470
PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DISERTASI Diajukan dalam Rangka Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Doktor dalam Bidang Pendidikan Islam Oleh: Muhajir NIM. 06.3.00.1.03.01.0019 PROMOTOR: 1. PROF. DR. SUWITO, MA 2. PROF. DR. M. HUSNI RAHIM SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010 M

PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

  • Upload
    lythuy

  • View
    246

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG-UNDANG

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

DISERTASI

Diajukan dalam Rangka Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Gelar Doktor dalam Bidang Pendidikan Islam

Oleh: Muhajir NIM. 06.3.00.1.03.01.0019

PROMOTOR:

1. PROF. DR. SUWITO, MA 2. PROF. DR. M. HUSNI RAHIM

SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H/ 2010 M

Page 2: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING DAN PENGUJI

Disertasi berjudul: “Pergeseran Kurikulum Madrasah dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional”, yang ditulis oleh Sdr. Muhajir, NIM.

06.3.00.1.03.01.0019 telah diperbaiki sesuai saran dan masukan-masukan Tim

Penguji Ujian Pendahuluan tanggal 08 Nopember 2010.

Demikian untuk dimaklumi.

Tim Penguji:

Dr. Yusuf Rahman (………………...............) (Ketua Sidang/Penguji) Tgl. ……………………..

Prof. Dr. Suwito, MA. (………………………...) (Pembimbing/Penguji) Tgl. ……………………..

Prof. Dr. M. Husni Rahim (………………………...) (Pembimbing/Penguji) Tgl. ……………………..

Prof. Dr. Ana Suhaenah Suparno (………………………...) (Penguji) Tgl. ……………………..

Prof. Dr. A. Malik Fadjar, M. Sc. (………………………...) (Penguji) Tgl. ……………………..

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA. (………………………...) (Penguji) Tgl. ……………………..

Page 3: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhajir

Tempat/Tgl Lahir : Kebumen, 28 Desember 1970

N I M : 06.3.00.00.1.03.0019

Program : Doktor

Program Studi : Pengkajian Islam

Konsentrasi : Pendidikan Islam

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang berjudul: Pergeseran

Kurikulum Madrasah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional adalah

benar asli karya saya sendiri, kecuali kuipan-kutipan yang disebutkan sumbernya.

Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi

tanggung jawab saya. Dan jika karya ini terbukti plagiat, saya bersedia menerima

sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pencabutan gelar akademik.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, Oktober 2010

Yang membuat pernyataan

Muhajir

NIM. 06.3.00.1.03.01.0019

Page 4: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

iv

ABSTRAK

Kesimpulan besar disertasi ini menunjukkan bahwa pergeseran kurikulum lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Walaupun tidak menafikan faktor-faktor lain yang ikut berperan dalam mempengaruhi pergeseran kurikulum seperti faktor agama (ideologi), sosial, ekonomi dan budaya. Namun ending diputuskannya pergeseran kurikulum lebih dominan dipengaruhi oleh suatu kebijakan pemerintah yang merupakan penjabaran dari undang-undang dan tidak jauh ditetapkannya undang-undang karena syarat muatan politis.

Temuan ini didasarkan oleh dua pendapat yang berbeda dalam membicarakan faktor yang mempengaruhi pergeseran kurikulum, yaitu pertama, bahwa pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor ideologi (agama), sosial, politik, ekonomi, budaya dan teknologi bahkan faktor intern pendidikan itu sendiri. Pendapat ini dikemukakan Larry Cuban dalam Hand Book of Research on Curriculum, yang di edit oleh Philip W. Jakson. Sebagaimana Cuban, Audrey Osler dalam Schooling Society and Curriculum, yang diedit oleh Alex More, juga memperkuat pendapat ini. Dalam edisi Indonesia, Anwar Jasin ketika menulis disertasinya, Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisis Perkembangan Tentang Perubahan Konseptual Kurikulum SD Sejak Proklamasi Kemerdekaan, dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan, juga identik dengan Cuban dan Audrey.

Kedua, menyatakan bahwa perencanaan, perubahan dan pergeseran kurikulum dipengaruhi faktor politik, bahkan struktur politik masuk dalam situasi pendidikan. Pendapat ini dinyatakan oleh John I. Goodlad, dalam The Curriculum Studies Reader, yang diedit oleh David J. Flinders dan Stephen J. Thornton. Pernyataan Goodlad dipertegas oleh A.V. Kelly dalam The Curriculum Theory and Practice.

Temuan dalam disertasi ini adalah bahwa pergeseran kurikulum lebih dipengaruhi faktor politik. Dengan demikian disertasi ini hendak memperkuat pendapat Goodlad dan Kelly, dengan satu revisi bahwa faktor politik bukan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi pergeseran kurikulum, karena masih ada faktor lain, yaitu ideologi (agama), sosial, ekonomi dan budaya. Disertasi ini hendak mempertegas bahwa faktor politik lebih dominan mempengaruhi pergeseran kurikulum.

Temuan di dalam disertasi ini didasarkan pada sumber-sumber primer, yaitu dokumen kurikulum Madrasah Aliyah dari tahun 1950-2006, yang di dalamnya terdiri dari kurikulum Madrasah Aliyah sebelum muncul secara nasional, kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1973, 1975/1976, 1984, 1994, 2004 dan 2006. Sumber-sumber ini merupakan sumber primer yang relevan dengan Madrasah Aliyah. Disamping kurikulum Madrasah Aliyah juga, tiga Undang-Undang Pendidikan yaitu Undang-Undang Pendidikan No. 4 tahun 1950 Jo UU No. 12 Tahun 1954, UUSPN No. 2 Tahun 1989 dan UUSPN No. 20 Tahun 2003. Adapun sumber-sumber pendukung yang mengarahkan disertasi ini adalah tulisan John I. Goodlad dalam The Curriculum Studies Reader, yang diedit oleh David J. Flinders dan Stephen J.

Page 5: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

v

Thornton (2004) dan bukunya A.V. Kelly dalam The Curriculum Theory and Practice (2004). Dua orang ini yang teorinya akan diperkuat oleh disertasi ini.

Untuk membaca sumber-sumber yang ada, semua kurikulum Madrasah Aliyah dari tahun 1950-2006 yang didokumentasikan diletakkan secara kronologis sesuai periodesasi. Karakteristik Madrasah Aliyah, dan kebijakan pendidikan pemerintah yang mempengaruhi pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah, include faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah. Termasuk faktor yang dominan mempengaruhi kurikulum Madrasah Aliyah. Kesemuanya itu diletakkan dalam konteks historis (sejarah), dengan menggunakan pendekatan sejarah, kemudian dianalisis menggunakan metode komparasi (perbandingan) dan content analysis.

Page 6: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

vi

Abstract

The great conclusion of this dissertation is that the curriculum shift is dominantly influenced by political factor even though other factors such as religion, ideology, social, economy, and culture also play an important role on it. However, the decision of the curriculum shift is dominantly influenced by the government policy as the spelling out of the constitution. To decide of the law and regulation is often due to the political interest.

This finding is based on two different views on the factors that influence the curriculum shift. Firstly, the curriculum shift is influenced by ideological (religious), social, political, economical, cultural, and technological factors; indeed, the internal factor of the education itself influences the curriculum shift as well. This view is stated by Larry Cuban in his work’s Hand Book of Research on Curriculum which is edited by Philip W. Jakson. Audrey Osler in his work’s Schooling Society and Curriculum edited by Alex More also supports this opinion. Similar to Cuban and Osler’s opinions, Anwar Jasin in his dissertation’s Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisis Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum SD sejak Proklamasi Kemerdekaan, dengan Menggunakan Bahan-Bahan yang Relevan, also has the same opinion.

Secondly, it is stated that the planning, the change, and the shift of curriculum are influenced by political factor; indeed, the structure of politics enter into the educational situation. This opinion is stated by John l. Goodlad in his work’s The Curriculum Studies Reader edited by David J. Flinders and Stephen J. Thornton. Goodlad’s statement is asserted by A.V. Kelly in his work’s The Curriculum Theory and Practice.

The finding of this dissertation is that the curriculum shift is more influenced by political factor. Therefore, this dissertation will strengthen both Goodlad and Kelly’s views with one revision that political factor is not the only one that influences the curriculum shift. There are other factors that influence the curriculum shift: ideological (religious), social, economical, and cultural factors. This dissertation shows that political factor becomes more dominant in influencing the curriculum shift.

The finding of this dissertation is based on the primary sources, i.e. the documents of curriculum of Madrasah Aliyah (Islamic Senior High School) from 1950-2006. These documents consist of the curriculum of Madrasah Aliyah before it nationally appears, the 1973, 1975/1976, 1984, 1994, 2004 and 2006 curriculums. These are the primary sources which are relevant to Madrasah Aliyah. Besides the curriculum of Madrasah Aliyah as stated above, the three laws of education, i.e. the laws of education of 1950 No. 4 Jo UU of 1954 No. 12, the laws of National Educational System (UUSPN) of 1989 No.2 and UUSPN of 2003 No.20, become other primary sources for this dissertation. Moreover, the works of John l. Goodlad’s The Curriculum Studies Reader edited by David J. Flinders and Stephen J. Thornton (2004) and A.V. Kelly’s The Curriculum Theory and Practice (2004) become the

Page 7: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

vii

secondary sources of this dissertation. The theories of both of the two writers will be strengthened by this dissertation.

To read the available sources, all of the curriculum of Madrasah Aliyah from 1950-2006 documented is put chronologically based on its periods. The characteristics of Madrasah Aliyah and the government policy on education become the factors influencing the curriculum shift of Madrasah Aliyah. Both of them dominantly influence the curriculum of Madrasah Aliyah. All of them is explained in the historical context by using historical approach and be analyzed by using comparative method and content analysis.

Page 8: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

x

Kata Pengantar

Mengawali karya ilmiah ini saya ingin memanjatkan puji syukur kehadlirat

Allah SWT, karena atas rid}a dan ‘ina>yah-Nya jualah disertasi yang berjudul:

“Pergeseran Kurikulum Madrasah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional” ini dapat diselesaikan. Disertasi ini sengaja dibuat untuk diajukan sebagai

salah satu syarat memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam (Pendidikan

Islam) di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang ikut berperan dalam proses penyelesaian studi di

Sekolah Pascasarjana ini. Mereka itu antara lain sebagai berikut:

1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas asuhan dan

kepemimpinannya, baik selama saya menjalani masa-masa perkuliahan

maupun andilnya dalam keberhasilan studi saya.

2. Dirjen Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama Republik Indonesia,

yang telah mengizinkan saya untuk menempuh pendidikan S3 pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. H. M. A. Tihami, MA., MM., Rektor IAIN “SMH” Banten, yang

telah memberi restu dan mengizinkan saya untuk menempuh studi S3, dimana

IAIN “SMH” Banten merupakan institusi tempat mengabdikan keilmuan

saya di dalamnya. Institusi ini jualah yang memberikan sebagian support dana

dan motivasi kepada saya sehingga dapat menyelesaikan studi S3 ini.

4. Prof. Dr. Suwito, MA dan Prof. Dr. Husni Rahim, MA, dalam kedudukannya

dan peran pentingnya sebagai promotor saya, yang telah dengan kesabaran

dan ketelitiannya menunjukkan serta mengarahkan penulisan disertasi saya

ini, sehingga berhasil dan selesai ditulis.

Page 9: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

xi

5. Semua guru besar, para dosen dan semua staf Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah menyampaikan ilmu dengan tulus ikhlas

kepada saya. Juga semua staf di bagian akademik yang telah memberikan

pelayanan administrasinya dengan baik.

6. Perpustakaan Kementerian Agama, perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, perpustakaan UNJ, dan Pusat Kurikulum (Puskur)

Kementerian Pendidikan Nasional, yang telah andil besar dalam menyediakan

rujukan-rujukan khususnya tentang kurikulum, sehingga saya dapat

menyelesaiakan tulisan disertasi ini.

7. Para ulama, cendekiawan dan ilmuwan yang tulisannya dijadikan rujukan oleh

saya dalam penulisan disertasi ini.

Untuk para sahabat yang ada di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam saat-saat kuliah yang penuh

kenangan, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya

dalam lembar pengantar ini, saya hanya dapat berdo’a semoga amal shaleh mereka di

terima sebagai amal akherat yang kekal abadi. Amin.

Disertasi ini secara khusus saya dedikasikan kepada Abi, Umi, isteri (Tri

Yuni Hartati), dan anak-anak saya yang shaleh (Faiz Arfan Bahar dan Faza Farzanggi

Muhajir), yang dengan segala ketulusan serta kelonggaran kalbunya memberi

motivasi, do’a dan rasa cinta kasih sejati kepada saya. Inilah salah satu sumber energi

saya yang tak pernah habis dan kering serta selalu menunjukkan untuk melakukan

yang terbaik. Semoga Allah senantiasa memberikan hida>yah dan ma‘u>nah-Nya,

perjuangan sungguh-sungguh mereka, meskipun harus hidup tertatih-tatih di tengah

kesulitan dan penderitaan yang besar di dunia ini. Amin.

Ciputat, Oktober 2010

Penulis

Muhajir

Page 10: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

v

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ....................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. iv

DAFTAR ISI ............................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Permasalahan ............................................................................ 10

1. Identifikasi Masalah.......................................................... 10

2. Pembatasan Masalah ......................................................... 11

3. Perumusan Masalah ........................................................... 13

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian ........................................... 13

D. Kajian Pustaka .......................................................................... 15

E. Metodologi Penelitian ............................................................... 25

F. Sistimatika Pembahasan............................................................ 28

BAB II PERGESERAN KURIKULUM DALAM PERDEBATAN...… 31

A. Pergeseran Kurikulum Adalah Sebuah Keniscayaan................. 31

B. Pergeseran, Inovasi, Pengembangan dan Perubahan Kurikulum 36

C. Dua Pendapat yang Berbeda ..................................................... 47

1. Pergeseran Kurikulum Dipengaruhi oleh Faktor Ideologi,

Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Agama .................... 48

2. Pergeseran Kurikulum Dipengaruhi oleh Faktor Politik,

Bahkan Situasi Politik Masuk dalam Situasi Pendidikan ..... 53

Page 11: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

vi

BAB III KARAKTERISTIK KURIKULUM MADRASAH ALIYAH . 62

A. Masa Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950

Jo UU No. 12 Tahun 1954 ........................................................ 70

1. Kurikulum MA Sebelum Tahun 1972: Dominasi

Muatan Agama ................................................................... 70

2. Kurikulum MA Tahun 1973: Dominasi Muatan Umum ...... 87

3. Kurikulum MA 1975: Dominasi Muatan Umum Secara

Politis Memperkuat Pengakuan Pemerintah Terhadap

Eksistensi Lembaga Madrasah ............................................ 92

4. Kurikulum MA 1984: Pemantapan Dominasi Muatan

Umum SKB Tiga Menteri dalam Menggiring Madrasah

Menjadi Bagian dari Sistem Pendidikan Nasional ............... 98

B. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2

Tahun 1989............................................................................... 103

1. Kurikulum MA 1994: Sekolah Umum Berciri Khas Islam .. 103

C. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20

Tahun 2003............................................................................... 113

1. Kurikulum MA 2004: Mempertahankan Ciri Khas

ke-Islaman Sebagai Karakteristik Asli Madrasah ................ 113

2. Kurikulum MA 2006: Modifikasi Ciri Khas ke-Islaman

dengan Penciptaan Suasana Keagamaan di Madrasah.......... 126

BAB IV PENGARUH KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH

TERHADAP PERGESERAN KURIKULUM

MADRASAH ALIYAH ................................................................. 137

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Kurikulum ....... 137

1. Faktor Agama (Ideologi).................................................... 137

2. Faktor Sosial ...................................................................... 144

Page 12: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

vii

3. Faktor Ekonomi ................................................................. 151

4. Faktor Budaya ................................................................... 154

B. Dominasi Faktor Politik ............................................................ 158

C. Tarik Menarik Kepentingan Partai Politik dalam Pendidikan .... 164

D. Kebijakan Politis Pemerintah dalam Kurikulum Madrasah ........ 174

E. Tafsir Pergeseran ...................................................................... 203

1. Bergeser Sebagaian Komponen Kurikulum ........................ 203

2. Bergeser Seluruh Komponen Kurikulum............................ 204

F. Indikator Pergeseran ................................................................. 204

1. Tujuan Kurikulum Madrasah Aliyah ................................... 204

2. Isi Kurikulum Madrasah Aliyah .......................................... 218

3. Pendekatan Kurikulum Madrasah Aliyah ............................ 242

4. Evaluasi Kurikulum Madrasah Aliyah ................................. 252

BAB V KURIKULUM MADRASAH ALIYAH MASA DEPAN............ 262

A. Tuntutan Pembaharuan Pendidikan Madrasah Aliyah:

Upaya Mempertahankan Sisi Politis ......................................... 262

B. Tuntutan Integritas: Menepis Dikotomi Ilmu Menyusun

Keilmuan yang Ideal dalam Rangka Mewujudkan Kekuatan

politis ....................................................................................... 270

C. Tuntutan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ....... 278

D. Tantangan Modernitas .............................................................. 284

BAB VI PENUTUP .................................................................................... 289

A. Kesimpulan............................................................................ 289

B. Saran ..................................................................................... 291

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 293

Page 13: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

viii

LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 320

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... 351

Page 14: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi berjudul: Pergeseran Kurikulum Madrasah dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional yang ditulis oleh Sdr. Muhajir, NIM.

06.3.00.1.03.01.0019 telah diperbaiki sesuai saran dan masukan-masukan

pembimbing.

Demikian untuk dimaklumi.

Jakarta, Oktober 2010

Pembimbing

Prof. Dr. Suwito, MA

Page 15: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Disertasi berjudul: Pergeseran Kurikulum Madrasah dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional yang ditulis oleh Sdr. Muhajir, NIM.

06.3.00.1.03.01.0019 telah diperbaiki sesuai saran dan masukan-masukan

pembimbing.

Demikian untuk dimaklumi.

Jakarta, Oktober 2010

Pembimbing

Prof. Dr. Husni Rahim, MA

Page 16: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

346

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

Nama lengkap : Muhajir

Tempat/tanggal lahir : Kebumen, 28 Desember 1970

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat Asal : Gandusari, R.T. 02 R.W. 04 Kuwarasan,

Kebumen Jawa Tengah.

Alamat Sekarang : Perumahan Taman Banjar Agung Indah

Blok D-6 No. 02 Serang, Banten.

Alamat e-mail : [email protected]

Alamat Kantor : Fakultas Tarbiyah IAIN “SMH” Banten

Jl. Jend. Sudirman No. 30 Serang 42118.

Telp. : Hp. 08121907168

Rumah 0254-284154

B. Keluarga

Orang Tua :

1. Bapak : Achmad Suyuthi

2. Ibu : Siti Aminah (almarhumah)

Mertua :

1. Bapak : Basrudin

2. Ibu : Ratimah

Isteri : Tri Yuni Hartati, A.Md.

Anak : 1. Faiz Arfan Bahar (11 Pebruari 2003)

2. Faza Farzanggi Muhajir (29 September 2008)

Page 17: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

347

C. Riwayat Pendidikan

I. Pendidikan Formal

1. SD Negeri Gandusari, Kebumen, lulus tahun 1984.

2. MTs Negeri Purwosari, Rowokele, Kebumen, lulus tahun 1987.

3. PGA Negeri Kebumen, lulus tahun 1990.

4. S1 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fak. Tarbiyah Jur. PAI, lulus tahun 1995.

5. S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Konsentrasi Pendidikan Islam, lulus

tahun 2003.

6. S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Konsentrasi Pendidikan Islam, lulus

tahun 2010.

II. Pendidikan Non Formal

1. Madrasah Diniyah Pondok Gebangsari, Kebumen, 3 tahun, dari

tahun 1978 –1981.

2. Madrasah Diniyah Kuwarasan Kebumen, 5 tahun, dari tahun 1982-1987.

3. Pondok Pesantren “Al-Huda” Jetis Kutosari, Kebumen, 3 tahun, dari

tahun 1987-1990.

4. Pondok Pesantren Mahasiswa (Wahid Hasyim) Gaten Condong Catur,

Yogyakarta, 2 tahun, dari tahun 1991-1993.

D. Kegiatan Ilmiah dan Penelitian

1. Diskusi bulanan di KAPGAN Kebumen, 5 tahun, dari tahun 1990 –1995.

2. Diskusi bulanan Pendidikan Islam di KD-PAI-6 IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 3 tahun, dari tahun 1991-1993.

3. Peserta seminar “Tantangan Pendidikan Islam pada Era Global” di Hotel

Ambarukmo Yogyakarta, tahun 1993.

4. Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, selama 10 hari, tahun 1994, di Wisma Sejahtera

Kaliurang Yogyakarta.

5. Peserta seminar “Prospek Pendidikan Islam di Era Global” di IKIP Yogyakarta,

utusan dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 1993.

Page 18: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

348

6. Diskusi mingguan Program Studi Pendidikan Islam di KDPI-Pasca UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2 tahun, dari tahun 2000 – 2002.

7. Peserta seminar “The Reconstruction of Syari’a in The Islamic State”, di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2003.

8. Peserta bedah buku “Pemikiran Syari’ah Hasan al-Bana”, di Islamic Centre

Bekasi, tahun 2003.

9. Penelitian untuk para peneliti tingkat lanjut, Dosen IAIN “SMH” Banten, di

Anyer, tahun 2007.

10. Pembicara seminar pendidikan “Metamorfosis Mutu Pendidikan Banten:

Kurikulum, Mutu Guru dan Budaya Lokal banten”, tahun 2009.

11. Pembicara Seminar pendidikan “Menguak Rahasia Pendidikan ala Rasulullah”,

2010.

E. Tulisan Ilmiah

I. Tulisan Yang di Publikasikan

1. “Perjumpaan Sufisme dan Agama-agama Lain”, dipulikasikan oleh Majalah

Bulanan Departemen Agama Jawa Barat “Media Pembinaan”, No. 08/XXVIII

November 2001.

2. “Pendidikan Sebagai Media Transformasi Budaya (Renungan Bagi Para

Pendidik dan Penyelenggara Pendidikan Dalam Menyambut Tahun Pelajaran

Baru 2002/2003)”, “Media Pembinaan”.

3. “Madrasah di Makkah dan Madinah”, Jurnal Ilmiah Bidang Keagamaan dan

Kemasyarakatan, “Al-Qalam”, Vol. 20/No. 98, 99/Juli-Desember 2003, Serang:

Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IAIN “SMH” Banten,

2003.

4. Madrasah-madrasah di Makkah dan Madinah dalam Sejarah Pendidikan Islam,

pada Periode Klasik dan Pertengahan, Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA. (Ed.),

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Page 19: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

349

5. Ibnu Khaldun (1332-1402 M): Prinsip dan Metode Pengajaran, dalam Sejarah

Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, Prof. Dr. Suwito, MA. dan Fauzan, MA.

(Ed.), Bandung: Angkasa, 2003.

6. Kurikulum Madrasah Orde Reformasi – 2007: Analisis Pengembangan dan

Pembaharuan ke Arah Modern, Jurnal Ke-Islaman, Kemasyarakatan dan

Kebudayaan, “Tazkia”, Vol. IX No. 02, 2008.

II. Dalam Bentuk Skripsi, Tesis dan Disertasi

1. “Pendidikan Anak Menurut Al-Qur’an (Studi Tentang Materi dan Metode)”,

Skripsi S1, 1995.

2. “Pendidikan Jasmani Dalam Perspektif Islam”, Tesis S2, 2003.

3. “Pergeseran Kurikulum Madrasah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional”, Angkatan 2006.

F. Riwayat Pekerjaan

1. Direktur TPA “Al-Huda”, Klitren Lor Yogyakarta, tahun 1992 – 1993.

2. Guru Privat Keluarga dari Yayasan Tunas Melati Yogyakarta, tahun 1992 –

1995.

3. Guru al-Qur’an pada Program Pemberantasan Baca Tulis al-Qur’an se SD

Klitren Lor Yogyakarta, tahun 1993 – 1994.

4. Distributor PT. Amindoway Jaya, tahun 1993.

5. Marketing Supervisor PT. Cahaya Matahari Timur Yogyakarta, tahun 1994.

6. Kepala Cabang PT. Cahaya Matahari Timur di Kebumen, tahun 1994 (6 bulan).

7. Anggota ASBI (Asosiasi Sarang Burung Walet Indonesia), tahun 1994 –1995.

8. Cyper Operator di Subur Tiasa Playwood Sdn. Bhd., Sibu East Malaysia, tahun

1996.

9. Boyler Operator di Azaz Mahir Sdn. Bhd., Bintulu East Malaysia, tahun 1997.

10. TU MI Asy-Syuhada Jakarta, tahun 1998 (3 bulan).

11. Guru MI Asy-Syuhada Jakarta, tahun 1998-1999.

12. Dosen STAI Al-Ghuraba’ Jakarta, tahun 1998-1999.

Page 20: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

350

13. Guru (PNS) MTs Negeri Rengasdengklok, Karawang, tahun 1999 –2003.

14. Dosen STAI Darul Qalam Tangerang dan Bekasi, tahun 1999 – 2007.

15. Dosen PGSD dan PGTK Darul Qalam Cut Mutia Bekasi, Islamic Centre

Bekasi dan Tanjung Barat Jakarta, tahun 1999 – 2007.

16. Dosen STIMIK Kharisma Karawang, tahun 2000 – 2003.

17. Dosen Tetap (PNS) pada Fakultas Tarbiyah dan Adab IAIN “SMH” Banten

Serang, tahun 2003 – sekarang.

18. Ketua Badan Pelaksana Harian PGTK/RA-PGSD/MI STAIKHA “Nur

El-Qolam” untuk kampus Serang, Cilegon dan Jayanti, tahun 2005 – 2008.

19. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) TIARA Jakarta mulai Januari

2008-2009.

20. Badan Pembina Yayasan “Nur El-Qolam” Banten, tahun 2005-2009.

21. Ketua Yayasan “Nur El-Qolam” Banten, 2009-sekarang.

Page 21: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1950-an, kurikulum1 yang diselenggarakan madrasah, menurut

laporan Steenbrink sepertiganya terdiri dari pelajaran agama, sedang sisanya

merupakan pelajaran umum.2 Berarti, pelajaran umum dua pertiganya. Hal ini

didukung pernyataan pemerintah dalam Undang-Undang 1950 pasal 10 yang

menyebutkan bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan

Departemen Agama, sudah memenuhi kewajiban belajar.3 Bukti madrasah semakin

tidak mendominasi mata pelajaran Agama, ketika KH. Wahid Hasyim menjabat

Menteri Agama tahun 1949–1952, supaya memasukkan tujuh pelajaran di lingkungan

madrasah, yaitu mata pelajaran Membaca-Menulis (latin), Berhitung, Bahasa

Indonesia, Sejarah, Ilmu Bumi dan Olahraga.4

Ketika Departemen Agama dipimpin oleh KH. Moh. Ilyas (1953-1959)

mengadakan pembaharuan sistem pendidikan madrasah dengan memperkenalkan

Madrasah Wajib Belajar (MWB) 8 tahun. Tujuan dari MWB ini diarahkan pada

pembangunan jiwa bangsa, yaitu untuk kemajuan di bidang ekonomi, industri dan

transmigrasi dengan kurikulum yang menyelaraskan tiga perkembangan yaitu

perkembangan otak, perkembangan hati dan keprigelan tangan/ketrampilan (three H:

1 Caswell dan Campbell mengatakan bahwa Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di

bawah bimbingan para guru. Saylor dan Alexander memberikan penguat, bahwa kurikulum didasarkan pada semua kesempatan belajar yang disediakan oleh sekolah. Lihat, Philip W. Jakcson (ed.), Hand Book of Research on Curriculum (New York: Macmillan Publishing Company, 1999), 4.

2 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1996), 96.

3 Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, 88. 4Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi

(Jakarta: Rajawali Pers, 2005), 26.

Page 22: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

2

heart, head, hand).5 Senada dengan tujuan MWB, seperti dijelaskan oleh Plato,

bahwa suatu bangsa harus mempunyai konsep/teori pendidikan yang mendalam. Hal

itu ditujukan dengan metode pengajaran, membangun teori ilmu pengetahuan,

kerangka kurikulum pendidikan, pendidikan dalam peran sosial dan analisis manusia

secara alamiah.6

Baru setelah keluar Keputusan Menteri Agama No. 52 Tahun 1971,

dirumuskanlah Kurikulum di Cibogo yang diberlakukan secara nasional. Dengan

beberapa perbaikan dan penyempurnaan, kurikulum itu kemudian dikenal dengan

kurikulum 1973.7 Dari struktur materi yang ditawarkan kurikulum itu, menurut

cacatan Maksum, sudah cukup mencerminkan perkembangan yang serius dalam

rangka mengarahkan madrasah sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional.

Komponen-komponen kurikulum itu meliputi tidak saja mata-mata pelajaran agama,

tetapi juga mata-mata pelajaran umum dan mata-mata pelajaran kejuruan.8 Mata

pelajaran agama dan umum saja menurut penulis tidak cukup karena implementasi

keduanya sangat penting –teori dan praktek– kesimpulan ini diyakini oleh Bobbit,

bahwa content (materi) yang diberikan kurikulum harus dapat diketahui (secara teori)

dan diaplikasikan (secara praktek), teori dan praktek hendaklah menjadi scope dan

sequence kurikulum (Madrasah Aliyah).9

Perlu diketahui bahwa perubahan kurikulum madrasah (Madrasah

Aliyah/MA) terkait dengan gerakan pembaharuan pendidikan Islam. Seperti

madrasah-madrasah Diniyah yang ada di Padang Panjang. Madrasah-madrasah

5 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 26. 6 Robert S. Brumbaugh, dan Nathaniel M. Lawrence, Philosopher on Education, Six Essays

on the foundations of Western Thought (Boston: Houghton Mifflin Company, 1963), 20. 7 Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 34. 8 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos, 1999), Cet II, 142. 9 Dengan kurikulum ini, tegas Bobbit, hendaknya siswa akan dapat menikmati hasil dari

proses pendidikan, sehingga Bobbit percaya bahwa para siswa akan dapat meraih kesuksesan pada masa depannya. Lihat, Franklin Bobbit dalam David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (Ed.), The Curriculum Studies Reader (New York dan London: Routledgefalmer, 2004), Cet II, 3.

Page 23: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

3

Diniyah seperti ini, sistemnya mencontoh sekolah pemerintah (HIS), seperti memakai

meja dan kursi, serta mengajarkan mata pelajaran umum disamping pelajaran agama.

Model madrasah seperti ini, awal mula didirikan oleh Haji Abdullah Ahmad dengan

Adabiyah School10 (1909), kemudian juga Madrasah Diniyah yang didirikan oleh

Zainuddin Labai tahun 1915 yang merupakan perkembangan dari surau Jembatan

Besi. Madrasah ini juga menggunakan sistem ko-edukasi yang dicontoh dari

kebiasaan yang berlaku di sekolah-sekolah pemerintah.11 Disamping itu juga

madrasah Mu’allimin Muhammadiyah di Yogyakarta yang didirikan kira-kira tahun

1918, dimana kurikulumnya diklasifikasikan menjadi agama dan umum, Prosentase

ilmu umum dan agama seimbang (50% agama dan 50% umum).12 Tahun-tahun

berikutnya setelah madrasah Mu’allimin, isi kurikulumnya sudah mulai didominasi

oleh umum. Realitas demikian yang mendasari kurikulum madrasah (MA) bergeser.

Sekilas diamati, bahwa beberapa laporan para penulis di atas mendukung

pernyataan bahwa pergeseran kurikulum madrasah (MA) sejak sebelum merdeka,

setelah merdeka, Orde Lama sampai Orde Baru (1966) bahkan sampai tersusunnya

kurikulum madrasah secara nasional (1971), telah mengalami pergeseran baik

komponen tujuan, isi, metode, maupun evaluasi yang penulis asumsikan, bahwa

pergeseran tersebut lebih dominan bersifat politis untuk tujuan dan isi kurikulum dan

bergeser ke arah modern untuk metode dan evaluasi. Argumen Raimond William,

dapat menjadi dasar analisis ini, bahwa definisi baru pendidikan secara umum adalah

output-nya dapat memecahkan masalah dan dapat mempraktekannya. Pendidikan

bentuk ini, tegas William, adalah bentuk kurikulum modern.13 Hal ini dapat diperkuat

dengan apa yang direkam oleh John. D. Mc. Neil, para sosiolog melaporkan, bahwa

10 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1996), 51. 11 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, 62. 12 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung,

1996), 227. 13 Terlebih ketika ditambah, matematika, geografi, bahasa modern, dan sain fisika yang

sangat penting, lihat, John White dalam Alex More, Schooling, Society and Curriculum (London and New York: Rountledge, 2006), Cet I, 43.

Page 24: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

4

inovasi kurikulum –tentunya mengandung makna pergeseran– di sebuah sekolah

adalah merupakan suatu keharusan untuk menemukan sesuatu yang lebih baik.14

Terkait dengan munculnya kurikulum secara nasional tahun 1971, menurut

Maksum bahwa madrasah (MA) pada awalnya didirikan oleh masyarakat secara

mandiri, tetapi dengan penegerian dan pembakuan kurikulum itu madrasah-madrasah

cenderung berjalan secara seragam. Civil Effect bagi lulusannya pun menjadi teratur.

Madrasah dengan demikian tidak diragukan lagi sebagai lembaga pendidikan yang

pengelolaan, struktur dan kurikulumnya mendekati sama dengan sekolah di

lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.15 Kurikulum yang baik,

menurut Franklin Bobbit akan dapat mendiagnosa kesulitan belajar siswa dan dapat

membawa pendidikan ke arah yang lebih prospek.16 Usaha merevisi terus menerus

kurikulum madrasah (MA) dari sisi metode dan evaluasi, adalah dalam rangka

merealisasikan kurikulum seperti diungkapkan Bobbit.

Tahun 1975 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri mengenai

“Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah.” Dalam Surat Keputusan Bersama

itu, masing-masing Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

dan Kementerian Dalam Negeri memikul tanggungjawab dalam pembinaan dan

pengembangan pendidikan madrasah.17

14 John. D. Mc. Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction (Boston Toronto: Luttle

Brown and Company, t.t.), 117. Sebagai bahan perbandingan reformasi kurikulum yang ada di Amerika Serikat, pergerakan reformasi kurikulum dimulai sejak suksesnya peluncuran satelit Rusia yang pertama, 1957, kejadian spektakuler ini mempercepat revisi kurikulum, terutama dalam hal matematika dan fisika, walaupun sempat mengalami stagnan ketika terjadinya perang dunia II, lihat John I. Goodlad dalam David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (Ed.), The Curriculum Studies Reader, 60.

15 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 144. 16 Franklin Bobbit dalam David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (Ed.), The Curriculum

Studies Reader (New York dan london: Routledgefalmer, 2004), cet II, 3. 17 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 149, lihat pula, M. Arifin, Kapita

Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 230. Pada saat ini Menteri Agamanya adalah H.A. Mukti Ali, lihat, Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), 197.

Page 25: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

5

Dalam SKB disebutkan bahwa mata pelajaran Agama di madrasah (MA)

adalah kurang lebih 30%, berarti yang 70% adalah mata pelajaran umum.18 Artinya

implementasi dalam pengajaran tidak mengurangi kuantitas jam pelajaran mata-mata

pelajaran umum.

Pada tahap awal setelah SKB, Departemen Agama menyusun kurikulum

197619 –keputusan Menteri Agama No. 75, tanggal 29 Desember 1976– yang

diberlakukan secara intensif mulai tahun 1978. Kemudian kurikulum 1976 ini

disempurnakan lagi melalui kurikulum 1984 sebagaimana dinyatakan dalam SK

Menteri Agama No. 45 Tahun 1987.20 Penyempurnaan ini sejalan dengan perubahan

kurikulum sekolah di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Penjelasan di atas membuktikan bahwa kenyataan sejarah keberadaan serta

peran madrasah adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini terlihat dari

Undang-Undang Pendidikan tahun 1950, sejarah pembaharuan madrasah sejak

sebelum Indonesia merdeka, pasca kemerdekaan, dan bergesernya kurikulum

madrasah pasca tahun 1950-2006. Dari sisi metode dan evaluasi kurikulum madrasah

(MA) terus melakukan pembaharuan, walaupun secara politis tujuan dan isi

kurikulum madrasah (MA) harus mengikuti undang-undang pendidikan yang berlaku.

Namun peran madrasah (MA) dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa tidak bisa

dialpakan.

Selanjutnya, penulis mencermati bahwa ada faktor-faktor yang

menyebabkan kurikulum madrasah bergeser, bila merujuk uraian di atas, diantara

faktor yang menyebabkan kurikulum madrasah bergeser adalah faktor perubahan

sosial, ekonomi, politik dan budaya. Analisis penulis ini diperkuat oleh Larry Cuban,

bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perubahan daerah dan sekolah adalah

18Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, 197.

19 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 34. 20 Hemat penulis saat ini Menteri Agamanya adalah Munawir Sjadzali, lihat Muhaimin,

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, 197.

Page 26: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

6

demografi, culture (kebudayaan), politik, sosial dan ekonomi.21 Hal ini identik

dengan apa yang dikatakan Jonathan Tudge dalam Vygotsy and Education,

sebagaimana dikutip Tilaar, mengatakan "bahwa dari perkembangan pribadi

seseorang menuntut perkenalan premier dari lingkungannya. Dunia kehidupan di

dalam perkembangan pribadi manusia (individuasi) akan semakin lama semakin

meluas dari lingkungan keluarga, masyarakat sekitar, masyarakat etnisnya,

masyarakat negara, dan seterusnya masyarakat global.”22 Catatan Audrey Osler,

mendukung pernyataan Tudge, dalam seminar Internasional dan Interdisipliner di

Harvard University tahun 2002, bahwa kehidupan dan pengalaman senantiasa

berkembang sampai hari ini yang senantiasa berhubungan dengan realitas ekonomi,

proses sosial, inovasi teknologi dan media, dan arus budaya yang melewati batas-

batas negara dengan kejadian yang lebih besar.23 Program pendidikan haruslah

disusun berdasarkan perkembangan dunia tersebut. Dengan demikian kurikulumpun

harus bergeser. Pendidikan adalah penting sekali di dalam pembentukan kapital

sosial. Dalam fungsinya yang demikian perlu mengetahui organisasi sosial, adat

istiadat setempat dimana peserta didiknya hidup dan berkembang.24

Tidak dapat diabaikan, perkembangan ekonomi juga merupakan faktor

penting yang menyebabkan kurikulum bergeser. Larry Cuban, memberikan contoh,

ketika pasokan dolar dikurangi ke sekolah-sekolah di Amerika, maka program-

21 Larry Cuban menjelaskan faktor-faktor ini, untuk sekolah di Amerika, dimana sistem

sekolah dan kurikulumnya adalah desentralisasi. Lihat Larry Cuban, dalam Philip W. Jakcson (ed.), Hand Book of Research on Curriculum (New York: Macmillan Publishing Company, 1999), 217.

22 H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2002), 88. 23 Kondisi lokal dan global tidak bisa ditawar lagi harus berhubungan dengan kehidupan kita

sehari-hari, kurikulum sekolah membutuhkan hubungan-hubungan ini secara eksplisit. Lihat, Audrey Osler dalam, Alex More (ed.) Schooling, Society and Curriculum, 101-102.

24 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, 91, bandingkan dengan catatan Alan Peskhin dalam Philip W. Jakcson (ed.), Hand Book of Research on Curriculum, 248. Pendidikan tak dapat tiada harus memberikan jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari desakan dan tekanan dari kekuatan-kekuatan sosio-politik –ekonomi yang dominan pada saat tertentu, lihat, S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet II, 23.

Page 27: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

7

program pengajaran di sekolah banyak berhenti.25 Para penyumbang sekolah-sekolah

di Amerika diantaranya, para dermawan (donatur), organisasi-organisasi

philanthropic dan juga support dari para komunitas bisnis.26 Selanjutnya faktor

politik, sebagai bukti bahwa faktor politik menentukan pergeseran kurikulum, seperti

dikatakan John I. Goodlad, bahwa perencanaan kurikulum adalah proses politik,

bahkan proses politik itu adalah sebuah proses ideologi yang menentukan ending

(akhir) dan arti pendidikan.27 Bahkan jika melihat kebijakan-kebijakan pemerintah

faktor politik ini nampaknya yang lebih dominan mempengaruhi pergeseran

kurikulum madrasah. Faktor budaya, tidak bisa absent, merupakan faktor penyebab

pergeseran kurikulum, hal ini senada dengan laporan Alex More, kurikulum sekolah

sering dipresentasikan dan dipahami untuk menyeleksi ilmu pengetahuan

(knowledge) dan kebudayaan dari suatu negara, tipikal penyeleksian yang demikian

hendaklah dilakukan terus menerus untuk menggambarkan secara khusus skill-skill

kebudayaan dan pemilihan kebudayaan-kebudayaan tersebut dari kelompok-

kelompok sosial tertentu. Referensi seperti ini hendaknya menjadi jalan kurikulum

sekolah untuk merespon kerja sekolah dari murid-muridnya.28

Disamping itu, bahwa implikasi UUSPN No. 2 Tahun 1989 terhadap

Pendidikan Madrasah dapat dilihat pada kurikulum dari semua jenjang madrasah,

mulai dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah, sampai dengan Aliyah. Secara umum

penjenjangan itupun paralel dengan penjenjangan Pendidikan Sekolah, mulai dari

Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, sampai dengan Sekolah

Menengah Umum. Di bawah ketentuan yang terintegrasi itu Madrasah Ibtidaiyah

25 Cuban dalam Philip W. Jakcson (ed.), Hand Book of Research on Curriculum, 217. 26 Walter Feinberg dan Jonas F. Soltis, School and Society (New York and London: Teachers

College Press, 2004), 121. 27 Statement lain mengatakan bahwa struktur politik masuk dalam situasi pendidikan. Unik

dan sensitif hubungan antara lokal, negara dan pemerintah daerah dalam memberikan support dan mensikapi masalah-masalah sekolah, demikian contoh di Amerika, lihat Goodlad dalam David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (Ed.), The Curriculum Studies Reader, 62.

28 Alex, Schooling, Society and Curriculum, 87.

Page 28: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

8

pada dasarnya adalah “Sekolah Dasar Berciri Khas Islam”, Madrasah Tsanawiyah

adalah “Sekolah Lanjutan Pertama Berciri Khas Islam”, kedua-duanya MI dan MTs

termasuk dalam kategori Pendidikan Dasar. Sedang Madrasah Aliyah (MA)

dikategorikan sebagai “Sekolah Menengah Umum Berciri Khas Islam”.29 Bisa dilihat

Keputusan Menteri Agama RI Nomor 372 tahun 1993 tentang kurikulum Pendidikan

Dasar Berciri Khas Islam.30 Menurut Kurikulum ini MI dan MTs melaksanakan

Kurikulum Nasional SD dan SLTP.31

Terkait kurikulum Madrasah Aliyah (MA), telah dikeluarkan keputusan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 tahun 1993 tentang kurikulum

Madrasah Aliyah. Dalam ketentuan ini, isi kurikulum terdiri dari dua program

pengajaran umum dan pengajaran khusus sebagaimana berlaku dalam sekolah

umum.32

Tarmizi Taher ketika menjadi Menteri Agama, nampaknya mencoba

menawarkan kebijakan dengan jargon “Madrasah sebagai sekolah umum yang Berciri

Khas Agama Islam –kurikulum 1994– yang muatan kurikulumnya sama dengan non

madrasah. Kebijakan ini ditindak lanjuti oleh A. Malik Fadjar –kurikulum 2004–

bahkan Malik menetapkan eksistensi Madrasah untuk memenuhi tiga tuntutan

minimal dalam peningkatan kualitas madrasah, yaitu (1) bagaimana menjadikan

Madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktek hidup ke-Islaman; (2)

bagaimana memperkokoh keadaan madrasah sehingga sederajat dengan Sistem

Sekolah; (3) bagaimana madrasah mampu merespon tuntutan masa depan guna

29 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 155, lihat pula, Abdul Rachman

Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 35. 30 Sesuai keterangan Muhaimin, saat ini menteri Agamanya adalah Tarmizi Taher, Muhaimin,

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, 197.

31 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 155 – 156. 32 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 58.

Page 29: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

9

mengantisipasi perkembangan iptek dan era globalisasi.33 Nampak jelas pergeseran

kurikulum madrasah (MA) untuk metode/pendekatan mengarah ke modern, indikator

mengarah kepada modern salah satunya ditandai dengan beralihnya aktifitas yang

berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Seperti dikatakan oleh Beane,

"bahwa bila kreasi kurikulum di prioritaskan kepada siswa akan lebih baik dari pada

kepada para pendidik –dari level-level yang berbeda sampai tegaknya suatu

kurikulum".34 Tentunya pendekatan modern dengan tetap tidak meninggalkan ruh ke-

Islamannya.

Apabila dibandingkan jenis nama pelajaran agama antara mata pelajaran

dalam struktur kurikulum madrasah (MA) tahun 1994 dengan struktur tahun 2004,

tidak mengalami perubahan karena jenis mata pelajaran itu masih didasarkan atas

Keputusan Menteri Agama No. 110 Tahun 1982 tentang pembidangan ilmu ke-

Islaman. Pada kurikulum tahun 2004 dihindarkan pertemuan tatap muka yang hanya

satu jam pelajaran, agar pembobotan dalam prinsip belajar tuntas dapat diselesaikan.

Adapun keseluruhan jumlah jam pelajaran perminggu dipertahankan seperti yang

tercantum pada struktur kurikulum tahun 1994.35

Dalam kurikulum Madrasah 2004 (KBK) menggunakan sistem semester dan

ditetapkan tingkat kelas yang berkelanjutan, MI enam tahun kelas I–VI, MTs tiga

tahun kelas VII–IX, MA tiga tahun kelas X–XII. Pemilihan program pada MA

ditetapkan sesudah kelas X.36 Kurikulum Berbasis Kompetensi selanjutnya

diterjemahkan ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006.

Ilustrasi di atas nampak jelas, bahwa setiap periode kurikulum mempunyai

karakteristik sendiri-sendiri. Kurikulum madrasah sejak tahun 1950–2006 adalah

33 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan

Perguruan Tinggi, 197-199. 34 Beane dalam Vincent A. Anfara, Jr., Sandra L. Stacki (ed.), Middle School Curriculum

Instruction and Assessment (US: National Middle School Association Westerville, 2002), 9. 35 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 202. 36 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 204.

Page 30: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

10

mengalami pergeseran, baik dari komponen tujuan, isi, strategi pembelajaran maupun

evaluasi pembelajarannya, asumsi peneliti pergeseran tersebut, adalah lebih dominan

dipengaruhi faktor politik dan bergeser tradisional ke modern. Selanjutnya adanya,

faktor-faktor yang menyebabkan kurikulum madrasah bergeser. Di antara faktor-

faktor yang ada, salah satunya –menurut penulis– ada faktor yang lebih dominan

mempengaruhinya.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia merupakan dampak

positif dari lembaga pendidikan Islam seperti surau dan pesantren. Karena

tertinggalnya surau dan pesantren saat itu disebabkan pengelolaannya yang masih

bersifat tradisional. Maka hadirlah madrasah di Indonesia sebagai suatu model

pendidikan Islam yang lebih modern dari pada surau dan pesantren.

Namun demikian, kurikulum madrasah senantiasa tertinggal dalam

perkembangannya, bila dibanding dengan kurikulum persekolahan. Padahal secara

historis madrasah telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Hal ini patut

dipertanyakan, sebenarnya ada apa dengan madrasah?. Apakah input madrasah yang

berupa siswa kurang diseleksi secara profesional, demikian pula Sumber Daya

Manusianya (para guru). Apakah kurikulumnya kurang ideal –tidak mengintegrasikan

iptek dan imtaq– atau manajemennya kurang profesional ataukah faktor dana yang

minim untuk mengoperasionalisasikan madrasah. Beberapa pertanyaan ini memang

belum terjawab oleh madrasah, dalam arti secara praktis belum memadai. Padahal

bila dilihat secara teori bahwa siswa, guru, kurikulum, dana dan manajemen adalah

termasuk unsur-unsur yang menentukan maju mundurnya –keunggulan – suatu

madrasah. Bila unsur-unsur tersebut tidak dipenuhi –utamanya adalah kurikulum

dalam pembahasan ini– maka madrasah senantiasa marjinal.

Banyak faktor yang menyebabkan pergeseran kurikulum madrasah,

diantaranya faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Madrasah sebelum merdeka,

Page 31: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

11

masa kemerdekaan, masa orde lama dan orde baru bila dilihat secara sosial budaya,

banyak didirikan di daerah, dimana di daerah juga banyak muncul pesantren. Masih

fanatisnya masyarakat daerah terhadap tafaqquh fi> al-di>n karena pengaruh pesantren,

membuat madrasah eksis di daerah walaupun pengelolaannya dengan manajemen

yang kurang profesional. Dilihat dari sisi ekonomi, madrasah yang banyak berada di

daerah, adalah ekonominya minim, karena madrasah kebanyakan swasta, dimana para

pendirinya mayoritas golongan ekonomi menengah ke bawah. Terlebih secara politis,

karena sulitnya madrasah menyesuaikan dengan kurikulum sekolah, maka sangat

dikesampingkan oleh pemerintah.

Disebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kurikulum

madrasah, maka tiap kurikulum mempunyai karakteristik masing-masing. Dimana

karakteristik itu berbeda antara satu periode dengan periode lainnya. Perbedaan

karakteristik tersebut dapat diamati secara cermat, mengapa terjadi demikian.

Kurikulum madrasah bergeser ke arah modern dalam rangka mensejajarkan

madrasah dengan sistem persekolahan dan keunggulan lainnya dengan tidak

menghilangkan warna ke-Islamannya sebagai ciri khas madrasah. Namun terjadi pro

dan kontra di antara para pendidik Muslim, karena terjadi minimalisasi content

pelajaran agama dan memaksimalkan content pelajaran umum. Pihak yang pro

mengatakan, ini adalah proses modernisasi madrasah, sementara pihak yang kontra

mengatakan, ini adalah proses sekularisasi madrasah.

2. Pembatasan Masalah

Bila merujuk banyak literatur sebenarnya banyak perdebatan mengenai

madrasah dan kurikulumnya. Charles Michael Stanton sendiri menulis dalam Higher

Learning In Islam yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi

Pendidikan Tinggi dalam Islam, madrasah sama dengan College (Akademi). Mahmud

Yunus juga menyebut madrasah dalam bukunya “Sejarah Pendidikan di Indonesia”

meliputi, Madrasah Ibtidaiyah (SRI), Madrasah Tsanawiyah (SMPI), Madrasah

Tsanawiyah Atas (SMAI) dan Tingkat Tinggi (Universitas Islam). Di sisi lain Abdul

Page 32: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

12

Rachman Shaleh menyebut madrasah dalam bukunya “Madrasah dan Pendidikan

Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi” meliputi Raudlatul Athfal (RA), Madrasah

Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Dalam

hal ini penulis akan membatasi kajiannya hanya pada Madrasah Aliyah (MA) saja

tanpa memasukkan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs),

Raudlatul Athfal (RA) dan Akademi atau Perguruan Tinggi Agama Islam (STAIN,

IAIN, UIN).

Madrasah Aliyah pun banyak tipologinya, seperti Madrasah Aliyah Umum

(MA Umum), Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang selanjutnya

berkembang menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK), Madrasah Aliyah

Ketrampilan (MA Ketrampilan), Madrasah Aliyah Model (MA Model) dan Madrasah

Aliyah Diniyah (MA Diniyah). Oleh karenya, sangat perlu penulis batasi pembahasan

disertasi ini, yaitu fokus kajiannya Madrasah Aliyah Umum (MA Umum).

Alasan penulis membatasi kajiannya pada MA Umum, karena MA Umum

adalah sebagai MA inti (core) dan yang awal mula muncul. Adapun MA Keagamaan

(MAK/MAPK), MA Ketrampilan, MA Diniyah, MA Model adalah pengembangan

dari MA Umum yang inti/pokok.

Adapun pembatasan kurun waktu, juga menjadi sangat penting, mengingat

perkembangan madrasah ternyata sudah mulai sejak zaman klasik Islam. Di Indonesia

sendiri perkembangan pendidikan Islam juga sudah mulai sejak zaman kolonial

Belanda, walaupun saat itu masih sangat tradisional dan dalam bentuk pesantren,

yang merupakan cikal bakal lembaga Pendidikan Islam bernama madrasah.

Mengingat masalah yang demikian, maka penulis mendasarkan pembahasan

pergeseran kurikulum madrasah ini dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional (UUSPN), yaitu: Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950 JO UU

No. 12 Tahun 1954, UUSPN No. 2 Tahun 1989 dan UUSPN No. 20 tahun 2003.

Page 33: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

13

3. Perumusan Masalah

Setelah melihat latar belakang masalah yang ada, penulis pada dasarnya

akan mengarahkan disertasi ini untuk menjawab masalah sekitar pergeseran

kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.

Adapun masalah tersebut adalah “Faktor apa yang lebih dominan mempengaruhi

Pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional?”. Untuk menjawab masalah tersebut perlu dimunculkan

beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana karakteristik kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional?.

b. Bagaimana pengaruh kebijakan pendidikan pemerintah terhadap pergeseran

kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional?.

C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian

disertasi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui faktor yang lebih dominan mempengaruhi pergeseran

kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-undang Sistem Pendidikan

Nasional.

b. Untuk mengetahui karakteristik kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional.

c. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan pendidikan pemerintah terhadap

pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional.

2. Signifikansi Penelitian

Penting dicatat dalam penelitian ini, bahwa kurikulum Madrasah Aliyah

mengalami pergeseran disebabkan karena beberapa faktor. Timbul pertanyaan,

Page 34: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

14

mengapa bergeser, bukannya kurikulum madrasah itu tetap saja (baku), mustahil

menerima pergeseran, ini menarik untuk diteliti. Lebih menarik jika faktor politik

lebih dominan mempengaruhi pergeserannya. Disamping itu, seringnya pergantian

kurikulum Madrasah Aliyah (MA) mengindikasikan bahwa setiap kurikulum

mempunyai corak dan karakteristik berbeda antara satu dan lainnya. Corak dan

karakteristik demikian juga tidak lepas dari dominasi unsur politik.

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan analisa tentang

pergeseran kurikulum MA dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, di

mana pergeseran tersebut adalah bersifat politis dan bergeser dari tradisonal ke

modern. Hal ini akan menepis anggapan masyarakat bahwa madrasah adalah lembaga

pendidikan Islam yang senantiasa mempertahankan nilai tradisionalnya, menutup diri

dari dunia luar untuk menerima pembaharuan. Bahkan pesantren yang merupakan

cikal bakal pendidikan madrasah juga sudah mulai mengadakan pembaharuan. Hal

tersebut dapat dibuktikan adanya mata-mata pelajaran umum yang diajarkan sekolah

juga diajarkan secara penuh di madrasah, disamping mata-mata pelajaran agama yang

merupakan ciri khas ke-Islaman madrasah.

Penelitian ini juga berfungsi untuk melihat perbedaan kepentingan secara

politis antara Departemen Agama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

atau Dapartemen Pendidikan Nasional saat ini. Indikasi demikian dapat diamati dari

usaha Departemen Agama untuk senantiasa mengikuti perkembangan kurikulum

Pendidikan Nasional, sehingga dapat diakui madrasah merupakan bagian dari Sistem

Pendidikan Nasional. Madrasah mendapat pengakuan sama dengan sistem

persekolahan di mata pemerintah.

Page 35: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

15

D. Kajian Pustaka

Para peneliti yang interes terhadap kajian kurikulum, cukup banyak,

diantaranya, Bistok Adrianus Siahaan,37 Sukamto,38 Anwar Jasin,39 Muhammad

Zuhdi,40 Muhammad Sirozi.41 Para peneliti ini, meneliti dalam bentuk tesis dan

disertasi.

Judul disertasi yang Adrianus tulis, dalam rangka mencapai gelar doktornya,

Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari Sudut

Fungsi Bahasa. Konsentrasi pembahasan kurikulum Adrianus adalah kurikulum

1975. Pembaharuan kurikulum, tegas Adrianus, adalah penting sekali, oleh karenanya

disadari bahwa sistem kurikulum adalah unsur strategis yang menentukan dapat

berperannya sistem pendidikan.42 Pembaharuan kurikulum ini terjadi, karena memang

prinsip kurikulum tidak kaku, tetapi fleksibel, tegas Adrianus.43 Adrianus tidak

mengfokuskan penelitiannya pada salah satu jenjang pendidikan, tetapi konsentrasi

pada kurikulum 1975. Kurikulum yang dimaksud di sini adalah kurikulum nasional,

37 Bistok Adrianus Siahaan, “Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum

Bahasa Indonesia dari sudut fungsi Bahasa”, Disertasi IKIP Jakarta, 1982. 38 Sukamto, “Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama

Sampai dengan Orde Baru”, Tesis IKIP Jakarta, 1991. 39Anwar Jasin, “Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan

tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, Disertasi IKIP Jakarta, 1983.

40 Muhammad Zuhdi, “Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula” (Disertasi), Montreal-Canada: McGill University, 2006.

41 Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2 / 1989 (Disertasi) (Leaden-Jakarta: INIS, 2004).

42 Adrianus, Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari Sudut Fungsi Bahasa, 1.

43 Prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum, prinsip fleksibilitas, efesiensi, efektifitas, berorientasi pada tujuan, kontinuitas, prinsip pendidikan seumur hidup. Lihat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ketentuan-ketentuan Pokok Kurikulum Sekolah Menengah Pertama 1975, Buku I (Jakarta: Balai Pustaka, 1981), 14 -19, lihat pula, Bistok Adrianus Siahaan, ”Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari Sudut Fungsi Bahasa”, 2.

Page 36: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

16

dalam arti sekolah-sekolah di bawah otoritas Departemen Pendidikan Nasional,

bukan kurikulum Depag.

Dalam menyelesaikan studi S2-nya, Sukamto menulis tesis, Aspek-aspek

Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama Sampai dengan Orde

Baru. Kamto bermaksud menggali aspek-aspek filosofis kurikulum sejarah di SMA.

Kurikulum, ujar Kamto, semestinya disusun dengan dasar-dasar yang kokoh, agar

menjawab tantangan zaman dan secara dialektis menunjukan suasana zamannya.

Dasar penyusunan kurikulum yang kurang kuat dapat mengakibatkan gagalnya

kurikulum dalam pelaksanaannya atau ditolaknya kurikulum dalam praktek.44

Sementara disertasi ini melihat pergeseran kurikulum MA, yang secara spesifik

melihat pergeseran komponen kurikulumnya, dimana aspek politisnya yang lebih

dominan mempengaruhinya. Rentang waktu kurikulum yang diteliti Kamto, dari

zaman Orde Lama sampai Orde Baru, berarti aspek-aspek filosofis itu terus

berkembang, dan penelitian ini untuk kurikulum SMA. Nampak beda, sebab disertasi

ini mengkaji pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah dari sejak munculnya Undang-

Undang Pendidikan Nasional, yaitu: Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950

JO UU No. 12 Tahun 1954, sampai munculnya UUSPN No. 20 tahun 2003. Yang

jelas, bila cross chek sejarah kurikulum di Indonesia, perkembangan kurikulum SMA

berbeda dengan kurikulum MA.45

Anwar Jasin dalam meneliti disertasinya, Pembaharuan Kurikulum SD di

Indonesia Suatu Analisa Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum

Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan

yang Relevan. Anwar, menyoroti pembaharuan kurikulum SD46 di Indonesia.

44 Sukamto, ”Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama

Sampai dengan Orde Baru”, 8. 45 Sukamto dalam tesisnya menulis sejarah kurikulum SMA secara detel, lihat Sukamto,

”Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama Sampai dengan Orde Baru”, 21.

46 Nama Sekolah Rakyat dirubah Sekolah Dasar berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 13 tahun 1963 Selanjutnya istilah Sekolah Dasar digunakan juga sebagai

Page 37: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

17

Pembaharuan diawali oleh perubahan, indikatornya, sejak proklamasi kemerdekaan

sampai 1975, tegas Anwar kurikulum SD telah berubah 4 kali. Banyak faktor yang

mendorong perubahan, seperti faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,

agama, teknologi dan faktor intern pendidikan itu sendiri.47 Berbeda dengan Anwar,

disertasi ini menekankan pada faktor politik yang lebih dominan mempengaruhinya.

Dalam menyelesaikan disertasi doktornya di McGill University, Muhammad

Zuhdi menulis Political and Social Influences on Religious School: A Historical

Perspective on Indonesian Islamic School Curricula. Sepintas agak mirip tulisan

Zuhdi dengan disertasi ini, namun bila ditelusuri banyak perbedaan. Disertasi Zuhdi

berbicara tentang pengaruh sosial politik terhadap sekolah Islam di Indonesia,

khususnya kurikulumnya. Zuhdi membatasi sekolah Islam dari SD/MI sampai

MA/SMA, bahkan ia juga membahas tentang pesantren. Zuhdi tidak membatasi

kurikulum madrasah saja, tetapi kurikulum sekolah umum yang berlebel Islam juga ia

kemukakan.48 Pembahasan Zuhdi tidak secara spesifik terhadap komponen kurikulum

sekolah-sekolah tersebut, sementara disertasi ini fokus pada pergeseran komponen

kurikulum MA, yang diasumsikan lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Uraian

Zuhdi sampai 2004,49 sementara disertasi ini sampai 2006.

Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam

Penyusunan UU No. 2/1989, demikian judul disertasi yang ditulis Muhammad Sirozi,

dalam menyelesaikan Ph.D nya, yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku. Disertasi

ini berisi studi kasus tentang keterlibatan para pemimpin Muslim dalam

pengertian umum yang mencakup sekolah rendah, Sekolah Rakyat dan Sekolah Dasar. Anwar Jasin, ”Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, 5.

47 Anwar, ”Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, 5.

48 Zuhdi, Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula, 148, 152, 154.

49 Zuhdi, “Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula”, 159.

Page 38: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

18

pengembangan kebijakan UUSPN ketika ada ketegangan politik dan budaya antara

mereka yang ingin mengembangkan satu sistem pendidikan nasional yang

“beragama” dan mereka yang menganggap pendidikan sekuler lebih relevan.50 Sirozi

lebih melihat tarik menarik kepentingan politik intern tokoh Muslim, sementara

disertasi ini lebih melihat tarik menarik otoritas pengelolaan madrasah antara

Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional. Sirozi juga mengfokuskan

penelitian disertasinya pada perjuangan politik para pemimpin Muslim untuk

memasukkan pendidikan Agama wajib dalam pendidikan nasional.51 Sementara

disertasi ini mengfokuskan pada pergeseran komponen kurikulum MA, tidak

menyinggung kurikulum persekolahan secara umum.

Penelitian yang sudah dipublikasikan dalam bentuk buku, seperti tulisan

A.V. Kelly,52 John McNeil,53 Jon Wiles dan Joseph Bondi,54 Walter Feinberg dan

Jonas F. Soltis,55 Alex More,56 dan William H. Schubert.57

Menarik, apa yang diuraikan Kelly, dalam The Curriculum Theory and

Practice, bahwa proses pengembangan kurikulum harus memperhatikan pendekatan

ideologi yang respek terhadap pendidikan, masyarakat, pengetahuan manusia, dan

kemanusiaan itu sendiri.58 Posisi nilai amat menentukan di sini, lanjut Kelly, tetapi

tidak harus eksplisit, cukup implisit. Nampaknya Kelly lebih menghendaki kurikulum

berkembang secara humanis. Disamping pengembangan Kelly juga berbicara,

50 Sirozi, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2 / 1989, 1.

51 Sirozi, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2 / 1989, 1.

52 A.V. Kelly, The Curriculum Theory and Practice (London: Sage Publications, 2004). 53 Neil, Curriculum A Comprehensive Introductio. 54Jon dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice. 55Walter dan Jonas, School and Society. 56Alex, Schooling, Society and Curriculum. 57 William H. Schubert, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility (USA: Prentice

Hall, 1987). 58 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 76.

Page 39: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

19

perubahan dan inovasi kurikulum, menurutnya, pengembangan kurikulum juga

didasarkan pada politik Negara.59 Sebenarnya posisi disertasi ini akan memperkuat

pendapat Kelly, tetapi dengan satu revisi, bahwa faktor politik bukan satu-satunya

yang mempengaruhi pergeseran kurikulum melainkan lebih dominan dibanding

faktor lain.

John McNeil, dalam Curriculum A Comprehensive Introduction, mengurai 5

klasifikasi besar, pertama, konsepsi kurikulum, kedua, pengembangan kurikulum

ketiga, manajemen kurikulum, keempat, isu-isu dan trend kurikulum, kelima, inquiri

kurikulum: masa lalu (retrospect) dan masa depan (prospect) kurikulum. Terkait

dengan posisi tulisan Neil terhadap disertasi ini, secara umum Neil mengurai kontek

pengembangan kurikulum,60 fungsi kurikulum,61 prinsip-prinsip pengembangan

kurikulum.62 Dengan demikian, pada dasarnya Neil hanya mengenalkan dasar-dasar

kurikulum pada bukunya, maka nampak perbedaan yang tajam dengan disertasi ini.

Jon Wiles dan Joseph Bondi, dalam Curriculum Development, A Guide To

Practice, merekam bahwa pengembangan kurikulum itu harus dimanage. Jon dan

Joseph, menjabarkan bahwa kenyataan di sekolah, sukses pengembangan kurikulum

sering diartikan dengan baiknya manajemen proses pengembangan kurikulum. Lebih

lanjut Jon dan Joseph melaporkan bahwa bukti modernisasi pengembangan

kurikulum, melibatkan lebih banyak implementasi jalan pengajaran yang baru atau

standar kemudahan yang diberikan oleh lembaga. Hal ini adalah bagian dalil

kebenaran yang terjadi pada era teknologi.63 Pada periode 1990-2005, kurikulum di

sekolah berubah secara signifikan, tulis Jon dan Joseph, kurikulum berubah, kenapa

tidak. Kurikulum harus bertanggung jawab terhadap implementasi pembelajaran di

59 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 102. 60 Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 116. 61 Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 118. 62 Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 149. 63 Jon dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice, 73.

Page 40: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

20

kelas, sebagai jaminan keefektifannya.64 Jon dan Joseph memberikan indikator

modernisasi kurikulum, tetapi hal itu merupakan hasil dari pengembangan dan

perubahan kurikulum, sementara indikator modern dalam disertasi ini merupakan

hasil dari pergeseran (transformasi) kurikulum. Bila diamati sangat sedikit

perbedaannya, tetapi modernisasi yang disebutkan Jon dan Joseph lebih dipengaruhi

oleh faktor teknologi, sementara dalam disertasi ini lebih merupakan hasil dinamisasi

politik, walaupun faktor perkembangan teknologi tidak dapat dikecilkan.

Walter Feinberg dan Jonas F. Soltis, dalam School and Society. Dalam bab

5 Walter dan Jonas, membahas secara detel tentang “hidden curriculum”.65 Secara

eksplisit disertasi ini tidak mengkaji hidden curriculum namun pergeseran kurikulum

lebih dominan dipengaruhi faktor politik.

Alex More lebih cenderung pembahasannya tentang posisi sekolah dan

kurikulum di masyarakat, pembahasan ini Alex uraikan dalam Schooling, Society and

Curriculum. Di sini Alex jelas menegaskan bahwa kurikulum tidak dapat terlepas dari

masyarakat, dimana secara kompleks di masyarakat terdapat, sosial, ekonomi, politik,

budaya dan agama. Disertasi ini tidak menafikan faktor-faktor itu semua

mempengaruhi pergeseran kurikulum, tetapi dominasinya dalam disertasi ini adalah

lebih dipengaruhi faktor politik.

William H. Schubert, dalam Curriculum, Perspective, Paradigma and

Possibility, melaporkan cukup lengkap tentang serba-serbi kurikulum. Ada tiga

bagian besar yang William tulis yaitu perspektif, paradigma dan kemungkinan

(possibility).William lebih cenderung memakai pendekatan filosofis dalam membahas

kurikulum. Seperti komponen kurikulum, yaitu tujuan (purpose), isi (content),

organisasi dan evaluasi dilihat dari perspektif paradigma analisis perennial, demikian

ungkap William.66 William melihat bahwa ada beberapa kemungkinan ke depan yang

64 Jon dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice, 175. 65 Walter dan Jonas, School and Society, 59. 66 William, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility, 188, 212, 233, 261.

Page 41: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

21

dihadapi kurikulum,67 baik itu tantangan maupun harapan. Walaupun komponen

kurikulum yang diurai William tidak jauh beda dengan komponen kurikulum yang

dibahas pada disertasi ini, namun William menggunakan pendekatan filosofis,

sementara, disertasi ini menggunakan pendekatan historis dan politis.

Kumpulan tulisan (artikel) kurikulum yang diedit oleh para ahli kurikulum

seperti Vincent A. Anfara, dan Jr. Sandra L. Stacki (ed.),68 Philip W. Jakcson (ed.),69

serta David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (ed.).70

Vincent dan Sandra yang telah mengedit buku dengan judul Middle School

Curriculum Instruction and Assessment, lebih cenderung pembahasannya tentang

kurikulum pelajaran dan penilaian di sekolah menengah. Sementara disertasi ini

memasukkan penilain sebagai salah satu komponen kurikulum. Berbeda dengan

Jakcson, dalam Handbook of Research on Curriculum, dia mengedit 34 tulisan yang

terkait dengan kurikulum. Tiga puluh empat tulisan ini diklasifikasikan ke dalam 4

bagian, pertama, berbicara konsep dan metodologi kurikulum, kedua, bagaimana

kurikulum dibuat, ketiga, kurikulum adalah sebuah kekuatan, keempat, topik-topik

dan isu-isu kurikulum.71 George F. Madaus dan Thomas Kellaghan menulis evaluasi

dan taksiran kurikulum, dalam tulisannya George dan Thomas memperdebatkan kata

evaluasi (evaluation) dan taksiran (assessment), suatu ketika diartikan sinonim, di

lain sisi diartikan beda.72 Sementara evaluasi yang dimaksud dalam disertasi ini

adalah evaluasi sebagai komponen kurikulum. Di sisi lain Larry Cuban dari Stanford

University, lebih tertarik menyoroti stabilitas dan perubahan kurikulum. Ada tiga hal

yang perlu diperhatikan, lanjut Cuban, pertama, merencanakan perubahan adalah

67 William, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility, 341 68 Vincent dan Sandra (ed.), Midle School Curriculum, Instruction and Assesment. 69 Philip (ed.), Hand Book of Research on Curriculum. 70 David dan Stephan, The Curriculum Studies Reader. 71 Philip (ed.), Hand Book of Research on Curriculum, 1, 155, 463, 685. 72 George F. Madaus dan Thomas Kellaghan, Curriculum Evaluation and Assessment,

dalam Philip (ed.), Hand Book of Research on Curriculum, 119.

Page 42: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

22

baik, kedua, perubahan dapat mencerai beraikan stabilitas, ketiga, sekali

merencanakan perubahan harus diambil, untuk perbaikan yang tepat.73 Alan Peskin,

dari universitas Illinois, menulis hubungan kebudayaan dengan kurikulum, dalam

cuplikan tulisannya ia berpendapat, bahwa dunia pendidikan harus menyesuaikan

dengan lingkungannya –sosial budaya– dimana lembaga tersebut berada,74 secara

otomatis kurikulumnya mengikuti. Tulisan Alan ini sebenarnya yang akan dikritisi

dalam disertasi ini, bahwa sosial budaya mempengaruhi pergeseran kurikulum,

namun lebih dominan faktor politik. Sementara John I. Goodlad dari universitas

Washington dan Zhixin Su dari universitas California, menulis organisasi

kurikulum,75 Charles E Bidwell dan Robert Dreeben, keduanya dari University of

Chicago, menulis organisasi sekolah dan kurikulum.76 Kumpulan tulisan yang diedit

Jackson inilah yang akan jadi rujukan primer sebagai bahan pembanding rujukan

primer yang berupa naskah kurikulum MA sejak munculnya Undang-Undang

Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Jo. UU Pendidikan No. 12 Tahun 1954 sampai

munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003.

Farnis ‘Abd Nu>r, dalam tulisannya al-Tarbiyah wa al-Mana>hij. Buku ini

memberikan informasi pembahasan tentang pendidikan dan kurikulum,

perkembangan pemikiran pendidikan dan kurikulum, asas atau prinsip kurikulum dan

lain-lain. ‘Abd al-Nu>r lebih menulis kurikulum dan pendidikan secara teoritis.77

Berbeda dengan Muhaimin, dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Dalam buku ini

73 Cuban, “Curriculum Stability and Change”, dalam Philip (ed.), Hand Book of Research

on Curriculum, 216. 74Alan Peshkin, “The Relationship Between Culture and Curriculum: A Many Fitting

Thing”, dalam Philip (ed.), Hand Book of Research on Curriculum, 248. 75 John I. Goodlad dan Zhixin Su, “Organization of The Curriculum”, dalam Philip (ed.),

Hand Book of Research on Curriculum, 327. 76 Charles E. Bidwell dan Robert Dreeben, “School Organization and Curriculum”, dalam

Philip (ed.), Hand Book of Research on Curriculum, 345. 77 ‘Abd al-Nu>r, al-Tarbiyah wa al-Mana>hij, 144.

Page 43: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

23

Muhaimin banyak mengkritik dan menganalisis keberadaan kurikulum madrasah

yang terkesan masih dikotomik. Eksistensi kurikulum madrasah masih dipandang

sebelah mata dengan penafsiran simbolis–kuantitatif, bukan substansialis–kualitatif.78

Bergesernya kurikulum madrasah ke arah modern ini yang akan bisa mengarah pada

substansialis-kualitatif, berarti disertasi ini dapat memperkuat teori Muhaimin.

Madrasah cukup banyak, baik pada zaman klasik Islam,79 pertengahan,

kolonial Belanda, kemerdekaan –kalau di Indonesia–80 maupun modern.81

Charles Michael Stanton, dalam bukunya Higher Learning In Islam, The

Clasic Period, A.D. 700 – 1300 yang telah diterjemahkan oleh Afandi dan Hasan

Asari “Pendidikan Tinggi dalam Islam (Sejarah dan Peranannya dalam Kemajuan

Ilmu Pengetahuan)”. Stanton membahas madrasah pada masa klasik, dimana ia

menyebut madrasah sebagai akademi (college).82 Ia juga berbicara kurikulum

madrasah, tetapi pada masa klasik.83

Karel A. Steenbrink, dalam bukunya Pesantren, Madrasah, Sekolah,

(Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht), yang telah diterjemahkan

oleh penulis sendiri Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman, menjadi Pesantren,

Madrasah, Sekolah (Pendidikan Islam dalam Kurun Modern). Steenbrink membahas

sejarah pesantren hingga madrasah dan sekolah sejak zaman kolonial Belanda hingga

78 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah

dan Perguruan Tinggi, 198. 79 Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam, The Classical Period, A.D. 700-

1300, Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. Afandi dan Hasan Asari (Jakarta: Logos, 1994). Lihat pula, Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya.

80 Steenbrink, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht, Pesantren Madrasah, Sekolah (Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern).

81 Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi. 82 Stanton, Higher Learning in Islam, The Classical Period, A.D. 700-1300, 45-52. Lihat

pula, Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 51-78. Walaupun dalam buku ini ada, dijelaskan mengenai kurikulum madrasah tapi hanya sebagai contoh saja, seperti kurikulum madrasah 1973 dan 1994.

83 Stanton, Higher Learning in Islam, The Classical Period, A.D. 700-1300, 52-57.

Page 44: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

24

zaman kemerdekaan Indonesia.84 Perubahan dalam materi pelajaran agama,

diantaranya ada pembahasan tentang kurikulum dan silabus mata pelajaran. Dalam

pembahasan ini Steenbrink lebih menfokuskan pembahasannya mengenai arti penting

bahasa Arab diajarkan di madrasah, yang merupakan ciri khasnya.85 Steenbrink jelas

secara spesifik tidak membahas kurikulum dalam bukunya.

Abdul Rachman Shaleh, dalam bukunya Madrasah dan Pendidikan Anak

Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, buku ini secara menyeluruh membahas tentang isu

madrasah dalam era kini. Secara spesifik Abdul Rachman memunculkan

pembahasannya mengenai kurikulum madrasah, tetapi hanya satu jenis kurikulum

yaitu 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).

Para peneliti kurikulum yang telah penulis sebut, sedikit banyak telah

memberikan informasi tentang kurikulum, yang merupakan issue sentral dalam

disertasi ini, sekaligus mendunia. Hal ini dapat dijadikan bahan masukan dalam

penulisan disertasi ini sekaligus pembanding. Adapun issue intern –yang ada di dalam

Islam atau Indonesia adalah Madrasah Aliyah– dimana secara eksplisit mereka –para

peneliti terdahulu– belum menjelaskan secara panjang lebar tentang Madrasah Aliyah

ini. Demikian pula Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang perjalanannya

adalah progres ke depan, dimana para peneliti terdahulu belum secara komplit

mendapat informasi sampai masa kini –sampai 2006, dimana menjadi batasan akhir

pembahasan kurikulum MA dalam disertasi ini.

Dengan penelusuran hasil-hasil karya para peneliti terdahulu tentang

kurikulum ini, dimungkinkan oleh peneliti disertasi ini belum pernah ditulis oleh

penulis sebelumnya. Praktis, judul disertasi ini mendapat ruang (lakuna) untuk

diteliti lebih lanjut.

84 Steenbrink, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht, (Pesantren

Madrasah Sekolah), 1-102. 85 Steenbrink, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht, (Pesantren

Madrasah Sekolah), 163-221.

Page 45: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

25

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam kajian tulisan ini adalah riset kepustakaan, oleh

karena itu metode penelitian yang digunakan adalah library research, yaitu bentuk

pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bahan yang ada di perpustakaan

berupa; arsip, dokumen, majalah, buku, dan materi pustaka lainnya, dengan asumsi

bahwa yang diperlukan dalam pembahasan ini terdapat di dalamnya.86 Ruang lingkup

perpustakaan tidak sebatas yang telah tersebut tetapi juga media elektronik di

antaranya internet dan cyber-library. Cara tersebut dimaksud untuk mendapatkan

informasi dari sumber yang lebih luas. Juga untuk menggali informasi yang lebih tua

daripada yang lebih umum dituntut dalam penelaahan kepustakaan, dan banyak juga

menggali bahan yang tak diterbitkan yang dikutip dalam bahan acuan buku.87

2. Obyek Penelitian dan Pendekatannya

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini bermaksud menjawab

persoalan yang ada dalam rumusan masalah yaitu tentang bagaimana pergeseran

Kurikulum madrasah berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.

Untuk menjawab permasalahan yang demikian perlu mengetahui obyek penelitian

yang ada. Jika melihat judul disertasi ini, maka obyek penelitiannya adalah pertama,

kurikulum Madrasah Aliyah (MA), kedua Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional, sebagai patokan periodesasinya. Adapun yang diamati adalah

pergeserannya.

Adapun pendekatan yang digunakan adalah historis (sejarah), yaitu analisis

kurun waktu kurikulum Madrasah Aliyah (MA) sejak munculnya Undang-Undang

Pendidikan Nasional No. 4 Tahun 1950 JO UU No. 12 Tahun 1954, sampai

munculnya UUSPN No. 20 tahun 2003, dengan menggunakan teori komparasi

86 Winarno Surakhmad, Pengantar Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik (Bandung: Tarsito,

1982), lihat pula, Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti (Jakarta: STIA-LAN, 2000), 65.

87 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta, Rajawali, 1988), 18.

Page 46: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

26

(perbandingan), untuk mengetahui karakteristik masing-masing kurikulum. Untuk

mengetahui bagaimana terjadi pergeseran, perlu diketahui indikator bergeser dengan

menggunakan content analisis. Acuan bergeser adalah pada komponen kurikulum,

yaitu tujuan, isi, strategi pembelajaran dan evaluasi kurikulum. Jika kurikulum

sebelumnya mengalami perbedaan dengan kurikulum sesudahnya satu, dua atau tiga

komponen, maka disebut bergeser walaupun hanya sebagaian artinya tidak

menyeluruh. Contoh, misalnya kurikulum 1976 berbeda dengan kurikulum 1973

dalam tujuannya, maka disebut bergeser dari sisi komponen tujuan. Jika kurikulum

sebelumnya berbeda dengan kurikulum sesudahnya dalam semua komponen, maka

pergeseran tersebut adalah secara total. Misalnya kurikulum 1976 berbeda dengan

kurikulum 1973 dalam semua komponen, baik tujuan, isi, strategi pembelajaran

maupun evaluasinya. Kemudian, berapa kali bergeser. Untuk mengetahui hal ini

peneliti harus mendapatkan data pergeseran, sejak munculnya Undang-Undang

Pendidikan No. 4 Tahun 1950 JO UU No. 12 Tahun 1954, sampai munculnya

UUSPN No. 20 tahun 2003, dalam semua komponen kurikulum. Sebagai contoh,

misalnya dalam komponen tujuan mengalami 4 kali pergeseran, kemudian isi, strategi

pembelajaran dan evaluasinya, masing-masing mengalami berapa kali pergeseran.

Selanjutnya bergesernya dari mana ke mana, dimana menurut dugaan sementara

penulis bergeser dari tradisional ke modern dan pergeseran tersebut lebih dominan

dipengaruhi oleh faktor politik.

Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pergeseran kurikulum. Untuk

menjawab masalah ini peneliti harus mengkaitkan dengan faktor-faktor yang

mendasar penyebab bergesernya kurikulum, faktor sosial, politik, ekonomi, dan

budaya, faktor-faktor ini berimplikasi membuka faktor-faktor lain. Misalnya faktor

pembaharuan pendidikan, tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi dan lain-lain.

Adapun metode berfikir yang digunakan adalah deduktif, karena penelitian ini

bersifat kualitatif. Hasil-hasil analisis tersebut kemudian dituangkan dalam penulisan

disertasi ini.

Page 47: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

27

3. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengetahui dan menganalisis pergeseran kurikulum madrasah dari

tradisional ke modern perlu sumber data. Penulis memanfaatkan data kepustakaan

yang ada sebagai sumber data, baik dari hasil penelitian maupun penjelasan dari

kepustakaan klasik maupun modern yang di dalamnya memberikan komentar fokus

yang dibahas.

Secara garis besar sumber data yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini

ada dua bentuk, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari bentuk

materi kurikulum MA sejak munculnya Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun

1950 JO. UU No. 12 Tahun 1954 sampai munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003

secara autentik. Adapun data primer tersebut adalah: kurikulum-kurikulum Madrasah

Aliyah di daerah yang masih belum seragam secara nasional –sejak munculnya UUP

No. 4 Tahun 1950 JO. UU No. 12 Tahun 1954 sampai munculnya kurikulum

madrasah secara nasional. Kurikulum MA 1973, Kurikulum MA 1976, Kurikulum

MA 1984, Kurikulum MA 1994, Kurikulum MA 2004 dan Kurikulum MA 2006. UU

Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Jo UU No. 12 Tahun 1954, UUSPN No. 2 Tahun 1989

dan UUSPN No. 20 Tahun 2003. Tulisan John I Goodlad dalam The Curriculum

Studies Reader yang di edit oleh David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (2004)

dan bukunya A.V. Kelly dalam The Curriculum Theory and Practice (2004).

Sedangkan data sekunder diambil dari bahan pustaka selain yang telah

disebut, berupa arsip, dokumen, majalah, buku dan materi pustaka lainnya yang

masih relevan dengan fokus penelitian. Peneliti berusaha melakukan kajian ini secara

analitik dan kritis terhadap semua data yang ditemukan. Mengelaborasi semua

temuan data dari berbagai sumber kepustakaan, sekaligus meng cross-chek dengan

data lain yang ditemukan di perpustakaan umum.

Instrumen data dan teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah studi dokumentasi –kurikulum MA sejak munculnya UUP No. 4

Tahun 1950 JO. No. 12 Tahun 1954 sampai munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003,

bahan pustaka primer dan sekunder– dan observasi terhadap pergeseran kurikulum

Page 48: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

28

MA sejak munculnya UUP No. 4 Tahun 1950 JO. No. 12 Tahun 1954 sampai

munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003.

Disamping itu penulis juga melakukan wawancara dengan orang yang

kompeten dalam bidang kurikulum madrasah dan mempunyai otoritas terhadap

kurikulum madrasah. Untuk membuktikan dan cross check lapangan penulis juga

mengadakan observasi di salah satu MA Umum.

4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul, yang diperoleh melalui proses elaborasi dari

berbagai sumber, diklasifikasikan, diseleksi dan disusun sesuai dengan kategori data

yang diperlukan untuk pembahasan rumusan masalah yang ditemukan yang kemudian

dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Analisis data dalam

penelitian ini terkait dengan pengumpulan dan interpretasi data. Ini merupakan hal

yang wajar, sebab analisis data dalam penelitian kualitatif berbeda dengan analisis

data di penelitian lain.88

Hal ini berarti bahwa, data tentang kurikulum MA sejak munculnya UUP

No. 4 Tahun 1950 JO. No. 12 Tahun 1954 sampai munculnya UUSPN No. 20 Tahun

2003 yang terakomodir dari berbagai macam sumber dianalisis, diklasifikasi dan

diseleksi untuk mengetahui karakteristik masing-masing kurikulum MA dari setiap

kurun waktu, pergeseran masing-masing kurikulum MA, faktor-faktor apa saja yang

menjadikan pergeseran kurikulum MA.

F. Sistimatika Pembahasan

Penyusunan laporan ini, nantinya akan dituangkan dalam bentuk disertasi,

dengan sistematika yang dapat mengakomodir keutuhan pembahasan. Adapun uraian

rancangan disertasi ini terdiri dari enam bab, yaitu:

88 Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis

Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti, 100.

Page 49: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

29

Bab pertama, merupakan pendahuluan dari tulisan ini. Di dalamnya memuat

penjelasan mengenai latar belakang masalah yang perlu dipecahkan mengenai

pergeseran kurikulum MA sejak munculnya UUP No. 4 Tahun 1950 JO. No. 12

Tahun 1954 sampai munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003. Supaya penjelasan

mengenai sasaran, maka selanjutnya diuraikan tentang permasalahan yang memuat

tentang identifikasi masalah, batasan masalah dan perumusan masalah. Memuat pula

tujuan dan signifikansi penelitian. Supaya disertasi ini jauh dari duplikasi dan

senantiasa original, diuraikan pula kajian Pustaka. Metodologi penelitian yang

merupakan syarat untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah dan

dibangun atas dasar teori tertentu. Metode penelitian ini terdiri dari jenis metode yang

digunakan dalam obyek penelitian, yang menjadi dasar untuk mengkaji berbagai

masalah yang ada, yaitu sumber data yang menjadi rujukan pokok dalam penelitian

ini, instrumen dan teknik pengumpulan data, analisis data dan sistimatika

pembahasan.

Bab kedua, berisi pembahasan mengenai Pergeseran Kurikulum dalam

Perdebatan, dimana secara detel dibahas; Pergeseran Kurikulum adalah Sebuah

Keniscayaan, Pergeseran, Inovasi, Pengembangan dan Perubahan Kurikulum. Ada

dua pendapat yang berbeda dalam hal ini, pertama pergeseran kurikulum dipengaruhi

oleh faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Pendapat yang

kedua, pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor politik, bahkan situasi politik

masuk dalam situasi pendidikan.

Bab ketiga, berisi pembahasan mengenai Karakteristik Kurikulum MA,

yang dibagi beberapa periode, pertama, Masa Undang-Undang Pendidikan No. 4

Tahun 1950 JO. No. 12 Tahun 1954, meliputi, Kurikulum MA 1972, Kurikulum MA

1973, Kurikulum MA 1976 dan Kurikulum MA 1984. Kedua, Masa Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989, meliputi Kurikulum MA 1994.

Ketiga, Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003,

meliputi, Kurikulum MA 2004, dan Kurikulum MA 2006.

Page 50: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

30

Bab keempat, berisi Pengaruh Kebijakan Pendidikan Pemerintah terhadap

Pergeseran Kurikulum Madrasah Aliyah, dibagi menjadi tujuh bagian, pertama,

Faktor yang Menyebabkan Pergeseran Kurikulum Madrasah Aliyah, meliputi faktor

agama (ideologi), sosial, ekonomi, dan budaya. Kedua, Dominasi faktor politik.

Ketiga, Tarik Menarik Kepentingan Partai Politik dalam Pendidikan. Keempat,

Kebijakan Politis Pemerintah dalam Pendidikan. Kelima, Tafsir Pergeseran, meliputi,

Bergeser Sebagaian Komponen Kurikulum dan Bergeser Seluruh Komponen

Kurikulum. Keenam, Indikator Pergeseran, meliputi, Tujuan Kurikulum Madrasah

Aliyah, Isi Kurikulum Madrasah Aliyah, Metode Pengajaran Kurikulum Madrasah

Aliyah, dan Evaluasi Pengajaran Kurikulum MA.

Bab kelima, memuat Kurikulum Masa Depan, terdiri dari Tuntutan

Pembaharuan Pendidikan MA: Upaya Mempertahankan Sisi Politis, Tuntutan

Integrasi: Menepis Dikotomi Ilmu Menyusun Keilmuan yang ideal dalam rangka

Mewujudkan Kekuatan Politis, Tuntutan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi, serta Tantangan Modernitas.

Bab keenam, Penutup, dalam bab ini dimunculkan Kesimpulan, dan Saran.

Page 51: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

31

BAB II

PERGESERAN KURIKULUM DALAM PERDEBATAN

Perdebatan seputar pergeseran kurikulum menarik, ketika dua kubu yang

berbeda saling mempertahankan pendapatnya masing-masing, yang pertama

mengatakan bahwa pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor ideologi (agama),

ekonomi, sosial, budaya, teknologi dan intern pendidikan itu sendiri. Kedua,

berargumen bahwa pergeseran kurikulum dipengaruhi faktor politik, bahkan struktur

politik itu sendiri masuk dalam pendidikan. Ini merupakan perdebatan inti dalam bab

ini, yang akan dikemas dalam bentuk landasan teori.

A. Pergeseran Kurikulum adalah Sebuah Keniscayaan

Berkembangnya ideologi, sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat

menyebabkan kurikulum1 harus bergeser (berinovasi, berkembang dan berubah).

Berkembang dan berubahnya faktor-faktor tersebut di atas memunculkan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini juga menjadi pemicu utama

pergeseran kurikulum. Ini diperkuat oleh Posner dan Rudnisky, bahwa kurikulum

harus diorganisir, dikembangkan dan dianalisis. Kurikulum memberikan indikasi

untuk dipelajari, tujuan-tujuan itu memberikan indikasi mengapa kurikulum harus

dipelajari, dan perencanaan pengajaran memberikan indikasi, bagaimana mempelajari

1 Ornstein dan Hunkins, mengatakan bahwa secara umum fondasi kurikulum adalah include

mengikuti area ilmu pengetahuan sebagai berikut; filsafat, sejarah, psikologi dan sosial. Lihat, Susan Pennnock Smith, Barriers Encountered In The Instruction of Students Who Have Sustained Brain Injuries: An Instructional Curriculum To Assist in Eliminating Barriers (Detroit, Michigan: Graduate School of Wayne State University, 2005), 15. Bandingkan dengan Norman Cousins, dalam Modern Man is Obsolete, seperti dikutip S. Nasution, bahwa kita senantiasa terbelakang bila kita tidak senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, politik, ekonomi. Lihat, S. Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 154. Bandingkan pula dengan Imam Tholkhah, bahwa pengembangan –pergeseran– kurikulum sekolah –madrasah– tidak bisa dilepaskan dari keterkaitannya dengan perkembangan budaya, tradisi, dan peradaban masyarakat yang ada serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Lihat, Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), 229.

Page 52: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

32

dan memanfaatkan fasilitas-fasilitas pendidikan itu.2 Bahkan Dewey memperkuat,

bahwa kurikulum dan pembelajar adalah dua elemen yang simpel, keduanya harus

didefinisikan menjadi satu proses.3 Berbeda dengan Khodadad Khodi Kaviani, yang

berpendapat bahwa pendidikan tidak hanya berisi kurikulum dan buku teks, tetapi

juga berisi pengalaman para siswa dan interaksi guru dalam diskusi kelas.4 Dalam arti

yang luas sebenarnya apa yang dikatakan Khodi, pengalaman siswa dan interaksi

guru dalam diskusi kelas termasuk kurikulum. Dengan demikian seorang pendidik

harus hati-hati memahami kurikulum, Suyanto jeli melihat ini, dia berkomentar, jika

kurikulum dipahami dalam arti yang sempit, jangan diharapkan kalau pendidikan dan

pengajaran yang dilaksanakan akan mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan dan

pendidikan yang diselenggarakan tidak akan menghasilkan generasi yang pintar

tangguh dan cerdas.5 Sebagai jawaban beberapa argumentasi di atas, pergeseran

kurikulum adalah sebuah keharusan.

Demikian pula berkembangnya dunia pendidikan, konsep kurikulum juga

turut mengalami perkembangan dan pergeseran makna isi ke proses pendidikan.

Seperti dinyatakan oleh Doll, secara umum definisi kurikulum mengalami perubahan

dari isi dan subyek dan jalan untuk semua pengalaman yang mengarahkan para siswa

di bawah pengawasan secara langsung dari sekolah.6 Argumentasi ini dikuatkan oleh

Dasar pengembangan kurikulum sebenarnya cukup jelas, seperti disebut dalam

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, pasal 36 ayat 1,

2George J Posner and Alan N Rudnitsky, Course Design-A Guide To Curriculum

Development For Teachers (New York: Longman Inc, 1982), 7. 3 Lihat, Rosalie M Mirenda, A Conceptual - Theoretical Strategy For Curriculum

Development in Baccalaureate Nursing Programs (tk: Widener University Press), 2. 4 Khodadad Khodi Kaviani, “Influences on Social Studies Teachers’ Issue-Selection for

Classroom Discussion: Social Positioning and Media”, dalam Social Studies Research and Practice, Volume 1, Number 2 (Summer, 2006), 3.

5 Lihat, Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 53-54.

6 Lihat, Syaifuddin Sabda, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), 22.

Page 53: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

33

yang menyatakan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada

standar nasional pendidikan dan dilakukan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan

satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik.7 Sebelum munculnya Undang-

Undang ini kurikulum dikembangkan secara sentralistik, namun sekarang sudah

desentralisasi dengan melihat h{asanah potensi daerah baik budaya (culture), sumber

daya alam, manusia dan lain-lain.

Dalam hal belajar umpamanya, Bruner seperti dikutip oleh Judith Howard,

bahwa belajar adalah membawa kita untuk sesuatu yang lebih mudah, memperoleh

kemampuan aplikasi guna menyelesaikan problem-problem baru.8 Tafsir belajar yang

lebih maju menurut Howard ini mengindikasikan bahwa kurikulum juga harus dapat

mengatasi masalah-masalah baru yang muncul. Dengan demikian kurikulum harus

menyesuaikan baik dari sisi tujuan, content, strategi pembelajaran maupun

evaluasinya. Maka diperlukan lembaga pendidikan yang profesional, seperti ditulis

oleh Kenneth J. Meier, bahwa sistem pendidikan yang establish dari sebuah lembaga

pendidikan selalu bersifat profesional terhadap murid-muridnya sebagai peserta didik

dan kemudian mendesain secara spesial kurikulum untuk mereka.9

Laporan Yu>suf al-Ani>zy dapat dijadikan dasar, bahwa pendidikan sekarang

lebih difokuskan pada permasalahan umum, masalah umum diibaratkan dengan

sesuatu yang harus didahulukan, kita dapat melihat Amerika lima puluh tahun yang

lalu, ketika Amerika memisahkan diri dengan Rusia sebagai awal bagi Amerika

untuk menjadi penguasa dunia, maka terjadilah kebangkitan pendidikan di wilayah

itu, dan berkembang pula kurikulum dan sistem pendidikannya, yang demikian terjadi

7 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 (Jakarta: Sinar Grafika,

2008), 24. 8 Judith Howard, Curriculum Development (Elon University: Center for the Advancement

of Teaching and Learning, t.t.), 1. 9 Desain Kurikulum secara special maksudnya secara khusus, disesuaikan dengan tujuan

institusi, perkembangan anak didik dan daerah di mana institusi itu berada. Kenneth J. Meier, “School Boards and the Politics of Education Policy”, dalam Christina Wolbrecht And Rodney E. Hero (Ed.), The Politics of Demokratic Inclusion (Philadelphia: Temple University Press, 2005), 239.

Page 54: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

34

di Amerika sebagai negara yang telah maju ilmu pengetahuan umumnya. Dari sini

terjadi perkembangan ilmu-ilmu tadi ke negara lain. Hal seperti ini adalah

sunnatulla>h (QS. Al-Fathir: 43).10

Lapangan pendidikan, demikian laporan yang diberikan Yu>suf al-Ani>zy,

sebagai content dari kurikulum adalah luas, hal ini mengharuskan untuk mengikat

pendidikan mengandung berbagai makna, masuknya pendidikan adalah beserta ilmu

yang lain. Ada bekas dari pendidikan itu dan ada bekas pula dalam pendidikan itu.

Di antara beberapa contoh ilmu yang merupakan content dari kurikulum ini adalah

ilmu agama, ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu jiwa, ilmu sosial, sejarah dan lain-

lain.11 Dalam Islam, ungkap Salabi, kurikulum sebagai bagian penting dari sistem

pendidikan Islam telah ada sejak periode awal keberadaan pendidikan Islam, yaitu

pada masa hidup Rasulullah Muhammad SAW. Mata pelajaran yang menjadi bagian

penting dari kurikulum pada periode tersebut adalah berupa; membaca, menulis dan

sha‘ir ‘Arab.12 ‘Ali Ashraf menambahkan dengan al-Qur’an dan Hadis, Tata Bahasa,

Retorika, dan Prinsip-Prinsip Hukum.13

Kurikulum pendidikan Islam pernah mengalami kemajuan pesat, seperti

diungkap Nakosteen, ketika pendidikan Islam sudah mulai diformalkan, masa

kemajuan ini pada abad klasik pertengahan, content kurikulumnya meliputi;

Matematika (Aljabar, Trigometri dan Geometri), Sains (Kimia, Fisika dan

Astronomi), Kedokteran (Anatomi, Pembedahan, Farmasi, dan cabang-cabang ilmu

kedokteran khusus), Filsafat (Logika, Etika dan Metafisika), Kesusasteraan (Filologi,

Tata Bahasa, Puisi dan Ilmu Persajakan) Ilmu-ilmu Sosial (Sejarah, Geografi,

disiplin-disiplin yang berhubungan dengan Politik, Hukum, Sosiologi, Psikologi dan

10 Yu>suf al-Ani>zy, Mana>hij al-Bah}si al-Tarbawi> bain al-Nadz}ariyah wa al-Tat}biqiyah

(Beirut: Maktabah al-Fala>h li al-Nashri wa al-Tauzi>’i, 2005), 54. 11 Yu>suf al-Ani>zy, Mana>hij al-Bah}su al-Tarbawi> bain al-Naz}ariyah wa al-Tat}biqiyah, 59. 12 Ahmad Salabi, History of Muslim Education (Beirut: Da>r al-Kashaf, 1954), 16. 13 Syed Ali Asyraf, New Horison in Muslim Education (Cambridge: Hodder and Staughton

The Islamic Academy, 1985), 29-30.

Page 55: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

35

Jurisprudensi (Fikih), Teologi (Perbandingan Agama, Sejarah Agama, Studi al-

Qur’an, Tradisi Religius (Hadis) dan topik-topik ilmu keagamaan lainnya.14

Jika melihat content kurikulum yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa

kurikulum pendidikan Islam pada awalnya terpadu (monisme) antara ilmu-ilmu

keagamaan (shar‘iyah) dan ilmu-ilmu alamiyah (qauniyah). Mengalami pergeseran

ketika dunia Islam mundur, yaitu terjadi dikotomi ilmu. Selanjutnya muncul abad

pembaharuan pendidikan Islam, yang jika diamati memunculkan sekularisme dan

ortodoks. Di sini jelas kurikulum mengalami pergeseran. Bila melihat kasus sejarah

pendidikan Islam, kurikulum bergeser bisa ke arah kemajuan, juga bisa ke arah

kemunduran.

Ada statement yang mengatakan bahwa ganti menteri, berubah pula

kurikulumnya, ini juga dibenarkan oleh William J. Ellena, kepemimpinan dalam

pengembangan kurikulum adalah respon utama dari pengawasan. Operasional dari

sistem sekolah dengan kepemimpinan yang salah dalam kurikulum adalah potensi

sebuah kerusakan untuk kualitas pendidikan tiap anak.15 Seraya menguatkan

pendapat Ellena, William A. Niles, melaporkan bahwa ada sebuah tingkatan yang

tinggi dari ekspektasi pengawasan sekolah yang harus terlibat dalam pengembangan

kurikulum. Tetapi secara alami dan lebih luas keterlibatan tidak diakui semua.16

Seraya mengurai secara rinci, tentang kepemimpinan dalam pengembangan

kurikulum, Saylor dan Alexander mengidentifikasikan, bahwa ada tiga tugas

lapangan kepemimpinan kurikulum; (1) Kepemimpinan, adalah proses perencanaan

kurikulum, (2) Koordinasi, adalah usaha dari semua kelompok dan individu bekerja

pada problem-problem kurikulum, (3) Acting, adalah sebuah agen perubahan untuk

14 Lihat, Syaifudin Sabda, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq, Desain

Pengembangan dan Implementasi, 1-2. 15 William J. Ellena (Ed.), Curriculum Handbook For School Ececutives (Arlington,

Virginia: AASA, 1973), 370. 16 William A. Niles, Pennsylvania Superintendents Perception of Their Role In Curriculum

Development and The Improvement of Instruction (Temple: University Board, 1986), 38.

Page 56: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

36

perbaikan kurikulum.17 Jelas bahwa pergeseran kurikulum harus didasarkan pada

kepemimpinan yang kuat, koordinasi yang jelas dan acting dalam rangka

merealisasikan perubahan ke arah yang lebih baik.

Pergeseran (pengembangan) kurikulum sebenarnya terjadi secara umum di

semua negara, tidak hanya di Indonesia, sebagai contoh Mansour A. M. Bin Salamah,

menjelaskan secara panjang lebar dalam disertasinya, bahwa pengembangan

kurikulum juga terjadi di Arab Saudi.18 Terlebih Indonesia adalah negara

berkembang, maka pergeseran kurikulum lebih sering terjadi dari pada negara maju.

Beberapa argumen di atas cukup kuat mengatakan bahwa pergeseran kurikulum

merupakan sebuah keniscayaan.

B. Pergeseran, Inovasi, Pengembangan dan Perubahan Kurikulum

Kerancuan pemahaman akan terjadi ketika perbedaan pengertian antara

pergeseran, inovasi, pengembangan dan perubahan kurikulum tidak diuraikan secara

jelas.

1. Pergeseran

Terkait dengan pergeseran kurikulum ini, Connelly, Elbaz dan Kennedy

berpendapat bahwa fungsi guru adalah seorang penggeser kurikulum dari guru yang

17 J. Galen Saylor dan William M. Alexander, Curriculum Planning For Modern School (New York: Holt Renehart and Wilson, 1966), 505.

18 Lihat, Mansour A. M. Bin Salamah, An Investigation of the Relationship Between Saudi Teachers’ Curriculum Perspectives and Their Preference of Curriculum Development Models (Morgantown, West Virginia: Virginia University Press, 2001), 40. Kelemahann pengembangan kurikulum di Arab Saudi adalah diakui oleh al-Qahtani dan al-Ajroush, bahwa pengambil keputusan kurang kontak dengan aktifitas harian atau praktek-praktek di sekolah dan tidak menghadirkan input para guru, prinsip-prinsip, orang tua, para siswa dan dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya Razik dan Willis menegaskan, bahwa mayoritas percaya bahwa pengembangan kurikulum untuk memberikan kurikulum dalam hubungannya dengan lingkungan. Kenyataan, pengembangan kurikulum adalah secara ketat mendapat kontrol dari Kementerian Pendidikan. Deskripsi yang sangat detel dari content di atas dan kunjungan supervisi pendidikan adalah arti yang sangat utama untuk mengontrol implementasi kurikulum. Lihat, Mansour, An Investigation of the Relationship Between Saudi Teachers’ Curriculum Perspectives and Their Preference of Curriculum Development Models, 42.

18 William J. Ellena (Ed.), Curriculum Handbook For School Executives (Morgantown, West Virginia: Virginia University Press, 2001), 40.

Page 57: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

37

berfungsi sebagai seorang implementer kurikulum untuk seorang guru yang berfungsi

sebagai seorang pengembang kurikulum.19 Hal ini membuktikan bahwa peran

seorang guru penting sekali dalam pergeseran kurikulum.20 Karena sebab kuat

terjadinya pergeseran berawal dari guru sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar

di kelas.

Jan Parker berpendapat untuk sebuah pergeseran kurikulum, bahwa

kurikulum akan lebih ideal dan mempunyai model yang baik, bila orientasi

kemampuan para siswanya tertumpu pada 3 domain. Lebih lanjut Parker mengatakan

bahwa para siswa mendesain diri mereka dengan interaksi aspek-aspek pengetahuan,

skill (action) dan sikap (good attitude). Demikian juga bahwa kurikulum mengajak

kepada kecintaan siswa terhadap pengetahuan, dan menggunakan inspirasi guru,

mengembangkan kritik kematangan diri, yang demikian disebut dengan apresiasi

sufistik. Dimana tidak dilegalkan oleh Barnett merupakan paradigma superkomplek,

dan merupakan sistem nilai yang mengandung pengertian bagaimana dan mengapa

kepribadian merupakan sebuah investasi. Pendekatan ini untuk kurikulum merupakan

pusat metakognisi dan self-direction dan dikatakan oleh Parker sebagai

19 Mansour, An Investigation of the Relationship Between Saudi Teachers’ Curriculum Perspectives and Their Preference of Curriculum Development Models, 52-53.

20 Ada sebuah pendapat, bahwa partisipasi seorang guru dalam pengembangan kurikulum bukan hal yang baru. Lebih awal Dewey menebak bahwa guru adalah seseorang yang dengan sendirinya dapat membuat kurikulum hidup. Didasarkan pada pandangan Dewey, guru bukan hanya sebagai pembuat kurikulum tetapi mereka adalah bagian dari seseorang yang mendesain kurikulum untuk diimplementasikan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tanpa pandang waktu dan tempat. Lihat, J. D. Clandinin dan F. M. Connelly, Teachers as Curriculum Maker, dalam Handbook of Research on Curriculum, (Ed) P. Jackson (New York, Macmillan: Publishing Co., 1992), 365. Oleh karena itu pergeseran (pengembangan) kurikulum tidak dapat eksis tanpa peran guru. Guru memainkan peran yang dominan dalam pergeseran (pengembangan) kurikulum. Lihat, L. Stenhouse, An Introduction to Curriculum Research and Development (London: Heinemann, 1975), lihat pula J. Jennings, School Reform Based on What is Taught and Learned (Phi Delta: Kappan, V 76, 1995), 10. Lihat pula, P. White, Teacher Empowerment Under “Ideal” School-Site Autonomy, Educational Evaluation and Policy Analysis, v 14, (1992), 1. Demikian pula pergeseran (pengembangan) kurikulum tidak akan eksis tanpa peran serta guru. Guru punya peran yang dominan dalam pergeseran (pengembangan) kurikulum. Lihat, L. Stenhouse, An Introduction to Curriculum Research and Development (London: Heinemann, 1975). Lihat pula, G. I. Maeroff, The Empowerment of Teachers, (New York: Teachers College Press, 1988). Lihat pula, L. McNeil, Contradictions of Control, (New York: Routledge dan Kegan Paul, 1989). Lihat pula, A. Shanker, Reform and the Teaching Profession, dalam Crisis in Teaching Perspectives on Current Reforms (Eds) L. Weis ( Altbach: P. G., 1989).

Page 58: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

38

transformasi.21 Singkatnya pergeseran kurikulum berarti peralihan atau pemindahan

dari satu kurikulum ke kurikulum lainnya, atau dari kurikulum lama ke kurikulum

baru, atau pun juga dari kurikulum tradisional ke kurikulum modern. Pergeseran

kurikulum di sini juga lebih bersifat dinamis.

2.Inovasi

McNeil melaporkan, banyak orang-orang yang percaya bahwa inovasi22

kurikulum adalah sebuah kekuatan sekolah.23 Sekolah unggulan, sebagai contoh,

biasanya berbeda dari yang umum, ia mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri,

beda di sini adalah dari sisi keunggulannya, seperti unggul bahasanya, ilmu-ilmu

sosial maupun eksaknya dan lain-lain. Munculnya sekolah unggulan adalah karena

ada inovasi dalam kurikulumnya. Bila melihat realitas yang demikian berarti laporan

Neil ada benarnya.

Lebih lanjut Neil melaporkan, bahwa para sosiolog menginformasikan inovasi

kurikulum di sekolah lebih banyak daripada penemuan kurikulum yang baru.

Peminjaman sebuah model kurikulum adalah peniruan secara langsung atau sebuah

kepentingan bagi personil yang baru. Pendahulu dicontoh oleh orang yang datang

kemudian, dengan cara melihat pusat pembelajaran di daerah lain sebagai bahan

pembanding. Berikutnya memulai dengan desain kurikulum yang mirip, menghindari

hal-hal yang tidak benar dan beberapa hal yang telah menjadi gabungan dengan

inisial pengembangan.24 Report Neil, dapat disetujui dengan analog, bahwa inovasi

kurikulum lebih mudah karena mengembangkan kurikulum yang sudah ada,

21 Judith Howard, Curriculum Development, 3. 22 Karakteristik suatu inovasi adalah; kreatif, baru, praktis, perubahan nilai, ekonomis, dan

merupakan suatu terobosan. Dan lingkup inovasi terdiri dari tiga bagian yaitu inovasi struktur (SD 5 tahun), inovasi materi (materi teknologi informasi dan komunikasi untuk SMU tahun 2004), dan inovasi proses (e-learning) melalui tahapan konwledge, persuasion, decision, implmentation, dan confirmation. Lihat, Rogers. M. Everett, Diffusion of Inovations (London: Collier Macmillan Publishers, 1983), Cet III, 164.

23McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction (Boston, Toronto: Little, Brown and Company, tt.), 121.

24 McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 117.

Page 59: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

39

sementara menemukan kurikulum yang baru jauh lebih sulit karena seratus persen

merubah desain kurikulum yang telah ada, hal ini mesti banyak faktor yang terkait

dan mempengaruhinya.

Ada pernyataan menarik dari Parker, bahwa tanpa rasionalisasi pekerjaan

sekolah tidak akan tercapai.25 Rasionalisasi adalah sangat terkait dengan manajemen

dan kualitas manajemen yang berimplikasi pada kualitas pengajaran dan out put suatu

lembaga pendidikan. Rasionalisasi sangat terkait dan mendukung terjadinya inovasi

kurikulum.

Model-model pengembangan kurikulum nampaknya memiliki asumsi bahwa

komunikasi yang baik adalah perlu, tulis Neil. Tetapi satu kritik yang dimunculkan,

sebagai contoh, bahwa sebuah himpunan guru mungkin menjadi oposisi sebuah

inovasi kurikulum sebab tambahnya beban kerja dan jam pelajaran yang lebih

panjang membutuhkan personil yang banyak.26 Disisi lain, guru yang merupakan

agen perubahan adalah memperoleh perhatian banyak, tulis Neil kemudian. Di

Inggris, banyak inovasi kurikulum tumbuh dari imajinasi kerja guru di kelas. Di

Amerika Serikat, bagaimanapun, inovasi kurikulum masih memperhatikan apa yang

datang dari sekitar kelas, melalui pemerintahan dan foundation (yayasan) yang

memberi support proyek-proyek melalui wartawan-wartawan komersial.27

Kelihatannya Neil menulis dari dua sisi, top down, yang anti inovasi kurikulum, yaitu

himpunan para guru, nampaknya sisi ini lebih bersifat politis. Kedua, bottom up, yang

pro inovasi kurikulum bahkan merupakan agen inovasi kurikulum, sisi ini lebih

dipengaruhi oleh faktor kenyataan yang ada di kelas (sosial).

Thelma Harms berpendapat, seraya lebih mendukung tulisan Neil yang

kedua, bahwa guru Amerika mempunyai sebuah peran dalam inovasi kurikulum. Dia

25 Pendapat Parker seperti dikutip oleh Khodadad (Khodi) Kaviani, “Influences on Social

Studies Teachers’ Issue-Selection for Classroom Discussion: Social Positioning and Media”, dalam Social Studies Research and Practice, Volume 1, Number 2, Summer 2006, 3.

26 McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 122. 27 McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 124.

Page 60: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

40

menebak bahwa peran guru adalah untuk men-establish-kan sebuah kurikulum yang

berbeda.28 Pada akhirnya Neil memberikan kesimpulan, bahwa guru harus

mensintesakan banyak strategi pembelajaran sebagai oposisi yang inhern pada

material kurikulum yang berbeda dari luar kelas.29 Yang jelas terjadi oposisi yang

kuat antara realitas dalam kelas dengan kepentingan politis luar kelas. Hal ini juga

terjadi di Indonesia, terjadinya tabrakan antara kepentingan elit politik dengan

masyarakat bawah (guru) dalam hal inovasi kurikulum.

James M. Mahan telah menulis pengalamannya pada tataran regional,

daerah yang luas, dan bangunan –tingkat aktifitas instalasi kurikulum.30 Kemudian

dia memformulasikan satu dari beberapa bimbingan secara spesifik untuk merespon

orang-orang terhadap inovasi kurikulum pada realitas pengajaran di kelas. Dia

membuat beberapa generalisasi, (1) meng-establish-kan kondisi pemerintah, (2)

menyeleksi inovasi kurikulum, (3) memelihara pengenalan kelas terhadap inovasi

kurikulum, (4) menyediakan mekanisme asisten, (5) memonitor kurikulum di kelas,

(6) memelihara kurikulum setelah kurikulum diinovasi.31 Generalisasi, Mahan

terhadap inovasi kurikulum melibatkan pihak pemerintah sebagai pemegang

kebijakan, personil pemerintah yang diberi kewenangan untuk mengadakan inovasi

kurikulum, serta menjalankan fungsinnya, diantaranya fungsi kontrol dan

pemeliharaan, yang tidak terlepas dengan pelaksana kurikulum yaitu para guru.

3.Pengembangan

Pengembangan kurikulum (Curriculum Development), logikanya, dari

kurikulum yang sudah ada dikembangkan menjadi kurikulum yang lebih baik. Herma

Rosenfeld Mastoon, mendefinisikan pengembangan kurikulum sebagai suatu usaha

28 Thelma Harms, Change – Agent in Curriculum, Young Children 29, No. 5 (July 1974),

280-288. 29 McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 124. 30 James M. Mahan Frank, Observations on Innovation in Elementary School, Interchange

3, nos. 2-3 (1972), 144-160. 31 McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 129.

Page 61: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

41

secara sistematis untuk mendesain program pendidikan yakni fasilitas-fasilitas

pembelajaran.32 Pengembangan kurikulum, lanjut Herma, harus merupakan sebuah

proses yang terus menerus. Seperti material dan prosedur yang dikembangkan, dicoba

dan dirasa, hasil-hasilnya dinilai dan dievaluasi, kekurangan-kekurangan mereka

dapat diidentifikasi dan direvisi agar lebih maju. Hasil pengembangan kurikulum dan

program pengajaran akan maju secara terus menerus.33 Herma meyakini bahwa

pengembangan kurikulum tak pernah henti, analisis Herma membenarkan pernyataan

bahwa pengembangan kurikulum adalah sebuah keniscayaan.

Berbeda dengan Herma, pengembangan kurikulum (curriculum

development) menurut Zais, adalah sebuah proses menentukan bagaimana konstruksi

(bangunan) kurikulum itu berproses.34 Di sini curriculum construction mirip dengan

curriculum development. Oemar Hamalik lebih jelas dalam mendukung pernyataan

Zais, bahwa pengembangan kurikulum merupakan salah satu proses dari

perekayasaan kurikulum, dimana perekayasaan kurikulum harus melibatkan,

konstruksi kurikulum, pengembangan kurikulum, dan implementasi kurikulum.35

Dengan Redaksi dan substansi yang berbeda dengan Herma dan Zais, Ralph

Tyler, mendefinisikan pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu

komponen kurikulum dengan komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan

kurikulum yang lebih baik. Untuk mendapatkan kurikulum yang lebih baik Ralph

Tyler mengatakan ada empat kelompok penentu pengembangan kurikulum, yaitu; (1)

the philosophy of community, the school and the teacher, (2) the expectation, need

32 Herma Rosenfeld Mastoon, Curricululm Reform in The Art Humanities in Pennsylvania: An Evaluation, (tk: Temple University Press, 1989), 17.

33 Mastoon, Curricululm Reform in The Art Humanities in Pennsylvania: An Evaluation, 20.

34 H.A. Girouk, A.N. Penna dan W.F. Pinar, Curriculum and Instruction Alternatives in Education (California: McCutchan Publishing Corporation, 1981), 45.

35 Konstruksi kurikulum adalah proses pembuatan keputusan yang menentukan hakikat dan rancangan kurikulum. Pengembangan kurikulum adalah prosedur pelaksanaan pembuatan konstruksi kurikulum, dan implementasi kurikulum adalah proses pelaksanaan kurikulum yang dihasilkan oleh konstruksi dan pengembangan kurikulum. Lihat, Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 14.

Page 62: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

42

and/or demands of society (parents, local community, national government, etc….),

(3) the nature of the learner (level of physical, mental, and psychological growth and

development), (4) the nature of discipline to be tought (content).36

Dari tiga ahli kurikulum dijumpai definisi yang berbeda antara satu dan

lainnya. Herma lebih menekankan desain fasilitas pembelajaran, sementara Zais

bagaimana konstruksi kurikulum berproses dan Tyler menghasilkan kurikulum lain

yang lebih baik. Menurut analisa saya, ketika fasilitas pembelajaran didesain dengan

baik akan membentuk konstruksi kurikulum yang kokoh, sehingga memanifestasikan

suatu kurikulum yang lebih baik daripada kurikulum sebelumnya. Analisis ini

diperkuat Ahmad, dkk, bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu proses

yang merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada

hasil penilaian terhadap kurikulum yang telah berlalu, sehingga dapat memberikan

kondisi belajar mengajar yang lebih baik. Dengan kata lain pengembangan kurikulum

adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah

penyusunan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang dilakukan selama periode

waktu tertentu.37

Ide yang cukup bryliant dari Filosof pendidikan Franklin Bobbitt (1876-

1956) dan Werrett Charters, pengembangan adalah mesin teori. Teori adalah

mengembangkan efesiensi pada sekolah-sekolah yang mengimplementasikan ide-ide

tertentu; eliminasi kelas-kelas kecil, rasio guru-siswa, pemotongan gaji-gaji guru

ketika diperlukan dan lain-lain.38 Ketika teori pengembangan kurikulum sudah cukup

kuat, maka implementasinya dalam manajemen sekolah menjadi cukup baik.

36 M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 62. 37 M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, 64. 38 Bobbitt mempublikasikan buku ini dengan judul ”Kurikulum Tahun 1819”, ia

menjelaskan metode-metode untuk pengembangan kurikulum, indikasi hanya subject matter bukan sesuatu yang disediakan. Lihat, Susan Pennnock Smith, Barriers Encountered In The Instruction of Students Who Have Sustained Brain Injuries: An Instructional Curriculum To Assist in Eliminating Barriers (Detroit, Michigan: Graduate School of Wayne State University, 2005), 18.

Page 63: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

43

Beauchamp (1975) mengidentifikasi model pengembangan kurikulum,

menurutnya ada tiga komponen yang esensial, pertama, include dalam filsafat

kurikulum, kedua, sebuah model konsep disiplin, ketiga, teori pembelajaran.39

Sementara, Hilda Taba mengidentifikasikan tujuh langkah rencana pengembangan

kurikulum; (1) mendiagnosis kebutuhan, (2) menformulasikan tujuan, (3) menyeleksi

content, (4) mengorganisir content, (5) menyeleksi pengalaman belajar, (6)

mengorganisir pengalaman belajar, (6) penentuan evaluasi dan metode serta arti yang

akan dilakukan.40

Judith Howard, sedikit memperkuat identifikasi Beauchamp dan Taba di

atas, kurikulum yang baik adalah akan merencanakan pembelajaran untuk

menempatkan komunitas-komunitas praktek dalam kelompok kerja dan kelompok

evaluasi.41 Langkah selanjutnya adalah merealisasikan rencana pengembangan ini.

Ketika pelaksanaan pengembangan kurikulum sudah cukup baik, maka

pengembangan itu juga akan berfungsi dengan baik. Daniel dan Laurel N Tanner,

menyebutkan setidaknya ada empat fungsi pengembangan kurikulum, (1)

39Lihat, Rosalie M Mirenda, A Conceptual - Theoretical Strategy For Curriculum

Development in Baccalaureate Nursing Programs (tk: Widener University Press), 5-6. 40 Hilda Taba, Curriculum Development: Theory and Practice (New York: Harcourt, Brace

and World, 1962), 12. Walaupun berbeda dengan Beauchamp dan Taba, tetapi dapat dijadikan bahan pembanding, The Directorate of Research and Curriculum, mengembangkan Comprehensive Project of Curriculum Development (CPCD). Yang terdiri dari 6 tahapan; yaitu (1) Mempelajari realita dan menentukan pondasi dan kriteria pengembangan kurikulum oleh individu-individu secara khusus, (2) menyiapkan dokumen kurikulum yang di dalamnya mengandung tujuan, content kognitif, arti dan aktifitas pembelajaran, evaluasi dan kriteria secara teknik dari buku-buku para siswa dan petunjuk para guru, (3) mempersiapkan learning material yang memuat tulisan buku-buku sekolah dan petunjuk guru untuk semua subyek, (4) ekperimen yang terdiri dari implementasi buku-buku sekolah pada sekolah-sekolah secara random kemudian mengubah dalam sebuah keberhasilan, (5) generalisasi yang di dalamnya terdiri dari desain buku-buku sekolah dan cetakan mereka kemudian mengirim ke seluruh negeri, (6) evaluasi dan supervisi secara berkesinambungan untuk mengembangkan buku-buku sekolah.

41 Judith Howard, Curriculum Development (tk.: Center for the Advancement of Teaching and Learning Elon University, tt.), 3.

Page 64: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

44

mengidentifikasi obyek, (2) menyeleksi arti untuk dicapai dari beberapa obyek, (3)

mengorganisir arti, dan (4) mengevaluasi out come.42

4.Perubahan

Perubahan kurikulum sebenarnya merupakan kegiatan yang sengaja

dilakukan apabila salah satu atau beberapa komponen kurikulum dalam waktu

tertentu perlu diperbaiki atau diubah.43 Ketika diperbaiki berarti tidak berubah total,

diubah bisa juga berarti berubah total. Menurut McNeil ada 5 tahap perubahan

kurikulum, yaitu: pertama, penggantian (substitution). Satu elemen yang dapat

menggantikan untuk kurikulum yang sedang berjalan. Penggantian atau penukaran,

misalnya mengganti buku pelajaran yang lama dengan yang baru, metode yang lama

dengan yang baru, atau menukar guru atau kepala sekolah. Kedua, perubahan

(alteration). Mengadakan perubahan dalam struktur yang ada, misalnya menyerahkan

bimbingan dan penyuluhan kepada seorang ahli sedangkan selama ini dipegang oleh

guru. Dengan kata lain, perubahan cocok ketika sebuah perubahan dikenalkan ke

dalam eksistensi material dengan harapan akan memunculkan yang baru dan

kemudian siap diadopsi. Ketiga, kekacauan (perturbation). Beberapa perubahan ini

bersifat pengacauan, tetapi guru-guru dapat menyesuaikan mereka secara fair dalam

tempo yang singkat. Kebanyakan guru dalam hal ini, dengan mudah keluar memberi

penghargaan untuk sebuah perubahan pada schedule kelas dan setiap waktu memberi

penghargaan untuk pengajaran. Keempat, perubahan re-struktur (restructuring

changes). Perubahan ini mengarah pada modifikasi sistem itu sendiri. Desentralisasi

dan konsep baru dari peran pembelajaran adalah beberapa contoh re-strukturisasi.

Ketika para siswa dan orang tua mulai berpartisipasi pada seleksi yang obyektif dan

mendesain kesempatan pembelajaran, ini adalah sebuah perubahan sistem. Kelima,

perubahan yang berorientasi nilai (value orientation changes). Ini merupakan tingkat

yang fundamental dari partisipasi orientasi nilai. Ketika sebuah sekolah mulai

42Daniel and Laurel N Tanner, Curriculum Development: Theory into Practice (New York: Macmillan Publishing Co, 1980), 83.

43 M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, 64.

Page 65: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

45

mempekerjakan para guru baru yang dapat menumbuhkan nilai kepribadian siswa

atau lebih banyak merekontruksi nilai-nilai sosial daripada pencapaian akademik,

beberapa orientasi nilai seperti ini disebut perubahan.44

Ronald Lippitt, seorang psikolog sosial terkemuka aktif mencermati

pengembangan kurikulum, dia mendapatkan 6 fase perubahan kurikulum. Modelnya

lebih komprehensip daripada model-model perubahan yang lain. Lippitt adalah

seseorang yang sedikit melihat tentang keterlibatan anak didik dalam perubahan dan

spesifikasi fungsi bahwa kepemimpinan guru dalam penerimaan dan penggunaan

inovasi lebih besar. Jika garis pedoman Lippitt untuk komite kurikulum diikuti,

sekolah kita mempunyai lebih banyak keefektifan material kurikulum. Enam fase

perubahan kurikulum menurut Lippitt, yaitu; (1) Pemanfaatan Sumber Baru (New

Resources Utilization), (2) Presentasi Sumber Baru (Presentation of New Resources),

(3) Adopsi Sumber Baru (New Resources Adoption), (4) Pencarian Sumber Baru

(New Resources Search), (5) Distribusi Sumber Baru (New Resources Distribution),

(6) Pengembangan Sumber Baru (New Resources Development).45 Bila dibandingkan

tahap perubahan kurikulum menurut Neil lebih mendasar dengan metode yang cukup

revolusioner. Sementara Lippitt, nampak lebih hati-hati dan akomodatif dengan pihak

sekolah, dengan metode yang halus, seolah-olah tidak terjadi perubahan tetapi

sebenarnya berubah.

Bila dicermati sumber perubahan kurikulum berasal dari dua pihak, pertama

para administrator sekolah, kedua, guru di kelas. Hal ini sering terjadi konflik. Seperti

dinyatakan oleh para sosiolog, bahwa para administrator sekolah bagaikan kumpulan

orang-orang “di pertengahan” sedikit kemungkinan untuk mengadakan perubahan

kurikulum. Lebih lanjut diperkuat Art Gallaher, Jr., sebagai contoh, ungkapnya,

44 McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 116-117. 45 McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 119-121. Bahkan kurikulum sekolah

selalu ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaannya tempat sekolah itu berada, lihat, S. Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 158. Dimana masyarakat dan kebudayaan senantiasa mengalami perubahan.

Page 66: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

46

bahwa pada organisasi formal, para administrator sekolah harus menjaga

keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang berbeda. Mereka tidak mengasingkan

diri dari publik dan tempat-tempat formal seperti sekolah. Kemudian masalah

perubahan kurikulum tidak dapat berhenti terlalu lama dengan para administrator.46

Connelly and Elbaz melaporkan bahwa pada dasarnya para guru melawan

adanya perubahan kurikulum.47 Dalam hal ini, Smith dan kawan-kawan, memperkuat

Connelly dan Elbaz, pernyataannya, setiap orang terlibat dalam pengembangan

kurikulum, tetapi semua orang melawan adanya perubahan kurikulum, perlawanan ini

datang dari para guru, siswa, para administrator dan organisasi dari setiap golongan.48

Uraian di atas memberikan garis bawah bahwa perbedaan antara pergeseran

(shift), inovasi (innovation), pengembangan (development), dan perubahan (change)

kurikulum adalah sangat minim, hampir tidak kelihatan. Seperti pergeseran diartikan

peralihan atau pemindahan, juga diartikan perubahan. Inovasi diartikan pembaharuan,

tetapi juga diartikan perubahan. Pengembangan adalah perbaikan dari yang sudah ada

berarti juga berubah. Sementara perubahan itu sendiri diartikan pergantian atau

perbaikan. Dengan demikian menurut kesimpulan saya, perbedaan ini sangat minim

bahkan hampir tidak kelihatan. Sementara persamaannya adalah jelas berubah ke arah

yang lebih baik dan dinamis.

46 Lihat, Jr. Art Gallaher,: Directed Change in Formal Organizations: The School System,

Change Processes in the Public Schools (Eugene, Ore: The Center For The Advanted Study of Educational Administration, 1995).

47 F. M. Connelly dan F. Elbaz, “Conceptual Bases for Curriculum Thought: A Teacher’s Perspective, dalam Considered Action for Curriculum Thought (Alexandria: Fashay, A. W., Yearbook of the Association for Supervision and Curriculum Development, 1980), 106.

48 B. Smith, W. Stanley, dan J. Shores, Fundamentals of Curriculum Development (New York: Harcourt, Brace, and World, 1957), 425. Jika kurikulum terpadu iptek dan imtaq yang dikembangkan betul-betul menjadi sebuah kurikulum baru, maka bias dimaknai sebagai curriculum construction. Jika ia merupakan sekedar perbaikan atau penyempurnaan maka ia dapat dimaknai curriculum innovation atau curriculum reconstruction Lihat, Syaifuddin Sabda, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), 52.

Page 67: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

47

C. Dua Pendapat yang Berbeda

Definisi kurikulum mempunyai bermacam-macam pemahaman seiring

dengan perubahan dan perkembangan sosial dan teknologi. Oleh karena itu

pemahaman kurikulum sekarang –pemahaman kaum modernist– mesti berbeda

dengan pemahaman kurikulum para kaum tradisionalist, dimana mereka –kaum

tradisionalist– memandang kurikulum adalah subyek yang diorganisir oleh guru

untuk murid-muridnya.49 Hal ini dikuatkan oleh Tanner dan Tanner, perubahan

definisi kurikulum harus menampilkan bagaimana konsep dan fungsi kurikulum

terlibat dalam melihat perubahan konsep ilmu pengetahuan, pembelajar, dan fungsi

pendidikan.50 Agak sedikit beda dengan Darder, bahwa kurikulum dapat dipandang

sebagai presentasi dokumen untuk diimplementasikan bukan keharusan untuk

dikembangkan dalam hubungannya dengan respon untuk implementasi dari

kurikulum.51 Diskusi Darder diteruskan Beauchamp, bahwa kurikulum menurutnya

adalah sebuah dokumentasi dimana berisi tulisan yang menggambarkan scope dan

arrangement dari proyek program pendidikan, sebagai dasar struktur lingkungan dari

para guru untuk mengembangkan strategi pembelajaran secara spesifik di kelas.52

Apa yang dikatakan Beauchamp sebenarnya memberikan sinyal bahwa pergeseran

kurikulum itu dipengaruhi oleh faktor budaya (culture) dan politik. Sebagai sebuah

cara pandang yang berbeda maka faktor yang mempengaruhi pergeseran kurikulum

dapat diklasifikasikan pada dua pendapat yang berlainan, yaitu:

49 Mastoon, Curricululm Reform in The Art Humanities in Pennsylvania: An Evaluation,

16. 50 Daniel dan Laurel N Tanner, Curriculum Development: Theory Into Practice (New York:

Macmillan Publishing Co, 1980), 43. 51 Darder, Culture and Power in the Classroom (New York: Bergin and Garvey, 1991), 19. 52 G. A. Beauchamp, Curriculum Theory: Meaning, Development, and Use. Theory Into

Practice (tk: tp, 1982), 25.

Page 68: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

48

1. Pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor ideologi, politik, ekonomi,

sosial, budaya, dan agama.

Anwar Jasin, seperti ditulis dalam disertasi doktornya, bahwa banyak faktor

yang mendorong perubahan kurikulum, seperti faktor ideologi, politik, ekonomi,

sosial, budaya, agama, teknologi dan faktor intern pendidikan itu sendiri.53 Walaupun

tidak tertuju langsung pada pergeseran kurikulum, namun indikatornya jelas ke

sekolah, pastinya itu kurikulum, Larry Cuban, menulis dalam bukunya, bahwa faktor-

faktor yang menyebabkan perubahan daerah dan sekolah –dalam hal ini kurikulum–

adalah demografi, culture (kebudayaan), politik, sosial dan ekonomi.54 Di sini Cuban

tidak memasukkan faktor ideologi (agama), tetapi ia memunculkan faktor demografi.

Berbeda dengan Anwar, dimana faktor ideologi (agama), bahkan teknologi dan faktor

intern pendidikan itu sendiri, ia masukkan, sebagai suatu faktor yang mempengaruhi

pergeseran kurikulum. Nampakknya perbedaan keduanya masih relatif kecil dan bisa

ditolelir.

Catatan Audrey Osler, juga dapat dijadikan penguat, bahwa dalam seminar

internasional dan interdisipliner di Harvard University tahun 2002, kehidupan dan

pengalaman senantiasa berkembang sampai hari ini yang senantiasa berhubungan

dengan realitas ekonomi, proses sosial, inovasi teknologi dan media, dan arus budaya

yang melewati batas-batas negara dengan kejadian yang lebih besar.55 Cacatan

53 Anwar Jasin, “Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan

tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, Disertasi IKIP Jakarta, 1983, 5. Dalam mengembangkan dirinya manusia –sebagai subyek dan obyek kurikulum– tidak dapat berdiri sendiri, dia membutuhkan lembaga-lembaga sosial, dia membutuhkan masyarakat dan negara. Dia membutuhkan sistem nilai dan ideologi yang membutuhkan pedoman dan tujuan hidupnya sebagai warga dari suatu negara. Begitu pula sebaliknya, proses hidupnya sebagai pribadi ikut memberi bentuk pada lembaga-lembaga sosial, sistem nilai dan ideologi yang bersangkutan. Lihat, Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 7.

54 Larry Cuban menjelaskan faktor-faktor ini, untuk sekolah di Amerika, dimana sistem sekolah dan kurikulumnya adalah desentralisasi. Lihat Larry Cuban, dalam Philip W. Jakcson (ed.), Hand Book of Research on Curriculum (New York: Macmillan Publishing Company, 1999), 217.

55 Kondisi lokal dan global tidak bisa ditawar lagi harus berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari, kurikulum sekolah membutuhkan hubungan-hubungan ini secara eksplisit. Lihat,

Page 69: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

49

Audrey tidak menyebut kurikulum di sini, tetapi kurikulum sangat erat hubungannya

dengan kehidupan, dimana kehidupan itu dinamis disebabkan dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang telah disebut. Audrey juga tidak menyebut faktor ideologi (agama)

dan politik dalam catatannya. Pergeseran kurikulum pastinya erat sekali hubungannya

dengan pendidikan, para antropolog, seperti dilaporkan oleh Levinson, setuju bahwa

pendidikan adalah suatu aktivitas yang bersifat manusiawi berdasarkan pada

kehidupan sosial yang mengharuskan adanya hubungan dengan politik, ekonomi dan

dimensi budaya dalam masyarakat.56 Laporan Levinson nampaknya diperkuat oleh

Durkheim, investigasi sejarah ungkap Durkheim, dari formasi dan pengembangan

sistem pendidikan mewujudkan bahwa mereka –orang-orang yang terlibat dalam

dunia pendidikan– tergantung pada agama, organisasi politik, tingkat pengembangan

sains dan negara industri.57 Pendidikan, lanjut Durkheim, kemudian, hanya berarti

jika dapat menyiapkan masyarakat, seperti para siswa, sementara kondisi yang

esensial dari pendidikan itu sangat diperlukan.58 Henry, setuju dengan Durkheim,

bahwa pendidikan adalah dapat mengantisipasi sesuatu dan selalu untuk yang lain.59

Produk dan reproduksi dari kebudayaan ini di sekolah, oleh karenanya, sebuah situasi

Audrey Osler dalam, Alex More (ed.) Schooling, Society and Curriculum, 101-102. Bandingkan dengan catatan Alan Peskhin dalam Philip W. Jakcson (ed.) Hand Book of Reserch on Curriculum, 248.

56 B. A. U. Levinson, “Whither the Symbolic Animal? Society, Culture, and Education at The Millennium”, Dalam B. A. U. Levinson, K. M. Borman, M. Eisenhart, M. Foster, A. E. Fox, dan M. Sutton (Eds.), Schooling the Symbolic Animal: Social and Cultural Dimensions of Education (Lanham, MD: Rowman & Littlefield, 2000), 3.

57 E. Durkheim, The Nature of Education. Dalam B. A. U. Levinson, K. M. Borman, M. Eisenhart, M. Foster, A. E. Fox, dan M. Sutton (Eds.), Schooling the Symbolic Animal: Social and Cultural Dimensions of Education ( Lanham, MD: Rowman dan Littlefield, 2000), 58.

58E. Durkheim, The Nature of Education. Dalam B. A. U. Levinson, K. M. Borman, M. Eisenhart, M. Foster, A. E. Fox, & M. Sutton (Eds.), Schooling the Symbolic Animal: Social and Cultural Dimensions of Education, 61.

59 Lihat, J. Henry, Education and the Human Condition, dalam B. A. U. Levinson, K. M. Borman, M. Eisenhart, M. Foster, A. E. Fox, dan M. Sutton (Eds.), Schooling the symbolic animal: Social and cultural dimensions of education.

Page 70: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

50

realitas dan identitas sosial sangat mendesak.60 Eksistensi kurikulum dalam

pendidikan adalah merupakan bagian dari proses formal dari sekolah. Scribner dan

Cole setuju dengan statement ini, sebuah teori pendidikan formal juga memerlukan

teori bagaimana belajar dan bagaimana berfikir mengembangkan skill individu

sebagai anggota masyarakat dan bagaimana proses pendidikan (pengembangan /

pergeseran kurikulum juga merupakan sebuah proses pendidikan) memberikan

kontribusi untuk jenis skill-skill ini.61 Konsekwensinya, seseorang dapat memperluas

hal ini untuk mengimplikasikan bahwa pendidikan dan faktor-faktor yang telah

disebut, komponen utamanya adalah manifestasi budaya dan arti hubungan, dalam

proses pengembangan kurikulum.

Boykin, mengingatkan para pendidik, bahwa kita harus sadar dari sebuah

obsesi dengan homogenitas sosial dan kontrol sosial untuk memprediksi sebuah

sistem pada kebudayaan dan ras yang berbeda-beda. Anak-anak tidak berasal dari

latar belakang yang sama dan mereka juga tidak memiliki pengalaman yang sama

pula. Kita mengakui dan menghormati perbedaan sosial dan pendidikan ini.62

Ladson-Billings, melaporkan bahwa banyak sekolah yang berharap

mempunyai sebuah lingkungan yang kondusif untuk merekayasa kurikulum,63 bahwa

kurikulum itu respon terhadap masyarakat dan kebudayaan dalam mengembangkan

kurikulum yang akan segera diimplementasikan. Banyak guru setuju bahwa mereka

bekerja supaya murid mereka sukses, setiap orang dari mereka, bagaimanapun juga

mempunyai perbedaan latar belakang kebudayaan, etnis dan bahasa. Bagaimanapun,

60 R. Erickson, dan J. Schultz, (1982). The counselor as Gatekeeper: Social Interaction Interviews (New York: Academic Press, 1982).

61 S. Scribner dan M. Cole, Cognitive Consequences of Formal and Informal Education (tk: tp, 1973), 553.

62B. S. M. S. Dawn A. Lauridsen, What Are Teachers’ Perception of The Curriculum Development (New York: The Ohio State University press, 2003), 50.

63 Dalam merekayasa kurikulum perlu diingat aktifitas kurikulum. Montgomery, mencatat bahwa dasar aktifitas kurikulum adalah kurikulum inti (core curriculum), fleksibel, dan kontrak belajar. Lihat, Patricia C. Montgomery, “Toward Freedom in Education: A Survey of Independent Alternative School” (Unpublished Doctor’s Dissertation Wayne State University, Detroit, Michigan, 1980), 99-100.

Page 71: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

51

kebudayaan harus menjadi dasar pengajaran, bukan hanya semata-mata mencocokan

dengan eksistensi ekonomi dan sosial siswa. Siswa membutuhkan pemikiran

kebudayaan mereka yang paralel dan berselisih dari kebudayaan sekolah (atau

kebudayaan yang lain) dan bagaimana tradisi itu diharuskan. Kebudayaan relevan

dengan pengajaran yang melibatkan pengembangan pemahaman yang mendalam dari

kesadaran budaya dan apresiasi setiap waktu. Ini adalah kebudayaan yang relevan

dengan pendidikan dan praktek pengajaran adalah bagian dari eksistensi sosial yang

berpengaruh pada pengembangan kurikulum.64

Oleh karena itu, tegas Ralph Tayler dan John Dewey, pengetahuan

kurikulum senantiasa didesain dan dikembangkan terus menerus supaya terlibat

dengan perubahan masyarakat dan menempatkan perkembangan baru pada sistem

pendidikan. Dengan demikian fondasi kerja kurikulum adalah by theory.

Pengembangan (pergeseran) kurikulum, lanjut Tayler dan Dewey harus terjadi dan

kurikulum juga harus relevan dengan tuntutan masyarakat sekarang dan yang akan

datang.65 Tuntutan masyarakat, berarti tuntutan sosial. Mansour A. M. Bin Salamah,

ketika menulis disertasinya mencontohkan kurikulum Arab Saudi, bahwa kebijakan

pendidikan yang ada di Arab Saudi, yaitu kurikulum akan membantu para siswa

untuk berpartisipasi dalam pengembangan sosial. Dengan kata lain, kurikulum akan

membantu siswa aktif menemukan solusi untuk masalah-masalah sosial dan

lingkungan yang ada sekarang. Setuju dengan kebijakan Kementerian Arab tersebut,

kurikulum fleksibel dan mengatur keadaan siswa dimana mereka berada.66 Identik

64 B. S. M. S. Dawn A. Lauridsen, What Are Teachers’ Perception of The Curriculum

Development, 51. Bandingkan dengan, G. Ladson-Billings, Reading Between the Lines and Beyond the Pages: A Culturally Relevant Approach to Literacy Teaching. Theory Into Practice (tk: tp, 1992), 312-320.

65Lihat, Susan Pennnock Smith, Barriers Encountered In The Instruction of Students Who Have Sustained Brain Injuries: An Instructional Curriculum To Assist in Eliminating Barriers (Detroit, Michigan: Graduate School of Wayne State University, 2005), 15 – 16.

66 Mansour, An Investigation of the Relationship Between Saudi Teachers’ Curriculum Perspectives and Their Preference of Curriculum Development Models, 40. Berdasarkan 207 artikel, secara umum karakteristik kurikulum menurut Kementerian Pendidikan Arab Saudi adalah kurikulum harus mempunyai; (1) sumber dari Islam, dasar dan sistem negara, (2) konsisten dengan kebutuhan dan

Page 72: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

52

dengan Mansour, Dawn A. Lauridsen berpendapat, bahwa proses pengembangan

kurikulum dan persepsi para guru dalam pengembangan kurikulum adalah merupakan

fenomena sosial. Pemberian aspek sosial dari proses pengembangan kurikulum, lensa

penafsiran/konstruksi adalah tepat untuk eksplorasi proses pengembangan

kurikulum.67 Pendapat Dawn diperkuat Wolcott, bahwa kebudayaan dan sosial

mempengaruhi secara inhernt dalam proses pengembangan/pergeseran kurikulum,

Wolcott mengakui bahwa ilmu pengetahuan adalah sosial yang dibangun oleh para

generasi dan individu.68

Kurikulum adalah sebagai pedoman para siswa dan guru untuk belajar dan

mengajar, Greg Light dan Roy Cox, menulis, belajar adalah suatu proses perubahan,

perubahan tidak hanya dalam hubungannya dengan intelektual saja tetapi kita harus

mendasarkan pada kepribadian, sosial, dan perubahan nyata.69 Begitu besarnya

pengaruh aspek sosial dalam pergeseran kurikulum sampai perubahan dalam hasil

belajarpun tidak hanya aspek intelektual saja tetapi juga aspek sosial.

Ornstein dan Hunkins menjelaskan bahwa pendekatan kurikulum adalah

sebuah pendekatan yang merefleksikan posisi secara holistik atau sebuah

metaorientasi yang didasarkan pada sebuah orientasi kurikulum (filsafat seseorang,

pandangan sejarah, pandangan psikologi, teori pembelajaran, dan pandangan isu-isu

sosial), beberapa domain kurikulum (umum dan mementingkan pengetahuan di

lapangan), dan prinsip-prinsip kurikulum baik secara teori dan praktek.70 Ornstein

dan Hunkins masih mengatakan keterlibatan kurikulum dengan faktor sosial yang obyek negara, (3) sesuai dengan tingkatan siswa, (4) pencapaian standar siswa dan pencapain tujuan pendidikan, (5) seimbang, fleksibel dan sesuai untuk kondisi dan situasi yang variatif. Lihat, Ministry of Education, Educational Policy in the Kingdom of Saudi Arabia ( Saudi Arabia, 1980), 38.

67 B. S. M. S. Dawn A. Lauridsen, What Are Teachers’ Perceptions of The Curriculum Development Process?, 10.

68 H. Wolcott, Education as Cultural Transmission and Acquisition, dalam International Encyclopedia of Education (Oxford, England: Pergamon, 1994), 1724.

69 Greg Light dan Roy Cox, Learning and Teaching in Higher Education (London: Paul Chapman Publishing, 2001), 69.

70 Lihat, Susan Pennnock Smith, Barriers Encountered in The Instruction of Students Who Have Sustained Brain Injuries: An Instructional Curriculum To Assist in Eliminating Barriers, 67.

Page 73: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

53

merupakan faktor, dimana tidak dapat dipisahkan dengan faktor lain. Dalam bahasa

yang berbeda Oliver melihat bahwa perbaikan (kemajuan) kurikulum adalah sebuah

usaha secara kooperatif dan pengakuan kuat terhadap keterlibatan para guru,

pembelajar, publik, administrasi dan konsultan.71 Kurikulum terlibat dengan apa yang

disebut Oliver, seperti guru, pembelajar, publik dan lain-lain adalah merupakan unsur

/ komponen sosial yang ada di masyarakat.

Membuat buku-buku teks siap pakai yang memungkinkan memberi

perhatian secara kompleks terhadap para siswa dari ruangan kelas juga merupakan

salah satu definisi kurikulum, seperti pembelajaran tentang kemanusiaan dan interes

para guru atau sebuah kompleksitas dari politik, ekonomi,72 kebudayaan, sejarah dan

aspek-aspek kehidupan dari kehidupan sekolah.73 Buku teks yang baik mesti disusun

berdasarkan kurikulum yang sedang berkembang, sehingga scope dan squence-nya

sesuai dengan perkembangan ilmu yang ada saat ini. Dengan demikian pendapat yang

pertama ini tetap mengatakan bahwa pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor

ideologi, agama, sosial, politik, ekonomi, dan perkembangan ilmu pengetahuan -

teknologi.

2. Pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor politik, bahkan situasi politik

masuk dalam situasi pendidikan

John I. Goodlad berpendapat, bahwa perencanaan, pengembangan,

pergeseran dan perubahan kurikulum74 adalah proses politik,75 bahkan proses politik

71 Albert I. Oliver, Curriculum Improvement: A Guide to Problem, Priciples and

Procedures (New York: Dodd, Mead dan Co., 1965), 47-48. 72Perdebatan teori kurikulum memunculkan berbagai macam paradigma, tetapi paradigma

itu bukanlah sebuah representasi literal dari dunia pengembangan kurikulum, tetapi sebuah percaturan ekonomi dan skema yang sederhana untuk dipraktekan dengan proses yang komplek dari dunia kurikulum. Lihat, Daniel dan Laurel N Tanner, Curriculum Development: Theory into Practice, 97.

73 Lihat, Mansour, An Investigation of the Relationship Between Saudi Teachers’ Curriculum Perspectives and Their Preference of Curriculum Development Models, 40.

74 Laurel N Tanner berpendapat, bahwa sumber obyek kurikulum adalah masyarakat, pembelajar, dan dunia ilmu pengetahuan, lihat, Laurel N Tanner, Observation: Curriculum History As Usable Knowledge, Curriculum Inquiri (tk: tp, 1982), 409.

Page 74: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

54

adalah sebuah proses ideologi yang menentukan ending (akhir) dan arti pendidikan.

Statement lain mengatakan bahwa struktur politik masuk dalam situasi pendidikan.

Unik dan sensitive hubungan antara lokal, negara dan pemerintah daerah dalam

memberikan support dan mensikapi masalah-masalah sekolah, demikian contoh di

Amerika.76

Secara sederhana, bahwa pergeseran kurikulum karena adanya masalah-

masalah pembelajaran yang bermula dari kelas sebagai tempat belajar. Kemudian

sampai kepada pemerintah sebagai penentu kebijakan –pembuat, perubah,

pengembang dan inovator kurikulum. Proses politik dalam pergeseran kurikulum,

saya amati, sejak dari kelas. Seperti Olivia Bevis dalam disertasinya yang sedikit

menguraikan ”Politics in The Classroom”, dia melaporkan, bahwa power

(kekuasaan/kekuatan) selalu menjadi isu dalam dunia politik. Ketika seorang guru

menjadi informator, menyampaikan yang benar dan salah, membuat tata tertib di

kelas, dan merespon hubungan, menganalogikan, membuat asumsi,

mengimplikasikan ide dan teori, itu semua adalah power (kekuasaan) guru di dalam

kelas. Demikian pula ketika guru mengkritik, mengevaluasi, juga power guru dalam

kelas. Ketika guru membuat semua keputusan, menjalankan prosedur, dan

menentukan siapa yang berbicara. Dan ketika pertanyaan itu harus ditanyakan dan

dijawab, semua itu adalah power (kekuasaan) seorang guru di dalam kelas.77 Karena

besarnya otoritas guru terhadap siswanya, sampai ada penelitian yang dilakukan

LeCompt, bahwa lebih dari 50% pernyataan seorang guru pesannya selalu

75 Proses politik juga terjadi di dalam kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar misalnya,

sikap pendidik bermacam-macam, ada yang otoriter ada pula yang demokratis. Kedua sikap ini adalah otoritas atau power (kekuasaan) seorang pendidik di kelas. Dimana kekuasaan seolah-olah adalah ending dari politik. Lihat, J. Krishnamurt, Education and Significance of Life (San Fransisco: Harper and Row, 1953), 36.

76 Goodlad dalam David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (ed.), The Curriculum Studies Reader, 62.

77 EM. Olivia Bevis, A New Direction for Curriculum Development For Professional Nursing: A Paradigm Shif From Training to Education (Athens, Georgia: The Chicago University Press, 1990), 199.

Page 75: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

55

dihubungkan dengan otoritas, perintah, orientasi tugas dan orientasi waktu.78 Freire

nampaknya lebih berlian dengan pemikiran reformasinya, bahwa esensi yang

sesungguhnya politik yang terjadi di dalam kelas adalah adanya kekuatan yang

dimiliki oleh kedua pihak yaitu siswa dan guru untuk terjadinya dialog.79 Kemudian

proses politik80 itu meningkat pada level di atasnya, ending-nya adalah di

pemerintahan pusat yang menangani bidang pendidikan. Joseph Fischer menulis

seraya memperjelas keterangan Goodlad, bahwa sistem politik di sekolah pertama

kali muncul adalah dengan karakteristik yang tidak bervariasi dengan formulasi kelas,

kadangkala kasta, struktur. Pada masyarakat ini ada preser tentang perbedaan kondisi

ekonomi dan secara rutin selalu muncul untuk diterapkan pertama kali pada kelas

elit.81

Kenneth J. Meier menambahkan sekaligus memperkuat keterangan Fischer,

sistem pendidikan adalah penting sekali untuk demokrasi politik, bahkan Botkin et.

al., melaporkan bahwa dalam seminar internasional yang disponsori oleh The Club of

Rome, mereka melihat pendidikan adalah sebuah alat politik yang harus diberikan

untuk mengantisipasi problem dunia dan menghadapi hari kiamat. Mereka

memposisikan bahwa dunia harus dihadapi dengan program kekusutan yang sangat

78 Lihat, Bevis, A New Direction for Curriculum Development For Professional Nursing:

A Paradigm Shif From Training to Education, 202. 79 Dialog yang dimaksud Freire adalah mengenai pemikiran, imajinasi, dan kompetensi

siswa berdasarkan keaktifannya yang memungkinkan adanya jawaban, solusi, perencanaan dan strategi pemecahannya. Dialog jangan hanya guru yang berkomentar, melainkan keduanya –guru dan siswa– ada. Diskusi itu menghasilkan pemikiran guru dan murid. Ini yang dimaksud dengan demokrasi pendidikan di dalam kelas. Bukan hanya guru yang mempunyai kekuatan (power) tetapi juga para siswa. Kekuatan (power) digunakan untuk mengorganisasi kelas dalam men-support pembelajaran. Kekuatan ini menjadi sebuah content keahlian, bagaimana belajar, menyimpulkan, dan bagaimana menjadi seorang yang ahli. Lihat, Bevis, A New Direction for Curriculum Development For Professional Nursing: A Paradigm Shif From Training to Education, 200.

80 Yang dimaksud politik di sini adalah kebijakan pemerintah terkait dengan kurikulum baik itu otoritas pemerintah untuk menggeser, mengembangkan, menginovasi ataupun merubah kurikulum. Di sini kelihatan bahwa otoritas pemerintah (politis) lebih dominan dibanding faktor lain yang mempengaruhinya.

81 Joseph Fischer, The Social Sciences and the Comparative Study of Educational, Systems (Scranton, Pennsylvania: International Textbook Company, t.t), 132.

Page 76: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

56

besar pada beberapa area seperti energi, populasi, pemborosan, polusi, dan makanan.

Mereka berfikir bahwa pendidik dan pembuat kebijakan pendidikan harus memberi

pemahaman pada dua kritik: (1) kemanusiaan bergerak cepat ke arah ”kejadian

simpang jalan dimana tidak ada ruang untuk berbuat kesalahan”, (2) kita harus

memutuskan lingkaran jahat dari sesuatu yang komplek, dan pemahaman yang salah

dimana masih ada waktu untuk belajar.82 Dari sini muncul dua pendapat: pertama,

bahwa nyatanya pendidikan disediakan untuk skill dan pengetahuan yang digunakan

oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi. Secara alamiyah

bahwa kontribusi pendidikan diakui secara nyata, dimana bahwa ukuran pendidikan

adalah riil mandat dari beberapa studi partisipasi politik. Kedua, sedikit kenyataan

bahwa pengaruh kuat proses pendidikan itu sendiri termasuk demokrasi. Pada

umumnya untuk semua proses yang lain, pendidikan menyediakan manfaat lebih

besar untuk individu-individu daripada manfaat untuk yang lain. Tidak hanya sarjana

dari institut ke institut atau sekolah ke sekolah, pendidikan tidak hanya menyediakan

prospek yang lebih besar untuk demokrasi, untuk murid-murid dari pada yang lain,

tetapi menyediakan aktualisasi prospek untuk seseorang.83

Memperkuat argumen Goodlad, A. V. Kelly, menegaskan, sebuah analisis

fungsi historis dari sistem sekolah seperti aspek-aspek atmosfir peradaban negara

menduga bahwa sistem sekolah adalah distimulasi oleh lingkaran politik. Khususnya

bagaimana, baru-baru ini telah mengakumulasikan bukti bahwa sektor politik dari

negara yang merupakan konstitusi dari masyarakat, dan lingkaran ekonomi diakui

diantara instrumen kontrol infrastruktur pertahanan, bimbingan hipotesis lebih lanjut

bahwa lingkaran politik dan ekonomi dalam posisi difusi dalam pendidikan.84

Kenneth J. Meier melaporkan, orang Amerika yang ideal adalah seseorang yang

82J. Botkin, M. Elmandjra, dan M. Malitza, No Limits to Learning: Bridging The Human Gap, A Report to the Club of Rome (New York: Pergamon Press, 1978), 2.

83 Kenneth J. Meier, School Boards and the Politics of Education Policy, dalam Christina Wolbrecht dan Rodney E. Hero (Ed.), The Politics of Demokratic Inclusion (Philadelphia: Temple University Press, 2005), 238.

84 Fischer, The Social Sciences and the Comparative Study of Educational Systems, 130.

Page 77: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

57

menempati posisi strategis dalam pendidikan, seperti jalan yang menanjak, hal itu

sama saja ketika seseorang berpartisipasi dalam bidang politik dan ekonomi. Jika

demikian, orang Amerika yang ideal memandang pendidikan sebagai solusi untuk

kesamaan dalam demokrasi. Itu sangat baik seperti diungkapkan Marx yang

menekankan bahwa tujuan pendidikan adalah kembali menguatkan bias politik, untuk

struktur pendidikan supaya perbedaan-perbedaan diantara kelompok besar dan kecil

tidak kelihatan.85 Dengan lugasnya Marx mengatakan bahwa pendidikan dengan

politik adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, hal ini jelas berpengaruh terhadap

pergeseran kurikulum.

Ada contoh politisasi pendidikan di Amerika, seperti ditulis Joel Spring,

yang menyatakan bahwa tekanan ekonomi mengalami depresi sehingga menutup

aliansi (persekutuan) antara para pendidik dan komunitas bisnis. Pada tahun 1950,

para pebisnis menjalin hubungan dengan para politisi untuk mendeklarasikan para

pendidik yang profesional supaya membuat hubungan sekolah, lemah dalam

mempertahankan musuh-musuh komunis Amerika. Kritik ini diteruskan pada tahun

1980, dengan mengkutuk sekolah-sekolah untuk mempersulit Amerika dalam

kompetisi internasional dengan Jepang dan Jerman Barat. Pada tahun 1990, sebuah

kombinasi agama, politisi konservatif dan para komunitas bisnis mencoba

menghindari lembaga pendidikan untuk membuat pendidik-pendidik yang

profesional, mereka juga men-support sekolah pilihan dan sekolah-sekolah

berprestasi.86

Spring menambahkan, dari konflik ini, muncul kekuatan guru. Para guru

mempercayai mayoritas mereka supaya mendapatkan kepatutan upah, kondisi kerja

yang harmonis, dan menghubungkan kekuatannya dengan organisasi buruh. Pada

beberapa kasus, para guru beraliansi dengan para pengusaha lokal dalam

memperjuangkan gaji yang lebih baik, kondisi kerja yang lebih baik dan pilihan yang

85 Kenneth J. Meier, “School Boards and the Politics of Education Policy”, dalam Christina Wolbrecht dan Rodney E. Hero (Ed.), The Politics of Demokratic Inclusion, 239.

86 Joel Spring, The American School, 1642-2004 (New York: Mc Graw Hill, 1986), 318.

Page 78: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

58

lebih besar adalah dalam membuat kebijakan pendidikan. Perjuangan ini

memunculkan gairah para guru untuk melawan para administrator yang tertarik

melindungi kekuatan mereka sendiri dan para komunitas bisnis yang tertarik untuk

menurunkan gaji para guru pada tingkat yang rendah. Action yang seperti ini

diadakan untuk menegakan Federasi para Guru Amerika (AFT), yang beberapa tahun

dilaksanakan sebagai taktik gabungan dalam pendidikan.87

Para guru, lanjut Spring, juga mencoba mengontrol Asosiasi Pendidikan

Nasional (NEA), dan meneruskan organisasi tersebut dalam sebuah kementerian

untuk mengurusi kesejahteraan para guru. Para guru kemudian bertekad untuk

melawan para administrator sekolah pada awal abad 20 tetapi baru ditanggapi pada

tahun 1960 dan 1970 dan menjadikan NEA organisasi para guru yang paling besar.

Tahun 1980 dan 1990, NEA dan AFT menjadi faktor penting dalam perpolitikan

nasioanl. Tetapi dua organisasi tersebut establish untuk menjadi aliansi dengan para

politisi guna mendapatkan legislasi kepentingan mereka.88

Kesimpulan Spring, bahwa dunia politik pendidikan pada awal abad 20

yaitu adanya aliansi antara administrator sekolah dan elit bisnis lokal, aliansi antara

guru-guru urban dan organisasi perdagangan, aliansi antara administrator sekolah dan

kolega para kaum profesional untuk menjadikan NEA menjadi sebuah organisasi

kesejahteraan guru, dan sebuah pergerakan grassroot yang tumbuh untuk

memisahkan dengan sekolah. Kebijakan pendidikan nasioanl menformulasikan NEA

dan menyebarkannya melalui hubungan informal para administrator sekolah dan para

kolega profesional.89

Terlepas dari politisasi guru dalam pendidikan dalam memperjuangkan

kesejahteraan mereka, Ornstein dan Hunkins, melaporkan, bahwa selama kebangkitan

pendidikan secara universal dari tahun 1820 – 1920, di Amerika, pemikiran

87 Spring, The American School, 1642-2004, 318. 88 Spring, The American School, 1642-2004, 318. 89 Spring, The American School, 1642-2004, 318-319.

Page 79: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

59

pendidikan mengharuskan partisipasi kecerdasan dalam demokrasi politik dan

pendidikan memperluas sekolah umum untuk sekolah tinggi dan akademi. Konsep ini

memunculkan ide bahwa semua masyarakat dan anggota masyarakat berpartisipasi

secara produktif dalam pendidikan.90 Masih terkait dengan demokrasi politik,

Kenneth J. Meier, memperkuat laporan Ornstein dan Hunkins, bahwa rasial dan etnis

dalam mengakses kualitas pendidikan dicatat oleh beberapa sarjana ternama,

kontribusi para kolega dan hubungan langsung dengan outcome, outcome tidak dapat

memberi komentar tetapi outcome itu sendiri mempunyai masa depan demokrasi

untuk politik dan distribusi kekuatan politik91 Lebih lanjut, Kenneth J. Meier,

memperkuat laporannya, bahwa demokrasi inklusi, kemampuan minoritas untuk

mengakses kekuatan politik adalah positif jika dihubungkan dengan konsekwensi

positif untuk murid-murid yang minoritas. Meskipun kita tidak mempunyai

demonstrasi hubungan, minoritas dapat keluar dengan jelas dan mempunyai akses

lebih besar untuk kualitas pendidikan pada suatu waktu kemudian memberikan efek

pada demokrasi di lain waktu.92 Di sini jelas bahwa Ornstein, Hunkins dan Meier

berpendapat bahwa pendidikan erat sekali hubungannya dengan politik, tetapi mereka

lebih cenderung pada tataran demokrasi politik. Dengan demikian maka pergeseran

kurikulumpun dipengaruhi oleh faktor politik juga.

Joseph Fischer menggambarkan, satu hal yang penting dari aspek-aspek

kurikulum sebuah sistem sekolah negara adalah siswa belajar sejarah masyarakatnya.

Ini dapat diperlihatkan bersama ujian-ujian, seperti elemen sentral pada kurikulum

sekolah sejak sistem pendidikan yang pertama. Hal itu selalu ditulis dengan ideologi

jika tidak sering diputarbalikan, sejarah dibutuhkan bukan sekedar demonstrasi.

90 Lihat, Susan Pennnock Smith, Barriers Encountered In The Instruction of Students Who

Have Sustained Brain Injuries: An Instructional Curriculum To Assist in Eliminating Barriers, 15 – 16.

91 Meier, “School Boards and the Politics of Education Policy”, dalam Christina Wolbrecht And Rodney E. Hero (Ed.), The Politics of Demokratic Inclusion, 240.

92 Meier, “School Boards and the Politics of Education Policy”, dalam Christina Wolbrecht And Rodney E. Hero (Ed.), The Politics of Demokratic Inclusion, 240.

Page 80: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

60

Seperti digambarkan, murid-murid Amerika, Jepang, Rusia dan lain-lain mempelajari

sejarah negara mereka sendiri-sendiri.93 Hal ini dimaksud supaya para siswa timbul

rasa nasionalismenya.

Joel Spring melaporkan, bahwa hancurnya perekonomian pada tahun 1930

mengakibatkan mayoritas politik bergeser pada dunia pendidikan. Pertama, krisis

ekonomi memulai adanya keretakan aliansi antara para administrator sekolah lokal,

sekolah lokal yang berasrama, dan para elit lokal. Banyak para administrator sekolah

dan sekolah berasrama menginginkan untuk memelihara program-program

pendidikan dalam menghadapi beberapa tuntutan para pemimpin lokal yang lain

untuk mengurangi angggaran pendidikan. Kedua, tekanan ekonomi akibat dari

depresi mengakibatkan para pemimpin pendidikan menyumbang pendidikan untuk

memberikan perubahan radikal pada masyarakat. Kreasi ini memberikan image

radikal yang berlebihan pada sekolah, yang memberikan argumen positif pada tahun

1940 dan 1950 sekolah-sekolah publik di bawah pengaruh komunis. Akhirnya

pemerintah daerah memperkenalkan program baru untuk memberikan solusi masalah

pengangguran baru. Ekspansi ini merupakan peran pemerintah daerah pada

pendidikan dan men-setting tingkatan intervensi selanjutnya pada tahun 1940 dan

tahun 1950. Tambahan, keterlibatan pemerintah membuat tensi naik antara para

pendidik profesional dan pemerintah daerah seperti peran setiap golongan dalam

mengontrol hal yang baru.94

Dua pandangan yang berbeda titik tekan dalam melihat faktor yang

mempengaruhi pengembangan, pergeseran dan perubahan kurikulum, walaupun

dengan berbagai variasi pendapat. Anwar Jasin, Lary Cuban, Audrey Osler,

Levinson, Durkheim dan lain-lain, mereka berpendapat bahwa pergeseran kurikulum

dipengaruhi oleh faktor ideologi (agama), sosial, ekonomi, politik, budaya, teknologi

bahkan faktor intern pendidikan itu sendiri turut mempengaruhi. Anwar Jasin cukup

93 Fischer, The Social Sciences and the Comparative Study of Educational Systems, 138. 94 Spring, The American School, 1642-2004, 326.

Page 81: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

61

lengkap menyebut faktor-faktor ini, sementara yang lain, seperti Lary Cuban,

menambahi demografi, Audrey Osler tidak menyebut ideologi dan politik. Levinson

dan Durkheim lebih cenderung ke faktor sosial dan budaya. Walaupun, dugaan saya,

bahwa orang-orang seperti John I Goodlad, Olivia Bevis, Freire, Joseph Fischer,

Botkin, A.V. Kelly, J. Spring dan lain-lain juga tetap tidak meninggalkan faktor-

faktor yang telah disebut Anwar Jasin c.s, tetapi mereka Goodlad c.s menekankan,

bahwa yang mempengaruhi pergeseran kurikulum adalah faktor politik. Goodlad,

proses politik ada dalam proses pendidikan bahkan proses politik merupakan ending

dari pendidikan. Olivia Bevis, nampaknya lebih tertarik dengan politics in classroom,

yang saya pikir merupakan awal dari proses sebab terjadinya pergeseran kurikulum.

Freire dengan pemikiran reformasinya mengemukakan tentang demokrasi politik di

kelas, sementara Joseph Fischer lebih menyoroti bahwa terjadinya politisasi

pendidikan karena perbedaan backgraund sosial ekonomi mereka di dalam kelas

sehingga menimbulkan kasta. Botkin lebih mengglobal lagi, bahwa out put

pendidikan harus dapat mengatasi krisis politik dunia. Kelly, menyoroti politik difusi

dalam pendidikan, dan Spring lebih mengangkat peran serta para guru dalam

mempertahankan nasibnya di dunia pendidikan terkait dengan gaji yang mereka

terima.

Dari dua pandangan yang bertolak belakang ini, posisi penulis akan

memperkuat pendapat yang kedua dengan suatu revisi bahwa pergeseran kurikulum

lebih dipengaruhi oleh faktor politik. Hal ini memberi arti bahwa bukannya faktor-

faktor lain tidak menentukan, tetapi yang lebih menentuakan adalah faktor politik.

Page 82: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

62

BAB III

KARAKTERISTIK KURIKULUM MADRASAH ALIYAH

Pada awal Islam masuk Indonesia, sekitar abad ke-7 M/1 H,1 lembaga

pendidikan Islam secara resmi belum disebut madrasah,2 seperti di Minangkabau

(Sumatera Barat) lembaga pendidikan Islam yang didirikan oleh Syekh Burhanuddin3

disebut surau, di Sumatera Selatan dan Jawa disebut langgar, di Aceh disebut dayah

atau meunasah, di Gayo disebut meresah,4 di Kalimantan dan Sulawesi Selatan

disebut pondok, sementara di Jawa dan Kalimantan Selatan disebut pesantren,5 yang

1 Sidi Ibrahim Boechari, Pengaruh Timbal Balik Antara Pendidikan Islam dan Pergerakan

Nasional di Minangkabau (Jakarta: Gunung Tiga, 1981), 32. Marwan Saridjo, Dkk, juga melaporkan bahwa Islam masuk Indonesia sekitar Abad 1 Hijriyah atau 7 Masehi. Laporan Marwan ini berdasarkan kesimpulan “Seminar Masuknya Islam ke Indonesia”. Lihat, Marwan Saridjo, Dkk, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia (Jakarta: Dharma Bhakti, 1983), 14.

2 Madrasah baik yang ada di dunia Islam pada umumnya maupun yang ada di Indonesia khususnya, adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang muncul agak belakangan, setelah terlebih dulu muncul lembaga-lembaga pendidikan non madrasah. Lihat, Abudin Nata, Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: UIN Press, 2006), 124. Ahmad Salabi, menuliskan dalam bukunya tentang lembaga-lembaga pendidikan sebelum madrasah (masa klasik Islam), yaitu: al-Kuttab, guna mengajarkan membaca dan menulis, al-Kuttab; untuk mengajarkan membaca al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam, Pengajaran di istana dengan cara privat, Hawa>nit al-Wa>riqi>n (toko-toko buku), Mana>zil al-Ulama> (rumah para ulama), al-S{oluna>t al-Ada>biyah (sanggar sastera), al-Badiyah (tempat belajar sastera dan budaya asli), dan Masjid. Lihat, Ahmad Salabi, Tari>kh al-Tarbiyah al-Isla>miyah (Mesir: al-Kashf li al-Nashr wa al-T{ila>ba’ah wa al-Tauji, 1954), 20-84. Lihat juga, Asma Hasan Fahmi, Maba>di al-Tarbiyah al-Isla>miyah (Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam) edisi Indonesia (Pent. Ibrahim Husein), (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 30-50.

3 Sayang tidak dijumpai sistem pendidikan dan kurikulumnya. Sebagai peninggalan dari Syekh Burhanuddi>n yaitu sebuah stempel dari tembaga dengan tulisan Arab, sebilah pedang, sebuah kitab bernama Fath{ul Wahab, karangan Abi Yahya Zakaria Ans{ari. Lihat Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidrakarya Agung, 1996), 33. Dimungkinkan kitab tersebut sebagai rujukan kurikulumnya. Syekh Burhanuddin adalah seorang pendakwah Islam pertama di Minangkabau, lihat Murni Djamal, DR. H. Abdul Karim Amrullah: His Influence in The Islamic Reform Movement in Minangkabau in The Early Twentieth Century (DR. H. Abdul Karim Amrullah: Pengaruhnya dalam Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau pada Awal Abad ke-20) edisi Indonesia (Jakarta: INIS, 2002), 52.

4 Lihat, C. Lekkerker, Land en Volk van Sumatra (Leiden: N.V. Boekhandel en Drukkerij, 1916), 166-167.

5 Azyumardi Azra, Dina Afrianty, dan Robert W. Hefner, “Pesantren and Madrasa: Muslim Schools and National Ideals in Indonesia”, dalam Robert W. Hefner dan Muhammad Qosim Zaman

Page 83: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

63

semua ini oleh Mahmud Yunus disebut madrasah.6 Pemimpin surau disebut Syekh,

sementara pengasuh pesantren di Jawa disebut Kyai.7 Sebagai bahan perbandingan

Helen N. Boyle, menulis bahwa sekolah yang pertama dalam dunia Islam adalah

masjid.8 Diperkuat oleh M.A. Zaki Badawi, bahwa masjid sebagai jantung semua

aktifitas keagamaan dan puncak semua sistem.9 Jika tulisan Boyle, dapat dijadikan

bahan pembanding, berarti sejarah perkembangan lembaga pendidikan Islam di

Indonesia urutannya tidak jauh berbeda dengan sejarah perkembangan lembaga

pendidikan Islam dalam dunia Islam. Masjid di Indonesia juga sebagai lembaga

pendidikan Islam pertama.

Pendidikan Agama Islam di surau (langgar) bersifat elementer. Tujuan

pendidikan dan pengajaran di langgar (surau) adalah agar anak didik dapat membaca

al-Qur’an dengan baik dan benar, tanpa memperhatikan pemahaman akan isi dan

(ed.), Schooling Islam, The Culture and Politics of Modern Muslim Education (United State of America: Princeton University Press, 2007), 174.

6 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 20. Menurut informasi Mahmud Yunus bahwa Syekh Burhanuddi>n mengajarkan ilmunya di Ulakan, Pariaman, Minangkabau mulai tahun 1100 H (1680 M), berduyun-duyun para pelajar menuntut ilmu syari’ah kepada beliau, lihat, Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 24.

7 Azyumardi Azra, Surau, Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi (Jakarta: Logos, 2003), 7. Menurut Sidi Gazalba, seperti dikutip Azyumardi Azra, Surau merupakan bangunan peninggalan kebudayaan masyarakat setempat sebelum datangnya Islam. Surau dalam sistem adat Minangkabau adalah kaum, suku atau indu. Lihat, Azra, Surau, Pendidikan Islam Tradisional Dalam Transisi dan Modernisasi, 8. Perkembangan selanjutnya surau sebagai lembaga pendidikan Islam, berkembang layaknya pesantren di Jawa. Seperti surau yang dibangun oleh Syekh Abdurrahman (1777-1899 M), ia membangun 30 surau, rata-rata berukuran 7x8 meter kebanyakan bertingkat dua. Surau-surau ini dibangun mengelilingi bangunan induk. Bangunan induk yang pertama dan utama adalah “Masjid Dagang”, yang dibangun bertingkat dua, dengan arsitektur gaya rumah adat Minangkabau. Lihat, Azra, Surau, Pendidikan Islam Tradisional Dalam Transisi dan Modernisasi, 11, lihat juga Azyumardi Azra, Dina Afrianty, dan Robert W. Hefner, Pesantren and Madrasa: Muslim Schools and National Ideals in Indonesia, dalam Hefner dan Kasim (ed.), Schooling Islam, The Culture and Politics of Modern Muslim Education, 174.

8 Helen N. Boyle, Qur’anic Schools, Agents of Preservation and Change (New York and London: Rountledge Falmer, 2004), 11.

9 M.A. Zaki Badawi, “Traditional Islamic Education – Its Aims and Purposes in Present Day”, dalam Syed Muhammad al-Naquib al-Atas (ed.), Aims and Objectives of Islamic Education (Jeddah: King Abdul Aziz University, 1979), 105.

Page 84: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

64

makna al-Qur’an tersebut.10 Nampaknya tujuan pendidikan surau ini belum banyak

mengalami pergeseran dari dulu sampai sekarang. Adapun pendidikan Islam di surau,

dimulai dengan mempelajari abjad huruf Arab (Hijaiyah) atau kadang-kadang

langsung mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci al-

Qur’an.11 Sementara itu juga diajarkan tata cara mengerjakan ibadah shalat, masalah

keimanan yang lebih dikenal dengan sifat dua puluh serta akhlak yang diajarkan

lewat cerita-cerita seperti nabi-nabi, orang-orang shaleh sehingga diharapkan anak

mampu meneladaninya.12

Metode utama yang dipakai dalam pengajaran di surau adalah ceramah,

membaca dan menghafal.13 Dengan demikian tidak ada metode yang dipakai pada

pengajaran surau itu, yang dapat menimbulkan murid berpikir kritis dan analisis.

Padahal dalam metode pendidikan modern, pendidikan yang bermakna ketika anak

mengalami langsung. Jean Piaget, dalam laporan singkatnya, mengatakan bahwa

anak-anak menggunakan struktur mental yang berbeda untuk berpikir dan merasakan

10 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), 23. Ini untuk surau tingkat rendah. Menurut Munawaratul Ardi, dalam disertasi doktornya, bahwa surau tidak mempunyai tujuan pendidikan secara tertulis. Pendidikan di surau menurut kemauan dan kemampuan Tuanku yang mengajar –dugaan saya ini untuk surau ketika Islam baru masuk Indonesia. Ketika Ardi mengadakan wawancara dengan Tuanku Labai Umar Batang Sariak Sungai Limau, Tuanku Ali Amran Hasan, Pakandangan, Tuanku Abu Bakar Sungai Geringging dan Tuanku Bermawi Surau Pondok Ulakan, tanggal 3 Maret 2002, Ardi mendapatkan tujuan pendidikan surau yaitu, menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Sehingga dengan segala ketaatan dan kepatuhan akan terwujud sebuah pengabdian dan ketaqwaan. Untuk itu pendidikan surau berusaha melahirkan manusia yang berilmu pengetahuan Agama, mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari untuk diri sendiri dan masyarakat dengan ikhlas mandiri dan teguh dalam pendirian. Lihat, Ardi, “Surau: Lembaga Pendidikan Islam Tradisional pada Masa Kontemporer di Padang Pariaman” (Disertasi Doktor), 186-187.

11 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, 21-22.

12 Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 34. 13 Azra, Surau, Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi, 98.

Page 85: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

65

dunia lain. Kemampuan terstruktur untuk anak ditentukan oleh kesiapan biologis dan

pengalaman hidup mereka.14

Sistem pendidikan yang digunakan pada lembaga ini yaitu sorogan, dimana

seorang murid mengajukan sebuah kitab berbahasa Arab kepada gurunya, dan guru

menjelaskan cara membaca dan menghafalnya; dalam hal murid yang sudah maju,

guru juga memberikan penjelasan mengenai penerjemahan teks dan juga tafsirnya.15

Dan juga metode h{alaqah yakni seorang guru/kyai dalam memberikan pengajarannya

duduk dengan dikelilingi murid-muridnya,16 metode ini dalam pesantren di Jawa

disebut bandongan.17 Sistem h{alaqah/bandongan dan sorogan, sebenarnya bukan

sistem baru, ini sudah dimulai sejak zaman Rasul SAW. Walaupun dalam sistem

pendidikan modern sistem tradisional sudah dimodifikasi bahkan dirubah.

Evaluasi pendidikan yang ada di surau tidak diprogramkan seperti di

madrasah/sekolah formal. Evaluasi dilaksanakan setiap kegiatan belajar. Setiap

belajar murid disuruh membaca dan menerjemahkan bacaan di hadapan guru. Dengan

demikian guru langsung mengetahui dan menyaksikan perkembangan kemampuan

muridnya. Bagi fakih yang sudah menamatkan dan memahami satu kitab, ia boleh

pindah ke kitab lain. Cara ini terus berlangsung sampai fakih selesai dan menguasi

kitab-kitab standar yang ditentukannya.18

Mahmud Yunus berpendapat, bahwa di Jawa lembaga pendidikan Islam saat

awal Islam masuk, yang mirip dengan surau disebut pesantren. Nama pondok

14 Lihat, Jacqueline Grennon Brooks dan Martin G. Brooks, In Search of Understanding The Case For Constructivist Classrooms (Alexandria, Virginia: Association For Supervision and Curriculum Development, 1993), 70.

15 Azra, Surau, Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi, 99. 16 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan, 23. 17 Yaitu seorang kyai membaca dan menjelaskan isi suatu kitab dalam lingkaran murid-

muridnya, sementara para murid (santri) memegang bukunya sendiri; mereka mendengarkan penjelasan guru dan membuat catatan pada sisi halaman kitab atau dalam buku catatan khusus. Lihat, Azra, Surau, Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi, 99.

18 Lihat, Ardi, “Surau: Lembaga Pendidikan Islam Tradisional pada Masa Kontemporer di Padang Pariaman”, 193-194.

Page 86: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

66

pesantren baru dikenal di sumatera seteleh Indonesia merdeka, sebelumnya namanya

surau atau langgar.19 Menurut Marwan Saridjo dkk, orang yang pertama kali

mendirikan pesantren di Indonesia ialah Syekh Maulana> Malik Ibrahi>m. Tentu saja

bentuk pesantren mula pertama itu sangat sederhana.20 Abdurrahman Mas’ud, dalam

bahasa yang sedikit berbeda seraya menguatkan, Maulana> Malik Ibrahi>m (meninggal

1419 M di Gresik, Jawa Timur), spiritual father walisongo, dalam masyarakat santri

Jawa biasanya dipandang gurunya-guru tradisi pesantren di tanah Jawa.21

Tujuan yang utama dari pesantren pada awalnya adalah sekedar menyiarkan

Islam sambil beribadah.22 Sementara sistem pendidikan pesantren hampir mirip

dengan sistem pengajaran di surau-surau Sumatera Tengah. Mahmud Yunus,

menginformasikan isi kurikulum pesantren, ”Di pesantren inilah para santri

dihadapkan dengan berbagai cabang ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab

kuning, seperti Sharaf, Nahwu, Fikih, Tafsir, Kalam (Tauhid), Tasawuf dan lain-

lain”.23

Metode yang dipakai oleh pesantren, tidak berbeda dengan metode yang

dipakai oleh surau, seperti telah dijelaskan. Hanya perbedaan istilah saja, wetonan

19 Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 231. 20 Saridjo, Dkk., Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, 24. 21 Abdurrahman Mas’ud, “Sejarah dan Budaya Pesantren”, dalam, Isma’il SM dkk,

Dinamika Pesantren dan Madrasah (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 3. 22 Saridjo, dkk, Sejarah Pesantren di Indonesia, 30. Arifin, menjelaskan tujuan pesantren

ada dua, tujuan umum; membimbing anak didik (santri) yang berkerpribadian Islam, yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi muballi>gh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Tujuan khusus, mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. Lihat, Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 248. Nurcholish Madjid, seperti dikutip Saifudin Zuhri, mensinyalir bahwa tujuan pendidikan pesantren pada umumnya diserahkan kepada proses improvisasi menurut perkembangan pesantren yang dipilih sendiri oleh kyai atau bersama-sama pembantunya secara intuitif. Sementara Manfred Ziemek, masih merupakan kutipan Saifudin Zuhri, mengemukakan bahwa tujuan pesantren adalah untuk menyampaikan pengetahuan dan nilai-nilai dasar maupun gambaran akhlak dan keistimewaan yang dimiliki oleh kyai sebagai pengembangan tradisi. Mencetak kyai muda, ulama, ustadh maupun tujuan formal yang utama dari pesantren. Lihat, Saifudin Zuhri, “Formulasi Kurikulum Pesantren”, dalam Isma’il SM dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, 98-99.

23 Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 131-132.

Page 87: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

67

dipergunakan pesantren di jawa –Tengah dan Timur– bandongan istilah yang dipakai

pesantren di Jawa Barat, sedangkan h{alaqah dipakai di Sumatera (Minangkabau).

Istilah h{alaqah berarti merujuk metode pengajaran yang dilaksanakan oleh nabi

Muhammad SAW. Nabi duduk di masjid24 dan mengajar para sahabatnya teks-teks

suci. Para sahabat duduk mengelilingi Nabi pada setengah lingkaran –tidak ada satu

sahabatpun yang duduk di samping beliau– majelis yang demikian disebut h{alaqah,25

dan metode sorogan.

Evaluasi pendidikan pesantren, sebenarnya tidak berbeda dengan sistim

evaluasi surau, yaitu hafalan dan ujian tahunan (khatam al-kutub).26 Ketika santri

sudah menyelesaikan sebuah kitab, maka boleh pindah ke kitab lainnya dengan seizin

kyainya, atau sudah hafal kitab tertentu. Analisis Zaki Badawi dapat dijadikan bahan

pembanding, bahwa tahap pencapaian siswa/santri pada sistem tradisional adalah

menilai totalitas siswa/santri sebagai seseorang. Kesalehan dan sikap moral

merupakan pengakuan yang sama, walaupun superioritas juga penting untuk

mencapai bidang-bidang yang lain.27

24 Menurut Makdisi, dalam komunitas Muslim klasik masjid memang bersifat multifungsi.

Selain sebagai tempat ibadah dalam pengertian sempit ia juga tempat bertukar pikiran dalam arti yang luas. Searah dengan kebutuhan tersebut, lambat laun banyak masjid-masjid yang dikenal sebagai tempat al-rih{lah al-‘ilmiah (pengembaraan mencari ilmu), mendirikan asrama dan pemondokan di sekitarnya sebagai tempat menginap para pencari ilmu tersebut yang datang dari berbagi kota. Dikenallah istilah masjid khan. Lihat, JM. Muslimin, “Tradisi Ilmiah dalam Masyarakat Islam: Sejarah, Institusi dan Tantangan Perubahan” dalam, Kusmana dan JM. Muslimin (ed.) Paradigma Baru Pendidikan: Restropeksi dan Proyeksi Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2008), 141, 144.

25 Setelah Nabi wafat, sistim h{alaqah tidak berhenti, diteruskan oleh para sahabat, hampir setiap masjid ada h{alaqah. Kurikulumnyapun terus berkembang, tidak hanya pelajaran agama yang dikajinya, periode selanjutnya –sekitar abad ke-9– sudah diajarkan philology, gramer, kimia, fisika, aritmatika, aljabar dan geometri. Lihat, Boyle, Qur’anic Schools, Agents of Preservation and Change, 11.

26 Azyumardi Azra, Dina Afrianty, dan Robert W. Hefner, “Pesantren and Madrasa: Muslim Schools and National Ideals in Indonesia”, dalam Hefner dan Qosim Zaman (ed.), Schooling Islam, The Culture and Politics of Modern Muslim Education, 176.

27 Badawi, “Traditional Islamic Education – Its Aims and Purposes in Present Day”, dalam Syed Muh{ammad al-Naquib al-Atas (ed.), Aims and Objectives of Islamic Education, 106. Pesantren yang belum mencangkok sistem modern belum mengenal atau memang tidak perlu mengenal sistem penilaian (evaluasi). Kenaikan tingkat cukup ditandai dengan bergantinya kitab yang dipelajari. Santri

Page 88: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

68

Tahap berikutnya kurikulum madrasah pada masa kerajaan/kesultanan di

Indonesia, seperti kerajaan Islam di Aceh meliputi, kerajaan Samudera Pasai,

kerajaan Perlak dan kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Islam Malaka, kerajaan

Islam Demak, kerajaan Islam Mataram, kerajaan Islam di Kalimantan (Banjarmasin),

kerajaan Islam di Maluku dan kerajaan Islam di Sulawesi. Karakteristik kurikulum

madrasah (pesantren/surau) pada masa kesultanan hampir tidak berbeda dengan pada

masa awal Islam, dimana pendidikan Islam dilaksanakan sesuai dengan latar

belakang keilmuan sang raja, tujuannya memperdalam pengetahuan agama, sistem

dan metodenya masih h{alaqah dan bandongan, content materinya juga ulu>m al-di>n,

serta evaluasinya juga sama dengan pesantren dan surau pada masa Islam awal.

Kemudian kurikulum madrasah pada masa penjajahan Belanda. Ada dua

tahap perkembangan pendidikan Islam pada masa ini, pertama, kemunduran

pendidikan Islam yaitu sebelum tahun 1900 M, kedua, bangkit kembali pendidikan

Islam yaitu setelah tahun 1900 M. Dimana setelah tahun 1900 M muncul madrasah

yang sebelumnya adalah pesantren atau surau. Madrasah ini tertata secara lebih

modern, dibanding pesantren atau surau. Seperti laporan Deliar Noer, lahirnya

madrasah-madrasah yang berkelas (1909-1930); pendidikan Islam yang mula-mula

berkelas memakai bangku, meja dan papan tulis adalah Sekolah Adabiah (Adabiah

School)28 didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad 1909 -1914 di Padang. Pada masa

sendiri yang mengukur dan menilai, apakah ia cukup menguasai bahan yang lalu dan mampu untuk mengikuti pengajian kitab berikutnya. Masa belajar juga tidak ditentukan, waktu tamat tidak dibatasi sehingga memberi kelonggaran pada santri untuk meninggalkan pesantren setelah merasa puas terhadap ilmu yang telah diperolehnya dan merasa siap terjun di masyarakat. Penilain tidak dilakukan melalui angka-angka yang diberikan oleh guru dan secara formal diakui oleh institusi pendidikan yang bersangkutan, tetapi ditentukan oleh kemampuannya mengajar kitab-kitab atau ilmu-ilmu yang diperolehnya kepada orang lain. Dengan kata lain potensi lulusan pondok pesantren langsung ditentutakan oleh masyarakat konsumen, demikian Mastuhu, seperti dikutip Saifudin. Lihat, Saifudin, “Formulasi Kurikulum Pesantren”, dalam Ismail SM dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, 104.

28 Adabiah School yang didirikan Abdullah Ahmad ini awal mula pendiriannya adalah mencontoh sekolah yang didirikan oleh Syekh Taher di Singapura yaitu al-Iqbal al-Isla>miyah, yang didirikan tahun 1908 M bersama Raja Haji ‘Ali bin Ahmad. Lihat, Deliar Noer, The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900 – 1942 (Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942) edisi Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1996), Cet VIII, 41. Adabiah School, Tawalib dan Muhammadiyah pada masa ini gencar untuk memperkenalkan Sekolah Islam dengan model dan materi pengajaran semisal

Page 89: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

69

ini pesantren di jawa juga sudah mulai mengajarkan ilmu-ilmu umum. Lembaga

pendidikan Islam yang muncul pada masa penjajahan Belanda ini ada yang dapat

bertahan sampai sekarang dan ada yang sudah colaps. Yang masih ada seperti

Muhammadiyah, Mathla’ul Anwar, Al-Khairiyah, NU dan lain-lain. Selanjutnya

kurikulum madrasah pada masa penjajahan Jepang. Seperti dilaporkan Mahmud

Yunus bahwa antara tahun 1931-1945 terjadi pembaharuan madrasah di Indonesia.29

Karakteristik secara umum kurikulum madrasah pada masa pasca

kemerdekaan sampai lahirnya Undang-Undang Pendidikan NO. 4 Tahun 1950 JO UU

NO. 12 Tahun 1954. Steenbrink melaporkan bahwa dalam rangka konvergensi,

Departemen Agama pada masa ini menganjurkan supaya pesantren yang tradisional

dikembangkan menjadi sebuah madrasah, disusun secara klasikal dengan memakai

kurikulum yang tetap dan memasukan pelajaran umum disamping agama. Sehingga

murid di madrasah tersebut mendapatkan pendidikan umum yang sama dengan murid

di sekolah umum.30 Pesantren berbondong-bondong memasukkan pelajaran umum

pada kurikulumnya. Sebagai contoh pesantren Tebuireng, sejak KH. Ilyas ditunjuk

menjadi kepala Madrasah Salafiyah, tahun 1958 KH. Ilyas menjadi Menteri Agama.

Dibawah kepemimpinan KH. Ilyas, madrsasah yang ada di pesantren ini, isi

kurikulumnya dimasukkanlah pengetahuan umum, meliputi; membaca dan menulis

huruf latin, mempelajari bahasa Indonesia, mempelajari ilmu bumi dan sejarah

Indonesia, mempelajari ilmu berhitung.31 Salah satu tandanya lagi kondisi saat ini

adalah mulai masuknya pelajaran agama di sekolah umum.

dengan Sekolah Belanda. Hanya saja, di sekolah-sekolah ini diajarkan agama Islam pada waktu ekstra. Dengan kata lain, pada era ini misi pendidikan Islam adalah untuk memperkuat barisan bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan serta dalam konsteks pendidikan Islam menawarkan pendidikan yang integratif. Yang menggabungkan tradisi baru, seperti yang dikenal Belanda ditambah dengan pengajaran ke-Islaman pada jam-jam ekstra. Lihat, JM. Muslimin, “Tradisi Ilmiah dalam Masyarakat Islam: Sejarah, Institusi dan tantangan Perubahan”, dalam Kusmana dan JM. Muslimin (ed.), Paradigma Baru Pendidikan: Restropeksi dan Proyeksi Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, 147.

29 Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 104. 30 Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, 97. 31 Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 235-236

Page 90: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

70

Ilustrasi di atas menjadi bahan bahwa ternyata cikal bakal madrasah sudah

tumbuh dan berkembang jauh sebelum Indonesia merdeka. Madrasah tumbuh dan

berkembang secara alamiah, murni dari keinginan dan kekuatan masyarakat,

khususnya umat Islam. Selanjutnya bagaimana karakteristik kurikulum Madrasah

Aliyah sejak munculnya Undang-Undang pendidikan yang pertama sampai

munculnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003?.

A. Masa Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Jo UU No. 12 Tahun

1954

1. Kurikulum MA sebelum Tahun 1973: Dominasi Muatan Agama

Sebelum tahun 1973, kurikulum madrasah belum muncul secara nasional32,

praktis kurikulum madrasah masih ditentukan oleh lembaga madrasah masing-

masing, tentunya terjadi perbedaan antara satu dan lainnya. Pada saat itu pun

namanya bukan kurikulum melainkan rencana pelajaran33. Seperti rencana pelajaran

madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1959, berbeda dengan

rencana pelajaran Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur tahun

1958 yang di dalamnya ada KMI (Kulliatul Mu’allimin al-Islamiyah), berbeda pula

dengan rencana pelajaran Sekolah Guru P.U.I 6 Tahun 1958. Menurut pemikiran

penulis, berbeda pula dengan madrasah-madrasah lain yang muncul saat itu.

Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta yang menurut Mahmud

Yunus didirikan sekitar tahun 1918, awalnya bernama madrasah Muhammadiyah

32 Pada tahun 1950 Barat –Amerika dan Soviet– sudah menggunakan kurikulum yang cukup

maju, walaupun tahun 1950 sebagai dekade (dasa warsa) kecaman, konflik dan reformasi dalam kurikulum. Sementara periode kecaman dapat dibedakan menjadi dua pertama, mulai tahun 1950, kedua, setelah Soviet meluncurkan Satelit yang bernama Sputnik pada tahun 1957. Lihat, William F. Pinar et. al., Understanding Curriculum, An Introduction to the Study of Historical and Contemporary Curriculum Discourses (New York: Peter Lang, 2004), 151. Meluncurkan Satelit adalah indikator kemajuan hasil teknologi suatu negara, hal ini tidak terlepas dari kualitas pendidikan, dimana kurikulum memainkan peran penting. Sementara Indonesia baru mengawali sejarahnya dalam bidang kurikulum, begitu jauhnya jarak ketertinggalan Indonesia dengan mereka.

33 Bahkan sering kebanyakan orang mengatakan kurikulum itu masih silabus, lihat A.V. Kelly, The Curriculum Theory and Practice (London: Sage Publication, 2004), 46.

Page 91: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

71

kemudian berganti nama menjadi Qismul-Arqa, selanjutnya bernama Kweekschool

Muhammadiyah, dan akhirnya dipilih nama madrasah Mu’allimin Muhammadiyah

sampai sekarang. Di madrasah ini diajarkan mata pelajaran agama dan umum yang

perbandingannya seimbang34 –rencana pelajarannya dapat dilihat pada lampiran

(tabel 1).

Kemudian Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur yang

menerapkan sistim KMI. Pesantren ini didirikan pada tahun 1926, kemudian

diperbaharui menjadi pondok modern pada tahun 1936 oleh Imam Zarkasyi. Konon

Imam Zarkasyi keluaran Normal Islam Padang tahun 1935, dimana sekolah ini

merupakan madrasah yang sudah modern, dan menurut catatan Mahmud Yunus

adalah muridnya. Isi Rencana pelajaran pesantren ini meliputi ilmu-ilmu Agama,

bahasa Arab dan pengetahuan umum35 –isi rencana pelajarannya dapat dilihat pada

lampiran (tabel 2).

Sebagai perwakilan madrasah yang ada di jawa Barat adalah Sekolah Guru

P.U.I 6 tahun. P.U.I (Persatuan Umat Islam), adalah organisasi gabungan dari

Perikatan Umat Islam yang didirikan tahun 1917 oleh Kyai H. A. Halim

(Majalengka) dan Al-Ittihadiyatul Islamiyah (A.I.I) yang didirikan oleh Kyai H. A

Sanusi di Sukabumi. Didirikannya sekolah Guru, karena menjawab kebutuhan tenaga

pengajar di Jawa Barat. Para siswa yang masuk Sekolah Guru P.U.I adalah yang lulus

dari Madrasah Tsanawiyah 4 tahun atau lulus dari SMP P.U.I 3 tahun, jadi Sekolah

Guru P.U.I setaraf Madrasah Aliyah. Adapun isi rencana pelajaran Sekolah Guru

P.U.I ini meliputi mata pelajaran agama dan umum, tetapi masih lebih didominasi

pelajaran agamanya36 –isi rencana pelajarannya terlampir pada lampiran (tabel 3).

Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa kurikulum madrasah belum

seragam. Di tahun mendekati 1970, kurikulum madrasah mulai diarahkan supaya

34 Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 272. 35 Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 248-249. 36 Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 290, 294.

Page 92: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

72

seragam dan bersifat nasional. Seperti keterangan Nur Ahid bahwa kurikulum

Madrasah Aliyah sudah muncul sejak 1968, yaitu hasil konferensi kepala Madrasah

Aliyah di Semarang, yang pada waktu itu Madrasah Aliyah untuk pelajaran agama

dan soal-soal ujian menggunakan bahasa pengantar Bahasa Arab.37 Dengan demikian

muatan agamanya saat ini masih dominan.

Perkembangan selanjutnya, dalam rencana pembangunan 8 tahun (1961-

1969), yang diserahkan pemerintah kepada MPRS dinyatakan, bahwa madrasah

(yang juga memuat pelajaran umum) akan berkembang mengikuti tipe sekolah umum

dan akhirnya akan masuk Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Namun dalam

Tap MPRS tahun 1960 dan kemudian tahun 1963, menetapkan bahwa madrasah akan

tetap berada di bawah Departemen Agama,38 perebutan otoritas yang demikian

adalah politis. Dan ada benarnya, ketika Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

bersikap demikian, karena sebenarnya ruh UU pendidikan No. 4 Tahun 1950 jo. No.

12 tahun 1954 mengabaikan pendidikan madrasah.39 Walaupun mayoritas orang

Islam tetap tidak setuju kalau madrasah di bawah otoritas Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan.40 Kelihatan sangat jelas bahwa UU pendidikan pertama setelah

Indonesia merdeka tidak mengakui keberadaan madrasah sebagai suatu lembaga

pendidikan setara sekolah, karena madrasah pada awalnya tidak mengajarkan ilmu

umum.

37 Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia (Kediri: STAIN Kediri Press,

2009), 119. 38 Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah pada Pendidikan Islam dalam Kurun Modern,

99. 39 Penafsiran Maksum dengan Mastuki, rupanya berbeda, jika Maksum bahwa UU

pendidikan yang pertama itu mengabaikan pendidikan madrasah, tetapi Mastuki sebaliknya, UU pendidikan pertama itu mengapresiasi pendidikan Madrasah. Teks lengkap isi UU tersebut adalah, pasal 10 ayat (2) yang menyebutkan, “Belajar di sekolah agama yang mendapat pengakuan Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar”. Selanjutnya ayat (3) pasal yang sama menyebutkan, “Kewajiban belajar itu diatur dalam undang-undang tersendiri”. Lihat, Departemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001), 18. Tetapi yang menjadi masalah undang-undangnya tidak segera direalisasikan.

40 Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos, 1999), 132.

Page 93: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

73

Awal mula terjadinya perebutan otoritas ini jika dianalisis secara jeli

sebenarnya disebabkan karena kurikulum, dimana madrasah mengajarkan mata

pelajaran umum. Seolah-olah otoritas madrasah hanya sebagai lembaga tafaquh fi> al-

di>n saja yang hanya mempelajari ilmu-ilmu agama. Memang pergeseran kurikulum

secara umum baik di sekolah maupun madrasah itu syarat dengan sebab politik.

Dalam bab 5 William F Pinar dan kawan-kawannya mengatakan kurikulum adalah

politik. William menjelaskan banyak term yang terkait dengan ini, seperti sosiologi

baru dari kurikulum, teori radikal dan kritik kurikulum, teori kurikulum yang

berorientasi politik. Term ini yang berkembang setelah abad 20, tegas William.41 Jika

dianalisis politik tidak dapat lepas dari sosial, demikian pula pergeseran kurikulum

sebagai langkah dinamisasi pendidikan, juga tidak dapat lepas dari faktor sosial.

Perkembangan selanjutnya, sebelum Madrasah Aliyah muncul, lembaga

pendidikan setingkat dengan MA yang didirikan oleh pemerintah adalah Sekolah

Guru Agama Islam (SGAI) yang didirikan tahun 1950. Lulusan SGAI dipersiapkan

untuk menjadi guru di Sekolah Dasar. Sedangkan guru yang mengajar di sekolah

menengah, pemerintah mendirikan Sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHA)

dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), lulusan dari sini juga diperuntukan

mengajar di SGAI dan tenaga panitera pengadilan agama.42 Sekolah-sekolah seperti

ini termasuk sekolah-sekolah kedinasan, yang lulusannya siap pakai terutama untuk

mengajar. Dan sebutan yang dipakai juga sekolah bukan madrasah. Sekolah-sekolah

seperti ini memang didirikan oleh Departemen Agama sendiri dan dipersiapkan untuk

mengajar agama Islam, baik itu di sekolah umum seperti SD atau sekolah menengah.

41 William F Pinar et. al. , Understanding Curriculum, An Introduction to the Study of

Historical and Contemporary Curriculum Discourses (New York: Peter Lang, 2004), 243. Kita secara umum dapat melihat betapa pentingnya pendidikan untuk mencapai tujuan politik. Sesungguhnya eksponen pertama yang memunculkan teori pendidikan, Plato sendiri, menggambarkan perhatian kita untuk hal ini dan mengakui pendidikan sebagai kunci untuk mencapai bentuk masyarakat, dia menginginkan hal itu terjadi. Nasihat dia sesungguhnya didasarkan pada mesin sosial dari banyak bentuk yang terjadi masa itu. Lihat, Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 14.

42 Lihat, Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 197.

Page 94: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

74

Sebenarnya sebelum didirikan SGAI dan lain-lain, madrasah sudah cukup

banyak di masyarakat. Dimana mereka hidup dengan swadaya masyarakat bahkan

perorangan. Maka tidak heran ketika madrasah bisa eksis dengan dirinya sendiri

artinya tanpa bantuan pemerintah, keadaan ini terjadi jauh sebelum Indonesia

merdeka. Namun munculnya peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1950, madrasah

swasta sudah mulai mendapatkan bantuan materiil maupun bimbingan dari

pemerintah. Akhirnya pada tahun 1967, madrasah swastapun banyak dinegerikan.

Yaitu menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri

(MTsN), dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN).43 Tidak ketinggalan

Pendidikan Guru Agama (PGA), pada saat ini PGA 4 tahun, pun banyak

dinegerikan.44 Kemudian dalam rangka pembinaan madrasah tahun ajaran 1958/1959

diadakan Madrasah Wajib Belajar (MWB)45 salah satu bentuk madrasah yang

dicetuskan oleh KH. Moh. Ilyas, dimana ketika itu beliau menjadi Menteri Agama.

Setidaknya ada 4 bentuk Institusi Madrasah Aliyah, pertama, Madrasah

Aliyah Umum, dasar munculnya madrasah ini adalah Peraturan Menteri Agama No. 1

tahun 1946, tanggal 19 Desember 1946. Dalam Permen tersebut salah satunya dimuat

bahwa dalam madrasah itu hendaknya diajarkan juga pengetahuan umum setidak-

tidaknya; a) Bahasa Indonesia, Berhitung, Membaca dan Menulis dengan huruf latin

di madrasah tingkat rendah, b) Ilmu-ilmu tentang Bumi, Sejarah, Kesehatan,

43 Baca, Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, 177-178.

44 Pada tahun 1967, banyak PGA dinegerikan. Penegerian PGA ditetapkan dengan Keputusan Menteri Agama (KMA), seperti KMA No. 13 Tahun 1967 tentang pembentukan PGAN Isinu Gorontalo Propinsi Sulawesi Utara, KMA No. 15 Tahun 1967 tentang pembentukan PGAN 4 tahun Pemangkat Propinsi Kalimantan Barat, dll, cukup banyak KMA tentang penegerian PGA menjadi PGAN, lihat Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundangan Produk Departemen Agama RI tahun 1967 (Jakarta: Biro Hukum dan Humas Depag RI, 1983), 56-57, 60-61.

45 Masa belajar MWB ini 8 tahun. Kurikulumnya, merupakan kurikulum pengajaran terpadu antara aspek keagamaan, pengetahuan umum, dan ketrampilan. Departemen Agama RI, Problematika Madrasah (Jakarta: Direktorat Jenderal Dapartemen Agama RI, 2001), 9. Mengomentari lama belajar 8 tahun, hal ini jauh sebelum ada wajar 9 tahun yang diberlakukan pada tahun 1994, Departemen Agama sudah lebih dulu. Adapun kurikulum terpadu ini karena mengembangkan kemampuan otak atau akal, hati atau perasaan, dan tangan kecekatan. Kurikulum model ini disebut pada masa sekarang ”Life Skills”.

Page 95: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

75

Tumbuh-tumbuhan dan Alam, di madrasah lanjutan.46 Walaupun madrasah tetap

menjadi tempat pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam

sebagai pokok pengajarannya. Jumlah jam pengajaran untuk pengetahuan umum

sekurang-kurangnya 30% dari jumlah jam pengajaran seluruhnya. Ketentuan untuk

mengajarkan pengetahuan umum 30% dari seluruh jam pengajaran dilatarbelakangi

oleh saran Panitia Penyelidik Pengajaran yang mengamati bahwa di madrasah-

madrasah jarang sekali diajarkan pengetahuan umum yang sangat berguna bagi

kehidupan sehari-hari. Kekurangan pengetahuan umum akan menyebabkan orang

mudah diombang-ambingkan oleh pendapat yang kurang benar dan pikiran kurang

luas. Dikarenakan dalam kurikulumnya porsi pengetahuan umum lebih banyak

daripada pengetahuan agama, maka disebut Madrasah Aliyah umum.47

Kedua, Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)/Madrasah Aliyah

Keagamaan, latar belakang munculnya madrasah ini adalah antisipasi terhadap

menurunnya kemampuan bidang agama pada lulusan Madrasah Aliyah setelah

menjadi madrasah dengan beban kurikulum 70% umum dan 30% agama (Kurikulum

Madrasah 1975 hasil SKB tiga menteri). Terlebih setelah munculnya UU Sisdiknas

No. 2 Tahun 1989 yang menyamakan kurikulum madrasah dengan sekolah, yang

membedakan hanya jumlah pelajaran ciri khas agama. Kekhawatiran masyarakat

akan makin kekurangan ahli agama (kyai/ulama) menjadi alasan utama dibukanya

MAPK ini.48 Dalam rangka mengantisipasi krisis ulama ini, maka Munawir Sjadzali

ketika menjadi Menteri Agama (1983-1993) mendirikan Madrasah Aliyah Program

46 Lihat, Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, 67 47 Madrasah Aliyah Umum, sebenarnya dibedakan dari sisi content kurikulumnya. Di MA

umum ini pelajaran umum lebih dominan dibanding pelajaran agamanya. Yang lazim disebut 30% mata pelajaran agama dan 70% mata pelajaran umum, bahkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran agama hanya dua jam pelajaran per minggu. Sebagai bahan perbandingan, lihat, Departemen Agama RI, Problematika Madrasah, 7. Di buku ini disebutkan madrasah adalah bentuk lembaga pendidikan Islam yang sudah modern karena mengajarkan mata pelajaran umum.

48 Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2005), 176.

Page 96: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

76

Khusus (MAPK), dengan kurikulum kebalikan dari kurikulum hasil SKB, yakni 70%

pelajaran agama dan 30% pelajaran umum –menurut penulis ketika masa ini MAPK

menggunakan kurikulum 1984– plus pengajaran Bahasa Arab dan Inggris secara

intensif. Dengan usaha seperti ini maka output IAIN secara kualitatif dapat

ditingkatkan, dan yang penting lagi adalah dalam rangka mengantisipasi krisis ulama.

Tujuan utama dibukanya Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) adalah: a)

untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli bidang agama Islam sesuai dengan tuntutan

pembangunan nasional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada Madrasah

Aliyah, b) untuk menyiapkan lulusan agar memiliki kemampuan dasar yang

diperlukan bagi pengembangan diri sebagai ulama yang intelek, c) menyiapkan

lulusan sebagai calon mahasiswa IAIN atau PTAI lainnya termasuk calon mahasiswa

al-Azhar Mesir. Lama belajar MAPK ini sama dengan program Madrasah Aliyah

yang lain yaitu tiga tahun, hanya saja diselenggarakan dengan sistem

pesantren/berasrama (boording school).49 Banyak tanggapan orang yang mengatakan

bahwa kualitas output MAPK cukup baik.50

Munculnya Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 371 tahun 1993,

restrukturisasi madrasah dilakukan lagi yaitu dengan merubah MAPK menjadi

Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Secara substansial antara MAPK dengan

MAK tidak ada perbedaan yang berarti kecuali beban kurikuler agak lebih berat

49 Depag RI, Satuan Pendidikan Madrasah Aliyah Keagamaan (Jakarta: Direktorat Jenderal

Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam, 2001), 8. Adapun Visi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) adalah penguasaan ilmu pengetahuan khusus tentang ajaran agama Islam (tafaquh fi al-di>n) yang diperlukan untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dan mampu beradaptasi dengan anggota masyarakat serta memiliki kemampuan memasuki dunia kerja. Sedang Misinya adalah; 1) memberikan kemampuan ilmu ke-Islaman bagi tamatan untuk melanjutkan pendidikan, 2) menyiapkan umat untuk menjadi masyarakat belajar pada masa yang akan datang, 3) menyiapkan tamatan yang mampu menginternalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat. Lihat, Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Keagamaan (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001), 10.

50 Dari MAPK Ciamis, sebanyak 13 orang 79 orang lulusannya diterima langsung di Universitas al-Azhar Cairo (Mesir), 56 orang di IAIN dan 10 orang lainnya belum diketahui nasibnya, lihat, Departemen Agama RI, Badan Litbang Agama, Laporan Penelitian Evaluasi Sistem Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan pada Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama, 1992/1993), 40.

Page 97: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

77

ketimbang MAK. Dari segi operasional, MAPK didukung proyek, sedang MAK

tidak. Disamping itu dengan KMA No. 371 tahun 1993, kanwil Departemen Agama

juga diberikan kewenangan untuk membuka MAK sesuai kebutuhan MA. Yang

melaksanakan bukan hanya MAN tetapi juga MAS. Dengan demikian jumlah MAK

semakin banyak dan massif. Tetapi sayang pertambahan jumlah MAK ini tidak

diimbangi dengan dana, sarana prasarana, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

memadai. Akibatnya kualitas MAK menurun, lama kelamaan semakin buruk, tingkat

kepercayaan masyarakat untuk memasukan anaknya ke MAK juga semakin menurun.

Akhirnya banyak MA yang undur diri dari penyelenggaraan MAK ini akibat tidak

dapat murid.51 Mendengar cerita MAK yang demikian, sebenarnya penyelenggaraan

madrasah substansinya adalah kualitas, baik kualitas sarana prasarana, kurikulum,

SDM guru maupun dana yang memadai. Dengan kualitas ini akan menghasilkan

outcome yang berkualitas pula dan masyarakat juga tertarik.

Ketiga, Madrasah Aliyah Program Ketrampilan adalah Madrasah Aliyah

yang diberi tambahan program ekstrakurikuler dalam berbagai bidang ketrampilan

yang terstruktur. Output dari program ini membekali siswa yang tidak dapat

melanjutkan ke perguruan tinggi agar dapat memasuki dunia kerja dengan bekal

ketrampilan tertentu. Madrasah Aliyah Program Ketrampilan ini mempunyai visi dan

misi, dimana visi madrasah ini adalah menyiapkan sumber daya manusia yang

terampil, mandiri, religious, dan berwawasan ke depan. Sedang misi yang merupakan

sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari madrasah ini adalah menumbuhkan dan

mengembangkan kesadaran global bagi siswa. Dengan proyeksi ini, siswa diharapkan

memiliki motivasi untuk memandang jauh ke depan dan meyakini mampu berbuat

51 Di MAK Yogyakarta, penerimaan siswa baru tahun 2004, hanya mendapat 6 orang siswa.

Data keseluruhan jumlah siswa MA 2003-2004 secara nasional juga menunjukkan bahwa siswa yang mengambil program MAK hanya 2,8% (6.246 siswa) saja dari keseluruhan siswa MA yang berjumlah 223.729 siswa. Demikian juga, dari sekitar 300 MA penyelenggara MAK sekitar, 100 buah diantaranya tidak lagi membuka program keagamaan karena tidak ada atau minimnya pendaftar, lihat, EMIS Depag RI Tahun 2004.

Page 98: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

78

banyak di dalamnya.52 Adapun sasaran utama dari program ini adalah; a) siswa

Madrasah Aliyah yang berasal dari keluarga yang tak mampu dari segi pembiayaan,

b) siswa yang menjadikan Madrasah Aliyah sebagai terminal/tidak melanjutkan ke

Perguruan Tinggi, siswa yang telah tamat menjadi pencari kerja.53 Ketrampilan yang

diberikan pada madrasah ini mulai dari program pendidikan ketrampilan (vocational

life skills) yang bertujuan membekali siswa untuk siap bekerja dan mampu

menciptakan usaha sendiri (mandiri), memberi dorongan kepada mereka (alumni)

dari siap mencari kerja menjadi siap mencipta kerja. Program Madrasah Aliyah

Program Ketrampilan dimulai tahun 1989 –kurikulum tahun 1984– dengan bantuan

UNDP/UNESCO, awal mula dibuka dengan ketrampilan menjahit, reparasi radio/tv,

dan otomotif. Walaupun demikian hebatnya Depag merekayasa lembaga madrasah,

tetapi lulusan madrasah belum juga sama secara politis, buktinya lulusan madrasah

masih kesulitan untuk diterima di instansi pemerintah, perusahaan-perusahaan yang

ada di Indonesia baik pribumi maupun asing, dan juga masih kesulitan untuk

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi di lembaga-lembaga pendidikan

negeri yang dikelola Depdikbud (saat itu).

Keempat, Madrasah Aliyah Model, adalah madrasah yang mempunyai

program agar sebuah madrasah menjadi madrasah yang baik dari semua unsurnya,

agar dapat dijadikan percontohan bagi madrasah-madrasah di sekitarnya. Oleh

karenanya, madrasah harus memenuhi persayaratan sebagai sekolah, yaitu memiliki

manajemen madrasah yang baik, SDM yang berkualitas, kelengkapan sarana dan

prasarana pendidikan dan bantuan pendidikan yang memadai serta keunggulan

kualitas lulusannya. Oleh karena itu, program ini diharapkan dapat berfungsi sebagai

agen perubahan (agent of change) dalam dunia pendidikan Islam (madrasah). Tujuan

umum pengembangan Madrasah Aliyah Model mengacu kepada Tujuan Pendidikan

52 Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Program Ketrampilan (Jakarta: Direktorat

Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2001), 4 - 5. 53 Husni Rahim, ”Anatomi Madrasah di Indonesia”, dalam Edukasi, Jurnal Penelitian

Agama dan Keagamaan, Vol 2, No. 2, 2004, 40-41.

Page 99: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

79

Nasional seperti termaktub dalam UU Sisdiknas No. 2 Tahun 1989. Sedang secara

khusus, madrasah bertujuan menghasilkan keluaran (output) pendidikan yang

memiliki keunggulan dalam, a) keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, b)

nasionalisme dan patriotisme yang tinggi, c) wawasan IPTEK yang luas dan

mendalam, d) motivasi dan komitmen yang tinggi untuk mencapai prestasi dan

keunggulan, serta memiliki kepribadian yang kokoh, e) kepekaan sosial dan

kepemimpinan, dan f) disiplin yang tinggi dan kondisi fisik yang prima.54 Tujuan di

atas dijadikan dasar untuk merumuskan fungsi madrasah Model, a) sebagai

percontohan bagi madrasah satelit di sekitarnya dalam bidang mutu kelembagaan,

kurikulum, proses dan outcome pembelajaran yang optimal, b) sebagai pusat kegiatan

belajar mengajar atau pusat sumber belajar yang inovatif, yang didukung sarana

prasarana pendidikan yang lengkap dan memadai, serta memiliki sumber daya

manusia yang berkualitas, Islami dan populis, yang dapat memberikan kesempatan

bagi madrasah lain memanfaatkan fasilitas yang tersedia bagi peningkatan mutu

madrasah di lingkungannya yang bergabung dalam Kelompok Kerja Madrasah

(KKM), dan c) sebagai pusat pemberdayaan yang dapat menumbuhkan sikap mandiri

bagi madrasah dan masyarakat di lingkungannya.55 Madrasah Model untuk Madrasah

Aliyah dimulai tahun 2000 yang dikembangkan oleh DMAP (Development of

Madrasah Aliyah Project), berarti kurikulum yang dipakai suplemen tahun 1999.

Dari Madrasah Aliyah Model ini hendaknya akan muncul madrasah yang bertarap

nasional dan internasional, terlebih kurikulumnya sama dengan sekolah umum yang

sederajat. Sehingga akan mengurangi image masyarakat yang beranggapan bahwa

madrasah adalah lembaga pendidikan nomor dua setelah sekolah.

Kelima, Madrasah Aliyah Diniyah, muncul dari bentuknya yang sederhana

berupa pengajian di masjid-masjid, langgar dan surau. Pada mulanya hanya

mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Dalam perkembangan selanjutnya,

54 Departemen Agama RI, Development of Madrasah Aliyah Project (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002), 2-3.

55 Departemen Agama RI, Development of Madrasah Aliyah Project, 3.

Page 100: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

80

sebagaian di madrasah diberikan mata pelajaran umum dan sebagaian lainnya tetap

mengkhususkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.56 Madrasah Diniyah dibentuk

dengan Keputusan Menteri Agama No. 13 tahun 1964, yang meliputi Diniyah

Awaliyah, Wustho dan Aliyah.57 Madrasah Diniyah yang di dalamnya termasuk

Madrasah Aliyah Diniyah bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik

dalam memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama yang

menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.58

Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota

masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau

menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya

peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau

menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa beriman, bertakwa dan berakhlak

mulia.59 Madrasah Aliyah Diniyah (Diniyah Ulya) berdiri di dalam pondok pesantren

ada pula yang berdiri di luar pondok pesantren. Pengelola Madrasah Diniyah

sebagaian besar yayasan, organisasi keagamaan maupun perorangan. Dengan

demikian Madrasah Diniyah adalah merupakan lembaga pendidikan yang berbasis

masyarakat. Madrasah Diniyah sebenarnya sudah muncul sejak dulu, bahkan sebelum

Indonesia merdeka Madrasah Diniyah ini sudah muncul, dalam bentuk non formal.

Adapun kurikulum Madrasah Diniyah mulai muncul secara nasional sejak

dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1983, di sini juga disebut

56 Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan

Perkembangannya (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 22. 57 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun

Modern, 168. Lihat juga, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007, Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Bab I, Pasal 1, ayat 3.

58 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007, Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Bab II, Pasal 2, ayat (2).

59 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007, Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Bab III, Pasal 2, ayat (1dan 2).

Page 101: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

81

Madrasah Diniyah ada tiga tingkatan, yaitu Awaliyah, Wustha dan Ulya.60 Diprediksi

bahwa Madrasah Diniyah ini sebenarnya sudah muncul sejak dulu, bahkan bisa

dikatakan bahwa Madrasah Diniyah muncul bersamaan dengan munculnya pesantren,

karena seolah-olah Madrasah Diniyah itu include di pesantren.

Walaupun yang menjadi pusat perhatian, terkait dengan eksistensi madrasah

dalam hubungannya dengan sistem persekolahan adalah Madrasah Aliyah Umum,

namun macam-macam bentuk madrasah yang telah disebut itu merupakan jati diri

lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Dan secara politis madrasah dapat

mempertahankan ciri khas ke-Islamannya, sekaligus juga dapat sejajar dengan sistem

persekolahan dalam hal kurikulumnya. Hal ini identik dengan ide IP Simanjuntak,

bahwa perubahan yang signifikan ketika madrasah dikembangkan bukanlah terletak

pada sistem pengajarannya tetapi pada substansi pelajaran Islamnya.61 Substansi

pelajaran Islam, seperti disebut Simanjuntak, merupakan inti dari ciri khas ke-

Islamannya.

Ragam madrasah seperti yang telah diuraikan jangan hanya eksis secara

kuantitas tetapi juga kualitas, sehingga secara politis eksistensinya diakui dan

diminati masyarakat, dengan demikian pemerintahpun –dalam hal ini Diknas– secara

tidak langsung akan mengakuinya. Untuk menuju kualitas madrasah mesti harus

mengadakan perubahan dan pembaharuan. Malik Fadjar, setidaknya mencatat tiga

kepentingan dalam rangka madrasah menyongsong perubahan. Pertama, menjadikan

madrasah sebagai wahana untuk membina ruh atau praktik hidup ke-Islaman. Kedua,

bagaimana kebijakan itu memperjelas dan memperkukuh keberadaan madrasah

sebagai ajang membina warganegara yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian,

serta produktif, sederajat dengan sistem sekolah. Yang demikian madrasah harus

dapat menghantarkan siswanya menguasai kemampuan dasar dalam bidang bahasa,

matematika, fisika, kimia, biologi, ilmu pengetahuan sosial dan pengetahuan

60 Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Pertumbuhan dan Perkembangannya (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 23.

61 IP Simanjuntak, Perkembangan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Depdikbud, 1972), 24.

Page 102: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

82

kewarganegaraan. Ketiga, bagaimana kebijakan itu bisa menjadikan madrasah dapat

merespon tuntutan-tuntutan masa depan.62

Nampaknya madrasah tidak boleh tinggal diam, madrasah harus

mereformasi diri dalam rangka menyongsong perubahan dan tantangan masa depan.

Pembaharuan dan pergeseran kurikulum madrasah (MA) merupakan sebuah

keniscayaan, sebab pembaharuan kurikulum madrasah dapat diilhami oleh norma-

norma agama, kebijakan politik, perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan

masyarakat.63 Yang jelas kebijakan yang muncul berkenaan dengan isi kurikulum

MA syarat bernuansa politis.

Kurikulum merupakan pemandu utama bagi penyelenggaraan pendidikan

secara formal dan menjadi pedoman setiap guru, kepala madrasah, dan pengawas

pendidikan dalam pelaksanaan tugas mereka sehari-hari. Lebih dari itu kurikulum

merupakan pengejawantahan dari tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Karena itu

kurikulum memuat mata pelajaran, garis-garis besar pokok pengajaran, dan jumlah

jam belajar masing-masing mata pelajaran dalam satu pekan, satu semester, selama

satu tahun ajaran dan selama jenjang pendidikan.64 Pendek kata kurikulum

merupakan pedoman akademik yang sangat lengkap. Unggul tidaknya suatu

madrasah/sekolah salah satunya dapat dilihat dari kurikulumnya. Sehingga tujuan

pendidikanpun dapat dicapai melalui perealisasian kurikulumnya.

Madrasah Aliyah (MA) sebagai institusi (tafaqquh fi> al-di>n) sejak awal

kurikulumnya mengalami pergeseran isi kurikulum karena tuntutan zaman, mulai

kurikulum yang 100% agama, 90% agama 10% umum, 80% agama 20% umum, 70%

agama 30% umum, 60% agama 40% umum, 50% agama 50% umum, 30% agama

62 A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas (Bandung: Mizan, 1999), 31-32. 63 Jusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 75.

Bandingkan dengan Rachman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional; Pergeseran Kebijakan Pendidikan Islam dari Proklamasi Ke Reformasi (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005), 6.

64 Azyumardi Azra, Paradigma Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi (Jakarta: Buku Kompas, 2002), 95-96.

Page 103: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

83

70% umum dan seterusnya.65 Pergeseran content materi kurikulum MA yang

demikian karena dipengaruhi oleh faktor politik. Terutama sekali –jika diamati secara

cermat– pengaruh keberadaan madrasah terhadap sekolah, dimana isi kurikulum

madrasah harus ikut kurikulum sekolah jika madrasah ingin menjadi lembaga

pendidikan dalam sistem pendidikan nasional. Adapun Faktor tersebut memang

secara alamiyah ada di dalam masyarakat, walaupun sebenarnya sekolah juga bukan

untuk merubah masyarakat, tetapi sekolah adalah untuk memberi penerang atau agar

warga masyarakat menjadi cerdas, demikian Thelen berpendapat.66 Namun bergeser

isi kurikulumnya MA tetap dapat mempertahankan ciri khas ke-Islamannya sampai

sekarang.

Steenbrink, memberikan laporan bahwa pada tahun 1965 kondisi metode

madrasah tidak cukup baik, sebab metode yang dipakai adalah hafalan tanpa

memahami artinya. Namun demikian sebenarnya tahun 1959, KH. Moh. Ilyas, waktu

itu sebagai Menteri Agama mencetuskan Madrasah Wajib Belajar (MWB), dimana

kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan pikir (head), ketrampilan tangan

(hand) dan sikap (heart), dengan demikian sebenarnya kurikulum MWB ini sudah

cukup modern, karena integrated. Walaupun strategi pembelajaran saat itu juga tidak

cukup melenceng dari dugaan Steenbrink.

Selanjutnya, evaluasi merupakan komponen yang penting pula dalam

kurikulum. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efesiensi proses

belajar yang sudah berlangsung. Tujuan Evaluasi adalah untuk mengetahui sampai

65 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004), 35-37. Sebagai bahan perbandingan kurikulum di Barat, walaupun nampaknya sangat sekuler jika dipersandingkan dengan kurikulum Madrasah Aliyah. Pada tahun sekitar 1960 Phenix telah mengklasifikasikan 6 kelompok materi kurikulum, yaitu, 1) Symbolics meliputi, bahasa dan matematika, 2) Empirics meliputi, fisika, biologi dan budaya manusia, 3) Aesthetics meliputi, musik, seni lukis, dance dan literature, 4) Ethics meliputi, sikap seseorang dan pengambil keputusan, 5) Synoptics meliputi, arti yang integrative, sejarah, agama dan filsafat, 6) Synoetics meliputi pengetahuan pribadi dan kesadaran. Lihat, P. Phenix, Realms of Meaning: A Phylosophy of the Curriculum for general education (New York: McGraw-Hil, 1964), 6. Nyatanya Phenix juga memasukan agama sebagai salah satu content kurikulum.

66 H. Thelen, Education and The Human Quest (New York: Harper and Row, 1960), 84.

Page 104: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

84

dimana tujuan dapat dicapai atau untuk mengetahui seberapa banyak terjadi

perubahan tingkah laku pada anak sebagai akibat dari proses belajar. Dilihat dari sifat

dan fungsinya, evaluasi dapat dibedakan menjadi dua, pertama, evaluasi formatif

ialah evaluasi yang diadakan pada pertengahan atau akhir tiap proses belajar, yang

tujuan utamanya untuk mendorong anak dalam proses belajar. Kedua, evaluasi

sumatif, yang dilaksanakan pada tiap akhir catur wulan.67 Kurikulum pada mulanya

masih memakai sistem catur wulan, oleh karena itu masih mengenal tes sumatif –

kalau sekarang Ujian Akhir Semester (UAS). Menarik jika kita sandingkan dengan

pendapat Bower, bahwa kurikulum adalah suatu bentuk alamiah dari kerja, jalan

untuk mengetahui dasar-dasar materi. Kurikulum juga membantu siswa untuk

mengetahui cakupan materi (ruang lingkup) dan sistem budaya dalam kehidupan.68

Di sini Bower tidak hanya mengfungsikan kurikulum untuk evaluasi materi ajar saja

tetapi lebih jauh materi yang terjadi dan ada dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Bahkan sebenarnya latihan evalusi formal cukup cepat dikerjakan, jika setengah

waktu atau energi kita curahkan terhadap materi itu, demikian Robin Barrow

berpendapat.69 Jadi sebenarnya materi evaluasi jangan hanya terkonsentrasi pada

materi yang telah ditentukan oleh kurikulum, tetapi lebih jauh dari itu. Karena pada

dasarnya nantinya para siswa setelah lulus pasti akan terjun di masyarakat, maka

evaluasi juga harus menyentuh kehidupan dasar yang ada di masyarakat. Di sini

kelihatan jelas, bahwa yang bergeser dan bersifat politis adalah isi (content)

kurikulum MA, yang tentunya akan mempengaruhi tujuan didirikannya MA sebagai

67 Team Dedaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Dedaktik Metodik

Kurikulum PBM (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), 116-117. 68 C. Bower, The Promise of Theory: Education of Politics of Cultural Change (New York:

Longman, 1984), 80. 69 Robin Barrow, Giving Teaching Back to Teacher: A Critical Introduction to Curriculum

Theory (Totowa, NJ: Barnes dan Noble), 251. Jika evaluasi kurikulum dikonsentrasikan di kelas, maka evaluasi itu sebenarnya adalah proses esensial dari pengajaran untuk mengetahui obyek pendidikan guna merealisasikan program kurikulum dan pengajaran. Lihat, R. Tyler, Basic Principles of Curriculum and Instruction (Chicago, IL: University of Chicago Press, 1949), 105-106, lihat pula G. Madaus dan T. Kellaghan, “Curriculum Evaluation and Assessment”, dalam P. Jackson (Ed.), Handbook of Research on Curriculum (New York: Macmillan, 1992), 120.

Page 105: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

85

lembaga tafaqquh fi> al-di>n, adapun komponen metode dan evaluasi dalam kurikulum

MA bergeser ke arah penyempurnaan (modern).

Setelah diketahui komponen-komponen kurikulum MA, perlu diketahui

pula karakteristik kurikulumnya, dimana karakteristik ini yang tidak boleh hilang

walaupun telah bergeser. Menurut Steenbrink madrasah mempunyai karakteristik70

yang unik dimana berbeda dengan sekolah. Madrasah mempunyai isi kurikulum,

metode dan cara mengajar sendiri yang berbeda dengan sekolah. Meskipun

mengajarkan ilmu pengetahuan umum sebagaimana yang diajarkan oleh sekolah,

madrasah mempunyai karakter tersendiri, yaitu sangat menonjol nilai religiusitas –ke-

Islaman– masyarakatnya. Sementara sekolah merupakan lembaga pendidikan umum

dengan pelajaran universal dan terpengaruh iklim pencerahan Barat.71 Dalam Sejarah

Madrasah yang disusun oleh Badri Yatim dkk atas proyek Depag RI, dikemukakan

bahwa karakteristik yang cukup menarik pada madrasah di awal pertumbuhannya

adalah di dalamnya tidak ada konflik atau upaya mempertentangkan ilmu-ilmu agama

dengan ilmu umum.72 Hal ini sesui dengan kurikulum pendidikan Islam pada masa

klasik Islam –zaman Abasiyah dan Umayah– dimana dua klasifikasi besar ilmu –ilmu

agama dan ilmu umum– dipelajari semua. Seperti kurikulum pendidikan yang

dikelola Ikhwan al-S}afa terdiri dari 51 bidang yaitu: (1) Propaedeutic (pelajaran

permulaan) dan logika terdiri 13 bidang, (2) Ilmu Pengetahuan Alam (Naturals

70 Husni Rahim menyebut paling tidak ada empat karakteristik madrasah, (1) Madrasah

milik masyarakat (Community Base Education), (2) Madrasah sebagai manajemen berbasis sekolah (School Based Management), (3) Madrasah sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n, (4) Madrasah sebagai lembaga kaderisasi dan mobilisasi umat, Lihat, Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia (Ciputat: Logos, 2005), 38-40.

71 Lihat, Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah; Pendidikan Islam dalam Kurun Modern.

72 Departemen Agama RI, Sejarah Madrasah (Jakarta: Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah, 2000), 12.

Page 106: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

86

Science), terdiri 17 bidang, (3) Metafisika terdiri 10 bidang, (4) Teologi 11 bidang.73

Demikian pula para filosof-filosof Muslim yang lain.

Menarik ketika bersandingnya ilmu Islam dan ilmu umum dalam pengajaran

di madrasah diajarkan secara integrasi (integration). Hal ini seperti catatan As{raf,

bahwa kebutuhan untuk mengformulasikan konsep Islam untuk semua cabang-cabang

ilmu pengetahuan modern adalah untuk menggantikan konsep sekuler. Dia

mengatakan bahwa pada tahap awal konsepsi tidak membutuhkan sesuatu yang

dalam, tetapi pada tahap kedua konsepsi penting untuk dikembangkan dalam

pendidikan Islam. Dia juga mengklaim bahwa hal ini bisa terjadi hanya dengan jalan

mengintegrasikan sistem pendidikan tradisional dan modern melalui kurikulum.

Yaitu semua materi pelajaran didasarkan pada konsep Islam.74 Sebenarnya konsep

integrasi kurikulum sudah muncul sejak zaman klasik Islam, tetapi karena pengaruh

sekularisme Barat, sehingga terjadilah dikotomi ilmu –pemisahan ilmu umum dan

agama– ini yang mengganjal integrasi ilmu.

Bila membandingkan dengan kurikulum Barat, Pinar et. al. menyebut tahun

1950 –terkait dengan pembahahasan perkembangan/pergeseran kurikulum madrasah

sebelum tahun 1973– adalah dekade (dasa warsa) kecaman, konflik dan reformasi.75

Kurikulum di Indonesia saat ini belum sampai tahap reformasi, tetapi masih dalam

tahap fondasi awal penyusunan kurikulum secara nasional, dengan demikian masih

mencari bentuk. Tahun 1960 kurikulum sekolah di Barat, lanjut William masa

ekspansi, konflik dan kontra action. Tahun 1960 Indonesia masih dalam otoritas

73 Mansoor A. Quraishi, Same Aspects of Muslim Education (Lahore: Universal Books,

1983), 35. 74 Lihat, Anne Sofie Roald, Tarbiya: Education and Politics in Islamic Movements in

Jordan and Malaysia (Lund: Graphic Systems, 1994), 89. 75 Goodlad memberikan konsep tentang reformasi kurikulum, adalah bagian dari reaksi

untuk menerima kurikulum sebelumnya. Perluasan reaksi ini bahwa teori kurikulum tentang berpusat pada anak (child center) dan orientasi masyarakat (society-orientation) itu sendiri harus diterima untuk mendasari subject matter dalam membahas akhir dan makna kurikulum, pergerakan sekarang masih terus berlanjut dengan pro-kontra yang akan datang. Lihat, William F. Pinar et. al., Understanding Curriculum, An Introduction to The Study of Historical and Contemporary Curriculum Discourses, 163.

Page 107: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

87

politik Orde Lama, dimana stabilitas politik belum mapan, kurikulum pun belum kuat

ikatan secara nasional.76

Dari pembahasan di atas dapat dirumuskan karakteristik kurikulum

Madrasah Aliyah sebelum tahun 1973 yaitu, pertama, dari sisi tujuan bahwa tujuan

kurikulum Madrasah Aliyah berkembang menyesuaikan dengan tujuan lembaga

pendidikan madrasah masing-masing, karena masa ini kurikulum madrasah belum

seragam, disebabkan secara nasional kurikulum madrasah juga belum muncul saat

itu. Kedua, dari sisi isi (content) kurikulum MA masih didominasi muatan agama,

prosentase muatan agama lebih besar dari pada muatan umumnya, karena tujuan

didirikannya MA adalah sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n. Adapun karakteristik

madrasah yang sesungguhnya adalah ciri khas ke-Islaman sebagai ciri yang melekat

pada madrasah, seperti dijelaskan oleh Steenbrink, bahwa madrasah mempunyai sifat

religiousitas yang tinggi. Ciri khas ini tidak akan hilang walaupun diterpa badai yang

bersifat politis. Dan ciri khas itu mestinya melakat dalam isi kurikulum MA, ini yang

oleh penulis akan diamati pergeserannya secara detel.

Berdasarkan uraian di atas pula dapat ditarik ciri khusus kurikulum MA

sebelum tahun 1973, yaitu pertama, pendekatan pembelajaran masih berpusat pada

guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Kedua, evaluasi pembelajaran dalam

kurikulum masih terfokus pada content kurikulum.

2. Kurikulum MA 1973: Dominasi Muatan Umum

Pada tanggal 10-20 Agustus 1970 telah dilangsungkan pertemuan di

Cibogo, Bogor, Jawa Barat dalam rangka menyusun kurikulum madrasah dalam

semua tingkat secara nasional.77 Kurikulum Madrasah yang dirumuskan di Cibogo

diberlakukan secara nasional berdasarkan, Keputusan Menteri Agama No. 52 Tahun

1971. Dengan beberapa perbaikan dan penyempurnaan, kurikulum itu kemudian

76 Lihat, Pinar et. al., Understanding Curriculum, An Introduction to The Study of

Historical and Contemporary Curriculum Discourses, 159. 77 Departemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia (Jakarta:

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag RI, 2001), 24.

Page 108: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

88

dikenal dengan kurikulum 1973.78 Dari struktur materi yang ditawarkan kurikulum

itu sudah cukup mencerminkan perkembangan yang serius dalam rangka

mengarahkan madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Komponen

kurikulum itu meliputi tidak saja mata-mata pelajaran agama tetapi juga mata-mata

pelajaran umum dan mata-mata pelajaran kejuruan.79 Dengan disusunnya kurikulum

madrasah secara nasional berarti kurikulum madrasah telah seragam, walaupun di

sana sini tetap diperbolehkan menambah sesuai dengan ciri khas lembaga yang

mendirikan. Isu sentral dari kurikulum madrasah secara nasional nampaknya

masuknya mata pelajaran umum ke dalam madrasah (MA) secara dominan. Dimana

mata pelajaran agama menjadi berkurang.

Makna penting tersusunnya kurikulum 1973 ini adalah, pertama, adanya

standar pendidikan bagi madrasah pada setiap jenjang, yang berlaku juga bagi

madrasah-madrasah swasta, kedua, adanya acuan yang lebih detail dalam hal mata

pelajaran yang dapat dijadikan dasar-dasar kerja dan pengembangan bagi pendidikan

madrasah, ketiga, mata pelajaran umum dan kejuruan di madrasah dengan demikian

telah mendapatkan landasan formal, apalagi dalam jumlah yang cukup tinggi

melebihi jumlah yang telah dilakukan para pembaharu pada masa-masa

sebelumnya.80 Lagi-lagi penyusunan kurikulum madrasah secara nasional juga harus

mempertimbangkan kebijakan pemerintah yang berlaku saat itu. Sesungguhnya

kebijakan –termasuk kebijakan kurikulum– secara rasional lazim diintervensikan

dengan masalah politik, demikian Elmore dan G. Sykes berpendapat.81 Bila diamati

secara cermat, benar, dimana ketika madrasah belum mengajarkan mata pelajaran

umum, madrasah tidak diakui sebagai lembaga pendidikan, terlebih madrasah yang

78 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi,

34. 79 Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, 142. 80 Maksun, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 144. 81 Lihat, R. Elmore dan G. Sykes, “Curriculum Policy”, dalam P. Jackson (Ed.), Handbook

of Research on Curriculum, 186.

Page 109: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

89

masih identik dengan pesantren, dimana menggunakan metode yang sangat buruk

kata Steenbrink, yaitu metode hafalan tanpa mengenal artinya –verbalisme–

madrasah sama sekali tidak dianggap sebagai lembaga pendidikan.

Dengan hanya berbekal kurikulum madrasah yang bersifat nasional saja

ternyata tidak cukup untuk menjadikan madrasah sebagai bagian dari satu sistem

pendidikan nasional, karena secara politis eksistensi madrasah –seperti telah disebut

sebelumnya– akan di bawah otoritas Depdikbud. Namun tidak disetujui oleh umat

Islam, mereka lebih menghendaki madrasah tetap ada di Departemen Agama.

Resistensi umat Islam itu semakin nampak ketika Presiden Soeharto mengeluarkan

Keputusan Presiden No. 34 tahun 1972, kemudian diperkuat dengan Instruksi

Presiden No. 15 tahun 1974, yang isinya dianggap melemahkan dan mengasingkan

madrasah dari pendidikan nasional. Bahkan sebagian umat Islam memandang Kepres

dan Inpres itu sebagai manuver untuk mengabaikan peran dan manfaat madrasah

yang sejak zaman penjajahan telah diselenggarakan umat Islam. Situasi ini menandai

hubungan yang cukup panas dalam hubungannya madrasah dengan pendidikan

nasional.

Munculnya reaksi keras umat Islam ini disadari oleh pemerintah Orde Baru.

Berkaitan dengan Kepres 34/1972 dan Inpres 15/1974, pemerintah kemudian

mengambil kebijakan yang lebih operasional terkait dengan madrasah. Yaitu

melakukan pembinaan mutu pendidikan madrasah. Sejalan dengan upaya

peningkatan mutu pembinaan madrasah inilah, pada tanggal 24 Maret 1975

dikeluarkan kebijakan berupa Surat Keputusan Bersama (SKB), yang ditandatangani

oleh Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam

Negeri.82 Dapat dianalisis bahwa kekuatan pemerintah dengan kekuatan masyarakat

(people power) –dalam hal ini umat Islam– ternyata masih kuat kekuatan masyarakat.

Dengan demikian maka kebijakan pemerintahpun harus mempertimbangkan aspirasi

masyarakat.

82 Departemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 25-26.

Page 110: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

90

Dengan diberlakukannya kurikulum 1973 Madrasah Aliyah memiliki

jurusan Pasti Alam dan Sosial Budaya.83 Dalam kurikulum Madrasah Aliyah tahun

1973, mata pelajaran dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu dasar, pokok, pilihan dan

ekstra kurikuler. Dalam kelompok dasar diajarkan 8 mata pelajaran yaitu Tafsir/Ilmu

Tafsir, Hadis/Ilmu Hadis, Tauhid, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Penjas.

Dalam kelompok pokok diajarkan 15 mata pelajaran, meliputi Fikih/Ushul Fikih,

Tarikh Tasyri’, Sejarah Islam, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Sejarah Kebudayaan,

Ilmu Pasti, IPA, Biologi, Fisika, Kimia, Geografi, Ekonomi/Koperasi, Hitung

Dagang, Tata Buku dan dalam kelompok khusus hanya tercantum dua mata pelajaran,

meliputi Menggambar/Seni, Prakarya/PKK. Dalam kelompok ekstra kurikuler

tercatat mata pelajaran kepramukaan dan koperasi.84

Alokasi waktu kurikulum Madrasah Aliyah perminggu sesuai dengan

kelompok mata pelajarannya adalah sebagai berikut, mata pelajaran agama jumlah

jam pelajaran perminggu 12-14 jam pelajaran, mata pelajaran umum jumlah jam

perminggu 31-33 jam pelajaran, dan mata pelajaran kejuruan jumlah jam perminggu

6 jam pelajaran. Jumlah alokasi waktu selama seminggu 48 jam pelajaran. Dengan

alokasi waktu ini dapat dilihat bahwa komposisi mata pelajaran umum lebih banyak

daripada mata pelajaran agama.

Yang dimasukan ke dalam mata pelajaran agama ialah mata pelajaran yang

memiliki kaitan langsung dengan agama, seperti umumnya terdapat pada madrasah-

madrasah klasik. Sedangkan mata pelajaran kejuruan meliputi mata pelajaran dalam

kelompok khusus dan ekstra kurikuler, selebihnya dikategorisasikan dalam mata

pelajaran umum.85

83 Abdul Rachman Shaleh, Penyelenggaraan Madrasah, Petunjuk Pelaksanaan

Administrasi dan Teknis Pendidikan (Jakarta: Dharma Bhakti, 1984), 23. 84 Dapat dilihat pada “Rekapitulasi Kurikulum” 1973 untuk MIN 7 Th, MTs AIN 3 Th, dan

MAAIN, Direktur Bimas Islam Departemen Agama RI, Al-Manak, 1974 (Jakarta: 1974), 196-200. 85 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 145.

Page 111: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

91

Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1973, sebagaimana kurikulum pada

umumnya masih berorientasi pada materi dan tujuan. Pembelajaran masih berpusat

pada guru (teacher center) sebagai satu-satunya sumber pembelajaran. Penguasaan

pelajaran masih bersifat teoritis, belum aplikatif.

Kemudian, kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1973 menggunakan sistem

catur wulan. Jenis penilaian yang dipakai adalah penilaian formatif, sumatif,

penempatan dan diagnostik. Nilai formatif dilaksanakan setelah guru mengajarkan

satu pokok bahasan, nilai sumatif dilaksanakan setiap akhir catur wulan, nilai

penempatan yaitu untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar, dan

nilai diagnostik yaitu untuk membantu kesulitan belajar mengajar yang dialami oleh

murid.

Uraian di atas menggambarkan karakteristik kurikulum MA tahun 1973

yaitu, dilihat dari isi kurikulum, mata pelajaran agama sudah tidak mendominasi lagi.

Dengan demikian mata pelajaran umum lebih dominan atau lebih banyak, kecuali

pada jurusan keagamaan. Hal ini menjadi indikator bahwa secara politis misi MA

sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n mulai bergeser. Perlu diketahui bahwa kurikulum

Madrasah Aliyah tahun 1973 merupakan kurikulum madrasah pertama yang telah

disusun secara nasional, hal ini punya makna penting tersendiri. Dengan demikian

tujuan masing-masing MA dapat di seragamkan dengan kurikulum tersebut, karena

sudah ada standar nasional, dimana sebelumnya kurikulum MA masih bersifat

kedaerahan bahkan berbeda antara lembaga madrasah satu dan lainnya. Perlu

diketahui pula bahwa berlakunya kurikulum madrasah secara nasional menjadi

pemicu politis, terjadinya dominasi perebutan otoritas Dikbud dan Depag terhadap

institusi madrasah.

Adapun ciri khusus kurikulum MA tahun 1973 adalah sebagai berikut,

pertama, pendekatan pembelajaran berpusat pada guru serta orientasi pelajaran

terletak pada tujuan. Kedua, evaluasi pembelajaran terfokus pada materi yang

Page 112: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

92

diajarkan, dan lebih mementingkan pengembangan kognitif, serta berlaku sistem

catur wulan.

3. Kurikulum MA 1975: Dominasi Muatan Umum Secara Politis Memperkuat

Pengakuan Pemerintah Terhadap Eksistensi Lembaga Madrasah

Tahun 1975 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tanggal 24

Maret 1975 sebagai pelaksanaan dari keputusan Presiden No. 34 tahun 1972,

Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974, serta petunjuk Presiden di dalam rapat kabinet

terbatas tanggal 24 Nopember 1974 mengenai “Peningkatan Mutu Pendidikan pada

Madrasah”, yaitu mata pelajaran umum mencapai tingkat yang sama dengan sekolah

umum yang setingkat. Dalam Surat Keputusan Bersama itu, masing-masing

Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian

Dalam Negeri memikul tanggungjawab dalam pembinaan dan pengembangan

pendidikan madrasah,86 maka diperlukan penguatan muatan pelajaran umum dalam

kurikulum MA.

SKB itu menghasilkan, pertama, madrasah meliputi tiga tingkatan; MI

setingkat dengan SD, MTs setingkat dengan SMP, dan MA setingkat dengan SMA.

Kedua, ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan nilai ijazah

sekolah umum yang setingkat. Ketiga, lulusan madrasah dapat melanjutkan ke

sekolah umum setingkat lebih atas. Keempat, siswa madrasah dapat berpindah ke

sekolah umum yang setingkat.87 Adanya SKB beban madrasah semakin berat, karena

disatu sisi beban kurikulum semakin berat di sisi lain mutu pendidikan harus

ditingkatkan karena harus sesuai standar sekolah. Dengan demikian Departemen

Agama tidak perlu menyusun sendiri kurikulum mata pelajaran umum untuk

madrasah, tetapi dapat menggunakan kurikulum dan materi pelajaran umum yang

sudah diberlakukan di sekolah-sekolah umum.

86 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 149. 87 Lihat, Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 182.

Page 113: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

93

Sikap madrasah terhadap SKB ini ada yang pro dan kontra. Karena banyak

madrasah yang tetap mempertahankan pelajaran agamanya.88 Seperti Madrasah

Diniyah. Disamping itu SKB dapat dipandang sebagai model solusi yang disatu sisi

memberikan pengakuan eksistensi madrasah, dan disisi lain memberikan kepastian

akan berlanjutnya usaha yang mengarah pada pembentukan sistem pendidikan

nasional yang integratif.89 Dengan demikian isi kurikulum SKB –yang didominasi

muatan umum– merupakan sebuah persyaratan bagi MA jika mau diakui sebagai

bagian dari satu sistem pendidikan nasional.

Terkait SKB, penyempurnaan kurikulum madrasah merupakan langkah

strategis dan esensial dalam merealisasikan SKB. Persamaan status madrasah dengan

sekolah tidak hanya tampak pada struktur kelembagaan, tetapi juga dalam struktur

mata pelajaran yang mengakomodasi secara penuh kurikulum sekolah.90 Cukup

banyak keuntungan SKB, tetapi hal itu tidak berarti menafikan kelemahan yang ada

dari SKB. Alumni Madrasah Aliyah tidak siap untuk memasuki dunia pendidikan

IAIN karena hanya berbekal kurang lebih 30% pelajaran agama di MA. Untuk

mengantisipasi keadaan seperti ini, selanjutnya Menteri Agama Munawir Sjadzali

menggagas Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK), dalam rangka mengatasi

krisis ulama.

Tahap awal setelah SKB, Departemen Agama menyusun kurikulum 197691

–Keputusan Menteri Agama No. 75, tanggal 29 Desember 1976– dalam rangka

penyempurnaan kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1976, keputusan Menteri Agama

88 Seperti madrasah yang di bawah naungan Pondok Pesantren Darusalam Gontor, tetap

mempertahankan kurikulum mereka. 89 Departemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 26. 90 Signifikansi SKB Tiga Menteri ini bagi umat Islam adalah, pertama, terjadinya mobilitas

sosial dan vertikal siswa-siswi madrasah yang selama ini terbatas di lembaga-lembaga tradisional (madrasah dan pesantren) dan berbarengan dengan itu, kedua, membuka peluang dan kemungkinan anak-anak santri memasuki wilayah pekerjaan pada sektor modern. Lihat, Departemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 27.

91 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 34.

Page 114: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

94

tersebut perlu diganti dengan SK Menteri Agama Nomor 24 tahun 1980. Kurikulum

Madrasah Aliyah tersebut diberlakukan secara intensif mulai tahun 1978.92 Kemudian

kurikulum 1976 ini disempurnakan lagi melalui kurikulum 1984 sebagaimana

dinyatakan dalam SK Menteri Agama No. 45 Tahun 1987.93 Nampak di sini bahwa

isi mata pelajaran umum kurikulum madrasah harus mengikuti kurikulum sekolah,

dengan alasan agar supaya lembaga pendidikan madrasah diakui sebagai suatu sistem

pendidikan nasional. Ini cukup politis, tetapi walaupun demikian, lembaga madrasah

tetap mempertahankan ciri khas ke-Islamannya, terbukti dengan bergantinya

kurikulum dari Depdikbud, yang selanjutnya diikuti oleh madrasah, Menteri Agama

selalu mengeluarkan keputusannya (KMA) dalam rangka menyikapi pergantian

kurikulum tersebut. Dan KMA itu berisi tentang desain kurikulum madrasah yang

baru dengan substansi senantiasa mempertahankan ciri khas ke-Islamannya yang

tergambar dalam muatan pelajaran agama.

Adapun tujuan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang

merupakan bentuk kurikulum tahun 1975 meliputi, tujuan institusional, tujuan

instruksional yang dibagi menjadi Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan

Instruksional Khusus (TIK). Rangkaian tujuan-tujuan ini sebenarnya untuk mencapai

tujuan nasional.94

Dalam SKB disebutkan bahwa mata pelajaran Agama di madrasah kurang

lebih 30%, berarti yang 70% adalah mata pelajaran umum.95 Bergesernya dominasi

muatan agama menjadi dominasi muatan umum dalam isi kurikulum MA, adalah

syarat dengan muatan politis. Karena hal ini yang akan menggiring sistem pendidikan

di Indonesia dari dualistik menjadi satu sistem pendidikan nasional.

92 Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, 124. 93 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah

dan Perguruan Tinggi, 197. 94 Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Aliyah 1975, Garis-garis Besar Program

Pengajaran (GBPP), (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 1976). 95 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah

dan Perguruan Tinggi, 197.

Page 115: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

95

Ketika madrasah melaksanakan kurikulum SKB Tiga Menteri (1976 -1993),

kelihatan beban kurikulum antara madrasah dan sekolah berbeda, madrasah

mempunyai beban kurikulum yang lebih berat dibanding sekolah. Sebagai contoh,

SMA mempunyai beban kurikulum 222, sementara MA mempunyai beban kurikulum

240, berbeda 18, berat MA dibanding SMA.96 Mengapa demikian, karena kurikulum

MA harus menambah jam pelajaran rumpun mata pelajaran PAI, guna

mempertahankan ciri khas ke-Islamannya. Dalam rangka memperjelas content

kurikulum yang ada pada kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1975/1976, perlu

diketahui struktur kurikulumnya, terlampir (tabel 4-8).

Ketika berlakunya kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1975 (SKB),

Madrasah Aliyah dibagi menjadi lima jurusan yaitu, jurusan Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA), jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), jurusan Bahasa, jurusan

Syari’ah/Agama dan jurusan Qodlo/Peradilan Agama. Mata pelajaran terbagi menjadi

tiga program, yaitu program umum, akademis dan ketrampilan. Untuk jenis mata

pelajaran yang termasuk program umum, semua jurusan adalah sama. Mata pelajaran

yang termasuk program umum ini meliputi, Akhlak – Ilmu Tauhid, al-Qur’an Hadis,

Syari’ah, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Olahraga Kesehatan, dan

Pendidikan Kesenian. Adapun sebaran alokasi waktu untuk mata pelajaran program

umum ini, antara jurusan IPA, IPS dan Bahasa sama persis, untuk jurusan

Syari’ah/Agama sama persis dengan jurusan Qodlo/Peradilan Agama.

Jenis mata pelajaran yang benar-benar berbeda untuk masing-masing

jurusan adalah mata pelajaran program akademis. Mata pelajaran yang muncul pada

program akademis ini disesuaikan dengan keahlian yang diharapkan oleh masing-

masing jurusan. Jurusan IPA mata pelajarannya meliputi, Sejarah Kebudayaan Islam,

Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan

Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Fisika (mayor), Kimia (mayor), Biologi (mayor),

96 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), 182.

Page 116: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

96

Bumi Antariksa (minor), Bahasa Asing (minor), dan Menggambar (minor).97 Jurusan

IPS mata pelajarannya meliputi, Sejarah Kebudayaan Islam, Matematika, Bahasa

Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan

Sosial, Fisika (mayor), Kimia (mayor), Biologi (mayor), Geografi Antropologi

(minor), Bumi Antariksa (minor), Bahasa Asing (minor), Menggambar.98 Jurusan

Bahasa mata pelajarannya meliputi, Sejarah Kebudayaan Islam, Matematika, Bahasa

Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu pengetahuan

Sosial, Bahasa Asing (mayor), Sejarah (mayor), Geografi Antropologi (mayor),

Bahasa Daerah, Menggambar (minor), IPS (minor), Ekonomi –Koperasi (minor).99

Jurusan Syari’ah/Agama mata pelajarannya meliputi, Sejarah Kebudayaan Islam,

Filsafat Islam, Perbandingan Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab,

Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Sejarah, Tata

Buku –Hitung Dagang, Geografi– Antropologi, Tafsir –Ilmu Tafsir (mayor), Hadis–

Ilmu Hadis (mayor), Fikih –Ushul Fikih– Mantiq (mayor), Tarikh – Tasyri’ (mayor),

Menggambar (minor), Ekonomi Koperasi (minor), Bahasa Asing (minor).100 Jurusan

Qodlo/Peradilan Agama mata pelajarannya meliputi, Sejarah Kebudayaan Islam,

Filsafat Islam, Perbandingan Agama, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab,

Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Administrasi –

Manajemen, Pengantar Ilmu Hukum, Human Relation (mayor), Hukum Pidana

(mayor), Hukum Perdata (mayor), Hukum Acara, Hukum Adat, Fikih- Ushul Fikih –

97 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1976), 9. 98 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 10-11. 99 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 9-10. 100 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 11.

Page 117: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

97

Mantiq, Tafsir–Ilmu Tafsir, Hadis-Ilmu Hadis, Tarikh Tasyri’, Menggambar,

Ekonomi Koperasi (minor), Bahasa Asing (minor).101

Selanjutnya adalah jenis mata pelajaran yang masuk program ketrampilan,

meliputi pilihan bebas dan pilihan terikat. Jenis mata pelajaran dan alokasi waktu

masing-masing jurusan semua sama, kecuali jurusan Qodlo/Peradilan Agama. Untuk

jurusan Qodlo/Peradilan Agama disamping pilihan terikat dan pilihan bebas ditambah

Praktek Peradilan Agama. Adapun jumlah jam pelajaran perminggu, 44 jam

pelajaran, semua sama baik jurusan IPA, IPS, Bahasa, Syari’ah/Agama maupun

Qodlo/Peradilan Agama. Adapun lebih jelas dan rincinya harus melihat struktur

kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975 (terlampir, lihat tabel 4-8).

Kurikulum Madrasah Aliyah 1975 ini menggunakan Prosedur

Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yaitu bahwa proses belajar mengajar

sebagai suatu sistem harus diarahkan kepada pencapaian tujuan. Tujuan ini harus

jelas, spesifik dan terukur dan dirumuskan dalam bentuk kemampuan atau tingkah

laku murid. Dengan tujuan yang jelas juga akan mudah menyusun alat evaluasinya,

akan mudah pula menyusun materi pelajarannya, dan akan mudah kita menentukan

metode pengajarannya yang relevan serta akan mudah menyusun proses kegiatannya

secara sistematis.102

Sebagaimana kurikulum jenjang madrasah atau sekolah lain, kurikulum

Madrasah Aliyah 1975 dalam hal penilaian akan merubah pandangan lama tentang

sistem penilaian, dalam mana pelaksanaan penilaian hanya dapat diadakan pada akhir

catur wulan atau akhir tahun. Dengan mengimplementasikan PPSI, dengan sendirinya

guru-guru dituntut untuk melaksanakan penilain pada setiap akhir satu satuan

101 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 11-12. 102 Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Aliyah 1975, Garis-garis Besar Program

Pengajaran (GBPP).

Page 118: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

98

pelajaran. Dengan kata lain evaluasi diadakan terus menerus, dan diselenggaran

secara menyeluruh, dalam arti seluruh aspek tingkah laku murid dinilai.103

Dari uraian di atas dapat dilihat karakteristik kurikulum MA tahun

1975/1976 yaitu, isi kurikulum ini berkiblat pada SKB yang muatan mata

pelajarannya berkisar 30% mata pelajaran agama dan 70% mata pelajaran umum.

Beban kurikulum MA 1975/1976, berat, sebab mata pelajaran umum sama dengan

sekolah ditambah mata pelajaran agamanya yang 30%. Tetapi jika komitmen cara

pelaksanaannya didukung SDM yang handal, biaya dan sarana prasarana yang

memadai serta input yang unggul, sebenarnya Madrasah Aliyah menjadi SMA plus.

Adapun mata pelajaran dibagi tiga klasifikasi yaitu, program umum, akademis dan

ketrampilan, dimana perbedaan yang sangat substansial adalah di program akademis.

Adapun ciri khusus kurikulum MA 1976 berdasarkan uraian di atas adalah,

pertama, kurikulum ini menekankan pada tujuan/hasil, jadi proses tidak begitu

diperhatikan. Kedua, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran, guru menjadi

sentral dan satu-satunya sumber dalam kurikulum ini. Ketiga, kurikulum ini

menggunakan sistem catur wulan, jadi macam-macam tesnya yaitu tes formatif,

subsumatif dan tes sumatif.

4. Kurikulum MA 1984: Pemantapan dominasi muatan umum SKB Tiga

Menteri dalam Menggiring Madrasah Menjadi Bagian dari sistem

Pendidikan Nasioanl

Lahirnya kurikulum 1984, sebagai penyempurna kurikulum 1975 (SKB)

kalangan madrasah merasa gembira karena lahir pula keputusan bersama antara

Menteri Agama dan Menteri P dan K No. 0299/U/1984 (Dikbud); 045/1984 (Depag)

tahun 1984 tentang pengakuan pembakuan kurikulum sekolah umum dan kurikulum

madrasah yang isinya antara lain ialah mengizinkan kepada lulusan sekolah

(madrasah) agama untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi.

103Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Aliyah 1975, Garis-garis Besar Program

Pengajaran (GBPP).

Page 119: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

99

Hal ini berarti adanya pengakuan yang resmi dari pemerintah RI terhadap persamaan

derajat dan kemampuan ilmiah antara madrasah dan sekolah umum di Indonesia.

Walaupun pelaksanaan SKB tersebut masih mengalami hambatan dan kekurangan

namun inti dan jiwa SKB tersebut merupakan perjuangan dari Depag dan Dikbud.104

Esensi isi SKB 2 menteri tersebut adalah, a) kurikulum sekolah umum dan

kurikulum madrasah terdiri program inti dan program khusus, b) program inti dalam

rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah secara kualitatif

sama, c) program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan

siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi sekolah/madrasah tingkat

menengah atas, d) pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah

mengenai sistem kredit, bimbingan karir, ketuntasan belajar, dan sistem penilaian

adalah sama, e) hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan

dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum, akan diatur bersama oleh kedua

Departemen yang bersangkutan.105

Dengan demikian sebenarnya lahirnya kurikulum madrasah tahun 1984

diilhami oleh SKB 3 Menteri dan SKB 2 Menteri. Tertuang dalam keputusan Menteri

Agama (KMA) Nomor 99 tahun 1984 untuk kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (MI),

KMA Nomor 100 Tahun 1984 untuk kurikulum Madrasah Tsanawiyah (MTs), KMA

Nomor 101 tahun 1984 untuk kurikulum Madrasah Aliyah (MA).

Dalam GBPP kurikulum MA 1975 disebutkan bahwa tujuan meliputi tujuan

kurikuler dan Tujuan Instruksional Umum (TIU). Tujuan kurikuler adalah tujuan

yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran yang ada di Madrasah Aliyah, sedang

Tujuan Instruksional Umum (TIU) adalah tujuan yang harus dicapai dalam masing-

masing pokok bahasan.106

104 Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, 198. 105 Muwardi Sutejo dkk, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Dirjen Binbaga

Islam dan Universitas Terbuka, 1992), 16. 106 Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah Aliyah 1975, Garis-garis Besar Program

Pengajaran (GBPP).

Page 120: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

100

Terkait kurikulum MA tahun 1984, telah dikeluarkan keputusan Menteri

Agama Republik Indonesia Nomor 373 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah

Aliyah. Dalam ketentuan ini, isi kurikulum terdiri dari dua program pengajaran

umum dan pengajaran khusus sebagaimana berlaku dalam sekolah umum.107

Adapun struktur program kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1984,

pendidikan Agama terdiri: Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah dan

Peradaban Islam, Bahasa Arab, semua mata pelajaran ini digolongkan ke dalam

program inti. Program inti adalah jenis program yang dimaksudkan untuk memenuhi

tujuan pada Madrasah Aliyah. Program inti wajib diikuti oleh semua siswa.108

Program inti terdiri dari kelompok Pendidikan Agama dan kelompok pendidikan

dasar umum. Kelompok Pendidikan Agama telah disebut di atas, sedang kelompok

pendidikan dasar umum terdiri: Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah

Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Sastera Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia dan

Sejarah Dunia, Ekonomi, Geografi, Biologi, Fisika, Kimia, Matematika, Bahasa

Inggris, Pendidikan Olahraga dan Kesenian, Pendidikan Seni dan Pendidikan

Ketrampilan.109 Bobot dari masing-masing mata pelajaran dalam program inti

berbeda sesuai dengan fungsi dan pentingnya dalam mencapai tujuan pendidikan

nasional.

Selanjutnya, program pilihan adalah sejumlah mata pelajaran yang dapat

dipilih atas dasar perbedaan bakat, minat dan tujuan belajar perorangan serta

kebutuhan lingkungan. Program ini terdiri, pilihan A dan pilihan B. Pilihan A

memberikan bekal kepada para siswa untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan

yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi. Madrasah Aliyah mempunyai 5 kelompok

program pilihan A, yaitu: 1) Program pilihan A1 (ilmu-ilmu Agama), mata

107 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, 159. 108 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia, 102. 109 Departemen Agama RI, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Madrasah Aliyah (Jakarta:

Dirjen Binbaga Islam, 1988/1989), 1-2.

Page 121: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

101

pelajarannya terdiri dari; Tafsir Ilmu Tafsir, Hadis Ilmu Hadis, Ushul Fikih, Tarikh

Tasyri’, Ilmu Kalam, Sejarah Islam, Bahasa Inggris dan Matematika. 2) Program

pilihan A2 (Ilmu-ilmu Fisika), mata pelajarannya terdiri dari; Matematika, Biologi,

Fisika, Kimia, dan Bahasa Inggris. 3) Program pilihan A3 (ilmu-ilmu Biologi), mata

pelajarannya terdiri dari; Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, dan Bahasa Inggris. 4)

Program pilihan A4 (ilmu-ilmu sosial), mata pelajarannya terdiri dari; Ekonomi,

Sosiologi dan Antropologi, Tata Negara, Matematika, Bahasa Asing lain, Bahasa

Inggris. 5) Program pilihan A5 (ilmu-ilmu Budaya), mata pelajarannya terdiri dari;

Sejarah Budaya, Sastera, Sosiologi dan Antropologi, Bahasa Inggris, Bahasa Daerah

dan atau Bahasa Asing lainnya, dan Matematika.110 Dibanding kurikulum

sebelumnya, pada kurikulum 1984 ini nampaknya Madrasah Aliyah membuka

program lebih banyak dan lebih terinci.

Adapun, pilihan B merupakan sarana untuk berbagai ketrampilan yang

disesuaikan dengan bidang kehidupan dalam masyarakat. Mata pelajaran yang

termasuk kategori pilihan B diklasifikasikan menjadi dua: pertama, kelompok mata

pelajaran yang berfungsi sebagai dasar bagi pengembangan kemampuan kejuruan

yang dipilih siswa untuk terjun ke dunia kerja. Kedua, kelompok mata pelajaran yang

berfungsi mempersiapkan siswa untuk mengembangkan kemampuan managerial dan

teknis kejuruan yang sesui dengan jenis pekerjaan yang ada dalam masyarakat dan

dipilih siswa. Jenis program yang termasuk pilihan B ini meliputi; (a) Program

Bidang Keagamaan, (b) Program di Bidang Pertanian dan Kehutanan, (c) Program di

Bidang Jasa, (d) Program di Bidang Kesejahteraan Keluarga, (e) Program di Bidang

Maritim, dan (g) Program di Bidang Budaya.111 Pada kurikulum selanjutnya program

pilihan B ini yang sering disebut Madrasah Aliyah Program Ketrampilan.

Disamping itu berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1983

tentang kurikulum Madrasah Diniyah yang membagi Madrasah Diniyah menjadi tiga

110 Departemen Agama RI, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Madrasah Aliyah, 5. 111 Lihat, Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, 138.

Page 122: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

102

tingkatan, yaitu Awaliyah, Wustha dan Ulya.112 Adapun istilah kurikulum dalam

Madrasah Aliyah Diniyah di pesantren kurang populer, yang lebih populer adalah

manhaj, yang dapat diartikan dengan kurikulum atau arah pembelajaran tertentu.

Manhaj dalam Madrasah Aliyah Diniyah tidak dalam bentuk jabaran silabus, tetapi

beberapa funu>n kitab yang diajarkan kepada para siswa/santri. Materi yang diajarkan

meliputi, Tafsir al-Qur’an, Ilmu Tafsir, Hadis, Musthalah al-Hadis, Tauhid, Fikih,

Ushul Fikih, Nahwu dan sharaf, Akhlaq, Tarikh dan Balaghah. Dimana masing-

masing materi ada kitab-kitab tertentu, untuk lebih jelasnya dapat dilihat struktur

kurikulumnya, terlampir (lihat tabel 9).

Kurikulum Madrasah Aliyah 1984 mengusung process skill approach.

Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum

ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa

ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,

mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif

(CBSA) atau Student Active Learning (SAL).113 Bila dicermati, subyek belajar sudah

mengalami kemajuan, yang semula berpusat pada guru (teacher centre), pada

kurikulum 1984 ini berpusat pada siswa (students centre). Tentunya metode yang

digunakan oleh guru juga metode yang dapat membuat siswa aktif.

Sistem yang dipakai pada kurikulum ini adalah semester.114 Hal ini berbeda

dengan kurikulum sebelumnya yang memakai sistem catur wulan. Penilaian hasil

belajar siswa menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor tidak hanya cukup

dilakukan dengan melalui tes tulis tetapi juga perbuatan, khusunya untuk rumpun

mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

112 Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, 23. 113 Lihat, http://kesadaransejarah.blogspot.com/2007/11/kurikulum-pendidikan-kita.html.

07/01/2010. Lihat juga Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMTA), Garis-garis Besar Program Pengajaran (Jakarta: Balitbang Depdikbud, 1988), vii.

114 Departemen Agama RI , Sejarah Madrasah, 188.

Page 123: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

103

Uraian kurikulum MA 1984 di atas merupakan dasar untuk merumuskan

karakteristik kurikulum tahun 1984 adalah sebagai berikut, pertama, Isi kurikulum

MA 1984 tidak berbeda jauh dengan isi kurikulum MA 1976, yaitu muatan agama

berkisar 30% dan muatan umum 70%. Isi kurikulum yang tidak berbeda ini

dikarenakan kurikulum MA 1984 merupakan penguatan/pemantapan SKB Tiga

Menteri, yaitu dikeluarkannya SKB 2 Menteri. Hal ini nampak keseriusan pemerintah

untuk menggiring madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, sehingga

sistem dualistik di Indonesia akan segera dihapuskan. Kedua, ciri khas ke-Islaman

sebagai karakteristik asli madrasah masih terasa, karena kisaran muatan agama 30%

masih berjalan.

Adapun ciri khusus kurikulum MA 1984 yang bukan merupakan

karakteristik madrasah berdasarkan uraian di atas adalah pertama, proses belajar

mengajar dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian antara cara seseorang

belajar dan apa yang dipelajarinya. Kedua, penilaian dilakukan secara

berkesinambungan dan menyeluruh untuk keperluan meningkatkan proses dan hasil

belajar serta pengolahan program.115 Ketiga, proses belajar ditekankan pada keaktifan

siswa –Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)– metode-metode yang dapat menimbulkan

keaktifan siswa116 amat ditekankan pada kurikulum ini. Kelima, menekankan pada

pendekatan ketrampilan proses, seperti mengelompokkan, mendiskusikan, hingga

melaporkan hasil kerjanya.

B. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989

1. Kurikulum MA 1994: Sekolah Umum Berciri Khas Islam

Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional

pasal 37 nomor 2 tahun 1989, menyatakan: kurikulum disusun untuk mewujudkan

tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan

115 Lihat, Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 185. 116 Aktif di sini tidak hanya aktif fisiknya saja, tetapi psikhisnya juga harus aktif. Malah

sebagian ahli pendidikan lebih menekankan aktif jiwa (psikhis).

Page 124: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

104

kesesuaiannya dengan lingkungan,117 kebutuhan pembangunan nasional,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis

dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.118

Dalam pasal 4 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 tentang

pendidikan dasar menyatakan bahwa, SD dan SLTP yang berciri khas agama Islam

yang diselenggarakan oleh Departemen Agama masing-masing disebut Madrasah

Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).119 Sedangkan mengenai Madrasah

Aliyah disebutkan sebagai sekolah menengah umum, sebagaimana dikemukakan

pada bab 1 pasal 1 ayat 6, bahwa Madrasah Aliyah adalah Sekolah Menengah Umum

(SMU) yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen

Agama.120

Dalam rangka merealisasikan tuntutan UU dan Peraturan Pemerintah

tersebut, Menteri Agama RI mengeluarkan ketentuan-ketentuan tentang kurikulum

madrasah yang berlaku secara nasional. Yaitu didasarkan atas Surat Keputusan

Nomor 371 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Ibtidaiyah, Nomor 372 tahun

1993 tentang kurikulum Madrasah Tsanawiyah, Nomor 373 tahun 1993 tentang

kurikulum Madrasah Aliyah.121 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama

tersebut maka lahirlah kurikulum Madrasah Aliyah 1994.122

117 Barry Franklin, seperti dikutip Michael W. Apple, mengatakan bahwa nampaknya

kurikulum harus menyentuh kehidupan nyata dan sejarah masyarakat, lebih lanjut Franklin mengatakan, bahwa kurikulum harus merupakan bagian sejarah yang menghubungkan antara sekolah dan lingkungan masyarakat. Lihat, Michael W. Apple, Ideology and Curriculum (New York and London: Routledge Falmer, 2004), 59-60.

118 UUSPN No. 2 Tahun 1989, 34, lihat juga Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1991/1992), 15-16.

119 UUSPN No. 2 Tahun 1989, 34, lihat juga Depag RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, 65.

120 Surat Keputusan Mendikbud Nomor 0489/1992 tentang Sekolah Menengah Umum (SMU).

121 Depag RI, Panduan Kurikulum Madrasah Aliyah 1994 (Jakarta: Depag RI, 1994). 122 Depag RI, Sejarah Madrasah, 187.

Page 125: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

105

Tarmizi Taher ketika menjadi Menteri Agama, nampaknya mencoba

menawarkan kebijakan dengan jargon “Madrasah sebagai sekolah umum yang Berciri

Khas Agama Islam –kurikulum 1994– yang muatan kurikulumnya sama dengan non

madrasah.123 Terutama muatan mata pelajaran umumnya yang sama dengan non

madrasah, adapun muatan pelajaran agamanya untuk MA ditambah jumlah jam

pelajaran dalam rangka memunculkan ciri khas ke-Islamannya. Hal itu sesuai dengan

Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang pendidikan menengah, yang

diiringi dengan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992

tentang Sekolah Menegah Umum (SMU).

Dalam UU Sisdiknas no. 2 Tahun 1989, yang diatur oleh PP no 28 dan 29

dan diikuti oleh SK Menteri Pendidikan dan Menteri Agama, menyebutkan bahwa

madrasah adalah sekolah yang berciri khas agama Islam. Berkenaan dengan ini maka

MI, MTs dan MA memiliki kurikulum yang sama dengan sekolah pada tingkat

pendidikan dasar dan pendidikan menengah, ditambah dengan ciri ke-Islamannya

yang ada dalam kurikulum madrasah, yaitu memiliki pelajaran agama yang lebih dari

sekolah.124 Ini adalah tantangan bagi madrasah, di satu sisi kurikulumnya harus sesuai

dengan sekolah, di sisi lain harus mempertahankan ciri khas ke-Islamannya. Untuk

itu diperlukan suatu kebijakan dan strategi yang mampu mendorong peningkatan

kualitas dan mampu mengatasi kekurangan yang ada pada MA.125 Jika tantangan ini

dihadapi dan direalisasikan secara konsekwen, maka MA akan menjadi SMA plus,

tetapi kalau tidak justeru akan sebaliknya --tidak berkualitas– pelajaran umum tidak

dapat mengejar SMA secara kualitatif, pelajaran agama tidak bisa mengejar lulusan

pesantren secara kualitatif pula.

123 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah

dan Perguruan Tinggi, 197. 124 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia, 111. 125 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, 35-37.

Page 126: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

106

Untuk memberi ciri khas ke-Islaman pada madrasah tidak cukup hanya ciri

formal dalam kurikulum. Karena itu, ditetapkan tiga program utama yaitu, pertama,

program Mafikibb dengan nuansa Islam. Kedua, program pelajaran agama dengan

nuansa iptek, dan ketiga, program penciptaan suasana keagamaan di madrasah.

Program Mafikibb dengan nuansa Islam dimaksudkan untuk

mengembangkan bidang kajian Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa

Inggris yang lebih bernuansa dan berkaitan dengan kajian ke-Islaman. Program ini

untuk menopang proyek reintegrasi ilmu-ilmu umum dengan ilmu agama. Pada masa

kemajuan Islam, kedua ilmu tersebut diperkenalkan dan dikembangkan oleh ilmuwan

Islam tanpa mendikotomikan secara tajam. Namun akibat dominannya filsafat Barat

yang sekuler, kedua ilmu tersebut dibedakan lagi secara tajam. Program ini hendak

memadukan kembali kedua bidang kajian Islam secara integral.

Program kedua memberikan nuansa iptek pada bidang studi agama

merupakan program lanjutan dari program Mafikibb dengan nuansa Islam. Melalui

program ini dilakukan pula upaya menjembatani pemaduan ilmu agama dengan ilmu

pengetahuan dan teknologi, karena bagaimanapun teknologi dapat membantu

pengalaman beragama. Bila upaya Mafikibb dengan nuansa agama dan bidang studi

agama dengan nuansa iptek dapat berhasil, tidak ada lagi kesan dikotomi antara

pelajaran agama dan umum ataupun dualisme antara sekolah dan madrasah dalam

sistem pendidikan di Indonesia yang sering diperdebatkan.

Sementara penciptaan suasana keagamaan di madrasah tidak terbatas dalam

proses belajar mengajar. Penciptaan suasana keagamaan ini harus didukung dengan

perbaikan fisik dan sarana bangunan maupun dalam pergaulan dan pakaian siswa.

Suasana keagamaan ini dapat pula berupa simbol dan pelaksanaan aktifitas

keagamaan di dalam madrasah. Program ini harus integral dan untuk menopang dua

program lainnya.126 Substansi pemikiran di atas adalah menginginkan integrasi

126 Lihat, Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos, 2001),

141-142.

Page 127: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

107

kurikulum direalisasikan di MA, seiring isi kurikulum MA telah disamakan dengan

kurikulum SMA.

Dalam keputusan Menteri Agama No. 370 tahun 1993, Madrasah Aliyah

adalah dikelompokkan dalam pendidikan menengah umum, dengan demikian

kurikulumnya mesti sejalan dengan Sekolah Menengah Umum,127 karena Madrasah

Aliyah adalah sekolah Menengah Umum (SMU) berciri khas Islam maka isi

kurikulumnya juga harus tergambar ciri khas tersebut.

Adapun tujuan institusional Madrasah Aliyah ada 2 yaitu, pertama,

perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa, kedua, pelaksanaan ciri-

ciri ke-Islamannya.128 Dilihat dari tujuan MA cukup ideal, karena tujuan yang

pertama merupakan kualifikasi yang harus dicapai oleh SMU, sementara tujuan yang

kedua adalah kualifikasi yang harus dicapai oleh MA sebagai pengemban misi ke-

Islaman. Tujuan yang pertama dan kedua dalam kurikulum 1994 harus dicapai oleh

siswa MA, kalau demikian halnya sebenarnya tujuan ini sangat ideal. Terlebih ketika

hal ini dilaksanakan secara integrasi, maka dikotomi ilmu umum dan agama akan

hilang.

Bila dibandingkan dengan kurikulum 1984, pelaksanaan pengajarannya

adalah semester, maka kurikulum 1994 dilakukan melalui catur wulan. Istilah bidang

studi pada kurikulum 1984 diganti dengan mata pelajaran. Pendidikan Agama Islam

(PAI) yang semula porsinya 30% (kurikulum 1984), pada kurikulum 1994 hanya

127 Tujuan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) seperti tercantum dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 pasal 15, dan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990, menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) adalah; 1) meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, 2) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya. Lihat, Benny Karyadi, ”Kurikulum Sekolah Umum” dalam Konvensi Nasional Pendidikan II, Kurikulum Untuk Abad Ke-21 (Jakarta: Grasindo, 1994), 62.

128 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, 114.

Page 128: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

108

lebih kurang 10%.129 Kelihatan sekali pergeseran isi kurikulum MA 1984 dengan

1994, dalam muatan pelajaran agama yang hanya mendapat porsi 10%. Berarti

implikasi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 sangat

nampak terhadap kurikulum MA, agar MA setara dengan SMU. Hal ini secara politis

adalah tuntutan pemerintah, karena madrasah telah masuk dalam satu sistem

pendidikan nasional, dimana persyaratannya adalah muatan umum kurikulum MA

harus sama dengan muatan umum kurikulum SMA. Dengan demikian tujuan politis

pemerintah telah berhasil, yaitu merubah dualisme pendidikan di Indonesia menjadi

satu sistem pendidikan nasional.

Sehingga sangat jelas jika dikatakan, bahwa muatan umum kurikulum MA

sama persis dengan muatan umum kurikulum SMA. Perbedaannya hanya terletak

pada ciri khas ke-Islamannya, sehingga MA tidak dapat meninggalkan mata pelajaran

kunci yaitu mata ajar keagamaan (PAI).130

Program Pengajaran, khususnya di Madrasah Aliyah, sebagai bahan

penguasaan iptek tersusun dalam program umum dan program khusus. Program

umum diselenggarakan dari kelas I sampai kelas II dan program khusus di kelas III.

Pada program umum diberikan semua mata pelajaran plus mata ajar agama, dan pada

program khusus berupa pendalaman program Bahasa, IPA dan IPS. Selain itu

digunakan sistem remedial dan pengayaan melalui program ekstrakurikuler, jika

dirasa perlu.131

Untuk kelas I dan II program132 IPA, IPS dan Bahasa, jenis mata pelajaran

dan jumlah alokasi waktunya sama persis. Jenis mata pelajarannya meliputi,

Pendidikan Pancasila dan Kwarganegaraan, Pendidikan Agama Islam meliputi, (a)

Qur’an Hadis, (b) Fikih, (c) Aqidah–Akhlak, Bahasa Indonesia dan Sastera

129 Departemen Agama RI , Sejarah Madrasah, 188. 130 Departemen Agama RI, Panduan Kurikulum Madrasah Aliyah 1994, 2. 131 Badri Yatim dkk, Sejarah Madrasah, 191. 132 Istilah di sini dipakai pogram bukan jurusan, tidak seperti kurikulum Tahun 1975 (SKB)

yang memakai istilah jurusan.

Page 129: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

109

Indonesia, Sejarah Nasional dan Umum, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Pendidikan

Jasmani dan Kesehatan, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam meliputi, (a) Fisika, (b)

Biologi, (c) Kimia, Ilmu Pengetahuan Sosial meliputi, (a) Ekonomi, (b) Sosiologi,

(c) Geografi dan Pendidikan Seni.133 Berbeda dengan kurikulum sebelumnya (1975),

dimana mata pelajarannya dibagi menjadi program umum, akademis dan ketrampilan,

nampaknya kurikulum 1994 tidak. Pada kurikulum 1994 ini penjurusan yang

mengarah pada program studi adalah terjadi pada kelas III.

Dalam kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1994, MA dibagi menjadi 3

program disamping program tafaqquh fi> al-di>n yaitu Madrasah Aliyah Keagamaan

(MAK). Tiga program tersebut adalah program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan program Bahasa. Dimana penjurusan

program ini terjadi di kelas III. Jenis mata pelajaran yang ada di kelas III ini

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu umum dan khusus. Untuk jenis mata pelajaran

umum pada program IPA, IPS dan Bahasa sama persis. Adapun jenis mata pelajaran

yang masuk kelompok umum ini meliputi, Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Pendidikan Agama Islam meliputi, (a) Qur’an Hadis, (b) Fikih, (c)

Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional

dan Umum, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.

Adapun jumlah alokasi waktunya pun sama persis. Yang membedakan antara satu

program dengan program yang lain terletak pada jenis dan alokasi waktu pada mata

pelajaran khusus. Untuk program IPA, jenis mata pelajarannya meliputi, Fisika 7 jam

pelajaran perminggu, Biologi 7 jam pelajaran perminggu, Kimia 6 jam pelajaran

perminggu dan Matematika 8 jam pelajaran perminggu.134 Jenis mata pelajaran untuk

133 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1994, Landasan, Program dan

Pengembangan (Jakarta: Depag RI, 1993). Lihat juga, Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah), (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1999/2000), 393.

134 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah), 395.

Page 130: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

110

program IPS terdiri, Ekonomi 10 jam pelajaran perminggu, Sosiologi 6 jam pelajaran

perminggu, Tata Negara 6 jam pelajaran perminggu, dan Antropologi 6 jam pelajaran

perminggu.135 Adapun jenis mata pelajaran untuk program bahasa meliputi, Bahasa

dan Sastra Indonesia 8 jam pelajaran perminggu, Bahasa Inggris 6 jam pelajaran

perminggu, Bahasa Asing lain 9 jam pelajaran perminggu, dan Sejarah Budaya 5 jam

pelajaran perminggu.136 Satu jam pelajaran berlangsung selama 45 menit, dan jumlah

jam pelajaran perminggu 45 menit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat struktur

kurikulum (terlampir, lihat tabel 10–13).

Berdasarkan isi (content) dan alokasi waktu yang ada di dalam struktur

kurikulum MA tahun 1994, maka madrasah dapat menambah mata pelajaran sesuai

dengan keadaan lingkungan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara

nasional dan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan nasional. Madrasah juga dapat

menjabarkan dan menambah bahan kajian dari mata pelajaran sesuai dengan

kebutuhan setempat.137

Dalam kurikulum 1994 program tafaqquh fi> al-di>n berdiri sendiri dalam

satu kelembagaan yaitu Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK), yang sebelumnya

disebut Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK), sebagaimana dinyatakan dalam

Surat Keputusan Menteri Agama No. 371 tahun 1993 tentang Madrasah Aliyah

Keagamaan dan kurikulumnya dituangkan dalam keputusan Menteri Agama No. 374

tahun 1993.138 Dalam kurikulum MAK pelajaran agamanya mendapatkan prosentase

135 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah), 396.

136 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah), 394.

137 Surat Keputusan Menteri Agama (KMA) TI, No. 371, 372, 373 Tahun 1993 tentang kurikulum MI, MTs dan MA.

138 Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, 119.

Page 131: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

111

yang lebih tinggi dari pada pelajaran umum, yaitu 70% agama dan 30% umum.139

Dengan tujuan bahwa outcome dari MAK ini benar-benar menguasai disiplin ilmu

agama dan siap terjun di masyarakat.

Disamping itu, Madrasah Aliyah Model juga menggunakan kurikulum

1994, dimana menurut UU Sisdiknas No. 2 tahun 1989, disebutkan bahwa Madrasah

Aliyah adalah Sekolah Menengah Umum (SMU) berciri khas Islam. Salah satu usaha

MA Model ini adalah meningkatkan mutu mata pelajaran inti, yaitu Matematika,

Fisika, Kimia, Biologi, Sosiologi dan Antropologi.140 Pendekatan baru dalam

penyempurnaan kurikulum inti dilakukan melalui identifikasi kemampuan dasar

(Basic Competencies) yang seharusnya dikuasai oleh siswa dalam mata pelajaran

tertentu pada jenjang tertentu, baik dari segi relevansi, fleksibilitas dan akuntabilitas.

Kurikulum MAN Model merupakan perpaduan antara ilmu umum, ketrampilan, dan

ilmu agama.141 Adapun struktur kurikulum MAN Model yang mengikuti kurikulum

1994 dapat dilihat di lampiran, (lihat tabel 14 -17).

Setelah madrasah melaksanakan kurikulum baru (kurikulum 1994) sebagai

tindak lanjut dari UU No. 2 Tahun 1989 dan PP No. 28 dan 29 Tahun 1990, struktur

kurikulum madrasah berbeda dengan kurikulum SKB Tiga Menteri. Walaupun

berbeda, tetapi beban kurikulum madrasah tetap lebih berat daripada beban

kurikulum sekolah. Dalam kurikulum baru ini madrasah, khususnya Madrasah Aliyah

mempunyai kelebihan jam pelajaran agama, yaitu: Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak,

Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab. Agar tidak mengurangi bobot

kualitas, maka tambahan mata pelajaran agama ini tidak boleh mengurangi jumlah

139 Kurikulum 1968, 80% agama dan 20% umum, kurikulum 1973 dan 1975, 70% agama

serta 30% umum. 140 Departemen Agama RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan Madrasah

Model (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002), 5. 141 Departemen Agama RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan Madrasah

Model, 5.

Page 132: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

112

jam mata pelajaran umum.142 Logis, sebenarnya berat, karena MA adalah sebagai

SMU plus, tetapi ketika terealisasi maka kualitas MA di atas kualitas SMU pada

umumnya. Letak kelebihan kualitas tersebut, karena dalam kurikulum MA ditambah

jam pelajaran PAI untuk mendukung ciri khas ke-Islaman.

Strategi pembelajaran pada kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994 adalah

dengan menggunakan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student

Active Learning (SAL), seperti kurikulum sebelumnya. Sistem catur wulan berlaku

pada kurikulum Madrasah Aliyah 1994, dimana pada kurikulum sebelumnya

memakai sistem semester. Walaupun setelah kurikulum 1994 berakhir muncul

kurikulum 2004 (KBK), sistem semester kembali dipakai. Dengan sistem catur wulan

yang dipakai dalam kurikulum 1994, maka penilaian terdiri dari nilai formatif (nilai

harian/setelah selesai satu pokok bahasan), kemudian nilai sub sumatif dan nilai

sumatif, dimana ketiga penilaian selanjutnya diakumulasi menjadi nilai raport.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui karakteristik kurikulum MA tahun

1994 yaitu bahwa kurikulum MA 1994 terkenal dengan sebutan kurikulum sekolah

umum berciri khas Islam, karena muatan umumnya sama dengan kurikulum SMA,

sementara ada tambahan jumlah jam pelajaran untuk rumpun mata pelajaran PAI,

sebagai ciri khas ke-Islamannya. Walaupun beban belajar di MA lebih berat

dibanding di SMA, tetapi hal ini harus ditempuh, karena kalau tidak kurikulum MA

akan kehilangan ciri khasnya. Disamping itu, kurikulum MA 1994 menghendaki

kurikulum yang integratif, artinya tidak ada dikotomi keilmuan, antara ilmu umum

dan ilmu agama.

Adapun ciri khusus kurikulum MA 1994 dapat dirumuskan sebagai berikut;

pertama, berbeda dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum 1994 dirancang dan

dikembangkan dengan cermat dan penuh pertimbangan, dengan tekanan sedini

mungkin pada kelemahan yang terdapat pada kurikulum sebelumnya. Kelemahan itu

142 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia, 182.

Page 133: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

113

terutama pada syaratnya beban pelajaran yang ditanggung siswa dan orientasinya

terarah pada target hasil belajar, bukan pada proses pembelajarannya. Kedua, pada

kurikulum MA 1994 ini, guru diberi wewenang untuk berimprovisasi dengan

kurikulum yang sudah disusun. Ketiga, pada kurikulum MA 1994, guru leluasa

mengatur alokasi waktu dalam mengajarkan setiap pokok bahasan atau sub pokok

bahasan sesuai dengan kebutuhan. Keempat, guru juga diberi wewenang dalam

menentukan metode, penilaian, dan sarana pembelajaran sesuai dengan kebutuhan

sehingga siswa aktif dalam pembelajaran, baik secara fisik dan mental (intelektual

dan emosional), maupun sosial. 143

C. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003

1. Kurikulum MA 2004: Mempertahankan Ciri Khas ke-Islaman sebagai

Karakteristik Asli Madrasah

Kedudukan madrasah semakin kokoh, merupakan bagian dari sistem

pendidikan nasional dengan keluarnya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Dalam

pasal 18 disebutkan bahwa pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas

(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah

Aliyah Kejuruan (MAK) atau berbentuk lain yang sederajat.144 Pada kurikulum

sebelumnya sebutan nama SMA adalah SMU, untuk SMK masih STM, SMEA dan

lain-lain, namun sebutan MA masih tetap.

Di sisi lain munculnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah

dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Terkait dengan madrasah, sebelumnya –sebelum munculnya UU ini– madrasah

secara full dan otonomi di bawah wewenang Departemen Agama, setelah munculnya

UU No. 22 ini, agama tidak diotonomikan, sedangkan pendidikan termasuk bagian

143 Departemen Agama RI, Sejarah Madrasah, 187. Bandingkan dengan Barry Franklin

yang mengatakan bahwa kita butuh interes sosial yang dapat membimbing untuk menyeleksi kurikulum dan organisasi. Lihat, Michael, Ideology and Curriculum, 61.

144 Haidar, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, 166.

Page 134: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

114

yang diotonomikan.145 Dengan demikian sebenarnya mata pelajaran umum yang ada

di madrasah di bawah otoritas Dinas Pendidikan yang ada di daerah, sedangkan untuk

mata pelajaran rumpun PAI tetap di bawah otoritas Departemen Agama, karena tidak

diotonomikan. Konsekwensi logisnya, mata pelajaran PAI yang ada di sekolah juga

menjadi otoritas Departemen Agama.

Menteri Agama dalam suratnya kepada Menteri Dalam Negeri No.

MA/402/2000, tanggal 21 November 2000 tentang penyerahan wewenang di bidang

agama dan keagamaan. Dalam surat tersebut dinyatakan sebagai menindaklanjuti

keputusan rapat tanggal 26 September 2000 yang membahas tanggapan dan masukan

dalam rangka PP No. 84 Tahun 2000 dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.

118/1375/PUMDA tentang rencana kerja percepatan implementasi Undang-Undang

No. 22 tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 2000 disampaikan bahan dari

Departemen Agama bahwa kewenangan penyelenggaraan pendidikan agama pada

sekolah umum dan penyelenggaraan MI, MTs dan MA diserahkan kepada daerah

kabupaten/kota sesuai asas desentralisasi pemerintah yang meliputi aspek-aspek;

operasional penyelenggaraan, penjabaran kurikulum, penyediaan tenaga dan

kependidikan, penyediaan sarana dan prasarana, penyediaan anggaran.146 Di sini

sebenarnya juga terkesan bahwa Dinas Pendidikan hendak berminat mengurusi

madrasah lagi, rupanya Departemen Agama tetap dalam pendiriannya tidak mau

melepas madrasah. Buktinya sampai sekarang madrasah tetap di bawah kewenangan

Departemen Agama.

Dalam rangka menyikapi kebijakan yang ada dan mengejar ketertinggalan

madrasah, A. Malik Fadjar rupanya tidak tinggal diam, terlebih beliau adalah orang

yang pernah menjadi Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Nasional. Untuk ini

Malik menetapkan eksistensi Madrasah untuk memenuhi tiga tuntutan minimal dalam

peningkatan kualitas madrasah, yaitu (1) bagaimana menjadikan madrasah sebagai

145 Haidar, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, 176. 146 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi,

145-146.

Page 135: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

115

wahana untuk membina ruh dan praktek hidup ke-Islaman; (2) bagaimana

memperkokoh keadaan madrasah sehingga sederajat dengan sistem sekolah; (3)

bagaimana madrasah mampu merespon tuntutan masa depan guna mengantisipasi

perkembangan iptek dan era globalisasi.147 Tiga jargon Malik tersebut sebenarnya

perlu direnungi secara dalam, sehingga madrasah bangkit dan melaksanakan

pembaharuan. Terlebih munculnya kurikulum 2004 yang syarat dengan otonomi

daerah, madrasah juga harus menyesuaikan diri.

Kurikulum 2004 yang diilhami oleh UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003,

dalam pasal 36 dan 38, disebutkan bahwa kurikulum dikembangkan dengan mengacu

pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,

dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan

peserta didik. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan

menengah ditetapkan oleh pemerintah.148 Melihat realitas yang demikian madrasah

juga harus bersikap, dengan tetap mempertahankan ciri khas ke-Islamannya.

Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 2004 disebut Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK). Substansi KBK adalah kompetensi, sedangkan kompetensi

merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus,

sehingga memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten dalam bidang tertentu.

Dengan kata lain, kompeten mempunyai arti memiliki pengetahuan, ketrampilan dan

nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.149 Deborah DeZure mengartikan

147 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah

dan Perguruan Tinggi, 197-199. 148 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 (Jakarta: Sinar

Grafika, 2008), 24, 26. 149 Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Kejuruan Arah dan Prospek Pengembangan

(Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004), 40. Lihat juga, Syafrudin Nurdin, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), xi.

Page 136: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

116

kompetensi, para siswa yaitu mampu mempraktekan apa yang mereka ketahui.150

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) berarti menuntut seorang siswa mampu

menguasai teori dan praktek.

Secara umum kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa dapat

diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pertama, kompetensi tamatan adalah

pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan

berfikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan belajar pada suatu jenjang

tertentu. Kedua, kompetensi mata pelajaran adalah rumusan kompetensi siswa dalam

berfikir, bersikap dan bertindak setelah menyelesaikan pelajaran tertentu. Ketiga,

kompetensi rumpun mata pelajaran adalah kompetensi-kompetensi yang dihasilkan

dari setiap mata pelajaran dan kompetensi rumpun mata pelajaran akan menghasilkan

kompetensi lulusan. Keempat, kompetensi lintas kurikulum adalah kompetensi yang

dapat diterapkan untuk beberapa mata pelajaran.151 Ketika empat hal di atas dapat

dikuasai oleh siswa berarti KBK dapat berhasil secara ideal.

Kurikulum Berbasis Kompetensi menekankan pada hasil dan proses.

Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada hasil menekankan pada

pemahaman, pengahayatan secara komprehensip dan perwujudannya dalam berfikir

dan berbuat atau bertindak sebagai dampak dari pemahaman dan pengahayatan

pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai. Pengembangan kurikulum berorientasi pada

proses menekankan pada terlaksananya proses pembelajaran dan suasana yang

kondusif bagi pembentukan atau pencapaian kompetensi.152 Disamping KBK

berorientasi pada hasil dan proses, KBK juga memperhatikan keberagaman yang

150 Deborah DeZure, Innovations in the Undergraduate Curriculum dalam James W

Guthrie (ed.), Encyclopedia of Education (New York: Thomson, 2003), 510. Kita dapat melihat bahwa otak dalam pengajaran untuk mengetahui content ilmu pengetahuan dan harus menjadikan otak itu dapat menyeleksi content ilmu pengetahuan itu yang demikian disebut term perkembangan kompetensi. Lihat, Kelly, The Curriculum, Theory and Practice (London: Sage Publication, 2004), 87.

151 Syafrudin, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, xi.

152 Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 186.

Page 137: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

117

dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.153 Munculnya KBK pendidikan

berbasis multikultural kiranya dapat direalisasikan.

Apabila dibandingkan jenis nama pelajaran agama antara mata pelajaran

dalam struktur kurikulum madrasah tahun 1994 dengan struktur tahun 2004, tidak

mengalami perubahan karena jenis mata pelajaran itu masih didasarkan atas

Keputusan Menteri Agama No. 110 Tahun 1982 tentang pembidangan ilmu ke-

Islaman. Namun bila dilihat dari sisi alokasi waktu setiap mata pelajaran, berubah

sangat signifikan, karena terkait dengan hasrat peningkatan mutu PAI di madrasah.154

Pada kurikulum tahun 2004 dihindarkan pertemuan tatap muka yang hanya satu jam

pelajaran, agar pembobotan dalam prinsip belajar tuntas dapat diselesaikan. Adapun

keseluruhan jumlah jam pelajaran perminggu dipertahankan seperti yang tercantum

pada struktur kurikulum tahun 1994.155 Secara riil bila mengikuti kurikulum Diknas

sebenarnya alokasi waktu untuk PAI sangat sedikit, tetapi secara intern Depag juga

membuat kebijakan supaya jangan sampai ciri khas ke-Islaman itu hilang. Melalui

Keputusan Menteri Agama (KMA) kurikulum MA terus dipertahankan ciri khas ke-

Islamannya, dengan cara mengatur alokasi waktu serta content materi mata pelajaran

PAI tersendiri yang berbeda dengan mata pelajaran PAI yang ada di SMA.156

Pada kurikulum tahun 2004, jenis mata pelajaran madrasah dengan sekolah

umum sama, MI sama dengan SD, MTs sama dengan SMP, MA sama dengan SMA,

MAK sama dengan SMK. Bedanya hanya di Pendidikan Agama, baik jenis maupun

alokasi waktunya, di sekolah umum berkisar 2-3 jam perminggu, di madrasah 7–12

jam perminggu.157 Perbedaan alokasi waktu PAI di SMA dengan di MA cukup tinggi,

153 Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Kejuruan Arah dan Prospek Pengembangan,

41. 154 Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 202. 155 Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 202. 156 Wawancara dengan Unang Rahmat Kaur Kurikulum Madrasah Aliyah (MA)

Kementerian Departemen Agama pada tanggal 4 Januari 2010. 157 Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 202.

Page 138: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

118

karena kurikulum MA mempertahankan ciri khas ke-Islamannya, inilah sisi politis

yang cukup substansial untuk dikaji.

Kurikulum Madrasah Aliyah umum terdiri dari dua rumpun mata pelajaran

utama, yaitu rumpun mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab, dan rumpun mata

pelajaran non PAI mulai kelas XI (kelas 2 Madrasah Aliyah), diselenggarakan

program pilihan. Di Madrasah Aliyah umum terdapat program studi yaitu, 1) program

studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), 2) program studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),

dan 3) program studi Bahasa. Pemilihan program studi dilaksanakan sejak kelas XI

(kelas II Madrasah Aliyah). Dengan demikian kelas X (kelas I Madrasah Aliyah)

merupakan program bersama yang diikuti oleh semua siswa. Ketika mereka naik ke

kelas XI, siswa mengikuti program studi pilihan tersebut. Keempat program studi

tersebut adalah; pertama, program studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan

pada pemahaman prinsip alam serta mendorong siswa untuk bekerja dan bersifat

ilmiah. Fokus program studi ini pada mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, dan

Biologi. Kedua, program studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menekankan pada

pemahaman prinsip-prinsip kemasyarakatan untuk mendorong siswa

mengembangkan potensinya dalam menciptakan kedamaian dan kesejahteraan hidup

bersama. Konsentrasi program studi ini pada mata pelajaran, Kewarganegaraan,

Ekonomi, Sejarah dan Sosiologi. Ketiga, program studi Bahasa menekankan pada

pemahaman prinsip-prinsip multikultural dan komunikasi secara intensif melalui

bahasa. Konsentrasi program studi bahasa ini pada mata pelajaran Bahasa dan Sastera

Indonesia, Bahasa dan Sastera Inggris, Bahasa Asing lainnya (selain Bahasa Arab),

Teknologi Informasi dan Komunikasi.158 Keempat, program studi Ilmu Agama Islam,

menekankan pada penguasaan materi-materi dasar ilmu pengetahuan agama Islam.

Konsentrasi mata pelajaran untuk program ini adalah Tafsir dan Ilmu Tafsir, Ilmu

158 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004 (Jakarta: Dirjen

Binbaga Islam, 2004), 23-24.

Page 139: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

119

Hadis, Tasawuf, dan Ilmu Kalam. Adapun struktur masing-masing kurikulum

Madrasah Aliyah tahun 2004 ini terlampir (lihat tabel 18-22).159

Untuk Madrasah Aliyah Keagamaan, mata pelajarannya dibagi atas tiga

bidang pengembangan, yaitu pertama, bidang pengembangan karakter, dimaksud

sebagai pemberian peluang atau mata kajian yang dianggap dapat memberikan nilai

tambah bagi sekolah bersangkutan, meliputi Pendidikan Akhlak, Kewarganegaraan,

Bahasa dan Sastra Indonesia. Kedua, bidang pengembangan pendidikan akademik,

meliputi Qur’an Hadis, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Fikih, Ushul Fikih, Tauhid, Akhlak,

Tasawuf, Sejarah Peradaban Islam, Bahasa Arab, Matematika, Sains, Ilmu Sosial

dan Bahasa Inggris. Ketiga, bidang pengembangan pendidikan ketrampilan, meliputi,

Olahraga, Kesenian, Komputer, Akuntansi, dan Vokasional. Unggulan Madrasah

Aliyah Keagamaan adalah Kajian Islam, Pengantar Penelitian dan Bahasa Asing

lainnya.160 Prosentase perbandingan mata pelajaran antara kelompok mata pelajaran

agama dan umum, adalah 60% agama dan 40% umum. Walaupun kelihatannya

banyak jenis mata pelajaran umumnya dibanding agama tetapi alokasi jam pelajaran

agama lebih banyak dibanding umum. Khusus mata pelajaran bahasa, Bahasa Arab

dan Inggris diberikan pada seluruh semester (6 semester) dan diajarkan 4/6 jam

pelajaran setiap minggu. Tingginya jam pelajaran tersebut didasarkan atas alasan

bahwa kedua bahasa tersebut merupakan core dari kebijakan kurikulum MAK,

disamping materi pelajaran agama. Dalam hal ini siswa dituntut menguasai kedua

bahasa dalam percakapan sehari hari. Sejak diterima menjadi siswa MAK, pada dua

semester pertama siswa dipadatkan dengan pelajaran kedua bahasa baik melalui

pembelajaran di kelas, tutorial maupun melalui kajian kelompok. Sebab di semester

159 Lihat, Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 25 - 28

dan 30. 160 Lihat, Departemen Agama RI, Landasan dan Standar Nasional Kurikulum Pendidikan

Keagamaan: Satuan Pendidikan Madrasah Aliyah Keagamaan (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2001), 11-12.

Page 140: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

120

dua siswa harus mampu berkomunikasi dengan dua bahasa tersebut. Adapun struktur

kurikulum Madrasah Aliyah Keagamaan terlampir (lihat tabel 23).

Penyelenggaraan proses belajar mengajar program MAK secara umum

dilakukan dengan mengadopsi sistem pondok pesantren. Pembelajaran dikemas

melalui tiga program, yaitu pembelajaran pagi, program tutorial sore dan program

pengkajian kitab. Meskipun demikian, di luar program yang telah terjadwal masih

ada kegiatan yang bersifat pengembangan kemampuan dan pengetahuan siswa serta

kegiatan keagamaan. Kegiatan semacam ini dilakukan pada pagi hari setelah subuh

sampai jam 6. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi tilawah/tadarus al-Qur’an,

pengembangan kosa kata Arab dan Inggris, kuliah tujuh menit (kultum) dengan

menggunakan bahasa Arab/Inggris dan conversation Arab dan Inggris.

Program pembelajaran pagi merupakan program utama/kurikulum seperti

pada madrasah reguler, yakni siswa melakukan belajar pada pagi hari mulai pukul

07.00 sampai dengan pukul 13.30 dengan materi pelajaran sesuai dengan kurikulum

yang ditetapkan. Dalam hal ini, siswa mengikuti proses belajar mengajar seperti

lazimnya sekolah. Kegiatan belajar mengajar dilakukan di dalam kelas yang dipimpin

oleh seorang guru. Materi pelajaran terjadwal sesuai kurikulum yang telah ditetapkan.

Program tutorial sore, meskipun bukan program utama/kurikuler, namun

sebenarnya merupakan program inti dari penyelenggaraan MAK. Sebab dalam

program ini, materi yang diajarkan meliputi materi keagamaan (kajian ke-Islaman)

dan pengembangan serta pendalaman bahasa (Arab dan Inggris). Metode yang

digunakan sama dengan program pagi yakni kegiatan belajar mengajar secara klasikal

yang dipimpin oleh seorang guru/tutor. Rata-rata kegiatan ini dilakukan mulai pukul

14.30 sampai dengan pukul 17.00 wib.

Program pengkajian kitab meliputi kitab-kitab fikih, tafsir, hadis, bahkan

tasawuf. Program ini dilaksanakan setelah maghrib selama satu jam mulai pukul

18.15 sampai dengan 19.15 menjelang isya dipimpin oleh seorang ustadh atau kyai.

Page 141: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

121

Kegiatan belajar tidak dilakukan di kelas, tetapi di mushala dengan sistem h}alaqah161

yakni para murid duduk melingkar mengitari ustadh/kyai. Metode yang digunakan

dalam kegiatan ini adalah metode tradisional bandongan162 atau biasa disebut weton,

yakni seorang ustadh/kyai membacakan kitab, menterjemahkannya kemudian

menerangkan isinya kepada kelompok murid yang mendengarkan. Kadang-kadang

ustadh/kyai mengulas beberapa buku Islam dalam menerangkan isi kitab tersebut

sebagai bahan perbandingan. Para murid kemudian mencatat setiap hal yang

dianggap penting baik meliputi arti atau ulasan materi kitab. Program belajar mandiri

atau kelompok merupakan kegiatan rutin yang dilakukan siswa setelah shalat isya

sampai dengan pukul 22.00 malam.163 Gambaran kurikulum MAK sebenarnya cukup

ideal, tetapi MAN tidak sukses melanjutkan estafet ini, kurikulum tersebut sekarang

diadop oleh pesantren modern dengan boarding school-nya. Terbukti mereka cukup

berhasil secara kualitas dan banyak diminati masyarakat.

Salah satu landasan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

adalah yang bersifat empiris, dalam kajian dokumen kurikulum 1975, 1984, 1994

pada dasarnya adalah kurikulum berbasis materi, sehingga dalam pembelajarannya

terasa terburu-buru dan menekankan ketercapaian materi yang menjadi tuntutan

kurikulum dan mengesampingkan kebutuhan ketercapaian kompetensi yang

161 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan, 23. 162Metode bandongan ini dilaksanakan, seorang kyai/ustadh membaca dan menjelaskan isi

suatu kitab dalam lingkaran murid-muridnya, sementara para murid (santri) memegang bukunya sendiri; mereka mendengarkan penjelasan guru dan membuat catatan pada sisi halaman kitab atau dalam buku catatan khusus. Lihat, Azra, Surau, Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi, 99.

163 Secara umum demikian penyelenggaraan MAK terutama yang berstatus swasta, seperti MAK Diponegoro, Klungkung, Bali, dan MAK Bahrul Ulum, Jombang Jawa Timur. Namun MAK yang dikelola oleh Departemen Agama melalui MAN kebijakan penyelenggaraannya sampai saat ini belum dapat sepenuhnya dilaksanakan secara mandiri oleh pengelola MAK. Manajemen pengelolaan program berada di bawah kepemimpinan yang sama dengan MAN, sehingga pengelola MAK belum memiliki otonomi penuh untuk melakukan pengelolaan. Lihat, Suwendi dkk, ”Restrukturisasi MAK: Studi Kebijakan Penyelenggaraan Program Tafaqquh Fi> al-di>n Era UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003”, dalam Edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan), Volume 4, Nomor 4, Oktober-Desember 2006, 16-17.

Page 142: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

122

seharusnya dikuasai siswa. Dari hasil kajian terhadap literatur, kurikulum, buku

panduan, dan buku-buku pelajaran di negara-negara maju, seperti Inggris, Amerika

Serikat, Australia dan Singapura, perkembangan pendekatan kurikulum sejak akhir

1960-an sampai dengan tahun 1980-an telah menggunakan pendekatan berbasis

kompetensi (competence based approach) dan pendekatan belajar tuntas (mastery

learning aproach).164 Demikian pula Jepang, tahun 1980 Jepang sudah memasuki era

postindustri (ini adalah hasil dari kompetensi), ini menunjukkan bahwa jauh

sebelumnya Jepang telah mereformasi kurikulum sekolahnya. Sebab tanpa reformasi

kurikulum pendidikan tidak akan maju, ketika pendidikan mundur, industri juga akan

terpuruk. Shigeru Asanuma, melaporkan tentang reformasi pendidikan Jepang untuk

abad 21 yang berimplikasi pada pendidikan ke arah era postmodernisasi Jepang.

Dalam laporannya Shigeru mengemukakan bahwa reformasi kurikulum terkait erat

dengan kebijakan pemerintah secara politis.165 Hal ini identik dengan Yonghwan Lee

ketika menulis Politik dan Teori dalam Sejarah Reformasi Kurikulum di Korea

Selatan, ia melaporkan bahwa reformasi kurikulum selalu diikuti perubahan situasi

politik, khususnya setelah tahun 1945. Oleh karena itu, ukuran kekuatan politik selalu

dibutuhkan dalam mereformasi kurikulum nasional, kedunya include dalam

menentukan content dari kekuatan itu dan mengakui kurikulum untuk pendidikan

kontemporer serta teori kurikulum yang dikenalkan di Korea. Setiap kurikulum

164 Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 181-182.

Belajar tuntas (mastery learning) adalah sebuah pola pembelajaran yang mengharuskan pencapaian siswa secara tuntas, terhadap setiap unit pembahasan dan pemberian tes formatif pada setiap pembelajaran baik sebelum maupun sesudahnya untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang telah mereka pelajari serta penguasaan minimal 80% dari isi (content) kurikulum. Lihat, C. Ellis, Fundamental of Human Learning, Memory, and Cognition (University of New Mexico: Wim. C. Brown Company Publishers, 1978), 108. Model pembelajaran dalam belajar tuntas ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu model individual dan model kelompok. Kemudian konsep belajar tuntas kaitannya erat dengan kompetensi, lihat, J. Carroll, A Model of School Learning (Teacher College Record, 1963), 64. Dengan demikian belajar tuntas cocok diterapkan di Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

165 Shigeru Asanuma, “Japanese Educational Reform for the 21st Century: The Impact of The New Course of Study Toward the Postmodern Era in Japan”, dalam William F. Pinar (ed.), International Handbook of Curriculum Research (London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 2003), 438 – 439.

Page 143: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

123

nasional sejak tahun 1945 selalu menghasilkan kurikulum yang sesuai, pada suatu

ketika sangat mengkombinasikan dua proses ini, pertama, situasi (waktu) untuk

menghasilkan kurikulum tidak dapat dibedakan secara mudah, kedua, tujuan itu

jelas.166 Ke mana arah politik ke situ pergeseran kurikulum diarahkan.

Masih terkait dengan pengembangan kurikulum di Barat, Seperti di-review

oleh Schubert, bahwa sejarah pengembangan kurikulum, mulai abad 19 diantaranya

pada abad pertengahan klasik, seni pengembangan kurikulum sudah liberal, seperti

grammar, retorika, dan logika (quadrivium), dan kepercayaan bahwa otak paling baik

dikembangkan melalui praktek (empiric) dan pembelajaran sesuai dengan tahap

perkembangan, kebutuhan dan interes manusia. Kebanyakan perubahan ini dari para

elit, intelektual dalam kebijakan kurikulum, ke arah yang lebih universal, aplikatif,

dan bermanfaat bagi sekolah.167 Yang jelas start mereka dalam menggeser, merubah

dan menginovasi kurikulumnya sudah lebih dulu daripada Indonesia, maka wajar

kalau sekarang mereka lebih maju.

Dalam pengimplementasian KBK, kegiatan pembelajaran harus berpusat pada

siswa (active learning), berlangsung dalam suasana yang mendidik, menyenangkan

dan menantang dengan berbasis prinsip paedagogis dan andragogis. Dengan

pendekatan tersebut siswa diharapkan secara aktif dapat berkembang menjadi pribadi

yang berwatak, matang dan utuh serta memiliki kompetensi selaras dengan

perkembangan kejiwaannya.168 Ringkas dari bentuk pembelajaran ini adalah

Pembelajaran Aktif, Inovatif, kreatif, dan menyenangkan yang sering disebut

PAIKEM.

Dalam kurikulum Madrasah 2004 (KBK) menggunakan sistem semester dan

ditetapkan tingkat kelas yang berkelanjutan, MI enam tahun kelas I–VI, MTs tiga

166 Yonghwan Lee, Politics and Theories in the History of Curricular Reform in South Korea, dalam Pinar (ed.), International Handbook of Curriculum Research, 550.

167 Lihat, Bruce S. Cooper, Lance D. Fusarelli dan E. Vance Randall, Better Policies, Better Schools, Theori and Applications (New York: Pearson, 2004), 169.

168 Syafrudin, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, xii.

Page 144: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

124

tahun kelas VII–IX, MA tiga tahun kelas X–XII. Pemilihan program pada MA

ditetapkan sesudah kelas X.169 Dengan demikian perbedaan dan pergeserannya cukup

jelas, MA sebelumnya berlaku sistem kelas I–III, sekarang kelas X–XII, tadinya

memakai sistem catur wulan sekarang memakai sistem semester.

Pada kurikulum 2004 dihindarkan pertemuan tatap muka yang hanya satu jam

pelajaran, agar pembobotan dalam prinsip belajar tuntas dapat diselesaikan. Adapun

keseluruhan jumlah jam pelajaran perminggu dipertahankan seperti yang tercantum

dalam struktur kurikulum tahun 1994.170

Penilaian dalam KBK dilaksanakan secara terus menerus dan

berkesinambungan guna memperoleh informasi tentang kemajuan kompetensi dan

hasil belajar siswa pada setiap pembelajarannya. Dalam penilaian diterapkan prinsip

ketuntasan belajar (mastery learning). Informasi kemajuan dan hasil belajar

digunakan untuk menentukan tindak lanjut pembelajaran.171 Tindak lanjut

pembelajaran dari mastery learning adalah diadakan remedial teaching bagi siswa

yang nilainya kurang dari standar minimal, dan diadakan pengayaan bagi siswa yang

nilainya sudah mencapai standar maksimal.

Evaluasi hasil belajar dalam implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

dilakukan dengan beberapa penilaian yaitu, pertama, penilaian kelas, yang terdiri dari

ulangan harian, ulangan umum dan ujian akhir semester. Ulangan harian dilakukan

setiap selesai proses pembelajaran dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu.

Ulangan umum dilaksanakan setiap akhir semester dengan bahan ujian, semester

pertama, bahannya diambil dari semester pertama, semester kedua bahannya diambil

dari semester pertama dan kedua dengan penekanan pada semester kedua. Kedua, tes

kemampuan dasar, tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca,

menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program

169 Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 204. 170 Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 02. 171 Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Kejuruan Arah dan Prospek Pengembangan,

51.

Page 145: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

125

pembelajaran (program remedial). Tes kemampuan dasar dilakukan pada setiap

tahun. Ketiga, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, penilaian ini

berfungsi untuk mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai

ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan

sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat

Belajar (STTB) tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilain pada akhir jenjang

sekolah. Keempat, bench-marking merupakan standar untuk mengukur kinerja yang

sedang berjalan, proses dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang

memuaskan. Ukuran keunggulan dapat ditentukan di tingkat sekolah, daerah atau

nasional. Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga peserta didik

dapat mencapai satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan

kemampuan usaha dan keuletannya. Kelima, penilaian program dilakukan oleh

Departemen Pendidikan Nasional/Depag RI dan Dinas Pendidikan secara kontinue

dan berkesinambungan. Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian

kurikulum dengan dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya

dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan kemajuan jaman.172 Bila melihat

sistem evaluasi yang digunakan sudah sangat maju dari pada kurikulum sebelumnya.

Berdasarkan ilustrasi di atas karakteristik kurikulum MA tahun 2004 adalah

sebagai berikut; perlu diketahui bahwa kurikulum MA 2004 didasarkan pada UUSPN

No. 20 Tahun 2003, dimana tidak ada perbedaan antara kurikulum MA dengan

kurikulum SMA. Kedudukan MA sama dengan SMA. Yang diperlukan hanya

kepedulian Depag, sebagai departemen yang berwenang terhadap kurikulum MA,

untuk mempertahankan ciri khas ke-Islamannya. Muatan agama yang asli pada

kurikulum MA 2004, sama persis dengan kurikulum SMA, yaitu kira-kira 4,4%,

tetapi karena karakteristik ke-Islaman tidak boleh hilang dari kurikulum MA sebagai

ciri khasnya, maka penambahan jam pelajaran untuk rumpun mata pelajaran PAI juga

172 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi

(Bandung: Rosda, 2003), 103-105.

Page 146: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

126

tetap diadakan. Tanpa penambahan jumlah jam pelajaran untuk rumpun mata

pelajaran PAI, MA akan melupakan sejarah pendiriannya.

Adapun ciri khusus kurikulum MA 2004 yang terkenal dengan sebutan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah sebagai berikut; 1) menekankan pada

ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal, 2)

berorientasi pada hasil belajar (learning outcome) dan keberagaman, 3) penyampaian

dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, 4)

sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi

unsur edukatif, 5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya

penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.173

2. Kurikulum MA 2006: Modifikasi Ciri Khas ke-Islaman dengan Penciptaan

Suasana Keagamaan di Madrasah

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP).174 Dengan demikian maka KTSP merupakan kurikulum yang

paling baru di Indonesia –saat ini. Pemerintahan, daerah, dan sekolah adalah tempat

eksperimen kurikulum baru, tempat proses tahapan kurikulum baru diputuskan,

kurikulum baru itu include di sekolah dan guru, dan konsep kurikulum yang baru itu

harus dapat mengakses kualitas program untuk standar yang baru.175 Kurikulum MA

2006 diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), kurikulum ini tidak

hanya berlaku untuk madrasah tetapi juga sekolah. KTSP ini disusun untuk

memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan berbagai karakteristik dan

173 Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Kejuruan Arah dan Prospek Pengembangan,

42. Bandingkan dengan Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi, 42. Lihat juga, Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 101-102.

174 Disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Lihat, Masnur Muslich, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Dasar Pemahaman dan Pengembangan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 1.

175 Lihat, Bruce, Fusarelli dan Randall, Better Policies, Better Schools, Theory and Applications, 184.

Page 147: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

127

potensi daerah, sosial budaya masyarakat, kebutuhan dan potensi SMA/MA serta

peserta didik.176 Munculnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ini

mengacu pada Undang-Undang no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2, pasal 38 ayat 2 dan pasal 51 ayat 1,177 Peraturan

Pemerintah no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 17 ayat 1

dan 2, dan pasal 49 ayat 1, dan beberapa peraturan menteri.178 Pendidikan menengah

–SMA/MA– bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut.179 Dengan demikian banyak landasan kebijakan yang mendukung eksisnya

KTSP.

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15) dijelaskan,

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang

disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP

dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar

kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP). Winaja Sanjaya menganalisis konsep yang ada dalam SNP ini

adalah, pertama, sebagai kurikulum yang bersifat operasional, maka dalam

pengembangannya, KTSP tidak akan lepas dari ketetapan-ketetapan yang telah

disusun pemerintah secara nasional. Kedua, sebagai kurikulum operasional, para

pengembang KTSP, dituntut dan harus memperhatikan ciri khas kedaerahan, sesuai

dengan bunyi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 ayat 2, yakni bahwa kurikulum

176 Muhaimin, et. al., Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Pada Sekolah dan Madrasah (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 334. 177 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, 24, 26. 178 Beberapa Peraturan Menteri yaitu; Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 23 tahun

2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Mendiknas Nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas Nomor: 22 dan 23, dan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam nomor: DJ. II.I/PP.00/ED/681/2006, tanggal 1 Agustus, tentang pelaksanaan Standar Isi (khusus untuk Madrasah).

179 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, 7.

Page 148: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

128

pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip

diversifikasi180 sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.181

Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum di daerah

memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit

pelajaran.182 Dengan harapan dapat diaktualisasikan oleh siswa dengan lebih mudah.

Adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), nampaknya

memungkinkan gagasan pendidikan Islam pluralis-multikultural. Madrasah Aliyah

sebagai lembaga pendidikan Islam yang banyak ragam program dan jurusannya itu

memungkinkan menjadi lembaga pendidikan Islam yang pluralis-multikultural. Ada

beberapa aspek yang dapat dikembangkan dalam pendidikan Islam pluralis-

multikultural, pertama, pendidikan Islam pluralis-multikultural adalah pendidikan

yang menghargai dan merangkul segala bentuk keragaman. Dengan demikian,

diharapkan akan tumbuh kearifan dalam melihat segala bentuk keragaman yang ada.

Kedua, pendidikan Islam pluralis-multikultural merupakan sebuah usaha sistematis

untuk membangun pengertian, pemahaman, dan kesadaran anak didik terhadap

realitas pluralis yang multikultural. Hal ini penting dilakukan, karena tanpa adanya

180 Dalam pendidikan perlu dimasukan konsep multycultural, merupakan obyek kurikulum

di mana di dalamnya terdiri dari ras, jender, kelas sosial ekonomi, etnik, agama, orientasi kelamin, dan ketidak mampuan (disability), lihat DeZure, “Innovations in the Undergraduate Curriculum”, dalam Guthrie (ed.), Encyclopedia of Education, 511. Bandingkan, bahwa dalam pendidikan multikultural, selalu muncul dua kata kunci, pluralitas dan kultural. Sebab, pemahaman terhadap pluralitas mencakup segala perbedaan dan keragaman, apapun bentuk perbedaan dan keragamannya. Sedangkan kultur itu sendiri tidak dapat terlepas dari empat tema penting, aliran (agama), ras (etnis), suku, dan budaya. Lihat, Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural, Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 50. Pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia dari manapun dia datangnya dan berbudaya apapun dia. Harapannya adalah terciptanya kedamaian sejati, keamanan yang tidak dihantui kecemasan, dan kebahagiaan tanpa kecemasan. Lihat, Ainurrafiq Dawam, Emoh Sekolah (Yogyakarta: Inspeal Ahimsa Karya Press, 2003), 100.

181 Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan pembangunan dan potensi daerah serta kebutuhan siswa yang dituangkan dalam tujuan jenjang dan satuan pendidikan. Oleh karena itu kurikulum harus memberikan substansi belajar mengajar yang menghantarkan kepada visi dan misi madrasah. Lihat, Departemen Agama RI, Madrasah Aliyah Kejuruan, Arah dan Prospek Pengembangan (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag RI, 2004), 38.

182 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), 128-129.

Page 149: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

129

usaha secara sistematis, realitas keragaman akan dipahami secara sporadis,

fragmentaris, atau bahkan memunculkan eklusivitas yang ekstrem. Pada titik ini,

keragaman dinilai dan dilihat secara inferior. Bahkan mungkin tumbuh keinginan

untuk melakukan penguasaan dan ambisi menaklukkan mereka yang berbeda. Ketiga,

pendidikan Islam pluralis-multikultural tidak memaksa atau menolak anak didik

karena persoalan identitas suku, agama, ras, atau golongan. Mereka yang berasal dari

beragam perbedaan harus diposisikan secara setara, egaliter, dan diberikan medium

yang tepat untuk mengapresiasi karakteristik yang mereka miliki. Dalam kondisi

semacam ini, tidak ada yang lebih unggul antara anak didik satu dengan anak didik

yang lain. Mereka memiliki posisi yang sama dan memperoleh perlakuan yang sama.

Keempat, pendidikan Islam pluralis-multikultural memberikan kesempatan untuk

tumbuh dan berkembangnya sens of self kepada setiap anak didik. Ini penting untuk

membangun kepercayaan diri, terutama bagi anak didik yang berasal dari kalangan

ekonomi kurang beruntung, atau kelompok yang relatif terisolasi. 183 Ini barangkali

kesadaran kita untuk menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan rahmatan lil

‘alami>n, sehingga madrasah tidak melangit tapi membumi.

Menurut M. Atho Mudzhar, setidaknya ada tiga pendekatan (approach)

dalam mengajarkan mata pelajaran agama yaitu; pertama, pendekatan dogmatik

(dogmatic approach), yaitu pendekatan yang melihat pendidikan agama di sekolah

sebagai media transmisi ajaran dan keyakinan agama tertentu semata secara

”ecclesiastical”. Tujuannya ialah terwujudnya komitmen dogmatik peserta didik

terhadap agamanya. Kedua, pendekatan ilmu-ilmu sosial (social studies approach),

yaitu pendekatan yang melihat pendidikan agama di sekolah sebagai mata pelajaran

seperti mata pelajaran lainnya (ilmu-ilmu sosial) dan materi agama yang diajarkan

dilihat sebagai sesuatu yang sekuler seperti halnya yang dilakukan oleh ilmu

antropologi dan sosiologi. Ketiga, pendekatan perencanaan sosial (social planning

approach), yaitu pendekatan yang mendorong pemahaman dan komitmen peserta

183 Naim dan Sauqi, Pendidikan Multikultural, Konsep dan Aplikasi, 54.

Page 150: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

130

didik terhadap agama yang dipeluknya dan pada waktu yang sama juga mendorong

lahirnya sikap menghormati pemeluk dan ajaran agama lain untuk hidup saling

berdampingan dalam kemajemukan.184 Kelemahan pendekatan pertama akan

menimbulkan fanatisme yang berlebih-lebihan, sedangkan kelemahan pendekatan

kedua menimbulkan sekularisme sehingga memunculkan pemeluk agama yang tidak

taat terhadap ajarannya. Pendekatan ketigalah yang menjadi solusi, karena mampu

melayani kebutuhan agama anak (to meet the religious need of the children) dan pada

waktu yang sama juga mendorong harmoni diantara berbagai pemeluk agama berkat

kandungan multikulturalisme yang ada secara inhernt di dalamnya.

Selanjutnya, bila mengamati struktur kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) atau kurikulum tahun 2006, maka kurikulum madrasah sama persis dengan

kurikulum sekolah umum, MI sama dengan SD, MTs sama dengan SMP, MA dan

MAK sama dengan SMA dan SMK185 semua jurusan, baik jurusan IPA, IPS maupun

bahasa. Kesamaan ini termasuk untuk mata pelajaran agama. Adapun yang berbeda

hanya Madrasah Aliyah Keagamaan, perbedaan ini untuk kelas XI dan XII.186 Tetapi

sebenarnya walaupun sama Madrasah Aliyah diberi kebebasan untuk

mengembangkan isi, karena memang madrasah mempunyai ciri khas tertentu.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang

standar isi, maka Madrasah Aliyah dapat mengembangkan standar isi sesuai dengan

184 M. Atho Mudzhar, “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural”, dalam Edukasi

(Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan), Volume 4, Nomor 1, Januari-Maret, 2006, 7-8. 185 Munculnya Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan program pemerintah yang akan

merealisasikan 60% sekolah kejuruan sebagai bukti bahwa orientasi kurikulum ke depan adalah dunia kerja. Seperti dikatakan Wandira, kurikulum berorientasi kerja berangkat dari harapan untuk membantu peningkatan mutu hidup dalam semua dimensinya. Kurikulum tersebut harus menunjukan bahwa ia berperan bagi kemajuan individu dan masyarakat. A. Wandira, Work-Oriented Curricula for Rural Areas: an Overvew of Educational Problems and Issues, G. Supplit, U. Bude (eds), Work-Oriented Educational for Africa: Conference Report (Bonn: DSE), 31-50.

186 Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: Rosda, 2007), 50-61. Lihat juga, Muhaimin, et. al., Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 348.

Page 151: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

131

situasi dan kondisi serta kebutuhan. Hal ini sesuai dengan surat edaran Dirjen

Pendidikan Agama Islam Nomor DJ. II/PP.00/ED/681/2006 tentang pelaksanaan

standar isi yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan kompetensi lulusan,

Madrasah Aliyah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar isi yang lebih

tinggi daripada standar kompetensi lulusan dengan melakukan inovasi dan akselerasi.

Seperti telah disebut sebelumnya, bahwa Madrasah Aliyah Umum pada

kurikulum 2006 juga terdiri dari 3 program yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) dan Bahasa. Walaupun KTSP disusun dan dirumuskan oleh

satuan pendidikan masing-masing, tetapi ada rambu-rambu dari Departemen Agama

RI. Adapun rambu-rambu tersebut adalah komponen mata pelajaran dibagi menjadi 3

yaitu pertama, mata pelajaran yang isinya macam-macam jenis mata pelajaran,

kedua, muatan lokal dan ketiga pengembangan diri. Untuk kelas X (kelas I) semua

jurusan sama persis, baik jenis mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri,

kesamaan ini termasuk alokasi waktunya.187 Jenis mata pelajaran di kelas X semua

program ini meliputi, Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan,

Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Biologi, Kimia,

Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga

dan Kesehatan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan Ketrampilan/Bahasa

Asing. Adapun Pendidikan Agama Islam terdiri atas: al-Qur’an Hadis, Aqidah

Akhlak dan Fikih. Bedanya dengan struktur kurikulum SMA terletak pada mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam, dimana di SMA alokasi waktunya tetap 2 jam

pelajaran perminggu sedang isi PAI di SMA merupakan perpaduan, di MA dirinci

seperti telah disebut. Di SMA tidak ada Bahasa Arab di MA ada.188 Perbedaan ini

merupakan kebijakan Menteri Agama untuk mempertahankan ciri khas Islam.

Disamping itu diperlukan kepedulian insan madrasah untuk menciptakan suasana

187 Lihat, Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah (Jakarta: Direktorat

Jenderal Pendidikan Islam, 2006), 6. 188 Lihat, Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Suatu Panduan Praktis

(Bandung: Rosda, 2007), 56.

Page 152: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

132

keagamaan di lingkungan madrasah, dalam rangka mengantisipasi minimnya jumlah

jam pelajaran untuk rumpun mata pelajaran PAI.

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan

kompetensi yang disesuaikan potensi dan ciri khas daerah, termasuk keunggulan

daerah yang materinya tidak dapat dikelompokkan terhadap mata pelajaran yang ada.

Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan

merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan

memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan dan

mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik

sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan

atau dibimbing oleh kanselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan

dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.189 Dalam pengembangan diri ini dapat

dimanfaat oleh insan madrasah untuk penciptaan suasana ke-Islaman.

Kemudian, jenis mata pelajaran Madrasah Aliyah kelas XI dan XII program

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) meliputi; Pendidikan Agama Islam, Pendidikan

Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Matematika,

Fisika, Kimia, Biologi, Sejarah, Geografi, Pendidikan Jasmani Olahraga dan

Kesehatan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Ketrampilan/Bahasa Asing.190

Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) jenis mata pelajarannya meliputi, Pendidikan

Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa

Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Sejarah, Geografi, Pendidikan Jasmani,

Olahraga dan Kesehatan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan

Ketrampilan/Bahasa Asing.191 Dan program Bahasa jenis mata pelajarannya terdiri,

Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa

Inggris, Matematika, Sastra Indonesia, Bahasa Asing, Antropologi, Sejarah, Seni

189 Lihat, Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah, 6. lihat juga, Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Suatu Panduan Praktis, 55.

190 Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah, 7. 191 Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah, 8.

Page 153: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

133

Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, Teknologi Informasi dan

Komunikasi, dan Keterampilan.192 Adapun program yang tidak ada di SMA, tetapi

hanya di MA adalah program keagamaan, yang mata pelajarannya meliputi,

Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa

Inggris, Matematika, Tafsir dan Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Ushul Fikih, Tasawuf/Ilmu

Kalam, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, dan

Keterampilan.193 Bila dibanding dengan SMA, untuk program IPA, IPS dan Bahasa,

berbeda di isi PAI dan alokasi waktunya serta Bahasa Arab. Dengan demikian maka

jumlah jam pelajaran perminggunya lebih berat MA dari pada SMA. Di MA 43 jam

pelajaran perminggu, sementara di SMA 39 jam pelajaran perminggu.194 Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat struktur kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006, terlampir

(lihat tabel 24-28).

Untuk Madrasah Aliyah Kejuruan dalam rangka memberikan kemampuan

bekerja sesuai dengan keahlian tertentu, struktur kurikulumnya dibagi menjadi tiga,

pertama, komponen normatif, berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik

menjadi warga masyarakat dan warga negara yang berprilaku sesuai dengan nilai-

nilai ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mata

pelajarannya meliputi, Pendidikan Agama Islam (al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak,

Fikih, dan SKI), Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah, Olahraga dan Kesehatan,

Bahasa Indonesia. Kedua, komponen adaptif, berisi kompetensi yang bertujuan agar

peserta didik mampu beradaptasi dan mengembangkan diri sesuai dengan

perkembangan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, budaya dan seni, ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan perkembangan dunia kerja sesuai dengan

keahlian. Mata pelajarannya meliputi, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Matematika,

Ketrampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi, Kewirausahaan. Ketiga,

192 Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Suatu Panduan Praktis, 60. 193 Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Suatu Panduan Praktis, 61. 194 Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Suatu Panduan Praktis, 58.

Page 154: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

134

produktif, kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu melaksanakan tugas

di dunia kerja sesuai dengan program keahlian. Kompetensi dalam komponen

produktif merupakan standar kompetensi yang berlaku di bidang keahlian yang

ditetapkan asosiasi profesi, hasil inventarisasi dan konsensus dunia kerja, serta pihak-

pihak terkait. Adapun mata pelajaran yang termasuk komponen produktif disesuaikan

dengan program keahlian. Mulai tahun 2006, komponen produktif meliputi

Ketrampilan, Otomotif, Elektronika, Tata Busana, Pertanian dan Komputer.195 Semua

mata pelajaran yang terakomodir dalam tiga komponen ini, ditempuh dalam suatu

periode belajar selama 3 tahun (kelas X, XI, XII) atau 4 tahun (X, XI, XII, XIII).196

Adapun struktur kurikulum Madrasah Aliyah Ketrampilan ini dapat dilihat di

lampiran (lihat tabel 29-30).

Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum KTSP ini

sebenarnya tidak berbeda dengan kurikulum sebelumnya yaitu menekankan keaktifan

siswa (active learning), siswa disuruh mencari, mendiskusikan, mengkomunikasikan

dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran juga harus

menumbuhkan kreatifitas dan inovasi siswa serta disajikan dengan suasana yang

menyenangkan. Silabus disusun sendiri oleh satuan pendidikan masing-masing, ini

yang membedakan dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Dimana sebelumnya

sentralistik, kurikulum disusun oleh pemerintah pusat.

Prinsip penilain dalam KTSP juga tidak beda dengan KBK, karena

substansinya adalah kompetensi siswa. Standar kompetensi sudah ditentukan oleh

Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP), yang menyebutkan Standar Isi dan

Standar Kompetensi Lulusan. Karena kurikulum ini berorintasi pada proses dan hasil,

maka proses itu harus baik, dan hasilnya juga harus memuaskan. Dengan demikian

penilain harus dilakukan secara obyektif, comprehensip, dan berkesinambungan.

Sistem semester kembali dipakai dalam KTSP. Dengan demikian penilain itu

195 Profil MAN Jember 1 2006 – 2007, hlm. 64. 196 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004 untuk RA, MI,

MTs dan MA (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2004), 31.

Page 155: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

135

meliputi nilai formatif, ujian tengah semester dan ujian semester, yang kemudian

mengakumulasi menjadi nilai raport.

Melihat uraian di atas dapat di cermati karakteristik kurikulum MA tahun

2006 yaitu bahwa muatan agama pada kurikulum MA 2006 semakin menipis

dibanding 2004, dengan demikian berimplikasi pula pada tambahan jumlah jam untuk

memelihara ciri khas ke-Islamannya. Termasuk berimbas pada jumlah jam

keseluruhan untuk mata pelajaran rumpun PAI. Antisipasi hal ini MA harus berusaha

memodifikasi jumlah jam pelajaran PAI yang minim dengan cara menciptakan

suasana keagamaan di lingkungan MA. Dengan cara ini ciri khas ke-Islaman MA

akan dapat dipelihara.

Adapun ciri-ciri khusus kurikulum MA tahun 2006 yang sering disebut

Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) adalah sebagai berikut; pertama, dilihat

dari desain KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu. Hal ini

dapat dilihat dari, (a) struktur program KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran

yang harus ditempuh oleh peserta didik, (b) kriteria keberhasilan KTSP lebih banyak

diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran. Kedua, kurikulum yang

berorientasi pada pengembangan individu. Ketiga, KTSP adalah kurikulum yang

mengakses kepentingan daerah. Barry Franklin ketika membahas power and culture

dalam kurikulum, sangat menekankan adanya hubungan antara kekuatan dan kontrol

ekonomi dengan kekuatan dan kontrol kebudayaan. Kemudian hubungan antara

pengetahuan atau kontrol kebudayaan dengan kekuatan ekonomi dan sosial.197

Perbedaan kebudayaan, sosial dan kekuatan ekonomi antara satu daerah dengan

197 Lihat, Michael, Ideology and Curriculum, 61. Lapangan kurikulum sangat penting

didefinisikan – para ahli kurikulum yang setuju dengan definisi ini Franklin Bobbitt, W.W. Charters, Edward L. Thorndike, Ross L Finney, Charles C. Peters, dan David Snedden – hubungan antara konstruksi kurikulum dengan kontrol dan kekuatan masyarakat harus terus menerus mempengaruhi lapangan kurikulum masa kini. Lihat, Clarence J. Karier, Elite Views on American Education, Education and Social Structure in the Twentieth Century, Walter Laquer and George L. Mosse, (eds) (New York: Harper Torchbooks, 1967), 149-151.

Page 156: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

136

daerah lain tidak sama, dengan demikian harus diakses melalui KTSP, agar supaya

aktual. Keempat, KTSP merupakan kurikulum teknologis.198

Winaja lebih lanjut menganalisis, dilihat dari karakteristik yang demikian

maka KTSP adalah kurikulum yang memuat semua unsur desain kurikulum. Namun

demikian, walaupun semua unsur desain mewarnai KTSP, akan tetapi desain KTSP

sebagai desain kurikulum berorientasi pada pengembangan disiplin ilmu atau desain

kurikulum subjek akademis tampak lebih dominan. Hal ini tampak jelas dari

pengaturan secara ketat nama-nama disiplin ilmu serta kriteria keberhasilan setiap

siswa dalam mempelajari kurikulum.199 Berdasarkan analisa di atas maka KTSP

merupakan kurikulum yang lebih baik saat ini dibanding dengan kurikulum

sebelumnya.

Berdasarkan pembahasan dari beberapa sub bab dalam bab ini, dapat

diambil kesimpulan bahwa isi kurikulum MA terus bergeser sejak isi kurikulum MA

mendominasi muatan agama sampai muatan agama menipis. Dan akhirnya muatan

umum pun dominan dalam kurikulum MA. Tetapi walaupun demikian ciri khas ke-

Islaman tetap dipertahankan sebagai karakteristik asli madrasah.

198 Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 130-131. 199 Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), 131.

Page 157: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

137

BAB IV

PENGARUH KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH TERHADAP

PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH ALIYAH

Madrasah Aliyah Negeri pertama kali didirikan, tidak secara langsung oleh

pemerintah (Departemen Agama), tetapi melalui proses penegerian seperti halnya

Madrasah Tsanawiyah Negeri, yakni dengan Keputusan Menteri Agama No. 80 tahun

1967. Dalam keputusan itu disebutkan bahwa madrasah yang dinegerikan itu adalah

Madrasah Aliyah Al-Islam di Surakarta, Madrasah Aliyah Pesantren Sabilil Muttaqien

(PSM) Takeran Magetan di Jawa Timur dan Madrasah Aliyah Palangki di Sumatera

Barat, dengan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri atau MAAIN.1 Melihat realitas

yang demikian, madrasah benar-benar milik masyarakat (umat). Selanjutnya, bab ini

merupakan analisis yang akan membuktikan bahwa pergeseran kurikulum lebih

dipengaruhi faktor politik.

A. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pergeseran Kurikulum MA

1. Faktor Agama (ideologi)2

Menurut Kelly, dalam perspektif politik, ideologi adalah dominan dalam

pendidikan.3 Pendidikan tidak hanya sebuah materi yang diwariskan secara turun

1 Departemen Agama RI, Sejarah Madrasah, Pertumbuhan, Dinamika dan

Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam melalui Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah Tahun Anggaran 1999/2000, 1999), 12.

2 Menurut golongan positivistic yang dikategorikan ideologi adalah segala penilaian etis, norma, teori-teori metafisik dan keagamaan. Semua yang termasuk ideologi itu termasuk keyakinan yang tidak ilmiah karena tidak rasional dan hanya merupakan keyakinan subyektif. Bila ideologi dikaitkan dengan ilmu pengetahuan menurut Kuntowijoyo ideologi bersifat subyektif, normatif, dan tertutup sedangkan ilmu pengetahuan mempunyai watak obyektif, faktual dan terbuka. Lihat, Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 20. Istilah ideologi paling sering dihubungkan dengan dua pemikir besar, Karl Marx dan Karl Mannheim. Bagi Marx, ideologi-ideologi politikpun tak pelak lagi sebagaian besar merupakan pembenaran bagi materi yang ada atau organisasi ekonomi masyarakat. Sementara konsep Manheim tentang sebuah ideologi total –sebagai lawan dari konsepnya tentang sebuah ideologi tertentu– pada intinya sama dengan Marx. Lihat, William F. O’neil, Educational Ideologies: Contemporary Expression of Educational Philosophies (Santa Mania, California, Amerika Serikat: Goodyear Publishing Company, Inc, 1981), 31.

Page 158: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

138

temurun dari generasi tua kepada generasi muda, dan evaluasi dari ilmu pengetahuan

dan masyarakat saja tetapi pendidikan itu adalah sebuah materi (isi kurikulum) dari

satu golongan masyarakat yang dominan dalam mempropagandakan ideologinya,

kemudian mencapai kontrol politik dalam rangka pengembangan kekuasaannya,

demikan lanjut Kelly.4 Pernyataan Kelly diperkuat oleh Harris, bahwa pendidikan

adalah sebuah kekuatan ideologi dan kepentingan yang maha dasyat.5 Bila kita

kembali ke pembahasan bab sebelumnya, bahwa pendidikan dengan kurikulumnya

bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Ibaratnya, pendidikan

adalah wadahnya, sedangkan kurikulum adalah isinya, maka substansi dari

pendidikan adalah kurikulumnya. Dengan demikian yang digarap oleh para ideolog

adalah kurikulum pendidikan itu sendiri. Maka apa yang dikatakan Kelly dan Harris

sebenarnya, bahwa kurikulum pendidikan tidak dapat lepas dari ideologi.

Kelly melaporkan, terdapat ideologi yang berbeda-beda, dari ilmu

pengetahuan, kehidupan sosial dan kemanusiaan.6 Laporan Kelly, dapat diberi ciri

dengan pernyataan Alastair C. MacIntyre, yang menyatakan bahwa sebuah ideologi

selalu mempunyai tampilan kunci, pertama, bahwa ideologi berusaha

menggambarkan karakteristik-karakteristik umum tertentu alam, atau masyarakat,

atau kedua-duanya, karakteristik yang tidak hanya ada di tampilan-tampilan tertentu

dari dunia yang sedang berubah, yang hanya dapat diselidiki lewat pengkajian

empiris. Kedua, adanya perhitungan tentang hubungan tentang apa yang dilakukan

dengan apa yang seharusnya dilakukan, keterkaitan antara hakikat dunia dengan

hakikat moral, politik dan panduan-panduan prilaku. Ketiga, ideologi tidak hanya

dipercayai oleh anggota-anggota kelompok sosial tertentu, melainkan diyakini

sedemikian rupa sehingga ia setidak-tidaknya merumuskan sebagaian keberadaan

3 A. V. Kelly, The Curriculum Theory and Practice (London: Sage Publication, 2004), 38. 4 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 38. 5 K. Harris, Education And Knowledge: The Structured Misrepresentation of Reality

(London: Routledge, 1979), 140. 6 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 97.

Page 159: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

139

sosial mereka.7 Tampilan kunci yang dinyatakan Alastair, memberikan ciri ideologi-

ideologi yang dilaporkan Kelly. Ini dapat dibenarkan, karena realitasnya ideologi,

terutama yang berkembang di dunia pendidikan, banyak dan bermacam-macam –

berbeda antara satu dan lainnya.

Bila diamati secara jeli, nampaknya laporan Kelly dan pernyataan Alastair,

terangkum dalam uraian Sargent, bahwa sebuah ideologi, demikian Sargent, adalah

sebuah sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh

kelompok tertentu. Ia tersusun dari serangkaian sikap terhadap berbagai lembaga

serta proses masyarakat. Ia menyediakan sebuah potret dunia sebagaimana adanya

dan sebagaimana seharusnya dunia itu bagi mereka yang meyakininya. Dan, dengan

keyakinan itu ia mengorganisir kerumitan atau kompleksitas yang besar di dunia

menjadi sesuatu yang cukup sederhana dan bisa dipahami. Derajat organisasi atau

penataan itu, juga penyederhanaannya yang tampak pada potret tadi, cukup bervariasi

dari satu ideologi ke ideologi lain; dan semakin meningkatknya kompleksitas dunia

membuat potret tadi menjadi kabur. Di saat yang sama, potret dasar yang disediakan

oleh ideologi tampaknya tetap cukup mapan dan konstan.8 Bahasa ideologi yang

disampaikan kepada para anggotanya cukup sederhana dan mudah dicerna, namun

sebenarnya kajiannya cukup rumit. Bila diperhatikan secara seksama, uraian Sargent,

ideologi sama halnya dengan keyakinan agama, faham dan lain-lain. Bila demikian

kenyataannya, maka sebuah lembaga pendidikan punya ideologi tertentu, yang

tentunya ideologi itu akan di save dalam kurikulumnya dan disosialisasikan dalam

proses belajar mengajar, kepada para siswanya. Sebelumnya, tentulah sudah

disepakati oleh para pimpinan sekolah dan guru-gurunya serta pegawai yang lain.

Bila dibedakan dari sisi masa (zaman), ideologi sebenarnya dapat dibedakan

menjadi dua, ideologi klasik, meliputi kapitalisme, sosialisme, dan nasionalisme.

7 Alastair MacIntyre, Against the Self Images of the Age (New York: Shocken Books, 1971),

8-9. 8 Lihat, O’neil, Educational Ideologies: Contemporary Expression of Educational

Philosophies, 32-33.

Page 160: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

140

Menurut Achmadi, ideologi ini dalam dua atau tiga dekade terakhir ini, sudah mulai

kehilangan momentumnya. Hilangnya ideologi klasik diganti dengan ideologi

kontemporer, seperti feminisme, pluralisme, dan postmodernisme.9 Bergesernya

kurikulum Madrasah Aliyah tidak dapat dinafikan dari dua klasifikasi besar ideologi

tersebut, yakni ideologi klasik dan ideologi kontemporer.

Berbeda dengan klasifikasi yang disebut Achmadi, William F. O’Neil,

menyebutkan ada dua aliran ideologi besar yang cukup berpengaruh berdasarkan

varian masing-masing, pertama, ideologi konservatif dengan variasi:

fundamentalisme, dan konservatisme; kedua, ideologi liberalis dengan variasi:

liberalisme, liberasionisme dan anarkhisme.10 Sebelum O’Neil, sebenarnya Henry

Giroux, juga telah menyebutkan, bahwa ada aliran ideologi, yaitu konservatisme,

liberalisme dan aliran kritis.11 Bila dibandingkan antara klasifikasi yang diberikan

O’Neil dan Giroux, sebenarnya tidak jauh berbeda, karena konservatif dan

liberalisme disebut oleh dua ahli ini. Sementara perbedaan hanya di aliran kritis dan

anarkisme, walaupun arti kedua istilah ini sebenarnya juga tidak jauh berbeda.

Konservatif memandang bahwa konsep yang selama ini digunakan masih tetap

aktual dan relevan sehingga tidak perlu perubahan.12 Bila berdasarkan ideologi

konservatif, kurikulum Madrasah Aliyah (MA) masih tetap aktual sampai sekarang,

tidak perlu ada perubahan atau pergeseran atau dinamisasi. Ideologi semacam ini

akan terus ortodoks, dan tidak akan maju.

Liberalisme menekankan pengembangan kemampuan, melindungi dan

menjunjung tinggi hak dan kebebasan individu. Konsep pendidikannya bertolak dari

paradigma Barat tentang rasionalisme dan individualisme, yang sejarah

9 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, 3. 10 O’Neil, Ideologi-ideologi Pendidikan, alih bahasa Omi Intan Naomi (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2002), 104-120. 11 Lihat, H. A. Giroux, Ideology, Culture, and The Process of Schooling (Philadelphia:

Tempel University and Falmer Press, 1981). 12 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, 4.

Page 161: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

141

perkembangannya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kapitalisme di Barat.

Segi positif rasionalisme, individualisme dan kebebasan yang berkembang di Barat

mendorong tumbuhnya kreativitas, semangat inovatif, dan optimalisasi kualitas

individu yang sanggup bersaing dan bertanggung jawab dalam iklim kapitalisme.

Itulah sebabnya pendidikan lebih diarahkan untuk mengejar kualitas –akademis

ataupun profesional– walaupun dengan resiko biaya tinggi.13 Dengan ideologi

liberalisme, kurikulum Madrasah Aliyah akan bergeser ke arah modern, tetapi perlu

dicatat bahwa kurikulum MA, tetap harus mempertahankan ciri khas ke-Islamannya,

kalau tidak maka kurikulum MA akan menghasilkan manusia individualis dan

kapitalis, yang ini jelas bertentangan dengan Islam. Yang menjadi idaman kurikulum

MA, bagaimana supaya bergesernya ke arah modern dan Islami. Hal ini perlu

perpaduan antara ideologi Islam dan liberalisme.

Anarkisme, kritisisme dan rekontruksionisme, ketiga istilah ini saling

mendukung. Istilah anarkisme yang digunakan William F. O’Neil bukan berkonotasi

buruk, karena maksudnya adalah aliran yang anti kemapanan. Istilah yang agak halus

adalah kritisisme, atau rekontruksionisme. Aliran ini memandang bahwa pendidikan

tidak dapat dilepaskan dari upaya rekontruksi sosial. Mereka menghendaki perubahan

struktur sosial, ekonomi, politik melalui pendidikan. Oleh karenanya pendidikan

difungsikan sebagai wahana transformasi sosial, kalau perlu melakukan dekontruksi

dan rekontruksi sosial, menuju tatanan yang lebih adil dan manusiawi.14 Tokoh-tokoh

kritis bahkan sering dianggap radikal yang muncul di tahun 1970-an yang gemanya di

Indonesia cukup kuat ialah: Ivan Illich dengan ”de Schooling Society”, Poulo Freire

dengan ”Pedagogy for The Oppressed”, dan Everett Reimer dengan ”Kematian

Sekolah”. Walaupun mereka berbeda dalam menformulasikan gagasannya tetapi

mereka mempunyai ide yang hampir sama, yang artinya pendidikan adalah

merupakan wahana yang sangat strategis untuk melakukan penyadaran bagi setiap

13 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, 5. 14 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, 5-6.

Page 162: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

142

individu masyarakat atas hak-haknya. Oleh karenanya pendidikan harus melakukan

peranannya yang sangat signifikan untuk memerdekakan dan membebaskan individu

manusia, terutama generasi muda dari penindasan, kebodohan dan kemiskinan.

Menurut mereka sekolah-sekolah formal yang ada sekarang ini tidak dapat

menjalankan peran pembebasan dan kemerdekaan ini, bahkan sebaliknya sering

digunakan untuk melanggengkan kekuasaan.15 Penulis lebih menyebut apa yang

dilakukan Ivan Illich, Poulo Freire dan Everett Reimer adalah ideologi oposan, dalam

rangka mengkritisi keadaan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah, karena

secara politis, ideologi tidak dapat dipisahkan dengan politik. Hal yang demikian

secara alamiah akan terus terjadi, contoh ketika kurikulum SKB diberlakukan yang

menyatakan madrasah mengajarkan 30% pelajaran agama, 70% pelajaran umum,

sehingga efek sipil dari keadaan yang demikian terjadi krisis ulama, maka muncul

kebijakan pendirian Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK), dalam rangka

menjawab krisis ulama tersebut. Hal ini pula terjadi dalam kurikulum MA, ketika

dalam KBK dan KTSP, content materi PAI mengecil sampai 2 jam perminggu, maka

banyak umat Islam yang berkomentar terjadi sekularisasi dalam kurikulum MA. Ini

perlu menjadi perhatian serius, bagaimana cara mengatasinya, sehingga secara politis

madrasah terintegrasi dengan pendidikan nasional, tetapi ciri khas ke-Islamannya

tetap include.

Menurut Achmadi, cukup besar pengaruh ideologi pendidikan liberal di dunia

pendidikan Indonesia, sebagai contoh konkrit, pada awal Orde Baru dikembangkan

Sekolah Pembangunan (masih pilot proyek), dalam proses belajar mengajar

dikembangkan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), kemudian

CBSA, dan Sistem Kredit Semester (SKS). Di Era Reformasi salah satu upaya

reformasi pendidikan ialah diberlakukannya kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),

yang kemudian dikembangkan menjadi KTSP. Bahkan secara sadar atau tidak sadar

kita juga mengadopsi ideologi liberalisme dan kapitalisme sekaligus, misalnya

15 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, 6.

Page 163: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

143

adanya gerakan pelatihan masyarakat dengan model ”Comunity Development” yang

muatan pelatihannya menggunakan konsep Achievement Motivation Training ciptaan

David McClelland. Sedangkan contoh paling mutakhir ialah pemberlakuan Badan

Hukum Milik Negara (BHMN) bagi Perguruan Tinggi Negeri tertentu. Yang ini rasa

sulit menepis adanya ideologi kapitalisme dalam sistem pendidikan di Indonesia.16

PPSI, CBSA, SKS, KBK dan KTSP adalah perjalanan sejarah kurikulum nasional

Indonesia dari pasca munculnya UU pendidikan yang pertama tahun 1950 sampai

munculnya UU pendidikan tahun 2003. Secara tidak langsung merupakan perjalanan

sejarah pergeseran kurikulum MA, dengan demikian dapat disimpulkan sementara

bahwa pergeseran kurikulum MA secara tidak sadar dipengaruhi ideologi liberalisme.

Menurut Frans Magnis Suseno, ideologi dapat dibagi menjadi dua, ideologi

dalam arti netral dan ideologi terbuka. Ideologi dalam arti netral adalah sistem

berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar rohani sebuah gerakan kelompok sosial atau

kebudayaan. Dalam hal ini ideologi tergantung isinya, kalau isinya baik maka

ideologi itu baik, begitu pula sebaliknya. Sedang ideologi terbuka adalah ideologi

yang hanya menetapkan nilai-nilai dasar, sedang penerjemahannya ke dalam tujuan

dan norma-norma sosial/politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan

prinsip-prinsip moral dan perkembangan cita-cita masyarakat. Operasionalisasinya

tidak ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati secara demokratis. Oleh

karena itu ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter, dan tidak dimaksudkan

untuk melegitimasi kepentingan sekelompok orang.17 Berdasar klasifikasi yang

diuraikan Frans, dapat diamati perkembangan pendidikan Islam di Indonesia yang

jelas menggambarkan kurikulumnya secara totalitas, seperti pendidikan Islam

tradisional, modern dan muncul fenomena baru yang lagi populer pendidikan Islam

dengan ideologi salafi. Penulis pikir pendidikan Islam tradisional dan salafi

menggunakan ideologi dalam arti netral, karena pendidikan –kurikulum– yang

16 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, 7. 17 Lihat, Frans Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis (Yogyakarta: Kanisius, 1992),

236.

Page 164: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

144

dikembangkan merupakan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar rohani sebuah

gerakan kelompok sosial atau kebudayaan dari umat Islam tertentu.18 Sedangkan

pendidikan Islam modern menggunakan ideologi terbuka karena hanya menetapkan

nilai-nilai dasar, sedang penerjemahannya ke dalam tujuan dan norma-norma

sosial/politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan prinsip-prinsip

moral dan perkembangan cita-cita masyarakat. Adapun pergeseran kurikulum

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) merupakan kelompok pendidikan Islam modern,

oleh karenanya menggunakan ideologi terbuka.

Banyaknya ideologi yang muncul saat ini perlu menjadi perhatian para

praktisi pendidikan. Terlebih, disamping ideologi-ideologi yang berasal dari Barat,

pada masa Orde Baru, sistem pendidikan nasional di Indonesia juga syarat dengan

ideologi Pancasila. Yang menjadi sebuah pertanyaan, apakah Islam juga termasuk

sebuah ideologi?, jawabannya pasti, bahwa Islam adalah sebuah ideologi. Dalam

sistem pendidikan Islam, Islam merupakan inti pokok ideologi yang terkandung di

dalamnya. Dengan demikian pergeseran kurikulum MA, walaupun dibawa oleh

ideologi apapun menurut penulis, tetap harus punya landasan yang kuat dengan

ideologi Islam.

2. Faktor Sosial

Sosial, merupakan faktor yang menyebabkan bergesernya kurikulum

madrasah. Sosial di sini adalah keadaan/kondisi sosial yang ada di masyarakat, seperti

dinyatakan Tilaar, bahwa kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) sebenarnya

merupakan refleksi dari perubahan sosial,19 yang terjadi di dalam masyarakat, dan

18 Madrasah di Indonesia yang dikelola oleh suatu organisasi sosial kemasyarakatan banyak

dipengaruhi oleh orientasi idologi organisasinya. Misalnya, madrasah yang didirikan Muhammadiyah, kurikulumnya lebih bersifat ala ideologi Muhammadiyah. Demikian halnya madrasah yang dikelola oleh NU orientasi kurikulumnya juga lebih menitikberatkan pada kemurnian mazhab. Lihat, Supriyanto, Pendidikan Islam dan Politik, dalam Abudin Nata (ed.), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2001), 272.

19 Menurut Carolyn Zerbe Enns dan Linda M. Forrest, bahwa tujuan perubahan sosial direfleksikan melalui usaha-usaha transformasi disiplin, yaitu (a) perubahan content orang-orang dengan tidak mendominasi status sehingga menjadi jarak untuk memusatkan kurikulum; (b)

Page 165: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

145

oleh sebab itu sewajarnyalah apabila kurikulum tersembunyi itu menjadi titik tolak

kurikulum sekolah. Kurikulum formal di sekolah hampir selalu mengalami

kegagalan, oleh karena tidak memperhitungkan adanya kurikulum tersembunyi.

Berbagai kurikulum sekolah sudah out-of-date sebelum para siswa meninggalkan

ruangan sekolah.20 Pernyataan Tilaar didukung Ivan Illich, bahwa kurikulum

tersembunyi itu penting, karena kurikulum semacam ini merespon masalah sosial

yang ada di masyarakat. Agaknya Illich sedikit lebih kejam, karena sampai pada

tingkat penghapusan pendidikan formal, yang menurutnya akan lebih bermanfaat.21

Menurut penulis, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan tetap pemerintah dan

masyarakat, cuma, pergeseran kurikulum yang terjadi, harus terus memperhatikan

perkembangan sosial yang ada di masyarakat, sehingga kurikulum tersebut, termasuk

kurikulum Madrasah Aliyah tetap relevan dengan kebutuhan sosial masyarakat.

Menurut Paulo Freire, pendidikan harus dapat menyelesaikan masalah --

termasuk masalah sosial– oleh karena itu isi pendidikan –kurikulum– harus

disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul. Manusia, lanjut Freire,

adalah pencipta dari sejarahnya sendiri.22 Keberadaan manusia dalam menghadapi

masalah sebagai mahluk yang berada dalam proses menjadi, meskipun manusia

menyadari dirinya masih belum lengkap dan tidak selesai, dalam kesadaran

ketidaklengkapan tersebut tertanam dalam diri manusia bahwa pendidikan, dimana

terkandung kurikulumnya, harus mampu memberikan kepuasan tersendiri bagi

kelangsungan hidup di dunia ini. Sifat tidak selesainya manusia serta sifat realitas

transformasi pengajaran, pembelajaran, penelitian dan metode-metode tes; (c) kesenjangan kebijakan yang melarang para siswa; (d) kembali memikirkan hubungan antara para siswa dan guru. Lihat, Carolyn Zerbe Enns dan Linda M. Forrest, Toward Defining and Integrating Multicultural and Feminist Paedagogies, dalam Carolyn Zerbe Enns dan L. Sinacore (ed.), Teaching and Social Justice, Integrating Multicultural and Feminist Theories (Washington, DC: American Psychological Association, 2002), 15.

20 H. A. R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2002), 371.

2121 Ivan Illich, Deschooling Society (New York: Harper & Row, 1972), 12. 22 Paulo Freire, Cultur Action For Freedom (Massachusetts: Harvard Educational Review

and Center For Studi of Development and Social Change, 1970), 57.

Page 166: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

146

dalam transformasi sosial mengakibatkan bahwa pendidikan merupakan suatu

kegiatan yang berlangsung tiada batas.23 Oleh karena itu, tegas Freire, pendidikan

adalah proses kemerdekaan bukan penjinakan (domestifikasi) sosial sebagaimana

terjadi dalam dunia ketiga bahwa pendidikan sering dijadikan alat melegitimasi

kehendak penguasa terhadap rakyat yang tidak berkuasa, untuk itu pendidikan harus

menjadi aksi dan refleksi secara menyeluruh untuk merubah realitas yang menindas.24

Naluri manusia yang merdeka dan hidup bermasyarakat di lingkungannya harus

dipelihara lewat kurikulum madrasah. Ketika ”naluri merdeka” manusia dikekang

oleh kurikulum, karena kurikulum yang ada digunakan untuk melanggengkan

legalitas politik tertentu, pastilah manusia akan menuntut terbebasnya naluri tersebut.

Sebab jika kurikulum dipaksakan sentralistik, berarti kurikulum tersebut bergeser

bukan karena tuntutan sosial yang ada di masyarakat, tetapi kurikulum tersebut telah

dikebiri oleh penguasa. Pada dasarnya perkembangan sosial masyarakat adalah

dinamis, dengan demikian ketika pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor

sosial, maka pergeseran tersebut juga dinamis.

Di awal Indonesia baru merdeka, situasi sosial masyarakat Muslim

menghendaki bahwa lembaga madrasah adalah identik dengan pesantren, yaitu

sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n. Maka kurikulumnyapun menghendaki 100%

mengajarkan agama. Tetapi dalam perjalanan sejarah umat Islam di Indonesia,

misalnya situasi sosial umat Islam di tahun 1990-an, umat Islam sudah sadar akan

pentingnya pengetahuan umum, dan perlunya madrasah diakui oleh pemerintah,

maka kurikulumnyapun menyesuaikan dengan tuntutan sosial umat Islam saat itu

dan pemerintah. Begitu seterusnya.

Menurut Garfinkel, setiap orang bergulat untuk menangkap pengalaman

sosial sedemikian rupa sehingga pengalaman itu ”punya arti”.25 Supaya pengalaman

23 Freire, Cultur Action For Freedom, 68. 24 Freire, Cultur Action For Freedom, xiii. 25 Margaret M Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: Rajawali Pers, 2000), 320.

Page 167: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

147

mempunyai arti, diperlukan penjelasan, adapun penjelasan ini harus ditransformasi

melalui media pendidikan, yakni kurikulumnya. Dalam mentransformasi pengalaman

tersebut juga jangan hanya diberi tafsir intelektualis dan psikomotoris, sehingga siswa

hanya akan menjadi orang pandai dan terampil saja tetapi tidak mempunyai sense of

social di masyarakat, oleh karena itu pendidikan juga harus mengembangkan potensi

spiritual anak didiknya.26 Dengan kesadaran sikap afektif-nya, para siswa akan

menyadari dirinya merupakan bagian dari anggota sosial masyarakat, hal seperti ini

mesti harus muncul dalam kurikulum madrasah. Di awal munculnya madrasah,

nampak bahwa kurikulumnya mengarah pada pembentukan manusia spiritualis, tetapi

perkembangan sosial masyarakat Muslim kini, kurikulum madrasah telah diarahkan

kepada pembentukan manusia intelektualis dan psikomotoris, terbukti ada MAN

Model dan ada MA Ketrampilan.

Ketika zaman ini masih Orde Baru, pendidikan masih bersifat sentralistik,

semua kebijakan pendidikan berasal dan yang menentukan pusat. Seolah-olah

pemerintah menutup diri dengan perkembangan sosial masyarakat ini, padahal,

meminjam pernyataan Tilaar, pendidikan dan pengajaran harus mengikutsertakan

peran serta masyarakat (sosial) sebagai stakeholder.27 Sejak perencanaan,

pelaksanaan program, evaluasi sampai pada manajemen sekolah, harus mengikut

sertakan peran masyarakat, demikian tegas Tilaar.28 Hal ini senada dengan teori John

Wiles dan Joseph Bondi, dalam teorinya Wiles dan Bondi menguraikan, bahwa

pengembangan kurikulum adalah pekerjaan dan usaha bersama-sama. Pengembangan

kurikulum harus melibatkan banyak kelompok, agensi dan individu, baik dalam

sekolah maupun luar sekolah. Guru yang akan melaksanakan kurikulum akan lebih

26 Pendidikan harus bertujuan untuk membangun kemampuan kognitif (pengetahuan),

psikomotorik (keterampilan) dan afektif (sikap). Lihat, M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural, Cross-Cultural Understanding Untuk Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), 144.

27 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk Indonesia, 427

28 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk Indonesia, 430.

Page 168: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

148

besar menentukan sukses dan tidaknya perubahan kurikulum. Demikian pula dengan

siswa, mereka harus menjadi bagian dari proses pengembangan kurikulum. Orang tua

dan kelompok anggota masyarakat –komite sekolah– yang harus mendukung

perubahan dan pengembangan kurikulum tersebut sejak dari awal, juga harus

terlibat.29 Semakin banyak kontribusi masyarakat terhadap pengembangan,

pergeseran dan perubahan kurikulum, maka semakin tinggi tingkat validitas dan

kualitasnya.

Pernyataan Wiles dan Bondi diperkuat Walker, bahwa guru mempunyai

kewenangan yang amat besar untuk melakukan inovasi dan pergeseran kurikulum,

mengujicobakannya di dalam kelas, lalu mereka memiliki kurikulum operasional

yang kuat untuk diterapkannya dalam proses pembelajaran. Mereka dapat melakukan

hal itu karena didukung dengan kepercayaan masyarakat pengguna sekolah, dan

bahkan mereka diberi dukungan untuk melaksanakannya. Akan tetapi guru juga tidak

boleh main-main dalam pengembangan, pergeseran dan inovasi kurikulumnya,

karena siswa, orang tua siswa, para pengguna juga memiliki hak untuk terlibat dalam

mengkritisi kurikulumnya itu. Orang tua memiliki ekspektasi terhadap anak-anaknya

sehingga mereka harus diikutkan dalam pembahasan kurikulum di sekolah tersebut.

Demikian juga universitas yang akan menerima lulusan sekolah menengah, boleh

menyampaikan berbagai kualifikasi yang diperlukan, sebagaimana pasar tenaga kerja

juga boleh menyampaikan kualifikasi keilmuan, keahlian dan keterampilan yang

dibutuhkan. Bahkan siswa juga dapat mengontrol kurikulum sekolah dengan tidak

mengikuti pelajaran yang menurut mereka tidak relevan dengan kompetensi yang

dibutuhkannya.30 Preser masyarakat terhadap pergeseran kurikulum madrasah agar

lebih demokratis, kemudian lembaga tersebut merubah kurikulumnya sesuai tuntutan

29 John Wiles dan Joseph Bondi, Curriculum Development A Guide to Practice (Columbus,

Ohio, USA: Merryl Publishing Company, 1989), 119. 30 Decker F. Walker dan Jonas F. Soltis, Curriculum and Aims (New York: Teacher College

Press, 1997), 5. Lihat juga, Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 78.

Page 169: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

149

sosial masyarakat Muslim khususnya, adalah bukti bahwa pergeseran kurikulum

madrasah merespon tuntutan sosial. Pesantren tradisional yang sudah mulai membuka

lembaga pendidikan formal di dalamnya, munculnya pesantren modern, dan

modernisasi madrasah, ini juga termasuk indikatornya.

Kurikulum pendidikan mengikuti perkembangan sosial kemasyarakatan,

seperti teorinya Karl Marx, ada kaitan antara sistem pendidikan (kurikulum) dengan

kapitalisme industri. Namun teori ini menurut Tilaar punya kelemahan, karena secara

realitas perkembangan industri dengan perkembangan pendidikan biasanya tidak

sejalan. Tilaar lebih lanjut, menjelaskan, ketika terjadi boom pendidikan pada tahun

60-an, dengan lahirnya negara-negara baru seperti di Afrika dan Asia, maka

pendidikan dianggap suatu investment yang sangat penting sebelum negara-negara itu

memasuki dunia industri. Menurut Tilaar, struktur sekolah tidak usah berakar dari

kapitalisme. Ledakan pendidikan ternyata muncul pula pada masyarakat non

industri.31 Ketika pandangan kita materialistik, ada benarnnya teori Marx, karena

dalam kurikulum pendidikan yang dikembangkan ada kemampuan intelektual dan

skill. Tetapi perlu diingat bahwa perkembangan tersebut, bukan satu-satunya, ada

attitude (sikap) yang tidak kalah pentingnya dikembangkan dalam pendidikan. Ketika

kita berfikir yang kedua ini, ada benarnya pula pendapat Tilaar. Dengan demikian

maka pendapat Marx dan Tilaar harus dikawinkan sehingga muncul teori baru.

Pendidikan dikejar oleh masyarakat untuk mencapai sukses ekonomi dan

mobilitas sosial, demikian Collins dan Dore.32 Demikian pula pendidikan dikejar juga

bukan bertujuan material semata, tetapi pendidikan dikejar juga untuk menciptakan

keadilan sosial. Gagasan Andrew Milner, barangkali perlu dicatat untuk mendasari

masalah ini, untuk menciptakan keadilan sosial kita harus menghilangkan

ketidakadilan dengan menangani sebabnya pada tingkat akar, dengan kata lain, seakar

31 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk

Indonesia, 412-413 32 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk

Indonesia, 413, lihat pula, Ronald Dore, The Diploma Disease (t.k: t.p., 1976).

Page 170: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

150

akarnya.33 Doktrin keadilan sosial dan ketidakadilan sosial, yang paling efektif

pastilah disampaikan lewat proses pendidikan –transfer of values– yang materinya

harus include dalam kurikulum. Terlebih, ketika masuk dalam kurikulum MA, sangat

efektif karena kurikulum MA sendiri banyak muatan Islamnya, tergantung

bagaimana metode guru yang paling efektif dalam transfer of values terhadap ajaran

keadilan sosial ini. Ini tuntutan masyarakat di Era Reformasi, dimana pada masa Orde

Baru, keadilan terpasung.

Bahasa juga dapat menjadi pemicu masalah sosial, ketika suatu bangsa tidak

mempunyai Bahasa Nasional. Karena secara politis, Bahasa Nasional adalah alat

pemersatu komponen bangsa. Seperti India, sebagaimana dilaporkan Thut dan Don

Adams, bahwa tidak adanya Bahasa Nasional di India setelah kemerdekaan,

menghambat persatuan dan kesatuan. Karena bahasa Inggris tidak dapat diterima

dengan pertimbangan kebudayaan34 dan kebangsaan, maka bahasa yang paling

populer yaitu Hindi, menjadi pilihan yang masuk akal. Pemerintah menetapkan Hindi

sebagai Bahasa Nasional pada tahun 1965. Tetapi menjadi persoalan, karena Hindi

hanya digunakan setengah dari populasi India. Masih ada sembilan bahasa utama

yang dituturkan paling sedikit satu juta warga.35 Dalam prakteknya bahasa mengalami

perkembangan, seperti bahasa Indonesia sendiri mengalami perkembangan dari ejaan

Van Oposyen, Suwandi sampai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perkembangan

bahasa sebagai alat komunikasi sosial maupun ilmiah, akan berpengaruh terhadap

pergeseran kurikulum. Content bahasa, baik untuk mata pelajaran bahasa Indonesia,

maupun mata pelajaran lain yang disampaikan dengan bahasa Indonesia, pastilah

mengikuti perkembangan ejaan yang ada di Indonesia, kalau tidak maka akan

33 Andrew Milner, “Change or charity”, Alliance, Vol. 8 No. 3, September 2003, 21-24. 34 Arab, sebagai contoh, bahasa –sebagai hasil kebudayaan– Arab dan sejarah Arab

merupakan dua elemen dalam pendidikan baik Islam maupun Kristen, lihat, A.L. Tibawi, Islamic Education, Its Traditions and Modernization into the Arab National Systems (London: Luzac and Company Ltd, 1979), 224.

35 I.N. Thut dan Don Adams, Educational Patterns in Contemporary Societies (New York: McGraw-Hill Book Company, 1984), 625.

Page 171: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

151

menimbulkan masalah sosial. Demikian, dinamisasi sosial di masyarakat yang tidak

dapat dibendung perkembangannya, menuntut pergeseran kurikulum –dalam

pembahasan ini adalah kurikulum MA.

3. Faktor Ekonomi

Ekonomi juga tidak kalah pentingnya mempengaruhi pergeseran kurikulum

madrasah. Karena dengan pertumbuhan perekonomian yang baik akan menjadi faktor

pendukung pergeseran kurikulum madrasah ke arah dinamis, demikian pula

sebaliknya pertumbuhan perekonomian yang buruk akan menjadi kendala pergeseran

kurikulum madrasah ke arah dinamis, bisa-bisa statis atau bahkan mundur ke

belakang. Senada dengan hal ini, Hasan Langgulung, memasukan ekonomi sebagai

salah satu asas dalam pendidikan. Seperti pernyataannya, bahwa ekonomi dengan

pendidikan –kurikulumnya– selalu bergandengan sejak dahulu kala. Ahli-ahli

ekonomi sejak zaman itu, begitu juga pencipta-pencipta sains telah mengakui

pentingnya peranan yang dimainkan oleh pendidikan dalam pertumbuhan

pengetahuan manusia dan selanjutnya pentingnya yang belakangan ini untuk

perkembangan ekonomi.36 Kemudian, dalam bidang ekonomi yang sangat relevan

dengan pendidikan, tegas Langgulung, adalah hal-hal yang berkaitan dengan

invesment dan hasilnya. Artinya kalau modal ditahan sekian lama dan sekian banyak,

berapa banyak nanti keuntungan yang diharapkan dari situ. Negara-negara industri

memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar, jadi memerlukan lebih banyak

investasi dalam pendidikan, sedangkan di negara-negara berkembang waktu belajar

itu lebih sedikit, dan tentunya budget untuk pendidikan juga kurang.37 Di sini nampak

jelas, bahwa pendidikan berimplikasi hasil ekonomi, dan ekonomi mendukung

kualitas pendidikan. Di negara maju kurikulumnya lebih kompleks dibanding dengan

negara berkembang, berbanding lurus, demikian pula ekonomi di negara maju lebih

kompleks dibanding negara berkembang.

36 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003), 19.

37 Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, 19.

Page 172: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

152

Pendidikan dengan kurikulumnya, lanjut Langgulung, merupakan faktor

produksi. Dalam teori ekonomi klasik, tenaga manusia ditambah tanah menghasilkan

produksi. Dalam teori ekonomi neo-klasik, tanah dan tenaga harus dibedakan dari

modal fiskal, yaitu alat-alat, seperti pabrik, perkakas, dan bangunan dalam proses

produksi. Diakui bahwa sumbangan setiap faktor, tanah, tenaga atau modal, dapat

dibedakan dari sumbangan yang lain. Belakangan ini sumbangan tenaga dapat dibagi

lagi menjadi sumbangan tenaga tulen –sederhana dan sumbangan tenaga keikhlasan–

terampil (skill). Istilah yang terakhir ini disebut modal manusia (human capital) yang

dianggap faktor terpenting dalam produksi.38 Untuk menciptakan human capital yang

berkualitas tinggi, perlu kurikulum pendidikan yang berkualitas.

Sebagaimana Langgulung, Oemar Hamalik, melengkali pernyataanya,

bahwa kehidupan ekonomi pada dasarnya tidak hanya berpangkal pada kegiatan

produksi saja, tetapi juga distribusi, dan konsumsi. Kegiatan ekonomi yang baik ialah

sistem ekonomi yang dipergunakan bagi masyarakat luas. Oleh karenanya masalah

ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial, fungsional dan struktural.39

Setiap masyarakat, lanjut Hamalik, memiliki keyakinan, adat kebiasaan, dan nilai-

nilai kultural yang mendasari kegiatan ekonominya, serta memanifestasikan pola

kelakuan ekonomi tertentu. Pola itu diperlukan oleh masyarakat dan dilembagakan

dalam institusi ekonomi. Dengan demikian, nilai-nilai kultural tersebut menjiwai

sistem dan kegiatan, serta memberikan kekuatan dan prestise tertentu terhadap

masyarakat untuk berusaha dan menciptakan kesejahteraannya.40 Demikian pula

dengan masyarakat Indonesia, mempunyai sistem ekonomi yang tentunya berbeda

dengan negara-negara lain di dunia.

Terkait dengan perekonomian Indonesia, Dawam Raharjdo menyatakan

bahwa perekonomian di Indonesia adalah bersifat demokratis, seperti koperasi, Badan

38 Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, 19. 39 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: Rosda, 2009), 90. 40 Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, 90.

Page 173: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

153

Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bentuk

perekonomian seperti ini, yang mempunyai landasan konstitusi kuat di Indonesia,

adapun swasta, tegas Dawam, kedudukannya dalam konstitusi lemah. Tetapi dalam

prakteknya, justeru yang menguasai perusahaan-perusahaan besar adalah swasta.

Yang menjadi konglomerat juga perusahaan swasta. Dengan demikian, kesimpulan

Dawam, karena pemerintah membiarkan liberalisasi untuk pihak swasta, dan

pemerintah juga nampaknya demikian dengan BUMN-nya.41 Realitas perekonomian

yang demikian mempengaruhi kondisi pendidikan di Indonesia. Karena dengan

praktek perekonomian yang demikian, yang kaya semakin kaya, yang miskin makin

miskin, padahal yang miskin lebih banyak, akhirnya akan menimbulkan masalah

sosial di masyarakat, yang berimplikasi pada pendidikan. Bahkan menurut catatan

kompas tahun 1998, yang dikutip Musa Asy’arie, penduduk Indonesia yang miskin

mencapai 113 juta jiwa.42 Masyarakat miskin, enggan bersekolah, karena ketiadaan

biaya. Maka kurikulum pun berjalan apa adanya, tidak dapat tercapai secara ideal,

karena untuk merealisasikan kurikulum yang ideal diperlukan biaya yang cukup.

Masyarakat miskin di kota oleh Parsudi Suparlan disebut gelandangan.

Gelandangan artinya selalu berkeliaran, atau tidak pernah mempunyai tempat tinggal

yang tetap. Pekerjaan mereka disebut Parsudi, seperti pedagang kaki lima, penjual

pakaian bekas (tukang loak), penyapu jalan, tukang becak, dan penjaga malam.

Bahkan diantara mereka ada yang menjadi pelacur.43 Pertanyaannya kemudian,

bagaimana mereka memikirkan pendidikan, gaya hidupnya saja jauh berbeda dengan

masyarakat pada umumnya. Dengan demikian faktor ekonomi sangat mempengaruhi

masyarakat memperoleh pendidikan dengan kurikulum yang layak.

41 Uraian lengkap dapat dibaca, M. Dawam Rahardjo, “Demokrasi Ekonomi Dalam Alam

Leberalisasi Ekonomi”, dalam Rizal Ramli et. al., Liberalisasi Ekonomi dan Politik di Indonesia (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Manajemen (PPM) FE UII, 1997), 247-250.

42 Musa Asy’arie, Keluar dari Krisis Multidimensi (Yogyakarta: LESFI, 2001), 165. 43 Penjelasan lengkap penelitian Parsudi, dapat dibaca, Parsudi Suparlan (Pny.), Kemiskinan

di Perkotaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), 178-181.

Page 174: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

154

Barangkali, dapat menjadi penguat, uraian Kelly, bahwa setiap institusi

pendidikan mempunyai tugas untuk membantu anak-anak atau para siswa mereka

agar supaya mereka produktif dan mencapai kepuasan karir; lembaga pendidikan itu

mempunyai tanggung jawab untuk men-support ekonomi yang menjadi dana untuk

para siswa. Ide yang demikian, lanjut Kelly hendaknya masuk dalam kurikulum

sekolah44 (madrasah). Dengan demikian untuk mewujudkan outcome yang produktif

dan dapat bekerja sesuai disiplin ilmunya, maka kurikulum harus benar-benar

aplikatif, artinya menekankan pada kemampuan akal dan skill dan bersifat praktis,

tidak hanya sekedar teoritis.

4. Faktor Budaya

Pendidikan beserta kurikulumnya adalah sebuah lingkungan, menurut Hasan

Langgulung lingkungan inilah yang berusaha mewariskan nilai-nilai budaya yang

dimilikinya kepada setiap anggotanya –para siswanya dalam pendidikan– dengan

tujuan memelihara kepribadian dan identitas budaya tersebut sepanjang zaman. Sebab

budaya dan peradaban, lanjut Langgulung, dapat mati seperti orang perseorangan.

Orang disebut mati bila nyawanya putus. Budaya dan peradaban disebut mati bila

nilai-nilai, norma-norma dan berbagai unsur lain yang dimilikinya berhenti berfungsi,

artinya tidak diwariskan lagi dari generasi ke generasi dan tidak lagi diamalkan setiap

hari oleh penganut-penganutnya.45 Hal ini dikuatkan, oleh Tilaar, kebudayaan tanpa

pendidikan akan punah.46 Dengan demikian pendidikan beserta kurikulumnya

merupakan media pelestarian budaya dan peradaban. Ketika budaya dan peradaban

berkembang, secara otomatis pendidikan beserta kurikulumnya akan mengikutinya,

atau sebaliknya.

44 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 188. 45 Langgulung, Pendidikan Islam pada Abad ke 21 (Jakarta: Pustaka Al-H{usna Baru, 2003),

75. 46 Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi

Pendidikan Nasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), 8.

Page 175: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

155

Menurut Tilaar, Tanpa kebudayaan, tanpa lembaga-lembaga sosial, tidak

mungkin seorang individu berkembang atau menjadi individu yang inovatif.47

Demikian pula Thomas R. Rochon, menurutnya, lembaga politik juga berpotensi

merubah budaya.48 Sebab meminjam perkataan Langgulung, kebudayaan adalah

faktor luar yang harus dikendalikan dari dalam –potensi manusia yang berupa fitrah.

Ibarat sebuah mata uang, tegas Langgulung, adalah bermuka dua, satu muka disebut

potensi yang satu disebut din, yang satu berkembang dari dalam tiap individu, sedang

yang satu lagi dipindahkan (transmission) dari orang ke orang, dari generasi ke

generasi, jadi bersifat dari dalam ke luar.49 Harus ada kecerdasan dari dalam untuk

menyikapi dan mengolah kebudayaan.

Dalam hal budaya, yang menurut penulis perlu diperhatikan dalam

kurikulum pendidikan khususnya madrasah, Langgulung, menjelaskan; dalam

mensikapi budaya, ada yang menerima dan menolak, jika budaya itu baik dan tidak

bertentangan dengan inti pokok ajaran Islam –dalam madrasah– maka dapat

diterima, dan jika sebaliknya, maka ditolak. Dalam hal adaptasi, ada dua

kecenderungan, yaitu assimilasi dimana kebudayaan Yunani dan Persi itu

diasimilasikan atau dicernakan oleh kebudayaan Islam supaya dapat berpadu dengan

kepribadian Islam. Kecenderungan yang kedua, akomodasi dimana si peminjam,

dalam hal ini kaum Muslimin, membuka diri terhadap budaya baru itu kalau perlu

47 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk

Indonesia, 417. 48 Indikator ini terjadi ketika kasus pelecehan seksual yang diperankan oleh Senat Komite

Yudisial mendengarkan tuntutan Profesor Hill melawan Judge Thomas sebelum berhadapan dengan publik. Tanpa mendengarkan kesaksian Anita Hill tuntutan tidak akan didengarkan. Dan tanpa kekerasan kampanye pemilihan umum, para senat komite juga tidak akan turun mendengarkan secara jelas kecemasan publik secara langsung. “Anda tidak hanya mengambil kasus itu”, yaitu menceritakan tuduhan untuk para senator supaya meresponnya dengan menentukan usaha-usaha supaya memunculkan sensitifitas mereka pada isu pelecehan seksual. Proses politik Amerika merespon keduanya antara konfrontasi publik dengan Anita Hill dan Clarence Thomas dan untuk membuktikan bahwa para senat Amerika memonitor reakasi publik. Penjelasan lebih lanjut, baca Thomas R. Rochon, Culture Moves, Ideas, Activism, and Changing Values (Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1998), 200.

49 Langgulung, Pendidikan Islam Pada Abad ke 21, 79.

Page 176: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

156

menyesuaikan diri dengan kehendak pendatang itu supaya betah hidup dalam

lingkungan budaya Islam. Ini merupakan kecenderungan golongan filosof-filosof

Muslim.50 Apa yang diuraikan Langgulung, merupakan sikap kita –kurikulum

madrasah– terhadap budaya yang datang. Untuk mensikapi hal tersebut, pastilah kita

–kurikulum madrasah– harus mempunyai filter yang kuat, sehingga tidak salah

mentransformasi budaya. Perlu direkam pengakuan Michael S. Merry, yang

menyatakan sesungguhnya tidak seperti Yahudi, Sikhis dan Hindu, Islam adalah

merupakan agama yang universal, diantara misinya adalah menerima perbedaan

budaya, etnis, politik atau afiliasi bahasa. Sehingga berkembangnya sekolah Islam

menjadi sekolah yang pluralis, demikian Merry.51

Dalam beberapa peradaban Barat dapat dilihat gejala ini, seperti gejala

asimilasi pada zaman Stalin di Rusia, tetapi pada zaman Kruschov kecenderungan

akomodatif lebih menonjol. Begitu juga di Komunis Cina, pusat kecenderungan

asimilatif, dapat dilihat pada revolusi kebudayaan pada tahun 60-an, sedang semenjak

Komunis Cina dipimpin oleh Deng Xiao Peng kecenderungan akomodatif mulai

menonjol.

Gerakan Muhammad Ali di Mesir, mencapai puncaknya di Turki di bawah

Kemal Attaturk bukanlah gerakan adaptasi, tetapi adopsi dengan pengertian

mengambil; bulat-bulat dari Barat dan membuang warisan budaya sendiri, sebab

mereka berpendapat kalau ingin maju tirulah orang Barat dan buang yang kita punya

sebab itulah sumber kemunduran. Kalau orang Barat pakai cepiau maka pakailah

cepiau, sampai-sampai di Turki diusahakan penghapusan tulisan Arab. Adzan sendiri

diucapkan pakai bahasa Turki. Di Iran sendiri terjadi gerakan modernisasi melalui

jalan yang sama, yaitu adopsi, di bawah dinasti Pahlevi, yang mengikis pengaruh

50 Langgulung, Pendidikan Islam pada Abad ke 21, 82-83. 51 Michael S. Merry, Culture, Identity, and Islamic Schooling: A Philosophical Approach

(Macmillan: Palgrave, 2007), 162.

Page 177: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

157

Islam dari masyarakat Iran.52 Berdasarkan teori transmisi kebudayaan dan contoh

transmisi kebudayaan baik negara Islam maupun negara Barat, maka jelas, terjadinya

transmisi kebudayaan pada suatu negara, kelompok maupun lembaga pendidikan

tertentu, akan mengubah content materi yang akan dipelajari khususnya dalam

kurikulum. Dengan demikian maka budaya menjadi faktor terjadinya pergeseran

kurikulum. Hal ini dapat diketahui pula, bahwa secara umum, filter budaya dalam

kurikulum madrasah adalah ajaran Islam –al-Qur’an dan al-Hadis– ini tentunya

berbeda dengan filter kurikulum di sekolah umum.

Terkait dengan Indonesia, Tilaar menegaskan, selama Orde Baru nilai-nilai

moral yang merupakan inti dari kebudayaan dan pendidikan telah diredusir menjadi

nilai-nilai indoktrinasi yang tanpa arti dan sekedar menjadi semboyan untuk

melindungi kebobrokan hidup para pemimpin.53 Seperti halnya penjelasan di atas,

bahwa filter budaya kurikulum madrasah adalah al-Qur’an dan Hadis, maka nilai-

nilai ini harus dikembalikan lagi dalam kurikulum madrasah, sehingga tidak

dipolitisasi.

Realitas yang terjadi pada masa Orde Baru, ternyata berbeda dengan Era

Reformasi. Masih terkait dengan pernyataan Tilaar, pada Era Reformasi, pendidikan

mempunyai visi baru, membangun manusia dan masyarakat madani Indonesia yang

mempunyai identitas, berdasarkan budaya Indonesia.54 Kenyataan transformasi

budaya pada masa Orde Baru dengan Orde Reformasi ternyata, berbalik seratus

delapan puluh derajat, dimana pada masa Orde Baru nilai moral untuk menfilter

budaya diindoktrinasi oleh kekuasaan politik, tetapi pada Orde Reformasi justeru

mendambakan identitas masyarakat madani berdasarkan budaya Indonesia. Realitas

yang demikian, pastilah berpengaruh pada kurikulum, khususnya kurikulum

52 Lihat, Langgulung, Pendidikan Islam Pada Abad ke 21, 79. 53 Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi

Pendidikan Nasional, 10. 54 Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi

Pendidikan Nasional, 11.

Page 178: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

158

madrasah, sehingga jelas terjadi pergeseran kurikulum MA dari zaman Orde Baru ke

zaman Orde Reformasi.

B. Dominasi Faktor Politik

Pembahasan ini akan membuktikan bahwa dalam pergeseran kurikulum MA,

faktor politik lebih dominan daripada faktor lain yang telah disebut.

Dalam undang-undang pendidikan yang pertama yaitu UU No. 4 tahun 1950

belum secara spesifik memberikan ketentuan khusus dalam hal pengaturan terhadap

lembaga pendidikan Islam. Meskipun demikian, undang-undang ini telah

memberikan pengakuan terhadap kedudukan sekolah agama (madrasah), seperti

tercantum dalam pasal 10 ayat 2 undang-undang tersebut, bahwa ”Belajar di sekolah

agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah mengakui

kewajiban belajar”. Sebelum ditetapkannya undang-undang tersebut, Menteri Agama

telah mengeluarkan ketentuan yang memberikan pengakuan terhadap madrasah

sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam, yakni Peraturan Menteri Agama

No. 1 Tahun 1946 yang ditetapkan pada tanggal 19 Desember tahun 1946 tentang

bantuan dan subsidi terhadap madrasah.55 Dalam peraturan tersebut dianjurkan agar

madrasah memberikan setidak-tidaknya sepertiga dari jumlah jam pelajarannya untuk

pelajaran umum meliputi bahasa Indonesia, berhitung, membaca dan menulis huruf

latin pada madrasah rendah, ditambah dengan ilmu bumi, sejarah, kesehatan, tumbuh-

tumbuhan di madrasah lanjutan.56 Bila melihat content, kurikulum madrasah

bergeser, dan pergeseran ini nampak jelas unsur politisnya, karena madrasah diakui

oleh pemerintah sebagai memenuhi kewajiban belajar ketika mau mengajarkan

pelajaran umum. Yang tadinya madrasah mengajarkan 100%, pelajaran agama (ulu>m

al-di>n).

55 Lihat, Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan

(Jakarta: Rajawali Press, 2009), 179. 56 Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, 180.

Page 179: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

159

Pada tahun 1972, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 34

Tahun 1972 tentang kewenangan penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan di

bawah satu pintu yaitu oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, termasuk di

dalamnya penyelenggaraan pendidikan agama. Keputusan Presiden tersebut diikuti

oleh Inpres No. 15 tahun 1974 tentang pelaksanaan Keputusan Presiden tersebut.57

Menurut penulis ada tiga tafsir menanggapi Kepres dan Inpres tersebut, pertama,

pemerintah berbuat demikian karena menghendaki satu sistem pendidikan nasional,

bukan dualisme atau sistem ganda, sehingga memanagnya mudah. Kedua, ada

semacam rasa ketakutan pemerintah terhadap politik umat Islam, ketika pendidikan

agama kuat akan melawan pemerintah dan membentuk negara Islam. Ketiga, supaya

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mendapat pekerjaan yang lebih besar

berupa proyek, dengan dimasukannya pendidikan agama di dalamnya.

Melihat realitas yang demikian, Kepres No. 34 tahun 1972 dan Inpres No 15

Tahun 1974 mendapat tantangan yang sangat keras dari kalangan Islam. Kedua

keputusan tersebut dipandang sebagai langkah untuk mengebiri tugas dan peran

Departemen Agama dan bagian dari sekularisasi yang dilakukan pemerintah Orde

Baru. Menurut Nurhayati Djamas, kecurigaan tersebut cukup beralasan dikaitkan

dengan setting sosial politik yang berlangsung pada awal pemerintahan Orde Baru

yang menerapkan kebijakan politik, memarjinalkan politik Islam melalui pengebiran

partai politik Islam.58 Melihat reaksi umat Islam yang sangat mengecam pemerintah,

membuat pemerintah gerah dan ketakutan, kemudian mengadakan sidang kabinet

terbatas, tanggal 26 Oktober 1974, kemudian Presiden Soeharto memberikan

penjelasan keputusan tersebut: pertama, karena tujuan pembangunan nasional adalah

untuk mencapai kemajuan material dan spiritual yang seimbang, maka harus ada

keseimbangan antara pendidikan umum dan agama. Kedua, pendidikan umum adalah

tanggung jawab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sedang pendidikan agama

57 Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, 183-184. 58 Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, 184.

Page 180: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

160

berada di bawah tanggung jawab Menteri Agama. Ketiga, untuk melaksanakan kepres

No. 34 Tahun 1972 dan Inpres No. 15 tahun 1974 dengan sebaik-baiknya perlu ada

kerjasama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Dalam

Negeri dan Departemen Agama.59 Berdasarkan keterangan presiden tersebut akhirnya

muncul kurikulum 1975 yang terkenal dengan sebutan kurikulum SKB (Surat

Keputusan Bersama) Tiga Menteri. Hal ini jelas, bahwa munculnya kurikulum SKB

Tiga Menteri ini syarat muatan politis. Muatan politis tersebut dapat dilihat, bahwa

sejarah munculnya SKB dilandasi oleh reaksi umat Islam terhadap Kepres dan Inpres

yang kontroversial. Selanjutnta SKB tersebut diantaranya berisi mewajibkan kepada

madrasah untuk mengajarkan 30% pelajaran agama dan 70% pelajaran umum. Maka

ada sebagaian madrasah yang mengikuti SKB, ada sebagaian madrasah yang lain

yang tidak mau mengikuti SKB. Madrasah Aliyah Negeri (MAN), karena di bawah

otoritas Departemen Agama secara otomatis mengikuti SKB.

Menanggapi kebijakan pendidikan yang sentralistik pada masa Orde Baru,

meminjam istilahnya Neil, bahwa sering terjadi kebijakan yang kontroversi antara

pemerintah pusat dan daerah.60 Kebijakan yang kontroversi tersebut, biasanya bersifat

politis. Karena menurut Kelly, bahwa sistem pendidikan dapat dimanipulasi oleh

kepentingan politik dalam rangka mencapai tujuannya.61 Sedangkan manipulasi

pendidikan dan masyarakat itu sendiri dominan dipengaruhi oleh kekuatan kelompok

yang masuk di dalamnya, demikian lanjut Kelly.62 Berbeda dengan Tilaar, harapan

besarnya adalah mengesampingkan kepentingan kelompok, partai politik, sehingga ia

berharap muncul undang-undang di negeri ini, pendidikan yang tanpa membedakan

ras, agama, tingkat sosial ekonomi, gender, sehingga terbentuk masyarakat yang

59 Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, 184. 60 John D. McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction (New York: John Wiley &

Sons, INC., 1996), 289. 61 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 38. 62 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 38.

Page 181: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

161

demokratis.63 Menanggapi dua ide yang bertolak belakang, sebenarnya Neil dan

Kelly, lebih melihat perkembangan pendidikan secara alamiyah, sementara Tilaar

menginginkan konsep yang ideal yaitu demokratisasi pendidikan, bahwa pendidikan

adalah hak asasi manusia untuk mengembangkan dirinya, sehingga diperlukan

undang-undang dan kebijakan baru yang mengaturnya.

Di Indonesia sangat nampak sebagai bukti apa yang dikatakan Neil dan

Kelly, bahwa kebijakan pendidikan khususnya yang terkait dengan umat Islam harus

mendapat restu dari presiden Soeharto. Sebagai contoh, di awal pemerintahannya

terangkatnya presiden Soeharto, karena dukungan militer yang kuat. Namun pada

periode berikutnya dukungan militer melemah, sehingga Soeharto mulai melirik

kelompok Muslim. Muncullah Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI), sebagai

organisasi Muslim modern. Dengan ICMI inilah aspirasi umat Islam dapat

tersampaikan. Sehingga ditetapkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

UU No. 2 tahun 1989 yang oleh kalangan Muslim dianggap memenuhi aspirasi

mereka, serta UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama tidak dapat

dilepaskan dari restu yang diberikan Soeharto.64 Dalam UU No. 2 tahun 1989 ini

madrasah diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, sehingga secara

politis umat Islam merasa diakui eksistensinya. Walaupun sebagai konsekwensinya

kurikulum MA harus mengikuti kurikulum pendidikan nasional.

Menanggapi sejarah lahirnya kurikulum SKB, sebagai bahan perbandingan

seperti pernyataan Kelly, bahwa tidak efektif ketika kurikulum yang kontroversial

didasarkan pada pembuatan kebijakan yang profesional.65 Atau menurut penulis

dibalik, tidak efektif ketika kebijakan kontroversial didasarkan pada pembuatan

kurikulum yang profesional. Dengan demikian yang paling efektif adalah kurikulum

yang diterima semua pihak didasarkan pada kebijakan yang profesional. Atau

63 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk Indonesia, 430.

64 Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, 170-171. 65 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 97.

Page 182: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

162

sebaliknya, akan efektif ketika kebijakan yang diterima semua pihak didasarkan pada

pembuatan kurikulum yang profesional.

Selanjutnya Neil menyatakan, bahwa kebijakan kurikulum jarang rasional,

atau didasarkan pada penelitian. Pengambilan keputusan sering tidak berdasar pada

analisa content yang hati-hati dalam berbagai disiplin dan kebututuhan-kebutuhan

yang bersifat sosial, atau pada studi proses pembelajaran dan konsen para pembelajar.

Kurikulum yang ada sering tidak netral berdasarkan ilmu pengetahuan, padahal

kurikulum merupakan hasil seleksi dari kebutuhan masyarakat secara umum.66

Kebijakan kurikulum yang demikian adalah politis. Sebab, lanjut Neil, bahwa

pembuatan keputusan kurikulum merupakan sebuah proses politik.67 Bila dianalisa

kenyataan bukan hanya sekarang, pendidikan terkait dengan politik, sebab sejak

zaman Plato dan Aristoteles, telah disebutkan bahwa pendidikan ada kaitannya

dengan politik, ungkapan yang menegaskan ”As is the state, so is the school”,

(sebagaimana negara, seperti itulah sekolah), atau ”What you want in the state, you

must put into the school” (apa yang anda inginkan dalam negara, harus anda

masukkan ke sekolah).68 Hal ini jelas bagi kita, bahwa berdasarkan pada teori para

ahli kurikulum, kebijakan pembuatan kurikulum sering bersifat politis, hal ini terbukti

pada keputusan-keputusan pembuatan kurikulum di Indonesia.

Menurut Azyumardi, sepanjang perjalanan sejarah Islam misalnya, terdapat

hubungan yang amat erat antara pendidikan dengan politik. Kenyataan ini, lanjut

guru besar UIN Jakarta ini, dapat dilihat dari pendirian banyak madrasah di Timur

Tengah yang disponsori oleh penguasa politik. Contoh paling terkenal dalam hal ini

adalah madrasah Niz}amiyah di Baghdad yang didirikan sekitar 1064 oleh Wazir

Dinasti Saljuk, Niz}am al-Mulk. Azyumardi melanjutkan laporannya, bahwa di

66 Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 290. 67 Neil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 290. 68 James S. Coleman, ed., Education and Political Development (Princeton: Princeton

University Press, 1965), 6., lihat juga, Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: logos, 1999), 61.

Page 183: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

163

madrasah ini, seorang pemikir dan ulama besar, al-Ghazali pernah menjadi guru

besar.69 Semakin kuatlah, bahwa madrasah –include kurikulumnya– tidak dapat

dipisahkan dengan politik, baik di dunia Barat, Islam maupun Indonesia sendiri.

Di Indonesia pernah terjadi sosialisasi politik terbuka melalui lembaga

pendidikan. Menurut Azyumardi, sosialisasi politik70 terbuka, merupakan upaya

sengaja untuk menanamkan sikap politik tertentu melalui kandungan politik tertentu

ke dalam kurikulum pendidikan. Semua ini dapat dilakukan dalam bentuk penyajian

subjek tertentu dalam kurikulum (seperti mata pelajaran Pancasila); indoktrinasi atau

penataran –seperti penataran P4– atau bahkan kegiatan-kegiatan brain washing. Hasil

dari sosialisasi politik terbuka ini sering diragukan orang.71 Sangat kentara, bahwa

penataran P4 itu alat politiknya Orde Baru melalui kurikulum pendidikan.

Indikatornya, dengan penataran P4 dapat mendoktrin siswa dan menyampaikan

pesan-pesan politiknya Orde Baru, indikator selanjutnya, setelah lengsernya Soeharto

sebagai lambang otoriter Orde Baru, nyatanya penataran P4 sudah tidak ada lagi.

Hasil dari sosialisasi politik melalui kurikulum dalam kasus Indonesia ini,

menyebabkan wacana demokrasi politik tidak terbangun secara ideal. Kecurigaan

para penguasa terhadap aksi-aksi frontal semakin kuat, ditambah oleh ambisius

penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Karena itu, sosialisasi politik

69 Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, 61. 70 Alfred de Grazia dan James S Coleman, seperti dikutip Azyumardi, membedakan antara

pendidikan politik (political education) –Grazia– dengan sosialisasi politik (political socialization) –Coleman. Pendidikan politik –sama dengan propaganda– bertujuan membangun dukungan bagi kebijakan-kebijakan penguasa. Melalui pendidikan politik, penguasa mendidik anak didik tentang, misalnya, bagaimana bertingkah laku sebagai warga negara atau bagaimana menyikapi pemerintah, dan sebagainya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu pendidikan politik yang semula bersifat persuasif dapat berubah menjadi koersi (pemaksaan) fisik. Istilah politik mengacu kepada proses dimana individu-individu memperoleh sikap dan perasaan terhadap sistem politik, dan terhadap peranan mereka di dalamnya, yang mencakup: cognition (apa yang diketahui dan dipercayai orang tentang sistem politik eksistensinya dan modus operandinya), feeling (bagaimana perasaan seseorang terhadap sistem politik, termasuk kesetiaan dan perasaan kewajiban sipil), sense of political competence (apa peranan seseorang dalam sistem politik). Lihat, Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, 63-64.

71 Azyumardi Azra, “Sosialisasi Politik dan Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Komunikasi Dunia Perguruan Madrasah, Vol. I, Nomor, 02/1/1997, 22.

Page 184: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

164

melalui kurikulum pendidikan ini merupakan strategi politik penguasa untuk

mempertahankan kekuasaannya.72 Pendekatan politik lewat kurikulum adalah metode

doktrin yang cukup efektif, karena secara hukum, para siswa yang belum mempunyai

hak pilih secara aktif pun, sudah mengetahui pesan politik penguasa yang sedang

berkuasa.

Hancurnya rezim Orde Baru, muncul Orde Reformasi, dimana masyarakat,

khususnya dalam dunia pendidikan merasa terbebas dari unsur politisasi pendidikan.

Yang tadinya kebijakan pendidikan bersifat sentralistik, pada zaman reformasi

bersifat otonomi. Sehingga munculnya UU Pendidikan No. 20 Tahun 2003, seiring

dengan munculnya undang-undang otonomi daerah. Muncul Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK), dimana seorang siswa dituntut memiliki kompetensi yang

diharapkan. Pengetahuan tidak hanya bersifat teoritis tetapi praktis, tidak hanya

bersifat intelektualis tetapi juga spiritual. Kemudian muncul juga Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP), yang intinya sama dengan KBK, hanya saja otoritas

pembuatan kurikulumnya bersifat otonomi dari satuan pendidikan. Bila di teliti secara

seksama, munculnya kurikulum semuanya ini bersifat politis. Dengan demikian

melihat penjelasan di atas maka jelas memberikan ilham, bahwa kebijakan

kurikulum, khususnya kurikulum MA, muncul lebih didominasi faktor politik.

C. Tarik Menarik Kepentingan Partai Politik dalam Pendidikan

Ketika negeri ini baru merdeka, perdebatan mengenai Dasar Negara sebagai

falsafah negara hangat dibicarakan. Ada dua golongan yang cukup berperan dalam

perdebatan ini, yaitu golongan Islam dan nasionalis sekuler serta Kristen. Seperti

diprediksi oleh para sarjana bahwa umat Islam menghendaki Islam sebagai Dasar

Negara Indonesia, namun ditentang habis oleh golongan nasionalis sekuler serta

Kristen, dengan alasan bahwa Indonesia terdiri dari macam-macam agama, ketika

72 Supriyanto, Pendidikan Islam dan Politik, dalam Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2001), 276.

Page 185: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

165

dasar negaranya Islam maka tidak terakomodir semua. Menurut Syafi’i Ma’arif,

akhirnya di bawah panitia kecil yang dipimpin Soekarno didapat kesepakatan pada

tanggal 22 Juni 1945, sebagai rumusan kompromi yang dikenal sebagai Piagam

Jakarta yaitu: ”....Negara berdasarkan ke-Tuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban

menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.....” Tetapi karena satu dan

lain hal –terutama karena pertimbangan aspirasi kalangan Kristen di wilayah Timur–

sehari setelah kemerdekaan, rumusan ini akhirnya dicabut dari draf Undang-Undang

Dasar tersebut.73 Melihat realitas yang demikian, umat Islam sangat kecewa, karena

suara mayoritas tidak dapat mewakili umat mayoritas. Lain dengan India, justeru,

Hindu mayoritas yang menguasai pemerintahannya, sementara Muslim minoritas

ketakutan. Untuk mengantisipasi ketakutan tersebut, mengambil tindakan melalui

partai politiknya sendiri, Moslem League, untuk membentuk negara terpisah;

”Muslim India merasa bahwa mereka sudah menjadi orang Islam sebelum menjadi

orang India”.74 Setelah membandingkan dengan India, maka inilah satu babak

kekalahan umat Islam Indonesia. Dengan kekalahan ini tentunya berimplikasi

terhadap keadaan kurikulum madrasah –terutama kurikulum MA setelah tahun 1950

dan sebelum tahun 1973– dapat dibayangkan ketika negara ini berdasarkan Islam,

tentulah kepentingan madrasah yang diprioritaskan. Karena secara tidak langsung

golongan nasionalis sekuler yang secara politis menang dalam hal ini, maka secara

politis pula merekalah yang lebih berkuasa, akhirnya sekolah diposisikan nomor

satu, sedangkan madrasah beserta kurikulumnya nomor dua.

73 Syafi’i Ma’arif menguraikan proses dan dinamika politik yang berlangsung dalam

perdebatan antara kelompok nasionalis sekuler dengan kelompok Islam tentang Dasar Negara. Ia menyebutkan proporsi kelompok Islam dalam BPUPKI yang berjumlah 68 orang hanya 20% saja. Begitu pula dengan kompromi Piagam Jakarta yang dicapai oleh panitia Sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan salah seorang anggotanya yaitu AA Maramis, seorang Kristen. Baca, Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan (Jakarta: LP3ES, 1985), 101-109.

74 E. Blunt (ed.), Social Service in India (India: H.M. Stationery Office, 1939), 109. Dikutip dari Wallbank, A Short History of India and Pakistan (New York: American Library, 1958), 169.

Page 186: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

166

Babak kedua kekalahan politis umat Islam, seperti dilaporkan BJ. Boland,

yaitu tentang pembentukan Kementerian Agama dalam kabinet pertama pemerintahan

RI, tanggal 19 Agustus 1945. Laporan Boland, bahwa Latuharhary, salah seorang

wakil dari kalangan Kristen, keberatan dengan pembentukan Kementerian Agama

meskipun pada pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang saja telah ada lembaga

khusus yang mengurusi keperluan keagamaan umat Muslim.75 Dapat dibayangkan

ketika tidak ada Kementerian Agama, bagaimana nasib madrasah beserta

kurikulumnya, apakah dapat eksis atau kemudian hilang.

Lagi-lagi dibentuknya Kementerian Agama juga karena alasan politis,

Pemerintah menyadari, bahwa kepentingan umat Islam selama ini tidak terakomodir,

takut kalau umat Islam marah. Akhirnya pada masa kabinet Syahrir dari Partai

Sosialis memutuskan pembentukan Kementerian Agama, pada tanggal 3 Januari

1946.76 Melalui kementerian ini, kepentingan-kepentingan dan nasib madrasah

beserta kurikulumnya dapat diperjuangkan.

Kemudian kebijakan kurikulum pada masa Orde Baru –kurikulum MA tahun

1973, 1975/1976, 1984, dan 1994– sesuai dengan situasi politiknya adalah bersifat

sentralistik. Indikator ini adalah kuatnya kekuasaan Soeharto sebagai presiden,

sekaligus sebagai pemegang kekuasaan eksekutif. Dimana DPR sebagai kekuatan

legislatif dan MA yang mempunyai kekuasaan yudikatif, semuanya di bawah kendali

presiden Soeharto. Kenapa demikian, Harun Al-Rasyid mengatakan: ”Peran legislatif

pemerintah menjadi sangat besar, karena kebanyakan anggota DPR adalah wakil

partai pemerintah Golkar dan kelompok militer, ABRI, yang sesungguhnya adalah

orang-orang pemerintah”.77 Dengan demikian, lanjut Al-Rasyid, kebanyakan anggota

DPR mewakili partainya –pemerintah– bukan aspirasi rakyat. DPR sebagai legislatif

75 Lihat, B. J. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970 (Jakarta: Grafiti Pers,

1982), 40. 76 Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970, 12. 77 Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam

dalam Penyusunan UU No. 2 tahun 1989 (Leiden-Jakarta: INIS, 2004), 70.

Page 187: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

167

tidak mempunyai otonomi untuk menentukan kebijakan, hal ini sangat malang, kata

Montesquieu. Menurutnya, apabila kekuatan legislatif dan eksekutif dipegang oleh

orang yang sama, atau oleh Dewan Hakim yang sama, tidak bisa ada kebebasan.

Malang benar halnya jika orang yang sama, atau badan yang sama menjalankan

ketiga kekuasaan itu, yaitu kekuasaan menetapkan hukum, menjalankan keputusan

publik, dan menghakimi tindak kriminal.78 Hal ini diperkuat oleh John Locke, yang

menyarankan agar kekuasaan negara dibagi menjadi dua bagian terpisah; kekuasaan

legislatif dan kekuasaan eksekutif.79 Dia juga menyarankan agar kedua kekuasaan

tersebut melibatkan orang yang berbeda, dan kekuasaan legislatif harus lebih tinggi

daripada kekuasaan eksekutif, agar dapat mengendalikan kinerja eksekutif. Seperti

pernyataan Locke, hanya ada satu kekuasaan tertinggi yaitu kekuasaan legislatif, yang

lain berada di bawahnya.80 Berdasarkan teori para ahli tersebut, jelas, bahwa

kebijakan pemerintah Indonesia yang saat itu bersifat sentralistik, berimplikasi pada

tujuan dan hasil kurikulum, terlebih pada kurikulum madrasah yang saat itu secara

politis masih diposisikan pada tempat yang nomor dua.

Madrasah yang secara politis adalah hasil perjuangan para tokoh Muslim dan

yang memelihara perkembangannya juga orang Islam secara mayoritas, tetapi kurang

mendapat perhatian pemerintah. Dikarenakan kebijakan yang sangat sentralistik,

termasuk dalam kurikulumnya. Kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru ini,

muncul dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), yang merupakan

kepanjangan tangan dari Presiden. Dan presiden mengakui bahwa yang mengurusi

pendidikan adalah Depdikbud bukan Depag, maka kebijakan pendidikan pun yang

diberi kewenangan adalah Mendikbud. Adapun Menteri Agama dalam menentukan

kebijakan madrasah termasuk kurikulum, hanya merujuk pada Mendikbud. Kebijakan

78 Montesquieu, The Spirit of Laws, dalam D.W. Carrithers (ed.), Compedium of the first

English Edition (Barkeley dan Los Angeles: University of California Press, 1977), 78. 79 W. S. Carpenter, Introduction to John Locke, Two Treatises of Civil Government

(London: J.M. Dent dan Son Ltd., 1962), 190-191. 80 Carpenter, Introduction to John Locke, Two Treatises of Civil Government, 192.

Page 188: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

168

yang sentralistik ini memunculkan otoritarianisme. Biasanya dalam pemerintahan

seperti ini, sering memunculkan kebijakan yang mementingkan penguasa atau

kelompok yang dekat dengan penguasa. Hal ini berbeda dengan kebijakan dalam

pemerintahan yang demokratis, demikian Almond dan Powell.81 Selanjutnya,

Almond dan Powel mengatakan, bahwa dalam proses pembentukan kebijakan,

kepentingan politik lebih diprioritaskan dalam rangka melakukan perjuangan politik

untuk golongannya.82 Melihat realitas yang demikian, secara politis madrasah

mendapat dukungan masyarakat karena sifatnya yang populis, namun secara politis

pula perhatian pemerintah terhadap madrasah kecil, dalam segala hal.

Disatu sisi pemerintah Orde Baru menginginkan pendidikan nasional

membesar dan kuat, dengan resiko mengabaikan madrasah, di sisi lain para tokoh

Muslim tidak rela membiarkan keadaan madrasah termasuk kurikulumnya demikian.

Sebenarnya hubungan yang tidak nyaman antara pemerintah dengan organisasi

Muslim dikarenakan adanya perbedaan perspektif mengenai ideologi negara dan

konstitusi. Liddle mencatat bahwa selama duapuluh tahun pertama Orde Baru, aktivis

politik Muslim modernis dikucilkan dan dianiaya oleh pemerintah sebagai golongan

kanan ekstrim.83 Dengan dukungan perwira militer sekuler, pemerintah Orde Baru

menghasilkan banyak kebijakan yang menurut Hefner84 adalah anti Islam. Selama

periode ini, menurut Liddle, tuntutan kaum Muslim modernis, khususnya dalam

bidang pendidikan seperti izin bagi siswa perempuan untuk memakai kerudung di

sekolah negeri, dianggap pemerintah sebagai ganjal pembuka dalam kampanye

81 Almond dan G. B. Powell, System, Process, and Policy, Comparative Politics (Boston

dan Toronto: Little, Brown dan Company, 1978), 232. 82 Almond dan Powell, System, Process, and Policy, Comparative Politics, 233. 83 W. Liddle, Coercion, Co-Optation, and The Management of Ethnic Relation in Indonesia.

dalam M.E. Brown & Ganguly, S. (eds), Government Policies and Ethnic Relations in Asia and The Pasific (Harvard University: The Center of Science and International Affair, John F. Kennedy School of Goverment, 1997), 307.

84 R. Hefner, Islam, State and Civil Society: ICMI and The Struggle for the Indonesian Midlle Class, Indonesia, 56 (t.k: t.p., 1993), 2-4.

Page 189: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

169

untuk menciptakan negara Islam.85 Perseteruan yang demikian tentunya

mempengaruhi hasil kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendiskreditkan umat

Islam, yang secara langsung pula berimplikasi terhadap pembuatan kebijakan

kurikulum madrasah. Agar content materi kurikulumnya kering dari nilai-nilai Islam.

Ada dua model dalam mempertahankan ideologi Islam guna merealisasikan

kebijakan yang menguntungkan pendidikan Islam. Model yang pertama, adalah

modelnya Muhammad Natsir, yang menggunakan partai politik Islam, Masyumi,

sebagai alat perjuangannya. Para pendukung pendekatan politik percaya bahwa

kepentingan Muslim hanya bisa terwakili dalam kebijakan negara jika ada partai

politik Islam formal atau organisasi, atau sebaliknya, jika ada kaukus Islam di dalam

kelompok politik Islam formal atau organisasi dan jika ada kaukus Islam di dalam

kelompok politik yang ada dalam birokrasi.86 Masyumi, sebagai kendaraan

politiknya Natsir, menyatakan bahwa partai politik bermaksud: untuk menerapkan

pikiran Islam dalam urusan negara, untuk mewujudkan negara berdasar kedaulatan

rakyat dan masyarakat berdasar keadilan menurut ajaran Islam, untuk memperkokoh

dan menyempurnakan konstitusi Republik Indonesia, sehingga terwujud masyarakat

dan negara Islam.87 Sebenarnya tidak hanya Masyumi, tetapi juga NU, yang pada

awal pemikirannya tidak memisahkan antara agama dan kehidupan negara.88

Pendekatan politik yang demikian inilah yang disebut Anwar sebagai ”pendekatan

politik” yang menurut dia menimbulkan salah pengertian dan konflik antara Islam

85 Liddle, Coercion, Co-Optation, and The Management of Ethnic Relation in Indonesia.

Dalam M.E. Brown & Ganguly, S. (eds), Government Policies and Ethnic Relations in Asia and The Pasific, 307.

86 Abdurrahman Wahid, “RUU Pendidikan Memerlukan Penalaran yang Lebih Bermakna dan Dinamis”, Suara Pembaharuan (Jakarta: Suara Pembaharuan, 24 Agustus 1988).

87 Lihat, Munawir Sjadzali, Islam and Governmental System: Teaching, History and Reflection (Jakarta: INIS, 1991), 129.

88 Pemikiran mereka dipengaruhi oleh pemikiran politik Islam yang dikembangkan oleh para ulama seperti Al-Mawardi dan Ibnu Taimiyah, serta tokoh-tokoh Islam lain, baik pada masa awal, klasik, pertengahan serta modern. Lihat, Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, 172.

Page 190: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

170

dan negara.89 Model politik yang demikian, cocok ketika masyarakatnya homogen –

Islam semua– tetapi ketika masyarakatnya heterogen seperti Indonesia, akan

mengalami kendala yang cukup serius.

Adapun model yang kedua adalah modelnya Nurcholish Madjid, yang

gagasannya tertuang dalam bukunya ”Islam Yes, Partai Politik No”, yang ditulis

pada tahun 1970. Inti gagasannya, bahwa memajukan nilai-nilai Islam –kurikulum

MA– dalam masyarakat Indonesia tidak harus dilakukan melalui partai politik,

melainkan melalui program budaya. Bagi Nurcholish dan pengikutnya, hakikat Islam

mengacu kepada kondisi kehidupan Muslim dan bagaimana mencapainya, bahwa

kaum Muslim harus lebih memperhatikan pembangunan pendidikan dan

kesejahteraan.90 Para pendukung ”pendekatan budaya” lebih lanjut mengatakan

bahwa tantangan yang dihadapi para pemimpin Muslim adalah agar tidak mendesak

pemerintah untuk menghasilkan kebijakan berorientasi Islam, melainkan

mensosialisasikan nilai-nilai Islam dalam masyarakat Muslim melalui pendekatan

moral, pendidikan –kurikulum MA– dan persuasif.91 Mereka percaya bahwa dalam

masyarakat yang sangat pluralistik seperti Indonesia, pendekatan budaya ”lebih

menguntungkan” baik bagi kaum Muslim sebagai mayoritas maupun bagi kelompok

minoritas.92 Nampaknya model yang kedua lebih bijak dan lebih halus dalam

89 M. S. Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang

Cendekiawan Musli>m Orde Baru (Jakarta: Paramadina, 1995), 237. 90 A. Santoso, Islam and Politics in Indonesia During the 1990s, Asian Journal of Political

Science (tk: tp., 1995), 10. 91 Abdurrahman Wahid, Islam, Politics and Democracy in Indonesia in the 1950s and

1990s. Paper presented to Conference on Democracy in Indonesia (Clayton: Monash University, 17-20 Desember 1992).

92 Abdurrahman Wahid, Islam, Politics and Democracy in Indonesia in the 1950s and 1990s. Paper presented to Conference on Democracy in Indonesia (Clayton: Monash University, 17-20 Desember 1992). Sebenarnya ada dua model lagi, yaitu model Barat yang memisahkan urusan agama dengan pemerintahan dan modelnya Munawir yang mengatakan bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi memiliki perangkat tata nilai dan etika kehidupan bernegara. Lihat, Munawir, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: UI Pres, 1993), 1-2.

Page 191: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

171

memasukan nilai-nilai ke-Islaman –kurikulum MA, dibanding model yang pertama,

karena memperhatikan heterogenitas.

Dalam sejarah dipaparkan bahwa dengan model yang kedua ini, hubungan

pemerintah dengan Islam modernis menjadi akrab, sementara hubungan pemerintah

dengan kaum sekuler agak mengendur.93 Sebagai contoh terkait dengan pendidikan,

pada tahun 1991, sesudah pertentangan selama sebelas tahun antara Muslim shaleh

dan pihak berwenang di Depdikbud, wanita-wanita Muslimah diperkenankan

memakai jilbab ke sekolah.94 Melihat hal ini, banyak pemimpin Muslim melihat

perubahan ini sebagai ”niat baik pemerintah Orde Baru terhadap Islam”.95 ”Sekarang

dapat dikatakan bahwa pemerintah Orde Baru sangat aktif dan efektif dalam

mewakili aspirasi Islam” kata Lukman Harun pada tahun 1995. Baginya,

kecenderungan ini ”suatu perkembangan yang menarik” menunjukan bahwa pada

waktu itu hubungan ”Muslim dengan pemerintah mantap, dan pemerintah bersikap

arif terhadap Muslim dan Muslim memakai cara bijak dalam mengkritisi

pemerintah.96 Bahkan Sekretaris Jenderal DDII, Hussen Umar, menggambarkan

proses perangkulan terhadap kepentingan Muslim oleh pemerintah Orde Baru pada

tahun 1980-an dan 1990-an sebagai indikasi terjadinya ”perubahan strategi global

(pemerintah) dari sekularisasi ke Islamisasi.97 Pendek kata perjuangan Islam

modernis adalah berhasil. Berhasilnya Muslim modernis mendekati pemerintahan

Orde Baru, terjadi perubahan secara politis terhadap nasib madrasah termasuk

kurikulumnya, munculnya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

93 Santoso, Islam and Politics in Indonesia During the 1990s, Asian Journal of Political

Science, 5. 94 Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam

Penyusunan UU No. 2 tahun 1989, 141. 95 Anwar, “Politik Islam di Tengah Isu Suksesi” (Peristiwa Utama), Ummat, 1995, 42. 96 Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam

Penyusunan UU No. 2 tahun 1989, 141. 97 Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam

Penyusunan UU No. 2 tahun 1989, 142.

Page 192: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

172

Nasional, dimana madrasah menjadi sub sistem pendidikan nasional. Lulusan

madrasah diterima di Perguruan Tinggi Umum Negeri, dan lulusan madrasah juga

dapat diterima di berbagai departemen, tidak hanya Departemen Agama. Kurikulum

MA, dimodernisir dari sisi metode dan evaluasinya. Walaupun lagi-lagi content

agamanya lebih sedikit dari pada umumnya, tetapi pelajaran agama menjadi ruh

semua mata pelajaran umum dan suasana ke-Islaman tetap terus di pertahankan di

lingkungan MA.

Bagaimana dengan Islam tradisionalis, seperti kalangan Nahdlatul Ulama

(NU), apakah ikut berkiprah dan berpartisipasi dalam birokrasi Orde Baru?, rupanya

tidak. Menurut Hendro Prasetyo dkk, Muslim tradisionalis, justeru disingkirkan oleh

rezim Orde Baru. Dalam rangka mengantisipasi hal ini maka muncul wacana civil

society. Munculnya civil society dari kalangan Muslim tradisionalis adalah upaya

melawan hegemoni negara. Nada umumnya dipengaruhi dan dibentuk oleh situasi

politik Orde Baru yang kurang memberi tempat dan peran kepada kalangan NU,

serta akibat-akibat yang tidak menguntungkan yang ditimbulkannya terhadap para

intelektual dan aktivisnya. Situasi yang tidak menguntungkan ini muncul terutama,

meskipun tidak seluruhnya, karena hubungan politik yang kurang baik antara NU

dan Orde Baru.98 Wacana masyarakat sipil di lingkungan NU dimotori oleh generasi

baru para intelektual dan aktivis NU yang sejak awal dasawarsa 1980-an berusaha

mengembangkan satu format baru perjuangan Islam di Indonesia. Format baru itu

menempatkan kekuatan gerakan masyarakat (civil society), bukan negara (political

society), sebagai basis sosial-kultural tumbuhnya masyarakat yang mandiri.99

Perjuangan tersebut mengambil bentuk program-program transformasi sosial yang

dilakukan secara hampir merata, dari kalangan aktivis organisasi NU di kota-kota

98 Hendro Prasetyo, Ali Munhanif, dkk., Islam dan Civil Society, Pandangan Muslim

Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2002), 195. 99 Lihat Bosco Carvallo dan Dasrizal (ed.), Aspirasi Umat Islam Indonesia (Jakarta:

Leppenas, 1984, lihat juga KH. Abdurrahman Wahid, Pergumulan Islam dan Pembangunan (Jakarta: Leppenas, 1984).

Page 193: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

173

besar hingga santri dan para kyai pesantren di desa-desa.100 Program transformasi

sosial yang direalisasikan dalam bentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

berkembang terbesar di Indonesia. Kemudian muncul para aktivis muda NU, seperti

Ulil Absar Abdalla dengan Lembaga Kajian dan Sumber Daya Manusia

(Lakpesdam), Imam Aziz dengan Lembaga kajian Islam dan Sosial (LKiS) dan lain-

lain. Lembaga-lembaga ini berkembang secara spektakuler dan menjadi wadah

penggerak pembaharuan pemikiran NU, sehingga NU maju. Bahkan ketika lembaga-

lembaga ini lagi populer, dan ketika itu Nurcholish Madjid masih hidup pernah

memberikan komentar, bahwa terjadi fenomena perkembangan pemikiran

pembaharuan NU lebih maju101 daripada Muhammadiyah, lewat para pemuda aktivis

NU. Ending pergerakan aktivis NU ini pada masa reformasi, dimana dapat

mengantarkan KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur), menjadi orang nomor satu di

Republik ini. Pada masa inilah terjadi pergeseran status bagi para intelektual alumni

pondok pesantren, sehingga falsafah pendidikan mereka pun dapat tersalurkan, lewat

kebijakan orang-orang NU yang menduduki pemerintahan.

Natsir dengan partai politiknya Masyumi, tentu perjuangan dalam bidang

pendidikannya juga berhaluan ideologi Masyumi, dimana ideologi tersebut include

dalam kurikulum pendidikannya. Demikian pula para pemikir Muslim modernis

walaupun tidak melalui jalur politik, tetapi sebenarnya politis, dimana mereka

mendekati penguasa. Ketika itu partai penguasa Orde Baru adalah Golkar, dengan

demikian mau tidak mau mereka –Muslim modernis– mengikuti politik Golkar.

Berdasarkan latar belakang pendidikannya, mereka lebih condong kepada back

ground akademiknya dari pada politiknya. Dengan demikian haluan ideologi mereka

dalam kurikulum pendidikannya adalah liberal (terbuka/Barat). Sedang Islam

100 Prasetyo, Islam dan Civil Society: Pandangan Muslim Indonesia, 196. 101 Pemikiran filsafat Barat modern, seperti materialism historis Karl Marx, post-

modernisme Michael Fucoult, orientalisme Edwar Said, teologi pembebasan Gustavo Gittierez, gerakan anti-sekolah Ivan Illich, kritik ideologi Jurgen Habermas, dan lain sebagainya, akrab terdengar menjadi rujukan intelektual bagi kalangan pemikir muda NU, lihat, Prasetyo, Islam dan Civil Society: Pandangan Muslim Indonesia, 202.

Page 194: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

174

tradisionalis yang notabene NU, kendaraan politiknya adalah Partai Kebangkitan

Bangsa (PKB), ini muncul ketika negara Indonesia memasuki Era Reformasi –

kurikulum MA tahun 2004 dan 2006– dimana telah lepas dari rezim Soeharto.

Karena mayoritas back ground pendidikan mereka adalah pesantren tradisional,

maka kultur pesantren yang salafiyah, tidak dapat ditinggalkan, dan secara otomatis

mewarnai kurikulum pendidikan mereka, walaupun para pemuda aktifisnya sudah

banyak menggunakan rujukan Barat, kultur tetap sulit dihilangkan. Dengan

demikian, maka tarik menarik partai politik amat kental dalam kebijakan kurikulum,

termasuk dalam aplikasi kurikulumnya, terutama kurikulum MA.

D. Kebijakan Politis Pemerintah dalam Kurikulum Madrasah

1. Kebijakan Pemerintah Tentang Pendidikan yang merugikan Kurikulum Madrasah

Menurut Malik Fadjar, tidak seluruh kebijakan lahir dengan gampang. Ia

harus mempunyai kekuatan tawar menawar kultur, dan dalam kadar tertentu bisa

bersifat politis.102 Sekurang-kurangnya untuk melahirkan kebijakan (kurikulum)

madrasah perlu diakomodasikan berbagai kepentingan masyarakat,103 khususnya

umat Islam. Seperti yang dikemukakan oleh Husni Rahim, bahwa madrasah adalah

milik masyarakat,104 yang merupakan salah satu karakteristiknya. Maka kebijakan

tentang pergeseran kurikulum madrasah selayaknyalah harus mendapat support,

aspirasi dan dukungan dari masyarakat. Jadi yang paling baik di sini aspirasi

102 Politik dalam pendidikan berbeda dengan politik praktis, dalam arti partai politik.

Walaupun substansi politik itu sendiri secara teoritik adalah sama, dalam arti berorientasi kemenangan dan kekuasaan, namun dalam pendidikan lebih bersifat halus dan mengedepankan nilai. Baca, D. Easton, A framework for Political Analysis (New York: Prentice-Hall, 1965), ketika mendefinisikan politik pendidikan. Lihat pula, J. D. Scribner dan R. M. Englert (Ed.), “The Politics of Education: An Introduction”, dalam J. D. Scribner, The Politics of Education: The Seventy-Sixth Yearbook of The National Society for The Study of Education (Chicago: University of Chicago Press, 1977). Lihat juga, Jane C. Owen, The Impact of Politics in Local Education (Toronto: Rawman dan Little Field Education, 2006), 4, 6.

103 A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Fadjar Dunia, 1999), 95. 104 Husni Rahim, Visi Madrasah, http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts/defaul,

2008. 27/02/2010.

Page 195: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

175

kebijakan berasal dari masyarakat ke penguasa (bottom up), walaupun ending

produksi dan isi kebijakan tetap di penguasa. Masyarakat adalah obyek penerapan

kebijakan tersebut. Ketika lahirnya kebijakan merupakan paket dari penguasa tanpa

adanya peran serta aspirasi masyarakat, berarti kebijakan yang lahir masih seperti

kebijakan pendidikan pada masa Belanda.105

Efek dari kebijakan pendidikan Belanda yang sentralistik menimbulkan

diskriminasi antara Muslim dan non Muslim. Sekolah Kristen menyebar dan

berkembang di mana-mana, sementara sekolah Islam sangat dibatasi. Sekolah Islam

juga tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah, bahkan anak-anak Muslim jarang

bisa bersekolah.106 Hal demikian, bukan karena kekurangan keuangan, melainkan

sengaja orang Islam Indonesia dibuat bodoh oleh pemerintah Hindia Belanda.

Disamping itu, sebenarnya substansi yang paling mendasar Belanda hendak

melakukan tugas misionarisnya –yakni menyebarkan agama Kristen kepada

masyarakat Indonesia, sebagai negara jajahannya. Maka lembaga pendidikan Islam

seperti pesantren dianggap rendah. Seperti pandangan Snouck Hurgronje, penasihat

Belanda mengenai masalah-masalah Islam, memandang rendah pesantren sebagai

tidak punya makna dedaktik dan mengecam para santri yang membuang waktu

mencari pengetahuan yang moralistik dan tidak toleran.107 Muhammad Sirozi

memberikan kesimpulan, bahwa pendidikan secara sistematik dipakai oleh kolonial

Belanda untuk memanipulasi masa lampau dan masa depan penduduk pribumi.108 Di

105 Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Belanda sepenuhnya mengendalikan proses

produksi, isi, dan penerapan kebijakan pendidikan. Kebijakan pendidikan Belanda melayani kepentingan pendidikan Belanda yang “substantive” mengesampingkan kebutuhan pendidikan “substantive” dari rakyat Indonesia. Lihat, Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2/1989, 20.

106 C. A. Fisher, South-East Asia: A Social Economic and Political Geography (London: Methuen & Co. Ltd., 1967), 106.

107 Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta: LP3ES, 1985), 49. 108 Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-tokoh Islam dalam

Penyusunan UU No. 2/1989, 29. Kesimpulan Sirozi diperkuat oleh Fanon, yang menyatakan, kolonialisme tidak hanya puas memaksakan kekuasaannya untuk masa kini dan masa mendatang negara yang dijajah. Kolonialisme tidak puas hanya menyembunyikan suatu bangsa dalam

Page 196: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

176

sini jelas, bahwa pada masa kolonial Belanda lembaga pendidikan Islam –pesantren

dan madrasah– beserta kurikulumnya mendapat posisi yang marjinal secara politis.

Setelah Indonesia merdeka, menurut Sirozi, Indonesia menganut sistem

ganda dalam pendidikan. Dimana sejak zaman kolonial para pemimpin nasionalis,

baik yang sekuler maupun yang agama telah mengembangkan program pendidikan

yang terpisah dan memainkan peran penting dalam pergerakan nasional. Sehingga,

ketika itu pemerintahan baru Soekarno-Hatta, kesulitan mencari format sistem

pendidikan nasional. Di satu sisi, pemerintah diwajibkan oleh pasal 31 ayat 2 UUD

1945 untuk “mendirikan dan melaksanakan satu sistem pendidikan nasional yang

diatur oleh undang-undang”. Di sisi lain perdebatan yang berkelanjutan antara

pemimpin sekuler dan agama mengenai ciri sistem pendidikan nasional Indonesia

memaksa pemerintah mempertimbangkan suatu model alternatif sebagai

kompromi,109 yaitu sistem ganda (dualistik).

Bentuk pendidikan yang dikomandoi oleh tokoh nasionalis sekuler,

kemudian disebut dengan pendidikan umum, di bawah otoritas Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara, format pendidikan yang dinahkodai oleh

para tokoh nasionalis religious, disebut pendidikan agama, di bawah wilayah

kekuasaan Departemen Agama.110 Sebenarnya Cikal bakal terjadinya dualistik dalam

cengkeramannya dan mengosongkan otak penduduk asli dari segala bentuk dan isi. Melalui logika yang terbalik, kolonialisme menengok masa lalu bangsa yang tertindas itu, dan memutarbalikannya, mengubah bentuknya, dan menghancurkannya. Lihat, Fanon, “On National Culture”, dalam P. Williams dan L. Chrisman (eds) Colonial Discourse and Post-Colonial Theory: A Reader (London: Harvester Wheatsheaf, 1994), 37.

109 Lihat, Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2/1989, 41.

110 Setelah Indonesia merdeka, satu tahun kemudian Departemen Agama berdiri, diantaranya atas usul BP-KNIP, dimana pada tanggal 25-28 mengadakan sidang pleno. Wakil-wakil KNIP dari daerah karesidenan Banyumas mengusulkan, supaya dalam negara Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambillalukan dalam tugas Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan atau departemen-departemen lainnya tetapi hendaknya diurus oleh suatu Kementerian Agama tersendiri, lihat Departemen Penerangan RI, 20 Tahun Indonesia Merdeka, jilid VII (Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1965), 358-359. Usul ini direalisasikan oleh pemerintah, pada tanggal 3 Januari 1946, pemerintah membentuk Departemen Agama RI, dengan Menteri Agama pertama H. Rasjidi, BA. Lihat Departemen Agama RI, Peranan Departemen Agama

Page 197: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

177

pendidikan di Indonesia, telah muncul sejak zaman kolonial, hal ini bukan

dieliminasi, malah diperkuat. Akibatnya semakin terjadi gap antara sekolah dan

madrasah. Ada komentar miring dari Naim, siapapun yang mengamati sistem

pendidikan nasional Indonesia, kesan pertamanya adalah bahwa sistemnya ruwet,

sukar diikuti dan dualistik.111

Namun, perdebatan antara para tokoh nasionalis sekuler dan nasionalis

religious, perlu diakomodir oleh pemerintah, sampai akhirnya terjadi dualistik dalam

pendidikan di Indonesia. Sebenarnya Soekarno sendiri juga tidak setuju dengan

sistem ini, tetapi persatuan dan kesatuan bangsa lebih diprioritaskan, yang akhirnya

sistem ganda ini adalah sebagai alternatif. Tetapi walaupun demikian, menurut Sirozi,

karena kedua model pendidikan ini disokong oleh posisi ideologi dan perspektif

pendidikan yang berlainan maka keduanya lebih bersaing ketimbang bekerja sama,112

realitasnya demikian sampai sekarang. Menanggapi ide Sirozi, Naim berkomentar

sembari beranalog, “mereka berjalan bersama seperti di atas rel kereta api, tetapi

terpisah satu sama lain”.113

Lagi-lagi bila diamati secara jeli pendidikan umum, mempunyai otoritas

yang lebih dominan secara politis, dibandingkan dengan pendidikan agama. Sebagai

bukti, dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri –Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri– keputusan ini memberi

hak yang sama bagi lulusan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dan Sekolah Menengah

Atas (SMA) untuk memperoleh pendidikan universitas, tetapi hanya dengan syarat

bahwa kurikulum MAN disesuikan dengan kurikulum SMA. Kurikulum MAN yang

dalam Revolusi dan Pembangunan Bangsa (Jakarta: Departemen Agama RI, 1965), 104. Namun pada akhirnya pembentukan Kementerian Agama ini sempat terjadi kontroversi, bila diamati kontroversi itu adalah pada masalah ideologi, lihat, Azyumardi Azra, HM. Rasjidi BA, “Pembentukan Kementerian Agama dalam Revolusi”, dalam Menteri-menteri Agama RI, Biografi Sosial Politik, Azyumardi Azra dan Saiful Umam (Ed.), (Jakarta: INIS, 1998), 5-8.

111 Naim, Quo Vadis Pendidikan Madrasah (Jakarta: Republika, 31 Oktober 1996). 112 Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-tokoh Islam

dalam Penyusunan UU No. 2/1989, 42. 113 Naim, Quo Vadis Pendidikan Madrasah (Jakarta: Republika, 31 Oktober 1996).

Page 198: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

178

aslinya berisi 70% mata pelajaran agama dan 30% mata pelajaran umum, diganti

dengan kurikulum yang terdiri 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran agama.114

Idealisme para tokoh agama yang merupakan warisan para tokoh nasionalis religious,

lagi-lagi terganjal secara politis, karena kurikulum madrasah harus mengikuti

kurikulum sistem persekolahan, bila nasib lulusan madrasah ingin dapat diterima di

universitas negeri milik pendidikan umum. Ini adalah satu poin kekalahan kurikulum

madrasah. Komentar Naim, “konsep madrasah sebagai perpaduan kombinasi

pendidikan agama dan umum yang setara tidak lagi banyak ditemukan dalam

Madrasah Aliyah”.115 Menurut Sirozi, karena kurikulum dan status kedua jenis

sekolah telah disamakan, nama-nama ini menyiratkan bahwa sistem sekolah yang

ganda tetap dipertahankan, meski tidak dalam arti materi, tetapi dalam arti

simbolik.116 Secara content, bukan merupakan sistem ganda lagi dalam pendidikan,

tetapi sudah dicaplok oleh pendidikan umum. Kebijakan yang demikian bila

direnungkan secara jeli adalah sangat politis. Hal ini juga dinyatakan oleh Angus,

“gagasan pendidikan pada hakikatnya adalah suatu konstruk historis dan politis”.117

Walaupun secara historis, sebenarnya sama-sama posisinya, dalam arti sekolah umum

yang merupakan perjuangan kaum nasionalis sekuler dan sekolah agama (madrasah)

yang merupakan perjuangan tokoh nasionalis Muslim, tetapi pada akhirnya idealisme

tokoh Muslim terjepit secara politis, karena content kurikulum madrasah semakin

kering dari ruh pelajaran Islam.

Bila kebijakan pendidikan dibuat lebih cenderung ke arah politis, maka

pembahasan ini tidak lepas dari tahapan orde dalam pemerintahan Indonesia. Yaitu

Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Kebijakan pendidikan pada masa

114 Lihat, Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-

tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2/1989, 43. 115 Naim, Quo Vadis Pendidikan Madrasah (Jakarta: Republika, 31 Oktober 1996). 116 Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-tokoh Islam

dalam Penyusunan UU No. 2/1989, 43. 117 L. Angus, Schooling For Social Order: Democracy, Equality and Social Mobility in

Education (Victoria: Deakin University Press, 1986), 8.

Page 199: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

179

kolonial Belanda, Jepang, masa sebelum merdeka, setelah merdeka dan orde lama

sepintas telah penulis jelaskan. Tinggal masa Orde Baru dan Orde Reformasi dengan

tetap tidak meninggalkan undang-undang yang berlaku selama orde itu.

Menurut pandangan Sirozi, bahwa sistem politik di bawah Orde Baru

cenderung berat ke eksekutif dan bersifat tertutup. Sistem ini memungkinkan

pemerintah yang eksekutif, terutama presiden dan para menteri, untuk mengendalikan

proses pembentukan kebijakan. Dalam proses pembentukan kebijakan pendidikan,

presiden mempertahankan kendalinya melalui Depdikbud. Dengan memiliki kantor di

pusat dan daerah, Depdikbud mampu mengendalikan pembentukan dan penerapan

kebijakan pendidikan di daerah dan di pusat. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

yang bertanggung jawab menentukan strategi pemerintah dan mengarahkan

mekanisme pembentukan kebijakan pendidikan. Menteri mempunyai kewenangan

untuk mengatur struktur yang akan dilalui kebijakan pendidikan yang diusulkan. Atas

nama Presiden, Mendikbud berkewenangan untuk mengangkat pejabat yang

menangani persiapan kebijakan pendidikan dan untuk memutuskan hal-hal yang

penting bagi pembahasan kebijakan pendidikan. Lebih lagi, Mendikbud

berkewenangan untuk menerapkan kebijakan pendidikan dan merancang peraturan

operasional yang ditetapkan oleh kebijakan dalam bentuk keputusan menteri. Oleh

sebab itu Mendikbud tidak hanya mengawasi penerapan kebijakan, tetapi juga

menafsirkan dan merumuskan kembali isinya menurut nilai-nilai pendidikannya,

tanpa campur tangan masyarakat dan parlemen.118 Ilustrasi ini cukup jelas bahwa,

kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru bersifat sentralistik, demikian juga

dengan madrasah. Karena penentu kebijakan dalam bidang pendidikan adalah

Presiden lewat tangan Mendikbud, maka kebijakan yang terjadi pada madrasah

adalah lewat Mendikbud, tentu saja lewat pertimbangan Menag, tetapi kekuasaan

kuat tetap di Mendikbud. Maka dari sisi kebijakan yang diuntungkan tetap pendidikan

118 Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-tokoh Islam

dalam Penyusunan UU No. 2/1989, 77.

Page 200: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

180

umum (sekolah) bukan pendidikan agama (madrasah), termasuk dalam bidang

kurikulum.

Almond dan Powell menyatakan bahwa tuntutan politik bisa efektif jika

“didorong oleh kekuatan politik yang memiliki sumber daya –suara, kedudukan

dalam badan legislatif, kedudukan penting dalam pemerintahan dan kehidupan

pribadi, uang, pengetahuan, teknis dan keahlian, menguasai media, atau sarana untuk

memaksa”.119 Di sini jelas bahwa politik tujuannya kemenangan. Menurut Hefner,

sebenarnya keterlibatan politik dan urusan publik dalam sekolah Islam (madrasah),

tidak menjadi persoalan asal tidak dijadikan tendensi etika dan pengetahuan orang

Islam dalam sebuah cara yang eklusive dan absolute.120 Oleh karena itu sebenarnya,

dukungan penguasa, dalam hal ini adalah pemerintah, sangat efektif dalam politik

pendidikan. Hal ini tergambar pada masa klasik Islam, di mana zaman keemasan

pendidikan Islam terwujud di sini.121

Kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru –kurikulum MA 1973, 1984,

dan 1994– yang bersifat politis terutama adalah munculnya SKB Tiga Menteri yang

memasukan 30% pelajaran agama dan 70% pelajaran umum –kurikulum tahun 1975.

SKB Tiga Menteri diperkuat dengan SKB Dua Menteri –kurikulum 1984– pada

akhirnya muncul UUSPN No. 2 tahun 1989 yang mengakui madrasah sebagai sub

sistem pendidikan nasional. Akhirnya MA disebut sebagai sekolah umum berciri khas

Islam –kurikulum MA tahun 1994– dimana kurikulum MA hampir sama persis

dengan kurikulum SMA kecuali dalam mata-mata pelajaran untuk menunjukkan ciri

khas ke-Islamannya. Jelas yang bersifat politis di sini dari sisi tujuan kurikulum MA

dan content-nya.

119 Almond dan G.B. Powell, System, Process, and Policy, Comparative Politics (Boston

dan Toronto: Litle, Brown dan Company, 1978), 232. 120 Robert W. Hefner, Ed., Making Modern Muslim: The Politics of Islamic Education in

Southeast Asia (Honolulu, HI: University of Hawa’i Press, 2009), 130. 121 Lihat, Pihlip K. Hitti, History of The Arabs (London: Macmillan,1974), 296-298.

Page 201: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

181

Contoh selanjutnya, ketika Mendikbud 1993-1998, Wardiman Djojonegoro,

tepatnya 1 Januari 1995, ia memulai kebijakan lima hari sekolah. Tujuan dari

kebijakan ini adalah untuk mengembangkan lima hari sekolah yang efektif dan

efesien, memungkinkan anak-anak mendapatkan libur akhir pekan yang cukup dan

menggunakan waktu mereka secara lebih disiplin”122 Dengan kebijakan ini jam

belajar diperpanjang dari jam 7.30 sampai dengan jam 4 sore.123 Sebagai uji coba

kebijakan ini, beberapa sekolah pemerintah dan non pemerintah dipakai sebagai uji

coba. Namun kebijakan ini juga mendapat protes dari banyak kalangan tokoh

Muslim. Dikarenakan, mereka –anak-anak sekolah– tidak dapat memasuki sekolah

agama –Madrasah Diniyah. Dengan demikian maka akan mematikan lembaga

Madrasah Diniyah, sebenarnya motivasi yang prinsip bukan ini, tetapi anak-anak

Muslim dikhawatirkan tidak mendapat pelajaran agama yang maksimal, dikarenakan

pelajaran di sekolah umum cuma 2 jam per minggu. Dimana pelajaran agama yang

maksimal adalah di Madrasah Diniyah (saat itu). Beberapa kebijakan pemerintah

dalam bidang pendidikan yang telah diuraikan di atas adalah bersifat politis.

Kebijakan pendidikan pada era reformasi –kurikulum MA 2004 dan 2006–

mengalami banyak perubahan dibanding dengan masa Orde Lama dan Orde Baru.

Minimal ada prioritas dan usaha yang serius dari pemerintah untuk meningkatkan

122 Panji Masyarakat, 1-10 Oktober 1994, 20. 123 Pada saat itu belum ada Sekolah Islam Terpadu (SIT), dimana sekolah ini menerapkan

konsep Full Day School, yakni kurikulum Madrasah Diniyah sudah tercakup dalam sekolah ini. Bahkan lebih baik kurikulumnya. Sekolah ini juga menerapkan lima hari sekolah. Sebenarnya secara psikologis, untuk anak, lima hari kerja itu baik, asalkan jangan merugikan pelajaran agama anak. Baca, Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Pendidikan Nondikotomik: Humasnisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta: Gama Media, 2002). Sekolah Islam Terpadu (SIT), didirikan berdasarkan ideologi salafi, yang banyak didirikan oleh orang-orang tarbiyah, binaan PKS. Hefner memberi teori dan pemahaman baru dalam pendidikan Islam, bahwa pertumbuhan PKS dan Hidayatullah yang begitu cepat, merupakan kekuatan paralel antara Sekolah Islam Terpadu (SIT) dan pergerakan sosial. SIT dan pergerakan sosial mempunyai hubungan timbal balik diantara keduanya. Menurut Hefner, fungsi Sekolah Islam Terpadu bagi pergerakan sosial, adalah: 1. mendiagnosa problem kronis dalam masyarakat untuk mendata hal-hal yang dibutuhkan oleh masyarakat, 2. merekomendasikan sebuah strategi untuk mengatasi masalah. 3. menyediakan sebuah pemikiran bahwa pemikiran dapat memberikan support untuk mengusulkan tindakan berupa penyelesaian masalah. Lihat, Robert W. Hefner, Ed., Making Modern Muslim: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia, 130.

Page 202: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

182

kualitas pendidikan. Indikator ini tergambar dalam pidato politiknya Habibie, sesaat

setelah lengsernya Soeharto, sebagai tanda dimulainya reformasi, “hanya pendidikan

yang berkualitas sajalah yang dapat menyampaikan generasi yang mampu

menghadapi permasalahan ke depan yang makin kompleks, karena itu usaha untuk

meningkatkan kualitas pendidikan merupakan hal yang perlu mendapat dukungan

semua pihak dan tak dapat ditunda-tunda”.124 Pidato Habibie, perlu mendapat

apresiasi semua pihak. Pidato Habibie, dipertegas Megawati ketika menjadi Presiden,

bahwa pemerintahan Mega harus dapat memperbaiki masalah hukum, ekonomi dan

pendidikan.

Di era Reformasi, bila dianalisa kurikulum Madrasah Aliyah mengalami

perubahan yang sangat mengejutkan, karena pelajaran Pendidikan Agama Islam

(PAI) alokasi waktunya sama dengan sekolah umum, yaitu 2 jam pelajaran

perminggu.125 Di satu sisi insan madrasah merasa gembira, karena secara politis,

posisi madrasah sama persis dengan sistem persekolahan. Di sisi lain, insan madrasah

juga merasa kehilangan, dengan sedikitnya jam mata pelajaran PAI. Jadi Madrasah

Aliyah substansinya juga sama persis dengan SMA, karena kurikulumnya, sama

persis. Bila diamati secara jeli, pemerintah hendak membentuk satu sistem

pendidikan nasional secara substansial, walaupun pada hakekatnya secara simbolik

ada dua sistem yaitu sistem sekolah dan madrasah.

Satu sistem ini terlihat dari, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

No. 20 Tahun 2003, dalam UU ini, tidak ada diskriminasi antara sekolah dan

124 Media Indonesia, 24 September 1999, 19. 125 Untuk mensiasati alokasi waktu mata pelajaran PAI yang hanya 2 jam pelajaran

perminggu, mayoritas MA senantiasa menambahkan alokasi waktu tersebut, yaitu Aqidah Akhlak 1 jam pelajaran, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) 1 jam pelajaran, al-Qur’an Hadis 2 jam pelajaran, Fikih 2 jam pelajaran, jika Bahasa Arab dimasukan rumpun PAI, Bahasa Arab 3 jam pelajaran perminggu. Sehingga ketika Bahasa Arab tidak dimasukan jumlah jam pelajaran perminggu 6 jam pelajaran, tetapi ketika Bahasa Arab dimasukkan dalam rumpun PAI maka berjumlah 9 jam pelajaran perminggu. Untuk kasus MAN 2 Serang memberlakukan sistem fullday school, pulang jam 16.00 WIB dan MAN I Serang untuk kelas 1 dan 2 pulang jan 14.00 dan kelas 3 pulang jam 14.00. Wawancara dengan Uus Kadarusman, Kepala MAN I Serang dan Hidayat Kepala TU MAN 2 Serang, tanggal 25 Nopember 2010.

Page 203: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

183

madrasah.126 Bahkan selanjutnya, Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri dan

kebijakan lain mengenai pendidikan terlihat tidak ada diskriminasi. Nampak bahwa

satu Sistem Pendidikan Nasional ini telah terbentuk secara politis. Walaupun banyak

insan madrasah yang secara nurani masih banyak protes terhadap keadaan yang

demikian.

Yang menjadi catatan positif pada era ini, kebijakan pendidikan, yang

tadinya sentralistik pada masa Orde Lama dan Orde Baru, menjadi desentralisasi.

Pergeseran ini disebabkan, menurut Indra Djati Sidi, karena sistem terpusat terbukti

tidak terlalu kondusif bagi peningkatan mutu pendidikan di sekolah/madrasah.127

Selama ini (masa Orde Baru) lembaga pendidikan madrasah berada di bawah

naungan Departemen Agama (Depag) atau pemerintah pusat. Bagaimana di era

otonomi? Madrasah tidak mengalami otonomi128 seperti halnya sekolah-sekolah di

bawah Departemen Pendidikan Nasional. Meskipun pengelolaan madrasah tetap

berada di bawah naungan Depag,129 tetapi di era otonomi130 diterapkan kebijakan

baru. Kalau dulu madrasah murni dikelola oleh Depag pusat, tetapi sekarang

diberlakukan kebijakan "dekonsentrasi". Artinya, kewenangan-kewenangan

126 Baca, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. 127 Lihat, Indra Jati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru

Pendidikan (Jakarta: Paramadina dan Logos, 2001), 31. 128 Sebenarnya otonomi (pendidikan) dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,

pemerataan, keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal serta menggali potensi dan keanekaragaman daerah, bukan untuk memindahkan masalah dari pusat ke kabupaten dan kota. Demikian juga otonomi (sistem pengelolaan) pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan memindahkan atau mengembangbiakkan masalah pendidikan yang menjadi beban pemerintah pusat ke kabupaten dan kota. Lihat, Indra Jati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, 29-30.

129 Dalam PP Nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan pasal 9 ayat (3) pengelolaan pendidikan keagamaan dilakukan oleh Menteri Agama.

130 Menurut Indra, mengapa dilaksanakan otonomi dalam pendidikan, karena, pertama, akuntabilitas sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan masih sangat rendah, kedua, penggunaan sumber daya tidak optimal, ketiga, partisipasi masyarakat masih rendah, keempat, sekolah tidak mampu mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungannya. Lihat, Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, 31-33.

Page 204: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

184

penyelenggaraan madrasah yang semula dipegang sepenuhnya oleh pemerintah pusat

maka sebagian dapat diturunkan ke daerah. Ini terutama menyangkut masalah-

masalah teknis di lapangan yang berkaitan dengan sumber anggaran melalui

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Misalnya, soal Rencana

Anggaran Belanja (RAB) madrasah. Untuk masalah ini kepala madrasah bisa

menyampaikannya kepada kepala kantor Depag kabupaten/kota setempat. RAB

tersebut selanjutnya dikonsultasikan kepada Bupati/Wali Kota untuk dimintakan

alokasi anggaran yang menyatu dalam Dana Alokasi Umum (DAU). Karena DAU itu

sendiri merupakan dana dari pemerintah pusat, dan sebagian di antaranya adalah jatah

untuk madrasah negeri.131 Walaupun realisasinya tetap memprioritaskan sekolah

daripada madrasah.

2. Beberapa Kritik Tentang Kualitas Kurikulum Madrasah

Selanjutnya beberapa kritik terhadap madrasah, terutama kurikulumnya.

Sebenarnya pada masa awal madrasah identik dengan pesantren,132 bedanya kalau

madrasah tanpa asrama sedangkan pesantren menggunakan asrama, namun content

(isi) kurikulumnya sama yaitu sama-sama 100% mengajarkan agama, karena sebagai

lembaga tafaqquh fi> al-di>n. Disebabkan hal ini, eksistensi madrasah menimbulkan

efek sosial, seperti kata Steenbrink, “suatu hal yang tragis yang dewasa ini diderita

oleh anak-anak didik kalangan Islam Indonesia, adalah belum dapat diperolehnya

lapangan kehidupan di luar keagamaan setelah mereka ini berhasil menyelesaikan

pendidikannya dari sekolah-sekolah agama seperti madrasah, pesantren maupun

perguruan tingginya”.133 Walaupun, sepintas diamati bahwa pernyataan Steenbrink

adalah doktrin Barat, tetapi ini adalah merupakan kritik bagi madrasah untuk

mereformasi kurikulumnya.

131 http://www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/26042007172801_333pkn.doc.webmaster. 25/03/2010.

132 Menurut Geertz’s, bahwa pesantren (Islamic Boarding Schools) adalah sebuah institusi yang dipengaruhi pengajaran Hindu Budha. Lihat, Hefner, (Ed.), Making Modern Muslim: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia, 129.

133Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, 15.

Page 205: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

185

Secara politis, nasib madrasah masih terpojok. Seperti laporan penelitian Ki

Supriyoko bahwa pencapaian rata-rata Nilai Ujian Nasional (NUN) siswa madrasah

memang lebih rendah dari pada nilai sekolah, tetapi terpautnya relatif kecil.

Sebenarnya hal ini membanggakan bagi madrasah mengingat substansi ilmu umum di

dalam kurikulum madrasah hanya 70%. Apakah masyarakat kita dapat memahami

kebanggaan tersebut, ungkap Supriyoko, jawabannya adalah “Pada umumnya tidak”.

Mereka tahunya pencapaian prestasi akademis siswa madrasah lebih rendah daripada

siswa sekolah. Bagi insan madrasah hal ini terasa pahit. Tetapi kenyataan yang

demikian harus diterima.134 Hasil penelitian Supriyoko ini perlu menjadi bahan

renungan, bahwa madrasah harus terus membuktikan kualitasnya secara akademik,

walaupun image masyarakat masih menganggap madrasah kualitasnya135 di bawah

sekolah. Tetapi dengan terus meningkatkan kualitas madrasah itu, suatu saat

masyarakat akan melihat bukti, bahwa madrasah juga tidak kalah kualitasnya dengan

sekolah secara akademik.

Di sisi lain, menanggapi umat Islam Indonesia sebagai wadah dan pelaksana

madrasah perlu mengetahui kualitas umat Islam Indonesia, menurut Snouck

Hurgronje dan pengikut-pengikutnya, “secara sosial politik masyarakat Islam

Indonesia sudah termasuk minoritas”.136 Minoritas maksud Snouck adalah dari sisi

134 Ki Supriyoko, Problema Besar Madrasah, dalam http://www.republika.co.id, 2008.

07/03/2010. Lebih lanjut Supriyoko memberikan solusi kreatif, cara konvensional adalah menyampaikan ilmu umum yang porsinya sama dengan yang diberikan di sekolah, kemudian ditambah dengan ilmu agama. Cara ini bagus, tetapi hanya efektif dijalankan oleh madrasah dengan siswa yang diasramakan alias dipondokkan. Madrasah yang eksistensinya di tengah pesantren biasanya mampu menjalankan cara ini secara produktif. Namun, pada madrasah non pesantren yang siswanya tidak menginap, cara ini sangat berat untuk dijalankan. Cara modern yang bisa dijalankan adalah membenahi metode pembelajaran (learning method), meningkatkan mutu guru (teacher quality), atau melengkapi sarana dan fasilitas belajarnya (facility). Ketiga pembenahan ini bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Tetapi, lebih produktif dijalankan secara terintegrasi. Lebih daripada itu bahkan cara konvensional dengan cara modern tersebut pun bisa dipadukan secara produktif.

135 Rendahnya kualitas madrasah ditandai, pertama, rendahnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke madrasah, kedua, rendahnya prosentase alumni madrasah untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, lihat, Afrianto Daud, Madrasah dan Tantangan Dunia Global, dalam Singgalang, 17 September 2004.

136 Lihat, Verspreide Gescbriften IV/2, 351-353.

Page 206: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

186

pengamalan ajaran agamanya, jadi sedikit yang mengamalkan agamanya secara

benar-benar, mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam dari sisi pengakuannya

saja. Logikanya ketika umat Islam Indonesia mayoritas dari sisi pengamalan ajaran

agamanya, akan berpengaruh cukup besar terhadap kualitas madrasah. Jika benar

demikian, maka kritik Snouck menjadi introspeksi buat umat Islam Indonesia, tetapi

jika tidak, maka kritik Snouck adalah politis.

Tidak habis-habisnya kritik terhadap madrasah, selanjutnya kritik tentang

latar belakang sosial ekonomi para siswanya yang menjadi input madrasah. Bahwa

para siswa yang masuk madrasah adalah dari golongan sosial ekonomi bawah. Tidak

hanya Indonesia, yang para siswanya masuk madrasah dari kalangan ekonomi

bawah, Pakistan saja sebagai negara Islam, mayoritas yang masuk madrasah adalah

dari kalangan populasi penduduk yang tidak mampu (miskin).137 Ini membuktikan

bahwa dana madrasah untuk meningkatkan kualitas madrasah masih sangat minim,

baik dari sisi kualitas akademik (kurikulum), manajemen, aktifitas menuju siswa

berprestasi maupun sarana dan prasarananya. Madrasah harus terus berbenah diri

menuju kualitas.

Walaupun berbagai kritik, telah dilontarkan, Menurut Hefner bahwa

tersebarnya sekolah-sekolah (madrasah) untuk kemajuan pengembangan

pembelajaran modern138 sejak abad 18 di Sumatera Barat dan Patani sampai akhir

abad 19 melebar ke Sulawesi Selatan dan Kalimantan. Perkembangan ini sangat ironi

karena dijajah oleh kolonialis Barat, tetapi memberikan kemudahan perjalanan bagi

Timur Tengah untuk menyebarkan Islam, walaupun pada akhirnya terjadi krisis

137Samina Ahmed, Extreme Madrasahs (Harvard International Review Winter: Academic

Research Library, 2009), 7. 138 Pengembangan madrasah dan kurikulumnya ke arah modern adalah sangat dibutuhkan,

sebab Pakistan –negara Islam– sendiri sebagai bahan perbandingan pernah di tekan oleh dunia internasional untuk mereformasi kurikulum madrasahnya ke arah modern. Ini bukti bahwa memodernisasi lembaga pendidikan termasuk madrasah adalah sangat perlu. Lihat, Samina Ahmed, Extreme Madrasahs, 7.

Page 207: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

187

otoritas kekuasaan.139 Dalam keadaan Indonesia dijajah, madrasah malah justeru eksis

dan terus menyebar ke seluruh Indonesia.

Setelah kebijakan-kebijakan pemerintah dan kritik-kritik terhadap

kurikulum madrasah berlalu, yang lebih mengarah bagaimana madrasah dapat

mereformasi kurikulumnya, dikarenakan madrasah banyak mengajarkan ilmu-ilmu

agama kepada anak didiknya. Perkembangan selanjutnya, tuntutan madrasah untuk

mengajarkan ilmu-ilmu umum, dalam rangka mengejar ketertinggalan kurikulum

madrasah.

3. Perebutan Otoritas Depag dan Dikbud terhadap Madrasah

Masalah politis selanjutnya, ada semacam perebutan otoritas antara

Depdikbud dan Depag. Seperti problematika madrasah, diantaranya, perbandingan

antara jumlah madrasah swasta lebih banyak daripada jumlah madrasah negeri.

Menurut catatan Husni Rahim jumlah Madrasah Aliyah Negeri 457 buah, sedangkan

Madrasah Aliyah Swasta 2.701 buah,140 cuma tidak disebutkan data ini diinput tahun

berapa. Tetapi dengan melihat data ini perbandingan Madrasah Aliyah swasta dengan

negeri tidak seimbang, hal ini akan menyulitkan pembinaan madrasah dari

Departemen Agama. Padahal pemerintah lebih mengutamakan strategi

pengembangan pada sekolah-sekolah negeri, khususnya dalam penyediaan tenaga

guru dan pembagian alokasi dana pembiayaan pendidikan lainnya. Kasus ini berbeda

dengan sekolah negeri yang di bawah otoritas Depdikbud, dimana penegerian

madrasah di bawah Depag berjalan sangat lamban. Kelambanan ini disebabkan

karena Departemen Agama dianggap bukan sebagai unit yang memerlukan perhatian

dan prioritas untuk memperoleh dukungan dana dan dukungan kelembagaan seperti

Depdikbud.141 Hal ini diperkuat, bahwa lahirnya UU Sisdiknas No. 2 tahun 1989 dan

PP Nomor 2 tahun 1990, dimana madrasah merupakan sub sistem pendidikan

139 Hefner, (Ed.), Making Modern Muslim: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia, 129.

140 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos, 2001), 109. 141 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 110.

Page 208: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

188

nasional. Tetapi dengan UU dan PP tersebut, terjadi dualisme kewenangan

penyelenggaraan pendidikan, yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan

Departemen Agama.142 Ini politis, dimana seolah-olah Departemen Agama jangan

ngurusi pendidikan, madrasah serahkan saja kepada Depdikbud, Departemen Agama

cukup ngurusi, haji, wakaf, nikah, thalak dan rujuk. Efek politis dari hal ini,

madrasah marjinal, karena kurang terurus dan kurang dana.

Bagaimana dengan nasib madrasah swasta? Eksistensi madrasah selama ini

dilihat dari analisis edukatif variabel mutu pendidikan, bahwa biaya dari pemerintah

bukan satu-satunya faktor penentu untuk memajukan lembaga pendidikan madrasah.

Yang paling penting adalah variabel Sumber Daya Manusia (SDM) dan dukungan

masyarakat di sekitarnya. Selama ini madrasah bersifat bottom up atau lahir dan

dikembangkan oleh masyarakat (umat Islam), sedangkan sekolah umum lebih

bersikap top down atau merupakan program dari pemerintah pusat. Karena madrasah

berkembang dari bawah, sehingga resikonya madrasah tidak mendapat dukungan

dana yang kuat dari pemerintah. Kalaupun ada dana, nilainya jauh lebih kecil dari

sekolah-sekolah umum.

4. SKB Tiga Menteri: Pro-Kontra Masuknya Pelajaran Umum ke dalam Madrasah

Di muka telah dijelaskan, bahwa SKB tiga menteri adalah politis, karena

porsi pelajaran agama menjadi berkurang di madrasah. Sebagai klarifikasi ulang,

dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun

1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Madrasah Aliyah Negeri (MAN),

pasal 2 disebutkan, bahwa Madrasah Aliyah Negeri mempunyai tugas dalam bidang

pendidikan dan pengajaran Agama Islam sekurang-kurangnya 30% sebagai mata

pelajaran dasar, disamping pendidikan dan pengajaran umum143 berarti 70% adalah

pelajaran umum. Namun oleh Menteri Agama pada saat itu, Mukti Ali, dijelaskan

bahwa dalam prakteknya kedua mata pelajaran tersebut dapat saling mengisi,

142 Akhwan, Pengembangan Madrasah Sebagai Pendidikan untuk Semua, 44. 143 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 17 Tahun 1978 tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Madrasah Aliyah Negeri (MAN), 2.

Page 209: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

189

sehingga sama-sama 100%. Jika hal ini benar-benar direalisasikan, maka madrasah

dapat menjadi sekolah unggul. Tetapi pada kenyataannya memang tidak dapat

direalisasikan apa yang dikatakan Mukti Ali. Dengan demikian sisi politisnya adalah

penekanan terhadap kurikulum madrasah dengan mengurangi pelajaran agama.

Jauh sebelum SKB muncul, sebenarnya Departemen Agama telah

melakukan penataan madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, seperti dalam

Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 1 tahun 1952, setelah munculnya Undang-

Undang Pendidikan tahun 1950. Berdasarkan KMA tersebut pendidikan madrasah

dilaksanakan dalam tiga tingkat yaitu, tingkat dasar 6 tahun (Madrasah Ibtidaiyah),

tingkat menengah pertama 3 tahun (Madrasah Tsanawiyah), tingkat menengah atas 3

tahun (Madrasah Aliyah). Dalam peraturan itu disebutkan bahwa di ketiga tingkat

madrasah ini minimal harus mengajarkan tiga mata pelajaran akademik yang

diajarkan di sekolah umum dan mengikuti standar kurikulum Departemen Agama.

Tahun 1958 muncul Madrasah Wajib Belajar (MWB) yang ditempuh selama delapan

tahun. MWB memuat kurikulum terpadu antara aspek keagamaan, pengetahuan

umum, dan ketrampilan. Walaupun hasilnya juga belum maksimal. Munculnya

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 tentang sistem

pendidikan nasional yang menyatakan bahwa Madrasah Ibtidaiyah adalah Sekolah

Dasar berciri khas Islam, Madrasah Tsanawiyah adalah SLTP berciri khas Islam,

Madrasah Aliyah adalah SMU berciri khas Islam. Bila diamati perjalanan kurikulum

madrasah sejak munculnya undang-undang pendidikan pertama tahun 1950 sampai

munculnya Undang-Undang Pendidikan tahun 1989, bahkan sampai munculnya

Undang-Undang Pendidikan No. 20 tahun 2003, telah mengalami berkali-kali

pergeseran. Tetapi pergeseran tersebut nampak jelas mengarah bagaimana sistem

madrasah dapat diterima oleh sistem persekolahan dalam arti pendidikan nasional

yang dalam hal ini di bawah otoritas Departemen Pendidikan Nasional. Walaupun

dengan mengorbankan kuantitas tetapi kualitas pendidikan Agama Islam tetap ada

pada kurikulum madrasah. Dan dengan demikian Madrasah tetap mempertahankan

Page 210: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

190

ciri khas ke-Islamannya. Setelah MA kurikulumnya sama dengan SMA, insan

madrasah masih tetap mempertahankan suasana keagamaannya, walaupun suasana

keagamaan ini berbeda antara satu MA dengan MA lainnya. Untuk MA yang

boarding school suasana keagamaan nampak lebih lekat dan nampak, seperti senyum

sapa dan salam yang dilakukan para siswa dan siswi MAN Insan Cendekia. Suasana

ini tidak begitu lekat dan nampak pada MAN reguler –tidak boarding school. Tetapi

suasana keagamaan yang lain masih kelihatan seperti tadarus, praktek khitabah

dengan dua bahasa (Inggris dan Arab), shalat dluha, shalat dhuhur dan ‘asar

berjama’ah, dan lain-lain. 144

Secara politis terjadinya pergeseran kurikulum madrasah muncul hal-hal

yang merupakan problem madrasah dintaranya, pertama, dengan inovasi (pergeseran)

struktur kurikulum yang diajarkan, madrasah seolah telah kehilangan akar sejarahnya,

artinya keberadaan madrasah bukan merupakan kelanjutan dari pesantren, meskipun

diakui bahwa pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan Islam yang pertama

di Indonesia, kedua, terdapat dualisme pemaknaan terhadap madrasah. Di satu sisi,

madrasah diidentikan dengan sekolah (umum) karena memiliki muatan kurikulum

yang relatif sama dengan sekolah umum. Di sisi lain, madrasah dianggap pesantren

dengan sistem pendidikan klasikal yang kemudian dikenal dengan Madrasah Diniyah.

Ketiga, muatan kurikulum yang relatif sama dengan muatan kurikulum di sekolah,

menjadikan madrasah kurang memiliki jati diri sebagai lembaga yang mencetak ahli-

ahli agama. Keempat, dengan penegerian beberapa madrasah yang ada,

mengakibatkan berkurangnya peran serta masyarakat terhadap madrasah. Ada suatu

anggapan bahwa setelah dinegerikan, maka semua tanggung jawab berada di tangan

pemerintah, sehingga masyarakat lepas sama sekali. Kelima, kendatipun status

madrasah sama dengan sekolah umum, namun dalam realitasnya keberadaan

madrasah tetap dianggap pendidikan kelas dua, baik dari segi kualitas akademik,

144 Observasi di MAN Insan Cendekia, 20 Pebruari 2010, sebagai bahan perbandingan

penulis juga mengadakan observasi di MAN 1 dan 2 Serang, 25 November 2010.

Page 211: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

191

maupun sarana dan prasarana.145 Di sini menjadi sebuah keprihatinan, bagaimana

madrasah dapat bangkit dan diakui kualitasnya oleh masyarakat sebagai lembaga

pendidikan Islam yang unggul juga dalam mata pelajaran umum sehingga minimal

pengakuan masyarakat sejajar dengan sekolah.

Pada mulanya banyak masyarakat yang tidak setuju, masuknya pelajaran

umum ke madrasah. Menurut analisa Steenbrink, penolakan mereka146 dalam rangka

mempertahankan sifat tradisional agama di bidang pendidikan. Pada masyarakat

pedesaan yang terisolir, rencana pendidikan dari Departemen Agama merupakan

suatu bentuk peralihan dari pendidikan agama tradisional kepada bentuk madrasah

dengan cap agama yang masih kuat, lebih mudah diterima daripada sekolah umum

yang kurang bersifat agama.147 Menurut Husni Rahim, hal demikian terjadi karena

merupakan warisan sejarah Islam di Indonesia, bahwa Islam yang masuk dan

berkembang di Indonesia adalah Islam yang bercorak mistik dan sufistik yang lebih

mementingkan agama dari pada dunia.148 Madrasah yang merupakan kepanjangan

tangan dari pesantren, dimana pengaruh mistik dan sufistik cukup besar di pesantren

145 Fatah Syukur, “Madrasah dan Pemberdayaan”, dalam Citra Edukasi Blog spot.com,

2008. 08/03/2010. 146 Penolakan mereka tidak hanya dalam mata pelajaran umum, tetapi juga karena sekolah

Gubernemen memakai meja, kursi, papan tulis, penghapus dan lain-lain, ini semua juga ditolak, hal yang sama berlaku di bidang pakaian: celana, sepatu, dasi dianggap sebagai simbol dunia modern dan profan. Di pesantren Mustafawiyah, Purba Baru, Tapanuli Selatan para santri harus memakai sepatu dan celana untuk masuk pelajaran madrasah, yang dididik dalam pelajaran pesantren. Tetapi untuk shalat dan untuk pelajaran tambahan (dari kitab kuning) yang diberikan dalam masjid, wajib dipakai sarung dan sepatu harus dilepas, --hal yang sama terjadi dengan bahasa daerah dan bahasa Indonesia, dalam madrasah dipakai bahasa Indonesia, tetapi dalam masjid dan pengajian tambahan di dalamnya selalu dipakai bahasa daerah. Lihat, Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, 233.

147 Lihat Boland, The Struggle, 123, dimana seorang responden mengatakan: “Orang desa masih kirim anaknya ke pesantren. Pimpinan pesantren mengirim anaknya ke madrasah. Para guru madrasah kirim anak-anak mereka ke SMP dan SMA, supaya mereka nanti bisa belajar ke IAIN. Tetapi para dosen IAIN mencari kemungkinan untuk mengirim anak-anak mereka ke universitas negeri untuk belajar di sana. Memang gambaran ini berlebih-lebihan tetapi ada unsur benarnya juga di dalamnya.

148 Husni Rahim, “Visi Madrasah”, http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts/defaul, 2008. 27/02/2010.

Page 212: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

192

khususnya pesantren tradisional (salafiyah). Mempengaruhi pula budaya dan tradisi

serta pola pikir masyarakat Islam.

Dengan demikian di Madrasah Aliyah, lanjut Husni, diadakan program

Mafikibb (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris) dengan nuansa

Islam dimaksudkan menjembatani kekurang akraban dan kekurang tertarikan

madrasah di Indonesia dengan bidang studi Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan

Bahasa Inggris. Padahal di masa kejayaan Islam ilmu tersebut diperkenalkan dan

dikembangkan oleh ilmuwan Islam, seperti Jabir ibn Hayyan, oleh orang Barat

dikenal dengan "geber" adalah ahli kimia yang diakui dunia Barat. Demikian pula

Musa al-Khawarizmi seorang ahli matematika yang memperkenalkan "al-gebra atau

al-jabar" dan memperkenalkan angka Arab; Ibn Sina seorang ahli ket}abiban

(kedokteran) yang banyak menulis buku kedokteran, dan masih banyak lagi tokoh

ilmuwan Islam yang muncul di masa kejayaan Islam. Bidang studi Mafikibb

berdasarkan kurikulum 1994 dirasakan sukar bagi kebanyakan guru madrasah dan

pondok pesantren untuk mengajarkannya dan juga dirasakan sulit oleh para siswa.

Padahal bidang studi Mafikibb merupakan aspek pendidikan yang sangat dominan

dalam meningkatkan kemampuan nalar dan analisis siswa dalam mempelajari dan

mengembangkan iptek.149 Melihat realitas yang demikian rupanya kejayaan Islam

sangat pelan bangkitnya kembali.

Salah satu sebab lagi, mengapa sejumlah pesantren dan madrasah tidak

dapat mengembangkan pendidikan umum adalah karena kenyataan bahwa pendidikan

umum jauh lebih mahal daripada pendidikan agama. Para guru pendidikan umum

kebanyakan minta gaji yang lebih tinggi dan mereka juga segan datang ke pesantren

yang terletak di pelosok. Hal ini terutama berlaku bagi guru di tingkat sekolah

menengah.150 Para guru yang demikian, sebenarnya karena mentalitas keagamaan

149 Husni Rahim, “Visi Madrasah”, http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts/defaul,

2008. 27/02/ 2010. 150 Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern,

hlm. 234.

Page 213: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

193

mereka rendah, dikarenakan terjadinya dikotomi ilmu. Para intelektual Muslim,

seperti Ibnu Sina, al-Khwarizmi, al-Biruni dan lain-lain, mereka ahli dalam

pengetahuan umum, karena dasar agamanya kuat maka mentalitas untuk

pengabdiannya juga besar.

Dengan masuknya Mafikibb ke dalam kurikulum madrasah, dan madrasah

dapat mengintegrasikan kurikulumnya –ilmu umum dan agama– pertumbuhan dan

perkembangan madrasah di Indonesia akan dapat diperhitungkan. Tetapi dengan

catatan, bahwa integrasi tersebut, jangan hanya menjumlahkan mata pelajaran --

agama dan umum– seperti kurikulum madrasah tahun 1994.151 Integrasi yang

dimaksud adalah integrasi secara sistem dan metode, bukan hanya content.

Setelah permasalahan madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas

Islam selesai secara sistem, masih ada persoalan dengan madrasah sebagai sekolah

agama yang memberikan porsi utama pengajaran agama ditambah pengajaran umum

sebagai ciri ke-Indonesiaan dan ke-modernan belum mendapat tempat dalam sistem

pendidikan nasional versi UU No. 2 Tahun 1989. "( Hal ini tampak dari data siswa

yang ikut ebtan 1994/1995 ternyata murid terbanyak berada di jurusan umum –

52,11%-- yang mencakup IPS, IPA, dan Budaya. Sedangkan jurusan Ilmu Agama

hanya (47,89%)."

Hal ini masih mengundang perasaan yang ”kurang puas” di kalangan umat,

karena masih ada perasaan pemerintah memojokkan madrasah yang mengfokuskan

pada pengajaran agama dan dengan tambahan pelajaran umum. Juga masih terdengar

pendapat yang menyatakan bahwa madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas

Islam itu sebagai upaya ”mendangkalkan agama” bagi umat Islam Indonesia. Tentu

prasangka ini tidak beralasan, karena memang peminat untuk memasukkan anak ke

madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas Islam jauh lebih besar dibanding

dengan yang ingin memasukkan anaknya ke sekolah agama yang pengetahuan

151 Menurut Mastuhu, dengan kurikulum madrasah tahun 1994, masih terasa sekali

dikotomi ilmu –agama dan umum– lihat Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), 58.

Page 214: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

194

agamanya lebih besar dari pengetahuan umum seperti ditunjukkan oleh data bahwa

anak-anak yang memilih program pilihan agama jauh lebih kecil (48%) dari yang

memilih pilihan IPS atau matematika (52%) . "(yang telah disahkan Presiden pada

tanggal 8 Juli 2003 setelah melalui perdebatan panjang di masyarakat dan Dewan

Perwakilan Rakyat)".152

Melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989,

yaitu diakuinya madrasah sebagai suatu Sistem Pendidikan Nasional, sehingga

terbuka juga peluang lulusan madrasah dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi

umum. Menurut Danim, terbukanya peluang untuk melanjutkan ke perguruan tinggi

umum harus dimanfaatkan oleh madrasah sebaik mungkin dan harus meningkatkan

kualitas153 pelajaran umum eksakta seperti Matematika, Fisika dan Biologi.

Pernyataan Danim, dipertegas Akhwan, madrasah harus mendorong peserta didiknya

untuk mau bekerja di bidang ekonomi, teknik, dan ilmu eksakta murni agar bidang

tersebut tidak hanya dikuasai oleh lulusan non madrasah yang belum tentu memiliki

mental keagamaan yang kuat.154 Pernyataan Akhwan ini memperkuat temuan bahwa

walaupun kurikulum MA telah sama dengan SMA, namun MA tetap

mempertahankan ciri khas ke-Islamanya.

Masuknya pelajaran umum ke dalam kurikulum madrasah ternyata

ditanggapi beragam oleh para tokoh Muslim dan lembaga pendidikan Islam. Di awal-

152 Husni Rahim, “Pengakuan Kembali Madrasah sebagai Sekolah Agama Berwawasan

Umum”, dalam http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts/defaul, 2008. 27/02/2010. 153 Kualitas pendidikan menurut Danim, tidak semata-mata diukur dari mutu keluaran

pendidikan secara utuh (education outcomes) akan tetapi dikaitkan dengan konteks dimana mutu itu ditempelkan dan berapa besar persyaratan tambahan yang diperlukan untuk itu. Misalnya, seorang lulusan Madrasah Aliyah untuk menduduki dunia kerja tidak perlu mendapatkan pelatihan tambahan sebelum memberikan layanan di tempat kerjanya, berarti ia adalah lulusan yang lebih bermutu daripada yang masih harus menempuh pelatihan pra penempatan dengan spesifikasi yang sama Kualitas pendidikan juga bisa diukur dari besarnya kapasitas layanan pendidikan dalam memenuhi customers needs dikaitkan dengan besarnya pengorbanan yang diperlukan untuk itu, seperti biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat atau pemerintah, lama belajar, dan biaya-biaya tidak langsung. Lihat, Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 80.

154 Akhwan, “Pengembangan Madrasah sebagai Pendidikan untuk Semua”, dalam El-Tarbawi (Jurnal Pendidikan), No. 1 Vol. 1 2008, 45.

Page 215: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

195

awal masuknya pelajaran umum ke dalam kurikulum madrasah, banyak tokoh

Muslim yang tidak setuju, karena lulusan madrasah akan mandul. Dari sisi ilmu

agama mereka tidak matang, dan ilmu umumnya pun masih kalah sama lulusan SMA.

Sehingga ada madrasah yang tetap mempertahankan 100% pelajaran agama, seperti

KMI (Kulliyatul Mu‘allimi>n al-Isla>miyah) Pondok Pesantren Modern Gontor. Ada

juga yang mengikuti kebijakan pemerintah, dengan memasukan pelajaran umum

secara dominan. Yang jelas ketika, hal ini ditanggapi secara sinis, adalah politis,

tetapi jika ditanggapi secara lapang dada ini adalah peluang bagi madrasah untuk

bangkit.

5. Madrasah Masuk Sistem Pendidikan Nasional: Leburnya Sistem Ganda

Munculnya Undang-Undang Pendidikan No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, madrasah harus berbenah diri, karena dalam pasal 11 ayat (6):

”Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik

untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus

tentang ajaran agama yang bersangkutan”. Pendidikan keagamaan yang dimaksud di

sini tentunya madrasah. Secara spesifik dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No.

29 tahun 1990, pasal 3 ayat (3): “Pendidikan menengah keagamaan mengutamakan

penyiapan siswa dalam penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama yang

bersangkutan”. Pendidikan menengah keagamaan yang dimaksud di sini tentunya

Madrasah Aliyah. Cuma yang dimaksud Madrasah Aliyah di sini, Madrasah Aliyah

umum atau Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK), karena dalam Peraturan

Pemerintah No. 29 Tahun 1990, pasal 4 ayat (1) disebutkan: “Bentuk satuan

pendidikan menengah terdiri atas, Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Menengah Keagamaan,155 --dimungkinkan

155 Dalam PP No. 29 Tahun 1990 disebutkan bahwa penamaan masing-masing bentuk

sekolah menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) angka 3 ditetapkan oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 216: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

196

MA– Sekolah Menengah Kedinasan dan Sekolah Menengah Luar Biasa”.156 Jika

Madrasah Aliyah termasuk sekolah keagamaan, maka menurut penulis yang tepat

adalah Madrasah Aliyah Keagamaan, bukan Madrasah Aliyah umum yang

mempunyai jurusan ilmu-ilmu Fisika, ilmu Biologi, ilmu-ilmu Sosial dan

Pengetahuan Budaya. Sebenarnya dilihat dari kebijakan-kebijakan tersebut di atas

jelas bahwa ruang lingkup pembelajaran yang ada di madrasah dibatasi pada

pengetahuan agama saja. Hal ini sangat politis, seolah-olah madrasah yang dalam

bahasa Indonesianya sekolah tidak boleh berkembang layaknya sekolah-sekolah

umum yang lain.

Kemudian Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990, pasal 11 ayat (1) dan

(2) menyebutkan: “Pengelolaan pendidikan menengah sebagai bagian dari sistem

pendidikan adalah tanggung jawab menteri”.157 Menteri yang mempunyai

kewenangan dalam bidang pendidikan tentunya Mendikbud. Dengan demikian

Keputusan Menteri Agama (KMA), pada dasarnya menjabarkan keputusan

Mendikbud. Di sini sebenarnya kelihatan unsur politisnya, nampaknya Menag hanya

merujuk kepada Mendikbud, ketika ada Peraturan Pemerintah yang terkait dengan

pendidikan, seperti sekolah kedinasan yang lain. Melihat hal ini sebenarnya posisi

madrasah tidak mungkin sekuat sekolah, karena eksistensi madrasah layaknya

sekolah kedinasan yang lain. Posisi politis yang demikian akan berimplikasi di segala

hal terkait dengan perkembangan madrasah.158 Padahal jika melihat Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang pendidikan Agama

dan pendidikan Keagamaan Bab I pasal 11 disebutkan, “Menteri adalah menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan”. Berarti otoritas

pendidikannya sebenarnya penuh, tetapi realitasnya tidak, karena dari sisi anggaran

156Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 114. Lihat juga, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, Bab 1 Pasal 1, 1.

157 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 114. 158 PP No. 29 Tahun 1990, masih dalam suasana Orde Baru, PP ini di tandatangani oleh

Presiden Soeharto.

Page 217: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

197

pendidikan, kucuran dana di madrasah adalah nomor dua setelah sekolah baik secara

urutan maupun secara kuantitas. Dalam pasal 12 PP yang sama disebutkan, “Menteri

Agama adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

agama”. Dengan demikian Menteri Agama sebenarnya punya otoritas pendidikan dan

agama, seperti ketika Departemen Pendidikan dan Kebudayaan masih menjadi satu.

Tetapi realitasnya madrasah di bawah Departemen Agama marjinal dengan suatu

alasan dana yang tidak sama dengan sekolah, hal ini juga politis.

Argumen ini diperkuat bunyi ayat (2) PP yang sama: “Tanggung jawab

sekolah menengah keagamaan dilimpahkan oleh Menteri kepada Menteri Agama”.

Bunyi ayat (2) ini bila disandingkan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan No. 0489/U/1992 pasal 1 butir 6: “Madrasah Aliyah adalah SMU yang

berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama”. Ini jelas

bahwa secara hirarkis, nampaknya interpretasi kebijakan pendidikan sampai tahap

realisasi adalah sebagai berikut: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan baru Keputusan Menteri Agama sebagai tindak

lanjut dari Keputusan Mendikbud. Dalam bahasa politis kebijakan Menteri Agama

tentang madrasah tetap menduduki posisi nomor dua setelah sekolah.

Merujuk Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990, pasal 4 ayat (1), pasal

11 ayat (1) dan (2) dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.

0489/U/1992 pasal 1 butir 6, secara politis membingungkan Madrasah Aliyah dan

nasib yang kurang baik bagi MAK. Maksudnya kesulitan dalam menata. Husni

Rahim memberikan beberapa alternatif, pertama, Madrasah Aliyah dijadikan dua

satuan pendidikan, 1) Satuan pendidikan menengah umum yang berciri khas agama

Islam yang legalitasnya didasarkan pada pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

penyelenggaraan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (SK Mendikbud No.

0489/U/1992 pasal 1 butir 6), 2) Satuan Pendidikan Menengah Keagamaan yang

legalitasnya didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990 pasal 11 ayat

(2). Alternatif ini didasarkan pada Keputusan-keputusan Menteri Agama, Nomor 370

Page 218: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

198

Tahun 1993 tentang Madrasah Aliyah, Nomor 371 Tahun 1993 tentang Madrasah

Aliyah Keagamaan, Nomor 373 tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah, dan

Nomor 374 Tahun 374 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah Keagamaan.159

Logikanya, dengan ditetapkannya Madrasah Aliyah menjadi 2 satuan

pendidikan, pada Madrasah Aliyah Negeri terdapat dua jenis lembaga yaitu Madrasah

Aliyah Negeri (MAN) Umum dan Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri (MAKN).

Keberadaan MAN Umum tidak menjadi persoalan, karena dasarnya sudah

ada, yaitu keputusan-keputusan Menteri Agama yang berisi penetapan keberadaan

Madrasah Aliyah Negeri.160 Tetapi secara yuridis masalah bagi MAKN, karena dalam

prakteknya, menurut laporan Husni Rahim, 16 MAN yang sebelumnya

menyelenggarakan MAPK, mulai tahun pelajaran 1994/1995 telah melaksanakan

kurikulum MAK.161 Menurut penulis, walaupun Madrasah Aliyah Negeri (MAN)

Umum dijadikan menjadi dua satuan pendidikan, MAN Umum dan MAK, kalau

anggaran dana dari pemerintah juga kecil dan tidak mencukupi, maka nasib

peningkatan kualitas output MAN Umum dan MAK juga tidak jauh berbeda dengan

sebelumnya. Dalam rangka peningkatan mutu MAN Umum dan MAK, lebih baiknya

dijadikan dua satuan pendidikan, tetapi dana MAN Umum ditingkatkan dan dana

MAK seperti pada masa MAPK.

Kedua, alternatif kedua, seperti alternatif pertama, tetapi Madrasah Aliyah,

disamping dibuka program-program seperti SMU, juga dibuka program Ilmu-ilmu

Agama, yang dilaksanakan di kelas III, dengan demikian programnya menjadi

159 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 115. Kurikulum Madrasah Aliyah

Keagamaan (MAK), diberlakukan mulai tahun Pelajaran 1994/1995, lihat, Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 374 Tahun 1993, 2. Yang menandatangani Keputusan Menteri Agama (KMA), adalah Menteri Agama, ketika KMA ini ditandatangani, Menteri Agamanya adalah Tarmizi Taher, apabila diamati, situasi politiknya adalah masih dibawah otoritas rezim orde Baru.

160 KMA Nomor 17 Tahun 1987 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Madrasah Aliyah Negeri; KMA Nomor 137 tahun 1991 tentang Pembukaan dan Penegerian Madrasah; KMA Nomor 42 tahun 1992 tentang pengalihan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN); KMA Nomor 244 Tahun 1993 tentang Pembukaan dan Penegerian Madrasah. Lihat, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 115.

161 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 115.

Page 219: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

199

Bahasa, IPA, IPS dan Ilmu-ilmu Agama. Menurut Husni Rahim jika alternatif ini

dipilih, selain penetapan kelembagaan MAKN, juga perlu dilakukan penyempurnaan

SK Menteri Agama Nomor 373, tahun 1993 tentang kurikulum Madrasah Aliyah.162

Menurut penulis, supaya lulusan Madrasah Aliyah umum berkualitas tetap saja

membuka jurusan-jurusan umum tidak perlu membuka jurusan ilmu-ilmu agama,

karena ketika dibuka jurusan ini dan dimulai kelas tiga, secara kualitas hasilnya di

bawah lulusan MAKN, toh ciri khas keagamaannya sudah include dalam mata

pelajaran PAI. Dengan catatan PAI di Madrasah Aliyah umum alokasi waktunya di

tambah dalam rangka memenuhi target ciri khas ke-Islaman, dan alokasi waktu untuk

pelajaran umum tetap sama dengan SMU. Sehingga ketika kualitasnya sama-sama

baik antara Madrasah Aliyah Umum dan MAKN, maka secara market, juga dapat

bersaing.

Ketiga, Madrasah Aliyah menjadi satuan pendidikan sekolah menengah

umum berciri khas agama Islam, seperti dimaksud dalam SK Mendikbud Nomor

0489/U/1992, tetapi disamping menyelenggarakan program-program seperti di SMU

di lingkungan Depdikbud pada Madrasah Aliyah dilaksanakan Madrasa Aliyah

dibuka program Madrasah Aliyah Keagamaan yang dimulai kelas satu, sebagai

bagian ciri khas agama Islam. Menurut Husni Rahim, jika alternatif ini dipilih

langkah yang harus segera diambil adalah penyempurnaan keputusan-keputusan

Menteri Agama Nomor 370, 371, 373 dan 374 tahun 1993 untuk disesuaikan dengan

alternatif tersebut.163 Secara kelembagaan cukup simpel dan lebih efesien, hanya saja

ketika MAKN jadi istilah tersendiri, maka MAKN manajemennya numpang di MAN

Umum. Kalau demikian realitasnya, maka lulusan MAKN juga tidak berkualitas,

162 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 116. 163 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 116.

Page 220: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

200

akibatnya MAKN semakin tidak diminati masyarakat, lama kelamaan bisa gulung

tikar. Dengan demikian keberadaan MAKN164 secara politis jadi sangat dilematis.

Nampak jelas, bahwa jalan pikiran pemerintah, akan menjadikan sistem

ganda, yang secara historis merupakan tuntutan tokoh nasionalis sekuler dan tokoh

nasionalis Muslim, akan dijadikan satu sistem yaitu Sistem Pendidikan Nasional

(SPN). Sehingga, digunakan berbagai cara, bagaimana kurikulum madrasah sekaligus

legalitas madrasah disamakan kedudukannya dengan sistem persekolahan. Secara

politis insan madrasah dirugikan, tetapi jika disadari juga mendapat keuntungan dan

peluang yang cukup besar bagi lulusan madrasah. Tinggal bagaimana, insan

madrasah dapat tetap mempertahankan ciri khas ke-Islamannya, karena hal ini yang

membedakan secara substansial antara sistem madrasah dengan sistem persekolahan.

6. Madrasah adalah Sekolah Umum Berciri Khas Islam: Sebuah Realitas Yang Harus

Diterima

Lahirnya PP Nomor 29 Tahun 1990 tentang pendidikan menengah menjadi

dasar bahwa Madrasah Aliyah adalah SMU/sekolah umum berciri khas Islam. Dalam

PP Nomor 29 tersebut ditegaskan bahwa pada jenjang pendidikan menengah, terdapat

bentuk-bentuk satuan pendidikan, yaitu sekolah keagamaan, sekolah menengah

kedinasan dan sekolah menengah luar biasa.165 Sekolah menengah keagamaan di sini

berarti Madrasah Aliyah.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

0489/U/1992 Tahun 1992 tentang sekolah menengah umum, ditetapkan bahwa

Madrasah Aliyah adalah Sekolah Umum yang berciri khas agama Islam yang

diselenggarakan oleh Departemen Agama. Dalam SK Mendikbud tersebut juga

164 Padahal dalam Keputusan Menteri Agama (KMA), dalam Bab 1 Ketentuan Umum, pasal 2 disebutkan, “Sekolah Menengah Keagamaan adalah bentuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penyiapan siswa dalam penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama”. Kemudian dalam Bab 2, pasal 1, “Menyiapkan siswa dalam penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama Islam”. Lihat, Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia (KMA) No. 371 Tahun 1993 Tentang Madrasah Aliyah Keagamaan, 2.

165 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 106.

Page 221: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

201

ditegaskan bahwa Madrasah Aliyah wajib memberikan bahan kajian sekurang-

kurangnya sama dengan Sekolah Menengah Umum (SMU). Dalam mata pelajaran

umum, tetapi dalam mata pelajaran agama, madrasah tetap mendapat porsi lebih.

Husni Rahim melaporkan, jika di SMU, alokasi waktu pelajaran agama perminggu

hanya 2 jam, tetapi pada Madrasah Aliyah, 9 jam pelajaran166 --kurikulum 1994–.

Dalam kurikulum 2004 dan 2006, alokasi waktu mata pelajaran agama pada

Madrasah Aliyah program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa167 sama persis

dengan SMU.

Secara umum, diakuinya madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan

nasional, tersurat dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, UU ini mengakui madrasah sebagai bagian dari sistem

pendidikan nasional. Juga berdasarkan PP. No. 28 dan 29 tahun 1989 ditetapkan,

bahwa madrasah adalah sekolah umum yang berciri khas Islam. Kurikulum madrasah

adalah sama dengan kurikulum sekolah, plus ciri khasnya.168 Menurut Husni Rahim,

bahwa dalam memberikan ciri khas Islam pada madrasah, perlu dilakukan upaya

memberikan “nuansa Islam” pada bidang studi umum (Mafikibb),169 Matematika,

Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris. Dengan kata lain mata pelajaran PAI

berintegrasi dengan mata-mata pelajaran Mafikibb.

166 Jumlah yang demikian itu, masih dirasakan “kurang” sehingga masih ada suara, kurikulum 1994 sebagai kurikulum yang “mendangkalkan agama”. Pertanyaan sekarang, apakah ciri khas agama pada madrasah hanya menjadi tanggungjawab guru bidang studi agama, sehingga bila jam belajar bidang studi agama berkurang berarti terjadi pendangkalan agama? Ciri khas Islam pada madrasah menjadi tanggung jawab semua orang yang berkait dengan madrasah. Mulai dari kepala madrasah (pimpinan), guru (baik bidang studi agama maupun bidang studi umum), tenaga kependidikan lainnya, BP3 dan para murid sendiri. Lihat, Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Logos, 2005), 47. Bandingkan dengan hasil observasi penulis terhadap MAN Insan Cendekia, tanggal 20 Pebruari 2010, observasi MAN 1 dan 2 Serang, tanggal 25 November 2010.

167 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), 81-85.

168 Husni, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, 46. 169 Mafikibb, adalah Matematika, Fisika, kimia, Biologi, dan Bahasa Inggris, merupakan

aspek pendidikan yang sangat dominan dalam meningkatkan kemampuan nalar dan analisa siswa. Lihat, Husni, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, 47.

Page 222: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

202

Dalam rangka menindak lanjuti Keputusan Mendikbud di atas, telah

dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 370 tahun 1993 tentang

Madrasah Aliyah.

Selain MA sebagai SMU berciri khas Agama Islam yang

penyelenggaraannya didasarkan pada SK Mendikbud Nomor 0489/U/1992,

Departemen Agama juga berkewajiban menyelenggarakan sekolah menengah

keagamaan berdasarkan PP nomor 29 tahun 1990 pasal 11 ayat (2) yang menegaskan,

“tanggung jawab pengelolaan sekolah menengah keagamaan dilimpahkan oleh

Menteri (Pendidikan dan Kebudayaan) kepada Menteri Agama”. Sekolah keagamaan

ini, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 371 tahun 1993, dinamakan

Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK).170

Intinya, walaupun kurikulum madrasah sudah didominasi oleh mata

pelajaran umum secara kuantitas, tetapi PAI, harus tetap menjadi ruh dalam mata-

mata pelajaran umum tersebut. Kemudian madrasah jangan hanya sebagai tempat

menggali ilmu saja, tetapi juga sebagai tempat mengamalkan ilmu. Hal ini menjadi

tanggungjawab seluruh personil madrasah, dari Kepala Madrasah sampai Office Boy

(OB).

Penguatan pengakuan eksistensi madrasah dalam sistem pendidikan

nasional (UU No. 20 tahun 2003), hendaknya menjadikan kesempatan emas bagi

insan madrasah untuk meningkatkan kualitas madrasah171 dari semua aspek,

utamanya adalah aspek kurikulum. Karena sentral utamanya, politisasi sistem

persekolahan terhadap madrasah adalah kurikulumnya.

Dalam trend sekarang, alumni madrasah tidak hanya terampil berdo’a, tetapi

mereka sudah visioner, sehingga membentuk alumni yang berwawasan luas. Seperti

dikatakan Hefner, bahwa sejak tahun 1990, ia menulis beberapa sekolah Islam

(madrasah) baru yang sebagian madrasah tersebut mendekati teori pergerakan sosial

170 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 107. 171 Afrianto Daud, “Madrasah dan Tantangan Dunia Global”, dalam Singgalang, 17

September 2004.

Page 223: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

203

seperti mereka mencapai transformasi politik dan sosial dan lebih jauh lagi adalah

“Islam tetapi merupakan kelompok nasionalis yang pluralis”. Dan ini adalah benar,

bukan kenyataan yang ditolak minoritas, bukan berpusat pada negara, tetapi

tujuannya adalah merubah warga negara dan masyarakat.172 Alumni madrasah telah

terbukti dapat diterima di semua kalangan, bisa bekerja di banyak bidang

pemerintahan, seperti Departemen Keuangan, Pendidikan, Hukum, Transmigrasi dan

lain-lain.

Pergeseran kurikulum madrasah173 sangat dipengaruhi oleh kebijakan

pemerintah yang bersifat politis. Kebijakan tersebut membawa madrasah ke arah satu

sistem pendidikan nasional, yang secara historis pada dasarnya, sistem pendidikan di

Indonesia adalah sistem ganda. Bila ditinjau dari integrasi Ilmu, pergeseran

kurikulum madrasah adalah ke arah mewujudkan integrasi ilmu, walaupun, banyak

juga komentar miring, bahwa madrasah sudah tidak dapat mencetak ulama yang ahli

agama. Tetapi sebenarnya masih ada MAK, yang secara content, muatan ilmu

agamanya lebih dominan dibanding ilmu umumnya. Dari MAK ini, dapat mencetak

ulama yang ahli agama.

E. Tafsir Pergeseran

1. Bergeser Sebagaian Komponen Kurikulum

Komponen kurikulum terdiri dari tujuan, isi/materi (content), pendekatan

(strategi pembelajaran), dan penilaian (evaluasi). Dari masing-masing periode

kurikulum Madrasah Aliyah mengalami pergeseran. Pergeseran terjadi karena

dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Yang dalam hal ini penulis memberi

kesimpulan bahwa pergeseran kurikulum lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor

172 Hefner, (Ed.), Making Modern Muslim: The Politics of Islamic Education in Southeast

Asia, 130. 173 Pergeseran (perubahan) kurikulum merupakan konsekwensi logis dari terjadinya

perubahan sistem politik, sosial, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Lihat, “Perjalanan Kurikulum Nasional (pada Pendidikan Dasar dan Menengah)” http://www.esamrtschool.com/sptPendidikan/artikel. 28/08/2010.

Page 224: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

204

politik. Diantara empat komponen kurikulum tersebut, jika hanya terjadi pergeseran

pada salah satu komponen saja, misal komponen tujuan kurikulum, sedangkan yang

lain tidak, berarti pergeseran tersebut hanya sebagaian komponen kurikulum.

2. Bergeser Seluruh Komponen Kurikulum

Seperti telah diuraikan pada bab-bab terdahulu dalam disertasi ini, bahwa

pergeseran mestilah berbeda dengan perubahan, karena pergeseran lebih cenderung

pada arti perubahan hanya sebagaian, sedangkan perubahan adalah perubahan dalam

arti total (revolusi). Prediksi penulis, bahwa kurikulum Madrasah Aliyah mengalami

pergeseran secara menyeluruh dari masing-masing komponen kurikulum, walaupun

pergeseran antar komponen kurikulum pada periode satu ke periode berikutnya tidak

secara menyeluruh, artinya secara kuantitas, ada yang sedikit dan agak banyak

bergesernya, yang terlalu banyak (total) tidak ada. Pada prinsipnya pergeseran

menyeluruh tersebut secara kualitas mengarah pada perbaikan, penyempurnaan dan

modernisasi. Untuk membuktikan tafsir ini dapat dilihat indikator pergeseran di

bawah ini.

F. Indikator Pergeseran

Dalam indikator pergeseran ini penulis akan menjelaskan bahwa pergeseran

kurikulum Madrasah Aliyah lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Hal ini telah

banyak dijelaskan sebelumnya, bahwa diantara empat komponen kurikulum yaitu

tujuan, content (isi), metode dan evaluasi, yang pergeserannya dikatakan politis

adalah pada content (isi) kurikulum Madrasah Aliyah, adapun komponen yang

lainnya bergeser ke arah modern.

1. Tujuan Kurikulum Madrasah Aliyah

Tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam Undang-Undang Pendidikan

Nasional, baik UU No. 4 Tahun 1950 jo UU No. 12 Tahun 1954, yang mencitakan

manusia terdidik Indonesia sebagai “manusia susila yang cakap dan demokratis serta

Page 225: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

205

bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”,174 atau UU no. 2

tahun 1989 yang mencitakan wujud manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia

yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,

berkepribadian yang mantap dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan”,175 dan yang terakhir UU No. 20 Tahun 2003 yang

mencitakan “manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”.176

Bila dibandingkan secara detel, antara tujuan pendidikan dalam Undang-

Undang Pendidikan tahun 1950, tahun 1989 dan tahun 2003, terdapat pergeseran

secara jelas ke arah perbaikan (penyempurnaan).

a. Tujuan Kurikulum MA Sebelum Muncul Secara Nasional

Ketika Peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1946 diberlakukan yang

disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama No. 7 tahun 1952, salah satu

pesannya adalah madrasah supaya mengajarkan pelajaran umum dengan tujuan

karena pelajaran umum sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari, kekurangan

pengetahuan umum menyebabkan orang mudah diombang-ambingkan oleh pendapat

yang kurang benar dan pikiran yang kurang luas.177 Berarti sebelum munculnya

peraturan ini memang madrasah hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama (ulu>m al-di>n),

padahal ilmu umum berguna untuk menguasai dunia.

Sebagai bahan pembanding, dalam sejarah kurikulum nasional setelah

munculnya Undang-Undang Pendidikan tahun 1950, pada masa Orde Lama

174 Lihat, Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya (Ciputat: Logos Wacana

Ilmu, 1999), 130. 175 Lihat, Undang-Undang Nomor 2Tahun 1989, pasal 4. 176 Lihat, UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. 177 Husni Rahim, “Visi Madrasah”, dalam http://www. blogger.com/feeds/35417963/posts/

defaul, 2008. 27/02/2010.

Page 226: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

206

kurikulum terdiri dari kurikulum 1952 yang terkenal dengan nama Rentjana

Pelajaran Terurai, kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan

nasional (dalam sistem persekolahan, artinya di luar madrasah, adapun madrasah

ketika itu belum masuk pada sistem pendidikan nasional). Kemudian tahun 1964

pemerintah menyempurnakan kurikulum nasional dengan nama Rentjana Pendidikan

1964, dari kurikulum ini pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mempunyai

pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran

dipusatkan pada program Pancawardhana, yaitu pengembangan moral, kecerdasan,

emosional/artistik, keprigelan dan jasmani. Selanjutnya setelah tumbangnya Orde

Lama dan munculnya Orde Baru, kurikulum juga mengalami pembaharuan, yaitu

kurikulum 1968. Kurikulum ini mengalami perubahan struktur kurikulum pendidikan

dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila, pengetahuan dasar dan

kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi

dari pelaksaan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Tujuan kurikulum 1968

adalah pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk kekuatan dan kesehatan

jasmani, mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan jasmani, moral budi pekerti dan

keyakinan beragama.178 Nampak jelas perubahan tujuan pendidikannya, dari Orde

Lama ke Orde Baru, dimana pada tahun 1965 (Orde Lama) terjadi peristiwa besar G

30 SPKI, dengan demikian sentral pokoknya adalah merubah Pancasila sebagai dasar

negara RI menjadi ideologi komunis, maka secara drastis pula dalam kurikulum

nasional tahun 1968, tujuan pendidikannya dirubah menjadi membentuk manusia

Pancasila sejati. Yang selanjutnya tujuan ini diimplementasikan dengan penataran P4

untuk para siswa, dan secara politis ternyata hal ini untuk mempertahankan

kekuasaan presiden Soeharto.

Dalam dunia madrasah dalam rangka merealisasikan Undang-Undang

Pendidikan pertama tahun 1950, salah satu pasalnya berbunyi, “belajar di sekolah

178 http://rbaryan.wordpress.com/2007/05/16, Bagaimana Perjalanan Kurikulum Nasional.

07/05/2010. Lihat pula, Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan dan Kursus-kursus, Rencana Pendidikan dan Pelajaran SMA (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1969), 7.

Page 227: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

207

Agama yang telah mendapat pengakuan Menteri Agama dianggap telah memenuhi

kewajiban belajar”.179 Maka Departemen Agama RI mendirikan MWB (Madrasah

Wajib Belajar) tahun 1958/1959, pada saat ini menteri Agamanya adalah KH. Moh.

Ilyas. Pendirian MWB bertujuan untuk pembangunan jiwa bangsa guna kemajuan di

lapangan ekonomi, industrialisasi dan swadaya. Di MWB anak tidak hanya dididik

pengetahuan umum dan agama180 tetapi juga ketrampilan, untuk mendukung kesiapan

siswa berproduksi dengan swadaya dan ketrampilan yang di peroleh di MWB.181

MWB memadukan tiga kemampuan, yaitu kemampuan otak atau akal, hati atau

perasaan dan tangan atau kecekatan. Kurikulum MWB yang pada zaman sekarang

disebut dengan “life skills”.182 Bila diamati lebih teliti, sebenarnya para pemikir

Departemen Agama sudah cukup maju, KH. Wahid Hasyim yang mencoba

memasukan pelajaran umum ke dalam madrasah, disusul KH. Moh Ilyas yang

mencoba menggagas MWB, dimana dalam MWB ini disamping dipelajari ilmu

agama dan umum, juga plus ketrampilan, gagasan Ilyas, pada waktu itu, selangkah

lebih maju.

Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan dalam beberapa hal

mengenai madrasah bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan Orde Lama.

Pada saat ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan

secara nasional, tetapi merupakan lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan

Menteri Agama. Hal ini disebabkan karena kenyataan bahwa sistem pendidikan

madrasah lebih didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum

yang belum berstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan memberlakukan

179 Dapartemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia (Jakarta:

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag RI, 2001), 18. 180 Bahkan disebutkan bahwa pengetahuan agamanya hanya 25 %, hal ini yang kemudian

menjadi pemicu, bahwa MWB tidak memenuhi standar pendidikan Islam, akhirnya MWB pun gulung tikar. Lihat, Jumhur dan Danasaputra, Sejarah Pendidikan di Indonesia Khusus Madrasah (Bandung: CV. Ilmu, 1976), 227.

181 http://www.husnirahim.com. 08/12/2010. 182 Dapartemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 19.

Page 228: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

208

managemen yang kurang dapat dikontrol oleh pemerintah.183 Walaupun dua Menteri

Agama (KH. Wahid Hasyim dan KH. Moh Ilyas) berusaha memasukan pelajaran

umum dalam madrasah, tetapi belum cukup berarti bagi eksistensi madrasah secara

umum, nyatanya pada zaman ini muatan-muatan agama masih cukup mendominasi

daripada muatan umumnya. Praktis, kurikulum madrasah belum tersusun secara

nasional, dengan demikian, maka tujuan kurikulumnyapun belum dapat

teridentifikasi, kecuali melalui peraturan Menteri Agama dan MWB yang telah

diuraikan.

b. Tujuan Kurikulum MA Tahun 1973

Kurikulum madrasah tahun 1973 ini merupakan hasil dari pertemuan di

Cibogo, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 10-20 Agustus 1970, pada saat ini

kurikulum madrasah disusun dari semua tingkatan secara nasional. Kurikulum

madrasah secara nasional ini disusun dalam usaha supaya madrasah diakui sebagai

bagian dari pendidikan nasional. Dengan demikian, berarti tujuan kurikulum

Madrasah Aliyah saat ini, secara umum tidak beda dengan tujuan kurikulum SMA

tahun sebelumnya yaitu kurikulum tahun 1968, tujuannya adalah membentuk

manusia Pancasila sejati, walaupun secara spesifik tujuan ini pastinya berbeda dengan

kurikulum Madrasah Aliyah.

Berdasarkan keputusan Menteri Agama No. 52 tahun 1971, dengan berbagai

perbaikan dan penyempurnaan, maka kurikulum ini dikenal dengan kurikulum

madrasah tahun 1973.184 Dengan tersusunnya kurikulum madrasah secara nasional,

posisi madrasah secara politis menjadi kuat di bawah otoritas Departemen Agama RI.

c. Tujuan Kurikulum MA Tahun 1976

Kurikulum MA Tahun 1976, adalah disusun berdasarkan kurikulum SKB

Tiga Menteri tahun 1975. Tujuan Institusional Umum (TIU) pada kurikulum

183 Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, 132. 184 Lihat, Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, 142.

Page 229: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

209

Madrasah Aliyah 1976,185 sesuai Keputusan Menteri Agama no. 75 tahun 1976 pasal

3 adalah sebagai berikut: (1) menjadi seorang Muslim yang bertaqwa, berakhlak

mulia, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, (2) menjadi warga negara

yang baik dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air,

(3) menjadi manusia yang berkepribadian bulat dan utuh, percaya pada diri sendiri,

sehat rohani dan jasmani, (4) memiliki pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan

yang lebih luas serta sikap yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran ke perguruan

tinggi atau untuk dapat bekerja dalam masyarakat sambil mengembangkan diri untuk

mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, (5) memiliki pengetahuan agama dan

umum yang lebih luas dan mendalam serta pengalaman, ketrampilan dan

kemampuan, yang diperlukan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, (6) mampu

melaksanakan tugas hidup dalam masyarakat dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha

Esa guna mencapai kebahagiaan dunia dan akherat.186 Tujuan ini cukup ideal, untuk

membentuk manusia yang mempunyai kepribadian utama secara komprehensip.

Pada saat kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1976, Menteri Agamanya

adalah A. Mukti Ali.187 Tugas Mukti Ali sebagai Menteri Agama cukup berat,

digambarkan oleh Ali Munhanif, mentransformasikan sikap dan pandangan

185 Konsep kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan

efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu Management by Objective, http://viendutzz.com/2009/11/perbedaan-kurikulum-1975-1984-1994-204.com. 10/08/2010.

186 Lihat, KMA No. 75 Tahun 1976, pasal 3. Lihat pula, Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 75 tahun 1976 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 3-6. Sejak diberlakukannya kurikulum 1975, yang waktu itu dikenal dengan sebutan pembakuan kurikulum, para guru diwajibkan menggunakan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dalam melaksanakan tugasnya dari mulai perencanaan pengajaran, pelaksanaan proses belajar-mengajar sampai evaluasi pengajaran. Kewajiban itu merupakan implikasi dari penggunaan prinsip objective oriented sebagai salah satu asas pengembangan kurikulum. Penerapan prinsip berorientasi pada tujuan ini nampak pada kurikulum 1975 dengan dicantumkannya berbagai jenis tujuan yang tersusun secara hirarkhis, dari mulai Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler sampai ke Tujuan Instruksional Umum. Atas dasar tujuan-tujuan itu, guru diwajibkan mengembangkan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk diusahakan pencapaiannya pada proses belajar-mengajar yang diselenggarakannya. Lihat, http://www.infodiknas.com/manfaat-tujuan-pembelajaran-khusus-dalam-proses-belajar-mengajar. 26/05/2010.

187 Lihat, Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 75 tahun 1976 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 12.

Page 230: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

210

keagamaan umat beragama Indonesia --Muslim khususnya– sedemikian rupa,

sehinga melicinkan jalan bagi konsolidasi kekuasaan Orde Baru dan untuk kemudian,

mempersiapkan landasan bagi program-program modernisasi. Karena tantangan itu,

Mukti Ali lalu mengadakan reorientasi kebijakan pemerintah dalam bidang politik –

keagamaan. Pada periode kementeriannya, wacana keagamaan di Indonesia diwarnai

reorientasi total hampir di seluruh aspek kehidupan masyarakat; mulai dari konsep

negara modern yang cocok bagi kultur keagamaan Indonesia, pembaharuan

pemikiran, dialog antar umat beragama, modernisasi lembaga keagamaan, hingga

pembaharuan kurikulum lembaga pendidikan agama.188 Sebagai kaum akademisi

yang ulama, Mukti Ali, sangat tepat jika mengadakan modernisasi lembaga

pendidikan Islam dan pembaharuan kurikulum madrasah. Oleh karena itu kurikulum

Madrasah Aliyah tahun 1976, inipun sudah lebih baik bila dibanding kurikulum

sebelumnya.

d. Tujuan Kurikulum MA Tahun 1984

Dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia No. 101

tahun 1984 tentang kurikulum Madrasah Aliyah,189 disebutkan pada pasal 2,

pendidikan Madrasah Aliyah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

dan pada pasal 3 diuraikan lebih rinci, bahwa tujuan pendidikan Madrasah Aliyah

adalah untuk menunjang tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional, dan dijabarkan ke

dalam tujuan umum sebagai berikut: (a) mendidik para siswa untuk menjadi manusia

yang bertakwa, berakhlak mulia, sebagai Muslim yang menghayati dan mengamalkan

188 Ali Munhanif, “Prof. Dr. A. Mukti Ali: Modernisasi Politik-Keagamaan Orde Baru”, dalam, Menteri-menteri Agama RI, Biografi Sosial Politik, Azyumardi Azra dan Saiful Umam (Ed.) (Jakarta: INIS, 1998), 272.

189 Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntutan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum 1975, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). http://viendutzz.com/2009/11/perbedaan-kurikulum-1975-1984-1994-204.com. 10/08/2010.

Page 231: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

211

ajaran agamanya, (b) mendidik para siswa untuk menjadi manusia pembangunan

sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman kepada Pancasila dan UUD 1945,

(c) memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan

pendidikan ke IAIN dan ke perguruan tinggi lainnya, (d) memberi bekal kemampuan

yang diper1ukan bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan ke tingkat akademi)

politeknik, program diploma dan pendidikan tinggi lainnya yang setingkat, (e)

memberi bekal kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia kerja setelah

menyelesaikan pendidikannya.190 Hal ini sejalan dengan tuntutan GBHN 1983,

bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan

efisien bekerja.191 Pada saat kurikulum Madrasah Aliyah 1984, Menteri Agamanya

adalah Munawir Sjadzali.192 Ketika Munawir menjadi Menteri Agama, ada tarik

menarik antara tokoh Islam dan nasionalis, dimana tokoh Islam menghendaki negara

Islam, sementara tokoh nasionalis tetap mengendaki Indonesia berdasarkan Pancasila.

Ketegangan yang demikian dicairkan oleh Munawir, dengan menulis buku tentang

politik Islam yang dicetak sebanyak 5000 eksemplar, habis terjual dalam tempo

singkat, selama 4 bulan. Subtansi pemikiran Munawir, “tidak ada ketetapan doktrinal

yang mengharuskan kaum Muslimin untuk mendirikan negara Islam”.193 Dengan

demikian, kehadiran Munawir menjadi Menteri Agama, adalah mencairkan

ketegangan ideologis.

190 Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 101 tahun 1984 tentang Kurikulum Madrasah

Aliyah, 3. 191 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html, 19

Mei 2008. 25/07/2010. 192 Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 101 tahun 1984 tentang Kurikulum Madrasah

Aliyah, 7. 193 Baca, Bahtiar Effendy, Hendro Prasetyo, dan Arief Subhan, “Munawir Sjadzali, MA,

Pencairan Ketegangan Ideologis”, dalam, Menteri-menteri Agama RI, Biografi Sosial Politik, 371-372.

Page 232: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

212

e. Tujuan Kurikulum MA tahun 1994194

Lahirnya Undang-Undang Pendidikan No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem

Pendidikan Nasional, menjadi pemicu lahirnya kurikulum 1994, bahwa pendidikan

nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki ketrampilan dan pengetahuan, kesehatan

jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan.195 Tujuan kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994,

tentunya merujuk kepada UU tersebut.

Pendidikan menengah bertujuan: (1) meningkatkan pengetahuan siswa untuk

melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan diri

sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian; (2)

meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan

hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya.196

Dengan mengacu kepada tujuan pendidikan menengah dan kepada pasal 3

ayat (1) Peraturan Pemerintah Namor 29 Tahun 1990, pendidikan pada Madrasah

Aliyah Keagamaan (MAK) bertujuan menyiapkan siswa dalam penguasaan

pengetahuan khusus tentang ajaran agama Islam yang diperlukan untuk melanjutkan

pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi; untuk mengembangkan diri sejalan

dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian; serta untuk

menjadi anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan

194 Kurikulum 1994 adalah seperangkat rencana/peraturan yang menekankan pada Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan kurikulum 1994 adalah seperangkat rencana/peraturan yang menekankan pada Cara Belajar (CBSA) secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara pengetahuan, sikap dan keterampilan. Lihat, http://viendutzz.com/2009/11/perbedaan-kurikulum-1975-1984-1994-204.com. 10/08/2010.

195 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html, 19 Mei 2008. 25/07/2010. Lihat juga, UU No. 2 Tahun 1989.

196 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990, pasal 2.

Page 233: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

213

lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya.197 Menteri Agama yang berkuasa,

ketika kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1994 berlaku adalah Tarmizi Taher. Dalam

bidang pendidikan kebijakannya adalah berusaha meningkatkan citra Departemen

Agama, mengangkat mutu sekolah yang dikelola Departemen Agama serta menata

IAIN, melahirkan STAIN.198 Tarmizi, juga menghasilkan kebijakan, menyekolahkan

pejabat Depag ke luar Negeri, termasuk para karyawan dan dosen-dosen IAIN

maupun STAIN. Yang tidak kalah menariknya kebijakan Tarmizi, yang menyerukan

70% para kakanwil Depag harus berpendidikan minimal S1. Menurut Tarmizi,

sekolah Depag, mulai dari tingkat dasar (Ibtidaiyah) hingga lanjutan (Tsanawiyah dan

Aliyah) harus berkualitas lebih dibanding sekolah umum. Menurut Tarmizi, sekolah

yang dikelola Depag seharusnya punya nilai plus karena selain tetap menerapkan

kurikulum sekolah umum, juga punya tambahan bobot pelajaran pendidikan

keagamaan. Semua orang tua sesungguhnya menginginkan anak-anaknya mendalami

pelajaran agama. Orang tua menginginkan anak-anaknya dapat tetap terbina akhlak

dan moral agamanya, tapi juga menginginkan anaknya tidak tertinggal dalam

pengetahuan umum. Karena itu Tarmizi menekankan sekali perlunya peningkatan

kualitas guru mata pelajaran umum.199 SDM madrasah mulai membaik, dengan

kebijakan Tarmizi.

Sebelum muncul kurikulum 2004, diawali dengan kurikulum suplemen

1999, walaupun kurikulum ini tidak terkenal, seperti kurikulum sebelumnya tahun

1994, dan kurikulum setelahnya 2004. Dalam filosofi kebijaksanaan dan strategi

pendidikan nasional tahun 1999 dijabarkan bahwa tujuan pendidikan Indonesia

adalah terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang bercirikan: demokratis,

kepastian hukum, egalitarian, penghargaan yang tinggi terhadap human dignity,

197 KMA No. 374 Tahun 1993 Tentang Kurikulum MAK, 9. 198 Usep Fathudin, H. Tarmizi Taher, Globalisasi Kerukunan, dalam, Menteri-menteri

Agama RI, Biografi Sosial Politik, 417. 199 Usep Fathudin, “H. Tarmizi Taher, Globalisasi Kerukunan”, dalam, Menteri-menteri

Agama RI, Biografi Sosial Politik, 436-437.

Page 234: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

214

kemajuan budaya dan bangsa dalam satu kesatuan, dan religious.200 Tujuan ini

sebenarnya tidak secara spesifik mengarah kepada Madrasah Aliyah, tetapi menjadi

gambaran umum bahwa dalam dunia Madrasah Aliyahpun tujuan kurikulumnya ikut

dimodernisir, sebagaimana terlukis dalam tujuan kurikulum suplemen 1999.

f. Tujuan Kurikulum MA Tahun 2004201

Kurikulum ini disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).202

Penyelenggaraan pendidikan Madrasah Aliyah (MA) setingkat dengan pendidikan

umum, bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia; mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis; menguasai

dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi; memiliki etos budaya kerja; dan dapat

memasuki dunia kerja atau dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dengan kata lain

tujuan pendidikan Madrasah Aliyah (MA) adalah memproduk lulusan yang bisa

masuk ke perguruan tinggi umum dan agama serta dapat diterima bekerja sesuai

dengan kebutuhan pasar.

200Alexander Jatmiko Wibowo dan Fandy Tjiptono, Pendidikan Berbasis Kompetensi (Ed.)

(Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2002), 184. 201 Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi).

Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No. 2 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dan Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari. http://viendutzz.com/2009/11/perbedaan-kurikulum-1975-1984-1994-204.com. 10/08/2010.

202 Kebanyakan tafsir kompetensi, hampir mirip (seragam), Jones, mendefinisikan kompetensi, sebagai suatu pengetahuan dan ketrampilan khusus (specific) dan cara penerapan pengetahuan serta ketrampilan tersebut mengikuti sebuah baku kinerja (standard performance) yang ditetapkan”. Sedang Taylor-Powell, memberikan arti kompetensi, sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan untuk melakukan tugas atau rencana tertentu. Lihat, Taylor-Powell, Competence in Extension Education Evaluation, What is it? What Does Capacity Building Entail? Hear it From the Board. Januari, 2002. Sedangkkan Risher mengatakan, kompetensi adalah kemampuan yang menyumbangkan tercapainya keberhasilan kinerja. Lihat, H. Risher, Paying for Employee Competence. School Administrator, 2000.

Page 235: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

215

Sebagai implementasi dari tujuan tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk

kompetensi lulusan sesuai dengan tingkat pendidikannya. Untuk kompetensi lulusan

Madrasah Aliyah dapat dilihat sebagai berikut : (a) berprilaku dalam kehidupan sosial

sehari-hari sesuai dengan ajaran agama Islam; menjalankan hak dan kewajiban;

berpikir logis dan kritis terutama dalam memecahkan masalah, kreatif dalam

berkarya; beretos kerja secara produktif; kompetitif, kooperatif dan mampu

memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab, (b) menginternalisasi nilai

agama dan nilai dasar humaniora yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat serta

menunjukan sikap kebersamaan dan saling menghargai dalam kehidupan yang

pluralis, (c) memiliki wawasan kebangsaan dan bernegara, (d) berkomunikasi secara

verbal baik lisan maupun tertulis sesuai dengan konteknya melalui berbagai media

termasuk teknologi informasi, (e) memanfaatkan pengetahuan dan kecakapan yang

dimiliki untuk hidup di masyarakat, (f) memanfaatkan pengetahuan dan kecakapan

melalui belajar secara mandiri dalam rangka membangun masyarakat belajar, (g)

gemar berolahraga dan menjaga kesehatan, membangun ketahanan dan kebugaran

jasmani, (h) berekspresi dan menghargai seni dan keindahan, (i) mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan akademik (kerangka dasar dan struktur kurikulum

2004 untuk MA).203 Perbedaan kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1973, 1984, 1994

dan 2004 adalah sangat kelihatan secara tajam di kurikulum 2004, karena beralih ke

kompetensi dan berorientasi proses serta tujuan (hasil), hal ini berbeda dengan

kurikulum sebelumnya.

g. Tujuan Kurikulum MA Tahun 2006.

Kurikulum 2006 yang juga disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP).204 Dalam kurikulum ini, tidak ada perbedaan antara kurikulum sekolah

203 Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004

(Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2004). 204 KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum operasional yang

disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta

Page 236: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

216

dengan kurikulum madrasah, baik dari segi tujuan, content (isi), strategi (metode)

pembelajaran, maupun evaluasinya.205 Oleh karena itu tujuannya pun sama, yaitu

“tujuan pendidikan menengah (SMA/MA) adalah meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan

mengikuti pendidikan lebih lanjut”.206

Adapun tujuan yang diharapkan dari penyelenggaraan pendidikan di

Madrasah Aliyah adalah; (1) terlaksananya Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,

Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) dan kekompakan (team teaching) untuk lebih

mengoptimalkan SDM guru dan mencegah terjadinya kekosongan jam pelajaran

sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang

dimiliki, (2) penerapan evaluasi dan penilaian hasil belajar (ulangan blok dua kali

dalam satu semester dan ulangan blok bersama akhir semester) secara konsisten dan

berkesinambungan, (3) optimalisasi pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan,

(4) memotivasi dan membantu peserta didik untuk pengembangan diri dalam

mengenali potensi diri dan minat melalui program bimbingan konseling sehingga

setiap siswa dapat berkembang secara optimal, (5) optimalisasi pelayanan terhadap

peserta didik dengan melengkapi sarana dan prasarana penunjang proses

pembelajaran, (6) optimalisasi pengembangan diri dalam hal minat dan bakat siswa

melalui program bimbingan konseling dan ekstrakurikuler (KIR, Pramuka, PMR,

Seni, Olah Raga, dan Ketrampilan lain yang relevan) sehingga setiap siswa dapat

berpedoman pada panduan yang telah disusun oleh BNSP (Badan Standar Nasional Pendidikan), lihat, PP No.19 Th.2005, Pasal 17. 205 Baca, Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 335.

206 Henny Riandari, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA dan MA: Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Ria Setyo Mardani (Ed.), (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007), 3. Baca juga, Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 335.

Page 237: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

217

mengembangkan bakat yang dimiliki secara optimal.207 Bila diamati secara teliti,

tujuan penyelenggaraan Madrasah Aliyah ini, telah mengalami pergeseran yang

cukup berarti ke arah modernisasi pendidikan.

Kurikulum Madrasah Aliyah sebelum tahun 1973 dan pada tahun 1973 –

dimana kurikulum madrasah telah tersusun secara nasional– secara khusus tidak

menyebutkan tujuan kurikulumnya, hanya saja bila berkiblat dengan kurikulum

nasional, maka tujuannya adalah pengembangan moral, kecerdasan,

emosional/artistik, keprigelan dan jasmani (kurikulum 1964) serta membentuk

manusia Pancasila sejati (kurikulum 1968). Hal ini mengalami perubahan yang berarti

dengan kurikulum setelahnya.

Pergeseran juga terjadi dari kurikulum 1973 ke kurikulum 1976. Karena

kurikulum 1976 sudah lebih matang dan SKB yang secara substansi menekankan

70% pelajaran umum dan 30% pelajaran agama telah ditetapkan dan disepakati.

Selanjutnya, dalam kurikulum MA tahun 1976 tidak disebut, siap terjun dalam dunia

kerja, sementara dalam kurikulum MA tahun 1984, hal tersebut tersurat. Adapun

unsur yang lain seperti bertakwa, berakhlak mulia, menghayati dan mengamalkan

ajaran agamanya, menjadi warganegara yang baik, punya ketrampilan, sehat jasmani

dan rohani, sama persis. Dengan demikian kurikulum MA tahun 1976 ke kurikulum

MA tahun 1984, mengalami pergeseran, yaitu penambahan siap terjun dalam dunia

kerja. Pada kurikulum MA tahun 1994 ada penambahan secara substansial yaitu

mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan

kesenian. Dan menjadi anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal

balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya. Di sini jelas, bahwa

dari kurikulum MA tahun 1984 ke kurikulum MA tahun 1994, mengalami dinamisasi

pergeseran yang cukup berarti. Dalam kurikulum MA tahun 2004 ada penambahan

bahwa tujuan kurikulum Madrasah Aliyah (MA) adalah memproduk lulusan yang

207 Departemen Agama, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah

Aliyah (Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Depag RI, 2007), 3.

Page 238: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

218

bisa masuk ke perguruan tinggi umum dan agama serta dapat diterima bekerja sesuai

dengan kebutuhan pasar. Pergeseran tujuan kurikulum MA tahun 1994 ke 2004

kelihatan sekali pergeserannya, bahwa lulusan MA harus menguasai dua disiplin ilmu

yaitu agama dan umum serta mampu bersaing dalam dunia kerja. Kemudian dalam

tujuan kurikulum 2006 terjadi penambahan yang cukup berarti, ketika kita tidak jeli

dan teliti, nampaknya tidak ada pergeseran, penambahan itu adalah ketrampilan untuk

hidup mandiri. Di sini pun telah terjadi pergeseran yang cukup berarti. Dari analisis

per periode tujuan kurikulum MA, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran

ke arah dinamis (perbaikan dan penyempurnaan) dari tujuan kurikulum MA sejak

sebelum kurikulum MA muncul secara nasional –sebelum tahun 1973– sampai

kurikulum MA tahun 2006.

2. Isi Kurikulum Madrasah Aliyah

a. Isi Kurikulum MA Sebelum Muncul Kurikulum Madrasah Secara Nasional

Peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1946 (tentang pemberian bantuan

madrasah), dalam peraturan ini diberi tambahan tentang pemberian pengajaran mata

pelajaran umum, jumlah jam pelajaran umum minimal sepertiga dari jumlah jam

secara keseluruhan. Adapun mata pelajarannya meliputi, Bahasa Indonesia, Berhitung

dan Membaca serta Menulis untuk madrasah tingkat rendah, sedangkan untuk

madrasah lanjutan diberi tambahan, Ilmu Bumi, Sejarah, Kesehatan, Tumbuh-

tumbuhan dan Alam. Sebenarnya hal ini merupakan usaha KH. Wahid Hasyim ketika

menjadi Menteri Agama (1949-1952). Dengan alasan supaya tidak terjadi dualisme

yang tajam antara madrasah dan sekolah.208 Diam-diam ide Hasyim ini adalah politis,

dimana negara ini mempunyai sistem pendidikan yang dualistik, dengan posisi

madrasah yang marjinal, seolah-olah Hasyim mau berusaha menyamakan kedudukan

antara madrasah dengan sekolah.

208 Dapartemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 16.

Page 239: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

219

Peraturan tersebut di atas, kemudian disempurnakan oleh Peraturan Menteri

Agama No. 7 tahun 1952 yang berlaku di seluruh Wilayah Negara RI, dalam

peraturan ini madrasah dibagi menjadi tiga, Madrasah Rendah (yang sekarang dikenal

dengan Madrasah Ibtidaiyah), masa belajar 6 tahun. Madrasah Lanjutan Tingkat

Pertama (sekarang Madrasah Tsanawiyah), lama belajar 3 tahun. Madrasah Lanjutan

Atas (sekarang Madrasah Aliyah) lama belajar 3 tahun.209 Masa ini –ketika Menteri

Agamanya KH. Wahid Hasyim– secara kelembagaan sebenarnya, madrasah sudah

mulai tertata dengan baik.

Namun demikian, kurikulum madrasah belum muncul secara nasional,

artinya kurikulum madrasah masih ditentukan oleh lembaga madrasah masing-

masing. Dalam arti lain kurikulum madrasah masih beragam. Penulis akan

memperlihatkan keragaman dan dominasi mata pelajaran agamanya sebagai lembaga

tafaqquh fi> al-di>n. Adapun sebagai contohnya adalah rencana pelajaran madrasah

Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta (tahun 1959), rencana pelajaran Pondok

Pesantren Modern Gontor (1958) dan rencana pelajaran Sekolah Guru P.U.I 6 tahun

(1958).

Isi rencana pelajaran Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta dibagi

menjadi dua yaitu agama dan umum, adapun agama meliputi mata pelajaran; Tauhid,

al-Qur’an (terdiri dari Hafalan, membaca, Tajwid, Terjemah, dan Tafsir),

Hadis/Must}alah, Fikih/Ushul, dan Tarikh. Umum meliputi mata pelajaran; Bahasa

Arab (terdiri dari Mut}ala’ah, Imlak, Nahwu/S}araf, dan Khat), Bahasa Indonesia,

Bahasa Inggris, Ilmu pasti (terdiri dari al-Jabar, Ilmu Ukur, Berhitung/Ilmu Hitung,

Hitung Dagang, Pengetahuan Dagang, Ilmu Alam, Ilmu Hayat/Hegien, Ilmu Bumi

(terdiri dari Pengetahuan Peta, Alam/Pasti, dan Ekonomi), Sejarah Indonesia/Umum,

Tata Negara, Menulis latin, Menggambar, Seni Suara, Pendidikan Jasmani, Ilmu

Guru (terdiri dari Ilmu Mendidik, Ilmu Jiwa), Ekonomi/Ethnologi, Filsafat/Peng.

209 http://www.husnirahim.com. 12/08/2010. Lihat juga Dapartemen Agama RI, Menelusuri

Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 16.

Page 240: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

220

Agama, Ke-Muhammadiyahan, Kepanduan.210 Adapun alokasi waktu perminggu

rata-rata 42 jam pelajaran. Jumlah jam pelajaran rumpun mata pelajaran PAI adalah

21 jam pelajaran perminggu sedang sisanya 21 jam pelajaran untuk mata pelajaran

umum. Bila diprosentasekan maka, pelajaran agama: 21:42x100%= 50%, dan mata

pelajaran umum juga sama yaitu: 21:42x100%= 50%. Di sini kelihatan bahwa

perbandingan antara mata pelajaran agama dan umum seimbang, walaupun jenis

mata pelajaran umum lebih banyak, tetapi alokasi waktunya lebih diperbesar mata

pelajaran agama.

Coba kita bandingkan dengan isi rencana pelajaran Pondok Pesantren

Modern Gontor. Mata pelajarannya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Bahasa

Arab, Ilmu-ilmu Agama dan Ilmu-ilmu Umum. Untuk kelompok bahasa Arab

pelajarannya meliputi; Imlak, Mengarang/Pidato, Membaca, Hafalan, Khat,

Nahwu/S}araf, Balaghah, dan Adab Lughah. Untuk kelompok ilmu-ilmu Agama,

mata pelajarannya meliputi; al-Qur’an, Tajwid, Tafsir, Hadis, Must}alah Hadis,

Ushul Fikih, Aqaid/Agama, Mantiq, dan Tarikh Islam. Dan untuk kelompok mata

pelajaran ilmu-ilmu umum mata pelajarannya terdiri dari; Berhitung, al-Jabar, Ilmu

Ukur, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Sejarah Indonesia/Umum, Ilmu Bumi,

Pendidikan/Ilmu Jiwa, Praktek Mengajar, Gerak badan, Menggambar/Seni Suara,

Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.211 Adapun jumlah alokasi waktu perminggu

adalah 39 jam pelajaran, dibagi menjadi dua, untuk pelajaran rumpun PAI 22 jam

pelajaran perminggu, sisanya 17 jam pelajaran untuk mata pelajaran umum. Bila

diprosentasekan, mata pelajaran agama: 22:39x100%= 56,4%, dan mata pelajaran

umum: 17:39x100%= 43,6%. Hal ini terlihat bahwa pelajaran agama lebih dominan

alokasi waktunya dibanding dengan mata pelajaran umum.

210 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung,

1996), 273-274. 211 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 252.

Page 241: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

221

Selanjutnya kita bandingkan lagi dengan isi rencana pelajaran sekolah guru

P.U.I 6 tahun yang diklasifikasikan menjadi pokok, penting dan pelengkap. Untuk

kelompok mata pelajaran pokok meliputi; al-Qur’an/Tafsir, Hadis/Must}alah,

Tauhid/Mantiq, Bahasa Arab, Fikih/Ushul, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,

Bahasa Daerah, Ilmu Guru/Jiwa, Ilmu Bumi/Alam, Sejarah Indonesia/Umum, Tata

Negara, dan Ekonomi. Kelompok penting, mata pelajarannya terdiri dari; Tarikh

Islam/Kebudayaan, Faraidl, Akhlak, Ilmu Hayat, Al-Jabar, Ilmu Ukur, Ilmu Alam,

dan Ilmu Kimia. Dan untuk kelopok pelengkap, mata pelajarannya meliputi; Al-

Adyan, ‘Arudl, Miqat, Ilmu Berhitung, Gerak Badan, Menggambar/Menulis, Seni

Suara, Kerajinan tangan/Pertanian, Etnologi/Sosiologi dan Kepanduan.212 Adapun

jumlah alokasi waktu jam pelajaran perminggu adalah 42 jam pelajaran. Mata

pelajaran agama mempunyai alokasi waktu 22 jam pelajaran perminggu sedang

sisanya mata pelajaran umum, yaitu 20 jam pelajaran perminggu. Bila

diprosentasekan maka, rumpun pelajaran agama: 22:42x100%= 52,4%, dan mata

pelajaran umum: 20:42x100%= 47,6%. Di sini kelihatan dominasi pelajaran

agamanya.

Melihat perbandingan prosentase pelajaran agama dan umum pada masa

kurikulum sekitar tahun 1958, dimana belum ada kurikulum madrasah yang bersifat

nasional, maka dapat dilihat pelajaran agama lebih dominan. Isi rencana Pelajaran

Pondok Pesantren Modern Gontor, mata pelajaran agama 56,4%, isi rencana

pelajaran sekolah guru P.U.I 6 tahun, agama 52,4%. Dan untuk isi rencana pelajaran

Mu’allimin Yogyakarta imbang antara pelajaran agama dan umum yaitu 50%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prosentase mata pelajaran agama dan

umum masing-masing madrasah sebelum tahun 1973 adalah beragam, dalam arti

belum seragam. Dan lebih cenderung dominasi ke mata pelajaran agama karena

sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n.

212 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, 295.

Page 242: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

222

Pada saat ini madrasah belum merupakan bagian dari sistem pendidikan

nasional, tetapi merupakan lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan

Menteri Agama, karena muatan (isi) kurikulum didominasi oleh muatan-muatan

agama,213 menggunakan kurikulum yang belum standar, memiliki struktur yang

belum seragam, dan menggunakan manajemen yang kurang dapat dikontrol oleh

pemerintah.214

b. Isi kurikulum MA Tahun 1973

Kurikulum madrasah 1973, merupakan kurikulum madrasah yang baru

secara nasional, yang merupakan hasil pertemuan pada tanggal 10-20 Agustus 1970

di Cibogo, Bogor.215 Ketika diberlakukannya kurikulum MA tahun 1973, dibuka

jurusan yaitu, 1) jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), 2) jurusan Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS), 3) jurusan Bahasa, 4) jurusan Agama (Syari’ah), dan 5) jurusan Qodlo

(Peradilan Agama).216 Mata pelajaran diklasifikasikan menjadi empat, yaitu dasar,

pokok, khusus dan ekstrakurikuler. Adapun untuk kelompok dasar mata pelajarannya

meliputi Tafsir/Ilmu Tafsir, Hadis/Ilmu Hadis, Tauhid, Kewarga Negaraan, Bahasa

Indonesia dan Penjas. Untuk kelompok pokok mata pelajarannya meliputi

Fikih/Ushul Fikih, Tarikh Tasyrikh, Sejarah Islam, Bahasa Arab, Bahasa Inggris,

Sejarah Kebudayaan, Ilmu Pasti, IPA, Biologi, Fisika, Kimia, Geografi, Biologi,

Ekonomi/Koperasi, Hitung Dagang, Tata Buku. Dan untuk kelompok khusus, mata

pelajarannya meliputi, Menggambar/Seni, Prakarya/PKK. Serta ekstrakurikulernya

213 Kalau ada keluhan tentang pesantren dan madrasah isinya hampir selalu bukan tentang

pendidikan agama yang kurang, namun keluhan hampir umum yaitu kurangnya pendidikan umum yang tidak setaraf dengan sekolah semacam dan tidak mempunyai efek sipil dalam masyarakat. Lihat, Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, 214.

214 Dapartemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 23. 215 Dapartemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 24. 216 Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, Solusi dan Jawaban Pelbagai

Problem MA Umum, MA Program Khusus, MA Ketrampilan, MA Model dan MA Diniyah. Lihat juga, Abd Rahman Saleh, Penyelenggaraan Madrasah, Petunjuk Pelaksanaan Administrasi dan Teknis Pendidikan (Jakarta: Dharma Bhakti, 1984), 23-24.

Page 243: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

223

adalah Kepramukaan dan Koperasi.217 Mata pelajaran MA saat ini sudah cukup

mewarnai pengetahuan umum bila dilihat dari alokasi waktu yang tersedia, yaitu

jumlah alokasi waktu pelajaran agama perminggu 12-14 jam pelajaran, sementara

pelajaran umum 31-34 jam pelajaran. Sedangkan jumlah jam pelajaran perminggu

secara keseluruhan adalah 48 jam pelajaran.218 Bila diprosentase, maka jumlah jam

pelajaran agama perminggu: 14:48x100%= 29,2%. Sedangkan jumlah jam pelajaran

untuk mata pelajaran umum perminggu bila diprosentase: 34:48x100%= 70,8%.

Dengan demikian isi kurikulum MA 1973 sudah mulai didominasi mata pelajaran

umum.

c. Isi Kurikulum MA Tahun 1976

Munculnya kurikulum SKB Tiga Menteri Tahun 1975 adalah mendasari

lahirnya kurikulum MA Tahun 1976. Kurikulum ini, memuat 30% mata pelajaran

agama219 dan 70 % mata pelajaran umum.

Dalam kurikulum Madrasah Aliyah 1976, sebaran mata pelajaran

diklasifikasikan berdasarkan program, yaitu program umum, meliputi Akhlak – Ilmu

Tauhid, al-Qur’an Hadis, Syari’ah, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Olah

Raga– Kesehatan, Pendidikan Kesenian. Jenis mata pelajaran yang termasuk program

umum ini wajib diikuti oleh semua siswa.

Program akademis, mata pelajaran yang termasuk program ini disesuaikan

dengan jurusan yang ada di Madrasah Aliyah. Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

mata pelajarannya meliputi; Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, Matematika,

Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS), (Fisika, Kimia, Biologi) termasuk yang mayor, (Menggambar, Gambar

Antariksa, Bahasa Asing) termasuk yang minor.

217 Departemen Agama RI, Rekapitulasi Kurikulum 1973 untuk MIN 7 Tahun, MTs. A.I.N 3 Tahun, dan MA AIN (Jakarta: Direktorat Bimas Islam Departemen Agama RI, Almanak 1974), 196-200.

218 Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 145.

219 Keputusan Menteri Agama No. 75 tahun 1976 tentang kurikulum Madrasah Aliyah, 2.

Page 244: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

224

Jurusan Bahasa, mata pelajarannya meliputi; Sejarah Kebudayaan Islam,

Bahasa Arab, Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, Bahasa

Inggris, Ilmu Pengetahuan Sosial, (Bahasa Asing, Sejarah, Geografi/Antropologi,

Bahasa Daerah) termasuk yang mayor, (Menggambar, Ekonomi/Koperasi, Ilmu

Pengetahuan Sosial) termasuk yang minor.

Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, mata pelajarannya meliputi; Sejarah

Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,

Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, (Tata Buku/Hitung Dagang,

Ekonomi/Koperasi, Sejarah, Geografi/Antropologi) termasuk yang mayor,

(Menggambar, IPS, Bahasa Asing) termasuk yang minor.

Jurusan Agama, mata pelajarannya meliputi; Sejarah Kebudayaan Islam,

Bahasa Arab, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan

Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Tata Buku/Hitung Dagang, Ekonomi Koperasi,

Sejarah, Geografi/Antropologi, (Tafsir Ilmu Tafsir, Hadis/Ilmu Hadis, Fikih/Ushul

Fikih, Tarikh Tasyri’) yang termasuk mayor, (menggambar, IPA, Bahasa Asing)

yang termasuk minor.

Program pendidikan ketrampilan terdiri atas, program pendidikan

ketrampilan terikat meliputi; Agraria, Teknik, Maritim, Jasa, Kerajinan. Program

pendidikan ketrampilan bebas penunjang teori, yang dapat dipilih, meliputi;

praktikum Fisika, Bumi Antariksa, Bahasa Asing. Program Pendidikan Ketrampilan

Keagamaan, meliputi; memimpin dan menyelenggarakan upacara keagamaan dan

Hari Besar Islam, memimpin Usaha Kemakmuran Masjid dan tempat ibadah,

memimpin pelaksanaan ibadah sosial.220

Adapun alokasi waktu perminggu 44 jam pelajaran,221 mata pelajaran yang

termasuk rumpun PAI (agama) untuk jurusan IPA dan IPS berjumlah 12-13 jam

220 Keputusan Menteri Agama No. 75 tahun 1976 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 6-

8. 221 Keputusan Menteri Agama No. 75 tahun 1976 Pasal 7 Tentang Kurikulum Madrasah

Aliyah, 8.

Page 245: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

225

pelajaran perminggu, dengan demikian alokasi mata pelajaran umum berjumlah 31-

32 jam pelajaran perminggu. Bila diprosentase, untuk mata pelajaran rumpun PAI:

13:44x100%= 29,55%, untuk mata pelajaran umum: 31:44x100%= 70,45%. Untuk

jurusan bahasa jumlah alokasi waktu rumpun mata pelajaran PAI: 13-16 dan mata

pelajaran umum 28-31. Jika dibuat prosentase, mata pelajaran rumpun PAI:

16:44x100%=, mata pelajaran umum: 28:44%= 63,6%, mata pelajaran rumpun PAI

prosentasenya bertambah karena di kelas 3, mata pelajaran Bahasa Arab alokasi

waktunya tinggi sampai 7 jam pelajaran perminggu. Kemudian jurusan

Syari’ah/Agama, jumlah jam pelajarannya perminggu, untuk mata pelajaran rumpun

PAI 13-25, untuk mata pelajaran umum 19-31. Bila diprosentasekan, maka pelajaran

rumpun PAI: 25:44x100%= 56,8%, sedangkan mata pelajaran umumnya

19:44x100%= 43,2%. Dengan demikian untuk jurusan IPA, IPS dan Bahasa mata

pelajarannya didominasi pengetahuan umum dan untuk jurusan Syari’ah/Agama,

mata pelajarannya didominasi pelajaran agama.

d. Isi Kurikulum MA Tahun 1984

Dalam pasal 8 Keputusan Menteri Agama Nomor 101 tahun 1984, tentang

kurikulum Madrasah Aliyah disebutkan bahwa isi kurikulum Madrasah Aliyah adalah

sebagi berikut: dikelompokan menjadi dua yaitu, kelompok Pendidikan Agama terdiri

atas; al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah Peradaban Islam, dan Bahasa

Arab. Kelompok Pendidikan Agama ini merupakan program identitas Madrasah

Aliyah. Program ini adalah sebagai dasar utama dalam pengembangan suasana

keagamaan di sekolah, yang merupakan ciri kekhususan kelembagaannya.222

Kelompok pendidikan dasar umum terdiri mata pelajaran, Pendidikan Moral

Pancasila (PMP), Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa PSPB), Bahasa dan Sastera

Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia dan Sejarah Dunia, Ekonomi, Geografi,

222 Keputusan Menteri Agama No. 101 tahun 1984 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 10

Page 246: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

226

Biologi, Fisika, Kimia, Matematika, Bahasa Inggris, Pendidikan Olahraga dan

Kesehatan, Pendidikan Kesenian, Pendidikan Ketrampilan.223

Disamping itu ada program pilihan adalah jenis program yang terutama

dimaksudkan untuk memenuhi tujuan pendidikan pada Madrasah Aliyah yakni

menyiapkan siswa yang akan melanjutkan ke IAIN atau perguruan tinggi lainnya dan

yang akan terjun ke dunia kerja. Program pilihan ada dua yaitu program pilihan A dan

B. Program pilihan A terdiri; program Ilmu-Ilmu Agama,224 program Ilmu-Ilmu

Fisika,225 program Ilmu-Ilmu Biologi,226 program Ilmu-Ilmu Sosial,227 program

Pengetahuan Budaya.228

Program pilihan B adalah program pendidikan pengembangan kejuruan.

Program ini disediakan sebagai sarana untuk menampung minat dan bakat siswa

untuk mendalami berbagai bidang kehidupan yang ada di masyarakat. Program ini

lebih diarahkan untuk mempersiapkan siswa-siswa yang akan langsung bekerja

223 Keputusan Menteri Agama No. 101 tahun 1984 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 4. 224 Arah program Ilmu-Ilmu Agama menyiapkan siswa yang akan melanjutkan

pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji ilmu-ilmu sejarah, ilmu-ilmu Ushluddin, ilmu-ilmu Da’wah, Tarbiyah Islamiyah, Adab dan sebagainya.

225 Arah program ilmu-ilmu fisik menyiapkan siswa yang akan melanjutkan pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji baik gejala-gejala alamiah yang menyangkut benda/bahan tak hidup, seperti Fisika, Kimia, Elektronika, Astronomi, Geologi dan sebagainya, maupun bidang Matematika.

226 Arah program Ilmu-Ilmu Biologi menyiapkan siswa yang akan melanjutkan ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji gejala-gejala alamiah yang hidup, seperti Pertanian, Kedokteran, Biologi dan sebagainya.

227 Arah program ilmu-ilmu sosial menyiapkan siswa yang akan melanjutkan pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji kehidupan sosial manusia, seperti ilmu Administrasi, ilmu Ekonomi, ilmu Politik, Sosiologi, Psikologi dan lain sebagainya.

228 Arah program pengetahuan budaya menyiapkan siswa yang akan melanjutkan pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji aspek-aspek budaya, seperti Hukum, Filsafat, Bahasa, Sastera, Sejarah dan sebagainya. Lihat, Keputusan Menteri Agama No. 101 tahun 1984 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 11-12.

Page 247: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

227

sesudah tamat Madrasah Aliyah maupun yang akan memasuki akademi, politeknik,

program diploma, dan sebagainya sebelum bekerja.229

Selanjutnya, output Madrasah Aliyah harus menyelesaikan 240 kredit,

dengan perincian satu kredit adalah satu jam pelajaran. Karena sistimnya kredit, maka

setiap satu jam pelajaran ditambah setengah jam pelajaran untuk Pekerjaan Rumah

(PR).

Adapun perhitungan jumlah alokasi waktu perminggu adalah 240 kredit

dibagi 6 semester = 40 jam pelajaran perminggu. Jumlah jam pelajaran rumpun mata

pelajaran PAI 12 jam pelajaran permingu, dan mata pelajaran umum 28 jam

pelajaran. Jumlah jam pelajaran seperti ini untuk program ilmu-ilmu Fisika, ilmu-

ilmu Biologi, ilmu-ilmu Sosial, dan ilmu-ilmu Pengetahuan Budaya. Bila

diprosentasekan adalah sebagai berikut, untuk mata pelajaran rumpun PAI:

12:40x100%= 30%, dan mata pelajaran umum: 28:40x100%= 70%. Adapun untuk

program ilmu-ilmu Agama jumlah jam pelajarannya perminggu 23, dan mata

pelajaran umum 17. Sehingga jika diprosentasekan, pelajaran rumpun PAI:

23:40x100%= 57,5% dan mata pelajaran umum: 17:40x100%= 42,5%.

Kurikulum MA tahun 1984 ini, program dan susunan materinya semakin

mantap, terlebih pengetahuan umumnya, karena pada dasarnya kurikulum ini

menyempurnakan kurikulum SKB Tiga Menteri. Kurikulum 1984 ini terkenal dengan

kurikulum SKB Dua Menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan. Pemantapan susunan materi yang lebih mendominasi pengetahuan

umum semakin memperlihatkan unsur politis, bahwa MA hendak di bawa sejajar

dengan SMA.

e. Isi Kurikulum MA Tahun 1994

Disamping Madrasah Aliyah Umum, pada saat ini sudah muncul Madrasah

Aliyah Keagamaan (MAK) dan Madrasah Aliyah Model. Namun kedua madrasah

229 Keputusan Menteri Agama No. 101 tahun 1984 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah,

12.

Page 248: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

228

tersebut sebagai tambahan referensi saja, karena yang pokok dalam pembahasan ini

untuk mengetahui pergeseran kurikulumnya adalah Madrasah Aliyah umum.

Madrasah Aliyah umum mempunyai tiga program yaitu program Bahasa,

program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Adapun program Agama, yang muncul pada kurikulum MA tahun 1984, pada

kurikulum MA 1994, masuk pada MAK. Untuk kelas I dan II belum terjadi

pembagian program, program ini ditentukan pada kelas III MA. Adapun mata

pelajaran kelas I dan II adalah sebagai berikut: Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Pendidikan Agama Islam (Qur’an Hadis, Fikih, Aqidah–Akhlak),

Bahasa Indonesia dan Sastera Indonesia, Sejarah Nasional dan Umum, Bahasa Arab,

Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Matematika, Ilmu Pengetahuan

Alam (Fisika, Biologi, Kimia), Ilmu Pengetahuan Sosial (Ekonomi, Sosiologi,

Geografi).

Sedangkan mata pelajaran masing-masing program pada kelas III MA

adalah, pertama, program Bahasa, mata pelajarannya meliputi; umum: Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama Islam (Qur’an Hadis, Fikih,

Sejarah Kebudayaan Islam), Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia, Sejarah

Nasional dan Umum, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan

Kesehatan, khusus: Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Asing lain,

Sejarah Budaya. Kedua, program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), mata pelajarannya

meliputi; umum: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama

Islam (Qur’an Hadis, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam), Bahasa Indonesia dan

Sastra Indonesia, Sejarah Nasional dan Umum, Bahasa Arab, Bahasa Inggris,

Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, khusus: Fisika, Biologi, Kimia, Matematika.

Ketiga, program Ilmu Pengetahuan Sosial mata pelajarannya meliputi; umum:

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama Islam (Qur’an

Hadis, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam), Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia,

Page 249: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

229

Sejarah Nasional dan Umum, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan

Kesehatan, Khusus: Ekonomi, Sosiologi, Tata Negara, Antropologi.230

Adapun alokasi waktu jam pelajaran perminggu, untuk ketiga program,

yaitu program Bahasa, program IPA dan program IPS adalah sebagai berikut: mata

pelajaran rumpun PAI berjumlah 7 jam pelajaran perminggu. Ada catatan bahwa

untuk kelas 3, Bahasa Arab 2 jam pelajaran dilaksanakan dalam kegiatan

ekstrakurikuler. Adapun mata pelajaran umum berjumlah 38 jam pelajaran

perminggu. Sedangkan jumlah jam keseluruhan perminggu adalah 45 jam pelajaran.

Dengan demikian jika diprosentasekan menjadi, mata pelajaran rumpun PAI:

7:45x100%= 15,6% dan mata pelajaran umum: 38:45x100%= 84,4%.

f. Isi Kurikulum MA Tahun 2004

Pada tahun 2004, munculnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),

secara institusional MA menjadi variatif, yaitu MA Umum, MA Ketrampilan (MAK),

MA Keagamaan (MAK), MA Diniyah dan MA Model. Seperti telah dijelaskan

sebelumnya, bahwa pembahasan ini tidak mengarah secara spesifik terhadap bentuk

institusi yang variatif terhadap MA tersebut, tetapi terhadap pergeseran kurikulum

secara umum, berarti bidikannya adalah MA umum.

Ketika berlakunya kurikulum 2004 ini, MA Umum terdiri dari empat

program studi, yaitu program studi Ilmu Agama Islam, program studi Ilmu Alam,

program studi Ilmu Sosial, dan program studi Bahasa. Dalam perspektif KBK,

sebutan kelas diteruskan dari MI (kelas I–VI), MTs (kelas VII–IX) dan MA (kelas X–

XII). Untuk kelas X, dari semua program studi mata pelajarannya sama, meliputi:

Pendidikan Agama Islam (al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah

Kebudayaan Islam), Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa (Bahasa dan Sastera

Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris), Matematika, Kesenian, Pendidikan

230 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994, Landasan, Program dan

Pengembangan (Jakarta: Depag RI, 1993). Lihat juga, Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1999/2000), 393-396.

Page 250: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

230

Jasmani, Ilmu Pengetahuan Sosial (Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi), Ilmu

Pengetahuan Alam (Fisika, Kimia, Biologi), Teknologi Infomasi dan Komunikasi,

Ketrampilan/Bahasa Asing, Muatan Lokal.231

Adapun isi kurikulum MA kelas XI–XII, masa ini adalah: pertama, program

studi Ilmu Agama Islam, meliputi: Pendidikan Agama Islam (al-Qur’an Hadis,

Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam), Pendidikan Kewarganegaraan,

Bahasa (Bahasa dan Sastera Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris), Matematika,

Kesenian, Pendidikan Jasmani, Tafsir dan Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Ushul Fikih,

Tasawuf, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Ketrampilan/Bahasa Asing, Muatan

Lokal. Kedua, program studi Ilmu Alam, mata pelajarannya meliputi; Pendidikan

Agama Islam (al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam),

Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa (Bahasa dan Sastera Indonesia, Bahasa Arab,

Bahasa Inggris), Matematika, Kesenian, Pendidikan Jasmani, Geografi, Fisika,

Kimia, Biologi, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Ketrampilan/Bahasa Asing,

Muatan Lokal.232 Ketiga, program studi Ilmu Sosial, mata pelajarannya meliputi;

Pendidikan Agama Islam (al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah

Kebudayaan Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa (Bahasa dan Sastera

Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris), Matematika, Kesenian, Pendidikan

Jasmani, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Teknologi Informasi dan

Komunikasi, Ketrampilan/Bahasa Asing dan Muatan Lokal.233 Keempat, program

studi Bahasa, mata pelajarannya meliputi; Pendidikan Agama Islam (al-Qur’an Hadis,

Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam), Pendidikan Kewarganegaraan,

Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Matematika, Kesenian, Pendidikan

231 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 25. 232 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 26. 233 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 27.

Page 251: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

231

Jasmani, Sejarah, Antropologi, Sastera Indonesia, Bahasa Asing lain, Teknologi

Informasi dan Komunikasi, Ketrampilan/Bahasa Asing dan Muatan Lokal.234

Adapun alokasi waktu jumlah jam pelajaran perminggu adalah 45 jam

pelajaran. Untuk program studi Ilmu Alam dan Ilmu Sosial, jumlah jam pelajaran

perminggu rumpun mata pelajaran PAI adalah 9 jam pelajaran, yang aslinya hanya 2

jam pelajaran perminggu. Dengan demikian maka tambahannya adalah 7 jam

pelajaran perminggu dalam rangka mempertahankan ciri khas ke-Islamannya.

Adapun sisanya adalah mata pelajaran umum yaitu 36 jam pelajaran. Bila

diprosentasekan, untuk rumpun mata pelajaran PAI: 9:45x100%= 20%, sedangkan

mata pelajaran umum: 36:45x100%= 80%. Prosentase mata pelajaran PAI ketika

tidak ditambah jam pelajaran dalam rangka mempertahankan ciri khas ke-Islamannya

adalah: 2:45x100%=4,4%. Dengan demikian untuk mempertahankan ciri khas ke-

Islamannya adalah 20%-4,4%= 15,6%. Melihat realitas yang demikian, betapa

kuatnya kurikulum MA mempertahankan ciri khas ke-Islamannya sebagai

karakteristik yang melekat pada madrasah.

Untuk program studi Bahasa hanya berbeda sedikit, karena ada tambahan

mata pelajaran Bahasa Arab satu jam pelajaran perminggunya. Dengan demikian

maka jumlah jam pelajaran perminggu untuk rumpun mata pelajaran PAI adalah 10

jam pelajaran dan mata pelajaran umum 35 jam pelajaran. Bila diprosentasekan, mata

pelajaran rumpun PAI: 10:45x100%= 22,2%, dan mata pelajaran umum:

35:45x100%= 77,8%. Tambahan jam untuk mempertahankan ciri khas ke-Islamannya

adalah 22,2%-4,4%= 17,8%.

Hal ini pasti berbeda dengan program studi Ilmu Agama Islam yang jumlah

pelajaran agamanya adalah 26 jam pelajaran perminggu dan sisanya adalah mata

pelajaran umum yaitu 19 jam pelajaran perminggu. Bila diprosentasekan, mata

pelajaran agamanya adalah: 26:45x100%=57,8%, dan mata pelajaran umumnya

234 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 30.

Page 252: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

232

19:45x100%= 42,2%. Mata pelajaran agamanya mendominasi adalah wajar karena

program studi Ilmu Agama Islam.

Melihat isi kurikulum MA 2004, sepertinya sudah sangat akomodatif dengan

kurikulum SMA, khususnya untuk program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial dan

program studi Bahasa, tetapi walaupun bergeser menyesuaikan kurikulum nasional,

nampaknya MA tetap mempertahankan ciri khas ke-Islamannya. Nyatanya dalam

rumpun mata pelajaran PAI (al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah

Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab) tetap dipertahankan.

g. Isi kurikulum MA Tahun 2006

Standar isi kurikulum Madrasah Aliyah 2006, yang kurikulumnya disebut

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), harus berdasarkan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 tahun 2006 tentang standar isi

pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar

yang lebih tinggi dari Standar Isi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun

2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah.235 Menurut Peraturan Mendiknas ini, berarti standar isi yang ditetapkan

oleh Mendiknas merupkan standar minimal yang harus dilaksanakan oleh setiap

institusi pendidikan. Masing-masing lembaga pendidikan boleh menambah serta

menaikan tingkat kuantitas maupun kualitas isi kurikulum. Logikanya kurikulum

Madrasah Aliyah boleh lebih tinggi, dari pada kurikulum sekolah, tergantung

Keputusan Menteri Agama yang muncul menanggapi peraturan ini, maupun lembaga

pendidikan madrasah yang melaksanakannya.

235 Lihat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2006

Tentang Pelaksanaan Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menegah. Dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

Page 253: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

233

Untuk mengetahui isi kurikulum Madrasah Aliyah tahun 2006 tidak terlepas

dari melihat struktur kurikulum 2006 pula. Struktur kurikulum Madrasah Aliyah 2006

meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan

selama tiga tahun mulai kelas X sampai dengan kelas XII dan terdiri atas sejumlah

mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.

Pengorganisasian kelas-kelas dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelas X

merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, kelas XI dan XII

yang merupakan program penjurusan, terdiri atas empat program, yaitu program IPA,

IPS, Bahasa, dan Program Keagamaan.236 Adapun macam-macam Madrasah Aliyah,

nampaknya belum banyak perubahan dengan kurikulum 2004, yaitu: Madrasah

Aliyah Umum, Madrasah Aliyah Ketrampilan (MAK) –Madrasah Aliyah Keagamaan

(MAK) karena tidak banyak diminati akhirnya banyak gulung tikar– Madrasah

Aliyah Model, mulai banyak muncul madrasah bertaraf internasional yang berbentuk

boarding school.

MA disarankan untuk mengembangkan struktur dan beban belajar yang ada.

Perubahan/pengembangan struktur kurikulum dapat dilakukan dengan cara

menambah mata pelajaran yang ada di MA. Sedangkan perubahan/penambahan

beban belajar dimungkinkan dengan mengubah/mengembangkan alokasi waktu yang

ada. Penambahan beban belajar diperhitungkan dengan mendasarkan jumlah jam MA

tiap minggu dan jumlah minggu efektif setiap semester.237

Untuk kelas X Madrasah Aliyah semester 1 dan 2 semua mata pelajaran

sama, baik program studi IPA, IPS, Bahasa dan Keagamaan, yaitu terdiri dari;

(semester 1 dan 2), meliputi; Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,

Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab (penambahan), Matematika, Fisika,

Kimia, Biologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Seni Budaya, Pendidikan

236 Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 346. 237 Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 348.

Page 254: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

234

Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, Teknologi Informasi dan Komunikasi dan

Kaligrafi (Ketrampilan). Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Jumlah alokasi

waktu perminggu 45 jam pelajaran dan jumlah mata pelajaran 17 ditambah Muatan

Lokal dan Pengembangan Diri.238

Untuk kelas XI dan XII, mata pelajaran disesuaikan dengan program

studinya masing-masing. Pertama, program studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

meliputi pelajaran; Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Sejarah, Seni Budaya,

Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, Teknologi Informasi dan Komunikasi,

Keterampilan/Bahasa Arab. Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Jumlah alokasi

waktu perminggu adalah 45 dan jumlah mata pelajaran 13 ditambah Muatan Lokal

dan Pengembangan Diri.239 Kedua, program studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),

kelas XI dan XII, semester 1 dan 2, meliputi pelajaran; Pendidikan Agama,

Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika,

Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga

dan Kesehatan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Keterampilan/Bahasa Asing.

Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Jumlah alokasi waktu perminggu 45 jam

pelajaran dan jumlah mata pelajaran 13 ditambah Muatan Lokal dan Pengembangan

Diri.240 Ketiga, program studi Bahasa, kelas XI dan XII, semester 1 dan 2, mata

pelajarannya meliputi; Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Sastera Indonesia, Bahasa Asing,

Antropologi, Sejarah, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan,

Teknologi Informasi, Keterampilan. Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Jumlah

alokasi waktu perminggu 45 jam pelajaran dan jumlah jam pelajaran 13 ditambah

238 Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 354.

239 Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 354.

240 Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 354.

Page 255: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

235

Muatan Lokal dan Pengembangan Diri.241 Keempat, program studi Keagamaan, kelas

XI dan XII, semester 1 dan 2, mata pelajarannya meliputi; Pendidikan Agama,

Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Tafsir

dan Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, Ushul Fikih, Tasawuf/Ilmu Kalam, Seni Budaya,

Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, Teknologi Informasi dan Komunikasi,

Bahasa Arab (perubahan). Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Jumlah alokasi

waktu perminggu 44 jam pelajaran dan jumlah jam pelajaran 13 ditambah Muatan

Lokal dan Pengembangan Diri.242

Adapun perhitungan prosentase alokasi waktu antara mata pelajaran rumpun

PAI (agama) dan umum adalah sebagai berikut: untuk program studi IPA, IPS dan

Bahasa jumlah mata pelajaran agamanya perminggu adalah 6 jam, yang aslinya hanya

2 jam pelajaran, karena ada keterangan dalam kurikulum itu, 4 jam PAI dan 2 jam

Bahasa Arab jika untuk Madrasah Aliyah, jika untuk SMA 2 jam PAI dan bahasa

Arab ditiadakan. Dengan demikian jelas bahwa sebenarnya hanya 2 jam pelajaran

PAI perminggu di MA, menurut kurikulum 2006, selebihnya mata pelajaran umum.

Adapun jumlah jam mata pelajaran umum adalah 39 perminggu dan jumlah alokasi

keseluruhan dalam seminggu adalah 45 jam peajaran. Bila diprosentasekan maka,

mata pelajaran PAI: 6:45x100%= 13,3%, dan mata pelajaran umum:

39:45x100%=86,7%, dimana ketika melihat prosentase mata pelajaran rumpun PAI

aslinya adalah: 2:45x100%= 4,4%. Dengan demikian kurikulum MA

mempertahankan ciri khas ke-Islamannya adalah 13,3%-4,5%= 8,8%. Dari sini

terlihat bahwa perjuangan mempertahankan kurikulum MA agar tetap mempunyai

cirri khas ke-Islamanya terus dilakukan, walaupun kurikulum MA sudah disamakan

dengan kurikulum SMA.

241 Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 355. 242 Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 355.

Page 256: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

236

Untuk program studi Keagamaan, tentunya berbeda dengan tiga program

studi lainnya. Jumlah jam pelajaran perminggu untuk rumpun mata pelajaran PAI 14

jam pelajaran sisanya mata pelajaran umum 30 jam pelajaran perminggu dari jumlah

alokasi waktu keseluruhan perminggu 44 jam pelajaran. Bila diprosentase, mata

pelajaran rumpun PAI: 14:44x100%= 31,8%, dan mata pelajaran umumnya:

30:44x100%= 68,2%. Melihat data yang seperti ini adalah sebuah politisasi yang

cukup besar, kenapa program studi keagamaan tetapi mata pelajarannya didominasi

oleh mata pelajaran umum, seharusnya pastilah mata pelajaran agamanya.

Direktur Madrasah Depag RI, Firdaus, menyatakan bahwa isi kurikulum

madrasah (tahun 2006) sama persis dengan kurikulum sekolah, hanya saja kurikulum

madrasah diperkaya dengan pelajaran agama sebagai ciri khas dan bentuk tanggung

jawab dunia madrasah pada keseimbangan IPTEK dan IMTAK.243 Dalam arti,

kualitas pengetahuan umum untuk madrasah sudah sejajar dengan sekolah, bahkan

mempunyai nilai plus yaitu ciri khas ke-Islaman, yang tidak akan hilang selamanya,

karena merupakan misi utama madrasah.

Sejak munculnya UU pendidikan tahun 1950 sampai tahun 2006, isi

kurikulum terasa sekali pergeserannya, dari dominan pelajaran agama, seperti

dicontohkan oleh penulis, rencana pelajaran Pondok Pesantren Modern Gontor, dan

rencana pelajaran Sekolah Guru P.U.I 6 tahun, yang jelas dominan mata pelajaran

agamanya. Kemudian rencana pelajaran madrasah Mu’allimin Muhammadiyah

Yogyakarta, yang isinya seimbang antara mata pelajaran agama dan umum. Terkait

dengan mata pelajaran umum, KH. Wahid Hasyim yang juga berusaha memasukan

pengetahuan umum ke dalam madrasah, kelihatannya masih sederhana, karena baru

243 Selain kurikulum, perhatian pada pendidikan IPTEK pun diperhatikan dengan

menyediakan sarana prasarana seperti komputer, multi media, lab. bahasa, biologi, fisika, kimia, bahkan lab. ketrampilan. Menurut laporan Direktur Madrasah, saat ini ada 29 madrasah swasta yang mempunyai pusat science dan teknologi. Lebih lanjut Firdaus melaporkan, bahwa prestasi madrasah sekarang dibuktikan MAN 3 Malang dan MAN Insan Cendekia telah meraih juara olimpiade IPA dan Biologi tingkat internasional. MAN 3 Malang juara I UKS tingkat nasional tahun 2007, MAN I Bukittinggi juara 2 lomba UKS tingkat nasional tahun 2006. http://pendis.depag.go.id/madrasah/pidato direktur madrasah Depag RI, 1 Juni 2010.10/06/2010.

Page 257: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

237

Bahasa Indonesia, Berhitung, Membaca, Menulis, Ilmu Bumi, dan Sejarah. Muncul

Madrasah Wajib Belajar (MWB), pada masa KH. Moh Ilyas, yang memasukan

pengetahuan umum dan ketrampilan disamping pengetahuan agama. Kemudian

muncul kurikulum Madrasah Aliyah secara nasional pada tahun 1973, dimana

dominasi pelajaran umum di MA sudah mulai terasa. Efeknya pada kurikulum MA

1973 pengetahuan agamanya mulai berkurang. Munculnya kurikulum 1973,

kurikulum MA sudah lebih teratur dan seragam. Disusul kurikulum MA tahun 1976

yang merespon kurikulum 1975 (SKB), dimana mata pelajaran agama sudah mulai

menipis, berkisar 30%. Muncul kurikulum MA 1984, pelajaran agama juga berkurang

lagi. Akhirnya muncul UUSPN No. 2 Tahun 1989, yang mengakui madrasah sebagai

sub sistem pendidikan nasional. Implikasi dari hal ini, kurikulum MA tahun 1994

terjadi pengurangan jam pelajaran agama yang cukup drastis. Isi kurikulum MA

disamakan dengan kurikulum SMA, hanya beberapa tambahan jam untuk mata

pelajaran agama sebagai mempertahankan ciri khas ke-Islamannya. Muncul UUSPN

No. 20 Tahun 2003, dimana status MA sama persis dengan SMA, termasuk isi

kurikulumnya. Hal ini terjadi pula pada kurikulum MA tahun 2006, karena kurikulum

MA 2006 sebagai penguat kurikulum 2004.

Ini adalah indikator bahwa isi kurikulum MA bergeser dari dominan mata

pelajaran agama, karena MA sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n, ke arah minimnya

mata pelajaran agama, karena isi kurikulum MA disamakan dengan kurikulum SMA.

Kenapa hal ini tidak disebut berkembang atau berubah, tetapi penulis menggunakan

istilah bergeser, karena ciri khas ke-Islaman dalam isi kurikulum MA tetap di

pertahankan. Ini terbukti pada kurikulum MA tahun 1994, 2004 dan 2006, seperti

telah dijelaskan di muka. Pergeseran isi kurikulum MA dari dominan mata pelajaran

agama ke minimnya mata pelajaran agama adalah bersifat politis, karena MA

kehilangan misinya sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n yang bertujuan mencetak

ulama ahli ilmu-ilmu agama (ulu>m al-di>n). Sehingga output MA sebagai input IAIN,

STAIN dan fakultas-fakultas agama yang ada di UIN, tidak dapat diharap banyak.

Page 258: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

238

Logikanya ketika hal ini terjadi, maka akan terjadi krisis ulama yang ahli ilmu-ilmu

agama, hal ini adalah politis.

Namun demikian, di sisi lain hadirnya UUSPN No. 20 Tahun 2003

membuka peluang bagi Departemen Agama untuk membesarkan Madrasah Aliyah

Keagamaan (MAK) dengan tujuan mencetak para calon ulama (tafaqquh fi> al-di>n)

sebagai input STAIN, IAIN dan UIN. Sebagai tindak lanjutnya pemerintah

mengeluarkan PP No. 19 Tahun 2005. Adapun sebagai contoh adalah kurikulum

MAK tahun 2007 yang muatan agamanya: 24:47= 51,1% dan umumnya 21:47=

48,9%.

Setelah menelusuri pergeseran kurikulum MA, dari tahun 1950 sampai 2006,

maka dapat divisualisasikan tabel dan grafik pergeseran kurikulum MA yang bersifat

politis tersebut. Adapun tabel dan grafiknya adalah sebagai berikut:

Tabel Pergeseran Kurikulum MA yang Bersifat Politis

NO. JENIS KURIKULUM

MA

JURUSAN/PROGRAM STUDI

PROSENTASE PERGESERAN

ASPEK POLITIS

Muatan Mata

Pelajaran Agama

Muatan Mata

Pelajaran Umum

1. Kurikulum MA sebelum tahun 1973

1. Rencana Pelajaran Pondok Pesantren Modern Gontor (1958)

56,4% 43,6% UU Pendidikan saat ini adalah UU Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Jo UU No. 12 Tahun 1954. Aspek politisnya (pasal 10 ayat 2) Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar. Kurikulum MA masih beragam.

2. Rencana Pelajaran sekolah guru P.U.I 6 tahun (1958)

52,4% 47,6%

3. Rencana Pelajaran Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarya (1959)

50% 50%

2. Kurikulum MA tahun 1973

1. Jurusan IPA 2. Jurusan IPS 3. Jurusan Bahasa

29,2% 70,8% Kurikulum MA sudah seragam tetapi madrasah

Page 259: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

239

belum diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, karena belum memenuhi syarat prosentase muatan pelajaran umumnya.

3. Kurikulum MA tahun 1976

1. Jurusan IPA 2. Jurusan IPS

29,55% 70,45% Adanya kesepakatan tiga menteri untuk mulai mengakui output madrasah dapat melanjutkan di sekolah umum yang lebih tinggi dan siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang sederajat.

3. Jurusan Bahasa 36,4% 63,6% 4. Jurusan Syari’ah/Agama 56,8% 43,2%

4. Kurikulum MA tahun 1984

1. Program ilmu-ilmu Fisika 2. Program ilmu-ilmu

Biologi 3. Program ilmu-ilmu Sosial 4. Program ilmu-ilmu

Pengetahuan Budaya

30% 70% Pemantapan SKB Tiga Menteri, sehingga memunculkan SKB Dua Menteri yang mulai mengarahkan madrasah menuju satu sistem pendidikan nasional

5. Program ilmu-ilmu Agama

57,5% 42,5%

5. Kurikulum MA tahun 1994

1. Program IPA 2. Program IPS 3. Program Bahasa

Program Keagamaan pada kurikulum MA tahun 1994 menjelma menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK)

15,6% 84,4% Sudah muncul UUSPN No. 2 Tahun 1989, yang mengakui madrasah sebagai bagian dari satu sistem pendidikan nasional, dengan satu syarat, muatan umum MA sama dengan SMU. Adapun bertambahnya muatan agama karena mempertahan kan ciri khas ke-Islamannya. Di

Page 260: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

240

sinilah MA disebut sekolah menengah umum berciri khas Islam.

6. Kurikulum MA tahun 2004

1. Program studi Ilmu Alam 2. Program studi Ilmu Sosial

20% yang sesungguhnya 4,4%, tambahan ciri khas

ke-Islaman 20%-

4,4%=15,6%

80% Telah muncul UUSPN No. 20 Tahun 2003, dimana muatan agama pada kurikulum MA telah sama persis dengan kurikulum SMA, tetapi tambahan jam pelajaran PAI terus diadakan, sehingga ciri khas ke-Islaman sebagai karakter asli madrasah terus dapat dipertahankan.

3. Program studi Bahasa 22,2% yang

sesungguhnya 4,4%, tambahan ciri khas

ke-Islaman 22,2%-4,4%= 17,8%

77,8%

4. Program studi ilmu Agama Islam

57,8% 42,2%

7. Kurikulum MA tahun 2006

1. Program Studi IPA 2. Program studi IPS 3. Program studi Bahasa

13,3% yang

sesungguhnya 4,4%, tambahan ciri khas

ke-Islaman 13,3%-4,4%= 8,8%

86,7% Muatan agama di MA semakin menipis, terlihat program studi keagamaan saja muatan agamanya lebih kecil daripada muatan umumnya, dimana hal ini belum pernah terjadi pada kurikulum MA sebelumnya.

4. Program studi Keagamaan

31,8% 68,2%

8. Kurikulum MA tahun 2007 (kurikulum MAK setelah munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003 dan PP No. 5 Tahun 2005, yang membuka peluang bagi Depag untuk membesarkan MAK)

1. Kurikulum Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK).

51,06% 48,9% Kurikulum MA umum content-nya telah sama dengan SMA, tetapi USPN No. 20 Tahun 2003 membuka peluang baru bagi masyarakat atau instansi pemerintah

Page 261: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

241

dengan tujuan menciptakan ahli agama (ulama).

1958 1976 1984 2004 2006 2007 Jenis

Kurikulum

10%

Prosentase

20%

60%

30%

40%

50%

56,8%

56,4%

51,06%

31,8% 57,8%

57,5%

Grafik Pergeseran Kurikulum Madrasah Aliyah Jurusan Agama

1958 1973 1976 1984 1994 2004 2006 Jenis

Kurikulum

10%

Prosentase

20%

60%

30%

40%

50%

29,55%

56,4%

4,4% 4,4%

15,6% 30%

29,2%

Grafik Pergeseran Kurikulum Madrasah Aliyah yang Bersifat Politis Jurusan IPA, IPS dan Bahasa

Page 262: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

242

Keterangan:

1. Kurikulum MA 1994 untuk jurusan Keagamaan menjelma menjadi kurikulum

Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK).

2. Kurikulum MA 2007 adalah kurikulum Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK)

setelah munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003 dan PP No. 19 Tahun 2005.

Mencermati tabel dan grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum

MA bergeser, artinya muatan agama kurikulum MA terus mengalami perubahan yang

bersifat politis, yakni diminimalisir. Tetapi walaupun demikian, muatan agama tetap

eksis, beserta tambahan jam untuk memelihara ciri khas ke-Islamannya, dengan

demikian kurikulum MA bergeser tetapi karakter madrasah tetap melekat.

3. Pendekatan Kurikulum Madrasah Aliyah

Ada tiga istilah yang mirip dalam pembelajaran maupun pengajaran, tetapi

sebenarnya pengertiannya berbeda, yaitu pendekatan, metode dan strategi.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu

proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi,

menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)

pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student

centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat

pada guru (teacher centered approach).244

244 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-teknik-

taktik-dan-model-pembelajaran. 06/07/2010.

Page 263: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

243

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan

ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan245 mengemukakan empat unsur

strategi dari setiap usaha, yaitu: pertama, mengidentifikasi dan menetapkan

spesifikasi dan kualifikasi hasil (output) dan sasaran (target) yang harus dicapai,

dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.

Kedua, mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang

paling efektif untuk mencapai sasaran. Ketiga, mempertimbangkan dan menetapkan

langkah-langkah (steps) yang akan di tempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.

Keempat, mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (kriteria) dan patokan

ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement)

usaha. 246

Sedangkan metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang

digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk

kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa

metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi

pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5)

laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium,

dan sebagainya.247 Dengan menganalisa pengertian pendekatan, strategi dan metode

dalam pembelajaran, maka yang tepat dalam pembahasan ini adalah pendekatan

pembelajaran kurikulum Madrasah Aliyah.

a. Pendekatan Kurikulum MA Sebelum Muncul Kurikulum Secara Nasional

Pendekatan pelajaran secara khusus dalam kurikulum Madrasah Aliyah masa

ini belum teridentifikasi secara sistematis, hanya dapat melihat kurikulum sekolah

menengah atas sebagai bahan perbandingan. Seperti pendekatan pembelajaran yang

245 Lihat, Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan (Bandung: Rosda Karya Remaja, 2003).

246 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran. 06/07/2010.

247 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran. 06/07/2010.

Page 264: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

244

dilakukan oleh kurikulum SMA tahun 1968, diantaranya sebagai berikut; dengan cara

membangkitkan minat siswa secara maksimal –dalam bahasa sekarang

membangkitkan motivasi siswa baik intrinsik maupun ekstrinsik– guru mengajar

harus menghubungkan dengan mata pelajaran yang lain –corelated curriculum–

diusahakan setiap pelajaran disajikan dengan cara experience centered, sehingga

melalui pengalaman pembangkitan minat siswa dapat mempraktekan apa yang

diketahui, menggunakan metode problem solving.248 Pembangkitan minat belajar

siswa sangat perlu ketika itu, dimana pelajar masih sedikit dibanding sekarang.

Mereka masih malas untuk sekolah. Dengan pendekatan pembangkitan motivasi,

diharapkan para siswa muncul motivasi intrinsik, dimana motivasi ini merupakan

faktor pendorong yang cukup kuat pada diri anak siswa.

b. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 1973

Pendekatan, UNESCO melalui International Commision on Education for

The Twenty First Century yang antara lain bertujuan untuk mengubah dunia “from

technologically divided world where high technology is privilege of the few to

technologically united world” mengusulkan empat pilar belajar yaitu “learning to

know, learing to do, learning to be, and learning to live together”. Menerapkan

empat pilar tersebut berarti bahwa proses pembelajaran memungkinkan peserta didik

dapat menguasai cara memperoleh pengetahuan, berkesempatan menerapkan

pengetahuan yang dipelajarinya, berkesempatan untuk berinteraksi secara aktif

dengan sesama peserta didik sehingga dapat menemukan dirinya. Model

pembelajaran seperti ini hanya dapat berlangsung dengan tenaga guru yang penuh

konsentrasi, peralatan yang memadai, dengan materi yang terpilih dan waktu yang

cukup tanpa harus mengejar target untuk Ujian Nasional (UN). Ujian Nasional akan

mengurangi kreatifitas belajar sampai tingkatan “joy of discovery”.249 Ilustrasi di atas

belum muncul di Indonesia pada tahun 1973, apalagi pada pendekatan kurikulum

248 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Rencana Pendidikan dan Pelajaran SMA (Jakarta: Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan dan Kursus-kursus, 1969), 8.

249 Sudijarto, Jurnal Pendidikan, 8.

Page 265: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

245

Madrasah Aliyah. Pendekatan kurikulum MA tahun 1973, masih berpusat pada guru

(teacher center), guru yang aktif menerangkan. Orientasinya juga pada tujuan (goal

oriented), proses tidak begitu diperhatikan pada saat ini. Pendekatan yang digunakan

masih banyak mengadopsi pendekatan yang ada di pesantren, sebagai cikal bakal

lembaga pendidikan Islam.

c. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 1976

Kurikulum 1975 yang dipakai landasan untuk kurikulum madrasah 1976

menggunakan pendekatan-pendekatan diantaranya sebagai berikut: pertama,

berorientasi pada tujuan, kedua, menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa

setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya

tujuan-tujuan yang lebih integratif, ketiga, menekankan kepada efisiensi dan

efektivitas dalam hal daya dan waktu, keempat, menganut pendekatan sistem

instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional

(PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik,

dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.250

Dampak dari kurikulum 1975 –kurikulum 1976 untuk Madrasah Aliyah–

adalah banyak guru menghabiskan waktunya untuk mengerjakan tugas administrasi,

seperti membuat TIU, TIK, dan lain-lain; sedangkan substansi materi yang akan

diajarkan kurang didalami.251 Sistem yang dipakai pada kurikulum Madrasah Aliyah

1976 adalah sistem semester.252 Pendekatan yang digunakan berdasarkan Prosedur

Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) yang dikembangkan melalui Satuan

Pelajaran.253 Pada kurikulum Madrasah Aliyah 1976, guru yang aktif (teacher center)

sedangkan murid pasif. Seolah-olah Guru merupakan sumber segala ilmu, karena

250 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html.

28/07/2010. 251 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html.

28/07/2010. 252 Keputusan Menteri Agama No. 75 tahun 1976 tentang kurikulum Madrasah Aliyah, 2. 253 Keputusan Menteri Agama No. 75 tahun 1976 tentang kurikulum Madrasah Aliyah, 12.

Page 266: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

246

masa itu belum banyak media lain. Tetapi walaupun demikian, setidaknya guru sudah

persiapan sangat matang ketika mau mengajar, hal ini dibuktikan dengan Satuan

Pelajaran (SP), dimana guru merumuskan berbagai tujuan pembelajaran. Sementara

kurikulum MA tahun 1973 belum demikian.

d. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 1984

Sistem yang berlaku pada kurikulum Madrasah Aliyah 1984 adalah

semester.254 Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan lebih banyak mengacu

kepada bagaimana seseorang belajar, selain kepada apa yang ia pelajari. Ketrampilan

untuk mampu mengelola perolehannya biasa disebut pendekatan ketrampilan

proses.255

Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari

hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga

melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut

konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).256 Aktif di sini lebih ditekankan pada jiwa,

bukan fisik, walaupun tidak dipungkiri bahwa keikutsertaan fisik juga diperlukan.

Terkait dengan pendekatan ini kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai

berikut: pertama, berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan

bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat

terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum

memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan

apa yang harus dicapai siswa. Kedua, pendekatan pengajarannya berpusat pada anak

didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan

pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara

fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh

254 Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 101 tahun 1984 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 2.

255 Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 101 tahun 1984 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 29.

256 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html. 28/07/2010.

Page 267: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

247

pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun

psikomotor. Ketiga, materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan

spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar

berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan

jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan. Keempat,

menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep

yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan

latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media

digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya. Kelima,

materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian

materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada

jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkrit, semi konkrit, semi abstrak,

dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke

kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke

kompleks. Keenam, menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan

proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses

pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan

perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif

dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran.257 Bila dianalisis, pendekatan

kurikulum MA tahun 1984, mengutamakan proses bukan tujuan. Keaktifan siswa

sangat ditekankan, walaupun kelemahannya kadangkala kalau muridnya aktif,

gurunya kemudian santai-santai. Maka CBSA, kemudian direvisi menjadi Cara

Belajar Semua Aktif, baik murid maupun guru. Hal ini berbeda dengan kurikulum

MA tahun 1976, yang menekankan pada tujuan, sementara proses diabaikan.

Perbedaan yang tajam ini menjadi sebuah indikator bahwa kurikulum MA tahun 1976

ke kurikulum MA tahun 1984 mengalami pergeseran ke arah modern.

257 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html.

28/07/2010.

Page 268: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

248

e. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 1994

Di awal berlakunya kurikulum 1994 ini, terjadi perubahan waktu dari

semester (kurikulum 1984) ke catur wulan (kurikulum 1994).258 Namun di

penghujung berlakunya kurikulum ini berlaku sebaliknya, yaitu perubahan sistem

catur wulan ke semester sesui keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor

084/U/2002 tentang perubahan sistem catur wulan menjadi semester yang terjadi

pada tahun ajaran 2002/2003.259

Adapun ciri-ciri yang menonjol dari kurikulum 1994, yang terkait dengan

pendekatan adalah sebagai berikut: 1) pembagian tahapan pelajaran di sekolah

dengan sistem catur wulan, 2) pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi

pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi), 3) kurikulum

1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua

siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah

yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan

lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.260 4) Dalam pelaksanaan kegiatan,

guru memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar,

baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat

memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen

(terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan, 5) dalam

pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan

konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan

258 http://rbaryan.wordpress.com/2007/05/16, “Bagaimana Perjalanan Kurikulum

Nasional”. 07/05/2010. 259 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 084/U/2002 tentang Perubahan sistem catur

wulan menjadi sistem semester, 2. 260 Sebenarnya kurikulum 1994, sudah mengarah ke otonomi, terbukti kurikulumnya bersifat

kurikulum inti, sehingga daerah dapat mengembangkan kurikulum tersebut sesuai dengan kondisi cultur daerah tersebut.

Page 269: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

249

terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan

pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan

masalah, 6) pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang

mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks, 7)

pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk

pemantapan pemahaman siswa.261 Dalam kurikulum MA tahun 1994, karena

banyaknya materi, sementara materi itu harus dikuasai oleh para siswa,

mengakibatkan siswa harus hari-harinya habis untuk menguasai materi yang bersifat

teori tanpa dapat mengaplikasikan teori (eksperimen) lebih jauh, sehingga

pengetahuan mereka terlalu teoritis. Berbeda dengan kurikulum luar negeri, justeru

sebaliknya, mata pelajaran sedikit, aplikasi (eksperimen) lebih banyak. Kelebihan

kurikulum MA 1994, karena bersifat inti, mengakibatkan daerah bebas

mengembangkannya sesuai budaya yang mereka miliki. Tetapi walaupun demikian

sudah lebih maju dibanding kurikulum MA tahun 1984, yang hanya berorientasi

proses. Ini dapat dijadikan bukti terjadi pergeseran dari kurikulum MA 1984 ke

kurikulum MA tahun 1994.

f. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 2004

Kurikulum MA Tahun 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (Kurikulum

Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU

No. 2 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No. 25 Tahun 2000 tentang

kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dan Tap

MPR No. IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi

mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah

otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai

kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan,

keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan

261 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html.

25/07/2010.

Page 270: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

250

bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang

tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.262 KBK cukup efektif, untuk menjadikan

para siswa terampil skill-nya, cerdas kognisinya, peka afeksinya.

Kurikulum MA Tahun 2004 (KBK), mempunyai ciri-ciri yang merupakan

pendekatannya yaitu: pertama, yang dikedepankan adalah hasil dan kompetensi,

kedua, paradigma pembelajarannya, versi UNESCO; learning to know, learning to

do, learning to live together, dan learning to be, ketiga, dilihat dari silabusnya, guru

dan siswa punya peran dalam proses pembelajaran, sedang silabus menjadi

kewenangan guru, keempat, jumlah jam pelajaran perminggu 23 jam pelajaran, tetapi

mata pelajaran belum bisa dikurangi, kelima, metode pembelajarannya yaitu metode

PAIKEM dan CTL, keenam, sistem penilaiannya, penilaian memadukan

keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian

berbasis kelas.263 Pendekatan kurikulum 2004, cocok dengan zamannya, yakni zaman

IT. Orang tidak boleh hanya bisa berteori tanpa mempraktekkan, dan kejujuran atau

good attitude juga diprioritaskan. Dengan demikian mengalami pergeseran yang

cukup berarti dalam pendekatan dari kurikulum MA 1994 ke kurikulum MA tahun

2004. Kurikulum MA tahun 1994 mencetak manusia teoritis, sementara kurikulum

MA tahun 2004 mencetak manusia pandai berteori dan mempraktekkan teorinya.

g. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 2006

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat kelas umum

dan kelas akselerasi (pendidikan berbasis keunggulan).264 Bila diamati kedua kelas

262 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html.

25/07/2010. 263 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html.

25/07/2010. 264 Accelerated Learning adalah suatu program pembelajaran dengan sistem percepatan

yang dilakukan dengan cara pemanfaatan waktu. Jika program pembelajaran biasa menyelesaikan materi dalam tiga tahun program akselerasi hanya memakan waktu 2 tahun untuk menyelesaikan materi yang sama, sehingga setiap semester hanya disediakan waktu 4 bulan. Program pembelajaran ini memang disediakan bagi siswa yang memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata sehingga terhindar dari rasa bosan yang diakibatkan lambatnya materi yang disampaikan. Dalam proses belajar mengajar.

Page 271: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

251

tersebut menggunakan pendekatan mastery learning (belajar tuntas), pendekatan ini

menentukan standar ketuntasan minimal. Ketuntasan belajar setiap indikator yang

telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar 0–100%. Kriteria ideal

ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus

menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat

kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam

penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan

ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.

Dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik,

tingkat esensial dan kompleksitas kompetensi dasar, serta kemampuan sumber daya

pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran, Madrasah Aliyah menetapkan

ketuntasan belajar minimal yang berbeda-beda untuk setiap mata pelajaran dan setiap

tingkat kelas. Kepada peserta didik yang telah mencapai ketuntasan diberi layanan

pengayaan dan bagi peserta didik yang belum mencapai ketuntasan diberi layanan

perbaikan (remedial). Madrasah Aliyah juga diharapkan untuk selalu berupaya

meningkatkan ketuntasan belajar minimal agar dapat mencapai ketuntasan

maksimal.265 Teknik bimbingan guru terhadap para siswa dengan menggunakan

pendekatan ini bisa secara individual dan juga dapat secara kelompok. Dapat juga

dengan sistem modul, jadi para siswa berkompetisi menyelesaikan modul. Terjadi

kemajuan dari KBK MA ke KTSP MA, yaitu adanya pendekatan mastery learning

(belajar tuntas)266 pada KTSP dan juga adanya KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

Dengan adanya ini penyelesaian modul pada MA menjadi sangat kompetitif,

Lihat, Departemen Agama, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah, 230.

265 Departemen Agama, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah, 231. Lihat juga, Henny Riandari, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA dan MA, Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007), 18.

266 Lihat teorinya Binyamin S Bloom tentang mastery learning.

Page 272: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

252

sementara dalam KBK MA, hal ini belum ada. Kemajuan yang demikian merupakan

indikator pergeseran kurikulum MA tahun 2004 ke kurikulum MA tahun 2006.

4. Evaluasi Kurikulum Madrasah Aliyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan definisi evaluasi menjadi berbeda,

seperti dikemukakan Worthen dan Sanders, perbedaan konsep evaluasi pendidikan,

makna evaluasi menurut asalnya, perbedaan filsafat dan ideologi, latar belakang

metodologi, perbedaan tafsir evaluasi, respon yang berbeda dalam memandang

kebutuhan pendidikan, dan pertimbangan praktis.267 Worthen dan Sander dengan

tegas mengatakan berdasarkan, argumen kedua orang ini, maka definisi evaluasi

menjadi tidak seragam.

Tyler mendefinisikan evaluasi, berfokus pada upaya untuk menentukan

tingkat perubahan yang terjadi pada hasil belajar (behavior). Nampaknya sangat

sederhana definisi Tyler, namun pengaruh Tyler masih sangat kuat, banyak usaha

evaluasi yang hanya memusatkan perhatian pada pencapain hasil belajar semata.268

Lain dari Orient, termasuk kelompok evaluator yang lebih mementingkan tujuan

evaluasi yaitu memberikan pertimbangan (judgment). Pertimbangan yang diberikan

berdasarkan kriteria yang disepakati dan data yang diperoleh dari lapangan.

Pertimbangan adalah suatu proses intrapolasi yang harus dilakukan evaluator antara

apa yang diinginkan oleh kriteria dengan data yang dikumpulkan.269 Sebagai

pembanding lebih lanjut, Stufflebeam, menempatkan evaluasi sebagai suatu kegiatan

yang menjadi bagian dari manajemen. Oleh karena itu, evaluasi bertujuan untuk

merumuskan apa yang harus dilakukan, mengumpulkan informasi, dan menyajikan

267 B. R. Worthen dan J. R Sanders, Educational Evaluation: Alternative Approaches and

Practical Guidelines (New York dan London: Longman, 1987), 41-59. 268 Baca, R.W. Tyler, Basic Principles of Curriculum and Instruction (Chicago: University

of Chicago Press, 1949). 269 Lihat, S. Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008),

36.

Page 273: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

253

informasi yang berguna bagi penetapan alternatif keputusan.270 Dari beberapa ahli

evaluasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Tyler menekankan pada hasil

belajar. Dalam arti, suatu kurikulum dikatakan baik apabila dapat mengantarkan hasil

belajar siswa dengan baik. Definisi Tyler ini lebih praktis, dan memang banyak

evaluator yang cenderung pada penggunaan definisi Tyler tersebut. Sementara Orient,

lebih ke arah pertimbangan (judgment), pertimbangan manusiawi, dalam proses

belajar mengajar berfungsi sebagai Bimbingan dan Penyuluhan (BP). Dalam arti

suatu kurikulum dianggap baik, jika dapat membimbing para siswa memperbaiki

tingkah laku mereka. Stufflebeam, evaluasi berproses, jadi prinsip evaluasi yang dia

tekankan adalah prinsip komprehensip. Artinya, evaluasi kurikulum itu berproses

secara terus menerus sampai menemukan kurikulum yang ideal.

a. Evaluasi Kurikulum MA Sebelum Muncul Kurikulum Madrasah Secara

Nasional

Seperti telah diketahui, bahwa sebelum tahun 1973 kurikulum madrasah

belum muncul secara nasional, dengan demikian cara evaluasinyapun belum seragam.

Tetapi bila berkiblat dengan kurikulum nasional, minimal dapat mengetahui

gambaran evaluasinya. Dalam kurikulum menengah atas tahun 1968 disebutkan

bahwa penilaian diadakan secara praktek, karena ini lebih obyektif. Selanjutnya

penilaian dengan pemecahan masalah, untuk melatih daya pikir.271 Jenis evaluasi

pada masa ini masih sederhana yaitu praktek, dimana bentuk ini merupakan warisan

lembaga pendidikan Islam pada masanya. Kebanyakan pesantren tradisional

melaksanakan evaluasi dengan cara praktek untuk materi seperti t}aharah, shalat dan

lain-lain. Juga hafalan, setelah para santri mengkhatamkan kitab tertentu. Adapun

problem solving, sebenarnya belum populer saat itu, karena melihat kultur pada

masanya masih relatif homogen.

b. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 1973

270 Lihat, Hamid, Evaluasi Kurikulum, 37. 271 Lihat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Rencana Pendidikan dan Pengajaran

SMA, 8.

Page 274: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

254

Bentuk dan jenis evaluasi Madrasah Aliyah pada kurikulum 1973, sudah lebih

maju dibanding dengan kurikulum sebelumnya. Karena madrasah sudah mempunyai

kurikulum secara nasional. Jenis penilaian, seperti tulis dan lisan. Teknik penilaian,

tes dan non tes serta kuantitatif dan kualitatif. Sudah ada pada masa ini. Namun

pengaruh penilain pesantren masih kental, seperti praktek, menghafal dan bah}sul

masa>il (pemecahan masalah/problem solving), juga sudah mulai digalakan untuk

tingkat MA.

c. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 1976

Kurikulum 1975, yang menjadi dasar kurikulum MA tahun 1976, didasari

konsep SAS (Struktural, Analysis, Sintesis). Anak menjadi pintar karena paham dan

mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah.

Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan ilmu era 1970-

an.272 Evaluasi pembelajaran pada kurikulum 1975 yang menjadi dasar kurikulum

MA 1976, terlihat lebih sistematis, karena evaluasi pembelajaran tidak hanya

dilaksanakan pada akhir semester saja, melainkan evaluasi dilaksanakan setiap selesai

satu pokok bahasan atau sub pokok bahasan, yang dikemas dalam bentuk Satuan

Pelajaran (SP). Dalam kurikulum ini, evaluasi diadakan terus menerus dan

diselenggarakan secara menyeluruh dalam arti seluruh aspek tingkah laku siswa

dinilai,273 dilaksanakan secara obyektif. Hal ini sebenarnya merupakan prinsip

penilain. Karena kurikulum MA tahun 1975 berorientasi pada tujuan, maka penilaian

menjadi sangat penting.

Dalam kurikulum 1975 Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menjadi dasar

kurikulum MA 1976, terdapat jenis penilaian, yang dipakai adalah pertama, penilaian

formatif, yaitu nilai harian atau penilaian hasil belajar setelah akhir Satuan Pelajaran

(SP), yang berfungsi untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Kedua, penilaian

272 Herlanti, Kurikulum Pendidikan Indonesia dari Zaman ke Zaman (2008)

yherlanti.wordpress.com, 2008/15/05. 17/07/2010. 273 Lihat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Atas

(SMA) 1975 Buku 1: Bidang Studi Ketentuan-ketentuan Pokok (Jakarta: Depdikbud RI, 1975), 2.

Page 275: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

255

sumatif, adalah nilai semester yang berfungsi untuk menentukan angka

kemajuan/hasil belajar siswa. Ketiga, penilaian penempatan (placement) yang

berfungsi untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar/program

pendidikan yang sesuai. Keempat, penilain diagnostik, berfungsi untuk membantu

kesulitan-kesulitan belajar yang dialami para siswa tertentu.274 Penilaian seperti ini

dapat mengakses kemampuan siswa, baik kognitif, afektif dan psikomotor, baik fisik

maupun psikis.

Cara pemberian nilai dalam kurikulum ini adalah kuantitatif, dengan

menggunakan angka 1-10 atau 10-100, dan kualitatif, dengan menggunakan

pernyataan-pernyataan verbal, seperti baik, cukup, kurang maupun memuaskan. Dan

teknik penilaian yang digunakan dalam kurikulum ini adalah teknik tes dan non tes.

Materi soal disesuaikan Tujuan Instruksional Khusus (TIK).

d. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 1984

Kegiatan penilaian pada kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1984 ini

terutama diarahkan pada upaya untuk menentukan seberapa jauh tujuan-tujuan

maupun proses belajar mengajar yang diinginkan telah terwujud. Penilaian dilakukan

secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk keperluan peningkatan proses

maupun hasil belajar serta pengelolaan program.275 Kurikulum 1984 ini menekankan

pada proses pembelajaran, bukan pada tujuan. Jenis penilaian yang dipakai sama

dengan kurikulum MA 1975 yaitu penilain formatif, sumatif (semester), penempatan

dan diagnostik. Para siswa lebih banyak diberi tugas untuk membuat LKS (Lembar

Kerja Siswa), dan pada kurikulum ini pula dikenalkan Sistem Kredit Semester (SKS).

Cara pemberian nilai dengan kuantitatif dan kualitatif serta teknik penilain, yaitu

274 Lihat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Atas

(SMA) 1975, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum, Buku: III B, Pedoman Penilaian (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1979), 3.

275 Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 101 tahun 1984 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 29. Lihat juga, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum 1984 Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA), Landasan, Program, dan Pengembangan (Jakarta: Depdikbud RI, 1984), 12.

Page 276: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

256

teknik tes dan non tes, adalah sama dengan kurikulum MA 1976. Hanya saja yang

Nampak berbeda bentuk soal uraian lebih ditekankan, karena orientasinya adalah

proses –soal penalaran lebih diutamakan. Nampak ada dua perbedaan kurikulum MA

1976 dengan kurikulum MA 1984, yaitu orientasi dan bentuk soal penalaran,

sementara pada kurikulum MA 1976 lebih pada bentuk soal obyektif dan orientasinya

adalah kepada tujuan. Perbedaan ini menjadi indikator pergeseran dari kurikulum MA

1976 ke kurikulum MA 1984, walaupun bergesernya hanya sebagaian.

e. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 1994

Guru hendaknya memilih strategi yang dapat mengaktifkan siswa, baik

mental, fisik maupun sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan

bentuk soal yang mengarahkan kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka

dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan. Dalam pengajaran suatu

mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan

perkembangan berfikir siswa, sehingga diharapkan terdapat keserasian antara

pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang

menekankan ketrampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Pengulangan-

pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk memantapkan

pemahaman siswa.276

Dalam kurikulum MA 1994, dimana madrasah sudah menjadi satu sistem

pendidikan nasional, maka pedoman kurikulum MA sama dengan kurikulum Sekolah

Menengah Umum (SMU). Dalam proses belajar mengajar, penilaian dalam

kurikulum ini meliputi penilaian program, penilaian proses dan penilaian hasil.

Pertama, penilaian program, adalah untuk mengetahui sejauh mana tercapainya

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara keseluruhan. Penilaian ini dilakukan

dengan cara membandingkan perencanaan yang telah disusun dengan

pelaksanaannya. Penilain ini mencakup penilain terhadap rencana tahunan, catur

276 http://rbaryan.wordpress.com/2007/05/16, “Bagaimana Perjalanan Kurikulum

Nasional”. 07/05/2010.

Page 277: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

257

wulan, dan persiapan mengajar. Kedua, penilaian proses, merupakan penilain secara

menyeluruh dan berkesinambungan terhadap kegiatan belajar mengajar yang

mencakup cara guru mengajar dan cara siswa belajar. Penilain proses digunakan

dalam rangka membina, memperbaiki, dan membentuk sikap atau cara belajar

maupun cara guru mengajar. Ketiga, penilain hasil, merupakan penilain hasil belajar

siswa yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pelaksanaan penilaian

ini dapat dilaksanakan terus menerus dan atau pada waktu-waktu tertentu. Cara

penilaian dapat dilakukan melalui pengamatan, tes tertulis atau lisan, dan

penugasan.277

Ada beberapa hal yang berbeda dengan kurikulum MA 1984 diantaranya,

kurikulum MA 1984 memakai sistem semester, kurikulum MA 1994 memakai sistem

catur wulan. Orientasi kurikulum MA 1984 pada proses, sedangkan orientasi

kurikulum MA 1994 pada proses dan hasil. Dari sisi penilaian kurikulum MA 1994

lebih lengkap, karena ada penilaian program, penilaian proses dan penilaian hasil,

sedangkan kurikulum MA 1984 lebih banyak di penilaian proses. Hal-hal yang telah

disebut merupakan indikator pergeseran kurikulum MA 1984 ke kurikulum MA

1994, walaupun bergesernya hanya sebagaian, yang merupakan unsur penyempurna

kurikulum sebelumnya.

f. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 2004: Kurikulum Berbasis Kompetensi/KBK

Instrumen penilain pada KBK Madrasah Aliyah meliputi jenis tagihan,

bentuk instrumen, dan contoh instrumen. Jenis tagihan dapat digunakan antara lain; a)

kuis, bentuknya berupa isian dan menanyakan hal-hal yang prinsip. Biasanya

dilakukan sebelum pelajaran dimulai kurang lebih 5–10 menit. Kuis dilakukan untuk

mengetahui penguasaan pelajaran oleh peserta didik. Tingkat berpikir yang terlibat

adalah pengetahuan dan pemahaman, b) pertanyaan lisan, materi yang ditanyakan

277 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kurikulum 1994 Pendidikan Menengah,

Pedoman Umum Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Sekolah Menengah Umum (SMU), (Jakarta: PUSKUR dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan kebudayaan, 1994), 10.

Page 278: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

258

berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teori. Tingkat berpikir yang terlibat

adalah pengetahuan dan pemahaman, c) ulangan harian, dilakukan secara periodik di

akhir pembelajaran satu atau dua kompetensi dasar. Tingkat berpikir yang terlibat

sebaiknya mencakup pemahaman , aplikasi dan analisis, d) ulangan blok, adalah ujian

yang dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa kompetensi dasar dalam satu

waktu. Tingkat berpikir yang terlibat mulai pemahaman sampai dengan evaluasi, e)

tugas individual, dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk pembuatan

kliping, makalah dan yang sejenisnya. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya

aplikasi, analisis, sampai sintesis, dan evaluasi, f) tugas kelompok, digunakan untuk

menilai kompetensi kerja kelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya

adalah uraian bebas dengan tingkat berpikir tinggi yaitu aplikasi dan evaluasi, g)

Responsi atau ujian praktek, bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada

kegiatan praktikumnya. Ujian respons dapat dilakukan di awal dan di akhir praktek.

Ujian yang dilaksanakan sebelum praktek bertujuan untuk mengetahui kesiapan

peserta didik melakukan praktek di laboratorium atau tempat lain, sedangkan ujian

yang dilakukan setelah praktek, tujuannya untuk mengetahui kompetensi dasar

praktek yang telah dicapai peserta didik dan yang belum, h) laporan kerja praktek,

bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada praktikumnya. Peserta didik bisa

diminta untuk mengamati suatu gejala dan melaporkannya.278

Adapun instrumen tes yang digunakan dalam KBK meliputi; pilihan ganda,

uraian obyektif, uraian non obyektif/uraian bebas, jawaban singkat atau isian singkat,

menjodohkan, performance (penilaian unjuk kerja),279 dan portofolio (karya peserta

278 Departemen Agama RI, Kurikulum 2004, Pedoman Khusus Fikih Madrasah Aliyah

(Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004), 13-14. Dalam semua buku – untuk semua mata pelajaran– kurikulum 2004 untuk Madrasah Aliyah, instrumen penilaian pada KBK disebut demikian.

279 Bentuk ini cocok untuk mengukur kompetensi peserta didik dalam melakukan tugas tertentu, seperti pengambilan keputusan secara voting (pemungutan suara) atau prilaku yang baik.

Page 279: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

259

didik).280 Instrumen yang demikian, digunakan untuk penilaian kelas, memang KBK

berbasis penilain kelas.281

Perbedaan dengan kurikulum MA 1994 sangat jelas yaitu, pada kurikulum

MA 1994 menggunakan sistem catur wulan, kurikulum MA 2004 memakai sistem

semester. Kurikulum MA 1994 menitik beratkan pada penguasaan materi

(pengetahuan), kurikulum MA 2004 berorientasi pada kompetensi (rangkain

kemampuan), instrumen penilaian pun berbeda. Rambu-rambu penilaian kelas pada

kurikulum MA 2004, mengalami perbedaan yang cukup berarti dengan kurikulum

MA 1994. Portofolio dan performance pada kurikulum MA 2004 merupakan ciri

khas penilaian yang cukup dominan, sementara pada kurikulum MA 1994, hal ini

jarang digunakan dan bahkan tidak pernah. Beberapa perbedaan tersebut merupakan

indikator pergeseran yang jelas dari kurikulum MA 1994 ke kurikulum MA 2004.

g. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 2006: Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan/KTSP

Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik pada Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, dilakukan penilaian yang menyeluruh dan

berkelanjutan. Bentuk penilaian di Madrasah Aliyah adalah tes dan non tes yang

dapat berupa tes tertulis (pilihan ganda dan uraian), tes praktik, tes lisan, portofolio,

penugasan proyek dan atau produk.282 Bentuk tes yang demikian telah memenuhi

kriteria penilaian komprehensip, karena dapat mengakses semua kompetensi siswa

secara maksimal. Hal ini sama dengan kurikulum MA tahun 2004.

Adapun model sistem penilaian di SMA/MA adalah: pertama, mengacu

pada standar penilaian yang ditetapkan oleh pemerintah, kedua, mengacu pada

280 Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja peserta didik, dengan menilai kumpulan karya-karya dan tugas-tugas yang dikerjakan oleh peserta didik. Karya-karya ini dipilih dan kemudian dinilai, sehingga dapat dilihat perkembangan kemampuan peserta didik. Lihat, Departemen Agama RI, Kurikulum 2004, Pedoman Khusus Fikih Madrasah Aliyah, 14-15.

281 Lihat, Departemen Pendidikan Nasional RI, Pelayanan Profesional Kurikulum 2004, Pedoman Penilaian Kelas (Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas, 2004), 10.

282 Departemen Agama RI, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah, 237.

Page 280: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

260

ketetapan kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM), ketiga, mengacu pada prosedur

penilaian proses dan hasil belajar, keempat, mengacu pada ketentuan kriteria

kenaikan kelas.283 Bila diamati secara detel, sistem penilain SMA/MA pada

kurikulum 2006 ini, mengakomodir sistem penilain yang dipakai kurikulum

sebelumnya. Seperti penilaian berorientasi pada hasil adalah kurikulum 1975,

penilaian berorientasi pada proses adalah kurikulum 1984.

Kriteria kenaikan kelas Madrasah Aliyah adalah sebagai berikut: 1) peserta

didik harus menyelesaikan seluruh program pembelajaran di kelas yang

bersangkutan, 2) peserta didik dinyatakan tidak naik ke kelas XI, apabila yang

bersangkutan tidak mencapai ketuntasan belajar minimal, lebih dari tiga mata

pelajaran, 3) peserta didik dinyatakan tidak naik ke kelas XII, apabila yang

bersangkutan tidak mencapai ketuntasan minimal, lebih dari tiga mata pelajaran yang

bukan mata pelajaran ciri khas program studi. Sebagai contoh; bagi siswa kelas XI

dan XII, untuk program studi Ilmu Alam, tidak boleh memiliki nilai yang tidak tuntas

pada mata pelajaran Matematika, Fisika Kimia, Biologi. Untuk program studi Ilmu

Sosial, tidak boleh memiliki nilai yang tidak tuntas pada mata pelajaran Sejarah,

Geografi, Ekonomi, dan Sosiologi. Untuk program studi Ilmu Bahasa, tidak boleh

memiliki nilai yang tidak tuntas pada mata pelajaran Antropologi, Bahasa dan Sastera

Indonesia, bahasa asing lain yang menjadi pilihan.284 Kriteria kenaikan kelas

selanjutnya adalah, 4) peserta didik memperoleh nilai minimal baik pada penilaian

akhir tahun pelajaran untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama

dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata

pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. 5)

siswa yang tidak naik kelas, diwajibkan mengulang, yaitu mengikuti seluruh kegiatan

pembelajaran pada tingkat kelas yang sama pada tahun pelajaran berikutnya, 6)

283 Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah , 366-367. 284 Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 367.

Page 281: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

261

laporan hasil belajar siswa disampaikan kepada siswa dan orang tua/wali siswa, setiap

akhir semester.285 Kriteria kenaikan kelas pada kurikulum Madrasah Aliyah tahun

2006 ini bila di teliti secara jeli, mengakui teori belajar tuntasnya (mastery learning)

Benyamin S Bloom. Indikator tersebut terlihat dari kriteria ketuntasan minimal.

Substansi perbedaan dalam penilaian antara KBK dengan KTSP cukup kecil,

paling tidak penulis melihat pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), di mana pada

KBK hal ini belum muncul. Selanjutnya, karena substansi perbedaannya KBK belum

otonomi sedangkan KTSP sudah otonomi, maka berpengaruh pula pada otonomisasi

penilaiannya. Tetapi walaupun kecil perbedaannya, hal ini merupakan indikator

pergeseran ke arah penyempurnaan kurikulum. Selanjutnya bila diamati secara

seksama, dalam penilaian sejak kurikulum MA belum muncul secara nasional sampai

kurikulum MA tahun 2006, mengalami pergeseran, walaupun pergeseran tersebut

bervariasi, ada yang cukup tajam dan ada yang datar-datar saja.

Mengacu pada kesimpulan besar disertasi ini, bahwa berdasarkan undang-

undang yang bersifat politis kemudian dijabarkan oleh kebijakan pemerintah,

selanjutnya berimplikasi pada pergeseran kurikulum MA. Substansi pergeseran yang

bersifat politis terletak pada pergeseran isi kurikulum MA yang tidak dapat

dilepaskan dengan komponen tujuan dalam kurikulum MA. Adapun komponen

metode/pendekatan dan evaluasi dalam kurikulum MA bergeser ke arah modern

(penyempurnaan), ini tidak politis.

285 Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 367.

Page 282: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

262

BAB V

KURIKULUM MADRASAH ALIYAH MASA DEPAN

Masuk zaman modern, kurikulum Madrasah Aliyah dituntut untuk

mengadakan pembaharuan dalam upaya mempertahankan sisi politisnya. Berusaha

mengintegrasikan ilmu pengetahuan dalam rangka menepis dikotomi ilmu

menyusun keilmuan yang ideal untuk mewujudkan kekuatan politis serta

memperhatikan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bab ini

akan melihat bagaimana tuntutan kurikulum Madrasah Aliyah ke depan, setelah

kurikulumnya sama dengan SMA, tetapi secara politis tetap mempertahankan ciri

khas ke-Islamannya.

A. Tuntutan Pembaharuan Pendidikan Madrasah Aliyah: Upaya

Mempertahankan sisi politis

Beberapa tuntutan pembaharuan pendidikan Madrasaha Aliyah (MA)

diantaranya; tuntutan pembaharuan manajemen pengelolaan MA, tuntutan

peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) guru, tuntutan perbaikan sarana

prasarana dan tuntutan pembaharuan kurikulum MA. Masih ada tuntutan

pembaharuan yang lain, tetapi penulis batasi hanya yang telah disebut.

Tuntutan pembaharuan manajemen pengelolaan MA. Madrasah Aliyah

dituntut untuk meningkatkan manajemen pengelolaan, dimana secara historis untuk

kasus Indonesia, sebenarnya institusi madrasah merupakan transformasi dari lembaga

tradisional yang bernama pesantren.1 Tentunya secara manajemen, madrasah lebih

modern dibanding pesantren. Cuma yang menjadi pertanyaan sudahkah institusi

1 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak bangsa: Visi, Misi, dan Aksi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 12. Indikasi munculnya madrasah dipicu oleh semangat pembaharuan Isla>m di Timur Tengah –disamping sebagai respons terhadap kebijakan pemerintah kolonial– adalah banyaknya madrasah yang kelahirannya dibidani oleh para lulusan pendidikan di Timur Tengah, seperti: Madrasah Adabiyah yang dirintis oleh Syekh Abdullah Ahmad di Padang pada tahun 1908 M., kemudian berubah menjadi HIS Adabiyah pada tahun 1915 M, dan Madrasah Nurul Iman yang didirikan oleh Abdul Samad pada tahun 1913 di Jambi.

Page 283: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

263

madrasah manajemennya melebihi manajemen sekolah pada umumnya atau minimal

sama?. Untuk menjawab pertanyaan ini perlu pengamatan secara mendalam. Karena

sebagai salah satu ciri negatif yang melakat pada madrasah adalah mempunyai

berbagai kelemahan manajemen, meskipun tidak seluruhnya harus dianggap sebagai

sesuatu yang negatif. Kelemahan menajemen ditunjukan oleh sifatnya yang tertutup

dan tidak berorientasi keluar sehingga perkembangan madrasahpun menjadi lamban

atau statis.2 Bagi madrasah yang masih di pelosok, juga masih menerapkan

manajemen figur. Ketika figur itu diterima masyarakat, maka madrasah tersebut

berkembang dan banyak siswanya, tetapi ketika figur itu telah tiada, maka madrasah

itu pun gulung tikar.

Manajemen yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah adalah manajemen

pendidikan yang tentunya tidak jauh berbeda dengan manajemen pendidikan di

sekolah pada umumnya. Menurut Gaffar, manajemen pendidikan mengandung arti

sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehensip dalam

rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan, lanjut

Gaffar, juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan

pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik

tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang.3 Dengan demikian

manajemen pendidikan di Madrasah Aliyah sangat komprehensip, dan memunculkan

potensi untuk menjadi madrasah mandiri dengan Manajemen Berbasis Madrasah

(MBM).

Manajemen pendidikan Madrasah Aliyah merupakan komponen yang sangat

penting, karena menurut Mulyasa, manajemen atau pengelolaan merupakan

2 Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif (Yogyakarta: LKiS, 2008), 203. Julukan-

julukan negatif yang diberikan kepada madrasah, terisolir dari arus modernisasi, berkonotasi kampungan (terbelakang), isi pendidikan cenderung berorientasi pada praktek-praktek ritual keagamaan dan kurang memperhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi, manajemennya bersifat tertutup dan lain-lain. Lihat, Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Nuansa, 2003), 198.

3 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi (Bandung: Rosda, 2005), 19-20.

Page 284: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

264

komponen yang integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara

keseluruhan. Alasannya tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat

diwujudkan secara optimal, efektif dan efesien. Konsep tersebut berlaku di MA yang

memerlukan manajemen yang efektif dan efesien. Dalam kerangka ini tumbuh

kesadaran akan pentingnya Manajemen Berbasis Madrasah (MBM), yang

memberikan kewenangan penuh kepada madrasah dan guru dalam mengatur

pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi

mempertanggungjawabkan, mengatur serta memimpin sumber-sumber daya insani

serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan tujuan

madrasah.4 Pendek kata manajemen MA, harus terus ditingkatkan kualitasnya dalam

rangka mempertahankan sisi politis pergeseran kurikulum MA, karena Sahabat Ali

Ibn Abi Thalib pernah berkata ”Kebenaran yang tidak diorganisir dengan baik maka

akan dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisir dengan baik”. Tentunya orang

madrasah harus lebih dulu tahu perkataan ini sekaligus mengaplikasikannya.

Tuntutan peningkatan kualitas SDM. Madrasah Aliyah dituntut untuk

memperbaiki SDM guru, dikarenakan MA akan menghadapi era global yang penuh

dengan persaingan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan lain-

lain. Dalam konteks ini, teringat kata-kata Sachiko Murata dan William Chitik,

bahwa obat untuk mengatasi berbagai problem masyarakat –sebagai akibat

globalisasi– seperti kelaparan, penyakit, penindasan, polusi dan berbagai penyakit

sosial lainnya, adalah to return to God through religion.5 Sehingga ketika

jawabannya madrasah adalah tepat, karena sesuai kurikulum 1994 madrasah adalah

sekolah umum berciri khas Islam. Selanjutnya, Husni Rahim memberi gambaran visi

madrasah dalam alam globalisasi, yaitu menjadi madrasah dalam ”sekolah plus” yang

berkualitas, berkarakter dan mandiri. Madrasah plus, lanjut Husni, adalah madrasah

yang menyiapkan anak didik mampu dalam sains dan teknologi, namun tetap dengan

4 Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi, 20. 5 Lihat, Muhaimin, “Madrasah Menatap Peradaban Global”, makalah disajikan pada

seminar di Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo, Sabtu 8 Maret 2003.

Page 285: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

265

identitas ke-Islamannya. Ketika kurikulum MA terus dapat mengikuti perkembangan

IPTEK dan diakui keunggulannya oleh pemerintah serta terus dapat mempertahankan

ciri khas ke-Islamannya, maka secara politis umat Islam akan dapat bersaing dengan

lulusan persekolahan.

Dalam upaya peningkatan kualitas tersebut, Husni menambahkan, bahwa

dunia madrasah masih berkutat dengan masalah ”kualitas guru” yang belum

memadai. Keadaan ini menjadi menonjol, tegas Husni, setelah ditetapkan kurikulum

1994, dimana kurikulum MA sama dengan kurikulum SMA, plus ciri khas Islam

untuk tingkat MA. Saat ini –Husni tidak menyebutkan tahun berapa data ini di input–

guru dalam kategori layak hanya 20%, sedangkan untuk kategori salah kamar (mis-

match) 20%, dan sisanya 60% masih dalam kategori belum layak. Ini tantangan berat

yang dihadapi dunia MA yang bermutu lebih rendah dibanding SMA.6

Menurut Husni dengan mutu guru MA yang rendah kualitas, akan

berimplikasi terhadap rendahanya kualitas outcome MA,7 sehingga tidak dapat

bersaing dengan kualitas lulusan SMA. Husni Rahim lebih lanjut melaporkan, bahwa

saat ini yang menjadi beban kesulitan para murid madrasah adalah bidang studi

rumpun Mafikibb (Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan Bahasa Inggris) ditambah

lagi kekurangan guru yang mumpuni dalam mata-mata pelajaran ini.8

Guru MA yang berkualitas tidak hanya mempunyai kemampuan akademis

semata, tetapi harus mempunyai kepribadian yang Islami. Hal ini berbeda dengan

tuntutan kualitas guru di SMA pada umumnya. Menurut Muhaimin, guru MA harus

mempunyai wawasan akademis dan sekaligus memiliki komitmen ke-Islaman yang

6 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Ciputat: Logos, 2001), 130. 7 Demikian pula menurut Azyumardi seraya beranalog, menurutnya banyak ekonom yang

berpendapat bahwa terdapat korelasi yang erat antara kualitas SDM –katakanlah pendidikan– dengan kemiskinan. Rendahnya kualitas SDM dapat merupakan penyebab kemiskinan –tegasnya dari segi materi– sebaliknya, kemiskinan adalah salah satu sebab utama rendahnya kualitas SDM. Dengan demikian, lanjut Azyumardi, antara rendahnya kualitas SDM dengan kemiskinan terdapat semacam “vicious cirle” –lingkaran setan, lihat Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, 54.

8 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 130.

Page 286: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

266

tinggi, agar mereka mampu menangkap makna substansial dari eksistensi madrasah.

Sebagai konsekwensinya rekruitmen tenaga kependidikan di MA perlu dibedakan

dengan sekolah non madrasah. Demikian pula penyiapan calon guru madrasah perlu

dibedakan dengan calon guru non madrasah.9 Dari sini logikanya, guru MA lebih

berkualitas daripada guru SMA, tetapi realitasnya ternyata belum sampai tahap ideal.

Padahal ketika SDM MA mencapai tahap ideal, maka secara politis, hal ini

merupakan peluang umat Islam untuk menjadikan institusi MA menjadi pilihan umat.

Mulai sekitar tahun 2003, pemerintah khususnya Departemen Agama mulai

memberi beasiswa kepada para guru MA untuk melanjutkan studi mereka ke jenjang

S2, bahkan banyak yang belajar ke luar negeri, seperti Australia, Belanda, Canada

dan lain-lain. Mereka sebagaian besar belajar rumpun ilmu Mafikibb. Peningkatan

SDM guru yang demikian sangat perlu, Nabi saja memberikan contoh, seperti

dilaporkan Azyumardi, bahwa Rasulullah memberikan kebijakan membebaskan para

tawanan kafir Quraisy setelah mereka mengajarkan anak-anak Muslim untuk

membaca dan menulis. Kebijakan seperti ini, lanjut Azyumardi, Nabi memberikan

teladan, bahwa segala potensi yang ada di lingkungan kaum Muslimin –sekalipun

potensi itu ada dipunyai non Muslim– dapat digunakan untuk peningkatan kualitas

SDM Muslim.10 Merujuk usaha Rasulullah, betapa pentingnya peningkatan SDM,

terlebih SDM itu untuk menjadi guru, karena guru akan mencetak SDM-SDM lain

yang lebih berkualitas dari pada dirinya.

Tuntutan perbaikan sarana dan prasarana. Dibandingkan dengan sekolah,

sarana prasarana madrasah jauh tertinggal. Karena secara historis madrasah tumbuh

dari kekuatan masyarakat itu sendiri, bahkan pada masa klasik Islam, menurut

George Makdisi, bahwa madrasah biasanya dibangun oleh individu atau komunitas

9 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan

Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, 203. 10 Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, 56.

Page 287: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

267

Muslim berdasarkan tradisi wakaf,11 maka dana untuk membuat sarana prasarana dan

operasional pendidikannya juga disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.

Sehingga, ketika ada bantuan, maka bantuan tersebut, menurut Husni Rahim,

dipahami sebagai bantuan pihak luar kepada madrasah. Karena sifat kehadirannya

datang dari luar madrasah, sering terjadi bantuan tidak sesuai dengan kebutuhan. Oleh

karena itu manfaat pemberian bantuan tidak dapat dioptimalkan bagi pengembangan

dan peningkatan mutu pendidikan madrasah. Demikian pula, lanjut Husni, pemberian

bantuan acapkali menimbulkan ketergantungan. Perbaikan dan pengembangan

madrasah hanya dapat dilakukan selama ada bantuan. Akan tetapi sebaliknya, semua

program pengembangan ikut berhenti bersamaan dengan dihentikannya pemberian

bantuan.12 Pernyataan Husni Rahim dapat dianalisis, bahwa madrasah dapat survive

dengan dana seadanya dari masyarakat. Tetapi dana tersebut tidak dapat

meningkatkan kualitas sarana dan prasarana. Dan madrasah juga tidak kreatif mencari

dana, indikator tersebut terbukti ketika ada sumbangan dari luar madrasah, hal ini

menjadi ketergantungan madrasah. Gambaran yang demikian, menunjukan tidak

profesionalnya lembaga madrasah.

Husni Rahim selanjutnya memberi pengarahan, sebaiknya bantuan yang

diberikan kepada madrasah bersifat terpadu, artinya dibarengi dengan tindak lanjut

bantuan tersebut. Karena selama ini tidak demikian, seperti bantuan gedung tidak

dibarengi dengan kebutuhan peralatan, bantuan peralatan pendidikan tidak dibarengi

dengan bantuan pelatihan tenaga guru, demikian pula bantuan keuangan tidak

dihubungkan dengan bantuan pengelolaan administratif kemadrasahan. Hal seperti

ini menimbulkan beberapa kasus, seperti: peralatan laboratorium yang tidak dapat

didayagunakan disebabkan tidak ada tenaga pengelolanya, buku siswa yang

11 JM. Muslimin, “Tradisi Ilmiah Dalam Masyarakat Islam: Sejarah Institusi dan Tantangan

Perubahan”, dalam Kusmana dan JM. Muslimin (ed.), Paradigma Baru Pendidikan: Restropeksi dan Proyeksi Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: IIESP, 2008), 141.

12 Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Logos, 2004), 115.

Page 288: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

268

menumpuk di kantor kepala madrasah; atau ruang belajar yang berubah fungsi

menjadi sarana olahraga.13 Pernyataan Husni yang demikian, mengingatkan pada

statement ”sarana prasarana yang tidak dibarengi dengan tenaga ahli mengakibatkan

sarana itu tidak berfungsi, akhirnya mubadhir”.

Tuntutan pembaharuan kurikulum MA. Menurut Abdul Munir Mulkhan,

selama ini, umat Islam meyakini, ajaran Islam telah selesai disusun tuntas dalam ilmu

agama sebagai panduan penyelesaian seluruh persoalan kehidupan duniawi.

Sementara ilmu-ilmu umum (non agama) dipandang bertentangan dengan ilmu agama

akan membuat kesengsaraan umat Islam. Namun, persoalan kehidupan duniawi yang

terus berkembang, ternyata tidak seluruhnya bisa dipecahkan dengan ilmu-ilmu

agama. Oleh karena itu, lanjut Munir, sejak madrasah dikembangkan bersamaan

munculnya gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, kurikulum madrasah terus

berubah dan diperbaharui. Awalnya kurikulum madrasah hanya terdiri dari ilmu

agama. Bentuk madrasah dikenal dengan Madrasah Diniyah yang telah ada sejak

abad-abad pertama sejarah Islam di Timur Tengah.14 Selanjutnya Munir menegaskan,

bahwa ilmu umum baru meluas dipelajari di madrasah sejak tahun 1945. Posisi ilmu

umum dalam kurikulum madrasah terutama Madrasah Aliyah, terus menguat searah

perkembangan kehidupan umat Islam dan masyarakat Indonesia. Dengan

perkembangan kurikulum yang demikian, sehingga madrasah sekarang disebut

sekolah umum berciri khas Islam.15 Sebagai penguat, Muhaimin memberi pernyataan,

bahwa Madrasah Aliyah tidak seharusnya hanya menggarap persoalan-persoalan

keagamaan, tetapi belajar matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Sains dan

Teknologi, Seni, Budaya, Ilmu Pengetahuan Alam, dan sebagainya, ternyata juga

13 Husni, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, 116-117. 14 Abdul Munir Mulkhan, “Dilema Madrasah di Antara Dua Dunia”, dalam Jamaluddin

(ed.), Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah (Ciputat: Logos, 2003), 3. 15 Lihat, Mulkhan, “Dilema Madrasah di Antara Dua Dunia”, dalam Jamaluddin (ed.),

Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah, 4.

Page 289: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

269

belajar Islam itu sendiri.16 Hal ini adalah tuntutan bagi MA, untuk terus

memperbaharui kurikulumnya, sehingga lulusan MA akan trampil mengatasi

persoalan hidup. Lulusan madrasah tidak hanya bisa menjadi tukang do’a, tetapi

secara politis dapat bekerja di lapangan-lapangan kehidupan sosial lainnya, seperti

halnya lulusan persekolahan.

Menurut, Munir, perubahan –pergeseran– kurikulum Madrasah Aliyah, lebih

didasari oleh tuntutan kebutuhan masyarakat pengguna jasa madrasah. Munculnya

gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberi landasan teologis

perubahan –pergeseran– kurikulum Madrasah Aliyah. Dari sini mulai berkembang

gagasan integrasi ilmu agama dan iptek yang selama ini dikelompokkan ke dalam

ilmu umum atau sekuler. Muncul kemudian berbagai model Madrasah Aliyah terpadu

yang mengintegrasikan ilmu umum dan agama ke dalam satuan kurikulum Madrasah

Aliyah.17 Bahkan tidak hanya madrasah, sekolah umum yang berlebel Islam di bawah

otoritas Diknas pun sekarang sudah banyak yang mengaplikasikan keterpaduan ini.

Sebenarnya kurikulum madrasah secara politis menjadi inspirasi awal munculnya

Sekolah Islam Terpadu di bawah naungan Diknas. Tetapi karena keterpaduan dalam

kurikulm madrasah, hanya integrasi materi, secara aplikasi masih jauh dari konsep

keterpaduan, mengakibatkan madrasah belum bisa menjadi pilihan umat. Adapun

integrasi ilmu akan di bahas pada sub bab setelah ini.

Apa yang dijelaskan di atas merupakan tuntutan pembaharuan kurikulum

Madrasah Aliyah seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

tuntutan politis, yang selama ini madrasah menjadi anak tiri pemerintah. Hal ini akan

terus terjadi di masa-masa yang akan datang. Yang menjadi idaman kita –insan

madrasah– bagaimana di masa-masa yang akan datang madrasah menjadi pilihan

prioritas bagi mayoritas umat –masyarakat.

16 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan

Kurikulum Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, 202. 17 Lihat, Mulkhan, “Dilema Madrasah di Antara Dua Dunia”, dalam Jamaluddin (ed.),

Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah, 4.

Page 290: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

270

B. Tuntutan Integrasi: Menepis Dikotomi Ilmu Menyusun Keilmuan yang Ideal

dalam Rangka Mewujudkan Kekuatan Politis

Bergesernya kurikulum Madrasah Aliyah tidak terlepas dari tuntutan

integrasi ilmu. Karena di awal perkembangan madrasah di Indonesia –seperti telah

disebut Munir– perbedaan antara kurikulum madrasah dengan sekolah cukup terasa.

Para pembaharu pemikiran Islam Indonesia pun tidak tinggal diam menyikapi

masalah ini. Kemudian muncul istilah Islamisasi ilmu pengetahuan. Berbicara

Islamisasi ilmu pengetahuan, yang merupakan akar permasalahan yang terjadi pada

pergeseran kurikulum MA, memunculkan tiga paradigma ilmu pengetahuan, yaitu

paradigma18 sekuler,19 paradigma Islamisasi dan paradigma integrasi. Hal ini dalam

rangka mewujudkan konsep keilmuan yang ideal dalam kurikulum MA. Karena

dengan kurikulum yang ideal, lembaga madrasah akan mempunyai kekuatan secara

politis.

Paradigma sekuler. Di dunia Islam istilah sekuler pertama kali dipopulerkan

oleh Zia Gokalp (1875-1924), sosiolog Turki. Istilah ini sering dipahami sebagai

sesuatu yang irreligious (tidak agamis) bahkan anti religius. Dalam bahasa Indonesia

kata ini mempunyai konotasi negatif. Sekuler diartikan dengan bersifat duniawi atau

kebendaan, bukan bersifat keagamaan atau kerohanian, sehingga sekularisasi berarti

18 Kata paradigma mempunyai arti model, pola atau contoh, lihat, John M. Echol dan Hasan

Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 143. Immanuel Kant menyebut paradigma sebagai skema konseptual, Marx menyebutnya dengan ideologi dan Wittgestein dengan cagar bahasa, lihat, Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika (Jakarta: Teraju, 2004), 11. Oleh karenanya paradigma dapat dimaknai sebagai sekumpulan asumsi-asumsi, konsep-konsep yang secara logis dianut bersama dan dapat mengarahkan cara berpikir, mengkaji dan meneliti. Lihat, Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas Riset (Jakarta: UIN Press, 2006), 33.

19 Secara harfiyah, kata sekuler berasal dari bahasa latin, saeculum yang berarti masa, waktu atau generasi, lihat, Havey Cox, The Secular City (New York: The MacMillan Company, 1966), 2. Berbeda dengan Niyazi Berkes yang mengartikan kata saeculum dengan dunia masa kini, lihat Niyazi Berkes, The Development of Secularism in Turkey (Montreal: McGill University Press, 1964), 5. Kata saeculum sebenarnya salah satu dari dua kata latin yang berarti dunia. Karena masih ada kata lain yaitu mundus, yang menunjukan ruang, sementara saeculum menunjukan waktu. Saeculum sendiri lawan dari kata eternum yang berarti abadi, yang digunakan untuk alam yang kekal abadi, lihat, Naquib al-Attas, Islam and Secularism, terj. Karsijo Joyosumarno (Bandung: Pustaka, 1998), 18.

Page 291: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

271

membawa ke arah kecintaan kehidupan dunia, dan karena itu norma-normanya tidak

perlu didasarkan pada agama.20 Dalam bahasa Arab, dapat dikaitkan dengan kata

‘alama>ni dari kata ‘alam (dunia) yang bermakna dunia diversuskan dengan yang

selain dunia.21 Istilah tersebut digunakan dan diadopsi dari orang-orang Kristen Arab

untuk mengekspresikan gagasan ini sebelum ia menarik perhatian kaum Muslimin.

Pada masa modern istilah tersebut dibaca kembali menjadi ‘ilma>ni yang berarti ilmu

pengetahuan atau sains yang dilawankan dengan religius yang oleh sarjana Muslim

dianggap sebagai penafsiran yang keliru sebab dalam Islam dua kata tersebut tidak

pernah dipertentangkan.22

Ilmu-ilmu sekuler, meminjam istilah Kuntowijoyo, merupakan produk

bersama seluruh manusia, yang pada akhirnya merupakan diverensiasi dan pemisahan

yang jelas antara ilmu umum dan agama serta klaim obyektifitas masing-masing.23

Berdasarkan uraian di atas, untuk kasus Indonesia, sebenarnya ilmu agama (‘ulu>m al-

di>n) yang mayoritas menjadi content kurikulum dan diajarkan di madrasah pada

awalnya, dan ilmu umum yang mayoritas menjadi muatan kurikulum dan diajarkan di

sekolah, bukan hal baru, karena sejarah Islam telah menjelaskan jauh sebelumnya.

Terjadinya dikotomi ilmu –untuk konteks Indonesia– sebenarnya karena politisasi

dari kaum nasionalis sekuler –golongan kristen. Dimana bila menengok zaman

Rasulullah SAW dan sejarah masa klasik Islam, dikotomi ilmu pengetahuan tidak

terjadi.

Paradigma Islamisasi. Paradigma ini dalam pembahasan tentang

epistemologi Islam secara garis besar dapat dibagi dua macam. Pertama, berkaitan

dengan epistemologi Islam dalam versi filosof Muslim. Dalam kaitan ini maka

20 Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 797. Lihat juga, Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1984), 3061.

21 Bernard Lewis, The Political Language of Islam, (Chicago, London: Chochago University Press, 1988), 4.

22 Lihat, Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas Riset, 34.

23 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, 54.

Page 292: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

272

penting untuk melihat perkembangan filsafat di dunia Islam demi mencari asal

muasal dan orisinalitas berpikir mereka. Kedua, mencari epistemologi Islam yang

secara spesifik berasal dari pandangan al-Qur’an dimana harus dibiarkan al-Qur’an

bicara sendiri.

Bagian pertama, yaitu epistemologi Islam dalam pandangan kaum filosof

Muslim, terlebih dahulu harus benar-benar dipahami bahwa ilmu pengetahuan adalah

ilmu yang tidak hanya membahas objek fisik, karena realitas mempunyai objek fisik

dan non fisik sekaligus. Islam mengakui objek non fisik seperti Tuhan, malaikat, dan

jiwa. Inilah yang paling membedakan dengan paradigma sekuler, karena mereka

membatasi objek pengetahuan hanya pada objek-objek fisik sejauh bisa diindera.24

Dalam bahasa yang berbeda, Abdul Munir Mulkhan, menjelaskan bahwa dikotomi

ilmu Islam dan ilmu umum secara ideologis dan teologis, dicairkan bukan dengan

Islamisasi ilmu-ilmu umum tetapi melalui peletakan semua ilmu dalam sebuah

sistem kebenaran dan metodologi. Suatu ilmu ditolak hanya jika ternyata ilmu salah.

Sebaliknya, lanjut Munir, jika terbukti benar, bukan karena ada hubungan dengan

sumber al-Qur’an dan Sunnah Nabi.25

Bila epistemologi yang dipakai oleh para filosof Muslim, diaplikasikan

dalam kurikulum Madrasah Aliyah, tentunya diverensiasi antara ilmu agama dan

umum tidak ada. Karena ilmu Tafsir/Hadis, ilmu Tauhid, ilmu Fikih dan lain-lain,

pembahasan ini lebih bersifat non-fisik, sementara ilmu Matematika, Fisika, Biologi,

Kimia dan lain-lain lebih bersifat fisik. Sehingga ketika ilmu-ilmu ini diintegrasikan,

tidak ada pembeda antara ilmu agama dan umum, adanya adalah ilmu Islam.

Adapun bagian yang kedua, epistemologi al-Qur’an, pembahasan ini

menurut Kuntowijoyo untuk mendapatkan pemahaman tentang pendekatan al-

Qur’an, Kunto menamakannya dengan pendekatan sintetik analitik. Pada dasarnya,

24 Lihat, Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas Riset, 42.

25 Lihat, Mulkhan, “Dilema Madrasah di Antara Dua Dunia”, dalam Jamaluddin (ed.), Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah, 6.

Page 293: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

273

lanjut Kunto, kandungan al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian yaitu konsep, dan

kisah-kisah dan amsa>l. Bagian pertama berisi seperangkat konsep tentang yang

abstrak dan tidak abstrak dan bisa diamati. Konsep yang abstrak seperti Tuhan,

malaikat, akhirat dan lain-lain. Sementara konsep yang tidak abstrak dan bisa

diamati adalah fuqara>, masa>ki>n dan lain-lain. Semua konsep tersebut memiliki

makna, dan di sinilah al-Qur’an bermaksud memberikan gambaran yang utuh

tentang doktrin Islam. Sementara bagian yang kedua berisi kisah dan amsa>l, lebih

merupakan ajakan al-Qur’an untuk merenungi kejadian-kejadian agar diperoleh

hikmah. Di sinilah al-Qur’an memperkenalkan arche-type tentang kondisi universal.

Bukan obyektif-empiris-nya yang ditonjolkan tapi ta’wil subyektif-normatif-nya.26

Bila dibandingkan menurut penulis antara epistemologi para filosof dengan al-

Qur’an, berbeda metodologi. Epistemologi para filosof, menjelaskan sesuatu berawal

dari fisik kemudian non fisik, dari empirik kemudian menghasilkan kesimpulan yang

berimplikasi ke non fisik. Sementara al-Qur’an, menjelaskan sesuatu bermula dari

abstrak ke tidak abstrak, untuk menggambarkan keduanya ini al-Qur’an memberi

penguat (ta’kid) penjelasannya dengan kisah dan amsa>l. Walaupun metodenya

berbeda, tetapi substansinya sama, dan inilah yang mengharuskan kurikulum

madrasah mengajarkan dua macam ilmu itu –agama dan umum– dalam arti integrasi

dengan porsi yang seimbang, karena sesungguhnya keduanya adalah ilmu Islam.

Dengan kekuatan integrasi ini kurikulum MA akan tampil menjadi kurikulum unggul

melebihi kurikulum SMA. Jika dapat terealisasi, maka secara politis kurikulum MA

selangkah lebih maju dari pada kurikulum SMA.

Paradigma integrasi.27 Dalam buku yang diedit Kusmana, integrasi

keilmuan, dijelaskan tentang integrasi ilmu, yaitu cara pandang tertentu atau model

26 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, 12. 27 Terdapat tiga jenis makna bila merujuk kata integrasi. Sebagai kata kerja to integrate

yang berarti mengintegrasikan, menyatupadukan, menggabungkan, mempersatukan (dua hal atau lebih menjadi satu). Sebagai kata benda, integration, berarti integrasi, pengintegrasian, atau integrity berarti ketulusan hati, kejujuran dan keutuhan. Bila berkaitan dengan bilangan integrasi merujuk ke

Page 294: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

274

pendekatan tertentu terhadap ilmu pengetahuan, yang bersifat menyatukan disebut

paradigma integrasi ilmu integratif atau singkatnya paradigma ilmu integratif. Bisa

juga disebut paradigma integrasi ilmu integralistik, yaitu pandangan yang melihat

sesuatu ilmu sebagai bagian dari keseluruhan. Terakhir paradigma integrasi ilmu

terbuka/dialogis, yaitu pandangan terhadap ilmu yang bersifat terbuka, siap untuk

sharing atau mengapresiasi keberadaan lainnya.28

Paradigma integrasi ilmu integratif. Adalah cara pandang ilmu yang

menyatukan semua pengetahuan ke dalam satu kotak tertentu dengan mengasumsikan

sumber pengetahuan dalam satu sumber tunggal (Tuhan), demikian Kusmana.

Sementara sumber-sumber lain, lanjut Kusmana, seperti indera, pikir dan intuisi

dipandang sebagai sumber penunjang sumber inti. Dengan demikian sumber wahyu

menjadi inspirasi etis, estetis sekaligus logis dari ilmu. Dengan kata lain paradigma

ini berusaha melebur paradigma-paradigma yang ada baik yang sekuler maupun yang

agama ke dalam satu kerangka pikir tertentu, yaitu kerangka pikir yang konprehensip

yang menganggap penting semua sumber ilmu mulai dari pikir, indera, intuisi sampai

wahyu. Bagaimana proses peleburan itu dilakukan, paradigma ini menempatkan

wahyu sebagai hirarki tertinggi dari sumber-sumber ilmu lainnya. Gerakan Islamisasi

ilmu sebenarnya dapat dikategorisasikan sebagai upaya mengintegrasikan ilmu ke

dalam satu pohon ilmu pengetahuan integratif.29

kata integer yang berarti bilangan bulat/utuh. Dari kata ini dijumpai kata integrationist yang bermakna penyokong paham integrasi, pemersatu. Sebagai kata sifat, kata ini merujuk pada kata integral yang bermakna hitungan integral, bulat, utuh yang perlu untuk melengkapi seperti dalam kalimat reading is integral part of the cours (membaca merupakan bagian pelengkap dari kursus itu). Bentuk kata sifat lainnya adalah integrated yang berarti yang digabungkan, yang terbuka untuk siapa saja seperti integrated school (sekolah terpadu) atau integrated society (masyarakat yang utuh, masyarakat tanpa perbedaan warna kulit). Lihat, John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 326. Bandingkan dengan, Hornby, Oxford Advenced Learner’ Dictionary (Oxford University Press, 1989), 651-652.

28 Lihat, Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas Riset, 49.

29 Lihat, Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas Riset, 49.

Page 295: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

275

Terkait dengan penjelasan di atas, sembari meminjam istilahnya Mulyadi

Kertanegara, bahwa sebenarnya basis ilmu-ilmu agama dan umum berasal dari

sumber yang sama, yaitu dari Tuhan, al-Haqq (Sang Kebenaran) the Ultimate Reality

(Realitas Sejati). Mulyadi juga menjelaskan, bahwa tujuan ilmu adalah untuk

mengetahui kebenaran apa adanya. Artinya, lanjut Mulyadi, ilmu bertugas mencari

kebenaran sejati, sehingga dapat disimpulkan bahwa karena Tuhan adalah kebenaran

sejati, tentunya merupakan sumber bagi kebenaran-kebenaran yang lain, termasuk

kebenaran yang dihasilkan dari analisa ilmu-ilmu umum.30 Dalam kurikulum

Madrasah Aliyah, kebenaran Tuhan harus menjadi sentral semua mata pelajaran.

Paradigma integrasi ilmu yang integralistik. Adalah melihat ilmu berintikan

pada ilmu dari Tuhan seperti pada paradigma ilmu integratif, tetapi bedanya ada pada

perlakuan hubungan ilmu-ilmu agama dan umum. Paradigma ilmu integratif melebur

semua jenis ilmu ke dalam satu kotak dengan sumber utama Tuhan dan sumber-

sumber ilmu lainnya sebagai penunjang, sementara dalam paradigma ilmu

integralistik, memandang Tuhan sebagai sumber segala ilmu, dengan fungsi tidak

untuk melebur sumber-sumber lain tetapi untuk menunjukan bahwa sumber-sumber

ilmu lainnya sebagai bagian dari sumber ilmu dari Tuhan.31

Terkait dengan integrasi ilmu yang integralistik, Kuntowijoyo menawarkan

paradigma Islam yang mengintegralisasikan ilmu. Sebelumnya Kunto,

mendiskusikan pengilmuan Islam. Istilah ini dipakai Kunto untuk menggantikan

istilah Islamisasi ilmu, karena Islamisasi bersifat reaktif dan pengilmuan Islam

bersifat proaktif.32 Reaktif setidaknya berkonotasi semangat apologetik sementara

proaktif mengandung semangat pengakuan atas keberhasilan yang dicapai pihak lain

dengan tentunya penerimaan yang kritis. Islamisai pengetahuan sebenarnya suatu

30 Mulyadi Kertanegara, Integrasi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam (Jakarta: UIN

Press, 2003), 38-39. 31 Lihat, Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas

Riset, 51. 32 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, Vi.

Page 296: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

276

usaha menciptakan teori atau metode tersendiri dan tidak meniru metode-metode

dari luar. Hal itu mungkin dengan cara mengembalikan pengetahuan pada pusatnya

yaitu Tauhid. Dari Tauhid muncul tiga kesatuan; kesatuan pengetahuan, kesatuan

kehidupan, dan kesatuan sejarah. Kesatuan pengetahuan artinya pengetahuan harus

menuju kepada kebenaran yang satu. Kesatuan hidup dapat dimaknai tidak adanya

perbedaan antara ilmu yang sarat nilai dan ilmu yang bebas nilai. Sementara

kesatuan sejarah dapat dimaknai bahwa pengetahuan harus mengabdi pada

pengetahuan dan umat.33 Dengan kata lain, lanjut Kunto, bahwa Islamisasi ilmu

pengetahuan adalah usaha mengembalikan ilmu pengetahuan kepada Tauhid atau

konteks teks. Kunto menambahkan, bahwa yang perlu diislamisai bukan ilmu tetapi

niat subyek.34

Kemudian integralisasi ilmu menurut Kunto dijelaskan dalam konteks

metodologi pengilmuan Islam yang terdiri dari dua bagian; integralisasi dan

obyektivikasi (menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua).

Integralisasi diartikan sebagai ”pengintegrasian kekayaan keilmuan manusia dengan

wahyu”.35 Integrasi ilmu menempatkan agama sebagai sumber dan pada saat yang

sama melihat filsafat dapat bersumber dari agama, dan atau berdampingan

dengannnya. Alur pertumbuhan ilmu-ilmu integralistik seperti berikut: agama –

teoantroposentris –dediferensiasi– ilmu integralistik. Agama, bermakna

menempatkan wahyu sebagai pengatur dunia; teoantroposentrisme menempatkan

agama sebagai sumber kebenaran, etika, hukum, kebijaksanaan dan sedikit

kebenaran ilmu pengetahuan. Artinya, Kuntowijoyo mengakui bahwa wilayah

produk pengetahuan kebenarannya didapat dari pengalaman. Karenanya, sumber

pengetahuan terdiri dari agama dan manusia.36 Dengan demikian antara agama dan

33 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, 9. 34 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, 10. 35 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, 55-57. 36 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, 57-58.

Page 297: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

277

manusia menyatu, bila dianalogikan agama adalah ilmu agama seperti Tauhid, Fikih

Tafsir, Hadis dan lain-lain, sementara Matematika, Fisika, Biologi, Kimia dan lain-

lain adalah hasil pengalaman manusia, kedua klasifikasi besar ini harus menyatu

(integralisasi). Dengan demikian semua ilmu yang menjadi content kurikulum

Madrasah Aliyah, baik rumpun PAI (Sejarah Kebudayaan Islam, Tafsir, Hadis, Fikih,

dan Tauhid), merupakan satu rumpun ilmu agama, kemudian Matematika, Biologi,

Fisika, Kimia dan lain-lain merupakan hasil pencarian manusia, keduanya harus

bermuara ke Islam. Hal ini merupakan kekuatan kurikulum MA ke depan.

Paradigma integralisasi ilmu terbuka/dialogis. Dapat diartikan sebagai cara

pandang terhadap ilmu yang terbuka dan menghormati keberadaan jenis-jenis ilmu

yang ada secara proporsional dengan tidak meninggalkan sifat kritis. Terbuka artinya

suatu ilmu atau sekumpulan ilmu dapat bersumber dari agama dan ilmu-ilmu sekuler

yang diasumsikan dapat bertemu saling mengisi secara konstruktif.37

Adanya tuntutan integrasi keilmuan ini, menyebabkan kurikulum Madrasah

Aliyah harus merespon secara positif, sehingga tidak ketinggalan zaman, dan menjadi

solusi alternatif, permasalahan umat ini. Disamping itu, sebenarnya secara politis

kurikulum Madrasah Aliyah juga merespon tuntutan dari pemerintah, yang

menghendaki kurikulum MA sejajar dengan kurikulum SMA, bila ingin diakui

sebagai salah satu sub sistem pendidikan nasional. Ternyata hal yang demikian tidak

hanya terjadi di Indonesia, di Netherland (Belanda) dan Belgia, semua sekolah Islam

juga harus mengikuti kurikulum nasional, disebabkan sekolah Islam tersebut

mendapatkan dana dari pemerintah,38 ini jelas politis. Hal ini secara politis membuka

peluang bagi lulusan madrasah untuk berkompetisi di jenjang berikutnya. Tuntutan

integrasi secara politis ini telah banyak dijelaskan pada bab sebelumnya. Terlepas

bahwa integrasi keilmuan dalam MA di Indonesia ada unsur politis, tetapi bila

37 Lihat, Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas

Riset, 55. 38 Michael S. Merry, Culture, Identity, and Islamic Schooling: A Philosophical Approach

(Macmillan: Palgrave, 2007), 157.

Page 298: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

278

disikapi secara positif, keuntungannya jauh lebih besar, karena hal ini menjadi sosok

ideal kurikulum madrasah masa depan, dimana walaupun demikian madrasah tetap

akan mempertahankan ciri khas ke-Islamannya.

C. Tuntutan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dibendung,

sampai-sampai Hodgson mengatakan, bahwa zaman sekarang lebih tepat disebut

dengan ”zaman teknik” (technical age), karena pada kemunculan zaman itu, ada

peran sentral teknikalisme serta bentuk-bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan

teknikalisme itu.39 Hal ini diperkuat Tilaar, menurutnya bahwa era abad 21

merupakan era ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa support ilmu pengetahuan dan

teknologi suatu masyarakat akan tertinggal dari perubahan. Oleh sebab itu, negara-

negara baik negara maju maupun negara berkembang memberikan perhatian yang

tinggi terhadap pendidikan, khususnya pendidikan sains dan pengembangan

teknologi.40 Mau tidak mau jelas berimplikasi terhadap umat Islam, yang menuntut

dunia madrasah khususnya kurikulum MA harus menyesuikan dengan perkembangan

zaman tersebut.

Menarik untuk diamati bahwa pada tahun 1994/1995, The International

Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA), suatu organisasi

internasional non profit yang berkedudukan di Belanda menyelenggarakan studi

matematika dan sains41 secara bersamaan yang dinamakan The Third International

Mathematics and Science Study (TIMSS). TIMSS diulangi kembali pada tahun 1999

dan Indonesia menjadi salah satu dari 36 negara peserta. Hasil dari TIMSS ulangan

ini menunjukan bahwa di dalam bidang IPA Indonesia berada pada urutan ke-32 dari

39 Suadi Putro, Mohammed Arkoun Tentang Islam dan Modernitas (Jakarta: Paramadina,

1998), 43. 40 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk

Indonesia (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), 51. 41 Lihat, Barry Buzan dan Gerald Segal, Anticipating the Future (t.k.: t.p., 1998), 139.

Page 299: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

279

38 negara peserta. Yang menarik di dalam hasil tersebut ialah 5 terbaik dunia

diduduki oleh Taiwan, Singapura, Hongaria, Jepang dan Korea Selatan. Dalam

bidang Matematika Indonesia berada di urutan ke-34 dari 38 negara peserta.

Kemudian, lima urutan terbaik dunia diduduki oleh Singapura, Korea Selatan,

Taiwan, Jepang dan Belgia.42 Melihat hasil yang seperti ini, Indonesia harus

merenung, bahwa masih ketinggalan dari pada negara-negara lain prestasi IPA dan

Matematikanya. Islam sebagai mayoritas di Indonesia, pastilah merasa bahwa prestasi

ini harus ditingkatkan melalui pendidikan, khususnya adalah pendidikan MA.

Kurikulum MA dituntut untuk direformasi, agar mata-mata pelajaran rumpun iptek

diperkuat, dengan tetap melandaskan diri pada ciri khas ke-Islamannya, sebagai

kekuatan politis madrasah.

Menanggapi persoalan masih tertinggalnya Indonesia dalam prestasi IPA

dan Matematika, Tilaar, memberikan kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan dan

teknologi hanya dapat berkembang apabila dasarnya ialah sains dan matematika

mempunyai mutu tinggi.43 Menurut Baiquni, sains merupakan dua sejoli yang tidak

terpisahkan; sains merupakan sumber teknologi dan teknologi merupakan aplikasi

sains. Sains dapat diartikan sebagai: himpunan rasionalitas kolektif insani, yakni:

himpunan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar.

Sedangkan teknologi adalah sebagai himpunan pengetahuan terapan manusia tentang

proses-proses pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains dalam kegiatan

yang produktif ekonomis.44 Sebagai bahan perbandingan, Hodgson menyebutnya

technicalized, yang berpadanan dengan industrialized, jadi yang dapat diterapkan

42 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk

Indonesia, 51. 43 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk

Indonesia, 52. 44 Lihat, Syaifuddin Sabda, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq: Desain

Pengembangan dan Implementasinya (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), 32. Sains sebagai ilmu pengetahuan manusia pada dasarnya merupakan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam) seperti Biologi, Fisika, dan Kimia dan Social Science (Ilmu Pengetahuan Sosial) seperti Ilmu Sejarah, Ekonomi, Bahasa dan lain-lain.

Page 300: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

280

pada perkembangan teknis bukan hanya dalam pabrik, tetapi juga dalam pertanian,

administrasi, ilmu pengetahuan dan sebagainya.45 Nampaknya Hodgson lebih luas

memberi tafsir teknik/teknologi, karena dapat diterapkan dalam scope lapangan

keilmuan yang lebih luas. Sementara Baiquni memberi tafsir lebih spesifik. Berpijak

pada penjelasan di atas, oleh karenanya, seperti sering disebut oleh Husni Rahim,

bahwa pelajaran Mafikibb di MA harus mendapat prioritas, peningkatan

pembelajaran Mafikibb dan dukungan media pembelajarannya serta peningkatan

SDM guru yang dapat mengajarkan Mafikibb dengan profesional. Yang selama ini

menjadi momok dan ditakuti madrasah.

Kita tahu bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan

hasil modernisasi Barat yang identik dengan sekularisme. Walaupun, Arkoun lebih

mengatakan bahwa modernitas intelektual adalah netral –akan di bahas selanjutnya.

Terkait dengan sekularisme, maka perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di

Barat bersifat dikotomi. Hal ini diperkuat Ziauddin Sardar, bahwa perkembangan

kebudayaan Barat telah menempatkan ilmu pengetahuan dan agama dalam satu

bingkai dikotomi. Atau telah terjadi proses sekularisasi ilmu pengetahuan di dalam

kebudayaan Barat. Seperti kita ketahui di dalam sejarah peradaban Barat Aufklarung

atau abad pencerahan telah melepaskan diri dari dogma-dogma agama pada waktu

itu. Dengan berkembang pesatnya aliran rasionalisme maka kebudayaan Barat

menganggap bahwa ilmu adalah bebas nilai atau ilmu terlepas dari agama.46 Budaya

dikotomi Barat yang demikian jika diteruskan akan mewujudkan, manusia-manusia

yang materialistik.

45 Istilah technicalized, dapat digunakan untuk menandai beberapa sektor atau keseluruhan

dari sebuah masyarakat, dimana unsur-unsur yang dominan berada pada tingkat organisasi sosial, dimana dalam kegiatan intelektual dan praktis, prosedur-prosedur teknik yang dispesialisasi dan dirasionalisasi secara kalkulatif membentuk suatu pola yang saling bergantung dan lebih unggul. Lihat, Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam: Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia Masa Klasik, Edisi Indonesia oleh Mulyadhi Kartanegara (Jakarta: Paramadina, 1999), 72.

46 Lihat, Ziauddin Sardar (ed.), Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim (t.k.: t.p., 2000), 23-25.

Page 301: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

281

Dikotomi ilmu pengetahuan seperti konsep Barat, ditentang Sardar, sebab

menurut Sardar, jika ilmu merupakan bagian dari kebudayaan maka ilmu

pengetahuan bertujuan mencari kebenaran. Kebenaran menurut pandangan Islam,

lanjut Sardar, tidak mungkin merupakan kebenaran mutlak. Sardar selanjutnya

menambahkan, manusia ditugaskan Tuhan untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya

untuk kemaslahatan umat manusia. Dengan demikian, lanjut sardar, ilmu tidak bebas

nilai dan oleh sebab itu merupakan ibadah. Apabila ilmu pengetahuan dan teknologi

merupakan ibadah atau sebagian dari iman dan taqwa, maka dalam proses pendidikan

tidak dapat dibedakan antara ilmu dan taqwa (imtaq).47 Memperhatikan konsep

Sardar ini, maka sejatinya bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Islam adalah

sesuatu yang tidak terpisah dari doktrin Islam artinya tidak terjadi dikotomi. Hal ini

harus menjadi perhatian yang serius bagi kurikulum MA sekarang dan ke depan.

Munculnya penghapusan dikotomi ilmu pengetahuan dan terbentuknya

konsep integrasi ilmu, membuat MA harus mereformasi kurikulumnya, terutama

memelihara kebudayaan Islam di satu sisi serta penelitian ilmiah dan teknologi di sisi

lain.48 Adanya integrasi ilmu pengetahuan, kurikulum MA harus bergeser ke arah

integrasi ilmu yang utuh, artinya terjadi format baru di dalam kurikulum MA, hal ini

merupakan tuntutan. Sehingga ketika para teknolog itu berasal dari orang-orang

madrasah dan didasari spiritual keagamaan yang kuat, maka diharapkan hasil

teknologi itu bermanfaat bagi umat manusia. Seperti diungkapkan Sardar, bahwa

kebebasan akal manusia akan mencari pintu-pintu lainnya agar arah perkembangan

dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan ditujukan kepada pengrusakan

bahkan pembinaan keberadaan manusia di planet bumi ini, tetapi ditujukan pada

kemakmuran, keamanan dan kemaslahatan umat manusia.49 Jika para teknolog

47 Sardar (ed.), Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim, 23-25. 48 Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani,

2003), 243. 49 Baca Sardar (ed.), Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim.

Page 302: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

282

didasari spiritual ke-Islaman yang kuat, niscaya teknologi yang dihasilkannya akan

bermanfaat dan mendatangkan maslahat, tetapi jika tidak maka akan sebaliknya.

Dengan demikian perlu kiranya kurikulum MA yang mengintegrasikan

antara Iptek dan Imtaq, demikian sembari meminjam istilahnya Syaifuddin Sabda.

Dasar kurikulum integrasi MA cukup kuat, yaitu bahwa terdapat dua jenis ilmu, yakni

ilmu yang berasal dari Tuhan (yang bersifat mutlak) dan ilmu yang berasal dari alam,

akal/nalar dan sejarah manusia. Ilmu yang pertama tidak diragukan kebenaran dan

pemakaiannya, sedangkan ilmu yang kedua harus diuji dan diverivikasi kebenarannya

berdasarkan konsep dan nilai Islam. Perlunya pengujian dan verivikasi atas ilmu

pengetahuan yang kedua ini, menurut Kuhn (Filsuf dan Ilmuwan Barat) dan juga

Sardar (Ilmuwan Muslim), keduanya menyatakan bahwa ilmu pengetahuan

sesungguhnya tidak bebas nilai, ia amat ditentukan oleh paradigma penemu atau

pengembang ilmu tersebut.50 Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) itulah yang

berasal dari nalar/akal manusia dan dari alam, sementara yang kebenarannya mutlak

berasal dari Tuhan itu yang disebut rumpun ilmu yang memanifestasikan iman dan

taqwa (imtaq).

Sardar juga membagi tiga pola cara pengintegrasian, dimana ini dapat

menjadi pedoman pengintegrasian kurikulum MA. Pertama, kelompok yang

melegitimasi hasil-hasil sains modern dengan mencari ayat-ayat al-Qur’an yang

sesuai dengan teori dalam sains tersebut. Kelompok ini menganggap sains modern

bersifat universal dan netral serta bebas nilai. Kedua, kelompok yang bekerja dengan

sains modern sambil berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmunya agar

dapat menyaring elemen-elemen yang tidak Islami dan dilakukan Islamisasi. Ketika

sains modern berada dalam masyarakat yang Islami, maka fungsinya termodifikasi,

sehingga dapat dipergunakan untuk kepentingan dan cita-cita Islam. Ketiga,

50 Lihat, S. Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution (California: The University of Chicago Press, 1970), lihat pula Sardar, Jihad Intelektual, Merumuskan Paramiter-paramiter Sains Islam, AE Priyono (Pentj.), (Surabaya: Risalah Gusti, 1969), lihat pula Syaifuddin Sabda, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq: Desain Pengembangan dan Implementasinya (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), 37.

Page 303: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

283

kelompok yang percaya adanya sains Islam dan berusaha membangunnya untuk

melahirkan sains yang benar-benar Islami (sains Islami) yang berangkat dari

paradigma sains Islam.51

Sehingga, ketika konsep Sardar direalisasikan maka dapat digambarkan

secara praktis pemaduan iptek dan imtaq dalam kurikulum MA, yaitu pertama,

pemaduan iptek dan imtaq. Dimana kurikulum mata pelajaran iptek, seperti Biologi,

Fisika, Kimia dan lain-lain dicoba direkayasa ulang dengan memasukan konsep, teori,

nilai-nilai Islami ke dalamnya, baik dalam konsep tujuan, isi/materi, proses maupun

hasil yang diharapkan. Model pemaduannya dapat dilakukan baik dalam bentuk

apologetik, Islamisasi sains, ataupun pembentukan sains Islami. Kedua, pemaduan

imtaq dengan iptek. Yaitu kebalikan yang pertama, yaitu memadukan imtaq –mata

pelajaran PAI– dengan iptek, baik dalam bentuk iptek yang terdapat dalam mata

pelajaran umum, seperti Biologi, Fisika, Kimia, Sejarah, Ekonomi, dan lain-lain atau

konsep dan teori iptek yang ada di luar mata pelajaran resmi tersebut. Dalam rangka

pemaduan mata pelajaran PAI (materi imtaq) ini dengan iptek tersebut dapat

dilakukan dengan cara: a) memadukan materi pelajran PAI dengan materi pelajaran

iptek –IPA dan IPS – untuk saling mendukung guna perluasan wawasan pengetahuan

siswa, dan b) memadukan materi pelajaran PAI dengan konsep/teori iptek di luar

mata pelajaran iptek untuk memberi wawasan terhadap mata pelajaran PAI. Ketiga,

pemaduan iptek dan imtaq secara timbal balik. Konsep kurikulum terpadu dan

konsep keterpaduan iptek dan imtaq adalah bukan sekedar sebuah bentuk organisasi

materi kurikulum atau pembelajaran, tetapi dimaksudkan sebagai sebuah konsep

kurikulum yang memiliki maksud dan rancang bangun yang khusus sesuai dengan

konsep kurikulum terpadu yang dikembangkan oleh berbagai pakar kurikulum

seperti Beane, Kniep, Fogarty, Maurer dan lain-lain.52 Menganalisis konsep ini

51 Sardar, Jihad Intelektual: Merumuskan Paramiter-paramiter Sains Islam, 172-182. 52 Sabda, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq: Desain Pengembangan dan

Implementasinya, 54-55.

Page 304: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

284

maka, keterpaduan yang dimaksud adalah bersifat substansialis, bukan hanya

sekedar simbolik, seperti yang selama ini direalisasikan oleh kurikulum MA pada

umumnya. Sehingga menimbulkan lulusan (outcome) yang mandul, ilmu agamanya

–imtaq– tidak matang, ilmu umumnya –iptek– juga demikian.

Ketika telah terealisasi konsep integrasi kurikulum MA dengan muatan iptek

dan imtaq, maka harus didukung oleh peningkatan dari segala hal –seperti telah

dijelaskan– termasuk media pendidikan yang lebih modern dibanding sebelumnya,

seperti radio, bioskop, televisi, OHP, LCD, berbagai macam surat kabar53 dan media-

media pendidikan yang lebih canggih lainnya, dalam rangka peningkatan kualitas

proses belajar mengajar.

D. Tantangan Modernitas

Semakin lama manusia menginginkan otonomi yang lebih besar dalam

hidupnya, dalam hal ini adalah kemerdekaan, berpikir rasional, dimana kesemuanya

ini dapat menghantarkan perubahan, baik dalam kehidupan beragama, sosial, budaya,

ekonomi dan politik. Apa yang baru saja disebut, sebenarnya merupakan prinsip-

prinsip modernitas, dimana menurut Tariq Ramadan, dalam The West and the

Challenges of Modernity, prinsip-prinsip modernitas meliputi, rasionalitas, perubahan

dan kemerdekaan.54 Jika kurikulum MA, ingin menyesuaikan dengan zaman yang

sedang berkembang, maka harus memenuhi tuntutan modernitas55 ini, yakni

kurikulum tersebut harus rasional, dimana pelajaran Mafikibb yang disebut Husni

Rahim jangan menjadi momok madrasah, karena itu adalah rumpun mata-mata

53 Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani,

2003), 227. 54 Tariq Ramadan, The West and the Challenges of Modernity (Menjadi Modern Bersama

Islam: Islam Barat dan Tantangan Modernitas), edisi Indonesia (Jakarta: Teraju, 2003), 1. 55 Menurut Arnold Toynbee, bahwa modernitas telah mulai menjelang akhir abad ke-15 M,

ketika orang Barat berterima kasih tidak kepada Tuhan tetapi kepada dirinya sendiri atas keberhasilannya mengatasi Kristen abad pertengahan. Lihat, Arnold Toynbee, A Study of History, diringkas oleh D.D. Somervelle (Oxford: Oxford University Press, 1957), 148.

Page 305: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

285

pelajaran yang bersifat rasional. Kurikulum MA harus berani berubah dan bergeser ke

arah yang lebih baik. Serta kurikulum MA harus independen, artinya tidak

ditunggangi kepentingan politik.

Lucian W. Pye menggambarkan modernitas, adalah didasarkan pada

kemajuan teknologi dan semangat memperoleh ilmu pengetahuan (sains), didasarkan

pada pandangan hidup yang rasional, pendekatan sekuler untuk hubungan sosial,

merasa keputusan sosial adalah urusan publik dan di atas semua itu, didasarkan pada

realitas politik.56 Bila implikasi modernitas merambat ke berbagai lapangan

kehidupan, seperti juga godaan kehidupan, seperti diungkapkan Ta>riq Ramad}a>n,

bahwa Barat muncul dengan gambaran yang indah, dimana standar-standar

pendidikan dan kemampuan yang menakjubkan, prestasi teknologi yang luar biasa,

kepedulian atas hak-hak asasi seseorang, kehidupan sehari-hari yang sangat

menyenangkan, berbagai aktivitas waktu luang yang sangat menyenangkan, berbagai

aktifitas waktu luang yang terus berjalan tanpa henti, dan kebebasan dari nilai-nilai

moralitas. Siapapun di dunia ketiga yang, walau sedikit, tidak tertarik oleh semua ini

pastilah bukan manusia.57 Begitu indah gambaran modernitas, bila boleh penulis

katakana laksana “surga dunia”. Tetapi yang menjadi permasalahan, ketika terjadi

efek negatif dari modernitas itu, seperti kebebasan seks, nilai moral yang rendah dan

lain-lain, yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Ini adalah tugas orang-

orang madrasah.

Sebenarnya, sambil meminjam istilahnya Arkoun, ada nilai-nilai modernitas

yang bersifat netral, yaitu ilmu pengetahuan.58 Harus disikapi secara positif oleh

madrasah, sebab modernitas yang oleh Malik Fadjar disebut identik dengan Barat,59

tidak selamanya negatif. Arkoun, membedakan modernitas “material”, modernitas

56 Lucian W. Pye, Aspect of Political Development (Boston: Litle Brown, 1965), 8. 57 Tariq, The West and the Challenges of Modernity, 347. 58 Suadi Putro, Mohammed Arkoun Tentang Islam dan Modernitas (Jakarta: Paramadina,

1998), 44. 59 A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, 19.

Page 306: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

286

“intelektual” dan modernitas “kultural”. Yang pertama berarti kemajuan yang terjadi

pada bingkai luar dari wujud manusia, sedang yang kedua mencakup metode, alat

analisis, dan yang ketiga adalah sikap intelektual yang memberi kemampuan untuk

lebih memahami realitas.60 Yang pertama harus ditangkap oleh orang madrasah

adalah modernitas intelektual, adapun modernitas material dan kultural disesuaikan

dengan nilai-nilai religiusitas Islam. Sehingga modernitas yang berkembang di dunia

Islam lewat perantara orang madrasah dapat berkembang sesuai konsep modernitas

dalam Islam.

Efek modernitas memang cukup terasa, sehingga cukup kelihatan

penampilan seseorang ketika mensikapi modernitas hanya ikut-ikutan tanpa didasari

oleh rasio dan filosofi yang mapan. Hal ini menjadi peringatan bagi ketiga agama

samawi, Yahudi, Kristen dan Islam, sebab pernah terdengar ungkapan Hobbes dan

Nietzche bahwa “modernitaslah yang terutama akan mengguncang agama-agama

besar”.61 Penulis akan lebih berkonsentrasi bagaimana sikap Islam terhadap

modernitas. Sebab ilmu Islam diajarkan di MA, maka orang-orang MA harus

menjadi pelopor modernitas yang sesungguhnya menurut Islam. Jelaslah

sebagaimana teori kedua filosof tadi, bahwa modernisasi pasti akan mengguncang

Islam.

Terkait dengan modernitas ini, menarik mencermati sikap orang Islam

terhadap arus modernitas, Edgar Morin, melaporkan, bahwa dalam waktu-waktu

tertentu, dimulai dari kungkungan masa lalu , Eropa yang sekuler, dunia Islam sekali

lagi menutup diri satu sama lain; penguatan Islam dalam perlawanannya terhadap

Eropanisasi moral yang menghancurkan rakyat Muslim.62 Jelas menurut penulis,

sebagaimana telah diungkapkan Arkoun sebelumnya, bahwa umat Islam harus

menerima modernitas ilmu pengetahuan, dari sini kemudian umat Islam dapat

60 Arkoun, Al-Isla>m, As}ala>h wa Muma>rasah, Khalil Ahmad (pent.), (t.k: t.p., 1986), 42. 61 Tariq, The West and the Challenges of Modernity, 347. 62 Edgar Morin, Power I’Erope (Paris: Gallimard, 1990), 40.

Page 307: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

287

menyesuaikan modernitas material dan kultural sesuai dengan norma-norma Islam,

hal ini tidak berarti bahwa modernitas intelektual dikesampingkan dari nilai-nilai

Islam.

Perdebatan modernitas cukup menarik karena ada yang pro dan kontra, tetapi

setidaknya kita dapat mengambil benang merah dari perdebatan tadi, sembari

meminjam istilahnya Robert C. Wood, bahwa modernisasi –walaupun dalam

bentuknya yang paling lahiriah, yakni usaha peningkatan kesejahteraan material–

merupakan kelanjutan wajar dorongan naluri manusia sendiri untuk mencapai taraf

hidup yang lebih baik.63 Tetapi lagi-lagi, orang madrasah harus dapat mengimbangi

antara faktor naluri manusia dengan nilai-nilai agama yang dipeluknya. Sehingga

tidak terjebak dengan modernisai material semata.

Sedikit kita akan melihat perjalanan historis, modernisasi lembaga

pendidikan Islam. Menurut Fazlur Rahman, dalam Islam and Modernity,

perkembangan modernisasi berbeda antara satu daerah Islam dengan daerah lain. Ia

menyebut empat faktor: (1) budaya daerah dalam menghadapi perluasan politik

Eropa dan dominasi pemerintah dalam menghadapi otoritas kolonial Eropa, (2) watak

organisasi ulama, atau kepemimpinan agama, dan watak hubungan mereka dengan

institusi pemerintahan sebelum kolonial berkuasa, (3) negara membangun pendidikan

Islam serta budayanya sebelum kolonial berkuasa, (4) watak kebijakan kolonial

dalam mempertahankan kekuasaannya –seperti Inggris, Perancis dan Belanda.64

Negara kolonial jelas dalam menjajah negeri-negeri jajahannya tidak hanya

berkeinginan material semata, tetapi bagaimana pula budaya modernitas mereka

dapat diadopsi oleh masyarakat negeri jajahannya. Terkait dengan modernisasi

63 Robert C. Wood, “The Future of Modernizazion”, dalam Myron Weiner (ed.),

Modernization, the Dinamics of Growth (Washington D. C.: Voice of America Forum Lecturers, 1968), 49.

64Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago, London: The University of Chicago Press, 1984), 43.

Page 308: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

288

lembaga pendidikan Islam,65 perubahan tersebut cukup jelas, seperti munculnya

madrasah yang tadinya pesantren, ini adalah usaha modernisasi lembaga pendidikan

Islam. Yang tentunya ide seperti ini berasal dari para sarjana Muslim yang

memparoleh pendidikan Barat.

Malik Fadjar menguatkan hal ini, bahwa pada paro pertama abad ke-20

intervensi budaya dan politik Hindia Belanda, setidaknya mempengaruhi

pembaharuan format madrasah. Demikian pula gerakan internal pembaharuan Islam,

sudah barang tentu merupakan variabel penting dalam pembentukan format

madrasah. Malik mengidentifikasi hal tersebut, seperti meningkatnya kualitas

Madrasah Diniyah, dan madrasah sudah mulai mengajarkan pelajaran umum.66

Kemudian Madrasah Wajib Belajar (MWB) yang mendominasi pelajaran umumnya.

Kemudian munculnya SKB tiga menteri yang mengharuskan MA

mengajarkan 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran agama. Disusul terbitnya

Undang-Undang Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989, yang memasukan MA

sebagai sub sistem pendidikan nasional, yang secara politis madrasah harus

menyesuaikan kurikulumnya dengan kurikulum SMA. Muncul kurikulum 1994,

dimana Departemen Agama dengan menterinya Tarmizi Taher menetapkan MA

adalah SMU berciri khas Islam. Datangnya era reformasi, munculnya masa otonomi

daerah terbit UU Pendidikan No. 20 tahun 2003, dimana kurikulum MA sama persis

dengan kurikulum SMU. Demikian pula munculnya KTSP, kurikulum MA juga sama

persis dengan kurikulum SMA. Ini adalah bukti bahwa kurikulum MA harus

mengikuti tuntutan-tuntutan modernitas, tetapi walaupun demikian kurikulum MA

tetap mempertahankan ciri khas ke-Islamannya.

65 Kerangka dasar yang berada di balik “modernism” Islam secara keseluruhan adalah bahwa “modernisasi” pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan prasyarat bagi kebangkitan kaum Muslimin di masa modern. Karena itu pemikiran dan kelembagaan Islam –termasuk pendidikan– haruslah dimodernisasi, sederhananya diperbaharui sesuai dengan kerangka “modernitas”; mempertahankan pemikiran kelembagaan Islam “tradisional” hanya akan memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum Muslimin dalam berhadapan dengan kemajuan dunia modern. Lihat, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernitas Menuju Milenium Baru, 31.

66 A. Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, 24-25.

Page 309: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

289

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian beberapa bab terdahulu dapat disimpulkan, bahwa

pergeseran kurikulum (Madrasah Aliyah) lebih dominan dipengaruhi faktor politik.

Hal ini tidak berarti bahwa faktor-faktor lain seperti, faktor agama (ideologi), sosial,

ekonomi, dan budaya, tidak ikut berperan dalam mempengaruhi pergeseran

kurikulum (Madrasah Aliyah). Namun di antara faktor-faktor tersebut ada yang lebih

dominan mempengaruhi pergeseran kurikulum (Madrasah Aliyah) yaitu faktor

politik. Biasanya ending dari terjadinya pergeseran kurikulum (Madrasah Aliyah)

ditentukan oleh kebijakan pendidikan, dan kebijakan tersebut muncul untuk

menindaklanjuti undang-undang, sedangkan undang-undang itu biasanya syarat

dengan kepentingan politis.

Kesimpulan ini dikuatkan oleh bebarapa bukti argumen, sebagai berikut:

1. Undang-Undang Pendidikan di Indonesia yang syarat dengan nuansa politis

mengharuskan kebijakan pendidikan untuk menjabarkan undang-undang tersebut.

Hal ini terkait erat dengan pergeseran kurikulum MA. Sehingga tujuan, isi,

pendekatan (metode) dan penilaian kurikulum MA mengalami pergeseran dari

masing-masing periode. Pergeseran metode dan penilaian dalam kurikulum MA

tidak menjadi persoalan krusial, karena pergeseran ini mengarah pada modernisasi,

dalam arti bergeser ke arah yang lebih baik. Tetapi ketika pergeseran tersebut pada

tujuan dan isi kurikulum menjadi problem yang serius, karena ketika kedua

komponen kurikulum MA ini bergeser pastilah harus sesuai dengan dasar ke-

Islaman madrasah yang menjadi fundamen pokok dan merupakan karakteristiknya.

Yang cukup menarik bahwa bergesernya kurikulum MA karena dipengaruhi oleh

undang-undang yang bersifat politis. Indikatornya, ketika tujuan kurikulum MA

adalah untuk mencetak calon ulama (ulu>m al-di>n), tetapi tujuan tersebut tidak

Page 310: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

290

tercapai karena terganjal dengan content kurikulum MA yang senantiasa

meminimalisir pelajaran agama Islam, hal ini dijalankan oleh madrasah (MA)

karena tuntutan undang-undang. Walaupun keadaannya terjepit oleh undang-

undang yang bersifat politis, kurikulum MA tetap mempertahankan ciri yang

melekat padanya dimana merupakan karakteristiknya. Adapun ciri yang melekat

tersebut adalah senantiasa mempertahankan ciri khas ke-Islamannya, yang secara

substansi terkandung dalam tujuan dan isi kurikulum MA.

2. Undang-Undang Pendidikan yang bersifat politis menggiring sistem ganda

(dualistik) dalam pendidikan menjadi satu sistem pendidikan nasional (Undang-

Undang Pendidikan pertama No. 4 tahun 1950 dan kedua No. 2 tahun 1989). Hal

ini terbukti dengan bergesernya kurikulum MA yang semula memprioritaskan

ulu>m al-di>n kemudian lambat laun mengadopsi pelajaran umum yang pada

akhirnya kurikulum MA sama dengan kurikulum SMA pada umumnya. Implikasi

dari realitas yang demikian menyebabkan Diknas mempunyai otoritas yang lebih

dominan. Dengan demikian outcome MA terus diklaim lebih rendah kualitasnya

dari pada output SMA. Namun perlu menjadi catatan, bahwa setelah munculnya

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 30,

pendidikan agama dengan tujuan menciptakan ahli agama (ulama) dapat

diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat. Dengan

demikian Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) dengan kurikulum dominan mata

pelajaran agama Islam di bawah otoritas Kementerian Agama dapat direalisasikan,

maka secara substansi tujuan dan content awal kurikulum MA tidak hilang, hal ini

hendaknya menjadi perhatian bagi Kementerian Agama, agar meningkatkan

kualitas pendidikan yang di bawah kewenangannya. Selanjutnya kebijakan

pemerintah dalam bidang pendidikan cukup efektif mempengaruhi pergeseran

kurikulum MA. Dimana berdasarkan data yang penulis kumpulkan terjadi

pergeseran kurikulum MA yang secara spesifik dapat diketahui pergeserannya dari

komponen-komponen kurikulum MA. Semua komponen kurikulum MA sejak

Page 311: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

291

tahun 1950–2006 (UU pendidikan pertama sampai ketiga) baik tujuan, isi, metode

maupun penilaian terjadi pergeseran.

3. Alur pergeseran kurikulum MA cukup jelas, bahwa sebelum muncul kurikulum

1975 kurikulum MA beragam dengan tetap mempertahankan ciri khas ke-

Islamannya. Namun setelah muncul kurikulum 1975 (kurikulum SKB tiga

menteri), kurikulum MA menjadi seragam, dimana mengajarkan kurang lebih 30%

pelajaran agama dan 70% pelajaran umum, persyaratan ini mutlak, ketika

madrasah ingin diakui sebagai sub sistem pendidikan nasional (UU pendidikan

No. 4 Tahun 1950 dan UUSPN No. 2 Tahun 1989). Dan perlu menjadi catatan

penting bahwa kurikulum MA menjadi beragam kembali setelah munculnya

UUSPN No. 20 Tahun 2003, yaitu pendidikan agama dengan menciptakan ahli

agama (ulama) dapat diselenggarankan oleh pemerintah dan/atau kelompok

masyarakat, dengan demikian MAK dapat payung hukum, hal ini dapat

disimpulkan bahwa keragaman kurikulum madrasah setelah munculnya UUSPN

Tahun 2003 secara politis dinaungi undang-undang.

B. Saran

Ada beberapa hal yang perlu direkomendasikan atau disarankan dalam

penelitian ini:

1. Sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka kebenaran yang dihasilkan dari penelitian

ini bersifat relatif, dan memiliki berbagai keterbatasan. Maka diharapkan

penelitian-penelitian selanjutnya khususnya tentang kurikulum Madrasah Aliyah

dapat menyempurnakan kebenaran penelitian ini.

2. Sepanjang pengetahuan penulis penelitian tentang pergeseran kurikulum madrasah

belum begitu banyak. Terlebih ketika tema sentralnya Madrasah Ibtidaiyah (MI),

Madrasah Tsanawiyah (MTs), MA dengan berbagai macam ragamnya dan STAIN,

IAIN maupun UIN. Maka perlu diperbanyak penelitian tentang tema-tema

tersebut, agar kebenarannya lebih akurat dan dapat diketahui kemajuan serta

kemunduran kurikulum madrasah.

Page 312: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

292

3. Bila merujuk pada komponen-komponen kurikulum, masih banyak bidang kajian

tentang pergeseran kurikulum, seperti tujuan, isi, metode dan evaluasi kurikulum.

Hal ini perlu penelitian khusus secara mendalam tentang komponen-komponen

tersebut, yang selanjutnya menjadi pedoman pengembangan madrasah.

4. Perlu dibuka jurusan kurikulum di STAIN, IAIN maupun UIN, sehingga

memunculkan sarjana-sarjana yang ahli dalam bidang kurikulum pendidikan

Islam. Karena, para ahli kurikulum pendidikan Islam di Indonesia penulis pikir

belum terlalu banyak, tidak seperti di Barat.

5. Karena kajian kurikulum erat juga dengan politik pendidikan, maka perlu juga

dibuka jurusan baru di STAIN, IAIN dan UIN, yaitu jurusan Politik Pendidikan

Islam. Politik Pendidikan Islam jangan hanya menjadi wacana saja dalam dunia

madrasah, tetapi riil kita mempunyai ahlinya.

6. Perlu menjadi perhatian bagi Kementerian Agama pada khususnya yang

mempunyai kewenangan dalam pendidikan madrasah, bahwa munculnya Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 membuka peluang bagi

kementerian tersebut untuk secara konsentrasi mengurusi MA Umum, MA

Ketrampilan, MA Keagamaan dan MA Diniyah. Karena MA Keagamaan telah

diatur oleh pasal khusus, sehingga membuka kelonggaran dan otoritas khusus,

untuk mengelola MA Keagamaan secara profesional, sehingga para calon ulama

ahli agama (ulu>m al-di>n) dapat di ciptakan dari sini.

Page 313: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

293

DAFTAR PUSTAKA Abu-Duhou, Ibtisam, School-Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah),

Jakarta: Logos, 2002. Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Ahmad, H.M., Pengembangan Kurikulum, Bandung: Pustaka Setia, 1998. Ahid, Nur, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, Kediri: STAIN Kediri Press,

2009. Ahmed, Samina, Extreme Madrasahs, Harvard International Review Winter:

Academic Research Library, 2009. Akhwan, Muzhoffar, Pengembangan Madrasah sebagai Pendidikan untuk Semua,

dalam El-Tarbawi (Jurnal Pendidikan), No. 1 Vol. 1 2008. Alberty, Harold B., dan Elsie J. Alberty, Reorganizing The High-School Curriculum,

New York: The Macmillan Company, cet. Ke 3, 1962. Almond dan G.B. Powell, System, Process, and Policy, Comparative Politics, Boston

dan Toronto: Litle, Brown dan Company, 1978.

Aly, Hery Noer dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2003.

Anfara, Vincent A.dan Sandra L. Stocki (ed.), Midle School Curriculum, Instruction

and Assesment, Us: Information Age Publishing Inc., 2002. Angus, L., Scooling For Social Order: Democracy, Equality and Social Mobility in

Education, Victoria: Deakin University Press, 1986. Al-‘Anizy, Yu>suf, Mana>hij al-Bahthu al-Tarbawi bain al-Nad}ariyah wa al-

Tat}biqiyah, Beirut: Maktabah al-Falah li al-Nashri wa al-Tauzi‘i, 2005.

Anwar, M. S., Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang Cendekiawan Musli>m Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995.

Page 314: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

294

Anwar, “Politik Islam di Tengah Isu Suksesi” (Peristiwa Utama), Ummat, 1995. Apple, Michael W., Educating The "Right" Way Market, Standards, God, and

Equality, New York dan London: Routledge Taylor dan Francis Group, cet. Ke-2, 2006.

--------, Ideology and Curriculum, New York and London: Routledge Falmer, 2004. Ardi, Munawaratul, Surau: Lembaga Pendidikan Islam Tradisional pada Masa

Kontemporer di Padang Pariaman (Disertasi Doktor), Jakarta: t.p., 2008. Arifin, M, Kapita Selekta Pendidikan, Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara,

1995. Arif, Mahmud, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKiS, 2008. Asanuma, Shigeru, “Japanese Educational Reform for the 21st Century: The Impact of

The New Course of Study Toward the Postmodern Era in Japan”, dalam William F. Pinar (ed.), International Handbook of Curriculum Research, London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 2003.

Assegaf, Rachman, Politik Pendidikan Nasional; Pergeseran Kebijakan Pendidikan

Islam dari Proklamasi Ke Reformasi, Yogyakarta: Kurnia kalam, 2005. Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999. Asyraf, Syed Ali, New Horison in Muslim Education, Cambridge: Hodder dan

Staughton The Islamic Academy, 1985.

Asy’arie, Musa, Keluar dari Krisis Multidimensi, Yogyakarta: LESFI, 2001.

Al-Attas, Naquib, Islam and Secularism, terj. Karsijo Joyosumarno, Bandung: Pustaka, 1998.

Azra, Azyumardi, Dina Afrianty, and Robert W. Hefner, “Pesantren and Madrasa:

Musli>m Schools and National Ideals in Indonesia”, dalam Robert W. Hefner and Muhammad Kasim Zaman (ed.), Schooling Islam, The Culture and Politics of Modern Muslim Education, United State of America: Princeton University Press, 2007.

Page 315: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

295

Azra, Azyumardi, dan Saiful Umam (Ed.), Menteri-menteri Agama RI, Biografi Sosial Politik, Jakarta: INIS, 1998.

Azra, Azyumardi, Paradigma Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi,

Jakarta: Buku Kompas, 2002. --------, Surau, Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi,

Jakarta: Logos, 2003.

--------, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: logos, 1999.

--------, “Sosialisasi Politik dan Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Komunikasi Dunia Perguruan Madrasah, Vol. I, Nomor, 02/1/1997.

--------, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Rajawali Pers, 1999.

al-Babat}in, ‘Abd Al-‘Aziz ‘Abd al-Wahab, Al-Tadri>s Min Ajli Tanmiyah al-Tafki>r,

Riyad: Maktabah al-Tarbiyah al-‘Arabi Li> Daul al-Kha>lij, 1416 H / 1995 M.

Badawi, M.A. Zaki, “Traditional Islamic Education – Its Aims and Purposes in

Present Day”, dalam Syed Muhammad al-Naquib al-Atas (ed.), Aims and Objectives of Islamic Education, Jeddah: King Abdul Aziz University, 1979.

Baldock, Peter, The Pleace of Narrative in The Early Years Curriculum, How The

Tale Unfolds, London dan New York: Routledge, 2006. Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988. Barrow, Robin, Giving Teaching Back to Teacher: A Critical Introduction to

Curriculum Theory, Totowa, NJ: Barnes and Noble. Beauchamp, G. A., Curriculum Theory: Meaning, Development, and Use. Theory

Into Practice, tk: tp, 1982.

Berkes, Niyazi, The Development of Secularism in Turkey, Montreal: McGill University Press, 1964.

Page 316: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

296

Bevis, EM. Olivia, A New Direction for Curriculum Development For Professional Nursing: A Paradigm Shif From Training to Education, Athens, Georgia: The Chicago University Press, 1990.

Billings, G. Ladson, Reading Between the Lines and Beyond the Pages: A Culturally

Relevant Approach to Literacy Teaching. Theory Into Practice, tk: tp, 1992.

Blunt, E., (ed.), Social Service in India, India: H.M. Stationery Office, 1939. Boechari, Sidi Ibrahim, Pengaruh Timbal Balik Antara Pendidikan Islam dan

Pergerakan Nasional di Minangkabau, Jakarta: Gunung Tiga, 1981.

Boland, B. J., Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970, Jakarta: Grafiti Pers, 1982. Boyle, Helen N., Qur’anic Schools, Agents of Preservation and Change, New York

and London: Rountledge Falmer, 2004. Botkin, J., M. Elmandjra, dan M. Malitza, No Limits to Learning: Bridging The

Human Gap, A Report to the Club of Rome, New York: Pergamon Press, 1978.

Bower, C., The Promise of Theory: Education of Politics of Cultural Change, New

York: Longman, 1984. Bradjanegara, Sedjarah Pendidikan Indonesia, Jogjakarta: Badan Konggres

Pendidikan Indonesia, 1965. Bridges, T., Multiculturalism as a Postmodernist Project, Inquiry Critical Thinking

Across the Disciplines, tk.: tp., 1991. Brooks, Jacqueline Grennon dan Martin G. Brooks, In Search of Understanding The

Case For Constructivist Classrooms, Alexandria, Virginia: Association For Supervision and Curriculum Development, 1993.

Brown, M. E., & Ganguly, S. (eds), Government Policies and Ethnic Relations in Asia and The Pasific, Harvard University: The Center of Science and International Affair, John F. Kennedy School of Goverment, 1997.

Brumbaugh, Robert S., dan Nathaniel M. Lawrence, Philosopher on Education, Six

Essays on the foundations of Western Thought, Boston: Houghton Mifflin Company, 1963.

Page 317: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

297

Buzan, Barry dan Gerald Segal, Anticipating the Future, t.k.: t.p., 1998. Carroll, J., A Model of School Learning, Teacher College Record, 1963.

Carpenter, W. S., Introduction to John Locke, Two Treatises of Civil Government, London: J.M. Dent dan Son Ltd., 1962.

Carvallo, Bosco, dan Dasrizal (ed.), Aspirasi Umat Islam Indonesia, Jakarta: Leppenas, 1984.

Clandinin, J. D. dan F. M. Connelly, “Teachers as Curriculum Maker”, dalam

Handbook of Research on Curriculum, (Ed) P. Jackson, New York, Macmillan: Publishing Co., 1992.

Coleman, James S., (ed.), Education and Political Development, Princeton: Princeton

University Press, 1965. Cooper, Bruce S., Lance D Fusarelli, E. Fance Randall, Better Policies, Better

Schools Theories and Application, USA: Pearson, 2004. Connelly, F. M. dan F. Elbaz, “Conceptual Bases for Curriculum Thought: A

Teacher’s Perspective”, dalam Considered Action for Curriculum Thought, Alexandria: Fashay, A. W., Yearbook of the Association for Supervision and Curriculum Development, 1980.

Cox, Havey, The Secular City, New York: The MacMillan Company, 1966. Cuban, Larry, dalam Philip W. Jakcson (ed.), Hand Book of Research on Curriculum,

New York: Macmillan Publishing Company, 1999. Daud, Afrianto, “Madrasah dan Tantangan Dunia Global”, dalam Singgalang, 17

September 2004. Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2007. Daniel dan Laurel N Tanner, Curriculum Development: Theory into Practice, New

York: Macmillan Publishing Co, 1980.

Page 318: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

298

Danim, Sudarwan, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Darder, A., Culture and Power in the Classroom, New York: Bergin and Garvey,

1991. Dawam, Ainurrafiq, Emoh Sekolah, Yogyakarta: Inspeal Ahimsa Karya Press, 2003. Departemen Agama RI,, Madrasah Aliyah Kejuruan Arah dan Prospek

Pengembangan, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004.

--------, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, Jakarta: Direktorat

Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001. --------, Himpunan Peraturan Perundangan Produk Departemen Agama RI tahun

1967, Jakarta: Biro Hukum dan Humas Depag RI, 1983. --------, Problematika Madrasah, Jakarta: Direktorat Jenderal Dapartemen Agama RI,

2001. --------, Satuan Pendidikan Madrasah Aliyah Keagamaan, Jakarta: Direktorat

Jenderal Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam, 2001. --------, Madrasah Aliyah Keagamaan, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan

Agama Islam, 2001. --------, Madrasah Aliyah Program Ketrampilan, Jakarta: Direktorat Jenderal

Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2001. --------, Developmen of Madrasah Aliyah Project, Jakarta: Direktorat Jenderal

Kelembagaan Agama Islam, 2002. --------, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan

Perkembangannya, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003.

--------, Sejarah Madrasah, Jakarta: Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah, 2000. --------, Sejarah Madrasah, Pertumbuhan, Dinamika dan Perkembangannya di

Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam melalui Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah Tahun Anggaran 1999/2000, 1999.

Page 319: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

299

--------, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, Jakarta: Direktorat

Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag RI, 2001. --------,“Rekapitulasi Kurikulum” 1973 untuk MIN 7 Th, MTs AIN 3 Th, dan MAAIN,

Direktur Bimas Islam Departemen Agama RI, Al-Manak, 1974, Jakarta: 1974.

--------, Kurikulum Madrasah Aliyah 1975, Garis-garis Besar Program Pengajaran

(GBPP), Jakarta: Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 1976. --------, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan Penyuluhan

dan Penilaian, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1976. --------, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Madrasah Aliyah, Jakarta: Dirjen Binbaga

Islam, 1988/1989. --------, Himpunan Peraturan Perundang--undangan Sistem Pendidikan Nasional,

Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1991/1992. --------, Panduan Kurikulum Madrasah Aliyah 1994, Jakarta: Depag RI, 1994. --------, Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1994, Landasan, Program dan

Pengembangan, Jakarta: Depag RI, 1993. --------, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional

(Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah), Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1999/2000.

--------, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan Madrasah Model, Jakarta:

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002. --------, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, Jakarta: Dirjen Binbaga

Islam, 2004. --------, Landasan dan Standar Nasional Kurikulum Pendidikan Keagamaan: Satuan

Pendidikan Madrasah Aliyah Keagamaan, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2001.

--------, Standar Isi Madrasah Aliyah, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006.

Page 320: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

300

--------, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004 untuk RA, MI, MTs dan MA, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2004.

--------, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah,

Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2007. --------, Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi

Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam di Madrasah, Jakarta, Depag RI, 2008.

--------, Peranan Departemen Agama dalam Revolusi dan Pembangunan Bangsa,

Jakarta: Dep. Agama RI, 1965. --------, Kurikulum 2004, Pedoman Khusus Fiqh Madrasah Aliyah, Jakarta:

Direktorat Jenderal Kelambagaan Agama Islam, 2004. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Umum

Tingkat Atas (SMTA), Garis-garis Besar Program Pengajaran, Jakarta: Balitbang Depdikbud, 1988.

--------, Kamus Bahasa Indonesia II, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa Dep. P & K, 1983 --------, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMTA), Garis-garis Besar

Program Pengajaran, Jakarta: Balitbang Depdikbud, 1988. --------, Rencana Pendidikan dan Pengajaran SMA, Jakarta: Direktorat Pendidikan

Umum, Kejuruan dan Kursus-kursus, 1969. --------, Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975 Buku 1: Bidang Studi

Ketentuan-ketentuan Pokok, Jakarta: Depdikbud RI, 1975. --------, Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975, Pedoman Pelaksanaan

Kurikulum, Buku: III B, Pedoman Penilaian, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1979.

--------, Kurikulum 1984 Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA), Landasan,

Program, dan Pengembangan, Jakarta: Depdikbud RI, 1984. --------, Kurikulum 1994 Pendidikan Menengah, Pedoman Umum Pelaksanaan

Kegiatan Belajar Mengajar Sekolah Menengah Umum (SMU), Jakarta:

Page 321: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

301

PUSKUR dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan kebudayaan, 1994.

DeZure, Deborah, “Innovations in The Undergraduate Curriculum” dalam James W

Guthrie (ed.), Encyclopedia of Education, New York: Thomson, 2003. Djamaludin, Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka

Setia, 1999. Djamal, Murni, DR. H. Abdul Karim Amrullah: His Influence in The Islamic Reform

Movement in Minangkabau in The Early Twentieth Century, (DR. H. Abdul Karim Amrullah: Pengaruhnya dalam Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau pada Awal Abad ke-20) edisi Indonesia, Jakarta: INIS, 2002.

Djamas, Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, Jakarta: Rajawali Press, 2009.

Dhoofier, Zamakhsyari, K.H. Hasyim Asy’ari, Penggalang Islam Tradisional, Prisma

I, Januari 1984. Durkheim, E., “The Nature of Education”, dalam B. A. U. Levinson, K. M. Borman,

M. Eisenhart, M. Foster, A. E. Fox, dan M. Sutton (Eds.), Schooling the Symbolic Animal: Social and Cultural Dimensions of Education, Lanham, MD: Rowman dan Littlefield, 2000.

Drost, Sj. J., Dari KBK Sampai MBS, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, cet. Ke-

3, 2006. Easton, D, A Framework for Political Analysis, New York: Prentice-Hall, 1965. Echls, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia,

1996. Education, Ministry of, Educational Policy in the Kingdom of Saudi Arabia, Saudi

Arabia, 1980. Eisner, Elliot W., The Educational Imagination on The Design and Evaluation of

School Programs, USA: Merrill Prentice hall, cet. Ke-3, 2002. Ellena, William J. (Ed.), Curriculum Handbook For School Ececutives, Arlington,

Virginia: AASA, 1973.

Page 322: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

302

Ellis, C., Fundamental of Human Learning, Memory, and Cognition, University of New Mexico: Wim. C. Brown Company Publishers, 1978.

Enns, Carolyn Zerbe dan L. Sinacore (ed.), Teaching and Social Justice, Integrating

Multicultural and Feminist Theories, Washington, DC: American Psychological Association, 2002.

Erickson, R., dan J. Schultz, (1982). The counselor as Gatekeeper: Social Interaction

Interviews, New York: Academic Press, 1982. Fahmi, Asma Hasan, Maba>di al-Tarbiyah al-Isla>miyah (Sejarah dan Filsafat

Pendidikan Islam) edisi Indonesia, (Pent. Ibrahim Husein), Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Fadjar, A. Malik, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan, 1999. --------, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fadjar Dunia, 1999. Faisal, Jusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Feinberg, Walter, dan Jonas F. Soltis, School and Society, New York and London:

Teachers College Press, 2004. Feillard, Andre, NU Vis-à-vis Negara, Pencarian Isi, Bentuk dan Makna, Yogyakarta:

LkiS, 1999. Fischer, Joseph, The Social Sciences and the Comparative Study of Educational

Systems, Scranton, Pennsylvania: International Textbook Company, t.t. Flinders, David J., dan Stephan J. Thornton, The Curriculum Studies Reader, New

York dan London: Routledge Falmer, 2004. Fisher, C. A., South-East Asia: A Social Economic and Political Geography, London:

Methuen & Co. Ltd., 1967. Frank, James M. Mahan, Observations on Innovation in Elementary School,

Interchange 3, nos. 2-3, 1972. Freire, Paulo, Cultur Action For Freedom, Massachusetts: Harvard Educational

Review and Center For Studi of Development and Social Change, 1970.

Page 323: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

303

Gallaher, Jr. Art: Directed Change in Formal Organizations: The School System, Change Processes in the Public Schools, Eugene, Ore: The Center For The Advanted Study of Educational Administration, 1995.

Gorton, Richard A., Gail Thierbach Schnaider, School-Based Leadership Challenges

and Opportunities, USA: WM. C. Brown Publisher, 1976. Gestwicki, Carol, Home, School, and Community Ralations, Canada,: Thomson, cet.

Ke-7, 2007. Girouk, H. A., A.N. Penna dan W.F. Pinar, Curriculum and Instruction Alternatives

in Education, California: McCutchan Publishing Corporation, 1981. Giroux, H. A., Ideology, Culture, and The Process of Schooling, Philadelphia:

Tempel University and Falmer Press, 1981. Al-Hadi, Al-Ustadh ‘Abd, Ta‘li>m wa Ta‘li>m al-Lughah al-‘Arabiyah wa

Thaqafatuha>, Dirasah Naz}ariyah wa Maida>niyah fi> Tas}khis}i al-‘Uqubati –Iqtarahin Maqa>ribati wa Mana>hiji Didaktikiyyah– Bina Tas}nif Thalasa al-Ib‘adi fi al-Ihda>fi al-Saniyah, T.K: ‘Arabian al-Hilal, 1994.

Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. --------, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2006.

--------, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Rosda, 2009. Harms, Thelma, Change – Agent in Curriculum, Young Children 29, No. 5 July 1974. Harris, K., Education And Knowledge: The Structured Misrepresentation of Reality,

London: Routledge, 1979. Hasan, S. Hamid, Evaluasi Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008. Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet ke-

2, 2002. --------, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999. Hefner, Robert W. (Ed.), Making Modern Muslim: The Politics of Islamic Education

in Southeast Asia, Honolulu, HI: University of Hawa’i Press, 2009.

Page 324: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

304

Hefner, R. Islam, State and Civil Society: ICMI and The Struggle for the Indonesian

Midlle Class, Indonesia, 56, t.k: t.p., 1993. Herlanti, Y., Kurikulum Pendidikan Indonesia dari Zaman ke Zaman. (2008)

yherlanti.wordpress.com. 17/07/2010. Hitti, Pihlip K., History of The Arabs, London: Macmillan,1974.

Hodgson, Marshall G. S., The Venture of Islam: Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia Masa Klasik, Edisi Indonesia oleh Mulyadhi Kartanegara, Jakarta: Paramadina, 1999.

Howard, Judith, Curriculum Development, Elon University: Center for the

Advancement of Teaching and Learning, t.t. Hornby, Oxford Advenced Learner’ Dictionary, Oxford University Press, 1989. http://kesadaransejarah.blogspot.com/2007/11/kurikulum-pendidikan-kita.html.

07/01/2010. http://www.uny.ac.id/akademik/sharefile/files/26042007172801_333pkn.doc.

25/03/2010. http://www.infodiknas.com/manfaat-tujuan-pembelajaran-khusus-dalam-proses-

belajar-mengajar. 26/05/2010. http://rbaryan.wordpress.com/2007/05/16, “Bagaimana Perjalanan Kurikulum

Nasional”. 07/05/2010. http://mypandhawa.blogspot.com/2009/03/biografi-kyai-hasyim-muzadi.html.

24/09/2010. http://naifu.wordpress.com/2010/07/dr-h-tuty-alawiyah/. 24/09/2010. http://fithab.multiply.com/journal/item/245. Biografi H. Agus Salim. 24/09/2010. http://beritaakbar.blogspot.com/2009/03/biografi-muhammad-natsir-1908-1993.html.

Oleh Sofwan Karim. 24/09/2010. http://duniakaryautama.blogspot.com/2010/07/biografi-prof-dr-abdul-mukti-ali.html.

24/09/2010.

Page 325: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

305

http://diyya.wordpress.com/2009/06/29/munawir-sjadzali/. 24/09/2010. http://mahmudi.multipli.com/review/item/24. Reiview Biografi Prof. Dr. Azyumardi

Azra, MA. 24/09/2010. http://wikipedia.org/wiki/Abdul_Malik_Fadjar. 24/09/2010. Illich, Ivan, Deschooling Society, New York: Harper & Row, 1972. Irawan, Prasetya, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan

Praktis Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti, Jakarta: STIA-LAN, 2000.

Iskandar, Tengku, Kamus Dewan, Malaysia: Art Kuala Lumpur, 1970. Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam jilid II, Jakarta: Ikhtiar Baru

Van Hoeve, 1993. Ismail SM dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Jalaludin, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta: Kalam Mulia, 1990. Jakcson, Philip W. (ed.), Hand Book of Research on Curriculum, New York:

Macmillan Publishing Company, 1999. Jumhur dan Danasaputra, Sejarah Pendidikan di Indonesia Khsusus Madrasah,

Bandung: CV. Ilmu, 1976. Al-Jundudi, Sa‘id, Al-Duru>r al-Nad}id ‘Ala> Kitab al-Tauhi>d, Saudi Arabia: t.p, 1978. James, Beane A. (Ed.), Toward A Coherent Curriculum, Alexandria, Virginina:

ACCD. Jasin, Anwar, “Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa

Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, Disertasi IKIP Jakarta, 1983.

Jeynes, William, Religion, Education, and Academic Success, USA: Information Age

Publishing, 2003.

Page 326: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

306

Karier, Clarence J., Elite Views on American Education, Education and Social Structure in the Twentieth Century, Walter Laquer and George L. Mosse, (eds), New York: Harper Torchbooks, 1967.

Karyadi, Benny, ”Kurikulum Sekolah Umum” dalam Konvensi Nasional Pendidikan

II, Kurikulum Untuk Abad Ke-21, Jakarta: Grasindo, 1994. Kaviani, Khodadad Khodi, “Influences on Social Studies Teachers’ Issue-Selection

for Classroom Discussion: Social Positioning and Media”, dalam Social Studies Research and Practice, Volume 1, Number 2, Summer, 2006.

Kertanegara, Mulyadi, Integrasi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam, Jakarta: UIN

Press, 2003. Kindsvatter, Richard, William Wilen, Margaret Ishler, Dinamics of Effective

Teaching, USA: Longman Publisher, 1996. Kelly, A.V., The Curriculum Theori and Practice, London: Sage Publications, 2004.

Klein, M.F., Curriculum Reform in The Elementary School, New York & London:

Teacher College Pres, 1989. Krishnamurt, J., Education and Significance of Life, San Fransisco: Harper and Row,

1953. Kuhn, S. Thomas The Structure of Scientific Revolution, California: The University

of Chicago Press, 1970. Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, Jakarta:

Teraju, 2004. Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas

Riset, Jakarta: UIN Press, 2006. Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru,

2003. --------, Pendidikan Islam pada Abad ke 21, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003. Lauren dan Klopfer, Toward The Thinking Curriculum: Curren Cognitive Research,

ASCD Publication, 1989. Lauridsen, B. S. M. S. Dawn A. What Are Teachers’ Perception of The Curriculum

Development, New York: The Ohio State University press, 2003.

Page 327: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

307

Lekkerkerker, C., Land en Volk van Sumatra, Leiden: N.V. Boekhandel en Drukkerij,

1916. Lewis, Bernard, The Political Language of Islam, Chicago, London: Chochago

University Press, 1988. Levinson, B. A. U., “Whither the Symbolic Animal? Society, Culture, and Education

at The Millennium”, dalam B. A. U. Levinson, K. M. Borman, M. Eisenhart, M. Foster, A. E. Fox, dan M. Sutton (Eds.), Schooling the Symbolic Animal: Social and Cultural Dimensions of Education, Lanham, MD: Rowman & Littlefield, 2000.

Light, Greg, dan Roy Cox, Learning and Teaching in Higher Education, London:

Paul Chapman Publishing, 2001. Longstreet dan Shane, Curriculum For a New Millenium, Boston, London: Allyn dan

Bacon, 1993. Ma’arif, Ahmad Syafi’i, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1985. MacIntyre, Alastair, Against the Self Images of the Age, New York: Shocken Books,

1971. Madaus G., dan T. Kellaghan, “Curriculum Evaluation and Assessment”, dalam P.

Jackson (Ed.), Handbook of Research on Curriculum, New York: Macmillan, 1992.

Madjid, Nurcholish, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Jakarta: Paramadina, 1999. Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, 1999. Makmun, Abin Syamsuddin, Psikologi Pendidikan. (Bandung: Rosda Karya Remaja,

2003). Maeroff, G. I., The Empowerment of Teachers, (New York: Teachers College Press,

1988. Maran, Rafael Raga, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Mastoon, Herma Rosenfeld, Curricululm Reform in The Art Humanities in

Pennsylvania: An Evaluation, tk: Temple University Press, 1989.

Page 328: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

308

Mas’ud, Abdurrahman, Menggagas Pendidikan Nondikotomik: Humasnisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Gama Media, 2002.

McNeil, L, Contradictions of Control, New York: Routledge dan Kegan Paul, 1989. McNeil, John D., Curriculum A Comprehensive Introduction, Boston, Toronto: Little,

Brown and Company, tt. Meier, Kenneth J., “School Boards and the Politics of Education Policy”, dalam

Christina Wolbrecht And Rodney E. Hero (Ed.), The Politics of Demokratic Inclusion, Philadelphia: Temple University Press, 2005.

Merry, Michael S., Culture, Identity, and Islamic Schooling: A Philosophical

Approach, Macmillan: Palgrave, 2007 Milner, Andrew, “Change or charity”, Alliance, Vol. 8 No. 3, September 2003, 21-24. Mirenda, Rosalie M, A Conceptual - Theoretical Strategy For Curriculum

Development in Baccalaureate Nursing Programs, tk: Widener University Press.

Montgomery, Patricia C., “Toward Freedom in Education: A Survey of Independent

Alternative School”, Unpublished Doctor’s Dissertation Wayne State University, Detroit, Michigan, 1980.

Montesquieu, The Spirit of Laws, dalam D.W. Carrithers (ed.), Compedium of the

first English Edition, Barkeley dan Los Angeles: University of California Press, 1977.

Morin, Edgar, Power I’Erope, Paris: Gallimard, 1990. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah,

Madrasah dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Rajawali Pers, 2005. --------, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan

Kurikulum Hingga Redefinisi Isla>misasi Pengetahuan, Bandung: Nuansa, 2003.

--------, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada

Sekolah dan Madrasah, Jakarta: Rajawali Pers, 2008. --------, “Madrasah Menatap Peradaban Global”, makalah disajikan pada seminar di

Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo, Sabtu 8 Maret 2003.

Page 329: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

309

Muhaimin et. al., Paradigma Pendidikan Islam, Upaya mengefektifkan Pendidikan

Agama di Sekolah, Bandung: Rosdakarya, 2002. Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah , Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Mulyasa, E., Implementasi Kurikulum 2004, Panduan Pembelajaran, Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya, 2006. --------, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Suatu Panduan Praktis, Bandung:

Rosda, cet. Ke 3, 2007. --------, Kurikulum Yang Disempurnakan Pengembangan Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar, Bandung: Rosda, 2006. --------, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi,

Bandung: Rosda, 2003. --------, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung:

Rosda, 2005. More, Alex, Schooling, Society and Curriculum, London dan New York: Routledge,

2006. Mudzhar, M. Atho, “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural”, dalam Edukasi

(Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan), Volume 4, Nomor 1, Januari-Maret, 2006.

Mulkhan, Abdul Munir, “Dilema Madrasah di Antara Dua Dunia”, dalam Jamaluddin

(ed.), Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah, Ciputat: Logos, 2003. Al-Munawar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-nilai al-Qur’an dalam Sistem

Pendidikan Islam, Ciputat: Ciputat Press, 2005. Muslich, Masnur, Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan, Dasar Pemahaman dan

Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Muslimin, JM., “Tradisi Ilmiah dalam Masyarakat Islam: Sejarah, Institusi dan

Tantangan Perubahan”, dalam, Kusmana dan JM. Muslimin (ed.) Paradigma

Page 330: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

310

Baru Pendidikan: Restropeksi dan Proyeksi Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2008.

--------, “Tradisi Ilmiah Dalam Masyarakat Islam: Sejarah Institusi dan Tantangan

Perubahan”, dalam Kusmana dan JM. Muslimin (ed.), Paradigma Baru Pendidikan: Restropeksi dan Proyeksi Modernisasi Pendidikan Isla>m di Indonesia, Jakarta: IIESP, 2008.

Naim, Quo Vadis Pendidikan Madrasah, Jakarta: Republika, 31 Oktober 1996. Naim, Ngainun, dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural, Konsep dan Aplikasi,

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008. Nasional RI, Departemen Pendidikan, Pelayanan Profesional Kurikulum 2004,

Pedoman Penilaian Kelas, Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas, 2004. Nasution, S., Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. --------, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Nata, Abudin, Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: UIN Press, 2006. --------, (ed.), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga

Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2001. Niles, William A., Pennsylvania Superintendents Perception of Their Role In

Curriculum Development and The Improvement of Instruction, Temple: University Board, 1986.

Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942, Jakarta: LP3ES,

1996. Neil, John D., Mc., Curriculum A Comprehensive Introduction, Boston Toronto:

Little, Brown and Company, t.t Nurdin, Syafruddin, dan Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi

Kurikulum, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. --------, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam

Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Quantum Teaching, 2005.

Page 331: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

311

Al-Nur, Farnis ‘Abd, al-Tarbiyah wa al-Mana>hij, Al-Qa>hirah: Da>r Nah}d}ah Misri Lit}a>bi’i wa al-Nashri, tt.

Oliver, Albert I., Curriculum Improvement: A Guide to Problem, Priciples and

Procedures, New York: Dodd, Mead dan Co., 1965. O’neil, William F., Educational Ideologies: Contemporary Expression of Educational

Philosophies, Santa Mania, California, Amerika Serikat: Goodyear Publishing Company, Inc, 1981.

Owen, Jane C, The Impact of politics in Local Education, Toronto: Rawman dan

Little Field Education, 2006. Oxford, Encyclopedia of Education, Oxford, England: Pergamon, 1994. Penerangan RI, Departemen, 20 Tahun Indonesia Merdeka, jilid VII, Jakarta: Dep.

Penerangan RI, 1965. Phenix, P., Realms of Meaning: A Phylosophy of the Curriculum for general

education, New York: McGraw-Hil, 1964. Pinar, William F., International Hand Book of Curriculum Research, London:

Lowrence Erlbdum Associates Inc., 2003. Pinar, William F., et. al., Understanding Curriculum, An Introduction to the Study of

Historical and Contemporary Curriculum Discourses, New York: Peter Lang, 2004.

Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai

Pustaka, 1976. Poloma, Margaret M., Sosiologi Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2000. Posner, George J., Alan N. Rudnitsky, Course Design, A Guide to Curriculum

Development for Teachers, USA: Pearson, 2006. Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan

Praktis Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti, Jakarta: STIA-LAN, 2000.

Prasetyo, Hendro, Ali Munhanif, dkk., Islam dan Civil Society, Pandangan Muslim

Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2002.

Page 332: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

312

Print, Murray, Curriculum Development and Design, Sidney: Allen & Unwin, 1987. Putro, Suadi, Mohammed Arkoun Tentang Islam dan Modernitas, Jakarta:

Paramadina, 1998. Pye, Lucian W., Aspect of Political Development, Boston: Litle Brown, 1965. Quraishi, Mansoor A., Same Aspects of Muslim Education, Lahore: Universal Books,

1983. Al-Rawafi, Haya Binti Sa‘id bin ‘Abdilla>h, Ta‘li>m al-Kibari wa al-Ta‘li>m al-

Mustamar, al-Mafhu>mu, al-Khas}ais}u, al-Tat}bi>qatu, Riyad: Maktab al-Tarbiyah al-‘Arabi li-Dauli al-Kha>liji, 1422 H / 2002.

Rahmat, Anton Habib, Istismar al-Qit}a’ al-Khas} fi> al-Maja>li al-Tarbawi al-Khali>j al-

‘Arabiyah Ru‘un Mustaqbaliyatun, Riyad: Maktabah al-Tarbiyah al-‘Arabi Li> Daul al-Khal>ij, 1423 H / 2002 M.

Rahim, Husni, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Logos

Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2005. --------, ”Anatomi Madrasah di Indonesia”, dalam Edukasi, Jurnal Penelitian Agama

dan Keagamaan, Vol 2, No. 2, 2004. --------, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos, 2001. --------, “Visi Madrasah”, http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts/defaul,

2008. 27/02/2010. --------, “Pengakuan Kembali Madrasah sebagai Sekolah Agama Berwawasan

Umum”, dalam http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts/defaul, 2008. 27/02/2010.

Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition,

Chicago, London: The University of Chicago Press, 1984. Ramadan, Tariq, The West and the Challenges of Modernity, (Menjadi Modern

Bersama Islam: Islam Barat dan Tantangan Modernitas) edisi Indonesia, Jakarta: Teraju, 2003.

Page 333: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

313

Ramli, Rizal, et. al., Liberalisasi Ekonomi dan Politik di Indonesia, Yogyakarta: Pusat Pengembangan Manajemen (PPM) FE UII, 1997.

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005. Recontruction, The International Bank For, and Development, Expanding

opportunities and Building Competencies for Young Peaple A New Agenda for Scondary Education, Washington DC: The World Bank, 2005.

Riandari, Henny, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA dan

MA: Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Ria Setyo Mardani (Ed.), Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007.

Risher, H., Paying for Employee Competence. School Administrator, 2000. Roald, Anne Sofie, Tarbiya: Education and Politics in Islamic Movements in Jordan

and Malaysia, Lund: Graphic Systems, 1994. Rochon, Thomas R., Culture Moves, Ideas, Activism, and Changing Values,

Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1998. Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Sabda, Syaifuddin, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq, Ciputat: Quantum

Teaching, 2006. Salabi, Ahmad, History of Muslim Education, Beirut: Da>r al-Kashshaf, 1954. --------, Ta>rikh al-Tarbiyah al-Isla>miyah, Mesir: al-Kasyf li al-Nasyr wa al-

Thilaba’ah wa al-Tauji, 1954. Salamah, Mansour A. M. Bin, An Investigation of the Relationship Between Saudi

Teachers’ Curriculum Perspectives and Their Preference of Curriculum Development Models, Morgantown, West Virginia: Virginia University Press, 2001.

Page 334: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

314

Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Prenada Media Group, 2008.

Santoso, A., Islam and Politics in Indonesia During the 1990s, Asian Journal of

Political Science, tk: tp., 1995. --------, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2008. Sardar, Ziauddin, (ed.), Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim, t.k.: t.p., 2000. --------, Jihad Intelektual, Merumuskan Paramiter-paramiter Sains Islam, AE Priyono

(Pentj.), Surabaya: Risalah Gusti, 1969. Saridjo, Marwan, Dkk, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Dharma

Bhakti, 1983. Saylor, J. Galen dan William M. Alexander, Curriculum Planning For Modern

School, New York: Holt Renehart and Wilson, 1966. Schubert, William H., Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility, USA:

Prentice Hall, 1987. Scribner, S.,dan M. Cole, Cognitive Consequences of Formal and Informal

Education, tk: tp, 1973. Scribner, J. D, The Politics of Education: The Seventy-Sixth Yearbook of The

National Society for The Study of Education, Chicago: University of Chicago Press, 1977.

Siahaan, BistokAadrianus, Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum

Bahasa Indonesia dari sudut fungsi Bahasa, Disertasi IKIP Jakarta, 1982. Sidi, Indra Jati, Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru

Pendidikan, Jakarta: Paramadina dan Logos, 2001. Simanjuntak, IP., Perkembangan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Depdikbud, 1972. Sirozi, Muh}ammad, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam

Penyusunan UU No. 2 / 1989, Leaden-Jakarta: INIS, 2004.

Page 335: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

315

Sjadzali, Munawir, Islam and Governmental System: Teaching, History and Reflection, Jakarta: INIS, 1991.

Skillbeck, Malcolm, School Based Curriculum Development and Teacher Education,

Mimeograph: OECD, 1976. Smith, Susan Pennnock, Barriers Encountered In The Instruction of Students Who

Have Sustained Brain Injuries: An Instructional Curriculum To Assist in Eliminating Barriers, Detroit, Michigan: Graduate School of Wayne State University, 2005.

Smith, B, W. Stanley, dan J. Shores, Fundamentals of Curriculum Development,

New York: Harcourt, Brace, and World, 1957. Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung:

Sinar Baru Algesindo, 2002. Sukmadinata, Nana Syaodah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet ke-4, 2001. Sukamto, Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama

Sampai dengan Orde Baru, Tesis IKIP Jakarta, 1991. Suseno, Frans Magnis, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius, 1992. Stanton, Charles Michael, Higher Learning in Islam, The Classical Period, A.D. 700-

1300, Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. Afandi dan Hasan Asari, Jakarta: Logos, 1994.

Steenbrink, Karel A., Pesantren Madrasah Sekolah, Recente Ontwikkelingen in

Indonesisch Islamonderricht, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Isla>m dalam Kurun Modern, terj. Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman, Jakarta: LP3ES, 1994.

Stenhouse, L, An Introduction to Curriculum Research and Development, London:

Heinemann, 1975. Shaleh, Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan

Aksi, Jakarta: Rajawali Pers, 2006. --------, Penyelenggaraan Madrasah, Petunjuk Pelaksanaan Administrasi dan Teknis

Pendidikan, Jakarta: Dharma Bhakti, 1984.

Page 336: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

316

Shanker, “Reform and the Teaching Profession”, dalam Crisis in Teaching

Perspectives on Current Reforms, (Eds) L. Weis, Altbach: P. G., 1989. Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Bermasyarakat, Bandung: Mizan, 1993. Shihab, Alwi, Islam Inklusif, Bandung: Mizan, 1998. Sommers, Peranakan Chinese Minority, Indonesia, Ithaca, New York: Interim

Reports Series, 1964. Sudijarto, Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004. Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: LP3ES, 1985. Suparlan, Parsudi, (Pny.), Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1995. Supriyoko, Ki, “Problema Besar Madrasah”, dalam http://www.republika.co.id, 2008.

07/03/2010. Surakhmad, Winarno, Pengantar Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, Bandung:

Tarsito, 1982. Susilo, Muhammad Joko, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Manajemen

Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta, Rajawali, 1988. Sutejo, Muwardi, dkk, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Dirjen

Binbaga Islam dan Universitas Terbuka, 1992. Suwendi dkk, ”Restrukturisasi MAK: Studi Kebijakan Penyelenggaraan Program

Tafaqquh Fi al-din Era UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003”, dalam Edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan), Volume 4, Nomor 4, Oktober-Desember 2006.

Spring, Joel, The American School, 1642-2004, New York: Mc Graw Hill, 1986. Syadily, Hassan, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1984.

Page 337: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

317

Syukur, Fatah, “Madrasah dan Pemberdayaan”, dalam Citra Edukasi Blog spot.com, 2008.

Tafsir, Ahad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rordakarya, 1992. Taba, Hilda, Curriculum Development: Theory and Practice, New York: Harcourt,

Brace and World, 1962. Tanner, Laurel N Observation: Curriculum History As Usable Knowledge,

Curriculum Inquiri, tk: tp, 1982. Team Dedaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Dedaktik Metodik

Kurikulum PBM, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993. Thelen, H., Education and The Human Quest, New York: Harper and Row, 1960. Tibawi, A. L., Islamic Education, Its Tradition and Modernization into the Arab

National Systems, London: Luzac and Company LTD, 1979. Tilaar, H.A.R., Perubahan Sosial dan Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2002. --------, Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam

Transformasi Pendidikan Nasional, Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2004.

--------, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif

Untuk Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2002. --------, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi

Reformasi Pendidikan Nasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002. Tholkhah, Imam, dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar

Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2004.

Thut I. N., dan Don Adams, Educational Patterns in Contemporary Societies, New

York: McGraw-Hill Book Company, 1984. Toynbee,Arnold, A Study of History, diringkas oleh D.D. Somervelle, Oxford: Oxford

University Press, 1957. Turmudi, Endang, Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan, Yogyakarta: LkiS, 2004.

Page 338: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

318

Tyler, R., Basic Principles of Curriculum and Instruction, Chicago, IL: University of

Chicago Press, 1949. Udelhofen, Susan, Keys to Curriculum Mapping, Strategies and Tools to Maka It

Work, California: Corwin Press, 2005. Umum, Direktorat Pendidikan, Kejuruan dan Kursus-kursus, Rencana Pendidikan

dan Pelajaran SMA, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1969.

Undang-undang Sistem Pendidikan No. 2 Tahun 1989. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Jakarta: Sinar

Grafika, 2008. Wahid, Abdurrahman, “RUU Pendidikan Memerlukan Penalaran yang Lebih

Bermakna dan Dinamis”, dalam Suara Pembaharuan, Jakarta: Suara Pembaharuan, 24 Agustus 1988.

--------, Islam, Politics and Democracy in Indonesia in the 1950s and 1990s. Paper

presented to Conference on Democracy in Indonesia, Clayton: Monash University, 17-20 Desember 1992.

--------, Pergumulan Islam dan Pembangunan, Jakarta: Leppenas, 1984. Walker, Decker F., dan Jonas F. Soltis, Curriculum and Aims, New York: Teacher

College Press, 1997. Wallbank, A Short History of India and Pakistan, New York: American Library,

1958. Wandira, A., Work-Oriented Curricula for Rural Areas: an Overvew of Educational

Problems and Issues, G. Supplit, U. Bude (eds), Work-Oriented Educational for Africa: Conference Report, Bonn: DSE.

Wibowo, Alexander Jatmiko, dan Fandy Tjiptono, Pendidikan Berbasis Kompetensi

(Ed.), Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2002. Wiles, John, dan Josep Bondi, Curriculum Development, A Guide to Practice,

Columbus, Ohio: Pearson, cet. Ke 7, 2007.

Page 339: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

319

Williams, P., dan L. Chrisman (eds) Colonial Discourse and Post-Colonial Theory: A Reader, London: Harvester Wheatsheaf, 1994.

White, P, Teacher Empowerment Under “Ideal” School-Site Autonomy, Educational

Evaluation and Policy Analysis, v 14, 1992. Wood, Robert C, “The Future of Modernizazion”, dalam Myron Weiner (ed.),

Modernization, the Dinamics of Growth, Washington D. C.: Voice of America Forum Lecturers, 1968.

Worthen, B. R., dan J. R Sanders, Educational Evaluation: Alternative Approaches

and Practical Guidelines, New York dan London: Longman, 1987. Yacob, Fakhri, ”Respon Lokal Terhadap Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun

2003” (Hasil Penelitian). Yaqin, M Ainul, Pendidikan Multikultural, Cross-Cultural Understanding Untuk

Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media, 2007. Yunus, Mah}mud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hidrakarya Agung,

1996. --------, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah

Pentafsir al-Qur’an, 1973. Zuhdi, Muhammad, “Political and Social Influences on Religious School: A

Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula (Disertasi), Montreal-Canada: McGill University, 2006.

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Page 340: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1950-an, kurikulum1 yang diselenggarakan madrasah, menurut laporan Steenbrink sepertiganya terdiri dari pelajaran agama, sedang sisanya merupakan pelajaran umum.2 Berarti, pelajaran umum dua pertiganya. Hal ini didukung pernyataan pemerintah dalam Undang-Undang 1950 pasal 10 yang menyebutkan bahwa belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan Departemen Agama, sudah memenuhi kewajiban belajar.3 Bukti madrasah semakin tidak mendominasi mata pelajaran Agama, ketika KH. Wahid Hasyim menjabat Menteri Agama tahun 1949–1952, supaya memasukkan tujuh pelajaran di lingkungan madrasah, yaitu mata pelajaran Membaca-Menulis (latin), Berhitung, Bahasa Indonesia, Sejarah, Ilmu Bumi dan Olahraga.4

Ketika Departemen Agama dipimpin oleh KH. Moh. Ilyas (1953-1959) mengadakan pembaharuan sistem pendidikan madrasah dengan memperkenalkan Madrasah Wajib Belajar (MWB) 8 tahun. Tujuan dari MWB ini diarahkan pada pembangunan jiwa bangsa, yaitu untuk kemajuan di bidang ekonomi, industri dan transmigrasi dengan kurikulum yang menyelaraskan tiga perkembangan yaitu perkembangan otak, perkembangan hati dan keprigelan tangan/ketrampilan (three H: heart, head, hand).5 Senada dengan tujuan MWB, seperti dijelaskan oleh Plato, bahwa suatu bangsa harus mempunyai konsep/teori pendidikan yang mendalam. Hal itu ditujukan dengan metode pengajaran, membangun teori ilmu pengetahuan, kerangka kurikulum pendidikan, pendidikan dalam peran sosial dan analisis manusia secara alamiah.6

Baru setelah keluar Keputusan Menteri Agama No. 52 Tahun 1971, dirumuskanlah Kurikulum di Cibogo yang diberlakukan secara nasional. Dengan beberapa perbaikan dan penyempurnaan, kurikulum itu kemudian dikenal dengan kurikulum 1973.7 Dari struktur materi yang ditawarkan kurikulum itu, menurut cacatan Maksum, sudah cukup mencerminkan perkembangan yang serius dalam rangka mengarahkan madrasah sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional.

1 Caswell dan Campbell mengatakan bahwa Kurikulum adalah seluruh pengalaman siswa di bawah bimbingan para guru. Saylor dan Alexander memberikan penguat, bahwa kurikulum didasarkan pada semua kesempatan belajar yang disediakan oleh sekolah. Lihat, Philip W. Jakcson (ed.), Hand Book of Research on Curriculum (New York: Macmillan Publishing Company, 1999), 4.

2 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1996), 96.

3 Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, 88. 4Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi

(Jakarta: Rajawali Pers, 2005), 26. 5 Abdul Rachman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 26. 6 Robert S. Brumbaugh, dan Nathaniel M. Lawrence, Philosopher on Education, Six Essays

on the foundations of Western Thought (Boston: Houghton Mifflin Company, 1963), 20. 7 Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, 34.

Page 341: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Komponen-komponen kurikulum itu meliputi tidak saja mata-mata pelajaran agama, tetapi juga mata-mata pelajaran umum dan mata-mata pelajaran kejuruan.8 Mata pelajaran agama dan umum saja menurut penulis tidak cukup karena implementasi keduanya sangat penting –teori dan praktek– kesimpulan ini diyakini oleh Bobbit, bahwa content (materi) yang diberikan kurikulum harus dapat diketahui (secara teori) dan diaplikasikan (secara praktek), teori dan praktek hendaklah menjadi scope dan sequence kurikulum (Madrasah Aliyah).9 B. Rumusan Masalah

Setelah melihat latar belakang masalah yang ada, penulis pada dasarnya akan mengarahkan disertasi ini untuk menjawab masalah sekitar pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Adapun masalah tersebut adalah “Faktor apa yang lebih dominan mempengaruhi Pergeseran Kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional?”. Untuk menjawab masalah tersebut perlu dimunculkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana karakteristik kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional?. b. Bagaimana pengaruh kebijakan pendidikan pemerintah terhadap pergeseran

kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional?. C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian disertasi ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui faktor yang lebih dominan mempengaruhi pergeseran

kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. b. Untuk mengetahui karakteristik kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional. c. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan pendidikan pemerintah terhadap pergeseran

kurikulum Madrasah Aliyah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Signifikansi Penelitian

Penting dicatat dalam penelitian ini, bahwa kurikulum Madrasah Aliyah mengalami pergeseran disebabkan karena beberapa faktor. Timbul pertanyaan, mengapa bergeser, bukannya kurikulum madrasah itu tetap saja (baku), mustahil menerima pergeseran, ini menarik untuk diteliti. Tambah menarik jika faktor politik lebih dominan mempengaruhi pergeserannya. Disamping itu, seringnya pergantian kurikulum Madrasah Aliyah mengindikasikan bahwa setiap kurikulum mempunyai corak tersendiri dan senantiasa mempertahankan karakteristiknya. Corak dan

8 Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos, 1999), Cet II, 142. 9 Dengan kurikulum ini, tegas Bobbit, hendaknya siswa akan dapat menikmati hasil dari

proses pendidikan, sehingga Bobbit percaya bahwa para siswa akan dapat meraih kesuksesan pada masa depannya. Lihat, Franklin Bobbit dalam David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (Ed.), The Curriculum Studies Reader (New York dan London: Routledgefalmer, 2004), Cet II, 3.

Page 342: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

pertahanan karakteristik demikian tidak lepas dari dominasi faktor politik. Ini adalah alasan yang cukup menarik untuk diteliti, guna mengetahui perbedaan dan spesifikasinya. D. Kajian Pustaka

Para peneliti yang interes terhadap kajian kurikulum, cukup banyak, diantaranya, Bistok Adrianus Siahaan,10 Sukamto,11 Anwar Jasin,12 Muhammad Zuhdi,13 Muhammad Sirozi.14 Para peneliti ini, meneliti dalam bentuk tesis dan disertasi. Namun dari sekian penulis tesis dan disertasi ini secara substansi berbeda dengan tulisan disertasi ini.

Penelitian yang sudah dipublikasikan dalam bentuk buku, seperti tulisan A.V. Kelly,15 John McNeil,16 Jon Wiles dan Joseph Bondi,17 Walter Feinberg dan Jonas F. Soltis,18 Alex More,19 dan William H. Schubert.20

Kemudian kumpulan tulisan (artikel) kurikulum yang diedit oleh para ahli kurikulum seperti Vincent A. Anfara, dan Jr. Sandra L. Stacki (ed.),21 Philip W. Jakcson (ed.),22 serta David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (ed.).23 Tulisan-tulisan ini walaupun berbicara tentang kurikulum tetapi fokus kajian dan pembahasannya berbeda dengan disertasi ini. Dengan demikian posisi disertasi ini mempunyai peluang (lakuna) untuk ditulis. E. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian dalam kajian tulisan ini adalah riset kepustakaan, oleh karena itu metode penelitian yang digunakan adalah library research, yaitu bentuk pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bahan yang ada di perpustakaan

10 Bistok Adrianus Siahaan, “Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum

Bahasa Indonesia dari sudut fungsi Bahasa”, Disertasi IKIP Jakarta, 1982. 11 Sukamto, “Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama

Sampai dengan Orde Baru”, Tesis IKIP Jakarta, 1991. 12Anwar Jasin, “Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan

tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, Disertasi IKIP Jakarta, 1983.

13 Muhammad Zuhdi, “Political and Social Influences on Religious School: A Historical Perspective on Indoesian Islamic School Curricula” (Disertasi), Montreal-Canada: McGill University, 2006.

14 Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2 / 1989 (Disertasi) (Leaden-Jakarta: INIS, 2004).

15 A.V. Kelly, The Curriculum Theory and Practice (London: Sage Publications, 2004). 16 Neil, Curriculum A Comprehensive Introductio. 17Jon dan Josep, Curriculum Development, A Guide to Practice. 18Walter dan Jonas, School and Society. 19Alex, Schooling, Society and Curriculum. 20 William H. Schubert, Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility (USA: Prentice

Hall, 1987). 21 Vincent dan Sandra (ed.), Midle School Curriculum, Instruction and Assesment. 22 Philip (ed.), Hand Book of Research on Curriculum. 23 David dan Stephan, The Curriculum Studies Reader.

Page 343: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

berupa; arsip, dokumen, majalah, buku, dan materi pustaka lainnya, dengan asumsi bahwa yang diperlukan dalam pembahasan ini terdapat di dalamnya.24

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini bermaksud menjawab persoalan yang ada dalam rumusan masalah yaitu tentang bagaimana pergeseran Kurikulum Madrasah berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk menjawab permasalahan yang demikian perlu mengetahui obyek penelitian yang ada. Jika melihat judul disertasi ini, maka obyek penelitiannya adalah pertama, kurikulum Madrasah Aliyah (MA), kedua Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai patokan periodesasinya. Adapun yang diamati adalah pergeserannya, yang diduga sementara oleh peneliti bergesernya karena lebih dominan dipengaruhi faktor politik.

Adapun pendekatan yang digunakan adalah historis (sejarah), yaitu analisis kurun waktu kurikulum Madrasah Aliyah (MA) sejak munculnya Undang-Undang Pendidikan Nasional No. 4 Tahun 1950 JO UU No. 12 Tahun 1954, sampai munculnya UUSPN No. 20 tahun 2003, dengan menggunakan teori komparasi (perbandingan), untuk mengetahui karakteristik masing-masing kurikulum. Untuk mengetahui bagaimana terjadi pergeseran, perlu diketahui indikator bergeser dengan menggunakan content analisis.

Secara garis besar sumber data yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini ada dua bentuk, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari bentuk materi kurikulum Madrasah Aliyah sejak munculnya Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950 JO. UU No. 12 Tahun 1954 sampai munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003 secara autentik. Adapun data primer tersebut adalah: kurikulum-kurikulum Madrasah Aliyah di daerah yang masih belum seragam secara nasional –sejak munculnya UUP No. 4 Tahun 1950 JO. UU No. 12 Tahun 1954 sampai munculnya kurikulum madrasah secara nasional, yaitu kurikulum Madrasah Aliyah 1973, Kurikulum Madrasah Aliyah 1976, Kurikulum Madrasah Aliyah 1984, Kurikulum Madrasah Aliyah 1994, Kurikulum Madrasah Aliyah 2004 dan Kurikulum Madrasah Aliyah 2006. Kemudian UU Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Jo UU No. 12 Tahun 1954, UUSPN No. 2 Tahun 1989 dan UUSPN No. 20 Tahun 2003. Adapun sumber sekunder adalah tulisan John I Goodlad dalam The Curriculum Studies Reader yang di edit oleh David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (2004) dan bukunya A.V. Kelly dalam The Curriculum Theory and Practice (2004) serta buku-buku lain yang terkait. F. Sistimatika Pembahasan

Penyusunan laporan ini, dituangkan dalam bentuk disertasi, dengan sistematika yang dapat mengakomodir keutuhan pembahasan. Adapun uraian rancangan disertasi ini terdiri dari enam bab, yaitu:

24 Winarno Surakhmad, Pengantar Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik (Bandung: Tarsito,

1982), lihat pula, Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti (Jakarta: STIA-LAN, 2000), 65.

Page 344: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Bab pertama, merupakan pendahuluan dari tulisan ini. Di dalamnya memuat penjelasan mengenai latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan signifikansi penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistimatika pembahasan.

Bab kedua, berisi pembahasan mengenai pergeseran kurikulum dalam perdebatan, dimana secara detel dibahas; pergeseran kurikulum adalah sebuah keniscayaan, pergeseran, inovasi, pengembangan dan perubahan kurikulum. Ada dua pendapat yang berbeda dalam hal ini, pertama pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Pendapat yang kedua, pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor politik, bahkan situasi politik masuk dalam situasi pendidikan.

Bab ketiga, berisi pembahasan mengenai karakteristik kurikulum Madrasah Aliyah, yang dibagi beberapa periode, pertama, masa Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950 JO. No. 12 Tahun 1954. Kedua, masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989. Ketiga, masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.

Bab keempat, berisi pengaruh kebijakan pendidikan pemerintah terhadap pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah, dibagi menjadi tujuh bagian, pertama, faktor yang menyebabkan pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah, meliputi faktor agama (ideologi), sosial, ekonomi, dan budaya. Kedua, dominasi faktor politik. Ketiga, tarik menarik kepentingan partai politik dalam pendidikan. Keempat, kebijakan politis pemerintah dalam pendidikan. Kelima, tafsir pergeseran, meliputi, bergeser sebagaian komponen kurikulum dan bergeser seluruh komponen kurikulum. Keenam, indikator pergeseran, meliputi, tujuan kurikulum Madrasah Aliyah, isi kurikulum Madrasah Aliyah, metode pengajaran kurikulum Madrasah Aliyah, dan evaluasi pengajaran kurikulum Madrasah Aliyah.

Bab kelima, memuat kurikulum MA masa depan, terdiri dari tuntutan pembaharuan pendidikan Madrasah Aliyah: upaya mempertahankan sisi politis, tuntutan integrasi: menepis dikotomi ilmu menyusun keilmuan yang ideal dalam rangka mewujudkan kekuatan politis, tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tantangan modernitas.

Bab keenam, penutup, dalam bab ini dimunculkan kesimpulan, dan saran.

Page 345: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

BAB II PERGESERAN KURIKULUM DALAM PERDEBATAN

A. Pergeseran Kurikulum adalah Sebuah Keniscayaan

Berkembangnya ideologi, sosial, budaya, ekonomi dan politik masyarakat menyebabkan kurikulum25 harus bergeser. Berkembang dan berubahnya faktor-faktor tersebut di atas memunculkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini juga menjadi pemicu utama pergeseran kurikulum. Ini diperkuat oleh Posner dan Rudnisky, bahwa kurikulum harus diorganisir, dikembangkan dan dianalisis. Kurikulum memberikan indikasi untuk dipelajari, tujuan-tujuan itu memberikan indikasi mengapa kurikulum harus dipelajari, dan perencanaan pengajaran memberikan indikasi, bagaimana mempelajari dan memanfaatkan fasilitas-fasilitas pendidikan itu.26 Bahkan Dewey memperkuat, bahwa kurikulum dan pembelajar adalah dua elemen yang simpel, keduanya harus didefinisikan menjadi satu proses.27 Berbeda dengan Khodadad Khodi Kaviani, yang berpendapat bahwa pendidikan tidak hanya berisi kurikulum dan buku teks, tetapi juga berisi pengalaman para siswa dan interaksi guru dalam diskusi kelas.28 Dalam arti yang luas sebenarnya apa yang dikatakan Khodi, pengalaman siswa dan interaksi guru dalam diskusi kelas termasuk kurikulum. Dengan demikian seorang pendidik harus hati-hati memahami kurikulum, Suyanto jeli melihat ini, dia berkomentar, jika kurikulum dipahami dalam arti yang sempit, jangan diharapkan kalau pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan akan mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan dan pendidikan yang diselenggarakan tidak akan menghasilkan generasi yang pintar tangguh dan cerdas.29 Sebagai jawaban

25 Ornstein dan Hunkins, mengatakan bahwa secara umum fondasi kurikulum adalah

include mengikuti area ilmu pengetahuan sebagai berikut; filsafat, sejarah, psikologi dan sosial. Lihat, Susan Pennnock Smith, Barriers Encountered In The Instruction of Students Who Have Sustained Brain Injuries: An Instructional Curriculum To Assist in Eliminating Barriers (Detroit, Michigan: Graduate School of Wayne State University, 2005), 15. Bandingkan dengan Norman Cousins, dalam Modern Man is Obsolete, seperti dikutip S. Nasution, bahwa kita senantiasa terbelakang bila kita tidak senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, politik, ekonomi. Lihat, S. Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 154. Bandingkan pula dengan Imam Tholkhah, bahwa pengembangan –pergeseran– kurikulum sekolah –madrasah– tidak bisa dilepaskan dari keterkaitannya dengan perkembangan budaya, tradisi, dan peradaban masyarakat yang ada serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Lihat, Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), 229.

26George J Posner and Alan N Rudnitsky, Course Design-A Guide To Curriculum Development For Teachers (New York: Longman Inc, 1982), 7.

27 Lihat, Rosalie M Mirenda, A Conceptual - Theoretical Strategy For Curriculum Development in Baccalaureate Nursing Programs (tk: Widener University Press), 2.

28 Khodadad Khodi Kaviani, “Influences on Social Studies Teachers’ Issue-Selection for Classroom Discussion: Social Positioning and Media”, dalam Social Studies Research and Practice, Volume 1, Number 2 (Summer, 2006), 3.

29 Lihat, Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 53-54.

Page 346: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

beberapa argumentasi di atas, menyatakan bahwa pergeseran kurikulum adalah sebuah keharusan. B. Pergeseran, Inovasi, Pengembangan dan Perubahan Kurikulum

Kerancuan pemahaman akan terjadi ketika perbedaan pengertian antara pergeseran, inovasi, pengembangan dan perubahan kurikulum tidak diuraikan secara jelas. Pertama, pergeseran, terkait dengan pergeseran kurikulum ini, Connelly, Elbaz dan Kennedy berpendapat bahwa fungsi guru adalah seorang penggeser kurikulum dari guru yang berfungsi sebagai seorang implementer kurikulum untuk seorang guru yang berfungsi sebagai seorang pengembang kurikulum.30 Hal ini membuktikan bahwa peran seorang guru penting sekali dalam pergeseran kurikulum.31 Karena sebab kuat terjadinya pergeseran berawal dari guru sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar di kelas. Disamping itu tuntutan masyarakat (umat)/sosial, ekonomi, ideologi, budaya dan politik adalah mempengaruhi pergeseran kurikulum.

Kedua, inovasi, McNeil melaporkan, banyak orang-orang yang percaya bahwa inovasi kurikulum adalah sebuah kekuatan sekolah.32 Sekolah unggulan, sebagai contoh, biasanya berbeda dari yang umum, ia mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri, beda di sini adalah dari sisi keunggulannya, seperti unggul bahasanya, ilmu-ilmu sosial maupun eksaknya dan lain-lain. Munculnya sekolah unggulan adalah karena ada inovasi dalam kurikulumnya.

Ketiga, pengembangan kurikulum (Curriculum Development), logikanya, dari kurikulum yang sudah ada dikembangkan menjadi kurikulum yang lebih baik. Herma Rosenfeld Mastoon, mendefinisikan pengembangan kurikulum sebagai suatu

30 Mansour, An Investigation of the Relationship Between Saudi Teachers’ Curriculum

Perspectives and Their Preference of Curriculum Development Models, 52-53. 31 Ada sebuah pendapat, bahwa partisipasi seorang guru dalam pengembangan kurikulum

bukan hal yang baru. Lebih awal Dewey menebak bahwa guru adalah seseorang yang dengan sendirinya dapat membuat kurikulum hidup. Didasarkan pada pandangan Dewey, guru bukan hanya sebagai pembuat kurikulum tetapi mereka adalah bagian dari seseorang yang mendesain kurikulum untuk diimplementasikan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tanpa pandang waktu dan tempat. Lihat, J. D. Clandinin dan F. M. Connelly, Teachers as Curriculum Maker, dalam Handbook of Research on Curriculum, (Ed) P. Jackson (New York, Macmillan: Publishing Co., 1992), 365. Oleh karena itu pergeseran (pengembangan) kurikulum tidak dapat eksis tanpa peran guru. Guru memainkan peran yang dominan dalam pergeseran (pengembangan) kurikulum. Lihat, L. Stenhouse, An Introduction to Curriculum Research and Development (London: Heinemann, 1975), lihat pula J. Jennings, School Reform Based on What is Taught and Learned (Phi Delta: Kappan, V 76, 1995), 10. Lihat pula, P. White, Teacher Empowerment Under “Ideal” School-Site Autonomy, Educational Evaluation and Policy Analysis, v 14, (1992), 1. Demikian pula pergeseran (pengembangan) kurikulum tidak akan eksis tanpa peran serta guru. Guru punya peran yang dominan dalam pergeseran (pengembangan) kurikulum. Lihat, L. Stenhouse, An Introduction to Curriculum Research and Development (London: Heinemann, 1975). Lihat pula, G. I. Maeroff, The Empowerment of Teachers, (New York: Teachers College Press, 1988). Lihat pula, L. McNeil, Contradictions of Control, (New York: Routledge dan Kegan Paul, 1989). Lihat pula, A. Shanker, Reform and the Teaching Profession, dalam Crisis in Teaching Perspectives on Current Reforms (Eds) L. Weis ( Altbach: P. G., 1989).

32McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction (Boston, Toronto: Little, Brown and Company, tt.), 121.

Page 347: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

usaha secara sistematis untuk mendesain program pendidikan yakni fasilitas-fasilitas pembelajaran.33 Pengembangan kurikulum, lanjut Herma, harus merupakan sebuah proses yang terus menerus. Seperti material dan prosedur yang dikembangkan, dicoba dan dirasa, hasil-hasilnya dinilai dan dievaluasi, kekurangan-kekurangan mereka dapat diidentifikasi dan direvisi agar lebih maju. Hasil pengembangan kurikulum dan program pengajaran akan maju secara terus menerus.34 Herma meyakini bahwa pengembangan kurikulum tak pernah henti, analisis Herma membenarkan pernyataan bahwa pengembangan kurikulum adalah sebuah keniscayaan.

Keempat, perubahan kurikulum sebenarnya merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan apabila salah satu atau beberapa komponen kurikulum dalam waktu tertentu perlu diperbaiki atau diubah.35 Ketika diperbaiki berarti tidak berubah total, diubah bisa juga berarti berubah total. Menurut McNeil ada 5 tahap perubahan kurikulum, yaitu: (1) penggantian (substitution). Satu elemen yang dapat menggantikan untuk kurikulum yang sedang berjalan. Penggantian atau penukaran, misalnya mengganti buku pelajaran yang lama dengan yang baru, metode yang lama dengan yang baru, atau menukar guru atau kepala sekolah, (2) perubahan (alteration). Mengadakan perubahan dalam struktur yang ada, misalnya menyerahkan bimbingan dan penyuluhan kepada seorang ahli sedangkan selama ini dipegang oleh guru, (3) kekacauan (perturbation). Beberapa perubahan ini bersifat pengacauan, tetapi guru-guru dapat menyesuaikan mereka secara fair dalam tempo yang singkat. Kebanyakan guru dalam hal ini, dengan mudah keluar memberi penghargaan untuk sebuah perubahan pada schedule kelas dan setiap waktu memberi penghargaan untuk pengajaran, (4) perubahan re-struktur (restructuring changes). Perubahan ini mengarah pada modifikasi sistem itu sendiri. Desentralisasi dan konsep baru dari peran pembelajaran adalah beberapa contoh re-strukturisasi. Ketika para siswa dan orang tua mulai berpartisipasi pada seleksi yang obyektif dan mendesain kesempatan pembelajaran, ini adalah sebuah perubahan sistem, (5) perubahan yang berorientasi nilai (value orientation changes).36 C. Dua Pendapat yang Berbeda

Dua pendapat tersebut adalah pertama, pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Anwar Jasin, seperti ditulis dalam disertasi doktornya, bahwa banyak faktor yang mendorong perubahan kurikulum, seperti faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, teknologi dan faktor intern pendidikan itu sendiri.37 Walaupun tidak tertuju

33 Herma Rosenfeld Mastoon, Curricululm Reform in The Art Humanities in Pennsylvania:

An Evaluation, (tk: Temple University Press, 1989), 17. 34 Mastoon, Curricululm Reform in The Art Humanities in Pennsylvania: An Evaluation,

20. 35 M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, 64. 36 McNeil, Curriculum A Comprehensive Introduction, 116-117. 37 Anwar Jasin, “Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan

tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, Disertasi IKIP Jakarta, 1983, 5. Dalam mengembangkan

Page 348: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

langsung pada pergeseran kurikulum, namun indikatornya jelas ke sekolah, pastinya itu kurikulum, Larry Cuban, menulis dalam bukunya, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perubahan daerah dan sekolah –dalam hal ini kurikulum– adalah demografi, culture (kebudayaan), politik, sosial dan ekonomi.38 Di sini Cuban tidak memasukkan faktor ideologi (agama), tetapi ia memunculkan faktor demografi. Berbeda dengan Anwar, dimana faktor ideologi (agama), bahkan teknologi dan faktor intern pendidikan itu sendiri, ia masukkan, sebagai suatu faktor yang mempengaruhi pergeseran kurikulum. Nampakknya perbedaan keduanya masih relatif kecil dan bisa ditolelir.

Kedua, pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor politik, bahkan situasi politik masuk dalam situasi pendidikan. John I. Goodlad berpendapat, bahwa perencanaan, pengembangan, pergeseran dan perubahan kurikulum39 adalah proses politik,40 bahkan proses politik adalah sebuah proses ideologi yang menentukan ending (akhir) dan arti pendidikan. Statement lain mengatakan bahwa struktur politik masuk dalam situasi pendidikan. Unik dan sensitif hubungan antara lokal, negara dan pemerintah daerah dalam memberikan support dan mensikapi masalah-masalah sekolah, demikian contoh di Amerika.41

dirinya manusia –sebagai subyek dan obyek kurikulum– tidak dapat berdiri sendiri, dia membutuhkan lembaga-lembaga sosial, dia membutuhkan masyarakat dan negara. Dia membutuhkan sistem nilai dan ideologi yang membutuhkan pedoman dan tujuan hidupnya sebagai warga dari suatu negara. Begitu pula sebaliknya, proses hidupnya sebagai pribadi ikut memberi bentuk pada lembaga-lembaga sosial, sistem nilai dan ideologi yang bersangkutan. Lihat, Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 7.

38 Larry Cuban menjelaskan faktor-faktor ini, untuk sekolah di Amerika, dimana sistem sekolah dan kurikulumnya adalah desentralisasi. Lihat Larry Cuban, dalam Philip W. Jakcson (ed.), Hand Book of Research on Curriculum (New York: Macmillan Publishing Company, 1999), 217.

39 Laurel N Tanner berpendapat, bahwa sumber obyek kurikulum adalah masyarakat, pembelajar, dan dunia ilmu pengetahuan, lihat, Laurel N Tanner, Observation: Curriculum History As Usable Knowledge, Curriculum Inquiri (tk: tp, 1982), 409.

40 Proses politik juga terjadi di dalam kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar misalnya, sikap pendidik bermacam-macam, ada yang otoriter ada pula yang demokratis. Kedua sikap ini adalah otoritas atau power (kekuasaan) seorang pendidik di kelas. Dimana kekuasaan seolah-olah adalah ending dari politik. Lihat, J. Krishnamurt, Education and Significance of Life (San Fransisco: Harper and Row, 1953), 36.

41 Goodlad dalam David J. Flinders dan Stephen J. Thornton (ed.), The Curriculum Studies Reader, 62.

Page 349: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

BAB III KARAKTERISTIK KURIKULUM MADRASAH ALIYAH

A. Masa Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Jo UU No. 12 Tahun 1954

1. Kurikulum MA sebelum Tahun 1973: Dominasi Muatan Agama Karakteristik kurikulum Madrasah Aliyah sebelum tahun 1973 yaitu,

pertama, dari sisi tujuan bahwa tujuan kurikulum Madrasah Aliyah berkembang menyesuaikan dengan tujuan lembaga pendidikan madrasah masing-masing, karena masa ini kurikulum madrasah belum seragam, disebabkan secara nasional kurikulum madrasah juga belum muncul saat itu. Kedua, dari sisi isi (content) kurikulum MA masih didominasi muatan agama, prosentase muatan agama lebih besar dari pada muatan umumnya, karena tujuan didirikannya MA adalah sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n. Adapun karakteristik madrasah yang sesungguhnya adalah ciri khas ke-Islaman sebagai ciri yang melekat pada madrasah, seperti dijelaskan oleh Steenbrink, bahwa madrasah mempunyai sifat religiousitas yang tinggi. Ciri khas ini tidak akan hilang walaupun diterpa badai yang bersifat politis. Dan ciri khas itu mestinya melakat dalam isi kurikulum MA, ini yang oleh penulis diamati pergeserannya secara detel. 2. Kurikulum MA 1973: Dominasi Muatan Umum

Karakteristik kurikulum MA tahun 1973 yaitu, dilihat dari isi kurikulum, mata pelajaran agama sudah tidak mendominasi lagi. Dengan demikian mata pelajaran umum lebih dominan atau lebih banyak, kecuali pada jurusan keagamaan. Hal ini menjadi indikator bahwa secara politis misi MA sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n mulai bergeser. Perlu diketahui bahwa kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1973 merupakan kurikulum madrasah pertama yang telah disusun secara nasional, hal ini punya makna penting tersendiri. Dengan demikian tujuan masing-masing MA dapat di seragamkan dengan kurikulum tersebut, karena sudah ada standar nasional, dimana sebelumnya kurikulum MA masih bersifat kedaerahan bahkan berbeda antara lembaga madrasah satu dan lainnya. Perlu diketahui pula bahwa berlakunya kurikulum madrasah secara nasional menjadi pemicu politis, terjadinya dominasi perebutan otoritas Dikbud dan Depag terhadap institusi madrasah. 3. Kurikulum MA 1975: Dominasi Muatan Umum Secara Politis Memperkuat

Pengakuan Pemerintah Terhadap Eksistensi Lembaga Madrasah Karakteristik kurikulum MA tahun 1975/1976 yaitu, isi kurikulum ini

berkiblat pada SKB yang muatan mata pelajarannya berkisar 30% mata pelajaran agama dan 70% mata pelajaran umum. Beban kurikulum MA 1975/1976, berat, sebab mata pelajaran umum sama dengan sekolah ditambah mata pelajaran agamanya yang 30%. Tetapi jika komitmen cara pelaksanaannya didukung SDM yang handal, biaya dan sarana prasarana yang memadai serta input yang unggul, sebenarnya Madrasah Aliyah menjadi SMA plus. Adapun mata pelajaran dibagi tiga klasifikasi yaitu,

Page 350: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

program umum, akademis dan ketrampilan, dimana perbedaan yang sangat substansial adalah di program akademis. 4. Kurikulum MA 1984: Pemantapan Dominasi Muatan Umum SKB Tiga

Menteri dalam Menggiring Madrasah Menjadi Bagian dari Sistem Pendidikan Nasioanl

Karakteristik kurikulum MA tahun 1984 adalah sebagai berikut, pertama, isi kurikulum MA 1984 tidak berbeda jauh dengan isi kurikulum MA 1976, yaitu muatan agama berkisar 30% dan muatan umum 70%. Isi kurikulum yang tidak berbeda ini dikarenakan kurikulum MA 1984 merupakan penguatan/pemantapan SKB Tiga Menteri, yaitu dikeluarkannya SKB 2 Menteri. Hal ini nampak keseriusan pemerintah untuk menggiring madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, sehingga sistem dualistik di Indonesia akan segera dihapuskan. Kedua, ciri khas ke-Islaman sebagai karakteristik asli madrasah masih terasa, karena kisaran muatan agama 30% masih berjalan. B. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 1. Kurikulum MA 1994: Sekolah Umum Berciri Khas Islam

Dari penjelasan di atas dapat diketahui karakteristik kurikulum MA tahun 1994 yaitu bahwa kurikulum MA 1994 terkenal dengan sebutan kurikulum sekolah umum berciri khas Islam, karena muatan umumnya sama dengan kurikulum SMA, sementara ada tambahan jumlah jam pelajaran untuk rumpun mata pelajaran PAI, sebagai ciri khas ke-Islamannya. Walaupun beban belajar di MA lebih berat dibanding di SMA, tetapi hal ini harus ditempuh, karena kalau tidak kurikulum MA akan kehilangan ciri khasnya. Disamping itu, kurikulum MA 1994 menghendaki kurikulum yang integratif, artinya tidak ada dikotomi keilmuan, antara ilmu umum dan ilmu agama. C. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 1. Kurikulum MA 2004: Mempertahankan Ciri Khas ke-Islaman sebagai

Karakteristik Asli Madrasah Karakteristik kurikulum MA tahun 2004 adalah sebagai berikut; perlu

diketahui bahwa kurikulum MA 2004 didasarkan pada UUSPN No. 20 Tahun 2003, dimana tidak ada perbedaan antara kurikulum MA dengan kurikulum SMA. Kedudukan MA sama dengan SMA. Yang diperlukan hanya kepedulian Depag, sebagai Departemen yang berwenang terhadap kurikulum MA, untuk mempertahankan ciri khas ke-Islamannya. Muatan agama yang asli pada kurikulum MA 2004, sama persis dengan kurikulum SMA, yaitu kira-kira 4,4%, tetapi karena karakteristik ke-Islaman tidak boleh hilang dari kurikulum MA sebagai ciri khasnya, maka penambahan jam pelajaran untuk rumpun mata pelajaran PAI juga tetap diadakan. Tanpa penambahan jumlah jam pelajaran untuk rumpun mata pelajaran PAI, MA akan melupakan sejarah pendiriannya. 2. Kurikulum MA 2006: Modifikasi Ciri Khas ke-Islaman dengan Penciptaan

Suasana Keagamaan di Madrasah Karakteristik kurikulum MA tahun 2006 yaitu bahwa muatan agama pada

kurikulum MA 2006 semakin menipis dibanding 2004, dengan demikian berimplikasi

Page 351: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

pula pada tambahan jumlah jam untuk memelihara ciri khas ke-Islamannya. Termasuk berimbas pada jumlah jam keseluruhan untuk mata pelajaran rumpun PAI. Antisipasi hal ini MA harus berusaha memodifikasi jumlah jam pelajaran PAI yang minim dengan cara menciptakan suasana keagamaan di lingkungan MA. Dengan cara ini ciri khas ke-Islaman MA akan dapat dipelihara.

Page 352: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

BAB IV PENGARUH KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH TERHADAP

PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH ALIYAH

A. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pergeseran Kurikulum MA 1. Faktor Agama (ideologi)42

Menurut Kelly, dalam perspektif politik, ideologi adalah dominan dalam pendidikan.43 Pendidikan tidak hanya sebuah materi yang diwariskan secara turun temurun dari generasi tua kepada generasi muda, dan evaluasi dari ilmu pengetahuan dan masyarakat saja tetapi pendidikan itu adalah sebuah materi (isi kurikulum) dari satu golongan masyarakat yang dominan dalam mempropagandakan ideologinya, kemudian mencapai kontrol politik dalam rangka pengembangan kekuasaannya, demikan lanjut Kelly.44 Pernyataan Kelly diperkuat oleh Harris, bahwa pendidikan adalah sebuah kekuatan ideologi dan kepentingan yang maha dasyat.45 Bila kita kembali ke pembahasan bab sebelumnya, bahwa pendidikan dengan kurikulumnya bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Ibaratnya, pendidikan adalah wadahnya, sedangkan kurikulum adalah isinya, maka substansi dari pendidikan adalah kurikulumnya. Dengan demikian yang digarap oleh para ideolog adalah kurikulum pendidikan itu sendiri. Maka apa yang dikatakan Kelly dan Harris sebenarnya, bahwa kurikulum pendidikan tidak dapat lepas dari ideologi. 2. Faktor Sosial

Sosial, merupakan faktor yang menyebabkan bergesernya kurikulum madrasah. Sosial di sini adalah keadaan/kondisi sosial yang ada di masyarakat, seperti dinyatakan Tilaar, bahwa kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) sebenarnya merupakan refleksi dari perubahan sosial,46 yang terjadi di dalam masyarakat, dan

42 Menurut golongan positivistic yang dikategorikan ideologi adalah segala penilaian etis, norma, teori-teori metafisik dan keagamaan. Semua yang termasuk ideologi itu termasuk keyakinan yang tidak ilmiah karena tidak rasional dan hanya merupakan keyakinan subyektif. Bila ideologi dikaitkan dengan ilmu pengetahuan menurut Kuntowijoyo ideologi bersifat subyektif, normatif, dan tertutup sedangkan ilmu pengetahuan mempunyai watak obyektif, faktual dan terbuka. Lihat, Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 20. Istilah ideologi paling sering dihubungkan dengan dua pemikir besar, Karl Marx dan Karl Mannheim. Bagi Marx, ideologi-ideologi politikpun tak pelak lagi sebagaian besar merupakan pembenaran bagi materi yang ada atau organisasi ekonomi masyarakat. Sementara konsep Manheim tentang sebuah ideologi total –sebagai lawan dari konsepnya tentang sebuah ideologi tertentu– pada intinya sama dengan Marx. Lihat, William F. O’neil, Educational Ideologies: Contemporary Expression of Educational Philosophies (Santa Mania, California, Amerika Serikat: Goodyear Publishing Company, Inc, 1981), 31.

43 A. V. Kelly, The Curriculum Theory and Practice (London: Sage Publication, 2004), 38. 44 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 38. 45 K. Harris, Education And Knowledge: The Structured Misrepresentation of Reality

(London: Routledge, 1979), 140. 46 Menurut Carolyn Zerbe Enns dan Linda M. Forrest, bahwa tujuan perubahan sosial

direfleksikan melalui usaha-usaha transformasi disiplin, yaitu (a) perubahan content orang-orang dengan tidak mendominasi status sehingga menjadi jarak untuk memusatkan kurikulum; (b)

Page 353: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

oleh sebab itu sewajarnyalah apabila kurikulum tersembunyi itu menjadi titik tolak kurikulum sekolah. Kurikulum formal di sekolah hampir selalu mengalami kegagalan, oleh karena tidak memperhitungkan adanya kurikulum tersembunyi. Berbagai kurikulum sekolah sudah out-of-date sebelum para siswa meninggalkan ruangan sekolah.47 Pernyataan Tilaar didukung Ivan Illich, bahwa kurikulum tersembunyi itu penting, karena kurikulum semacam ini merespon masalah sosial yang ada di masyarakat. Agaknya Illich sedikit lebih kejam, karena sampai pada tingkat penghapusan pendidikan formal, yang menurutnya akan lebih bermanfaat.48 Menurut penulis, tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan tetap pemerintah dan masyarakat, cuma, pergeseran kurikulum yang terjadi, harus terus memperhatikan perkembangan sosial yang ada di masyarakat, sehingga kurikulum tersebut, termasuk kurikulum Madrasah Aliyah tetap relevan dengan kebutuhan sosial masyarakat. 3. Faktor Ekonomi

Ekonomi juga tidak kalah pentingnya mempengaruhi pergeseran kurikulum madrasah. Karena dengan pertumbuhan perekonomian yang baik akan menjadi faktor pendukung pergeseran kurikulum madrasah ke arah dinamis, demikian pula sebaliknya pertumbuhan perekonomian yang buruk akan menjadi kendala pergeseran kurikulum madrasah ke arah dinamis, bisa-bisa statis atau bahkan mundur ke belakang. Senada dengan hal ini, Hasan Langgulung, memasukan ekonomi sebagai salah satu asas dalam pendidikan. Seperti pernyataannya, bahwa ekonomi dengan pendidikan –kurikulumnya– selalu bergandengan sejak dahulu kala. Ahli-ahli ekonomi sejak zaman itu, begitu juga pencipta-pencipta sains telah mengakui pentingnya peranan yang dimainkan oleh pendidikan dalam pertumbuhan pengetahuan manusia dan selanjutnya pentingnya yang belakangan ini untuk perkembangan ekonomi.49 Kemudian, dalam bidang ekonomi yang sangat relevan dengan pendidikan, tegas Langgulung, adalah hal-hal yang berkaitan dengan invesment dan hasilnya. Artinya kalau modal ditahan sekian lama dan sekian banyak, berapa banyak nanti keuntungan yang diharapkan dari situ. Negara-negara industri memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar, jadi memerlukan lebih banyak investasi dalam pendidikan, sedangkan di negara-negara berkembang waktu belajar itu lebih sedikit, dan tentunya budget untuk pendidikan juga kurang.50 Di sini nampak

transformasi pengajaran, pembelajaran, penelitian dan metode-metode tes; (c) kesenjangan kebijakan yang melarang para siswa; (d) kembali memikirkan hubungan antara para siswa dan guru. Lihat, Carolyn Zerbe Enns dan Linda M. Forrest, Toward Defining and Integrating Multicultural and Feminist Paedagogies, dalam Carolyn Zerbe Enns dan L. Sinacore (ed.), Teaching and Social Justice, Integrating Multicultural and Feminist Theories (Washington, DC: American Psychological Association, 2002), 15.

47 H. A. R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2002), 371.

4848 Ivan Illich, Deschooling Society (New York: Harper & Row, 1972), 12. 49 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003),

19. 50 Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, 19.

Page 354: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

jelas, bahwa pendidikan berimplikasi hasil ekonomi, dan ekonomi mendukung kualitas pendidikan. Di negara maju kurikulumnya lebih kompleks dibanding dengan negara berkembang, berbanding lurus, demikian pula ekonomi di negara maju lebih kompleks dibanding negara berkembang. 4. Faktor Budaya

Pendidikan beserta kurikulumnya adalah sebuah lingkungan, menurut Hasan Langgulung lingkungan inilah yang berusaha mewariskan nilai-nilai budaya yang dimilikinya kepada setiap anggotanya –para siswanya dalam pendidikan– dengan tujuan memelihara kepribadian dan identitas budaya tersebut sepanjang zaman. Sebab budaya dan peradaban, lanjut Langgulung, dapat mati seperti orang perseorangan. Orang disebut mati bila nyawanya putus. Budaya dan peradaban disebut mati bila nilai-nilai, norma-norma dan berbagai unsur lain yang dimilikinya berhenti berfungsi, artinya tidak diwariskan lagi dari generasi ke generasi dan tidak lagi diamalkan setiap hari oleh penganut-penganutnya.51 Hal ini dikuatkan, oleh Tilaar, kebudayaan tanpa pendidikan akan punah.52 Dengan demikian pendidikan beserta kurikulumnya merupakan media pelestarian budaya dan peradaban. Ketika budaya dan peradaban berkembang, secara otomatis pendidikan beserta kurikulumnya akan mengikutinya, atau sebaliknya. B. Dominasi Faktor Politik

Pembahasan ini akan membuktikan bahwa dalam pergeseran kurikulum MA, faktor politik lebih dominan daripada faktor lain yang telah disebut. Dalam undang-undang pendidikan yang pertama yaitu UU No. 4 tahun 1950 belum secara spesifik memberikan ketentuan khusus dalam hal pengaturan terhadap lembaga pendidikan Islam. Meskipun demikian, undang-undang ini telah memberikan pengakuan terhadap kedudukan sekolah agama (madrasah), seperti tercantum dalam pasal 10 ayat 2 undang-undang tersebut, bahwa ”Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah mengakui kewajiban belajar”. Sebelum ditetapkannya undang-undang tersebut, Menteri Agama telah mengeluarkan ketentuan yang memberikan pengakuan terhadap madrasah sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam, yakni Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1946 yang ditetapkan pada tanggal 19 Desember tahun 1946 tentang bantuan dan subsidi terhadap madrasah.53 Dalam peraturan tersebut dianjurkan agar madrasah memberikan setidak-tidaknya sepertiga dari jumlah jam pelajarannya untuk pelajaran umum meliputi bahasa Indonesia, berhitung, membaca dan menulis huruf latin pada madrasah rendah, ditambah dengan ilmu bumi, sejarah, kesehatan, tumbuh-tumbuhan di madrasah lanjutan.54 Bila melihat content, kurikulum madrasah bergeser, dan

51 Langgulung, Pendidikan Islam pada Abad ke 21 (Jakarta: Pustaka Al-H{usna Baru, 2003), 75.

52 Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi Pendidikan Nasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), 8.

53 Lihat, Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan (Jakarta: Rajawali Press, 2009), 179.

54 Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, 180.

Page 355: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

pergeseran ini nampak jelas unsur politisnya, karena madrasah diakui oleh pemerintah sebagai memenuhi kewajiban belajar ketika mau mengajarkan pelajaran umum. Yang tadinya madrasah mengajarkan 100%, pelajaran agama (ulu>m al-di>n). C. Tarik Menarik Kepentingan Partai Politik dalam Pendidikan

Ketika negeri ini baru merdeka, perdebatan mengenai Dasar Negara sebagai falsafah negara hangat dibicarakan. Ada dua golongan yang cukup berperan dalam perdebatan ini, yaitu golongan Islam dan nasionalis sekuler serta Kristen. Seperti diprediksi oleh para sarjana bahwa umat Islam menghendaki Islam sebagai Dasar Negara Indonesia, namun ditentang habis oleh golongan nasionalis sekuler serta Kristen, dengan alasan bahwa Indonesia terdiri dari macam-macam agama, ketika dasar negaranya Islam maka tidak terakomodir semua. Menurut Syafi’i Ma’arif, akhirnya di bawah panitia kecil yang dipimpin Soekarno didapat kesepakatan pada tanggal 22 Juni 1945, sebagai rumusan kompromi yang dikenal sebagai Piagam Jakarta yaitu: ”....Negara berdasarkan ke-Tuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.....” Tetapi karena satu dan lain hal –terutama karena pertimbangan aspirasi kalangan Kristen di wilayah Timur–sehari setelah kemerdekaan, rumusan ini akhirnya dicabut dari draf Undang-Undang Dasar tersebut.55 Melihat realitas yang demikian, umat Islam sangat kecewa, karena suara mayoritas tidak dapat mewakili umat mayoritas. Lain dengan India, justeru, Hindu mayoritas yang menguasai pemerintahannya, sementara Muslim minoritas ketakutan. Untuk mengantisipasi ketakutan tersebut, mengambil tindakan melalui partai politiknya sendiri, Moslem League, untuk membentuk negara terpisah; ”Muslim India merasa bahwa mereka sudah menjadi orang Islam sebelum menjadi orang India”.56 Setelah membandingkan dengan India, maka inilah satu babak kekalahan umat Islam Indonesia. Dengan kekalahan ini tentunya berimplikasi terhadap keadaan kurikulum madrasah –terutama kurikulum MA setelah tahun 1950 dan sebelum tahun 1973– dapat dibayangkan ketika negara ini berdasarkan Islam, tentulah kepentingan madrasah yang diprioritaskan. Karena secara tidak langsung golongan nasionalis sekuler yang secara politis menang dalam hal ini, maka secara politis pula merekalah yang lebih berkuasa, akhirnya sekolah diposisikan nomor satu, sedangkan madrasah beserta kurikulumnya nomor dua.

Babak kedua kekalahan politis umat Islam, seperti dilaporkan BJ. Boland, yaitu tentang pembentukan Kementerian Agama dalam kabinet pertama pemerintahan RI, tanggal 19 Agustus 1945. Laporan Boland, bahwa Latuharhary, salah seorang wakil dari kalangan Kristen, keberatan dengan pembentukan Kementerian Agama

55 Syafi’i Ma’arif menguraikan proses dan dinamika politik yang berlangsung dalam perdebatan antara kelompok nasionalis sekuler dengan kelompok Islam tentang Dasar Negara. Ia menyebutkan proporsi kelompok Islam dalam BPUPKI yang berjumlah 68 orang hanya 20% saja. Begitu pula dengan kompromi Piagam Jakarta yang dicapai oleh panitia Sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan salah seorang anggotanya yaitu AA Maramis, seorang Kristen. Baca, Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan (Jakarta: LP3ES, 1985), 101-109.

56 E. Blunt (ed.), Social Service in India (India: H.M. Stationery Office, 1939), 109. Dikutip dari Wallbank, A Short History of India and Pakistan (New York: American Library, 1958), 169.

Page 356: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

meskipun pada pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang saja telah ada lembaga khusus yang mengurusi keperluan keagamaan umat Muslim.57 Dapat dibayangkan ketika tidak ada Kementerian Agama, bagaimana nasib madrasah beserta kurikulumnya, apakah dapat eksis atau kemudian hilang. D. Kebijakan Politis Pemerintah dalam Kurikulum Madrasah 1. Kebijakan Pemerintah Tentang Pendidikan yang merugikan Kurikulum Madrasah

Menurut Malik Fadjar, tidak seluruh kebijakan lahir dengan gampang. Ia harus mempunyai kekuatan tawar menawar kultur, dan dalam kadar tertentu bisa bersifat politis.58 Sekurang-kurangnya untuk melahirkan kebijakan (kurikulum) madrasah perlu diakomodasikan berbagai kepentingan masyarakat,59 khususnya umat Islam. Seperti yang dikemukakan oleh Husni Rahim, bahwa madrasah adalah milik masyarakat,60 yang merupakan salah satu karakteristiknya. Maka kebijakan tentang pergeseran kurikulum madrasah selayaknyalah harus mendapat support, aspirasi dan dukungan dari masyarakat. Jadi yang paling baik di sini aspirasi kebijakan berasal dari masyarakat ke penguasa (bottom up), walaupun ending produksi dan isi kebijakan tetap di penguasa. Masyarakat adalah obyek penerapan kebijakan tersebut. Ketika lahirnya kebijakan merupakan paket dari penguasa tanpa adanya peran serta aspirasi masyarakat, berarti kebijakan yang lahir masih seperti kebijakan pendidikan pada masa Belanda.61

2. Beberapa Kritik Tentang Kualitas Kurikulum Madrasah

57 Lihat, B. J. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970 (Jakarta: Grafiti Pers,

1982), 40. 58 Politik dalam pendidikan berbeda dengan politik praktis, dalam arti partai politik.

Walaupun substansi politik itu sendiri secara teoritik adalah sama, dalam arti berorientasi kemenangan dan kekuasaan, namun dalam pendidikan lebih bersifat halus dan mengedepankan nilai. Baca, D. Easton, A framework for Political Analysis (New York: Prentice-Hall, 1965), ketika mendefinisikan politik pendidikan. Lihat pula, J. D. Scribner dan R. M. Englert (Ed.), “The Politics of Education: An Introduction”, dalam J. D. Scribner, The Politics of Education: The Seventy-Sixth Yearbook of The National Society for The Study of Education (Chicago: University of Chicago Press, 1977). Lihat juga, Jane C. Owen, The Impact of Politics in Local Education (Toronto: Rawman dan Little Field Education, 2006), 4, 6.

59 A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Fadjar Dunia, 1999), 95. 60 Husni Rahim, Visi Madrasah, http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts/defaul,

2008. 27/02/2010. 61 Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Belanda sepenuhnya mengendalikan proses

produksi, isi, dan penerapan kebijakan pendidikan. Kebijakan pendidikan Belanda melayani kepentingan pendidikan Belanda yang “substantive” mengesampingkan kebutuhan pendidikan “substantive” dari rakyat Indonesia. Lihat, Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia, Peran Tokoh-tokoh Islam dalam Penyusunan UU No. 2/1989, 20.

Page 357: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Beberapa kritik terhadap madrasah, terutama kurikulumnya. Sebenarnya pada masa awal madrasah identik dengan pesantren,62 bedanya kalau madrasah tanpa asrama sedangkan pesantren menggunakan asrama, namun content (isi) kurikulumnya sama yaitu sama-sama 100% mengajarkan agama, karena sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n. Disebabkan hal ini, eksistensi madrasah menimbulkan efek sosial, seperti kata Steenbrink, “suatu hal yang tragis yang dewasa ini diderita oleh anak-anak didik kalangan Islam Indonesia, adalah belum dapat diperolehnya lapangan kehidupan di luar keagamaan setelah mereka ini berhasil menyelesaikan pendidikannya dari sekolah-sekolah agama seperti madrasah, pesantren maupun perguruan tingginya”.63 Walaupun, sepintas diamati bahwa pernyataan Steenbrink adalah doktrin Barat, tetapi ini adalah merupakan kritik bagi madrasah untuk mereformasi kurikulumnya. 3. SKB Tiga Menteri: Pro-Kontra Masuknya Pelajaran Umum ke dalam Madrasah

Di muka telah dijelaskan, bahwa SKB tiga menteri adalah politis, karena porsi pelajaran agama menjadi berkurang di madrasah. Sebagai klarifikasi ulang, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Madrasah Aliyah Negeri (MAN), pasal 2 disebutkan, bahwa Madrasah Aliyah Negeri mempunyai tugas dalam bidang pendidikan dan pengajaran Agama Islam sekurang-kurangnya 30% sebagai mata pelajaran dasar, disamping pendidikan dan pengajaran umum64 berarti 70% adalah pelajaran umum. Namun oleh Menteri Agama pada saat itu, Mukti Ali, dijelaskan bahwa dalam prakteknya kedua mata pelajaran tersebut dapat saling mengisi, sehingga sama-sama 100%. Jika hal ini benar-benar direalisasikan, maka madrasah dapat menjadi sekolah unggul. Tetapi pada kenyataannya memang tidak dapat direalisasikan apa yang dikatakan Mukti Ali. Dengan demikian sisi politisnya adalah penekanan terhadap kurikulum madrasah dengan mengurangi pelajaran agama. 4. Madrasah Masuk Sistem Pendidikan Nasional: Leburnya Sistem Ganda

Munculnya Undang-Undang Pendidikan No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, madrasah harus berbenah diri, karena dalam pasal 11 ayat (6): ”Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan”. Pendidikan keagamaan yang dimaksud di sini tentunya madrasah. Secara spesifik dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990, pasal 3 ayat (3): “Pendidikan menengah keagamaan mengutamakan penyiapan siswa dalam penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama yang bersangkutan”. Pendidikan menengah keagamaan yang dimaksud di sini tentunya Madrasah Aliyah. Cuma yang dimaksud Madrasah Aliyah di sini, Madrasah Aliyah

62 Menurut Geertz’s, bahwa pesantren (Islamic Boarding Schools) adalah sebuah institusi

yang dipengaruhi pengajaran Hindu Budha. Lihat, Hefner, (Ed.), Making Modern Muslim: The Politics of Islamic Education in Southeast Asia, 129.

63Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, 15. 64 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 17 Tahun 1978 tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Madrasah Aliyah Negeri (MAN), 2.

Page 358: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

umum atau Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK), karena dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990, pasal 4 ayat (1) disebutkan: “Bentuk satuan pendidikan menengah terdiri atas, Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Menengah Keagamaan,65 --dimungkinkan MA– Sekolah Menengah Kedinasan dan Sekolah Menengah Luar Biasa”.66 Jika Madrasah Aliyah termasuk sekolah keagamaan, maka menurut penulis yang tepat adalah Madrasah Aliyah Keagamaan, bukan Madrasah Aliyah umum yang mempunyai jurusan ilmu-ilmu Fisika, ilmu Biologi, ilmu-ilmu Sosial dan Pengetahuan Budaya. Sebenarnya dilihat dari kebijakan-kebijakan tersebut di atas jelas bahwa ruang lingkup pembelajaran yang ada di madrasah dibatasi pada pengetahuan agama saja. Hal ini sangat politis, seolah-olah madrasah yang dalam bahasa Indonesianya sekolah tidak boleh berkembang layaknya sekolah-sekolah umum yang lain. 5. Madrasah adalah Sekolah Umum Berciri Khas Islam: Sebuah Realitas Yang Harus Diterima

Lahirnya PP Nomor 29 Tahun 1990 tentang pendidikan menengah menjadi dasar bahwa Madrasah Aliyah adalah SMU/sekolah umum berciri khas Islam. Dalam PP Nomor 29 tersebut ditegaskan bahwa pada jenjang pendidikan menengah, terdapat bentuk-bentuk satuan pendidikan, yaitu sekolah keagamaan, sekolah menengah kedinasan dan sekolah menengah luar biasa.67 Sekolah menengah keagamaan di sini berarti Madrasah Aliyah. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992 Tahun 1992 tentang sekolah menengah umum, ditetapkan bahwa Madrasah Aliyah adalah Sekolah Umum yang berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama. Dalam SK Mendikbud tersebut juga ditegaskan bahwa Madrasah Aliyah wajib memberikan bahan kajian sekurang-kurangnya sama dengan Sekolah Menengah Umum (SMU). Dalam mata pelajaran umum, tetapi dalam mata pelajaran agama, madrasah tetap mendapat porsi lebih. Husni Rahim melaporkan, jika di SMU, alokasi waktu pelajaran agama perminggu hanya 2 jam, tetapi pada Madrasah Aliyah, 9 jam pelajaran68 --kurikulum 1994–.

65 Dalam PP No. 29 Tahun 1990 disebutkan bahwa penamaan masing-masing bentuk

sekolah menengah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) angka 3 ditetapkan oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

66Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, hlm. 114. Lihat juga, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, Bab 1 Pasal 1, 1.

67 Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, 106. 68 Jumlah yang demikian itu, masih dirasakan “kurang” sehingga masih ada suara,

kurikulum 1994 sebagai kurikulum yang “mendangkalkan agama”. Pertanyaan sekarang, apakah ciri khas agama pada madrasah hanya menjadi tanggungjawab guru bidang studi agama, sehingga bila jam belajar bidang studi agama berkurang berarti terjadi pendangkalan agama? Ciri khas Islam pada madrasah menjadi tanggung jawab semua orang yang berkait dengan madrasah. Mulai dari kepala madrasah (pimpinan), guru (baik bidang studi agama maupun bidang studi umum), tenaga kependidikan lainnya, BP3 dan para murid sendiri. Lihat, Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Logos, 2005), 47. Bandingkan dengan hasil observasi penulis

Page 359: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Dalam kurikulum 2004 dan 2006, alokasi waktu mata pelajaran agama pada Madrasah Aliyah program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa69 sama persis dengan SMU. E. Tafsir Pergeseran 1. Bergeser Sebagaian Komponen Kurikulum

Komponen kurikulum terdiri dari tujuan, isi/materi (content), pendekatan (strategi pembelajaran), dan penilaian (evaluasi). Dari masing-masing periode kurikulum Madrasah Aliyah mengalami pergeseran. Pergeseran terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Yang dalam hal ini penulis memberi kesimpulan bahwa pergeseran kurikulum lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor politik. Diantara empat komponen kurikulum tersebut, jika hanya terjadi pergeseran pada salah satu komponen saja, misal komponen tujuan kurikulum, sedangkan yang lain tidak, berarti pergeseran tersebut hanya sebagaian komponen kurikulum. 2. Bergeser Seluruh Komponen Kurikulum

Seperti telah diuraikan pada bab-bab terdahulu dalam disertasi ini, bahwa pergeseran mestilah berbeda dengan perubahan, karena pergeseran lebih cenderung pada arti peralihan dan subsatnsi yang terkandung masih tetap ada, sedangkan perubahan adalah perubahan dalam arti total (revolusi). Prediksi penulis, bahwa kurikulum Madrasah Aliyah mengalami pergeseran secara menyeluruh dari masing-masing komponen kurikulum, walaupun pergeseran antar komponen kurikulum pada periode satu ke periode berikutnya tidak secara menyeluruh, artinya secara kuantitas, ada yang sedikit dan agak banyak bergesernya, yang terlalu banyak (total) tidak ada. Pada prinsipnya pergeseran menyeluruh tersebut secara kualitas mengarah pada perbaikan, penyempurnaan dan modernisasi, ada pula yang dominan dipengaruhi faktor politik yaitu pergeseran isi kurikulum MA. Untuk membuktikan tafsir ini dapat dilihat indikator pergeseran di bawah ini. F. Indikator Pergeseran

Dalam indikator pergeseran ini penulis akan menjelaskan bahwa pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Hal ini telah banyak dijelaskan sebelumnya, bahwa diantara empat komponen kurikulum yaitu tujuan, content (isi), metode dan evaluasi, yang pergeserannya dikatakan politis adalah pada content (isi) kurikulum Madrasah Aliyah, adapun komponen yang lainnya bergeser ke arah modern. 1. Tujuan Kurikulum Madrasah Aliyah

Tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional, baik UU No. 4 Tahun 1950 jo UU No. 12 Tahun 1954, yang mencitakan manusia terdidik Indonesia sebagai “manusia susila yang cakap dan demokratis serta

terhadap MAN Insan Cendekia, tanggal 20 Pebruari 2010, observasi MAN 1 dan 2 Serang, tanggal 25 November 2010.

69 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), 81-85.

Page 360: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”,70 atau UU no. 2 tahun 1989 yang mencitakan wujud manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”,71 dan yang terakhir UU No. 20 Tahun 2003 yang mencitakan “manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.72 a. Tujuan Kurikulum MA Sebelum Muncul Secara Nasional

Ketika Peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1946 diberlakukan yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama No. 7 tahun 1952, salah satu pesannya adalah madrasah supaya mengajarkan pelajaran umum dengan tujuan karena pelajaran umum sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari, kekurangan pengetahuan umum menyebabkan orang mudah diombang-ambingkan oleh pendapat yang kurang benar dan pikiran yang kurang luas.73 Berarti sebelum munculnya peraturan ini memang madrasah hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama (ulu>m al-di>n), padahal ilmu umum berguna untuk menguasai dunia. b. Tujuan Kurikulum MA Tahun 1973

Kurikulum madrasah tahun 1973 ini merupakan hasil dari pertemuan di Cibogo, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 10-20 Agustus 1970, pada saat ini kurikulum madrasah disusun dari semua tingkatan secara nasional. Kurikulum madrasah secara nasional ini disusun dalam usaha supaya madrasah diakui sebagai bagian dari pendidikan nasional. Dengan demikian, berarti tujuan kurikulum Madrasah Aliyah saat ini, secara umum tidak beda dengan tujuan kurikulum SMA tahun sebelumnya yaitu kurikulum tahun 1968, tujuannya adalah membentuk manusia Pancasila sejati, walaupun secara spesifik tujuan ini pastinya berbeda dengan kurikulum Madrasah Aliyah. c. Tujuan Kurikulum MA Tahun 1976

Kurikulum MA Tahun 1976, adalah disusun berdasarkan kurikulum SKB Tiga Menteri tahun 1975. Tujuan Institusional Umum (TIU) pada kurikulum Madrasah Aliyah 1976,74 sesuai Keputusan Menteri Agama no. 75 tahun 1976 pasal 3 adalah sebagai berikut: (1) menjadi seorang Muslim yang bertaqwa, berakhlak mulia, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, (2) menjadi warga negara yang baik

70 Lihat, Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya (Ciputat: Logos Wacana Ilmu,

1999), 130. 71 Lihat, Undang-Undang Nomor 2Tahun 1989, pasal 4. 72 Lihat, UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. 73 Husni Rahim, “Visi Madrasah”, dalam http://www. blogger.com/feeds/35417963/posts/

defaul, 2008. 27/02/2010. 74 Konsep kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan

efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu Management by Objective, http://viendutzz.com/2009/11/perbedaan-kurikulum-1975-1984-1994-204.com. 10/08/2010.

Page 361: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air, (3) menjadi manusia yang berkepribadian bulat dan utuh, percaya pada diri sendiri, sehat rohani dan jasmani, (4) memiliki pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan yang lebih luas serta sikap yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi atau untuk dapat bekerja dalam masyarakat sambil mengembangkan diri untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, (5) memiliki pengetahuan agama dan umum yang lebih luas dan mendalam serta pengalaman, ketrampilan dan kemampuan, yang diperlukan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, (6) mampu melaksanakan tugas hidup dalam masyarakat dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa guna mencapai kebahagiaan dunia dan akherat.75 Tujuan ini cukup ideal, untuk membentuk manusia yang mempunyai kepribadian utama secara komprehensip. d. Tujuan Kurikulum MA Tahun 1984

Dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia No. 101 tahun 1984 tentang kurikulum Madrasah Aliyah,76 disebutkan pada pasal 2, pendidikan Madrasah Aliyah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pada pasal 3 diuraikan lebih rinci, bahwa tujuan pendidikan Madrasah Aliyah adalah untuk menunjang tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional, dan dijabarkan ke dalam tujuan umum sebagai berikut: (a) mendidik para siswa untuk menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, sebagai Muslim yang menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, (b) mendidik para siswa untuk menjadi manusia pembangunan sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman kepada Pancasila dan UUD 1945, (c) memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan ke IAIN dan ke perguruan tinggi lainnya, (d) memberi bekal kemampuan yang diper1ukan bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan ke tingkat akademi)

75 Lihat, KMA No. 75 Tahun 1976, pasal 3. Lihat pula, Keputusan Menteri Agama (KMA)

RI No. 75 tahun 1976 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 3-6. Sejak diberlakukannya kurikulum 1975, yang waktu itu dikenal dengan sebutan pembakuan kurikulum, para guru diwajibkan menggunakan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dalam melaksanakan tugasnya dari mulai perencanaan pengajaran, pelaksanaan proses belajar-mengajar sampai evaluasi pengajaran. Kewajiban itu merupakan implikasi dari penggunaan prinsip objective oriented sebagai salah satu asas pengembangan kurikulum. Penerapan prinsip berorientasi pada tujuan ini nampak pada kurikulum 1975 dengan dicantumkannya berbagai jenis tujuan yang tersusun secara hirarkhis, dari mulai Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler sampai ke Tujuan Instruksional Umum. Atas dasar tujuan-tujuan itu, guru diwajibkan mengembangkan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk diusahakan pencapaiannya pada proses belajar-mengajar yang diselenggarakannya. Lihat, http://www.infodiknas.com/manfaat-tujuan-pembelajaran-khusus-dalam-proses-belajar-mengajar. 26/05/2010.

76 Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntutan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja. Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum 1975, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). http://viendutzz.com/2009/11/perbedaan-kurikulum-1975-1984-1994-204.com. 10/08/2010.

Page 362: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

politeknik, program diploma dan pendidikan tinggi lainnya yang setingkat, (e) memberi bekal kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia kerja setelah menyelesaikan pendidikannya.77 Hal ini sejalan dengan tuntutan GBHN 1983, bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja.78 Pada saat kurikulum Madrasah Aliyah 1984, Menteri Agamanya adalah Munawir Sjadzali.79 Ketika Munawir menjadi Menteri Agama, ada tarik menarik antara tokoh Islam dan nasionalis, dimana tokoh Islam menghendaki negara Islam, sementara tokoh nasionalis tetap mengendaki Indonesia berdasarkan Pancasila. Ketegangan yang demikian dicairkan oleh Munawir, dengan menulis buku tentang politik Islam yang dicetak sebanyak 5000 eksemplar, habis terjual dalam tempo singkat, selama 4 bulan. Subtansi pemikiran Munawir, “tidak ada ketetapan doktrinal yang mengharuskan kaum Muslimin untuk mendirikan negara Islam”.80 Dengan demikian, kehadiran Munawir menjadi Menteri Agama, adalah mencairkan ketegangan ideologis. e. Tujuan Kurikulum MA tahun 1994

Lahirnya Undang-Undang Pendidikan No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjadi pemicu lahirnya kurikulum 1994, bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki ketrampilan dan pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.81 Tujuan kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994, tentunya merujuk kepada UU tersebut. f. Tujuan Kurikulum MA Tahun 2004

Kurikulum ini disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).82 Penyelenggaraan pendidikan Madrasah Aliyah (MA) setingkat dengan pendidikan

77 Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 101 tahun 1984 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 3.

78 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html, 19 Mei 2008. 25/07/2010.

79 Keputusan Menteri Agama (KMA) RI No. 101 tahun 1984 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 7.

80 Baca, Bahtiar Effendy, Hendro Prasetyo, dan Arief Subhan, “Munawir Sjadzali, MA, Pencairan Ketegangan Ideologis”, dalam, Menteri-menteri Agama RI, Biografi Sosial Politik, 371-372.

81 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html, 19 Mei 2008. 25/07/2010. Lihat juga, UU No. 2 Tahun 1989.

82 Kebanyakan tafsir kompetensi, hampir mirip (seragam), Jones, mendefinisikan kompetensi, sebagai suatu pengetahuan dan ketrampilan khusus (specific) dan cara penerapan pengetahuan serta ketrampilan tersebut mengikuti sebuah baku kinerja (standard performance) yang ditetapkan”. Sedang Taylor-Powell, memberikan arti kompetensi, sejumlah pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan untuk melakukan tugas atau rencana tertentu. Lihat, Taylor-Powell, Competence in Extension Education Evaluation, What is it? What Does Capacity Building Entail? Hear it From the Board. Januari, 2002. Sedangkkan Risher mengatakan, kompetensi adalah kemampuan yang menyumbangkan tercapainya keberhasilan kinerja. Lihat, H. Risher, Paying for Employee Competence. School Administrator, 2000.

Page 363: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

umum, bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia; mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis; menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi; memiliki etos budaya kerja; dan dapat memasuki dunia kerja atau dapat mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dengan kata lain tujuan pendidikan Madrasah Aliyah (MA) adalah memproduk lulusan yang bisa masuk ke perguruan tinggi umum dan agama serta dapat diterima bekerja sesuai dengan kebutuhan pasar. g. Tujuan Kurikulum MA Tahun 2006.

Kurikulum 2006 yang juga disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).83 Dalam kurikulum ini, tidak ada perbedaan antara kurikulum sekolah dengan kurikulum madrasah, baik dari segi tujuan, content (isi), strategi (metode) pembelajaran, maupun evaluasinya.84 Oleh karena itu tujuannya pun sama, yaitu “tujuan pendidikan menengah (SMA/MA) adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut”.85 2. Isi Kurikulum Madrasah Aliyah a. Isi Kurikulum MA Sebelum Muncul Kurikulum Madrasah Secara Nasional

Peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1946 (tentang pemberian bantuan madrasah), dalam peraturan ini diberi tambahan tentang pemberian pengajaran mata pelajaran umum, jumlah jam pelajaran umum minimal sepertiga dari jumlah jam secara keseluruhan. Adapun mata pelajarannya meliputi, Bahasa Indonesia, Berhitung dan Membaca serta Menulis untuk madrasah tingkat rendah, sedangkan untuk madrasah lanjutan diberi tambahan, Ilmu Bumi, Sejarah, Kesehatan, Tumbuh-tumbuhan dan Alam. Sebenarnya hal ini merupakan usaha KH. Wahid Hasyim ketika menjadi Menteri Agama (1949-1952). Dengan alasan supaya tidak terjadi dualisme yang tajam antara madrasah dan sekolah.86 Diam-diam ide Hasyim ini adalah politis, dimana negara ini mempunyai sistem pendidikan yang dualistik, dengan posisi madrasah yang marjinal, seolah-olah Hasyim mau berusaha menyamakan kedudukan antara madrasah dengan sekolah.

83 KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum operasional yang

disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang telah disusun oleh BNSP (Badan Standar Nasional Pendidikan), lihat, PP No.19 Th.2005, Pasal 17. 84 Baca, Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 335.

85 Henny Riandari, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA dan MA: Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Ria Setyo Mardani (Ed.), (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007), 3. Baca juga, Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah, 335.

86 Dapartemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 16.

Page 364: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Melihat perbandingan prosentase pelajaran agama dan umum pada masa kurikulum sekitar tahun 1958, dimana belum ada kurikulum madrasah yang bersifat nasional, maka dapat dilihat pelajaran agama lebih dominan. Isi rencana Pelajaran Pondok Pesantren Modern Gontor, mata pelajaran agama 56,4%, isi rencana pelajaran sekolah guru P.U.I 6 tahun, agama 52,4%. Dan untuk isi rencana pelajaran Mu’allimin Yogyakarta imbang antara pelajaran agama dan umum yaitu 50%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prosentase mata pelajaran agama dan umum masing-masing madrasah sebelum tahun 1973 adalah beragam, dalam arti belum seragam. Dan lebih cenderung dominasi ke mata pelajaran agama karena sebagai lembaga tafaqquh fi> al-di>n. b. Isi kurikulum MA Tahun 1973

Kurikulum madrasah 1973, merupakan kurikulum madrasah yang baru secara nasional, yang merupakan hasil pertemuan pada tanggal 10-20 Agustus 1970 di Cibogo, Bogor.87 Ketika diberlakukannya kurikulum MA tahun 1973, dibuka jurusan yaitu, 1) jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), 2) jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), 3) jurusan Bahasa, 4) jurusan Agama (Syari’ah), dan 5) jurusan Qodlo (Peradilan Agama).88 Mata pelajaran diklasifikasikan menjadi empat, yaitu dasar, pokok, khusus dan ekstrakurikuler.

Mata pelajaran MA saat ini sudah cukup mewarnai pengetahuan umum bila dilihat dari alokasi waktu yang tersedia, yaitu jumlah alokasi waktu pelajaran agama perminggu 12-14 jam pelajaran, sementara pelajaran umum 31-34 jam pelajaran. Sedangkan jumlah jam pelajaran perminggu secara keseluruhan adalah 48 jam pelajaran.89 Bila diprosentase, maka jumlah jam pelajaran agama perminggu: 14:48x100%= 29,2%. Sedangkan jumlah jam pelajaran untuk mata pelajaran umum perminggu bila diprosentase: 34:48x100%= 70,8%. Dengan demikian isi kurikulum MA 1973 sudah mulai didominasi mata pelajaran umum. c. Isi Kurikulum MA Tahun 1976

Munculnya kurikulum SKB Tiga Menteri Tahun 1975 adalah mendasari lahirnya kurikulum MA Tahun 1976. Kurikulum ini, memuat 30% mata pelajaran agama90 dan 70 % mata pelajaran umum.

Adapun alokasi waktu perminggu 44 jam pelajaran,91 mata pelajaran yang termasuk rumpun PAI (agama) untuk jurusan IPA dan IPS berjumlah 12-13 jam pelajaran perminggu, dengan demikian alokasi mata pelajaran umum berjumlah 31-

87 Dapartemen Agama RI, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, 24. 88 Nur Ahid, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, Solusi dan Jawaban Pelbagai

Problem MA Umum, MA Program Khusus, MA Ketrampilan, MA Model dan MA Diniyah. Lihat juga, Abd Rahman Saleh, Penyelenggaraan Madrasah, Petunjuk Pelaksanaan Administrasi dan Teknis Pendidikan (Jakarta: Dharma Bhakti, 1984), 23-24.

89 Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 145.

90 Keputusan Menteri Agama No. 75 tahun 1976 tentang kurikulum Madrasah Aliyah, 2. 91 Keputusan Menteri Agama No. 75 tahun 1976 Pasal 7 Tentang Kurikulum Madrasah

Aliyah, 8.

Page 365: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

32 jam pelajaran perminggu. Bila diprosentase, untuk mata pelajaran rumpun PAI: 13:44x100%= 29,55%, untuk mata pelajaran umum: 31:44x100%= 70,45%. Untuk jurusan bahasa jumlah alokasi waktu rumpun mata pelajaran PAI: 13-16 dan mata pelajaran umum 28-31. Jika dibuat prosentase, mata pelajaran rumpun PAI: 16:44x100%= 36,4%, mata pelajaran umum: 28:44%= 63,6%, mata pelajaran rumpun PAI prosentasenya bertambah karena di kelas 3, mata pelajaran Bahasa Arab alokasi waktunya tinggi sampai 7 jam pelajaran perminggu. Kemudian jurusan Syari’ah/Agama, jumlah jam pelajarannya perminggu, untuk mata pelajaran rumpun PAI 13-25, untuk mata pelajaran umum 19-31. Bila diprosentasekan, maka pelajaran rumpun PAI: 25:44x100%= 56,8%, sedangkan mata pelajaran umumnya 19:44x100%= 43,2%. Dengan demikian untuk jurusan IPA, IPS dan Bahasa mata pelajarannya didominasi pengetahuan umum dan untuk jurusan Syari’ah/Agama, mata pelajarannya didominasi pelajaran agama. d. Isi Kurikulum MA Tahun 1984

Dalam pasal 8 Keputusan Menteri Agama Nomor 101 tahun 1984, tentang kurikulum Madrasah Aliyah disebutkan bahwa isi kurikulum Madrasah Aliyah adalah sebagi berikut: dikelompokan menjadi dua yaitu, kelompok Pendidikan Agama terdiri atas; al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fikih, Sejarah Peradaban Islam, dan Bahasa Arab. Kelompok Pendidikan Agama ini merupakan program identitas Madrasah Aliyah. Program ini adalah sebagai dasar utama dalam pengembangan suasana keagamaan di sekolah, yang merupakan ciri kekhususan kelembagaannya.92

Adapun perhitungan jumlah alokasi waktu perminggu adalah 240 kredit dibagi 6 semester = 40 jam pelajaran perminggu. Jumlah jam pelajaran rumpun mata pelajaran PAI 12 jam pelajaran permingu, dan mata pelajaran umum 28 jam pelajaran. Jumlah jam pelajaran seperti ini untuk program ilmu-ilmu Fisika, ilmu-ilmu Biologi, ilmu-ilmu Sosial, dan ilmu-ilmu Pengetahuan Budaya. Bila diprosentasekan adalah sebagai berikut, untuk mata pelajaran rumpun PAI: 12:40x100%= 30%, dan mata pelajaran umum: 28:40x100%= 70%. Adapun untuk program ilmu-ilmu Agama jumlah jam pelajarannya perminggu 23, dan mata pelajaran umum 17. Sehingga jika diprosentasekan, pelajaran rumpun PAI: 23:40x100%= 57,5% dan mata pelajaran umum: 17:40x100%= 42,5%. e. Isi Kurikulum MA Tahun 1994

Alokasi waktu jam pelajaran perminggu, untuk ketiga program, yaitu program Bahasa, program IPA dan program IPS adalah sebagai berikut: mata pelajaran rumpun PAI berjumlah 7 jam pelajaran perminggu. Ada catatan bahwa untuk kelas 3, Bahasa Arab 2 jam pelajaran dilaksanakan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Adapun mata pelajaran umum berjumlah 38 jam pelajaran perminggu. Sedangkan jumlah jam keseluruhan perminggu adalah 45 jam pelajaran. Dengan demikian jika diprosentasekan menjadi, mata pelajaran rumpun PAI: 7:45x100%= 15,6% dan mata pelajaran umum: 38:45x100%= 84,4%. f. Isi Kurikulum MA Tahun 2004

92 Keputusan Menteri Agama No. 101 tahun 1984 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 10

Page 366: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Alokasi waktu jumlah jam pelajaran perminggu adalah 45 jam pelajaran. Untuk program studi Ilmu Alam dan Ilmu Sosial, jumlah jam pelajaran perminggu rumpun mata pelajaran PAI adalah 9 jam pelajaran, yang aslinya hanya 2 jam pelajaran perminggu. Dengan demikian maka tambahannya adalah 7 jam pelajaran perminggu dalam rangka mempertahankan ciri khas ke-Islamannya. Adapun sisanya adalah mata pelajaran umum yaitu 36 jam pelajaran. Bila diprosentasekan, untuk rumpun mata pelajaran PAI: 9:45x100%= 20%, sedangkan mata pelajaran umum: 36:45x100%= 80%. Prosentase mata pelajaran PAI ketika tidak ditambah jam pelajaran dalam rangka mempertahankan ciri khas ke-Islamannya adalah: 2:45x100%=4,4%. Dengan demikian untuk mempertahankan ciri khas ke-Islamannya adalah 20%-4,4%= 15,6%. Melihat realitas yang demikian, betapa kuatnya kurikulum MA mempertahankan ciri khas ke-Islamannya sebagai karakteristik yang melekat pada madrasah.

Untuk program studi Bahasa hanya berbeda sedikit, karena ada tambahan mata pelajaran Bahasa Arab satu jam pelajaran perminggunya. Dengan demikian maka jumlah jam pelajaran perminggu untuk rumpun mata pelajaran PAI adalah 10 jam pelajaran dan mata pelajaran umum 35 jam pelajaran. Bila diprosentasekan, mata pelajaran rumpun PAI: 10:45x100%= 22,2%, dan mata pelajaran umum: 35:45x100%= 77,8%. Tambahan jam untuk mempertahankan ciri khas ke-Islamannya adalah 22,2%-4,4%= 17,8%.

Hal ini pasti berbeda dengan program studi Ilmu Agama Islam yang jumlah pelajaran agamanya adalah 26 jam pelajaran perminggu dan sisanya adalah mata pelajaran umum yaitu 19 jam pelajaran perminggu. Bila diprosentasekan, mata pelajaran agamanya adalah: 26:45x100%=57,8%, dan mata pelajaran umumnya 19:45x100%= 42,2%. Mata pelajaran agamanya mendominasi adalah wajar karena program studi Ilmu Agama Islam. g. Isi kurikulum MA Tahun 2006

Adapun perhitungan prosentase alokasi waktu antara mata pelajaran rumpun PAI (agama) dan umum adalah sebagai berikut: untuk program studi IPA, IPS dan Bahasa jumlah mata pelajaran agamanya perminggu adalah 6 jam, yang aslinya hanya 2 jam pelajaran, karena ada keterangan dalam kurikulum itu, 4 jam PAI dan 2 jam Bahasa Arab jika untuk Madrasah Aliyah, jika untuk SMA 2 jam PAI dan bahasa Arab ditiadakan. Dengan demikian jelas bahwa sebenarnya hanya 2 jam pelajaran PAI perminggu di MA, menurut kurikulum 2006, selebihnya mata pelajaran umum. Adapun jumlah jam mata pelajaran umum adalah 39 perminggu dan jumlah alokasi keseluruhan dalam seminggu adalah 45 jam peajaran. Bila diprosentasekan maka, mata pelajaran PAI: 6:45x100%= 13,3%, dan mata pelajaran umum: 39:45x100%=86,7%, dimana ketika melihat prosentase mata pelajaran rumpun PAI aslinya adalah: 2:45x100%= 4,4%. Dengan demikian kurikulum MA mempertahankan ciri khas ke-Islamannya adalah 13,3%-4,5%= 8,8%. Dari sini terlihat bahwa perjuangan mempertahankan kurikulum MA agar tetap mempunyai cirri khas ke-Islamanya terus dilakukan, walaupun kurikulum MA sudah disamakan dengan kurikulum SMA.

Page 367: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Untuk program studi Keagamaan, tentunya berbeda dengan tiga program studi lainnya. Jumlah jam pelajaran perminggu untuk rumpun mata pelajaran PAI 14 jam pelajaran sisanya mata pelajaran umum 30 jam pelajaran perminggu dari jumlah alokasi waktu keseluruhan perminggu 44 jam pelajaran. Bila diprosentase, mata pelajaran rumpun PAI: 14:44x100%= 31,8%, dan mata pelajaran umumnya: 30:44x100%= 68,2%. Melihat data yang seperti ini adalah sebuah politisasi yang cukup besar, kenapa program studi keagamaan tetapi mata pelajarannya didominasi oleh mata pelajaran umum, seharusnya pastilah mata pelajaran agamanya. 3. Pendekatan Kurikulum Madrasah Aliyah

Ada tiga istilah yang mirip dalam pembelajaran maupun pengajaran, tetapi sebenarnya pengertiannya berbeda, yaitu pendekatan, metode dan strategi. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).93 a. Pendekatan Kurikulum MA Sebelum Muncul Kurikulum Secara Nasional

Pendekatan pelajaran secara khusus dalam kurikulum Madrasah Aliyah masa ini belum teridentifikasi secara sistematis, hanya dapat melihat kurikulum sekolah menengah atas sebagai bahan perbandingan. Seperti pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh kurikulum SMA tahun 1968, diantaranya sebagai berikut; dengan cara membangkitkan minat siswa secara maksimal –dalam bahasa sekarang membangkitkan motivasi siswa baik intrinsik maupun ekstrinsik– guru mengajar harus menghubungkan dengan mata pelajaran yang lain –corelated curriculum– diusahakan setiap pelajaran disajikan dengan cara experience centered, sehingga melalui pengalaman pembangkitan minat siswa dapat mempraktekan apa yang diketahui, menggunakan metode problem solving.94 Pembangkitan minat belajar siswa sangat perlu ketika itu, dimana pelajar masih sedikit dibanding sekarang. Mereka masih malas untuk sekolah. Dengan pendekatan pembangkitan motivasi, diharapkan para siswa muncul motivasi intrinsik, dimana motivasi ini merupakan faktor pendorong yang cukup kuat pada diri anak siswa. b. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 1973

Pendekatan, UNESCO melalui International Commision on Education for The Twenty First Century yang antara lain bertujuan untuk mengubah dunia “from technologically divided world where high technology is privilege of the few to

93 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-strategi-teknik-

taktik-dan-model-pembelajaran. 06/07/2010. 94 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Rencana Pendidikan dan Pelajaran SMA

(Jakarta: Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan dan Kursus-kursus, 1969), 8.

Page 368: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

technologically united world” mengusulkan empat pilar belajar yaitu “learning to know, learing to do, learning to be, and learning to live together”. Menerapkan empat pilar tersebut berarti bahwa proses pembelajaran memungkinkan peserta didik dapat menguasai cara memperoleh pengetahuan, berkesempatan menerapkan pengetahuan yang dipelajarinya, berkesempatan untuk berinteraksi secara aktif dengan sesama peserta didik sehingga dapat menemukan dirinya. Model pembelajaran seperti ini hanya dapat berlangsung dengan tenaga guru yang penuh konsentrasi, peralatan yang memadai, dengan materi yang terpilih dan waktu yang cukup tanpa harus mengejar target untuk Ujian Nasional (UN). Ujian Nasional akan mengurangi kreatifitas belajar sampai tingkatan “joy of discovery”.95 Ilustrasi di atas belum muncul di Indonesia pada tahun 1973, apalagi pada pendekatan kurikulum Madrasah Aliyah. Pendekatan kurikulum MA tahun 1973, masih berpusat pada guru (teacher center), guru yang aktif menerangkan. Orientasinya juga pada tujuan (goal oriented), proses tidak begitu diperhatikan pada saat ini. Pendekatan yang digunakan masih banyak mengadopsi pendekatan yang ada di pesantren, sebagai cikal bakal lembaga pendidikan Islam. c. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 1976

Kurikulum 1975 yang dipakai landasan untuk kurikulum madrasah 1976 menggunakan pendekatan-pendekatan diantaranya sebagai berikut: pertama, berorientasi pada tujuan, kedua, menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif, ketiga, menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu, keempat, menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.96 d. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 1984

Sistem yang berlaku pada kurikulum Madrasah Aliyah 1984 adalah semester.97 Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan lebih banyak mengacu kepada bagaimana seseorang belajar, selain kepada apa yang ia pelajari. Ketrampilan untuk mampu mengelola perolehannya biasa disebut pendekatan ketrampilan proses.98

95 Sudijarto, Jurnal Pendidikan, 8. 96 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html.

28/07/2010. 97 Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 101 tahun 1984 tentang

Kurikulum Madrasah Aliyah, 2. 98 Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 101 tahun 1984 tentang

Kurikulum Madrasah Aliyah, 29.

Page 369: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

e. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 1994 Di awal berlakunya kurikulum 1994 ini, terjadi perubahan waktu dari

semester (kurikulum 1984) ke catur wulan (kurikulum 1994).99 Namun di penghujung berlakunya kurikulum ini berlaku sebaliknya, yaitu perubahan sistem catur wulan ke semester sesui keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 084/U/2002 tentang perubahan sistem catur wulan menjadi semester yang terjadi pada tahun ajaran 2002/2003.100 f. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 2004

Kurikulum MA Tahun 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No. 2 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dan Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.101 KBK cukup efektif, untuk menjadikan para siswa terampil skill-nya, cerdas kognisinya, peka afeksinya. g. Pendekatan Kurikulum MA Tahun 2006

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat kelas umum dan kelas akselerasi (pendidikan berbasis keunggulan).102 Bila diamati kedua kelas tersebut menggunakan pendekatan mastery learning (belajar tuntas), pendekatan ini menentukan standar ketuntasan minimal. Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar 0–100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam

99 http://rbaryan.wordpress.com/2007/05/16, “Bagaimana Perjalanan Kurikulum Nasional”.

07/05/2010. 100 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 084/U/2002 tentang Perubahan sistem catur

wulan menjadi sistem semester, 2. 101 http://cahayailmu-cahayailmu-blogspot.com/2008/05/perbandingan-kurikulum.html.

25/07/2010. 102 Accelerated Learning adalah suatu program pembelajaran dengan sistem percepatan

yang dilakukan dengan cara pemanfaatan waktu. Jika program pembelajaran biasa menyelesaikan materi dalam tiga tahun program akselerasi hanya memakan waktu 2 tahun untuk menyelesaikan materi yang sama, sehingga setiap semester hanya disediakan waktu 4 bulan. Program pembelajaran ini memang disediakan bagi siswa yang memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata sehingga terhindar dari rasa bosan yang diakibatkan lambatnya materi yang disampaikan. Dalam proses belajar mengajar. Lihat, Departemen Agama, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah, 230.

Page 370: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan meningkatkan ketuntasan belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal. 4. Evaluasi Kurikulum Madrasah Aliyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan definisi evaluasi menjadi berbeda, seperti dikemukakan Worthen dan Sanders, perbedaan konsep evaluasi pendidikan, makna evaluasi menurut asalnya, perbedaan filsafat dan ideologi, latar belakang metodologi, perbedaan tafsir evaluasi, respon yang berbeda dalam memandang kebutuhan pendidikan, dan pertimbangan praktis.103 Worthen dan Sander dengan tegas mengatakan berdasarkan, argumen kedua orang ini, maka definisi evaluasi menjadi tidak seragam. a. Evaluasi Kurikulum MA Sebelum Muncul Kurikulum Madrasah Secara

Nasional Seperti telah diketahui, bahwa sebelum tahun 1973 kurikulum madrasah

belum muncul secara nasional, dengan demikian cara evaluasinyapun belum seragam. Tetapi bila berkiblat dengan kurikulum nasional, minimal dapat mengetahui gambaran evaluasinya. Dalam kurikulum menengah atas tahun 1968 disebutkan bahwa penilaian diadakan secara praktek, karena ini lebih obyektif. Selanjutnya penilaian dengan pemecahan masalah, untuk melatih daya pikir.104 Jenis evaluasi pada masa ini masih sederhana yaitu praktek, dimana bentuk ini merupakan warisan lembaga pendidikan Islam pada masanya. Kebanyakan pesantren tradisional melaksanakan evaluasi dengan cara praktek untuk materi seperti t}aharah, shalat dan lain-lain. Juga hafalan, setelah para santri mengkhatamkan kitab tertentu. Adapun problem solving, sebenarnya belum populer saat itu, karena melihat kultur pada masanya masih relatif homogen. b. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 1973

Bentuk dan jenis evaluasi Madrasah Aliyah pada kurikulum 1973, sudah lebih maju dibanding dengan kurikulum sebelumnya. Karena madrasah sudah mempunyai kurikulum secara nasional. Jenis penilaian, seperti tulis dan lisan. Teknik penilaian, tes dan non tes serta kuantitatif dan kualitatif. Sudah ada pada masa ini. Namun pengaruh penilain pesantren masih kental, seperti praktek, menghafal dan bah}sul masa>il (pemecahan masalah/problem solving), juga sudah mulai digalakan untuk tingkat MA. c. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 1976

Kurikulum 1975, yang menjadi dasar kurikulum MA tahun 1976, didasari konsep SAS (Struktural, Analysis, Sintesis). Anak menjadi pintar karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah. Kurikulum 1975 juga dimaksudkan untuk menyerap perkembangan ilmu era 1970-

103 B. R. Worthen dan J. R Sanders, Educational Evaluation: Alternative Approaches and

Practical Guidelines (New York dan London: Longman, 1987), 41-59. 104 Lihat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Rencana Pendidikan dan Pengajaran

SMA, 8.

Page 371: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

an.105 Evaluasi pembelajaran pada kurikulum 1975 yang menjadi dasar kurikulum MA 1976, terlihat lebih sistematis, karena evaluasi pembelajaran tidak hanya dilaksanakan pada akhir semester saja, melainkan evaluasi dilaksanakan setiap selesai satu pokok bahasan atau sub pokok bahasan, yang dikemas dalam bentuk Satuan Pelajaran (SP). Dalam kurikulum ini, evaluasi diadakan terus menerus dan diselenggarakan secara menyeluruh dalam arti seluruh aspek tingkah laku siswa dinilai,106 dilaksanakan secara obyektif. Hal ini sebenarnya merupakan prinsip penilain. Karena kurikulum MA tahun 1975 berorientasi pada tujuan, maka penilaian menjadi sangat penting. d. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 1984

Kegiatan penilaian pada kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1984 ini terutama diarahkan pada upaya untuk menentukan seberapa jauh tujuan-tujuan maupun proses belajar mengajar yang diinginkan telah terwujud. Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk keperluan peningkatan proses maupun hasil belajar serta pengelolaan program.107 Kurikulum 1984 ini menekankan pada proses pembelajaran, bukan pada tujuan. Jenis penilaian yang dipakai sama dengan kurikulum MA 1975 yaitu penilain formatif, sumatif (semester), penempatan dan diagnostik. Para siswa lebih banyak diberi tugas untuk membuat LKS (Lembar Kerja Siswa), dan pada kurikulum ini pula dikenalkan Sistem Kredit Semester (SKS). Cara pemberian nilai dengan kuantitatif dan kualitatif serta teknik penilain, yaitu teknik tes dan non tes, adalah sama dengan kurikulum MA 1976. Hanya saja yang Nampak berbeda bentuk soal uraian lebih ditekankan, karena orientasinya adalah proses –soal penalaran lebih diutamakan. Nampak ada dua perbedaan kurikulum MA 1976 dengan kurikulum MA 1984, yaitu orientasi dan bentuk soal penalaran, sementara pada kurikulum MA 1976 lebih pada bentuk soal obyektif dan orientasinya adalah kepada tujuan. Perbedaan ini menjadi indikator pergeseran dari kurikulum MA 1976 ke kurikulum MA 1984, walaupun bergesernya hanya sebagaian. e. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 1994

Guru hendaknya memilih strategi yang dapat mengaktifkan siswa, baik mental, fisik maupun sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarahkan kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berfikir siswa, sehingga diharapkan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang

105 Herlanti, Kurikulum Pendidikan Indonesia dari Zaman ke Zaman (2008) yherlanti.wordpress.com, 2008/15/05. 17/07/2010.

106 Lihat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975 Buku 1: Bidang Studi Ketentuan-ketentuan Pokok (Jakarta: Depdikbud RI, 1975), 2.

107 Keputusan Menteri Agama (KMA) Republik Indonesia Nomor 101 tahun 1984 tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 29. Lihat juga, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum 1984 Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA), Landasan, Program, dan Pengembangan (Jakarta: Depdikbud RI, 1984), 12.

Page 372: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

menekankan ketrampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk memantapkan pemahaman siswa.108 f. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 2004: Kurikulum Berbasis Kompetensi/KBK

Instrumen penilain pada KBK Madrasah Aliyah meliputi jenis tagihan, bentuk instrumen, dan contoh instrumen. Jenis tagihan dapat digunakan antara lain; a) kuis, bentuknya berupa isian dan menanyakan hal-hal yang prinsip. Biasanya dilakukan sebelum pelajaran dimulai kurang lebih 5–10 menit. Kuis dilakukan untuk mengetahui penguasaan pelajaran oleh peserta didik. Tingkat berpikir yang terlibat adalah pengetahuan dan pemahaman, b) pertanyaan lisan, materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teori. Tingkat berpikir yang terlibat adalah pengetahuan dan pemahaman, c) ulangan harian, dilakukan secara periodik di akhir pembelajaran satu atau dua kompetensi dasar. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya mencakup pemahaman , aplikasi dan analisis, d) ulangan blok, adalah ujian yang dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa kompetensi dasar dalam satu waktu. Tingkat berpikir yang terlibat mulai pemahaman sampai dengan evaluasi, e) tugas individual, dapat diberikan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk pembuatan kliping, makalah dan yang sejenisnya. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya aplikasi, analisis, sampai sintesis, dan evaluasi, f) tugas kelompok, digunakan untuk menilai kompetensi kerja kelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya adalah uraian bebas dengan tingkat berpikir tinggi yaitu aplikasi dan evaluasi, g) Responsi atau ujian praktek, bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian respons dapat dilakukan di awal dan di akhir praktek. Ujian yang dilaksanakan sebelum praktek bertujuan untuk mengetahui kesiapan peserta didik melakukan praktek di laboratorium atau tempat lain, sedangkan ujian yang dilakukan setelah praktek, tujuannya untuk mengetahui kompetensi dasar praktek yang telah dicapai peserta didik dan yang belum, h) laporan kerja praktek, bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada praktikumnya. Peserta didik bisa diminta untuk mengamati suatu gejala dan melaporkannya.109 g. Evaluasi Kurikulum MA Tahun 2006: Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan/KTSP Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik pada Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, dilakukan penilaian yang menyeluruh dan berkelanjutan. Bentuk penilaian di Madrasah Aliyah adalah tes dan non tes yang dapat berupa tes tertulis (pilihan ganda dan uraian), tes praktik, tes lisan, portofolio,

108 http://rbaryan.wordpress.com/2007/05/16, “Bagaimana Perjalanan Kurikulum

Nasional”. 07/05/2010. 109 Departemen Agama RI, Kurikulum 2004, Pedoman Khusus Fikih Madrasah Aliyah

(Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004), 13-14. Dalam semua buku – untuk semua mata pelajaran– kurikulum 2004 untuk Madrasah Aliyah, instrumen penilaian pada KBK disebut demikian.

Page 373: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

penugasan proyek dan atau produk.110 Bentuk tes yang demikian telah memenuhi kriteria penilaian komprehensip, karena dapat mengakses semua kompetensi siswa secara maksimal. Hal ini sama dengan kurikulum MA tahun 2004.

Uraian di atas menyimpulkan bahwa isi kurikulum MA bergeser karena dipengaruhi faktor politis, yang tadinya pelajaran agama mendominasi sehingga pelajaran agama akhirnya menipis.

110 Departemen Agama RI, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah

Aliyah, 237.

Page 374: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

BAB V KURIKULUM MADRASAH ALIYAH MASA DEPAN

B. Tuntutan Pembaharuan Pendidikan Madrasah Aliyah: Upaya Mempertahankan Sisi Politis

Beberapa tuntutan pembaharuan pendidikan Madrasaha Aliyah (MA) diantaranya; tuntutan pembaharuan manajemen pengelolaan MA, tuntutan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) guru, tuntutan perbaikan sarana prasarana dan tuntutan pembaharuan kurikulum MA. Masih ada tuntutan pembaharuan yang lain, tetapi penulis batasi hanya yang telah disebut. Bebarapa tuntutan ini harus direalisasikan oleh MA jika akan mempertahankan nilai politisnya. C. Tuntutan Integrasi: Menepis Dikotomi Ilmu Menyusun Keilmuan yang Ideal

dalam Rangka Mewujudkan Kekuatan Politis Bergesernya kurikulum Madrasah Aliyah tidak terlepas dari tuntutan

integrasi ilmu. Karena di awal perkembangan madrasah di Indonesia –seperti telah disebut Munir– perbedaan antara kurikulum madrasah dengan sekolah cukup terasa. Para pembaharu pemikiran Islam Indonesia pun tidak tinggal diam menyikapi masalah ini. Kemudian muncul istilah Islamisasi ilmu pengetahuan. Berbicara Islamisasi ilmu pengetahuan, yang merupakan akar permasalahan yang terjadi pada pergeseran kurikulum MA, memunculkan tiga paradigma ilmu pengetahuan, yaitu paradigma111 sekuler,112 paradigma Islamisasi dan paradigma integrasi. Hal ini dalam rangka mewujudkan konsep keilmuan yang ideal dalam kurikulum MA. Karena dengan kurikulum yang ideal, lembaga madrasah akan mempunyai kekuatan secara politis. Dan dengan paradigma yang integratif ini madrasah adalah lembaga pendidikan yang akan mengeliminasi dikotomi ilmu pengetahuan.

D. Tuntutan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

111 Kata paradigma mempunyai arti model, pola atau contoh, lihat, John M. Echol dan Hasan

Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 143. Immanuel Kant menyebut paradigma sebagai skema konseptual, Marx menyebutnya dengan ideologi dan Wittgestein dengan cagar bahasa, lihat, Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika (Jakarta: Teraju, 2004), 11. Oleh karenanya paradigma dapat dimaknai sebagai sekumpulan asumsi-asumsi, konsep-konsep yang secara logis dianut bersama dan dapat mengarahkan cara berpikir, mengkaji dan meneliti. Lihat, Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas Riset (Jakarta: UIN Press, 2006), 33.

112 Secara harfiyah, kata sekuler berasal dari bahasa latin, saeculum yang berarti masa, waktu atau generasi, lihat, Havey Cox, The Secular City (New York: The MacMillan Company, 1966), 2. Berbeda dengan Niyazi Berkes yang mengartikan kata saeculum dengan dunia masa kini, lihat Niyazi Berkes, The Development of Secularism in Turkey (Montreal: McGill University Press, 1964), 5. Kata saeculum sebenarnya salah satu dari dua kata latin yang berarti dunia. Karena masih ada kata lain yaitu mundus, yang menunjukan ruang, sementara saeculum menunjukan waktu. Saeculum sendiri lawan dari kata eternum yang berarti abadi, yang digunakan untuk alam yang kekal abadi, lihat, Naquib al-Attas, Islam and Secularism, terj. Karsijo Joyosumarno (Bandung: Pustaka, 1998), 18.

Page 375: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dibendung, sampai-sampai Hodgson mengatakan, bahwa zaman sekarang lebih tepat disebut dengan ”zaman teknik” (technical age), karena pada kemunculan zaman itu, ada peran sentral teknikalisme serta bentuk-bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan teknikalisme itu.113 Hal ini diperkuat Tilaar, menurutnya bahwa era abad 21 merupakan era ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa support ilmu pengetahuan dan teknologi suatu masyarakat akan tertinggal dari perubahan. Oleh sebab itu, negara-negara baik negara maju maupun negara berkembang memberikan perhatian yang tinggi terhadap pendidikan, khususnya pendidikan sains dan pengembangan teknologi.114 Mau tidak mau jelas berimplikasi terhadap umat Islam, yang menuntut dunia madrasah khususnya kurikulum MA harus menyesuikan dengan perkembangan zaman tersebut. E. Tantangan Modernitas

Semakin lama manusia menginginkan otonomi yang lebih besar dalam hidupnya, dalam hal ini adalah kemerdekaan, berpikir rasional, dimana kesemuanya ini dapat menghantarkan perubahan, baik dalam kehidupan beragama, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Apa yang baru saja disebut, sebenarnya merupakan prinsip-prinsip modernitas, dimana menurut Tariq Ramadan, dalam The West and the Challenges of Modernity, prinsip-prinsip modernitas meliputi, rasionalitas, perubahan dan kemerdekaan.115 Jika kurikulum MA, ingin menyesuaikan dengan zaman yang sedang berkembang, maka harus memenuhi tuntutan modernitas116 ini, yakni kurikulum tersebut harus rasional, dimana pelajaran Mafikibb yang disebut Husni Rahim jangan menjadi momok madrasah, karena itu adalah rumpun mata-mata pelajaran yang bersifat rasional. Kurikulum MA harus berani berubah dan bergeser ke arah yang lebih baik. Serta kurikulum MA harus independen, artinya tidak ditunggangi kepentingan politik.

113 Suadi Putro, Mohammed Arkoun Tentang Islam dan Modernitas (Jakarta: Paramadina,

1998), 43. 114 Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk

Indonesia (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), 51. 115 Tariq Ramadan, The West and the Challenges of Modernity (Menjadi Modern Bersama

Islam: Islam Barat dan Tantangan Modernitas), edisi Indonesia (Jakarta: Teraju, 2003), 1. 116 Menurut Arnold Toynbee, bahwa modernitas telah mulai menjelang akhir abad ke-15 M,

ketika orang Barat berterima kasih tidak kepada Tuhan tetapi kepada dirinya sendiri atas keberhasilannya mengatasi Kristen abad pertengahan. Lihat, Arnold Toynbee, A Study of History, diringkas oleh D.D. Somervelle (Oxford: Oxford University Press, 1957), 148.

Page 376: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian beberapa bab terdahulu dapat disimpulkan, bahwa pergeseran kurikulum (Madrasah Aliyah) lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Hal ini tidak berarti bahwa faktor-faktor lain seperti, faktor agama (ideologi), sosial, ekonomi, dan budaya, tidak ikut berperan dalam mempengaruhi pergeseran kurikulum (Madrasah Aliyah). Namun di antara faktor-faktor tersebut ada yang lebih dominan mempengaruhi pergeseran kurikulum (Madrasah Aliyah) yaitu faktor politik. Biasanya ending dari terjadinya pergeseran kurikulum (Madrasah Aliyah) ditentukan oleh kebijakan pendidikan, dan kebijakan tersebut muncul untuk menindaklanjuti undang-undang, sedangkan undang-undang itu biasanya syarat dengan kepentingan politis.

Kesimpulan ini dikuatkan oleh bebarapa bukti argumen, sebagai berikut: 1. Kebijakan pendidikan di Indonesia jelas bersifat politis terhadap pergeseran

kurikulum Madrasah Aliyah (MA), sehingga tujuan, isi, pendekatan (metode) dan penilaian kurikulum MA mengalami pergeseran dari masing-masing periode. Pergeseran metode dan penilaian dalam kurikulum MA tidak menjadi persoalan krusial, karena pergeseran ini mengarah pada modernisasi, dalam arti bergeser ke arah yang lebih baik. Tetapi ketika pergeseran tersebut pada tujuan dan isi kurikulum menjadi problem yang serius, karena ketika kedua komponen kurikulum MA ini berubah pastilah harus sesuai dengan dasar ke-Islaman madrasah yang menjadi fundamen pokok. Adapun pergeseran isi kurikulum MA yang secara otomatis menggeser tujuannya adalah lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Indikatornya, ketika tujuan kurikulum MA adalah untuk mencetak calon ulama, tetapi tujuan tersebut tidak tercapai karena terganjal dengan content kurikulum MA yang senantiasa meminimalisir pelajaran agama Islam, hal ini dijalankan oleh madrasah (MA) karena tuntutan undang-undang. Walaupun keadaannya terjepit oleh undang-undang yang bersifat politis, kurikulum MA tetap mempertahankan ciri yang melekat padanya dimana merupakan karakteristiknya. Adapun ciri yang melekat tersebut adalah senantiasa mempertahankan ciri khas ke-Islamannya, yang secara substansi terkandung dalam tujuan dan isi kurikulum MA.

2. Kebijakan pendidikan yang bersifat politis menggiring sistem ganda (dualistik) dalam pendidikan menjadi satu sistem pendidikan nasional (Undang-Undang Pendidikan pertama No. 4 tahun 1950 dan ke dua No. 2 tahun 1989). Hal ini terbukti dengan bergesernya kurikulum MA yang semula memprioritaskan ulu>m al-di>n kemudian lambat laun mengadopsi pelajaran umum yang pada akhirnya kurikulum MA sama dengan kurikulum SMA pada umumnya. Implikasi dari realitas yang demikian menyebabkan Diknas mempunyai otoritas yang lebih dominan. Dengan demikian outcome MA terus diklaim lebih rendah kualitasnya

Page 377: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

dari pada output SMA. Namun perlu menjadi catatan, bahwa setelah munculnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 30, pendidikan agama dengan tujuan menciptakan ahli agama (ulama) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat. Dengan demikian Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) dengan kurikulum dominan mata pelajaran agama Islam di bawah otoritas Kementerian Agama dapat direalisasikan, maka secara substansi tujuan dan content awal kurikulum MA tidak hilang, hal ini hendaknya menjadi perhatian bagi Kementerian Agama, agar meningkatkan kualitas pendidikan yang di bawah kewenangannya. Selanjutnya kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan cukup efektif mempengaruhi pergeseran kurikulum MA. Dimana berdasarkan data yang penulis kumpulkan terjadi pergeseran kurikulum MA yang secara spesifik dapat diketahui pergeserannya dari komponen-komponen kurikulum MA. Semua komponen kurikulum MA sejak tahun 1950–2006 (UU pendidikan pertama sampai ketiga) baik tujuan, isi, metode maupun penilaian terjadi pergeseran.

3. Alur pergeseran kurikulum MA cukup jelas, bahwa sebelum muncul kurikulum 1975 kurikulum MA beragam dengan tetap mempertahankan ciri khas ke-Islamannya. Namun setelah muncul kurikulum 1975 (kurikulum SKB tiga menteri), kurikulum MA menjadi seragam, dimana mengajarkan kurang lebih 30% pelajaran agama dan 70% pelajaran umum, persyaratan ini mutlak, ketika madrasah ingin diakui sebagai sub sistem pendidikan nasional (UU pendidikan No. 4 Tahun 1950 dan UUSPN No. 2 Tahun 1989). Dan perlu menjadi catatan penting bahwa kurikulum MA menjadi beragam kembali setelah munculnya UUSPN No. 20 Tahun 2003, yaitu pendidikan agama dengan menciptakan ahli agama (ulama) dapat diselenggarankan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat, dengan demikian MAK dapat payung hukum, hal ini dapat disimpulkan bahwa keragaman kurikulum madrasah setelah munculnya UUSPN Tahun 2003 secara politis dinaungi undang-undang.

B. Saran Ada beberapa hal yang perlu direkomendasikan atau disarankan dalam

penelitian ini: 1. Sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka kebenaran yang dihasilkan dari penelitian

ini bersifat relatif, dan memiliki berbagai keterbatasan. Maka diharapkan penelitian-penelitian selanjutnya khususnya tentang kurikulum Madrasah Aliyah dapat menyempurnakan kebenaran penelitian ini.

2. Sepanjang pengetahuan penulis penelitian tentang pergeseran kurikulum madrasah belum begitu banyak. Terlebih ketika tema sentralnya Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), MA dengan berbagai macam ragamnya dan STAIN, IAIN maupun UIN. Maka perlu diperbanyak penelitian tentang tema-tema tersebut, agar kebenarannya lebih akurat dan dapat diketahui kemajuan serta kemunduran kurikulum madrasah.

3. Bila merujuk pada komponen-komponen kurikulum, masih banyak bidang kajian tentang pergeseran kurikulum, seperti tujuan, isi, metode dan evaluasi kurikulum.

Page 378: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Hal ini perlu penelitian khusus secara mendalam tentang komponen-komponen tersebut, yang selanjutnya menjadi pedoman pengembangan madrasah.

4. Perlu dibuka jurusan kurikulum di STAIN, IAIN maupun UIN, sehingga memunculkan sarjana-sarjana yang ahli dalam bidang kurikulum pendidikan Islam. Karena, para ahli kurikulum pendidikan Islam di Indonesia penulis pikir belum terlalu banyak, tidak seperti di Barat.

5. Karena kajian kurikulum erat juga dengan politik pendidikan, maka perlu juga dibuka jurusan baru di STAIN, IAIN dan UIN, yaitu jurusan Politik Pendidikan Islam. Politik Pendidikan Islam jangan hanya menjadi wacana saja dalam dunia madrasah, tetapi riil kita mempunyai ahlinya.

6. Perlu menjadi perhatian bagi Kementerian Agama pada khususnya yang mempunyai kewenangan dalam pendidikan madrasah, bahwa munculnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 membuka peluang bagi kementerian tersebut untuk secara konsentrasi mengurusi MA Umum, MA Ketrampilan, MA Keagamaan dan MA Diniyah. Karena MA Keagamaan telah diatur oleh pasal khusus, sehingga membuka kelonggaran dan otoritas khusus, untuk mengelola MA Keagamaan secara profesional, sehingga para calon ulama ahli agama (ulu>m al-di>n) dapat di ciptakan dari sini.

Page 379: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

DAFTAR PUSTAKA Abu-Duhou, Ibtisam, School-Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah), Jakarta:

Logos, 2002. Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2008. Ahmad, H.M., Pengembangan Kurikulum, Bandung: Pustaka Setia, 1998. Ahid, Nur, Problematika Madrasah Aliyah di Indonesia, Kediri: STAIN Kediri Press, 2009. Ahmed, Samina, Extreme Madrasahs, Harvard International Review Winter: Academic

Research Library, 2009. Akhwan, Muzhoffar, Pengembangan Madrasah sebagai Pendidikan untuk Semua, dalam El-

Tarbawi (Jurnal Pendidikan), No. 1 Vol. 1 2008. Alberty, Harold B., dan Elsie J. Alberty, Reorganizing The High-School Curriculum, New

York: The Macmillan Company, cet. Ke 3, 1962. Almond dan G.B. Powell, System, Process, and Policy, Comparative Politics, Boston dan

Toronto: Litle, Brown dan Company, 1978. Aly, Hery Noer dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani,

2003. Anfara, Vincent A.dan Sandra L. Stocki (ed.), Midle School Curriculum, Instruction and

Assesment, Us: Information Age Publishing Inc., 2002. Angus, L., Scooling For Social Order: Democracy, Equality and Social Mobility in

Education, Victoria: Deakin University Press, 1986. Al-‘Anizy, Yu>suf, Mana>hij al-Bahthu al-Tarbawi bain al-Nad}ariyah wa al-Tat}biqiyah,

Beirut: Maktabah al-Falah li al-Nashri wa al-Tauzi‘i, 2005. Anwar, M. S., Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang

Cendekiawan Musli>m Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995. Anwar, “Politik Islam di Tengah Isu Suksesi” (Peristiwa Utama), Ummat, 1995. Apple, Michael W., Educating The "Right" Way Market, Standards, God, and Equality,

New York dan London: Routledge Taylor dan Francis Group, cet. Ke-2, 2006. --------, Ideology and Curriculum, New York and London: Routledge Falmer, 2004. Ardi, Munawaratul, Surau: Lembaga Pendidikan Islam Tradisional pada Masa Kontemporer

di Padang Pariaman (Disertasi Doktor), Jakarta: t.p., 2008. Arifin, M, Kapita Selekta Pendidikan, Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Arif, Mahmud, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKiS, 2008. Asanuma, Shigeru, “Japanese Educational Reform for the 21st Century: The Impact of The

New Course of Study Toward the Postmodern Era in Japan”, dalam William F. Pinar (ed.), International Handbook of Curriculum Research, London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher, 2003.

Assegaf, Rachman, Politik Pendidikan Nasional; Pergeseran Kebijakan Pendidikan Islam dari Proklamasi Ke Reformasi, Yogyakarta: Kurnia kalam, 2005.

Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999. Asyraf, Syed Ali, New Horison in Muslim Education, Cambridge: Hodder dan Staughton

The Islamic Academy, 1985. Asy’arie, Musa, Keluar dari Krisis Multidimensi, Yogyakarta: LESFI, 2001.

Page 380: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Al-Attas, Naquib, Islam and Secularism, terj. Karsijo Joyosumarno, Bandung: Pustaka, 1998.

Azra, Azyumardi, Dina Afrianty, and Robert W. Hefner, “Pesantren and Madrasa: Musli>m Schools and National Ideals in Indonesia”, dalam Robert W. Hefner and Muhammad Kasim Zaman (ed.), Schooling Islam, The Culture and Politics of Modern Muslim Education, United State of America: Princeton University Press, 2007.

Azra, Azyumardi, dan Saiful Umam (Ed.), Menteri-menteri Agama RI, Biografi Sosial Politik, Jakarta: INIS, 1998.

Azra, Azyumardi, Paradigma Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta: Buku Kompas, 2002.

--------, Surau, Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi, Jakarta: Logos, 2003.

--------, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: logos, 1999.

--------, “Sosialisasi Politik dan Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Komunikasi Dunia Perguruan Madrasah, Vol. I, Nomor, 02/1/1997.

--------, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Rajawali Pers, 1999. al-Babat}in, ‘Abd Al-‘Aziz ‘Abd al-Wahab, Al-Tadri>s Min Ajli Tanmiyah al-Tafki>r, Riyad:

Maktabah al-Tarbiyah al-‘Arabi Li> Daul al-Kha>lij, 1416 H / 1995 M. Badawi, M.A. Zaki, “Traditional Islamic Education – Its Aims and Purposes in Present

Day”, dalam Syed Muhammad al-Naquib al-Atas (ed.), Aims and Objectives of Islamic Education, Jeddah: King Abdul Aziz University, 1979.

Baldock, Peter, The Pleace of Narrative in The Early Years Curriculum, How The Tale Unfolds, London dan New York: Routledge, 2006.

Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988. Barrow, Robin, Giving Teaching Back to Teacher: A Critical Introduction to Curriculum

Theory, Totowa, NJ: Barnes and Noble. Beauchamp, G. A., Curriculum Theory: Meaning, Development, and Use. Theory Into

Practice, tk: tp, 1982. Berkes, Niyazi, The Development of Secularism in Turkey, Montreal: McGill University

Press, 1964. Bevis, EM. Olivia, A New Direction for Curriculum Development For Professional

Nursing: A Paradigm Shif From Training to Education, Athens, Georgia: The Chicago University Press, 1990.

Billings, G. Ladson, Reading Between the Lines and Beyond the Pages: A Culturally Relevant Approach to Literacy Teaching. Theory Into Practice, tk: tp, 1992.

Blunt, E., (ed.), Social Service in India, India: H.M. Stationery Office, 1939. Boechari, Sidi Ibrahim, Pengaruh Timbal Balik Antara Pendidikan Islam dan Pergerakan

Nasional di Minangkabau, Jakarta: Gunung Tiga, 1981. Boland, B. J., Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970, Jakarta: Grafiti Pers, 1982. Boyle, Helen N., Qur’anic Schools, Agents of Preservation and Change, New York and

London: Rountledge Falmer, 2004. Botkin, J., M. Elmandjra, dan M. Malitza, No Limits to Learning: Bridging The Human

Gap, A Report to the Club of Rome, New York: Pergamon Press, 1978.

Page 381: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Bower, C., The Promise of Theory: Education of Politics of Cultural Change, New York: Longman, 1984.

Bradjanegara, Sedjarah Pendidikan Indonesia, Jogjakarta: Badan Konggres Pendidikan Indonesia, 1965.

Bridges, T., Multiculturalism as a Postmodernist Project, Inquiry Critical Thinking Across the Disciplines, tk.: tp., 1991.

Brooks, Jacqueline Grennon dan Martin G. Brooks, In Search of Understanding The Case For Constructivist Classrooms, Alexandria, Virginia: Association For Supervision and Curriculum Development, 1993.

Brown, M. E., & Ganguly, S. (eds), Government Policies and Ethnic Relations in Asia and The Pasific, Harvard University: The Center of Science and International Affair, John F. Kennedy School of Goverment, 1997.

Brumbaugh, Robert S., dan Nathaniel M. Lawrence, Philosopher on Education, Six Essays on the foundations of Western Thought, Boston: Houghton Mifflin Company, 1963.

Buzan, Barry dan Gerald Segal, Anticipating the Future, t.k.: t.p., 1998. Carroll, J., A Model of School Learning, Teacher College Record, 1963. Carpenter, W. S., Introduction to John Locke, Two Treatises of Civil Government, London:

J.M. Dent dan Son Ltd., 1962. Carvallo, Bosco, dan Dasrizal (ed.), Aspirasi Umat Islam Indonesia, Jakarta: Leppenas,

1984. Clandinin, J. D. dan F. M. Connelly, “Teachers as Curriculum Maker”, dalam Handbook of

Research on Curriculum, (Ed) P. Jackson, New York, Macmillan: Publishing Co., 1992.

Coleman, James S., (ed.), Education and Political Development, Princeton: Princeton University Press, 1965.

Cooper, Bruce S., Lance D Fusarelli, E. Fance Randall, Better Policies, Better Schools Theories and Application, USA: Pearson, 2004.

Connelly, F. M. dan F. Elbaz, “Conceptual Bases for Curriculum Thought: A Teacher’s Perspective”, dalam Considered Action for Curriculum Thought, Alexandria: Fashay, A. W., Yearbook of the Association for Supervision and Curriculum Development, 1980.

Cox, Havey, The Secular City, New York: The MacMillan Company, 1966. Cuban, Larry, dalam Philip W. Jakcson (ed.), Hand Book of Research on Curriculum, New

York: Macmillan Publishing Company, 1999. Daud, Afrianto, “Madrasah dan Tantangan Dunia Global”, dalam Singgalang, 17 September

2004. Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di

Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2007. Daniel dan Laurel N Tanner, Curriculum Development: Theory into Practice, New York:

Macmillan Publishing Co, 1980. Danim, Sudarwan, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003. Darder, A., Culture and Power in the Classroom, New York: Bergin and Garvey, 1991. Dawam, Ainurrafiq, Emoh Sekolah, Yogyakarta: Inspeal Ahimsa Karya Press, 2003.

Page 382: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Departemen Agama RI,, Madrasah Aliyah Kejuruan Arah dan Prospek Pengembangan, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004.

--------, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001.

--------, Himpunan Peraturan Perundangan Produk Departemen Agama RI tahun 1967, Jakarta: Biro Hukum dan Humas Depag RI, 1983.

--------, Problematika Madrasah, Jakarta: Direktorat Jenderal Dapartemen Agama RI, 2001. --------, Satuan Pendidikan Madrasah Aliyah Keagamaan, Jakarta: Direktorat Jenderal

Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam, 2001. --------, Madrasah Aliyah Keagamaan, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama

Islam, 2001. --------, Madrasah Aliyah Program Ketrampilan, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan

Agama Islam Departemen Agama RI, 2001. --------, Developmen of Madrasah Aliyah Project, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan

Agama Islam, 2002. --------, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya,

Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003. --------, Sejarah Madrasah, Jakarta: Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah, 2000. --------, Sejarah Madrasah, Pertumbuhan, Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia,

Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam melalui Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah Tahun Anggaran 1999/2000, 1999.

--------, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag RI, 2001.

--------,“Rekapitulasi Kurikulum” 1973 untuk MIN 7 Th, MTs AIN 3 Th, dan MAAIN, Direktur Bimas Islam Departemen Agama RI, Al-Manak, 1974, Jakarta: 1974.

--------, Kurikulum Madrasah Aliyah 1975, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP), Jakarta: Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 1976.

--------, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan Penyuluhan dan Penilaian, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1976.

--------, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Madrasah Aliyah, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1988/1989.

--------, Himpunan Peraturan Perundang--undangan Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1991/1992.

--------, Panduan Kurikulum Madrasah Aliyah 1994, Jakarta: Depag RI, 1994. --------, Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1994, Landasan, Program dan Pengembangan,

Jakarta: Depag RI, 1993. --------, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan

Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah), Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1999/2000.

--------, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan Madrasah Model, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002.

--------, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2004. --------, Landasan dan Standar Nasional Kurikulum Pendidikan Keagamaan: Satuan

Pendidikan Madrasah Aliyah Keagamaan, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2001. --------, Standar Isi Madrasah Aliyah, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006.

Page 383: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

--------, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004 untuk RA, MI, MTs dan MA, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2004.

--------, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah, Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam, 2007.

--------, Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam di Madrasah, Jakarta, Depag RI, 2008.

--------, Peranan Departemen Agama dalam Revolusi dan Pembangunan Bangsa, Jakarta: Dep. Agama RI, 1965.

--------, Kurikulum 2004, Pedoman Khusus Fiqh Madrasah Aliyah, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelambagaan Agama Islam, 2004.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMTA), Garis-garis Besar Program Pengajaran, Jakarta: Balitbang Depdikbud, 1988.

--------, Kamus Bahasa Indonesia II, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dep. P & K, 1983

--------, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMTA), Garis-garis Besar Program Pengajaran, Jakarta: Balitbang Depdikbud, 1988.

--------, Rencana Pendidikan dan Pengajaran SMA, Jakarta: Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan dan Kursus-kursus, 1969.

--------, Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975 Buku 1: Bidang Studi Ketentuan-ketentuan Pokok, Jakarta: Depdikbud RI, 1975.

--------, Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum, Buku: III B, Pedoman Penilaian, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1979.

--------, Kurikulum 1984 Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA), Landasan, Program, dan Pengembangan, Jakarta: Depdikbud RI, 1984.

--------, Kurikulum 1994 Pendidikan Menengah, Pedoman Umum Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Sekolah Menengah Umum (SMU), Jakarta: PUSKUR dan Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan kebudayaan, 1994.

DeZure, Deborah, “Innovations in The Undergraduate Curriculum” dalam James W Guthrie (ed.), Encyclopedia of Education, New York: Thomson, 2003.

Djamaludin, Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1999. Djamal, Murni, DR. H. Abdul Karim Amrullah: His Influence in The Islamic Reform

Movement in Minangkabau in The Early Twentieth Century, (DR. H. Abdul Karim Amrullah: Pengaruhnya dalam Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau pada Awal Abad ke-20) edisi Indonesia, Jakarta: INIS, 2002.

Djamas, Nurhayati, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan, Jakarta: Rajawali Press, 2009.

Dhoofier, Zamakhsyari, K.H. Hasyim Asy’ari, Penggalang Islam Tradisional, Prisma I, Januari 1984.

Durkheim, E., “The Nature of Education”, dalam B. A. U. Levinson, K. M. Borman, M. Eisenhart, M. Foster, A. E. Fox, dan M. Sutton (Eds.), Schooling the Symbolic Animal: Social and Cultural Dimensions of Education, Lanham, MD: Rowman dan Littlefield, 2000.

Drost, Sj. J., Dari KBK Sampai MBS, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, cet. Ke-3, 2006.

Page 384: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Easton, D, A Framework for Political Analysis, New York: Prentice-Hall, 1965. Echls, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1996. Education, Ministry of, Educational Policy in the Kingdom of Saudi Arabia, Saudi Arabia,

1980. Eisner, Elliot W., The Educational Imagination on The Design and Evaluation of School

Programs, USA: Merrill Prentice hall, cet. Ke-3, 2002. Ellena, William J. (Ed.), Curriculum Handbook For School Ececutives, Arlington, Virginia:

AASA, 1973. Ellis, C., Fundamental of Human Learning, Memory, and Cognition, University of New

Mexico: Wim. C. Brown Company Publishers, 1978. Enns, Carolyn Zerbe dan L. Sinacore (ed.), Teaching and Social Justice, Integrating

Multicultural and Feminist Theories, Washington, DC: American Psychological Association, 2002.

Erickson, R., dan J. Schultz, (1982). The counselor as Gatekeeper: Social Interaction Interviews, New York: Academic Press, 1982.

Fahmi, Asma Hasan, Maba>di al-Tarbiyah al-Isla>miyah (Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam) edisi Indonesia, (Pent. Ibrahim Husein), Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Fadjar, A. Malik, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan, 1999. --------, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fadjar Dunia, 1999. Faisal, Jusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Feinberg, Walter, dan Jonas F. Soltis, School and Society, New York and London: Teachers

College Press, 2004. Feillard, Andre, NU Vis-à-vis Negara, Pencarian Isi, Bentuk dan Makna, Yogyakarta: LkiS,

1999. Fischer, Joseph, The Social Sciences and the Comparative Study of Educational Systems,

Scranton, Pennsylvania: International Textbook Company, t.t. Flinders, David J., dan Stephan J. Thornton, The Curriculum Studies Reader, New York dan

London: Routledge Falmer, 2004. Fisher, C. A., South-East Asia: A Social Economic and Political Geography, London:

Methuen & Co. Ltd., 1967. Frank, James M. Mahan, Observations on Innovation in Elementary School, Interchange 3,

nos. 2-3, 1972. Freire, Paulo, Cultur Action For Freedom, Massachusetts: Harvard Educational Review and

Center For Studi of Development and Social Change, 1970. Gallaher, Jr. Art: Directed Change in Formal Organizations: The School System, Change

Processes in the Public Schools, Eugene, Ore: The Center For The Advanted Study of Educational Administration, 1995.

Gorton, Richard A., Gail Thierbach Schnaider, School-Based Leadership Challenges and Opportunities, USA: WM. C. Brown Publisher, 1976.

Gestwicki, Carol, Home, School, and Community Ralations, Canada,: Thomson, cet. Ke-7, 2007.

Girouk, H. A., A.N. Penna dan W.F. Pinar, Curriculum and Instruction Alternatives in Education, California: McCutchan Publishing Corporation, 1981.

Giroux, H. A., Ideology, Culture, and The Process of Schooling, Philadelphia: Tempel University and Falmer Press, 1981.

Page 385: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Al-Hadi, Al-Ustadh ‘Abd, Ta‘li>m wa Ta‘li>m al-Lughah al-‘Arabiyah wa Thaqafatuha>, Dirasah Naz}ariyah wa Maida>niyah fi> Tas}khis}i al-‘Uqubati –Iqtarahin Maqa>ribati wa Mana>hiji Didaktikiyyah– Bina Tas}nif Thalasa al-Ib‘adi fi al-Ihda>fi al-Saniyah, T.K: ‘Arabian al-Hilal, 1994.

Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. --------, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. --------, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Rosda, 2009. Harms, Thelma, Change – Agent in Curriculum, Young Children 29, No. 5 July 1974. Harris, K., Education And Knowledge: The Structured Misrepresentation of Reality,

London: Routledge, 1979. Hasan, S. Hamid, Evaluasi Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008. Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet ke-2, 2002. --------, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999. Hefner, Robert W. (Ed.), Making Modern Muslim: The Politics of Islamic Education in

Southeast Asia, Honolulu, HI: University of Hawa’i Press, 2009. Hefner, R. Islam, State and Civil Society: ICMI and The Struggle for the Indonesian Midlle

Class, Indonesia, 56, t.k: t.p., 1993. Herlanti, Y., Kurikulum Pendidikan Indonesia dari Zaman ke Zaman. (2008)

yherlanti.wordpress.com. 17/07/2010. Hitti, Pihlip K., History of The Arabs, London: Macmillan,1974. Hodgson, Marshall G. S., The Venture of Islam: Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia

Masa Klasik, Edisi Indonesia oleh Mulyadhi Kartanegara, Jakarta: Paramadina, 1999.

Howard, Judith, Curriculum Development, Elon University: Center for the Advancement of Teaching and Learning, t.t.

Hornby, Oxford Advenced Learner’ Dictionary, Oxford University Press, 1989. Illich, Ivan, Deschooling Society, New York: Harper & Row, 1972. Irawan, Prasetya, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis

Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti, Jakarta: STIA-LAN, 2000. Iskandar, Tengku, Kamus Dewan, Malaysia: Art Kuala Lumpur, 1970. Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam jilid II, Jakarta: Ikhtiar Baru Van

Hoeve, 1993. Ismail SM dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Jalaludin, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta: Kalam Mulia, 1990. Jakcson, Philip W. (ed.), Hand Book of Research on Curriculum, New York: Macmillan

Publishing Company, 1999. Jumhur dan Danasaputra, Sejarah Pendidikan di Indonesia Khsusus Madrasah, Bandung:

CV. Ilmu, 1976. Al-Jundudi, Sa‘id, Al-Duru>r al-Nad}id ‘Ala> Kitab al-Tauhi>d, Saudi Arabia: t.p, 1978. James, Beane A. (Ed.), Toward A Coherent Curriculum, Alexandria, Virginina: ACCD. Jasin, Anwar, “Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisa Perkembangan

tentang Perubahan Konseptual Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan”, Disertasi IKIP Jakarta, 1983.

Page 386: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Jeynes, William, Religion, Education, and Academic Success, USA: Information Age Publishing, 2003.

Karier, Clarence J., Elite Views on American Education, Education and Social Structure in the Twentieth Century, Walter Laquer and George L. Mosse, (eds), New York: Harper Torchbooks, 1967.

Karyadi, Benny, ”Kurikulum Sekolah Umum” dalam Konvensi Nasional Pendidikan II, Kurikulum Untuk Abad Ke-21, Jakarta: Grasindo, 1994.

Kaviani, Khodadad Khodi, “Influences on Social Studies Teachers’ Issue-Selection for Classroom Discussion: Social Positioning and Media”, dalam Social Studies Research and Practice, Volume 1, Number 2, Summer, 2006.

Kertanegara, Mulyadi, Integrasi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam, Jakarta: UIN Press, 2003.

Kindsvatter, Richard, William Wilen, Margaret Ishler, Dinamics of Effective Teaching, USA: Longman Publisher, 1996.

Kelly, A.V., The Curriculum Theori and Practice, London: Sage Publications, 2004. Klein, M.F., Curriculum Reform in The Elementary School, New York & London: Teacher

College Pres, 1989. Krishnamurt, J., Education and Significance of Life, San Fransisco: Harper and Row, 1953. Kuhn, S. Thomas The Structure of Scientific Revolution, California: The University of

Chicago Press, 1970. Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, Jakarta: Teraju,

2004. Kusmana (ed.), Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Menuju Universitas Riset,

Jakarta: UIN Press, 2006. Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003. --------, Pendidikan Islam pada Abad ke 21, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003. Lauren dan Klopfer, Toward The Thinking Curriculum: Curren Cognitive Research, ASCD

Publication, 1989. Lauridsen, B. S. M. S. Dawn A. What Are Teachers’ Perception of The Curriculum

Development, New York: The Ohio State University press, 2003. Lekkerkerker, C., Land en Volk van Sumatra, Leiden: N.V. Boekhandel en Drukkerij, 1916. Lewis, Bernard, The Political Language of Islam, Chicago, London: Chochago University

Press, 1988. Levinson, B. A. U., “Whither the Symbolic Animal? Society, Culture, and Education at The

Millennium”, dalam B. A. U. Levinson, K. M. Borman, M. Eisenhart, M. Foster, A. E. Fox, dan M. Sutton (Eds.), Schooling the Symbolic Animal: Social and Cultural Dimensions of Education, Lanham, MD: Rowman & Littlefield, 2000.

Light, Greg, dan Roy Cox, Learning and Teaching in Higher Education, London: Paul Chapman Publishing, 2001.

Longstreet dan Shane, Curriculum For a New Millenium, Boston, London: Allyn dan Bacon, 1993.

Ma’arif, Ahmad Syafi’i, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1985. MacIntyre, Alastair, Against the Self Images of the Age, New York: Shocken Books, 1971. Madaus G., dan T. Kellaghan, “Curriculum Evaluation and Assessment”, dalam P. Jackson

(Ed.), Handbook of Research on Curriculum, New York: Macmillan, 1992. Madjid, Nurcholish, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Jakarta: Paramadina, 1999.

Page 387: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, 1999. Makmun, Abin Syamsuddin, Psikologi Pendidikan. (Bandung: Rosda Karya Remaja, 2003). Maeroff, G. I., The Empowerment of Teachers, (New York: Teachers College Press, 1988. Maran, Rafael Raga, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 1999. Mastoon, Herma Rosenfeld, Curricululm Reform in The Art Humanities in Pennsylvania:

An Evaluation, tk: Temple University Press, 1989. Mas’ud, Abdurrahman, Menggagas Pendidikan Nondikotomik: Humasnisme Religius

sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Gama Media, 2002. McNeil, L, Contradictions of Control, New York: Routledge dan Kegan Paul, 1989. McNeil, John D., Curriculum A Comprehensive Introduction, Boston, Toronto: Little,

Brown and Company, tt. Meier, Kenneth J., “School Boards and the Politics of Education Policy”, dalam Christina

Wolbrecht And Rodney E. Hero (Ed.), The Politics of Demokratic Inclusion, Philadelphia: Temple University Press, 2005.

Merry, Michael S., Culture, Identity, and Islamic Schooling: A Philosophical Approach, Macmillan: Palgrave, 2007

Milner, Andrew, “Change or charity”, Alliance, Vol. 8 No. 3, September 2003, 21-24. Mirenda, Rosalie M, A Conceptual - Theoretical Strategy For Curriculum Development in

Baccalaureate Nursing Programs, tk: Widener University Press. Montgomery, Patricia C., “Toward Freedom in Education: A Survey of Independent

Alternative School”, Unpublished Doctor’s Dissertation Wayne State University, Detroit, Michigan, 1980.

Montesquieu, The Spirit of Laws, dalam D.W. Carrithers (ed.), Compedium of the first English Edition, Barkeley dan Los Angeles: University of California Press, 1977.

Morin, Edgar, Power I’Erope, Paris: Gallimard, 1990. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan

Perguruan Tinggi, Jakarta: Rajawali Pers, 2005. --------, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan

Kurikulum Hingga Redefinisi Isla>misasi Pengetahuan, Bandung: Nuansa, 2003. --------, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah

dan Madrasah, Jakarta: Rajawali Pers, 2008. --------, “Madrasah Menatap Peradaban Global”, makalah disajikan pada seminar di

Madrasah Aliyah Negeri Sidoarjo, Sabtu 8 Maret 2003. Muhaimin et. al., Paradigma Pendidikan Islam, Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama di

Sekolah, Bandung: Rosdakarya, 2002. Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah , Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

Mulyasa, E., Implementasi Kurikulum 2004, Panduan Pembelajaran, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006.

--------, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Suatu Panduan Praktis, Bandung: Rosda, cet. Ke 3, 2007.

--------, Kurikulum Yang Disempurnakan Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Bandung: Rosda, 2006.

--------, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung: Rosda, 2003.

Page 388: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

--------, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi, Bandung: Rosda, 2005.

More, Alex, Schooling, Society and Curriculum, London dan New York: Routledge, 2006. Mudzhar, M. Atho, “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural”, dalam Edukasi (Jurnal

Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan), Volume 4, Nomor 1, Januari-Maret, 2006.

Mulkhan, Abdul Munir, “Dilema Madrasah di Antara Dua Dunia”, dalam Jamaluddin (ed.), Mendiskusikan Kembali Eksistensi Madrasah, Ciputat: Logos, 2003.

Al-Munawar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-nilai al-Qur’an dalam Sistem Pendidikan Islam, Ciputat: Ciputat Press, 2005.

Muslich, Masnur, Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan, Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Muslimin, JM., “Tradisi Ilmiah dalam Masyarakat Islam: Sejarah, Institusi dan Tantangan Perubahan”, dalam, Kusmana dan JM. Muslimin (ed.) Paradigma Baru Pendidikan: Restropeksi dan Proyeksi Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2008.

--------, “Tradisi Ilmiah Dalam Masyarakat Islam: Sejarah Institusi dan Tantangan Perubahan”, dalam Kusmana dan JM. Muslimin (ed.), Paradigma Baru Pendidikan: Restropeksi dan Proyeksi Modernisasi Pendidikan Isla>m di Indonesia, Jakarta: IIESP, 2008.

Naim, Quo Vadis Pendidikan Madrasah, Jakarta: Republika, 31 Oktober 1996. Naim, Ngainun, dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural, Konsep dan Aplikasi,

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008. Nasional RI, Departemen Pendidikan, Pelayanan Profesional Kurikulum 2004, Pedoman

Penilaian Kelas, Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas, 2004. Nasution, S., Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. --------, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Nata, Abudin, Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: UIN Press, 2006. --------, (ed.), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam

di Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2001. Niles, William A., Pennsylvania Superintendents Perception of Their Role In Curriculum

Development and The Improvement of Instruction, Temple: University Board, 1986.

Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942, Jakarta: LP3ES, 1996. Neil, John D., Mc., Curriculum A Comprehensive Introduction, Boston Toronto: Little,

Brown and Company, t.t Nurdin, Syafruddin, dan Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi

Kurikulum, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. --------, Model Pembelajaran Yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam

Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Quantum Teaching, 2005. Al-Nur, Farnis ‘Abd, al-Tarbiyah wa al-Mana>hij, Al-Qa>hirah: Da>r Nah}d}ah Misri Lit}a>bi’i wa

al-Nashri, tt. Oliver, Albert I., Curriculum Improvement: A Guide to Problem, Priciples and Procedures,

New York: Dodd, Mead dan Co., 1965.

Page 389: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

O’neil, William F., Educational Ideologies: Contemporary Expression of Educational Philosophies, Santa Mania, California, Amerika Serikat: Goodyear Publishing Company, Inc, 1981.

Owen, Jane C, The Impact of politics in Local Education, Toronto: Rawman dan Little Field Education, 2006.

Oxford, Encyclopedia of Education, Oxford, England: Pergamon, 1994. Penerangan RI, Departemen, 20 Tahun Indonesia Merdeka, jilid VII, Jakarta: Dep.

Penerangan RI, 1965. Phenix, P., Realms of Meaning: A Phylosophy of the Curriculum for general education, New

York: McGraw-Hil, 1964. Pinar, William F., International Hand Book of Curriculum Research, London: Lowrence

Erlbdum Associates Inc., 2003. Pinar, William F., et. al., Understanding Curriculum, An Introduction to the Study of

Historical and Contemporary Curriculum Discourses, New York: Peter Lang, 2004.

Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976.

Poloma, Margaret M., Sosiologi Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2000. Posner, George J., Alan N. Rudnitsky, Course Design, A Guide to Curriculum Development

for Teachers, USA: Pearson, 2006. Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis

Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti, Jakarta: STIA-LAN, 2000. Prasetyo, Hendro, Ali Munhanif, dkk., Islam dan Civil Society, Pandangan Muslim

Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2002. Print, Murray, Curriculum Development and Design, Sidney: Allen & Unwin, 1987. Putro, Suadi, Mohammed Arkoun Tentang Islam dan Modernitas, Jakarta: Paramadina,

1998. Pye, Lucian W., Aspect of Political Development, Boston: Litle Brown, 1965. Quraishi, Mansoor A., Same Aspects of Muslim Education, Lahore: Universal Books, 1983. Al-Rawafi, Haya Binti Sa‘id bin ‘Abdilla>h, Ta‘li>m al-Kibari wa al-Ta‘li>m al-Mustamar, al-

Mafhu>mu, al-Khas}ais}u, al-Tat}bi>qatu, Riyad: Maktab al-Tarbiyah al-‘Arabi li-Dauli al-Kha>liji, 1422 H / 2002.

Rahmat, Anton Habib, Istismar al-Qit}a’ al-Khas} fi> al-Maja>li al-Tarbawi al-Khali>j al-‘Arabiyah Ru‘un Mustaqbaliyatun, Riyad: Maktabah al-Tarbiyah al-‘Arabi Li> Daul al-Khal>ij, 1423 H / 2002 M.

Rahim, Husni, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2005.

--------, ”Anatomi Madrasah di Indonesia”, dalam Edukasi, Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan, Vol 2, No. 2, 2004.

--------, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos, 2001. --------, “Visi Madrasah”, http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts/defaul, 2008.

27/02/2010. --------, “Pengakuan Kembali Madrasah sebagai Sekolah Agama Berwawasan Umum”,

dalam http://www.blogger.com/feeds/35417963/posts/defaul, 2008. 27/02/2010. Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition, Chicago,

London: The University of Chicago Press, 1984.

Page 390: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Ramadan, Tariq, The West and the Challenges of Modernity, (Menjadi Modern Bersama Islam: Islam Barat dan Tantangan Modernitas) edisi Indonesia, Jakarta: Teraju, 2003.

Ramli, Rizal, et. al., Liberalisasi Ekonomi dan Politik di Indonesia, Yogyakarta: Pusat Pengembangan Manajemen (PPM) FE UII, 1997.

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005. Recontruction, The International Bank For, and Development, Expanding opportunities and

Building Competencies for Young Peaple A New Agenda for Scondary Education, Washington DC: The World Bank, 2005.

Riandari, Henny, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA dan MA: Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Ria Setyo Mardani (Ed.), Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007.

Risher, H., Paying for Employee Competence. School Administrator, 2000. Roald, Anne Sofie, Tarbiya: Education and Politics in Islamic Movements in Jordan and

Malaysia, Lund: Graphic Systems, 1994. Rochon, Thomas R., Culture Moves, Ideas, Activism, and Changing Values, Princeton, New

Jersey: Princeton University Press, 1998. Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan Masyarakat

dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. Sabda, Syaifuddin, Model Kurikulum Terpadu Iptek dan Imtaq, Ciputat: Quantum

Teaching, 2006. Salabi, Ahmad, History of Muslim Education, Beirut: Da>r al-Kashshaf, 1954. --------, Ta>rikh al-Tarbiyah al-Isla>miyah, Mesir: al-Kasyf li al-Nasyr wa al-Thilaba’ah wa al-

Tauji, 1954. Salamah, Mansour A. M. Bin, An Investigation of the Relationship Between Saudi

Teachers’ Curriculum Perspectives and Their Preference of Curriculum Development Models, Morgantown, West Virginia: Virginia University Press, 2001.

Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Prenada Media Group, 2008.

Santoso, A., Islam and Politics in Indonesia During the 1990s, Asian Journal of Political Science, tk: tp., 1995.

--------, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Sardar, Ziauddin, (ed.), Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim, t.k.: t.p., 2000. --------, Jihad Intelektual, Merumuskan Paramiter-paramiter Sains Islam, AE Priyono

(Pentj.), Surabaya: Risalah Gusti, 1969. Saridjo, Marwan, Dkk, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Dharma Bhakti,

1983. Saylor, J. Galen dan William M. Alexander, Curriculum Planning For Modern School, New

York: Holt Renehart and Wilson, 1966. Schubert, William H., Curriculum, Perspective, Paradigm and Possibility, USA: Prentice

Hall, 1987. Scribner, S.,dan M. Cole, Cognitive Consequences of Formal and Informal Education, tk: tp,

1973.

Page 391: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Scribner, J. D, The Politics of Education: The Seventy-Sixth Yearbook of The National Society for The Study of Education, Chicago: University of Chicago Press, 1977.

Siahaan, BistokAadrianus, Pengembangan Kurikulum Suatu Analisis Isi Kurikulum Bahasa Indonesia dari sudut fungsi Bahasa, Disertasi IKIP Jakarta, 1982.

Sidi, Indra Jati, Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta: Paramadina dan Logos, 2001.

Simanjuntak, IP., Perkembangan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Depdikbud, 1972. Sirozi, Muh}ammad, Politik Kebijakan di Indonesia: Peran Tokoh-tokoh Islam dalam

Penyusunan UU No. 2 / 1989, Leaden-Jakarta: INIS, 2004. Sjadzali, Munawir, Islam and Governmental System: Teaching, History and Reflection,

Jakarta: INIS, 1991. Skillbeck, Malcolm, School Based Curriculum Development and Teacher Education,

Mimeograph: OECD, 1976. Smith, Susan Pennnock, Barriers Encountered In The Instruction of Students Who Have

Sustained Brain Injuries: An Instructional Curriculum To Assist in Eliminating Barriers, Detroit, Michigan: Graduate School of Wayne State University, 2005.

Smith, B, W. Stanley, dan J. Shores, Fundamentals of Curriculum Development, New York: Harcourt, Brace, and World, 1957.

Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002.

Sukmadinata, Nana Syaodah, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet ke-4, 2001.

Sukamto, Aspek-aspek Filosofis Kurikulum Sejarah SMA dari Zaman Orde Lama Sampai dengan Orde Baru, Tesis IKIP Jakarta, 1991.

Suseno, Frans Magnis, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius, 1992. Stanton, Charles Michael, Higher Learning in Islam, The Classical Period, A.D. 700-1300,

Pendidikan Tinggi dalam Islam, terj. Afandi dan Hasan Asari, Jakarta: Logos, 1994.

Steenbrink, Karel A., Pesantren Madrasah Sekolah, Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Isla>m dalam Kurun Modern, terj. Karel A. Steenbrink dan Abdurrahman, Jakarta: LP3ES, 1994.

Stenhouse, L, An Introduction to Curriculum Research and Development, London: Heinemann, 1975.

Shaleh, Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.

--------, Penyelenggaraan Madrasah, Petunjuk Pelaksanaan Administrasi dan Teknis Pendidikan, Jakarta: Dharma Bhakti, 1984.

Shanker, “Reform and the Teaching Profession”, dalam Crisis in Teaching Perspectives on Current Reforms, (Eds) L. Weis, Altbach: P. G., 1989.

Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Bermasyarakat, Bandung: Mizan, 1993.

Shihab, Alwi, Islam Inklusif, Bandung: Mizan, 1998. Sommers, Peranakan Chinese Minority, Indonesia, Ithaca, New York: Interim Reports

Series, 1964. Sudijarto, Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2004. Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: LP3ES, 1985.

Page 392: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Suparlan, Parsudi, (Pny.), Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. Supriyoko, Ki, “Problema Besar Madrasah”, dalam http://www.republika.co.id, 2008.

07/03/2010. Surakhmad, Winarno, Pengantar Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, Bandung: Tarsito, 1982. Susilo, Muhammad Joko, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Manajemen Pelaksanaan

dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta, Rajawali, 1988. Sutejo, Muwardi, dkk, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Dirjen Binbaga

Islam dan Universitas Terbuka, 1992. Suwendi dkk, ”Restrukturisasi MAK: Studi Kebijakan Penyelenggaraan Program Tafaqquh

Fi al-din Era UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003”, dalam Edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan), Volume 4, Nomor 4, Oktober-Desember 2006.

Spring, Joel, The American School, 1642-2004, New York: Mc Graw Hill, 1986. Syadily, Hassan, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1984. Syukur, Fatah, “Madrasah dan Pemberdayaan”, dalam Citra Edukasi Blog spot.com, 2008. Tafsir, Ahad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rordakarya, 1992. Taba, Hilda, Curriculum Development: Theory and Practice, New York: Harcourt, Brace

and World, 1962. Tanner, Laurel N Observation: Curriculum History As Usable Knowledge, Curriculum

Inquiri, tk: tp, 1982. Team Dedaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Dedaktik Metodik

Kurikulum PBM, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993. Thelen, H., Education and The Human Quest, New York: Harper and Row, 1960. Tibawi, A. L., Islamic Education, Its Tradition and Modernization into the Arab National

Systems, London: Luzac and Company LTD, 1979. Tilaar, H.A.R., Perubahan Sosial dan Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2002. --------, Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi

Pendidikan Nasional, Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada, 2004. --------, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk

Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2002. --------, Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia: Strategi Reformasi

Pendidikan Nasional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002. Tholkhah, Imam, dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar Tradisi

dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2004. Thut I. N., dan Don Adams, Educational Patterns in Contemporary Societies, New York:

McGraw-Hill Book Company, 1984. Toynbee,Arnold, A Study of History, diringkas oleh D.D. Somervelle, Oxford: Oxford

University Press, 1957. Turmudi, Endang, Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan, Yogyakarta: LkiS, 2004. Tyler, R., Basic Principles of Curriculum and Instruction, Chicago, IL: University of

Chicago Press, 1949. Udelhofen, Susan, Keys to Curriculum Mapping, Strategies and Tools to Maka It Work,

California: Corwin Press, 2005. Umum, Direktorat Pendidikan, Kejuruan dan Kursus-kursus, Rencana Pendidikan dan

Pelajaran SMA, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1969.

Page 393: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

Undang-undang Sistem Pendidikan No. 2 Tahun 1989. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, Jakarta: Sinar Grafika,

2008. Wahid, Abdurrahman, “RUU Pendidikan Memerlukan Penalaran yang Lebih Bermakna dan

Dinamis”, dalam Suara Pembaharuan, Jakarta: Suara Pembaharuan, 24 Agustus 1988.

--------, Islam, Politics and Democracy in Indonesia in the 1950s and 1990s. Paper presented to Conference on Democracy in Indonesia, Clayton: Monash University, 17-20 Desember 1992.

--------, Pergumulan Islam dan Pembangunan, Jakarta: Leppenas, 1984. Walker, Decker F., dan Jonas F. Soltis, Curriculum and Aims, New York: Teacher College

Press, 1997. Wallbank, A Short History of India and Pakistan, New York: American Library, 1958. Wandira, A., Work-Oriented Curricula for Rural Areas: an Overvew of Educational

Problems and Issues, G. Supplit, U. Bude (eds), Work-Oriented Educational for Africa: Conference Report, Bonn: DSE.

Wibowo, Alexander Jatmiko, dan Fandy Tjiptono, Pendidikan Berbasis Kompetensi (Ed.), Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2002.

Wiles, John, dan Josep Bondi, Curriculum Development, A Guide to Practice, Columbus, Ohio: Pearson, cet. Ke 7, 2007.

Williams, P., dan L. Chrisman (eds) Colonial Discourse and Post-Colonial Theory: A Reader, London: Harvester Wheatsheaf, 1994.

White, P, Teacher Empowerment Under “Ideal” School-Site Autonomy, Educational Evaluation and Policy Analysis, v 14, 1992.

Wood, Robert C, “The Future of Modernizazion”, dalam Myron Weiner (ed.), Modernization, the Dinamics of Growth, Washington D. C.: Voice of America Forum Lecturers, 1968.

Worthen, B. R., dan J. R Sanders, Educational Evaluation: Alternative Approaches and Practical Guidelines, New York dan London: Longman, 1987.

Yacob, Fakhri, ”Respon Lokal Terhadap Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003” (Hasil Penelitian).

Yaqin, M Ainul, Pendidikan Multikultural, Cross-Cultural Understanding Untuk Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media, 2007.

Yunus, Mah}mud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Hidrakarya Agung, 1996. --------, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-

Qur’an, 1973. Zuhdi, Muhammad, “Political and Social Influences on Religious School: A Historical

Perspective on Indoesian Islamic School Curricula (Disertasi), Montreal-Canada: McGill University, 2006.

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Page 394: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas

Nama lengkap : Muhajir Tempat/tanggal lahir : Kebumen, 28 Desember 1970 Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat Asal : Gandusari, R.T. 02 R.W. 04 Kuwarasan, Kebumen Jawa Tengah. Alamat Sekarang : Perumahan Taman Banjar Agung Indah Blok D-6 No. 02 Serang, Banten. Alamat e-mail : [email protected] Alamat Kantor : Fakultas Tarbiyah IAIN “SMH” Banten Jl. Jend. Sudirman No. 30 Serang 42118. Telp. : Hp. 08121907168

Rumah 0254-284154 B. Keluarga

Orang Tua : 1. Bapak : Achmad Suyuthi 2. Ibu : Siti Aminah (almarhumah) Mertua : 1. Bapak : Basrudin 2. Ibu : Ratimah Isteri : Tri Yuni Hartati, A.Md. Anak : 1. Faiz Arfan Bahar (11 Pebruari 2003) 2. Faza Farzanggi Muhajir (29 September

2008) C. Riwayat Pendidikan

I. Pendidikan Formal 1. SD Negeri Gandusari, Kebumen, lulus tahun 1984. 2. MTs Negeri Purwosari, Rowokele, Kebumen, lulus tahun 1987. 3. PGA Negeri Kebumen, lulus tahun 1990. 4. S1 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fak. Tarbiyah Jur. PAI, lulus tahun 1995. 5. S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Konsentrasi Pendidikan Islam, lulus tahun 2003. 6. S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Konsentrasi Pendidikan Islam, angkatan tahun 2006.

II. Pendidikan Non Formal 1. Madrasah Diniyah Pondok Gebangsari, Kebumen, 3 tahun, dari tahun 1978 –1981. 2. Madrasah Diniyah Kuwarasan Kebumen, 5 tahun, dari tahun 1982-1987.

Page 395: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

3. Pondok Pesantren “Al-Huda” Jetis Kutosari, Kebumen, 3 tahun, dari tahun 1987-1990. 4. Pondok Pesantren Mahasiswa (Wahid Hasyim) Gaten Condong Catur, Yogyakarta, 2 tahun, dari tahun 1991-1993.

D. Kegiatan Ilmiah dan Penelitian 1. Diskusi bulanan di KAPGAN Kebumen, 5 tahun, dari tahun 1990 –1995. 2. Diskusi bulanan Pendidikan Islam di KD-PAI-6 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 3 tahun, dari tahun 1991-1993. 4. Peserta seminar “Tantangan Pendidikan Islam pada Era Global” di Hotel Ambarukmo Yogyakarta, tahun 1993. 5. Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, selama 10 hari, tahun 1994, di Wisma Sejahtera Kaliurang Yogyakarta. 6. Peserta seminar “Prospek Pendidikan Islam di Era Global” di IKIP Yogyakarta, utusan dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 1993. 7. Diskusi mingguan Program Studi Pendidikan Islam di KDPI-Pasca UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2 tahun, dari tahun 2000 – 2002. 8. Peserta seminar “The Reconstruction of Syari’a in The Islamic State”, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2003. 9. Peserta bedah buku “Pemikiran Syari’ah Hasan al-Bana”, di Islamic Centre Bekasi, tahun 2003. 10. Penelitian untuk para peneliti tingkat lanjut, Dosen IAIN “SMH” Banten, di Anyer, tahun 2007. 11. Pembicara seminar pendidikan “Metamorfosis Mutu Pendidikan Banten: Kurikulum, Mutu Guru dan Budaya Lokal banten”, tahun 2009. 12. Pembicara Seminar pendidikan “Menguak Rahasia Pendidikan ala Rasulullah”, 2010. E. Tulisan Ilmiah I. Tulisan Yang di Publikasikan 1. “Perjumpaan Sufisme dan Agama-agama Lain”, dipulikasikan oleh Majalah Bulanan Departemen Agama Jawa Barat “Media Pembinaan”, No. 08/XXVIII November 2001. 2. “Pendidikan Sebagai Media Transformasi Budaya (Renungan Bagi Para Pendidik dan Penyelenggara Pendidikan Dalam Menyambut Tahun Pelajaran Baru 2002/2003)”, “Media Pembinaan”. 3. “Madrasah di Makkah dan Madinah”, Jurnal Ilmiah Bidang Keagamaan dan Kemasyarakatan, “Al-Qalam”, Vol. 20/No. 98, 99/Juli-Desember 2003, Serang: Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IAIN “SMH” Banten, 2003. 4. Madrasah-madrasah di Makkah dan Madinah dalam Sejarah Pendidikan Islam, pada Periode Klasik dan Pertengahan, Prof. Dr. H. Abudin Nata, MA. (Ed.), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. 5. Ibnu Khaldun (1332-1402 M): Prinsip dan Metode Pengajaran, dalam Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, Prof. Dr. Suwito, MA. dan Fauzan, MA. (Ed.), Bandung: Angkasa, 2003.

Page 396: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

7. Kurikulum Madrasah Orde Reformasi – 2007: Analisis Pengembangan dan Pembaharuan ke Arah Modern, Jurnal Ke-Islaman, Kemasyarakatan dan Kebudayaan, “Tazkia”, Vol. IX No. 02, 2008. II. Dalam Bentuk Skripsi, Tesis dan Disertasi 1. “Pendidikan Anak Menurut Al-Qur’an (Studi Tentang Materi dan Metode)”, Skripsi S1, 1995. 2. “Pendidikan Jasmani Dalam Perspektif Islam”, Tesis S2, 2003. 3. “Pergeseran Kurikulum Madrasah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional”, Disertasi 2010. F. Riwayat Pekerjaan 1. Direktur TPA “Al-Huda”, Klitren Lor Yogyakarta, tahun 1992 – 1993. 2. Guru Privat Keluarga dari Yayasan Tunas Melati Yogyakarta, tahun 1992 – 1995. 3. Guru al-Qur’an pada Program Pemberantasan Baca Tulis al-Qur’an se SD Klitren Lor Yogyakarta, tahun 1993 – 1994. 4. Distributor PT. Amindoway Jaya, tahun 1993. 5. Marketing Supervisor PT. Cahaya Matahari Timur Yogyakarta, tahun 1994. 6. Kepala Cabang PT. Cahaya Matahari Timur di Kebumen, tahun 1994 (6 bulan). 7. Anggota ASBI (Asosiasi Sarang Burung Walet Indonesia), tahun 1994 –1995. 8. Cyper Operator di Subur Tiasa Playwood Sdn. Bhd., Sibu East Malaysia, tahun 1996. 9. Boyler Operator di Azaz Mahir Sdn. Bhd., Bintulu East Malaysia, tahun 1997. 10. TU MI Asy-Syuhada Jakarta, tahun 1998 (3 bulan). 11. Guru MI Asy-Syuhada Jakarta, tahun 1998-1999. 12. Dosen STAI Al-Ghuraba’ Jakarta, tahun 1998-1999. 13. Guru (PNS) MTs Negeri Rengasdengklok, Karawang, tahun 1999 –2003. 14. Dosen STAI Darul Qalam Tangerang dan Bekasi, tahun 1999 – 2007. 15. Dosen PGSD dan PGTK Darul Qalam Cut Mutia Bekasi, Islamic Centre Bekasi dan Tanjung Barat Jakarta, tahun 1999 – 2007. 16. Dosen STIMIK Kharisma Karawang, tahun 2000 – 2003. 17. Dosen Tetap (PNS) pada Fakultas Tarbiyah dan Adab IAIN “SMH” Banten Serang, tahun 2003 – sekarang. 18. Ketua Badan Pelaksana Harian PGTK/RA-PGSD/MI STAIKHA “Nur El-Qolam” untuk kampus Serang, Cilegon dan Jayanti, tahun 2005 – 2008. 19. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) TIARA Jakarta mulai Januari 2008-2009. 20. Badan Pembina Yayasan “Nur El-Qolam” Banten, tahun 2005-2009. 21. Ketua Yayasan “Nur El-Qolam” Banten, 2009-sekarang.

Page 397: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion
Page 398: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

320

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Tabel 1

Rencana Pelajaran Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta

No. Mata Pelajaran Kls 1 Kls

2 Kls 3 Kls

4 Kls 5

Jlm

A Agama 1. Tauhid 1 2 1 2 2 8 2. Al-Qur’an (6) (5) (3) (3) (3) (20) a. Hafalan 2 2 - - - 4 b. Membaca 2 - - - - 2 c. Tajwid - - - - 1 1 d. Terjemah 2 3 3 - - 8 e. Tafsir - - - 3 2 5 3. Hadis/Must}alah 2/- 2/- 2/- 2/1 2/1 10/2 4. Fikih/Ushul 2/- 2/- 2/- 2/1 2/1 10/2 5. Tarikh 1 1 1 1 1 5 B Umum 6. Bahasa Arab (9) (6) (6) (4) (5) (30) a. Mut}ala’ah 3 3 3 2 3 14 b. Imlak 2 - - - - 2 c. Nahwu/Sharaf 2 2 2 2 2 10 d. Khat 2 1 1 - - 4 7. Bahasa Indonesia 4 4 4 3 3 18 8. Bahasa Inggris 4 3 3 4 3 17 9. Ilmu Pasti (3) (4) (5) (2) (1) (15) a. Aljabar 2 2 2 2 1 9 b. Ilmu Ukur 1 2 3 - - 6 10. Berhitung/Ilmu Hitung 2/- 1/- 1/- -/1 -/1 4/2 11. Hitung Dagang - - 1 1 - 2 12. Pengetahuan Dagang - - 1 1 - 2 13. Ilmu Alam - 2 2 3 - 6 14. Ilmu Hayat/Higien - 2 2 2 - 6 15. Ilmu Bumi (2) (2) (1) (2) (3) (10) a. Pengetahuan Peta 2 2 1 1 - 6 b. Alam/Pasti - - - 1 1/1 2/2 c. Ekonomi - - - - 1 1 16. Sejarah Indonesia/Umum 1 2 2 2 2 9

Page 399: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

321

17. Tata Negara - - - 1 1 2 18. Menulis Latin 1 1 - - - 2 19. Menggambar 1 1 1 - 1 4 20. Seni Suara 1 1 1 1 1 5 21. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 2 10 22. Ilmu Guru (-) (-) (-) (3) (6) (9) a. Ilmu Mendidik - - - 2 4 6 b. Ilmu Jiwa - - - 1 2 3 23. Ekonomi/Ethnologi - - - - 1/1 1/1 24. Filsafat/Pengetahuan Agama - - - - 1 1 25. Ke Muhammadiyahan - - 1 1 1 3 26. Kepanduan - - - - 2 2 Jumlah 42 43 42 44 47 218

Tabel 2

Rencana Pelajaran Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur

No. Mata Pelajaran Kls

1 Kls 2

Kls 3

Kls 4

Kls 5

Kls 6

1 Bahasa Arab 12 12 12 13 11 11 a. Imlak 1 1 1 1 - - b. Mengarang/Pidato 6 4 4 3 2 3 c. Membaca 3 3 3 3 2 2 d. Hafalan 1 1 1 1 1 1 e. Khat 1 1 1 1 - - f. Nahwu/Sharaf - 2 2 2 2 2 g. Balaghah - - - - 2 2 h. Adab Lughah - - - - 2 2 2 Ilmu-ilmu Agama 10 10 9 7 8 11 a. Al-Qur’an 2 2 - - - - b. Tajwid 1 1 - - - - c. Tafsir 2 2 2 2 2 2 d. Hadis 1 1 1 1 1 2 e. Must}alah Hadis - - - - 2 2 f. Ushul Fikih - - 2 2 2 2 g. Aqaid/Agama 2 2 2 1 1 2 h. Mantiq - - - - - 1 i. Tarikh Islam 2 2 2 1 - - 3 Ilmu-ilmu Umum 17 17 18 19 20 18

Page 400: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

322

1. Berhitung 2 2 1 - - - 2. Al-Jabar 2 2 2 2 2 1 3. Ilmu Ukur 2 2 2 2 2 1 4. Ilmu Alam 2 2 2 2 2 1 5. Ilmu Hayat 1 1 - - - - 6. Sejarah Indonesia/Umum 2 2 2 3 1 3 7. Ilmu Bumi 2 2 2 2 2 2 8. Ilmu Pendidikan/Ilmu Jiwa - - 2 2 3 3 9. Praktek Mengajar - - - - 2 4 10. Tata Negara - - 1 2 2 - 11. Gerak Badan Di luar jam pelajaran 12. Menggambar/Seni Suara Di luar jam pelajaran 13. Bahasa Indonesia 2 2 1 1 1 1 14. Bahasa Inggris 2 2 3 3 3 3 Jumlah 39 39 39 39 39 40

Tabel 3

Rencana Pelajaran Sekolah Guru P.U.I 6 Tahun Jawa Barat

No. Mata Pelajaran Kls

1 Kls 2

Kls 3

Kls 4

Kls 5

Kls 6

A Pokok 1 Al-Qur’an/Tafsir 3 3 3 3 3 3 2 Hadis/Must}alah 1 1 1 2 2 2 3 Tauhid/Mantiq 1 1 1 1 2 2 4 Bahasa Arab 7 7 7 8 7 7 5 Fikih/Ushul 2 2 2 2 2 2 6 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4 7 Bahasa Inggris 2 2 2 3 3 3 8 Bahasa Daerah 1 1 1 1 1 1 9 Ilmu Guru/Jiwa - - - 4 1 4 10 Ilmu Bumi/Alam 2 2 2 2 2 2 11 Sejarah Indonesia/Umum 2 2 2 2 2 2 12 Tata Negara - - - - 1 1 13 Ekonomi - - - - 1 1 B Penting 14 Tarikh Islam/Kebudayaan 1 1 1 1 1 1 15 Faraidl - - 1 1 1 1 16 Akhlak 1 1 1 1 1 1 17 Ilmu Hayat 2 2 2 2 1 1

Page 401: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

323

18 Aljabar 2 2 2 2 1 1 19 Ilmu Ukur 2 2 2 - - - 20 Ilmu Alam 1 1 1 1 1 1 21 Ilmu Kimia - - - 1 1 1 C Pelengkap 22 Al-Adyan - - - - 1 1 23 ’Arudl - - - - 1 1 24 Miqat - - - - 1 1 25 Ilmu Berhitung 1 1 - - - 1 26 Gerak Badan 2 2 2 2 - - 27 Menggambar/Menulis 1 1 1 - - - 28 Seni Suara 1 1 1 - - - 29 Kerajinan Tangan/Pertanian 1 1 1 1 - - 30 Etnologi/Sosiologi - - - - 1 1 31 Kepanduan 2 2 2 2 2 2 Jumlah 42 42 42 44 44 44

Tabel 4

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)1

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6 Umum 1

2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 -

2 2 3 2 2 -

12 12 18 12 12 8

Aka- Demis

7 8 9

10 11 12 13 14

Sejarah Kebudayaan Islam Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan Sosial Fisika (mayor)

2 6 3 4 4 6 6 -

2 6 3 4 4 - - 3

2 6 3 4 3 - - 3

2 6 3 4 3 - - 3

- 6 3 3 4 - - 4

- 6 3 3 4 - - 4

8 36 18 22 22 6 6 17

1 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1976), 9.

Page 402: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

324

15 16 17

Kimia (mayor) Biologi (mayor) Bumi Antariksa (minor) Bahasa Asing (minor) Menggambar (minor)

- - -

3 2 2

3 2 2

3 2 2

4 4 2

4 4 2

17 14 10

Ketram- pilan

18 19

Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- -

3 -

- 3

3 -

- 3

3 -

9 6

Jumlah 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas

dan terikat.

Tabel 5

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)2

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6

Umum 1 2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 -

2 2 3 2 2 -

12 12 18 12 12 8

Aka- demis

7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17

Sejarah Kebudayaan Islam Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Sosial Fisika (mayor) Kimia (mayor) Biologi (mayor) Geografi Antropologi (minor)

2 6 3 4 4 6 6 - - - -

2 6 3 4 4 - - 3 2 2 2

2 6 3 4 3 - - - 3 2 2

2 6 3 4 3 - - 3 3 2 2

- 6 3 3 4 - - 4 4 4 2

- 6 3 3 4 - - 4 4 4 2

8 36 18 22 22 6 6 12 16 14 10

2 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 10-11.

Page 403: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

325

Bumi Antariksa (minor) Bahasa Asing (minor) Menggambar

- 2 2 2 2 2 10

Ketram- pilan

18 19

Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- -

3 -

- 3

3 -

- 3

3 -

9 6

Jumlah 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas dan

terikat.

Tabel 6

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Bahasa3

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6

Umum 1 2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 -

2 2 3 2 2 -

12 12 18 12 12 8

Aka- demis

7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18

Sejarah Kebudayaan Islam Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan Sosial Bahasa Asing (mayor) Sejarah (mayor) Geografi Antropologi (mayor) Bahasa Daerah Menggambar (minor) IPS (minor) Ekonomi – Koperasi (minor)

2 6 3 4 4 6 6 - - - - -

2 2 5 5 5 - - 3 - 2 2 2

2 2 5 5 5 - - 3 - 2 2 2

2 - 5 5 5 - - 3 - 2 2 2

- - 7 7 7 - - 2 5 - - 2

- - 7 7 7 - - 2 3 - - 2

8 10 32 33 33 6 6 13 8 6 6 10

3 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 9-10.

Page 404: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

326

Ketram- pilan

18 19

Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- -

3 -

- 3

3 -

- 3

3 -

9 6

Jumlah 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas dan

terikat.

Tabel 7

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Syari’ah / Agama4

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6

Umum 1 2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 -

2 - - 2 2 -

12 2 3 12 12 8

Aka- demis

7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

22 23

Sejarah Kebudayaan Islam Filsafat Islam Perbandingan Agama Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Sosial Sejarah Tata Buku – Hitung Dagang Geografi - Antropologi Tafsir – Ilmu Tafsir (mayor) Hadis – Ilmu hadis (mayor) Fiqh – Ushul Fiqh – mantiq (mayor) Tarikh – Tasyri’ (mayor) Menggambar (minor)

2 - - 6 3 4 4 6 6 - - - - - - - -

2 - - 3 3 4 3 - - 3 - - 4 3 4 2 -

2 - - 3 3 4 3 - - 3 - - 4 3 4 2 -

2 - - 3 3 4 3 - - 3 - - 4 3 4

2 -

- 3 2 3 3 4 3 - - - 2 2 3 3 3

2 -

- 3 2 3 3 4 3 - - - 2 2 3 4 4

2 -

8 6 4 21 18 24 19 6 6 9 4 4 18 16 18

10 -

4 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 11.

Page 405: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

327

-Ekonomi Koperasi (minor) -Bahasa Asing (minor)

- 2 2 2 2 2 10

Ketram- pilan

24 25

Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- -

3 -

- 3

3 -

- 3

3 -

9 6

Jumlah 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas dan

terikat.

Tabel 8

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Qodlo / Peradilan Agama5

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6

Umum 1 2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 -

2 - - 2 2 -

12 2 3 12 12 8

Aka- demis

7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Sejarah Kebudayaan Islam Filsafat Islam Perbandingan Agama Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Sosial Administrasi - Manajemen Pengantar Ilmu hukum Human Relation (mayor) Hukum Pidana (mayor) Hukum Perdata (mayor) Hukum Acara Hukum Adat

2 - - 6 3 4 4 6 6 - - - - - - -

2 - - 2 3 4 3 - - 3 3 - 2 3 - -

2 - - 2 3 4 3 - - 3 - - 2 2 - 2

2 - - 2 3 4 3 - - 2 - - 3 2 - 2

- 3 2 - 3 6 3 - - - - 2 - 2 3 2

- 3 2 - 3 4 3 - - - - 2 - - 5 2

8 6 4 12 18 26 19 6 6 8 3 4 7 9 8 8

5 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 11-12.

Page 406: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

328

22 23

Fiqh - Ushul Fiqh - Mantiq Tafsir – Ilmu Tafsir Hadis - Ilmu hadis Tarikh Tasyri’ Menggambar -Ekonomi Koperasi (minor) -Bahasa Asing (minor)

- - - - -

2 2 2 - 2

2 2 2 2 2

2 2 2 2 2

2 2 2 - 2

2 2 2 - 2

10 10 10 4 10

Ketram- pilan

Praktek Peradilan Agama Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- - -

- 3 -

- - 3

- 3 -

4 - 3

4 3 -

8 9 6

JUMLAH 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas dan

terikat.

Tabel 9

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Diniyah6

No Materi Pelajaran Nama Kitab 1 Tafsir Al-Qur’an 1. Tafsir Jalalain

2. Tafsir al-Maraghi 3. Tafsir Munir

2 Ilmu tafsir 1. al-Tibyan fi Ulumil Qur’an 2. Mabahis fi Ulumil Qur’an 3. Manahil al-Irfan

3 Hadis 1. Mukhtar al-Ahadis 2. Bulugh al-Maram 3. Jawahir al-Bukhari 4. al-Jami’ al-Shaghir

4 Musthalah 1. Mihnah al-Muhith 2. Al-Baiquniyah

5 Tauhid 1. Tuhfah al-Murid 2. Al-Husun al-Hamidiyah 3. Al-Aqidah al-Islamiyah 4. Kifayah al-’Awam

6 Fiqh 1. Kifayatul Ahyar 2. Fathul Mu’in

6 Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah: Pertumbuhan dan Perkembangannya

(Jakarta: Dirjen Bagais, 2003), 34.

Page 407: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

329

3. Mahalli 7 Ushul Fiqh 1. Al-Waraqat

2. Al-Sulam 3. Al-bayan 4. Al-Luma’

8 Nahwu dan Saraf 1. Alfiyah Ibnu Malik 2. Qawaid al-Lughah al-Arabiyah 3. Syarh Ibnu Aqil 4. Al-Syabrawi

9 Akhlaq 1. Minhajul Abidin 2. Irsyad al-Ibad

10 Tarikh 1. Ismam al-Wafaq 11 Balaghah 1. Jauhar Maknun

2. Juman

Page 408: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

330

Tabel 10 Susunan Program Kurikulum 1994

Madrasah Aliyah kelas I dan II7 No. Mata Pelajaran Kelas I Kelas II 1. 2.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10.

11.

Pendidikan Pancasila dan Kwarganegaraan Pendidikan Agma Islam:

a. Qur’an Hadits b. Fiqh c. Aqidah - Akhlak

Bahasa Indonesia dan Sastera Indonesia Sejarah Nasional dan Umum Bahasa Arab Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam:

a. Fisika b. Biologi c. Kimia

Ilmu Pengetahuan Sosial: a. Ekonomi b. Sosiologi c. Geografi

Pendidikan Seni

2

2 2 1 5 2 2 4

(2) 6

5 4 3

3 - 2 2

2 2 2 1 5 2 2 4

(2) 6 5 4 3 3 2 2 -

Jumlah 45 45

7 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994, Landasan, Program dan

Pengembangan (Jakarta: Depag RI, 1993). Lihat juga, Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1999/2000), 393.

Page 409: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

331

Tabel 11 Susunan Program Kurikulum 1994

Madrasah Aliayah kelas III Program Bahasa8 No. Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Umum: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: a. Qur’an Hadits b. Fiqh c. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) Khusus: Bahasa dan Sastra Indonesia Bahasa Inggris Bahasa Asing lain Sejarah Budaya

2

2 2 1 3 2

(2) 5

(2)

8 6 9 5

Jumlah 45 Keterangan: *) Dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang

tersedia di lingkungan madrasah. Penentuan mata pelajaran bahasa asing lain ditentukan oleh madrasah berdasarkan keadaan dan kebutuhan madrasah yang bersangkutan. Siswa memilih mata pelajaran bahasa asing yang diselenggarakan oleh madrasah.

8 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 394.

Page 410: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

332

Tabel 12 Susunan Program Kurikulum 1994

Madrasah Aliyah kelas III Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)9

No. Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Umum: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: d. Qur’an Hadits e. Fiqh f. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) Khusus: Fisika Biologi Kimia Matematika

2

2 2 1 3 2

(2) 5

(2)

7 7 6 8

Jumlah 45 Keterangan: *) Dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang

tersedia di lingkungan madrasah.

9Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 395.

Page 411: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

333

Tabel 13 Susunan Program Kurikulum 1994

Madrasah Aliyah kelas III Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)10

No. Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Umum: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: g. Qur’an Hadits h. Fiqh i. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) Khusus: Ekonomi Sosiologi Tata Negara Antropologi

2

2 2 1 3 2

(2) 5

(2)

10 6 6 6

Jumlah 45 Keterangan: *) Dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dan disesuikan dengan kesempatan yang

tersedia di lingkungan madrasah. 1. Satu jam pelajaran berlangsung 45 menit. 2. Jumlah jam pelajaran/minggu sebanyak 45 jam pelajaran. 3. Jumlah jam pelajaran satu minggu sebagaimana tercantum dalam susunan

program kurikulum Madrasah Aliyah di atas adalah jam pelajaran minimum yang diselenggarakan secara klasikal.

10 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 396.

Page 412: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

334

Tabel 14 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Model11

Kelas I dan II

NO MATA PELAJARAN JUMLAH JAM PELAJARAN

Kelas 1

Kelas II

1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2 Pendidikan Agama islam: a. Qur’an hadis 2 2 b. Fiqh 2 2 c. Aqidah Akhlak 1 1 3 Bahasa dan Sastra Indonesia 5 5 4 Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 2 2 5 Bahasa Arab 2 2 6 Bahasa Inggris 4 4 7 Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) (2) (2) 8 Matematika 6 6 9 Ilmu Pengetahuan Alam: a. Fisika 5 5 b. Biologi 4 4 c. Kimia 3 3 10 Ilmu Pengetahuan Sosial: a. Ekonomi 3 3 b. Sosiologi - 2 c. Geografi 2 2 11 Pendidikan Seni 2 - JUMLAH 45 45 Keterangan: *) Dilaksanakan dalam kegiatan ekstra kurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan madrasah.

11 Depag RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan madrasah Model (Jakarta:

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002), 4-5.

Page 413: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

335

Tabel 15 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Model12

Kelas III Program Bahasa NO MATA PELAJARAN JUMLAH JAM

PELAJARAN 1 2 1 2 3 4 5 1 2 3 4

UMUM Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: a. Qur’an Hadis b. Fiqh c. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa dan sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Sejarah Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) KHUSUS Bahasa dan sastra Indonesia Bahasa Inggris Bahasa Asing lain**) Sejarah Budaya

2 2 2 1 3 2

(2) 5

(2) 8 6 9 5

JUMLAH 45 Keterangan: *) Dilaksanakan dalam kegiatan ekstra kurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan madrasah.

Tabel 16 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Model

Kelas III Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)13 NO MATA PELAJARAN JUMLAH JAM

PELAJARAN 1 2

UMUM Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam:

2

12 Depag RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan madrasah Model, 5. 13 Depag RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan madrasah Model, 5.

Page 414: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

336

1 2 3 4 5 1 2 3 4

a. Qur’an Hadis b. Fiqh c. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa dan sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Sejarah Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) KHUSUS Fisika Biologi Kimia Matematika

2 2 1 3 2

(2) 5

(2) 7 7 6 8

JUMLAH 45 Keterangan: *) Dilaksanakan dalam kegiatan ekstra kurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan madrasah.

Tabel 17 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Model

Kelas III Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)14

NO MATA PELAJARAN JUMLAH JAM PELAJARAN

1 2 1 2 3 4 5 1

UMUM Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: a. Qur’an Hadis b. Fiqh c. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa dan sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Sejarah Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) KHUSUS Ekonomi

2 2 2 1 3 2

(2) 5

(2)

10

14Depag RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan Madrasah Model, 5.

Page 415: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

337

2 3 4

Sosiologi Tata Negara Antropologi

6 6 6

JUMLAH 45 Keterangan: *) Dilaksanakan dalam kegiatan ekstra kurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan madrasah.

Tabel 18

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Bersama (kelas X)15

Mata Pelajaran Alokasi Waktu Kelas X

1 Pendidikan Agama Islam 2 2 a. Al-Qur’an Hadis 2 2 b. Aqidah Ahlak 2 2 c. Fiqh 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 3 Bahasa a. Bahasa dan Sastera Indonesia 4 4 b. Bahasa Arab 3 3 c. Bahasa Inggris 4 4 4 Matematika 4 4 5 Kesenian *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) 7 Ilmu Pengetahuan Sosial a. Sejarah - 3 b. Geografi 2 2 c. Ekonomi 2 2 d. Spsiologi 2 2 8 Ilmu Pengetahuan Alam a. Fisika 3 3 b. Kimia 3 3 c. Biologi 3 3 9 Teknologi Informasi dan Komunikasi 3 3 10 Ketrampilan / Bahasa Asing *) *)

15 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 25.

Page 416: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

338

11 Muatan Lokal *) *) JUMLAH 42 42

*) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

Tabel 19 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Studi Ilmu Alam16

Mata Pelajaran

Alokasi Waktu Kelas XI-XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

1 Pendidikan Agama Islam a. Al-Qur’an Hadis 2 2 2 2 b. Aqidah Akhlak 2 2 - - c. Fiqh 2 2 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3 Bahasa a. Bahasa dan Sastera Indonesia 4 4 4 4 b. Bahasa Arab 3 3 3 3 c. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 Matematika 6 6 6 6 5 Kesenian *) *) *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) *) *) 7 Geografi 2 2 2 2 8 Fisika 5 5 5 5 9 Kimia 5 5 5 5 10 Biologi 5 5 5 5 11 Teknologi Informasi dan Komunikasi 3 3 3 3 12 Ketrampilan/Bahasa Asing *) *) *) *) 13 Muatan Lokal *) *) *) *)

JUMLAH 45 45 45 45 *) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

16 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 26.

Page 417: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

339

Tabel 20 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Studi Ilmu Sosial17

Mata Pelajaran

Alokasi Waktu Kelas XI-XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

1 Pendidikan Agama Islam a. Al-Qur’an Hadis 2 2 2 2 b. Aqidah Akhlak 2 2 - - c. Fiqh 2 2 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 Pendidikan Kewarganegaraan 3 3 2 2 3 Bahasa a. Bahasa dan Sastera Indonesia 4 4 4 4 b. Bahasa Arab 3 3 3 3 c. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 Matematika 4 4 4 4 5 Kesenian *) *) *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) *) *) 7 Sejarah 3 3 3 3 8 Geografi 4 4 4 4 9 Ekonomi 6 6 6 6 10 Sosiologi 5 5 5 5 11 Teknologi Informasi dan Komunikasi 3 3 3 3 12 Ketrampilan/Bahasa Asing *) *) *) *) 13 Muatan Lokal *) *) *) *)

JUMLAH 45 45 42 42 *) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

17 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 27.

Page 418: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

340

Tabel 21 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Studi Bahasa18

Mata Pelajaran

Alokasi Waktu Kelas XI-XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

1 Pendidikan Agama Islam a. Al-Qur’an Hadis 2 2 2 2 b. Aqidah Akhlak 2 2 - - c. Fiqh 2 2 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3 Bahasa Indonesia 5 5 4 4 4 Bahasa Arab 4 4 4 4 5 Bahasa Inggris 6 6 5 5 4 Matematika 4 4 4 4 5 Kesenian *) *) *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) *) *) 7 Sejarah 3 3 3 3 8 Antropologi 2 2 2 2 9 Sastera Indonesia 3 3 3 3 10 Bahasa Asing lain 6 6 5 5 11 Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 12 Ketrampilan/Bahasa Asing *) *) *) *) 13 Muatan Lokal *) *) *) *)

JUMLAH 44 44 41 41 *) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

18 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 30.

Page 419: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

341

Tabel 22 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Studi Ilmu Agama Islam19

Mata Pelajaran

Alokasi Waktu Kelas XI-XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

1 Pendidikan Agama Islam a. Al-Qur’an Hadis 2 2 2 2 b. Aqidah Akhlak 2 2 2 2 c. Fiqh 2 2 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2 2 2 Pendidikan Kewarganegaraan 3 3 2 2 3 Bahasa a. Bahasa dan Sastera Indonesia 3 3 3 3 b. Bahasa Arab 5 5 4 4 c. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 Matematika 4 4 4 4 5 Kesenian *) *) *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) *) *) 7 Tafsir dan Ilmu Tafsir 4 4 4 4 8 Ilmu Hadis 3 3 3 3 9 Ushul Fiqh 4 4 4 4 10 Tasawuf 2 2 2 2 11 Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 12 Ketrampilan/Bahasa Asing *) *) *) *) 13 Muatan Lokal *) *) *) *)

JUMLAH 45 45 42 42 *) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

19 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 28.

Page 420: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

342

Tabel 23 Struktur Kurikulum

Madrasah Aliyah Keagamaan

Bidang Pengembangan Mata Pelajaran Kelas

I I I 1. Pendidikan Karakter

1. Pendidikan Akhlak 2. Kewarganegaraan 3. Bahasa dan Sastra Indonesia

2 2 2

2 2 2

2 2 2

2. Pendidikan Akademis

1. Qur’an Hadis 2. Ilmu tafsir 3. Ilmu hadis 4. Fiqh 5. Ushul Fiqh 6. Tauhid – Tasawuf 7. Sejarah Peradaban Islam 8. Bahasa Arab 9. Matematika 10. Science 11. Ilmu Sosial 12. Bahasa Inggris

4 2 2 3 2 2 2 4 3 3 3 4

4 2 2 3 2 2 2 4 3 3 3 4

4 2 2 3 2 2 2 4 3 3 3 4

40 40 40 3. Pendidikan Ketrampilan

1. Olahraga 2. Kesenian 3. Komputer 4. Akuntansi 5. Vokasional

(2) (2) (2) (2) (*)

(2) (2) (2) (2) (*)

(2) (2) (2) (2) (*)

4. Unggulan Sekolah

1. Kajian Islam 2. Pengantar Penelitian 3. Bahasa Asing lain (**)

(2) (2) (2)

(2) (2) (2)

(2) (2) (2)

Keterangan: (*) Program Paket (pilihan) (...) Kegiatan Terpogram (**) Bahasa Asing (pilihan): Bahasa Perancis, Bahasa Cina, Bahasa Urdu, Bahasa Persi.

Page 421: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

343

Tabel 24

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006

Kelas X20

Komponen Alokasi Waktu Smt I Smt II

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Arab 5. Bahasa Inggris 6. Matematika 7. Fisika 8. Biologi 9. Kimia 10. Sejarah 11. Geografi 12. Ekonomi 13. Sosiologi 14. Seni Budaya 15. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 16. Teknologi Informasi dan Komunikasi 17. Ketrampilan/Bahasa Asing

4 2 4 2 4 4 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) Jumlah 42 42

Keterangan:

1. Pendidikan Agama Islam terdiri atas: Al-Qur’an hadis, Aqidah Akhlak dan Fiqh.

2. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi

yang disesuaikan potensi dan ciri khas daerah, termasukk keunggulan daerah yang

materinya tidak dapat dikelompokkan terhadap mata pelajaran yang ada. Substansi

muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan

20 Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006), 6.

Page 422: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

344

merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan

memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan dan

mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik

sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan

atau dibimbing oleh kanselor, guru tau tenaga kependidikan yang dpat dilakukan

dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

*) 2 jam pembelajaran.

Tabel 25

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006 Kelas XI dan XII

Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)21

Komponen

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Arab 5. Bahasa Inggris 6. Matematika 7. Fisika 8. Kimia 9. Biologi 10. Sejarah 11. Geografi 12. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 13. Teknologi Informasi dan Komunikasi 14. Ketrampilan / Bahasa Asing

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 43 43 43 43

21 Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah, 7.

Page 423: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

345

Keterangan:

1. Pendidikan agama islam terdiri atas: Al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fiqh dan

SKI.

2. *) Ekuivalen 2 jam pembelajaran.

Tabel 26

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006 Kelas XI dan XII

Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)22

Komponen

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Arab 5. Bahasa Inggris 6. Matematika 7. Fisika 8. Kimia 9. Biologi 10. Sejarah 11. Geografi 12. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 13. Teknologi Informasi dan Komunikasi 14. Ketrampilan / Bahasa Asing

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 43 43 43 43 Keterangan:

1. Pendidikan agama Islam terdiri atas: Al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fiqh dan

SKI.

22 Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah, 8.

Page 424: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

346

2. *) Ekuivalen 2 jam pembelajaran.

Tabel 27

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006 Kelas XI dan XII

Program Bahasa23

Komponen

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2*) 2*) 2*) 2*) 2. Pendidikan kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 5 5 5 5 4. Bahasa arab 2**) 2**) 2**) 2**) 5. Bahasa Inggris 5 5 5 5 6. Matematika 3 3 3 3 7. Sastra Indonesia 4 4 4 4 8. Bahasa Asing 4 4 4 4 9. Antropologi 2 2 2 2 10. Sejarah 2 2 2 2 11. Seni Budaya 2 2 2 2 12. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 2 13. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 14. Keterampilan 2 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2***) 2***) 2***) 2***) Jumlah 39 39 39 39

*) Bila untuk kurikulum Madrasah Aliyah maka alokasi waktunya 4 jam pelajaran per

minggu.

**) Untuk kurikulum SMA, bahasa Arab ditiadakan.

***) Ekuivalen 2 jam pembelajaran.

23 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Suatu Panduan Praktis, 60.

Page 425: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

347

Tabel 28

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006 Kelas XI dan XII

Program Keagamaan24

Komponen

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 4 5. Matematika 4 4 4 4 6. Tafsir dan Ilmu Tafsir 3 3 3 3 7. Ilmu Hadis 3 3 3 3 8. Ushul Fiqh 3 3 3 3 9. Tasawuf / Ilmu Kalam 3 3 3 3 10. Seni Budaya 2 2 2 2 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan kesehatan 2 2 2 2 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 13. Keterampilan 2 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 38 38 38 38

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran ditentukan.

Tabel 29

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Kejuruan25

Program Keahlian ditetapkan oleh Madrasah

No Program Pendidikan dan Latihan Alokasi Waktu 1 Normatif 1. Pendidikan Agama Islam (Al-Qur’an Hadis, 216

24 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Suatu Panduan Praktis, 61. 25 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikuulum 2004 untuk RA, MI,

MTs dan MA (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2004), 31 – 32.

Page 426: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

348

Aqidah Akhlak, Fiqh dan SKI) 2. Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah 144 3. Olahraga dan Kesehatan 144 4. Bahasa Indonesia 216

II Adaptif 1. Bahasa Inggris

Sesuai Program Keahlian

2. Bahasa Arab 3. Matematika 4. Ketrampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi 5. Kewirausahaan 6. ...............**)

III Produktif 1. ...............***) Sesuai Program Keahlian 2. ............... ***)

3. ............... ***) Jumlah

Tabel 30 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Kejuruan

Program Ketrampilan26 No Ketrampilan Materi Jumlah Jam

1 Otomotif A 1. Teknik Pengajaran Logam 2. Gambar Teknik 3. Dasar-dasar Motor 4. Unit Motor 5. Sistem Bahan Bakar 6. Sistem Kelistrikan 7. Chasis 8. Tune Up 9. Pengelolaan Usaha 10. Magang

91 35 12

258 144 164 254 86 86 36

Jumlah 1080 2 Elektronika A 1. Listrik Dasar

2. Elektronika Dasar 3. Pembuatan Pesawat Elektro 4. Rangkaian Elektro 5. Teknik Elektronika 6. Teknik Audio

30 84 36 98

108 84

26 Profil MAN Jember 1 2006 – 2007, 64.

Page 427: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

349

7. Teknik Radio 8. Teknik Televisi 9. Pengelolaan Usaha 10. Magang

124 318 162 36

Jumlah 1080 3 Tata Busana A 1. Alat Menjahit

2. Teknologi Menjahit 3. Pengetahuan Bahan Tekstil 4. Pembuatan Pola 5. Teknik Menghias Kain 6. Desain Busana 7. Busana Anak 8. Busana Wanita 9. Busana Pria 10. Pengelolaan Usaha 11. Magang

30 84 36 98

108 84

124 318 162 36

160 Jumlah 1080

4 Pertanian 1. Dasar-dasar Pasca Usaha Tani 2. Iklim, Prinsip Penanaman, Pemeliharaan

dan Pengelolaan 3. Bercocok Tanam Sayur, Buah dan

Mangga 4. Tanaman Pekarangan 5. Budidaya Tanaman 6. Dasar-dasar Perikanan Darat 7. Dasar-dasar Pertanian Campuran 8. Bercocok Tanam Padi dan Palawija 9. Teknik Beternak Ikan 10. Budidaya Tanaman Perkebunan 11. Dasar-dasar Peternakan 12. Teknik Beternak 13. Dasar – dasar Mekanisme Pertanian 14. Teknik Pengoperasian dan Merawat

Alat-alat Mekanisme Pertanian 15. Magang

30 120

40 80 40 50

200 40 60 60 40 60

100 40

36

Jumlah 1080 5 Komputer Microsoft Word

Microsoft Excel 46 46

Jumlah 92 6 Bahasa Inggris 1. Tingkat Dasar

2. Tingkat Menengah 3. Tingkat Lanjut

Page 428: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

350

7 Bahasa Arab Tingkat Dasar

Page 429: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi Arab-Latin ini mengacu pada pedoman transliterasi

yang dipakai oleh Universitas McGill.

b = ب

t = ت

th = ث

j = ج

h{ = ح

kh = خ

d = د

dh = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sh = ش

s{ = ص

d{ = ض

t{ = ط

z{ = ظ

ع = ‘

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ن

h = ه

w = و

y = ي

Vokal pendek : a = ´ ; i = ِ ; u = ُ Vokal panjang : a< = ا ; i> = ي ; ū = و Diftong : ay = ا ي ; aw = ا و

Page 430: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

i

Kata Pengantar

Mengawali karya ilmiah ini saya ingin memanjatkan puji syukur kehadlirat Allah SWT, karena atas rid}a dan ‘ina>yah-Nya jualah disertasi yang berjudul: “Pergeseran Kurikulum Madrasah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional” ini dapat diselesaikan. Disertasi ini sengaja dibuat untuk diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam (Pendidikan Islam) di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut berperan dalam proses penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana ini. Mereka itu antara lain sebagai berikut:

1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atas asuhan dan kepemimpinannya, baik selama saya menjalani masa-masa perkuliahan maupun andilnya dalam keberhasilan studi saya.

2. Dirjen Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, yang telah mengizinkan saya untuk menempuh pendidikan S3 pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. H. M. A. Tihami, MA., MM., Rektor IAIN “SMH” Banten, yang telah memberi restu dan mengizinkan saya untuk menempuh studi S3, dimana IAIN “SMH” Banten merupakan institusi tempat mengabdikan keilmuan saya di dalamnya. Institusi ini jualah yang memberikan sebagian support dana dan motivasi kepada saya sehingga dapat menyelesaikan studi S3 ini.

4. Prof. Dr. Suwito, MA dan Prof. Dr. Husni Rahim, MA, dalam kedudukannya dan peran pentingnya sebagai promotor saya, yang telah dengan kesabaran dan ketelitiannya menunjukkan serta mengarahkan penulisan disertasi saya ini, sehingga berhasil dan selesai ditulis.

5. Semua guru besar, para dosen dan semua staf Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyampaikan ilmu dengan tulus ikhlas kepada saya. Juga semua staf di bagian akademik yang telah memberikan pelayanan administrasinya dengan baik.

6. Perpustakaan Kementerian Agama, perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan UNJ, dan Pusat Kurikulum (Puskur) Kementerian Pendidikan Nasional, yang telah andil besar dalam menyediakan rujukan-rujukan khususnya tentang kurikulum, sehingga saya dapat menyelesaiakan tulisan disertasi ini.

7. Para ulama, cendekiawan dan ilmuwan yang tulisannya dijadikan rujukan oleh saya dalam penulisan disertasi ini.

Untuk para sahabat yang ada di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam saat-saat kuliah yang penuh kenangan, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya

Page 431: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

ii

dalam lembar pengantar ini, saya hanya dapat berdo’a semoga amal shaleh mereka di terima sebagai amal akherat yang kekal abadi. Amin.

Disertasi ini secara khusus saya dedikasikan kepada Abi, Umi, isteri (Tri Yuni Hartati), dan anak-anak saya yang shaleh (Faiz Arfan Bahar dan Faza Farzanggi Muhajir), yang dengan segala ketulusan serta kelonggaran kalbunya memberi motivasi, do’a dan rasa cinta kasih sejati kepada saya. Inilah salah satu sumber energi saya yang tak pernah habis dan kering serta selalu menunjukkan untuk melakukan yang terbaik. Semoga Allah senantiasa memberikan hida>yah dan ma‘u>nah-Nya, perjuangan sungguh-sungguh mereka, meskipun harus hidup tertatih-tatih di tengah kesulitan dan penderitaan yang besar di dunia ini. Amin.

Jakarta, Desember 2010 Penulis

Muhajir

Page 432: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

iii

ABSTRAK

Kesimpulan besar disertasi ini menunjukkan bahwa pergeseran kurikulum lebih dominan dipengaruhi faktor politik. Walaupun tidak menafikan faktor-faktor lain yang ikut berperan dalam mempengaruhi pergeseran kurikulum seperti faktor agama (ideologi), sosial, ekonomi dan budaya. Namun ending diputuskannya pergeseran kurikulum lebih dominan dipengaruhi oleh suatu kebijakan pemerintah yang merupakan penjabaran dari undang-undang dan tidak jauh ditetapkannya undang-undang karena syarat muatan politis.

Temuan ini didasarkan oleh dua pendapat yang berbeda dalam membicarakan faktor yang mempengaruhi pergeseran kurikulum, yaitu pertama, bahwa pergeseran kurikulum dipengaruhi oleh faktor ideologi (agama), sosial, politik, ekonomi, budaya dan teknologi bahkan faktor intern pendidikan itu sendiri. Pendapat ini dikemukakan Larry Cuban dalam Hand Book of Research on Curriculum, yang di edit oleh Philip W. Jakson. Sebagaimana Cuban, Audrey Osler dalam Schooling Society and Curriculum, yang diedit oleh Alex More, juga memperkuat pendapat ini. Dalam edisi Indonesia, Anwar Jasin ketika menulis disertasinya, Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisis Perkembangan Tentang Perubahan Konseptual Kurikulum SD Sejak Proklamasi Kemerdekaan, dengan Menggunakan Bahan-bahan yang Relevan, juga identik dengan Cuban dan Audrey.

Kedua, menyatakan bahwa perencanaan, perubahan dan pergeseran kurikulum dipengaruhi faktor politik, bahkan struktur politik masuk dalam situasi pendidikan. Pendapat ini dinyatakan oleh John I. Goodlad, dalam The Curriculum Studies Reader, yang diedit oleh David J. Flinders dan Stephen J. Thornton. Pernyataan Goodlad dipertegas oleh A.V. Kelly dalam The Curriculum Theory and Practice.

Temuan dalam disertasi ini adalah bahwa pergeseran kurikulum lebih dipengaruhi faktor politik. Dengan demikian disertasi ini hendak memperkuat pendapat Goodlad dan Kelly, dengan satu revisi bahwa faktor politik bukan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi pergeseran kurikulum, karena masih ada faktor lain, yaitu ideologi (agama), sosial, ekonomi dan budaya. Disertasi ini hendak mempertegas bahwa faktor politik lebih dominan mempengaruhi pergeseran kurikulum.

Temuan di dalam disertasi ini didasarkan pada sumber-sumber primer, yaitu dokumen kurikulum Madrasah Aliyah dari tahun 1950-2006, yang di dalamnya terdiri dari kurikulum Madrasah Aliyah sebelum muncul secara nasional, kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1973, 1975/1976, 1984, 1994, 2004 dan 2006. Sumber-sumber ini merupakan sumber primer yang relevan dengan madrasah Aliyah. Disamping kurikulum Madrasah Aliyah juga, tiga Undang-Undang Pendidikan yaitu Undang-Undang Pendidikan No. 4 tahun 1950 Jo UU No. 12 Tahun 1954, UUSPN No. 2 Tahun 1989 dan UUSPN No. 20 Tahun 2003. Adapun sumber-sumber pendukung yang mengarahkan disertasi ini adalah tulisan John I. Goodlad dalam The Curriculum Studies Reader, yang diedit oleh David J. Flinders dan Stephen J.

Page 433: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

iv

Thornton (2004) dan bukunya A.V. Kelly dalam The Curriculum Theory and Practice (2004). Dua orang ini yang teorinya akan diperkuat oleh disertasi ini.

Untuk membaca sumber-sumber yang ada, semua kurikulum Madrasah Aliyah dari tahun 1950-2006 yang didokumentasikan diletakkan secara kronologis sesuai periodesasi. Karakteristik Madrasah Aliyah, dan kebijakan pendidikan pemerintah yang mempengaruhi pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah, include faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kurikulum Madrasah Aliyah. Termasuk faktor yang dominan mempengaruhi kurikulum Madrasah Aliyah. Kesemuanya itu diletakkan dalam konteks historis (sejarah), dengan menggunakan pendekatan sejarah, kemudian dianalisis menggunakan metode komparasi (perbandingan) dan content analysis.

Page 434: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

v

Abstract

The great conclusion of this dissertation is that the curriculum shift is dominantly influenced by political factor even though other factors such as religion, ideology, social, economy, and culture also play an important role on it. However, the decision of the curriculum shift is dominantly influenced by the government policy as the spelling out of the constitution. To decide of the law and regulation is often due to the political interest.

This finding is based on two different views on the factors that influence the curriculum shift. Firstly, the curriculum shift is influenced by ideological (religious), social, political, economical, cultural, and technological factors; indeed, the internal factor of the education itself influences the curriculum shift as well. This view is stated by Larry Cuban in his work’s Hand Book of Research on Curriculum which is edited by Philip W. Jakson. Audrey Osler in his work’s Schooling Society and Curriculum edited by Alex More also supports this opinion. Similar to Cuban and Osler’s opinions, Anwar Jasin in his dissertation’s Pembaharuan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisis Perkembangan tentang Perubahan Konseptual Kurikulum SD sejak Proklamasi Kemerdekaan, dengan Menggunakan Bahan-Bahan yang Relevan, also has the same opinion.

Secondly, it is stated that the planning, the change, and the shift of curriculum are influenced by political factor; indeed, the structure of politics enter into the educational situation. This opinion is stated by John l. Goodlad in his work’s The Curriculum Studies Reader edited by David J. Flinders and Stephen J. Thornton. Goodlad’s statement is asserted by A.V. Kelly in his work’s The Curriculum Theory and Practice.

The finding of this dissertation is that the curriculum shift is more influenced by political factor. Therefore, this dissertation will strengthen both Goodlad and Kelly’s views with one revision that political factor is not the only one that influences the curriculum shift. There are other factors that influence the curriculum shift: ideological (religious), social, economical, and cultural factors. This dissertation shows that political factor becomes more dominant in influencing the curriculum shift.

The finding of this dissertation is based on the primary sources, i.e. the documents of curriculum of Madrasah Aliyah (Islamic Senior High School) from 1950-2006. These documents consist of the curriculum of Madrasah Aliyah before it nationally appears, the 1973, 1975/1976, 1984, 1994, 2004 and 2006 curriculums. These are the primary sources which are relevant to Madrasah Aliyah. Besides the curriculum of Madrasah Aliyah as stated above, the three laws of education, i.e. the laws of education of 1950 No. 4 Jo UU of 1954 No. 12, the laws of National Educational System (UUSPN) of 1989 No.2 and UUSPN of 2003 No.20, become other primary sources for this dissertation. Moreover, the works of John l. Goodlad’s The Curriculum Studies Reader edited by David J. Flinders and Stephen J. Thornton (2004) and A.V. Kelly’s The Curriculum Theory and Practice (2004) become the

Page 435: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

vi

secondary sources of this dissertation. The theories of both of the two writers will be strengthened by this dissertation.

To read the available sources, all of the curriculum of Madrasah Aliyah from 1950-2006 documented is put chronologically based on its periods. The characteristics of Madrasah Aliyah and the government policy on education become the factors influencing the curriculum shift of Madrasah Aliyah. Both of them dominantly influence the curriculum of Madrasah Aliyah. All of them is explained in the historical context by using historical approach and be analyzed by using comparative method and content analysis.

Page 436: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

vii

لملخصا

وھذا . أن العامل السیاسي ھو العامل األكثر تأثیرا في تغییرالمنھج الدراسيتدل ھذه الرسالة بدون النفي إلى العوامل األخرى التى أثرت فى ذلك التغییر مثل العوامل الدینیة أو العقائدیة و

ذلك التغییر وقع تحت تأثیر سیاسة ولكن فى النتیجة اال خیرة . اإلجتماعیة واإلقتصادیة والثقافیة .ت سیاسیة كثیرةمعینة من الحكومة المتمثلة فى تفسیر قانون معین الذي وضع بدوره بمالبسا

ھذه الخالصة مستندة الى رأیین اختلفا في تعیین ما ھو العوامل المؤثرة فى تغییر المنھج ذھب الرأي األول أن التغییر حصل بتأثیر العوامل الكثیرة من العامل اإلیدیولوجي أو . الدراسي

ل التربوي في الدیني واإلجتماعي والسیاسي واإلقتصادي والثقافي والتیكنولوجي حتى العام Hand Book of Research onفي كتابھ Larry Cubanھذا الرأي عرضھ . نفسھ

Curriculum الذي حققھPhilip W. Jakson . و قد أكدAudrey Osler في كتابھSchooling Society and Curriculum الذي حققھAlex More و قد وصل . ھذا الرأي

Anwar Jasin في رسالتھPembaruan Kurikulum SD di Indonesia Suatu Analisis Perkembangan Tentang Perubahan Konseptual Kurikulum SD Sejak Proklamasi Kemerdekaan Dengan Menggunakan Bahan-Bahan

Yang Relevan رأي الى النتیجة المماثلة الىCuban وAudrey. حویل فى المنھج الدراسي حصل تحت تأثیر وذھب الرأي الثاني أن التخطیط والتغییر والت

Johnھذا الرأي عرضھ . العامل السیاسي فقط بل دخل الكیان السیاسى إلى األوضاع التربویةI. Goodlad في كتابھThe Curriculum Studies Reader الذي حققھDavid J.

Flinders و Stephen J. Thornton . وأكدهA.V. Kelly في كتابھThe Curriculum Theory And Practice.

. وجدت ھذه الرسالة أن العامل السیاسي ھو العامل األكثر تأثیرا في تغییرالمنھج الدراسيولكن بمالحظة واحدة وھي أن السیاسة لیست Kellyو Goodladفأكدت ھذه الرسالة رأي

ھي العامل الوحید ألن ھناك عوامل مؤثرة أخرى وھي اإلیدیولوجي أو الدیني واإلجتماعي فھذه الرسالة أكدت أن العامل السیاسي أكثر تأثیرا من العوامل األخرى . واإلقتصادي والثقافي

. فى تغییر المنھج الدراسيالرسالة مبنیة على المصادر األساسیة وھي المنھج الدراسي للمدرسة النتائج الموجودة فى ھذه

التي تشتمل المنھج الدراسي للمدرسة ٢٠٠٦الى ١٩٥٠من (Madrasah Aliyah)الثانویة و ١٩٩٤و ١٩٨٤و ١٩٧٥/١٩٧٦و ١٩٧٣الثانویة قبل التقنین القومي، والمناھج للسنة

. ساسیة وذات الصلة الوثیقة بالموضوعھذه المصادر ھي المصادر األ. ٢٠٠٦و ٢٠٠٤وبجانب المنھج الدراسي للمدارس الثانویة ھناك مصادر أخرى اساسیة وھي القانون التربوي

و القانون عن النظام التربوي ١٩٥٤سنة ١٢القانون التربوي رقم Jo ١٩٥٠سنة ٤رقم وأما . ٢٠٠٣سنة ٢٠رقم القومي والقانون عن النظام التربوي ١٩٨٩سنة ٢القومي رقم

The Curriculumفى كتابھ John I. Goodladالمصادر الثانویة المساعدة ھي ما كتبھ Studies Reader الذي حققھDavid J. Flinders و Stephen J. Thornton وما كتبھ

Page 437: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

viii

Kelly في كتابھThe Curriculum Theory And Practice . فالنظریة المعروضة فى ھذین .ھي التي أكدتھا ھذه الرسالةالكتابین

. ھذه المصادر قرئت بوضع وترتیب المنھج الدراسي للمدرسة الثانویة وفق مراحلھ التارخیةأما طبیعة المدرسة الثانویة وسیاسة الحكومة في مجال التربیة التي تؤثر في تغییر تلك المناھج

ف التاریخي بالطریقة والعوامل األخري المشتركة فى ھذا التأثیرفكلھا وضعت فى الظر .التارخیة ثم تحلل بالمنھج المقارن و منھج التحلیل على المحتوي

Page 438: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ABSTRAK ............................................................................................................. iv DAFTAR ISI ......................................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1 B. Permasalahan ..................................................................................................... 10 C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian .................................................................... 13 D. Kajian Pustaka ................................................................................................... 14 E. Metodologi Penelitian ........................................................................................ 25 F. Sistimatika Pembahasan ..................................................................................... 29 BAB II PERGESERAN KURIKULUM DALAM PERDEBATAN...............… A. Pergeseran Kurikulum Adalah Sebuah Keniscayaan ........................................... 31 B. Pergeseran, Inovasi, Pengembangan dan Perubahan Kurikulum .......................... 36 C. Dua Pendapat yang Berbeda ............................................................................... 47 BAB III KARAKTERISTIK KURIKULUM MADRASAH ALIYAH ............ 62 A. Masa Undang-Undang Pendidikan No. 4 Tahun 1950 Jo UU No. 12

Tahun 1954 ........................................................................................................ 70 B. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 ............... 104 C. Masa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 ............. 113 BAB IV PENGARUH KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH

TERHADAP PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH ALIYAH .......................................................................... 141

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Kurikulum ................................. 141 B. Dominasi Faktor Politik ..................................................................................... 163 C. Tarik Menarik Kepentingan Partai Politik dalam Pendidikan .............................. 170 D. Kebijakan Politis Pemerintah dalam Kurikulum Madrasah.................................. 180 E. Tafsir Pergeseran ............................................................................................... 210 F. Indikator Pergeseran ........................................................................................... 210 BAB V KURIKULUM MADRASAH ALIYAH MASA DEPAN ........................ 272 A. Tuntutan Pembaharuan Pendidikan Madrasah Aliyah:

Upaya Mempertahankan Sisi Politis ................................................................... 272 B. Tuntutan Integritas: Menepis Dikotomi Ilmu Menyusun

Keilmuan yang Ideal dalam Rangka Mewujudkan Kekuatan politis ................................................................................................................. 280

C. Tuntutan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ................................. 288 D. Tantangan Modernitas ........................................................................................ 293 BAB VI PENUTUP ............................................................................................... 315 A. Kesimpulan ...................................................................................................... 315 B. Saran ...................................................................................................... 317 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 319 LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 346 DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 372

Page 439: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

x

Page 440: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

320

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Tabel 1

Rencana Pelajaran Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta

No. Mata Pelajaran Kls 1 Kls

2 Kls 3 Kls

4 Kls 5

Jlm

A Agama 1. Tauhid 1 2 1 2 2 8 2. Al-Qur’an (6) (5) (3) (3) (3) (20) a. Hafalan 2 2 - - - 4 b. Membaca 2 - - - - 2 c. Tajwid - - - - 1 1 d. Terjemah 2 3 3 - - 8 e. Tafsir - - - 3 2 5 3. Hadis/Must}alah 2/- 2/- 2/- 2/1 2/1 10/2 4. Fikih/Ushul 2/- 2/- 2/- 2/1 2/1 10/2 5. Tarikh 1 1 1 1 1 5 B Umum 6. Bahasa Arab (9) (6) (6) (4) (5) (30) a. Mut}ala’ah 3 3 3 2 3 14 b. Imlak 2 - - - - 2 c. Nahwu/Sharaf 2 2 2 2 2 10 d. Khat 2 1 1 - - 4 7. Bahasa Indonesia 4 4 4 3 3 18 8. Bahasa Inggris 4 3 3 4 3 17 9. Ilmu Pasti (3) (4) (5) (2) (1) (15) a. Aljabar 2 2 2 2 1 9 b. Ilmu Ukur 1 2 3 - - 6 10. Berhitung/Ilmu Hitung 2/- 1/- 1/- -/1 -/1 4/2 11. Hitung Dagang - - 1 1 - 2 12. Pengetahuan Dagang - - 1 1 - 2 13. Ilmu Alam - 2 2 3 - 6 14. Ilmu Hayat/Higien - 2 2 2 - 6 15. Ilmu Bumi (2) (2) (1) (2) (3) (10) a. Pengetahuan Peta 2 2 1 1 - 6 b. Alam/Pasti - - - 1 1/1 2/2 c. Ekonomi - - - - 1 1 16. Sejarah Indonesia/Umum 1 2 2 2 2 9

Page 441: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

321

17. Tata Negara - - - 1 1 2 18. Menulis Latin 1 1 - - - 2 19. Menggambar 1 1 1 - 1 4 20. Seni Suara 1 1 1 1 1 5 21. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 2 10 22. Ilmu Guru (-) (-) (-) (3) (6) (9) a. Ilmu Mendidik - - - 2 4 6 b. Ilmu Jiwa - - - 1 2 3 23. Ekonomi/Ethnologi - - - - 1/1 1/1 24. Filsafat/Pengetahuan Agama - - - - 1 1 25. Ke Muhammadiyahan - - 1 1 1 3 26. Kepanduan - - - - 2 2 Jumlah 42 43 42 44 47 218

Tabel 2

Rencana Pelajaran Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur

No. Mata Pelajaran Kls

1 Kls 2

Kls 3

Kls 4

Kls 5

Kls 6

1 Bahasa Arab 12 12 12 13 11 11 a. Imlak 1 1 1 1 - - b. Mengarang/Pidato 6 4 4 3 2 3 c. Membaca 3 3 3 3 2 2 d. Hafalan 1 1 1 1 1 1 e. Khat 1 1 1 1 - - f. Nahwu/Sharaf - 2 2 2 2 2 g. Balaghah - - - - 2 2 h. Adab Lughah - - - - 2 2 2 Ilmu-ilmu Agama 10 10 9 7 8 11 a. Al-Qur’an 2 2 - - - - b. Tajwid 1 1 - - - - c. Tafsir 2 2 2 2 2 2 d. Hadis 1 1 1 1 1 2 e. Must}alah Hadis - - - - 2 2 f. Ushul Fikih - - 2 2 2 2 g. Aqaid/Agama 2 2 2 1 1 2 h. Mantiq - - - - - 1 i. Tarikh Islam 2 2 2 1 - - 3 Ilmu-ilmu Umum 17 17 18 19 20 18

Page 442: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

322

1. Berhitung 2 2 1 - - - 2. Al-Jabar 2 2 2 2 2 1 3. Ilmu Ukur 2 2 2 2 2 1 4. Ilmu Alam 2 2 2 2 2 1 5. Ilmu Hayat 1 1 - - - - 6. Sejarah Indonesia/Umum 2 2 2 3 1 3 7. Ilmu Bumi 2 2 2 2 2 2 8. Ilmu Pendidikan/Ilmu Jiwa - - 2 2 3 3 9. Praktek Mengajar - - - - 2 4 10. Tata Negara - - 1 2 2 - 11. Gerak Badan Di luar jam pelajaran 12. Menggambar/Seni Suara Di luar jam pelajaran 13. Bahasa Indonesia 2 2 1 1 1 1 14. Bahasa Inggris 2 2 3 3 3 3 Jumlah 39 39 39 39 39 40

Tabel 3

Rencana Pelajaran Sekolah Guru P.U.I 6 Tahun Jawa Barat

No. Mata Pelajaran Kls

1 Kls 2

Kls 3

Kls 4

Kls 5

Kls 6

A Pokok 1 Al-Qur’an/Tafsir 3 3 3 3 3 3 2 Hadis/Must}alah 1 1 1 2 2 2 3 Tauhid/Mantiq 1 1 1 1 2 2 4 Bahasa Arab 7 7 7 8 7 7 5 Fikih/Ushul 2 2 2 2 2 2 6 Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4 7 Bahasa Inggris 2 2 2 3 3 3 8 Bahasa Daerah 1 1 1 1 1 1 9 Ilmu Guru/Jiwa - - - 4 1 4 10 Ilmu Bumi/Alam 2 2 2 2 2 2 11 Sejarah Indonesia/Umum 2 2 2 2 2 2 12 Tata Negara - - - - 1 1 13 Ekonomi - - - - 1 1 B Penting 14 Tarikh Islam/Kebudayaan 1 1 1 1 1 1 15 Faraidl - - 1 1 1 1 16 Akhlak 1 1 1 1 1 1 17 Ilmu Hayat 2 2 2 2 1 1

Page 443: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

323

18 Aljabar 2 2 2 2 1 1 19 Ilmu Ukur 2 2 2 - - - 20 Ilmu Alam 1 1 1 1 1 1 21 Ilmu Kimia - - - 1 1 1 C Pelengkap 22 Al-Adyan - - - - 1 1 23 ’Arudl - - - - 1 1 24 Miqat - - - - 1 1 25 Ilmu Berhitung 1 1 - - - 1 26 Gerak Badan 2 2 2 2 - - 27 Menggambar/Menulis 1 1 1 - - - 28 Seni Suara 1 1 1 - - - 29 Kerajinan Tangan/Pertanian 1 1 1 1 - - 30 Etnologi/Sosiologi - - - - 1 1 31 Kepanduan 2 2 2 2 2 2 Jumlah 42 42 42 44 44 44

Tabel 4

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)1

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6 Umum 1

2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 -

2 2 3 2 2 -

12 12 18 12 12 8

Aka- Demis

7 8 9

10 11 12 13 14

Sejarah Kebudayaan Islam Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan Sosial Fisika (mayor)

2 6 3 4 4 6 6 -

2 6 3 4 4 - - 3

2 6 3 4 3 - - 3

2 6 3 4 3 - - 3

- 6 3 3 4 - - 4

- 6 3 3 4 - - 4

8 36 18 22 22 6 6 17

1 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1976), 9.

Page 444: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

324

15 16 17

Kimia (mayor) Biologi (mayor) Bumi Antariksa (minor) Bahasa Asing (minor) Menggambar (minor)

- - -

3 2 2

3 2 2

3 2 2

4 4 2

4 4 2

17 14 10

Ketram- pilan

18 19

Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- -

3 -

- 3

3 -

- 3

3 -

9 6

Jumlah 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas

dan terikat.

Tabel 5

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)2

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6

Umum 1 2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 -

2 2 3 2 2 -

12 12 18 12 12 8

Aka- demis

7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17

Sejarah Kebudayaan Islam Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Sosial Fisika (mayor) Kimia (mayor) Biologi (mayor) Geografi Antropologi (minor)

2 6 3 4 4 6 6 - - - -

2 6 3 4 4 - - 3 2 2 2

2 6 3 4 3 - - - 3 2 2

2 6 3 4 3 - - 3 3 2 2

- 6 3 3 4 - - 4 4 4 2

- 6 3 3 4 - - 4 4 4 2

8 36 18 22 22 6 6 12 16 14 10

2 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 10-11.

Page 445: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

325

Bumi Antariksa (minor) Bahasa Asing (minor) Menggambar

- 2 2 2 2 2 10

Ketram- pilan

18 19

Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- -

3 -

- 3

3 -

- 3

3 -

9 6

Jumlah 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas dan

terikat.

Tabel 6

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Bahasa3

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6

Umum 1 2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 2

2 2 3 2 2 -

2 2 3 2 2 -

12 12 18 12 12 8

Aka- demis

7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18

Sejarah Kebudayaan Islam Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan Sosial Bahasa Asing (mayor) Sejarah (mayor) Geografi Antropologi (mayor) Bahasa Daerah Menggambar (minor) IPS (minor) Ekonomi – Koperasi (minor)

2 6 3 4 4 6 6 - - - - -

2 2 5 5 5 - - 3 - 2 2 2

2 2 5 5 5 - - 3 - 2 2 2

2 - 5 5 5 - - 3 - 2 2 2

- - 7 7 7 - - 2 5 - - 2

- - 7 7 7 - - 2 3 - - 2

8 10 32 33 33 6 6 13 8 6 6 10

3 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 9-10.

Page 446: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

326

Ketram- pilan

18 19

Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- -

3 -

- 3

3 -

- 3

3 -

9 6

Jumlah 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas dan

terikat.

Tabel 7

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Syari’ah / Agama4

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6

Umum 1 2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 -

2 - - 2 2 -

12 2 3 12 12 8

Aka- demis

7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

22 23

Sejarah Kebudayaan Islam Filsafat Islam Perbandingan Agama Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Sosial Sejarah Tata Buku – Hitung Dagang Geografi - Antropologi Tafsir – Ilmu Tafsir (mayor) Hadis – Ilmu hadis (mayor) Fiqh – Ushul Fiqh – mantiq (mayor) Tarikh – Tasyri’ (mayor) Menggambar (minor)

2 - - 6 3 4 4 6 6 - - - - - - - -

2 - - 3 3 4 3 - - 3 - - 4 3 4 2 -

2 - - 3 3 4 3 - - 3 - - 4 3 4 2 -

2 - - 3 3 4 3 - - 3 - - 4 3 4

2 -

- 3 2 3 3 4 3 - - - 2 2 3 3 3

2 -

- 3 2 3 3 4 3 - - - 2 2 3 4 4

2 -

8 6 4 21 18 24 19 6 6 9 4 4 18 16 18

10 -

4 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 11.

Page 447: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

327

-Ekonomi Koperasi (minor) -Bahasa Asing (minor)

- 2 2 2 2 2 10

Ketram- pilan

24 25

Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- -

3 -

- 3

3 -

- 3

3 -

9 6

Jumlah 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas dan

terikat.

Tabel 8

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975

Jurusan Qodlo / Peradilan Agama5

PRO GRAM

N O BIDANG STUDI

KLS, SMT DAN JUMLAH JAM PELAJARAN PERMINGGU J

M L

I II III

1 2 3 4 5 6

Umum 1 2 3 4 5 6

Akhlak – Ilmu Tauhid Al-Qur’an Hadis Syari’ah Pendidikan Moral Pancasila Pendidikan Olahraga Kesehatan Pendidikan Kesenian

2 2 3 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 2

2 - - 2 2 -

2 - - 2 2 -

12 2 3 12 12 8

Aka- demis

7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Sejarah Kebudayaan Islam Filsafat Islam Perbandingan Agama Matematika Bahasa Indonesia Bahasa Arab Bahasa Inggris Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Sosial Administrasi - Manajemen Pengantar Ilmu hukum Human Relation (mayor) Hukum Pidana (mayor) Hukum Perdata (mayor) Hukum Acara Hukum Adat

2 - - 6 3 4 4 6 6 - - - - - - -

2 - - 2 3 4 3 - - 3 3 - 2 3 - -

2 - - 2 3 4 3 - - 3 - - 2 2 - 2

2 - - 2 3 4 3 - - 2 - - 3 2 - 2

- 3 2 - 3 6 3 - - - - 2 - 2 3 2

- 3 2 - 3 4 3 - - - - 2 - - 5 2

8 6 4 12 18 26 19 6 6 8 3 4 7 9 8 8

5 Departemen Agama RI, Buku Pedoman Kurikulum, Administrasi, Supervisi, Bimbingan

Penyuluhan dan Penilaian, 11-12.

Page 448: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

328

22 23

Fiqh - Ushul Fiqh - Mantiq Tafsir – Ilmu Tafsir Hadis - Ilmu hadis Tarikh Tasyri’ Menggambar -Ekonomi Koperasi (minor) -Bahasa Asing (minor)

- - - - -

2 2 2 - 2

2 2 2 2 2

2 2 2 2 2

2 2 2 - 2

2 2 2 - 2

10 10 10 4 10

Ketram- pilan

Praktek Peradilan Agama Pilihan Terikat Pilihan Bebas

- - -

- 3 -

- - 3

- 3 -

4 - 3

4 3 -

8 9 6

JUMLAH 44 44 44 44 44 44 264

Keterangan:

1. Untuk semester I kelas 1 semua jurusan adalah orientasi studi

2. Ketrampilan keagamaan menggunakan alokasi waktu pada ketrampilan bebas dan

terikat.

Tabel 9

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Diniyah6

No Materi Pelajaran Nama Kitab 1 Tafsir Al-Qur’an 1. Tafsir Jalalain

2. Tafsir al-Maraghi 3. Tafsir Munir

2 Ilmu tafsir 1. al-Tibyan fi Ulumil Qur’an 2. Mabahis fi Ulumil Qur’an 3. Manahil al-Irfan

3 Hadis 1. Mukhtar al-Ahadis 2. Bulugh al-Maram 3. Jawahir al-Bukhari 4. al-Jami’ al-Shaghir

4 Musthalah 1. Mihnah al-Muhith 2. Al-Baiquniyah

5 Tauhid 1. Tuhfah al-Murid 2. Al-Husun al-Hamidiyah 3. Al-Aqidah al-Islamiyah 4. Kifayah al-’Awam

6 Fiqh 1. Kifayatul Ahyar 2. Fathul Mu’in

6 Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah: Pertumbuhan dan Perkembangannya

(Jakarta: Dirjen Bagais, 2003), 34.

Page 449: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

329

3. Mahalli 7 Ushul Fiqh 1. Al-Waraqat

2. Al-Sulam 3. Al-bayan 4. Al-Luma’

8 Nahwu dan Saraf 1. Alfiyah Ibnu Malik 2. Qawaid al-Lughah al-Arabiyah 3. Syarh Ibnu Aqil 4. Al-Syabrawi

9 Akhlaq 1. Minhajul Abidin 2. Irsyad al-Ibad

10 Tarikh 1. Ismam al-Wafaq 11 Balaghah 1. Jauhar Maknun

2. Juman

Page 450: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

330

Tabel 10 Susunan Program Kurikulum 1994

Madrasah Aliyah kelas I dan II7 No. Mata Pelajaran Kelas I Kelas II 1. 2.

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10.

11.

Pendidikan Pancasila dan Kwarganegaraan Pendidikan Agma Islam:

a. Qur’an Hadits b. Fiqh c. Aqidah - Akhlak

Bahasa Indonesia dan Sastera Indonesia Sejarah Nasional dan Umum Bahasa Arab Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam:

a. Fisika b. Biologi c. Kimia

Ilmu Pengetahuan Sosial: a. Ekonomi b. Sosiologi c. Geografi

Pendidikan Seni

2

2 2 1 5 2 2 4

(2) 6

5 4 3

3 - 2 2

2 2 2 1 5 2 2 4

(2) 6 5 4 3 3 2 2 -

Jumlah 45 45

7 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994, Landasan, Program dan

Pengembangan (Jakarta: Depag RI, 1993). Lihat juga, Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1999/2000), 393.

Page 451: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

331

Tabel 11 Susunan Program Kurikulum 1994

Madrasah Aliayah kelas III Program Bahasa8 No. Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Umum: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: a. Qur’an Hadits b. Fiqh c. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) Khusus: Bahasa dan Sastra Indonesia Bahasa Inggris Bahasa Asing lain Sejarah Budaya

2

2 2 1 3 2

(2) 5

(2)

8 6 9 5

Jumlah 45 Keterangan: *) Dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang

tersedia di lingkungan madrasah. Penentuan mata pelajaran bahasa asing lain ditentukan oleh madrasah berdasarkan keadaan dan kebutuhan madrasah yang bersangkutan. Siswa memilih mata pelajaran bahasa asing yang diselenggarakan oleh madrasah.

8 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 394.

Page 452: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

332

Tabel 12 Susunan Program Kurikulum 1994

Madrasah Aliyah kelas III Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)9

No. Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Umum: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: d. Qur’an Hadits e. Fiqh f. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) Khusus: Fisika Biologi Kimia Matematika

2

2 2 1 3 2

(2) 5

(2)

7 7 6 8

Jumlah 45 Keterangan: *) Dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang

tersedia di lingkungan madrasah.

9Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 395.

Page 453: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

333

Tabel 13 Susunan Program Kurikulum 1994

Madrasah Aliyah kelas III Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)10

No. Mata Pelajaran Jumlah Jam Pelajaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Umum: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: g. Qur’an Hadits h. Fiqh i. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) Khusus: Ekonomi Sosiologi Tata Negara Antropologi

2

2 2 1 3 2

(2) 5

(2)

10 6 6 6

Jumlah 45 Keterangan: *) Dilaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dan disesuikan dengan kesempatan yang

tersedia di lingkungan madrasah. 1. Satu jam pelajaran berlangsung 45 menit. 2. Jumlah jam pelajaran/minggu sebanyak 45 jam pelajaran. 3. Jumlah jam pelajaran satu minggu sebagaimana tercantum dalam susunan

program kurikulum Madrasah Aliyah di atas adalah jam pelajaran minimum yang diselenggarakan secara klasikal.

10 Depag RI, Kurikulum Madrasah Aliyah tahun 1994. Lihat juga, Departemen Agama RI,

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370 tahun 1993 Tentang Kurikulum Madrasah Aliyah, 396.

Page 454: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

334

Tabel 14 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Model11

Kelas I dan II

NO MATA PELAJARAN JUMLAH JAM PELAJARAN

Kelas 1

Kelas II

1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2 Pendidikan Agama islam: a. Qur’an hadis 2 2 b. Fiqh 2 2 c. Aqidah Akhlak 1 1 3 Bahasa dan Sastra Indonesia 5 5 4 Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 2 2 5 Bahasa Arab 2 2 6 Bahasa Inggris 4 4 7 Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) (2) (2) 8 Matematika 6 6 9 Ilmu Pengetahuan Alam: a. Fisika 5 5 b. Biologi 4 4 c. Kimia 3 3 10 Ilmu Pengetahuan Sosial: a. Ekonomi 3 3 b. Sosiologi - 2 c. Geografi 2 2 11 Pendidikan Seni 2 - JUMLAH 45 45 Keterangan: *) Dilaksanakan dalam kegiatan ekstra kurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan madrasah.

11 Depag RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan madrasah Model (Jakarta:

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002), 4-5.

Page 455: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

335

Tabel 15 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Model12

Kelas III Program Bahasa NO MATA PELAJARAN JUMLAH JAM

PELAJARAN 1 2 1 2 3 4 5 1 2 3 4

UMUM Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: a. Qur’an Hadis b. Fiqh c. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa dan sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Sejarah Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) KHUSUS Bahasa dan sastra Indonesia Bahasa Inggris Bahasa Asing lain**) Sejarah Budaya

2 2 2 1 3 2

(2) 5

(2) 8 6 9 5

JUMLAH 45 Keterangan: *) Dilaksanakan dalam kegiatan ekstra kurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan madrasah.

Tabel 16 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Model

Kelas III Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)13 NO MATA PELAJARAN JUMLAH JAM

PELAJARAN 1 2

UMUM Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam:

2

12 Depag RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan madrasah Model, 5. 13 Depag RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan madrasah Model, 5.

Page 456: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

336

1 2 3 4 5 1 2 3 4

a. Qur’an Hadis b. Fiqh c. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa dan sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Sejarah Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) KHUSUS Fisika Biologi Kimia Matematika

2 2 1 3 2

(2) 5

(2) 7 7 6 8

JUMLAH 45 Keterangan: *) Dilaksanakan dalam kegiatan ekstra kurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan madrasah.

Tabel 17 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Model

Kelas III Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)14

NO MATA PELAJARAN JUMLAH JAM PELAJARAN

1 2 1 2 3 4 5 1

UMUM Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Islam: a. Qur’an Hadis b. Fiqh c. Sejarah Kebudayaan Islam Bahasa dan sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Sejarah Umum Bahasa Arab*) Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan*) KHUSUS Ekonomi

2 2 2 1 3 2

(2) 5

(2)

10

14Depag RI, Pedoman Umum Pengembangan dan Pengelolaan Madrasah Model, 5.

Page 457: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

337

2 3 4

Sosiologi Tata Negara Antropologi

6 6 6

JUMLAH 45 Keterangan: *) Dilaksanakan dalam kegiatan ekstra kurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan madrasah.

Tabel 18

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Bersama (kelas X)15

Mata Pelajaran Alokasi Waktu Kelas X

1 Pendidikan Agama Islam 2 2 a. Al-Qur’an Hadis 2 2 b. Aqidah Ahlak 2 2 c. Fiqh 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 3 Bahasa a. Bahasa dan Sastera Indonesia 4 4 b. Bahasa Arab 3 3 c. Bahasa Inggris 4 4 4 Matematika 4 4 5 Kesenian *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) 7 Ilmu Pengetahuan Sosial a. Sejarah - 3 b. Geografi 2 2 c. Ekonomi 2 2 d. Spsiologi 2 2 8 Ilmu Pengetahuan Alam a. Fisika 3 3 b. Kimia 3 3 c. Biologi 3 3 9 Teknologi Informasi dan Komunikasi 3 3 10 Ketrampilan / Bahasa Asing *) *)

15 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 25.

Page 458: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

338

11 Muatan Lokal *) *) JUMLAH 42 42

*) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

Tabel 19 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Studi Ilmu Alam16

Mata Pelajaran

Alokasi Waktu Kelas XI-XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

1 Pendidikan Agama Islam a. Al-Qur’an Hadis 2 2 2 2 b. Aqidah Akhlak 2 2 - - c. Fiqh 2 2 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3 Bahasa a. Bahasa dan Sastera Indonesia 4 4 4 4 b. Bahasa Arab 3 3 3 3 c. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 Matematika 6 6 6 6 5 Kesenian *) *) *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) *) *) 7 Geografi 2 2 2 2 8 Fisika 5 5 5 5 9 Kimia 5 5 5 5 10 Biologi 5 5 5 5 11 Teknologi Informasi dan Komunikasi 3 3 3 3 12 Ketrampilan/Bahasa Asing *) *) *) *) 13 Muatan Lokal *) *) *) *)

JUMLAH 45 45 45 45 *) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

16 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 26.

Page 459: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

339

Tabel 20 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Studi Ilmu Sosial17

Mata Pelajaran

Alokasi Waktu Kelas XI-XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

1 Pendidikan Agama Islam a. Al-Qur’an Hadis 2 2 2 2 b. Aqidah Akhlak 2 2 - - c. Fiqh 2 2 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 Pendidikan Kewarganegaraan 3 3 2 2 3 Bahasa a. Bahasa dan Sastera Indonesia 4 4 4 4 b. Bahasa Arab 3 3 3 3 c. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 Matematika 4 4 4 4 5 Kesenian *) *) *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) *) *) 7 Sejarah 3 3 3 3 8 Geografi 4 4 4 4 9 Ekonomi 6 6 6 6 10 Sosiologi 5 5 5 5 11 Teknologi Informasi dan Komunikasi 3 3 3 3 12 Ketrampilan/Bahasa Asing *) *) *) *) 13 Muatan Lokal *) *) *) *)

JUMLAH 45 45 42 42 *) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

17 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 27.

Page 460: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

340

Tabel 21 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Studi Bahasa18

Mata Pelajaran

Alokasi Waktu Kelas XI-XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

1 Pendidikan Agama Islam a. Al-Qur’an Hadis 2 2 2 2 b. Aqidah Akhlak 2 2 - - c. Fiqh 2 2 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3 Bahasa Indonesia 5 5 4 4 4 Bahasa Arab 4 4 4 4 5 Bahasa Inggris 6 6 5 5 4 Matematika 4 4 4 4 5 Kesenian *) *) *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) *) *) 7 Sejarah 3 3 3 3 8 Antropologi 2 2 2 2 9 Sastera Indonesia 3 3 3 3 10 Bahasa Asing lain 6 6 5 5 11 Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 12 Ketrampilan/Bahasa Asing *) *) *) *) 13 Muatan Lokal *) *) *) *)

JUMLAH 44 44 41 41 *) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

18 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 30.

Page 461: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

341

Tabel 22 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2004

Program Studi Ilmu Agama Islam19

Mata Pelajaran

Alokasi Waktu Kelas XI-XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

1 Pendidikan Agama Islam a. Al-Qur’an Hadis 2 2 2 2 b. Aqidah Akhlak 2 2 2 2 c. Fiqh 2 2 2 2 d. Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2 2 2 Pendidikan Kewarganegaraan 3 3 2 2 3 Bahasa a. Bahasa dan Sastera Indonesia 3 3 3 3 b. Bahasa Arab 5 5 4 4 c. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 Matematika 4 4 4 4 5 Kesenian *) *) *) *) 6 Pendidikan Jasmani *) *) *) *) 7 Tafsir dan Ilmu Tafsir 4 4 4 4 8 Ilmu Hadis 3 3 3 3 9 Ushul Fiqh 4 4 4 4 10 Tasawuf 2 2 2 2 11 Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 12 Ketrampilan/Bahasa Asing *) *) *) *) 13 Muatan Lokal *) *) *) *)

JUMLAH 45 45 42 42 *) Diatur sendiri oleh madrasah, alokasi waktu maksimal 2 jam perminggu.

19 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2004, 28.

Page 462: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

342

Tabel 23 Struktur Kurikulum

Madrasah Aliyah Keagamaan

Bidang Pengembangan Mata Pelajaran Kelas

I I I 1. Pendidikan Karakter

1. Pendidikan Akhlak 2. Kewarganegaraan 3. Bahasa dan Sastra Indonesia

2 2 2

2 2 2

2 2 2

2. Pendidikan Akademis

1. Qur’an Hadis 2. Ilmu tafsir 3. Ilmu hadis 4. Fiqh 5. Ushul Fiqh 6. Tauhid – Tasawuf 7. Sejarah Peradaban Islam 8. Bahasa Arab 9. Matematika 10. Science 11. Ilmu Sosial 12. Bahasa Inggris

4 2 2 3 2 2 2 4 3 3 3 4

4 2 2 3 2 2 2 4 3 3 3 4

4 2 2 3 2 2 2 4 3 3 3 4

40 40 40 3. Pendidikan Ketrampilan

1. Olahraga 2. Kesenian 3. Komputer 4. Akuntansi 5. Vokasional

(2) (2) (2) (2) (*)

(2) (2) (2) (2) (*)

(2) (2) (2) (2) (*)

4. Unggulan Sekolah

1. Kajian Islam 2. Pengantar Penelitian 3. Bahasa Asing lain (**)

(2) (2) (2)

(2) (2) (2)

(2) (2) (2)

Keterangan: (*) Program Paket (pilihan) (...) Kegiatan Terpogram (**) Bahasa Asing (pilihan): Bahasa Perancis, Bahasa Cina, Bahasa Urdu, Bahasa Persi.

Page 463: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

343

Tabel 24

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006

Kelas X20

Komponen Alokasi Waktu Smt I Smt II

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Arab 5. Bahasa Inggris 6. Matematika 7. Fisika 8. Biologi 9. Kimia 10. Sejarah 11. Geografi 12. Ekonomi 13. Sosiologi 14. Seni Budaya 15. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 16. Teknologi Informasi dan Komunikasi 17. Ketrampilan/Bahasa Asing

4 2 4 2 4 4 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) Jumlah 42 42

Keterangan:

1. Pendidikan Agama Islam terdiri atas: Al-Qur’an hadis, Aqidah Akhlak dan Fiqh.

2. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi

yang disesuaikan potensi dan ciri khas daerah, termasukk keunggulan daerah yang

materinya tidak dapat dikelompokkan terhadap mata pelajaran yang ada. Substansi

muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan

20 Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2006), 6.

Page 464: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

344

merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan

memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan dan

mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik

sesuai dengan kondisi sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan

atau dibimbing oleh kanselor, guru tau tenaga kependidikan yang dpat dilakukan

dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

*) 2 jam pembelajaran.

Tabel 25

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006 Kelas XI dan XII

Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)21

Komponen

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Arab 5. Bahasa Inggris 6. Matematika 7. Fisika 8. Kimia 9. Biologi 10. Sejarah 11. Geografi 12. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 13. Teknologi Informasi dan Komunikasi 14. Ketrampilan / Bahasa Asing

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 43 43 43 43

21 Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah, 7.

Page 465: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

345

Keterangan:

1. Pendidikan agama islam terdiri atas: Al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fiqh dan

SKI.

2. *) Ekuivalen 2 jam pembelajaran.

Tabel 26

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006 Kelas XI dan XII

Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)22

Komponen

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Arab 5. Bahasa Inggris 6. Matematika 7. Fisika 8. Kimia 9. Biologi 10. Sejarah 11. Geografi 12. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 13. Teknologi Informasi dan Komunikasi 14. Ketrampilan / Bahasa Asing

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

4 2 4 2 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2

B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 43 43 43 43 Keterangan:

1. Pendidikan agama Islam terdiri atas: Al-Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, Fiqh dan

SKI.

22 Departemen Agama RI, Standar Isi Madrasah Aliyah, 8.

Page 466: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

346

2. *) Ekuivalen 2 jam pembelajaran.

Tabel 27

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006 Kelas XI dan XII

Program Bahasa23

Komponen

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2*) 2*) 2*) 2*) 2. Pendidikan kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 5 5 5 5 4. Bahasa arab 2**) 2**) 2**) 2**) 5. Bahasa Inggris 5 5 5 5 6. Matematika 3 3 3 3 7. Sastra Indonesia 4 4 4 4 8. Bahasa Asing 4 4 4 4 9. Antropologi 2 2 2 2 10. Sejarah 2 2 2 2 11. Seni Budaya 2 2 2 2 12. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 2 13. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 14. Keterampilan 2 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2***) 2***) 2***) 2***) Jumlah 39 39 39 39

*) Bila untuk kurikulum Madrasah Aliyah maka alokasi waktunya 4 jam pelajaran per

minggu.

**) Untuk kurikulum SMA, bahasa Arab ditiadakan.

***) Ekuivalen 2 jam pembelajaran.

23 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Suatu Panduan Praktis, 60.

Page 467: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

347

Tabel 28

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 2006 Kelas XI dan XII

Program Keagamaan24

Komponen

Alokasi Waktu

Kelas XI Kelas XII

Smt 1

Smt 2

Smt 1

Smt 2

A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama Islam 2 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 4 5. Matematika 4 4 4 4 6. Tafsir dan Ilmu Tafsir 3 3 3 3 7. Ilmu Hadis 3 3 3 3 8. Ushul Fiqh 3 3 3 3 9. Tasawuf / Ilmu Kalam 3 3 3 3 10. Seni Budaya 2 2 2 2 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan kesehatan 2 2 2 2 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 13. Keterampilan 2 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 38 38 38 38

2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran ditentukan.

Tabel 29

Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Kejuruan25

Program Keahlian ditetapkan oleh Madrasah

No Program Pendidikan dan Latihan Alokasi Waktu 1 Normatif 1. Pendidikan Agama Islam (Al-Qur’an Hadis, 216

24 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Suatu Panduan Praktis, 61. 25 Departemen Agama RI, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikuulum 2004 untuk RA, MI,

MTs dan MA (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 2004), 31 – 32.

Page 468: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

348

Aqidah Akhlak, Fiqh dan SKI) 2. Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah 144 3. Olahraga dan Kesehatan 144 4. Bahasa Indonesia 216

II Adaptif 1. Bahasa Inggris

Sesuai Program Keahlian

2. Bahasa Arab 3. Matematika 4. Ketrampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi 5. Kewirausahaan 6. ...............**)

III Produktif 1. ...............***) Sesuai Program Keahlian 2. ............... ***)

3. ............... ***) Jumlah

Tabel 30 Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah Kejuruan

Program Ketrampilan26 No Ketrampilan Materi Jumlah Jam

1 Otomotif A 1. Teknik Pengajaran Logam 2. Gambar Teknik 3. Dasar-dasar Motor 4. Unit Motor 5. Sistem Bahan Bakar 6. Sistem Kelistrikan 7. Chasis 8. Tune Up 9. Pengelolaan Usaha 10. Magang

91 35 12

258 144 164 254 86 86 36

Jumlah 1080 2 Elektronika A 1. Listrik Dasar

2. Elektronika Dasar 3. Pembuatan Pesawat Elektro 4. Rangkaian Elektro 5. Teknik Elektronika 6. Teknik Audio

30 84 36 98

108 84

26 Profil MAN Jember 1 2006 – 2007, 64.

Page 469: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

349

7. Teknik Radio 8. Teknik Televisi 9. Pengelolaan Usaha 10. Magang

124 318 162 36

Jumlah 1080 3 Tata Busana A 1. Alat Menjahit

2. Teknologi Menjahit 3. Pengetahuan Bahan Tekstil 4. Pembuatan Pola 5. Teknik Menghias Kain 6. Desain Busana 7. Busana Anak 8. Busana Wanita 9. Busana Pria 10. Pengelolaan Usaha 11. Magang

30 84 36 98

108 84

124 318 162 36

160 Jumlah 1080

4 Pertanian 1. Dasar-dasar Pasca Usaha Tani 2. Iklim, Prinsip Penanaman, Pemeliharaan

dan Pengelolaan 3. Bercocok Tanam Sayur, Buah dan

Mangga 4. Tanaman Pekarangan 5. Budidaya Tanaman 6. Dasar-dasar Perikanan Darat 7. Dasar-dasar Pertanian Campuran 8. Bercocok Tanam Padi dan Palawija 9. Teknik Beternak Ikan 10. Budidaya Tanaman Perkebunan 11. Dasar-dasar Peternakan 12. Teknik Beternak 13. Dasar – dasar Mekanisme Pertanian 14. Teknik Pengoperasian dan Merawat

Alat-alat Mekanisme Pertanian 15. Magang

30 120

40 80 40 50

200 40 60 60 40 60

100 40

36

Jumlah 1080 5 Komputer Microsoft Word

Microsoft Excel 46 46

Jumlah 92 6 Bahasa Inggris 1. Tingkat Dasar

2. Tingkat Menengah 3. Tingkat Lanjut

Page 470: PERGESERAN KURIKULUM MADRASAH DALAM UNDANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7045/1/MUHAJIR... · Demikian surat pernyataan ini saya buat ... The great conclusion

350

7 Bahasa Arab Tingkat Dasar