Upload
dangnguyet
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN
DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH
(Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)
ABDUL KHALIQ
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006
Abdul Khaliq NRP P054030181
ABSTRAK
ABDUL KHALIQ. Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah: Kasus pada Kabupaten Lampung Timur. Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA dan MINTARTI.
Penelit ian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. (2) Mengkaji hubungan antara karakteristik individu aparat Pemda dengan perilaku komunikasi mereka dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. (3) Mengkaji hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. Penelitian ini didesain sebagai penelitian survai deskriptif korelasional, dilaksanakan di Pemda Kabupaten Lampung Timur, pada bulan Oktober sampai November 2005. Populasi penelitian adalah seluruh pejabat struktural di lingkungan Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Responden penelitian berjumlah 68 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Penelitian menggunakan analisis Chi-Kuadrat (?²) dan analisis korelasi Rank Spearman (rs) untuk melihat hubungan antar variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik individu aparat Pemda kabupaten di era otonomi daerah yang berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) di Pemda Kabupaten Lampung Timur adalah variabel jenis kelamin. Variabel golongan hanya berhubungan nyata dengan partisipasi dan tidak dengan persepsi mereka dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. Sedang variabel usia, pendidikan, dan jabatan responden tidak berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. (2) Perilaku komunikasi aparat Pemda kabupaten ternyata memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi dan partisipasi dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. Rendahnya akses aparat Pemda terhadap informasi PUG baik melalui media interpersonal maupun media massa, menyebabkan rendahnya tingkat persepsi aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur terhadap PUG (3) Jenis kelamin, jabatan dan golongan aparat Pemda kabupaten di era otonomi daerah ternyata berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi aparat Pemda kabupaten dalam PUG, karena perbedaan persepsi perempuan dan laki-laki tentang PUG, perbedaan yang signifikan dari jumlah aparat laki-laki dan perempuan yang menduduki jabatan struktural dan terkait dengan fungsi dan kebijakan pemerintahan Kabupaten Lampung Timur tentang pelaksanaan PUG.
Sosialisasi tentang program pengarusutamaan gender di Pemda Kabupaten Lampung Timur perlu ditingkatkan baik melalui pelatihan maupun media massa lokal khususnya. Rendahnya persepsi pegawai Pemda Kabupaten Lampung Timur perlu diatasi dengan penyelenggaraan pelatihan khusus tentang PUG bagi Pejabat Struktural Kabupaten Lampung Timur. Penerbitan Surat Keputusan Bupati tentang PUG dalam Pembangunan Kabupaten Lampung Timur harus segera direalisasikan oleh Pemda sebagai dasar pelaksanaan program PUG di Kabupaten Lmpung Timur.
PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN
DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH
(Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)
ABDUL KHALIQ
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judul Penelitian : Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam
Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)
Nama : Abdul Khaliq NRP : P054030181 Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Aida Vitayala S.Hubeis Ir. Mintarti. M.Si
Ketua Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dr.Ir. Sumardjo. MS Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 23 Juni 2006 Tanggal Lulus : 14 AUG 2006
PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Illahi Rabbi, Allah SWT, yang atas rahmat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salahsatu syarat dalam
menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam bidang
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan di Institut Pertanian Bogor
(IPB).
Selama penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada:
1. Dr. Ir. Aida Vitayala S.Hubeis dan Ir. Mintarti, M.Si, selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan saran dan masukan sejak persiapan penelitian
hingga tersusunnya tesis ini.
2. Ibu Dra. Winati Wigna, MDS selaku Penguji yang telah menguji serta
menambah masukan demi perbaikan penulisan tesis ini.
3. Dr. Ir. Sumardjo, MS, dan Ir. Hadiyanto, MS selaku Ketua dan fungsional
sekretaris program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
dan seluruh staff pengajar yang telah membekali ilmu bagi penulis.
4. Bapak Usman Effendi. HM, S.E, Kepala Bagian Sosial Sekretariat Daerah
Kabupaten Lampung Timur, yang membawahi Sub Bagian Kesehatan dan
Pemberdayaan Perempuan selaku penanggungjawab terhadap kegiatan yang
berhubungan dengan strategi Pengarusutaman Gender (PUG), atas informasi
serta masukannya.
5. Ibu Azna Kepala Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan
Bagian Sosial, yang telah banyak membantu penulis dalam menggali
informasi secara mendalam, menyampaikan secara terbuka kondisi
sebenarnya dalam pelaksanaan PUG di Kabupaten Lampung Timur.
6. Bapak Jarot Suseno, SH atas nama Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan
Perlindungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Lampung Timur yang telah
memberikan Izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Teman-teman di Sekolah Pascasarjana KMP angkatan 2003, khususnya Mas
Bekti dan Kang Asep teman satu kosan atas dukungan dan motivasinya
selama menjalani perkuliahan.
8. Bapak Jimo Direktur Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Surya Dharma
Bandar Lampung, atas izin dan rekomendasinya sehingga penulis dapat
melanjutkan pendidikan pada program Pasca Sarjana IPB.
9. Bapak Ir. Tonih Usmana, M.Si Direktur Utama PT. PPA Consultants beserta
rekan-rekan sekerja pada PPA Group, yang telah banyak membantu terutama
pada saat proses penyelesaian studi, atas dukungan dan motivasinya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada
Ibunda tercinta atas doa-doanya, istri dan anak-anakku (Fathia, Efi, Alif dan Hani)
terima kasih atas keceriaan dan pengertiannya. Semoga segala kebaikan yang
telah diberikan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Bogor, Juni 2006
Abdul Khaliq
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 6 Mei 1964. Penulis adalah
putera ke dua dari tujuh bersaudara, pasangan ayah Zainal Fattah Abidin (Alm)
dan ibunda Hj. Siti Fathimah.
Jenjang pendid ikan penulis dimulai dari SD Negeri Mataram Marga,
Sukadana Lampung Tengah lulus tahun 1977, SMP Negeri Sukadana lulus tahun
1980 dan pada tahun 1983 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tanjungkarang. Pada
tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Ju rusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Unversitas Lampung (UNILA) dan lulus pada tahun
1988. Penulis tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor (IPB) pada tahun 2003 pada program studi Komunikasi Pembangunan
Pertanian dan Pedesaan.
Pengalaman kerja penulis dimulai pada tahun 1985 sebagai asisten dosen
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tenaga Konsultan Lapangan pada Pusat
Pengembangan Agribisnis Jakarta (1991-2000). Dosen tetap Yayasan pada
Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Surya Dharma Bandar Lampung sejak tahun
2000. Sejak tahun 2002 - sekarang menjadi staf Professional pada PT. PPA
Consultants Jakarta.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………... xi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. xii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………………... 1 Perumusan Masalah ……………………………………………......... 5
Tujuan Penelitian ……………………………..................................... 7 Kegunaan Penelitian ………………………………………................ 7
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Aparat Pemda dan Perilaku Komunikasi ……………... 8 Konsep Gender ……………………………………………………… 11 Kondisi Perempuan Indonesia ………………………………………. 13 Upaya Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan ………………… 15 Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2006 ................... 17
Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming ) ………………... 19 Pengertian Persepsi ……………………………………….…………. 24
Pengertian Partisipasi ……………………………………………….. 26 Pengertian Otonomi Daerah ………………………………………… 27
KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Kerangka Pikir …………………………………………………... 30 Hipotesis ……………………………………………………………. 34 Definisi Operasional ………………………………………………… 34
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian ……………………………………………………. 38 Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………... 38 Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………….. 38 Data dan Instrumentasi .……………………………………………... 39 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ………….…………………….. 39 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis …………………….. 41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Pelaksanaan Program Pengarusutamaan Gender (PUG) di Era Otonomi Daerah ...........................................................
43
Struktur Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur .............................................................................................. Perencanaan Startegik Program Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur ........................................................... Pelaksanaan Program PUG di Kabupaten Lampung Timur ........... Kondisi Sumberdaya Perempuan dalam Bidang Pendidikan .......... Kondisi Sumberdaya Perempuan d i Sektor Publik/Pemerintahan ..
43
46 48 52 53
Karakteristik Responden 54 Usia …………………………………………………….………...
Jenis Kelamin ………………………………………….………… Pendidikan ………………………………………….……………. Jabatan ………………………………………………….………... Golongan ………………………………………….………….......
54 55 56 57 58
Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) d i era otonomi daerah …....
59
Persepsi dan Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) d i era otonomi daerah ..….....…....
61
Pengujian Hipotesis ……………………………………….……….. 64 Hipotesis 1 ……………………………………….…………..…...
Hipotesis 2 ……………………………………….…………..…... Hipotesis 3 ……………………………………….…………..…...
64 67 68
Hubungan Antara Variabel Penelitian ............... ……….…………... 69 Hubungan Karakteristik Individu dan Persepsi serta Partisipasi
Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah .....
69
Hubungan usia dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ......................... Hubungan tingkat pendidikan formal dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ......................................................................... Hubungan jabatan dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ......................... Hubungan golongan dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah .............
71
72
72
73
Hubungan antara Karakteristik Individu dan Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah .....
74
Hubungan usia dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ........................ Hubungan pendidikan formal dan perilaku komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ............. Hubungan jabatan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ........................ Hubungan golongan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah ........................
75
75
76
76
Hubungan antara Perilaku Komunikasi dan Persepsi serta Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah …........................................................................................
77
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ............................................................................................. 79 Saran ................................................................................................... 80 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan
tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, tahun 2004 .................................................................................
53
2 Jumlah kepala daerah menurut wilayah pemerintahan dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, tahun 2005 ................................
53
3 Jumlah dan persentase pejabat yang menduduki jabatan struktural menurut eselon dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, 2005 ........................................................................................................
54 4 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah
Kabupaten Lampung Timur berdasar usia dan jenis kelamin, tahun 2005.....................................................................................................
55 5 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah
Kabupaten Lampung Timur berdasar pendidikan dan jenis kelamin, 2005 .......................................................................................................
56 6 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah
Kabupaten Lampung Timur berdasarkan jabatan dan jenis kelamin, 2005 .......................................................................................................
57 7 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah
Kabupaten Lampung Timur berdasarkan golongan dan jenis kelamin, 2005 ........................................................................................................
58 8 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah Kabupaten
Lampung Timur berdasarkan perilaku komunikasi dan jenis kelamin, 2005 ...........................................................................................
59 9 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah
Kabupaten Lampung Timur berdasarkan persepsi tentang program PUG dan jenis kelamin, 2005 .................................................................
62 10 Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah
Kabupaten Lampung Timur berdasarkan partisipasi dalam kegiatan PUG dan jenis kelamin, 2005 ................................................................
64 11 Uji chi square (χ2) antara karakteristik jenis kelamin dengan perilaku
komunikasi, persepsi dan partisipasi ....................................................
65 12 Uji korelasi antara karakteristik individu dengan persepsi dan
partisipasi ................................................................................................
66 13 Pedoman untuk memberikan interpretasi dengan koefisien korelasi .... 67
14 Hasil perhitungan perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi 67
15 Hasil perhitungan korelasi antara karakteristik individu dan perilaku komunikasi .............................................................................................
68
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Aliran Informasi Hasil Evaluasi PP Dan KPA .…………………...... 31
2 Model Komunikasi dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah Kabupaten Lampung Timur, Tahun 2005 .…….....
32
3 Kerangka pikir hubungan antara karakteristik, perilaku komunikasi serta persepsi dan partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam pengarusutamaan gender di era otonomi daerah ...............................
33
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner Penelitian Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ..........................................
84
2 Bagan Struktur Orgnisasi dan Tata Kerja Sekretariat Pemda Kabupaten Lampung Timur ................................................................
97
3 Susunan Personalia Tim Koordinasi dan Sekretariat Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur, 2003 ...........
98
4 Susunan Keanggotaan Kelompok Kerja Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur
100
5 Karakteristik responden penelitian 102
6 Jawaban responden pada variabel perilaku komunikasi .................... 104
7 Jawaban responden pada variabel persepsi ......................................... 106
8 Jawaban responden pada variabel partisipasi ...................................... 108
9 Uji Validitas ................................................................ ...................... 110
10 Perhitungan korelasi untuk input uji reliabilitas ................................. 118
11 Uji reliabilitas spearman brown ......................................................... 119
12 Distribusi variabel penelitian ............................................................. 120
13 Uji Chi Square ......................... .......................................................... 125
14 Uji korelasi rank spearman ................................................................. 127
15 Perhitungan t-hitung untuk korelasi rank spearman …........................ 132
16 Distribusi karakteristik responden ....................................................... 142
17 Surat Izin Penelitian/Survei/KKN ....................................................... 143
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada Konferensi Wanita Sedunia keempat yang diselenggarakan di Beijing
tahun 1995, istilah pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) tercantum
di Beijing Platform of Action¸ yang berbunyi: Gender mainstreaming is a strategy
for integrating gender concerns in the analysis formulation and monitoring
policies, programs and projects. Semua negara-negara peserta termasuk
Indonesia dan organisasi yang hadir pada konferensi itu, secara eksplisit
menerima mandat untuk mengimplementasikan pengarusutamaan gender di
negara dan tempat masing-masing (Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI,
BKKBN, UNFA, 2003).
Mengacu pada konsep gender yang diakomodasi PBB dan perjuangan
perempuan internasional setelah Konferensi Beijing 1995, secara formal,
pemerintah Indonesia sejak 1978 telah membentuk institusi Menteri Muda
Peranan Perempuan sampai menjadi Menteri Negara Peningkatan Peranan
Perempuan tahun 1998. Fokus lembaga tersebut pada peningkatan peranan
perempuan dalam pembangunan (women role) seperti prinsip-prinsip WID yang
membuat perjuangan perempuan menjadi dua arah, di domestik dan di publik atau
sebatas terkait pada aspek peningkatan kualitas perempuan (Hubeis, 2004). Dalam
era reformasi nomanklatur institusi ini berubah menjadi Menteri Neg ara
Pemberdayaan Perempuan dengan titik berat pada pemberdayaan perempuan agar
mampu berperan aktif dalam pembangunan yang merupakan aktualisasi dari
konsep WAD.
Untuk menjadikan kepentingan dan pengalaman perempuan dan laki-laki
menjadi dimensi integral dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
penilaian kebijakan-kebijakan dalam program pembangunan dan upaya-upaya
untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, maka Pemerintah Indonesia
melalui GBHN 1999 menyatakan bahwa pengarusutamaan gender (PUG)
merupakan kebijakan nasional yang harus diemban oleh lembaga yang mampu
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Meskipun begitu usaha untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender ternyata masih mengalami hambatan
dan masih sulit untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat pada umumnya
2
dan khususnya oleh perempuan. Data Biro Pusat Statistik mengilustrasikan
bahwa: (a) tingkat buta huruf perempuan usia 10 tahun ke atas berkisar 2-3 kali
lipat di banding laki-laki, (b) dari setiap 25 pejabat eselon I & II di birokrasi
pemerintah hanya satu perempuan, (c) mayoritas (sekitar 54 persen) guru SD
adalah perempuan, tetapi yang menjadi kepala sekolah SD kurang dari 15 persen,
(d) lebih dari 57 persen pemilih dalam Pemilu 1999 adalah perempuan, namun
yang duduk di DPR dan DPRD rata-rata kurang dari sembilan persen. Bahkan di
beberapa DPRD kabupaten/kota ada yang tidak memiliki wakil perempuan
(Hubeis, 2004), meskipun dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2003 memberikan
kuota 30 persen pada perempuan.
Menurut Andarus (2004), ada lima faktor yang menyebabkan kondisi
ketimpangan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, yaitu: (1)
pengaruh tata nilai sosial budaya yang masih menganut paham patriarkhi; (2)
produk hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender; (3)
kebijakan dan program pembangunan yang masih bias gender; (4) penafsiran
terhadap aktualisasi ajaran agama yang kurang tepat; (5) kelemahan, kurang
percaya diri, dan inkonsistensi serta tekad kaum perempuan dalam
memperjuangkan nasib kaumnya.
Dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan,
serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan
berkeluarga/bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Pemerintah Indonesia
melalui INPRES No. 9 tahun 2000, melakukan strategi pengarusutamaan gender
(PUG) ke dalam seluruh proses Pembangunan Nasional yang terintegrasi ke
dalam kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat
pusat dan daerah. PUG bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan
dan program pembangunan daerah yang berperspektif gender dalam rangka
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat.
Sampai saat ini para pembuat kebijakan dan kaum perempuan sendiri
belum sensitif melihat pentingnya perubahan menuju kesetaraan dan keadilan
3
gender. Walaupun Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan telah
merumuskan visinya yang berbunyi “Terwujudnya keadilan dan kesetaraan
gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” dalam pelaksanaannya di era otonomi
daerah masih ditemukan berbagai kendala, seperti rendahnya kualitas sumber
daya manusia (SDM) pegawai negeri sipil khususnya SDM perempuan di tingkat
kabupaten. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh 43,5 persen tingkat partisipasi
angkatan kerja (TPAK) perempuan yang lebih rendah dibanding 72,6 persen
TPAK laki-laki (BPS, 2003).
Otonomi daerah pada hakikatnya berkeinginan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya di daerah guna pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan itu, PUG yang dicanangkan oleh
pemerintah harus dapat menjadi strategi untuk pencapaian tujuan otonomi daerah
tersebut. Pemberdayaan perempuan, promosi kesetaraan gender dan perlindungan
anak merupakan satu kesatuan dalam proses pembangunan manusia Indonesia
yang berkualitas. Oleh sebab itu, PUG atau gender mainstreaming sebagai satu
strategi, pada dasarnya merupakan rangkaian kebijakan pemerintah untuk
mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara.
Kesetaraan gender yang dimaksud diartikan sebagai kondisi yang
mencerminkan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam
memperoleh kesempatan dan hak -haknya sebagai manusia agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan
keamanan sosial dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Adapun
keadilan gender adalah proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan
perempuan (Subhan, 2002).
Sejalan dengan paradigma otonomi daerah dan sejalan pula dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan PUG dalam Pembangunan Daerah, Pemerintah Daerah bersama
DPRD baik pada tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota diharapkan dapat bersikap
pro-aktif dan mengambil prakarsa agar kebijakan pembangunan daerah betul-betul
mempertimbangkan laki-laki maupun perempuan untuk mendapatkan akses,
4
kontrol, partisipasi serta manfaat dari seluruh investasi pembangunan di masing-
masing daerah.
Di Propinsi Lampung dasar hukum pelaksanaan PUG melalui Instruksi
Gubernur Lampung No: INST/02/B.VIII/HK/2002 tentang Pengarusutamaan
Gender Dalam Pembangunan Daerah. Pedoman PUG dalam pembangunan daerah
dilaksanakan dengan menggunakan analisis gender dan upaya komunikasi,
informasi dan edukasi tentang PUG pada dinas/instansi/badan lembaga
pemerintah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Di tingkat propinsi
kegiatan pemberdayaan perempuan dikoordinasikan oleh Biro Bina
Pemberdayaan Perempuan yang ditetapkan dalam Perda Nomor: 15 tahun 2000,
tentang Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Propinsi Lampung dimana dalam
struktur tersebut dibentuk Biro Bina Pemberdayaan Perempuan (Esselon II).
Demikian juga pada tingkat Kabupaten, telah dibentuk bagian/sub bagian
pemberdayaan perempuan melalui Perda Kabupaten Kota masing-masing.
Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Lampung dalam setiap
melakukan kegiatannya selalu berkoordinasi dengan Dinas/Instansi Pemerintah,
organisasi perempuan, Lembaga Swadaya Masyarakat. Rapat koordinasi
program/kegiatan Pemberdayaan Perempuan Propinsi Lampung dilaksanakan per
Triwulan ( 3 bulan sekali) dengan melibatkan Dinas/Instansi tingkat propinsi dan
Kabag/Kasubbag Pemberdayaan Perempuan Bappeda Kabupaten/Kota, organisasi
perempuan dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Untuk melakukan Koordinasi
telah dibentuk Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan (TKPP) Propinsi
Lampung dengan SK Gubernur Nomor: G/039/B.VIII/HK/2002, dan melalui SK
TKPP Propinsi Lampung Nomor 188/1836/08/2002 terbentuk Gender Focal Point
Pemberdayaan Perempuan di Propinsi Lampung, dengan personalia terdiri dari
unsur: Biro Bina Pemberdayaan Perempuan; Kanwil BKKBN; Dinas Kesehatan;
Kanwil Departemen Agama; BAPPEDA; BPS; PSW Unila dan PKBI.
Gender Focal Point bertugas yaitu: untuk membantu Biro Bina
Pemberdayaan Perempuan untuk mensosialisasikan PUG pada beberapa sektor,
minimal pada sektor dimana Focal Point bekerja, memberikan masukan dan saran
pada Biro Pemberdayaan Perempuan dan sektor-sektor berbagai upaya
pembangunan pemberdayaan perempuan yang dapat dan perlu dilakukan untuk
5
mencapai kesetaraan dan keadilan gender, membuat kesepakatan dalam
pengembangan metode dan teknik-teknik PUG dalam pembangunan daerah,
meningkatkan pemahaman diantara mitra sejajar tentang upaya pemberdayaan
perempuan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.
Dengan menyelenggarakan PUG di era otonomi daerah, maka dapat
diidentifikasi apakah laki-laki dan perempuan telah memperoleh akses yang sama
kepada sumberdaya pembangunan, berpartisipasi yang sama dalam proses
pembangunan termasuk proses pengambilan keputusan, memiliki kontrol yang
sama atas sumberdaya pembangunan, dan memperoleh manfaat yang sama dari
hasil pembangunan. Dengan demikian, melalui strategi PUG tersebut dapat
dikembangkan kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan yang
responsive gender, sehingga dapat mengurangi kesenjangan gender dan
mengantar pada pencapaian kesetaraan dan keadilan gender khususnya ditingkat
aparat Pemda Kabubapaten.
Perumusan Masalah
Pemahaman tentang gender di semua lapisan masyarakat masih kurang
tepat, secara umum gender masih diartikan sebagai perbedaan jenis kelamin
antara laki-laki dan perempuan. Pemahaman bahwa gender adalah suatu kerangka
budaya tentang peran sosial dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan
masih sangat kecil dan terbatas pada kalangan tertentu saja. Akibatnya terjadi
kesenjangan peran sosial dan tanggungjawab yang mengakibatkan diskriminasi
terhadap perempuan. Rendahnya partisipasi, akses, dan kontrol serta manfaat
pembangunan yang dinikmati perempuan menimbulkan kesenjangan gender.
Kesenjangan gender terjad i di berbagai bidang pembangunan, salah satunya
ditandai oleh masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan untuk bekerja
dan berusaha termasuk sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini antara lain
ditunjukkan oleh lebih rendahnya kualitas dan jumlah PNS wanita di Pemda
Kabupaten Lampung Timur yang hanya 3902 jiwa (41,5 persen) yang sebagian
besar bekerja sebagai staf, sedangkan laki-laki 5497 jiwa (58,5 persen) yang
sebagian besar menduduki posisi jabatan yang tinggi mulai dari Eselon IV-a
sampai dengan II-a dari 9399 jumlah pegawai di Pemda Lampung Timur.
6
Keadaan ini menyebabkan perempuan yang jumlahnya tidak berbeda jauh dengan
laki-laki tidak mampu secara maksimal memberikan sumbangan yang positif
terhadap pembangunan, hal ini dapat dibuktikan dari isi Rencana Strategis
Kabupaten Lampung Timur yang masih belum mencerminkan upaya strategis
pengarusutamaan gender. Terlihat pada matrik Renstra Lampung Timur dari 48
Program hanya satu program yang mencerminkan upaya PUG yaitu program
memperkuat kelembagaan sosial dengan bentuk kegiatan mendorong partisipasi
masyarakat dalam pembangunan (pemuda, wanita, LSM dll).
Aparat Pemda Kabupaten dalam era otonomi daerah merupakan kunci
keberhasilan dalam melaksanakan program pembangunan di daerah, khususnya
dalam mendiseminasikan konsep gender. Dalam penyebarluasan konsep gender
Bupati/Walikota melalui Inpres nomor 9 Tahun 2000, diinstruksikan oleh
Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan PUG guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan
dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan
bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Oleh karena itu
kualitas SDM aparat Pemda sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan PUG di
daerah, termasuk perilaku komunikasi aparat dalam era Otda.
Perilaku komunikasi aparat pemerintah kabupaten mempunyai peranan
penting dalam melaksanakan PUG yang merupakan strategi untuk pencapaian
tujuan otonomi daerah. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi aktivitas
mereka dalam PUG, diantaranya adalah karakteristik individu. Perilaku
komunikasi dan karakteristik individu aparat menentukan tingkat partisipasi
dalam terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender sebagai indikator keberhasilan
aparat Pemda dalam PUG ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dengan laik-laki, memiliki akses, kesempatan berbartisipasi, dan
kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan. Peran aktif dan tindakan -tindakan proaktif yang tercermin dalam
perilaku komunikasi aparat Pemda sangat menunjang upaya mewujudkan PUG.
7
Berdasarkan uraian tersebut, masalah penelitian ini disusun sebagai
berikut:
1. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan
partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah?.
2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku
komunikasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah?
3. Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan
partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah?
Tujuan Penelitian
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan
partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah.
2. Mengkaji hubungan antara karakteristik individu aparat Pemda dengan
perilaku komunikasi mereka dalam PUG di era Otonomi Daerah.
3. Mengkaji hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan
partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan berguna bagi
berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai masukan bagi pemerintah pusat
khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Pemda Kabupaten Lampung
Timur, serta untuk kepentingan penelitian lanjutan berupa hasil analisis
pengukuran pengaruh karakteristik dan perilaku komunikasi terhadap upaya
mewujudkan PUGdi era Otonomi Daerah.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Aparat Pemda dan Perilaku Komunikasi
Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa peubah-peubah yang
penting dalam mengkaji suatu komunitas antara lain adalah peubah personal,
karena karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berbeda antarorang, dan kadang-
kadang perbedaan tersebut sangat bervariasi. Dalam hubungannya dengan
perilaku komunikasi, terdapat beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang
penting antara lain umur, pendidikan, dan pendapatan (Bettinghaus, 1973). Rogers
(1983) mengungkapkan beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang
banyak digunakan dalam penyerapan suatu program baru, antara lain: umur,
pendidikan, kemampuan baca tulis, status sosial (pendapatan, kesehatan, dan lain -
lain), mobilitas ke atas, orientasi ekonomi, dan sikap terhadap hibah.
Hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan pemerintah daerah
dibahas oleh Biryanto (2003) bahwa proses komunikasi aparat pemerintah daerah
(PNS) dipengaruhi oleh karakteristik individu PNS yang berkaitan dengan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan PNS dalam berkomunikasi. Faktor-faktor
individu yang mempunyai pengaruh besar terhadap keefektifan komunikasi adalah
usia, jenis kelamin, pendidikan formal, diklat, jabatan, dan masa kerja.
Selanjutnya hasil penelitian Halim (1999) dalam Biryanto (2003)
menyebutkan efektifitas komunikasi dengan atasan, bawahan, sesama level
jabatan, dan pegawai lain yang berbeda unit kerja dipengaruhi oleh pola dasar
karir pegawai, yaitu usia, pangkat/golongan, masa kerja, pendidikan, dan
pengembangan. Perilaku komunikasi pegawai tidak terlepas dari karakteristik
pegawai itu sendiri, di samping pengaruh organisasi dan lingkungan. Hal itu
menunjukkan bahwa perilaku komunikasi merupakan peubah yang berhubungan
dengan persepsi dan sikap terhadap penerimaan informasi.
Prilaku komunikasi adalah segala aktifitas yang bertujuan untuk mencari
atau memperoleh informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan
informasi kepada pihak manapun yang memerlukannya. Dharma (1982)
berpendapat bahwa perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi oleh keinginan
memperoleh tujuan tertentu. Satuan perilaku adalah aktivitas, dimana semua
9
perilaku merupakan rangkaian aktivitas. Sementara itu, Siagian (1982)
mengungkapkan pendapat lain bahwa dalam suatu organisasi, perilaku seseorang
dibentuk oleh watak, temperamen, ciri-ciri, pembawaan, cita-cita, keinginan dan
harapan orang tersebut. Perilaku tadi pada mulanya berorientasi pada diri sendiri
kemudian berkembang menjadi perilaku organisasi.
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi secara lisan dan bukan
lisan sehingga orang-orang yang berperan sebagai pengirim dan penerima
informasi tersebut akan memperoleh makna yang sama. Secara umum, terdapat
dua model komunikasi yaitu model linear dan model konvergen. Model
komunikasi linear sebagaimana dijelaskan oleh Laswell (1948) adalah “siapa
mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dan dengan efek apa”.
Sementara model komunikasi konvergen menurut Kincaid dan Schramm (1975)
adalah suatu proses pemberian makna dari informasi yang dipertukarkan oleh dua
individu atau lebih menuju suatu titik kesepahaman yaitu saling pengertian.
Perilaku komunikasi adalah aktivitas seseorang dalam membuka diri dan
mencari informasi melalui saluran komunikasi yang tersedia. Aktivitas tersebut
meliputi komunikasi interpersonal, dan keterdedahan pada media massa.
Komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian pesan secara langsung dari
komunikator kepada komunikan yang biasa disebut dengan tatap muka atau face-
to-face communication (Rogers dan Shoemaker, 1971). Komunikasi interpersonal
efektif dilakukan untuk menyampaikan pesan-pesan yang bersifat persuasif karena
komunikator dapat melihat secara langsung tanggapan dari komunikan berupa
kata-kata maupun isyarat gerak-gerik tubuh dan mimik wajah sehingga
komunikator dapat segera mengambil langkah -langkah lebih lanjut dalam
merespon pesan-pesan yang disampaikan agar komunikasi berjalan efektif.
Seseorang untuk meyakinkan informasi yang diperolehnya, akan
melakukan kontak interpersonal dengan tokoh maupun dengan agen pembaharu.
Pada tahap ini akan memerlukan pendapat dan nasehat dari orang yang dipercayai
atau diseganinya. Sastropoetro (1988) mengemukakan bahwa kepemimpinan
tokoh masyarakat sekitarnya atau orang yang memiliki kompetensi teknis dapat
memberikan fungsi legitimasi terhadap keputusan yang akan dibuatnya. Hal
tersebut selaras dengan Havelock at.all (1971) yang berpendapat bahwa tokoh
10
masyarakat memiliki peranan di dalamnya sebagai pendorong dan legitimato r
(pengukuhan) dari tahap adopsi proses difusi sosial.
Meningkatnya pengaruh pada seseorang untuk mengadopsi atau menolak
inovasi, merupakan suatu hasil aktifitasnya dalam jaringan komunikasi dengan
individu lain yang dianggap dekat dan akrab serta memilik i pengaruh terhadap
dirinya. Individu lain yang dianggap memiliki pengaruh dalam sistem jaringan
komunikasi tersebut adalah tokoh masyarakat, namun demikian hal ini tergantung
sebagian pada norma-norma yang berlaku, apakah mendukung atau menolak
perubahan (Roger, 1983).
Seseorang akan lebih cepat mengadopsi inovasi, apabila ia lebih banyak
melakukan kontak komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu dan tokoh
masyarakat (Roger dan Shoemaker,1983). Di sisi lain Kincaid dan Schramm
(1984), berpendapat bahwa proses mengetahui (kognitif), memahami (afektif)
sampai dengan perilaku (konatif) pada diri seseorang sangat dipengaruhi oleh
hubungan interpersonal.
Keterdedahan pada media massa adalah aktivitas komunikasi seseorang
dalam memperoleh informasi melalui media massa, baik media cetak (surat kabar,
buku, brosur) maupun media elektronik (TV, radio, internet). Berbeda dari
komunikasi interpersonal, komunikasi massa kurang memanfaatkan tanggapan
dari komunikan. Komunikasi ini memanfaatkan kekuatan media massa dalam hal
cakupan khalayak yang luas, serentak, dan pesan yang relatif seragam (Rogers &
Shoemaker, 1971). Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa sumber informasi
sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi, sumber yang dimaksud dapat
berasal dari media massa maupun media interpersonal, petugas penyuluh, aparat
desa dan lain sebagainya.
Masing-masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan. Media
komunikasi massa dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dan
dalam waktu yang singkat serta memberikan efek kognitif yang meliputi
peningkatan kesadaran untuk belajar dan menambah pengetahuan. Media
komunikasi personal dapat menimbulkan efek perubahan perilaku.
Media massa memiliki peranan memberikan informasi untuk memperluas
cakrawala, memusatkan perhatian, menumbuhkan aspirasi dan sebagainya
11
(Schramm, 1984), tetapi tergantung pada keterdedahan khalayaknya di media
massa. Menurut Jahi (1988) keterdedahan pada media massa akan memberikan
kontribusi terhadap perbedaan perilaku.
Sejalan dengan hal tersebut, perubahan perilaku khalayak tidak saja
dipengaruhi oleh keterdedahannya pada satu saluran media massa, tetapi juga
memerlukan lebih dari satu saluran komunikasi massa lainnya seperti tv, radio,
film, dan bahan-bahan cetakan (Kincaid dan Schramm, 1984).
Konsep Gender
Konsep gender berbeda dari konsep jenis kelamin (sex) . Jenis kelamin
adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis, sementara
gender adalah pembedaan antara perempuan dan laki-laki secara sosial budaya.
Perbedaan atribut sosial budaya yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki
mengakibatkan timpangnya relasi kekuasaan di antara keduanya. Kata gender
bukanlah merupakan istilah yang baru, kata ini telah dipakai oleh para ahli bahasa
untuk menggambarkan kata benda yang merujuk pada jenis kelamin laki-laki
(male) dan perempuan (female) (Raharjo, 1997). Lebih lanjut Raharjo
menjelaskan bahwa para antropolog dan ahli ilmu sosial menggunakan istilah
gender untuk menggambarkan ciri-ciri atau karakter pria dan perempuan yang
terbentuk karena faktor budaya, dan bukan ciri-ciri yang diakibatkan oleh
perbedaan fisik biologis. Dalam penelitian ini istilah wanita tidak dibedakan dari
istilah perempuan dan pria dari istilah laki-laki kecuali dinyatakan secara khusus
berbeda yaitu merujuk pada fungsi-fungsi biologis. Gender, dengan demikian
adalah konstruksi sosial budaya yang membedakan wanita dari pria.
Definisi-definisi lain yang merujuk pada pengertian yang kurang lebih
sama dikemukakan oleh berbagai ahli berikut.
“…..process by which individuals who are born into biological categories of male or female become the sosial categories of women and men through the acquisition of lokally defined attributes of masculinity and feminity” (Naila Kabeer,1992) (“….proses melalui mana orang yang dilahirkan dalam kategori biologis sebagai perempuan dan laki-laki berubah menjadi kategori sosial perempuan dan pria melalui proses pembentukan ciri-ciri maskulinitas dan feminitas berdasar istilah setempat/lokal”).
12
“….people are born female or male, but learn to be girls and boys who grow into women and men. They are taugh what the appropriate behavior and attitudes, roles and activities are for them, and how they should relate to other people. This learned behavior is what makes up gender identity, and determined gender roles”. (Suzanne Williams, Janet Seed and Adelina Mwau, 1994) (“….orang dilahirkan dalam kategori anak laki-laki dan anak perempuan, kemudian tumbuh menjadi perempuan dan pria. Mereka diajari tentang sikap dan tingkah laku yang sesuai untuk masing-masing, dan bagaimana mereka harus berhubungan dengan orang lain. Perilaku yang dipelajari dari keluarga dan masyarakat inilah yang kemudian menentukan identitas gender dan peran gender…”).
Kategori jenis kelamin dan sifat-sifat biologis perempuan dan laki-laki
(seperti perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, sedang
laki-laki memiliki sperma dan dapat membuahi) dibawa orang sejak ia dilahirkan.
Sedangkan kategori gender (seperti perempuan itu lembut, keibuan, emosional,
sopan, pemelihara rumahtangga, sedangkan laki-laki itu gagah, cerdas, tegas,
kasar, obyektif, kepala rumah tangga) diperoleh lewat proses sosialisasi dalam
keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakatlah yang menyebabkan
perempuan dan pria memiliki sifat-sifat gender seperti harapan keluarga dan
masyarakat, seperti disebutkan di muka. Kategori biologis tidak dapat
dipertukarkan (kecuali dalam beberapa kasus dimana orang berganti jenis
kelamin meski fungsi menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui sampai
sekarang tetap belum dapat dipertukarkan) sementara kategori gender dapat
dipertukarkan.
Status gender ditentukan secara sosio-kultural. Hanya karena seseorang
dilahirkan menjadi perempuan atau laki-laki, dia kemudian diberi peran dan tugas
yang berbeda. Karena itu, berbeda dengan ciri-ciri biologis, peran gender berbeda
dari satu konteks budaya ke budaya lainnya. Umur, ras, dan kondisi ekonomi
adalah variabel-variabel yang mempengaruhi hubungan dan peran gender.
Gender itu dipelajari dan berubah dari waktu ke waktu. Gender merujuk pada
hubungan kekuasaan antara perempuan dan pria, yang pada umumnya
menguntungkan pria. Hubungan kekuasaan yang tidak imbang telah menyebabkan
subordinasi status perempuan. Subordinasi status perempuan kemudian dipelihara
dan dilanggengkan melalui pembagian gender yang tidak adil atas akses dan
kontrol sumberdaya (Raharjo, 1997).
13
Fadhil (2002) menyebutkan bahwa gender adalah pembagian peran dan
tanggungjawab keluarga dan masyarakat, sebagai hasil konstruksi sosial yang
dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman. Selanjutnya dijelaskan bahwa
gender bukanlah kodrat dan ketentuan Tuhan. Oleh karena itu, gender berkaitan
dengan keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan
bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya
ditempat mereka berada. Hubeis (2004) menjelaskan bahwa pemahaman gender
dalam konteks Gender and Development (GAD) adalah “pencapaian kesetaraan
dan kesederajatan atau kesederajatan dan keadilan, dalam tatanan kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara”. Selanjutnya disebutkan bahwa secara
teoritis, pembicaraan tentang gender berarti kita bicara tentang relasi sosial antara
lelaki dan perempuan, wujud relasi sosial ini berbeda antar-negara, antar-wilayah,
antar-suku, dan perseorangan sebagai hasil pembelajaran sosial. Dengan kata lain
gender adalah pembedaan peran dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-
laki sebagai hasil konstruksi sosial budaya masyarakat.
Kondisi Perempuan Indonesia
Secara keseluruhan indeks kualitas hidup manusia digambarkan melalui
Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index (HDI) yang berada
pada peringkat ke-96 pada tahun 1995 yang kemudian menurun ke peringkat 109
pada tahun 1998 dari 174 negara. Tahun 1999 berada pada peringkat 102 dari 162
negara dan tahun 2002, 110 dari 173 negara. Berdasarkan Human Development
Report 2003, HDI Indonesia menempati urutan ke-112 dari 175 negara,
dibandingkan Negara-negara ASEAN lainnya seperti HDI Malaysia, Thailand,
Philippina yang menempati urutan 59, 70 dan 77.
Sedangkan Gender related Development Index (GDI) berada pada
peringkat ke-88 pada tahun 1995, kemudian menurun ke peringkat 90 (1998) dan
peringkat 92 (1999 dari 146 negara). Kemudian pada tahun 2002 pada peringkat
91 dari 144 negara GDI inipun masih tertinggal dibandingkan dengan negara-
negara di ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Philippina yang masing-masing
berada pada peringkat 54, 60, 63. (BPS&UNDFW, 2000).
14
Berdasarkan hasil Survey Penduduk (BPS, 2000) diketahui jumlah
penduduk Indonesia sebesar 206.264.595 orang. Jumlah laki-laki sedikit lebih
banyak dibandingkan perempuan, (50,1 persen diantaranya laki-laki dan 49,9
persen perempuan).
Menurut Laporan Jurnal Perempuan (2004), Indeks pembangunan manusia
skala internasional dan nasional dilihat dari tiga aspek yaitu pendidikan, kesehatan
dan ekonomi. Kondisi dan posisi perempuan meliputi 3 (tiga) aspek tersebut di
atas sebagai berikut:
(1) Pendidikan
Di bidang pendidikan, kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan
laki-laki. Kondisi ini antara lain disebabkan adanya pandangan dalam masyarakat
yang mengutamakan dan mendahulukan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan
daripada perempuan.
Ketertinggalan perempuan dalam bidang pendidikan tercermin dari
peresentase perempuan buta huruf (14,54 persen tahun 2001) lebih besar
dibandingkan laki-laki (6,87 persen), dengan kecenderungan meningkat selama
tahun 1999-2000. Tetapi pada tahun 2002 terjadi penurunan angka buta huruf
yang cukup signifikan. Namun angka buta huruf perempuan tetap lebih besar dari
laki-laki, khususnya perempuan kepala rumah tangga. Angka buta huruf
perempuan pada kelompok 10 tahun ke atas secara nasional (2002) sebesar 9,29
persen dengan komposisi laki-laki 5,85 persen dan perempuan 12,69 persen
(Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2002). Menurut Statistik
Kesejahteraan Rakyat 2003. Angka buta huruf perempuan 12,28 persen
sedangkan laki-laki 5,84 persen.
(2). Kesehatan
Menurut Gender Statistics and indicators 2000 (BPS), kemajuan di bidang
kesehatan ditunjukkan dengan menurunnya angka kematian bayi (dari 49 bayi per
1000 kelahiran pada tahun 1998 menjadi 36 tahun 2000, (Sumber: BPS, Statistik
Kesejahteraan Rakyat 1999-2001). Menurunnya angka kematian anak serta
meningkatnya angka harapan hidup dari 64,8 tahun (1998) menjadi 67,9 tahun
(2000). Berdasarkan estimasi parameter demografi 1998 yang dikeluarkan BPS,
angka harapan hidup pada periode 1998-2000 cenderung meningkat. Usia harapan
15
hidup (life expectancy rate) perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, yaitu
69,7 tahun berbanding 65,9 tahun (Sumber: BPS, Estimasi Parameter Demografi,
1998).
Di bidang kesehatan, selama periode 1998-2000 ada penurunan angka
kematian bayi, Infant Mortality Rate (IMR), namun angka kematian bayi laki-laki
lebih tinggi dibandingkan angka kematian bayi perempuan. Laki-laki 41,
perempuan 31 (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2001).
Sejalan dengan semakin meningkatnya kondisi kesehatan masyarakat,
angka kematian anak, Child Mortality Rate (CMR) periode ini juga menunjukkan
penurunan, namun demikian angka kematian anak laki-laki lebih tinggi
dibandingkan kematian anak perempuan, laki-laki 9,8 sedangkan perempuan 7,9.
(Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2001). Di bidang kesehatan
dan status gizi perempuan masih merupakan masalah utama, yang ditunjukkan
dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) 390/100.000 (SDKI 1994),
337/100.000 (SDKI 1997), dan menurun 307/100.000 (SDKI 2002).
(3). Ekonomi
Di bidang ekonomi, secara umum partisipasi perempuan masih rendah,
kemampuan perempuan memperoleh peluang kerja dan berusaha masih rendah,
demikian juga dengan akses terhadap sumber daya ekonomi. Hal ini ditunjukkan
dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang masih jauh lebih rendah
dibandingkan laki-laki, yaitu 45 persen (2002) sedangkan laki-laki 75,34 persen,
(Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 1999-2002). Ditahun 2003 TPAK
laki-laki lebih besar dibanding TPAK perempuan yakni 76,12 persen berbanding
44,81 persen (BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2003).
Upaya Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan
Upaya peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta
kesejahteraan dan perlindungan anak dilakukan secara lintasbidang dan
lintasprogram. Pencapaian pembangunan pemberdayaan perempuan hingga tahun
2004 dari berbagai bidang pembangunan adalah sebagai berikut. Di bidang
pendidikan, keberhasilan ditandai oleh menurunnya persentase penduduk
perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah dan penduduk
16
perempuan yang buta huruf (masing-masing 11,56 persen dan 12,28 persen pada
tahun 2003). Di bidang kesehatan, angka kematian ibu melahirkan berhasil
diturunkan meskipun masih yang tertinggi di ASEAN, yaitu 307 per 100.000
kelahiran hidup (SDKI 2002–2003). Prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil,
juga dapat diturunkan meskipun angkanya masih tinggi (45 persen pada tahun
2003). Selanjutnya, partisipasi perempuan yag diukur melalui tingkat partisipasi
angkatan kerja (TPAK) juga menunjukkan peningkatan (sekitar 45 persen pada
tahun 2003). Guna meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan
ekonomi, juga telah dilakukan beberapa kegiatan afirmasi, seperti pengintegrasian
kepentingan perempuan ke dalam beberapa program pembangunan, seperti:
Program Pemberdayaan Keluarga (PPK), Pemberdayaan Perempuan Kepala
Keluarga (PEKKA), Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PPMP), dan
Program Kelompok Usaha Bersama (KUB). Di samping itu, juga telah dibentuk
unit kerja yang khusus menangani kredit kepada usaha mikro, kec il, dan
menengah (UMKM) perempuan, pemetaan potensi usaha perempuan pengusaha,
dan pemberian pendampingan dan fasilitasi manajemen keuangan dengan pihak
perbankan. Dalam pembangunan politik, hasil yang dicapai adalah telah
disahkannya UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, yang mengamanatkan
keterwakilan 30 persen perempuan di lembaga legislatif (DPR dan DPD).
Meskipun hasil yang dicapai belum sesuai dengan amanat UU tersebut, namun
keterlibatan perempuan dalam pembangunan politik menunjukkan peningkatan,
terutama di daerah perdesaan. Di bidang hukum, hingga tahun 2004 telah
dihasilkan lima usulan naskah akademis dalam upaya penyempurnaan produk-
produk hukum yang bias gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan, serta
belum peduli anak. Telah pula disusun tiga usulan naskah RUU dan RPP yang
berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan anak.
Keberhasilan dari berbagai bidang pembangunan, khususnya pendidikan,
kesehatan, ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan selanjutnya turut
menurunkan kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-
laki yang ditandai oleh meningkatnya angka Indeks Pembangunan Gender (IPG)
atau Gender-related Development Index (GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender
(Gender Empowerment Measurement, GEM). Berdasarkan Human Development
17
Report 2004, angka GDI sebesar 59,2 dan angka GEM sebesar 54,6. Angka-angka
tersebut masih terendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.
Meskipun banyak hasil pembangunan yang telah dicapai hingga tahun 2005, beberapa permasalahan masih akan dihadapi pada tahun 2006. Permasalahan tersebut, antara lain adalah masih rendahnya nilai indeks pembangunan gender (Gender-Related Development Index, GDI), yang berarti
ketidaksetaraan gender di berbagai bidang pembangunan masih merupakan masalah yang dih adapi di masa mendatang; masih banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, dan tidak peduli anak; masih rendahnya tingkat kesejahteraan dan
perlindungan anak, serta kebutuhan tumbuh kembang anak belum menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; dan masih rendahnya peran masyarakat dalam mendukung upaya pemberdayaan perempuan dan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak, termasuk
kapasitas kelembagaan di tingkat nas ional dan daerah. Masalah lain yang belum teratasi adalah masalah perdagangan perempuan dan anak, serta kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak.
Sementara itu, tantangan yang dihadapi sejalan dengan era desentralisasi,
yaitu timbulnya masalah kelembagaan dan jaringan di daerah (propinsi dan
kabupaten/kota), terutama yang menangani masalah-masalah pemberdayaan
perempuan dan anak. Program-program pembangunan pemberdayaan perempuan
dan anak merupakan program lintasbidang dan lintasprogram, sehin gga
diperlukan koordinasi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi.
Di samping itu, terbatasnya data pembangunan yang terpilah menurut jenis
kelamin, mengakibatkan kesulitan dalam menemukenali masalah-masalah gender
yang ada.
Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2006
Sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada tahun 2006 dalam rangka
peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan
perlindungan anak adalah: (1) terumuskannya kebijakan aksi afirmasi peningkatan
kualitas hidup perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,
politik, dan ekonomi di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota; (2)
terlaksananya berbagai upaya perlindungan perempuan; (3) tersusunnya
18
kebijakan dalam rangka pemenuhan hak-hak anak; (4) tersusunnya materi dan
terlaksananya komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang peningkatan
kualitas hidup dan perlindungan perempuan (KPP) serta kualitas hidup dan
perlindungan anak (KPA) di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota; (5)
menguatnya kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender (PUG) dan anak
(PUA) di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota; (6) tersedianya data dan
statistik gender dan anak; (7) tersusunnya kebijakan dan program pembangunan
daerah yang responsif gender dan yang peduli anak di tingkat propinsi dan
kabupaten/kota; dan (8) terintegrasinya masalah dan upaya peningkatan kualitas
anak dan perempuan ke dalam kebijakan nasional, propinsi dan kabupaten/kota.
Dengan memperhatikan permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi
pada tahun 2006, serta mengupayakan pencapain sasaran pembangunan tersebut
di atas, maka arah kebijakan yang akan dilakukan pada tahun 2006 adalah: (1)
meningkatkan kualitas hidup perempuan, terutama di bidang pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi, serta peran perempuan di bidang politik; (2)
meningkatkan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak di tingkat
propinsi dan kabupaten/kota; (3) menyempurnakan perangkat hukum yang
melindungi setiap individu dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, dan
diskriminasi, termasuk kekerasan dalam rumah tangga; (4) meningkatkan
kesejahteraan dan perlindungan anak, terutama di bidang pendidikan, kesehatan,
dan hukum; (5) memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan
pengarusutamaan gender dan anak dalam perencanaan pembangunan di tingkat
propinsi dan kabupaten/kota; dan (6) melanjutkan penyusunan data dan statistik
gender di tingkat propinsi dan kabupaten/kota.
Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming)
Menurut Corner dalam Fadhil (2002) istilah pengarusutamaan gender
(gender mainstreaming) masuk ke dalam khasanah pembangunan di Indonesia
hanya baru belakangan ini. Selanjutnya dikatakan bahwa kurang lebih satu
setengah dasawarsa yang lalu yaitu pada waktu Konferensi Perempuan Sedunia
di Nairobi tahun 1985, istilah itu masuk ke dalam diskusi-diskusi yang
membicarakan “Perempuan dan Pembangunan (WAD)”, meskipun demikian
19
penggunaannya tidak sampai meluas. Satu dasawarsa kemudian pada bulan Juni
1994, diadopsi oleh Konferensi Tingkat Menteri Asia Fasific Kedua Mengenai
Perempuan Dalam Pembangunan, istilah pengarusutamaan gender (gender
mainstreaming ) muncul dalam Program Aksi, dalam kata-kata yang menekankan
’Mainstreaming Gender concern in public policies and programes’. Satu tahun
kemudian, di Konferensi Perempuan Sedunia yang diselenggarakan di Beijing
1995, istilah gender mainstreaming muncul lagi di Beijing Platform of Action.
Kali ini semua negara peserta (termasuk Indonesia) dan agen -agen pembangunan
yang hadir pada konferensi itu, secara eksplisit menerima mandat untuk
mengimplementasikan pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) di
negara masing-masing.
Sebagai Negara Peserta Kongres Wanita Sedunia ke-empat yang
diselenggarakan di Beijing Tahun 1995, secara eksplisit Indonesia menerima
mandat untuk mengimplementasikan gender ke dalam pembangunan, berarti
menjadikan kepentingan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi
dimensi integral dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian
kebijakan-kebijakan dalam program pembangunan dan upaya-upaya untuk
mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), maka pemerintah Indonesia
melalui GBHN 1999 menyatakan bahwa pengarusutamaan gender merupakan
kebijakan nasional yang harus diemban oleh lembaga yang mampu mewujudkan
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).
Pengarusutamaan gender adalah salah satu strategi pembangunan nasional
guna meningkatkan kualitas hidup perempuan dan laki-laki dalam rangka
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, artinya semua kebijakan dan
program memperhatikan secara konsisten dan sistematis terhadap perbedaan -
perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat dan mengupayakan
untuk menghilangkan hambatan-hambatan struktural dalam mencapai kesetaraan
dan keadilan gender (Sahala, 2001). Dalam suatu program biasanya terdiri dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Roudabought mengemukakan
bahwa pengembangan program mencakup lima tahap kegiatan, yaitu (1)
identifikasi masalah, (2) penentuan tujuan, (3) pengembangan rencana kerja, (4)
pelaksanaan rencana kerja, (5) penetapan kemajuan. Model ini membagi program
20
ke dalam dua bagian kegiatan utama, yaitu kegiatan penentuan program yang
mencakup tahap identifikasi masalah dan penetapan tujuan, dan kegiatan
pelaksanaan program yang mencakup pengembangan rencana kerja, pelaksanaan
rencana kerja, dan penetapan kemajuan (Mugniensyah dalam Riza, 2001).
Kegiatan yang dilakukan dalam PUG yaitu: (1) meningkatkan kesadaran
dan kepekaan gender dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan
dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat pada jajaran sektor bidang PUG; (2)
menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program
semua bidang PUG kepada pejabat sektor bidang PUG di pusat dan daerah; (3)
menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada sektor
bidang PUG di pusat dan daerah; (4) menyelenggarakan pelatihan PUG pada
sektor bidang PUG di pusat dan daerah. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah
turunan dari program-program dalam 12 bidang PUG yaitu: (1) bidang
pendidikan dan pelatihan; (2) bidang kesehatan; (3) bidang Keluarga Berencana;
(4) bidang ekonomi dan ketenagakerjaan; (5) bidang politik; (6) bidang hukum;
(7) bidang kesejahteraan sosial; (8) bidang agama; (9) bidang hankam; (10)
bidang lingkungan hidup; (11) bidang informasi dan komunikasi; dan (12) bidang
kelembagaan (RIPNAS PP, 2000-2004).
Dalam rangka memberikan arah bagi penyusunan program dan indikator
keberhasilan pemberdayaan perempuan, maka dirumuskan sejumlah Kebijakan
dan Program Pemberdayaan Perempuan1 sebagai berikut: (1) pengembangan
kelompok-kelompok masyarakat yang sadar gender dan peduli terhadap hak-hak
anak; (2) peningkatan kondisi dan posisi perempuan di bidang pendidikan,
kesehatan, ekonomi/pekerjaan dan pengambilan keputusan; (3) penyelenggaraan
perlindungan hak-hak anak dan kesempatan partisipasi anak; (4) penegakan
supremasi hukum untuk perlindungan hak-hak perempuan dan anak; (5)
penumbuhan dan pembinaan terhadap lembaga/organisasi sosial peduli
perempuan dan anak; (6) pengembangan dan peningkatan kerjasama nasional,
regional dan internasional di bidang kesetaraan gender dan perlindungan anak.
1 http://www.menegpp.go.id/menegpp.php?cat=fix&id=kebijakan
21
Program pokok pembangunan pemberdayaan perempuan 2005-2009
mencakup bidang-bidang: (1) kelembagaan dan pembudayaan norma kesetaraan
gender, yaitu: (a) melakukan sosialisasi, advokasi dan fasilitasi (KIE) kesetaraan
gender dan perlindungan anak; (b) membangun/membina kelompok masyarakat
sadar gender dan peduli hak-hak anak, (2) peningkatan peran serta masyarakat,
yaitu: (a) memberdayakan LSM, dunia usaha/swasta, organisasi profesi dan
organisasi sosial yang peduli gender dan anak; (b) membina kemampuan dan
kemadirian lembaga/organisasi sosial yang peduli perempuan dan anak, (3)
harmonisasi peraturan perundang-undangan, yaitu: (a) melakukan kajian,
mengusulkan dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan kesetaraan gender dan perlindungan anak; (b) melakukan
kerjasama dengan berbagai pihak dalam upaya menegakkan hukum untuk
menlindungi hak-hak perempuan dan anak, (4) pendidikan dan pelatihan, yaitu:
(a) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tenaga (pengelola dan pelaksana)
untuk mewujudkan kesetaraan gender dan anak (untuk semua segmen); (b)
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perempuan dalam proses
pengambilan keputusan (dalam rangka affirmative action ), (5) penelitian dan
pengembangan, yaitu: (a) pengkajian dan pengembangan tentang kebijakan dan
program kesetaraan gender perlindungan anak; (b) membina kerjasama dengan
berbagai lembaga penelitian dan pengkajian tentang kesetaraan gender dan
perlindungan anak, (6) pembinaan kerjasama, yaitu: (a) membangun dan
memantapkan komitmen kerjasama di bidang kesetaraan gender dan perlindungan
anak ditingkat daerah dan nasional; (b) membina jejaring kerjasama yang saling
menguntungkan ditingkat regional dan internasional di bidang kesetaraan gender
dan perlindungan anak, (7) pengawasan, pengadilan dan evaluasi, yaitu: (a)
mengembangkan indikator, prosedur dan mekanisme dalam pengumpulan dan
pengolahan serta penyebarluasan data dan info rmasi kesetaraan gender dan
perlindungan anak; (b) melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan
pelaksanaan kesetaraan gender dan perlindungan anak
Perencanaan adalah suatu upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi, untuk mencapai tujuan yang
22
telah ditetapkan, melalui pemilihan alternatif tindakan yang rasional2. Jika
mengacu pada teori Raudabought di atas, maka perencanaan program disebut
dengan istilah penetapan program yang terdiri dari kegiatan identifikasi masalah
dan penentuan tujuan.
Sedangkan yang dimaksud dengan perencanaan program yang responsif
gender adalah perencanaan yang dilakukan oleh seluruh lembaga pemerintah,
organisasi profesi, organisasi masyarakat yang disusun dengan
mempertimbangkan perb edaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan
permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunan sampai
pelaksanaannya. Hal ini berarti perencanaan tersebut mempertimbangkan empat
aspek yakni partisipasi, akses, manfaat dan kontrol yang dilakukan setara antara
perempuan dan laki-laki.
Oleh karena itu, proses identifikasi masalah harus mengikutsertakan
keterlibatan perempuan agar mereka dapat mengungkapkan masalah yang
dialaminya yang tentunya berbeda dengan permasalahan yang dihadapi laki-laki.
Mengenai tujuan program, Casley (1991), menyebutkan ada dua tujuan program,
yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek
secara khusus menentukan apa yang akan dicapai oleh program, sedangkan tujuan
jangka panjang ditentukan dalam konteks yang lebih luas yang dilakukan melalui
pencapaian tujuan -tujuan jangka pendek. Selain itu, Casley (1991) juga
mengemukakan bahwa tujuan program dapat dikelompokkan dalam empat
kategori hierarki, yakni masukan (Input), keluartan (Output), efek (effect) dan
dampak (impact). Dalam kerangka kerja logis, keempat hirarki tujuan program
tersebut serupa dengan istilah masukan, keluaran, tujuan dan sasaran.
Perencanaan yang responsif gender harus dilakukan untuk menjamin
pelaksanaan pembangunan nasional yang lebih mantap, berkesinambungan, dan
mencapai tingkat kemungkinan keberhasilan yang tinggi, dengan
mempertimbangkan dan memasukkan perbedaan -perbedaan pengalaman, aspirasi,
kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses
perencanaan. Dalam rangka menyelenggarakan perencanaan yang responsif
gender, perlu diperhatikan perilaku komunikasi aparat pemda dalam
2 http://www.menegpp.go.id/perencanaan.html
23
pengarusutamaan gender dengan melakukan analisis gender pada semua
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan.
Tahapan program yang kedua adalah tahap pelaksanaan. Pelaksanaan
pembangunan yang responsif gender merupakan tahap pelaksanaan dari
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang responsif gender yang telah
direncanakan dalam tahap perencanaan program. Pelaksanaan kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan yang responsif gender tersebut perlu
didukung oleh ketersediaan anggaran (budget).
Karakteristik anggaran responsif gender3 adalah sebagai berikut: (1)
anggaran responsif gender bukan merupakan anggaran yang terpis ah bagi laki-laki
ataupun perempuan; (2) fokus pada kesetaraan gender dan pengarusutamaan
gender dalam semua aspek penganggaran baik ditingkat nasional maupun di
tingkat lokal; (3) meningkatkan keterlibatan aktif dan partisipasi stakeholder
perempuan; (4) monitoring dan evaluasi belanja dan penerimaan pemerintah
dilakukan dengan responsif gender; (5) meningkatkan efektifitas penggunaan
sumber-sumber untuk mencapai kesetaraan gender dan pengembangan
sumberdaya manusia; (6) menekankan pada reprioritas daripada meningkatkan
keseluruhan belanja pemerintah; (7) melakukan reorientasi dari program-program
dalam sektor-sektor daripada menambah angka pada sektor-sektor khusus.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi merupakan suatu kegiatan yang tidak
terpisahkan dalam suatu penyelenggaraan program. Kegiatan ini dilakukan
setelah proses perencanaan dan pelaksanaan program diselenggarakan. Evaluasi3
adalah salah satu komponen yang secara sistematis mengumpulkan dan
menganalisis data dan informasi untuk menilai kelayakan serta pencapaian
sasaran dan tujuan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang responsif
gender baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan.
Menurut Casley (1991), evaluasi adalah suatu penilaian berkala terhadap
relevansi, prestasi, efisiensi dan dampak proyek dalam konteks tujuan yang telah
disepakati. Evaluasi diantaranya mencoba untuk membandingkan hasil-hasil
nyata yang dicapai dengan target yang telah ditentukan dan mengidentifikasi
alasan -alasan terjadinya kekurangan dan kelebihan. Selain itu, juga mencoba
3 http://www.menegpp.go.id/Evaluasi
24
untuk menilai efisiensi tata cara pelaksanaan program dan menentukan pengaruh
serta dampak program.
Proses evaluasi memfokus pada tiga hal, yakni prestasi, keluaran, efek dan
dampak. Adapun prestasi didefinisikan Casley (1991) meliputi suatu tinjauan
umum terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan program untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Evaluasi terhadap prestasi biasanya meliputi persiapan
program, kekhususan program, waktu dimulai dan pelaksanaan program, masukan
yang disediakan, respon pemanfaat, dan sebagainya.
Jenis evaluasi yang disebutkan Casley (1991) terdiri dari evaluasi
pertengahan, evaluasi akhir, dan pasca evaluasi. Evaluasi pertengahan difokuskan
pada prestasi proyek. Pada tahap ini belum dapat dilakukan penilaian terhadap
efek dan dampak program. Evaluasi akhir dilakukan setelah program berakhir
dan dapat menilai keluaran dan efek. Adapun pasca evaluasi dilakukan setelah
beberapa tahun program berakhir. Seringkali disebut evaluasi dampak, karena
pasca evaluasi dapat menilai dampak dari suatu program yang tidak terlihat pada
saat evaluasi akhir dilakukan.
Pengertian Persepsi
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih,
mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan
gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2002). Secara mudah, persepsi dapat
dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan
dunia sekelilingnya. Orang dapat mengenal dan sadar mengenai apa yang terjadi
diluar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ialah bahwa seseorang menciptakan
bayangan–bayangan internal tentang objek–objek fisik dan sosial serta peristiwa–
peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan pengembangan ini, yang pada dasarnya
mencangkup kegiatan–kegiatan internal yaitu melalui system syaraf ke otak, serta
mengubahnya lagi kedalam pengalaman–pengalaman bermakna. Efek (dalam hal
ini persepsi) yang diharapkan oleh sumber akan berbeda–beda didalam
25
penerimaannya, karena komunikan mempunyai pola pilihan tertentu dalam
menerima pesan–pesan komunikasi (Rakhmat, 2002).
Menurut Lavidge dan Steiner dalam Effendy (2004) persepsi masih berada
dalam tahap kognitif yaitu tahap dimana respon terhadap stimuli belum terwujud
dalam sikap atau tindakan. Disini stimuli akan menimbulkan perhatian yang
menyebabkan seseorang mempunyai kesadaran (awareness) dan pengetahuan
(knowledge) terhadap stimuli tersebut. Efek kognitif berhubungan dengan pikiran
atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak
mengerti, dan yang tadinya bingung menjadi merasa lebih jelas. Suatu tindakan
persepsi mensyaratkan kehadiran objek eksternal untuk dapat ditangkap oleh
indera kita.
Persepsi itu sendiri berakar dari beberapa faktor yaitu (Rosady, 1998): (1)
Latar belakang budaya, kebahasaan, dan adat istiadat yang dianut masyarakat; (2)
Pengalaman masa lalu seseorang atau kelompok tertentu menjadi landasan atas
pandangannya; (3) Nilai–nilai yang dianut (moral, etika, dan keagamaan yang
dianut, atau nilai–nilai yang berlaku dalam masyarakat); (4) Berita dan pendapat–
pendapat yang berkembang dan kemudian mempunyai pengaruh terhadap
pandangan seseorang.
Ada tiga dimensi yang terkait dengan persepsi, menurut Osgood tentang
konsep diferensial semantik menjelaskan tiga dimensi dasar yang terkait dengan
persepsi, yakni evaluasi (baik-buruk), potensi (kuat-lemah), dan aktivitas (aktif-
pasif). Menurutnya evaluasi merupakan dimensi utama yang mendasari persepsi,
disamping potensi dan aktivitas (David O Sears, et. al, 1994).
Hubungannya dengan persepsi aparat pemda kabupaten dalam tulisan ini,
adalah persepsinya terhadap Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah.
Persepsi diartikan sebagai pandangan aparat pemda terhadap 11 (sebelas)
rumusan Pengarusutamaan Gender yang telah penulis susun, yaitu Tentang: (1)
PUG dalam pembangunan nasional yang dilakukan melalui Kebijakan Satu Pintu
(KSP) atau ”One Door Policy”; (2) kegiatan yang dilakukan dalam PUG; (3)
program pokok pembangunan pemberdayaan perempuan 2005-2009 mencakup 7
macam; (4) pentingnya tujuh program pokok pembangunan pemberdayaan
perempuan di era otonomi daerah ini; (5) kegiatan PUG dalam pembangunan
26
Diklat; (6) kegiatan PUG dalam pembangunan kesehatan; (7) kegiatan PUG
dalam pembangunan KB; (8) kegiatan PUG dalam pembangunan ekonomi dan
ketenagakerjaan; (9) kegiatan PUG dalam pembangunan politik dan hukum; (10)
kegiatan PUG dalam pembangunan Kesos dan agama; dan (11) kegiatan PUG
dalam pembangunan Hankam.
Persepsi atau pandangan positif aparat Pemda kabupaten terhadap konsep
pengarusutaman gender, diharapkan akan mendukung kebijakan dan program
Kementerian Pemberdayaan Perempuan di daerah. Hal ini mengingat otonomi
daerah memberikan peluang aparat Pemda untuk melaksanakan fungsi dan peran
dalam merumuskan dan menentukan kebijakan pembangunan di daerah, termasuk
didalamnya pembangunan di bidang pemberdayaan perempuan.
Pengertian Partisipasi
Banyak para ahli telah mengemukakan pendapat tentang masalah
partisipasi dengan berbagai implikasi pengertiannya. Kadang-kadang terdapat
perbedaan tertentu yang menyangkut terminologi yang digunakan, namun pada
dasarnya terdapat kesamaan dalam pengertiannya yang diajukan oleh mereka.
Beberapa diantara para ahli tersebut adalah Bhattacharyya (1972, 20)
dalam Muliawati (1993) mengartikan partisipasi sebagai pengambil bagian dalam
kegiatan bersama (taking part in joint action). Keith Davis (1967, 128) dalam
Muliawati (1993) menyatakan bahwa “participation is defined as individuals
mental and emotional involvement in a group situation that encourages him to
contribute to group goals and to share responsibility for them”.
Berdasarkan pengertian partisipasi tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa: (1) partisipasi itu sesungguhnya merupakan keterlibatan mental dan
perasaan lebih daripada keterlibatan jasmaniah; (2) partisipasi berarti adanya
kesediaan memberikan kontribusi pada usaha mencapai tujuan kelompok; (3)
partisipasi berarti adanya perasaan bertanggung jawab terhadap usaha-usaha yang
dapat diwujudkan. Ada sence of belonging terhadap kelompok dan tujuan.
Menurut Raharjo (1985, 79) partisipasi dapat diartikan sebagai
keikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan pemerintah.
Joan Nelson dalam Bryant dan White (1987, 206) menyebutkan dua macam
27
partisipasi, yaitu partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan
yang dinamakan partisipasi horizontal dan partisipasi kliens dan patron antara
masyarakat sebagai suatu keseluruhan dengan pemerintah yang diberi nama
partisipasi vertikal.
Partisipasi sebagai suatu elemen pembangunan desa pada dasarnya juga
merupakan proses adaptasi terhadap perubahan yang sedang berjalan. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Robert E. Lene (1968, 194) menyatakan bahwa
partisipasi merupakan kebutuhan untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan
masyarakat sekitarnya meskipun penyesuaian diri seperti itu mempunyai
keistimewaan arti dan kegunaan yang bervariasi bagi orang-orang.
Dilihat dari tingkatannya partisipasi menurut Noeng Muhajir (1980, 107)
ada empat jenis yakni: (1) keterlibatan orang di dalam proses pembuatan
keputusan; (2) keterlibatan orang dalam pelaksanaan program dan pengambilan
keputusan; (3) keterlibatan orang dalam menikmati hasil dari kegiatan; (4)
keterlibatan di dalam evaluasi suatu hasil dari program yang sudah terlaksana.
Ulasan lebih lanjut tentang partisipasi dikemukakan oleh Tjokrowinoto
(1977, 24) yang pada pokoknya mengatakan bahwa partisipasi sebagai proses
intelektual dan emosional di dalam dinamika organisasi dan hal ini hanya dapat
berlangsung dalam konteks pengambilan keputusan. Jadi dengan demikian
partisipasi merupakan pengertian di dalam proses pengambilan keputusan di
dalam suatu organisasi serta dimana mereka ikut menentukan pula apa yang
merupakan tujuan dari pada organisasi serta bagaimana kebijaksanaan yang perlu
diambil untuk mencapai tujuan tersebut.
Pengertian Otonomi Daerah
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah menyebut
kan bahwa Otonomi Daerah 4 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Masih dalam Penjelasan UU terseburt bahwa daerah otonom, adalah kesatuan
4 http://www.depdagri.go.id/data/doc/UU%20No.%2032%20thn%202004.doc
28
masyarakat hukum yang mempunyai batas -batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan pemerintahan daerah
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas -luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Dari revisi UU tentang otonomi daerah memberikan penjelasan kepada
kita bahwa ada perubahan prinsip dalam pelaksanaan pemerintahan daerah
menjadi asas otonomi dan pembantuan. Sementara dalam UU No. 22 Thn 1999
rumusan asas pemerintahan daerah adalah dekonsentrasi, desentralisasi, dan asas
pembantuan. Artinya Pemda diberi hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat dan tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat karena
untuk melaksanakan kewenangan pemda, pemerintah mengalokasikan dana
perimbangan. Jadi, daerah diberi hak untuk melaksanakan tugas dan kewenangan
daerah, dan mendapat sumber keuangan, daerah juga tetap berkewajiban untuk
menjaga negara kesatuan, memajukan kesejahteraan rakyatnya, menjaga
kerukunan, dan melakukan pelayanan untuk rakyat 5. Sehingga perilaku
komunikasi aparat pemda memegang peranan penting dalam implementasi
program pembangunan, termasuk dalam penerapan pengarustutamaan gender di
era otonomi daerah.
Menurut Widjaya (1992) sesuai UU no 5 tahun 1974 pengertian otonomi
daerah bagi suatu daerah bermakna: (1) berinisiatif sendiri (menyusun
kebijaksanaan daerah dan menyusun rencana dan pelaksanaanya); (2) memiliki
alat pelaksanan sendiri yang qualified ; (3) membuat pengaturan sendiri; (4)
menggali sumber-sumber keuangan sendiri, menetapkan pajak, restribusi dan lain-
lain usaha yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan syarat-syarat
di atas otonomi daerah dapat dijelaskan sebagai cara untuk mewujudkan secara
5 http://www.ditjen-otda.go.id/index.php?option=content&task=view&id=192&Itemid=
29
nyata penyelenggaraan pemerintah yang efektif, efisien dan berwibawa guna
mewujudkan pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraan otonomi daerah, juga merupakan keterikatan yang kuat antara
daerah yang satu dengan yang lainnya, di samping menumbuhkembangkan
semangat kebersamaan dalam simpul negara kesatuan Republik Indonesia.
Ada lima variabel untuk mengukur kemampuan suatu daerah mampu
berotonomi menurut Marzuki Nyakman dan Ryaas Rasjid: (1) kemampuan
keuangan daerah, ditentukan oleh berapa besar peranan pendapatan asli daerah
terhadap jumlah total pembiayaan daerah; (2) menyangkut kemampuan aparatur
berapa ratio jumlah pegawai terhadap jumlah penduduk, masa kerja pegawai,
golongan kepegawaian, pendidikan formal dan pendidikan fungsional aparat; (3)
partisipasi masyarakat, bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan
desa yang menyangkut kesehatan dan pelayanan sosial; (4) variabel ekonomi di
daerah dengan mengukur indikator seperti nilai rata-rata pendapatan per kapita
dalam lima tahun terakhir, berapa persentase (%) sektor-sektor pertanian,
pertambangan dan pemerintahan terhadap PDRB; (5) variabel demografi,
indikasinya berapa jumlah pendapatan penduduk, pertumbuhan penduduk, jumlah
penduduk yang buta aksara, ratio ketergantungan, tempat pendidikan penduduk,
usia muda, pendidikan yang diutamakan dan kemungkinan tersedianya lapangan
kerja.
KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Kerangka Pikir
Pengarusutamaan gender dalam era otonomi daerah, telah
dikomunikasikan oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Pemberdayaan
Perempuan Republik Indonesia kepada pemerintah daerah. Saluran komunikasi
yang digunakan yaitu saluran komunikasi interpersonal melalui petugas Biro
Pemberdayaan Perempuan serta saluran komunikasi media massa (buku pedoman,
TV, radio, dan internet). Pesan yang disampaikan dimulai dari panduan
pelaksanan Inpres No. 9 Tahun 2000, Rencana Induk Pembangunan Nasional
Pemberdayaan Perempuan 2000-2004 sampai pada program pokok pembangunan
pemberdayaan perempuan 2005-2009 yang mencakup bidang-bidang: (1)
Kelembagaan dan pembudayaan norma kesetaraan gender, (2) peningkatan peran
serta masyarakat, (3) harmonisasi peraturan perundang-undangan, (4) pendidikan
dan pelatihan, (5) penelitian dan pengembangan, (6) pembinaan kerjasama, (7)
pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Kegiatan yang dilakukan dalam program
pokok pembangunan perempuan tersebut diantaranya yaitu dengan melakukan
sosialisasi kepada aparat, advokasi dengan melibatkan LSM dan pelatihan melalui
strategi PUG, untuk itu Meneg Pemberdayaan Perempuan telah mengeluarkan
Panduan Pelaksanaan Pengarusutamaan gender mulai dari para pimpinan
Departemen sampai kepada para Bupati di daerah, dilanjutkan dengan Surat
Mendagri dan Otonomi Daerah kepada seluruh Bupati tentang Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender. Untuk Propinsi Lampung telah dikeluarkan Instruksi
Gubernur Lampung No: INST/02/B.VIII/HK/2002 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Daerah. Dengan demikian diharapkan dapat
memperkuat mandat Pemda Kabupaten dalam upaya mewujudkan kesetaraan
gender melalui Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender. Untuk lebih memahami
proses komunikasi dalam PUG, dapat dilihat pada Gambar 1. Aliran Informasi
Hasil Evaluasi PP dan KPA dari tingkat kabupaten/kota sampai tingkat nasional
(Deputi Bid.Pengembangan dan Informasi KPP, 2003)
31
Gambar 1. Aliran Informasi Hasil Evaluasi PP Dan KPA
Sumber: Deputi Bidang Pengembangan dan Informasi KPP, 2003
Keterangan : Alur Informasi Laporan Hasil Evaluasi Alur Informasi Sebagai Umpan Balik Tembusan Laporan
NASIONAL
PROPINSI
KABUPATEN/KOTA
MENTERI PP
DEPUTI I
GUBERNUR
BIRO PP/ UNITT PP
BUPATI/ WALIKOTA
BAG. PP/ UNIT PP
CAMAT
SEKTOR, LSM TERKAIT
SEKTOR, LSM TERKAIT
SEKTOR, LSM TERKAIT
32
Penilaian atas pengarusutamaan gender diukur melalui persepsi dan
partisipasi (kemampuan kognitif, afektif dan konatif dari aparat) dalam
pengarusutamaan gender di era otonomi daerah. Terwujudnya kesetaraan dan
keadilan gender yang ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dengan laki-laki, mereka juga memiliki akses, kesempatan
berpartisipasi, dan kontrol serta memperoleh manfaat yang setara dan adil atas
pembangunan. Persepsi dan partisipasi sebagai efek komunikasi merupakan
dorongan pikiran dan perasaan (kemampuan kognitif) untuk melakukan tindakan
tertentu (kemampuan afektif dan konatif). Pendekatan komunikasi linear, Model
Komunikasi dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah disajikan
pada Gambar 2.
Gambar 2. Model Komunikasi dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah Kabupaten Lampung Timur, Tahun 2005
Komunikasi Media Massa (Media Cetak & Media Elektronik)
Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia (KPP-RI).
Sumber
Komunikasi Interpersonal
Perilaku Komunikasi Aparat
Pemda
Karakteristik Aparat Pemda
Pemda Kabupaten/Aparat
Penerima/Masyarakat
Persepsi dan Partisipasi dalam Pengarusutamaan
Gender
11 (sebelas) rumusan Pengarusutamaan Gender: PUG dalam pembangunan nasional yang dilakukan melalui Kebijakan Satu Pintu (KSP) atau ”One Door Policy”; kegiatan yang dilakukan dalam PUG; program pokok pembangunan pemberdayaan perempuan 2005-2009 mencakup 7 macam; pentingnya tujuh program pokok pembangunan pemberdayaan perempuan di era otonomi daerah ini; kegiatan PUG dalam pembangunan Diklat; kegiatan PUG dalam pembangunan kesehatan; kegiatan PUG dalam pembangunan KB; kegiatan PUG dalam pembangunan ekonomi dan ketenagakerjaan; kegiatan PUG dalam pembangunan politik dan hukum; kegiatan PUG dalam pembangunan Kesos dan agama; dan kegiatan PUG dalam pembangunan Hankam.
33
Perbedaan karakteristik individu dan perilaku komunikasi personil aparat
pemerintah daerah akan mempengaruhi persepsi dan partisipasi personil aparat
dalam memahami dan melaksanakan program Pengarusutamaan Gender. Lebih
jelasnya, diagram alur pikir ini disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Kerangka pikir hubungan antara karakteristik, perilaku komunikasi serta persepsi dan partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam pengarusutamaan gender di era otonomi daerah.
Efek / Pengaruh
Persepsi dan Partisipasi Aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah
Karakteristik Individu
§ Usia § Jenis Kelamin § Pendidikan formal § Jabatan § Golongan
Perilaku Komunikasi
§ Keterdedahan pada saluran komunikasi interpersonal
§ Keterdedahan pada saluran komunikasi media massa
34
Hipotesis
Sejalan dengan kerangka pikir dan untuk menjawab tujuan penelitian,
dirumuskan hipotesis pokok sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan
partisipasi aparat Pemda kabupaten dalam pengarusutamaan gender di era
otonomi daerah.
2. Terdapat hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan
partisipasi aparat Pemda kabupaten dalam pengarusutamaan gender di era
otonomi daerah.
3. Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku komunikasi
aparat Pemda kabupaten dalam pengarusutamaan gender di era otonomi
daerah.
Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman terhadap variabel-variabel dalam
penelitian, berikut ini dijelaskan definisi operasional dari variabel yang digunakan
sebagai berikut:
1. Karakteristik Individu/Personel
Karakteristik individu responden adalah ciri yang melekat pada pribadi
seseorang dalam hal ini pejabat Pemda yang meliputi: usia, jenis kelamin,
pendidikan formal, golongan, dan jabatan. Karakteristik individu pejabat
struktural ini terdiri dari lima variabel yang meliputi:
• Usia adalah umur responden yang diukur dari saat kelahiran hingga saat
penelitian dilaksanakan. Pengukuran berdasarkan pembulatan ke ulang tahun
terdekat, dan dinyatakan dalam satuan tahun. Usia responden dibagi dalam tiga
kelas dengan kategori muda (20–30 tahun); dewasa (31-40 tahun) dan tua (41
tahun ke atas).
• Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden yang dikategorikan 1 = pria dan
2 = wanita. Diukur dengan skala nominal.
• Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang dapat
diselesaikan oleh responden. Pendidikan formal responden dikategorikan atas
35
lima kelas, yaitu: SD/SMP = sangat rendah; SMA/SMU = rendah; Diploma =
sedang; S1 = tinggi; S2 = sangat tinggi.
• Jabatan adalah kedudukan atau posisi responden di Dinas/Lembaga/Sekretariat
/Kantor di lingkungan Kabupaten Lampung Timur pada saat penelitian
dilaksanakan. Jabatan responden dikategorikan sebagai berikut: Sekcam/Kaur
= rendah; Kasubbag = sedang; Kabag - Kepala Dinas/Badan/Kantor-Sekda =
tinggi.
• Golongan adalah jenjang kepangkatan terakhir responden saat penelitian
dilaksanakan. Golongan responden dikategorikan atas dua kelas, yaitu
Golongan III = sedang; Golongan IV = tinggi.
2. Perilaku komunikasi aparat Pemda.
Perilaku komunikasi aparat Pemda adalah aktivitas responden dalam
membuka diri dan upaya mencari informasi yang bersifat inovatif melalui saluran
komunikasi yang tersedia. Aktivitas tersebut meliputi keterdedahan pada saluran
komunikasi interpersonal, dan keterdedahan pada media komunikasi. Secara rinci
penjelasan variabel perilaku komunikasi diuraikan sebagai berikut:
• Keterdedahan pada saluran komunikasi interpersonal, adalah aktivitas
responden dalam bertatap muka dan berdiskusi tentang PUG melalui
komunikasi interpersonal dengan Biro Bina Pemberdayaan Perempuan
Propinsi, tokoh LSM dan staf pemberdayaan perempuan yang berkaitan
dengan PUG. Indikatornya yaitu mencari dan menerima informasi tentang
PUG maupun personal lain yang erat kaitannya dengan PUG dari sesama
aparat dan Pembina (Staf Biro Bina Pemberdayan Perempuan dan tokoh LSM),
selama satu tahun terakhir dan dinyatakan dalam jumlah pertemuan.
Dikategorikan menjadi tiga kategori: rendah ( < 1 kali pertemuan), sedang ( 2-
5 kali pertemuan), tinggi (> 5 kali pertemuan).
• Keterdedahan pada media komunikasi massa, adalah aktivitas komunikasi
responden dalam memperoleh informasi tentang pengarusutamaan gender
melalui media massa, baik media cetak (surat kabar, buku, brosur) maupun
media elektronik (TV, radio, internet). Diukur berdasarkan lamanya dan
frekuensi responden terdedah pada media tersebut, yaitu frekuensi responden
36
membaca media cetak, menonton TV dan mendengar radio tentang PUG.
Indikatornya yaitu mencari dan menerima informasi tentang PUG dari media
komunikasi massa. Dikategorikan menjadi tiga kategori: rendah (< 1 kali
membaca, menonton TV dan mendengar radio), sedang ( 2- 5 kali membaca,
menonton TV dan mendengar radio), tinggi (> 5 kali membaca, menonton TV
dan mendengar radio).
3. Persepsi dan Partisipasi Aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah.
• Persepsi dalam pengarusutamaan gender bagi aparat Pemda di era otonomi
daerah adalah penilaian dan pernyataan responden tentang pengarusutamaan
gender, yang diukur dengan menggunakan Tujuh Program Pokok
pembangunan pemberdayaan perempuan di era otonomi daerah (KPP, 2004)
(1) kelembagaan dan pembudayaan norma kesetaraan gender, (2) peningkatan
peranserta masyarakat, (3) harmonisasi peraturan perundang-undangan, (4)
pendidikan dan pelatihan), (5) penelitian dan pengembangan, (6) pembinaan
kerjasama, (7) pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Setiap indikator
dikembangkan menjadi beberapa pernyataan yang akan dinilai responden.
Penilaian menggunakan skala berjenjang, dengan ketentuan 1 = tidak setuju; 2
= ragu-ragu/tidak tahu; 3 = setuju.
• Partisipasi dalam pengarusutamaan gender bagi aparat pemerintah daerah di
era otonomi daerah adalah keterlibatan secara fisik dan emosional responden
yang mendorongnya untuk memberikan kontribusi dalam pelaksanaan strategi
pengarusutamaan gender serta ikut bertanggung jawab dalam aktifitas tersebut.
Dalam hal ini responden diminta untuk memberikan pernyataan atas
pertanyaan yang tersedia, yaitu: (1) Perencanaan: apakah dalam penetapan
program di masing-masing bidang telah dilakukan hal-hal yang meliputi (a)
Identifikasi masalah mengikutsertakan keterlibatan perempuan; (b) Penentuan
tujuan terdiri dari masukan (input) , keluaran (output), efek (effect) dan dampak
(impact) sudah mempertimbangkan perbedaan pengalaman, aspirasi,
kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses
penyusunan; (c) Sudah mempertimbangkan empat aspek yakni partisipasi,
akses, manfaat dan kontrol yang dilakukan setara antara perempuan dan laki-
37
laki dalam perencanaan. (2) Pelaksanaan: apakah dalam pelaksanaan telah
didukung oleh ketersediaan anggaran (budget), karakteristik anggaran
responsif gender (KPP, 2004) adalah: (a) anggaran responsif gender bukan
merupakan anggaran yang terpisah bagi laki-laki atau perempuan; (b) fokus
pada kesetaraan dan pengarusutamaan gender dalam semua aspek
penganggaran; (c) meningkatkan keterlibatan aktif dan partisipasi stakeholder
perempuan; (d) monitoring dan evaluasi belanja dan penerimaan pemerintah
dilakukan dengan responsif gender; (e) meningkatkan efektifitas penggunaan
sumber-sumber untuk mencapai kesetaraan gender dan pengembangan SDM
perempuan. (3) Pemantauan dan Evaluasi: apakah telah dilakukan
pengumpulan dan penganalisis an data dan informasi untuk menilai kelayakan
serta pencapaian sasaran dan tujuan kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan yang responsif gender baik pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, maupun pasca pelaksanaan. penilaian menggunakan skala
berjenjang, dengan ketentuan Tidak Pernah (< 1 kali), Kadang-kadang (1-3
kali) dan Selalu (> 3 kali). Pengukuran peubah ini dilakukan dengan cara
memberi skor kepada bentuk partisipasi responden. Skor dari setiap bentuk
partisipasi dijumlahkan untuk mendapat skor total.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini didesain dengan metode survai (Singarimbun dan Effendy,
1995). Penelitian menekankan pada upaya melakukan kajian mendalam terhadap
program pengintegrasian isu gender ke dalam program menurut bidang
pembangunan di lingkungan Pemda Lampung Timur dalam rangka otonomi
daerah. Menurut Atherton dan Klemmack dalam Soehartono (1998) penelitian
dengan desain ini akan memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau
suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan
antara dua gejala atau lebih.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Lingkungan Pemda Kabupaten Lampung
Timur yang sesuai dengan berbagai bidang pembangunan dalam strategi PUG
yaitu: Kesehatan, Pertanian, KB, Hukum, Politik dan Pemerintahan, Ekonomi dan
Ketenagakerjaan, Pendidikan, Sosial dan Agama. Bidang-bidang pembangunan
tersebut tersebar di Dinas-dinas, Kantor-kantor, Badan -badan, Sekretariat dan
Kecamatan-Kecamatan di Lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaten Lampung
Timur (16 Dinas, 5 Kantor, 4 Badan, 2 Sekretariat dan 23 kecamatan).
Waktu penelitian ini telah dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan
Oktober sampai dengan bulan November 2005. Data dianalisis setelah semua
terkumpul dan diselesaikan akhir bulan Desember 2005.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pejabat struktural pada 16 Dinas, 5
Kantor, 4 Badan, 2 Sekretariat dan juga pejabat kecamatan di lingkungan Pemda
Kabupaten Lampung Timur yang berjumlah kurang lebih 676 jabatan terisi dari
total 717 jabatan atau masih ada 41 jabatan yang lowong/belum terisi (Sumber:
Data Kepegawaian Kabupaten Lampung Timur Oktober 2005). Populasi
distratifikasi berdasar eselon yang dimiliki oleh PNS sesuai dengan jabatannya di
Pemda Kabupaten Lampung Timur. Populasi dimaksud merupakan pelaksana
program pembangunan menurut bidangnya masing-masing yang mengharuskan
39
Pengarusutamaan Gender masuk kedalam setiap program pembangunan pada
masing-masing sektor. Populasi penelitian tidak homogen berdasarkan golongan,
tetapi masih dapat dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok yang relatif
homogen. Menurut Arikunto (1993) bahwa berdasarkan tingkat homogenitas
populasi maka sampel penelitian dapat diambil sebesar 10 -15 persen. Karena itu
penelitian ini mengambil sampel sebesar 67,6 dibulatkan menjadi 68 orang dari
676 orang yang menduduki jabatan struktural di Pemda Lampung Timur. Teknik
pengambilan sampel menggunakan simple random sampling (sampel acak
sederhana) dengan kriteria responden adalah (1) menjadi PNS dan memegang
jabatan struktural di Pemda Lampung Timur minimal eselon-4 atau golongan III,
(2) mengerti tentang gender atau telah mendapatkan informasi tentang gender.
Data dan Instrumentasi
Data yang dikumpul dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara:
1. Menggunakan kuesioner terstruktur sebagai instrumen. Kuesioner terdiri dari
tiga bagian, yaitu (a) berhubungan dengan karakteristik aparat pemda, (b)
berhubungan dengan perilaku komunikasi aparat pemda, (c) berhubungan
dengan persepsi dan partisipasi aparat pemda dalam pengarusutamaan gender.
2. Melakukan wawancara terbuka berdasarkan kuesioner untuk memperoleh
keterangan lanjut yang tidak terungkap dari hasil kuesioner.
3. Observasi, mengadakan pengamatan langsung pada responden untuk menguji
kebenaran jawaban pada kuesioner.
Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan
melalui pencatatan data pada arsip kantor di Kabupaten Lampung Timur, BPS dan
literatur penunjang lainnya.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas instrumen dilakukan dengan menyesuaikan isi kuesioner
terhadap: (1) penelitian yang berkaitan dengan perilaku komunikasi aparat pemda
dan pengarusutamaan gender dalam otonomi daerah; (2) memperhatikan saran
dari para ahli, terutama komisi pembimbing; (3) memperhatikan pandangan -
40
pandangan dari dinas-d inas serta lembaga terkait dengan pengarusutamaan gender
dalam semua sektor pembangunan; (4) literatur terkait yang mencakup berbagai
teori yang relevan, dan kenyataan yang terjadi di lapangan.
Reliabilitas instrumen yang digunakan dilakukan dengan cara: (1)
memberikan keterangan tentang pengisian kuesioner kepada responden; (2)
melakukan uji coba kuesioner pada 20 orang PNS yang memiliki karakteristik
yang relatif sama dengan responden penelitian. Uji coba kuesioner tersebut
dilakukan kepada PNS yang bekerja pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten
Lampung Timur. Hal ini untuk mengetahui “kemampuan” kuesioner, sehingga
tidak menimbulkan bias jawaban.
Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik belah dua
(split half). Skor total dua belahan dikorelasikan dengan teknik korelasi Rank
Spearman (rs) dengan rumus:
dimana: N = Total pengamatan di = beda antara dua pengamatan
Sumber: Spearman dalam Siegel (1988)
Nilai korelasi yang diperoleh ( r ) dikorelasikan kembali untuk mencari nilai
korelasi keseluruhan (R) dengan menggunakan rumus:
dimana: R = angka reliabilitas keseluruhan item r = angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua
Sumber: Singarimbun dan Effendi (1989)
Kriteria pernyataan dikatakan valid bila skor pernyataan tersebut
berkorelasi positif dan nyata dengan skor jawaban (r hit > r tab dengan db = n –2
dan a = 0.05. Variabel reliable jika koefisien reliabilitas ( R ) positif dan nyata,
dimana R hit > r hit dari masing-masing pernyataan. Pengujian validitas dan
reliabilitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan Program SPSS 13.0 for
Windows.
N 6 S di 2
i = 1 rs = 1 N3 - N
2 X r R = 1 + r
41
Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Analisis frekuensi untuk mengetahui distribusi dan sebaran dari kategori
variabel yang diamati.
2. Analisis deskriptif untuk menjelaskan data secara umum, sehingga data yang
terdapat pada tabel frekuensi dapat diintepretasikan dengan cermat.
3. Analisis Chi-Kuadrat (?²) untuk mengetahui hubungan antar variabel nominal
pada variabel karakteristik individu (jenis kelamin) dengan ordinal pada
variabel pengarusutamaan gender di era otonomi daerah. Prosedur Uji yang
digunakan adalah sebagai berikut:
• Hipotesis statistik yang diuji
H0: Tidak terdapat hubungan antara variabel yang digunakan
H1: Terdapat hubungan antara variabel yang digunakan
• Statistik Uji yang digunakan adalah rumus ?² untuk dua sample
independen (Siegel, 1988) adalah :
r k ?² = S S (Oij Eij)² i = 1 j = 1 Eij
dimana:
Oij = Jumlah observasi untuk kasus-kasus yang dikategorikan dalam baris ke-I pada kolom ke-j.
Eij = Banyak kasus yang diharapkan di bawah Ho untuk kategori dalam baris ke-i pada kolom ke-j.
r k S S = jumlah semua baris ( r ) dan semua kolom ( k ) i=1 j=1
• Untuk menguji keeratan hubungan dari kedua variabel yang diuji
digunakan Koefisien Kontingensi © dengan rumus (Siegel, 1988):
C = v ?² dimana: N + ?² N = Total pengamatan di = beda antara dua pengamatan
4. Analisis korelasi Rank Spearman (rs) untuk mengetahui hubungan antar
variabel ordinal pada karakteristik individu (kecuali jenis kelamin) dengan
42
variabel perilaku komunikasi, karakteristik individu dengan persepsi dan
partisipasi aparat dalam pengarusutamaan gender, dan perilaku komunikasi
dengan persepsi dan partisipasi aparat dalam pengarusutamaan gender. Rumus
Uji Korelasi Rank Spearman (rs) (Siegel, 1988) yang digunakan adalah:
N
6 Σ di2
1=1
rs = 1 - (N3 – N)
dimana :
rs = koefisien korelasi rank Spearman N = Total pengamatan di = beda antara dua pengamatan
• Hipotesis statistik yang diuji
Ho: Tidak terdapat hubungan antara variabel yang digunakan
H1: Terdapat hubungan antara variabel yang digunakan
• Statistik Uji yang digunakan:
t = rs √ N – 2
1- rs
dimana:
rs = koefisien korelasi rank Spearman N = Jumlah Sampel t = thit yang selanjutnya dibandingkan dengan ttabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Pelaksanaan Program Pengarusutamaan Gender (PUG) di Era Otonomi Daerah
Struktur Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur
Sejak dilaksanakannya otonomi daerah pada tanggal 1 Januari 2001 setiap
kabupaten/kota telah membangun struktur administrasi pemerintah yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing. Secara umum, pemerintah kabupaten
dipimpin oleh seorang Bupati. Di bawah Bupati ada Wakil Bupati dan di bawah
Wakil Bupati ada Sekretariat Daerah yang dipimpin oleh seorang Sekretaris
Daerah. Sekretaris Daerah dibantu oleh beberapa asisten dan di bawah para
asisten adalah kepala-kepala bagian yang membawahi beberapa kepala sub-bagian
dan staf. Variasi akan struktur pemerintah daerah akan dijumpai pada tingkat
asisten ke bawah. Jumlah asisten, bagian, dan sub-bagian di setiap
kabupaten/kota berbeda-beda dan unik untuk setiap kabupaten/kota.
Di Kabupaten Lampung Timur, Sekretaris Daerah membawahi empat
Asisten, yaitu Asisten I Bidang Pemerintahan, Asisten II Bidang Ekonomi
Pembangunan, Asisten III Bidang Administrasi, dan Asisten IV Bidang Umum.
Di bawah Asisten I dan III masing-masing terdapat dua bagian, sedangkan
Asisten II dan IV masing-masing membawahi tiga bagian. Pelayanan mengenai
pemberdayaan perempuan dilaksanakan oleh Sub-Bagian Pemberdayaan
Perempuan di bawah Bagian Sosial, Asisten II Bidang Ekonomi (Bagan Struktur
Organisasi Pemda Kabupaten Lampung Timur terlampir).
Dalam struktur paralel yang juga bertanggungjawab kepada bupati adalah
dinas-dinas sektoral. Jumlah dan nama dinas -dinas sektoral juga unik untuk setiap
kabupaten. Di Lampung Timur terdapat 25 instansi sektoral yang terdiri dari 16
dinas, 4 badan dan 5 kantor. Selain itu juga terdapat sekelompok instansi
fungsional yang disebut Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) yang terdiri
dari Kepolisian, Militer, Kejaksaan Negeri dan DPRD. Muspida bersama bupati
memimpin kabupaten.
Di antara instansi tersebut di atas, Bappeda mempunyai peranan penting
dalam hal pengambilan keputusan di bidang perencanaan pembangunan dan
44
alokasi anggaran pembangunan (APBD) yang diajukan oleh seluruh sektor.
Sementara itu DPRD berperan memberikan persetujuan atas anggaran
pembangunan yang diajukan oleh Bappeda. DPRD juga berperan dalam
menerima atau menolak Laporan Pertanggungjawaban Bupati.
Secara administratif, wilayah kabupaten dibagi lagi ke dalam wilayah
kecamatan yang dikepalai oleh camat. Setiap kecamatan juga membawahi
beberapa desa/kelurahan (kampung). Desa/kelurahan/kampung adalah unit
administrasi terkecil dalam sistem pemerintahan daerah di era otonomi.
Desa/kelurahan/kampung dipimpin oleh seorang kepala desa/kampung atau lurah.
Di kecamatan juga ditempatkan petugas lapangan dari beberapa instansi, misalnya
pertanian, peternakan, keluarga berencana, kesehatan, kehutanan, perkebunan, dan
pendidikan. Mereka bertanggungjawab langsung menyampaikan dan
melaksanakan program dan proyek yang telah ditentukan oleh instansi masing-
masing.
Di dalam struktur pemerintahan kabupaten di era otonomi daerah, terdapat
tiga lapisan tanggungjawab dan pembagian kerja. Pemahaman atas mekanisme
pemerintahan kabupaten di era otonomi daerah adalah penting untuk menetapkan
strategi Pengarusutamaan Gender (PUG). Bupati dan wakil bupati adalah
penunjukkan politis, dan mereka adalah pembuat kebijakan yang utama di
kabupaten dibantu oleh para pejabat eselon II. Dalam administrasi kabupaten,
eselon II terdiri dari sekretaris daerah, para asisten, dan para kepala
dinas/badan/kantor. Masing-masing pejabat eselon II adalah juga pengambil
kebijakan yang utama dikantornya. Strategi PUG untuk para pejabat eselon II ini
harus difokuskan dalam bentuk advokasi, sehingga mereka memahami prinsip dan
manfaat PUG untuk perencanaan kebijakan dan program. Dukungan politik dari
bupati dengan mengeluarkan Surat Keputusan mengenai pelaksanaan PUG di
Kabupaten Lampung Timur akan membuat advokasi kepada pejabat eselon II
sehingga mendapat efek optimal.
Advokasi juga harus ditargetkan bagi anggota DPRD dengan tujuan agar
mereka memahami manfaat PUG. DPRD mempunyai peran penting untuk
menyetujui atau menolak rencana dan anggaran pembangunan yang diajukan oleh
pemerintah daerah.
45
Lapisan kedua struktur menejemen dalam administrasi kabupaten terdiri
dari Kepala Sub-Dinas atau Kepala Bagian dan tingkat kecamatan. Kelompok ini
merupakan pegawai pemerintah dengan jabatan eselon III. Para pejabat ini adalah
pembuat keputusan yang menganalisis, menilai dan melapor kepada pejabat
eselon II. Mereka juga mempunyai tanggungjawab untuk mengawasi kegiatan
sehari-hari para pegawai yang lebih rendah untuk urusan administrasi dan
menejemen di kantor sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing, para
pejabat ini harus memiliki suatu pemahaman mengenai aspek teknis PUG sangat
penting untuk diberikan kepada para pejabat menengah ini, karena mereka berada
dalam posisi untuk menyusun program pembangunan sehingga mereka harus
mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan informasi yang berkaitan dengan
masalah-masalah gender.
Kelompok pegawai yang paling rendah dalam administrasi kabupaten
adalah para pelaksana yang tidak memiliki tanggungj awab pengambilan
keputusan atau analisis. Mereka adalah pegawai yang termasuk pada eselon IV
dan staf biasa (tanpa eselon). Fungsi kelompok staf ini utamanya adalah
melaksanakan pekerjaan yang diberikan kepadanya oleh pejabat menengah atau
pejabat lain yang lebih tinggi eselonnya. Eselon IV b iasanya masih memiliki
fungsi sebagai pengambil keputusan dalam strategi pelaksanaan proyek.
Kelompok ini harus diberikan pelatihan untuk mendapat pemahaman mengenai
aspek teknis PUG oleh karena mereka adalah para pegawai yang
bertanggungjawab atas operasionalisasi proyek ditempat kerjanya, khususnya
mereka yang menangani data dan informasi.
Di tingkat kecamatan dan lapangan, para petugas lapangan, misalnya para
penyuluh, berperan penting dalam pelaksanaan PUG karena mereka secara
langsung berinteraksi dengan penduduk laki-laki dan perempuan dalam komunitas
dan juga pelaporannya mengenai masalah gender yang terjadi di lapangan.
Namun demikian kelompok pegawai ini hanya bekerja sesuai buku panduan yang
disediakan oleh atasan mereka, sehingga selama buku petunjuk pelaksanaan yang
diberikan kepadanya tidak mengatakan kepada mereka untuk melakukan
pendekatan responsif gender, maka mereka tidak akan melakukannya.
46
Perencanaan Strategik Program Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur
Program pemberdayaan perempuan di Kabupaten Lampung Timur sudah
dilaksanakan sejak terbentuknya Kabupaten Lampung Timur secara definitif
melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten
Lampung Timur (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 46, Tambahan lembaran
Negara Nomor 3825). Struktur organisasi yang bertanggungjawab atas
pelaksanaan program pemberdayaan perempuan, yaitu Sub Bagian Kesehatan dan
Pemberdayaan Perempuan di Bagian Sosial Pemda Lampung Timur yang
merupakan perangkat daerah yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Bupati Lampung Timur melalui Sekretaris Kabupaten. Organisasi dan tata kerja
Bagian Sosial Setdakab Lampung Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Lampung Timur Nomor 39 tahun 2000 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD dan Pemerintah
Kecamatan Kabupaten Lampung Timur. Bagian Sosial mempunyai tugas
menyiapkan koordinasi kegiatan di bidang keagamaan, pendidikan dan
kebudayaan, kesehatan, kesejahteraan generasi muda, olahraga dan peranan
wanita.
Di dalam Perencanaan Strategik (Renstra) Tahun 2001 – 2005 Bagian
Sosial Setda Kabupaten Lampung Timur, mencantumkan 6 (enam) kebijakan
yang dilakukan, yaitu: (1) memantapkan koordinasi d inas/instansi di wilayah
Kabupaten Lampung Timur, (2) orientasi peningkatan sumberdaya manusia
melalui pelatihan, (3) memantapkan pendidikan yang religius, (4)
memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat, (5) mendorong
upaya tindakan preventif daripada kuratif, dan (6) mendorong partisipasi
perempuan dalam pembangunan.
Program Pemberdayaan perempuan yang dilakukan dengan sasaran
terwujudnya peran aktif perempuan dalam pembangunan melalui kebijaksanaan
mendorong partisipasi perempuan dalam pembangunan, dilaksanakan melalui
program peningkatan peran masyarakat dan kemampuan kelembagaan PUG.
Kegiatan yang dilakukan yaitu: (1) membentuk kelembagaan/organisasi
perempuan di tingkat kecamatan di wilayah Kabupaten Lampung Timur, (2)
47
melakukan pelatihan menejemen organisasi perempuan, (3) pembinaan
peningkatan peranan wanita dan kesetaraan gender, (4) membina desa-desa binaan
peningkatan peranan wanita menuju keluarga sehat dan sejahtera, (5) melakukan
pendataan statistik gender, (6) membentuk tim pengelola program peningkatan
peranan wanita/P2W di tingkat kabupaten, (7) melaksanakan semiloka kesetaraan
gender, (8) melakukan studi banding pengarusutamaan gender, (9) melaksanakan
penataran P2W, dan (10) revitalisasi program P2W tingkat kabupaten (Renstra
Bagian Sosial Kabupaten Lampung Timur, 2001-2005).
Jika dibandingkan dengan sepuluh kabupaten/kota yang berada di wilayah
Propinsi Lampung maka hanya di Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten
Tanggamus, kegiatan Pemberdayaan Perempuan masih ditangani oleh Sub Bagian
dengan golongan eselon IV. Di Kota Bandar Lampung organisasi dan tata kerja
yang mengatur urusan pemberdayaan perempuan berada di bawah Dinas Sosial
dan Pemberdayan Perempuan, begitu juga di tujuh kabupaten/kota lain telah
ditangani oleh Bagian Pemberdayaan Perempuan di bawah Sekretariat
Kabupaten/Kota (eselon III). Belum terbentuknya organisasi dan tata kerja khusus
yang menangani pemberdayaan perempuan di Kabupaten Lampung Timur
menyebabkan konstribusi pemerintah daerah terhadap kegiatan pemberdayaan
perempuan relatif masih rendah. Contohnya dalam proses penerbitan SK Bupati
tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan di Kabupaten Lampung
Timur, sampai saat ini belum ada Surat Keputusan Bupati, yang merupakan
payung hukum pelaksanaaan PUG di Kabupaten Lampung Timur. Hal tersebut
menyebabkan proses sosialisasi PUG belum berjalan sesuai dengan harapan,
sedangkan secara nasional PUG dalam pembangunan sudah diinstruksikan oleh
Presiden sejak Tahun 2000. Contoh lainnya adalah yaitu belum ditempatkannya
program pemberdayaan perempuan sebagai program prioritas dalam Rencana
Strategis Daerah yang menyebabkan partisipasi perempuan dalam pembangunan
ditempatkan dalam urutan terakhir dalam enam kebijakan renstra Bagian Sosial
Kabupaten Lampung Timur.
48
Pelaksanaan Program Pengarusutamaan Gender (PUG) di Kabupaten Lampung Timur
Pelaksanaan PUG di Kabupaten Lampung Timur secara teknis
dilaksanakan oleh Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan pada
Bagian Sosial Sekretariat Derah Kabupaten Lampung Timur. Bupati adalah
sebagai penanggung jawab operasional di tingkat kabupaten. Dasar pelaksanaan
kegiatan PUG di Kabupaten Lampung Timur masih berpedoman pada Keputusan
Bupati Lampung Timur Nomor: B.157a/05/UK/2002, tentang Pembentukan Tim
Koordinasi Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2002.
Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur tersebut
merupakan unsur koordinasi dari semua kegiatan dinas/instansi terkait dan
kegiatan-kegiatan lembaga non pemerintah dalam upaya pemberdayaan
perempuan. Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan ini terdiri dari bupati
sebagai pembina, tim pengarah, tim pengelola teknis, kelompok kerja dan
sekretariat tim yang berkedudukan di Kasubbag Kesehatan dan Pemberdayaan
Perempuan Sekretariat Kabupaten Lampung Timur dengan susunan keanggotaan
tim dan susunan personalia sebagaimana tercantum pada Lampiran 3 dan 4.
Tugas Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Sekretariat Tetap
Kabupaten Lampung Timur adalah sebagai berikut: (1) Tim Pengarah,
menetapkan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
program/proyek dan kegiatan pembangunan daerah dalam rangka Pemberdayaan
Perempuan di Kabupaten Lampung Timur; (2) Tim Pengelola Teknis
Pemberdayaan Perempuan melakukan koordinasi perumusan kebijakan teknis
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program/proyek dan kegiatan
pembangunan daerah dalam rangka peningkatan pemberdayaan perempuan
Kabupaten Lampung Timur; (3) Sekretariat Tetap, melaksanakan pelayanan
administrasi untuk membantu pelaksanaan tugas tim pengarah dan tim pengelola
teknis pemberdayaan perempuan; (4) Pokja Pengarusutamaan Gender,
memfasilitasi badan, dinas, kantor, lembaga teknis dan unit organisasi lainnya
untuk mengintegrasikan PUG dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi kebijakan program/proyek dan kegiatan pembangunan daerah
Kabupaten Lampung Timur; (5) Pokja Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
49
(PKHP), memfasilitasi badan, dinas, kantor, lembaga teknis dan unit organisasi
lainnya untuk mengintegrasikan program Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
(PKHP) dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
kebijakan program/proyek dan kegiatan pembangunan daerah Kabupaten
Lampung Timur; (6) Pokja Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak
(PKPA), memfasilitasi badan, dinas, kantor, lembaga teknis dan unit organisasi
lainnya untuk Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak (PKPA) dalam
aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan
program/proyek dan kegiatan pembangunan daerah Kabupaten Lampung Timur.
Anggaran PUG untuk Kabupaten Lampung Timur diperoleh dari APBD
Kabupaten Lampung Timur, APBD Propinsi Lampung dan APBN melalui Biro
Pemberdayaan Perempuan Propinsi Lampung.
Sektor-sektor yang menjadi bidang garapan program PUG yaitu bidang
kesehatan, hukum, politik dan pemerintahan, ekonomi dan ketenagakerjaan,
pendidikan, sosial dan agama, dan demografi. Sampai penelitian berlangsung
Program Pemberdayaan Perempuan dan KPA Kabupaten Lampung Timur
berdasarkan bidang-bidang yang sudah dilaksanakan adalah sebagai berikut:
(1) Bidang Kesehatan:
Kegiatan PUG yang telah dilakukan:
a). Mengadakan Pelatihan Kader Posyandu dan Bina Keluarga Balita (BKB),
dengan jumlah peserta 100 orang kader perempuan, hasil yang diperoleh
yaitu tersedianya perangkat kader Posyandu dan BKB yang efektif dan
berkesinambungan dan tersedianya fasilitas untuk peningkatan mutu
kader Posyandu dan BKB di Kabupaten Lampung Timur;
b). Mengadakan Pembinaan dan Pemantauan Pengelolaan Kelompok Bina
Keluarga Balita (BKB) di Desa Raman Aji Kecamatan Raman Utara
dengan jumlah peserta 57 Ibu Balita, hasil yang diperoleh yaitu terjadinya
peningkatan kemampuan kader Posyandu dan BKB di Desa;
c). Mengikuti Lomba Bina Keluarga Balita (BKB) ke tingkat Propinsi pada
hari Kamis, tanggal 4 Agustus 2005 dengan melibatkan 57 Ibu Balita dan
mendapat Juara Harapan I;
50
d). Memberikan pelayanan kepada Bayi dengan jumlah peserta bayi laki-laki
10.307 anak dan bayi perempuan 11.546 anak untuk peningkatan
kesehatan bayi, memberikan pelayanan kepada 43.707 orang ibu
menyusui untuk peningkatan kesehatan ibu menyusui dan anak,
memberikan pelayanan kepada 24.039 orang ibu hamil untuk memberi
kesadaran agar memeriksakan diri minimal 4 kali selama masa
kehamilannya, memberikan pelayanan kepada 22.496 orang ibu bersalin
dalam rangka penurunan kematian ibu melahirkan, dan memberi
pelayanan imunisasi kepada 21.853 orang bayi untuk meningkatkan
kesehatannya.
e). Mengadakan pembinaan kepada 200 KK di Desa Sri Gading dan Desa
Karang Anyar Kecamatan Labuhan Maringgai dalam rangka kegiatan
Peningkatan Peran Perempuan menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera
(P3KSS), Desa Karanganyar mendapat Juara I dan berhak mengikuti
lomba serupa di Tingkat Propinsi;
f). Mengadakan pembinaan Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Desa Gondang
Rejo Kecamatan Pekalongan dan Mengikuti lomba GSI ke tingkat
Propinsi Lampung dengan mendapat hasil sebagai Juara Harapan I.
(2) Bidang Hukum:
Kegiatan PUG yang telah dilakukan:
a). Penyuluhan hukum terpadu dan pembentukan kelompok Kadarkum kepada
1.080 peserta laki-laki dan 1.020 perempuan untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat;
b). Mengadakan sosialisasi Undang-Undang no.23 tahun 2004 tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan jumlah peserta 10
orang laki-laki dan 173 orang perempuan.
(3) Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan:
Kegiatan PUG yang telah dilakukan yaitu:
a). Pelatihan kepada 160 orang peserta perempuan tentang pemberdayaan
singkong menjadi makanan bermutu, untuk usulan ekonomi produktif
dalam meningkatkan penghasilan keluarga;
51
b). Melaksanakan Pelatihan Achievement Motivation Training (AMT) dalam
rangka meningkatkan jiwa kemitrausahaan dengan jumlah peserta 69 orang
laki-laki dan 40 orang peserta perempuan; Tindak lanjut dari kegiatan ini
yaitu dengan memberikan Fasilitas Pinjaman dengan kredit murah kepada
4 UKM.
c). Pelatihan Menejemen Keuangan dan Akuntansi Koperasi untuk
meningkatkan keterampilan pengurus koperasi dalam bidang akuntansi
yang diikuti oleh 35 orang peserta laki-laki dan 15 orang peserta
perempuan.
(4) Bidang Pendidikan:
Kegiatan PUG yang telah dilakukan adalah:
a). Memberikan bantuan Alat Permainan Education (APE) di 23 Kecamatan
untuk menumbuhkembangkan imajinasi dan kreatifitas anak-anak.
b). Keaksaraan Fungsional dengan kegiatan baca, tulis, hitung dan
keterampilan usaha untuk pemberantasan buta huruf ekonomi produktif
dengan jumlah peserta laki-laki 10 orang dan 212 orang wanita
(5) Bidang Sosial dan Agama:
Kegiatan yang dilakukan berupa Pemberdayaan dan Peningkatan Sumberdaya
Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) dengan jumlah peserta sebanyak 88
orang perempuan, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
teknis kaum perempuan perdesaaan dalam rangka menampilkan peranan sosial
mereka dalam keluarga, baik secara individual atau secara
kelompok/organisasi secara efektif dan harmonis. Kegiatan ini sudah
dilaksanakan sejak tahun 2001, hingga saat ini sebanyak 88 orang telah
berhasil menjadi motivator lokal untuk menggerakkan usaha kecil di
perdesaan.
(6) Bidang Demografi:
Kegiatan yang telah dilakukan adalah:
a). Kesertaan ber KB (Pembinaan peserta KB aktif) terhadap 3.287 akseptor
laki-laki dan 123.703 akseptor perempuan, sehingga diperoleh binaan
sejumlah 129.990 akseptor KB atau 69,95 persen dari Pasangan Usia
Subur (PUS) sebanyak 181.534 pasangan. Jenis akseptor yang digunakan
52
yaitu: KB Suntik (59,34 persen), pil KB (26,92 persen), susuk KB (6,48
persen), AKDR/IUD (4,78 persen), MOW/Tubektomi ( 1,57 persen).
b). Melakukan pembinaan Bina Keluarga Balita (BKB), hasil yang diperoleh
yaitu terbinanya 46 kelompok BKB di 23 Kecamatan dan terjadi
peningkatan pengetahuan kader terhadap pelaksanaan BKB. Tindak lanjut
dari pembinaan ini yaitu kegiatan POSYANDU yang dilakukan oleh
masing-masing kelompok dengan agenda berupa pemberian makanan
tambahan, penimbangan, penggunaan KMS dan imunisasi rutin untuk
balita.
Kondisi Sumberdaya Perempuan dalam Bidang Pendidikan
Pendidikan merupakan salahsatu penentu kualitas sumber daya manusia.
Salah satu peran pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat maka akan
semakin tinggi tingkat kualitas kehidupan masyarakat.
Hasil Susenas Tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Lampung Timur yang berumur 10 tahun ke atas yang tergolong buta huruf
mencapai angka 7,95 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan pada tahun
2002 dan tahun 2003 yang mencapai angka 18,52 persen dan 10,94 persen atau
ada peningkatan jumlah penduduk yang melek huruf (dapat baca tulis). Persentas e
jumlah penduduk yang tergolong buta huruf tersebut terdiri dari perempuan
sebanyak 51.318 Jiwa, sedangkan penduduk laki-laki berjumlah 20.672 Jiwa.
Dari jumlah penduduk sekitar 909 ribu jiwa, 79,68 persen diantaranya
adalah penduduk berumur 10 tahun ke atas. Tingkat pendidikan penduduk
Kabupaten Lampung Timur secara kualitas masih perlu ditingkatkan, terbukti dari
masih tingginya Persentase penduduk yang tidak/belum tamat SD sebesar 36,35
persen dan dan sebagian besar yang tidak/belum tamat SD adalah perempuan
sebesar 40,80 persen. Tabel 1 menunjukkan bahwa untuk seluruh jenjang
pendidikan, jumlah perempuan yang bersekolah lebih sedikit jika dibandingkan
dengan laki-laki.
53
Tabel 1 Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, tahun 2004
Pendidikan Perempuan Laki-laki Total
Tdk/Belum Tamat SD 40,80 32,21 36,35
SD/Sederajat 31,77 33,46 32,64
SLTP/Sederajat 17,73 20,55 19,19
SLTA/Sederajat 9,12 12,66 10,96
D1 Ke atas 0,58 1,12 0,86
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur, 2004
Kondisi Sumberdaya Perempuan di Sektor Publik/Pemerintahan
Kedudukan dan peran perempuan dalam sektor publik/pemerintahan masih
rendah. Sampai dengan tahun 2005 hanya terdapat satu orang camat perempuan di
Lampung Timur yaitu di kecamatan Sukadana. Bahkan dari lima kelurahan di
kecamatan Sukadana tidak satupun ada lurah yang perempuan. Sedangkan dari
233 Kepala Desa hanya 7 (tujuh) kepala desa yang dijabat oleh perempuan (lihat
Tabel 2).
Tabel 2 Jumlah kepala daerah menurut wilayah pemerintahan dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, tahun 2005
Kepala Daerah Wilayah Pemerintahan Perempuan Laki-laki Total
Desa 7 226 233
Kelurahan 0 5 5
Kecamatan 1 22 23
Kabupaten 0 1 1
Sumber: BKD Pemda Kabupaten Lampung Timur, 2005
Di kalangan birokrasi Kabupaten Lampung Timur bahkan terjadi
penurunan partisipasi perempuan. Pada masa Bupati sebelumnya, tahun 2000-
2003 ada 1 (satu) orang perempuan menjabat sebagai kepala Kantor
Kependudukan dan Catatan Sipil, eselon II, tetapi pada saat ini (tahun 2005) tidak
ada satupun kepala Badan/Dinas/Kantor yang dijabat perempuan (lihat Tabel 3).
54
Tabel 3 Jumlah dan persentas e pejabat yang menduduki jabatan struktural menurut eselon dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, 2005
Eselon Perempuan Laki-laki Total
II - 24 (100%) 24
III 6 (4,69%) 122 (95,31%) 128
IV 58 (11,07%) 466 (88,93%) 524
Jumlah 64 (9,47%) 612 (90.53%) 676
Sumber: BKD Pemda Kabupaten Lampung Timur, 2005
Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada seorangpun perempuan yang
menduduki jabatan eselon II, untuk eselon III Persentase pejabat wanita hanya
4,69 persen, dan eselon IV hanya 11,07 persen. Secara keseluruhan perempuan
yang menduduki jabatan pada eselon III dan IV hanya 9,47 persen , sedangkan
laki-laki yang menduduki jabatan eselon II, III dan IV sebesar 90,53 persen.
Karakteristik Responden
Karakteristik responden di Pemerintahan Daerah Kabupaten Lampung
Timur yang diamati dan diduga berhubungan nyata secara statistik dengan
persepsi dan partisipasi aparat dalam pelaksanaan program PUG, meliputi (1)
usia, (2) jenis kelamin, (3) pendidikan, (4) jabatan, (5) golongan (Tabel 6).
Usia
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebaran usia responden bervariasi dari 20
tahun sampai lebih dari 41 tahun. Responden dalam penelitian ini berjumlah
sebanyak 68 orang yang terdiri dari 48 orang laki-laki (70,6%) dan 20 orang
(29,4%) perempuan. Usia perempuan terbanyak adalah pada kelompok usia 31-40
tahun yaitu pada kategori dewasa. Akan tetapi untuk laki-laki terbanyak pada
kelompok usia di atas 41 tahun yaitu pada kategori tua. Hal ini disebabkan antara
lain, pada awal pembentukan Kabupaten Lampung Timur (Pemekaran Kabupaten
Lampung Tengah) pada Tahun 1999, jumlah pegawai yang berminat pindah ke
Lampung Timur dari Lampung Tengah terbanyak adalah laki-laki. Baru pada
tahun 2002, ada penerimaan pegawai baru sehingga terjadi penambahan jumlah
pegawai perempuan yang sekaligus diterima sebagai CPNS.
55
Tabel 4 Jumlah dan persentase responden aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasar usia dan jenis kelamin, tahun 2005
Jenis Kelamin Kategori Usia Laki-laki Perempuan
Jumlah Persentase (%)
20-30 tahun 31-40 tahun > 41 tahun
0 16 32
4 12 4
4 28 38
5,9 41,2 52,9
48 20 68 100
Menurut informasi yang diperoleh, pada awal pemekaran Kabupaten
Lampung Timur minat aparat perempuan untuk pindah dari Kabupaten Lampung
Tengah (kabupaten induk sebelum pemekaran) ke Kabupaten Lampung Timur
sangat kecil, khususnya para aparat yang bukan penduduk asli Lampung Timur.
Pertimbangan keluarga menjadi alasan bagi mereka untuk tidak berminat pindah
ke Lampung Timur, antara lain karena tidak direstui oleh suami bagi mereka yang
sudah berkeluarga dan tidak diizinkan oleh orang tua bagi mereka yang masih
belum berkeluarga.
Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden terpilih yang menduduki
jabatan struktural di Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur berjenis
kelamin laki-laki, yakni sebanyak 48 orang (70,6%) dan responden perempuan
sebanyak 20 orang (29,4%). Jumlah responden laki-laki yang lebih banyak ini
terjadi karena pada saat penarikan sampel peluang laki-laki lebih besar untuk
dipilih dimana populasi jabatan struktural yang diduduki oleh laki-laki adalah
sebanyak 612 (90,53%) dari 676 jabatan struktural. Untuk penyebaran data
berdasar perbedaan gender maka hanya terdapat empat (4) responden pejabat
struktural perempuan yang berusia kurang dari 30 tahun. Sementara tidak ad a
pejabat struktural laki-laki yang berusia di bawah 30 tahun. Kondisi tersebut
berbeda pada responden yang berusia lebih dari 41 tahun. Data yang diperoleh
menunjukkan bahwa jumlah responden pejabat struktural laki-laki berjumlah 32
responden atau sebesar 47,1 persen dibanding dengan hanya 4 responden atau
sebesar 5,9 persen pejabat struktural perempuan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa mayoritas responden pejabat struktural di pemda Kabupaten Lampung
Timur masih lebih banyak dijabat oleh laki-laki dengan kategori tua yaitu telah
56
berusia di atas 41 tahun. Selanjutnya dari data yang diperoleh maka jumlah
responden pejabat struktural yang berusia antara 30 tahun-40 tahun dengan
kategori dewasa berjumlah 16 pejabat struktural laki-laki atau sebesar 23,53
persen dan 12 pejabat struktural perempuan atau sebesar 17,65 persen.
Berdasarkan observasi dan perbandingan data sekunder yang diperoleh di
lapangan, pejabat struktural di Pemda Kabupaten Lampung Timur memang
didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Data kepegawaian per Oktober 2005 (data
sekunder) menunjukkan bahwa dari total jumlah 676 jabatan struktural yang ada,
tercatat sebanyak 612 jabatan struktural dijabat oleh laki-laki dan hanya sebanyak
64 jabatan struktural dipegang oleh perempuan.
Pendidikan
Pendidikan responden aparat di Kabupaten Lampung Timur terbanyak
adalah sarjana (S1) pada kategori tinggi, dan ini berlaku sama baik pada aparat
perempuan maupun laki-laki. Bahkan aparat perempuan ada yang berpendidikan
S2 (kategori sangat tinggi) sedangkan laki-laki tidak ada (Tabel 5.).
Tabel 5. Jumlah dan persentase responden aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasar pendidikan dan jenis kelamin, 2005
Jenis Kelamin Persentase ( % ) Total Kategori Pendidikan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Jumlah % SMA Diploma S 1 S 2
6 9 33 0
4 1 11 4
12,50 18,75 68,75 0,00
20,00 5,00 55,00 20,00
10 10 44 4
14,7 14,7 64,7 5,9
48 20 100,00
100,00
68 100,0
Untuk tingkat pendidikan strata satu (S1) jumlah responden laki-laki yang
berpendidikan S1 secara kumulatif dibandingkan dengan responden perempuan
cukup berbeda, yaitu 33 orang dari 48 responden (68,75%) sedangkan perempuan
11 orang dari 20 responden (55.0%). Secara umum pejabat-pejabat struktural di
Pemda Kabupaten Lampung Timur telah berpendidikan S1 dengan kategori
tinggi, sedangkan tingkat pendidikan terendah SMA dengan kategori rendah.
57
Jabatan
Tabel 6 menunjukkan bahwa berdasar tingkat jabatan sebagian besar
jabatan responden adalah Kasubbag atau eselon IV-A, yaitu sebanyak 36 orang
atau sebesar 52,9 persen. Sementara itu, 22 responden atau sebesar 32,5 persen
mempunyai jabatan sebagai Kepala Seksi (Kasi) atau setara dengan eselon IV-A,
dan sebagai kepala bagian atau eselon III-A berjumlah 6 responden atau sebesar
8,8 persen. Untuk jabatan kepala sub-dinas dan camat masing-masing berjumlah 2
responden atau sebesar 2,9 persen. Data ini menunjukkan bahwa level struktural
menengah merupakan mayoritas jabatan responden, untuk laki-laki terbanyak
pada jabatan Kassubbag 27 orang dari 48 respond en laki-laki dan perempuan
terbanyak pada jabatan Kasi 10 orang dari 20 orang responden perempuan.
Penyebaran jabatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin menunjukkan
bahwa untuk jabatan Kepala Bagian yang merupakan jabatan level tinggi dalam
struktur pemerintahan daerah, tidak ada satupun responden perempuan yang
menduduki jabatan tersebut.
Tabel 6. Jumlah dan persentase responden aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan jabatan dan jenis kelamin, 2005
Jenis Kelamin Persentase (%) Total Kategori Jabatan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Jumlah %
Kasi Kasubbag Kasubdin
Camat Kabag
12 27 2 1 6
10 9 0 1 0
25,00 56,25 4,17 2,08
12,50
50,00 45,00
0,00 5,00 0,00
22 36
2 2 6
32,5 52,9 2,9 2,9 8,8
48 20 100,00 100,00 68 100,0
Untuk jabatan Kasubbag tercatat sebanyak 27 orang laki-laki dari 48
responden atau sebesar 56,25 persen dan perempuan sebanyak sembilan orang
dari 20 responden atau sebesar 45,00 persen. Sedang untuk jabatan kepala seksi
yang merupakan jabatan struktur level rendah jumlah pejabat struktural laki-laki
sebanyak 12 orang dari 48 responden atau sebesar 25 persen sedangkan
perempuan sebanyak 10 orang dari 20 responden atau sebesar 50 persen.
58
Golongan
Sebanyak 58 responden aparat (85.3%) yang menjadi responden
penelitian lebih banyak berasal dari golongan III (baik golongan III/a sampai
III/d), atau jabatan struktural tingkat sedang. Sebanyak 10 orang responden atau
14,7 persen telah menduduki jabatan struktural tingkat tinggi, yaitu golongan IV
(Tabel 7).
Tabel 7. Jumlah dan persentase responden aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan golongan dan jenis kelamin, 2005
Jenis Kelamin Persentase (%) Total Kategori Golongan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Jumlah %
Golongan III Golongan IV
40 8
18 2
83,33 16,67
90,00 10,00
58 10
85,3 14,7
48 20 100,00 100,00 68 100
Berdasar perbedaan jenis kelamin, sebanyak 40 orang laki-laki dari 48
responden atau sebesar 83,33 persen dan sejumlah 18 orang perempuan dari 20
responden atau sebesar 90,00 persen termasuk dalam kategori pejabat struktural
golongan III. Sementara pada responden bergolongan IV diperoleh data bahwa
pejabat struktural laki-laki berjumlah 8 orang dari 48 responden atau sebesar
16,77 persen sedangkan pejabat struktural perempuan sebanyak 2 orang dari 20
responden atau sebesar 10,00 persen. Secara proporsional golongan III di
dominasi oleh responden perempuan (90%), sedangkan golongan IV didominasi
oleh responden yang berjenis kelamin laki-laki (16,67%).
Dari hasil wawancara mendalam dengan responden dan setelah
dibandingkan dengan data lapangan yang diperoleh maka dapat disimpulkan
bahwa peran perempuan di sektor pemerintahan masih relatif kecil. Hal ini antara
lain disebabkan oleh berbagai kendala seperti nilai dan norma masyarakat
setempat yang masih mempersepsikan peran utama perempuan hanya di sektor
domestik. Misalnya, norma di masyarakat yang menyatakan bahwa anak
perempuan lebih diperlukan dalam membantu orang tua menyelesaikan tugas
sehari-hari di rumah, sedang anak laki-laki bertanggungjawab dalam membantu
menambah pendapatan rumahtangga yang akhirnya merupakan alasan kuat untuk
menempatkan laki-laki di sektor publik..
59
Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) di Era Otonomi Daerah
Faktor yang berhubungan dengan perilaku komunikasi Aparat Pemda
Kabupaten Lampung Timur yang diamati dalam PUG adalah keterdedahan pada
saluran komunikasi interpersonal dan keterdedahan pada saluran komunikasi
massa. Gambaran perilaku komunikasi Aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur
dalam PUG dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah dan persentase responden aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan perilaku komunikasi dan jenis kelamin, 2005
Jenis Kelamin Persentase (%) Total No Perilaku Komunikasi
Kategori Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Jumlah %
1 Keterdedahan pada saluran komunikasi interpersonal
Tinggi Sedang Rendah
10 10 28
4 4
12
20,83 20,83 58,33
20,00 20,00 60,00
14 14 40
20,59 20,59 58,82
Total 48 20 100,00 100,00 68 100 2 Keterdedahan
pada saluran komunikasi massa
Tinggi Sedang Rendah
4 28 16
2 11 7
8,33 58,33 33,33
10,00 55,00 35,00
6 39 23
8,82 57,35 33,82
Total 48 20 100,00 100,00 68 100 Tabel 8 memperlihatkan bahwa sebanyak 58,82 persen dari aparat
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur mengalami keterdedahan pada
saluran komunikasi interpersonal dalam PUG, seperti diskusi, seminar-seminar,
rapat-rapat dinas, maupun obrolan tergolong pada ketegori rendah, terdiri dari 28
orang laki-laki (58,33%) dari 48 responden dan 12 orang perempuan (60%) dari
20 responden. Rendahnya keterdedahan responden terhadap informasi PUG
diakibatkan oleh kurangnya penerimaan informasi mengenai hal tersebut. Selama
ini kegiatan sosialisasi tentang gender dan PUG hampir tidak pernah dilaksanakan
kecuali pada awal dibentuknya bagian pemberdayaan perempuan dalam struktur
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur.
Kegiatan sosialisasi PUG lebih banyak dilaksanakan langsung oleh Biro
Pemberdayaan Perempuan Propinsi Lampung dengan mengundang peserta dari
kabupaten/kota. Kegiatan sosialisasi PUG yang selama ini dilakukan lebih banyak
berupa sosialisasi dengan dana stimulan dari KPP-RI yang disalurkan melalui
60
Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Lampung yang berada di bawah Bagian
Sosial yaitu Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan. Sedang
pelatihan teknis, seperti Pelatihan Kader Posyandu dan BKB yang berbasis gender
lebih banyak ditujukan kepada aparat perempuan dari Dinas/Instansi yang
berwenang mensosialisasikan PUG di lingkup aparat Pemda Kabupaten Lampung
Timur. Kemudian kegiatan ini diturunkan ke tiap unit kerja melalui atasan
masing-masing unit kerja. Padahal menurut responden yang berwenang
menginformasikan permasalahan gender seharusnya adalah dari bagian
pemberdayaan perempuan dan bukan dari atasan langsung unit kerja karena
atasan langsung mereka tidak menguasai persoalan gender. Dampak yang terjadi
yaitu sebagian besar aparat laki-laki belum mengerti tentang makna gender, dari
48 responden laki-laki hanya 10 responden yang mempersepsikan gender dengan
benar yaitu bisa menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang
bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan bentukan
budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan, sisanya 10
responden menyatakan ragu-ragu dan 28 responden memaknai gender sebagai
jenis kelamin perempuan.
Akan tetapi keterdedahan aparat di Pemerintahan Daerah Kabupaten
Lampung Timur pada saluran komunikasi massa sebagian besar tergolong pada
kategori sedang, yaitu ditemukan pada 39 responden (57,35%), yang terdiri dari
28 orang laki-laki dari 48 responden (58,33%) dan 11 orang perempuan dari 20
responden (55%). Media massa yang dapat diakses oleh mereka adalah surat
kabar, televisi, radio, leaflet, spanduk, dan selebaran. Informasi yang mereka
peroleh dari media tersebut umumnya adalah tentang pemberdayaan perempuan
secara umum dan bukan tentang PUG. Sebanyak 39 responden terdiri dari 28
laki-laki dan 15 perempuan atau sekitar 57,35 persen menyatakan kadang-kadang
terdedah terhadap seluran komunikasi massa dalam mencari informasi tentang
PUG. Hal ini menggambarkan bahwa informasi tentang PUG melalui saluran
komunikasi massa jarang menerpa para aparat d i Pemerintahan Daerah Lampung
Timur. Hal ini antara lain disebabkan oleh lokasi Kabupaten Lampung Timur
yang terletak di ujung kota Lampung dan jauh dari pusat kota sehingga akses
aparat terhadap informasi gender dari pusat kota menjadi relatif sulit. Media
61
massa yang dapat lebih mudah diakses, seperti televisi dan radio ternyata lebih
banyak dimanfaatkan untuk memperoleh informasi yang bersifat hiburan.
Sedangkan untuk tayangan tentang gender hanya enam orang responden (4 laki-
laki dan 2 perempuan) dari 68 responden yang menyatakan sering menyaksikan
siaran tentang Pemberdayaan Perempuan melalui media massa elektronik, yaitu
dari Lampung TV. Demikian pula halnya dengan keterdedahan terhadap media
komunikasi cetak. Koran lokal “Radar Lampung” yang paling sering dibaca oleh
responden ternyata hanya rubrik yang bersifat hiburan dan berita ringan lainnya,
dan tidak pernah ada rubrik khusus tentang gender atau PUG dalam media
tersebut. Sebanyak 23 dari 68 responden (33,82%) menyatakan bahwa mereka
tidak pernah membaca informasi tentang gender dari media cetak (koran lokal)
dan media spanduk.
Persepsi dan Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) di Era Otonomi Daerah
Persepsi dan partisipasi merupakan salahsatu faktor yang diduga
berhubungan dalam PUG di Pemerintahan Daerah Kabupaten Lampung Timur.
Persepsi merupakan penilaian dan pernyataan Aparat Pemda Kabupaten
Lampung Timur tentang PUG yang antara lain diukur dengan menggunakan
Tujuh Program Pokok pembangunan pemberdayaan perempuan di era Otda serta
kegiatan PUG dalam berbagai bidang pembangunan. Sedangkan partisipasi
adalah keterlibatan fisik dan emosional responden yang mendorongnya untuk
berkontribusi dalam pelaksanaan strategi PUG serta ikut bertanggungjawab dalam
aktifitas tersebut (KPP, 2004).
Tabel 9 menunjukkan bahwa Aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur
menyatakan setuju terhadap program PUG. Lebih dari 50 persen responden setuju
dan sepakat dengan program-program PUG karena secara normatif konsep PUG
dapat mereka terima, selain sudah merupakan program yang sudah ditetapkan dari
pusat untuk dilaksanakan di daerah. Mereka yang menyatakan tidak setuju
karena umumnya masih ragu-ragu dalam melaksanakannya karena minimnya
informasi yang mereka terima tentang PUG. Penyebab lain adalah ketiadaan
petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) tentang PUG dari Sub
Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan. Namun sebagian kecil aparat
62
laki-laki masih ada yang tidak setuju dengan dengan program PUG, sedangkan
aparat perempuan hampir tidak ada yang menyatakan tidak setuju dalam program
PUG.
Tabel 9. Jumlah dan persentase responden aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan persepsi tentang program PUG dan jenis kelamin, 2005
Jenis Kelamin Persentase (%) Total No Program PUG Persepsi Laki-laki
Perempuan Laki-laki
Perempuan Jumlah %
1. Tentang PUG dalam pembangunan nasional yang dilakukan melalui Kebijakan Satu Pintu (KSP) atau ”One Door Policy”
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
32 10 6
16 4 0
66,67 20,83 12,50
80 20 0
48 14 6
70,58 20,59 8,83
2. Tentang Kegiatan yang dilakukan dalam PUG
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
31 13 4
15 5 0
64,58 27,08 8,33
75 25 0
46 18 4
67,65 26,47 5,88
3. Tentang Program pokok pembangunan pemberdayaan perempuan 2005-2009 mencakup 7 macam.
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
35 11 2
17 3 0
72,92 22,92 4,17
85 15 0
52 14 2
76,47 20,59 2,94
4. Tentang Pentingnya Tujuh Program pokok pembangunan pemberdayaan perempuan di era Otonomi Daerah ini.
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
37 9 2
15 5 0
77,08 18,75 4,17
75 25 0
52 14 2
76,47 20,59 2,94
5 Tentang Kegiatan PUG dalam pembangunan Diklat
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
35 9 4
15 5 0
72,92 18,75 8,33
75 25 0
50 14 4
73,53 20,59 5,88
6 Tentang Kegiatan PUG dalam pembangunan Kesehatan
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
37 7 4
17 3 0
77,08 14,58 8,33
85 15 0
54 10 4
79,41 14,71 5,88
7 Tentang Kegiatan PUG dalam pembangunan KB
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
34 12 2
16 4 0
70,83 25,00 4,17
80 20 0
50 16 2
73,53 23,53 2,94
8 Tentang Kegiatan PUG dalam pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
37 7 4
15 5 0
77,08 14,58 8,33
75 25 0
52 12 4
76,47 17,65 5,88
9 Tentang Kegiatan PUG dalam pembangunan Politik dan Hukum
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
33 13 2
13 7 0
68,75 27,08 4,17
65 35 0
46 20 2
67,65 29,41 2,94
10 Tentang Kegiatan PUG dalam pembangunan Kesos dan Agama
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
33 10 5
15 4 1
68,75 20,83 10,42
75 20 5
48 14 6
70,59 20,59 8,82
11 Tentang Kegiatan PUG dalam pembangunan Hankam
Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
32 14 2
12 8 0
66,67 29,17 4,17
60 40 0
44 22 2
64,71 32,35 2,94
63
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 70,58 persen responden
menyatakan kadang-kadang berpartisipasi dalam perencanaan program PUG di
masing-masing unit kerja. Hal ini disebabkan mereka belum memahami strategi
PUG yang sudah menjadi program pemerintah pusat. Selain itu, kegiatan yang
dilakukan oleh Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan juga masih terpisah
dari masing-masing unit kerja, dan lebih banyak bersifat formalitas. Apalagi,
belum adanya SK Bupati tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
di Kabupaten Lampung Timur menyebabkan rendahnya partisipasi aparat dalam
perencanaan program PUG karena payung hukum yang menjadi dasar
pelaksanaan kegiatan yang mengintegrasikan PUG dalam setiap kegiatan di
masing-masing lembaga/instansi secara tertulis tidak ada. Begitu juga dengan
petunjuk pelaksanaan serta petunjuk teknis tentang PUG sebagai dasar
operasionalisasi program juga tidak ada. Hal ini diperkuat dengan sebanyak
67,65 persen responden yang menyatakan bahwa mereka kadang-kadang
berpartisipasi dalam pelaksanaan program PUG, bahkan 50.00 persen responden
menyatakan tidak pernah berpartisipasi dalam pemantauan dan evaluasi dari
kegiatan tersebut dengan alasan seperti yang dikemukakan tentang ketiadaan
aspek legalitas.
Rendahnya partisipasi responden dalam pelaksanaan PUG selain
disebabkan oleh oleh unsur ketidaktahuan, juga karena mereka tidak dilibatkan
dalam kegiatan yang responsif gender. Kurangnya pemahaman aparat tentang
keharusan dari Inpres No.9 tentang PUG yang mengharuskan tiap unit kerja
memasukkan komponen gender mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
program, menyebabkan tingkat partisipasi responden rendah. Hal ini diperkuat
dengan adanya pemahaman parsial yang beranggapan bahwa yang berwenang
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian program yang responsif
gender hanya Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan. Dan tugas
merekalah untuk menyosialisasikan PUG kepada masing-masing unit kerja
melalui atasan langsung. Walaupun Inpres No. 9 sudah mewajibkan setiap daerah
melaksanakan strategi PUG, karena di era Otda dikembalikan kepada kebijakan
64
daerah untuk melaksanakannya, sehingga Surat Keputusan Bupati yang akan bisa
mengadvokasi aparat untuk melaksanakan kegiatan PUG dengan baik.
Tabel 10. Jumlah dan persentase responden aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan partisipasi dalam kegiatan PUG dan jenis kelamin, 2005
Jenis Kelamin No Kegiatan Partisipasi Laki- laki Perempuan Jumlah
%
1. Perencanaan Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah
8 33 7
2 15 3
10 48 10
14,71 70,58 14,71
2. Pelaksanaan Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah
0 30 18
0 16 4
0 46 22
0 67,65 32,35
3. Pemantauan dan Evaluasi
Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah
0 25 23
2 7 11
2 32 34
2,94 47,06 50,00
Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian kuantitatif, dimana instrumen yang digunakan lebih
bersifat statistikal umumnya lebih mengarah pada pembuktian hipotesis.
Pembuktian hipotesis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melihat
hubungan antarvariabel yang terdiri dari karakteristik individu aparat, perilaku
komunikasi, persepsi dan partisipasi. Pengujian hipotesis ini menggunakan dua
alat yaitu analisis chi square (χ2) untuk uji yang salah satunya adalah berdasarkan
skala nominal yaitu jenis kelamin, dan alat analisis lainnya adalah korelasi rank
spearman (rs). Kedua analisis ini sebenarnya digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan antar variabel yang diujikan. Hasil pembahasan selengkapnya
akan dipilah menjadi tiga bagian yang disesuaikan dengan hipotesis yang ada,
yaitu:
1. Hipotesis 1
Untuk melihat hubungan karakteristik individu dengan persepsi dan juga
dengan partisipasi dilihat dengan teknik chi square dan korelasi rank spearman.
Penggunaan teknik korelasi telah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono
(2001: 210) bahwa untuk mencari hubungan antara dua atau lebih dilakukan
dengan menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya.
Korelasi itu sendiri merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya
65
hubungan antar dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan
positif atau negatif, sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dalam besarnya
koefisien korelasi.
Hubungan dua variabel atau lebih dinyatakan positif, bila nilai suatu
variabel ditingkatkan, maka akan meningkatkan variabel yang lain, dan sebaliknya
bila satu variabel diturunkan maka akan menurunkan variabel yang lain.
Hubungan dua variabel atau lebih dinyatakan negatif, bila nilai satu variabel
dinaikkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain, dan sebaliknya bila
nilai satu variabel diturunkan, maka akan menaikkan nilai variabel yang lain.
Kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi.
Koefisien korelasi positif sebesar = 1 dan koefisien korelasi negatif terbesar
adalah =-1, sedangkan yang terkecil adalah 0. Bila hubungan antara dua variabel
atau lebih itu mempunyai koefisien korelasi = 1 atau -1, maka hubungan tersebut
adalah sempurna. Dalam arti kejadian-kejadian pada variabel yang satu akan dapat
dijelaskan atau diprediksikan oleh variabel yang lain tanpa terjadi kesalahan.
Semakin kecil koefisien korelasi maka akan semakin besar kesalahan untuk
membuat prediksi.
Hasil perhitungan hubungan antara karakteristik individu berdasar jenis
kelamin dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji chi square (χ2) antara karakteristik jenis kelamin dengan perilaku komunikasi, persepsi dan partisipasi
Korelasi Koef. Kontingensi (χ2) hitung (χ2) Tabel Keterangan
Jenis kelamin – perilaku komunikasi
0,562 31,393 26,296 Signifikan
Jenis kelamin – persepsi
0,488 21,204 18,307 Signifikan
Jenis kelamin – partisipasi
0,646 48,733 35,172 Signifikan
Untuk hasil korelasi antara karakteristik individu dengan persepsi dan
partisipasi dapat dilihat pada Tabel 12.
66
Tabel 12. Uji korelasi antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi
Korelasi Koefisien korelasi
t hitung t Tabel Keterangan
Usia – persepsi -0,050 -0,396 1,9966 Tidak signifikan
Pendidikan – persepsi 0,076 0,642 1,9966 Tidak signifikan
Jabatan – persepsi 0,126 1,095 1,9966 Tidak signifikan
Golongan – persepsi -0,015 -0,121 1,9966 Tidak signifikan
Usia – partisipasi 0,055 0,460 1,9966 Tidak signifikan
Pendidikan – partisipasi 0,108 0,929 1,9966 Tidak signifikan
Jabatan – partisipasi 0,150 1,322 1,9966 Tidak signifikan
Golongan – partisipasi 0,239 2,226 1,9966 Signifikan
Pada Tabel 11 dan 12 diperlihatkan nilai dan hasil korelasi dari dua
variabel yaitu karakteristik individu dengan variabel perilaku komunikasi,
persepsi dan partisipasi. Hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku
komunikasi, persepsi dan partisipasi ternyata menunjukkan bahwa karakteristik
jenis kelamin mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku komunikasi,
persepsi dan partisipasi. Kesimpulan ini diperoleh dari perbandingan chi
square(χ2) maupun nilai uji t, yaitu nilai chi square (χ2) hitung dan juga t hitung
lebih besar dari chi square (χ2) Tabel dan t Tabel. Sementara itu untuk
karakteristik individu berdasarkan usia, pendidikan, jabatan dan golongan ternyata
tidak mempunyai hubungan signifikan dengan persepsi dan partisipasi.
Untuk dapat memberikan penafsiran dengan koefisien korelasi yang
ditemukan tersebut apakah hubungannya lemah atau tidak maka dapat
berpedoman pada ketentuan yang tertera pada Tabel 13 (Sugiyono, 2001: 216):
Berpedoman pada Tabel 13 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan
antara karakteristik jenis kelamin dan persepsi adalah pada tingkat hubungan
yang sedang, karena koefisien korelasinya 0,488 yang berada pada interval 0,40–
0,59. Dengan demikian, tidak semua karakteristik individu berhubungan dengan
perilaku komunikasi.
67
Tabel 13. Pedoman untuk memberikan interpretasi dengan koefisien korelasi
Interval koefisien Tingkat hubungan 0,00 – 0,19 Sangat lemah 0,20 – 0,39 Lemah 0,40 – 0,59 Sedang 0,60 – 0,79 Kuat 0,80 – 1,00 Sangat kuat
Tabel 11 dan 12 juga menunjukkan bahwa hubungan antara karakteristik
individu dengan partisipasi hanya ditemukan pada karakteristik jenis kelamin dan
golongan dengan koefisien korelasi sebesar 0,646 dan 0,239 atau dalam
hubungan tingkat lemah dan sedang. Sementara itu untuk karakter usia,
pendidikan dan jabatan hasilnya tidak signifikan, yang berarti tidak ada hubungan
diantara keduanya.
Melihat hasil korelasi antara karakteristik individu dengan persepsi dan
partisipasi maka hanya variabel jenis kelamin yang mempunyai hubungan dengan
dua variabel tersebut secara nyata atau dalam kategori sedang. Untuk karakteristik
individu lainnya lebih banyak yang tidak signifikan atau tidak ada hubungan.
Adanya dua hasil yang berbeda dan tidak cukup kuat untuk menerima hipotesis
yang diajukan maka hipotesis pertama yang menyatakan terdapat hubungan antara
karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi dapat dinyatakan ditolak.
2. Hipotesis 2
Hasil perhitungan hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi
dan partisipasi dapat dilihat dalam Tabel 14. .
Tabel 14. Hasil perhitungan perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi
Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa koefisien korelasi antara perilaku
komunikas i dengan persepsi dan partisipasi adalah signifikan. Hasil ini
Korelasi Koefisien korelasi
t hitung t Tabel Keterangan
Perilaku komunikasi– persepsi 0,219 2,013 1,9966 Signifikan
Perilaku komunikasi– partisipasi 0,457 5,038 1,9966 Signifikan
68
disimpulkan berdasarkan perbandingan uji t dimana nilai t hitung lebih kecil dari
t Tabel. Hal ini berarti bahwa perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi
berhubungan nyata. Diantara hubungan yang terjadi, ternyata hubungan antara
perilaku komunikasi dan partisipasi mempunyai hubungan yang tergolong dalam
kategori sedang, sedangkan hubungan antara perilaku komunikasi dan persepsi
dalam kategori lemah. Hasil perhitungan korelasi yang signifikan menunjukkan
adanya bukti yang kuat bahwa hipotesis kedua yang menyatakan terdapat
hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi dapat
dinyatakan diterima.
3. Hipotesis 3
Pada pembahasan ketiga ini akan dilihat hasil secara statistik hubungan
antara karakteristik individu dengan perilaku komunikasi. Hasil perhitungan
keduanya dapat dilihat dalam Tabel 15.
Tabel 15. Hasil perhitungan korelasi antara karakteristik individu dengan perilaku komunikasi
Korelasi Koefisien korelasi
t hitung t Tabel Keterangan
Usia–perilaku komunikasi -0,003 -0,024 1,9966 Tidak signifikan
Pendidikan–perilaku komunikasi 0,139 1,217 1,9966 Tidak signifikan
Jabatan–perilaku komunikasi 0,267 2,534 1,9966 Signifikan
Golongan–perilaku komunikasi 0,247 2,312 1,9966 Signifikan
Tabel 15 menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan uji t ternyata
tidak semua karakteristik individu berhubungan dengan perilaku komunikasi.
Karakteristik individu yang mempunyai hubungan dengan perilaku adalah jenis
kelamin dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,562, karena nilai chi square (χ2)
hitung lebih besar dari chi square (χ2) Tabel (lihat Tabel 11). Untuk hasil yang
sama juga terjadi pada hasil korelasi antara karakteristik jabatan dan golongan
dengan perilaku komunikasi, dengan hasil korelasi sebesar 0,267 dan 0,247.
69
Hubungan dengan jenis kelamin dan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,562
menunjukkan adanya hubungan dengan kategori sedang, serta hubungan antara
jabatan dan golongan dengan perilaku komunikasi dalam kategori hubungan yang
lemah (lihat Tabel 12).
Adanya hubungan korelasi antara perilaku komunikasi dengan jenis
kelamin, jabatan dan golongan ternyata tidak ditemukan pada karakteristik usia
dan pendidikan. Dua karakteristik tersebut menunjukan koefisien korelasi yang
sangat kecil sekali atau tidak signifikan, sehingga dapat dikatakan tidak ada
hubungan diantara keduanya. Jadi, tidak semua karakteristik individu mempunyai
hubungan nyata dengan perilaku komunikasi. Dengan demikian, hipotesis ketiga
yang menyatakan terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku
komunikasi dapat disimpulkan bahwa dari 5 karakteristik individu yang diuji
hanya 3 yang menunjukkan hubungan yang nyata dengan perilaku komunikasi,
yaitu jenis kelamin, jabatan dan golongan.
Hubungan Antar Variabel Penelitian
Pembahasan hubungan antar—variabel, dan dengan mengacu pada hasil
pengujian hipotesis akan diuraikan secara statistikal dan kualitatif.
Hubungan karakteristik individu dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah
Hubungan karakteristik individu (variabel jenis kelamin) aparat Pemda
Kabupaten Lampung Timur dan persepsi serta partisipasi dalam PUG diuji dengan
chi square (χ2) dan uji korelasi rank spearman (rs). Untuk hubungan antara
karakteristik individu (variabel usia, pendidikan, jabatan dan golongan) aparat
Pemda Kabupaten Lampung Timur dan persepsi serta partisipasi aparat dalam
PUG. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin mempunyai
hubungan yang signifikan dengan persepsi dan partisipasi responden terhadap
pegarusutamaan gender di era otonomi daerah. Artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara aparat struktural laki-laki dan aparat struktural perempuan dalam
mempersepsi dan berpartisipasi dalam pelaksanaan program PUG. Sebagian besar
aparat struktural laki-laki di Pemda Kabupaten Lampung Timur mempersepsikan
70
gender sama dengan jenis kelamin perempuan. Mereka tidak memahami program
PUG, baik tentang konsep maupun mekanisme pelaksanaannya. Selain itu,
kegiatan sosialisasi gender selama ini lebih banyak diikuti oleh aparat perempuan
dalam tiap pertemuan yang berkaitan dengan gender sehingga mereka lebih
memahami konsep gender dibanding dengan aparat laki-laki. Hal ini diperkuat
dengan jawaban responden ketika kepada mereka diajukan pertanyaan tentang apa
yang dimaksud dengan konsep gender.
Jawaban terhadap pertanyaan tentang konsep gender menunjukkan adanya
perbedaan yang sangat nyata antara jawaban responden laki-laki dan perempuan.
Semua responden perempuan menyatakan bahwa gender adalah sebagai
perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi
oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman,
sedangkan sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis,
yang secara fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan,
sehingga sifatnya permanen dan universal. Sementara itu sebagian besar
responden laki-laki memaknai gender sama dengan jenis kelamin perempuan,
gender adalah hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan kewanitaan, gender
adalah kegiatan ibu-ibu dharmawanita persatuan dan atribut lain yang selalu
dikaitkan dengan kegiatan kewanitaan. Dari 48 responden laki-laki hanya
beberapa responden saja yang hampir benar menjelaskan tentang gender, sedikit
yang bisa menjelaskan bahwa gender adalah jenis kelamin baik perempuan
maupun laki-laki, yang mempunyai peran dan fungsi sesuai dengan kondisi
budaya.
Aparat perempuan memahami PUG sebagai suatu strategi untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan, dimana aspek
gender terintegrasi dalam perumusan kebijakan, program dan kegiatan yang
dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
Sedangkan sebagian besar responden laki-laki berpendapat bahwa PUG
merupakan ideologi barat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan budaya di
Lampung Timur. Dan bahkan cenderung seolah dipaksakan untuk diterapkan
dalam keseluruhan pembangunan di era otonomi daerah.
71
Jadi persepsi aparat perempuan tentang gender dan PUG berbeda dengan
persepsi aparat laki-laki. Karena itu, aparat perempuan lebih banyak
berpartisipasi dalam pelaksanaan PUG di Kabupaten Lampung Timur yang antara
lain disebabkan oleh persepsi yang keliru dari para aparat laki-laki tentang
konsep gender dan PUG.
Masing-masing dari hubungan karakteristik individu responden dengan
persepsi dan partisipasi dalam PUG dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1). Hubungan usia dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah
Hasil penelitian setelah dilakukan perhitungan uji t-hitung=-0,396 untuk
hubungan usia dan persepsi serta uji t-hitung=0,460 untuk hubungan usia dan
partisipasi dan dibandingkan dengan t-tabel=1,9966 ternyata keduanya lebih
kecil yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara usia
responden dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam PUG. Hal ini berarti
bahwa tinggi-rendahnya usia aparat tidak mempengaruhi cara mereka
mempersepsikan program-program yang berwawasan gender dan atau kehendak
mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Kenyataan ini menandakan
bahwa faktor usia dari para Aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur, baik tua
atau muda tidak ada hubungannya dalam cara mereka mempersepsikan dan
berpartisipasi dalam program PUG. Dari sebaran usia pada responden penelitian
untuk aparat laki-laki terbanyak pada kelompok usia di atas 41 tahun yaitu pada
kategori tua, sedangkan pada responden perempuan terbanyak pada kelompok
usia 31-40 tahun yaitu pada kategori dewasa. Kurang meratanya sebaran usia dan
perbedaan kategori antara usia responden laki-laki dan perempuan pada penelitian
ini juga menyebabkan hubungan antara usia responden dengan persepsi dan
partisipasi tidak berhubungan nyata. Aparat laki-laki yang berusia tua lebih
banyak bersifat apriori terhadap konsep gender, sehingga meningkatnya usia tidak
akan membuat pengaruh signifikan terhadap persepsi dan partisipasi aparat
Pemda Kabupaten dalam PUG.
72
(2). Hubungan tingkat pendidikan formal dan persepsi serta partisipasi aparat
Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal responden
tidak berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi dalam PUG, dengan
hasil uji t-hitung 0,642 untuk pendidikan-persepsi dan 0,929 untuk pendidikan-
partisipasi, nilai keduanya lebih kecil dari t-tabel 1,9966. Hal ini menunjukkan
bahwa meningkatnya tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh
aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur tidak meningkatkan persepsi dan
partisipasi mereka dalam PUG. Sebaran responden berdasarkan tingkat
pendidikan formal baik aparat laki-laki maupun perempuan terbanyak pada
tingkat pendidikan S1 (kategori tinggi) di atas 50 %. Kurang meratanya sebaran
pendidikan pada penelitian ini juga menyebabkan antara tingkat pendidikan
formal responden dengan persepsi dan partisipasi tidak berhubungan nyata.
Aparat laki-laki yang berpendidikan sama dengan aparat perempuan memiliki
persepsi dan partisipasi yang berbeda dalam PUG, sehingga meningkatnya tingkat
pendidikan responden tidak akan membuat pengaruh signifikan terhadap persepsi
dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG.
(3). Hubungan jabatan dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah
Dari hasil penelitian, setelah dilakukan perhitungan uji t-hitung=1,095
untuk jabatan-persepsi dan t-hitung = 1,332 untuk jabatan -partisipasi
dibandingkan dengan t-tabel=1,9966 ternyata keduanya lebih kecil, hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara Jabatan
responden dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam PUG. Hal ini
menunjukkan bahwa aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur kurang dapat
memposisikan dirinya dan menggunakan jabatannya untuk dapat mempersepsikan
dan berpartisipasi dalam program PUG. Dari hasil wawancara mendalam dengan
responden mereka selalu menggunakan staf perempuan dalam setiap pelaksanaan
program sosialisasi dan pelatihan gender di unit kerjanya. sehingga jabatan yang
mereka duduki tidak berpengaruh nyata terhadap persepsi dan partisipasi dalam
PUG. Dari sebaran jabatan pada responden penelitian untuk aparat laki-laki
73
terbanyak pada kelompok Jabatan Kasubbag yaitu pada kategori sedang, pada
responden perempuan terbanyak pada kelompok Jabatan Kasi yaitu pada kategori
rendah. Sebaran kategori jabatan yang tidak menyebar rata pada responden
penelitian, juga menyebabkan hubungan yang tidak nyata antara jabatan dan
persepsi serta partisipasi. Kurang meratanya sebaran jabatan dan perbedaan
kategori antara jabatan responden laki-laki dan perempuan pada penelitian ini
juga menyebabkan antara jabatan responden dan persepsi serta partisipasi tidak
berhubungan nyata. Sebagian besar aparat laki-laki yang berada pada kelompok
jabatan kasubbag lebih banyak menyerahkan urusan yang berkaitan dengan PUG
kepada staf yang perempuan, sehingga tingginya jabatan tidak akan membuat
pengaruh signifikan terhadap persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG.
(4). Hubungan golongan dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah
Dari hasil penelitian, setelah dilakukan perhitungan uji t-hitung=-0,121
untuk hubungan golongan dan persepsi sedangkan hasil perhitungan hubungan
golongan dan partisipasi hasil uji t-hitung = 2,226. Jika keduanya dibandingkan
dengan t-tabel=1,9966 ternyata tidak terdapat hubungan antara golongan
responden dengan persepsi dalam PUG, tetapi dalam partisipasi terdapat
hubungan yang signifikan. Artinya tinggi maupun rendah golongan yang dimiliki
aparat tidak berpengaruh terhadap persepsi aparat dalam PUG.
Tidak adanya hubungan antara golongan responden dan persepsi
disebabkan oleh kurangnya informasi dan sosialisasi mengenai program PUG,
juga berakibat pada adanya persepsi yang negatif mengenai PUG, seperti sifat
acuh tak acuh dari pribadi aparat yang memiliki golongan lebih tinggi terhadap
konsep gender dan PUG. Mereka menyatakan tidak setuju jika setiap kegiatan
harus melibatkan perempuan karena mobilitas aparat perempuan di Kabupaten
Lampung Timur agak terbatas mengingat luasnya Kabupaten Lampung Timur
dan sulitnya transportasi umum. Sikap tidak peduli dari pejabat struktural Pemda
Kabupaten Lampung Timur dibuktikan dari hasil wawancara bahwa setiap ada
acara sosialisasi gender yang dikirim untuk mengikuti acara tersebut adalah
aparat dengan golongan yang lebih rendah atau bahkan asal perempuan.
74
Adanya hubungan antara golongan responden dan partisipasi artinya
terdapat suatu kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat golongan yang
dimiliki aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur semakin tinggi pula tingkat
partisipasi aparat dalam program PUG. Walaupun hanya dengan mengutus staf
perempuan yang lebih rendah golongannya, sesungguhnya hal ini dapat
digolongkan sebagai partisipasi pejabat struktural Pemda Kabupaten Lampung
Timur dalam sosialisasi gender. Hanya saja partisipasi ini tidak bersifat langsung
melibatkan pejabat yang bersangkutan. Sementara para aparat yang lebih rendah
yang menerima tugas terlibat dalam kegiatan gender lebih menilai tugas tersebut
sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi bawahan kepada atasan. Kondisi ini
dapat dimengerti karena partisipasi yang dilakukan aparat seringkali terkait
dengan jabatan yang melekat pada pribadi aparat, yang mengharuskan aparat
untuk ikut berpartisipasi dalam semua program kegiatan di unit kerjanya.
Hubungan antara Karakteristik Individu dan Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah
Hubungan antara karakteristik individu dan perilaku komunikasi aparat
Pemda Kabupaten Lampung Timur dalam PUG dianalisis dengan menggunakan
uji chi square (χ2 ) untuk variabel jenis kelamin dan korelasi rank spearman (rs)
untuk karakteristik pendidikan, jabatan dan golongan. Berdasarkan hasil uji
tersebut diperoleh gambaran mengenai hubungan karekteristik aparat Pemda
Kabupaten Lampung Timur dengan perilaku komunikasi dalam PUG, seperti
tercantum pada Tabel 11 dan Tabel 12.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan
yang signifikan dengan perilaku komunikasi, dengan hasil uji χ2 hitung 31,393
lebih besar dari χ2 tabel 26,296. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara
aparat struktural laki-laki dan aparat struktural perempuan dalam perilaku
komunikasi pada pelaksanaan PUG.
Jadi perilaku komunikasi aparat perempuan tentang gender dan PUG
berbeda dengan perilaku komunikasi aparat laki-laki. Dari hasil wawancara yang
mendalam diperoleh informasi bahwa jumlah responden laki-laki sedikit sekali
yang mengakses informasi tentang gender baik melalui media Lampung TV
maupun Koran Lokal. Dari 48 responden laki-laki hanya 4 responden yang
75
tertarik untuk menonton acara dan membaca rubrik tentang gender dan PUG.
Sedangkan 44 responden lainnya lebih tertarik dengan tontonan dan rubrik yang
bersifat hiburan.
Masing-masing dari hubungan karakteristik individu responden dengan
perilaku komunikasi dalam PUG dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1). Hubungan usia dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah
Dari hasil penelitian, setelah dilakukan perhitungan uji t-hitung=-0,024 untuk
hubungan usia dan perilaku komunikasi setelah dibandingkan dengan t-
tabel=1,9966 ternyata lebih kecil, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang nyata antara usia responden dan perilaku komunikasi mereka
dalam PUG. Tinggi-rendahnya usia aparat tidak mempengaruhi cara mereka
mengakses dan atau menerima informasi yang berwawasan gender atau PUG.
Kenyataan ini menandakan bahwa faktor usia dari para Aparat Pemda Kabupaten
Lampung Timur, baik tua atau muda tidak ada hubungannya dalam cara mereka
terdedah informasi dalam program PUG. Sebaran usia pada responden penelitian
untuk aparat laki-laki terbanyak pada kategori tua, sedangkan pada responden
perempuan terbanyak pada kategori dewasa. Kurang meratanya sebaran usia dan
perbedaan kategori antara usia responden laki-laki dan perempuan pada penelitian
ini juga menyebabkan antara usia responden dan perilaku komunikasi tidak
berhubungan nyata. Aparat laki-laki yang berusia tua lebih banyak bersifat
apriori terhadap konsep gender, sehingga meningkatnya usia tidak akan membuat
pengaruh signifikan terhadap perilaku komunikasi aparat Pemda dalam PUG.
(2). Hubungan pendidikan formal dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah
Hasil penelitian setelah dilakukan perhitungan uji t-hitung=1,217 lebih
kecil dibandingkan dengan t-tabel=1,9966, menunjukkan bahwa tid ak terdapat
hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan responden dan perilaku
komunikasi mereka dalam PUG. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya
tingkat pendidikan formal yang telah diselesaikan oleh aparat Pemda Kabupaten
Lampung Timur tidak meningkatkan kemampuan mengakses informasi dalam
PUG. Aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur yang telah menyelesaikan
76
pendidikan formal, seharusnya akan lebih proaktif dalam mencari informasi
tentang PUG tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Semakin tinggi tingkat
pendidikan diharapkan tingkat pengetahuan umum juga lebih tinggi sehingga
diharapkan mereka akan mampu mengakses informasi gender dan PUG.
Berdasar hasil wawancara terdapat kecenderungan rendahnya perilaku
komunikasi dihubungkan dengan pendidikan terutama disebabkan karena
rendahnya keterdedahan saluran komunikasi massa khususnya yang berisi
informasi tentang gender dan PUG. Rendahnya keterdedahan pada saluran
komunikasi massa ini disebabkan oleh sedikitnya pemberitaan-pemberitaan di
media massa yang memberitakan tentang kegiatan-kegiatan yang berwawasan
gender. Selain itu, di Kabupaten Lampung Timur hanya media lokal misalnya
Radar Lampung yang sering dibaca oleh para Aparat Pemda Kabupaten Lampung
Timur padahal dalam media lokal jarang sekali membuat berita tentang PUG.
(3). Hubungan jabatan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam
PUG di era otonomi daerah Dari hasil penelitian diperoleh angka uji t-hitung=2,534 lebih besar
dibandingkan dengan t-tabel=1,9966. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang nyata antara jabatan responden dan perilaku komunikasi mereka
dalam PUG. Artinya, semakin tinggi jabatan yang dimiliki oleh aparat Pemda
Kabupaten Lampung Timur akan semakin tinggi perilaku komunikasi mereka
dalam PUG. Hal ini menandakan bahwa jabatan yang dimiliki oleh Aparat Pemda
Kabupaten Lampung Timur mempengaruhi perilaku komunikasi, baik itu melalui
saluran komunikasi interpersonal maupun saluran komunikasi dengan media
massa. Aparat yang menduduki jabatan lebih tinggi, kecenderungan untuk
mengakses informasi lebih besar dibanding jabatan di bawahnya karena tuntutan
kapasitas yang dimiliki oleh aparat yang menduduki jabatan tertentu, terutama di
era otonomi daerah, sehingga tinggi rendahnya jabatan aparat akan berhubungan
nyata dengan perilaku komunikasi mereka.
77
(4). Hubungan golongan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah
Setelah dilakukan perhitungan uji t-hitung=2,312 dan dibandingkan
dengan t-tabel=1,9966 ternyata t-hitung lebih besar, hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang nyata antara Golongan responden dengan perilaku
komunikasi mereka dalam PUG. Artinya, semakin tinggi golongan yang dimiliki
oleh aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur akan semakin tinggi perilaku
komunikasi mereka dalam PUG. Hal ini menandakan bahwa golongan yang
dimiliki oleh Aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur mempengaruhi perilaku
komunikasi, baik itu melalui saluran komunikasi interpersonal maupun saluran
komunikasi dengan media massa. Golongan dengan jabatan merupakan variabel
yang hubugannya kecenderungan berbanding lurus, artinya semakin tinggi
golongan selalu diikuti oleh semakin tinggi jabatan aparat. Karena jabatan dan
perilaku komunikasi aparat berhubungan nyata, maka golongan aparat Pemda
Kabupaten Lampung Timur dan perilaku komunikasi juga berhubungan nyata.
Aparat yang golongannya lebih tinggi, kecenderungan untuk mengakses
informasi lebih besar dibanding golongan di bawahnya karena tuntutan kapasitas
yang dimiliki oleh aparat yang menduduki golongan tertentu, terutama di era
otonomi daerah.
Hubungan antara Perilaku Komunikasi dan Persepsi serta Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUGdi Era Otonomi Daerah.
Hubungan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur
dan persepsi serta partisipasi dalam PUG dihitung dengan menggunakan rumus
korelasi rank spearman (rs) dilanjutkan dengan Uji t,. Hasil uji tersebut dapat
dilihat pada Tabel 14. Hasil perhitungan Uji t menunjukkan, koefisien korelasi
antara perilaku komunikasi responden dan persepsi serta partisipasi mereka
terhadap PUG adalah signifikan. Sebaran jumlah dan persentase responden
berdasarkan perilaku komunikasi dan jenis kelamin baik aparat laki-laki maupun
perempuan tersebar merata dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. Sebaran
yang merata dari variabel perilaku komunikasi pada penelitian ini menyebabkan
antara perilaku komunikasi dan persepsi serta partisipasi responden berhubungan
nyata.
78
Korelasi antara perilaku komunikasi responden dan partisipasi mereka
mempunyai hubungan yang sedang dengan nilai rs=0,457. Sedang korelasi antara
perilaku komunikasi dan persepsi termasuk kategori rendah dengan nilai rs=0,219.
Hal ini menjadi petunjuk bahwa keterdedahan pada media interpersonal dan
media massa bagi aparat pemda di Kabupaten Lampung Timur adalah karena
mereka memang benar-benar membutuhkan informasi tentang PUG sehingga
persepsi tentang PUG memang merupakan cerminan pikiran mereka. Perilaku
komunikasi interpersonal yang berkorelasi tinggi pada keikutsertaan dalam
kegiatan PUG yang lebih bersifat seremonial, formal lebih banyak dikarenakan
faktor jabatan dan kedudukan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik individu aparat Pemda kabupaten di era otonomi daerah yang
berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan
pengarusutamaan gender (PUG) di Pemda Kabupaten Lampung Timur adalah
variabel jenis kelamin. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pemahaman
tentang konsep gender dan PUG oleh aparat Pemda perempuan dan laki-laki.
Aparat Pemda perempuan lebih memahami konsep gender dan PUG secara benar
karena mereka lebih banyak mengikuti kegiatan sosialisasi tentang gender dan
PUG. Variabel golongan berhubungan nyata dengan partisipasi aparat Pemda
kabupaten dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. Semakin tinggi
golongan, partisipasi aparat dalam pelaksanaan PUG juga semakin meningkat
sebagai konsekuensi dari golongan dan jabatan yang lebih tinggi di struktur
formal pemerintahan. Sedangkan variabel usia, pendidikan, dan jabatan aparat
Pemda Kabupaten di era otonomi daerah tidak berhubungan nyata dengan
persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan PUG karena tidak dimilikinya
pemahaman yang benar tentang konsep gender dan PUG sebagai akibat dari tidak
berjalannya proses sosialisasi kedua konsep tersebut secara tepat ke seluruh
aparat. Faktor penyebab lain adalah belum diterbitkannya Surat Keputusan Bupati
sebagai payung hukum pelaksanaan PUG dalam pembangunan Kabupaten
Lampung Timur.
Jenis kelamin, jabatan dan golongan aparat Pemda kabupaten di era
otonomi daerah berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi aparat Pemda
kabupaten dalam PUG. Hubungan ini terjadi karena beberapa hal yaitu: (1)
adanya perbedaan persepsi aparat perempuan dan laki-laki tentang PUG, (2)
perbedaan yang signifikan dari jumlah aparat laki-laki dan perempuan yang
menduduki jabatan struktural, dan (3) terkait dengan fungsi dan kebijakan
pemerintah Kabupaten lampung Timur tentang pelaksanaan PUG.
Perilaku komunikasi aparat Pemda kabupaten memiliki hubungan yang
signifikan dengan persepsi dan partisipasi dalam pelaksanaan PUG di era otonomi
80
daerah. Rendahnya akses aparat Pemda terhadap informasi PUG baik melalui
media interpersonal maupun media massa, menyebabkan rendahnya tingkat
persepsi aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur terhadap PUG. Perilaku
komunikasi interpersonal yang berkorelasi tinggi pada tingkat partisipasi kegiatan
PUG lebih banyak disebabkan oleh faktor jabatan dan kedudukan.
Saran
Sosialisasi tentang program pengarusutamaan gender di Pemda Kabupaten
Lampung Timur perlu ditingkatkan baik melalui pelatihan maupun media massa
lokal khususnya. Rendahnya persepsi pegawai Pemda Kabupaten Lampung Timur
terhadap PUG perlu diatasi dengan penyelenggaraan pelatihan khusus tentang
PUG bagi Pejabat Struktural Kabupaten Lampung Timur. Penerbitan Surat
Keputusan Bupati tentang PUG dalam Pembangunan Kabupaten Lampung Timur
harus segera direalisasikan oleh Pemda sebagai dasar pelaksanaan program PUG
di Kabupaten Lmpung Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1993. Metode Penelitian. Ghalia, Jakarta.
Bettinghaus, E. P. 1973. Persuasive Communication. Holt, Rinchart, and Winston, New York.
Biryanto. 2003. Hubungan Karakteristik dan Keterampilan Berkomunikasi Pegawai Negeri Sipil dengan Upaya Pengembangan Karir Individual di Sekretariat Daerah Kota Bogor. Tesis. Bogor: IPB.
BPS & United Nations Developmen Fund for Women. 2000. Gender Statistics and Indicators, Jakarta
BPS. 2003. Statistik Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistic) 2003, BPS Jakarta.
BPS. 2004. Lampung Timur Dalam Angka. Pemda Kabupaten Lampung Timur. BPS Kabupaten Lampung Timur. Sukadana.
Bryant, C, dan White, L.G. 1987. Managemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang. LP3ES. Jakarta.
Casley, Dennis J. 1991. Pemantauan dan Evaluasi Proyek Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Darahim, Andarus. 2004. Kendala Upaya Pemberdayaan Perempuan Menuju Kesetaraan Gender. Artikel Majalah Jurnal Perempuan. Jakarta.
David O., Sears, et. al. 1994. Psikologi Sosial, Jilid 1, Alih bahasa oleh Micahael Adriayanto dan Savitri Soekrisno. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Departemen Dalam Negeri. 2004. Produk Hukum, Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. http:// www. depdagri.go.id /produk_hukum.php? kat=Undang-Undang.
Dharma, A. 1982. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumberdaya Manusia. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Ditjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia. http://www.ditjen-otda.go.id/otonomi/uu.php
Fakih, Mansour. 2004. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar. Jakarta.
Hanafi, A. 1986. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Usaha Nasional. Jakarta.
Haveloock, Ronald G, Guskin, Alan; Frohman, Mark; Havelock, Marry; Huber, Janet; and Hill, Marjorie. 1971. Planning for Innovation, through Diessemination and Utilization of Knowledge. Ann Arbor: The University of Michigan.
82
Hubeis, A.V. 2004. Analisis Gender dalam Pembangunan. Makalah “Rapat Konsinyasi Penyusunan Pedoman Penyelenggaraan Pembangunan Bidang KIMPRASWIL 76yang Responsif Gender”, 28-29 April 2004, Jakarta.
Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kabeer, Naila. 1992. Triples roles, gender roles, sosial relations: the political sub-text of gender training. Brighton: Institut of Development Studies. PPT-LIPI.
Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, 2002, Apa Itu Gender, Buku 1-4, Bahan Informasi Pengarusutamaan Gender, Edisi ke-2.
Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI. 2005. Kebijakan Dan Program Pemberdayaan Perempuan. http://www.menegpp.go.id/menegpp. php?cat=fix&id=kebijakan.
Kincaid, D. L. and W. Schramm. 1975. Fundamental Human Communication. East-West Communication Institute, Honolulu.
Laswell, H. 1948. The Structure and Function of Commnunixcation in Society in The Communication of Ideas. 1964. Edited by Lyman Byrson. Harper, New York.
Lene, R.E. 1968. Power Participation and Ideology: Reading in the Sociology of American Political Life, David MC Key Co. Inc, New York.
Lionberger, H. F. & P. H. Gwin. 1982. Communication Strategies: A Guide for Agricultural Change Agents. The Interstate Orienters and Publisher, Inc, Illinois.
Marzuki Nyakman dan Ryaas Rasyid. 1992. Masalah dan Prospek Otonom Dati II. Kompas. Jakarta.
Muhadjir, Noeng. 1980. Pendidikan dan Pembangunan Pedesaan di Indonesia. Liberty. Yogyakarta.
Muliawati, N.K. 1993. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa. Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Mulyaningsih, H dan Darmastuti, A. 2001. Profil Sumberdaya Perempuan di Kabupaten Lampung Timur. Pemda Kabupaten Lampung Timur dan Pusat Studi Wanita Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Pemerintah Kabupaten Lampung Timur. 2002. Perencanaan Strategik (RENSTRA) Tahun 2001 – 2005. Bagian Sosial SETDAKAB LAMTIM. Sukadana..
Rahardjo, D. 1985. Model-model Partisipasi Sosial Masyarakat, termuat dalam Pembinaan Partisipasi Sosial, Ditjen Bina Sosial, Departemen Sosial RI, Jakarta.
Raharjo, Yulfita. 1997. Gender, Population and Development Concepts and Issues dalam Gender, Population and Development Staff Training Manual. PPT-LIPI and UNFPA.
83
Rakhmat, Jalaludin. 2002. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Reed H. Blake, Edwin O. Haroldsen. 1979. A Taxonomy of Concepts in Communication. Hasting House Publisher Inc. Second Printing.
Riza, Tata Haidar. 2001. Analisis Gender dalam Program Jaring Pengaman Sosial. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rogers, E.M. 1983. Diffusion of Innovations. The Free Press, Advision of Macmillan Publishing Co, Inc. New York.
Rogers, E. M. and F. Shoemaker. 1971. Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach. Collier MacMillan Publisher, London.
Ruslan, Rosady. 1998. Manajemen Humas & Manajemen Komunikasi (Konsepsi & Aplikasi). Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sahala, Sumijati. 2001. Mainstream Gander dan Upaya Pemberdayaan Perempuan di Bidang Hukum. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Jakarta.
Saleh S. 1986. Statistik Nonparametrik. Edisi pertama, Yogyakarta: BPFE.
Sastropoetro, S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Penerbit Alumni.
Schramm, W & D. Lawrence Kincaid . 1984. Asas-Asas Komunikasi Antar Manusia. LP3ES. Jakarta.
Siagian, S. 1982. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. PT. Gunung Agung, Jakarta.
Sidney Siegel. 1988. Statistik Nonparametrik. Gramedia. Jakarta.
Singarimbun M, Effendy. S. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES, edisi revisi cetakan kedua, Jakarta.
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta.
Subhan, Zaitunnah. 2002. Peningkatan Kesetaraan & Keadilan Jender dalam Membangun Good Governance. El-Kahfi. Jakarta.
Sugiyono. 2001. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.
Tjokrowinoto, M. 1977. Peranan Kebudayaan Politik dan Kebudayaan Administrasi di Dalam Pembangunan Masyarakat. BPA-UGM. Yogyakarta.
Widjaya, AW. 1992. Titik Berat Otonomi Pada Daerah Tingkat II. Rajawali Pers, Jakarta.
Williams, Susanne with Janet and Adeline Mwau. 1994. The Oxfam Gender Training Manual. Oxford. Oxfam (UK and Ireland).
LAMPIRAN
No. Responden
KUESIONER PENELITIAN
PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER
DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)
Responden
Nama : ……………………………………………
Jabatan : ……………………………………………
Alamat : ……………………………………………
Pewawancara
Tanggal wawancara:…………… …………………………
Nama :…………… …………………………
Tanda tangan :…………… …………………………
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
Lampiran 1.
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
85
PETUNJUK BAGI PEWAWANCARA
• Daftar pertanyaan terdiri dari empat bagian, bagian pertama tentang karakteristik
individu, bagian kedua tentang perilaku komunikasi, bagian ketiga tentang
persepsi, dan bagian keempat tentang partisipasi dalam pengarusutamaan gender di
era otonomi daerah.
• Nomor diisi berdasarkan nomor urut responden yang diwawancarai.
• Alamat diisi dengan nama tempat tinggal responden yang diwawancarai.
• Pertanyaan-pertanyaan dapat dijawab dengan cara:.
(1) Mengisi jawaban pada tempat yang disediakan.
(2) Melingkari salah satu angka jawaban dari pernyataan-pernyataan yang
diungkapkan.
(3) Mencantumkan tanda silang (x) pada kolom jawaban yang disediakan
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
86
I. KARAKTERISTIK INDIVIDU
Diisi oleh peneliti
1 Nama Lengkap :
2 Berapa Usia Bapak/Ibu sekarang? : ………Tahun
3 Jenis kelamin : Pria/Wanita *)
4 Tingkat pendidikan terakhir : SD/SMP/SMA/Diploma/S1/S2/S3*)
5 Apakah Bapak/ibu mempunyai jabatan di Pemda Kab. Lampung Timur?
1. ya 2. tidak Jika ya, apa jabatan Bapak/Ibu saat ini: ……………………………………
6 Berapa pangkat/golongan Bpk/Ibu sat ini? ……………….
*) coret yang tidak perlu.
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
87
II. PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA 1. Keterdedahan pada saluran komunikasi interpersonal 1. a. Apakah bapak/ibu pernah mendengar tentang istilah Gender?
(a) ya (b) tidak b. Jika ya, Bapak/ibu mendengar dari mana
(a) Petugas dari Biro PP Provinsi (b) Atasan (c) Teman Sejawat (d) Keluarga dan luar Instansi
(e) Lainnya........................................................................................................ c. Jawaban 10 b berapa kali ?
(a) 1 kali (b) 2 kali (c) 3 kali (d) 4 kali (e) > 5 kali
2.a. Apakah bapak/ibu pernah mendengar tentang istilah Pengarusutamaan Gender (PUG)? (a) ya (b) tidak
b. Jika ya, Bapak/ibu mendengar dari mana
(a) Petugas dari Biro PP Provinsi .......kali. (b) Atasan .............kali. (c) Teman Sejawat .........kali. (d) Keluarga dan luar Instansi.......kali.
(e) Lainnya......................................................................................................... c. Jawaban 11 b berapa kali ?
(a) 1 kali (b) 2 kali (c) 3 kali (d) 4 kali (e) > 5 kali
3. a. Dalam satu tahun terakhir ini sudah berapa kali Bapak/Ib u mendengar
tentang PUG dari pertemuan yang bersifat formal? (a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
b. Berapa kali mendengar tentang PUG dari pertemuan yang bersifat informal?
(a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
88
4. Berapa kali dalam sebulan Staf/Tim dari Biro Pemberdayaan Perempuan (PP) Provinsi
melakukan kontak dengan Bapak/Ibu dalam sosialisasi PUG ini? (a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
5. Berapa kali dalam sebulan diadakan pertemuan formal untuk sosialisasi dari Biro PP
dalam mewujudkan PUG, dimana Bapak/Ibu ikut dalam pertemuan ini? (a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
6. Berapa kali dalam sebulan diadakan pertemuan formal di kantor Bapak/Ibu sendiri
untuk membicarakan PUG ini setelah ada informasi dari petugas sosialisasi?
(a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
7. a. Apakah Bapak/Ibu mencari sendiri informasi yang lebih lengkap tentang PUG?
(a) Ya (b). Tidak
b. Jika ya, dari mana/ke mana Bapak/Ibu mencari informasi?................................ .......................................................................................................................................................................................................................................................
c. Apakah memperoleh seperti yang diharapkan (a) Ya (b). Tidak
d. Berapa kali bapak mencarai informasi dalam sebulan?
(a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
8. Apakah dalam setiap rapat koordinasi bulanan Kabupaten LamTim, PUG
masih selalu dibahas? (a) Ya (b) Tidak
9. Apakah Bapak/Ibu sudah mengetahui bidang-bidang yang menjadi sasaran
strategi PUG? (a) Ya (b) Tidak
10. Berapa jumlah Informasi yang Bapak/Ibu dapatkan tentang Bidang PUG dari obrolan dan pertemuan dengan petugas dari Biro PP Provinsi? (a) Tidak tahu sama sekali (b) 1- 4 bidang (c) 5 - 7 bidang (d) 8 –11 bidang (e) Seluruh Bidang PUG
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
89
11. Berapa jumlah Informasi yang Bapak/Ibu dapatkan tentang PUG dari obrolan dan pertemuan dengan atasan saudara? (a) Tidak tahu sama sekali (b) 1- 4 bidang (c) 5 - 7 bidang (d) 8 –11 bidang (e) Seluruh Bidang PUG
12. Berapa jumlah informasi yang Bapak/Ibu dapatkan tentang PUG dari obrolan dan pertemuan dengan teman sejawat (a) Tidak tahu sama sekali (b) 1- 4 bidang (c) 5 - 7 bidang (d) 8 –11 bidang (e) Seluruh Bidang PUG
13. Berapa jumlah in formasi yang Bapak/Ibu dapatkan tentang PUG dari obrolan dan pertemuan dengan rekan diluar lingkungan instansi? (a) Tidak tahu sama sekali (b) 1- 4 bidang (c) 5 - 7 bidang (d) 8 –11 bidang (e) Seluruh Bidang PUG
2. Keterdedahan terhadap media massa 14. Informasi terbanyak tentang ”peningkatan kesadaran dan kepekaan gender serta
terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat semua sektor di Pemda Kabupaten Lam Tim”, yang Bapak/Ibu peroleh dari media massa? (a)TV (b) Radio (b) Surat Kabar (d) Brosur/Spanduk (e) Internet
15. Informasi terbanyak tentang ”penyelenggaraan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program semua bidang kepada semua pejabat di Kab. LamTim” yang Bapak/Ibu peroleh dari media massa? (a)TV (b) Radio (b) Surat Kabar (d) Brosur/Spanduk (e) Internet
16. Informasi terbanyak tentang ”penyelenggaraan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada semua sektor di Kabupaten Lampung Timur” yang Bapak/Ibu peroleh dari media massa? (a)TV (b) Radio (b) Surat Kabar (d) Brosur/Spanduk (e) Internet
17. Informasi terbanyak tentang penyelenggaraan pelatihan PUG pada semua sektor di Kabupaten Lampung Timur yang Bapak/Ibu peroleh dari media massa? (a)TV (b) Radio (b) Surat Kabar (d) Brosur/Spanduk (e) Internet
18. Berapa kali dalam sebulan Bapak/Ibu menerima informasi dari televisi tentang PUG? (a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
90
19. Berapa kali dalam sebulan Bapak/Ibu menerima informasi dari Radio tentang PUG? (a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
20. Berapa kali dalam sebulan Bapak/Ibu menerima informasi dari Surat Kabar tentang
PUG? (a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
21. Berapa kali dalam sebulan Bapak/Ibu menerima informasi dari brosur/selebaran/ leaflet
tentang PUG? (a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
22. Apakah Bapak/Ibu dalam setahun terakhir menerima informasi dari baliho/spanduk
tentang PUG? (a) Tidak Pernah (b) 1-3 kali (c) 4-6 kali (d) 7-9 kali (e) > 10 kali
23. Apakah Bapak/Ibu meluangkan waktu khusus ketika informasi itu
ditayangkan/diinformasikan? (a) Ya (b) Tidak
24. Apakah Bapak/Ibu berusaha mencari informasi PUG lewat media massa (TV, Radio, Surat Kabar dan Brosur) khususnya media massa lokal di lampung Timur? (a) Ya (b) Tidak pernah
25. Apakah media massa tersebut menjelaskan secara detail pengimplementasian PUG
pada era Otonomi Daerah Kab. Lampung Timur? (a) Ya (b) Tidak pernah
26. Apakah media massa yang ada menurut penilaian Bapak/Ibu sudah sensitif gender dalam menyebarluaskan informasi PUG ini? (a) Ya, (b) Tidak pernah
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
91
III. PERSEPSI
Jawaban NO
Pernyataan 1.Tidak
setuju 2. Ragu-
ragu/Tdk Tahu 3. Setuju
1 Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional yang dilakukan melalui Kebijakan Satu Pintu (KSP) atau ”One Door Policy” adalah suatu kebijakan antara yang dikeluarkan oleh Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan untuk melakukan pengarusutamaan gender pada semua bidang pembangunan, dalam rangka memberikan dasar-dasar guna mendorong semua sektor dan pemerintah daerah di semua tingkatan dapat secara mandiri melakukan upaya-upaya untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender.
2 Kegiatan yang dilakukan dalam PUG yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat Pemda pada semua sektor; (2) Menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program semua bidang kepada semua pejabat di Kab. LamTim; (3) Menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada semua sektor di Kabupaten Lampung Timur; (4) Menyelenggarakan pelatihan PUG pada semua sektor di Kabupaten Lampung Timur.
3 Program pokok pembangunan pemberdayaan perempuan 2005-2009 mencakup bidang-bidang : (1) Kelembagaan dan pembudayaan norma kesetaraan gender; (2) Peningkatan peran serta masyarakat; (3) Harmonisasi peraturan perundang-undangan; (4) Pendidikan dan pelatihan; (5) Penelitian dan pengembangan; (6) Pembinaan kerjasama; (7)Pengawasan, pengadilan dan evaluasi.
4 Tujuh Program pokok pembangunan pemberdayaan perempuan di era Otonomi Daerah ini sangat penting untuk peningkatan kualitas perempuan di Kab. Lampung Timur.
5 Kegiatan PUG dalam pembangunan Diklat yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender, dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat jajaran sektor Diklat; (2) Menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program Diklat, kepada pejabat sektor Diklat di pusat dan daerah; (3) Menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
92
Jawaban NO
Pernyataan 1.Tidak
setuju 2. Ragu-
ragu/Tdk Tahu 3. Setuju
penyebarluasan PUG pada sektor Diklat di pusat dan di daerah; (4) Menyelenggarakanh pelatihan PUG pada sektor Diklat di pusat dan daerah.
6 Kegiatan PUG dalam pembangunan Kesehatan yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender, dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat jajaran sektor Kesehatan; (2) Menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program Kesehatan, kepada pejabat dan pengelola sektor Kesehatan di pusat dan daerah; (3) Menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada sektor Kesehatan di pusat dan di daerah; (4) Menyelenggarakanh pelatihan PUG pada sektor Kesehatan di pusat dan daerah.
7 Kegiatan PUG dalam pembangunan KB yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender, dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat jajaran sektor KB; (2) Menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program KB, kepada pejabat dan pengelola sektor KB di pusat dan daerah; (3) Menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada sektor KB di pusat dan di daerah; (4) Menyelenggarakanh pelatihan PUG pada sektor KB di pusat dan daerah.
8 Kegiatan PUG dalam pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender, dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat jajaran sektor Ekonomi dan Ketenagakerjaan; (2) Menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program Ekonomi dan Ketenagakerjaan, kepada pejabat dan pengelola sektor Ekonomi dan Ketenagakerjaan di pusat dan daerah; (3) Menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada sektor Ekonomi dan Ketenagakerjaan di pusat dan di daerah; (4) Menyelenggarakanh pelatihan PUG pada sektor Ekonomi dan Ketenagakerjaan di pusat dan daerah.
9 Kegiatan PUG dalam pembangunan Politik dan Hukum yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender, dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh instansi/lembaga Politik dan Hukum; (2) Menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program Politik dan Hukum, kepada pejabat instansi/lembaga Politik dan Hukum di pusat dan daerah; (3) Menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada instansi/lembaga Politik dan Hukum di pusat dan di daerah; (4) Menyelenggarakanh pelatihan PUG pada instansi/lembaga Politik dan Hukum di pusat dan
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
93
Jawaban NO
Pernyataan 1.Tidak
setuju 2. Ragu-
ragu/Tdk Tahu 3. Setuju
daerah. 10 Kegiatan PUG dalam pembangunan Kesos dan
Agama yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender, dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat jajaran sektor Kesos dan Agama; (2) Menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program Kesos dan Agama, kepada pejabat sektor Kesos dan Agama di pusat dan daerah; (3) Menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada sektor Kesos dan Agama di pusat dan di daerah; (4) Menyelenggarakanh pelatihan PUG pada sektor Kesos dan Agama di pusat dan daerah.
11 Kegiatan PUG dalam pembangunan Hankam yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender, dan mendorong terwujudnya perilaku yang berkesetaraan dan berkeadilan gender untuk seluruh aparat jajaran sektor Hankam; (2) Menyelenggarakan advokasi yang berhubungan dengan PUG dalam program Hankam, kepada pejabat dan pengelola sektor Hankam di pusat dan daerah; (3) Menyelenggarakan pelatihan pelatih untuk penyebarluasan PUG pada sektor Hankam di pusat dan di daerah; (4) Menyelenggarakanh pelatihan PUG pada sektor Hankam di pusat dan daerah.
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
94
IV. PARTISIPASI
Jawaban No
Pertanyaan Tidak Pernah
(< 1 kali ) Kadang-Kadang (1-3 kali)
Selalu (> 3 kali)
(1) Perencanaan
1 Apakah Bapak/ibu menjadi tim perumus dalam program-program yang berbasis PUG tanpa melihat status jenis kelamin Bapak/ibu?
2 Apakah bapak/Ibu ikut serta dalam perencanaan program yang merumuskan/ mengikut serta-kan keterlibatan perempuan?
3 Apakah bapak/Ibu memberi-kan ide-ide dan usul-usul yang menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan program tersebut?
4 Apakah semua usul dan ide dari Bapak/Ibu menempati skala prioritas untuk dipertim-bangkan dalam keputusan?
5 Dalam memberikan ide dan usul apakah Bapak/Ibu memunculkannya berdasarkan pengalaman
6 Dalam memberikan ide dan usul apakah Bapak/Ibu melihatnya dari kebutuhan pribadi
7 Dalam memberikan ide dan usul apakah Bapak/Ibu melihatnya dari kebutuhan masyarakat lokal di Kab. Lampung Timur
8 Apakah Bapak/Ibu dalam perencanaan setiap program selalu memprediksi efek dan dampak yang akan ditimbulkan?
9 Apakah Bapak/Ibu selalu memberikan output yang terbaik dari ide-ide yang dimunculkan?
10 Apakah Bapak/Ibu menyaring aspirasi dari luar dan lingkungan serta memunculkannya dalam rapat perencanaan?
11 Apakah saran Bapak/ibu dalam mengeluarkan ide diterima tanpa melihat status jenis kelamin Bapak/Ibu?
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
95
Jawaban No
Pertanyaan Tidak Pernah
(< 1 kali ) Kadang-Kadang (1-3 kali)
Selalu (> 3 kali)
12 Apakah Bapak/ibu diberikan kesempatan yang sama untuk mengeluarkan pendapat dalam rapat dan pertemuan perencanaan program tanpa melihat status jenis kelamin Bapak/ibu?
(2) Pelaksanaan
13 Apakah semua pelaksanaan program berbasis PUG di sektor Bapak/ibu selalu diberikan anggaran yang cukup dalam realisasinya?.
14 Apakah ada perbedaan dalam pemberian anggaran pada pelaksanaan program yang berbasis PUG di sektor Bapak/ibu? (a). Ya, mengapa? .............................................................. (b) Tidak, mengapa?.....................................................................................................................
15 Apakah ada pembedaan jenis kelamin Bapak/ibu dalam terlibat langsung pada pelaksanaan program berbasis PUG di sektor Bapak ibu?
16 Apakah Bapak/ibu dipercaya untuk menjadi penanggung-jawab beberapa program PUG tanpa melihat status jenis kelamin?
(3) Monitoring dan Evaluasi
17a.
Apakah Bapak/ibu diberi kesempatan memonitor setiap perkembangan pelaksanaan program yang berbasis PUG tanpa memandang status jenis kelamin Bapak/Ibu?
b.
Bagaimana cara memonitornya?..................................................................................................
18a.
Apakah Bapak/ibu selalu ikut serta dalam evaluasi anggaran bagi program yang berbasis PUG tanpa melihat status jenis kelamin Bapak/Ibu?
b. c.
Bagaimana cara mengevaluasinya?............................................................................................. Mengapa evaluasi ini perlu? ........................................................................................................
19 Apakah Bapak/Ibu merasa telah optimal mencurahkan tenaga dan perhatian untuk program-program PUG tanpa melihat status jenis kelamin Bapak/ibu? (a) Ya sudah, apa ukurannya..... ..................................................................................................................................................... (b) belum, mengapa? ..................................................................................................................
Kuesioner Penelitian S2 – Abdul Khaliq P054030181 KMP -IPB
96
Jawaban No
Pertanyaan Tidak Pernah
(< 1 kali ) Kadang-Kadang (1-3 kali)
Selalu (> 3 kali)
20 a.
Apakah Bapak/ibu berhati-hati dan waspada terhadap laporan dan pengumpulan data dari lapangan tanpa memandang status jenis kelamin petugas lapang?
b.
Mengapa Bapak/Ibu perlu hati-hati dan waspada?......................................................................
21 Apakah Bapak ibu menyempatkan diri untuk memonitor program PUG tanpa melihat status jenis kelamin Bapak /ibu?
22 Apakah Bapak/ibu ikut mencari informasi tambahan dilapangan berkaitan dengan program yang berjalan tanpa memandang status jenis kelamin Bapak/ibu?
23 Dalam melakukan monitoring Apakah Bapak/ibu melakukan revisi pelaksanaan dan tekhnis ketika ditemui penyimpangan pelaksanaan program tanpa memandang status jenis kelamin bapak/ibu?
24 Apakah Bapak/ibu ikut serta dalam evaluasi hasil program PUG yang telah dilaksanakan tanpa memandang status jenis kelamin Bapak/ibu?
25 Apakah Bapak/ibu banyak memberikan perbaikan pada evaluasi tanpa melihat status jenis kelamin Bapak/ibu?
26 Apakah Bapak/ibu selalu berharap dan berusaha agar monev berjalan dengan lancar tanpa memandang status jenis kelamin yang melaksanakan Monev?
27 Apakah kegiatan monev yang Bapak/ibu ikuti biasanya berhasil dengan lancar bukan karena status jenis kelamin Bapak/ibu?
28 Apakah Banyak peningkatan dan perubahan yang Bapak/ibu lihat pasca pelaksanaan program PUG?
ASISTENBIDANG PEMERINTAHAN
BAGIANTATA PEMERINTAHAN
SUBBAGTATA PEMERINTAHAN UMUM
SUBBAGPEMERINTAHAN DESA
SUBBAGOTONOMI DAERAH
BAGIANHUKUM DAN ORGANISASI
SUBBAG PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN
SUBBAGBANTUAN HUKUM
SUBBAG KELEMBAGAAN DANTATA LAKSANA
SUBBAG PENGOLAHAN DATADAN PERPUSTAKAAN
BUPATIWAKIL BUPATI
DPRD
ASISTENBIDANG EKONOMI PEMBANGUNAN
BAGIANPEREKONOMIAN
SUBBAGPENGEMBANGAN EKONOMI
SUBBAG PRODUKSI
BAGIAN PEMBANGUNAN
SUBBAGPENGENDALIAN DAN LAPORAN
BAGIAN SOSIAL
SUBBAG AGAMA
SUBBAG DIKBUD, PEMUDADAN OLAHRAGA
SUBBAG PROGRAM KERJA
SUBBAG KESEHATAN DANPEMBERDAYAAN PEREMPUAN
ASISTENBIDANG ADMINISTRASI
BAGIANKEPEGAWAIAN
SUBBAG UMUM
SUBBAG MUTASI
SUBBAGPENGEMBANGAN KARIER
BAGIAN KEUANGAN
SUBBAG PERBENDAHARAAN
SUBBAG ANGGARAN
SUBBAG PEMBUKUAN
SUBBAG DIKLAT
SUBBAG BELANJA PEGAWAI
ASISTENBIDANG UMUM
BAGIAN UMUM
SUBBAG UMUM
SUBBAG PROTOKOL DANPERJALANAN DINAS
SUBBAG SANDI DANTELEKOMUNIKASI
BAGIAN PERLENGKAPAN
SUBBAG ANALISISKEBUTUHAN DAN PENGADAAN
SUBBAG PENYIMPANAN,DISTRIBUSI DAN
PEMELIHARAAN BARANG
BAGIANHUBUNGAN MASYARAKAT
SUBBAG RUMAH TANGGA
SUBBAG PENGUMPULANINFORMASI DAN KOMUNIKASI
SUBBAG DOKUMENTASI DANPEMBERITAAN
SEKRETARISDAERAH KABUPATEN
Lampiran 2.
BAGAN SETRUKTUR ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT PEMDA KAB. LAMPUNG TIMUR
98
Lampiran 3. Susunan Personalia Tim Koordinasi dan Sekretariat Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur
NO JABATAN KEDUDUKAN DALAM TIM
1 2 3 I
1.
1. 2. 3. 4. 5.
1.
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
22. 23. 24. 25.
SUSUNAN PERSONALIA TIM KOORDINASI PP LAMPUNG TIMUR
Bupati Lampung Timur
Sekda Kabupaten Lampung Timur Ketua Bappeda Lampung Timur Asisten Bid.Ekonomi Pembangunan Ketua PSW UNILA Ketua PSW IAIN
Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setdakab Lampung Timur Ketua Forum Komunikasi Pemberdayaan Perempuan Kab.Lampung Timur Kabag Sosial Setdakab Lampung Timur Kepala Dinas Kesehatan Kepala Dinas Dikdas Kepala Dinas Dikmenjurti Kepala Dinas Sosnakertrans Kepala Dinas Perindagkop Kepala Dinas Pertanian TPH Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kepala Dinas Bunhut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kepala Dinas Peternakan Kepala Bappeda Kepala BPID Kepala Kantor Kesbang dan Linmas Kepala Kantor BKKBN Kepala Kantor PMD Kepala Kantor Dep.Agama Kepala Kantor Statistik Kepala Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Dharma Wanita Persatuan Bhayangkari Ketua LSM KOAK Lam-T im
Pembina
Tim Pengarah Ketua
Wakil Ketua I Wakil Ketua II
Anggota Anggota
Tim Pengelola Teknis Pemberdayaan Perempuan
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris Wakil Sekretaris
Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Anggota Anggota Anggota Anggota
99
NO JABATAN KEDUDUKAN DALAM TIM
1 2 3 26.
Ketua LSM Koalisi Lampung Timur Sehat
Anggota
II.
1. 2.
3. 4. 5.
6. 7. 8. 9.
10. 11.
12. 13.
SUSUNAN PERSONALIA SEKRETARIAT TIM KOORDINASI PP Sekda Kabupaten Lampung Timur Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setdakab Lampung Timur Kabag Sosial Setdakab Lampung Timur Kasubbag Kesehatan dan PP Bagian Sosial Kasubbag Pemuda dan Olahraga Setdakab Lampung Timur Kabid Sosbud BAPPEDA Kasubbag Agama Setdakab Lampung Timur Kasubdin Kesgar dan Prokes Dinas Kesehatan Kasi Han Kantor BKKBN Kasi Pemerintahan Desa Kantor PMD Ketua Forum Komunikasi Pemberdayaan Perempuan Lampung Timur Staf Bagian Sosial Setdakab (2 Orang) Staf PKK Setdakab (2 Orang)
Pelindung Penasehat
Ketua
Wakil Ketua Sekretaris
Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
100
Lampiran 4. Susunan Keanggotaan Kelompok Kerja Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur
NO KELOMPOK KERJA/DINAS INSTANSI KEDUDUKAN
1 2 3 I
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
23. 24. 25. 26.
POKJA PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) Kabid Sosbud BAPPEDA Kabag Sosial Setdakab Dinas Kesehatan Dinas Dikdas Dinas Dikmenjurti Dinas Sosnakertrans Dinas Prindagkop Dinas Pertanian dan TPH Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Peternakan Bappeda BPID Kantor Kesbang dan Linmas Kantor BKKBN Kantor PMD Kantor Departemen Agama Kantor Statistik Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kasubbag Kesehatan dan PP Bagian Sosial Ketua Forum Komunikasi Pemberdayaan Perempuan Lampung Timur Dharma Wanita Persatuan Lam-Tim Bhayangkari Ketua LSM KOAK Lam-T im Ketua LSM Koalisi Lampung Timur
Ketua Sekretaris Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Anggota Anggota Anggota Anggota
II
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
POKJA PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN (PKHP) Forum Komunikasi Pemberdayaan Perempuan Lampung Timur Kabag Sosial Setdakab Kasubbag Kesehatan dan PP Bagian Sosial Dinas Kesehatan Dinas Dikdas Dinas Dikmenjurti Dinas Peternakan Dinas Pertanian dan TPH
Ketua
Sekretaris Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Lampiran 5. Karakteristik responden penelitian
No.Usia Jenis kelamin Pendidikan Jabatan Pangkat
1 46 Pria SMA Kasi III/c2 48 Wanita SMA Kasubbag III/c3 30 Wanita S1 Kasi III/c4 44 Wanita S1 Kasi IV/d5 47 Pria S1 Kasubdin IV/a6 43 Pria Diploma Kasubbag III/b7 50 Pria S1 Kasubbag III/d8 37 Pria S1 Kasubbag III/c9 53 Pria SMA Kasubbag III/d
10 35 Pria S1 Kasubbag III/c11 32 Wanita S2 Kasubbag III/d12 39 Pria S1 Kasubbag III/c13 38 Wanita Diploma Camat III/d14 33 Pria S1 Kasubbag III/c15 43 Wanita SMA Kasubbag III/c16 44 Pria S1 Kasubbag III/d17 35 Pria S1 Kasubbag III/d18 41 Pria S1 Kabag IV/b19 30 Wanita S1 Kasi III/b20 35 Pria S1 Kasubbag III/c21 38 Pria S1 Kabag III/d22 42 Pria S1 Kasubbag III/d23 32 Pria S1 Kasi III/c24 44 Pria Diploma Kasi III/a25 40 Pria S1 Kasi IV/a26 35 Wanita S2 Kasi III/a27 31 Wanita S1 Kasi III/b28 50 Pria Diploma Kabag IV/a29 49 Pria Diploma Kasubbag III/d30 32 Wanita S1 Kasubbag III/c31 47 Pria SMA Kasi III/c32 41 Pria S1 Kasi III/b33 44 Pria S1 Kasubbag III/d34 42 Pria S1 Kasubbag III/d35 38 Pria S1 Kabag III/d36 39 Pria S1 Kasubbag III/c37 47 Pria S1 Kasubdin IV/a38 47 Pria SMA Kasi III/c39 41 Pria S1 Kasi III/b40 42 Pria S1 Kasubbag III/d41 42 Pria S1 Kasubbag III/d42 43 Pria Diploma Kasubbag III/b43 30 Wanita S1 Kasi III/b44 31 Wanita S1 Kasi III/b45 50 Pria S1 Kasubbag III/d46 50 Pria Diploma Kabag IV/a47 53 Pria SMA Kasubbag III/d
Karakteristik Individu
48 35 Pria S1 Kasubbag III/c49 35 Wanita S2 Kasi III/a50 37 Pria S1 Kasubbag III/c51 40 Pria S1 Kasi IV/a52 41 Pria S1 Kabag IV/b53 43 Wanita SMA Kasubbag III/c54 44 Wanita S1 Kasi IV/d55 33 Pria S1 Kasubbag III/c56 35 Pria S1 Kasubbag III/c57 44 Pria S1 Kasubbag III/d58 46 Pria SMA Kasi III/c59 48 Wanita SMA Kasubbag III/c60 49 Pria Diploma Kasubbag III/d61 30 Wanita S1 Kasi III/c62 44 Pria S1 Kasubbag III/d63 32 Wanita S2 Kasubbag III/d64 35 Pria S1 Kasubbag III/d65 32 Pria S1 Kasi III/c66 32 Wanita S1 Kasubbag III/c67 38 Wanita Diploma Camat III/d68 44 Pria Diploma Kasi III/a
101
NO KELOMPOK KERJA/DINAS INSTANSI KEDUDUKAN
1 2 3 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Dinas Sosnakertrans Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Prindagkop Bappedalda Kantor Kesbang dan Linmas BPID Kantor BKKBN Kantor PMD Kantor Departemen Agama Kantor Statistik Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Dharma Wanita Persatuan Lam-Tim Dharma Pertiwi Kabupaten Lam-Tim PSW UNILA Prop. Lampung PSW IAIN Raden Intan Lampung LSM KOAK Lam-T im LSM Koalisi Lampung Timur Sehat
Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
III.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
11.
12. 13.
POKJA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (PKPA) Kabag Sosial Setdakab Kasubbag Kesehatan dan PP Bagian Sosial Dinas Sosnakertrans Dinas Kesehatan Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kantor BKKBN Kantor Departemen Agama Kantor Statistik POLRES Kabupaten Lampung Timur Kejaksaan Kabupaten Lampung Timur Forum Komunikasi Pemberdayaan Perempuan Lampung Timur LSM KOAK Lam-T im LSM Koalisi Lampung Timur Sehat
Ketua Sekretaris Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
Anggota
Anggota Anggota
Lampiran 6. Jawaban responden pada variabel perilaku komunikasi
No.1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 3 3 2 2 1 1 1 1 2 2 1 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 13 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 14 2 2 1 1 1 1 2 1 2 3 1 2 2 3 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 15 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 3 3 3 2 1 3 1 1 1 1 16 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 3 3 3 2 1 2 1 1 1 1 17 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 3 3 3 3 2 1 1 1 1 1 2 18 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 19 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 3 3 3 3 2 2 2 1 1 1 1 110 2 2 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 3 2 3 3 2 1 3 1 2 1 2 111 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 5 3 2 1 2 1 2 2 1 112 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 2 1 2 1 1 2 1 113 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 3 3 3 1 1 1 1 1 2 2 214 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 2 1 1 1 1 1 2 115 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 2 216 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 1 117 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 2 2 2 2 1 1 1 118 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 1 3 3 2 2 1 119 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 120 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 121 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 3 1 1 1 1 122 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 123 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 124 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 125 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 126 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 2 1 1 127 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 3 3 3 3 2 1 1 1 1 1 1 128 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2 2 5 3 3 3 2 1 2 1 1 1 1 129 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 130 2 2 1 2 1 1 1 1 2 3 1 2 1 5 3 3 3 3 1 3 1 1 1 1 131 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 132 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 133 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 3 3 3 3 2 1 2 1 1 1 1 134 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 3 3 3 3 2 1 3 1 1 1 1 1
Perilaku Komunikasi
35 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 136 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 137 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 3 3 3 3 2 1 3 1 1 1 1 138 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 2 1 1 1 1 1 2 139 2 2 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 3 2 3 3 2 1 3 1 2 1 2 140 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 141 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 3 3 3 3 2 1 2 1 1 1 1 142 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 143 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 3 3 3 3 2 1 1 1 1 1 1 144 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 2 245 2 2 1 1 1 1 2 1 2 3 1 2 2 3 3 3 3 3 3 1 1 1 1 1 146 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 3 3 3 2 1 3 1 1 1 1 147 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 148 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2 2 5 3 3 3 2 1 2 1 1 1 1 149 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 3 3 3 3 2 2 2 1 1 1 1 150 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 3 1 1 1 1 151 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 2 1 2 1 1 2 1 152 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 5 3 2 1 2 1 2 2 1 153 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 154 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 155 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 156 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 3 3 3 3 2 1 1 1 1 1 2 157 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 158 2 2 1 2 1 1 1 1 2 3 1 2 1 5 3 3 3 3 1 3 1 1 1 1 159 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 2 2 2 2 1 1 1 160 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 161 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 2 1 1 162 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 163 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 3 3 3 1 1 1 1 1 2 2 264 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 165 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 1 3 3 2 2 1 166 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 3 3 3 2 1 2 1 1 1 1 167 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 1 168 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 3 3 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
26 Jum2 441 351 331 461 411 401 411 441 421 461 452 391 421 382 381 511 411 491 371 351 371 341 431 371 351 361 441 461 351 471 351 411 411 41
1 411 341 411 381 461 371 411 371 442 381 461 411 351 461 421 372 391 451 431 351 351 411 331 471 411 351 361 441 421 351 491 401 512 44
Lampiran 7. Jawaban responden pada variabel persepsi
No.1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jum
1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 312 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 333 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 304 3 3 3 3 3 3 2 3 2 1 2 285 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 326 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 237 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 138 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 339 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3310 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3111 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3212 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3313 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3014 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3215 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3216 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3217 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2918 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3319 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3220 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3221 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3322 2 1 3 3 1 1 2 1 1 1 1 1723 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3324 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3325 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2226 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3327 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2228 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3329 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2230 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3331 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2232 3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2733 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3334 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3335 3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 3236 2 1 3 3 1 1 2 1 1 1 1 2937 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3338 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3239 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3140 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3341 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3342 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3243 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2244 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3245 3 3 3 3 3 3 2 3 2 1 2 2846 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3247 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 22
Persepsi
48 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3349 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3350 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3351 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3352 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3253 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3354 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3355 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2256 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1357 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3058 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3359 3 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2960 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3261 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3362 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3363 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3064 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2265 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3366 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2367 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3268 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 31
Lampiran 8. Jawaban responden pada variabel partisipasi
No.1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jum
1 1 2 2 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 1 1 1 2 1 1 3 3 3 2 1 1 3 2 3 602 3 2 2 3 3 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 413 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 294 3 3 3 3 2 1 2 3 3 3 3 3 1 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 3 3 3 2 3 675 2 2 2 1 3 1 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 396 1 1 2 1 3 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 387 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 518 1 2 2 1 3 3 3 2 3 2 3 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 469 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 3 3 3 41
10 2 1 1 1 1 1 3 3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 2 4311 1 1 1 1 2 1 2 3 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 4012 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3113 2 3 3 2 2 1 2 3 3 3 3 2 2 1 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 3 6314 2 2 3 2 3 1 3 3 2 3 3 3 1 1 3 1 1 1 1 3 3 3 3 3 2 3 2 2 6315 1 2 1 1 3 2 2 3 2 2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 4516 2 2 2 2 2 1 1 2 3 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 3 1 2 2 3 4617 2 2 3 1 2 2 3 3 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 3 3 2 1 5218 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 1 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 6819 1 2 2 1 3 1 2 3 3 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 4420 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2821 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 3 1 1 1 3 1 1 1 1 1 3 1 1 3 3 2 1 4622 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 3 2 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 3 3 1 1 1 4523 1 1 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 3924 1 2 2 1 2 1 2 3 3 3 3 3 3 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 5725 1 1 1 1 3 3 3 3 3 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4126 1 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 1 1 2 3 2 2 1 3 3 3 3 3 3 3 2 6427 2 2 2 3 3 1 3 3 3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4828 2 2 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 3 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 6429 1 1 1 1 2 1 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3530 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 3 2 2 2 6231 1 1 1 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3532 2 1 2 1 2 1 3 3 2 2 3 3 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 4933 2 3 2 2 2 1 3 2 2 2 3 3 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 3 3 3 3 5534 1 2 1 2 2 1 3 3 3 3 3 3 3 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 3 55
Partisipasi
35 2 1 2 1 2 1 3 3 2 2 3 3 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 4636 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 3 2 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 3 3 1 1 1 5237 1 2 1 2 2 1 3 3 3 3 3 3 3 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 3 6838 2 2 3 2 3 1 3 3 2 3 3 3 1 1 3 1 1 1 1 3 3 3 3 3 2 3 2 2 6339 2 1 1 1 1 1 3 3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 3 2 4340 1 2 2 1 2 1 2 3 3 3 3 3 3 1 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 5741 2 3 2 2 2 1 3 2 2 2 3 3 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 3 3 3 3 5542 1 2 2 1 3 1 2 3 3 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 4443 2 2 2 3 3 1 3 3 3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4844 1 2 1 1 3 2 2 3 2 2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 2 1 2 4545 3 3 3 3 2 1 2 3 3 3 3 3 1 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 3 3 3 2 3 6746 2 2 2 1 3 1 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3947 1 1 1 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3548 2 2 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 2 1 3 3 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 6449 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 3 3 3 4150 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 3 1 1 1 3 1 1 1 1 1 3 1 1 3 3 2 1 4651 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3152 1 1 1 1 2 1 2 3 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 4053 1 1 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 3954 3 2 2 3 3 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4155 1 1 1 1 2 1 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3556 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 5157 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2958 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 3 2 2 2 6259 2 2 3 1 2 2 3 3 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 3 3 2 1 5260 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2861 1 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 1 1 2 3 2 2 1 3 3 3 3 3 3 3 2 6462 1 2 2 1 3 3 3 2 3 2 3 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 3 1 1 4663 2 3 3 2 2 1 2 3 3 3 3 2 2 1 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 3 6364 1 1 1 1 3 3 3 3 3 1 1 1 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4165 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 1 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 6866 1 1 2 1 3 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3867 2 2 2 2 2 1 1 2 3 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 3 1 2 2 3 4668 1 2 2 2 3 1 3 3 3 3 3 3 3 1 1 1 2 1 1 3 3 3 2 1 1 3 2 3 60
108
Lampiran 9. Uji validitas 9.1. Uji validitas variabel perilaku komunikasi Correlations
Correlations
1 ,279 ,099 ,243 ,210 ,518*, ,234 ,679 ,303 ,374 ,019
20 20 20 20 20 20
,279 1 ,453* ,424 ,367 ,494*,234 , ,045 ,063 ,112 ,027
20 20 20 20 20 20,099 ,453* 1 ,406 ,553* ,525*
,679 ,045 , ,076 ,011 ,01720 20 20 20 20 20
,243 ,424 ,406 1 ,577** ,535*
,303 ,063 ,076 , ,008 ,01520 20 20 20 20 20
,210 ,367 ,553* ,577** 1 ,611**,374 ,112 ,011 ,008 , ,004
20 20 20 20 20 20,518* ,494* ,525* ,535* ,611** 1,019 ,027 ,017 ,015 ,004 ,
20 20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson Correlation
Sig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)
NPearson CorrelationSig. (2-tailed)
N
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
X1.5
JUM.X1
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 JUM.X1
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlations
Correlations
1 ,509* ,250 ,192 ,379 ,509*, ,022 ,288 ,416 ,100 ,022
20 20 20 20 20 20
,509* 1 ,491* ,630** ,553* ,545*,022 , ,028 ,003 ,011 ,013
20 20 20 20 20 20,250 ,491* 1 ,289 ,131 ,595**
,288 ,028 , ,217 ,582 ,00620 20 20 20 20 20
,192 ,630** ,289 1 ,656** ,478*
,416 ,003 ,217 , ,002 ,03320 20 20 20 20 20
,379 ,553* ,131 ,656** 1 ,586**,100 ,011 ,582 ,002 , ,007
20 20 20 20 20 20,509* ,545* ,595** ,478* ,586** 1,022 ,013 ,006 ,033 ,007 ,
20 20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson Correlation
Sig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)
NPearson CorrelationSig. (2-tailed)
N
X1.6
X1.7
X1.8
X1.9
X1.10
JUM.X1
X1.6 X1.7 X1.8 X1.9 X1.10 JUM.X1
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
109
Correlations Correlations
1 ,681** ,102 ,115 ,000 ,641**, ,001 ,669 ,630 1,000 ,002
20 20 20 20 20 20,681** 1 ,471* ,168 ,072 ,587**,001 , ,036 ,478 ,762 ,006
20 20 20 20 20 20,102 ,471* 1 ,281 ,375 ,559*,669 ,036 , ,230 ,104 ,010
20 20 20 20 20 20,115 ,168 ,281 1 ,789** ,672**,630 ,478 ,230 , ,000 ,001
20 20 20 20 20 20,000 ,072 ,375 ,789** 1 ,587**
1,000 ,762 ,104 ,000 , ,00620 20 20 20 20 20
,641** ,587** ,559* ,672** ,587** 1,002 ,006 ,010 ,001 ,006 ,
20 20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X1.11
X1.12
X1.13
X1.14
X1.15
JUM.X1
X1.11 X1.12 X1.13 X1.14 X1.15 JUM.X1
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlations
Correlations
1 ,747** ,120 ,208 ,087 ,573**, ,000 ,613 ,380 ,717 ,008
20 20 20 20 20 20,747** 1 ,123 ,019 ,077 ,493*,000 , ,605 ,937 ,748 ,027
20 20 20 20 20 20,120 ,123 1 ,608** ,499* ,508*,613 ,605 , ,004 ,025 ,022
20 20 20 20 20 20,208 ,019 ,608** 1 ,331 ,544*,380 ,937 ,004 , ,154 ,013
20 20 20 20 20 20,087 ,077 ,499* ,331 1 ,546*,717 ,748 ,025 ,154 , ,013
20 20 20 20 20 20,573** ,493* ,508* ,544* ,546* 1,008 ,027 ,022 ,013 ,013 ,
20 20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X1.16
X1.17
X1.18
X1.19
X1.20
JUM.X1
X1.16 X1.17 X1.18 X1.19 X1.20 JUM.X1
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
110
Correlations Correlations
1 ,656** ,553* ,554*, ,002 ,011 ,011
20 20 20 20,656** 1 ,630** ,734**,002 , ,003 ,000
20 20 20 20,553* ,630** 1 ,532*,011 ,003 , ,016
20 20 20 20,554* ,734** ,532* 1,011 ,000 ,016 ,
20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X1.21
X1.22
X1.23
JUM.X1
X1.21 X1.22 X1.23 JUM.X1
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlations
Correlations
1 ,279 ,061 ,587**, ,234 ,800 ,006
20 20 20 20,279 1 ,404 ,513*,234 , ,077 ,021
20 20 20 20,061 ,404 1 ,478*,800 ,077 , ,033
20 20 20 20,587** ,513* ,478* 1,006 ,021 ,033 ,
20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X1.24
X1.25
X1.26
JUM.X1
X1.24 X1.25 X1.26 JUM.X1
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
111
9.2. Uji validitas variabel perilaku persepsi Correlations
Correlations
1 ,440 ,454* ,254 ,575**, ,052 ,045 ,280 ,008
20 20 20 20 20,440 1 ,669** ,419 ,751**,052 , ,001 ,066 ,000
20 20 20 20 20,454* ,669** 1 ,549* ,854**,045 ,001 , ,012 ,000
20 20 20 20 20,254 ,419 ,549* 1 ,592**,280 ,066 ,012 , ,006
20 20 20 20 20,575** ,751** ,854** ,592** 1,008 ,000 ,000 ,006 ,
20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
JUM.X2
X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 JUM.X2
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlations Correlations
1 ,831** ,732** ,732** ,878**, ,000 ,000 ,000 ,000
20 20 20 20 20,831** 1 ,905** ,905** ,955**,000 , ,000 ,000 ,000
20 20 20 20 20,732** ,905** 1 ,808** ,940**,000 ,000 , ,000 ,000
20 20 20 20 20,732** ,905** ,808** 1 ,897**,000 ,000 ,000 , ,000
20 20 20 20 20,878** ,955** ,940** ,897** 1,000 ,000 ,000 ,000 ,
20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X2.5
X2.6
X2.7
X2.8
JUM.X2
X2.5 X2.6 X2.7 X2.8 JUM.X2
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
112
Correlations Correlations
1 ,812** ,882** ,708**, ,000 ,000 ,000
20 20 20 20,812** 1 ,716** ,807**,000 , ,000 ,000
20 20 20 20,882** ,716** 1 ,626**,000 ,000 , ,003
20 20 20 20,708** ,807** ,626** 1,000 ,000 ,003 ,
20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X2.9
X2.10
X2.11
JUM.X2
X2.9 X2.10 X2.11 JUM.X2
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
113
9.3. Uji validitas variabel perilaku partisipasi Correlations
Correlations
1 ,659** ,654** ,823** ,268 ,578**, ,002 ,002 ,000 ,252 ,008
20 20 20 20 20 20,659** 1 ,843** ,712** ,600** ,800**,002 , ,000 ,000 ,005 ,000
20 20 20 20 20 20,654** ,843** 1 ,634** ,584** ,823**,002 ,000 , ,003 ,007 ,000
20 20 20 20 20 20,823** ,712** ,634** 1 ,372 ,667**,000 ,000 ,003 , ,106 ,001
20 20 20 20 20 20,268 ,600** ,584** ,372 1 ,536*,252 ,005 ,007 ,106 , ,015
20 20 20 20 20 20,578** ,800** ,823** ,667** ,536* 1,008 ,000 ,000 ,001 ,015 ,
20 20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
JUM.X3
X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 JUM.X3
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlations Correlations
1 ,525* ,352 ,336 ,450* ,603**, ,017 ,128 ,147 ,046 ,005
20 20 20 20 20 20,525* 1 ,733** ,356 ,583** ,536*,017 , ,000 ,124 ,007 ,015
20 20 20 20 20 20,352 ,733** 1 ,604** ,815** ,719**,128 ,000 , ,005 ,000 ,000
20 20 20 20 20 20,336 ,356 ,604** 1 ,711** ,697**,147 ,124 ,005 , ,000 ,001
20 20 20 20 20 20,450* ,583** ,815** ,711** 1 ,809**,046 ,007 ,000 ,000 , ,000
20 20 20 20 20 20,603** ,536* ,719** ,697** ,809** 1,005 ,015 ,000 ,001 ,000 ,
20 20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X3.6
X3.7
X3.8
X3.9
X3.10
JUM.X3
X3.6 X3.7 X3.8 X3.9 X3.10 JUM.X3
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
114
Correlations Correlations
1 ,309 ,283 ,434 ,431 ,785**
, ,185 ,226 ,056 ,058 ,00020 20 20 20 20 20
,309 1 ,405 ,155 ,268 ,484*,185 , ,077 ,514 ,253 ,031
20 20 20 20 20 20,283 ,405 1 ,151 ,402 ,531*,226 ,077 , ,526 ,079 ,016
20 20 20 20 20 20
,434 ,155 ,151 1 ,200 ,524*,056 ,514 ,526 , ,399 ,018
20 20 20 20 20 20,431 ,268 ,402 ,200 1 ,610**,058 ,253 ,079 ,399 , ,004
20 20 20 20 20 20,785** ,484* ,531* ,524* ,610** 1,000 ,031 ,016 ,018 ,004 ,
20 20 20 20 20 20
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)
N
X3.11
X3.12
X3.13
X3.14
X3.15
JUM.X3
X3.11 X3.12 X3.13 X3.14 X3.15 JUM.X3
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlations Correlations
1 ,673** ,840** ,271 ,368 ,641**, ,001 ,000 ,248 ,110 ,002
20 20 20 20 20 20,673** 1 ,845** ,145 ,538* ,666**,001 , ,000 ,542 ,014 ,001
20 20 20 20 20 20,840** ,845** 1 ,268 ,434 ,643**,000 ,000 , ,253 ,056 ,002
20 20 20 20 20 20,271 ,145 ,268 1 -,008 ,475*,248 ,542 ,253 , ,973 ,034
20 20 20 20 20 20,368 ,538* ,434 -,008 1 ,735**,110 ,014 ,056 ,973 , ,000
20 20 20 20 20 20,641** ,666** ,643** ,475* ,735** 1,002 ,001 ,002 ,034 ,000 ,
20 20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X3.16
X3.17
X3.18
X3.19
X3.20
JUM.X3
X3.16 X3.17 X3.18 X3.19 X3.20 JUM.X3
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
115
Correlations Correlations
1 ,904** ,742** ,410 ,813**, ,000 ,000 ,073 ,000
20 20 20 20 20,904** 1 ,692** ,353 ,724**,000 , ,001 ,127 ,000
20 20 20 20 20,742** ,692** 1 ,809** ,813**,000 ,001 , ,000 ,000
20 20 20 20 20,410 ,353 ,809** 1 ,636**,073 ,127 ,000 , ,003
20 20 20 20 20,813** ,724** ,813** ,636** 1,000 ,000 ,000 ,003 ,
20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X3.21
X3.22
X3.23
X3.24
JUM.X3
X3.21 X3.22 X3.23 X3.24 JUM.X3
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Correlations Correlations
1 ,507* ,342 ,320 ,723**, ,023 ,140 ,169 ,000
20 20 20 20 20,507* 1 ,635** ,638** ,676**,023 , ,003 ,002 ,001
20 20 20 20 20,342 ,635** 1 ,702** ,523*,140 ,003 , ,001 ,018
20 20 20 20 20,320 ,638** ,702** 1 ,595**,169 ,002 ,001 , ,006
20 20 20 20 20,723** ,676** ,523* ,595** 1,000 ,001 ,018 ,006 ,
20 20 20 20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X3.25
X3.26
X3.27
X3.28
JUM.X3
X3.25 X3.26 X3.27 X3.28 JUM.X3
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
116
Lampiran 10. Perhitungan korelasi untuk input uji reliabilitas Correlations
Correlations
1 ,873**, ,000
20 20,873** 1,000 ,
20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X1.GJL
X1.GNP
X1.GJL X1.GNP
Correlation is significant at the 0.01 level(2-tailed).
**.
Correlations
Correlations
1 ,901**, ,000
20 20,901** 1,000 ,
20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X2.GJL
X2.GNP
X2.GJL X2.GNP
Correlation is significant at the 0.01 level(2-tailed).
**.
Correlations
Correlations
1 ,939**, ,000
20 20,939** 1,000 ,
20 20
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
X3.GJL
X3.GNP
X3.GJL X3.GNP
Correlation is significant at the 0.01 level(2-tailed).
**.