144
10 TESIS PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK TERINFEKSI VIRUS DENGUE DENGAN RENJATAN DAN TANPA RENJATAN NI MADE DWIYATHI UTAMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017

PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

1

10

TESIS

PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN

ANTARA ANAK TERINFEKSI VIRUS DENGUE

DENGAN RENJATAN DAN TANPA RENJATAN

NI MADE DWIYATHI UTAMI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 2: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

i

10

TESIS

PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN

ANTARA ANAK TERINFEKSI VIRUS DENGUE

DENGAN RENJATAN DAN TANPA RENJATAN

NI MADE DWIYATHI UTAMI

NIM 1114018208

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 3: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

ii

PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN

ANTARA ANAK TERINFEKSI VIRUS DENGUE

DENGAN RENJATAN DAN TANPA RENJATAN

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

NI MADE DWIYATHI UTAMI

NIM 1114018208

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017

Page 4: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL,16 MEI 2017

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. BNP Arhana, SpA(K) Dr. dr. Made Kardana, SpA(K)

NIP. 19540504 198311 1 001 NIP. 19680915 200501 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Dekan Fakultas Kedokteran

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes.

NIP.195805211985031002 NIP. 195902151985102001

Page 5: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

iv

Tesis ini Telah Diuji pada

Tanggal, 16 Mei 2017

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No: 40.5/UN14.2.2/PD/2017

Tanggal : 5 Mei 2017

Ketua : dr. Bagus Ngurah Putu Arhana, SpA(K)

Sekretaris : Dr. dr. Made Kardana, SpA(K)

Anggota :

1. Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH

2. Dr. dr. I Gusti Lanang Sidiartha, SpA(K)

3. dr. I Putu Gede Karyana, SpA(K)

Page 6: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

v

Page 7: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan

Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka tesis yang berjudul

“Perbandingan ekskresi protein urin antara anak terinfeksi virus dengue dengan

atau tanpa renjatan” dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan pikiran,

dorongan semangat dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua pihak,

tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Putu Astawa. SpOT, M.Kes yang telah

memberikan kesempatan dan fasilitas pada penulis untuk mengikuti program

Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas Udayana.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ketua Program Studi

Ilmu Biomedik, Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK. yang telah

memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi mahasiswa Fakultas

Kedokteran, Program Studi IIlmu Biiomedik (combined degree).

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktur RSUP Sanglah

Denpasar, dr. Wayan Sudana, M.Kes atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP

Sanglah Denpasar.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Kepala Bagian/SMF Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, dr.

Bagus Ngurah Putu Arhana, Sp.A(K) selaku pembimbing pertama yang telah

banyak memberikan bimbingan, masukan, dorongan, serta meluangkan waktu dan

pemikiran selama penyusunan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Beliau selalu bersedia memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti program

Page 8: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

vii

pendidikan dokter spesialis I di bagian/SMF Ilmu kesehatan Anak FK

UNUD/RSUP Sanglah.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada dr. Ketut Suarta, Sp.A(K)

selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (KPS PPDS-1)

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.Bagi penulis merupakan orangtua yang

luar biasa selama pendidikan, bersedia selalu memberikan masukan, arahan, dan

bimbingan dalam segala aspek selama proses pendidikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.

Penulis juga tidak hentinya menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. IGA

Trisna Windiani, Sp.A(K) selaku pembimbing akademik penulis yang selalu

bersedia dengan senanghati menaungi penulis, memberikan solusi terhadap

permasalahan penulis dalam menjalani program studi ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. dr. Made

Kardana, Sp.A(K) selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan

bimbingan, masukan, dorongan, serta meluangkan waktu dan pemikiran selama

penyusunan tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada tim penguji: Dr. dr. I Gusti

Lanang Sidiartha, Sp.A(K), dr. Putu Gede Karyana, Sp.A(K), dan Prof. Dr. dr. I

Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH yang telah banyak memberikan bimbingan,

masukan, dorongan, dalam penyusunan dan penulisan tesis ini.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh supervisor

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan yang diberikan selama penulis

menempuh pendidikan. Rekan sejawat PPDS I Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, atas pengertian, bantuan dan kerjasama yang

baik selama masa pendidikan dan penyusunan tesis penulus.

Pada akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga, kepada

orangtua: Alm Ir. I Made Arnatha, MT dan Dra. Ni Luh Putu Ardani, suami

tercinta dr. I Made Bayu Indratama, kedua mertua yang luar biasa dukungannya

Ir. I Made Supartha, dan Made Nuriani yang telah memberikan dukungan

finansial, material, mental dan selalu memberikan semangat untuk penulis selama

Page 9: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

viii

menempuh proses pendidikan sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan

baik.Terima kasih pada semua pihak, sahabat, rekan paramedik dan non

paramedik yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di sini, atas seluruh

dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menjalani program

pendidikan PPDS I IKA.Tidak lupa juga penulis menyampaikan terima kasih dan

penghargaan yang mendalam kepada subyek penelitian dan orangtua subyek atas

pengertian dan kerja sama yang baik sehingga penelitian ini berjalan dengan baik

sesuai potokol penelitian.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Dengan

segala kerendahan hati, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam

penulisan tesis ini. Sekiranya, penulis tetap mohon petunjuk untuk perbaikan

supaya hasil yang tertuang dalam tesis ini dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran

dan pelayanan kesehatan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

Denpasar, 16 Mei 2017

dr. Ni Made Dwiyathi Utami

Page 10: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

ix

ABSTRAK

PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN PADA ANAK

TERINFEKSI VIRUS DENGUE DENGAN ATAU TANPA RENJATAN

Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah dengue dengan angka

kejadian di Denpasar tahun 2015 adalah 178,7 per 100.000 penduduk. Angka

kematian meningkat 5% bila terjadi sindrom renjatan dengue. Penilaian yang

akurat terhadap risiko renjatan merupakan kunci penting mencegah terjadi

renjatan pada pasien demam berdarah dengue. Perubahan parameter hematologi

seperti peningkatan hematokrit, dan penurunan trombosit sudah lama dikenal

sebagai faktor prognosis terjadinya renjatan. Kelainan pada urin dapat menjadi

parameter praktis dari beratnya infeksi virus dengue. Penelitian mengenai

proteinuria masih bersifat kontroversi. Penelitian pada pasien dewasa proteinuria

didapatkan lebih tinggi pada pasien dengan demam berdarah dengue

dibandingkan pasien dengan infeksi virus dengue. Penelitian pada anak sifatnya

terbatas. Proteinuria tipe nefrotik dapat terjadi pada infeksi virus dengue dengan

renjatan yang dapat menjadi gagal ginjal akut dengan mortalitas mencapai 60%.

Kondisi ini akan mempengaruhi tatacara pemberian cairan pada pasien infeksi

dengue dengan renjatan.

Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan menggunakan metode

consequtive sampling. Sampel adalah anak usia 6 bulan sampai dengan 12 tahun

yang dirawat dengan infeksi virus dengue dengan atau tanpa renjatan dan tidak

mengalami kelainan ginjal sebelumnya.

Dari hasil penelitian didapatkan karakteristik subyek tidak berbeda bermakna

baik jenis kelamin, satus gizi, berat badan, tinggi badan, luas permukaan tubuh.

Perbedaan didapatkan pada kondisi demam sebelum masuk rumah sakit, diuresis

yang menurun, dan adanya peningkatan hematokrit. Nilai median rasio protein

berbanding kreatinin urin pada kondisi renjatan lebih tinggi 0,3 (IQR=-0,12 s.d.

0,72) dibandingkan dengan tanpa renjatan 0,18 (IQR=0,02 s.d. 0,34), p=0,01.

Proteinuria tipe nefrotik seluruhnya dialami oleh pasien yang mengalami renjatan

OR=3,52; 95%IK (1,58 s.d. 7,85); p=0,002. Pengaruh status renjatan terhadap

proteinuria setelah memperhitungkan kadar albumin dan gula darah serum, luas

permukaan tubuh, dan status gizi pasien didapatkan kadar albumin memiliki

pengaruh signifikan menimbulkan proteinuria dibandingkan kondisi renjatan

dengan F=4,22; p=0,042; R2=0,04.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ekskresi protein urin lebih

tinggi pada infeksi virus dengue dengan renjatan dibandingkan tanpa renjatan, dan

kondisi renjatan cenderung menimbulkan proteinuria tipe nefrotik. Hipoalbumin

lebih signifikan menimbulkan proteinuria dibandingkan kondisi renjatan. Hal ini

menggambarkan mekanisme proteinuria yang terjadi pada infeksi virus dengue

lebih besar oleh karena adanya viral nefropati akibat reaksi antigen NS1 pada

glikokaliks endotel ginjal.

Kata kunci: infeksi virus dengue, renjatan, proteinuria

Page 11: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

x

ABSTRACT

COMPARISON OF URINE PROTEIN EXCRETION IN CHILDREN

WITH DENGUE VIRUS INFECTION WITH OR WITHOUT SHOCK

Dengue virus as the cause of dengue fever with the incidence rate in

Denpasar on 2015 was 178.7 per 100.000 populations. Mortality rate increased

5% in case of dengue shock syndrome. An accurate assessment of the risk of

shock is an important key to prevent of shock in patients with dengue

hemorrhagic fever. Hematological parameters such as increased hematocrit, and

platelet decline has long been known as a prognostic factor of the shock. Urine

abnormality can be a parameter of the severity of dengue infection. Research on

proteinuria is still a controversy. Research in adult said that proteinuria higher in

patients with dengue hemorrhagic fever than patients with dengue infection.

Researches are limited in pediatric field. Nephrotic range proteinuria that can

occured in dengue virus infection with a shock that could become acute renal

failure with mortality reached 60%. This condition will affect the procedure for

administration of fluids in dengue shock syndrome.

This study was a cross sectional study using consequtive sampling method.

Samples are children aged 6 month to 12 years who were treated with dengue

virus infection with less or without shock and no renal abnormalities.

From the results, subjects were not different in characteristics of both

genders, satus nutrition, weight, height, body surface area. The difference was

found in a state of fever before admission, diuresis decreased, and an increase in

hematocrit. The median value of urine creatinine ratio of protein versus the higher

shock condition 0.3 (IQR=-0.12 to 0.72) compared with those without shock 0.18

(IQR=0.02 to 0.34), p=0.01. Nephrotic type proteinuria entirely experienced by

patients who experienced shock of OR=3.52; 95%CI (1.58 to 7.85); p=0.002.

Albumin level had significant effect on proteinuria rather than shock in dengue

infection with F=4.22; p=0.042; R2=0.04.

Based on the results of this study conclude urine protein excretion were

higher in dengue virus infection with shock rather than without shock, and shock

conditions tend to cause nephrotic type of proteinuria. Hipoalbumin more

significant cause proteinuria compared than shock conditions. It describes the

mechanism of proteinuria occurring in dengue viral infection is greater because of

viral nephropathy due to NS1 antigen reactions in renal endothelial glycocalix.

Keywords: dengue virus infection, shock, proteinuria

Page 12: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xi

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM………………………………………………………… i

PRASYARAT GELAR……………………………………………………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………….. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI……………………………………….. iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT…………………………….. v

UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………. vi

ABSTRAK………………………………………………………………… ix

ABSTRACT……………………………………………………………….. x

DAFTAR ISI………………………………………………………………. xi

DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiv

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xv

DAFTAR ARTI SINGKATAN DAN LAMBANG.................……………. xvi

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xx

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………… 1

1.2. Rumusan Masalah ………………………………………… 7

1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………… 7

1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………… 8

1.5. Keaslian Penelitian …………………………………………9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 10

2.1. Demam Dengue ………………………………………….. 10

2.2 Sindrom renjatan dengue………………………………… 10

2.2.1 Etiologi ……………………………………………. 10

Page 13: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xii

2.2.2 Patogenesis ………….……………………………… 11

2.2.3 Manifestasi klinis …………………………………… 12

2.2.4 Faktor prognostik terjadinya sindrom renjatan

dengue………………………………………………. 13

2.2.5 Laboratorium ………………..……………………… 15

2.3 Proteinuria………………………………………………… 18

2.3.1 Etiologi dan faktor yang memperberat proteinuria… 19

2.3.2 Mekanisme terjadinya proteinuria………………….. 21

2.3.3 Pemeriksaan penunjang…………………………….. 26

2.4 Mekanisme terjadinya proteinuria pada sindrom renjatan

dengue…………………………………………………….. 27

2.5 Mekanisme proteinuria menimbulkan gagal ginjal

akut………………………………………………………... 31

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN………………………………………………………..……. 34

3.1. Kerangka berpikir ………………………………………… 34

3.2. Kerangka konsep Penelitian ……………………...……… 37

3.3. Hipotesis Penelitian ………………………………………. 38

BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………………… 39

4.1. Rancangan Penelitian ……………………………………… 39

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………… 39

4.3. Penentuan Sumber Data …………………………………… 40

4.3.1. Populasi penelitian ……………………………….. 40

4.3.2. Penentuan sampel ………………………………… 40

4.3.3. Besar sampel penelitian …………………………… 41

4.4. Variabel Penelitian ……………………………………….. 42

4.4.1. Variabel penelitian ………………………………… 42

4.4.2. Batasan Operasional variabel ……………………… 43

4.5. Bahan Penelitian………….……………………………… 48

4.5.1Bahan untuk pengambilan darah dan

urin…………….…………………………………… 48

Page 14: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xiii

4.5.2 Bahan dan reagen untuk pemeriksaan

darah……………………..…………………………. 48

4.6. Instrumen Penelitian……………………………………….. 49

4.7. Prosedur Pemeriksaan……………………………………… 50

4.7.1 Albumin serum……………………………………… 50

4.7.2. Gula Darah Serum…………………………………. 50

4..7.3 Immunoglobulin dengue…………………………… 51

4.7.4 Protein berbanding kreatinin urin sewaktu………… 51

4.7.5 Cara pengukuran berat badan sampel penelitian…... 52

4.7.6 Cara pengukuran tinggi badan sampel penelitian…. 52

4.8. Alur Penelitian…………………………………………… 52

4.9. Etika Penelitian…………………………………………… 54

4.10. Analisis Data………………………….……………………. 54

BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………………. 57

BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………..…. 62

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………….. 70

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 74

LAMPIRAN – LAMPIRAN ……………………………………………… 80

Page 15: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian terdahulu tentang peningkatan rasio protein dan

kreatinin urin terhadap kejadian sindrom

renjatan dengue…………………………………….………….. 9

Tabel 2.1 Manifestasi klinis demam berdarah dengue…………………… 12

Tabel 2.2. Perbandingan nilai normal proteinuria melalui

beberapa metode pemeriksaan ………………………………… 19

Tabel 2. 3. Etiologi dan klasifikasi proteinuria…………………………… 20

Tabel 2.4 Karakteristik kelainan yang bersumber dari glomerulus

maupun nonglomerulus………………………………………… 24

Tabel 5.1 Karakteristik subyek penelitian………………………………… 58

Tabel 5.2 Karakteristik nilai rasio protein berbanding kreatinin urin

(UPCR) pada kondisi renjatan maupun tidak………………….. 59

Tabel 5.3 Hasil analisis multivariate kejadian renjatan terhadap terjadinya

proteinuria……………………………………………………… 61

Tabel 5.4 Perbandingan protein tipe nefrotik berdasarkan status renjatan... 61

Page 16: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Prinsip cara kerja metode MAC-ELISA

sumber : WHO 2011…………………………………………. 16

Gambar 2.2.Perkiraan waktu munculnya infeksi virus dengue primer

atau sekunder, adapted from WHO 2009 Diagnosis,

tatalaksana, pencegahan dan control…………….…….…….. 17

Gambar 2.3 Lapisan dari membran glomerulus…………………………… 23

Gambar 2.4 Kerusakan tubulointerstitium oleh gangguan glomerulus…… 26

Gambar 2.5. Mekanisme pengaktifan TRPC 6 oleh angiotensin II ……… 29

Gambar 2.6 Mekanisme peradangan dan jalur fibrogenik pada sel tubulus

proksimal akibat beban protein berlebihan…………………. 33

Gambar 3.1 Kerangka berpikir…………………………………………… 36

Gambar 3.2 Kerangka konsep penelitian………………………………… 37

Gambar 4.1Skema dasar penelitian ……………………………………… 39

Gambar 4.2 Skema alur penelitian ………………………..……………… 56

Gambar 6.2 Mekanisme ekskresi protein urin berkaitan

dengan viral nefropati ………………………………………. 69

Page 17: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xvi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ACE : Angiotensin Converting Enzyme

ALT : Alanine Transaminase

AST : Aspartate Transaminase

ATR1 : Angiotensin Receptor 1

BMG : Basal Membran Glomerulus

BSA : Body Surface Area

CF : Complement Fixation

C3 : Complement 3

Da : Dalton

DBD : Demam Berdarah Dengue

DCSIGN : Dendritic Cell Specific I CAM 3-Grabbing non integrin Receptor

DENV : Dengue Virus

dL : Desiliter

ELISA : Enzyme-linked Immunosorbent Assay

ET-1 : Ebdothelin-1

GAG : Glikosaminoglikan

HCT : Hematokrit

HI : Haemagglutination-Inhibition

HLA : Human Leucocyte Antigen

ICAM 3 : Intercellular Adhesion Molecule 3

IgG : Imunoglobulin G

Page 18: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xvii

IgM : Imunoglobulin M

IK : Interval Kepercayaan

IQR : Interquartile Range

KDOQI : Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

Kg : Kilogram

MAC ELISA : Immunoglobulin Antibody Capture Enzyme-Linked

Immunosorbent Assay

mg : Miligram

MW : Molecular Weight

mL : Mili Liter

m2 : Meter Persegi

m3 : Meter Kubik

mm3 : Milimeter Kubik

NFKB : Nuclear Factor Kappa B

NS-1 : Nonstruktural 1 antigen

NSAID : Non Steroid Antiinflammatory Drug

NT : Neutralization Test

OVI : Other viral infection

PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor-1

PDGF : Platelet derived growth factor

pH : Potential of Hydrogen

PICU : Pediatric Intensive Care Unit

PRIFLE : Pediatric Risk, Injury, Failure, Loss, End Stage Renal Desease

Page 19: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xviii

RANTES : Regulated on Activation, Normal T Cell Expressed and Secreted

RBC : Red blood cell

RNA : Ribonucleic Acid

ROS : Reactive Oxygen Species

RT PCR : Reverse Transcriptase Polimerase Chain Receptor

s.d : sampai dengan

SSD : Sindrom Syok Dengue

TGF-β : Transforming Growth Factor-β

TRPC6 : Transient Receptor Potential Cation 6

UACR : Urine Albumin Creatinine Ratio

UPCR : Urine Protein Creatinine Ratio

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor

WBC : White Blood Cell

WHO : World Heart Organization

DAFTAR LAMBANG

< : kurang dari

< : kurang dari sama dengan

> : lebih dari sama dengan

> : lebih dari

% : perseratus

+ : positif

- : negatif

Page 20: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xix

µL : mikro liter

® : registered merk atau merek terdaftar

Page 21: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Penelitian Pendahuluan………………………………………… 81

2. Persetujuan Setelah Penjelasan………………………………………. 82

3. Kuesioner………………………………………………………………. 86

4. Surat Keterangan Kelaikan Etik……………………………………….. 90

5. Surat Ijin Penelitian……………………………………………………..91

6. Hasil Analisis Data SPSS…………………………………………….. 92

Page 22: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi virus dengue yang berat sering menyebabkan terjadi proteinuria

melalui beberapa mekanisme. Kebocoran protein plasma pada kondisi infeksi

virus dengue berat dalam hal ini renjatan menyebabkan protein yang difiltrasi di

ginjal semakin tinggi dan menimbulkan proteinuria. Kondisi proteinuria pada

pasien sindrom renjatan dengue akan mempengaruhi tatalaksana, prognosis dan

mortalitas pasien dengan infeksi virus dengue (Wills dkk., 2004).

Virus dengue sebagai penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD),

merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Penularannya

melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus dengue

diklasifikasikan menjadi DENV 1,2,3,4 (Guzman dkk., 2010). Indonesia sendiri

merupakan salah satu daerah endemis DBD, dengan angka kejadian 0,008 per

100.000 penduduk pada tahun 1968 dan meningkat menjadi 35,2 pada tahun 1998

(Soedarmo dkk., 2002). Angka kejadian di Denpasar tahun 2015 adalah 178,7 per

100.000 penduduk, dengan angka kematian tertinggi 1,7% pada tahun yang sama.

Risiko kematian meningkat 5% bila terjadi sindrom renjatan dengue (Karyana

dkk., 2005; Dinkes., 2015).

Penyebab utama kematian pada pasien DBD adalah renjatan karena

kebocoran plasma. Keberhasilan pengobatan ditentukan dari penanganan yang

tepat dan sedini mungkin terhadap pasien prerenjatan dan renjatan. Penilaian yang

akurat terhadap risiko renjatan merupakan kunci penting mencegah terjadi

Page 23: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

3

10

renjatan pada pasien demam berdarah dengue (Vasanwala dkk., 2011).

Manifestasi klinis demam berdarah dengue bervariasi. Patogenesis yang kompleks

dan perbedaan serotipe virus pada daerah yang berbeda, membuat sulit

memprediksi pasien akan menjadi renjatan atau renjatan berulang. Indikator yang

dapat memprediksi terjadinya renjatan diperlukan pada pasien demam berdarah

dengue (Raihan dkk.,2010).

Terdapatnya hepatomegali dan perdarahan gastrointestinal meningkatkan

risiko terjadinya sindrom renjatan dengue (Raihan dkk., 2010). Peningkatan enzim

liver juga sebagai faktor prognosis (Wichman dkk., 2004). Perubahan pola

transmisi sakit dari penyebaran di rumah menjadi sekolah, kedatangan pasien

yang terlambat dan kejadian renjatan lebih banyak pada anak lebih

mudamerupakan penyulit klinisi mengetahui risiko awal renjatan. Hal ini dapat

dicegah dengan menemukan metode yang lebih sederhana dan praktis untuk

mengetahui faktor risiko pasien infeksi virus dengue yang berisiko jatuh pada

kondisi renjatan (Lumpaopong dkk., 2010).

Gangguan elektrolit serum seperti hiponatremia ringan dapat membedakan

derajat keparahan infeksi virus dengue (Mekmullica dkk., 2005; Lumpaopong

dkk., 2010). Melalui penanda enzim yang disekeresi oleh liver dari rerata kadar

enzim aspartate transaminase (AST) dan alanine transaminase (ALT)

menunjukkan perbedaan bermakna antara DBD derajat II dibandingkan DBD

derajat IV (Saniathy dkk., 2009). Selain kita melihat penanda praktis dari kelainan

di serum kita juga dapat melihat perbedaan yang terjadi pada urin pada pasien

2

Page 24: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

4

1

terinfeksi virus dengue, karena ginjal sedemikian halnya mengalami cedera ringan

pada infeksi virus dengue ini (Oliveira dan Broadman., 2015).

Banyak kelainan pada urin yang berhubungan dengan infeksi virus dengue

yang dapat menjadi parameter praktis dari beratnya infeksi virus dengue tersebut.

Hal ini sesuai dengan yang telah dikemukan oleh Lumpaopong dkk., 2010,

dimana terdapat 15% kejadian proteinuria pada infeksi virus dengue dibandingkan

dengan 27% kejadian proteinuria pada demam berdarah dengue. Penelitian

mengenai proteinuria pada infeksi virus dengue masih bersifat kontroversi.

Prevalensi kejadian proteinuria maupun hematuria tidak menunjukkan perbedaan

bermakna pada pasien dengan demam berdarah dengue dengan atau tanpa renjatan

pada penelitian lain. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan Vasanwala

dkk, 2014 pada pasien dewasa, yang menyimpulkan pasien dengan demam

berdarah dengue memiliki peningkatan kadar protein urin yang signifikan

dibandingkan pasien dengan infeksi virus dengue. Rata-rata peningkatan

proteinuria dialami pasien pada 2 hari sebelum maupun 3 hari setelah demam

turun (fase convalescens) (Vasanwala dkk., 2014).

Pasien dengan sindrom renjatan dengue mengekskresikan protein yang

berukuran lebih kecil yang ditunjukkan dengan ekskresi dari heparan sulfat yang

meningkat pada pasien demam dengue yang disertai renjatan (Wills dkk., 2004).

Proteinuria dan hematuria yang terjadi pada pasien infeksi virus dengue

terjadi akibat proses cedera ginjal atau kerusakan yang terjadi pada glomerulus

3

Page 25: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

4

ginjal. Kerusakan ini terjadi akibat proses sekunder dari sistem kompleks imun

yang terdeposisi dengan antigen virus, terjadi proliferasi mesangial, deposisi dari

IgG, IgM, C3 dan penebalan membran glomerulus oleh deposit partikel bentuk

speris. Reaksi kompleks imun tersebut biasanya diekskresi melalui urin karena

besar partikelnya lebih kecil dari diameter glomerulus ginjal (Wills dkk., 2004).

Manifestasi ginjal pada pasien dengan demam berdarah dengue biasanya ringan.

Terdapat pula kemungkinan terjadinya keadaan yang cedera ginjal berat seperti:

proteinuria, nekrosis tubuler akut, glomerulonefritis, gagal ginjal dan sindrom

hemolitik uremik apabila terdapat faktor predisposisi seperti renjatan, hemolisis

dan rabdomiolisis disamping terjadinya peristiwa kompleks imun tersebut

(Acharya dkk., 2010; Bhagat dkk., 2012).

Penelitian pada orang dewasa oleh Vasanwala tahun 2014, proteinuria pada

demam berdarah dengue terjadi karena proses glomerulonefritis oleh kompleks

imun pada pembuluh darah yang menyebabkan vaskulitis. Kadar puncak

proteinuria terjadi karena proses autoimun dimana virus dengue mengaktifkan

sistem retikuloendotelial di glomerulus sehingga memunculkan kebocoran oleh

karena peradangan. Kerusakan pada glikosaminoglikan yakni heparan sulfat oleh

karena aktivasi enzim heparanase menyebabkan kerusakan pada glikokaliks

sehingga molekul yang muatan negatif dengan berat molekul yang besar dapat

menembus membran basal glomerulus (Germi dkk., 2002; Garsen dkk., 2014).

Kondisi proteinuria pada pasien dengan infeksi dengue dapat terjadi melalui

kondisi renal maupun prerenal. Kondisi renal jarang dilakukan penelitian.

Penelitian ini ingin membuktikan kelainan renal pada infeksi dengue melalui

Page 26: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

5

mekanisme reaksi NS1 pada glikokaliks. Protein Non Struktural I dengue

langsung berikatan dengan heparan sulphate (HS) dan mendegradasinya sehingga

terjadi kebocoran oleh karena berkurangnya HS pada sel vero (Germi dkk., 2002).

Proses ini akan membaik seiring dengan perbaikan yang dialami oleh pasien.

Hanya saja penelitian mengenai proteinuria yang dinilai dengan rasio protein

dengan kreatinin pada urin dapat menjadi prediktor komplikasi infeksi virus

dengue menjadi lebih berat terbatas pada pasien dewasa sifatnya masih terbatas

(Bhagat dkk., 2012).

Penting untuk mengetahui kondisi proteinuria yang dapat berakhir pada gagal

ginjal akut. Incomplete renal recovery dapat terjadi pada kondisi infeksi dengue

yang merupakan awal munculnya kelainan kardiovaskuler (Aronow dkk., 2000;

Freda dkk., 2002).

Proteinuria tipe nefrotik dalam perjalanannya dapat menyebabkan gagal

ginjal akut yang merupakan kondisi akhir dari infeksi virus dengue pada ginjal

menyumbangkan nilai mortalitas sampai dengan 60 % jika kelainan ini menyertai

kondisi sindrom rejatan dengue. Kondisi ini akan mempengaruhi tatacara

pemberian cairan, monitoring kondisi cairan tubuh dan keseimbangan elektrolit

(Lee dkk., 2009). Gagal ginjal pada infeksi virus dengue yang berat terjadi proses

glomerulonefritis oleh tersumbatnya kompleks antigen dan antibodi pada

membran basal glomerulus (Wills dkk., 2004).

Penelitian mengenai proteinuria ini penting untuk dilakukan karena akan

dapat menentukan jenis cairan koloid yang digunakan bila kita mampu

mengetahui ukuran jenis dari protein yang diekskresi (Bethell dkk., 2001).

Page 27: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

6

Kondisi proteinuria dalam rentang nefrotik dengan perbandingan protein dan

kreatinin> 2 mg/mg dapat merusak fungsi ginjal dan memperburuk outcome

pasien dengan infeksi virus dengue. Kondisi proteinuria persisten dapat

memperparah kerusakan ginjal (Alam dkk., 2010). Sangat diperlukan pengaturan

jumlah cairan pada kondisi ini untuk memperbaiki kondisi pasien.

Pada kondisi sindrom renjatan dengue, konsentrasi protein plasma dalam

berbagai ukuran kadarnya berkurang akibat kebocoran plasma. Persentase filtrasi

protein dalam urin meningkat pada penurunan kadar antitrombin plasma.

Penelitian pada pasien anak di Vietnam mencerminkan bahwa proses kebocoran

di ginjal mencerminkan kondisi pada pembuluh darah sistemik (Wills dkk., 2004).

Di Indonesia sendiri penelitian yang menilai hubungan proteinuria terhadap

sindrom renjatan dengue masih terbatas. Penelitian yang mengkaji mengenai

proteinuria yang muncul akibat proses glomerulus maupun tubulus ginjal yang

digambarkan dengan perbandingan urin protein dan kreatinin jumlahnya masih

terbatas pada anak (Raihan dkk., 2010).

Penelitian yang telah ada sebelumnya mengukur kadar albumin dalam urin

pada pasien dengan demam dengue lebih tinggi dibanding dengan demam akut

lainnya. Penelitian ini belum dapat menjelaskan protein dengan berat molekul

yang lebih rendah di urin selain albumin (Nguyen dkk., 2013).

Penelitian ini ingin mengetahui mekanisme terjadinya proteinuria pada anak

yang terinfeksi virus dengue. Poteinuria yang diteliti merupakan protein secara

menyeluruh, baik yang memiliki berat molekul yang besar maupun yang kecil.

Hal ini didapat melalui pengukuran rasio protein total berbanding dengan

Page 28: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

7

kreatinin urin. Protein yang bocor dapat memiliki berat molekul besar seperti

albumin dan berat molekul rendah seperti heparan sulfat, karena proses kebocoran

plasma pada ginjal dapat melibatkan gangguan tubulus maupun glomerulus

sehingga kebocoran protein ini dapat dinilai dengan tepat (Nguyen dkk., 2013).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ekskresi protein urin pada anak terinfeksi virus dengue dengan renjatan

lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan?

2. Apakah proteinuria tipe nefrotik pada anak terinfeksi virus dengue dengan

renjatan lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya proteinuria pada

pasien anak yang terinfeksi virus dengue dengan atau tanpa disertai renjatan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui apakah ekskresi protein urin pada anak terinfeksi virus

dengue dengan renjatan lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan.

2. Untuk mengetahui apakah proteinuria tipe nefrotik pada anak terinfeksi virus

dengue dengan renjatan lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan.

Page 29: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

8

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat akademik

Dapat memberikan bukti yang lebih lengkap mengenai terjadinya proteinuria

serta dampak terjadinya renjatan karena pengukuran proteinuria pada penelitian

ini tidak hanya menilai kerusakan glomerulus saja melainkan kerusakan pada

tubulus renalis.

1.4.2. Manfaat praktis

Diketahuinya perbandingan proteinuria sebagai alternatif pemeriksaan

noninvasif pada sindrom renjatan dengue.

1.5 Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa penelitian tentang hubungan peningkatan rasio protein dan

kreatinin urin terhadap kejadian sindrom renjatan dengue, namun penelitian pada

anak masih terbatas dan masih bersifat kontroversial. Laporan mengenai

proteinuria pada infeksi virus dengue dengan atau tanpa disertai renjatan hanya

didapatkan 3 jurnal. Hasil penelitian yang ada konsisten menyatakan proteinuria

lebih sering terjadi pada kondisi infeksi virus dengue berat, dan proteinuria oleh

karena infeksi virus dengue lebih tinggi dibandingkan dengan demam oleh

penyebab lainnya. Penjelasan mengenai hal tersebut dapat dilihat dari tabel 1.1 di

bawah ini.

Page 30: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

9

Tabel 1.1

Penelitian terdahulu tentang peningkatan rasio protein dan kreatinin urin terhadap

kejadian sindrom renjatan dengue

Peneliti Tahun Subyek Desain Hasil

Lumpao

pong

2010 5,67 –

12,91

tahun

Deskriptif

cross-

sectional

Prevalensi proteinuria pada pasien demam

dengue sebesar 15 % dan 27 % pada pasien

demam berdarah dengue, namun tidak

didapatkan perbedaan bermakna prevalensi

proteinuria antara demam berdarah dengue

derajat ringan, sedang maupun berat.

Vasanwa

la

2011 22-46

tahun

Cohort

prospektif

Pasien demam berdarah dengue memiki median

proteinuria tertinggi dibandingkan dengan pasien

demam dengue yakni 0,56 dibandingkan 0,08

gram/ hari dengan nilai p < 0,001. Pada pasien

demam berdarah dengue nilai median

munculnya proteinuria -2 sampai dengan +3 hari

setelah defervescence

Nguyen 2013 5-15

tahun

Deskriptif

prospektif

Terdapat peningkatan rasio albumin dan

kreatinin urin (UACR) meningkat pada pasien

demam dengue dibandingkan pasien demam akut

lainnya nilai median 16,5 mg/gram dibandingkan

13,6 mg/gram (nilai p <0,0001). Terdapat

korelasi negatif dimana peningkatan 2 % UACR

terdapat penurunan trombosit 10.000 sel/ mm3

dan tidak terdapat hubungan bermakna antara

UACR dengan nilai hematokrit.

Page 31: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Dengue

Demam dengue merupakan infeksi virus dengue yang memiliki masa

inkubasi 4-6 hari dengan rata-rata masa inkubasi 3-14 hari. Gejala demam dengue

tidak spesifik meliputi gejala konstitusional, nyeri kepala, nyeri punggung, nyeri

retroorbital, nyeri pada tulang dan otot. Hasil laboratorium yang menunjang

demam dengue meliputi jumlah sel darah putih yang rendah maupun normal,

jumlah trombosit yang rendah kurang dari 100.000 sel/mm3. Gejala laboratorium

yang dapat terjadi adalah peningkatan enzin transaminase (WHO, 2011).

2.2 Sindrom Renjatan Dengue

Sindrom renjatan dengue merupakan kondisi kegagalan sirkulasi akibat

infeksi virus dengue yang ditandai gejala nadi lemah, takikardia, tekanan nadi

yang menyempit, hipotensi (DBD derajat III) dan kondisi renjatan berat

(profound shock) dimana didapatkan nadi dan tekanan darah tidak dapat diukur

(DBD derajat IV). Kondisi renjatan terjadi saat penuruanan suhu (time of

deverfescence) terkait dengan viral load yang tinggi (Vaughn dkk., 2000; WHO,

2011).

2.2.1 Etiologi

Infeksi virus dengue disebabkan oleh 4 tipe virus RNA yang berbeda yaitu

DENV 1,2,3,4. Keempat jenis serotipe virus dengue ini termasuk kelompok B

arthropod borne virus dan dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae.

Selama fase akut virus yang menginfeksi akan membentuk protein Non Struktural

Page 32: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

11

1 (NS-1), peningkatan level viremia maupun NS-1 dikaitkan dengan manifestasi

kinis yang lebih parah (Simmons dkk., 2012).

2.2.2 Patogenesis

Patofisiologi, hemodinamika dan biokimiawi DBD belum diketahui secara

pasti. Sebagian besar patofisiologi masih berpegangan kepada the secondary

heterologous infection hypothesis, yakni infeksi demam berdarah dengue dapat

terjadi jika seseorang terinfeksi virus dengue pertama kali dan mendapatkan

infeksi kedua dengan virus dengue serotipe berbeda dalam jarak waktu 6 bulan

sampai dengan 5 tahun. Infeksi virus dengue diawali oleh gigitan nyamuk pada

kulit manusia, dimana virus memiliki interaksi dengan sel dendritik yang dikenal

dengan sel Langerhaens, yang dikatakan lebih berperan terhadap munculnya

infeksi virus dengue dibandingkan dengan sel monosit atau makrofag (Fink dkk.,

2006). Sel ini mengekspresikan Dendritic cell specific ICAM3-grabbing non-

integrin receptor (DC-SIGN) yang berfungsi untuk berikatan pada glikoprotein 4

serotipe virus dengue (Fink dkk., 2006).

Infeksi dengue yang lebih berat dapat terjadi, bila pasien kembali terinfeksi

strain virus yang berbeda, fenomena ini dikenal dengan istilah antibody-

dependent enhancement, dimana antibodi yang awalnya terbentuk oleh infeksi

primer bereaksi dengan antigen virus yang lain sehingga membentuk kompleks

yang berikatan di reseptor sel yang menyebabkan virus menginfeksi sel. Banyak

faktor risiko yang menyebabkan keparahan infeksi virus dengue sendiri dimana

tidak hanya semata-mata terjadi oleh karena infeksi sekunder saja melainkan

banyak faktor yang terkait menimbulkan keparahan dari infeksi virus dengue,

Page 33: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

12

yakni status gizi, jenis kelamin, umur, serotipe virus, tingkat keganasan strain

virus, status imun dan penyakit kronis yang diderita serta faktor genetik

(Hernandez dan Smith., 2005; Fink dkk., 2006)

2.2.3 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue menurut WHO 2011 dibagi menjadi 4

kelompok, yakni demam berdarah dengue, demam dengue, sindrom virus, dan

expanded dengue syndrome. Demam berdarah dengue dibagi menjadi 2, yakni

dengan renjatan dan tanpa renjatan. Demam dengue dibagi menjadi dengan

perdarahan atau tanpa perdarahan. Pasien yang tergolong demam berdarah dengue

dengan renjatan, yakni pasien dengan demam berdarah dengue tingkat III dan

tingkat IV. Tabel 2.1 berikut merupakan manifestasi klinis demam berdarah

dengue :

Tabel 2.1

Manifestasi klinis demam berdarah dengue

Demam

dengue/DBD

Tingkat Tanda dan gejala Hasil Laboratorium

Demam dengue Demam dengan disertai 2 gejala berikut

1. Nyeri kepala

2. Nyeri retroorbital

3. Myalgia

4. Nyeri tulang/Arthralgia

5. Rash

6. Perdarahan

7. Tidak terdapat kebocoran plasma

Leukopenia

(wbc<5000 sel/mm3)

Trombositopenia

(Plt<150.000

sel/mm3)

Peningkatan

hematokrit 5%-10%

Tidak ada

Demam berdarah

dengue

I Demam, uji tourniquet +, terdapat bukti

kebocoran plasma

Tromboositopenia

<100.000 sel/mm3,

HCT> 20%

Demam berdarah

dengue

II Tingkat I dengan perdarahan spontan Tromboositopenia

<100.000 sel/mm3,

HCT> 20%

Demam berdarah

dengue

III/SSD Tingkat I dan II dengan tanda kegagalan

sirkulasi (nadi lemah, tekanan nadi

menyempit, hipotensi dan lemah)

Tromboositopenia

<100.000 sel/mm3,

HCT> 20%

Demam berdarah

dengue

IV/SSD Tingkat III dengan profound renjatan,

nadi tidak teraba, tekanan darah tidak

terukur

Tromboositopenia

<100.000 sel/mm3,

HCT> 20%

Dikutip dari : Guideline WHO 2011

Page 34: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

13

2.2.4 Faktor prognostik terjadinya sindrom renjatan dengue

Virulensi virus dengue tergantung pada virion apakah mengandung antigenic

determinant yang kuat yang dapat menghancurkan sel target. Semakin kuat sifat

antigenic determinant suatu epitop virus, semakin mudah terjadi perlekatan

sehingga semakin banyak virus yang melekat pada reseptor membran sel. Hal itu

menyebabkan virus dengue menjadi lebih virulen (Lee dkk., 2009; Martina dkk.,

2009).

Host adalah manusia dan nyamuk yang peka terhadap infeksi virus dengue.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepekaan : a). Usia, merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue. Usia

terbanyak untuk terjadi demam berdarah dengue adalah usia 10 – 14 tahun (37 %),

usia 4 – 9 tahun (36 %) dan usia 15 – 24 tahun 15 % (Nguyen dkk., 2013). Jika

terjadi infeksi sekunder pada anak-anak memiliki risiko 87% untuk menjadi

demam berdarah dengue jika dibandingkan dengan dewasa (Raihan dkk., 2010)

b). Jenis kelamin, dimana pada umumnya anak laki-laki dan perempuan memiliki

perbandingan yang sama untuk terjadinya demam berdarah dengue, dimana risiko

terjadinya demam berdarah dengue pada anak laki-laki dibanding perempuan

adalah 0,96 berbanding 1,0. Pada bayi laki-laki dibanding perempuan mempunyai

risiko demam berdarah dengue 1,29:1, sedangkan risiko infeksi virus dengue

dengan renjatan 1,73:1. Untuk renjatan berat, perdarahan gastrointestinal,

kegagalan respirasi, dan ensefalopati tidak ada perbedaan bermakna menurut jenis

kelamin (Raihan dkk., 2010). c). Status gizi, Pengaruh status gizi terhadap

beratnya infeksi virus dengue masih kontroversial. Pengaruh status gizi terhadap

Page 35: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

14

beratnya penyakit berhubungan dengan teori imunologi, yaitu pada gizi baik akan

meningkatkan respon antibodi dan karena ada reaksi antigen antibodi yang

berlebihan menyebabkan infeksi virus dengue lebih berat (Raihan dkk., 2010).

Kondisi malnutrisi mengakibatkan infeksi yang berat dan status gizi lebih

memiliki 2,77 kali kemungkinan untuk menjadi infeksi virus dengue berat

dibandingkan gizi normal (Raihan dkk., 2010). Anak gizi kurang memiliki risiko

tinggi (37,8% ) untuk menjadi renjatan dibanding gizi normal (29,9%) dan

obesitas (30,2%) (Halsted dkk., 2007; Saniathy dkk., 2009). Hubungan antara

infeksi virus dengue dengan atau tanpa renjatan dan sistem histokompatibilitas

atau HLA, HLA-A1, HLA-B blank, HLA-CW1 dan HLA-A29 lebih bermakna

terjadi demam berdarah dengue (Kalayanarooj dkk., 1997). Suatu korelasi yang

positif terjadi antara infeksi virus dengue yang mengalami renjatan dengan HLA-

A2 serta risiko terjadinya sindrom renjatan dengue meningkat oleh infeksi virus

dengue serotipe 2 dibandingkan dengan serotipe lain di daerah Asia Tenggara dan

Amerika (Prommalikit dan Thisyakorn, 2015).

Curah hujan yang tinggi akan menguntungkan nyamuk untuk berkembang

biak ditambah lagi di daerah pedesaan masih banyak tempat untuk berkembang

biak nyamuk misalnya rumpun bambu, lubang di pohon. Di perkotaan dengan

tersedianya bahan sekali pakai tanpa diimbangi dengan perilaku membuang bahan

bekas pada tempat semestinya sehingga kalau terisi air akan menjadi tempat hidup

nyamuk (Lee dkk., 2013).

Page 36: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

15

2.2.5 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan untuk skrining penderita yang

mengalami demam dengue adalah melalui pemeriksaan hemoglobin, kadar

hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya

gambaran limfosit plasma biru (WHO, 2011).

1. Leukosit umumnya normal atau didominasi neutrofil pada awal demam

dan semakin menurun sampai titik rendahnya pada waktu defervescence.

Rasio neutrofil berbanding limfosit (neutrofil < limfosit) menggambarkan

fase kritis dari kebocoran plasma. Kondisi tersebut mengawali

trombositopenia dan peningkatan hematokrit (WHO, 2011).

2. Deteksi asam nukleat RNA virus dengue menggunakan reverse

transcription polymerase chain reaction (RT PCR) melalui metode

ekstraksi asam nukleat, amplifikasi dan deteksi dari produk yang

diamplifikasi. Nested RT-PCR yang mendeteksi genome virus region

C/prM. One-step multiplex RT-PCR identifikasi virus dengue melalui

ukuran dari pita asam nukleatnya. Metode lainnya meliputi Real-time RT-

PCR dan Isothermal amplification method. Hasil positif bila target

amplifikasi terekam sebanyak 40 siklus (Jessie dkk., 2004; Alm dkk.,

2015).

3. Mendeteksi antigen virus seperti antigen NS-1 yang merupakan

glikoprotein yang diproduksi oleh flavivirus. Protein ini disekresikan oleh

mamalia bukan oleh serangga muncul pada hari 1 dan jumlahnya menurun

pada hari 5-6. Metode yang digunakan berupa ELISA atau metode dot blot

Page 37: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

16

maupun kit komersial NS-1 yang sudah beredar saat ini. Hasil dinyatakan

positif bila terdeteksinya antigen NS-1 pada satu pemeriksaan (Vasanwala

dkk., 2014).

4. Respon imunologi atau tes serologi, lima pemeriksaan serologi dasar untuk

diagnosis infeksi virus dengue menggunakan haemagglutination-ihibition

(HI), complement fixation (CF), neutralization test (NT), IgM capture

enzim-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA) dan indirek IgG

ELISA, terdapatnya peningkatan titer antibodi sampai dengan 4 kali pada

fase akut dibandingkan pada fase convalescence (WHO., 2011).

1. Immunoglobulin M antibody capture enzyme linked immunosorbent

assay (MAC-ELISA) merupakan pemeriksaan IgM dengue yang

muncul sedikit lebih awal dari IgG dengue yakni setelah hari ke 5

demam, titer antibodi pada infeksi primer lebih tinggi dari infeksi

sekunder.

Gambar 2.1.

Prinsip cara kerja metode MAC-ELISA, sumber : WHO 2011

Gambar diatas menjelaskan mengenai prosedur MAC-ELISA dimana

dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap infeksi virus dengue.

Pemeriksaan ini kurang sensitif dibandingkan dengan HI, namun

Page 38: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

17

memiliki kelebihan tidak perlu mengambil sampel pasien 2 kali

(WHO., 2011).

2. Immunoglobulin G Enzyme Linked Immunosorbent Assay (IgG-

ELISA). Tes ini dapat membedakan infeksi primer maupun sekunder

namun tidak spesifik karena dapat terjadi reaktivasi silang antara

anggota flavivirus seperti HI tes dan tidak dapat mendeteksi jenis

serotipe dengue. Tes ini harus dikombinasikan untuk diagnosis infeksi

virus dengue. Seperti pada gambar dibawah ini menjelaskan bahwa,

antibodi IgM terdeteksi dalam 3-5 hari setelah gejala awal demam

meningkat dengan cepat selama 2 minggudan menurun sampai tidak

terdeteksi setelah 2-3 bulan. Sedangkan antibodi IgG terdeteksi rendah

pada akhir minggu pertama kemudian semakin meningkat dan menetap

sampai dengan tahunan. Penjelasan mengenai perkiraan waktu

munculnya infeksi virus primer maupun sekunder tersebut dapat

disimpulkan dalam gambar di bawah ini (WHO, 2011).

Gambar 2.2

Perkiraan waktu munculnya infeksi virus dengue primer atau

sekunder, sumber : WHO 2011

Page 39: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

18

3. Rapid diagnostic test, merupakan tes untuk mendeteksi secara cepat

antibody IgM dan IgG dengue dalam waktu 15 menit, namun akurasi

dari tes ini masih belum pasti. Teknik pemeriksaan ini dapat

menghasilkan hasil positif palsu karena dapat terjadi reaksi silang

dengan flavivirus lain, parasit malaria, leptospira dan kelainan sistem

imun seperti rheumatoid dan lupus (WHO, 2011).

2.3 Proteinuria

Proteinuria merupakan terdeteksinya protein didalam urin dengan kadar 15-

20 mg/dL (Utsch dan Klaus, 2014). Proteinuria pada anak terjadi dengan

prevalensi 1-10 %. Kondisi ini berkaitan dengan disfungsi tubulus maupun

glomerulus ginjal, bila didapatkan persisten sedimen protein, hematuria,

hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Pada anak usia lebih dari 2 tahun kadar protein

pada urin normalnya <20-25 mg protein/mmol kreatinin atau <4 mg/m2/jam.

Proteinuria fisiologis pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun <50

mg/mmol. Bila didapatkan rentang proteinuria >40 mg/m2/jam atau rasio protein

kreatinin 200-250 mg/mmol dapat dicurigai proteinuria mengarah kelainan

nefrotik (Leung dan Wong, 2010).

Proteinuria dikatakan signifikan pada anak berumur lebih dari atau sama

dengan 2 tahun yakni didapatkan perbandingan protein dan kreatinin >0,2 mg/mg

dan bernilai lebih dari 0,5 mg/mg pada anak yang berusia 6 bulan sampai dengan

2 tahun. Dari pemeriksaan albumin berbanding kreatinin urin didapatkan >30

mg/mg pada urin pagi. Proteinuria tipe nefrotik yakni lebih dari 1 gram per

m2/hari atau perbandingan protein berbanding kreatinin urin lebih dari 2 dan

Page 40: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

19

biasanya terdapat edema, hipoalbumin <25 gram/ L. Pada proteinuria tipe nefrotik

ini penatalaksanaan cairan lebih hati-hati karena dapat menimbulkan overload

cairan, sedangkan pada proteinuria transien akan terjadi perbaikan seiring

hilangnya efek etiologi (Hogg dkk., 2003).

Tabel 2.2

Perbandingan nilai normal proteinuria melalui beberapa metode pemeriksaan

Kondisi

Proteinuria

Pemeriksaan urin 24

jam

Perbandingan protein

dan kreatinin urin

Perbandingan

albumin dan kreatinin

urin

Fisiologis <4 gram/m2 BSA/jam

(< 100mg/m2

BSA/hari)

< 0.2 mg/mg (anak

usia 2 tahun atau

lebih) dan < 0,5

mg/mg) (usia 6 bulan-

2 tahun)

< 30 mg/gram

Proteinuria >4 mg/m2 BSA/jam

(>100

mg/m2BSA/hari)

>0,2 mg/mg anak usia

2 tahun atau lebih,

>0,5 mg/mg anak usia

6 bulan sampai

dengan 2 tahun

30-299 mg/gram

mikroalbuminuria

Proteinuria

berat

>40 mg/m2 BSA/jam

(>1 gram/m2

BSA/hari)

>2 mg/mg >300 mg/gram,

mikroalbuminuria

BSA : Body Surface Area, Dikutip dari : (Utsch dan Klaus, 2014)

2.3.1 Etiologi dan faktor yang memperberat proteinuria

Proteinuria diklasifikasikan menjadi proteinuria transien, proteinuria

ortostatik, dan proteinuria persisten. Proteinuria transien merupakan terdeteksinya

protein dalam urin secara temporer dan menghilang bila faktor pencetusnya

membaik. Hal ini terjadi pada kondisi demam, hipertermi, aktivitas fisik, stres

emosional, gagal jantung kongestif, kejang, hipertiroidism. Faktor-faktor tersebut

diatas menimbulkan proteinuria karena menimbulkan perubahan hemodinamik

pada aliran darah glomerulus (Leung dan Wong dkk, 2010).

Page 41: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

20

Proteinuria ortostatik merupakan kondisi proteinuria pada saat anak berdiri

paling tidak 4-6 jam dan didapatkan hasil dipstik positif atau rasio protein

berbanding kreatinin urin lebih dari 0,2. Penyebab dari kondisi ini belum banyak

diketahui namun dicurigai penekanan vena renalis kanan secara anatomi sebagai

salah satu penyebab kondisi ini (Leung dan Wong, 2010). Informasi tersebut

dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3

Etiologi dan klasifikasi proteinuria

Klasifikasi

proteinuria

Etiologi

Transient/proteinuria

fungsional

Idiopatik

Proteinuria ortostatik Terkait kondisi medis (demam, kejang, dll)

Tidak terkait kondisi medis (latihan, stress, dehidrasi, paparan

dingin)

Proteinuria persisten Glomerular (hiperfiltrasi karena kehilangan nefron: refluks

nefropati)

Sindrom Alport

Penyakit kolagen/vascular : Henoch Schonlein Purpura, Sistemik

Lupus Eritematosus

Diabetes mellitus

Glomerulopati : minimal change glomerulopati, focal segmental

glomerulosklerosis, mesangial proliferative glomerulonefritis

,sindrom nefrotik congenital, nefropati immunoglobulin A,

membranoproliferatif glomerulonefritis

Infeksi : infeksi Streptokokus Beta-hemolitik grup A, infeksi

virus : hepatitis B, hepatitis C, Human Immunodeficiency Virus,

infeksi mononucleosis, malaria, sifilis, dll

Keganasan : Limfoma, tumor padat, Toksin : merkuri

Tubulointersitial Tubuler nekrosis akut : aminoglikosida, cisplatin, amfoterisin B,

NSAIDs, radiokontras

Nefritis Tubulointerstitial Akut : NSAIDs, penicillin,

chepalosporin, quinolon, sulfonamide, cimetidin, allopurinol

Penyakit ginjal polikistik

Asidosis tubulus renal proksimal : sindrom fanconi, cistinosis,

sindrom lowe, galaktosemia, penyakit Wilson

Pyelonefritis

Toksin (logam, tembaga, merkuri)

Dikutip dari : (Leung dan Wong, 2010)

Page 42: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

21

Proteinuria persisten atau yang dapat disebut sebagai proteinuria glomerular

bila terjadi proteinuria < 3,5 gram/24 jam dan secara terus menerus. Kondisi ini

dapat terjadi akibat kelainan glomerulus maupun tubulus. Kelainan pada

glomerulus lebih umum menjadi penyebab daripada kelainan pada tubulus yang

ditandai dengan terdeteksinya albumin dan immunoglobulin G di urin. Tipe

glomerulus dapat bersifat nefrotik maupun nefritik. Tipe tubulus bila pada urin

terdeteksi protein dengan berat molekul yang rendah (Carmody, 2011).

Proteinuria yang positif palsu dapat terjadi pada pH urin lebih dari 8, urin

yang lebih pekat (berat jenis urin >1030), hematuria massif, pyuria, bakteriuria,

teknik pemeriksaan yang salah, terdapat kandungan quaternary ammonium dan

phenozopyridinedalam urin. Hasil negatif palsu didapatkan pada urin asam dengan

pH urin kurang dari 4,5 dan berat jenis kurang dari 1.010 (Leung dan Wong,

2010).

Kadar proteinuria juga dapat dipengaruhi konsentrasi kreatinin urin tinggi

seperti pada pasien dengan massa otot yang besar (kadar >2,5 gram/L) atau lebih

rendah <0,2 gram/L pada pasien yang mengalami distrofi otot. Kadar proteinuria

jumlahnya bervariasi tergantung usia dan jenis kelamin. Pemeriksaan urin selama

24 jam diperlukan untuk mengantisipasi pengaruh dari fluktuasi sirkadian dan

perubahan posisi tubuh selama 24 jam dapat dihilangkan (Utsch dan Klaus, 2014).

Page 43: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

22

2.3.2 Mekanisme terjadinya proteinuria

Glomerulus memiliki 3 lapisan yakni endothelium, membran basal dan sel

podosit yang selektif terhadap ukuran molekul dan muatan molekul. Molekul

yang bermuatan negatif sulit melewati glomerulus karena terdapat lapisan

sialoprotein dan proteoglikan pada endotel yang bermuatan negatif. Molekul yang

berukuran lebih dari 100 kDa sulit difiltrasi oleh glomerus (seperti protein,

immunoglobulin G dan M). Molekul yang bermuatan kurang dari 40 kDa seperti

transferin, mikroglobulin dan albumin ukuran intermediet dapat bebas melewati

glomerulus. Semua molekul protein yang difiltrasi glomerulus hampir 96 %

kembali diserap pada proksimal tubulus melalui endositosis (Tien dkk., 2013;

Utsch dan Klaus, 2014).

Lapisan endotel glomerulus memiliki lapisan permukaan yang dinamakan

glikokaliks yang berfungsi mencegah kebocoran protein (Dalrymple dan Mackow,

2011). Lapisan ini juga banyak mengandung vascular endothelial growth factor

(VEGF) yang dihasilkan oleh sel podosit pada lapisan visceral (Bates dkk., 2002).

VEGF sendiri merupakan protein penghubung pada lapisan ini (Toblii dkk.,

2012).

Lapisan basal membran glomerulus (BMG) banyak mengandung kolagen tipe

4 yang dihasilkan oleh sel endotel. Selain itu BMG mengandung protein laminin,

nidogen, proteoglikan sulfat, perlecan, agrin. Inti dari proteoglikan berikatan

dengan rantai Glikosaminoglikan (GAG) yang mengandung heparin sulfat pada

rantai cabangnya. Heparan sulfat ini berfungsi menghambat molekul bermuatan

negatif lolos ke urin (Toblii dkk., 2012).

Page 44: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

23

Pada lapisan sel visceral terdapat sel podosit yang merupakan sel terbesar

pada membran glomerulus. Podosit diselimuti oleh glikokaliks yang memiliki

muatan negatif. Terdapat penghubung antara sel podosif yang disebut dengan slit

diafragma. Perubahan tahanan penghubung ini terjadi karena paparan

makromolekul atau albumin yang bocor menimbulkan proses glikasi dan nitrasi

yang mengubah struktur dari slit diafragma. Hal ini menyebabkan parahnya

proteinuria disamping dari peranan Angiotensin II mengaktifkan transient

receptor potential cation (TRPC6) yang merusak synaptopodyn pada slit

diafragma. Podosit dikatakan mampu meningkatkan ekspresi reseptor angiotensin

I dan dapat menghasilkan hormon angiotensin II (Tojo dan Kinugasa., 2012 dan

Toblii dkk., 2012).

Gambar 2.3

Lapisan dari membran glomerulus, sumber : (Garsen dkk., 2013)

Terdapat 4 mekanisme terjadinya proteinuria, yakni tipe glomerular terjadi

karena rusaknya integritas filtrasi glomerulus dan terjadi penurunan fungsi nefron.

Page 45: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

24

Tipe tubular terjadi karena kegagalan penyerapan protein pada tubulus proksimal

sehingga ekskresi protein meningkat. Tipe sekretori terjadi oversekresi dari

protein pada tubulus karena konsentrasi protein dengan berat molekul rendah di

plasma melebihi kapasitas tubulus untuk absorbsi dan filtrasi protein. Bila

kapasitas protein berat molekul rendah melebihi kapasitas penyerapan tubulus

seperti pada hemoglobinuria pada hemolisis intravaskular disebut proteinuria tipe

overflow (Leung dan Wong, 2010). Peningkatan sekresi kreatinin menyebabkan

rasio protein kreatinin menjadi lebih rendah (Leung dan Wong, 2010).

Karakteristik yang digunakan untuk membedakan asal dari proteinuria dapat

disimpulkan dalam tabel 2.3 dibawah ini :

Tabel 2.4

Karakteristik kelainan yang bersumber dari glomerulus maupun non glomerulus

Dikutip dari : (Utsch dan Klaus, 2014)

Pada infeksi virus dengue terjadi perubahan fungsi filtrasi dari glycocalyx

yang merupakan bagian dari lapisan endotelial yang merupakan matrix

proteoglikan pada lapisan lumen pembuluh darah yang menghubungkan membran

plasma dengan sel endotel. Lapisan Glycocalyx ini membentuk pertahanan

elektrostatik yang menahan protein bermuatan negatif masuk ke dalam lumen

(Singh dkk., 2007). Pada kondisi hipoalbuminemia dan proteinuria terjadi

kerusakan pada lapisan ini oleh karena virus dengue sendiri atau salah satu

protein struktural dari virus dengue tersebut berlekatan dengan bagian dari

Parameter urin Non glomerular Glomerular

Morfologi eritrosit Normal/eumorfik Dismorfik

Silinder eritrosit Tidak ada Banyak

Proteinuria <500 mg/hari

<300 mg/m2

>500 mg/hari

>300 mg/m2/hari

Warna Merah cerah Coklat gelap

Clot darah Bisa ada Tidak ada

Page 46: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

25

glycocalyx yakni heparan sulfat dan langsung merusak serat matriks (Halstead,

2007).

Respon dari tubulointerstitium terhadap kebocoran protein melalui

glomerulus dapat terjadi melalui mekanisme 1. Obstruksi dari penampungan urin,

2. Terjadi proteinuria karena overload dalam tubulus proksimal, 3. Hipoksia

kronis, 4. Inflamasi yang mencetuskan feedback glomerulotubular (Rademacher

dan Sinaoko, 2009; Tojo dan Kinugasa, 2012).

Albumin yang terfiltrasi berikatan dengan megallin cubilin complex pada sel

tubulus proksimal. Albumin tersebut mengalami proses internalisasi, degradasi

dan dikeluarkan kembali ke dalam darah dalam bentuk asam amino. Substrat

seperti vitamin akan digunakan kembali. Pada kondisi cedera dari glomerulus,

filtrasi dari protein dengan berat molekul rendah meningkat dan protein berat

molekul besar dapat ikut bocor. Sel pada tubulus proksimal terpapar lebih banyak

dan protein baru sehingga terjadi overload reseptor disana dan muncul

proteinuria.

Kondisi ini diperberat kegagalan fungsi lisosom dalam degradasi protein

sehingga menimbulkan sumbatan protein pada lisosom. Proteinuria yang terjadi

akibat kegagalan fungsi tubulus merupakan protein berat molekul yang rendah

dan tidak terdeteksi pada pemeriksaan dipstick urin (Ohlson dkk., 2001; Utsch

dan Klaus, 2014).

Beberapa protein spesifik menstimulasi produksi sitokin, kemoatraktan, dan

matriks protein seperti major histocompatibility complex, intercellular adhesion

molecule I, monocyte chemotactic protein-1, tumor necrosis factor-alpha,

Page 47: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

26

fibroblast growth factor, transforming growth factor beta I, platelet derived

growth factor, endothelin, RANTES oleh sel epitel tubulus yang menimbulkan

inflamasi interstitial dan scarring. Proses kerusakan tubulointerstitial akibat

kerusakan glomerulus dapat dilhat dalam gambar 2.4 di bawah.

Gambar 2.4

Kerusakan tubulointerstitium oleh gangguan glomerulus (Sumber Toblii dkk.,

2012)

2.3.3 Pemeriksaan penunjang proteinuria

Pemeriksaan proteinuria secara kualitatif dikerjakan dengan dipstik

menggunakan metode kalorimetri tetrabromophenol biru. Metode ini mendeteksi

perubahan warna yang terkait dengan kandungan protein dalam urin, tidak

bernilai dengan kandungan proteinuria 10 mg/dL, bernilai +1 bila kandungan

proteinuria 30 mg/dL, +2 kandungan 100 mg/dL, +3 bila kandungan 300 mg/dL,

Page 48: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

27

+4 bila kandungan lebih atau sama dengan 1000 mg/dL (Leung dan Wong.,

2010). Pemeriksaan ini untuk mendeteksi albumin dalam urin, namun tidak

sensitif untuk protein yang lain. Pemeriksaan urin dipstik memiliki sensitivitas

sebesar 70% dan spesifisitas sebesar 68%. Predictive positive value dipstick +3-4

untuk prediksi proteinuria >1 gram/m2/hari yakni 89%, dan negative predictive

value dipstick 0 untuk memprediksi kandungan proteinuria <0,1gram/m2/hari

yakni 60% (Hogg, 2003).

Metode pemeriksaan urin qualitatif yang lain menggunakan metode asam

sulfosalisilat atau turbidimetri dan mendeteksi semua jenis protein dalam urin.

Pemeriksaan ini digunakan bila dicurigai terdapat protein dengan berat molekul

rendah dalam urin dengan jumlahnya dinyatakan dalam nilai 0-4 (Utsch dan

Klaus, 2014).

Pengukuran protein secara kuantitatif dengan mencari perbandingan protein

dengan kreatinin urin sewaktu, jumlah total protein didapatkan setelah dikali 0,63

(Leung dan Wong., 2010). Pada penelitian ini metode pemeriksaan protein dalam

urin menggunakan metode kuantitatif urin sewaktu dengan membandingkan kadar

proteinuria sewaktu dibandingkan dengan kadar kreatinin dalam urin. Hasil

pemeriksaan proteinuria dikelompokkan menjadi proteinuria yang signifkan bila

didapatkan rasio > 0,5 mg/mg pada rentang umur 6 bulan – 2 tahun dan > 0,2

mg/mg pada umur > 2 tahun. Tidak terdapat proteinuria bila kadar proteinuria <

0,5 mg/mg pada rentang umur 6 bulan – 2 tahun dan < 0,2 mg/mg pada usia > 2

tahun. Pemeriksaan protein dan kreatinin urin sewaktu dilakukan di laboratorium

Page 49: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

28

Prodia Denpasar dengan menggunakan alat advia 1800 dengan metode kalorimetri

(Siemens healthcare diagnostics., 2011).

2.4 Mekanisme Terjadinya Proteinuria pada Sindrom Renjatan Dengue

Pada anak-anak dengan sindrom renjatan dengue konsentrasi protein dalam

ukuran yang berbeda jumlahnya menurun pada plasma, penurunan ini berkaitan

dengan derajat keparahan dari sindrom renjatan dengue tersebut (Wills, 2004).

Protein yang berukuran lebih kecil (MW 59.000-79.000 Da) lebih terpengaruh

dibandingkan dengan molekul protein yang lebih besar (MW 150.000 Da).

Perubahan dari glycocalyx pada lapisan endotel merupakan penyebab dari

kebocoran protein ini, termasuk kebocoran protein albumin yang biasanya susah

keluar lumen vaskuler karena muatannya yang negatif dan juga protein transferrin

yang kuat berikatan satu sama lainnya. Pengenalan kebocoran protein melalui urin

memberikan gambaran tentang fungsi sistem kapiler. Awal munculnya maupun

tingkat keparahan dari kebocoran protein urin dapat merupakan sebagai prediktor

perkembangan Demam Berdarah Dengue maupun sindrom renjatan dengue.

Pengetahuan mengenai karakteristik molekul protein yang bocor memberikan

informasi tentang pemilihan terapi cairan untuk penangan renjatan pada pasien

sindrom renjatan dengue (Wills dkk., 2004).

Proteinuria yang terjadi lebih tinggi pada sindrom renjatan dengue 27 %

dibandingkan pada infeksi virus dengue 15%. Proteinuria yang terjadi karena

cedera ginjal dimana jejas dari glomerulus terjadi oleh karena proses deposisi

kompleks imun antigen dengue (Lumpaopong dkk., 2010). Pada pasien DBD

terjadi proliferasi ringan sel mesangial, terjadi deposisi dari IgG, IgM, komplemen

Page 50: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

29

C3 dan penebalan basal membran oleh deposisi partikel speris, cedera ginjal ini

selain dapat disebabkan oleh deposisi kompleks imun dapat dipredisposisi oleh

keadaan hemolisis dan rhabdomyolisis yang menimbulkan proteinuria (Hilgaard

dan Stockert, 2000; Lumpaopong dkk., 2010).

Mekanisme lain yang dapat menjelaskan proteinuria pada kasus demam

berdarah dengue disertai renjatan karena kondisi hipotensi atau renjatan

menyebabkan aktifnya renin angiotensin aldosterone, mekanisme untuk

meningkatkan tekanan darah. Angiotensin II yang banyak terbentuk ini dapat

meningkatkan ekspresi gen TRPC 6 yang merupakan protein pada slit diafragma

antar podosit untuk mempertahankan barier filtrasi glomerulus dan menyebabkan

influx kalsium yang mengaktifkan substrat nuclear faktor activated T cell

sehingga meningkatkan ekspresi calcineurin yang dapat mendegradasi atau

defosforilasi actin binding protein synaptopodin pada lapisan podosit slit

diafragma (Avirutnan dkk., 2007; Nijenhuis dkk., 2011).

Gambar 2.5

Mekanisme pengaktifan TRPC 6 oleh angiotensin II (sumber : Nijenhuis dkk.,

2011)

Page 51: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

30

Makin banyak jumlah sel yang terinfeksi menyebabkan peningkatan

konsentrasi protein fase akut, sitokin, dan kemokin, pembentukan kompleks imun

dan penggunaan komplemen dan menghasilkan produk sisa. Proses ini lebih

sering terjadi pada waktu defervescence dikaitkan karena viremia lebih banyak

masih terjadi pada pasien demam berdarah dengue dan mekanisme pembersihan

berlangsung lama (Wang dkk., 2002). Sel T limfosit memori yang mengenali

perubahan ligan peptida muncul akibat aktivasi, proliferasi, dan sekresi sitokin

pada jaringan ini. Interaksi yang terjadi antara protein nonstruktural 1 (NS-1) dan

permukaan lapisan glikokaliks menyebabkan lepasnya lapisan heparan sulfat ke

sirkulasi, sehingga mengubah lapisan penyaringan dan menyebabkan kebocoran

protein. Hilangnya protein koagulasi ini menimbulkan proses koagulopati yang

bermanifestasi dengan peningkatan waktu parsial tromboplastin dan penurunan

fibrinogen serta hilangnya heparan sulfat sebagai antikoagulan menimbulkan

proses koagulopati (Simmons dkk., 2012).

Menurut Vasanwala, 2011 menyebutkan pasien infeksi virus dengue tanpa

komplikasi tidak memiliki gejala proteinuria, sedangkan 96 % pasien yang

terdiagnosis sindrom renjatan dengue memiliki gejala proteinuria, dimana jumlah

ekskresi maksimalnya terjadi pada saat mendekati fase defervescence yang

berkaitan dengan jumlah trombosit terendah dan demam yang mulai turun.

Semakin berat keadaan trombositopenia maka akan terjadi proteinuria yang

semakin berat dan berkaitan dengan derajat keparahan infeksi virus dengue. Hasil

biopsi ginjal pada pasien DBD menunjukkan adanya IgA nefropati yang

kemungkinan menggambarkan penyakit kompleks imun dimana terjadi deposisi

Page 52: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

31

kompleks antigen dan antibodi pada jaringan glomerulus ginjal dan ada pula yang

menyebutkan bahwa proteinuria terjadi oleh karena infeksi virus dengue yang

mencetuskan terjadinya glomerulonefritis sekunder (Chen dkk., 1997; Avirutnan

dkk., 2007). Adanya kompleks imun dalam darah mengindikasikan terjadinya

deposit kompleks imun tersebut pada pembuluh darah yang nantinya akan

menyebabkan terjadinya vaskulitis dan glomerulonefritis yang menyebabkan

munculnya gejala proteinuria (Lizarraga dan Nayer., 2014). Jumlah proteinuria

yang paling besar merupakan mekanisme dari virus yang merangsang sistem

limpho-retikular menyebabkan glomerulonefritis yakni kebocoran protein pada

membran glomerulus (Vasanwala dkk., 2011).

Kondisi sepsis atau infeksi sekunder yang dapat menyertai renjatan pada

demam berdarah dengue dapat menyebabkan tubuler proteinuria pada tikus

percobaan berkaitan dengan penurunan protein non Glikosaminoglikan yakni

hyaluronan dan asam sialic pada sel tubulus. Protein tersebut memiliki fungsi

sama dengan Gikosaminoglikan protein heparan sulfat yang menjaga pertahanan

filtrasi glomerulus, normalnya manusia memiliki perbandingan 1 : 4 hyaluronan

berbanding heparan sulfat (Koomans dkk., 1986; Hilgard dan Stockert, 2000;

Adembri dkk., 2011).

Proteinuria dapat disebabkan oleh kadar glukosa yang tinggi. Kadar glukosa

darah yang tinggi dapat merubah biosintesa dari protein glikosaminoglikan

heparan sulfat, dan terjadi peningkatan ROS, aldosteron dan angiotensin 2

sehingga meningkatkan ekspresi heparanase oleh podosit dan sel endotel

Page 53: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

32

glomerular yang meningkatkan degradasi heparan sulfat (Germi dkk., 2002;

Garsen dkk., 2013).

2.5 Mekanisme Proteinuria Menimbulkan Gagal Ginjal Akut

Proteinuria dapat memperberat kerusakan ginjal dan mempercepat terjadinya

gagal ginjal terminal. Beban protein plasma pada sel di tubulus proksimal

(albumin, immunoglobulin dan transferrin) merangsang pembentukan endothelin-

1 yang merupakan vasokonstriktor yang dapat menarik monosit, dan berperan

dalam pembentukan produksi matriks ekstrasel. Albumin meningkatkan ekspresi

monocyte chemoatractant protein-1 (MCP-1) dan RANTES pada sel tubulus

proksimal dan meningkatkan produksi IL-8 yang memiliki efek kemotaksis

terhadap limfosit dan neutrofil. Beban protein yang berlebih di tubulus proksimal

meningkatkan produksi dari oksidan reactive oxygen species (ROS) dan memicu

aktivasi NF-kB. Kandungan yang berikatan dengan albumin seperti asam lemak

bebas merupakan penyebab dari jejas sel tubulus proksimal dan aktivasi sel

proinflamasi. Arici dkk., (2002) menemukan asam lemak oleic dan linoleic yang

memiliki toksisitas dan efek profibrogenik paling tinggi.

Aktivasi komplemen intrrenal terjadi akibat cedera pada tubulointerstitial

ginjal. Sel tubulus proksimal mengaktifkan komplemen C3 dan C5b-9 melalui

jalur alternatif, aktivasi ini mengakibatkan perubahan citoskeletal, produksi

oksidan (hydrogen peroxide), dan sitokin (IL-6 dan TNF-α). Pemberian

angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor mencegah beban berlebihan dari

protein dan aktivasi komplemen C3 sehingga mengurangi mekanisme injury

(Abbate dkk., 2006). Hal tersebut disimpulkan pada gambar 2.6 di bawah ini.

Page 54: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

33

Sel tubulus juga mengaktifkan makrofag yang memiliki efek fibrosis

interstitial melalui peningkatan pelepasan faktor pertumbuhan seperti TGF-β dan

PDGF, ET 1, dan PAI-1. TGF-β menstimulasi perubahan dari interstitial sel

menjadi myofibroblas dan interstitial fibroblast meiliki efek paracrine

mengeluarkan TGF-β. Penggunaan angiotensin converting enzyme (ACE)

inhibitor mengurangi beban protein dan ekspresi TGF-β sehingga menghambat

pembentukan myofibroblast. Albumin yang lolos dari filtrasi glomerulus

menyebabkan apoptosis menurut dosis dan durasi dari paparan. Paparan albumin

yang terikat asam lemak dengan berat molekul 100-440 kD berperanan dalam

apoptosis karena meningkatkan ekspresi Fas dan ligan Fas melalu jalur Fass-

FADD-caspase 8 dan aktivasi peroksisom proliferator reseptor gamma (Abbate

dkk., 2006).

Gambar 2.6

Mekanisme peradangan dan jalur fibrogenik pada sel tubulus proksimal akibat

beban protein berlebihan (Abbate dkk., 2006)

Page 55: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

34

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Proteinuria pada infeksi virus dengue dapat terjadi melalui kondisi renjatan

maupun kondisi nonrenjatan. Proteinuria pada kondisi renjatan terjadi oleh karena

tekanan darah yang turun pada kondisi renjatan merangsang peningkatan reseptor

1 angiotensin (ATR 1) yang menyebabkan peningkatan angiotensin II.

Angiotensin II menyebabkan influx kalsium meningkat yang mengaktifkan TRPC

6. Transient Receptor Potential Channel C6 mengaktifkan calcineurin yang

berfungsi pada proses defosforilasi synaptopodyn yang pada akhirnya

menimbulkan kerusakan visceral sel epitel (podosit).

Kondisi infeksi virus dengue yang tidak disertai dengan renjatan dapat

menimbuklan proteinuria karena kerusakan dari lapisan endotel karena aktivitas

heparanase yang merangsang pelepasan heparan sulfat oleh infeksi antigen NS-1

pada lapisan glikokaliks. Kondisi glomerulonefritis sekunder dapat terjadi oleh

karena pembentukan kompleks antigen antibodi pada ginjal. Proteinuria yang

terjadi akibat kerusakan dari glomerulus tersebut menimbulkan kerusakan dari

tubulointerstitium karena jumlah reseptor megallin complex pada tubulus menjadi

jenuh akibat protein yang banyak dalam tubulus. Oleh karena proses tersebut,

molekul protein berat rendah gagal diserap kembali di tubulus memperberat

terjadinya proteinuria.

34

Page 56: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

35

Kondisi sepsis maupun infeksi sekunder menyebabkan kerusakan dari lapisan

glikokaliks pada tubulus proksimal sehingga menimbulkan gangguan reabsorbsi

kembali protein sehingga menimbulkan proteinuria.

Hiperglikemi menyebabkan kerusakan lapisan glikokaliks pada tubulus

proksimal. Kondisi ini juga menyebabkan perubahan sintesis glikosaminoglikan

yang merupakan matriks lapisaan endothelium selain menyebabkan peningkatan

produksi ROS (Reactive Oxygen Species), aldosteron, dan angiotensin II.

Akumulasi proses tersebut menyebabkan heparan sulfat sebagai bagian matriks

endotel mengalami kerusakan sehingga filtrasi protein terganggu dan bocornya

protein ke urin.

Gangguan proses filtrasi protein di glomerulus dan ditambah gangguan

absorbsi di tubulointerstitium menyebabkan terjadinya kondisi proteinuria.

Kondisi proteinuria dengan berat molekul besar dan durasi yang lama dapat

meningkatkan aktivasi monocyte chemoatractant protein-1 (MCP-1) dan

RANTES pada sel tubulus proksimal dan meningkatkan produksi IL-8 yang

memiliki efek kemotaksis terhadap limfosit dan neutrofil.Kebocoran protein pada

sel tubulus dapat meningkatkan ekspresi TGF-β dan PDGF, ET 1, dan PAI-1.

TGF-β menstimulasi perubahan dari interstitial sel menjadi myofibroblas yang

meningkatkan risiko terjadinya kerusakan ginjal tahap lanjut.

Hematuria dapat menyebabkan terdeteksinya protein di dalam urin karena

pemecahan heme dan globin pada sel darah merah. Tingkat keasaman urin yang

>8 dapat menimbulkan kesan proteinuria. Analisis urin dengan didapatkan

Page 57: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

36

peningkatan berat jenis urin dapat memberikan gamabaran proteinuria yang

positif palsu. Anak dengan massa otot yang lebih besar melalui gambaran status

gizi dan luas permukaan tubuh dapat mempengaruhi kadar kreatinin dan

memberikan gambaran ekskresi protein urin yang lebih besar. Kelainan otot yang

menyebabkan pemecahan protein seperti rhabdomyolisis memberikan gambaran

protein akibat pemecahan protein dari otot. Kerusakan glomerulus akibat

timbunan immunoglobulin A dapat menimbulkan kondisi proteinuria melalui

mekanisme proteinuria glomerular dan demikian halnya oleh karena

glomerulonefritis sekunder seperti halnya akibat infeksi yang dapat mencederai

glomerulus.

Page 58: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

37

PROTEINURIA GLOMERULAR

PROTEINURIA TUBULUS

Infeksi virus dengue

tanpa renjatan

Tekanan darah yang turun

Peningkatan reseptor I

angiotensin (ATR I)

Influx kalsium

Mengaktifkan Transient

Receptor Potential

Channel C6

Defosforilasi synaptopodyn

kerusakan sel epitel/podosit

Sepsis/infeksi

sekunder

Kerusakan

glikokaliks

Proteinuria tipe nefrotik/berat

Hiperglikemia

Perubahan sistesis

glikosaminoglikan

Peningkatan ROS,

Aldosteron dan

Angiotensin II

Kerusakan heparan

sulfat

Infeksi langsung

antigen NS 1

Merangsang

heparanase

pelepasan heparin

sulfat

Rusaknya lapisan

glikokaliks

HIPOALBUMIN

Aktivasi monosit

kemoatraktan protein

1, RANTES, IL 8

Meningkatkan ekspresi

TGF-B, PDGF, ET-1,

PAI-1

Perubahan sel

interstitial menjadi

myofibroblas

GLOMERULONEFRI

TIS SEKUNDER

Gambar 3.1

Kerangka berpikir

Peningkatan

permeabilitas vaskular Infeksi virus dengue

dengan renjatan

Page 59: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

38

3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel kendali yang dikontrol dengan analisis

Variabel kendali yang dikontrol dengan desain

Gambar 3.2

Kerangka konsep penelitian

Infeksi virus dengue

(dengan atau tanpa

renjatan)

(variabel bebas)

Ekskresi protein urin

(variabel tergantung)

Luas permukaan tubuh

Kadar gula darah serum

Satus gizi

Kadar albumin serum

(Variabel kendali)

Hematuria

Gambaran pH urin

Berat jenis Urin

Rhabdomyolisis

IgA nefropati

Glomerulonefritis sekunder

(Variabel kendali)

Page 60: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

39

3. 3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Ekskresi protein urin pada anak yang terinfeksi virus dengue dengan

renjatan lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan.

2. Proteinuria tipe nefrotik pada anak yang terinfeksi virus dengue dengan

renjatan lebih tinggi dibandingkan tanpa renjatan.

Page 61: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

39

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Desain penelitian adalah cross sectional, dimana penentuan pasien dengan

sindrom renjatan dengue maupun pasien yang tidak mengalami renjatan

bersamaan dengan pengambilan sampel urin sewaktu. Pengambilan sampel urin

satu waktu bersamaan dilakukan dengan pemeriksaan serologi dengue. Berikut

merupakan skema dasar penelitian :

Gambar 4.1

Skema dasar penelitian

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di rumah sakit umum pusat Sanglah Denpasar pada anak

di triage anak, bangsal anak (ruang cempaka III, unit perawatan intensif anak

(UPIA), dan ruang Intermediate. Pemeriksaan sampel protein dan kreatinin urin

dilakukan di laboratorium Prodia Denpasar. Pemeriksaan sampel darah untuk

Demam berdarah

dengue

Demam berdarah

dengue dengan

renjatan

Demam berdarah

dengue tanpa

renjatan

Ekskresi protein urin (+)

Ekskresi protein urin (+)

Ekskresi protein urin (-)

Ekskresi protein urin (-)

40

Page 62: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

41

glukosa dan albumin serum dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP

Sanglah Denpasar. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan April

sampai September 2016.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi penelitian

4.3.1.1 Populasi target

Populasi target pada penelitin ini adalah seluruh pasien anak-anak usia 6

bulan sampai dengan 12 tahun yang terinfeksi virus dengue dengan atau tanpa

renjatan.

4.3.1.2 Populasi terjangkau

Populasi terjangkau adalah seluruh pasien anak-anak dari usia 6 bulan sampai

dengan 12 tahun yang terinfeksi virus dengue dengan atau tanpa renjatan dirawat

di bangsal anak RSUP Sanglah Denpasar selama periode penelitian.

4.3.1.3 Sampel (Intended Sample)

Sampel dipilih dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi. Subyek yang benar-benar diteliti (actual study subject) adalah sampel

yang benar-benar bersedia ikut dalam penelitian.

4.3.2 Penentuan sampel

a). Kriteria Inklusi :

1) Anak usia 6 bulan sampai dengan 12 tahun yang dirawat di RSUP

Sanglah dengan diagnosis demam dengue, demam berdarah dengue dan

sindrom renjatan dengue berdasarkan kriteria WHO 2011.

Page 63: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

42

b). Kriteria Eksklusi :

1) Diketahui memiliki riwayat penyakit ginjal sebelumnya atau penyakit lain

yang dapat menyebabkan proteinuria melalui anamnesis, seperti IgA

nefropati, glomerulonefritis sekunder, kondisi yang menyebabkan

hematuria, berat jenis urin meningkat, kondisi pH urin meningkat >8, serta

kondisi yang menyebabkan terjadinya rhabdomyolisis.

2) Pasien yang memiliki status gizi buruk.

4.3.3 Besar Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah anak yang dirawat di RSUP Sanglah dengan

kecurigaan infeksi virus dengue yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Cara pengambilan sampel adalah dengan cara consequtive sampling. Perhitungan

besar sampel bertujuan untuk mengetahui besar sampel minimal penelitian. Pada

penelitian ini dilakukan analisis skala variabel kontinyu. Oleh karena hal tersebut

dipergunakan rumus perhitungan besar sampel penelitian, yakni:

Perhitungan uji hipotesis 2 rerata independen dengan variabel numerik tidak

berpasangan digunakan rumus sebagai berikut:

n1=n2=2{(𝑍𝛼+𝑍𝛽)𝑆

𝑋1−𝑋2}2

n = jumlah sampel

X1 = nilai rerata pada kasus

X2 = nilai rerata pada kontrol

Zα = nilai sudah ditetapkan 1,96

Zβ = nilai sudah ditetapkan 0,84

S = simpang baku

Page 64: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

43

Pada penelitian-penelitian sebelumnya tidak didapatkan kepustakaan tentang

simpang baku gabungan rasio protein berbanding dengan kreatinin urin, oleh

sebab itu peneliti mengadakan penelitian pendahuluan untuk mencari simpang

baku rasio protein berbanding kreatinin urin sehingga besar sampel untuk

penelitian ini didapatkan.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, didapatkan kadar rerata rasio

protein berbanding kreatinin urin pada pasien infeksi virus dengue dengan atau

tanpa renjatan, serta standar deviasi seperti tercantum pada Lampiran 1. Pada

penelitian ini, nilai X1= rerata rasio protein berbanding kreatinin urin pada pasien

infeksi virus dengue dengan disertai renjatan 0,5570, sedangkan nilai X2= rerata

rasio protein berbanding kreatinin urin pada pasien infeksi virus dengue tanpa

disertai renjatan 0,3657. Beda rerata adalah X1-X2 = 0,194; standar deviasi atau

S=0,36.

n1=n2=2{(1,96+0,84)0,36

0,194}2

Dari perhitungan rumus tersebut di atas didapatkan jumlah sampel 54 subyek

penelitian untuk setiap kelompok. Jumlah sampel total yang diperlukan adalah

108 sampel.

4.4 Variabel dan Batasan Operasional Variabel

4.4.1 Variabel penelitian

Variabel bebas : infeksi virus dengue dengan disertai sindrom renjatan dengue,

Infeksi virus dengue tanpa disertai renjatan (data nominal).

Variabel tergantung : ekskresi protein urin (data numerik).

Page 65: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

44

Variabel kendali : luas permukaan tubuh, kadar serum albumin, kadar gula

darah serum, status gizi

4.4.2 Batasan operasional variabel

1. Infeksi virus dengue dengan disertai renjatan adalah kondisi demam

berdarah dengue grade III dan grade IV dimana terjadi tanda kegagalan

sirkulasi seperti nadi lemah, tekanan nadi menyempit < 20 mmHg,

hipotensi dan lemah, maupun telah terjadi profound renjatan dimana

tekanan darah dan nadi tidak dapat diukur (grade IV) (WHO, 2011) (skala

pengukuran kategorik nominal).

2. Infeksi virus dengue tanpa disertai renjatan adalah infeksi virus dengue

yang ditandai oleh 2 gejala (demam mendadadak 2-7 hari, hepatomegali,

tanda perdarahan spontan atau provokasi, tanda gagal sirkulasi) dan gejala

laboratorium trombositopenia (<150.000/µL). Demam berdarah dengue

derajat 1 adalah demam 2-7 hari dengan rumple leed test positif dan

demam berdarah dengue derajat II yakni gejala demam berdarah dengue

derajat I disertai dengan perdarahan spontan (WHO, 2011). Diagnosis

infeksi virus dengue ditegakkan dengan pemeriksaan serologi anti dengue

(skala pengukuran kategorik nominal).

3. Ekskresi protein urin yakni kadar protein di dalam urin yang dapat

dinyatakan dalam rasio protein berbanding kreatinin urin pengukuran

quantitative urin sewaktu saat demam hari ke 6 (Hogg dkk., 2003; WHO,

2011) (skala pengukuran numerik).

Page 66: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

45

4. Status gizi ditentukan berdasarkan berat badan terhadap tinggi

badan/panjang badan menurut Kurva pertumbuhan WHO untuk pasien

usia ≤ 5 tahun dan CDC 2000 untuk usia > 5 tahun. Kriteria Status Gizi

berdasarkan Waterlow dengan Gizi buruk : < 70%, Gizi kurang : ≥ 70 –

<90%; Gizi Baik : 90- 110%; Gizi lebih : >110-120%; Obesitas : ≥ 120%

dan superobesitas dengan waterlow >140.

Berat badan diukur saat penderita datang ke rumah sakit dengan

menggunakan timbangan peneliti tanpa mengenakan pakaian atau

mengenakan pakaian seminimal mungkin dinyatakan dalam kilogram.

Tinggi badan diukur dengan meteran dengan posisi tidur terlentang yang

diukur dari vertek sampai tumit pada anak usia ≤ 2 tahun dan posisi berdiri

pada anak usia ˃ 2 tahun. Dinyatakan dalam sentimeter (skala pengukuran

kategorik nominal).

5. Luas permukaan tubuh merupakan area dari permukaan tubuh yang

disampaikan dalam (m2). Ukuran ini digunakan untuk penghitungan

metabolik, elektrolit, kebutuhan nutrisi, dosis obat dan pengukuran

perkiraan fungsi paru. Dalam penelitian ini ukuran yang digunakan untuk

menggambarkan jumlah protein yang diekskresikan dan didapatkan

melalui penghitungan luas permukaan tubuh= { √𝑇𝐵(𝑐𝑚)𝑥 𝐵𝐵 (𝑘𝑔)} ÷

3600 (Farlex, 2012) (Skala pengukuran numerik).

6. Kadar serum albumin didapatkan dari pengukuran albumin serum

dinyatakan dalam ukuran miligram/L.Disebut sebagai hipoalbumin bila

didapatkan kadar kurang dari 2,5 mg/L. Pemeriksaan kadar albumin serum

Page 67: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

46

dilakukan dengan teknik immunoturbidimetrik (Roche, 2005; Falcao dkk.,

2010) (skala pengukuran numerik).

7. Hematuria merupakan kondisi ekskresi yang abnormal darah atau erotrosit

dalam urin, diklasifikasikan menjadi eritrosituria dan hemoglobinuria.

Mikrohematuria didiagnosis melalui tes dipstick 1 atau 2 dengan korelasi

nilai >5-10 RBC/µL sel darah merah dan disebut sebagai makrohematuria

bila didapatkan >1000 RBC/µL dan tampak kemerahan nyata pada urin

(Utsch dan Klaus, 2014) (skala pengukuran kategorik nominal).

8. Tingkat keasaman (pH) urin merupakan tingkat keasaman urin yang

didapatkan melalui pemeriksaan analisis urin rentangan 4,8-7,5, dimana

nilai normal pH urin 7-7,5. Disebut sedikit asam bila kadar pH 6,5-7 dan

sedikit basa bila didapatkan kadar pH 7,5-8. Pada penelitian ini tidak

dilakukan analisis urin (Utsch dan Klaus, 2014) (skala pengukuran

numerik).

9. Berat jenis urin merupakan perbandingan relative antara massa jenis

sebuah zat dengan massa jenis air murni, yang dinyatakan dalan kg/m3.

Semakin besar diuresis makin rendah berat jenis urinnya dan berat jenis

berkaitan dengan pekatnya urin , kondisi glukosuria akan meningkatkan

berat jenis urin. Nilai normal berat jenis urin 1,002-1,035. Pada penelitian

ini tidak dilakukan analisis urin (Radhemacer dkk., 2009) (skala

pengukuran numerik).

10. Rhabdomyolisis adalah terdeteksinya enzim kreatinin kinase, enzim

glutamic oxalocetic transaminase, lactate dehidroginase, aldolase, haeme

Page 68: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

47

pigment myoglobin serta elektrolit seperti kalium, posfat dan purin.

Kejadian rhabdomyolisis berkaitan dengan trauma, pengobatan, toksin,

cedera. Diagnosis melalui peningkatan enzim kreatinin kinase dalam

darah, myoglobinuria dan gagal ginjal akut. Pada penelitian ini tidak

dilakukan pemeriksaan tersebut (Khan, 2009; Repizo dkk., 2014) (skala

pengukuran kategorik nominal).

11. Glomerulonefritis sekunder merupakan peradangan pada glomerulus yang

muncul akibat infeksi dari sistemik (demam berdarah dengue, diabetes

mellitus, lupus eritematosus sistemik, multiple myeloma dan amilloidosis)

ditandai dengan penurunan komplemen di serum. Pada penelitian ini tidak

dilakukan pemeriksaan komplemen. (Mansfield dkk., 2011) (skala

pengukuran kategorik nominal).

12. IgA Nefropati merupakan gangguan ginjal akibat pengendapan

immunoglobulin A pada glomerulus ginjal, umumnya penyakit ini terkait

dengan Henoch Schonlein Purpura. Pada penelitian ini tidak dilakukan

analisis urin untuk deteksi pengendapan immunoglobulin A. (Upadhaya,

2010) (skala pengukuran kategorik nominal).

13. Kadar gula darah serum merupakan kondisi glukosa darah yang

dinyatakan dalam mg/dL. Kadar yang berlebih >150 mg/dL atau >8,3

mmol/L. Pemeriksaan kadar gula darah serum dilakukan dengan teknik

enzimatik menggunakan hexokinase (Roche, 2005; Garsen dkk.,

2014)(skala pengukuran numerik).

Page 69: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

48

4.5 Bahan Penelitian

4.5.1. Bahan untuk pengambilan darah dan urin

Bahan-bahan yang digunakan untuk mengambil darah adalah :

1. Kapas steril

2. Disposible spuit 3 cc

3. Alkohol 70%

4. Botol plastik volume 600 ml yang kering dan bersih

4.5.2 Bahan dan reagen untuk pemeriksaan darah

Bahan-bahan dan reagen yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan

darah adalah :

1. Alat test rapid pan bio test

2. Larutan Buffer

3. Alat dropper spesimen

4. Timer

5. Alat sentrifugasi

6. Kontainer spesimen

7. Anti-albumin T antiserum (kelinci) spesifik untuk albumin manusia, pada

larutan buffer posfat

8. NaCl 0,9%

9. Cairan sebagai kofaktor

10. Cairan hemolisis 1000 mL Cat No 10750689

11. Reagen dengan komponen pyrogallol merah (konsentrasi 79,8 umol/L),

sodium molybdate (konsentrasi 91 umol/L), buffer, surfaktan, preservatif.

Page 70: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

49

12. Larutan (R1) TAPS buffer (N-Tris(hydroxymethyl-3-

aminopropanesulfonic acid): 30 mmol/L, pH 8,1; creatinase

(mikroorganisme): > 332ukal/L; sarcosine oxidase (mikroorganisme): >

132 ukal/L; ascorbate oxidase (mikroorganisme): > 33ukal/L; katalase

(mikroorganisme): > 1,67 ukal/L; HTIB: 1,2 g/L; deterjen dan preservatif.

13. Larutan (R3) TAPS buffer: 50 mmol/L, pH 8,0; kreatininase

(mikroorganisme): > 498 ukal/L; peroxidase (horseradish): > 16,6 ukal/L;

4-aminophenazone: 0,5 g/L; potassium hexacyanoferrate (II): 60 mg/L;

deterjen dan preservatif.

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar persetujuan

setelah penjelasan (PSP), lembar kuesioner untuk mengumpulkan data subyek, kit

rapid panbio test IgG/IgM®, cobas integra abumin turbidimetric Cat No.

20737674 322®, cobas integra glucose HK Cat No. 20767131322®, total

protein_2 (Urine) (UPRO_2) Advia 1800 Siemens healthcare diagnostics inc®,

cobas c 311/501 analyzer®.

4.7 Prosedur Pemeriksaan

4.7.1 Albumin serum

Pemeriksaan kadar albumin serum dilakukan dengan teknik

immunoturbidimetrik, dikerjakan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP

Sanglah.Hasil disampaikan dalam bentuk mg/dL.

Page 71: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

50

Prosedur kerja

1. Serum segera dipisahkan dengan clot

2. Sampel dan kontrol secara otomatis dilarutkan dengan NaCl 0,9% 1:100

3. Sentrifugasi sampel

4. Sampel sebanyak 2 mikroliter dilarutkan dengan 7 mikroliter H2O

5. Reagen anti albumin T antiserum 100 mikroliter dilarutkan dengan H2O 13

mikroliter

6. Sampel yang telah dilarutkan tersebut dicampurkan dengan reagen

7. Konsentrasi tersebut dianalisis otomatis oleh cobas integra.

4.7.2 Gula darah serum

Pemeriksaan kadar gula darah serum dilakukan dengan teknik enzimatik

menggunakan hexokinase, pemeriksaan tersebut dilakukan di Laboratorium

Patologi Klinik RSUP Sanglah. Hasil disampaikan dalam bentuk mg/dL.

Prosedur kerja

1. Sampel segera dilakukan hemolisis segera setelah bahan terambil

2. Cairan untuk hemolisis diseimbangkan pada temperatur ruangan sebelum

digunakan

3. Masukkan sebanyak 1 ml dari cairan hemolisis pada tabung tes

4. Tambahkan 20 mikroliter darah kapiler dan tutup rapat tabung

5. Kocok perlahan hingga tercampur dengan baik

6. Diamkan selama 5 menit pada temperatur ruangan untuk penentuan

glukosa jangan disentrifugasi.

Page 72: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

51

4.7.3 Immunoglobulin dengue

Pemeriksaan serologi antidengue dilakukan dengan teknik immunoassay

kromatografi cepat untuk mendeteksi antibodi (immunoglobulin G dan

immunoglobulin M) virus dengue di serum atau plasma, pemeriksaan ini

dilakukkan oleh Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah.

Prosedur kerja

1. Ambil bahan spesimen darah menggunakan prosedur laboratorium standar

2. Tes sebaiknya dilakukan segera setelah spesimen diambil, jangan biarkan

spesimen berada dalam jangka waktu yang lama pada temperatur ruangan.

Untuk penyimpanan jangka panjang, spesimen darah sebaiknya disimpan

dibawah -200C

3. Sebelum dilakukan tes, spesimen diletakkan pada temperature ruangan dan

jangan dibekukan

4. Buka alat pemeriksaan pada temperature ruangan

5. Masukkan 1 drop dari spesimen kurang lebih 10 mikroliter dan 2 drop

cairan buffer kurang lebih 70 mikroliter pada alat tes

6. Tunggu selama 15 menit sampai dengan hasil terbaca, jangan membaca

hasil lebih dari 20 menit.

Hasil positif bila didapatkan 2 garis (tes dan kontrol) setelah menunggu 15-20

menit.

Page 73: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

52

4.7.4 Protein dan kreatinin urin sewaktu

Pemeriksaan protein urin dilakukan dengan metode kalorimetri dan

penghitungan kreatinin dalam urin dengan mempergunakan metode enzimatik

automatis dengan alat cobas.

Prosedur kerja

1. Sebelum menggunakan reagen, putar perlahan untuk mencegah timbulnya

gelembung, bila muncul gelembung lakukan aspirasi dari reagen tersebut.

Peningkatan penyerapan yang terjadi karena ikatan yang dibentuk

pyrogallol red-molybdate complex berikatan dengan kelompok sam amino

proporsional dengan jumlah konsentrasi protein sampel.

2. Pemeriksaan kandungan kreatinin dalam urin dengan mengumpulkan

bahan urin tanpa menggunakan zat aditif, bila urin harus dikumpulkan

menggunakan preservative dengan asam hidroklorikdan asam boraks.

3. Sentrifugasi bahan spesimen sebelum melakukan pemeriksaan.

4. Campurkan reagen R1 77 uL dan R3 38 uL pada 15 uL volume sampel

yang telah dilarutkan dengan NaCl 135 uL.

5. Penghitungan secara automatis untuk mengetahui konsentrasi tiap sampel.

Hasil dinyatakan dalam jumlah mg/dL, normalnya didapatkan total proteinuri 24

jam 1-14 mg/dL (10-140 mg/L) atau saat istirahat didapatkan 50-80 mg/hari.

4.7.5 Cara pengukuran berat badan sampel penelitian

Berat badan adalah indikator berat per orang, cara pengukuran menggunakan

timbangan dengan satuan kilogram (kg). Anak umur 6-24 bulan ditimbang dengan

Page 74: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

53

menggunakan timbangan bayi. Anak usia diatas 24 bulan ditimbang menggunakan

timbangan anak berdiri dengan ketelitian 0,5 kg.

4.7.6 Cara pengukuran tinggi badan sampel penelitian

Tinggi badan adalah indikator untuk menentukan tinggi badan seseorang.

Pengukuran menggunakan meteran dengan satuan sentimeter (cm). Pengukuran

panjang badan anak umur 6-24 bulan dilakukan oleh 2 orang sehingga kepala bayi

menyentuh papan penahan kepala dalam posisi datar Frankort. Pengukuran tinggi

badan anak diatas 24 bulan dilakukan dengan posisi berdiri tanpa alas kaki

menggunakan stadiometer. Saat pengukuran tinggi badan, anak harus berdiri

tegak dengan kedua paha bersentuhan berdampingan, tumit, bokong dan kepala

bagian belakang menyentuh stadiometer

4.8 Alur Penelitian

Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap awal pengurusan

kelaikan etika penelitian ke Komite Etika Penelitian Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana untuk mendapatkan laik etik (ethical clearance), dan ijin

penelitian ke Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Tahap selanjutnya adalah dilakukan

pelatihan pada semua tim peneliti yang terdiri dari dokter, paramedis, petugas

laboratorium, petugas administrasi, dan koordinator penelitian. Pelatihan

bertujuan menyamakan persepsi, pengetahuan, serta ketrampilan mengenai

prosedur penelitian.

Penentuan subyek penelitian dilakukan oleh dokter penelitian di lapangan.

Subyek penelitian adalah pasien anak usia 6 bulan sampai dengan 12 tahun yang

dirawat dengan kecurigaan infeksi virus dengue di bangsal anak, ruang intensif,

Page 75: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

54

ruang intermediate and ruang triage/UGD anak RSUP Sanglah. Satu orang dokter

yang sedang bertugas di subbagian pediatri gawat darurat maupun poliklinik dan

telah dilatih untuk melakukan penelitian ini akan menyeleksi pasien sesuai dengan

kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi melalui alloanamnesa, heteroanamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Apabila orangtua pasien setuju

untuk mengikuti penelitian maka akan diminta untuk menandatangani formulir

persetujuan (informed consent). Seorang dokter yang bertugas di subbagian

infeksi dan penyakit tropis dan telah terlatih untuk melaksanakan penelitian akan

memantau pasien selama dirawat. Pemeriksaan rasio protein berbanding kreatinin

urin, albumin serum, dan glukosa serumdiambil saat pasien dalam kondisi dengan

renjatan maupun tidak pada saat hari ke 6 dan dilakukan pemeriksaan IgG dan

IgM anti dengue oleh bagian patologi klinik RSUP Sanglah Denpasar. Pasien

diamati sampai dengan hasil serologi keluar pada saat hari ke enam demam.

Penentuan terdapatnya proteinuria dan penentuan sindrom renjatan dengue

dilakukan dalam satu waktu, yakni pada hari ke enam. Pemantauan yang

dilakukan sesuai dengan standar pelayanan medis untuk pasien yang dirawat

dengan infeksi virus dengue yaitu dilakukan pemeriksaan darah rutin serial.

Pemeriksaan protein dan kreatinin urin sewaktu dilakukan di Laboratorium

Prodia Denpasar dengan menggunakan alat advia 1800 dengan metode

kalorimetri. Pemeriksaan serologi demam berdarah dengue memakai Rapid

Panbio® dari PT Sekar Dewata dan Vicare dari PT Barlindo. Derajat infeksi virus

dengue ditentukan oleh dokter yang merawat berdasarkan kriteria WHO tahun

2011. Pemeriksaan albumin dan glukosa serum dilakukan di laboratorium

Page 76: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

55

Patologi Klinik RSUP sanglah Denpasar. Pemulangan pasien dilakukan oleh

dokter yang merawat berdasarkan standar pelayanan perawatan pasien infeksi

virus dengue. Subyek yang menolak melanjutkan penelitian dianggap drop out.

4.9 Etika Penelitian

Ethical clearance dari badan Penelitian dan Pengembangan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah dengan nomer ethical clearance

no : 354/UN.14.2/KEP/2016.

4.10 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer dibagi menjadi 2 bagian

sebagai berikut:

1. Bagian Deskriptif

Data disajikan dalam bentuk naratif dan tabel. Data kategorikal disajikan

dalam persen dan data numerik disajikan dalam bentuk nilai median dan

interquartile range.

2. Bagian Analitik

Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan distribusi data numerik dengan

sebaran yang tidak normal (p<0,05). Data rasio protein berbanding dengan

kreatinin urin dianalisis pada pasien infeksi virus dengue dengan atau

tanpa renjatan denganUji analisis menggunakan uji mann whitney test

karena sebaran data tidak berdistribusi normal. Perbedaan median

dinyatakan signifikan nilai p < 0,05. Pada penelitian ini juga dibandingkan

jumlah pasien dengan renjatan yang mengalami proteinuria dalam rentang

nefrotik. Analisis multivariat bertujuan untuk menilai hubungan murni

Page 77: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

56

renjatan dengan terjadinya proteinuria pada pasien anak dengan infeksi

virus dengue dengan memperhitungkan variabel perancu. Analisis

multivariate dengan analisis ANCOVA dengan general linear model dan

ukuran colinearity yang didapat dari analisis ini adalah adjusted RR.

Perbedaan varian antara kedua atau beberapa kelompok dinyatakan dengan

nilai F. Kemaknaan secara statistik menggunakan 95% interval

kepercayaan dan nilai P.

Page 78: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

57

Skema Alur Penelitian

Gambar 4.2

Skema alur penelitian

Pasien anak dengan Infeksi dengue di RSUP Sanglah Denpasar

periode April 2016-Sepetember 2016 (hasil IgM +)

Sampel yang benar diteliti

(Eligible subjects)

Sindrom renjatan dengue (+)

(Serologi IgG dan IgM dengue +)

hari ke-6

Sindrom renjatan dengue (-)

(Serologi IgG dan IgM dengue +)

hari ke-6

Ekskresi protein urin

Analisis data

Hasil

Informed consent

kriteria eksklusi

Pemeriksaan gula darah dan albumin serum, pemeriksaan rasio protein dan kreatinin urin hari ke-6

Page 79: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

59

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan selama 5 bulan, yaitu dari bulan April 2016 sampai

bulan September 2016. Selama periode tersebut dirawat sebanyak 1394 anak,

yang memenuhi criteria inklusi sebanyak 116 anak. Sebanyak 6 anak yang

tereksklusi karena 2 subyek mengalami hematuria, 4 subyek tidak dapat

ditampung urinnya dan 2 subyek menolak ikut dalam penelitian. Selama periode

penelitian didapatkan 108 subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan kesklusi.

Jumlah sampel yang ikut dalam penelitian didapatkan sebanyak 108 sampel.

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Seratus delapan pasien dengan infeksi virus dengue memenuhi kriteria

penelitian, terdiri dari 61 (56,5%) disertai dengan renjatan dan 47 (43,5%) tidak

disertai dengan renjatan. Anak laki-laki 53 (49,1%) dan 55 (50,9%) merupakan

perempuan. Median umur pada pasien dengan renjatan 7 tahun, umur terendah 6

bulan dan tertinggi 11,8 tahun. Pasien yang tidak disertai renjatan memiliki

median umur 7,5 tahun, umur terendah 3,15 tahun dan tertinggi umur 11,9 tahun.

Jumlah pasien terinfeksi virus dengue gizi kurang 22 orang (20,4%), gizi baik 55

orang (50,9%), gizi lebih 6 orang (5,6%), obesitas 15 orang (13,8%), dan

superobesitas sebanyak 8 oran (7,4%). Pasien yang mengalami renjatan cenderung

tidak menunjukkan perburukan saat suhu tubuh reda.

Nilai median berat badan pada pasien dengan renjatan 25 kg dan 26 kg pada

pasien tanpa renjatan. Luas permukaan tubuh pada pasien dengan renjatan 0,92 m2

tidak jauh berbeda dari pasien tanpa disertai renjatan 0,95m2. Sebanyak 43 orang

58

Page 80: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

59

(70,5%) pasien renjatan mengalami proteinuria dan hanya 19 pasien tanpa

renjatan mengalami proteinuria.

Tabel 5.1

Karakteristik data subjek penelitian

Variabel Renjatan

Ya (n=61) Tidak (n=47)

Jenis kelamin

Laki-laki, n (%)

Perempuan, n (%)

33 (54,1)

28 (45,9)

20 (42,6)

27 (57,4)

Berat badan (kg), median (interquartile range) 25 (7,5 s.d. 42,5) 26 (10 s.d. 42)

Tinggi badan (cm), mean (SD) 120,2 (22,3) 125,3 (16,9)

Luas permukaan tubuh (m2), mean (SD) 0,94 (0,31) 0,97 (0,26)

Umur saat masuk rumah sakit (bulan), median

(interquartile range)

84 (30,8 s.d. 137,2) 89,9 (28,7 s.d.

145,2)

Status gizi

Gizi kurang, n (%)

Gizi baik, n (%)

Gizi lebih, n (%)

Obesitas, n (%)

Super Obesitas, n (%)

11 (18)

26 (42,6)

5 (8,2)

12 (19,2)

7 (11,5)

11 (23,4)

29 (61,7)

1 (2,1)

3 (6,4)

3 (6,4)

Status rujukan

Ya, n (%)

Tidak, n (%)

41 (67,2)

20 (32,8)

12 (25,5)

35 (74,5)

Demam saat masuk rumah sakit

Ya, n (%)

Tidak, n (%)

10 (16,4)

51 (83,6)

18 (38,3)

29 (61,7)

Perburukan saat suhu reda

Ya, n (%)

Tidak, n (%)

25 (41)

36 (59)

4 (8,5)

43 (91,5)

Diuresis menurun 4-6 jam sebelum masuk rumah

sakit

Ya, n (%)

Tidak, n (%)

17 (27,9)

44 (72,1)

5 (10,6)

42 (89,4)

Organomegali

Ya, n (%)

Tidak, n (%)

15 (24,6)

46 (75,4)

5 (10,6)

42 (89,4)

Peningkatan hematokrit

Ya, n (%)

Tidak, n (%)

54 (88,5)

7 (11,5)

23 (48,9)

24 (51,1)

Kadar albumin serum (mg/dL), median

(interquartile range)

2,6 (1,9 s.d. 3,3) 3,2 (2,6 s.d. 3,8)

Kadar glukosa serum (mg/dL), median

(interquartile range)

97 (32,8 s.d. 161,3) 92 (76 s.d. 108)

Page 81: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

60

6.2 Perbandingan Nilai Rasio Protein Berbanding Kreatinin Urin (UPCR)

pada Kondisi Renjatan maupun Tidak

Gambaran nilai median ekskresi protein urin pada kondisi renjatan 0,3,

interquartile range (IQR=-0,12 s.d. 0,72) dan 0,18 (IQR=0,02 s.d. 0,34) pada

pasien tanpa renjatan dengan nilai p=0,01. Data mengenai hal tersebut dapat

dilihat pada tabel 5.2 di bawah.

Tabel 5.2

Karakteristik nilai eksresi protein urin

Variabel Ekskresi protein urin

Median (interquartile range)

p

Renjatan

Ya (n=61)

Tidak (n=47)

0,3 (-0,12 s.d. 0,72)

0,18 (0,02 s.d. 0,34)

0,01

Uji Mann Whitney

6.3 Perbandingan Protein dan Kreatinin Urine Berdasarkan Status

Renjatan

Setelah dilakukan analisis bivariat proteinuria berdasarkan status renjatan,

didapatkan dari keseluruhan pasien yang mengalami proteinuria sebanyak 43

pasien (69,4%) yang mengalami renjatan. Pasien yang tidak mengalami

proteinuria sebanyak 18 pasien (39,1%) tidak mengalami renjatan. Pasien yang

mengalami proteinuria sebanyak 19 (30,6%) tidak mengalami renjatan.

Pengaruh status renjatan terhadap proteinuria setelah memperhitungkan kadar

albumin serum, gula darah serum, luas permukaan tubuh, dan status gizi pasien

diperhitungkan dengan analisis ANCOVA dengan menggunakan general linear

model. Melalui perhitungan tersebut didapatkan kondisi proteinuria yang lebih

Page 82: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

61

banyak terjadi pada renjatan pada infeksi virus dengue dipengaruhi oleh beberapa

variabel perancu seperti kadar albumin. Kadar albumin serum memiliki pengaruh

signifikan pada kondisi proteinuria dibandingkan dengan kondisi renjatan dengan

perbedaan varians 4,22 nilai p=0,042 dan koefisien eta 4%. Hal tersebut disajikan

dalam tabel 5.3.

Tabel 5.3

Hasil analisis multivariat kejadian renjatan terhadap terjadinya proteinuria

Variabel F 95% IK Nilai p R2

Renjatan dengue 0,612 (-0,205) s.d. 0,473 0,436 0,006

Status gizi 0,099 (-0,125) s.d. 0,090 0,754 0,001

Luas permukaan tubuh 0,276 (-0,747) s.d. 0,434 0,600 0,003

Kadar albumin serum 4,222 (-0,569) s.d. (-0,010) 0,042 0,04

Kadar gula darah serum 2,710 0,00 s.d. 0,007 0,103 0,026

F: perbedaan varians, IK: interval kepercayaan, R2: koefisien eta

6.4 Proteinuria Tipe Nefrotik Berdasarkan Status Renjatan

Dari keseluruhan pasien yang mengalami proteinuria berat, seluruhnya

(100%) mengalami renjatan. Tidak satu pun pasien yang tidak mengalami

renjatan mengalami proteinuria berat. Kondisi renjatan meningkatkan terjadinya

proteinuria tipe nefrotik dengan 3,54 kali lebih besar dibandingkan dengan infeksi

virus dengue tanpa renjatan, dengan nilai OR=3,52; (95%IK=1,58 s.d. 7,85)

dengan nilai p=0,002. Secara klinis terdapat hubungan antara status renjatan dan

proteinuria tipe nefrotik karena didapatkan selisih proporsi>20%. Terdapat

hubungan antara status renjatan dengan proteinuria tipe nefrotik secara statistik

dengan nilai p<0,05. Nilai proteinuria rentang nefrotik bila didapatkan rasio

Page 83: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

62

protein berbanding kreatinin urin>2mg/mg yang dapat dicurigai mengalami gejala

nefrotik. Informasi tersebut dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4

Perbandingan proteinuria tipe nefrotik berdasarkan status renjatan

Variabel Proteinuria nefrotik OR 95% IK P

Ya

n (%)

Tidak

n (%)

Status renjatan

Ya, (n=61)

Tidak, (n=47)

6 (100%)

0 (0%)

55 (53,9%)

47 (46,1%)

3,52

1,58 s.d. 7,85

0,002*

*= chi square test, OR: Odd Rasio

Page 84: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

63

BAB VI

PEMBAHASAN

Angka kejadian demam berdarah dengue di Denpasar tahun 2015 adalah

178,7 per 100.000 penduduk. Insiden infeksi virus dengue dengan renjatan

menurut Ganda dan Bombang pada 1157 pasien infeksi virus dengue dari bulan

Januari 1998 sampai dengan Desember 2005 didapatkan sebesar 40%. Angka

kejadian infeksi virus dengue dengan renjatan pada penelitian ini 56,5% lebih

besar dari penelitian Raihan, dkk 2010 menyampaikan angka kejadian renjatan

37,3%. Penelitian lain melaporkan nilai yang lebih rendah, Gayatri 1997 di

Jakarta, 37,6%, Kan 2004 di Manado, 47%. Dibandingkan dengan hasil yang

diperoleh Dewi dkk., (2006) di RSCM, 58%, angka kejadian syok pada penelitian

kami lebih rendah.

Angka kejadian renjatan pada penelitian ini lebih tinggi mungkin dapat

disebabkan oleh karena penelitian dilakukan di rumah sakit umum pusat sanglah

(RSUP) yang merupakan rumah sakit pusat rujukan di Denpasar, sehingga pasien

yang datang lebih banyak pada kondisi renjatan atau memerlukan penanganan

lebih lanjut dari rumah sakit sebelumnya.

6.1 Karakteristik Subyek

Kelompok usia 5-10 tahun lebih sering mengalami renjatan dengan median

usia 7 tahun dengan usia paling muda 6 bulan. Hal ini sesuai dengan penelitian

oleh Saniathy dkk., (2009) di Bali dengan rerata kelompok usia 7,5 tahun.

Penelitian Hartoyo dkk., (2008) di Banjarmasin menyampaikan rerata umur yang

Page 85: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

64

sama 5-10 tahun demikian juga Raihan dkk., (2010) dengan kelompok usia 5-10

tahun. Terdapatnya usia paling muda pada pasien dengan renjatan kemungkinan

disebabkan karena pada anak yang lebih muda lebih mudah terjadi peningkatan

permeabilitas karena pelepasan sitokin. Selain itu dikarenakan gejala renjatan

pada usia muda lebh sulit dikenali.

Pengenalan kasus kegawatan pada pasien demam berdarah dengue mampu

menurunkan case fatality rate dari 41% pada tahun 1968 menjadi 0,73% pada

tahun 2013 (Karyanti dkk., 2014). Faktor-faktor yang dapat memprediksi tingkat

keparahan infeksi virus dengue seperti obesitas, terdapatnya perdarahan

gastrointestinal dan peningkatan hematokrit telah dilakukan penelitian

sebelumnya. Keadaan proteinuria yang terjadi pada kondisi renjatan disebutkan

beberapa penelitian dewasa Vasanwala dkk., (2011) di Singapura, didapatkan

96% pasien dewasa demam berdarah dengue mengalami proteinuria dan tidak ada

pasien demam dengue yang mengalami proteinuria. Penelitian ini juga

menghitung nilai median puncak rasio protein berbanding kreatinin urin (UPCR)

pada pasien demam berdarah dengue lebih tinggi 0.56 gram/mg dibandingkan

dengan 0,08 gram/mg pada pasien dengan infeksi virus dengue, nilai p=0,0005.

Demikian halnya dengan penelitian oleh Lumpaopong dkk., (2010) di Thailand,

kejadian proteinuria lebih tinggi pada demam berdarah dengue 27% dibandingkan

dengan demam dengue 15%, nilai p=0,072. Pada penelitian ini juga didapatkan

hal serupa dimana 70,5% pasien demam dengue dengan renjatan mengalami

proteinuria dan sebanyak 40,4% pasien tanpa renjatan mengalami proteinuria.

Penelitian lain dilakukan oleh Nguyen dkk., (2013) di Singapura, menyampaikan

Page 86: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

65

perbandingan albumin dan kreatinin urin namun penelitian ini hanya membedakan

antara kondisi demam dengue dan other viral infection.

Beberapa penelitian menyimpulkan, kondisi proteinuria yang terjadi akibat

perubahan dari glikokaliks pada lapisan endotel pembuluh darah baik vaskular

sistemik maupun renal yang menyebabkan kebocoran protein baik yang berukuran

kecil (MW 59.000-79.000 Da) maupun yang berukuran besar (MW 150.000 Da)

termasuk albumin dan transferin yang biasanya susah keluar dari lumen vascular

(Wills dkk., 2004). Proteinuria yang terdapat pada pasien yang tidak mengalami

renjatan dapat dijelaskan oleh karena beberapa faktor yang dapat menimbulkan

kondisi proteinuria seperti demam yang lebih banyak dialami pada pasien tanpa

renjatan 38,3% dibandingkan pasien yang mengalami renjatan (16,4%). Hal yang

sama disampaikan dalam penelitian Marks dkk., 1970 di Montreal, didapatkan

proteinuria terjadi pada 5-6% pasien dengan demam yang dialami lebih dari

38,40C..

Hipotensi pada kondisi renjatan menyebabkan aktifnya sistem renin

angiotensin dan aldosteron untuk meningkatkan tekanan darah. Angiotensin II

yang banyak terbentuk ini dapat meningkatkan ekspresi gen transient receptor

potential channel C6. Protein ini berfungsi mempertahankan barier filtrasi

glomerulus berada pada slit diafragma antar sel podosit. Namun TRPC 6 ini juga

meningkatkan influx dari kalsium yang mengaktifkan substrat nuclear factor

activated T cell yand dapat meningkatkan ekspresi calcineurin yang dapat

mendegradasi atau defosforilasi actin binding protein synaptopodin pada lapisan

slit diafragma sehingga menyebabkan kebocoran endotel vaskular bertambah

Page 87: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

66

berat (Darwis, 2003; Avirutnam dkk., 2007). Hal yang sama juga disampaikan

oleh Simmons dkk., 2012, perubahan glikokaliks terjadi oleh karena terjadi

interaksi antara protein nonstruktural (NS1) pada permukaan glikokaliks,

menyebabkan lepasnya lapisan heparin sulfat ke sirkulasi. Lepasnya heparin sulfat

ini mengubah struktur dari endotel memudahkan protein untuk bocor dari lumen

vaskular. Kebocoran heparan sulfat yang merupakan protein koagulasi dapat

terjadi sehingga menimbulkan proses koagulopati yang meningkatkan waktu

parsial tromboplastin dam penurunan fibrinogen, akumulasi hal tersebut akan

memperparah kondisi renjatan.

Glomerulonefritis sekunder akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan

kondisi proteinuria ataupun karena proses imunologi yang dibuktikan dengan

hasil biopsi ginjal pada pasien demam berdarah dengue menunjukkan adanya IgA

nefropati dan deposisi kompleks antigen dan antibodi pada jaringan glomerulus

(Chen dkk., 1997; Avirutnan dkk., 2007; Lizarraga dkk., 2014).

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kadar

proteinuria seperti kondisi demam, aktivitas, massa otot, kadar albumin serum,

dan kadar glukosa serum. Dalam penelitian ini didapatkan kondisi renjatan

berpengaruh terhadap munculnya proteinuria namun setelah memperhitungkan

variabel perancu tersebut, didapatkan kadar albumin serum memiliki pengaruh

yang signifikan dibandingkan dengan kondisi renjatan pada pasien dengan

perbedaan varians 4,22 nilai P 0,042 dan koefisien eta 4%. Hal ini sesuai dengan

penelitian Wills dkk., (2004). Hipoalbuminemia yang terjadi pada infeksi virus

dengue dengan renjatan dikarenakan karena kebocoran intravaskular maupun di

Page 88: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

67

glomerulus. Pada penelitian ini kondisi hipoalbuminemia yang lebih berat

ditemukan pada pasien dengan proteinuria dimana nilai median albumin 2,6

gram/liter dan pada 3,3 gram /liter pada kondisi tidak terjadi proteinuria. Hal ini

menggambarkan mekanisme proteinuria yang terjadi pada anak infeksi virus

dengue dengan renjatan lebih besar dipengaruhi oleh mekanisme hipotensi

melalui peningkatan reseptor ATR 1 yang menyebabkan kerusakan podosit

melalui aktivasi TRPC 6 disamping adanya mekanisme renal melalui reaksi

antigen NS1 pada glikokaliks. Hipoalbumin yang terjadi menggambarkan

kebocoran yang terjadi di sistemik disamping terdapapat kebocoran yang

disebabkan oleh kondisi renal yang belum dpat dijelaskan.

Kondisi hipoalbumin pada pasien yang mengalami proteinuria selain oleh

karena kebocoran sistemik dapat melalui proses katabolisme protein pada kondisi

pasien kritis. Perbandingan kadar gula darah serum yang tinggi dapat

mencerminkan adanya kondisi kritis pada pasien melalui peningkatan aktivitas

kortisol yang meningkatkan proses glukoneogenesis di hati. Pasien dengan

proteinuria memiliki nilai gula darah serum lebih tinggi dengan nilai median 102

gram/dL dibandingkan dengan yang tidak mengalami proteinuria.

Infeksi sekunder yang dapat menyertai renjatan pada demam berdarah dengue

dapat menyebabkan proteinuria tipe tubuler pada tikus percobaan yang

menyebabkan turunnya protein non glikosaminoglikan yakni hyaluronan dan

asam sialic pada sel tubulus memiliki fungsi sama dengan protein

glikosaminoglikan heparin silfat sebagai barier filtrasi glomerulus (Adembri dkk.,

2011; Koomans dkk.,1986). Pada penelitian ini tidak terdapat kondisi infeksi

Page 89: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

68

sekunder yang menyertai seluruh pasien sampel penelitian, sehingga pengaruh

terjadinya adanya infeksi sekunder pada penelitian ini didapatkan tidak bermakna.

Menurut penelitian Germi dkk., (2002) dan Garsen dkk., (2013)

menyebutkan hiperglikemia dapat terjadi pada kondisi renjatan terjadi oleh karena

kadar glukosa yang tinggi merubah biosintesis dari protein glikosaminoglikan

heparin sulfat sehingga terjadi peningkatas reactive oxygen species (ROS).

Kondisi pasien sakit kritis sekitar 49-72% pasien memiliki kadar gula darah>150

mg/dl dan nilai puncak dari kadar gula darah pada pasien kritis memiliki rentang

172 + 78 mg/dl (Srinivasan, 2012). Hiperglikemia terjadi melalui peningkatan

glukoneogenesis dan terjadinya resistensi insulin, hal tersebut dimediasi karena

peningkatan hormon counterregulatory seperti epinefrin, norepinefrin, glucagon,

kortisol, growth hormone, dan sitokin proinflamasi (Srinivasan, 2012).

Peningkatan ROS, aldosteron, dan angiotensin II meningkatkan ekspresi

heparanase oleh podosit dan sel endotel glomerular, akibatnya meningkatkan

degradasi dari heparan sulfat sehingga memudahkan terjadi proteinuria. Demikian

halnya pada penelitian Miltenyi dkk., (1983) proteinuria akibat kondisi

hiperglikemia terjadi insufisiensi tubulointerstitial ginjal secara transient, dan

akan membaik bila gula darah terkontrol. Pada penelitian ini tidak terdapat

perbedaan bermakna pada kadar gula darah serum pada pasien dengan renjatan

dengan nilai median 97 (IQR=32,75 s.d 161,25) dan pasien tanpa renjatan dengan

nilai median 92 (IQR=76-108), nilai P=0,384. Sesuai pada penelitian ini yang

didapatkan kadar gula darah serum dengan nilai median 102 mg/dl (IQR=34,25

Page 90: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

69

s.d 169,75) pada pasien dengan proteinuria dibandingkan 89 mg/dl (IQR=68,87-

109,13).

Masa otot berdasarkan literatur memiliki pengaruh terhadap kejadian

proteinuria, karena masa otot yang lebih besar (obesitas) akan menyebabkan

ekskresi kreatinin urin meningkat sehingga proteinuria dapat pada kondisi ini

menjadi negatif palsu. Pada penelitian ini sebagian besar sampel penelitian

memilki gizi baik 42,6% pada pasien dengan renjatan dan 61,7% pada pasien

tanpa renjatan dan tidak terdapat perbedaan bermakna pada nilai kreatinin pasien

dengan atau tanpa renjatan. Hal serupa disampaikan oleh Nguyen dkk., (2013)

bahwa nilai UACR tidak dipengaruhi oleh berat badan.

6.2 Perbandingan Nilai Proteinuria pada Pasien Terinfeksi Virus Dengue

dengan dan Tanpa Renjatan

Hasil uji mann wthitney untuk mengetahui perbandingan nilai rasio UPCR

pada pasien infeksi virus dengue dengan atau tanpa renjatan didapatkan perbedaan

nilai median UPCR pada pasien dengan renjatan 0,3 (IQR=-0,12 s.d. 0,72) dan

nilai median UPCR pada kondisi tanpa renjatan 0,18 (IQR=0,02 s.d. 0,34) dengan

nilai p=0,01. Nilai median UPCR pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan

penelitian pada dewasa oleh Vasanwala dkk., (2011) di Singapura, dimana bila

dibandingkan dengan pasien demam dengue, pasien dengan demam berdarah

dengue memiliki nilai median UPCR yang signifikan lebih tinggi (0,56 gram/mg

dibandingkan 0,08 gram/mg) dengan nilai P<0,001dengan waktu terjadinya

proteinuria yang lebih singkat pada pasien dengan renjatan (2 hari sebelum dan 3

hari sesudah suhu tubuh turun). Penelitian oleh Nguyen, dkk (2013)

Page 91: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

70

membandingkan nilai rasio albumin berbanding kreatinin urin (UACR) yang tidak

didapatkan perbedaan yang bermakna antara demam dengue maupun other viral

infection (OVI). Perbedaan nilai UPCR pada penelitian Vasanwala dkk., (2011)

mungkin dikarenakan sampel merupakan pasien dewasa dengan massa otot yang

lebih besar.

Konsentrasi proteinuria berfluktuasi tiap harinya tergantung dari aktivitas,

status dehidrasi sehingga penghitungan protein dipstik memiliki hasil yang kurang

akurat. Penelitian Kristiani dkk., (2009) di Yogyakarta menyimpulkan rasio

ptotein dan kreatinin urin merupakan indikator yang dapat dipercaya karena

memiliki asosiasi linear dengan pemeriksaan urin 24 jam. Penelitian tersebut

menyampaikan nilai potong >0,4 memiliki sensitivitas dan spesifisitas 87% untuk

memprediksi proteinuria patologis dan nilai potong 2,3 memiliki sensitivitas 88%

dan spesifisits 91% untuk memprediksi proteinuria berat. Terdapat perbedaan

dengan penelitian Abitbol et al., 2003 mendapatkan nilai potong yang berbeda 0,1

dan 1 untuk memprediksi proteinuria patologik dan massif. Penelitian ini

menggunakan KDOQI (2003) dengan nilai potong 0,2 dan 2 dalam memprediksi

proteinuria patologik.

Protein yang bocor dalam pembuluh darah menyebabkan kondisi

hipoalbumin pada serum disamping kondisi tersebut terjadi oleh karena

penggunaan protein yang meningkat pada pasien kondisi kritis. Penelitian ini

memberikan kesimpulan kondisi hipoalbumin memiliki pengaruh yang lebih kuat

terhadap terjadinya proteinuri, dibandingkan kondisi renjatan. Hilangnya protein

di plasma pada penelitian kami justru meningkatkan jumlah ekskresi protein urin,

Page 92: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

71

sehingga kondisi proteinuria pada penelitian ini lebih berkaitan dengan proses

hilangnya albumin akibat proses viral nefropati yang dijelskan melalui teori

terjadinya ikatan antigen NS1 pada glikokaliks endotel di ginjal. Hal tersebut

dijelaskan dalam bagan di atas.

Gambar 6.1

Mekanisme ekskresi protein urin berkaitan dengan viral nefropati

6.3 Proteinuria Berat pada Pasien Anak Terinfeksi Virus Dengue yang

Disertai Renjatan

Kondisi proteinuria dalam rentang nefrotik dengan nilai UPCR>2 mg/mg

kejadiannya jarang pada anak baru dilaporkan 2 kasus, 1 kasus dilaporkan di

Republik Dominika laki-laki usia 8 tahun menderita demam dengue dengan

renjatan, 1 kasus dilaporkan di Thailand perempuan usia 9 tahun dengan demam

berdarah dengue (Hebbal dkk., 2016).Terdapat perbedaan pada penelitian ini

vaskulopati

systemic leakage

proteinuria hipoalbuminemia

sindrom nefrotik

infeksi dengue

viral nefropati

hipovolemia

renjatan

Page 93: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

72

proteinuria pada rentang nefrotik didapatkan 6 pasien yang mana semuanya

mengalami renjatan, pasien tersebut berumur 8 bulan, 7 tahun, 9 tahun, dan 11

tahun. Proteinuria tipe nefrotik yang dialami oleh bayi 8 bulan pada penelitian

kami terkait dengan manifestasi demam berdarah dengue yang lebih berat pada

usia muda. Kondisi infeksi virus dengue dengan renjatan meningkatkan kejadian

proteinuria tipe nefrotik sebanyak 3,52 kali dibandingkan dengan kondisi tanpa

renjatan.

Abbate dkk., (2006); Varrier., (2015) menyampaikan, kondisi proteinuria

dapat memperburuk kelainan ginjal bahkan dapat berkembang menjadi gagal

ginjal terminal. Hal ini terjadi karena beban protein berlebih yang difiltrasi pada

sel tubulus proksimal meningkatkan aktivavasi NF-kB sehingga meningkatkan

ekspresi chemokine tubular dan aktivasi komplemen yang menyebabkan infiltrasi

sel radang ke dalam interstitium dan terjadi fibrogenesis dan dapat berkembang

menjadi kondisi gagal ginjal akut. Kondisi proteinuria menurut Starr, (1998); Hu

dkk., (2012) di Cina lebih akurat mengetahui kondisi gagal ginjal akut, proteinuria

yang terjadi merupakan proteinuria tubuler karena kegagalan absorbsi pada

tubulus. Hu dkk., (2012) menyampaikan pula proteinuria berkaitan dengan

kondisi gagal ginjal akut hanya saja penelitian terbatas pada pasien dewasa yang

mengalami luka bakar. Pada penelitain ini tidak dilakukan evaluasi laju filtrasi

glomerulus.

Kondisi proteinuria massif dengan UPCR>2 mg/mg dapat mengarah ke

gagal ginjal akut, diperlukan monitoring ketat bila kadar UPCR>2 mg/mg sudah

dipertimbangkan risiko terjadinya kelainan nefrotik. Diperlukan tatalaksana lebih

Page 94: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

73

lanjut seperti pemeriksaan kolesterol untuk menurunkan risiko kematian demam

berdarah dengue yang disertai gagal ginjal akut (Lizarraga dkk., 2014; Oliveira

dkk., 2015). Kematian akibat gagal ginjal akut pada pasien demam berdarah

dengue di Thailand mencapai 33,3% (Nair dkk., 2005; Rydha dkk., 2014).

6.4 Temuan Baru Penelitian

Penelitian tentang proteinuria pada anak terinfeksi virus dengue dengan atau

tanpa disertai renjatan dengan menggunakan metode rasio protein berbanding

kreatinin belum pernah dilakukan.

Temuan baru pada penelitian ini adalah proteinuria tipe nefrotik seluruhnya

terjadi pada kondisi dengan renjatan. Infeksi virus dengue yang disertai renjatan

meningkatkan terjadinya proteinuria tipe nefrotik 3,52 kali lebih tinggi

dibandingkan kondisi tanpa renjatan. Hal ini dapat menyimpulkan mekanisme

terjadinya proteinuria pada anak dengan infeksi virus dengue lebih pada

mekanisme viral nefropati karena reaksi antigen NS1 pada lapisan glikokaliks di

endotel ginjal. Kondisi hipoalbumin yang lebih berat dikarenakan oleh hilangnya

albumin di ginjal melalui mekanisme tersebut.

6.5 Kelemahan Penelitian

Penelitian ini tidak dapat menjelaskan apakah proteinuria merupakan

prediktor terjadinya kondisi renjatan serta penelitian ini belum dapat

menyimpulkan mekanisme terjadinya proteinuria pada kondisi tanpa renjatan

karena pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan analisis urin. Pada kondisi

renjatan terjadi kebocoran plasma pada pembuluh darah di seluruh tubuh.

Page 95: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

74

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan

7.1.1 Jumlah ekskresi protein urin didapatkan lebih tinggi pada anak yang

terinfeksi virus dengue yang disertai renjatan 0,3 gram/gram (IQR=-0,12-

0,72) dibandingkan tanpa disertai renjatan sebesar 0,18 gram/gram

(IQR=0,02-0,34).

7.1.2 Proteinuria tipe nefrotik seluruhnya terjadi pada anak terinfeksi virus

dengue yang disertai renjatan.

7.1.3 Kondisi hipoalbumin memiliki hubungan yang bermakna terhadap

terjadinya proteinuria dibandingkan dengan kondisi renjatan pada infeksi

virus dengue. Hal ini dapat menyimpulkan mekanisme terjadinya

proteinuria pada anak dengan infeksi virus dengue lebih pada mekanisme

viral nefropati karena reaksi antigen NS1 pada lapisan glikokaliks di

endotel ginjal. Kondisi hipoalbumin yang lebih berat dikarenakan oleh

hilangnya albumin di ginjal melalui mekanisme tersebut.

7.2 Saran

Penelitian lebih lanjut analisis berpasangan perlu dilakukan untuk

membandingkan nilai UPCR pada beberapa titik pemeriksaan untuk mengetahui

perbaikan kondisi proteinuria pada pasien dengan renjatan sehingga dapat

74

Page 96: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

75

digunakan sebagai prediktor kondisi renjatan serta untuk pemahaman patofisiologi

dari proteinuria, sindrom nefrotik dan glomerulonefritis pada infeksi virus dengue.

Page 97: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

76

DAFTAR PUSTAKA

Abbate, M., Zoja, C., Remuzzi, G. 2006. How does Proteinuria cause Progressive

Renal Damage. J. Am. Soc. Nephrol; 17: 2974-84.

Acharya, S., Shukla, S., Kahajan, S.N., Diwan, S.K.2010. Acute Dengue Myositis

with Rhabdomyolysis and Acute Renal Failure. Ann Indian Acad

Neurol;13:221-12.

Adembri, C., Vitalli, L., Selmi, V., Tani, A., Sgambali, E., Caldini, AL. 2011.

Tubular Proteinuria during Experimental Sepsis is Associated with

Changes in Hyaluronan and Sialic Acids Expression. Crit Care; 15:R277.

Alam, K., Sulaiman, S.A.S., Shafie, A.A., Yusuf, E. 2010.Clinical Manifestation

and Laboratory Profile of Dengue Fever among Patient’s General

HospitalPenang. Archives of Pharmacy Practice; 1:25-29.

Alm, E., Lindegren, G., Falk, K.I. 2015. One Stop Real Time RT PCR for

Serotyping Dengue Virus in Clinical Samples. BMC Infectious Diseases;

15: 1-7.

Arici, M., Brown, J., Williams, M., Harris, K.P., Walls, J., Brunskill, N.J. Fatty

2002. Acids Carried on Albumin Modulate Proximal Tubular Cell

Fibronectin Production: A Role fo Protein Kinase C. Nephrol Dial

Transplant; 17: 1751-7.

Aronow, W.S., Ahn, C., Mercando, A.D., Epstein, S. 2000. Prevalence of

Coronary Artery Disease, Complex Ventricular Arrhythmias, and Silent

Myocardial Ischemia and Incidence of New Coronary Events in Older

Persons with Chronic Renal Insufficiency and with Normal Renal

Function. The American Journal of Cardiology; 86:1142-43.

Avirutnan, P., Zang, L., Punyadee, N., Manuyakorn, A., Puttikhunt, C., Kasinrerk

W., Malasit, P., Atkinson, J.P., Diamond, M.S. 2007. Secreted NS 1 of

Dengue Virus Attaches to the Surface of Cells via Interactions with

Heparin Sulfate and Chondroitin Sulfate. PLOS Pathogens; 3:1798-812.

Bhagat, M., Zaki, S.A., Sharma, S., Manglani, M.V. 2012. Acute

Glomerulonephritis in Demam Berdarah Dengue in the Absence of Shock,

Sepsis, Hemolysis and Rhabdomyolisis. Pediatric and International Child

Health; 32:161-3.

Bates, D.O., Hillman, N.J., Williams, B., Neal, C.R., Pocock, T.M., 2002.

Regulation of Microvascular Permeability by Vascular Endothelial

Growth Factors. J. Anat; 200:581-97.

Bethell, D.B., Gamble, J., Dung, N.M., Chau, T.T.H., Loan, H.T., Thuy, T.T.N.,

Tam, D.T.H., Gartside, I.B., White, N.J., Day, N.P.J. 2001. Noninvasive

Measurement of Microvascular Leakage in Patients with Demam Berdarah

Dengue. Clinical Infectious Diseases; 32:243-53.

Carmody, J.B. 2011. Urin electrolytes. Pediatrics in Review; 32:65-8.

Chen, Y., Maguire, T., Hileman, R.E., Fromm, J.R., Esko, J.D., Linhardt, R.J.,

Marks, R.M. 1997. Dengue Virus Infectivity Depends on Envelope Protein

Binding to Target Cell Heparin Sulfate. Nature Medicine; 3:866-71.

Page 98: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

77

Dalrymple. N., Mackow, E.R. 2011. Productive Dengue Virus Infection of

Human Endothelial Cell is Directed by Heparin Sulfate-Containing

Proteoglycan Receptors. Journal of virology; 85:9478-85.

Darwis, D. 2003. Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Sari Pediatri;

4: 156-62.

Dellinger, R.P., Levi, M.M., Rhodes, A., Ammane, D., Gerlach, H., Opal, S.M., et

all. 2012. Surviving Sepsis Campaign International Guidelines for

Management of Severe Sepsis and Septic Shock. Critical Care Medicine

and Intensive Care Medicine; 4:1-61.

Dewi, R., Tumbelaka, A.R., Syarif, D.R. Clinical Features of Dengue

Hemorrhagic Fever and Risk Factors of Shock Event. Pediatr Indones;

46:144-8.

Dinas Kesehatan Kota Denpasar. 2015. Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar

Tahun 2015. Denpasar: Dinas Kesehatan Kota Denpasar.

Falcao, H., Miguel, A., Japiassu. 2010. Albumin in Critically Ill Patients :

Controversies and Recommendations. 23:87-95.

Farlex. 2012. Partner Medical Dictionary Body Surface Area. Available from :

URL:http:/www.medical dictionary.thefreedictionary.cm

Fink, J., Gu, F., Vasudevan, S.C. 2006. Role of T cells, Cytokines and Antibody

in Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever. Rev. Med. Virol;

16:263-75.

Freda, B.J., Tang, W.H.W., Lente, F.V.,Peacock, W.F., Francis, G.S.2002.

Cardiac Troponins in Renal Insufficiency: Review and Clinical

Implications. Journal of the American College of Cardiology; 40:2065-71.

Gayatri. 1997. “Faktor-Faktor Prognosis pada Demam Berdarah Dengue” (tesis).

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guzman, M.G., Halstead, S.B., Artsob, H., Buchy, P., Farrar, J., Gubler, C.J.,

Hunsperger, E., Kroeger, A., Margolis, H.S., Martinez, E., Nathan, M.B.,

Pelegrino, J.L., Simmons, C, Yoksan S, Peeling RW. 2010. Dengue : an

continuing global threat. Nature Reviews Microbiology; 10:57-67.

Germi, R., Crance, J.M., Garin, D., Gulmet, J., Jacob, H.L., Ruigrok, R.W.H.,

Zarski, J.P., Drouet, W. 2002. Heparan Sulphate-Mediated Binding of

Infectious Dengue Virus Type 2 and Yellow Fever Virus. Virology;

292:162-8.

Garsen, M., Rops, A.L.W.M.M., Rabelink, T.J., Berden, J.H.M., Vlag, J.V.D.

2014. The Role of Heparanase and Endothelial Glycocalyx in the

Development of Proteinuria. Nephrol. Dial. Transplant; 29:49-55.

Halstead, S.B. 2007. Dengue. The Lancet; 379:p1644-52.

Hartoyo, E. 2008. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue pada Anak. Sari

Pediatri; 10(3): 145-50.

Hebbal, P., Darwich, Y., Fong, J., Haggmann, S.H.F. 2016. Nephrotic-range

Proteinuria in an Eight Year old Traveler with Severe Dengue: Case report

and Review of the Literature. Travel Medicine and Infectious Disease; 14:

45-8.

Hernandez, A.C., Smith, D.R. 2005. Mammalian Dengue Virus Receptors.

Dengue Bulletin; 29:119-35.

Page 99: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

78

Hilgard, P., Stockert, R. 2000. Heparan Sulphate Proteoglycans Initiate Dengue

Virus Infection of Hepatocytes. Hepatology; 3:1069-77.

Hogg, R.J., Furth, S., Lemley, K.V., Portman, R., Schwartz, G.J., Coresh, J., Balk,

E., Lau, J., Levin, A., Kausz, A.T., Eknoyan, G., Levey, A.S. 2003.

National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality

Initiative, Clinical Practice Guidelines for Chonic Kidney Disease in

Children and Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification.

Pediatrics; 111:1416-21.

Hu, J.Y., Meng, X.C., Han, J., Xiang, F., Fang, Y.D., Wu, J., Peng, Y.Z., Wu,

YZ., Huang, Y.S., Luo, Q.Z. 2012. Relation between Proteinuria and

Acute Kidney Injury in Patients with Severe Burns. Critical Care; 16: 1-9.

Hungu. 2007. Pengertian jenis kelamin. Repository.usu.ac.id.

Jessie, K., Fong, M.Y., Devi, S., Lam, S.K., Wong, K. T. 2004. Localization of

Dengue Virus in Naturally Infected Human Tissues, by

Immunohistochemistry and In Situ Hybridization. The Journal of

Infectious Diseases; 198:1411-8.

Kalayanarooj, S., Vaughn, D.W., Nimannitya, S., Green, S., Suntayakorn, S.,

Kunentrasai, N., Viramitrachai, W., Ratanachu, S., Kiatpolpoj, S., Innis,

B.L., Rothman, A.L., Nisalak, A., Ennis, F.A. 1997. Early Clinical and

Laboratory Indicators of Acute Dengue Illness. The Journal of Infectious

Diseases; 176:313-21.

Kan, E.F., Rampengan, T.H. 2004. Factors Associated with Shock in Children

with Dengue Hemorrhagic Fever. Pediatr Indones; 44:171-5.

Karyana, I.P.G. 2005. Uji Diagnostik rasio IgG:IgM untuk menentukan tipe

infeksi dengue dan kadar IgG sebagai prediktor terjadinya sindrom syok

dengue akhir sebagai persyaratan untuk mendapatkan tanda keahlian

dibidang ilmu kesehatan anak (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Karyanti, M.R., Uiterwal, C.S.P.M., Kusriastuti, R., Hadinegoro, S.R., Rovers,

M.M., Heesterbeek, H., Hoes, A.W., Verhagen, P.B. 2014. The Changing

Incidence of Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia: 45-Year Registry-

Based Analysis. BMC Infectious Diseases; 14(412): 1-7.

Khan, F.Y. 2009. Rhabdomyolysis: a review of literature. 67: 272-283.

Koomans, H.A., Braam, B., Geers, A.B., Roos, J.C., Mees, E.J.D., 1986. The

Importance of Plasma Protein for Blood Volume and Blood Pressure

Homeostasis. Kidney International; 30: 730-5.

Kristiani, D., Kusuma, P.A., Suryantoro, P. 2009. Diagnostic Accuracy of Single-

Voided Urine Protein/Creatinin Ratio for Proteinuria Assesment in

Children with Nephrotic Syndrome. Paediatr. Indones; 49: 355-8.

Lizarraga, K.J., Nayer, A. 2014. Dengue-Associated Kidney Disease. J

Nephropathol; 3:57-62.

Lee, I.K., Liu, J.W., Yang, K.D. 2009. Clinical Characteristics, Risk Factors, and

Outcomes in Adults Experiencing Dengue Hemorrhagic Fever

Complicated with Acute Renal Failure. Am. J. Trop. Med. Hyg; 80:651-5.

Lee, S.H., Nam, K.W., Jeong, J.Y., Yoo, S.J., Koh, Y.S., Lee, S., Heo, S.T.,

Seong, S.Y., Lee, K.H. 2013. The Effects of Climate Change and

Page 100: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

79

Globalization on Mosquito (Aedes Albopictus) Influxes and Survival from

Vietnam rather than Japan. Plos One; 8:1-11.

Leung, A.K.C., Wong, A.H.C. 2010. Proteinuria in children. Am Fam Physician;

82:645-51.

Lumpaopong, A., Kaewplang, P., Watanaveeradej, V., Thirakhupt, P.,

Chamnanvanakij, S., Srisuwan, K., Pongwilairat, N., Chilamokha, Y.

2010. Electyrolytes Disturbance and Abnormal Urin Analysis in Children

with Dengue Infection. Southeast Asian Journal Of Tropical Medicine and

Public Health; 41:72-6.

Marks, MI., Mclaine, P.N., Drummond, K.N. 1970. Proteinuria in Children with

Febrile Illnesses. Archives of Disease in Childhood; 45: 250-3.

Martina, B.E.E., Koraka, P., Osterhaus, A.D.M.E. 2009. Dengue Virus

Pathogenesis: an Integrated view. Microbiology Reviews; 22:564-81.

Mansfield.,Mathew, A.J., George, J. 2011. Acute kidney injury in the tropics. Ann

Saudi Med; 31:451-456.

Mekmullica, J., Suwanphatra, A., Harutai, T., Chansongsakul, T., Cherdkiatkul,

T., Pancharoen, C., Thisyakorn, U. 2005. Serum and Urin Sodium Levels

in Dengue Patients. Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and

Puvblic Health; 36:197-201.

Miltenyi, M., Komer, A., Dobos, M., Tichy, M. 1983. Reversible Tubular

Proteinuria Associated with Hyperglycemic Ketoacidosis in Type 1

Diabetes Mellitus. The international Journal of Pediatric Nephrology;

4(4): 247-50.

Nair., Ramachandran, V., Dilip, U., Satish, B., Sahadulla, M.I. 2005. Acute Renal

Failure in Dengue Fever in the Absence of Bleeding Manifestations od

shock. Infectious Diseases in Clinical Practice; 13:42-3.

Nguyen, T.H.T., Lam, P.K., Duyen, H.T.L., Ngoc, T.V., Ha, P.T.T., Nguyen,

T.T.K., Simmons, C., Wolbers, M., Wills, B. 2013. Urine Albumin

Creatinin Ratio (UACR) Values. Plos One; 22:1-10.

Nijenhuis, T., Sloan, A.J., Hoenderop., Flesche, J., Goor, H.V., Kistler, A.D.,

Bakker, M., Bindels, R.J.M., Boer, R.A., Moller, C.C., Haming, M.I.,

Navis, G., Wetzels., Berden, J.H.M., Reiser, J., Faul, C., Vlag, J.V.D.

2011. Angiotensin II Contributes to Podocyte Injury by Increasing TRPC6

Expression via an NFAT-Mediated Positive Feedback Signaling Pathway.

The American Journal of Pathology; 179:1719-32.

Oliveira, J.F.P., Burdmann, E.A. 2015. Dengue-Associated Acute Kidney Injury.

Clinical Kidney Journal; 8:681-5.

Ohlson, M., Sorensson, J., Lindstrom, K., Blom, A.M., Fries, E., Haraldsson, B.

2001. Effect of Filtration Rate on the Glomerular Barrier and Clearance of

Four Differently Shaped Molecules. The Journal of Infectious Diseases;

181:2-9.

Prommalikit, O., Thisyakorn, U. 2015. Dengue Virus Virulence and Diseases

Severity. Southeast Asian J Trop Med Public Health; 46(1): 35-42.

Rademacher, E.R., Sinaiko, A.R. 2009. Albuminuria in Children. Current Opinion

in Nephrology and Hypertension; 18:246-51.

Page 101: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

80

Raihan, Hadinegoro, S.R.S., Tumbelaka, AR. 2010.Faktor Prognosis Terjadinya

Renjatan pada Demam Berdarah Dengue. Sari Pediatri; 12:47-52.

Repizo, L.P., Malheiros, D.M., Yu, L., Barror, R.T., Burdmann, E.A. 2014.

Biopsy Proven Acute Tubular Necrosis due to Rhabdomyolisis in a

Dengue Fever {Patient: a Case Report and Review of Literature. Rev. Inst.

Med. Trop. Sao Paulo; 56:85-8.

Roche. 2005. Diagnostics Albumin Turbidimetric serum application.Cobas

Integra; V: 1-3.

Rydha, H.A., Rauf, S., Daud, D. 2014. Gangguan Ginjal Akut pada Demam

Berdarah Dengue. Sari Pediatri;15(5):307-12.

Saniathy, E., Arhana, B.N.P., Suandi, I.K.G., Sidiartha, I.G.L. 2009. Obesitas

Sebagai Faktor Risiko Sindrom Renjatan Dengue. Sari Pediatri; 11:328-

43.

Siemens healthcare diagnostics. 2011. Instruction for Use Total Protein 2 Urine

(UPRO 2). Advia chemistry system, 01: 1-17.

Simmons, C.P., Farrar, J.J., Chau, N.V.V., Wills, B. 2012. Current Concepts

Dengue.The New England Journal of Medicine. 366:1423-32.

Singh, A., Satchell, S.C., Neal, C.R., McKenzie, E.A., Tooke, J.E., Mathhieson.

2007. Glomerular Endothelial Glycocalyx Constitutes a Barrier to Protein

Permeability. J Am Soc Nephrol; 18:2885-93.

Soedarmo,S.S., Garna, H., Hadinegoro, S.R. 2002. Infeksi Virus Dengue. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.h.176-207.

Srinivasan, V. 2012. Stress Hyperglycemia in Pediatric Critical Illness: The

Intensive Care Unit Adds to the Stress. Journal of Diabetes Science and

Technology; 6:37-47.

Starr, R.A. 1998. Treatment of Acute Renal Failure. Kidney Int; 54:1817-31.

Tien, N.T.H., Lam, P.K., Duyen, H.T., Ngoc, T.V., Ha, P.T.T, Kieu, N.T.T.,

Simmons, C., Wolbers, M., Wills, B. 2013. Assesment of

Microalbuminuria for Early Diagnosis and Risk Prediction in Dengue

Infection; 8:1-9.

Toblii, J.E., Bevione, P., Gennaro, F.D., Madalena, L., Cao, G., Angerosa, M.

2012. Understanding the Mechanisms of Proteinuria: Therapeutic

Implications. International Journl of Nephrology; 2012:1-13.

Tojo, A., Kinugasa, S. 2012. Mechanisms of Glomerular Albumin Filtration and

Tubular Reabsorption. International Journal of Nephrology; 2012:1-9.

Utsch, B., Klaus, G. 2014. Urinalysis in Children and Adolescents : Continuing

Medical Education. Deutsches Arzteblatt International; 111:617-26.

Upadhaya, B.K., Sharma, A., Khaira, A., Dinda, A.K., Agarwal, S.K., Tiwari,

S.C. 2010. Transient IgA Nephropathy with Acute Kidney Injury in

Patient with Dengue Fever. Saudi JJ Kidney Dis Transpl; 21:521-5.

Vasanwala, F.F., Puvanendran, R., Chong, S.F., Meng, J., Suhail, S.M., Lee, K.H.

2011. Could Peak Proteinuria Determine Wether Patient with Dengue

Fever Develop Dengue Dengue Shock Syndrome? a Prospective Cohort

Study. BMC Infectious Disease, 11:212-217.

Page 102: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

81

Vasanwala, F.F., Thein, T.L., Leo, Y.S., Gan, V.C., Hao, Y., Lee, L.K., Lye, D.C.

2014. Predictive Value of Proteinuria in Adult Dengue Severity. Plos

Neglected Tropical Diseases; 8:1-6.

Varrier, M., Fomi, L.G., Ostermann, M. 2015. Long-term Sequuelae from Acute

Kidney Injury: potential mechanism for the observed poor renal outcomes.

Critical Care; 19(102): 1-7.

Vaughn, D.W., Green, S., Kalayanarooj, S., Innis, B.L., Nimmammitya, S.,

Suntayakorn, S., Endy, T.P., Raengsakulrach, B., Rothman, A.L., Ennis,

F.A., Nisalak, A. 2000. Dengue Viremia Titer, Antibody Respons Pattern,

and Virus Serotype Correlate with Disease Severity. The Journal of

Infectious Disease; 181:2-9.

Wang, W.K., Chao, D.Y., Kao, C.L., Wu, H.C., Liu, Y.C., Li, C.M., Lin, S.C.,

Ho, S.T., Huang, J.H., King, C.C. 2002. High Levels of Plasma Dengue

Viral Load during Defervescence in Patients with Dengue Hemorrhagic

Fever: Implications for Pathogenesis. Virology; 305:330-8.

Wills, B.A., Oragui, E.E., Dung, N.M., Loan, H.T., Chau, N.V., Farrar, J.J.,

Levin, M. 2004.Size and Charge Characteristics of Protein Leak in Dngue

Shock Syndrome. JID; 190:810-818.

Wichmann, O., Hongsiriwon, S., Bowonwatanuwong, C., Chotivanich, K.,

Sukthana., Pukrittayakamee, S. 2004. Risk Factors and Clinical Features

Associated with Severe Dengue Infection in Adults and Children during

the 2001 epidemic in Chonburi, Thailand.Tropical Medicine and

International Health; 9:1022-1029.

World Health Organization Regional Office for South East Asia. 2011.

Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and

Dengue Hemorrhagic Fever : Revised and Expanded edition; 1-195.

Page 103: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

82

Lampiran 1. Hasil Penelitian Pendahuluan

No Nama Umur Jenis

kelamin

Berat

badan

Tinggi

badan

LPT Status gizi Diagnosis

akhir

Kadar albumin Kadar gula

darah serum

UPCR

1 Kadek

Anggita

Rahayu

77.47 2.0 28.0 122.0 0.97 5.0 2.0 3.2 56.0 0.173

2 Kadek Joni

dwipa

85.0 1.0 30.0 134.0 1.06 2.0 1.0 3.4 89.0 0.15

3 Arya Julianto

Brawijaya

73.1 1.0 20.0 118.0 0.81 2.0 4.0 2.61 74.0 0.087

4 Ratna Dwi

Kusuma

112.13 2.0 26.0 144.0 1.02 1.0 4.0 3.3 239.0 1.253

5 Ni Nyoman

Ayu Trisna

129.33 2.0 50.0 148.0 1.0 5.0 2.0 2.5 160.0 0.756

6 Mohammad

Agus

Ramdani

80.6 1.0 20.0 114.0 0.79 2.0 1.0 3.7 97.0 0.137

7 Nuri Sani

padillah

128.3 2.0 40.0 145.0 1.27 2.0 1.0 2.96 200.0 0.639

8 Rizky

Budiana

Komang

97.93 1.0 35.0 126.0 1.11 5.0 5.0 1.7 189.0 0.388

9 Legiawan 37.8 1.0 13.5 109.0 0.64 2.0 2.0 3.3 90.0 0.339

10 Kadek Sathya

Abhinawa

132.17 1.0 45.0 150.0 1.37 3.0 4.0 3.15 87.0 0.5

Rerata 95.383 30.75 131 1.004 2.982 128.1 0.4422

SD beda

rerata

0.36

Jumlah

Subyek

10

Page 104: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

83

Lampiran 2. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Kami meminta Bapak/ Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kepesertaan

dari penelitian ini bersifat sukarela. Mohon agar dibaca penjelasan dibawah dan

silakan bertanya bila ada pertanyaan/ bila ada hal hal yang kurang jelas.

Perbandingan proteinuria pada anak terinfeksi dengue dengan atau tanpa

renjatan

Peneliti Utama Dr. Ni Made Dwiyathi Utami

Prodi/ Fakultas/

Univ/ Departmen/

Instansi

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

Peneliti Lain Dr. BNP Arhana, SpA(K), Dr. Made Kardana, SpA(K)

Lokasi Penelitian RSUP Sanglah Denpasar

Sponsor/

Sumber pendanaan

Swadana

Semakin tingginya angka kematian pasien anak dengan demam berdarah

dengue yang berat, diperlukan upaya pengenalan gejala yang mengarah pada kegawatan tersebut. Pengenalan kondisi kegawatan selain melalui gejala pasien saat datang, dapat diketahui melalui hasil laboratorium darah maupun urin. Penelitian ini untuk mengetahui perbandingan protein dalam urin pasien anak yang menderita demam berdarah dengue dengan atau tanpa disertai oleh syok. Dengan diketahuinya kecenderungan yang terjadi dapat memberikan informasi akan kecenderungan anak tersebut untuk mengalami syok oleh karena infeksi dengue. Peserta penelitian merupakan anak-anak yang berusia 1 bulan sampai dengan 12 tahun yang dirawat dengan kecurigaan infeksi dengue dengan atau tanpa disertai dengan syok. Peserta yang diikutkan di dalam penelitian ini sebanyak 108 pasien. Orangtua atau Wali dari peserta penelitian diminta untuk mengisi kuisioner yang memerlukan waktu kurang lebih 15 menit. Kemudian urin dari peserta penelitian akan ditampung pada hari ke 6 sejak awal demam sewaktu untuk dilakukan pemeriksaan mengenai kandungan protein dalam urin tersebut. Pasien dilakukan juga pemeriksaan darah, dimana sampel darah diambil bersamaan dengan pemeriksaan darah serial.

RSUP SANGLAH DENPASAR RM.1.14.1/IC/2016

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

SEBAGAI PESERTA PENELITIAN

Page 105: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

84

Manfaat yang didapat oleh peserta penelitian

Mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai derajat kaparahan renjatan dengan peyulit. Sehingga bagi penderita mendapatkan penatalaksanaan yang lebih baik kondisi yang berpotensi menjadi proteinuria yaitu keadaan dimana terdeteksinya protein di dalam urin. Ketidaknyamanan dan resiko/ kerugian yang mungkin akan dialami oleh peserta penelitian

Anak anda tidak akan menerima risiko apapun dengan berpartisipasi dalam penelitian ini. Karena pada penelitian ini tidak dilakukan tindakan medis kepada pasien.

Alternatif tindakan/ pengobatan

Pada penelitian ini tidak dilakukan tindakan atau pengobatan.

Kompensasi, Biaya Pemeriksaan/ Tindakan dan ketersediaan perawatan

medis bila terjadi akibat yang tidak diinginkan

Tidak ada kompensasi finansial atas kepesertaan anda dalam penelitian ini.

Peneliti menanggung biaya pemeriksaanurin dan kreatinin dalam 24 jam pada

penelitian ini. Prosedur medis yang dilakukan pada penelitian ini adalah prosedur

standar yang beresiko rendah. Tetapi bila terjadi dampak medis sebagai akibat

langsung dari prosedur penelitian, peneliti akan menanggung biaya

pengobatannya sesuai dengan standar pengobatan yang berlaku.

Kerahasiaan Data Peserta Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Kepesertaan pada penelitian ini adalah sukarela.

Kepesertaan Bapak/ Ibu pada penelitian ini bersifat sukarela. Bapak/ Ibu dapat

menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada penelitian atau

menghentikan kepesertaan dari penelitian kapan saja tanpa ada sanksi.

Keputusan Bapak/ Ibu untuk berhenti sebagai peserta peneltian tidak akan

mempengaruhi mutu dan akses/ kelanjutan pengobatan ke RSUP Sanglah.

JIKA SETUJU UNTUK MENJADI PESERTA PENELITIAN

Jika setuju untuk menjadi peserta peneltian ini, Bapak/ Ibu diminta untuk

menandatangani formulir ‘Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Sebagai *Peserta Penelitian/ *Wali’ setelah Bapak/ Ibu benar benar memahami

tentang penelitian ini. Bapak/ Ibu akan diberi Salinan persetujuan yang sudah

ditanda tangani ini.

Page 106: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

85

Bila selama berlangsungnya penelitian terdapat perkembangan baru yang dapat

mempengaruhi keputusan Bapak/ Ibu untuk kelanjutan kepesertaan dalam

penelitian, peneliti akan menyampaikan hal ini kepada Bapak/ Ibu.

Bila ada pertanyaan yang perlu disampaikan kepada peneliti, silakan

hubungi dr. Ni Made Dwiyathi Utami

(081246386244/081339625452/[email protected])

Tanda tangan Bapak/ Ibu dibawah ini menunjukkan bahwa Bapak/ Ibu telah

membaca, telah memahami dan telah mendapat kesempatan untuk bertanya

kepada peneliti tentang penelitian ini dan menyetujui untuk menjadi peserta

penelitian.

Peserta/ Subyek Penelitian, Wali,

__________________________________

__________________________________ Tanda Tangan dan Nama Tanda Tangan dan Nama

Tanggal (wajib diisi): / / Tanggal (wajib diisi): /

/

Hubungan dengan Peserta/

Subyek Penelitian:

_________________________________________

Peneliti

__________________________________ __________________ Tanda Tangan dan Nama Tanggal

Page 107: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

86

Tanda tangan saksi diperlukan pada formulir Consent ini hanya bila (Diisi

oleh peneliti)

Peserta Penelitian memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, tetapi tidak

dapat membaca/ tidak dapat bicara atau buta

Wali dari peserta penelitian tidak dapat membaca/ tidak dapat bicara atau buta

Komisi Etik secara spesifik mengharuskan tanda tangan saksi pada penelitian ini

(misalnya untuk penelitian resiko tinggi dan atau prosedur penelitian invasif)

Catatan:

Saksi harus merupakan keluarga peserta penelitian, tidak boleh anggota tim penelitian.

Saksi:

Saya menyatakan bahwa informasi pada formulir penjelasan telah dijelaskan

dengan benar dan dimengerti oleh peserta penelitian atau walinya dan

persetujuan untuk menjadi peserta penelitian diberikan secara sukarela.

___________________________________________________

__________________

Nama dan Tanda tangan saksi

Tanggal

(Jika tidak diperlukan tanda tangan saksi, bagian tanda tangan saksi ini dibiarkan

kosong)

Page 108: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

87

Lampiran 3. KUISIONER

KUISIONER PERTANYAAN PENELITIAN

Rumah Sakit : _____________________________

Tanggal Masuk RS : _________________________

Jam Masuk RS : ____________________________

A. Identitas Responden

1. Nama : _____________________________________

2. Tanggal Lahir : ___/___/___ (tgl/bulan/tahun)

3. Umur Saat masuk RS : _____Tahun____Bulan____Hari

4. Jenis Kelamin : L / P

5. Berat badan saat masuk RS : _______Kg

6. Panjang Badan/Tinggi Badan : _______cm

7. Status Gizi : Kurang/Baik/Buruk

B. Anamnesis

1. Apakah pasien mengalami demam?________________________

2. Demam sudah dialami berapa hari ?________________________

3. Ada keluhan nyeri belakang mata ?________________________

4. Ada keluhan nyeri sendi ?________________________________

5. Ada keluhan Mimisan ?_________________________________

6. Ada keluhan perdarahan Gusi ?___________________________

7. Ada keluhan kaki dan tangan dingin ?______________________

8. Ada keluhan nyeri kepala ?_______________________________

9. Ada keluhan mual dan muntah ?___________________________

10. Ada Muntah persisten ?_________________________________

11. Ada keluhan nyeri perut hebat ?___________________________

12. Letargi ?_____________________________________________

13. Ada tanda perdarahan spontan ?___________________________

14. Ada perburukan klinis saat suhu reda ?______________________

15. Ada dieresis menurun dalam 4-6 ?_________________________

16. Peningkatan jumlah hematokrit ? ________bila Ya sebutkan ____

17. Penuruna jumlah trombosit?____________bila Ya sebutkan ____

18. Keluhan lain, bila ada mohon disebutkan ___________________

19. Apakah pasien pernah berobat sebelumnya untuk keluhan ini ?__

20. Bila ya, obat apa yang pernah diberikan?___________________

21. Apakah pasien pernah menderita demam berdarah sebelumnya ?_

22. Bila ya, kapan? ________________________________________

23. Apakah pasien pernah mendapatkan vaksin demam berdarah ?___

24. Apakah pasien pernah menderita penyakit ginjal sebelumnya ?__

25. Bila ya, kapan ? _______________________________________

26. Musim ?______________________________________________

Page 109: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

88

27. Curah Hujan ?_________________________________________

28. Suhu udara ?__________________________________________

29. Kepadatan penduduk ?__________________________________

30. Golongan Darah pasien ?________________________________

C. Pemeriksaan Fisik

1. Tanggal pemeriksaan : ______________________________

2. Jam Pemeriksaan :__________________

3. Tanda Utama : Suhu : __________, Nadi : _________, Temp : __

4. Kesadaran : ______________________________________

5. Tekanan darah : ______________________________________

6. Rumple leed test : __________________________________

7. Tanda perdarahan : ___________________________________

8. Akrat hangat/ dingin : ________________________________

9. Akral (waktu pengisian kapiler ) :_______________________

10. Organomegali :_____________________________________

D. Diagnosis Masuk

_________________________________________________________

1. Derajat DHF : I / II / III / IV

2. Diagnosis lain :

E. Resume (Rekam Medik)

1. Diagnosis masuk : ____________________________________

2. Berat badan saat MRS : _________________________________

3. Berat Badan saat pulang : ________________________________

4. Awal mula Sakit : ____________

5. Waktu defervescence (Hari 0): __________

6. Waktu awal terjadinya proteinuria dari Hari 0 : ____________

7. Waktu terjadinya trombosit paling rendah dari Hari 0 :________

8. Lama Demam : ________

9. Waktu terjadinya peningkatan hematokrit paling tinggi dari hari 0

10. Waktu terjadi penurunan hematokrit paling rendah dari hari 0 :_

11. Lama Perawatan : _________

12. Terapi renjatan : _________________________

13. Obat yang diberikan : _____________________

14. Tanggal keluar RS : _______________________

15. Kondisi saat keluar RS : ___________________

F. Diagnosis keluar

_________________________________________________________

G. Pengambilan Spesimen

1. Berhasil dilakukan : Ya /Tidak

2. Rapid serologi DHF : (+) / (-)

3. Proteinuria (+) / (-) : ____________________________

Page 110: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

89

-3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

Temperatur tubuh

Klinis

Jumlah Platelet

Jumlah Hematocrit

Jumlah leukosit

Jumlah Neutrofil

Jumlah Limfosit

Jumlah hemoglobin

Renjatan / Tidak

Renjatan

Rapid Serologi

Dengue

Kadar protein urin

Kadar kreatinin urin

Rasio protein dan

kreatinin urin

Page 111: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

90

INFORMED CONSENT

(Formulir Persetujuan Tertulis Setelah Penjelasan)

Nomor Sampel : ______________

Tanggal : _____________

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ______________________________________________

Alamat : ______________________________________________

No Telpon/HP : ______________________________________________

Sebagai orangtua/wali*:

Nama anak : _______________________________________________

Umur : _______________________________________________

Alamat : _______________________________________________

Bersedia secara sukarela anak saya berpartisipasi dalam penelitian yang

berjudul“Perbandingan Ekskresi Protein Urin pada Anak terinfeksi Dengue

dengan atau tanpa Renjatan”. Setelah mendengarkan penjelasan mengenai

kegiatan yang akan dilakukan dan memahami prosedur dan manfaat dari

penelitian. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa

tekanan dari pihak manapun.

Denpasar, ______________

Mengetahui saksi-saksi : Yang membuat pernyataan

1. ___________________________

2. ___________________________

__________________

Tanda tangan dan nama terang

Page 112: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

91

Lampiran 4. KETERANGAN KELAIKAN ETIK

Page 113: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

92

Lampiran 5. SURAT IJIN PENELITIAN

Page 114: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

93

Lampiran 6. SURAT AMANDEMEN PERUBAHAN JUDUL PENELITIAN

Page 115: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

94

Lampiran 7. HASIL ANALISIS DATA SPSS

DSS atau

tidak N Mean Rank Sum of Ranks

Kadar albumin pada hari ke-

6 sejak onset

Syok 61 40.00 2440.00

Tidak syok 47 73.32 3446.00

Total 108

Kadar gula darah serum hari

ke-6 sejak onset

Syok 61 56.80 3465.00

Tidak syok 47 51.51 2421.00

Total 108

Kadar kreatinin urin 24 jam

(mg/24 jam)

Syok 61 52.66 3212.50

Tidak syok 47 56.88 2673.50

Total 108

rasio proteinurian 24 jam

(gram/24jam)

Syok 61 60.84 3711.00

Tidak syok 47 46.28 2175.00

Total 108

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Kadar albumin pada hari ke-

6 sejak onset 108 2.9076 .60498 1.37 4.10

Kadar gula darah serum hari

ke-6 sejak onset 108 1.0483E2 36.55748 53.00 239.00

Kadar kreatinin urin 24 jam

(mg/24 jam) 108 4.3897E2 311.69388 1.00 2002.00

rasio proteinurian 24 jam

(gram/24jam) 108 .2093 .34749 .01 2.02

DSS atau tidak 108 1.44 .498 1 2

94

Page 116: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

95

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

Apakah terdapat proteinuria

atau tidak

Ya Count 43 19 62

% within DSS atau tidak 70.5% 40.4% 57.4%

Tidak Count 18 28 46

% within DSS atau tidak 29.5% 59.6% 42.6%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 9.814a 1 .002

Continuity Correctionb 8.623 1 .003

Likelihood Ratio 9.909 1 .002

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association 9.723 1 .002

N of Valid Casesb 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.02.

b. Computed only for a 2x2 table

Kadar albumin

pada hari ke-6

sejak onset

Kadar gula

darah serum hari

ke-6 sejak onset

Kadar kreatinin

urin 24 jam

(mg/24 jam)

rasio

proteinurian 24

jam

(gram/24jam)

Mann-Whitney U 549.000 1293.000 1321.500 1047.000

Wilcoxon W 2440.000 2421.000 3212.500 2175.000

Z -5.485 -.871 -.694 -2.396

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .384 .488 .017

a. Grouping Variable: DSS atau tidak

Page 117: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

96

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Apakah

terdapat proteinuria atau

tidak (Ya / Tidak)

3.520 1.580 7.845

For cohort DSS atau tidak =

Syok 1.772 1.192 2.635

For cohort DSS atau tidak =

Tidak syok .503 .324 .782

N of Valid Cases 108

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardiz

ed

Coefficient

s

T Sig.

95% Confidence

Interval for B

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta

Lower

Bound

Upper

Bound

Toleranc

e VIF

1 (Constant) -.329 .598 -.549 .584 -1.515 .858

Stsyokbr .342 .184 .225 1.859 .066 -.023 .706 .601 1.663

Luas

permukaan

tubuh pasien

-.321 .309 -.122 -1.041 .300 -.934 .291 .637 1.570

Apakah demam

saat MRS .003 .172 .002 .016 .987 -.339 .345 .874 1.144

Page 118: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

97

Apakah

terdapat

diuresis

menurun dalam

4-6 jam

.126 .215 .068 .587 .558 -.301 .554 .663 1.508

Apakah

terdapat

perburukan saat

suhu reda

.199 .206 .117 .965 .337 -.210 .608 .598 1.673

Apakah

terdapat

peningkatan hct

-.130 .186 -.078 -.701 .485 -.499 .239 .705 1.418

Kadar gula

darah serum

hari ke-6 sejak

onset

.004 .002 .191 1.931 .056 .000 .008 .897 1.115

Kadar kreatinin

urin 24 jam

(mg/24 jam)

.000 .000 .082 .689 .492 .000 .001 .623 1.606

2 (Constant) -.325 .554 -.587 .559 -1.424 .774

Stsyokbr .342 .174 .225 1.968 .052 -.003 .688 .663 1.507

Luas

permukaan

tubuh pasien

-.321 .306 -.122 -1.048 .297 -.928 .286 .641 1.560

Apakah

terdapat

diuresis

menurun dalam

4-6 jam

.126 .214 .067 .590 .556 -.298 .551 .666 1.502

Apakah

terdapat

perburukan saat

suhu reda

.199 .205 .117 .972 .333 -.207 .606 .599 1.669

Apakah

terdapat

peningkatan hct

-.130 .180 -.078 -.722 .472 -.486 .227 .748 1.337

Page 119: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

98

Kadar gula

darah serum

hari ke-6 sejak

onset

.004 .002 .191 1.942 .055 .000 .008 .899 1.112

Kadar kreatinin

urin 24 jam

(mg/24 jam)

.000 .000 .082 .694 .489 .000 .001 .628 1.592

3 (Constant) -.245 .535 -.458 .648 -1.308 .817

Stsyokbr .353 .173 .232 2.048 .043 .011 .695 .671 1.491

Luas

permukaan

tubuh pasien

-.301 .303 -.115 -.994 .323 -.903 .300 .648 1.542

Apakah

terdapat

perburukan saat

suhu reda

.261 .176 .153 1.486 .140 -.087 .609 .811 1.234

Apakah

terdapat

peningkatan hct

-.104 .174 -.063 -.600 .550 -.449 .241 .793 1.261

Kadar gula

darah serum

hari ke-6 sejak

onset

.004 .002 .184 1.889 .062 .000 .008 .914 1.094

Kadar kreatinin

urin 24 jam

(mg/24 jam)

.000 .000 .081 .687 .493 .000 .001 .628 1.591

4 (Constant) -.429 .438 -.979 .330 -1.298 .440

Stsyokbr .393 .159 .259 2.479 .015 .079 .708 .789 1.268

Luas

permukaan

tubuh pasien

-.282 .301 -.107 -.937 .351 -.878 .315 .656 1.524

Apakah

terdapat

perburukan saat

suhu reda

.260 .175 .153 1.486 .140 -.087 .607 .811 1.233

Page 120: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

99

Kadar gula

darah serum

hari ke-6 sejak

onset

.004 .002 .189 1.953 .054 .000 .008 .921 1.086

Kadar kreatinin

urin 24 jam

(mg/24 jam)

.000 .000 .079 .677 .500 .000 .001 .629 1.591

5 (Constant) -.422 .437 -.966 .336 -1.289 .444

Stsyokbr .374 .156 .246 2.404 .018 .065 .683 .814 1.228

Luas

permukaan

tubuh pasien

-.164 .244 -.062 -.670 .504 -.649 .321 .987 1.013

Apakah

terdapat

perburukan saat

suhu reda

.239 .172 .140 1.391 .167 -.102 .579 .837 1.194

Kadar gula

darah serum

hari ke-6 sejak

onset

.004 .002 .195 2.029 .045 .000 .008 .928 1.077

6 (Constant) -.583 .364 -1.600 .113 -1.305 .140

Stsyokbr .383 .155 .252 2.478 .015 .076 .690 .820 1.219

Apakah

terdapat

perburukan saat

suhu reda

.246 .171 .145 1.439 .153 -.093 .585 .841 1.190

Kadar gula

darah serum

hari ke-6 sejak

onset

.004 .002 .189 1.981 .050 .000 .008 .936 1.068

7 (Constant) -.161 .217 -.741 .460 -.592 .270

Stsyokbr .297 .143 .195 2.071 .041 .013 .581 .967 1.034

Kadar gula

darah serum

hari ke-6 sejak

onset

.004 .002 .213 2.262 .026 .001 .008 .967 1.034

Page 121: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

100

a. Dependent Variable: Rasio protein berbanding kreatinin

urin 24 jam (mg/mg)

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

Jenis kelamin pasien Laki-laki Count 33 20 53

% within DSS atau tidak 54.1% 42.6% 49.1%

Perempuan Count 28 27 55

% within DSS atau tidak 45.9% 57.4% 50.9%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

Status gizi waterlow gizi kurang Count 11 11 22

% within DSS atau tidak 18.0% 23.4% 20.4%

gizi baik Count 26 29 55

% within DSS atau tidak 42.6% 61.7% 50.9%

gizi lebih Count 5 1 6

% within DSS atau tidak 8.2% 2.1% 5.6%

Obesitas Count 12 3 15

% within DSS atau tidak 19.7% 6.4% 13.9%

super obesitas Count 7 3 10

% within DSS atau tidak 11.5% 6.4% 9.3%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Page 122: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

101

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

Apakah pasien merupakan

rujukan

Ya Count 41 12 53

% within DSS atau tidak 67.2% 25.5% 49.1%

Tidak Count 20 35 55

% within DSS atau tidak 32.8% 74.5% 50.9%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

Apakah demam saat MRS Ya Count 10 18 28

% within DSS atau tidak 16.4% 38.3% 25.9%

Tidak Count 51 29 80

% within DSS atau tidak 83.6% 61.7% 74.1%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

Apakah terdapat diuresis

menurun dalam 4-6 jam

Ya Count 17 5 22

% within DSS atau tidak 27.9% 10.6% 20.4%

Page 123: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

102

Tidak Count 44 42 86

% within DSS atau tidak 72.1% 89.4% 79.6%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

Apakah terdapat

peningkatan hct

Ya Count 54 23 77

% within DSS atau tidak 88.5% 48.9% 71.3%

Tidak Count 7 24 31

% within DSS atau tidak 11.5% 51.1% 28.7%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

Apakah terdapat perburukan

saat suhu reda

Ya Count 25 4 29

% within DSS atau tidak 41.0% 8.5% 26.9%

Tidak Count 36 43 79

% within DSS atau tidak 59.0% 91.5% 73.1%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

Apakah terdapat

organomegali atau tidak

Ya Count 15 5 20

% within DSS atau tidak 24.6% 10.6% 18.5%

Tidak Count 46 42 88

% within DSS atau tidak 75.4% 89.4% 81.5%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Page 124: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

103

Descriptives

DSS atau tidak Statistic Std. Error

Kadar albumin pada hari ke-6 sejak onset

Syok Mean 2.6300 .07382

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound

2.4823

Upper Bound

2.7777

5% Trimmed Mean 2.6303

Median 2.6200

Variance .332

Std. Deviation .57658

Minimum 1.37

Maximum 3.91

Range 2.54

Interquartile Range .70

Skewness .026 .306

Kurtosis -.109 .604

Tidak syok

Mean 3.2679 .06239

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound

3.1423

Upper Bound

3.3935

5% Trimmed Mean 3.2771

Median 3.2000

Variance .183

Std. Deviation .42770

Minimum 2.20

Maximum 4.10

Range 1.90

Interquartile Range .60

Skewness -.358 .347

Kurtosis -.098 .681

Kadar gula darah serum hari ke-6 sejak onset

Syok Mean 1.1065E2 5.44493

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

99.7562

Upper Bound

1.2154E2

5% Trimmed Mean 1.0807E2

Median 97.0000

Variance 1.808E3

Std. Deviation 4.25263E1

Minimum 53.00

Maximum 239.00

Range 186.00

Interquartile Range 64.25

Page 125: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

104

Skewness 1.063 .306

Kurtosis .350 .604

Tidak syok

Mean 97.2840 3.70951

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 89.8172

Upper Bound 1.0475E2

5% Trimmed Mean 94.8286

Median 92.0000

Variance 646.743

Std. Deviation 2.54311E1

Minimum 56.00

Maximum 200.00

Range 144.00

Interquartile Range 16.00

Skewness 2.031 .347

Kurtosis 5.624 .681

Kadar kreatinin urin 24 jam (mg/24 jam)

Syok Mean 4.0682E2 33.50272

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

3.3980E2

Upper Bound

4.7384E2

5% Trimmed Mean 3.8983E2

Median 3.9200E2

Variance 6.847E4

Std. Deviation 2.61665E2

Minimum 1.00

Maximum 1299.00

Range 1298.00

Interquartile Range 316.50

Skewness .969 .306

Kurtosis 1.686 .604

Tidak syok

Mean 4.8070E2 53.30159

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

3.7341E2

Upper Bound

5.8799E2

5% Trimmed Mean 4.4138E2

Median 3.9800E2

Variance 1.335E5

Std. Deviation 3.65417E2

Minimum 91.00

Maximum 2002.00

Range 1911.00

Interquartile Range 366.00

Skewness 2.052 .347

Kurtosis 5.731 .681

rasio proteinurian 24 jam

Syok Mean .2574 .05305

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

.1513

Page 126: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

105

(gram/24jam)

Upper Bound

.3635

5% Trimmed Mean .1857

Median .1000

Variance .172

Std. Deviation .41433

Minimum .01

Maximum 2.02

Range 2.01

Interquartile Range .22

Skewness 3.210 .306

Kurtosis 10.603 .604

Tidak syok

Mean .1469 .03259

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

.0813

Upper Bound

.2125

5% Trimmed Mean .1119

Median .0700

Variance .050

Std. Deviation .22342

Minimum .01

Maximum 1.19

Range 1.18

Interquartile Range .09

Skewness 3.071 .347

Kurtosis 10.560 .681

Volume urin 24 jam (ml)

Syok Mean 1.1711E3 73.87435

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

1.0233E3

Upper Bound

1.3188E3

5% Trimmed Mean 1.1400E3

Median 1.0000E3

Variance 3.329E5

Std. Deviation 5.76977E2

Minimum 300.00

Maximum 2850.00

Range 2550.00

Interquartile Range 700.00

Skewness .897 .306

Kurtosis .517 .604

Tidak syok

Mean 1.1426E3 82.49939

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

9.7649E2

Upper Bound

1.3086E3

5% Trimmed Mean 1.1235E3

Median 1.0000E3

Variance 3.199E5

Page 127: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

106

Std. Deviation 5.65587E2

Minimum 350.00

Maximum 2250.00

Range 1900.00

Interquartile Range 950.00

Skewness .524 .347

Kurtosis -1.001 .681

Rasio protein berbanding kreatinin urin 24 jam (mg/mg)

Syok Mean .62400 .122679

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

.37861

Upper Bound

.86939

5% Trimmed Mean .47113

Median .30500

Variance .918

Std. Deviation .958152

Minimum .054

Maximum 6.000

Range 5.946

Interquartile Range .424

Skewness 3.742 .306

Kurtosis 16.947 .604

Tidak syok

Mean .26838 .036545

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

.19482

Upper Bound

.34194

5% Trimmed Mean .23521

Median .18200

Variance .063

Std. Deviation .250537

Minimum .056

Maximum 1.480

Range 1.424

Interquartile Range .158

Skewness 2.946 .347

Kurtosis 11.289 .681

Luas permukaan tubuh pasien

Syok Mean .9384 .03962

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

.8592

Upper Bound

1.0177

5% Trimmed Mean .9388

Median .9200

Variance .096

Std. Deviation .30946

Minimum .34

Maximum 1.54

Range 1.20

Interquartile Range .44

Page 128: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

107

Skewness .179 .306

Kurtosis -.572 .604

Tidak syok

Mean .9698 .03793

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

.8934

Upper Bound

1.0461

5% Trimmed Mean .9616

Median .9500

Variance .068

Std. Deviation .26001

Minimum .53

Maximum 1.65

Range 1.12

Interquartile Range .42

Skewness .388 .347

Kurtosis -.389 .681

Umur saat MRS

Syok Mean 83.3282 4.59609

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

74.1347

Upper Bound

92.5217

5% Trimmed Mean 84.4848

Median 84.0000

Variance 1.289E3

Std. Deviation 3.58966E1

Minimum 6.20

Maximum 141.57

Range 135.37

Interquartile Range 53.21

Skewness -.283 .306

Kurtosis -.644 .604

Tidak syok

Mean 95.7717 4.65611

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

86.3994

Upper Bound

1.0514E2

5% Trimmed Mean 96.2488

Median 89.9300

Variance 1.019E3

Std. Deviation 3.19207E1

Minimum 37.80

Maximum 142.83

Range 105.03

Interquartile Range 55.30

Skewness -.077 .347

Kurtosis -1.250 .681

Berat badan (Kg)

Syok Mean 27.2082 1.69291

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

23.8219

Page 129: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

108

Upper Bound

30.5945

5% Trimmed Mean 26.7738

Median 25.0000

Variance 174.823

Std. Deviation 1.32221E1

Minimum 6.50

Maximum 56.00

Range 49.50

Interquartile Range 17.50

Skewness .592 .306

Kurtosis -.427 .604

Tidak syok

Mean 28.3872 1.83774

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

24.6881

Upper Bound

32.0864

5% Trimmed Mean 27.4976

Median 26.0000

Variance 158.732

Std. Deviation 1.25989E1

Minimum 11.00

Maximum 72.00

Range 61.00

Interquartile Range 16.00

Skewness 1.136 .347

Kurtosis 1.816 .681

Tinggi badan (cm)

Syok Mean 120.17 2.851

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

114.47

Upper Bound

125.88

5% Trimmed Mean 121.04

Median 120.00

Variance 495.974

Std. Deviation 22.270

Minimum 63

Maximum 159

Range 96

Interquartile Range 31

Skewness -.472 .306

Kurtosis .108 .604

Tidak syok

Mean 125.32 2.462

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 120.36

Upper Bound 130.27

5% Trimmed Mean 125.57

Median 127.00

Variance 284.874

Std. Deviation 16.878

Minimum 93

Page 130: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

109

Maximum 156

Range 63

Interquartile Range 28

Skewness -.172 .347

Kurtosis -1.037 .681

Tests of Normality

DSS atau tidak

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kadar albumin pada hari ke-6

sejak onset

Syok .122 61 .025 .978 61 .336

Tidak syok .097 47 .200* .980 47 .596

Kadar gula darah serum hari

ke-6 sejak onset

Syok .191 61 .000 .885 61 .000

Tidak syok .250 47 .000 .812 47 .000

Kadar kreatinin urin 24 jam

(mg/24 jam)

Syok .081 61 .200* .942 61 .006

Tidak syok .185 47 .000 .816 47 .000

rasio proteinurian 24 jam

(gram/24jam)

Syok .275 61 .000 .547 61 .000

Tidak syok .340 47 .000 .563 47 .000

Volume urin 24 jam (ml) Syok .158 61 .001 .931 61 .002

Tidak syok .153 47 .007 .917 47 .003

Rasio protein berbanding

kreatinin urin 24 jam (mg/mg)

Syok .306 61 .000 .534 61 .000

Tidak syok .259 47 .000 .671 47 .000

Luas permukaan tubuh

pasien

Syok .078 61 .200* .972 61 .178

Tidak syok .096 47 .200* .976 47 .428

Umur saat MRS Syok .083 61 .200* .961 61 .048

Tidak syok .114 47 .157 .941 47 .019

Berat badan (Kg) Syok .117 61 .037 .947 61 .010

Tidak syok .130 47 .045 .920 47 .003

Tinggi badan (cm) Syok .101 61 .200* .963 61 .060

Tidak syok .098 47 .200* .958 47 .089

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Page 131: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

110

Page 132: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

111

Page 133: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

112

Test Statisticsa

Kadar albumin

pada hari ke-6

sejak onset

Kadar kreatinin

urin 24 jam

(mg/24 jam)

Kadar gula darah

serum hari ke-6

sejak onset

rasio proteinurian

24 jam

(gram/24jam)

Rasio protein

berbanding

kreatinin urin 24

jam (mg/mg)

Luas permukaan

tubuh pasien

Mann-Whitney U 549.000 1321.500 1293.000 1047.000 908.000 1344.000

Wilcoxon W 2440.000 3212.500 2421.000 2175.000 2036.000 3235.000

Z -5.485 -.694 -.871 -2.396 -3.256 -.555

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .488 .384 .017 .001 .579

a. Grouping Variable: DSS atau tidak

Page 134: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

113

Crosstab

DSS atau tidak

Total Syok Tidak syok

patologik nefrotik proteinuria tidak Count 55 47 102

% within DSS atau tidak 90.2% 100.0% 94.4%

ya Count 6 0 6

% within DSS atau tidak 9.8% .0% 5.6%

Total Count 61 47 108

% within DSS atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.895a 1 .027

Continuity Correctionb 3.200 1 .074

Likelihood Ratio 7.126 1 .008

Fisher's Exact Test .035 .029

Linear-by-Linear Association 4.850 1 .028

N of Valid Casesb 108

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.61.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort DSS atau tidak =

Syok .539 .451 .645

N of Valid Cases 108

Page 135: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

114

DSS atau tidak * Apakah terdapat proteinuria atau tidak Crosstabulation

Apakah terdapat proteinuria atau

tidak

Total Ya Tidak

DSS atau

Syok Count 43 18 61

% within Apakah terdapat

proteinuria atau tidak 69.4% 39.1% 56.5%

Tidak syok Count 19 28 47

% within Apakah terdapat

proteinuria atau tidak 30.6% 60.9% 43.5%

Total Count 62 46 108

% within Apakah terdapat

proteinuria atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 9.814a 1 .002

Continuity Correctionb 8.623 1 .003

Likelihood Ratio 9.909 1 .002

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association 9.723 1 .002

N of Valid Casesb 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.02.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 136: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

115

Analisis ANCOVA linear regression model

Between-Subjects Factors

Value Label N

DSS atau tidak 1 Syok 61

2 Tidak syok 47

Descriptive Statistics

Dependent Variable:Rasio protein berbanding kreatinin

urin 24 jam (mg/mg)

DSS atau

tidak Mean Std. Deviation N

Syok .62400 .958152 61

Tidak syok .26838 .250537 47

Total .46924 .757071 108

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable:Rasio protein berbanding

kreatinin urin 24 jam (mg/mg)

F df1 df2 Sig.

9.633 1 106 .002

Tests the null hypothesis that the error variance

of the dependent variable is equal across groups.

a. Design: Intercept + Status_gizi + LPT +

Kadar_albumin + Kadar_GDS + syok

Page 137: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

116

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Rasio protein berbanding kreatinin urin 24 jam (mg/mg)

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Partial Eta

Squared

Corrected Model 8.579a 5 1.716 3.318 .008 .140

Intercept 2.078 1 2.078 4.019 .048 .038

Status_gizi .051 1 .051 .099 .754 .001

LPT .143 1 .143 .276 .600 .003

Kadar_albumin 2.184 1 2.184 4.222 .042 .040

Kadar_GDS 1.402 1 1.402 2.710 .103 .026

Syok .317 1 .317 .612 .436 .006

Error 52.749 102 .517

Total 85.108 108

Corrected Total 61.328 107

a. R Squared = .140 (Adjusted R Squared = .098)

Parameter Estimates

Dependent Variable:Rasio protein berbanding kreatinin urin 24 jam (mg/mg)

Parameter B Std. Error t Sig.

95% Confidence Interval Partial Eta

Squared Lower Bound Upper Bound

Intercept 1.080 .610 1.768 .080 -.131 2.290 .030

Status_gizi -.017 .054 -.314 .754 -.125 .090 .001

LPT -.157 .298 -.526 .600 -.747 .434 .003

Kadar_albumin -.289 .141 -2.055 .042 -.569 -.010 .040

Kadar_GDS .003 .002 1.646 .103 .000 .007 .026

[syok=1] .134 .171 .783 .436 -.205 .473 .006

[syok=2] 0a . . . . . .

Page 138: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

117

Levene's Test of Equality of Error Variancesa

Dependent Variable:Rasio protein berbanding

kreatinin urin 24 jam (mg/mg)

F df1 df2 Sig.

9.633 1 106 .002

Tests the null hypothesis that the error variance

of the dependent variable is equal across groups.

a. This parameter is set to zero because it is redundant.

Page 139: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

118

Penelitian pendahuluan tesis Descriptives

Syok Statistic Std. Error

UPCR Syok Mean .5570 .24785

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound -.2318

Upper Bound 1.3458

5% Trimmed Mean .5444

Median .4440

Variance .246

Std. Deviation .49569

Minimum .09

Maximum 1.25

Range 1.17

Interquartile Range .90

Skewness 1.250 1.014

Kurtosis 2.196 2.619

Tidak syok

Mean .3657 .11011

95% Confidence Interval for Mean Lower Bound

.0826

Upper Bound

.6487

5% Trimmed Mean .3567

Median .2560

Variance .073

Std. Deviation .26970

Minimum .14

Maximum .76

Range .62

Interquartile Range .52

Skewness .776 .845

Kurtosis -1.610 1.741

Page 140: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

119

Descriptives

Apakah terdapat proteinuria atau tidak Statistic Std. Error

Kadar albumin pada hari ke-

6 sejak onset

Ya Mean 2.6505 .07482

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 2.5009

Upper Bound 2.8001

5% Trimmed Mean 2.6464

Median 2.6000

Variance .347

Std. Deviation .58917

Minimum 1.37

Maximum 4.10

Range 2.73

Interquartile Range .81

Skewness .047 .304

Kurtosis -.032 .599

Tidak Mean 3.2541 .06357

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 3.1261

Upper Bound 3.3822

5% Trimmed Mean 3.2659

Median 3.2500

Variance .186

Std. Deviation .43117

Minimum 2.20

Maximum 4.00

Range 1.80

Interquartile Range .65

Skewness -.397 .350

Kurtosis -.532 .688

Page 141: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

120

DSS atau tidak * Apakah terdapat proteinuria atau tidak Crosstabulation

Apakah terdapat proteinuria atau

tidak

Total Ya Tidak

DSS atau tidak Syok Count 43 18 61

% within Apakah terdapat

proteinuria atau tidak 69.4% 39.1% 56.5%

Tidak syok Count 19 28 47

% within Apakah terdapat

proteinuria atau tidak 30.6% 60.9% 43.5%

Total Count 62 46 108

% within Apakah terdapat

proteinuria atau tidak 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Point

Probability

Pearson Chi-

Square 9.814a 1 .002 .003 .002

Continuity

Correctionb 8.623 1 .003

Likelihood Ratio 9.909 1 .002 .003 .002

Fisher's Exact

Test

.003 .002

Linear-by-Linear

Association 9.723c 1 .002 .003 .002 .001

N of Valid Cases 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count

is 20.02.

Page 142: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

121

DSS atau tidak * Apakah terdapat proteinuria atau tidak Crosstabulation

Apakah terdapat proteinuria atau

tidak

Total Ya Tidak

DSS atau tidak Syok Count 43 18 61

% within Apakah terdapat

proteinuria atau tidak 69.4% 39.1% 56.5%

Tidak syok Count 19 28 47

% within Apakah terdapat

proteinuria atau tidak 30.6% 60.9% 43.5%

Total Count 62 46 108

b. Computed only for a 2x2

table

c. The standardized statistic is 3.118.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for DSS atau

tidak (Syok / Tidak syok) 3.520 1.580 7.845

For cohort Apakah terdapat

proteinuria atau tidak = Ya 1.744 1.189 2.558

For cohort Apakah terdapat

proteinuria atau tidak = Tidak .495 .315 .780

N of Valid Cases 108

Page 143: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

122

Descriptives

Apakah terdapat proteinuria atau tidak Statistic Std. Error

Kadar gula darah serum hari

ke-6 sejak onset

Ya Mean 1.1627E2 5.39734

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 1.0548E2

Upper Bound 1.2707E2

5% Trimmed Mean 1.1427E2

Median 1.0250E2

Variance 1.806E3

Std. Deviation 4.24987E1

Minimum 53.00

Maximum 239.00

Range 186.00

Interquartile Range 67.75

Skewness .882 .304

Kurtosis .028 .599

Tidak Mean 89.4098 2.57891

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 84.2156

Upper Bound 94.6040

5% Trimmed Mean 87.9481

Median 89.0000

Variance 305.935

Std. Deviation 1.74910E1

Minimum 56.00

Maximum 150.00

Range 94.00

Interquartile Range 20.13

Skewness 1.575 .350

Kurtosis 3.849 .688

Page 144: PERBANDINGAN EKSKRESI PROTEIN URIN ANTARA ANAK …

123

Test Statisticsa

Kadar gula

darah serum hari

ke-6 sejak onset

Mann-Whitney U 829.500

Wilcoxon W 1910.500

Z -3.708

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Apakah terdapat

proteinuria atau tidak