81
PENDEKATAN KEPUTUSAN TAKTIS (TACTICAL DECISION) UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN PENDEKATAN EKOSISTEM DI KAWASAN TAMAN WISATA PERAIRAN GILI MATRA MADE AYU PRATIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Perikanan Dan Pariwisata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pENELITIAN

Citation preview

Page 1: Perikanan Dan Pariwisata

PENDEKATAN KEPUTUSAN TAKTIS (TACTICAL DECISION)

UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN

PENDEKATAN EKOSISTEM DI KAWASAN TAMAN

WISATA PERAIRAN GILI MATRA

MADE AYU PRATIWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: Perikanan Dan Pariwisata
Page 3: Perikanan Dan Pariwisata

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendekatan Keputusan

Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan

Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Made Ayu Pratiwi

NIM C252130476

Page 4: Perikanan Dan Pariwisata

ii

RINGKASAN

MADE AYU PRATIWI. Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk

Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata

Perairan Gili Matra. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan LUKY

ADRIANTO.

Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan kawasan konservasi

yang terletak di Desa Gili Indah, Lombok Utara yang memiliki potensi jenis

ekosistem dan sumberdaya ikan. Potensi ini memberikan peluang pemanfaatan

sumberdaya dalam kegiatan perikanan dan wisata. Kegiatan penangkapan ikan

yang tidak bertanggung jawab dan kegiatan wisata menyebabkan kerusakan

ekosistem yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kelestarian

sumberdaya ikan. Keberadaan dan kelestarian sumberdaya ikan merupakan salah

satu kunci keberhasilan pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra. Oleh karena

itu, diperlukan kajian mengenai hubungan kegiatan wisata terhadap kegiatan

perikanan, kajian kebutuhan ruang ekologis, dan kajian pengelolaan perikanan

melalui pendekatan ekosistem (EAFM) di kawasan TWP Gili Matra. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui korelasi wisata perikanan, mengestimasi

kebutuhan ruang ekologis, mengevaluasi kondisi perikanan melalui indikator

EAFM, dan merumuskan strategi dan langkah taktis pengelolaan perikanan.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga Juni 2014 di kawasan

TWP Gili Matra. Analisis korelasi dilakukan pada jumlah wisatawan terhadap

jumlah nelayan, persentase tutupan karang terhadap kelimpahan ikan dan BOD

terhadap persentase tutupan karang. Pengamatan ekosistem terumbu karang

dilakukan dengan teknik foto kuadrat, ikan terumbu menggunakan metode visual

sensus, kualitas perairan melalui pengukuran langsung (suhu, kedalaman, pH,

salinitas, DO dan BOD), dan kondisi nelayan dan wisatawan melalui penelusuran

data sekunder. Analisis kebutuhan ruang ekologis perikanan dilakukan dengan

menggunakan data ikan tangkapan yang diperoleh dari Desa Gili Indah. Penilaian

kondisi perikanan menggunakan indikator EAFM dilakukan dengan metode

pengukuran langsung, wawancara, dan intepretasi data sekunder.

Korelasi antara jumlah wisatawan dan jumlah nelayan sangat kuat sebesar

0.87. Nilai korelasi antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu

sebesar 0.15 (lemah). Nilai korelasi pada BOD dan tutupan terumbu karang

bernilai negatif sebesar -0.16 yang berarti jika terjadi kenaikan BOD maka akan

menurunkan tutupan terumbu karang. Kebutuhan ruang (EF) untuk kegiatan

perikanan sebesar 0.05 km2 dan luas perairan TWP Gili Matra (BC) sebesar 18.97

km2. Kondisi ini disebut sebagai undershoot yang artinya pemanfaatan EF

perikanan masih lebih kecil dari luasan lahan yang tersedia. Hasil evaluasi

indikator didapatkan nilai rata-rata indeks agregat indikator EAFM sebesar 193.

Hal ini berarti bahwa kondisi kawasan TWP Gili Matra termasuk dalam kategori

sedang. Strategi pengelolaan dilakukan pada indikator sumberdaya ikan, habitat

dan ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial dan kelembagaan.

Langkah taktis dibuat agar dapat mengimplementasikan strategi yang telah

ditetapkan.

Kata kunci: Perikanan, tactical decision, TWP Gili Matra, wisata

Page 5: Perikanan Dan Pariwisata

iii

SUMMARY

MADE AYU PRATIWI. Tactical Decision in Ecosystem Approach to Fisheries

Management in Gili Matra Aquatic Park. Supervised by YUSLI WARDIATNO

and LUKY ADRIANTO.

Gili Matra Aquatic Park is a conservation area located in Gili Indah

Village, North Lombok. It is one of marine protected areas that has a wide range

of potential resources, i.e. fish resources and ecosystems. The potency of fish

resources and marine ecosystems is utilized in fisheries and tourism activities.

Non responsible fisheries and tourism activities can cause ecosystem degradation

and fish extinction. The existence and preservation of fish resources is the main

key to successful fisheries management in Gili Matra. Therefore, it is necessary to

study the relationship of tourism and fisheries, ecological footprint, and ecosystem

approach to fisheries management. The study was aimed to estimated the

correlation between tourism and fisheries, to estimated sustainability of fisheries,

and to formulated strategy and tactic in fisheries management plan.

This study was conducted from May - June 2014 in Gili Matra Aquatic

Park. Correlation analysis performed by several parameters, i.e the number of

tourists to the number of fisherman, the percentage of coral cover to the

abundance of fish, and BOD to the percentage of coral cover. Coral reef

ecosystems survey was done by photo quadratic method, coral reef fish survey by

visual sensus method, water condition by direct measurement (temperature, depth,

pH, salinity, DO, and BOD) and also fishermen and tourists condition by

collected secondary data. Ecological footprint for fisheries analysis performed by

using fish catches data from Gili Indah village. Assessment of fishery conditions

using indicators EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management)

conducted by a direct measurement method, interview, and secondary data

interpretation.

Correlation beetwen the number of tourists and the number of fishermen

have a very strong correlation value of 0.87. Correlation between coral cover and

coral reef fish abundance is very low at 0.09. Correlation values between BOD

and coral cover is negative (-0.16). It means, if there is an increasing of BOD,

there will be coral cover decreasing. Ecological footprint in the Gili Matra is equal

to 0.05 km2. Compared with 18.97 km

2 water area of Gili Matra, so this refer to

undershoot. Using EF fishery is still smaller than the available area and the

resources can reproduce and maintain its ecological functions. Evaluation

indicators of fisheries show an average index of aggregate indicator value is equal

to 193. It means, the condition of Gili Matra Aquatic Park included in the medium

category. The management strategy in Gili Matra Aquatic Park consist of the

strategy for fish, habitat and ecosystem, fishing technology, economic, social, and

institutional indicator. Tactical decisions made in order to implemented the

management strategies that have been set.

Keywords: Fisheries, Gili Matra Aquatic Park, Tactical decision, tourism

Page 6: Perikanan Dan Pariwisata

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: Perikanan Dan Pariwisata

v

PENDEKATAN KEPUTUSAN TAKTIS (TACTICAL DECISION)

UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN

PENDEKATAN EKOSISTEM DI KAWASAN TAMAN

WISATA PERAIRAN GILI MATRA

MADE AYU PRATIWI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 8: Perikanan Dan Pariwisata

vi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc

Page 9: Perikanan Dan Pariwisata

Judul Tesis : Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical decision) untuk Pengelolaan

Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata

Perairan Gili Matra

Nama : Made Ayu Pratiwi

NIM : C252130476

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya

Pesisir dan Lautan

Tanggal Ujian: 08 September 2014 Tanggal Lulus:

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc

Ketua

Dr Ir Luky Adrianto, MSc

Anggota

Dr Ir Luky Adrianto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Page 10: Perikanan Dan Pariwisata

ii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan karunia

yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan

Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata

Perairan Gili Matra”. Penelitian ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan

Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama

kepada:

1. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing I dan Dr Ir Luky Adrianto,

MSc selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan,

masukan, dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis.

2. Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen penguji tamu serta Dr

Yonvitner, SPi, MSi selaku Sekretaris Program Studi yang telah banyak

memberikan saran dalam penyusunan tesis ini.

3. Keluarga tercinta: Bapak, Ibu, Kak Agus, Adek Yogi, Kakek, Nenek,

Tuayah, Tunini dan Joka.

4. Pihak BKKPN Kupang hhusunya Pak Yesaya, Pak Lubis, Mbak Niramaya,

Pak Hazmi, Pak Ayat dan seluruh Staf Satker Gili Matra.

5. Pihak DPPKKP khususnya Pak Wayan.

6. Pihak Desa Gili Indah Khususnya Kades, Sekdes, Kadus Gili Meno,

Trawangan dan Ayer.

7. Pihak WCS khususnya Bang Tasrif, dan Bang Hasbi.

8. Warga Gili Indah khususnya Pak Tarpo, Mas Zaki dan Mbak Padiah.

9. Warga IP: Perdana, Bli Manu, Bli Yoga, dan Bli Giri.

10. Teman terbaik: Putri, Tamimi, Debby, Ayu, dan Dirga.

11. Teman seperjuangan: Mas Fery, Kak Aluh, Selvia, Niken, Allsay, Gilang,

Tyas, Novita, Arni, Bang Rifqi, Bang Rika, Pak Anto, Mbak Ditha, Mbak

Riana, dan seluruh teman MSP 46 dan SPL 2012 dan 2013 atas segala doa,

kasih sayang, dan bantuanya.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam mendukung pengambilan

kebijakan, khususnya pada daerah TWP Gili Matra dan dapat memberikan

kontribusi bagi masyarakat.

Bogor, Oktober 2014

Made Ayu Pratiwi

Page 11: Perikanan Dan Pariwisata

iii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 5

2. METODOLOGI 6

2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 6

2.2 Jenis dan Sumber Data 6

2.3 Tahapan Penelitian 7

2.4 Teknik Pengumpulan Data 9

2.5 Alat dan Bahan 11

3. ANALISIS DATA 11

3.1 Partisipatory Fishing Ground Mapping 11

3.2 Terumbu Terumbu 11

3.3 Ikan Karang 12

3.4 Analisis Korelasi 12

3.5 Kebutuhn Ruang Ekologis (Ecological Footprint) 13

3.6 Analisis Data Indikator EAFM 14

3.7 Pendekatan Keputusan Taktis 18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 19

4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 22

4.3 Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan 24

4.4 Ekosistem Terumbu Karang 25

4.5 Analisis Korelasi 29

4.6 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint) 30

4.7 Penilaian Perikanan di TWP Gili Matra Menggunakan

Indikator EAFM 33

4.8 Analisis Flag Modeling 37

4.9 Keputusan Taktis (Tactical Decision) 37

5. PENUTUP 42

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 42

Page 12: Perikanan Dan Pariwisata

iv

DAFTAR TABEL

1. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam

penelitian 7

2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian 11

3. Trophic level beberapa jenis ikan di perairan TWP Gili Matra 14

4. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain

sumberdaya ikan, dan habitat dan ekosistem 15

5. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain

Teknologi penangkapan ikan, ekonomi, dan sosial 16

6. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain

kelembagaan 17

7. Visualisasi model bendera untuk indikator EAFM 18

8. Jenis ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Gili Ayer 20

9. Jenis alat tangkap dan dugaan hasil tangkapan responden nelayan

di TWP Gili Matra 23

10. Kondisi fisika kimia perairan pada tiga stasiun pengamatan di TWP

Gili Matra 25

11. Tutupan terumbu karang keras hidup, karang mati, biota lain, alga,

dan abiotik pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra 26

12. Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi ikan terumbu

Pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra 28

13. Nilai korelasi pearson dan spearman rank pada parameter jumlah

wisatawan, jumlah nelayan, terumbu karang kelimpahan ikan, dan

BOD 29

14. Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Desa Gili Indah (2012-

2013) 30

15. Kebutuhan ruang ekologis sistem perikanan di Desa Gili Indah 31

16. Perbandingan kebutuhan ruang ekologis perikanan dengan daerah

lain 31

17. Analisis komposit domain sumberdaya ikan 33

18. Analisis komposit domain habitat dan ekosistem 34

19. Analisis komposit domain teknologi penangkapan ikan 35

20. Analisis komposit domain ekonomi 35

21. Analisis komposit domain sosial 36

22. Analisis komposit domain kelembagaan 36

23. Indeks komposit agregat indikator EAFM pada setiap domain di

TWP Gili Matra 37

24. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra 40

25. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra

(Lanjutan) 41

vii

Page 13: Perikanan Dan Pariwisata

v

DAFTAR GAMBAR

1. Persentase tutupan terumbu karang hidup di TWP Gili Matra (Husni

2001; Sirait 2007; Kartawijaya et al. 2012) 4

2. Kerangka pemikiran penelitian 5

3. Peta lokasi penelitian (KP3K-KKP 2013) 6

4. Tahapan penelitian pada aspek Partisipatory fishing ground mapping 8

5. Tahapan penelitian pada aspek tekanan wisata 8

6. Tahapan penelitian pada aspek kebutuhan ruang ekologis 9

7. Tahapan penelitian pada aspek penilaian indikator EAFM 9

8. Metode foto kuadrat (KP3K-KKP 2013) 10

9. Kunjungan wisatawan ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas

Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013; Un-

published Data) 21

10. Kunjungan wisatawan mancanegara, dan wisatawan nusantara ke

TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata,

Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data) 22

11. Sebaran umur responden nelayan di TWP Gili Matra 22

12. Komposisi tingkat pendidikan responden nelayan di TWP Gili Matra 23

13. Peta kesesuaian daerah penangkapan ikan di TWP Gili Matra 24

14. Komposisi famili ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di

TWP Gili Matra 27

15. Kelimpahan ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili

Matra 27

16. Perbandingan EF dan BC secara diagramatik 32

viii

Page 14: Perikanan Dan Pariwisata

vi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Ukuran rata-rata, Lm, dan panjang maksimal ikan hasil tangkapan 48

2. Jenis ikan, dan status IUCN ikan hasil tangkapan di TWP Gili Matra 48

3. Kepadatan jenis ikan terumbu pada stasiun pengamatan di TWP Gili 49

Matra

4. Nilai parameter kualitas perairan, lamun, mangrove, dan terumbu

karang di TWP Gili Matra 49

5. Persentase ukuran ikan target (dibawah Lm) yang didaratkan di TWP

Gili Matra 50

6. Nilai parameter ekonomi nelayan di TWP Gili Matra 50

7. Konflik pemanfaatan sumberdaya di TWP Gili Matra 50

8. Pengambilan data dan kondisi biorock di stasiun pengamatan terumbu

karang 51

9. Transek kuadrat pada stasiun pengamatan terumbu karang 51

10. Kondisi ikan terumbu pada stasiun pengamatan terumbu karang 52

11. Kuisioner rumah tangga perikanan 53

12. Kuisioner indikator kelembagaan 59

13. Partisipasi pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan

perikanan di TWP Gili Matra 65

14. Pelanggaran terhadap peraturan formal dan informal di TWP Gili

Matra 65

ix

Page 15: Perikanan Dan Pariwisata

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan kawasan konservasi

yang terletak di Desa Gili Indah, Lombok Utara. TWP Gili Matra terdiri dari

pulau Gili Meno, Gili Trawangan dan Gili Air. TWP Gili Matra dikelola oleh

sebuah Unit Pelaksana Teknis yang dibentuk oleh Direktorat Kelautan, Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nama

Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) yang berkedudukan di

Kupang, NTT. TWP Gili Matra memiliki potensi berbagai macam jenis ekosistem

dan sumberdaya ikan. Ekosistem yang terdapat di kawasan TWP Gili Matra

adalah ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang.

Jenis ikan yang tertangkap di Gili Matra terdiri dari ikan karang, pelagis

kecil, pelagis besar, dan moluska (cumi-cumi, sotong, dan gurita) dengan

keanekaragaman jenis ikan tangkapan mencapai sekitar 48 jenis (Kartawijaya et

al. 2012). Jenis ikan tersebut berupa ikan Angke, Badongan, Balang-balang,

Baraksipa, Baronang, Bebideng, Bebilok, Benggulung, Bengkal, Bengkunis,

Buah-buah, Cakalang, Conde, Cumi-cumi, Ekor kuning, Empak rembilok/melela,

Sulir, Geranggang, Gurita, Hiu, Jenggot, Kakap, Kasap, Kerapu, Korsok, Kuning

Elong, Lauro, Layang, Lelah, Lembireng, Marjung, Membilok, Membireng,

Mogong/parot fish, Oras, Pari, Pasok, Penambak, Pogot, Rumak-rumak, Semadar,

Sotong, Sunu, Tambak-tambak, Teri, Terinjang, Tongkol, dan Tuna (Kartawijaya

et al. 2012). Keanekaragaman jenis ikan ini memberikan peluang pemanfaatan

sumberdaya dalam kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang terdapat di

kawasan TWP Gili Matra adalah kegiatan perikanan tangkap. Husni (2001),

menyatakan bahwa di TWP Gili Matra saat ini dikembangkan kegiatan wisata

bahari dan tempat nelayan untuk memperoleh pendapatan dari menangkap ikan

sebagai mata pencaharian pokok.

Keindahan ekosistem (terumbu karang, lamun dan mangrove),

keanekaragaman jenis ikan, dan keindahan pantai di Gili Matra juga

mendatangkan manfaat langsung dari aktivitas wisata bahari. Konsep wisata

bahari mencakup berbagai kegiatan pariwisata, hiburan, dan berorientasi

rekreasional yang terjadi di zona pesisir dan perairan pesisir lepas pantai (Hall

2001). Status Taman Wisata Perairan juga membuat permintaan wisata pada

wilayah TWP Gili Matra meningkat. Sejak dinyatakan sebagai kawasan

konservasi Tahun 1993, kegiatan pariwisata telah berkembang dengan pesat, dan

disisi lain menyebabkan degradasi ekosistem (Suana dan Ahyadi 2012). Kenaikan

jumlah wisatawan tersebut dapat meningkatkan devisa negara dan pendapatan asli

daerah dari sektor pariwisata. Kegiatan wisata di TWP Gili Matra juga

mendatangkan keuntungan ekonomi masyarakat lokal, namun di sisi lain juga

memunculkan dampak terhadap lingkungan (kondisi fisik, kimia, biologis), sosial,

ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.

Perkembangan kegiatan wisata bahari memicu perkembangan

pembangunan wilayah pesisir, seperti hotel, restoran, sarana transportasi, dan

perusahan penyedia sarana wisata. Perkembangan pembangunan di wilayah

pesisir ini dapat menyebabkan penurunan kualitas sumberdaya lingkungan pesisir

Page 16: Perikanan Dan Pariwisata

2

akibat pencemaran dari limbah buangan. Banyak situs wisata ditandai dengan

perkembangan pembangunan infrastruktur, suprasturktur dan fasilitas yang secara

cepat atau lambat akan menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan,

sehingga menciptakan situasi kritis (Casagrandi et al. 2002). Seiring dengan

perkembangan wisata bahari juga mengakibatkan dampak terhadap pekerjaan

masyarakat, seperti banyak nelayan yang beralih profesi menjadi pekerja wisata.

Jumlah nelayan yang berkurang ini nantinya akan mempengaruhi jumlah produksi

ikan hasil tangkapan. Hal ini nantinya akan mempengaruhi pola konsumsi ikan

masyarakat di kawasan TWP Gili Matra, sehingga diperlukan kajian kebutuhan

ruang ekologis (ecological footprint) perikanan untuk dapat menduga daya

dukung perikanan berdasarkan pola konsumsi masyarakat di kawasan tersebut.

Wackernagel dan Ress (1996) mendefinisikan ecological footprint (EF)

sebagai area dari ruang produktif ekologi dalam beberapa kelas (termasuk area

laut) yang akan diperlukan pada basis keberlanjutan, yaitu untuk menyediakan

semua konsumsi energi dan material sumberdaya dan untuk menyerap semua

limbah yang dibuang oleh populasi dengan teknologi yang digunakan. Analisis

ruang ekologis (Ecological Footprint Analysis) perikanan merupakan analisis

yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan kawasan untuk

menerima beban akibat pemanfaatan oleh manusia. Ecological Footprint

memberikan perkiraan jumlah dampak akibat produksi biofisik dan kapasitas

limbah yang diakibatkan oleh gaya hidup manusia (Hunter dan Shaw 2005).

Pengelolaan perikanan merupakan semua upaya, termasuk proses yang

terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,

pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta

penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang

perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan

untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan

tujuan yang telah disepakati (KKP 2012). Pengelolaan perikanan berkelanjutan

dapat dicapai melalui pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem

(Ecosystem Approach to Fisheries Management). Ecosystem Approach to

Fisheries Management (EAFM) merupakan sebuah konsep yang

menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan

(kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan) dengan tetap

mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan ketidakpastian tentang komponen

biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah

pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan (KKP

2012).

Pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dapat dilakukan

melalui pendekatan indikator lingkungan. Pengelolaan berbasis ekosistem yang

mengubah tujuan konservasi kedalam strategi pengelolaan dapat diukur

menggunakan indikator untuk dapat mengatur kegiatan penggunaan manusia

(Gavaris et al. 2005). Indikator secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai

sebuah alat atau jalan untuk mengukur, mengindikasikan, atau merujuk sesuatu

hal dengan lebih atau kurang dari ukuran yang diinginkan (Gavaris 2009).

Penelitian yang dilakukaan oleh Gavaris et al. (2005) menunjukan bahwa

pengukuran indikator merupakan salah satu cara untuk menentukan strategi

pengelolaan konservasi kegiatan perikanan di Kanada. Unal dan Franquesa (2010)

juga melakukan penelitian tentang evaluasi perikanan skala kecil dengan

Page 17: Perikanan Dan Pariwisata

3

menggunakan indikator sosial-ekonomi. Strategi pengelolaan yang telah

ditentukan dapat dirumuskan kedalam langkah-langkah taktis. Gavaris 2009

menyatakan bahwa pendekatan keputusan taktis (tactical decision) merupakan

salah satu pendekatan yang merumuskan langkah-langkah taktis yang dapat

dilakukan untuk mencapai strategi pengelolaan. Berdasarkan latar belakang diatas,

maka penting dilakukan penelitian Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical

decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan

Taman Wisata Perairan Gili Matra.

1.2 Perumusan Masalah

TWP Gili Matra merupakan salah satu kawasan konservasi perairan yang

memiliki berbagai potensi sumberdaya, yaitu sumberdaya ikan dan ekosistem.

Potensi ini mendatangkan pemanfaatan terhadap kawasan pada kegiatan wisata

dan perikanan. Husni (2001), menyatakan bahwa di TWP Gili Matra saat ini

dikembangkan kegiatan wisata bahari dan tempat nelayan untuk memperoleh

pendapatan dari menangkap ikan sebagai mata pencaharian pokok. Terdapat 3

buah gugusan pulau yang terkenal dengan sebutan Gili Matra (Meno, Trawangan

dan Air) yang saat ini merupakan daerah andalan wisata di Kabupaten Lombok

Utara (DPPKKP 2011). Keindahan alam, keanekaragaman ikan dan ekosistem

membuat permintaan terhadap kegiatan wisata di TWP Gili Matra meningkat.

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TWP Gili Matra telah mengalami

peningkatan sebesar 4.6 kali, yaitu sebesar 83 175 orang Tahun 2000 menjadi 383

736 orang Tahun 2012 (BPS lombok Barat 2000 in Husni 2001; Dispar 2013

(Unpublished data)).

Peningkatan jumlah wisatawan ini dapat mengakibatkan meningkatnya

pembangunan infrastruktur wisata seperti hotel, restoran, penginapan dan perahu

wisata. Solihin (2008), menyatakan bahwa dalam menunjang kegiatan pariwisata

di TWP Gili Matra telah terjadi pengembangan pesat pengadaan sarana prasarana

fasilitas wisata. Pickering dan Hill (2007), menyatakan bahwa rekreasi dan wisata

telah mengakibatkan dampak terhadap Australian Protected Areas akibat

infrastruktur dan aktivitas wisata. Pembangunan infrastruktur wisata ini akan

meningkatkan jumlah limbah yang dibuang ke perairan yang akan menyebabkan

penurunan kualitas perairan. Selain itu, peningkatan jumlah wisatawan juga

menyebabkan peningkatan aktivitas wisata. Aktivitas wisata di TWP Gili Matra

merupakan aktivitas wisata bahari, seperti diving, snorkling, dan wisata pantai

yang dilakukan pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun.

Aktivitas wisata bahari akan menyebabkan kerusakan terumbu karang jika

dilakukan dengan tidak terkontrol. Jumlah wisatawan yang memuncak dan

kegiatan snorkeling memberikan dampak terhadap terumbu karang akibat

tendangan dan berdiri di atas karang (Hannak et. al 2011). (Menurut Husni

(2001); Sirait (2007); Kartawijaya et al. (2012), telah terjadi penurunan persentase

tutupan terumbu karang hidup sebesar 51.72 % selama dua belas tahun terakhir,

yaitu dari 75.42 % pada Tahun 2000 menjadi 23.70 % pada Tahun 2012 (Gambar

1).

Perkembangan sektor pariwisata ini juga telah memberikan dampak

terhadap kondisi sosial di TWP Gili Matra. Peningkatan jumlah wisatawan telah

memberikan peluang pekerjaan dan pendapatan di sektor pariwisata, sehingga

Page 18: Perikanan Dan Pariwisata

4

mengakibatkan banyak nelayan yang beralih profesi menjadi penyedia wisata.

Kerusakan atau degradasi ekosistem terumbu karang dan beralihnya profesi

nelayan menjadi penyedia wisata dikhawatirkan mampu menyebabkan penurunan

produksi ikan hasil tangkapan dan perubahan pola konsumsi ikan masyarakat

setempat.

Gambar 1. Persentase tutupan terumbu karang hidup di TWP Gili Matra

Sumber: (Husni 2001; Sirait 2007; Kartawijaya et al. 2012)

Berdasarkan pemaparan diatas, maka diperlukan kajian mengenai

keterkaitan wisata-perikanan di kawasan TWP Gili Matra, kajian kebutuhan ruang

ekologis (ecological footprint), dan perlu dilakukan upaya pengelolaan perikanan

melalui pendekatan ekosistem untuk dapat menentukan strategi dan langkah-

langkah taktis pengelolaan perikanan di kawasan TWP Gili Matra. Permasalahan

diatas dirumuskan dengan:

1. Bagaimana hubungan kegiatan wisata dan perikanan di TWP Gili Matra ?

2. Bagaimana status kegiatan perikanan di kawasan TWP Gili Matra ?

3. Bagaimana strategi dan langkah taktis pengelolaan perikanan dengan

pendekatan ekosistem di kawasan TWP Gili Matra ?

Adapun kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di

kawasan TWP Gili Matra tertera pada Gambar 2.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk merencanakan stategi

pengelolaan perikanan yang bersinergi positif dengan kegiatan wisata di kawasan

TWP Gili Matra melalui pendekatan ekosistem. Tujuan khusus penelitian ini yaitu

:

1. Menduga keterkaitan beberapa variabel wisata terhadap variabel perikanan

melalui analisis korelasi;

2. Mengestimasi kebutuhan ruang ekologis perikanan di kawasan TWP Gili

Matra;

3. Mengevaluasi kondisi perikanan di TWP Gili Matra dengan menggunakan

indikator EAFM;

4. Merumuskan strategi dan langkah-langkah taktis pengelolaan perikanan

dengan pendekatan ekosistem (EAFM) di kawasan TWP Gili Matra

melalui pendekatan keputusan taktis (Tactical Decision).

0

20

40

60

80

2000 2006 2012

Tutu

pan

Kar

ang

Hid

up

(%

)

Tahun

Page 19: Perikanan Dan Pariwisata

5

1.4 Manfaat Penelitian

1. Tersedianya informasi kebutuhan ruang ekologis perikanan di kawasan

TWP Gili Matra.

2. Tersedianya informasi penilaian perikanan dengan menggunakan indikator

EAFM di kawasan TWP Gili Matra.

3. Sebagai salah satu acuan pengambilan kebijakan dalam

pengimplementasian pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem

di kawasan TWP Gili Matra.

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian

Sistem Sosial Ekologi TWP Gili Matra

Potensi Sumberdaya dan

Sosial Ekonomi TWP Gili

Matra

Pemanfaatan TWP Gili

Matra (Wisata-Perikanan)

Pengelolaan Perikanan dengan

Pendekatan Ekosistem

SD Ikan Habitat Tek. Penangkapan Ekonomi Sosial Kelembagaan

Decision Analysis

Perikanan

Berkelanjutan

Fee

dback

Page 20: Perikanan Dan Pariwisata

6

2. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan TWP Gili Matra (Gili Meno, Gili

Trawangan dan Gili Ayer) yang terletak di Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok

Utara (Gambar 3). Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, dari bulan Mei

hingga bulan Juni 2014. Pengamatan di TWP Gili Matra terbagi ke dalam

beberapa titik pengamatan yaitu biofisik data sekunder, biofisik data primer, dan

sosial yang tersebar di ketiga pulau Gili Matra. Titik pengamatan biofisik data

sekunder merupakan data kondisi biofisik yang diperoleh dari BKKPN Kupang,

biofisik data primer merupakan titik pengamatan biofisik yang dilakukan

langsung, dan titik pengamatan sosial dilakukan pada daerah pemukiman

penduduk.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian (KP3K-KKP 2013)

2.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode observasi melalui

pengamatan dan pengukuran langsung serta metode wawancara dilakukan dengan

menggunakan daftar pertanyaan terstruktur (kuisioner). Pengumpulan data

sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data sosial ekonomi dari lembaga

terkait seperti BKKPN Kupang, Dinas Pertanian Perkebunan Kehutahan Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara, Dinas Perhubungan Pariwisata

Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lombok Utara, Desa Gili Indah

Page 21: Perikanan Dan Pariwisata

7

Kabupaten Lombok Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara.

Penelitian ini dibagi kedalam empat aspek yaitu partisipatory fishing ground

mapping, tekanan wisata, kebutuhan ruang ekologis, dan indikator EAFM. Aspek,

variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian

Aspek Variabel Sumber Analisis

Partisipatory Daerah Penangkapan Ikan Wawancara Analisis Partisi-

Fishing Ground

patory Fishing

Mapping Ground Mapping

Tekanan Wisata Tutupan Terumbu Karang Pengukuran CPCe, Indeks

Tutupan Alga langsung Keseragaman,

Ikan Karang (Foto Kuadrat, Keanekaragaman,

Kualitas perairan (BOD) Visual sensus) Dominasi,

Jumlah Nelayan Data sekunder Mortalitas,

(BKKPN Kupang, Kelimpahan,

Dan DPPKKP) korelasi

Kebutuhan Jumlah Tangkapan Data Sekunder Analisis Ruang

Ruang Ekologis Komposisi Spesies (Desa Gili Indah) Ekologis

Indikator EAFM Domain Sumberdaya ikan Pengukuran Skor Likert ber-

Domain Habitat & Ekosistem langsung, basis ordinat 1,2,3

Domain Teknologi Survey, Analisis flag

Penangkapan Ikan Wawancara, modelling

Domain Ekonomi Data sekunder

Domain Sosial

Domain Kelembagaan

2.3 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap empat aspek. Masing-masing aspek

memiliki tahapan penelitian yang berbeda. Tahapan penelitian terhadap masing-

masing aspek adalah sebagai berikut:

Partisipatory fishing ground mapping

Aspek partisipatory fishing ground mapping dilakukan untuk dapat

memetakan daerah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan. Pemetaan

daerah penangkapan ini menggunakan peta dasar Kawasan TWP Gili Matra. Hasil

pemetaan daerah penangkapan ikan oleh nelayan ini selanjutnya dibandingkan

dengan peta zonasi yang dibuat oleh BKKPN Kupang agar dapat menentukan

kesesuaian daerah penangkapan ikan.

Page 22: Perikanan Dan Pariwisata

8

Gambar 4. Tahapan penelitian pada aspek Partisipatory fishing ground mapping

Tekanan Wisata

Pendugaan terhadap aspek tekanan wisata bertujuan agar dapat

menganalisa keterkaitan antara kegiatan wisata dan perikanan. Kegiatan wisata

dapat menimbulkan dampak secara tidak langsung terhadap kegiatan wisata, baik

secara ekologi maupun sosial. Dampak yang ditimbulkan secara ekologi yaitu

terhadap kondisi terumbu karang, kelimpahan ikan, dan kualitas perairan. Dampak

secara sosial yang ditimbulkan adalah banyak nelayan yang beralih profesi

sebagai penyedia wisata. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi untuk melihat

seberapa erat hubungan antara parameter tersebut.

Gambar 5. Tahapan penelitian pada aspek tekanan wisata

Kebutuhan Ruang Ekologis

Kajian aspek daya dukung perikanan melalui pendekatan ruang ekologis

dilakukan untuk mengetahui luasan pemanfaatan perikanan dan keberlanjutan

kegiatan perikanan. Penilaian kebutuhan ruang ekologis dilakukan melalui

beberapa tahap. Tahapan ini dimulai dengan mengumpulkan data produksi ikan

hasil tangkapan, selanjutnya dilakukan perhitungan kebutuhan produktivitas

primer dan kemudian menghitung kebutuhan ruang ekologis/EF. Keberlanjutan

Y1

X1

X3

Y2

Y3

X2

Wawancara

Nelayan

Peta Daerah

Penangkapan

Peta Zonasi oleh

BKKPN Kupang

Kesesuaian Daerah

Penangkapan

Peta Dasar

TWP Gili Matra

T. Karang

Ikan

Terumbu

Kualitas

Perairan

Nelayan

Wisatawan

Uji Korelasi

Uji Korelasi

Uji Korelasi

Keeratan

Hubungan

Page 23: Perikanan Dan Pariwisata

9

perikanan dapat dilihat dengan membandingkan luas kebutuhan ruang ekologis

dengan luas biocapacity (luas perairan produktif yang tersedia).

Gambar 6. Tahapan penelitian pada aspek kebutuhan ruang ekologis

Penilaian Indikator EAFM

Penilaian indikator EAFM dilakukan untuk dapat mengetahui kondisi

kawasan TWP Gili Matra terhadap enam domain yaitu sumberdaya ikan, habitat

dan ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan.

Penentuan status pengelolaan perikanan pada TWP Gili Matra dilakukan melalui

analisis komposit terhadap indikator pada setiap domain. Hasil analisis komposit

ini dapat divisualisasikan dengan teknik flag modelling agar dapat mengetahui

status pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra.

Gambar 7. Tahapan penelitian pada aspek penilaian indikator EAFM

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Ekosistem terumbu karang

Pengambilan data ekosistem terumbu karang dilakukan pada tiga titik

pengamatan mengunakan metode foto kuadrat. Metode ini menggunakan

teknologi foto digital di sepanjang transek garis. Transek garis yang dipasang

memiliki panjang 50 m, dimana posisi pulau berada disebelah kanan.

Pengambilan data foto digital dilakukan menggunakan tetraport foto transek (1m

x 1m) di sepanjang garis yang dimulai dari transek 1 yang berada pada sisi

sebelah kiri dari transek garis, kemudian transek 2 pada sebelah kanan pada 1 m

berikutnya dan demikian seterusnya hingga transek ke-50 yang berada pada sisi

sebelah kanan (Gambar 8).

Kebutuhan

Produktivitas

Primer/PPR

Kebutuhan

Ruang

Ekologis/EF

Keberlanjutan

Perikanan

Biocapacity

Status

Pengelolaan

Perikanan

Analisis

Komposit Kriteria

Indikator

Bobot

Indikator Skor

Indikator

Flag Modelling

Data

Produksi

Page 24: Perikanan Dan Pariwisata

10

Gambar 8. Metode foto kuadrat (KP3K-KKP 2013)

Ikan

Pengamatan ikan dibagi menjadi pengamatan terhadap ikan terumbu dan

ikan hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan. Pengamatan kondisi ikan

terumbu, parameter yang akan diamati yaitu jenis dan jumlah ikan terumbu.

Metode yang digunakan adalah teknik pencatatan visual sensus yaitu mencatat

jenis dan jumlah ikan yang ditemukan sepanjang transek (Hill dan Wilkinson

2004).

Metode visual sensus dilakukan di sepanjang transek garis yang digunakan

untuk pengambilan data terumbu karang. Pengambilan data dilakukan dengan cara

mencatat spesies ikan terumbu dengan jarak pandang 5 meter (2.5 m ke kanan dan

2.5 m ke kiri) dari transek, kemudian ke arah depan sepanjang transek garis yaitu

50 meter. Pengamatan ikan hasil tangkapan dilakukan selama satu bulan dan

dilakukan identifikasi spesies ikan menggunakan Buku Indonesian Reef Fishes

(Kuiter dan Takamasa 2001) dan Marine Fishes (Allen 1997).

Kualitas perairan

Pengambilan data kualitas perairan dilakukan untuk mengukur kualitas air

pada titik pengamatan terumbu karang. Parameter kualitas air yang diukur adalah

suhu, kedalaman, pH, salinitas, DO (Dissolved Oxygen) dan BOD (Biochemical

Oxygen Demand). Pengukuran suhu, kedalaman, pH, salinitas dan DO dilakukan

langsung dilapangan. Pengukuran BOD dilakukan dengan menggambil sampel air

di setiap titik sampling, kemudian dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan

Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Pengukuran

BOD dilakukan dengan metode APHA, ed. 22, 2012, 2510-B.

Wawancara

Metode wawancara dilakukan dengan bantuan daftar pertanyaan

terstruktur atau kuisioner (Lampiran 12 dan 13). Wawancara dibagi menjadi dua,

yaitu wawancara terhadap rumat tangga perikanan (nelayan) dan kelembagaan

kepada pihak pengelola dan pemangku kepentingan di TWP Gili Matra.

50 m

1m

1m

Page 25: Perikanan Dan Pariwisata

11

2.5 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dan

bahan yang digunakan untuk mengukur data biofisik (ekologi) dan sosial ekonomi

yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

No Alat dan Bahan Kegunaan

1 Peta dasar wilayah Gili Matra Memetakan daerah penangkapan

2 penggaris mengukur panjang ikan

3 Alat Selam Penyelaman

4 Kamera bawah air Dokumentasi

5 Newtop (Sabak) Mencatat jenis ikan karang

6 Refraktometer Mengukur salinitas

7 pH meter Mengukur pH

8 Do meter Mengukur DO dan suhu

9 Botol Sampel Mengukur BOD

10 Kuisioner Wawancara

3. ANALISIS DATA

3.1 Partisipatory Fishing Ground Mapping

Pendekatan partisipatory fishing ground mapping dilakukan melalui

wawancara daerah penangkapan ikan oleh nelayan dengan menggunakan peta

dasar TWP Gili Matra. Hasil dari pendekatan partisipatory ground mapping

dibandingkan dengan peta tata ruang wilayah penangkapan ikan.

3.2 Terumbu Karang

Analisis data terumbu karang meliputi persentase tutupan karang,

persentase tutupan alga dan indeks mortalitas karang. Persentase tutupan terumbu

karang dan tutupan alga dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak CPCe

4.1 (Coral Point Count With Excel Extension). CPCe dirancang khusus untuk

menghitung dengan cepat dan efisien tutupan karang di daerah tertentu (Kohler

dan Gill 2005). Perhitungan indeks mortalitas karang (MI) dilakukan untuk

mengetahui tingkat kematian dari terumbu karang. Indeks mortalitas dihitung

dengan rumus sebagai berikut (English et al. 1994):

MI = 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖

𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 + 𝑝𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖

Nilai indeks mortalitas berkisar antara 0-1. Semakin banyak nilai penutupan

karang mati maka nilai MI semakin mendekati satu dan sebaliknya.

Page 26: Perikanan Dan Pariwisata

12

3.3 Ikan Terumbu

Analisis data ikan karang dibagi menjadi kelimpahan ikan, indeks

keanekaragamaan (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominasi (C).

Kelimpahan ikan terumbu merupakan jumlah ikan terumbu yang ditemukan pada

suatu luasan transek pengamatan. Kelimpahan ikan terumbu dapat dihitung

dengan rumus (Odum 1971):

A

NixD

000.10

Dimana, D adalah kepadatan/kelimpahan individu (ind/ha), Ni adalah jumlah

individu (ind), dan A adalah luas pengambilan data (ha). Perhitungan

keanekaragaman ikan karang dilakukan dengan menggunakan indeks Shannon-

Wiener (H’) dengan rumus sebagai berikut (Krebs 1972):

H′ = − 𝑝𝑖 ln𝑝𝑖

𝑛

𝑖=1

Dimana, H’ adalah indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, pi adalah

perbandingan jumlah ikan karang spesies ke-i (ni) terhadap jumlah total (N) = ni/

N. Perhitungan indeks keseragaman ikan karang dilakukan dengan rumus :

E =𝐻′

𝐻′𝑚𝑎𝑥

Dimana, E adalah indeks keseragaman, H′ adalah keseimbangan spesies, H′ max

adalah indeks keanekaragaman maksimum yaitu = ln S, dan S adalah jumlah total

spesies. Perhitungan indeks dominasi diperlukan untuk mengetahui tingkat

dominasi suatu spesies ikan di perairan. Indeks dominasi Simpson (C) diperoleh

dengan rumus sebagai berikut :

𝐶 = 𝑝𝑖2𝑛

𝑖=1

Dimana, C adalah indeks dominasi, pi adalah proporsi jumlah individu pada

spesies ikan karang, N adalah jumlah individu seluruh spesies, ni adalah jumlah

individu dari spesies ke-i, dan i adalah 1,2,3....n.

3.4 Analisis Korelasi

Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk

menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih.

Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi

derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Ukuran untuk

derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi (Hasanah 2013).

Analisis korelasi dilakukan pada beberapa parameter yaitu:

1. X1: jumlah wisatawan terhadap Y1: jumlah nelayan;

2. X2: persentase tutupan karang keras hidup terhadap Y2: kelimpahan ikan;

3. X3: BOD terhadap Y3: persentase tutupan karang keras hidup.

Page 27: Perikanan Dan Pariwisata

13

Pengujian korelasi yang dilakukan menggunakan gabungan data olahan

primer dan data sekunder dari BKKPN Kupang. Analisis korelasi dilakukan

dengan menggunakan sotware SPSS 20 (Statistical Product and Service

Solutions). DeVaus (2002) menyatakan bahwa interval kekuatan hubungan yaitu:

1. 0.00 tidak ada hubungan;

2. 0.01-0.09 hubungan kurang berarti;

3. 0.10-0.29 hubungan lemah;

4. 0.30-0.49 hubungan moderat;

5. 0,50-0.69 hubungan kuat;

6. 0.70-0.89 hubungan sangat kuat;

7. >0.90 hubungan mendekati sempurna.

3.5 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint)

Kebutuhan ruang ekologis atau ecological footprint dapat digunakan untuk

menduga daya dukung perikanan. Ecological Footprint adalah konsep daya

dukung lingkungan dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat.

Pendekatan EF perikanan secara statis dilakukan dengan memperhitungkan

kebutuhan produktivitas primer (primary production required/PPR) (Pauly dan

Cristensen 1995). Pauly dan Christensen (1995) membagi sistem perairan menjadi

enam yaitu

1. Open ocean system;

2. Upwelling system;

3. Tropical shelves;

4. Non tropical shelves;

5. Coastal/reef system;

6. Freshwater system.

Produktivitas primer masing-masing sistem tersebut secara berurutan yaitu 103,

973, 310, 310, 890, 290 gC/m2/th.

Penentuan kebutuhan produktivitas primer (PPR) dihitung dengan

mengkonversi berat ikan ke dalam berat karbon yang dilakukan dengan Ci dibagi

9 sebagai konversi berat atom C. Kebutuhan produktivitas primer dihitung

berdasarkan rumus Pauly dan Christensen (1995) yaitu :

PPRi = 𝐶𝑖

9 × 10

(TLi

+ 1)

PPRi adalah kebutuhan produksivitas primer spesies ikan ke-i, Ci adalah hasil

tangkapan spesies ikan ke-i, dan TL-i adalah rata-rata jumlah transfer trophic level

produktivitas primer hasil tangkapan ke-i. Penentuan nilai TL dilakukan

berdasarkan nilai Trophic level pada setiap kelompok spesies dan dengan

memperhatikan kode grup spesies yang dikeluarkan FAO. Pada kawasan TWP

Gili Matra secara umum terdapat dua sistem perairan yaitu tropical shelves, dan

coastal and coral system (Tabel 3).

Jika rata-rata efisiensi transfer adalah 10% (Pauly dan Christensen 1995)

maka ruang ekologis sistem perairan dapat dihitung dengan formula (Wada 1999)

sebagai berikut:

EFa = 𝑃𝑃𝑅𝑖𝑎𝑛𝑖=1

𝑃𝑃𝑎

Page 28: Perikanan Dan Pariwisata

14

EFa adalah ruang ekologis sistem perairan a, PPRia adalah kebutuhan

produktivitas primer spesies i di sistem perairan a, PPa adalah produktivitas primer

sistem perairan a, dan n adalah jumlah spesies ikan.

Tabel 3. Trophic level beberapa jenis ikan di perairan TWP Gili Matra

Sistem

Perairan Kode FAO Kelompok Spesises

Trophic

Level

Tropical 24, 35 Small Pelagics 2.8

Shelves 31, 33, 39 Misc. Teleosteans 3.5

34, 37 Jacks, Mackerels 3.3

36 Tunas, Bonitos, Billfishes 4.0

57 Squids, Cuttlefishes, Octopuses 3.2

45 Shrimps, Prrawns 2.7

42-44, 47, 77

Lobster, Crabs and Other

Invetebrates 2.6

38 Sharks, Rays, Chimaeras 3.6

Coastal and 52-56, 58 Bivalves and Other Molluscs 2.1

Coral Systems 31, 39 Miscellaneous Marine Fishes 2.8

35 Herrings, Sardines, Anchovies 3.2

9 Seaweeds 1.0

34, 37 Jacks, Mackerels 3.3

23-25 Diadromous Fishes 2.8

43-45, 47 Shrimps, Prrawns 2.6

42, 74-77

Crustaceans and Other

Invertebrates 2.4

72 Turtles 2.4 Sumber: Pauly dan Christensen (1995)

3.6 Analisis Indikator EAFM

Analisis EAFM merupakan salah satu pendekatan multi atribut dengan

pendekatan kepada gejala atau performa indikasi kondisi ekosistem perairan

secara umum (KKP 2012). Menurut FAO (2005), terdapat beberapa prinsip yang

harus diperhatikan dalam implementasi pengelolaan perikanan dengan pendekatan

ekosistem (EAFM) yaitu; (1) Perikanan harus dikelola pada batas yang

memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem; (2) Interaksi ekologis

antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga; (3) Perangkat pengelolaan

sebaiknya compatible untuk semua distribusi sumberdaya ikan; (4) Tindakan

pencegahan dalam pengambilan keputusan diperlukan karena pengetahuan

terhadap ekosistem tidak lengkap/terbatas; (5) Tata kelola perikanan mencakup

kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia.

Analisis EAFM ini dilakukan melalui pendekatan indikator. Indikator

secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai sebuah alat atau jalan untuk

mengukur, mengindikasikan, atau merujuk sesuatu hal dengan lebih atau kurang

dari ukuran yang diinginkan (Gavaris 2009). Pada penelitian ini dilakukan

penilaian terhadap 26 indikator yang terbagi kedalam enam domain. Setiap

Page 29: Perikanan Dan Pariwisata

15

indikator memiliki kriteria dan bobot penilaian yang berbeda. Kriteria dan bobot

masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 4,5, dan 6 (KKP 2012).

Tabel 4. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain

sumberdaya ikan, dan habitat dan ekosistem

Domain Indikator Metode

Pengukuran Kriteria Bobot

Sumberdaya Ukuran Ikan Pengukuran 1 = ukuran semakin kecil 40

ikan

langsung 2 = ukuran relatif tetap

3 = ukuran semakin besar

Proporsi Ikan Pengukuran 1 = banyak sekali (> 60%) 30

Yuwana langsung 2 = banyak (30 - 60%)

3 = sedikit (<30%)

Range Collapse Wawancara 1 = semakin sulit 16

2 = relatif tetap

3 = semakin mudah

Spesies ETP Wawancara 1 = banyak (>20% proporsi) tangkapan spesies ETP 10

2 = sedikit (<20% proporsi) tangkapan spesies ETP

3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap

Densitas Ikan Pengukuran 1 = jumlah individu < 10 ind/m2 4

Karang langsung 2 = jumlah individu = 10 ind/m2

3 = jumlah individu > 10 ind/m2

Jumlah 100

Habitat dan Kualitas Perairan Pengukuran

langsung dan 1 = untuk kekeruhan tinggi 22

Ekosistem

Data sekunder 2 = untuk kekeruhan sedang

3 = untuk kekeruhan rendah

Status Lamun Data sekunder 1 = tutupan < 30%. 17

2 = tutupan lamun 30% - 50%.

3 = tutupan > 50%.

Status Mangrove Data sekunder 1 = kerapatan rendah (<1000 pohon/ha) 17

2= kerapatan sedang (1000 - 1500 pohon/ha)

3 = kerapatan tinggi (>1500 pohon/ha)

Status Terumbu

Pengukuran

langsung dan 1 = tutupan terumbu karang hidup < 25% 17

Karang Data sekunder 2 = tutupan karang hidup 25 - 50%

3 = tutupan karang hidup > 50%.

Habitat Unik Wawancara

1 = Belum ada upaya pengelolaan terhadap habitat

unik 17

2 = ada upaya pengelolaan habitat unik, tapi belum

berjalan secara optimal

3 = implementasi pengelolaan habitat unik sudah berjalan dengan baik

Perubahan iklim

terhadap kondisi

Intepretasi data

sekunder

1 = jika wilayah belum memiliki kajian tentang

dampak perubahan iklim 11

perairan dan habitat

2 = jika diketahui adanya dampak perubahan iklim

tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi

3 = jika telah diketahui adanya dampak perubahan

iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi

Jumlah 100

Sumber: KKP 2012

Page 30: Perikanan Dan Pariwisata

16

Tabel 5. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain teknologi

penangkapan ikan, ekonomi, dan sosial

Domain Indikator Metode

Pengukuran Kriteria Bobot

Teknologi

Penangkapan Metode penangkapan ikan yang Wawancara

1 = frekuensi pelanggaran > 10 kasus per

tahun 43

ikan bersifar destruktif dan illegal

2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per

tahun

3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun

Modifikasi alat penangkapan ikan Wawancara

1 = lebih dari 50% ukuran target spesies <

Lm 36

dan alat bantu penangkapan

2 = 25%-50% ukuran target spesies < Lm

3 = kurang dari 25% ukuran target spesies <

Lm

Selektivitas tangkapan Wawancara 1 = Nilai PS’ > 75% 21

2 = Nilai PS’ antara 50% - 75%

3 = Nilai PS’ < 50%)

Jumlah 100

Ekonomi Kepemilikan aset Wawancara 1 = aset produktif berkurang 50

2 = aset produktif tetap

3 = aset produktif bertambah

Pendapatan rumah tangga Wawancara 1 = pendapatan rumah tangga < dari UMR 29

2 = pendapatan rumah tangga = UMR

3 = pendapatan rumah tangga > UMR

Saving rate Wawancara 1 = untuk SR < / = tingkat bunga 21

2 = untuk SR > sampai = 2x tingkat bunga

3 = untuk SR > dari 2x sampai = 3x tingkat bunga

Jumlah 100

Sosial Partisipasi pemangku Wawancara 1 = untuk < 50% 40

kepentingan

2 = untuk 50 – 75%

3 = untuk > 75%

Konflik perikanan Wawancara 1 = untuk > 3 kali kejadian konflik perikanan 35

2 = untuk 2 – 3 kali kejadian

3 = untuk 1 kali kejadian

Pemanfaatan pengetahuan lokal Wawancara 1 = untuk ketiadaan pengetahuan lokal 25

dalam pengelolaan Sdi

2 = untuk ketidak efektifan penerapan

pengetahuan lokal

3 = untuk penerapan pengetahuan lokal yang efektif

Jumlah 100

Sumber: KKP 2012

Page 31: Perikanan Dan Pariwisata

17

Tabel 6. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain

Kelembagaan

Domain Indikator Metode

Pengukuran Kriteria Bobot

Kelembagaan Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Wawancara 1 = frekuensi pelanggaran > 5 kasus

dalam satu tahun 25

perikanan yang bertanggung jawab

2 = frekuensi pelanggaran antara 2-4 kasus dalam satu tahun

3 = frekuensi pelanggaran < 2 kasus

dalam satu tahun

Kelengkapan aturan main Wawancara 1 = ada tapi jumlahnya berkurang 11

2 = ada tapi jumlahnya tetap

3 = ada dan jumlahnya bertambah

1 = tidak ada alat dan orang 11

2 = ada tapi tidak ada tindakan

3 = ada dan terjadi penindakan

Mekanisme kelembagaan Wawancara

1 = apabila ada keputusan tetapi tidak

dijalankan 18

2 = apabila keputusan dikeluarkan tetapi tidak dijalankan sepenuhnya

3 = apabila keputusan dikeluarkan dan dijalankan sepenuhnya

Rencana pengelolaan perikanan Wawancara 1 = jika belum terdapat RPP 15

2 = jika ada RPP namun belum

dijalankan sepenuhnya

3 = jika ada RPP dan dijalankan

sepenuhnya

Tingkat sinergitas kebijakan dan Wawancara 1 = jika terjadi konflik antar lembaga 11

kelembagaan pengelolaan perikanan

2 = jika terjadi komunikasi tetapi tidak

efektif

3 = jika sinergi antar lembaga berjalan

baik

Kapasitas pemangku kepentingan Wawancara 1 = jika tidak ada upaya peningkatan kapasitas

9

2 = jika ada upaya tetapi tidak

difungsikan

3 = jika ada upaya dan berfungsi dengan

baik

Jumlah 100

Sumber: KKP 2012

Visualisasi hasil penilaian indikator EAFM menggunakan teknik flag

modeling. Teknis Flag Modeling dilakukan dengan pendekatan multi-criteria

analysis (MCA) di mana sebuah set kriteria dibangun sebagai basis bagi analisis

keragaan wilayah pengelolaan perikanan dilihat dari pendekatan ekosistem dalam

pengelolaan perikanan melalui pengembangan indeks komposit dengan tahapan

sebagai berikut (Adrianto et al. 2005) :

1. Tentukan kriteria untuk setiap indikator masing-masing aspek EAFM

(habitat, sumberdaya ikan, teknis penangkapan ikan, sosial, ekonomi dan

kelembagaan)

2. Kaji keragaan masing-masing WPP untuk setiap indikator yang diuji.

3. Berikan skor untuk setiap keragaan indikator pada masing-masing WPP

(skor Likert berbasis ordinal 1,2,3)

4. Tentukan bobot untuk setiap indikator

Page 32: Perikanan Dan Pariwisata

18

5. Kembangkan indeks komposit masing-masing aspek untuk setiap WPP

dengan model fungsi :

CAi = f (CAni….n=1,2,3…..m)

6. Kembangkan indeks komposit untuk seluruh keragaan EAFM pada

masing-masing WPP dengan model fungsi sebagai berikut :

C-WPPi = f (CAiy……y = 1,2,3……z; z = 11)

Indikator yang dinilai kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis

komposit sederhana berbasis rataan aritmetik yang kemudian ditampilkan dalam

bentuk model bendera (KKP 2012) (Tabel 7).

Tabel 7. Visualisasi model bendera untuk indikator EAFM

Nilai Skor Komposit Model Bendera Deskripsi

100-125 Buruk

126-150 Kurang Baik

151-200 Sedang

201-250 Baik

251-300 Baik Sekali Sumber: KKP 2012

3.7 Pendekatan Keputusan Taktis

Pendekatan keputusan taktis merupakan suatu tindakan untuk menentukan

langkah taktis yang akan dilakukan untuk mencapai rencana strategi pengelolaan.

Pengambilan keputusan taktis adalah memutuskan pada tindakan (taktik) untuk

mencapai strategi pengelolaan (Trophia Ltd 2011). Penilaian indikator merupakan

salah satu cara pengukuran (management measure) dalam pengelolaan perikanan

untuk mendapatkan suatu set data yang akan digunakan dalam pengambilan

keputusan taktis. Keputusan taktis merupakan langkah yang diambil untuk

pengelolaan sebagai respon dari data perikanan (Trophia Ltd 2011). Langkah-

langkah pendekatan keputusan taktis adalah sebagai berikut :

1. Menentukan tujuan pengelolaan (management objective) yang dapat

dilakukan.

2. Menetapkan titik acuan (reference point).

3. Menetapkan strategi yang akan dilakukan.

4. Menentukan langkah-langkah taktis untuk mencapai strategi pengelolaan.

Page 33: Perikanan Dan Pariwisata

19

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan salah satu kawasan

konservasi laut yang terdiri dari pulau Gili Meno, Gili Trawangan, dan Gili Ayer

(Matra) yang terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten

Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. TWP Gili Matra di kelola oleh sebuah Unit

pelaksana teknis yang di bentuk oleh Direktorat Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nama Balai Kawasan

Konservasi perairan Nasional (BKKPN) yang berkedudukan di Kupang NTT.

Luas kawasan TWP Gili Matra sebesar 2 954 Ha. Secara geografis TWP Gili

Matra terletak pada 8º 20’00” - 8º 23’00” LS dan 116º00’00” - 116º 08’00” BT.

Batas-batas Taman Wisata Perairan Gili Matra adalah sebagai berikut:

1. Utara : berbatasan dengan Laut Jawa.

2. Selatan : berbatasan dengan Desa Pamenang Barat dan Desa Malaka.

3. Barat : berbatasan dengan Selat Lombok.

4. Timur : berbatasan Laut Sira.

Penduduk di Desa Gili Indah terdiri dari 992 kepala keluarga dengan

jumlah penduduk sebesar 3 694 orang yang terdiri dari 1 870 laki-laki dan 1 824

perempuan (Desa Gili Indah 2013). Mata pencaharian pokok penduduk Gili Indah

yaitu pada bidang wisata dan perikanan. Pada awalnya sebagian besar penduduk

Gili Indah memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, namun seiring dengan

berkembangannya kegiatan wisata, jumlah nelayan mengalami penurunan. Saat

ini jumlah nelayan yang terdapat di Gili Indah yaitu sebesar 215 orang (6.74 %),

sedangkan jumlah penduduk yang bekerja pada bidang wisata mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun dan saat ini mencapai 2 479 orang (77.67%). Gili

Matra terdiri dari Gili Meno, Trawangan, dan Ayer yang masing-masing pulau

memiliki profil yang berbeda.

Gili Meno merupakan pulau yang berada diantara Gili Trawangan dan Gili

Ayer. Salah satu potensi wisata di pulau ini adalah danau yang terdapat di tengah

pulau dan dikelilingi oleh pohon mangrove. Jumlah wisatawan yang berkunjung

ke Gili Meno merupakan yang paling sedikit diantara ketiga gili. Tujuan wisata di

Gili Meno umumnya untuk mencari pengetahuan (wisata study) dan ketenangan

berwisata. Wisata mencari pengetahuan dilakukan pada area mangrove yang

berada di sekitar danau, karena pada ekosistem mangrove tersebut terdapat

komunitas burung. Wisatawan juga berwisata untuk mencari ketenangan karena

diantara ketiga gili, Gili Meno merupakan yang paling sepi. Masyarakat di pulau

ini masih cukup banyak yang bekerja sebagai nelayan. Nelayan Gili Meno

umumnya melakukan kegiatan penangkapan secara individu.

Gili Trawangan merupakan pulau terluar atau terjauh dari daratan lombok.

Pulau ini memiliki jumlah kunjungan wisatawan terbanyak dibandingkan dengan

Gili Meno dan Gili Ayer. Masyarakat di Pulau ini umumnya memiliki pekerjaan

di bidang wisata dan hanya sekitar dua orang saja yang masih aktif sebagai

nelayan. Pulau ini sudah lebih banyak dikembangkan dalam sektor wisata.

Diantara ketiga gili, Gili Ayer merupakan pulau yang lebih

dikembangakan dalam kegiatan perikanan. Jumlah nelayan terbanyak terdapat di

Page 34: Perikanan Dan Pariwisata

20

Gili Ayer. Pulau ini juga merupakan pulau yang memiliki aktivitas perikanan

yang tinggi. Menurut pernyataan masyarakat setempat, dulunya semua penduduk

di Gili Ayer merupanan nelayan, tetapi setelah mulai masuknya wisata ke Gili

Ayer, banyak masyarakat yang pindah profesi dalam sektor wisata.

Potensi Perikanan

Kegiatan perikanan yang dilakukan di TWP Gili Matra merupakan

kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Kegiatan budidaya dilakukan dengan

menggunakan keramba jaring apung (KJA) sebanyak 1 unit yang terdapat di Gili

Ayer dengan produksi sebesar 2 ton pada tahun 2012 dan 2013 (Desa Gili Indah

2012;2013). Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat masih

tergolong kegiatan perikanan skala kecil. Kegiatan penangkapan masih dilakukan

secara tradisional dengan menggunakan perahu kecil atau sampan. Jenis-jenis ikan

hasil tangkapan nelayan cukup beragam. Terdapat 16 jenis ikan hasil tangkapan di

Gili Ayer (Tabel 8).

Tabel 8. Jenis ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Gili Ayer

Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Umum

Membireng Acanthurus mata Elongate surgeonfish

Membiluk Naso lopezi Elongate unicornfish

Geranggang/ Pterocaesio tile, Caesio teres Dark-banded fusilier, Double-lined fusilier

Sulir Caesio striata, Pterocaesio digramma Striated fusilier, Yellow and blueback fusilier

Serpik Siganus argentus Streamlined spinefoot

Buah-Buah Pterocaesio tile Dark-banded fusilier

Terinjang Stolephorus Sp. -

Mogong Coris gaimard African coris

Lajang Monotaxis grandoculis Humpnose big-eye bream

Tombang Wattsia mossambica Mozambique large-eye bream

Pogot Melichthys niger Black triggerfish

Gobang-gobang Chromis caudalis Blue-axil chromis

Paso Tylosurus gavialoides Pennant coralfish

Kalipimping Heniochus diphreutes Pennant coralfish

Leto-leto abudefduf vaigiensis Indo-Pacific sergeant

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Jenis ikan hasil tangkapan yang diperoleh tergolong dalam famili

Achanturidae, Pomacentridae, Chaetodontidae, Haemulidae, Lethrinidae,

Labridae, Balistidae, Caesionidae, Siganidae, Belonidae, Engraulidae dan

Carangidae. Jumlah jenis spesies terbanyak terdapat pada famili Achanturidae dan

Caesionidae. Pada kawasan TWP Gili Matra masih belum terdapat TPI (tempat

pelelangan ikan), sehingga ikan yang didaratkan oleh nelayan langsung dibeli oleh

pedagang pengumpul. Ikan yang telah dibeli oleh pengumpul lalu dijual keliling

Page 35: Perikanan Dan Pariwisata

21

desa kepada masyarakat setempat. Ikan Hasil tangkapan dijual pada di sekitar

Desa Gili Indah, Tanjung dan Ampenan.

Kegiatan perikanan di Gili Matra juga belum memiliki koperasi nelayan

yang berfungsi sebagai perantara dalam memasarkan hasil tangkapan ikan. Hal ini

menyebabkan nelayan mengalami kesulitan dalam menjual hasil tangkapannya

kepada konsumen. Pada musim puncak, banyak ikan hasil tangkapan nelayan

yang tidak terjual dan bahkan terjual dengan harga yang sangat murah. Misalkan

saja pada musim paceklik harga ikan tongkol dapat mencapai Rp. 5 000/ekor,

pada musim sedang berkisar antara Rp. 2 000 - 3 000/ekor, sedangkan pada

musim puncak harga ikan tongkol hanya Rp. 500/ekor.

Potensi Wisata

Kegiatan wisata merupakan salah satu kegiatan utama yang dilakukan di

kawasan Gili Matra. Kegiatan wisata yang dilakukan berupa kegiatan wisata

bahari seperti wisata pantai, diving, snorkeling, surfing, berenang, dan

memancing. Perkembangan kegiatan wisata di kawasan Gili Matra memberikan

keuntungan bagi masyarakat setempat. Masyarakat setempat memperoleh

keuntungan dengan menjual barang dan jasa di bidang wisata.

Pekerjaan masyarakat di bidang wisata berupa pemilik penginapan dan

bungalow, penyedia kapal, pemandu wisata, karyawan hotel dan resort,

pengusaha diving, penyewaan ADS, pekerja restauran, boat man, kapten fastboat,

pemilik kafe, dan art shop. Daya tarik ekosistem dan biota di kawasan TWP Gili

Matra ini membuat jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Matra meningkat

dari tahun 2009 hingga 2013 (Gambar 9).

Gambar 9. Kunjungan wisatawan ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas

Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013;

Unpublished data)

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa trend kunjungan wisatawan

semakin meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Kunjungan wisatawan

tertinggi yaitu pada tahun 2013 dan terendah pada Tahun 2009. Jumlah kunjungan

wisata tertinggi dimulai dari Gili Trawangan, Gili Air dan yang paling rendah di

Gili Meno. Wisatawan yang berkunjung ke Gili Matra terbagi menjadi wisatawan

mancanegara dan wisatawan nusantara (Gambar 10).

0

100000

200000

300000

400000

500000

2009 2010 2011 2012 2013

Wis

ataw

an(O

ran

g)

Tahun

Trawangan

Meno

Air

TOTAL

Page 36: Perikanan Dan Pariwisata

22

Gambar 10. Kunjungan wisatawan mancanegara, dan wisatawan nusantara ke

TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata,

Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data)

Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa trend rata-rata kunjungan

wisatawan mancanegara lebih tinggi daripada kunjungan wisatawan nusantara.

Rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 89 035 orang dan wisatawan

nusantara sebesar 21 129. Kunjungan wisatawan mancanegara tertinggi yaitu pada

tahun 2013 dan terendah pada Tahun 2011. Kunjungan wisatawan nusantara

tertinggi yaitu pada Tahun 2011 dan terendah pada Tahun 2009.

4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Karakteristik Responden

Responden yang diwawancarai terbagi menjadi responden rumah tangga

perikanan dan responden kelembagaan. Responden kelembagaan yang

diwawancarai yaitu pihak BKKPN Kupang satker Gili Matra, DPPKKP, WCS,

Kades dan Sekdes Gili Indah, Kadus Trawangan, Kadus Meno, Kadus Air, Gili

Cares, dan Kelompok Nelayan. Responden rumah tangga perikanan pada

penelitian ini terdiri dari 51 responden nelayan. Responden tersebut tersebar di

tiga dusun yaitu Gili Meno, Trawangan, dan Ayer. Sebesar 94% dari responden

nelayan merupakan penduduk asli, sisanya sebesar 6% merupakan penduduk dari

daratan lombok yang telah tinggal dan menetap di Gili Matra. Sebanyak 80.39%

responden merupakan nelayan utama, dan 19.61% merupakan nelayan sampingan.

Sebaran umur responden dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Sebaran umur responden nelayan di TWP Gili Matra

0

100000

200000

300000

400000

2009 2010 2011 2012 2013

Wis

ataw

an(O

ran

g)

Tahun

Wisatawan Mancanegara

Wisatawan Nusantara

1512

16

6

2

0

5

10

15

20

20-29 30-39 40-49 50-59 >59

Umur

Page 37: Perikanan Dan Pariwisata

23

Responden memiliki kisaran umur dari 20 hingga 64 tahun. Rata-rata

umur responden adalah 37 tahun, dimana usia termuda pada umur 20 dan usia

tertua pada umur 64 tahun. Latar belakang pendidikan responden nelayan yaitu

sebesar 51 % tidak bersekolah, 41 % SD, 4% SMP dan 4% SMA (Gambar 12).

Gambar 12. Komposisi tingkat pendidikan responden nelayan di TWP Gili Matra

Perikanan Tangkap

Rata-rata responden telah menjadi nelayan selama 16 tahun, dengan

jangka waktu terlama menjadi nelayan selama 50 tahun dan tersingkat selama 2

tahun. Responden nelayan di Gili Matra menggunakan 1-3 jenis alat tangkap.

Secara umum terdapa tiga jenis alat tangkap yaitu jaring, pancing dan panah.

Sebanyak 84.31% nelayan hanya menggunakan satu jenis alat tangkap saja,

11.77% yang menggunakan dua jenis alat tangkap dan 3.92% yang menggunakan

tiga jenis alat tangkap. Jenis alat tangkap dan hasil tangkapan oleh responden

nelayan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis alat tangkap dan dugaan hasil tangkapan responden nelayan di TWP

Gili Matra

No Alat Tangkap Trip

/Minggu

Jumlah

Orang

Hasil Tangkapan/trip

Puncak Sedang Paceklik

1 Muroami 6 10-15 1 500-3 000 ekor 300-1 500 ekor 150-300 ekor

2 Jaring Seret 6 8 5-60 000 ekor 1-10 000 ekor 2-1.000 ekor

3 Jaring Dengkol 6-7 6-8 900-1 500 ekor 600-1 200 ekor 150-300 ekor

4 Jaring Terinjang 6 1-2 375-500 kg 250-375 kg 5-25 kg

5 Jaring Benang 6 1 - - -

6 Pancing Tangan 6-7 1 27 kg 10-15 kg 3-5 kg

7 Pancing Tongkol 6-7 1 300-500 ekor 150-200 ekor 50-100 ekor

8 Pancing Tuna 6 1 20-30 ekor 5-10 ekor 1-2 ekor

9 Pancing geret 6 1 18-25 kg 10-15 kg 5-8 kg

11 Pancing Bottom 6 1 - - -

12 Pancing Trolling 6 1 25-40 kg 10-15 kg 5-10 kg

13 Pancing Layang 7 1 10 ekor 2-4 ekor 1-2 ekor

14 Pancing Rawai 6-7 1 250 ekor 50-100 ekor 10-50 ekor

15 Rapala Bawah 7 1 10 ekor 2-4 ekor 1-2 ekor

16 Panah 6 1-2 8-25 kg 4-6 kg 3 kg

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Tidak Sekolah

41%

SD51%

SMP4%

SMA4%

Page 38: Perikanan Dan Pariwisata

24

Responden nelayan menangkap ikan secara berkelompok maupun

perorangan. Responden nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan secara

berkelompok adalah pada alat tangkap muroami, jaring dengkol, jaring seret,

jaring terinjang dan panah. Responden nelayan yang melakukan penangkapan

secara individu adalah pada alat tangkap pancing, rapala bawah dan jaring benang.

Responden nelayan rata-rata menangkap ikan 1 hingga 2 kali sehari dan 6-7 kali

seminggu. Alasan responden nelayan tidak pergi melaut adalah karena

memperbaiki mesin kapal, istirahat, hari besar, undangan pernikahan dan cuaca

buruk. Jenis kapal penangkapan yang dipakai oleh nelayan adalah berupa perahu

dengan menggunakan mesin tempel (outboard). Panjang perahu yang digunakan

oleh nelayan berkisar antara 2-14 meter. Mesin tempel yang digunakan berkisar

antara 3.5-40 PK dengan merk mesin yamaha, ketinting dan tohatsu. Jumlah

responden nelayan yang menggunakan perahu dengan kapasitas 40 PK sebesar

27.08%, kapasitas 25 PK sebesar 4.17%, kapasitas 15 PK sebesar 54.17%,

kapasitas 5.5 PK sebesar 10.42%, kapasitas 5 PK sebesar 2.08% dan kapasitas 3.5

PK sebesar 2.08%. Responden nelayan terbagi menjadi nelayan pemilik sebesar

42.86%, nelayan penggarap sebesar 8.16%, nelayan buruh sebesar 46.94% dan

nelayan ABK sebesar 2.04%.

4.3 Kesesuaian daerah penangkapan ikan

Pemetaan lokasi penangkapan ikan dilakukan dengan cara mewawancarai

nelayan tentang daerah penangkapan ikan. Kesesuaian daerah penangkapan ikan

dilakukan dengan membandingkan lokasi penangkapan ikan oleh nelayan dengan

peta zonasi kawasan yang didapatkan dari BKKPN Kupang (Gambar 13).

Gambar 13. Peta kesesuaian daerah penangkapan ikan di TWP Gili Matra

Page 39: Perikanan Dan Pariwisata

25

Daerah penangkapan ikan oleh nelayan Gili Matra sebagian terletak di

kawasan konservasi dan sebagian lagi diluar kawasan konservasi. Nelayan Gili

Air melakukan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dan zona

pemanfaatan. Nelayan Gili Meno melakukan penangkapan ikan di zona perikanan

berkelanjutan, zona lainnya, zona pemanfaatan dan zona inti. Penangkapan ikan

oleh nelayan Gili Meno telah melanggar zonasi perikanan yang ada, karena

terdapat nelayan Gili Meno yang masih melakukan penangkapan di zona inti.

Nelayan Gili Trawangan tidak ada yang melakukan penangkapan di kawasan

konservasi, mereka cenderung melakukan penangkapan di luar wilayah

konservasi. Hal ini disebabkan oleh ikan target nelayan Gili Trawangan adalah

ikan tongkol dan ikan tuna.

4.4 Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu jenis ekosistem yang

terdapat pada kawasan TWP Gili Matra. Perairan terumbu karang banyak

dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu karang sebagai daerah penyedia

makanan, daerah perkembangan, daerah asuhan, dan daerah perlindungan

(Radiarta et al. 1999).

Kondisi fisika dan kimia perairan

Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan.

Faktor fisika kimia perairan yang mempengaruhi kondisi terumbu karang seperti,

kedalaman, suhu, dan salinitas. Persyaratan hidup karang batu seperti perairan

yang cerah, salinitas tinggi, dan suhu (Djohar 1999). Faktor- faktor fisik yang

mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang juga berpengaruh besar terhadap

struktur komunitas dan bentuk hidup terumbu karang (Djohar 1999). Nilai

parameter fisika dan perairan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kondisi fisika kimia perairan pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili

Matra

Stasiun Koordinat Kedalaman

(m) Suhu

Salinitas

(ppm) pH

DO

(mg/l)

BOD

(mg/l) S E

TK 1 8.35616 116.04308 6 30.8 31 9.1 6.0 0.9

TK 2 8.35546 116.06242 7 31.7 32 9.5 5.0 1.4

TK 3 8.36220 116.08851 8 31.1 32 9.5 5.3 1.3 Sumber: Data primer (diolah) 2014

Kedalaman perairan pada tiga stasiun pengamatan berada pada kedalaman

6-8 meter. Suhu pada perairan berkisar antara 30.8-31.7 0C dan masih

memungkinkan untuk pertumbuhan karang. Nybakken (1988) menyatakan bahwa

untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara

25-32 0C. Salinitas berkisar antara 31-32 ppm dan pH berkisar antara 9.1-9.5.

Nilai DO yang didapat berkisar antara 5-6 mg/l.

BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu

perairan, nilai BOD5 yang tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar

Page 40: Perikanan Dan Pariwisata

26

oleh bahan organik (Silalahi 2009). Nilai BOD yang didapat berkisar antara 0.9-

1.4 mg/l. Umumnya nilai BOD perairan laut sebesar 20 mg/l (Kepmen LH 2004).

Jika dibandingkan dengan baku mutu perairan laut, maka nilai BOD yang didapat

masih jauh lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan parameter fisika

seperti jarak titik dari daratan terdekat, suhu dan arus laut. Selain itu buangan hasil

limbah domestik dan industri juga dapat mempengaruhi nilai BOD (Effendi

2003).

Terumbu Karang

Penelitian ini melakukan pengamatan terhadap ekosistem terumbu karang

pada tiga titik pengamatan. Hasil pengamatan ekosistem terumbu karang dapat

dilihat pada Tabel 11. Tutupan substrat dasar perairan di tiga lokasi pengamatan

didominasi oleh kategori abiotik yang berupa pasir dan pecahan karang serta

kategori karang mati. Hal ini diduga oleh kegiatan perikanan yang merusak pada

masa lalu yaitu pengeboman ikan.

Tabel 11. Tutupan terumbu karang keras hidup, karang mati, biota lain, alga, dan

abiotik pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra

Kode

Statisun Zona

Kategori

MI Karang

keras hidup

(%)

Karang

mati

(%)

Biota

lain

(%)

Alga

(%)

Abiotik

(%)

Total

(%)

TK 1 Zona Pemanfaatan 9 38 4 10 38 100 0.81

TK 2 Zona Lainnya 5 18 5 1 71 100 0.76

TK 3 Zona Pemanfaatan 11 22 7 5 55 100 0.67

Rata-rata 8 26 5 5 55 100 0.75

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Tutupan karang keras hidup tertinggi terdapat pada stasiun TK 3 sebesar

11%, sedangkan tutupan karang keras hidup terendah terdapat pada stasiun TK 2

sebesar 5 %. Rata-rata penutupan karang keras hidup sebesar 8%. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai penutupan karang termasuk kategori 0-24.9% dengan

kriteria penilaian buruk (Kepmen LH no 4 2001). Nilai indeks mortalitas yang

didapat berkisar antara 0.67-0.81. Rata-rata indeks mortalitas yaitu sebesar 0.75.

Nilai rata-rata indeks mortalitas hampir mendekati 1 yang artinya semakin

mendekati 1 menunjukkan semakin banyaknya tutupan karang mati. Menurut

Sofian (2004) bahwa jika nilai indeks mortalitas mendekati 1 menunjukkan bahwa

terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati.

Karang keras hidup yang terdapat pada stasiun pengamatan terdiri dari

jenis acropora branching, acropora tabular, coral branching, coral encrusting,

coral foliose, coral massive, coral millepora dan coral submassive. Karang mati

tertinggi terdapat pada stasiun TK 1 dan terendah pasa stasiun TK 2. Jenis karang

mati yang ditemukan yaitu dead coral with algae (DCA) dan recently dead coral

(RDC). Biota lainnya yang terdapat di stasiun pengamatan dari yang terbanyak

hingga yang terkecil yaitu jenis sponges, ascidians dan anemones, soft coral dan

Page 41: Perikanan Dan Pariwisata

27

zoanthids. Jenis alga yang ditemukan yaitu jenis halimeda, coraline algae, macro

algae, dan turf algae.

Ikan Terumbu

Hasil pengamatan pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan terdapat 77

jenis ikan terumbu yang berasal dari 10 famili. Jumlah jenis ikan terumbu

tertinggi yaitu pada famili pomacanthidae sebesar 27 %. Jumlah jenis ikan

terumbu terendah yaitu pada famili serranidae, kyphosidae, zanclidae,

centriscidae, ostraciidae dan tetraodontidae sebesar 1 %. Berikut komposisi famili

ikan terumbu disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Komposisi famili ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP

Gili Matra

Kelimpahan ikan terumbu merupakan jumlah ikan terumbu yang

ditemukan pada suatu stasiun pengamatan persatuan luas transek pengamatan.

Kelimpahan ikan terumbu dianalisis pada tiga stasiun pengamatan di kawasan

TWP Gili Matra. Kelimpahan ikan terumbu pada masing-masing stasiun

pengamatan dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Kelimpahan ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili

Matra

19%

2%

8%

18%

3%

27%

4%

3%

4%4%

8%

ACANTHURIDAE

BALISTIDAE

CHAETODONTIDAE

LABRIDAE

LUTJANIDAE

POMACANTHIDAE

SCARIDAE

SIGANIDAE

MULLIDAE

NEMIPTERIDAE

OTHERS

15 640

11 360

4 480

0

5000

10000

15000

20000

TK 1 TK 2 TK 3

Ke

limp

ahan

(in

d/h

a)

Stasiun Pengamatan

Page 42: Perikanan Dan Pariwisata

28

Kelimpahan ikan terumbu tertinggi yaitu pada stasiun TK 1 sebesar 15 640

ind/ha, sedangkan kelimpahan ikan terumbu terendah terdapat pada stasiun TK 3

sebesar 4 480 ind/ha. Kelimpahan ikan yang tinggi di TK 1 dapat disebabkan oleh

banyak terdapat biorock dan transplantasi karang di lokasi pengamatan TK 1.

Biorock di lokasi TK 1 cukup banyak dan memiliki bentuk yang beranekaragam

seperti bentuk bola/bulat, bentuk rumah dan persegi panjang. Dhahiyat (2003)

menyatakan bahwa pembuatan bidang terumbu baru di daerah yang rusak dengan

transplantasi karang, menunjukkan peningkatan habitat ikan karang. Nilai indeks

keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi ikan terumbu dapat dilihat pada

Tabel 12.

Tabel 12. Indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi ikan terumbu pada

tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra

Lokasi Ikan Terumbu

Indeks keanekaragaman

(H')

Indeks keseragaman

(E)

Indeks dominansi

(D)

TK 1 2.8060 0.7957 0.0922

TK 2 2.3588 0.7748 0.1558

TK 3 2.7042 0.8749 0.0880 Sumber: Data primer (diolah) 2014

Menurut Odum (1993) bahwa semakin besar nilai keanekaragaman (H’)

menunjukkan komunitas semakin beragam dan indeks keanekaragaman

tergantung dari variasi jumlah spesies yang terdapat dalam suatu habitat. Nilai

indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun TK 1 sebesar 2.8060 dan

terendah pada TK 2 sebesar 2.3588. Indeks keanekaragaman di tiga stasiun

pengamatan tergolong dalam kategori 1 <H’< 3, yang artinya memiliki

keanekaragaman sedang, penyebaran sedang dan kestabilan komunitas sedang.

Menurut Brower et al. (1990), keanekaragaman jenis adalah suatu ekspresi dari

struktur komunitas, dimana suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman

jenis tinggi, jika proporsi antar jenis secara keseluruhan sama banyak.

Odum (1993) menyatakan bahwa indeks kemerataan/keseragaman (E)

menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas

ikan. Nilai indeks keseragaman menunjukan kestabilan suatu komunitas. Nilai

indeks keseragaman tertinggi terdapat pada TK 3 dan terendah pada TK 2. Indeks

keseragaman termasuk kedalam kategori 0.6 <E≤ 1.0, yang artinya memiliki

keseragaman tinggi dan komunitas stabil. Nilai indeks dominansi tertinggi

terdapat pada TK 2 dan terendah pada TK 3. Indeks dominansi termasuk kategori

0 <C< 0,5, yang artinya memiliki dominasi rendah. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pada semua lokasi pengamatan memiliki nilai dominansi

yang rendah. Nilai dominansi yang rendah ini menujukkan nilai keseragamannya

akan tinggi. Menurut Latuconsina et al. (2012), jika ada beberapa jenis dalam

komunitas yang memiliki dominansi yang besar maka keanekaragamannya dan

keseragamannya rendah.

Page 43: Perikanan Dan Pariwisata

29

4.5 Analisis Korelasi

Pengujian korelasi dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi

pearson dan spearman rank. Pengujian korelasi pearson merupakan ukuran

derajat hubungan antara dua tabel dalam statistik parametrik (Hasanah 2013).

Hasil uji korelasi pearson dan spearman rank didapatkan nilai korelasi yang tidak

terlalu berbeda (Tabel 13).

Tabel 13. Nilai korelasi pearson dan spearman rank pada parameter jumlah

wisatawan, jumlah nelayan, terumbu karang, kelimpahan ikan, dan

BOD

X/Y Pearson Spearman rank

Jumlah

wisatawan1

Terumbu

karang2

BOD3

Jumlah

wisatawan1

Terumbu

karang2

BOD3

Jumlah nelayan 0.87

0.78

Kelimpahan ikan

0.15

0.02

Terumbu karang -0.16 -0.13 Ket: 1). P-value sebesar 0.13 dan 0.23, n=4, 2). P-value sebesar 0.72 dan 0.96, n=8, 3). P-value

sebesar 0.69 dan 0.73, n=9

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Nilai korelasi terbesar terdapat pada hubungan antara jumlah wisatawan

dan jumlah nelayan yaitu sebesar 0.87 (pearson) dan 0.78 (spearman rank). Nilai

tersebut berarti bahwa hubungan korelasi antara jumlah wisataan dan jumlah

nelayan sangat kuat (0.70-0.89) (DeVaus 2002). Nilai korelasi terendah adalah

pada hubungan antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu

sebesar 0.15 (pearson) dan 0.02 (spearman rank). Hal ini berarti bahwa antara

tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu terdapat hubungan lemah

(0.10-0.29) dan kurang berarti (0.01-0.09) (DeVaus 2002).

Hubungan yang lemah antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan

ikan terumbu ini dapat disebabkan tidak semua ikan penghuni ekosistem terumbu

karang memiliki keterkaitan langsung terhadap terumbu karang. Ikan-ikan yang

memiliki keterkaitan langsung terhadap terumbu karang yaitu pada famili

Chaetodontidae yang bergantung kepada karang hidup sebagai makananya dengan

memangsa polip karang. Pada penelitian yang dilakukan di TWP Gili Matra ini

ikan karang yang ditemukan tidak hanya pada Famili Chaetodontidae tetapi

terdapat 9 famili lainnya dan Famili Chaetodontidae yang ditemukan hanya

sebesar 8 %.

Nilai korelasi pada BOD dan tutupan terumbu karang bernilai negatif yaitu

sebesar -0.16 (pearson) dan -0.13 (spearman rank). Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Nababan (2009), yang menyatakan bahwa nilai

korelasi antara BOD dan tutupan terumbu karang bernilai negatif yaitu sebesar -

0.588. Korelasi negatif ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan BOD maka akan

terjadi penurunan tutupan terumbu karang. Supranto (2000), menyatakan bahwa

hubungan korelasi dikatakan negatif kalau kenaikan X pada umumnya diikuti oleh

penurunan Y atau sebaliknya.

Page 44: Perikanan Dan Pariwisata

30

4.6 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint)

Pendekatan ruang ekologis (ecological footprint) merupakan salah satu

pendekatan yang digunakan untuk menduga daya dukung perikanan. Pemanfaat

terhadap sumberdaya harus memperhatikan daya dukung lingkungan untuk

menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut. Daya dukung lingkungan harus

mempertimbangkan berbagai macam faktor seperti faktor sosial-budaya, ekonomi,

psikologis, dan persepsi yang tergantung pada perhatian khusus (Simon et al.

2003).

Wackernagel dan Ress (1996) mendefinisikan Ecological Footprint (EF)

sebagai area dari ruang produktif ekologi dalam beberapa kelas (termasuk area

laut) yang akan diperlukan pada basis keberlanjutan, yaitu untuk menyediakan

semua konsumsi energi dan material sumberdaya dan untuk menyerap semua

limbah yang dibuang oleh populasi dengan teknologi yang digunakan. EF

menyediakan modal alami yang dapat menentukan pada setiap skala, dari global

sampai ke rumah tangga, berapa banyak layanan alam yang dialokasikan untuk

mendukung entitas ini (Wackernagel 2001). Kajian EF perikanan dapat dilakukan

dengan menggunakan data produksi hasil tangkapan pada setiap jenis ikan (Tabel

14).

Tabel 14. Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Desa Gili Indah (2012-2013)

No Nama Ikan

Produksi

(kg/tahun)1)

Sistem Perairan2)

Trophic Level3)

2012 2013

1 Baronang 800 500 B 2.8

2 Bawal 2 000 1 000 B 3.3

3 Cumi 300 200 A 3.2

4 Gurita 800 100 A 3.2

5 Ekor kuning 250 350 B 2.8

6 Kerapu/sunuk 100 100 B 2.8

TOTAL 2 250 1 250

Ket: 1) Data Hasil Tangkapan Desa Gili Indah (2012;2013)

2) (A) Tropical Shelves, (B) Coastal and Coral System

3) Pauly dan Christensen (1995)

Produksi perikanan di Desa Gili Indah didominasi oleh ikan bawal. Jumlah

tangkapan ikan dari Tahun 2012 ke 2013 mengalami penurunan sebesar 1000 kg

yaitu 2 250 kg (2012) dan 1 250 kg (2013). Penelitian ini menggunakan analisis

EF untuk menghitung penggunaan atau pemanfaatan area maksimal agar

sumberdaya tetap lestari dan berkelanjutan. Pendekatan ini dapat digunakan

sebagai indikator batas biofisik dan keberlanjutan (Costanza 2000). Analisis EF di

Desa Gili Indah dihitung dengan membandingkan nilai EF pada Tahun 2012 dan

nilai EF Tahun 2013 (Tabel 15).

Nilai produktivitas primer (PPR) pada Coastal and Coral System lebih

tinggi daripada Tropical Shelves pada Tahun 2012 maupun 2013. Tingginya nilai

PPR pada Coastal and Coral System ini disebabkan oleh jenis ikan hasil

tangkapan di Desa Gili Indah lebih didominasi oleh ikan-ikan yang tergolong pada

Coastal and Coral System. Terdapat empat jenis ikan hasil tangkapan yang

Page 45: Perikanan Dan Pariwisata

31

tergolong Coastal and Coral System, dan hanya dua jenis ikan saja yang tergolong

Tropical Shelves (Desa Gili Indah 2012;2013).

Tabel 15. Kebutuhan ruang ekologis sistem perikanan di Desa Gili Indah

Karakteristik 2012 2013

PPR Coastal and Coral System (kg) 52 401.40 28 829.69

PPR Tropical Shelves (kg) 19 370.92 5 282.98

Jumlah Penduduka

3 684 3 694

Jumlah Wisatawanb

383 736 426 050

Total Penduduk 387 420 429 744

EF (km2/kapita) 0.3 x 10

-6 0.1 x 10

-6

Kebutuhan Ruang (km2) 0.12 0.05

Luas Zona Perikanan Berkelanjutanc (km

2) 18.97 18.97

Cakupan (kali) 0.006 0.003 Ket: a) Desa Gili Indah (2012;2013); b) Dispar 2013 Unpublished Data; c) KP3K-KKP 2013.

Nilai EF pada tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 0.2

x 10-6

km2/kapita. Pada tahun 2012 estimasi nilai EF sebesar 0.3 x 10

-6 km

2/kapita

dengan luasan area yang dibutuhkan adalah 0.12 km2 atau sekitar 0.006 kali luas

kawasan TWP Gii Matra. Nilai EF mengalami penurunan pada tahun 2013

menjadi 0.1 x 10-6

km2/kapita dengan luasan area yang dibutuhkan sebesar 0.05

km2 atau sekitar 0.003 kali luas kawasan TWP Gii Matra. Penurunan nilai EF dari

Tahun 2012 ke 2013 dapat disebabkan oleh peningkatan total penduduk Gili

Indah. Total penduduk yang digunakan dalam perhitungan EF (km2/kapita)

merupakan total jumlah masyarakat setempat dan jumlah wisatawan. Kebutuhan

ruang ekologis mengalami penurunan dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebesar 0.07

km2. Penurunan kebutuhan ruang ekologis ini dapat disebabkan oleh penurunan

produksi ikan hasil tangkapan. Dong-dong et al. (2010) menyatakan bahwa luas

lahan yang dibutuhkan untuk dimanfaatkan oleh suatu populasi sangat bergantung

pada sistem produksi ekologis dan pola konsumsi sumberdaya. Berikut disajikan

tabel perbandingan nilai EF dan kebutuhan ruang pada daerah lain (Tabel 16).

Tabel 16. Perbandingan kebutuhan ruang ekologis perikanan dengan daerah lain

Lokasi EF (km2/kapita)

Kebutuhan Ruang

(km2)

Biocapacity

(BC) (km2)

Kecamatan Una-Unaa

0.0004 0.055 8.45

Desa Oleleb

0.002 1.96 3.21

Desa Gili Indah 0.1 x 10-6

0.05 18.97

Ket: a) Sulistiawati 2012, b) Djau 2012

Sumber: Data primer (diolah) 2014

EF perikanan untuk Desa Gili Indah memiliki nilai yang cukup kecil jika

dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh lebih kecilnya

jumlah produksi ikan hasil tangkapan dan perbedaan jumlah penduduk di Desa

Gili Indah. Jumlah produksi ikan hasil tangkapan ini berhubungan dengan jumlah

Page 46: Perikanan Dan Pariwisata

32

nelayan dan alat tangkap yang digunakan. Djau (2012) menyatakan bahwa

besarnya kebutuhan ruang ekologis bagi perikanan sangat dipengaruhi oleh

produksi perikanan dan populasi penduduk. Nilai EF perikanan ini dapat

digunakan sebagai indikator keberlanjutan dengan membandingkan nilai EF

terhadap luas lahan produktif yang tersedia.

Haberl et al. (2001) menjelaskan bahwa EF dari populasi tertentu dapat

dibandingkan dengan luas lahan yang tersedia pada tingkat global atau regional,

biasanya disebut sebagai 'biocapacity' (BC). BC adalah ukuran dari kapasitas area

produktif yang tersedia di dunia secara keseluruhan, di suatu negara atau di area

yang lebih kecil (Lewan 2000). Nilai BC yang digunakan dalam penelitian ini

adalah total luas perairan pada zona perikanan berkelanjutan yang merupakan

daerah produktif bagi nelayan mencari ikan. EF menilai besarnya total area

bioproduktif yang dibutuhkan agar kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat dapat

dilakukan secara berkelanjutan di semua daerah di bumi (Haberl et al. 2004).

Perbandingan tingkat konsumsi dengan jumlah area bioproduktif yang

tersedia (darat maupun laut) digunakan untuk menunjukkan kemungkinan

terlampaui atau tidaknya ambang batas keberlanjutan (Wiedmann dan Barrett

2010). Schaefer et al. (2006) menyatakan bahwa jika nilai EF > BC maka disebut

overshoot dan jika nilai EF < BC maka disebut undershoot. Perbandingan nilai EF

dan BC secara diagramatik dapat dilihat pada Gambar 16.

Luasan (km2)

0,00 0,05 0,10 5,00 10,00 15,00 20,00

BC

EF

Gambar 16. Perbandingan EF dan BC secara diagramatik

Nilai EF pada Desa Gili Indah adalah sebesar 0.1 x 10-6

km2/kapita. Jika

total penduduk Desa Gili Indah pada Tahun 2013 sebesar 429 744 jiwa maka

luasan EF sebesar 0.55 km2. Jika dibandingkan dengan luas perairan TWP Gili

Matra sebesar 18.97 km2, maka kondisi ini disebut sebagai undershoot. Stanley

(2010) menyatakan bahwa kondisi undershoot disebut sebagai keadaan perikanan

yang belum tereksploitasi (under-exploited). Hal ini berarti bahwa pemanfaatan

EF perikanan masih lebih kecil dari luasan lahan yang tersedia sehingga masih

terdapat ruang agar sumberdaya dapat berkembang biak dan mempertahankan

fungsi ekologisnya.

Page 47: Perikanan Dan Pariwisata

33

Pendekatan EF statis ini merupakan indikator ruang ekologis dan mampu

memberikan perkiraan batas penggunaan sumberdaya dalam skala ruang. Namun,

pendekatan ini juga memiliki beberapa kelemahan dalam pendugaan daya dukung

perikanan. Hal ini dikarenakan perhitungan EF statis hanya didasarkan pada

jumlah produksi atau hasil tangkapan ikan. Moffat (2000), menyatakan bahwa

terdapat beberapa keterbatasan dalam penggunaan ecological footprint, yaitu (1)

hasil dari ecological footprint ini kurang dapat memberikan nasihat dalam

memecahkan masalah penggunaan sumberdaya oleh manusia; (2) ecological

footprint merupakan ukuran statis, sehingga diperlukan perhitungan dinamis; (3)

mengabaikan perubahan teknologi penangkapan.

4.7 Penilaian Perikanan di TWP Gili Matra Menggunakan Indikator EAFM

Indikator diperlukan untuk mendukung pelaksanaan EAFM dengan

memberikan informasi tentang keadaan ekosistem, intensitas penangkapan dan

kematian dan perkembangan pengelolaan (Jennings 2005). Pendekatan indikator

untuk data yang terbatas (data-limited) merupakan salah satu cara yang paling

baik dalam pengelolaan perikanan (Ye et al. 2011). Terdapat beberapa tujuan

pengelolaan dari penilaian indikator untuk pengelolaan perikanan yaitu

keberlanjutan pemanfaatan, keuntungan ekonomi, perlindungan sumberdaya dan

pengelolaan kegiatan penangkapan (Pelletier et al. 2008). Penilaian kondisi

perikanan di TWP Gili Matra dengan menggunakan indikator EAFM dilakukan

terhadap enam domain yang meliputi domain sumberdaya ikan, habitat dan

ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan.

Terdapat beberapa ukuran penilaian masing-masing indikator pada setaiap domain

yaitu:

1. Warna hijau dengan skor 3, indikator dalam kondisi baik.

2. Warna kuning dengan skor 2, indikator dalam kondisi sedang.

3. Warna merah dangan skor 1, indikator dalam kondisi kurang baik.

Domain sumberdaya ikan

Sumberdaya ikan merupakan potensi semua jenis ikan (UU No 31 Tahun

2004). Nilai komposit indikator pada domain sumberdaya ikan sebesar 206 (Tabel

17). Penilaian terhadap masing-masing indikator didapatkan bahwa indikator

spesies ETP termasuk dalam kondisi baik.

Tabel 17. Analisis komposit domain sumberdaya ikan

Sumberdaya

Ikan 1

* 2

* 3

* 4

* 5

* Total

Hasil Relatif

tetap 38.54 %

Relatif

tetap 0%

1.0493

ind/m2

Skor 2 2 2 3 1

Bobot 40 30 16 10 4

Nilai 80 60 32 30 4 206 Ket: *1) Ukuran ikan, 2) proporsi ikan yuwana, 3) range collapes, 4) spesies ETP, 5) densitas ikan

karang

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Page 48: Perikanan Dan Pariwisata

34

Indikator ukuran ikan, proporsi ikan yuwana, dan range collapes tergolong

dalam kondisi sedang, sedangkan densitas ikan karang tergolong dalam kondisi

kurang baik. Hal ini dikarenakan kelimpahan ikan yang didapat lebih kecil dari 10

ind/m2

yaitu sebesar 1.0493 ind/m2. Kondisi ini dapat disebabkan oleh keadaan

ekosistem karang sebagai habitat ikan sudah mengalami kerusakan.

Domain habitat dan ekosistem

Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain

habitat yaitu sebesar 201 (Tabel 18). Penilaian pada setiap indikator didapatkan

dua indikator yang tergolong dalam kondisi baik yaitu indikator kualitas perairan

dan dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat. Penilaian

terhadap indikator status lamun dan habitat unik masih tergolong dalam kondisi

sedang. Nilai tutupan lamun hanya sebesar 49% dan pengelolaan habitat unik di

Gili Matra belum dilakukan secara optimal. Penilaian indikator status mangrove

dan terumbu karang tergolong dalam kondisi yang kurang baik. Hal ini

dikarenakan kerapatan jenis mangrove sebesar 300 pohon/ha dan persentase

tutupan terumbu karang sebesar 8 %. Kecilnya nilai persen tutupan terumbu

karang ini dapat disebabkan belum pulihnya terumbu karang akibat kegiatan

pemboman pada masa lampau, dan peningkatan wisata bahari dapat menyebabkan

degradasi terumbu karang akibat terinjak oleh wisatawan. Berenang, snorkelling,

berjalan di terumbu karang, dan alat tangkap jaring dapat memberikan dampak

yang tinggi terhadap terumbu karang dangkal (Hannak et al. 2011).

Tabel 18. Analisis komposit domain habitat dan ekosistem

Habitat &

Ekosistem 1* 2* 3* 4* 5* 6* Total

Hasil Tidak

tercemar 49%

300

pohon/ha

8% dan

18 %

Ada, tapi

belum optimal

Telah diketahui

(strategi &

mitigasi)

Skor 3 2 1 1 2 3

Bobot 22 17 17 17 17 11

Nilai 66 34 17 17 34 33 201

Ket: *1) Kualitas perairan, 2) status lamun, 3) status mangrove, 4) status terumbu karang, 5)

habitat unik, 6) dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Domain teknik penangkapan ikan

Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain teknik

penangkapan ikan yaitu sebesar 178 (Tabel 19). Indikator yang tergolong dalam

kondisi baik adalah indikator selektivitas alat tangkap, karena jenis-jenis alat

tangkap yang digunakan pada kawasan Gili Matra didominasi oleh jenis alat

tangkap yang selektif. Indikator modifikasi alat penangkapan dan alat bantu

penangkapan ikan tergolong dalam kondisi sedang, karena terdapat 38.54 %

ukuran ikan tangkapan yang lebih kecil dari nilai Lm. Indikator metode

penangkapan ikan yang destruktif memiliki tergolong dalam kondisi kurang baik.

Page 49: Perikanan Dan Pariwisata

35

Hal ini disebabkan oleh terjadi frekuensi penangkapan dengan alat tangkap ilegal

(muroami) lebih dari 10 pelanggaran per tahunnya.

Tabel 19. Analisis komposit domain teknologi penangkapan ikan

Teknologi

Penangkapan Ikan 1

* 2

* 3

* Total

Hasil > 10 38.54 % 1%

Skor 1 2 3

Bobot 43 36 21

Nilai 43 72 63 178

Ket: *1) Metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif dan ilegal, 2) modifikasi alat penang-

kapan ikan dan alat bantu penangkapan, 3) selektivitas tangkapan

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Domain ekonomi

Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain

ekonomi yaitu sebesar 208 (Tabel 20). Indikator pendapatan rumah tangga

tergolong dalam kondisi baik, karena terdapat beberapa nelayan yang memiliki

home stay atau penginapan, dan toko yang dikelola oleh istri mereka yang dapat

menambah pendapatan rumah tangga. Indikator kepemilikan aset masih tergolong

dalam kondisi sedang, karena berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan aset

produktif yang dimiliki nelayan cenderung tetap jika dibangdingkan dengan tahun

sebelumnya. Penilaian pada indikator saving rate masih tergolong rendah karena

nilai saving rate yang didapat sebesar 0.45% yang lebih kecil dari tingkat bunga

Bank Indonesia Tahun 2013 (7.5%). Hal ini dapat disebabkan oleh nelayan

umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang pentingnya menabung dan dapat

juga disebabkan oleh nilai barang dan jasa di Desa Gili Indah cukup tinggi.

Tabel 20. Analisis komposit domain ekonomi

Ekonomi 1* 2

* 3

* Total

Hasil Tetap 5 770 000 0.45

Skor 2 3 1

Bobot 50 29 21

Nilai 100 87 21 208 Ket: *1) Kepemilikan aset, 2) pendapatan rumah tangga, 3) saving rate

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Domain sosial

Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit domain sosial

yaitu sebesar 185 (Tabel 21). Penilaian terhadap indikator konflik perikanan

tergolong dalam kondisi sedang. Hal ini dikarenakan terjadi tiga kali konflik

dalam setahun yaitu konflik perebutan wilayah antara nelayan dan pengusaha

diving. Penilaian indikator partisipasi pemangku kepentingan tergolong dalam

Page 50: Perikanan Dan Pariwisata

36

kondisi sedang. Hal ini didasarkan pada persentase partisipasi pemangku

kepentingan dalam kegiatan pengelolaan perikanan sebesar 41,5%.

Tabel 21. Analisis komposit domain sosial

Sosial 1* 2

* 3

* Total

Hasil 41.1 % 3 konflik Penerapan efektif

Skor 1 2 3

Bobot 40 35 25

Nilai 40 70 75 185 Ket: *1) Partisipasi pemangku kepentingan, 2) konflik perikanan, 3) pemanfaatan pengetahuan

lokal dalam pengelolaan SDi

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Domain kelembagaan

Penilaian indikator pada domain kelembagaan dilakukan terhadap enam

indikator (Tabel 22). Hasil analisis komposit menunjukkan bahwa nilai komposit

domain kelembagaan yaitu sebesar 231. Pada domain kelambagaan hanya terdapat

satu indikator saja yang tergolong dalam kondisi baik yaitu kapasitas pemangku

kepentingan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kapasitas pemangku

kepentingan telah dapat diterapkan dalam pengelolaan kawasan konservasi di Gili

Matra.

Tabel 22. Analisis komposit domain kelembagaan

Kelembagaan 1* 2* 3* 4* 5* 6* Total

Hasil 10 pelang-

garan

Ada &

tetap

Tidak

sepenuhnya

dijalankan

Belum

ada RPP

Komunikasi

tidak efektif

Ada &

berfungsi

dengan

baik

Skor 1 2.5 2 1 2 3

Bobot 25 22 18 15 11 9

Nilai 25 55 36 15 22 27 231

Ket: *1) Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab, 2) kelengkapan

aturan main, 3) mekanisme kelembagaan, 4) rencana pengelolaan perikanan, 5) tingkat si-

nergitas kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan, 6) kapasitas pemangku ke-

pentingan

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Indikator yang tergolong dalam kondisi sedang yaitu pada indikator

kelengkapan aturan main, mekanisme kelembagaan, dan tingkat sinergitas

kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan. Penilaian pada indikator

kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dan RPP

tergolong dalam kondisi kurang baik. Kondisi ini disebabkan oleh telah terjadi

pelanggran terhadap peraturan formal maupun nonformal lebih dari 5 kasus dalam

satu tahun dan wilayah Gili Matra masih belum memiliki RPP.

Page 51: Perikanan Dan Pariwisata

37

4.8 Analisis Flag Modeling

Teknik Flag Modeling digunakan untuk dapat melihat status atau kategori

penilaian indikator yang telah dilakukan. Indeks komposit agregat indikator

EAFM dilakukan dengan menjumlahkan indikator pada setiap domain (Tabel 23).

Indeks komposit agregat indikator EAFM menunjukkan bahwa terdapat dua

kategori indikator yaitu kategori baik dan sedang.

Domain yang termasuk pada kategori baik yaitu domain sumberdaya ikan,

habitat dan ekosistem, dan ekonomi. Domain yang termasuk pada kategori sedang

yaitu domain teknologi penangkapan ikan, sosial dan kelembagaan. Rata-rata nilai

agregat dari seluruh domain EAFM yaitu sebesar 193, yang berarti bahwa

kegiatan perikanan di kawasan TWP Gili Matra masih termasuk dalam kategori

sedang. Wilayah TWP Gili Matra termasuk kedalam WPP-573. DJPT-KKP

(2011), menyatakan bahwa nilai komposit di WPP 573 tergolong dalam kategori

sedang yaitu sebesar 182.

Tabel 23. Indeks komposit agregat indikator EAFM pada setiap domain di TWP

Gili Matra

Domain Nilai Bendera Keterangan

Sumberdaya Ikan 206 Baik

Habitat dan Ekosistem 201 Baik

Teknologi Penangkapan Ikan 178 Sedang

Ekonomi 208 Baik

Sosial 185 Sedang

Kelembagaan 180 Sedang

Rata-rata 193 Sedang Sumber : Data primer (diolah) 2014

4.9 Keputusan Taktis (Tactical Decision)

Perencanaan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dapat

dilakukan dengan menerjemahkan tujuan pengelolaan ke dalam strategi dan

menentukan langkah-langkah taktis untuk mencapai strategi. Gavaris (2009),

menyatakah bahwa terdapat dua jenis keputusan bagi manajemen yaitu, strategic

decisions (membangun referensi yang cocok untuk tekanan) dan tactical decisions

(mengidentifikasi tingkat dari ukuran manajemen yang menjaga tekanan relatif

yang dapat diterima terhadap referensi). Pendekatan keputusan taktis (tactical

decision) merupakan suatu tindakan untuk menentukan langkah taktis yang akan

dilakukan untuk mencapai strategi pengelolaan yang telah ditetapkan.

Pengambilan keputusan taktis adalah memutuskan pada tindakan (taktik) untuk

mencapai strategi pengelolaan (Trophia Ltd 2011).

Page 52: Perikanan Dan Pariwisata

38

Tujuan pengelolaan

Tujuan pengelolaan secara garis besar dalam EAFM adalah untuk menjaga

produksi hasil tangkapan agar tetap lestari, menjaga keanekaragaman hayati,

menjaga kesesuaian fungsi habitat dan ekosistem, mensejahterahkan masyarakat

secara ekonomi dan mengoptimalkan fungsi kelembagaan dalam pengelolaan

perikanan. Tujuan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem adalah

untuk mencapai integrasi antara perikanan dan pengelolaan habitat pada tingkat

lokal atau sub-regional (Torell 2009). Tujuan pengelolaan dalam penelitian di

kawasan TWP Gili Matra terbagi menjadi beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Agar tidak menyebabkan penurunan produktivitas yang tidak dapat

diterima oleh ekosistem;

2. Agar tidak menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati;

3. Agar tidak menyebabkan perubahan habitat dalam rangka untuk menjaga

keseimbangan fisika dan kimia ekosistem;

4. Agar tidak menyebabkan penurunan ekonomi masyarakat nelayan;

5. Agar tidak menyebabkan kesenjangan sosial antar pemangku kepentingan;

6. Agar tidak menyebabkan kesenjangan kebijakan antar pemerintah.

Strategi pengelolaan

Strategi dilakukan berdasarkan dengan apa yang harus dilakukan untuk

memenuhi tujuan pengelolaan. Strategic decisions harus dapat memfasilitasi

perbandingan atribut yang dihasilkan dengan alternatif referensi yang dipilih

(Gavaris 2009). Saran strategis tergantung pada pemahaman hubungan yang

menghubungkan referensi tekanan untuk atribut dan dinamika kekuatan lain yang

mempengaruhi atribut. Rumusan strategi untuk pengelolaaan perikanan dengan

pendekatan ekosistem di Gili Matra yaitu sebagai berikut:

1. Sumberdaya ikan

Menjaga trend ukuran ikan tangkapan agar relatif semakin besar dari tahun

ke tahun.

Mengontrol proporsi ikan yuwana lebih kecil dari 30%.

Menjaga daerah penangkapan ikan agar semakin mudah.

Mengontrol agar tidak ada ikan tangkapan yang tergolong spesies ETP.

Mengontrol densitas ikan karang agar lebih besar dari 10 ind/m2.

2. Habitat

Menjaga agar konsentrasi parameter pencemar berada dibawah baku mutu

air laut sesuai Kepmen LH 2004.

Menjaga agar tutupan lamun lebih besar dari 50%.

Menjaga agar kerapatan mangrove lebih besar dari 1500 pohon/ha.

Menjaga agar tutupan terumbu karang hidup lebih besar dari 50 %.

Mengatur agar implementasi pengelolaan habitat unik berjalan dengan

baik.

Meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap perairan dan habitat

serta mengatur strategi adaptasi dan mitigasi.

Page 53: Perikanan Dan Pariwisata

39

3. Teknik penangkapan ikan

Meminimalkan frekuensi pelanggaran terhadap metode penangkapan ikan

yang bersifat destruktif dan ilegal lebih kecil dari 5 kasus/tahun.

Menjaga ukuran ikan tangkapan di bawah Lm (lenght of first maturity).

Meminimalkan penggunaan alat tangkap yang tidak selektif dibawah 50%.

4. Ekonomi

Mengontrol agar kepemilikan aset produktif bertambah dari tahun ke

tahun.

Menjaga agar pendapatan nelayan diatas UMR (Rp. 1.210.000).

Mengontrol agar saving rate nelayan lebih besar dari 2 sampai 3 kali

tingkat bunga Bank Indonesia (2-3kali > 7.5%).

5. Sosial

Menjaga agar partisipasi pemangku kepentingan terhadap kegiatan

perikanan berada diatas 75%.

Meminimalkan agar konflik perikanan hanya terjadi 1 kali dalam setahun.

Meningkatkan penerapan pengetahuan lokasl yang efektif dalam

pengelolaan sumberdaya ikan.

6. Kelembagaan

Meminimalkan frekuensi pelanggaran terhadap kebijakan pemerintah lebih

kecil dari 2 kasus dalam setahun.

Menambah jumlah kelengkapan aturan main dalam pengelolaan perikanan.

Menjaga agar keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah dapat

dijalankan sepenuhnya.

Mengatur rencana pengelolaan perikanan (RPP) agar dapat dijalankan

sepenuhnya.

Menjaga agar sinergi antar lembaga berjalan dengan baik.

Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan agar dapat difungsikan

dengan baik dalam pengelolaan perikanan.

Langkah taktis

Keputusan taktis merupakan bagaimana cara yang akan dilakukan untuk

mengimplementasikan strategi pengelolaan yang telah ditetapkan. Taktik adalah

langkah-langkah pengaturan yang dapat memberikan umpan balik dan dapat

disesuaikan untuk mencapai strategi (Gavaris 2009). Langkah taktis dilakukan

terhadap indikator yang tidak sesuai dengan nilai reference point atau yang

memiliki skor 1 dan 2 dalam penilaian perikanan melalui pendekatan EAFM.

Langkah taktis ini dilakukan agar dapat meningkatkan skor atau kondisi perikanan

dari kategori kurang baik menjadi sedang atau dari skor 1 menjadi 2, dan dari

kategori sedang menjadi baik atau dari skor 2 menjadi 3. Langkah-langkah taktis

yang dapat dilakukan untuk pengelolaan perikanan di kawasan TWP Gili Matra

dapat dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 25.

Page 54: Perikanan Dan Pariwisata

40

Tabel 24. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra

Atribut Nilai Aktual Reference indikator Langkah Taktis

Skor Kriteria Skor Kriteria

Sumberdaya Ikan

-Ukuran Ikan 2 Ukuran relatif

tetap

3 Ukuran semakin

besar Pengaturan ukuran mata jaring

sesuai dengan Lm ikan Target,

mengurangi penggunaan alat tangkap muroami dan jaring

krakat.

-Range Collapse 2 Relatif tetap 3 Semakin mudah Membatasi atau melarang penangkapan di area pemijahan

dan pengasuhan seperti ekosistem

terumbu karang & lamun.

-Densitas Ikan

Karang

1 ∑ ind. < 10

ind/m2

2 ∑ ind. =10 ind/m2

Pembuatan biorock terutama pada

daerah di sekitar pelabuhan.

Habitat dan

Ekosistem

-Status Lamun 2 Tutupan 30 -

50%.

3 Tutupan > 50%. Replanting lamun di utara dan

selatan Gili Trawangan,

penentuan daerah penurunan jangkar, dan pelatihan wisatawan

yang akan melakukan kegiatan

diving dan snorkeling. -Status

Mangrove

1 Kerapatan

rendah (<1000

pohon/ha)

2 Kerapatan sedang

(1000-1500

pohon/ha)

Penanaman mangrove terutama di Gili Ayer.

-Status Terumbu

Karang

1 Tutupan < 25% 2 Tutupan 25 - 50% Transplantasi karang di sekitar

area dekat pelabuhan, penentuan daerah penurunan jangkar, dan

pelatihan wisatawan untuk

kegiatan diving dan snorkeling. -Habitat Unik 2 Ada upaya

pengelolaan,

tapi belum optimal

3 Implementasi

pengelolaan sudah

berjalan dengan baik

Sosialisasi dan mengikutsertakan

masyarakat dalam pengelolaan

habitat unik.

Teknologi

Penangkapan

Ikan

-Metode

penangkapan yang destruktif

1 Frek.

pelanggaran > 10 kasus/tahun

2 Frek. pelanggaran 5-

10 kasus/tahun Pengawasan dan penegakan

hukum terhadap muroami dan memberikan alternatif alat

tangkap lain yang lebih selektif.

-Modifikasi alat penangkapan

&alat bantu

penangkapan

2 25%-50% ukuran target

spesies < Lm

3 Kurang dari 25% ukuran target spesies

< Lm

Perizinan penggunaan alat tangkap, pelarangan muroami dan

pengaturan mata jaring sesuai

dengan ukuran Lm ikan target (sulir, serpik, membireng,

membiluk, dan terinjang).

Sumber : Data primer (diolah) 2014

Page 55: Perikanan Dan Pariwisata

41

Tabel 25. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra

(Lanjutan)

Atribut Nilai Aktual Reference indikator

Langkah Taktis Skor Kriteria Skor Kriteria

Ekonomi

-Kepemilikan

aset

2 Aset produktif

tetap

3 Aset produktif

bertambah Peningkatan nilai tambah produk dengan pengolahan ikan,

membangun koperasi nelayan.

-Saving rate 1 SR < / = tingkat

bunga

2 SR > sampai = 2x

tingkat bunga

Pelatihan layanan akses keuangan

dan pengadaan koperasi bagi

nelayan.

Sosial

-Partisipasi pemangku

kepentingan

1 Partisipasi < 50% 2 Partisipasi 50 – 75% Pendampingan (public awareness

penyuluhan, dan peningkatan

kapasitas) masyarakat dalam pengelolaan SDi.

-Konflik perikanan

2 2 – 3 kali kejadian konflik

3 1 kali kejadian konflik

Membentuk asoaisasi antara

pengusaha diving dangan

nelayan.

Kelembagaan

-Kepatuhan terhadap

prinsip

perikanan

1 Frekuensi pelanggaran>5

kasus dalam satu

tahun

2 Frekuensi pelanggaran antara 2-

4 kasus dalam satu

tahun

Penegakan hukum terhadap alat

tangkap muroami, memberikan

alternatif penggunaan alat

tangkap lain yang lebih selektif,

sosialisasi dan pemberitahuan mengenai adanya zonasi.

-Kelengkapan

aturan main

2 Ada tapi

jumlahnya tetap

3 Ada dan jumlahnya

bertambah Menambah aturan penegakan

hukum terhadap pelanggaran

zonasi.

-Mekanisme

kelembagaan

2 Apabila keputusan

dikeluarkan tetapi tidak dijalankan

sepenuhnya

3 Apabila keputusan

dikeluarkan dan dijalankan

sepenuhnya

Monitoring dan pengawasan

terhadap pelanggaran zonasi.

-Rencana

pengelolaan

perikanan

1 Belum terdapat

RPP

2 Ada RPP namun

belum dijalankan

sepenuhnya

Monitoring dan pendampingan

perencanaan RPP.

-Tingkat

seinergitas

2 Terjadi komunikasi

tetapi tidak efektif

3 Sinergi antar

lembaga berjalan baik

Meningkatakan komunikasi dan

kerjasama antara pemerintah

pusat dan daerah.

Sumber : Data primer (diolah) 2014

Langkah taktis dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem

dilakukan terhadap 18 indikator yaitu 3 indikator pada domain sumberdaya ikan, 4

indikator pada domain habitat dan ekosistem, 2 indikator pada domain teknologi

penangkapan ikan, 2 indikator pada domain ekonomi, 2 indikator pada domian

sosial, dan 5 indikator domain kelembagaan. Langkah taktis ini perlu dilakukan

agar dapat meningkatkan status kawasan Gili Matra dari status sedang menjadi

baik.

Page 56: Perikanan Dan Pariwisata

42

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Keterkaitan diantara beberapa variabel wisata dan perikanan tidak

menunjukkan keeratan hubungan yang kuat, kecuali hubungan antara jumlah

wisatawan terhadap jumlah nelayan. Pemanfaatan ruang ekologis untuk kegiatan

perikanan di kawasan Gili Matra masih tergolong undershoot atau underfishing.

Hal ini berarti bahwa pemanfaatan EF perikanan masih lebih kecil dari luasan

lahan yang tersedia sehingga masih terdapat ruang agar sumberdaya dapat

bereproduksi dan mempertahankan fungsi ekologisnya. Penilaian perikanan

melalui indikator EAFM didapatkan bahwa status atau kondisi perikanan di

kawasan TWP Gili Matra termasuk dalam kategori sedang. Strategi pengelolaan

perikanan di kawasan TWP Gili Matra dirumuskan terhadap semua indikator

berdasarkan nilai reference point tiap indikator. Langkah taktis dirumuskan pada

indikator yang memiliki penilaian sedang dan kurang baik. Rumusan langkah

taktis tersebut yaitu; pengaturan ukuran mata jaring, pembatasan area

penangkapan, pembuatan biorock, replanting lamun, rehabilitasi mangrove,

transplantasi karang, sosialisasi, pengawasan dan penegakan hukum, perizinan

alat tangkap, pelarangan muroami, peningkatan nilai tambah produk, pelatihan

layanan akses keuangan, public awareness, penyuluhan dan peningkatan

kapasitas, pembentukan asosiasi pengusaha diving dan nelayan, pemberian

alternatif alat tangkap, penambahan aturan penegakan hukum, dan peningkatan

komunikasi dan kerjasama.

5.2 Saran

Kajian tentang daya dukung perikanan perlu dilakukan dengan pendekatan

EF dinamis agar didapatkan pendugaan daya dukung yang lebih baik. Penilaian

indikator EAFM perlu dilakukan secara berkala (tahunan), agar indikator dapat

dinilai dengan lebih baik dan pengelolaan perikanan dapat direncanakan dengan

lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto L, Matsuda Y, Sakuma Y. 2005. Assesing Sustainability of Fishery

Systems in A Small Island Region: Flag Modeling Approach. Proceeding of

IIFET. 2005

Allen G, Swainston R, Ruse J. 1997. Marine Fishes of Tropical Australia and

South-East Asia: A Field Guide for Anglers and Divers. Singapore (SG):

Periplus Editions (HK) Ltd.

Brower JE, Zar JH, and Von Ende ZN. 1990. Field and laboratory methods for

general ecology. Wim. C. Brown Co. Pub.Dubuque. Iowa. 237p.

Casagrandi R, Rinaldi S. 2002. A Theoretical Approach to Tourism Sustainability.

International Institute for Applied Systems Analysis Schlossplatz 1 A-2361

Laxenburg, Austria.

Page 57: Perikanan Dan Pariwisata

43

Costanza R. 2000. The dynamics of the ecological footprint concept. Ecological

Economics. 32: 341–345

Desa Gili Indah. 2012. Profil Desa dan Kelurahan. Gili Indah (ID): Desa Gili

Indah

Desa Gili Indah. 2013. Profil Desa dan Kelurahan. Gili Indah (ID): Desa Gili

Indah

DeVaus DA. 2002. Surveys in Social Research Fifth Edition. Australia (AU):

National Library of Australia.

Dhahiyat Y, Djalinda S, Herman H. 2003. Stuktur komunitas ikan karang di

daerah transplantasi karang Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Ikhtiologi

Indonesia. 3(2)

Djau MS. 2012. Analisis keberlajutan perikanan di Kawasan Konservasi Laut

Daerah (KKLD) Olele dan perairan sekitarnya Kabupaten Bone Bolango

Provinsi Gorontalo. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Djohar I. 1999. Kondisi karang Scleractinia pada daerah rataan dan lereng

terumbu karang di Taman Wisata Alam Laut Gili Indah, Lombok, Nusa

Tenggara Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

[DJPT-KKP] Direktorat Jendral Perikanan Tangkap-Kementrian Kelautan dan

Perikanan, [WWF-Indonesia] World Wide Foundation, [PKSPL-IPB] Pusat

Kajian Sumberdaya Laut dan Pesisir, Institut Pertanian Bogor. 2011.

Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan di Indonesia – Kajian

Awal Keragaan Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Perikanan

(Ecosystem Approach to Fisheries Management) di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Indonesia.

Dong-dong C, Wang-sheng G, Yuan-quan C, Qiao Z. 2010. Ecological footprint

analysis of food consumption of rural residents in China in the latest 30

Years. Elsevier. Agriculture and agricultural science procedia. P 106-115 Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

English SC, Wilkinson, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine

Resources. Australian Institut of Marine Science. Townville (AU). 34-80p.

[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2005. Putting

Into Practice The Ecosystem Approach to Fisheries. Rome

Gavaris S, Porter JM, Stephenson RL, Robert G, Pezzack DS. 2005. Review of

Management Plan Conservation Strategies for Canadian Fisheries on

Georges Bank: A Test of A Practical Ecosystem-Based Framework. ICES

CM. BB (05)

Gavaris S. 2009. Fisheries management planning and support for strategic and

tactical decisions in an ecosystem approach context. Fisheries Research.

100: 6–14

Haberl H, Karl-Heinz E, Fridolin K. 2001. How to calculate and interpret

ecological footprints for long periods of time: the case of Austria 1926–

1995. Ecological Economics 38: 25-45

Haberl H, Wackernagel M, Krausmann F, Erb KH, Monfreda C. 2004. Ecological

footprints and human appropriation of net primary production: A

comparison. Land Use Policy. 21(3): 279-288.

Hall CM. 2001. Trends in ocean and coastal tourism: the end of the last frontier?.

Ocean & Coastal Management. 44: 601–618

Page 58: Perikanan Dan Pariwisata

44

Hannak JS, Kompatscher S, Stachowitsch M, Herler J. 2011. Snorkelling and

trampling in shallow-water fringing reefs: Risk assessment and proposed

management strategy. Environmental Management. 92: 2723-2733

Hasanah K. 2013. Uji Korelasi Product Moment. [terhubung berkala]

http://statistikapendidikan.com.

Hill J, Wilkinson C. 2004. Methods for Ecological Monitoring of Coral Reefs: A

Resource for Managers, ver 1. Townsville (AU): Australian Institute of

Marine Science.

Husni S. 2001. Kajian Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang (Studi

Kasus di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah, Kabupaten

Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. [tesis]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Hunter C, Shaw J. 2005. The ecological footprint as a key indicator of sustainable

tourism. Tourism Management. 28: 46–57.

Jennings S. 2005. Indicators to support an ecosystem approach to fisheries. Fish

and Fisheries. 6: 212-232.

Kartawijaya T, Yulianto I, Herdiana Y, Prasetia R, Anggraeni R, Hasbi KM,

Hazmi H, Fain H. 2012. Aspek Sosial Ekonomi Dalam Pengelolaan Taman

Wisata Perairan Gili Ayer, Meno, dan Trawangan 2012. Laporan

Monitoring

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, [WWF-Indonesia] World Wide

Foundation, [PKSPL-IPB] Pusat Kajian Sumberdaya Laut dan Pesisir,

Institut Pertanian Bogor. 2012. Penilaian Indikator Pendekatan Ekosistem

Untuk Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries

Management). Modul Training.

[KP3K-KKP] Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Laporan Akhir-Pemantauan

Kondisi Biofisik Di 7 (Tujuh) Kawasan Kawasan Konservasi Perairan

Nasional Wilayah Kerja Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional.

Jakarta (ID): PT SURVINDO.

[KP3K-KKP] Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Buku IV Album Peta TWP Gili

Matra.

Kohler KE, Gill SM. 2005. Coral Point Count with Excel Extensions (CPCe): A

Visual Basic Program for The Determination of Coral and Substrate

Coverage Using Random Point Count Methogology. Computers and

Geosciences. 32: 1259-1269

Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 1). Australia (AU):

Zoonetics

Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 2). Australia (AU):

Zoonetics

Kuiter J, Takamasa T. 2001. Indonesian Reef Fishes (Part 3). Australia (AU):

Zoonetics

Krebs CJ. 1972. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New

York (US): Harper & Row Publisher.

Latuconsina, H, M. N. Nessa dan RA. Rappe. 2012. Komposisi Spesies Dan

Struktur Komunitas Ikan Padang lamun Di Perairan Tanjung Tiram-Teluk

Page 59: Perikanan Dan Pariwisata

45

Ambon Dalam. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.4 No.1. Hal 35-

46.

Lewan L. 2000. Ecological footprints and biocapacity: Tools in planning and

monitoring of suistainable development in an international perpective.

Swedish Environmental Protection Agency.

Moffat I. 2000. Ecological footprint and sustainable development. Ecological

Economics. 32: 359-362.

Nababan TM. 2009. Persen Tutupan (Percent Cover) Terumbu Karang Hidup di

Bagian Timur Perairan Pulau Rubiah Naggroe Aceh Darussalam. [Skripsi].

Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Nybakken JW. 1998. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. Dari

Marine Biology: An Ecology Approach, oleh Eidman M, Koesoebiono DG,

Bengen, Hutomo M, Sukardjo S. 1992. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka

Utama.

Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. West Washington (US): Sounders

College Publishing.

Pauly D, Christensen V. 1995. Primary Production Required to Sustain Global

Fisheries. Nature. 374: 255-257

Pelletier D, Claudet J, Ferraris J, Benedetti-Cecchi L, Garcia-Charton JA. 2008. J.

Fish. Aquat. Sci. 65: 765-779.

Pickering CM, Hill W. 2007. Impacts of recreation and tourism on plant

biodiversity vegetation in protected areas in Australia. Environmental

Management. 85: 791-800

Radiarta, Nyoman I, Rohmin D, Zairion. 1999. Kondisi Ekosistem Terumbu

Karang di Perairan Barat Daya Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Penelitian

Perikanan Indonesia. 5 (2): 87 -95.

Schaefer F, Luksch U, Steinbach N, Cabeca J, Hanauer J. 2006. Ecological

footprint and biocapacity the world’s ability to regenerate resource and

absorb waste in a limitedtime periode. Working paper and studies. European

Communities. Luxembourg. P 5-7

Silalahi J. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman

Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. [tesis]. Medan (ID):

Universitas Sumatera Utara.

Sofian A. 2004. Studi Keterkaitan Keanekaragaman Bentuk Pertumbuhan

Terumbu Karang dengan Ikan Karang di Sekitar Kawasan Perairan Pulau

Ru dan Pulau Keringan Wilayah Barat Kepulauan Belitung. [skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Solihin L. 2008. Analisa Biaya-Manfaat Program Konservasi Terumbu Karang di

Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Simon FJG, Narangajavana Y, Marquesa DP. 2003. Carrying capacity in the

tourism industry: a case study of Hengistbury Head. Tourism Management.

25: 275–283

Stanley H, Anders R, Alessandro G. 2010. Reflection on The Fishing Ground

Footprint Methodology: The UAE as A Case Study. Footprint Forum 2010.

Academic Conference Short Communications.

Page 60: Perikanan Dan Pariwisata

46

Suana IW, Ahyadi H. 2012. Mapping of ecosystem management problems in Gili

Meno, Gili Air and Gili Trawangan (Gili Matra) through participative

approach. Coastal Development. 16 (1): 94-101.

Sulistiawati D. 2011. Model integrasi wisata-perikanan di gugus Pulau Batudaka

Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. [disertasi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Supranto J. 2000. Statisti Edisi Keenam- teori dan aplikasi. Jakarta (ID): Erlangga

Torell M. 2009. Some institutional implications of an ecosystems approach to

capture fisheries management. Aquatic Ecosystem Health & Management.

12 (4): 440-443.

Trophia Ltd. 2011. Fisheries management procedures: a potential decision making

tool for fisheries management in California. Quantitative Resource

Assessment LLC. California

Unal V, Franquesa R. 2010. A comparative study on socio-economic indicators

and viability in small-scale fisheries of six districts along the Turkish coast.

Applied Ichthyology. 26: 26-34.

Wackernegel M, Rees WE. 1996. Our ecological footprint: reducing human

impact on the erth. Canada: Gabriola Island

Wackernagel, M., 2001. Using ecological footprint analysis for problem

formulation, policy development and communications. Advancing

sustainable resource management. USA (US): Oakland

Wada Y. 1999. The Myth of "Sustainable Development": The Ecological

Footprint of Japanese Consumption. [disertasi]. The University of British

Columbia School of Community and Regional Planning.

Weidmann T, Barret J. 2010. A Review of The Ecological Footprint Indicator-

Perceptions and Methods. Suatainability. (2): 1645-1693.

Ye Y, Cochrane K, Qiu Y. 2011. Using ecological indicators in the context of an

ecosystem approach to fisheries for data-limites fisheries. Fisheries

Research.112: 108-116.

Page 61: Perikanan Dan Pariwisata

47

LAMPIRAN

Page 62: Perikanan Dan Pariwisata

48

Lampiran 1. Ukuran rata-rata, Lm, dan panjang maksimal ikan hasil tangkapan

No Nama Lokal Ukuran rata-rata Lm Panjang Maksimal Panjang < Lm

1 Geranggang/sulir 25.48 21.3 cm 30 cm 7.41 %

2 Serpik 23.57 5.6 cm 40 cm 0.00 %

3 Terinjang 7.42 8.4 cm 9.5 cm 100.00 %

4 Membireng 25.49 15.5 cm 50 cm 0.00 %

5 Membiluk 25.14 35 cm 60 cm 85.29 %

Rata-rata 38.54 %

Lampiran 2. Jenis ikan, dan status IUCN ikan hasil tangkapan di TWP Gili Matra

No jenis ikan Status IUCN

1 Naso brachycentron least concern

2 Abudefduf vaigiensis not evaluated

3 Heniochus diphreutes least concern

4 Plectorhinchus lineatus not evaluated

5 Monotaxis grandoculis not evaluated

6 Halichoeres solorensis least concern

7 Coris gaimard least concern

8 Melichthys niger not evaluated

9 Pterocaesio tile not evaluated

10 Pterocaesio digramma not evaluated

11 Caesio striata not evaluated

12 Caesio teres not evaluated

13 Siganus argentus not evaluated

14 Chromis caudalis not evaluated

15 Tylosurus gavialoides not evaluated

16 Stolephorus Sp. not evaluated

17 Wattsia mossambica not evaluated

18 Acanthurus mata least concern

19 Naso lopezi least concern

21 Siganus guttatus not evaluated

22 Carangoides fulvoguttatus not evaluated

Page 63: Perikanan Dan Pariwisata

49

Lampiran 3. Kepadatan jenis ikan terumbu pada stasiun pengamatan di TWP Gili

Matra

Sumber Lokasi Kepadatan (ind/ha)

Penelitian ini A1 15 640

A2 11 360

A3 4 480

Rata-rata 10 493,33

Data Sekunder TKGM01 4 920

BKKPN TKGM02 15 360

TKGM03 17 960

TKGM04 7 240

TKGM05 8 760

TKGM06 13 440

TKGM07 29 480

TKGM08 14 360

Rata-rata 13 940

Lampiran 4. Nilai parameter kualitas perairan, lamun, mangrove dan terumbu

karang di TWP Gili Matra

Kualitas Perairan Nilai Baku Mutu

(Kepmen LH) Primer BKKPN

*Suhu 31.2 C - 28-30a

*Ph 9.4 - 7-8.5b

*DO 5.4 mg/L - >5

*BOD 1.2 mg/L 3.2 mg/L 20 mg/L

*Amonia - 0.1 mg/L 0.3 mg/L

Tutupan Lamun - 49%

Tutupan Terumbu Karang 8% 17%

Kerapatan Mangrove - 300 pohon/ha

Ket: a) toleransi <20C, b) toleransi <0.2 atuan pH

Page 64: Perikanan Dan Pariwisata

50

Lampiran 5. Persentase ukuran ikan target (dibawah Lm) yang didaratkan di TWP

Gili Matra

Jenis ikan Persentase panjang ikan < Lm

Membireng 0 %

Sulir 7.41 %

Membiluk 85.29 %

Terinjang 100 %

Serpik 0 %

rata 38.54 %

Lampiran 6. Nilai parameter ekonomi nelayan di TWP Gili Matra

Parameter Ekonomi Nilai

Pendapatan Rata-rata 5 770 000

Pengeluaran Rata-rata 5 533 333

Nilai Tukar Nelayan (NTN) 112.88

Saving Rate 0.45

UMR Lombok Utara 1 210 000

Tingkat Bunga BI 7.5 %

Lampiran 7. Konflik pemanfaatan sumberdaya di TWP Gili Matra

Konflik Frekuensi

Perebutan wilayah antara nelayan dan pengusaha

diving 3

Page 65: Perikanan Dan Pariwisata

51

Lampiran 8. Pengambilan data dan kondisi biorock di stasiun pengamatan

terumbu karang

Lampiran 9. Transek kuadrat pada stasiun pengamatan terumbu karang

Page 66: Perikanan Dan Pariwisata

52

Lampiran 10. Kondisi ikan terumbu pada stasiun pengamatan terumbu karang

Page 67: Perikanan Dan Pariwisata

53

Lampiran 11. Kuisioner rumah tangga perikanan

KUESIONER RUMAH TANGGA PERIKANAN

Interviewer : ……………………. Tanggal : …………………….

1. Identitas Responden 1. Nama :

2. Umur :

3. Pendidikan :

4. Daerah asal :

5. Pekerjaan dan/atau usaha lain :

6. Anggota keluarga/tanggungan dan penghasilan :

Tanggungan

Umur

(th) Pendidikan Pekerjaan

Penghasilan

(Rp/bulan)

Istri

Anak 1

Anak 2

Anak 3

Keponakan

Orang Tua

7. Sejak tahun berapa bekerja di bidang perikanan tangkap :

8. Kedudukan sekarang : pemilik/penggarap/ABK/buruh

9. Kedudukan sebelumnya : pemilik/penggarap/ABK/buruh

10. Pekerjaan sebelum jadi nelayan :

2. Unit Penangkapan 1. Armada Penangkapan

Jumlah Armada

Bahan utama Kayu/fiber/besi/....

Ukuran (m) p: l: d : GT:

Tahun & tempat pembelian Harga :

Umur ekonomis tahun

Palkah Jumlah (buah) : Volume : m3/ton

Dinding terbuat dari :

stereofoam/fiber/kayu/.....

2. Ada berapa lokasi tempat pembuatan kapal/perahu di daerah ini? (Sebutkan

nama desa dan kecamatannya)

Page 68: Perikanan Dan Pariwisata

54

3. Karakteristik Mesin Kapal/Perahu :

No Karakteristik Mesin Kapal Ukuran/satuan

1 Jenis mesin (pilih salah satu) (inboard/outboard)

2 Mesin Utama :

Merk

Kekuatan/daya (HP/PK)

Bahan bakar (solar/bensin/.....

Mesin bantu :

Merk

Kekuatan/daya (HP/PK)

Bahan bakar (solar/bensin/.....

3 Tempat pembelian

4 Harga mesin

Mesin Utama : (Rp.)

Mesin tambahan (Rp.)

4. Adakah tempat pembelian mesin kapal/perahu di sekitar lokasi? Sebutkan nama

toko dan pemiliknya (Perum, KUD, swasta, pribadi, ……)!

5. Mesin kapal/perahu dibeli dengan cara : tunai/kredit/………..

6. Karakteristik Alat Tangkap

No Karakteristik alat tangkap*) Keterangan (ukuran/satuan)

1 Jenis alat tangkap

- P= m

- P= m

- P= m

2 Jumlah piece (buah)

3 Ukuran mata jaring (cm/inc)

4 Jumlah pancing **) (buah)

5 Tempat pembelian

6 Harga alat tangkap siap pakai (Rp.)

7. Adakah tempat pembelian bahan/alat tangkap di sekitar Lokasi studi?

(Sebutkan nama tokonya)

8. Bahan/alat tangkap dibeli dengan cara : tunai/kredit/……………

9. Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap terdiri dari :

- Nahkoda : orang

- Fishing master: orang

- KKM : orang

- ABK : orang

Page 69: Perikanan Dan Pariwisata

55

10. Apakah ABK yang ikut operasi penangkapan masih keluarga/kerabat dari

pemilik/nahkoda?

11. Biaya Perawatan Kapal/Perahu, Mesin kapal dan Alat Tangkap per tahun :

o Kapal : Rp. ............................ per tahun/bulan

o Alat Tangkap : Rp. ............................ per tahun/bulan

o Mesin Utama : Rp. ............................ per tahun/bulan

o Mesin Tambahan :Rp......................... per tahun/bulan

o Peralatan lain : Rp. ............................ per tahun/bulan

3. Operasi Penangkapan Ikan 1. Kebutuhan Perbekalan Melaut Tiap Trip:

Jenis

perbekalan Jumlah *) Harga/satuan *) Lokasi pembelian

Solar *)

Bensin

Minyak Tanah

Es

Garam

Air

*) Sebutkan satuannya: liter, m3, ton, balok, dst.

2. Jelaskan bagaimana nelayan menentukan fishing ground (FG) sebelum

melakukan operasi penangkapan?

a. Berdasarkan pengalaman

b. Informasi dari nelayan yang lain

c. Informasi dari pelabuhan/dinas kelautan dan perikanan (data arus, pasang surut,

suhu permukaan, dll)

d. Lainnya, jelaskan……………………………………

3. Apakah dari tahun ke tahun daerah penangkapan ikan semakin sulit, tetap atau

semakin mudah ?

4. Menurut anda dalam setahun ada berapa kasus penangkapan yang merusak

lingkungan ?

a. frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun

b. frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun

c. frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun

5. Berapakah jumlah ikan berukuran kecil yang tertangkap ?

(banyak/sedang/sedikit)

6. Berapa banyak ikan non-target yang tertangkap ? (%)

Page 70: Perikanan Dan Pariwisata

56

7. Sebutkan FG yang sering didatangi oleh nelayan:

No Nama FG Jarak dari FB*) (mil;km;jam)**)

1

2

3

4

5

*) FB = fishing base; FG = fishing ground

**) Bila satuannya jam, sebutkan kecepatan rata-rata mesin kapal yang digunakan.

8. Fishing ground mana yang paling sering didatangi nelayan? Mengapa?

9. Sebutkan fishing ground terjauh yang pernah dicapai oleh nelayan :

10. Pernahkah anda menjumpai nelayan luar daerah yang melakukan penangkapan

ikan di lokasi FG yang sama?

11. Jika anda pernah menjumpai nelayan dari daerah lain:

No Asal nelayan Nama FG Jenis alat tangkap

1

2

3

12. Pernahkah terjadi konflik perebutan FG dengan sesama nelayan setempat?

Kalau ya, jelaskan apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya!

13. Pernahkah terjadi konflik perebutan FG dengan nelayan yang berasal dari luar

daerah? Kalau ya, jelaskan apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya!

14. Jumlah trip penangkapan :

No Alat Tangkap Jumlah Trip/minggu Jumlah hari libur melaut

1

2

3

4

15. Jika nelayan tidak melaut/libur, apa sebabnya? (istirahat, cuaca, hari besar

agama,dll) Sebutkan!

16. Kegiatan apa yang dilakukan jika tidak melaut?

Page 71: Perikanan Dan Pariwisata

57

17. Hasil tangkapan :

Kategori musim

Bulan

melaut Rata2 produksi Jenis ikan Harga per jenis

ikan (1,2...dst) per trip (kg/trip) dominan ikan dominan

Musim puncak - -

- -

- -

- -

Musim sedang - -

- -

- -

- -

Musim paceklik

- -

- -

- -

- -

4. Pendaratan & Pemasaran Hasil Tangkapan: Sebutkan dimana lokasi pendaratan/penjualan ikan dilakukan, frekuensi, dan

jaraknya:

No Lokasi pendaratan Frekuensi pendaratan

atau penjualan per bulan (kali)

1

2

3

4

*) jika mendaratkan ikan di luar pelabuhan

Sebutkan alasan-alasan mengapa mendaratkan/menjual ikan d daerah tersebut :

(1). Harga ikan lebih tinggi

(2). Dekat dengan rumah

(3). Fasilitas (pendaratan, atau lainnya) lebih baik

(4). Pelayanan lebih baik

(5). Permintaan juragan/bos/pembeli

Lainnya : ………………………………………………………………

5. Koperasi Atau Asosiasi Nelayan : 1. Sebutkan ada atau tidak adanya koperasi nelayan atau asosiasi nelayan (nama

koperasi/asosiasi): Anda menjadi anggotanya ? (Ya/Tidak)

2. - Sebutkan alasan Anda sehubungan jawaban Anda diatas.

…………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………

Page 72: Perikanan Dan Pariwisata

58

3. - Jika tidak ada asosiasi/koperasi, apakah diperlukan adanya asosiasi/koperasi

tsb, jelaskan?

6. Permasalahan Nelayan : Sebutkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Responden:

(1). Kesulitan modal atau biaya operasional

(2). Kesulitan tempat berlabuh atau mendaratkan ikan

(3). Kesulitan menjual ikan

(4). Kesulitan dalam pengolahan ikan

(5). Kesulitan dalam penyediaan kebutuhan melaut (BBM, air, es, garam, dll.)

(7). Kesulitan dalam perbaikan kapal/perahu

(8). ………………………………………………

7. Persepsi dan Aspirasi Responden?

1. Berapa kali anda mendapatkan penyuluhan perikanan tangkap?

a. < 2 kali per bulan c. 5 – 10 kali per bulan

b. 2 – 4 kali per bulan d. > 10 kali per bulan

2. Apakah penyuluhan yang dilakukan bermanfaat bagi usaha perikanan tangkap

anda?

a. Sangat bermanfaat c. bermanfaat e. tidak bermanfaat

b. agak bermanfaat d. kurang bermanfaat

3. Apakah anda bergabung dengan kelompok nelayan?

a. Ya, sebutkan nama kelompoknya

b. Tidak

4. Kalau Ya, sudah berapa lama anda bergabung dengan kelompok nelayan?

a. kurang dari 1 tahun

b. 1-5 tahun

c. Lebih dari 5 tahun

5. Menurut anda, adakah manfaat bergabung dengan kelompok nelayan?

a. Ada b. Tidak c. Tidak tahu

6. Dalam 2-3 tahun terakhir, bagaimana hasil tangkapan ikan yang anda peroleh?

a. meningkat lebih dari 2 kali lipat

b. meningkat tidak sampai 2 kali lipat

c. sama saja

d. berkurang tidak sampai setengahnya

e. berkurang sampai setengahnya

f. berkurang sampai lebih dari setengahnya

Page 73: Perikanan Dan Pariwisata

59

Lampiran 12. Kuisioner indikator kelembagaan

INDIKATOR KELEMBAGAAN

A. Identitas Responden 1. Nama :

2. Umur :

3. Pendidikan :

4. Daerah asal :

5. Pekerjaan dan/atau usaha lain :

B. Kepatuhan terhadap Prinsip-Prinsip Perikanan yang Bertanggung Jawab

dalam Pengelolaan Perikanan

Formal 1. Berapa kali pelanggaran dalam 1 (satu) tahun yang dilakukan oleh stakeholder ?

2. Apa jenis pelanggaran yang biasa dilakukan ?

Untuk menjawab pertanyaan ini, isikan dalam kolom berikut dengan memberikan

chek list (√) sesuai jawaban.

No Pelanggaran

1)

Kriteria 2) Penindakan

3)

Kategori 4)

a b c d e a b c

1

2

3

4

1) Jenis-jenis pelanggaran apa saja yang terjadi ?

2) Kriteria pelanggaran apa saja yang ditemukan

a. Kesesuaian fisik dan administrasi untuk kapal

b. Penggunaan alat tangkap terlarang

c. Perijinan yang tidak lengkap

d. Pelanggaran terhadap daerah penangkapan

e. Cara/Metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan

3) Bentuk penindakan apa yang dilakukan pada setiap pelanggaran ?

4) Kategori pelanggaran

a. Berat b. Sedang c. Ringan

Informal 1. Apakah ada aturan adat yang disepakati terkait dengan pengelolaan perikanan ?

a. ada b. Tidak ada

2. Jika “ada”, dalam bentuk apa, aturan dan kesepakatan tersebut dibuat ?

a. Adaptasi

b. Kesepakatan bersama

c. Peraturan desa (Perdes) dalam pemanfaatan perikanan

3. Apakah ada pelanggaran terhadap aturan tersebut sepanjang yang ada ketahui ?

Sebutkan ?

Page 74: Perikanan Dan Pariwisata

60

Untuk menjawab pertanyaan ini, isikan dalam kolom berikut dengan memberikan

chek list (√) sesuai jawaban.

No Pelanggaran

1)

Kriteria 2) Penindakan 3)

Kategori 4)

a b c d e a b c

1

2

3

4

1) Jenis-jenis pelanggaran apa yang ditemukan oleh masyarakat ?

2) Kriteria pelanggaran apa saja yang ditemukan

a. Kesesuaian fisik dan administrasi untuk kapal

b. Penggunaan alat tangkap terlarang

c. Perijinan yang tidak lengkap

f. Pelanggaran terhadap daerah penangkapan

g. Cara/Metode penangkapan yang tidak ramah lingkungan

3) Bentuk penindakan apa yang dilakukan pada setiap pelanggaran ?

4) Kategori pelanggaran

a. Berat b. Sedang c. Ringan

4. Berapa kali pelanggaran terhadap aturan adat yang dilakukan oleh pengelola

perikanan yang anda diketahui dalam 1 tahun terakhir ?

C. Kelengkapan Aturan Main Dalam Pengelolaan Perikanan

1. Bagaimana kelengkapan peraturan nasional yang anda gunakan dalam

pengelolaan perikanan ? coba sebutkan ?

No Lingkup peraturan Jenis peraturan

nasional

Kelengkapan

A 1) A2 2) A3 3)

1 Perijinan usaha 1

penangkapan 2

3

2 Operasionalisasi 1

penangkapan 2

(kapal dan alat) 3

3 Upaya konservasi dan 1

pemilihan 2

3

Ket : 1) ada ; 2) ada tapi tidak lengkap; 3) tidak ada

2. Jika ”B (ada tapi tidak lengkap)”, maka bagaimana jumlahnya ?

a. Ada tapi jumlahnya berkurang

b. Ada tapi jumlahnya tetap

c. Ada dan jumlahnya bertambah

Page 75: Perikanan Dan Pariwisata

61

3. Bagaimana kelengkapan peraturan daerah (yang sesuai dengan peraturan

nasional) yang anda gunakan dalam pengelolaan perikanan selama ini ? coba

sebutkan ?

No Lingkup peraturan Jenis peraturan

daerah

Kelengkapan

A

1)

B

2)

C

3)

1 Perijinan usaha 1

penangkapan 2

3

2

Operasional

penangkapan 1

(kapal dan alat) 2

3

3 Upaya konservasi 1

dan pemulihan 2

3

Ket : 1) ada ; 2) ada tapi tidak lengkap; 3) tidak ada

4. Jika ”B (ada tapi tidak lengkap)”, bagaimana jumlahnya ?

a. Ada tapi jumlahnya berkurang

b. Ada tapi jumlahnya tetap

c. Ada dan jumlahnya bertambah

5. Apakah ada kearifan lokal/aturan adat/peraturan kampung yang diberlakukan

dalam pengelolaan perikanan di wilayah ini ?

a. Ada, sebutkan :

- .............................................................................

- .............................................................................

b. Tidak ada

6. Jika ”ada”, bagaimana bentuk kearifan lokal yang ada ? Jelaskan :

..................................................................................................................................

..................................................................................................................................

7. Dalam 1 tahun terakhir, apakah kearifan lokal yang ada masih tetap berjalan di

daerah-derah tersebut ?

a. Ya b. Tidak

8. Jika dibandingkan dengan peraturan yang lama, apakah ada peraturan yang baru

dibuat ?

a. ada, jika ada sebutkan :

- .............................................................................

b. tidak ada

14. Jika dibandingkan dengan peraturan yang lama, apakah ada peraturan yang

dihapuskan ?

a. ada, jika ada sebutkan :

- .............................................................................

b. tidak ada

Page 76: Perikanan Dan Pariwisata

62

D. Mekanisme Kelembagaan 1) Kebijakan apa saja yang berlaku dalam pengelolaan perikanan di wilayah ini ?

a. Perijinan usaha penangkapan

b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap)

c. Konservasi dan pemulihan

d. ..........................................

2. Lembaga apa saja yang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait dengan

hal-hal berikut terkait dengan pengelolaan perikanan di wilayah anda ?

a. Perijinan usaha penangkapan

1) ...........

2) ...........

b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap)

1) ...........

2) ...........

c. Konservasi dan pemulihan

1) ...........

2) ...........

3. Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan yang diambil dalam

pengelolaan perikanan di instansi/wilayah anda yang terkait dengan hal-hal

sebagai berikut : (Gambarkan dengan bagan)

a. Perijinan usaha penangkapan

b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap)

c. Konservasi dan pemulihan

4. Bagaimana efektivitas pengambilan keputusannya ? (coret yang tidak perlu)

a. Perijinan usaha penangkapan (efektif / tidak efektif)

Jelaskan :

..............................................................................................................................

b. Operasionalisasi penangkapan (armada dan alat tangkap) (efektif / tidak

efektif)

Jelaskan :

..............................................................................................................................

c. Konservasi dan pemulihan (efektif / tidak efektif)

Jelaskan : .............................................................................................................

5. Apakah masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan perikanan di wilayah

Anda ?

a. Ya b. Tidak.

6. Jika “Ya”, apakah memiliki kewenangan untuk menentukan/membuat

keputusan?

a. Ya b. Tidak.

7. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan perikanan ?

..............................................................................................................................

Page 77: Perikanan Dan Pariwisata

63

E. Rencana Pengelolaan Perikanan 1. Apakah anda (instansi) punya rencana pengelolaan perikanan mengenai

pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem ?

2. Apakah RPP tersebut dijalankan ?

a. Ya b. Tidak

3. Jika “ya”, bagaimana pelaksanaannya ?

a. Belum sepenuhnya dijalankan

b. Sudah dijalankan sepenuhnya

4. Apakah ada hambatan/permasalahan dalam pelaksanaannya ?

..............................................................................................................................

5. Jika “tidak”, kenapa tidak membuat RPP, apakah ada hambatan ?

..............................................................................................................................

F. Tingkat Sinergisitas Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan Perikanan

Lembaga 1. Apakah dalam mengeluarkan perijinan mengadakan koordinasi dengan lembaga

lain ?

a. ya b. tidak

2. Jika “ya”, lembaga apa saja yang terlibat dalam proses perijinan tersebut ?

..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

3. Apakah adakah dukungan dari lembaga luar dalam penegakan aturan yang

dikeluarkan oleh dinas kelautan dan perikanan ?

a. ya b. tidak

4. Apakah ada aktivitas penegakan aturan yang merupakan aturan lembaga lain

yang mendukung kegiatan operasional penangkapan ?

a. ya b. Tidak

5. Jika “ya”, lembaga mana yang melakukan ?

..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

6. Apakah ada kegiatan konservasi dan pemulihan di daerah ini ?

a. ya b. tidak

7. Jika “ya”, lembaga mana yang melakukan ?

..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

8. Apakah ada konflik antar lembaga dalam pengelolaan kawasan konservasi ?

a. ya b. tidak

9. Jika “ya”, lembaga mana saja yang tidak bersinergi/konflik dalam pengelolaan

kawasan konservasi ?

..............................................................................................................................

10. Konflik apa yang pernah/terjadi di daerah Anda terkait dengan pengelolaan

sumberdaya perikanan ?

a. Konflik perebutan wilayah penangkapan di:

....................................................................................................................................

Penyebab:.......................................................................................................

Frekuensi kejadian:

1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan

Page 78: Perikanan Dan Pariwisata

64

4) setiap tahun 5) tidak pernah

b. Konflik antar jenis alat tangkap yaitu:

...................................................................................................................................

Penyebab:.......................................................................................................

Frekuensi kejadian:

1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan

4) setiap tahun 5) tidak pernah

c. Konflik antar peraturan/kebijakan yang ada:

...................................................................................................................................

Penyebab:.......................................................................................................

Frekuensi kejadian:

1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan

4) setiap tahun 5) tidak pernah

d. Konflik antar sektor yaitu antara penangkapan ikan, budidaya,

pelabuhan/dermaga, kawasan konservasi, pembangunan/reklamasi, jalur

pelayaran, pencemaran karena limbah industri, pariwisata, lintas batas negara, dan

lain-lain

....................................................................................................................................

Penyebab:.......................................................................................................

Frekuensi kejadian:

1) setiap melaut 2) setiap minggu 3) setiap bulan

4) setiap tahun 5) tidak pernah

G. Kapasitas Pemangku Kepentingan 1. Apakah pernah mengikuti kegiatan pelatihan terkait dengan pengelolaan

perikanan?

a. ya b. Tidak

2. Program pengembangan kapasitas apa saja yang pernah diikuti ?

a. Pelatihan: ..................................... b. Workshop: ....................................

c. Seminar: ........................................ d. Studi Banding: .............................

e. Tugas Belajar: ............................. f. Program lain: ..................................

3. Apakah pelatihan yang ada sesuai/cocok atau tidak dengan profesi yang

dikerjakan?

a. ya b. tidak

Page 79: Perikanan Dan Pariwisata

1

Lam

pir

an 1

3. P

arti

sipas

i pem

angku k

epen

tin

gan

dal

am k

egia

tan p

engel

ola

an p

erik

anan

di

TW

P G

ili

Mat

ra

Lam

pir

an 1

4. P

elan

ggar

an t

erhad

ap p

erat

ura

n f

orm

al d

an i

nfo

rmal

di

TW

P G

ili

Mat

ra

Jen

is P

era

tura

n

Pel

an

gg

ara

n

Pen

ind

ak

an

F

rek

uen

si

Fo

rm

al

Mel

anggar

Zo

nas

i P

emb

erit

ahuan

2

Ala

t ta

ngkap

Muro

am

i P

atro

li g

abungan

1

Pen

gg

unaa

n K

om

pre

sso

r P

emb

erit

ahuan,

dit

ang

kap

2

Pen

curi

an I

kan

D

am

ai d

engan

ganti

ru

gi

1

JUM

LA

H

6

Iin

form

al

Pel

anggar

an k

ese

pak

atan z

ona u

ntu

k d

ivin

g d

an p

enan

gkap

an

Min

ta m

aaf

(Dam

ai),

den

da

5 j

uta

2

Par

kir

dan

Buan

g j

angkar

sem

bar

angan

P

emb

erit

ahuan

2

JUM

LA

H

4

TO

TA

L

10

Pem

ang

ku

Kep

enti

ngan

Keg

iata

n p

engel

ola

an p

erik

an

an

Jum

lah

iku

t P

erse

nta

se

Ren

cana

zonas

i

Pen

egak

an

hu

ku

m

MP

A

10

1

KO

MP

OS

N

elayan

KJA

Atr

akto

r

cum

i

Ru

mp

on

dan

gkal

Mo

nit

ori

ng

sosi

al e

ko

no

mi

BK

KP

N

5

6

2,5

WC

S

4

5

0,0

GIR

I C

AR

ES

3

37

,5

Pem

da

(DK

P,

Des

a)

7

8

7,5

Eco

trus

1

1

2,5

PO

L A

ir

1

1

2,5

Div

e guid

e

2

25

,0

R

ata-

rata

4

1,1

65

Page 80: Perikanan Dan Pariwisata
Page 81: Perikanan Dan Pariwisata

1

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tabanan pada tanggal 25

November 1991 dari Ayah Wayan Suarya dan Ibu

Sagung Gde Parwati. Penulis adalah putri kedua dari

tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan

sarjana di Departemen Manajemen Sumberdaya

Perairan, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2013.

Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana melalui

program akselerasi (fast track) pada Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut

Pertanian Bogor pada Tahun 2012. Selama mengikuti

perkuliahan penulis aktif menjadi Asisten Mata Kuliah

Biologi Laut (2012/2013), Asisten Mata Kuliah Metode Penarikan Contoh

(2012/2013), dan Asisten Mata Kuliah Sumber Daya Perikanan (2012/2013).

Penulis melaksanakan penelitian dengan judul Pendekatan Keputusan Taktis

(Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di

Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra.

66