Upload
voanh
View
240
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERILAKU AGRESIF PADA ANGGOTA GENG MOTOR DITINJAU DARI TINGKAT USIA DAN SUKU
DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Guna Memenuhi Sebagian Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Dalam Meraih Gelar Sarjana
Oleh :
Luther Juinson M Siagian
NPM: 09.860.0278
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2013
JUDUL SKRIPSI : PERILAKU AGRESIF PADA ANGGOTA GENG
MOTOR DITINJAU DARI TINGKAT USIA DAN
SUKU DI KOTA MEDAN
NAMA MAHASISWA : LUTHER SIAGIAN NPM : 09.860.0278 BAGIAN : PSIKOLOGI PERKEMBANGAN MENYETUJUI
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II DR. Nefi Damayanti, M.Si Bebby Hasmayni, S.Psi, M.Si MENGETAHUI
Ketua Jurusan Dekan Laili Alfita. S.Psi. MM Prof Dr. Abdul Munir. M.Pd Tanggal Sidang Meja Hijau
ii
DIPERTAHANKAN DI DEPAN DEWAN PENGUJI SKRIPSI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA
DAN DITERIMA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT GUNA MEMPEROLEH
GELAR SARJANA (S1) PSIKOLOGI
PADA TANGGAL
MENGESAHKAN FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MEDAN AREA Dekan
Prof Dr. Abdul Munir. M.Pd
DEWAN PENGUJI TANDA TANGAN 1. Nini Sri Wahyuni, S.Psi, MPd 2. DR. Nefi Damayanti, M.Si 3. Bebby Hasmayni, S.Psi, M.Si 4. Azhar Azis, S.Psi, M.Si 5. Salamiah Sari Dewi, S.Psi, M.Psi
iii
PERILAKU AGRESIF PADA ANGGOTA GENG MOTOR DITINJAU DARI TINGKAT USIA DAN SUKU DI KOTA MEDAN
Oleh:
Luther Siagian 09.860.0278
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku agresif pada anggota geng motor ditinjau dari tingkat usia dan suku di kota Medan. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah anggota geng motor berusia remaja dan dewasa awal, baik yang berasal dari suku Batak dan Jawa di kota Medan.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan perilaku agresif antara anggota geng motor berusia remaja dengan dewasa awal dan bersuku Batak dengan Jawa. Anggota geng motor berusia remaja memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi daripada berusia dewasa awal, dan anggota geng motor bersuku Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi daripada bersuku Jawa.
Penelitian ini menggunakan metode analisis data Varians 2 Jalur, dimana hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1). Ada perbedaan perilaku agresif antara anggota geng motor yang berusia remaja dengan dewasa awal. Hasil ini diketahui dengan melihat nilai atau koefisien perbedaan Anava F = 13,82, dengan p = 0,00, < 0,05. Dengan demikian hipotesis yang diajukan, diterima. Dengan melihat mean empirik diketahui bahwa anggota geng motor berusia remaja memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dengan mean empirik sebesar 193,00, dibandingkan dengan berusia dewasa awal dengan mean empirik sebesar 174,65. 2). Ada perbedaan perilaku agresif anggota geng motor bersuku Batak dan Jawa. Hasil ini diketahui dengan melihat, nilai koefisien perbedaan Anava F = 4,60 dengan p = 0,03, < 0,05. Dengan demikian hipotesis yang diajukan, diterima. Dengan melihat mean empirik diketahui bahwa anggota geng motor bersuku Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dengan mean empirik sebesar 189,70 dibandingkan dengan bersuku Jawa dengan mean empirik sebesar 177,95. 3) Diketahui bahwa perilaku agresif anggota geng motor di kota Medan berada pada kategori sangat tinggi, sebab mean empirik (183,82) selisihnya dengan mean hipotetik (127,50) melebihi bilangan dua SD yakni 17,63 + 17,63 = 35,26.
Kata Kunci: Perilaku Agresif, Usia Remaja, Usia Dewasa Awal, Suku Batak, dan Suku Jawa.
iv
Motto
Hanya dengan memberi dan berkorban
Yang akan mampu mendamaikan dunia ini..
Bukan menjadi seorang pembicara yang terbaik,
tetapi jadilah seorang pendengar yang terbaik..
Mengucap syukur adalah jalan menuju
kebahagiaan..
Jujur dan rendah hati adalah kunci kesuksesan..
v
Persembahan
Pada akhirnya..
Saya dapat menyelesaikan karya sederhana ini.
Karya serderhana ini merupakan bentuk rasa hormat,
kasih sayang, yang kupersembahkan kepada kedua orang
tuaku..
Mama dan Bapak yang terkasih..
Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya selama ini..
Terima kasih atas motivasi dan dukungannya selama ini..
Tanpa kalian gelar Sarjana Psikologi ini tiada artinya..
vi
Ucapan Terima Kasih
Terutama peneliti menyampaikan puji dan hormat serta syukur kehadirat
Tuhan Yang di tempat yang Maha Tinggi, sebab hanya dengan kasih karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sesungguhnya karya ilmiah ini juga terwujud berkat
pertolongan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis patut
berterima kasih kepada;
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Munir, M.Pd selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Medan Area.
2. Ibu Dr. Nefi Damayanti, M.Si selaku dosen pembimbing I yang selalu
memberikan saran serta masukan-masukan yang berarti dalam penyusunan
skripsi ini dan selalu meluangkan waktu sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Babby Hasmayni, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu
meluangkan waktu, tenaga, saran, dan masukan-masukan yang berarti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Laili Alfita, S.Psi, MM selaku Ketua Jurusan Psikologi Anak dan
Perkembangan dan sekaligus sebagai dosen wali saya.
5. Seluruh dosen yang telah membimbing dan memotivasi selama perkuliahan.
6. Seluruh pegawai dan staff Universitas Medan Area yang telah memberi
pelayanan kepada semua mahasiswa program Psikologi.
vii
7. Secara khusus buat kedua orang tua dan kakak saya yang selalu memberikan
dukungan secara moril dan materil, sehingga saya mampu menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
Masih banyak lagi nama yang belum disebutkan yang penulis ketahui
banyak membantu. Kiranya Tuhan membalas kebaikan yang sudah Bapak, Ibu,
Saudara, Saudari berikan kepada penulis dengan berlimpahan.
Medan, 1 Oktober 2013
Penulis
Luther Siagian
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
HALAMAN MOTTO .................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................ 6
C. Batasan Masalah ............................................................. 8
D. Rumusan Masalah ........................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ............................................................ 9
F. Manfaat Penelitian .......................................................... 9
BAB II. LANDASAN TEORITIS
A. Geng Motor ..................................................................... 11
1. Definisi Geng Motor ................................................. 11
2. Latar Belakang Terbentuknya Geng Motor .............. 12
ix
3. Keanggotaan Geng Motor ......................................... 13
B. Perilaku Agresif ................................................................ 14
1. Definisi Perilaku Agresif ........................................... 14
2. Teori-teori Perilaku Agresif ...................................... 18
3. Jenis-jenis Perilaku Agresif ....................................... 20
4. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif ................................ 23
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif. 24
6. Aspek-aspek Perilaku Agresif ................................... 30
C. Perbedaan Perilaku Agresif Anggota Geng Motor Usia
Remaja dengan Usia Dewasa Awal Di Kota Medan ...... 32
D. Perbedaan Perilaku Agresif Anggota Geng Motor Suku
Batak dengan Suku Jawa Di Kota Medan ....................... 35
E. Kerangka Konseptual ...................................................... 41
F. Hipotesis ......................................................................... 41
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian ....................................... 42
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................ 42
C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ...... 44
D. Metode Pengumpulan Data ............................................. 45
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ............................... 46
F. Analisis Data ................................................................... 47
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian ....................... 49
x
B. Pelaksanaan Penelitian ...................................................... 54
C. Analisis Data dan Hasil Penelitian .................................... 55
D. Pembahasan ..................................................................... 60
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 64
B. Saran .................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA
xi
A. DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel :
1. Analisis Varian (Anava) .................................................................. 45
2. Rancangan Analisa AB ................................................................... 46
3. Distribusi Butir Skala Perilaku Agresif Sebelum Uji Coba ............ 49
4. Distribusi Penyebaran Butir-butir Pernyataan Skala Perilaku
Agresif Setelah Diuji Validitas dan Reliabilitasnya ........................ 51
5. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas Sebaran ................. 54
6. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Asumsi Homogenitas ............. 55
7. Rangkuman Hasil Analisa Varian Dua Jalur ................................... 56
8. Hasil Perhitungan Mean Hipotetik dan Mean Empirik ................... 57
xii
B. DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran :
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Efikasi Diri
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Penyesuaian Diri
3. Uji Asumsi dan Uji Hipotesis
4. Skala
D-1. Skala Efikasi Diri
D-2. Skala Penyesuaian Diri
5. Surat Keterangan Bukti Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini geng motor telah menjadi gejala sosial yang sangat meresahkan
masyarakat. Kehadiran kelompok-kelompok remaja bersepeda motor itu identik
dengan perilaku agresif. Melalui tayangan televisi, pemberitaan dari media masa
dan media internet, dapat disaksikan dan disimak bagaimana anggota geng motor
melakukan perilaku agresif yang sadis di jalanan (Nugraha, 2009). Seperti
beberapa berita perilaku agresif yang ditunjukkan anggota geng motor di kota
Medan di bawah ini. Tewasnya Briptu Marisi Silaen anggota Brimob Polda Sumut
oleh anggota geng motor di Jalan Sei Serahayu, Medan (Harian Analisa, 17 Mei
2013). Perampokan disertai penganiayaan oleh kelompok bermotor terhadap
warga di Jalan Yos Sudarso, menyebabkan korban harus kehilangan sepeda motor
Honda Beat dan menderita enam luka tikaman serta bacokan di tubuhnya
(http://news.detik.com/read/2013/05/022153/10). Pengrusakan mobil Honda Jazz
silver BK 1023 HV, oleh kawanan geng motor saat melintasi di Jalan Pattimura
Medan (http://www.tribunmedan.com/2012/08).
Geng motor kini memang menjadi salah satu perhatian utama pihak
kepolisian karena perilaku agresif mereka yang semakin mengancam dan
menakutkan bagi masyarakat. Lembaga kepolisian sampai mempermaklumkan
akan menembak di tempat anggota geng motor yang melakukan perilaku agresif
(Sahiri, 2012). Menurut Indonesian Police Watch (IPW), perilaku agresif yang
2
dilakukan geng motor tidak hanya merugikan korban secara materil bahkan sudah
mengambil korban jiwa. Dalam setahun terakhir 60 orang tewas akibat perilaku
agresif yang dilakukan geng motor.
Keberadaan geng motor di pulau Jawa khususnya di kota Bandung, sudah
sangat menakutkan bagi masyarakat. Hampir setiap malam anggota geng motor
berkonvoi di jalanan sambil membawa senjata tajam berjenis golok panjang.
Penjahat jalanan ini sudah terbiasa untuk mengambil nyawa oranglain sebelum
merampas harta bendanya, bahkan tega memotong tubuh korbannya (Pikiran
Rakyat, 27 November 2007).
Sekalipun belum separah geng-geng motor di pulau Jawa, namun perilaku
agresif anggota geng motor di kota Medan semakin mengkhawatirkan. Hampir
setiap malam minggu di kota Medan, remaja-remaja nakal ini membuat keonaran
di jalanan (Nugraha, 2009).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kapolresta Medan Kombes
Monang Situmorang bahwa ada beberapa geng motor di kota Medan yang
anggotanya pernah melakukan perilaku agresif dan sudah tertangkap oleh pihak
kepolisian kota Medan, geng-geng itu diantaranya adalah geng motor RNR (Rock
n Roll), Simple Life, Water Blue, SKM (Skandal Kota Medan), Netral
Community, DTRC (Daerah Tembung Racing Community), NKB (Nekat Kami
Bro), PTC (Punya Tekat Coy), LRMC (Letsu Rasta Mista Community), Canabis
(cara anak nekat bikin asik), CKM G1 (Cekak Merah Generasi1), Ezto, Batako
(batak mentiko), KPK (Kami Punya Kuasa), dan Segi (setel gila).
3
Geng motor harus diantisipasi sejak dini, apabila segara tidak dibubarkan
maka dikhawatirkan kelompok tersebut kian besar menjadi sebuah jaringan
kriminal terorganisasi. Kehadiran mereka akan semakin mengganggu ketentraman
masyarakat, khususnya yang beraktivitas malam hari. Terlebih, kehadiran mereka
akan mengancam masa depan remaja yang diharapkan menjadi generasi penerus
untuk memimpin bangsa (Sambas, 2011).
Geng motor merupakan suatu bentuk geng yang didalamnya merupakan
kumpulan orang pecinta motor yang menyukai kebut-kebutan tanpa membedakan
jenis motor yang dikehendaki (Hasan, 2007). Geng motor sebenarnya sudah ada
dari tahun 1978, yang dahulu namanya yang melegenda adalah moonraker. Kota
tempat dan bertumbuhnya geng-geng motor adalah kota Bandung, namun
sekarang geng motor bisa kita temukan hampir di setiap kota seperti Jakarta,
Surabaya, Makassar, Pekan Baru, Kediri, Malang, dan di kota Medan (Nugraha,
2009).
Kelahiran geng motor di kota Medan, berawal dari adanya kelompok
pengendara bermotor yang sering melakukan aksi balapan liar seperti di Griya dan
Pasar VIII Padang Bulan. Kelompok ini dahulunya terbilang meresahkan, namun
keresahan yang diciptakan hanyalah sebatas penggunaan jalan raya untuk arena
balapan liar. Namun beberapa tahun belakangan, teradopsi dari kelompok
pengendara bermotor di kota Bandung yang kerap melakukan perilaku kekerasan,
geng motor mulai lahir dan tumbuh di kota Medan. Dorongan untuk unjuk gigi
sebagai komunitas motor juga ikut meradang. Mereka ingin tampil beda dan
4
dikenal luas, caranya dengan melakukan aksi-aksi yang sensasional. Mulai dari
kebut-kebutan, hingga melakukan perilaku agresif di jalanan (Nugraha, 2009).
Menurut Farid Wadji, Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan
Konsumen (LAPK), kebanyakan anggota geng motor itu adalah remaja yang
masih polos dan kesehariannya sebagai pelajar dan tidak terlihat nakal dan brutal.
Namun jika sudah berkumpul dalam anggota kelompoknya, maka perilaku mereka
dipengaruhi oleh ideologi kelompok yang merasa superior dan ingin mendapatkan
pengakuan dari orang lain. Untuk mendapatkan pengakuan, mereka biasanya
berupaya menunjukkan kekuatan dengan berperilaku agresif terhadap orang lain
yang dianggap musuh, khususnya terhadap geng-geng motor lain (Hikmat, Evi
dan Rizal, 2012).
Sarwono (1999) mengatakan bahwa salah satu penyebab tingginya angka
perilaku agresif remaja khususnya pada anggota geng motor adalah kurangnya
kemampuan dalam mengendalikan emosi dan mengekspresikan emosi dengan
cara yang dapat diterima norma, belum matangnya emosi individu menyebabkan
individu mudah terbawa pengaruh kelompok untuk melakukan perbuatan tertentu.
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara informal yang dilakukan peneliti
kepada Heru (bukan nama sebenarnya), salah seorang anggota geng motor Ezto di
kota Medan :
“Saya pernah ikut mengeroyok anggota geng lain. Waktu itu, teman satu geng melihat anggota geng lain lewat di depan kita sambil mengacungkan jari tengahnya ke arah kita. Dia langsung ngomong ke kita, spontan saja kita marah-marah,terus kita kejar rame-rame, kita tarik dan kita pukuli sampai bengkak-bengkak.”.
5
Dayakisni (dalam Sahiri, 2012) menambahkan bahwa masa remaja masih
mengalami kesulitan adaptasi lingkungan sehingga kepribadian mereka mudah
terpengaruh oleh hal-hal negatif. Sifat yang masih tergolong labil, emosional dan
gampang terprovokasi membuat perilaku agresif anggota geng motor berusia
remaja tersebut sangatlah sulit diantisipasi.
Kepala Polisi Resor Kota Medan Komisaris Besar Polisi Monang
Situmorang mengatakan ada 35 kasus perilaku agresif geng motor yang sudah
ditangani Polresta Medan tahun 2012 sampai tahun 2013. Dari 35 kasus perilaku
agresif geng motor yang sudah ditangani Polresta Medan,banyak dilakukan oleh
remaja (13 sampai 20 tahun). Terdapat 25 kasus perilaku agresif geng motor
dilakukan oleh orang dewasa (21 sampai 30 tahun). Selain itu dari 35 kasus
tersebut, ternyata sebanyak 30 kasus perilaku agresif geng motor dilakukan oleh
mereka yang berasal dari suku Batak, dan 25 kasus dilakukan oleh mereka yang
berasal dari suku Jawa.
Anggota geng motor berusia dewasa awal adalah remaja yang bertahan
dalam keanggotaan, kepribadiannya sudah terbentuk terlebih dahulu oleh ideologi
kelompok dan mengarahkan untuk selalu berperilaku agresif (Djuwita dalam
Sahiri, 2012). Eron (1972) mengatakan bahwa ada masa kritis dimana perilaku
agresif dapat bertahan sampai masa dewasa. Masa tersebut adalah masa usia
sekolah dan masa remaja. Eron (1972) juga menambahkan bahwa usia remaja
yang dapat mengendalikan diri, hangat, dan tidak berperilaku agresif akan
cenderung bersikap sama hingga 30 tahun kemudian.
6
Emosi yang menggelora juga masih tetap kuat pada usia tiga puluhan. Hal
itu umumnya nampak dalam bentuk keresahan, apa yang diresahkan orang-orang
muda itu tergantung dari masalah-masalah yang harus dihadapi dan berhasil
tidaknya mereka dalam upaya penyelesaian itu. Apabila orang muda itu tidak
mampu mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya, dia akan sedemikian
terganggu secara emosional dan berusaha memikirkan untuk berperilaku agresif
(Hurlock,1991).
Berdasarkan informasi dari Kepala Polisi Resor kota Medan Komisaris
Besar polisi Monang Situmorang (2013, 24 April) bahwa ada beberapa bentuk
perilaku agresif yang ditunjukkan anggota geng motor berusia remaja dan dewasa
muda, yaitu pengrusakan barang milik orang lain dan fasilitas umum, merampok
disertai pemukulan terhadap korban, penganiayaan dengan senjata tajam, dan
pembunuhan.
Dari berbagai fenomena dan latar belakang yang telah dikemukakan di
atas, peneliti tertarik dan mencoba untuk meneliti apakah ada perbedaan tingkat
perilaku agresif anggota geng motor yang berusia remaja dan dewasa awal, baik
yang berasal dari suku Batak maupun suku Jawa di kota Medan.
B. Identifikasi Masalah
Geng motor kini memang menjadi salah satu perhatian utama pihak
kepolisian karena perilaku agresif mereka yang semakin mengancam dan
menakutkan bagi masyarakat. Lembaga kepolisian sampai
mempermaklumkanakan menembak di tempat anggota geng motor yang
7
melakukan perilaku agresif (Kurniawan, 2012). Menurut Indonesian Police Watch
(IPW), perilaku agresif yang dilakukan geng motor tidak hanya merugikan korban
secara materil bahkan sudah mengambil korban jiwa. Dalam setahun terakhir 60
orang tewas akibat perilaku agresif yang dilakukan geng motor.
Sekalipun belum separah geng-geng motor di pulau Jawa, namun perilaku
agresif anggota geng motor di kota Medan semakin mengkhawatirkan. Hampir
setiap malam minggu di kota Medan, remaja-remaja nakal ini membuat keonaran
di jalanan (Nugraha, 2009).
Kepala Polisi Resor Kota Medan Komisaris Besar Polisi Monang
Situmorang mengatakan ada 35 kasus perilaku agresif geng motor yang sudah
ditangani Polresta Medan tahun 2012 sampai tahun 2013. Dari 35 kasus perilaku
agresif geng motor yang sudah ditangani Polresta Medan,banyak dilakukan oleh
remaja (13 sampai 20 tahun). Terdapat 25 kasus perilaku agresif geng motor
dilakukan oleh orang dewasa (21 sampai 30 tahun). Selain itu dari 35 kasus
tersebut, ternyata sebanyak 30 kasus perilaku agresif geng motor dilakukan oleh
mereka yang berasal dari suku Batak, dan 25 kasus dilakukan oleh mereka yang
berasal dari suku Jawa.
Dari uraian di atas, identifikasi masalah yang timbul adalah apakah ada
perbedaan tingkat perilaku agresif anggota geng motor berusia remaja dengan
dewasa awal baik yang berasal dari suku Batak maupun suku Jawa di kota Medan.
8
C. Batasan Masalah
Untuk lebih memudahkan dan menghindari ruang lingkup permasalahan
yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian ini, maka peneliti
membatasi masalah dengan menjelaskan tentang perilaku agresif dan keterkaitan
tingkat usia dan suku dengan perilaku agresif. Serta melihat mana yang
menunjukkan tingkat perilaku agresif yang lebih tinggi antara usia remaja dengan
usia dewasa awal dan bersuku Batak dengan bersuku Jawa.
Penelitian ini dilakukan pada anggota geng motor di kota Medan yang
melakukan perilaku agresif baik fisik maupun verbal di kota Medan, baik yang
berasal dari suku Batak dan Jawa juga yang berusia remaja dan berusia dewasa
awal.
D. Rumusan Masalah
Untuk membahas judul di atas agar benar-benar dapat bermanfaat bagi
peneliti maupun pembaca pada umumnya dan juga masyarakat maka perlu dibuat
perumusan masalah. Dari uraian di atas maka untuk dijadikan sebuah karya
ilmiah, kiranya perlu diberikan suatu rumusan agar masalah yang diteliti itu
menjadi lebih jelas uraian dan ruang lingkupnya.
Adapun rumusan masalah yang dimaksudkan oleh peneliti adalah sebagai
berikut :
1. Apakah ada perbedaan perilaku agresif pada anggota geng motor yang berusia
remaja dengan dewasa awal di kota Medan?
2. Apakah ada perbedaan perilaku agresif pada anggota geng motor yang
bersuku Batak dengan bersuku Jawa di kota Medan?
9
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan penemuan permasalahan yang dijelaskan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris apakah ada perbedaan perilaku
agresif anggota geng motor ditinjau dari tingkat usia yakni usia remaja dengan
usia dewasa awal dan bersuku Batak dengan bersuku Jawa di kota Medan. Dari
penelitian ini nantinya akan dilihat dari tingkat usia dan bersuku mana yang
memiliki tingkat perilaku agresif yang lebih tinggi.
F. Manfaat Penelitian
Sebagaimana yang diharapkan bahwa setiap penulisan memiliki suatu
manfaat tertentu. Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
pengembangan psikologi secara umum dan menambah khasanah pengetahuan
dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial, khususnya berkaitan
mengenai perilaku agresif anggota geng motor.
Juga diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
bagi para peneliti selanjutnya yang berminat dalam mengkaji masalah perilaku
agresif pada anggota geng motor ditinjau dari tingkat usia dan suku di kota Medan
dan juga dapat digunakan sebagai informasi tambahan dalam kajian psikologi dan
penelitian sejenis di bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial.
2. Manfaat Praktis
10
Penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang
memadai mengenai gambaran perbedaan perilaku agresif pada anggota geng
motor yang berusia remaja dengan usia dewasa awal dan bersuku Batak dengan
bersuku Jawa di kota Medan. Sehingga dapat lebih mudah memahami kebutuhan
dan potensi mereka yang kemudian dapat membantu berbagai pihak yang merasa
terkait dan peduli dengan keberadaan anggota geng motor yang ada di Negara ini.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anggota Geng Motor
1. Pengertian Geng Motor
Geng motor adalah sekumpulan orang memiliki hobi bersepeda motor
yang membuat kegiatan berkendara sepeda motor secara bersama-sama baik
tujuan konvoi maupun touring dengan sepeda motor (Lukmantoro, 2007).
Menurut Hasan (2007) geng motor adalah sebuah bentuk geng yang di dalamnya
merupakan kumpulan orang pecinta motor yang menyukai kebut-kebutan tanpa
membedakan jenis motor yang dikehendaki. Perlu dibedakan antara geng motor
dengan club motor. Club motor biasanya mengusung merek tertentu atau
spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal, seperti HDC
(Harley Davidson Club), Scooter (kelompok pecinta Vespa), Brotherhood
(kelompok pecinta motor besar tua). Tetapi kalau di jalanan semuanya sama saja.
Kebanyakan sama-sama ingin menjadi penguasa jalanan.
Sekarang geng motor sudah berubah dari tujuan konvoi dan touring,
menjadi kelompok bermotor yang suka membuat keributan dan kerusuhan di
jalanan. Ada perbedaan yang jelas antara geng motor dan club motor.
a. Kebanyakan anggota geng motor tidak memakai perangkat safety seperti
helm, sepatu dan jaket.
b. Membawa senjata tajam seperti samurai, badik hingga bom Molotov.
11
12
c. Biasanya hadir di jalanan pada malam hari dan tidak menggunakan lampu
penerang serta berisik.
d. Jauh dari kegiatan sosial.
e. Anggotanya lebih banyak kepada kaum lelaki yang kelihatan seram, suka
mabuk, penjudi, suka membunuh.
f. Motor yang dipakai biasanya tidak menggunakan spion, sein, hingga
lampu utama. Yang terpenting mampu melaju cepat untuk mengejar
korban sebagai sasasaran kejahatan.
g. Visi dan misi mereka hanya membuat kekacauan dan ingin menjadi geng
terseram di antara geng motor lainnya.
h. Tidak terdaftar di kepolisian atau masyarakat setempat.
i. Kalau nongkrong lebih suka di tempat yang gelap, sepi dan bau busuk.
2. Latar Belakang Terbentuknya Geng Motor
Geng motor sebenarnya sudah ada dari tahun 1978, yang dahulu namanya
yang melegenda adalah geng motor Moonraker. Kota tempat bertumbuh dan
berkembangnya geng-geng motor adalah Kota Bandung. Namun sekarang geng
motor bisa kita temukan hampir di setiap kota seperti Jakarta, Surabaya,
Makassar, Pekan Baru, Kediri, Malang, dan di Kota Medan.
Kelahiran geng motor di Kota Medan, berawal dari adanya kelompok
pengendara bermotor yang sering melakukan aksi balapan liar seperti di Griya dan
Pasar VIII Padang Bulan. Kelompok ini dahulunya terbilang meresahkan, namun
keresahan yang diciptakan hanyalah sebatas penggunaan jalan raya untuk arena
13
balapan liar. Namun beberapa tahun belakangan, teradopsi dari kelompok
pengendara bermotor di Kota Bandung yang kerap melakukan perilaku kejahatan,
geng motor mulai lahir dan tumbuh di kota Medan. Mereka ingin tampil beda dan
dikenal luas, caranya dengan melakukan aksi-aksi yang sensasional. Mulai dari
kebut-kebutan, hingga melakukan perilaku agresif di jalanan (Nugraha, 2009).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Polresta Medan bahwa ada
beberapa geng motor di Kota Medan yang anggotanya pernah melakukan perilaku
agresif dan sudah tertangkap oleh pihak kepolisian kota Medan, geng-geng itu
diantaranya adalah geng motor RnR (Rock n Roll), Simple Life, Water Blue,
SKM (Skandal Kota Medan), Netral Community, DTRC (Daerah Tembung
Racing Community), Canabis (Cara Anak Nekat Bikin Asik), CKMG1 (Cekak
Merah Generasi 1), Ezto, Batako (Batak Mentiko), KPK (Kami Punya Kuasa),
dan Segi (Stel Gila).
3. Keanggotaan Geng Motor
Anggota geng motor adalah mereka yang berusia remaja sampai berusia
dewasa awal (Nugraha, 2009). Menurut Farid Wadji, Direktur Lembaga Advokasi
dan Perlindungan Konsumen (LAPK), kebanyakan anggota geng motor itu adalah
remaja yang masih polos dan kesehariannya sebagai pelajar dan tidak terlihat
nakal dan brutal. Namun jika sudah berkumpul dalam anggota kelompoknya,
maka perilaku mereka akan dipengaruhi oleh kelompok untuk berperilaku agresif
terhadap orang lain yang dianggap musuh, khususnya terhadap geng-geng motor
lain (Hikmat, Evi dan Rizal, 2012).
14
Kepala Polisi Resor Kota Medan Komisaris Besar Polisi Monang
Situmorang mengatakan bahwa ada 35 kasus perilaku agresif anggota geng motor
yang sudah ditangani Polresta Medan tahun 2012 sampai 2013.
Dari 35 kasus perilaku agresif geng motor yang sudah ditangani Polresta
Medan, banyak dilakukan oleh remaja (13 sampai 20 tahun). Terdapat 25 kasus
perilaku agresif geng motor dilakukan oleh orang dewasa yang berusia (21 sampai
30 tahun). Selain itu dari 35 kasus tersebut, ternyata sebanyak 30 kasus perilaku
agresif geng motor dilakukan oleh mereka yang berasal dari suku Batak, dan 25
kasus dilakukan oleh mereka yang berasal dari suku Jawa.
Kapolresta Medan (2013, 24 April) menambahkan, ada beberapa bentuk
perilaku agresif yang ditunjukkan anggota geng motor berusia remaja dan dewasa
awal yaitu pengrusakan barang milik orang lain dan fasilitas umum, merampok
disertai pemukulan terhadap korban, penganiayaan dengan senjata tajam dan
pembunuhan.
B. Perilaku Agresif
1. Definisi Perilaku Agresif
Pada umumnya masyarakat cenderung menanggapi perilaku agresif secara
tidak konsekuen. Bahkan kata agresif sendiri digunakan untuk dua macam arti
yang masing-masing mempunyai sifat yang khas. Pertama sebagai kata keadaan
mengenai seseorang yang aktif dan mampu menemukan kesempatan-kesempatan
emas yang menguntungkan. Pada umumnya kita mengagumi sikap semacam ini
disamping pribadi itu sendiri. Arti yang kedua menggambarkan sikap seseorang
15
yang tidak segan-segan merugikan orang lain demi keuntungannya sendiri (Sobur,
2003).
Agresif merupakan istilah umum yang dikaitkan dengan perasaan-perasaan
marah atau permusuhan. Agresif berfungsi sebagai suatu motif untuk melakukan
respon berupa perlakuan kasar, penghinaan dan frustrasi (Sears, 2002). Di
samping itu istilah agresif juga dipergunakan untuk menunjukkan perilaku yang
dimaksudkan untuk melukai orang lain secara fisik maupun verbal atau merusak
harta benda. Akan tetapi penggunaan istilah agresif ini lebih ditekankan kepada
maksud, misalnya jika seseorang secara tidak sengaja menginjak kaki orang lain
pada sebuah tangga jalan yang penuh sesak dan dengan sengaja meminta maaf,
maka kondisi ini tidak mencerminkan perilaku agresif, akan tetapi bila seseorang
dengan sengaja menginjak kaki orang lain, maka kondisi inilah yang disebut
dengan agresif (Sarwono, 2002).
Menurut Breakwell (2003), agresif didefinisikan oleh para psikolog
sebagai setiap bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan
orang lain yang bertentangan dengan kemauan orang tersebut. Ini berarti bahwa
manyakiti orang lain dengan sengaja bukanlah agresif jika pihak yang dirugikan
menghendaki hal ini terjadi. Agresif melibatkan setiap bentuk penyiksaan
termasuk penyiksaan psikologis atau emosional, karena itu mempermalukan,
menakut-nakuti atau mengancam seseorang adalah sebagai perilaku agresi.
Pearce (dalam Berkowitz, 2003) mengungkapkan bahwa kata agresi
berasal dari bahasa latin “aggredi” yang berarti menyerang. Kata ini
mengisyaratkan bahwa orang siap untuk memaksakan kehendaknya sendiri atau
16
orang lain atau benda walaupun menimbulkan kerusakan fisik atau psikologis
sebagai akibatnya.
Baron (dalam Berkowitz, 2003) menyatakan bahwa agresif mengacu pada
semua bentuk perilaku yang diarahkan ke tujuan atau menyakiti makhluk hidup
lain. Definisi tersebut mencakup empat faktor tingkah laku, yaitu tujuan untuk
melukai atau mencelakakan, individu yang menjadi pelaku, individu yang menjadi
korban dan si korban menerima tingkah laku si pelaku. Berkowitz (2003)
menyatakan bahwa agresif adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk
menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Agresi bukan hanya suatu
usaha untuk sengaja menyakiti seseorang tetapi juga dasar dari interpretasi
intelektual, dari tercapainya kebebasan bahkan kebanggaan yang bisa membuat
seseorang merasa lebih dari teman-temannya.
Selanjutnya Murray (dalam Sarwono, 2002) berpendapat bahwa agresif
adalah kebutuhan untuk menyerang, memperkosa atau melukai orang lain.
Sedangkan Chaplin (1989) menyatakan bahwa agresif adalah kekuasaan sosial,
khususnya yang diterapkan secara ekstrim.
Aziz dan Mangestuti (2006) menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah
merupakan perilaku kekerasan secara fisik maupun verbal terhadap individu lain
atau terhadap objek lain. Sementara itu Averill (dalam Sears dan Peplau, 1991)
mengatakan bahwa agresif adalah keadaan internal yang tidak dapat diamati
secara langsung. Selanjutnya Watson (2000) mengatakan bahwa perilaku agresif
bertujuan untuk mencederai, menyerang dan melukai yang dilakukan dengan cara
penyerangan fisik, penyerangan psikologis dan penyerangan verbal. Penyerangan
17
secara fisik adalah tindakan yang terlihat dari pelanggaran, penyerangan secara
langsung, melukai dan membalas dendam terhadap korban agresif. Contohnya
memukul orang lain secara langsung sehingga menimbulkan luka bagi korban.
Penyerangan psikologis adalah penyerangan yang timbul sebagai akibat adanya
pencetusan perasaan marah yang dilakukan secara tersembunyi dan ditandai
dengan rendahnya dorongan untuk mengadakan hubungan antar pribadi, seperti
sikap apatis dan kurang bersemangat terhadap objek-objek yang ada di sekitarnya.
Contohnya memprovokasi orang lain agar membenci orang yang dimaksud.
Sedangkan penyerangan secara verbal adalah penyerangan yang dilakukan pelaku
agresif dengan cara memaki, meneriaki dan membuat gosip yang memojokkan
korban agresif. Contohnya mengucapkan kata-kata kotor kepada orang yang tidak
disukai.
Watson, dkk (dalam Berkowitz, 1995) menambahkan bahwa di dalam
perilaku agresif berisikan tindakan kekerasan, melukai dan mencelakakan korban
agresif. Perilaku agresif ini muncul sebagai akibat dari adanya kejadian atau
pengalaman yang kurang menyenangkan bagi pelaku agresif, kemudian pelaku
melakukan agresi secara samar-samar atau nyata. Selain itu, manifestasi perilaku
agresif menurut Sarwono (2002) adalah suatu perilaku dimana seorang anak yang
agresif selalu memiliki kecenderungan untuk menguasai, selalu bertindak
berkuasa, misalnya saja berteriak, memukul, menendang, melempar benda yang
sempat dijamah, menggigit dan juga meludah. Koeswara (2001) menjelaskan
bahwa perilaku agresif adalah serangkaian perilaku yang mempunyai tujuan untuk
18
melukai orang lain secara langsung. Jadi perilaku agresif merupakan suatu
perilaku yang berbahaya dan disengaja.
Dollard dkk (dalam Sears dan Peplau, 1991) menyatakan bahwa agresi
muncul akibat frustrasi, karena frustrasi adalah situasi yang kurang
menyenangkan yang dapat menghambat individu untuk mencapai tujuannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Perilaku agresif
adalah tindakan yang dilakukan untuk melukai orang lain secara fisik ataupun
verbal, baik yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung, merusak benda-
benda yang ada disekitarnya dan melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
dirinya dan orang lain serta tidak dapat diterima oleh masyarakat dan
lingkungannya, yang mana manifestasi perilaku agresif dapat dilakukan dengan
cara penyerangan fisik dan penyerangan psikologis.
2. Teori-teori Perilaku Agresif
Menurut Breakwell (2003), teori-teori yang mendukung timbulnya
perilaku agresif adalah sebagai berikut :
a. Penjelasan insting
Penjelasan ini mengasumsikan bahwa perilaku agresif adalah suatu
kebutuhan, seperti kebutuhan untuk tidur dan kebutuhan untuk makan. Ini
bukan hasil belajar, namun ditentukan secara biologis dan tidak dapat
dihindarkan. Jika agresif ditekan, maka keinginan untuk melakukan agresif
semakin meningkat dan akhirnya akan meledak.
b. Pembelajaran kultural
19
Menurut pandangan ini, agresif bukannya tidak terhindarkan. Agresif adalah
perilaku seperti perilaku-perilaku lain dan merupakan hasil pembelajaran.
Dalam pembelajaran kultural dan sosial ini, ada dua tipe pembelajaran yang
terlibat, yakni:
a). Pembelajaran instrumental
Pembelajaran instrumental dikatakan terjadi ketika suatu perilaku diperkuat
melalui imbalan-imbalan yang dapat berwujud material (finansial), sosial
(pemberian status), atau psikologis (misalnya dengan memberikan
kepuasan emosional). Dengan demikian lebih memungkinkannya terulang
di masa depan. Salah satu contohnya adalah : seorang anak yang membalas
dorongan temannya dengan memukul, namun orangtuanya memuji karena
menganggap anaknya membela diri, akhirnya anak akan menunjukklan
kekerasan dalam tipe situasi serupa.
b). Pembelajaran observasional
Banyak perilaku agresif lain dipercaya merupakan hasil pembelajaran
melalui usaha mengamati orang lain. Pembelajaran observasional ini
kadang-kadang disebut social modelling. Bandura dkk (dalam Breakwell,
2003) menemukan beberapa bukti bahwa anak-anak yang mengamati
seseorang berperilaku keras, bila ada kesempatan, maka ia akan
berperilaku serupa.
c. Penjelasan rangsangan permusuhan
Stimulasi yang tidak menyenangkan atau bersifat memusuhi, mempunyai
tingkat ketegangan fisiologis (tekanan darah, detak jantung, aliran adrenalin
20
dan sebagainya). Penjelasan ini meramalkan bahwa agresif dapat menjadi
respon yang lebih disukai terhadap rangsangan permusuhan di bawah situasi
dan kondisi tertentu, jika tipe-tipe respons lain (misalnya, penghindaran
permusuhan atau melarikan diri) tidak mungkin dihindarkan.
d. Hipotesis agresi-frustrasi
Dollard, dkk (dalam Breakwell, 2003) menemukan bukti yang cukup kuat
bahwa frustrasi dapat menyebabkan agresif, khususnya jika frustrasi itu intens
atau jika agresif dipandang mungkin terjadi, bahkan secara tidak langsung
bertindak sebagai sarana menuju pencapaian tujuan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teori-teori yang
mendukung timbulnya perilaku agresi adalah sebagai berikut : penjelasan insting,
pembelajaran kultural dan sosial yang melibatkan pembelajaran instrumental dan
pembelajaran observasional, penjelasan rangsangan permusuhan serta hipotesis
agresif-frustrasi.
3. Jenis-jenis Perilaku Agresif
Atkinson (1996) menyatakan bahwa beberapa pakar psikologi memuat
perbedaan antara agresif permusuhan (hostile aggression) yang semata-mata
dilakukan dengan maksud untuk menyakiti orang lain atau agresi instrumental
yang ditujukan untuk mendapatkan ganjaran lain selain penderitaan korbannya.
Konechei dan Ebbsen (dalam Atkinson, 1996), menyatakan bahwa bentuk-bentuk
perilaku agresi adalah sebagai berikut :
a. Agresi langsung
21
Agresi langsung disimpulkan sebagai katarsis yang dapat mereduksi agresi,
jika rasa marah telah diekspresikan secara langsung akan menyebabkan
timbulnya perilaku agresif.
b. Agresi tidak langsung
Freud (dalam Atkinson, 1996) mengajukan hipotesis bahwa orang yang
mereduksi diri melalui fantasi agresif seperti dalam lamunan tentang
kekerasan, gurauan yang kejam atau penulisan cerita. Perilaku agresif akan
dapat dikurangi tanpa ada efek samping yang negatif. Sebagai contoh subjek
yang marah akan menunjukkan agresi yang agak berkurang setelah diberi
lelucon.
Pembagian lain oleh Jhonson dan Medinnus (dalam Sarwono, 2002)
pengelompokan agresi menjadi 4 yaitu :
a. Menyerang dengan/pada fisik
b. Menyerang dengan benda
c. Menyerang secara verbal/simbolis
d. Mengambil hak milik orang lain
Menurut para ahli (dalam Berkowitz, 2003), beberapa jenis perilaku
agresif antara lain adalah sebagai berikut:
a. Agresi instrumental yaitu penggunaan agresi oleh individu atau organisme
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Termasuk jenis agresi ini adalah
perampokan, perampasan dan penculikan.
b. Agresi verbal yaitu dilakukan terhadap sumber agresi secara verbal. Yang
termasuk agresi ini adalah kata-kata kotor atau kata-kata yang dianggap
22
mampu menyakitkan, melukai, menyinggung perasaan dan membuat orang
lain menderita (dalam Atkinson, 1996).
c. Agresi fisik yaitu agresi yang dilakukan sebagai pelampiasan marah oleh
individu yang mengalami agresi tersebut, misalnya perkelahian. Respon
menyerang muncul terhadap stimulus (tanpa memilih sasaran) baik berupa
objek-objek mati (dalam Atkinson, 1996).
d. Agresi emosional yaitu agresi yang didorong oleh reaksi fisiologis dan
motorik yang hebat dalam diri individu. Agresi ini didorong oleh keinginan
untuk menyakiti sasaran dan bukannya untuk mencapai tujuan tertentu
(Berkowitz, 2003).
e. Agresi konseptual yaitu agresi yang bersifat penyaluran agresi yang
disebabkan oleh ketidakberdayaan untuk melawan baik secara verbal maupun
fisik. Individu yang marah tidak menyalurkan agresinya secara konsep atau
saran-saran yang membuat orang lain menjadi ikut menyalurkan, misalnya
bentuk hasutan-hasutan, isu-isu yang membuat orang lain menjadi marah,
terpukul, kecewa ataupun menderita (Hurlock, 2002).
f. Agresi kolektif yaitu tindakan atau perlakuan agresi yang dilakukan oleh
sekelompok orang atau membenarkan tindakan mereka sebagai usaha untuk
melenyapkan atau menghancurkan orang lain yang dibenci, misalnya
sekelompok individu yang menghasut untuk melakukan tindakan agresi
terhadap pimpinan seperti tindakan-tindakan pengerusakan (dalam Atkinson,
1996).
23
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa jenis-jenis
perilaku agresi adalah jenis dari tindakan agresi yang dilakukan individu dengan
maksud untuk menyakiti orang lain, untuk mendapatkan ganjaran, alat untuk
mencapai tujuan tertentu sebagai pelampiasan dengan cara melukai atau
menyakiti, untuk mempertahankan daerah kekuasaan karena kehadiran objek
alamiah yang dapat mengganggu dan karena perasaan tersinggung. Pencapaian
maksud dari perilaku agresif tersebut biasanya dilakukan dengan cara : agresi
langsung/tidak langsung, aktif/pasif, fisik, verbal, agresi kedalam, agresi
instrumental, agresi emosional, agresi konseptual, dan agresi kolektif.
4. Bentuk-bentuk Perilaku Agresif
Menurut Buss dan Perry (dalam Aziz dan Mengestuti, 2006) membagi
perilaku agresi ke dalam empat macam, yaitu :
1. Agresi verbal yaitu suatu tindakan dalam bentuk ucapan yang dapat
menyakiti atau melukai orang lain. Perilaku verbal bisa berupa menghina,
mengacam, memaki, menjelek-jelekkan orang lain.
2. Agresi fisik yaitu suatu perilaku dalam bentuk tindakan fisik yang dapat
merugikan, merusak, dan melukai orang lain. Perbuatan tersebut bisa
berupa menendang, meludahi, memukul dan sebagainya.
3. Agresi kemarahan yaitu suatu bentuk agresi yang sifatnya tersembunyi
dalam perasaan seseorang tapi efeknya juga dapat menyakiti orang lain.
24
4. Agresi permusuhan yaitu suatu bentuk agresi berupa perasaan negatif
terhadap orang lain yang muncul karena perasaan tertentu misalnya
cemburu, dengki, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk
perilaku agresif dapat dibagi menjadi empat yaitu: agresi verbal, agresi fisik,
agresi kemarahan, dam agresi permusuhan.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif
Koeswara (2001) menguraikan beberapaagresif, yaitu :
a. Faktor hormonal
Hormon laki-laki yang ada di dalam tubuh berhubungan dengan agresif.
Perbedaan agresifitas antara pria dan wanita sudah terlihat sejak usia dini dan
dalam kebudayaan, pria lebih agresif dibandingkan dengan wanita.
25
b. Faktor kesehatan
Anak yang lelah atau sakit akan cepat menjadi agresif dibandingkan dengan
anak yang sehat dan segar.
c. Faktor perasaan
Anak yang takut pada seseorang tapi tidak berani melawan akan
menggeserkan agresifnya pada objek yang lain, misalnya pada anak yang
lebih kecil atau pada mainannya. Disamping itu, anak yang sedih karena tidak
punya mainan atau iri karena temannya mempunyai mainan yang lebih bagus,
dapat menjadi agresif karena ia belum dapat menguasai rasa sedih dan irinya.
d. Frustrasi
Breakwell (2003) menambahkan, situasi frustrasi akan membuat orang marah
yang memperbesar kemungkinan mereka melakukan perilaku agresif, karena
frustrasi ini merupakan sebab utama munculnya sebagian besar perilaku
kriminal.
e. Pengalaman yang tidak menyenangkan
Pengalaman yang tidak menyenangkan ini adalah segala kejadian yang
menimbulkan perasaan negatif dan tidak menyenangkan.
f. Status ekonomi
Kemajuan teknologi mengakibatkan perubahan sosial dan persaingan hidup
yang makin tinggi. Memburuknya kondisi perekonomian membawa dampak
yang cukup berarti, terutama di kalangan ekonomi lemah (Koeswara, 2001).
Sementara menurut Davidoff (dalam Sarwono, 2002), kemiskinan dapat
mempengaruhi tingkah laku agresif seseorang. Kondisi kemiskinan yang
26
relatif tinggi cenderung meningkatkan kecemasan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal, dan kesehatan.
Keadaan ini mengarahkan seseorang bertingkah laku agresif guna memenuhi
standar hidup.
g. Jenis kelamin
Bentuk agresif yang terlihat dapat dianggap sebagai kondisi mal
adaptif, dimana perilaku agresif dapat berbentuk perilaku kekerasan secara
fisik maupun verbal yang dilakukan individu terhadap individu lain dengan
tujuan melukai, menyakiti, mencelakakan, merugikan individu lain dengan
atau tanpa tujuan tertentu yang mana kebanyakan terjadi pada laki-laki.
Bailey (dalam Sears, 2002) menyatakan bahwa sebagian besar anak
laki-laki di dunia lebih agresif daripada anak perempuan secara verbal, secara
fisik dan bahkan dalam berkhayal. Anak laki-laki yang suka mendorong dan
mendesak dan pola itu sudah demikian terbentuk sejak dini pada masa kanak-
kanak, sehingga banyak ilmuan menganggap kekerasan pada umumnya
merupakan masalah pria. Demikian pula halnya yang disampaikan Maccoby
dan Jacklin (dalam sears, 2002) yang menyatakan bahwa laki-laki memang
lebih agresif dibanding wanita. Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya
dasar biologis yang menghasilkan keadaan laki-laki lebih siap dalam
berperilaku agresif dibandingkan wanita.
Menurut Sarwono (2000), perilaku agresif terjadi pada individu yang
minoritas dalam hal ras, etnik, politik, berpendidikan rendah dan
berpenghasilan rendah. Selain itu Koeswara (2001) menyatakan bahwa
27
tingkah laku agresi bukanlah variabel yang muncul secara kebetulan atau
otomatis, melainkan variabel yang muncul karena terdapat kondisi-kondisi
atau faktor-faktor yang mengarahkan atau mencetuskannya. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Stres
Stres psikologis sebagai stimulus yang menimbulkan gangguan terhadap
keseimbangan intrapsikis yang memiliki dua sumber yaitu : stres eksternal dan
stres internal.
b. Deindividualisasi
Deindividualisasi atau deporsonalisasi bisa mengarahkan individu pada
keleluasaan dalam melakukan agresi sehingga agresi yang dilakukan bisa
lebih intens.
c. Kekuasaan dan kepatuhan
Kekuasaan sebagai pencetus agresi disini di dasari atas pemikiran bahwa
kekuasaan itu cenderung disalah gunakan, penyalahgunaan kekuasaan yang
mengubah kekuasaan menjadi kekuatan yang memaksa. Peranan kekuasaan
sehingga pengaruh kemunculan agresi tidak dapat dipisahkan dari salah satu
aspek penunjang kekuasaan itu yakni pengabdian atas kepatuhan.
d. Alkohol dan obat-obatan
Obat-obatan dapat mengurangi kendali diri dan sekaligus menstimulasi
keleluasaan bertindak (Santrock, 2002).
28
e. Faktor keluarga
Grinken (dalam Koeswara, 2001) menambahkan bahwa faktor lingkungan
keluarga dapat mengakibatkan tingkah laku agresif seperti : perekonomian
keluarga dan tingkat pendidikan.
Menurut Bandura (1983) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku agresif adalah :
a. Perilaku Atensional
Proses dimana individu tertarik untuk memperlihatkan atau mengamati
tingkah laku model. Proses ini dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran model
dan karakteristik yang dimilikinya.
b. Proses Retensi
Proses dimana individu mengamati, menyimpan tingkah laku model yang
telah diamatinya dalam ingatannya baik melalui verbal maupun kode imanial/
pembayaran gerak.
c. Proses Reproduksi
Proses dimana individu pengamat mencoba mengungkap ulang tingkah laku
model yang telah diamatinya.
d. Proses Motivasi
Proses motivasi dan perlakuan yaitu tingkah laku yang telah diamati tidak
akan diungkap oleh individu pengamat kurang termotivasi.
Secara umum Akbar dan Hawadi (2002) mengelompokkan faktor yang
mempengaruhi agresivitas menjadi dua :
a. Faktor dalam diri anak
29
Anak akan bereaksi agresif jika ia mendapat hambatan dalam memuaskan
keinginannya.
b. Faktor dari luar diri anak
Perilaku agresif itu didapat anak karena ada contoh dari lingkungan
sekitarnya, bisa orangtua, paman, bibi, tante maupun dari teman sendiri. Jadi
perilaku agresif itu timbul karena mereka pelajari dari sekitarnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku agresif menurut
Breakwell (2003) adalah pengalaman yang tidak menyenangkan. Pengalaman
yang tidak menyenangkan ini adalah segala kejadian yang menimbulkan perasaan
negatif dan tidak menyenangkan, seperti penyiksaan yang berbentuk hukuman
fisik dan kondisi-kondisi yang dirasakan menyakiti fisik dan psikis individu.
Selain itu menurut Mulyono (dalam Satryabudhiaty, 2000) faktor pola
asuh orangtua dapat menyebabkan munculnya perilaku agresif. Misalnya orangtua
yang suka menghukum anak secara fisik, memukul, mencubit dan sebagainya
akan membuat anak tumbuh menjadi seorang yang agresif. Pola asuh seperti ini
biasanya bertujuan agar anak dapat menjadi seorang yang penurut, namun dibalik
itu anak akan belajar dari orangtuanya berperilaku agresif. Kebanyakan dari
orangtua tanpa disadari dalam memberikan hukuman kepada anak, menampilkan
pola-pola perilaku agresif dan mengumbar emosi.
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku agresif adalah kesehatan, perasaan, frustrasi, pengalaman
yang tidak menyenangkan, status ekonomi, jenis kelamin, stres, deindividuasi,
30
kekuasaan dan kepatuhan, alkohol dan obat-obatan, keluarga, perilaku atensional,
proses retensi, proses reproduksi, dan proses motivasi.
6. Aspek-Aspek Perilaku Agresif
Menurut Berkowitz (1995), aspek-aspek perilaku agresif itu mencakup :
a. Aspek lahiriah
Aspek lahiriah ini dapat diamati dengan jelas dan dibagi ke dalam dua
kelompok, yakni berupa aspek lahiriah verbal dan aspek lahiriah non verbal.
Aspek lahiriah verbal berupa kata-kata makian, kata-kata kotor, tidak senonoh
dan cabul, sumpah serapah, ungkapan-ungkapan rahasia dan lain-lain.
Sedangkan aspek lahiriah non verbal berupa semua tingkah laku non verbal
yang nyata kelihatan. Aspek ini dapat dilihat pada agresi fisik seperti
memukul, menendang, menampar, atau bertingkah laku agresif dengan
menggunakan benda tajam.
b. Aspek simbolik yang tersembunyi
Aspek simbolik yang tersembunyi ini mencakup sikap-sikap hidup, emosi-
emosi, sentimen dan motivasi yang mengembangkan perilaku agresif, yaitu
berupa pikiran yang paling dalam dan tersembunyi, atau berupa itikad
kriminal dibalik semua aksi-aksi perilaku agresif, misalnya menghasut orang
lain agar mau berdemonstrasi atau selalu memburuk-burukkan temannya pada
keluarga temannya tersebut dan teman-teman yang lain.
Sears dan Peplau (1991) menguraikan beberapa aspek-aspek perilaku
agresif yang mencakup:
31
a. Intensitas amarah
Sebagian intensitas amarah seseorang ditentukan oleh taraf frustrasi atau
serangan yang menimbulkannya dan sebagian ditentukan oleh tingkat persepsi
individu terhadap frustrasi yang menimbulkan amarah. Maksudnya adalah bila
individu mempersepsikan sesuatu sebagai beban yang mengganggu pikiran
dan harga dirinya, maka individu tersebut akan marah. Misalnya, apabila
seorang siswa yang menganggap gurauan temannya sebagai ucapan yang
kasar dan menghina dirinya, maka yang muncul adalah ledakan emosi, tetapi
bila ia menanggapinya hanya sebagai canda, maka kemarahannya tidak akan
muncul.
b. Kecenderungan untuk mengekspresikan amarah.
Pada umumnya, kecenderungan untuk mengekspresikan amarah ditentukan
oleh apa yang dipelajari oleh seseorang tentang agresifitas dan pada
khususnya ditentukan oleh situasi ini. Maksudnya adalah individu sudah
mengetahui berdasarkan pengalamannya tentang agresifitasatau situasinya
yang dapat menimbulkan amarah, misalnya individu akan marah bila
temannya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan prinsipnya seperti
ditetapkannya belajar kelompok setiap hari tertentu setelah pulang sekolah,
sedangkan individu tersebut harus melakukan kegiatan lain di waktu yang
sama.
c. Kekerasan
Kekerasan yang dilakuan kadang-kadang karena alas an lain yang bersifat
instrumental. Maksudnya adalah bahwa individu akan bertingkah agresif
32
karena sebab lain. Misalnya individu yang terpaksa membalas pukulan benda
keras dengan tendangan karena berusaha mempertahankan diri dari serangan
orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perilaku
agresif mencakup aspek lahiriah meliputi verbal dan non verbal, aspek simbolik
yang tersembunyi, intensitas amarah, kecenderungan untuk mengekspresikan
amarah dan kekerasan.
C. Perbedaan Perilaku Agresif Anggota Geng Motor Usia Remaja dengan
Usia Dewasa Awal Di Kota Medan.
Perilaku agresif lebih sering dimunculkan pada usia remaja (Godall dalam
Koeswara, 1999). Sarwono (2010) mengatakan bahwa salah satu penyebab
tingginya perilaku agresif remaja adalah kurangnya kemampuan dalam
mengendalikan emosi dan mengekspresikan emosi dengan cara yang dapat
diterima norma. Stain dan Book (2002) menambahkan bahwa individu yang tidak
dapat mengendalikan ransangan-ransangan emosi akan merasa frustrasi, impulsif,
sulit mengendalikan amarah, bertindak kasar, kehilangan kendali diri, perilaku
yang meledak-ledakdan tidak terduga. Pendapat lain mengatakan yang dimaksud
dengan perilaku agresif merupakan tindakan fisik atau lisan yang sengaja
dilakukan oleh remaja dengan maksud untuk menyakiti, merugikan, melukai atau
mencelakakan orang lain (Lestari, dkk, 2007).
Masa remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu
mengalami perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, biasanya antara
33
usia 13 sampai 20 tahun (Hurlock, 1991). Masa remaja dikenal dengan masa
storm and stress yang ditandai dengan keadaan emosi yang diekspresikan secara
meledak-ledak. Emosi yang muncul bervariasi dan bercampur baur sehingga sulit
dikenali oleh dirinya sendiri. Selain itu juga sering muncul emosi yang
bertentangan misalnya bencidan saying, mulai tertarik dengan lawan jenis, mudah
tersinggung dan malu, karena kepekaan cara pandangdariorang lain (Lestari, dkk,
2007).
Dayakisni (dalam Sahiri, 2012) mengatakan bahwa masa remaja masih
mengalami kesulitan adaptasi lingkungan sehingga kepribadian mereka mudah
terpengaruh oleh hal-hal yang negatif. Sifat yang masih tergolong labil, emosional
dan gampang terprovokasi membuat perilaku agresif anggota geng motor usia
remaja tersebut sangatlah sulit untuk diantisipasi.
Kepala Polisi Resor Kota Medan Komisaris Besar Polisi Monang
Situmorang mengatakan ada 35 kasus perilaku agresif geng motor yang sudah
ditangani Polresta Medan tahun 2012 sampai 2013. Dari 35 kasus perilaku agresif
geng motor yang sudah ditangani Polresta Medan, banyak dilakukan oleh remaja
(13 sampai 20 tahun). Terdapat 25 kasus perilaku agresif geng motor dilakukan
oleh orang dewasa yang berusia (21 sampai 30 tahun).
Anggota geng motor berusia dewasa awal adalah remaja yang bertahan
dalam keanggotaan, kepribadiannya sudah terbentuk terlebih dahulu oleh ideologi
kelompok dan mengarahkan untuk selalu berperilaku agresif (Djuwita dalam
Sahiri, 2012). Eron (1972) mengatakan bahwa ada masa kritis dimana perilaku
agresif dapat bertahan sampai masa dewasa. Masa tersebut adalah masa usia
34
sekolah dan masa remaja. Eron (1972) juga menambahkan bahwa usia remaja
yang dapat mengendalikan diri, hangat, dan tidak berperilaku agresif akan
cenderung bersikap sama hingga 30 tahun kemudian.
Menurut Dariyo (2003), secara umum dewasa awal adalah mereka yang
berusia antara 21 sampai 30 tahun. Pada fase usia dewasa awal perkembangan
emosinya sudah mulai stabil, dan telah tertanam nilai-nilai kebenaran, kebaikan
dan keindahan. Namun terkadang, pada masa ini emosi yang menggelora masih
tetap kuat. Hal itu umumnya nampak dalam bentuk keresahan, apa yang
diresahkan orang-orang muda itu tergangtung dari masalah-masalah yang harus
dihadapi dan berhasil tidaknya mereka dalam upaya penyelesaian itu. Apabila
orang muda itu tidak mampu mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya,
dia akan sedemikian terganggu secara emosioanal dan berusaha memikirkan dan
mencoba untuk berperilaku agresif (Hurlock, 1991).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
perilaku agresif anggota geng motor berusia remaja dan berusia dewasa awal,
dengan asumsi perilaku agresif anggota geng motor berusia remaja lebih tinggi
daripada berusia dewasa awal. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepala
Polisi Resor Kota Medan Komisaris Besar Polisi Monang Situmorang
mengatakan ada 35 kasus perilaku agresif geng motor yang sudah ditangani
Polresta Medan tahun 2012 sampai 2013. Dari 35 kasus perilaku agresif geng
motor yang sudah ditangani Polresta Medan, banyak dilakukan oleh remaja (13
sampai 20 tahun). Terdapat 25 kasus perilaku agresif geng motor dilakukan oleh
orang dewasa yang berusia (21 sampai 30 tahun). Ini disebabkan masa remaja
35
merupakan masa storm and stress (Lestari, 2007), dan ditandai dengan kurangnya
kemampuan dalam mengendalikan emosi dan mengekspresikan emosi dengan
cara yang dapat diterima norma (Sarwono, 2010). Masa remaja masih mengalami
kesulitan adaptasi lingkungan sehingga kepribadian mereka mudah terpengaruh
oleh hal-hal yang negatif. Sifat yang masih tergolong labil, emosional dan
gampang terprovokasi membuat perilaku agresif anggota geng motor usia remaja
tersebut sangatlah sulit untuk diantisipasi (Dayakisni dalam Sahiri, 2012).
Sebaliknya, pada usia dewasa awal perkembangan emosinya sudah mulai stabil,
dan telah tertanam nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan (Dariyo, 2003).
Namun terkadang, pada masa ini emosi yang menggelora masih tetap kuat. Hal itu
umumnya nampak dalam bentuk keresahan, apa yang diresahkan orang-orang
muda itu tergangtung dari masalah-masalah yang harus dihadapi dan berhasil
tidaknya mereka dalam upaya penyelesaian itu. Apabila orang muda itu tidak
mampu mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya, dia akan sedemikian
terganggu secara emosioanal dan berusaha memikirkan dan mencoba untuk
berperilaku agresif (Hurlock, 1991).
D. Perbedaan Perilaku Agresif Anggota Geng Motor Suku Batak
dengan Suku Jawa Di Kota Medan.
Salah satu konteks perkembangan yang penting bagi individu adalah
budaya (Sroufe, dkk, 1996). Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya akan
membantu pembentukan tingkah laku individu yang merupakan bagian dari
dirinya. Sebagai hasilnya individu yang dibesarkan pada budaya yang berbeda
36
akan menunjukkan pola-pola karakteristik kepribadian, keahlian kognitif, dan
hubungan sosial yang berbeda pula.
Budaya juga berperan membentuk karakter individu untuk cenderung
berperilaku agresif (Nashori, 2008). Menurut Hasbullah (dalam Azizah, 2006)
salah satu faktor yang membentuk perilaku agresif adalah faktor internal atau dari
dalam diri, Lorenz (1996) menambahkan, perilaku agresif tidak hanya sebuah
reaksi terhadap sebuah stimulus dari luar, melainkan juga hasil dari dorongan
agresi atau rangsangan dari dalam diri yang harus diekspresikan atau dikeluarkan.
Dalam hal ini dipengaruhi oleh budaya dalam proses pembentukannya (Nashori,
2008).
Ditemukan adanya perbedaan nilai kebudayaan antara suku Batak dan
suku Jawa. Perbedaan ini akan menciptakan karakter atau kepribadian yang
berbeda, sehingga membentuk reaksi yang berbeda terhadap stimulus yang
berpotensi menimbulkan perilaku agresif antara suku Batak dan suku Jawa
(Nashori, 2008).
Suku Batak adalah salah satu suku bangsa di Indonesia yang berasal dari
Tanah Batak yaitu daerah pedalaman Sumatera Utara dengan Danau Toba sebagai
pusatnya. Daerah pedalaman ini merupakan dataran tinggi yang diapit oleh
gunung-gunung. Suku Batak terdiri dari sub-sub suku bangsa yaitu : Karo,
Simalungun, Pakpak, Toba, Angkola, dan Mandailing. Dalam kehidupannya dan
pergaulan sehari-hari mereka mempergunakan beberapa logat (Koentjaraningrat,
1985).
37
Konsep dasar dari kebudayaan Batak adalah “Dalihan Na tolu”, dan
Siahaan (2009), mengatakan bahwa anak dalam keluarga suku Batak sejak kecil
telah diperkenalkan pengertian-pengertian dari :
a. Jenis kelamin dan marga. Anak-anak ditimbang dengan marga keluarga,
yang merupakan usaha agar anak mengerti identitasnya.
b. Partuturan. Merupakan cara bertutur yang dimulai dari lingkungan
keluarga batih dan bertujuan untuk membentuk pengertian akan posisi dan
peran anak
c. Nilai-nilai kehidupan. Diperkenalkan menurut pengalaman interaksional
anak dengan lingkungan, isi dan nilai-nilai kehidupan ini disebut
paradatan. Dalam perkembangan kepribadian anak, paradatan ini dimulai
dengan arahan tingkah laku yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Siahaan (2009) mengatakan bahwa salah satu potensi yang besar dari
kebudayaan Batak adalah motivasi kemandirian yang tinggi bahkan menanamkan
nilai-nilai kepribadian mandiri yang sangat menghargai kesadaran diri.
Kecenderungan orang-orang suku Batak untuk menunjukkan identitas dirinya atau
kualitas dirinya dilakukan tanpa beban.
Suku Batak juga memiliki ajaran bahwa manusia adalah sederajat, tidak
ada manusia istimewa lebih dari orang lain (Bangun, 1986). Hal ini nampak dalam
keyakinan mereka bahwa setiap orang dapat memiliki kekuasaan (Pederson dalam
Masrun, dkk, 1986). Sebagaimana tercermin dalam konsep “Dalihan Na Tolu”
dimana setiap orang dapat berganti peran sesuai posisinya dalam berhadapan
dengan seseorang. Dari dasar kebudayaannya yang dipercayai, membentuk
38
karakter Suku Batak yang spontan dan tidak takut berkonflik dengan orang lain
(Bangun, 1986), sifat yang keras dan tegas, dan tidak mau mengalah dalam situasi
konflik (Tambunan, 2010).
Dewi (2006) mengatakan bahwa masyarakat atau suku Batak memiliki
emosi marah yang sangat tinggi. Dikatakan juga masyarakat Batak memiliki
kontrol emosi marah yang lemah sehingga tampak lebih ekspresif untuk
memunculkan emosi marahnya dalam bentuk tingkah laku. Spielberger dan
Reheiser (2003) menambahkan, individu yang memiliki sifat pemarah yang kuat,
sering mengekspresikan marahnya keluar diri dan sekaligus sering menekan rasa
marahnya ke dalam diri, namun tidak disertai dengan kontrol yang kuat terhadap
kemarahan yang dipendam dalam diri.
Suku Jawa adalah suku bangsa yang terbesar di Indonesia yang berasal
dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan merupakan penduduk asli daerah tersebut.
Saat ini masih banyak orang Jawa yang hidup di pulau-pulau lain, namun
sebahagian besar dari mereka tetap mempertahankan bahasa dan adat istiadatnya
(Puwadi, 2007). Semua orang Jawa memiliki kesatuan dalam budayanya. Mereka
berpikiran dan berperasaan seperti nenek moyang mereka di Jawa Tengah dengan
Yogyakarta dan Solo sebagai pusat-pusat kebudayaan.
Bagi suku atau masyarakat jawa terdapat dua nilai yang dianggap sebagai
kaidah dasar dalam kehidupan. kaidah yang pertama menyatakan bahwa dalam
setiap situasi manusia hendaknya bersikap dengan cara-cara tertentu sehingga
tidak menimbulkan masalah. sedangkan kaidah kedua menuntut agar dalam cara
39
berbicara dan membawakan diri, setiap manusia selalu menunjukkan sikap hormat
kepada orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannnya. Kaidah yang
pertama disebut sebagai kerukunan, sedangkan kaidah kedua tersebut merupakan
kerangka normatif yang menentukan segala bentuk interaksi dalam kehidupan
masyarakat Jawa (Suseno, 2001).
Menurut Hariwijaya (2004), gambaran yang ada mengenai suku Jawa
dalam lngkungan adalah mereka mempunyai sifat yang khas berupa nrimo,
pasrah, nurut, halus, dan sabar. Di sisi lain mereka mempunyai minat dan
keterampilan yang berbeda dan dalam perilakunya menunjukkan kecenderungan
bersikap kompromi atau menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan yang berlaku
bagi mereka supaya dapat memenuhi harapan-harapan dari lingkungan sehingga
dapat diterima orang lain.
Suseno (1989) mengatakan bahwa masyarakat Jawa dikenal sebagai
masyarakat yang menekankan prinsip rukun dan hormat. Artinya setiap orang
Jawa dituntut sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan konflik. Dengan
demikian dapat tercapai keadaan tenang, tentram, selaras serta tanpa perselisihan
dan pertentangan.
Dewi (2006) mengatakan bahwa masyarakat atau suku Jawa memiliki
emosi marah yang rendah dan memiliki control ekspresi marah yang tinggi.
Individu dengan control ekspresi marah yang sangat kuatcenderung menghabiskan
energinya untuk menjaga dan mencegah agar tidak keluar dalam bentuk tingkah
laku (Spielberger dan Reheiser, 2003).
40
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kapolresta Medan Kombes Pol
Monang Situmorang, bahwa anggota geng motor di kota Medan adalah mereka
yang bersuku Batak, Jawa, Aceh, dan Melayu. Dikatakan bahwa anggota geng
motor di kota Medan bersuku Batak lebih banyak melakukan perilaku agresif.
Dari 35 kasus perilaku agresif anggota geng motor di kota Medan tahun 2012
sampai 2013, melibatkan anggota geng motor bersuku Batak sebanyak 30 kasus.
Dibandingkan dengan anggota geng motor bersuku Jawa terlibat dengan 25 kasus
kasus tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
perilaku agresif anggota geng motor bersuku Batak dengan bersuku Jawa, dengan
asumsi perilaku agresif anggota geng motor bersuku Batak lebih tinggi daripada
bersuku Jawa. Dikarenakan, dari 35 kasus perilaku agresif yang dilakukan
anggota geng motor tahun 2012 sampai 2013 lebih banyak melibatkan anggota
geng motor bersuku Batak sebanyak 30 kasus. Dibandingkan anggota geng motor
bersuku Jawa hanya terlibat dengan 25 kasus. Suku Batak memiliki sifat yang
keras dan tegas, tidak takut berkonflik dengan orang lain dan tidak mau mengalah
dalam situasi konflik, memiliki emosi marah yang yang tinggi, dan memiliki
kontrol marah yang lemah sehingga tampak lebih ekspresif untuk memunculkan
emosi marahnya. Sebaliknya, suku Jawa memiliki sifat yang khas berupa nrimo,
pasrah, nurut, halus, sabar, kompromi terhadap aturan-aturan yang berlaku,
berusaha menghindari dari situasi konflik, memiliki emosi marah yang rendah,
dan memiliki kontrol yang kuat terhadap kemarahan, mencegahnya agar tidak
keluar dalam bentuk perilaku agresif.
41
E. Kerangka Konseptual
Adapun secara sederhana kerangka konseptual dari penelitian ini, yaitu :
Anggota Geng Motor
Usia L. B. Suku
Remaja Dewasa Suku Batak Suku Jawa
Perilaku Agresif
F. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenarannya perlu diuji melalui bukti-bukti secara empiris. Adapun hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan perilaku agresif pada
anggota geng motor yang berusia remaja dengan dewasa awal dan bersuku Batak
dengan Jawa di Kota Medan.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel tergantung : Perilaku Agresif
2. Variabel bebas : Tingkat Usia (remaja dan dewasa awal)
3. Variabel moderator : Suku (Batak dan Jawa)
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Setelah mengidentifikasi variabel-variabel penelitian, maka selanjutnya
merumuskan definisi operasional variabel penelitian. Definisi operasional
variabel-variabel penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Perilaku Agresif
Perilaku agresif adalah tindakan yang dilakukan untuk melukai orang lain
secara fisik ataupun verbal, baik yang terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, merusak benda-benda yang ada disekitarnya dan melakukan perbuatan-
perbuatan yang merugikan dirinya dan orang lain serta tidak dapat diterima oleh
masyarakat dan lingkungannya, yang mana manifestasi perilaku agresif dapat
dilakukan dengan cara penyerangan fisik dan penyerangan psikologis.
Perilaku agresif diukur dengan menggunakan skala perilaku agresif yang
disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku agresif oleh Berkowitz (2003) dan
42
43
Sears dan Peplau (1991) yaitu aspek lahiriah, aspek simbolik yang tersembunyi,
intensitas marah, kecenderungan untuk mengekspresikan marah dan kekerasan.
Semakin tinggi skor yang diperoleh pada skala perilaku agresif, maka
semakin tinggi perilaku agresif anggota geng motor. Sebaliknya, semakin rendah
skor yang diperoleh pada skala perilaku agresif, maka semakin rendah perilaku
agresif yang dilakukan anggota geng motor.
2. Tingkat Usia
Tingkat usia adalah jarak penggolongan terhadap lamanya hidup dalam
tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Tingkat usia yang dimaksud dalam
penelitian ini dibedakan atas dua yaitu : Tingkat usia remaja dan tingkat usia
dewasa awal.
Tingkat usia remaja adalah tingkat usia antara 13 – 20 tahun (Santrock,
2003). Tingkat usia dewasa awal adalah tingkat usia antara 20 – 30 tahun
(Hurlock, 1991).
3. Suku
Suku adalah suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan
sosial lain berdasarkan atas identitas dan kebudayaan, terutama dalam bahasa.
Suku yang dimaksud dalam penelitian ini dibedakan atas dua suku yaitu Suku
Batak dan Jawa.
Suku Batak adalah suku bangsa Indonesia yang berasal dari Tanah Batak,
yang terdiri dari sub-sub suku bangsa yaitu : Batak Toba, Batak Karo, Batak
44
Pakpak, Batak Simalungun,Batak Angkola, dan Batak Mandailing
(Koentjaraningrat, 1985).
Suku Jawa adalah suku bangsa yang terbesar di Indonesia yang berasal
dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan merupakan penduduk asli daerah
tersebut. Saat ini masih banyak orang Jawa yang hidup di pulau-pulau lain, namun
sebagian besar dari mereka tetap mempertahankan bahasa dan adat istiadatnya
(Puwadi, 2007).
C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
Dalam suatu peneltian, masalah populasi dan metode pengambilan sampel
merupakan unsure penting yang harus diperhatikan. Menurut Arikunto (2001)
populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Selanjutnya Hadi (2000)
mengatakan popoulasi adalah sekelompok subjek yang sedikitnya memiliki satu
sifat yang sama. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah 2 geng motor di
kota Medan (masing-masing geng motor memiliki nama yaitu: geng motor Ezto
dan geng motor SL) yang jumlah keseluruhan anggotanya adalah 70 orang.
Menurut Hadi (2000) sampel adalah sebagian populasi yang dikenai
langsung penelitian. Agar sampel yang digunakan dapat mewakili populasinya,
maka pengambilan sampel harus menggunakan teknik-teknik tertentu. Untuk
dapat memperoleh sampel yang memiliki penggambaran secara maksimal
keadaan populasinya, maka penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling yang diartikan oleh Hadi (1996) pemilihan sekelompok subjek
45
berdasarkan ciri-ciri atau sifat populasi yang akan digunakan. Adapun sampel
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Anggota geng motor berusia 13 sampai 30 tahun di kota Medan.
2. Anggota geng motor bersuku Batak dan Jawa dikota Medan.
Dari ciri-ciri di atas dapat memudahkan peneliti dalam sampel penelitian.
Adapun jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini berdasarkan ciri-ciri
khusus tersebut adalah 40 orang.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode skala ukur. Skala menurut Azwar (2007) dianggap sebagai alat yang tepat
untuk mengumpulkan data karena berisi sejumlah pernyataan yang logis tentang
pokok permasalahan dalam penitian.
Pemilihan skala sebagai alat pengumpul data karena berisi sejumlah
pernyataan yang mampu mengungkapkan unsur-unsur variabel seperti harapan,
sikap, perasaan, minat dan sebagainya. Pertimbangan lain berdasarkan asumsi
bahwa yang mengetahui kondisi subjek penelitian adalah dirinya sendiri, dan
sikap pernyataan subjek dapat dipercaya kebenarannya. Setiap pernyataan subjek
terhadap pernyataan dalam skala adalah sama dengan maksud dan tujuan oleh
penyusunan skala.
Dalam penelitian ini terdapat satu buah skala yaitu skala perilaku agresif.
Skala perilaku garesif dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek
perilaku agresif yang dikemukakan oleh Berkowitz (2003) dan Sears dan Peplau
46
(1991), yakni aspek lahiriah, aspek simbolik yang tersembunyi, intensiras marah,
kecenderungan untuk mengekspresikan amarah, dan kekerasan.
Kriteria penilaian untuk pernyataan favourable berdasarkan skala likert ini,
yakni untuk jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 4, jawaban Sesuai (S) diberi
nilai 3, jawaban Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 2, jawaban Sangat Tidak Sesuai
(STS) diberi nilai 1. Sedangkan untuk pernyataan unfavourable, jawaban Sangat
Sesuai (SS) diberi nilai 1, jawaban Sesuai (S) diberi nilai 2, jawaban Tidak Sesuai
(TS) diberi nilai 3, dan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 4.
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas Alat Ukur
Validitas alat ukur dalam suatu penelitian sangat diperlukan karena
melalui validitas dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur melakukan
fungsinya. Azwar (2004) menyatakan bahwa suatu instrument pengukuran
dinyatakan valid apabila mengukur apa yang seharusnya diukur.
Penghitungan uji validitas skala perilaku agresif ini diselesaikan dengan
menggunakan SPSS 18.0 for windows. Dari 43 item yang tersusun terdapat 9 item
yang dinyatakan gugur dan 34 item sisanya dinyatakan valid.
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas suatu alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran
dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan kembali
terhadap subjek yang sama dan sejauh mana hasil pengukuran tersebut dapat
dipercaya.
47
Untuk mengetahui berapa besar indeks reliabilitas menggunakan alat ukur
dengan teknik Hoyt dengan rumus sebagai berikut :
r = 1 − MKsMKi
Keterangan :
r = Koefisien reliabilitas alat ukur
l = Bilangan konstanta
MKi = Mean kuadrat interaksi item subjek
MKs = Mean kuadrat antara subjek
F. Analisis Data
Berdasarkan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik
statistik yang digunakan dalam menguji hipotesis ini adalah analisis varian
(Anava). Adapun alasan penggunaan teknik ini adalah untuk mencapai tujuan
penelitian dan membuktikan hipotesis yakni untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan perilaku agresif pada anggota geng motor ditinjau dari tingkat usia dan
suku di kota Medan.
Tabel 1. Analisis Varian (Anava)
Sumber Jk Db Mk F
A ( ) ( )NX
NAXA
Jk A
21∑∑ −= Dbn = N – 1 MkA =
A
A
dbJk
F = d
A
MkMk
48
B ( ) ( )NX
NBXB
JkB
21∑∑ −= DBn = N – 1 MkB =
B
B
dbJk
F = B
B
MkMk
Tabel 2. Rancangan Analisa AB
A B X
A1 B1
B2
A2 B1
B2
Keterangan :
A = Tingkat Usia
A1 = Remaja
A2 = Dewasa Awal
B = Latar Belakang Suku
B1 = Suku Batak
B2 = Suku Jawa
X = Perilaku agresif
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini akan dilaporkan segala langkah yang telah dilakukan
mulai dari persiapan-persiapan sampai dengan pelaksanaan yang dibagi menjadi
empat bagian yaitu : (A) Orientasi kancah dan persiapan penelitian, (B)
Pelaksanaan penelitian, (C) Analisis data dan hasil penelitian, (D) Pembahasan.
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian.
1. Orientasi Kancah
Penelitian ini dilakukan pada anggota geng motor di kota Medan.
Tepatnya pada anggota geng motor Ezto, yang berada di kawasan Medan Helvetia
dan anggota geng motor SL, yang berada di kawasan Medan Sunggal.
Anggota geng motor Ezto berjumlah 40 orang. Mereka adalah anggota
geng motor yang berusia 13 sampai 30 tahun dan berasal dari suku Batak, Jawa,
Aceh, dan Melayu. Adapun kegiatan anggota geng motor ini adalah mereka
berkumpul di siang hari dan malam hari di Jalan Beringin, Medan Helvetia.
Mereka berdiskusi untuk membuat kegiatan, salah satunya berkonvoi keliling kota
Medan bahkan sampai ke luar kota Medan.
Anggota geng motor SL berjumlah 30 orang. Mereka adalah anggota geng
motor yang berusia 15 sampai 27 tahun dan berasal dari suku Batak, Jawa, dan
Aceh. Adapun kegiatan anggota geng motor ini tidak berbeda dengan anggota
geng motor sebelumnya. Mereka berkumpul di siang hari dan malam hari di Jalan
50
Ringroad, Medan Sunggal, berdiskusi untuk memutuskan kegiatan yang akan
dilakukan. Salah satu kegiatan yang paling sering dilakukan adalah berkonvoi
keliling kota Medan bahkan sampai ke luar kota Medan.
Dalam penelitian ini, diambil 40 anggota geng motor dari keseluruhan
tempat penelitian. Di geng motor Ezto diambil 11 orang berusia 13 sampai 20
tahun (6 bersuku Batak dan 5 bersuku Jawa), 11 orang berusia 21 sampai 30 tahun
(5 bersuku Batak dan 6 bersuku Jawa). Di geng motor SL diambil 9 orang berusia
15 sampai 20 tahun (5 bersuku Batak dan 4 bersuku Jawa) dan 9 orang berusia 21
sampai 27 tahun (4 bersuku Batak dan 5 bersuku Jawa).
2. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian meliputi persiapan administrasi, yaitu tentang
perizinan penelitian secara informal yang dilanjutkan dengan pengurusan surat
pengantar penelitian. Selain itu juga membahas tentang alat ukur penelitian.
a. Persiapan Administrasi
Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu melakukan persiapan-
persiapan yang berkaitan dengan administrasi penelitian, yaitu masalah perizinan
dari kepala camat yang berwewenang atas wilayah tersebut dan anggota geng
motor yang hendak diteliti dengan meminta kesediaan mereka agar bisa dilakukan
penelitian. Selanjutnya, setelah ada persetujuan dari pihak bersangkutan, peneliti
mengurus surat pengantar dari Fakultas Psikologi UMA yang ditujukan kepada
kepala camat yang bertugas di kawasan Medan Helvetia dan kepala camat yang
bertugas di kawasan Medan Sunggal.
51
b. Persiapan Alat Ukur
Setelah melakukan persiapan administrasi, seperti yang telah disebutkan di
atas, penulis juga melakukan persiapan alat ukur penelitian untuk mempermudah
penulis dalam memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Persiapan
alat ukur yang dimaksud adalah pembuatan skala perilaku agresif.
Peneliti mengembangkan item skala dari aspek-aspek perilaku agresif dan
selanjutnya mengkonsultasikannya kepada pembimbing. Peneliti memperbaiki
skala untuk melakukan uji coba. Berikut ini adalah tabel distribusi skala perilaku
agresif sebelum dilakukan uji coba.
Tabel 3. Distribusi Butir Skala Perilaku
Agresif Sebelum Uji Coba.
No Ciri Perilaku
Agresif
Jumlah Butir Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Aspek lahiriah
(verbal dan non verbal).
1, 3, 5, 7, 9, 12, 14, 16, 18, 19, 21
2, 4, 6, 8, 10, 11, 13, 15, 17, 20
21
2. Simbolik yang tersembunyi.
22, 24, 26, 28, 30, 32, 34, 36
23, 25, 27, 29, 31, 33, 35, 37
16
3. Intensitas marah. 38, 40, 42, 44, 46, 48, 50, 52
39, 41, 43, 45, 47, 49, 51, 53
16
4. Kecenderungan untuk mengekspresikan amarah dan kekerasan.
54, 56, 58, 60, 62, 64, 66
55, 57, 59, 61, 63, 65, 67
14
Total
34 33 67
52
c. Uji Coba Alat Ukur Penelitian (Try Out Terpakai)
Pelaksanaan uji coba skala perilaku agresif dilakukan pada tanggal 2
September 2013. Selanjutnya tanggal 3 September 2013 dilakukan pengecekan
dan sekaligus penyekoran terhadap skala yang telah terkumpul dilanjutkan dengan
pengolahan data guna mengetahui validitas dan reliabilitas skala perilaku agresif.
Pelaksanaan pengambilan data dalam rangka uji coba ini berlangsung di
kawasan Medan Helvetia dan di kawasan Medan Sunggal. Skala yang disebar
pada tahap uji coba ini yaitu perilaku agresif sebanyak 40 eksemplar dan
semuanya dapat dianalisis untuk menguji validitas dan reliabilitas skala tersebut,
karena memenuhi syarat dengan memberikan jawaban sesuai petunjuk pengisian.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan uji coba ini adalah
memberikan informasi mengenai maksud dan tujuan peneliti menyebarkan skala,
setelah seluruh anggota geng motor yang diteliti mengerti akan tata cara mengisi
skala, kemudian akan dibagikan untuk diisi semua dengan petunjuk pengisian
skala.
Setelah skala terkumpul, selanjutnya dilakukan penelitian terhadap butir
skala dengan cara membuat format nilai berdasarkan skor-skor yang ada pada
setiap lembarnya, kemudian skor yang merupakan pilihan subjek pada setiap butir
pernyataan dipindahkan ke kertas milimeter yang diformat sesuai dengan
keperluan tabulasi data, yaitu lajur untuk nomor pernyataan dan garis untuk
nomor subjek.
53
Berdasarkan hasil uji coba skala perilaku agresif menunjukkan dari 67
butir pernyataan yang tersebar dalam 4 (empat) aspek perilaku agresif, terdapat
butir yang valid berjumlah 55 butir dan memiliki korelasi yang valid. Tabel
berikut merupakan distribusi butir-butir valid dari skala perilaku agresif setelah
diuji validitas dan reliabilitasnya.
Tabel 4. Distribusi Penyebaran Butir-Butir Pernyataan
Skala Perilaku Agresif Setelah Diuji Validitas Dan Reliabilitasnya.
No Ciri Perilaku
Agresif
Jumlah Butir
JumlahFavourable Unfavourable
Valid Gugur Valid Gugur
1. Aspek lahiriah
(verbal dan non verbal).
1, 3, 5, 7, 12, 14, 16, 18, 19,
21
9 2, 4, 6, 8, 13, 15, 17,
20 10, 11 18
2. Simbolik yang tersembunyi.
22, 24, 26, 28, 30, 32, 34, 36
- 23, 27, 29, 31, 33, 37
25, 35 14
3. Intensitas marah. 38, 40, 44, 46,
50
42, 48, 52
39, 41, 49, 51, 53
43, 45, 47
10
4. Kecenderungan untuk mengekspresikan amarah dan kekerasan.
54, 56, 58, 62, 64, 66
60 55, 57, 59, 61, 63, 65,
67 - 13
Total
29 5 26 7 55
54
Dari hasil uji coba alat ukur diketahui bahwa terdapat 12 item yang gugur,
karena koefisien daya bedanya < 0,300, yaitu item nomor 9, 10, 11, 25, 35, 42, 48,
52, 43, 45, 47, 60, dengan demikian item yang tidak gugur atau valid ada 55 item
dengan koefisien daya beda yang bergerak mulai dari 0,301 sampai dengan 0,757.
Dari hasil uji reliabilitasnya diketahui bahwa instrument ini memiliki koefisien
reliabilitas sebesar 0,923, maka dapat dikatakan bahwa instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah reliabel.
B. Pelaksanaan Penelitian.
Penelitian ini menggunakan sistem try out terpakai, artinya data yang
sudah diambil dalam uji coba skala ukur, kembali digunakan sebagai data untuk
pengujian hipotesis. Hal ini dilakukan sehubungan dengan terbatasnya jumlah
sampel yang tersedia. Konsekuensi dari digunakannya sistem try out terpakai ini
apabila data uji coba skala tidak memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas,
maka penelitian ini tidak dapat dilanjutkan.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2 September 2013 kepada para
anggota geng motor Ezto yang berada di kawasan Medan Helvetia dan anggota
geng motor SL yang berada di kawasan Medan Sunggal. Langkah selanjutnya
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menyebarkan angket perilaku agresif.
Dalam pelaksanaan penyebaran angket tersebut di atas, peneliti meminta
bantuan “Ketua Geng” tiap komunitas yang akan diteliti untuk mengumpulkan
semua anggotanya. Setelah semua anggota geng motor yang akan dijadikan subjek
55
penelitian dapat dikumpulkan, maka peneliti memperkenalkan diri sekaligus
menjelaskan akan maksud dan tujuan mengadakan penelitian. Kemudian para
anggota geng motor diberikan penjelasan mengenai tata cara pengisian angket.
Setelah mereka memahami tata cara pengisian angket maka angket dibagikan
untuk segera diisi.
Setelah selesai diisi maka angket dikumpulkan kembali untuk dikorelasi.
Berdasarkan hasil korelasi diketahui bahwa seluruh anggota geng motor mengisi
angket tersebut semua, sehingga data yang akan dianalisis berjumlah 40 orang.
Langkah-langkah penskoran untuk angket dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menyatukan berkas angket berdasarkan ketegori usia dan suku anggota geng
motor dari angket yang telah diisi.
2. Mengoreksi jawaban dari masing-masing angket yang telah diisi
3. Menjumlahkan perolehan nilai masing-masing angket dan dilanjutkan dengan
mencatat nilai jawaban dari masing-masing angket dalam berupa tabel.
C. Analisis Data dan Hasil Penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Anava
dua jalur. Teknik analisis data ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan
perilaku agresif anggota geng motor yang berusia remaja (13 sampai 20 tahun)
dan berusia dewasa awal (21 sampai 30 tahun) serta perbedaan perilaku agresif
anggota geng motor yang bersuku Batak dan Jawa.
56
Sebelum data dianalisis dengan metode analisis Anova, maka terlebih
dahulu dilakukan uji asumsi terhadap variabel yang menjadi pusat perhatian, yaitu
data variabel perilaku agresif, yang meliputi uji normalitas dan uji asumsi
homogenitas.
1. Uji Asumsi.
a. Uji Normalitas Sebaran
Adapun maksud dari uji normalitas sebaran ini adalah untuk membuktikan
bahwa penyebaran data penelitian yang menjadi pusat perhatian, menyebar
berdasarkan prisip kurve normal.
Uji normalitas sebaran dianalisis dengan menggunakan rumus CHI
kuadrat. Berdasarkan analisis tersebut, maka diketahui bahwa data variabel
perilaku agresif telah mengikuti sebaran normal, yaitu berdistribusi sesuai dengan
prinsip kurve normal. Hal ini di tunjukkan oleh besarnya koefisien Kolmogrov -
Smirnova = 0,126 dengan p= 0,108 > 0,05. Tabel berikut ini merupakan
rangkuman hasil perhitungan uji normalitas sebaran.
Tabel 5. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas Sebaran.
Variabel Kolmogrov - Smirnova
KeteranganStatistic N Signifikan
Perilaku Agresif 0,126 40 0,108 Normal
57
b. Uji Asumsi Homogenitas
Uji homogenitas varians dimaksudkan untuk mengetahui apakah subyek
dalam penelitian beberapa aspek psikologis, misalnya berstatus sebagai anggota
geng motor bersifat sama. Berdasarkan uji homogenitas varians, dapat diketahui
apakah variabel dalam penelitian ini dapat atau tidak dianalisis secara
korelasional. Dari hasil uji asumsi homogenitas status anggota geng motor,
diketahui bahwa baik kelompok berdasarkan usia yaitu usia remaja (13 sampai 20
tahun) dan usia dewasa awal (21 sampai 30 tahun), dan berdasarkan suku yaitu
suku Batak dan Jawa menunjukkan kondisi yang homogen. Hal ini ditunjukkan
oleh koefisien homogenitas Levene Statistic = 1,60 dengan p=0,20 > 0,05.
Tabel 6. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Asumsi Homogenitas.
Variabel Uji Homogenitas X P Keterangan
Perilaku agresif
Lavene Test 1,60 0,20 Homogen
2. Hasil Perhitungan Analisa Varians Dua Jalur.
Dari hasil analisa varians 2 jalur, diketahui bahwa ternyata ada perbedaan
perilaku agresif anggota geng motor berusia remaja dengan dewasa awal, yang
ditunjukkan oleh koefisien F = 13,82 dengan p = 0,00 < 0,05, demikian juga
anggota geng motor yang bersuku Batak dan Jawa ada perbedaan perilaku agresif
diantara mereka, yang ditunjukkan oleh koefisien F = 4,60 dengan p = 0,03 <
0,05.
58
Tabel 7. Rangkuman Hasil Analisa Varians Dua Jalur.
Sumber N Rerata F P
Usia
(Remaja/ Dewasa awal)
40 18.3571 13, 82 0,00
Suku
(Batak/ Jawa)
40 18,3571 0,78 0,03
3. Hasil Perhitungan Mean Hipotetik dan Mean Empirik.
a. Nilai Rata-rata/ Mean Hipotetik
Jumlah butir pernyataan dalam mengungkap perilaku agresif sebanyak 67
butir yang diformat dengan skala Likert dalam 4 pilihan jawaban, maka nilai rata-
rata hipotetiknya adalah : {(55 x 1) + (55 x 4)} : 2 = 137,5
b. Nilai Rata-rata/ Mean Empirik
Berdasarkan hasil analisis data dari uji asumsi (uji normalitas) diketahui
bahwa nilai rata-rata/ mean empirik perilaku agresif anggota geng motor sebesar
183,82.
c. Kriteria
Dalam upaya mengetahui kondisi perilaku agresif, maka perlu
dibandingkan antara nilai rata-rata/mean empirik dengan nilai rata-rata/mean
hipotetik dengan memperhatikan besarnya bilangan SB atau SD dari variabel yang
sedang diukur. Nilai SB atau SD dari variabel perilaku agresif anggota geng motor
secara total adalah sebesar 17.63, perilaku agresif anggota geng motor berusia
remaja adalah sebesar 11.65, pelaku agresif anggota geng motor berusia dewasa
awal adalah 18.03, perilaku agresif anggota geng motor bersuku Batak adalah
59
sebesar 14.42 dan perilaku agresif anggota geng motor bersuku Jawa adalah
sebesar 18.90. Jadi apabila nilai rata-rata/mean hipotetik < nilai rata-rata/mean
empirik, dimana selisihnya melebihi bilangan satu SD maka dinyatakan bahwa
subjek penelitian memiliki perilaku agresif tinggi, dan apabila selisihnya melebihi
bilangan dua SD maka dinyatakan memiliki perilaku agresif sangat tinggi.
Sebaliknya, nilai rata-rata/mean hipotetik > nilai rata-rata/mean empirik, dimana
selisihnya melebihi bilangan satu SD maka dinyatakan bahwa subjek penelitian
memiliki perilaku agresif yang rendah, dan apabila selisihnya melebihi bilangan
dua SD maka dinyatakan memiliki perilaku agresif sangat rendah. Selanjutnya
apabila mean hipotetik tidak berbeda (tidak melebihi bilangan SB/SD) dengan
mean empiriknya, maka perilaku agresif sujek penelitian dinyatakan
sedang/normal.
Tabel 8. Hasil Perhitungan Mean Hipotetik dan Mean Empirik.
Variabel Mean
SD Keterangan Hipotetik Empirik
Perilaku agresif anggota geng motor
137,50
183,82 17, 63 Perilaku agresif sangat
tinggi
Perilaku agresif anggota geng motor berusia remaja
193,00 11,65 Perilaku agresif sangat
tinggi
Perilaku agresif anggota geng motor berusia dewasa
awal
174,65 18,03 Perilaku agresif sangat
tinggi
60
Perilaku agresif anggota geng motor bersuku Batak
189,70 14,42 Perilaku agresif sangat
tinggi
Perilaku agresif anggota geng motor bersuku Jawa
177,95 18,90 Perilaku agresif sangat
tinggi
D. Pembahasan.
Berdasarkan hasil perhitungan dari Analisis Varians dua jalur, diketahui
ada perbedaan perilaku agresif pada anggota geng motor ditinjau dari tingkat usia
yakni usia remaja dan dewasa awal. Hasil ini diketahui dengan melihat nilai atau
koefisien Anava F = 13,82, dengan p = 0,00, < 0,05 . Berdasarkan hasil ini berarti
hipotesis yang diajukan berbunyi ada perbedaan perilaku agresif anggota geng
motor berusia remaja dengan dewasa awal, diterima.
Selanjutnya dengan melihat nilai rata-rata/mean diketahui bahwa anggota
geng motor berusia remaja memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dengan
mean empirik sebesar 193,00 dibandingkan dengan anggota geng motor berusia
dewasa awal dengan mean empirik sebesar 174,65.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa anggota geng motor
berusia remaja memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibandingkan dengan
anggota geng motor berusia dewasa awal. Hasil penilitian ini sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan Sarwono (1999), bahwa salah satu penyebab
tingginya angka perilaku agresif remaja khususnya pada anggota geng motor
61
adalah kurangnya kemampuan dalam mengendalikan emosi dan mengekspresikan
emosi dengan cara yang dapat diterima norma, belum matangnya emosi individu
menyebabkan individu mudah terbawa pengaruh kelompok untuk melakukan
perbuatan tertentu. Dayakisni (dalam Sahiri, 2012) menambahkan bahwa masa
remaja masih mengalami kesulitan adaptasi lingkungan sehingga kepribadian
mereka mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif. Sifat yang masih tergolong labil,
emosional dan gampang terprovokasi membuat perilaku agresif anggota geng
motor berusia remaja tersebut sangatlah sulit diantisipasi.
Anggota geng motor berusia dewasa awal adalah remaja yang bertahan
dalam keanggotaan, kepribadiannya sudah terbentuk terlebih dahulu oleh ideologi
kelompok dan mengarahkan untuk selalu berperilaku agresif (Djuwita dalam
Sahiri, 2012). Pada umumnya perkembangan emosi mereka sudah mulai stabil
dan telah tertanam nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan (Dariyo, 2003).
Namun terkadang, emosi yang menggelora masih tetap kuat. Hal itu umumnya
nampak dalam bentuk keresahan, apa yang diresahkan orang-orang muda itu
tergantung dari masalah-masalah yang harus dihadapi dan berhasil tidaknya
mereka dalam upaya penyelesaian itu. Apabila orang muda itu tidak mampu
mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya, dia akan sedemikian terganggu
secara emosional dan berusaha memikirkan untuk berperilaku agresif (Hurlock,
1991).
Selanjutnya perilaku agresif anggota geng motor ditinjau dari suku yakni
suku Batak dan Jawa, diketahui ada perbedaan perilaku agresif anggota geng
motor bersuku Batak dan Jawa. Hasil ini diketahui dengan melihat, nilai koefisien
62
perbedaan Anava F = 4,60 dengan p = 0,03, < 0,05. Ini menunjukkan bahwa
hipotesis yang diajukan berbunyi ada perbedaan perilaku agresif anggota geng
motor bersuku Batak dan Jawa, diterima.
Dengan melihat nilai rata-rata/mean empirik diketahui bahwa anggota
geng motor bersuku Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dengan
nilai rata-rata/mean empirik sebesar 189,70 dibandingkan dengan anggota geng
motor bersuku Jawa dengan nilai rata-rata/mean empirik sebesar 177,95.
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa anggota geng motor
bersuku Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibandingkan dengan
anggota geng motor bersuku Jawa. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Dewi (2006), bahwa masyarakat atau suku Batak
memiliki emosi marah yang lebih tinggi daripada suku Jawa. Dikatakan juga suku
Batak memiliki kontrol emosi yang lebih lemah sehingga tampak lebih ekspresif
untuk memunculkan emosi marahnya dalam bentuk tingkah laku. Bangun (1986)
menambahkan suku Batak memiliki ajaran bahwa manusia adalah sederajat,dan
tidak ada manusia istimewa lebih dari orang lain. Hal ini nampak dalam
keyakinan mereka bahwa setiap orang dapat memiliki kekuasaan (Pederson dalam
Masrun, dkk, 1986). Sebagaimana tercermin dalam konsep “Dalihan Na Tolu”
dimana setiap orang dapat berganti peran sesuai posisinya dalam berhadapan
dengan seseorang. Dari dasar kebudayaannya yang dipercayai, membentuk
karakter suku batak yang spontan dan tidak takut berkonflik dengan orang lain
(Bangun, 1986), sifat yang keras dan tegas, dan tidak mau mengalah dalam situasi
konflik (Tambunan, 2010).
63
Sementara pada masyarakat atau suku Jawa dikenal sebagai masyarakat
yang menekankan prinsip rukun dan hormat. Artinya setiap orang Jawa dituntut
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan konflik. Dengan demikian dapat
tercapai keadaan tenang, tenteram, selaras tanpa perselisihan dan pertentangan
(Suseno, 1993).
64
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan pada hasil-hasil dan pembahasan yang telah dibuat, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Ada perbedaan perilaku agresif anggota geng motor berusia remaja dengan
awal. Hasil ini dibuktikan koefisien perbedaan F = 13,82 dengan nilai P =
0,00, < 0,05. Berdasarkan hasil ini berarti hipotesis yang diajukan berbunyi
ada perbedaan perilaku agresif anggota geng motor berusia remaja dan dewasa
awal, dinyatakan diterima.
2. Ada perbedaan perilaku agresif anggota geng motor bersuku Batak dan Jawa.
Hasil ini dibuktikan dengan koefisien perbedaan anava F = 4, 60 dengan P =
0.03, < 0,05. Berdasarkan hasil ini berarti hipotesis yang diajukan berbunyi
ada perbedaan perilaku agresif anggota geng motor bersuku Batak dan Jawa,
dinyatakan diterima.
3. Dengan melihat nilai rata-rata, diketahui bahwa anggota geng motor berusia
remaja memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dengan nilai rata-rata/ mean
empirik 193,00 dibandingkan dengan anggota geng motor berusia dewasa
awal dengan nilai rata-rata/ mean empirik 185,70. Demikian juga anggota
geng motor bersuku Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dengan
nilai rata-rata/ mean empirik 189,70 dibandingkan dengan anggota geng motor
bersuku Jawa dengan nilai rata-rata/ mean empirik 177,95
65
4. Diketahui bahwa perilaku agresif anggota geng motor di kota Medan berada
pada kategori sangat tinggi, sebab mean empirik (183,82) selisihnya dengan
mean hipotetik (127,50) melebihi bilangan dua SD yakni 17,63 + 17,63 =
35,26.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulkan yang telah dibuat, maka hal-
hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut :
a. Saran kepada objek penelitian
Disarankan kepada para anggota geng motor untuk dapat mengontrol
perilakunya yang nantinya dapat mengurangi munculnya perilaku agresif yang
dapat merugikan dirinya dan juga pihak lain. Selain itu disarankan juga untuk
membina hubungan yang baik dengan masyarakat, keluarga dan memilih
lingkungan yang baik.
b. Saran kepada peneliti selanjutnya
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti faktor-faktor lain
yang diperkirakan mempengaruhi perilaku agresif anggota geng motor, seperti
faktor keluarga (broken home dan tingkat ekonomi keluarga), tingkat
pendidikan individu, faktor alkohol dan obat-obatan.
c. Saran kepada orang tua
Disarankan kepada orang tua agar dapat lebih memperhatikan kebutuhan anak,
dan dapat mengarahkan anak pada kegiatan-kegiatan yang lebih positif
66
sehingga anak merasa lebih betah berada di rumah dari pada di jalan, dan
memiliki hubungan yang erat dengan keluarga.
d. Saran kepada pemerintah dan pihak terkait lainnya.
Disarankan kepada pemerintah dan lembaga-lembaga yang peduli terhadap
masa depan anak-anak muda yang sudah terjebak masuk pada pola hidup geng
motor, untuk mencoba lebih mendekat kepada mereka sehingga akan lebih
mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi mereka masuk menjadi
anggota geng motor. Dengan begitu akan mampu memberi solusi untuk
membubarkan geng motor atau setidaknya mengarahkan aktivitas mereka ke
arah yang lebih positif. Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap anggota
geng motor bahwa salah satu faktor terbentuknya geng motor adalah
kurangnya sarana atau media untuk mengaktualisasikan bakat mereka.
Disarankan kepada pihak pemerintah atau pihak terkait yang peduli mencoba
memikirkan untuk sering menggelar perlombaan balapan resmi untuk
mengarahkan aktivitas anggota geng motor dan anak-anak muda lainnya yang
hobi mamacu kendaraan dengan keceptan tinggi kearah yang lebih positif.
67
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, N. (2006). Pengaruh Punishment Terhadap Tingkat Agresivitas Di Madrasah Aliyah Darut Taqwa II. Sengonagung Pasuruan. Skripsi Universitas Yudharta Pasuruan (Tidak diterbitkan).
Aziz, R dan Mangestuti. (2006). Pengaruh Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emotional (EQ), Kecerdasan Spiritual (SQ) Terhadap Agresivitas Pada Mahasiswa UIN Malang. Jurnal Penelitian dan Pengembangan.
Azwar, S (2007). Skala SikapManusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offest.
Azwar, S (2004). Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bangun, T. (1986). Manusia Batak Karo. Jakarta : Iti Idayu Press.
Berkowitz, L. (2003). Emotional Behavior (buku kesatu). Terjemahan Oleh Hartanti Warosusiatni. Jakarta : PPM.
Breakwell, G. M. (2003). Mengatasi Perilaku Agresif. Jakarta: Konisius.
Chaplin, C. P. (1998). Kamus Lengkap Psikologi Penterjemahan Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Press.
Dayakisni, T. and Hudaniah. (2003). Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Yogyakarta: UMM Press.
Dewi. Z. L. (2006). Ekspresi Kemarahan Pada Suku Batak dan Suku Jawa. Jurnal Psikologi: Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta.
Goleman, D. (2002). Emotional Inteligence. Mengapa Eq Lebih Penting Dari Iq. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, S. (1996). Statistik. Jilid III. Yogyakarta : Sigma Alpha
Hasan, M. (2007). Geng Motor. Surat kabar Harian Kompas. 27 Oktober.
Harian Analisa. (2013, 17 Mei). Lagi.. Kejahatan Pemuda Bermotor. Hlm 12.
Hariwijaya, M. (2004). Filsafat Jawa: Ajaran Luhur Warisan Leluhur. Yogyakarta: Gelombang Pasang.
Hurlock, E.B. (1991) Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta : Erlangga.
Hikmat, I, Evi dan Rizal, M (2012). Amuk Geng Motor Berambut Cepak. Majalah Detik, 3751, 54.
68
Kartono, K. (1997). Bimbingan Bagi Anak dan Remaja yang Bermasalah. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Press.
Koentjaraningrat. (1985). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Aksara baru.
Koeswara, E. (1999). Agresi Manusia. Bandung: Eresco.
Lestari, P, dkk. (2007). Hubungan Antara Kecerdasan Emotional (EQ) Dengan Perilaku agresif Remaja awal. Diksi: Jurnal Psikologi, 3 (2): 10-15.
Lorenz, K. (1996). On Aggresion. London: Methven and Co.
Masrun dkk. (1996). Studi Mengamati Kemandirian Pada Penduduk di Tiga Suku Bangsa (jawa, Batak, Bugis). Laporan Penelitian Kantor menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
Matsumoto, D. (1984). People. Psychology From A Cultural Prespective. California: Brooks/Cole Publishing Company.
Mulder, M. (1994). Individual and Society In Java. In Cultural Analiysis (Rev.Ed). Yogyakart. Gadjah Mada University Perss.
Myers. (1996). Exploring Social Psychology (5th ed). America: Worth Publishers.
Nashori, F. (2008). Psikologi Sosial Islam. Bandung: PT. Refika Aditama.
Nugraha, R. (2009). Geng Motor Kota Medan. Surat Kabar Harian Pos Metro, 11 November.
Pikiran Rakyat. (2007, 27 November). Kejahatan Geng Motor Di Kota Bandung. Hlm 10.
Puwadi. (2007). Ensikklopedi Adat-istiadat Budaya Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Sahiri, M. (2012). Tinjauan Kriminologis Terhadap Perilaku Kekerasan Anggota Geng Motor di Kota Makassar. Skripsi (tidak diterbitkan ) Universitas Hasanuddin Makassar.
Sambas, N. (2011). Penanggulangan Pelanggaran Hukum Yang Dilakukan Geng Motor Oleh Kepolisian di Wilayah Bandung. Skripsi (tidak diterbitkan) Universitas Islam Bandung.
Santrock, J. W. (2003). ADOLESCENCE Perkembangan Remaja (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S. W. (1999). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
69
Satryabudhiaty, A. (2000). Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresif Remaja Yatim Piatu di Panti Asuhan Al Jamiyatul Wasliyah Medan. Skrisi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Medan Area.
Sears, D. O, Freedman, J.Land Pepalau, L. A. (1991). Psikologi Sosial (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Siahaan, B. M. (2009). Dalihan Na Tolu: Parrambuan Adat Batak. Medan: PT. Hasli Jaya.
Spielberger, C.D, Reheiser, E.C. (2003). Measuting Anxiety, Anger, Depressions and Curiousity AS Emotional States and Personality Traits With The STAI, STAXI, and STPI. In M. Hersen, M.J. HIlsenroth, and D.C Segel (EDS). Comprehensive Hand Book Of Psychological Assessment. Personality Assesment (Vol.2, PP.70-83). Hoboken, N.J. John Wiley and Sons. Inc.
Stain dan Book. (2000). Ledakan EQ dan 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emotional Meraih Sukses. Bandung :Kaifa.
Suseno, F.M. (1989). Etika Jawa. Jakarta: Gramedia.
Suseno, F.M. (2001). Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tambunan. (1987). Lintas Bangsa dan bahasa Suku Batak. Jakarta: Torsito.
Tambunan. (2010). Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba Dan Kebudayaannya Sebagai Sarana Pembangunan. Bandung: Torsito.
Watson. (2000). Development Psychology. Third Edition. USA: McGraw-Hill.
http://news.detik.com/read/2013/05/11/022153/geng_motor_dan_tindak_kekerasan
http://www.tribunmedan.com/news/2012/08/23//Berita Kekerasan Geng Motor.