Upload
others
View
27
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PERBANDINGAN KADAR INTERLEUKIN-8 LOKAL DAN SISTEMIK PADA
AKNE VULGARIS BERAT
COMPARISON LEVELS OF LOCAL AND SYSTEMIC INTERLEUKIN-8 IN
SEVERE ACNE VULGARIS
SORAYA BAKRI
P1507209045
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
( COMBINED DEGREE)
PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
2
TESIS
PERBANDINGAN KADAR INTERLEUKIN-8 LOKAL DAN SISTEMIK PADA
AKNE VULGARIS BERAT
Disusun dan Diajukan Oleh
SORAYA BAKRI
Nomor Pokok P1507209045
Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis
Pada tanggal 24 April 2013
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
3
Menyetujui
Komisi Penasihat
Dr.dr. Anis Irawan Anwar, Sp.KK(K) Dr.dr. Khaeruddin
Djawad, Sp.KK(K)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur Program
Pascasarjana
Biomedik, Universitas Hasanuddin,
Prof. Dr. Rosdiana Natzir, Ph.D Prof. Dr. Ir. Mursalim
4
Pembimbing karya akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis I,
program studi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, sesuai dengan SK Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin nomor:
3611/H4.7/PP.30/2012
Ketua : Dr. dr. Anis Irawan Anwar , Sp.KK(K)
Sekretaris : Dr. dr. Khaeruddin Djawad Sp.KK(K)
Anggota : 1. Prof. Dr. Nasrum Massi, PhD
2. dr. Alwi Mappiasse, Sp.KK Ph.D FINSDV
3. Prof. Dr. dr. R. Satriono, Sp.A(K), Sp.GK
Ketua Bagian : dr. Alwi A. Mappiasse, Sp.KK, Ph.D,
FINSDV
Ketua Program Studi : Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K)
5
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Soraya Bakri
No. Stambuk : P1507209045
Program Studi : Biomedik / PPDS Terpadu ( Combined
Degree )
FK.UNHAS
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya
tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan
merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, April
2013
Yang menyatakan
Soraya Bakri
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur yang teramat sangat
penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
tesis ini terfikirkan, tercipta dan terselesaikan. Pada kesempatan ini,
banyak sekali terima kasih yang ingin saya ucapkan kepada berbagai
pihak yang telah berperan sehingga tesis ini dapat selesai dan saya
dapat menyelesaikan pendidikan ini pada akhirnya.
Kepada Direktur Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Ketua Program
Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makassar, saya mengucapkan banyak terima kasih atas
kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan dokter spesialis di Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Terima kasih saya ucapkan kepada kepala bagian dr. Alwi A.
Mappiasse, Sp.KK, Ph.D, FINSDV selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. Kepada Dr. dr. Anis Irawan Anwar, Sp.KK (K) selaku
pembimbing I tesis saya yang telah membimbing dengan penuh
kesabaran sehingga tersusunnya tesis ini, dan seluruh staf pengajar
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Universitas Hasanuddin,
terima kasih atas segala bimbingannya sehingga saya dapat
menyelesaikan pendidikan ini dengan lancar, semoga ilmu yang telah
diberikan dapat menjadi manfaat untuk saya dan orang lain disekitar
saya nantinya. Dr. dr. Khaeruddin Djawad, Sp.KK(K) sebagai
pembimbing II tesis saya. Terimakasih yang tak terhingga untuk
kesabarannya dalam membimbing dan mengajarkan saya tahap demi
tahap, sedikit demi sedikit selama proses penelitian dan pengerjaan
tesis ini selesai.
7
Terimakasih yang teramat sangat pula saya ucapkan kepada
para penguji; dr. Alwi Mappiasse, Sp.KK, PhD, FINSDV, Prof. dr.
Nasrum Massi, PhD dan Prof. Dr. dr. R. Satriono, Sp.A(K), Sp.GK atas
segala masukan dan umpan balik yang disampaikan selama
penyusunan tesis ini.
Terimakasih tak terhingga kepada kedua orang tua saya Prof.
Dr. dr.Syakib Bakri , SpPD, KGH dan Cilly Bakri yang telah banyak
memberi dukungan, semangat serta kasih sayang hingga saya tetap
bisa berdiri disini dalam menyelesaikan pendidikan. Juga ucapan
terimakasih sebesar-besarnya kepada suami saya dr. Nasrum
Machmud Sp.PD dan kedua anak saya tercinta Muhammad Syabil
Khairy dan Syafiq Akhtar Kiraam. Saya menyadari sepenuhnya berkat
doa dan kasih sayang mereka yang sangat melimpah kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pasien
yang menjadi sampel penelitian ini, karena tanpa mereka penelitian ini
tidak mungkin berjalan dan dari mereka penulis dapat belajar banyak
hal.
Kepada sahabat-sahabat saya Peserta Program Pendidikan
Spesialisasi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Universitas
Hasanuddin, dr.Shinta, dr.Anda, dr. Olfi, dr.Inci, dr.Mona, dr.Nasri,
dr.Erlin, dr.Ruby, dr.Maryam, dr.Diany, dr. Amel, dr.Sukma, dr.Diano
dan sahabat-sahabat saya lainnya yang sama-sama mengikuti ujian
nasional. Terimakasih telah menjadi sahabat-sahabat yang begitu baik,
tulus, di kala senang maupun susah, semoga Allah SWT
mempermudah jalan kita semua untuk menyelesaikan
pendidikanini.Terimakasih juga untuk segala bantuan kalian, baik yang
disadari maupun tidak disadari selama menempuh pendidikan di
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin ini.
8
Terima kasih yang tidak terhingga pula disampaikan kepada
semua pihak yang namanya tidak tercantum tetapi telah banyak
membantu selama penelitian ini berlangsung dan dalam proses
penyelesaian tesis ini.
Semua kalimat memiliki titik, pada akhirnya proses pendidikan
ini sampai di titik yang sungguh sangat melegakan. Semoga Allah SWT
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu melimpahkan berkat
dan karunia-Nya bagi kita semua.
Makassar, April 2013
Soraya Bakri
9
ABSTRAK
SORAYA BAKRI. Perbandingan Kadar Interleukin (IL) 8 Lokal dan SIstemik
pada Penderita Akne Vulgaris Berat (dibimbing oleh Anis Irawan Anwar dan
Khaeruddin Djawad)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar
interleukin 8 (IL-8) local dan sistemik pada penderita akne vulgaris berat
Metode yang digunakan adalah observasional cross-sectional yang
membandingkan antara IL-8 lokal dan sistemik pada penderita akne vulgaris
berat Penderita akne vulgaris berat yang memenuhi kriteria inklusi,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan IL-8 dengan ELISA pada spesimen pus
akne dan serum darah yang telah diambil dari pasien.
Hasil penelitian didapatkan 30 pasien akne vulgaris berat yang ikut
pada peneltian ini. Karakteristik subyek penelitian didapatkan proporsi
seimbang antara perempuan dan laki-laki (50,0%). Hasil uji statistik
didapatkan kadar IL-8 lebih tinggi seara signifikan dibanding sistemik
(p=0,001).
Kata kunci: Akne vulgaris, Interleukin (IL)-8, ELISA
10
ABSTRACT
SORAYA BAKRI Comparison of Local and Systemic Interleulkin (IL)-8 on
Severe Acne Vulgais Patient. (Supervised by Anis Irawan Anwar and
Khaeruddin Djawad)
The purpose of this study was to determine the differences in levels of
interleukin 8 (IL-8) local and systemic in patients with severe acne vulgaris
The method used was an observational cross-sectional comparison
between local and systelic IL-8 in patients with severe acne vulgaris on
patient that fullfill the inclusion criteria. The examination of IL-8 by ELISA on
specimens acne pus and blood serum taken from patients.
The result showed 30 patients severe acne vulgaris who participated
in this research. Characteristics of the study subjects obtained proportions
between women and men (50.0%). The results of statistical tests found levels
of IL-8 local is significantly higher than the levels of IL-8 systemic (p = 0.001).
Keyword: Acne Vulgaris, Interleukin, ELISA
11
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................. ...... i
DAFTAR TABEL .......................................................................... ...... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... ...... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... ...... vii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................. ...... 1
I.1 Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah ........................................................ ....... 4
I.3 Tujuan Penelitian ........................................................... ....... 4
I.4 Manfaat Penelitian ......................................................... ....... 4
I.5 Hipotesis Penelitian ……………………………………………….. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6
II.1 Akne vulgaris ........................................................................... 7
12
II.1.1 Definisi ......................................................................... 6
II.1.2 Epidemiologi ................................................................... 7
II.1.3 Etiopatogenesis ............................................................. 8
II.1.4 Gambaran klinis dan klasifikasi…………………………..........15
II.2 Interleukin-8…......................................................................... 17
II.3 Interleukin-8 pada akne vulgaris ............................................. 18
II.4 ELISA………………………………………………………………. 19
II.4 Landasan teori ………………………………………...…………. 20
II.5 Kerangka Teori......................................................................... 22
II.6 Kerangka Konsep..................................................................... 23
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................ 24
III.1 Rancangan Penelitian.............................................................. 24
III.2 Tempat dan Waktu.................................................................... 24
III.3 Populasi dan sampel................................................................. 24
III.3.1 Sampel ........................................................................ 25
III.3.2 Kriteria inklusi dan ekslusi ........................................... 25
III.3.3 Perkiraan besar sampel ............................................... 25
III.4 Alat dan Bahan Penelitian …………………………………..….... 26
III.5 Langkah kerja ………………………........................................... 27
III.5.1 Pencatatan ………………………………………….....…… 27
III.5.2 Pengambilan biospesimen………………………..…....…. 28
13
III.5.3 Kuantifikasi sitokin ………………………………...………. 29
III.7 Identifikasi Variabel …….......................................................... 29
III.8 Alur Penelitian
......................................................................... 31
III.9 Definisi operasional
................................................................. 32
III.10 Analisis Data
........................................................................ 34
III.11 Ijin Penelitian dan Ethical Clearance
................................... 35
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 35
IV.1 Hasil Penelitian................................................................................35
IV.1.1 Karakteristik subyek penelitian………………………..........….35
IV.1.2 Hasil Analisa kadar IL-8 lokal dan sistemik…………………..37
IV.2 Pembahasan.................................................................................. 49
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 56
V.1 Kesimpulan .................................................................................. 56
V.2 Saran .......................................................................................... 56
14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... ........ 55
LAMPIRAN ................................................................................... ........ 65
15
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Deskriptif umur dan kadar IL-8 35
Tabel 2. Distribusi faktor risiko pada penderita AV berat 36
Tabel 3. Perbandingan kadar IL-8 lokal dan sistemik
penderita AV berat
37
Tabel 4. Hubungan Jenis Kelamin dengan kadar IL-8 lokal
dan sistemik pada penderita AV berat
38
Tabel 5. Hubungan umur dengan kadar IL-8 lokal dan
sistemik pada penderita AV berat
38
Tabel 6. Hubungan aktivitas dengan kadar IL-8 lokal dan
sistemik pada penderita AV berat
39
Tabel 7. Hubungan riwayat keluarga dengan kadar IL-8
lokal dan sistemik pada penderita AV berat
39
Tabel 8. Hubungan merokok dengan kadar IL-8 lokal dan
sistemik pada penderita AV berat
40
16
Tabel 9. Hubungan alkohol dengan kadar IL-8 lokal dan
sistemik pada penderita AV berat
40
Tabel
10.
Hubungan makanan berminyak dengan kadar IL-8
lokal dan sistemik pada penderita AV berat
41
Tabel
11.
Hubungan makan kacang dengan kadar IL-8 lokal
dan sistemik pada penderita AV berat
41
Tabel
12.
Hubungan makan coklat dengan kadar IL-8 lokal
dan sistemik pada penderita AV berat
42
Tabel
13.
Hubungan stress dengan kadar IL-8 lokal dan
sistemik pada penderita AV berat
42
Tabel
14.
Hubungan hasil kultur dengan kadar IL-8 lokal dan
sistemik pada penderita AV berat
43
17
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka teori 22
Gambar 2. Kerangka konsep 23
Gambar 3. Alur penelitian 30
18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel induk
Lampiran 2. Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 3. Formulir Penelitian
Lampiran 4. Informed Consent
Lampiran 5. Hasil Pengolahan Data Statistik Menggunakan SPSS
19
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/Singkatan Keterangan
AV : Akne vulgaris
BHIB : Brain Heart Infusion Broth
HSC-10 : Hopkins stress scale
IL-1 : Interleukin-1
IL-8 : Interleukin-8
IL-12 : Interleukin-12
NET : Neutralendopeptidase
P.acnes : Propionibacterium acne
PSS : Percieve stress scale
TLR : Toll-like receptor
TNF : Tumor necrosis factor
20
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat
peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan
komedo, papul,pustul,nodul dan kista pada wajah, leher, dada, bahu,
punggung dan lengan atas.(Zaenglein et al., 2008)
Berdasarkan laporan kunjungan pasien pada poliklinik Divisi
Dermatologi Kosmetik Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta,
jumlah kunjungan pasien AV pada tahun 2010 mencapai 2489
kunjungan, dengan jumlah kasus baru mencapai 756 pasien (30,37%)
.(Sitohang, 2011) Data dari rekam medik di poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar angka kunjungan penderita
AV berat pada tahun 2012 sebanyak 31 penderita (19,53% dari
seluruh kunjungan penderita AV)
Akne vulgaris bisa terjadi dalam beberapa bentuk/gradasi yang
tidak selalu sama pada setiap penderita. Kasus AV sering dijumpai
oleh dermatologis terutama pada usia remaja. Akne vulgaris dapat
menetap hingga usia pertengahan.(Zouboulis et al., 2005)
Berdasarkan Combined Acne Severity Classification oleh
Lehmann (2002) tingkat AV dibagi menjadi akne ringan, sedang, dan
21
berat. Akne vulgaris ringan bila jumlah komedo < 20 atau lesi inflamasi
< 15 atau lesi total berjumlah < 30 buah, AV sedang bila jumlah
komedo 20 - 100 atau lesi inflamasi 15 - 50 atau lesi total berjumlah 30
- 125 buah sedangkan AV berat bila jumlah nodul > 5 atau lesi
inflamasi > 50 atau lesi total berjumlah > 125 buah. (Lehmann et al.,
2002)
Meskipun penyebab utama dari AV tidak diketahui, berbagai
faktor diduga terlibat dalam patogenesis penyakit ini. Patogenesis
penyakit ini meliputi beberapa hal diantaranya overproduksi kelenjar
sebasea, keratinisasi folikel yang abnormal, inflamasi, respon imun
tipe lambat, faktor-faktor eksternal meliputi stress, merokok, minum
alkohol, makanan, genetik serta proliferasi Propionebactrium acnes (P.
acnes) dimana semua faktor ini saling mempengaruhi.(Zoubolis et al.,
2008)
Dinding sel P. acnes mengandung antigen karbohidrat yang
menstimulasi pembentukan antibodi, antibodi antipropionibakterium ini
memicu proses inflamasi dengan mengaktifasi komplemen yang
kemudian mengawali terjadi suatu jalur proinflamasi.
Propionibacterium acnes juga memicu inflamasi melalui elisitasi
respon hipersensitifitas tipe lambat dan dengan memproduksi lipase,
protease, hialuronidase dan faktor kemotaktik sehingga merupakan
sumber utama dari enzim lipase folikuler, protease, dan hialuronidase.
22
Propionibacterium acnes juga menstimulasi Toll like receptor 2 (TLR 2)
pada monosit dan sel polimorfonuklear (PMN) disekitar folikel
sebasea. Setelah terjadi ikatan TLR 2 kemudian melepaskan sitokin-
sitokin proinflamasi seperti IL-I, IL-8, IL-12 dan tumor necrosis factor-
alpha (TNF-α).(Zaenglein et al., 2008, Baz et al., 2008)
Diantara mediator-mediator proinflamasi tersebut, IL-8
teridentifikasi sebagai neutrofil yang mengaktivasi peptida bersamaan
dengan P.acnes yang menginduksi faktor kemotakik yang berperan
dalam menarik neutrofil ke dalam unit pilosebasea. Produksi IL-8 oleh
P.acnes adalah melalui NF-kappa B.(All et al., 2007, Kim, 2005)
Penelitian mengenai IL-8 pada AV pernah dilaporkan oleh All
dkk yang meneliti mengenai ekspresi IL-8 pada biopsi kulit dari lesi
inflamasi AV dibandingkan dengan normal dan ditemukan ekspresi IL-
8 pada lesi AV lebih tinggi dibandingkan dengan sampel kulit normal
(p<0.001). (All et al., 2007)
Pada penelitian Sugisaki dkk menyatakan bahwa produksi
interleukin 8 pada darah penderita AV yang kemudian distimulasi
dengan P.acnes, lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol non
akne.(Sugisaki et al., 2009)
Pada penelitian yang dilakukan Wang dkk didapatkan kadar serum IL-
8 dan TNF-α yang meningkat secara signifikan pada pasien AV dibandingkan
23
dengan kontrol tanpa AV serta menunjukkan bahwa ekspresi TLR2
berkorelasi dengan positif dengan konsentrasi IL-8 dan TNF-α.(Wang et al.,
2011)
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian yang
membandingkan kadar IL-8 lokal dan sistemik pada penderita akne berat
yang sepanjang pengetahuan kami belum pernah dilakukan di Makassar
I.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah ada perbedaan kadar IL-8 lokal dengan kadar IL-8
sistemik pada penderita akne berat?
1.2.2. Apakah ada perbedaan kadar IL-8 lokal berdasarkan faktor
risiko akne berat?
1.2.2. Apakah ada perbedaan kadar IL-8 sistemik berdasarkan faktor
risiko akne berat?
I.3. Tujuan Penelitian
I.3.1 Tujuan umum
24
Mengetahui perbandingan kadar IL-8 lokal dan sistemik pada penderita
akne berat dan menilai kadar IL-8 lokal dan sistemik berdasarkan faktor risiko
akne berat
I.3.2Tujuan khusus
1. Menilai kadar IL-8 lokal pada lesi penderita akne berat
2. Menilai kadar IL-8 sistemik pada serum penderita akne berat
3. Membandingkan kadar IL-8 lokal dan sistemik pada penderita akne
berat
4. Membandingkan kadar IL-8 lokal dan sistemik berdasarkan faktor
risiko akne berat
I.4 Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan peningkatan kadar
IL-8 lokal dan sistemik pada penderita akne berat.
b. Memberikan pengetahuan yang lebih lanjut mengenai patogenesis
akne vulgaris
c. Memberikan manfaat untuk terapi pada akne vulgaris
I.5 Hipotesis Penelitian
Kadar IL-8 lokal lebih tinggi dibandingkan kadar IL-8 sistemik
pada penderita akne berat.
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
26
II.1 Akne Vulgaris
II.1.1 Definisi
Akne vulgaris (AV) adalah penyakit kulit yang terjadi akibat
peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan
adanya komedo, papul,pustul,nodul dan kista. Akne vulgaris
menyerang dan mengenai apendik kulit yaitu kelenjar lemak kulit
sehingga daerah kulit yang sering terkena adalah bagian kulit yang
banyak mengandung kelenjar lemak yaitu wajah,leher, dada, bahu,
punggung dan lengan.(Zaenglein et al., 2008)
II.1.2 Epidemiologi
Umumnya insiden terjadi sekitar umur 15-19 tahun pada pria
dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papul
dan jarang terlihat lesi meradang. Pada populasi barat, diperkirakan
79-95% dari populasi dewasa mengalami akne, 40 – 54% terjadi pada
individu diatas umur 25 tahun, 12% dan 3% pada wanita dan pria umur
pertengahan.(Guy, 2002)
Goulden dkk menyatakan lebih lanjut bahwa prevalensi klinis
akne pada umur 25-34 tahun berkisar 16% pada wanita dan 6% pada
laki-laki. Prevalensi ini tidak signifikan menurun antara umur 35-44
tahun tetapi menurun secara bertahap setelah umur 45 tahun dan
berpengaruh hanya 2% pada wanita dan 1% pada laki-laki.(Goulden et
al., 1999)
27
II.1.3 Etiopatogenesis
Gollnick and Cunfliff (2003) menyebutkan empat patogenesis
yang paling berpengaruh pada timbulnya AV yaitu:
1. Peningkatan produksi sebum
Pada pasien AV, ukuran folikel sebasea dan jumlah lobus tiap
kelenjar umumnya bertambah. Ekskresi sebum berada di bawah
kontrol hormon androgen. Kelenjar sebasea mulai berkembang akibat
stimulus hormon tersebut kira-kira pada individu usia 7-8
tahun.(Gollnick et al., 2003)
Sebum merupakan komponen terbesar lemak permukaan kulit,
diduga tidak bertindak sebagai pelindung dan secara in vivo sebum
tidak berperan sebagai anti bakteri atau anti jamur. Peningkatan
sekresi sebum merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
perkembangan lesi akne.(Zoubolis et al., 2008)
Androgen berperan pada perubahan sel sebosit dan sel
keratinosit folikular yang menyebabkan terbentuknya mikrokomedo
yang akan berkembang menjadi lesi inflamsi dan komedo. Sel sebosit
dan keratinosit folikular memiliki mekanisme selular yang dibutuhkan
guna mencerna hormon androgen, yaitu 5-a-reduktase serta 3b dan 3c
hidrolsisteroid dehidroginase. Dengan berjalannya waktu, sel sebosit
mengalami differensiai kemudian terjadi ruptur dengan melepaskan
28
lipid ke dalam duktus pilosebasea. Diferensiasi sel sebosit tersebut
dimulai dengan hormon androgen yang mengikat reseptor androgen
pada inti sel sobosit, selanjutnya akan menstimulasi transkripsi gen
dan diferensiasi sebosit.(Gollnick et al., 2003, Sitohang, 2011)
Pasien AV akan memproduksi sebum lebih banyak dari orang
normal. Jumlah sebum yang diproduksi sangant berhubungan dengan
tingkat keparahan AV. (Gollnick et al., 2003)
2. Keratinisasi folikel
Pada keadaan normal, sel keratinosit folikular akan dilepaskan satu
persatu ke dalam lumen dan kemudian diekskresi. Pada AV terjadi
hiperproliferasi sel keratinosit, dan sel tidak dilepaskan secara tunggal
dalam keadaan normal.(Gollnick et al., 2003)
Hiperproliferasi sel keratinosit folikular menyebabkan terbentuknya
lesi primer akne, mikro komedo. Folikel kemudian akan terisi dengan
lipid , bakteri dan fragmen-fragmen sel. Pada akhirnya secara klinis
terdapat lesi non inflamasi atau lesi inflamasi yaitu bila p.acnes
berproliferasi dan menghasilkan mediator-mediator inflamasi.(Gollnick
et al., 2003, Sitohang, 2011)
3. Kolonisasi mikroflora kulit
Dari hasil penelitian ditemukan tiga organisme yang diisolasi pada
permukaan kulit dan saluran pilosebaseus penderita AV adalah
29
Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan Malassezia
furfur.(Zouboulis et al., 2005)
Propionibacterium acnes merupakan mikroorganime utama
yang ditemukan di daerah infundibulum dan dapat mencapai
permukaan kulit dengan mengikuti aliran sebum. Propionibacterium
acnes akan bertambah banyak seiring dengan meningkatnya jumlah
trigliserida dalam sebum yang merupakan nutrisi bagi P.acnes.
Propionibacterium acnes diduga berperan penting menimbulkan
inflamasi pada AV dengan menghasilkan faktor kemotaktik dan enzim
lipase yang akan mengubah trigliserida menjadi asam lemak
bebas.(Gollnick et al., 2003)
Pada penelitian yang dilakukan Till dkk melaporkan secara
keseluruhan mikroflora yang utama ditemukan pada lesi AV terdiri dari
Propionibacterium, staphylococcus dan Malassezia, sedangkan
mikroflora lainnya ditemukan kurang dari 0,01% dari total mikroflora
yang ditemukan.(Till et al., 2000)
4. Proses inflamasi
Awalnya diduga inflamasi terjadi setelah terbentuk komedo,
tetapi penemuan terbaru ternyata bahwa inflamasi pada dermis
30
mendahului terbentuknya komedo. Biopsi yang diambil dari kulit tanpa
komedo di area wajah, ditemukan peningkatan inflamasi pada dermis
kulitnya dibandingkan dengan dermis pada kulit yang tidak rentan
komedo. Burkhart dkk pada tahun 2003 menyebutkan inflamasi
dermis tidak disebabkan oleh bakteri, tetapi dari mediator biologik yang
diproduksi oleh flora seperti P. acnes.(Burkhart and Gottwald, 2003)
Sebuah studi meneliti apakah proses inflamasi sudah terjadi
sebelum atau setelah peristiwa hiperproliferasi. Dengan tekhnik
imunohistokimia yang menggunakan petanda seluler, vaskular dan
proliferasi sel, dilakukan uji pada biopsi kulit normal dan kulit dengan
lesi inflamasi awal pada akne. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
inflamasi subklinis sudah terjadi pada folikel pilosebasea sebelum
terjadi diferensiasi abnormal atau hiperproliferasi, demikian pula
halnya dengan makrofag sudah tampak dominan sejak awal
perkembangan lesi akne.(Jeremy et al., 2003)
Faktor-faktor lain yang dianggap bisa memperburuk akne,
antara lain :
Genetik
31
Akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya
peningkatan kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang
normal. Pada lebih 80% penderita mempunyai minimal seorang saudara
kandung yang menderita AV dan pada lebih dari 60% penderita
mempunyai minimal salah satu orang tua yang juga menderita AV.
Herane dan Ando (2005) menyatakan bahwa peningkatan sekresi sebum
dijumpai pada mereka yang mengalami kromosom yang abnormal.
Polimorfisme gen sitokrom P-450 1A1 dan MUCI berperan pada
patogenesis AV.(Ballanger et al., 2006, Herane and Ando, 2003)
Suatu penelitian yang dilakukan di Perancis tahun 1996 pada 913
anak Sekolah Dasar dengan batas usia 11-18 tahun dan menggunakan
metode cross sectional memperlihatkan bahwa 16% dari anak memiliki
riwayat ayah menderita AV dan 25% dari anak mempunyai riwayat ibu
yang menderita AV. Proporsi untuk anak tanpa AV rendah yaitu 8% dan
14%. Hasil ini bertendensi mendukung teori bahwa faktor genetik
berperan signifikan pada AV.(Ballanger et al., 2006)
Stres
Dugaan bahwa AV dapat dipicu oleh faktor stres masih terus
diteliti. Toyoda pada tahun 2003 melakukan penelitian untuk mencari
keterlibatan faktor neurogenik pada kulit yaitu berbagai neuropeptida
dan faktor-faktor neurotropik pada kulit yaitu berbagai neuropeptida
32
dan faktor-faktor neurotropik yang diduga berhubungan dengan
patogenesis inflamasi pada AV. Studi imunohistokimia menunjukkan
bahwa serabut saraf substansi P immnunoreactive terletak berdekatan
dengan kelenjar sebasea dan neutral endopeptidase (NET)
diekspresikan pada sel-sel germinativum glandula sebasea pada kulit
pasien akne. Ada dugaan bahwa substansi P menginduksi ekspresi
faktor pertumbuhan saraf pada kelenjar sebasea melalui sitokin-sitokin
proinflamasi. (Toyoda and Morohashi, 2003)
Sinar ultra violet
Radiasi ultraviolet memiliki potensi menyebabkan terbentuknya
komedo, selain itu radiasi ultraviolet menyebabkan rangsangan kimia
maupun fisik sehingga folikel kelenjar sebasea mudah pecah.(Mills at
al, 1978)
Diet
Faktor makanan sebagai pemicu AV masih diperdebatkan, ada
penelitian yang setuju makanan berpengaruh pada timbulnya AV, ada
pula yang kontra. Jenis makanan yang sering dihubungkan dengan
timbulnya akne adalah makanan tinggi lemak (kacang, daging
berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat, makanan
beriodida tinggi (makanan asal laut) dan pedas. Diduga makanan
33
dapat merubah komposisi sebum dan menaikan produksi kelenjar
sebasea. (Smith et al., 2007b, Pappas, 2009, Cordain, 2005)
Sebuah studi pada tahun 1969, melakukan uji percobaan pertama
mengenai efek coklat terhadap eksaserbasi AV, dan tidak dijumpai
adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, tetapi belakangan penelitian ini ditolak karena
kandungan coklat batangan dan plasebo yang digunakan sama.
Penelitian Schaefer melihat adanya peningkatan prevalnsi akne pada
Suku Inuit di Eskimo setelah mereka mengadopsi gaya hidup barat.
(Cordain et al., 2002, Schaefer, 1971, Fulton et al., 1969)
Trauma
Tekanan dan gesekan dapat menginduksi komedo dan papul.
Trauma fisik yang berulang pada kulit dapat menyebabkan kerusakan
unit pilosebaseus bagian atas sehingga mengakibatkan erupsi akne.
Beberapa pasien yang mempunyai kebiasaan menggosok kulit
wajahnya dapat menambah pembentukan lesi AV.(Kaminer and
Gilchrest, 1995)
Merokok dan alkohol
Merokok berperan pada keparahan dan prevalensi terjadinya
AV. Penelitian terbaru menyatakan bahwa merokok dengan
menggunakan cerutu akan memperberat gejala klinis akne, karena
34
cerutu memiliki sejumlah besar asam arakhidonat dan hidrokarbon
aromatik polisiklik yang akan menginduksi phospholipase A2-
dependent inflamatory pathway. (Zouboulis et al,2005)
Dari studi Shen dkk didapatkan prevalensi yg cukup tinggi pada
penderita AV yang mengkonsumsi alkohol yaitu sebanyak 80% pada
penderita AV berusia <25 tahun. Meskipun studi tersebut
mengindikasikan prevalensi yang tinggi namun, belum dapat
dinyatakan secara pasti hubungan kuat antara kejadian AV dan
kebiasaan minum alkohol. Hal ini disebabkan karena beberapa
individu memulai konsumsi alkohol setelah timbulnya akne.(Shen et
al., 2012)
II.1.4 Gambaran klinis dan klasifikasi
Akne vulgaris merupakan penyakit dari unit pilosebasea yang
dapat sembuh sendiri dan terutama mengenai remaja. Predileksi AV
terutama pada wajah, punggung, dada, dan bahu. Pada badan lesi
cenderung terdapat disekitar garis tengah tubuh. Lesi AV dapat
bersifat inflamasi maupun noniflamasi. Lesi non-inflamasi termasuk
komedo, yang dapat berbentuk komedo terbuka (blackhead) dan
komedo tertutup (whitehead). Lesi yang bersifat inflamasi bervariasi
mulai dari papul kecil dengan batas merah hingga pustul yang dapat
menjadi lebih besar.(Zaenglein et al., 2008)
35
Akne vulgaris dapat juga diklasifikasi berdasarkan tipe lesi yaitu
komedonal, papulopustular dan nodulokistik. Lesi inflamasi yang lebih
dalam biasanya berhubungan dengan jaringan parut, tetapi jaringan
parut juga dapat terjadi pada lesi yang superfisial. Beberapa varian
dalam AV antara lain, akne konglobata, akne fulminant, akne excoriee,
akne mekanik dan akne infantil.(Guy, 2002)
Beberapa klasifikasi tingkat keparahan akne dikemukakan untuk
mengevaluasi pengobatan akne. Klasifikasi AV berdasarkan
Combined Acne Severity Classification adalah:(Lehmann et al., 2002)
a. Akne vulgaris ringan : bila jumlah komedo 20, atau lesi inflamasi 15
atau lesi total berjumlah 30 buah.
b. Akne vulgaris sedang : bila jumlah komedo 20 – 100, atau lesi
inflamasi 15 – 50 atau lesi total berjumlah 30 – 125 buah.
c. Akne vulgaris berat bila : jumlah nodul 5, atau lesi inflamasi 50,
atau jumlah lesi total 125 buah.
II.2. INTERLEUKIN-8
Interleukin-8 (IL-8) adalah kemokin prototipik manusia berupa
polipeptida dengan massa sekitar 8-10 kDa yang digunakan untuk
proses dasar, pengikatan heparin, peradangan dan perbaikan
jaringan. Ciri khas IL-8 terdapat pada dua residu sisteina dekat N-
36
terminus yang disekat oleh sebuah asam amino. Tidak seperti sitokin
umumnya, IL-8 bukan merupakan glikoprotein. Interleukin-8 diproduksi
oleh berbagai macam sel, termasuk monosit, neutrofil, sel T, fibroblas,
sel endotelial dan sel epitelial, setelah terpapar antigen atau stimulan
radang (iskemia dan trauma). Dua bentuk IL-8 (77 CXC dan 72 CXC)
merupakan sekresi neutrofil pada saat teraktivasi.Produksi IL-8 yang
berlebihan selalu dikaitkan dengan penyakit peradangan, seperti
asma, lepra, psoriasis, ibu hamil dan menyusui. Interleukin-8 juga
dapat menginduksi perkembangan tumor sebagai salah satu efek
angiogenik yang ditimbulkan, selain vaskularisasi. Dari beberapa
kemokin yang memicu kemotaksis neutrofil, IL-8 merupakan
chemoattractant yang terkuat. Sesaat setelah terpicu, neutrofil menjadi
aktif dan berubah bentuk oleh karena aktivasi integrin dan sitoskeleton
aktin. Basofil, sel T, monosit dan eosinofil juga menunjukkan respon
kemotaktik terhadap IL-8 dengan terpicunya aktivasi integrin yang
dibutuhkan untuk adhesi dengan sel endotelial pada saat
migrasi.(Feghali and Wright, 1997)
II.3. INTERLEUKIN-8 PADA AKNE VULGARIS
Propionibacterium acnes merupakan bakteri anaerob, gram
positif, memiliki komponen peptidoglikan yang dapat memicu respon
sitokin melalui TLR-2, sehingga dapat menyebabkan kerusakan
37
jaringan. P.acnes secara langsung menstimulasi sel mononuklear
darah perifer (PMN) dan monosit menghasilkan sitokin seperti TNF-α,
IL-1β, IL-12 melalui Toll-like receptor 2 (TLR-2).(Zouboulis et al., 2005)
Diantara mediator-mediator proinflamasi tersebut, IL-8
teridentifikasi sebagai neutrofil yang mengaktivasi peptida bersamaan
dengan P.acnes yang menginduksi faktor kemotakik yang berperan
dalam menarik neutrofil ke dalam unit pilosebasea. Produksi IL-8 oleh
P.acnes adalah melalui NF-kappa B.(All et al., 2007, Kim, 2005)
Penelitian Ghoname dkk menunjukkan peningkatan ekspresi
IL-8 secara signifikan meningkat pada lesi akne inflamasi
dibandingkan dengan dengan kulit tanpa lesi akne Hal ini sesuai
dengan temuan dari beberapa peneliti yang menyatakan bahwa
aktivasi TLR2 pada monosit melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-12
dan IL-8.(Ghoname et al., 2008)
All dkk yang meneliti mengenai ekspresi IL-8 pada biopsi kulit
dari lesi inflamasi AV dibandingkan dengan normal dan ditemukan
ekspresi IL-8 pada lesi AV lebih tinggi dibandingkan dengan sampel
kulit normal (p<0.001). (All et al., 2007)
Pada penelitian Sugisaki, et al menyatakan bahwa produksi
interleukin 8 pada darah penderita AV yang kemudian distimulasi
dengan P.acnes, lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol non
akne.(Sugisaki et al., 2009)
38
II.3 ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay)
Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay (ELISA) dapat diartikan
penentuan kadar imunosorben taut-enzim. ELISA merupakan teknik
pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara
antibodi dan antigen. Pada awalnya, teknik ELISA hanya digunakan
dalam bidang imunologi untuk mendeteksi keberadaan antigen
maupun antibodi dalam suatu sampel seperti dalam pendeteksian
antibodi IgM, IgG dan IgA pada saat terjadi infeksi (pada tubuh
manusia khususnya). Namun seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknik ELISA juga diaplikasikan dalam bidang patologi
tumbuhan dan kedokteran. (Crowther, 2001)
Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1971 oleh
Peter Perlmann dan Eva Engvall. Mereka menggunakan teknik ELISA
ini dalam bidang imunologi (ELISA konvensional) untuk menganalisis
interaksi antara antigen dan antibodi di dalam suatu sampel, dimana
interaksi tersebut menggunakan suatu enzim yang berfungsi sebagai
pemberi signal.(Crowther, 2001)
Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
teknik ELISA kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim
atau konjugat antibodi-enzim dan teknik ELISA nonkompetitif yang
menggunakan dua antibodi (primer dan skunder). Pada teknik ELISA
nonkompetitif, antibodi kedua (sekunder) akan dikonjugasikan dengan
39
enzim yang berfungsi sebagai sinyal. Teknik ELISA nonkompetitif ini
seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich. (Crowther, 2001)
Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, pokok-pokok pikiran
yang dijadikan landasan untuk melihat kadar IL-8 pada akne berat
adalah sebagai berikut:
1. Patogenesis akne vulgaris disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain produksi sebum yang berlebihan, keratinisasi folikuler yang
abnormal dan inflamasi akibat P. acnes
2. Riset terbaru menunjukkan bahwa P.acnes mengaktifkan TLR2
pada monosit dan neutrofil. Aktivasi TLR 2 kemudian memicu
produksi multiple proinflammatory cytokines, termasuk IL-12, IL-8,
dan tumor necrosis factor.
3. Kadar IL-8 meningkat pada spesimen pus dan serum penderita AV
40
A. Kerangka Teori
P. acnes TLR2
Abnormal keratinisasi
Akne
Vulgaris
Inflamasi
IL-1β
IL-8
IL-12
TNF-α
Genetik (riw.
Keluarga)
Faktor
lain
Sinar UV
Trauma
Merokok
Kosmetik
Usia Stress
Jenis kelamin Diet
Hormon
Sebum ↑
Pembentukan
komedo
41
B. Kerangka Konsep
Keterangan Variabel Penelitian:
Variabel perancu :
Variabel bebas :
Variabel tergantung :
Variabel antara :
Hormon AV berat
Kerusakan
keratinosit
TLR2 IL-8 lokal dan
sistemik
P. acnes
Usia Jenis kelamin
Stress diet
42
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
menggunakan rancangan cross sectional, yaitu semua variabel penelitian
diukur pada periode waktu yang sama
III.2. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran UNHAS, RSWS, RS jejaring dan
laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNHAS, yang
dilaksanakan pada bulan Januari-Februari tahun 2013
III.3. Populasi dan Sampel
III.3.1 Populasi
1. Populasi penelitian
Semua penderita AV berat yang datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo dan jejaringnya
43
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah semua anggota populasi yang datang ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo dan
jejaringnya pada waktu penelitian dan memenuhi kriteria berikut.
Kriteria inklusi:
1. Penderita berat berdasarkan kriteria Combined Acne Severity
Classification yang dinilai oleh dokter spesialis kulit dan kelamin.
2. Penderita AV berat tidak menderita penyakit infeksi lain
3. Penderita menyetujui dan menandatangani informed consent.
Kriteria eksklusi :
1. Penderita akne berat yang mendapat pengobatan antibiotik dan anti
inflamasi selama 1 bulan terakhir.
2. Penderita akne berat yang menggunakan kontrasepsi hormonal.
3. Penderita akne berat yang hamil dan menyusui.
III.3.2 Besar sampel
Perkiraan besar sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi
proporsi satu kelompok sampel pada penelitian cross sectional.
= 48 . 1,922.0,30. 1 - p = 30
0,102 (48-1) + 1,962 .0,30. 1 - p
QPZNd
QPZNn
..)1(
...22
2
44
Keterangan: N= Perkiraan besar populasi selama 2 bulan waktu penelitian (48) Z= Nilai standar deviasi normal untuk alpha 5% (1,96) P= Perkiraan insidensi AV (0,30) (Sitohang, 2011) Q= 1-P d= Tingkat ketelitian yang digunakan (0,10)
Berdasarkan hasil perhitungan, maka didapatkan besar sampel penelitian
minimal adalah 30 orang pasien.
III.4. Alat dan Bahan Penelitian
III.4.1. Spesimen lesi akne
1. Sarung tangan steril
2. Alkohol 70%
3. Kasa steril
4. Needle 27G steril
5. Ekstraktor komedo
6. Tabung appendorf
7. Posfat buffer salin (PBS)
8. Media Brain Heart Infusion Agar (BHIA)
III.4.2 Spesimen serum
1. Sarung tangan steril
2. Spoit disposable 3 cc
3. Kapas alkohol
4. Tabung EDTA
45
5. Alat sentrifuge
III.4.3 Kuantifikasi sitokin
1. Kit Human IL-8 Quantikine
2. Spoit disposable
3. Tabung
4. Pipet 500
5. Microplate reader
III.5 Langkah Kerja
Pencatatan
Penderita akne vulgaris yang datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RS Dr. Wahidin Sudirohusodo yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi akan diberi penjelasan dan diminta untuk terlibat dalam
penelitian setelah menandatangani informed consent.
Pengambilan biospesimen
- Spesimen pus
Spesimen inflamasi diambil dari lesi pustul. Sebelumnya
dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% pada lokasi tersebut
kemudian daerah atap pustul ditusuk dengan needle 27G steril tanpa
menyebabkan perdarahan. Pus diambil dengan menggunakan
ekstraktor komedo, sebagian pus diletakkan didalam tabung eppendorf
46
yang telah berisi PBS dan sebagian dikultur dengan media Brain Heart
Infusion Broth (BHIB). Daerah lesi diberikan antibiotik topikal.
- Spesimen darah
Pengambilan sampel darah dari vena mediana cubiti sebanyak
3 cc dengan cara aseptik menggunakan jarum suntik disposible 3 cc
dan dimasukkan dalam tabung EDTA. Darah dalam tabung di
sentrifuge selama 10 - 15 menit dengan kecepatan 2000 rpm, serum
yang berada di bagian atas dipisahkan kemudian disimpan dalam
lemari es pada suhu -20 ⁰C
- Kuantifikasi sitokin
1. IL-8 dihitung dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme-
Linked Immunosorbent Assay) menggunakan kit Quantikine® HSv
( High Sensitivity) .
2. Batas terendah deteksi IL-8 8 pg/mL. Pemeriksaan dilakukan
dalam 36 jam setelah proses elusi
3. Menyiapkan reagen
4. Menambahkan konjugat IL-8 pada tiap cawan
5. Menambahkan 100 µL standart, sampel, pada tiap sumur.
Inkubasi selama 2 jam pada suhu ruangan
6. Aspirasi dan bilas
47
7. Tambahkan substrat (kromogen tetramethyi Benzidine) pada
tiap cawan , inkubasi selama 20 menit dalam suhu ruangan
8. Menambahkan larutan asam sulfat 2 N pada setiap cawan
9. Baca pada ELISA reader dengan panjang gelombang 540nm
selama 30 menit menggunakan microplate reader.
III.6. Identifikasi Variabel
1. Variabel perancu : Usia, jenis kelamin, stres, diet
2. Variabel bebas : IL8 lokal dan sistemik
3. Variabel tergantung : AV berat
4. Variabel antara : P.acnes, kerusakan keratinosit, TLR2,
hormon androgen
48
III.7 Alur Penelitian
Faktor Risiko AV
dan pemeriksaan
kultur
Penderita akne vulgaris berat
N=40
Kriteria inklusi dan eksklusi
(n=30) dan (D=10)
Spesimen pus Serum
Laporan hasil penelitian
IL-8
ELISA
IL- 8
ELISA
Analisis data dengan iji
wilcokson
Populasi penelitian (n=30)
49
Data dalam penelitian ini akan diolah dengan bantuan komputer.
Semua hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan
penjelasan.
III.8. Definisi Operasional
1. Akne vulgaris : penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun
folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul,pustul,nodul
dan kista
2. Umur penderita adalah pengakuan yang bersangkutan tentang
umurnya berdasarkan ulang tahun terakhir.
3. Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (ELISA) merupakan teknik
biokimia yang digunakan untuk mendeteksi adanya antigen atau
antibodi pada sampel, dalam penelitian ini dipergunakan untuk
mengukur IL-8 pada pus dan serum penderita AV berat.
4. Lesi inflamasi adalah lesi yang terjadi akibat peradangan folikel
pilosebasea yang ditandai dengan adanya suatu lesi inflamasi berupa
papul, pustul, nodul dan kista.
5. Stres adalah kondisi psikik, yang direspon oleh sampel.
6. Spesimen pemeriksaan Interleukin-8 lokal diambil dari lesi pustul,
sebelumnya dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% pada
lokasi tersebut kemudian daerah atap pustul ditusuk dengan needle
50
27G steril tanpa menyebabkan perdarahan, pus diambil dengan
menggunakan ekstraktor komedo.
7. Spesimen pemeriksaan Interleukin-8 sistemik diambil dari vena
mediana cubiti dengan cara aseptik sebanyak 3 cc dan dimasukkan
dalam tabung EDTA, kemudian sentrifuge selama 10 - 15 menit
dengan kecepatan 2000 rpm, serum yang berada dibagian atas
dipisahkan kemudian disimpan dalam lemaris es pada suhu -20 ⁰C.
8. Fotografi medik: hasil foto dari posisi depan, samping kiri dan kanan
dengan jarak pemotretan sejauh 20 cm menggunakan kamera digital
Sony 10 megapiksel tanpa blitz dengan latar belakang merah.
III.9. Kriteria Objektif
1. Akne vulgaris berat: jumlah nodul > 5 atau lesi inflamasi > 50 atau lesi
total berjumlah > 125 buah.
2. Pustul adalah lesi inflamasi dengan ukuran kurang dari 0,5 cm dan
ditandai adanya pus
3. Kadar IL-8 adalah hasil pemeriksaan IL-8 dengan menggunakan
ELISA dan dinyatakan dengan satuan pg/ml dengan nilai cut off untuk
IL-8 sistemik yaitu 1161,13 pg/ml dan IL-8 lokal yaitu 31,20 pg/ml
4. Stress diukur dengan menggunakan pertanyaan dengan skala ukur
modifikasi Likert (1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat, 4 = tidak ada)
51
III.10. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.
Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif dan uji statistik.
Analisis deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi umum
tentang karakteristik dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien.
Analisis deskriptif menggunakan metode statistik perhitungan nilai
rerata dan simpang baku (data numerik) dan perhitungan sebaran
frekuensi (data kategorikal). Uji statistik bertujuan untuk
membandingkan kadar IL-8 lokal dengan sistemik, serta menilai kadar
IL-8 lokal dan sistemik berdasarkan faktor risiko AV. Uji statistik yang
digunakan adalah Kolmogorof-Smirnov test, Chi Square test, Wilcoxon
Signed Rank test dan Fisher Exact test. Hasil uji statistik dianggap
signifikan jika nilai p uji < 0,05.
III.10 Izin Penelitian dan Persetujuan etik
Permintaan izin dari pasien untuk dijadikan sampel penelitian,
serta persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Biomedik pada manusia
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan nomer
UH12100254
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan
dengan mengambil sampel penderita AV berat. Sampel penelitian untuk
penderita yang memenuhi kriteria diperoleh dari RS Perjan Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan RS Jejaring pendidikan Unhas di Makassar, Balai
Penyakit Kulit dan Kelamin Makassar dan Laboratorium Mikrobiologi
Kakultas Kedokteran UNHAS Makassar. Spesimen berupa darah yang
diambil di vena mediana cubiti sebanyak 3 ml dan spesimen berupa pus
diambil dari lesi inflamasi kemudian dilakukan pemeriksaan ELISA.
IV.1.1Karakteristik subyek penelitian
Pada peneltian ini, umur pasien bervariasi antara 14 - 31 tahun
dengan rerata 19,4 ± 4,3 tahun. Kadar IL-8 lokal bervariasi antara -11,6 –
4171,5 dengan rerata 1161,1±1040,6. Kadar IL-8 sistemik bervariasi
antara 25,4 – 987,1 dengan rerata 141,7±233,4. Karena datanya tidak
berdistribusi normal, maka hal ini menunjukkan ada pasien yang
mempunyai kadar IL-8 sistemik yang sangat tinggi. (table 1)
53
IV. I. 2 Hasil analisis deskriptif
Tabel 1. Deskriptif umur dan kadar IL-8 pada penderita AV berat
**Tidak berdistribusi Normal (Kolmogorof-Smirnov Z, p<0,05)
Dari 30 sampel AV berat ditemukan distribusi jenis kelamin yaitu
perempuan sebanyak 15 (50%) dan laki-laki 15 (50%). Dari penelitian ini
ditemukan juga riwayat merokok pada 5 sampel (16,7%) dan tidak
merokok sebanyak 25 (83,3%) dan riwayat mengkonsumsi alkohol pada 1
sampel (3,3%) dan tidak mengkonsumsi alkohol sebanyak 29 (96,7%).
Riwayat stress didapatkan pada sebagian besar penderita AV berat pada
penelitian ini.Dari 30 penderita AV berat didapatkan berbagai makanan
yang biasa dikonsumsi yaitu makanan berminyak, coklat dan kacang
dimana yang terbanyak adalah penderita AV berat yang biasa
mengkonsumsi makanan berminyak yaitu 27 (62,8%).Pada penelitian ini,
juga didapatkan penderita AV berat yang berkegiatan diluar ruangan yaitu
sebanyak 13 (43,3%) dan dalam ruangan 17 (56,7%). Dari 30 sampel AV
N Minimum Maximum Rerata
Simpang
Baku
Umur (tahun) 30 14 31 19,4 4,3
Kadar IL-8 Lokal 30 -11,6 4171,5 1161,1 1040,6
Kadar IL-8 Sistemik** 30 25,4 987,1 141,7 233,4
54
berat didapatkan juga riwayat keluarga yang menderita AV yaitu ibu 11
(36,7%), Ayah 9 (30%), kakak 5 (16,7%), Adik 1 (3,3%) dan sebanyak 4
(13,3%) mengaku tidak memiliki riwayat keluarga dengan AV.
Mikroorganisme terbanyak ditemukan pada sampel yaitu Alkaligenes sp
(30,0) dan Staphylococcus sp (23,3%). Pada penelitian ini ditemukan juga
beberapa organisme lain yang diduga merupakan kontaminan dari
luar.(Tabel 2)
Tabel 2. Distribusi faktor risiko pada penderita AV berat
N %
Jenis Kelamin Laki-Laki 15 50,0
Perempuan 15 50,0
Merokok Ya 5 16,7
Tidak 25 83,3
Alkohol Ya 1 3,3
Tidak 29 96,7
Stress Tidak ada stress 6 20,0
Stres Ringan 11 36,7
Stres Sedang 11 36,7
Stres Berat 2 6,7
Kebiasaan Makan Makanan Berminyak 27 62,8%
Kacang 8 18,6%
Coklat 8 18,6%
Tempat aktivitas Dalam ruangan 17 56,7
Luar ruangan 13 43,3
55
Riwayat keluarga
Tidak ada 4 13,3
Bapak 9 30,0
Ibu 11 36,7
Saudara 6 20,0
Jenis Mikroorganisme
Staphylococcus sp 7 23,3
Enterobacter sp 7 23,3
Alkaligenes sp 9 30,0
Providencia sp 5 16,7
Klebsiella sp 2 6,7
Total
IV.1.2 Hasil analisis kadar IL-8 lokal dan sistemik
Tabel 3. Perbandingan kadar IL-8 lokal dan sistemik
N Rerata
Simpang
Baku p
Kadar IL-8 Lokal 30 1161,1 1040,6 0,000
Kadar IL-8
Sistemik
30 141,7 233,4
Wilcoxon Signed Rank test
Pada tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan kadar IL-8
lokal dengan sistemik (p<0,001). Kadar IL-8 lokal (rerata 1161,1) lebih tinggi
dibandingkan kadar IL-8 sistemik (rerata=141,7).
56
Tabel 4. Hubungan jenis kelamin dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik pada penderita AV berat
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik
Total ≥ Cut Off <Cut Off ≥ Cut Off <Cut Off
Jenis
Kelamin
Laki-Laki N 7 8 15 6 9 15
% 58,3% 44,4% 50,0% 40,0% 60,0% 50,0%
Perempuan N 5 10 15 9 6 15
% 41,7% 55,6% 50,0% 60,0% 40,0% 50,0%
Total N 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Pada table 4, terlihat tidak ada perbedaan signifikan kadar IL-8 lokal
dan sistemik berdasarkan jenis kelamin (p>0,05).
Tabel 5. Hubungan umur dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik pada penderita AV berat
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik
Total
≥ Cut Off <Cut Off ≥ Cut Off <Cut Off
Kategori Umur
<20 tahun N 9 10 19 9 10 19
% 75,0% 55,6% 63,3% 60,0% 66,7% 63,3%
>=20 tahun N 3 8 11 6 5 11
% 25,0% 44,4% 36,7% 40,0% 33,3% 36,7%
Total N 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
57
Pada tabel 5 didapatkan tidak ada hubungan signifikan antara umur
dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik(p>0,05).
Tabel 6. Hubungan aktifitas dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik pada penderita AV berat
Pada tabel 6. Terlihat tidak ada hubungan signifikan antara tempat aktifitas
dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik(p>0,05).
Tabel 7. Hubungan riwayat keluarga dengan kadar IL-8 lokal dan
sistemik pada penderita AV berat
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik Total ≥ Cut Off <Cut Off ≥ Cut Off <Cut Off
Riwayat Keluarga
Ada n 8 12 20 8 12 20
% 66,7% 66,7% 66,7% 53,3% 80,0% 66,7%
Tidak Ada n 4 6 10 7 3 10
% 33,3% 33,3% 33,3% 46,7% 20,0% 33,3%
Total n 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik
Total
≥ Cut Off <Cut Off ≥ Cut Off <Cut Off
Aktivitas Dalam ruangan n 6 11 17 8 9 17
% 50,0% 61,1% 56,7% 53,3% 60,0% 56,7%
Luar ruangan n 6 7 13 7 6 13
% 50,0% 38,9% 43,3% 46,7% 40,0% 43,3%
Total n 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
58
Pada tabel 7, tidak didapatkan adanya hubungan signifikan antara jenis
kelamin dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik (p>0,05).
Tabel 8. Hubungan merokok dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik pada
penderita AV berat
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik Total ≥ Cut Off <Cut Off ≥ Cut Off <Cut Off
Merokok Ya n 3 2 5 2 3 5
% 25,0% 11,1% 16,7% 13,3% 20,0% 16,7%
Tidak n 9 16 25 13 12 25
% 75,0% 88,9% 83,3% 86,7% 80,0% 83,3%
Total n 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Pada tabel 8, terlihat Tidak ada hubungan signifikan antara merokok dengan
kadar IL-8 lokal dan sistemik(p>0,05).
Tabel 9.Hubungan minum alkohol dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik
pada penderita AV berat
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik Total ≥ Cut Off <Cut Off ≥Cut Off <Cut Off
Minum Alkohol Ya N 1 0 1 0 1 1
% 8,3% ,0% 3,3% 0,0% 6,7% 3,3%
Tidak N 11 18 29 15 14 29
% 91,7% 100,0% 96,7% 100,0% 93,3% 96,7%
Total N 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Pada tabel 9, terlihat tidak ada hubungan signifikan antara minum
alkohol dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik (p>0,05).
59
Tabel 10. Hubungan makanan berminyak dengan kadar IL-8 lokal dan
sistemik pada penderita AV berat
Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya hubungan signifikan
antara makanan berminyak dengan IL-8 lokal dan sistemik (tabel 10). Tidak
didapatkan pula hubungan signifikan konsumsi coklat dan kacang dengan
kada IL-8 lokal dan sistemik (tabel 11 dan tabel 12)
Tabel 11. Hubungan makan kacang dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik
pada penderita AV berat
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik Total ≥ Cut Off <Cut Off ≥ Cut Off <Cut Off
Makanan Berminyak Ya n 11 16 27 13 14 27
% 91,7% 88,9% 90,0% 86,7% 93,3% 90,0%
Tidak n 1 2 3 2 1 3
% 8,3% 11,1% 10,0% 13,3% 6,7% 10,0%
Total n 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik Total ≥ Cut Off <Cut Off ≥ Cut Off <Cut Off
Kacang Ya n 3 5 8 3 5 8
% 25,0% 27,8% 26,7% 20,0% 33,3% 26,7%
Tidak n 9 13 22 12 10 22
% 75,0% 72,2% 73,3% 80,0% 66,7% 73,3%
Total n 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
60
Tabel 12. Hubungan makan coklat dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik
pada AV berat
Tabel 13. Hubungan stress kerja dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik
pada penderita AV berat
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik
Total
≥ Cut Off <Cut Off ≥ Cut Off <Cut Off
Stres Kerja Tidak ada stress
n 3 3 6 5 1 6
% 25,0% 16,7% 20,0% 33,3% 6,7% 20,0%
Stres Ringan n 6 5 11 2 9 11
% 50,0% 27,8% 36,7% 13,3% 60,0% 36,7%
Stres Sedang n 3 8 11 7 4 11
% 25,0% 44,4% 36,7% 46,7% 26,7% 36,7%
Stres Berat n 0 2 2 1 1 2
% 0,0% 11,1% 6,7% 6,7% 6,7% 6,7%
Total n 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Pada tabel 13, tidak didapatkan adanya ada hubungan signifikan
antara stress kerja dengan kadar IL-8 lokal (p>0,05) namun didapatkan
hubungan signifikan antara stres kerja dengan kadar IL-8 sistemik (p<0,05),
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik Total ≥ Cut Off <Cut Off ≥ Cut Off <Cut Off
Coklat Ya n 2 6 8 2 6 8
% 16,7% 33,3% 26,7% 13,3% 40,0% 26,7%
Tidak n 10 12 22 13 9 22
% 83,3% 66,7% 73,3% 86,7% 60,0% 73,3%
Total n 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
61
persentase penderita yang bekerja pada lingkungan stres sedang lebih tinggi
kadar IL-8 sistemik ≥cut off dibandingkan yang nilai kadarnya <cut off
Tabel 14. Hubungan hasil kultur dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik
pada penderita AV berat
Kadar IL-8 Lokal
Total
Kadar IL-8 Sistemik
Total ≥ Cut Off <Cut Off >= Cut Off <Cut Off
Hasil Kultur Staphylococcus sp n 1% 6 7 3 4 7
8,3%
33,3% 23,3% 20,0% 26,7% 23,3%
Enterobacter sp n 4 3 7 2 5 7
% 33,3% 16,7% 23,3% 13,3% 33,3% 23,3%
Alkaligenes sp n 5 4 9 2 5 7
% 41,7% 22,2% 30,0% 13,3% 33,3% 23,3%
Providencia n 1 4 5 3 2 5
% 8,3% 22,2% 16,7% 20,0% 13,3% 16,7%
Klebsiella n 1 1 2 2 0 2
% 8,3% 5,6% 6,7% 13,3% ,0% 6,7%
Total n 12 18 30 15 15 30
% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Pada tabel 14, tidak didapatkan adanya hubungan signifikan antara hasil
kultur dengan kadar IL-8 lokal dan sistemik (p>0,05).
62
IV.2 Pembahasan
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat
peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo,
papul,pustul,nodul dan kista.
Pada perkembangan lesi akne vulgaris, perubahan morfologis
paling awal terjadi pada unit pilosebasea, terjadi keratinisasi folikel yang
abnormal. Hiperkeratosis folikel dan produksi sebum meningkat sehingga
menghasilkan terbentuknya mikrokomedo, perubahan folikel, dan
pertumbuhan P. acnes yang intensif.
P. acnes kemudian akan mengeluarkan beberapa produk proinflamasi
termasuk lipase, protease, hialuronidase, dan faktor kemotaktik. Faktor
kemotaktik yang diproduksi oleh P. acnes tersebut kemudian menarik sel-sel
sistem imun seperti neutrofil, monosit, dan limfosit. Mikrokomedo atau
komedo kemudian dapat berkembang menjadi lesi inflamasi sebagai akibat
dari aktivasi dan migrasi sel T CD4+, produksi sitokin oleh keratinosit,
makrofag, dan neutrofil, faktor hormonal dan peningkatan produksi
sebum.(Gollnick et al., 2003, Graham et al., 2004)
Sitokin proinflamasi (IL-1 alpha, IL-8, dan TNFα) adalah mediator
utama yang bertanggung jawab sebagai mediator inflamasi pada akne. Telah
dibuktikan bahwa P. acnes merangsang produksi sitokin dari limfosit,
monosit, dan keratinosit. Kedua hal tersebut, yaitu P. acnes dan faktor-faktor
seluler menginduksi produksi sitokin proinflamasi termasuk TNF-α, IL-1
63
alpha, granulosit/makrofag coloni stimulating factor (GM-CSF), IL-1 beta, dan
IL-8.(Graham et al., 2004)
Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan ELISA untuk melihat
kadar interleukin-8 lokal dan sistemik pada penderita AV berat. Pada
penelitian ini, didapatkan perbedaan signifikan antara kadar IL-8 lokal
dengan IL-8 sistemik (p<0,001).
Penelitian lainnya mengenai IL-8 pada AV pernah dilaporkan oleh
All,dkk yang meneliti mengenai ekspresi IL-8 pada biopsi kulit dari lesi
inflamasi AV dibandingkan dengan normal dan ditemukan ekspresi IL-8 pada
lesi AV lebih tinggi dibandingkan dengan sampel non lesi (p<0.001). (All et
al., 2007)
Ghoname pada tahun 2008 melakukan studi mengenai ekspresi TLR2
dan IL-8 pada pasien AV dibandingkan dengan kulit tanpa lesi dan
didapatkan ekspresi m-RNA dari TLR2 dan IL-8 secara statistik lebih tinggi
pada biopsi kulit dengan lesi dibandingkan tanpa lesi. Ditemukan korelasi
yang kuat antara TLR2 dan IL-8 pada biopsi lesi kulit.(Ghoname et al., 2008)
Sugisaki ddk meneliti mengenai peningkatan produksi interferon
gamma, interleukin 12p40 dan interleukin-8 pada spesimen darah penderita
AV dan didapatkan peningkatan sitokin yang lebih tinggi pada penderita AV
dibandingkan dengan non akne.(Sugisaki et al., 2009)
Wang dkk melakukan penelitian pada 30 pasien dengan AV dan 20
kontrol dengan mengambil sampel darah dan menggunakan pemeriksaan
64
ELISA digunakan untuk deteksi konsentrasi IL-8 dan TNF-a dan mendetksi
adanya hubungan antara TLR dan IL-8, TNF-α. Pada penelitian tersebut
didapatkan kadar serum IL-8 dan TNF-α yang meningkat secara signifikan
pada pasien AV dibandingkan dengan kontrol tanpa AV serta menunjukkan
bahwa ekspresi TLR2 berkorelasi dengan positif dengan konsentrasi IL-8 dan
TNF-α.(Wang et al., 2011)
Palma dkk pada tahun 2007 melakukan penelitian terhadap 40 pasien
AV dengan cara mengambil punksi dari lesi inflamasi AV. Dan dilakukan
pemeriksaan ELISA untuk mendeteksi produksi IL-1B, IL-8 dan TNF-α. Pada
penelitian tersebut didapatkan peningkatan interleukin dan yang tertinggi
adalah IL-8 (16) kemuadian IL-1Β (13) dan TNF-α.(Palma et al., 2007)
Pada penelitian ini diperoleh hasil distribusi jenis kelamin dan usia
terhadap kejadian akne vulgaris berat dimana perempuan 15 kasus (30%)
dan laki-laki 15 kasus (30%) dan tidak terdapat adanya perbedaan signifikan
kadar IL-8 lokal dan sistemik berdasarkan jenis kelamin meskipun terlihat
kecenderungan nilai IL-8 lokal lebih tinggi pada laki-laki dan IL-8 sistemik
lebih tinggi pada perempuan. Hal tersebut dapat dikorelasikan dengan
kejadian AV berdasarkan penelitian oleh Goulden dkk yang menyatakan
bahwa insiden akne vulgaris pada laki-laki sama dengan wanita. (Goulden et
al., 1999)
Pada penelitian ini, tidak didapatkan adanya perbedaan signifikan
kadar IL-8 lokal dan sistemik berdasarkan kategori umur meskipun terlihat
65
kecenderungan lebih tinggi pada usia > 20 tahun. Hal ini dapat disebabkan
dengan kejadian AV yang sering pada usia muda. Penelitian Adityan dkk di
India menemukan dari 309 penderita AV ditemukan 137 wanita dan 172 pria
dengan usia terbanyak yaitu 16-20 tahun sebanyak 185 orang
(59,8%).(Goulden et al., 1999, Adityan and Thappa, 2009)
Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan signifikan kadar IL-8
lokal dan sistemik berdasarkan tempat aktivitas. Terlihat kecenderungan
kadar IL-8 lebih tinggi pada penderita AV yang beraktivitas diluar ruangan.
Hal ini dapat diakibatkan karena sinar UV bersifat komedogenik karena
memicu hiperkeratosis permukaan kulit dan folikel. (Baran et al., 2005)
Beberapa penderita akne bertambah lesinya dengan cepat setelah
terpapar sinar matahari. Penderita akne memiliki folikel yang rentan sehingga
mudah rusak oleh bahan kimia dan fisik jika terjadi hiperkeratosis.(Mills et al.,
1978)
Riwayat keluarga dengan akne terutama pada ayah dan ibu akan
meningkatkan risiko akne pada anak mereka. Berdasarkan studi epidemiologi
yang dilakukan di sekolah-sekolah di Prancis didapatkan diantara 913 orang
remaja usia 11-18 tahun dengan riwayat akne pada ayah didapatkan hasil
16% pada kelompok akne dibandingkan 8% pada kelompok tanpa lesi akne.
Sementara itu dikaji pula riwayat akne pada ibu dan didapatkan hasil 25%
pada kelompok akne dan 14% pada kelompok tanpa lesi akne. Pada riwayat
akne yang dikaji pada saudara kandung didapatkan hasil 68% pada
66
kelompok akne dan 57% pada kelompok tanpa lesi akne.Selain itu, riwayat
akne pada ayah atau ibu sering dikaitkan dengan kejadian akne berat
maupun akne yang tidak berespon pada pengobatan. (Dreno and Poli, 2003)
Pada penelitian ini, tidak didapatkan perbedaan signifikan kadar IL-8
lokal dan sistemik berdasarkan riwayat keluarga yang menderita AV. Terlihat
pula kecenderungan bahwa kadar IL-8 lokal dan sistemik lebih tinggi pada
pasien yang tidak ada riwayat keluarga dengan AV.
Suatu penelitian yang dilakukan pada 204 kasus akne dan 144 kontrol
(non akne) untuk melihat faktor resiko riwayat keluarga yang menderita akne
di inggris, menunjukkan hasil risiko akne pada kasus yang memiliki riwayat
keluarga lebih besar daripada kontrol. Pada suatu kepustakaan riwayat
keluarga ditemukan pada 40% penderita AV.(Goulden et al., 1999)
Beberapa studi menghubungkan kejadian AV dengan kebiasaan
merokok. Rombouts et al pada suatu penelitian cross sectional mengenai
kejadian AV dan kebiasaan merokok menemukan dari 595 partisipan
sebanyak 176 (81,9%) tidak didapatkan riwayat merokok dan terdapat
riwayat merokok pada 39 (18,1%).(Perkins et al., 2011)
Pada penelitian ini didapatkan riwayat merokok pada 5 ( 16,7%)
dan 25 (83,3%) tidak merokok dan tidak ada perbedaan signifikan kadar IL-8
lokal dan sistemik berdasarkan status merokok. Terlihat kecenderungan
bahwa kadar IL-8 lokal dan sistemik lebih tinggi pada pasien yang merokok.
Hal ini dapat dihubungkan dengan beberapa data yang menunjukkan
67
kemungkinan hubungan antara AV dan merokok. Dikatakan bahwa merokok
menimbulkan perubahan pada mikrosirkulasi kulit, keratinosit, kolagen dan
elastin sintesis. Reseptor nikotinik diekspresikan pada keratinosit,fibroblas
dan pembuluh darah. Nikotin menyebabkan vasokonstriksi terkait dengan
hiperemi lokal. Hal ini menghambat peradangan melalui efek pada sistem
saraf pusat dan perifer Hal ini menyebabkan penundaan penyembuhan luka
dan mempercepat penuaan kulit. Peran penting lain dari merokok yaitu
defisiensi relatif antioksidan yang disebabkan oleh merokok, dapat
menyebabkan perubahan dalam komposisi sebum.(Capitanio et al., 2009)
Pada penelitian ini, tidak didapatkan perbedaan signifikan kadar IL-8
lokal dan sistemik pada penderita AV berdasarkan kategori konsumsi alkohol
dan sulit dinilai karena pada peneltian ini yang memiliki kebiasaan minum
alkohol hanya satu orang. Hal ini berbeda dengan studi Shen et al didapatkan
prevalensi yang cukup tinggi pada penderita AV yang mengkonsumsi alkohol
yaitu sebanyak 80% pada penderita AV berusia <25 tahun. Meskipun studi
tersebut mengindikasikan prevalensi yang tinggi namun, belum dapat
dinyatakan secara pasti hubungan kuat antara kejadian AV dan kebiasaan
minum alkohol. (Shen et al., 2012)
Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan dan memperburuk gangguan kulit tertentu. Alkohol yang
dikonsumsi dapat disekresi pada keringat dan meningkatkan aktifitas flora
kulit. Meskipun Halvorsen dkk menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada
68
studi pada literatur yang didapatkan mengenai hubungan langsung AV dan
konsumsi alkohol. (Smith and Fenske, 2000, Halvorsen et al., 2009)
Selama ini diduga konsumsi fast food, makanan pedas, manis, dan
makanan penutup merupakan faktor risiko terhadap terjadinya akne. Namun
pada penelitian yang dilakukan oleh Munawar Z dkk hal tersebut tidak
terbukti. Justru pada penelitian tersebut menemukan adanya hubungan yang
signifikan terhadap konsumsi minuman soda dan coklat terhadap
akne.(Munawar et al., 2009)
Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan kecenderungan konsumsi
makanan berminyak pada penderita AV berat meskipun secara statistik tidak
ditemukan perbedaan signifikan ladar IL-8 lokal dan sistemik berdasarkan
kebiasaan makan. Berdasarkan hasil penelitian Astuti pada tahun 2011,
ditemukan bahwa makanan yang paling berpengaruh terhadap timbulnya
akne vulgaris adalah kacang-kacangan, dan gorengan menempati urutan
kedua. Sebuah penelitian sebelumnya menemukan bahwa makanan dengan
indeks glikemik tinggi dapat mempengaruhi perkembangan dan keparahan
akne vulgaris.Pengaruh makanan terhadap terjadinya akne vulgaris masih
menjadi perdebatan para ahli. Namun, kebanyakan penderita masih
berpendapat bahwa makanan sebagai penyebab atau faktor memperburuk
akne vulgaris. (Smith et al., 2007a, Astuti, 2011)
Pada penelitian ini didapatkan riwayat stress pada sebagian besar
penderita AV berat. Stress pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
69
modifikasi Likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Tidak
ada perbedaan signifikan kadar IL-8 lokal berdasarkan stres kerja (p>0,05)
dan terlihat ada perbedaan signifikan kadar IL-8 sistemik berdasarkan stres
kerja (p<0,05). Kadar IL-8 sistemik paling tinggi pada pasien yang tidak ada
stres dan paling rendah pada pasien stres berat. Data ini tidak sesuai dengan
beberapa penelitian. Hal ini diduga karena pertanyaan pada kuisioner hanya
berdasarkan pendapat individu saja yang mungkin dirasakan pada saat
mengisi kuisioner.
Terdapat beberapa metode lain yang lebih efektif untuk mengukur
level stress pada pasien AV. Penelitian Halvorsen dkk mengukur kadar stress
dengan Hopkins Symptom Checklist (HSC-10). Yosipovitch dkk
menggunakan metode Perceived Stress Scale (PSS) untuk mengukur level
stress pada pasien AV.(Yosipovitsh et al., 2007, Halvorsen et al., 2009)
National Institutes of Health Amerika Serikat menyebutkan stress
sebagai faktor yang dapat menyebabkan timbunya akne vulgaris. Sebuah
studi tentang remaja di Singapura ditemukan korelasi positif yang signifikan
antara tingkat stress dan tingkat keparahan akne vulgaris. Mekanisme
mengenai stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan ekserbasi akne
belum diketahui. Salah satu teori mengatakan bahwa ekserbasi ini
disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar
70
adrenal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat.
(Yosipovitsh et al., 2007)
Pada penelitian ini terlihat tidak ada perbedaan signifikan kadar IL-8
lokal berdasarkan hasil kultur (p>0,05). Namun terlihat kecenderungan bahwa
kadar IL-8 lokal paling tinggi pada pasien yang mempunyai hasil kultur
Enterobacter sp dan paling rendah pada Staphylococcus sp dan tidak ada
perbedaan signifikan kadar IL-8 sistemik berdasarkan hasil kultur (p>0,05).
Hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Till AE, dkk pada tahun
2000 di Leeds melaporkan secara keseluruhan mikroflora yang utama
ditemukan pada lesi akne terdiri dari Propionibacterium, Staphylococcus dan
Malassezia.Tan HH, dkk pada tahun 2007 di Singapura juga melaporkan
mikroorganisme terbanyak adalah P.acnes 66,4% dari 262 subyek. Berbeda
dengan yang dilaporkan Hassanzadeh P, dkk pada tahun 2008 di Iran
melakukan kultur dari lesi pustular dan nodulkistik akne secara aerobik dan
anareobik. Dari kultur aerobik ditemukan yaitu S. epidermidis 53%,
Micrococcus sr. 45% dan S.Aureus 41%. Dari kultur anaerobik yaitu S.aureus
39%, P.acnes 33% dan S.epidermis 21%. (Till et al., 2000, Tan et al., 2007,
Hassanzadeh et al., 2008)
Sylvia pada tahun 2010 meneliti mengenai mikroorganisme yang
tumbuh dari lesi akne. Pada peneltian ini, spesimen komedo diambil dari lesi
komedo tertutup dan terbuka dengan ekstraktor komedo streril dan spesimen
pus diambil dari lesi pustul, nodus dan kista dengan cara menusuk dan
71
mengaspirasi pus dengan menggunakan spuit steril 1 cc. Setelah itu
spesimen dibagi tiga dan ditanam ke dalam 3 media kultur (agar darah,
medium cair Thioglycollateh Broth dan agar Sobouraud dekstrosa yang telah
ditambahkan minyak zaitun 0,2cc untuk pertumbuhan P.ovale). Media kultur
kemudian diidolasi pada suhu 35-37°C selama 2-7 hari. Mikroorganisme
terbanyak yang ditemukan pada penelitian tersebut adalah P.acnes (78,8%)
diikuti oleh S.epidermidis dan P.ovale. (Sylia, 2010)
Pada penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan swab steril
kemudian masukkan kedalam medium Stuart ( medium transport utk
mengirim spesimen ke laboratorium ). Kemudian sampel dimasukkan
kedalam medium Brain Heart Infusion Broth (BHIB) yang dapat digunakan
untuk menumbuhkan mikroorganisme aerob maupun anaerob dan diinkubasi
37 ° C selama 18 – 24 jam. Namun pada penelitian ini tidak ditemukan
adanya pertumbuhan P.acnes. Propionibacterium acnes termasuk bakteri
yang tumbuh relatif lambat dan merupakan tipikal bakteri anaerob gram
positif yang toleran terhadap udara.
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan
antara faktor risiko dengan peningkatan kadar IL-8. Sejauh penelusuran
kepustakan, belum ada penelitian yang menghubungkan faktor-faktor risiko
dengan kadar IL-8 pada AV berat.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kadar IL-8 lokal didapatkan meningkat pada penderita AV berat
2. Peningkatan kadar IL-8 lokal lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
IL-8 sistemik pada penderita AV berat
3. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar IL-8 lokal dan
sistemik terhadap faktor risiko AV berat
B. Saran
1. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan sampel lebih besar
2. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan mengambil sampel biopsi dari
lesi inflamasi dan dengan menggunakan kontrol orang normal
3. Dibutuhkan metode yang lebih baik dalam penumbuhan untuk kultur
73
DAFTAR PUSTAKA
Adityan B. & Thappa D. (2009) Profile of acne vulgaris: A hospital-based
study from South India. Indian J Dermatol Venereol Leprol 75, 727-
728.
All SHAE., Shoukry NS, Maged, RAE & Ayada MM. (2007)
Immunohistochemical expression of interleukin 8 in skin biopsies from
patients with inflammatory acne vulgaris. Diagnostic Pathol 4, 1-6.
Astuti DW. (2011) Hubungan Antara menstruasi dengan angka kejadian akne
vulgaris pada remaja Fakultas Kedokteran. Semarang, Universitas
Diponegoro.
Ballanger F, baudry P, N'guyn J, Khammari A & Dreno B. (2006) Heredity: a
prognostic factor for acne. Dermatol, 212, 14509.
Baran R, Chivot M, Shalita A, Lewis A & Wechsler A. (2005) Textbook of
cosmetic dermatology, London, taylor and Francis.
Baz K, Erdal M, Yazis A, Soymelez F, Guvenc U, Tasdelen B & Ikizoglu G.
(2008) Association between tumor necrosis factor-alpha gene
promoter polymorphism at-308 and acne in Turkish Patient. Arch
Dermatol Res, 300, 371-6.
Burkhart C. & Gottwald L. (2003) Assesment of etiologic agents in acne
pathogenesis. Skin Med, 2, 222-228.
Capitanio B, Sinagra JL, Ottaviani M, Berdignon V, Amantea A & Picaedo M.
(2009) Acne and smoking. Dermato-Endocrinology, 3, 129-135.
Cordain L. (2005) Implications for the Role of Diet in Acne. Semin Cutan Med
Surg 24, 89-91.
Cordain L, Lindeberg S, Hutardo M, Hill K, Eaton B. & Miller J. (2002) Acne
Vulgaris A Disease of Western Civilization. Arch Dermatol Res, 206,
1584-1590.
74
Crowther J R. (2001) The ELISA Guidebook, New Jersey, Humana Press.
Dreno B. & Poli F. (2003) Epidemiology of Acne. Dermatol, 206, 7-10.
Feghali CA & Wright TM. (1997) Cytokines in acute and chronic inflammation.
Frontiers in Bioscience, 2, 12-26.
Fulton J, Plewig G & Kligman A. (1969) Effect of chocolate on acne vulgaris.
JAMA, 210, 1-4.
Ghoname NF, Amin AM, Ismail MA, Shaaban DM & Hassan AM. (2008)
Expression of Toll-Like Receptor-2, Human β -Defensin-2 and
Interleukin-8 in Inflammatory Acne Vulgaris. Egypt J of Med Microbiol,
17.
Gollnick H, Cunliffe, W, Bearson D, Dreno B, Finlay A. & Leyden J. (2003)
Management of acne: a report from a Global Alliance to improve
outcomes in acne. J Am Acad Dermatol, 49, 1-37.
Goulden V, Mcgeown C & Cunliff W. (1999) The family risk of adult acne: a
comparison between first-degree relatives of affected and unaffected
individuals. Br J Dermatol, 141, 297-300.
Graham G M, Farrar MD, Ecruse-Sawyer J, Holland KT & Ingham E. (2004)
Proinflammatory cytokine production by human keratinocytes
stimulated with Propionibacterium acnes and P. acnes GroEL. Br J
Dermatol 150, 421-428.
Guy W. (2002) Acne vulgaris. Br J Dermatol, 325, 475-479.
Halvorsen Ja, Dalgard F, Thoresen M, Bjertness E & Lien L. (2009) Is the
association between acne and mental distress influenced by diet?
Results from a cross-sectional population study among 3775 late
adolescents in Oslo, Norway. BMC Public Health, 9, 1-8.
Hassanzadeh P, Bahmani M & Mehbrani D. (2008) Bacterial resistence to
antibiotics in acne vulgaris: an in vitro study. Indian J Dermatol 53,
122-124.
75
Herane M I & Ando I. (2003) Acne in infancy and acne genetics. Dermatol,
206, 24-8.
Jeremy A, Holland D, Roberts S, Thomson K & Cunliff W. (2003) Inflamattory
events are involeved in acne lession initiation. J Invest Dermatol, 121,
20-27.
Kaminer M & Gilchrest B. (1995) The many faces of acne. J Am Acad
Dermatol, 32, 6-14.
Kim J. (2005) Review of the Innate Immune Response in Acne vulgaris:
Activation of Toll-Like Receptor 2 in Acne Triggers Infl ammatory
Cytokine Responses. Dermatol, 193-198.
Lehmann H, Robinson K, Andrews J, Holloway V & Goodman S. (2002) Acne
therapy: A methodologic review. J Am Acad Dermatol, 47, 231-40.
Mills O, Porte M & Kligman A. (1978) Enhancement of comedogenic
substances by ultraviolet radiation. Br J Dermatol, 98, 145-150.
Munawar S, Afzal M, Rizvi F & Chaudry M. (2009) Precipitating factors of
acne vulgaris in females. An Pak Inst Med Sci, 5, 104-107.
Palma RA, Castrilion RL, Padilla DC, Chafez FSJ & Encinas PG. (2007)
Identification of IL-8, IL-1B and TNF alfa in lession of patients with
infllamatory acne vulgaris. Dermatologica revista medicana, 51, 43-50.
Pappas A. (2009) The relationship of diet and acne. Dermato-Endocrinology,
1, 262-267.
Perkins AC, Cheng CE, Hillebran GG, Miyamoto K & Kimball AB. (2011)
Comparison of the epidemiology of acne vulgaris among Caucasian,
Asian, Continental Indian and African American women. JEADV, 25,
1054-1060.
Schaefer O. (1971) When the eskimo comes to town. Nutr Today, 6, 8-16.
Shen Y, Wang T, Zhou C, Wand X, Ding X, Tian S, Liu Y, Peng G, Xue S,
Zhou J, Wang R, Meng X, Pei G, Bai Y, Liu Q, Li H & Zhang J. (2012)
Prevalence of Acne Vulgaris in Chinese Adolescents and Adults: A
76
Community-based Study of 17,345 Subjects in Six Cities. Acta Derm
Venereol 92, 40-44.
Sitohang IBS. (2011) Patogenesis terkini akne vulgaris. MDVI, 38, 149-152.
Smith KE & Fenske NA. (2000) Cutaneous manifestation of alcohol abuse. J
Am Acad Dermatol, 43, 1-18.
Smith R, Mann N, Braue A, Makelainen H & Varigos G. (2007a) A low-
glycemicload diet improves symptoms in acne vulgaris patients: a
randomized controlled trial. Am J Clin Nutr, 86, 107-115.
Sugisaki H, Yamanaka K, Kakeda M, Kitagawa H, Tanaka K, Watanabe,K,
Gabazza E, Kurokawa I & Mizutani H. (2009) Increased interferon-g,
interleukin-12p40 and IL-8 production in Propionibacterium acnes-
treated peripheral blood mononuclear cells from patient with acne
vulgaris Host response but not bacterial species is the determinant
factor of the disease. J of Dermatol Sci 55, 47-52.
Sylvia L. (2010) Hubungan antara jenis mikroorganisme yang ditemukan
pada lesi akne dengan bentuk lesi akne di RS.Dr.M. Djamil Padang.
Fakultas Kedokteran Padang, Universitas Andalas.
Tan Hh, Tan Aw, Barkham T, Yan Xy & Zhu M (2007) Community-based
study of acne vulgaris in adolescent in Singapore. Br J Dermatol, 157,
547-551.
Till A, Goutden V, Cunliffe W & Holland K. (2000) The cutaneous microflora of
adolescent, late-onset acne patients does not differ. Br J Dermatol,
142.
Toyoda M & Morohashi M. (2003) New aspect in acne inflammation.
Dermatol, 206, 17-23.
Wang ZY, Li K, Qiu PP, Qiu HF, Shu CM & Gau Y. (2011) Expression of
TLR2 in peripheral blood mononuclear cells and its correlation with
interleukin-8 and tumor necrosis factor-α in patients with acne vulgaris.
Chin J Dermatol, 44.
77
Yosipovitsh G, Tang M, Dawn AG, Chen M, Goh Cl, Chan YH & Seng LF.
(2007) Study of Psychological Stress, Sebum Production and Acne
Vulgaris in Adolescents. Acta Derm Venereol, 87, 135-139.
Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM & Strauss JS. (2008) Acne vulgaris
and acneiform eruptions. IN Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest
B, Palmer A & Leffel D. (Eds.) Fitzpatrick's dermatology in general
medicine. , . New York, McGraww-Hill Medical.
Zoubolis C, Baron J, Bohm M, Kippenberger S, Kurzen H. & Reichart J.
(2008) Frontiers in saebaceous gland biology and pathology. Exp
Dermatol, 17, 542-551.
Zouboulis C, Eady A, Philpott M, Goldsmith L., Orfanos C, Cunliffe W &
Rosenfield R. (2005) What is the pathogenesis of acne ? Exp
Dermatol, 14, 143-52.