Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA BORONGANPEMBANGUNAN FLY OVER DI KOTA
BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
IKA CHANIA MALDEVA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA BORONGANPEMBANGUNAN FLY OVER DI KOTA
BANDAR LAMPUNG
Oleh
IKA CHANIA MALDEVA
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dilakukan untuk menjaminberlangsungnya hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanandari pihak yang kuat. Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,secara normatif ada jaminan terhadap hak-hak pekerja borongan namun tidakimplementatif dan sulit dilaksanakan yang pada kenyataannya masih adapelanggaran yang terjadi sementara aturan mengenai penegakan hukumnya tidakjelas, lingkup pekerjaan yang perlindungan hukumnnya masih tidak jelas adalahterhadap pekerja borongan pembangunan fly over di wilayah Kota BandarLampung. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan: (1) Bagaimanakahbentuk perlindungan hukum terhadap pekerja borongan pembangunan fly over diKota Bandar Lampung? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambatperlindungan hukum terhadap pekerja borongan pembangunan fly over di kotaBandar Lampung?
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan normatif dan empiris dengan dataprimer, data sekunder dan data tersier, dimana masing-masing data diperoleh daripenelitian kepustakaan dan lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, perlindungan hukum terhadappekerja borongan dapat dilihat melalui ketentuan dalam Undang-UndangKetenagakerjaan dan perjanjian/kontrak kerja dengan sistem PKWT. PT. DewantoCipta Pratama yang berperan sebagai perusahaan penyedia jasa berkewajibanmengikutsertakan pekerjanya pada program BPJS, menyediakan perlengkapankeselamatan kerja dan bertanggung jawab atas keselamatan semua pihak di lokasikerja, sementara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bandar Lampungberkewajiban memberi pengawasan atas pelaksanaan kerja. Berdasarkan hasilpenelitian, faktor penghambat perlindungan hukum terhadap pekerja borongandisebabkan karena penerapan peraturan pemerintah yang tidak implementatifsehingga mengakibatkan rendahnya pelaksanaan perlindungan hukum terhadappekera borongan.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pekerja Borongan, Pembangunan FlyOver di Kota Bandar Lampung.
ABSTRACT
LEGAL PROTECTION FOR WHOLESALE WORKERS OF FLY OVERCONSTRUCTION IN BANDAR LAMPUNG CITY
By
IKA CHANIA MALDEVA
Legal protection of labor is undertaken to ensure harmonious employment withoutany pressure from other stronger party. In Act Number 13 of 2003 on Manpower,there is a normative guarantee of the rights of the wholesale workers but is notimplementation and difficult to implement which in the reality there are stilloffenses that occured while the law enforcement was unclear, the scope of workwhich the legal protections still unclear is to wholesale workers construction of flyover in Bandar Lampung City. The problems in this research are formulated: (1)How is the form of legal protection for wholesale workers of fly over constructionin Bandar Lampung City? (2) What are the obstacle factors of legal protection forwholesale workers of fly over construction in Bandar Lampung City?
This research was conducted through normative and empirical approach withprimary data, secondary data and tertiary data, which each data obtained fromlibrary research and field. Qualitative design was applied in this research toanalyse the data.
Based on the results of research and discussion, the legal protection for wholesaleworkers can be seen through the Act about Manpower and the agreement/contractwork with a specific time agreement system (PKWT). PT. Dewanto Cipta Pratamaacting as a service provider company which obliged to engage its employees inthe Social Security Administering Agency (BPJS) program and provide everyworkers with appropriate and adequate safety equipment and also haveresponsibility for the safety of all parties in the work location, on the other hand,Man Power and Transmigration Office should giving the supervision to theimplementation of work. Based on the results of the reasearch, the obstaclefactors of legal protection for wholesale workers are because the implementationof government regulations is not implementatif as the result the legal protectionfor wholesale workers are still low.
Keywords: Legal Protection, Wholesale Workers, Fly Over Construction inBandar Lampung City
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA BORONGANPEMBANGUNAN FLY OVER DI KOTA
BANDAR LAMPUNG
Oleh
IKA CHANIA MALDEVA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Administrasi NegaraFakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap penulis adalah Ika Chania Maldeva ,
penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 29 September
1996. Penulis adalah anak satu-satunya, buah hati dari
pasangan Bapak Yusli Aminoto dan Ibu Wirda Sari.
Penulis mengawali Pendidikan di TK Amalia yang
diselesaikan pada tahun 2002, Tahun 2002 penulis
bersekolah di SDN 01 Tanjung Senang Bandar Lampung yang diselesaikan pada
tahun 2008. Tahun 2008 penulis diterima di SMPN 20 Bandar Lampung yang
diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima di SMAN 13
Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2014. Tahun 2014 penulis diterima
sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, program pendidikan
Strata 1 (S1) melalui jalur SBMPTN, dan pada pertengahan Juni 2016 penulis
memfokuskan diri dengan mengambil bagian Hukum Administrasi Negara.
Penulis juga telah mengikuti program pengabdian langsung kepada masyarakat
yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Suko Binangun, Way Seputih,
Kabupaten Lampung Tengah selama 40 (empat puluh) hari bulan Januari sampai
dengan bulan Februari 2017. Tahun 2017 penulis melakukan penelitian di Dinas
Ketenagakerjaan Kota Bandar Lampung dan di PT. Dewanto Cipta Pratama.
MOTO
“Terus Bergerak Mengikuti Arusnya, Tetapi Jangan Seperti Ikan Mati.
Dengan Niat Tulus Ikhlas, Yakin Usaha Sampai”
(Anonymous)
“Satisfaction Lies In The Effort, Not In The Attainment, Full Effort Is
Full Victory”
(Mahatma Gandhi)
PERSEMBAHAN
Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kupersembahkansebuah karya sederhana ini kepada inspirasi terbesarku :
Ibundaku Tersayang Wirda Sari.
Sebagai tanda bakti, hormat serta rasa terimakasihyang tiada terhingga telah membesarkan, mendidik,
membimbing,berkorban, mendukungku, dan berdoa untuk menantikan
keberhasilanku.Terima kasih atas segala kasih sayang dan cinta yang tak
terhingga sehingga aku bisa menjadi seseorang yang kuat dankonsisten terhadap cita-cita.
Nenek dan Kakek ku tercintaSri Yani dan Dirhan Syah (Alm),
Paman dan Bibi, Adik sepupu sertaseluruh Keluarga Besar Sutan Tihang
Yang selalu memberikan doa, nasihat dan motivasi untukkeberhasilanku.
.
Terima kasih atas kasih sayang tulus yang diberikan, semogasuatu saat dapat membalas semua budi baik dan nantinya
dapat menjadi anak yang membanggakan kalian.
Almamater tercinta UniversitasLampung
Tempatku memperoleh ilmu dan merancang mimpi yangmenjadi sebagian jejak langkah ku menuju kesuksesa
SANWACANA
Alhamdulilahirobbil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada jurusan
Hukum Administrasi Negara (HAN). skripsi ini berjudul “Perlindungan
Hukum Terhadap Pekerja Borongan Pembangunan Fly Over Di Kota
Bandar Lampung”. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan
dalam penulisan skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan
skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan,
arahan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini
dapat berjalan dengan baik.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Syamsir Syamsu, S.H.,M.Hum, selaku Sekretaris Bagian Hukum
Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung dan juga selaku
Dosen Pembimbing I yang telah membantu penulis menempuh pendidikan
di Fakultas Hukum Universitas Lampung, senantiasa memberikan arahan,
bimbingan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Eka Deviani, S.H.,M.H., selaku pembimbing II yang dengan sabarnya
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, dan
motivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Elman Eddy Patra ,S.H.,M.H, selaku Dosen Pembahas I yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Ati Yuniati ,S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas II yang senantiasa
memberikan waktu, memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi
ini.
5. Ibu Sri Sulastuti, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis
menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M. P, selaku Rektor Univesitas
Lampung.
7. Bapak Armen Yasir,S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
8. Bapak Tri Andrisman S.H.,M.H., selaku dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan, nasihat, dan bantuannya selama proses
pendidikan penulis di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
9. Seluruh Dosen Pengajar dan Karyawan/I di Fakultas Hukum Universitas
Lampung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan segala
bantuan administratif bagi penulis selama menyelesaikan studi.
10. Bapak Agus Kowo selaku Manager Oprasional PT. Dewanto Cipta
Pratama yang telah membantu penulis dan memberi kelengkapan data
dalam proses penelitian pembuatan skripsi ini.
11. Bapak Junaedi Sembiring S.sos selaku Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung yang telah
meluangkan waktu untuk membantu dan memberikan kelengkapan data
dalam proses penelitian skripsi ini.
12. Terkhusus untuk kedua orangtuaku, Ibundaku tercinta Wirda Sari dan
ayah Yusli Aminoto yang telah membesarkan, mendidik, dan
membimbing penulis serta menjadi pendorong semangat agar penulis
terus berusaha keras mewujudkan cita-cita dan harapan agar selalu dapat
membanggakan dan kelak dapat membahagiakan kalian.
13. Bibi dan paman serta adik-adik sepupu Susi Haryati, Dela Anisa, Zelfi
Anjani, Riko Agil Sadewa, Arya Galanta, Arina Taka, Aditya, Lutfi, dan
Aira atas segala dukungan dan canda tawanya.
14. Yang kuanggap sebagai ibu keduaku, Uwak Khairia S.pd yang telah
mendoakan, mendukung serta memberikan nasihat.
15. Sahabat-sahabatku sedari maba, rekan seperjuangan dalam berproses di
himpunan maupun dikampus Popy Yulianti, Selly Permata Bunda,
Nurimah Atsilah dan Juan Randy yang selalu ada dan mendengar keluh
kesahku selama ini. Terimakasih atas bantuan, kritik, motivasi, canda
tawa, doa, dan dukungannya.
16. Bicik Hilyana Aulia, Abang Achmad Gibran, Ibnu Alwan, Akas dan
Ombay untuk segala bantuan, nasihat, semangat, dan doa kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
17. Sahabatku sejak kecil Eka Lisna Ramadhani yang tidak bosan-bosannya
mendengarkan keluh kesahku terimakasih sudah selalu ada untuk
memberikan semangat dan doa.
18. Sahabat semasa SMA, Meisis Kurnia, Fitri Sofiatin dan Devi Sofyani
terimakasih untuk dukungan dan canda tawanya.
19. Kawan-kawan HIMA HAN, M. Faqih Rananda, Karina Gita, Nabila
Zatadini, Irvan Maulana, Dimas Putra Pamungkas, Gian Apriliansyah,
Taufik Hidayat, Zaika Rara Sakti, Yunita, Nabila Rossa, Dila, Nadya,
Hani Regina, Nadya Setyasari, Ovilia, Oti Dwi, Kurniawan, dan semua
anggota HIMA HAN yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
20. Keluarga KKN Desa Suko Binangun, Rani Tiara, Destea Susagiani, Tara
Sesafia Paletri, Riki Prayoga, Yogi Aprinaldi dan Thion Indarto
terimakasih motivasi dan 40 hari yang indah penuh suka dan duka, canda
dan tawa.
21. Senior-senior istimewaku selama berproses di organisasi kampus Bang
Suma Indra, Bang imam, atu Silvia, atu Jupi, atu Ratna, bang Kujang,
bang James, bang Arief Triwibowo, bang Iqbal Wahyudi, bang Dimas,
bang Belardo, bang Afif, atu Shintya Sardi, bang Prabu, atu Putri, bang
Adit, atu Risa Mahdewi, atu Dede, atu Acit, atu Gyka, bang Ridwan Al
Syaleh, bang Priyan, bang Indra Bangsawan, bang Koenang, bang Denis,
bang Hendi, bang Wanda, bang Nuril, bang Lay, bang Namuri, dan atu
Rara atas segala bimbingan, saran, bantuan, dan informasinya selama ini.
22. Rekan seperjuangan presidium demisioner UKM-F Mahkamah periode
2016-2017 Prabowo Pamungkas, Andrea Ayu Strelya, Rexzi Ananda,
Raudah Yunia, M. Iqbal Hasan, Masum Irvai, Manggala Saraya, Rahmat
Agung Pamungkas, Agung Prabowo, Hanifah Puri , Ingga Palesa, Reno
Aditya, Idrus Alghifary, Aulia Marta dan Alief Aji Junadil Desang, atas
dukungannya selama ini semoga kita dapat menjadi contoh yang baik
untuk adik-adik di UKM.
23. Adik-adikku di UKM-F Mahkamah, Destria, Merza, Ida, Lala, Agnes,
Chan , Saptori, Egi, Torfel, Firdi, Bahara, Danang, Dita, Pandu, Riri,
Rhizki, Rio, Reza, Sarah, Sely, Sandra, Ebi, Tonang, Ganiv, Dinda,
Tarigan, Ijah, Fadita, Eza, Sepri, Riza, Triarta, El, Yolanda, Debi, serta
seluruh kader-kader terbaik UKM-F Mahkamah yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
24. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Hukum Unila,
Kanda, Yunda, Adinda dan kawan-kawan pengurus periode 2017-2018
terimakasih telah berbagi ilmu, memberikan semangat dan nasihat.
25. Sahabat satu angkatan 2014.
26. Almamaterku tercinta.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kita semua.Amin.
Bandar Lampung,16 Maret 2018Penulis
Ika Chania Maldeva
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang .................................................................................. 11.2 Rumusan masalah.............................................................................. 61.3 Ruang Lingkup.................................................................................. 61.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 61.5 Kegunaan Penelitian.......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Perlindungan Hukum........................................................... 92.2 Definisi Hukum Ketenagakerjaan ..................................................... 102.3 Definisi Tenaga Kerja/Pekerja .......................................................... 14
2.3.1 Jenis-Jenis Tenaga Kerja.......................................................... 182.3.2 Pengertian Pemborongan Pekerjaan dan Pekerja Borongan ... 212.3.3 Perlindungan Tenaga Kerja...................................................... 222.3.4 Jenis-Jenis Perlidungan Kerja .................................................. 26
2.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja .................................................... 272.4.1 Kesehatan Kerja ....................................................................... 282.4.2 Keselamatan Kerja ................................................................... 30
2.5 Pengertian Program BPJS Ketenagakerjaan .................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN3.1 Pendekatan Masalah.......................................................................... 343.2 Sumber dan Jenis Data ...................................................................... 35
3.2.1 Data Primer .............................................................................. 353.2.2 Data Sekunder .......................................................................... 35
3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 373.4 Metode Pengolahan Data .................................................................. 383.5 Analisis Data ..................................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN4.1 Gambaran Umum Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Bandar Lampung............................................................................... 404.1.1 Sejarah Singkat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kota Bandar Lampung ............................................................. 404.1.2 Struktur Organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kota Bandar Lampung ............................................................. 414.1.3 Visi Dan Misi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Bandar Lampung...................................................................... 494.2 Peran Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kota Bandar
Lampung Dalam Memberi Perlindungan Hukum TerhadapTenaga Kerja Borongan Pembangunan Fly Over Di KotaBandar Lampung............................................................................... 50
4.3 Gambaran Umum PT. Dewanto Cipta Pratama ................................ 574.4 Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Borongan Pembangunan
Fly Over Di Kota Bandar Lampung.................................................. 584.4.1 Perlindungan Pekerja Borongan Berdasarkan Kontrak
dengan PT.Dewanto Cipta Pratama ......................................... 594.4.2 Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Borongan
Berdasarkan Perundang-undangan yang berlaku ..................... 644.5 Faktor Penghambat Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja
Borongan Pembangunan Fly Over Di Kota Bandar Lampung ........ 72
BAB V PENUTUP5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 795.2 Saran.................................................................................................. 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum harus memberi
manfaat dan kegunaan bagi masyarakat jangan sampai hukum dilaksanakan
menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Hukum dapat melindungi hak
dan kewajiban setiap individu dalam kenyataan yang senyatanya, sehingga
dengan perlindungan hukum yang kokoh akan terwujud tujuan hukum secara
umum: ketertiban, keamanan, ketentraman, kesejahteraan, kedamaian,
kebenaran, dan keadilan.1
Perlindungan hukum merupakan perlindungan terhadap kepentingan manusia
yang dilindungi hukum. Setiap manusia mempunyai kepentingan, yaitu
tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan dapat terpenuhi. Oleh
karena itu, manusia mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum
karena hak merupakan kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum.
Dalam Ketenagakerjaan di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 dalam bab 1 Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa, ketenagakerjaan
1 Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta. Kencana. 2008), hlm. 157-
158
2
adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada saat waktu
sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Dalam hal ini, sesuai dengan Pasal
1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yang dimaksud dari Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Tenaga kerja merupakan sumber daya manusia sebagai modal utama serta
pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila, oleh karena itu, tenaga
kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur
kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya selain itu dalam
pembangunan nasional yang semakin meningkat, dengan resiko dan tanggung
jawab serta tantangan yang dihadapi perlu untuk diberikan perlindungan,
pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraannya sehingga menimbulkan rasa
aman dalam bekerja.
Secara yuridis dalam hukum perburuhan kedudukan pengusaha dan pekerja
adalah sama dan sederajat. Namun, secara sosiologis pada suatu kondisi
tertentu kedudukan antara buruh dengan pengusaha tidak sama dan seimbang,
karena seringkali buruh berada pada posisi yang lemah.2 Hal itu dapat kita
lihat bahwa, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat faktor tenaga kerja harus
diperhatikan. Mulai dari pembinaan, pengarahan dan perlindungan tenaga
kerja.
2 Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka
Yustisia), hal. 5
3
Dalam industri manufaktur resiko bahaya akibat kurangnya keselamatan dan
kesehatan kerja dapat ditemui pada peralatan kerja, bahan kimia berbahaya
seperti asam dan kaustik soda dan mesin-mesin produksi. Jenis kecelakaan
kerja yang bisa terjadi pada sektor manufaktur yakni terjepit, terlindas, teriris,
terpotong, jatuh terpeleset, tindakan yang tidak benar, tertabrak, berkontak
dengan bahan yang berbahaya, terjatuh, terguling, kejatuhan barang dari atas,
terkena benturan keras, terkena barang yang runtuh, dan roboh. Suatu proses
produksi, peralatan dan mesin di tempat kerja apabila tidak mendapat
perhatian secara khusus akan menimbulkan potensi kecelakaan kerja.3
Menurut Zainal Asikin, problematika tenaga kerja yang sering terjadi secara
umum di nasional ini pokok pangkal kekurang puasan pada umumnya berkisar
pada masalah:4
1. Pengupahan.
2. Jaminan Sosial.
3. Perilaku penugasan yang terkadang kurang sesuai dengan kepribadian.
4. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang dengan
pekerjaan yang harus diemban.
5. Adanya masalah pribadi.
Perlindungan hukum terhadap pekerja selama ini masih dianggap sebagai
beban biaya, sehingga beberapa perusahaan menggunakan alat pelindung diri
3 Fenny Nathalia Khoe, “ Hak pekerja yang sudah bekerja namun belum menandatangani
perjanjian atas upah ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan “ (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 Nomor 1 tahun 2013), hal 3.
4 R. Joni Bambang S., S.H., MM, 2013, Hukum Ketenagakerjaan, (Bandung: Pustaka
Setia), hal. 289
4
yang tidak memenuh standar. Hal itu semakin diperparah dengan adanya alat
pelindung diri palsu. Menurut data dari BPJS Ketenagakerjaan, menyebutkan
bahwa terdapat 101.367 kasus di 17.069 perusahaan dari 359.734 perusahaan
yang terdaftar dengan korban meninggal dunia sebanyak 2.382 orang sampai
dengan bulan November tahun 2016. Angka kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja di Indonesia dirasa masih cukup tinggi. Salah satu penyebabnya
adalah masih rendahnya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja.5
Ditambah lagi dilingkup pekerjaan tidak tetap, sering tidak mendapatkan
perlindungan hukum dan tidak mendapatkan perlakuan yang sama dengan
tenaga kerja tetap, sebagai contoh lingkup pekerjaan yang tidak tetap yang
penulis rasa perlindungan hukumnnya masih sangat kurang adalah terhadap
pekerja borongan pembangunan fly over di wilayah Kota Bandar Lampung.
Tenaga kerja borongan adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha
untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan menerima upah didasarkan atas
volume pekerjaan atau satuan hasil kerja.
Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap pekerja borongan di beberapa
proyek pembangunan fly over di Kota Bandar Lampung, dalam proses
pembangunan fly over tersebut terdapat faktor-faktor unsafe condition dan
unsafe action yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
5 http://m.harnas.co/2017/03/01/kemenaker-kematian-akibat-kecelakaan-kerja-
tinggi.html. akses 30 oktober 2017 pkl. 21.43
5
Beberapa contoh unsafe condition, antara lain:
1. Tempat kerja yang dipadati kendaraan yang berlalu-lalang, bahkan
lokasi pembangunan fly over tersebut selalu terjadi kemacetan
kendaraan.
2. Tempat kerja yang terdapat banyak debu dan asap kendaraan.
3. Peralatan kerja yang tidak ergonomis.
4. Kurangnya penerangan pada malam hari di lokasi proyek
pembangunan fly over.
Beberapa contoh unsafe action, antara lain:
1. Pekerja bekerja tanpa memakai alat pelindung diri pekerja yang
mengabaikan peraturan K3 (sabuk keselamatan/safety belt, sepatu
karet, sarung tangan, masker/respirator, tali pengaman safety harness,
penutup telinga, sepatu pelindung, kaca mata pengaman, helm
pelindung kepala/safety helmet, pelindung wajah/face shield).
2. Bersendau gurau pada saat bekerja.
Faktor-faktor diatas merupakan sebuah gejala akibat buruknya penerapan
perlindungan hukum terhadap pekerja borongan pembangunan fly over di kota
Bandar Lampung, sehingga penulis hendak mengkaji dan meneliti dengan
judul: “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Borongan Pembangunan
Fly over Di Kota Bandar Lampung”.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah yang muncul
dalam penelitian ini adalah :
1) Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja borongan
pembangunan fly over di Kota Bandar Lampung ?
2) Apakah yang menjadi faktor penghambat perlindungan hukum
terhadap pekerja borongan pembangunan fly over di kota Bandar
Lampung ?
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian penelitian ini meliputi kajian Hukum Administrasi
Negara, khususnya yang berkaitan dengan upaya Perlindungan Hukum
Terhadap Pekerja Borongan Pembangunan Fly over Di Kota Bandar
Lampung. Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini terbatas pada
perlindungan hukum bagi para pekerja borongan dilihat dari segi Hukum
Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, adapun lokasi penelitian yaitu
pada Proyek Pembangunan Fly over Mall Boemi Kedaton yang berada di Kota
Bandar Lampung.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja borongan
pembangunan fly over di kota Bandar Lampung.
7
2. Untuk mengetahui apakah yang menjadi faktor penghambat perlindungan
hukum terhadap pekerja borongan pembangunan fly over di kota Bandar
Lampung.
1.5 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan input baik secara
teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1) Kegunaan Teoritis
a. Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan
bagi perkembangan ilmu hukum khususnya Hukum Administrasi
Negara tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Borongan
Pembangunan Fly Over di Kota Bandar Lampung.
b. Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa Fakultas
Hukum dan Mahasiswa yang mengambil jurusan Hukum Administrasi
Negara dalam mencari sebuah informasi.
c. Untuk memberikan sumbangsih pemikiran bagi para mahasiswa dan
praktisi dalam menegakan hukum yang seadil-adilnya dalam kaitannya
dengan perlindungan hukum terhadap pekerja borongan.
2) Kegunaan Praktis
a. Bagi Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota
Hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan sebagai masukan yang
membangun guna meningkatkan kualitas lembaga khususnya
mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja borongan
pembangunan fly over di Kota Bandar Lampung.
8
b. Bagi Kepala Proyek/Kontraktor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan bahan
evaluasi untuk diterapkan dalam melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan aspek perlindungan hukum terhadap pekerja
borongan.
c. Bagi Pekerja Borongan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
berguna kepada pekerja borongan pembangunan fly over dalam
melindungi hak-hak dan kepentingannya sebagai pekerja.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum merupakan perlindungan terhadap kepentingan manusia
yang dilindungi hukum. Setiap manusia mempunyai kepentingan, yaitu
tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan dapat terpenuhi. Oleh
karenanya manusia mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum
karena hak merupakan kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum.
Perlindungan hukum diharapkan mampu memberikan pengayoman kepada
hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak
yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk
memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan
berbagai ancaman dari pihak manapun.6
Menurut Philpus M. Hadjon, Perlindungan hukum adalah perlindungan akan
harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang
6 Satjipto Raharjo, Hukum Masyarakat Dan Pembangunan, (Bandung : Alumni, 1976),
hlm 74.
10
dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan
atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi
suatu hal dari hal lainnya.7
Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini
hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh
hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang
dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan
sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia
memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum. Menurut
Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi
masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai
dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman
sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai
manusia.8
2.2 Definisi Hukum Ketenagakerjaan.
Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja.
Hukum ketenagakerjan semula dikenal dengan istilah perburuhan. Setelah
kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan ketentuan Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Pokok-Pokok Ketentuan Tenaga
Kerja. Pada tahun 1997 undang-undang ini diganti dengan Undang-Undang
7 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, (Bina Ilmu,
Surabaya, 1987), hal.25.
8 Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), (Surakarta, Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004). hlm. 3
11
Nomor 25 Tahun1997 Tentang Ketenagakerjaan. Keberadaan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1997 ternyata menmbukan banyak protes dari
masyarakat. Hal ini dikaitkan dengan masalah menara jamsostek yang
dibangun berdasarkan dugaan kolusi penyimpangan dana jamsostek.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 mengalami penangguhan
dan yang terakhir diganti oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan.
Hukum ketenagakerjaan dahulu disebut hukum perburuhan yang merupakan
terjemahan dari arbeidsrechts. Terdapat beberapa pendapat atau batasan
tentang pengertian hukum perburuhan. Molenar memberikan batasan
pengertian dari arbeidsrechts adalah bagian dari hukum yang berlaku yang
pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dan majikan, antara buruh
dengan buruh, dan antara buruh dengan penguasa.9 Menurut Mr. MG
Levenbach, arbeidsrechts sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang
berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerja itu dilakukan dibawah
pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut
dengan hubungan kerja itu.10
Imam Soepomo memberikan batasan pengertian hukum perburuhan adalah
suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan
9 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 1985). hal 1
10
Ibid Imam Soepomo, hal 2
12
dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima
upah.11
Pengertian hukum perburuhan mengandung tiga usur, yaitu:
a. Adanya peraturan,
b. Bekerja pada orang lain, dan
c. Upah.
Peraturan mencakup aturan hukum yang tertulis dan hukum yang tidak
tertulis. Hukum yang tertulis meliputi seluruh peraturan perundang-undanga
berdasarkan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur
dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, yaitu:
a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang.
c. Peraturan Pemerintah.
d. Peraturan Presiden.
e. Peraturan Daerah.12
Hukum yang tidak tertulis misalnya hukum kebiasaan.
Bekerja pada orang lain dapat diartikan orang tersebut bekerja diluar
hubungan kerja (yang meliputi swapekerja/wiraswasta) dan mereka yang
bekerja didalam hubungan kerja. Bekerja dengan orang lain di dalam
hubungan kerja meliputi mereka yang bekerja kepada negara dan mereka yang
bekerja pada orang lain.
11 Ibid Imam Soepomo, hal 3
12
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
13
Selanjutnya penerimaan upah bagi buruh merupakan konsekuensi buruh yang
telah menyerahkan tenaganya untuk bekerja. Upah merupakan hak buruh
setelah mereka melakukan pekerjaannya. Kebalikan pemberian upah dalam
hubungan kerja adalah adanya kewajiban majikan atau pemberi kerja untuk
memberi pekerjaan. Adanya kewajiban pemberian upah berarti dapat
ditafsirkan adanya kewajiban untuk memberikan pekerjaan.
Pengertian hukum perburuhan menurut Molenaar, Mr. MG Levenbach, Imam
Soepomo, kesemuanya mengartika hukum yang mengatur hubungan antara
buruh dan majikan. Adapun pengertian hukum ketenagakerjaan adalah hukum
yang mengatur tentang tenaga kerja. Sebelumnya telah disebutkan bahwa
tenaga kerja meliputi pegawai negeri, pekerja formal, pekerja informal, dan
orang yang belum bekerja atau pengangguran. Dengan demikian, dapatlah
diartikan bahwa hukum ketenagakerjaan berarti mencakup bidang hukum
kepegawaian (hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan
pegawai/pegawai negeri) dan bidang hukum perburuhan (mengatur hubungan
antara buruh dengan majikan).13
Tujuan Hukum Ketenagakerjaan:
a. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan sosial dalam bidang
ketenagakerjaan. Lebih menunjukkan bahwa hukum ketenagakerjaan
harus menjaga ketertiban, keamanan, dan untuk mencapai ketenangan
bekerja dan kelangsungan berusaha.
13 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), hal 2-4
14
b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas
dari pengusaha.
Dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman selama ini yang kerap kali terjadi
kesewenang-wenangan pengusaha terhadap pekerja. Untuk itu diperlukan
suatu perlindungan hukum secara komprehensif dan konkret dari
pemerintah.14
2.3 Definisi Tenaga Kerja/Pekerja.
Dalam Ketenagakerjaan di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 dalam bab 1 Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa, ketenagakerjaan
adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada saat waktu
sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Dalam hal ini, sesuai dengan Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yang dimaksud dari Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.15
Di dalam masyarakat berkembang empat macam istilah yang digunakan secara
rancu yaitu buruh, pekerja, karyawan, dan pegawai. Kerancuan penggunaan
istilah disebabkan oleh beberapa faktor yang berkembang dalam masyarakat.
Secara yuridis empat istilah tersebut di atas mempunyai makna berlainan.
Istilah pekerja berarti setiap orang yang melakukan pekerjaan. Cakupan
14 Andi Fariana, Aspek Legal Sumber Daya Manusia Menurut Hukum Ketenagakerjaan,
(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), hal. 5
15 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
15
makna yang hendak dituju dari istilah pekerja sangat luas. Imam Soepomo
menggantikan istilah pekerja dengan swapekerja. Istilah Swapekerja ditujukan
bagi setiap orang yang bekerja atas tanggung jawab dan resiko sendiri.
Sedangkan istilah pegawai telah ditarik sebagai istilah khusus bagi setiap
orang yang bekerja pada pemerintah, yakni pegawai negeri sipil.16
Terhadap Istilah buruh telah terjadi penghalusan yang sebenarnya tidak
perlu.Istilah buruh selalu dihubungkan dengan pekerjaan kasar, pendidikan
rendah, penghasilan rendah, dan tidak bergengsi. Buruh yang bekerja di
perusahaan bank tidak pernah menyebut dirinya buruh perusahaan bang, tetapi
karyawan perusahaan bank. Dalam hal ini ada pembedaan antara “blue
collar” dan “white collar” dengan kedudukan dan status sosial yang berbeda.
Blue Collar adalah kuli kasar yang mengerjakan pekerjaan kasar dengan status
sosial rendah. Sedangkan “white collar” adalah orang-orang terhormat yang
mengerjakan pekerjaan kantoran. Keadaan ini memang tidak dapat dilepaskan
dari sejarah masa lalu. Peraturan perundang-undangan tidak ada pembedaan
antara buruh halus dan buruh kasar. Semua adalah buruh yang mempunyai hak
dan kewajiban.17
Pengertian buruh dapat diperluas untuk kepentingan tertentu, misalnya
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan, yang
memperluas buruh yang meliputi:
16 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Bandung : Djambatan,1983)
17
H.S. Tisnanta, dkk, Hukum Tenaga Kerja, (Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung,2015), hal.27
16
1. Magang, murid dan sebagainya yang melakukan pekerjaan di
perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan, juga dalam hal
mereka tidak menerima upah.
2. Mereka yang memborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di
perusahaan yang mewajibkan memberikan tunjangan, kecuali bila
mereka memborong pekerjaan itu sendiri menjalankan perusahaan
yang diwajibkan memberi tunjangan.
3. Mereka yang bekerja pada seseorang pemborong pekerjaan yang biasa
dikerjakan di perusahaan yang memberikan tunjangan.
4. Orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwajibkan
memberikan tunjangan, akan tetapi tidak berhak mendapat ganti rugi
karena kecelakaan, selama dia menjalani hukuman.
Demikian pula Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja memperluas pengertian buruh dalam pasal 8 ayat (2), yaitu :
1. Magang dan murid bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah
maupun tidak.
2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong
adalah perusahaan.
3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Perluasan pengertian buruh tersebut dimaksudkan sebagai upaya jaminan
kecelakaan kerja. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Ketengakerjaan . Dalam pasal 1 memberikan pengertian
Tenaga Kerja sebagai berikut “Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu
17
melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja, guna
menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.
Pengaturan tersebut tidak konsisten dengan pengertian buruh yang diatur
dalam Undang-Undang nomor 22 Tahun 1957. Pasal tersebut menunjukan
bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
yang meliputi:
1. Dalam hubungan kerja, dan
2. Di luar hubungan kerja.18
Sedangkan makna istilah buruh selalu ada dalam hubungan kerja sebagaimana
yang disebutkan pertama. Pengertian tenaga kerja lebih luas daripada
buruh.Buruh termasuk tenaga kerja, sedangkan tenaga kerja tidak hanya
buruh. Terhadap pengertian buruh atau pekerja undang-undang
ketenagakerjaan memberikan pemahaman yang lebih tegas. Undang-undang
ketenagakerjaan memberikan pengertian secara terpisah terhadap tenaga kerja.
Pasal 1 angka 2 menyebutkan “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau
wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik didalam
maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.” Sedangkan dalam pasal 1 angka 3
menyebutkan “ Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja didalam hubungan
kerja pada pengusaha dengan menerima upah.”
Ketegasan penggunaan istilah buruh atau pekerja akan menentuan posisi
buruh dalam hubungan hukumnya dengan majikan dan/atau pemerintah.
18
Penggunaan istilah secara lugas sangat diperlukan guna memahami dengan
benar tentang hak dan kewajiban serta posisi masing-masing pihak. Istilah
buruh menunjukan adanya hubungan yang sifatnya subordinasi antara buruh
dengan majikan, karena majikan mempunyai wewenang perintah terhadap
buruh. Posisi buruh terhadap majikan sangat lemah, oleh karena itu peranan
pemerintah melalui fungsi pengaturannya sangat diharapkan untuk dapat
melindungi buruh.19
2.3.1 Jenis-Jenis Tenaga Kerja
Tenaga kerja dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Tenaga Kerja Tetap dan Tenaga
Kerja Tidak Tetap. Bagian itu ada, karena kesepakatan dalam sebuah
perjanjian kerja yang dibuat. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau untuk
waktu tidak tertentu. Pekerja untuk waktu tertentu biasa disebut dengan
pekerja tidak tetap. Karena dibatasi masa atau jangka waktu kerjanya, maka
jenis tenaga kerja hanya dapat diterapkan untuk 3 (tiga) jenis pekerjaan. yaitu,
tenaga kerja kontrak, tenaga kerja musiman dan tenaga kerja harian/lepas.
Tenaga kerja tidak tetap ini harus mendapatkan perlakuan yang sama dengan
tenaga kerja tetap tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. Seperti halnya
yang tertera pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak
memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Sedangkan menurut kualitasnya, tenaga kerja dapat diklasifikasikan menjadi
tiga secara garis besar, yaitu:
19 H.S. Tisnanta dkk, Hukum Tenaga Kerja, edisi revisi, (Pusat Kajian Konstitusi Dan
Peraturan Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung,2015) hal.28-30
19
a. Tenaga Kerja Terdidik (Skill Labour)
Tenaga kerja terdidik atau skill labour merupakan tenaga kerja yang
biasanya memiliki cukup kemampuan atau skill yang dibutuhkan sebagai
tenaga kerja namun mereka tidak memiliki pelatihan atau belum terlatih.
Mereka biasanya merupakan tenaga kerja yang mengenyam pendidikan
baik secara formal maupun informal namun terstruktur untuk mendapatkan
pengetahuan guna memenuhi syarat kebutuhan ketenagakerjaan serta dapat
menjadi professional.
Pada umumnya mereka menguasai pengetahuan tentang bidang tertentu
namun belum pernah melakukan praktik atas pengetahuan yang mereka
dapat dari lembaga pendidikan yang mereka ikuti. Contoh tenaga kerja
yang termasuk dalam kategori ini ialah pengacara, guru, arsitek dan
dokter. Tenaga kerja ini untuk menjadi terampil dan profesional dalam
menjalankan pekerjaannya, mereka membutuhkan pelatihan terlebih
dahulu sebelum bekerja dengan baik dan benar serta dianggap sebagai
tenaga kerja berpengalaman.
b. Tenaga Kerja Terlatih (Trained Labour).
Pada umumnya tenaga kerja terlatih merupakan tenaga kerja yang
langsung siap kerja begitu memasuki dunia kerja tanpa mendapatkan
pelatihan yang signifikan terlebih dahulu seperti pada tenaga kerja terdidik
(skill labour). Tenaga kerja ini dianggap sebagai tenaga kerja yang sudah
memiliki pengalaman yang cukup atau sudah berpengalaman dalam dunia
kerja sehingga mampu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Jika
20
tenaga kerja terdidik (skill labour) pada umumnya mendapatkan
keterampilan yang masih bersifat pengetahuan melalui lembaga formal
atau lembaga pendidikan, tenaga kerja terlatih (trained labour) biasanya
mendapatkan keterampilannya melalui lembaga yang bersifat informal
dimana pelatihan atau training atau kursus dan praktek lebih sering
mereka dapatkan daripada pengetahuan. Dengan kata lain, praktek
merupakan jalan bagi tenaga kerja terlatih untuk mendapatkan
pengetahuan. Contoh dari tenaga kerja terlatih (trained labour) ialah
penjahit, penata rambut (hair stylist), sopir, tukang rias, pengrajin mebel
dan lain sebagainya.
c. Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih (Unskill Labour).
Pada umumnya, tenaga kerja yang masuk dalam klasifikasi ini ialah tenaga
kerja atau orang dalam usia produktif namun merupakan korban dari putus
sekolah sehingga tidak memiliki cukup jenjang pendidikan yang
dibutuhkan dalam dunia kerja saat ini. Selain itu, tenaga kerja ini juga
dapat dikatakan sebagai tenaga kerja dalam lingkup pekerjaan kasar karena
selain tidak memiliki jenjang pendidikan formal atau informal yang
dibutuhkan, mereka juga pada umumnya sangat minim keterampilan
sehingga tidak memiliki pengalaman kerja dan tidak memiliki keahlian
atau kemampuan spesifik yang mampu mereka tawarkan dalam kebutuhan
ketenagakerjaan.20
2.3.2 Pengertian Pemborongan Pekerjaan dan Pekerja Borongan
20 https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/sdm/jenis-tenaga-kerja, akses 29 oktober
2017 pkl 21.04
21
Pemborongan pekerjaan diatur di dalam Pasal 64 dan Pasal 65 UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di dalam Pasal 64 Undang-Undang
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat
secara tertulis. Syarat pekerjaan yang boleh diserahkan kepada perusahaan lain
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan, antara lain (Pasal 65 ayat 2
Undang-Undang Ketenagakerjaan) :
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Selain syarat jenis pekerjaan, terdapat pula syarat untuk perusahaan yang
menerima pekerjaan yaitu harus berbentuk badan hukum (Pasal 65 ayat 3
Undang-Undang Ketenagakerjaan). Sedangkan, definisi pekerja
borongan/tenaga kerja borongan diatur dalam Pasal 1 angka 3 Kepmenaker
No. KEP-150/MEN/1999 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yaitu: “Tenaga kerja borongan adalah tenaga
kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu
dengan menerima upah didasarkan atas volume pekerjaan atau satuan hasil
kerja.” Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
pemborongan pekerjaan adalah tindakan perusahaan yang menyerahkan
22
sebagian pelaksanaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian tertulis
dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan, tenaga kerja borongan
adalah tenaga kerja yang pekerjaannya didasarkan atas volume atau satuan
hasil kerja. Pemborongan pekerjaan dengan tenaga kerja borongan jelas
merupakan dua hal yang berbeda karena pemborongan pekerjaan merupakan
bentuk kebijakan/aktivitas perusahaan, sedangkan tenaga kerja borongan
merupakan status tenaga kerja yang dikaitkan dengan cara penerimaan upah.21
2.3.3 Perlindungan Tenaga Kerja
Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya
hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang
kuat. Untuk itu pengusaha wajib melaksanakan ketentuan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Di dalam Undang-Undang No. 13 tahun
2003 telah diatur beberapa pasal untuk memberikan perlindungan pada para
pekerja. Perlindungan ini sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak para
pekerja sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan
mempertimbangkan keterbatasan kemampuan fisiknya. Dalam Undang-
Undang No. 13 tahun 2003, lingkup perlindungan terhadap pekerja antara lain
meliputi :
a) Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja atau buruh untuk
berunding dengan pengusaha.
b) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
c) Perlindungan khusus bagi pekerja atau buruh perempuan.
21 http://HukumOnline.com/Definisi Pemborongan Pekerjaan dan Pekerja Borongan.
Diakses 1 Oktober 2017 pkl 8:54 wib
23
d) Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial
tenaga kerja.
Dalam berbagai tulisan entang perburuhan seringkali dijumpai adagium yang
berbunyi “Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan”. Adagium ini
nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji
lebih jauh akan kelihatan kebenarannya. Pekerja dikatakan sebagai tulang
punggung karena memang dia mempunyai peranan yang penting. Tanpa
adanya pekerja tidak mungkin perusahaan itu bisa jalan, dan berpartisipasi
dalam pembangunan.
Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah, dan
masyarakat. Maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga
keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula perlu
diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapinya
dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga
kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin.
Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan kerja yang dalam
praktek sehari-hari berguna untuk mempertahankan produktivitas dan
kestabilan perusahaan. Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia wajib di
laksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang
untuk bekerja pada perusahaan tersebut. Hal yang harus sangat diperhatikan,
yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan yang
diselenggarakan dalam bentuk jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat umum
untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan bersaskan usaha bersama,
24
kekeluargaan dan kegotong-royongan sebagai mana yang tercantum dalam
jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Perlindungan kerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan tuntunan,
maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,
perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang
berlaku dalam lingkupan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan kerja
ini akan mencakup: 22
a. Norma Keselamatan Kerja yang meliputi:
Yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat-alat kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan
tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.
b. Norma Kesehatan Kerja Dan Hergience Kesehatan Perusahaan yang
meliputi:
Pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan
dengan mengatur pemberian obat-obatan perawatan tenaga kerja yang
sakit. Mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang
memenuhi heigiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk
mencegah penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum
serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan pekerja.
c. Norma Kerja yang meliputi:
22 Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, cet. I.
(Bandung: Armico 1982), hlm. 43-44.
25
Perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan waktu
bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak,
kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masing-masing yang
diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan
sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang
menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral.
d. Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita
penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan
rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli
warisnya berhak mendapat ganti kerugian.23
Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang
melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dan Pasal 33 ayat (1) yang
menyatakan bahwa“ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas
kekeluargaan”. Pelanggaran terhadap hak dasar yang dilindungi konstitusi
merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja bertujuan untuk menghapus sistem
perbudakan dan menjaga agar para tenaga kerja lebih dimanusiakan. Sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan hidup tenaga kerja dan hidup layak sebagai
manusia. Untuk menjalankan proses dari perlindungan terhadap tenaga kerja
23 Zainal Asikin, et al, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1993, hal.96; dikutip dari Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih, Pokok-pokok Hukum Perburuhan, Cet. I, Armico Bandung, 1982, hal. 43-44.
26
itu memerlukan beberapa perencanaan dan pelaksanaan secara komprehensif,
terpadu dan berkesimbangan. Selain itu, perlindungan hukum terhadap
terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar tenaga
kerja. Menjamin kesamaan kesempatan dan perlakuan tanpa diskriminasi atas
apapun. Dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
usaha dan kepentingan pengusaha.
2.3.4 Jenis-Jenis Perlindunga Kerja.
Perlindungan kerja merupakan perlindungan yang menyangkut mengenai
aspek jaminan sosial, jam kerja, upah minimum, hak berserikat dan
berkumpul, dan perlindungan keselamatan tenaga kerja.24
Imam Soepomo
membagi perlindungan pekerja ini menjadi 3 (tiga) macam yaitu:
1. Perlindungan Ekonomis.
Yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha
untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup
memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya,termasuk
dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar
kehendaknya. Perlindungan ini disebut jaminan sosial.
2. Perlindungan Sosial.
Yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan,yang tujuannya memungkinkan pekerja itu
mengenyam den memperkembangkan pri-kehidupannya sebagai
24 Soehatman Ramli, Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, (Jakarta,
Dian Rakyat, 2010), hal 14
27
manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota
keluarga atau yang biasa disebut kesehatan kerja.
3. Perlindungan Teknis.
Yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha
untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan kerja yang dapat
ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh
bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan.Di dalam pembicaraan
selanjutnya, perlindungan jenis ini disebut dengan keselamatan kerja.25
Menyadari sangat pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah dan
masyarakat, maka perlu dilakukan agar pekerja dapat menjaga keselamatannya
dalam menjalankan pekerjaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja
dimaksudkan untuk menjamin kesamaan kesempatan dan perlakuan
diskriminasi atas dasar apapun dengan tujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
2.4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mengatur
dan memberikan perlindungan tenaga kerja untuk mendapat jaminan atas
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja di tempat kerja dalam kelancaran
proses produksi perusahaan. Dijelaskan pula bahwa dengan majunya
industrialisasi, maka akan berlangsung pula peningkatan intensitas kerja
operasioanal para pekerja, mesin-mesin, alat-alat, yang semakin canggih
dipergunakan saat ini.
25 Zainal Asikin,S.H.,S.U dkk ,Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT.Raja
Grafindo,1997), hal.76-77
28
Bahan-bahan teknis baru banyak diolah dan dipergunakan, bahan-bahan yang
mengandung racun, serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan
keterampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber
bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya yang dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja. Sehingga perlu adanya pengetahuan
keselamatan dan kesehatan kerja yang maju dan tepat. Dalam pasal 86 ayat (1)
undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dikatakan
bahwa, Setiap tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
2.4.1 Kesehatan Kerja.
Jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan jaminan sebagai upaya
penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan
pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan
persalinan. Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja sehingga dapat. melaksanakan tugas sebaik-baiknya
dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan. Oleh karena itu
upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan
jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan
penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial
tenaga kerja Untuk itu pengusaha wajib melaksanakan secara sistematis dan
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
29
Upaya kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja atau buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan cara pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Dengan demikian tujuan
kesehatan kerja adalah:
1) Melindungi pekerja dari resiko kesehatan kerja.
2) Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja atau buruh.
3) Agar pekerja atau buruh dan orang-orang disekitarnya terjamin
kesehatannya.
4) Menjamin agar produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan
berdaya guna.
Mengenai hal ini pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) Undang- Undang No. 13
Tahun 2003 yang meliputi:
1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1(satu) minggu
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pengusaha juga wajib memberikan waktu istirahat dan hari libur resmi atau
cuti kepada pekerja atau buruh, yaitu:
1) Istirahat jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja.
30
2) Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja seminggu
atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam seminggu.
3) Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan
secara terus-menerus.
4) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan
pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi
pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-
menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun
berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6
(enam) tahun.26
2.4.2. Keselamatan Kerja.
Dengan majunya industrialisasi dan modernisasi, maka dalam peningkatan
intesitas kerja operasional dan tempat kerja para pekerja. Hal ini memerlukan
pengerahan tenaga kerja secara intensif dari para pekerja. Kelelahan, kurang
perhatian, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dan sebab
terjadinya kecelakaan maka perlu dipahami perlu adanya pengetahuan
keselamatan kerja yang tepat, selanjutnya dengan peraturan yang maju akan
dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor yang sangat
penting dalam memberikan rasa tenteram, kegiatan dan kegairahan bekerja
pada tenaga kerja yang bersangkutan untuk dapat mempertinggi mutu
pekerjaan, peningkatan produksi dan produktivitas kerja.
26 F.X. Djuamialdji, Perjanjian Kerja Edisi Revisi, (Jakarta: Sinar Grafika 2005), hal. 34
31
Adapun syarat-syarat keselamatan kerja antara lain :27
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberikan kesempatan atau jalan penyelamatan diri waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja.
g. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
h. Menyelanggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
i. Memeliharaan kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menyebutkan
bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan
produksi serta produktivitas Nasional.28
Setiap pekerja/buruh yang berada di
tempat kerja terjamin pula keselamatannya. Setiap sumber produksi perlu
dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien. Perlu diadakan segala daya
upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja. Pembinaan norma-
norma perlu diwujudkan dalam Undang-Undang yang memuat ketentuan-
ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat. industrialisasi teknik dan teknologi.
27 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja),
(Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007), hal 78
28 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
32
2.5. Pengertian Program BPJS Ketenagakerjaan
Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi
anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu
dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa
tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunya sebagian besar
penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan
keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut,
serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak.29
Secara singkat jaminan
sosial diartikan sebagai bentuk perlindungan sosial yang menjamin seluruh
rakyat agar dapat mendapatkan kebutuhan dasar yang layak.
Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 5 jenis program
jaminan sosial dan penyelenggaraan yang dibuat dalam 2 program
penyelengaraan, yaitu :
1. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan programnya
adalah Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari 2014.
2. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan
programnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua,
Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian yang telah dimulai sejak 1 Juli
2015.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik
29 Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia,
(Mataram: Rajawali Pers, 2007), Hlm. 33.
33
negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat) badan usaha yang dimaksud
adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi, nantinya
semua warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini. Dalam
mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok, yaitu untuk
mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang kurang mampu.
Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok yaitu:
a. PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran) jaminan
kesehatan, yaitu PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin
dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undang-undang SJSN
yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program
Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh
pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah
b. Bukan PBI Jaminan Kesehatan30
30 http://www.antaranews.com/berita/376166/tanya-jawab-bpjs-kesehatan di akses
tanggal 8 November 2017 pukul 14:53 wib
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai tujuan
penelitian.31
Pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan
hukum utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-
asas hukum, konsepsi hukum, pandangan, dan doktrin-doktrin hukum,
peraturan dan sistem hukum. 32
2. Pendekatan Empiris
Pendekatan empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dan kenyataan
yang ada dilapangan, berdasarkan fakta yang ada.
Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai
pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau
31
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004, hlm. 112.
32
Abdul Kadir Muhammad. Ibid. hal. 135
35
kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi
dalam masyarakat.33
3.2 Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data penelitian ini berasal dari data lapangan dan data
kepustakaan. Sedangkan jenis data terdiri atas data primer dan data sekunder.
3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh penulis dari hasil studi
lapangan. Data primer ini akan diambil dari hasil wawancara yang dilakukan
kepada kepala/petugas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bandar
Lampung, kepala proyek/kontraktor pembangunan fly over di Kota Bandar
Lampung, dan kepada dua orang pekerja borongan pembangunan fly over
untuk mendapatkan saran-saran, tanggapan, dan data yang diperlukan dalam
penelitian.
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, data
sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur, dan
perundang-undangan. Data sekunder ini menghasilkan bahan hukum
sekunder.34
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka, terdiri dari:
33 Abdul Kadir Muhammad. Ibid. hlm. 134
34
Abdul kadir Muhammad. Ibid. hlm. 122
36
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan dan dokumen hukum yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat karena dibuat dan diumumkan secara resmi oleh
pembentuk hukum negara,35
antara lain :
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor:Per.01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan
Kesehatan bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari
Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
7) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 261/MENKES/SK/1998
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja.
8) Kepmenaker No.KEP-150/MEN/1999 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi
Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu.
35
Soejono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia UI-
Press, 2002), hlm.52.
37
9) Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 43 Tahun 2016
tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota
Bandar Lampung.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer, misalnya: rancangan undang-undang, hasil-
hasil penelitian, hasil karya pakar hukum, dan sebagainya.36
Bahan hukum
sekunder yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini diperoleh dari
studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain kamus
hukum, indeks majalah hukum, jurnal penelitian hukum, serta bahan-
bahan hasil pencarian yang bersumber dari internet berkaitan dengan
masalah yang diteliti.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka dan
studi lapangan.
1) Studi Pustaka (library research)
36
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 23.
38
Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari undang-undang,
peraturan pemerintah, dan literatur hukum. Hal ini dilakukan dengan cara
membaca, mengutip, mencatat, dan mengidentifikasi data yang sesuai
dengan pokok bahasan dan ruang lingkup penelitian ini.
2) Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan melalui penelitian langsung dilapangan guna
memperoleh informasi yang dibutuhkan37
terkait dengan Perlindungan
Hukum Terhadap Pekerja Borongan Pembangunan Fly Over di Kota
Bandar Lampung. Studi lapangan dilakukan dengan wawancara langsung
dan memberikan pertanyaan kepada informan yakni kepada
Kepala/petugas Dinas Ketenagakerjaan Kota Bandar Lampung, Kepala
Proyek/Kontraktor dan dua orang pekerja borongan yang bekerja didalam
lingkungan pembangunan fly over di Kota Bandar Lampung dengan
beberapa pertanyaan yang telah peneliti persiapkan.
3.4 Metode Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
1) Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan
dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan,
buku, atau artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.
37
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia UI-
Press), 2002, hlm.61.
39
2) Pemeriksaan data, (editing), yaitu data yang diperoleh, diperiksa untuk
mengetahui apakah masih terdapat kekurangan-kekurangan dan kesalahan-
kesalahan serta apakah data tersebut telah sesuai dengan permasalahan
yang dibahas.
3) Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data untuk menghindari
kekurangan dan kesalahan data yang berhubungan dengan permasalahan.
4) Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi
atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.
5) Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah
ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam
menginterprestasikan data.
3.5 Analisis Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan metode
deskriptif kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang dihasilkan dari penelitian dilapangan kedalam bentuk penjelasan dengan
cara sistematis sehingga memiliki arti dan dapat dirangkum guna pembahasan
pada bab-bab selanjutnya.
78
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
1. Bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja telah tertuang dalam
beberapa Pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan tenaga kerja yaitu meliputi,
perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan
pengusaha, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan
khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak dan penyandang cacat,
perlindungan tentang upah, serta kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga
kerja. Untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara
harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak
yang lemah, setiap pengusaha atau perusahaan penyedia jasa konstruksi di
kota Bandar Lampung wajib melaksanakan ketentuan perlindungan
tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 29 Tahun 2015, perusahaan
besar dan menengah wajib mendaftarkan empat program untuk tenaga
kerjanya yaitu jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM),
jaminan hari tua (JHT), dan jaminan pensiun.
79
2. Faktor penghambat perlindungan hukum terhadap pekerja borongan
pembangunan fly over di Kota Bandar Lampung diantaranya disebabkan
karena banyaknya aturan-aturan ketenagakerjaan yang tidak jelas dan
kabur. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, secara
normatif ada jaminan terhadap hak-hak pekerja borongan namun tidak
implementatif dan sulit dilaksanakan yang pada kenyataannya terlampau
banyak pelanggaran sementara aturan mengenai penegakan hukumnya
tidak jelas, hal ini menyebabkan aturan yang seolah melindungi buruh
menjadi sebaliknya. Faktor utama yang mengakibatkan terjadinya
pelanggaran atas perlindungan hukum tehadap pekerja borongan
diantaranya yaitu, masih ada ratusan perusahaan yang tidak mematuhi
program jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK) untuk
memberikan kewajiban perusahaan atas hak tenaga kerjanya, rendahnya
perlindungan kerja, rendahnya upah yang diterima oleh para pekerja,
perbedaan peraturan perusahaan dan peraturan pemerintah, peraturan
perusahaan dibuat secara sepihak oleh pengusaha sehingga seringkali
peraturan perusahaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
yang merugikan hak-hak pekerja/buruh dan juga sangat disayangkan
kurangnya pengetahuan ilmu hukum dari pekerja/buruh serta kurangnya
pengawasan dari pihak pemerintah sehingga banyak
pengusaha/perusahaan yang membuat peraturan perusahaan melenceng
dari peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah.
80
5.2. SARAN
Demi perbaikan atas kondisi perlindungan hukum terhadap pekerja borongan
pembangunan fly over di Kota Bandar Lampung perlu dilakukan langkah-
langkah:
1. Pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus lebih ketat dalam
melakukan pengawasan dan penyelidikan serta penyidikan terhadap
perusahaan penyedia jasa pembangunan fly over di Kota Bandar Lampung
yang tidak mematuhi ataupun belum mendaftarkan pekerjanya kepada
program jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTK).
2. Pengawasan dan penyidikan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
sangat lemah dikarenakan permasalahan dari sisi finansial dan anggota
serta kapabilitas, sehingga pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan
untuk mengatasi masalah ini agar peran pengawasan dan penyidikan dapat
berjalan sesuai yang diharapkan buruh, pengusaha, dan pemerintah.
3. Pihak perusahaan penyedia jasa yaitu PT. Dewanto Cipta Pratama harus
tetap memperhatikan hak-hak pekerja borongan agar perlindungan hukum
mengenai hak pekerja borongan yang dibuat didalam perjanjian kerja
dapat terpenuhi dan memperhatikan kesejahteraan pekerja borongan.
4. Perlu adanya sanksi pidana secara spesifik di dalam pasal 66 UU
Ketenagakerjaan karena hanya pencabutan izin oprasional saja bagi
perusahaan yang melanggar praktik outsearching dirasa belum cukup
dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja borongan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agusmidah, 2011, Dilematika Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan Politik, Medan: PT.Sofmedia.
Asikin, Zainal, dkk, 1997, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta : PT.Raja Grafindo.
Asikin, Zainal, dkk, 2006, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: Rajawali Pers.
Asyhadie, Zaeni, 2007, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja),Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Fariana, Andi, 2012, Aspek Legal Sumber Daya Manusia Menurut Hukum Ketenagakerjaan,Jakarta: Mitra Wacana Media.
Hadjon, M. Philipus, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, Surabaya: BinaIlmu.
Bambang, Joni, 2013, Hukum Ketenagakerjaan, Bandung: Pustaka Setia.
Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, cet. I,Bandung: Armico.
Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo.
Mahmud Marzuki, Peter, 2008. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana.
Nurahcmad, Much ,2009, Tanya Jawab Seputar Hak-Hak Tenaga Kerja Kontrak(Outsourcing), Jakarta: Visimedia.
Ramli, Soehatman, 2008, Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Jakarta:Dian Rakyat.
Redaksi RAS, 2010, Hak Dan Kewajiban Karyawan, Jakarta: Raih Asa Sukses.
Raharjo, Satjipto, 1976, Hukum Masyarakat Dan Pembangunan, Bandung : Alumni.
Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Surakarta: Magister Ilmu Hukum ProgramPascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Yustisia.
Soepomo, Imam, 1983, Pengantar Hukum Perburuhan, Bandung : Djambatan.
Tisnanta, H.S, dkk, Hukum Tenaga Kerja, Pusat Kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Undang-Undang
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Kepmenaker No. KEP-150/MEN/1999 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan ProgramJaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan danPerjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 43 Tahun 2016 tentang Tugas, Fungsi dan Tata
Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung
Jurnal
Bungasan Hutapea, 2010, Perlindungan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Outsourcing, Jurnal Penelitian
Hukum APHI, DE JURE, 1410-5632 Vol.10. No. 3
Fenny Nathalia Khoe, 2013, “ Hak pekerja yang sudah bekerja namun belum menandatangani
perjanjian atas upah ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 Nomor 1.
M. Fauzi, 2006, Aspek Hukum Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
(outsourcing), Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul, 021-969X. Vol.2.
N.L.M. Mahendrawati, 2009, Perjanjian Outsourcing Dalam Kegiatan Bisnis, Kertha Wicaksana,
Vol.15.
Internet
http://m.harnas.co/2017/03/01/kemenaker-kematian-akibat-kecelakaan-kerja-tinggi.html.
https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/sdm/jenis-tenaga-kerja.html
http://HukumOnline.com/Definisi-Pemborongan-Pekerjaan-dan-Pekerja-Borongan.html