Upload
tranthuy
View
238
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN MENYUNDUL BOLA DAN KEKUATAN OTOT PERUT TERHADAP KEMAMPUAN
MENYUNDUL BOLA DALAM PERMAINAN SEPAKBOLA PADA SISWA USIA 10-12 TAHUN SEKOLAH SEPAKBOLA
KSATRIA SOLO TAHUN 2008
SKRIPSI
Oleh Gunanto Hari Sayoko
NIM : K.5602043
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2009
PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN MENYUNDUL BOLA DAN KEKUATAN OTOT PERUT TERHADAP KEMAMPUAN
MENYUNDUL BOLA DALAM PERMAINAN SEPAKBOLA PADA SISWA USIA 10-12 TAHUN SEKOLAH SEPAKBOLA
KSATRIA SOLO TAHUN 2008
Oleh : Gunanto Hari Sayoko
NIM : K.5602043
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Kepelatihan Olahraga
Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
S U R A K A R T A 2008
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes. Drs. Waluyo, M.Or. NIP. 131 658 562 NIP. 132 097 846
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
Pada hari : Senin
Tanggal : 08 Pebruari 2010
Tim Penguji Skripsi :
(Nama Terang) (Tanda Tangan)
Ketua : Drs. H. Agus Margono, M.Kes.
Sekretaris : Drs. Sapta Kunta Purnama, M.Pd.
Anggota I : Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes.
Anggota II : Drs. Waluyo, M.Or.
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727198702 1 001
ABSTRAK
Gunanto Hari Sayoko. PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN MENYUNDUL BOLA DAN KEKUATAN OTOT PERUT TERHADAP KEMAMPUAN MENYUNDUL BOLA DALAM PERMAINAN SEPAKBOLA PADA SISWA USIA 10-12 TAHUN SEKOLAH SEPAKBOLA KSATRIA SOLO TAHUN 2008. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, September 2008.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh metode
pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola dilempar terhadap
kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola pada siswa usia 10-12
tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. (2) Perbedaan pengaruh
kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot perut rendah terhadap kemampuan
menyundul bola dalam permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah
Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. (3) Ada tidaknya interaksi antara metode
pembelajaran menyundul bola dan kekuatan otot perut terhadap kemampuan
menyundul bola dalam permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah
Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi penelitian ini
adalah siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008
berjumlah 80 orang. Teknik pengambilan sampel penelitian yang digunakan
adalah purposive sampling. Sampel yang digunakan berdasarkan ciri tertentu,
yaitu berdasarkan kekuatan otot perut. Sampel yang digunakan adalah 20 siswa
dengan kategori kekuatan otot perut tinggi dan 20 siswa dengan kategori kekuatan
otot perut rendah. Teknik pengumpulan data dengan tes dan pengukuran yang
meliputi tes kekuatan otot perut dengan sit-up test dan tes kemampuan menyundul
bola dengan tes keterampilan menyundul bola dalam permainan sepakbola.
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis varians 2 X 2 dan uji lanjut
Newman Keuls.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan sebagi berikut: (1) Ada
perbedaan antara metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung
dan bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola pada siswa usia 10-12
tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. Dari hasil analisis data
menunjukkan Fo = 9.566 > Ft 4.11. Metode pembelajaran menyundul bola
dengan bola digantung lebih baik pengaruhnya daripada metode pembelajaran
menyundul bola dengan bola dilempar dengan selisih perbedaan peningkatan
1.15. (2) Ada perbedaan yang signifikan antara kekuatan otot perut tinggi dan
kekuatan otot perut rendah terhadap kemampuan menyundul bola pada siswa usia
10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. Dari hasil analisis data
menunjukkan Fo = 29.943 > Ft 4.11. Siswa yang memiliki kekuatan otot perut
tinggi lebih baik pengaruhnya daripada siswa yang memiliki kekuatan otot perut
rendah dengan selisih perbedaan peningkatan 0.65. (3) Ada interaksi antara
metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola dilempar
terhadap kemampuan menyundul bola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah
Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa
Fo = 4.585 > Ftabel = 4,11 ( Fhit > Ftabel).
MOTTO
q Anda tidak akan menemukan waktu untuk apa pun. Jika anda menginginkan
waktu anda harus meluangkan.
(Charles Buxton)
q Cukup Kerja untuk dilakukan, dan cukup tenaga untuk bekerja.
(Rudyard Kipling)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
Bapak dan Ibu tercinta
Adik tersayang
Teman-teman Angkatan ‘02
Adik-adik JPOK FKIP UNS
Almamater
KATA PENGANTAR
Dengan diucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga dapat diselesaikan penulisan
skripsi ini.
Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi
berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Studi Kepelatihan Olahraga Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes. sebagai pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
5. Drs. Waluyo, M.Or. sebagai pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
6. Pelatih Sekolah Sepakbola Ksatria Solo yang telah memberikan ijin untuk
mengadakan penelitian.
7. Siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Adidas Solo tahun 2008
yang telah bersedia menjadi sampel penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang
Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat
bermanfaat.
Surakarta, Nopember 2009
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ................................…………………………………………………
PENGAJUAN ...............................………………………………………….
PERSETUJUAN .........................……………………………………………
PENGESAHAN ..............................…………………………………………
ABSTRAK .................………………………………………………………
MOTTO .....................………………………………………………………
PERSEMBAHAN .............................……………………………………….
KATA PENGANTAR ..................................………………………………
DAFTAR ISI ......................................………………………………………
DAFTAR GAMBAR ...................................………………………………..
DAFTAR TABEL ....................…………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN ...............................…………………………………
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………...
B. Identifikasi Masalah ..…………………………………………...
C. Pembatasan Masalah ...................……………………………..…
D. Perumusan Masalah ......………………………………………….
E. Tujuan Penelitian .....…………………………………………….
F. Manfaat Penelitian .....……………………………………………
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………..
A. Tinjauan Pustaka ...……………………………………………….
1. Permainan Sepakbola………………………………………….
a. Tujuan Permainan Sepakbola……………………………..
b. Macam-Macam Teknik Dasar Bermain Sepakbola………..
c. Pentingnya Menguasai Teknik Dasar Bermain Sepakbola
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xii
xiii
xiv
1
1
4
5
5
6
6
7
7
7
7
8
9
2. Teknik Dasar Menyundul Bola……………………………….
a. Prinsip Dasar Menyundul Bola…………………………….
b. Teknik Menyundul Bola…………………………………..
c. Macam-Macam Sundulan dalam Sepakbola………………
3. Hakikat Belajar Keterampilan…………………………………
a. Pengertian Belajar Keterampilan………………………….
b. Tahap-Tahap Belajar Gerak………………………………
c. Hukum-Hukum Belajar Gerak……………………………
d. Ciri-Ciri Perubahan dari Belajar Gerak…………………..
4. Metode Pembelajaran…………………………………………
a. Pengertian Metode Pembelajaran…………………………
b. Pentingnya Metode Pembelajaran…………………………
c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran…………………………….
5. Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola Digantung……..
a. Pelaksanaan Pembelajaran Menyundul Bola dengan
Bola Digantung……………………………………………
b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Menyundul
Bola dengan Bola Digantung…………………………….
6. Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola Dilempar………
a. Pelaksanaan Pembelajaran Menyundul Bola dengan
Bola Dilempar……………………………………………
b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Menyundul
Bola dengan Dilempar……………………………………
7. Kekuatan Otot Perut………………………………………….
a. Kekuatan Otot…………………………………………….
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot………
c. Peranan Kekuatan Otot Perut terhadap Kemampuan
Menyundul Bola………………………………………….
B. Kerangka Pemikiran .......……………………………………….
C. Perumusan Hipotesis ............………………………….…………
10
10
11
12
14
14
16
18
19
23
23
24
25
30
30
31
32
32
33
34
34
34
35
36
39
BAB III METODE PENELITIAN .............………………………………….
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....………………………………..
B. Metode Penelitian ………………………………………………
C. Variabel Penelitian………………………………………………
D. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………
E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………
F. Teknik Analisis Data……………………………………………
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................………………………………..
A. Deskripsi Data ...............………………………………………..
B. Mencari Reliabilitas……………………………………………
C. Uji Prasyarat Analisis…………………………………………..
1. Uji Normalitas ………………………………………………
2. Uji Homogenitas ……………………………………………
D. Pengujian Hipotesis…………………………………………….
1. Pengujian Hipotesis Pertama…………………………………
2. Pengujian Hipotesis Kedua…………………………………..
3. Pengujian Hipotesis Ketiga………………………………….
E. Pembahasan Hasil Penelitian…………………………………..
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .........……….…………
A. Simpulan……………………………………………………….
B. Implikasi ....................…………………………………………
C. Saran .........................…………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA .............................……………………………………
LAMPIRAN.........................…………………………………………………
40
40
40
41
41
41
42
48
48
50
51
51
52
52
54
54
54
55
59
59
59
60
61
63
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Menyundul Bola Di Tempat……………………………….
Gambar 2. Menyundul Bola dengan Melompat………………………..
Gambar 3. Ilustrasi Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola
Digantung……………………………………………………
Gambar 4. Ilustrasi Pembelajaran Menyundul Bola dengan Dilempar
Bertahap…………………………………………………….
Gambar 5. Grafik Nilai Rata-Rata Kemampuan Menyundul Bola
Berdasarkan Tiap Kelompok Perlakuan dan Tingkat
Kekuatan Otot Perut……………………………………….
Gambar 6. Grafik Nilai Rata - Rata Peningkatan Kemampuan
Menyundul Bola antara Kelompok Perlakuan……………..
Gambar 7. Bentuk Interaksi Metode Pembelajaran Menyundul Bola
dan Kekuatan Otot Perut…………………………………..
Gambar 8. Tes Kekuatan Otot Perut……………………………………
Gambar 9. Tes Kemampuan menyundul Bola…………………………
13
13
31
33
49
50
57
81
83
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Ringkasan Angka - Angka Statistik Deskriptif Data
Kemampuan Menyundul Bola Menurut Kelompok Penelitian
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal dan
Tes Akhir………………………………………………………
Tabel 3. Tabel Range Kategori Reliabilitas…………………………….
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Dengan Lilliefors………………………
Tabel 5. Hasil Uji Bartlet……………………………………………….
Tabel 6. Ringkasan Nilai Rerata Kemampuan Menyundul Bola
Berdasarkan Metode Pembelajaran dan Kekuatan Otot Perut
Sebelum dan Sesudah Diberi Perlakuan………………………
Tabel 7. Ringkasan Keseluruhan Hasil Analisis Varians Dua Faktor
Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman Keuls………………..
Tabel 9. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama dan Interaksi Faktor
Utama terhadap Peningkatan Kemampuan Menyundul Bola…
48
50
51
51
52
52
53
53
57
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Hasil Tes Kekuatan Otot Perut……………………..
Lampiran 2. Kategori Kekuatan Otot Perut…………………………..
Lampiran 3. Data Tes Awal Kemampuan Menyundul Bola pada
Siswa Usia 10 - 12 Tahun Sekolah Sepakbola Ksatria
Solo Tahun 2008………………………………………..
Lampiran 4. Uji Reliabilitas Tes Awal………………………………..
Lampiran 5. Kelompok Sampel Penelitian Berdasarkan Hasil Tes
Awal……………………………………………………..
Lampiran 6. Uji Normalitas dengan Uji Lilliefors……………………
Lampiran 7. Uji Homogenitas Data Tes Awal………………………..
Lampiran 8. Data Tes Akhir Kemampuan Menyundul Bola…………
Lampiran 9. Uji Reliabilitas Data Tes Akhir Kemampuan
Menyundul Bola…………………………………………
Lampiran 10. Rekapitulasi Data Tes Kemampuan Menyundul Bola…..
Lampiran 11. Deskripsi Data Hasil Peningkatan Rata - Rata antar
Kelompok Sampel sebagai Persiapan Analisis Anava
Faktorial 2 X 2………………………………………….
Lampiran 12. Uji Rentang Newman Keuls…………………………….
Lampiran 13. Petunjuk Tes dan Pengukuran Kekuatan Otot Perut…….
Lampiran 14. Petunjuk Pelaksanaan Tes dan Pengukuran
Kemampuan Menyundul Bola…………………………..
Lampiran 15. Program Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola
Digantung dan Dilempar…………………………………
Lampiran 16. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian……………………
Lampiran 17. Ijin Penelitian dari Universitas Sebelas Maret
Surakarta…………………………………………………
Lampiran 18. Surat Keterangan Penelitian SSB Ksatria Solo…………
64
65
66
67
69
70
73
74
75
77
78
80
81
82
84
90
92
97
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepakbola merupakan olahraga permainan yang cukup digemari oleh
semua lapisan masyarakat. Permainan sepakbola dikenal di Indonesia sejak tahun
1600. Permainan sepakbola pertama kali dikenal oleh masyarakat Sulawesi dan
Maluku dengan nama “sepak raga”.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman, permainan sepakbola
mengalami perkembangan yang cukup pesat di Indonesia. Munculnya klub-klub
sepakbola, Lembaga Pendidikan Sepakbola (LPSB) di berbagai wilayah
merupakan salah satu wujud perkembangan sepakbola di Indonesia. Di wilayah
Surakarta telah berkembang beberapa Lembaga Pendidikan Sepakbola di
antaranya Lembaga Pendidikan Sepakbola Bonansa, Lembaga Pendidikan
Sepakbola Patriot, Lembaga Pendidikan Sepakbola Ksatria, Lembaga Pendidikan
Sepakbola Tunas Tirta dan Lembaga Pendidikan Sepakbola Adidas dan masih
banyak lainnya.
Sepakbola merupakan cabang olahraga permainan yang di dalamnya
terdapat beberapa macam keterampilan teknik dasar bermain sepakbola. Agar
memiliki keterampilan bermain sepakbola, maka macam-macam teknik dasar
bermain sepakbola harus dikuasai oleh setiap pemain sepakbola. Kemampuan
seorang pemain menguasai teknik dasar bermain sepakbola dapat mendukung
penampilannya dalam bermain sepakbola baik secara individu maupun secara
kolektif. Pentingnya peranan penguasaan teknik dasar bermain sepakbola, maka
bagi para pemain pemula harus dilatih secara baik dan benar.
Menyundul bola merupakan teknik memainkan bola terhadap bola-bola
lambung. Menyundul bola merupakan usaha dari seorang pemain untuk
memainkan bola dengan dahinya untuk dioperkan kepada temannya atau
mencetak gol ke gawang lawan. Salah satu nilai lebih dari teknik dasar menyundul
bola yaitu, dapat memberikan konstribusi untuk mencetak gol ke gawang lawan
selain tendangan. Tidak jarang para pemain sepakbola dunia terkenal karena
kemahirannya mencetak gol melalui sundulan, seperti Bierhorp, Shevchenko dan
masih banyak lagi lainnya.
Menyundul bola merupakan teknik memainkan bola menggunakan dahi,
sehingga untuk menyundul bola dibutuhkan keberanian. Untuk membelajarkan
teknik dasar menyundul bola bagi siswa pemula dibutuhkan metode belajar yang
tepat. Seorang pelatih harus mampu menciptakan kondisi belajar yang baik dan
tepat, sehingga siswa mampu menyundul bola dengan baik dan benar. Metode
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menyundul bola di
antaranya dengan bola digantung dan dilempar.
Metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola
dilempar belum diketahui tingkat efektivitasnya terhadap peningkatkan
kemampuan menyundul bola. Hal ini karena, kemampuan menyundul bola tidak
hanya dipengaruh metode pembelajaran yang diterapkan pelatih, tetapi
dibutuihkan dukungan kemampuan fisik yang baik. Seperti dikemukakan Timo
Scheunemann (2005: 26) menyatakan, “Teknik yang hebat tidak akan banyak
berarti apabila tidak didukung oleh stamina yang prima”. Hal ini artinya, seorang
pemain sepakbola akan terampil menyundul bola jika didukung kemampuan fisik
yang baik. Salah satu komponen kondisi fisik yang dapat mendukung kemampuan
menyundul bola yaitu kekuatan otot perut. Apakah benar pemain sepakbola yang
memiliki kekuatan otot perut yang baik, kemampuan menyundul bolanya juga
baik. Dan apakah pemain sepakbola yang kekuatan otot perutnya buruk
kemampuan menyundulnya juga buruk. Nampaknya hal ini perlu dipertanyakan
lagi, karena masih ada faktor lainnya yang dapat mendukung kemampuan
menyundul bola seperti, koordinasi, kelentukan, kelincahan, keberanian dan lain-
lain.
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas bahwa, metode
pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola dilempar
merupakan metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan menyundul bola. Di samping itu juga, kemampuan menyundul bola
perlu didukung kekuatan otot perut yang baik. Berdasarkan hal tersebut muncul
masalah yang perlu dikaji dan diteliti, adakah perbedaan pengaruh antara metode
pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola dilempar, dan
apakah kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot perut rendah memiliki
perbedaan pengaruh terhadap kemampuan menyundul bola. Untuk mengetahui
dan menjawab permasalahan tersebut, maka perlu dikaji dan diteliti lebih
mendalam baik secara teori maupun praktek melalui penelitian eksperimen.
Metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola
dilempar akan dieksperimenkan pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola
Ksatria Solo tahun 2008. Teknik dasar menyundul bola telah diajarkan pada siswa
usia 10-12 tahun di Sekolah Sepakbola Ksatria Solo. Namun dari pembelajaran
yang telah dilaksanakan kemampuan menyundul bola masih perlu ditingkatkan.
Masih banyak para siswa usia 10-12 tahun di Sekolah Sepakbola Ksatria Solo
kurang berani menyundul bola. Sering dijumpai dalam permainan, para pemain
seringkali melakukan kesalahan di antaranya teknik menyundul bolanya salah
sehingga sundulannya kurang tepat pada sasaran atau melenceng. Kondisi ini
perlu ditelusuri faktor penyebabnya dari semua faktor baik dari metode
pembelajaran, pelatih dan siswa.
Metode pembelajaran dan kemampuan fisik merupakan dua unsur yang
saling berkaitan untuk menguasai teknik olahraga termasuk menyundul bola.
Upaya meningkatkan kemampuan menyundul bola perlu diterapkan metode
pembelajaran yang tepat dan didukung kemampuan fisik yang memadai, sehingga
akan diperoleh hasil belajar yang optimal. Di samping itu juga, kemampuan fisik
yang baik merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan untuk
mendukung kemampuan menyundul bola. Ditinjau dari gerakan menyundul bola,
otot perut merupakan bagian yang terlibat dalam gerakan menyundul bola. Oleh
karena itu, pada saat menyundul bola otot-otot perut harus dikerahkan secara
maksimal pada teknik yang benar agar sundulannya menjadi lebih baik.
Metode pembelajaran menyunul bola dengan bola digantung dan bola
dilempar merupakan metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan menyundul bola. Di sisi lain kekuatan otot merupakan salah satu
komponen kondisi fisik yang dibutuhkan dalam gerakan menyundul bola. Oleh
karena itu dalam pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola
dilempar perlu memperhatikan kemampuan otot perut siswa. Untuk mengetahui
pengaruh metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola
dilempar serta pengaruh kekuatan otot perut maka perlu dilakukan penelitian
dengan judul, “Perbedaan Pengaruh Metode Pembelajaran Menyundul Bola dan
Kekuatan Otot Perut terhadap Kemampuan Menyundul Bola dalam Permainan
Sepakbola pada Siswa Usia 10-12 Tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo Tahun
2008”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah
dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Masih banyak para siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Kstaria Solo
tahun 2008 takut menyundul bola.
2. Hasil latihan yang dicapai siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria
Solo tahun 2008 belum diketahui dan perlu ditingkatkan.
3. Belum pernah dilakukan evaluasi kemampuan menyundul bola dan
kemampuan kondisi fisik siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria
Solo tahun 2008.
4. Pengaruh kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot perut rendah terhadap
kemampuan menyundul bola siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola
Kstaria Solo tahun 2008 belum diketahui.
5. Belum diketahui pengaruh metode pembelajaran menyundul bola dengan bola
digantung dan bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola.
6. Kemampuan menyundul bola siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola
Kstaria Solo tahun 2008.
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian perlu dibatasi agar
tidak menyimpang dari permasalahan. Pembetasan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Pengaruh metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan
bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola.
2. Pengaruh kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot perut rendah terhadap
kemampuan menyundul bola.
3. Kemampuan menyundul bola siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola
Ksatria Solo tahun 2008.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, pembatasan masalah, masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh metode pembelajaran menyundul bola dengan
bola digantung dan bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola
dalam permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola
Ksatria Solo tahun 2008?
2. Adakah perbedaan pengaruh antara kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan
otot perut rendah terhadap kemampuan menyundul bola dalam permainan
sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun
2008?
3. Adakah interaksi antara metode pembelajaran metode pembelajaran
menyundul bola dan kekuatan otot perut terhadap kemampuan menyundul
bola dalam permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah
Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini
mempunyai tujuan untuk mengetahui:
1. Perbedaan pengaruh metode pembelajaran menyundul bola dengan bola
digantung dan bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola dalam
permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria
Solo tahun 2008.
2. Perbedaan pengaruh kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot perut rendah
terhadap kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola pada siswa
usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008.
3. Ada tidaknya interaksi antara metode pembelajaran menyundul bola dan
kekuatan otot perut terhadap kemampuan menyundul bola dalam permainan
sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun
2008.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik bagi peneliti
maupun pelatih dan siswa yang dijadikan obyek penelitian antara lain:
1. Dapat meningkatkan penguasaan teknik menyundul bola bagi siswa usia 10-
12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo yang dijadikan sampel penelitian,
sehingga dapat mendukung keterampilan bermain sepakbola.
2. Dapat dijadikan sebagai masukan dan pedoman bagi pembina dan pelatih
Sekolah Sepakbola Ksatria Solo pentingnya penerapan metode pembelajaran
dalam belajar mengajar keterampilan, sehingga akan diperoleh hasil belajar
yang optimal.
3. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan dan memilih metode
pembelajaran yang lebih baik dan efektif untuk meningkatkan kemampuan
menyundul bola untuk siswanya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Permainan Sepakbola
a. Tujuan Permainan Sepakbola
Sepakbola merupakan permainan beregu yang dimainkan oleh dua regu,
yang masing-masing regu terdiri dari sebelas orang pemain termasuk seorang
penjaga gawang. Hampir seluruh permainan dilakukan dengan keterampilan
mengolah bola dengan kaki, kecuali penjaga gawang dalam memainkan bola
bebas menggunakan seluruh anggota badannya dengan kaki dan tangannya.
Tujuan dari masing-masing kesebelasan adalah berusaha untuk
memasukkan bola ke dalam gawang lawan sebanyak mungkin dan berusaha
mengagalkan serangan lawan untuk melindungi serangan atau menjaga
gawangnya agar tidak kemasukkan bola. Dalam permainan sepakbola para pemain
dituntut untuk dapat menerapkan berbagai teknik ke dalam pola taktik dan strategi
serta kerjasama tim yang kompak agar dapat memperoleh kemenangan. Dalam hal
ini Beltasar Tarigan (2001: 2) berpendapat, “Sepak bola adalah pemecahan
masalah, bagaimana memperagakan sebuah teknik yang serasi, ditinjau dari posisi
lawan dan kawan. Pengetahuan tentang taktik dan strategi bermain sepak bola
sangat penting”. Pendapat lain dikemukakan Remmy Muchtar (1992: 56) bahwa:
Permainan sepakbola adalah permainan beregu. Sebelas orang pemain mempunyai tujuan yang sama, yakni memenangkan pertandingan. Keterampilan individu baru akan besar manfaatnya jika digunakan untuk kepentingan tim. Dalam sepakbola, seorang pemain tidak ada artinya walaupun memiliki kemampuan yang baik, jika tidak dapat menjalin kerjasama dengan teman seregunya. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, tujuan
permainan sepakbola adalah mencapai kemenangan. Untuk mencapai
kemenangan dibutuhkan penguasaan teknik, taktik dan strategi yang baik,
sehingga mempunyai peluang untuk dapat memasukkan bola ke gawang lawan
sebanyak-banyaknya. Selain itu juga, kerjasama yang kompak dalam satu tim juga
sama pentingnya untuk memperoleh kemenangan. Sebaik apa pun keterampilan
yang dimiliki seorang pemain tanpa kerjasama yang baik antara pemain yang satu
dengan lainnya dalam satu tim, maka akan sulit memperoleh kemenangan. Dalam
hal ini Soedjono (1985: 16) menyatakan, “Apa yang dilakukan pemain-pemain
secara perorangan harus bermanfaat bagi kesebelasannya. Kesebelasan tanpa
koordinasi atau kerjasama dalam satu regu, maka penampilan yang sempurna dari
setiap pemain hanya akan mempunyai arti kecil”. Pendapat lain dikemukakan
Beltasar Tarigan (2001: 3) bahwa, “Dalam permainan sepakbola, keterampilan-
keterampilan yang dimiliki pemain tidak biasa dipisahkan dari satu kesatuan tim
dan tidak pernah ia akan menggunakannya sendiri. Artinya, keterampilan-
keterampilan yang dimiliki seorang pemain, tidak pernah merupakan tujuan
tersendiri”. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan dalam permainan sepakbola,
maka setiap pemain sepak bola harus menguasai teknik dasar sepakbola dan
mampu kerjasama yang kompak dalam satu tim.
b. Macam-Macam Teknik Dasar Bermain Sepakbola
Ditinjau dari pelaksanaan permainan sepakbola bahwa, gerakan-gerakan
yang terjadi dalam permainan sepakbola adalah gerakan-gerakan dari badan dan
macam-macam cara memainkan bola. Gerakan badan dan cara memainkan bola
adalah dua komponen yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dalam
pelaksanaan permainannya. Gerakan-gerakan badan maupun cara memainkan
bola terangkum dalam teknik dasar bermain sepakbola. Seperti dikemukakan
Remmy Muchtar (1992: 27) bahwa, “Berdasarkan gerakan-gerakan yang terjadi
dalam permainan sepakbola, teknik sepakbola dibagi atas teknik badan dan teknik
bola. Hal senada dikemukakan Arma Abdoellah (1981: 416) bahwa:
Unsur-unsur untuk dapat bermain sepakbola secara baik sebenarnya sangat kompleks, karena unsur satu dengan yang lain sangat erat hubungannya dan sukar untuk dipisah-pisahkan. Pada garis besarnya teknik sepakbola dapat dibagi menjadi dua yaitu, (1) teknik badan (body technics), ialah gerakan-gerakan dalam sepak bola tetapi tanpa menggunakan bola, (2) teknik dengan bola ialah gerakan-gerakan sepakbola dengan menggunakan bola.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, teknik dasar
bermain sepakbola dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, teknik tanpa bola
(teknik badan) dan teknik dengan bola. Teknik badan atau teknik tanpa bola pada
dasarnya bertujuan mengembangkan kemampuan fisik untuk mencapai kesegaran
jasmani (physical fitness) agar dapat bermain sepakbola dengan sebaik-baiknya.
Menurut Soekatamsi (1995: 16) unsur-unsur teknik tanpa bola terdiri dari: “(1)
lari cepat dan mengubah arah, (2) melompat dan meloncat, (3) gerak tipu tanpa
bola dan, (4) gerakan-gerakan khusus penjaga gawang”. Sedangkan teknik dengan
bola pada dasarnya yaitu semua gerakan-gerakan dengan bola. Kemampuan
seorang pemain dalam memainkan bola akan sangat membantu penampilannya
dalam bermain sepakbola. Oleh karena itu, setiap pemain harus mempelajari
unsur-unsur teknik dengan bola secara seksama. Unsur-unsur teknik dengan bola
menurut Joseph A. Luxbacher (1997: 213) adalah:
1) Keterampilan mengoper bola. 2) Keterampilan menerima bola. 3) Keterampilan menggiring dan melindungi bola. 4) Keterampilan mentakle bola. 5) Keterampilan heading. 6) Keterampilan menembak. 7) Keterampilan menjaga gawang.
Unsur teknik tanpa bola dan unsur teknik dengan bola pada prinsipnya
memiliki keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan bermain sepakbola. Kedua
teknik tersebut saling mendukung dan saling berhubungan. Kedua teknik dasar
tersebut harus mampu diperagakan atau dikombinasikan di dalam permainan
menurut kebutuhannya. Kualitas dan kemampuan teknik yang baik akan
mendukung penampilan seorang pemain dan kerjasama tim. Semakin baik
penguasaan teknik yang dimiliki memberi peluang untuk memenangkan
pertandingan.
c. Pentingnya Menguasai Teknik Dasar Bermain Sepakbola
Baik dan tidaknya penampilan seorang pemain sepakbola sangat
bergantung dari penguasaan teknik dasar bermain sepakbola. Hal ini sesuai
pendapat A. Sarumpaet, Zulfar Djazet, Parno dan Imam Sadikun (1992: 47)
bahwa, “Dalam usaha meningkatkan mutu permainan ke arah prestasi, maka
masalah teknik merupakan salah satu persyaratan yang menentukan”. Menurut
Josef Sneyers (1990: 24) bahwa, “Dilihat dari segi taktis, mutu permainan suatu
kesebelasan ditentukan oleh penguasaan teknik dasar“. Sedangkan Remmy
Muchtar (1992: 27) berpendapat:
Untuk dapat bermain sepakbola dengan baik perlu menguasai teknik dengan baik pula. Tanpa penguasaan teknik yang baik tidak mungkin dapat menguasai atau mengontrol bola dengan baik, dan tanpa kemampuan menguasai bola dengan baik, tidak mungkin dapat menciptakan kerjasama dengan pemain lain. Berdasarkan tiga pendapat tersebut menunjukkan bahwa, menguasai
teknik dasar bermain sepakbola mempunyai peran penting terhadap penampilan
seorang pemain baik secara individu maupun kolektif, serta mendukung
penerapan taktik dan strategi permainan. Dengan penguasaan teknik dasar
bermain sepakbola yang baik, maka akan mampu melakukan kerjasama yang
kompak dalam satu tim, sehingga akan meningkatkan kualitas permainan untuk
memperoleh kemenangan.
2. Teknik Dasar Menyundul Bola
a. Prinsip Dasar Menyundul Bola
Salah satu perbedaan permainan sepakbola dengan cabang olahraga
permainan lainnya adalah menyundul bola. Dalam hal ini Joseph A. Luxbacher
(1997: 87) menyatakan, “Sepakbola adalah satu-satunya permainan dimana
pemain menggunakan kepala untuk menanduk bola”. Menyundul bola merupakan
salah satu teknik dasar sepakbola yang menuntut skill yang tinggi untuk
memenangkan bola-bola lambung di atas kepala, baik untuk mengoperkan bola
atau mencetak gol ke gawang lawan. Arma Abdoellah (1981: 424) menyatakan,
“Kepandaian menyundul bola itu berarti akan memenangkan setiap permainan
bola melambung di atas kepala”.
Menyundul bola dapat dilakukan dengan baik jika seorang pemain
mengetahui prinsip dasar menyundul bola yang benar. Menurut Engkos Kosasih
(1993: 233) bahwa, “Menyundul bola harus memakai dahi dan mata harus selalu
terbuka jangan sekali-kali mata tertutup". Pendapat lain dikemukakan Gill Harvey
(2003: 11) bahwa, “Hal utama yang perlu diingat dalam menyundul bola adalah
menjaga mata tetap terbuka dan menggunakan dahi, bukan bagian atas kepala”.
Berdasarkan dua pendapat di atas menunjukkan bahwa, prinsip dasar
menyundul bola adalah perkenaan bola pada dahi, mata terbuka. Hal ini
dimaksudkan agar lebih tepat dan cermat dalam mengarahkan sundulan. Selain hal
tersebut, kualitas sundulan dipengaruhi oleh gerakan tubuh yang baik dan
harmonis. Hal ini sesuai pendapat Richard Widdows & Paul Buckle (1981:45)
menyatakan, "Penting untuk diingat bahwa sundulan bola itu merupakan
keterampilan yang melibatkan seluruh tubuh".
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, bagain-bagian tubuh yang terlibat
dalam gerakan menyundul bola harus dikoordinasikan dengan baik. Bagian-
bagian tubuh yang terlibat dalam gerakan menyundul bola bola di antaranya,
leher, togok, tubuh kaki harus dirangkaikan dengan luwes dan lancar. Jika bagian-
bagian tubuh yang terlibat dalam gerakan menyundul bola mampu
dikoordinasikan dengan baik, maka hasil sundulan akan menjadi lebih baik.
b. Teknik Menyundul Bola
Menyundul bola bukan merupakan hal yang mudah, apalagi bagi pemain
pemula. Untuk dapat menyundul bola dengan baik, seorang pemain harus
menguasia teknik menyundul bola yang benar. Menurut Gill Harvey (2003: 11)
teknik menyundul bola adalah :
1) Berdirilah sejajar dengan bola. Dengan satu kaki di depan kaki yang lain, tekuk lutut dan punggung agak condong ke belakang.
2) Saat bola datang mendekat, usahakan mata anda tetap terbuka. Tetap santai sampai pada menit-menit terakhir.
3) Sundullah bola dengan dahi anda. Jika anda menggunkan bagian kepala lain, maka akan terasa sakit.
4) Dorong bola menjauh, sambil tetap mengencangkan otot-otot leher, sehingga kepala dapat mengarahkan bola tersebut ke arah yang diinginkan.
Menyundul bola merupakan gerakan dari seluruh anggota badan yaitu dari
gerakan kaki, badan, otot-otot leher dan kepala, mata tetap terbuka. Bagian-
bagian badan tersebut merupakan rangkaian gerakan menyundul bola yang harus
dikoordinasikan secara baik dan harmonis. Seperti dikatakan Richard Widdow &
Paul Buckle (1981: 45) bahwa, “Penyundul bola yang baik memerlukan
koordinasi yang baik antara lengan, kaki, bahu, leher dan kepala dan itu
memerlukan latihan praktek”. Kemampuan seorang pemain mengkoordinasikan
bagian-bagian tubuh yang terlibat dalam gerakan menyundul bola, maka sundulan
yang dilakukan akan berhasil dengan baik sesuai yang diharapkan.
c. Macam-Macam Sundulan Dalam Sepak Bola
Menyundul bola dalam sepak bola dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara. Hal ini tergantung dari situasi permainan yang dihadapi atau keadaan
bola yang akan disundul. Remmy Muchtar (1992:45) menyatakan, “Menyundul
bola dapat dilakukan dengan sikap berdiri dengan kaki tetap di atas tanah atau
sambil melompat ke udara”. Hal senada dikemukakan Arma Abdoellah
(1981:425-426) bahwa,
Berdasarkan sikap waktu menyundul bola ada dua sikap menyundul bola yaitu : 1) Menyundul bola dalam sikap berdiri di tempat. 2) Menyundul bola dalam sikap melompat, Cara ini dibedakan menjadi
dua yaitu : a) Melompat dari sikap berdiri dengan dua kaki tumpu. b) Melompat didahului dengan awalan lari, tumpuan dapat dengan
satu kaki atau dua kaki.
1) Menyundul Bola Dalam Sikap Berdiri Di Tempat
Teknik menyundul bola berhenti di tempat yaitu, badan menghadap ke
arah datangnya bola, kedua kaki berdiri kangkang ke muka belakang kedua lutut
sedikit ditekuk. Badan ditarik ke belakang, sikap badan condong ke belakang,
otot-otot leher dikuatkan hingga dagu merapat pada leher, mata tertuju ke arah
datangnya bola. Dengan kekuatan otot-otot perut dan dorongan panggul serta
kedua lutut diluruskan, badan digerakkan ke depan hingga dahi tepat mengenai
bola. Seluruh berat badan diikut sertakan ke depan, hingga badan condong ke
depan diteruskan gerak lanjutan ke arah sasaran, dengan mengangkat kaki
belakang maju ke depan segera lari mencari posisi.
Sedangkan untuk sikap menyundul bola sambil berlari yaitu, lari ke arah
datangnya bola, sambil lari dengan gerakan seperti menyundul bola dalam sikap
berdiri di tempat.
Gambar 1. Menyundul Bola Berdiri Di Tempat (Gill Harvey, 2003:11)
2) Menyundul Bola Sambil Melompat
Menyundul bola sambil melompat dilakukan dengan ancang-ancang
melompat ke atas ke arah datanganya bola. Setelah badan berada di atas, badan
ditarik ke belakang, badan condong ke belakang, otot-otot leher dikuatkan.
Dengan kekuatan otot-otot perut dan dorongan panggul, badan digerakkan ke
depan hingga dahi tepat mengenai bola. Badan condong ke depan hingga turun ke
tanah dengan kedua lutut kaki mengeper diteruskan dengan gerak lanjut.
Gambar 2. Menyundul Bola Dengan Melompat (Gill Harvey, 2003:11)
d. Kegunaan Menyundul Bola
Pada prinsipnya menyundul bola mempunyai tujuan yang berbeda-beda,
hal ini tergantung posisi pemain atau situasi yang dihadapi dalam permainan.
Sundulan yang dilakukan di daerah pertahanan biasanya lebih banyak bertujuan
menyelamatan bola dari serangan lawan atau sebagai umpan kepada temannya.
Sundulan yang dilakukan dibagian tengah lapangan biasanya mempunyai tujuan
sebagai umpan. Sedangkan sundulan yang dilakukan di daerah penyerangan atau
daerah dekat gawang lawan bertujuan untuk mencetak gol ke dalam gawang
lawan. Menurut Soekatamsi (1988:171) kegunaan menyundul bola antara lain:
1) Untuk meneruskan bola atau mengoperkan bola kepada teman atau operan jarak pendek.
2) Untuk memsukkan bola ke mulut gawang lawan untuk membuat gol. 3) Memberikan umpan kepada teman untuk membuat gol. 4) Menyapu bola di daerah pertahanan sendiri untuk mematahkan
serangan lawan, mempertahankan daerah gawang sendiri.
Hal yang terpenting dan harus diperhatikan pada saat menyundul bola
adalah telah dipikirkan tujuan dan arah yang diinginkan. Apabila dalam
menyundul bola tidak dilakukan dengan benar bola akan mudah direbut oleh
lawan. Oleh karena itu agar sundulan berhasil dengan baik, seorang pemain harus
menguasai teknik menyundul bola yang benar, sehingga sundulan tepat pada
sasaran yang diinginkan.
3. Hakikat Belajar Keterampilan
a. Pengertian Belajar Keterampilan
Belajar gerak atau keterampilan mempunyai pengertian yang sama seperti
belajar pada umumnya. Tetapi dalam belajar keterampilan memiliki karakteristik
tertentu. Belajar gerak mempelajari pola-pola gerak keterampilan tubuh. Proses
belajarnya melalui pengamatan dan mempraktekkan pola-pola gerak yang
dipelajari. Intensitas keterlibatan unsur domain kemampuan yang paling tinggi
adalah domain psikomotor yang berarti juga termasuk domain fisik. Di dalam
belajar gerak bukan berarti domain kognitif dan domain afektif tidak terlibat di
dalamnya. Semua unsur kemampuan individu terlibat di dalam belajar gerak,
hanya saja intensitas keterlibatannya berbeda-beda. Intensitas keterlibatan domain
kognitif dan domain afektif relatif lebih kecil dibandingkan keterlibatan domain
psikomotor. Keterlibatan domain psikomotor tercermin dalam respon-respon
muskular yang diekspresikan dalam gerak-gerakan tubuh secara keseluruhan atau
bagian-bagian tubuh. Berkaitan dengan belajar gerak, Sugiyanto (1996: 27)
menyatakan, “Belajar gerak adalah belajar yang diwujudkan melalui respon-
respon muskular yang diekspresikan dalam gerakan tubuh atau bagian tubuh”.
Menurut Rusli Lutan (1988: 102) bahwa, “Belajar motorik adalah seperangkat
proses yang bertalian dengan latihan atau pengalaman yang mengantarkan ke arah
perubahan permanen dalam perilaku terampil”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, belajar
gerak (motorik) merupakan perubahan perilaku motorik berupa keterampilan
sebagai hasil dari latihan dan pengalaman. Upaya menguasai keterampilan gerak
diperlukan proses belajar yaitu proses belajar gerak. Menurut Wahjoedi (1999:
119) dalam Jurnal Iptek Olahraga menyatakan, “Penguasaan keterampilan gerak
hanya dapat diperoleh melalui pelaksanaan gerak dengan program pembelajaran
yang terencana, sistematis dan berkelanjutan”.
Dalam pelaksanaan belajar gerak harus direncanakan dengan baik, disusun
secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pembelajaran yang baik, terencana
dan terus menerus, maka siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang baik
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tujuan belajar gerak adalah, siswa
memiliki keterampilan gerak sesuai dengan yang diharapkan. Perkembangan
gerak yang terampil merupakan sasaran pembelajaran keterampilan gerak. Jika
siswa telah menguasai keterampilan yang dipelajari, maka akan terjadi perubahan-
perubahan pada diri siswa yang mengarah pada gerakan yang efektif dan efisien.
Rink seperti dikutip Rusli Lutan & Adang Suherman (2000: 56) menyatakan ada
tiga indikator gerak terampil yaitu: “(1) efektif artinya sesuai dengan produk yang
diinginkan dengan kata lain product oriented, (2) efisien artinya sesuai dengan
proses yang seharusnya dilakukan dengan kata lain process oriented, dan (3)
adaptif artinya sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan dimana gerak
tersebut dilakukan”.
b. Tahap-Tahap Belajar Gerak
Proses yang terjadi dalam belajar gerak memiliki karakteristik yang
berbeda dengan belajar pada umumnya. Dalam belajar gerak terlibat suatu proses
yaitu, terjadinya perubahan dalam perilaku motorik sebagai hasil dari belajar yang
lebih baik dari sebelum belajar.
Dalam proses belajar gerak terjadai beberapa tahapan. Menurut Fitts &
Posner (1967) yang dikutip Sugiyanto (1996: 44) bahwa, "Proses belajar gerak
keterampilan terjadi dalam 3 fase belajar yaitu: (1) fase kognitif, (2) fase asosiatif,
(3) fase otonom". Untuk lebih jelasnya tahap-tahap belajar gerak dapat diuraikan
sebagai berikut :
1) Fase Kognitif
Fase kognitif merupakan fase awal dalam belajar gerak keterampilan. Fase
awal ini disebut fase kognitif karena perkembangan yang menonjol terjadi pada
diri pelajar menjadi tahu tentang gerakan yang dipelajari, sedangkan penguasaan
geraknya sendiri masih belum baik karena masih dalam taraf mencoba gerakan.
Pada fase kognitif diawali dengan aktif berpikir tentang gerakan yang dipelajari.
Anak berusaha mengetahui dan memahami gerakan dari informasi yang diberikan
kepadanya. Informasi bisa bersifat verbal atau visual. Menurut Sugiyanto (1996:
45) bahwa, “Informasi verbal adalah informasi yang berbentuk penjelasan dengan
menggunakan kata-kata. Informasi visual informasi yang dapat dilihat”.
Informasi yang diterima tersebut kemudian diproses dalam mekanisme
perseptual sehingga memperoleh gambaran tentang gerakan yang dipelajari untuk
selanjutnya mengambil keputusan melakukan gerakan sesuai dengan informasi
yang diterima. Namun gerakan yang dilakukan seringkali salah atau tidak benar.
Pada tahap ini anak hanya sebatas mencoba-coba gerakan yang dipelajari tanpa
memahami bentuk gerakan yang baik dan benar. Agar gerakan yang dilakukan
menjadi benar dan tidak kaku, harus dilakukan secara berulang-ulang dan
kesalahan-kesalahan segera dibetulkan agar gerakannya menjadi lebih baik dan
benar. Jika gerakan sudah dapat dilakukan dengan lancar dan baik berarti sudah
meningkat memasuki fase selanjutnya.
2) Fase Asosiatif
Fase asosiatif merupakan tahap kedua dalam belajar keterampilan atau
disebut juga fase menengah. Pada fase asosiatif ditandai dengan peningkatan
kemampuan penguasaan gerakan keterampilan. Gerakan-gerakan keterampilan
yang dipelajari dapat dilakukan dalam bentuk yang sederhana atau tersendat-
sendat. Gerakan keterampilan tersebut dapat dilakukan dengan lancar, apabila
dilakukan secara berulang-ulang, sehingga pelaksanaan gerakan akan menjadi
semakin efisien, lancar, sesuai dengan keinginannya. Menurut Rusli Lutan (1988:
306) bahwa, “Permulaan dari tahap asosiatif ditandai oleh semakin efektif cara-
cara siswa melaksanakan tugas gerak, dan mulai mampu menyesuaikan diri
dengan keterampilan yang dilakukan. Akan nampak penampilan yang
terkoordinasi dengan perkembangan yang terjadi secara bertahap, lambat laun
gerakan semakin konsisten”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, pada fase asosiatif penguasaan dan
kebenaran gerakan anak meningkat, namun masih sering melakukan kesalahan
dan harus diberitahu. Kesalahan bisa diketahui melalui pemberitahuan orang lain
yang mengamatinya atau rekaman gambar pelaksanaan gerakan. Dengan
mengetahui kesalahan yang dilakukan, anak perlu mengarahkan perhatiannya
untuk membetulkan selama mempraktekkan berulang-ulang. Pada fase asosiatif
ini merangkaikan bagian-bagian gerakan menjadi rangkaian gerakan secara
terpadu merupakan unsur penting untuk menguasai berbagai gerakan
keterampilan.
3) Fase Otonom
Fase otonom bisa dikatakan sebagai fase akhir dalam belajar gerak. Fase
ini ditandai dengan tingkat penguasaan gerakan, dimana anak mampu melakukan
gerakan keterampilan secara otomatis. Menurut Sugiyanto (1996: 47) bahwa,
"Dikatakan fase otonom karena pelajar mampu melakukan gerakan keterampilan
tanpa terpengaruh walaupun pada saat melakukan gerakan itu pelajar
memperhatikan hal-hal lain selain gerakan yang dilakukan".
Tahap otomatis merupakan tahap akhir dari belajar gerak. Dikatakan tahap
otonom karena anak mampu melakukan gerakan keterampilan tanpa terpengaruh
walaupun saat melakukan gerakan. Tahap otomatis ditandai dengan tingkat
penguasaan gerakan keterampilan yang sudah baik, dimana anak mampu
melakukan gerakan keterampilan secara otomatis serta energi yang dikeluarkan
lebih efektif dan efisien. Untuk mencapai fase otonom diperlukan praktek
berulang-ulang secara teratur. Dengan mempraktekkan gerakan secara berulang-
ulang, gerakan yang dilakukan menjadi otomatis, lebih baik dan benar, serta
lancar pelaksanaannya.
c. Hukum-Hukum Belajar Gerak
Dalam pelaksanaan proses belajar gerak, ada beberapa hukum-hukum
belajar motorik yang harus dipahami dan dimengerti oleh seorang guru. Hukum-
hukum belajar motorik tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan tujuan
proses belajar mengajar keterampilan. Menurut Thorndike yang dikutip Sugiyanto
& Agus Kristiyanto ( 1998: 2-3) hukum-hukum belajar gerak dibedakan menjadi
3 yaitu, “(1) hukum kesiapan, (2) hukum latihan dan (3) hukum pengaruh”.
Hukum kesiapan (law of readines) merupakan tahap kesiapan, dimana
dalam pelaksanaan belajar keterampilan siswa harus betul-betul siap untuk
menerimanya. Lebih lanjut Sugiyanto & Agus Kristiyanto (1998:2) menyatakan
"Hukum kesiapan (law of readinees) menyatakan bahwa belajar akan berlangsung
sangat efektif jika pelaku belajar berada dalam suatu kesiapan untuk memberikan
respons".
Hal ini artinya, belajar akan berlangsung efektif bila siswa yang
bersangkutan telah siap untuk menyesuaikan diri dengan stimulus dan telah siap
untuk memberikan respon. Dengan kata lain siswa akan belajar dengan cepat dan
efektif apabila telah siap dan telah ada kebutuhan untuk hal tersebut. Proses
belajar akan berjalan lancar jika materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
siswa.
Hukum latihan (law exercise) merupakan tahap pengulangan gerakan yang
dipelajari. Mengulang-ulang respon tertentu sampai beberapa kali akan
memperkuat koneksi antara stimulus dan respon. Sugiyanto & Agus Kristiyanto
(1998:3) menyatakan, “Hukum latihan mengandung dua hal yaitu (1) Law of use
yang menyatakan bahwa hubungan stimulus respon menguat kalau ada latihan (2)
Law od disuse yang menyatakan bahwa hubungan stimulus respon melemah kalau
latihan dihentikan”.
Hukum pengaruh (law of effect) menyatakan, penguatan atau melemahnya
suatu koneksi merupakan akibat dari proses yang dilakukan. Hubungan stimulus
respon menguat bila muncul respon disertai oleh keadaan menyenangkan atau
memuaskan. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembelajaran hendaknya materi
pelajaran yang disajikan dapat mendatangkan kesenangan sehingga menimbulkan
motivasi yang tinggi pada siswa. Keadaan yang demikian akan membuat siswa
lebih aktif melakukan gerakan yang dipelajari dan mampu melakukannya secara
berulang-ulang sehingga akan memberi pengaruh yang lebih baik terhadap hasil
belajar.
c. Ciri-Ciri Perubahan dari Belajar Gerak
Tujuan utama dalam proses belajar mengajar yaitu terjadi perubahan yang
lebih baik pada diri siswa. Sebagai contoh, pada awalnya siswa tidak mampu
melakukan lompat tinggi gaya straddle, setelah melalui proses belajar maka siswa
mampu melakukan lompat tinggi gaya straddle. Prinsip perubahan pada siswa
dari belajar suatu keterampilan bersifat permanen. Hasil belajar bersifat permanen
maksudnya, keterampilan yang telah dikuasai siswa tidak mudah hilang sesudah
kegiatan selesai dilakukan atau dalam waktu tertentu. Tetapi jika tidak belajar lagi
(latihan secara rutin) kemampuan atau keterampilan yang telah dikuasai akan
menurun. Menurut Schmidt (1982) yang dikutip Rusli Lutan (1988: 102-107)
karakteristik dari belajar gerak yaitu:
1) Belajar sebagai sebuah proses. 1) Belajar motorik adalah hasil langsung dari latihan. 2) Belajar motorik tak teramati secara langsung. 3) Belajar menghasilkan kapabilitas untuk bereaksi (kebiasaan). 4) Belajar motorik relatif permanen. 5) Belajar motorik bisa menimbulkan efek negatif dan, 6) Kurve hasil belajar. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, ciri-ciri perubahan akibat belajar
gerak (motorik) ada tujuan macam. Untuk lebih jelasnya ciri-ciri perubahan dari
proses pembelajaran diuraikan secara singkat sebagai berikut:
1) Belajar Sebagai Proses
Proses adalah seperangkat kejadian atau peristiwa yang berlangsung
bersama, menghasilkan beberapa prilaku tertentu. Sebagai contoh dalam
membaca, proses diasosiasikan dengan gerakan mata, menangkap kode dan
simbol di dalam teks, memberikan pengertian sesuai dengan perbendaharaan kata
yang tersimpan dalam ingatan, dan seterusnya. Demikian halnya dalam belajar
keterampilan motorik, di dalamnya terlibat suatu proses yang menyumbang
kepada perubahan dalam perilaku motorik sebagai hasil dari belajar atau berlatih
dalam organisme yang memungkinkannya untuk melakukan sesuatu yang berbeda
dengan sebelum belajar atau berlatih.
Proses perubahan yang terjadi akibat dari belajar harus disadari oleh siswa,
sehingga siswa dapat merasakan bahwa dirinya telah mencapai peningkatan
keterampilan yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti dikemukakan Slameto
(1995: 3) bahwa, “Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan
atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi adanya sesuatu perubahan pada
dirinya”. Dengan kemampuan siswa menyadari akan perubahan yang terjadi
dalam dirinya, ini artinya telah terjadi proses belajar gerak dalam diri siswa.
Dengan terjadinya proses belajar maka akan dicapai hasil belajar yang lebih baik.
2) Belajar Motorik adalah Hasil Langsung dari Latihan
Perubahan perilaku motorik berupa keterampilan dipahami sebagai hasil
dari latihan dan pengalaman. Hal ini perlu dipertegas untuk membedakan
perubahan yang terjadi karena faktor kematangan dan pertumbuhan. Faktor-faktor
tersebut juga menyebabkan perubahan perilaku (seperti anak yang dewasa lebih
terampil melakukan suatu keterampilan yang baru daripada anak yang muda),
meskipun dapat disimpulkan perubahan itu karena belajar. Sugiyanto dan Agus
Kristiyanto (1998: 33) menyatakan bahwa, “Perubahan-perubahan hasil belajar
gerak sebenarnya bukan murni dari hasil suatu pengkondisian proses belajar,
melainkan wujud interaksi antara kondisi belajar dengan faktor-faktor
perkembangan individu”.
Ini artinya, perubahan kemampuan individu dalam penguasaan gerak
ditentukan oleh adanya interaksi yang rumit antara faktor keturunan dan pengaruh
lingkungan. Perkembangan individu berproses sebagai akibat adanya perubahan
anatomis-fisiologis yang mengarah pada status kematangan. Pertumbuhan fisik
yang menunjukkan pada pembesaran ukuran tubuh dan bagian-bagiannya, terkait
dengan perubahan-perubahan fungsi faal dan sistem lain dalam tubuh. Pola-pola
perubahan tersebut pada gilirannya akan selalu mewarnai pola penguasaan gerak,
sebagai hasil proses belajar gerak.
3) Belajar Motorik Tak Teramati secara Langsung
Belajar motorik atau keterampilan olahraga tak teramati secara langsung.
Proses yang terjadi dibalik perubahan keterampilan sangat kompleks dalam sistem
persyarafan, seperti misalnya bagaimana informasi sensori diproses, diorganisasi
dan kemudian diubah menjadi pola gerak otot-otot. Perubahan itu semuanya tidak
dapat diamati secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan eksistensinya dari
perubahan yang terjadi dalam keterampilan atau perilaku motorik.
4) Belajar Menghasilkan Kapabilitas untuk Bereaksi (Kebiasaan)
Pembahasan belajar motorik juga dapat ditinjau dari munculnya
kapabilitas untuk melakukan suatu tugas dengan terampil. Kemampuan tersebut
dapat dipahami sebagai suatu perubahan dalam sistem pusat syaraf. Tujuan belajar
atau latihan adalah untuk memperkuat atau memantapkan jumlah perubahan yang
terdapat pada kondisi internal. Kondisi internal ini sering disebut kebiasaan.
Menurut Rusli Lutan (1988: 104) kapabilitas ini penting maknanya karena
berimplikasi pada keadaan yaitu, “jika telah tercipta kebiasaan dan kebiasaan itu
kuat, keterampilan dapat diperagakan jika terdapat kondisi yang mendukung,
tetapi jika kondisi tidak mendukung (lelah) keterampilan yang dimaksud tidak
dapat dilakukan”.
5) Belajar Motorik Relatif Permanen
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk
beberapa saat saja, seperti berkeringan, lelah dan lain sebagainya, tidak dapat
digolongan sebagai perubahan akibat belajar. Perubahan yang terjadi akibat proses
belajar bersifat menetap atau permanen. Hasil belajar gerak relatif bertahan hingga
waktu relatif lama. Sebagai contoh, kemampuan siswa melakukan lempar lembing
gaya jengket tidak akan hilang begitu saja, melainkan akan semakin berkembang
jika terus dipergunakan atau berlatih secara teratur. Memang sukar untuk
menjawab, berapa lama hasil belajar itu akan melekat. Meskipun sukar ditetapkan
secara kuantitatif, apakah selama satu bulan, bertahun-tahun atau hanya dua atau
tiga hari. Untuk kebutuhan analisis dapat ditegaskan bahwa, belajar akan
menghasilkan beberapa efek yang melekat pada diri siswa setelah melakukan
belajar gerak.
6) Belajar Motorik Bisa Menimbulkan Efek Negatif
Dilihat hasil yang dicapai dari belajar gerak menunjukkan bahwa, belajar
dapat menimbulkan efek positif yaitu, penyempurnaan keterampilan atau
penampilan gerak seseorang. Namun disisi lain, belajar dapat menimbulkan efek
negatif. Sebagai contoh, seorang pesenam belajar gerakan salto ke belakang. Pada
suatu ketika lompatannya kurang tinggi dan putaran badannya terlampau banyak
sehingga jatuh terlentang. Akibatnya ia mengalami rasa sakit pada punggungnya
dan menyebabkan tidak berani lagi melakukan gerakan salto ke belakang. Rasa
takut ini mungkin berlangsung beberapa lama, sampai kemudian keberaniannya
muncul kembali. Contoh semacam ini dapat dipakai sebagai ilustrasi gejala
kemunduran suatu keterampilan sebagai rangkaian akibat kegiatan belajar pada
waktu sebelumnya.
Kesan buruk terhadap pengalaman masa lampau, kegagalan pahit dalam
suatu kegiatan atau tidak berhasil melakukan suatu jenis keterampilan dengan
sempurna justru bukan berakibat negatif, tetapi hendaknya dijadikan pendorong
ke arah perubahan positif. Pengalaman semacam ini hendaknya menjadi
pendorong untuk lebih giat belajar hingga mencapai hasil yang lebih baik.
7) Kurva Hasil Belajar
Salah satu persoalan yang paling rumit dalam proses belajar gerak adalah
tentang penggambaran perkembangan hasil belajar dan kecermatan dalam hasil
penafsirannya. Kurva hasil belajar adalah gambaran penguasaan kapabilitas untuk
bereaksi (yaitu kebiasaan) dalam satu jenis tugas setelah dilakukan berulang-
ulang. Kurva hasil belajar ini biasanya dibuat grafik, dimana grafik tersebut
menampilkan perkembangan penampilan kemampuan gerak sebagai cerminan
dari proses belajar internal yang berlangsung dalam diri seseorang.
Meskipun kurva belajar tidak mampu sepenuhnya mencerminkan
perubahan internal pada diri seseorang, tetapi untuk kebutuhan praktis atas dasar
penampilan nyata dapat ditafsirkan kemajuan, kemandegan atau kemunduran hasil
belajar yang dicapai seseorang pada suatu waktu.
4. Metode Pembelajaran
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan dua kata yang memiliki arti sendiri-
sendiri. Untuk mendefiniskan metode pembelajaran harus dipahami arti dari
masing-masing kata tersebut. Menurut Sarwoto (1993: 70) metode adalah, “Cara
yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan”. Sedangkan
pembelajaran menurut H.J. Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto dan Sutijan. (1998:
32) bahwa, “Pembelajaran atau instruction merupakan usaha sadar dan disengaja
oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor intern
dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar”. Menurut Sukintaka (2004:
55) bahwa, “Pembelajaran mengandung pengertian, bagaimana para guru
mengajarkan sesuatu kepada peserta didik, tetapi di samping itu juga terjadi
peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya”.
Berdasarkan pengertian metode dan pembelajaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa, metode pembelajaran merupakan suatu cara yang digunakan
guru untuk menyampaikan tugas ajar kepada siswa. Hal ini sesuai pendapat Nana
Sudjana (2005: 76) bahwa, “Metode pembelajaran cara yang dipergunakan guru
dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pengajaran”.
Peranan metode pembelajaran sebagai alat untuk untuk menciptakan
proses mengajar dan belajar. Dengan metode pembelajaran diharapkan tumbuh
berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru.
Dengan kata lain, terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan
sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima
atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik kalau siswa banyak
aktif dibandingkan dengan guru. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang baik
adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
b. Pentingnya Metode Pembelajaran
Proses pembelajaran terdapat komponen siswa yaitu belajar dan guru yang
memberikan materi pembelajaran (mengajar). Mengajar merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan seseorang yang memiliki pengetahuan atau keterampilan
yang lebih daripada yang diajar, untuk memberikan suatu pengertian, kecakapan,
atau ketangkasan. Hal ini sesuai pendapat Rusli Lutan (1988: 381) bahwa,
“mengajar adalah seperangkat kegiatan sengaja oleh seseorang yang memiliki
pengetahuan atau keterampilan yang lebih daripada yang diajar”. Hal senada
dikemukakan Slameto (1995: 97) bahwa, “kegiatan mengajar meliputi
penyampaian pengetahuan, menularkan sikap, kecakapan atau keterampilan yang
diatur sesuai dengan lingkungan dan menghubungkannya dengan subyek yang
sedang belajar”.
Untuk menyajikan seperangkat kegiatan pembelajaran untuk tercapainya
tujuan yang diinginkan, salah satunya adalah metode pembelajaran. Metode
pembelajaran yang diterapkan hendaknya mengacu pada penemuan yang terarah
dan pemecahan masalah. Penemuan dan pemecahan masalah tersebut merupakan
metode yang membantu tercapainya tujuan dengan mengacu pada metode
pembelajaran yang terkendali, dengan seksama menyusun seri-seri pembelajaran
yang memberi urutan pembelajaran terhadap tujuan yang telah dirumuskan.
Metode pembelajaran pada pokoknya dilakukan oleh guru untuk
menjelaskan materi pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan bagian lainnya
berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki siswa untuk mempelajari
konsep, prinsip atau teori yang baru tentang suatu bidang ilmu. Program
pembelajaran merupakan rencana kegiatan yang menjabarkan kemampuan dasar
dan teori pokok secara rinci yang memuat alokasi waktu, indikator pencapaian
hasil belajar dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran.
Menurut Syaiful Sagala (2005: 68) bahwa, sistem dan pendekatan
pembelajaran dibuat karena adanya kebutuhan akan sistem dan pendekatan
tersebut untuk meyakinkan: “(1) ada alasan untuk belajar, (2) siswa belum
mengetahui apa yang akan diajarkan”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, metode pembelajaran mempunyai
peran penting yaitu siswa dalam proses belajar dan bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dengan materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Oleh karena
itu, guru menetapkan hasil-hasil belajar atau tujuan apa yang diharapkan akan
dicapai.
b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar keterampilan olahraga dibutuhkan cara
mengajar yang baik dan tepat. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan
tepat, maka akan terjadi perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik pada diri
siswa. Menurut Nasution yang dikutip H.J. Gino dkk (1998: 51) bahwa,
“Perubahan akibat belajar tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan
juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat,
penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi
seseorang”.
Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada diri siswa. Untuk
mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam proses
pembelajaran harus diterapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Menurut
Dimyati dan Mudjiono (2006: 42) bahwa, “Prinsip-prinsip pembelajaran meliputi
perhatian dan motivasi, keaktifan siswa, keterlibatan langsung, pengulangan,
tantangan, balikan dan penguatan serta perbedaan individual”.
Prinsip-prinisp pembelajaran meliputi tujuh aspek yaitu perhatian dan
motivasi, keterlibatan langsung atau berpengalaman, pengulangan, tantangan,
balikan dan penguatan serta perbedaan individual. Untuk mencapai hasil belajar
yang optimal, maka prinsip-prinsip pembelajaran tersebut harus diterapkan dalam
pembelajaran dengan baik dan benar. Untuk lebih jelasnya prinsip-prinsip
pembelajaran tersebut diuraikan secara singkat sebagai berikut:
1) Perhatian dan Motivasi Belajar
Siswa merupakan obyek dalam kegiatan pembelajaran. Keberhasilan siswa
dalam menyerap ilmu atau keterampilan dipengaruhi oleh tingkat perhatian siswa.
Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran
sesuai dengan kebutuhan siswa. H.J. Gino dkk. (1998: 52) menyatakan,
“Perhatian siswa waktu belajar akan sangat mempengaruhi hasil belajar. Belajar
dengan penuh perhatian (konsentrasi) pada materi yang dipelajari akan lebih
terkesan lebih mendalam dan tahan lama pada ingatan”.
Perhatian mempunyai peran penting untuk mencapai hasil belajar yang
optimal. Apabila pelajaran yang diterima siswa dirasakan sebagai kebutuhan,
maka akan membangkitkan motivasi siswa untuk mempelajarinya. Sedangkan
yang dimaksud motivasi menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 42) adalah,
“Tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang”. Dengan
motivasi belajar yang tinggi, maka siswa akan lebih bersemangat dalam belajar.
Belajar yang dilakukan dengan penuh semangat akan dapat mencapai hasil belajar
yang optimal.
2) Keaktifan Siswa
Dalam kegiatan pembelajaran siswa dituntut untuk selalu aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan
belajarnya secara efektif siswa dituntut untuk atif secara fisik, intelektual dan
emosional. Tanpa ada keaktifan dari siswa, maka tidak akan terjadi proses belajar.
Hal ini sesuai pendapat H.J. Gino dkk. (1998: 52) bahwa, “Dari semua unsur
belajar, boleh dikatakan keaktifan siswalah prinsip yang terpenting, karena belajar
sendiri merupakan suatu kegiatan. Tanpa adanya kegiatan tidak mungkin seorang
belajar”.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran bermacam-macam bentuknya.
Hal ini sesuai dengan jenis atau masalah yang dipelajari siswa. Menurut S.
Nasution (1988:93) yang dikutip H.J. Gino dkk. (1998: 52-53) macam-macam
keaktifan belajar siswa antara lain: “Visual activities, oral activities, listening
activities, drawing activities, motor activities, mental activities, emotional
activities”.
Keaktifan-keaktifan siswa dalam proses pembelajaran tersebut tidak
terpisah satu dengan lainnya. Misalnya dalam keaktifan motoris terkandung
keaktifan mental dan disertai oleh perasaan tertentu. Dalam setiap pelajaran dapat
dilakukan bermacam-macam keaktifan.
3) Keterlibatan Langsung Siswa
Belajar adalah suatu proses yang terjadi dalam diri siswa. Dalam proses
belajar sangat kompleks. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan organ-
organ siswa mengubah tingkah lakunya sebagai hasil pengalaman yang
diperolehnya. Dapat dikatakan bahwa, belajar merupakan hasil pengalaman, sebab
pengalaman-pengalaman yang diperoleh itulah yang menentukan kualitas
perubahan tingkah laku siswa. Jadi peristiwa belajar terjadi apabila terjadi
perubahan tingkah laku pada diri siswa.
Belajar adalah tanggungjawab masing-masing siswa, sebab hasil belajar
adalah hasil dari pengalaman yang diperoleh sendiri, bukan pengalaman yang
didapat oleh orang lain. Oleh karena itu, kualitas hasil belajar berbeda-beda antara
siswa satu dengan lainnya tergantung pada pengalaman yang diperoleh dan
kondisi serta kemampuan setiap siswa.
4) Pengulangan Belajar
Salah satu prinsip belajar adalah melakukan pengulangan. Dengan
melakukan pengulangan yang banyak, maka suatu keterampilan atau pengetahuan
akan dikuasai dengan baik. Menurut Davies (1987:32) yang dikutip Dimyati dan
Mudjiono (2006: 52) bahwa, “Penguasaan secara penuh dari setiap langkah
memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti. Dari pernyataan inilah
pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran”. Sedangkan
Suharno HP. (1993: 22) berpendapat, “Untuk mengotomatisasikan penguasaan
unsur gerak fisik, teknik, taktik dan keterampilan yang benar atlet harus
melakukan latihan berulang-ulang dengan frekuensi sebanyak-banyaknya secara
kontinyu”.
Mengulang materi pelajaran atau suatu keterampilan adalah sangat
penting. Dengan melakukan pengulangan gerakan secara terus menerus, maka
gerakan keterampilan dapat dikuasai dengan secara otomatis. Suatu keterampilan
yang dikuasai dengan baik, maka gerakan yang dilakukan lebih efektif dan efisien.
5) Tantangan
Tantangan merupakan salah satu bagian yang penting dalam pembelajaran.
Dengan adanya tantangan maka akan memotivasi siswa untuk memecahkan
permasalahan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini sesuai pendapat H.J. Gino dkk
(1998: 54) bahwa, “Materi yang dipelajari oleh siswa harus mempunyai sifat
merangsang atau menantang. Artinya, materi tersebut mengandung banyak
masalah-masalah yang merangsang untuk dipecahkan. Apabila siswa dapat
mengatasi masalah yang dihadapinya, maka ia akan mendapatkan kepuasan”.
Memberikan tantangan dalam proses belajar mengajar adalah sangat
penting. Dengan adanya tantangan yang harus dihadapi atau dipecahkan siswa
dalam belajar, maka siswa akan berusaha semaksimal mungkin untuk
memecahkan masalah tersebut. Jika siswa mampu memecahkan masalah yang
dipelajarinya, maka siswa akan memperoleh kepuasan dan mencapai hasil belajar
yang optimal.
6) Balikan dan Penguatan
Pemberian balikan pada umumnya memberi nilai positif dalam diri siswa,
yaitu mendorong siswa untuk memperbaiki tingkah lakunya dan meningkatkan
usaha belajarnya. Tingkah laku dan usaha belajar serta penampilan siswa yang
baik, diberi balikan dalam bentuk senyuman ataupun kata-kata pujian yang
merupakan penguatan terhadap tingkah laku dan penampilan siswa.
Penguatan (reinforcement) adalah respon terhadap tingkah laku yang dapat
meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Memberi
penguatan dalam kegiatan belajar kelihatannya sederhana sekali, yaitu tanda
persetujuan guru terhadap tingkah laku siswa. Namun demikian, penguatan ini
sangat besar manfaatnya terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
7) Perbedaan Individu
Setiap siswa memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu
dengan lainnya. Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo atau
kecepatannya masing-masing. Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa
lain akan membantu siswa menentukan cara belajar serta sasaran belajar bagi
dirinya sendiri. Manfaat pembelajaran akan lebih berarti jika proses pembelajaran
yang diterapkan, direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan
kondisi masing-masing siswa. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, maka
guru harus memperhatikan perbedaan setiap individu dan dalam
membelajarkannya harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
individu.
5. Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola Digantung
a. Pelaksanaan Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola Digantung
Pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung merupakan
bentuk belajar yang bertujuan untuk memberi kemudahan kepada siswa.
Dengan menggunakan bola digantung siswa akan merasa senang dan akan
meningkatkan ketepatan sundulan.
Ditinjau dari bola yang digantung, pembelajaran ini bertujuan untuk
memfokuskan ketepatan sundulan. Dalam hal ini Rusli Lutan dan Adang
Suherman (2000: 69) menyatakan, “Fokus perhatian berlatih yaitu: guru dapat
mengurangi atau menambah fokus perhatian berlatih. Misalnya dalam aktivitas
belajar memukul fokus perhatian dapat ditekankan pada penempatan,
kecepatan, spin (sintir), terhadap bola dalam keadaan diam, bergerak, pelan,
cepat, melambung dan sebagainya”.
Bertolak dari pendapat tersebut menunjukkan bahwa, pembelajaran
menyundul bola dengan bola digantung bertujuan untuk memfokuskan
ketepatan sundulan pada dahi. Dengan menyundul bola digantung diharapkan
siswa akan selalu tepat perkenaan bola pada dahi saat menyundul bola.
Sundulan yang dilakukan dengan teknik yang benar (tepat pada dahi), maka
hasil sundulan lebih baik dan tidak dirasakan sakit pada kepala.
Pelaksanaan menyundul bola dengan bola digantung yaitu: bola
digantung dengan seutas tali dengan ketinggian tertentu sesuai ketinggian
siswa. Guru menjelaskan teknik menyundul bola dari sikap berdiri, perkenaan
bola pada dahi, pandangan mata dan gerakan saat kontak dengan bola, untuk
selanjutnya mendemonstrasikannya. Pada awalnya sundulan dilakukan tanpa
awalan (menyundul di tempat) dan selanjutnya dilakukan dengan awalan. Pada
pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dapat divariasikan
dengan melompat tanpa awalan dan dilakukan dengan awalan. Untuk
pembelajaran menyundul bola dengan melompat, ketinggian bola dinaikkan
sesuai dengan kemampuan melompat masing-masing siswa. Untuk lebih
jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi gambar gerakan menyundul bola dengan
bola digantung sebagai berikut:
Gambar 3. Ilustrasi Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola Digantung
(Soekatamsi, 1988: 182)
b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola
Digantung
Pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung bertujuan untuk
meningkatkan fokus perhatian pada saat menyundul bola. Dengan bola
digantung siswa dituntut untuk memfokuskan perhatiannya saat menyundul
bola tepat pada dahi, sehingga sundulan dapat dilakukan dengan baik.
Bertolak dari pelaksanaan pembelajaran menyundul bola dengan bola
digantung dapat diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan
pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung antara lain:
1. Dapat menimbulkan rasa senang, sehingga motivasi belajar meningkat.
2. Meningkatkan ketepatan menyundul bola pada dahi, sehingga sundulan dapat
dilakukan dengan baik.
Di samping kelebihan tersebut, pembelajaran menyundul bola dengan
bola digantung juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran
menyundul bola dengan bola digantung antara lain:
1. Bola mudah bergoyang jika sundulan tidak tepat dahi.
2. Bola yang bergoyang menjadi tidak stabil, sehingga frekuensi sundulan tidak
dapat dilakukan secara terus menerus.
6. Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola Dilempar
a. Pelaksanaan Pembelajaran Menyundul Bola dengan Bola Dilempar
Pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar merupakan bentuk
pembelajaran menyundul bola yang dilakukan oleh dua orang, yaitu salah satu
pemain menjadi pelempar dan pemain satunya melakukan sundulan.
Pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar merupakan bentuk
pembelajaran yang menekankan pada pengaturan kondisi penampilan. Dalam
hal ini Rusli Lutan dan Adang Suherman (2000: 70) menyatakan:
Kondisi penampilan yaitu: guru dapat mengurangi atau menambah tingkat kompleksitas dan kesulitan tugas ajar dengan cara mengurangi atau menambah kualitas penampilan yang dilakukan siswa. Misalnya tinggi rendahnya kecepatan penampilan, tinggi rendahnya kekuatan penampilan, melakukan di tempat atau bergerak, maju ke depan atau ke segala arah, dikurangi atau ditambah peraturannya. Contoh tersebut seringkali terdapat dalam gerak manipulatif, misalnya melempar, menangkap, atau memukul dari permainan.
Bertolak dari pendapat tersebut, pembelajaran menyundul bola dengan
dilempar merupakan bentuk pembelajaran yang dilakukan ke depan atau ke
segala arah sesuai dari pelempar. Dengan bola dilempar tersebut, menyundul
bola dapat dilakukan ke berbagai arah, misalnya ke depan, ke samping kanan
atau ke samping kiri, dapat divariasikan dengan melompat atau menyundul
sambil meluncur.
Pelaksanaan pembelajaran menyundul bola yaitu: guru menjelaskan
teknik menyundul bola dari sikap berdiri, perkenaan bola pada dahi, pandangan
mata dan gerakan saat kontak dengan bola, untuk selanjutnya
mendemonstrasikannya. Pembelajaran dilakukan secara berpasangan, salah
satu pemain sebagai pelempar (pengumpan) dan pemain satunya melakukan
sundulan. Jarak antara ke dua pemain diatur sedemikian rupa 5-10 meter.
Sundulan dilakukan di tempat, dengan awalan berjalan atau berlari, dilakukan
dengan melompat. Berikut ini disajikan ilustrasi pembelajaran menyundul bola
dengan dilempar sebagai berikut:
Gambar 4. Ilustrasi Pembelajaran Menyundul Bola dengan Dilempar
(Soekatamsi, 1988: 176)
b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Menyundul Bola dengan
Dilempar
Pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar merupakan bentuk
pembelajaran yang mengatur kondisi penampilan berlatih. Pembelajaran
menyundul bola dengan bola dilempar, maka kondisi pembelajaran akan lebih
terkendali.
Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran menyundul bola dengan bola
dilempar dapat diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan
pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar antara lain:
1. Sundulan bola dapat dilakukan dengan baik karena lambung bola terkontrol
dengan baik.
2. Gerakan menyundul bola dapat dilakukan secara bervariasi, misalnya sudulan
bergerak ke samping kanan atau kiri, sundulan ke depan atau ke belakang,
sundulan dengan meluncur.
Kelemahan pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar antara
lain:
1. Frekuensi atau gerakan menyundul bola tergantung dari pelempar, inisiatif dan
kreativitas siswa kurang berkembang.
2. Lambungan yang tidak baik akan berdampak pada kualitas sundulan, sehingga
kualitas sundulan sangat bergantung dari baik tidaknya lemparan bola.
7. Kekuatan Otot Perut
a. Kekuatan Otot
Kekuatan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang sangat penting
untuk meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan. Baik tidaknya kemampuan
fisik seseorang dapat dipengaruhi oleh kekuatan yang dimiliki. Berkaitan dengan
kekuatan KONI (1993: 18) menyatakan, “Kekuatan adalah kemampuan otot untuk
membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan”. Menurut M. Sajoto (1995: 8)
kekuatan (strength) adalah, “Komponen kondisi fisik seseorang tentang
kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu
bekerja”. Hal senada dikemukakan Andi Suhendro (1999:4.3) bahwa, “Kekuatan
adalah kemampuan otot atau sekelompok otot untuk mengerahkan tenaga
maksimal dalam menahan beban tertentu dalam suatu aktivitas dengan waktu
terbatas”.
Pengertian kekuatan yang dikemukakan ketiga ahli tersebut pada dasarnya
mempunyai pengertian yang sama, sehingga dapat disimpulkan kekuatan otot
adalah kemampuan otot atau sekelompok otot untuk mengatasi suatu beban atau
tahanan dalam menjalankan suatu aktivitas. Berdasarkan kesimpulan pengertian
kekuatan otot tersebut dapat dirumuskan kekuatan otot perut adalah kemampuan
otot atau sekelompok otot di perut untuk mengatasi suatu beban atau tahanan
untuk menjalankan suatu aktivitas. Kekuatan otot perut merupakan kemampuan
untuk melawan beban yang melibatkan otot-otot perut sebagai pendukung suatu
gerakan, seperti gerakan menyundul bola.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot
Kekuatan merupakan salah satu unsur dari komponen kondisi fisik yang
diperlukan pada setiap cabang olahraga sesuai dengan karakteristik cabang
olahraga yang bersangkutan. Upaya memperoleh kekuatan otot yang baik, maka
harus dilatih dengan baik dan benar. Kekuatan dihasilkan oleh kerja otot, sehingga
jumlah otot dan besar kecilnya otot akan berpengaruh terhadap kekuatan yang
dihasilkan. Selain latihan yang teratur, kekuatan juga dipengaruhi oleh unsur
lainnya. Menurut Suharno HP. (1993: 39-40) faktor-faktor penentu kekuatan otot
adalah :
1) Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang tergantung dari proses hypertropi otot.
2) Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, makin banyak fibril otot yang bekerja berarti kekuatan bertambah besar.
3) Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin besar kekuatan.
4) Innervasi otot baik pusat maupun perifer. 5) Keadaan zat kimia dalam otot (glykogen, ATP). 6) Keadaan tonus otot saat istirahat, tonus makin rendah berarti kekuatan
otot tersebut pada saat bekerja makin besar. 7) Umur dan jenis kelamin juga menentukan baik dan tidaknya kekuatan
otot. Jika dilihat dari faktor penentu kekuatan otot menunjukkan bahwa,
besarnya fibril otot dan banyaknya fibril otot adalah faktor yang dominan yang
akan menentukan baik tidaknya kekuatan otot. Seperti dikemukakan Sugiyanto
(1998: 254) bahwa, “Kekuatan otot ditentukan oleh besarnya penampang otot
serta kualitas kontrol pada otot yang bersangkutan”. Hal ini berarti, semakin besar
dan banyak fibril ototnya, maka otot tersebut semakin besar sehingga semakin
besar pula kemampuannya. Meningkatnya ukuran otot dapat ditingkatkan lalui
latihan fisik, terutama dengan latihan berbeban. latihan berbeban yang dilakukan
secara teratur dapat memberikan pengaruh terhadap pembesaran ukuran fibril otot
(hypertropy). Pembesaran fibril otot itulah yang menyebabkan adanya
peningkatan kekuatan otot
c. Peranan Kekuatan Otot Perut terhadap Kemampuan Menyundul Bola
Kemampuan mengerahkan kekuatan otot secara maksimal merupakan
upaya untuk mencapai prestasi yang tinggi terhadap cabang olahraga yang
dilakukan. Demikian halnya pada gerakan menyundul bola, apabila seorang
pemain ingin menyundul bola dengan kuat dan cepat, maka bagian-bagian tubuh
yang terlibat dalam gerakan menyundul bola harus dikerahkan pada teknik yang
benar. Bagian tubuh yang berperan dalam gerakan menyundul bola adalah batang
tubuh khususnya otot-otot perut. Sadoso Sumosardjuno (1994: 52) menyatakan,
“Berkembangnya otot-otot pemutar bagian tengah badan menyebabkan bertambah
kuatnya punggung, dan kuatnya punggung ini sangat diperlukan oleh semua
atlet”.
Ditinjau dari gerakan menyundul bola, kekuatan otot perut berperan dalam
gerakan menyundul bola terutama saat badan ditarik ke belakang dan selanjutnya
dihentakkan ke depan sambil menyundul bola dengan dahi. Dalam hal ini
Soekatamsi (1988:171) menyatakan, “Gerakan menyundul bola yaitu, badan
digerakkan, ditarik ke belakang melengkung pada daerah pinggang, kemudian
dengan gerakan seluruh tubuh dorong panggul dan kaki (lutut bengkok
diluruskan) badan diayunkan atau dihentakkan ke depan hingga dahi tepat
mengenai bola”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, pada saat badan ditarik ke
belakang untuk selanjutnya dihentakkan ke depan untuk menyundul bola, pada
saat gerakan tersebut otot-otot perut berkontraksi dengan kuat untuk membantu
gerakan batang tubuh, leher dan dahi, sehingga sundulan menjadi lebih keras dan
kuat. Gerakan menyundul bola tersebut tidak hanya melibatkan gerakan dari otot-
otot perut saja, namun dilakukan secara selaras dan harmonis dari gerakan kaki
(lutut bengkok diluruskan) panggul, perut, punggung, leher dan dahi. Namun pada
saat kontak dengan bola, otot-otot perut ikut berkontraksi secara maksimal untuk
mendukung egrakan tubuh lainnya, sehingga sundulan menjadi lebih kuat dan
cepat. Seorang pemain sepakbola yang memiliki otot-otot perut yang kuat dan
mampu dikerahkan pad ateknik yang benar, maka akan sangat membantu gerakan
menyundul bola menjadi lebih baik. Namun sebaliknya, jika otot-otot perut lemah
maka sundul juga menjadi lemah.
B. Karangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat
dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut:
1. Perbedaan Pengaruh Metode Pembelajaran Menyundul Bola dengan
Bola Digantung dan Dilempar terhadap Kemampuan Menyundul Bola
dalam Sepakbola
Pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan dilempar
merupakan bentuk pembelajaran yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kemampuan menyundul bola. Dari kedua bentuk pembelajaran tersebut
masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Prinsip pembelajaran
menyundul bola dengan bola digantung yaitu meningkatkan ketepatan
sundulan. Dengan bola yang digantung siswa akan mampu memfokuskan
sundulannya pada teknik yang benar yaitu pada dahi. Sundulan dengan teknik
yang benar akan menghasilkan kualitas sundulan yang baik dan terhindar dari
rasa sakit. Pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung memiliki
kelebihan antara lain: menimbulkan rasa senang siswa, sehingga
meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan ketepatan menyundul bola pada
dahi, sehingga sundulan dapat dilakukan dengan baik. Kelemahannya antara
lain: bola mudah bergoyang jika sundulan tidak tepat dahi, bola yang
bergoyang menjadi tidak stabil, sehingga frekuensi sundulan tidak dapat
dilakukan secara terus menerus.
Sedangkan pembelajaran menyundul bola dengan dilempar merupakan
bentuk pembelajaran yang didasarkan pada kondisi latihan. Dengan bola
dilempar sundulan akan dapat dilakukan dengan baik. Pembelajaran
menyundul bola dengan bola dilempar memiliki kelebihan antara lain:
lambung bola terkontrol dengan baik, sehingga sundulan dapat dilakukan
dengan baik, gerakan menyundul bola dapat dilakukan secara bervariasi.
Kelemahannya antara lain: frekuensi atau gerakan menyundul bola tergantung
dari pelempar, inisiatif dan kreativitas siswa kurang berkembang, lambungan
yang tidak baik akan berdampak pada kualitas sundulan, sehingga kualitas
sundulan sangat bergantung dari baik tidaknya lemparan bola.
Berdasarkan karakteritik, kelebihan dan kelemahan metode
pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola dilempar
tersebut tentu akan menimbulkan pengaruh yang berbeda. Perbedaan perlakuan
akan menimbulkan respon yang berbeda pada diri pelaku. Dengan demikian
diduga, metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan
dilempar memiliki perbedaan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan
menyundul bola dalam permainan sepakbola.
2. Perbedaan Kekuatan Otot Perut Tinggi dan Kekuatan Otot Perut
Rendah terhadap Kemampuan Menyundul Bola
Menyundul bola merupakan salah satu bentuk keterampilan yang
memiliki gerakan yang cukup kompleks. Gerakan menyundul bola melibatkan
beberapa bagian tubuh yang harus dikoordinasikan dengan baik dan harmonis.
Salah satu bagian tubuh yang mendukung kemampuan menyundul bola yaitu
batang tubuh dalam hal ini kekuatan otot perut.
Kekuatan otot perut merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang
berperan penting dalam gerakan menyundul bola. Ditinjau dari gerakan
menyundul bola yaitu, badan ditarik ke belakang untuk selanjutnya dihentakkan
ke depan untuk menyundul bola tepat pada dahi. Hentakkan dilakukan dengan
kuat untuk memperoleh sundulan yang keras. Pada saat badan ditarik ke belakang
dan dilanjutkan hentakkan tubuh ke depan tersebut, otot-otot perut berkontraksi
secara maksimal untuk membantu gerakan punggung, leher dan kepala agar
sundulanr lebih kuat dan keras. Otot-otot perut yang baik dan dikerahkan pada
teknik yang benar akan dapat membantu gerakan menyundul bola menjadi lebih
baik. Namun sebaliknya, jika otot-otot perut lemah maka sundulan kurang
maksimal atau sundulan menjadi lemah. Dengan demikian diduga, antara
kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot perut rendah memiliki perbedaan
pengaruh terhadap kemampuan menyundul bola.
3. Interaksi antara Metode Pembelajaran dan Kekuatan Otot Perut
terhadap Kemampuan Menyundul Bola
Kemampuan menyundul siswa dapat ditingkatkan melalui belajar yang
baik dan teratur. Dalam pembelajaran menyundul bola dibutuhkan metode yang
baik dan tepat. Metode pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan
menyundul bola diantaranya dengan bola digantung dan dilempar. Namun
demikian, kemampuan menyundul bola tidak terlepas dari dukung kemampuan
kondisi fisik yang baik, satu diantaranya kekuatan otot perut.
Kekuatan otot perut yang baik akan sangat membantu gerakan menyundul
menjadi bola lebih baik dan hasil sundulan lebih kuat dan keras. Ditinjau dari
pembelajaran menyundul bola menunjukkan, siswa yang memiliki kekuatan otot
perut tinggi lebih cocok diberi pembelajaran menyundul bola baik dengan bola
digantung. Hal ini karena, dengan kekuatan otot perut yang tinggi (kuat) sangat
mendukung gerakan menyundul bola, sehingga yang perlu ditingkatkan ketepatan
(accuracy) dalam menyundul bola. Melalui latihan menyundul bola dengan bola
digantung dengan pengulangan yang banyak, maka akan meningkatkan ketepatan
menyundul bola. Sedangkan siswa yang memiliki kekuatan otot perut rendah
sangat cocok diberi pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar. Karena
dengan pembelajaran menyundul bola dengan dilempar menuntut otot kerja perut
lebih maksimal. Lemparan yang tidak selalu tepat pada penyundul menuntut
gerakan otot perut semaksimal mungkin, agar sundulan berhasil dengan baik.
Dengan demikian diduga, antara metode pembelajaran menyundul bola dan
kekuatan otot perut memiliki interaksi diantara keduanya.
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah
dikemukakan di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh metode pembelajaran menyundul bola dengan bola
digantung dan dilempar terhadap kemampuan menyundul bola pada siswa usia
10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008.
2. Ada perbedaan pengaruh antara kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot
perut rendah terhadap kemampuan menyundul bola pada siswa usia 10-12
tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008.
3. Ada interaksi antara metode pembelajaran menyundul bola dan kekuatan otot
perut terhadap kemampuan menyundul bola pada siswa usia 10-12 tahun
Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lapangan sepakbola Ksatria Solo.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan yaitu pada bulan Mei
sampai dengan bulan Juni 2008, dengan frekuensi latihan tiga kali dalam satu
minggu. Hal ini sesuai pendapat M. Sajoto (1995: 35) bahwa, “Para pelatih
dewasa ini pada umumnya setuju untuk menjalankan program latihan 3 kali setiap
minggu, agar tidak terjadi kelelahan yang kronis. Adapun lama latihan yang
diperlukan adalah selama 6 minggu atau lebih”.
B. Metode Penelitian
1. Metode Eksperimen
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen. Dasar penggunaan metode ini adalah kegiatan percobaan yang diawali dengan memberikan perlakuan kepada subjek yang diakhiri dengan suatu bentuk tes guna mengetahui pengaruh perlakuan yang telah diberikan.
2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah faktorial 2 X 2. Untuk lebih
jelasnya berikut ini disajikan gambar rancangan penelitian ini sebagai berikut :
Metode pembelajaran menyundul bola
Kekuatan Otot Perut
Bola Digantung
(A1)
Bola Dilempar
(A2)
Tinggi (B1) A1B1 A2B1
Rendah (B2) A1B2 A2B2
Keterangan :
A1B1:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung kriteria sampel kekuatan otot perut tinggi.
A1B2:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung kriteria sampel kekuatan otot perut rendah.
A2B1:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar kriteria sampel kekuatan otot perut tinggi.
A2B2:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar kriteria sampel kekuatan otot perut rendah.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas dan satu
variabel terikat yaitu:
1) Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain, terdiri dari:
a) Variabel manipulatif terdiri atas:
(1) Metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung.
(2) Metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar.
a) Variabel atributif adalah variabel yang melekat pada diri sampel yang
dibedakan atas:
(1) Kekuatan otot perut tinggi
(2) Kekuatan otot perut rendah
2) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan menyundul bola dalam
permainan sepakbola.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah siswa usia 10-12 tahun pada Sekolah
Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008 berjumlah 80 orang.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling. Suharsimi Arikunto (1998: 128) menyatakan, “Teknik sampel
purposive sampling adalah pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-
ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ci-ciri pokok
populasi”. Dari jumlah populasi 80 siswa dilakukan tes kekuatann otot perut
dengan sit up test. Dari hasil tes kekuatan otot perut diklasifiaksi menjadi
tiga yaitu: kekuatan otot perut tinggi, kekuatan otot perut sedang dan
kekuatan otot perut rendah. Sampel yang digunakan adalah 20 siswa dengan
kategori kekuatan otot perut tinggi dan 20 siswa dengan kategori kekuatan
otot perut rendah. Sedangkan kategori siswa kekuatan otot perut sedang
dihilangkan atau tidak dijadikan sampel. Dari sampel yang terpilih,
selanjutnya dikelompokkan menjadi 4 kelompok sesuai rancangan faktorial
2 X 2.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes dan pengukuran. Bentuk
tes yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Tes dan pengukuran kekuatan otot perut dengan sit-up test Barry L. Johnson
dan Jack. K. Nelson (1986: 132).
2. Tes dan pengukuran kemampuan menyundul bola dengan tes keterampilan
menyundul bola dari Ernest G. Diegel yang dikutip Soekatamsi (1988: 257).
Pentunjuk pelaksanaan masing-masing tes terlampir.
F. Teknik Analisis Data
1. Mencari Reliabilitas
Uji reliabilitas dalam penelitian ini dengan menggunakan korelasi interklas
dengan rumus sebagai berikut:
MSA – MSW
R = MSA
Keterangan :
R = Koefisien reliabilitas
MSA = Jumlah rata-rata dalam kelompok
MSW = Jumlah rata-rata antar kelompok
2. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji
homogenitas. Adapun langkah masing-masing uji prasyarat tersebut sebagai
berikut:
a. Uji Normalitas (Metode Lilliefors)
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel
penelitian ini berasal dari populasi yang normal atau tidak.
Langkah-langkah :
1) Pengamatan X1,X2,X3,………….Xn dijadikan bilangan baku
Z1,Z2,Z3,………..Zn, dengan menggunakan rumus :
Zi = { Xi – X }/ SD, dengan X dan SD berturut-turut merupakan rata-rata dan
simpangan baku.
2) Data dari sampel tersebut kemudian diurutkan dari skor terendah sampai skor
tertinggi.
3) Untuk tiap bilangan baku ini dan dengan menggunakan daftar distribusi
normal baku kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z < Zi).
4) Menghitung perbandingan antara nomor subyek I dengan subyek n yaitu :
S(Zi) = i/n.
5) Mencari selisih antara F(Zi) – S(Zi), dan ditentukan harga mutlaknya.
6) Menentukan harga terbesar dari harga mutlak diambil sebagai Lo.
Rumusnya : Lo = | F(Zi) – S(Zi) | maksimum.
Kreteria :
Lo < Ltab : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Lo > Ltab : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas ( Metode Bartlet )
Uji Homogenitas dilakukan dengan Uji Bartlet. Langkah-langkah
pengujiannya sebagai berikut :
1) Membuat tabel perhitungan yang terdiri dari kolom – kolom kelompok sample
: dk (n-1), 1/dk, Sdi2, dan (dk) log Sdi2.
2) Menghitung varians gabungan dari semua sample.
Rumusnya : ( )( )
( )11...............1 2
2
--
=n
SdnSD i
( )12 -= nSdLogB i
3) Menghitung X2
Rumusnya : X2 = (Ln) B-(n-1) Log Sdi 1………(2)
Dengan (Ln 10) = 2,3026
Hasilnya ( X2 hitung ) kemudian dibandingkan dengan ( X2 tabel ), pada taraf
signifikansi a = 0,05 dan dk (n-1).
4) Apabila X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima.
Artinya varians sampel bersifat homogen. Sebaliknya apabila X2 hitung > X2
tabel, maka Ho ditolak. Artinya varians sampel bersifat tidak homogen.
2. Analisis Data
a. ANAVA Rancangan Faktorial 2 x 2
Metode AB untuk perhitungan ANAVA dua Faktor
Tabel Ringkasan ANAVA untuk Eksperimen factorial 2 x 2
Sumber Variasi
dk JK RJK Fo
Rata – rata 1 Ry R
Perlakuan A B AB
a-1 b-1 (a-1) (b-1)
Ay
By ABy
A B AB
A/E B/E AB/E
Kekeliruan ab(n-1) Ey E Keterangan :
A = Taraf factorial A N = Jumlah sampel
B = Taraf factorial B
Langkah- langkah perhitungan :
a) 2
11
2ij
b
j
a
i
U=U åå å--
b) abn
R
b
j
a
i
y
åå--
=11
c) ( ) yij
b
j
a
i
RJJab -= åå--
2
11
d) ( ) yi
a
iy Rbn -A=A å
-
/2
1
e) ( ) yi
b
jy Ran -B=B å
-
/2
1
f) yyaby Jb B-A-=A
g) )(2yyyyy R AB+B-A--U=E
2) Kreteria Pengujian Hipotesis
Jika ( ) ( )211 VVFF --³ a , maka hipotesis nol ditolak.
Jika ( ) ( )211 VVFF --< a , maka hipotesis nol di terima dengan : dk pembilang
( )1-KiV dan dk penyebut ( )aknknV -+= .............12 = taraf siknifikan untuk
pengujian hipotesis.
Keterangan : åY2 : Jumlah kuadrat data Ry : Rata-rata peningkatan karena perlakuan Ay : Jumlah peningkatan pada kelompok berdasarkan metode pembelajaran
menyundul bola dengan bola digantung dan bola dilempar. By : Jumlah peningkatan berdasarkan kekuatan otot perut. Aby: Selisih antara jumlah peningkatan data keseluruhan dan jumlah peningkatan
kelompok perlakuan dan kekuatan otot perut. Jab : Selisih jumlah kuadrat data dan rata-rata peningkatan perlakuan.
b. Uji Rentang Newman – Keuls setelah ANAVA
Menurut Sudjana (1994: 36) langkah-langkah untuk melakukan uji
Newman –Keuls adalah sebagai berikut:
1) Susun k buah rata-rata perlakuan menurut urutan nilainya dari yang terkecil
sampai keoada yang terbesar.
2) Dari rangkaian ANAVA, diambil haarga RJK disertai dk-nya.
3) Hitung kekeliruan buku rata-rata untuk setiap perlakuan dengan rumus:
( )N
KekeliruanRJKS E
y = RJK (Kekeliruan) juga didapat dari hasil
rangkuman ANAVA.
4) Tentukan taraf siknifikan a, lalu gunakan daftar rentang student. Untuk uji
Newman – Keuls, diambil V = dk dari RJK ( Kekeliruan ) dan P = 2,3…,k.
Harga – harga yang didapat dari bagian daftar sebanyak (k-1) untuk V dan P
supaya dicatat.
5) Kalikan haga – harga yang didapat di titik…….. di atas masing – masing yS
dengan jalan demikian diperoleh apa yang dinamakan rentang siknifikan
terkecil (RST).
6) Bandingkan selisih rata – rata terkecil dengan RST untuk mencari P-k selisih
rata – rata terbesar dan rata – rata terkecil kedua dengan RST untuk P = (k-
1), dan seterusnya. Demikian halnya perbandingan selisih rata – rata terbesar
kedua rata – rata terkecil dengan RTS untuk P = (k-1), selisih rata-rata
terbesar kedua dan selisih rata-rata terkecil kedua dengan RST untuk P = (k-
2), dan seterusnya. Dengan jalan begitu semua akan ada ( )12/1 -kK pasangan
yang harus dibandingkan. Jika selisih – selisih yang didapat lebih besar dari
pada RST-nya masing – masing maka disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang siknifikan antara rata – rata perlakuan.
c. Hipotesa Statistik
Hipotesa 1 210 A³A= mmH
21 A<A= mmAH
Hipotesa 2 210 B³B= mmH
21 B<B= mmAH
Hipotesa 3 00 =B´A= InteraksiH
0¹B´A= InteraksiH A
Keterangan
m = Nilai rata – rata
A1 = Metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung
A2 = Metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar
B1 = Kekuatan otot perut tinggi
B2 = Kekuatan otot perut rendah
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tujuan penelitian dapat dicapai melalui pengambilan data terhadap
sampel yang telah ditentukan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data tes awal
secara keseluruhan, kemudian dikelompokkan menjadi empat sesuai rancangan
factorial 2 X 2. Rangkuman hasil analisis data secara keseluruhan disajikan dalam
bentuk tabel.
A. Deskripsi Data
Deskripsi hasil analisis data tendangan lambung siswa usia 10-12 tahun
Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008 sesuai dengan kelompok yang
dibandingkan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Ringkasan Angka-Angka Statistik Deskriptif Kemampuan Menyundul
Bola Menurut Kelompok Penelitian.
Lat. Menyundul
Bola
Kekuatan Otot Perut Statistik Tes Awal Tes akhir Peningkatan
Tinggi
Jumlah Mean SD
58 5.80 0.79
83 8.30 0.82
25 2.50 0.71
Bola
Digantung Rendah
Jumlah Mean SD
59.00 5.90 0.74
73 7.30 0.82
14 1.40 0.52
Tinggi Jumlah Mean SD
53 5.30 1.34
62 6.20 1.14
9 0.90 0.57
Bola
Dilempar Rendah
Jumlah Mean SD
53.00 5.30 0.95
60 6.00 0.94
7 0.70 0.82
1) Jika antara kelompok siswa yang mendapat perlakuan metode pembelajaran
menyundul bola dengan bola digantung dan bola dilempar dibandingkan,
maka dapat diketahui bahwa metode pembelajaran menyundul bola dengan
bola digantung memiliki perbedaan peningkatan lebih besar 1.15 daripada
kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar
terhadap kemampuan menyundul bola.
2) Jika antara kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot perut tinggi dan yang
memiliki kekuatan otot perut rendah dibandingkan, dapat diketahui bahwa
kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot perut tinggi memiliki perbedaan
peningkatan sebesar 0.65 dari kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot
perut rendah terhadap kemampuan menyundul bola.
3) Untuk mengetahui gambaran menyeluruh dari nilai rata-rata hasil peningkatan
kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola sebelum dan
sesudah diberi perlakuan maka dapat dibuat grafik perbandingan nilai-nilai
sebagai berikut :
5.85 5.3 5.55 5.6
7.8
6.17.25
6.65
1.950.8
1.71.05
0
2
4
6
8
10
B. DGT B.DLP KOP Tinggi KOP Rendah
T.awal
T.akhir
Pn
Keterangan : B. DGT : Bola Digantung B.DLP : Bola Dilempar KOP. Tinggi : Kekuatan Otot Tinggi KOP. Rendah : Kekuatan Otot Perut Rendah
Gambar 5. Grafik Nilai Rata-Rata Kemampuan Menyundul Bola Berdasarkan Tiap Kelompok Perlakuan dan Tingkat Kekuatan Otot Perut
4) Agar nilai-nilai rata-rata peningkatan kemampuan menyundul bola yang
dicapai tiap kelompok perlakuan mudah dipahami, maka nilai peningkatan
kemampuan menyundul bola pada tiap kelompok perlakuan disajikan dalam
bentuk grafik sebagai berikut:
2.5
1.4
0.90.7
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2
Gambar 6. Grafik Nilai Rata-rata Peningkatan Kemampuan Menyundul
Bola antara Kelompok Perlakuan Keterangan :
A1B1:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung
kriteria sampel kekuatan otot perut tinggi.
A1B2:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung
kriteria sampel kekuatan otot perut rendah.
A2B1:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar
kriteria sampel kekuatan otot perut tinggi.
A2B2:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar
kriteria sampel kekuatan otot perut rendah.
B. Mencari Reliabilitas
Tingkat reliabilitas hasil tes awal dan tes akhir kemampuan menyundul
bola dalam permainan sepakbola diketahui melalui uji reliabilitas. Hasil uji
reliabilitas tes awaldan tes akhir kemampuan menyundul bola dalam penelitian
sebagai berikut:
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Awal dan Tes Akhir
Hasil Tes Reliabilitas Kategori
Tes awal
Tes akhir
0.765
0.914
Cukup
Tinggi sekali
Adapun dalam mengartikan kategori koefisien reliabilita tes tersebut,
menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter seperti dikutip
Mulyono B.(1992: 15) sebagai berikut:
Tabel 3. Tabel Range Kategori Reliabilitas
Kategori Validitas Reliabilitas Obyektivitas
Tinggi sekali
Tinggi
Cukup
Kurang
Tidak signifikan
0,80 – 1,0
0,70 – 0,79
0,50 – 0,69
0,30 – 0,49
0,00 – 0,29
0,90 – 1,0
0,80 – 0,89
0,60 – 0,79
0,40 – 0,59
0,00 – 0,39
0,95 – 1,0
0,85 – 0,94
0,70 – 0,84
0,50 – 0,69
0,00 – 0,49
C. Uji Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis data perlu diuji distribusi kenormalannya.
Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode Lilliefors. Hasil
uji normalitas data yang dilakukan pada tiap kelompok sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas dengan Lilliefors.
Kelompok N Prob Lo Lt Kesimpulan
A1B1
A1B2
A2B1
10
10
10
0,05
0,05
0,05
0.2444
0.2463
0.2007
0,258
0,258
0,258
Distribusi normal
Distribusi normal
Distribusi normal
A2B2 10 0,05 0.2239 0,258 Distribusi normal
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Lo < Lt. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel yang terambil berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Dengan demikian persyaratan normalitas data telah
terpenuhi. Rincian dan prosedur uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.
2. Uji Homogenitas
Dengan data yang sama, setelah dianalisis menggunakan uji bartlet,
maka diperoleh hasil pengujian yang tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 5. Tabel Hasil Uji Bartlet.
å Kelompok Ni S2 X2hit X2
tabel Kesimpulan
4 10 1.130 0.7920 7.81 Homogen
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui X2
hit lebih kecil dari pada X2tabel.
Hal ini menunjukkan bahwa sampel penelitian bersifat homogen. Dengan
demikian persyaratan homogenitas juga dipenuhi. Mengenai rincian dan prosedur
analisis uji homogenitas varians dapat diperiksa pada lampiran.
D. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis berdasarkan pada hasil analisis data dan interprestasi
analisis varians. Uji rentang newman keuls ditempuh sebagai langkah uji rerata
setelah anava. Bila anava menghasilkan kesimpulan tentang perbedaan pengaruh
kelompok yang dibandingkan, maka uji rentang newman keuls dimaksudkan
untuk mengetahui pengaruh kelompok mana yang lebih baik.
Berkenaan dengan hasil analisis dan uji rentang newman keuls, ada
beberapa hipotesis yang harus diuji. Hasil analisis data dapat dilihat seperti
yang tercantum dalam tabel berikut ini.
Tabel 6. Ringkasan Nilai Rerata Kemampuan Menyundul Bola Berdasarkan Bentuk Metode Pembelajaran dan Tingkat Kekuatan Otot Perut Sebelum dan Sesudah Diberi Perlakuan.
A1
A2
Variabel penelitian Rerata
B1 B2 B1 B2
Sebelum Sesudah
5.80 8.30
5.90 7.30
5.30 6.20
5.30 6.00
Peningkatan 2.50 1.40 0.90 0.70 Tabel 7. Ringkasan Keseluruhan Hasil Analisis Varians Dua Faktor
Sumber Varians
dk Jk RJk Fo Ft
rerata lat 1 75.625 75.625 A 1 4.225 4.225 9.566* 4.11 B 1 13.225 13.225 29.943* AB 1 2.025 2.025 4.585* Kekeliruan 36 15.900 0.442 111.000
Keterangan :
A : Kelompok metode pembelajaran menyundul bola
B : Kelompok siswa berdasarkan tinggi-rendahnya kekuatan otot perut
AB : Interaksi antara kelompok metode pembelajaran dengan tinggi-rendahnya
kekuatan otot perut
Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman Keuls.
A2B2 A2B1 A1B2 A1B1 KP Rerata 7 9 14 25
RST
A2B2 A2B1 A1B2 A1B1
7 9
14 25
2 7 5
18* 16* 11*
0.4566 0.5498 0.6067
Keterangan : * signifikan pada P < 0,05
Keterangan :
A1B1:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung
kriteria sampel kekuatan otot perut tinggi.
A1B2:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung
kriteria sampel kekuatan otot perut rendah.
A2B1:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar
kriteria sampel kekuatan otot perut tinggi.
A2B2:Kelompok metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar
kriteria sampel kekuatan otot perut rendah.
1. Pengujian Hipotesis Pertama
Metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola
dilempar dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola
pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. Dari
hasil penghitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai F0 = 9.566 lebih besar
dari Ft = 4,11 ( F0 > Ft ) pada taraf signifikansi 5%. Ini berarti hipotesis nol
(H0) ditolak. Yang artinya, metode pembelajaran menyundul bola dengan bola
digantung dengan bola dilempar terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
peningkatan kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola.
2. Pengujian Hipotesis Kedua
Berdasarkan tingkat kekuatan otot perut yang dimiliki siswa usia 10-12
tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008 hasil penelitian ini
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan menyundul
bola dalam permainan sepakbola. Dari hasil penghitungan yang telah dilakukan
diperoleh nilai F0 = 29.943 lebih besar dari Ft = 4.11 ( F0 > Ft ) pada taraf
signifikansi 5%. Ini artinya hipotesis nol (H0) ditolak. Yang artinya antara
kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot perut rendah terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola.
3. Pengujian Hipotesis Ketiga
Interaksi faktor utama penelitian dalam bentuk interaksi dua faktor
menunjukkan ada interaksi antara metode pembelajaran menyundul bola dan
kekuatan otot perut. Dari hasil penghitungan diperoleh nilai F0 = 4.585 ternyata
lebih besar dari Ft = 4,11 ( F0 > Ft ) pada taraf signifikansi 5% sehingga H0
ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, antara metode pembelajaran
menyundul bola dan kekuatan otot perut ada interaksi terhadap kemampuan
menyundul bola dalam permainan sepakbola.
E. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran lebih lanjut
mengenai hasil-hasil analisis data yang telah dikemukakan sebelumnya.
Berdasarkan pengujian hipotesis menghasilkan tiga simpulan yaitu: (1) ada
perbedaan pengaruh yang signifikan metode pembelajaran menyundul bola
dengan bola digantung dan bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola
dalam permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola
Ksatria Solo tahun 2008. (2) ada perbedaan yang signifikan antara kekuatan otot
perut tinggi dan kekuatan otot perut rendah terhadap kemampuan menyundul bola
dalam permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola
Ksatria Solo tahun 2008. (3) ada interaksi antara metode pembelajaran menyundul
bola dan kekuatan otot perut terhadap kemampuan menyundul bola dalam
permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria
Solo tahun 2008. Simpulan analisis tersebut dapat dipaparkan secara rinci sebagai
berikut:
1. Perbedaan Pengaruh Metode Pembelajaran Menyundul Bola dengan
Bola Digantung dan Bola Dilempar terhadap Kemampuan Menyundul
Bola dalam Permainan Sepakbola
Berdasarkan pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa, ada
perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode pembelajaran menyundul bola
dengan bola digantung dan bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola
dalam permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola
Ksatria Solo tahun 2008. Pada kelompok siswa yang diberi perlakuan metode
pembelajaran menyundul bola dengan digantung mempunyai peningkatan yang
lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diberi perlakuan metode
pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar.
Berdasarkan hasil penghitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai Fo
sebesar 9.566 > Ft 4.11. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, ada
perbedaan pengaruh metode pembelajaran menyundul bola dengan bola
digantung dan bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola dalam
permainan sepakbola pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria
Solo tahun 2008, dapat diterima kebenarannya. Dengan selisih perbedaan
peningkatan 1.15 lebih besar metode pembelajaran menyundul bola dengan bola
digantung dibandingkan dengan metode pembelajaran menyundul bola dengan
bola dilempar.
2. Perbedaan Pengaruh Kekuatan Otot Perut Tinggi dan Kekuatan Otot
Perut Rendah terhadap Kemampuan Menyundul Bola dalam Permainan
Sepakbola
Berdasarkan pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa, ada
perbedaan yang signifikan antara kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot
perut rendah terhadap kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola
pada siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. Hal ini
karena, seorang pemain sepakbola yang memiliki kekuatan otot perut yang tinggi
akan dapat membantu gerakan menyundul bola lebih baik atau sundulannya
menjadi lebih kuat. Namun sebaliknya, pemain sepakbola yang tingkat kekuatan
otot perutnya rendah, maka gerakan menyundul bola kurang maksimal, sehingga
sundulannya lemah.
Berdasarkan hasil penghitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai Fo
29.943 > Ft 4.11. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, ada perbedaan
yang signifikan antara kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan otot perut rendah
terhadap kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola pada siswa
usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008, dapat diterima
kebenarannya. Dengan selisih perbedaan peningkatan 0.65 lebih besar kekuatan
otot tinggi dibandingkan dengan kekuatan otot perut rendah.
3. Interaksi antara Metode Pembelajaran Menyundul Bola dan Kekuatan
Otot Perut terhadap Kemampuan Menyundul Bola Permainan
Sepakbola
Dari tabel 8 tampak ada interaksi secara nyata antara kedua faktor
utama penelitian. Untuk kepentingan pengujian interaksi faktor utama
terbentuklah tabel sebagai berikut:
Tabel 9. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama dan Interaksi Faktor Utama
terhadap Peningkatan Kemampuan Menyundul Bola
A1 A2 Rerata A2 – A1
B1 2.50 0.90 1.7 -1.6
B2 1.40 0.70 1.05 -0.7
Rerata 1.95 0.8 1.375 -1.15
B2 – B1 -1.1 -0.2 -0.65 -0.9
2.5
0.9
1.4
0.7
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
A1 A2
B1
B2
Gambar 7. Bentuk Interaksi Metode Pembelajaran Menyundul Bola dan Kekuatan Otot Perut
Berdasarkan gambar 7 menunjukkan bahwa, bentuk garis perubahan
besarnya nilai peningkatan kemampuan menyundul bola dalam permainan
sepakbola adalah tidak sejajar, sehingga jika garis tersebut diteruskan akan
terdapat satu titik pertemuan atau berpotongan. Hal ini artinya, ada kecenderungan
interaksi antara metode pembelajaran menyundul bola dan kekuatan otot perut.
Dengan demikian dalam menerapkan metode pembelajaran menyundul bola
dalam permainan sepakbola perlu mempertimbangkan tingkat kekuatan otot perut
tinggi dan kekuatan otot perut rendah. Hal ini karena interaksi antara metode
pembelajaran menyundul bola dan kekuatan otot perut termasuk jenis interaksi
indepanden.
Berdasarkan hasil penghitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai Fo
4.585 > Ft 4.11. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, ada interaksi
antara metode pembelajaran menyundul bola dan kekuatan otot perut terhadap
kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola pada siswa usia 10-12
tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008, dapat diterima kebenarannya.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasannya yang telah diungkapkan
pada BAB IV, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan antara metode pembelajaran menyundul bola dengan bola
digantung dan bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola pada
siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. Dari hasil
analisis data menunjukkan Fo = 9.566 > Ft 4.11. Metode pembelajaran
menyundul bola dengan bola digantung lebih baik pengaruhnya daripada
metode pembelajaran menyundul bola dengan bola dilempar dengan selisih
perbedaan peningkatan 1.15.
2. Ada perbedaan yang signifikan antara kekuatan otot perut tinggi dan kekuatan
otot perut rendah terhadap kemampuan menyundul bola pada siswa usia 10-12
tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. Dari hasil analisis data
menunjukkan Fo = 29.943 > Ft 4.11. Siswa yang memiliki kekuatan otot
perut tinggi lebih baik pengaruhnya daripada siswa yang memiliki kekuatan
otot perut rendah dengan selisih perbedaan peningkatan 0.65.
3. Ada interaksi antara metode pembelajaran menyundul bola dengan bola
digantung dan bola dilempar terhadap kemampuan menyundul bola pada
siswa usia 10-12 tahun Sekolah Sepakbola Ksatria Solo tahun 2008. Dari hasil
analisis data menunjukkan bahwa Fo = 4.585 > Ftabel = 4,11 ( Fhit > Ftabel).
B. Implikasi
Simpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan ide
yang lebih luas, jika dikaji pula tentang implikasi yang ditimbulkan. Atas dasar
simpulan yang telah diambil dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut:
1. Secara umum dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran menyundul bola
dan kekuatan otot perut merupakan variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi peningkatan kemampuan menyundul bola dalam permainan
sepakbola.
2. Metode pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung ternyata
memberikan pengaruh yang lebih baik daripada metode pembelajaran
menyundul bola dengan bola dilempar terhadap peningkatan kemampuan
menyundul bola dalam permainan sepakbola.
3. Dalam memberikan pembelajaran menyundul bola khususnya siswa pemula
harus disesuaikan dengan tingkat kekuatan otot perut siswa, karena tingkat
kekuatan otot perut yang dimiliki siswa memberikan pengaruh terhadap
kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukakan
kepada pembina dan pelatih Sekolah Sepakbola Ksatria Solo sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kemampuan menyundul bola dapat diterapkan metode
pembelajaran menyundul bola dengan bola digantung dan bola dilempar. Dari
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, metode pembelajaran menyundul
bola dengan bola dilempar lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan
kemampuan menyundul bola dalam permainan sepakbola, sehingga dapat
diterapkan untuk meningkatkan kemampuan menyundul bola dalam
permainan sepakbola.
2. Untuk meningkatkan kemampuan menyundul bola dalam permainan
sepakbola perlu mempertimbangkan tingkat kekuatan otot perut yang dimiliki
siswa, karena tingkat kekuatan otot perut siswa dapat mempengaruhi
kemampuan menyundul bola.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Suhendro. 1999. Dasar-Dasar Kepelatihan. Jakarta: Universitas Terbuka. Arma Abdoellah. 1981. Olahraga Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Sastra
Hudaya. A. Sarumpaet dkk. 1992. Permainan Besar. Jakarta: Depdikbud. Dirjendikti. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Barry L Johnson. dan Jack K Nelson. 1986. Practical Measurement for
Evaluation Pysical Education. Minesota USA: Publishing Company. Beltasar Tarigan. 2001. Pendekatan Keterampilan Taktis dalam Pembelajaran
Sepakbola. Jakarta: Depdiknas. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Bekerjasama Dengan Direktorat Jenderal Olahraga.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. Engkos Kosasih. 1993. Olahraga Teknik dan Program Latihan. Jakarta: AKA
Press. Gill Harvey. 2003. Teknik Mengontrol Bola. Alih Bahasa. Tim GMS. Jakarta: PT.
Gapuramitra Sejati. H.J. Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto dan Sutijan. 1998. Belajar dan
Pembelajaran II. Surakarta: UNS Press. Joseph A. Luxbacher. 1997. Sepakbola Langkah-Langkah Menuju Sukses. Alih
Bahasa . Agusta Wibawa. Jakarta: PT. Raja Grafindo. KONI. 1993. Latihan Kondisi Fisik. Jakarta: KONI Pusat.
M. Sajoto. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Semarang: IKIP Semarang Press.
Nana Sudjana. 2005. Dasar- Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algensindo. Remmy Muchtar. 1992. Olahraga Pilihan Sepakbola. Jakarta: Depdikbud.
Dirjendikti. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Richard Widdows & Paul Buckle 1981. Sepakbola Ketrampilan Taktik Fakta.
Jakarta: PT. Gramedia.
Rusli Lutan. 1988. Belajar Ketrampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud. Dirjendikti.
Rusli Lutan dan Adang Suherman. 2000. Perancanaan Pembelajaran Penjaskes.
Depdiknas. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.
Sadoso Sumosardjuno. 1994. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga.
Jakarta: PT. Gramedia. Sarwoto. 1993. Tekhnologi Pengajaraan Buku III Interaksi Belajar Mengajar.
Surakarta: UNS Press. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. Soedjono. 1985. Sepakbola Taktik dan Kerjasama. Yogyakarta: Kedaulatan
Rakyat. Soekatamsi. 1988. Teknik Dasar Bermain Sepakbola. Surakarta: Tiga Serangkai. 1995. Teori dan Praktek Sepakbola I. Surakarta: UNS Press. Sudjana. 1994. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyanto. 1996. Belajar Gerak I. Surakarta: UNS Press.
1998. Perkembangan dan Belajar Motorik. Jakarta: Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Peningkatan Mutu Guru Penjaskes. SD Setara D-II.
Sugiyanto dan Agus Kristiyanto. 1998. Belajar Gerak II. Surakarta: UNS Press. Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta: Rineka Cipta.
Sukintaka. 2004. Teori Pendidikan Jasmani Filosofi Pembelajaran dan Masa Depan. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.
Syaiful Sagala. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabet. Timo Scheunemann. 2005. Dasar Sepakbola Modern. Alih Bahasa. Marcel
Lombe dan J. Chrys Wardjoko. Malang: DIOMA.
Wahjoedi. 1999. Jurnal Iptek Olahraga. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan IPTEK (PPPITOR). Kantor Menteri Negara dan Olahraga.