Upload
lamkien
View
243
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Volume II Edisi Pertama 2012
19
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat Lokal Dan Mahasiswa Pemondok Dalam
Pembangunan Kesehatan Berwawasan Lingkungan
Di Jatinangor Kabupaten Sumedang
Oleh : Soni A. Nulhaqim
ABSTRACT
The expected environment in Jatinangor is being a good environment to be the
healthy environment, so there are need more effort to increase of healthy environment. In
the research that the title is Planning of Locality Society and Student Empowering of
Health Development in Seeing the Environment, purposed to know about health in
Jatinangor, behavior of societies and students in healthy environment, also their role and
efforts in Health Development in Seeing the Environment. Its included five health
indicators, among they are healthy dwelling, cleaned water, water closet, rubbish, and
neighborhood waste (RAKSA). This research used descriptive method and take the sample
based the location of had large student number. The amount of respondent are 30 people
from local society and 30 people from student.
The study result, about the healthy dwelling is all respondenrs already permanent,
and their efforts of respondents are still based on their habitual activities like open the
door and window in the morning. And the respondent already have desire to take care the
interaction among them. About the good water, the respondent use drill well or digging
well. And their consumption of water from refill mineral water or bought mineral water.
Their efforts to maintain the water is cleaning the water places. About water closet, all the
respondents already have their own closet. And majority respondent already have septic
tank. About the management of rubbish, all the respondents manage it by themselves, with
throw their rubbish in to rubbish place but based this research the majority is burning
their rubbish because in Jatinangor not yet has rubbish official. Neighborhood waste, the
majority of respondent already have drainage ditch and the direction to the river.
In doing the community empowerment of health development in seeing the
environment, recommended that it should be implement Stakeholder Integration System of
Community Empowerment of Health Development Based on Environment synchronizes all
stakeholder system in order to carry out implemented strategies of flowered model,
Volume II Edisi Pertama 2012
20
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
especially their who carry out the programs based five health indicators, among they are
healthy dwelling, cleaned water, water closet, rubbish, and neighborhood waste (RAKSA).
1. PENDAHULUAN
Jatinangor adalah salah satu kecamatan di Barat Kab. Sumedang dan dikenal sebagai
kawasan pendidikan, di dalamnya terdapat empat Perguruan Tinggi yaitu Universitas
Padjadjaran, Universitas Winaya Mukti, IKOPIN (Institut Koperasi dan Manajemen
Indonesia), dan IPDN (Institut Pendidikan Dalam Negeri). Maka dari itu pendatang yang
berasal dari luar dari daerah untuk menuntut ilmu di Jatinangor semakin banyak. Jumlah
pemondokan yang disediakan untuk mahasiswa terus bertambah, berdasarkan data
Kecamatan Jatinangor pada tahun 2002 jumlah pemondokan telah mencapai 927 buah dan
jumlah kamar 11.341 kamar, sedangkan jumlah kamar yang terisi yaitu 8.907. Jika melihat
jumlah mahasiswa yang mondok di Jatinangor cukup besar jika dibandingkan dengan
jumlah penduduk Jatinangor yaitu sebesar 68.411 jiwa.
Semakin banyaknya mahasiswa, maka pembangunan fisik di Jatinangor sangat cepat
untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dari luar, akibatnya pembangunan kurang
memperhatikan aspek pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan. Seperti
semerawutnya penataan pembangunan pondokan hingga lahan untuk serapan air semakin
berkurang, bahkan ada beberapa titik rawan air bersih, kemudian semakin banyaknya
pondokan maka dibutuhkan banyaknya tempat untuk septictank, jika tidak memperhatikan
hal ini maka sumber air bersih akan mudah tercemar, kemudian pengelolaan sampah masih
kurang, terutama dari fasilitas sampah. Maka diperlukan usaha-usaha dalam pembangunan
kesehatan yang berkesinambungan dengan mensinergikan antara masyarakat lokal dengan
mahasiswa pendatang yang mondok di daerah Jatinangor.
Lingkungan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya
keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi
lingkungan yang memadai, perumahan dan permukiman yang sehat, perencanaan kawasan
yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong-
menolong dalam memelihara nilai-nilai budaya bangsa. Maka masa depan yang ingin
dicapai melalui pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan berwawasan
lingkungan dimana masyarakatnya hidup dalam lingkungan yang sehat dengan perilaku
yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
Volume II Edisi Pertama 2012
21
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
secara adil, merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sehingga
Kabupaten Sumedang dapat memberi andil cukup besar dalam pencapaian tujuan
Pembangunan Kesehatan Nasional yaitu Indonesia Sehat 2010.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, diperlukan usaha-usaha dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat beserta lingkungannya dengan mendorong
kemandirian para mahasiswa pondokan dan masyarakat lokal untuk hidup sehat yaitu perlu
ditingkatkannya tingkat perilaku sehat mahasiswa pondokan dan masyarakat lokal dalam
pembangunan kesehatan terutama dalam lingkungan mereka, hingga pola perilaku mereka
dapat membentuk kondisi lingkungan yang kondusif untuk hidup sehat.
Upaya tersebut dilakukan melalui perencanaan pembangunan kesehatan yang
difokuskan pada pemberdayaan mahasiswa pondokan dan masyarakat lokal dalam
pembangunan kesehatan yang berwawasan lingkungan yang sehat agar terdorong
kemandirian masyarakat secara keseluruhan untuk hidup sehat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan identifikasi masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana keadaan lingkungan pemondokan Mahasiswa dan rumah penduduk?
2. Bagaimana keadaan keadaan air bersih di lingkungan pemondokan mahasiswa dan
rumah penduduk?
3. Bagaimana keadaan Kakus/MCK di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah
penduduk?
4. Bagaimana keadaan pembuangan dan pengelolaan sampah di lingkungan pemondokan
mahasiswa dan rumah penduduk?
5. Bagaimana saluran pembuangan air limbah rumah tangga di lingkungan pemondokan
mahasiswa dan rumah penduduk?
6. Bagaimana perencanaan pemberdayaan masyarakat lokal dengan mahasiswa
pemondok dalam pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan?
Kemudian tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari tentang:
1. Keadaan lingkungan pemondokan Mahasiswa dan rumah penduduk
2. Keadaan keadaan air bersih di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah
penduduk
3. Keadaan Kakus/MCK di lingkungan pemondokan mahasiswa dan rumah penduduk
Volume II Edisi Pertama 2012
22
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
4. Keadaan pembuangan dan pengelolaan sampah di lingkungan pemondokan
mahasiswa dan rumah penduduk
5. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga di lingkungan pemondokan mahasiswa
dan rumah penduduk
6. Perencanaan pemberdayaan masyarakat lokal dengan mahasiswa pemondok dalam
pembangunan kesehatan berwawasan lingkungan
Definisi Operasional
Guna mengarahkan penelitian ini, penyusun mengemukakan definisi operasional sebagai
berikut:
1. Pembangunan kesehatan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna
mencapai hasil yang optimal.
2. Kesehatan berwawasan lingkungan adalah keadaan tempat tinggal masyarakat baik
individu, keluarga maupun masyarakat yang menunjang hidup sehat.
3. Pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat untuk mengatasi permasalahannya
sendiri dalam menjalankan hidupnya.
4. Perencanaan adalah adalah proses dalam menyusun arah tujuan dengan
mempersiapkan tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai tujuan tersebut.
5. Program-program yang ditujukan untuk mencapai tingkat kemandirian masyarakat
dalam pembangunan kesehatan dengan menjaga lingkungannya hingga menjadi
kondusif untuk hidup sehat.
6. Perencanaan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan berwawasan
lingkungan yaitu penyusunan arah tujuan program pembangunan kesehatan
berwawasan lingkungan dengan memegang prinsip partisipasi, kemandirian, dan
kesinambungan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan teknik survey. Serta untuk
mendapat dukungan data, dalam penelitian ini mengambil beberapa orang untuk di
wawancara tersturktur. Penelitian ini dilakukan di Jatinangor, Kabupaten Sumedang
dengan sasaran populasi adalah mahasiswa pondokan, masyarakat lokal, tokoh masyarakat
Volume II Edisi Pertama 2012
23
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
dan aparat pemerintah khususnya instansi terkait yang memiliki kewenangan dalam
perencanaan pembangunan kesehatan baik dari tingkat II maupun sampai tingkat
kecamatan. Penentuan wilayah berdasarkan jumlah mahasiswa yang paling banyak
berdasarkan data di pemerintahan kecamatan Jatinangor. Teknik penentuan menggunakan
Quota random samling yaitu dengan mengambil sampel 30 responden mahasiswa yang
tinggal di pemondokan dan 30 responden masyarakat setempat. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara accidental random sampling
Untuk keperluan analisis kajian ini, data atau informasi yang dikumpulkan berasal
dari data hasil wawancara kepada masyarakat dalam pembangunan kesehatan berwawasan
lingkungan Kemudian data juga diperoleh dari tokoh masyarakat setempat dalam bentuk
indepth interview dan data penunjang lainnya dari dinas-dinas atau sumber-sumber lain.
Untuk melengkapi kajian ini dilakukan pula penelusuran dari berbagai kebijakan atau
dokumen yang terkait dengan kajian ini.
Data yang terkumpul, terutama hasil kuesioner diproses dengan menggunakan
program SPSS, yaitu program statistik dengan menggunakan alat bantu komputer.
Sebelum data di proses terlebih dahulu dilakukan coding data yaitu kegiatan untuk
mengklasifikasikan jawaban responden ke dalam kelompok-kelompok yang telah
ditentukan, hal ini dilakukan terutama pada jawaban yang bersifat terbuka. Setelah
kegiatan coding dilakukan maka proses berikutnya adalah entry data yaitu kegiatan
memasukan data hasil wawancara yang telah melewati proses peng-codingan ke dalam
program SPSS yang selanjutnya dilakukan pengolah data. Hasil dari pengolahan data
ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi. Sementara informasi dari Instansi pemerintah
dilakukan melalui kategori data, pengecekan data oleh informan dan pengungkapan
informasi secara naratif.
2. KAJIAN PUSTAKA
Mahasiswa Pemondok
Mahasiswa pemondok sebagai pendatang biasanya harus melakukan penyyesuaian-
penyesuaian kebudayaan, baik dari segi bahasa maupun adat istiadat. Norma-norma,
kebiasaan dan tata kelakuan dipelajari dan dilaksanakan oleh mahasiswa pemondok agar
menjadi bagian dari masyarakat tersebut sehingga dapat terjalin kehidupan masyarakat
Volume II Edisi Pertama 2012
24
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
yang baik. Interaksi sosial tersebut membawa perubahan-perubahan yang diharapkan
memberikan kemajuan bagi kedua belah pihak, terutama masyarakat setempat. Hal ini
selaras dengan yang diungkapkan oleh Astrid S. Susanto (1983) bahwa :
“ …tugas pemuda adalah membentuk „agency of sociual change (for pfogress)‟
yang diarahkan pada falsafah hidup masyarakat dengan manusia yang bermartabat”
Mahasiswa dapat melakukan perubahan-peruabahn itu dengan cara berpartisipasi
dan ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat. Partisipasi sosial
menurut Holil Soelaiman (1985:6) adalah :
“keterlibatan aktif warga masyarakat baik secara perorangan, kelompok atau dalam
kesatuan masyarakat, dalam proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan
pelaksanaan program pelayanan social dan pembangunan masyarakat yang
dilaksanakan di luar maupun di dalam Lingkungan masyarakat atas dasar kesadaran
dan tanggung jawab sosialnya”
Mahasiswa pemondok sebagai sivitas memiliki kewajiban untuk membawa
pencerahan intelektual bagi masyarakat sekitarnya. Salah satu cara yaitu dilakukan dengan
berpartisipasi mahasiswa pemondok dalam kegiatan masyarakat terutama dalam bidang
kesehatan lingkungan. Masyarakat tentunya memiliki harapan akan keberadaan mahasiswa
pemondok untuk berpartisipasi di lingkungan sekitarnya seperti yang dinyatakan oleh Dudi
Supardi :
“Kami sebagai masyarakat Jatinangor, benar-benar berharap mahasiswa dapat
memposisikan dirinya di masyarakat….Kami berharap mahasiswa bisa
berpartisipasi supaya ada keseimbangan antara masyarakat asli dengan mahasiswa”
(Tabloid Djatinangor, 2002:8)
Pemberdayaan Masyarakat
Upaya pembangunan sosial pada dasarnya merupakan suatu pemberdayaan
masyarakat. Bagi seorang pelaku perubahan, hal yang dilakukan terhadap klien mereka
(baik individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas) adalah upaya memberdayakan
(mengembangkan klien dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya)
guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Dalam kaitan dengan ini, Payne dalam Adi
Volume II Edisi Pertama 2012
25
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
(2000 : 32) mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment), pada intinya
ditujukan guna :
Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk
mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini
dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk
menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari
lingkungannya.
Istilah pemberdayaan masyarakat menunjukkan digunakannya berbagai pendekatan
dan teknik dalam suatu program tertentu pada masyarakat-masyarakat lokal sebagai
kesatuan tindakan dan mengusahakan perpaduan diantara bantuan yang berasal dari luar
dengan keputusan dan upaya masyarakat lokal yang diorganisasikan. Program ini
dimaksudkan sebagai upaya untuk mendorong prakarsa dan kepemimpinan lokal sebagai
salah satu perubahan primer (Definisi PBB dalam Soetarso, 1994 : 5-10).
Terkait dengan isu Pembangunan Sosial dan Pemberdayaan, maka dalam bidang
Ilmu Kesejahteraan Sosial dikenal dua bentuk intervensi sosial yang dikembangkan guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat, intervensi di level (tingkat) Mikro (Individu,
keluarga, dan kelompok) dan Makro (komunitas dan Organisasi). Intervensi di tingkat
makro merupakan bentuk intervensi dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial yang dugunakan
untuk melakukan perubahan dan pemberdayaan pada tingkat komunitas dan organisasi.
Intervensi makro dikenal dengan istilah yang berbeda di beberapa negara, antara lain
istilah community work atau community organization. Intervensi komunitas itu sendiri
pada dasarnya terdiri dari beberapa model intervensi antara lain yang dikemukakan oleh
Glen yang mengacu pada model intervensi community development (pengembangan
masyarakat), community action (aksi komunitas) dan community services approach
(pendekatan pelayanan masyarakat).
Netting dalam Adi (2001 : 34) mengemukakan pemberdayaan masyarakat
merupakan bentuk intervensi langsung yang dirancang dalam rangka melakukan
perubahan secara terencana pada tingkat organisasi dan komunitas. Kemudian Rothman
dan Tropman (1987 : 3) menyatakan intervensi makro mencakup berbagai metode
profesional yang digunakan untuk mengubah sistem sasaran yang lebih besar dari individu,
Volume II Edisi Pertama 2012
26
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
kelompok dan keluarga, yaitu : organisasi, komunitas baik ditingkat lokal, regional
maupun nasional secara utuh. Praktek makro berhubungan dengan aspek pelayanan
masyarakat yang pada dasarnya bukan hal yang bersifat klinis, tetapi lebih memfokuskan
pada pendekatan sosial yang lebih luas dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih
baik di masyarakat.
Terlihat beragamnya istilah yang digunakan para akademis untuk menggambarkan
bentuk Intervensi Makro dalam bidang pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Meskipun
ada perbedaan dalam pengkategorian, tetapi secara mendasar mereka membicarakan suatu
yang sama. pada intinya melihat bahwa „Intervensi Makro‟ (Macro Intervention),
Intervensi Komunitas (Community intervention), „community work‟, „social work Macro
Practice‟ merujuk pada praktek dan kegiatan yang sama yaitu : Pengembangan Masyarakat
(community development), Aksi Komunitas (Community action), dan Pendekatan
Pelayanan Masyarakat (community services approach).
Teknik Analisis SWOT
Organisasi, pada hakekatnya merupakan suatu ecological entity, yakni merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan di sekitarnya, dan ikut memberikan
pengaruh terhadap maju mundurnya organisasi. Dapat dikatakan pula bahwa sebagai suatu
etentitas, organisasi tidak beroperasi di ruang hampa, melainkan berinteraksi dengan
unsur-unsur lingkungannya, baik internal maupun eksternal.
Sehubungan dengan adanya interaksi antar organisasi dengan unsur-unsur
lingkungannya tadi, maka seluruh pendukung organisasi perlu menentukan respon agar
dapat mengantisipasi setiap kemungkinan yang terjadi, khususnya yang memberikan
dampak negatif bagi organisasi. Tujuan akhir dari upaya merespon kondisi ini adalah untuk
mempertahankan hidup organisasi (survive). Kemudian untuk dapat menentukan respon
yang tepat dan akurat, maka organisasi perlu melakukan analisis faktor internal (kekuatan
dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan ancaman). Dari analisis dua faktor ini
diharapkan agar akan dihasilkan sinergi untuk mencapai tujuan organisasi.
Selanjutnya untuk mengarah pada suatu strategi yang sinergis, perlu
diidentifikasikan berbagai alternatif tindakan yang mungkin dapat ditempuh. Pada tahap
inilah terdapat proses seleksi atau pemilihan alternatif yang paling feasible, applicable,
serta accountable. Namun perlu diperhatikan bahwa penentuan tindakan alternatif
Volume II Edisi Pertama 2012
27
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
(alternative actions) menjadi tindakan terpilih (decided actions), harus berjalan seiring
dengan norma-norma yang lebih tinggi yang menjadi visi dan misi organisasi yang
bersangkutan. Dalam kaitan ini, visi dilakukan sebagai suatu kondisi yang ingin
diraih/dituju (what you are going to be?) ; sedangkan misi adalah suatu tindakan yang
harus dilakukan untuk menju ke arah yang diinginkan (what are you going to do?). setelah
ditentukan tindakan yang harus dilakukan, maka langkah terakhir adalah menentukan
rencana tindak lanjut (plan of actions) dari setiap rencana secara terperinci.
Analisis SWOT merupakan suatu proses kreatif dalam merencanakan strategi,
kebijakan, dan program-program kerja suatu organisasi atau unit organisasi dengan
memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan internal dan eksternal organisasi tersebut,
baik dari sisi positif maupun sisi negatifnya. Dengan kata lain, analisis SWOT adalah
identifikasi berbagai faktor sacara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan,
dengan cara memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun pada saat bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan dan ancaman (Freddy Rangkuti, 1997: 19).
Dalam bentuk tabel, lingkungan internal dan lingkungan eksternalanisasi beserta sisi
positif dan negatifnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel
Lingkungan Internal dan Eksternal Organisasi dan Sifatnya
+/- Internal Eksternal
Positif Strenght (Kekuatan) Opportunity
(Peluang)
Negatif Weaknesses
(Kelemahan)
Threat
(Ancaman)
3. HASIL PENELITIAN DAN DAN PEMBAHASAN
Keadaan lingkungan tempat tinggal Mahasiswa dan tempat tinggal penduduk
Dalam pembangunan kesehatan penglolaan keehatan lingkungan sangat penting
karena merupakan salah satu kebijakan umum untuk mencapai Indonesia Sehat 2010.
Peneliti menspesifikasikan kesehatan lingkungan ke dalam 5 (lima) aspek yaitu Rumah
Sehat. Air Bersih, Kakus, Sampah, dan Air Limbah (RAKSA).
Hasil penelitian tentang kebijakan dalam kesehatan berwawasan lingkungan
berdasarkan persepsi masyarakat Sumedang terutama di daerah Jatinangor. Terhadap
kelima kajian dalam kesehatan lingkungan dapat dikemukakan sebagai berikut :
Volume II Edisi Pertama 2012
28
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Rumah Sehat
Sebelum masuk ke kebutuhan-kebutuhan dalam rumah sehat, peneliti
mengkategorikan rumah responden yaitu rumah tergabung dengan kos-kosan atau terpisah,
hasilnya yaitu seperti pada berikut ini :
Tabel
Kategori Rumah
Uraian Penduduk Lokal Mahasiswa
F % F %
Rumah Tergabung Dengan Kosan
7 23,3 9 30
Rumah Terpisah Dengan Kosan
23 76,7 21 70
TOTAL 30 100 30 100 Sumber: Penelitian 2006
Berdasarkan tabel tersebut, kategorisasi rumah dan kosan terpisah paling banyak
hingga dapat dikatakan interaksi sosial antara penduduk lokal dengan mahasiswa belum
dapat dikatakan baik. Berpisahnya rumah penduduk lokal dengan mahasiswa akan
memperlebar jarak antara mahasiswa dengan penduduk lokal. Sehingga transfer
knowledge yang diharapkan dari mahasiswa sebagai agent of change terhadap penduduk
lokal tidak akan berjalan dengan semestinya.
A. Kebutuhan Fisiologis
Persepsi responden mengenai rumah sehat sangat bervariatif, jika dilihat dari jenis
rumah yaitu permanen, semi permanen dan non permanent. Untuk keadaan jenis rumah
dapat dikatakan rumah penduduk lokal sudah cukup baik, ini dapat terlihat dari 30
responden yang di teliti 93,3% memliki rumah yang permanen. Memiliki rumah yang
permanen secara langsung berkorelasi terhadap peningkatan kesehatan yang bersangkutan.
Rumah yang permanen akan memiliki sanitasi yang lebih baik dari rumah yang semi
permanen maupun yang non permanen. Sedangkan pondokan/kos-kosan mahasiswa,
seluruh rumah pondokan/kos-kosan mahasiswa (100%) adalah rumah permanen.
Kemudian, mengenai jenis lantai seluruh responden baik penduduk lokal maupun
mahasiswa menyatakan memiliki jenis lantai bertegel. Jenis rumah yang bertegel dapat
menunjang tingkat kesehatan yang baik, karena dikorelasikan rumah bertegel terhindar dari
Volume II Edisi Pertama 2012
29
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
kotoran-kotoran di dalam rumah, dan kemudahan untuk membersihkan keadaan rumah.
Hal inipun sama dengan kepemilikan jendela seluruhnya (100%) menjawab memiliki
jendela. Kepemilikan jendela sangat penting dalam rumah, terutama untuk menjaga udara
atau pencahayaan di dalam rumah. Dari hasil penelitian, seluruh responden memiliki
jendela rumah, karena sudah semestinya jendela ada di tiap rumah mapun tempat kost.
Sedangkan upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga udara di rumah.
Berdasarkan hasil penelitian, jawaban dari penduduk lokal maupun mahasiswa bermacam-
macam, tapi mayoritas lebih banyak menjawab upaya yang dilakukan adalah jendela dan
pintu dibuka sebanyak 36,7% bagi penduduk lokal sedangkan mahasiswa sebanayk 50%. ,
Tabel
Upaya Menjaga Udara di Rumah
Uraian Penduduk Mahasiswa
F % F %
Lingkungan fisik rumah terbuka untuk
pencahayaan
9 30 9 30
Jendela dan Pintu sering dibuka 11 36,7 15 50
Penanaman pohon di halaman 2 6,7 1 3,3
Lingkungan rumah terbuka dan Jendela/pintu
sering dibuka
4 13,3 3 10
Jendela/pintu sering dibuka dan penanaman
pohon
3 10 - -
Lingkungan Fisik terbuka, jendela/pintu dibuka,
penanaman pohon di halaman
1 3,3 2 6,7
TOTAL 30 100 30 100
Sumber: Penelitian
Volume II Edisi Pertama 2012
30
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Berikutnya adalah penjelasan mengenai sinar matahari secara dapat langsung masuk
ke dalam rumah/kos mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 80% responden
penduduk lokal menjawab bahwa sinar matahari dapat langsung masuk kedalam rumah
mereka. Sedangkan untuk mahasiswa pondokan, cahaya matahari yang dapat langsung
masuk kedalam rumah pondokan/kos-kosan adalah sebagai berikut: sebesar 83,3%
responden. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagaian besar rumah
penduduk lokal dan kos-kosan memiliki teknik pengaturan cahaya yang baik dimana
pengaturan cahaya yang baik ini akan berpengaruh pula pada kualitas kesehatan penduduk.
Sedangkan upaya yang dilakukan penduduk lokal maupun mahasiswa, dari
berbagai jenis upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga pencahayaan, upaya yang
dilakukan sebagaimana telah disebutkan diatas, upaya membuka pintu dan jendela adalah
upaya yang paling banyak dilakukan oleh responden mahasiswa. Hal ini dilakukan karena
upaya membuka jendela dan pintu adalah upaya yang mudah dan praktis untuk dilakukan
mengingat kesibukan mahasiswa yang padat sehingga berbagai bentuk upaya lainya yang
menyita waktu dan tenaga tidak memungkinkan untuk dilakukan.
B. Kebutuhan Psikologis
Komunikasi sebagai salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia sebagai
mahluk sosial. Komunikasi yang baik memungkinkan seseorang untuk menjalankan tugas
(task) dan perannya (role) secara baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat.
Kualitas komunikasi antar anggota keluarga dari responden penduduk lokal dapat
diketahui bahwa 100% responden, menilai bahwa kualitas komunikasi antar anggota
keluarga mereka adalah baik. Kualitas komunikasi yang baik ini sangat erat kaitannya
dengan berbagi upaya yang dilakukan oleh responden dalam menjaga keharmonisan
komunikasi diantara anggota keluarga. Upaya-upaya tersebut secara umum berdasarkan
penelitian ini yaitu menyediakan waktu untuk berkumpul bersama keluarga adalah upaya
yang dilakukan oleh 60% responden penduduk lokal, upaya lainnya yaitu dengan
mengupayakan adanya ruangan khusus untuk berkumpul bersama, sedangkan upaya
lainnya adalah komunikasi saat makan bersama.
Dari berbagai upaya yang dilakukan oleh penduduk lokal untuk menjaga
keharmonisan komunikasi diantara anggota keluarga, upaya dengan menyediakan waktu
khusus untuk berkumpul bersama keluarga merupakan upaya yang paling banyak
Volume II Edisi Pertama 2012
31
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
dilakukan. Dari berbagai upaya yang dilakukan oleh penduduk lokal dapat disimpulkan
bahwa berbagai upaya tersebut cukup efektif, hal ini dapat dilihat dari penilaian responden
mengenai kualitas komunikasi antar anggota keluarga dimana seluruh responden
mengatakan bahwa kualitas komunikasi diantara anggota keluarga mereka adalah baik.
Sedangkan mengenai keadaan komunikasi diantara para penghuni kosan yang
ditanyakan sebesar 66,7% menjawab bahwa mereka melakukan komunikasi setiap hari
dengan penghuni kosan lainnya. 30% melakukan komunikasi 3 s/d 5 hari dalam seminggu
dan 3,3% melakukan komunikasi sebanyak 1 s/d 2 hari dalam seminggu dengan penghuni
kostan lainnya Dari jumlah (kuantitas) komunikasi antar mahasiswa penghuni kosan
sebagaimana secara umum telah tergambarkan dalam penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kualitas komunikasi antar para penghuni kostan adalah cukup baik
walapun terdapat beberapa pengecualian pada kasus-kasus tertentu.
Kemudian mengenai keadaan interaksi/komunikasi antara mahasiswa pemondok
dengan penduduk lokal dan sebaliknya adalah sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian
responden dari penduduk lokal lebih banyak menjawab cukup yaitu (kadang-kadang)
sebanyak 50%, kemudian yang menjawab baik berjumlah 43,3%, kemudian yang
menjawab kurang hanya 6,7%. Sedangkan menurut responden dari mahasiswa keadaan
interaksi mereka dengan penduduk lokal lebih banyak menjawab kurang yaitu 43,3%,
Cukup (Kadang-kadang) sebanyak 36,7%, sedangkan sisanya 20% mengatakan baik.
Perbedaan jawaban antara mahasiswa dengan penduduk lokal dikarenakan
penduduk lebih aktif untuk memulai terjadinya komunikasi dengan mahasiswa. Sedangkan
mahasiswa lebih banyak berkomunikasi dengan sesama mahasiswa. Bagi mereka
komunikasi dengan penduduk lokal agak sulit karena mahasiswa masih merasa takut jika
terjadi permasalahan yang melibatkan penduduk lokal, terutama dengan pemuda-pemuda
lokal. Sedangkan penduduk lokal sendiri sangat berkeinginan untuk mengenal dengan
mahasiswa yang berada di daerahnya. Tetapi akibat perbedaan pandangan dimana
penduduk merasa mahasiswa yang harus memulai terjadinya komunikasi sedangkan
mahasiswa sendiri masih ada rasa takut untuk berinteraksi menyebabkan komunikasi
jarang terjadi hanya sebatas mengenal penduduk yang memiliki warung atau tempat
makan, yang biasa di singgahi oleh mahasiswa tersebut.
Berdasarkan penelitian bahwa cara atau upaya utama yang di tempuh oleh kedua
belah pihak, baik itu pihak penduduk lokal ataupun pihak mahasiswa pondokan adalah
Volume II Edisi Pertama 2012
32
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
dengan senyum, bertegur sapa dan mengobrol, hal ini sesuai dengan kebiasaan dan adat
istiadat didaerah priangan/sunda dimana bentuk komunikasi nonverbal seperti
tersenyum,membungkukan bandan dan bentuk komunikasi verbal seperti bertegur sapa
merupakan suatu bentuk pengejawantahan dari nilai-nilai kesopanan yang dianut oleh
masyarakat. Selain itu dari tabel tersebut diketahui pula bahwa lokasi/tempat terjadinya
komunikasi/interaksi antara mahasiswa pondokan dengan penduduk lokal sering kali
terjadi di warung-warung dan tempat-tempat ibadah. hal ini mengandung makna bahwa
tempat-tempat tersebut memiliki arti yang sangat penting untuk menunjang terpeliharanya
komunikasi dan interaksi yang harmonis diantara kedua belah pihak. Suatu fakta lain yang
juga dapat ditemukan tersebut bahwa terdapat 30% mahasiswa yang tidak melakukan
upaya apapun untuk manjaga dan memelihara komunikasi. Dari hal tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa mahasiswa kurang manganggap arti penting komunikasi dengan
penduduk lokal.
C. Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit antar penghuni rumah
Untuk memenuhi syarat rumah sehat maka harus memenuh persyaratan pencegahan
penyakit antar anggota keluarga salah satunya yaitu mencegah vektor pembawa penyakit
seperti tikus dan kecoa. Berikut ini adalah penjelasan mengenai upaya-upaya yang
dilakukan oleh penduduk lokal dan Mahasiswa untuk mencegah sumber penyakit :
Upaya yang paling banyak dilakukan oleh penduduk lokal maupun mahasiswa
dalam mencegah penyebaran vektor/sumber penyakit adalah dengan membersihkan rumah
atau kosan secara rutin atau teratur masing-masing sebanyak penduduk lokal sebanyak
53,3% dan mahasiswa sebanyak 70%. Sedangkan upaya-upaya lainnya baik responden
mahasiswa maupun penduduk lokal memiliki persentasi yang sedikit. upaya-upaya tersebut
adalah: Menyimpan barang-barang bekas ditempat yang bersih, tempat sampah ditutup
agar tidak bisa dimasuki oleh tikus, menyimpan makan secara tertutup rapat. Kemudian
responden yang memilih upaya secara keseluruhan hanya 6,7% dari penduduk lokal dan
dari mahasiswa.
Berdasarkan hasil penelian tersebut baik mahasiswa maupun penduduk lokal
memiliki kebiasaan yang sama untuk mencegah penyebaran vektor penyakit dengan cara
membersihkan rumah atau kosan secara rutin/teratur yang mereka anggap upaya tersebut
sudah cukup untuk mencegah penyebaran vektor penyakit.
Volume II Edisi Pertama 2012
33
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Keadaan dan pengelolaan keadaan air bersih di lingkungan pemondokan mahasiswa
dan rumah penduduk
Air Bersih
Pengelolaan kesehatan lingkungan juga mencakup air bersih. Pada kehidupan ini
air memegang peranan yang sangat penting oleh karena itu kajian air bersih termasuk
dalam kajian kesehatan lingkungan. Dalam penelitian khusus mengenai sumber air bersih
ini, jawaban satu orang responden bisa lebih dari satu pilihan jawaban.
Berdasarkan hasil penelitian sumber air yang paling banyak digunakan baik oleh
penduduk lokal maupun mahasiswa adalah sumur bor hal ini ditunjukan dari 53,3%
penduduk lokal dan 60% mahasiswa. Seperti pada tabel berikut ini:
Tabel
Sumber Air Bersih
Uraian
Penduduk
Lokal Mahasiswa
F % F %
Sumur Galian 10 33,3 9 30
Sumur Bor 16 53,3 18 60
Ledeng (PAM) 1 3,3 2 6,7
Sumuir galian dan sumur bor 2 6,7 - -
Sumur galian dan sumber air
orang lain (tetangga) 1 3,3 - -
Artesis 1 3,3
Total 30 100 30 100
Sumber: Penelitian
Berdasarkan keterangan tersebut dapat diketahui, untuk kos-kosan mahasiswa
sudah menggunakan teknologi penyedot air dan banyak pula yang menggunakan air
ledeng. sedangkan untuk penduduk lokal sudah menggunakan sumur bor dan masih ada
pula yang menggunakan sumur galian tradisional, bahkan masih ada yang menumpang ke
Volume II Edisi Pertama 2012
34
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
sumber air milik orang lain. Kemudian penduduk lokal tidak menggunakan air ledeng
karena penggunaan air ledeng memerlukan biaya tambahan bulannya. Kemudian sumber
air baik penduduk lokal maupun mahasiswa pondokan tidak mengelami kekeringan saat
musim kemarau, hal ini dikarenakan masih cukup ketersediaan air tanah di Jatinangor,
hanya saja da beberapa lokasi yang airnya berkurang. Bahkan kualitas air tanah di lokasi
penelitian dapat dinilai cukup baik karena air tersebut dapat dikonsumsi (dimasak terlebih
dulu). Namun bagi mahasiswa mayoritas air untuk dikonsumsi oleh mereka lebih memilih
untuk membeli air isi ulang atau membeli air mineral seperti pada keterangan berikut ini.
Berdasarkan hasil temuan diatas dapat disimpulkan bahwa walaupun air tanah di
lokasi penelitian secara kasat mata merupakan air yang layak minum tetapi kebanyakan
responden memilih untuk membeli air bersih untuk konsumsi mereka sehari-hari. Akan
tetapi kecenderungan untuk membeli air lebih banyak ditunjukan oleh responden
mahasiswa yaitu sebesar 50% sedangkan penduduk lokal hanya berjumlah 30% dari
keseluruhan responden. Perbedaan kecenderungan ini disebabkan pebedaan tingkat
ekonomi dari mahasiswa pondokan dengan penduduk lokal, selain itu hal tersebut
disebabkan pula oleh kebiasaan penduduk lokal dalam pola konsumsi air minum dimana
secara turun-temurun mereka sudah terbiasa untuk mengkonsumsi air minum dari sumber-
sumber air tanah mereka.
Sedangkan upaya pengelolaan air bersih seperti pada tabel beirkut:
Volume II Edisi Pertama 2012
35
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Tabel
Upaya Pengelolaan Air Bersih
Uraian
Penduduk Lokal
Mahasiswa
F % F %
Membersihkan tempat penampungan air 12 40 10 33,3
Sumber air berjarak 10m dari septic tank 1 3,3 2 6,7
Sumur diplester 1 3,3 1 3,3
Tidak mengotori sumber air 5 16,7 8 26,7
Dibuatkan penyaringan air 1 3,3 3 10
Membersihkan penampungan dan Sumber air 10m dari septic tank
3 10 2 6,7
Membersihkan penampungan air dan tidak mengotori sumber air
3 10 1 3,3
Membersihkan penampungan dan dibuatkan penyaringan 2 6,7 1 3,3
Tidak mengotori sumber air dan dibuatkan penyaringan 1 3,3 1 3,3
Membersihkan tempat penampungan air, Sumber air 10m dari septic tank dan dibuatkan penyaringan air
- - 1 3,3
Total 30 100 30 100
Sumber: Penelitian
Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui upaya yang dilakukan oleh kedua
kelompok responden dalam pengelolaan air bersih relatif sama yaitu dengan
membersihkan tempat penampungan air secara berkala. Upaya ini menjadi salah satu
bagian dari pembersihan rumah/kos secara berskala.
Volume II Edisi Pertama 2012
36
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Keadaan dan pengelolaan Kakus/MCK
Kakus/MCK
WC/kakus merupakan sarana penting sebagai penunjang kesehatan lingkungan.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kakus/WC dimiliki oleh 100% responden baik itu
dari penduduk lokal maupun mahasiswa pondokan. hasil temuan ini mengindikasikan
bahwa kakus/WC merupakan sarana yang dinilai sangat penting keberadaannya oleh kedua
belah pihak baik itu mahasiswa pondokan dan penduduk lokal.
Sedangkan kepemilikan septic tank baik sebagai sarana penunjang bagi terciptanya
lingkungan yang sehat cukup besar. Dari responden penduduk lokal yang diambil sebagai
sampel 93,7% mennjawab memiliki septic tank dan sisanya 3,3% menjawab tidak
memiliki septic tank. Sedangkan mahasiswa penghuni kos-kosan terdapat 90% menjawab
memiliki septic tank dan 10% menjawab tidak tahu.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa septic tank merupakan sarana yang
sangat dominan digunakan untuk membuang limbah dan kotoran dalam wilayah penelitian
ini. Rumah pondokan mahasiswa (kos-kosan) dan rumah penduduk lokal menggunakan
septic tank guna memenuhi kebutuhan akan kesehatan lingkungan. Lebih kecilnya angka
kepemilikan septic tank dari responden mahasiswa sedikit banyak juga dipengaruhi oleh
ketidaktahuan responden tersebut akan ada tidaknya septic tank di kos-kosan yang mereka
huni.
Sedangkan jarak septic tank baik penduduk lokal maupun mahasiswa pondokan
menyatakan j 60% responden penduduk lokal dan 40% responden mahasiswa menjawab
bahwa jarak antara septic tank dan sumber air adalah dekat atau kurang darii 5 m. Jarak
antara septic tank dan sumber air akan mempengaruhi kualitas air yang tersedia. Semakin
dekat jarak atara sumber air dengan septic tank maka semakin buruklah kualitas sumber air
tersbut. Jarak minimal antara sumber air dan septic tank merupakan hal yang harus
diperhatikan dan dipenuhi agar kualitas air dari sumber air yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak
Jarak yang dekat antara sumber air dengan septic tank ini disebabkan karena
kepadatan penduduk sehingga tidak memungkinkan/sulit untuk membuat septic tank yang
jaraknnya jauh dari sumber air. Untuk responden mahasiswa terdapat 50% yang menjawab
bahwa jarak antara sumber air dan septic tank cukup jauh (lebih dari 5 m) hal ini
Volume II Edisi Pertama 2012
37
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
dikarenakan kos-kosan memiliki lahan yang relatif lebih luas sehingga memungkinkan
dibuatnya septic tank dan sumber air yang agak berjauhan.
Keadaan pembuangan dan pengelolaan sampah
Sampah
Sampah merupakan hal yang seringkali menjadi masalah. Permasalahan sampah ini
selain diakrenakan perilaku masyarakat juga dikarenakan oleh sarana dan prasana yang
kurang. Penjelasan berikut menunjukan tempat pembuangan sampah yang ditanyakan pada
responden penduduk lokal dan mahasiswa penghuni kos-kosan di lokasi penelitian
Berdasarkan hasil penelitian 83,3% responden dari penduduk lokal dan 90% dari
responden mahasiswa menjawab bahwa mereka membuang sampah di tong sampah.
Kemudian 10% masing-masing dari penduduk lokal maupun mahasiswa menjawab
membuang sampah di lubang galian, kemudian bagi responden penduduk lokal ada 3,3%
yang membuang sampah di lahan kosong.
Berdasarkan keterangan tersebut mayoritas mahasiswa maupun penduduk lokal
sudah membuang sampah di tempat sampah, berdasarkan hasil observasi tempat sampah
ini merupakan tempat sampah yang cukup untuk membuang sampah rumah tangga,
terutama bagi mahasiswa, mereka memiliki tong sampah khusus di kamar mereka dan
dibuang oleh mereka ke tempat sampah di kos-nya, dan sampah ini dibuang atau di bakar
oleh penjaga kos-nya.
Sedangkan frekuensi pengangkutan ke TPS seperti pada tabel berikut ini:
Tabel
Frekuensi Pengangkutan Sampah Dari Rumah Tangga/Kost ke TPS
Uraian Penduduk Lokal Mahasiswa
F % F %
Setiap hari 10 33,3 10 33,3
Dua hari sekali 11 36,7 7 23,3
Tiap minggu 4 13,3 6 20
Tidak ada 5 16,7 7 23,3
Total 30 100 30 100
Sumber: Penelitian 2006
Volume II Edisi Pertama 2012
38
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pengangkutan sampah dari rumah
baik itu kos-kosan maupun rumah milik penduduk dilakukan secara rutin dengan jadwal
tertentu. Akan tetapi terdapat 16,7% dari penduduk lokal dan 23,3% dari mahasiswa yang
manyatakan bahwa tidak ada pengangkutan sampah.
Sedangkan beberapa cara dan upaya yang dilakukan apabila sampah dari rumah
tidak diangkut. Responden penduduk lokal yang melakukan pembakaran sampah apabila
tidak ada yang mengangkut adalah 53,3%. Upaya lainnya adalah dengan mengangkut
sendiri sampahnya adalah 26,6%, didiamkan saja sebesar 6,7% dan dikubur sebesar 10%.
Adapula responden penduduk lokal yang menjawab bahwa pengangkutan sampah tidak
pernah yaitu sebesar 3,3%.
Bagi mahasiswa penghuni kos-kosan upaya yang paling sering dilakukan adalah
dengan membakar sampah tersebut yaitu 76,6%. Sedangkan yang melakukan upaya
membuang sampah tersebut ke sungai adalah 3,3%, didiamkan saja sebanyak 13,3% dan
yang menjawab tidak pernah telat adalah 6,7%.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa upaya yang paling banyak dilakukan untuk
mengantisipasi sampah apabila tidak diangkut adalah dengan membakar sampah tersebut.
Hal ini sangat berkaitan dengan kebiasaan masyarakat, dimana membakar sampah
merupakan cara yang paling praktis dan tidak merepotkan meskipun sebagian besar
responden tersebut juga menyadari bahwa membakar sampah dapat menimbulkan resiko
lainnya dan juga dapat menimbulkan polusi udara. upaya lainnya yang juga cukup banyak
dilakukan adalah dengan mengangkut sendiri sampah tersebut ke TPS. Pengangkutan
sendiri sampah ke TPS-TPS cenderung dilakukan oleh penduduk dan mahasiswa yang
tempat tinggalnnya relatif dekat dengan lokasi TPS.
Dalam hal pemilahan sampah menjadi sampah basah dan sampah kering, hasil temuan di
lapangan menunjukan bahwa hanya sebagian kecil dari penduduk lokal dan mahasiswa
yang melakukan pemilahan sampah menjadi sampah basah dan sampah kering sebelum
dibuang. Terdapat 3,3% penduduk lokal dan 20% mahasiswa yang melakukan pemilahan
sampah tersebut. Sebagian besar responden tidak melakukan pemilahan sampah yaitu
sebesar 96,7% dari penduduk lokal dan 80% dari mahasiswa penghuni kos-kosan.
Berdasarkan keterangan tersebut ternyata kesadaran responden baik mahasiswa
maupun penduduk lokal masih kurang karena masih banyak yang tidak memilah sampah
Volume II Edisi Pertama 2012
39
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Sedangkan ketika ditanyakan mengenai adakah permasalahan yang dihadapi dalam
pemilahan sampah. Bagi responden penduduk lokal sebagian besar yaitu 73,3%
memberikan jawaban bahwa ada permasalahan dalam pemilahan sampah tersebut.
Sedangkan yang menjawab tidak ada permasaslahan adalah sebesar 26,7%.
Bagi mahasiswa penghuni pondokan responden yang menjawab tidak ada
permasalahan dalam hal pemilahan sampah adalah 43,3% dan responden yang yang
menjawab permasalahan yang umumnya dirasakan dalam hal pemilahan sampah menjadi
sampah basah dan sampah kering adalah kerena malas sebesar 20%. Kemudian responden
yang tidak memberikan jawaban ada sebesar 20%.
Berdasarkan hasil penelitian khususnya mengenai pemilahan sampah untuk
penduduk lokal masih terbiasa digabungkan menjadi satu, karena mereka belum terlalu
paham akan pentingnya mengenai pemilahan sampah. Bahkan dari beberapa responden
masih menanyakan fasilitas yang kurang terutama tempat sampah umum, oleh karena itu
mereka banyak juga yang langsung membakar sampah mereka. Sedangkan mahasiswa
lebih banyak yang beralasan malas, karena mereka masih memikirkan kepraktisan untuk
digabungkan saja, karenamereka berpendapat tidak ada pengaruhnya bagi mereka meski
sampah itu digabung atau dipisah.
Keadaan dan pengelolaan saluran pembuangan air limbah
Air Limbah
Kajian berikut adalah mengenai air limbah, terutama mengenai saluran air limbah
dari rumah tangga atau kos-kosan. Berikut adalah penjelasan mengenai arah saluran
pembungan air limbah dari rumah tangga yang ditanyakan pada responden penduduk lokal
dan responden mahasiswa.
Berdasarkan hasil penelitian arah saluran pembuangan air limbah yang dibuang ke
selokan umum adalah 80% dari peduduk lokal dan 70% dari responden mahasiswa
penghuni kos-kosan. Arah saluran pembuangan air limbah ke sungai sebesar 6,7% dari
penduduk lokal dan 3,3% dari mahasiswa. Kemudian 3,3% responden penduduk lokal
lainnya menjawab arah saluran pembuangan air limbahnya ke kolam penampungan dan
sedangkan mahasiswa menjawab arah saluran ke kolam penampungan sebesar 10%.
Kemudian responden penduduk lokal menjawab arah saluran selain ke kolam
penampungan juga ke selokan umum sebesar 3,3%. Sedangkan responden mahasiswa ada
Volume II Edisi Pertama 2012
40
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
yang tidak menjawab yaitu sebesar 13,3%, hal ini dikarenakan mereka tidak tahu arah
saluran air limbah dari kos-an mereka.
Kemudian ada upaya-upaya yang dilakukan oleh responden untuk merawat saluran
air limbah mereka, berikut adalah penjelasan yang menjelaskan upaya-upaya yang
dilakukan baik oleh penduduk lokal maupun mahasiswa dalam merawat saluran air
mereka.
Berdasarkan hasil wawancara, jawaban responden sangat bervariatif. Upaya yang
dilakukan untuk merawat SPAL (saluran pembuangan air limbah) diantaranya dilakukan
dengan : membersihkan secara rutin dilakukan oleh 3,3% dari penduduk lokal dan 23,3%
dari mahasiswa. Upaya lainnya dengan tidak membuang sampah ke SPAL dilakukan oleh
dilakukan oleh responden penduduk lokal sebesar 30% sedangkan responden mahasiswa
menjawab sebesar 33,3%. Menutup SPAL dilakukan oleh dilakukan oleh penduduk lokal
sebesar 33,3% dan oleh responden mahasiswa sebesar 3,3%. Sedangkan responden yang
melakukan 2 upaya sekaligus yaitu membersihkan SPAL secara rutin dan tidak membuang
sampah ke SPAL dilakukan oleh 6,7% penduduk lokal dan responden mahasiswa
menjawab sebesar 3,3%. Upaya lainnya dengan tidak membuang sampah ke SPAL dan
menutup SPAL dilakukan oleh responden penduduk lokal sebesar 6,7% dan responden
mahasiswa sebesar 6,7%.
Untuk responden penduduk lokal terdapat upaya lainnya yaitu dengan tidak
membuang sampah dan menggunakan penyaring dari kawat kasa sebesar 3,3%, upaya
lainnya dengan membuat saluran dari semen dan tidak membuang sampah sebesar 3,3%,
kemudian upaya membuat penampungan dan tidak membuang sampah sebesar 3,3%.
Bagi responden mahasiswa terdapat 13,3% yang tidak menjawab karena tidak
melakukan upaya apapun untuk menjaga saluran pembuangan air limbah kemudian mereka
juga yang menjawab tidak mengetahui apakah di kos-nya terdapat saluran limbah atau
tidak. Sedangkan penduduk lokal terdapat 6,7% yang tidak menjawab karena mereka tidak
memiliki saluran air limbah.
Dari data diatas dapat diamati bahwa upaya yang paling banyak dilakukan untuk
memelihara SPAL adalah dengan membersihkan secara rutin dan tidak membuang sampah
ke dalam SPAL. Upaya ini dilakukan karena upaya tersebut merupakan upaya yang relatif
mudah dilakukan dan bagian dari upaya menjaga kebersihan lingkungan secara umum.
Volume II Edisi Pertama 2012
41
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Masalah yang lebih krusial adalah masalah sosial, sebab, perkembangan pembangunan
Jatinangor umumnya baru bisa dinikmati kaum pendatang saja, sedangkan warga pribumi
Jatinangor nyaris tertinggal, malah bisa dikatakan tersisih.
Dengan melihat keadaan tersebut menyebabkan kawasan pendidikan ini
menyimpan permasalahan yang besar, terutama dalam kesehatan lingkungan seperti
saluran pembuangan air limbah rumah tangga yang kotor dengan sampah, dan semakin
banyak air buangan dari rumah-rumah atau kos-kosan menyebabkan saluran air
limbah/sungai kecil yang menampung air buangan kurang memadai terutama jika hujan
tiba, banjir dapat mengancam di beberapa wilayah di Jatinangor, terutama di ruas-ruas
jalan tertentu karena saluran air yang mampet karena sampah.
Hal ini juga tampak dari sangat minimnya fasilitas untuk pembuangan sampah,
masih banyak lahan-lahan kosong dijadikan pembuangan sampah. Hal ini sangat
memprihatinkan karena tidak terlihat fasilitas tempat sampah di sepanjang jalan di
Jatinangor, tempat sampah hanya tersedia di dalam lokasi kampus.
Selain itu pada penelitian ini dikaji pula mnegenai penyakit diare untuk mengetahui
sebaran penyakit yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa responden yang menderita penyakit diare selama satu bulan
terakhir adalah 10% responden dari penduduk lokal dan 16,7% dari mahasiswa. Penyakit
diare yang disebabkan oleh kuman penyakit merupakan salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat kualitas lingkungan suatu wilayah. Penyakit diare lebih
banyak diderita oleh mahasiswa penghuni kos-kosan dari pada penduduk lokal sangat
berkaitan dengan pola konsumsi mahasiswa penghuni kos-kosan dimana mahasiswa kos-
kosan membeli makanan untuk kebutuhan konsumsinya setiap hari, dan biasanya mereka
membeli di tempat-tempat yang agak kotor tempatnya.
Kemudian tujuan utama jika ada teman/kerabat/anggota keluarga yang sakit adalah
responden dari penduduk lokal lebih banyak memilih berobat di puskesmas yaitu sebanyak
66,6%, kemudian menjawab ke rumah sakit sebesar 26,7%, sedangkan ke klinik dan
dengan membeli obat warung masing-masing sebesar 3,3%. Hal ini berbeda jauh dengan
jawaban responden dari mahasiswa, jawaban dari mahasiswa berfariatif dengan angka
relatif sama, yang pertama ke Puskesmas sebanyak 30%, kemudian menjawab ke UPT
sebanyak 26,7%, ke klinik 16,7% dan jawaban membeli obat ke warung dan pergi ke
rumah sakit masing-masing sebesar 13,3%.
Volume II Edisi Pertama 2012
42
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
Berdasarkan data tersebut tersebut dapat diketahui bahwa jawaban mahasiswa
dengan penduduk lokal cukup berbeda, bagi penduduk lokal masih banyak yang berobat di
Puskesmas sedangkan mahasiswa cendeung sama, tergantung kedekatan lokasinya, bahkan
mahasiswa yang memerlukan pegobatan cepat klinik dan UPT siap melayani 24 jam.
4. KESIMPULAN
Rumah Sehat mayoritas sudah permanen sedangkan upaya-upaya yang dilakukan
responden untuk menjaga rumah sehat hanya berupa kebiasaan responden seperti
membuka pintu atau jendela, sedangkan tiap responden sudah memiliki keinginan untuk
menjaga keharmonisan interaksi antara penduduk lokal dengan mahasiswa dan sebaliknya.
Air Bersih, sumber air untuk keperluan mandi di dapat dari sumur bor atau galian.
Sedangkan untuk dikonsumsi lebih banyak yang membeli kemasan isi ulang atau membeli
air mineral. Upaya-upaya responden mahasiswa maupun penduduk untuk menjaga agar air
tidak kootr yaitu memilih dengan membesihkan tempat penampungan air. Kakus/MCK,
mayoritas sudah memiliki kakus/MCK sendiri, dan mayoritas sudah menggunakan septic
tank. Sampah, sebagian besar responden mengurus sampah rumah tangga sendiri, dengan
membuang di tong sampah, namun setelah itu banyak dengan cara dibakar sebab petugas
kebersihan belum ada (belum ada yang mengangkut sampah). Air Limbah Rumah Tangga,
Mayoritas responden sudah memiliki saluran air limbah rumah tangga dan arah aliran air
tersebut menuju ke saluran air (selokan) umum.
Dalam mengatasi permasalahan Kesehatan Lingkungan, maka diiperlukan suatu
Kerja sama yaitu kemitraan dari semua pihak dan sinkronisasi terutama dalam
menjalankan program-program berdasarkan bidang Rumah Sehat, Air Bersih, Kakus,
Sampah, dan Air limbah.
Volume II Edisi Pertama 2012
43
J U R N AL K Y B E R N O L O G I
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). FEUI. Jakarta.
I.L. Pasiribu. 1986. Sosiologi Pembangunan. Tarsito. Bandung
Ife, Jim (1995), Community Development: Creating Community Alternatives,Vision,
Analysis and Practice, Longman, Australia,
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 128/MENKES/SK/II/2004
(2004). Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Parsons, Ruth J., James D. Jorgensen, Santos H. Hernandez, 1994. The Integration of
Social Work Practice. Wadsworth, Inc., California.
Pasiribu, Amudi. 1983. Pengantar Statistik. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Profil Kecamatan Jatinangor. 2005
Rappaport, J., 1984. Studies in Empowerment: Introduction to the Issue, Prevention In
Human Issue. USA.
Swift, C., & G. Levin, 1987. Empowerment: An Emerging Mental Health Technology,
Journal of Primary Preventio. USA.