Upload
vuliem
View
289
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
PERBEDAAN SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF SAPI
BALI TIDAK BERTANDUK DENGAN SAPI BALI
BERTANDUK
SKRIPSI
MUH. ARMAN DIAN BAHARY
I111 12 290
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PERBEDAAN SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF SAPI
BALI TIDAK BERTANDUK DENGAN SAPI BALI
BERTANDUK
SKRIPSI
Oleh :
MUH. ARMAN DIAN BAHARY
I111 12 290
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Makassar
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
PERNYATAAN KEASLIAN
iv
HALAMAN PENGESAHAN
v
ABSTRAK
Muh. Arman Dian Bahary. I111 12 290. Perbedaan Sifat Kualitatif dan
Kuantitatif Sapi Bali Tidak Bertanduk dengan Sapi Bali Bertanduk. di
Bawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc sebagai pembimbing utama
dan Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt, M.Si sebagai pembimbing anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sifat kualitatif dan kuantitatif
sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dengan sapi Bali bertanduk. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2017. Di Ranch Patallassang Gowa dan
Maiwa Breeding Center Enrekang, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Penelitian ini menggunakan uji t (t-test Independent sample), untuk
membandingkan sampel sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dengan sapi Bali
bertanduk. Jumlah sampel sapi Bali Polled 11 ekor terdiri dari 5 jantan, dan 6
betina dari umur 2 tahun ke atas dengan sampel sapi Bali sebanyak 82 ekor. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sifat kualitatif warna bulu pada sapi Bali tidak
bertanduk (Polled) dan bertanduk dominan pada warna coklat kekuningan, tetapi
pada sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan dominan pada warna coklat muda.
Garis punggung sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dan bertanduk hampir rata
dengan garis yang sedang, hanya pada sapi Bali bertanduk betina memiliki garis
tipis. Sifat kuantitatif (panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggul, lingkar dada,
dan berat badan) sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan lebih tinggi
dibandingkan dengan sapi Bali bertanduk. Tetapi pada sapi Bali betina bertanduk
lebih tinggi dibanding tidak bertanduk (Polled).
Kata Kunci: Kualitatif, Kuantitatif, Sapi Bali, Tanduk.
vi
ABSTRACT
Muh. Arman Dian Bahary. I111 12 290. Difference of Qualitative and
Quantitative Trait of Polled and Horned Bali Cattle. Under Prof. Dr. Ir.
Lellah Rahim, M.Sc as Senior Advisor and Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong,
S.Pt, M.Si as a Member Mentor.
This aims of this study to determine the difference of qualitative and quantitative
trait of Polled and Horned Bali Cattle. The research was conducted from March to
May 2017 at Patallasang ranch in Gowa regency and Maiwa Breeding Center,
Enrekang regency. This research used 100 heads of Bali Cattle, consist of 11
heads of pulled Bali and 89 heads of Horned. All parameters were test by t-test
(Independent Samples) to compare both Cattle. The result showed indicate that
the qualitative trait were mainly yellowsh brown, in polled, and light brown in
horned Bali Cattle. While the back color of polled and horned were in moderate
line, only in polled cow almost flat and fine lines. Quantitative nature (body
length, shoulder height, hip height, chest circumference and weight) of polled Bali
were taller than horned Bali. But in Bali cow horned higher than polled.
Keywords: Qualitative, Quantitative, Bali Cattle, Polled, Trait.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb. Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa
atas segala rahmat yang dilimpahkan-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perbedaan Sifat Kualitatif dan
Kuantitatif Sapi Bali Tidak Bertanduk dengan Sapi Bali Bertanduk”. Sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang Strata Satu (S1) pada
Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin Makassar.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemukan hambatan dan
tantangan, sehingga penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan sebagai suatu karya ilmiah, hal ini disebabkan oleh
faktor keterbatasan penulis sebagai manusia yang masih berada dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan partisipasi aktif dari
semua pihak berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan tulisan ini.
Segala hormat dan terima kasih dan sembah sujud kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan segala kekuasaan-Nya dan kemurahan-Nya
juga kepada kedua orang tua saya tercinta H. Muhammad Basri dan Hj. Haryati
yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dan mengiringi setiap langkah
penulis dengan doa restu yang tulus serta tak henti-hentinya memberikan
dukungan baik secara moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada saudara saya Muh. Nur Arfan Dian Bahary dan Abdur Rachmat
Dian Bahary atas doa yang tulus dan motivasi selama ini. Tak lupa pula
Keluarga Besar penulis yang selalu ada dalam suka maupun duka.
viii
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan banyak terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc selaku pembimbing utama yang
telah memberikan nasehat, arahan, petunjuk dan bimbingan serta dengan sabar
dan penuh tanggungjawab meluangkan waktunya mulai dari penyusunan
hingga selesainya skripsi ini.
Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt, M.Si selaku pembimbing anggota
yang tetap setia membimbing penulis hingga sarjana serta selalu menasehati
dan memberi motivasi kepada penulis untuk selalu percaya diri dan optimis.
Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja,
M.Sc dan Prof. Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku pembahas mulai dari
seminar proposal hingga seminar hasil penelitian, terima kasih telah berkenan
mengarahkan dan memberi saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dr. Sri Purwanti, S.Pt., M.Si. selaku penasehat akademik yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan S1.
Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
Prof. Dr.Ir. Sudirman Baco, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.
Prof. Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku Ketua Jurusan Produksi Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Dosen Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah
banyak memberi ilmu yang sangat bernilai bagi penulis.
ix
Seluruh Staff dalam lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,
yang selama ini telah banyak membantu dan melayani penulis selama
menjalani kuliah hingga selesai.
Terima kasih kepada Adinda Ratu Arikha Selaku teman dekat yang
senantiasa mendoakan, membantu dan memberi semangat kepada penulis
hingga semua tahap biasa terlewati.
Terima kasih Kepada Tim Penelitian, Zulkharnaim S.Pt, M.Si, Erwin
Jufri, Hasman, Dinda Febrianti Adam, dan Radinda Dwi Choirunnisa
atas segala kebaikan serta bantuan yang kalian berikan kepada penulis selama
penelitian.
Keluarga Besar “FLOCK MENTALITY”, “HIMAPROTEK”,
“SOLKARS” kalian merupakan teman, sahabat bahkan saudara, terima kasih
atas indahnya kebersamaan dalam bingkai kampus ini.
Terima Kasih Kepada Sahabat-Sahabat saya yang slalu mendoakan dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi Muh. Jufri, Harianto
Haris, Ardyanto, dan Faisal kalian sudah luar biasa bagi saya.
Terima kasih kepada Keluarga Besar Sanggar Seni Gembok Galesong,
Kaharudin Syah, S.Pd, Asrul Pratama S.Pd, Resky Darmajaya, Sri
Rosalina, Wandi Arifin, Abdur Rachmat DB, Zulkifli Fajar, Israhadi
Icca, Bung Adam, Fahry, Ryco, Nuraeni, Indahwati, Adil, Ramaadrias,
Suhardi (Chua), Herry, Darni ekaputri, Supiaty, S.Pd, angga yang selalu
menyemangati penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
x
Terima Kasih Kepada Teman KKN UNHAS Gel. 90, khususnya Desa
Pataro Kec. Herlang Kab. Bulukumba, Muhammad Fikar, Marko
Pongarrang, Sifa Bandjar, Lara Lilyani, dan Amel Hattu, Terima Kasih
atas kebersamaan kerjasamanya selama di posko yang kalian ciptakan kepada
penulis.
Semua pihak yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu, terima kasih
atas doanya. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang
turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan Skripsi ini.
Semoga Allah S.W.T membalas budi baik semua yang penulis telah
sebutkan diatas maupun yang belum sempat ditulis. Akhir kata, Harapan Penulis
kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya dan diri
pribadi penulis. Amin....
Wassalumualaikum Wr.Wb.
Makassar, November 2017
Muh. Arman Dian Bahary
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
Gambaran Umum Sapi Bali ...................................................................................... 3
Gambaran Umum Sapi Bali Polled ........................................................................... 6
Sejarah Perkembangan Sapi Bali Polled ............................................................... 6
Sifat Polled pada Sapi ............................................................................................ 8
Keunggulan Sifat Polled Sapi Bali ...................................................................... 10
Identifikasi Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Sapi Bali ............................................. 12
Karagaman Sifat Kualitatif Sapi Bali .................................................................. 12
Keragaman Sifat Kuantitatif Ternak Sapi di Indonesia ....................................... 17
METODE PENELITIAN ............................................................................................ 21
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................. 21
Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................................... 21
Prosedur kerja .......................................................................................................... 21
Rancangan Penelitian .............................................................................................. 22
Analisis Data ........................................................................................................... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................... 24
Deskriptif Kualitatif ................................................................................................ 24 Deskriptif Kuantitatif .............................................................................................. 26
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 35
LAMPIRAN ................................................................................................................ 39
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................... 48
xii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Persyaratan Minimum Kuantitatif Bibit Sapi Bali Jantan ................................................... 19
2. Persyaratan Minimum Kuantitatif Bibit Sapi Bali Betina ................................................... 19
3. Perbandingan sifat kualitatif sapi Bali tidak bertanduk dengan sapi Bali bertanduk .......... 24
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Sapi Bali Jantan (a) dan Betina (b) Bertanduk ...................................................................... 6
2. Sapi Bali polled Jantan dan Betina ....................................................................................... 7
3. Visualisasi Radiograph Perlekatan Tanduk .......................................................................... 9
4. Warna bulu .......................................................................................................................... 15
5. Garis punggung ................................................................................................................... 16
6. Warna moncong .................................................................................................................. 16
7. Warna kaos kaki .................................................................................................................. 17
8. Warna cermin pantat ........................................................................................................... 17
9. Pengukuran dimensi tubuh .................................................................................................. 21
10. Grafik hasil pengukuran panjang badan ........................................................................... 27
11. Grafik hasil pengukuran tinggi pinggul ............................................................................ 28
12. Grafik hasil pengukuran tinggi pundak ............................................................................. 29
13. Grafik hasil pengukuran lingkar dada ............................................................................... 31
14. Grafik hasil pengukuran berat badan ................................................................................ 32
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Form penampilan fisik sapi Bali ....................................................................... 40
2. Hasil analisis statistik uji T (t- test independent sampel) .................................. 41
3. Dokumentasi kegiatan penelitian ...................................................................... 48
1
PENDAHULUAN
Sapi Bali adalah salah satu plasma nutfah Indonesia yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai pemasok daging dalam jumlah besar dan merupakan hasil
domestikasi dari Banteng. Disamping jumlah populasi yang besar dan penyebaran
yang cukup luas maka sapi Bali merupakan ternak sapi yang sangat penting dalam
penyediaan daging nasional.
Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-
sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari rumpun
yang bersangkutan. Karakterisasi merupakan langkah penting yang harus
ditempuh apabila akan melakukan pengelolaan sumberdaya genetik secara baik
(Chamdi, 2005). Karakterisaasi dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif
(Noor, 2008; Abdullah, 2008; Sarbaini, 2004). Sifat kuantitatif adalah sifat-sifat
produksi dan reproduksi atau sifat yang dapat diukur. Ekspresi sifat ini ditentukan
oleh banyak pasangan gen dan dipengaruhi oleh lingkungan, baik internal (umur
dan seks) maupun eksternal (iklim, pakan, penyakit dan pengelolaan) (Martojo,
1992; Warwick et al., 1995; Noor, 2008). Sedangkan sifat kualitatif adalah sifat-
sifat yang pada umumnya dijelaskan dengan kata-kata atau gambar, misalnya
warna bulu atau kulit, pola warna, sifat bertanduk atau tidak bertanduk yang dapat
dibedakan tanpa harus mengukurnya (Warwick et al., 1995). Sifat kualitatif
menurut Noor (2008) biasanya hanya dikontrol oleh sepasang gen dan faktor
lingkungan tidak berpengaruh.
Selain kekhasan sifat kualitatif dan kuantitatifnya, sapi Bali juga memiliki
keunggulan terutama produktivitas yang cukup tinggi. Keunggulan produksi sapi
2
Bali dapat dilihat dari beberapa indikator sifat-sifat produksi seperti bobot lahir,
bobot sapih, bobot dewasa, laju pertambahan bobot badan, sifat-sifat karkas
(persentase karkas dan kualitas karkas), maupun sifat reproduksi seperti dewasa
kelamin, umur pubertas, jarak kelahiran (calving interval), dan persentase
kelahiran. Beberapa sifat produksi dan reproduksi tersebut merupakan sifat
penting/ekonomis yang dapat dipergunakan sebagai indikator seleksi
(Handiwirawan dan Subandriyo, 2004). Terdapat beberapa keuntungan pada sapi
Polled, seperti mengurangi resiko terluka yang sering terjadi pada peternak yang
disebabkan oleh tanduk, dapat mencegah memar pada karkas dan kerusakan pada
kulit serta di anggap memiliki ukuran dan bentuk tubuh yang lebih besar.
Berdasarkan tinjauan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai
perbedaan karakteristik sifat kualitatif dan kuantitatif sapi Bali tidak bertanduk
(Polled) dengan sapi Bali bertanduk.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sifat kualitatif dan
kuantitatif sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dengan sapi Bali bertanduk.
Kegunaan dari penelitian ini yaitu diharapkan menjadi informasi baru
dalam pengembangan sapi Bali tidak bertanduk (Polled) di Indonesia, serta
memberikan informasi terkait perbedaan karakteristik sifat kualitatif dan
kuantitatif sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dengan sapi Bali bertanduk yang
dapat digunakan untuk menentukan keunggulan- keunggulannya.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Sapi Bali
Sapi Bali (Bos sondaicus) adalah salah satu bangsa sapi asli dan murni
Indonesia, yang merupakan keturunan asli banteng (Bibos banteng) dan telah
mengalami proses domestikasi yang terjadi sebelum 3.500 SM, sapi Bali asli
mempunyai bentuk dan karakteristik sama dengan banteng. Sapi Bali dikenal juga
dengan nama Bibos javanicus, meskipun sapi Bali bukan satu subgenus dengan
bangsa sapi Bos taurus atau Bos indicus. Berdasarkan hubungan silsilah famili
Bovidae, kedudukan sapi Bali diklasifikasikan ke dalam subgenus Bibovine tetapi
masih termasuk genus bos (Bamualim dan Wirdahayati, 2003).
Payne dan Rollinson (1973) menyatakan bahwa bangsa sapi ini diduga
berasal dari pulau Bali, karena pulau ini sekarang merupakan pusat
penyebaran/distribusi sapi untuk Indonesia, karena itu dinamakan sapi Bali dan
tampaknya telah didomestikasi sejak jaman prasejarah 3500 SM. Sapi Bali adalah
sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos
banteng) adalah jenis sapi yang unik, hingga saat ini masih hidup liar di Taman
Nasional Bali Barat, Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon.
Sapi asli Indonesia ini sudah lama didomestikasi di pulau Bali dan sekarang sudah
tersebar di berbagai daerah dan mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur.
Sapi Bali merupakan sapi lokal yang sangat berpotensi dikembangkan di
Indonesia, sapi Bali telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan di wilayah
Indonesia (Bamualim dan Wirdahayati, 2003).
4
Menurut Williamson dan Payne, 1993 sapi Bali mempunyai klasifikasi
taksonomi sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Infra class : Eutheria
Ordo : Artiodactyla
Sub ordo : Ruminantia
Infra ordo : Pecora
Famili : Bovidae
Genus : Bos (cattle)
Group : Taurinae
Spesies : Bos sondaicus (banteng/sapi Bali)
Peternak menyukai sapi Bali karena beberapa keunggulan karakteristiknya
antara lain mempunyai fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan
yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru,
cepat berkembang biak, bereaksi positif terhadap perlakuan pemberian pakan,
kandungan lemak karkas rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging
(Feati, 2011).
Ukuran tubuh sedang, dada dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya
ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung
ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian karpal dan tarsal berwarna
5
putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha
bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (Soeparno, 1992).
Sapi Bali mempunyai ciri-ciri morfometrik yakni sapi Bali jantan dewasa
mempunyai bobot antara 337-494 kg dengan tinggi sekitar 122-130 cm (Pane,
1991), sedangkan bobot badan sapi Bali terbaik pada pameran ternak tahun 1991
mencapai 450-647 kg dengan tinggi sekitar 125-144 cm (Hardjosubroto, 1994).
Sementara itu, sapi Bali betina dewasa mempunyai bobot badan antara 224-300
kg dengan tinggi sekitar 105-114 cm (Pane, 1991), sedangkan bobot badan sapi
Bali betina terbaik pada pameran temak tahun 1991 mencapai 300-489 kg dengan
tinggi sekitar 121-127 cm (Hardjosubroto, 1994).
Sapi Bali memiliki keunggulan diantaranya memiliki fertilitas yang baik
karena sapi betina mampu menghasilkan anak setiap tahun, konsumsi ransum
sedikit pada saat-saat sulit seperti musim kemarau yang panjang atau sesudah
waktu utama bercocok tanam dan dapat kembali segera ke kondisi semula,
kualitas daging baik, sapi jantan kebiri muda dan sapi jantan umumnya
mempunyai berat standar untuk diekspor ke pulau atau Negara lain untuk
disembelih, dan kualitas kulit baik dan agak tipis (Williamson dan Payne, 1993).
Sapi Bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan sapi lainnya antara
lain mempunyai angka pertumbuhan yang cepat, adaptasi dengan lingkungan yang
baik, dan penampilan reproduksi yang baik. Sapi Bali merupakan sapi yang paling
banyak dipelihara pada peternakan kecil karena fertilitasnya baik dan angka
kematian yang rendah (Purwantara et al., 2012).
6
Gambaran Umum Sapi Bali Polled
Sejarah Perkembangan Sapi Bali Polled
Sapi Bali sebagai salah satu sapi lokal di Indonesia pada dasarnya
memiliki tanduk, baik pada jantan maupun pada betina (Gambar 1). Pada
umumnya sapi Bali jantan memiliki ukuran tanduk yang berbeda dengan betina,
umumnya pada jantan berukuran 20 sampai 25 cm, sedangkan pada betina lebih
pendek dari tanduk yang dimiliki jantan (Payne dan Rollinson, 1973). Secara
teoritis, setiap makhluk hidup diciptakan secara beranekaragam, keanekaragaman
ini tidak hanya terjadi antar bangsa tetapi juga di dalam satu bangsa yang sama,
antar populasi maupun di dalam populasi di antara individu tersebut.
Keanekaragaman pada sapi Bali dapat dilihat dari ciri-ciri fenotip yang dapat
diamati atau terlihat secara langsung, seperti tinggi pundak, berat, tekstur dan
panjang rambut, warna dan pola warna tubuh, dan perkembangan tanduk.
Gambar 1. Sapi Bali Jantan (a) dan Betina (b) Bertanduk
Terkait pada perkembangan tanduk sapi Bali, terdapat suatu fenomena
dimana telah ditemukan sapi Bali yang tidak bertanduk (polled). Sapi Bali polled
merupakan sapi Bali yang tanduknya tidak bertumbuh secara alami (Gambar 2).
Kejadian tidak bertanduk terjadi pada sapi Bali jantan dan betina. Berdasarkan
7
hasil observasi awal, sapi Bali polled berasal dari populasi sapi Bali yang
dikembangkan di PT. BULI (Berdikari United Livestock) Kabupaten Sidrap pada
tahun 1990-an. Keterangan yang didapatkan yakni terjadi kelahiran sapi Bali
polled yang kemudian dikembangbiakkan. Hingga sekitar tahun 2000-an, sapi
Bali polled tersebut diisolasi dari populasi awal untuk dikembangbiakkan di
Ladang Ternak Fakultas Peternakan Kecamatan Pattallasang Kabupaten Gowa.
Gambar 2. Sapi Bali polled Jantan dan Betina
Perkembangan populasi secara intensif baru dilaksanakan pada tahun 2004
di Laboratorium Ternak Potong Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Perkembangbiakan sapi Bali polled secara khusus dilaksanakan pada sapi
pejantan dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah populasinya. Tercatat
jumlah populasi saat ini sekitar 30-an ekor, yang terus dikembangkan untuk
menjadi sapi unggul lokal.
8
Sifat Polled pada Sapi
Ternak sapi yang tanduknya tidak tumbuh secara alami diistilahkan
sebagai sapi Polled. Polled merupakan sebuah sifat yang diturunkan melalui pola
autosomal dominan (Cargill et al., 2008). Sebelum ternak didomestikasi, fungsi
tanduk sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies liar. Fungsi tersebut
terutama sebagai instrument dalam mempertahankan diri dari ancaman hewan
lain. Bahkan setelah domestikasi, tanduk adalah sifat yang diinginkan di sebagian
besar wilayah peternakan sapi sampai saat ini.
Tanduk pada Bovidae terdiri dari inti tulang pneumatized (tanduk), yang
menyatu dengan tulang frontal dan ditutupi oleh epitel cornified yang tumbuh
keluar dari kulit di dasar tanduk, sehingga membentuk tanduk terlihat cekung.
Secara anatomis, tanduk bersifat keras yang terbentuk dari keratin padat, dimana
kecepatan pertumbuhannya sangat ditentukan tingkat asupan nutrisi pada ternak
(Gottschalk et al., 1992). Sehingga dalam penentuan sapi bertanduk atau tidak,
dapat dilakukan pada rentang umur 2 – 8 bulan. Visualisasi radiograph perlekatan
tanduk disajikan pada Gambar 3.
9
Gambar 3. Visualisasi Radiograph Perlekatan Tanduk : 1) tengkorak; 2)
frontal suture; 3) perlekatan antara tulang frontal dan tanduk; 4) sinus frontal dan
5) tanduk (Capitan et al., 2011)
Tanduk memiliki fungsi sebagai alat perlindungan sapi dari predator dan
pada persaingan dalam mencari pakan, terutama pada kehidupan liar. Sebagian
pihak memiliki hipotesis bahwa fungsi lain tanduk berhubungan dengan
efektivitas reproduksi, dimana ternak betina cenderung memilih sapi yang
bertanduk (Estes, 1992). Fungsi tanduk yang berhubungan dengan pola tingkah
laku ternak, yakni kehadiran tanduk berhubungan dengan kualitas dan kuantitas
pada interaksi sosial dan hubungan sosial dalam sebuah populasi ternak.
Fenomena tidak tumbuhnya tanduk pada sapi dikategorikan dalam dua
kondisi, 1) dikatakan polled jika tanduk tidak tumbuh secara alami dan 2) kondisi
scurs yakni tidak tumbuhnya tanduk yang disebabkan oleh kegagalan
penggabungan antara inti tulang tanduk dengan tengkorak. Kondisi scurs dapat
juga dikatakan sebagai pertengahan antara kondisi sapi bertanduk dengan tidak
bertanduk, disebabkan sapi yang bersifat scurs tetap memiliki tanduk namun tidak
10
tumbuh secara sempurna. Hal tersebut menjadi penting untuk membedakan ternak
sapi yang bersifat polled dengan sifat scurs (Gottschalk et al.,1992).
Keunggulan Sifat Polled Sapi Bali
Pengembangan sapi potong di dunia saat ini mengarah pada
pengembangan sapi-sapi tanpa tanduk (polled), disebabkan beberapa keunggulan
terutama pada keunggulan dibidang manajemen pemeliharaan. Peternakan sapi
potong dan sapi perah di dunia sebagian besar telah melakukan model
pemeliharaan di padang penggembalaan, sehingga keberadaan tanduk dianggap
mempunyai nilai yang relatif kecil, bahkan cenderung memberikan dampak
kerugian ekonomi yang cukup besar karena resiko yang lebih tinggi dari cedera
yang terjadi (infeksi dan kerusakan karkas) (Medugorac et al., 2012).
Kemampuan sapi Bali beradaptasi pada lingkungan yang marjinal menjadi
hal yang penting, disebabkan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh beberapa
bangsa sapi lainnya. Sapi Bali dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah,
mempunyai fertilitas dan conception rate yang sangat baik, dan memiliki daging
berkualitas baik dengan kadar lemak rendah (Bugiwati, 2007).
Sifat tempramen pada sapi dapat diartikan sebagai respon tingkahlaku
ternak ketika mendapatkan perlakuan dari manusia (Francisco et al., 2012).
Perlakuan tersebut dapat berupa kegiatan perawatan kesehatan maupun pada
pemberian pakan. Ternak sapi dengan tempramen yang buruk sangat merugikan
disebabkan dapat menstimulus terjadinya stres. Sifat tempramen sangat
dipengaruhi oleh faktor bangsa ternak dan jenis kelamin, seperti kita ketahui
11
bahwa sapi Bali merupakan hasil domestikasi banteng (Bos banteng) sehingga
cenderung masih memiliki sifat liar.
Sapi dengan tanduk sering menimbulkan masalah dalam manajemen
pemeliharaan. Pada industri pemotongan sapi-sapi hasil penggemukan sangat
dipengaruhi oleh kehadiran tanduk. Pemotongan tanduk pada sapi bakalan muda
telah terbukti menjadi stres dan mengurangi tingkat pertumbuhan. Masalah lain
yang ditimbukan dari kehadiran tanduk pada sapi-sapi muda, yakni
ketidaknyamanan dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan
pemotongan tanduk. Sehingga terkadang dilaksanakan pemilihan secara selektif
untuk memilih sapi-sapi polled. Hal tersebut memperhatikan aspek kesejahteraan
ternak tanpa melaksanakan pemotongan tanduk (Goonewardene dan Hand, 1991).
Keunggulan dari sifat polled, yakni generasi homozigot pada sapi Polled
mengurangi biaya dan waktu untuk pemotongan tanduk dan menghilangkan stres
pada ternak. Beberapa Negara telah memberlakukan animal walfare
(Kesejahteraan Hewan) terkait dehorning (Pemotongan tanduk), sehingga
pemuliabiakan terhadap sapi Polled menjadi lebih menguntungkan. Pada sapi
Simmental, telah banyak upaya yang dilakukan untuk menghasilkan bangsa murni
Simmental Polled melalui seleksi penotifik tradisional. Upaya tersebut telah
menghabiskan waktu selama 25 tahun (Brockmann et al., 2000).
Beberapa keunggulan lain pada sapi Polled dari segi manajemen
pemeliharaan, seperti mengurangi resiko terluka yang sering terjadi pada peternak
yang disebabkan oleh tanduk, dapat mencegah memar pada karkas dan kerusakan
pada kulit. Seleksi terhadap sapi Polled menjadi sangat penting terutama pada
12
manajemen budidaya ternak yang modern (Brockmann et al., 2000). Dampak
paling jelas dari keberadaan tanduk, terlihat pada saat pengangkutan menuju
rumah potong hewan. Dimana terdapat banyak memar yang ditemukan pada
ternak yang bertanduk, disebabkan oleh adanya persaingan dan persinggungan
antar ternak yang terjadi di atas alat angkut (mobil pengangkut sapi).
Identifikasi Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Sapi Bali
Karagaman Sifat Kualitatif Sapi Bali
Sifat kualitatif adalah sifat-sifat yang pada umumnya dijelaskan dengan
kata-kata atau gambar, misalnya warna bulu atau kulit, pola warna, sifat bertanduk
atau tidak bertanduk yang dapat dibedakan tanpa harus mengukurnya (Warwick et
al., 1995).
Sapi Bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami
perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (Banteng). Warna sapi
betina dan anak atau muda biasanya coklat muda dengan garis hitam tipis terdapat
di sepanjang tengah punggung. Warna sapi jantan adalah coklat ketika muda
tetapi kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai
mendekati hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap
berwarna coklat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian
belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white
stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas
(Payne dan Rollinson, 1973; National Research Council, 1983; Hardjosubroto dan
Astuti, 1993).
13
Sapi ini memiliki keunggulan yaitu memiliki efisiensi reproduksi yang
tinggi, daging dan karkasnya berkualitas baik dan persentase karkasnya tinggi
(karkasnya bahkan bisa mencapai 57%), dan yang paling menarik adalah daya
adaptasinya terhadap lingkungan yang sangat baik (Bamualim dan Wirdahayati,
2003). Secara fisik, sapi Bali mudah dikenali karena mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Warna bulunya pada badannya akan berubah sesuai usia dan jenis
kelaminnya, sehingga termasuk hewan dimorphism-sex (perbedaan
sistematis yang ada di antara kedua jenis kelamin dalam spesies yang
sama). Pada saat masih “pedet”, bulu badannya berwarna sawo matang
sampai kemerahan, setelah dewasa sapi Bali jantan berwarna lebih gelap
bila dibandingkan dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi Bali jantan
biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam setelah
sapi itu mencapai dewasa kelamin sejak umur 1,5 tahun dan menjadi hitam
mulus pada umur 3 tahun. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua
atau merah bata kembali apabila sapi Bali jantan itu dikebiri, yang
disebabkan pengaruh hormon testosterone.
2. Kaki di bawah persendian telapak kaki depan (articulatio carpo
metacarpeae) dan persendian telapak kaki belakang (articulatio tarco
metatarseae) berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada
bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih
tersebut berbentuk oval.
14
Ciri khas sapi Bali adalah postur tubuh kecil, memiliki garis hitam pada
punggung berwarna hitam yang sering disebut garis belut (sangat jelas pada
pedet), bulu berwarna coklat kekuningan (merah bata), pada jantan dewasa bulu
akan berubah menjadi coklat kehitaman, berwarna putih pada bagian tepi daun
telinga bagian dalam, kaki bagian bawah, bagian belakang pelvis dan bibir bawah
(Feati, 2011).
Sapi Bali memiliki karakteristik fenotipe yang unik dibandingkan dengan
sapi lainnya. Menurut Pane (1986) anak sapi jantan hingga sekitar umur 6 bulan
berwarna sama dengan sapi betina yaitu merah bata kecoklatan, tetapi dengan
semakin tua umurnya akan mulai berubah menjadi coklat kehitaman mulai dari
bagian depan tubuh ke belakang. Terdapat warna putih pada bagian belakang paha
(pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di
atas kuku, bagian dalam telinga, dan pinggiran bibir atas pada sapi Bali jantan dan
betina (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).
15
Panduan pengisian form penampilan fisik sapi Bali dapat dilihat pada
gambar berikut (LIPI, 2015):
1. Warna bulu
1
Merah Bata
2
Coklat muda
3
Coklat
kekuningan
4
Coklat
muda
pucat/pudar
5
Coklat tua
6
Hitam
7
Coklat
kemerahan
campur
hitam
8
Abu-abu
gelap-putih
corak seperti
kerbau
Gambar 4. Warna bulu
16
2. Garis punggung
Skala Kategori Ilistrasi
3 Tebal
2 Sedang
1 Tipis
0 Tidak ada
Gambar 5. Garis punggung
3. Warna moncong
Hitam Merah muda Belang (hitam-merah
muda)
1 2 3
Gambar 6. Warna moncong
17
4. Warna kaos kaki
Putih, batas tegas Putih, batas tidak
tegas Bukan bentuk warna kaos kaki
1 2 3
Gambar 7. Warna kaos kaki
5. Warna cermin pantat
Putih, batas tegas Putih batas tidak tegas Bukan bentuk warna
cermin
1 2 3
Gambar 8. Warna cermin pantat
Keragaman Sifat Kuantitatif Ternak Sapi di Indonesia
Ukuran dan bentuk tubuh merupakan penduga yang menyeluruh dari
bentuk tubuh dan deskripsi khas dari berbagai gambaran tubuh (Sarbaini, 2004).
Fourie et al., (2002) menyatakan bentuk dan ukuran tubuh sapi dapat diketahui
dengan cara mengukur langsung ataupun secara visual. Ukuran tubuh sering
digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator
18
penting pertumbuhan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindikasikan
komposisi tubuh ternak.
Doho (1994) menyatakan bahwa ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk
menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas atau karakteristik suatu bangsa
ternak. Saladin (1983) menyatakan bahwa ukuran tubuh juga dapat digunakan
untuk menduga asal-usul bangsa ternak. Natasasmita dan Mudikdjo (1985)
menambahkan bahwa ukuran-ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk
membuat rumus penduga bobot badan.
Menurut Salamena et al., (2007), keragaman genetik dapat diteliti melalui
pengamatan keragaman fenotipik sifat-sifat kuantitatif melalui analisis
morfometrik. Pengelompokan ternak berdasarkan sifat kuantitatif sangat
membantu untuk memberikan deskripsi ternak, khususnya untuk mengevaluasi
bangsa-bangsa ternak. Pendekatan morfometrik digunakan untuk mempelajari
hubungan genetik, sehingga pengukuran dilakukan terhadap bobot badan dan
ukuran-ukuran tubuh. Menurut Sarbaini (2004), penanda fenotipik merupakan
penciri yang ditentukan atas dasar-dasar yang dapat diamati atau dilihat secara
langsung, seperti ukuran ukuran permukaan tubuh, bobot badan, warna dan pola
warna bulu tubuh, bentuk dan perkembangan tanduk.
Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain secara bebas,
korelasi diantara sifat-sifat yang diukur dapat positif apabila peningkatan satu sifat
menyebabkan peningkatan sifat lain. Korelasi negatif apabila satu sifat meningkat
dan sifat lain menurun (Laidding, 1996). Menurut Kadarsih (2003), lingkar dada
mempunyai peranan nyata terhadap peramalan bobot badan dibanding ukuran
19
tubuh lain. Williamsom dan Payne (1993) menyatakan bahwa penggunaan ukuran
lingkar dada, panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor
hewan dengan tepat. Menurut Hanibal (2008), terdapat korelasi positif antara skor
ukuran tubuh terhadap bobot badan.
Ciri kuantitatif sapi Bali berdasarkan SNI 7651.4:2015 mengenai
persyaratan bibit sapi Bali jantan dan betina pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Persyaratan Minimum Kuantitatif Bibit Sapi Bali Jantan
Umur (Bulan) Parameter Satuan Kelas
I II III
18 – 24
Tinggi pundak cm 115 110 105
Panjang badan cm 125 120 119
Lingkar dada cm 155 147 142
Lingkar skrotum cm 25
>24 – 36
Tinggi pundak cm 127 120 113
Panjang badan cm 133 124 115
Lingkar dada cm 179 158 148
Lingkar skrotum cm 26
Tabel 2. Persyaratan Minimum Kuantitatif Bibit Sapi Bali Betina
Umur (Bulan) Parameter Satuan Kelas
I II III
18 – 24
Tinggi pundak cm 107 104 100
Panjang badan cm 112 105 101
Lingkar dada cm 139 130 124
>24 – 36
Tinggi pundak cm 110 106 104
Panjang badan cm 114 110 105
Lingkar dada cm 147 135 130
Karakterisasi ukuran-ukuran tubuh dapat digunakan untuk mengukur jarak
genetik, merupakan metode pengukuran yang murah dan sederhana (Brahmantyo
dkk., 2003). Menurut Doho (1994) ukuran-ukuran tubuh juga digunakan untuk
menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas suatu bangsa. Menurut
Suparyanto dkk., (1999) dan Zulu (2008), ukuran-ukuran tubuh dapat
20
menggambarkan ciri khas dari suatu bangsa. Karakterisasi bisa dilakukan secara
kuantitatif dan kualitatif. Sifat kuantitatif adalah sifat-sifat produksi dan
reproduksi atau sifat yang dapat diukur, seperti bobot badan dan ukuran-ukuran
tubuh. Ekspresi sifat ini ditentukan oleh banyak pasangan gen (poligen), baik
dalam keadaan homozigot maupun heterozigot dan dipengaruhi oleh lingkungan,
yaitu melalui pakan, penyakit dan pengelolaan, tetapi tidak dapat mempengaruhi
genotipe hewan (Warwick dkk., 1995; Martojo, 1992).
Ukuran tubuh ternak yang digunakan dalam pendugaan bobot badan
ternak sapi biasanya adalah lingkar dada dan panjang badan (Santoso, 2003).
Besarnya badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada dan sebagainya
kombinasi berat dan besarnya badan umumnya di pakai sebagai ukuran
pertumbuhan (Sugeng, 2003). Secara fisiologis lingkar dada memiliki pengaruh
yang besar terhadap bobot badan karena dalam rongga dada terdapat organ-organ
separti jantung dan paru-paru. Organ-organ tersebut akan tumbuh dan mengalami
pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak. Di samping itu, pertambahan
bobot badan juga dipengaruhi oleh penimbunan lemak (Yusuf, 2004).
21
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2017. Di Ranch
Patallassang Gowa dan Maiwa Breeding Center Enrekang, Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Tongkat ukur dari stainless
steel, timbangan, pita ukur, dan kamera.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel sapi Bali tidak
bertanduk 11 ekor terdiri dari 5 jantan, dan 6 betina dengan umur 2 – 3 tahun dan
sampel sapi Bali bertanduk sebanyak 82 ekor dari Ranch Pattallassang Gowa dan
Maiwa Breeding Center Enrekang, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Prosedur kerja
Pengukuran tubuh (sifat kuantitatif) dilakukan saat sapi berdiri tegak pada
bidang datar (posisi ternak “parallelogram”). Cara pengukuran panjang badan,
lingkar dada, tinggi pundak dan tinggi pinggul dapat dilihat pada Gambar 6
(Santoso, 2003).
Gambar 9. Pengukuran dimensi tubuh: 1) Panjang Badan; 2) Lingkar
Dada; 3) Tinggi Pundak; dan 4) Tinggi Pinggul (Santoso, 2003).
22
1) Panjang badan diukur dengan menarik garis horizontal dari tepi depan sendi
bahu sampai ke tepi belakang bungkul tulang duduk dengan menggunakan
pita ukur.
2) Lingkar dada diukur dalam satuan cm yang diambil dengan cara mengikuti
lingkaran dada/tubuh tepat di belakang bahu melewati gumba atau pada sapi
berponok tepat di belakang ponok dengan menggunakan pita ukur.
3) Tinggi pundak diukur dari bagian tertinggi gumba ke tanah mengikuti garis
tegak lurus dengan menggunakan tongkat ukur dari stainless steel.
4) Tinggi pinggul diukur dengan menempatkan tongkat ukur tegak lurus dan
pastikan bagian horizontal dari tongkat persis berada diatas pinggul.
Identifikasi fenotipe sapi Bali polled dilakukan dengan mengidentifikasi
sifat kualitatif khas yang dimiliki. Adapun sifat – sifat kualitatif yang di
identifikasi antara lain: warna bulu, warna moncong, garis punggung, warna kaos
kaki, dan warna cermin pantat. Secara terperinci kualifikasi sifat-sifat kualitatif di
atas disajikan pada Lampiran 1 (LIPI, 2015).
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian pengamatan dan pengukuran
objek penelitian langsung di lapangan. Penelitian ini menggunakan uji t (t-test
Independent sample) (Sudjana, 2002), untuk membandingkan sampel sapi Bali
tidak bertanduk (Polled) dengan sapi Bali bertanduk. Jumlah sampel sapi Bali
Polled 11 ekor terdiri dari 5 jantan, dan 6 betina dari umur 2 tahun ke atas dengan
sampel sapi Bali sebanyak 82 ekor.
23
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji banding, yaitu uji
t (t-test Independent sample) (Sudjana, 2002), rumus yang digunakan yaitu:
𝑡 =�̅�1 − �̅�2
√1𝑛1
−1
𝑛2
S dimana S =
(n1 − 1)𝑠12 + (n2 − 1)s2
2
n1 + n2 − 2
Keterangan :
t = Parameter yang diukur
X1 = Rata-rata data hasil sapi Bali polled
X2 = Rata-rata data hasil sapi Bali bertanduk
S = Simpangan baku rataan
S1 = Simpangan baku sapi Bali polled
S2 = Simpangan baku Bali bertanduk
n1 = Jumlah sampel sapi Bali polled
n2 = Jumlah sampel Bali bertanduk
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskriptif Kualitatif
Sifat kualitatif merupakan sifat yang tampak dari luar dan tidak dapat
dihitung. Sifat kualitatif, seperti warna bulu, garis punggung, warna kaos kaki dan
warna cermin pantat. Hasil pengamatan karakteristik sapi Bali bertanduk dengan
sapi Bali tidak bertanduk (Polled) berdasarkan warna bulu, garis punggung, warna
kaos kaki dan warna cermin pantat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan sifat kualitatif sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dengan
sapi Bali bertanduk
Fenotipe Polled (%) Bertanduk (%)
Jantan Betina Jantan Betina
Warna Bulu
Merah Bata 20 0 0 0
Coklat Muda 40 0 0 0
Coklat Kekuningan 20 100 84 100
Coklat tua 0 0 12 0
Hitam 20 0 4 0
Garis Punggung
Tebal 0 0 12 1.8
Sedang 60 66.7 56 38.6
Tipis 40 33.3 32 59.6
Warna Kaos Kaki
Putih, batas tegas 100 100 92 93
Putih, batas tidak tegas 0 0 8 7
Warna Cermin Pantat
Putih, batas tegas 80 66.7 96 87.7
Putih, batas tidak tegas 20 33.3 4 12.3
Hasil penelitian identifikasi sifat kualitatif warna bulu pada sapi Bali tidak
bertanduk (Polled) jantan dominan pada warna coklat muda (40%), sedangkan
pada sapi Bali bertanduk dominan pada warna coklat kekuningan dengan
persentase 84%. Pada sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan, ditemukan seekor
25
pejantan dengan warna bulu hitam (20%) (Tabel 3), dimana Martojo (2012)
menyatakan bahwa warna bulu jantan pada sapi Bali berwarna coklat kemerahan
dan menjadi hitam disaat umur 12 – 18 bulan dan menjadi semakin hitam disaat
dewasa tubuh. Sedangkan warna bulu pada sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dan
sapi Bali bertanduk betina dominan pada warna coklat kekuningan dengan nilai
masing-masing 100%. Tingkat kemiripan warna bulu pada sapi Bali tidak
bertanduk (Polled) dan bertanduk sangat tinggi, yang menunjukkan adanya
kedekatan hubungan antara keduanya. Meskipun secara umum sapi Bali berwarna
coklat kemerahan atau merah bata (Purwantara et al., 2012).
Sifat kualitatif lainnya yakni garis punggung, dimana sapi Bali tidak
bertanduk (Polled) dan sapi Bali bertanduk jantan dominan pada garis punggung
dengan kondisi garisnya yang sedang dengan persentase (60%) dan (56%) (Tabel
3). Sedangkan garis punggung sapi Bali tidak bertanduk (Polled) betina dominan
pada kondisi garisnya yang sedang (66,7%) dan tipis (59,6%) pada sapi Bali
bertanduk. Menurut Feati, (2011) ciri khas sapi Bali adalah, memiliki garis hitam
pada punggung yang sering disebut garis belut (sangat jelas pada pedet).
Warna kaos kaki pada sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dan sapi Bali
bertanduk jantan dominan memiliki warna kaos kaki yang putih, batas tegas
dengan nilai persentase (100%) dan (92%). Sedangkan warna kaos kaki pada sapi
Bali tidak bertanduk (Polled) dengan sapi Bali bertanduk betina, juga dominan
memiliki warna kaos kaki dengan kriteria (putih, batas tegas) yang nilai
persentasenya hampir sama yaitu (100%) dan (93%) (Tabel 3). Sapi Bali tidak
bertanduk (Polled) dan sapi Bali bertanduk memiliki kemiripan warna kaos kaki
26
yang putih, batas tegas berarti Kemurnian genetis sapi Bali masih tetap terjaga.
Menurut Fikar dan Ruhyadi (2010) menyatakan ciri khas Sapi Bali diantaranya
rambut berwarna merah keemasan pada jantan akan menjadi hitam setelah
dewasa, dari lutut ketangkai bawah berwarna putih seperti memakai kaus kaki.
Warna cermin pantat pada sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan
dominan memiliki kriteria warna putih, batas tegas (80%) dan kriteria yang sama
pada sapi Bali bertanduk (96%). Sedangkan warna cermin pantat pada sapi Bali
tidak bertanduk (Polled) dan sapi Bali bertanduk betina dominan pada warna
cermin pantat (putih, batas tegas) dengan nilai persentasi 66,7% dan 87,7%. Kulit
berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantat dan pada paha bagian dalam
kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (Soeparno, 1992).
Deskriptif Kuantitatif
Sifat kuantitatif dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan
ditemukan pengaruh interaksi keduanya (genetik dan lingkungan). Pengukuran
yang dilakukan meliputi panjang badan, tinggi pinggul, tinggi pundak, lingkar
dada, dan berat badan. Data hasil penelitian mengenai perbedaan sifat kuantitatif
sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dengan sapi Bali bertanduk dapat dilihat pada
Gambar 10-14.
27
Gambar 10. Grafik hasil pengukuran panjang badan sapi Bali
Hasil pengukuran panjang badan sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan
yaitu 105,80 ± 4.15 cm dan pada sapi Bali bertanduk 102,76 ± 6.60 cm (Gambar
10). Hasil analisis statistik uji T (t- test independent sample) menunjukkan
variabel panjang badan sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dan bertanduk jantan
tidak memiliki perbedaan nyata (P>0,05). Sedangkan panjang badan sapi Bali
tidak bertanduk (Polled) betina yaitu 107,50 ± 9.99 cm dan pada sapi Bali
bertanduk 107,86 ± 4.21 cm. Hasil analisis statistik uji T (t- test independent
sample) menunjukkan variabel panjang badan sapi Bali tidak bertanduk (Polled)
dan bertanduk betina tidak memiliki perbedaan nyata (P>0,05).
Nilai rataan panjang badan pada sapi Bali tidak bertanduk lebih tinggi
dibandingkan sapi Bali bertanduk jantan dan sebaliknya pada sapi betina nilai
28
rataanya lebih tinggi yang bertanduk. Berdasarkan SNI 7651.4:2015 mengenai
persyaratan bibit sapi Bali jantan dan betina bahwa sapi bali jantan umur 18-24
bulan memiliki panjang badan minimum 119-125 cm.
Gambar 11. Grafik hasil pengukuran tinggi pinggul sapi Bali
Hasil pengukuran tinggi pinggul sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan
memiliki tinggi 108,40 ± 3,43 cm dan pada sapi Bali bertanduk 105,04 ± 3,70 cm
(Gambar 11). Hasil analisis statistik uji T (t- test independent sample)
menunjukkan variabel tinggi pinggul sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dan
bertanduk jantan tidak memiliki perbedaan nyata (P>0,05). Sedangkan
pengukuran tinggi pinggul sapi Bali tidak bertanduk (Polled) betina 108,00 ± 3,22
cm dan pada sapi Bali bertanduk 108,82 ± 2,49 cm. Hasil analisis statistik uji T (t-
29
test independent sample) menunjukkan variabel tinggi pinggul sapi Bali tidak
bertanduk (Polled) dan bertanduk betina tidak memiliki perbedaan nyata (P>0,05).
Secara statistik tinggi pinggul sapi Bali jantan tidak bertanduk (Polled) dan
bertanduk menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata begitu pula pada sapi
betina. Nilai rataan tinggi pinggul sapi Bali jantan tidak bertanduk (Polled) lebih
tinggi dibandingkan yang bertanduk, namun pada sapi Bali betina tidak jauh
berbeda terhadap tinggil pinggul. Parameter tinggi pinggul digunakan sebagai
salah satu parameter seleksi ternak bibit, sehingga paramater tersebut digunakan
untuk menentukan karakteristik sapi Bali.
Gambar 12. Grafik hasil pengukuran tinggi pundak sapi Bali
Hasil pengukuran tinggi pundak sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan
memiliki tinggi 108,80 ± 3,70 cm dan pada sapi Bali bertanduk 105,68 ± 3,91 cm
30
(Gambar 12). Hasil analisis statistik uji T (t- test independent sample)
menunjukkan variabel tinggi pundak sapi Bali jantan tidak bertanduk (Polled) dan
bertanduk tidak memiliki perbedaan nyata (P>0,05). Sedangkan pengukuran
tinggi pundak sapi Bali tidak bertanduk (Polled) betina 107,67 ± 4,67 cm dan
pada sapi Bali bertanduk 109,96 ± 3,00 cm. Hasil analisis statistik uji T (t- test
independent sample) menunjukkan variabel tinggi pundak sapi Bali tidak
bertanduk (Polled) dan bertanduk betina tidak memiliki perbedaan nyata (P>0,05).
Nilai rataan tinggi pundak sapi Bali jantan tidak bertanduk (Polled) lebih
tinggi dibandingkan yang bertanduk sebaliknya pada sapi Bali betina nilai
rataannya lebih tinggi yang bertanduk. Secara statistik tinggi pundak sapi Bali
jantan tidak bertanduk (Polled) dan bertanduk menunjukkan tidak adanya
perbedaan nyata begitu pula pada sapi betina. Berdasarkan SNI 7651.4:2015
mengenai persyaratan bibit sapi Bali jantan dan betina bahwa sapi bali jantan
umur 18-24 bulan memiliki tinggi pundak minimum 105-115 cm.
31
Gambar 13. Grafik hasil pengukuran lingkar dada sapi Bali
Hasil pengukuran lingkar dada sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan
136,40 ± 10,99 cm dan pada sapi Bali bertanduk 132,36 ± 6,46 cm (Gambar 13).
Hasil analisis statistik uji T (t- test independent sample) menunjukkan variabel
lingkar dada sapi Bali jantan tidak bertanduk (Polled) dan bertanduk tidak
memiliki perbedaan nyata (P>0,05). Sedangkan pengukuran lingkar dada sapi Bali
tidak bertanduk (Polled) betina 136,67 ± 8,84 cm dan pada sapi Bali bertanduk
137,07 ± 6,70 cm. Hasil analisis statistik uji T (t- test independent sample)
menunjukkan variabel lingkar dada sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dan
bertanduk betina tidak memiliki perbedaan nyata (P>0,05).
Nilai rataan lingkar dada sapi Bali jantan tidak bertanduk (Polled) lebih
tinggi dibandingkan yang bertanduk sebaliknya pada sapi Bali betina nilai
32
rataannya lebih tinggi yang bertanduk. Secara statistik lingkar dada sapi Bali
jantan tidak bertanduk (Polled) dan bertanduk menunjukkan tidak adanya
perbedaan nyata begitu pula pada sapi betina. Berdasarkan SNI 7651.4:2015
mengenai persyaratan bibit sapi Bali jantan dan betina bahwa sapi bali jantan
umur 18-24 bulan memiliki lingkar dada minimum 142-155 cm.
Gambar 14. Grafik hasil pengukuran berat badan sapi Bali
Hasil pengukuran berat badan sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan
158,80 ± 14,75 kg dan pada sapi Bali bertanduk 147,00 ± 20,31 kg (Gambar 14).
Hasil analisis statistik uji T (t- test independent sample) menunjukkan variabel
berat badan sapi Bali jantan tidak bertanduk (Polled) dan bertanduk tidak
memiliki perbedaan nyata (P>0,05). Sedangkan berat badan sapi Bali tidak
bertanduk (Polled) betina 155,00 ± 34,85 kg dan pada sapi Bali bertanduk 162,88
± 19,98 kg. Hasil analisis statistik uji T (t- test independent sample) menunjukkan
33
variabel lingkar dada sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dan bertanduk betina
tidak memiliki perbedaan nyata (P>0,05).
Nilai rataan berat badan sapi Bali jantan tidak bertanduk (Polled) lebih
tinggi dibandingkan yang bertanduk sebaliknya pada sapi Bali betina nilai
rataannya lebih tinggi yang bertanduk. Secara statistik berat badan sapi Bali jantan
tidak bertanduk (Polled) dan bertanduk menunjukkan tidak adanya perbedaan
nyata begitu pula pada sapi betina.
Ukuran dan bentuk tubuh merupakan penduga yang menyeluruh dari
bentuk tubuh dan deskripsi khas dari berbagai gambaran tubuh (Sarbaini, 2004).
Fourie et al. (2002) menyatakan bentuk dan ukuran tubuh sapi dapat diketahui
dengan cara mengukur langsung ataupun secara visual. Ukuran tubuh sering
digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator
penting pertumbuhan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindikasikan
komposisi tubuh ternak.
Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat berbeda satu sama lain secara bebas,
korelasi diantara sifat-sifat yang diukur dapat positif apabila peningkatan satu sifat
menyebabkan peningkatan sifat lain. Korelasi negatif apabila satu sifat meningkat
dan sifat lain menurun (Laidding, 1996). Menurut Kadarsih (2003), lingkar dada
mempunyai peranan nyata terhadap peramalan bobot badan dibanding ukuran
tubuh lain. Williamsom dan Payne (1993) menyatakan bahwa penggunaan ukuran
lingkar dada, panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor
hewan dengan tepat. Menurut Hanibal (2008), terdapat korelasi positif antara skor
ukuran tubuh terhadap bobot badan.
34
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan sifat kualitatif dan
kuantitatif sapi Bali tidak bertanduk dengan sapi Bali bertanduk maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Sifat kualitatif warna bulu pada sapi Bali tidak bertanduk (Polled) dan
bertanduk dominan pada warna coklat kekuningan, tetapi pada sapi Bali
tidak bertanduk (polled) jantan dominan pada warna coklat muda. Garis
punggung sapi Bali tidak bertanduk (polled) dan bertanduk hampir rata
dengan garis yang sedang, hanya pada sapi Bali bertanduk betina memiliki
garis tipis.
2. Sifat kuantitatif (panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggul, lingkar
dada, dan berat badan) sapi Bali tidak bertanduk (Polled) jantan lebih
tinggi dibandingkan dengan sapi Bali bertanduk. Tetapi pada sapi Bali
betina bertanduk lebih tinggi dibanding tidak bertanduk (polled).
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini maka perlu dilakukan penelitian
lanjutan agar dapat mengetahui perkembangan sapi Bali tidak bertanduk (polled)
di Indonesia.
35
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.A.N. 2008. Karakterisasi Genetik Sapi Aceh Menggunakan Analisis
Keragaman Fenotipik, Daerah D-Loop DNA Mitikondria dan DNA
Moikrosatelit. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Bamualim. A dan R.B. Wirdahayati. 2003. Teknologi Budidaya Komoditas
Unggul Sumatra Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sumatra
Selatan
Brahmantyo, B., L. H. Prasetyo, A. R. Setioko dan R.H. Mulyono. 2003.
Pendugaan Jarak Genetik dan Faktor Peubah Pembeda Galur Itik
(Alabio, Bali, Khaki Campbell, Mojosari dan Pegagan) Melalui Analisis
Morfometrik. JITV. 8: 1-7.
Brockmann, G.A. Martin J, Teuscher F, and Schwerin M. 2000. Marker controlled
inheritance of the polled locus in Simmental cattle. Arch. Tierz., 43(3),
pp.207–212.
Bugiwati, S. R. A. 2007. Pertumbuhan dimensi tubuh pedet jantan sapi Bali di
Kabupaten Bone dan Barru Sulawesi Selatan. Jurnal Sains dan
Teknologi 7:103-108.
Capitan, A., P. Michot, F. Guillaume, C. Grohs, A. Djri, S. Fritz, S.Barbey, P.
Otz, E. Bourneuf, D. Esquerre, Y. Gallard, C. Klopp, and D. Boichard.
2011. A newly described bovine type 2 scurs syndrome segregates with
a Frame-Shift mutation in TWIST1. PLoS ONE, 6(7).
Cargill, E.J., Nissing, N.J. and Grosz, M.D. 2008. Single nucleotide
polymorphisms concordant with the horned / polled trait in Holsteins.
BMC Research Notes, 9(1), pp.1–9.
Chamdi, A.N. 2005. Karakteristik Sumberdaya Genetik Ternak Sapi Bali (Bos-
Bibos Banteng) dan Alternatif Pola Konservasinya (Review).
Biodiversitas 6: 70-75.
Doho, R. S. 1994. Parameter Fenotifik Berbeda Sifat Kualitatif dan Kuantitatif
Pada Domba Okor Gemuk. Tesis Progam Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Estes, R. (1992). The Behavior Guide to African Mammals: including Hoofed
Mammals, Carnivores, Primates. University of California Press. pp.
202–07. ISBN 0-520-08085-8.
Feati. 2011. Teknologi Penggemukan sapi Bali. -BPTP NTB it-2.pdf.
36
Fourie, P.J., F. W. C. Neser, J.J. Olivier and C. Van der Westhuizen. 2002.
Relationship between production performance, visual appraisal and body
measurements of young Dorper Rams.http://www.sasas.co.za/sajas.html.
Tanggal Akses 27 Januari 2017
Francisco, C.L. R. F. Cooke, R. S. Marques, R. R. Mills and D. W. Bohnert, 2012.
Effects of temperament and acclimation to handling on feedlot
performance of Bos taurus feeder cattle originated from a rangeland-
based cow – calf system 1. , 90, pp.5067–5077.
Goonewardene, L. A. and Hand, R.K. 1991. Studies on dehorning steers in
Alberta feedlots. Sci, Can. J. Anim., 71, pp.1249–1252.
Gottscchalk A, Geitz KA, Richter DW, Ogilvie MD, and Pack AI., 1992.
Nonlinear Dynamics of a Model of the Central Respiratory Pattern
Generator. In: Y Honda, eds. Control of Breathing and Its Modeling
Perspective. Plenum Press, New York. pp. 51–55.
Handiwirawan, E dan Subandriyo. 2004. Potensi dan Keragaman Sumberdaya
Genetik Sapi Bali. Lokakarya Nasional Sapi Potong.
Hanibal. 2008. Ukuran dan bentuk serta pendugaan bobot badan berdasarkan
ukuran tubuh domba silangan lokal Garut jantan di Kabupaten
Tasikmalaya. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Hardjosubroto, W. dan M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. PT Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Temak di Lapangan.
Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kadarsih, S. 2003. Peranan Ukuran Tubuh Terhadap Bobot Badan Sapi Bali Di
Propinsi Bengkulu. J. Penelitian UNIB. 9 (1): 45-48
Laidding, A. R. 1996. Hubungan berat badan dan lingkar dada dengan beberapa
sifat-sifat ekonomi penting pada sapi Bali. Buletin Ilmu Peternakan dan
Perikanan. Universitas Hasanudin. Ujung Pandang. IV (10) : 127-133
LIPI. 2015 Panduan Pengisian Form Penampilan Fisik. Laboratorium Reproduksi,
Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan. Pusat Penelitian Bioteknologi.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Martojo H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.
37
Medugorac, I., D. Seichter, A. Graf, I. Russ, H. Blum, K.H. Gopel, S.
Rothammer, M. Foster, and S. Krebs, 2012. Bovinae Polledness – An
autosomal Dominant Trait With Allelic Heterogeneity. PLoS ONE 7
:e39477
Natasasmita, A. dan K. Mudikdjo. 1985. Beternak Sapi Daging. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
National Research Council. 1983. Little-Known Asian Animals with a Promising
Economic Future. Washington, D.C.: National Academic Press.
Noor, R.R. 2008. Genetika Ternak. Ed Ke-4. Pt. Penebar Swadaya, Depok.
Pane, I. 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT. Gramedia, Jakarta.
Pane, I. 1991. Produktivitas dan breeding sapi Bali. Proceeding Seminar Nasional
Sapi Bali. Ujung Pandang, 2-3 September 1991. Ujung Pandang :
Fakultas Petemakan Universitas Hasanuddin. Him 50 - 69.
Payne WJA, Hodges J. 1997. Tropical Cattle: Origin, Breeds and Breeding
Policies. Blackwell Science.
Payne, W.J.A. and Rollinson. 1973. Bali cattle. World Anim. Rev. 7: 13-21.
Purwantara B, Noor RR, Andersson G, and Rodriguez-Martinez H. 2012. Banteng
and Bali Cattle in Indonesia: Status and Forecasts. Reprod Do m Anim
47 (Suppl. 1), 2– 6.
Saladin, R. 1983. Penampilan sifat-sifat produksi dan reproduksi sapi lokal Pesisir
Selatan di Propinsi Sumatera Barat. Disertasi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Salamena, J. F., R. R. Noor, C. Sumantri, dan I. Inounu. 2007. Hubungan genetik,
ukuran populasi efektif dan laju silang dalam per generasi populasi
domba di Pulau Kisar. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 32[2]: 71-75.
Santoso, U. 2003. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan Keempat.
Penebaran Suwadaya, Jakarta.
Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakter eksternal dan DNA mikrosatelit sapi
Pesisir di Sumetera Barat. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
SNI 7651.4. 2015. Bibit Sapi Potong-Bagian 4 : Sapi Bali. Badan Standardisasi
Nasional Indonesia.
Soeparno.1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University
Press,Yogyakarta.
38
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Tarsito. Bandung
Sugeng, B. Y. 2003. Sapi potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suparyanto, A., T. Purwadaria dan Subandriyo. 1999. Pendugaan Jarak Genetik
dan Faktor Peubah Pembeda Bangsa dan Kelompok Domba Di
Indonesia Melalui Pendekatan Analisis Morfologi. JITV. 4: 80-87.
Warwick, E. J. J. M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Edisi
Ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Williamson, G and W.J.A Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Alih Bahasa : Djiwa Darmadja. UGM Press. Yogyakarta.
Yusuf, M. 2004. Hubungan Antara Ukuran Tubuh Dengan Bobot Badansapi Bali
Di Daerah Bima NTB. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Zulu, D. N. 2008. Genetic Characterization On Zambian Native Cattle Breeds.
Virginia: The Faculty Of The Virginia Polytechnic Institute and State
University. Virginia.
39
LAMPIRAN
40
Lampiran 1. Form Penampilan Fisik Sapi Bali
41
Lampiran 2. Hasil analisis statistik uji T (t- test independent sampel)
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Berat_badan polled 6 1.5500E2 34.85972 14.23142
bertanduk 57 1.6288E2 19.97952 2.64635
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Berat_badan
Equal variances assumed 5.816 .019 -.850 61 .399 -7.87719 9.26578 -26.40526 10.65087
Equal variances not assumed
-.544 5.351 .608 -7.87719 14.47538 -44.36469 28.61030
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Lingkar_dada polled 6 1.3667E2 8.84685 3.61171
bertanduk 57 1.3707E2 6.70250 .88777
42
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Lingkar_dada Equal variances assumed
1.985 .164 -.136 61 .892 -.40351 2.96291 -6.32822 5.52120
Equal variances not assumed
-.108 5.621 .917 -.40351 3.71922 -9.65511 8.84809
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Tinggi_pundak Polled 6 1.0767E2 4.67618 1.90904
Bertanduk 57 1.0996E2 3.00574 .39812
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Tinggi_pundak Equal variances assumed
2.770 .101 -1.686 61 .097 -2.29825 1.36308 -5.02390 .42741
Equal variances not assumed
-1.179 5.443 .288 -2.29825 1.95011 -7.19080 2.59431
43
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Tinggi_pinggul Polled 6 1.0800E2 3.22490 1.31656
Bertanduk 57 1.0882E2 2.48656 .32935
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Tinggi_pinggul Equal variances assumed
.303 .584 -.752 61 .455 -.82456 1.09665 -3.01745 1.36832
Equal variances not assumed
-.608 5.643 .567 -.82456 1.35713 -4.19688 2.54775
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Panjang_badan Polled 6 1.0750E2 9.99500 4.08044
Bertanduk 57 1.0786E2 4.21069 .55772
44
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Panjang_badan Equal variances assumed
26.781 .000 -.169 61 .866 -.35965 2.12291 -4.60467 3.88537
Equal variances not assumed
-.087 5.188 .934 -.35965 4.11838 -10.83169 10.11240
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Berat_badan Polled 5 1.5880E2 14.75466 6.59848
Bertanduk 25 1.4700E2 20.31625 4.06325
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Berat_badan Equal variances assumed .428 .518 1.228 28 .230 11.80000 9.61107 -7.88737 31.48737
Equal variances not assumed
1.523 7.431 .169 11.80000 7.74919 -6.31085 29.91085
45
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Lingkar_dada polled 5 1.3640E2 10.99091 4.91528
bertanduk 25 1.3236E2 6.46065 1.29213
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Lingkar_dada Equal variances assumed 5.920 .022 1.132 28 .267 4.04000 3.56766 -3.26803 11.34803
Equal variances not assumed
.795 4.568 .466 4.04000 5.08228 -9.40462 17.48462
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Tinggi_pundak Polled 5 1.0880E2 3.70135 1.65529
Bertanduk 25 1.0568E2 3.91280 .78256
46
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Tinggi_pundak Equal variances assumed
.120 .731 1.640 28 .112 3.12000 1.90242 -.77693 7.01693
Equal variances not assumed
1.704 5.938 .140 3.12000 1.83096 -1.37148 7.61148
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Tinggi_pinggul Polled 5 1.0840E2 3.43511 1.53623
Bertanduk 25 1.0504E2 3.70225 .74045
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Tinggi_pinggul Equal variances assumed
.012 .913 1.871 28 .072 3.36000 1.79561 -.31815 7.03815
Equal variances not assumed
1.970 6.020 .096 3.36000 1.70536 -.80947 7.52947
47
Group Statistics
Tanduk N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Panjang_badan Polled 5 1.0580E2 4.14729 1.85472
Bertanduk 25 1.0276E2 6.60353 1.32071
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Panjang_badan Equal variances assumed
1.238 .275 .983 28 .334 3.04000 3.09196 -3.29360 9.37360
Equal variances not assumed
1.335 8.712 .216 3.04000 2.27690 -2.13682 8.21682
48
Lampiran 3. Dokumentasi kegiatan penelitian
Pengukuran Lingkar Dada Sapi Bali
Pengukuran Berat Badan Sapi Bali
49
Pengukuran Tinggi Pundak Sapi Bali
Pengukuran Lingkar Dada Sapi Bali
50
Persiapan Ternak Sebelum Pengukuran
Pengukuran Lingkar Dada Sapi Bali
51
RIWAYAT HIDUP
Muh. Arman Dian Bahary, lahir di kassi-lompo pada tanggal
23 Juli 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari
pasangan bapak H. Muhammad Basri dan Hj. Haryati, Jenjang
pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah Sekolah Dasar
(SD) Negeri Boddia lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan ke jenjang
SMPN 2 Galesong, lulus pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan ke SMAN 1
Galesong Utara, dan lulus pada tahun 2011. Setelah Pmenyelesaikan Tingkat
SMA, pada tahun 2012 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Penulis menyelesaikan
Strata 1 (S1) dan mendapatkan gelar S.Pt pada Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin pada November 2017.