Upload
cinderi-maura-restu
View
368
Download
63
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Kimia Organik
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Percobaan 3
PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK
EKSTRAKSI : ISOLASI KAFEIN DARI TEH DAN UJI ALKALOID
Disusun oleh
Nama : Cinderi Maura Restu
NPM : 10060312009
Shift / kelompok : B / 2
Tanggal Praktikum : 25 Februari 2013
Tanggal Laporan : 4 Maret 2013
Asisten : Syamza Madya Jannati
LABORATORIUM KIMIA TERPADU A
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2013
Percobaan 3
Pemisahan dan Pemurnian Zat Padat
Rekristalisasi dan Titik Leleh
I. Tujuan :
Dapat menjelaskan konsep dan jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi padat –
cair, cair – cair, dan asam – basa. Dan dapat terampil dalam melakukan teknik –
teknik tersebut. Serta dapat menjelaskan tujuan penggaraman dan pengeringan
larutan.
II. Prinsip :
1). Proses pelarutan berdasarkan kepolaran suatu senyawa
2). Pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan suatu zat
III. Teori dasar :
Kelarutan senyawa dalam suatu pelarut dinyatakan sebagai jumlah gram
zat terlarut dalam 100 mL pelarut pada suhu 25°C. Dasar yang paling penting
dalam proses pelarutan adalah sifat kepolaran senyawa (zat terlarut maupun
pelarut). Kepolaran ditentukan oleh perbedaan keelektronegatifan unsur-
unsurnya. Senyawa non – polar terjadi karena perbedaan keelektronegatifannya
kecil / sama. Contoh : C-C, C-H. Senyawa polar terjadi karena perbedaan
keelektronegatifannya besar. Contoh : C-O, C-N, C-X. Adanya ikatan hidrogen
sangat menentukan kelarutan. Contoh : molekul yang mengandung O-H dan N-H.
Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan
satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain yang didasarkan pada prinsip
kelarutan. Ekstraksi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : ekstraksi cair-cair, ekstraksi
padat-cair, dan ekstraksi asam-basa. Ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi yang
kedua fasanya adalah zat cair yang tidak saling bercampur. Partisi adalah
keadaan kesetimbangan. Keberhasilan pemisahan sangat tergantung pada
perbedaan kelarutan senyawa dalam kedua pelarut. Secara umum, prinsip
pemisahan adalah senyawa yang kurang larut dalam pelarut yang satu, tapi
sangat larut dalam pelarut yang lainnya. Dalam sistem ekstraksi ini, akan
dihasilkan dua fasa, yaitu fasa air dan fasa organik. Syarat ekstraksi ini, yaitu :
kelarutannya harus berbeda jauh antara kedua pelarut tersebut, pelarut organik
harus mempunyai titik didih jauh lebih rendah dari senyawa terekstraksi
(biasanya dibawah 100°C), tidak mahal, dan tidak beracun. Perbandingan
konsentrasi dikedua fasa cair disebut “koefisien distribusi”, K, yaitu K = Ca/Cb.
Efisiensi proses ekstraksi tergantung pada jumlah ekstraksi dilakukan, bukan
volume pelarut.
Perhitungan konsentrasi zat terlarut :
Cn = Co [K . V1 / (K . V1 + V2)]n
Dimana, Co = Konsentrasi semula
V1 = Volume semula
K = Koefisien distribusi
V2 = Volume pengekstrak
Beberapa pelarut yang biasa digunakan dalam ekstraksi :
Jenis Pelarut,
Nama, dan Struktur
Titik Didih
°C
Kerapatan
(g/mL)
Sifat dan penggunaannya
Air, H2O 100 1,000 Sangat luas, polar, dan ionik.
Dietil eter, C2H5-O-
C2H5
35 0,714 Sangat luas, mudah terbakar.
Heksan, C6H12 61 0,659 Hidrokarbon/non-polar, terbakar.
Benzen, C6H6 80 0,879 Aromatik, mudah terbakar,
racun.
Toluen, C6H5CH3 111 0,867 Seperti benzen.
Pentan, C5H12 36 0,626 Non-polar, mudah terbakar.
Metanol, CH3OH 65 Mudah terbakar, racun.
Kloroform, CHCl3 61 1,492 Sangat polar.
Metilen klorida,
CH2Cl2
41 1,335 Polar, beracun.
Karbon
tetraklorida, CCl4
77 1,594 Hidrokarbon, non-polar, racun.
Ekstraksi asam-basa adalah jenis ekstraksi yang didasarkan pada sifat
asam dan basa senyawa organik, disamping kelarutannya. Senyawa asam atau
basa organik direaksikan dengan basa atau asam sehingga membentuk
garamnya. Garam yang dihasilkan ini tidak larut dalam pelarut organik (non-
polar) tetapi larut baik dalam air. Ekstraksi basa, dikembangkan untuk isolasi
kovalen asam organik dari campurannya, juga kovalen basa organik (alkaloid)
yang diekstraksi dengan asam mineral dengan cara titrasi.
Ekstraksi padat-cair, disebut juga ekstraksi pelarut. Dimana zat yang akan
diekstraksi (zat padat) terdapat dalam fasa padat. Cara ini banyak digunakan
dalam isolasi senyawa organik (padat) dari bahan alam. Soxhlet, yaitu peralatan
ekstraksi kontinu yang digunakan dalam praktek isolasi bahan alam.
Corong pisah adalah alat untuk melakukan ekstraksi cair-cair, yaitu proses
pengocokan sistem dua pelarut, supaya proses partisi berjalan lebih cepat.
Identifikasi pelarut bagian atas dan bawah, ditentukan atas dasar perbedaan
kerapatannya (g/mL). Kerapatan yang besar ada dibagian bawah.
Proses penyaringan, merupakan bagian penting dalam pemisahan zat
padat dari larutan atau zat cair. Ada dua macam cara penyaringan, yaitu
penyaringan gaya berat (biasa), dan penyaringan dengan pengisapan (suction).
Penyaringan biasa, digunakan untuk mengumpulkan cairan dari zat padat yang
tak larut. Penyaringan cara ini sering dilakukan pada kondisi suhu panas,
misalnya untuk memisahkan karbon aktif setelah proses penghilangan warna
larutan (decolorizing). Penyaringan dengan pengisapan, yaitu cara penyaringan
yang memerlukan kecepatan dan kuat, digunakan untuk memisahkan padatan
kristal dari cairannya dalam rekristalisasi. Pengisapan dilakukan dengan
menggunakan aspirator-air atau pompa vakum dengan design khusus. Corong
yang digunakan adalah corong buchner/ corong Hirsch.
Ekstraksi yang melibatkan air sebagai pelarut, umumnya air akan sedikit
terlarut dalam sejumlah pelarut organik seperti kloroform, benzen, dan eter. Ada
dua tahapan pengeringan, yaitu : pertama ekstrak ditambahkan larutan jenuh
natrium klorida (garam dapur) sejumlah volume yang sama. Garam akan
menaikkan polaritas air, berarti menurunkan kelarutannya dalam pelarut
organik. Kemudian tambahkan zat pengering garam anorganik anhidrat yang
betul-betul kering/baru. Zat pengering ini adalah anhidrat dari garam berair
kristal, yang kapasitasnya sebanding dengan jumlah air kristalnya. Yang umum
digunakan adalah MgSO4, Na2SO4, dan CaCl2. MgSO4 adalah pengering paling
efektif (air kristalnya sampai dengan 7H2O), tetapi sangat mahal. CaCl2 lebih
murah, tetapi sering membentuk komplek dengan beberapa senyawa organik
yang mengandung oksigen (misal : etanol).
Kafein merupakan senyawa yang termasuk kedalam golongan akaloid.
Alkaloid adalah senyawa yang mengandung atom nitrogen dalam strukturnya
dan banyak ditemukan pada tanaman. Senyawa alkaloid umumnya memiliki rasa
pahit dan sering kali memiliki sifat fisiologis aktif bagi manusia. Contoh senyawa
alkaloid adalah morfin, nikotin, striknin, dan kokain. Peranan senyawa ini dalam
tumbuhan adalah sebagai pestisida. Nikotin dalam tembakau dapat digunakan
juga sebagai insektisida. Kafein dapat dicerna oleh manusia. Kafein bertindak
sebagai stimulat, yang dapat menstimulasi kerja jantung, pernafasan, sistem
saraf pusat, dan sebagai diuretik. Kafein menyebabkan kegelisahan, insomnia,
dan sakit kepala, dan sebagai fisik dapat sebagai candu. Kafein cukup banyak
terkandung dalam teh. Nama ilmiah teh : Camellia sinensis, terdapat dua varietas
pohon teh yang digunakan, yaitu fokon teh cina berdaun kecil
(C.sinensis.sinensis) dan pohon teh asam yang berdaun lebar (C.sinensis
assamica). Daun teh yang difermentasi, disebut teh hitam. Daun teh yang tidak
difermentasi disebut teh hijau. Daun teh yang difermentasi sebagian disebut teh
oolong. Daun teh sebagian mengandung selulosa, suatu polimer dari glukosa
(monomer dari selulosa, disebut monosakarida) yang tidak larut dalam air.
Selulosa pada tumbuhan berfungsi hampir sama dengan serat protein dalam
hewan, yaitu sebagai material pembangun struktur tanaman. Terdapat beberapa
senyawa lain didalam daun teh, seperti kafein, tannin (senyawa fenolik, yaitu
senyawa yang memiliki gugus –OH yang terikat pada cincin aromatik) dan
sejumlah kecil klorofil.
IV. Alat dan bahan :
a. Alat :
1. Timbangan analitik
2. Penyaringan vakum
3. Labu erlenmeyer 250 mL
4. Beaker glass
5. Batang pengaduk
6. Pipet tetes
7. Gelas ukur
8. Kertas aluminium foil
9. Kertas saring
10. Corong gelas biasa
11. Corong pisah
12. Kaki tiga
13. Pembakar bunsen
14. Korek api
15. Kasa asbes
16. Kain kasa
17. Kondensor
18. Pelat TLC
19. Pereaksi semprot dragendorff
20. Pereaksi meyer
21. Kertas perkamen
22. RBF
b. Bahan :
1. 25 gram daun teh
2. 20 gram natrium karbonat
3. Air panas secukupnya
4. 30 mL diklorometana
5. Kalsium klorida anhidrat
6. 5 mL aseton panas
7. Ligroin (n-heksan)
8. Etil asetat : metanol = 3 : 1
9. Kloroform : metanol = 9 : 1
V. Prosedur :
A. Ekstraksi Padat/Cair : Ekstraksi Kafein dari Teh
1. Kedalam labu erlenmeyer 250 mL, dimasukkan 25 gram daun teh kering (atau
10 kantong teh celup) dan 20 gram natrium karbonat.
2. Ditambahkan kedalam labu erlenmeyer tersebut 225 mL air mendidih.
3. Campuran tersebut dibiarkan selama 7 menit.
4. Setelah dibiarkan selama 7 menit, campuran tersebut didekantasi kedalam
labu erlenmeyer lain.
5. Kedalam daun teh kemudian ditambahkan 50 mL air panas.
6. Ekstrak teh tersebut kemudian didekantasi dan digabungkan dengan ekstrak
teh sebelumnya.
7. Untuk mengekstrak sisa kafein yang mungkin ada, air berisi daun teh
dididihkan selama 20 menit dan didekantasi ekstraknya.
8. Ekstrak teh kemudian didinginkan hingga suhu kamar.
9. Kedalam corong pisah, dilakukan ekstraksi dengan menambahkan 30 mL
diklorometana kedalamya.
10. Corong pisah kemudian dikocok secara perlahan selama 5 menit (supaya
tidak terbentuk emulsi).
11. Setelah 5 menit, keran corong pisah tersebut kemudian dibuka untuk
mengeluarkan tekanan udara/gas dari dalam corong pisah.
12. Kedalam labu erlenmeyer 125 mL, digabungkan ekstrak diklorometana dan
semua fraksi yang berwujud emulsi.
13. Kedalam gabungan ekstrak dan emulsi tersebut, ditambahkan kalsium klorida
anhidrat dan sambil diaduk / digoyang selama 10 menit.
14. Secara hati – hati, ekstrak diklorometana kemudian didekantasi, dan jangan
sampai gumpalan kalsium klorida anhidrat ikut terbawa.
15. Dapat digunakan cara lain, yaitu : ekstrak diklorometana disaring dengan
menggunakan penyaringan biasa.
16. Kemudian, erlenmeyer dan kertas saring tersebut dibilas dengan 5 mL
diklorometana.
17. Filtrat yag didapat kemudian digabungkan dan dilakukan distilasi dengan
menggunakan penangas air untuk menguapkan diklorometana.
18. Produk yang terbentuk kemudian ditimbang .
19. Selanjutnya, dilakukan rekristalisasi dengan menggunakan 5 mL aseton
panas.
20. Kedalam labu erlenmeyer kecil, larutan tersebut kemudian dipindahkan
dengan menggunakan pipet.
21. Dalam keadaan panas, ligroin (n-heksan) dimasukkan kedalam labu
erlenmeyer tersebut tetes demi tetes sampai terbentuk kekeruhan.
22. Labu erlenmeyer tersebut kemudian didinginkan secara perlahan sampai
suhu kamar.
23. Kristal yang telah terbentuk, kemudian disaring dengan menggunakan
penyaringan isap (vakum).
24. Kemudian kristal tersebut dicuci dengan beberapa tetes ligroin (n-heksan)
dingin.
25. Terhadap kristal kafein tersebut yang telah dihasilkan, dilakukan pengujian
titik lelehnya.
B. Uji Kromatografi Lapis Tipis (TLC)
1. Hasil ekstraksi dari daun teh yang berupa sampel kristal kafein dilarutkan
sedikit saja dengan sedikit diklorometana atau kloroform.
2. Kemudian, larutan sampel tersebut ditotolkan di atas pelat TLC sampai
nodanya cukup tebal.
3. TLC tersebut kemudian dielusi dengan menggunakan eluen etil asetat :
metanol = 3 : 1.
4. Elusi juga dilakukan kepada eluen kloroform : metanol = 9 : 1.
5. Elusi dilakukan sampai batas atas pelat.
6. Setelah selesai dielusi, pelat TLC tersebut kemudian dikeluarkan dan
dikeringkan di udara terbuka.
7. Setelah itu, pelat yang telah dikembangkan, disemprot dengan pereaksi
semprot dragendroff.
8. Selanjutnya, pelat tersebut dipanaskan hingga kering.
9. Adanya alkaloid, akan ditunjukkan oleh noda pada pelat yang berwarna jingga.
10. Kemudian, ditentukan Rf dari masing-masing noda, dan dibandingkan.
C. Uji Alkaloid
1. Kedalam air, kristal kafein dilarutkan.
2. Kedalam air tersebut, juga dimasukkan 1 – 2 tetes pereaksi meyer.
3. Jika larutan tersebut mengandung alkaloid, maka terjadi endapan kuning
muda.
4. Kedalam larutan kafein lainnya, dimasukkan 1 – 2 tetes pereaksi dragendorff.
5. Jika larutan tersebut mengandung alkaloid, maka terjadi endapan jingga.
VI. Hasil dan pembahasan :
A. Ekstraksi Padat/Cair : Ekstraksi Kafein dari Teh
Sebanyak 25 gram daun teh kering ditimbang dengan menggunakan
neraca analitik. Hasil berat yang ditunjukkan adalah 25,0251 gram. Daun teh hasil
timbangan tersebut kemudian dimasukkan kedalam beaker glass dan
ditambahkan 20 gram natrium karbonat. Sebelumnya natrium karbonat
ditimbang juga dengan menggunakan neraca analiik. Berat yang dihasilkan
adalah 20,0162 gram. Kedalam beaker glass tersebut kemudian dimasukkan air
mendidih 225 mL dan sambil dipanaskan diatas penangas api. Penambahan air
mendidih dapat dilakukan sesuai keperluan. Air mendidih ini dimasukkan supaya
campuran daun teh tidak pekat dan mudah diaduk, dan dengan penambahan air
mendidih, kafein yang terkandung dalam daun teh diperoleh lebih banyak.
Apabila ditambahkan air dingin, kafein yang terdapat pada daun teh
perolehannya akan sedikit. Dengan peningkatan suhu, perolehan kafein yang
terdapat pada daun teh akan banyak. Natrium karbonat ditambahan juga
kedalam campuran tersebut karena dalam daun teh tidak hanya terdapat kafein.
Terdapat senyawa lain seperti tanin. Tanin ditambahkan dengan natrium
karbonat, akan menghasilkan garam. Garam yang dihasilkan ini larut dalam air.
Dengan penambahan natrium karbonat ini, diharapkan kafein yang ada pada
daun teh terambil semua tanpa ada senyawa lain selain kafein. Campuran
tersebut langsung dipanaskan diatas penangas api supaya lebih menghemat
waktu dan supaya air mendidih yang dimasukkan tadi tetap mendidih.
Persamaan reaksi antara tanin dan natrium karbonat :
Tanin + Na2CO3 → garam + H2
Selanjutnya, campuran daun teh tersebut kemudian disaring dengan
penyaringan vakum supaya tidak mengandung bekas-bekas daun teh lagi dan
ditampung di erlenmeyer. Ini dilakukan supaya dapat menghemat waktu dan
supaya ekstrak yang dihasilkan itu lebih banyak. Setelah disaring dengan
penyaringan vakum, ekstrak teh yang dihasilkan tersebut disarng dengan kertas
saring. Ini dilakukan supaya pada ekstrak teh yang didapat tadi tidak lagi
mengandung ampas dari daun teh yang berwujud kecil-kecil yang tidak tersaring
dengan penyaringan vakum. Setelah proses penyaringan tersebut, kedalam
beaker glass yang berisi sisa daun teh tersebut, ditambahkan daun teh dan 50 mL
air panas lagi. Jumlah air panas yang ditambahkan, tidak masalah jika melebihi 50
mL. Semakin banyak air panas, jumlah kafein yang terdapat pada daun teh akan
semakin banyak. Campuran daun teh yang ada beaker glass itu kemudian
disaring lagi dengan menggunakan penyaringan vakum. Hasilnya penyaringan
ditampung lagi kedalam beaker glass. Dan hasil penyaringan yang pertama
kemudian digabungkan dengan hasil penyaringan yang kedua. Ekstrak teh yang
dihasilkan kemudian didinginkan hingga suhu 25°C. Pendinginan ini dilakukan
supaya pada waktu dimasukkan kedalam corong pisah, ekstrak teh tersebut tidak
panas lagi sehingga memudahkan untuk mengekstraknya. Ekstrak teh tersebut
kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan 30 mL
diklorometana serta langsung diekstraksi. Penambahan diklorometana ini
dilakukan karena supaya kafein yang terdapat pada ekstrak teh tersebut
berdifusi ke diklorometana. Diklorometana merupakan pelarut organik yang
bersifat non polar dan bersifat kurang polar dari air. Zat yang ingin dipisahkan,
larut dalam zat yang diinginkan. Kelarutan suatu senyawa dipengaruhi oleh
kepolaran. Kepolaran itu sendiri dipengaruhi oleh momen dipol. Dan momen
dipol itu sendiri dipengaruhi oleh keelektronegatifan. Jika keelektronegatifan
besar, momen dipol akan besar (tidak sama dengan nol) sehingga senyawa
tersebut bersifat polar. Kemudian, corong pisah diaduk perlahan (jangan terlalu
kencang) dan sesekali dibuka kerannya untuk mengeluarkan tekanan udaranya.
Pengadukan ini tidak boleh dilakukan terlalu kencang karena kalau terlalu
kencang akan terbentuk emulsi. Emulsi merupakan sistem yang secara
termodinamika tidak stabil, dimana salah satu fase terdispersi didalam fase
pendispersinya. Proses terbentuknya emulsi, yaitu : tanin yang terdapat pada
daun teh termasuk golongan asam fenolat. Ketika tanin ditambahkan dengan
Na2CO3, tanin menjadi bersifat an-ion dan dapat larut dalam air. Proses ini
disebut deprotonasi gugus –OH dan menghasilkan garam yang bersifat an-ion
dari tanin. Garam yang dihasilkan surfaktan an-ion, dapat menurunkan tegangan
permukaan antara diklorometana dan air, serta dapat meningkatkan gaya adhesi.
Garam inilah yang menyebabkan emulsi terjadi. Selanjutnya dilakukan proses
penambahan dklorometana tadi sebanyak 3x30 mL. Pengulangan proses ini
dilakukan untuk mendapatkan ekstrak yang lebih banyak. Selanjutnya,
ditambahkan kalsium klorida anhidrat kedalam corong pisah tersebut.
Penambahan kalsium klorida anhidrat adalah untuk menarik air, karena fase
airnya tidak dibutuhkan lagi. Dikocok perlahan dan selanjutnya dilakukan
dekantasi. Pada saat pemisahan (setelah pengocokan), terdapat dua lapisan pada
corong pisah, yaitu lapisan bawah berisi diklorometana dan lapisan atas berisi air
dan ekstrak teh. Diklrometana berada dilapisan bawah karena berat jenis
diklorometana lebih besar dari air, sehingga kafein yang ada di air berdifusi ke
diklorometana. Warna awal dari diklorometana adalah bening (tidak berwarna).
Tetapi, ketika telah terjadi pemisahan, diklorometana menjadi berwarna bening
sedikit ke kuning kehijauan. Ini menunjukkan bahwa diklorometana sekarang
telah mengandung kafein. Langkah selanjutnya adalah filtrat yang dihasilkan tadi
didistilasi dengan menggunakan alat didistilasi. Tujuan dilakukan distilasi ini
supaya untuk menguapkan diklorometana. Distilasi adalah proses pemisahan zat
cair berdasarkan perbedaan titik didih. Setelah didistilasi, terdapat produk yang
dihasilkan. Produk yang dihasilkan kemudian ditimbang dan direkristalisasi
dengan 5 mL aseton panas. Penambahan aseton ini dilakukan untuk melarutkan
kristal kafein yang terbentuk. Selanjutnya larutan tersebut dipindahkan ke labu
erlenmeyer kecil dengan menggunakan pipet. Dalam keadaan panas,
ditambahkan ligroin/n-heksan tetes demi tetes sampai keruh. Penambahan n-
heksan ini dilakukan karena n-heksan bersifat non-polar dan bisa digunakan
untuk menjenuhkan kafein, sama dengan kafein yang bersifat non-polar. Dari
kesamaan sifat tersebut, diharapkan n-heksan dan kafein tersebut bisa
mengendap. Kemudian dilakukan penambahan n-heksan untuk kedua kalinya. Ini
dilakukan untuk mendapatkan jumlah kafein yang maksimal.
Pada tahap akhir, ditentukan dengan menggunakan melting block, titik
leleh kafein antara 196-198°C. Titik leleh yang didapat ini, tidak sesuai dengan
data pada literatur yang menyatakan bahwa titik leleh dari kafein adalah sekitar
178°C. Ketidaksesuaian ini terjadi karena terdapat kontaminan lain dalam ekstrak
yang memiliki titik leleh lebih tinggi. Selain itu, ekstrak juga belum benar-benar
kering (masih mengandung diklorometan). (Ulysses,R.2009)
B. Uji Kromatografi Lapis Tipis (TLC)
Pada kromatografi lapis tipis ini, digunakan pelat alumunium dengan
silika gel sebagai fasa diam dan pelarut organik, atau beberapa campuran pelarut
organik sebagai fasa gerak. Ketika fasa gerak melalui permukaan silika gel, fasa
gerak ini membawa analit organik melalui partikel fasa diam. Namun, analit
hanya bisa bergerak bersama pelarut jika tidak terikat pada permukaan silika gel.
Karakter elektopositif silika gel dan karakter elektronegatif oksigen
membuat fasa diam silika gel sangatlah polar. Karena itu, semakin polar molekul
yang aka dipisahkan, semakin kuat interaksinya dengan silika gel. Hal ini juga
yang menyebabkan pemilihan pelarut non-polar (diklorometana) pada
percobaan ini. Pelarut non-polar akan lebih lama berada pada fasa gerak dan
jarak yang dapat ditempuhnya dapat dipastikan merupakan jarak terjauh dari
kondisi awal sebelum dielusi. Karena itu, perbandingan Rf dari suatu zat yang kita
ari dengan pelarut dapat dilakukan dengan baik.
Pemilihan jenis absorben sebagai fasa diam dan sistem pelarut sebagai
gerak haruslah dilakukan dengan tepat. Absorben dan pelarut harus dipilih
sedemikian rupa agar terjadi kesetimbangan. Jika absorben mengikat semua
molekul terlarut dengan kuat, maka senyawa-senyawa tersebut akan dengan
mudah keluar dari kolom tanpa adanya pemisahan.
Penyemprotan dengan reagen dragendorff dan pengeringannya setelah
proses elusi dimaksudkan untuk memberi warna pada zat organik yang kita dapat
pada sampel. Hal ini perlu karena meskipun beberapa senyawa organik telah
nampak berwarna, sebagian besar senyawa organik malah tidak memiliki warna
dan memerlukan pewarnaan buatan untuk memudahkan pengamatan.
Selain berfungsi sebagai media analisis kualitatif, KLT juga memberkan
gambaran kuantitatif kromatografik yang disebut Rf yang diekspresikan sebagai
fraksi desimal. Secara sistematis, Rf merupakan nilai perbandingan antara jarak
tempuh zat dan jarak tempuh pelarut.
Pada percobaan ini, dilakukan beberapa perlakuan, seperti : sebuah garis
menggunakan pensil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes
pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan
penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dai tetesan.
Jika ini dilakukan dengan menggunakan ekstraksi, pewarna dari ekstrak akan
bergerak selayaknya kromatogram dibentuk. Ketika bercak dari campuran itu
mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi
pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas
pelarut berada dibawah garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk
menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bahwa kondisi dalam gelas kimia
terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas
kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut.
Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang
berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda
dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna.
Gambar menunjukkan lempengan setelah pelarut bergerak setengah dari
lempengan. Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini
akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang
berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.
Pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi
senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang
ditempuh oleh pelarut dan jarak yang ditempuh oleh bercak warna masing-
masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan
dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis,
sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran dilakukan seperti pada
gambar.
Semakin polar senyawa yang terkandung pada larutan, semakin kuat
interaksinya dengan fase diam yang digunakan, semakin kecil nilai Rf yang
dihasilkannya.
Etil asetat dan kloroform berfungsi sebagai medium fasa gerak larutan
organik, dan metanol berfungsi sebagai medium fasa gerak larutan polar atau air.
Larutan organik akan terkapilarisasi bersama dengan pelarut organik etil asetat
atau kloroform, sedangkan jika larutan bersifat polar maka akan terkapilarisasi
bersama pelarut polar (metanol). Kafein yang merupakan senyawa organik akan
terkapilarisasi bersama etil asetat dan kloroform.
Jarak yang ditempuh oleh etil asetat adalah 2,4 cm. Sedangkan jarak yang
ditempuh kloroform adalah 3,2. Dan jarak yang ditempuh pelarut adalah 4 cm.
Terdapat beda Rf yang dihasilkan elusi menggunakan etil asetat dan
kloroform. Hal ini terjadi karena keduanya memiliki beda tingkat polaritas.
Dengan Rf yang lebih kecil, etil asetat memiliki tingkat polaritas yang lebih tinggi
dari kloroform. Namun, pada dasarnya uji KLT ini telah membuktikan adanya
alkaloid jenis kafein dalam sampel. (Ulysses,R.2009)
Perhitungan Rf pada eluen :
a. Etil asetat
Rf = jarak yangditempuh solutejarak yangditempuh pelarut
Rf = 2,44
Rf = 0,6
b. Kloroform
Rf = jarak yangditempuh solutejarak yangditempuh pelarut
Rf = 3,24
Rf = 0,8
C. Uji Alkaloid
Dilakukan uji alkaloid adalah untuk memastikan apakah senyawa yang
akan diuji tersebut benar-benar golongan alkaloid atau tidak. Pereaksi yang
digunakan pada percobaan ini adalah pereaksi meyer. Pereaksi meyer memiliki
beberapa komponen, yaitu : logam Ag yang berwarna kuning muda, dan logam
Hg yang berwarna putih.
Pengujian alkaloid menggunakan pereaksi meyer dan dragendorff pada
dasarnya menggunakan sifat dasar alkaloid yang reaktif terhadap logam berat.
Dalam hal ini, pereaksi meyer mengandung logam berat Bi (bismut) dan pereaksi
dragendorff mengandung logam berat Pb (timbal). Bukti keberadaan alkaloid
dalam sampel terutama dengan melihat keberadaan gumpalan atau endapan
setelah terjadi reaksi antara sampel dan pereaksi meyer atau dragendorff. Pada
pereaksi meyer, jika terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan bismut
sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna kuning. Pada
pereaksi dragendorff, jika terdapat alkaloid, alkaloid akan bereaksi dengan timbal
sehingga menggumpal dan mengendap dalam endapan berwarna merah tua
atau merah kecoklatan atau jingga.
Warna sampel awal dari larutan kristal kafein dan air adalah kuning
kehijauan. Setelah dilakukan uji meyer, menghasilkan warna kuning keruh, dan
terdapat endapan berwarna kuning.
Dari hasil pengamatan dari pencampuran ekstrak C.sinensis sinensis
dengan kedua reagen menunjukkan tingginya kadar alkaloid yang terkandung di
dalam ekstrak. Pada reaksi dengan reagen meyer, campuran nampak keruh dan
terdapat endapan kuning. Selain itu, melihat reaksinya dengan reagen
dragendorff yang menunjukkan adanya reaksi pengendapan, keberadaan sifat
alkaloid pada ekstrak juga semakin bisa dipastikan. Berdasarkan sifat alkaloid ini
dapat ditentukan bahwa yang diekstrak memang benar-benar merupakan
alkaloid tipe kafein. Umumnya, endapan lebih mudah muncul dengan reaksi
antara sampel dengan dragendorff daripada dengan meyer. Ini dikarenakan,
dibutuhkan lebih banyak alkaloid untuk menggumpalkan logam berat jenis
bismut daripada timbal. (Ulysses,R.2009)
VII. Kesimpulan :
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa konsep
dasar dari ekstraksi adalah pemisahan senyawa kimia berdasarkan perbedaan
kelarutan dan kepolaran senyawa tersebut. Terdapat 3 jens ekstraksi, yaitu :
ekstraksi padat – cair, ekstraksi cair – cair, dan ekstraksi asam – basa. Dan tujuan
dari penggaraman adalah untuk menurunkan tegangan permukaan antara
diklorometana dan air. Serta dapat disimpulkan bahwa ekstrak Camellia Sinensis
Sinensis yang dihasilkan merupakan alkaloid kafein.
VIII. Daftar pustaka :
Tim Asisten Laboratorium Farmasi Unit A.2013.Penuntun Praktikum Kimia
Organik.Bandung:Universitas Islam Bandung.
Mayo, D.W., Pike,R.M., Trumper, P.K., Miroscale Organic Laboratory, 3rd edition, John Wiley & Sons, New York, 1994, p.73 - 89; 144 – 153.
Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniques in Organic
Chemistry, Prentice Hall Inc.,New Jersey, 1992, p.56 – 59; 399 – 404.
Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition,
Boston, 1999, p.127 – 155.
Robinson,T.1991.Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.Bandung : ITB.
Ita Mustikawati.2006.Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari
Daun Gendarussa Vulgaris Nees.Thesis.Digital Library Universitas Airlangga.
Ronquillo,Ulysses.2009.Pemisahan Senyawa Organik, Ekstraksi : Isolasi kafein
dari teh dan Uji Alkaloid.Wordpress.com:Black-Letterhead.