6

Click here to load reader

Perbandingan Glasgow Coma Scale Dan Revised Trauma Score Dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala Di Rumah Sakit Atma Jaya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbandingan Glasgow Coma Scale Dan Revised Trauma Score Dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala Di Rumah Sakit Atma Jaya

Artikel Penelitian

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010

Perbandingan Glasgow Coma Scale danRevised Trauma Score dalam Memprediksi

Disabilitas Pasien Trauma Kepaladi Rumah Sakit Atma Jaya

Hendry Irawan,* Felicia Setiawan,* Dewi,** Georgius Dewanto**

*Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya, Jakarta

**Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya, Jakarta

Abstrak: Trauma kepala merupakan masalah yang sering ditemukan di masyarakat dengan

tingkat disabilitas tinggi. Penilaian awal pasien trauma kepala dapat dilakukan dengan

beberapa cara, di antaranya adalah Glasgow Coma Scale (GCS) dan Revised Trauma Score

(RTS). Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan GCS dan RTS dalam

memprediksi disabilitas pasien trauma kepala. Penelitian prospektif observasional ini dilakukan

di Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta sejak bulan Desember 2008 hingga Mei 2009. Kriteria

inklusi adalah pasien trauma kepala usia 18-60 tahun tanpa gangguan pernapasan maupun

riwayat hipertensi. Penilaian GCS dan RTS dilakukan saat pasien masuk rumah sakit dan

tingkat disabilitas dinilai menggunakan Disability Rating Scale (DRS) saat pasien dipulangkan.

Didapatkan 30 pasien trauma kepala yang memenuhi kriteria inklusi. Dari hasil analisis statistik

didapatkan hubungan yang bermakna antara GCS dan DRS (p=0,046). Komponen GCS yang

menunjukkan hubungan bermakna dengan DRS adalah respons motorik (p=0,001) dan respons

membuka mata (p=0,014). Penilaian RTS tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan

DRS (p=0,207), hanya komponen GCS dari RTS tersebut yang menunjukkan hubungan

bermakna (p=0,012). Penilaian GCS memprediksi tingkat disabilitas lebih baik dibandingkan

dengan RTS pada trauma kepala.

Kata kunci: trauma kepala, Glasgow Coma Scale, Revised Trauma Score, Disability Rating

Scale

437

Page 2: Perbandingan Glasgow Coma Scale Dan Revised Trauma Score Dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala Di Rumah Sakit Atma Jaya

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010438

Comparison of Glasgow Coma Scale and Revised Trauma Score to

Predict Disability of Head Trauma Patient in Atma Jaya Hospital

Hendry Irawan,* Felicia Setiawan,* Dewi,** Georgius Dewanto**

*Medical Faculty of Atma Jaya Indonesia Catholic University, Jakarta

**Neurology Department in Medical Faculty of Atma Jaya Indonesia Catholic University, Jakarta

Abstract: Head trauma is a problem that often occurs with high degree of disability. Initial

assessment on head trauma patient can use several ways such as Glasgow Coma Scale (GCS)

and Revised Trauma Score (RTS). The aim of this study was to compare GCS and RTS ability in

determining head trauma disability. This observational prospective study reviewed head trauma

patients from Atma Jaya Hospital, Jakarta, from December 2008 till May 2009. Inclusion criteria

were patients aged 18-60 years old without respiratory disturbance and history of hypertension.

Each patient was assessed using GCS and RTS at initial admission in the hospital, and using

Disability Rating Scale (DRS) at discharge. There were thirty head trauma patients who partici-

pated in this study. The statistical analysis showed significant correlation between GCS and DRS

(p=0.046). Motor response and eye opening response of GCS showed significant correlation to

DRS (p=0.001 and p=0.014, respectively). Revised trauma score evaluation did not show a

significant correlation to DRS (p=0.207), and only GCS component of RTS which showed signifi-

cant correlation (p=0.012). In conclusion Glasgow coma scale (GCS) can predict disability better

compare to RTS in head trauma patient.

Key words: head trauma, Glasgow Coma Scale, Revised Trauma Score, Disability Rating Scale

Pendahuluan

Trauma kepala merupakan salah satu masalah kesehatan

yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang

kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat

sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis,

intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini

disebabkan oleh karena trauma kepala dapat mengenai

berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga

terdalam, termasuk tengkorak dan otak.1-3.

Di Amerika Serikat insiden trauma kepala adalah 200 per

100 000 orang per tahun.4 Di Indonesia, walaupun belum

tersedia data secara nasional, trauma kepala juga merupakan

kasus yang sangat sering dijumpai di setiap rumah sakit.1

Pada tahun 2005, di RSCM terdapat 434 pasien trauma kepala

ringan, 315 pasien trauma kepala sedang, dan 28 pasien

trauma kepala berat, sedangkan di RS Swasta Siloam Glea-

neagles terdapat 347 kasus trauma kepala secara kese-

luruhan.1,2 Di Rumah Sakit Atma Jaya (RSAJ), pada tahun

2007, jumlah pasien trauma kepala mencapai 125 orang dari

256 orang pasien rawat inap bagian saraf.

Terdapat berbagai cara penilaian prognosis trauma

kepala, diantaranya adalah dengan menggunakan Glasgow

Coma Scale (GCS) dan Revised Trauma Score (RTS). Penilaian

GCS berdasarkan respon mata, verbal, dan motorik,

sedangkan penilaian RTS berdasarkan GCS, tekanan darah

sistolik, dan frekuensi nafas pasien.1-3 Namun, beberapa

jurnal hanya menggunakan GCS dalam menentukan tingkat

keparahan trauma kepala.

Glasgow coma scale merupakan instrumen standar

yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran

pasien trauma kepala. Glasgow coma scale merupakan salah

satu komponen yang digunakan sebagai acuan pengobatan,

dan dasar pembuatan keputusan klinis umum untuk pasien.

Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting

dalam memprediksi risiko kematian di awal trauma. Dari GCS

dapat diperoleh infomasi yang efektif mengenai pasien trauma

kepala, kemampuan GCS dalam menentukan kondisi yang

membahayakan jiwa adalah 74,8%.5 Suatu penelitian yang

mengevaluasi penggunaan GCS untuk menilai prognosis

jangka panjang menunjukkan validitas prediksi yang baik

dengan sensitivitas 79-97% dan spesifisitas 84-97%.6

Revised trauma score menilai sistem fisiologis manusia

secara keseluruhan, instrumen RTS merupakan hasil dari

penyempurnaan instrumen GCS untuk menilai kondisi awal

pasien trauma kepala. Penilaian RTS dilakukan segera setelah

pasien cedera, umumnya saat sebelum masuk rumah sakit

atau ketika berada di unit gawat darurat. Revised trauma score

telah divalidasi sebagai metode penilaian untuk membedakan

pasien yang memiliki prognosis baik atau buruk. Penilaian

RTS dapat mengidentifikasi lebih dari 97% orang yang akan

Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien

Page 3: Perbandingan Glasgow Coma Scale Dan Revised Trauma Score Dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala Di Rumah Sakit Atma Jaya

Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010 439

meninggal jika tidak mendapat perawatan.7 Revised trauma

score mudah dilakukan dan dapat memperkirakan prognosis

secara lebih lebih akurat jika digunakan untuk pasien trauma

kepala berat dan pasien dengan politrauma.7 Kemampuan

RTS dalam menentukan kondisi yang membahayakan jiwa

adalah 76,9%.5 Namun, pada penelitian di Belanda, RTS

memiliki nilai prediktif yang lebih rendah jika dibandingkan

dengan penelitian RTS terdahulu.8 Tujuan penelitian ini

adalah ingin membandingkan kemampuan GCS dan RTS

dalam memprediksi disabilitas menggunakan Disability Rat-

ing Scale (DRS) pada pasien trauma kepala di RSAJ.

Metode

Penelitian prospektif observasional ini dilakukan di

bangsal Melati Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta. Data diambil

dari semua pasien trauma kepala yang datang ke RSAJ bulan

Desember 2008 hingga Mei 2009 berjumlah 30 pasien trauma

kepala berdasar perhitungan sampel probabilitas sederhana

sebagai berikut:

Z 2.p.q

d2

Keterangan: n = jumlah pasien yang dibutuhkan, z = confi-

dent limit 99% (2,58), d = derajat penyimpangan (2%), p =

prevalensi trauma kepala (0,2%), dan q = 1-p

Jumlah pasien rawat inap karena trauma kepala di RSAJ

berjumlah 104 orang maka nf (n finit) adalah:

n 34

1+n/N 1+34/104

Dengan memperhitungkan drop out sejumlah 10% maka

besar sampel menjadi 29 orang kriteria inklusi, yaitu pasien

trauma kepala usia 18-60 tahun tanpa gangguan pernafasan

maupun riwayat hipertensi. Dilakukan pengumpulan data

dasar berupa: jenis kelamin, usia, lama trauma, dan lama

perawatan. Penilaian GCS dan RTS dilakukan saat pasien

masuk rumah sakit, dan tingkat disabilitas dinilai meng-

gunakan DRS saat pasien dipulangkan. Penilaian GCS (Tabel

1) terdiri dari tiga komponen yaitu: respon membuka mata,

respons motorik, dan respons verbal, sedangkan penilaian

RTS (Tabel 2) terdiri dari tiga komponen yaitu: GCS, frekuensi

napas, dan tekanan darah sistolik. Penilaian tersebut

dilakukan oleh dokter muda bagian neurologi yang

dikonfirmasi oleh dokter spesialis saraf. DRS terdiri atas

delapan komponen yaitu: kemampuan membuka mata,

berkomunikasi, makan, merawat diri, toileting, respon

motorik, kemampuan untuk menjalankan fungsi, dan employ-

ability. DRS merupakan rentang nilai mulai dari 0 (tidak

dijumpai disabilitas) hingga 29 (keadaan vegetatif berat). Data

yang didapatkan kemudian diolah dengan SPSS 15.0

menggunakan uji korelasi Spearman (rs).

n = = 34 orang

Nf = = = 26

Tabel 1. Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)

Kategori Instruksi

Respon membuka mata 4 = spontan

3 = dengan perintah verbal

2 = dengan nyeri

1 = tidak ada respons

Respon motorik 6 = menurut perintah

5 = dapat melokalisasi nyeri

4 = fleksi terhadap nyeri

3 = fleksi abnormal

2 = ekstensi

1 = tidak ada respons

Respon verbal 5 = orientasi baik dan berbicara

4 = disorientasi dan berbicara

3 = kata-kata yang tidak tepat, menangis

2 = suara yang tidak berarti

1 = tidak ada respons

Tabel 2. Penilaian Revised Trauma Score

Glasgow coma Frekuensi napas Tekanan darah Nilai

scale sistolik

13-15 10-29 >89 4

9-12 >29 76-89 3

6-8 6-9 50-75 2

4-5 1-5 1-49 1

3 0 0 0

Hasil

Pada tabel 3 yang merupakan karakteristik responden

penelitian, didapatkan bahwa trauma kepala lebih banyak

Tabel 3. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik n %

Rerata usia (tahun) 31,2 ± 13,0

18-28 19 63,3

29-39 3 10

40-50 4 13,3

51-60 4 13,3

Jenis kelamin

Laki-laki 18 60

Perempuan 12 40

Rerata lama trauma SMRS* (jam) 4,19 ± 13,071

<6 jam 27 90

>6 jam 3 10

Rerata lama perawatan (hari) 5,27 ± 4,085

<6 hari 20 66,7

>6 hari 10 33,3

Glasgow Coma Scale

13-15 26 86,7

9-12 1 3,3

<8 3 10

Revised Trauma Score

12 21 70

11 4 13,3

<10 5 16,7

Jumlah responden penelitian 30 100

*SMRS; sebelum masuk rumah sakit

Page 4: Perbandingan Glasgow Coma Scale Dan Revised Trauma Score Dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala Di Rumah Sakit Atma Jaya

Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010440

terjadi pada laki-laki (60%) pada kelompok usia 18-28 tahun

(63,3%). Penderita trauma kepala lebih banyak datang ke

rumah sakit kurang dari enam jam setelah terjadinya trauma

(90%) dengan rerata keseluruhan 4,19±13,071 jam.

Berdasarkan penilaian GCS, diperoleh jumlah subjek

penelitian yang mengalami trauma kepala ringan sebesar

86,7% (GCS 13-15), trauma kepala sedang sebesar 3,3% (GCS

9-12), dan trauma kepala berat sebesar 10% (GCS <8).

Sedangkan, berdasarkan penilaian RTS diperoleh jumlah

subyek penelitian dengan prioritas ditunda sebesar 70%

(RTS 12), prioritas urgen sebesar 13,3% (RTS 11), dan

prioritas segera sebesar 16,7% (RTS <10).

Pengolahan data bivariat menggunakan uji korelasi

Spearman (rs) antara penilaian GCS dengan DRS dan RTS

dengan DRS dapat dilihat pada Tabel 4. Terdapat korelasi

yang bermakna antara penilaian GCS saat pasien masuk

rumah sakit dengan tingkat disabilitas pasien di akhir

perawatan dengan menggunakan instrumen DRS (p=0,046).

Didapatkan korelasi negatif dengan kuat korelasi lemah

antara penilaian GCS dengan DRS.

Tabel 4. Korelasi (rs) Penilaian Awal Trauma dan DRS

Penilaian awal Nilai korelasi penilaian p-value

trauma awal trauma dan DRS (rs)

Penilaian GCS – 0,368 0,046*

Penilaian RTS – 0,237 0,207

*p<0,05

Tabel 5 menunjukkan komponen-komponen GCS yaitu

respon membuka mata dan respons motorik memiliki korelasi

bermakna terhadap DRS (p=0,014; p=0,001), sedangkan

komponen respons verbal tidak memiliki korelasi yang

bermakna terhadap DRS (p=0,059).

Tabel 5. Korelasi (rs) Komponen Penilaian GCS dan DRS

Komponen penilaian Nilai korelasi komponen p-value

G C S GCS dan DRS (rs)

Respon membuka mata – 0,446 0,014*

Respon motorik – 0,573 0,001**

Respon verbal – 0,349 0,059

*p<0,05, **p<0,01

Tabel 6 menunjukkan hasil uji korelasi Spearman

masing-masing komponen RTS terhadap DRS, didapatkan

bahwa hanya komponen GCS yang memiliki korelasi

bermakna dengan DRS (p=0,012) dengan kuat korelasi lemah

(-0,453). Komponen frekuensi nafas dan tekanan darah

sistolik tidak memiliki korelasi bermakna dengan DRS (p=

0,267; p=0,560).

Tabel 6. Korelasi (rs) Komponen Penilaian RTS dan DRS

Komponen penilaian Nilai korelasi komponen p-value

RTS RTS dan DRS (rs)

GCS – 0,453 0,012*

Frekuensi napas 0,209 0,267

Tekanan darah sistolik – 0,111 0,560

*p<0,05

Diskusi

Data yang didapat menunjukkan bahwa pada periode

pengambilan sampel, rerata usia penderita trauma kepala

adalah 31,2±13,058 tahun, dengan prevalensi laki-laki dan

perempuan masing-masing sebesar 60% dan 40%. Rerata lama

trauma kepala sebelum dibawa ke rumah sakit adalah kurang

dari 6 jam (rentang waktu 5 menit hingga 3 hari). Waktu trauma

sebelum masuk RSAJ bervariasi karena berbagai kemung-

kinan, seperti lokasi kejadian yang jauh dari RSAJ, pasien

tidak langsung berobat ke rumah sakit setelah mengalami

trauma kepala, tingkat keparahan trauma kepala, dan hambatan

transportasi.

Dengan uji korelasi Spearman didapatkan bahwa hanya

GCS yang memiliki korelasi bermakna dalam menentukan

tingkat disabilitas pasien trauma kepala (p=0,046). Hal ini

bersesuaian dengan penelitian oleh Zafonte et al9 dan Poon

et al10 yang menyatakan bahwa penilaian GCS saat pasien

masuk rumah sakit memiliki korelasi yang bermakna dengan

DRS saat pasien keluar dari rumah sakit, sehingga dapat

memprediksi disabilitas keseluruhan sebesar 71-77% dan

prediksi disabilitas sedang-berat sebesar 69-83% (p<0,01).

Respons motorik diantara ketiga komponen GCS, paling

berperanan dalam memprediksi disabilitas pasien trauma

kepala (p=0,001). Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Levati

et al11, Jagger et al12, dan McNett13, yang menyatakan bahwa

komponen respons motorik paling menentukan tingkat

keparahan pasien trauma kepala dan memiliki tingkat prediksi

disabilitas paling tinggi (p=0,03). Komponen respon motorik

GCS memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas masing-

masing sebesar 80% dan 73%.6

Meski kelancaran fungsi verbal merupakan salah satu

penanda berfungsinya otak, komponen verbal dari GCS

memiliki korelasi paling rendah (rs = –0,349) dan tidak bermakna

(p=0,059). Menurut Jeon et al14, hal ini disebabkan oleh

perbedaan tingkat edukasi antarpasien. Pasien dengan tingkat

edukasi lebih tinggi cenderung memiliki tingkat respons ver-

bal lebih baik dibandingkan pasien dengan tingkat edukasi

lebih rendah.

Tidak adanya korelasi bermakna antara penilaian RTS di

awal perawatan dengan DRS (p=0,207) menunjukkan bahwa

RTS saat awal perawatan tidak dapat memperkirakan tingkat

disabilitas pasien. Penelitian oleh Zafonte et al9 dan Gabbe et

al15 menyatakan bahwa, walaupun penting dalam triage

emergensi, penilaian RTS hanya berguna untuk memprediksi

Page 5: Perbandingan Glasgow Coma Scale Dan Revised Trauma Score Dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala Di Rumah Sakit Atma Jaya

Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010 441

mortalitas pasien, bukan tingkat disabilitas pasien.

Masing-masing komponen RTS juga dianalisis untuk

mengetahui komponen yang berperan dalam memprediksi

tingkat disabilitas. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa

GCS dari RTS adalah komponen yang paling menentukan

prediksi disabilitas pasien trauma kepala (p=0,012). Berikut

akan dibahas mengenai beberapa hal yang dapat menye-

babkan tekanan darah sistolik dan frekuensi nafas tidak

berperanan dalam menentukan prediksi disabilitas pada

pasien trauma kepala.

Komponen tekanan darah sistolik (TDS) pada RTS tidak

memiliki korelasi yang bermakna (p>0,05) meski arah korelasi

negatif. Penelitian oleh Grant et al16 dan Lenartova et al17

menyatakan bahwa TDS <90 mmHg berasosiasi dengan

tingkat mortalitas setelah 90 hari trauma lebih tinggi dan lama

perawatan ICU yang lebih panjang, sehingga TDS harus

dipertahankan antara 90-110 mmHg. Penelitian oleh Rose et

al18 menyatakan bahwa keadaan hipotensi <80 mmHg yang

berlangsung lebih dari 15 menit dianggap sebagai faktor yang

berkontribusi pada kematian yang terjadi setelah trauma

kepala. Menurut Junger et al,19 pada keadaan TDS rendah,

walaupun tidak terjadi pada semua pasien, fungsi auto-

regulasi akan terganggu. Fungsi autoregulasi ini penting

untuk pencegahan trauma kepala sekunder terutama is-

chemic neuronal damage. Tidak bermaknanya korelasi TDS

(p=0,560) karena tekanan darah tidak hanya dipengaruhi oleh

keparahan trauma kepala, tetapi juga keadaan sistemik

lainnya seperti rasa tidak nyaman atau nyeri yang dapat

meningkatkan tekanan darah sistolik akibat peningkatan

respons sistem saraf simpatis, jumlah perdarahan, dan

keadaan perfusi umum.20

Frekuensi nafas yang cepat dapat memperburuk prog-

nosis tingkat disabilitas pasien. Terjadinya hiperventilasi

dapat disebabkan oleh gangguan intrakranial. Menurut

penelitian sebelumnya, keadaan hiperventilasi efektif dalam

mengontrol tekanan intrakranial.3 Hiperventilasi menurunkan

tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) arteri yang

menyebabkan vasokonstriksi, penurunan aliran darah

serebral, dan tekanan intrakranial. Penelitian oleh Oertel et

al21 dan Czosnyka et al22 menyatakan bahwa pada keadaan

hiperventilasi yang terjadi tanpa adanya rangsangan dari

obat-obatan tertentu, kemungkinan telah terjadi peningkatan

tekanan intrakranial akibat trauma kepala yang dapat

berakibat fatal, terutama pada pasien usia lanjut. Namun,

frekuensi nafas kurang dari 10 kali per menit juga berasosiasi

dengan prognosis buruk karena penurunan oksigenasi dan

perfusi ke otak atau menandakan telah terjadinya kompresi

serebral akibat peningkatan tekanan intrakranial, terutama

pada fase awal trauma kepala.23 Korelasi frekuensi nafas yang

tidak bermakna (p=0,267) dapat disebabkan oleh beberapa

keadaan, antara lain rasa tidak nyaman atau nyeri, pengaruh

respons sistem saraf simpatis, keadaan asidosis metabolik,

kebutuhan oksigenasi tubuh, suhu tubuh, dan keadaan

saluran pernafasan.20

Penilaian GCS bergantung pada respon serebrum

terhadap rangsangan aferen. Variasi dari nilai GCS disebabkan

oleh gangguan fungsi serebrum atau gangguan di batang

otak yang mempengaruhi jalannya rangsangan ke hemisfer

serebrum.24 Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa

penilaian GCS saat pasien trauma kepala masuk rumah sakit

dapat memprediksi tingkat disabilitas pasien tersebut saat

keluar dari rumah sakit. Dengan demikian, walaupun

komponen penilaian RTS lebih banyak, penilaian GCS pada

awal perawatan trauma kepala lebih baik dibandingkan

penilaian RTS.25

Kesimpulan

Pada penelitian ini didapatkan bahwa penilaian GCS saja

dapat memprediksi tingkat disabilitas pasien trauma kepala

lebih baik dibandingkan penilaian RTS. Sedangkan dari

komponen penilaian GCS, respon motorik adalah komponen

yang paling berperanan dalam menentukan tingkat disabilitas

pasien.

Keterbatasan

Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan. Beberapa

perbaikan yang dapat dilakukan untuk penelitian berikutnya

antara lain; penelitian dapat dilakukan dengan sampel lebih

besar sehingga confidence limit dapat ditingkatkan; perlu

diperhitungkan beberapa faktor lain seperti usia, lama trauma

sebelum masuk rumah sakit, dan riwayat medis pasien

(penyakit koagulopati, profil lipid, atherosklerosis, gangguan

kardiovaskular) karena dapat mempengaruhi penilaian awal

dan tingkat disabilitas pasien; pemberian standar terapi yang

sama pada tiap subjek penelitian untuk mengurangi bias

penilaian tingkat disabilitas; dan penilaian dilakukan oleh

orang yang sama untuk semua subjek penelitian.

Daftar Pustaka

1. Soertidewi L, Misbach J, Sjahrir H, Hamid A, Jannis J, Bustami M,

editors. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma

spinal; 2006 Nov 28; Jakarta. Jakarta:Perdossi; 2006.

2. Wahjoepramono EJ. Cedera kepala. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Pelita Harapan; 2005.

3. Japardi I. Cedera kepala: memahami aspek-aspek penting dalam

pengelolaan penderita cedera kepala. Jakarta: PT Bhuana Ilmu

Populer; 2004.

4. Wagner AK. Conducting research in TBI: current concepts and

issues. In: Zasler ND, Katz DI, Zafonte RD. Brain Injury Medi-

cine. New York: Demos Medical Publishing; 2006.p.33-42.

5. Fedakar R, Aydiner AH, Ercan I. A comparison of “life threaten-

ing injury” concept in the Turkish penal code and trauma scoring

systems. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. 2007;13:192-8.

6. Ross SE, Leipold C, Terregino C, O’Malley KF. Efficacy of the

motor component of the Glasgow Coma Scale in trauma triage. J

Trauma. 1998;45:42-4.

7. Champion HR, Sacco WJ, Copes WS, Gann DS, Gennarelli TA,

Flanagan ME. A revision of the trauma Score. J Trauma.

1989;29:623-9.

8. Roorda J, van Beeck EF, Stapert JWJL, ten Wolde W. Evaluating

performance of the revised trauma score as a triage instrument in

the prehospital setting. Injury. 1996;27:163-7.

Page 6: Perbandingan Glasgow Coma Scale Dan Revised Trauma Score Dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala Di Rumah Sakit Atma Jaya

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010

Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien

442

9. Zafonte RD, Hammond FM, Mann NR, Wood DL, Millis SR,

Black KL. Revised trauma score: an additive predictor of disabil-

ity following traumatic brain injury? Am J Phys Med Rehabil.

1996;75:456-61.

10. Poon WS, Zhu XL, Ng SCP, Wong GKC. Predicting one year

clinical outcome in traumatic brain injury (TBI) at the beginning

of rehabilitation. Acta Neurochir. 2005;93:207-8.

11. Levati A, Farina ML, Vecchi G, Rossanda M, Morrubini M. Prog-

nosis of severe head injuries. J Neurosurg. 1982;57:779-83.

12. Jagger J, Jane JA, Rimel R. The Glasgow coma scale: to sum or

not to sum? Lancet. 1983;2:97.

13. McNett M. A Review of the predictive ability of Glasgow coma

scale scores in head-injured patients. J Neurosci Nurs. 2007;39:68-

75.

14. Jeon IK, Kim OL, Kim MS, Kim SH, Chang CH, Bai DS. The

effect of premorbid demographic factors on the recovery of

neurocognitive function in traumatic brain injury patients. J

Korean Neurosurg Soc. 2008;44:295-302.

15. Gabbe BJ, Cameron PA, Finch CF. Is the revised trauma score still

useful? Aust NZ J Surg. 2003,73:944-8.

16. Grant IS, Andrews PJD. ABC of intensive care: neurological sup-

port. Brit Med J. 1999;319:110-3.

17. Lenartova L, Janciak I, Wilbacher I, Rusnak M, Mauritz W.

Severe traumatic brain injury in Austria III: prehospital status

and treatment. Wien Klin Wochenschr. 2007;119:35-45.

18. Rose J, Valtonen S, Jennett B. Avoidable factors contributing to

death after head injury. Brit Med J. 1977;2:615-8.

19. Junger EC, Newell DW, Grant GA, Avellino AM, Ghatan S, Douville

CM, et al. Cerebral autoregulation following minor head injury. J

Neurosurg. 1997;86:425-32.

20. Warfield CA, Bajwa ZH. Principles and practice of pain medi-

cine. 2nd ed. US: McGraw-Hill; 2004.

21. Oertel M, Kelly DF, Lee JH, McArthur DL, Glenn TC, Vespa P,

et al. Efficacy of hyperventilation, blood pressure elevation, and

metabolic suppression therapy in controlling intracranial pres-

sure after head injury. J Neurosurg. 2002;97:1045-53.

22. Czosnyka M, Hutchinson PJ, Balestreri M, Hiler M, Smielewski

P, Pickard JD. Monitoring and interpretation of intracranial

pressure after head injury. Acta Neurochir Suppl. 2006;96:114-8.

23. Minardi J, Crocco TJ. Management of traumatic brain injury:

first link in chain of survival. Mt Sinai J Med. 2009;76:138-44.

24. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th ed. Oxford:

Blackwell Publishing; 2005.

25. Posner JB, Saper CB, Schiff ND, Plum F. Plum and Posner’s

diagnosis of stupor and coma. 4th ed. New York: Oxford Univer-

sity Press; 2007.

MS