Upload
fullpsycho882693
View
1.586
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Perbedaan Motivasi Kerja Pada Karyawan Yang Sudah Menikah
Dan Karyawan Yang Belum Menikah
Di PT. Mebel Tamalindo
Proposal Penelitian Ini Diajukan Sebagai Tugas Pada Mata Kuliah
Metodologi Penelitian II
Oleh :
Saiful Bakhri
107070002521
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi telah menumbuhkan modernitas dan otomatisasi industri
yang telah menimbulkan perubahan tata nilai kehidupan manusia. Akhir-akhir ini, terjadi
perubahan sangat pesat di Indonesia yang menuntut adanya penyesuaian diri dari idividu atau
masyarakatnya. Perubahan tersebut antara lain dari masyarakat agraris ke masyarakat
industri, dari masyarakat nasional ke masyarakat modern.
Dari berbagai perubahan di atas selama hidup manusia selalu melakukan bermacam-macam
aktivitas. Salah satu aktivitas manusia yaitu bekerja. Aktivitas dalam pekerjaan mengandung
unsur kegiatan bersosialisasi, menghasilkan sesuatu, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, maka manusia harus berusaha dan bekerja.
Sebagai tenaga kerja, diantara manusia melaksanakan tugas pekerjaanya, saling berpengaruh
dalam hubungan pekerjaan, dan sejauh mana tenaga kerja sesuai dengan pekerjaannya.
Adanya manusia sebagai tenaga kerja di perusahaan menjadikan kegiatan perusahaan
terlaksana. Kegiatan perusahaan dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan dalam
mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Pentingnya produktivitas dalam meningkatkan
kesejahteraan telah disadari secara umum, tidak ada jenis kegiatan manusia yang tidak
menguntungkan dari produktivitas yang ditingkatkan yaitu sebagai kekuatan untuk
menghasilkan lebih banyak nilai tambah dari sumber daya yang ada.
Pekerjaan di bidang apapun menuntut manusia untuk memiliki keterampilan dan motivasi
kerja yang tinggi sehingga hasil dari pekerjaan didapatkan dengan baik. Seorang karyawan
harus memiliki komitmen untuk bertanggung jawab terhadap kualitas pekerjaannya dan
loyalitas terhadap tempat ia bekerja.
Seorang karyawan juga sebagai seorang manusia yang senantiasa hidup dan berkembang
sesuai dengan pengalaman yang diperoleh melalui proses belajar dalam hidupnya. Manusia
tercipta sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia
senantiasa membutuhkan orang lain, selalu berinteraksi, saling bersosialisasi maupun
bertukar pengalaman serta untuk meneruskan keturunan. Meneruskan keturunan dapat
ditempuh melalui proses pernikahan, yang kemudian terbentuklah sebuah keluarga.
Pada dasarnya manusia terpanggil untuk hidup berpasang-pasangan. Manusia dapat
menemukan makna hidupnya dalam pernikahan. Sebagian orang menganggap bahwa
pernikahan membatasi kebebasannya, tetapi bagaimanapun juga sebagian besar dari
masyarakat mengakui bahwa pernikahan memberikan jaminan ketenteraman hidup.
Orang yang memasuki kehidupan perkawinan pastilah membawa kebutuhan, harapan dan
keinginannya sendiri-sendiri. Individu berharap bisa memenuhinya dalam institusi
perkawinan yang dibangun. Kepuasan pernikahan seseorang ditentukan oleh tingkat
terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan orang yang bersangkutan.
Kebutuhan, harapan dan keinginan tersebut dapat berupa rasa aman,cinta dan kasih sayang
antara suami isteri yang dijalin dalam kehidupan berumah tangga. Rasa aman, cinta dan kasih
sayang yang berada pada pasangan suami isteri dalam berkehidupan rumah akan membuat
diri mereka lebih terdorong untuk melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas hidup
berkeluarga karena mereka akan merasa bertanggung jawab atas kebutuhan dan
keharmonisan keluarga yang dibinanya.
Bagi seorang karyawan, baik itu laki-laki maupun perempuan dalam menjalani kehidupan
rumah tangga mereka akan dihadapkan dengan berbagai persoalan yang kompleks yang harus
dicari jalan keluarnya, terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik itu kebutuhan
sandang, pangan atau pun papan.
Oleh karena itu, karyawan yang sudah menjadi suami atau isteri dalam berkehidupan rumah
tangga akan mengadakan bermacam-macam aktivitas, salah satunya dalam gerakan-gerakan
yang dinamakan kerja. Abdul Rahman Shaleh dan Yunita Faela Nisa (2006) mengatakan
bahwa kerja adalah aktivitas dasar yang dijadikan bagian esensial dari kehidupan manusia.
Kerja memberikan status, dan mengikat seseorang pada individu lain serta masyrakat, baik
wanita maupun pria menyukai pekerjaan. Manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang
pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang mendorongnya melakukan aktivitas kerja.
Dengan bekerja seseorang akan mendapatkan imbalan yang mereka pergunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makanan, pakaian, dan perlindungan tempat tinggal.
Dengan kerja tersebut mereka akan mempunyai dorongan dari dalam diri sendiri untuk
merasakan adanya perubahan atau apa yang biasa dinyatakan dengan motivasi.
Rasa aman, cinta dan kasih sayang merupakan faktor dari motivasi, yaitu sesuai dengan teori
yang dipopulerkan oleh Psikolog yang bernama Abraham Maslow. Dimana Abraham
Maslow menempatkan rasa aman ataupun tenteram pada teori tata tingkat kebutuhannya pada
tingkat kedua setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi. Dan menempatkan kebutuhan rasa cinta
dan kasih sayang sebagai kebutuhan sosial yang berada pada tingkat ketiga dari teori tata
jenjang kebutuhan.
Bimo Walgito (2004) mengatakan bahwa motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau
organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Jadi dapat diartikan bahwa motivasi
kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Motivasi kerja pada hakikatnya adalah manusia sebagai makhluk hidup yang memiliki
potensi dan energi. Energi tersebut perlu dipelihara bahkan ditingkatkan untuk
mempertahankan hidupnya, untuk tubuh dan aktivitas-aktivitasnya yang lain. Karena
kebutuhan akan energi itulah manusia selalu berusaha mengadakan dan meningkatkan
sejumlah energi dalam tubuhnya. Apabila kebutuhan akan energi itu telah terpenuhi sesuai
dengan kebutuhannya, maka aktivitas-aktivitas yang dilaksanakannya akan berjalan dengan
lancar.
Namun demikian, kebutuhan pemenuhan dari setiap manusia tidak dapat dilakukan sendiri,
harus dibantu bahkan tergantung pada orang lain, dalam hal ini adalah kehidupan berumah
tangga yang dilaksanakan oleh suami atau isteri yang pastinya satu sama lain saling
membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan yang ingin dicapai. Ketergantungan ini
membutuhkan kerja sama dengan sesamanya.
Menurut Atwater (1983), kebanyakan orang pada saat ini cenderung menikah karena alasan
persahabatan dan untuk mencapai kepuasan kebutuhan psikologis dibanding untuk
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial, karena kebutuhan psikologis adalah
alasan terpenting untuk memasuki pernikahan. Dengan menikah orang akan memperoleh
tanggung jawab yang besar terhadap pasangannya, memberi dukungan emosional dan rasa
aman. Selain itu juga akan memperoleh cinta, kasih sayang dan pemberian kebutuhan
normatik dan kebersamaan.
Oleh karena itu, dalam dunia kerja hampir dapat dipastikan antara manusia yang satu dengan
yang lainnya saling membutuhkan motivasi. Dalam lingkungan keluarga, pernikahan yang
dialami oleh suami ataupun istreri bisa jadi merupakan salah satu motivasi seseorang untuk
melakukan tindakan pekerjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang ingin dicapainya.
Terutama agar mendorong mereka dalam memenuhi kebutuhan prestasi kerjanya di suatu
perusahaan. Karena kebutuhan akan pencapaian kesuksesan dimaksudkan dengan
keinginannya untuk lebih berhasil dalam situasi persaingan.
Setelah perbuatan atau tindakan tersebut dilakukan, maka tercapailah keseimbangan dalam
diri seseorang, diwujudkan dengan rasa puas, gembira, aman dan lain sebagainya. Keinginan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut ada dalam diri setiap manusia. Sesorang individu
misalnya, memiliki kebutuhan yang kuat cenderung akan sangat termotivasi dengan situasi
kerja yang menantang dan bersaing, karena bekerja merupakan kodrat manusia yang ingin
berprestasi lebih baik lagi.
Berdasarkan hal tersebut penulis ingin meneliti apakah ada perbedaan motivasi kerja pada
karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum menikah di PT. Mebel Tamalindo.
1.2 Identifikasi Masalah
a. Apakah ada perbedaan motivasi kerja pada karyawan yang sudah menikah dan karyawan
yang belum menikah?
b. Adakah pengaruh pernikahan terhadap motivasi kerja pada karyawan?
c. Hal-hal apa saja yang mempengaruhi motivasi kerja?
1.3 Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1 Batasan Masalah
Agar peneletian ini tetap fokus pada masalah yang akan diungkap, maka pada penelitian ini
dibatasi pada permasalahan-permasalahan:
a. Motivasi kerja yang dimaksud dalam penelitian disini adalah bagaimana karyawan yang
sudah menikah mendapat dorongan kerja secara maksimal yang didapat dari pernikahan
yang mereka (suami atau isteri) jalani dalam kehidupan berumah tanggga. Dan
membatasi masalah tentang motivasi pada teori yang dikemukakan oleh Abraham
Maslow, yaitu teori Hirarki Kebutuhan.
b. Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah karyawan yang sudah menikah dan
karyawan yang belum menikah pada PT. Mebel Tamalindo. Dimana menurut teori yang
ada, dalam sebuah pernikahan sesorang akan memperoleh rasa aman, cinta dan kasih
sayang yang bisa jadi merupakan faktor dari motivasi khususnya motivasi kerja bagi
karyawan yang sudah menikah.
1.3.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan motivasi kerja pada karyawan yang sudah menikah dan karyawan
yang belum menikah?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan motivasi kerja pada karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum
menikah di PT. Mebel Tamalindo.
1.4.2 Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Untuk menambah khasanah Psikologi khususnya di bidang Industri dan Organisasi,
memberikan suatu wacana baru tentang motivasi kerja yang dikaitkan dengan pernikahan.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga pada pihak
perusahaan dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan dengan cara memberikan
pengertian tentang betapa pentingnya pernikahan dalam kehidupan rumah tangga bagi
karyawan yang sudah menikah maupun karyawan yang belum menikah agar mereka
merasa termotivasi untuk berkerja dan berprestasi dengan baik dalam pekerjaan yang
digelutinya ataupun juga agar mampu bersaing dalam situasi persaingan yang biasa terjadi
dalam dunia kerja. Dan bagi karyawan sebagai masukan untuk memanfaatkan kesempatan
yang ada dalam usahanya mengembangkan karir.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini berpedoman pada sistematika penulisan American Psychological
Association (APA) style. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penulis menyusunnya
dalam bentuk beberapa bab sebagai berikut:
BAB I: Berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II: Pada bab ini, berisi tentang pengertian pengertian motivasi kerja, hal-hal yang
mempengaruhi motivasi kerja, macam-macam teori motivasi kerja, karyawan yang
sudah menikah dan karyawan yang belum menikah pengertian karyawan,
pengertian menikah, alasan dan tujuan pernikahan, perbedaan motivasi kerja pada
karyawan yang sudah menikah dan karyawan yang belum menikah, kerangka
berfikir dan hipotesis.
BAB III: Pada bab ini, berisi tentang identifikasi variabel penelitian, definisi
operasional, definisi konseptual, populasi dan metode pengambilan sampel,
metode pengumpulan data, metode analisis instrumen serta metode analisis
data.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Motivasi Kerja
2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. J. P.
Chaplin (2008) berpendapat bahwa motivasi merupakan satu variabel penyelang (yang ikut
campur tangan) yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam
organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah
laku, menuju satu sasaran.
Menurut Bimo Walgito (2004) motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau
organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Senada halnya dengan apa yang
dikatakan Prof. Dr. Sahlan Asnawi (2007), motivasi adalah konstruksi dan proses interaksi
antara harapan dan kenyataan masa yang akan datang baik dalam jangka pendek, sedang atau
pun panjang.
Adapun kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan sesuatu
pekerjaan. Terkait dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan motivasi adalah
mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau
bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk
mewujudkan tujuan organisasi (Hasibuan, 2003). Sedangkan kerja menurut Abdul Rahman
Shaleh dan Yunita Faela Nisa (2006) adalah aktifitas dasar yang dijadikan bagian esensial
dari kehidupan manusia.
Gibson, et. al., (1995), berpendapat bahwa motivasi adalah kekuatan yang mendorong
seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi kerja sebagai
pendorong timbulnya semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja
seseorang berpengaruh terhadap besar kecilnya prestasi yang diraih.
Lebih jauh dijelaskan, bahwa dalam kehidupan sehari-hari seseorang selalu mengadakan
berbagai aktivitas. Salah satu aktivitas tersebut diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang
dinamakan kerja. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan
buah karya yang dapat dinikmati oleh orang yang bersangkutan.
Terkait dengan motivasi kerja tersebut, Robbins (1998) berpendapat bahwa motivasi adalah
kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu.
Senada dengan pendapat tersebut, Munandar (2001) mengemukakan bahwa motivasi adalah
suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan
serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Bila kebutuhan telah
terpenuhi maka akan dicapai suatu kepuasan. Sekelompok kebutuhan yang belum terpuaskan
akan menimbulkan ketegangan, sehingga perlu dilakukan serangkaian kegiatan untuk
mencari pencapaian tujuan khusus yang dapat memuaskan sekelompok kebutuhan tadi, agar
ketegangan menjadi berkurang.
Pinder (1998) berpendapat bahwa motivasi kerja merupakan seperangkat kekuatan baik yang
berasal dari dalam diri maupun dari luar diri seseorang yang mendorong untuk memulai
berperilaku kerja, sesuai dengan format, arah, intensitas dan jangka waktu tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan, bahwa motivasi kerja
adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam dan luar
dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua
kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
2.1.2 Hal-hal yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Motivasi kerja menurut Pandji Anoraga (2001:95) dipengaruhi oleh:
Job security, yaitu keamanan kerja, dimana karyawan yang menganggap bahwa
pekerjaannya itu pekerjaan yang aman dan tetap: Opportunities for achievement,
yaitu kesempatan untuk mendapatkan kemajuan: Kondisi kerja yang menyenangkan,
yaitu suasana lingkungan kerja yang harmonis: Good working companion, yaitu
rekan kerja yang baik: Kompensasi, yaitu berupa gaji atau imbalan.
2.1.3 Macam-Macam Teori Motivasi Kerja
Banyak teori motivasi yang telah dikembangkan. Dari teori-teori motivasi yang ada, ada yang
menekankan pada “Apa” yang memotivasi tenaga kerja, yaitu teori motivasi isi, yang terdiri
dari: teori tata tingkat-kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori dua faktor dan
teori motivasi berprestasi/achievement motivation (Munandar, 2001).
a. Teori Tata Tingkat-Kebutuhan/Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow berpendapat bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang
bersinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh
kebutuhan lain. Dia dengan teori kebutuhannya menyatakan bahwa kebutuhan manusia
pada dasarnya terbagi atas lima kebutuhan, yaitu:
a) Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi fisilogikal
badan kita, sepert makan dan mium.
b) Kebutuhan rasa aman. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk dilindungi dari
bahaya dan ancaman fisik.
c) Kebutuhan sosial. Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima persahabatan,
cinta, kasih, rasa memiliki (belonging).
d) Kebutuhan akan harga diri (esteem needs). Kebutuhan harga diri ini dapat terungkap
dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya.
e) Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk
menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secra penuh. Dan
kebutuhan ini menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
b. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Alderfer ini dikenal sebagai teori ERG
(Existence, Relatedness, Growth Needs). Dan teori ini merupakan satu modifikasi dan
reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Alderfer mengelompokkan
kebutuhan ke dalam tiga kelompok:
a) Kebutuhan eksistensi (existence needs).
Merupakan kebutuhan akan substansi material seperti keinginan untuk memperoleh
makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini mencakup
kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan rasa aman dari Maslow.
b) Kebutuhan hubungan (relatedness needs).
Merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan
membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan sosial dan bagian eksternal dari kebutuhan esteem
(penghargaan) dari Maslow.
c) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs).
Merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan
kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi diri, juga mencakup
bagian instrinsik dari kebutuhan harga diri dari Maslow.
c. Teori Dua Faktor
Teori dua faktor juga dinamakan teori hygiene-motivasi dikembangkan oleh Herzberg.
Menurutnya faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor
motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang
merupakan faktor instrinsik dari pekerjaan yaitu:
a) Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan
diberikan kepada seorang tenaga kerja.
b) Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju
dalam pekerjaannya.
c) Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari
pekerjaannya.
d) Capaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi
kerja yang tinggi.
e) Pengakuan (recognition), besar keclnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga
kerja atas unjuk-kerjanya.
Jika faktor-faktor tersebut tidak (dirasakan) ada, tenaga kerja, menurut Herzberg, merasa
not satisfied (tidak lagi puas), yang berbeda dari dissatisfied (tidak puas).
d. Teori Motivasi Berprestasi (Acchievement Motivation)
Teori motivasi berprestasi dikembangkan oleh David McClelland. Sebenarnya lebih tepat
teori ini disebut teori kebutuhan dari McClelland, karena ia tidak saja meneliti tentang
kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), tapi juga tentang kebutuhan untuk
berkuasa (need for power), dan kebutuhan untuk berafiliasi/berhubungan (need for
affilition).
a) Kebutuhan untuk Berprestasi (Need for Achievement = nAch).
Ada sementara orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih
mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah
untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya.
Dorongan ini yang disebut kebutuhan untuk berprestasi (the achievement need =
nAch).
b) Kebutuhan untuk Berkuasa (Need of Power = nPow).
Kebutuhan untuk berkuasa iaah adanya keinginan yang kuat untuk megendalikan
orang lain, untuk memperpngaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap
orang lain. Orang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan-
pekerjaan dimana mereka menjadi pemimpin, dan mereka berupaya mempengaruhi
orang lain.
c) Kebutuhan untuk Berafiliasi (Need for Affiliation = nAff).
Orang-orang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang yang
berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka ingin disukai dan diterima oleh orang
lain. Mereka lebih menyukai situasi-situasi kooperatif dan situasi kompetitif, dan
sangat menginginkan hubungan-hubungan yang melibatkan saling pengertian dalam
derajat yang tinggi.
2.2 Karyawan yang Sudah Menikah dan Karyawan yang Belum
Menikah
2.2.1 Pengertian Karyawan
Menurut Hasibuan (2000), karyawan atau pegawai adalah pekerja tetap yang bekerja di
bawah perintah orang lain dan mendapat kompensasi serta jaminan. Karyawan memiliki hak-
hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan tempat bekerja.
Musanief (1989) menjelaskan tenaga kerja adalah orang-orang yang bekerja pada suatu
organisasi, baik industri maupun instansi pemerintahan, atau pada usaha-usaha sosial dengan
mendapatkan balasan jasa tertentu. Tenaga kerja dapat dikatakan buruh, pegawai, karyawan,
pekerja yang pada hakikatnya mempunyai maksud yang sama.
Di samping istilah “pekerja”, masih terdapat istilah-istilah lain seperti pegawai dan karyawan.
Istilah pegawai lebih banyak digunakan untuk orang yang bekerja bagi pemerintah.
“Karyawan” berarti setiap orang yang melakukan karya. Istilah ini lebih umum, sehingga
dalam masyarakat dikenal istilah karyawan buruh, karyawan perusahaan, karyawan angkatan
bersenjata dan yang lain sebagainya. Sedangkan istilah “pekerja” dangat luas, yaitu setiap
orang yang melakukan pekerjaan; baik dalam hubungan pekerjaan maupun hubungan di luar
pekerjaan (Suprianto, 1997).
Hasibuan (2000) menjelaskan bahwa karyawan adalah makhluk sosial yang menjadi
kekayaan utama bagi setiap perusahaan. Mereka menjadi perencana, pelaksana dan
pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Karyawan
menjadi pelaku yang menunjang tercapainya tujuan, mempunyai pikiran, perasaan dan
keinginan yang dapat mempengaruhi sikap-sikapnya terhadap pekerjaannya.
Karyawan adalah seseorang yang dapat mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh
seseorang dalam jangka waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa yang
disumbangkan dalam proses produksi. Pengertian ini ditinjau dari aspek kualitas. Selain itu
karyawan adalah seseorang yang mampu bekerja dan berkarya dalam memberi sumbangan
pada proses produksi. Setiap orang yang dianggap mampu berkarya atau bekerja secara fisik,
kemampuan bekerjanya diukur dengan umur seseorang. Dari ukuran ini muncullah istilah
“usia kerja”. Kelompok penduduk dalam usia kerja disebut sebagai tenaga kerja atau man
power. Pengertian ini ditinjau dari aspek kuantitas.
Karyawan sesungguhnya adalah investor di dalam perusahaan. Mereka memilih menanamkan
keahlian, keterampilan, atau waktu dan energi mereka ke dalam perusahaan sebagai ganti
uang, dan mereka mengharapkan ada hasil dari investasi itu, seperti yang juga diharapkan
oleh yang menginvestasikan rupiah mereka.
Menurut Hasibuan (2000), buruh atau kuli adalah seseorang pekerja harian atau honorer yang
bekerja di bawah perintah orang lain dan menerima balas jasa yang besarnya tertentu.
Secara definitif “buruh” dapat diartikan orang yang bekerja di bawah perintah orang lan,
dengan menerima upah karena dia melakukan pekerjaan di perusahaan. Sebagai istilah
pengganti “buruh” kini digunakan istilah “pekerja”. Berdasarkan pengertian tersebut buruh
termasuk sebagai tenaga kerja.
Menurut UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, Tenaga kerja adalah setiap oran yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha atau majikan harus
membayarkan upah sesuai dengan upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2.2.2 Pengertian menikah
Istilah “nikah“ berasal dari bahasa Arab yang artinya berhimpun, sedangkan menurut bahasa
Indonesia adalah “kawin”. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara “nikah” dengan “kawin”,
akan tetapi pada prinsipnya sama (Sudarsono, 1991)
Apabila ditinjau dari segi hukum, pernikahan adalah suatu akad suci dan luhur antara pria dan
wanita yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami-isteri dan dihalalkan hubungan
seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling
menyantuni. (Sudarsono, 1991)
Menurut Duvall dan Miller (1985), “Marriage is the dyadic of pair relationship between one
man and one woman”. Pernikahan merupakan suatu peristiwa alamiah yang terjadi antara
dua orang, yaitu pria dan wanita secara berpasangan yang disebut hubungan dyadic.
Selanjutnya Duvell dan Miller (1985) mengatakan, “….perhaps marriage can be most
accurately define as the socially recognized relationship between a man and woman that
provides for sexual relation, legitimizes childbearing, and establishes a division of labor
between spouses”. Dalam pernikahan selain adanya hak legal dalam membesarkan anak ,
juga terdapat pengakuan sosial, legitimasi dalam hubungan seksual, dan adanya pembagian
kerja yang sesuai antara pasangan tersebut.
Menurut Bernard (dalam Santrock, 2002), pernikahan biasanya digambarkan sebagai
bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah persatuan dua sistem keluarga
secara keseuruhan dan pembangunan sebuah sistem ketiga yang baru.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan yang
suci yang mengikat seseorang dengan pasangannya sebagai suami isteri dan membentuk
sebuah sistem keluarga secara keseluruhan untuk mencapai keluarga yang sakinah dan penuh
kasih sayang dengan adanya legitimasi dalam hubungan seksual, pengakuan sosial dan
pengesahan untuk memiliki anak.
2.2.3 Alasan dan Tujuan Pernikahan
Stinnet (dalam Turner & Helms, 1987) menyusun hal-hal yang umum dikemukakan sebagai
alasan dilangsungkannya suatu pernikahan, yaitu:
1. Commitment (Komitmen). Banyak orang menginginkan adanya seseorang yang mau
mendedikasikan dirinya pada pasangannya dengan tulus. Pernikahan merupakan suatu
ekspresi dari tipe dedikasi ini, dan upacara pernikahan menjadi simbol dari komitmen ini.
2. One-to-one Relationship (Hubungan pribadi antara seseorang dengan seseorang yang
lain). Banyak individu yang mendambakan suatu bentuk hubungan one-to-one yang
bersifat intim dan berlangsung selamanya. Banyak juga yang ingin hidup bersama dengan
seseorang untuk mendapatkan dukungan secara emosional dalam bentuk afeksi, respek,
kepercayaan dan keintiman.
3. Championship and Sharing (Persahabatan dan Berbagi). Pernikahan menyediakan
kesempatan untuk menanggulangi kesepian dan pengasingan diri atau isolation, dengan
potensi akan adanya championship (persahabatan) dan kesempatan untuk berbagi aktifitas
di dalam pernikahan tersebut. Riset menunjukkan bahwa sharing (berbagi) merupakan
sarana yang penting dari keseluruhan hubungan. Apabila kebutuhan sama-sama terpenuhi
dan ada saling membagi aktivitas, maka suatu hubungan menjadi lebih terintegrasi dan
pasangan suami isteri akan mendapatkan kepuasan yang lebih baik dalam kehidupan
mereka.
4. Love (cinta). Hidup banyak orang akan semakin memuaskan apabila mereka menjadi
berarti bagi orang lain. Banyak orang ingin mendapatkan seseorang yang akan memberi
mereka cinta yang tak bersyarat dan mereka dapat membalas cinta tersebut. Pernikahan
menawarkan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasar akan cinta.
5. Happiness (Kebahagiaan). Adanya kebahagiaan dalam berbagai fase kehidupan sangatlah
penting bagi setiap orang. Banyak orang mengharapkan pernikahan sebagai sumber
kebahagiaan. Namun, harus disadari bahwa kebahagiaan tidak terletak pada institusi
pernikahan, melainkan pada orang-orang yang menjalaninya dan hal tersebut tergantung
pada cara mereka berinteraksi di dalam hubungan tersebut.
6. Legitimization of Sex and Children (Pengesahan hubungan seksual dan anak). Pernikahan
menyediakan persetujuan sosial dengan respek terhadap suatu perilaku seksual.
Pengesahan akan adanya anak juga merupakan salah satu alasan untuk menikah.
Menurut Atwater (1983), kebanyakan orang pada saat ini cenderung menikah karena alasan
persahabatan dan untuk mencapai kepuasan kebutuhan psikologis dibanding untuk
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial, karena kebutuhan psikologis adalah
alasan terpenting untuk memasuki perniikahan. Dengan menikah orang akan memperoleh
tanggung jawab yang besar terhadap pasangannya, memberi dukungan emosional dan rasa
aman. Selain itu juga akan memperoleh cinta, kasih sayang dan pemberian kebutuhan
normatik dan kebersamaan.
Tujuan pernikahan dimuat dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 BAB I
Pasal 1 yang berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975, yaitu: “Perkawinan adalah
ikatan lahir bathin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhan-an Yang
Maha Esa” (Undang-Undang Perkawinan, 1989). Dari batasan ini jelaslah bahwa tujuan
pernikahan adalah kesatuan, dengan adanya ikatan lahir bathin antara suami isteri dalam
membentuk keluarga. Untuk itu suami isteri saling membantu dan melengkapi agar masing-
masing dapat mengembangkan kepribadiannya dan kesejahteraan (Yuwana & Maramis,
1991).
Tujuan pernikahan juga terdapat dalam Al-Quran surat Ar-Ruum ayat 21:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isterimu
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”
Tujuan penting lainnya menurut Atwater (1983) yaitu keterbukaan dan fleksibilitas yang
lebih besar dalam pernikahan, ini meliputi berbagai hal seperti peran keluarga yang lebih
fleksibel, karir keluarga, hubungan erat dengan pasangan, kebenaran dan kejujuran dalam
pernikahan. Dalam hubungan pernikahan, sebagian besar pasangan berharap untuk terus
tumbuh dan berkembang sebagai pribadi secara individual.
Dapat disimpulkan bahwa alasan dilangsungkannya pernikahan adalah untuk mengadakan
komitmen agar terjalin suatu hubungan dengan seseorang, sehingga dapat berbagi aktifitas
dan kasih sayang guna mendapatkan kebahagiaan, serta pengesahan terhadap hubungan
seksual dan anak.
Tujuan dari pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal serta
keterbukaan dan fleksibilitas dalam pernikahan. Sedangkan Agama Islam menegaskan bahwa
suami isteri itu berada di dalam pergaulan yang sah menurut hukum Islam untuk mejaga
keharmonisan dan martabat ummat manusia, mendapatkan keturunan yang sah, serta
memperoleh ketenteraman, kenyamanan baik lahir maupun bathin, karena di dalam
pernikahan penuh dengan rasa kasih sayang.
Jadi bisa diartikan bahwa karyawan yang sudah menikah adalah karyawan yang sudah
mempunyai status pernikahan dimana dia bertanggung jawab besar dan harus saling memberi
dukungan emosional dan rasa aman terhadap pasangannya dan terhadap kehidupan
berkeluarga yang dijalaninya. Dan karyawan yang belum menikah adalah karyawan yang
belum mempunyai status pernikahan yang belum mempunyai tanggungan apa pun terhadap
orang lain, dalam hal ini adalah terhadap pasangannya.
2.3 Perbedaan Motivasi Kerja pada Karyawan yang Sudah Menikah
dan Karyawan yang Belum Menikah
Karyawan yang sudah mempunyai status pernikahan berarti karyawan harus mempunyai
tanggung jawab besar terhadap pasangannya dan terhadap keluarga yang dibinanya. Seorang
karyawan harus memenuhi kebutuhan keluarganya baik itu kebutuhan sandang, pangan atau
pun papan. Oleh karena itu, karyawan yang sudah menjadi suami atau isteri dalam
bekehidupan rumah tangga akan mengadakan bermacam-macam aktivitas, salah satunya
dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja
Menurut Atwater (1983), kebanyakan orang pada saat ini cenderung menikah karena alasan
persahabatan dan untuk mencapai kepuasan kebutuhan psikologis dibanding untuk
pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial, karena kebutuhan psikologis adalah
alasan terpenting untuk memasuki pernikahan. Dengan menikah orang akan memperoleh
tanggung jawab yang besar terhadap pasangannya, memberi dukungan emosional dan rasa
aman. Selain itu juga akan memperoleh cinta, kasih sayang dan pemberian kebutuhan
normatik dan kebersamaan.
Rasa aman, cinta dan kasih sayang merupakan faktor dari motivasi, yaitu sesuai dengan teori
yang dipopulerkan oleh Psikolog yang bernama Abraham Maslow. Dimana Abraham
Malsow menempatkan rasa aman ataupun tenteram pada teori tata tingkat kebutuhannya pada
tingkat kedua setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi. Dan menempatkan kebutuhan rasa cita
dan kasih sayang sebagai kebutuhan sosial yang berada pada tingkat ketiga dari teori tata
jenjang kebutuhan.
Berdasarkan beberapa uraian penelitian yang dikemukakan di atas memberikan pemahaman
yang cukup jelas bahwa ada perbedaan motivasi kerja pada karyawan yang sudah menikah
dengan karyawan yang bekum menikah. Ha ini dapat dilihat dari betapa pentingnya tanggung
jawab yag harus dilaksanakan oleh karyawan yang sudah menikah karena ia harus dapat
memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang dijalaninya dan harus saling memberi perasaan
aman, cinta dan kasih sayang terhadap pasangannya. Sedangkan bagi karyawan yang belum
menikah belum ada tanggung jawab apa pun terhadap orang lain, dalam hal ini adalah
terhadap pasangannya.
2.4 Kerangka Berfikir
2.5 Hipotesis
1. Hipotesis Nol (Ho): Tidak ada perbedaan motivasi kerja pada karyawan yang sudah
menikah dengan karyawan yang belum menikah di PT. Mebel Tamalindo.
2. Hipotesis Alternatif (Ha): Ada perbedaan motivasi kerja pada karyawan yang sudah
menikah dengan karyawan yang belum menikah di PT. Mebel Tamalindo.
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini diuraikan mengenai identifikasi variabel penelitian,
definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode
pengumpulan data, metode analisis instrumen serta metode analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kauntitatif. Creswell
(dalam Alsa, 2004) menjelaskan yang dimaksud dengan pendekatan kuantitatif adalah
penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai,
peringkat, atau frekuensi), yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab
pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik, dan untuk melakukan prediksi
bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel lain.
3.1.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode komparatif atau ex post facto. Yaitu penelitian yang
menyelidiki permasalahan dengan mempelajari atau meninjau variabel-variabel. Penelitian
ini berupaya untuk melakukan sebab atau alasan adanya perbedaan tingkah laku atau status
kelompok individu.
Menurut Aswarni dalam Arikunto (2002) metode komparatif akan dapat menemukan
persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan terhadap orang, kelompok dan juga dapat
membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan-perubahan group atau kelompok.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel. Variabel pertama adalah variabel bebas
(independent variable) dan variabel yang kedua adalah variabel terikat (dependent variable).
Variabel bebas (independent variable):
IV 1 adalah karyawan yang sudah menikah.
IV 2 adalah karyawan yang belum menikah.
Variabel terikat (dependent variable): Motivasi kerja.
3.2.2 Definisi Operasional
1. Motivasi kerja.
Yang dimaksud dengan motivasi kerja dalam penelitian ini adalah kebutuhan yang
mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan yang sesuai dengan tujuan organisasi, sehingga
menimbulkan semangat kerja baik berupa materiil maupun non materil.
Indikator variabel ini berdasarkan teori motivasi Abraham Maslow yakni teori hirarki
kebutuhan Maslow yang terdiri dari: (a) kebutuhan fisiologis dasar dengan indikator seperti
makan, minum, perumahan, gaji, pakaian. (b) kebutuhan akan rasa aman dan tenteram
dengan indikator seperti: aman dar ancaman kecelakaan, status kerja yang jelas, keamanan
jabatan/posisi, kemanan alat kerja. (c) kebutuhan sosial dengan indikator seperti: kebutuhan
akan teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, interaksi dengan rekan kerja, kebebasan
melakukan aktivitas sosial, kesempatan yang diberikan untuk menjalin hubungan yang akrab
dengan orang lain serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat di
lingkungannya. (d) kebutuhan untuk dihargai dengan indikator seperti: kebutuhan akan
penghargaan diri dan pengakuan, serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat
lingkungannya. (e) kebutuhan aktualisasi diri dengan indikator seperti: kebutuhan akan
aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensial optimal untuk
mencapai prestasi keja yang sangat memuaskan/luar biasa, kesempatan dan kebebasan untuk
merealisasikan cita-cita atau harapan individu, kebebasan untuk mengembangkan bakat atau
talenta yang dimilki.
2. Karyawan yang bekerja di PT. Tamalindo baik itu laki-laki maupun perempuan yaitu:
Karyawan yang sudah menikah.
Karyawan yang belum menikah.
3.3 Pengambilan Sampel
3.3.1 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Menurut Sugiyono (2002:55) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek
atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi dalam penelitian adalah karyawan yang bekerja pada PT. Mebel Tamalindo yang
berstatus sudah menikah dan karyawan yang berstatus belum menikah. Dengan jumlah
keseluruhan sebanyak 175 orang, terdiri 68 karyawan yang sudah menikah dan 107 karyawan
yang belum menikah.
b. Sampel
Menurut Coolican (1996:36) sampel adalah sekelompok orang yang dipilih dari populasi
yang akan dijadikan objek penelitian yang dinilai representatif untuk mewakili populasi.
Arikunto (1998:120-121) menyatakan bahwa apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika
jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10 – 15% atau 20 – 25% atau lebih tergantung
setidak-tidaknya dari:
Kemampuan peneliti dari waktu, tenaga dan dana.
Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut
banyak sedikitnya data.
Besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya
besar hasilnya akan lebih baik.
Sebagaimana menurut Kerlinger (2000:54) bahwa untuk memperkecil suatu galat atau error,
sebaiknya digunakan sampel besar. Maka sampel yang digunakan pada penelitian adalah
berjumlah 60 orang, terdiri dari 30 orang karyawan yang sudah menikah dan 30 orang
karyawan yang belum menikah. Jumlah sampel tersebut sudah dianggap mewakili populasi
karena menurut Guilford dan Frunchter (1981:125) jumlah sampel minimal penelitian adalah
30 orang.
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling.
Menurut Latipun (2004:49) ada beberapa teknik random yang dapat digunakan dalam
menetapkan anggota sampel yaitu pengambilan sampel melalui Simple Random Sampling
(random sederhana) yang dilakukan dengan memilih setiap individu yang menjadi sampel
secara random. Random sederhana ini biasanya dilakukan dengan cara undian baik pada
karyawan yang sudah menikah maupun yang belum menikah dengan melalui langkah-
langkah berikut:
a. Membuat daftar yang berisi semua subjek atau individu.
b. Memberi kode nomor urut kepada semua subjek.
c. Menulis kode-kode nomor dalam setiap lembar kecil.
d. Kertas digulung.
e. Memasukkan gulungan kertas tersebut ke dalam gelas, kemudian mengocok gelas
tersebut.
f. Mengambil kertas-kertas gulungan satu persatu sampai jumlah yang dibutuhkan
tercapai.
3.4 Pengambilan Data
Dalam proses untuk memperoleh data dan pengumpulan data dengan menggunakan metode
Kuesioner (questionnaires). Menurut Arikunto (1998: 140-141) kuesioner adalah sejumlah
pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui. Kuesioner dibeda-bedakan atas
beberapa jenid tergantung pada sudut pandang; cara menjawab dalam penelitian ini dengan
menggunakan kuesioner tertutup dan kuesioner langsung, artinya sudah disediakan
jawabannya sehingga responden tinggal memilih dan responden menjawab tentang dirinya.
Alat pengumpul data adalah suatu alat yang dipakai dalam sebuah penelitian yang berguna
untuk memperoleh data yang nantinya akan dianalisis. Data yang diperoleh akan
dikumpulkan menggunakan skala motivasi kerja dengan menggunakan skala Likert.
Skala motivasi kerja disusun oleh penulis berdasarkan pada definisi operasional. Skala
motivasi kerja disusun dengan berpegang pada teori yang dikemukakan oleh Abraham
Maslow. Adapun tabel distribusi motivasi kerja adalah:
Tabel 3.1Blue Print Skala Motivasi Kerja
No. ApekButir Soal
JumlahFavorable Unfavorable
1Kebutuhan fisiologis 1, 2, 6, 17, 19, 3, 5, 13, 28,
15dasar 32, 44, 49 33, 43, 23
2Kebutuhan rasa aman 4, 7, 11, 27, 16, 18, 24,
12dan tenteram 34, 42, 45 26, 46
3Kebutuhan sosial 8, 9, 12, 10, 14, 22,
309
41, 48
4Kebutuhan untuk
15, 31, 4721, 35, 38,
507
dihargai
5Kebutuhan untuk 20, 25, 37, 39 29, 36, 40 7 aktualisasi diri
Jumlah 29 21 50
Skala ini menggunakan 4 alternatif jawaban, yaitu:
1. SS, apabila subjek merasa sangat sesuai dengan pernyataan yang diberikan.
2. S, apabila subjek merasa sesuai dengan pernyataan yang diberikan.
3. TS, apabila subjek merasa tidak sesuai dengan pernyataan yang diberikan.
4. TST, apabila subjek merasa sangat tidak sesuai dengan pernyataan yang diberikan.
Dalam setiap jawaban peneliti memberikan nilai atau bobot tertentu, sebagaimana terdapat
pada tabel berikut:
Tabel 3.2Skor pada setiap skala
Pilihan Jawaban Favorable Unfavorable
SS (Sangat Sesuai) 4 1S (Sesuai) 3 2
TS (Tidak Sesuai) 2 3STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
No Pernyataan SS S TS STS
1Menurut saya pekerjaan saya sekarang mampu memenuhi
kebutuhan makan dan minum keluarga saya.
2Saya bekerja disini karena penghasilan yang saya terima
setiap bulan dapat membiayai cicilian kredit rumah.
3Gaji yang saya terima saat ini tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
4Pemberian perlindungan terhadap keamanan dan
keselamatan kerja selalu diutamakan oleh perusahaan saya.
5Perusahaan tempat saya bekerja tidak memiliki kepedulian
terhadap kesulitan dan kebutuhan hidup para karyawan.
6Gaji yang saya terima saat ini cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup saya dan keluarga.
7Perusahaan tempat saya bekerja memberikan jaminan dan
keselamatan kerja.
8Saya akan lebih semangat bekerja jika ada orang yang saya
sukai dalam lingkungan kerja saya.
9Saya senang bekerja di sini karena bisa berinteraksi dan
menambah pergaulan serta wawasan saya.
10Dalam bekerja tidak perlu berinteraksi dengan orang lain
karena teman-teman saya sudah banyak sebelumnya.
11Saya senang bekerja di sini karena lingkungan kerjanya
aman bagi saya.
12Perusahan tempat saya bekerja memberikan kebebasan
untuk beraktivitas sosial dengan rekan-rekan kerja.
13Penghasilan saya saat ini tidak cukup untuk membayar
uang kontrakan rumah saya tiap bulannya.
14Saya bisa mengerjakan segala sesuatunya sendiri tanpa
orang lain, karena saya mampu.
15Perusahaan tempat saya bekerja selalu memberikan
penghargaan pada karyawan yang berprestasi.
16 Perusahaan saya hanya peduli terhadap keuntungan saja
tanpa memperhatikan keselamatan dan keamanan kerja.
17Saya senang bekerja di sini karena saya bisa mendapatkan
pakaian yang berkualitas dengan harga yang terjangkau.
18Menurut saya perusahaan tidak memberikan jaminan akan
status kerja yang jelas.
19Saya akan mengerahkan segenap kemampuan saya agar
hasil pekerjaan saya baik dan memuaskan.
20 Di tempat pekerjaan saya ini, pimpinan sangat mendukung
dan menghargai karyawan.
21 Perusahaan tempat saya bekerja tidak memberikan
kesempatan untuk menjalin hubungan yang akrab dan
beraktivitas sosial antar sesama karyawan.
22 Menurut saya penghasilan saya saat ini mampu untuk
membiayai pendidikan anak-anak saya.
23 Perusahaan tempat saya bekerja tidak memberikan
perlindungan asuransi tenaga kerja (ASTEK) kepada para
karyawannya.
24 Perusahaan tempat saya bekerja tidak memberikan
kebebasan pada karyawan untuk dapat mengembangkan
bakat yang dimiliki.
25 Kondisi lingkungan kerja saya saat ini tidak memenuhi
standar akan keselamatan dan keamanan kerja.
26 Perusahaan tempat saya bekerja memberikan perlindungan
asuransi tenaga kerja (ASTEK) bagi para karyawannya.
27 Sangat sulit bagi saya untuk dapat memenuhi kebutuhan
makan dan minum untuk saya dan keluarga dengan kondisi
perusahaan saat ini.
28 Menjadi karyawan yang berprestasi hanya akan
dimanfaatkan oleh perusahaan.
29 Menurut saya pekerjaan sekarang ini tidak membuat harga
diri saya jatuh karena halal dan dapat memenuhi kebutuhan
saya.
30 Perusahaan tempat saya bekerja saat ini memberikan
fasilitas peminjaman uang dengan cicilan pembayaran yang
ringan.
31 Dengan kondisi perusahaan saat ini, saat khawatir tidak
sanggup untuk membiayai pendidikan anak-anak saya.
32 Saya bekerja disini karena perusahaan tempat saya bekerja
menjamin tidak akan di PHK.
33 Perusahaan tempat saya bekerja tidak pernah memberikan
penghargaan pada karyawan yang berprestasi.
34 Walaupun saya bekerja keras tetap saja pekerjaan saya
sekarang ini masih kurang dalam memenuhi kebutuhan
hidup saya.
35 Perusahaan tempat saya bekerja sering menyelenggarakan
pendidikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan
karyawan.
36 Menurut saya pekerjaan saya saat ini kurang bergengsi di
mata orang lain.
37 Menurut saya perusahaan telah memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya bagi karyawan untuk menduduki
posisi jabatan yang lebih tinggi.
38 Perusahaan tempat saya bekerja tidak pernah memberikan
pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan
kinerja karyawan.
39 Saya merasa mudah akrab dan diterima dalam pergauolan
di tempat saya bekerja saat ini.
40 Keluarga saya tidak mendukung dan menghargai pekerjaan
saya saat ini.
41 Saya merasa aman dengan barang-barang yang saya bawa
ketika bekerja di perusahaan tempat saya bekerja.
42 Perusahaan saya hanya peduli terhadap keuntungan saja
tanpa memperhatikan kebutuhan karyawannya.
43 Menurut saya perusahaan tempat saya bekerja sering
membantu kesulitan yang dihadapi oleh karyawannya.
44 Menurut saya perusahaan sangat peduli dengan
keselamatan dan keamanan kerja karyawannya.
45 Di perusahaan tempat saya bekerja sering kali terjadi
kehilangan barang yang dialami oleh karyawan.
46 Keluarga dan masyarakat di lingkungan saya sangat
mendukung dan menghargai pekerjaan saya.
47 Di perusahaan tempat saya bekerja hubungan kekeluargaan
terjalin sangat erat antar semua karyawan.
48 Saya sangat senang kerja lembur karena bisa mendapat
uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup saya dan
keluarga yang semakin mahal.
49 Saya merasa bahwa rekan-rekan kerja saya tidak menyukai
keberadaan saya bekerja di sini.
50 Perusahaan tempat saya bekerja saat ini memberikan
fasilitas jaminan asuransi kesehatan untuk karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji. (2001). Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Alsa, A. (2004). Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya dalam Penelitian
Psikolgi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. (2002). Alfabeta Statistik untuk Peneltian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Coolican, H. (1996). An Introduction to Research Methoda and Statistic in Psychology. 2ed.
London: Hodder and Stoughton.
Kerlinger, Fred N. (2000). Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Guilford, J. P. & B. Frunchter. (1981). Fundamental Statistic in Psychology and Education.
USA: MC Graw Hill International.
Latipun. (2004). Psikologi Eksperimen. Malang: Univrsitas Muhammadiyah Malang.
Asnawi, S. (2007). Teori Motivasi: Dalam Pendekatan Psikologi Industri dan Organisasi.
Cet:3. Jakarta: Studia Press.
Atwater, E. (1983). Psychology of Adjustment. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Chaplin, J. P. Dictionary of Psychology. Kamus Lengkap Psikologi. Kartini Kartono (terj).
1991. Jakarta: Erlangga.
Duvval, E. M. & Miller, B. C. (1985). Marriage and Family Development. New York:
Herper & Row Publishers.
Hasibuan, M. S. P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
http://wangmuba.blogspot.com/artikel psikologi industri dan organisasi/5 maret 2009.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Musanief. (1989). Manajemen Kepegawaian di Indonesia. Jakarta: Haji Masagung.
Santrock, J. W. (2002). Life Span Development. Perkembangan Masa Hidup. Jilid II, Wisnu
Chandra, (terj). Jakarta: Erlangga.
Shaleh, Abdul Rahman & Nisa, Yunita Faela. (2006). Psikologi Industri dan Organisasi.
Jakarta: UIN Jakarta Press.
Skrispi gambaran kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan. Raudatul
Farida. 2008.
Skrispi Hubungan antara persepsi pengembangan karir dengan motivasi kerja karyawan PT.
Aisin Indonesia Cikarang Bekasi. 2004.
Sudarsono. (1991). Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: Rineke Cipta.
Suprianto, J. (1997). Manajemen Sumber Saya Manusia II. Jakarta: Depdikbud: Karunika
Universitas Terbuka.
Turner, J. S., & Helms, D. B. (1987). Life Span Development. New York: Holt, Rinehart and
Winston.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Perkawinan. (1989). Jakarta: Bumi Aksara
Walgito, Bimo. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.
Yuwana, T. A., & Maramis, W. F. (1991). Dinamika Perkawinan Masa Kini. Malang: Dioma