Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MENGENAI PENGELOLAAN
SAMPAH DI FKM-UTU
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH :
SYARIFAH NURIZA
NIM: 07C10104177
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
2013
PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MENGENAI PENGELOLAAN
SAMPAH DI FKM-UTU
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH :
SYARIFAH NURIZA
NIM: 07C10104177
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH-ACEH BARAT
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan
bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual,
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Untuk itu, pembangunan kesehatan perlu diselenggarakan
dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut H.L. Blum, derajat kesehatan dipengaruhi 4 (empat) macam
faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas. Faktor
lingkungan dan perilaku merupakan faktor terbesar yang berpengaruh terhadap
tinggi rendahnya derajat kesehatan. Oleh karena itu, lingkungan sehat dan
perilaku sehat perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh.
Sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di
lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya sampah saja. Bentuk,
jenis, dan komposisi sampah padat sangat dipengaruhi oleh tingkat budaya
masyarakat dan kondisi alamnya (Kusnoputranto, 2000).
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-
sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri
pathogen), dan juga binatang serangga pemindah/penyebar penyakit (vektor).
2
Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin agar
tidak menganggu atau mengancam kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah
yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk
keindahan lingkungan (Notoadmodjo, 2003).
Di negara maju yang sangat peka terhadap masalah kesehatan lingkungan,
sampah padat umumnya telah diatur pembuangannya sedemikian rupa, sehingga
hampir semua jenis sampah padat telah dipisahkan untuk memudahkan
pengolahannya. Sedangkan di negara-negara berkembang, umumnya sampah
padat masih dibuang tanpa ada usaha memisah-misahkan terlebih dahulu sehingga
wadah-wadah penampungan sampah masih menampung sampah yang sangat
heterogen. Berbagai sampah organik dan non organik masih menjadi satu,
sehingga menyulitkan penanganannya (Kusnoputranto, 2000).
Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring
peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini,
pengelolaan sampah sebagian besar kota masih menimbulkan permasalahan yang
sulit dikendalikan (Mardiana, dkk, 2009). Karena penumpukan sampah atau
membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan
pencemaran air, udara, sehingga berdampak pada kesehatan masyarakat.
Sebuah data menunjukkan bahwa sekitar 40 persen penduduk jakarta atau
4 juta orang, membuang sampah domestik secara langsung ke sungai-sungai, yang
bermuara ke teluk Jakarta. Menurut Gempur Adnan, Deputi Menneg LH Bidang
Pengendalian Pencemaran Lingkungan, 60-70 persen total volume pencemaran
yang masuk ke sungai-sungai Jakarta disebabkan oleh limbah domestik, sampah
rumah tangga (Indonesia News, 2007).
3
Provinsi Aceh juga terkenal sebagai kota sampah. Volume sampah
Provinsi Aceh dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Hal
ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk dan hadirnya industri-
industri baru. Data terakhir menyebutkan bahwa penduduk Provinsi Aceh telah
mencapai 4.402.105 jiwa (data dari BPS Aceh 2012-2013), jika diasumsikan
produksi sampah kira-kira 2,5-3 liter/orang/hari, maka dengan hitungan kasar,
volume sampah yang dihasilkan seluruh penduduk Aceh dalam satu hari sebesar 5
sampai 6 juta liter (Dinkes Provinsi Aceh, 2013).
Dengan volume sampah yang sedemikian besar, dan belum adanya
pengelolaan sampah secara saniter (baik dan sehat), maka Kota Meulaboh
diperhadapkan dengan kesulitan penanganan sampah. Sebab sampah berserakan
dimana-mana, tidak peduli mau pusat kota atau pinggiran kota. Sampah selalu
setia mengisi setiap sudut kota Meulaboh (Dinkes Kabupaten Aceh Barat, 2013).
Sampah banyak dibuang dimana-mana, dan setiap orang bisa dipastikan
akan menghasilkan sampah, tak terkecuali juga di Kampus. Kampus sebagai
tempat berkumpulnya banyak orang bisa menjadi penghasil sampah terbesar
selain pasar, rumah tangga, industri dan perkantoran. Dengan komposisi sebagian
besar penghuninya adalah warga belajar tidak menutup kemungkinan
pengelolaannya pun belum optimal. Di sekolah, sampah bisa menjadi sesuatu
yang memerlukan perhatian serius. Namun juga bisa dipakai sebagai media
pembelajaran bagi siswa-siswinya (Santoso, 2009).
Kampus sebagai salah satu pusat pendidikan bagi anak-anak bangsa,
hingga kini belum bisa melaksanakan anjuran untuk bisa hidup bersih dan sehat,
walaupun diketahui itu indah. Kenyataannya, banyak Kampus yang masih belum
4
bersih dan indah, bahkan sangat gersang karena tidak ditanami dengan pohon-
pohon yang menyejukkan. Banyak Kampus yang masih dikotori dengan sampah.
Ada kamar mandi dan WC tersedia, namun kondisinya sangat kotor atau jorok
sehingga sangat mengganggu lingkungan sekitar Kampus.
Seharusnya, Kampus sebagai sebuah lembaga pendidikan dan tempat anak
bisa belajar harus dapat menerapkan tentang tata cara mengelola sampah yang
benar dan bermanfaat. Namun banyak Kampus yang hingga kini tidak mengelola
sampah dengan benar. Anak-anak dalam keseharian masih membuang sampah di
selokan dan di sungai-sungai. Walau di Kampus sering diajarkan bahwa
membuang sampah di sungai dan selokan bisa menyebabkan banjir dan menjadi
sumber penyakit yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh
juga tidak terlepas dari permasalahan sampah tersebut di atas. Berdasarkan
observasi yang dilakukan penulis, bahwa lingkungan FKM-UTU juga terdapat
banyak sampah yang disebabkan karena tindakan Mahasiswa yang membuang
sampah tidak pada tempatnya, selain itu ketersediaan tempat pembuangan sampah
yang sedikit juga menjadi penyebabnya. Adapun sampah yang dihasilkan di
ingkungan Kampus tersebut terdiri dari sampah peralatan sekolah seperti kertas
dan sampah bungkusan makanan (jajanan). Banyak Mahasiswanya membuang
sampah di dalam kelas dan halaman kelas padahal tempat sampah sudah
disediakan, dan hanya petugas kebersihan Kampus yang membersihkan halaman
tersebut.
Untuk memperbaiki cara pembuangan sampah, perilaku masyarakat
khususnya Mahasiswa FKM-UTU sangat berperan penting. Mahasiswa FKM-
5
UTU juga perlu ditanam nilai-nilai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
Kampus, selain ketersediaan tempat sampah di Kampus. Mahasiswa FKM-UTU
juga harus ikut berpartisipasi dalam hal pengolahan sampah dengan cara
memisahkan sampah organik dan anorganik dalam dua tempat sampah yang
berbeda dan tidak membuang sampah di lingkungan Kampus seperti halaman
kelas dan di dalam kelas.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti bagaimana gambaran
perilaku Mahasiswa FKM-UTU mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU
Meulaboh sebagai usaha preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
Perilaku pembuangan sampah dan pengelolaannya pada Mahasiswa
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar, maka penulis tertarik
untuk melihat bagaimana perilaku Mahasiswa FKM-UTU yang belatar belakang
pendidikan kesehatan masyarakat dalam pengelolaan sampah di lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat guna peningkatan derajat kesehatan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku Mahasiswa FKM-UTU mengenai pengelolaan
sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013.
6
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan Mahasiswa FKM-UTU mengenai
pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh.
2. Untuk mengetahui sikap Mahasiswa FKM-UTU mengenai pengelolaan
sampah di FKM-UTU Meulaboh.
3. Untuk mengetahui tindakan Mahasiswa FKM-UTU mengenai pengelolaan
sampah di FKM-UTU Meulaboh.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1.4.1. Manfaat Praktis
1. Untuk memberikan informasi dan masukan kepada pihak Kampus FKM-
UTU terkait perilaku Mahasiswa FKM-UTU dalam pengelolaan sampah.
2. Untuk memberikan informasi dan masukan kepada petugas kesehatan di
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat khususnya bagian Kesehatan
Lingkungan dalam hal Program Pengawasan Sanitasi Lingkungan.
1.4.2. Manfaat Teoritis
1. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti.
2. Sebagai referensi bagi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus,
organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (Stimulus-
Organisme-Respons). Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour).
Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum
dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan
sikap terhadap stimulus bersangkutan.
2. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut
sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar
atau “observeable behaviour”.
Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan
rangsangan.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan
atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan
8
mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat
keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial
budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap
pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan
masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan
mengembangkan perilakunya.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan
terhadap situasi dan rangsangan dari luar.
2.1.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di
dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada
dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan
seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang
dihadapi.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui
pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik
secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan
yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan
masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.
9
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai enam tingkatan
yaitu:
1. Tahu (Know).
Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,
mendefenisikan, mengatakan.
2. Pemahaman (Comprehension).
Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang telah memahami atau harus dapat
menjelaskan objek (materi), menyebutkan contoh, menyampaikan,
meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Aplication).
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku,
rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah
dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil
penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan
masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.
10
4. Analisis (Analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis).
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat
menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).
11
2.1.2. Perilaku dalam Bentuk Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk
merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu.
Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah
dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi
serta tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat
dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Allport (1954) dalam Soekidjo (2003), menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
12
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu :
1. Menerima (Receiving).
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang
terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap
ceramah-ceramah tentang gizi.
2. Merespon (Responding).
Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah
berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing).
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu
yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke
posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu
tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible).
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
13
Ciri-ciri sikap adalah :
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.
Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti
lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula
sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau
berubah senantiasa.
4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang
membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 2004).
Fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan, yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula
menjadi milik bersama.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil
atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap
sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada
orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya
tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara
14
sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan
reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud
pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu
sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat
hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan
kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan
sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman
dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua
pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia
tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak
perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek
tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi
sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap
seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang
tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula
mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah
sikap-sikap tersebut (Purwanto, 2004).
15
2.1.3. Perilaku dalam Bentuk Tindakan
Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2003).
Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (Perception).
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Response).
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism).
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption).
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.2. Determinan Perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi
dua, yakni :
16
1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat
given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Soekidjo, 2003).
Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
itu berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan.
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan,
kepercayaan, sikap, dan lain-lain.
2. Orang penting sebagai referensi.
Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia
katakan dan lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang
dianggap kelompok referensi seperti guru, kepala suku, dan lain-lain.
3. Sumber-sumber daya.
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya: waktu, uang,
tenaga kerja, keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap
perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.
3. Kebudayaan
Perilaku norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya
di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang
disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari
17
kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang
dalam terhadap perilaku.
Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam
diri individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di
luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan.
Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku
dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. Perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan
perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana
dia hidup dan beraktivitas.
2. Perubahan terencana (planned change), perubahan ini terjadi karena
memang direncanakan sendiri oleh subjek.
3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change)
ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-
program baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat
mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini
disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang
berbeda-beda.
2.3. Perilaku Kesehatan
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku
kesehatan adalah suatu proses seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
18
dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
2.3.1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek
yaitu :
1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif,
maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai
tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
3. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini tergantung pada
perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
2.3.2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan sistem atau Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, atau sering disebut Perilaku Pencarian Pengobatan
(Health Seeking Behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita sakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri (self treatment) sampai mencapai pengobatan ke luar negeri.
19
2.3.3 Perilaku Kesehatan Lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola
lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau
masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum,
tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya (Soekidjo,
2007).
2.3.4 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah
PHBS di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh
peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit,
meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan
sehat.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS
di sekolah yaitu :
1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun.
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah.
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.
4. Olahraga yang teratur.
5. Memberantas jentik nyamuk.
6. Tidak merokok di sekolah.
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan.
8. Membuang sampah pada tempatnya (PKK, 2007).
20
2.4. Pengertian Sampah
Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari
benda-benda atau hal-hal yang dipandang tidak dipergunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu
kelangsungan hidup (Azwar, 2000).
Beberapa pengertian sampah yang dikemukakan oleh para ahli meliputi :
1. Pengertian sampah menurut American Public Health Association. Sampah
diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak
disenangi atau yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya.
2. Pengertian sampah menurut Sidik Sasito.
Sampah adalah segala zat padat atau semi padat yang terbuang atau
sesuatu yang tidak berguna lagi baik yang dapat membusuk kecuali zat-zat
padat atau zat buangan atau kotoran yang keluar dari tubuh manusia
(Sasito, 2000).
3. Pengertian sampah menurut Sudarsono.
Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat aktifitas manusia dan
binatang yang merupakan bahan yang tidak berguna lagi sehingga dibuang
sebagai bahan tidak berguna (Sudarsono, 2000).
4. Pengertian sampah menurut Sudrajat.
Sampah kota secara sederhana diartikan sebagai sampah organik maupun
anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota
tersebut (Sudradjat, 2006).
21
5. Pengertian sampah menurut Azwar.
Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi
atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan
yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang
bukan biologis (karena human wastes tidak termasuk ke dalamnya) dan
umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk ke dalamnya)
(Azwar, 2000).
Masih banyak lagi ahli lain yang memberikan batasan-batasan yang pada
umumnya mengandung prinsip yang sama, seperti yang dapat kita lihat dari beberapa
pengertian di atas yaitu : adanya suatu bahan/benda, bersifat padat, benda tersebut
tidak berguna lagi dan terjadinya hubungan dengan kegiatan manusia, baik langsung
maupun tidak langsung serta perlu dibuang dengan cara-cara yang sanitasi dan dapat
diterima umum.
2.5. Sumber dan Jenis Sampah
2.5.1. Sumber-sumber Sampah
Pembagian sumber sampah menurut sudarsono adalah :
1. Sampah dari rumah tangga.
Adalah sampah yang berasal dari dapur dan kegiatan dalam rumah tangga
dan sampah yang dihasilkan umumnya sampah basah.
2. Sampah dari perdagangan/pasar.
Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang
dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.
22
3. Sampah industri.
Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang
dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.
4. Sampah dari daerah pembuangan.
Adalah sampah dari proses pembangunan, dan sampah yang dihasilkan
bervariasi, seperti : debu, kayu, pecahan kaca, dan lain-lain.
5. Sampah pertanian.
Adalah sampah yang berasal dari pengolahan pertanian dan peternakan
serta kegiatan lain di daerah pertanian. Sampah yang dihasilkan umumnya
padat.
2.5.2. Jenis Sampah
Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dibagi menjadi 4
(empat) yaitu :
1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah
kebun, pertanian, dan lainnya.
2. Sampah yang tidak mudah membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas,
logam, dan lainnya.
3. Sampah yang berupa debu/abu.
4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah
berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun sifat fisis
berbahaya (Slamet, 2000).
Jenis sampah dapat dibedakan atas :
23
1. Garbage, ialah sisa pengelolaan ataupun sisa makanan yang mudah
membusuk. Misalnya kotoran dari dapur rumah tangga, restoran, hotel,
dan lain sebagainya.
2. Rubbish, ialah bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mudah membusuk,
yang dibedakan atas : yang mudah terbakar (kayu,kertas) dan yang tidak
mudah terbakar (kaleng, kaca).
3. Ashes, ialah segala jenis abu, misalnya yang terjadi sebagai hasil
pembakaran kayu, batu bara di rumah-rumah ataupun di industri.
4. Dead Animal, ialah segala jenis bangkai terutama yang besar seperti kuda,
sapi, kucing, tikus.
5. Street Sweeping, ialah segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di
jalan, karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun oleh masyarakat
yang tidak bertanggung jawab.
6. Industrial Waste, ialah benda-benda padat sisa yang merupakan sampah
hasil industri. Misalnya industri kaleng dengan potongan-potongan sisa
kaleng yang tidak dapat dipergunakan (Azwar, 2000).
2.6. Komposisi Sampah
Karena sampah berasal dari beberapa sumber, maka komposisinya
bervariasi dari yang padat (besi) sampai yang berbentuk busa atau gabus. Volume
bahan-bahan yang ada pada sampah juga bervariasi dari yang besar yaitu bangkai-
bangkai kendaraan, sampai yang kecil yaitu abu (Azwar, 2000).
Adapun komposisi sampah suatu daerah yang ingin kita ketahui tergantung
dari rencana pengolahan sampah yang akan dipakai, atau malah sebaliknya yaitu
24
komposisi sampah ini perlu diketahui untuk perencanaan pengelolaan sampah
selanjutnya.
Masing-masing ahli mempunyai kebiasaan atau keinginan sendiri dalam
hal mencari komposisi sampah suatu daerah. Sebagai contoh misalnya ingin
diketahui komposisi bahan-bahan atau materi sampah dalam gr/%, yang meliputi :
1. Bahan dari besi atau logam (kaleng-kaleng, besi, paku).
2. Bahan dari kertas (kertas, koran, majalah, karton, dan lain-lain).
3. Bahan dari palstik (plastik pembungkus, bekas alat-alat rumah tangga).
4. Bahan dari karet (ban, sandal, dan lain-lain).
5. Bahan dari kain (sobekan-sobekan kain, gorden, dan lain-lain).
6. Bahan dari beling (pecahan gelas, lampu-lampu, botol-botol, dan lain-
lain).
7. Bahan dari kayu (kayu, ranting, kursi, meja, dan lain-lain).
8. Bahan dari batu, tanah, abu, dan lain-lain.
9. “Garbage” (sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain).
Komposisi dari bahan-bahan ini dalam sampah penting diketahui dalam
hal perencanaan selanjutnya dari cara pengangkutan, pengumpulan, atau
pembuangan sampah di suatu daerah (Azwar, 2000).
2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah
Jumlah produksi sampah di suatu daerah tidaklah sama, tergantung oleh
beberapa faktor :
1. Jumlah penduduk, kepadatan penduduk serta aktivitas penduduk pada
daerah tersebut. Semakin besar jumlah penduduk suatu daerah, maka
25
makin banyak jumlah sampah yang dihasilkan atau dengan kata lain setiap
pertambahan penduduk akan diikuti pertambahan jumlah sampah.
2. Sejauh mana proses daur ulang yang dilaksanakan. Biasanya sampah yang
didaur ulang atau yang diambil adalah sampah yang mempunyai nilai
ekonomi, misalnya : kertas, plastik, kaleng, dan lain-lain.
3. Geografi
Faktor geografi juga mempengaruhi produksi sampah misalnya : daerah
pegunungan akan berbeda jumlah sampahnya dengan daerah pantai atau
dataran rendah atau daerah pertanian.
4. Waktu
Jumlah produksi sampah sangat dipengaruhi oleh faktor waktu (harian atau
mingguan).
5. Sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi jumlah produksi sampah,
adat istiadat, taraf hidup, dan lain-lain.
6. Musim/iklim
Misalnya karena musim hujan.
7. Teknologi
Dengan kemajuan teknologi, maka jumlah produksi sampah juga
meningkat, misalnya meningkatnya jenis sampah plastik, dan
perkembangan kemasan dan obat juga mempengaruhi jumlah sampah
(Wasito, 2000).
26
2.8. Pengelolaan Sampah
Dalam ilmu kesehatan lingkungan, pembicaraan tentang pengelolaan
sampah meliputi 3 (tiga) hal, yaitu :
1. Penyimpanan sampah (refuse storage).
2. Pengumpulan sampah (refuse collection).
3. Pembuangan sampah (refuse disposal), kedalamnya termasuk
pengangkutan sampah dan sekaligus pula pemusnahan sampah.
2.8.1. Penyimpanan Sampah
Penyimpanan sampah maksudnya adalah tempat sampah sementara,
sebelum sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang
(dimusnahkan). Jelaslah untuk itu perlu disediakan tempat sampah, yang lazimnya
ditemui di rumah tangga, kantor, restoran, hotel, dan sebagainya.
Adapun syarat-syarat tempat sampah yang dianjurkan adalah :
1. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah
berseraknya sampah.
2. Tempat sampah mempunyai tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian rupa
sehingga mudah dibuka, dikosongkan isinya, serta dibersihkan. Amat
dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa
mengotori tangan.
3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh
satu orang (Azwar, 2000).
2.8.2. Pengumpulan Sampah
Sampah yang disimpan sementara di rumah, kantor atau restoran, tentu
saja selanjutnya dapat dikumpulkan, untuk kemudian diangkut dan dibuang
27
kemudian dimusnahkan. Karena jumlah sampah yang dikumpulkan cukup besar,
maka perlu dibangun rumah sampah.
Tempat pengumpulan sampah harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Dibangun di atas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah.
2. Mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang
lain mengeluarkannya.
3. Perlu lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya
lalat.
4. Di dalam rumah sampah, harus ada keran air untuk membersihkan lantai.
5. Tidak menjadi tempat tinggal lalat dan tikus.
6. Tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan
mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.
Dalam pengumpulan sampah, sebaiknya dilakukan pemisahan, untuk ini
dikenal dua macam, yakni :
1. Sistem duet, artinya disediakan dua tempat sampah, yang satu untuk
sampah basah dan lainnya untuk sampah kering.
2. Sistem trio, yakni disediakan tiga bak sampah, yang pertama untuk sampah
basah, kedua untuk sampah kering yang mudah dibakar serta yang ketiga
untuk sampah kering yang tidak mudah dibakar (kaca, kaleng, dan
sebagainya) (Azwar, 2000).
28
2.8.3. Pembuangan Sampah
Sampah yang dikumpulkan perlu dibuang untuk dimusnahkan. Ditinjau
dari perjalanan sampah, maka pembuangan atau pemusnahan ini adalah tahap
akhir yang harus dilakukan terhadap sampah.
Lazimnya, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam membangun tempat
pembuangan sampah ialah :
1. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau
sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi, dan
sebagainya).
2. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir.
3. Di tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.
Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2 km dari
perumahan penduduk, sekitar 15 km dari laut, dan 200 m dari sumber air (Azwar,
2000).
2.9. Sistem Pembuangan Sampah di Rumah Tangga
Beberapa sistem pembuangan sampah antara lain :
1. Composting (Pengomposan).
Yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk, yakni dengan terbentuknya zat-
zat organik yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah.
2. Dumping (Penimbunan).
Pembuangan dengan diletakkan begitu saja di tanah. Cara ini banyak segi
negatifnya terutama jika sampah tersebut mudah membusuk.
29
3. Dumping in water (Penimbunan di air).
Prinsipnya sama dengan dumping, tetapi disini dibuang ke dalam air
sungai atau laut, tentu saja jika sampah tersebut tidak diolah sebelumnya
akan banyak menimbulkan kerugian, misalnya mengotori permukaan air,
memudahkan berjangkitnya penyakit dan sebagainya.
4. Individual Inceneration (Pembakaran secara Perorangan).
Ialah pembakaran sampah yang dilakukan secara perorangan di rumah
tangga. Pembakaran haruslah dilakukan dengan baik, jika tidak asapnya
akan mengotori udara serta dapat menimbulkan bahaya kebakaran.
5. Recycling (Pemakaian Kembali).
Ialah pengolahan sampah dengan maksud pemakaian kembali hal-hal yang
masih bisa dipakai, misalnya kaleng, kaca, dan sebagainya. Cara ini
berbahaya untuk kesehatan, terutama jika tidak mengindahkan dari segi
kebersihan (Azwar, 2000).
2.10. Hubungan Sampah dengan Manusia dan Lingkungan
Sampah berhubungan erat dengan manusia dan lingkungan karena dapat
menimbulkan dampak positif dan dampak negatif terhadap manusia dan
lingkungan, baik atau buruknya dampak tersebut tergantung kepada kita
bagaimana mengelolanya. Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan
dampak menguntungkan dan pengelolaan sampah yang kurang baik akan
memberikan dampak yang kurang menguntungkan.
30
Beberapa dampak tersebut, yaitu :
1. Dampak terhadap manusia.
a. Dampak menguntungkan :
− Dapat digunakan sebagai makanan ternak.
− Dapat berperan sebagai sumber energi.
− Benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk
dimanfaatkan lagi untuk kegunaan lain.
b. Dampak merugikan :
− Dapat berperan sebagai sumber penyakit.
− Dapat menimbulkan bahaya kebakaran.
− Dapat berperan sebagai media perkembangbiakan sumber
penyakit.
2. Dampak terhadap lingkungan
a. Dampak menguntungkan :
− Dapat dipakai sebagai penyubur tanaman.
− Dapat sebagai penimbun tanah.
− Dapat memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur
ulang.
b. Dampak merugikan :
− Dapat menimbulkan bau yang tidak enak.
− Dapat menimbulkan pencemaran udara, tanah, dan air.
− Dapat menimbulkan banjir.
− Dapat menimbulkan kebakaran.
− Dapat mengganggu hubungan sosial (Kusnoputranto, 2000).
31
2.11. Pengaruh Sampah terhadap Kesehatan
Menurut Juli Soemirat, pengaruh sampah terhadap kesehatan
dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :
1. Efek langsung
Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung
dengan sampah tersebut, misalnya sampah beracun, sampah yang korosif
terhadap tubuh dan yang karsinogenik. Selain itu, ada pula sampah yang
mengandung kuman patogen sehingga dapat menimbulkan gangguan
kesehatan, misalnya diare. Sampah ini berasal dari sampah rumah tangga
selain sampah industri.
2. Efek tidak langsung
Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Dekomposisi
sampah biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan
secara anaerobik menghasilkan cairan yang disebut “leachate” beserta gas.
Sampah bila ditimbun secara sembarangan dapat menjadi sarang lalat dan
tikus.
32
2.12. Kerangka Teoritis
Karakteristik Pelajar
(Kusnoputranto, 2000)
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Penghasilan Orang Tua
4. Jumlah Uang Saku
Sumber Informasi
(Slamet, 2000)
1. Orang Tua
2. Guru
3. Petugas Kesehatan
4. Media Massa
Gambar 2.1. Kerangka teoritis
2.13. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel dependen
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Pengetahuan
mahasiswa
FKM-UTU
mengenai
pengelolaan
sampah
Pengelolaan Sampah
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan
crossectional yang bersifat deskriptif yaitu melihat gambaran secara umum yang
bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku Mahasiswa FKM-UTU Meulaboh
mengenai pengelolaan sampah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Teuku Umar Meulaboh Tahun 2013.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di FKM-UTU Meulaboh, dengan pertimbangan
sebagai berikut :
1. Karena FKM-UTU merupakan Kampus Kesehatan Masyarakat.
2. Di Kampus ini belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku
Mahasiswa mengenai pengelolaan sampah dalam kepedulian terhadap
kebersihan lingkungan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai tanggal 13 Mei sampai dengan tanggal 28
September 2013.
34
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Mahasiswa FKM-UTU
Meulaboh pada tahun 2013 yang berjumlah 834 Mahasiswa.
3.3.2. Sampel
Untuk menentukan besar sampel, adapun rumus yang digunakan adalah
dari Taro Yamane yang dikutip oleh Riduwan (2007) yaitu :
1.2
dN
Nn
1)1,0.(834
8342
n
n = 90
Keterangan :
N = Besar sampel.
N = Besarnya populasi.
d = Presisi yang ditetapkan.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random
sampling yaitu mengambil sampel secara acak sederhana tanpa memperhatikan
strata (tingkatan) sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi
sebagai sampel dan dengan cara pada saat penelitian berlangsung responden yang
berjumpa langsung dijadikan sampel.
35
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data diperoleh dengan mengadakan wawancara dan pengisian kuesioner
yang meliputi data pengetahuan, sikap, dan tindakan Mahasiswa FKM-UTU
Meulaboh dalam hal pengelolaan sampah.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi data umum atau data seluruh Mahasiswa FKM-
UTU Meulaboh yang diperoleh dari Kampus tersebut.
3.5. Definisi Operasional Variabel
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 2009). Variabel dalam
penelitian ini adalah :
Tabel 3.1. Variabel Penelitian
1. Variabel : Umur
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
:
:
:
:
Lamanya hidup responden terhitung sejak lahir hingga
ulang tahun terakhir ketika diwawancarai, yang
dinyatakan dalam satuan tahun.
Wawancara.
Kuesioner.
Nominal.
2. Variabel : Jenis Kelamin
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
:
:
:
:
:
Ciri khas tertentu yang dimiliki masyarakat yang
dibedakan atas laki-laki dan perempuan.
Wawancara.
Kuesioner.
1. Laki-laki.
2. Perempuan.
Nominal.
3. Variabel Penghasilan Orang Tua
Definisi
Cara Ukur
:
:
Besarnya pendapatan atau masukan yang diterima oleh
orang tua responden dari hasil pekerjaannya yang
dihitung dengan jumlah rupiah selama satu bulan.
Wawancara.
36
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
:
:
:
Kuesioner.
1. Penghasilan di bawah UMR.
2. Penghasilan di atas atau sama dengan UMR.
Ordinal.
4. Variabel Jumlah Uang Saku
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
:
:
:
:
Uang saku yang diperoleh responden dari orang tua/wali
orang tua.
Wawancara.
Kuesioner.
Nominal.
5. Variabel Sumber Informasi
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
:
:
:
:
Asal informasi tentang pengelolaan sampah yang
diketahui oleh Mahasiswa FKM-UTU, yaitu : Orang tua,
Dosen, Petugas kesehatan, Media massa.
Wawancara.
Kuesioner.
Nominal.
6. Variabel Pengetahuan
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
:
:
:
:
:
Segala sesuatu yang diketahui responden mengenai
pengelolaan sampah.
Wawancara.
Kuesioner.
1. Baik.
2. Cukup.
3. Kurang.
Ordinal.
7. Variabel Sikap
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
:
:
:
:
:
Kecenderungan responden untuk merespon negatif dan
positif terhadap pengelolaan sampah.
Wawancara.
Kuesioner.
1. Baik.
2. Cukup.
3. Kurang.
Ordinal.
8. Variabel Tindakan
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
:
:
:
:
:
Suatu perbuatan nyata responden di dalam melakukan
pengelolaan sampah.
Wawancara.
Kuesioner.
1. Baik.
2. Cukup.
3. Kurang.
Ordinal.
37
3.6. Aspek Pengukuran Variabel
Menurut Arikunto (2008), aspek pengukuran dengan kategori (baik,
sedang, kurang) terlebih dahulu menentukan kriteria (tolak ukur) yang akan
dijadikan penentuan.
Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap,
dan tindakan adalah skala thurstone. Melalui skala thurstone, responden diminta
untuk menjawab pertanyaan yang telah ditentukan nilainya, tetapi nilainya tidak
diketahui oleh responden (Riduwan, 2007).
3.6.1. Pengetahuan
Pengetahuan diukur melalui 15 pertanyaan dengan menggunakan skala
Thurstone. Skala pengukuran pengetahuan berdasarkan pada jawaban yang
diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Untuk
Pertanyaan nomor 1,2,3,6,8,9,10,11,12,14,15 nilai tertingginya adalah 2, untuk
pertanyaan 4,5,7,13 nilai tertingginya adalah 1. Bila semua pertanyaan dijawab
dengan benar maka total nilai yang diperoleh adalah sebesar 26.
Berdasarkan Arikunto (2008), aspek pengukuran dengan kategori dari
jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
1. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai
tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 26 yaitu > 20.
2. Tingkat pengetahuan cukup, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai
tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 26 yaitu 12-20.
3. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% dari nilai
tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 26 yaitu < 12.
38
3.6.2. Sikap
Sikap diukur melalui 13 pernyataan dengan menggunakan skala
Thurstone. Skala pengukuran sikap berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari
responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Adapun nilai tertinggi dari
seluruh pertanyaan adalah sebesar 13.
Berdasarkan Arikunto (2008), aspek pengukuran dengan kategori dari
jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
1. Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh
pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu > 10.
2. Sikap cukup, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi
seluruh pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu 6-10.
3. Sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% dari nilai tertinggi
seluruh pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu < 6.
3.6.3. Tindakan
Tindakan diukur melalui 8 pertanyaan dengan menggunakan skala
Thurstone (Singarimbun, 2009). Skala pengukuran tindakan berdasarkan pada
jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang
diberikan. Untuk pertanyaan nomor 1,2,3,4,5,6,7,8 nilai tertingginya adalah 1.
Total nilai tertinggi untuk seluruh pertanyaan adalah sebesar 8.
Berdasarkan Arikunto (2008), aspek pengukuran dengan kategori dari
jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
1. Tindakan baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi
seluruh pertanyaan dengan total nilai 8 yaitu > 6.
39
2. Tindakan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi
seluruh pertanyaan dengan total nilai 8 yaitu 4-6.
3. Tindakan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% dari nilai tertinggi
seluruh pertanyaan dengan total nilai 8 yaitu < 4.
3.7. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif. Data yang
sudah diolah disajikan dalam bentuk tabel distribusi.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2013, untuk mengetahui
gambaran perilaku Mahasiswa FKM-UTU Meulaboh mengenai pengelolaan
sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013 Mulai pelaksanaan penelitian ini
dilakukan dari tanggal 13 Mei sampai dengan tanggal 28 September 2013.
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
FKM-UTU Meulaboh terletak di Jalan Alue Penyareng Desa Gunong
Kleng Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Secara geografis, kampus ini
sangat strategis karena terletak di tengah-tengah wilayah perbatasan antara
Kabupaten Aceh Barat dengan Kabupaten-kabupaten yang ada di Wilayah Barat
Selatan Aceh. Kampus ini memiliki 12 ruang kuliah, 1 aula, 1 ruang sidang, 1
ruang pustaka, 1 ruang laboratorium kesehatan lingkungan, dan ruang akademik,
untuk menunjung mahasiswa dan para dosen dalam beribadah FKM-UTU juga
menyediakan Mushalla Kampus. Saat ini jumlah mahasiswa adalah 834 orang
yang masih aktif yang tercatat di akademik dan dijadikan sampel sebanyak 80
mahasiswa.
41
4.1.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dinilai dalam penelitian ini antara lain umur,
jenis kelamin, pendapatan orang tua, dan uang saku.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden tentang Mahasiswa
FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU
Meulaboh Tahun 2013
No Karakteristik Frekuensi Persentase
1 Umur
18-19 tahun 21 23,3
20-21 tahun 33 36,7
> 21 tahun 36 40
Jumlah 90 100
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 43 47,8
Perempuan 47 52,2
Jumlah 90 100
3 Penghasilan Orangtua
< Rp.1.400.000 13 14,4
> Rp.1.400.000 77 85,6
Jumlah 90 100
4 Uang Saku
< Rp.20.000 37 41,1
> Rp.20.000 53 58,9
Jumlah 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berada pada golongan umur > 21 tahun yaitu sebanyak 36 orang (40%),
20-21 tahun sebanyak 33 orang (36,7%). Sedangkan sebagian lagi responden
berada pada golongan umur 18-19 tahun yaitu sebanyak 21 orang (23,3%). Jumlah
responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 47 orang (52,2%).
Sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 43 orang (47,8%).
Jumlah penghasilan orangtua responden menunjukkan sebagian besar > Rp.
1.400,000 sebanyak 77 orang (85,6%). Sedangkan sebagian kecil jumlah
penghasilan orang tua responden < Rp. 1.400,000 sebanyak 13 orang (14,4%).
42
Hasil penelitian di atas juga menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah
uang saku responden > Rp. 20.000 sebanyak 53 orang (58,9%). Sedangkan
sebagian kecil jumlah uang saku responden < Rp.20.000 sebanyak 37 orang
(41,1%).
4.1.3. Sumber Informasi
4.1.3.1. Mendapat Informasi dari Orangtua
Distribusi frekuensi responden menurut pernah atau tidaknya memperoleh
informasi dari orangtua tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh
Tahun 2013, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi
dari Orangtua tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai
Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013
Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase
Pernah 81 90
Tidak 9 10
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari orang tua
sebanyak 81 orang (90%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat
informasi mengenai pengelolaan sampah dari orang tua sebanyak 9 orang (10%).
4.1.3.2. Mendapat Informasi dari Dosen
Distribusi frekuensi responden berdasarkan informasi dari dosen
mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013 dapat
disajikan melalui tabel berikut ini :
43
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi
dari Dosen tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai
Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013
Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase
Pernah 86 95,6
Tidak 4 4,4
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari dosen sebanyak
86 orang (95,6%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat informasi
mengenai pengelolaan sampah dari dosen sekolah sebanyak 4 orang (4,4%).
4.1.3.3. Mendapat Informasi dari Petugas Kesehatan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari
petugas kesehatan mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun
2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi
dari Petugas Kesehatan tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU
Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun
2013
Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase
Pernah 80 88,9
Tidak 10 11,1
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari petugas
kesehatan sebanyak 80 orang (88,9%) dan jumlah responden yang tidak pernah
mendapat informasi mengenai pengelolaan sampah dari petugas kesehatan
sebanyak 10 orang 11,1%).
44
4.1.3.4. Mendapat Informasi dari Media Cetak
Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari media
cetak mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013 dapat
disajikan melalui tabel berikut ini :
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi
dari Media Cetak tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU
Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun
2013
Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase
Pernah 86 95,6
Tidak 4 4,4
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari media cetak
sebanyak 86 orang (95,6%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat
informasi mengenai pengelolaan sampah dari media cetak sebanyak 4 orang
(4,4%).
4.1.3.5. Bentuk Informasi dari Media Cetak
Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari
bentuk media cetak mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun
2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bentuk Informasi dari
Media Cetak tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai
Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013
Bentuk Informasi Frekuensi Persentase
Koran 80 88,9
Leaflet 10 11,1
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
45
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari koran sebanyak
80 orang (88,9%) dan jumlah responden yang mendapat informasi dari leaflet
mengenai pengelolaan sampah sebanyak 10 orang (11,1%).
4.1.3.6. Mendapat Informasi dari Media Elektronik
Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari media
elektronik mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013
dapat disajikan melalui tabel berikut ini :
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi
dari Media Elektronik tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU
Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun
2013
Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase
Pernah 78 86,7
Tidak 12 13,3
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari media elektronik
sebanyak 78 orang (86,7%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat
informasi dari media elektronik mengenai pengelolaan sampah dari media
elektronik sebanyak 12 orang (13,3%).
4.1.3.7. Bentuk Informasi dari Media Elektronik
Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari
bentuk media elektronik mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh
tahun 2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :
46
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bentuk Informasi dari
Media Elektronik tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU
Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun
2013
Bentuk Informasi Frekuensi Persentase
Televisi 67 74,4
Radio 23 26,6
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari televisi sebanyak
67 orang (74,4%) dan jumlah responden yang mendapat informasi dari radio
mengenai pengelolaan sampah sebanyak 23 orang (26,6%).
4.1.4. Pengetahuan Responden
4.1.4.1. Pengetahuan tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai
Pengelolaan Sampah
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Perilaku
Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-
UTU Meulaboh Tahun 2013
Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang perilaku mahasiswa
FKM-UTU mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013
dapat disajikan dalam tabel berikut ini :
No Pengetahuan Skor 2 Skor 1 Skor 0
Jumlah % Jlh % Jlh % Jlh %
1 Pengertian sampah
secara umum 47 52,2 43 47,8 0 0 90 100
2 Pengertian sampah
organik 78 86,7 11 12,2 1 1,1 90 100
3 Pengertian sampah
anorganik 77 85,6 13 14,4 0 0 90 100
4 Contoh sampah
anorganik 80 88,9 10 11,1 0 0 90 100
5 Contoh sampah
organik 81 90 9 10 0 0 90 100
6 Jenis sampah paling
banyak dihasilkan di 69 76,7 15 16,7 6 6,6 90 100
47
lingkungan kampus
7 Jenis-jenis sampah 48 53,3 42 46,7 0 0 90 100
8 Sumber-sumber
sampah 83 92,2 6 6,7 1 1,1 90 100
9
Tempat sampah yang
memenuhi syarat
kesehatan
71 78,9 12 13,3 7 7,8 90 100
10
Manfaat memisahkan
sampah organik dan
organik
62 68,9 24 26,7 4 4,4 90 100
11
Manfaat memiliki
tempat pembuangan
sampah sementara di
lingkungan kampus
21 23,3 68 75,6 1 1,1 90 100
12 Dampak negatif dari
sampah 58 64,4 31 34,4 1 1,1 90 100
13
Penyakit yang dapat
ditimbulkan oleh
sampah
72 80 18 20 0 0 90 100
14 Dampak positif dari
sampah 83 92,2 7 7,8 0 0 90 100
15
Cara membuang
sampah yang
memenuhi syarat
kesehatan
71 78,9 9 10 10 11,1 90 100
Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa responden paling
banyak menjawab pertanyaan pengetahuan dengan skor 2 adalah mengenai
sumber sampah dan dampak positif sampah sebanyak 83 responden (92,2%), pada
skor 1 paling banyak responden menjawab pertanyaan manfaat memiliki tempat
pembuangan sampah sementara di lingkungan kampus sebanyak 68 responden
(75,6%) sedangkan pada skor 0 responden banyak menjawab pertanyaan
mengenai cara membuang sampah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 10
responden (11,1%).
48
4.1.4.2. Tingkat Pengetahuan Responden tentang Perilaku Mahasiswa FKM-
UTU Pengelolaan Sampah
Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden tentang pengelolaan
sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013 dapat disajikan melalui tabel berikut
ini :
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang
Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah
di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013
Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase
Baik 66 73,3
Cukup 23 25,6
Kurang 1 1,1
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang pengelolaan sampah
yaitu berjumlah 66 orang (73,3%), responden yang berpengetahuan cukup
sebanyak 23 orang (25,6%). Sebagian kecil memiliki tingkat pengetahuan yang
kurang yaitu sebanyak 1 orang (1,1%).
4.1.5. Sikap Responden
4.1.5.1. Sikap tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai
Pengelolaan Sampah
Distribusi frekuensi sikap responden tentang perilaku Mahasiswa FKM-
UTU mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013 dapat
disajikan dalam tabel berikut ini :
49
Tabel 4.11. Sikap Responden tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU
Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun
2013
No Pernyataan Setuju Tidak Setuju
Jumlah % Jml % Jml %
1
Membersihkan ruang
kelas dan halaman
kampus dari sampah
yang berserakan setiap
hari
70 77,8 20 22,2 90 100
2
Memisahkan sampah
organik dan sampah
anorganik
87 96,7 3 3,3 90 100
3
Sampah dibuang ke
tempat sampah yang
telah disediakan
89 98,9 1 1,1 90 100
4
Setiap kelas harus
memiliki tempat
sampah masing-masing
90 100 0 0 90 100
5
Halaman kampus harus
memiliki tempat
sampah
89 98,9 1 1,1 90 100
6
Sampah harus diangkut
oleh petugas
pengangkut sampah
90 100 0 0 90 100
7
Petugas pengangkut
sampah harus
mengangkut sampah
setiap hari
86 95,6 4 4,4 90 100
8
Sampah perlu dibakar,
jika petugas pengangkut
sampah tidak datang
30 33,3 60 66,7 90 100
9
Sampah seharusnya
perlu dikelola kembali
menjadi barang yang
dapat dipakai kembali
57 63,3 33 36,7 90 100
10 Sampah seharusnya di
buang ke selokan 3 3,3 87 96,7 90 100
11
Perlu dilakukan gotong
royong untuk
membersihkan
lingkungan kampus
anda dari sampah
90 100 0 0 90 100
12
Mahasiswa seharusnya
ikut juga berperan aktif
dalam hal pengelolaan
sampah dan bukan
89 98,9 1 1,1 90 100
50
hanya oleh pemerintah
atau pejabat lingkungan
setempat
13
Perlu diadakan
penyuluhan mengenai
pengelolaan sampah di
kampus agar menambah
pengetahuan mahasiswa
mengenai pengelolaan
sampah
69 76,7 21 23,3 90 100
Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
menjawab setuju paling banyak adalah mengenai setiap kelas harus memiliki
tempat sampah masing-masing, sampah harus diangkut oleh petugas pengangkut
sampah, perlu dilakukan gotong royong untuk membersihkan lingkungan sekolah
anda dari sampah yaitu sebanyak 90 orang (100%). Sedangkan pada kriteria tidak
setuju responden paling banyak menjawab mengenai sampah seharusnya di buang
ke selokan yaitu sebanyak 87 orang (96,7%).
4.1.5.2. Tingkat Sikap Responden tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU
Pengelolaan Sampah
Tingkat sikap responden tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU
Meulaboh tahun 2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Tingkat Sikap Responden tentang Perilaku
Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-
UTU Meulaboh Tahun 2013
Tingkat Sikap Frekuensi Persentase
Baik 87 96,7
Cukup 3 3,3
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat sikap yang baik tentang pengelolaan sampah yaitu
51
berjumlah 87 orang (96,7%). Sebagian kecil memiliki tingkat sikap tentang
pengelolaan sampah yang cukup yaitu sebanyak 3 orang (3,3%).
4.1.6. Tindakan Responden
4.1.6.1. Tindakan tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai
Pengelolaan Sampah
Tindakan responden tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh
tahun 2013 dapat disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden tentang Perilaku
Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-
UTU Meulaboh Tahun 2013
No Pernyataan Ya Tidak
Jumlah % Jml % Jml %
1
Membersihkan ruangan
kelas dari sampah yang
berserakan setiap hari
69 76,7 21 23,3 90 100
2
Membersihkan halaman
kampus dari sampah
yang berserakan secara
bergotong royong
86 95,6 4 4,4 90 100
3
Membuang sampah di
tempat sampah setiap
hari
68 75,6 22 24,4 90 100
4
Memisahkan sampah
organik dan anorganik
di lingkungan sekolah
33 36,7 57 63,3 90 100
5 Tidak membuang
sampah anda ke selokan 53 58,9 37 41,1 90 100
6
Selalu menegur teman
bila membuang sampah
sembarangan
22 24,4 68 75,6 90 100
7
Memanfaatkan sampah
untuk dijadikan barang
bermanfaat (kerajinan
tangan) seperti tas,
dompet, dan sebagainya
49 54,4 41 45,6 90 100
8
Memberikan informasi
kepada teman anda
mengenai pengelolaan
sampah yang baik dan
benar
59 65,6 31 34,4 90 100
Sumber: Data primer (diolah 2013)
52
Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa tindakan responden
yang paling banyak dilakukan adalah membersihkan halaman kampus dari
sampah yang berserakan secara bergotong royong yaitu sebanyak 86 orang
(95,6%) sedangkan tindakan responden yang paling sedikit dilakukan adalah
selalu menegur teman bila membuang sampah sembarangan yaitu sebanyak 68
responden (75,6%).
4.1.6.2. Tingkat Tindakan Responden tentang Perilaku Mahasiswa FKM-
UTU Pengelolaan Sampah
Tingkat tindakan responden tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU
Meulaboh tahun 2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Responden tentang
Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah
di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013
Tingkat Tindakan Frekuensi Persentase
Baik 18 20
Cukup 56 62,2
Kurang 16 17,8
Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)
Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat tindakan yang cukup tentang pengelolaan sampah
yaitu berjumlah 56 orang (62,2%). Sebagian kecil memiliki tingkat tindakan
tentang pengelolaan sampah yang baik yaitu sebanyak 18 orang (20%) dan yang
memiliki tingkat tindakan tentang pengelolaan sampah yang kurang yaitu
sebanyak 16 orang (17,8%).
53
4.2. Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, jenis
kelamin, jumlah penghasilan orang tua, dan jumlah uang saku. Hasil penelitian
secara umum dapat dilihat bahwa tingkat umur responden yang paling banyak
adalah > 21 tahun yaitu sebanyak 36 orang (40%). Seseorang yang memiliki
tingkat umur yang lebih tinggi tidak sama pemahamannya dengan orang yang
berumur rendah. Semakin tinggi tingkat umur seseorang, maka semakin banyak
juga bagi orang tersebut untuk mendapatkan informasi dan pada akhirnya semakin
banyak juga pengetahuan yang mereka miliki (Notoadmodjo, 2007).
Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa umur responden yang
sebagian besar merupakan umur antara 20 sampai > 21 tahun membuat tingkat
pengetahuan responden masih banyak yang berkategori baik (61 orang), cukup
(23 orang), bahkan ada 1 orang responden yang tingkat pengetahuannya
berkategori kurang.
Menurut standar UMP Provinsi Aceh tahun 2012, tingkat penghasilan tiap
orang minimal Rp. 1.400.000. Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa
pendapatan orang tua responden yang paling banyak adalah adalah > Rp.
1.400.000 sebanyak 77 orang (85,6%). Hal ini dapat diasumsikan bahwa
responden yang memiliki pendapatan > Rp. 1.400.000 sudah mampu untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk dalam hal pemberian uang saku pada
anak. Jumlah uang saku yang lebih dari Rp. 20.000 membuat responden semakin
mudah untuk membeli makanan maupun minuman sehingga hal ini akan
memperbanyak jumlah sampah dari makanan dan minuman yang dibeli.
54
4.2.2. Sumber Informasi
Hasil penelitian diperoleh bahwa hanya sebagian kecil responden yang
tidak mendapatkan informasi dari orang tua, guru sekolah, petugas kesehatan,
media cetak dan media elektronik mengenai pengelolaan sampah (lihat tabel 4.2
sampai tabel 4.8).
Notoadmojo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari
pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media cetak,
media elektronik, media poster, bahkan kerabat dekat yang dapat membentuk
keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan
tersebut.
Sumber informasi yang diterima responden sebagian besar bersasal dari
media cetak adalah koran sebanyak 80 orang (88,9%) dan leaflet sebanyak 10
orang (11,1%). Sedangkan dari media elektronik berupa televisi sebanyak 67
orang (74,4%) dan informasi yang paling sedikit di terima responden berasal dari
radio yaitu sebanyak 23 orang (26,6%).
Televisi adalah media yang efektif untuk menyampaikan informasi dalam
bentuk audio dan visual kepada seseorang. Sebagai media audiovisual, televisi
mampu merebut 94 % saluran masuknya pesan-pesan dan informasi ke dalam jiwa
manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu membuat orang pada
umumnya mengingat 50 % dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi
walaupun hanya sekali ditayangkan (Dewi, 2010).
55
4.2.3. Pengetahuan Responden
4.2.3.1. Pengetahuan tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh
Hasil penelitian diketahui bahwa hanya 47 orang (52,2%) reponden yang
mengetahui tentang pengertian sampah secara umum. Sampah dalam ilmu
kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda-benda atau hal-hal
yang dipandang tidak dipergunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus
dibuang sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup
(Azwar, 2000). Sedangkan Pengertian sampah menurut Sudrajat (2006) Sampah
kota secara sederhana diartikan sebagai sampah organik maupun anorganik yang
dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota tersebut. Masih banyak lagi
pengertian sampah yang lain dibuat para ahli, pada dasarnya sampah itu adalah
adanya suatu bahan/benda, bersifat padat, benda tersebut tidak berguna lagi dan
terjadinya hubungan dengan kegiatan manusia, baik langsung maupun tidak
langsung serta perlu dibuang dengan cara-cara yang sanitasi dan dapat diterima
umum.
Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah
dipilah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik atau
sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti dedaunan
dan sampah dapur. Sampah jenis ini sangat mudah terurai secara alami
(degradable). Sementara itu, sampah anorganik atau sampah kering adalah
sampah yang tidak dapat diurai (undegradable) seperti karet, plastik, kaleng, dan
logam (Rochim dkk, 2010). Berdasarkan penelitian di atas dapat dilihat responden
yang tepat dalam memahami tentang sampah organik sebanyak 78 orang (86,7%)
dan yang tahu contoh sampah organik sebanyak 81 orang (90%). Sementara itu,
56
responden yang tahu tentang sampah anorganik sebanyak 77 orang (85,6%) dan
tahu contohnya sebanyak 80 orang (88,9%).
Jenis Sampah berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dibagi
menjadi 4 (empat) yaitu :
1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah
kebun, pertanian, dan lainnya.
2. Sampah yang tidak mudah membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas,
logam, dan lainnya.
3. Sampah yang berupa debu/abu.
4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah
berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun sifat fisis
berbahaya (Slamet, 2000).
Jenis sampah dapat dibedakan atas :
1. Garbage, ialah sisa pengelolaan ataupun sisa makanan yang mudah
membusuk. Misalnya kotoran dari dapur rumah tangga, restoran, hotel,
dan lain sebagainya.
2. Rubbish, ialah bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mudah membusuk,
yang dibedakan atas : yang mudah terbakar (kayu, kertas) dan yang tidak
mudah terbakar (kaleng, kaca).
3. Ashes, ialah segala jenis abu, misalnya yang terjadi sebagai hasil
pembakaran kayu, batu bara di rumah-rumah ataupun di industri.
4. Dead animal, ialah segala jenis bangkai terutama yang besar seperti kuda,
sapi, kucing, tikus.
57
5. Street sweeping, ialah segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di
jalan, karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun oleh masyarakat
yang tidak bertanggung jawab.
6. Industrial waste, ialah benda-benda padat sisa yang merupakan sampah
hasil industri. Misalnya industri kaleng dengan potongan-potongan sisa
kaleng yang tidak dapat dipergunakan (Azwar, 2000).
Berdasarkan penelitian di atas diketahui bahwa responden yang tahu tentang
sumber sampah sebanyak 83 orang (92,2%). Menurut Sudarsono (2000) sumber
sampah adalah :
1. Sampah dari rumah tangga.
Adalah sampah yang berasal dari dapur dan kegiatan dalam rumah tangga
dan sampah yang dihasilkan umumnya sampah basah.
2. Sampah dari perdagangan/pasar.
Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang
dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.
3. Sampah industri.
Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang
dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.
4. Sampah dari daerah pembuangan.
Adalah sampah dari proses pembangunan, dan sampah yang dihasilkan
bervariasi, seperti : debu, kayu, pecahan kaca, dan lain-lain.
58
5. Sampah pertanian.
Adalah sampah yang berasal dari pengolahan pertanian dan peternakan
serta kegiatan lain di daerah pertanian. Sampah yang dihasilkan umumnya
padat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa responden sudah mengetahui dampak
positif manusia dan lingkungan sebesar 83 orang (92,2%) dan responden yang
mengatakan sampah menimbulkan dampak negatif ada sebanyak 58 orang
(64,4%). Baik atau buruknya dampak tersebut tergantung kepada kita bagaimana
mengelolanya. Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan dampak
menguntungkan dan pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan
dampak yang kurang menguntungkan.
Beberapa dampak tersebut, yaitu :
1. Dampak terhadap manusia
a. Dampak menguntungkan :
- Dapat digunakan sebagai makanan ternak.
- Dapat berperan sebagai sumber energi.
- Benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk dimanfaatkan lagi
untuk kegunaan lain.
b. Dampak merugikan :
- Dapat berperan sebagai sumber penyakit.
- Dapat menimbulkan bahaya kebakaran.
- Dapat berperan sebagai media perkembangbiakan sumber penyakit.
59
2. Dampak terhadap lingkungan
a. Dampak menguntungkan :
- Dapat dipakai sebagai penyubur tanaman.
- Dapat sebagai penimbun tanah.
- Dapat memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur ulang.
b. Dampak merugikan :
- Dapat menimbulkan bau yang tidak enak.
- Dapat menimbulkan pencemaran udara, tanah, dan air.
- Dapat menimbulkan banjir.
- Dapat menimbulkan kebakaran.
- Dapat mengganggu hubungan sosial (Kusnoputranto, 2000).
Sampah juga memberikan pengaruh kepada kesehatan menurut Juli
Soemirat, pengaruh sampah terhadap kesehatan dikelompokkan menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu :
1. Efek langsung
Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung
dengan sampah tersebut, misalnya sampah beracun, sampah yang korosif
terhadap tubuh dan yang karsinogenik. Selain itu, ada pula sampah yang
mengandung kuman patogen sehingga dapat menimbulkan gangguan
kesehatan, misalnya diare. Sampah ini berasal dari sampah rumah tangga
selain sampah industri.
60
2. Efek tidak langsung
Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Dekomposisi
sampah biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan
secara anaerobik menghasilkan cairan yang disebut “leachate” beserta gas.
Sampah bila ditimbun secara sembarangan dapat menjadi sarang lalat dan
tikus.
4.2.3.2. Tingkat Pengetahuan tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU
Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki pengetahuan yang baik tentang pengelolaan sampah yaitu sebanyak 66
orang (73,3%), sebagian memiliki pengetahuan yang cukup tentang pengelolaan
sampah yaitu sebanyak 23 orang (25,6%), dan ada 1 orang (1,1%) memiliki
pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan sampah.
Menurut Bloom yang dijabarkan oleh Notoatmojo (2007) yaitu
pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatan.
Menurut Notoadmojo (2007) , ada 6 hal yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang, yaitu pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman
dan informasi. Informasi memengang peranan yang cukup besar dalam
mempegaruhi pengetahuan seseorang. Selain itu pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media cetak, media elektronik, media poster,
61
bahkan kerabat dekat yang dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga
seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut.
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari televisi sebanyak
67 orang (74,4%) dan jumlah responden yang mendapat informasi dari radio
mengenai pengelolaan sampah dari media elektronik sebanyak 23 orang (26,6%).
Hal ini cukup memberikan dampak bagi responden untuk mengetahui
tentang pengelolaan sampah. Pengetahuan responden yang berada pada tingkat ini
memungkinkan responden paham dan mengerti mengenai pengelolaan sampah.
Menurut Soekidjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku dibedakan menjadi 2 yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Dalam
penelitian ini faktor internal yang mempengaruhi pembentukan perilaku ibu
rumah tangga adalah karakteristik ibu rumah tangga yang meliputi umur,
pendidikan, pendapatan, pengeluaran dan jumlah anggota keluarga. Faktor
eksternal yang mempengaruhi pembentukan perilaku ibu rumah tangga adalah
sumber informasi yang diperoleh oleh ibu rumah tangga yang meliputi keluarga,
media massa dan teman sesama ibu rumah tangga.
4.2.4. Sikap Responden
4.2.4.1. Sikap Responden tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU
Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa responden yang
menjawab setuju paling banyak adalah mengenai setiap kelas harus memiliki
tempat sampah masing-masing, sampah harus diangkut oleh petugas pengangkut
sampah, perlu dilakukan gotong royong untuk membersihkan lingkungan sekolah
anda dari sampah yaitu sebanyak 90 orang (100%). Sedangkan pada kriteria tidak
62
setuju responden paling banyak menjawab mengenai sampah seharusnya di buang
ke sungai yaitu sebanyak 87 orang (96,7%).Hal ini menunjukkan bahwa
responden sudah memiliki pengetahuan yang baik sehingga akan mempengaruhi
respon/stimulus yang dimunculkan oleh responden.
4.2.4.2. Tingkat Sikap Responden tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU
Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat sikap yang baik tentang pengelolaan sampah yaitu
berjumlah 87 orang (96,7%). Sebagian kecil memiliki tingkat sikap tentang
pengelolaan sampah nyang cukup yaitu sebanyak 3 orang (3,3%).
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk
merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu.
Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah
63
dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi
serta tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat
dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Allport dalam Soekidjo (2007), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai
tiga komponen pokok yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
4.2.5. Tindakan Responden
4.2.5.1. Tindakan Responden tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU
Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa tindakan responden
yang paling banyak dilakukan adalah membersihkan halaman sekolah dari sampah
yang berserakan secara bergotong royong yaitu sebanyak 86 orang (95,6%)
sedangkan tindakan responden yang paling sedikit dilakukan adalah selalu
menegur teman bila membuang sampah sembarangan yaitu sebanyak 68
responden (75,6%). Hal ini menunjukan bahwa responden sudah mulai memiliki
sebuah tindakan untuk mengelola sampah dengan membersihkan halaman
sekolah, walaupun tidak dilakukan dengan tindakan yang konsisten.
Hal ini menunjukan bahwa sesuatu sikap belum optimis terwujud dalam
suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2007).
64
Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (Adoption)
Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
4.2.5.2. Tingkat Tindakan Responden tentang Pengelolaan Sampah
Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat tindakan yang cukup tentang pengelolaan sampah
yaitu berjumlah 56 orang (62,2%). Sebagian kecil memiliki tingkat tindakan
tentang pengelolaan sampah yang baik yaitu sebanyak 18 orang (20%) dan yang
memiliki tingkat tindakan tentang pengelolaan sampah yang kurang yaitu
sebanyak 16 orang (17,8%). Dalam ilmu kesehatan lingkungan, pembicaraan
tentang pengelolaan sampah meliputi 3 (tiga) hal, yaitu :
65
1. Penyimpanan sampah (refuse storage).
2. Pengumpulan sampah (refuse collection).
3. Pembuangan sampah (refuse disposal), kedalamnya termasuk
pengangkutan sampah dan sekaligus pula pemusnahan sampah.
1. Penyimpanan Sampah
Penyimpanan sampah maksudnya adalah tempat sampah
sementara, sebelum sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian
diangkut serta dibuang (dimusnahkan). Jelaslah untuk itu perlu disediakan
tempat sampah, yang lazimnya ditemui di rumah tangga, kantor, restoran,
hotel, dan sebagainya.
Adapun syarat-syarat tempat sampah yang dianjurkan adalah :
a. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah
berseraknya sampah.
b. Tempat sampah mempunyai tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian
rupa sehingga mudah dibuka, dikosongkan isinya, serta dibersihkan.
Amat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa
mengotori tangan.
c. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh
satu orang (Azwar, 2000).
2. Pengumpulan Sampah
Sampah yang disimpan sementara di rumah, kantor atau restoran,
tentu saja selanjutnya dapat dikumpulkan, untuk kemudian diangkut dan
dibuang kemudian dimusnahkan. Karena jumlah sampah yang
dikumpulkan cukup besar, maka perlu dibangun rumah sampah.
66
Tempat pengumpulan sampah harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Dibangun di atas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah.
b. Mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang
lain mengeluarkannya.
c. Perlu lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya
lalat.
d. Di dalam rumah sampah, harus ada keran air untuk membersihkan
lantai.
e. Tidak menjadi tempat tinggal lalat dan tikus.
f. Tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan
mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.
Dalam pengumpulan sampah, sebaiknya dilakukan pemisahan, untuk ini
dikenal dua macam, yakni :
a. Sistem duet, artinya disediakan dua tempat sampah, yang satu untuk
sampah basah dan lainnya untuk sampah kering.
b. Sistem trio, yakni disediakan tiga bak sampah, yang pertama untuk
sampah basah, kedua untuk sampah kering yang mudah dibakar serta
yang ketiga untuk sampah kering yang tidak mudah dibakar (kaca,
kaleng, dan sebagainya) (Azwar, 2000).
3. Pembuangan Sampah
Sampah yang dikumpulkan perlu dibuang untuk dimusnahkan.
Ditinjau dari perjalanan sampah, maka pembuangan atau pemusnahan ini
adalah tahap akhir yang harus dilakukan terhadap sampah.
67
Lazimnya, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam membangun
tempat pembuangan sampah ialah :
1. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau
sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi, dan
sebagainya).
2. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir.
3. Di tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.
Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2
km dari perumahan penduduk, sekitar 15 km dari laut, dan 200 m dari
sumber air (Azwar, 2000).
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Karakteristik Responden
a. Umur responden terbanyak adalah umur > 21 tahun yaitu sebanyak 36
orang (40%), umur responden 20-21 tahun sebanyak 33 orang (36,7%).
Umur responden paling sedikit adalah umur 18-19 tahun yaitu sebanyak 21
orang (23,3%).
b. Jenis kelamin responden paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak
47 orang (52,2%), sedangkan responden yang paling sedikit adalah laki-
laki yaitu sebanyak 43 orang (47,8%).
c. Penghasilan orang tua responden paling banyak adalah > Rp. 1.400.000
yaitu sebanyak 77 orang (85,6%), sedangkan penghasilan orang tua
responden yang paling sedikit adalah < Rp. 1.400.000 yaitu sebanyak 13
orang (14,4%).
d. Uang saku responden yang paling banyak adalah > Rp. 20.000 yaitu
sebanyak 53 orang (58,9%), sedangkan uang saku yang paling sedikit
adalah < Rp. 20.000 yaitu sebanyak 37 orang (41,1%).
69
2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan responden yang memiliki pengetahuan yang kurang
tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh yaitu sebanyak 1 orang
(1,1%).
3. Tingkat Sikap
Tingkat sikap responden yang memiliki sikap yang baik tentang pengelolaan
sampah di FKM-UTU Meulaboh yaitu sebanyak 87 orang (96,7%).
4. Tingkat Tindakan
Tingkat tindakan responden yang memiliki tindakan yang baik tentang
pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh yaitu sebanyak 18 orang (20%).
5.2. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian maka penulis ingin memberikan saran antara
lain :
1. Kepada Dosen dan Akademik lebih memberikan pendidikan tentang
pentingnya dalam pengelolaan sampah serta melakukan proses monitoring dari
kegiatan siswa yang berhubungan dengan sampah.
2. Kepada Dinkes/Puskesmas yang wilayah kerjanya FKM-UTU Meulaboh untuk
lebih sering melakukan penyuluhan kepada pelajar sehingga pelajar sadar
dalam melakukan pengelolaan sampah.
3. Pihak Kampus memberikan sanksi kepada siswa/i yang berperilaku pasif
dalam hal yang berhubungan dengan kebersihan sampah.
70
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2008. Manajemen Penelitian. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Azwar, Azrul. 2000. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara
Sumber Sidya. Jakarta.
Anonim. 2007. Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
[Dinkes Provinsi Aceh]. 2013. Profil Kesehatan Aceh Tahun 2012. Dinkes
Provinsi Aceh. Banda Aceh.
[Dinkes Kabupaten Aceh Barat]. 2013. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
barat Tahun 2012. Dinkes Kabupaten Aceh Barat. Meulaboh.
[Indonesia News]. 2007. Empat Juta Orang Buang Sampah Ke Teluk Jakarta.
Indonesia News 06 Maret 2007. Diakses pada tanggal 17 Februari
2013.
Kusnoputranto, H. 2000. Kesehatan Lingkungan. FKM-UI, Jakarta.
Mardiana, Siti, dkk. 2009. Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga Dalam
Pengelolaan Sampah Perkotaan Melalui Keterlibatan Masyarakat
dan Swasta di Medan. Badan Penelitian dan Pengembangan
(Balitbang), Medan.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku Kesehatan. Adi Offset. Yogyakarta.
Riduwan. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung.
Sibuea, Harmada J. 2009. Memperbaiki Wajah Buram Kota Medan. Campus
Concern Discussion. Medan.
71
Santoso, Urip. 2009. Penanganan Sampah Untuk Menuju Kota Bersih dan
Sehat. Jurnal Urip Santoso, Jakarta.
Sudarsono. 2000. Pembuangan Sampah. Pusdiklat Tenaga Kesehatan RI. Jakarta.
Sudrajat, H.R. 2006. Mengelola Sampah Kota. Penerbit Penebar Swadaya,
Jakarta.
Slamet, J.S. 2000. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Singarimbun, Masri. 2009. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Wasito, Sidik, 1990. Sanitasi Pembuangan Sampah Dalam Masyarakat
Perkotaan. Akademi Penilik Kesehatan, Jakarta.