73
PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MENGENAI PENGELOLAAN SAMPAH DI FKM-UTU TAHUN 2013 SKRIPSI OLEH : SYARIFAH NURIZA NIM: 07C10104177 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH-ACEH BARAT 2013

PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR MENGENAI PENGELOLAAN

SAMPAH DI FKM-UTU

TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :

SYARIFAH NURIZA

NIM: 07C10104177

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH-ACEH BARAT

2013

Page 2: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR MENGENAI PENGELOLAAN

SAMPAH DI FKM-UTU

TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :

SYARIFAH NURIZA

NIM: 07C10104177

Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH-ACEH BARAT

2013

Page 3: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan

bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual,

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

sosial dan ekonomis. Untuk itu, pembangunan kesehatan perlu diselenggarakan

dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang

produktif secara sosial dan ekonomis.

Menurut H.L. Blum, derajat kesehatan dipengaruhi 4 (empat) macam

faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas. Faktor

lingkungan dan perilaku merupakan faktor terbesar yang berpengaruh terhadap

tinggi rendahnya derajat kesehatan. Oleh karena itu, lingkungan sehat dan

perilaku sehat perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh.

Sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di

lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya sampah saja. Bentuk,

jenis, dan komposisi sampah padat sangat dipengaruhi oleh tingkat budaya

masyarakat dan kondisi alamnya (Kusnoputranto, 2000).

Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-

sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri

pathogen), dan juga binatang serangga pemindah/penyebar penyakit (vektor).

Page 4: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

2

Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin agar

tidak menganggu atau mengancam kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah

yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk

keindahan lingkungan (Notoadmodjo, 2003).

Di negara maju yang sangat peka terhadap masalah kesehatan lingkungan,

sampah padat umumnya telah diatur pembuangannya sedemikian rupa, sehingga

hampir semua jenis sampah padat telah dipisahkan untuk memudahkan

pengolahannya. Sedangkan di negara-negara berkembang, umumnya sampah

padat masih dibuang tanpa ada usaha memisah-misahkan terlebih dahulu sehingga

wadah-wadah penampungan sampah masih menampung sampah yang sangat

heterogen. Berbagai sampah organik dan non organik masih menjadi satu,

sehingga menyulitkan penanganannya (Kusnoputranto, 2000).

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring

peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini,

pengelolaan sampah sebagian besar kota masih menimbulkan permasalahan yang

sulit dikendalikan (Mardiana, dkk, 2009). Karena penumpukan sampah atau

membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan

pencemaran air, udara, sehingga berdampak pada kesehatan masyarakat.

Sebuah data menunjukkan bahwa sekitar 40 persen penduduk jakarta atau

4 juta orang, membuang sampah domestik secara langsung ke sungai-sungai, yang

bermuara ke teluk Jakarta. Menurut Gempur Adnan, Deputi Menneg LH Bidang

Pengendalian Pencemaran Lingkungan, 60-70 persen total volume pencemaran

yang masuk ke sungai-sungai Jakarta disebabkan oleh limbah domestik, sampah

rumah tangga (Indonesia News, 2007).

Page 5: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

3

Provinsi Aceh juga terkenal sebagai kota sampah. Volume sampah

Provinsi Aceh dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Hal

ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk dan hadirnya industri-

industri baru. Data terakhir menyebutkan bahwa penduduk Provinsi Aceh telah

mencapai 4.402.105 jiwa (data dari BPS Aceh 2012-2013), jika diasumsikan

produksi sampah kira-kira 2,5-3 liter/orang/hari, maka dengan hitungan kasar,

volume sampah yang dihasilkan seluruh penduduk Aceh dalam satu hari sebesar 5

sampai 6 juta liter (Dinkes Provinsi Aceh, 2013).

Dengan volume sampah yang sedemikian besar, dan belum adanya

pengelolaan sampah secara saniter (baik dan sehat), maka Kota Meulaboh

diperhadapkan dengan kesulitan penanganan sampah. Sebab sampah berserakan

dimana-mana, tidak peduli mau pusat kota atau pinggiran kota. Sampah selalu

setia mengisi setiap sudut kota Meulaboh (Dinkes Kabupaten Aceh Barat, 2013).

Sampah banyak dibuang dimana-mana, dan setiap orang bisa dipastikan

akan menghasilkan sampah, tak terkecuali juga di Kampus. Kampus sebagai

tempat berkumpulnya banyak orang bisa menjadi penghasil sampah terbesar

selain pasar, rumah tangga, industri dan perkantoran. Dengan komposisi sebagian

besar penghuninya adalah warga belajar tidak menutup kemungkinan

pengelolaannya pun belum optimal. Di sekolah, sampah bisa menjadi sesuatu

yang memerlukan perhatian serius. Namun juga bisa dipakai sebagai media

pembelajaran bagi siswa-siswinya (Santoso, 2009).

Kampus sebagai salah satu pusat pendidikan bagi anak-anak bangsa,

hingga kini belum bisa melaksanakan anjuran untuk bisa hidup bersih dan sehat,

walaupun diketahui itu indah. Kenyataannya, banyak Kampus yang masih belum

Page 6: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

4

bersih dan indah, bahkan sangat gersang karena tidak ditanami dengan pohon-

pohon yang menyejukkan. Banyak Kampus yang masih dikotori dengan sampah.

Ada kamar mandi dan WC tersedia, namun kondisinya sangat kotor atau jorok

sehingga sangat mengganggu lingkungan sekitar Kampus.

Seharusnya, Kampus sebagai sebuah lembaga pendidikan dan tempat anak

bisa belajar harus dapat menerapkan tentang tata cara mengelola sampah yang

benar dan bermanfaat. Namun banyak Kampus yang hingga kini tidak mengelola

sampah dengan benar. Anak-anak dalam keseharian masih membuang sampah di

selokan dan di sungai-sungai. Walau di Kampus sering diajarkan bahwa

membuang sampah di sungai dan selokan bisa menyebabkan banjir dan menjadi

sumber penyakit yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh

juga tidak terlepas dari permasalahan sampah tersebut di atas. Berdasarkan

observasi yang dilakukan penulis, bahwa lingkungan FKM-UTU juga terdapat

banyak sampah yang disebabkan karena tindakan Mahasiswa yang membuang

sampah tidak pada tempatnya, selain itu ketersediaan tempat pembuangan sampah

yang sedikit juga menjadi penyebabnya. Adapun sampah yang dihasilkan di

ingkungan Kampus tersebut terdiri dari sampah peralatan sekolah seperti kertas

dan sampah bungkusan makanan (jajanan). Banyak Mahasiswanya membuang

sampah di dalam kelas dan halaman kelas padahal tempat sampah sudah

disediakan, dan hanya petugas kebersihan Kampus yang membersihkan halaman

tersebut.

Untuk memperbaiki cara pembuangan sampah, perilaku masyarakat

khususnya Mahasiswa FKM-UTU sangat berperan penting. Mahasiswa FKM-

Page 7: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

5

UTU juga perlu ditanam nilai-nilai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di

Kampus, selain ketersediaan tempat sampah di Kampus. Mahasiswa FKM-UTU

juga harus ikut berpartisipasi dalam hal pengolahan sampah dengan cara

memisahkan sampah organik dan anorganik dalam dua tempat sampah yang

berbeda dan tidak membuang sampah di lingkungan Kampus seperti halaman

kelas dan di dalam kelas.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti bagaimana gambaran

perilaku Mahasiswa FKM-UTU mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU

Meulaboh sebagai usaha preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah

Perilaku pembuangan sampah dan pengelolaannya pada Mahasiswa

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar, maka penulis tertarik

untuk melihat bagaimana perilaku Mahasiswa FKM-UTU yang belatar belakang

pendidikan kesehatan masyarakat dalam pengelolaan sampah di lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat guna peningkatan derajat kesehatan.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku Mahasiswa FKM-UTU mengenai pengelolaan

sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013.

Page 8: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

6

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan Mahasiswa FKM-UTU mengenai

pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh.

2. Untuk mengetahui sikap Mahasiswa FKM-UTU mengenai pengelolaan

sampah di FKM-UTU Meulaboh.

3. Untuk mengetahui tindakan Mahasiswa FKM-UTU mengenai pengelolaan

sampah di FKM-UTU Meulaboh.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1.4.1. Manfaat Praktis

1. Untuk memberikan informasi dan masukan kepada pihak Kampus FKM-

UTU terkait perilaku Mahasiswa FKM-UTU dalam pengelolaan sampah.

2. Untuk memberikan informasi dan masukan kepada petugas kesehatan di

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat khususnya bagian Kesehatan

Lingkungan dalam hal Program Pengawasan Sanitasi Lingkungan.

1.4.2. Manfaat Teoritis

1. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti.

2. Sebagai referensi bagi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Page 9: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan

bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus,

organisme, dan respon sehingga teori Skinner ini disebut “S-O-R” (Stimulus-

Organisme-Respons). Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia

dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour).

Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum

dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih

terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan

sikap terhadap stimulus bersangkutan.

2. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut

sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar

atau “observeable behaviour”.

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan

atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan

Page 10: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

8

mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat

keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial

budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap

pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini merupakan keadaan

masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan

mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan

terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

2.1.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari

pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di

dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada

dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan

seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang

dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui

pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik

secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan

yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan

masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Page 11: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

9

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai enam tingkatan

yaitu:

1. Tahu (Know).

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,

mendefenisikan, mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension).

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang telah memahami atau harus dapat

menjelaskan objek (materi), menyebutkan contoh, menyampaikan,

meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication).

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku,

rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah

dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil

penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan

masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

Page 12: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

10

4. Analisis (Analysis).

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan,

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis).

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat

menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation).

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).

Page 13: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

11

2.1.2. Perilaku dalam Bentuk Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk

merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu.

Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan

sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman

yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah

sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.

Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan

tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah

dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi

serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat

dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Allport (1954) dalam Soekidjo (2003), menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

Page 14: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

12

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu :

1. Menerima (Receiving).

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang

terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap

ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (Responding).

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan

tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah

berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing).

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu

yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke

posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu

tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (Responsible).

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Page 15: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

13

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.

Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti

lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula

sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan

syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau

berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang

membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-

pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 2004).

Fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula

menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil

atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap

sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada

orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya

tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara

Page 16: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

14

sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan

reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud

pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu

sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat

hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan

kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan

sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu

dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman

dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua

pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia

tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak

perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian

seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang

mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek

tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi

sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap

seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang

tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula

mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah

sikap-sikap tersebut (Purwanto, 2004).

Page 17: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

15

2.1.3. Perilaku dalam Bentuk Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2003).

Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception).

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response).

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan

sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism).

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah

mencapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption).

Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2. Determinan Perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda

disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi

dua, yakni :

Page 18: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

16

1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat

given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis

kelamin, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan

faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Soekidjo, 2003).

Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang

itu berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan.

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan,

kepercayaan, sikap, dan lain-lain.

2. Orang penting sebagai referensi.

Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia

katakan dan lakukan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang

dianggap kelompok referensi seperti guru, kepala suku, dan lain-lain.

3. Sumber-sumber daya.

Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya: waktu, uang,

tenaga kerja, keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap

perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

3. Kebudayaan

Perilaku norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya

di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang

disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari

Page 19: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

17

kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang

dalam terhadap perilaku.

Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam

diri individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di

luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan.

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku

dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan

perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana

dia hidup dan beraktivitas.

2. Perubahan terencana (planned change), perubahan ini terjadi karena

memang direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change)

ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-

program baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat

mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini

disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang

berbeda-beda.

2.3. Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku

kesehatan adalah suatu proses seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan

Page 20: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

18

dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

2.3.1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek

yaitu :

1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif,

maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai

tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

3. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat

memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya

makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini tergantung pada

perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2.3.2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan sistem atau Fasilitas Pelayanan

Kesehatan, atau sering disebut Perilaku Pencarian Pengobatan

(Health Seeking Behavior)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita sakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari

mengobati sendiri (self treatment) sampai mencapai pengobatan ke luar negeri.

Page 21: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

19

2.3.3 Perilaku Kesehatan Lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi

kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola

lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau

masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum,

tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya (Soekidjo,

2007).

2.3.4 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah

PHBS di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh

peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran

sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit,

meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan

sehat.

Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS

di sekolah yaitu :

1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun.

2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah.

3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.

4. Olahraga yang teratur.

5. Memberantas jentik nyamuk.

6. Tidak merokok di sekolah.

7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan.

8. Membuang sampah pada tempatnya (PKK, 2007).

Page 22: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

20

2.4. Pengertian Sampah

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari

benda-benda atau hal-hal yang dipandang tidak dipergunakan, tidak dipakai, tidak

disenangi atau harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu

kelangsungan hidup (Azwar, 2000).

Beberapa pengertian sampah yang dikemukakan oleh para ahli meliputi :

1. Pengertian sampah menurut American Public Health Association. Sampah

diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak

disenangi atau yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak

terjadi dengan sendirinya.

2. Pengertian sampah menurut Sidik Sasito.

Sampah adalah segala zat padat atau semi padat yang terbuang atau

sesuatu yang tidak berguna lagi baik yang dapat membusuk kecuali zat-zat

padat atau zat buangan atau kotoran yang keluar dari tubuh manusia

(Sasito, 2000).

3. Pengertian sampah menurut Sudarsono.

Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat aktifitas manusia dan

binatang yang merupakan bahan yang tidak berguna lagi sehingga dibuang

sebagai bahan tidak berguna (Sudarsono, 2000).

4. Pengertian sampah menurut Sudrajat.

Sampah kota secara sederhana diartikan sebagai sampah organik maupun

anorganik yang dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota

tersebut (Sudradjat, 2006).

Page 23: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

21

5. Pengertian sampah menurut Azwar.

Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi

atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan

yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang

bukan biologis (karena human wastes tidak termasuk ke dalamnya) dan

umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk ke dalamnya)

(Azwar, 2000).

Masih banyak lagi ahli lain yang memberikan batasan-batasan yang pada

umumnya mengandung prinsip yang sama, seperti yang dapat kita lihat dari beberapa

pengertian di atas yaitu : adanya suatu bahan/benda, bersifat padat, benda tersebut

tidak berguna lagi dan terjadinya hubungan dengan kegiatan manusia, baik langsung

maupun tidak langsung serta perlu dibuang dengan cara-cara yang sanitasi dan dapat

diterima umum.

2.5. Sumber dan Jenis Sampah

2.5.1. Sumber-sumber Sampah

Pembagian sumber sampah menurut sudarsono adalah :

1. Sampah dari rumah tangga.

Adalah sampah yang berasal dari dapur dan kegiatan dalam rumah tangga

dan sampah yang dihasilkan umumnya sampah basah.

2. Sampah dari perdagangan/pasar.

Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang

dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.

Page 24: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

22

3. Sampah industri.

Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang

dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.

4. Sampah dari daerah pembuangan.

Adalah sampah dari proses pembangunan, dan sampah yang dihasilkan

bervariasi, seperti : debu, kayu, pecahan kaca, dan lain-lain.

5. Sampah pertanian.

Adalah sampah yang berasal dari pengolahan pertanian dan peternakan

serta kegiatan lain di daerah pertanian. Sampah yang dihasilkan umumnya

padat.

2.5.2. Jenis Sampah

Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dibagi menjadi 4

(empat) yaitu :

1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah

kebun, pertanian, dan lainnya.

2. Sampah yang tidak mudah membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas,

logam, dan lainnya.

3. Sampah yang berupa debu/abu.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah

berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun sifat fisis

berbahaya (Slamet, 2000).

Jenis sampah dapat dibedakan atas :

Page 25: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

23

1. Garbage, ialah sisa pengelolaan ataupun sisa makanan yang mudah

membusuk. Misalnya kotoran dari dapur rumah tangga, restoran, hotel,

dan lain sebagainya.

2. Rubbish, ialah bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mudah membusuk,

yang dibedakan atas : yang mudah terbakar (kayu,kertas) dan yang tidak

mudah terbakar (kaleng, kaca).

3. Ashes, ialah segala jenis abu, misalnya yang terjadi sebagai hasil

pembakaran kayu, batu bara di rumah-rumah ataupun di industri.

4. Dead Animal, ialah segala jenis bangkai terutama yang besar seperti kuda,

sapi, kucing, tikus.

5. Street Sweeping, ialah segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di

jalan, karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun oleh masyarakat

yang tidak bertanggung jawab.

6. Industrial Waste, ialah benda-benda padat sisa yang merupakan sampah

hasil industri. Misalnya industri kaleng dengan potongan-potongan sisa

kaleng yang tidak dapat dipergunakan (Azwar, 2000).

2.6. Komposisi Sampah

Karena sampah berasal dari beberapa sumber, maka komposisinya

bervariasi dari yang padat (besi) sampai yang berbentuk busa atau gabus. Volume

bahan-bahan yang ada pada sampah juga bervariasi dari yang besar yaitu bangkai-

bangkai kendaraan, sampai yang kecil yaitu abu (Azwar, 2000).

Adapun komposisi sampah suatu daerah yang ingin kita ketahui tergantung

dari rencana pengolahan sampah yang akan dipakai, atau malah sebaliknya yaitu

Page 26: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

24

komposisi sampah ini perlu diketahui untuk perencanaan pengelolaan sampah

selanjutnya.

Masing-masing ahli mempunyai kebiasaan atau keinginan sendiri dalam

hal mencari komposisi sampah suatu daerah. Sebagai contoh misalnya ingin

diketahui komposisi bahan-bahan atau materi sampah dalam gr/%, yang meliputi :

1. Bahan dari besi atau logam (kaleng-kaleng, besi, paku).

2. Bahan dari kertas (kertas, koran, majalah, karton, dan lain-lain).

3. Bahan dari palstik (plastik pembungkus, bekas alat-alat rumah tangga).

4. Bahan dari karet (ban, sandal, dan lain-lain).

5. Bahan dari kain (sobekan-sobekan kain, gorden, dan lain-lain).

6. Bahan dari beling (pecahan gelas, lampu-lampu, botol-botol, dan lain-

lain).

7. Bahan dari kayu (kayu, ranting, kursi, meja, dan lain-lain).

8. Bahan dari batu, tanah, abu, dan lain-lain.

9. “Garbage” (sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain).

Komposisi dari bahan-bahan ini dalam sampah penting diketahui dalam

hal perencanaan selanjutnya dari cara pengangkutan, pengumpulan, atau

pembuangan sampah di suatu daerah (Azwar, 2000).

2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah

Jumlah produksi sampah di suatu daerah tidaklah sama, tergantung oleh

beberapa faktor :

1. Jumlah penduduk, kepadatan penduduk serta aktivitas penduduk pada

daerah tersebut. Semakin besar jumlah penduduk suatu daerah, maka

Page 27: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

25

makin banyak jumlah sampah yang dihasilkan atau dengan kata lain setiap

pertambahan penduduk akan diikuti pertambahan jumlah sampah.

2. Sejauh mana proses daur ulang yang dilaksanakan. Biasanya sampah yang

didaur ulang atau yang diambil adalah sampah yang mempunyai nilai

ekonomi, misalnya : kertas, plastik, kaleng, dan lain-lain.

3. Geografi

Faktor geografi juga mempengaruhi produksi sampah misalnya : daerah

pegunungan akan berbeda jumlah sampahnya dengan daerah pantai atau

dataran rendah atau daerah pertanian.

4. Waktu

Jumlah produksi sampah sangat dipengaruhi oleh faktor waktu (harian atau

mingguan).

5. Sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi jumlah produksi sampah,

adat istiadat, taraf hidup, dan lain-lain.

6. Musim/iklim

Misalnya karena musim hujan.

7. Teknologi

Dengan kemajuan teknologi, maka jumlah produksi sampah juga

meningkat, misalnya meningkatnya jenis sampah plastik, dan

perkembangan kemasan dan obat juga mempengaruhi jumlah sampah

(Wasito, 2000).

Page 28: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

26

2.8. Pengelolaan Sampah

Dalam ilmu kesehatan lingkungan, pembicaraan tentang pengelolaan

sampah meliputi 3 (tiga) hal, yaitu :

1. Penyimpanan sampah (refuse storage).

2. Pengumpulan sampah (refuse collection).

3. Pembuangan sampah (refuse disposal), kedalamnya termasuk

pengangkutan sampah dan sekaligus pula pemusnahan sampah.

2.8.1. Penyimpanan Sampah

Penyimpanan sampah maksudnya adalah tempat sampah sementara,

sebelum sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang

(dimusnahkan). Jelaslah untuk itu perlu disediakan tempat sampah, yang lazimnya

ditemui di rumah tangga, kantor, restoran, hotel, dan sebagainya.

Adapun syarat-syarat tempat sampah yang dianjurkan adalah :

1. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah

berseraknya sampah.

2. Tempat sampah mempunyai tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian rupa

sehingga mudah dibuka, dikosongkan isinya, serta dibersihkan. Amat

dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa

mengotori tangan.

3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh

satu orang (Azwar, 2000).

2.8.2. Pengumpulan Sampah

Sampah yang disimpan sementara di rumah, kantor atau restoran, tentu

saja selanjutnya dapat dikumpulkan, untuk kemudian diangkut dan dibuang

Page 29: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

27

kemudian dimusnahkan. Karena jumlah sampah yang dikumpulkan cukup besar,

maka perlu dibangun rumah sampah.

Tempat pengumpulan sampah harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

1. Dibangun di atas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah.

2. Mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang

lain mengeluarkannya.

3. Perlu lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya

lalat.

4. Di dalam rumah sampah, harus ada keran air untuk membersihkan lantai.

5. Tidak menjadi tempat tinggal lalat dan tikus.

6. Tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan

mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.

Dalam pengumpulan sampah, sebaiknya dilakukan pemisahan, untuk ini

dikenal dua macam, yakni :

1. Sistem duet, artinya disediakan dua tempat sampah, yang satu untuk

sampah basah dan lainnya untuk sampah kering.

2. Sistem trio, yakni disediakan tiga bak sampah, yang pertama untuk sampah

basah, kedua untuk sampah kering yang mudah dibakar serta yang ketiga

untuk sampah kering yang tidak mudah dibakar (kaca, kaleng, dan

sebagainya) (Azwar, 2000).

Page 30: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

28

2.8.3. Pembuangan Sampah

Sampah yang dikumpulkan perlu dibuang untuk dimusnahkan. Ditinjau

dari perjalanan sampah, maka pembuangan atau pemusnahan ini adalah tahap

akhir yang harus dilakukan terhadap sampah.

Lazimnya, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam membangun tempat

pembuangan sampah ialah :

1. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau

sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi, dan

sebagainya).

2. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir.

3. Di tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.

Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2 km dari

perumahan penduduk, sekitar 15 km dari laut, dan 200 m dari sumber air (Azwar,

2000).

2.9. Sistem Pembuangan Sampah di Rumah Tangga

Beberapa sistem pembuangan sampah antara lain :

1. Composting (Pengomposan).

Yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk, yakni dengan terbentuknya zat-

zat organik yang bermanfaat untuk menyuburkan tanah.

2. Dumping (Penimbunan).

Pembuangan dengan diletakkan begitu saja di tanah. Cara ini banyak segi

negatifnya terutama jika sampah tersebut mudah membusuk.

Page 31: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

29

3. Dumping in water (Penimbunan di air).

Prinsipnya sama dengan dumping, tetapi disini dibuang ke dalam air

sungai atau laut, tentu saja jika sampah tersebut tidak diolah sebelumnya

akan banyak menimbulkan kerugian, misalnya mengotori permukaan air,

memudahkan berjangkitnya penyakit dan sebagainya.

4. Individual Inceneration (Pembakaran secara Perorangan).

Ialah pembakaran sampah yang dilakukan secara perorangan di rumah

tangga. Pembakaran haruslah dilakukan dengan baik, jika tidak asapnya

akan mengotori udara serta dapat menimbulkan bahaya kebakaran.

5. Recycling (Pemakaian Kembali).

Ialah pengolahan sampah dengan maksud pemakaian kembali hal-hal yang

masih bisa dipakai, misalnya kaleng, kaca, dan sebagainya. Cara ini

berbahaya untuk kesehatan, terutama jika tidak mengindahkan dari segi

kebersihan (Azwar, 2000).

2.10. Hubungan Sampah dengan Manusia dan Lingkungan

Sampah berhubungan erat dengan manusia dan lingkungan karena dapat

menimbulkan dampak positif dan dampak negatif terhadap manusia dan

lingkungan, baik atau buruknya dampak tersebut tergantung kepada kita

bagaimana mengelolanya. Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan

dampak menguntungkan dan pengelolaan sampah yang kurang baik akan

memberikan dampak yang kurang menguntungkan.

Page 32: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

30

Beberapa dampak tersebut, yaitu :

1. Dampak terhadap manusia.

a. Dampak menguntungkan :

− Dapat digunakan sebagai makanan ternak.

− Dapat berperan sebagai sumber energi.

− Benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk

dimanfaatkan lagi untuk kegunaan lain.

b. Dampak merugikan :

− Dapat berperan sebagai sumber penyakit.

− Dapat menimbulkan bahaya kebakaran.

− Dapat berperan sebagai media perkembangbiakan sumber

penyakit.

2. Dampak terhadap lingkungan

a. Dampak menguntungkan :

− Dapat dipakai sebagai penyubur tanaman.

− Dapat sebagai penimbun tanah.

− Dapat memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur

ulang.

b. Dampak merugikan :

− Dapat menimbulkan bau yang tidak enak.

− Dapat menimbulkan pencemaran udara, tanah, dan air.

− Dapat menimbulkan banjir.

− Dapat menimbulkan kebakaran.

− Dapat mengganggu hubungan sosial (Kusnoputranto, 2000).

Page 33: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

31

2.11. Pengaruh Sampah terhadap Kesehatan

Menurut Juli Soemirat, pengaruh sampah terhadap kesehatan

dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu :

1. Efek langsung

Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung

dengan sampah tersebut, misalnya sampah beracun, sampah yang korosif

terhadap tubuh dan yang karsinogenik. Selain itu, ada pula sampah yang

mengandung kuman patogen sehingga dapat menimbulkan gangguan

kesehatan, misalnya diare. Sampah ini berasal dari sampah rumah tangga

selain sampah industri.

2. Efek tidak langsung

Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses

pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Dekomposisi

sampah biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan

secara anaerobik menghasilkan cairan yang disebut “leachate” beserta gas.

Sampah bila ditimbun secara sembarangan dapat menjadi sarang lalat dan

tikus.

Page 34: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

32

2.12. Kerangka Teoritis

Karakteristik Pelajar

(Kusnoputranto, 2000)

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3. Penghasilan Orang Tua

4. Jumlah Uang Saku

Sumber Informasi

(Slamet, 2000)

1. Orang Tua

2. Guru

3. Petugas Kesehatan

4. Media Massa

Gambar 2.1. Kerangka teoritis

2.13. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel dependen

Pengetahuan

Sikap

Tindakan

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan

mahasiswa

FKM-UTU

mengenai

pengelolaan

sampah

Pengelolaan Sampah

Page 35: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan

crossectional yang bersifat deskriptif yaitu melihat gambaran secara umum yang

bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku Mahasiswa FKM-UTU Meulaboh

mengenai pengelolaan sampah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Teuku Umar Meulaboh Tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di FKM-UTU Meulaboh, dengan pertimbangan

sebagai berikut :

1. Karena FKM-UTU merupakan Kampus Kesehatan Masyarakat.

2. Di Kampus ini belum pernah dilakukan penelitian tentang perilaku

Mahasiswa mengenai pengelolaan sampah dalam kepedulian terhadap

kebersihan lingkungan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai tanggal 13 Mei sampai dengan tanggal 28

September 2013.

Page 36: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

34

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Mahasiswa FKM-UTU

Meulaboh pada tahun 2013 yang berjumlah 834 Mahasiswa.

3.3.2. Sampel

Untuk menentukan besar sampel, adapun rumus yang digunakan adalah

dari Taro Yamane yang dikutip oleh Riduwan (2007) yaitu :

1.2

dN

Nn

1)1,0.(834

8342

n

n = 90

Keterangan :

N = Besar sampel.

N = Besarnya populasi.

d = Presisi yang ditetapkan.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random

sampling yaitu mengambil sampel secara acak sederhana tanpa memperhatikan

strata (tingkatan) sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi

sebagai sampel dan dengan cara pada saat penelitian berlangsung responden yang

berjumpa langsung dijadikan sampel.

Page 37: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

35

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data diperoleh dengan mengadakan wawancara dan pengisian kuesioner

yang meliputi data pengetahuan, sikap, dan tindakan Mahasiswa FKM-UTU

Meulaboh dalam hal pengelolaan sampah.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi data umum atau data seluruh Mahasiswa FKM-

UTU Meulaboh yang diperoleh dari Kampus tersebut.

3.5. Definisi Operasional Variabel

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 2009). Variabel dalam

penelitian ini adalah :

Tabel 3.1. Variabel Penelitian

1. Variabel : Umur

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Skala Ukur

:

:

:

:

Lamanya hidup responden terhitung sejak lahir hingga

ulang tahun terakhir ketika diwawancarai, yang

dinyatakan dalam satuan tahun.

Wawancara.

Kuesioner.

Nominal.

2. Variabel : Jenis Kelamin

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

:

:

:

:

:

Ciri khas tertentu yang dimiliki masyarakat yang

dibedakan atas laki-laki dan perempuan.

Wawancara.

Kuesioner.

1. Laki-laki.

2. Perempuan.

Nominal.

3. Variabel Penghasilan Orang Tua

Definisi

Cara Ukur

:

:

Besarnya pendapatan atau masukan yang diterima oleh

orang tua responden dari hasil pekerjaannya yang

dihitung dengan jumlah rupiah selama satu bulan.

Wawancara.

Page 38: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

36

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

:

:

:

Kuesioner.

1. Penghasilan di bawah UMR.

2. Penghasilan di atas atau sama dengan UMR.

Ordinal.

4. Variabel Jumlah Uang Saku

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Skala Ukur

:

:

:

:

Uang saku yang diperoleh responden dari orang tua/wali

orang tua.

Wawancara.

Kuesioner.

Nominal.

5. Variabel Sumber Informasi

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Skala Ukur

:

:

:

:

Asal informasi tentang pengelolaan sampah yang

diketahui oleh Mahasiswa FKM-UTU, yaitu : Orang tua,

Dosen, Petugas kesehatan, Media massa.

Wawancara.

Kuesioner.

Nominal.

6. Variabel Pengetahuan

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

:

:

:

:

:

Segala sesuatu yang diketahui responden mengenai

pengelolaan sampah.

Wawancara.

Kuesioner.

1. Baik.

2. Cukup.

3. Kurang.

Ordinal.

7. Variabel Sikap

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

:

:

:

:

:

Kecenderungan responden untuk merespon negatif dan

positif terhadap pengelolaan sampah.

Wawancara.

Kuesioner.

1. Baik.

2. Cukup.

3. Kurang.

Ordinal.

8. Variabel Tindakan

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

:

:

:

:

:

Suatu perbuatan nyata responden di dalam melakukan

pengelolaan sampah.

Wawancara.

Kuesioner.

1. Baik.

2. Cukup.

3. Kurang.

Ordinal.

Page 39: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

37

3.6. Aspek Pengukuran Variabel

Menurut Arikunto (2008), aspek pengukuran dengan kategori (baik,

sedang, kurang) terlebih dahulu menentukan kriteria (tolak ukur) yang akan

dijadikan penentuan.

Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap,

dan tindakan adalah skala thurstone. Melalui skala thurstone, responden diminta

untuk menjawab pertanyaan yang telah ditentukan nilainya, tetapi nilainya tidak

diketahui oleh responden (Riduwan, 2007).

3.6.1. Pengetahuan

Pengetahuan diukur melalui 15 pertanyaan dengan menggunakan skala

Thurstone. Skala pengukuran pengetahuan berdasarkan pada jawaban yang

diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Untuk

Pertanyaan nomor 1,2,3,6,8,9,10,11,12,14,15 nilai tertingginya adalah 2, untuk

pertanyaan 4,5,7,13 nilai tertingginya adalah 1. Bila semua pertanyaan dijawab

dengan benar maka total nilai yang diperoleh adalah sebesar 26.

Berdasarkan Arikunto (2008), aspek pengukuran dengan kategori dari

jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

1. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai

tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 26 yaitu > 20.

2. Tingkat pengetahuan cukup, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai

tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 26 yaitu 12-20.

3. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% dari nilai

tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 26 yaitu < 12.

Page 40: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

38

3.6.2. Sikap

Sikap diukur melalui 13 pernyataan dengan menggunakan skala

Thurstone. Skala pengukuran sikap berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari

responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Adapun nilai tertinggi dari

seluruh pertanyaan adalah sebesar 13.

Berdasarkan Arikunto (2008), aspek pengukuran dengan kategori dari

jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

1. Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh

pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu > 10.

2. Sikap cukup, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi

seluruh pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu 6-10.

3. Sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% dari nilai tertinggi

seluruh pertanyaan dengan total nilai 13 yaitu < 6.

3.6.3. Tindakan

Tindakan diukur melalui 8 pertanyaan dengan menggunakan skala

Thurstone (Singarimbun, 2009). Skala pengukuran tindakan berdasarkan pada

jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang

diberikan. Untuk pertanyaan nomor 1,2,3,4,5,6,7,8 nilai tertingginya adalah 1.

Total nilai tertinggi untuk seluruh pertanyaan adalah sebesar 8.

Berdasarkan Arikunto (2008), aspek pengukuran dengan kategori dari

jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

1. Tindakan baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi

seluruh pertanyaan dengan total nilai 8 yaitu > 6.

Page 41: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

39

2. Tindakan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi

seluruh pertanyaan dengan total nilai 8 yaitu 4-6.

3. Tindakan kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45% dari nilai tertinggi

seluruh pertanyaan dengan total nilai 8 yaitu < 4.

3.7. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif. Data yang

sudah diolah disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

Page 42: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh tahun 2013, untuk mengetahui

gambaran perilaku Mahasiswa FKM-UTU Meulaboh mengenai pengelolaan

sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013 Mulai pelaksanaan penelitian ini

dilakukan dari tanggal 13 Mei sampai dengan tanggal 28 September 2013.

4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

FKM-UTU Meulaboh terletak di Jalan Alue Penyareng Desa Gunong

Kleng Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat. Secara geografis, kampus ini

sangat strategis karena terletak di tengah-tengah wilayah perbatasan antara

Kabupaten Aceh Barat dengan Kabupaten-kabupaten yang ada di Wilayah Barat

Selatan Aceh. Kampus ini memiliki 12 ruang kuliah, 1 aula, 1 ruang sidang, 1

ruang pustaka, 1 ruang laboratorium kesehatan lingkungan, dan ruang akademik,

untuk menunjung mahasiswa dan para dosen dalam beribadah FKM-UTU juga

menyediakan Mushalla Kampus. Saat ini jumlah mahasiswa adalah 834 orang

yang masih aktif yang tercatat di akademik dan dijadikan sampel sebanyak 80

mahasiswa.

Page 43: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

41

4.1.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dinilai dalam penelitian ini antara lain umur,

jenis kelamin, pendapatan orang tua, dan uang saku.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden tentang Mahasiswa

FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU

Meulaboh Tahun 2013

No Karakteristik Frekuensi Persentase

1 Umur

18-19 tahun 21 23,3

20-21 tahun 33 36,7

> 21 tahun 36 40

Jumlah 90 100

2 Jenis Kelamin

Laki-laki 43 47,8

Perempuan 47 52,2

Jumlah 90 100

3 Penghasilan Orangtua

< Rp.1.400.000 13 14,4

> Rp.1.400.000 77 85,6

Jumlah 90 100

4 Uang Saku

< Rp.20.000 37 41,1

> Rp.20.000 53 58,9

Jumlah 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berada pada golongan umur > 21 tahun yaitu sebanyak 36 orang (40%),

20-21 tahun sebanyak 33 orang (36,7%). Sedangkan sebagian lagi responden

berada pada golongan umur 18-19 tahun yaitu sebanyak 21 orang (23,3%). Jumlah

responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 47 orang (52,2%).

Sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 43 orang (47,8%).

Jumlah penghasilan orangtua responden menunjukkan sebagian besar > Rp.

1.400,000 sebanyak 77 orang (85,6%). Sedangkan sebagian kecil jumlah

penghasilan orang tua responden < Rp. 1.400,000 sebanyak 13 orang (14,4%).

Page 44: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

42

Hasil penelitian di atas juga menunjukkan bahwa sebagian besar jumlah

uang saku responden > Rp. 20.000 sebanyak 53 orang (58,9%). Sedangkan

sebagian kecil jumlah uang saku responden < Rp.20.000 sebanyak 37 orang

(41,1%).

4.1.3. Sumber Informasi

4.1.3.1. Mendapat Informasi dari Orangtua

Distribusi frekuensi responden menurut pernah atau tidaknya memperoleh

informasi dari orangtua tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh

Tahun 2013, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi

dari Orangtua tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai

Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013

Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase

Pernah 81 90

Tidak 9 10

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari orang tua

sebanyak 81 orang (90%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat

informasi mengenai pengelolaan sampah dari orang tua sebanyak 9 orang (10%).

4.1.3.2. Mendapat Informasi dari Dosen

Distribusi frekuensi responden berdasarkan informasi dari dosen

mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013 dapat

disajikan melalui tabel berikut ini :

Page 45: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

43

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi

dari Dosen tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai

Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013

Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase

Pernah 86 95,6

Tidak 4 4,4

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari dosen sebanyak

86 orang (95,6%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat informasi

mengenai pengelolaan sampah dari dosen sekolah sebanyak 4 orang (4,4%).

4.1.3.3. Mendapat Informasi dari Petugas Kesehatan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari

petugas kesehatan mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun

2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi

dari Petugas Kesehatan tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU

Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun

2013

Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase

Pernah 80 88,9

Tidak 10 11,1

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari petugas

kesehatan sebanyak 80 orang (88,9%) dan jumlah responden yang tidak pernah

mendapat informasi mengenai pengelolaan sampah dari petugas kesehatan

sebanyak 10 orang 11,1%).

Page 46: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

44

4.1.3.4. Mendapat Informasi dari Media Cetak

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari media

cetak mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013 dapat

disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi

dari Media Cetak tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU

Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun

2013

Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase

Pernah 86 95,6

Tidak 4 4,4

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari media cetak

sebanyak 86 orang (95,6%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat

informasi mengenai pengelolaan sampah dari media cetak sebanyak 4 orang

(4,4%).

4.1.3.5. Bentuk Informasi dari Media Cetak

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari

bentuk media cetak mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun

2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bentuk Informasi dari

Media Cetak tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai

Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013

Bentuk Informasi Frekuensi Persentase

Koran 80 88,9

Leaflet 10 11,1

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Page 47: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

45

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari koran sebanyak

80 orang (88,9%) dan jumlah responden yang mendapat informasi dari leaflet

mengenai pengelolaan sampah sebanyak 10 orang (11,1%).

4.1.3.6. Mendapat Informasi dari Media Elektronik

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari media

elektronik mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013

dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Mendapat Informasi

dari Media Elektronik tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU

Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun

2013

Memperoleh Informasi Frekuensi Persentase

Pernah 78 86,7

Tidak 12 13,3

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari media elektronik

sebanyak 78 orang (86,7%) dan jumlah responden yang tidak pernah mendapat

informasi dari media elektronik mengenai pengelolaan sampah dari media

elektronik sebanyak 12 orang (13,3%).

4.1.3.7. Bentuk Informasi dari Media Elektronik

Distribusi frekuensi responden berdasarkan mendapat informasi dari

bentuk media elektronik mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh

tahun 2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Page 48: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

46

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Bentuk Informasi dari

Media Elektronik tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU

Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun

2013

Bentuk Informasi Frekuensi Persentase

Televisi 67 74,4

Radio 23 26,6

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari televisi sebanyak

67 orang (74,4%) dan jumlah responden yang mendapat informasi dari radio

mengenai pengelolaan sampah sebanyak 23 orang (26,6%).

4.1.4. Pengetahuan Responden

4.1.4.1. Pengetahuan tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai

Pengelolaan Sampah

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Perilaku

Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-

UTU Meulaboh Tahun 2013

Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang perilaku mahasiswa

FKM-UTU mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013

dapat disajikan dalam tabel berikut ini :

No Pengetahuan Skor 2 Skor 1 Skor 0

Jumlah % Jlh % Jlh % Jlh %

1 Pengertian sampah

secara umum 47 52,2 43 47,8 0 0 90 100

2 Pengertian sampah

organik 78 86,7 11 12,2 1 1,1 90 100

3 Pengertian sampah

anorganik 77 85,6 13 14,4 0 0 90 100

4 Contoh sampah

anorganik 80 88,9 10 11,1 0 0 90 100

5 Contoh sampah

organik 81 90 9 10 0 0 90 100

6 Jenis sampah paling

banyak dihasilkan di 69 76,7 15 16,7 6 6,6 90 100

Page 49: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

47

lingkungan kampus

7 Jenis-jenis sampah 48 53,3 42 46,7 0 0 90 100

8 Sumber-sumber

sampah 83 92,2 6 6,7 1 1,1 90 100

9

Tempat sampah yang

memenuhi syarat

kesehatan

71 78,9 12 13,3 7 7,8 90 100

10

Manfaat memisahkan

sampah organik dan

organik

62 68,9 24 26,7 4 4,4 90 100

11

Manfaat memiliki

tempat pembuangan

sampah sementara di

lingkungan kampus

21 23,3 68 75,6 1 1,1 90 100

12 Dampak negatif dari

sampah 58 64,4 31 34,4 1 1,1 90 100

13

Penyakit yang dapat

ditimbulkan oleh

sampah

72 80 18 20 0 0 90 100

14 Dampak positif dari

sampah 83 92,2 7 7,8 0 0 90 100

15

Cara membuang

sampah yang

memenuhi syarat

kesehatan

71 78,9 9 10 10 11,1 90 100

Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa responden paling

banyak menjawab pertanyaan pengetahuan dengan skor 2 adalah mengenai

sumber sampah dan dampak positif sampah sebanyak 83 responden (92,2%), pada

skor 1 paling banyak responden menjawab pertanyaan manfaat memiliki tempat

pembuangan sampah sementara di lingkungan kampus sebanyak 68 responden

(75,6%) sedangkan pada skor 0 responden banyak menjawab pertanyaan

mengenai cara membuang sampah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 10

responden (11,1%).

Page 50: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

48

4.1.4.2. Tingkat Pengetahuan Responden tentang Perilaku Mahasiswa FKM-

UTU Pengelolaan Sampah

Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden tentang pengelolaan

sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013 dapat disajikan melalui tabel berikut

ini :

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang

Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah

di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase

Baik 66 73,3

Cukup 23 25,6

Kurang 1 1,1

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang pengelolaan sampah

yaitu berjumlah 66 orang (73,3%), responden yang berpengetahuan cukup

sebanyak 23 orang (25,6%). Sebagian kecil memiliki tingkat pengetahuan yang

kurang yaitu sebanyak 1 orang (1,1%).

4.1.5. Sikap Responden

4.1.5.1. Sikap tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai

Pengelolaan Sampah

Distribusi frekuensi sikap responden tentang perilaku Mahasiswa FKM-

UTU mengenai pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh tahun 2013 dapat

disajikan dalam tabel berikut ini :

Page 51: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

49

Tabel 4.11. Sikap Responden tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU

Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh Tahun

2013

No Pernyataan Setuju Tidak Setuju

Jumlah % Jml % Jml %

1

Membersihkan ruang

kelas dan halaman

kampus dari sampah

yang berserakan setiap

hari

70 77,8 20 22,2 90 100

2

Memisahkan sampah

organik dan sampah

anorganik

87 96,7 3 3,3 90 100

3

Sampah dibuang ke

tempat sampah yang

telah disediakan

89 98,9 1 1,1 90 100

4

Setiap kelas harus

memiliki tempat

sampah masing-masing

90 100 0 0 90 100

5

Halaman kampus harus

memiliki tempat

sampah

89 98,9 1 1,1 90 100

6

Sampah harus diangkut

oleh petugas

pengangkut sampah

90 100 0 0 90 100

7

Petugas pengangkut

sampah harus

mengangkut sampah

setiap hari

86 95,6 4 4,4 90 100

8

Sampah perlu dibakar,

jika petugas pengangkut

sampah tidak datang

30 33,3 60 66,7 90 100

9

Sampah seharusnya

perlu dikelola kembali

menjadi barang yang

dapat dipakai kembali

57 63,3 33 36,7 90 100

10 Sampah seharusnya di

buang ke selokan 3 3,3 87 96,7 90 100

11

Perlu dilakukan gotong

royong untuk

membersihkan

lingkungan kampus

anda dari sampah

90 100 0 0 90 100

12

Mahasiswa seharusnya

ikut juga berperan aktif

dalam hal pengelolaan

sampah dan bukan

89 98,9 1 1,1 90 100

Page 52: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

50

hanya oleh pemerintah

atau pejabat lingkungan

setempat

13

Perlu diadakan

penyuluhan mengenai

pengelolaan sampah di

kampus agar menambah

pengetahuan mahasiswa

mengenai pengelolaan

sampah

69 76,7 21 23,3 90 100

Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

menjawab setuju paling banyak adalah mengenai setiap kelas harus memiliki

tempat sampah masing-masing, sampah harus diangkut oleh petugas pengangkut

sampah, perlu dilakukan gotong royong untuk membersihkan lingkungan sekolah

anda dari sampah yaitu sebanyak 90 orang (100%). Sedangkan pada kriteria tidak

setuju responden paling banyak menjawab mengenai sampah seharusnya di buang

ke selokan yaitu sebanyak 87 orang (96,7%).

4.1.5.2. Tingkat Sikap Responden tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU

Pengelolaan Sampah

Tingkat sikap responden tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU

Meulaboh tahun 2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Tingkat Sikap Responden tentang Perilaku

Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-

UTU Meulaboh Tahun 2013

Tingkat Sikap Frekuensi Persentase

Baik 87 96,7

Cukup 3 3,3

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki tingkat sikap yang baik tentang pengelolaan sampah yaitu

Page 53: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

51

berjumlah 87 orang (96,7%). Sebagian kecil memiliki tingkat sikap tentang

pengelolaan sampah yang cukup yaitu sebanyak 3 orang (3,3%).

4.1.6. Tindakan Responden

4.1.6.1. Tindakan tentang Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai

Pengelolaan Sampah

Tindakan responden tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh

tahun 2013 dapat disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden tentang Perilaku

Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah di FKM-

UTU Meulaboh Tahun 2013

No Pernyataan Ya Tidak

Jumlah % Jml % Jml %

1

Membersihkan ruangan

kelas dari sampah yang

berserakan setiap hari

69 76,7 21 23,3 90 100

2

Membersihkan halaman

kampus dari sampah

yang berserakan secara

bergotong royong

86 95,6 4 4,4 90 100

3

Membuang sampah di

tempat sampah setiap

hari

68 75,6 22 24,4 90 100

4

Memisahkan sampah

organik dan anorganik

di lingkungan sekolah

33 36,7 57 63,3 90 100

5 Tidak membuang

sampah anda ke selokan 53 58,9 37 41,1 90 100

6

Selalu menegur teman

bila membuang sampah

sembarangan

22 24,4 68 75,6 90 100

7

Memanfaatkan sampah

untuk dijadikan barang

bermanfaat (kerajinan

tangan) seperti tas,

dompet, dan sebagainya

49 54,4 41 45,6 90 100

8

Memberikan informasi

kepada teman anda

mengenai pengelolaan

sampah yang baik dan

benar

59 65,6 31 34,4 90 100

Sumber: Data primer (diolah 2013)

Page 54: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

52

Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa tindakan responden

yang paling banyak dilakukan adalah membersihkan halaman kampus dari

sampah yang berserakan secara bergotong royong yaitu sebanyak 86 orang

(95,6%) sedangkan tindakan responden yang paling sedikit dilakukan adalah

selalu menegur teman bila membuang sampah sembarangan yaitu sebanyak 68

responden (75,6%).

4.1.6.2. Tingkat Tindakan Responden tentang Perilaku Mahasiswa FKM-

UTU Pengelolaan Sampah

Tingkat tindakan responden tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU

Meulaboh tahun 2013 dapat disajikan melalui tabel berikut ini :

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Responden tentang

Perilaku Mahasiswa FKM-UTU Mengenai Pengelolaan Sampah

di FKM-UTU Meulaboh Tahun 2013

Tingkat Tindakan Frekuensi Persentase

Baik 18 20

Cukup 56 62,2

Kurang 16 17,8

Total 90 100 Sumber: Data primer (diolah 2013)

Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki tingkat tindakan yang cukup tentang pengelolaan sampah

yaitu berjumlah 56 orang (62,2%). Sebagian kecil memiliki tingkat tindakan

tentang pengelolaan sampah yang baik yaitu sebanyak 18 orang (20%) dan yang

memiliki tingkat tindakan tentang pengelolaan sampah yang kurang yaitu

sebanyak 16 orang (17,8%).

Page 55: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

53

4.2. Pembahasan

4.2.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, jenis

kelamin, jumlah penghasilan orang tua, dan jumlah uang saku. Hasil penelitian

secara umum dapat dilihat bahwa tingkat umur responden yang paling banyak

adalah > 21 tahun yaitu sebanyak 36 orang (40%). Seseorang yang memiliki

tingkat umur yang lebih tinggi tidak sama pemahamannya dengan orang yang

berumur rendah. Semakin tinggi tingkat umur seseorang, maka semakin banyak

juga bagi orang tersebut untuk mendapatkan informasi dan pada akhirnya semakin

banyak juga pengetahuan yang mereka miliki (Notoadmodjo, 2007).

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa umur responden yang

sebagian besar merupakan umur antara 20 sampai > 21 tahun membuat tingkat

pengetahuan responden masih banyak yang berkategori baik (61 orang), cukup

(23 orang), bahkan ada 1 orang responden yang tingkat pengetahuannya

berkategori kurang.

Menurut standar UMP Provinsi Aceh tahun 2012, tingkat penghasilan tiap

orang minimal Rp. 1.400.000. Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa

pendapatan orang tua responden yang paling banyak adalah adalah > Rp.

1.400.000 sebanyak 77 orang (85,6%). Hal ini dapat diasumsikan bahwa

responden yang memiliki pendapatan > Rp. 1.400.000 sudah mampu untuk

memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk dalam hal pemberian uang saku pada

anak. Jumlah uang saku yang lebih dari Rp. 20.000 membuat responden semakin

mudah untuk membeli makanan maupun minuman sehingga hal ini akan

memperbanyak jumlah sampah dari makanan dan minuman yang dibeli.

Page 56: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

54

4.2.2. Sumber Informasi

Hasil penelitian diperoleh bahwa hanya sebagian kecil responden yang

tidak mendapatkan informasi dari orang tua, guru sekolah, petugas kesehatan,

media cetak dan media elektronik mengenai pengelolaan sampah (lihat tabel 4.2

sampai tabel 4.8).

Notoadmojo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari

pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media cetak,

media elektronik, media poster, bahkan kerabat dekat yang dapat membentuk

keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan

tersebut.

Sumber informasi yang diterima responden sebagian besar bersasal dari

media cetak adalah koran sebanyak 80 orang (88,9%) dan leaflet sebanyak 10

orang (11,1%). Sedangkan dari media elektronik berupa televisi sebanyak 67

orang (74,4%) dan informasi yang paling sedikit di terima responden berasal dari

radio yaitu sebanyak 23 orang (26,6%).

Televisi adalah media yang efektif untuk menyampaikan informasi dalam

bentuk audio dan visual kepada seseorang. Sebagai media audiovisual, televisi

mampu merebut 94 % saluran masuknya pesan-pesan dan informasi ke dalam jiwa

manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu membuat orang pada

umumnya mengingat 50 % dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi

walaupun hanya sekali ditayangkan (Dewi, 2010).

Page 57: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

55

4.2.3. Pengetahuan Responden

4.2.3.1. Pengetahuan tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU Meulaboh

Hasil penelitian diketahui bahwa hanya 47 orang (52,2%) reponden yang

mengetahui tentang pengertian sampah secara umum. Sampah dalam ilmu

kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda-benda atau hal-hal

yang dipandang tidak dipergunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus

dibuang sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup

(Azwar, 2000). Sedangkan Pengertian sampah menurut Sudrajat (2006) Sampah

kota secara sederhana diartikan sebagai sampah organik maupun anorganik yang

dibuang oleh masyarakat dari berbagai lokasi di kota tersebut. Masih banyak lagi

pengertian sampah yang lain dibuat para ahli, pada dasarnya sampah itu adalah

adanya suatu bahan/benda, bersifat padat, benda tersebut tidak berguna lagi dan

terjadinya hubungan dengan kegiatan manusia, baik langsung maupun tidak

langsung serta perlu dibuang dengan cara-cara yang sanitasi dan dapat diterima

umum.

Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah

dipilah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik atau

sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti dedaunan

dan sampah dapur. Sampah jenis ini sangat mudah terurai secara alami

(degradable). Sementara itu, sampah anorganik atau sampah kering adalah

sampah yang tidak dapat diurai (undegradable) seperti karet, plastik, kaleng, dan

logam (Rochim dkk, 2010). Berdasarkan penelitian di atas dapat dilihat responden

yang tepat dalam memahami tentang sampah organik sebanyak 78 orang (86,7%)

dan yang tahu contoh sampah organik sebanyak 81 orang (90%). Sementara itu,

Page 58: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

56

responden yang tahu tentang sampah anorganik sebanyak 77 orang (85,6%) dan

tahu contohnya sebanyak 80 orang (88,9%).

Jenis Sampah berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dibagi

menjadi 4 (empat) yaitu :

1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah

kebun, pertanian, dan lainnya.

2. Sampah yang tidak mudah membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas,

logam, dan lainnya.

3. Sampah yang berupa debu/abu.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah

berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun sifat fisis

berbahaya (Slamet, 2000).

Jenis sampah dapat dibedakan atas :

1. Garbage, ialah sisa pengelolaan ataupun sisa makanan yang mudah

membusuk. Misalnya kotoran dari dapur rumah tangga, restoran, hotel,

dan lain sebagainya.

2. Rubbish, ialah bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mudah membusuk,

yang dibedakan atas : yang mudah terbakar (kayu, kertas) dan yang tidak

mudah terbakar (kaleng, kaca).

3. Ashes, ialah segala jenis abu, misalnya yang terjadi sebagai hasil

pembakaran kayu, batu bara di rumah-rumah ataupun di industri.

4. Dead animal, ialah segala jenis bangkai terutama yang besar seperti kuda,

sapi, kucing, tikus.

Page 59: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

57

5. Street sweeping, ialah segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di

jalan, karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun oleh masyarakat

yang tidak bertanggung jawab.

6. Industrial waste, ialah benda-benda padat sisa yang merupakan sampah

hasil industri. Misalnya industri kaleng dengan potongan-potongan sisa

kaleng yang tidak dapat dipergunakan (Azwar, 2000).

Berdasarkan penelitian di atas diketahui bahwa responden yang tahu tentang

sumber sampah sebanyak 83 orang (92,2%). Menurut Sudarsono (2000) sumber

sampah adalah :

1. Sampah dari rumah tangga.

Adalah sampah yang berasal dari dapur dan kegiatan dalam rumah tangga

dan sampah yang dihasilkan umumnya sampah basah.

2. Sampah dari perdagangan/pasar.

Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang

dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.

3. Sampah industri.

Adalah sampah yang dihasilkan dari pabrik-pabrik dan sampah yang

dihasilkan tergantung dari jenis industrinya.

4. Sampah dari daerah pembuangan.

Adalah sampah dari proses pembangunan, dan sampah yang dihasilkan

bervariasi, seperti : debu, kayu, pecahan kaca, dan lain-lain.

Page 60: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

58

5. Sampah pertanian.

Adalah sampah yang berasal dari pengolahan pertanian dan peternakan

serta kegiatan lain di daerah pertanian. Sampah yang dihasilkan umumnya

padat.

Hasil penelitian menunjukan bahwa responden sudah mengetahui dampak

positif manusia dan lingkungan sebesar 83 orang (92,2%) dan responden yang

mengatakan sampah menimbulkan dampak negatif ada sebanyak 58 orang

(64,4%). Baik atau buruknya dampak tersebut tergantung kepada kita bagaimana

mengelolanya. Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan dampak

menguntungkan dan pengelolaan sampah yang kurang baik akan memberikan

dampak yang kurang menguntungkan.

Beberapa dampak tersebut, yaitu :

1. Dampak terhadap manusia

a. Dampak menguntungkan :

- Dapat digunakan sebagai makanan ternak.

- Dapat berperan sebagai sumber energi.

- Benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk dimanfaatkan lagi

untuk kegunaan lain.

b. Dampak merugikan :

- Dapat berperan sebagai sumber penyakit.

- Dapat menimbulkan bahaya kebakaran.

- Dapat berperan sebagai media perkembangbiakan sumber penyakit.

Page 61: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

59

2. Dampak terhadap lingkungan

a. Dampak menguntungkan :

- Dapat dipakai sebagai penyubur tanaman.

- Dapat sebagai penimbun tanah.

- Dapat memperbanyak sumber daya alam melalui proses daur ulang.

b. Dampak merugikan :

- Dapat menimbulkan bau yang tidak enak.

- Dapat menimbulkan pencemaran udara, tanah, dan air.

- Dapat menimbulkan banjir.

- Dapat menimbulkan kebakaran.

- Dapat mengganggu hubungan sosial (Kusnoputranto, 2000).

Sampah juga memberikan pengaruh kepada kesehatan menurut Juli

Soemirat, pengaruh sampah terhadap kesehatan dikelompokkan menjadi 2 (dua)

kelompok, yaitu :

1. Efek langsung

Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung

dengan sampah tersebut, misalnya sampah beracun, sampah yang korosif

terhadap tubuh dan yang karsinogenik. Selain itu, ada pula sampah yang

mengandung kuman patogen sehingga dapat menimbulkan gangguan

kesehatan, misalnya diare. Sampah ini berasal dari sampah rumah tangga

selain sampah industri.

Page 62: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

60

2. Efek tidak langsung

Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses

pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Dekomposisi

sampah biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan

secara anaerobik menghasilkan cairan yang disebut “leachate” beserta gas.

Sampah bila ditimbun secara sembarangan dapat menjadi sarang lalat dan

tikus.

4.2.3.2. Tingkat Pengetahuan tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

memiliki pengetahuan yang baik tentang pengelolaan sampah yaitu sebanyak 66

orang (73,3%), sebagian memiliki pengetahuan yang cukup tentang pengelolaan

sampah yaitu sebanyak 23 orang (25,6%), dan ada 1 orang (1,1%) memiliki

pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan sampah.

Menurut Bloom yang dijabarkan oleh Notoatmojo (2007) yaitu

pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatan.

Menurut Notoadmojo (2007) , ada 6 hal yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang, yaitu pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman

dan informasi. Informasi memengang peranan yang cukup besar dalam

mempegaruhi pengetahuan seseorang. Selain itu pengalaman yang berasal dari

berbagai macam sumber, misalnya media cetak, media elektronik, media poster,

Page 63: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

61

bahkan kerabat dekat yang dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga

seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut.

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

pernah mendapatkan informasi tentang pengelolaan sampah dari televisi sebanyak

67 orang (74,4%) dan jumlah responden yang mendapat informasi dari radio

mengenai pengelolaan sampah dari media elektronik sebanyak 23 orang (26,6%).

Hal ini cukup memberikan dampak bagi responden untuk mengetahui

tentang pengelolaan sampah. Pengetahuan responden yang berada pada tingkat ini

memungkinkan responden paham dan mengerti mengenai pengelolaan sampah.

Menurut Soekidjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya

perilaku dibedakan menjadi 2 yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Dalam

penelitian ini faktor internal yang mempengaruhi pembentukan perilaku ibu

rumah tangga adalah karakteristik ibu rumah tangga yang meliputi umur,

pendidikan, pendapatan, pengeluaran dan jumlah anggota keluarga. Faktor

eksternal yang mempengaruhi pembentukan perilaku ibu rumah tangga adalah

sumber informasi yang diperoleh oleh ibu rumah tangga yang meliputi keluarga,

media massa dan teman sesama ibu rumah tangga.

4.2.4. Sikap Responden

4.2.4.1. Sikap Responden tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa responden yang

menjawab setuju paling banyak adalah mengenai setiap kelas harus memiliki

tempat sampah masing-masing, sampah harus diangkut oleh petugas pengangkut

sampah, perlu dilakukan gotong royong untuk membersihkan lingkungan sekolah

anda dari sampah yaitu sebanyak 90 orang (100%). Sedangkan pada kriteria tidak

Page 64: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

62

setuju responden paling banyak menjawab mengenai sampah seharusnya di buang

ke sungai yaitu sebanyak 87 orang (96,7%).Hal ini menunjukkan bahwa

responden sudah memiliki pengetahuan yang baik sehingga akan mempengaruhi

respon/stimulus yang dimunculkan oleh responden.

4.2.4.2. Tingkat Sikap Responden tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU

Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki tingkat sikap yang baik tentang pengelolaan sampah yaitu

berjumlah 87 orang (96,7%). Sebagian kecil memiliki tingkat sikap tentang

pengelolaan sampah nyang cukup yaitu sebanyak 3 orang (3,3%).

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk

merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu.

Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan

sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman

yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah

sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.

Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan

tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah

Page 65: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

63

dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi

serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat

dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Allport dalam Soekidjo (2007), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai

tiga komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

4.2.5. Tindakan Responden

4.2.5.1. Tindakan Responden tentang Pengelolaan Sampah di FKM-UTU

Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa tindakan responden

yang paling banyak dilakukan adalah membersihkan halaman sekolah dari sampah

yang berserakan secara bergotong royong yaitu sebanyak 86 orang (95,6%)

sedangkan tindakan responden yang paling sedikit dilakukan adalah selalu

menegur teman bila membuang sampah sembarangan yaitu sebanyak 68

responden (75,6%). Hal ini menunjukan bahwa responden sudah mulai memiliki

sebuah tindakan untuk mengelola sampah dengan membersihkan halaman

sekolah, walaupun tidak dilakukan dengan tindakan yang konsisten.

Hal ini menunjukan bahwa sesuatu sikap belum optimis terwujud dalam

suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2007).

Page 66: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

64

Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

optimis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah

mencapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

4.2.5.2. Tingkat Tindakan Responden tentang Pengelolaan Sampah

Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden memiliki tingkat tindakan yang cukup tentang pengelolaan sampah

yaitu berjumlah 56 orang (62,2%). Sebagian kecil memiliki tingkat tindakan

tentang pengelolaan sampah yang baik yaitu sebanyak 18 orang (20%) dan yang

memiliki tingkat tindakan tentang pengelolaan sampah yang kurang yaitu

sebanyak 16 orang (17,8%). Dalam ilmu kesehatan lingkungan, pembicaraan

tentang pengelolaan sampah meliputi 3 (tiga) hal, yaitu :

Page 67: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

65

1. Penyimpanan sampah (refuse storage).

2. Pengumpulan sampah (refuse collection).

3. Pembuangan sampah (refuse disposal), kedalamnya termasuk

pengangkutan sampah dan sekaligus pula pemusnahan sampah.

1. Penyimpanan Sampah

Penyimpanan sampah maksudnya adalah tempat sampah

sementara, sebelum sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian

diangkut serta dibuang (dimusnahkan). Jelaslah untuk itu perlu disediakan

tempat sampah, yang lazimnya ditemui di rumah tangga, kantor, restoran,

hotel, dan sebagainya.

Adapun syarat-syarat tempat sampah yang dianjurkan adalah :

a. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah

berseraknya sampah.

b. Tempat sampah mempunyai tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian

rupa sehingga mudah dibuka, dikosongkan isinya, serta dibersihkan.

Amat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa

mengotori tangan.

c. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh

satu orang (Azwar, 2000).

2. Pengumpulan Sampah

Sampah yang disimpan sementara di rumah, kantor atau restoran,

tentu saja selanjutnya dapat dikumpulkan, untuk kemudian diangkut dan

dibuang kemudian dimusnahkan. Karena jumlah sampah yang

dikumpulkan cukup besar, maka perlu dibangun rumah sampah.

Page 68: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

66

Tempat pengumpulan sampah harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

a. Dibangun di atas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah.

b. Mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang

lain mengeluarkannya.

c. Perlu lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya

lalat.

d. Di dalam rumah sampah, harus ada keran air untuk membersihkan

lantai.

e. Tidak menjadi tempat tinggal lalat dan tikus.

f. Tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan

mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.

Dalam pengumpulan sampah, sebaiknya dilakukan pemisahan, untuk ini

dikenal dua macam, yakni :

a. Sistem duet, artinya disediakan dua tempat sampah, yang satu untuk

sampah basah dan lainnya untuk sampah kering.

b. Sistem trio, yakni disediakan tiga bak sampah, yang pertama untuk

sampah basah, kedua untuk sampah kering yang mudah dibakar serta

yang ketiga untuk sampah kering yang tidak mudah dibakar (kaca,

kaleng, dan sebagainya) (Azwar, 2000).

3. Pembuangan Sampah

Sampah yang dikumpulkan perlu dibuang untuk dimusnahkan.

Ditinjau dari perjalanan sampah, maka pembuangan atau pemusnahan ini

adalah tahap akhir yang harus dilakukan terhadap sampah.

Page 69: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

67

Lazimnya, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam membangun

tempat pembuangan sampah ialah :

1. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau

sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi, dan

sebagainya).

2. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir.

3. Di tempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.

Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2

km dari perumahan penduduk, sekitar 15 km dari laut, dan 200 m dari

sumber air (Azwar, 2000).

Page 70: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Karakteristik Responden

a. Umur responden terbanyak adalah umur > 21 tahun yaitu sebanyak 36

orang (40%), umur responden 20-21 tahun sebanyak 33 orang (36,7%).

Umur responden paling sedikit adalah umur 18-19 tahun yaitu sebanyak 21

orang (23,3%).

b. Jenis kelamin responden paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak

47 orang (52,2%), sedangkan responden yang paling sedikit adalah laki-

laki yaitu sebanyak 43 orang (47,8%).

c. Penghasilan orang tua responden paling banyak adalah > Rp. 1.400.000

yaitu sebanyak 77 orang (85,6%), sedangkan penghasilan orang tua

responden yang paling sedikit adalah < Rp. 1.400.000 yaitu sebanyak 13

orang (14,4%).

d. Uang saku responden yang paling banyak adalah > Rp. 20.000 yaitu

sebanyak 53 orang (58,9%), sedangkan uang saku yang paling sedikit

adalah < Rp. 20.000 yaitu sebanyak 37 orang (41,1%).

Page 71: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

69

2. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan responden yang memiliki pengetahuan yang kurang

tentang pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh yaitu sebanyak 1 orang

(1,1%).

3. Tingkat Sikap

Tingkat sikap responden yang memiliki sikap yang baik tentang pengelolaan

sampah di FKM-UTU Meulaboh yaitu sebanyak 87 orang (96,7%).

4. Tingkat Tindakan

Tingkat tindakan responden yang memiliki tindakan yang baik tentang

pengelolaan sampah di FKM-UTU Meulaboh yaitu sebanyak 18 orang (20%).

5.2. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian maka penulis ingin memberikan saran antara

lain :

1. Kepada Dosen dan Akademik lebih memberikan pendidikan tentang

pentingnya dalam pengelolaan sampah serta melakukan proses monitoring dari

kegiatan siswa yang berhubungan dengan sampah.

2. Kepada Dinkes/Puskesmas yang wilayah kerjanya FKM-UTU Meulaboh untuk

lebih sering melakukan penyuluhan kepada pelajar sehingga pelajar sadar

dalam melakukan pengelolaan sampah.

3. Pihak Kampus memberikan sanksi kepada siswa/i yang berperilaku pasif

dalam hal yang berhubungan dengan kebersihan sampah.

Page 72: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

70

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Manajemen Penelitian. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Azwar, Azrul. 2000. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara

Sumber Sidya. Jakarta.

Anonim. 2007. Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

[Dinkes Provinsi Aceh]. 2013. Profil Kesehatan Aceh Tahun 2012. Dinkes

Provinsi Aceh. Banda Aceh.

[Dinkes Kabupaten Aceh Barat]. 2013. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh

barat Tahun 2012. Dinkes Kabupaten Aceh Barat. Meulaboh.

[Indonesia News]. 2007. Empat Juta Orang Buang Sampah Ke Teluk Jakarta.

Indonesia News 06 Maret 2007. Diakses pada tanggal 17 Februari

2013.

Kusnoputranto, H. 2000. Kesehatan Lingkungan. FKM-UI, Jakarta.

Mardiana, Siti, dkk. 2009. Kajian Peluang Bisnis Rumah Tangga Dalam

Pengelolaan Sampah Perkotaan Melalui Keterlibatan Masyarakat

dan Swasta di Medan. Badan Penelitian dan Pengembangan

(Balitbang), Medan.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu

Perilaku Kesehatan. Adi Offset. Yogyakarta.

Riduwan. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung.

Sibuea, Harmada J. 2009. Memperbaiki Wajah Buram Kota Medan. Campus

Concern Discussion. Medan.

Page 73: PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

71

Santoso, Urip. 2009. Penanganan Sampah Untuk Menuju Kota Bersih dan

Sehat. Jurnal Urip Santoso, Jakarta.

Sudarsono. 2000. Pembuangan Sampah. Pusdiklat Tenaga Kesehatan RI. Jakarta.

Sudrajat, H.R. 2006. Mengelola Sampah Kota. Penerbit Penebar Swadaya,

Jakarta.

Slamet, J.S. 2000. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Gajah Mada University

Press. Yogyakarta.

Singarimbun, Masri. 2009. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Wasito, Sidik, 1990. Sanitasi Pembuangan Sampah Dalam Masyarakat

Perkotaan. Akademi Penilik Kesehatan, Jakarta.