Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
459
PERBANDINGAN KETENTUAN PERPAJAKAN BARU DAN LAMA BAGI PERUSAHAAN PMAjPMDN
________ Oleh : Drs. Rasidi, M.A. _______ _
La tar belakang Untuk sekedar bahan perbandingan,
kiranya ada baiknya jika kita sejenak melihat kembaIi hal yang melatar-belakangi ketentuan-ketentuan lama mengenai penanaman modal.
Sebagaimana dimaklumi UndangUndang No.1 tahun 1967 ten tang Penanaman Modal Asing dikeluarkan pada permulaan Orde Baru , malahan sebelum dimulainya Repelita yang pertama.
J ika kita perhatikan konsiderans Undang-Undang terse but dapat kita Iihat bahwa yang mendasari dikeluarkannya Undang-Undimg tentang Penanaman Modal Asing terse but antara lain sebagai berikut :
I. Bahwa kit a mempunyai kekuatan ekonomi potensiil yang belum diolah menjadi kekuatan ekonomi rill, berupa sum ber daya alam dan penduduk yang besar jumlahnya.
2. Bahwa penanaman modal, penggunaan tehnologi, peningkatan ketrampilan serta penam bahan kemampuan management dapat dimanfaatkan untuk mengolah kekuatan ekonomi potensiil tadi menjadi riil.
3. Bahwa kemampuan membangun sendiri tidak boleh menim bulkan keseganan untuk memanfaatkan potensi-potensi modal , teknologi dan skill dari luar negeri, mala han harus dapat memanfaatkannya untuk
mempercepat pembangunan ekonomi , khususnya dalam bidang-bidang
• yang belum dapat dilaksanakan oleh potensi Indonesia sendiri tanpa mengakibatkan ketergantungan dari potensi luar negeri tersebut.
Undang-Undang ini dimaksudkan untuk menghilangkan keragu-raguan para pemilik . modal asing untuk menanam modal di Indonesia , mengingat pada masa-masa sebelumnya modal asing sepertinya tidak dikehendaki berada di Indonesia . Hal ini tercermin dari tindakan-tindakan nasionalisasi perusahaan milik asing di Indonesia, sehingga dalam Undang-Undang No.1 tahun 1967 dicantumkan secara khusus pasal ten tang nasionalisasi. Demikian juga ada pasal khusus yang mengatur semacam jaminan transfer atas nilai investasi, biaya dan hasil investasi dalam valuta asing.
Di sam ping itu kegiatan ekonomi hampir sepenuhnya dikuasai pemerintah melalui badan usaha milik negara at au daerah di mana sampaipun pabrik roti dan kue-kue diurus badan usaha semacam ini, sedangkan kegiatan swasta praktis tidak mendapat dukungan sarna sekali.
Dalam rangka ke luar dari keadaan •
inilah, maka dalam tahun 1968 Peme-rintah mengeluarkan Undang-Undang NO.6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri, dengan tujuan
•
•
460
an tara lain untuk mendorong sektor swasta berperan serta dalam pembangunan dan mengembalikan kedudukan pengusaha swasta pemilik modal sebagai kekuatan ekonomi yang sekaligus mengim bangi penanam modal asing di Indonesia .
Modal swasta dalam negeri disti-•
mulir dalam usaha-usaha yang pro-duktif dengan fasilitas khusus pemutihan modal.
Dalam pada itu, peranan bad an usaha milik negara berangsur-angsur dikurangi . melalui pengurangan jumlah dan usaha peningkatan mutunya, dan pada dasarnya hanya dibenarkan bergerak dalam bidang-bidang yang diperlukan masyarakat (public utility companies) dan bidang-bidang yang cukup feasible sehingga tidak menjadi beban anggaran negara.
Sejak diundangkannya Undang-Undang No.1 tahun 1967 dan UndangUndang No.6 tahun 1968, investasi PMA yang disetujui berjumlah 974 proyek dengan jumlah investasi US. $.12.483,5 juta dan 4 .214 proyek PMDN dengan jumlah investasi Rp. 12.027,4 milyar.
Perkembangan dalam ± 17 tahun
Pada tahun 1970 terjadi suatu perubahan pelaksanaan dari kebijaksanaan investasi, di J.l1ana fasilitas perpajakan bagi investasi digolongkan I)lenjadi 2
,
golongan yaitu investasi yang diprio-ritaskan dan investasi yang tidak prioritas. Berdasarkan Undang-Undang No . ,
11/1970 dan Undang-Undang No.l21 1970, investasi yang diprioritaskan mendapat fasilitas Tax Holiday, se-
c dangkan yang tidak diprioritaskan mendapat Investment Allowance. Sebelum dikeluarkannya kedua UndangUndang tersebut , semua investasi yang disetujui Pemerintah mendapat Tax Holiday .
Hukum 'dan Pembangunan
Dasar pemikiran dari perubahan fasilitas itu, di samping Pemerintah memang menyadari adanya investasi yang perlu diprioritaskan dan karenanya perlu ditunjang dengan fasilitas perpajakan, juga karena pada masa-masa sebelumnya ternyata bahwa fasilitas justru telah terlalu menguntungkan usaha yang cepat menghasilkan (quick yielding), investasinya tidak besar, dan prosesnya sederhana . Akibatnya ada perusahaan yang investasinya kern bali kurang dari 4 tahun , dan bagi pemilik perusahaan-perusahaan jenis ini tidak sukar untuk berpikiran yang menjurus ke arah pem bu baran yang secepatnya ; atau tidak terlalu perduli at as kelangsungan usahanya.
Mengingat tujuan dari pemberian fasilitas fiskai, baik perpajakan maupun bea masuk adalah untuk membantu saat-saat permulaan daTi suatu usaha baru dalam rangka meringankan
' biaya inisial, biaya produksi dan untuk memperkenalkan produk barunya di pasaran, di sam ping meringankan tekanan likwiditasnya, maka sesungguhnya fasilitas itu harus dapat membantu investasi yang besar dan tidak ,
'quick yielding, yang kebanyakan ter-masuk dalam proyek yang diprioritaskan. Fasilitas Tax Holiday untuk jenis-jenis usaha begini tidak selamanya menguntungkan , lebih-lebih bagi usaha yang tidak menghasilkan laba pad a tahun-tahun permulaan produksi komersiilnya . Perusahaan-perusahaan demikian mendapat fasilitas Tax Holiday tanpa betul-betul menikmati fasilitas Tax Holiday-nya.
Dalam banyak hal, fasilitas Investment Allowance, digabung dengan hak perusahaan untuk mengadakan konpensasi kerugian, dapat lebih menguntungkan bagi perusahaan daripada fasilitas Tax Holiday.
Sebagai contoh sederhana, perusahaan yang mendapat TH 2 tahun , te-
Perbandingan UU Pajak
tapi mengalami kerugian dalam 2 tahun pertama, tidak akan menikmati fasilitas TH 2 tahun tersebut , dan hanya berhak untuk mengkompensasikan kerugiannya secara tidak terbatas. Sedangkan perusahaan yang mendapat IA berhak untuk mengkonpensasikan , kerugiannya dalam 2 tahun t adi ditam bah allowance 20% dari investasi yang diperkenankan , dengan keuntungan tahun-tahun berikutnya secara tidak terbatas.
Atas dasar pemikiran ini jika memang yang didorong adalah proyek yang memerlukan investasi besar dan tidak mungkin menghasilkan lab a pada tahun-tahun permulaan, fasilitas IA akan lebih mencapai sasarannya daripada fasilitas TH .
Dalam rangka menghidupkan dan mendorong usaha swasta untuk ikut berperan aktif dalam pem bangunan ekonomi, telah dikeluarkan pula berbagai ketentuan dan kebijaksanaan un
tuk menghidupkan pasar modal. Pasar modal di Indonesia mengemban 2 ' fungsi yaitu meningkatkan partisipasi - , aktif masyarakat dalam pengerahan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan sekaligus mempercepat proses pengik ut sertaan anggota masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan .
Dalam pemilikan saham terjadi pula perubahan kebijaksanaan. Perusahaan PMA , yang pada permulaan berlakunya Undang-Undang No.1 t ahun 1968 diperkenankan untuk 100% dimiliki modal asing , sejak tahun 1974 diharuskan berbentuk usaha patungan (joint venture) dengan modal nasional minimal 20%. Modal nasional ini harus ditingkatkan secara bertahap sehingga dalam 10 tahun sejak produksi ko mersiil modal
nasional telah mencapai 51 %.
Un tuk ;nd ustri kayu lapis 5 1 % modal
461
nasional harus sudah mulai pada saat pendirian perusahaan.
Dalam Daftar Skala Prioritas Pena-.
naman Modal yang diterbitkan tiap tahun oleh BKPM senantiasa dapat terlihat penekanan-penekanan dan prioritas bidang-bidang usaha yang diharapkan akan dimasuki usaha swasta dengan pengutamaan pada bidang-bi-
•
dang yang dapat menampung banyak tenaga kerja, mendorong perkembangan daerah dan memproduksi barang untuk ekspor. Demikian pula ada ketentuan-ketentuan yang mensyaratkan ikut sertanya golongan ekonomi lemah
,
dan koperasi.
Undang-undang Perpajakan Bam dan Sarana Pendukungnya
,
Manfaat dari perkembangan penanaman modal sebagai akibat dikeluarkannya Undang-Undang No.1 tahun 1967 tentang PMA dan Undang-Undang No.6 tahun 1968 tentang PMDN sudah dapat dirasakan oleh kit a semuanya. Pengaruhnya terasa kepada pertumbuhan ekonomi, pengembangan daerah dalam batas-batas tertentu, penyediaan kebutuhan rakyat, penyediaan lapangan kerja, peningkatan ket rampilan , penerimaan negara, dan efek gandanya di berbagai bidang. Sejak awal Pelita III sampai dengan
•
September 1983 misalnya penerimaan pajak dari sektor PMA dan PMDN dan berjumlah Rp . 1,6 trilyun .
Dengan harga minyak tidak sebaik tahun-tahun terdahulu , sudah jelas bahwa Pemerintah lebih mengandalkan penerimaan negara , pada penerimaan pajak , sehingga semua ketentuan yang dapat mengurangi penerimaan pajak wajar mendapat penelaahan kern bali. Sistim perpajakan yang baru berinti-
•
kan kesederhanaan , menunjang peme-rataan dan memberikan kepastian . Dengan perkataan lain . peraturan perpa-
Sep tember 1984
462
Jakan yang lama ternyata tidak cukup sederhana untuk mencapai unsur kepastian dan pemerataan.
Ketentuan baru perpajakan, yang pada dasarnya mengandung unsur penurunan tarif, penyederhanaan prosedur dan tidak memberikan pengecualian-pengecualian, . jika digabung dengan usaha lainnya untuk menyederhanakan perijinan, diyakini dapat menciptakan iklim berusaha yang le-
•
bih untuk menggairahkan investasi yang lebih merata.
•
Sekedar perbandingan Setelah menengok ke belakang me
ngenai perkembangan penanaman modalam kaitannya dengan perpajakan,
. baiklah kita melihat apa pengaruh dari ketentuan pajak yang baru dari perusahaan-perusahaan PMA dan PMDN. Pertama-tama saya in gin mengatakan bahwa tidak mudah untuk membandingkan ketentuan pajak lama dengan ketentuan pajak baru khusus bagi perusahaan PMA dan PMDN, karena setelah diundangkanhya Undang-Undang No.6, 7 dan 8 tah\1n 1983 praktis tidak ada perbedaan dari segi perpajakan antara· perusahaan PMA/ PMDN baru dengan perusahaan non PMA/PMDN.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan PMA dan PMDN terbagi menjadi 2 golongan:
a . generasi pertama, yaitu perusahaan PMA/PMDN yang telah mendapat persetujuan sebelum tanggal 1 J anuari 1984.
b. generasi kedua, yaitu perusahaan PMA/PMDN yang mendapat persetujuan setelah 1 J anuari 1984.
Baiklah kita lihat apa saja pengaruh perubahan Undang-Undang Perpajakan terakhir ini khususnya terhadap perusahaan dan pemilik perusahaan PMA/ •
Hukum dan Pembangunan
PMDN. Ada baiknya kita mengu~angi menginventarisasi fasilitas fiskal apa yang dapat diperoleh perusahaan yang
. mendapat persetujuan Pemerintah da- · lam rangka PMA dan PMDN.
Berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 1967 juncto No.II tahun 1970 dan Undang-Undang No.6 tahun 1968 juncto No.12 tahun 1970 beserta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya,
. permohonan yang mendapat persetujuan dari Pemerintah dapat memperoleh fasilitas fiskal sebagai berikut :
1. Pembebasan Bea Meterai Modal : - 1 permil dari modal disetor
. - Yz permil dari modal ditempatkan.
2. Pembebasan Bea Balik Nama atas akte pendaftaran kapal yang pertama.
3. Pemutihan modal untuk pemilik perusahaan PMDN dan peserta Indonesia dalam perusahaan PMA.
4. Pajak Perseroan: a. Pembebasan Pajak (Tax Holiday)
untuk proyek yang diprioritaskan Pemerintah , minimum 2 tahun, maksimum 6 tahun sejak produksi komersiil perusahaan.
b. Keringanan pajak (Investment Allowance) untuk proyek non prioritas, yang besarnya 20% dari jumlah investasi dalam 4 tahun @ 5 % setahun.
c. Kompensasi kerugian : 1. Setiap kerugian dalam sesuatu
tahun dapat dikurangkan dari laba dalam waktu 4 tahun.
2. Kerugian yang diderita dalam 6 tahun pertama sejak pendirian perusahaan dapat dikurangkan dari laba tahun-tahun berikutnya tanpa batas waktu.
d. Penghapusan dipercepat: Dapat dilakukan menurut pilih-
Perbandingan UU.Pajak
an perusahaan pada sesuatu tahun da1am jangka waktu 4 tahun sejak penge1uaran, yang besar- . nya:
- 10% untuk bangunan tetap - 25 % untuk prasarana dan a1at
perusahaan.
5. Pembebasan Pajak Dividend (20%) se1ama masa Tax Holiday atau 2 tahun untuk perusahaan yang mendapat Investment Allowance.
6. Pembebasan MPO-impor: a. Untuk yang mempero1eh Tax
Holiday: 1. Impor mesin dan per1engkap
an. 2. Impor bahan baku.
b. Untuk yang mempero1eh Investment Allowance, hanya untuk impor mesin-mesin dan per1engkapan.
7. Keringanan 50% Pajak at as Bunga (PBDR) atas bunga pinjaman ' dari 1uar negeri.
8 . Keringanan Pajak Perseroan dan PBDRj berdasarkan Peraturan Pemerintah No.2/1981 yang be1um ada pengaturan pe1aksanaannya.
9. Pembebasan at au Keringanan Bea Masuk dan PPn-impor untuk barang modal (mesin dan per1engkapan).
10.Pembebasan at au keringanan Bea Masuk dan PPn-impor untuk bahan baku, bahan penolong dan suku cadang.
Berdasarkan Undang-Undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasi1an diadakan pencabutan pasa1-pasal da1am Undang-Undang No.1 tahun 1967 juncto No.11 tahun 1970 dan UndangUndang No.6 tahun 1968 juncto Undang-Undang ' No.1 2 tahun 1970 mengenai ketentuan-ketentuan terse but di atas kecua1i fasilitas: Pembebasan bea meterai modal, Pembebasan Bea Balik Nama atas kapa1, dan Pembebas-
•
463
an/keringanan bea masuk untuk barang modal dan bahan baku/peno1ong. Pertanyaan logis yang timbu1 sebagai akibat dike1uarkannya Undang-Undang No.7 tahun 1983 tersebut ada1ah 'Apakah dengan demikian masih ada perbedaan antara perusahaan PMA/PMDN dan perusahaan non PMA/PMDN dari segi fasi1itas fiskal".
Bagi perusahaan yang mendapat persetujuan Pemerintah sete1ah 1 Januari 1984 jadi sete1ah berlakunya UndangUndang No.7 tahun 1983, fasilitas yang masih dapat diperoleh ada1ah sebagai berikut:
1. Pembebasan Bea Meterai Modal.
2. Pembebasan Bea Balik Nama atas kapal.
3. Pem bebasan bea masuk untuk ba-. rang-barang modal yang 1angsung diperlukan untuk produksi dan keringanan bea masuk untuk barang modal yang tidak 1angsung berkaitan dengan produksi.
4. Pembebasan bea masuk untuk bahan baku/peno1ong yang tarip bea masuknya kurang dari 5% dan keringanan untuk yang tarif bea masuknya 1ebih dari 5%.
Di sam ping itu untuk perusahaan PMA tetap ber1aku ketentuan Undang-Undang No.1 tahun 1967 mengenai jaminan transfer, jaminan nasiona1isasi dan insentip non-fiska1 1ainnya. Jadi dari segi fasilitas, itu1ah yang membedakan perusahaan-perusahaan PMDN/PMA yang baru dari perusahaan non PMA/PMDN.
Kecuali itu perusahaan terse but rnernpunyai posisi yang sarna dengan perusahaan non PMA/PMDN dari segi perpajakan. Dengan dernikian perusahaan-perusahaan diharapkan untuk
. mengadakan perhitungan usaha yang betu1-betu1 rnatang tanpa rnendasarkan pernanjaan fasilitas, dan rnenganggap
September 1984
•
•
•
•
464
fasilitas yang tersisa sebagai kemungkinan mendapat keuntungan tambahan
• saja. Untuk itu perlu diciptakan prakondisi berupa iklim berusaha yang benar-benar lebih baik.
Jika kita telah mencoba melihat posisi perusahaan PMAjPMDN yang baru dengan berlakunya Undang-Undang Perpajakan yang baru, khususnya Undang-Undang No.7 tahun 1983 yang mencabut pasal-pasal dalam Undang-Undang ten tang penanaman modal, akan lain lagi gam baran yang kita peroleh mengenai perusahaan PMAj PMDN yang termasuk generasi pertama, yaitu perusahaan yang telah mendapat persetujuan Pemerintah sebelum I Januari 1984. P,erusahaan PMAjPMDN yang term asuk generasi pertama ini terdiri dari:
•
a. Perusahaan yang telah habis fasilitasnya.
b. Pemsahaan yang masih menikmati fasilitas.
c. Perusahaan yang belum atau baru sebagian merealisir proyeknya .
Bagi perusahaan yang te1ah habis fasilitasnya, keluarnya Un dang-Un dang baru tentang perpajakan je1as merupakan keuntungan karena tarif pajak baru yang 1ebih ringan , di sam ping usahanya tidak harus menghadapi ter-1a1u banyak perusahaan baru yang posisinya lebih baik karena mendapat fasi1itas. Perusahaan yang masih menikmati fa~
silitas lama, mendapat keuntungan ganda dari dike1uarkannya Undang-Undang perpajakan yang baru. Pertama karena fasilitas yang ( te1ah diberikan akan tetap berlaku sampai selesainya masa fasilitas. Kedua karen a begitu fasilitas habis, perusahaan dapat langsung menikmati tarif pajak yang baru dan sega1a kemudahannya. Bagi mereka seolah-olah mendapat durian run-
Hukum dan Pembangunan
tuh. Bagi perusahaan yang belum merealisir proyeknya, dikeluarkannya Undang-Undang perpajakan yang baru
•
merupakan insentip untuk segera me-realisir proyeknya , di mana perusahaan akan mendapat fasilitas berdasarRan ketentuan lama dan begitu fas ilitas 3e1esai akan dapat menikmati tarif pajak yang telah diturunkan.
Bagi yang mendapat Investment A llowance masalah tarif pajak yang baru sudah dapat langsung diberlakukan. Sebaliknya BKPM akan mengadakan pengaturan penegasan, jika proyeknya
•
tidak direalisir sampai batas waktu yang ditetapkan Pemerintah, fasilitas yang telah diberikan akan dicabu t kern bali. Untuk' itu BKPM akan mengeluarkan surat untuk mengingatkan masing-masing proyek mengenai tahaptahap penyelesaian proyek sebagaimana tercantum dalam Surat Persetujuan Tetap (SPTjSPP) yang harus betul-betul dipatuhi. Dari gambaran di atas ternyata Undang-Un dang Perpajakan yang baru memberikan keuntungan bagi perusahaan PMAjPMDN generasi pertama. Bagi perusahaan ' generasi pertama ini
. -. rasanya tidak perlu Jagi ada usaha khusus untuk mendorong mereka mengem bangkan usahanya. Kondisi yang telah diciptakan Pemerintah sudah cukup bagi mereka untuk mengadakan
. . investasi perluasan lebih lanjut. Tapi bagaimana dengan usaha baru yang termasuk generasi kedua. Biasanya mereka mempertanyakan fasilitasfasilitas beriku t ini:
, 1. Pemutihan Modal:
• •
Undang-Undang No.7 tahun 1983 mencabut pasaJ 9 Undang-Undang No.6 tahun 1968 yang menjadi dasar pem berian fasilitas pemutihan modal bagi pemilik modal yang menanamkan . modalnya dalam saham
Perbandingan UU Pajak
perusahaan PMDN dan peserta nasional dalam saham perusahaan PMA. Pemutihan seperti dimaksud dalam pasal 9 Undang-Undang No .6 tahun 1968 tersebut dari sudut fiskal ber-
.
arti pem be basan dari pengusutan asal-usulnya, dan modal terse but ti-
. dak akan dijadikan dasar untuk mengenakan at au meninjau kembali pajak. Kesempatan untuk pemutihan terse but semula terbuka sepanjang 5 tahun sejak berlakunya Undang-Undang No.6 tahun 1968 dan berakhir tanggal 2 Juli 1973. Selanjutnya masa berlakunya diperpanjang, terakhir diperpanjang sampai dengan 31 Maret 1984. Fasilitas pemutihan modal merupakan fasilitas yang menarik, lebihlebih pada masa permulaan dikeluarkan Undang-Undang No.6 tahun 1968 , di mana fasilitas ini telah berhasil mendorong pemilik-pemilik uang panas dan dana yang tidak jelas asal usulnya untuk menanamkannya dalam bidang-bidang yang produktip sesuai dengan yang dikehendaki Pemerintah. Tetapi ketentuannya sendiri memungkinkan bahwa dana yang sudah putihpun
masih tetap tidak terkena pajak , jika ditanam dalam perusahaan ba-
•
ru , sehingga sudah lain dari tujuan-nya semula. Oleh karena itu fasilitas pemutihan modal dipersingkat masa berlakunya sampai dengan tanggal 31 Desember 1983 dan dianggap sebagai fasilitas yang berlebihan.
2. Reinvestasi Laba eks pasal 14 Undang-Und3ftg No.6 tahun 1968
Pasal ini mem beri lemungkinan ba-, . gian laba perusahaan yang ditanam kembali dalam bidang usaha yang diset uj ui Pemerintah dikecualikan da lam perhitungan laba yang dike-
•
465
nakan pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan dan berlaku selama jangka waktu 5 tahun setelah berakhirnya Tax Holiday. Perusahaan PMDN yang menggunakan pasal ini dapat tidak membayar Pajak Perseroan lagi sampai 5 tahun sejak Tax Holiday-nya habis, jika menggunakan 1abanya untuk reinvestasi. Pasal ini telah dicabut dengan Undang-Undang No.7 tahun 1983, karena pasal ini memungkinkan fasilitas pembebasan pajak yang berke-
• panJangan.
3. Fasilitas Tax Holiday dan Investment Allowance
Fasilitas Tax Holiday dan Investment Allowance termasuk fasilitas yang dicabut dengan Undang-Undang No.7 tahun 1983. Fasilitas ini diberikan dengan maksud sebagai daya tarik , agar pada saat-saat permulaan perusahaan menghasilkan laba" pemegang saham dapat menikmati penuh atau sebagian besar keuntungannya atau memungkinkan perusahaan dapat menggunakan 1aba untuk memperluas usahanya atau memperkuat posisi likwiditas perusahaan . Fasilitas ini digantikan dengan penurunan tarif Pajak Penghasilan dari 45% menjadi 35%, yang bagairnanapun harus diakui tidak lebih menguntungkan daripada fasilitas Tax Holiday atau Investment Allowance. Tetapi memang Undang-Undang Pajak Penghasilan yang baru tidak berniat untuk menguntungkan suatu kelompok saja , malah sebaliknya ingin menciptakan pemerataan dalam kemungkinan berusaha dan pembayaran pajak.
4 . Sistim Penyusutan:
Undang-Undang No .7 tahun •
,., . . ...... .... ..
•
•
466
1983 mengatur cara penyusutan yang diperkenankan dengan menggolongkan harta dalam 4 golongan: (maaf kalau mengulang-ulang)
Golongan I: harta bukan bangunan dengan masa manfaat maksimum 4 tahun, penyusutan 50% dari nilai sisa tiap tahun.
Golongan 2: hart a bukan bangunan dengan masa manfaat lebih dari 4 tahun tetapi tidak lebih dari 8 tahun, penyusutan 25% dari nilai sisa tiap tahun
Golongan 3: harta bukan bangunan dengan masa manfaat lebih dari 8 tahun penyusutan 10% dari nilai sisa tiap tahun.
Bangunan: penyusutan 5% tiap tahun dari nilai perolehan.
Atas dasar cara penyusutan ini:
Golongan 1: penyusutan dalam 4 tahun = 93,7 5% nilai sisa dalam 4 tahun
Golongan 2: penyusutan dalam 8 tahun nilai sisa dalam 8 ta-hun
Golongan 3 : penyusutan dalam 20
t tahun nilai sisa dalam 20 tahun ,
•
Bangunan: penyusutan dalam 20
-- 6,25%
-- 89 ,99%
- 10,01 % -
- 87,82% -
- 12,18% -
tahun = 100% nilai sisa dalam 20 tahun 0% --
Menteri Keuangan telah menetapkan hart a mana yang termasuk masing-ma-
Hukum dan Pembangunan
sing golongan, di mana ditentukan alat perusahaan di bidang pertanian , perkebunan, perikanan dan peternakan disusutkan dalam lebih dari 20 tahun , kecuali alat-alat untuk penyiapan tanah yang dapat disusutkan dalam 8 tahun .
Dalam ketentuan lama, penyusutan . .
untuk alat perusahaan di bidang terse-but di atas berkisar antara 16 hingga 25 tahun. Untuk bidang perindustrian , pertambangan dan pengangkutan, penyusqtan
kebanyakan lebih dari 20 tahun (golongan 3), sedangkan ' dengan ' k~tentuan lama penyusutan ditetapkan 8 hingga 12 tahun. Untuk bangul).an , penyusutan dengan cara baru selesai dalam 20 tahun, sedang dengan cara lama 15 sampai 40 tahun. Cara penyusutan baru ternyata mempercepat penyusutan untuk bangunan dan alat pengangkutan ringan tetapi memperlambat penyusutan untuk alatalat perusahaan di bidang perindustrian, pertam bangan dan pengangkutan berat. Penetapan penggolongan harta yang dapat ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, mempunyai arti penetapan besarnya % penyusutan bagi peralatan terse but dan berarti pula pembebanan penyusutan . sebagai biaya perusahaan dalam perhitungan laba kena pajak. Sistim penyusutan dari nilai sisa dengan % tetap memberi kesempatan pem bebanan biaya pada tahun-tahun perm ulaan penggunaan mesin/peralatan . Makin besar % penyusutan makin besar pembebanan tahuntahun permulaan. Pembebanan penyusutan yang besar pada tahun-tahun permulaan . dapat mengakibatkan perusahaan tidak usah membayar pajak pada tahun-tahun permulaan. ' Meskipun demikian hal ini tidak sarna dengan fasilitas Tax Holiday, karena cara ini hanya merupakan penggeser-
•
, ,
Perbandi~gan UU Pajak
an dari pem bayaran pajak ke tahuntahun yang lebih kemudian, Dengan demikian, jika dikehendaki cara penyusutan ini dapat digunakan untuk mem bantu investasi pada tahun-tahun permulaan tanpa mengurangi penerimaan pajak secara keseluruhan. Darikorespondensi yang masuk , sementara dapat diketahui bahwa bagi perusahaan PMA dan PMDN yang mengadakan perluasan proyeknya, sesuai dengan yang diperkirakan , perubahan fasilitas perpajakan tidak terlalu berpengaruh atas keputusan untuk memperluas usahanya. Apalagi kalau perluasan itu dapat dibiayai keseluruhannya dengan modal pinjaman, sehingga pem utihan modal tidak jadi masalah.
Bagi penanam modal asing dalam suatu usaha patungan, hilangnya fasilitas Tax Holiday diperkirakan tidak akan ' dirasakan terlalu berat jika dapat digantikan dengan tarif pajak yang lebih rendah dan prinsip penyusutan berdasarkan declining balance method, asalkan diikuti dengan prosedur perpajakan yang sederhana , mudah dilaksanakan dan ditunjang dengan pe-
, . nyederhanaan perijinan di segal a bi-dang.
a. Aplikasi baru :
467
Bagi para pemilik modal dalam negeri yang telah putih, pada dasamya tidak ada alasan untuk tidak menanamkan modalnya baik baru maupun perluasan pada bidang-bidang yang menjadi prioritas. Meskipun demikian, untuk sementara Peraturan Pemerintah No.68 tahun 1983 tentang Peniadaan Penyusutan Perpajakan terhadap deposito berjangka dan tabungan lainnya jika dikehendaki dapat dipergunakan. Mengenai bagaimana pengaruh perubahan ketentuan perpajakan atas pirah penanaman moeal, barangkali baru dapat dilihat dengan lebih jelas setelah
,
6 bulan, lebih-lebih mengingat bahwa fasilitas pajak bukan satu-satunya bahan pertimbangan pemilik modal untuk menanamkan modalnya. Iklim berusaha yang lebih baik sebagai hasil penyederhanaan perijinan juga akan ditunggu pelaksanaannya. , Tetapi sekedar gambaran ada baiknya kal?u pad a kesempatan ini dikemukakan angkaangka aplikasi per I Maret 1984, jadi dalam 2 bulan setelah berlakunya Undang-Undang perpajakan yang baru. Dari 1 lanuari 1984 sampai dengan 1 ' Maret 1984 telah masuk aplikasi di BKPM sebagai berikut :
PMDN : 40 proyek , nilai investasi Rp. 405 ,9 milyar PMA : 1 proyek, nilai investasi Rp. 7 ,8 milyar
lumlah : 41 proyek , nilai investasi Rp . 413 ,7 milyar
•
b . Aplikasi perluasan: PMDN : 24 proyek, nilai investasi Rp . 244,2 milyar PMA : 4 proyek , nilai investasi Rp. 68 ,8 milyar
Jumlah : 28 proyek,nilaiinvestasi Rp . 3 13 ,0 milyar
lumlah Dllai investasi : Rp . 726,7 mllyar
Sebagai bahan perbandingan: , ..
1983 nilai investasi PMA/PMDN : Rp. 10.007,6 milyar ,
1982 nilai investasi PMA/PMDN : Rp. 4.673 ,7 milyar
September 1984
•
"
..
.. ,
•
•
•
•
•
•
468
J adi dibandingkan dengan investasi 1 tahun dalam tahun 1983 dan 1982 , aplikasi 2 bulan dalam tahun 1984 =
7,26% dari .investasi tahun 1983 15,55% dari investasi tahun 1982 ,
sehingga tidak terlalu jelek dibandingkan dengan angka investasi tahun 1982.
Demikianlah aps yang dapat saya kemukakan mengena~ sekedar perbandingan sebagai akibat dikeluarkannya Undang-Undang perpajakan yang baru, khususnya yang ada kaitannya dengan fasilitas perusahaan PMDN/PMA.
Sudan jelas kiranya bahwa dengan Undang-Undang perpajakan yang baru, tiap usaha untuk mengadakan investasi, baik dalam proyek yang sarna sekali baru maupun dalam rangka perluasan yang sudah ada, para pengusaha harus betul-betul mendasarkan usahanya pada perhitungan business yang matang tanpa menyimdarkan diri pada
{ •
Hukum dan Pembangunan
fasilitas. Untuk itu akan diusahakan terciptanya iklim berusaha yang lebih baik, melalui penyederhanaan perij in an
. ' baik yang menyangkut jumlah per-•• • IJman maupun prosedur, jangka waktu berlakunya perijinan, dan informasi mengenai tata cara perijinan.
Jika dengan kondisi dan iklim berusaha yang suliah tercipta baik, dan perusahaan sudah membuat perhitungan yang cermat dan efisien dalam sesuatu bidang usaha yang diprioritaskan Pemerintah, dengan demikian sangat diperlukan, tetapi perhitungannya tidak mungkin untuk melaksanakannya, mungkin perusahaan dapat mengajukan suatu saran jalan ke luar yang mungkin dapat dipertim bangkan daalam batas-batas ketentuan peraturan yang berlaku. BKPM bersedia menampung saran-saran yang demikian.
•
•
,
co
REP. SINAR HARAPAN