Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
PERBEDAAN EFEK PEMBERIAN ASAM
ASETILSALISILAT DOSIS 100 mg DAN 300 mg
TERHADAP FUNGSI AGGREGASI TROMBOSIT,
KADAR D-DIMER DAN OUTCOME FUNGSIONAL
PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT
OLEH
HELDA J SIAHAAN
No. REG.CHS : 20543
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN NEUROLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2015
PERBEDAAN EFEK PEMBERIAN ASAM ASETILSALISILAT
DOSIS 100 mg DAN 300 mg TERHADAP FUNGSI
AGGREGASI TROMBOSIT, KADAR D-DIMER DAN
OUTCOME FUNGSIONAL PADA PENDERITA STROKE
ISKEMIK AKUT
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Saraf Pada Program Pendidikan
Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
HELDA J SIAHAAN
No. REG. CHS : 20543
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
RSUP H ADAM MALIK MEDAN
2015
PERNYATAAN
PERBEDAAN EFEK PEMBERIAN ASAM ASETILSALISILAT DOSIS
100 mg DAN 300 mg TERHADAP FUNGSI AGGREGASI TROMBOSIT,
KADAR D-DIMER DAN OUTCOME FUNGSIONAL PADA PENDERITA
STROKE ISKEMIK AKUT
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut
dalam daftar pustaka.
Medan, 23 Juli 2015
HELDA J SIAHAAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Perbedaan Efek Pemberian Asam Asetilsalisilat
Dosis100 mg Dan 300 mg Terhadap Fungsi
Aggregasi Trombosit, Kadar D-dimer Dan Outcome
Fungsional Pada Penderita Stroke Iskemik Akut
Nama : Helda J Siahaan
No. REG. CHS : 20543
Program Studi
: Neurologi
Menyetujui
Pembimbing I : Dr.Aldy S Rambe,Sp.S (K) ...........
Pembimbing II : dr.Irina Kemala Nasution, Sp.S, M.Ked(Neu) ...........
Mengetahui / Mengesahkan :
Ketua Departemen Neurologi FK USU/RSUP.HAM Medan dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K) NIP. 19530916 198203 1 003
Ketua Program Studi Departemen Neurologi
FK USU/RSUP.HAM Medan
dr. Yuneldi Anwar , Sp.S (K) NIP. 19530601 198103 1 004
Telah diuji pada
Tanggal : Kamis, 23 Juli 2015
PANITIA TESIS AKHIR :
1. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir,Sp.S(K) (Penguji)
2. dr. Darlan Djali Chan,Sp.S
3. dr. Yuneldi Anwar,Sp.S(K) (Penguji)
4. dr. Rusli Dhanu,Sp.S(K) (Penguji)
5. DR. dr. Kiking Ritarwan,MKT,Sp.S(K)
6. DR. dr. Aldy S Rambe, Sp.S(K)
7. dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S
8. dr. Khairul P. Surbakti,Sp.S
9. dr. Cut Aria Arina,Sp.S
10. dr. Kiki M. Iqbal,Sp.S
11. dr. Alfansuri Kadri,Sp.S
12. dr. Aida Fithrie, Sp.S
13. dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S, M.Ked (Neu)
14. dr. Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S
15. dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked (Neu),Sp.S
16. dr. Iskandar Nasution, SP.S, FINS
17. dr. RAD Pujiastuti, M.Ked (Neu), Sp.S
18. dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu),Sp.S
UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan segala berkat, rahmat dan kasih-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir untuk meraih gelar dokter Spesialis Penyakit Saraf di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku Guru Besar Tetap
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara/RSUP H.Adam Malik Medan disaat penulis melakukan penelitian
dan saat tesis ini selesai disusun banyak memberikan masukan-
masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
3. Dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S (K), Ketua Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara disaat penulis melakukan
penelitian dan sebagai Ketua Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan
saat tesis ini selesai disusun yang banyak memberikan masukan-
masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K), Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat ini yang telah
banyak memberikan masukan-masukan berharga hingga tesis ini
selesai ditulis
5. dr. Khairul P.Surbakti, Sp.S, Sekretaris Program Studi PPDS-I
Neurologi Fakultas Kedokteran USU yang telah banyak juga
memberikan dorongan dan masukan-masukan yang berharga dalam
penyelesaian tesis ini
6. DR.dr. Aldy S Rambe, SP.S (K) dan dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S,
M.Ked(Neu) sebagai pembimbing saya di dalam penyelesaian tesis
akhir ini. Saya mengucapkan terimakasih atas segala dorongan,
bimbingan, serta koreksi mulai dari perencanaan hingga penyelesaian
tesis akhir ini.
7. Guru-guru penulis: : Alm. Prof. dr. H. Darulkutni Nasution, Sp.S (K); dr.
Darlan Djali Chan, Sp.S; DR.dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); dr.
Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S; dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; dr. Cut Aria
Arina, Sp.S; Alm. dr.S. Irwansyah, Sp.S; dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S;
dr.Alfansuri Kadri, Sp.S; dr.Aida Fithrie,Sp.S; dr. Irina Kemala
Nasution,Sp.S; dr.Haflin Soraya Hutagalung,Sp.S; dr. Fasihah Irfani
Fitri, Sp.S, M.Ked(Neu), dr. Iskandar Nasution Sp.S, FINS; dr. RAD
Pujiastuti, Sp.S, M.Ked (Neu); dr. Chairil Amin Batubara,
Sp.S,M.Ked(Neu) dan guru-guru lainnya yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan
selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi
8. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah
memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik
sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Neurologi.
9. DR. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan
penulis dalam pembuatan tesis ini.
10. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-
USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, teristimewa kepada teman –teman
seangkatan (dr. Cut Diana Maya T, dan dr. Eva Rahmi Halim serta dr.
Minar Aritonang) yang banyak memberikan masukan berharga kepada
penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal
maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang
membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program
Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.
11. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah
bertugas selama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesiais ini,
serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program
Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.
12. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada seluruh pasien yang
sudah berobat ke RSUP H Adam Malik Medan baik yang ada di
Poliklinik Rawat Jalan dan juga Rawat Inap, tanpa anda saya tidak
mungkin bisa berkembang.
13. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan
kepada kedua orang tua saya, St. J. Siahaan, BA dan R.C.L Sitorus,
BA dan ayah dan ibu mertua saya, M.Sagala dan T.Siahaan, SPD
yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, dan
senantiasa memberi dukungan moril dan materi, bimbingan dan
nasehat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam
mengikuti pendidikan ini sampai selesai.
14. Teristimewa kepada suamiku tercinta dr.Irwan Pernandi Sagala, yang
selalu sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta
dan kasih sayang dalam suka dan duka, saya ucapkan terimakasih
yang setulus-tulusnya.
15. Teristimewa kepada buah hatiku tercinta Raphael Christopher Sagala
dan Michael William Alexander Sagala yang telah menjadi motivasi
dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini dan mendampingi Mama
dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka selama
Mama menjalani Program Pendidikan Dokter Spesiais Saraf dan
menyelesaikan tesis ini.
16. Kepada seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi
dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan
pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
17. Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan
satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya
haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Tuhan
melimpahkan rahmat dan kasihnya kepada kita semua. Akhirnya
penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat
bagi kita semua.
Semoga Tuhan membalas semua jasa dan budi baik mereka yang
telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita
penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
HELDA J
SIAHAAN
RIWAYAT HIDUP PENELITI
Data Pribadi
Nama lengkap : dr. Helda J Siahaan, M.Ked (Neu)
Tempat / tanggal lahir : Tebing Tinggi, 30 Juli 1980
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Dokter PNS di Puskesma Tarempa, Kab.
Kep. Anambas, Prov. Kepulauan Riau
Nama Ayah : J. Siahaan, BA
Nama Ibu : R.C.L Sitorus
Alamat : Jl. Sering No. 50 A, Medan
Telepon : 081370070987
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
Tahun 1987 – 1992 : SD St. Yosef II Medan
Tahun 1992 – 1995 : SMP St. Maria Medan
Tahun 1995 – 1998 : SMA Negeri I Medan
Tahun 1998 – 2005 : Pendidikan Dokter umum di Fakultas
Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2011 – 2014 : Pendidikan Magister Kedokteran Klinik
Program Ilmu Spesialis Saraf
Tahun 2011-sekarang : Program Spesialis di bidang Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Riwayat Pekerjaan
Tahun 2006 – 2007 : PTT di RSUD Lukas Hilisimaetano, Kab.
Nias Selatan
Tahun 2007 – 2009 : Dokter Umum di RSU St. Elisabet
Medan,Sumatera Utara
Tahun 2009 – Sekarang : Dokter PNS di Puskesmas Tarempa, Kab.
Kep. Anambas, Prov. Kepulauan Riau
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR PENGESAHAN UCAPAN TERIMA KASIH BIODATA
KATA PENGANTAR BIODATA DAFTAR ISI i DAFTAR SINGKATAN v DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN x ABSTRAK xi ABSTRACT xii
BAB I PENDAHULUAN 1 I.1 Latar Belakang 1 I.2 Perumusan Masalah 7 I.3 Tujuan Penelitian 7 I.3.1 Tujuan Umum 7 I.3.2 Tujuan Khusus 7 I.4 Hipotesa Penelitian 9 I.5 Manfaat Penelitian 9 I.5.1 Manfaat Penelitian Untuk Ilmu Pengetahuan 9 I.5.2 Manfaat Penelitian Untuk Penelitian 10 I.5.3 Manfaat Penelitian Untuk Masyarakat 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 II.1 Stroke Iskemik
II.1.1 Definisi II.1.2 Epidemiologi II.1.3 Faktor Resiko II.1.4 Klasifikasi II.1.5 Patofisiologi Stroke Iskemik
11 11 11 12 14 16
II.2 Trombosit II.2.1 Definisi II.2.2 Fungsi Trombosit dan Aktivasi Trombosit II.2.3 Aggregasi Trombosit dan Teknik Pemeriksaan
Aggregasi Trombosit II.2.4 Peranan Trombosit Pada Kaskade Koagulasi
17 17 19 22 25
II.3 D-Dimer II.3.1 Definisi II.3.2 Patofisiologi fibrin D-dimer II.3.3Kondisi-Kondis iyang Mengakibatkan
Peningkatan Titer D-dimer
28 28 29 31
II.4 Aspirin II.4.1 Definisi II.4.2 Struktur Kimia dan Metabolisme II.4.3 Farmakokinetik dan Farmakodinamik II.4.4 Dosis, Indikasi dan Efek Samping II.4.5 Peranan ASA Dalam Penanganan Stroke
32 32 32 33 36 38
Iskemik II.4.6 Peranan ASA Terhadap Aggregasi Trombosit
dan Kadar D-Dimer
39
II.5 Kerangka Teori 44 II.6 Kerangka Konsep 45 BAB III METODE PENELITIAN 46 III.1 Tempat dan Waktu 46 III.2 Subjek Penelitian
III.2.1 Populasi Sasaran III.2.2 Populasi terjangkau III.2.3 Besar Sampel III.2.4 Kriteria Inklusi III.2.5 Kriteria Ekslusi
46 46 46 47 48 48
III.3 Batasan Operasional 48 III.4 Instrumen Penelitian 50 III.5 Rancangan Penelitian 52 III.6 Pelaksanaan Penelitian
III.6.1 Pengambilan Sampel III.6.2 Kerangka Operasional
53 53 54
III.7 Variabel Yang Diamati 54 III.8 Analisa Statistik 55 III.9 Jadwal Penelitian 57 III.10 Personalia Penelitian 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 58 IV.1 Hasil Penelitian
IV.1.1 Karakteristik demografik penderita stroke iskemik yang menjadi sampel penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan
IV.1.2 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
IV.1.3 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
IV.1.4 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
IV.1.5 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
IV.1.6 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
IV.1 7 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
IV.1.8 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
IIV.1.9 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah
58 58 65 66 67 68 69 70 71 72
pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
IV.1.10 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
IV.1.11 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
IV.1.12 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
IV.1.13 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
IV.1.14 Perubahan skor NIHSS setelah pemberian ASA 100 mg pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
IV.1.15 Perubahan skor mRS setelah pemberian ASA 100 mg pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
IV.1.16 Perubahan skor NIHSS setelah pemberian ASA 300 mg pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
IV.1.17 Mengetahui perubahan skor mRS setelah pemberian ASA 300 mg pada hari pertama, ke 7 dan ke-20
72 73 74 75 75 76 77 77
IV.2 Pembahasan IV.2.1 Karakteristik demografik penderita stroke
iskemik yang menjadi sampel penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan
IV.2.2 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
IV.2.3 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
IV.2.4 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
IV.2.5 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
IV.2.6 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
IV.2 7 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300
78 79 80 81 82 83 85 87
mg pada hari ke-20 IV.2.8 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah
pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
IIV.2.9 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
IV.2.10 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
IV.2.11 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
IV.2.12 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
IV.2.13 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
IV.2.14 Perubahan skor NIHSS setelah pemberian ASA 100 mg pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
IV.2.15 Perubahan skor mRS setelah pemberian ASA 100 mg pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
IV.2.16 Perubahan skor NIHSS setelah pemberian ASA 300 mg pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
IV.2.17 Mengetahui perubahan skor mRS setelah pemberian ASA 300 mg pada hari pertama, ke 7 dan ke-20
IV.2.18 Keterbatasan Penelitian
88 90 92 92 93 94 94 95 95 96 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan V.2 Saran
99 99 100
DAFTAR PUSTAKA
101
DAFTAR SINGKATAN
ADP : Adenosin Diphospate
AIDS : Accute Immunodefisiency Syndrome
ASA : Acetyl Salicylic Acid
ASPECT : Aspirin-Induced Platelet Effect
BBB : Blood Brain Barrier
CABG : Coronary Artery Bypass Grafting
CAD : Coronary Arterial Disease
CD : Cluster of Differentiation
CI : Confidence Interval
COX : Cyclooxigenase
CT : Computed Tomography
FDP : Fibrin degradation product
GP : Glikoprotein
IL : Interleukin
LACI : Lacunar Infarct
LTA : Light Transmission Aggregometry
MABP : Mean Arterial Blood Pressure
mRS : modified Ranklin Scales
NIHSS : National Institute of Health Stroke Scales
O2 : Oksigen
OAINS : Obat Antiinflamasi Non Steroid
OR : Odds Ratio
PAC-1 : Procaspase-1
PACI : Partial Anterior Circulation Infarct
PFA : Platelet Function Analyzer
PGE2 : Prostaglandin
PLC : Phospholipase C
POCI : Posterior Circulation Infarct
PRP : Platelet Rich Plasma
PS : Phosphatidilserin
SFMC : Soluble Fibrin Monomer Complexes
SPSS : Statistical Product and Science Service
SSP : Sistim Saraf Pusat
TACI : Total Anterior Circulation Infarct
TIA : Transient Ischemic Attack
TNF : Tumor Necrotizing Factor
TOAST : Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment
tPA : tissue Plasminogen Activator
TXA2 : Tromboksan A2
vWF : von Willebrand Factor
WHO : World Health Organization
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Zona Anatomi Trombosit
18
Tabel 2. Platelet activator dan peranannya terhadap trombosit 21
Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian Tiap Kelompok ASA 60
Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian Tiap Kelompok ASA 64
Tabel 5. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
65
Tabel 6. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
66
Tabel 7. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
68
Tabel 8. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
69
Tabel 9. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
70
Tabel 10. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
71
Tabel 11 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
72
Tabel 12 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
72
Tabel 13 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
73
Tabel 14.
Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
74
Tabel 15.
Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
74
Tabel16. Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-
75
Tabel 17. Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
76
Tabel 18. Perbedaan rerata skor mRS setelah pemberian ASA 100 mg selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
76
Tabel 19. Perubahan rerata skor NIHSS setelah pemberian ASA 300 mg selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
77
Tabel 20. Perbedaan reratavskor mRS setelah pemberian ASA 300 selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari Karakteristik Subjek Penelitian
77
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2
Jalur aktifasi trombosuit
Pembentukan Sumbat Platelet
22
24
Gambar 3. Kurva Bifasik Aggregasi Trombosit 28
Gambar 4.
Gambar 5,
D-dimer sebagai marker reaktif pada keseimbangan
homeostasis
Struktur Kimia dan Metabolisme Aspirin
31
33
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Mekanisme Kerja Aspirin Pada Trombosit dan
Endotel Vaskular
Peranan Asam Asetisalisilat dalam Aktifasi
Trombosit
Efek antitromboti asam asetilsalisilat
35
40
43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan Kepada Penderita/Keluarga
Lampiran 2. Surat Persetujuan ikut dalam Penelitian
Lampiran 3. Lembar Pengumpul Data
Lampiran 4. National Institute of Health Stroke Scales
Lampiran 5. Modified Ranklin Scales
Lampiran 6. Persetujuan dari Komite Etik
ABSTRAK
Latar Belakang : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efek pemberian asam asetilsalisilat dosis 100 mg dan 300 mg terhadap fungsi agregasi trombosit, kadar D-dimer dan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik akut
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimentil. Setiap pasien yang menderita stroke iskemik akan dilakukan tindakan CT sken kepala. Penderita stroke iskemik dan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi akan dimasukkan sebagai sampel penelitian. Subjek penelitian akan diberikan asam asetilsalisilat (ASA) dosis 100 mg atau dosis 300 mg selama 20 hari. Setelah itu akan diambil data fungsi aggregasi trombosit, kadar D-dimer, skor NIHSS dan skor mRS sebanyak 3 kali(hari 1, hari ke-7 dan hari ke-20) setelah pemberian asam asetilsalisilat dosis 100 mg atau dosis 300 mg per hari
Hasil : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar aggregasi trombosit pada hari ke-1, ke-7 dan ke-20 setelah pemakaian ASA 100 mg dan ASA 300 mg dengan menggunakan agonis ADP konsentrasi ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM (p>0,05). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-1, ke-7 dan ke-20 tidak signifikan (p>0,05), namun pada skor mRS terdapat perubahan yang signifikan (p<0,05) Kesimpulan : Pemberian ASA 300 mg pada penderita stroke iskemik akut memberikan perubahan yang signifikan terhadap outcome fungsional (skor mRS) dibandingkan ASA 100 mg walaupun tidak menunjukkan perubahan pada kadar aggregasi trombosit dan kadar D-dimer pada kedua dosis ASA. Kata kunci : Asam Asetilsalisilat, ASA, aggregasi trombosit, d-dimer, outcome fungsional
ABSTRACT
Background : The aim of the study was to know the differentiation of the effect of asetilsalicilic acid 100 mg and 300 mg to platelet aggregation, D-dimer level and functional outcome among acute ischemic stroke patients.
Methodes : Thi study was an experimental study. Every patient suspected suffered from ischemic stroke will take a head CT scan to prove the disease. Every ischemic stroke patient that fulfil the inclusions and exclusions criteria will be included in this study. All the subject of this study will received ASA 100 mg or 300 mg randomly. The level of platelet aggregation, D-dimer level and functional outcom will be taken in three times (at 1st day, 7th day and 20th day after taking ASA)
Result: There is no significant differences in platelet aggregation on 1st day, 7th day and 20th day after taking ASA 100 mg and 300 mg by using agonist ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM and 10 µM (p>0,05). There is no significant differences in D-dimer level after taking ASA 100 mg and ASA 300 mg daily on 1st day, 7th day and 20th day (p>0,05). There is no significant differences in NIHSS and mRS score after taking ASA 100 mg for 20 days. There is a changes in NIHSS score mean after taking ASA 300 mg for 20 days, but not significant (p>0,05). There is a significant difference in mRS score after taking 300 mg ASA for 20 days.
Conclusion: Asethylsalicylic acid 300 mg for ischemic stroke patient will change the functional outcome (mRS score) significantly compared with those patients taking 100 mg ASA eventhough there are no changes in platele aggregation and D-dimer level between those 2 doses ASA.
Keywords : Asethylsalicilic acid, ASA, platelet aggregation, d-dimer, functional outcome
LAMPIRAN 1
LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat pagi Bapak/Ibu Yth,
Saya dr. Helda J Siahaan, saat ini sedang menjalani Program
Pendidikan Dokter Spesialis Saraf di FK USU dan saat ini sedang
melakukan penelitian yang berjudul :
“PERBEDAAN EFEK PEMBERIAN ASAM ASETILSALISILAT
DOSIS 100 mg DAN 300 mg TERHADAP FUNGSI AGGREGASI
TROMBOSIT, KADAR D-DIMER DAN OUTCOME FUNGSIONAL
PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT”
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan
kemampuan penggumpalan sel-keping darah (aggregasi trombosit) dan
kecenderungan penggumpalan darah (D-dimer) pada pemberian dua
dosis aspirin yang berbeda terhadap perbaikan fungsional pada penderita
stroke iskemik akut. Adapun manfaatnya bagi Bapak/Ibu adalah agar
dokter dapat melakukan pencegahan dan penanganan yang tepat
terhadap kondisi yang berhubungan dengan kemampuan penggumpalan
sel-keping darah dan kecenderungan penggumpalan darah akibat
pemberian aspirin dengan dosis 100 mg atau 300 mg terhadap stroke
iskemik. Bapak/Ibu akan diikutkan dalam penelitian ini. Untuk lebih
jelasnya, prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
Semua penderita stroke akut yang telah dikonfirmasi dengan CT-
scan kepala yang dirawat di ruang Rawat Inap Departemen Neurologi
RSUP. H. Adam Malik Medan, yang memenuhi kriteria yang telah
ditentukan, dilakukan pemeriksaan fungsi sistem sarafnya (pemeriksaan
neurologi). Kemudian setelah berpuasa minimal 10 jam akan diambil
darahnya sebanyak ± 2 sendok makan untuk memeriksa kadar
kemampuan penggumpalan sel-keping darah dan dan kecenderungan
penggumpalan darah pada hari 1, 7 dan 20 di laboratorium Patologi Klinik
RSUP.H. Adam Malik Medan. Pada lazimnya tindakan ini tidak akan
menimbulkan hal-hal yang berbahaya, dan efek samping yang mungkin
muncul adalah seperti nyeri atau bengkak pada tempat diambilnya darah,
hal ini dapat hilang dengan sendirinya dalam satu atau dua hari. Namun,
bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung,
atau ada hal yang kurang jelas yang ingin ditanyakan, Bapak/Ibu dapat
menghubungi saya, dr. Helda J Siahaan (HP. 081370070987) untuk
mendapat pertolongan.
Apabila bapak/ibu setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini, maka
sebagai ucapan terimakasih saya akan memberikan kenang-kenangan
berupa gantungan kunci. Dan bapak/ibu akan berhak untuk mengetahui
hasil pemeriksaan darah yang dilakukan terhadap bapak/ibu.
Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu yang telah ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini, diharapkan bapak/ibu bersedia mengisi
lembar persetujuan turut serta terhadap bapak/ibu/keluarga bapak/ibu
dalam penelitian yang telah disiapkan.
Medan,................................2015
Peneliti,
(dr. Helda J Siahaan)
LAMPIRAN 2
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama (No. HP) : Jenis Kelamin : Umur : Pekerjaan : Alamat : dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan
PERSETUJUAN
untuk dilakukan pemeriksaan fisik, neurologik dan pemeriksaan kadar
kemampuan penggumpalan sel-sel keping darah dan kecenderungan
penggumpalan darah terhadap diri/suami/istri/ ayah/ ibu / -
_________saya:
Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pekerjaan : yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko
yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah
saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya
buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.
Medan , .......................................... 2015
Yang memberikan penjelasan, Yang membuat pernyataan
persetujuan
dr.Helda J Siahaan ......................................................
LAMPIRAN 3
LEMBAR PENGUMPULAN DATA PASIEN
Nama :
Alamat :
Umur :
Status : Menikah Belum Menikah
Jenis Kelamin : Pria Wanita
Pendidikan :
Pekerjaan : PNS IRT Pelajar Lain-lain :
Keadaan Umum :
Sens : TD : mmHG HR : x/menit
RR : x/menit S : x/menit
Onset hari ke :
Diagnosa fungsional :
Head CT-scan :
Laboratorium :
Hb : Eritrosit : Leukosit : Trombosit : Hematokrit : KGDp : KGD2jpp : KGD ad random :
Fungsi Agregasi Trombosit h1 : Fungsi Agregasi Trombosit h7 : Fungsi Agregasi Trombosit h20 : Skor NIHSS h1 : Skor NIIHSS h7 : Skor NIHSS h20
Kolesterol Total : LDL : HDL : Trigliserida : Ureum/Kreatinin : SGOT/SGPT : MPV :
: Skor mRS h1 : Skor mRS h7 : Skor mRS h20 : D-dimer h1 : D dimer h7 : D dimer h 20 :
Riwayat Penyakit : Merokok/Hipertensi/Diabetes Melitus/Hiperkolesterolemia/Stroke
pada keluarga/Peny.Jantung* (*coret yang tidak perlu)
LAMPIRAN 4 Nama Pasien :
National Institute of Health Stroke Scale
(NIHSS)
1.a. Derajat Kesadaran
0 = sadar penuh
1 = somnolen (tidak sadar, tetapi bangun dengan stimulasi minimal
2 = stupor (memerlukan stimulasi berulang untuk bangun)
3 = koma
1.b. Menjawab Pertanyaan (pasien menyebut bulan sekarang dan
umurnya)
0 = kedua jawaban benar
1 = satu jawaban benar / tidak bisa bicara karena ETT atau disartria
2 = kedua jawaban salah / afasia / stupor
1.c. Perintah : minta pasien membuka dan menutup mata dan mengepal /
membuka kepalan tangannya pada sisi sehat .
0 = kedua perintah benar
1 = satu perintah benar
2 = kedua perintah salah
2. Gerakan Mata Konyugat Horizontal
0 = normal
1 = gerakan abnormal hanya pada satu mata
2 = deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada
kedua mata
3. Lapangan Pandang Pada Tes Konfrontasi
0 = tidak ada gangguan (lapangan pandang baik)
1 = kwadranopia
2 = hemianopia total
3 = hemianopia bilateral (buta kortikal)
4. Paresis Wajah : minta pasien menunjukkan gigi atau mengangkat alis
dan menutup mata
0 = normal (gerakan simetris)
1 = paresis ringan (sudut nasolabial rata, asimetri saat senyum
2 = paresis parsial (total paralise dari wajah bagian bawah)
3 = paresis total (komplit paralise dari satu atau kedua sisi / tidak ada
gerakan wajah
pada bagian atas dan bawah)
5. Fungsi Motorik Lengan Kanan
0 = tidak ada simpangan (OS disuruh angkat dua lengannya selama
10 detik)
1 = lengan menyimpang kebawah selama 10 detik
2 = lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan
secara penuh
3 = tidak dapat melawan gravitasi
4 = tidak ada gerakan
X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)
6. Fungsi Motorik Lengan Kiri (idem nomor 5)
7. Fungsi Motorik Tungkai Kanan
0 = tidak ada simpangan (OS disuruh angkat dua kakinya bergantian
selama 10 detik)
1 = kaki menyimpang kebawah selama 10 detik
2 = kaki terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan
secara penuh
3 = tidak dapat melawan gravitasi
4 = tidak ada gerakan
X = tidak dapat diperiksa (amputasi / sendi menyatu)
8. Fungsi Motorik Tungkai Kiri (idem nomor 7)
9. Ataxia Anggota Badan
0 = tidak ada ataxia
1 = ataxia pada satu ekstremitas
2 = ataxia pada dua atau lebih ekstremitas
3 = tidak dapat diperiksa
10. Sensorik (gunakan jarum untuk memeriksa lengan, tungkai, badan dan
wajah, bandingkan sisi demi sisi)
0 = normal
1 = defisit parsial yaitu merasa tapi berkurang
2 = defisit berat yaitu tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral
11. Bahasa terbaik (minta pasien menjelaskan gambar atau nama)
0 = tidak ada afasia
1 = afasia ringan sedang
2 = afasia berat
3 = tidak dapat bicara (bisu) / global afasia / koma
12. Disartria (minta pasien mengucapkan beberapa kata)
0 = artikulasi normal
1 = disartria ringan sedang
2 = disartria berat (tidak dimengerti atau tidak mampu bicara)
3 = tidak dapat diperiksa (intubasi atau hambatan fisik lain)
13. Neglect / tidak ada atensi
0 = tidak ada
1 = parsial
2 = total
Skor Total : - Saat Masuk Rumah Sakit = .........................
Nilai NIHSS berkisar antara 0 – 42
1. Nilai < 4 = stroke ringan
2. Nilai antara 4-13 = stroke sedang
3. Nilai > 13 = stroke berat
Dikutip dari : Guideline Stroke 2011
LAMPIRAN 5 Nama Pasien :
MODIFIED RANKIN SCALE
DESKRIPSI NILAI
Tidak ada gejala 0
Tidak ada disabilitas yang signifikan meskipun ada gejala ; 1
mampu melakukan semua aktifitas yang biasa sehari-hari
Disabilitas ringan ; 2
tidak mampu melakukan beberapa jenis aktifitas baru
akan tetapi masih mampu mempertahankan urusan hal-hal
sehari-hari tanpa bantuan
Disabilitas sedang ; 3
memerlukan sedikit pertolongan akan tetapi bisa berjalan
tanpa bantuan
Disabilitas sedang-berat ; 4
tidak mampu berjalan tanpa bantuan dan tidak mampu
melayani kebutuhan diri sendiri tanpa dibantu
Disabilitas berat ; 5
bedridden, tidak mampu duduk sendiri,
inkontinensia, membutuhkan perawatan, bantuan, dan
perhatian perawat
Meninggal 6
Nilai modified Rankin Scale :
mRS 0-2 : outcome baik
mRS 3-6 : outcome buruk
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Stroke merupakan suatu sindrom neurologi yang merupakan
ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di
Indonesia sendiri stroke tercatat sebagai angka kematian tertinggi 15,4 %
(Misbach J dkk, 2011).
Peningkatan morbiditas yang ditimbulkan oleh stroke merupakan
hal yang penting untuk diperhatikan sehingga bukan hanya pencegahan
terjadinya stroke saja yang menjadi tujuan pengobatan namun juga
mencegah terjadinya morbiditas lebih lanjut pun harus diperhatikan (Rist
PM dkk, 2012).
Trombosit adalah suatu komponen hemostasis yang penting dan
berperan dalam proses aterotrombosis berdasarkan kemampuannya
untuk melekat pada dinding pembuluh darah yang rusak dan
berakumulasi pada lokasi injuri. Meskipun adesi dan aktifasi trombosit
merupakan suatu proses fisiologis, namun bila tidak terkontrol maka bisa
menyebabkan pembentukan trombus intraluminal dan oklusi pembuluh
darah dan berakibat terjadinya iskemik baik transien maupun permanen
maupun nekrosis (Brass L, 2010).
Peranan trombosit pada hemostasis normal dan kelainan-kelainan
vaskular sudah diketahui dengan baik. Setiap aspek pada trombosit, baik
bentuknya, densitas yang tinggi, kandungan granul-granul yang
disekresikan oleh trombosit dan kemampuannya utnuk membentuk
trombin sudah ditentukan untuk membentuk suatu sumbat hemostatik
pada keadaan aliran darah yang cepat (Brass L, 2010).
Moghadam SF dkk (2007) menuliskan adanya peningkatan aktifitas
trombosit setelah kejadian stroke akut. Hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya marker PAC-1, CD62P dan CD23. Penelitian mereka juga
menemukan bahwa aggregasi trombosit pada penderita stroke iskemik
lebih tinggi bila dibandingkan penderita Transient Ischemic Attack (TIA).
Asam asetilsalisilat (acethylsalicilic acid/ASA) adalah salah satu
terapi yang efektif pada penanganan primer maupun sekunder terhadap
penatalaksanaan stroke iskemik (Aydinalp A dkk, 2010). Menurut
penelitian Antithrombotic Trialists’ Collaboration, tidak ada perbedaan
efektifitas pemberian ASA dengan dosis medium (160-325 mg/hari) dan
dosis rendah (75-150 mg/hari). Sedangkan dosis tinggi (500-1.500
mg/hari) efektif namun lebih bersifat gastrotoksik (Aydinalp A dkk, 2010).
Asam asetilsalisilat (ASA) adalah suatu obat yang memiliki efek
anti-inflamasi, anti-trombotik dan efek analgetik. Efek yang paling
menguntungkan dari ASA terutama adalah sebagai anti-platelet yang
menghambat pembentukan trombus platelet di arteri. Antiplatelet yang lain
memiliki efektifitas yang tidak sama baiknya dengan ASA (Mehmetoglu I
dkk, 2012).
Asam asetilsalisilat (ASA) juga memiliki efek antioksidan yang kuat.
Namun selain mekanisme antiplatelet dan antiinflamasi, mekanisme kerja
ASA yang lainnya belum banyak diketahui (Mehmetoglu I dkk, 2012).
Penelitian yang dilakukan Aydinalp A dkk (2010) yang juga
dilakukan pada 2 dosis ASA yang berbeda mendapatkan secara
keseluruhan prevalensi inhibisi platelet inkomplit terdapat pada 22%
sampel penelitian. Inhibisi platelet inkomplit ini lebih tinggi pada pasien
yang diterapi dengan ASA dosis 100 mg (30,4%) dibandingkan ASA dosis
300 mg. Penelitian ini juga mendapatkan bahwa jenis kelamin dan dosis
ASA berhubungan dengan inhibisi platelet inkomplit. Pada analisis
multivariat dari penelitian mereka juga didapatkan bahwa jenis kelamin
wanita (OR= 0,99; 95% IK 0,9913-0,9994; p=0,025) dan dosis ASA
(OR=3,38; 95% IK 1,4774-7,7469; p=0,003) merupakan faktor prediktif
independen terhadap inhibisi platelet inkomplit. Sehingga penelitian
mereka menyimpulkan bahwa pengobatan dengan menggunakan dosis
yang lebih tinggi dapat mengurangi aggregasi platelet inkomplit terutama
pada pasien wanita.
Penelitian Rist PM dkk (2012) menemukan bahwa setelah follow up
rata-rata selama 9,9 tahun, penderita yang mendapatkan ASA dengan
dosis 100 mg per hari dapat mengurangi resiko iskemik serebral namun
tidak memiliki outcome fungsional yang berbeda.
Wongkornrat W dkk (2011) melakukan suatu studi secara prospektif
pada 100 orang pasien yang menjalani Coronary Artery Bypass Grafting
(CABG). Dalam penelitiannya mereka meneliti perbandingan aggregasi
trombosit setelah pemberian ASA dosis rendah (<100 mg) dan dosis tinggi
(>100 mg) per hari. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 kali (post operatif,
hari ke 2 dan hari ke-8). Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan akibat pemberian ASA dengan 2 dosis tersebut
terhadap aggregasi trombosit (post CABG hari ke-2 p=0,161; hari ke-8
p=0,0098). Penelitian ini menyimpulkan pemberian ASA dosis rendah
sebaiknya diberikan pada pasien post CABG karena intensitas aggregasi
platelet antara kedua kelompok ini tidak berbeda dan memberikan efek
profilaksis yang sama efektifnya dengan ASA dosis tinggi.
Suatu penelitian metaanalisis terhadap terapi antiplatelet
menunjukkan adanya penurunan efektifitas kerja ASA yang cukup
progresif terutama setelah 2 tahun pengobatan (Antiplatelet Trialists’
Collaboration, 2002).
Pulcinelli FM dkk (2004) membandingkan efek pemberian ASA
selama 2 bulan yang ternyata secara signifikan menghambat aggregasi
trombosit, dan efek inhibisi ini akan menurun secara progresif. Pada follow
up setelah 24 bulan, collagen induced platelet aggregation secara
signifikan lebih tinggi daripada yang di follow up selama 2 bulan (p<0,05).
Perbedaan ini lebih jelas terlihat setelah pemerikaan collagen induced lag
phase (p<0,01). Studi ini menyimpulkan bahwa pengobatan ASA dengan
jangka panjang berhubungan dengan penurunan sensitifitas trombosit
terhadap obat ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Arazi dkk (2012) dimana mereka
membandingkan efek antiplatelet pada pasien post CABG yang
mendapatkan ASA dosis tunggal 100 mg/hari, 300 mg/hari mg dan dosis
terbagi 100 mg 3 kali per hari. Mereka menemukan bahwa efek
antiaggregasi trombosit lebih baik ditunjukkan pada pasien yang
mendapatkan ASA dosis 100 mg yang diberikan 3 kali sehari (p<0,05).
Studi yang meneliti dampak ASA terhadap morbiditas yang
ditimbulkan oleh stroke masih cukup sedikit. Penelitian-penelitian yang
pernah dilakukan menunjukkan hasil yang inkonsisten mengenai dampak
pemberiannya pada penderita stroke. Rist PM dkk (2012) menunjukkan
adanya efek yang berbeda terhadap outcome fungsional setelah
pemberian ASA pada penderita stroke.
Pada suatu studi prospektif Northwick Park Heart Study yang
dilakukan tahun 1993 ditemukan adanya peran faktor koagulasi dalam
perkembangan proses aterosklerosis dan komplikasinya seperti stroke
dan infark miokard. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kadar fibrinogen
sangat berhubungan dengan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular.
Produk-produk degradasi fibrin seperti soluble fibrin monomer complexes
(SFMC) dan D-dimer akan dibentuk di dalam tubuh selama aktifasi
fibrinolisis. Disisi lain, peningkatan SMFC dan D-dimer di dalam plasma
juga merupakan penanda aktifitas koagulasi di dalam darah (Orynchak
MA dkk, 2014).
Kadar D-dimer akan meningkat pada stroke fase subakut dan turun
perlahan-lahan. Kadar D-dimer plasma darah dan mean arterial blood
pressure (MABP) merupakan prediktor independen terhadap progresifitas
stroke. Penelitian Barber M dkk (2006) terhadap 219 penderita stroke
menemukan bahwa terdapat korelasi yang kuat antar kadar D-dimer
dengan progresifitas stroke. Penderita stroke iskemik memiliki resiko tinggi
untuk mengalami suatu progresifitas yang dapat diidentifikasi dengan
pengukuran kadar D-dimer ini. D-dimer dapat memberikan informasi dini
mengenai prognosis pada stroke iskemik.
Woodward M dkk (2004) melakukan studi The Clopidogrel and
Aspirin: Determination of the effects on Thrombogenocity (CADET) untuk
mengetahui perbandingan efek clopidogrel dan ASA terhadap variabel
trombosis setelah pengobatan dengan ASA (75 mg/hari) atau clopidogrel
(75 mg/hari). Setelah pengobatan selama 1 bulan terdapat penurunan
kadar fibrinogen, D-dimer, vWF dan faktor VIII yang signifikan pada kedua
kelompok pengobatan.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang
telah diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut :
Adakah perbedaan efek pemberian asam asetilsalisilat dosis 100 mg dan
300 mg terhadap fungsi aggregasi trombosit, kadar d-dimer dan outcome
fungsional pada penderita stroke iskemik akut
I.3 Tujuan Penelitian
I.3.1Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan efek pemberian ASA dosis 100 mg dan 300
mg terhadap fungsi aggregasi trombosit, kadar D-dimer dan outcome
fungsional pada penderita stroke iskemik akut
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah
pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
2. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah
pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
3. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah
pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
4. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok
yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA
300 mg pada hari pertama
5. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok
yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA
300 mg pada hari ke-7
6. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok
yang tidak mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA
300 mg pada hari ke-20
7. Mengetahui perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA
100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
8. Mengetahui perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA
100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
9. Mengetahui perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA
100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
10. Mengetahui perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari pertama
11. Mengetahui perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan telah mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari ke-7
12. Mengetahui perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari ke-20
13. Mengetahui perubahan skor NIHSS setelah pemberian ASA 100 mg
pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
14. Mengetahui perubahan skor mRS setelah pemberian ASA 100 mg
pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
15. Mengetahui perubahan skor NIHSS setelah pemberian ASA 300 mg
pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
16. Mengetahui perubahan skor mRS setelah pemberian ASA 300 mg
pada hari pertama, ke 7 dan ke-20
17. Mengetahui karakteristik demografik penderita stroke iskemik yang
menjadi sampel penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan
I.4 Hipotesa Penelitian
Ada perbedaan efek pemberian ASA dosis 100 mg dan 300 mg terhadap
fungsi aggregasi trombosit, kadar D-dimer dan outcome fungsional pada
penderita stroke iskemik akut
I.5 Manfaat Penelitian
I.5.1 Manfaat Penelitian Untuk Ilmu Pengetahuan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah keilmuan dalam mengetahui efek pemberian ASA pada 2 dosis
yang berbeda terhadap fungsi aggregasi trombosit, kadar D-dimer dan
outcome fungsional.
I.5.2 Manfaat Penelitian Untuk Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan menjadi dasar penelitian
selanjutnya yang bersifat kohort dengan jumlah sampel yang lebih banyak
sehingga akan didapatkan data yang lebih representatif.
I.5.3 Manfaat Penelitian Untuk Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pada penderita stroke
iskemik memiliki ketaatan yang maksimal dalam menggunakan ASA
dengan dosis yang optimal sehingga didapatkan outcome fungsional yang
lebih baik bagi pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 STROKE ISKEMIK
II.1.1. DEFINISI
Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut disebabkan
oleh iskemik atau perdarahan berlangsung 24 jam atau meninggal, tapi
tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).
Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis disebabkan
infark fokal serebral, spinal dan infark retinal. Dimana infark SSP (Sistem
Saraf Pusat) adalah kematian sel pada otak, medulla spinalis, atau sel
retina akibat iskemia (Sacco dkk, 2013).
II.1.2 Epidemiologi
Stroke adalah salah satu sindrom neurologi yang merupakan
ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di
Amerika Serikat, stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian
setelah penyakit jantung, sedangkan di Indonesia stroke merupakan
penyebab kematian tertinggi (Misbach J dkk, 2011)
Data dunia yang banyak dipublikasi adalah data dari studi
Framingham, yang merupakan pengamatan setiap 2 tahun, selama 36
tahun (mulai tahun 1950) pada 5070 pria dan wanita yang tidak
berpenyakit kardiovaskular, berusia 30-62 tahun. Selama pengamatan
tersebut didapatkan kasus stroke dan TIA sebanyak 693 orang (Misbach J
dkk,2011)
Data pada 28 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa usia
rata-rata penderita stroke pada studi itu adalah 58,8 ± 13,3 tahun dengan
rentang 18-95 tahun. Usia rata-rata wanita lebh tua daripada pria (60,4 ±
13,8 tahun versus 57,5 ± 12,7 tahun). Usia kurang dari 45 tahun sebanyak
12,9% dan lebih dari 65 tahun sebanyak 35,8%. Berbeda dengan studi
Framingham yang mendapatkan kejadian stroke pada pria lebih tinggi dari
wanita, namun pada studi di Indonesia ini kejadan pada wanita lebih
banyak dari pria (53,8% versus 46,2%). Dari data ini menunjukkan bahwa
terdapat peningkatan kejadian stroke yang bekorelasi dengan
pertambahan usia. Faktor resiko utama penderita stroke dalam studi ini
adalah hipertensi (73,9%). Kejadian atrial fibrilasi dijumpai sebanyak 5,8%
dan penyakit katub jantung 3,4%. Faktor resiko Diabetes Melitus terdapat
17,3 %; polisitemia 1,7 %; hiperkolesterolemia 16,4%; pemakaian pil
kontrasepsi, merokok, alkohol dan riwayat stroke dijumpai masing-masing
1,5%; 20,4 % ; 1,4% dan 19,9% (Misbach J dkk, 2011).
II.1.3 Faktor Resiko
Faktor- faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Sjahrir, 2003):
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan / genetik
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,
low fruit diet.
3. Alkoholik
4. Obat – obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet,
obat kontrasepsi.
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatik, (Accute Immunodefisiency
Syndrome) AIDS, lupus
5. Gangguan ginjal
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain
II.1.4 Klasifikasi
Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap
jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa
yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Sjahrir H, 2003)
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu :
1. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infarcy (TACI)
3. Lacunar Infarct (LACI)
4. Posterior Circulation Infarct (POCI)
V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti Trial of
Org 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST) (Sjahrir H, 2003)
1. Aterosklerosis Arteri Besar
2. Kardioembolisme
3. Oklusi Arteri Kecil
4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menentukan
a. Non-aterosklerosis Vaskulopati
• Non inflamasi
• Inflamasi non infeksi
• Infeksi
b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi
5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan
II.1.5 Patofisiologi Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap, yaitu (Sjahrir, 2003):
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah otak.
b. Pengurangan O2.
c. Kegagalan energi.
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion.
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion.
b. Spreading depression.
Tahap 3 : Inflamasi
Respon inflamatorik pada stroke iskemik akut mempunyai pengaruh
buruk yang memperberat bagi perkembangan infark serebri. Berbagai
penelitian menunjukkan adanya perubahan kadar sitokin pada penderita
stroke iskemik akut. Sitokin adalah mediator peptida molekuler,
merupakan protein atau glikoprotein yang dikeluarkan oleh suatu sel dan
mempengaruhi sel lain dalam suatu proses inflamasi, contohnya limfokin
dan interleukin (IL-1 beta, IL-6, IL-8, TNF-α) yang merupakan sitokin pro
inflamatorik. Adanya IL-8 tersebut merupakan diskriminator terkuat yang
membedakan kasus stroke dengan non stroke. Produksi sitokin yang
berlebihan mengakibatkan plugging mikrovaskuler serebral dan pelepasan
mediator vasokonstriktif endotel sehingga memperberat penurunan aliran
darah, juga mengakibatkan eksaserbasi kerusakan Blood Brain Barrier
(BBB) dan parenkim melalui pelepasan enzim hidrolitik, proteolitik dan
produksi radikal bebas yang akan menambah neuron yang mati (Sjahrir,
2003)
Tahap 4 : Apoptosis
II.2. TROMBOSIT
II.2.1. Definisi
Trombosit adalah komponen darah dengan ukuran terkecil dari 2-4
mikron yang dianggap bukan sel yang sesungguhnya karena sel ini tidak
memiliki nukleus. Trombosit merupakan fragmen sitoplasmik pada
megakariosit dengan waktu maturasi selama 4-5 hari. Usia trombosit
adalah sekitar 10 hari pada sirkulasi (Johns CS, 2004).
Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron, trombosit dibagi
menjadi 3 zona anatomi yang berbeda, yaitu zona membran (membran
plasma, membran trombosit, submembran), zona sitoskeleton (membantu
mempertahankan bentuk trombosit, kemampuan kontraktilitas), dan zona
organela (bertanggung jawab dalam penyimpanan dan pelepasan
kandungan-kandungan trombosit yang berperan dalam aggregasi
trombosit) (Johns CS, 2004).
Tabel 1. Zona Anatomi Trombosit
Dikutip dari : Johns CS.2004.Platel Function Testing. Clinical Hemostasis Review. Esoterix.18(4):1-9
Membran plasma mengelilingi permukaan trombosit dan
mengandung suatu mukopolisakarida yang menyerap protein prokoagulan
plasma seperti fibrinogen, faktor V, faktor VIII, faktor XI dan faktor XII.
Tujuan perlekatan ke permukaan trombosit adalah menjaga protein
koagulasi tetap berada pada lokasi injuri vaskular sehingga bisa
berpartisipasi pada proses koagulasi dalam membentuk fibrin (Johns CS,
2004).
Membran trombosit terbentuk dari suatu sistem mikrotubulus yang
berfungsi sebagai struktur pendukung trombosit tersebut. Kepadatan
sistem tubulus meluas hingga ke interior trombosit dan memperluas
permukaan trombosit tersebut. Tubulus ini akan menyediakan tempat
penyimpanan kalsium dan mengandung fosfolipid. Fosfolipid beperan
dalam pembentukan prostaglandin, yang selanjutnya memediasi
aggregasi trombosit. Sistim tubular inilah lokasi pembentukan
prostaglandin (Johns CS, 2004).
Daerah submembran dari membran trombosit mengandung
reseptor glikoprotein (GP) atau integrin seperti GPIb, GPIIb, GPIIIa, dan
GP IX. Glikoprotein menyediakan lokasi utama untukperlekatan fibrinogen,
faktor von Willebrand (vWF) dan ligan-ligan lainnya yang diperlukan untuk
adesi dan aggregasi trombosit (Johns CS, 2004).
II.2.2 Fungsi Trombosit dan Aktivasi Trombosit
Telah banyak penelitian yang mendiskusikan peranan trombosit
pada hemostasis dan trombosis. Adesi trombosit pada matriks
ekstraselular merupakan langkah inisisal pada terjadinya hemostasis
primer. Trombosit akan bergulung, melekat dan menyebar di dalam
matriks kolagen untuk membentuk suatu lapisan trombosit yang teraktifasi
(activated platelet monolayer). Adesi ini diperantarai oleh interaksi antara
reseptor kompleks glikoprotein (GP) Ib/V/IX pada permukaan trombosit
terhadap faktor von Willebrand (vWF) dan GPVI dan GPIa terhadap
kolagen di lokasi injuri (Jennings K, 2009).
Interaksi antara vWF dan GPIb/V/IX diperlukan sebagai adesi inisial
antara trombosit kepada subendotelium pada keadaan high shear (seperti
pada arteri, arteriol, dan arteri yang stenosis). Pada keadaan normal,
soluble vWF tidak berinteraksi dengan GPIb/V/IX. Namun, saat
diimobilisasi oleh lokasi injuri yang terpapar kolagen, keduanya akan
membentuk adesi yang kuat (Jennings K, 2009).
Aktifasi dan rekrutmen trombosit distimulasi oleh ikatan antara
produk-produk sekresi trombosit dan faktor-faktor prtrombotik lokal lainnya
(tissue factor), yang akhirnya menuntun pada terbentuknya sumbat
hemostasis. Terdapat banyak jalur untuk mengaktivasi trombosit,
termasuk yang distimulasi oleh kolagen, adenosin diphospate (ADP),
tromboxan A2, epinefrin, serotonin dan trombin. Akumulasi aktivasi seluruh
aktifator ini akan menarik trombosit-trombosit dari sirkulasi, yang
selanjutnya juga akan menyebabkan peristiwa aktivasi trombosit yang
berbeda-beda (Jennings K, 2009).
Tabel 2. Platelet activator dan peranannya terhadap trombosit
Dikutip dari : Jennings K.2009. Mechanism of platelet activation: Need for new strategies to protect against platelet-mediated atherothrombosis.Thromb Haemost.102 : 248-257
Aktifasi trombosit dimulai setelah aktifasi phospholipase C (PLC)
yang menghidrolisa membran fosfatidilinositol-4,5-bifosfat sehingga
menghasilkan second messengers yang diperlukan untuk meningkatkan
konsentrasi Ca+ di sitosol, sehingga akan terjadi aktifasi integrin melalui
suatu jalur yang terdiri dari faktor pertukaran (yaitu CaIDAG-GEF), suatu
switch (yaitu suatu kelompok Ras), suatu adaptor ( yaitu Rap1-GTP-
interacting adapator mollecule (RIAM1)), dan suatu protein yang
berinteraksi terhadap integrin sitosol (kindlin dan talin). Isoform PLC mana
yang akan teraktifasi tergantung pada agonis yang ada. Kolagen akan
mengkatfkan PLCɤ 2 meggunakan mekanisme yang tergantung paa
protein tirosin kinase dan molekul scaffold. Sedangkan trombin, ADP dan
TXA2 mengaktifasi PLCβ menggunakan Gq sebagai perantara (Brass dkk,
2010)
Gambar 1. Jalur aktifasi trombosit
Dikutip dari : Brass, L. 2010. Understanding and evaluating platelet
function.American Society of Hematology: 387-396
II.2.3 Aggregasi Trombosit dan Teknik Pemeriksaan Aggregasi
Trombosit
Pembentukan sumbat platelet seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, terbagi atas beberapa fase (inisiasi, ekstensi dan stabilisasi).
Inisiasi oleh kolagen atau trombin akan menghasilkan suatu fibrin
monolayer yang akan mendukung adesi trombosit lainnya yng juga sudah
teraktifasi. Ekstensi terjadi saat trombosit yang lainnya melekat pada fibrin
monolayer dan kemudian teraktifasi. Pada tahap ini trombin, ADP dan
TXA2 memiliki peranan yang sangat besar, yaitu mengaktifkan trombosit
melalui reseptor-reseptornya dipermukaan sel tesebut sehingga terbentuk
suatu protein heterometrik G. Adenosin difosfat (ADP) disekresikan dari
granul di dalam trombosit, sedangkan TXA2 dibentuk dari sintesa asam
arakidonat yang dilepaskan oleh membran fosfolipid trombosit bila
trombosit teraktifasi. Pembentukan TXA2 ini tergantung pada enzim COX-
1 yang bisa dihambat oleh ASA secara ireversibel. Pembentukan trombin
difasilitasi oleh trombosit yang sudah teraktifasi sehingga menciptakan
suatu lingkungan dimana kompleks faktor-faktor pembekuan dapat
bergabung begitu fosfatidilserin berpindah ke permukaan trombosit. Sinyal
intraseluler akan mengaktifkan integri αIIbβ3 (GP Iib-IIIa) sehingga
memungkinkan interaksi (aggregasi) trombosit (Brass L dkk,2010;
Heemskerk JWM dkk, 2002).
Gambar 2. Pembentukan Sumbat Platelet (Platelet plug)
Dikutip dari : Jennings K.2009. Mechanism of platelet activation: Need for new strategies to protect against platelet-mediated atherothrombosis.Thromb Haemost.102 : 248-257
Ada banyak reagen yang bisa digunakan untuk menginduksi
aggregasi trombosit seperti ADP, epinefrin, kolagen dan trombin (Kamath
S dkk, 2001).
Pemeriksaan aggregasi trombosit bertujuan mendeteksi
abnormalitas fungsi trombosit. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti makroskopik, mikroskopik dan menggunakan
analyzer. Yang paling sering dikerjakan menggunakan analyzer
berdasarkan perubahan transmisi cahaya. Pada pemeriksaan analyzer ini
diperlukan bahan pemeriksaan berupa platelet rich plasma (PRP) dengan
menggunakan agonis seperti ADP. Hasil pemeriksaan aggregasi
trombositnya akan tergantung pada kadar ADP yang dipakai sebagai
agregator (Wirawan R,2007).
Pada penelitian aggregasi trombosit yang dilakukan oleh Wirawan
R (2007) di Jakarta terhadap 90 laki-laki dan 90 perempuan berumur 20-
50 tahun dengan menggunakan agregometer Chrono-Log model 490
menggunakan agonist ADP 1,2,5 dan 10 mM berturut-turut adalah 9,8%;
4,8%; 13,2%; dan 12,1%. Nilai rujukan aggregasi maksimal pada 90 laki-
laki dan 90 perempuan berumur 20-50 tahun tidak berbeda bermakna
dengan menggunakan agonist ADP 1,2,5 dan 10 mM berturut-turut 3-
15%%; 11-36%; 25-68% dan 49-84% (Wirawan R,2007).
Hal-hal yang meningkatkan fungsi aggregasi trombosit adalah
uremia, paraproteinemia, diabetes melitus, hiperlipoproteinemia,
pemakaian kontrasepsi hormonal, perokok dan obat. Pada uremia terjadi
perdarahan akibat gangguan fungsi trombosit yang disebabkan akumulasi
metabolik toksik. Peningkatan kadar imunoglobulin yang disebabkan oleh
paraproteinemia menyebabkan gangguan fungsi trombosit karena adanya
interaksi antara paraproten dengan membran glikoprotein dari trombosit
yang mengakibatkan gangguan ikatan trombosit dengan fibrinogen dan
faktor vWF (Wirawan dkk, 2007).
II.2.4 Peranan Trombosit Pada Kaskade Koagulasi
Aktifasi trombosit dan aktifasi kaskade koagulasi merupakan suatu
proses yang saling melengkapi (Jennings K,2009).
Terdapat banyak jalur signaling yang memediasi aktifasi trombosit
dan peristiwa-peristiwa trombotik lainnya. Sehingga strategi pengobatan
yang ditujukan terhadap satu jalur tunggal tidak bisa diharapkan untuk
mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa ini. Karena trombosis disebabkan
jalur signaling yang multipel, kegagalan terapi dengan satu obat tidak
cukup dinyatakan sebagai resistensi obat. Definisi yang optimal untuk
menyatakan resistensi atau non-responsifnes adalah adanya bukti aktifitas
yang persisten terhadap target spesifik dari suatu agen antiplatelet
(Gurbel PA dkk, 2007).
Asam asetilsalisilat (ASA) mengasetilasi separuh serin yang
terdapat pada COX-1 sehingga menyebabkan inhibisi yang ireversibel.
Metode laboratoris untuk menilai responsifitas trombosit terhadap ASA
dapat dikategorikan menjadi COX-1 spesific dan COX-1 nonspesific.
Metode COX-1 spesific termasuk didalamnya adalah arachidonic acid-
induced platelet aggregation yang diperiksa dengan menggunakan LTA,
trombelastografi dengan menggunakan Platelet Mapping Assay, dan
Verify Now and Enzyme-linked Immunoassay untuk mendeteksi adanya
metabolit TXA2 yang stabil di serum atau urin (Gurbel PA dkk, 2007).
Metode yang tidak spesifik terhadap COX-1 termasuk didalamnya
adalah ADP atau collagen induced platelet aggregation yang diukur
dengan LTA atau Platelet Function Analyzer (PFA)-100 (Gurbel PA dkk,
2007).
Meskipun kriteria diagnostik yang lebih formal untuk menyatakan
resistensi ASA masih sangat kurang, namun resistensi ASA secara umum
digambarkan sebagai suatu keadaan kegagalan obat tersebut untuk
menghasilkan respons biologis yang diharapkan atau untuk mencegah
peristiwa-peristiwa aterotrombosis. Studi Aspirin-Induced Platelet Effect
(ASPECT) yang dilakukan untuk menilai respon trombosit terhadap
pemberian ASA dengan 3 dosis yang berbeda (81 mg, 162 mg dan 325
mg/hari) pada penderita penyakit jantung koroner stabil menunjukkan
efek antiplatelet ASA bersifat dose dependent, terutama pada pasien yang
juga memiliki riwayat diabetes melitus (Gurber PA dkk,2007; DiChiara J
dkk,2007).
Pemeriksaan aggregasi trombosit cukup rumit dilakukan karena
banyak hal-hal yang bisa mempengaruhi hasil pemeriksaannya seperti
kebersihan lokasi venopunksi, darah yang sudah lisis (hemolisis), dan
puasa, serta dipengaruhi pemakaian obat-obat antiinflamasi (Johns CS
dkk, 2004).
Proses aggregasi trombosit dapat dilihat sebagai proses 2 tahap
yang dikenal sebagai gelombang aggregasi primer dan sekunder (primary
and secondary waves of aggregation). Gelombang aggregasi primer
terlihat saat trombosit berlekatan satu sama lain akibat adanya agonis
seperti ADP, epinefrin dan ristostetin. Gelombang aggregasi sekunder
terjadi saat trombosit terstimulasi untuk mengeluarkan substansi-substansi
yang terdapat di organel-organelnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
beberapa agonis akan menstimulasi aggregasi primer dan beberapa
agonis akan menstimulasi aggregasi sekunder. Ada juga agonis yang
akan menstimulasi keduanya sehingga bisa terlihat sebagai gelombang
bifasik (Johns CS, 2004).
Gambar 3. Kurva bifasik aggregasi trombosit
Dikutip dari : Johns CS.2004.Platel Function Testing. Clinical Hemostasis Review. Esoterix.18(4):1-9
II.3 D-Dimer
II.3.1 Definsi
D-dimer adalah suatu penanda degradasi fibrin yang dimediasi oleh
plasmin (plasmin-mediated fibrin degradation). D-dimer menggambarkan
suatu fibrin degradation products (FDP) dan mengindikasikan adanya
suatu oklusi pembuluh darah (Park YW dkk, 2011).
Konsentrasi D-dimer di dalam darah menggambarkan besarnya
degradasi fibrin di dalam darah, dan marker ini terdapat di dalam
beberapa produk degradasi pemecahan rangkaian fibirn dengan plasmin.
Peningkatan kadar D-dimer di dalam darah menggambarkan
aktivasi sistim koagulasi di dalam darah. Telah banyak dugaan
sebelumnya yang menyatakan bahwa peningkatan kadar D-dimer di
dalam darah menggambarkan peningkatan koagulasi darah, pembentukan
trombin, degradasi fibrin intravaskular (yang biasanya terjadi intraarterial)
(Danesh J dkk, 2001)
II.3.2 Patofisiologi Fibrin D-Dimer
Plasmin adalah suatu enzim fibinolisis yang berasal dari prekursor-
nya yaitu plasminogen, yang dibentuk akibat adanya interaksi antara
trombin dan aktivativator plasminogen. Aktivator plasminogen yang utama
adalah tissue Plasminogen Activator (tPA) dan pro-urokinase, yang
diaktivasi menjadi urokinase. Plasmin dinetralisasi oleh α2 antiplasmin
selanjutnya akan amenghambat aktifitas fibrinogenolitik dan
mengakibatkan fibrinolisis pada sumbat fibrin (Wakai A dkk, 2003).
Fibrin merupakan komponen utama dari suatu trombus. Fibrin
terbentuk dari aktifasi sistim koagulasi. Produksi fibrin diikuti dengan
aktifasi sistim fibrinolisis, menimbulkan reaksi plasmin dan selanjutnya
terjadi lisis fibrin. Pada kondisi fisiologis yang normal, terdapat
keseimbangan di antara kedua proses yang berlawanan ini. Bila terjadi
disolusi pada crosslinked fibrin (XL-Fg) akan menyebabkan terbentuknya
produk degradasi yang spesifik, termasuk D-dimer, yang bisa diukur
dalam whole blood maupun dalam plasma dengan menggunakan antibodi
monoklonal yang ditujukan kepada epitop yang terletak pada fragmen D-
dimer. Aktifitas D-dimer ini mengggambarkan secara keseluruhan aktifitas
pembentukan sumbat hemostasis dan proses lisisnya. Karena D-dimer
tidak terbentuk secara in vitro, maka keberadaannya menggambarkan
secara pasti kondisi hemostasis intravaskular (berbeda dengan
fibrinogen). Sehingga bisa dikatakan bila D-dimer tidak terdeteksi dalam
darah berarti tidak ada pembentukan sumbat hemostasis intravaskular
(Wakai A dkk, 2003)
Aktifasi sistim koagulasi akan meyebabkan terbentuknya trombin.
Enzim ini akan memecahkan terminal amino fibrinopeptida A dan B dari
fibrinogen. Molekul fibrin monomer yang terbentuk ini kemudian akan
berpolimerase menjadi jalinan fibrin yang insoluble. Fibrin-fibrin ini
kemudian akan distabilkan melalui ikatan kovalen yang bersilangan
(crosslink) yang terbentuk akibat aktifitas faktor XIIIa. Plasmin, enzim yang
berperan dalam proses fibrinolisis, adalah enzim yang akan melisiskan
crosslink fibrin tersebut. Hasil dari proses ini adalah terbentuknya epitop
D-dimer (Wakai A dkk, 2003)
.
Gambar 4. D-dimer sebagai marker reaktif pada keseimbangan homestasis.
Dikutip dari : Wakai A, Gleeson A, Winter D.2003.Role of fibrin D-dimer testing in emergency medicine.Emerg Med J.20 :319-325 II.3.3 Kondisi-Kondisi yang Mengakibatkan Peningkatan Titer D-dimer
Kondisi yang mengakibatkan peningkatan kadar D-dimer dapat
dibagi menjadi dua, yaitu kondisi non patologis dan kondisi patologis.
a. Kondisi Non Patologis
1. Perokok
2. Usia (penderita usia tua yang sehat)
3. Gangguan fungsional
4. Ras (kulit hitam)
5. Kehamilan
6. Post-operasi
b. Kondisi Patologis
1. Trauma
2. Pre-eklampsi
3. Keganasan
4. Infeksi
5. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
6. Penyakit sickle cell
7. Tromboemboli arteri atau vena
8. Atrial fibrilasi
9. Sindrom koroner akut
10. Stroke
11. Perdarahan saluran cerna bagian atas akut.
II.4 ASPIRIN
II.4.1 Definisi
Asam asetilsalisilat adalah obat yang memiliki efek antagonis
terhadap kerja prostaglandin tromboksan A2 sehingga mempengaruhi
fungsi aggregasi trombosit dan memperpanjang waktu perdarahan
(Katzung BG dkk, 2011).
II.4.2 Struktur Kimia dan Metabolisme
Asam salisilat merupakan suatu asam organik sederhana dengan
pKa 3,0. Asam ini akan diserap secara cepat dari lambung dan intestinum
bagian atas dan akhirnya mencapai kadar pucak di plasma setelah 1-2
jam. Setelah diserap, ASA akan segera terhidrolisasi (waktu paruh di
serum adalah 15 menit) menjadi asam asetat dan salisilat oleh esterase di
jaringan dan darah. Salisilat akan berikatan dengan albumin secara non
linier. Alkalinisasi urin akan meningkatkan kecepatan ekskresi salisilat
bebas dan bentuk konjugasinya yang larut air (Katzung , 2011).
Gambar 5. Struktur Kimia dan Metabolisme Aspirin
Dikutip dari : Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2011.Basic and Clinical
Pharmacology 12th Ed. McGraw Hill. San Fransisco
II.4.3 Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Asam salisilat adalah asam organik sederhana dengan pKa 3,0.
Asam asetilsalisilat sendiri memiliki pKa 3,5. Salisilat akan diserap secara
cepat dari lambung dan intestinal bagian atas serta mencapai kadar
puncaknya di plasma darah dalam 1-2 jam. ASA diabsorbsi dan dihidrolisa
(waktu paruh 15 menit) menjadi asam asetat dan salisilat oleh enzim
eterase di jaringan dan darah. Salisilat berikatan secara non-linier dengan
albumin. Alkalinisasi urin meningkatkan ekskresi salisilat bebas dan
konjugatnya yang larut air (Katzung dkk, 2011).
Asam asetilsalisilat (ASA) akan memodifikasi COX-1 dan COX-2
namun afinitasnya terhadap COX-1 adalah 50 -100 kali dibanding
terhadap COX-2. Asam astilsalisilat (ASA) akan mengasetilasi
sekelompok hidroksil serin pada COX-1 yang hidrofobik dan akan
menghambat asam arakhidonat ke lokasi aktif pada enzim tersebut.
Trombosit memiliki sitoplasma yang tidak mengandung nukleus dan
memiliki aktifitas transkripsi yang minimal. Sehingga ASA menginduksi
defek pada sintesis tromboksan yang ireversibel, dan efek ini bertahan
sepanjang umur trombosit (8-10 hari). Efek inhibisi sintesis tromboksan ini
merupakan target utama ASA untuk mencegah trombosis dan hal ini
merupakan efek yang dose-independent berbeda dengan efek toksisitas
gastrointestinal yang dose-dependent (Maree AO, 2007; Patrono C dkk,
2011; Katzung BG dkk, 2011; Pawar D dkk, 1998).
Gambar 6. Mekanisme Kerja ASA Pada Trombosit dan Endotel Vaskular
Dikutip dari : Pawar D, Maroli A, Shahani S. 1998. Aspirin-The novel antiplatelet drug. HKMJ (4): 415-418
Sudah banyak percobaan klinis yang dilakukan untuk mengetahui
efikasi penggunaan ASA. Efikasi pemakaian ASA ternyata tidak secara
langsung berhubungan dengan dosis yang digunakan dan dosis yang
kecil menimbulkan efek samping yang lebih sedikit. Efek samping paling
banyak adalah gastric intolerance dan efek samping terberat yang paling
sering muncul adalah perdarahan gastrointestinal bagian atas. Kedua efek
ini timbul akibat inhibisi COX-1 di lambung, menyebabkan berkurangnya
produksi gastroprotektif PGE2. Tromboksan A2 (TXA2) dibentuk oleh
trombosit yang teraktivasi dan bekerja pada reseptor di trombosit (yang
selanjutnya menyebabkan aktifasi trombosit yang berkelanjutan) dan
bekerja pada otot polos vaskular (menyebabkan vasokonstriksi) (Ritter JM
dkk, 2008).
Asam asetilsalisilat (ASA) menghambat aggregasi trombosit secara
in vitro setelah diinduksi oleh asam arakidonat eksogen dan ADP dosis
rendah, namun tidak berpengaruh pada respons platelet terhadap agonis
yang lebih kuat seperti trombin. Kemampuan trombosit untuk membentuk
TXA2 dapat diperkirakan dengan mengukur metabolit stabilnya seperti
TXB2 di dalam darah yang sudah dibekukan pada suhu 370 C selama 45
menit. Asam asetilsalisilat (ASA) menghambat pembentukan serum TXB2
secara dose dependent, namun dibutuhkan inhibisi minimal sekitar 95%
untuk memperoleh efek inhibisi. Sedangkan inhibisi maksimal 99% untuk
menimbulkan efek aggregasi dan pemanjangan waktu pendarahan. Hal ini
konsisten juga dengan efek inhibisi sebanyak 99% pada TXB2 diperlukan
untuk menekan aggregasi trombosit pada populasi penderita CAD (Maree
AO, 2007).
II.4.4 Dosis, Indikasi dan Efek Samping Aspirin
Asam asetilsalisilat (ASA) memiliki peranan sebagai antipiretik,
antiinflamasi, analgetik dan juga anti-aggregasi trombosit (Seth SD, 2008).
Sebagai analgetik, ASA mampu menangani nyeri ringan hingga
sedang seperti nyeri kepala, artritis, dismenore, neuralgia dan mialgia.
Efek ini timbul akibat adanya inhibisi terhadap sintesis prostaglandin.
Dosis ASA sebagai analgetik pada orang dewasa adalah 325-650 mg
setiap 4 jam. Untuk anak-anak dosisnya adalah 50-75 mg/kgBB/hari
dalam 4-6 dosis terbagi dan tidak boleh lebih dari 3,5/hari (Seth SD,
2008).
Mekanisme kerja ASA sebagai antiinflamasi selain dengan
menginhibisi COX, ASA juga menginhibisi adesi granulosit ke dinding
vaskular, menstabilkan lisosom dan menghambat migrasi PMN dan
makrofag ke lokasi inflamasi. Untuk supresi maksimal pada inflamasi
akibat rematik pada orang dewasa diberikan dosis 5-6 g/hari (Seth SD,
2008).
Sebagai antipiretik, ASAakan menurunkan set point temperatur
pada hipotalamus dengan menghambat pembentukan PGE2 (Seth SD,
2008).
Sebagai antiaggregasi trombosit, ASA bisa diberikan dalam dosis
rendah (40 mg/hari) (Seth SD, 2008).
Food and Drug Administration (FDA) telah mengeluarkan suatu
rekomendasi pemakaian ASA dosis 50-325 mg/hari bisa membantu
mencegah terjadinya stroke setelah suatu TIA atau stroke. ACCP pun
merekomendasikan dosis yang sama sebagai terapi lini pertama setelah
TIA nonkardioembolik atau pun stroke (Sacco RL dkk, 2000).
Asam asetilsalisilat (ASA) dapat digunakan untuk menurunkan
insidensi transient ischemic attacks, angina tidak stabil, trombosis arteri
koroner dengan infark miokard, trombosis setelah coronary artery bypass
grafting (CABG) (Katzung S, 2011).
Efek samping yang bisa ditimbulkan akibat penggunaan ASA
adalah gastric intolerance dan ulkus duodenal/ulkus gaster. Selain itu ASA
juga bisa menyebabkan hepatotoksisitas, asma, kemerahan pada kulit,
perdarahan gastrointestinal dan toksisitas renal (Katzung, 2011).
Karena ASA bekerja pada trombosit maka pemakaian obat ini
dikontraindikasikan pada penderita hemofilia (Katzung, 2011).
II.4.5 Peranan ASA Dalam Penanganan Stroke Iskemik
Asam asetilsalisilat (ASA) telah lama diketahui berperan dalam
pencegahan primer terjadinya stroke. Namun masih sedikit studi yang
meneliti dampak ASA terhadap morbiditas yang ditimbulkan oleh stroke.
Terdapat banyak penelitian-penelitian yang inkonsisten mengenai dampak
pemberian ASA pada penderita stroke. Beberapa menemukan bahwa
pemberian ASA bersifat menguntungkan namun ada juga yang
menemukan pemberian ASA tidak memberikan keuntungan apa pun. Rist
M dkk (2013) menemukan bahwa pemberinn ASA 100 mg/hari setiap harI
mencegah terjadinya TIA dan stroke, terutama stroke iskemik. Namun
penelitian ini menunjukkan adanya efek yang berbeda terhadap outcome
fungsional setelah pemberian ASA pada penderita stroke (Rist dkk, 2012).
Studi yang lain meneliti dampak ASA terhadap keparahan stroke.
Suatu studi menggunakan data dari Trial of Org 10172 in Acute Stroke
Treatment (TOAST) menilai efek pemberian ASA dalam 7 hari sesudah
stroke dan menemukan penurunan rerata skor NIHSS dalam 24 jam
setelah onset stroke dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan
ASA (Wilterdink JL dkk, 2001).
Data menunjukkan bahwa secara statistik terdapat penurunan
angka mortalitas dan outcome yang tidak diiunginkan setelah pemberian
ASA dalam 48 jam sesudah stroke. Efek primer ini berkaitan dengan
penurunan rekurensi stroke. American Heart Association/ American Stroke
Association menyarankan pemberian ASA dengan dosis inisial 325 mg
dalam 24 jam – 48 jam setelah onset stroke direkomendasikan (Klas I,
Level of evidence A). Namun ASA tidak direkomendasikan sebagai terapi
tambahan pada intervensi akut untuk penanganan stroke, termasuk saat
pemberian rtPA (Klas III, Level of evidence B) dan pemberian ASA (atau
antiplatelet lainnya ) sebagai terapi tambahan dalam 24 jam pemberian
fibrinolisis intravena tidak direkomendasikan (Klas III, Level of evidence C)
(Jauch EC dkk, 2013).
II.4.6 Peranan ASA Terhadap Aggregasi Trombosit dan Kadar D-
Dimer
Skema di bawah ini menunjukkan jalur-jalur utama aktifasi
trombosit dan jalur-jalur inhibisinya akibat ASA, clopidogrel/ticlopidin dan
dipiridamol. Prostaglandin I2 dan NO akan meningkatkan kadar cAMP dan
cGMP sehinggga meningkatkan aktifasi cAMP atau cGMP-dependent
tirosin kinases dan inhibisi aktifasi trombosit. Substansi yang dilepaskan
akibat proses aktifasi ini akan meningkatkan pembentukan trombus. Asam
asetilsalisilat (ASA) akan menginaktifkan COX secara ireversibel yang
akhirnya akan menghambat aktifasi endoperoksidase dan TX-dependent
platelet activation (Smith, 1999).
Gambar 7. Peranan Asam Asetilsalisilat dalam Aktifasi Trombosit
Dikutip dari : Smith, N.M., Pathansali, R., Bath, P.M.W. 1999. Platelets
and stroke.Vascular Medicine.4:165-172
Perubahan asam arakidonat menjadi berbagai bentuk eikosanoid
diregulasi oleh enzim cyclooxigenase (COX) baik COX-1 maupun COX-2.
Enzim COX-1 terdapat pada semua jaringan, sedangkan COX-2 dijumpai
pada keadaan inflamasi sebagai respons terhadap oxygen reactive
species, endotoksin, sitokin, atau growth factors. Enzim COX-2 bisa
dijumpai pada plak aterosklerotik dan juga dijumpai pada platelet yang
baru terbentuk (Undas A dkk, 2006).
Terdapat suatu jalur aspirin-sensitive yang mengawali pelepasan
asam arakidonat dari membran fosfolipid. Aspirin menghambat aktifitas
COX dari prostaglandin (PG) G/H sintase (PGHS), sehingga enzim ini
disebut juga PGHS-1. Pada trombosit, produk dari COX-1 adalah PGH2,
yang merupakan prekursor dari PGD2, PGE2 PGF2α, prostasiklin, dan
tromboksan A2 (TXA2). Tromboksan A2 merupakan produk utama yang
dibentuk dan tromboksan A2 ini berperan sebagai agonis trombosit,
vasokonstriktor, dan juga mitogen otot polos vaskular. Penekanan aktifitas
COX-1 sebanyak 95% akan menghambat aggregasi platelet yang TXA2-
dependent dan efek ini didapatkan setelah pemberian ASA dosis rendah.
Asam asetilsalisilat (ASA) merupakan suatu inhibitor COX-2 yang sangat
poten, dan dibutuhkan dosis ASA yang jauh lebih besar untuk menekan
aktifitas COX-2 ini agar menghasilkan efek antiinflamasi. Inhibisi COX-2
yang selektif akan menekan prostasiklin dan PGE2.(Undas A, 2006).
Setelah pemberian ASA dosis tunggal, aktifitas COX-1 akan
berkurang 10% bila waktu paruh trombosit normal. Dosis 30-100 mg/hari
merupakan dosis yang cukup untuk menghambat sintesis TXA2. Pada
penyakit vaskular aterosklerosis, sintesis TXA2 hanya sebagian yang
ditekan oleh ASA. Hal ini dibuktikan dengan lebih banyaknya jumlah
metabolit tromboksan di urin dibanding hambatan produksi TXA2-nya.
Namun obat-obat yang menekan aktifitas TXA2 yang lebih besar pun
ternyata tidak menunjukkan keuntungan yang lebih baik dari ASA (Undas
A, 2006).
Efek lain dari ASA adalah kemampuannya untuk mengurangi
produksi trombin dan perubahan pada struktur fibrin seperti meningkatkan
permeabilitas trombus. Hal ini diinduksi oleh asetilasi fibrinogen yang
dapat mempercepat lisis bekuan fibrin. Efek profibrinolisis ASA yang lain
kemungkinan dengan meningkatkan pelepasan tissue plasminogen
activator (t-PA) dari sel-sel endotel yang selanjutnya akan meningkatkan
aktifitas plasmin (Gambar 6.) Peningkatan aktifitas plasmin ini selanjutnya
meningkatkan fibrinolisis sehingga cross link fibrin terdegradasi menjadi
produk degradasinya yaitu D-dimer (Gambar 3) (Wakai A dkk, 2003
;Undas A dkk, 2006).
Gambar 8. Efek antitrombotik asam asetilsalisilat
Dikutip dari :Undas, A., Brummel-Ziedins, K.E., Mann, K.G. 2006. Antithrombotic properties of aspirin and resistence to aspirin: beyond strictly antiplatelet actions. Blood.109(6):2285-2292
II.5 KERANGKA TEORI
II.6 KERANGKA KONSEP
FUNGSI AGGREGASI
TROMBOSIT,KADAR D-
DIMER, SKOR NIHSS/mRS
FUNGSI AGGREGASI
TROMBOSIT,KADAR D-
DIMER, SKOR NIHSS/mRS
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dari tanggal 27
Februari 2015 s/d 25 April 2015.
III.2 SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian diambil dari populasi penderita stroke iskemik di
RSUP H. Adam Malik Medan. Penentuan subjek penelitian dilakukan
berdasarkan metode consecutif random sampling.
III.2.1.Populasi Sasaran
Populasi penelitian ini adalah penderita stroke iskemik di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
III.2.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah penderita stroke iskemik di RSUP H
Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
III.2.3 Besar Sampel
Ukuran sampel dihitung menurut rumus (Dahlan MS, 2010)
]2
Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α
yang telah ditentukan (untuk α =0.05 Zα = 1.96)
Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai
yang ditentukan (untuk = 0,20 Z = 0, 842)
X1-X2 = selisih minimal yang dianggap bermakna = 10
S = Standard deviasi gabungan
S1 = standard deviasi aggregasi trombosit pada kelompok ASA 100 mg=
15,5 (penelitian pendahuluan)
S2 = standard deviasi aggregasi trombosit pada kelompok ASA 300 mg=
26,8 (penelitian pendahuluan)
n1 = 10
n2 = 10
N1= N2 ≥ 10
III.2.4 Kriteria Inklusi
1. Penderita stroke iskemik akut di RSUP H Adam Malik Medan yang
menandatangani persetujuan ikut penelitian
2. Penderita stroke iskemik akut yang belum mendapat asam
asetilsalisilat sebelumnya
III.2.5 Kriteria Ekslusi
1. Penderita dengan riwayat hipersenstif terhadap asam
asetilsalisilat.
2. Penderita yang menggunakan OAINS dalam 7 hari sebelum
terjadinya stroke iskemik.
3. Penderita stroke iskemik akut yang mengalami perdarahan saluran
cerna.
4. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan gangguan fungsi hati
III.3 BATASAN OPERASIONAL
1. Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut disebabkan
oleh iskemik atau perdarahan berlangsung 24 jam atau meninggal,
tapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan
(Sacco,2013). Pada penelitian ini diagnosa stroke iskemik
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan Computed Tomography
(CT) Scan kepala.
2. Fase akut adalah jangka waktu antara serangan stroke yang mulai
dari 24 jam pertama hingga 1 minggu (Allen LM dkk, 2012)
3. Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis disebabkan
infark fokal serebral,spinal dan infark retinal (Sacco dkk,2013).
4. Outcome fungsional pada penelitian ini akan menggunakan skor
NIHSS dan skor mRS
5. Asam asetilsalisilat (ASA) adalah obat yang memiliki efek
antagonis terhadap kerja prostaglandin tromboksan A2 sehingga
mempengaruhi fungsi aggregasi trombosit dan memperpanjang
waktu perdarahan (Katzung BG dkk, 2011)
6. Aggregasi trombosit adalah jalinan antara platelet dengan
platelet lainnya yang diperantarai oleh fibrinogen (Kamath S dkk,
2001)
7. D-dimer adalah penanda degradasi fibrin yang dimediasi oleh
plasmin (plasmin-mediated fibrin degradation). D-dimer
menggambarkan suatu fibrin degradation products (FDP) dan
mengindikasikan adanya suatu oklusi pembuluh darah (Park YW
dkk, 2011).
8. Hipersensitifitas asam asetil salisilat memiliki 3 kondisi klinis
dasar yaitu masalh respiratorik , kutaneus dan sistemik (Lambrakis
P dkk, 2011).
9. Obat Anti-inflamasi Non-Steroid (OAINS) adalah obat-obat yang
biasa digunakan untuk menghilangkan nyeri dan inflamasi, seperti
artritis, kelainan muskuloskeletal dan kondisi nyeri yang disebabkan
oleh trauma (European Medicines Agency, 2012)
10. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar serum
kreatinin > 1,5 kali nilai normalnya. Gangguan fungsi ginjal berat
(gagal ginjal) ditandai dengan 1) kerusakan ginjal yang terjadi
selama 3 bulan atau lebih berupa kelainan struktur atau gangguan
fungsi dengan atau tanpa penurunan GFR, 2) GFR < 60 ml/menit
per 1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih dengan atau
tanpa kerusakan ginjal (Bellomo dkk,2004; PAPDI,2006)
11. Gangguan fungsi hati ditandai dengan peningkatan kadar alanine
amino transferase (ALT)/ serum glutamate pyruvate transaminase
(SGPT) lebih dari 3 kali batas atau nilai normalnya atau aspartate
amino transferase (AST)/serum glutamic oxaloacetic transaminase
(SGOT), alkaline phosphatase (ALP) dan bilirubin total > 2 kali
batas nilai normalnya (Navarro dkk, 2006).
III.4 INSTRUMEN PENELITIAN
1. Aggregasi trombosit diperiksa dengan menggunakan alat
Aggragam dengan menggunakan agonis ADP
Nilai rujukan fungsi aggregasi trombosit berdasarkan alat yang
digunakan di RSUP H Adam Malik Medan adalah :
ADP 1 µM 0,0 - 20,4 %
ADP 2 µM 8,8 % - 36,6 %
ADP 5 µM 28,8 % - 52,7 %
ADP 10 µM 34,0 % - 66,5 %
2. D-Dimer
Pemeriksaan D-dimer dilakukan di laboratorium Patologi
Klinik RS H Adam Malik Medan dengan menggunakan alat DIMEX-
JR. Kadar normal D-dimer serum dengan menggunakan alat ini di
RSUP H Adam Malik Medan adalah < 500 ng/dL.
3. National Institute of Health Stroke Scales (NIHSS) merupakan
skala penilaian yang dilakukan pada pasien stroke untuk melihat
kemajuan perawatan pada fase akut, terdiri dari 11 komponen
pertanyaan- tingkat kesadaran, respon terhadap pertanyaan,
respon terhadap perintah, gerakan konjugat mata horizontal,
pemeriksaan lapang pandang, paresis wajah, motorik, ataksia,
sensori, bahasa, disartria dan inatensi. Nilai < 4 menunjukkan
stroke ringan, 4-13 stroke sedang dan > 13 menunjukkan stroke
berat (Misbach J dkk, 2011)
4. Modified Rankin Scale (mRS) adalah skala yang mengukur
keterbatasan fungsional pasca stroke dengan rentang nilai dari 0
(tidak ada gangguan) hingga 5 (hanya berbaring di tempat tidur dan
membutuhkan perawatan berkelanjutan). Nilai mRS 0-2
dikategorikan sebagai outcome baik dan nilai mRS 3-6
dikategorikan sebagai outcome buruk (Misbach J dkk, 2011; Milan
dkk, 2007).
5. Computed Tomography Scan (CT Scan).
CT Scan yang digunakan adalah X-Ray CT System, merk Hitachi
seri W 450. Pembacaan hasil CT Scan dilakukan oleh seorang ahli
radiologi.
III.5 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimentil.
Setiap pasien yang dicurigai menderita stroke iskemik akan dilakukan
tindakan CT scan kepala. Apabila terbukti sebagai stroke iskemik dan
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, maka pasien akan dimasukkan
sebagai sampel penelitian. Hasil CT scan kepala akan dibacakan oleh
seorang ahli radiologi.
Pasien yang sudah didiagnosa sebagai stroke iskemik akan
diberikan asam asetilsalisilat (ASA) dosis 100 mg atau dosis 300 mg
selama 20 hari. Setelah itu akan diambil data megenai aggregasi
trombosit, kadar D-dimer, skor NIHSS dan skor mRS sebanyak 3 kali
(hari pertama, hari ke-7 dan hari ke-20) setelah pemberian ASA dosis 100
mg atau dosis 300 mg per hari.
Selain itu, diambil 10 orang penderita stroke iskemik akut yang
belum mendapatkan ASA yang berfungsi sebagai kelompok kontrol. Pada
kelompok ini pemeriksaan aggregasi trombosit dan kadar D-dimer hanya
dilakukan 1 kali yaitu pada saat masuk rumah sakit (sebelum pasien
mendapatkan ASA).
III.6 PELAKSANAAN PENELITIAN
III.6.1 Pengambilan Sampel
1. Penderita stroke iskemik akut di RSUP H Adam Malik Medan akan
diperiksa aggregasi trombosit, kadar D-dimer, skor NIHSS dan
skor mRS pada hari pertama, hari ke-7 dan hari ke-20 setelah
pemberian ASA100 mg atau 300 mg selama 20 hari.
2. Pengambilan bahan pemeriksaan darah vena akan dilakukan oleh
petugas laboratorium Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan.
Sebelum pengambilan bahan pemeriksaan penderita dipuasakan
terlebih dahulu. Skor NIHSS dan skor mRS akan dihitung oleh
peneliti. Hasil CT scan kepala dibacakan oleh seorang ahli
radiologi.
III.6.2 Kerangka Operasional
III.7 Variabel yang Diamati
Variabel Terikat : NIHSS, mRS, fungsi aggregasi trombosit, Kadar D-
Dimer
Variabel Bebas : asam asetil salisilat (ASA) 100 mg, asam asetil
(ASA) salisilat 300 mg
PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT
MEMENUHI KRITERIA
INKLUSI DAN EKSKLUSI
AS. ASETIL SALISILAT 100 mg
AS. ASETIL SALISILAT 300 mg
FUNGSI AGGREGASI TROMBOSIT,
KADAR D-Dimer, NIHSS, mRS hari
ke-1,hari ke-7 dan 20 setelah
pemberian ASA20 hari)
FUNGSI AGGREGASI TROMBOSIT,
KADAR D-Dimer, NIHSS, mRS hari
ke-1,hari ke-7 dan 20 setelah
pemberian ASA20 hari)
ANALISA STATISTIK
HASIL
III.8 Analisa Statistik
Data hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan bantuan
program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science
Service).
Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut:
18. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah
pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama dengan
uji Mann Whitney
19. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah
pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7 dengan uji
Mann Whitney
20. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit setelah
pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20 dengan uji
Mann Whitney
21. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok
yang tidak mendapat ASA dan kelompok yang mendapat ASA 100 mg
dan ASA 300 mg pada hari pertama dengan uji Kruskal Wallis
22. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok
yang tidak mendapat ASA dan kelompok yang mendapat ASA 100 mg
dan ASA 300 mg pada hari ke-7 dengan uji Kruskal Wallis
23. Mengetahui perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok
yang tidak mendapat ASA dan kelompok yang mendapat ASA 100 mg
dan ASA 300 mg pada hari ke-20 dengan uji Kruskal Wallis
24. Mengetahui perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA
100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama dengan uji Mann Whitney
25. Mengetahui perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA
100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7 dengan uji Mann Whitney
26. Mengetahui perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA
100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20 dengan uji Mann Whitney
27. Mengetahui perbedaan kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat
ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari
pertama dengan uji Kruskal Wallis
28. Mengetahui perbedaan kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat
ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-
7 dengan uji Kruskal Wallis
29. Mengetahui perbedaan kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat
ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-
20 dengan uji Kruskal Wallis
30. Mengetahui perubahan skor NIHSS setelah pemberian ASA 100 mg
pada hari pertama, ke-7 dan ke-20 dengan uji repeated ANOVA
31. Mengetahui perubahan skor mRS setelah pemberian ASA 100 mg
pada hari pertama, ke-7 dan ke-20 dengan uji Friedman
32. Mengetahui perubahan skor NIHSS setelah pemberian ASA 300 mg
pada hari pertama, ke-7 dan ke-20 dengan uji repeated ANOVA
33. Mengetahui perubahan skor mRS setelah pemberian ASA 300 mg
pada hari pertama, ke 7 dan ke-20 dengan uji Friedman
34. Mengetahui karakteristik demografik penderita stroke iskemik yang
menjadi sampel penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan dengan
analisa deskriptif
III.9 JADWAL PENELITIAN
Penelitian akan dilakukan mulai tanggal 4 Februari 2015 hingga 4
April 2015, atau hingga jumlah sampel terpenuhi.
Persiapan : 15 Desember 2015 – 27 Februari 2015
Pengumpulan data : 28 Februari 2015 – 25 April 2015
Analisa Data : 26 April 2015 – 10 Mei 2015
Penyusunan Laporan : 10 Mei 2015 – 20 Mei 2015
Penyajian Laporan : Mei 2015
III.10 PERSONALIA PENELITIAN
Peneliti Utama : dr. Helda J Siahaan
: dr. Aldy S Rambe, Sp.S (K)
: dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S, M.Ked (Neu)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENELITIAN
IV.1.1 Karakteristik demografik penderita stroke iskemik yang
menjadi sampel penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan
Tabel 3. menggambarkan karakteristik subjek penelitian secara
umum. Subjek penelitian terdiri dari 36 orang dengan masing-masing
kelompok yang tidak mendapatkan ASA adalah 10 orang. Sedangkan
yang mendapat ASA 100 mg dan 300 mg adalah 13 orang. Dari jumlah
keseluruhan subjek penelitian terdiri dari 15 (41,7%) orang laki-laki dan 21
(58,3%) orang perempuan, dengan rerata usia adalah 57,68 ± 17,27
tahun. Suku terbanyak adalah Batak yaitu 18 orang ( 50,0 %). Suku Jawa
15 orang (41,7%) dan suku Aceh 3 orang (8,3%). Pekerjaan terbanyak
adalah ibu rumah tangga yaitu 20 orang (55,6%). Berikutnya PNS 5 orang
(13,9%), wiraswasta 7 orang (19,4%), dan pensiunan 4 orang (11,1%).
Berdasarkan kondisi umum pasien pada saat masuk rumah sakit,
nilai median GCS adalah 14(6-15). Rerata tekanan darah sistolik adalah
159,41 ± 27,07 mmHg dan rerata tekanan darah diastolik adalah 91,18
±11,49 mmHg. Rerata jumlah hemoglobin (Hb), leukosit dan trombosit
masing-masing adalah 12,53 ± 2,74 g/dL; 12.546,18 ± 4.547,16 /mm3
dan 232.472,22 ± 86.391,63 /mm3. Nilai median KGD sewaktu, KGD
puasa dan KGD 2 jam post prandial masing-masing adalah 142,9 (84,0-
533,3) g/dL, 141,0 (75,0 - 322,0) g/dL dan 168,0 (98,0-533,0) g/dL. Dari
karakteristik profil lipid pada subjek penelitian didapatkan bahwa nilai
rerata untuk kadar kolesterol total , HDL dan LDL masing-masing adalah
194,2± 31,2 g/dL ; 38,5 ± 12,3 g/dL dan 122,1 ± 31,5 g/dL . Sedangkan
nilai median untuk kadar trigliserida adalah 114,0 (80,0-241,0) g/dL.
Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Jenis Kelamin (%)
Laki-laki Perempuan
Usia (tahun) Pekerjaan (%)
IRT PNS Wiraswasta Pensiunan
Suku (%)
Aceh Batak Jawa
GCS TDS (mmHg) TDD (mmHg) Hb (g/dL) Leukosit (/mm3) Trombosit (/mm3) KGDs (g/dL) KGDp (g/dL) KGD2jpp (g/dL) Kolesterol Total (g/dL) Trigliserida (g/dL) HDL (g/dL) LDL (g/dL)
15 (41,70) 21 (58,30)
57,68 ± 17,27
20,00 (55,60) 5,00 (13,90) 7,00 (19,40) 4,00 (11,10)
3,00 (8,30) 18,00 (50,00) 15,00 (41,70)
14 (6-15)
159,41 ± 27,07
91,18 ±11,49
12,53 ± 2,74
12.546,18 ± 4.547,16
232.472,22 ± 86.391,63
142,9 (85,0-533,3)
141,0 (75,0 - 322,0) 168,0 (98,0-533,0)
194,2 ± 31,2
114,0 (80,0-241,0) 38,5 ± 12,3
122,1 ± 31,5
Tabel 4. Menunjukkan karakteristik subjek penelitian berdasarkan
masing-masing kelompok penelitian.
Pada kelompok penderita stroke iskemik yang tidak mendapatkan
ASA didapatkan jumlah subjek laki-laki adalah 5 orang (50%) dan
perempuan adalah 5 orang (50%). Rerata usia adalah 51,8 ± 20,9 tahun.
Dari kondisi umum subjek penelitian pada kelompok ini didapatkan
median GCS adalah 12 (6-15) . Rerata tekanan darah sitolik dan tekanan
darah diastolik masing-masing adalah 176,0 ± 25,5 mmHg dan 94,0 ± 8,4
mmHg. Didapatkan pula kadar Hb, leukosit dan trombosit masing-masing
adalah 12,6 ± 1,2 g/dL ; 13,338,0 ± 5.159,8 /mm3 dam 173.200 ± 79.909,3
/mm3 . Hasil pemeriksaan KGD sewaktu, KGD puasa dan KGD 2 jam post
prandial masing-masing adalah 163,0 (86,0 – 334,0) g/dL; 138,5 (88,0-
257,0) g/dL dan 151,5 (102,0-315,0) g/dL. Hasil pemeriksaan profil lipid
didapatkan kadar kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL masing-
masing adalah 176,4 ± 31,5 g/dL ; 93,0 (81,0-234,0) g/dL ; 41,0 ± 17,4
g/dL ; 116,4 ± 29,5 g/dL. Kadar D-dimer pada kelompok penderita stroke
iskemik akut yang tidak mendapat ASA adalah 575 (380-2.600) ng.
Pada kelompok penderita stroke iskemik yang mendapat ASA 100
mg data demografik menunjukkan bahwa dari 13 subjek didapatkan
jumlah laki-laki adalah 6 orang (46,2%) dan perempuan adalah 7 orang
(53,8%). Rerata usia adalah 65,0 ±19,4 tahun. Dari kondisi umum subjek
penelitian pada kelompok ini didapatkan nilai median GCS adalah 15 (7-
15). Rerata tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik adalah
150,0 ± 29,2 mmHg dan 87,7 ± 14,8 mmHg. Didapatkan pula rerata kadar
Hb ,leukosit dan trombosit masing-masing adalah 12,1 ± 3,6 g/dL;
12.141,5 ± 3.610,6 /mm3 dan 252.615,38 ± 89.711,15/mm3. Hasil
pemeriksaan KGD sewaktu, KGD puasa dan KGD 2 jam post prandial
masing-masing adalah 115,0 (85,0-210,0) g/dL; 102,0 (75,0-180,0) g/dL
dan 135,0 (98,0-277,0) g/dL. Hasil pemeriksaan profil lipid didaptkan
kadar kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL masing-masing adalah
192,8 ± 31,5 g/dL ; 114,0 (89,0 -241,0) g/dL ; 35,7 ± 7,7 g/dL dan 114,1 ±
35,2 g/dL . Kadar D-dimer pada kelompok penderita stroke iskemik akut
yang mendapat ASA 100 mg adalah 580 (67-5000) ng.
Pada kelompok penderita stroke iskemik yang mendapat ASA 300
mg data demografik menunjukkan bahwa dari 13 subjek didapatkan
jumlah laki-laki adalah 4 orang (30,8%) dan perempuan adalah 9 orang
(69,2%). Rerata usia adalah 55,0 ± 9,8 tahun tahun. Dari kondisi umum
subjek penelitian pada kelompok ini didapatkan nilai median GCS adalah
14 (10-15). Rerata tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik
adalah 154,2 ± 22,2 mHg dan 90,8 ± 9,5 mmHg. Didapatkan pula rerata
kadar Hb ,leukosit dan trombosit masing-masing adalah 12,8 ± 2,6 g/dL ;
13.168,5 ± 5.267,0 /mm3 dan 257.923,1 ± 69.731,0 /mm3. Hasil
pemeriksaan KGD sewaktu, KGD puasa dan KGD 2 jam post prandial
masing-masing adalah 142,9 (85,0-533,3) g/dL; 141,0 (75,0-322,0) g/dL
dan 168,0 (98,0-533,0) g/dL. Hasil pemeriksaan profil lipid didaptkan
kadar kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL masing-masing adalah
209,2 ± 24,2 g/dL; 123,0 (80,0-209,0) g/dL ; 39,4 ± 11,8 g/dL dan
134,6±27,3 g/dL. Kadar D-dimer pada kelompok penderita stroke iskemik
akut yang mendapat ASA 300 mg adalah 680 (105-1800) ng.
Setelah dilakukan analisa statistik untuk melihat adanya hubungan
atau perbedaan karakteristik demografik dengan setiap kelompok
pemberian ASA ditemukan tidak ada hubungan dosis pemberian ASA
terhadap jenis kelamin (p=0,936). Selain itu tidak ditemukan adanya
perbedaan yang signifikan usia, GCS, TDD dan TDS pada tiap kelompok
ASA dengan nilai p masing-masing adalah 0,174; 0,202; 0,an 0,435. Dari
analisa statistik juga didapatkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
kadar Hb, leukosit, trigliserida, HDL, LDL dan D-dimer pada masing-
masing kelompok ASA dengan masing-masing nilai p adalah
0,812;0,795;0,419; 0,571; 0,204 dan 0,981. Namun ditemukan adanya
perbedaan yang signifikan jumlah trombosit, kadar gula darah sewaktu,
kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam post prandial serta
kadar kolesterol total pada masing-masing kelompok ASA dengan nilai p
masing-masing adalah 0,033; 0,012; 0,007; 0,011 dan 0,037.
Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian Tiap Kelompok ASA
Karakteristik ASA (0)
ASA (100 mg)
ASA (300 mg)
p
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Usia GCS TDS TDD Hemoglobin Leukosit Trombosit KGDs KGDp KGD2pp Kolesterol total Trigliserida HDL LDL D-dimer awal
5 (50,00) 5 (50,00)
51,80 ± 20,90
12 (6-15)
176,00±25,50
94,00 ± 8,40
12,60 ± 1,20
13.338,00 ± 5.159,80
173.200,00 ± 79.909,30
163,00 (86,00-334,00)
138,50 (88,00-257,00)
151,50 (102,00-
315,00)
176,40 ± 31,50
93,00 (81,00-234,00)
41,00±17,40
116,40±29,50
575 (380-2.600)
6(46,2) 7(53,8)
65,0 ± 19,4
15 (7-15)
150,0 ± 29,2
87,7±14,8
12,1±3,6
12.141,5 ±
3.610,6
252.615,4 ± 89.711,2
115,00 (85,00-
210,00)
102,00 (75,0-180,00)
135,00(98,00-
277,00)
192,80±31,50
114,00(89,00-241,00)
35,70 ± 7,70
114,10 ± 35,20
580 (67-5000)
4(30,8) 9 (69,2)
55 ,0± 9,8
14 (10-15)
154,2 ± 22,2
90,8 ± 9,5
12,8 ± 2,6
13.168,5±5.26
7,0
257.923,1± 69.731,0
142,90 (85,00-
533,30)
141,00 (75,00-322,00)
168,00(98,00-
533,00)
209,20 ± 24,20
123,00(80,00-209,00)
39,40±11,80
134,60 ± 27,30
680 (105-
1800)
0,936*
0,174** 0,202@ 0,056** 0,435** 0,812** 0,795** 0,033**
0,012@
0,007@
0,011@
0,037**
0,419@
0,571**
0,204**
0,981@
*Uji Chi Square; **Uji One Way-ANOVA; @Uji Kruskal-Wallis
IV.1.2 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
Tabel 5. menunjukkan median fungsi aggregasi trombosit pada
penggunaan ASA 100 mg selama 1 hari masing-masing adalah 5,0%,
18,7%, 26,0% dan 36,8% (pada masing-masing konsentrasi ADP 1 µM, 2
µM, 5 µM dan 10 µM) . Sedangkan median fungsi aggregasi trombosit
pada penggunaan ASA 300 mg selama 1 hari masing-masing adalah
26,5%, 28,9%, 38,5% dan 52,7% (pada masing-masing konsentrasi ADP
1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM). Namun kedua kelompok ini menunjukkan
adanya perbedaan yang tidak signifikan dimana untuk masing-masing
konsentrasi ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM didapatkan nilai p adalah
0,125; 0,801; 0,479 dan 0,169.
Tabel 5. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
Aggregasi trombosit N Median (minimum- maximum)
p*
ADP 1µM ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 2 µM
ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 5 µM
ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 10 µM
ASA 100 mg ASA 300 mg
13 13
13 13
13 13
13 13
5,0 (0,0-41,6)
26,5 (-13,8 – 84,1)
18,7 (0,0-61,1) 28,9 (-19,1 – 83,7)
26,0 (0,6 – 125,8) 38,5 (0,0- 92,9)
36,8 (0,6 – 135,8) 52,7 (11,9-89,8)
0,125
0,801
0,479
0,169
*Uji Mann Whitney
IV.1.3 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
Tabel 6. menunjukkan median fungsi aggregasi trombosit setelah
pemberian ASA 100 mg selama 7 hari masing-masing adalah 17,0 %;
18,2 %; 27, % dan 38,1 % (pada masing-masing konsentrasi ADP 1 µM, 2
µM, 5 µM dan 10 µM. Sedangkan median fungsi aggregasi trombosit
setelah pemberian ASA 300 mg selama 7 hari masing-masing adalah 20,3
%; 17,4 %; 24,4 % dan 38,2 % (pada masing-masing konsentrasi ADP 1
µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM). Namun kedua kelompok ini menunjukkan
adanya perbedaan yang tidak signifikan dimana untuk masing-masing
konsentrasi ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM didapatkan nilai p adalah
0,762; 0,418; 0,840 dan 0,687.
Tabel 6. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
Aggregasi trombosit N Median (minimum- maximum)
p*
ADP 1µM ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 2 µM
ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 5 µM
ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 10 µM
ASA 100 mg ASA 300 mg
13 13
13 13
13 13
13 13
17,0 (2,1 – 45,3) 20,3 (-4,1 – 61,2)
18,2 (1,3 – 58,3) 17,4 (-0,9 – 60,9)
27,0 (3,8 – 60,8) 24,4 (-2,5 – 79,3)
38,1 (10,5- 65,7) 38,2 (-13,0 – 65,2)
0,762
0,418
0,840
0,687
*Uji Mann Whitney
IV.1.4 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
Dari seluruh subjek penelitian yang mendapat ASA, hanya 13
pasien yang masih mengikuti penelitian hingga follow up hari ke-20.
Sedangkan 13 pasien lainn ya tidak datang untuk follow up pada hari ke-
20. Dari ke-13 pasien tersebut yang merupakan kelompok pasien yang
mendapat ASA 100 mg ada 7 orang dan yang mendapat ASA 300 mg
ada 6 orang.
Tabel.7 menunjukkan median fungsi aggregasi trombosit setelah
pemberian ASA 100 mg selama 20 hari masing-masing adalah 10,4 %;
18,8 %; 18,5 % dan 37,2 % (pada masing-masing konsentrasi ADP 1 µM,
2 µM, 5 µM dan 10 µM). Sedangkan median fungsi aggregasi trombosit
setelah pemberian ASA 300 mg selama 20 hari masing-masing adalah
13,4%; 19,8 %; 20,3 % dan 30,4 % (pada masing-masing konsentrasi
ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM). Namun kedua kelompok ini
menunjukkan adanya perbedaan yang tidak signifikan dimana untuk
masing-masing kadar ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM didapatkan nilai
p adalah 0,945; 0,945; 0,945 dan 0,234.
Tabel 7. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
Aggregasi trombosit N Median (minimum-maksimum)
p*
ADP 1µM ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 2 µM
ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 5 µM
ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 10 µM
ASA 100 mg ASA 300 mg
7 6
7 6
7 6
7 6
10,4 (1,7-22,5) 13,4 (2,9-35,2)
18,8 (3,3-60,1) 19,8 (0,1-28,3)
18,5 (12,2-59,2) 20,3 (12,6-37,1)
37,2 (20,2-64,5) 30,4 (-5,7 – 48,0)
0,945
0,945
0,945
0,234
*Uji Mann Whitney
IV.1.5 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300
mg pada hari pertama
Tabel 8. menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak signifikan
fungsi aggregasi trombosit pada kelompok yang tidak mendapat ASA dan
yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg selama 1 hari pada
konsentrasi ADP 2 µM, 5 µM, dan 10 µM dengan masing-masing nilai p
adalah 0,844; 0,559 dan 0,388. Namun pada konsentrasi ADP 1 µM
terdapat perbedaan fungsi aggregasi trombosit yang signifikan (p=0,045).
Tabel 8. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300
mg pada hari pertama
Aggregasi trombosit N Median (minimum- maximum)
p*
ADP 1µM Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 2 µM
Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 5 µM
Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 10 µM
Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
10 13 13
10 13 13
10 13 13
10 13 13
2,4 (0,0-31,6) 5,0 (0,0-41,6)
26,5 (-13,8-84,1)
16,3 (0,4-57,8) 18,7 (0,0-61,1)
28,9(-19,1-83,7)
27,8 (-1,1-125,8) 26,0 (0,6-125,8) 38,5 (0,0-92,9)
43,6 (1,5-135,8) 36,8 (0,6-135,8) 52,7 (11,9-89,8)
0,045
0,844
0,559 0,388
*Uji Kruskal Wallis
IV.1.6 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300
mg pada hari ke-7
Tabel 9. menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak signifikan
fungsi aggregasi trombosit pada kelompok yang tidak mendapat ASA
dan yang mendapat ASA 100 mg dan 300 mg selama 7 hari pada
konsentrasi ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM dengan masing-masing
nilai p adalah 0,063; 0,643; 0,692 dan 0, 520.
Tabel 9. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300
mg pada hari ke-7
Aggregasi trombosit N Median (minimum- maximum)
p*
ADP 1µM Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 2 µM
Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 5 µM
Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 10 µM
Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 30 mg
10 13 13
10 13 13
10 13 13
10 13 13
2,4 (0,0-31,6)
17,0 (2,1-45,3) 20,3(-4,1-61,2)
16,3 (0,4-57,8) 18,2(1,3-58,3) 17,4(-0,9-60,9)
27,8 (-1,1-125,8) 27,0 (3,8-60,8) 24,4 (-2,5-79,3)
43,6 (1,5-135,8) 38,1 (10,5-65,7) 38,2 (-13,0-65,2)
0,063
0,643 0,692 0,520
*Uji Krusskal Wallis
IV.1.7 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300
mg pada hari ke-20
Tabel 10. menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak signifikan
fungsi aggregasi trombosit pada kelompok yang idak mendapat ASA dan
yang mendapat ASA 100 mg dan 300 mg selama 20 hari pada
konsentrasi ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM dengan masing-masing
nilai p adalah 0,107; 0,957; 0,667 dan 0,305.
Tabel 10. Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok
yang tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA
300 mg pada hari ke-20
Aggregasi trombosit N Median (minimum-maximum)
p*
ADP 1µM Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 2 µM
Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 5 µM
Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
ADP 10 µM
Tidak mendapat ASA ASA 100 mg ASA 300 mg
10 7 6
10 13 6
10 13 6
10 13 6
2,4 (0,0-31,6)
10,4 (1,7-22,5) 13,4 (2,9-35,2)
16,3 (0,4-57,8) 18,8 (3,3-60,1) 19,8(0,1-28,3)
27,8 (-1,1-125,8) 18,5 (12,2-59,2) 20,3 (12,6-37,1)
43,6 (1,5-135,8) 37,2 (20,2-64,5) 30,4 (-5,7-48,0)
0,107
0,957 0,667 0,305
*Uji Krusskal Wallis
IV.1.8 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100
mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
Tabel 11. menunjukkan pada kelompok ASA 100 mg didapatkan
nilai median kadar D-dimer pada hari pertama pemeriksaan adalah 580 (
67-5000) ng, sedangkan pada kelompok ASA 300 mg didapatkan nilai
median kadar D-dimer adalah 680 (105 – 1800) ng. Namun dengan
analisa statistik didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak
signifikan (p = 0,920).
Tabel 11. Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA
100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
DOSIS ASA n
Median (minimum-maksimum)
p*
ASA 100 mg
ASA 300 mg
13
13
580 (67-5000)
680 ( 105 – 1800 )
0,920
*Uji Mann Whitney
IV.1.9 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100
mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
Tabel 12. menunjukkan pada kelompok ASA 100 mg didapatkan
nilai median kadar D-dimer pada hari ke-7 adalah 465 ( 100-1564) ng,
sedangkan pada kelompok ASA 300 mg didapatkan nilai median kadar D-
dimer adalah 231 (102 – 2100) ng. Namun dengan analisa statistik
didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan (p = 0,840).
Tabel 12. Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA
100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
Dosis ASA Median (Minimum-Maksimum)
p*
ASA 100 mg
ASA 300 mg
465 ( 100-1564)
231 (102-2100 )
0,840
*uji Mann Whitney
IV.1.10 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100
mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
Tabel 13. menunjukkan pada kelompok ASA 100 mg didapatkan
nilai rerata kadar D-dimer pada hari ke-20 pemeriksaan adalah 640 ±
490,78 ng, sedangkan pada kelompok ASA 300 mg didapatkan rerata
kadar D-dimer adalah 590,5 ± 407,97 ng. Namun dengan analisa statistik
didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan (p = 0,846).
Tabel 13. Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA
100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
Dosis ASA n x ± SD p*
ASA 100 mg
ASA 300 mg
7
6
640,0 ± 490,78
590,5 ± 407,97
0,846
*uji t independent
IV.1.11 Perbedaan kadar D-dimer kelompok yang tidak mendapat
ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari
pertama
Tabel 14. menunjukkan pada kelompok yang tidak mendapat ASA
dan yang mendapatkan ASA 100 mg dan ASA 300 mg selama 1 hari
didapatkan nilai median kadar D-dimer masing-masing adalah 575 (380-
2.600) ng, 580 (67-5.000) dan 680m(105-1800). Namun dari analisa
statistik ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan
diantara ke-tiga kelompok ini dengan nilai p= 0,981.
Tabel 14. Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari pertama
DOSIS ASA N Median (minimum-maksimum)
p*
Tidak Mendapat ASA
ASA 100
ASA 300
10
13
13
575 (380-2.600)
580 (67-5000)
680 (105-1800)
0,981
*Uji Kruskal Wallis
IV.1.12 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari ke-7
Tabel 15. menunjukkan pada kelompok yang tidak mendapat ASA
dan yang mendapatkan ASA 100 mg dan ASA 300 mg selama 7 hari
didapatkan nilai median kadar D-dimer masing-masing adalah 575 (380-
2.600) ng, 465 (100-1.564) ng dan 231 (102-2.100) ng. Namun dari
analisa statistik ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang tidak
signifikan diantara ke-tiga kelompok ini dengan nilai p= 0,523.
Tabel 15. Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari ke-7
DOSIS ASA N Median (minimum-maksimum)
p*
Tidak Mendapat ASA
ASA 100
ASA 300
10
13
13
575 (380-2.600)
465 (100-1.564)
231 (102-2.100)
0,523
*Uji Kruskal Wallis
IV.1.13 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari ke-20
Tabel 16. menunjukkan perbedaan rerata kelompok yang tidak
mendapat ASA pada hari pertama dan yang mendapatkan ASA 100 mg
dan ASA 300 mg selama 20 hari didapatkan nilai median kadar D-dimer
masing-masing adalah 575 (380-2.600) ng, 474 (215-1.640) ng dan 515
(129-1.286) ng. Namun dari analisa statistik ditemukan bahwa terdapat
perbedaan yang tidak signifikan diantara ke-tiga kelompok ini dengan nilai
p= 0,643.
Tabel 16. Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari ke-20
DOSIS ASA N Median (minimum-maksimum)
p*
Tidak Mendapat ASA
ASA 100
ASA 300
10
7
6
575 (380-2.600)
474 (215-1.640)
515 (129-1286)
0,643
*Uji Kruskal Wallis
IV.1.14 Perubahan rerata skor NIHSS setelah pemberian ASA 100 mg
selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
Tabel 17. menunjukkan hasil analisis uji repeated ANOVA.
Didapatkan bahwa terdapat peningkatan skor NIHSS yang tidak signifikan
setelah pemberian ASA 100 mg pada hari pertama, ke-7 dan ke-20
(p=0,664).
Tabel 17. Perubahan rerata skor NIHSS setelah pemberian ASA 100 mg selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
NIHSS x ±SD p*
Hari 1
Hari 7
Hari 20
13,46±10,17
14,46±5,44
17,43 ± 10,75
0,664
*uji repeated ANOVA
IV.1.15 Perubahan rerata skor mRS setelah pemberian ASA 100 mg
selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
Tabel 18. menunjukkan hasil analisis uji Friedman. Didapatkan
bahwa terdapat perningkatan skor mRS yang tidak signifikan setelah
pemberian ASA 100 mg pada hari pertama, ke-7 dan ke-20 (p=0,368).
Tabel 18. Perubahan rerata skor mRS setelah pemberian ASA 100 mg
selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
mRS Median (minimum-maksimum)
x ±SD p*
Hari 1
Hari 7
Hari 20
4 (1-5)
4 (1-5)
5 (1-5)
3,54 ±1,71
3,54±1,71
4,00±1,53
0,368
*uji Friedman
IV.1.16 Perubahan rerata skor NIHSS setelah pemberian ASA 300 mg
selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
Tabel 19. menunjukkan setelah pemberian ASA 300 mg selama 20
hari ditemukan adanya penurunan rerata skor NIHSS yang tidak
signifkan (p = 0,089).
Tabel 19. Perubahan rerata skor NIHSS setelah pemberian ASA 300
mg selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
NIHSS x ±SD p*
Hari 1
Hari 7
Hari 20
14,46±5,44
13,08±5,78
11,83 ± 4,96
0,089
*uji repeated ANOVA
IV.1.17 Perubahan rerata skor mRS setelah pemberian ASA 300 mg
selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
Tabel 20. menunjukkan setelah pemberian ASA 300 mg selama 20
hari ditemukan adanya penurunan rerata skor mRS yang signifikan (p =
0,039).
Tabel 20. Perubahan rerata skor mRS setelah pemberian ASA 300
selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari
mRS Median (minimum-maksimum)
p*
Hari 1
Hari 7
Hari 20
5 (1-5)
4 (1-5)
4 (3-4)
0,039
*uji Friedman
IV.2 PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan melibatkan
36 orang subjek penelitian yang terbagi menjadi 3 kelompok penelitian.
Kelompok pertama adalah penderita stroke iskemik akut yang sampel
darahnya hanya diambil sebanyak 1 kali yaitu pada saat masuk rumah
sakit dan belum mendapatkan ASA. Kelompok kedua adalah penderita
stroke iskemik akut yang mendapat terapi ASA 100 mg dan sampel
darahnya diambil sebanyak 3 kali yaitu pada hari pertama, ke-7 dan ke-
20. Demikian juga kelompok ketiga adalah penderita stroke iskemik fase
akut yang mendapat terapi ASA 300 mg dan sampel darahnya diambil
sebanyak 3 kali yaitu pada hari pertama, ke-7 dan ke-20. Adapun agonis
yang dipakai pada laboratorium Patologi Klinik RSUP H Adam Malik
Medan adalah ADP dengan konsentrasi 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM.
Batasan konsentrasi ADP yang digunakan untuk mengukur fungsi
aggregasi trombosit tergantung pada kebijakan masing-masing
laboratorium. Pada orang sehat, konsentrasi ADP yang digunakan untuk
mengukur fungsi aggregasi trombosit biasanya adalah pada rentang 1-7,5
µM. Biasanya pengukuran dimulai dengan konsentrasi ADP 5 µM dan bila
tidak ada respon maka akan digunakan konsentrasi ADP yang lebih tinggi
(biasanya hingga 10 µM, bahkan ada laboratorium yang menggunakan
hingga konsentrasi ADP 20 µM). Namun bila dengan konsentrasi 5 µM
sudah terlihat adanya reaksi aggregasi yang maksimal, maka pengukuran
dilakukan dengan konsentrasi yang lebih rendah sehingga bisa
didapatkan ambang aggregasi trombosit primer dan sekunder. Bila
menggunakan konsentrasi agonis yang lemah, maka pada kurva
aggregasi bisa dilihat adanya gelombang aggregasi primer dan
gelombang aggregasi sekunder (menandakan keluarnya granul-granul
aggregasi dari dalam trombosit seperti fibrinogen, tromboksan, serotonin
dan ADP yang akan mempotensiasi aggregasi primer). Namun bila
digunakan konsentrasi yang lebih tinggi, kedua kurva ini seakan-akan
malah bergabung sehingga infleksi diantara kedua kurva itu tidak terlihat
(Zhou L dkk, 2005).
IV.2.1 Karakteristik demografik penderita stroke iskemik yang
menjadi sampel penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan
Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental dengan
tujuan untuk melihat perbedaan efek pemberian ASA (acethyl salicylic
acid/ASA) dosis 100 mg dan 300 mg terhadap fungsi aggregasi trombosit,
kadar d-dimer dan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik
akut.
Jumlah keseluruhan subyek penelitian adalah 36 orang, dengan
masing-masing kelompok ASA 100 mg dan ASA 300 mg terdiri dari 13
subyek penelitian dan kelompok yang tidak mendapat ASA ada 10 orang.
Kelompok yang mendapat ASA akan diberikan obat ini selama 20 hari dan
kelompok yang tidak mendapat ASA hanya diperiksa sampel darahnya
satu kali yaitu saat pertama masuk dan belum mendapatkan ASA. Jumlah
subyek penelitian 15 (41,7%) orang laki-laki dan 21 (58,3%) orang
perempuan. Penelitian Chylova dkk (2014) juga memiliki subyek penelitian
perempuan (53,33%) lebih banyak dibanding laki-laki (46,67%). Rerata
usia subjek penelitian pada studi ini adalah 57,68 ± 17,27 tahun, Hal ini
tidak jauh berbeda dengan penelitian Chylova dkk (2014) dimana rata-rata
subjek penelitian yang menderita stroke iskemik akut adalah 64 tahun
(rentang antara 48-74 tahun).
Penelitian ini juga menunjukkan rerata tekanan darah sistolik yang
tinggi yaitu 159,41 ± 27,07 mmHg dan rerata tekanan darah diastolik
adalah 91,18 ±11,49 mmHg. Hal ini pun sesuai dengan penelitian Chylova
dkk (2014) dimana 80% subjek penelitian yang mengalami stroke iskemik
akut menderita hipertensi.
Penelitian ini juga menunjukkan rerata KGD puasa dan KGD 2 jam
post prandial yang tinggi. Berbeda dengan penelitian Chylova dkk (2014)
yang menunjukkan hanya 20% penderita stroke iskemik akut yang
menjadi subjek penelitian yang menderita DM.
IV.2.2 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari pertama
Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna
pada fungsi aggregasi trombosit dengan menggunakan agonis ADP 1 µM,
2 µM, 5 µM dan 10 µM (dengan masing-masing nilai p adalah 0,125;
0,801; 0,479; 0,169) pada hari pertama pemberian ASA 100 mg dan ASA
300 mg. Wongkornrat W dkk (2011) pun dalam penelitiannya menemukan
bahkan pada hari kedua setelah pemberian ASA dosis rendah (<100
mg/hari) dan ASA dosis tinggi (>100 mg/hari) tidak terdapat perbedaan
kadar aggregasi trombosit yang signifikan (p=0,16). Namun penelitian
mereka memiliki keterbatasan, dimana mayoritas subjek penelitian
mendapat ASA dosis rendah (86 orang) sedangkan yang mendapat ASA
dosis tinggi hanya 12 orang.
Pada penelitian ini hasil yang tidak signifikan ini bisa disebabkan
berbagai faktor seperti karakteristik subjek penelitian yang memiliki rerata
KGD tinggi. Seperti kita ketahui bahwa aggregasi trombosit juga
dipengaruhi oleh kadar gula darah. Selain itu dalam penelitian ini
keseragaman waktu pengambilan sampel dan waktu pengolahan sampel
yang tidak sama juga bisa mempengaruhi interpretasi hasil pemeriksaan
aggregasi trombosit. Pemeriksaan aggregasi trombosit sebaiknya dimulai
dalam 30 menit setelah punksi vena dan diteruskan dengan 2,5 jam, serta
bahan pemeriksaan harus diletakkan pada suhu ruangan, yaitu 24-270 C
(Wirawan dkk, 2004).
IV.2.3 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna
pada fungsi aggregasi trombosit dengan menggunakan agonis ADP 1 µM,
2 µM, 5 µM dan 10 µM (dengan masing-masing nilai p adalah 0,762;
0,418; 0,840 dan 0,687) pada hari ke-7 pemberian ASA 100 mg dan ASA
300 mg. Wongkornrat W dkk (2011) pun dalam penelitiannya menemukan
bahkan pada hari ke-8 setelah pemberian ASA dosis rendah (<100
mg/hari) dan ASA dosis tinggi (>100 mg/hari) tidak terdapat perbedaan
fungsi aggregasi trombosit yang signifikan (p=0,10). Namun sekali lagi
yang perlu dilihat bahwa pada penelitian mereka mayoritas subjek
penelitian mendapat ASA dosis rendah.
Pada penelitian ini jumlah subjek penelitian yang mendapat ASA
100 mg dan ASA 300 mg masing-masing adalah 13 orang. Kemungkinan
jumlah sampel yang sedikit bisa menjadi penyebab hasil yang tidak
signfikan ini.
IV.2.4 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari ke-20
Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan kadar aggregasi
trombosit yang bermakna antara kelompok ASA 100 mg dan 300 mg pada
hari ke-20 (± 3 minggu). Dimana pada masing-masing konsentrasi ADP 1
µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM didapatkan nilai p masing-masing adalah
0,945; 0,945 ; 0,945 dan 0,234 . Bahkan penelitian DiChiara dkk (2007)
yang memberikan ASA dosis 81 mg, 162 mg dan 325 mg dalam jangka
waktu sedikit lebih panjang dari penelitian ini (± 4 minggu) juga
menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna fungsi
aggregasi trombosit yang diperiksa dengan menggunakan agonis ADP 5
µM/l baik pada kelompok diabetes maupun non-diabetes. Hal ini
menunjukkan bahwa ADP-induced aggregation tidak bergantung pada
dosis ASA yang digunakan.
Namun pada penelitian DiChiara dkk (2007) ini juga, dengan
mengggunakan agonis kolagen/LTA, terlihat adanya perbedaan fungsi
aggregasi trombosit yang signifikan antara kelompok dosis 81 mg
dibandingkan dosis 325 mg dan antara dosis 81 mg dibandingkan dosis
162 mg pada kelompok penderita diabetes. Dan ditemukan perbedaan
yang signifikan pada kelompok non diabetes antara dosis 81 mg dengan
dosis 162 mg dengan menggunakan PFA-100.
Pada penelitian ini agonis yang digunakan adalah ADP.
Kemungkinan dengan menggunakan agonis selain ADP (kolagen ) atau
menggunakan metode yang lain (PFA-100) bisa dijumpai hasil yang
berbeda.
IV.2.5 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300
mg pada hari pertama
Dari penelitian ini didapatkan fungsi aggregasi trombosit penderita
stroke iskemik pada saat masuk rumah sakit dan tidak mendapatkan ASA,
ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kelompok
yang sudah mendapat ASA 100 mg dan 300 mg selama 1 hari pada
konsentrasi ADP 2 µM, 5 µM, dan 10 µM. Namun pada konsentrasi ADP
yang lebih rendah (1 µM), dijumpai adanya perbedaan yang bermakna
(p=0,045), dimana pada kelompok yang tidak mendapat ASA justru
memiliki rerata yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang
mendapatkan ASA 100 mg dan ASA 300 mg selama 1 hari dan kelompok
yang mendapat ASA 300 mg selama 1 hari memiliki rerata yang lebih
tinggi. Namun setelah penambahan konsentrasi ADP ternyata tidak
didapatkan perbedaan yang signifikan pada 3 kelompok tersebut.
Hal ini berbeda dengan penelitian Halawani dkk yang mendapatkan
bahwa terapat penurunan fungsi aggregasi trombosit yang signifikan pada
saat masuk rumah sakit dibandingkan setelah pemakaian ASA dosis 75-
150 mg (p < 0,001).
Pada penelitian ini data baseline sebelum pemberian ASA 100 mg
dan 300 mg pada masing-masing kelompok tersebut tidak dikumpulkan,
sehingga tidak bisa dilihat persentasi perubahan yang terjadi pada
masing-masing kelompok ASA setelah pemberian ASA tersebut, sehingga
tidak bisa dikatakan bahwa fungsi aggregasi trombosit setelah pemberian
ASA 300 mg justru lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ASA 100
mg atau yang tidak diberi ASA sama sekali.
IV.2.6 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300
mg pada hari ke-7
Penelitian ini mendapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan fungsi aggregasi trombosit antara kelompok yang tidak
mendapat ASA dan kelompok yang mendapat ASA 100 mg dan 300 mg
selama 7 hari (konsentrasi ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM dengan
masing-masing nilai p adalah 0,063; 0,643; 0,692 dan 0, 520).
Wongkornrat W dkk (2011) pun dalam penelitiannya menemukan bahkan
pada hari ke delapan setelah pemberian ASA dosis rendah (<100 mg/hari)
dan ASA dosis tinggi (>100 mg/hari) tidak terdapat perbedaan kadar
aggregasi trombosit yang signifikan (p=0,10). Penelitian mereka bahkan
mereka bahkan menganjurkan pemberian ASA dosis rendah, karena
pemberian dosis tinggi memiliki efektifitas yang sama namun efek
samping lebih besar. Namun penelitian mereka memiliki keterbatasan
yaitu jumlah subjek penelitian yang mendapat ASA dosis rendah (86
orang) jauh lebih banyak dibandingkan yang mendapat dosis tinggi (12
orang).
Penelitian Onoda dkk membandingkan fungsi aggregasi trombosit
setelah pemberian ASA 100 mg/hari dengan kelompok yang mendapat
ASA 100 mg/hari + cilostazol 200 mg/hari. Pada hari ke-7 setelah
pemberian terapi dilakukan pemeriksaan fungsi aggregasi trombosit
dengan menggunakan berbagai agonis (ADP, kolagen dan asam
arakidonat). Pada pemberian hanya aspirin saja terdapat penurunan
fungsi aggregasi trombosit yang signifikan pada hari ke-7 pengobatan bila
pemeriksaan menggunakan agonis kolagen. Namun bila menggunakan
agonis ADP dengan konsentrasi 2,3 µM fungsi aggregasi trombosit justru
cenderung meningkat. Sedangkan pada kombinasi ASA + cilostazol fungsi
aggregasi trombosit pada hari ke-7 mengalami penurunan yang signifikan.
Penelitian ini menyatakan bahwa monoterapi dengan ASA saja tidak
menghambat aggregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP, dimana
didapatkan kecenderungan peningkatan aggregasi trombosit yang
diinduksi oleh ADP pada kelompok ASA saja.
Sedangkan penelitian Lee YW dkk (2008) menunjukkan terdapat
perbedaan fungsi aggregasi trombosit sebelum dan sesudah pemberian
ASA dosis 100 mg yang signifikan. Pada penelitian ini mereka
menggunakan konsentrasi ADP yang lebih tinggi, yaitu 5 µM dan 14 µM.
Perbedaan hasil yang ditunjukkan oleh penelitin ini dibandingkan
penelitian-penelitian sebelumnya bisa disebabkan karena pada penelitian
sebelumnya faktor-faktor yang bisa mempengaruhi fungsi aggregasi
trombosit pada subjek penelitian (seperti kelainan koagulasi dan penyakit
medis lainnya) sudah disingkirkan, sedangkan pada penelitian ini
pemeriksaan aggregasi trombosit dilakukan tanpa mempertimbangkan
hal-hal tersebut.
IV.2.7 Perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit kelompok yang
tidak mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300
mg pada hari ke-20
Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
fungsi aggregasi trombosit pada kelompok yang tidak mendapat ASA dan
yang sudah mendapat ASA selama 20 hari dengan nilai p untuk masing-
masing konsentrasi ADP 1 µM, 2 µM, 5 µM dan 10 µM adalah 0,107;
0,957; 0,667 dan 0,305.
Penelitian DiChiara dkk (2007) yang memberikan ASA dosis 81 mg,
160 mg dan 325 mg dalam jangka waktu sedikit lebih panjang dari
penelitian ini (± 4 minggu). Pada penelitian mereka ditemukan bahwa
setelah pemberian ASA 81 mg dan 325 mg terjadi peningkatan aggregasi
trombosit yang diinduksi ADP (p<0,05) pada kelompok penderita DM
dibandingkan non-DM, namun pada dosis 165 mg ridak signifikan.
Sehingga pada penelitiannya mereka menyebutkan bahwa aggregasi
trombosit yang diinduksi ADP tidak bergantung pada dosis ASA yang
digunakan. Selain itu penelitian mereka juga menyebutkan bahwa pada
penderita DM aggregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP akan tinggi
pada kelompok yang mendapat ASA dosis rendah dan dosis tinggi
dibandingkan non-DM. Sehingga penelitiannya menganjurkan pemberian
dual antiplatelet (ASA dan ADP receptor blocker) pada penderita DM.
Pada penelitian ini dari karakteristik demografik didapatkan bahwa
rerata KGDp dan KGD2jpp yang cukup tinggi pada kedua kelompok
pengobatan, sehingga hal ini bisa mempengaruhi hasil pemeriksaan
aggregasi trombosit yang tidak signifikan diantara kelompok-kelompok
tersebut.
IV.2.8 Perbedaan kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan
ASA 300 mg pada hari pertama
Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat peningkatan kadar
D-dimer bila dibandingkan dengan nilai normal pada masing-masing
kelompok. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barber M dkk (2006) yang
menuliskan bahwa pada stroke iskemik fase akut akan terjadi peningkatan
kadar D-dimer dan akan menurun secara perlahan-lahan.
Namun dari analisa statistik ditemukan tidak terdapat perbedaan
yang signifikan kadar D-dimer antara kelompok yang mendapat ASA 100
mg dan ASA 300 mg (p=0,920) selama 1 hari. Kadar D-dimer pada hari
pertama pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg menunjukkan median
yang tinggi, yaitu masing-masing 580 (67-5000) dan 680 (105-1800).
Penelitian ini tidak mengumpulkan data dasar kadar D-dimer sebelum
pemberian ASA sehingga tidak bisa dilihat apakah ada perubahan kadar
D-dimer setelah pemberian ASA 1 hari.
Pada penelitian Halawani SHM dkk (2011) mendapatkan bahwa
nilai median kadar d-dimer penderita stroke iskemik akut adalah 902,7
(525,1-1875,3) pada saat masuk rumah sakit. Dan pada hari pertama
pemberian ASA dosis 75-150 mg/hari terjadi penurunan nilai median
kadar D-dimer menjadi 869,2 (507,7-1338,9), namun penurunan ini pun
tidak signifikan (p=0,168). Salah satu yang menjadi alasan penurunan
yang tidak signifikan ini adalah karena adanya infeksi dan hipereaktifitas
trombosit pada fase akut yang menyebabkan kerja aspirin tidak maksimal.
Cassar K dkk (2002) juga melakukan penelitian pada penderita peripheal
arterial disease yang menjalani peripheral PCTA pada 2 kelompok pasien
yang hanya mendapat 75 mg ASA dan kelompok ASA 75 mg ditambah
klopidogrel 75 mg. Pada penelitiaan mereka 1 hari sesudah pemberian
ASA terjadi peningkatan kadar D-dimer (dari rerata 89,33 menjadi 122,18
pada ASA 75 mg, dan pada ASA 75 mg + klopidogrel 75 mg dari 73,01
menjadi 134,69) yang signifikan ( p= 0,042 untuk kelompok ASA 75 mg,
p= 0,041 pada keompok ASA 75 mg + klopidogrel 75 mg). Pada penelitian
ini disimpulkan bahwa pemberian ASA saja mau pun bersama-sama
dengan klopidogrel 75 mg tidak memberikan efek terhadap kadar D-dimer.
Yang menjadi alasan kemungkinan penyebab penelitian mereka tidak
signifikan adalah jumlah sampel yang sedikit dan penangangan sampel
darah setelah diambil dari vena yang mungkin kurang baik sehingga
menyebabkan peningkatan marker koagulasi secara artifisial. Kamath S
dkk (2002) menuliskan didalam jurnalnya bahwa ASA secara selektif dan
ireversibel akan menghambat produksi tromboksan A2 dan mengurangi
peristiwa tromboembolik sebanyak 20-25 %, namun terapi ASA justru
mengakibatan penurunan 25% perbedaan trombogenesis yang tidak
signifikan. Penelitian mereka menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kadar D-dimer pada baseline dengan
setelah 6 minggu terapi ASA ditambah dengan klopidogrel (p=0,65).
Namun yang menjadi kelemahan dalam pnelitian mereka ini adalah variasi
penyakit komorbid di antara kelompok subjek penelitian.
Pada penelitian ini kemungkinan hasil yang tidak signifikan bisa
disebabkan oleh berbagai faktor seperti jumlah sampel yang sedikit,
penyakit komorbid pada subjek penelitian, dimana pada kelompok yang
mendapat ASA 300 mg kadar gula darah lebih tinggi dibandingkan yang
mendapat ASA 100 mg. Adanya resiko infeksi juga bisa terlihat dengan
tingginya rerata leukosit saat dilakukan pemeriksaan darah pertama sekali
yaitu 12.546,18 ± 4.547,16 /mm3. Prosedur penanganan sampel darah
pun bisa mempengaruhi hasil yang tidak signifikan.
IV.2.9 Perbedaan rerata kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100
mg dan ASA 300 mg pada hari ke-7
Pada penelitian ini didapatkan bahwa walaupun terdapat
penurunan rerata kadar D-dimer pada pemberian ASA 100 mg dan 300
mg, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar D-
dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg selama 7 hari
(p=0,840).
Peningkatan kadar D-dimer merupakan suatu penanda aktifasi
sistim koagulasi dan aktifasi sistim fibrinolisis. Pemberian ASA sendiri
memiliki efek profibrinolisis dengan cara meningkatkan aktifitas plasmin
yang hasil akhirnya adalah terbentuknya fibrin degradation product seperti
D-dimer. Pada penelitian ini dibandingkan pemberian ASA 100 mg dan
ASA 300 mg selama 1 hari, telah terjadi penurunan kadar D-dimer,
dimana pada pemberian ASA 300 mg penurunannya terlihat lebih nyata.
Cassar K dkk (2002) juga menemukan bahkan setelah pemberian
antiplatelet selama 1 bulan bahkan dengan dosis yang cukup ternyata
tidak menimbulkan penurunan kadar D-dimer yang signifikan.
Hipereaktifitas trombosit pada fase akut menjadi salah satu alasan tidak
efektifnya kerja ASA pada fase ini. Bahkan Haapaniemi E dkk (2004)
mendapatkan bahwa peningkatan marker koagulasi ini masih meningkat
secara signifikan dalam 1 minggu hingga 1 bulan setelah terjadinya stroke
iskemik.
Namun Woltz dkk (2013) juga menuliskan bahwa pemberian ASA
saja tidak berpengaruh terhadap kadar D-dimer.
Kemungkinan yang menjadi alasan penelitian ini bertentangan
dengan terori yang ada adalah karena jumlah sampel yang sedikit,
sehingga hasilnya kurang representatif dan penanganan sampel darah
yang kurang optimal.
IV.2.10 Perbedaan kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan
ASA 300 mg pada hari ke-20
Pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang bermakna kadar D-dimer setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA
300 mg selama 20 hari (p=0,846). Hee FLLS dkk (2000) juga menemukan
bahwa pemberian ASA dosis 300 mg yang sudah ditambah bahkan
dengan warfarin 1 mg hingga 2 mg selama 2 dan 8 minggu pun ternyata
menunjukkan perbedaan kadar D-dimer yang tidak signifikan (p>0,05). Hal
ini mungkin disebabkan karena sedikitnya jumlah sampel yang disertakan
dalam penelitian ini dan waktu penelitian yang cukup singkat.
Cassar K dkk (2002) juga menemukan bahkan setelah pemberian
antiplatelet selama 1 bulan dengan dosis yang cukup ternyata tidak
menimbulkan penurunan kadar d-dimer yang signifikan. Hipereaktifitas
trombosit pada fase akut menjadi salah satu alasan tidak efektifnya kerja
ASA pada fase ini. Menurut penelitian Haapienimi E dkk (2004)
hipereaktifitas trombosit ini tetap bertahan bahkan hingga 1 bulan setelah
stroke.
IV.2.11 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari pertama
Penelitian ini menujukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
kadar D-dimer kelompok penderita stroke iskemik akut yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan 300 mg selama 1
hari. Jika kelompok yang tidak mendapat ASA dianggap sebagai
kelompok kontrol, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
bedanya kadar D-dimer pada penderita stroke iskemik akut yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg selama 1 hari dengan keadaan
awal pada saat terjadi stroke iskemik. Hal ini mendukung pernyataan
Woltz dkk (2013) yang menyatakan bahwa pemberian ASA saja tidak
berpengaruh terhadap kadar D-dimer.
IV.2.12 Perbedaan rerata kadar D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari ke-7
Penelitian ini menujukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
kadar D-dimer kelompok penderita stroke iskemik akut yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan 300 mg selama 7
hari. Walaupun terjadi penurunan median kadar d-dimer setelah diterapi
dengan ASA 100 mg dan ASA 300 mg selama 7 hari, namun ternyata
penurunan itu tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan
keadaan awal pada saat terjadi stroke iskemik. Hal ini pun mendukung
pernyataan Woltz dkk (2013) yang mendapatkan bahwa pemberian ASA
saja tidak berpengaruh terhadap kadar D-dimer.
IV.2.13 Perbedaan kadar rerata D-dimer kelompok yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg
pada hari ke-20
Penelitian ini menujukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
kadar D-dimer kelompok penderita stroke iskemik akut yang tidak
mendapat ASA dan yang mendapat ASA 100 mg dan 300 mg selama 20
hari. Setelah pemberian ASA 100 mg dan ASA 300 mg selama 20 hari
ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan keadaan
awal saat terkena stroke iskemik. Bahkan dibandingkan dengan median
kadar D-dimer setelah pemakaian ASA 7 hari, terjadi peningkatan kadar
D-dimer.
Secara teoritis pemberian ASA akan meningkatkan proses
fibrinolisis dengan meningkatkan aktifitas plasmin sehingga terbentuklah
d-dimer. Adanya fluktuasi kadar D-dimer yang membuat hal ini sulit untuk
dijelaskan. Salah satu kemungkinan yang bisa menyebabkan hal ini
adalah adanya infeksi karena pada saat awal pemeriksaan kadar leuokosit
mengalami peningkatan.
IV.2.14 Perubahan skor NIHSS setelah pemberian ASA 100 mg pada
hari ke-1, ke-7 dan ke-20
Penelitian ini menunjukkan bahwa setelah pemberian ASA 100 mg
selama 20 hari terjadi peningkatan rerata skor NIHSS yang cukup
bermakna pada hari ke-1, ke-7 dan ke-20 (p=0,664). Penelitian Rist dkk
(2012) pun menemukan bahwa tidak ada efek yang bermakna pemberian
ASA 100 mg terhadap outcome fungsional.
Pada penelitian ini salah satu kemungkinan yang menyebabkan
peningkatan ini adalah karena rata-rata subjek penelitian pada kelompok
ini memiliki rerata skor NIHSS yang cukup tinggi pada saat awal
pemeriksaan, yaitu 13,46 ± 10,17 yang termasuk dalam penderita stroke
berat.
IV.2.15 Perubahan skor mRS setelah pemberian ASA 100 mg pada
hari ke-1, ke-7 dan ke-20
Penelitian ini menunjukkan bahwa setelah pemberian ASA 100 mg
selama 20 hari terdapat peningkatan rerata skor mRS yang tidak
bermakna pada hari ke-1, ke-7 dan ke-20 (p=0,368). Penelitian Rist PM
dkk (2012) juga meneliti efek pemberian ASA 100 mg terhadap outcome
fungsional dengan menilai skor mRS. Setelah follow up selama 9,9 tahun
mereka menyimpulkan bahwa pemberian ASA 100 mg mampu
mengurangi resiko penyakit-penyakit vaskular, namun tidak menimbulkan
efek yang berbeda terhadap outcome fungsional.
IV.2.16 Perbedaan skor NIHSS setelah pemberian ASA 300 mg pada
hari ke-1, ke-7 dan ke-20
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat penurunan rerata skor
NIHSS yang tidak signifikan setelah pemberian ASA 300 mg selama20
hari(p=0,089). Hal ini sesuai dengan penelitian He dkk (2015) yang juga
menunjukkan penurunan rerata skor NIHSS pada hari pertama 3,23 ± 1,13
menjadi 0,98 ± 0,27 (berkurang 70,48%) pada hari ke-14 setelah
pemberian ASA 300 mg.
IV.2.17 Perbedaan skor mRS setelah pemberian ASA 300 mg pada
hari ke-1, ke-7 dan ke-20
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat penurunan rerata skor
mRS pada hari pertama, ke-7 dan ke-20 setelah pemberian ASA 300 mg
yang signifikan (p=0,039). Jauch EC dkk (2013) bahkan menuliskan di
dalam panduan penanganan awal pada penderita stroke iskemik akut
yang dikeluarkan oleh AHA/ASA tahun 2013 merekomendasikan
penggunaan ASA dengan dosis yang sedikit lebih tinggi dari penelitian ini,
yaitu 325 mg dalam 24-48 jam pertama setelah serangan stroke (Class I,
Level of Evidence A). European Stroke Organization (ESO) juga
mengeluarkan panduan penanganan stroke iskemik akut yang hampir
sama dengan yang dikeluarkan AHA/ASA 2013 yaitu merekomendasikan
pemberian ASA dosis > 100 mg/hari , yaitu 160- 325 mg loading dose
dalam 48 jam pertama setelah serangan stroke (Class I, Level A). Hal ini
berhubungan dengan data-data yang menunjukkan adanya penurunan
mortalitas dan outcome buruk setelah pemberian ASA pada fase akut
stroke iskemik.
IV.2.19 KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan, diantaranya adalah :
1. Tidak adanya data dasar penelitian pada kelompok yang mendapat
ASA 100 mg dan ASA 300 mg sehingga tidak bisa dibandingkan
dengan data dasarnya
2. Penelitian ini mengikutsertakan penderita DM dan perokok untuk
ikut serta di dalam penelitian sehingga fungsi aggregasi trombosit
yang didapatkan bisa dipengaruhi oleh kedua keadaan ini
3. Penelitian ini tidak menggunakan agonis ADP dalam memeriksa
fungsi aggregasi trombosit. Adenosin Difosfat merupakan suatu
agonis lemah. Kemungkinan bila digunakan agonis lain yang lebih
kuat (contohnya kolagen) akan didapatkan hasil yang lebih jelas.
4. Waktu pengambilan sampel yang tidak seragam juga bisa
mempengaruhi hasil pemeriksaan fungsi aggregasi trombosit.
Montagnana M dkk (2009) menuliskan bahwa aktifitas trombosit
juga memiliki irama sirkadian dimana aktifitasnya akan meningkat di
pagi hari yang digambarkan dengan peningkatan kadar p-selectin
pada trombosit mulai jam 6 hingga jam 9 pagi lalu diikuti dengan
penurunan hingga tengah malam. Sedangkan untuk kadar D-dimer
masih merupakan kontroversi, dimana Montagnana M dkk (2009)
menuliskan ada penelitian-penelitian yang menunjukkan kadar
puncak D-dimer dalam darah didapatkan pada jam 2 pagi dengan
variasi diurnal mendekati 10%, namun penelitian lain agal
menunjukkan adanya variasi harian pada kadar D-dimer ini.
Adanya 13 orang sampel yang loss follow up pada analisa hari ke-
20 sehingga jumlah sampel yang dianalisa semakin berkurang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 KESIMPULAN
1. Terdapat perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit yang tidak
signifikan pada pemakaian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada
hari pertama, ke-7 dan ke-20 (p>0,05).
2. Terdapat perbedaan rerata fungsi aggregasi trombosit yang tidak
signifikan pada kelompok yang tidak medapat ASA dan yang
mendapat ASA 100 mg dan ASA 300 mg selama 1 hari, 7 hari dan
20 hari (p > 0,05)
3. Terdapat perbedaan rerata kadar D-dimer yang tidak signifikan
pada pemakaian ASA 100 mg dan ASA 300 mg pada hari
pertama, ke-7 dan ke-20 (p> 0,05)
4. Terdapat perbedaan rerata kadar D-dimer yang tidak signifikan
pada kelompok yang tidak medapat ASA dan yang mendapat ASA
100 mg dan ASA 300 mg selama 1 hari, 7 hari dan 20 hari (p >
0,05)
5. Terdapat peningkatan rerata skor NIHSS dan mRS yang tidak
signifikan setelah pemberian ASA 100 mg selama 20 hari (p>0,05).
6. Terdapat penurunan rerata skor NIHSS yang tidak signifikan
setelah pemberian ASA 300 mg selama 20 hari ( p > 0,05)
7. Terdapat penurunan rerata skor mRS yang signifikan setelah
pemberian ASA 300 mg selama 20 hari (p < 005)
8. Dari karakteristik subjek penelitian yang termasuk dalam sampel
penelitian perempuan (21 orang (58,3%)) lebih banyak menderita
stroke iskemik dibandingkan laki-laki (15 orang (41,7%)). Rerata
usia penderita stroke iskemik adalah 57,68 ± 17,27 tahun. Rata-rata
penderita stroke iskemik juga menderita hipertensi (rerata TDS
adalah 159,41 ± 27,07 mmHg dan rerata TDD adalah 91,18 ±11,49
mmHg) dan menderita diabetes melitus (rerata KGD puasa dan
KGD 2 jam post prandial masing-masing adalah 141,0 (75,0 -
322,0) g/dL dan 168,0 (98,0-533,0) g/dL
V.2 SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang
lebih besar dan metode penelitian kohort dengan sehingga hasil
penelitian lebih representatif dalam menyimpulkan efek pemberian
ASA dosis 100 mg atau ASA 300 mg terhadap fungsi aggregasi
trombosit dan kadar D-dimer
2. Pemberian ASA 300 mg pada penderita stroke iskemik akut
memberikan perubahan yang signifikan terhadap outcome
fungsional (skor mRS) dibandingkan ASA 100 mg walaupun tidak
menunjukkan perubahan pada kadar aggregasi trombosit dan
kadar D-dimer.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L.M., Hasso, A.N., Handwerker, J., Fsrid, H. 2012. Sequence-spesific MR Imaging Findings That Are Useful in Dating Ischemic Stroke. Radiographics.32:1285-1297
An, G.H., Sim, S.Y., Jwa, C.S., Kim, G.H., Lee, J.Y., Kang, J.K. 2011.
Thromboxan A2 sinthetase inhibitor plus low dose aspirin : can it be a salvage treatment in acute stroke beyond thrombolytic time window.JJ Korean Neurosurg.50:1-2
Antiplatelet Trialists’ Collaboration. 2002. Collaborative overview of
randomised trials of antiplatelet therapy-I: prevention of death. myocardial infarction. and stroke by prolonged antiplatelet therapy in various categories of patients.BMJ.324:71–86
Arazi, H.C., Carnevalini, M., Falconi, E., Ovejero, R., Giorgi, M., Caroli, C.,
et al. 2012. The association of antiplateet aggregation effect of aspirin and platelet count. Possible dosage implications.Rev Argent Cardiol.80:114-120
Aydinalp, A., Atar, I., Altin, C., Gulmez, O., Atar, A., Acikel, S., et al. 2010.
Platelet function analysis with two different doses of aspirin. Ark Turk Soc Cardiol.38(4):239-243
Bellomo, R., Ronco, C., Kellum, J.A., Mehta, R.L.,Palevsky, P.2004.Acute
renal failure-definition, outcome measures, animal models, fluid therapy and information technology needs: the Second International Consensus Confrence of the acute dialysis quality initiative (ADQI) group. Crit Care.8(4)::204-212
Barber, M., Langhorne, P., Rumley, A., Lowe, G.D.O., Stott, D. 2006. D-
Dimer Predicts Early Clinical Progression in Ischemic Stroke.Stroke.37:1113-1115
Brass, L. 2010. Understanding and evaluating platelet function.American
Society of Hematology: 387-396 Cassar, K., Bachoo, P., Ford, I., Greaves, M., Brittenden, J. 2005.
Clopidogrel has no effect on D-dimer and thrombin-antithrombin III levels in patients with peripheral arterial disease undergoing peripheral percutaneous transluminal angioplasty. J Vasc Surg.42:252-258
Chylova, M., Mot’ovska, Z., Osmancik, P., Prochazka, B., Kalvach, P. 2014. The effect of different doses and different routes of acetylsalicylic acid administration on platelet aggregation in healthy volunteers and ischemic stroke patients.Transl.Stroke Res.6:160-165
Dahlan, M.S.2010. Besar sampel dan cara pengambilsan sampel dalam penelitian kesehatan.Salemba Medika.Jakarta.Hal.46-60
Danesh, J., Whincup, P., Walker, M., Lennon, L., Thomson, A., Appleby,
P., et al. 2001. Fibrin D-dimer and coronary heart disease.Circulation.103:2323-2327
DiChiara, J., Bliden, K.P., Tantry, U.S., Hamed, M.S., Antonino, M.J.,
Suarez, T.A., et al. 2007. The effect of aspirin dosing on platelet function in diabetic and nondiabetic patients: An analysis from the aspirin-induced platelet effect (ASPECT) Study.Diabetes.56:3014-3019
European Medicines Agency. 2012. Assessment report for Non-Steroidal
Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) and cardiovascular risk Gurbel, P.A., Becker, R.C., Mann, K.G., Steinhubl, S.R., Michelson, A.D.
2007. Platelet function monitoring in patients with coronary artery disease.JACC.50(19):1822-1834
Haaspaniemmi, E., Soinne, I., Syrjala, M., Kaste, M., Tatlisumak,
T.2004.Serial changes in fibrinolysis and coagulation activation markers in acute and convalesent phase of ischemic stroke.Acta Neurologica Scandinavica.110:242-247
Halawani, S.H.M., Williams, D.J.P., Webster, J., Greaves, M., Ford, I.
2011. Aspirin failure in patients presenting with acute cerebrovascular ischaemia. Thromb Haemost.106:240-247
Hee, F.L.L.S., Blann, A.D., Lip, G.Y.H. 2000. Effects of fixed low-dose
Warfarin. Aspirin-Warfarin Combination Therapy. dose adjusted warfarin on thrombogenesis in chronic atrial fibrillation.Stroke.31:828-833
He, F., Xia, C., Zhang, H.J., Li, Q.X., Zhou, H.Z., Li, F.P., Li, W., et al.
2015. Clopidogrel plus aspirin versus aspirin alone for preventing early neurological deterioration in patients with acute ischemic stroke. Journal of Clinical Neuroscience.22:83-86
Heemskerk, J.W.M., Bevers, E.M., Lindhout, T . 2002. Platelet activation and blood coagulation.Thromb Haemost.88:186-193
Jauch, E.C., Saver, J.L., Adams, H.P., Bruno, A., Connors, J.J.,
Demaerschalk, B.M., et al. 2013. Guidelines for the early management of patients with acute ischemic stroke: A Guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke Association.Stroke.44:870-947
Jennings, K. 2009. Mechanism of platelet activation: Need for new
strategies to protect against platelet-mediated atherothrombosis.Thromb Haemost.102 : 248-257
Johns, C.S. 2004. Platelet Function Testing. Clinical Hemostasis Review.
Esoterix.18(4):1-9 Kamath, S., Blann, A.D., Chin, B.S.P., Lip, G.G.Y.H. 2002. A prospective
randomized trial of aspirin-clopidogrel combination therapy and dose-adjusted warfarin on indices of thrombogenesis and platelet activation in atrial fibrillation.J Am Coll Cardiol.40:484-490
Kamath, S., Blann, A.D., Lip, G.Y.H. 2001. Platelet activation: asessment
and quantification.European Heart Journal.22:1561-1571 Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2011. Basic and Clinical
Pharmacology 12th Ed. McGraw Hill. San Fransisco Lambrakis, P., Rushworth, G.F., Adamson, J., Leslie, S.J. 2011. Aspirin
hypersensitivity and desensitization protocols:implications for cardiac patients.Ther Adv Drug Saf.2(6):263-270
Lee, Y.W., Cho, Y.H., Kkim, Y.H., Na, J.S., Shin, H.B., Ki,C.K.,et
al.2008.Aspirin non-responsiveness in koren subjects on dual antiplatelet treatment determined by two different platelet function assays.Annals of Clinical and Laboratory Science.38(2):126-131
Maree, A.O., Fitzgerald, D.J. 2007. Variable platelet response to aspirin
and clopidogrel in atherothrombotic.Circulation.115:2196-2207 Medhi, B.2008.Analgesic-Antipyretic and anti-inflammatory drug In : Seth,
S.D. and Seth, V (Ed).Textbook of pharmacology 3rd Ed.Elsevier.India.37-38
Mehmetoglu, I. dan Kurban, S. 2012. Effects of two different dose of acetylsalicylic aid on serum nitric oxide. asymmetric dimethylarginine. and homocystein levels in healthy volunteers.Turk J Med Sci.42(2):269-274
Meyer, D.M., Albright, K.C., Allison, T.A., Grotta, J.C. 2008. LOAD:a pilot
study of the safety of loading of aspirin and clopidogrel in acute ischemic stroke and transient ischemic attack.J Stroke Cerebrovasc Dis.17(1):26-29
Milan, M. .2007. Increased Body Iron Stores Are Asociated With Poor
Outcome After Trombolytic Treatment in Acute Stroke.Stroke.38:90-95
Misbach, J. Dan Soertidewi, L.2011. Epidemiologi Stroke.Dalam: Misbach,
J., Soertidewi, L., Jannis, J., Bustami, M., Rasyid, A., Lumempauw, S.F., dkk (Ed). Stroke. Aspek Diagnostik. Patofisiologi, Manajemen. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.1-10
Moghadam, S.F., Htun, P., Tormandi, B., Sander, D., Stellos, K., Geisler,
T., et al. 2007. Hyperresponsiveness of platelets in ischemic stroke. Thromb Haemost.97:974-978
Montagnana, M., Salvagno,G.L., Lippi, G.2009.Circadian variation within
hemostasis: An underrecognized link between biology and disease?.Semin Thromb Hemost.35(1):23-33
Navarro, V.J., Senior, J.R., 2006.The role of cholesterol and statins in
stroke.Current Cardiology Reports.11:4-11 Onoda, K., Ohashi, K., Hashimoto, A., Okuda, M., Shimono, T., Nishikawa,
M.,et al. 2008.Inhibition of platelet aggregation by combined therapy with aspirin and cilostazol after off-pump coronary artery bypass surgery. Ann Thoracic Cardiovasc Surg.14:230-237
Orynchak, M.A., Vasylechko, M.M. 2014. Status of Coagulation and
Platelet Hemostasis Parameters in Patients with Permanent Atrial Fibrillation on the Background of Metabolic Syndrome.The Pharma Innovation Journal; 2(11)
Park, Y.W., Koh, E.J., Choi, H.Y. 2011. Correlation between serum d-
dimer level and volume in acute iischemic stroke.J Korean Neurosurg Soc.50:89-94
Patrono, C., Andreotti, F., Arnesen, H., Badimon, L., Baigent, C., Collet, J.P., et al. 2011. Antiplatelet agents for the treatment and prevention of atherothrombosis.European Heart Journal.32:2922-2932
Pawar, D., Maroli, A., Shahani, S. 1998. Aspirin-The novel antiplatelet
drug. HKMJ (4): 415-418 Perneby, C., Wallen, N.H., Rooney, C., Fitzgerald, D., Hjemdahl. 2006.
Dose and time dependent antiplatelet effects of aspirin. Thromb Haemost.95:652-658
Pulcinelli, F.M., Pignatelli, P., Celestini, A., Riondino, S., Gazzaniga, P.P., Violi, F. 2004. Inhibiton of platelet aggregation by aspirin progressively decreases in long term treated patients. J Am Coll Cardiol. 43:979-984
Rist, P.M., Buring, J.E., Kase, C.S., Kurth, T. 2012. Efffect of low dose
aspirin on functional outcome from cerebral vascular events in women. Stroke.44(2):432-436
Ritter, J.M., Lewis, L.D., Mant, T.G., Ferro, A. 2008. A Texbook of Clinical
Pharmacology and Therapeutics. 5th Ed. Hodder Arnol. London Sacco, R.L. dan Elkind, M.S.,2000. Update on antiplateletet therapy for
stroke prevention.Arch Intern Med.60:1570-1582 Sacco, R.L., Kasner, S.E., Broderick, J.P., Caplan, L.R., Connors, J.J.,
Culebras, A., et al. 2013. An Updated Definition of Stroke for the 21st Century: A Statement for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke.44:2064-2089
Sjahrir, H. 2003. Stroke Iskemik. Yandira Agung. Medan.
Smith, N.M., Pathansali, R., Bath, P.M.W. 1999. Platelets and stroke.Vascular Medicine.4:165-172
Tselepis, A.D., Gerotziafas, G., Andrikopoulos, G., Anninos, H., Vardas, P. 2011. Mechanisms of platelet activation and modification of response to antiplatelet agents.Hellenic J Cardiol.52:128-140
Undas, A., Brummel-Ziedins, K.E., Mann, K.G. 2006. Antithrombotic
properties of aspirin and resistence to aspirin: beyond strictly antiplatelet actions. Blood.109(6):2285-2292
Wakai, A., Gleeson, A., Winter, D. 2003. Role of fibrin D-dimer testing in
emergency medicine.Emerg Med J.20 :319-325
Wirawan, R. 2007. Nilai rujukan pemeriksaan agregasi trombosit dengan adenosis difosfat pada orang indonesia dewasa normal di Jakarta.Maj Kedokt Indon.57():212-219
Wilterdink, J.L., Bendixen, B., Adams, H.P., Woolson, R.F., Clarke, W.R.,
Hansen, M.D. 2001. Effect of prior aspirin use on stroke severity in the Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST).Stroke. 32:2836–2840
Woltz, M., Gouya, G., Kaplotis, S., Mueck, W., Kubitza, D. 2013. Open-
label. randomized study of the effect of rivaroxaban with or without acetylsalicylic acid on thrombus formation in a perfusion chamber.Thromb Res.132(2):240-247
Woodward, K., Lowe, G.D.O., Francis, L.M.A., Rumley, A., Cobbes, S.M.
2004. A randomized comparison of the effects of aspirin and clopidogrel on thrombotic risk factors and C-reactive protein following myocardial infarction: the CADET trial.Journal of thrombosis and haemostasis.2:1934-1940
Wongkornrat, W., Sriyoscharti, S., Laksanabunsong, P., Phanchaipetch,
T., Subtaweesin, T., Thongchareun, P., et al. 2011. Comparison of intensity of platelet aggregation between patients receiving low and high aspirin dosage in post CABG patients.Siriraj Med J.63:187-190
Zhou, L. dan Schmaier, M.D.2005.Platelet aggregation testing in platelet
rich plasma : Description of procedures with the aim to develop standards in the field.Am J Clin Pathol.123:172-183