahui dengan menggunakan persamaan berikut:
R 2R 1
=n 1n 2
(2.26)
Untuk mengetahui besarnya sudut kontak (θ) dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus berikut:
Sin c = R 2−R 1
C (2.27)
Maka sudut kontaknya didapat:
α1 = π - 2α (2.28)
panjang sabuk V dapat diperleh dengan menggunakan rumus berikut:
Lp = 2C + 1,57 (D+d) + (D−d)2
4 C (2.29)
C = K+K2−32(D−d)2
16
(2.30)
K = 4Lp- 6,28 (D-d) (2.31)
Dimana:
C = jarak sumbu
D = diameter puncak dari pulley besar
d = diameter puncak dari sabuk (sama sebagai panjang
efektif)
Lp = panjang puncak dari sabuk (sama sebagai panjang
efektif)
Untuk menggunakan besarnya daya yang bekerja pada pulley dapat
digunakan rumus berikut:
H = [C1 – C 2d
−¿C3(rd)2 - C4log (rd)](rd) + C2r( 1 - 1
KA )
(2.32)
19
Konstanta C1 sampai C4 tergantung pada penampang
sabuk (lampiran tabel)
r = rpm pada poros putaran tinggi dibagi 1000
Ka = faktor perbandingan putaran
H1 = daya (horse power)
d = diameter puncak dari pulley kecil, in
selanjutnya dipethatikan bahwa nilai daya yang didapat dari persamaan
(2.23) adalah untuk busur kontak 180º dan panjang sabuk rata-rata.
2.6 MOTOR LISTRIK
Motor elektrik adalah elemen mesin yang berfungsi sebagai tenaga
penggerak. Pengguanaan motor elektrik disesuaikan dengan kebutuhan
daya mesin. Motor elektrik pada umumnya berbentuk silinder dan
dibagian bawah terdapat dudukan yang berfungsi sebagai lubang baut
supaya motor listrik dapat dirangkai dengan rangka mesin atau
konstruksi mesin yang lain. Poros penggerak terdapat di salah satu ujung
motor listrik dan tepat di tengah-tengahnya, seperti pada gambar 2.1
dibawah ini.
20
Gambar 2.1. Motor Elektrik
Jika n1
(rpm) adalah putaran dari poros motor listrik dan T (kg.mm)
adalah torsi pada poros motor listrik, maka besarnya daya P (kW) yang
diperlukan untuk menggerakkan sistem adalah (Sularso, 2004) :
P=(T /1000 )(2 πn1 /60 )102
P= T
9 ,74×105n1
Dengan : P = Daya motor listrik (kW)
T = Torsi (kg.mm)
21
22