30
TEORI HUKUM ABAD KE-6 M (ZAMAN KLASIK) 1. Teori Socrates (470 SM - 399 SM) Menurut Socrates, sesuai dengan hakikat manusia bahwa hukum merupakan tatanan kebajikan dan keadilan bagi umum. Hukum bukanlah aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu untuk kuat, bukan pula aturan untuk memenuhi naluri hedonisme diri. Hukum sejatinya, adalah tatanan obyektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum tadi. Yang itu merupakan filsafat dari kebijaksanaan Socrates. 1 HUKUM TATANAN KEBAJIKAN KEBAJIKAN TUJUAN KEADILAN UMUM EUDAIMONIA (KEBAHAGIAAN) FILSAFAT KEBIJAKSANAAN SOCRATES

Perkembangan teori hukum revisi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perkembangan teori hukum revisi

TEORI HUKUM ABAD KE-6 M (ZAMAN KLASIK)

1. Teori Socrates (470 SM - 399 SM)

Menurut Socrates, sesuai dengan hakikat manusia bahwa hukum

merupakan tatanan kebajikan dan keadilan bagi umum. Hukum bukanlah

aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu untuk kuat, bukan pula aturan

untuk memenuhi naluri hedonisme diri. Hukum sejatinya, adalah tatanan

obyektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum tadi. Yang itu

merupakan filsafat dari kebijaksanaan Socrates.

1

HUKUM TATANAN KEBAJIKAN

KEBAJIKAN

TUJUAN

KEADILAN UMUM

EUDAIMONIA (KEBAHAGIAAN)

FILSAFAT KEBIJAKSANAAN SOCRATES

Page 2: Perkembangan teori hukum revisi

2. Teori Plato (427 SM - 347 SM)

Pengungkapan kebaikan hanya diterima oleh kaum aristokrat (para

filsuf). Sebab mereka adalah orang-orang bijaksana. Maka di bawah

pemerintahannya, dimungkinkan adanya partisipasi semua orang dalam

gagasan keadilan. Keadilan bisa tercipta tanpa hukum. Karena yang menjadi

penguasa adalah kaum cerdik pandai, kaum arif bijaksana yang pasti

mewujudkan theoria (pengetahuan dan pengertian terbaiknya) dalam

tindakan.

Sebagai pelaksanaan hukum yang dipegang oleh kaum Aristokrat

(filsuf), Plato merumuskan standarisasi sebagai berikut:

a. Hukum untuk menangani fenomena di dunia yang penuh dengan

ketidakadilan.

b. Aturan hukum dihimpun dalam kitab, agar tidak muncul kekacauan

hukum.

c. Setiap UU harus didahului preambule tentang motif dan tujuan dari

UU itu.

2

HUKUM KEBIJAKSANAAN ARISTOKRAT (FILSUF)

KEADILAN

HUKUM

RESOLUSI KETIDAKADILAN

KODIFIKASI HUKUM

MOTIF DAN TUJUAN UU

PETUNJUK MANUSIA

SANKSI BAGI PELANGGAR

UU

Page 3: Perkembangan teori hukum revisi

HUKUM KEBENARAN

AKAL MORAL

d. Membimbing manusia ke arah hidup yang saleh dan sempurna.

e. Orang yang melanggar UU harus dihukum, yang bertujuan

memperbaiki sikap moral pelaku.

3. Teori Aristoteles (384 SM – 322 SM)

Inti manusia moral yang rasional menurut Aristoteles adalah

memandang kebenaran (theoria, kontemplasi) sebagai keutamaan hidup

(summum bonum). Hal ini manusia dipandu dua peran, yaitu akal dan moral.

Akal (ratio, nalar) memandu pada pengenalan hal yang benar dan yang salah

secara nalar murni. Sedang moral memandu manusia untuk memilih jalan

tengah antara dua ekstrim yang berlawanan, termasuk dalam menentukan

keadilan (sikap moderat).

Dasar teori Aristoteles menempatkan “perasaan sosial etis” dalam ranah

keadilan yang bertumpu kepada tiga prinsip keadilan umum, yaitu honeste

vivere, alterum non laedere, sum quique tribuere (hidup secara terhormat,

tidak mengganggu orang lain dan memberi kepada tiap orang bagiannya).

3

KEADILAN

HIDUP SECARA TERHORMAT

(HONESTE VIVERE)

TIDAK MENGGANGGU ORANG LAIN

(ALTERUM NON LAEDERE)

MEMBERI KEPADA TIAP ORANG

BAGIANNYA (SUM QUIQUE TRIBUERE)

Page 4: Perkembangan teori hukum revisi

Prinsip ini patokan dari apa yang benar, baik dan tepat dalam hidup sehingga

mengikat semua orang, baik masyarakat maupun penguasa.

4. Teori Epicurus (341 SM - 270 SM)

Terputusnya hubungan individu manusia dengan negara, sehingga

individu tidak lagi mengabdi pada komunitas, termasuk negara. Sehingga

afiliasi apapun (negara) ialah kepentingan-kepentingan perorangan. Karena

sifat dasar manusia adalah individualistis. Jadi, hukum (aturan publik)

dipandang sebagai tatanan untuk melindungi kepentingan-kepentingan

perorangan. Termasuk didalamnya gagasan kontrak sosial, ditetapkannya UU

dan persetujuan diantara warga negara dan untuk menghindari munculnya

ketidakadilan. Yang kesemuanya itu bermuara kepada kepentingan individu-

individu, demi menciptakan ketertiban dan keamanan bagi mereka.

4

HUKUM KEPENTINGAN PERORANGAN

GAGASAN KONTRAK

SOSIAL

DITETAPKAN UU DAN PERSETUJUAN DIANTARA WARGA

NEGARA

MENGHINDARI MUNCULNYA

KETIDAKADILAN

WATAK DASAR MANUSIA:INDIVIDUALISTIS

Page 5: Perkembangan teori hukum revisi

TEORI HUKUM ABAD PERTENGAHAN (TAHUN 1200 M)

1. Teori Thomas Aquinas (1225 - 1274)

Tata hukum menurut Aquinas, harus dibangun dalam struktur yang

berpuncak kepada kehendak Tuhan. Maka konfigurasi tata hukum dimulai

dari: (1) lex aeterna atau hukum dan kehendak Tuhan, (2) lex naturalis atau

hukum alam, (3) lex divina atau hukum Tuhan dalam kitab suci, dan (4) lex

humane atau hukum buatan manusia yang sesuai dengan hukum alam.

Pengklasifikasiannya yaitu lex aeterna dan lex divina itu berasal dari wahyu

Tuhan sedangkan lex naturalis dan lex humane itu berasal dari akal manusia

(ciptaan rasional)

Jadi, bersumber pada lex naturalis, hukum dalam perundang-undangan

itu harus: rasional, ditujukan bagi kebaikan umum, dibuat oleh nalar semua

orang, dan perlu dipublikasikan kepada orang banyak.

5

TATA HUKUM

LEX AETERNA:HUKUM DAN

KEHENDAK TUHAN

LEX NATURALIS:HUKUM ALAM

LEX DIVINA:HUKUM TUHAN

DALAM KITAB SUCI

LEX HUMANE:HUKUM BUATAN

MANUSIA

IUS DIVINUM POSITIVUM

(HUKUM BERASAL

DARI WAHYU)

HUKUM MELALUI

KEGIATAN AKAL

Page 6: Perkembangan teori hukum revisi

TEORI HUKUM ABAD RENAISSANCE (ABAD 17 AKHIR, AWAL ABAD 18)

1. Teori Thomas Hobbes (1588 – 1679)

Hukum alam sebagai tatanan perilaku yang terdiri dari aturan-aturan

bijak. Maka hukum merupakan pilihan sadar manusia untuk mengamankan

hidup masing-masing terhadap serangan orang lain. Agar hukum itu berjalan

efektif, maka butuh “penegak yang kuat”, yaitu penguasa yang mempunyai

kekuasaan besar. Sehingga sebagai out put dari itu semua, akan menciptakan

masyarakat yang adil dan damai.

6

HUKUMBEKERJA EFEKTIF

PENGUASA YANG KUAT/MEMILIKI

KEKUASAAN YANG BESAR

HAKIM

HUKUM ALAM SEBAGAI

KEADILAN

TIDAK MENGEJAR KEKAYAAN

KEADAAN STABIL

SABAR, TEKUN, INGATAN KUAT , MENGGALI DAN

MENERAPKAN APA YANG IA DENGAR

DAN SAKSIKAN

TERCIPTANYA MASYARAKAT

YANG AMAN DAN DAMAI

HUKUM ALAM

Page 7: Perkembangan teori hukum revisi

2. Teori Hugo Grotius / Hugo de Groot (1583 - 1645)

Hukum asalnya dari kesadaran “manusia sosial” yang berbudi agar

sosialitas tetap terjaga. Maka hukum merupakan lampiran tambahan dalam

sosiabilitas manusia untuk menjamin agar prinsip-prinsip individual sosial

yang berbudi tetap tegak. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

a. Milik orang lain harus dihormati, jika kita pinjam dan membawa

keberuntungan, maka harus diberi imbalan.

b. Kesetiaan pada janji, kontrak harus dihormati.

7

HUKUM

HUKUM ALAM

KESADARAN MANUSIA YANG

BERSOSIALPRINSIP-PRINSIP

INDIVIDU SOSIAL

MILIK ORANG LAIN HARUS DIHORMATI

KESETIAAN PADA JANJI/

MENGHORMATI KONTRAK

ADA GANTI RUGI UNTUK TIAP

KERUGIAN YANG DIDERITA

HARUS ADA HUKUMAN SETIAP

ADA PELANGGARAN

RASIO MANUSIA

Page 8: Perkembangan teori hukum revisi

c. Harus ada ganti rugi untuk tiap Harus ada ganti rugi untuk tiap kerugian

yang diderita.

d. Harus ada hukuman untuk setiap pelanggaran.

3. Teori John Locke (1632 –1704)

Prinsip hukum alam dari John Locke yaitu kebebasan individu dan

keutamaan ratio. Hidup tertib apabila ada perdamaian dan dituntun oleh ratio.

Maka, adanya kekuasaan penguasa untuk melindungi hak-hak kodrat/dasar

manusia dari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam dari manapun.

Begitupula dengan hukum yang bertugas untuk melindungi hak-hak dasar

tersebut.

8

HUKUM

HUKUM ALAM

KEBEBASAN INDIVIDU

KEUTAMAAN RATIO

HAK-HAK DASAR

MANUSIA

Page 9: Perkembangan teori hukum revisi

4. Teori Immanuel Kant (1724 - 1804)

Prinsip imperatif kategoris Kant: (1) tiap manusia diperlakukan sesuai

dengan martabatnya, sebagai subyek bukan obyek; (2) orang harus bertindak

dengan dalil bahwa apa yang menjadi dasar tindakannya merupakan prinsip

semesta, yakni penghargaan manusia yang bebas dan otonom. Maka tatanan

hukum yang obyektif dan imperatif adalah bahwa hukum menjamin

9

HUKUM IMPERATIF KATEGORIS

TIAP MANUSIA DIPERLAKUKAN

SESUAI MARTABATNYA

MANUSIA YANG BEBAS DAN OTONOM:

PRINSIP SEMESTA

AKAL

AKAL MURNI (TEORITIS) : SEIN/

YANG ADA

AKAL PRAKTIS: SOLLEN / NORMA-

NORMA / YANG SEHARUSNYA

HUKUM

Page 10: Perkembangan teori hukum revisi

kepentingan semua individu menurut dua prinsip imperatif tadi. Prinsip

imperatif ini berpedoman kepada hukum dalam bidang akal praktis, sollen

(norma-norma), bukan sein (empirik). Ia berbicara tentang apa yang

seharusnya. Singkatnya prinsip-prinsip kelakuan yang dirasa sebagai

kewajiban.

TEORI HUKUM ABAD KE-19 (POSITIVISME)

1. Teori John Austin (1790-1859) ANALYTICAL JURISPRUDENCE

John Austin dengan analytical legal positivism-nya memberikan ajaran

positivisme yuridis bahwa hukum merupakan perintah-perintah dalam bentuk

peraturan-peraturan formal dari penguasa yang sah suatu negara dan

keberlakuannya dipaksakan. Kalau tidak, maka dijatuhi sanksi. Sehingga

unsur-unsur hukum menurut Austin antara lain: (1) penguasa; (2) perintah; (3)

kewajiban; dan (4) sanksi.

10

HUKUMBENTUK YURIDIS

(ANALYTICAL LEGAL

POSITIVISM)

ATURAN-ATURAN

FORMAL DARI NEGARA

(PENGUASA)

PERINTAH DARI KEKUASAAN POLITIK

YANG BERDAULAT DALAM SUATU NEGARA

PENGUASA PERINTAH KEWAJIBAN SANKSI

Page 11: Perkembangan teori hukum revisi

2. Teori H.L.A. Hart (1972)

Pemikiran Hart sangat berpengaruh bagi perkembangan positivisme

hukum modern. Inti pemikirannya terletak kepada primary rules of obligation

dan secondary rules of obligation. Keduanya merupakan pusat dari sistem

hukum. Primary rules menekankan kepada kewajiban manusia untuk

11

LAW

PRIMARY RULES OF OBLIGATION

SECONDARY RULES OF

OBLIGATION

KEWAJIBAN MANUSIA UNTUK BERTINDAK DAN

TIDAK BERTINDAK

KETERATURAN PERILAKU DALAM KELOMPOK SOSIAL

ATURAN DIRASA SEBAGAI SUATU

KEWAJIBAN BAGI KELOMPOK SOSIAL

RULES ABOUT RULES

ATURAN MANA YANG DIANGGAP

SAH

BAGAIMANA DAN OLEH

SIAPA DAPAT DIUBAH

BAGAIMANA DAN OLEH

SIAPA DAPAT DITEGAKKAN

Page 12: Perkembangan teori hukum revisi

bertindak dan tidak bertindak dalam social rules. Aturan sosial ini harus

memenuhi dua hal, yaitu: keteraturan perilaku dalam kelompok sosial dan

aturan dirasa sebagai suatu kewajiban bagi kelompok sosial.

Lalu secondary rules berupa rules about rules meliputi tiga hal: aturan

mana yang dianggap sah (rules of recognition), bagaimana dan oleh siapa

aturan dapat diubah (rules of change) dan bagaimana dan oleh siapa aturan

ditegakkan (rules of adjudication).

3. Teori Lon L. Fuller

12

LAWPOSITIVE

LEGAL CONTENT

PRINCIPLES OF LEGALITY

Harus Ada Aturan-Aturan Sebagai Pedoman Dalam

Pembuatan Keputusan

Peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagi otoritas harus diumumkan

Hukum (peraturan) tidak boleh berlaku

surut

Aturan-aturan tidak boleh bertentangan

satu sama lain

Peraturan-peraturan tidak boleh

mengandung tuntutan melebihi

apa yang dapat dilakukan

Peraturan tidak boleh sering diubah-

ubah

Harus ada konsistensi antara aturan-aturan yang

diundangkan dengan pelaksanaan sehari-

hari

Peraturan-peraturan disusun dalam

rumusan yang dapat dimengerti

Page 13: Perkembangan teori hukum revisi

Teori Fuller menekankan pada isi hukum positif (positive legal content),

oleh karena harus dipenuhi delapan azas (principles of legality) antara lain:

a. Harus Ada Aturan-Aturan Sebagai Pedoman Dalam Pembuatan

Keputusan;

b. Peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagi otoritas harus

diumumkan;

c. Hukum (peraturan) tidak boleh berlaku surut;

d. Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti;

e. Aturan-aturan tidak boleh bertentangan satu sama lain;

f. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan melebihi apa yang

dapat dilakukan;

g. Peraturan tidak boleh sering diubah-ubah;

h. Harus ada konsistensi antara aturan-aturan yang diundangkan dengan

pelaksanaan sehari-hari.

4. Teori Karl Marx (1818 –1883)

13

HUKUM ATURAN HUKUM

KEPENTINGAN PEMILIK MODAL

PEMEGANG KENDALI EKONOMI

MENGUASAI ALAT-ALAT PRODUKSI

EKSPLOITASI BURUH

ALAT LEGITIMASI

KELAS EKONOMI TERTENTU

Page 14: Perkembangan teori hukum revisi

Dalam setiap bidang kehidupan manusia, tidak lepas dari ekonomi,

termasuk hukum. Hukum adalah alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu,

yaitu para pemilik modal (borjuis) yang berperan sentral dalam ekonomi,

menguasai alat-alat produksi dan mengeksploitasi buruh. Aturan hukum hanya

berisi muatan-muatan kepentingan pemilik modal, termasuk agama, politik

dan ideologi.

5. Teori Friedrich Carl von Savigny (1770-1861) MAZHAB SEJARAH

14

HUKUM VOLKGEIST

JIWA BANGSA DI TINGKAT

LOKAL

HUKUM

KARAKTER BANGSA

R

E

L

A

S

I

MENEMUKAN ASAS DAN

DOKTRIN DALAM NILAI-NILAI

HUKUM YANG HIDUP

BERKEMBANG MENGIKUTI

EVOLUSI VOLKGEIST

ILMUWAN HUKUM

TEKNOLOG HUKUM

(PEMBUAT UU)

MELAKUKAN RESEARCH TENTANG

VOLKGEIST

MERUMUSKAN HUKUM DALAM WUJUD ATURAN

FORMAL

Page 15: Perkembangan teori hukum revisi

Von Savigny dengan madzhab sejarahnya terdapat relasi antara hukum

dengan watak bangsa yang merupakan cerminan dari volkgeist atau jiwa

bangsa. Maka hukum adat yang tumbuh dan berkembang dalam volkgeist

harus dipandang sebagai hukum kehidupan yang sejati. Persoalan utama

dalam hukum adalah menemukan asas dan doktrin dalam nilai-nilai hukum

yang hidup dan berkembang mengikuti evolusi volkgeist. Lalu posisi ilmuwan

hukum berada di depan pembuat UU.

Para ilmuwan melakukan riset ilmiah dengan mengungkap fakta-fakta

tentang volkgeist, setelah itu baru pembuat UU merumuskan secara teknis

dalam wujud aturan formal. Kedua kalangan itu berjalan sinergi untuk

memahami arti hukum yang bersifat kontekstual bagi bangsa tertentu.

15

BERSINERGI

Page 16: Perkembangan teori hukum revisi

\

TEORI HUKUM ABAD KE-20 (HUKUM MODERN)

1. Teori Hans Kelsen (1881-1973) REINE RECHTLEHRE

Hukum sebagai suatu sistem norma, yang dibuat menurut norma yang

lebih tinggi dan tertinggi yaitu Grundnorm atau norma dasar. Norma dasar ini

harus dibersihkan dari anasir-anasir yang bersifat meta-yuridis, maka harus

diletakkan di luar kajian hukum. Dengan menggunakan konsep Stufenbau

Theory, Kelsen mengkonstruksi aturan-aturan yang tertib yuridis dengan

16

STUFENBAU THEORY

HUKUM

HIERARKI PERATURAN

HUKUM (BERJENJANG)

GRUNDNORM (NORMA DASAR)

SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN

KONKRETISASI DARI NORMA-

NORMA

HUKUM POSITIF

KONSISTEN KOHEREN KORESPONDEN

Page 17: Perkembangan teori hukum revisi

ditentukan jenjang perundang-undangan secara hierarki, mulai dari yang

abstrak (grundnorm) sampai kepada yang konkret dari sistem perundang-

undangan. Dan sistem perundang-undangan itu satu sama lain harus konsisten,

koheren dan koresponden.

2. Teori Max Weber (1864-1920)

17

HUKUM

TINGKAT RASIONALITAS

MODEL KEKUASAAN

SUBSTANTIF-IRASIONAL

SUBSTANTIF-RASIONAL

RASIONAL PENUH

PIKIRAN YANG

ALAMIAH DAN

NALURIAH

ADAT DAN KEBIASAAN

TRADISIONAL

MASYARAKAT MAJU DAN MODERN

KHARISMATIK TRADISI-ONAL

RASIO-NAL

SETIA THD. ORANGYANG MEMILIKI SPIRITUAL DAN TRANSENDENTAL

KEPERCAYAAN MENURUT TRADISIORANG YANG PANTAS MEMIMPIN

KEKUASAAN FORMAL UNTUK BERKUASA YG DIKUKUHKAN NEGARA

Page 18: Perkembangan teori hukum revisi

Max Weber menggunakan ukuran tingkat rasionalitas dan model

kekuasaan untuk mengkonstruksi teorinya tentang hukum. Dalam tingkat

rasionalitas, tingkat rasionalitas masyarakat akan menentukan warna hukum

dalam masyarakat itu. Pembagiannya yaitu: pertama, substantif-irasional,

bahwa masyarakat masih lekat dengan pikiran mistis, alamiah dan naluriah;

kedua, substantif-rasional, bahwa masyarakat bertopang kepada hukum adat

dan kebiasaan tradisional; dan ketiga, rasional penuh, bahwa masyarakatnya

maju dan modern.

Kemudian dalam tingkat rasionalitas, Weber membaginya ke dalam tiga

tipe otoritas dalam masyarakat, yakni: tipe pertama, kharismatik, bertumpu

kepada orang yang memiliki jiwa spiritual dan transendental; tipe kedua,

tradisional, bertumpu pada kepercayaan berdasar tradisi terhadap orang yang

dianggap layak memimpin masyarakat; dan tipe ketiga, otoritas yang rasional,

bertumpu pada kekuasaan formal untuk berkuasa yang dikukuhkan secara

formal oleh negara.

3. Teori Roscoe Pound (1912) SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

18

HUKUMMENATA / ALAT

PERUBAHAN

HUBUNGAN FUNGSIONAL HUKUM DAN MASYARAKAT

LAW AS A TOOL OF SOCIAL

ENGINEERING

Mempelajari social effect yang nyata dari peran

lembaga dan doktrin-doktrin

hukum

Melakukan studi sosiologis

untuk menyiapkan

per-UU-an dan dijalankan

Mengusahakan

efektifnya pencapaian

tujuan hukum

Melakukan studi

bagaimana peraturan

hukum mjd. efektif

Melakukan penyelesaian

individu berdasarkan nalar, bukan

semata peraturan hukum

Melakukan studi sejarah

hukum tentang social effect yang timbul dari doktrin hukum masa

lalu

THE LIVING LAW (Eugen

Erlich)

Page 19: Perkembangan teori hukum revisi

Roscoe Pound menyatakan bahwa terdapat hubungan timbal balik

(fungsional) antara hukum dengan masyarakat. Artinya hukum yang baik

menurut Pound adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di

dalam masyarakat atau populernya the living law yang digagas oleh Eugen

Erlich. Untuk mempraktikkannya, maka dilakukan langkah yang progresif,

yaitu memfungsikan hukum untuk menata atau sebagai alat perubahan,

sehingga muncullah teorinya tentang law as a tool of social engineering. Agar

benar-benar efektif sebagai alat rekayasa sosial, Pound mengajukan 6 langkah:

a) Mempelajari social effect yang nyata dari peran lembaga dan doktrin-

doktrin hukum.

b) Melakukan studi sosiologis untuk menyiapkan per-UU-an dan dijalankan.

c) Melakukan studi bagaimana peraturan hukum mjd. Efektif.

d) Melakukan studi sejarah hukum tentang social effect yang timbul dari

doktrin hukum masa lalu.

e) Melakukan penyelesaian individu berdasarkan nalar, bukan semata

peraturan hukum.

f) Mengusahakan efektifnya pencapaian tujuan hukum.

19

MENCAPAI KETERTIBAN SOSIAL YANG LEBIH MAJU / KEADAAN MASYARAKAT

YANG DICITA-CITAKAN

Page 20: Perkembangan teori hukum revisi

4. Teori Oliver W. Holmes, Jerome Frank dan B. Cardozo (LEGAL

REALISM)

Holmes, Frank dan Cardozo sebagai Hakim Agung U.S.A ketika itu

meletakkan keputusan yang berbobot kepada kenyataan hidup atau gejala-

gejala hidup (das sein), bukanlah seperangkat aturan hukum dalam undang-

20

HUKUMKENYATAAN HIDUP/ DAS

SEIN

HAKIM

KEMANFAATANKEUTAMAAN

KEPENTINGAN SOSIAL

KEBEBASAN HAKIM

PRASANGKA EKONOMI,

POLITIK DAN MORAL

MORAL

SIMPATI DAN ANTIPATI PRIBADI

KEPUTUSAN YANG

BERBOBOT

MENOLAK DOKTRIN

LEGALISME

KAIDAH HUKUM YANG

BERLAKU

Page 21: Perkembangan teori hukum revisi

HUKUM

BERTUJUAN MENCIPTAKAN KETERTIBAN

BERTUJUAN MEMPERKUAT

LEGITIMASI

BERTUJUAN MENCIPTAKAN KOMPETENSI

undang. Itulah makna kebebasan hakim bahwa kebenaran yang lebih unggul

itu sebenarnya di luar aturan formal. Dalam konteks ini seorang hakim harus

mempertaruhkan kepekaan dan kearifannya.

Lalu parameter keputusan hakim yang dianggap berbobot antara lain:

mempertimbangkan faktor moral, kemanfaatan dan keutamaan kepentingan

sosial. Faktor-faktor lain yang berpengaruh yaitu selain berpatokan kepada

kaidah hukum yang berlaku, juga melihat prasangka ekonomi, politik dan

moral serta simpati dan antipati pribadi. Karena sebenarnya Holmes menolak

doktrin legalisme. Doktrin ini menggunakan cara berpikir yang mendasarkan

diri pada aturan, prinsip, atau norma obyektif yang dianggap harus berlaku

dalam situasi dan kondisi apapun.

TEORI HUKUM ABAD 21 (POSTMODERNISME)

1. Teori Philippe Nonet dan Philip Selznick (1978) HUKUM

RESPONSIF

21

REPRESIF OTONOM RESPONSIF

PERATURAN YANG KAKU DAN

BERLAKU LEMAH BAGI PEMBUAT

HUKUM

PERATURAN YANG KOMPLEKS DAN

MENGIKAT PENGUASA ATAUPUN

MASYARAKAT

PERATURAN BERSIFAT

SUBORDINAT DARI PRINSIP DAN KEBIJAKAN

Page 22: Perkembangan teori hukum revisi

Nonet dan Selznick membagi tiga tipe hukum:

1) Hukum Represif: bertujuan untuk menciptakan ketertiban, legitimasi

mengarah kepada ketahanan sosial dan tujuan negara, peraturan yang kaku

dan berlaku lemah bagi pembuat hukum, hukum subordinat terhadap politik

kekuasaan dan eksklusif bagi masyarakat untuk berpartisipasi, maka kritik

terhadap pemerintah dianggap tidak setia (pembangkangan).

Indikasi dari tipe ini adalah adaptasi yang pasif dan oportunistik dari

institusi-institusi hukum terhadap lingkungan sosial dan politik.

2) Hukum Otonom: bertujuan untuk memperkuat legitimasi, keadilan yang

dijalankan bersifat prosedural, peraturan yang kompleks dan mengikat

penguasa ataupun masyarakat, pemisahan kekuasaan (hukum independen dari

politik), akses dibatasi oleh prosedur baku, sehingga memunculkan kritik atas

hukum.

Indikasi dari tipe ini adalah reaksi yang menentang terhadap keterbukaan,

menjaga integritas institusional dengan cara hukum mengisolasikan dirinya,

tanggungjawabnya dan menerima formalisme yang buta demi mencapai

sebuah integritas.

3) Hukum Responsif: bertujuan menciptakan kompetensi, peraturan bersifat

subordinat dari prinsip dan kebijakan, terintegrasi antara hukum dan politik,

meluasnya akses melalui integrasi advokasi hukum dan sosial.

Tipe yang terakhir inilah berusaha untuk mengatasi ketegangan dari kedua

tipe sebelumnya, yakni lebih terbuka atau adaptif, beradaptasi secara

22

HUKUM SUBORDINAT

TERHADAP POLITIK

KEKUASAAN

PEMISAHAN KEKUASAAN

(HUKUM INDEPENDEN DARI

POLITIK)

INTEGRASI (TERPADU)

ANTARA HUKUM DAN POLITIK

EKSKLUSIF BAGI MASYARAKAT UNTUK

BERPARTISIPASI, MAKA KRITIK DIANGGAP

TIDAK SETIA

AKSES DIBATASI OLEH PROSEDUR BAKU,

SEHINGGA MEMUNCULKAN

KRITIK ATAS HUKUM

MELUASNYA AKSES MELALUI INTEGRASI ADVOKASI HUKUM

DAN SOSIAL

Page 23: Perkembangan teori hukum revisi

bertanggungjawab dan memperhatikan keberadaan kekuatan-kekuatan baru di

dalam lingkungannya, mengkritisi praktik yang sudah mapan serta membuka

jalan untuk melakukan perubahan.

2. Teori Roberto Mangabeira Unger CRITICAL LEGAL STUDIES

23

THREE CONCEPT OF LAW

CUSTOMARY LAW BUREAUCRATIC LAW

LEGAL ORDER

UNIFORMITY IN BEHAVIOR

NORMATIVE IS EQUALITY

UNWRITTEN RULES

WRITTEN RULES

LEGAL GOVERN-

MENT

TO ISOLATE STATE AND PEOPLE’S

STATES RULE OF

LAW

GENERAL AND

AUTONO-MOUS

PUBLIC AND

POSITIVE

AUTONOMY

Page 24: Perkembangan teori hukum revisi

Critical Legal Studies yang dimotori oleh Roberto M. Unger secara umum

meninjau, mengembangkan pemikiran dan ajaran yang bertujuan meninjau

kembali norma-norma, standar-standar dalam teori hukum dan

implementasinya yang berasal dari sistem hukum modern. Sistem ini berasal

dari tatanan sosial Eropa Barat di abad 19 yang merupakan konfigurasi dari

konsep hukum rule of law.

Unger membagi tiga konsep hukum:

1) Customary law concept or interactional law: mempunyai dua sisi, yakni

keseragaman yang tampak nyata dalam berperilaku dan bersifat

normatif, yakni sentimen akan kewajiban dan hak atau kecenderungan

untuk menyamakan bentuk-bentuk behavior yang sudah mapan. Konsep

ini bersifat non publik, artinya dikenal oleh seluruh masyarakat atau

berupa adat istiadat yang terdiri dari standar-standar implisit perilaku,

bukan standar peraturan yang sudah dirumuskan.

2) Bureaucratic law concept or regulatory law: terdiri dari peraturan-

peraturan eksplisit yang ditetapkan dan ditegakkan oleh pemerintah yang

sah, tidak memiliki sifat universal kehidupan sosial, maka state terpisah

dengan masyarakat, terdapat pembedaan antara kebiasaan dengan

kewajiban dan didominasi oleh negara-negara penganut rule of law.

3) Legal order or legal system. Tatanan hukum ini bersifat general dan

otonom, sekaligus publik dan positif. Lalu otonomi memiliki empat

aspek, (1) substantif manakala peraturan-peraturan yang dirumuskan dan

24

AUTONOMY SUSBTANTIVE

AUTONOMY INSTITUTIONAL

AUTONOMYMETHODOLOGY

AUTONOMYOCCUPATIONAL

Page 25: Perkembangan teori hukum revisi

ditegakkan oleh pemerintah tidak dapat dianalisa sebagai norma-norma

non-hukum; (2) institusional, bahwa peraturan-peraturan diterapkan oleh

institusi-institusi khusus yang bertugas membuat keputusan hukum; (3)

metodologis, ketika cara-cara institusi khusus tersebut menjustifikasi

keputusannya berbeda dengan keputusan lainnya; (4) okupasional,

berarti sekelompok profesi khusus di bidang hukum yang mengisi

jabatan dalam institusi hukum serta terlibat secara aktif dalam praktik

perdebatan hukum.

3. Teori Satjipto Rahardjo (HUKUM PROGRESIF, Th. 2002)

25

LAW PROGRESSIVE LAW

PROSPERITYOF HUMAN

HAPPINESSOF HUMAN

SELF VALUEOF HUMAN

SUBLIMITYOF HUMAN

PURPOSE

PEMBANGUNAN HUKUM

ETIKA/ MORAL

AKAL BERHATI NURANI

MEMBEBASKAN DARI BELENGGU

STRUKTUR

MENOLAK STATUS QUO

RULE BREAKING

TEROBOSAN / LOMPATAN DARI

ATURANLAW IN THE

MAKINGNEVER FINAL

HUKUM PROGRESIF

MERANGKUL BEBERAPA MAZHAB /

TEORI/GERAKANHUKUM ALAM

SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

LEGAL REALISMINTERESSEN-

JURISPRUDENZRESPONSIVE

LAW

BEHAVIOR

Page 26: Perkembangan teori hukum revisi

Teori hukum Progresif menurut pemikiran Satjipto Rahardjo

menempatkan MANUSIA sebagai dasar penentu dan titik orientasi hukum.

Karena kembali kepada filosofi dasar bahwa hukum itu bertugas untuk

melayani manusia, bukan sebaliknya. Bertitik pangkal kepada manusia itulah

tujuan hukum sebenarnya untuk kesejahteraan, kebahagiaan, harga diri dan

kemuliaan manusia.

Lalu hukum progresif yang oleh karena manusia sebagai pijakannya,

menempatkan etika atau moral dan akal yang berhati nurani sebagai unsur

perilaku (behavior) manusia untuk membangun hukum, terutama para aparat

penegak hukum. Dengan pondasi inilah dibutuhkan manusia hukum yang

berani untuk berpikir kreatif melakukan terobosan-terobosan hukum, demi

kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan atau kebutuhan sosial,

sekalipun itu rule breaking (mematahkan aturan). Dalam konteks ini, hukum

sudah tidak lagi dipandang sebagai seperangkat peraturan-peraturan normatif,

logik dan sistematis yang terbingkai dalam undang-undang.

Karakteristik dari hukum progresif ala Satjipto ini antara lain: hukum

yang membebaskan, dalam artian membebaskan dari belenggu struktur-

struktur atau skeleton hukum atau asas-asas hukum lama (doktrin), menolak

status quo, melakukan rule breaking, adanya kreativitas operator hukum

berupa terobosan hukum, law in the making dan tidak pernah final.

Uniknya, hukum progresif ini memiliki hubungan kedekatan atau

merangkul dengan beberapa mazhab, teori dan gerakan antara lain: Hukum

26

CRITICAL LEGAL STUDIES

(CLS)

Page 27: Perkembangan teori hukum revisi

Alam, Sociological Jurisprudence, Legal Realism, Interessenjurisprudenz,

Hukum Responsif dan Critical Legal Studies (CLS).

4. Teori Jacques Derrida (1930-sekarang) DEKONSTRUKSI

27

HUKUM DEKONSTRUKSI

PENCARIAN FILOSOFIS TERHADAP

HUKUM

MELULUHKAN KEPASTIAN

ARTI PENTINGKEADILAN

LEGAL TEXT: KONVENSIONAL DAN

FORMAL

KEPASTIAN TEKS, KEPASTIAN UNDANG-

UNDANG DAN KEPASTIAN PASAL

STRUKTURALISM& LINGUISTIC(SAUSSURE)

Page 28: Perkembangan teori hukum revisi

Derrida, seorang post-strukturalis memberikan alternatif pemahaman atas

teks hukum yaitu melalui dekonstruksi. Dekonstruksi ini memusatkan

perhatian kepada tiga hal, yaitu pencarian filosofis terhadap hukum,

meluluhkan kepastian dan arti pentingnya akan keadilan.

Dekonstruksi ini sangat perlu dilakukan karena: (1) pemahaman teks

hukum selama ini bersifat konvensional dan formal; (2) pandangan kepastian

hukum berubah menjadi kepastian teks, kepastian undang-undang dan

kepastian pasal. Hal ini sebagai akibat dari proses pensakralan teks melalui

interpretasi; (3) menolak pandangan formalisme (strukturalisme) dan

linguistik, serta oposisi biner, terutama yang dikemukakan oleh Saussure; (4)

interpretasi teks dianggap pasti dan sudah jadi.

Maka, dengan semuanya itu, haruslah dibongkar melalui

DEKONSTRUKSI untuk mencapai sebuah KEADILAN.

28

INTERPRETASI TEKS: PASTI DAN SUDAH

JADI

JUSTICE (KEADILAN)

HARUS DIBONGKAR DEKONSTRUKSI

Page 29: Perkembangan teori hukum revisi

SUMBER KEPUSTAKAAN

Allan C. Hutchinson, Critical Legal Studies, U.S.A.: Rowman & Littlefield Publishers, 1989.

Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum: Dari Dekonstruksi Teks Menuju Progresivitas Makna, Cet. I, Bandung: Refika Utama, 2005.

Bernard L. Tanya, dkk., Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Cet. I, Surabaya: CV. KITA, 2006.

Esmi Warassih, Pranata Hukum; Sebuah Telaah Sosiologis, Cet. I, Semarang: PT Suryandaru Utama, 2005.

Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum: Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum Di Indonesia 1945-1990, (seri Disertasi), Cet. 2, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004.

Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi Kiri, Cet. VI, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2009.

Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Cet. V, Bandung: Refika Utama, 2009.

Philippe Nonet dan Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, First Edition, Harper Colophon Books, New York, U.S.A., 1978.

Roberto M. Unger, Teori Hukum Kritis: Posisi Hukum dalam Masyarakat Modern, (terj.), Cet. I, Bandung: Nusamedia, 2007.

29

Page 30: Perkembangan teori hukum revisi

Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagad Ketertiban, Jakarta: UKI Press, 2006.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cet. 6, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006.

Satjipto Rahardjo, Lapisan-Lapisan Dalam Studi Hukum, Cet. I, Malang: Bayumedia, 2009.

Suteki, Urgensi Sociological Jurisprudence Dalam Pencarian Keadilan Substansial di Era Globalisasi, (Orasi Ilmiah), Disampaikan pada Dies Natalis ke-53 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 11 Januari 2010.

30