14
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI OBJEK HAK TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN KREDITUR DENGAN SURAT KUASA JUAL Tania Wijayanti Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email : [email protected] Dr. Yudho Taruno Muryanto, S.H.,M.Hum Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email : [email protected] Dr. M. Irnawan Darori, SH., MM Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email : [email protected] Abstract The power of attorney to sell given by the debtor to the creditor to sell the object of security of mortgage is not in accordance with the provisions of Law Number 4 Year 1996 regarding Mortgage of land and objects related to the land. In the practice of credit binding by the bank with the debtor, the bank no longer prepares a power of attorney to sell, because there is already a mortgage right institution that has permanent legal force, but the bank always includes the requirement for a power of attorney to sell in every credit binding, due to the bank really needs a letter of power of attorney to sell in order to ensure the sustainability of the credit that the bank has provided to the debtor. Keywords: legal protection of creditor an debtor, power of attorney to sell, mortgage right in the settlement of non performing loans

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI OBJEK HAK

TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN KREDITUR DENGAN SURAT KUASA JUAL

Tania Wijayanti

Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Email : [email protected]

Dr. Yudho Taruno Muryanto, S.H.,M.Hum

Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Email : [email protected]

Dr. M. Irnawan Darori, SH., MM

Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Email : [email protected]

Abstract

The power of attorney to sell given by the debtor to the creditor to sell the object of security of

mortgage is not in accordance with the provisions of Law Number 4 Year 1996 regarding

Mortgage of land and objects related to the land. In the practice of credit binding by the bank

with the debtor, the bank no longer prepares a power of attorney to sell, because there is

already a mortgage right institution that has permanent legal force, but the bank always

includes the requirement for a power of attorney to sell in every credit binding, due to the bank

really needs a letter of power of attorney to sell in order to ensure the sustainability of the

credit that the bank has provided to the debtor.

Keywords: legal protection of creditor an debtor, power of attorney to sell,

mortgage right in the settlement of non performing loans

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

BAB I

A. Pendahuluan

Pada zaman sekarang ini, pertumbuhan ekonomi semakin pesat yang membuat

pula semakin meningkatnya kecenderungan masyarakat untuk mendapatkan modal dari

bank, dimana kebutuhan terhadap modal dari bank tersebut tidak lain adalah untuk

pengembangan usaha atau bisnis. Dengan fungsi bank sebagai salah satu sumber

pendanaan bagi suatu kegiatan usaha yang pada akhirnya merupakan stimulus bagi

penggerak roda perekonomian, maka peranan perbankan sangat penting sebagai faktor

pendorong kegiatan ekonomi. Sebagaimana ketentuan pada Pasal 1 angka 11 Undang

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan, pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank,

merupakan salah satu tugas dari bank. Adapun pengertian kredit menurut Pasal 1 Angka

11 UU Perbankan adalah ”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan usaha bank dalam rangka

mengelola dana yang dikuasainya agar produktif dan memberikan keuntungan.1 Kredit

sesuai dengan kata aslinya credo, berarti kepercayaan.2 Seorang nasabah yang

mendapatkan kredit dari bank memang adalah seorang yang mendapat kepercayaan dari

bank.3 Untuk memperoleh kredit dari bank seseorang debitur harus melalui beberapa

tahapan, yaitu mulai dari tahapan pengajuan aplikasi/permohonan kredit sampai dengan

tahap penerimaan kredit, setelah permohonan kredit diterima, selanjutnya dibuatlah

perjanjian kredit antara bank dengan debitur.

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.

Sebagaimana perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada

dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah

bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada

debitur.4 Pemberian kredit oleh bank sebagai salah satu lembaga keuangan tentunya

memiliki resiko. Bank wajib memiliki manajemen resiko, guna mengelola resiko

tersebut. Manajemen resiko diartikan sebagai serangkaian metodologi dan prosedur

yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan

risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank.5 Selain perjanjian kredit,

keberadaan jaminan juga penting meskipun tidak dikatakan mutlak. Dalam UU

Perbankan memberikan makna yang berbeda antara jaminan dengan agunan. Jaminan

pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur

untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian

terhadap calon debitur tersebut. Sedangkan, agunan adalah jaminan tambahan yang

diserahkan debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit. Agunan

terbagi atas dua, yaitu agunan pokok adalah barang, proyek, atau hak tagih yang

1 M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers,2012, hlm. 3. 2 As.Mahmoeddin, 100 Penyebab Kredit Macet, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994, hlm. 23. 3 R. Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Citra Adita Bakti 1989. Hal 1 4 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005, hlm. 71. 5 Trisadini P. Usanti, Abd. Shomad, Hukum Perbankan, Kencana 2017. Hlm 189.

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, sedangkan agunan tambahan adalah benda

yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai kredit.6

Jaminan diperlukan untuk menjamin pembayaran suatu utang. Jaminan dapat

digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di luar negeri.

Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:7

1. Jaminan materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan (baik benda bergerak

maupun benda tidak bergerak);

2. Jaminan imateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan.

Dengan adanya jaminan, bank mendapatkan kepastian bahwa kredit yang diberikan

dapat diterima kembali pada suatu saat yang telah ditentukan.8 Jaminan tersebut dapat

berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan yang dimaksud dalam

penulisan ini adalah jaminan hak atas tanah yang termasuk dalam jaminan benda tidak

bergerak. Jaminan hak atas tanah berupa hak milik yang dapat di bebani hak

tanggungan seperti yang dijelaskan dalam Pasal 4 Ayat 1 Undang Undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda Benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah yaitu : “hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan

adalah : hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan.”.

Pada proses pinjaman kredit, bank sangat berhati-hati untuk menentukan debitur

mana yang pantas mendapatkan pinjaman kredit. Namun, dalam berjalannya waktu,

tidak semua debitur bisa menyelesaikan masa pinjaman kredit dengan lancar. Ada

kalanya, kegiatan usaha debitur menurun atau bahkan pailit. Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi sehingga debitur menjadi tidak mempunyai kemampuan untuk

membayar kembali pinjaman yang telah diberikan kreditur. Akibatnya menjadikan

kredit terhenti atau macet. Kredit macet adalah “suatu keadaan dimana seorang

nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.”.9 Dengan

kata lain debitur melakukan wanprestasi. Pada saat debitur wanprestasi, kreditur

biasanya akan melakukan penyelamatan kredit yang bermasalah tersebut. Penyelamatan

kredit bermasalah merupakan suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui

perundingan kembali antara kreditur dengan debitur. Perundingan yang dimaksud

adalah dengan restrukturisasi kredit.10 Di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, yang dimaksud dengan

restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap

debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan

antara lain melalui :11

1. Penurunan suku bunga kredit;

2. Perpanjangan jangka waktu kredit;

6 Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. 7 HS Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 23. 8 Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Bank, Jakarta: Alfabeta CV, Hal 142. 9 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Djambatan,1995, hlm. 92. 10 Novrilanimisy, “Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Dan

Hambatannya Pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai”, USU Law Journal,Vol 2 No.3, Desember 2014, hal

136 11 Pasal 1 ayat 26 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Aktiva Kredit

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

3. Pengurangan tunggakan bunga kredit;

4. Pengurangan tunggakan pokok kredit;

5. Penambahan fasilitas kredit; dan/atau

6. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.

Namun, apabila pada proses penyelamatan kredit, debitur tetap melakukan

wanprestasi. Maka jalan yang harus ditempuh oleh kreditur adalah menjual atau

melelang jaminan pinjaman kredit tersebut. Tanah sebagai jaminan suatu kredit,

didasarkan pada Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan

Tanah. Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah guna pelunasan utang yang

kedudukan krediturnya diutamakan daripada kreditur lain. Sehingga apabila debitur

cidera janji, kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan dapat menjual obyek Hak

Tanggungan melalui penjualan dimuka umum atau pelelangan. Pada dasarnya

perjanjian Hak Tanggungan merupakan perjanjian ikutan (accessoir) yang mengikuti

perjanjian pokok.12

Namun, dalam praktek pinjaman kredit dengan jaminan tanah yang akan di

bebankan hak tanggungan, kreditur juga mensyaratkan adanya surat kuasa jual. Yang

mana surat kuasa jual tersebut dibuatkan oleh notaris. Surat kuasa jual disiapkan oleh

bank melalui notaris terlebih dahulu pada setiap pemberian kredit kepada debitur. Surat

kuasa jual tersebut berisi, debitur sebagai pemberi kuasa memberikan kekuasaan atau

kewenangan kepada bank sebagai penerima kuasa, untuk melakukan transaksi jual beli,

termasuk perbuatan-perbuatan yang dibutuhkan dalam melakukan transaksi jual beli.

Dibuatnya surat kuasa jual bertujuan agar pada saat debitur wanprestasi, bank sebagai

penerima kuasa tersebut dapat dengan mudah menjual objek jaminan. Namun, adanya

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, seharusnya dalam

praktek pengikatan kredit oleh bank dengan debitur, bank tidak lagi mempersiapkan

surat kuasa jual, karena sudah ada Hak Tanggungan. Tetapi, kenyataan yang terjadi

adalah bank sebagai kreditur tetap mensyaratkan adanya pengikatan hak tanggungan

dan surat kuasa jual terhadap objek jaminan kredit. Objek tersebut akhirnya pula mudah

untuk diperjual-belikan kepada pihak ketiga (pembeli). Dimana harga jual jaminan

tersebut biasanya dibawah standar yang seharusnya, dikarenakan objek tersebut menjadi

jaminan yang berasal dari pinjaman kredit tunggakan. Tentu hal ini akan menarik

perhatian para pembeli untuk membeli tanah tersebut. Namun, apa benar objek yang

dibeli oleh pembeli tersebut aman dan bebas dari sengketa serta bagaimana

perlindungan hukumnya apabila ada sengketa dikemudian hari, karena proses jual beli

hanya menggunakan surat kuasa jual. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis

tertarik untuk menulis dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam

Jual Beli Objek Hak Tanggungan Yang Dilakukan Kreditur Dengan Surat Kuasa

Jual”.

12 Dimas Nur Arif Putra Suwandi. “Perlindungan Hukum Bagi Bank Pemegang Hak Tanggungan Peringkat Kedua

Dalam Eksekusi Objek Hak Tanggungan”, Media Iuris, Vol. 1 No. 3, Oktober 2018, hlm 421

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi pembeli dalam jual beli objek hak

tanggungan yang dilakukan kreditur dengan surat kuasa jual?

2. Mengapa kreditur menggunakan surat kuasa jual dalam jual beli objek hak

tanggungan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum bagi kreditur dan pembeli

dalam jual beli objek hak tanggungan dengan surat kuasa jual.

2. Untuk mengetahui mengapa kreditur menggunakan surat kuasa jual dalam jual beli

objek hak tanggungan.

D. Metode Penelitian

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian

yuridis normatif, yaitu meneliti sumber-sumber kepustakaan yang relevan dengan topik

penelitian, meliputi penelitian, sumber- sumber hukum, peraturan perundang-

undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang

dibahas. Data-data yang diperoleh kemudian di analisis secara deskriptif, yaitu suatu

penelitian yang bertujuan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta

yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai penggunaan surat kuasa jual dalam penjualan hak tanggungan.

E. Pembahasan

1. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam Jual Beli Objek Hak Tanggungan Yang

Dilakukan Kreditur Dengan Surat Kuasa Jual

Dalam praktik perbankan di Indonesia, pemberian kredit umumnya diikuti

penyediaan jaminan oleh pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak

bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit dari bank.13 Dengan

adanya jaminan pemberian kredit tersebut maka akan memberikan jaminan

perlindungan bagi keamanan dan kepastian hukum kreditur bahwa kreditnya akan

tetap kembali walaupun debitur wanprestasi, yaitu dengan cara mengeksekusi objek

jaminan kredit bank yang bersangkutan.

Menurut Salim HS menjelaskan bahwa perjanjian kredit itu adalah perjanjian

yang dibuat antara kreditur dan debitur, dimana kreditur berkewajiban untuk

memberikan uang atau kredit kepada debitur, dan debitur berkewajiban untuk

membayar pokok dan bunga, serta biaya-biaya lainnya sesuai dengan jangka waktu

yang telah disepakati antara keduanya.14

Objek yang menjadi jaminan di bank yang dimaksud dalam penulisan kali ini

adalah tanah dan atau bangunan diatasnya. Dalam literatur hukum, tidak mengenal

istilah hukum jaminan, sebab kata recht dalam rangkaiannya sebagai

Zekerheidsrechten berarti hak, sehingga Zekerheidsrechten adalah hak-hak

jaminan.15 Dengan demikian maka hukum jaminan dapat dirumuskan sebagai

13 Asriadi Zainuddin, “Kedudukan Hukum Surat Kuasa Menjual terhadap Objek Jaminan yang Dibebani Hak Tanggungan”, Jurnal AL-Himayah, Vol 1 Nomor 2, Oktober 2017, hlm 300 14 HS Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia , Op.cit., hlm 30 15 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan, Kebendaan, Hak Tanggungan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm.54

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan pada umumnya,

maksudnya jaminan tagihan kreditur atas hutang debitur.16

Dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata tidak jelaskan apa yang

dimaksud dengan jaminan, meskipun demikian dari ketentuan tersebut diketahui

bahwa jaminan erat hubungannya dengan utang. Perjanjian jaminan tidak bisa

berdiri sendiri. Perjanjian utang piutang menjadi perjanjian pokok dan perjanjian

jaminan bersifat accessoir, maka saat perjanjian pokok berakhir, perjanjian jaminan

juga berakhir.

Objek jaminan dalam perjanjian kredit tersebut barulah dapat digunakan apabila

telah diikat dan didaftar sesuai mekanisme yang telah diatur dan ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan khusus untuk itu. Objek jaminan yang berbentuk

tanah haruslah diikat atau dibebani dengan Hak Tanggungan. Hak tanggungan

dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan.

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan, menyebutkan pengertian hak tanggungan adalah: “Hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang

No. 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria berikut atau

tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu

untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada kreditur terhadap kreditur- kreditur lainnya.”

Pasal 20 ayat 1 Jo Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan mengatur:

“Apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak

menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut

peraturan perudangan yang berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari

hasil penjulan tersebut, dengan hak mendahului dari pada kreditur- kreditur

lainnya yang bukan pemegang hak tanggungan atau kreditur pemegang hak

tanggungan dengan peringkat lebih rendah.”

Dari pasal tersebut maka kreditur memiliki hak untuk menjual objek jaminan

yang telah dibebankan hak tanggungan tersebut apabila debitur wanprestasi. Yang

mana hasil dari penjualan objek jaminan tersebut untuk pelunasan pinjaman debitur.

Namun, kreditur tidak serta merta langsung melakukan eksekusi objek jaminan hak

tanggungan apabila debitur wanprestasi. Kreditur akan melakukan penyelamatan

kredit dengan cara restrukturisasi, yang tentu saja atas kesepakatan kedua belah

pihak. Ketika restrukturisasi tidak bisa juga menyelamatkan kredit, barulah kreditur

akan mengeksekusi objek hak tanggungan tersebut. Eksekusi hak tanggungan dapat

dilakukan melalui 3 cara, yaitu :

a. Eksekusi melalui pengadilan

Eksekusi jaminan utang dapat melalui pengadilan, sebab dalam akta

atau sertifikat hak tanggungan terdapat titel “DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang membuat

sertifikat hak tanggungan tersebut punya kekuatan eksekutorial (dapat

dieksekusi) seperti putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum

16 Ibid. Hlm 4

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

tetap.17 Cukup mengajukan permohonan eksekusi ke Ketua Pengadilan

Negeri di mana objek tanah (jaminan) berada. Atas dasar permohonan

tersebut, Ketua Pengadilan akan melakukan aanmaning (peringatan)

kepada debitur dan kemudian melakukan pelelangan dengan bantuan kantor

lelang.

b. Eksekusi atas kekuasaan sendiri

Eksekusi atas kekuasaan sendiri, maksudnya anda bisa mengeksekusi

(menjual) tanah tersebut atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum

dan hasilnya di ambil untuk melunasi utang debitur kepada kreditur.18

Dalam eksekusi atas kekuasaan sendiri, tidak perlu meminta penetapan

Ketua Pengadilan Negeri setempat. Cukup mengajukan permohonan

kepada Kepala Kantor Lelang Negara setempat untuk dilaksanakan

pelelangan umum atas tanah (objek hak tanggungan) tersebut.

c. Eksekusi melalui penjualan di bawah tangan

Artinya, bisa menjual objek (tanah) tersebut di bawah tangan, tanpa harus

melalui penetapan pengadilan ataupun melalui kantor pelelangan umum.

Hal ini bisa dilakukan selama ada kesepakatan/persetujuan antara pemberi

(debitur) dan pemegang hak tanggungan (kreditur), dan dengan cara

tersebut akan diperloleh harga tertinggi yang menguntungkan semua

pihak.19 Caranya, dengan mencantumkan dalam perjanjian kredit tersebut,

bahwa kreditur berwenang menjual sendiri tanah tersebut secara di bawah

tangan, atau minta debitur memberikan Surat Kuasa Khusus yang

memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk dapat menjual sendiri tanah

tersebut secara di bawah tangan. Pelaksanaan eksekusi di bawah tangan

hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan

secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada

pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya-dikitnya

dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan

dan/atau media masa setempat, serta tidak ada yang menyatakan

keberatan.20

Pelaksanaan penjualan obyek jaminan hak tanggungan dengan cara di bawah

tangan dilakukan dengan adanya kesepakatan antara kreditur dengan debitur dan/

atau penjamin untuk menjual obyek jaminan, serta didapat kesepakatan harga yang

wajar dan menguntungkan semua pihak, yaitu cukup untuk memenuhi kewajiban

debitur kepada kreditur, maka kreditur akan menyerahkan hak-hak debitur untuk

mendapatkan hak atas tanahnya kepada pembeli obyek jaminan hak tanggungan

sesuai dengan kesepakatan dan persetujuan bersama. Hasil penjualan merupakan

hasil kesepakatan dan keputusan bersama diantara para pihak sehingga memberikan

jaminan kepastian dan perlindungan hukum, baik bagi kreditur atau debitur maupun

17 Pasal 14 ayat 2 dan 3 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Besert Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 18 Pasal 20 ayat 1 huruf a Jo Pasal 6 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Besert Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 19 Pasal 20 ayat 2 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Besert Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 20 Pasal 20 ayat 3 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Besert Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

pembeli. Proses pengalihan obyek jaminan dilakukan lebih cepat, dengan prosedur

yang lebih sederhana,dan diselesaikan dalam satu proses dengan penyeleseian

kreditnya.21 Mekanisme penjualan obyek hak tanggungan yang demikian sejalan

dengan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan.

Namun, dalam praktiknya bank sebagai kreditur yang mensyaratkan kepada

debitur untuk membuat Surat Kuasa Menjual yang bertujuan untuk memberi kuasa

kepada kreditur untuk menjual atau mengalihkan kepemilikan hak atas tanahnya

apabila debitur wanprestasi, padahal perjanjian kredit tersebut sudah diikat dengan

Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang didalamnya telah mengatur janji-

janji sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT.

Surat kuasa jual dibuat oleh notaris. Substansi kuasa menjual yang biasanya

dibuat oleh Notaris atas pemintaan kreditur yaitu pemberi kuasa memberikan suatu

kewenangan kepada penerima kuasa untuk bertindak atas nama pemberi kuasa

untuk melakukan perbuatan hukum jual beli tanah, yang mana pemegang hak

atas tanah tersebut adalah si pemberi kuasa. Dalam akta kuasa menjual disebut

secara jelas dan tegas serta terinci tentang objek dari kuasa termaksud, seperti, luas

tanah; nomor sertipikat hak atas tanah; uraian surat ukur/gambar situasi; batas-

batas tanah, sebab hal ini berkaitan langsung dengan proses peralihan haknya pada

saat akan dilakukan eksekusi atau penjualan objek jaminan.22 Kewenangan

penerima kuasa untuk menjual atau mengalihkan baik kepada dirinya sendiri

maupun kepada orang lain harus ada dan melekat pada kuasa menjual tersebut. Lain

halnya dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan.

Pemegang Hak Tanggungan baru mempunyai kewenangan untuk melakukan

perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan apabila objek Hak Tanggungan

termaksud pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.23

Kewenangan dalam sebuah kuasa menjual merupakan kewenangan untuk

melakukan tindakan hukum atau perbuatan hukum berupa pengalihan hak atas

tanah milik pemberi kuasa oleh penerima kuasa atau mengambil tindakan pemilikan

seperti menjual baik terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain/pihak lain.

Kewenangan ini diatur dan diakui oleh hukum, tetapi bukan berarti bahwa

penerima kuasa mempunyai kewenangan mutlak untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu, karena si penerima kuasa diberi batasan-batasan yang

dibenarkan atau diatur pula oleh hukum. Batasan-batasan tersebut terutama

berkaitan dengan ketentuan hukum/peraturan yang bersifat memaksa (termasuk

Pasal 1792-1819 KUHPerdata), kesusilaan dan kepentingan umum.24

Pembuatan kuasa menjual pada objek hak tanggungan yang sering terjadi di

masyarakat, pada dasarnya tidak diatur secara jelas dan tegas dalam peraturan

perundang-undangan. Kuasa menjual yang dibuat tidak memiki dasar hukum yang

21 Edy Puwanto, Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Parate Eksekusi Dengan Cara Penjualan Di bawah Tangan Atas Obyek Jaminan Hak Tanggungan, Semarang: di PT. Bank Niaga, Tbk Universitas Diponegoro, 2008. 22 Asriadi zainuddin, Kedudukan Hukum Surat Kuasa Menjual terhadap Objek Jaminan yang Dibebani Hak Tanggungan, Op.Cit.,hlm 305 23 Pasal 8 ayat 2 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Besert Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 24 Asriadi zainuddin, Loc.cit.

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

kuat. Berdasarkan penelitian `yang dilakukan oleh Asriadi Zainuddin, beberapa

kelemahan kuasa menjual dibandingkan Hak Tanggungan, yaitu :25

a. Kuasa menjual tidak didaftar sehingga tidak mempunyai kekuatan

eksekutorial apabila debitor wanprestasi atau cidera janji;

b. Kuasa menjual setiap saat dapat ditarik kembali karena sifatnya tidak

mutlak, artinya pemberi kuasa dapat saja menarik kembali kuasa yang

telah diberikannya kepada penerima kuasa apabila debitor telah

melunasi utangnya atau memenuhi prestasinya.

Pada dasarnya fungsi kuasa menjual itu bagi debitur adalah untuk menjamin

pelunasan hutangnya kepada kreditur. Sedangkan bagi kreditur adalah sebagai alat

untuk menjual atau mengalihkan kepemilikan hak atas tanah yang menjadi objek

jaminan untuk mendapatkan pelunasan hutang debitur. Namun dalam praktik

penjualan objek jaminan apabila debitur wanprestasi dilakukan setelah debitur

membuat dan menandatangani penyerahan sukarela yang berisikan bahwa debitur

sama sekali tidak keberatan untuk dijual tanah yang menjadi objek jaminan apabila

debitur wanprestasi/cidera janji dengan syarat apabila terjadi kelebihan harga dari

objek jaminan maka kelebihan harga tersebut dikembalikan kepada debitur.

Namun fungsi kuasa menjual ini menjadi tidak berarti apabila kuasa menjual itu

bersama-sama/disandingkan dengan Hak Tanggungan yang mempunyai titel

eksekutorial. Apabila terjadi debitor wanprestasi dan objek jaminan akan dieksekusi

maka secara hukum yang digunakan adalah Sertifikat Hak Tanggungan yang

mempunyai irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Lain halnya jika para pihak sepakat dan setuju untuk menjual objek jaminan itu

secara dibawah tangan dengan ketentuan asal mencapai harga yang tertinggi dan

menguntungkan kedua belah pihak. Di samping itu dalam Undang-Undang Hak

Tanggungan Pasal 12 ditentukan suatu asas bahwa objek hak tanggungan tidak

boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak tanggungan bila pemberi hak

tanggungan cedera janji. Apabila hal ini dicantumkan, maka perjanjian seperti itu

batal demi hukum, artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada

karena bertentangan dengan substansi Undang-Undang Hak Tanggungan.

Dalam perjanjian kredit yang mana melibatkan debitur dan kreditur bank yang

merupakan warga negara dan juga badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum

negara Republik Indonesia maka perlindungan hukum wajib diberikan bagi bank

selaku kreditur dan juga nasabah peminjam selaku debitur, yaitu suatu perlindungan

hukum yang diberikan oleh perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun

yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang diberikan

terhadap subjek hukum yaitu nasabah peminjam (debitur) maupun bank selaku

kreditur dengan tujuan memberikan suatu ketertiban dan kepastian hukum kepada

para pihak yang melakukan pengikatan perjanjian kredit perbankan dengan jaminan

Hak Tanggungan.26

Namun, surat kuasa jual yang digunakan oleh kreditur untuk menjual langsung

objek hak tanggungan tersebut cacat hukum karena tidak memenuhi mekanisme

dari Pasal 20 UUHT, hal ini bertentangan dengan ketentuan UUHT itu sendiri.

25 Asriadi Zainuddin, ibid. Hlm 319 26 Oltje Salman, Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelahan), Renada Media, Jakarta 2007. Hlm 19

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

Keadaan cacat hukum inilah yang akan memiliki konsekuensi tidak adanya

perlindungan hukum bagi pembeli yang akan membeli objek jaminan hak

tanggungan tersebut. Seperti yang tertulis di dalam pasal 1337 KUHPerdata,

terlarang apabila dilarang oleh Undang-Undang atau apabila berlawanan dengan

kesusilaan baik atau ketertiban umum. Maka, perjanjian yang tidak memenuhi

syarat suatu sebab yang halal akan dinyatakan batal demi hukum.

Pemakaian dari akta kuasa untuk menjual dalam dunia perkreditan sangat tidak

sebanding, apabila akta ini ditanda tangani bersamaan dengan akta-akta lain yang

dibuat pada saat akad kredit, akan tetapi menjadi sebanding bila ditanda tangani

pada saat debitur wanprestasi dan telah menerima peringatan dari pihak kreditur.

Misalnya debitur telah melakukan wanprestasi lalu kreditur dan debitur datang

kepada notaris untuk diterbitkan akta kuasa menjual, maka akta tersebut sebanding

dengan ketentuan UUHT, karena didalamnya terdapat penyerahan secara sukarela,

akan tetapi apabila akta kuasa untuk menjual tersebut ditanda tangani bersamaan

dengan akta-akta saat akad kredit, hanya akan melemahkan posisi debitur.27

Perjanjian jual beli objek jaminan hak tanggungan tersebut dianggap tidak

pernah ada. Hal ini jelas akan merugikan pembeli nantinya, dan juga kreadibilitas

kreditur sebagai lembaga jaminan hak tanggungan yang diakui oleh negara, akan

dipertanyakan. Karena melakukan tindakan hukum tanpa memiliki perlindungan

hukum sama sekali, menyalahi aturan yang sudah ditentukan secara universal di

Indonesia. Larangan untuk adanya kuasa menjual dalam objek jaminan hak

tanggungan juga suda diatur dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Republik

Indonesia tanggal 27 Februari 1989 Nomor 2660/K/Pdt/89.

2. Alasan Kreditur Menggunakan Surat Kuasa Jual Dalam Jual Beli Objek Hak

Tanggungan

Kuasa untuk menjual merupakan salah satu bentuk dari kuasa yang sering

dalam praktek sehari-hari di kantor notaris dan biasanya terkait dengan peralihan

hak atas tanah. Surat kuasa jual tersebut berlaku setelah terjadinya akad kredit atau

paling lambat keesokan harinya. Setelah semua ditandatangani dan disetujui oleh

debitur, maka notaris akan memberikan salinannya kepada kreditur unuk digunakan

sebagaimana fungsinya. Surat kuasa jual dalam perjanjian kredit memiliki beban

biaya yang dibebankan kepada debitur dengan harga berkisar 0,25%-0,50% dari

nilai pinjaman kredit tersebut.

Pihak bank membenarkan adanya penggunaan surat kuasa jual dalam pinjaman

kredit yang mereka berikan kepada debitur. Hal ini berdasar pada kenyataan bahwa

debitur sudah berhutang dan melakukan wanprestasi maka wajar dan sah apabila

bank sebagai kreditur kemudian mengambil alih kepemilikan objek jaminan

tersebut. Ditambah lagi, debitur yang notabene nya sebagai orang awam akan

hukum, setuju dengan ketentuan syarat dari kreditur. Mengingat debitur sendiri

sedang dalam kondisi membutuhkan pinjaman kredit dari bank tersebut. Selain itu,

bank memiliki keyakinan bahwa surat kuasa jual yang digunakan itu sesuai dengan

27 Muhammad Eddo Afrian, “Kuasa Menjual Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Kredit Macet di Kecamatan Sukajadi Kota Pekanbaru”, JOM Fakultas Hukum, Vol III Nomor 2, Oktober 2016, hlm 10

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

ketentuan yang berlaku. Karena dibuat oleh notaris, yang mana notaris memiliki

kewenangan dalam membuat akta otentik.

Akta otentik sekurang-kurangnya mempunyai tiga fungsi yaitu :

a. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan

perjanjian tertentu;

b. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian

adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

c. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali

apabila ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan

bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

Bank menggunakan surat kuasa jual dalam objek hak tanggungan juga atas

dasar Pasal 12 a Undang Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 :

“Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui

pelelangan maupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela

oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual diluar lelang dari

pemilik agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada

bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.”

Yang pada akhirnya bank selalu berusaha untuk meminimalisir lelang akibat kredit

macet dan menghindari pajak lelang sebesar 10% dari nilai transaksi kredit.

F. Penutup

1. Kesimpulan

a. Surat kuasa menjual menjadi tidak berarti apabila kuasa menjual itu bersama-

sama/disandingkan dengan Hak Tanggungan. Karena saat debitur wanprestasi,

objek jaminan hak tanggungan tersebut akan dieksekusi maka secara hukum

yang digunakan adalah Sertifikat Hak Tanggungan yang mempunyai irah-irah

“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Berdasarkan

ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

tidak dapat menggunakan surat kuasa jual untuk menjual objek hak

tanggungan dalam penyelesaian kedit macet debitur, ketentuan Pasal 20 ayat

2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tidak dapat diterjemahkan sebagai

dasar dari surat kuasa jual, ketentuan Pasal 20 ayat 2 tersebut merupakan dasar

untuk dapat dijualnya objek hak tanggungan secara bawah tangan bukan

melalui pelelangan umum, akan tetapi penjualan bawah tangan ini baru dapat

dilaksanakan dengan persyaratan, adanya kesepakatan antara nasabah debitur

dengan bank, terutama mengenai harga jual. artinya perjanjian jual beli atas

obyek jaminan hak tanggungan antara kreditur dengan pembeli yang didasarkan

atas surat kuasa jual yang tidak memenuhi persyaratan ketentuan Pasal 20

Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 tidak memberikan

perlindungan hukum kepada kreditur dan pembeli. Lain halnya jika para pihak

sepakat dan setuju untuk menjual objek jaminan itu secara dibawah tangan

dengan ketentuan asal mencapai harga yang tertinggi dan menguntungkan

kedua belah pihak. Di samping itu dalam Undang-Undang Hak Tanggungan

Pasal 12 ditentukan suatu asas bahwa objek hak tanggungan tidak boleh

diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak tanggungan bila pemberi hak

tanggungan cedera janji. Apabila hal ini dicantumkan, maka perjanjian seperti

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

itu batal demi hukum, artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap

tidak ada karena bertentangan dengan substansi Undang-Undang Hak

Tanggungan.

b. Bank sebagai kreditur mensyaratkan adanya surat kuasa jual disamping

perjanjian kredit dan pengikatan hak tanggungan pada objek jaminan pinjaman

kredit tersebut. Walaupun hal ini menyalahi aturan dalam UUHT, namun bank

tetap melaksanakannya karena dengan adanya surat kuasa jual, lebih mudah

melakukan eksekusi saat debitur melakukan wanprestasi. Selain itu, tidak perlu

melewati proses lelang yang berbelit-belit dan memakan biaya yang besar.

Karena bank akan selalu mencari keuntungan yang lebih besar. Maka cara yang

digunakan adalah menggunakan surat kuasa jual dalam setiap perjanjian kredit

demi menjaga keberlangsungan kredit yang telah diberikan kreditur kepada

debitur.

2. Saran

a. Sebaiknya kuasa untuk menjual tidak perlu digunakan, karena selain tidak

berguna juga menambah beban biaya (Rp.250.000,-) bagi debitur karena biaya

surat kuasa untuk menjual ditanggung oleh debitur, oleh karena itu keberadaan

kuasa untuk menjual tersebut tidak efektif dan sia-sia saja bahkan dapat

merugikan pihak debitur. Akan tetapi kuasa untuk menjual ini penting bila tidak

diikat atau dibebankan dengan hak tanggungan.

b. Kreditur dapat mencari cara lain dalam melakukan eksekusi objek jaminan dari

pinjaman kredit para debitur, yang tentu saja sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, seperti menjual objek jaminan dibawah tangan. Hal ini bisa dilakukan

asal memenuhi syarat-syarat yang ada.

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

Daftar Pustaka

Buku :

As.Mahmoeddin, 100 Penyebab Kredit Macet, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994, hlm. 23.

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta :

Djambatan,1995, hlm. 92.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2005, hlm. 71.

HS Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2007, hlm. 23.

J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan, Kebendaan, Hak Tanggungan, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1997, hlm.54

M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers,

2012, hlm.3.

Oltje Salman, Teori Hukum (Suatu Pencarian/Penelahan), Renada Media, Jakarta 2007. Hlm 19

R. Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Citra Adita

Bakti 1989. Hal 1

Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Bank, Jakarta: Alfabeta CV, Hal 142.

Trisadini P. Usanti, Abd. Shomad, Hukum Perbankan, Kencana 2017. Hlm 189.

Jurnal :

Asriadi Zainuddin, “Kedudukan Hukum Surat Kuasa Menjual terhadap Objek Jaminan yang

Dibebani Hak Tanggungan”, Jurnal AL-Himayah, Vol 1 Nomor 2, Oktober 2017, hlm

300

Dimas Nur Arif Putra Suwandi. “Perlindungan Hukum Bagi Bank Pemegang Hak Tanggungan

Peringkat Kedua Dalam Eksekusi Objek Hak Tanggungan”, Media Iuris, Vol. 1 No. 3,

Oktober 2018, hlm 421

Muhammad Eddo Afrian, “Kuasa Menjual Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Kredit

Macet di Kecamatan Sukajadi Kota Pekanbaru”, JOM Fakultas Hukum, Vol III Nomor

2, Oktober 2016, hlm 10

Novrilanimisy, “Pelaksanaan Restrukturisasi Kredit Macet Berdasarkan Peraturan Bank

Indonesia Dan Hambatannya Pada PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Binjai”, USU Law

Journal,Vol 2 No.3, Desember 2014, hal 136

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DALAM JUAL BELI …

Tesis :

Edy Puwanto, Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Parate Eksekusi Dengan Cara Penjualan

Di bawah Tangan Atas Obyek Jaminan Hak Tanggungan, Semarang: di PT. Bank Niaga,

Tbk Universitas Diponegoro, 2008.

Undang-Undang :

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Aktiva

Kredit

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Besert Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.