Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
5
Aktivitas ekonomi global pada triwulan terakhir 2018 kembali melambat dipicu oleh
pelemahan kinerja konsumsi dan ekspor. Aktivitas konsumsi melemah terimbas oleh penurunan
wealth effect –akibat pelemahan kinerja pasar saham. Sementara pelemahan ekspor
diakibatkan oleh tensi perdagangan dunia, yang mengakibatkan kegiatan perdagangan global
menurun signifikan. Harga komoditas cenderung menurun –terutama harga minyak– seiring
perlambatan permintaan dunia dan perbaikan pasokan (supply). Kinerja investasi di beberapa
negara utama dunia tertahan sejalan dengan melemahnya sentimen bisnis –terdampak oleh
permintaan global yang menurun dan isu geopolitik.
Perbedaan arah pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia kembali melebar pada
TW4-18. Ekonomi AS melanjutkan penguatan seiring penerapan kebijakan fiskal yang ekspansif
dan perbaikan sektor tenaga kerja. Kinerja yang berbeda ditunjukkan oleh beberapa negara
utama dunia lainnya seperti Kawasan Euro, dan Tiongkok. Ekonomi Kawasan Euro termoderasi
cukup signifikan sejalan dengan pelemahan konsumsi, investasi, dan perdagangan –terimbas
oleh ketidakpastian negosiasi Brexit, gangguan produksi sektor otomotif, dan dinamika politik
di beberapa negara utama di Kawasan Euro. Ekonomi Tiongkok melambat sejalan dengan
pelemahan konsumsi dan perlambatan investasi akibat implementasi kebijakan deleveraging
dan sentimen negatif dari tensi perdagangan global.
Tekanan inflasi dunia menurun seiring pelemahan permintaan global dan penurunan
harga komoditas –terutama harga minyak. Penurunan inflasi terjadi pada seluruh kelompok
negara maju, seperti AS, Kawasan Euro, Inggris, dan Jepang. Inflasi di negara-negara tersebut
menurun akibat pelemahan harga energi. Sementara itu, inflasi pada kelompok negara
berkembang cenderung bervariasi dengan tendensi semakin menurun. Perlambatan konsumsi,
pelemahan harga energi, dan penurunan harga bahan makanan menjadi faktor penyebab
PERKEMBANGAN EKONOMI GLOBAL
BAB
1
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2019
6
Perekonomian global ke depan
diprakirakan melandai seiring aktivitas
ekonomi dunia yang diperkirakan masih akan
melambat terutama pada paruh pertama
2019. IMF memprakirakan PDB dunia pada
2019 tumbuh sebesar 3,5% yoy1, lebih rendah
dari 2018 sebesar 3,7% yoy. Pada 2020, IMF
memproyeksikan ekonomi dunia tumbuh
membaik sebesar 3,6% yoy. Sementara itu,
World Bank memprakirakan ekonomi dunia
(PDB PPP) pada 2019 dan 2020 tumbuh pada
level yang sama dengan proyeksi IMF, yaitu
masing-masing sebesar 3,5% dan 3,6%.
Kondisi perekonomian dunia ke depan
masih akan dibayangi sejumlah risiko. Potensi
risiko antara lain berasal dari berlanjutnya
tensi perdagangan global antara AS dengan
negara utama dunia, pelemahan ekonomi
negara maju dan Tiongkok, ketidakpastian di
pasar keuangan global, dan faktor geopolitik.
Selain itu, beberapa faktor fundamental masih
perlu diwaspadai karena dapat memengaruhi
kondisi perekonomian global ke depan,
terutama terkait faktor produktivitas yang
melambat dan jumlah penduduk usia lanjut
yang meningkat (aging population).
A. Perkembangan Ekonomi Global
Kinerja Ekonomi Global
Perekonomian dunia pada TW4-18
kembali tumbuh melambat, melanjutkan
tren perlambatan yang berlangsung sejak
triwulan terakhir 2017. Aktivitas ekonomi
1 World Economic Outlook – IMF Januari 2019.
penurunan inflasi di beberapa negara
emerging seperti Tiongkok dan India.
Volatilitas di pasar saham global
meningkat sejalan dengan pelemahan
aktivitas ekonomi dunia, kenaikan Federal
Fund Rate (FFR) pada TW4-18, dan
ketidakpastian negosiasi perdagangan AS-
Tiongkok. Kinerja pasar saham global, baik
di negara maju maupun negara berkembang,
terkoreksi cukup signifikan pada TW4-18.
Tekanan pada pasar saham memicu investor
mengalihkan aset ke safe heaven aset,
terutama pasar obligasi. Sejalan dengan
itu, kinerja pasar obligasi global mengalami
perbaikan terindikasi dari penurunan yield
obligasi, baik di pasar obligasi negara maju
maupun negara berkembang.
Respons kebijakan yang ditempuh
oleh bank sentral cenderung mixed. The Fed
menempuh kebijakan moneter ketat untuk
merespons pertumbuhan ekonomi yang
semakin kuat dan perbaikan pada sektor
tenaga kerja. ECB dan BOJ mempertahankan
kebijakan akomodatif untuk mendukung
aktivitas ekonomi, dan memberikan sinyal
akan mempertahankan tingkat suku bunga
rendah dalam jangka waktu tertentu.
Sementara itu, respons kebijakan bank sentral
negara berkembang juga beragam. People’s
Bank of China (PBC) mempertahankan suku
bunga kebijakan dan menurunkan Giro Wajib
Minimum (GWM), sedangkan Reserve Bank
of India (RBI) menempuh kebijakan bias ketat
di tengah meredanya laju kenaikan inflasi.
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
7
penghujung tahun relatif tidak berdampak
signifikan terhadap perekonomian AS pada
TW4-18.
Berbeda dengan kinerja ekonomi
AS, aktivitas ekonomi beberapa negara
utama dunia, antara lain Kawasan Euro,
Inggris, dan Tiongkok, justru melemah.
PDB Kawasan Euro kembali termoderasi
cukup dalam menjadi 1,2% yoy pada TW4-18
(dari 1,6% pada TW3-18), merupakan level
terendah dalam lima tahun terakhir. Aktivitas
konsumsi, investasi, dan perdagangan di
Kawasan Euro melemah sejalan dengan
pemburukan sentimen akibat aksi demontrasi
yang memicu kerusuhan di Perancis,
terganggunya produksi sektor otomotif
Kawasan Euro, ketidakpastian negosiasi
Brexit, serta ketegangan perdagangan
diantara negara-negara utama dunia.
Perlambatan aktivitas ekonomi terjadi pada
mayoritas negara utama di Kawasan Euro,
yaitu Jerman, Perancis, dan Italia, sedangkan
kinerja ekonomi Spanyol relatif masih stabil.
Sementara itu, PDB Inggris juga tumbuh
melambat menjadi 1,3% yoy, dari 1,6%
pada TW3-18. Pemulihan ekonomi Inggris
juga tertahan terimbas oleh ketidakpastian
negosiasi dan politik Brexit serta pelemahan
permintaan dunia –sehingga menyebabkan
investasi dan net ekspor terkontraksi.
Kinerja ekonomi Tiongkok kembali
termoderasi seiring pelemahan konsumsi,
investasi, dan ekspor. PDB Tiongkok tumbuh
melambat menjadi 6,4% yoy, dari 6,5% pada
TW3-18. Kinerja konsumsi melambat terimbas
oleh penyaluran kredit yang tertahan akibat
global pada TW4-18 menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya terutama disebabkan
oleh pelemahan aktivitas konsumsi dan kinerja
ekspor negara utama di dunia. Aktivitas
konsumsi dan kinerja ekspor melemah dipicu
oleh ketegangan perdagangan dunia terutama
antara AS dengan Tiongkok –yang berdampak
pada makin melambatnya perdagangan
dunia– dan penurunan wealth effect –akibat
pelemahan kinerja pasar saham. Kinerja
investasi juga cenderung melambat, kecuali
di AS dan Jepang, sejalan dengan pelemahan
sentimen bisnis akibat perlambatan ekonomi
global dan isu geopolitik. Secara keseluruhan,
ekonomi dunia 2018 tumbuh 3,7% yoy2,
menurun dibandingkan capaian 2017 sebesar
3,8% yoy.
Perbedaan arah pertumbuhan
ekonomi negara-negara di dunia
berlanjut pada TW4-18. Divergensi
pertumbuhan ekonomi dunia pada TW4-18
bahkan semakin lebar seiring kinerja ekonomi
AS yang kembali membaik. GDP AS pada
TW4-18 tumbuh 3,1% yoy –pencapaian
pertumbuhan tertinggi sejak TW1-15–
membaik dari level sebelumnya sebesar
3% (TW3-18). Perbaikan kinerja ekonomi
AS terutama ditopang oleh implementasi
kebijakan fiskal yang lebih ekspansif berupa
peningkatan pengeluaran pemerintah dan
pemangkasan pajak, serta perbaikan pada
sektor tenaga kerja –antara lain tercemin
dari kenaikan tingkat upah. Sementara itu,
dampak partial government shutdown di
2 World Economic Outlook – IMF Januari 2019.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2019
8
ASEAN-5 yang tumbuh cukup kuat, kecuali
Singapura. Pertumbuhan negara-negara
ASEAN-5 secara umum ditopang oleh solidnya
aktivitas konsumsi sejalan dengan tren harga
yang menurun. Meskipun demikian, net
ekspor di beberapa negara seperti Filipina dan
Thailand masih berkontribusi negatif terimbas
oleh konflik perdagangan AS dan Tiongkok.
Sementara itu, laju pertumbuhan ekonomi
Vietnam kembali meningkat menjadi 7,3%
yoy, dari 6,9% pada TW3-18, didukung
oleh solidnya kinerja sektor jasa, serta sektor
industri dan konstruksi.
Sumber: Bloomber
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42014 2015 2016 2017 2018
% yoy % yoyAS Kawasan Euro Inggris Jepang, rhs
3,1
1,2
1,30,3
Grafik 1.1 Pertumbuhan PDB Negara Maju
Sumber: Bloomber
6,4
6,6
4,7
3,7
-1
0
1
2
3
4
5
6
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42014 2015 2016 2017 2018
% yoy % yoy Tiongkok India Malaysia Thailand, rhs
Grafik 1.2 Pertumbuhan PDB Negara
Emerging
aturan yang lebih ketat, wealth effect yang
menurun karena pelemahan kinerja pasar
saham, dan sentimen negatif tensi perdagangan
global. Investasi juga melambat sejalan dengan
penurunan sentimen bisnis antara lain akibat
concerns terhadap pelemahan permintaan
global. Net ekspor masih positif seiring moderasi
ekspor yang lebih rendah dibandingkan impor.
Sementara itu, pertumbuhan PDB Jepang
meningkat tipis, namun relatif masih lemah.
Setelah tumbuh rendah karena terdampak
bencana alam, ekonomi Jepang tumbuh
0,3% yoy, sedikit membaik dari 0,1% (TW3-
18). Pertumbuhan ekonomi Jepang didorong
oleh ekspansi fiskal antara lain untuk proyek
pembangunan pascabencana dan akselerasi
investasi swasta untuk meningkatkan kapasitas
produksi serta mengatasi keterbatasan
tenaga kerja. Konsumsi tumbuh melambat
sejalan dengan pertumbuhan pendapat riil
rumah tangga yang masih lemah, sedangkan
net ekspor terkontraksi lebih dalam akibat
permintaan global yang menurun dan tensi
perdagangan dunia.
Aktivitas ekonomi di beberapa
negara emerging lainnya menunjukkan
kinerja yang mixed. Ekonomi India TW4-
18 tumbuh melambat menjadi 6,6% yoy
(dari 7,0% pada TW3-18). Konsumsi swasta
melambat antara lain akibat daya beli
masyarakat rural yang menurun, sementara
daya dorong fiskal termoderasi karena
Pemerintah India melakukan penghematan
belanja pemerintah, terutama belanja modal.
Sementara itu, perkembangan yang berbeda
ditunjukkan oleh ekonomi negara-negara
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
9
Kegiatan konsumsi di Singapura terkontraksi
seiring dengan melemahnya sentimen
konsumsi terdampak oleh ketidakpastian dan
pelemahan ekonomi global, serta menurunnya
penjualan kendaraan bermotor pada akhir
TW4-18 akibat berakhirnya tax rebate bagi
kendaraan yang memenuhi ketentuan
Vehicular Emmision Scheme (VES). Sementara
itu, konsumsi di India cenderung meningkat
tipis karena kontraksi aktivitas konsumsi pada
Desember 2018 terkompensasi oleh lonjakan
konsumsi pada awal TW4-18.
Sumber: Bloomber
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
-0,2
0,8
1,8
2,8
3,8
4,8
5,8
6,8
7,8
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
May Ju
lSe
pN
ov
2014 2015 2016 2017 2018
% yoy % yoy
AS Kawasan Euro Inggris Jepang, rhs
Grafik 1.3 Penjualan Ritel Negara Maju
Sumber: Bloomber
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
8,0
8,5
9,0
9,5
10,0
10,5
11,0
11,5
12,0
12,5
13,0
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
2014 2015 2016 2017 2018
% yoy% yoy Tiongkok India, rhs
Grafik 1.4 Penjualan Ritel Negara
Emerging
Aktivitas konsumsi global
melemah, terutama dipicu oleh kinerja
konsumsi di negara maju yang semakin
melambat. Kegiatan konsumsi di AS
melambat cukup signifikan terutama terjadi
pada Desember 2018. Perlambatan aktivitas
konsumsi tersebut dipengaruhi antara
lain oleh penurunan kesejahteraan sekitar
800.000 pegawai federal dan tertundanya
pembayaran pemerintah federal kepada
sebagian besar kontraktor –akibat partial
government shutdown. Tren perlambatan
konsumsi juga terjadi di Inggris akibat
ketidakpastian negosiasi brexit dan
kekhawatiran terhadap prospek ekonomi ke
depan. Sementara itu, aktivitas konsumsi di
Kawasan Euro pada TW4-18 relatif membaik,
meskipun secara level masih lebih rendah
dibandingkan paruh pertama 2018.
Kegiatan konsumsi di sebagian
besar negara emerging cenderung
melemah, dan bahkan mengalami
kontraksi di beberapa negara emerging.
Kegiatan konsumsi di Tiongkok melambat
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang
menurun, melemahnya wealth effect akibat
kinerja pasar saham yang menurun, dan
makin terbatasnya sumber pembiayaan kredit
sebagai dampak kebijakan deleveraging.
Aktivitas konsumsi di beberapa negara
emerging lainnya bahkan mengalami
kontraksi, seperti di Turki dan Singapura.
Aktivitas konsumsi di Turki terkontraksi
cukup tajam sejalan dengan penurunan
domestik demand akibat memburuknya
kinerja ekonomi dan suku bunga yang tinggi.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2019
10
kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR).
Sementara itu, kegiatan produksi di Jepang
membaik pasca mengalami kontraksi pada
TW3-18 akibat bencana alam. Peningkatan
aktivitas produksi di Jepang ditopang
oleh peningkatan permintaan domestik,
baik konsumsi maupun investasi. Aktivitas
produksi di Tiongkok melemah tipis sejalan
dengan pelemahan demand eksternal dan
domestik, sedangkan kegiatan produksi di
India melambat sejalan dengan pelemahan
konsumsi akibat kondisi finansial domestik
yang ketat, dan pelemahan permintaan
eksternal.
Ekspansi kegiatan bisnis melambat
terutama didorong oleh perlambatan
di negara maju. PMI manufaktur AS dan
Kawasan Euro mengalami penurunan
terbesar diantara negara maju lainnya. PMI
manufaktur AS melemah sejalan dengan
perlambatan ekonomi dunia, ketidakpastian
negosiasi perdagangan AS – Tiongkok,
dan partial government shutdown. PMI
manufaktur Kawasan Euro menurun dipicu
oleh hambatan produksi sektor otomotif,
pelemahan demand global maupun domestik,
serta ketidakpastian negosiasi Brexit. PMI
manufaktur Inggris juga melemah sejalan
dengan dengan ketidakpastian negosiasi
Brexit dan pelemahan demand domestik serta
global. Di negara berkembang, pelemahan
PMI manufaktur terjadi di Tiongkok yang
disebabkan oleh pelemahan kinerja ekonomi
domestik dan ketidakpastian penyelesaian
negosiasi perdagangan dengan AS.
Sumber: Bloomber
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
May Ju
lSe
pN
ov
2014 2015 2016 2017 2018
% yoy AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Grafik 1.5 Produksi Industri Negara Maju
Sumber: Bloomber
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0
9,5
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
2014 2015 2016 2017 2018
% yoy % yoy Tiongkok India, rhs
Grafik 1.6 Produksi Industri Negara
Berkembang
Aktivitas produksi global
termoderasi dipicu oleh pelemahan di
beberapa negara utama dunia. Kegiatan
produksi di Kawasan Euro dan Inggris pada
akhir TW4-18 terkontraksi terutama akibat
perlambatan permintaan global dan domestik,
serta gangguan produksi akibat ketentuan uji
emisi baru. Aktivitas produksi di AS melambat
sejalan dengan melemahnya permintaan
eksternal akibat konflik perdagangan dengan
Tiongkok, dan perlambatan domestic demand
seiring melambatnya aktivitas konsumsi, serta
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
11
USD250 miliar, serta balasan kenaikan
tarif oleh Tiongkok atas produk AS sebesar
USD110 miliar. Ketegangan diantara dua
negara mereda setelah tercapai kesepakatan
pada akhir TW4-18 untuk menghindari
aksi lanjutan menaikkan tarif dalam kurun
waktu 90 hari. Sementara itu, perlambatan
kinerja ekspor juga dialami oleh Jepang
terimbas penurunan demand dari Tiongkok,
sedangkan ekspor Kawasan Euro melambat
akibat pelemahan permintaan global dan
gangguan produksi khususnya di sektor
otomotif. Perlambatan kinerja ekspor juga
terjadi di negara berkembang lainnya, antara
lain India. Ekspor India melambat sejalan
dengan pelemahan permintaan dunia dan
akibat penghapusan fasilitas GSP oleh AS.
Sumber: Sumber: Central Planning Bureau, World Trade Monitor, diolah
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
2013
Q1 Q2Q3Q4 Q1 Q2Q3Q4Q1 Q2Q3Q4 Q1 Q2Q3Q4Q1 Q2Q3Q4 Q1 Q2Q3Q42017201620152014 2018
%yoy MTV Imports MTV Export MTV
Grafik 1.9 Volume Perdagangan Dunia
Permintaan global yang melambat
dan perbaikan pasokan (supply)
berdampak pada penurunan harga
komoditas. Rerata harga minyak pada TW4-
18 turun tajam meskipun sempat melonjak
tinggi di awal Oktober 2018. Penurunan harga
minyak didorong oleh meningkatnya pasokan
seiring bertambahnya produksi minyak di AS
Sumber: Bloomber
45,0
47,0
49,0
51,0
53,0
55,0
57,0
59,0
61,0
63,0
Apr
Jun
Agu Okt
Des
Feb
Apr
Jun
Agu Okt
Des
Feb
Apr
Jun
Aug Okt
Des
2016 2017 2018
Indeks AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Grafik 1.7 PMI Manufacturing
Negara Maju
Sumber: Bloomber
45,0
47,0
49,0
51,0
53,0
55,0
57,0
Apr Jun AguOkt Des Feb Apr Jun AguOkt Des Feb Apr Jun AugOkt Des
2016 2017 2018
Indeks Tiongkok India
Grafik 1.8 PMI Manufacturing
Negara Emerging
Perdagangan dunia menurun
signifikan terimbas perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia. Rerata
realisasi world trade volume (WTV) pada TW4-
18 melambat menjadi 1,4% yoy, lebih rendah
dibandingkan rerata TW3-18 sebesar 3,7%
yoy. Ekspor Tiongkok dan AS melambat cukup
signifikan sejalan dengan meredanya front
loading ekspor –sebagai langkah antisipatif
terhadap rencana kenaikan tarif oleh masing-
masing negara– dan pemberlakuan tarif
impor oleh AS atas produk Tiongkok senilai
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2019
12
Sumber: Bloomber
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
May Ju
lSe
pN
ov
2014 2015 2016 2017 2018
% yoy AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Grafik 1.12 Inflasi Headline Negara Maju
Sumber: Bloomber
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
2014 2015 2016 2017 2018
% yoy
% yoy Tiongkok India, rhs
Grafik 1.13 Inflasi Headline Negara
Emerging
Inflasi global pada TW4-18 menurun
dipicu oleh pelemahan harga energi dan
makanan. Penurunan inflasi dialami oleh
seluruh kelompok negara maju, sedangkan
inflasi negara berkembang bergerak variatif
dengan kecenderungan menurun. Inflasi AS
menurun dipicu oleh pelemahan konsumsi
dan harga energi. Sejalan dengan itu, PCE
Core sedikit melemah di bawah target 2%.
Laju kenaikan inflasi headline di negara maju
lainnya seperti Kawasan Euro, Inggris, dan
Jepang, juga turun terutama karena penurunan
dan pelonggaran sanksi AS terhadap Iran.
Harga logam juga melemah, terutama harga
nikel dan timbal. Harga nikel tertekan cukup
dalam sejalan dengan bertambahnya pasokan
yang dipicu oleh perbaikan kapasitas produksi
dari negara-negara penghasil nikel, termasuk
Indonesia. Harga timbal juga melemah
seiring turunnya permintaan dari produsen
baterai. Sementara itu, pelemahan harga
yang cukup tajam dialami oleh minyak sawit
sejalan dengan melemahnya permintaan dari
Tiongkok dan India.
Sumber: Bloomber
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
May Ju
lSe
pN
ov
2014 2015 2016 2017 2018
% yoy AS Kawasan Euro Inggris Jepang
Grafik 1.10 Ekspor (Nominal) Negara Maju
Sumber: Bloomber
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
2014 2015 2016 2017 2018
% yoy
Tiongkok India
Grafik 1.11 Ekspor (Nominal)
Negara Emerging
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
13
Bank sentral negara maju lainnya,
seperti ECB dan BOJ, menempuh
kebijakan yang berbeda dengan the Fed.
ECB mempertahankan kebijakan akomodatif
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,
sementara BOJ mempertahankan kebijakan
akomodatif di tengah pencapaian inflasi
yang masih jauh dari sasaran. Lebih jauh,
ECB meneruskan kebijakan nonkonvensional
Asset Purchase Program (APP), walaupun
dengan nominal pembelian yang berkurang
pada Oktober 2018 dan berakhir pada
Desember 2018. ECB juga memberikan
sinyal akan mempertahankan tingkat suku
bunga rendah sampai dengan setelah
musim panas 2019 dan menginvestasikan
kembali aset yang diperoleh dari program
APP guna menjaga tingkat borrowing cost
dan kecukupan likuiditas. Sementara itu,
BOJ mempertahankan perpaduan kebijakan
Qualitative and Quantitative Easing dan yield
curve control. BOJ juga memberikan sinyal
bahwa suku bunga jangka pendek dan jangka
panjang yang rendah akan dipertahankan
dalam jangka waktu yang relatif panjang
guna mendukung pencapaian target inflasi.
Respons kebijakan yang ditempuh
oleh bank sentral negara berkembang
relatif beragam. Di tengah permintaan
domestik yang melambat, the People’s
Bank of China (PBC) berupaya mendorong
pertumbuhan dan menjaga kecukupan
likuiditas. PBC mempertahankan suku bunga
7DRR sebesar 2,55%, dan menurunkan Giro
Wajib Minimum (GWM) –untuk menambah
likuiditas perbankan serta mendorong
harga energi. Pelemahan laju kenaikan inflasi
headline juga dialami oleh negara berkembang
seperti Tiongkok dan India. Inflasi headline di
Tiongkok turun seiring pelemahan harga energi
dan perlambatan konsumsi, sementara inflasi
headline di India melemah dipicu penurunan
harga bahan bakar dan deflasi harga makanan
–seiring bertambahnya pasokan.
B. Respons Kebijakan dan Outlook
B.1. Respons Kebijakan
Perbedaan arah dan kondisi
ekonomi masing-masing negara
menyebabkan respons kebijakan yang
ditempuh oleh bank sentral cenderung
mixed. The Fed menempuh kebijakan
moneter ketat untuk merespons perbaikan
pertumbuhan ekonomi dan sektor tenaga
kerja. The Fed menaikkan FFR sebesar 25
bps menjadi 2,25%-2,50% pada FOMC
Desember 2018, dan meneruskan kebijakan
pengurangan reinvestasi aset US treasury
note serta mortgage-backed securities
masing-masing sebesar USD30 miliar dan
USD20 miliar. The Fed juga memberikan
sinyal akan lebih sabar (patient) dalam
menempuh langkah pengetatan kebijakan
moneter, dan menekankan bahwa estimasi
outlook dan formulasi kebijakan ke depan
akan menggunakan pendekatan yang lebih
fleksibel serta data dependence. Sementara
itu, di sisi fiskal, Pemerintah AS juga
melanjutkan kebijakan fiskal ekspansif untuk
mendorong pertumbuhan.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2019
14
Capital Buffer (CCB) sebesar 0% dan Rasio
Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada
target kisaran 80%-92%.
Sumber: Bloomber
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
Mar
Jun
Sep
Des
2014 2015 2016 2017 2018
% AS Kawasan Euro Inggris Jepang Canada
Grafik 1.14 Suku Bunga Kebijakan
Negara Maju
Sumber: Bloomber
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
Mei Jul
Sep
Nov Jan
Mar
May Ju
lSe
pN
ov
2014 2015 2016 2017 2018
% % Tiongkok India Indonesia Brazil, rhs
Grafik 1.15 Suku Bunga Kebijakan
Negara Berkembang
B.2. Outlook Ekonomi Global
Perekonomian global pada
2019 diprakirakan melandai seiring
perlambatan aktivitas ekonomi yang
diprediksi masih berlanjut terutama
pada paruh pertama 2019. Perlambatan
penyaluran kredit kepada UKM serta
perusahaan swasta. Reserve Bank of India
(RBI) menempuh kebijakan bias ketat di
tengah meredanya laju kenaikan inflasi. RBI
mempertahankan suku bunga repo rate pada
level 6,5%, namun mengubah stance dari
neutral menjadi calibrated tightening. Selain
itu, RBI juga berupaya menjaga kecukupan
likuiditas dan mendorong penyaluran kredit
perbankan ke sektor riil melalui penurunan
statutory liquidity ratio (SLR) bank sebesar
0,25% per triwulan mulai Januari 2019
hingga mencapai rasio 18%. Sementara
itu, Bank Indonesia menempuh bauran
kebijakan yang pre-emptive dan ahead of
the curve untuk memperkuat ketahanan
eksternal dan menjaga stabilitas
perekonomian Indonesia. Bank Indonesia
menaikkan suku bunga 7-Days Reverse
Repo Rate (7DRR) sebesar 25 bps menjadi
6,00% pada November 2018. Keputusan
tersebut ditempuh untuk mendukung upaya
menurunkan defisit transaksi berjalan ke
batas yang aman, dan menjaga agar aset
keuangan domestik tetap menarik dengan
mengantisipasi kenaikan suku bunga global.
Bank Indonesia juga berupaya menjaga
likuiditas perbankan dengan meningkatkan
fleksibilitas dan distribusi likuiditas perbankan
melalui kenaikan porsi pemenuhan GWM
Rupiah Rerata (konvensional dan syariah) dan
rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial/
PLM (konvensional dan syariah) yang dapat
direpokan ke Bank Indonesia. Di area
makroprudensial, Bank Indonesia tetap
mempertahankan rasio Countercyclical
Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Global
15
permintaan eksternal yang diprakirakan masih
lemah akibat ketidakpastian perdagangan
global, dan gangguan produksi pada sektor
otomotif yang diperkirakan berlanjut pada
paruh pertama 2019.
Ekonomi negara berkembang
diprakirakan melambat, meskipun
tertolong oleh pertumbuhan ekonomi
India yang cukup tinggi. Perekonomian
negara berkembang melemah sejalan
dengan perlambatan ekonomi Tiongkok.
Perekonomian Tiongkok pada 2019
diperkirakan tumbuh 6,2% yoy, lebih rendah
dari pencapaian 2018 sebesar 6,6% yoy.
Moderasi ekonomi Tiongkok tersebut dipicu
oleh dampak ketegangan perdagangan
dengan AS, serta berlanjutnya proses
rebalancing dan deleveraging. Sementara
itu, pertumbuhan ekonomi India pada 2019
diperkirakan mencapai 7,5% yoy, meningkat
dibandingkan 2018 sebesar 7,3%. Ekonomi
India diproyeksikan kembali tumbuh
meningkat pada 2020, yaitu mencapai 7,7%
yoy. Akselerasi ekonomi India yang semakin
meningkat antara lain dipicu oleh berlanjutnya
reformasi struktural, peningkatan investasi
yang didorong oleh perbaikan ease of doing
business, dan potensi dorongan dari kebijakan
moneter yang akomodatif.
Kondisi perekonomian global ke
depan masih akan dibayangi sejumlah
risiko. Potensi risiko antara lain berasal
dari berlanjutnya tensi perdagangan global,
pelemahan ekonomi negara maju dan
Tiongkok, serta ketidakpastian di pasar
keuangan global. Tensi perdagangan antara
aktivitas ekonomi yang diprediksi berlanjut
pada 2019 mendorong beberapa lembaga
internasional melakukan penyesuaian ke
bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global
pada 2019 dan 2020. IMF memprakirakan
pertumbuhan PDB dunia pada 2019 sebesar
3,5% yoy3, lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan ekonomi pada 2018 sebesar
3,7% yoy. Perekonomian dunia pada 2020
diproyeksikan oleh IMF tumbuh membaik
sebesar 3,6% yoy. Sementara itu, World
Bank juga memprakirakan ekonomi dunia
(PDB PPP) pada 2019 dan 2020 tumbuh pada
level yang sama dengan proyeksi IMF, yaitu
masing-masing sebesar 3,5% yoy dan 3,6%
yoy.
Perekonomian dunia yang
melambat terutama disebabkan oleh
perlambatan ekonomi di negara maju,
antara lain AS dan Kawasan Euro.
IMF memproyeksikan ekonomi AS pada
2019 tumbuh 2,5% yoy4, lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada
2018 sebesar 2,9%. Perlambatan ekonomi
AS tersebut dipengaruhi meredanya dampak
stimulus fiskal akibat kemampuan spending
Pemerintah AS yang semakin terbatas,
dan potensi berlanjutnya ketegangan
perdagangan dengan negara mitra utama
AS. Ekonomi Kawasan Euro 2019 diprediksi
tumbuh sebesar 1,6% yoy, melambat
dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada
2018 sebesar 1,8% yoy. Perekonomian
Kawasan Euro termoderasi seiring dengan
3 World Economic Outlook – IMF Januari 2019. 4 World Economic Outlook – IMF Januari 2019.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi I 2019
16
Realisasi
2017 2018 2019 2020 2018 2019 2020 2018 2019 2020 2018 2019 2020 2018 2019 2020 2018 2019 2020Dunia 3,7 3,7 3,5 3,6 0,0 -0,2 -0,1 3,0 2,9 2,8 -0,1 -0,1 -0,1 - - - - - -AEs 2,4 2,3 2,0 1,7 -0,1 -0,1 0,0 2,2 2,0 1,6 0,0 0,0 -0,1 - - - - - -Dunia (PDB PPP) - - - - - - - 3,6 3,5 3,6 -0,2 -0,3 -0,1 - - - - - -Amerika Serikat 2,2 2,9 2,5 1,8 0,0 0,0 0,0 2,9 2,5 1,7 0,2 0,0 -0,3 2,9 2,5 1,9 0,0 0,0 0,1Kawasan Euro 2,5 1,8 1,6 1,7 -0,2 -0,3 0,0 1,9 1,6 1,5 -0,2 -0,1 0,0 1,8 1,3 1,4 -0,1 -0,2 0,0 Jerman 2,5 1,5 1,3 1,6 -0,4 -0,6 0,0 - - - - - - 1,4 1,2 1,5 -0,1 -0,2 -0,1 Perancis 2,3 1,5 1,5 1,6 -0,1 -0,1 0,0 - - - - - - 1,5 1,3 1,4 0,0 -0,2 0,0 Italia 1,5 1,0 0,6 0,9 -0,2 -0,4 0,0 - - - - - - 1,0 0,3 0,7 0,1 -0,2 0,0 Spanyol 3,1 2,5 2,2 1,9 -0,2 0,0 0,0 - - - - - - 2,5 2,2 1,9 0,0 0,0 0,0Inggris 1,7 1,4 1,5 1,6 0,0 0,0 0,1 1,3 1,4 1,7 -0,1 -0,1 0,0 1,4 1,4 1,5 0,0 -0,1 -0,1Jepang 1,7 0,9 1,1 0,5 -0,2 0,2 0,2 0,8 0,9 0,7 -0,2 0,1 0,2 0,7 0,9 0,4 -0,1 -0,1 0,0EMEs 4,7 4,6 4,5 4,9 -0,1 -0,2 0,0 4,2 4,2 4,5 -0,3 -0,5 -0,2 - - - - - -Brazil 1,0 1,3 2,5 2,2 -0,1 0,1 -0,1 1,2 2,2 2,4 -1,2 -0,3 0,0 1,3 2,4 2,7 0,0 0,0 0,1Russia 1,5 1,7 1,6 1,7 0,0 -0,2 -0,1 1,6 1,5 1,8 0,1 -0,3 0,0 2,3 1,5 1,8 0,6 0,0 0,0Tiongkok 6,9 6,6 6,2 6,2 0,0 0,0 0,0 6,5 6,2 6,2 0,0 -0,1 0,0 6,6 6,2 6,1 0,0 0,0 0,0India* 6,7 7,3 7,5 7,7 0,0 0,1 0,0 7,3 7,5 7,5 0,0 0,0 0,0 7,3 7,3 - 0,0 0,0 -Indonesia 5,1 - - - - - - 5,2 5,2 5,3 0,0 -0,1 -0,1 5,2 5,1 5,1 0,0 0,0 0,0Malaysia 5,9 - - - - - - 4,7 4,7 4,6 -0,7 -0,4 -0,2 4,7 4,5 4,5 0,0 0,0 0,0Filipina 6,6 - - - - - - 6,4 6,5 6,6 -0,3 -0,2 -0,1 6,2 6,2 6,1 -0,1 0,0 0,0Singapura 3,6 - - - - - - - - - - - - 3,3 2,5 2,4 0,0 -0,1 0,0Thailand 3,8 - - - - - - 4,1 3,8 3,9 0,0 0,0 0,1 4,2 3,7 3,6 0,0 0,0 0,0Vietnam 6,6 - - - - - - 6,8 6,6 6,5 0,0 0,0 0,0 7,1 6,6 6,3 0,1 0,0 0,0Sumber: IMF-WEO Januari 2019, World Bank-Global Economic Prospects Januari 2019, Consensus Forecast Februari 2019
Consensus Forecast Februari 2019
Perubahan dari CF Januari 2019
% yoyWorld Bank
GEP Jan 2019Perubahan dari GEP Juni 2018
IMF WEO Jan 2019
Perubahan dari WEO Okt 2018
wilayah di Laut China Selatan, serta beberapa
isu spesifik di berbagai negara. Sementara
itu, beberapa faktor fundamental, seperti
produktivitas yang menurun dan aging
population, berpotensi memengaruhi
perekonomian global ke depan.
AS dengan negara maju lainnya berpotensi
meningkat sejalan dengan berlanjutnya upaya
AS untuk mengurangi trade deficit dengan
negara utama di dunia. Sejumlah faktor
geopolitik juga akan menjadi tantangan
diantaranya ketidakpastian negosiasi Brexit
dan politik Eropa, persaingan memperebutkan
Tabel 1.1 Outlook Ekonomi Global