375

Click here to load reader

permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

  • Upload
    halien

  • View
    284

  • Download
    15

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

UNIVERSITAS INDONESIA

PERMASALAHAN DISTRIBUSI DALAM PELAKSANAAN

PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

(Studi Pada Pendistribusian Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang)

DISERTASI

RAKHMAT

1006752662

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM DOKTOR ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

DEPOK

Juli 2015

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 2: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 3: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

UNIVERSITAS INDONESIA

PERMASALAHAN DISTRIBUSI DALAM PELAKSANAAN

PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

(Studi pada Pendistribusian Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang)

DISERTASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Ilmu Kesejahteraan Sosial

RAKHMAT

1006752662

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM DOKTOR ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

DEPOK

Juli 2015

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 4: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

ii

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 5: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 6: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

iv

Hidup memang butuh PERJUANGAN...

Berniat, Berusaha dan Berdoa adalah kunci untuk meraih Keberhasilan

(Rakhmat)

Kupersembahkan untuk :

Ayahanda H. Yusuf Dawan dan Almarhumah Ibunda Hj. Siti Akbari,

Papa M. Kurniawan, SH dan Mama Arisiah Loembaghi, S.Sos,

Yang selalu mendoakan keberhasilanku

Istriku dr. Monika Anastasia Kurniawan, M. Gizi, Sp.GK

Atas doa dan dukungannya serta telah menjadi pendamping setia di kala suka dan duka

Buah hati kami tersayang Muhammad Faiz Khairy, (Almh) Alia Zahra Ratifa,

Muhammad Faqih Ramadhan, Fakhirah Rafifah

Yang selalu menghadirkan keceriaan dan kebahagiaan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 7: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 8: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

vi

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 9: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

vii

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahim

Puji dan syukur, saya haturkan kehadirat Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat mempersembahkan karya

ilmiah dalam bentuk Disertasi yang berjudul “Permasalahan Distribusi Dalam

Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan. Studi Pada Pendistribusian

Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang”. Saya sangat menyadari dengan

sepenuh hati bahwa keberhasilan di dalam penyelesaian karya ilmiah ini, sedikit

pun tidak luput dari pertolongan dan ilmu yang dicurahkan Allah SWT kepada

hamba-hamba-Nya.

Selain itu, keberhasilan di dalam penyelesain studi ini tidak terlepas pula

dari peran dan dukungan dari semua pihak. Dalam kesempatan yang baik ini,

izinkan saya untuk mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi

tingginya kepada :

1. Yth. Bpk. Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc selaku Promotor yang

tidak pernah merasa lelah dan bosan untuk meluangkan waktu, tenaga dan

pikirannya dalam membimbing saya untuk menyesaikan disertasi ini. Di

tengah aktivitas Beliau yang sangat padat maka tidak jarang proses

bimbingan berlangsung di berbagai tempat, salah satunya di rumah Beliau.

Selain itu Beliau juga selalu memberikan keyakinan yang besar kepada saya

dalam menyelesaikan studi ini. Beliau selalu memberi perhatian dengan

menghubungi saya dan bertanya “Pak Rakhmat ada dimana, bagaimana

perkembangan studinya, kapan kita bisa maju..? ”.

2. Yth. Ibu. Dr. Hj. R. Nunung Nurwati, MS, selaku Kopromotor yang selalu

setia memberikan bimbingan, koreksi dan masukkan secara detail dan

sistematis. Di sela-sela aktivitas Beliau yang sangat padat namun Beliau

selalu senantiasa meluangkan waktunya untuk melakukan proses bimbingan

disertasi. Beliau juga selalu memberikan motivasi yang kuat agar saya tetap

bersemangat di dalam menyelesaikan studi ini.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 10: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

viii

3. Yth. Ibu. Fentiny Nugroho, MA. Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial dan para dosen di lingkungan Departemen Ilmu

Kesejahteran Sosial atas semua ilmu pengetahuan yang telah diberikan

kepada saya selama menjadi mahasiswa S3 Kessos UI.

4. Yth. Bpk. Walikota Palembang berserta jajarannya khususnya Badan

Kepegawaian Daerah dan Diklat Kota Palembang yang telah memberikan

kesempatan, dukungan moral dan materiil kepada saya untuk melanjutkan

pendidikan di Program Doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas

Indonesia.

5. Secara khusus, kepada ayahanda tercinta H. M. Yusuf Dawan dan ibunda

tersayang Almarhumah Hj. Siti Akbari; papa tercinta Muhammad Kurniawan,

SH dan Mama tersayang Arisiah Loembaghi, S.Sos serta Umi, kakak, adik

beserta keluarga besar. Mereka yang selalu mendoakan keberhasilan saya.

Namun sayang, Ibunda tercinta Hj. Siti Akbari tidak sempat melihat dan turut

merasakan keberhasilan dan kebahagiaan ini. Saya selalu ingat bahwa beliau

selalu bertanya kepada saya “kapan selesai kuliah S3 nyo?”. Bahkan di saat

beliau dalam kondisi sakit.

6. Teristimewa kepada istri saya tercinta dr. Monika Anastasia Kurniawan,

M.Gizi, Sp.GK atas doa, dukungan dan pengertiannya serta telah menjadi

pendamping setia dan penyemangat saya dalam penyelesain studi ini.

Bersama-sama melewati berbagai dinamika kehidupan selama tinggal di

wilayah Salemba, Jakarta Pusat, karena di saat yang bersamaan istri saya juga

sedang menempuh pendidikan Magister Gizi dan Spesialis Gizi Klinik kala

itu. Kondisi ini tentu saja mengharuskan kami harus mampu membagi waktu

dalam menjalankan peran sebagai orang tua (ayah dan bunda bagi anak-anak)

dan sebagai mahasiswa UI dengan serangkaian tugas kuliah. Sebuah

perjuangan yang “manis” untuk dikenang tetapi “sangat berat” untuk diulang.

7. Buah hati kami tercinta, M. Faiz Khairy, (Alm) Alia Zahra Ratifa, M. Faqih

Ramadhan, Fakhirah Rafifah, yang yang secara tidak langsung telah

merelakan berkurangnya waktu dan perhatian untuk mereka, yang selalu

memanggil saya dengan sapaan akrab di telinga “ayah..ayah...kesini dulu

ayah” untuk menemani aktivitas bermain mereka sehari-hari. Anak kami yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 11: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

ix

pertama M. Faiz selalu menelpon dan dengan polosnya bertanya “kapan ayah

pulang ke Palembang, kok ayah di jakarta terus? Siapa nanti yang akan

mengantar faiz ke sekolah?”

8. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Kesejahteraan

Sosial Universitas Indonesia khususnya angkatan 2010 atas kekompakan dan

kebersamaannya selama ini.

9. Mas Cece, Mbak Valent, Mas Tinton, Mas Arif Wibowo atas bantuan dan

dukungannya. Saya sering mengganggu aktivitas mereka sehari-hari dengan

berbagai pertanyaan dan informasi seputar kegiatan akademik dan permintaan

tolong dalam berbagai hal terkait dengan studi saya dan segenap keluarga

besar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fisip UI.

Akhir kata, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih atas segala bantuan,

dukungan, doa dan bimbingan serta arahan dari semua pihak. Semoga Allah SWT

membalas semua jasa dan kebaikan mereka. Tiada gading yang tak retak, begitu

pula dengan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, saya membuka ruang untuk

berbagai saran dan kritik yang konstruktif untuk perbaikan disertasi ini.

Depok, Juli 2015

Saya,

Rakhmat

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 12: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 13: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

xi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Kebijakan pendistribusian Raskin yang telah ditetapkan pemerintah di

tingkat nasional kenyataannya mengalami perubahan di tingkat lokal. Penelitian

ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika pendistribusian raskin di tingkat lokal,

dampak pendistribusian Raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan

kebutuhan pokok RTS dan implikasi pendistribusian raskin di tingkat lokal

terhadap aspek keadilan distributifnya. Hasil penelitian kualitatif ini menunjukkan

bahwa dinamika yang terjadi dapat dilihat dari munculnya berbagai aturan yang

mengatur pendistribusian raskin di tingkat lokal. Selanjutnya, pendistribusian

raskin di tingkat lokal berdampak pada upaya pemenuhan kebutuhan pokok yang

belum optimal. Selain itu, pendistribusian raskin di tingkat lokal berimplikasi

pada belum terwujudnya keadilan distributif.

Kata Kunci : Program Raskin, distribusi, keadilan distributif.

Nama : Rakhmat

Program Studi : Program Doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : Permasalahan Distribusi dalam Pelaksanaan Program

Penanggulangan Kemiskinan (Studi pada Pendistribusian

Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 14: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia xii

ABSTRACT

The distribution policy of the raskin (subsidized rice) program set by the

central government changes at the local level. This study aims to explain the

dynamics of raskin distribution at the local level, its impact on fulfilling the basic

needs for target households (RTS), and its implication on distributive justice. This

research employs qualitative approach. The results show that the dynamics can be

observed from the various rules in managing the raskin distribution at the local

level. Furthermore, the local distribution seems to reduce the program’s potential

to fulfill the basic needs of RTS and to improve distributive justice.

Keywords: Raskin program, distribution, distributive justice.

Name : Rakhmat

Study Program : Doctoral Program, Social Welfare Science

Title : Distributional Problems in the Implementation of Poverty

Reduction Program (A Study on Distribution of Raskin in

the Plaju District, Palembang City)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 15: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................ x

ABSTRAK …………………………………………………………………....... xi

ABSTRACT ........................................................................................................... xii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….... xiii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………........... xv

DAFTAR TABEL …………………………………………………………….... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… xviii

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xix

1. PENDAHULUAN …………………………………………………………........ 1

1.1. Latar Belakang ...............…………………………………………………..... 1

1.2. Perumusan Masalah …………………………………………………………. 11

1.3. Pertanyaan Penelitian ……………………………………………………...... 14

1.4. Tujuan Penelitian ……………………………………………………………. 14

1.5. Manfaat Penelitian ………………………………………………………….. 14

2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………... 15

2.1 Kebijakan Sosial (Social Policy) .…………………………………………..... 16

2.1.1 Proses Kebijakan .……………………………………………………… 16

2.1.2 Konsep Dasar Kebijakan Sosial …………………………................... 31

2.1.3 Ruang Lingkup Kebijakan Sosial ………….……………...................... 33

2.1.4 Program Penanggulangan Kemiskinan Dalam

Bentuk Bantuan Sosial ...........................................................................

36

2.1.5 Konsep Distribusi dalam Kebijakan Sosial ............................................ 46

2.1.6 Moral dan Kapital Sosial dalam Kebijakan Sosial ................................ 51

2.2 Keadilan Sosial (Social Justice) ...................................................................... 60

2.2.1. Konsep Dasar Keadilan Sosial ............................................................... 61

2.2.2. Pendekatan dalam konsep Keadilan Sosial ............................................ 63

2.2.3. Bentuk-Bentuk Keadilan Sosial ............................................................ 72

2.2.4. Prinsip dan Kriteria Keadilan Distributif ............................................... 77

2.2.5. Teori Keadilan Distributif menurut John Rawls ................................... 81

2.2.6. Gagagan Pemberdayaan Masyarakat dalam

Konteks Keadilan Sosial .......................................................................

84

2.2.7. Hak Asasi Manusia menuju Keadilan Sosial ......................................... 88

2.3 Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial.............................................................. 90

2.3.1. Kemiskinan ............................................................................................ 90

2.3.1.1. Konsep dasar Kemiskinan ........................................................ 91

2.3.1.2. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ....................................... 95

2.3.1.3. Strategi Penanggulangan Kemiskinan ...................................... 97

2.3.1.4. Karakteristik dan Indikator

Rumah Tangga Miskin Perkotaan ............................................

99

2.3.2. Kesejahteraan Sosial .............................................................................. 103

2.3.2.1. Konsep dan Paradigma Kesejahteraan Sosial ........................... 103

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 16: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

xiv Universitas Indonesia

2.3.2.2. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia ............................................ 105

2.3.2.3. Taksonomi Kebutuhan Manusia ................................................ 110

2.4 Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 113

3. METODE PENELITIAN .................................................................................... 115

3.1 Pendekatan Penelitian ...................................................................................... 115

3.2 Teknik Pemilihan Informan ............................................................................. 117

3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 120

3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 1 123

3.5 Validitas dan Reliabilitas Data ........................................................................ 125

3.6 Lokasi Penelitian .............................................................................................. 127

3.7 Waktu dan Proses Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 129

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................................. 131

4.1 Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Plaju................................................ 131

4.2 Kondisi Administrasi Pemerintahan................................................................. 134

4.3 Kondisi Demografi........................................................................................... 137

4.4 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Kemasyarakatan................................................ 138

5. PROGRAM RASKIN ........................................................................................... 145

5.1 Pelaksanaan Program Raskin di Indonesia ...................................................... 145

5.1.1. Pengalokasian Raskin ............................................................................ 149

5.1.2. Penetapan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat Raskin ......... 149

5.1.3. Pendistribusian Raskin ........................................................................... 151

5.2 Pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Plaju .......................................... 152

5.2.1 Pendistribusian Raskin dari Gudang Bulog Ke Titik Distribusi.............. 158

5.2.2 Pendistribusian Raskin dari Titik Distribusi ke Titik Bagi...................... 160

5.2.3 Pendistribusian Raskin dari Titik Bagi ke RTS........................................ 163

6. HASIL DAN ANALISIS DATA ......................................................................... 169

6.1. Dinamika Pendistribusian Raskin Tingkat Lokal ........................................... 169

6.1.1 Alur Pendistribusian Raskin berdasarkan Ketetapan

Pagu Raskin Nasional .......................................................................... 170

6.1.2 Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal .............................................. 175

6.1.3 Faktor Pendorong Lahirnya Kebijakan Tingkat Lokal ........................ 199

6.1.4 Hambatan dan kendala pendistribusian Raskin di tingkat lokal ............. 209

6.1.5 Moral Hazard dalam pendistribusian Raskin di tingkat lokal ............... 211

6.1.6 Dimensi-dimensi pendistribusian Raskin di tingkat lokal ...................... 217

6.2 Dampak Pendistribusian Raskin di tingkat lokal

dalam Upaya Pemenuhan Kebutuhan Pokok RTS .....................................

223

6.3 Implikasi Pendistribusian Raskin di tingkat lokal

Terhadap aspek Keadilan distributifnya ..........................................................

233

6.4 Implikasi Teoritis ............................................................................................ 250

6.5 Implikasi Praktis ............................................................................................. 255

7. PENUTUP ........................................................................................................... 259

7.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 259

7.2 Saran ................................................................................................................ 262

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 265

LAMPIRAN

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 17: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kebijakan Publik Sebagai Sebuah Pendekatan Sistem

dari Easton................................................................................

16

Gambar 2.2 Proses Kebijakan yang ideal menurut Nugroho ...................... 17

Gambar 2.3 Proses Kebijakan sebagai Input dan Output ............................. 18

Gambar 2.4 Siklus Hidup Kebijakan .......................................................... 18

Gambar 2.5 Proses Kebijakan dari Policy Design menuju

Policy Outcomes .....................................................................

20

Gambar 2.6 Kebijakan dalam operasi : Ruang kegiatan

dan aktor yang terlibat.............................................................

22

Gambar 2.7 Tipologi Program Penanggulangan

Kemiskinan di Indonesia ........................................................

41

Gambar 2.8 Tipologi Bantuan Sosial di Indonesia ………………………. 44

Gambar 2.9 Tipologi Bantuan Sosial di Amerika Latin ………………… 45

Gambar 2.10 Perbedaan konsep distribusi social market

dan economic market................................................................

48

Gambar 2.11 Dimensi Pilihan ....................................................................... 48

Gambar 2.12 Hubungan antara Bridging Kapital sosial

dan pemerintah ........................................................................

60

Gambar 2.13 Sistem kebebasan yang sama untuk semua ……………........ 68

Gambar 2.14 Sistem kebebasan yang tidak sama untuk semua …………... 68

Gambar 2.15 Lingkaran Kemiskinan ………………………………………. 95

Gambar 2.16 Taksonomi pendekatan berbasis kebutuhan ............................. 112

Gambar 2.17 Kerangka Pemikiran ……………………………………….. 114

Gambar 3.1 Analisis Data Kualitatif menurut Creswell (2009)…………… 125

Gambar 4.1 Peta Kecamatan Plaju ……………………………………… 131

Gambar 4.2 Luas Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju …………… 132

Gambar 4.3 Kondisi Geografis Kecamatan Plaju ………………………… 134

Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Penduduk berdasarkan jenis

kelamin…………....................................................................

138

Gambar 4.5 Perbandingan Jumlah Keluarga berdasarkan

tingkat kesejahteraan di Kecamatan Plaju .............……….....

141

Gambar 4.6

Kondisi Lingkungan Rumah Tangga Miskin

di Kelurahan Talang Putri ……………………………….....

142

Gambar 4.7 Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian............. 146

Gambar 5.1 Gambaran Pelaksanaan Raskin di Indonesia ……………..... 148

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 18: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia xvi

Gambar 5.2 Perbandingan penerima raskin dengan

RTS Hasil PPLS 2011……….................................................

154

Gambar 5.3 Alokasi Raskin Kecamatan Plaju Tahun 2013 …………....... 155

Gambar 5.4 Sebaran RTS Berdasarkan PPLS 2011……………………… 155

Gambar 5.5 Cakupan bantuan raskin Tahun 2013 terhadap RTS

di Kecamatan Plaju ………………………………………....

157

Gambar 5.6 Alur Distribusi Raskin dari Gudang Bulog

ke Titik Distribusi ……...........................................................

159

Gambar 5.7 Sarana Pengangkut Raskin di Tingkat lokal ……………….. 160

Gambar 5.8 Kondisi jalan di Kelurahan Plaju Darat …………………… 161

Gambar 5.9 Proses penimbangan ulang raskin oleh

salah satu Ketua RT ………...................................................

163

Gambar 6.1 Tahapan Penentuan Sasaran Penerima Raskin 2013 ………. 173

Gambar 6.2 Proses Pengambilan Keputusan di tingkat lokal …………... 179

Gambar 6.3 Hasil Ketetapan Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal .... 194

Gambar 6.4 Kebijakan Pendistribusian Raskin dalam operasi :

Ruang aktivitas dan aktor yang terlibat …………………....

196

Gambar 6.5 Rumah Tangga Miskin yang tidak terdata dalam

Program Raskin …………………………………………….

200

Gambar 6.6 Kondisi RTS PM Raskin berdasarkan

ketetapan pemerintah ……………………………………....

203

Gambar 6.7 Hubungan antara Bridging Kapital sosial dan pemerintah .... 216

Gambar 6.8 Program Raskin dalam dimensi pilihan .................................. 221

Gambar 6.9 Persepsi Rumah tangga penerima Raskin tentang

keberadaan kebijakan Lokal ……………………………......

238

Gambar 6.10 Persepsi Rumah Tangga Penerima Raskin tentang

Keadilan Distributif …………………………………...........

236

Gambar 6.11 Persepsi rumah tangga penerima Raskin tentang Makna

Keadilan Distributif …………………………………….......

238

Gambar 6.12 Kondisi Rumah Tangga Penerima Raskin berdasarkan

Kebijaksanaan Lokal ………………………………….........

241

Gambar 6.13 Matrik In Kind Transfer dan Cash Transfer ............................ 257

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 19: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penelitian terkait Pelaksanaan Program Raskin ........................... 7

Tabel 2.1 Perbandingan antara Model Utilitarian-Market

dan Model Fairness.......................................................................

71

Tabel 2.2 Tiga Generasi Hak Asasi Manusia ............................................... 90

Tabel 2.3 Rangkuman Definisi Kemiskinan ................................................ 91

Tabel 2.4 Indikator Kemiskinan Perkotaan menurut

Hentzel dan Seshagir ....................................................................

100

Tabel 2.5 Paradigma Kesejahteraan Sosial .................................................. 104

Tabel 3.1 Daftar Informan ………………………………………………… 119

Tabel 3.2 Waktu dan Proses jalannya Kegiatan Penelitian ........................... 130

Tabel 4.1 Jumlah RT dan RW Kecamatan Plaju Tahun 2013 …………… 136

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk, Keluarga dan Rata-rata jiwa

per Keluarga di Kecamatan Plaju Tahun 2013 ………………....

137

Tabel 4.3 Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan

di Kecamatan Plaju Tahun 2011 – 2012 .……………………....

139

Tabel 4.4 Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan

di Kecamatan Plaju Tahun 2013 …………………………….....

140

Tabel 5.1 Jumlah Penerima Raskin Kecamatan Plaju

Tahun 2010-2013 …….................................................................

153

Tabel 6.1 Matrik Perbandingan in Kind Transfer dan Cash Transfer ........... 258

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 20: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kumpulan Foto dokumentasi peneliti di lokasi penelitian

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Pemerintah Kota Palembang

Lampiran 3 SK Walikota Palembang No. 42 Tahun 2013 Tentang

Pagu Alokasi Raskin 2013

Lampiran 4 SK Lurah Talang Bubuk No. SK/07/KPTS/TB/2013 tentang

Pembentukan tim Pelaksana Distribusi Raskin

Lampiran 5 Notulen rapat musyawarah warga di RT. 25 Kelurahan Talang Putri

Lampiran 6 Berita Acara kesepakatan pembagian Raskin tahun 2012/2013

Lampiran 7 Pedoman Wawancara

Lampiran 8 Taksonomi Temuan dan Analisis Data

Lampiran 9 Tabel Teknik Pengolahan dan Analisa Data

(Aparatur Pemerintah Kota Palembang dan Pegawai

Perum Bulog Divre Sumsel)

Lampiran 10 Tabel Teknik Pengolahan dan Analisa Data

(Camat, PPLKB dan Lurah)

Lampiran 11 Tabel Teknik Pengolahan dan Analisa Data

(Para Ketua RT di Kecamatan Plaju)

Lampiran 12 Tabel Teknik Pengolahan dan Analisa Data

(Rumah Tangga Penerima Raskin di Kecamatan Plaju)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 21: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia xix

DAFTAR SINGKATAN

BPS : Badan Pusat Statistik

DPM : Daftar Penerima Manfaat

Juklak : Petunjuk Pelaksanaan

Muskel : Musyawarah Kelurahan

Muscam : Musyawarah Kecamatan

Pedum : Pedoman Umum

PPLS : Pendataan Program Perlindungan Sosial

Raskin : Beras untuk rumah tangga miskin

RTS-PM : Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat

SPA : Surat Permintaan Alokasi

TB : Titik Bagi

TD : Titik Distribusi

TNP2K : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 22: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 23: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kemiskinan di Indonesia merupakan salah satu masalah sosial

klasik yang telah terjadi dari tahun ke tahun bahkan mengarah kepada

kompleksitas masalah. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kemiskinan perlu

ditanggulangi bersama dan mendapat dukungan dari semua pihak baik dari

pemerintah sebagai penyedia layanan sosial maupun dari masyarakat sebagai

penerima layanan sosial khususnya dari kelompok rumah tangga miskin. Selain

itu penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu bentuk upaya untuk

mendistribusikan berbagai bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada

masyarakat miskin agar mereka mempunyai kesempatan dan hak hidup secara

layak seperti masyrakat lainnya yang tidak miskin.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Indonesia, pemerintah

telah mengambil sebuah kebijakan sosial dalam bentuk penerapan Peraturan

Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Berdasarkan peraturan tersebut Program Penanggulangan Kemiskinan dibagi

menjadi tiga kluster yaitu Kluster I berfokus pada bantuan sosial berbasis

keluarga. Selanjutnya Kluster II berfokus pada penanggulangan kemiskinan

berbasis pemberdayaan masyarakat dan Kluster III berfokus pada penanggulangan

kemiskinan berbasis pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Dengan

adanya berbagai program di masing-masing kluster maka diharapkan mampu

berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang

dihadapi oleh rumah tangga miskin. Dalam jangka panjang, hal ini diharapkan

akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan sesuai dengan target yang

telah ditetapkan oleh pemerintah.

Terkait dengan keberadaan berbagai program penanggulangan

kemiskinan tersebut maka pemerintah telah menargetkan penurunan angka

kemiskinan sebesar 7,5 % pada tahun 2015 (Pedum Raskin, 2011, p. ii). Selain itu

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 24: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

2

pemerintah melalui Menko Kesra yang ditulis dalam situs resminya, telah

menargetkan untuk dapat mengurangi angka kemiskinan sebesar 1 % setiap

tahunnya dan memprediksi angka kemiskinan dapat turun menjadi hanya sebesar

8 % di tahun 2014. Namun faktanya dari hasil pencapaian yang telah diperoleh

selama ini, penurunan angka kemiskinan nasional belum menunjukkan hasil yang

memuaskan dan belum mencapai target sebagaimana yang telah ditetapkan.

Hal ini diantaranya dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) RI

(2014b) yang menguraikan jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun 1996

sampai dengan tahun 2013. Berdasarkan data BPS tersebut dapat diketahui bahwa

jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 yaitu sebesar 31,02 juta

jiwa atau 13,33 % dan untuk September tahun 2011 yaitu sebesar 29,89 juta atau

12,36 %. Dari uraian data tersebut artinya hanya terjadi penurunan angka

kemiskinan sebesar 0,97 % di tahun 2011. Sedangkan jumlah penduduk miskin

pada September 2012 sebanyak 28,59 juta jiwa atau 11,66 %. Sementara jumlah

penduduk miskin pada September 2013 sebanyak 28,55 juta jiwa atau 11,47 %.

Data tersebut menunjukkan bahwa penurunan yang terjadi di tahun 2013 hanya

sebesar 0,19 % dan masih jauh dari target.

Terkait dengan konteks penelitian ini, kondisi yang sama juga terjadi di

Kota Palembang. Kecenderungan penurunan jumlah penduduk miskin yang terjadi

relatif kecil bahkan justru sempat mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat

dari data BPS yang menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin Kota

Palembang tahun 2009 yaitu sebesar 211.800 jiwa atau 14,75 % (BPS, 2010) dan

justru naik di tahun 2010 yaitu sebesar 218.600 jiwa atau 15,00 % (BPS, 2011).

Kemudian di tahun 2011, Pemerintah Kota Palembang kembali berhasil

menurunkan angka kemiskinan menjadi 14,13 % dengan jumlah penduduk miskin

sebanyak 210.000 jiwa (BPS, 2012). Sementara di tahun 2012, angka kemiskinan

di Kota Palembang sebesar 13,59 % dengan jumlah penduduk miskin sebanyak

206.500 jiwa. Selanjutnya di tahun 2013, angka kemiskinan Kota Palembang

kembali turun menjadi 13,36 % dengan jumlah penduduk miskin sebanyak

206.000 jiwa (BPS, 2014a). Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan nasional

ternyata angka kemiskinan di Kota Palembang justru berada pada posisi yang

lebih tinggi.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 25: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

3

Melihat hasil pencapaian tersebut tentu menimbulkan sebuah pertanyaan

mendasar yaitu bagaimana sesungguhnya pelaksanaan program penanggulangan

kemiskinan di Indonesia yang telah berlangsung selama ini. Mengapa dengan

berbagai program yang telah dijalankan, laju penurunan angka kemiskinan masih

berjalan begitu lambat. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa dalam tataran

implementasinya masih mengalami berbagai hambatan dan kendala sehingga

memunculkan dugaan bahwa berbagai program belum berjalan secara efektif.

Sementara itu hasil kajian Le Grand (1982) yang berjudul “The Strategy

of Equality” dalam Powell (1995, p. 163) mengemukakan bahwa “almost all

public expenditure on social services in Britain benefits the better off to a greater

extent than the poor”. Hasil penelitian Le Grand yang dikutip oleh Powell ini

merupakan sebuah fenomena yang menunjukkan bahwa telah terjadi

permasalahan di dalam pendistribusian manfaat layanan sosial di Inggris. Kondisi

yang terjadi pada saat itu adalah hampir seluruh pembiayaan publik dalam layanan

sosial justru lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat yang kaya

daripada kelompok masyarakat miskin (poor).

Kemudian hasil kajian yang dilakukan oleh Subbarao, dkk (1997)

mengemukakan bahwa sebagian besar program penanggulangan kemiskinan yang

telah dijalankan di beberapa negara dalam bentuk cash transfer baik dalam bentuk

family asisstance maupun social asistance mengalami kebocoran. Hal ini dapat

dilihat dari fenomena bantuan yang tidak hanya dinikmati oleh masyarakat miskin

(poor) namun dinikmati pula oleh masyarakat yang tidak miskin (non poor).

Bahkan berdasarkan kajian Subbarao, dkk (1997) menunjukkan bahwa terdapat

perbandingan yang kurang lebih sama banyak antara penerima bantuan sosil dari

kelompok masyarakat yang miskin dan kelompok masyarakat yang tidak miskin.

Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunusa (2012) terkait

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan di Nigeria. Hasil penelitiannya mengemukakan

bahwa salah satu faktor penyebab kegagalan di dalam pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan di Nigeria adalah karena adanya kesalahan di dalam

pentargetan terhadap orang miskin yang dilakukan oleh pemerintah. Kondisi ini

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 26: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

4

telah menimbulkan banyak keluhan yang disampaikan oleh masyarakat terkait

dengan distribusi bantuan yang tidak tepat sasaran.

Kondisi yang hampir sama juga dapat dilihat dari hasil studi Yesudian

(2007) di India terkait dengan pelaksanaan salah satu program penanggulangan

kemiskinan di bidang food security programme. Ia mengungkapkan bahwa

permasalahan yang muncul diantaranya yaitu terkait dengan kesulitan di dalam

pendistribusian bantuan pangan untuk menjangkau rumah tangga miskin sehingga

dapat menjamin ketepatan sasaran. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa telah

terjadi kebocoran di dalam pendistribusian bantuan melalui TPDS (Targeted

Public Distribution System) di India yaitu sebesar 41 %. Hal ini disebabkan

karena perbedaan harga pangan yang cukup besar antara TPDS dengan harga di

pasaran. Selain itu daya beli masyarakat miskin sangat rendah untuk membeli

bantuan pangan yang disediakan oleh pemerintah sehingga banyak bantuan yang

justru dialihkan ke pasar terbuka.

Dalam konteks Negara Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh

Laksmono (1999) terkait dengan permasalahan akses dalam program

penanggulangan kemiskinan. Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa keluarga

miskin yang sebenarnya lebih berhak mendapatkan bantuan pinjaman modal

usaha dari Program IDT di DKI Jakarta justru mengalami kesulitan dalam

mengakses layanan bantuan tersebut. Para petugas yang ada di lapangan

cenderung menghindari pemberian bantuan kepada kelompok rumah tangga dan

lebih memilih rumah tangga dengan kondisi ekonomi yang lebih baik dan di nilai

lebih mampu mengembalikan modal pinjaman tersebut.

Selanjutnya beberapa literatur juga telah memberikan kritik dan

penegasan akan pentingnya pencegahan pengalihan manfaat kepada kelompok

masyarakat yang tidak miskin untuk mendukung keberhasilan program,

diantaranya dikemukakan oleh Dowling dan Fang (2009) mengemukakan bahwa

“social safety nets, of which food subsidies are a component, have generally been

criticized for several reasons. First, it is argued that they are not targeted

effectively and fail to reach the poor…”(p. 128).

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 27: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

5

Sejalan dengan pernyataan tersebut Jamasy (2004, p. 7) mengemukakan

bahwa :

upaya penanggulangan kemiskinan yang terus menerus dilakukan, justru

hasilnya banyak yang dinikmati oleh lapisan masyarakat tertentu saja.

Sehingga bukan optimalisasi keberhasilan yang dirasakan, melainkan

munculnya masalah baru yang lazim disebut sebagai kesenjangan atau jarak

antara yang miskin dan yang kaya semakin lebar. Pada tataran itulah

akhirnya muncul perkiraan bahwa kemiskinan yang terjadi di Indonesia

rupanya telah berkaitan dengan persoalan hak dan ketidakadilan.

Dari berbagai hasil penelitian dan merujuk dari uraian beberapa literatur

di atas menunjukkan bahwa proses pendistribusian bantuan yang tepat sasaran

mempunyai peran penting dalam menunjang keberhasilan program

penanggulangan kemiskinan. Munculnya fenomena yang memperlihatkan adanya

pemanfaatan bantuan sosial yang lebih banyak dirasakan oleh kelompok

masyarakat yang lebih mampu tentu saja merugikan kelompok masyarakat miskin

yang justru lebih berhak mendapatkan bantuan. Oleh karena itu peneliti melihat

kajian tentang pendistribusian di dalam pelaksanaan program penanggulangan

kemiskinan perlu dilakukan secara lebih mendalam.

Program penanggulangan kemiskinan yang dipilih sebagai studi di

dalam penelitian ini adalah Program Raskin. Hal ini didasari dengan pertimbangan

antara lain berdasarkan data hasil Susenas 2009 yang dipaparkan oleh TNP2K

(2013) menjelaskan bahwa dari berbagai program bantuan sosial yang ada,

ternyata Program Raskin merupakan program bantuan sosial yang paling besar

tingkat kesalahan distribusinya. Hampir 40% rumah tangga yang tergolong

mampu masih ikut menikmati bantuan Raskin. Padahal pemerintah melalui

TNP2K (2013) juga telah menegaskan bahwa efektivitas Program Raskin sebagai

bagian dari perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan sangat

bergantung pada kecukupan income transfer dan ketepatan sasaran kepada

kelompok miskin yang dapat ditempuh melalui proses distribusi Raskin yang

tepat.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 28: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

6

Selain itu pertimbangan lainnya adalah baik dari aspek waktu maupun

aspek peran dan fungsinya. Program Raskin merupakan program sosial yang telah

cukup lama dilaksanakan oleh pemerintah dan hingga saat ini masih tetap

dipertahankan keberadaannya. Program Raskin telah dilaksanakan sejak tahun

1998 yang awalnya dikenal dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK). Namun

dalam perkembangannya sejak tahun 2002, Program OPK ini berganti nama

menjadi Program Raskin. Sementara itu terkait dengan peran dan fungsinya,

sebelumnya program ini berperan sebagai jaring pengaman sosial (social safety

net) untuk menekan kenaikan harga beras akibat krisis ekonomi yang melanda

Negara Indonesia pada saat itu. Kemudian peranya ditingkatkan yaitu menjadi

salah satu elemen terpenting dalam program perlindungan sosial (social

protection) yang telah mencakup 57 % penduduk miskin di Indonesia (Laporan

Bank Dunia, 2007). Selain itu program ini fungsinya dalam membantu

pemenuhan kebutuhan yang mendasar bagi rumah tangga miskin (basic need)

yaitu beras bersubsidi.

Program Raskin ini sendiri termasuk ke dalam kluster I yaitu program

dalam bentuk bantuan sosial berbasis keluarga. Sesuai dengan namanya, program

ini merupakan program subsidi pangan yang memberikan bantuan berupa

penyediaan beras murah (bersubsidi) bagi rumah tangga miskin yang ada di

seluruh wilayah Indonesia. Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan (TNP2K) di dalam situs resminya mengemukakan bahwa yang

menjadi karakteristik dari program penanggulangan kemiskinan kluster I adalah

bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin yang

meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, pangan, sanitasi, dan air bersih.

Di dalam pelaksanaannya indikator keberhasilan pelaksanaan program

Raskin yang terdiri dari 6 Tepat (6T) yaitu tepat sasaran penerima manfaat, tepat

jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi, dan tepat kualitas. Namun

dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program Raskin

belum mampu sepenuhnya memenuhi indikator 6T tersebut. Hasil beberapa

penelitian terkait dengan pelaksanaan program Raskin, peneliti rangkum dalam

Tabel 1.1 berikut ini.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 29: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

7

Tabel. 1.1

Penelitian terkait Pelaksanaan Program Raskin No. Tematik Pembahasan Peneliti Ket

1. Pelaksanaan

Program

(Distribusi)

Terjadi pengurangan alokasi Raskin

menjadi antara 4 -18 kg/keluarga, Raskin

dibagi rata yang terjadi di Provinsi

Bengkulu.

SMERU

(2003)

Lembaga

Penelitian

SMERU

Terjadi kebocoran dalam program Raskin.

sekitar 18 persen dari beras tersebut

hilang.

Olken

(2006)

Hasil

penelitian

Masih banyak terdapat kekurangan atau

ketidaksesuain antara indikator yang telah

ditetapkan dengan kenyataan yang ada di

lapangan yaitu di Kota Palembang.

Rosleni

(2006)

Tesis

Pelaksanaan di Provinsi Jawa Barat belum

begitu efektif. RTM menebus Raskin

dengan harga yang jauh diatas harga

normatifnya. Jumlah Raskin yang

diterima jauh lebih sedikit.

Hutagaol

dan Asmara

(2007)

Jurnal

Agro

Ekonomi

Raskin lebih banyak dinikmati oleh rumah

tangga yang tidak miskin yaitu hanya

sekitar seperempat dari rumah tangga

penerima yang diklasifikasikan miskin.

World

Bank

(2007)

Laporan

kegiatan

Efektivitas pelaksanaan program Raskin

relatif lemah, permasalahan banyak terjadi

mulai dari titik distribusi hingga rumah

tangga penerima, jenis permasalahannya

relatif sama dari tahun ke tahun.

SMERU

(2008)

Lembaga

Penelitian

SMERU

Adanya pembagian beras Raskin secara

merata kepada warga masyarakat dan

tidak berdasarkan daftar penerima

manfaat yang telah ditetapkan oleh

pemerintah di Kabupaten Tanggerang.

Wahyudi

(2010)

Tesis

Distribusi Raskin di Indonesia belum

tepat sasaran. Distribusi Raskin di

Indonesia belum tepat jumlah dan harga.

Indeks ketepatan jumlah 58 persen di

pedesaan, 53 persen di perkotaan dan 57

persen secara nasional. Indeks ketepatan

harga 68 persen di pedesaan, 63 persen di

perkotaan dan 67 persen secara nasional.

Jamhari

(2012)

Jurnal

Ekonomi

dan

Pembang

unan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 30: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

8

Lanjutan

No. Tematik Pembahasan Peneliti Ket

1. Pelaksanaan

Program

(Distribusi)

Kebijakan program Raskin belum dapat

diimplementasikan secara konsisten di

lapangan. Raskin didistribusikan tidak

hanya kepada rumah tangga yang

terdaftar dalam basis data terpadu seperti

ditetapkan. Konsekuensinya fungsi

perlindungan sosial Raskin relatif masih

sangat lemah, belum cukup memadai

untuk melindungi rumah tangga miskin

dan rentan dari resiko.

Anwar

Sitepu,

dkk (2014)

Puslibang

Kessos

2. Dampak Penyaluran subsidi beras melalui

kebijaksanaan harga dasar dalam

menghadapi perubahan makroekonomi

dan perubahan globalisasi diperkirakan

mempengaruhi peranan Bulog di masa

datang. Salah satunya tekanan terhadap

anggaran pemerintah yang semakin kuat.

Suharmen

(1999)

Tesis

Meneliti tentang dampak bantuan

Raskin bagi kesejahteraan anak di

Indonesia. Hasilnya menunjukkan

bahwa karena Raskin sebagian besar

tidak diterima oleh keluarga yang paling

membutuhkan maka bantuan tidak

meningkatkan kesejahteraan anak dari

keluarga yang meneri bantuan.

Julia Atini

Vlajic

(2010)

Tesis

Melalui pendekatan ilmu ekonomi,

Penelitian ini menganalisis dampak

subsidi Raskin terhadap perubahan

kesejahteraan rumah tangga dan

menganalisis dampak subsidi pangan

lainnya terhadap perubahan

kesejahteraan rumah tangga jika alokasi

belanja Raskin dialihkan seluruhnya

untuk konsumsi komoditi bersubsidi

lainnya.

Aris

Yunanto

(2010)

Disertasi

3.

Pentargetan Dalam pentargetan Program Raskin

ditemui adanya kesalahan sasaran

(mistargeting) meskipun dalam tingkat

yang relatif rendah. Hal ini terindikasi

dari adanya rumah tangga tidak miskin

yang menjadi penerima Raskin

(leakage) dan adanya rumah tangga

miskin yang belum menjadi penerima

(undercoverage).

Mariyam

Musawa

(2009)

Tesis

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 31: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

9

Lanjutan

No. Tematik Pembahasan Peneliti Ket

3. Pentargetan Hasil kajiannya mengemukakan bahwa

pemerintah mengalokasikan Raskin pada

tahun 2013 sebesar kurang lebih 15,53

juta RTS-PM. Namun dalam

kenyataannya di lapangan jumlah

penerima Raskin membangkak mencapai

31,24 juta jiwa RTS-PM. Aspek ketepatan

sasaran menurutnya memang disinyalir

sebagai kelemahan utama dari Program

Raskin. Selanjutnya mereka

mengemukakan bahwa dari hasil

perhitungan menunjukkan pencapaian

tepat sasaran hanya sebesar kurang lebih

dari 49,45 %.

Kholil

dkk,

2013

Kemenko

Kesra

Perlunya transparansi di dalam

pendistribusian bantuan Raskin melalui

penggunaan kartu Raskin (Id Card) untuk

mencegah pengalihan manfaat kepada

yang tidak berhak menerimanya.

Abhijit

Banerjee,

dkk

(2015)

Poverty

Reduction

Support

Facility

Berdasarkan rangkuman hasil penelitian di atas secara umum

menunjukkan bahwa pelaksanaan program Raskin khususnya terkait dengan

pendistribusian bantuan masih mengalami permasalahan di lapangan yaitu

distribusi yang belum tepat sasaran, terjadinya peningkatan harga tebus Raskin,

berkurangnya alokasi Raskin yang seharusnya diterima oleh masing-masing RTS,

Raskin didistribusikan dengan cara di bagi rata dan tidak berdasarkan Daftar

Penerima Manfaat (DPM) Raskin.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh SMERU (2003, 2008)

menyimpulkan bahwa permasalahan yang relatif sama dari tahun ke tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa selama ini belum terjadi proses perbaikan di dalam

pelaksanaan program Raskin di Indonesia. Fokus penelitian mengkaji tentang

proses distribusi dengan cara di bagi rata, terjadi pengurangan alokasi bantuan

Raskin bagi RTS dan terjadi peningkatan harga tebus Raskin dari apa yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Begitu juga hasil penelitian yang dilakukan oleh

Wahyudi (2010) yaitu terkait dengan adanya sistem pembagian dengan cara di

bagi rata.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 32: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

10

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol dan Asmara (2007)

hanya memfokuskan pada masalah harga tebus dan jumlah alokasi Raskin.

Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terjadinya penurunan alokasi Raskin yang

diterima RTS dan terjadi peningkatan harga tebus Raskin. Selain itu Bank Dunia

(2007) juga menyoroti tentang pemanfaatan bantuan Raskin yang lebih banyak

dinikmati oleh rumah tangga yang tidak miskin. Sementara itu secara lebih

komprehensif, Rosleni (2006) memfokuskan penelitian terkait dengan kesesuaian

antara indikator 6 Tepat yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan kenyataan

yang ada di lapangan.

Kemudian hasil penelitian tentang program Raskin ditinjau pula dari

dampak program Raskin antara lain terhadap kesejahteraan anak (Vlajic, 2010),

dampak subsisi Raskin terhadap kesejahteraan rumah tangga (Yunanto, 2010) dan

dampak subsidi beras terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan

(Suharmen, 1999). Selanjutnya penelitian terkait dengan program Raskin

difokuskan pula pada masalah pentargetan sasaran yang menunjukkan bahwa

masih adanya kesalahan di dalam penentuan sasaran (Musawa, 2009) dan perlu

adanya penggunaan kartu Raskin di dalam pendistribusian Raskin untuk

mencegah pengalihan manfaat (Banerjee, dkk, 2015).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu, peneliti melihat bahwa

penelitian sebelumnya lebih banyak memfokuskan kajian terkait dengan

pelaksanaan program Raskin dengan membandingkan antara realita pelaksanaan

di lapangan dengan indikator 6 Tepat yang telah ditetapkan oleh pemerintah

sehingga diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan Raskin belum sepenuhnya

memenuhi indikator 6 Tepat tersebut. Sedangkan sejauh ini peneliti melihat

bahwa belum ada penelitian yang mengkaji secara lebih mendalam terkait dengan

pelaksanaan pendistribusian Raskin yang terjadi di tingkat lokal khususnya terkait

dengan fenomena pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata. Oleh karena itu

untuk mengisi kekosongan tersebut maka peneliti melihat fenomena

pendistribusian dengan cara dibagi rata ini adalah hal yang menarik dari

pelaksanaan program Raskin ini dan perlu dikaji secara lebih mendalam.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 33: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

11

Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dikatakan bahwa kondisi ini

telah berlangsung lama dari tahun ke tahun dan belum ada perubahan. Padahal di

satu sisi pemerintah telah menetapkan aturan yang jelas terkait dengan

pendistribusian Raskin di tingkat nasional sampai ke tingkat kelurahan/desa.

Adanya sistem pendistribusian Raskin dengan cara dibagi rata tersebut

menimbulkan dilema dan ketidakjelasan mengenai acuan apa yang sebenarnya

digunakan dalam pendistribusian Raskin. Selain itu adanya pengurangan alokasi

Raskin untuk masing-masing Rumah Tangga Sasaran (RTS) tentu memberikan

dampak bagi pencapaian tujuan program dalam upaya membantu pemenuhan

kebutuhan pokok RTS. Selanjutnya bagaimana pula kaitannya dengan aspek

keadilan distributif bagi rumah tangga sasaran.

1.2. Perumusan masalah

Keberadaan Kota Palembang sebagai ibukota Propinsi Sumatera Selatan

telah menjadikan Kota Palembang tumbuh dan berkembang dengan pesat hampir

di segala bidang kehidupan. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Palembang dalam

kurun 5 tahun terakhir cenderung menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun

baik yang dihitung dengan migas maupun tanpa migas. Begitu juga dengan

realisasi penerimaan APBD Kota Palembang cenderung mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun (Palembang Dalam Angka Tahun 2013). Namun menurut

Kepala BPS Kota Palembang, di balik keberhasilan Kota Palembang dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pesat, ternyata tidak berdampak

langsung bagi masyarakat miskin. Menurutnya hal ini dapat dilihat dari kondisi

masyarakat yang berada di wilayah perbatasan dengan perkotaan masih berada

dalam kondisi kemiskinan yang tinggi (Suarasumsel, 17 Oktober 2012).

Fenomena di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya pertumbuhan

ekonomi yang berhasil dicapai belum memberikan dampak pada peningkatkan

kondisi sosial masyarakat yang ada di Kota Palembang terutama yang berada di

daerah perbatasan. Salah satu wilayah perbatasan dengan kondisi sosial

masyarakat yang belum meningkat dan peneliti pilih sebagai lokasi penelitian ini

adalah wilayah Kecamatan Plaju yang berbatasan langsung dengan Kabupaten

Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Kondisi sosial masyarakat yang belum

meningkat ditandai dengan jumlah penduduk miskin yang masih cukup tinggi.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 34: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

12

Sementara itu berdasarkan kategorisasi dari pemerintah mengemukakan

bahwa yang termasuk rumah tanggga miskin adalah Keluarga Pra Sejahtera dan

Keluarga Sejahtera I. Merujuk dari hasil Rekapitulasi Pendataan Keluarga Tingkat

Kecamatan yang dilakukan oleh PPLKB Kecamatan Plaju menyebutkan bahwa

justru terjadi peningkatan jumlah rumah tangga miskin yang ada di Kecamatan

Plaju dengan rincian yaitu di tahun 2013 tercatat berjumlah 5.609 RT. Sementara

di tahun 2012 yaitu berjumlah sebanyak 5.355 RT. Hal ini berarti terjadi

peningkatan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 254 RT. Secara konseptual

kondisi ini tentu menimbulkan sebuah pertanyaan mendasar mengapa jumlah

rumah tangga miskin di Kecamatan Plaju justru mengalami peningkatan padahal

telah didistribusikan berbagai bentuk bantuan sosial dari pemerintah khususnya

program Raskin.

Walaupun pada kenyataannya naik turunnya jumlah rumah tangga miskin

memang disebabkan oleh banyak faktor. Namun program Raskin mempunyai

kekhususan dalam penanggulangan kemiskinan karena memliki dampak pada

konsumsi dan pengeluaran rumah tangga miskin. Sehingga dapat dikatakan bahwa

program Raskin memegang peran yang cukup strategis dalam hal pemenuhan

ekonomi pada golongan tingkat bawah dan berada pada posisi penting dalam

struktur penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Jika dikaitkan dengan proses

pendistribusian raskin yang telah berlangsung selama ini di Kecamatan Plaju,

memunculkan dugaan bahwa distribusi bantuan raskin tidak tepat sasaran.

Selanjutnya ketidaktepatan sasaran di dalam pelaksanaan pendistribusian raskin

diduga pula akibat adanya ketidakefektifan pada birokrasi pemerintah khususnya

dalam hal pemberian pelayanan sosial yang dilakukan oleh para pelaksana

program di tingkat lokal. Apa yang sebenarnya terjadi pada birokrasi di tingkat

lokal.

Penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan karena sejauh ini peneliti

melihat adanya kejanggalan-kejanggalan ataupun permasalahan yang selalu

muncul di dalam pendistribusian raskin di tingkat lokal yang ditandai dengan

adanya berbagai bentuk penyimpangan di masyarakat. Berdasarkan hasil studi

awal yang peneliti lakukan diketahui bahwa proses pendistribusian Raskin dengan

cara dibagi rata ternyata disebabkan karena adanya inisiatif atau kebijaksanaan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 35: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

13

yang diambil oleh para pelaksana program di tingkat lokal. Oleh karena itu

peneliti ingin melihat bagaimana dinamika yang terjadi di dalam proses

pendistribusian raskin di tingkat lokal.

Selain itu peneliti melihat bahwa pelaksanaan distribusi raskin dengan

cara di bagi rata tentu memberikan dampak bagi upaya pemenuhan kebutuhan

pokok bagi rumah tangga miskin. Apakah program Raskin dapat menjadi

instrumen penting dalam hal penanggulangan kemiskinan atau justru membuat

rumah tangga miskin menjadi semakin terpuruk. Sehingga penelitian perlu

mengkaji lebih dalam mengenai dampak pendistribusian raskin di tingkat lokal

tersebut dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok bagi RTS.

Selanjutnya peneliti melihat bahwa masalah ketepatan sasaran adalah hal

yang penting karena mengingat rumah tangga miskin bahkan yang sangat miskin

merupakan kelompok yang rentan dan yang paling membutuhkan. Jika dikaitkan

dengan aspek keadilan distributif sebagaimana yang dikemukakan oleh Rawls

(1971) yaitu mengutamakan bagi mereka yang paling tidak beruntung maka

pendistribusian Raskin harus dapat menjangkau kelompok-kelompok rumah

tangga yang paling miskin yang ada di wilayah Kecamtan Plaju. Sehingga

penelitian ini menjadi penting karena untuk mewujudkan keadilan distributif di

dalam proses pendistribusin raskin di tingkat lokal. Dengan kata lain penting

untuk memastikan terjangkaunya orang yang termiskin yaitu sebesar 25 % dari

yang miskin (TNP2K, 2013).

Dari berbagai kajian tersebut maka penelitian ini dimaksudkan dapat

membuat proses pendistribusian raskin di tingkat lokal berjalan menjadi lebih

baik. Dengan proses pendistribusian raskin di tingkat lokal yang lebih baik maka

diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan bagi upaya pemenuhan

kebutuhan pokok bagi RTS dan berimplikasi pada terciptanya keadilan distributif

di masyarakat. Oleh karena itu penelitian ini berupaya untuk mengetahui

bagaimana dinamika pendistribusian raskin yang terjadi di tingkat lokal,

bagaimana dampak pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya

pemenuhan kebutuhan pokok RTS dan bagaimana implikasinya terhadap aspek

keadilan distributifnya. Dengan melihat data dan fenomena yang telah diuraikan

di atas maka peneliti tertarik untuk mengkaji tentang Permasalahan Distribusi

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 36: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

14

Dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan. Studi Pada

Pendistribusian Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian yang ada, maka dapat dirumuskan pertanyaan

penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana dinamika pendistribusian Raskin di tingkat lokal kepada rumah

tangga miskin?

2. Bagaimana dampak pendistribusian Raskin di tingkat lokal dalam upaya

pemenuhan kebutuhan pokok (beras) rumah tangga sasaran?

3. Bagaimana implikasi pendistribusian Raskin di tingkat lokal terhadap aspek

keadilan distributifnya?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan dinamika pendistribusian Raskin di tingkat lokal kepada rumah

tangga miskin.

2. Menjelaskan dampak pendistribusian Raskin di tingkat lokal dalam upaya

pemenuhan kebutuhan pokok (beras) rumah tangga sasaran.

3. Menjelaskan implikasi pendistribusian Raskin di tingkat lokal terhadap aspek

keadilan distributifnya.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat di bagi menjadi dua yaitu :

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan Ilmu

Pengetahuan khususnya mengenai pengembangan Teori Ilmu Kesejahteraan

Sosial di bidang Pembangunan Sosial.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka pola pikir pemerintah dan

sebagai bahan masukan bagi pihak terkait dalam mencermati Pelaksanaan

Program Penanggulangan Kemiskinan khususnya Program Raskin dan

mengambil langkah-langkah perbaikan untuk menuju ke arah yang lebih baik.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 37: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini peneliti menguraikan dan menjelaskan berbagai aspek,

konsep dan teori yang melandasi penelitian ini. Pembahasan akan difokuskan

mengenai antara lain : Pertama terkait dengan keberadaan kebijakan sosial di

masyarakat. Kajian yang dibahas terkait dengan kebijakan sosial yaitu mengenai

proses kebijakan, konsep dasar dan ruang lingkup kebijakan sosial serta kehadiran

program penanggulangan kemiskinan di masyaakat. Kajian mengenai proses

kebijakan perlu dilakukan untuk mengetahui atau memetakan bagaimana

sesungguhnya proses atau tahapan yang harus dilalui sehingga sebuah kebijakan

dapat dihasilkan di tingkat atas. Selanjutnya kebijakan di tindak lanjuti sampai ke

tingkat menengah dan bawah. Selain itu berbicara mengenai proses kebijakan

peneliti kaitan pula dengan bagaimana sebuah kekuasaan dijalankan atau

dikembangkan. Kemudian, Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan

dalam bentuk Program Raskin dapat dipandang sebagai wujud nyata adanya

kebijakan sosial. Itu artinya berbicara mengenai Pelaksanaan Program

Penanggulangan Kemiskinan tidak lepas dari kajian mengenai kebijakan sosial

sebagai acuannya.

Kedua, peneliti lanjutan pembahasan terkait dengan keadilan sosial di

dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan khususnya mengenai

aspek keadilan distributif. Terkait dengan topik penelitian ini maka peneliti

menyoroti tentang pendistribusian raskin di tingkat lokal. Peneliti menguraikan

mengenai konsep dasar keadilan sosial, pendekatan di dalam keadilan sosial

terutama terkait dengan konsep keadilan distributif. Ketiga, mengenai kemiskinan

dan kesejahteraan sosial. Pembahasan mengenai kemiskinan dapat dilihat dari

konsep dasar kemiskinan, faktor-faktor penyebab kemiskinan dan strategi dalm

penanggulangan kemiskinan. Sedangkan mengenai kesejahteraan, peneliti

melakukan pembahasan mengenai bagaimana cara mewujudkan kesejahteraan dan

terkait dengan konsep kebutuhan dasar manusia. Peneliti melihat bantuan dalam

bentuk beras mempunyai relevansi yang cukup kuat dengan konsep kebutuhan

dasar manusia.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 38: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 16

2.1 Kebijakan Sosial

2.1.1 Proses Kebijakan

Berbicara mengenai kebijakan, secara normatif tentu tidak terlepas dari

serangkaian tahapan atau proses yang menyertainya sehingga nantinya sebuah

kebijakan dapat dihasilkan. Pada tataran ini walaupun proses kebijakan terdiri dari

serangkaian tahapan namun antara tahapan yang satu dengan tahapan yang

lainnya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling mempengaruhi. Berikut

ini, peneliti mencoba menyajikan beberapa proses kebijakan yang telah

dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya proses kebijakan yang

dikembangkan oleh David Easton (1984) dalam Nugroho (2012). Dalam model

Easton ini, Nugroho (2012) menjelaskan bahwa kebijakan publik dianggap

sebagai sebuah sistem politik sebagai mana Easton menganalogikan dengan

sistem biologi. Kebijakan publik digambarkan sebagai hasil atau output dari

sistem (politik) sebagai mana yang digambarkan pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar. 2.1

Kebijakan Publik Sebagai Sebuah Pendekatan Sistem dari Easton Sumber : Nugroho, 2012, p. 527

Berdasarkan gambar 2.1 di atas, dapat dipahami bahwa lahirnya sebuah

kebijakan publik diawali dengan adanya input berupa dukungan (support) dan

tuntutan (demands). Tahapan selanjutnya “input” kemudian diolah dan dibahas

dalam sebuah sistem politik yang dianut dalam suatu negara. Kemudian dari

proses tersebut menghasilkan keputusan atau kebijakan sebagai output-nya.

Dalam hal ini dapat diketahui bahwa sistem politik mempunyai peran yang cukup

besar dalam menentukan keputusan atau kebijakan yang akan dihasilkan. Proses

selanjutnya, setelah kebijakan atau keputusan dihasilkan maka kebijakan itu

sendiri dapat menjadi feedback yang berfungsi sebagai input untuk proses

kebijakan selanjutnya. Hal yang perlu menjadi perhatian di dalam proses

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 39: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 17

kebijakan Easton ini adalah bahwa baik input maupun outputnya dipengaruhi pula

oleh kondisi lingkungan kebijakan yang ada disekitarnya.

Secara garis besar Nugroho (2012) berpendapat bahwa pada dasarnya ada

satu pola yang sama di dalam berbagai model formal proses kebijakan yaitu terdiri

dari gagasan kebijakan, formalisasi dan legalisasi kebijakan, implementasi, baru

kemudian menuju pada kinerja atau mencapai prestasi yang diharapkan yang

didapatkan setelah dilakukan evaluasi kinerja kebijakan. Selanjutnya, secara lebih

jelas Nugroho menggambarkan proses kebijakan yang ideal yang mana

menurutnya proses ini dikembangkan dari pendekatan dalam teori sistem sebagai

berikut:

Gambar. 2.2

Proses Kebijakan yang ideal menurut Nugroho Sumber : Nugroho, 2012, p. 533

Berdasarkan gambar 2.2 di atas, dapat lihat bahwa proses kebijakan

terdiri dari 4 tahapan yaitu isu kebijakan, formulasi kebijakan, implementasi

kebijakan dan terakhir kinerja kebijakan. Semua tahapan tersebut dipengaruhi

oleh lingkungan kebijakan. Selanjutnya merujuk dari teori sistem maka yang

dianggap sebagai Input adalah Isu kebijakan. Sedangkan kinerja kebijakan yang

dinilai melalui kegiatan evaluasi kebijakan dianggap sebagai output.

Sementara dalam literatur lainnya, proses kebijakan dengan karakteristik

utama model Eastonian digambarkan dalam bentuk aliran yang terdiri dari input

dan output, sebagaimana yang dikemukakan oleh Parsons (2008) sebagai berikut :

Isu

kebijakan

(Agenda

Pemerintah)

Formulasi

Kebijakan Implementasi

kebijakan

Kinerja

Kebijakan

Proses Kebijakan

Evaluasi

Kebijakan Proses Politik

Input Proses Output

Lingkungan Kebijakan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 40: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 18

Gambar. 2.3

Proses Kebijakan sebagai Input dan Output Sumber : Fronhock (1979); Jones (1970) dalam Parsons, 2008, p. 26

Dari gambar 2.3 di atas menunjukkan secara jelas bahwa lahirnya

kebijakan tidak terlepas dari adanya berbagai inputs yang berada di belakangnya

yaitu diantaranya adanya permintaan dan dukungan. Dari adanya inputs ini dapat

melahirkan sebuah kebijakan. Kebijakan itu sendiri dapat berupa regulasi,

distribusi, redistribusi, kapitalisasi maupun kekuasaan etis. Selanjutnya dengan

adanya implementasi kebijakan maka akan berdampak pada adanya output atau

sesuatu yang dihasilkan yaitu berupa aplikasi, penguatan, interpretasi, evaluasi,

legitimasi, modifikasi dan penarikan diri. Ketiga komponen tersebut merupakan

serangkaian komponen yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya (saling

terkait). Adanya input yang baik turut mendukung terciptanya kebijakan yang baik

pula. Kebijakan yang baik akan menghasilkan kondisi atau hasil yang baik pula.

Sedangkan pada bagian lainnya, Parson (2008) menggambarkan proses

kebijakan dalam sebuah siklus yang dinamakannya sebagai siklus hidup

kebijakan. (lihat gambar 2.4).

Gambar 2.4.

Siklus Hidup Kebijakan Sumber : Parson, 2008, p. 80

Berdasarkan gambar 2.4 terlihat bahwa proses kebijakan digambarkan

sebagai proses yang terus berulang bagaikan sebuah lingkaran yang tidak ada

ujungnya. Dimulai dari adanya masalah yang muncul di masyarakat. Kemudian

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 41: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 19

masalah tersebut direspon dengan memahami dan mempelajari permasalahan

yang ada. Selanjutnya dilakukan identifikasi untuk mencari solusi yang terbaik

dari berbagai opsi alternatif yang tersedia. Setelah seleksi berhasil menentukan

opsi kebijakan yang akan di ambil maka selanjutnya kebijakan tersebut di

implementasikan. Setelah di implementasikan maka dalam jangka waktu tertentu

kebijakan tersebut akan dievaluasi. Jika ditemukan adanya masalah yang baru

maka selanjutnya proses pun berulang dan begitu seterusnya sehingga kebijakan

diibaratkan sebagai sesuatu terus hidup dalam sebuah siklus.

Senada dengan apa yang dikemukakan oleh Parson (2008), maka Suharto

(2008, p. 26) menggambarkan proses kebijakan yang dinamakannya sebagai

lingkaran kebijakan. Suharto (2008) menguraikannya yaitu meliputi pertama,

mengidentifikasi isu kebijakan; kedua, merumuskan agenda kebijakan; ketiga,

melakukan konsultasi dengan berbagai lembaga dan pihak terkait; keempat,

menetapkan keputusan; kelima, implementasi kebijakan dan ke enam, melakukan

evaluasi. Setelah evaluasi dilakukan maka tahapan selanjutnya kembali lagi ke

tahapan pertama yaitu mengidentifikasi isu kebijakan yang diperoleh setelah

melakukan evaluasi kebijakan.

Selain itu, Banting (1979) dalam Spicker (1995, p. 105) menguraikan

tahapan di dalam pembentukan kebijakan (policy formation) yaitu pertama,

memperhatikan atau menyadari terkait masalah yang ada (awareness of the

problem). Ia menjelaskan bahwa masalah yang dimaksud dalam konteks ini

adalah suatu hal yang tidak bisa dipahami secara sederhana tetapi membutuhkan

adanya sebuah kesepakatan (konvensi) yang bekerja dalam mengidentifikasi

masalah-masalah tersebut. Selain itu masalah harus pula diakui oleh orang lain

sebagai suatu masalah selain dari orang yang menderita akibat masalah yang

dihadapinya. Tahap yang kedua yaitu melihat masalah yang menonjol, sejauh

mana masalah tersebut menonjol (the salience of the problem) yang dikondisikan

dari beberapa isu yang ada. Dalam hal ini Hall, Land Parker dan Webb (1975)

dalam Spicker (1995) menekankan pentingnya legitimasi, yaitu sesuatu dapat

dianggap benar dan masyarakat harus dapat menerima bahwa beberapa tindakan

harus diambil dalam mengatasi sebuah masalah. Selain itu Hall, Land Parker dan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 42: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 20

Webb (1975) juga berpendapat bahwa kebijakan membutuhkan dukungan dan

seseorang pasti membutuhkan kebijakan tersebut.

Selanjutnya tahapan yang ketiga yaitu mendefinisikan masalah yang ada

yang disyaratkan melalui kondisi dan ideologi politik. Hal ini berarti dalam

mengidentifikasi masalah harus disesuaikan dengan kondisi dan ideologi di

masing-masing negara. Sedangkan tahapan yang ke empat yaitu melakukan

spesifikasi terhadap berbagai alternatif atau pilihan yang tersedia (specification of

the alternatives). Menurut Hall dkk (1975) dalam Spicker (1995), hal ini dapat

dilakukan melalui a test feasibility yaitu uji kelayakan dimana sebuah pengukuran

harus dapat dilaksanakan. Kemudian tahapan yang kelima, memilih alternatif

yang terbaik diantara beberapa alternatif yang tersedia yaitu memilih alternatif

yang lebih dapat dioperasionalisasikan.

Selanjutnya Hasenfeld (2010) di dalam uraiannya memaparkan bahwa

bagaimana kebijakan berjalan sebagai sebuah proses dalam konteks organisasi

dapat dilihat dari tahapan design kebijakan (policy design) menuju hasil kebijakan

(policy outcomes) sebagaimana yang digambarkan dalam gambar 2.5 berikut ini.

Gambar. 2.5

Proses Kebijakan dari Policy Design menuju Policy Outcomes Sumber : Hasenfeld (2010, p. 150)

Berdasarkan gambar 2.5 di atas, Hasenfeld (2010) menjelasakan proses

kebijakan terdiri dari beberapa tahapan yang digambarkan seperti sebuah lapisan

kulit. Sebagai lapisan kulit terluar dari proses kebijakan yaitu dimulai dari policy

design. Pada tahapan ini kebijakan dibuat oleh pembuat kebijakan di tingkat

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 43: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 21

nasional. Kemudian lapisan kulit kedua yaitu terdiri dari lembaga politik ekonomi

dari komunitas lokal yang mana kebijakan menciptakan peluang dan ancaman

kepada kelompok kepentingan yang berbeda (Wamsley & Zald, 1976 dalam

Hasenfeld, 2010). Selanjutnya lapisan kulit yang ketiga yaitu people changing

organization, yaitu organisasi-organisasi tersebut membuat pilihan antara

memperjuangkan asumsi moral atau melawan aturan yang direfleksikan dalam

perkembangan struktur dan layanan organisasinya.

Sedangkan kulit yang ke empat yaitu street level workers yang bekerja di

dalam organisasi tersebut. Mereka menggunakan diskresi yang mereka miliki

dalam mengembangkan rutinitas untuk mengatasi terkait dengan kondisi

pekerjaan mereka. Kulit yang kelima yaitu worker-client relations yang

menggambarkan adanya hubungan antara pekerja dengan klien yang

mempengaruhi hasil kebijakan (policy outcomes) yang merupakan manifestasi

dari nilai-nilai personal para pekerja dan startegi mereka dalam mengatur kondisi

pekerjaan mereka. Nilai dan strategi tersebut dipelajari dan dibagikan kepada

pekerja lainnya sehingga menjadi rutinitas kelembagaan dalam sebuah organisasi

(Feldman &Pentland, 2003 dalam Hasenfeld, 2010).

Sementara itu jika pada paparan sebelumnya, para akademisi

menggambarkan proses kebijakan dalam tahapan yang linear atapun lingkaran,

namun lain halnya dengan apa yang dikemukakan Jamrozik (2001). Ia

menggambarkan proses kebijakan yang terjadi pada sebuah kebijakan sosial ke

dalam sebuah arus kebijakan (direction of policy flow) yang terdiri dari 3 (tiga)

tingkatan (level). Adapun tingkatan pertama yaitu ruang politik (political sphere)

yang merupakan tempat dimana kebijakan diformulasikan (policy formulation)

yang melibatkan aktor diantaranya kelompok kepentingan, partai politik,

politikus, pemerintah pusat. Selanjutnya tingkatan kedua yaitu ruang administratif

(administrative sphere) yang merupakan tempat dimana kebijakan

diinterpretasikan (policy interpretation) yang melibatkan aktor diantaranya

birokasi pemerintah di tingkat daerah. Sedangkan tingkatan ketiga yaitu ruang

operasional (operational sphere) yang merupakan tempat dimana kebijakan

diaplikasikan (policy application) yang melibatkan aktor pemberi layanan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 44: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 22

diantaranya para profesional, akademisi, pekerja sosial dan birokasi tingkat bawah

(lower level bureaucracy).

Berikut digambarkan oleh Jamrozik tingkatan yang dimaksud dalam

sebuah operasi (policy in operation) terkait dengan ruang kegiatan (spheres of

activity) dan aktor yang terlibat (actors involved) :

Gambar. 2.6

Kebijakan dalam operasi : Ruang kegiatan dan aktor yang terlibat

Sumber : Jamrozik, 2001, p. 53

Berdasarkan gambar 2.6 di atas, Jamrozik (2001) mengemukakan bahwa

struktur tersebut menyajikan perspektif konvensional pada kebijakan sosial (dan

setiap kebijakan) sebagai proses yang bersifat top-down. Ketika perspektif ini

memiliki manfaat yang cukup besar, proses kebijakan biasanya diinisiasi sebagai

kegiatan politik, yang mana pada kenyataannya proses kebijakan dapat di mulai

pada setiap tingkat organisasi sosial dan dalam setiap bidang kegiatan. Setiap

lingkup kegiatan difasilitasi dengan cara dan mekanisme tertentu yang diperlukan

untuk kegiatan yang akan dilaksanakan dan masing-masing lingkup diaktifkan

oleh aktor individu atau kelompok pelaku tertentu.

Menurut pandangannya Jamrozik melihat bahwa perencanaan dan

perumusan kebijakan pada dasarnya adalah sebuah aktivitas politik. Namun ketika

memasuki tahapan implementasinya, kebijakan membutuhkan suatu struktur

administrasi. Dalam bidang ini bahwa kebijakan ditafsirkan dan diubah menjadi

serangkaian tugas yang diselenggarakan melalui pembagian kerja. Struktur

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 45: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 23

administrasi dapat terdiri dari satu departemen pemerintah atau sejumlah

departemen, atau mungkin berada di sektor non-pemerintah atau organisasi pasar.

Struktur administrasi menyediakan kerangka dan dasar untuk bidang operasi

(operative sphere) di mana di dalam proses pemberian layanan (service delivery)

secara aktual terjadi kontak tatap muka dengan masyarakat penerima layanan

secara langsung.

Dari uraian diatas, peneliti melihat bahwa proses kebijakan yang

digambarkan oleh sebagian besar tokoh ataupun akademisi tersebut lebih banyak

dalam bentuk proses linear maupun siklus dan tidak memperlihatkan bagaimana

sesungguhnya sebuah kebijakan dilaksanakan atau diimplementasikan dari tingkat

atas sampai ke tingkat bawah. Sedangkan proses kebijakan yang dikemukakan

oleh Jamrozik (2001) lebih memberikan gambaran secara utuh bagaimana

sesungguhnya implementasi kebijakan tersebut berjalan dalam sebuah organisasi

administrasi yang terdiri atas beberapa tingkatan. Selain itu tingkatan yang

dikemukan oleh Jamrozik tersebut sangat relevan dalam menggambarkan sebuah

dinamika di dalam proses kebijakan di tingkat bawah (lokal). Oleh karena itu

terkait dengan penelitian ini, maka peneliti memilih menggunakan konsep proses

kebijakan yang dikemukakan oleh Jamrozik (2001) sebagai acuan di dalam

menganalisa mengenai dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal.

Di dalam pembahasan selanjutnya terkait dengan proses kebijakan,

Jamrozik (2001) mengemukakan bahwa hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa

setiap kebijakan yang dirumuskan pada tingkat politik (tingkat atas) harus

dilaksanakan di tingkat administrasi dan operasi (tingkat bawah). Kegiatan yang

berlangsung di tingkat administrasi ditentukan oleh ketersediaan sumber daya

manusia dan sumber daya alam serta ditentukan oleh teori organisasi atau

manajerial tertentu yang ada di dalam sebuah organisasi. Penekanan yang

disampaikan oleh Jamrozik di sini adalah bahwa proses implementasi sebuah

kebijakan dapat mengubah sifat masalah dari politik ke teknis. Sedangkan

pemberian layanan di tingkat operasi berarti konversi lebih lanjut dari isu menjadi

masalah profesional, tetapi, yang paling secara signifikan juga dikonversi dari isu

politik menjadi masalah patologi individu terhadap penerima layanan.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 46: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 24

Hal yang menarik dan menjadi fokus perhatian dalam uraian gambar

yang dibuat oleh Jamrozik di atas adalah terkait dengan keberadaan birokrasi

tingkat bawah (lower level bureaucracy) yang merupakan salah satu aktor yang

terlibat pada tingkatan aplikasi kebijakan di level 3 (operational sphere).

Keberadaan birokrasi tingkat bawah ini sangat erat kaitannya dengan kajian di

dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan di dalam pelaksanaan Program Raskin

tersebut peran birokrasi tingkat bawah ini sangatlah menonjol. Selain itu di tingkat

bawah inilah sesungguhnya peran dari sebuah kebijakan sosial itu bekerja (Dean,

2012, p. 74). Oleh karena itu menurut peneliti, implementasi kebijakan di tingkat

bawah inilah yang harus menjadi perhatian. Bagiamana menjadikan kebijakan

sosial itu menjadi lebih bisa berfungsi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Sementara itu di dalam literatur lainnya istilah lower level bureaucracy

disebut pula sebagai street level bureaucracy yang diperkenalkan oleh Lipsky

(1980). Adapun yang dimaksud sebagai street level bureaucracy adalah para

pekerja layanan publik yang berinteraksi langsung dengan warganya di dalam

pelaksanaan pekerjaan mereka sehari-hari dan yang memiliki kebijaksanaan

(discretion) yang substansi dalam pelaksanaan pekerjaan mereka tersebut.

Sedangkan badan atau lembaga layanan publik yang mempekerjakan sejumlah

besar birokrat tingkat bawah tersebut disebut sebagai birokrasi tingkat bawah

(street-level bureaucracies) (Lipsky, 1980, p. 3).

Terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti menilai para aparatur

yang bekerja di Kantor Lurah termasuk perangkat pelaksana yang ada di

bawahnya yaitu para Ketua RT dapat dikelompokkan sebagai street-level

bureaucrats. Hal ini tidak lain karena posisi mereka yang berada pada tingkat

bawah dalam struktur pemerintahan. Selain itu para ketua RT mempunyai peran

dan fungsi dalam membantu pelaksanaan tugas-tugas dari pemerintah khususnya

pemerintah daerah baik di bidang pemerintahan, pembangunan maupun

kemasyarakatan. Para Ketua RT juga telah merupakan pihak yang berhadapan

secara langsung dengan masyarakat di dalam memberikan pelayanan sosial.

Sedangkan Kantor Lurah dan organisasi RT itu sendiri dapat di anggap sebagai

street-level bureaucracies yaitu instansi atau lembaga tempat para pegawai

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 47: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 25

kelurahan dan para Ketua RT bekerja dan memberikan pelayanan kepada warga

masyarakatnya.

Walaupun mereka berada di tingkat bawah namun menurut Lipsky justru

mereka mempunyai peran penting dalam penyampaian berbagai bentuk layanan

dari pemerintah terutama layanan di bidang bantuan sosial. Hal ini tidak terlepas

dari tugas dan fungsinya sehari-hari dimana para petugas yang berada di tingkat

bawah ini memberikan pelayanan dan bertatap muka secara langsung dengan

masyarakat. Oleh karena itu di dalam memberikan pelayanan tersebut mereka

sering dihadapkan pada dua pilihan yaitu dari si penerima layanan (service

recipients) yang menginginkan adanya peningkatan efektivitas dan responsibilitas.

Sedangkan dari sisi warga negara (citizen group), mereka dituntut untuk

peningkatan keberhasilan (efficacy) dan efisiensi terhadap layanan pemerintah

(Lipsky, 1980, p. 4). Kondisi ini menjadikan pegawai yang berada di tingkat

bawah menghadapi sebuah dilema yaitu antara menjalan tugas sesuai dengan

ketentuan yang berlaku dan bekerja yang disesuaikan dengan kondisi nyata yang

ada di depan mata yang terjadi di masyarakat. Hal ini sangat relevan dengan

fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini terkait dengan pemberian bantuan

atau layanan sosial kepada masyarakat miskin.

Terkait dengan hal tersebut maka Lispky mengemukakan bahwa petugas

di tingkat bawah (street-level bureaucrat) cenderung menggunakan discretion di

dalam pemberian layanan kepada masyarakat yang bersifat fleksibel dan

disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat. Hal senada dikemukakan

oleh Chambers (2000) dengan menggunakan istilah administrative discretion

yaitu diskresi yang diberikan dalam melayani orang-orang yang berhak untuk

mendapatkan manfaat kesejahteraan sosial (eligibility by administrative

discretion). Oleh karena itu menurut Lipsky, birokrat tingkat bawah (street-level

bureaucrat) memiliki diskresi yang cukup besar dalam menentukan sifat, jumlah,

dan kualitas dari manfaat dan sanksi yang disediakan oleh instansi mereka.

Kondisi yang terjadi seperti itu bukan berarti bahwa mereka bekerja tanpa

terkendali oleh aturan, regulasi, dan arahan dari atas, atau tanpa norma-norma.

Namun sebaliknya, menurut Lispky (1980) bahwa dimensi utama kebijakan

publik yang terdiri dari tingkat manfaat, kategori kelayakan, sifat dasar aturan,

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 48: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 26

regulasi dan layanan adalah dibentuk oleh para elite kebijakan dan politik dan

pegawai administratif. Sedangkan para administrator dan norma pekerjaan dan

norma masyarakat juga menyusun pilihan kebijakan dari birokrat tingkat bawah.

Pengaruh ini menetapkan dimensi utama kebijakan tingkat bawah dan

memperhitungkan tingkat standardisasi yang ada dalam program publik dari satu

tempat ke tempat lainnya serta dalam program-program lokal.

Secara konseptual, Lispky (1980, p. 15) menjelaskan bahwa diskresi

adalah sebuah konsep yang relatif yang mana semakin besar tingkat diskresi maka

semakin penting analisisnya dalam memahami karakter perilaku pekerja. Hal ini

menurutnya merupakan ciri khas dari birokrat tingkat bawah yang sepertinya

cukup sulit untuk dihilangkan dari mereka. Lebih lanjut Lispky (1980)

menjelaskan bahwa birokrat tingkat bawah melibatkan pekerjaan yang kompleks

yang mana mengelaborasi aturan, pedoman, atau instruksi yang tidak dapat

membatasi pilihan /alternatif. Secara khusus Lipsky mengemukakan bahwa ada

beberapa alasan mengapa diskresi ini tidak dapat dihilangkan dari pekerja/birokrat

tingkat bawah. Hal ini didasari alasan antara lain pertama, birokrat tingkat bawah

sering bekerja dalam situasi terlalu rumit untuk mengurangi format/pola yang

telah terprogram dengan baik. Kedua, birokrat tingkat bawah bekerja dalam

situasi yang sering membutuhkan respon terhadap dimensi situasi kemanusiaan.

Ketiga, lebih disebabkan pada fungsi pekerja tingkat bawah yang berinteraksi

dengan warga daripada dengan tugas yang sesungguhnya. Kebijaksanaan tingkat

bawah mendukung harga diri pekerja itu sendiri dan mendorong klien untuk

percaya bahwa para pekerja memegang kunci untuk kesejahteraan mereka (the key

to their well being).

Sementara menurut Hughes dan Wearing (2007) menggambarkan bahwa

kompleksitas dari pekerjaan sosial yang berada di garis depan terkait dengan

aturan dan prosedur tidak akan pernah dapat menjelaskan seluruh perbedaan

pengalaman yang dihadapi manusia. Oleh karena itu konsekuensinya maka

mereka yang berada di garis depan bertindak dengan menggunakan otonomi dan

diskresi di berbagai tempat. Lebih lanjut Hughes dan Wearing (2007) berpendapat

bahwa pekerja sosial membutuhkan untuk menciptakan keseimbangan antara

masalah teknis dan ketidakpastian dalam menjalankan peran mereka. Pekerja

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 49: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 27

sosial harus mempunyai keahlian dalam aspek teknis dari praktek organisasi,

tetapi mereka juga harus mampu untuk merefleksikan dan bertindak berdasarkan

komitmen profesional dan sosial yang lebih luas. Kemudian komitmen tersebut

mungkin digunakan sebagai tantangan organisasi atau dapat digunakan sebagai

dasar bekerja dengan strategi untuk merubah organisasi.

Selanjutnya dalam konteks yang lebih luas, berbicara mengenai proses

pengambilan kebijakan erat pula kaitannya dengan kajian mengenai kekuasaan.

Hal ini didasari pada argumentasi bahwa untuk mengambil dan menjalankan

sebuah kebijakan baik maka sebuah lembaga atau organisasi dan orang-orang

yang berada di dalamnya membutuhkan kekuasan (power) yang sah (legitimasi

kekuasaan). Di dalam penelitian ini, peneliti berupaya menyoroti hal terkait

dengan dinamika yang terjadi di tingkat lokal. Oleh karena itu kekuasaan yang

menjadi perhatian yaitu kekuasaan yang berada di tingkat lokal. Ringkasnya,

bagaimana para elite lokal memainkan kekuasaannya dalam pengambilan sebuah

kebijakan. Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya, peneliti mencoba

menguraikan mengenai bagaimana sebuah kebijakan bisa muncul atau

dikembangkan di masyarakat (how policies develop).

Kekuasaan adalah konsep yang sulit dipahami karena dengan kekuasaan

seseorang mempunyai kapasitas untuk mengendalikan orang lain dan hal ini dapat

berlaku di setiap tingkatan dalam kehidupan manusia (Dean, 2012). Dalam

penjelasannya Dean (2012) mengemukakan bahwa di satu sisi jika kekuasaan

dilakukan oleh mereka yang kuat terhadap mereka yang lemah maka kekuasaan

pasti dapat menjadi bertentangan dengan kesejahteraan manusia. Padahal di sisi

lain kekuasaan justru melekat pada proses pembuatan kebijakan sosial.

Ringkasnya dapat peneliti katakan bahwa jika dijalankan dengan benar maka

kekuasaan dibutuhkan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyrakat. Begitu

sebaliknya jika kekuasaan digunakan secara tidak benar maka justru menimbulkan

penderitaan bagi masyarakat. Hal inilah yang menjadikan kekuasaan itu kadang

menjadi sulit dipahami karena memiliki makna ganda.

Selain itu di dalam tulisannya Dean (2012) mengutarakan bahwa isu

penting di dalam perspektif kebijakan sosial terkait dengan kekuasaan (power)

yaitu ketidakberdayaan telah meniadakan kesejahteraan manusia (powerlessness

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 50: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 28

negates human well being). Selanjutnya ia berpendapat bahwa negara adalah

seluruh rangkaian lembaga dimana kekuasaan politik dilaksanakan dan di mana

kebijakan dipahami dan diimplementasikan. Terkait dengan pelaksanaan

kekuasaan politik tersebut maka ia menyebutkan bahwa ada 3 konsep di dalam

pelaksanaan kekuasaan politik. Adapun yang pertama yaitu pandangan pluralis;

kedua, pandangan elite dan ketiga pandangan korporatis. Konsepsi pluralis utama

memandang negara sebagai perwujudan dari cita-cita demokrasi liberal yang

representatif. Pendekatan ini digambarkan dimana pihak eksekutif dan proses

pengambilan kebijakan lebih bersifat terbuka yaitu melalui proses lobi politik dari

berbagai kelompok kepentingan dan kelompok penekan.

Selanjutnya konsepsi elitis melihat bahwa pandangan ini berada di

belakang demokratis negara liberal dan berpendapat bahwa konsep ini berfungsi

untuk melayani kepentingan elit politik. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti

berpendapat bahwa konsep elitis lebih bersifat tertutup dan digunakan sebagai

sarana untuk menjamin terlaksananya kepentingan elite saja. Bahkan beberapa

pendapat para tokoh menyebutkan bahwa konsep ini hanya mewakili kepentingan

kelompok kapitalis semata. Sedangkan pandangan korporatis dijelaskannya bahwa

konsep ini cenderung dikaitkan dengan tradisi di daratan benua eropa dimana

negara bertindak sebagai perantara di antara blok kekuatan yang besar dalam

masyarakat luas. Lebih lanjut dikatakannya bahwa di era modern, pandangan

koorporatis dapat dilihat sebagai penghubung antara kekuatan besar sektor usaha

dan sektor tenaga kerja.

Pandangan senada terkait dengan pelaksanaan kekuasaan juga

dikemukakan oleh Spicker (1995, p. 98-101) yang menguraikan bahwa ada 3

model pendekatan terkait dengan struktur kekuasaan. Model Pertama yaitu

elitisme (elitism) yang mana menggambarkan bahwa kekuasaan dipegang oleh

kalangan atau kelompok tertentu saja (a few people). Model yang kedua yaitu

pluralisme (pluralism) yang mana digambarkan bahwa kekuasaan merupakan

gabungan dari beberapa kelompok (power as diffused) dan tidak ada satu

kelompok tertentu yang memiliki kekuasaan secara konsisten untuk

mempengaruhi keputusan. Namun hal ini bukan pula berarti bahwa kekuasaan

didistribusikan secara merata di masyarakat. Selain itu dikemukakannya bahwa

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 51: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 29

pluralisme menilai bahwa kebijakan sosial adalah beraneka ragam dan tidak ada

tema yang tetap. Sedangkan model yang ketiga yaitu korporatis (corporatism)

yaitu sebuah model yang mencoba menggabungkan aspek antara model elitisme

dan pluralisme. Model ini menginterpretasikan bahwa pelaksanaan kekuasaan

sebagai dominasi terhadap kepentingan korporatis.

Sementara itu Blakemore dan Griggs (2007) mengemukakan bahwa ada

tiga model kekuatan terkait dengan bagaimana kebijakan dibuat dan dijalankan.

Pertama model pluralisme demokratis (the democratic pluralist model). Model ini

menunjukkan bagaimana pemerintahan seharusnya bertindak dan bagaimana

kebijakan seharusnya dibuat dalam masyarakat yang demokratis. Model ini

menilai perlu adanya pengawasan di dalam penyelenggaraan pemerintah karena

kekuasaan tersebut menyebar secara luas di masyarakat. Lebih lanjut

dijelaskannya bahwa pemerintahan yang menolak atau mengabaikan keberadaan

kelompok kepentingan dan kelompok penekan maka pemerintahan tersebut akan

kehilangan kekuasaanya dan dipaksa untuk kembali kepada keputusan kebijakan.

Kondisi ini merupakan gambaran pengambilan kebijakan dengan proses yang

konstan antara pemerintah, lembaga sosial masyarakat dan kelompok masyarakat.

Kedua adalah model kontrol elit (the elite control model). Blakemore dan

Griggs (2007) mengemukakan bahwa kelompok-kelompok elit dari berbagai

macam kelompok bergabung untuk menjalankan semua lembaga pemerintah

utama, dengan relatif sedikit pertanggungjawaban kepada siapapun di luar jajaran

eksklusif mereka sendiri. Walaupun lembaga 'demokratis' ada di tengah-tengah

masyrakat, namun sebagai hasil dari kombinasi keterampilan, pengalaman dan

memonopoli posisi kepemimpinan utama maka anggota elit yang selalu memiliki

pengaruh dalam menentukan keputusan di lembaga-lembaga yang seharusnya

bersifat demokratis. Selanjutnya model ini menunjukkan bahwa para anggotanya

cenderung berasal dari latar belakang sosial yang sama. Ikatan keluarga dan

kekerabatan juga akan cenderung untuk mengikat mereka bersama-sama. Oleh

karena itu, meskipun perbedaan-perbedaan terjadi diantara mereka, namun

anggota elit akan cenderung bersama-sama untuk memastikan bahwa mereka

mempertahankan kontrol keseluruhan keputusan kebijakan.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 52: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 30

Ketiga adalah model ekonomi politik (the political economy model).

Blakemore dan Griggs (2007) menjelaskan bahwa model ini bertumpu pada

asumsi yang agak berbeda dari dua model yang pertama. Hal tersebut dikarenakan

sebuah perspektif ekonomi politik, di sisi lain, menggambarkan perhatian lebih

kepada sistem ekonomi yang mendasari dan bagaimana sistem politik berinteraksi

dengan itu. Sistem ekonomi yang berlaku di hampir setiap negara di dunia

sekarang adalah ekonomi pasar kapitalis. Dengan demikian ide dasar dari

perspektif ekonomi politik adalah bahwa kebijakan sosial akan cenderung

dibentuk oleh kebutuhan atau tuntutan dari ekonomi pasar. Model ekonomi politik

bisa disamakan dengan pandangan Marxis terhadap masyarakat yang berdasarkan

kelas di mana kelas penguasa mengontrol kebijakan dan membuat sebagian besar,

jika tidak semua, keputusan besar. Namun pada gilirannya kondisi yang terjadi

akan menciptakan potensi konflik yang berkembang antara kaya dan si miskin,

antara orang-orang yang mengendalikan kebijakan dan massa orang-orang yang

harus berurusan dengan konsekuensi dari keputusan pemerintah yang cenderung

mendukung yang kaya dan berkuasa.

Dari serangkaian uraian di atas peneliti melihat bahwa ada keterkaitan

yang erat antara kebijakan dan kekuasaan. Secara ringkasnya, kekuasaan

dibutuhkan dalam pengambilan sebuah kebijakan. Di dalam kekuasaan itu sendiri

secara umum terdapat 3 macam pendekatan. Selanjutnya pendekatan-pendekatan

tersebut akan peneliti jadikan sebagai acuan di dalam menganalis proses kebijakan

yang terjadi di tingkat lokal. Dari analisa tersebut nantinya dapat diketahui,

pendekatan apa yang pada umumnya digunakan para pemegang kekuasaan di

tingkat lokal di dalam pengambilan sebuah kebijakan. Secara konseptual

keputusan yang diperoleh melalui pendekatan pluralisme biasanya lebih bisa

diterima warga masyarakat karena dihasilkan dari proses demokrasi. Sebaliknya

keputusan yang diperoleh dari pendekatan elitisme cenderung bersifat merugikan

masyarakat karena masyarakat tidak diberi kesempatan untuk menyuarakan

pendapatanya. Terkait dengan konsteks penelitian ini maka nantinya dapat

dibandingkan dengan keputusan yang dihasilkan di dalam pelaksanaan program

raskin di tingkat lokal. Selain itu, sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya

bahwa dalam perspektif kebijakan sosial maka keberadaan sebuah kebijakan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 53: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 31

ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat terutama bagi orang-

orang miskin. Oleh karena itu berdasarkan analisa yang ada nantinya dapat

diketahui apakah kebijakan yang dihasilkan di tingkat lokal telah sejalan dengan

cita-cita tersebut.

2.1.2 Konsep Dasar Kebijakan Sosial

Di awal pembahasan terkait dengan konsep dasar kebijakan sosial,

peneliti mencoba memaparkan beberapa pendapat dari para ahli terkait dengan

apa yang dimaksud dengan kebijakan. Menurut Ealau dan Prewitt (1973)

menyebutkan bahwa kata ”kebijakan” berarti sebuah ketetapan yang berlaku yang

dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya

maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan tersebut) dan Titmuss (1974)

menyebutkan bahwa kebijakan didefinisikan sebagai prinsip-prinsip yang

mengatur tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 2010, p.

7). Pendapat lainnya yaitu kebijakan dapat pula didefinisikan sebagai aturan yang

menggambarkan bagaimana seseorang memperoleh akses manfaat yang

disediakan oleh sebuah organisasi atau kelompok (Stein, 2001, p. 4).

Selanjutnya terkait dengan pemahaman mengenai konsep dasar

kebijakan sosial, peneliti rangkum dalam berbagai aspek berdasarkan kesamaan

pandangan yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh. Pertama, Kebijakan

sosial dapat dipahami sebagai bagian dari kebijakan publik sebagaimana yang

dikemukakan oleh Blau, Joel dan Ambramovitz (2003, p. 20). Hal senada juga

dikemukan oleh Suharto (2008, p. 3) yang mengatakan bahwa kebijakan sosial

adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik yang mengatur urusan

kesejahteraan sosial. Sementara kebijakan publik itu sendiri didefinisikan oleh

Dye (2005, p. 1) yaitu “whatever govermnets choose to do or not to”.

Berdasarkan berbagai uraian tersebut, peneliti melihat bahwa dari segi

cakupannya, kebijakan sosial mempunyai cakupan kajian yang lebih khusus

dibandingkan dengan kebijakan publik yang masih tergolong umum. Hal ini

dikarenakan kebijakan sosial lebih berfokus kepada masalah-masalah sosial dan

tujuan-tujuan sosial untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakat. Sedangkan

kebijakan publik dapat dimaknai sebagai apapun yang dilakukan atau tidak

dilakukan oleh pemerintah.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 54: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 32

Selanjutnya kedua, kebijakan sosial dapat dipahami sebagai sebuah

kajian akademik yang terkait dengan tindakan untuk mendukung terciptanya

kesejahteraan (promoting well being) sebagaimana yang dikemukakan oleh

Alcock (1997) dalam Alcock, dkk (2004, p. 1). Hal senada juga dikemukakan oleh

Spicker (1995, p. 3) yang menyebutkan bahwa kebijakan sosial adalah sebuah

studi terkait dengan pelayanan sosial dan negara kesejahteraan. Lebih lanjut

dikatakannya bahwa yang dimaksud dengan pelayanan sosial yaitu meliputi

jaminan sosial, perumahan, kesehatan, pekerjaan sosial dan pendidikan. Selain itu

kebijakan sosial dapat dianggap sebagai studi tentang sejarah, politik, filsafat,

sosiologi dan ekonomi terhadap pelayanan sosial (Rein, 1983, p. 3-4).

Konsep dasar yang ketiga yaitu kebijakan sosial dapat dipahami sebagai

sebuah aturan yang dibuat melalui proses dan yang dipandu oleh nilai-nilai,

prinsip dan tujuan tertentu. Hal ini diantaranya dikemukakan oleh Drake (2001, p.

3). Hal senda juga dikemukakan oleh Stein (2001, p. 5) yang mengemukakan

bahwa kebijakan sosial adalah sebuah ekspresi dari nilai-nilai social yang hadir

melalui proses perdebatan dan pengambilan keputusan, menghasilkan kerangka

kerja untuk alokasi sumber daya sosial untuk mendefinisikan pengelompokkan

orang untuk tujuan mengatasi atau menghilangkan masalah sosial, berusaha untuk

mempengaruhi perilaku masa depan anggota masyarakat dan mempunyai

kekuatan hukum.

Konsep dasar yang keempat yaitu kebijakan sosial dapat dipahami

sebagai yaitu kebijakan sosial adalah suatu mekanisme untuk pengalokasian

sumber daya masyarakat untuk tujuan mencapai hasil tertentu yang membawa

hasil nilai-nilai yang dominan dan tujuan dan sasaran yang sesuai. Hal ini dapat

dilihat dari pendapat yang dikemukakan oleh Jamrozik (2001, p. 37). Selain itu

Jamrozik (2001, p. 38) mengemukakan bahwa kebijakan sosial dapat pula

dikaitkan dengan gagasan, ide atau pemikiran terhadap kesejahteraan, jaminan

sosial, pengalokasian dan distribusi atau redistribusi sumber daya. Kemudian dari

gagasan tersebut dikaitkan pula dengan pemikiran atau ide yaitu bersifat abstrak

seperti keadilan, persamaan, fairness, keadilan sosial atau bahkan alturisme (sifat

yang mementingkan kepentingan orang lain). Hal senada juga dikemukakan oleh

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 55: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 33

Rein (1983, p. 5) bahwa kebijakan sosial mempunyai komitmen besar terhadap

isu redistribusi dan keadilan.

Terkait dengan konteks penelitian ini, dari berbagai uraian yang telah

dikemukakan para ahli tersebut maka pemahaman mengenai konsep kebijakan

sosial mengkerucut pada apa yang dikemukakan oleh Jamrozik (2001) yaitu

kebijakan sosial dinilai sebagai sebuah mekanisme dalam pengalokasian sumber

daya milik masyarakat agar masyarakat dapat mencapai hasil sebagaimana yang

mereka inginkan untuk tujuan pencapaian hasil-hasil tertentu. Program raskin

sebagai sebuah kebijakan sosial telah membuat suatu mekanisme di dalam

pengalokasian kebutuhan pokok/dasar rumah tangga miskin di bidang pangan

yaitu beras dengan tujuan untuk membantu rumah tangga miskin dalam

pemenuham kebutuhan pokoknya sehingga nantinya rumah tangga tersebut dapat

memperbaiki kondisi sosial ekonominya. Selain itu sejalan dengan pemikiran

yang dikemukakan oleh Jamrozik (2001) mengenai gagasan tentang

kesejahteraan, jaminan sosial, pengalokasian dan distribusi atau redistribusi

sumber daya dan kemudian dikaitkan pula dengan gagasan yang bersifat abstrak

antara lain tentang keadilan, persamaan, fairness, keadilan social, menurut peneliti

sangat berkaitan erat dengan kajian yang dibahas di dalam penelitian ini.

2.1.3 Ruang Lingkup Kebijakan Sosial

Dalam beberapa literatur telah dikemukakan bahwa beberapa akademisi

mencoba membagi kebijakan sosial ke dalam beberapa bidang kajian atau ruang

lingkup. Pembagian ini tentu saja bukan bermaksud untuk memisahkan antara

kajian yang satu dengan kajian lainnya dalam arti yang sebenarnya, namun hanya

untuk lebih memperjelas posisi atau letak kajian itu sendiri di dalam sebuah

kebijakan sosial, diantaranya dikemukakan oleh Midgley, Tracy dan Livermore

(2000). Di dalam uraiannya kebijakan sosial dibagi menjadi dua aspek bidang

kajian, yaitu pertama kebijakan sosial sebagai sebuah aktivitas pemerintah yaitu

mengacu pada kebijakan dan program pemerintah yang aktual yang

mempengaruhi kesejahteraan masyarakat (people’s welfare) dan kedua kebijakan

sosial dipandang sebagai sebuah bidang akademik yaitu berfokus pada hal-hal

meliputi deskripsi, penjelasan dan evaluasi dari kebijakan sosial.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 56: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 34

Berangkat dari pembagian tersebut, secara lebih rinci dijelaskan bahwa

sebagai tindak lanjut dari aspek yang pertama yaitu kebijakan sosial sebagai

sebuah aktivitas pemerintah, maka dalam hal ini pemerintah dapat mempengaruhi

kesejahteraan masyarakat dengan berbagai cara yaitu diantaranya pertama,

pemerintah memformulasikan kebijakan yang secara khusus dimaksudkan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini disebutkan misalnya

pemerintah berusaha meningkatkan kondisi sosial masyarakat dengan

memberikan program pelayanan sosial yang baru. Cara yang kedua yang

dilakukan pemerintah dalam mempengaruhi kesejahteraan sosial yaitu secara

tidak langsung melalui ekonomi, lingkungan atau kebijakan lainnya yang nantinya

berdampak pada kondisi sosial masyarakat. Sedangkan cara yang ketiga yaitu

pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan sosial yang mempengaruhi

kesejahteraan masyarakat dengan cara yang tidak terduga dan tidak diinginkan. Di

dalam urainnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan cara yang tidak terduga

dan tidak dinginkan adalah kebijakan yang diambil difokuskan untuk suatu

kelompok tertentu saja yang nyatanya membawa manfaat, namun tidak

diharapkan bagi kelompok lainnya.

Selain melalui tiga cara tersebut di atas, Midgley, Tracy dan Livermore

(2000) menyebutkan pula bahwa menurut para ahli kebijakan sosial, pemerintah

juga dapat secara langsung dalam mendukung kesejahteraan sosial melalui tiga

metode yaitu metode yang pertama adalah kebijakan yang merupakan hasil dari

kreasi program layanan sosial. Hal ini dapat di lihat dari sebagian besar

pemerintah telah mengadopsi kebijakan yang memperkenalkan layanan sosial,

mengatur cara menjalankannya, dan mengartikan tujuan kebijakan tersebut.

Metode yang kedua yaitu dengan menggunakan peraturan perundang-undangan

(statutory regulation). Sedangkan metode yang ketiga adalah melalui sistem pajak

(tax system). Cara ini dikenal dengan istilah kesejahteraan keuangan (fiscal

welfare).

Sedangkan dalam kerangka aspek yang kedua yaitu ruang lingkup

kebijakan sosial dapat dipandang sebagai sebuah kajian studi akademik. Hal ini

dilakukan oleh para ahli dengan memberikan tanggapan-tanggapan yang sering

dijadikan sebagai perspektif, membuat rekomendasi untuk peningkatan kondisi

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 57: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 35

sosial dan juga mereka membuat blue print untuk sebuah visi bagi masayarakat

yang ideal. Dalam uraiannya ditegaskan bahwa walaupun oleh sebagain besar

orang, hasil pemikiran-pemikiran tersebut hanya dianggap sebagai sebuah impian,

namun para ahli tetap menginspirasi tokoh reformasi sosial untuk mendukung

terjadinya peningkatan perubahan sosial dan mempengaruhi kemunculan

kebijakan sosial.

Sementara itu, Hall, Anthony dan James Midgley (2004, p. 24)

mengemukakan bahwa secara umum kebijakan sosial dapat diidentifikasi menjadi

3 ruang lingkup yaitu pertama, teori representasional (respresentational theory);

kedua teori eksplanatori atau analisis (explanatory or analytical theory) dan

ketiga, teori normatif (normative theory). Di dalam uraiannya menyebutkan

bahwa teori representasional berfokus pada pengklasifikasian yang dimaksudkan

untuk mengurangi fenomena kebijakan sosial yang sangat kompleks sehingga

dapat lebih diatur dalam hal kategori dan dapat mendukung pemahaman yang

lebih baik terhadap berbagai pendekatan kebijakan sosial yang berbeda.

Pengkategorian ini membagi kebijakan sosial menjadi 2 (dua) kategori yaitu yang

pertama model residual dan kedua model institutional. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa model residual terdiri dari kebijakan sosial yang terbatas. Model ini

berkaitan dengan pemberian dukungan bagi keluarga, sektor voluntary dan pasar

(market) pada saaat lembaga/institusi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan

sosial (social needs). Sedangkan model institusional yaitu terdiri dari kebijakan

sosial yang mempunyai peran terdepan dalam masyarakat dan mendukung

pelayanan sosial dengan cakupan menyeluruh (universal) dan ekstensif.

Selanjutnya terkait dengan teori yang kedua yaitu teori eksplanatori atau

analisis diuraikannya bahwa pendekatan ini menghasilkan subtansial body of

knowledge yang digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan. Misalnya

terkait dengan alasan pemerintah memperluas program sosial pada masa tertentu.

Alasan ini dapat disimpulkan misalnya untuk meningkatkan kondisi sosial dan

mendukung kesejahteraan warga masyarakatnya. Sedangkan terkait dengan

penjelasan toeri yang ketiga dalam uraiannya disebutkan bahwa teori normatif

digunakan untuk menyediakan kerangka nilai bagi kebijakan sosial. Teori ini

bermanfaat untuk membantu mengidentifikasi kebijakan sosial yang diinginkan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 58: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 36

dalam istilah yang berbeda terhadap susunan nilai, idelogi dan tujuan politik. Oleh

karena itu dikatakannya bahwa teori kebijakan sosial normatif berkaitan erat

dengan ideologi politik. Teori normatif memainkan peran penting dalam

kebijakan sosial karena teori ini mempengaruhi keputusan kebijakan sosial dari

partai politik, pemerintah, organisasi non pemerintah, lembaga pergerakan sosial

dan lembaga internasional.

Pendapat yang lainnya terkait dengan pembagian ruang lingkup

kebijakan sosial yaitu menurut Spicker (1995, p. 4-5) secara garis besarnya

membagi kajian kebijakan sosial menjadi tiga bagian yaitu pertama berbicara

mengenai kebijakan sosial berarti berbicara mengenai kebijakan. Kemudian yang

kedua berbicara mengenai kebijakan sosial berarti berbicara terkait dengan isu

atau masalah sosial, dan yang ketiga, berbicara mengenai kebijakan sosial berarti

berbicara mengenai kesejahteraan. Lebih lanjut dalam uraiannya Spicker (1995)

menjelaskan bahwa kebijakan sosial sebagai sebuah kebijakan mempunyai elemen

utama yang terdiri dari asal usulnya, tujuannya, proses kebijakan dan hasilnya.

Sedangkan kebijakan sosial yang berkaitan dengan masalah kesejateraan, secara

umum hal ini berimplikasi pada adanya berbagai respon sosial secara kolektif

yang dibuat untuk menanggapi masalah yang terjadi di lapangan. Sementara itu

posisi kebijakan sosial sebagai hal yang berkaitan dengan kesejahteraan dipahami

bahwa kesejahteraan yang dimaksud dapat diambil dari pemahaman yang luas,

untuk mengartikan kondisi sejahtera. Tetapi ide dari kesejahteraan secara lebih

dekat mengacu pada beberapa ketentuan kolektif (collective provision) tertentu

yang mana ditujukan untuk melindungi kesejahteraan masyarakat.

2.1.4 Program Penanggulangan Kemiskinan dalam bentuk Bantuan Sosial

Sebagaimana yang telah disinggung pada bagian sebelumnya bahwa

program penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu wujud dari kebijakan

sosial. Dalam implementasinya program penanggulangan kemiskinan dapat

dilakukan dengan berbagai cara. Hal tersebut umumnya ditentukan berdasarkan

situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang sedang berlangsung. Selain

itu adanya political will yaitu kemauan dari pemerintah dalam mengalokasikan

anggaran yang cukup besar di bidang sosial untuk penanggulangan kemiskinan

dapat lebih mempercepat proses perbaikan kesejahteraan penduduk miskin.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 59: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 37

Apalagi berkaitan dengan kemiskinan yang sangat parah (cronic poverty), maka

diperlukan strategi khusus dan melibatkan seluruh komponen secara

komprehensif.

Dalam konteks Negara Indonesia, terkait dengan Penanggulangan

Kemiskinan di Indonesia, pemerintah telah memberikan suatu pedoman yang

diatur di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Di dalam Undang-undang tersebut telah disebutkan bahwa Penanggulangan

Kemiskinan merupakan kebijakan, program dan kegiatan yang dilakukan terhadap

orang, keluarga, kelompok dan atau masyarakat yang mempunyai atau tidak

mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang

layak bagi kemanusiaan. Sedangkan tujuan dari penanggulangan kemiskinan

tersebut adalah menyangkut 4 (empat) hal penting yaitu pertama; untuk

meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta

kemampuan berusaha masyarakat miskin. Kedua, yaitu untuk memperkuat peran

masyarakt miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin

penghargaan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar. Ketiga, untuk

mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang

memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya

dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara

berkelanjutan. Ke empat, memberikan rasa aman bagi kelompok masyarakat

miskin dan rentan.

Dalam rangka menindaklanjuti Undang-Undang tersebut maka Presiden

telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan. Di dalam Perpres tersebut Penanggulangan

Kemiskinan diartikan sebagai kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah

daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana dan bersinergi dengan dunia

usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka

meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Program

Penanggulangan Kemiskinan diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha serta masyarakat untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 60: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 38

masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain

dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti melihat bahwa di dalam proses

penanggulangan kemiskinan perlu ada sebuah kegiatan yang bersinergi antara

sektor pemerintah, swasta dan masyarakat sehingga nantinya kegiatan yang

dilakukan dapat berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.

Hal ini nantinya berdampak pada berkurangnya jumlah penduduk miskin yang ada

di Indonesia. Dalam pemahaman secara global, pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan mempunyai peran penting di dalam tercapainya

kesejahteraan sebagai salah satu tujuan yang diamanatkan UUD 1945. Selanjutnya

berdasarkan pada Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan, maka secara garis besar pemerintah membagi

Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menjadi beberapa kelompok

yaitu :

1. Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan

untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan

perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin;

2. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan

masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat

kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan

yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat;

3. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan

usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan

penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil;

4. Program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung

dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat

miskin.

Dalam rangka mensinergikan keberadaan Perpres tersebut, maka Tim

Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah membentuk

klusterisasi dalam program penanggulangan kemiskinan (http://data.tnp2k.go.id/)

yang tediri dari Kluster I yaitu Kelompok Program Berbasis Bantuan dan

Perlindungan Sosial, Kluster II yaitu Kelompok Program Berbasis Pemberdayaan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 61: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 39

Masyarakat, Kluster III yaitu Kelompok Program Berbasis Pemberdayaan Usaha

Mikro dan Kecil. Dengan adanya klusterisasi tersebut, lebih lanjut disebutkan pula

bahwa setiap kelompok program penanggulangan kemiskinan mempunyai fokus

dan tujuan yang berbeda dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Oleh sebab

itu, setiap kelompok tersebut mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda.

Terkait dengan konteks penelitian ini maka fokus kajian peneliti mengkerucut

pada kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga yang masuk ke

dalam Kluster I.

Walaupun di dalam klusterisasi yang dibuat oleh TNP2K tersebut,

terdapat pemisahan antara bantuan dan perlindungan sosial namun di beberapa

literatur justru menempatkan bantuan sosial sebagai bagian dari perlindungan

sosial. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Norton, dkk (2001, p. 22) yang

mengatakan bahwa perlindungan sosial mencakup dua bidang inti yang luas yang

dinamakan bantuan sosial (social assistance) dan asuransi sosial (social

insurance). Sedangkan menurut Suharto (2008, p.125) berbicara mengenai

perlindungan sosial di ASEAN maka perlindungan sosial dapat diklasifikasikan

menjadi tiga elemen utama yaitu bantuan sosial, asuransi sosial, jaminan

kesejahteraan sosial berbasis masyarakat (community based social welfare

security) atau yang sering disebut juga sebagai skema mikro berbasis wilayah

(micro-and area-based schemes).

Sementara itu berdasarkan pendapat para ahli mengenai apa itu bantuan

sosial antara lain dapat dilihat dari pendapat Ginneken (1999) mengemukakan

bahwa bantuan sosial diartikan sebagai manfaat yang diberikan secara langsung

atau dalam bentuk barang yang dibiayai oleh negara baik pemerintah nasional

maupun daerah yang sebagian besar disediakan melalui alat uji dasar atau uji

pendapatan (Norton, Conway dan Foster, 2001, p. 22). Hal ini berarti bantuan

sosial dapat memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat miskin dan

yang mendapatkan bantuan adalah mereka yang lulus dalam uji kelayakan

tersebut.

Sedangkan definisi lainnya bantuan sosial diartikan yaitu tindakan publik

yang dirancang untuk mentransfer sumber daya untuk kelompok-kelompok yang

dianggap memenuhi syarat karena mengalami kekurangan. Kekurangan dapat

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 62: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 40

didefinisikan sebagai berpenghasilan rendah, atau dimensi lainnya dari

kemiskinan misalnya status sosial atau status gizi. (Norton, Conway dan Foster

(2001, p. 10). Lebih lanjut dijelaskannya bahwa bantuan sosial dapat berbentuk

tunai ataupun barang yang dibiayai oleh pajak dan bukan berasal dari iuran.

Bantuan tersebut dapat diberikan kepada semua orang (universal) namun

umumnya diberikan hanya untuk masyarakat dengan kategori tertentu yang

dianggap rentan.

Oleh karena itu bantuan sosial yang diberikan biasanya langsung dapat

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin sebagai penerima bantuan. Terkait

dengan konteks penelitian ini, maka bantuan sosial yang dimaksud adalah bantuan

yang diberikan pemerintah kepada rumah tangga miskin dalam bentuk pemberian

manfaat barang (in kind transfer) yaitu subsidi di bidang pangan berupa beras

murah bersubsidi. Hal ini dimaksudkan agar dapat dimanfaatkan secara langsung

untuk mengurangi kesulitan yang dihadapi oleh rumah tangga miskin dalam

memenuhi kebutuha npokok hidup mereka sehari-hari.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa dalam konteks

Indonesia, perlindungan sosial mempunyai cakupan yang lebih luas yang tidak

hanya mencakup bantuan sosial dan asuransi sosial tetapi juga mencakup jaminan

kesejahteraan sosial berbasis masyarakat. Dari berbagai pendapat akademisi

tersebut maka secara lebih ringkas dapat peneliti rangkum mengenai komponen

pembentuk Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia dalam sebuah

kerangka sebagai berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 63: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 41

Gambar 2.7.

Tipologi Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Sumber : diadaptasi dari TNP2K

Sementara itu dari berbagai literatur yang ada menyebutkan bahwa

keberadaan program bantuan sosial ini dapat dibagi lagi menjadi berbagai macam

bentuk program sosial. Menurut Weber di dalam tulisanya menguraikan bahwa :

“... social assistance programs are divided into five categorie”s : conditional or

nonconditional assistance programs, targeted and means-tested or universal

programs, household-based or individual-based programs, tied or nontied

programs, and temporary or unlimited programs (Handayani dan Burkley, 2009,

p. 48 )

Berdasarkan pembagian kategori di atas, Weber memberikan penjelasan

sebagai berikut pertama yaitu program bantuan bersyarat (conditional assistance

program). Dijelaskan bahwa biasanya program bantuan bersyarat meminta

penerima untuk menunjukkan pola-pola perilaku tertentu sebagai suatu syarat,

terutama yang berkaitan dengan kegiatan anak-anak mereka misalnya memastikan

anak datang ke sekolah, anak mendapat pemeriksaan teratur, vaksinasi, dan lain

sebagainya. Adanya ide di balik konsep ini yaitu bantuan yang diberikan bukan

hanya untuk membagikan uang, tetapi untuk mencapai tujuan tertentu yaitu

PROGRAM PENANGGULANGAN

KEMISKINAN

Kluster I

Perlindungan Sosial

Kluster III

Pemberdayaan Usaha

Mikro dan Kecil

Kluster II

Pemberdayaan

Masyarakat

Bantuan Sosial

(Social Assisstance) Program Raskin, BLT, PKH,

Beasiswa bagi siswa miskin, dll

Asuransi Sosial

(Social Insurance) Asuransi Kesehatan, Asuransi

Kecelakaan, Asuransi Tenaga Kerja dll

Program Kredit Usaha

Rakyat (KUR) PNPM Mandiri

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 64: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 42

dengan melakukan hal tersebut. Program bersyarat biasanya memiliki setidaknya

dua ciri yaitu pertama mereka bergantung pada keberadaan layanan yang sesuai.

Sedangkan yang kedua, mereka membutuhkan beberapa mekanisme pemantauan

dan verifikasi, yang secara administratif lebih menuntut daripada program tidak

bersyarat (nonconditional programs).

Sedangkan untuk program tidak bersyarat (nonconditional programs)

yang merupakan bagian dari kategori yang pertama, menurutnya bahwa biasanya

lebih mudah untuk mengaturnya tetapi banyak orang mengkritik program ini

karena dinilai tidak membawa perubahan yang nyata dalam perspektif

pembangunan. Dengan kata lain ia mengatakan bahwa keberadaan progam tunai

tidak bersyarat lebih murah dan lebih mudah untuk diimplementasikan. Selain itu

layanan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan transfer tunai bersyarat

kadang-kadang tidak tersedia, sehingga kondisi tersebut tidak dapat dicapai. Dari

uraian tersebut dapat diketahui bahwa karena tidak adanya tuntutan yang bersifat

memaksa maka telah membuat program tidak bersyarat dinilai kurang berhasil

dalam pelaksanaannya di masyarakat.

Kemudian terkait dengan kategori yang kedua menurut Weber di dalam

tulisannya dalam Handayani dan Burkley (2009) terdiri atas program

pentargetan/uji kelayakan dan program universal. Dalam penjelasannya diuraikan

bahwa program program pentargetan dan uji kelayakan ini menilai tidak semua

orang dianggap membutuhkan bantuan dan dana khusus tersebut harus

terkonsentrasi pada orang-orang yang benar-benar membutuhkan. Selain itu ada

penentangan untuk pemberian uang hasil pajak kepada orang yang tidak benar-

benar miskin. Ia menilai bahwa ada beberapa kekurangan dalam program ini yaitu

antara lain sistem penargetan dianggap sebagai sesuatu yang mahal dan dapat pula

dikaitkan dengan adanya kesalahan inklusi dan eksklusi (inclusion and exclusion

errors). Selain itu mengenai mekanisme penargetan dapat menjadi lebih mutakhir

atau kurang mutakhir. Mekanisme yang kurang mutakhir termasuk penargetan

regional (provinsi memilih keseluruhan atau kota sesuai dengan, misalnya kriteria

pendapatan). Sedangkan sebuah metode yang banyak digunakan di negara

berkembang adalah proxy means test, yang mana digunakan untuk menentukan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 65: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 43

kelayakan sesuai dengan indikator tertentu seperti berdasarkan tagihan air,

telepon, dan tagihan listrik; aset yang tersedia, dan kondisi perumahan.

Menurut Weber dalam Handayani dan Burkley (2009) bahwa alat uji

(means-tested) yang paling banyak diinginkan dalam program pentargetan dan uji

kelayakan adalah berdasarkan uji/tes pendapatan, yang mengganggap bahwa

penghasilan seseorang dapat diverifikasi (verifiable). Namun ternyata, di negara-

negara berkembang metode ini sulit untuk dilaksanakan karena sektor informal

mereka yang besar, yang merupakan target utama dari program bantuan sosial itu

sendiri. Dengan kata lain pendapatan negara-negara berkembang sulit

terverifikasi. Selain itu biaya penargetan maupun yang dikaitkan dengan

kesalahan data dapat melebihi biaya penyediaan transfer universal. Bahkan untuk

program bersifat universal sekalipun, tidak semua orang dapat merasakan manfaat

tersebut karena tergantung pada biaya dan keadaan sekitar untuk menerapkan

manfaat. Inilah sebabnya mengapa efek self-targeting yang dapat dikaitkan

dengan program kemanfaatan universal, bergantung pada persyaratan administrasi

yang bermanfaat bagi mereka.

Sementara kategori yang ketiga menurut Weber dalam Handayani dan

Burkley (2009), yaitu program berbasis rumah tangga atau berbasis individu. Di

sini diuraikan bahwa kadang-kadang manfaat uang tunai (cash benefits) tidak

tergantung dari ukuran rumah tangga (household based) namun dapat pula

tergantung pada jumlah dan bahkan umur anggota rumah tangga. Program tunai

bantuan sosial (social assistance cash program) yang mutakhir memiliki tingkat

manfaat yang berbeda-beda untuk kepala rumah tangga, anggota rumah tangga

lainnya, dan anak-anak, bahkan menurut usia. Beberapa program transfer uang

tunai dengan sasaran individu (individual based programs) mengacu pada usia

tertentu, seperti program manfaat untuk anak atau orang tua.

Selanjutnya kategori yang keempat yaitu terdiri atas program langsung

tunai terikat (cash transfer tied) dan tidak terikat (cash transfer untied). Pada

kategori ini dijelaskan bahwa program yang terikat memberikan uang tunai untuk

tujuan tertentu, misalnya menutupi biaya kehadiran di sekolah (biaya transportasi,

buku, pemberian makanan di sekolah, seragam) atau biaya kesehatan

(transportasi, biaya berobat, obat-obatan). Sedangkan program tidak terikat

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 66: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 44

memberikan uang tunai tanpa terkait dengan pola pengeluaran. Itulah yang

membedakan kedua jenis program tersebut. Akibatnya dikemukakan oleh Weber

bahwa bagi program yang terikat perlunya verifikasi terhadap penggunaan dana

tersebut. hal ini dimaksudkan agar nantinya dapat lebih mudah untuk membiayai

pelayanan secara langsung dan untuk membagikan voucher ke kelompok sasaran.

Sedangkan kategori yang ke lima adalah berdasarkan sifatnya adalah

program sementara (temporary) dan program tidak terbatas (unlimited). Pada

kategori ini dikemukakan bahwa di banyak negara bantuan tunainya bersifat

sementara. Dalam arti sebuah keluarga misalnya hanya menerima bantuan untuk 3

atau 5 tahun saja. Setelah itu manfaat dihentikan. Namun ada juga beberapa

program bantuan sosial di negara maju dan misalnya berupa manfaat hari tua

(pensiun sosial) di beberapa negara berkembang merupakan program yang bersifat

tidak terbatas waktu. Oleh karena itu terkadang manfaat tergantung pada

pemenuhan kriteria penargetan. Singkatnya dikatakan bahwa mereka dibatasi

dalam waktu tergantung pada apakah kelompok sasaran masih miskin atau tidak.

Secara sederhana, peneliti mencoba membuat gambaran mengenai

pembagian program bantuan sosial di Indonesia dalam sebuah tipologi seperti

yang terlihat dalam gambar 2.8 berikut ini. Hal ini dimaksudkan untuk

mempertegas posisi Program Raskin dalam Skema program bantuan sosial di

Indonesia.

Gambar 2.8

Tipologi Bantuan Sosial di Indonesia Sumber : diadaptasi dari Norton dkk (2001), Weber dalam Handayani dan Burkley (2009)

Kluster I

Bantuan Sosial

In kind transfer Cash Transfer

Conditional

Cash Transfer

Non Conditional

Cash Transfer

Raskin PKH BLT

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 67: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 45

Sebagai bahan perbandingan dapat di lihat beberapa tipologi mengenai

bantuan sosial yang ada di negara lain. Sebagai contoh Ferreira dan Robalino

(2010) menggambarkan tipologi program Bantuan Sosial di Amerika Latin

sebagai berikut :

Gambar 2.9

Tipologi program Bantuan Sosial di Amerika Latin

Sumber : Ferreira dan Robalino, 2010, p. 14

Dari perbandingan dua tipologi tersebut dapat diketahui bahwa masing-

masing tipologi bantuan sosial baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di

Amerika Latin menempatkan program-program pangan atau makanan ke dalam

kategori In kind transfers. Selain itu terkait konteks penelitian ini yang mengkaji

terkait dengan pendistribusian bantuan raskin maka keberdaan program bantuan

sosial yang berbasis pangan tersebut menurut Ferreira dan Robalino (2010)

mengemukakan bahwa pada umumnya bantuan dalam bentuk pangan memberikan

pilihan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bantuan dalam bentuk tunai.

Kemudian terkait dengan pendistribusiannya dikemukakan bahwa program ini

memiliki biaya operasional dan administrasi yang tinggi yang berkaitan dengan

pengadaan, transportasi, dan distribusi logistik. Namun demikian, dikemukakan

pula bahwa reformasi program berbasis pangan tradisional tidak selalu mudah, hal

ini disebabkan karena sebagian kepentingan yang telah mengakar dari lembaga-

lembaga yang mengelola program-program tersebut dan dari mereka yang

menyediakan dan mendistribusikan makanan.

Cash Transfers In Kind Transfes Workfare

Disability Pension

Old age pension

Matching

Contribution

s

CCTs

Conditional on

State

Conditional on

Behaviour

Non Contributory

HI

Child Allowances

Public works Food Programs

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 68: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 46

Walaupun bantuan sosial dalam bentuk bantuan subsidi pangan ini

mempunyai berbagai permasalahan namun dari berbagai uraian literatur telah

menyebutkan bahwa salah satu ciri utama manfaat dari bantuan sosial yaitu

diharapkan mampu langsung mengurangi beban kesulitan yang sedang melanda

masyarakat miskin sehingga mereka dapat keluar dari perangkap kemiskinannya

(Weber dalam Handayani dan Burkley, 2009, p. 48). Selain itu bantuan sosial

sangat penting untuk melawan ketidakamanan dan kerentanan yang dialami oleh

masyarakat miskin kronis (Shepherd, Dhana W dan Alice Evans, 2011, p. 1).

Dari berbagai uraian pendapat di atas dapat dilihat secara jelas bahwa

kehadiran program bantuan sosial ditujukan bagi orang miskin dan bertujuan

membantu mereka keluar dari kemiskinannya. Oleh karena itu peran dari bantuan

sosial sangat penting dalam rangka penanggulangan kemiskinan di Indonesia.

Sehingga dalam pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian agar dapat

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sehingga dapat mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

2.1.5 Konsep Distribusi di dalam Kebijakan Sosial

Menurut Dean (2012) mengemukakan bahwa kebijakan sosial adalah

sebuah subjek yang tidak dikendalikan oleh ekonomi tetapi ekonomi dapat

menjadi penting. Selanjutnya kebijakan sosial dapat dikaitkan dengan penyediaan

kebutuhan manusia, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pengalokasian sumber

daya yang langka (Hay, 2008, Smith et al, 2008 dalam Dean, 2012). Lebih lanjut

Dean menyinggung terkait dengan konsep ekonomi politik (political economy)

yang mana menurutnya perkembangannya telah melahirkan dua dominasi tradisi.

Pertama the clasical yang dikaitkan dengan pemikiran Adam Smith dan David

Ricardo dan kedua the critical yang dikaitkan dengan pemikiran Karl Marx.

Dalam pandangannya Dean (2012) mengemukakan bahwa tradisi

classical mengakui adanya public goods misalnya kesehatan publik dan kebijakan

yang bermanfaat bukan hanya bagi individu tetapi juga masyarakat secara

keseluruhan. Dalam penyediaan barang publik, peran negara hanya diperlukan

ketika adanya sesuatu yang tidak benar (public bads). Sedangkan tradisi critical

menilai bahwa tanpa adanya intervensi dari negara maka pasar gagal dalam

memenuhi kebutuhan manusia dan ini menciptakan kesenjangan sosial yang terus

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 69: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 47

berlangsung. Oleh karena itu menurut tradisi ini semua barang diproduksi dan

didistribusikan jika barang tersebut merupakan barang publik.

Sementara itu terkait dengan konsep distribusi terhadap barang (goods)

dan jasa (services) maupun keuntungan (profit), Gilbert & Terrell (2005)

mengemukakan bahwa ada konsep distribusi yang berbeda antara pasar sosial

negara kesejahteran dengan pasar ekonomi masyarakat kapitalis. Hal ini

menurutnya dapat dilihat bahwa the social market of the welfare state

mengalokasikan barang dan jasa utamanya adalah untuk merespon kebutuhan

finansial (financial need), ketergantungan (dependency), perasaan mementingkan

kepentingan orang lain (sentiments altruistic), kewajiban sosial (social

obligation), motivasi beramal (charitable motives), dan harapan jaminan

masyarakat (the wish communal security). Sedangkan pada masyarakat kapitalis

(capitalist society), keuntungan didistribusikan melalui pasar ekonomi, idealnya

yaitu berdasarkan inisiatif individu, kemampuan, produktivitas dan keinginan

untuk mendapatkan keuntungan. Berdasarkan uraian tersebut terlihat sekali

perbedaan dua kelompok tersebut di dalam cara pendistribusiannya.

Lebih lanjut Gilbert & Terrell (2005) menguraikan bahwa pasar sosial

mempunyai dua sektor yaitu sektor private dan sektor publik. Dalam uraiannya

disebutkan bahwa sektor publik mencakup federal, negara dan pemerintah lokal

dan sejumlah distribusi barang dan jasa yang didistribusikan dalam jumlah

terbesar pada negara kesejahteraan. Sementara alokasi melalui sektor private

(swasta) meliputi usaha informal dari keluarga dan kerabat, sedangkan layanan

(jasa) disediakan melalui lembaga sukarela maupun kadang melalui lembaga yang

berorientasi pada profit. Selanjutnya dikatakan pula bahwa layanan yang

diberikan oleh lembaga yang berorientasi pada profit ini kadang melewati batas

dengan kegiatan yang dilakukan oleh pasar ekonomi sehingga batas antara

keduanya menjadi tidak jelas (kabur). Secara lebih jelas Gilbert & Terrell (2005)

menggambarkan perbedaan antara kegiatan pasar sosial (social market) dengan

pasar ekonomi (economi market) dalam gambar berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 70: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 48

Gambar 2.10

Perbedaaan konsep distribusi social market dan economic market Sumber : Gilbert dan Terrell (2005, p.64)

Selain itu Gilbert dan Terrell (2005) dalam uraiannya mengemukakan

pula bahwa dalam mengalokasikan manfaat (benefits) maka kebijakan

kesejahteraan sosial mempunyai 4 prinsip yang dinamakannya sebagai dimensi

pilihan (dimensions of choice). Berangkat dari 4 prinsip tersebut kemudian

muncullah 4 (empat) buah pertanyaan yaitu : pertama, what are the bases of social

allocations?. Kedua, what are the types of social provisions to be allocated?.

Ketiga, what are the strategies for delivery of these provisions?. Ke empat, what

are the ways to finance these provisions?.

Lebih lanjut Gilbert dan Terrell (2005) mengemukakan bahwa dari ke

empat bidang pertanyaan tersebut kemudian dapat dikembangkan dan diteliti

dengan tiga sumbu yaitu pertama, jangkauan alternatif dalam masing-masing

dimensi, kedua, nilai sosial yang mendukung keempat bidang tersebut dan ketiga

teori atau asumsi yang mendasari ke empat bidang tersebut. Secara lebih jelas

Gibert dan Terrell menggambarkannya sebagai berikut :

Gambar 2.11

Dimensi Pilihan Sumber : Gilbert dan Terrell (2005, p. 68)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 71: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 49

2.1.5.1 Pilihan berdasarkan Allocations dan Provisions

Menurut Gilbert dan Terrell (2005) bahwa pilihan berdasarkan alokasi

dan provision yang merupakan dua dimensi pilihan yang pertama yaitu terkait

dengan dasar alokasi sosial dan bentuk ketentuan sosial (social provision) yang

dialokasikan. Kedua hal tersebut selanjutnya dapat digambarkan dengan

pertanyaan “who gets what?” yaitu siapa mendapatkan apa. Di dalam

penjelasannya kebijakan kesejahteraan sosial selalu meliputi beberapa desain

penerima manfaat (beneficiaris) dan kesejahteraan siapa yang akan ditingkatkan

melalui implementasi kebijakan. Kondisi ini menggambarkan bahwa kebijakan

kesejahteraan sosial pada dasarnya tidak bisa membantu setiap individu secara

merata (sama). Oleh karena itu diperlukan sebuah pilihan dan kebijakan secara

terus menerus yang dibuat berdasarkan pemikiran perencana kebijakan, kondisi

apa yang mendesak dan apa yang akan di dukung oleh masyarakat.

Adapun sejumlah kriteria yang digunakan untuk menentukan siapa yang

layak untuk ketentuan sosial menurut Gilbert dan Terrell (2005) meliputi : status

perkawinan, status pekerjaan, tempat tinggal, ukuran keluarga, kesehatan, IQ,

umur, dll. Selanjutnya menurut analisis kebijakan bahwa dalam pilihan tradisional

biasanya para penerima manfaat diberikan dalam bentuk cash yaitu uang maupun

in-kind (barang dan jasa) ataupun bentuk lainnya misalnya kekuatan (power),

voucher dan kesempatan (opportunities). Gilbert dan Terrell (2005)

mengemukakan bahwa dasar alokasi sosial mengacu pada pilihan diantara

berbagai prinsip. Adapun pertimbanganya yaitu ketentuan/persyaratan sosial yang

dibuat dapat diakses oleh kelompok tertentu di dalam masyarakat. Sementara sifat

dari ketentuan/syarat sosial mengacu pada bentuk dari manfaat yang akan

diberikan.

Berdasarkan uraian diatas secara ringkas peneliti berpendapat bahwa

konsep pilihan pertama dan kedua yang dikemukakan Gilbert dan Terrell (2005)

mengggambarkan kondisi dimana untuk mendapatkan layanan sosial maka

diperlukan adanya kriteria kelayakan. Hal ini diperlukan agar dapat menghasilkan

orang atau menentukan siapa sesungguhnya yang berhak mendapatkan bantuan

tersebut. Selanjutnya jika semua persyaratan telah terpenuhi maka kriteria

selanjutnya adalah menentukan bantuan dalam bentuk apa yang akan diberikan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 72: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 50

kepada orang yang memenuhi kriteria tersebut. Dari uraian tersebut dikemukakan

bahwa biasanya kebijakan kesejahteraan sosial memberikan manfaat (benefit)

dalam bentuk in kind dan in cash.

2.1.5.2 Pilihan berdasarkan “delivery” dan “finance”

Pada dimensi pilihan berdasarkan “delivery” dan “finance” merupakan

pembahasan mengenai strategi dalam penyampaian manfaat yang artinya

berkaitan dengan bagaimana (how). Menurut Gilbert dan Terrell (2005)

mengemukakan bahwa sistem cara penyampaian (the way delivery systems) yang

dibuat untuk mencapai tujuan dari dua dimensi yang pertama dianggap penting.

Hal ini berdasarkan pandangan bahwa panduan kebijakan menganggap eligibilitas

dan sifat ketentuan/penyediaan adalah diekspresikan secara operasional. Lebih

lanjut dikatakan Gilbert dan Terrell (2005) bahwa strategi penyampaian mengacu

pada pengaturan organisasi pilihan antara penyedia dan konsumen manfaat

kesejahteraan sosial dalam konteks sistem masyarakat setempat yaitu tingkat di

mana mayoritas terbesar penyedia dan konsumen bertemu.

Selain itu Gilbert dan Terrell (2005) berpendapat jika kebijakan

kesejahteraan sosial digambarkan sebagai fungsi mekanisme alokasi manfaat

diluar pasar, maka pilihan harus dibuat mengenai sumber dan tipe pendanaan. Ini

penting untuk mengakui perbedaan manfaat pendanaan dan penyampaian. Untuk

mengklarifikasi selesainya pendanaan dan dimulainya penyampaian maka ini

membantu untuk memikirkan dalam alur yang sederhana. Pilihan pendanaan

meliputi pertanyaan tentang sumber pendanaan dan cara yang mana dana mengalir

dari sumber dana ke penyediaan pelayanan. Sementara pilihan delivery

melibatkan teori penataan organisasi yang menggerakkan ketentuan sosial apakah

dalam bentuk in kind atau in cash dari penyedia ke konsumer. Selain itu mereka

juga mengemukakan bawa umumnya masalah pendanaan diperoleh dari publik,

swasta atau gabungan keduanya. Sedangkan finansial meliputi kondisi

administrasi mengatur kesepakatan pendanaan seperti hibah dalam formula

bantuan, spesifikasi tujuan dan waktu.

Dalam literatur lainnya, terkait dengan prinsip distribusi berbagai

sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, maka

Dean (2012) mengemukakan bahwa ada 3 pilihan terkait dengan pendistribusian

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 73: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 51

sumber daya tersebut yaitu prinsip pertama universally atau selectively. Prinsip

kedua yaitu on basis of entitlement atau discretion, sedangkan prinsip yang ketiga

yaitu on a demand-led atau a rationed basis. Terkait dengan prinsip yang pertama

yaitu universal artinya ditujukan bagi semua warga masyarakat sedangkan selektif

maksudnya pendistribusian dilakukan hanya berdasarkan mereka yang

membutuhkan atau layak menerima bantuan. Dengan memberikan bantuan secara

selektif dijelaskannya bahwa hal ini dapat lebih meningkatkan di dalam

pemanfaatan dan layanan yang diberikan.

Sedangkan prinsip yang kedua maksudnya adalah pendistribusian

berdasarkan sistem aturan yang jelas atau dapat pula melalui kebijaksanaan dari

para administator atau profesional di lapangan. Dengan sistem entitlement

dikatakan membuat distribusi dapat dihitung dan diprediksi, sulit untuk dikorupsi

dan prasangka subjektif. Sedangkan jika pendistribusian dengan prinsip

discreation maka proses alokasi akan di nilai lebih akurat dan efektif. Hal ini

diartikan bahwa kebutuhan individu yang bersifat kompleks dan spesifik dapat

dipenuhi. Selanjutnya prinsip yang ketiga yaitu distribusi dapat dilakukan dengan

cara berdasarkan permintaan atau berdasarkan jatah. Dijelaskannya bahwa sumber

daya dapat dialokasikan untuk merespon tingkat permintaan dari layanan manusia

atau jika sumber daya terbatas maka dapat dilakukan dengan cara penjatahan.

2.1.6 Moral dan Kapital Sosial dalam Kebijakan Sosial

Menurut Iatridis (1995) mengemukakan bahwa strategi kebijakan sosial

yang tepat untuk mencapai keadilan distributif dan untuk menghilangkan

diskriminasi adalah melalui teori ideologi dan keadilan sosial. Dalam uraiannya

Iatridis (1995) menjelaskan bahwa beberapa konsep telah dibahas di dalam ilmu-

ilmu sosial sebagai ideologi. Ideologi dapat dianggap sebagai elemen penting dari

semua praktek sosial atau bisa juga tidak (non scientific), namun yang jelas

menurutnya ideologi telah menjadi acuan yang diperlukan dalam perubahan sosial

dan reformasi, analisis kelas dan kesadaran, analisis struktur kekuasaan, dominasi

politik, keadilan sosial, menghapus diskriminasi dan memperkuat ideologi yang

melindungi hak-hak semua orang terutama kaum miskin dan tak berdaya. Lebih

lanjut ia menjelaskan bahwa ideologi terdiri dari pola keyakinan kognitif dan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 74: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 52

moral mengenai masyarakat, orang dan alam semesta dalam konteks hubungan

sosial. Oleh karena itu menurutnya ideologi mempengaruhi peran negara,

organisasi kelembagaan masyarakat, sifat kebijakan pemerintah dan iklim yang

baik untuk reformasi sosial atau mempertahankan status quo.

Terkait dengan pemahaman arti ideologi itu sendiri, menurut

Abercrombie, Hill dan Turner (1984) mengemukakan bahwa “In contemporary

societies, ideology generally means a comprehensive set of beliefs, attitudes, and

opinions” (Iatridis, 1995, p.57). Hal ini menurut Iatridis bahwa ideologi meliputi

keyakinan benar atau salah mengenai segala sesuatu dari ilmu pengetahuan ilmiah

kepada agama terhadap keyakinan sehari-hari mengenai perilaku yang tepat.

Kemudian ia mengatakan bahwa semua keyakinan ditentukan secara sosial dalam

beberapa cara yaitu melalui ekonomi, struktur sosial, kepentingan kelas sosial

tertentu, struktur kekuasaan atau partai politik. Terkait dengan konteks penelitian

ini, maka menurut peneliti pemahaman mengenai ideologi yang berlaku dalam

suatu wilayah, dapat membimbing anggota masyarakat bertindak dan berperilaku

sesuai dengan ideologi yang mereka anut. Negara Indonesia sendiri memiliki

Pancasila sebagai Ideologi bangsa yang dapat dijadikan sebagai acuan di dalam

berperilaku. Selain itu nilai-nilai agama dapat pula dijadikan sebagai pedoman di

dalam menentukan apakah tindakan itu benar atau salah.

Secara ringkasnya Iatridis (1995) mengemukakan bahwa ideologi

mempengaruhi perilaku individu dan lembaga. Oleh karena itu menurutnya

Ideologi membimbing orang, kelompok dan masyarakat dalam memilih tujuan

dan memilih cara untuk mencapainya. Secara konseptual ia mengatakan bahwa

pekerja sosial yang merencanakan kebijakan mengakui pentingnya peran ideologi

dalam mempengaruhi perilaku manusia. Namun ia mengingatkan bahwa pekerja

sosial harus dapat membedakan antara penentuan nilai pribadi (personal value

judgments) terhadap baik atau buruk dan interpretasi terhadap nilai-nilai yang

menetapkan tujuan untuk memandu tujuan publik.

Selain itu berbicara mengenai perilaku dan moral masyarakat baik secara

individu maupun kelompok, di dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya terkait

dengan praktek pekerjaan sosial dikenal pula adanya teori perilaku manusia

(human behavior theory). Menurut Robbins, Chatterjee dan Canda (2006, p. 4),

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 75: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 53

“the term human behavior has classically been used in social work to refer to

behavior of the individual”. Hal ini dapat dipahami bahwa berbicara mengenai

perilaku manusia artinya berbicara tentang perilaku secara individu. Selanjutnya

di dalam uraiannya disebutkan bahwa dalam disiplin ilmu yang lain,

menggunakan definisi yang lebih luas terhadap human behavior dapat meliputi

kelompok, keluarga, komunitas, organisasi, budaya dan masyarakat.

Terkait dengan konteks penelitian ini maka dalam melakukan kajian

mengenai moral hazard dapat dilakukan dengan mengadopsi pendekatan atau teori

perkembangan kognitif dan moral khususnya terkait dengan perkembangan moral

(moral development). Penekanan di dalam pendekatan ini adalah moral behavior

fokus pada apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh individu

yang ditentukan berdasarkan norma (Robbins, Chatterjee dan Canda, 2006).

Selain itu menurut Thomas (1999), “moral development is generally viewed as an

important aspect of socialization,...” (Robbins, Chatterjee dan Canda, 2006, p.

273). Berdasarkan konsep tersebut dapat diketahui bahwa dengan melakukan

sosialisasi secara menyeluruh maka diharapkan muncul kesadaran dari masyarakat

terkait dengan perilaku mereka yang salah.

Di dalam pendekatan perkembangan moral ini, menurut Robbins,

Chatterjee dan Canda (2006) menyebutkan bahwa ada tiga aspek moralitas yaitu

bagaimana manusia beralasan atau berpikir (how people reason or think);

bagaimana mereka bertingkah laku (how they actually behave); bagaimana

mereka menyikapi terkait isu moral (how they feelabout moral issues). Dalam

kontek penelitian ini, kajian mengenai Ideologi (Iatridis, 1995) dan moral

development (Robbins, Chatterjee dan Canda, 2006) akan peneliti gunakan dalam

menganalisa terkait dengan munculnya permasalahan moral hazard yang terjadi di

dalam pelaksanaan pendistribusian raskin. Dalam mengatasi masalah moral

hazard maka perlu ada pemahaman mendasar terkait dengan nilai-nilai yang

menjadi acuan oleh masyarakat dalam berperilaku secara baik dan benar

berdasarkan norma yang berlaku di masyarakat.

Pendekatan melalui pemahaman idelogi dan pengetahuan terhadap moral,

menurut peneliti dapat dijadikan sebagai sarana untuk penyadaran masyarakat

bagaimana seharusnya mereka berpikir tentang hak-hak orang miskin, bagaimana

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 76: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 54

mereka bersikap terhadap berbagai bantuan yang diberikan pemerintah yang

ditujukan secara terbatas hanya untuk kelompok masyarakat miskin saja. Dan

bagaimaana selanjutnya mereka mengkaitkan permasalahan pendistribusian

bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada orang yang tidak berhak

dipandang dalam perspektif moral dan norma yang berlaku di masyarakat.

Sementara itu, dalam literatur lainnya Lawang (2005) menguraikan

terkait dengan struktur sosial dan kemiskinan dalam perspektif perilaku

menyimpang (deviant behavior). Di dalam memahami tentang perilaku

menyimpang ini, menurutnya ada beberapa definisi yang harus menjadi referensi.

Merujuk dari pendapat Durkheim (1895,1964) sebagaimana yang dikutip oleh

Lawang (2005, p. 166) bahwa “ada dua macam gejala sosial yakni yang normal

dan patologik (tidak normal)”. Selanjutnya dalam uraiannya dijelaskan bahwa

yang patologik ini disebut sebagai gejala anomi dan dianggap sebagai

penyimpangan dan selalu ada dalam masyarakat. Sedangkan yang normal merujuk

pada “kesehatan” masyarakat yang oleh banyak orang dianggap biasa.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Merton (1938,1949,1957) dalam Lawang

(2005) bahwa anomi bisa dianggap normal apabila ada kesenjangan antara tujuan

dan alat untuk mencapai tujuan. Penyimpangan yang normal itu dapat berupa

inovasi, ritualisme, ritritisme dan rebellion (pemberontakan). Lebih lanjut dalam

uraiannya disebutkan bahwa inovasi dapat dibagi menjadi perbuatan yang

halal/benar dan tidak halal/licik dan merupakan bentuk penyimpangan karena ada

alat baru yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan ritualisme

merupakan bentuk penyimpangan karena terjadi penyimpangan terhadap tujuan

yang akan dicapai walaupun dengan cara yang tidak berubah (sama). Kemudian

ritritisme disebut sebagai penyimpangan karena terjadi perubahan terhadap cara

dan tujuan yang akan dicapai. Selanjutnya rebellion (pemberontokan) dianggap

sebagai penyimpangan karena terjadi perubahan terhdap cara/alat dan tujuan serta

merekontruksikan cara dan tujuan yang baru.

Selain itu menurut Merton sebagai mana yang diuraikan oleh Lawang

(2005, p.167) bahwa “pertama, penyimpangan itu pada dasarnya merupakan

startegi yang dikembangkan oleh orang dalam suatu masyarakat tertentu untuk

menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar. Kedua, pola-pola adaptasi itu pada

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 77: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 55

dasarnya dipelajari orang bukan sesuatu yang secara determinstik dipengaruhi

oleh kebudayaan dan atau struktur sosial”. Oleh karena itu dalam penjelasannya

disebutkan bahwa bentuk penyimpangan yang terjadi tergantung pada peluang dan

yang mungkin dapat diciptakannya sendiri. Sedangkan yang ketiga disebutkan

bahwa struktur peluang itu dapat berbeda-beda bagi setiap orang yang

mempengaruhi proses belajar menjadi penyimpang.

Berkaitan dengan konteks penelitian ini maka gejala-gejala sosial yang

terjadi di masyarakat dalam rangka pendistribusian raskin berdasarkan aturan di

tingkat lokal dapat dilakukan analisa berdasarkan uraian diatas. Apakah aturan

yang diambil oleh para pelaksana di tingkat lokal dapat dianggap sebagai

penyimpangan (patologi) atau justru sebagai bentuk tindakan yang dianggap

normal. Jika pada saatnya hal tersebut dianggap sebagai penyimpangan makan

bentuk-bentuk penyimpangan yang dikemukakan di dalam uraian di atas dapat

digunakan untuk menganalisa dan mengelompokkan bentuk penyimpangan yang

terjadi di dalam pendistribusian raskin yang dilakukan oleh masyarakat lokal.

Apakah bentuk penyimpangan yang terjadi termasuk dalam kategori inovasi,

ritualisme, ritritisme ataupun rebellion.

Selanjutnya adanya struktur sosial di masyarakat dan dalam mengatasi

berbagai permasalahan yang muncul di masyarakat menurut peneliti dapat pula

dikaitkan dengan pandangan Granovetter (2005) yang mengemukakan mengenai 4

prinsip inti terkait dengan jaringan sosial (social network) dan hasil ekonomi

(economic outcomes). Adapun prinsip yang pertama yaitu “Norms and Network

Density” yaitu terkait dengan norma dan kepadatan jaringan. Dalam

penjelasannya dikatakan bahwa norma membagikan ide-ide mengenai cara yang

lebih tepat dalam bertingkah laku yaitu melaksanakan dengan lebih jelas, lebih

tegas dan lebih mudah untuk memaksakan jaringan sosial yang lebih padat. Selain

itu Granovetter (2005) berpendapat bahwa kepadatan yang lebih luas membuat

ide-ide tentang perilaku yang tepat lebih mungkin dihadapi berulang kali,

didiskusikan dan ditetapkan (fixed); itu juga membuat penyimpangan dari norma-

norma yang dihasilkan sulit untuk disembunyikan dan, dengan demikian, lebih

mungkin untuk dihukum.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 78: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 56

Salah satu implikasi dari perspektif ini adalah bahwa tindakan kolektif

yang tergantung pada mengatasi masalah free rider (penunggang bebas) lebih

mungkin dalam kelompok yang jaringan sosial padat dan kohesif, karena aktor

dalam jaringan tersebut biasanya internalisasi norma-norma yang mencegah free

riding dan menekankan kepercayaan. Selanjutnya Granovetter mengemukakan

bahwa kelompok yang lebih besar akan memiliki kepadatan jaringan yang lebih

rendah karena orang memiliki kognitif, emosional, ruang dan waktu yang terbatas

pada seberapa banyak ikatan sosial mereka dapat bertahan. Dengan demikian,

semakin besar kelompok, menurunkan kemampuannya untuk merealisasikan dan

menegakkan norma-norma, termasuk melawan free riding.

Kemudian prinsip yang kedua, yaitu the strength of weak ties yaitu

kekuatan dari ikatan yang lemah. Dalam penjelasannya Granovetter (2005)

menguraikan bahwa kebanyakan informasi baru (novel information) mengalir ke

individu melalui ikatan yang lemah daripada melalui ikatan yang kuat. Hal

tersebut dikarenakan teman-teman dekat kita cenderung bergerak di lingkaran

yang sama yang kita lakukan, informasi yang mereka terima tumpang tindih

dengan apa yang sudah kita ketahui. Oleh karena itu menurutnya perlu adanya

perkenalan (acquaintances) sehingga orang lebih bisa mendapatkan informasi

yang baru. Ditegaskannya bahwa bergerak di kalangan yang berbeda dari kita

maka mereka dapat menghubungkan kita kepada dunia yang lebih luas. Oleh

karena itu mereka bisa menjadi sumber yang lebih baik ketika kita perlu

melampaui apa yang telah diketahui oleh kelompok kita sendiri. Ini adalah salah

satu aspek dari apa yang disebut sebagai kekuatan dari ikatan lemah (Granovetter,

1973, 1983 dalam Granovetter, 2005).

Selanjutnya argumen ini memiliki implikasi makro. Jika teman-teman

dekat setiap orang mengenal satu sama lain, mereka membentuk sebuah kelompok

dengan ikat erat. Individu kemudian dihubungkan kepada kelompok lain (other

cliques) melalui ikatan yang lemah daripada ikatan yang kuat. Dengan demikian,

dari pandangan "aerial" terhadap jejaring sosial, jika kelompok (cliques)

terhubung satu sama lain, hal ini terutama oleh ikatan lemah. Ini berarti bahwa

hubungan tersebut menentukan sejauh mana informasi difusi dalam struktur sosial

berskala besar. Salah satu hasil adalah bahwa dalam bidang ilmiah, informasi baru

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 79: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 57

dan ide-ide yang lebih efisien menyebar melalui hubungan yang lemah

(Granovetter, 1983 dalam Granovetter, 2005).

Kemudian prinsip yang ketiga yaitu “the importance of structural holes”

yaitu pentingnya lubang/ruang struktural. Menurut Burt (1992) dalam Granovetter

(2005) mengemukakan bahwa ia berusaha memperluas dan merumuskan ulang

argumen "ikatan lemah (weak ties)" dengan menekankan bahwa apa yang sangat

penting yaitu bukan pada kualitas ikatan melainkan cara bagian yang berbeda dari

jaringan dijembatani. Dia menekankan keuntungan strategis yang dapat dinikmati

oleh individu dengan ikatan ke beberapa jaringan yang sebagian besar dipisahkan

satu sama lain.

Sedangkan prinsip yang ke empat yaitu “the interpenetration of economic

and non economic action” yaitu interpenetrasi terhadap tindakan ekonomi dan non

ekonomi. Di dalam uraiannya dijelaskan bahwa kehidupan sosial banyak berkisar

fokus non-ekonomi. Karena itu, menurutnya ketika kegiatan ekonomi dan non

ekonomi bercampur, kegiatan non-ekonomi mempengaruhi biaya dan teknik yang

tersedia untuk kegiatan ekonomi. Kegiatan pencampuran ini adalah apa yang

disebut "embeddedness sosial" terhadap ekonomi (Granovetter, 1985 dalam

Granovetter, 2005). Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana tindakan ekonomi

dikaitkan dengan atau tergantung pada tindakan atau lembaga yang non-ekonomi

dalam isi, tujuan atau proses. Lebih lanjut dijelasknnya bahwa di antara jenis

embeddedness yang telah banyak didiskusikan oleh para sosiolog adalah

embeddedness tindakan ekonomi pada jaringan sosial, budaya, politik dan agama

(Granovetter dan Swedberg, 2001 dalam Granovetter, 2005).

Selain itu Woolcock dan Narayan (2000) memberikan pandangannya

terkait dengan kapital sosial (social capital) yaitu 4 perpsektif pada kapital sosial

dan pembangunan ekonomi. Adapun pandangan yang pertama yaitu pandangan

komunitarian (the comunitarian view). Di dalam uraiannya disebutkan bahwa

pandangan komunitarian, menyamakan modal sosial dengan organisasi tingkat

lokal, yaitu asosiasi (associations), perkumpulan (clubs), dan kelompok

sipil/masyarakat (civic groups). Pandangan ini, diukur secara paling sederhana

yaitu melalui jumlah dan kepadatan kelompok-kelompok ini dalam suatu

masyarakat. Hal ini dapat diartikan bahwa modal sosial secara inheren "baik",

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 80: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 58

bahwa "lebih banyak adalah lebih baik". Kehadiran kelompok-kelompok tersebut

selalu memiliki efek positif pada kesejahteraan masyarakat. Perspektif ini telah

membuat kontribusi penting untuk analisis kemiskinan dengan menekankan

sentralitas ikatan sosial dalam membantu orang miskin mengelola risiko dan

kerentanan. Namun dalam perkembangannya dikatakan bahwa para pendukung

pandangan ini mengabaikan pentingnya dalam memperhatikan sisi negatif

(downside) dari keberadaan kelompok-kelompok yang justru menimbulkan

permasalahan seperti geng, ghettos, drug cartels dan justru menghambat

pembangunan.

Selanjutnya pandangan yang kedua menurut Woolcock dan Narayan

(2000) yaitu pandangan jaringan (the network view). Pandangan ini menekankan

pentingnya hubungan (associations) vertikal dan horisontal antara orang, dan

hubungan dalam dan di antara entitas organisasi lainnya seperti kelompok

masyarakat dan perusahaan. Pandangan ini juga menekankan, bahwa tanpa ikatan

antar-masyarakat atau ikatan yang lemah yang melintasi berbagai pembagian

sosial (misalnya, yang didasarkan pada agama, kelas, etnis, jenis kelamin, status

sosial ekonomi) maka ikatan horizontal yang kuat dapat menjadi dasar untuk

mengejar kepentingan sektarian yang sempit. Dalam perkebangannya dikenal dua

bentuk modal sosial yang disebut modal sosial "bonding" dan "bridging" (Gittell

dan Vidal, 1998 dalam Woolcock dan Narayan, 2000). Kombinasi yang berbeda

dari dimensi ini, dikatakan bahwa bertanggung jawab atas berbagai hasil yang

dapat dikaitkan dengan modal sosial.

Kemudian pandangan yang ketiga menurut Woolcock dan Narayan

(2000) yaitu pandangan institusional (institutional view). Dalam uraiannya

disebutkan bahwa pandangan ini berpendapat bahwa kekuatan (vitality) dari

jaringan komunitas dan masyarakat sipil sebagian besar merupakan produk dari

politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan. Dimana perspektif komunitarian

dan perspektif jaringan sebagian besar memperlakukan sosial modal sebagai

variabel independen yang memberi peningkatan berbagai "kebaikan" dan / atau

"keburukan", pandangan kelembagaan lebih menempatkan penekanan pada modal

sosial sebagai variabel dependen. Lebih lanjut dikatakan bahwa pandangan ini

berpendapat bagian yang paling berkapasitas terhadap kelompok-kelompok sosial

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 81: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 59

untuk bertindak dalam kepentingan kolektif mereka sangat tergantung pada

kualitas lembaga formal di mana mereka berada (North, 1990 dalam Woolcock

dan Narayan, 2000) dan bahwa kualitas muncul seperti kepercayaan umum tingkat

tinggi pada gilirannya sesuai dengan tingkat superior pertumbuhan ekonomi. Hal

ini juga menekankan bahwa kinerja negara dan perusahaan itu sendiri tergantung

pada koherensi internal mereka, kredibilitas, dan kompetensi sendiri, dan

akuntabilitas eksternal untuk masyarakat sipil.

Selanjutnya pandangan yang ke empat menurut Woolcock dan Narayan

(2000) yaitu pandangan sinergi (the synergy view). Dalam uraiannya dikemukakan

bahwa pandangan sinergi mencoba untuk mengintegrasikan antara kedudukan

jaringan dan kelembagaan. Secara umum peneliti melihat pandangan ini mencoba

mensigergikan antara pemerintah dan masyarakatnya. Selanjutnya menurut Evans

(1992, 1995, 1996) dalam Woolcock dan Narayan (2000), sebagai salah satu

kontributor utama untuk pandangan ini menyimpulkan bahwa sinergi antara

tindakan pemerintah dan warga negara didasarkan pada saling melengkapi

(complementarity) dan embeddedness. Melengkapi mengacu pada hubungan yang

saling mendukung antara aktor-aktor publik dan swasta dan dicontohkan dalam

kerangka peraturan dan undang-undang yang melindungi hak-hak untuk

berasosiasi, atau langkah-langkah lebih rendah hati seperti penyediaan transportasi

oleh negara untuk memfasilitasi pertukaran antara asosiasi masyarakat. Sedangkan

embededdness mengacu pada sifat dan tingkat ikatan yang menghubungkan warga

dan pejabat publik.

Dalam perkembangan selanjutnya disebutkan bahwa Woolcock (1998)

dan Narayan (1999) dalam woolcock dan Narayan (2000) telah mencoba

mengintegrasikan ide-ide inti menjembatani modal sosial dan fungsi negara,

dengan alasan bahwa kombinasi yang berbeda akan menghasilkan hasil yang

berbeda pula, baik di tingkat masyarakat, kabupaten, regional atau nasional.

Sebagaimana yang tergambar dalam tabel berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 82: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 60

Gambar 2.12

Hubungan antara Bridging Kapital Sosial dan Pemerintah Sumber : Narayan (1999) dalam Woolcock dan Narayan (2000, p. 48)

Kerangka kerja ini sangat membantu dalam menangkap beberapa

dinamis aspek hubungan negara-masyarakat dan menunjukkan bahwa intervensi

yang berbeda diperlukan untuk berbeda kombinasi dari pemerintahan dan

menjembatani modal sosial dalam kelompok, komunitas atau masyarakat. Di

masyarakat atau masyarakat dengan tata kelola yang baik dan tingkat tinggi

menjembatani modal sosial adalah saling melengkapi antara negara dan

masyarakat; kemakmuran ekonomi dan tatanan sosial cenderung tercipta.

2.2. Keadilan Sosial (Social Justice)

Salah satu komponen penting di dalam pelaksanaan Program

Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia adalah terciptanya rasa keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat dipahami bahwa pemerintah telah

menyediakan dan mendistribusikan berbagai bantuan melalui program kemiskinan

bagi mereka yang hidup dalam kondisi miskin agar mereka dapat pula hidup

secara layak dan kebutuhannya dapat terpenuhi. Secara filosofis, Negara

Indonesia telah mengamatkan untuk terciptanya cita-cita tersebut yang tercermin

di dalam Pancasila Sila ke 5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu pada prinsipnya kebijakan sosial hadir untuk mewujudkan keadilan

sosial di masyarakat. Namun untuk mewujudkan keadilan sosial memang

bukanlah sesuatu hal yang mudah. Disamping itu, masing-masing individu

Weel function state

Low Bridging

Social capital Insular Social Groups

High Bridging

Social capital Civic Engagement

Dysfunctional state

complementarity

Substitution

Social and

Economic well

being

Conflict

Coping

Exclution

(latent conflict)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 83: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 61

maupun kelompok mempunyai persepsi masing-masing dalam memahami dan

memaknai apa itu keadilan. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu konsep atau

acuan yang jelas untuk memahami hal tersebut. Terkait dengan konteks penelitian

ini maka pada pembahasan berikut ini peneliti memaparkan kajian mengenai

keadilan sosial dan keadilan distributif.

2.2.1. Konsep dasar Keadilan Sosial

Dalam perkembangannya hingga saat ini, ada banyak sekali pendapat

yang dikemukakan oleh para tokoh terkait dengan konsep dasar keadilan sosial.

Masing-masing dari mereka mencoba memberian gambaran atau pandangan

sendiri mengenai apa itu keadilan maupun keadilan sosial. Secara sederhana

Aristoteles dalam Barusch (2006, p. 5) mengatakan bahwa “justice was

proportionality or balance”. Sementara menurut Mill (1859) mengemukakan

bahwa definisi keadilan dapat ditemukan dalam bentuk keputusan atau tindakan

apapun yang menghasilkan yang terbaik (Drake, 2001, p.61).

Selanjutnya dalam pandangan lainnya secara sederhana keadilan dapat

diartikan sebagai adanya harmonisasi antara kepentingan individu dengan

kelompok di satu sisi dan adanya harmonisasi antara kepentingan individu dengan

kepentingan masyarakat di sisi lainnya. Sedangkan keadilan sosial secara

sederhana dipahaminya sebagai sebuah bentuk komprehensif untuk menghapus

ketimpangan sosial melalui harmonisasi aturan persaingan hak atau kepentingan

kelompok yang berbeda dan atau bagian dalam struktur sosial atau individu yang

mana dengan cara tersebut, akan mungkin untuk membangun sebuah negara

kesejahteraan (De, 2011). Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa

komponen penting di dalam keadilan maupun keadilan sosial adalah adanya

harmonisasi antara kepentingan individu dan kepentingan kelompok dan berupaya

menghapus terjadinya ketimpangan.

Jika sebelumnya keadilan diartikan sebagai sebuah keseimbangan

ataupun harmonisasi maka selanjutnya menurut pendapat Van Wormer (2004)

mengemukakan bahwa ketidakadilan dapat diartikan sebagai “the result of

inequality and oppression” (Barusch, 2006, p. 5). Selain itu ketidakadilan dapat

dilihat dari adanya perlakuan yang tidak sama sebagaimana yang dikemukakan

oleh Royat dalam Triwibowo, Darmawan dan Nur Iman S (2009, p. 87) yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 84: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 62

mengatakan bahwa “ketidakadilan sosial dapat dilihat dari adanya perlakuan yang

tidak adil (unequal treatment) antara yang kaya dan yang miskin”. Kondisi ini

menurutnya menyebabkan kelompok yang lemah semakin terpinggirkan

sedangkan kelompok yang kuat semakin mendominasi dan menghisap sebagian

besar sumber daya nasional. Pada bagian lain dikatakannya bahwa kebijakan

sosial yang baru harus mampu memberikan prioritas berupa perhatian dan

dukungan terhadap kelompok masyarakat termiskin dari yang miskin (the poorest

among the poor). Hal ini dinilainya sebagai sebuah dimensi keadilan yang lebih

memperhatikan kelompok masyarakat yang paling dirugikan (Royat dalam

Triwibowo, Darmawan dan Nur Iman S, 2009).

Kemudian jika keadilan dikaitkan dengan proses distribusi maka menurut

Lee Ann Bell (1997) bahwa masyarakat yang adil adalah sebuah masyarakat yang

mana distribusi sumber dayanya adalah adil dan semua anggota masyarakat secara

fisik dan psikologis adalah aman dan terjamin (Barusch, 2006). Dari sini

menurutnya dapat dibayangkan suatu masyarakat di mana setiap individu dapat

menentukan dirinya sendiri (mampu untuk mengembangkan kapasitas mereka

secara penuh), dan saling keterkaitan / mampu berinteraksi secara demokratis

dengan orang lain. Pendapat senada juga dikemukakan bahwa keadilan dapat pula

dipandang sebagai sebuah alokasi yang adil (fair allocation) dari biaya dan

imbalan terhadap keanggotaan kelompok (rewards of group membership)

sebagaimana dikemukan Barusch (2006, p. 6)

Selain itu pandangan yang lebih mendasar dalam memaknai apa itu

keadilan dapat dilihat dari pernyataan berikut bahwa keadilan merupakan

kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem

pemikiran. Oleh karena itu menurutnya suatu teori, betapa pun elegan dan

ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika teori itu tidak benar, demikian juga

hukum dan institusi, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi

atau dihapuskan jika tidak adil (Rawls, 2011, p. 3-4).

Hal ini menunjukkan bahwa begitu pentingnya kedudukan sebuah

keadilan dalam sebuah institusi sosial. Artinya sebuah institusi sosial harus

mampu mewujudkan keadilan jika institusi tersebut masih ingin tetap bertahan

atau dipertahankan. Jika tidak mampu melakukan hal tersebut maka institusi

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 85: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 63

tersebut harus diperbaiki melalaui sebuah reformasi atau bahkan dihapuskan saja.

Berangkat dari pendapat Rawls di atas, jika dikaitkan dengan konteks penelitian

ini maka institusi sosial yang ada di masyarakat lokal misalnya organisasi RT

harus mampu mewujudkan keadilan di dalam memberikan pelayanan sosial

kepada masyarakat agar keberadaannya dapat terus diterima. Jika tidak, maka

institusi sosial tersebut harus direformasi atau setidaknya menurut peneliti

manajemen pelayanannya perlu diperbaiki.

2.2.2 Pendekatan dalam Konsep Keadilan Sosial

Pembahasan mengenai konsep keadilan sosial telah dilakukan oleh para

ahli dalam rentang waktu yang cukup lama. Pada saat ini beberapa akademisi

telah mencoba merangkum konsep keadilan sosial berdasarakan pandangan para

tokoh terkemuka seperti Robert Nozik, John Rawls, J.S. Mill dan tokoh lainnya.

Adapun diantaranya dapat dilihat dari apa yang telah diuraikan oleh Barush

(2006). Di dalam uraiannya, Barusch menyebutkan bahwa ada 4 pendekatan

filosofis utama di dalam memahami konsep keadilan sosial. Adapun pendekatan

yang pertama yaitu oligarki, pendekatan yang kedua yaitu libertarian, pendekatan

yang ketiga yaitu liberal dan pendekatan yang ke empat yaitu sosialis. Masing-

masing pendekatan memiliki pandangan sendiri dalam memahami arti keadilan

sosial dan prinsip distribusinya.

Di dalam uraiannya, disebutkan bahwa pendekatan Oligarki mempunyai

prinsip distribusi yaitu “From each according to his status; to each according to his

status” (Barusch, 2006, p. 10) yang berarti bahwa dari masing-masing orang

berdasarkan statusnya, untuk masing-masing orang berdasarkan statusnya.

Menurut filosofi ini dikatakan bahwa keadilan meliputi penyediaan dan

penerimaan terhadap hak seseorang. Mereka menganggap bahwa ketidakadilan

adalah sesuatu yang alami dan mungkin suatu hasil yang diinginkan. Berdasarkan

pandangan Oligarki menurut Barusch (2006) menyebutkan bahwa sifat dan

kemampuan manusia ditentukan oleh faktor bawaan (innate factors) misalnya

terkait dengan IQ. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah pendapat yang

mengatakan bahwa ketidaksetaraan manusia itu bukan hanya tak terelakkan

(inevitable), tapi justru diinginkan (desirable).

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 86: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 64

Kemudian pendekatan kedua yaitu konsep Libertarian (Libertarian

conceptions of social justice) disebutkan bahwa filosofi ini mempunyai prinsip

distribusi yaitu “From each according to his choice; to each according to his

product” (Barusch, 2006, p. 11) yang berarti bahwa dari setiap orang sesuai

pilihannya; untuk setiap orang sesuai produknya. Dalam uraiannya Barusch

(2006) menjelaskan bahwa berdasarkan filosofi ini, alokasi sumber daya

berdasarkan produknya merupakan pemahaman libertarian yang utama terhadap

keadilan. Penekakan pada kebebasan atas kesetaraan menimbulkan pendapat dari

kaum libertarian bahwa ketidaksetaraan dapat diterima dan mendukung

kesejahteraan sosial (social well being). Selain itu, menurut salah satu tokoh yang

berperan dalam pandangan libertarian yaitu Hayek (1960) berpendapat bahwa

satu-satunya bentuk kesetaraan yang tidak mengganggu kebebasan adalah

kesetaraan dihadapan hukum . Selanjutnya sehubungan dengan peran pemerintah

ia berpendapat bahwa dalam pandangan libertarian tidak ada pembenaran bagi

negara untuk memperlakukan masyarakat secara berbeda (Barusch, 2006).

Menurut Barusch (2006) karya Robert Nozick (1974), Anarchy, State,

and Utopia, merupakan contoh dari pemikiran libertarian yang mana berpendapat

bahwa kesenjangan belum tentu merupakan indikasi terjadinya ketidakadilan, jika

hasil tersebut merupakan dari sebuah proses yang memperlakukan orang secara

adil dan sama. Sedangkan kenyataan yang menunjukkan bahwa pasar bebas

menghasilkan pendapatan yang berbeda adalah bukan alasan pemerintah untuk

intervensi. Sementara itu Barusch mempunyai pandangan sendiri terkait dengan

konsep libertarian bahwa ada beberapa aspek pandangan libertarian yang

berimplikasi langsung pada kebijakan kesejahteraan. Salah satunya yaitu

perspektif libertarian pada keadilan sosial yang menentang secara jelas

penggunaan dana publik untuk redistribusi pendapatan terhadap orang miskin.

Kemudian pendekatan ketiga yaitu konsep liberal (Liberal conceptions of

Social Justice) dengan prinsip distribusinya yaitu “economic liberty and political

equality for all” (Barusch, 2006, p. 12) yang berarti bahwa “kebebasan ekonomi

dan persamaan politik untuk semua”. Dalam uraiannya Barusch menjelaskan

bahwa ternyata para pemikir liberal telah mengambil dua pendekatan yang

berbeda untuk mendefinisikan keadilan yaitu kontraktual (berdasarkan kontrak)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 87: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 65

dan utilitarian (berdasarkan manfaat/faedah). Tradisi kontrak memandang bahwa

negara yang adil sebagai negara yang didasarkan pada kontrak yang tidak tertulis

antara warga negara bebas dan merdeka. Sebaliknya, tradisi utilitarian menolak

sentralitas dari kontrak sosial, sehingga mendefinisikan keadilan yang

mengoptimalkan kesejahteraan masyarakat secara total.

Adapun pendekatan kontraktual dikembangkan oleh John Rawls.

Menurut Barusch (2006) menguraikan bahwa Rawls mengembangkan apa yang

dianggapnya sebagai "interpretasi prosedural" dari teori Immanuel Kant dalam

buku klasiknya, A Theory of Justice. Menurut Rawls (1971) dalam Barusch (2006,

p.13) mengemukakan bahwa “justice is a rational choice made behind a “veil of

ignorance” yang berarti keadilan adalah pilihan rasional yang dibuat dibalik

selubung ketidaktahuan atau tabir ketidaktahuan. Lebih lanjut dijelaskannya

bahwa menurut Rawls tabir ketidaktahuan tersebut mempresentasikan posisi

hipotetis di mana individu mengabaikan manfaat pribadi mereka dalam membuat

keputusan, karena tidak ada yang tahu tempatnya dalam masyarakat, posisi

kelasnya atau status sosial; juga tidak dia tahu kekayaannya dalam distribusi aset

alami dan kemampuan, kecerdasan dan kekuatan dan sejenisnya.

Konsep keadilan yang dikemukakan oleh Rawls ternyata sangat berbeda

atau kontras dengan apa yang dikemukakan oleh kaum libertarian sebagaimana

yang dikemukakan oleh Barusch (2006) di dalam pembahasannya yaitu terutama

dalam hal memperlakukan kelompok yang kurang beruntung. Berdasarkan

konsepsi umum keadilan Rawls, ketimpangan dapat ditoleransi hanya jika

ketimpangan ini menguntungkan bagi anggota masyarakat yang paling tidak

beruntung. Itu artinya Rawls sangat memperhatikan terhadap nasib bagi orang-

orang miskin akibat terjadinya ketimpangan di masyarakat baik itu ketimpangan

di bidang ekonomi maupun di bidang sosial.

Sedangkan pendekatan utilitarian dikembangkan oleh John Stuart Mill.

Menurut Mill (1863) dalam Barusch (2006), menguraikan bahwa keadilan harus

dipahami sebagai yang paling berguna (most usefull) bagi masyarakat secara

keseluruhan atau, untuk menggunakan istilahnya, bahwa yang menghasilkan

utilitas tertinggi (the highest utility) yaitu kebaikan atau kesejahteraan yang paling

besar untuk jumlah terbesar. Oleh karena itu kelompok liberal utilitarian, yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 88: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 66

disebut egalitarian berpendapat “the highest utility is achieved through equal

distribution of wealth and income” (Barusch, 2006, p. 14) yang berarti bahwa

manfaat tertinggi dapat dicapai melalui pemerataan kekayaan dan pendapatan.

Pendapat utama dari kelompok utilitarian adalah prinsip bahwa kebahagiaan dari

masing-masing orang dinilai secara merata (valued equally).

Selanjutnya pendekatan ke empat yaitu Konsep Sosialis (Socialist

conceptions of Social Justice) yang mempunyai prinsip distribusi yaitu “From

each according to his ability; to each according to his need”. (Barusch, 2006, p.

15) yang berarti bahwa dari masing-masing berdasarkan kemampuannya, untuk

masing-masing berdasarkan kebutuhannya. Di dalam urainnya Barusch

menyebutkan bahwa filosofi ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx.

Selain itu ia mengatakan bahwa masyarakat sosialisme berpendapat bahwa

keadilan akan terdiri dari kontribusi individu terhadap kesejahteraan komunal

untuk memperluas kemampuan mereka. Selanjutnya keadilan berdasarkan

sosialisme akan melibatkan distribusi "untuk setiap orang sesuai kebutuhannya,"

tetapi tujuan ini hanya akan dicapai hanya setelah suatu generasi pekerja telah

dibesarkan dalam suatu masyarakat yang koorperatif.

Selanjutnya, pembahasan mengenai pendekatan di dalam konsep

keadilan sosial dapat dilihat dari apa yang diuraikan oleh Drake (2001). Dengan

membagi konseptualisasi keadilan menjadi 4 (empat) bagian yaitu keadilan

sebagai utilitas (justice as utility), keadilan sebagai hak (justice as entitlement),

keadilan sebagai kontrak (justice as contract), ruang lingkup keadilan (‘spheres’

of justice). Menurut peneliti pada dasarnya apa yang diuraikan oleh Drake terkait

dengan konsep keadilan ini mempunyai banyak persamaan dengan apa yang telah

diuraikan oleh Barusch (2006). Hal yang membedakannya hanya pada cara

pengelompokkan konsep-konsep keadilan. Secara lebih jelas berikut peneliti

uraikan hasil pokok-pokok pemikiran yang dikemukakan oleh Drake tersebut.

Dalam uraiannya disebutkan bahwa konsep yang pertama yaitu keadilan sebagai

utilitas adalah “justice amounted to the greatest good of the greatest number”

(Drake, 2001, p. 61). Konsep keadilan utilitarian menurutnya mengakui agar hak-

hak individu harus didukung oleh masyarakat secara keseluruhan karena hak

tersebut berlaku untuk semua individu sehingga ide perlakuan yang sama juga

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 89: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 67

perlu didukung. Berangkan dari pandangan tersebut Drake mengemukakan bahwa

konsep utilitarian menjadikan kepentingan individu sangat dihargai.

Kemudian konseptualisasi keadilan yang kedua yaitu keadilan sebagai

hak (Justice as Entitlement), Drake (2001) menguraikan bahwa konsep ini

mengacu dari pemikiran Nozick (1974) yang mengusulkan adanya teori hak

keadilan (an entitlement theory of juctice). Teori ini didasarkan pada tiga prinsip

yaitu keadilan dalam pendapatan/akuisisi (justice in acquisition), keadilan dalam

transfer (justice in transfer), dan keadilan dalam perbaikan/retrifikasi (justice in

rectification). Dalam hal justice in acquisition dikenal adanya istilah Lockean

Proviso (Ketentuan Lokcean) yaitu akuisisi diperbolehkan, asalkan orang lain

tidak dicegah dari membuat akuisisi yang serupa. Dikatakan selanjutnya bahwa

titik penting di sini adalah bahwa akuisisi tidak adil jika mereka menghasilkan

penciptaan monopoli. Dengan kata lain dapat dipahami bahwa keadilan akuisisi

tercipta apabila setiap individu diberi kesempatan yang sama untuk melakukan

akuisisi yang ditandai dengan tidak adanya praktek monopoli.

Prinsip kedua dari teori hak keadilan Nozick yaitu keadilan dalam

transfer menyebutkan bahwa transfer (transaksi atau pertukaran) hanya dapat

dibenarkan jika mereka melakukannya secara sukarela, dan di sini lagi syarat

Lockean akan berlaku. Lebih lanjut dijelaskannya bahwa dalam konteks ini yang

dimaksud dengan transfer sukarela yang adil yaitu hanya di mana mereka tidak

mencegah orang lain untuk membuat transfer sukarela yang serupa. Selanjutnya

diuraikannya bahwa dikatakan keadilan dalam transfer di anggap adil apabila

setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan transfer.

Sedangkan prinsip ketiga yaitu keadilan dalam retifikasi meliputi penempatan

kondisi/situasi yang tepat yang membentuk ketidakadilan berdasarkan prinsip

yang pertama dan kedua.

Selanjutnya, konseptualisasi keadilan yang ketiga adalah keadilan

sebagai kontrak (justice as contract) dengan tokohnya yaitu John Rawls (1971).

Di dalam tulisannya, Drake mencoba memperjelas konsep keadilan yang

dikemukakan oleh Rawls dalam sebuah gambar terkait dengan pemahaman

mengenai kebebasan dasar yang sama sebagai berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 90: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 68

Gambar. 2.13

Kebebasan dasar yang sama (Sumber : Drake, 2001, p. 64)

Gambar 2.13 menggambarkan posisi untuk mewakili total sistem yang paling luas

dari kebebasan dasar yang sama yang sesuai dengan kebebasan yang sama untuk

semua. Sedangkan gambar 2.14. menunjukkan posisi di mana sistem kebebasan

adalah tidak sama dan dengan demikian bertentangan dengan prinsip pertama

Rawls.

Gbr. 2.14

Sistem kebebasan tidak sama (Sumber : Drake, 2001, p. 65)

Berdasarkan gambar 2.14 di atas, dijelaskannya bahwa kebebasan yang sedang

dilakukan oleh orang 'A' telah merampas kebebasan orang lain (C, D, F) dengan

membatasi lingkup atau pilihan yang tersedia bagi mereka. Dengan prinsip yang

kedua, Rawls mencoba untuk mendefinisikan keadaan dimana beberapa jenis

ketidaksetaraan dapat dibenarkan. Rawls berpendapat bahwa ketidaksetaraan

adalah adil di mana mereka adalah (1) diatur untuk manfaat terbesar terhadap

yang paling sedikit diuntungkan, kemudian (2) di mana ketidakadilan bukan hak

pribadi, tetapi justru melekat pada tugas dan posisi terbuka untuk semua dalam

kondisi persamaan kesempatan yang adil.

Konseptualisasi keadilan yang keempat yaitu ruang lingkup keadilan

(spheres of justice). Pada bagian ini Drake mencoba menguraikan pandangan-

pandangan yang disampaikan oleh Will Kymlicka, Young dan Walzer.

Berdasarkan padangan Kymlicka menyebutkan bahwa pandangan yang telah ada

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 91: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 69

sebelumnya yaitu dari sayap kiri berupa pandangan sosialisme dan dari sayap

kanan berupa pasar bebas, telah gagal dalam merefleksikan realitas yang lebih

kompleks terkait dengan keadilan. Menurutnya pandangan dari sayap kanan dan

kiri hanya terkait dengan fairness dan keadilan di pemerintahan dan ekonomi.

Oleh karena itu diperlukan adanya suatu ruang keadilan untuk menggambarkan

kehidupan domestik. Menurut ke tiga tokoh tersebut keberanian untuk mencari

satu teori keadilan yang benar tampaknya sepenuhnya tidak masuk akal. Teori Ini

berpendapat bahwa keadilan tidak dapat ditemukan melalui perenungan abstrak,

melainkan, definisi keadilan diciptakan dengan cara hidup dalam budaya yang

berbeda dan lingkungan yang unik dari kehidupan sosial.

Konsep keadilan sosial lainnya dapat pula dilihat dari apa yang

dikemukakan oleh Iatridis (1994). Ia menjelaskan bahwa ada 4 model di dalam

pembahasan mengenai keadilan sosial yang meliputi Model Utilitarian (The

Utilitarian Model), Model Pasar (The Market Model), Model Sosialis (The

Marxist Model) dan Model Fairness / Liberal (The Fairness/Liberal Model).

Lebih lanjut dikemukakannya bahwa para tokoh yang menganut paham utilitarian

menempatkan kepuasan terhadap keinginan individu sebagai inti dari

utilitarianisme. Hal ini dikarenakan paham utilitarian selalu berupaya untuk

memaksimalkan manfaat sosial dengan memenuhi keinginan individu. Dalam

pandangan ini menurut Iatridis bahwa masyarakat yang adil yaitu ketika lembaga

utama dan distribusinya dapat memaksimalkan manfaat baik secara perorangan

maupun gabungan individu. Sebagaimna pandangan yang sama dengan apa yang

telah dikemukakan oleh Barusch (2006) dan Drake (2001), Iatridis (1995) juga

memberikan pandangan bahwa paham utilitarian menyiratkan bahwa kebahagiaan

pribadi (individu) adalah penting sejauh hal ini dapat menciptakan gabungan

kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir dalam masyarakat utilitarian.

Sementara itu dalam model pasar, dikemukakan oleh Iatridis bahwa

penganut libertarian (Nozick dan Freidman) mendukung terciptanya negara

kesejahteraan minimal (a minimal welfare state) dan menentang redistribusi

barang dan jasa diantara kelas-kelas sosial. Dalam pandangan Friedman dan

Nozick yang disebutkan oleh Iatridis bahwa masyarakat yang adil adalah

masyarakat pasar ekonomi kapitalis yang mana hanya negara minimal (a minimal

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 92: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 70

state) yang dibenarkan karena keterlibatan negara yang lebih luas dapat

melanggar hak-hak rakyat. Selain itu dijelaskan Iatridis bahwa para tokoh tersebut

berpendapat keadilan terbentuk ketika individu menerima apa yang ia peroleh

berdasarkan upaya dan keterampilan yang dimiliki di pasar ekonomi.

Kemudian berdasarkan model marxis, di dalam tulisannya Iatridis

menjelaskan bahwa model ini dikembangkan atas pemikiran Karl Mark dalam

memahami makna keadilan sosial. Pandangan ini yang menganggap bahwa model

pasar ekonomi bebas telah menciptakan ketidakadilan karena adanya ekspolitasi

dari kelompok kelas atas (borjuis) yaitu para pemiliki modal terhadap kelompok

kelas pekerja. Oleh karena itu berdasarkan pandangan Marx, sebagaimana yang

diuraikan oleh Iatridis bahwa untuk mencapai keadilan distributif, maka mendesak

pekerja untuk menghilangkan kelas borjuis dan membentuk masyarakat egaliter

berdasarkan prinsip kolektivisme. Lebih lanjut dalam uraiannya disebutkan bahwa

kepemilikan kolektif ini kemudian akan menggantikan kepemilikan pribadi.

Sumber daya di masyakat baru akan di distribusikan dari masing-masing sesuai

dengan kemampuannya, untuk setiap orang sesuai dengan kebutuhannya.

Distribusi yang tidak merata menjadi tidak diterima. Selain itu kekayaan pribadi

(private property) akan menjadi kolektif berdasarkan kepemilikan bersama dari

masyarakat dan pemerintah.

Selanjutnya, model Liberal, Iatridis menguraikan bahwa model ini

merupakan bentuk kontrak sosial sebagai dasar pengorganisasian lembaga

masyarakat dan keadilan distributif. Menurutnya teori kontrak sosial dipusatkan

pada kewajiban politik dan pemerintahan melalui kesepakatan (consent). Selain

itu disebutkan pula bahwa ide sentral dari kontrak sosial juga menyangkut pada

nilai-nilai intrinsik, hukum dan tindakan. Keadilan memerlukan distribusi yang

adil dari barang dan jasa untuk melestarikan kemanusiaan setiap individu. Hal

senada dengan apa yang telah diuraikan oleh Barusch (2006) dan Drake (2001),

Iatridis mengemukakan bahwa model kontraktual banyak dipengaruhi oleh

pemikiran Rawls.

Merujuk dari pandangan Rawls, Iatridis mengemukakan bahwa Rawls

mengajukan ada tiga isu utama keadilan yaitu definisi keadilan sebagai prinsip-

prinsip keadilan, organisasi lembaga kemasyarakatan dalam merefleksikan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 93: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 71

keadilan sebagai fairness, dan dasar keadilan distributif pada prinsip-prinsip

keadilan. Selain itu perbedaan dengan pendekatan utilitarian yang ditunjukannya

adalah bahwa Rawls menekankan dalam masyarakat yang adil, baik prosedur

maupun hasil (outcomes) juga harus adil. Oleh karena itu di dalam model ini

dikemukakan Iatridis bahwa prosedur dan hasil harus selalu bertepatan. Berikut

peneliti paparkan hasil perbandingan beberapa model keadilan sosial yang dibuat

oleh Iatridis (1995).

Tabel. 2.1

Perbandingan antara Model Utilitarian – Market dan Model Fairness

Utilitarian – Market Fairness

Epistemology Teleology, pragmatism, materialism Deoantology, normative

idealism, social contract

Social – Class

Benefits

To powerful, rich property owners To the worst off

Distributive Canons Contribution to production; supply

and demand

Need, colectivism

Redistribution Increases inequality Increases equality

Principles Utility, maximization of the

satisfaction of incividual wants;

intrinsic value are rejected; the

market is just; embraces

originalaquisitions principle;

minimal goverment is just

Fairness, humanness; liberty

and equality for all; the market

can be unjust; questions original

acquisition; goverment

intervention is just

Freedom The loss for some is compensated

by gains in agregate utility

Slavery cannot be compensated

by aggregate utility

Equality Impossible and undesirable Possible and desirable

Inequality Unavoidable Acceptable only if it protects the

disadvantaged

State Non intervensionist Intervention is necessary

Criteria Efficiency in production, growth in

market output

Ethical commitment

Social Policy Focus Philanthropy, private-sector policy Public-sector policy

Welfare State Discouraged Encouraged

Sumber : Iatridis (1994, p. 70)

Berdasarkan dari apa yang telah dikemukan di atas, maka terkait dengan

konteks penelitian ini pemikiran akan mengkerucut pada pandangan atau model

keadilan sosial kotraktual (justice as contact) yang merujuk dari pemikiran yang

dikemukakan oleh John Rawls (1971). Dalam kajian penelitian ini, peneliti

mencoba mengkaitkan prinsip keadilan distributif yang dikemukakan oleh Rawls

dengan kebijakan distribusi yang diambil oleh pelaksana program di tingkat lokal

dalam pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan yaitu Program Raskin.

Keutamaan yang dapat ditetapkan untuk mencapai keadilan distributif

berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh Rawls adalah bahwa ketimpangan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 94: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 72

yang terjadi baik di bidang ekonomi maupun sosial, harus dapat diatur dan

mengutamakan bagi kelompok masyarakat yang paling tidak beruntung. Dalam

konteks penelitian ini, kelompok yang paling tidak beruntung adalah rumah

tangga miskin yang paling miskin yang menjadi sasaran untuk menerima bantuan

dari pemerintah.

2.2.3. Bentuk-Bentuk Keadilan Sosial

Di dalam kajian tentang keadilan sosial dikenal ada beberapa bentuk

keadilan terkait dengan proses pembagian barang atau manfaat kepada seseorang.

Namun istilah keadilan sosial sendiri umumnya sering mempunyai sinonim

dengan kata keadilan distributif (Burke, 2010). Secara umum dalam beberapa

literatur dikenal bentuk keadilan distributif dan keadilan prosedural (Deutsch,

1985). Sedangkan Miceli dkk (1991) dan Minton dkk (1994) dalam Faturochman

(1999) mengemukakan bahwa keadilan harus diformulasikan pada tiga tingkatan

yaitu outcomes, prosedur dan sistem. Sementara Spickers (1995) menguraikan

bahwa keadilan (equity) terkait dengan tiga aspek yaitu keadilan subtantif atau

outcomes (substantive fairness), keadilan prosedural (procedural fairness) dan

distribusi yang adil (fair distribution). Selanjutnya berdasarkan pandangan

Aristoteles dan Thomas Aquinas, keadilan terbagi atas keadilan komutatif dan

keadilan distributif (Burke, 2010). Namun terkait dengan konteks penelitian ini,

pada pembahasan selanjutnya peneliti lebih menitik beratkan pada kajian terkait

dengan keadilan distributif. Berikut ini peneliti akan menguraikan bentuk-bentuk

keadilan sosial tersebut.

2.2.3.1. Keadilan Distributif

Dalam pandangan yang luas, konsep keadilan distributif adalah berkaitan

dengan distribusi terhadap kondisi dan barang-barang yang mempengaruhi

kesejahteraan (well-being) individu. Adapun yang dimaksud dalam kesejahteraan

ini meliputi aspek psikologis, aspek fisiologis, aspek ekonomi dan aspek sosial

(Deutsch,1985). Selain itu keadilan distributif lebih sering digunakan untuk

melihat kebijakan pemerintah terhadap rakyat yaitu negara harus mendistribusikan

sumber daya yang dikuasai kepada rakyat secara adil (Faturochman, 1999).

Munculnya pandangan yang menilai bahwa keadilan yang berkaitan dengan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 95: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 73

outcome sering disebut sebagai keadilan distributive menurut Faturochman adalah

sesuatu yang tidak tepat karena sesungguhnya kedua hal tersebut tidak sama. Di

dalam kajian psikologi tentang keadilan, pemberian upah hampir selalu

memasukkannya dalam lingkup keadilan distributif. Sedangkan menurutnya para

ahli ekonomi menilai pemberian upah merupakan bentuk keadilan pertukaran

(komutatif).

Selanjutnya keadilan distributif menuntut barang-barang (goods) di

masyarakat di distribusikan diantara anggotanya berdasarkan posisi mereka di

masyarakat (Burke, 2010). Lebih lanjut dikatakannya bahwa di dalam keadilan

distributif ada dua bentuk kewajiban (obligation) yaitu “what a person owes to a

community of which he is a member and what a community owes to its members”

(Burke, 2010, p. 298). Sementara terkait dengan distribusi yang adil (fair

distribution), Spickers (1995, p. 147) mengemukakan bahwa “equity is a

distibutive concept”. Namun menurutnya hal ini sangat sulit dilaksanakan, apa

artinya konsep ini di dalam praktek karena ketika orang setuju mengenai kriteria

yang akan diterapkan, namun ternyata distribusi dapat diperiksa/diteliti dalam

perspektif yang berbeda.

Sebagaimana dikemukakan Le Grand (1982) dalam Spickers (1995)

bahwa dalam diskusi redistribusi dan equality ada beberapa ukuran yang berbeda

yaitu : pertama, terkait dengan pengeluaran publik (public expenditure) yaitu

apakah orang mempunyai perbedaan dalam jumlah uang yang mereka belanjakan

dari uang yang mereka miliki. Selanjutnya yang kedua, terkait dengan pendapatan

akhir (final income), apakah uang yang dikeluarkan memiliki dampak yang sama

(equivalent) bagi si penerima (recipients); ketiga, terkait dengan kegunaan,

apakah orang dapat menggunakan layanan pada tingkat yang sama (equivalent),

kelima, terkait dengan biaya, apakah orang menghabiskan biaya yang sama

sebagai akibat dari masalah mereka; keenam, terkait dengan hasil (outcomes),

yaitu apakah orang sampai pada posisi yang sama (equivalent).

2.2.3.2. Keadilan Prosedural (Procedural Justice)

Keadilan prosedural yaitu secara sederhana dapat dipahami yaitu

mengacu pada fairness dari berbagai komponen prosedural dari sistem yang

mengatur proses distribusi. Hal ini tidak hanya meliputi ketidakadilan di dalam

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 96: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 74

proses pengambilan keputusan tetapi juga dari apa yang telah dianggap sebagai

peranan yang terlibat dalam proses distribusi, cara dan waktu distribusi, aturan

atau kriteria yang digunakan untuk mempresentasikan nilai dan kriteria ukuran

yang digunakan untuk mengimplementasikan kriteria. Dalam uraiannya

disebutkan pula bahwa keadilan prosedural adalah aspek utama dari keadilan

distributif (Deutsch, 1985).

Selain itu keadilan prosedural dapat pula dipahami sebagai prasyarat

untuk keadilan substantif. Untuk mencapai hasil yang adil harus ada prosedur

yang adil. Sedangkan tuntutan utama prosedur yang adil adalah konsistensi yaitu

perlunya sikap ketidakberpihakkan (impartiality), prasangka (prejudice), bias atau

mendukung orang untuk melakukan tindakan inkonsistensi. Selain itu keadilan

prosedural membutuhkan keterbukaan (openness). Hal ini dikarenakan jika

prosedur tidak bisa dilihat untuk bersikap adil maka keadilannya masih terbuka

untuk diragukan. (Spicker, 1995). Selanjutnya ditegaskannya pula bahwa terkait

dengan keadilan prosedural itu sendiri ternyata tidak cukup untuk menjamin

terciptanya keadilan substantif. Dengan kata lain, prosedur yang adil belum tentu

memberikan hasil yang adil.

Pendapat lainnya, bentuk keadilan prosedural dapat pula dimaknai yaitu

terkait dengan berbagai proses dan perlakukan terhadap orang-orang yang terlibat

dalam proses tersebut (Faturochman, 1999). Selanjutnya di dalam keadilan

prosedural terdapat tiga komponen pokok yaitu sifat aturan formal dari prosedur

yang berlaku, penjelasan terhadap prosedur dan pengambilan keputusan serta

perlakukan interpersonal (Greenberg, 1996 dan Gilliland, 1994 dalam

Faturochman, 1999). Sedangkan untuk mencapai keadilan prosedural ada tiga

syarat pokok yang harus dipenuhi (Minton, 1994 dalam Faturochman 1999) yaitu

pertama, dalam prosedur tersebut terjadi proses pengambilan keputusan yang

terdiri dari beberapa orang, bukan tunggal. Ini di rasa penting dalam rangka check

dan balance dalam pengambilan keputusan. Kedua, tim pengambil keputusan

memiliki kekuatan yang merata di antara para anggotanya. Selaras dengan syarat

pertamanya di atas, dominasi seseorang akan dihindari sehingga kontrol dalam

keputusan akurat.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 97: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 75

Kemudian syarat yang ketiga, setiap anggota tim yang terlibat

pengambilan keputusan harus berkesempatan mendapatkan masukkan yang sama,

ketidakseimbangan masukkan juga akan mengarah pada dominasi bagi yang

memilikinya. Dengan masukkan yang tidak seimbang akan terjadi juga bias di

dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini juga mencerminkan prosedur yang

tidak adil. Selanjutnya ketiga syarat tersebut perlu juga dibarengi dengan syarat

lainnya. Menurut Tyler (1994) yang dikutip oleh Faturochman (1999)

mengemukakan bahwa prosedur yang dilakukan harus dilandasi netralitas,

kejujuran dan rasa hormat.

Sementara menurut Lind dan Tyler, 1988 menguraikan bahwa keadilan

prosedurak dapat di ilat dari beberapa ruang lingkup kajian yaitu antara lain

keadilan prosedural dalam hukum, prosedural dalam arena politik dan keadilan

prosedural dalam organisasi. Selanjutnya terkait dengan model keadilan prosdural

dikatakannya bahwa ada dua model yaitu The Self Interest Model dan A Group

Value Model yang mana masing-masing model mempunyai kekuatan dan

kelemahan.

Selain itu, terkait dengan pembahasan mengenai keadilan prosedural,

Rawls (2011) dalam uraiannya membagi keadilan prosedural menjadi 3 bentuk

yaitu keadilan prosedural murni, keadilan prosedural sempurna dan keadilan

prosedural tidak sempurna. Dalam uraiannya Rawls menjelaskan bahwa keadilan

prosedural sempurna digambarkan pada peristiwa pembagian yang fair pada

sebuah kue. Sejumlah orang sedang membagi kue dan diasumsikan bahwa

pembagian yang fair adalah menghasilkan kue yang sama besar. Kemudian

ditentukan bagaimana prosedur yang bisa mecapai tujuan ke arah seperti itu. Hal

ini kemudian diperoleh dengan cara menempatkan seseorang untuk membagi kue

dan yang bertugas memotong kue akan mendapatkan potongan yang terakhir.

Dengan prosedur demikian maka ia akan berusaha memotong kue secara

sama karena ia mengamankan bagi dirinya bahkan bila memungkinkan mendapat

bagian yang paling besar. Dari gambaran tersebut dapat ditarik dua hal penting

yaitu pertama terdapat kriteria independen tentang apa itu pembagian yang fair,

kriteria yang ditentukan secara terpisah dari prosedur yang akan di ikuti. Kedua,

dimungkinkan untuk mengembangkan prosedur yang pasti memberikan hasil yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 98: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 76

diinginkan (Rawls, 2011, p. 101). Selanjutnya dikemukakannya bahwa esensi dari

prosedural murni ini adalah standar independen untuk memutuskan hasil mana

yang adil dan prosedur yang mengarah seperti itu.

Sedangkan keadilan prosedural yang tidak sempurna dapat dilihat dari

pengadilan kriminal. Hasil yang diinginkan adalah bahwa tersangka harus

dinyatakan bersalah dan hanya jika ia melakukan pelanggaran yang dituduhkan.

Dalam pembahasannya disebutkan bahwa pengadilan dianggap perihal

ketidaksempurnaan keadilan prosedural. Hal ini dipahami bahwa walaupun

hukum telah diikuti dengan cermat, dan prosesnya diikuti dengan tepat dan fair,

pengadilan bisa mencapai hasil yang salah. Orang yang tidak bersalah bisa

dinyatakan bersalah, dan orang yang bersalah dapat dinyatakan bebas.

Selanjutnya keadilan prosedural murni digambarkan sebuah perbuatan

judi (gambling). Dikatakan bahwa keadilan prosedural murni berjalan ketika tidak

ada kriteria independen bagi hasil yang benar; justru terdapat prosedur fair yang

tepat sehingga hasilnya benar atau fair, menegaskan bahwa prosedurnya telah di

ikuti dengan layak. Kemudian Rawls mencoba menggaris bawahi yaitu bentuk

tegas dari keadilan prosedural murni adalah bahwa prosedur untuk menentukan

hasil yang adil harus benar-benar dijalankan; sebab dalam hal ini tidak ada kriteria

independen yang bisa dijadikan acuan agar hasil nyata bisa adil. Lebih lanjut

dikemukakan Rawls bahwa orang tidak bisa mengatakan bahwa kondisi tertentu

adalah adil karena keadilan bisa dicapai dengan mengikuti prosedur yang fair.

2.2.3.3. Keadilan Outcomes / Substantif

Menurut pendapat Faturochman (1999) mengemukakan bahwa keadilan yang

berkaitan dengan outcome sering disebut pula sebagai keadilan distributif. Namun

menurutnya kedua hal tersebut sesungguhnya berbeda. Dalam pandangannya ia

berpendapat bahwa dalam kajian psikologi, keadilan pemberian upah hampir selalu

memasukkannya dalam lingkup keadilan distributif. Sedangkan menurut Surbakti (1993)

dalam Faturochman (1999) menjelaskan pemberian uah dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi

distribusi dan sisi pertukaran (komutatif).

Sementara itu pendapat lainnya mengemukakan bahwa keadilan substantif adalah

keadilan yang berkaitan dengan hasil atau outcomes yang adil (fairness) (Spicker, 1995, p.

146). Dalam uraiannya ia menjelaskan bahwa ada anggapan bahwa kesetaraan/persamaan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 99: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 77

hak (equality) tercapai ketika keadaan adalah sama/setara dan jika ada perbedaan berarti

mereka tidak setara. Terkait dengan keadian substantif ini maka perbedaan perlakukan yang

dilakukan terhadap orang atau masyarakat adalah didasarkan pada perbedaan dalam

kebutuhan mereka, perbedaan dalam hak-hak mereka, terkait perbedaan reward/imbalan

mereka, kontribusi mereka sebelumnya dan status mereka. (Miller, 1976; J. Elster, 1992 ;

Spicker, 1988; dalam Spickers 1995).

2.2.3.4. Keadilan Sistem

Terkait dengan kajian mengenai keadilan sistem , menurut Faturochman (1999)

masih cukup langka apalagi ditinjau dari psikologi. Namun menurutnya sistem yang

dimaksud dapat dikatakan merupakan pola-pola yang digunakan yang mendasari prosedur

dan distribusi ataupun pertukaran. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sistem adalah setara

dengan kebijakan umum yang kemudian direalisasikan sekaligus menjadi dasar dalam

menentukan prosedur dan pengaturan outcome. Keadilan sistem menurutnya dapat dilihat

dari pembagian status kerja dalam perusahaan yang mana pembagian tersebut didasarkan

pada kemampuan perusahaan dan pertimbangan kebijakan umum lainnya. Oleh karen itu

ia berpendapat bahwa keadilan sistem berkaitan dengan struktur yang ada dan dengan

kriteria keadilan cenderung stabil berdasarkan struktur yang berlaku. Adapun kriteria yang

dimaksud dikemukakan oleh Levental meliputi pertama, konsistensi waktu ke waktu dan

satu orang ke orang lainnya; kedua, tidak bias; ketiga, disusun berdasarkan data atau

informasi yang akurat; ke empat, correctability tinggi terhadap kesalahan; kelima,

representatif dan ke enam, berdasarkan standar etika dan moral (Greenberg 1996, Lind dan

Tyler 1988 dalam Faturochman, 1999).

2.2.4. Prinsip dan Kriteria Keadilan Distributif

Terkait dengan keadilan distributif, Faturochman (1999) mengemukakan

ada tiga prinsip yang paling sering diterapkan yaitu terdiri atas prinsip equity,

prinsip kesetaraan dan prinsip kebutuhan. Dalam uraiannya dijelaskan bahwa

prinsip equity secara garis besar mengandung dua hal pokok. Pertama, bagian

yang diterima seseorang harus sebanding dengan sumbangan yang diberikan baik

dalam bentuk tenaga, pikiran, uang maupun yang lain. Selain itu dijelaskan pula

bahwa kesebandingan bagian yang di terima seseorang juga harus dilihat dengan

bagian yang diterima orang lain. Prinsip kedua, yaitu kesetaraan atau ekualitas.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 100: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 78

Menurutnya bila prinsip ini digunakan maka akan terdapat variasi penerimaan

yang kecil yang terjadi antar kelompok bukan di dalam masing-masing kelompok.

Sedangkan prinsip yang ketiga, mengutamakan kebutuhan sebagai pertimbangan

untuk distribusi. Dijelaskannya bahwa hal ini dapat pahami bahwa seseorang akan

mendapat bagian sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hubungan kerja semakin

banyak kebutuhannya maka makin besar upah yang diterimanya.

Sedangkan rasa ketidakadilan distributif yang berkaitan dengan distribusi

manfaat dan bahaya, ganjaran dan biaya, atau hal-hal lain yang berpengaruh

individu kesejahteraan dapat diarahkan (Deutsch, 1985) yaitu dapat dilihat pada

antara lain : pertama, ketidakadilan yang berkaitan dengan sifat kebaikan atau

keburukan yang didistribusikan. Ada berbagai jenis barang atau keburukan yang

dapat didistribusikan yaitu penyalahgunaan (abuse), kasih sayang (affection),

pekerjaan yang licik (dirty work), pendidikan (educations), penggolongan

(grades), kehormatan (honors), layanan kesehatan (medical care), uang (money),

jabatan (office), pengasingan (ostracism), kekuasaaan (power), kepemilikan

(property), hukuman (punishment), dan lain-lain.

Kedua menurut Deutsch (1985), ketidakadilan pada peran yang terlibat

dalam proses distribusi. Ketidakadilan yang terjadi dapat muncul karena peran di

dalam pendistribusian di isi oleh orang-orang yang kurang berkualitas. Ketiga,

ketidakadilan yang berkaitan dengan cara dan waktu pendistribusian. Ke empat,

ketidakadilan yang berkaitan dengan nilai yang mendasari distribusi. Dalam

konteks ini, nilai (value) tersebut misalnya dapat dilihat dalam hal keadilan

(equality), kebutuhan (need), pemerataan atau manfaat (equity or merit),

pemasaran (marketablity). Kelima, ketidakadilan yang berkaitan dengan aturan

(rules). Hal ini berkaitan dengan bagaimana keadilan didefinisikan atau dipahami

berdasarkan aturan yang berlaku. Ke enam, ketidakadilan terhadap prosedur

ukuran (measurement procedure). Dalam uraiannya disebutkan bahwa rasa

ketidakadilan mungkin muncul melalui implementasi terhadap aturan yang

diterima untuk mendefinisikan prinsip distribusi yang dipilih. Implementasi

terhadap kriteria, ukuran, mungkin saja tidak valid, tidak reliable atau tidak

sensitif.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 101: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 79

Sedangkan yang ketujuh menurut Deutsch (1985), ketidakadilan terhadap

prosedur dalam pengambilan keputusan. Dari kebanyakan hasil penelitian dalam

psikologi sosial menunjukkan bahwa ketidakadilan terhadap prosedur di dalam

pengambilan keputusan merupakan hal yang paling mendasar. Menurut Deutsct

bahwa orang cenderung mudah menerima keputusan dan konsekuensinya jika

mereka ikut berpartisipasi atau terlibat di dalam proses pengambilan keputusan.

Meskipun berpartisipasi di dalam keputusan yang mempengaruhi kesejahteraan

manusia dapat membantu meligitimasi keputusan, dalam masyarakat tertentu yang

memiliki nilai demokratis, ini bukan satu-satunya sumber legitimasi dalam

prosedur pengambilan keputusan. Menurutnya legitimasi dapat pula diperoleh

melalui beberapa faktor misalnya tradisi, kewenangan, kehormatan dari para ahli

pembuat kebijakan, dan kekuasaan.

Selain itu, menurut pendapat Iatridis (1995) mengemukakan bahwa ada 9

kriteria utama terkait dengan keadilan distributif yaitu :

1. Keadilan distributif berdasarkan kesetaraan (equality) yaitu kriteria distributif yang

mengacu pada perlakuan terhadap semua orang sebagai sama rata.

2. Keadilan distributif berdasarkan kebutuhan (need) yaitu kriteria yang condong

sosialis (untuk masing-masing sesuai dengan kebutuhan individu), mengakui

bahwa individu dilahirkan ke dunia dengan harta yang berbeda, kesempatan dan

anugrah alamiah.

3. Keadilan distributif berdasarkan kemampuan (ability) atau ganjaran (desert) yaitu

keadilan yang mengacu pada perlakuan sesuai dengan jasa, prestasi, atau beberapa

penyetaraan (equivalent). Dengan kata lain, keadilan ini mengacu pada kualitas

individu atau kelompok.

4. Keadilan distributif berdasarkan upaya (effort) yaitu mengacu pada perlakuan

sesuai dengan usaha dan pengorbanan.

5. Keadilan distributif berdasarkan produktivitas (productivity) yaitu mengacu pada

perlakuan sesuai dengan kontribusi yang produktif yang sebenarnya.

6. Keadilan distributif berdasarkan manfaat publik (public utility) yaitu mengacu pada

perlakuan terhadap semua orang sesuai dengan persyaratan dari kebaikan bersama,

kepentingan umum atau mendatangkan kebaikan lebih banyak.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 102: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 80

7. Keadilan distributif berdasarkan persediaan dan permintaan (supply and demand)

yaitu mengacu pada perlakuan sesuai dengan kelangkaan sumber daya atau

layanan yang bermanfaat secara sosial dalam konteks pasar ekonomi dan kekuatan

permintaan dan penawaran.

8. Keadilan distributif berdasarkan peringkat (rank) yaitu mengacu pada perlakuan

sesuai dengan status.

9. Keadilan distributif berdasarkan hak atas hukum (legal entitlement) yaitu mengacu

pada perlakuan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa penilaian terhadap

keadilan distributif dapat dilakukan berdasarkan sudut pandang yang berbeda-

beda. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan keadilan distributif terhadap tindakan

atau perlakuan seseorang terhadap orang lain cukup luas. Sehingga suatu

perlakuan dapat dikatakan apakah memenuhi aspek keadilan distributifnya atau

tidak dapat ditinjau dari sudut pandang apa kita melihatnya dan apa yang

mendasarinya.

Sementara itu keadilan distributif di dalam bantuan publik terkait dengan

3 (tiga) prinsip penting yaitu equality, equity dan adequacy (Gilbert dan Terrell,

2005). Menurutnya gagsan terkait dengan equality yaitu menyangkut pada

numerical equality dan proportional equality (Aristotle, 1943 dalam Gilbert dan

Terrell, 2005). Dalam penjelasannya diuraikan bahwa kesetaraan jumlah

berimplikasi pada perlakuan yang sama untuk setiap orang (semua dibagi secara

sama). Sedangkan kesetaraan proporsional berimplikasi pada perlakuan yang

sama terhadap orang yang sama (similar person) yaitu setiap orang berdasarkan

manfaat (merit) dan kebajikan (virtue).

Selanjutnya gagasan equity menurut Gilbert dan Terrell menunjukkan

pemahaman konvensional terhadap perlakuan yang adil (fair treatment). Hal ini

dapat dipahami yaitu jika kita melakukan hanya setengah dari pekerjaan kita,

maka kita akan mendapatkan reward yang setengah pula. Namun menurutnya ada

perlakukan yang berbeda terhadap mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk

berkontribusi yang disebabkan karena kondisi yang mereka alami. Terkait dengan

hal tersebut maka perlakuan yang adil justru dapat dilakukan dengan memberikan

mereka sejumlah bantuan untuk kehidupan mereka. Kemudian prinsip adequacy

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 103: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 81

mengacu pada keinginan dalam penyediaan standar yang layak bagi kesejahteraan

jasmani/fisik dan rohani, terlepas dalam hal apakah pengalokasian manfaat

(benefit) adalah sama atau dibedakan berdasarkan kegunaan (merit) (Gilbert dan

Terrell, 2005). Menurut mereka standar dari ketercukupan (adequacy) dibedakan

berdasarkan waktu dan kondisi.

Sedangkan Rawls (1971, 2011), mengemukakan bahwa pada prinsipnya

keadilan distributif tidak hanya meliputi distribusi yang adil terhadap barang-

barang ekonomi (economic goods) dan jasa saja (services), tetapi juga non materi

barang sosial (social goods) yaitu termasuk kesempatan (opportunity), kekuatan

(power), dan basis sosial kehormatan diri (the social bases of self respect). Selain

itu hal yang terpenting di dalam konsep keadilan distributif Rawls yaitu proses

pendistribusian yang mengutamakan untuk kesejahteraan bagi orang yang paling

miskin (paling tidak beruntung) sebagaimana yang dikemukakan oleh Barusch

(2006). Menurut pandangannya bahwa prinsip distribusi yang dijalankan oleh

Rawls menerapkan strategi yang dinamakan “a maximin strategy” yaitu prinsip

distribusi yang memaksimalkan manfaat untuk kesejahteraan bagi mereka yang

paling tidak beruntung. Secara lebih mendalam peneliti akan menguraikan teori

keadilan distributif Rawls pada bagian berikut ini.

2.2.5. Teori Keadilan Distributif menurut John Rawls

Sebagaimana yang telah peneliti singgung sebelumnya mengenai konsep

keadilan Rawls yang diuraikan secara cukup jelas oleh Barusch (2006) dan Drake

(2001) dan Iatridis (1994), maka pada bagian ini peneliti mencoba menguraikan

pokok-pokok pemikiran Rawls mengenai teori keadilannya yang dituliskan secara

langsung di dalam bukunya yang berjudul A Theory Of Justice. Pada dasarnya

keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang dipaksakan pada segelintir orang

diperberat oleh sebagian besar keuntungan yang dinikmati banyak orang.

Menurutnya dalam masyarakat yang adil, kebebasan warga negara di anggap

mapan dan hak-hak yang di jamin oleh keadilan tidak tunduk pada tawar menawar

politik atau kalkulasi kepentingan social (Rawls, 2011, p. 4). Pernyataan tersebut

menunjukkan bahwa secara tegas, apapun yang terjadi di masyarakat, keadilan

harus dapat tetap terwujud dan dipertahankan. Bukan justru mengalah pada tawar

menawar politik dan kepentingan lainnya yang kemudian menyebabkan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 104: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 82

munculnya ketidakadilan di tengah masyarakat. Kondisi seperti ini yang

seharusnya dapat diciptakan ditengah masyarakat, sehingga kehidupan sosial di

masyarakat dapat berjalan dengan aman dan tentram.

Poin penting lainnya yang dikemukakannya di dalam karyanya tersebut

adalah bahwa satu-satunya yang mengizinkan untuk menerima teori yang salah

adalah karena tidak adanaya teori yang lebih baik. Secara analogis, ketidakadilan

bisa dibiarkan hanya ketika ia butuh menghindari ketidakadilan yang lebih besar

(Rawls, 2011, p. 4). Ringkasnya Rawls mengatakan kebenaran dan keadilan tidak

dapat diganggu gugat karena kedua hal tersebut berperan sebagai kebajikan utama

umat manusia. Sementara itu di dalam keadilan itu sendiri terdapat subjek utama

keadilan yaitu adanya struktur dasar masyarakat, atau lebih tepatnya cara

lembaga-lembaga sosial utama di dalam mendistribusikan hak dan kewajiban

fundamental serta menentukan pembagian keuntungan dari kerja sama sosial.

(Rawls, 2011, p. 7). Oleh karena itu menurut Rawls bahwa pada saat terjadi

ketimpangan maka pasti terdapat struktur dasar masyarakat yang mana prinsip-

prinsip keadilan harus diterapkan.

Terkait dengan gagasan utama teori keadilannya atau yang dikenal pula

dengan sebutan teori keadilan distributif, Rawls (2011) mengemukakan bahwa

gagasan ditandai dengan dijadikannya prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar

masyarakat sebagai sebuah tujuan dari kesepakatan dan kesepakatan yang

dimaksudkannya itu disebutnya dalam istilah kontrak. Terkait dengan Prinsip-

Prinsip Keadilan, pada awalnya Rawls mencoba mengemukakan secara umum

dua prinsip keadilan sehingga dikatakannya prinsip-prinsip ini bersifat tentatif.

Kemudian Rawls melakukan ulasan terhadap sejumlah rumusan sehingga dapat

memberikan pernyataan final mengenai prinsip keadilan. Jika dibandingkan antara

pernyataan awal yang dikemukakan oleh Rawls (2011) dengan pernyataan

akhirnya terkait dengan prinsip keadilan ternyata tidak terlalu banyak perbedaan.

Setelah melalui berbagai tahapan dan pengkajian, akhirnya Rawls mengemukakan

pernyataan terakhirnya sebagai kesimpulan mengenai prinsip keadilan

distributifnya (Rawls, 2011, p. 386) yaitu :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 105: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 83

1. Asas Pertama: Setiap orang harus memiliki sebuah hak yang sama terhadap

total sistem yang paling luas tentang kebebasan-kebebasan dasar yang

sama yang sejalan dengan sebuah sistem kebebasan serupa bagi semua

orang.

2. Asas Kedua: Kesenjangan sosial dan ekonomi harus ditata sedemikian

rupa hingga menjadi :

(a) nilai-nilai terbesar bagi mereka yang paling tidak beruntung, konsisten

dengan asas penghematan yang adil.

(b) melekat pada jabatan dan posisi terbuka bagi semua orang menurut

syarat kesamaan peluang yang adil.

Konsep Umum dari Keadilan :

Semua nilai-nilai sosial – kebebasan, pendapatan dan kekayaan, dan dasar-

dasar bagi harga diri - harus didistribusikan secara merata kecuali

distribusi yang tidak sama atas beberapa atau semua maslahat itu

dimaksudkan agar mendukung mereka yang paling tidak beruntung.

Berdasarkan uraian teori diatas dan sebagai mana yang telah peneliti

singgung sebelumnya, dapat dilihat bahwa pokok-pokok pikiran yang

dikemukakan oleh Rawls menempatkan posisi kelompok masyarakat yang paling

tidak beruntung sebagai kelompok yang utama yang harus mendapat perhatian.

Hal inilah yang sesungguhnya dinilai oleh Rawls sebagai keadilan distibutif.

Terkait dengan konteks penelitian ini, maka dari berbagai konsep yang ada,

peneliti memilih menggunakan konsep dan teori keadilan yang dikemukakan oleh

Rawls dalam menganalisa hasil temuan yang peneliti dapatkan di lapangan.

Peneliti akan mengkaji apakah fenomena yang terjadi di lapangan terkait dengan

pendistribusian raskin di tingkat lokal dapat sejalan atau relevan dengan teori

keadilan tersebut sehingga berimplikasi pada terwujudnya keadilan distributif.

Atau justru sebaliknya kondisi yang ada justru sangat bertentantan dengan teori

tersebut dan tidak mencipatakan keadilan bagi masyarakat di tingkat lokal.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 106: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 84

2.2.6. Gagasan Pemberdayaan Masyarakat dalam Konteks Keadilan Sosial

Kehadiran Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia pada

dasarnya adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk membantu orang-

orang miskin baik secara individu, keluarga maupun kelompok sehingga mereka

bisa keluar dari kesulitannya dan mengarah kepada kondisi yang lebih baik. Jika

dikaitkan dengan aspek pembangunan masyarakat (community development) maka

hal ini erat pula kaitanya dengan upaya untuk pemberdayaan masyarakat

(empowerment). Menurut peneliti, hal ini diasumsikan bahwa secara teoritis jika

kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat miskin tersebut telah

berhasil ditanggulangi maka masyarakat tersebut akan mempunyai daya (power)

untuk bangkit dan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai aspek

terutama yang berkaitan dengan kebutuhan ekonomi dan sosial.

Oleh karena itu terkait dengan konteks penelitian ini, berbicara tentang

pelaksanaan program raskin terkait pula sebagai upaya untuk pemberdayaan

rumah tangga miskin. Dalam jangka panjang akan terjadi perubahan status yang

sebelumnya terdaftar sebagai rumah tangga sasaran penerima raskin (pra sejahtera

dan sejahtera I) menjadi rumah tangga yang sejahtera (Sejahtera II ataupun

sejahtera III). Munculnya semangat empowerment ini dapat membuat rumah

tangga miskin menjadi tidak terus menerus bergantung terhadap bantuan

pemerintah dan bisa menjadi lebih mandiri.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok

rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a)

memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom),

dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari

kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-

sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan

pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka

perlukan; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan

yang mempengaruhi mereka (Suharto, 2009, p. 58).

Sementara itu berbicara mengenai pendekatan pemberdayaan masyarakat

dapat diartikan yaitu sebuah pendekatan yang memberikan kesempatan,

wewenang yang lebih besar kepada masyarakat terutama masyarakat lokal untuk

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 107: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 85

mengelola proses pembangunannya (Soetomo, 2013, p. 69). Selain itu

dikemukakan pula bahwa pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi” bukan

sebuah proses instan. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai 3 tahapan yaitu

penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Pada tahap penyadaran pada

dasarnya mereka diberi pencerahan bahwa mereka mempunyai hak untuk

memiliki sesuatu. Selanjutnya dikemukakannya bahwa pada tahap

pengkapasitasan disebut pula sebagai proses “capacity building”yaitu untuk

meningkatkan kemampuan mereka. hal ini melibatkan manusia, organisasi dan

sistem nilai. Sedangkan pada tahap pendayaan, mereka diberika daya, kekuasaan,

otoritas atau peluang. Pemebrian ini sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah

dimiliki (Wrihatnolo dan Riant N Dwidjowijoto, 2007).

Pemberdayaan (empowerment) adalah upaya untuk membantu klien

(masyarakat miskin) agar mendapatkan kekuatan dalam mengambil keputusan dan

bertindak dalam kehidupan mereka sendiri. Kondisi ini dapat ditempuh melalui

pengurangan dampak sosial atau halangan yang bersifat personal untuk

menggunakan kekuatan yang ada, meningkatkan kapasitas dan keyakinan diri

untuk menggunakan kekuatan tersebut dan untuk proses transfer kekuatan dari

kelompok dan individu (Payne, 2005). Dalam pembahasan selanjutnya Payne

mengkaitkan tema empowerment dengan tema advocacy. Hal ini dikarenakan

menurutnya, empowerment dan advokasi adalah terkait dengan diri individu itu

sendiri dan partisipasi individu dan masyarakat dalam pengambilan keputusan

yang mempengaruhi keadaan mereka.

Dari apa yang dikemukakan oleh Payne tersebut, ada 3 hal utama yang

dapat peneliti garis bawahi terkait dengan empowerment yaitu pertama,

penggunaan kekuatan yang tersedia (existing power). Dalam hal ini bantuan sosial

yang diberikan oleh pemerintah dapat dinilai sebagai proses pemberian kekuatan

(power) kepada mereka yang lemah/tidak mampu (powerless). Sehingag mereka

harus mampu memanfaatkan bantuan yang diberikan dengan sebaik-baiknya.

Kedua, peningkatan kapasitas dan rasa percaya diri / keyakinan diri (increasing

capacity). Dalam hal ini, dengan adanya pemberian bantuan sosial tersebut maka

diharapkan dapat meningkatkan rasa percaya diri untuk bangkit dari kondisi

kemiskinannya dan meningkatkan kapasitas dirinya dalam menjalani kehidupan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 108: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 86

sehari-hari. Sedangkan yang ketiga, proses transfer kekuatan (transfering power).

Hal ini dapat dimaknai yaitu apabila seoarng individu atau kelompok telah

berhasil dalam proses empowerment ini maka mereka bisa mentrasnfer kekuatan

yang ada kepada pihak lainnya. Proses perpindahan kekuatan yang dimaskud

dapat terjadi dari satu individu ke individu lainnya atau dari individu ke kelompok

bahkan dari kelompok ke kelompok lainnya.

Dalam konteks ilmu kesejahteraan sosial, peneliti berpendapat bahwa

pemberdayaan berkaitan pula dengan aspek keadilan sosial. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Payne (2005, p. 296) yaitu “ empowerment aims to achieve the

social justice objectives of social work, both in the ways it is practised and its

aims” yang berarti bahwa pemberdayaan (empowerment) bertujuan untuk

mencapai keadilan sosial yang merupakan cara dan tujuan dari praktek pekerjaan

sosial. Hal ini dapat dipahami bahwa pemberdayaan merupakan upaya untuk

meredistribusi kekuatan bagi masing-masing individu atau kelompok untuk

bersama-sama menuju ke arah kesejahteraan. Dengan kata lain upaya ini adalah

untuk memperkecil ketimpangan sosial yang telah terjadi di masyrakat sehingga

tercipta keadilan sosial.

Terkait dengan isu keadilan sosial (social justice) di dalam kajian

empowerment, hal senada juga dikemukakan oleh Ife (2013) yang mengemukakan

bahwa gagasan dari pemberdayaan merupakan hal yang utama dalam strategi

keadilan sosial. Selain itu pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan daya atau

kekuatan bagi mereka yang tidak beruntung (disadvantaged). Terkait dengan

pembahasan mengenai empowerment ini, Ife menguraikan bahwa ada dua hal

pokok yang terkandung di dalamnya yaitu mengenai kekuasaan/kekuatan (power)

dan orang yang kurang beruntung/miskin (disadvantaged). Selanjutnya Ife (2013)

memaparkan 7 (tujuh) macam kekuasaan yang dikaitkan dengan strategi

pemberdayaan berbasis masyarakat (community-based empowerment strategies)

yaitu :

1. Power to make personal choices and determine life chances

Kondisi ini salah satunya terkait dengan konsekuensi utama dari kemiskinan

yaitu orang-orang miskin mempunyai pilihan yang sedikit atau kemampuan

yang kecil untuk membuat keputusan terkait dengan kehidupannya.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 109: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 87

2. Power to define need

Kondisi ini terkait dengan pendefinisian/pemahaman terhadap kebutuhan (need)

yang seharusnya dilakukan oleh orang yang mengerti atau yang ahli terhadap

masalah yang dihadapi.

3. Power to think

Kondisi ini terkait dengan kemampuan untuk dapat berpikir secara mandiri

(otonomi) dan tidak ada tekanan dalam menentukan berbagai referensi

alternatif. Selain itu hal ini berkaitan dengan legitimasi untuk mengekspresikan

ide-de dalam forum publik dan penekanan yang berkaitan dengan aspek

pendidikan terhadap pemberdayaan dalam arti luas.

4. Power to address institutions

Kondisi ini berkaitan dengan peningkatan kemampuan masyarakat untuk

menempatkan berbagai institusi dan pengaruhnya sehingga institusi tersebut

dapat berubah menjadi lebih mudah di akses, responsif dan akuntabel bagi

seluruh masyarakat.

5. Power to access and utilise resources

Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk memaksimalkan kekuatan yang

efektif untuk mengakses dan menggunakan sumber daya dan memperbaiki

ketimpangan akses terhadap sumber daya yang merupakan karakteristik

masyarakat modern.

6. Power to engage with the economy

Hal ini berkaitan untuk menjamin kemampuan kegiatan ekonomi agar

terdistribusi secara merata.

7. Power to control reproduction

Hal ini berkaitan reproduksi yang tidak hanya mengenai proses kelahiran dan

pengasuhan anak tetapi juga berkaitan pendidikan dan sosialisasi.

Terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti memahami bahwa

empowerment yang dimaksud adalah mengkerucut pertama, kemampuan untuk

mengakses dan memanfaatkan sumber daya yaitu berkaitan dengan kemampuan

untuk memaksimalkan kekuatan yang efektif untuk mengakses dan menggunakan

sumber daya dan memperbaiki ketimpangan akses terhadap sumber daya.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 110: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 88

Selanjutnya, dalam rangka mencapai pemberdayaan kelompok

masyarakat yang kurang beruntung, maka Ife (2013) mengemukakan bahwa ada

tiga cara yang dapat ditempuh yaitu melalui kebijakan dan perencanaan (policy

and planning), tindakan sosial dan politik (social and political action), dan

pendidikan dan peningkatan kesadaran (education and consciousness-raising).

Terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti berpendapat cara yang

pertama yaitu terkait dengan kebijakan dan perencanaan sangat relevan untuk

dilakukan dalam rangka pemberdayaan bagi rumah tangga miskin. Hal ini perlu

dilakukan agar kebijakan yang dihasilkan terutama kebijakan tingkat lokal benar-

benar berpihak kepada mereka yang tergolong kelompok kurang beruntung.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ife (2013) bahwa

pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan dapat dicapai dengan

pengembangan atau perubahan struktur dan institusi sehingga dapat membawa

akses yang lebih adil terhadap sumber daya atau pelayanan dan kesempatan untuk

berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Lebih lanjut dijelaskannya bahwa

tindakan kebijakan affirmatif atau diskriminasi positif mengakui keberadaan dari

kelompok yang kurang beruntung. Sedangkan pemberdayaan melalui tindakan

sosial dan politik menekankan pada pentingnya perjuangan politik dan perubahan

dalam meningkatkan kekuatan yang efektif. Berdasarkan berbagai uraian pendapat

di atas, dalam konteks penelitian ini konsep pemberdayaan yang dikemukakan

oleh Ife (2013) akan peneliti jadikan sebagai acuan di dalam mengkaitkan antara

keadilan sosial dengan proses pemberdayaan yaitu melihat pemberdayaan dari sisi

pemberian power dan dari sisi pemberdayaan kelompok yang kurang beruntung

(disadvantaged).

2.2.7. Hak Asasi Manusia menuju Keadilan Sosial

Menurut Ife (2001) mengemukakan bahwa ada 3 generasi hak asasi

manusia (human right) yang dapat dijadikan sebuah kerangka pekerjaan sosial

dalam praktek hak asasi manusia yaitu :

1. Generasi pertama, yaitu mengacu pada hak sipil dan politik. Hak-hak tersebut

berbasis individu dan masalah kebebasan fundamental dilihat sebagai hal

penting bagi organisasi demokrasi yang efektif dan adil dan masyarakat sipil.

Hal ini meliputi hak untuk menyampaikan suara, hak untuk berbicara, hak

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 111: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 89

untuk kebebasan berkumpul, hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan

persamaan di hadapan hukum, hak sebagai warga negara, hak kebebasan

beragama, hak untuk mencalonkan diri pada jabatan publik, hak untuk

berpartisipasi pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu hak-hak

tersebut meliputi hak untuk diperlakukan secara bermartabat, kebebasan dari

diskriminasi (agama, suku, ras, jenis kelamin) dan lainnya.

2. Generasi kedua yaitu mengacu pada konstelasi yang dikenal sebagai hak

ekonomi, sosial dan budaya. Hak tersebut meliputi bagi untuk individu

maupun kelopmpok untuk menerima berbagai bentuk penyediaan atau

layanan sosial untuk mewujudkan kesejahteraan manusia. Hal ini dapat

diwujudkan dalam bentuk hak mendapatpakn pekerjaan, hak mendapatkan

upah yang layak, hak untuk perumahan, hak untuk kecukupan sandang dan

pangan, hak untuk pendidikan, hak mendapatkan perawatan kesehatan, hak

jaminan sosial, hak jaminan masa tua, hak untuk rekreasi dan sebagainya.

Hak asasi generasi kedua dianggap sebagai hak asasi yang positip karena hak

asasi tersebut berimplikasi pada peran negara yang lebih aktif dan positif.

3. Generasi ketiga yaitu meliputi hak asasi manusia yang mana hanya dapat

dipahami jika diartikan secara kolektif, hak asasi tersebut dimiliki oleh

komunitas, populasi, masyarakat atau bangsa. Namun manfaat dari

realisasinya dapat pula dirasakan oleh masing-masing secara individu. Hak

asasi tersebut meliputi hak untuk pembangunan ekonomi, hak untuk

mendapatkan manfaat dari perdagangan dunia dan pertumbuhan ekonomi,

hak untuk hidup dalam masyarakat yang kohesif dan harmoni, hak di bidang

lingkungan yaitu bebas dari polusi udara, hak mendapatkan air bersih dan

lainnya.

Secara ringkasnya konsep hak asasi manusia sebagai mana yang dikemukakan

oleh Ife (2001) dapat dilihat dalam tabel berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 112: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 90

Tabel. 2.2

Tiga Generasi Hak Asasi Manusia

First generation Second generation Third generation

Name Civil and political

rights

Economic, social and

cultural rights

Collective rights

Origin Liberalism Socialism; social

democracy

Economics, development

studies, green ideology

Examples Rights to vote, free

speech, fair trial,

freedom from

torture, abuse,

protection of the

law, freedom from

discrimination

Rights to education

housing, health,

employment,

adequate income,

social security, etc

Rights economic

development and

prosperity; benefit from

economic growth; social

harmony, healty

environment, clean air,

etc

Agency Legal clinic,

Amnesty

International,

Human Rights

Watch; refugee

work

Welfare state, third

sector, private

market welfare

Economic development

agencies, community

projects, Greenpeace, etc.

Dominant

profesional

Law Social Work Community Development

Social work Advocacy, refugee

work, asylum

seekers, prison

reform, etc.

Direct service;

management of the

welfare state; policy

development and

advocay; research

Community development,

social economic, political,

cultural, environmental,

personal/spiritual

Sumber : Ife, 2001, p. 42

Terkait dengan konteks penelitian ini, konsep hak asasi manusia

sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Ife (2001), akan peneliti gunakan

untuk mengetahui dan memetakan ada dimana posisi pelaksanaan program raskin

ini dikaitkan dengan generasi hak asasi manusia. Setelah mengetahui berada pada

generasi yang mana terkait dengan pelaksanaan program raskin tersebut,

selanjutnya dapat dilakukan analisa terhadap hal lainnya yang mempunyai

kaitanya dengan aspek hak asasi manusia.

2.3. Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial

2.3.1. Kemiskinan

Setiap orang maupun lembaga mempunyai berbagai pendapat yang

sangat beragam dalam mendefinisikan atau mengartikan apa yang dimaksud

dengan kemiskinan. Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai konteks atau sudut

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 113: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 91

pandang yang berbeda. Oleh karena itu di awal kajian ini perlu ada pemahaman

terkait dengan konsep dasar kemiskinan. Apa yang menjadi acuan dan ukuran dari

kemiskinan tersebut.

2.3.1.1 Konsep dasar Kemiskinan

Terkait dengan pendefinisian tersebut maka Lister (2004) mengatakan

bahwa “there is no single ‘correct’ definition”. (p. 12). Hal ini berarti bahwa tidak

ada definisi kemiskinan yang hanya satu (tunggal) yang dianggap benar. Oleh

karena itu sudah selayaknya, apabila muncul definisi kemiskinan yang berbeda

antara pendapat yang satu dengan yang lainnya. Semuanya tergantung dari aspek

apa atau dari sudut pandang mana kita melihatnya. Begitu juga dalam hal

penyebab kemiskinan itu sendiri, yang mana menurut peneliti banyak faktor yang

menyebabkan seseorang atau masyarakat menjadi miskin.

Di dalam tulisannya, Lister (2004) mencoba memahami definisi

kemiskinan dengan mengelompokkan menjadi beberapa kelompok. Kemiskinan

dapat diartikan dalam beberapa pendekatan atau sudut pandang yaitu pertama;

dalam arti luas atau dalam arti sempit (broad or narrow), kedua; berdasarkan

standar pendapatan atau kehidupan (Income or living standards) dan ketiga;

berdasarkan pendapatan atau kapabilitas (income or capabilities), kemiskinan

absolute dan kemiskinan relatif. Definisi kemiskinan yang dirangkum oleh Lister

(2004) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.3

Rangkuman Definisi Kemiskinan No. Sudut pandang Definsi Kemiskinan Sumber

1. Dalam arti luas kemiskinan adalah suatu kondisi

ketidakmampuan untuk berpartisipasi

dalam masyarakat (yang mana

pengertian ini lebih luas daripada

definisi mutlak yang hanya pada sebatas

kebutuhan hidup)

Nolan dan

Whelan (1996)

dalam Lister

(2004)

2. Aspek pendapatan

atau standar

kehidupan

seseorang dikatakan miskin ketika

mereka memiliki standar kehidupan dan

pendapatan yang rendah.

Gordon et all,

(2000) dalam

Lister (2004) 3. Aspek kapabilitas kemiskinan tidak seharusnya

didefinisikan dalam istilah pendapatan

dan standar hidup aktual, tetapi

mengacu pada kegagalan kemampuan

yaitu kegagalan terhadap kemampuan

dasar untuk mencapai tingkat tertentu

yang dapat diterima secara minimal

Sen (1992)

dalam Lister

(2004)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 114: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 92

Lanjutan No. Sudut pandang Definsi Kemiskinan Sumber

4. Kemiskinan absolut Kemiskinan absolut dapat dipahami

sebagai kekurangaan uang dalam

memenuhi kebutuhan fisik dasar.

Dengan kata lain menyangkut

kelangsungan hidup.

Lister (2004)

5. Kemiskinan relatif Individu, keluarga dan kelompok dalam

populasi dapat dikatakan berada dalam

kemiskinan ketika mereka kekurangan

sumber daya untuk mendapatkan

berbagai jenis makanan, berpartisipasi

dalam kegiatan dan memiliki kondisi

hidup dan fasilitas yang ada pada

umumnya, atau setidaknya secara luas

didukung atau diterima, dalam

masyarakat dimana mereka tinggal.

Sumber daya yang mereka miliki sangat

parah berada di bawah rata-rata individu

atau keluarga tempat mereka tinggal

sehingga pada dasarnya, mereka tidak

dimasukkan dari pola hidup dan

kegiatan pada umumnya

Townsend

(1979) dalam

Lister (2004)

Sedangkan apabila mengacu pada apa yang dinyatakan oleh World

Development Report (1990), maka kemiskinan adalah “concerned with absolute

standard of living of part of society-the poor-inequality refers to relative living

standards across the whole society” (p. 26). Hal ini berarti kemiskinan berkaitan

dengan standar hidup mutlak dari sebagian masyarakat miskin dimana

ketimpangan mengacu pada standar hidup relatif di seluruh masyarakat.

Sedangakan pendapat lainnya mengemukakan bahwa masalah kemiskinan muncul

karena adanya sekelompok anggota masyarakat yang secara struktural tidak

mempunyai peluang dan kemampuan yang memadai untuk mencapai tingkat

kehidupan yang layak. Akibatnya mereka harus mengakui keunggulan kelompok

masyarakat lainnya dalam persaingan mencari nafkah dan pemilikan aset

produktif, sehingga semakin lama semakin tertinggal. (Sumodiningrat, Budi

Santosa dan Mohammad Maiwan, 1999, p. 1-2)

Dalam literatur lainnya, dikemukakan bahwa “poverty is a serious social

problem that contributes to the inability of individuals to meet their basic needs”.

(Johnson dan Schwartz, 1991, p. 51). Hal ini dapat diartikan bahwa kemiskinan

diakitkan dengan ketidakmampuan individu-individu untuk memenuhi kebutuhan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 115: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 93

dasar mereka. Lebih lanjut dikatakannya bahwa definisi kemiskinan tergantung

dari oleh siapa dan dari aspek apa definisi itu dibuat. Berdasarkan oleh siapa,

definisi kemiskinan dapat diartikan menurut individu, masyarakat maupun

lembaga. Sedangkan berdasarkan aspeknya, definisi kemiskinan dapat di tinjau

dari aspek ekonomi, sosial dan politik.

Sementara itu definisi kemiskinan dalam istilah ekonomi, sering

diklasifikasikan sebagai masalah penghasilan yang rendah. Hal ini paling baik

dipahami sebagai kurangnya pendapatan yang diperlukan bagi orang untuk

memenuhi kebutuhan mereka untuk makanan, pakaian, tempat tinggal, energi,

transportasi dan pelayanan kesehatan. Sedangkan dari aspek sosiologis,

Kemiskinan dalam perspektif sosiologis, masyarakat miskin menempati dan

ditetapkan status khusus oleh masyarakat melalui sistem stratifikasi sosial.

Pandangan ini mengasumsikan bahwa manfaat sosial, seperti kekayaan,

kekuasaan dan status, tidak merata di seluruh strata sosial, sehingga menciptakan

perbedaan yang jelas antara "memiliki (kaya)" dan "tidak berpunya (miskin)".

Sementara itu ditinjau dari aspek politik, digambarkan bahwa masyarakat miskin

belum mempunyai kemampuan dalam mengerahkan pengaruh politik dan

kekuasaan mereka untuk membuat dikenal dan membawa perubahan dalam sistem

ekonomi yang akan menyediakan sumber daya pendapatan yang mereka butuhkan

(Johnson dan Schwartz, 1991).

Beberapa tokoh dari Indonesia mencoba mengemukakan pendapatan

yaitu antara lain, Soekanto (2006), mengatakan bahwa “kemiskinan diartikan

sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya

sendiri dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan

tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut” (p. 320). Selain itu,

Suharto (2010) mencoba mendefinisikan kemiskinan menjadi empat kategori yang

didasari pada faktor-faktor yang melatar belakanginya yaitu Kemiskinan Absolut,

Kemiskinan Relatif, Kemiskinan Kultural dan Kemiskinan Struktural. Lebih

lanjut diuraikannya bahwa Kemiskinan absolut adalah keadaan miskin yang

diakibatkan oleh ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang dalam

memenuhi kebutuhan pokoknya. Penentuan kemiskinan absolut ini biasanya di

ukur melalui “batas kemiskinan” atau garis kemiskinan (poverty line). Baik yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 116: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 94

berupa indikator tunggal maupun komposit, seperti nutrisi, kalori, beras,

pendapatan, pengeluaran, kebutuhan dasar, atau kombinasi beberapa indikator.

Sedangkan kemiskinan relatif adalah keadaan miskin yang di alami

individu atau kelompok dibandingkan dengan kondisi umum suatu masyarakat.

Jika batas kemiskinan misalnya Rp. 100.000,- per kapita per bulan maka

seseorang yang memiliki pendapatan Rp. 125.000,- per bulan secara absolut tidak

miskin tetapi jika pendapatan rata-rata masyarakat setempat adalah Rp. 200.000,-

per orang per bulan maka secara relatif orang tersebut termasuk orang miskin.

Sementara, kemiskinan kultural mengacu pada sikap, gaya hidup, nilai, orientasi

sosial budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan

(masyarakat modern). Sikap malas, tidak memiliki kebutuhan berprestasi (needs

for achievement), fatalis berorientasi ke masa lalu, tidak memiliki jika wirausaha

adalah beberapa karakteristik yang umumnya dianggap sebagai ciri-ciri

kemiskinan kultural. Sedangkan, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang

diakibatkan oleh ketidak beresan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik,

sosial maupun ekonomi yang tidak memungkinkan seseorang atau sekelompok

orang menjangkau sumber-sumber penghidupan yang sebenarnya tersedia bagi

mereka.

Terkait dengan konteks penelitian ini, kemiskinan yang dimaksud di sini

berkaitan dengan program penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu

kemiskinan di pandang sebagai kemiskinan absolut dengan indikator kemiskinan

yang ditentukan oleh pemerintah. Sejalan dengan hal tersebut, kemiskinan

absolute dapat pula peneliti kaitan dengan apa yang dikemukakan oleh Johnson,

dan Charles (1991) yaitu kemiskinan adalah berkaitan dengan ketidakmampuan

individu-individu untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Oleh kaena itu dalam

konteks penelitian ini definisi kemiskinan lebih mengarah kepada aspek ekonomi

yaitu definisi kemiskinan ditekankan pada masalah pendapatan pribadi dan

keluarga yang rendah. Sehingga kemiskinan dipahami sebagai kurangnya

pendapatan yang diperlukan untuk orang-orang untuk memenuhi kebutuhan

mereka misalnya kebutuhan pada makanan, pakaian, tempat tinggal.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 117: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 95

2.3.1.2. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan atau

membuat seseorang dikatakan miskin. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya

bahwa kemiskinan mempunyai arti yang luas yang tidak hanya dipandang dari

sudut ekonomi saja tetapi lebih dari itu, kemiskinan juga dapat di lihat dari sudut

sosial dan politik. Intinya seseorang atau sekelompok masyarakat itu menjadi

miskin karena berbagai faktor penyebab yang bisa dilihat dari dimensi karena

keterbatasan akses, pendapatan maupun pengeluaran yang subsisten, kondisi yang

rentan terhadap berbagai penyakit, sering terlibat di dalam utang piutang maupun

harus menjual barang yang dimilikinya untuk kebutuhan subsistennya. Sementara

itu dimensi lainnya bisa diperlihatkan melalui berbagai kebijakan pemerintah juga

bisa berpengaruh terhadap proses redistribusi pendaptan yang tidak seimbang

antara berbagai kelompok. (Susanto, 2006, p. 49).

Sementara Martinussen (1997) menggambarkan kondisi masyarakat

miskin sebagai suatu kondisi yang kompleks yang berada dalam sebuah lingkaran

kemiskinan yang dilihat dari kondisi lingkaran ekonomi dan politik tersebut dapat

di lihat seperti yang tergambar di bawah ini.

Gbr. 2.15

Lingkaran Kemiskinan Sumber : (Martinussen, 1997, p. 299)

Berdasarkan dari gambar lingkaran kemiskinan tersebut dapat di lihat

bahwa kondisi yang menggambarkan masyarakat miskin di lihat dari sudut

ekonomi antara lain : daya beli yang rendah, gizi buruk, standar perumahan yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 118: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 96

buruk, kesehatan yang rendah, tidak ada pendidikan, produktivitasnya yang

rendah, pendapatannya yang rendah. Sedangkan dari sudut politik, masyarakat

miskin dapat digambarkan dalam kondisi adanya perbedaan sosial dan konflik

kepentingan, tidak ada akses dalam pengembilan keputusan, pemahaman yang

rendah terhdap pilihan yang tersedia, tidak terorganisir dan sikap politik yang

pasif.

Pada literatur lainnya, menurut Johnson dan Schwartz (1991) bahwa

faktor penyebab kemiskinan terdiri atas sebab ekonomi (economic causes), sosial

(social causes) dan politik (political causes). Secara lebih jelas mereka

menguraikan bahwa kemiskinan karena faktor ekonomi (economic causes), antara

lain dapat dilihat dari adanya distribusi pendapatan yang tidak merata, dukungan

pendapatan yang tidak memadai, adanya pengangguran dan setengah

pengangguran, dan terjadinya inflasi. Sedangkan kemiskinan karena faktor sosial

(social causes) yaitu adanya anggapan bahwa masyarakat miskin adalah sebagai

masyarakat yang tidak berguna, kurang bekerja keras, dan tidak bertanggung

jawab. Kemiskinan kemudian dipandang sebagai kegagalan untuk mematuhi nilai-

nilai kerja keras dan kemandirian, dan hasilnya adalah untuk menyalahkan korban

kemiskinan untuknya atau kondisinya. Sikap-sikap dan nilai-nilai beroperasi

dalam interaksi sosial dan membentuk dasar dari prasangka dan diskriminasi

terhadap orang miskin.

Sementara itu, kemiskinan karena faktor politik (political causes) adalah

kemiskinan yang dikarenakan tidak adanya kekuatan politik dalam ikut

menentukan kebijakan kesejahteraan sosial. Dengan kata lain dikatakan bahwa

masyarakat miskin telah kehilangan haknya dari lembaga-lembaga politik yang

menentukan kebijakan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, mereka tidak

terwakili dan memiliki suara sedikit atau bahkan tidak ada suara dalam penentuan

kebijakan kesejahteraan sosial baik di negara bagian, lokal, maupun tingkat

nasional.

Sedangkan Dowling dan Yap Chin-Fang (2009), di dalam tulisannya

mengemukakan bahwa kondisi kemiskinan yang parah (cronic poverty)

disebabkan oleh dua hal yaitu pertama “maintainers that keep households in

poverty” para pengelolanya yang membuat rumah tangga dalam kemiskinan.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 119: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 97

Kedua, “drivers that cause households to fall into poverty traps” yaitu para

pengemudinya yang menyebabkan rumah tangga jatuh ke dalam perangkap

kemiskinanan. Selain itu disebutkan bahwa ada tiga aspek yang menyebabkan

masyarakat berada dalam kondisi “poverty chronic” yaitu : pertama “a lack of

incentive and feeling hopelessness brought on by persistent poverty yang berarti

bahwa kurangnya dorongan dan perasaan putus asa yang disebabkan oleh

kemiskinan persisten (sulit dihilangkan). Kedua, “shortage of good and material

goods, illness and diseases that are passed on from generation to generation

beginning at conception” yaitu kekurangan makanan dan barang materi lainnya,

sakit dan penyakit yang diwariskan dari generasi ke generasi awal pada saat

konsepsi. Ketiga, “a continual struggle for survival” yaitu sebuah perjuangan

terus-menerus untuk bertahan hidup (Dowling dan Yap Chin-Fang, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, salah satu hal yang peneliti cermati di sini

adalah bahwa adanya pernyataan yang mengemukakan bahwa kekurangan

makanan (shortage of food) merupakan salah satu faktor yang turut

mempengaruhi terjadinya kemiskinan. Terkait dengan konteks penelitian ini,

maka pernyataan tersebut dapat dijadikan sebagai landasan dalam kerangka

berpikir bahwa sesungguhnya program penanggulangan kemiskinan dalam bentuk

subsidi pangan yaitu beras mempunyai peran yang cukup strategis. Peneliti

mengasumsikan bahwa apabila kekurangan makanan ini dapat di atasi melalui

program bantuan pangan (food subsidy) maka hal ini dapat menjadi salah satu

pendorong untuk mengeluarkan mereka dari kondisi kemiskinannya. Oleh karena

itu konsep ini dapat dikaitkan dengan bagaiamana pelaksanaan program raskin di

yang telah berlangsung di Kecamatan Plaju Kota Palembang.

2.3.1.3. Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, maka diperlukan startegi

yang tepat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chronic Poverty

Reseach Center (2008) mengemukakan bahwa jika sebuah keluarga di diagnosa

mengalami pendetiaan dari belenggu kemiskinan kronis maka kemiskinan kronik

dapat di atasi dengan cepat apabila mereka memiliki kesempatan untuk

berpartisipasi dalam pola transformasi pertumbuhan yang baru dan pemerintah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 120: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 98

mempunyai dana yang cukup besar yang dapat dialokasikan untuk masyarakat

miskin (Dowling dan Fang, 2009).

Pada literatur lainnya, Barker (2008) menegmukakan strategi

pengurangan kemiskinan perkotaan dapat dilakukan dengan cara yaitu pertama

penguatan pemerintah daerah untuk melaksanakan program dan kebijakan yang

ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dalam kota. Strategi yang kedua adalah

memperluas dukungan proyek-proyek yang bertujuan untuk meningkatkan

pelayanan bagi masyarakat miskin perkotaan, yang terintegrasi dengan

peningkatan masyarakat perkotaan (urban upgrading), regularisasi pertanahan

(land regularization), dan kebijakan yang ditujukan untuk mencegah terciptanya

daerah kumuh (slum prevention). Sedangkan strategi yang ketiga adalah dengan

meningkatkan dukungan bagi pekerjaan analitis (analytical work) mengenai

urbanisasi dan kemiskinan perkotaan untuk mengisi kekosongan ilmu

pengetahuan dan memberikan dasar untuk menginformasikan program-program

yang dirancang lebih baik dan kebijakan. Selanjutnya strategi yang ke empat yaitu

yang dapat dilakukan yaitu mendukung keadilan (equity) dan mengurangi eksklusi

(reducing exclusion). Strategi yang terakhir yaitu yang kelima adalah yang dapat

dilakukan adalah melalui peningkatkan efektivitas Bank.

Sementara menurut Lipton dan Maxwell (1992) dalam Martinussen

(1997) menguraikan bahwa ada 3 (tiga) elemen utama yang menjadi perhatian

dalam strategi penanggulangan kemiskinan yaitu elemen yang pertama adalah

komitmen untuk produksi padat karya yang bertujuan untuk meningkatkan aset,

pekerjaan dan pendapatan masyarakat miskin. Argumen utama untuk strategi ini

adalah bahwa realisasi dari kemampuan potensi dan potensi kewirausahaan

masyarakat miskin akan menjadi yang, termurah, tercepat dan paling dapat

diandalkan untuk pertumbuhan. Selanjutnya elemen yang kedua adalah

menyediakan akses ke pelayanan sosial dasar untuk masyarakat miskin sebanyak

mungkin, sebagai prasyarat yang diperlukan untuk mengeluarkan potensi mereka.

Sedangkan elemen yang ketiga adalah penciptaan jaring pengaman bagi

masyarakat miskin, termasuk jaminan pangan dan jaminan sosial pada umumnya,

sebagai penjaga terhadap kemunduran dan memberikan orang-orang keamanan

yang merupakan prasyarat lain untuk mengeluarkan potensi kreatif mereka.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 121: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 99

2.3.1.4. Karakteristik dan Indikator Rumah Tangga Miskin Perkotaan

Menurut Moser, Gatehouse, dan Garcia (1996) dalam Baharoglu, Deniz

dan Christine Kessides (2002) menyebutkan bahwa terdapat tiga karakteristik

khas kehidupan perkotaan yaitu terdiri dari commoditilisasi (commodization)

yaitu ketergantungan pada ekonomi tunai, bahaya lingkungan (environmental

hazards) yaitu yang berasal dari kepadatan dan lokasi berbahaya dari pemukiman

dan dari paparan polutan ganda, dan fragmentasi sosial (social fragmentation)

yaitu kurangnya masyarakat dan mekanisme antar rumah untuk jaminan sosial,

dibandingkan dengan mereka di daerah pedesaan. Pada literatur lainnya, Thomson

dan Richards (1984) mengemukakan bahwa karakteristik masyarakat miskin

perkotaan adalah digambarkan dalam kondisi hidup yang saling berdekatan satu

dengan yang lainnya, dengan tingkat kepadatan penduduk yang bervariasi dari

yang agak padat sampai ke tingkat yang sangat padat. Dengan tingkat kepadatan

penduduk miskin tersebut maka akan memunculkan masalah mengenai air,

sanitasi, pembuangan limbah dan kesehatan lingkungan masyarakatnya.

Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat miskin perkotaan hampir

semuanya hidup dalam ekonomi yang berkaitan dengan uang (monetised

economy). Hal ini tentu saja berdampak pada perlikalu masyarakat perkotaan yang

selalu berorientasi pada uang. Tanpa memiliki uang maka masyarakat miskin

perkotaan akan semakin sulit untuk dapat bertahan hidup. Kondisi ini agak

berbeda dengan kemiskinan di pedesaan karena tanpa memiliki uang yang cukup

masyarakat miskin pedesaan masih dapat bertahan hidup dengan memanfaatkan

segala sumber daya yang ada. Karakteristik masyarakat miskin perkotaan yang

paling menyebabkan keprihatinan bagi pemerintah adalah distribusi spasial

mereka. Dimana digambarkan mereka hidup dalam kondisi yang kumuh dalam

kota dan di pemukiman yang illegal. Karena kondisi ini juga masyarakat miskin

perkotaan sering tidak mendapatkan berbagai layanan dari pemerintah. Sementara

itu menurut J. Hentzel and R. Seshagir (2000) yang dikutip oleh Badan Pusat

Statistik (2007) mengemukakan beberapa indikator yang dikelompokan ke dalam

4 dimensi kemiskinan perkotaan yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 122: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 100

Tabel.2.4

Indikator Kemiskinan Perkotaan Hentzel and Seshagir

Dimensi Indikator

1. Pendapatan Angka kemiskinan

Kesenjangan kemiskinan

Keparahan kemiskinan

Ketimpangan pendapatan

2. Kesehatan dan Pendidikan

Angka kematian anak usia bawah 5 tahun

Angka kematian anak

Angka kematian ibu

Angka harapan hidup

Angka kekurangan gizi anak-anak

Angka melek huruf

Lama sekolah

3. Akses Air, listrik, sanitasi, pembuangan sampah

Sekolah dan fasilitas kesehatan

Pelayanan sosial

Kepuasan pelayanan

4. Non Pendapatan Pengangguran

Kekerasan

Pekerja anak-anak

Diskriminasi Sumber : BPS, 2007, p. 13

Sedangkan untuk konteks negara Indonesia, menurut Badan Pusat

Statistik RI Tahun 2007, menguraikan bahwa kondisi masyarakat miskin

perkotaan meliputi beberapa dimensi diantaranya ditandai dengan tingkat

pendapatan yang rendah, kondisi kesehatan yang buruk, pendidikan yang rendah,

kerawanan atau ketidak-amanan individu dan tempat tinggal dan

ketidakberdayaan. Dimensi rendahnya tingkat pendapatan ini disebabkan oleh

ketergantungan pada ekonomi untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok,

ketidakpastian prospek pekerjaan, ketidakmampuan mempertahankan pekerjaan

dan kurangnya akses terhadap kesempatan kerja.

Dimensi kondisi kesehatan yang buruk disebabkan oleh kondisi hidup

yang kumuh padat dan tidak higienis, lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat

karena polusi, bahaya lingkungan seperti banjir, air pasang dan longsor, risiko

yang tinggi terhadap penyakit karena buruknya kualitas air, udara dan sanitasi.

Sedangkan Dimensi tingkat pendidikan rendah disebabkan oleh: terhambatnya

akses terhadap pendidikan karena daya tampung sekolah yang terbatas,

ketidakmampuan membayar uang sekolah, buku dan seragam, dan risiko

keselamatan/keamanan ketika pergi ke sekolah.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 123: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 101

Selanjutnya dimensi kerawanan/ketidakamanan tempat tinggal dan

pribadi disebabkan oleh: menyewa atau membangun rumah di tanah sengketa atau

tanah ilegal, penyalahgunaan narkoba dan kekerasan dalam rumah tangga,

perceraian keluarga dan keragaman sosial dan ketimpangan pendapatan yang

tampak jelas di kota-kota. Sementara itu, Dimensi ketidakberdayaan disebabkan

oleh: tidak adanya kepastian terhadap status tempat tinggal dan prospek pekerjaan,

isolasi dari komunitas yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, kurangnya

sumber informasi untuk memperoleh pekerjaan dan untuk mengetahui hak

individu dalam mengakses pelayanan. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemiskinan

perkotaan juga mempunyai satu ciri khusus yaitu lokasi mereka tinggal. Mayoritas

penduduk miskin di kota bertempat tinggal di tiga jenis wilayah atau daerah di

kota yaitu daerah kumuh (slum area), daerah bantaran kali (riverside area), dan

daerah pesisir (seaside area).

Selain itu mengacu pada kriteria rumah tangga sasaran yang diterbitkan

oleh BPS sebagai mana yang dikutip oleh Kemensos (2011, p. 24-25), telah

mengeluarkan indikator-indiaktor kemiskinan yang menjadi sumber data program

penanggulangan kemiskinan yang terdiri dari 14 variabel yaitu :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 M2 per orang,

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bamboo/kayu

murahan,

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamboo/rumbial/kayu berkualitas

rendah/tembok tanpda plester,

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindungi / sungai

air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah dari kayu

bakar/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/ayam/susu satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya mampu makan sebanyak 1 atau 2 kali dalam sehari.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 124: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 102

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan

0,5 Ha, buruh tani, nelayan, buru perkebunan,atau pekerjaan lainnya

dengan pendapatan di bawah 600.000,- per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat

SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah di jual dengan nilai Rp.

500.000,- seperti sepeda motor (kredit / non kredit), emas, ternak, kapal

motor atau barang modal lainnya.

Dari indikator di atas maka di dalam Kemensos (2011, p.25) disebutkan bahwa

masalah kemiskinan dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a) Rumah Tangga Hampir Miskin yaitu rumah tangga yang memenuhi

sebanayak 6 s/d 9 variabel dari indikator di atas.

b) Rumah Tangga Miskin yaitu memenuhi sebanyak 9 s/d 12 variabel dari 14

indikator yang ada.

c) Rumah Tangga Sangat Miskin yaitu memenuhi sebanyak 12 s.d 14

indikator yang ada.

Berbagai uraian di atas, telah memberikan gambaran kepada kita bahwa

sesungguhnya ada beberapa karakteristik dan indikator yang menjadi acuan dalam

menentukan mana sesungguhnya yang di anggap miskin dan layak mendapatkan

bantuan sosial dari pemerintah dan mana rumah tangga miskin yang

sesungguhnya tidak tergolong miskin dan tidak layak untuk memperoleh bantuan.

Hal ini tentu saja dapat mendorong terdistribusikannya bantuan sosial tepat

kepada rumah tangga yang berhak menerimanya.

Namun dalam perkembangan saat ini, melalui lembaga yang bernama

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), pemerintah

telah mengembangkan Basis Data Terpadu dalam menentukan rumah tangga

sasaran yang akan menjadi penerima bantuan sosial. Terkait dengan program

raskin, pemerintah telah mengembangkan sistem data terpadu dan menggunakan

metode indeks kesejahteraan yang objektif dan spesifik untuk setiap

kabupaten/kota (TNP2K, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal ini

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 125: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 103

pemerintah tidak lagi menggunakan 14 kriteria yang tersebut di atas sebagai acuan

dalam memnetukan sasaran penerima raskin dan masing-masing daerah

mempunyai kriteria tersendiri dalam menentukan rumah tangga sasaran.

2.3.2. Kesejahteraan Sosial

2.3.2.1. Konsep dan Paradigma Kesejahteraan Sosial

Berbicara mengenai kemiskinan dan program penanggulangan

kemiskinan di Indonesia tentu saja tidak terlepas dari upaya untuk mewujudkan

kesejahteraan sosial terutama bagi rumah tangga miskin yang menjadi target di

dalam pemberian bantuan. Hal ini merupakan upaya di dalam melakukan proses

pembangunan sosial yang mana dikemukakan oleh Midgley (1995) bahwa

pembangunan sosial dipandang sebagai sebuah pendekatan untuk mengangkat

kesejateraan rakyat atau juga kesejahteraan sosial. Di dalam memahami konsep

kesejahteraan ini, menurutnya bahwa saat ini istilah kesejahteraan sosial banyak

yang disalahgunakan walaupun dalam pengertian aslinya kesejahteraan sosial ini

memiliki arti yang sangat mulia dengan merujuk lebih luas pada keadaan yang

baik, kebahagiaan dan kemakmuran sehingga banyak orang yang menyamakannya

dengan istilah kegiatan amal. Menurut Midgley mengemukakan bahwa

kesejahteraan sosial adalah merujuk pada suatu kondisi dan bukan kegiatan amal.

Dalam hal ini kondisi kesejahteraan sosial akan terjadi ketika keluarga,

masyarakat semua mengalami kesejahteraan sosial.

Selain itu berbicara mengenai paradigma di dalam kesejahteraan sosial

dapat merujuk dari yang dikemukakan oleh Elliots (1993) yang membagi menjadi

tiga pendekatan yaitu residual, institusional dan developmental. Masing-masing

paradigma tersebut dapat dilihat perbedaannya sebagai mana dalam tabel berikut

ini.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 126: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 104

Tabel. 2.5

Paradigma Kesejahteraan Sosial

Residual Institusional Developmental

Philantropic /charity

value base

Welfare ‘rights’ Social justice

Individualism and

independence

Humanitarianism Equality, co-operation

and sharing

Stigma in problem and

service ‘victim-

blaming’

Reduce stigma Actively rejects ‘victim

blaming’ and individual

pathology model in

favour of empowerment

Help offered as a last

resort

Help provided to prevent

crisis

Planned prevention and

development

‘Crisis oriented’

reactive

Proactive Proactive

Temporary and short-

term

Long term – may be

permanent

Create change in societal

structures to avoid need

for long term help

Micro system focused - Macro system focused

Fragmented services - Planned, multisystem

services

‘Safety nets’ / ‘band-

aid’ approach

- Addresses immediate

need and anticipates

future development

Dependency - Facilitation of self-help

Selective benefits - Universal benefits

Minimal programmes - Optimal programmes Sumber : diadaptasi dari Johnson (1996 : 16); Dolgoff dan Feldstein (1984); Falk (1984 : 13)

dalam Elliott (1993, p. 25)*

Keterangan (*) : peneliti hanya mengutip sebagian dari isi tabel

Selain itu dalam rangka mewujudkan kondisi kesejahteraan sosial maka

menurut Midgley (1995, p. 14) ada 3 elemen yang harus diperhatikan yaitu

pertama sejauh mana masalah-masalah sosial di atur (the degree to which social

problems as managed), kedua, sejauh mana kebutuhan-kebutuhan dipenuhi (the

extent to which needs are met), dan akhirnya, sejauh mana kesempatan untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat dapat disediakan (the degree to which

opportunities for advancement are provided). Lebih lanjut dijelaskan bahwa

seluruh keluarga, komunitas dan masyarakat memiliki apa yang disebut dengan

masalah sosial akan tetapi bergantung dari bagaimana mereka mengatur masalah-

masalah tersebut. Ketidakmampuan untuk mengatur masalah-maslah sosial

melahirkan kondisi yang disebut oleh Richard Tittmus (1974) dalam Midgley

(1995) sebagai social illfare atau penyakit sosial.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 127: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 105

Sementara itu, semua manusia, keluarga, komunitas dan masyarakat

memiliki kebutuhan sosial yang harus dipenuhi agar manusia dapat mencapai

yang dimaksud dengan kebahagiaan sosial (social contentment). Kebutuhan yang

dimaksud disini adalah antara lainkebutuhan biologis dasar untuk kelangsungan

hidup nutria, air, tempat berteduh dan keamanan. Menurut pendapat peneliti,

dalam konteks Negara Indonesia yang dimaksud dengan kebutuhan nutrisi di sini

adalah kebutuhan akan makanan pokok yaitu beras. Ketika kebutuhan pada level

komunitas dan masyarakat telah terpenuhi maka hal itu yang dinamakan telah

tercapai kesejahteraan bersama dimana pada akhirnya kesejahteraan sosial terjadi

pada komunitas yang dapat menciptakan kesempatan sosial pada penduduknya

untuk meningkatkan dan merealisasikan potensi-potensi yang ada. Kata kunci

yang ingin ditekankan oleh Midgley di sini adalah ketika ketiga syarat ini dapat

dipenuhi oleh dalam suatu masyarakat, maka masyarakat tersebut dapat

menikmati kesejahteraan sosial yang memuaskan. Sebaliknya jika ketiga syarat ini

tidak dapat terpenuhi maka dapat dipastikan bahwa masyarakat tersebut gagal

dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang di inginkan.

Terkait dengan konteks penelitian ini maka dapat dipahami bahwa rumah

tangga miskin dapat dikatakan berubah menjadi sejahtera jika pemenuhan

kebutuhan pokok di bidang pangan yaitu beras dapat terpenuhi secara layak.

Artinya rumah tangga miskin tidak lagi mengalami kesulitan dalam memnuhi

kebutuhan hidupnya di bidnag pangan. Hal yang menjadi penekanan dalam

kondisi seperti ini adalah sejauh mana kebutuhan dapat terpenuhi. Dalam

prakteknya di lapangan pengaturan di dalam pendistribusian bantuan sosial dari

pemerintah harus dapat menjamin tepat sasaran sehingga memang memnuhi

kebutuhan bagi rumah tangga miskin yang ada di wilayah tersebut.

2.3.2.2. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dasar merupakan dua hal yang

tidak dapat dipisahkan. Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan maka

cenderung berdampak pada terabaikannya pemenuhan kebutuhan dasar mereka

secara layak. Terkait dengan tersebut, menurut Johnson dan Schwartz (1991)

mengatakan bahwa “poverty is a serious social problem that contributes to the

inability of individuals to meet their basic needs”. (p. 51). Dari pernyataan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 128: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 106

tersebut mengisyaratkan bahwa kemiskinan merupakan masalah sosial yang serius

yang telah berkontribusi terhadap ketidakmampuan individu-individu untuk

memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dengan kata lain, karena mereka hidup dalam

kondisi yang miskin maka telah menyebabkan mereka tidak mempunyai

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup sehari-hari.

Di tinjau dari konteks keberadaan suatu negara, Antlov dalam

Triwibowo dan Nur Iman (2009) mengatakan bahwa secara tradisional, peran

utama sebuah negara demokratis salah satunya adalah menjamin pemenuhan hak

dasar warga negara. Hanya saja dikatakannya bahwa perkembangan yang terjadi

dalam dua dekade terakhir telah menyulitkan banyak negara untuk melaksanakan

peran-peran tersebut dengan baik. Kondisi ini tentu saja telah mempengaruhi

peran negara dalam pemberian layanan sosial kepada masyarakat. Beranjak dari

pandangan tersebut, maka sudah selayaknya pemerintah menempatkan perhatian

yang serius dalam pemberian layanan kepada masyarakat terutama yang

menyangkut kebutuhan dasar bagi masyarakat miskin. Jika tidak, maka kondisi

masyarakat miskin akan semakin menderita dan sulit untuk keluar dari belenggu

kemiskinannya.

Jika dikaitkan dengan fenomena kemiskinan yang terjadi di Indonesia

saat ini, maka kondisi tersebut ternyata sangat relevan dan masih berlangsung di

masyarakat. Dari berbagai fenomena sosial yang terjadi, dapat peneliti katakan

bahwa semua rumah tangga miskin yang ada di Indonesia cenderung mengalami

kesulitan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini telah

menjadikan mereka semakin terpuruk di dalam belenggu kemiskinannya. Apalagi

jika dikaitkan dengan kebutuhan dasar masyarakat yang berada di wilayah

perkotaan. Menurut data dari Bank Dunia (2007) mengemukakan bahwa hampir

30 persen rumah tangga di daerah perkotaan mengalami kekurangan untuk

sedikitnya satu jenis kebutuhan dasar.

Berdasarkan jenisnya, ada beberapa pengelompokkan terkait dengan

kebutuhan dasar tersebut. Secara umum, dapat di kategorikan bahwa yang

dimaksud dengan kebutuhan dasar adalah kebutuhan hidup manusia yang meliputi

sandang, pangan dan papan (perumahan). Terkait dengan hal ini, menurut

Martinussen (1997) mengatakan bahwa terdapat konsensus umum yaitu yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 129: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 107

dimaksud dengan kebutuhan dasar adalah pertama, kesejahteraan individu dan

keluarga yaitu meliputi kebutuhan makanan / pangan, tempat tinggal, pakaian dan

kebutuhan hidup sehari-hari lainnya; kedua, akses ke pelayanan publik seperti air

minum, sanitasi, kesehatan dan pendidikan; ketiga, akses untuk berpartisipasi dan

memberikan pengaruh pada pengambilan keputusan baik di masyarakat maupun

dalam politik nasional.

Sedangkan menurut Thee Kian Wie (1981) mengemukakan bahwa unsur-

unsur kebutuhan dasar manusiawi terdiri atas beberapa kategori yaitu :

a) Barang kebutuhan dasar, seperti : pangan, sandang, pemukiman

b) Jasa-jasa kebutuhan dasar, seperti : fasilitas pendidikan, kesehatan,

pengangkutan, komunikasi, dan saluran air minum yang sehat.

c) Lapangan kerja yang produktif, yang dapat menjamin pendapatan yang

mencukupi untuk membiayai persediaan barang dan jasa kebutuhan dasar.

d) Partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut

hidup sendiri.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa unsur-unsur pokok dari paket kebutuhan dasar

setiap manusia yang pemenuhannya bagi seluruh penduduk perlu dijamin dalam

suatu masyarakat yang adil dan makmur.

Dalam konteks Negara Indonesia, salah satu kebutuhan pada

makanan/pangan (need for food) adalah pemenuhan kebutuhan berupa beras

sebagai pangan pokok di hampir sebagian besar penduduk Indonesia. Data

menyebutkan bahwa 95% dari jumlah penduduk Indonesia mengkonsumsi beras

sebagai pangan utamanya. Berdasarkan data BPS 2009 yang dikutip dalam Buku

Pedoman Umum Raskin 2011 mengemukakan bahwa dengan jumlah penduduk

terbesar kelima di dunia dan rata-rata konsumsi beras yang tinggi mencapai 39,42

kg/jiwa/tahun, menjadikan Indonesia menjadi negara konsumen beras terbesar di

dunia. Hal ini membuat keberadaan beras mempunyai peran yang strategis. Selain

itu beras merupakan komoditi yang paling penting bagi masyarakat miskin dan

beras juga merupakan komoditi pemberi sumbangan terbesar terhadap garis

kemiskinan di setiap tahunnya. Sementara, dengan kemampuan ekonomi keluarga

yang sangat terbatas telah membuat rumah tangga miskin di Indonesia mengalami

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan di bidang pangan tersebut.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 130: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 108

Terkait dengan konteks penelitian ini, maka perlu ada perhatian yang

serius dari pemerintah dalam upaya membantu rumah tangga miskin untuk

memenuhi kebutuhan di bidang pangan yaitu beras. Salah satunya dengan

peningkatan efektivitas pelaksanaan Program Raskin di masyarakat. Dengan

pelaksanaan yang baik, maka diharapkan dapat memberikan dampak yang

signifikan dalam membantu rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan

dasar di bidang pangan yaitu beras.

Sementara menurut Maslow (1943) mengemukakan bahwa ada lima

tingkatan di dalam A Theory of Human Motivation, yaitu Kebutuhan Fisologis

(Physiological needs), Kebutuhan Rasa Aman / Keselamatan (the safety needs),

Kebutuhan terhadap rasa cinta, kasih sayang (the love needs), Kebutuhan untuk

dihargai ( the esteem needs), dan yang terakhir yaitu Kebutuhan untuk aktualisasi

diri (the need for self actualization). Selanjutnya dijelaskan oleh Maslow

mengenai tingkatan kebutuhan tersebut sebagai berikut, Pertama, Kebutuhan

Fisiologis (Physiological needs). Di dalam tulisannya disebutkan bahwa

kebutuhan ini merupakan kebutuhan awal pada teori motivasi (the starting point

for motivation theory) yang disebut juga sebagai dorongan fisiologis

(physiological drives).

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling mendasar

sehingga kebutuhan ini dianggap sebagai kebutuhan yang paling penting di antara

kebutuhan lainnya. Salah satu kebutuhan fisiologis tersebut adalah kebutuhan

untuk makan. Kondisi ini muncul karena adanya dorongan rasa lapar dan haus

dari dalam tubuh manusia sehingga muncul keinginan untuk makan dan minum.

Apabila kebutuhan ini telah terpenuhi maka akan muncul kepuasan pada diri

manusia itu. Menurut Maslow mengemukakan bahwa “For the man who is

extremely and dangerously hungry, no other interests exist but food. He dreams

food, he remembers food, he thinks about food, he emotes only about food, he

perceives only food and he wants only food’. Dari uraian tersebut dapat dipahami

bahwa jika seorang manusia mengalami kelaparan atau kekurangan pangan maka

ia akan terus berupaya dengan melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi

kebutuhan tersebut dan dia tidak memiliki keinginan yang lain selain makanan.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 131: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 109

Sementara kebutuhan pada tingkatan yang kedua, Kebutuhan akan rasa

aman / keselamatan (the safety needs). Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi

maka akan memunculkan kebutuhan yang berikutnya yaitu kebutuhan akan rasa

aman (the safety needs). Sedangkan kebutuhan pada tingkatan yang ketiga adalah

Kebutuhan terhadap rasa cinta, kasih sayang (The love needs). Setelah kedua

kebutuhan di atas telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu

kebutuhan cinta dan kasih sayang, rasa memiliki.

Selanjutnya pada tingkatan yang keempat yaitu Kebutuhan untuk

dihargai (The esteem needs). Menurut Maslow (1943) mengemukakan bahwa “All

people in our society (with a few pathological exceptions) have a need or desire

for stable, firmly based, usually high evaluation of themselves, for self respect, or

self esteem, and for the esteem of others. Berdasarkan pendapat tersebut dapat

dipahami bahwa manusia memiliki kebutuhan untuk dihargai, menghargai diri

sendiri dan menghargai orang lain. Sebagai tingkatan kebutuhan yang terakhir

(kelima) yaitu Kebutuhan untuk aktualisasi diri (the need for self actualization).

Kebutuhan ini digambarkan sebagai kebutuhan untuk mengembangkan potensi

yang ada, melakukan sesuatu yang memang harus mereka lakukan.

Kecenderungan dari kebutuhan ini dapat diungkapkan sebagai keinginan untuk

menjadi lebih dari apa yang telah dimiliki, mencapai segala sesuatu yang memang

dapat di raih.

Terkait dengan konteks penelitian ini, maka peneliti lebih menyoroti

pada kebutuhan pada tingkatan yang pertama/mendasar yaitu kebutuhan fisiologis

dalam teori motivasi manusia (A Theory of Human Motivation). Dalam hal ini

kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi

terciptanya kelangsungan hidup manusia. Seperti yang telah di uraikan

sebelumnya bahwa apabila manusia dalam keadaan lapar (tidak terpenuhinya

kebutuhan di bidang pangan) maka ia akan berusaha dan melakukan segala

sesuatu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jika di kaitkan dengan kondisi

rumah tangga miskin yang ada di Indonesia, maka dengan kondisi yang serba

kekurangan telah mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi

kebutuhan fisologis tersebut.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 132: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 110

Oleh karena itu adanya program penaggulangan kemiskinan berupa

Program Raskin tentu diharapkan dapat membantu rumah tangga miskin untuk

memenuhi salah satu kebutuhan fisiologis tersebut yaitu di bidang pangan. Bagi

kelompok rumah tangga yang memiliki tingkat perekonomian yang baik dan

mampu memenuhi kebutuhan di bidang pangan yaitu beras, maka mereka merasa

tidak terlalu penting untuk memberi perhatian yang lebih pada kebutuhan ini.

Mereka mungkin lebih tertarik bagaimana memenuhi kebutuhan pada tingkatan

yang lebih tinggi misalnya kebutuhan akan harga diri (the esteem needs) dan

aktualisasi diri (the needs for self actualization). Sebagaimana yang dikemukakan

oleh Maslow bahwa “if hunger is satisfied, it becomes unimportant in the current

dynamics of the individual”. Namun sebaliknya bagi mereka yang merupakan

bagian dari rumah tangga miskin maka pemenuhan kebutuhan fisiologis akan

menjadi sangat penting di antara kebutuhan lainnya.

2.3.2.3. Taksonomi Kebutuhan Manusia

Terkait dengan kajian mengenai kebutuhan manusia maka Dean (2010)

mengemukakan pokok-pokok pikirannya di dalam memahami kebutuhan manusia

(human needs). Menurutnya bahwa kebutuhan manusia dapat dibedakan menjadi

beberapa kelompok dan pendekatan. Pertama, kebutuhan dapat ditinjau dari

siginifikansi kebutuhan. Terkait dengan hal ini maka kebutuhan manusia dapat

dibedakan menjadi 4 (empat) pendekatan yaitu pendekatan humanistik atau

humanitarian (the humanistic or humanitarian approach), pendekatan

paternalistik (the paternalistic approach), pendekatan ekonomistik atau yang

berorientasi pada pasar (the economictic or market-oriented approach),

pendekatan moralistik (moralistic or moral-authoritarian approach). Selanjutnya

kebutuhan dapat pula dibedakan berdasarkan perbedaan absolut dan relatif

sehingga menghasilkan kebutuhan absolut dan kebutuhan relatif.

Di dalam uraiannya Dean menjelaskan bahwa kebutuhan absolut

mengacu pada apapun yang mungkin dilakukan karena dianggap mutlak

diperlukan untuk kelangsungan hidup fisik atau untuk kehormatan manusia

meskipun sebagai mana definisi kemiskinan absolut, kebutuhan bervariasi.

Namun yang terpenting menurutnya bahwa perbedaan antara absolute dan relative

adalah berkaitan dengan karakter kebutuhan manusia dan tingkatannya.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 133: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 111

Selanjutnya perbedaan penting antara kebutuhan absolut dan kebutuhan relatif

dapat dipahami melalui dua cara. Pertama, istilah kebutuhan dibedakan antara

kebutuhan inherent (inherent need) dan kebutuhan interpretasi (interpreted need);

antara kebutuhan yang secara individu mungkin didefinisikan sebagai yang

memiliki kebajikan menjadi manusia (virtue of being human) dan kebutuhan yang

didefinisikan oleh atau bagi mereka melalui sifat sosial terhadap keberadaan

manusia. Kedua, istilah kebutuhan dibedakan antara kebutuhan tebal (thick need)

dan kebutuhan tipis (thin need) yaitu dibedakan berdasarkan tingkatan jumlah dan

sifat kualitas dari kebutuhan manusia.

Selanjutnya inherent need adalah mengacu pada kebutuhan yang melekat

pada individu manusia bukan saja karena mereka adalah makhluk biologis tetapi

juga karena kebajikan dari kemanusiaanya. Gagasan dari kebutuhan inheren

membutuhkan teori atau ide dari kepribadian dan apa artinya menjadi seseorang.

Sementara interpreted need yaitu mengacu pada kebutuhan yang dikonstruksikan

atau dikaitkan pada individu manusia melalui interpretasi. Kebutuhan Interpretasi

tersebut mungkin dibentuk melalui observasi atau analisis, melalui klaim atau

demand tetapi mereka dibentuk atau diartikulasi secara konrit atau berasal dari

bottom up.

Terkait dengan kebutuhan inheren ini, Dean menjelaskan bahwa dapat

ditinjau berdasarkan pertama, Teori Klasik yang terdiri dari kebutuhan sebagai

kepentingan objektif, kebutuhan sebagai pilihan subjektif dan kebutuhan sebagai

dorongan dari dalam (inner drives), kebutuhan sebagai karakteristik pokok

(constitutive characterictic). Kedua, ditinjau dari perspektif kebijakan sosial yaitu

terkait dengan konsep penyediaan kolektif untuk memenuhi kebutuhan individu

sebagai tanda dari pelayanan sosial (Dean, 2010). Terkait dengan prespektif

keadilan sosial ini, menunculkan pemikiran mengenai the welfare state or the

market dan pandangan dari Doyal dan Gough (1984, 1991). Sedangkan terkait

dengan interpreted need, dapat ditinjau pertama dari kebiasaan (custom) dan

konsumsi (consumption) yang terdiri dari pertama cultural meaning, kedua

kayalan (illusion), kepalsuan (falsity) dan pemborosan (wastefulness), ketiga,

consumer society.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 134: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 112

Selain itu kebutuhan manusia juga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu thin

needs dan thick needs. Menurut Dean (2010), “Thin” need adalah apa yang

disebut sebagai konsep hedonis dari kesejahteraan manusia. Dilakukan dengan

pertimbangan yaitu pertama, pengembangan filosofi utilitarianisme dan

ekspresinya dalan pendekatan kontemporer welfarisme dan analisis efektivitas

biaya. Kedua, kemunculan ilmu sosial pada studi kebahagiaan (study of

happeness). Sedangakan “Thick” need adalah apa yang disebut sebagai konsep

eudaimonic dari kesejahteraan manusia. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan

pertama, cara yang berbeda yang mana gagasan filosofi good life telah

diterjemahkan ke dalam kebijakan yang dimaksudkan untuk menjadikan orang

tidak hanya bertahan tetapi dapat berkembang. Kedua, mengeksplorasi dimensi

psychosocial untuk kesejahteraan manusia. Ketiga, berusaha untuk melahirkan

interpretasi yang lebih tebal dari kemampuan yang mungkin dihasilkan. Ke empat,

berbagai analisis dari konteks sosial terhadap kesejahteraan manusia.

Dari berbagai uraian di atas, maka Dean (2010) membuat sebuah

taksonomi yang didasarkan pada kebutuhan manusia (a taxonomy of need-based

approaches) yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.16

Taksonomi pendekatan berbasis kebutuhan Sumber : Dean (2010, p.120)

Berdasarkan gambar taksonomi di atas, maka dapat dilihat bahwa ada

empat bidang yang menggambarkan pendekatan terkait dengan kebutuhan yaitu

pertama pendekatan moral-autoritarian yaitu kebutuhan adalah situasional, Kedua,

pendekatan ekonomistik yaitu kebutuhan adalah tertentu, ketiga, pendekatan

paternal yaitu kebutuhan adalah umum, dan ke empat, pendekatan humanitarian

Thin

Needs

Thick

Needs

Inherent Needs

Interpreted

Needs

Economistic

Approaches

(needs are particular)

Humanitarian

Approaches

(needs are universal)

Moral-Authoritarian

Approaches

(needs are circumstatial)

Paternal Approaches

(needs are common)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 135: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 113

yaitu kebutuhan adalah universal. Pendekatan moral memandang pertama,

keburukan (aktual atau potensial) dari sifat manusia harus dibatasi oleh

kewenangan dan kedua, penilaian harus dibuat tentang apa yang orang layak

mendapatkannya.

Kemudian pendekatan ekonomistik mempunyai pandangan bahwa subjek

manusia yang dipertimbangkan adalah homo oeconomicus dan kedua karena

mereka mereka memandang penting keinginan dan preferensi apa yang orang

ungkapkan sehingga diberi kebebasan untuk memilih. Mereka memerlukan

konsepsi yang melekat pada kebutuhan dalam arti bahwa individu dibangun

sebagai aktor ekonomi yang berfungsi sebagai produser dan konsumen barang

(dalam arti luas dari istilah itu). Orang didefinisikan oleh individualitas dan

kebutuhannya yaitu khusus bagi individu.

Selanjutnya pendekatan paternal mempunyai pandangan bahwa manusia

dianggap oleh alam sebagai makhluk yang rentan yang membutuhkan keamanan

dan perlindungan. Mereka adalah interpretasi tebal dalam arti bahwa kebutuhan

terletak secara aksiomatik pada kontek sosial mereka: keamanan dan perlindungan

yang dasarnya kebutuhan sosial. Sedangkan pendekatan humanitarian mempunyai

pandangan bahwa mereka humanistik dalam arti etis. Subjek manusia ditafsirkan

tidak hanya secara pasif bersifat rentan, tetapi juga sebagai aktor sosial.

Pendekatan ini tebal, karena spesies kita melalui keterlibatan sosial dan

karena manusia dalam arti eudaimonic membutuhkan pemenuhan. Pendekatan

humanistik memerlukan konsepsi yang melekat dari kebutuhan karena manusia

dapat dipahami sebagai hubungan diri sendiri yang bisa bermakna untuk

berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.

2.4. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dimulai dari adanya fenomena-fenomena kemiskinan yang

terjadi di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam

upaya penangulangan kemiskinan adalah dengan melaksanakan Program Raskin.

berdasarkan Pedum Raskin 2013 disebutkan bahwa Program Raskin bertujuan

untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran melalui pemenuhan

kebutuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Di dalam

pelaksanaannya, Program Raskin mengacu pada Indikator 6 (enam) tepat yaitu

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 136: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 114

Tepat Sasaran penerima manfaat, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi

dan Tepat Kualitas.

Selanjutnya pelaksanaan distribusi raskin dikaitkan dengan kerangka

distribusi sebagaimana yang dikemukakan oleh Gilbert dan Terrell (2005) yang

mencakup 4 aspek pilihan yaitu allocation, provision, delivery dan finance.

Kemudian dalam pelaksanaannya, pendistribusian raskin di tingkat lokal

mengalami berbagai perubahan dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh

pemerintah di tingkat nasional. Oleh karena itu pelaksanaan pendistribusian raskin

di tingkat lokal menimbulkan dinamika di masyarakat. Selain itu pelaksanaan

pendistribusian raskin di tingkat lokal memberikan dampak dalam upaya

pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok RTS. Selanjutnya pelaksanaan

pendistribusian raskin di tingkat lokal mempunyai implikasi terhadap aspek

keadilan distributifnya di masyarakat.

Dari uraian diatas maka peneliti membuat sebuah kerangka pemikiran

sebagai berikut :

Gambar. 2.17

Kerangka Pemikiran Sumber : Olahan Penelitian

Kerangka Distribusi

(Allocation, Provision,

Delivery, Finance )

Program Raskin

(Indikator 6 Tepat)

Dinamika

pendistribusian

Raskin

Dampak dalam

Upaya Pemenuhan

Kebutuhan Pokok

RTS

Implikasi terhadap

Aspek Keadilan

Distributif

Pendistribusian Raskin

di tingkat lokal

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 137: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 115

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam suatu penelitian pada dasarnya

digunakan sebagai alat atau sarana untuk menjawab pertanyaan penelitian yang

telah dikemukakan sebelumnya sehingga nantinya tujuan penelitian dapat

tercapai. Oleh karena itu agar tujuan penelitian dapat tercapai maka metode

penelitian yang digunakan harus tepat. Dalam konteks penelitian ini, peneliti akan

mengkaji tentang permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti

mengajukan tiga pertanyaan penelitian yaitu terkait dengan bagaimana dinamika

pendistribusian raskin di tingkat lokal, bagaimana dampak pendistribusian di

tingkat lokal dalam upaya pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok (beras)

rumah tangga sasaran dan bagaimana implikasi pendistribusian raskin di tingkat

lokal terhadap aspek keadilan distributifnya.

Sebagai tindak lanjut untuk menjawab pertanyaan penelitian dan dalam

rangka mencapai tujuan penelitian maka peneliti memberikan gambaran

(deskripsi) dan penjelasan secara mendalam mengenai kajian permasalahan

distribusi dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskian yang dikaitkan

dengan aspek kehidupan sosial masyarakat miskin dalam kondisi yang alamiah

(natural setting). Adapun yang peneliti maksud dengan kondisi yang alamiah

yaitu mengacu dari pendapat Cresswell (2010, p. 261) yang mengatakan “natural

setting dimana para peneliti kualitatitf cenderung mengumpulkan data lapangan di

lokasi dimana para partisipan mengalami isu atau masalah yang diteliti. Peneliti

tidak membawa individu-individu ke laboratorium (atau dalam situasi yang telah

di setting sebelumnya); tidak pula membagikan instrumen-instrumen”. Oleh

karena itu peneliti berupaya memberikan informasi secara akurat berdasarkan data

yang diperoleh dari informan dan dari fakta sebenarnya yang ada di lapangan

tanpa adanya rekayasa ataupun intervensi dalam bentuk apapun.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 138: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 116

Berangkat dari kajian tersebut dan dari berbagai pilihan metode

penelitian yang ada, maka dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan

metode penelitian kualitatif. Selain itu, penelitian ini merupakan penelitian studi

lapangan (field research) yaitu peneliti secara langsung mengamati dan mencatat

apa yang terjadi di lokasi penelitian dalam periode tertentu (Neuman, 2006) dan

yang sering digunakan dalam studi deskriptif (Neuman, 2006). Selanjutnya

sebagai dasar yang melatar belakangi mengapa peneliti memilih menggunakan

metode penelitian kualitatif yaitu antara lain karena pertama, di dalam penelitian

ini peneliti mengungkapkan dan menginterpretasikan secara alami dan otentik

berbagai fenomena-fenomena kehidupan sosial yang terjadi di masyarakat yang

terkait dengan konteks penelitian ini. Hal tersebut dapat dicapai melalui penelitian

kualitatif sebagaimana dikemukakan oleh Neuman (2006, p. 151) yaitu

“qualitative research emphasize conducting detailed examination of cases that

arise in the natural flow of social life. They try to present authentic interpretations

that are sensitive to specific social-historical contexts”.

Kedua, di dalam penelitian ini, peneliti memberikan gambaran dan

penjelasan secara lebih mendalam dan spesifik terkait dengam fenomena-

fenomena sosial yang terjadi di masyarakat yaitu terkait dengan pelaksanaan

pendistribusian raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang. Peneliti menilai

bahwa metode penelitian kualitatif lebih mampu untuk mewujudkan hal tersebut.

Sebagaimana dikemukakan oleh Neuman (2006) mengatakan bahwa “Qualitative

researchers’concern is to find cases that will enhance what the researchers learn

about the processes of social life in a specific context”. (p. 219). Hal senada

dikemukakan Rubbin dan Babbie (2008, p. 417) bahwa “the qualitative

researcher may recognized several nuances of attitude and behavior that might

escape researchers using other methods”.

Ke tiga, di dalam penelitian ini, peneliti berupaya menggali informasi

yang mendalam dari orang-orang yang dijadikan sebagai informan. Sebagaimana

yang dikemukakan oleh Bryman (2008) bahwa ada 5 hal (preoccupation) yang

berbeda dalam penelitian kualitatif. Dalam konteks penelitian ini yang menjadi

acuan diantaranya yaitu pertama, metode penelitian kualitatif melihat konteks

permasalahan melalui pandangan dari orang-orang yang dipelajari (seeing through

Universitas Indonesia

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 139: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 117

the eyes of the people being studied). Kedua, menggambarkan dan menekankan

pada konteks (description and the emphasis on context). Ketiga, menekankan

pada proses (emphasis on process).

Hal senada juga dikemukakan oleh Padgett (1998) dalam Royse (2008)

bahwa alasan dipilihnya pendekatan secara kualitatif adalah antara lain ketika

investigator (peneliti) berharap untuk mendapatkan perspektif dari partisipan

dalam bahasa dan tindakan partisipan sendiri (the perspective of participants in

their own words and actions) dan berharap dapat menulis dengan deskripsi yang

banyak (rich description). Selain itu alasan lainnya adalah ketika fokus penelitian

adalah menekankan pada proses dan bukan pada hasil dari program atau kegiatan.

Ringkasnya, peneliti menilai bahwa fenomena-fenomena kemiskinan

yang terjadi di masyarakat, memang lebih tepat diungkap secara lebih detail

dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan tidak hanya sekedar

menggambarkan hasil penelitian dalam bentuk angka-angka saja sebagaimana

yang biasanya terdapat dalam metode kuantitatif, tetapi lebih menjelaskan secara

mendalam dan terperinci terkait dengan sebuah peristiwa atau kejadian yang

terjadi di masyarakat.

3.2. Teknik Pemilihan Informan

Dalam rangka mendapatkan informasi yang tepat dan akurat di dalam

melakukan penelitian maka peneliti harus mampu memilih dan mendapatkan

sumber data yang tepat sebagai informan penelitian. Dalam penelitian ini yang

akan menjadi informan adalah orang yang memenuhi kriteria terkait dengan topik

penelitian ini yaitu mereka yang mengetahui dan memahami secara mendalam

terhadap informasi yang ingin peneliti ketahui. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan informan yang berasal dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

Adapun teknik yang dipilih untuk menentukan informan tersebut baik dari unsur

aparatur pemerintah maupun unsur masyarakat yaitu Ketua RT dan Rumah tangga

penerima raskin adalah dengan menggunakan purposive sampling.

Selanjutnya kriteria informan dari unsur aparatur pemerintah dipilih

berdasarkan pertimbangan yaitu Aparatur pemerintah yang mempunyai tugas dan

tanggung jawab terkait dengan pelaksanaan Program Raskin dan mengetahui

informasi yang mendalam dan akurat seputar pelaksanaan Program Raskin.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 140: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 118

Sedangkan kriteria informan dari unsur masyarakat yaitu para Ketua RT dipilih

berdasarkan yaitu Ketua RT yang telah cukup lama menjabat Ketua RT dan

mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai Pelaksanaan

Program Raskin.

Adapun unit analisis di dalam penelitian ini adalah dalam tingkat

keluarga bukan individu ataupun komunitas. Oleh karena itu untuk informan dari

kalangan rumah tangga penerima raskin yaitu 1 informan mewakili 1 rumah

tangga. Kriteria informan dari unsur masyarakat yaitu Rumah Tangga Penerima

Manfaat Raskin dipilih berdasarkan pertimbangan yaitu Rumah tangga yang telah

cukup lama mendapatkan bantuan raskin dan mempunyai pengetahuan yang

banyak terkait dengan pelaksanaan program raskin. Rumah tangga penerima

manfaat raskin yang diwawancarai terdiri dari rumah tangga sasaran berdasarkan

ketetapan pemerintah dan rumah tangga miskin hasil dari ketetapan lokal. Hal ini

dimaksudkan untuk memperkaya informasi yang diperoleh di lapangan. Selain itu

wawancara dilakukan tidak hanya terbatas kepada kaum ibu tetapi juga dilakukan

kepada kaum bapak. Dipilihnya kaum bapak karena mereka posisinya sebagai

kepala keluarga. Sedangkan dipilihnya kaum Ibu karena mereka merupakan orang

yang mempunyai peran penting di dalam mengatur urusan kebutuhan di dalam

rumah tangga sehari-hari.

Selain itu baik dari para Ketua RT maupun Rumah Tangga Penerima

Raskin yang dipilih sebagai informan dalam penelitian ini adalah mereka yang

komunikatif yaitu mereka yang mau dan mampu untuk dilakukan wawancara dan

mampu memberikan jawaban secara jelas berupa keterangan dan informasi terkait

dengan pelaksanaan program raskin ini. Berdasarkan kondisi yang ada di lapangan

ditemukan fakta bahwa tidak semua Ketua RT dan rumah tangga penerima raskin

yang mau diwawancarai karena berbagai alasan. Selain itu tidak semua dari

mereka yang bisa diwawancarai karena keterbatasan dari diri mereka sendiri yaitu

kemampuan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dan ketersediaan waktu.

Dalam pemilihan informan dari para Ketua RT dan Rumah Tangga Penerima

Raskin, peneliti lakukan secara proporsional yaitu berdasarkan keterwakilan

wilayah dari 6 Kelurahan yang menerima alokasi raskin. Dari masing-masing

kelurahan, peneliti mengambil masing-masing 3 orang dari Ketua RT dan dari

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 141: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 119

Rumah Tangga Penerima Raskin. Pencarian terhadap informan dari unsur

masyarakat dan Ketua RT di rasa cukup ketika peneliti menilai tidak ada lagi

informasi-informasi tambahan yang diberikan oleh mereka. Dengan kata lain

setiap pertanyaan wawancara yang diajukan, diperoleh informasi yang sudah

hampir sama semua dan tidak ada lagi informasi baru. Dari kondisi tersebut maka

peneliti menilai informasi telah cukup sehingga peneliti tidak lagi menambah

jumlah informan.

Secara lebih rinci dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel. 3.1.

Daftar Informan

No. Informasi yang di cari Informan Jumlah

1. Dinamika pendistribusian

raskin di tingkat local

1. Kepala Divre Perum

Bulog Sumsel

2. Kabid Pelayanan Publik

Perum Bulog Sumsel

3. Kabag Perekonomian Setda

Kota Palembang

4. Kasubbag Pertanian dan

Lingkungan Hidup

5. Camat Plaju

6. PPLKB Kec. Plaju

7. Lurah di Kec. Plaju

8. Ketua RT

9. Rumah Tangga Penerima

Manfaat Raskin

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

6 orang

18 orang

18 orang

2. Dampak pendistribusian

raskin di Tingkat Lokal

1. Kepala Divre Perum

Bulog Sumsel

2. Kabid Pelayanan Publik

Perum Bulog Sumsel

3. Kabag Perekonomian Setda

Kota Palembang

4. Kasubbag Pertanian dan

Lingkungan Hidup

5. Camat Plaju

6. PPLKB Kec. Plaju

7. Lurah di Kec. Plaju

8. Ketua RT

9. Rumah Tangga Penerima

Manfaat Raskin

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

6 orang

18 orang

18 orang

Sumber : Olahan Penelitian

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 142: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 120

Lanjutan

Tabel 3.1

Daftar Informan

No. Informasi yang di cari Informan Jumlah

3. Implikasi pendistribusian

raskin terhadap aspek

keadilan distributif

1. Kepala Divre Perum

Bulog Sumsel

2. Kabid Pelayanan Publik

Perum Bulog Sumsel

3. Kabag Perekonomian Setda

Kota Palembang

4. Kasubbag Pertanian dan

Lingkungan Hidup

5. Camat Plaju

6. PPLKB Kec. Plaju

7. Lurah di Kec. Plaju

8. Ketua RT

9. Rumah Tangga Penerima

Manfaat Raskin

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

6 orang

18 orang

18 orang

Sumber : Olahan Penelitian

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data lapangan (field data) adalah apa yang kamu alami, kamu ingat dan

kamu catat di dalam catatan lapangan (Neuman, 2006). Dalam hal ini peneliti

akan mengumpulkan data lapangan di lokasi dimana para partisipan mengalami

isu atau masalah yang akan diteliti yaitu di Kecamatan Plaju Kota Palembang dan

peneliti bertindak sebagai instrumen kunci karena peneliti mengumpulkan sendiri

data tersebut. (Cresswell, 2010). Dalam penelitian ini juga peneliti tidak secara

terburu-buru dan mengambil begitu saja secara langsung (taken for granted) apa

yang ditemui di lapangan. Namun peneliti akan melakukan pengumpulan data

dengan proses yang panjang dan teliti (Taylor dan Bogdan, 1984 dalam Dudley,

2005). Selain itu dalam proses pengambilan data peneliti bersikap fleksibel untuk

mengejar dugaan yang melampaui apa yang awalnya ditentukan dan tidak

membatasi sesuatu hal yang tidak perlu atau pembatasan terkait dengan proses

pencarian sebelum penelitian dimulai. (Dudley, 2005).

Berdasarkan uraian diatas dan terkait dengan konteks penelitian ini maka

teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 143: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 121

1. Observasi

Terkait dengan kegiatan observasi, maka dalam penelitian ini peneliti

melakukan kegiatan yaitu memperhatikan secara dekat (close attention), melihat

dan mendengar secara cermat apa yang terjadi di lapangan dengan menggunakan

semua perasaan (all the sense), memperhatikan apa yang peneliti lihat, peneliti

dengar, peneliti rasakan, atau peneliti sentuh sehingga peneliti dapat menjadi

sebuah instrument yang menyerap semua sumber informasi (Neuman, 2006).

Selain itu peneliti juga langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan

aktivitas individu-individu di lokasi penelitian (Cresswell, 2010).

Terkait dengan konteks penelitian ini, peneliti melakukan observasi

lapangan terkait proses pendistribusian raskin di tingkat lokal. Observasi mulai

dilakukan pada saat proses pengangkutan beras dari truk Bulog ke titik distibusi

yaitu Kantor Lurah setempat kemudian obeservasi dilanjutkan terkait proses

penditribusian raskin dari titik distrbusi sampai ke titik bagi (tingkat RT) hingga

sampai ke tangan penerima manfaat. Peneliti melalukan pengamatan terkait

dengan tata cara pengumpulan beras, proses pembagian dan pengelompokkan

beras untuk setiap RT yang berlangsung di balai kelurahan setempat.

Selanjutnya pengamatan dilakukan terkait dengan proses pendistribusian

raskin di rumah para Ketua RT sebagai titik bagi yaitu meliputi proses

pengangkutan beras, pengumpulan beras, penimbangan ulang beras dan

pengelompokkan beras berdasarkan penerima raskin hingga ke pembagian beras

ke rumah tangga penerima raskin. Selain itu peneliti juga melakukan pengamatan

terkait dengan perilaku para Ketua RT dan rumah tangga sasaran di lapangan.

2. Wawancara Mendalam

Terkait dengan kegiatan wawancara, Neuman (2006) mengemukakan

bahwa ada dua bentuk wawancara yaitu wawancara lapangan (field interview) dan

wawancara survey (survey interview). Terkait dengan konteks penelitian ini maka

wawancara yang peneliti maksud adalah wawancara lapangan (field interview). Di

dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara lapangan dengan melakukan

hal antara lain mengajukan pertanyaan, mendengar, ekspresi ketertarikan

(expressing interest) dan mencatat apa yang mereka katakan (Neuman, 2006).

Selanjutnya di dalam penelitian wawancara lapangan (field research interviews)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 144: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 122

ada berbagai sebutan atau nama dan umumnya melibatkan satu orang atau lebih

yang berlangsung di lapangan secara informal dan tanpa pedoman / instruksi

(Neuman, 2006). Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dalam

bentuk wawancara mendalam (depth interview) dengan melakukan wawancara

kepada lebih dari satu orang.

Selain itu menurut Bryman (2008) mengemukakan bahwa mengajukan

pertanyaan dalam kegiatan wawancara kualitatif utamanya dibedakan menjadi dua

yaitu unstructured interview (wawancara tidak terstruktur) dan semi-structured

interview (wawancara semi struktural). Perbedaannya yaitu pada wawancara tidak

terstruktur diibaratkan atau cenderung memiliki karakter yang sama dengan

sebuah percakapan (conversation) (Burgess, 1984 dalam Bryman, 2008).

Sementara wawancara semi terstruktur, peneliti memiliki daftar pertanyaan topik

yang cukup spesifik yang akan dibahas, sering disebut sebagai panduan

wawancara, namun orang yang diwawancarai memiliki banyak kelonggaran

dalam cara untuk menjawab pertanyaan tersebut (Bryman, 2008).

Terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti melakukan

wawancara mendalam (depth interviews) dan bersifat semi terstruktur (a semi

structured interview) yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan berdasarkan

pedoman wawancara yang telah dibuat. Artinya di sini, dalam mewawancari

informan, peneliti tidak terlalu terpaku pada materi pertanyaan dan urutan

pertanyaan (tidak terlalu berpedoman dengan pedoman wawancara). Peneliti

berusaha memberikan kesempatan kepada informan untuk menjawab pertanyaan

dan memberikan informasi di luar dari tema yang dipertanyakan. Namun apabila

materi pembicaraan telah cukup jauh bergeser dari topik yang ada maka peneliti

berusaha mengarahkan kepada informan untuk memberikan jawaban terkait

dengan pertanyaan yang peneliti ajukan. Ringkasnya melalui kegiatan wawancara,

peneliti berupaya mendapatkan data dan informasi yang sebanyak-banyaknya dan

akurat dari para informan dan tetap mengacu pada pedoman wawancara.

3. Studi Kepustakaan / Dokumentasi

Dokumen yang dimaksud di dalam penelitian kualitatif dapat berupa

berupa dokumen publik (seperti koran, makalah, laporan kantor) ataupun

dokumen privat (seperti buku harian, diary, surat, e-mail) (Cresswell, 2010).

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 145: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 123

Selain itu dokumen yang dapat dijadikan sebagai sumber data di dalam penelitian

kualitatif yaitu antara lain dokumen pribadi (personal documents) baik dalam

bentuk tulisan berupa diary dan surat maupun dalam bentuk photographs (foto),

dokumen kantor (official documents) baik yang berasal dari negara (state) maupun

yang berasal dari sektor swasta (private sources), media masa (mass media

output), dan virtual output misalnya internet (Bryman, 2008).

Terkait dengan konteks penelitian ini, peneliti menggunakan dokumen-

dokumen yang berkaitan dengan topik kajian disertasi ini yang terdiri dari

dokumen dari negara berupa peraturan perundang-undangan, buku pedoman

pelaksanaan kegiatan, surat keputusan dari kepala daerah ataupun pejabat

pemerintah dan surat kabar lokal maupun nasional, maupun internet. Selain itu

peneliti juga menggunakan berbagai jurnal penelitian dan laporan penelitian.

Selanjutnya peneliti mempelajari dan mentelaah dokumen-dokumen dan

kepustakaan tersebut untuk dijadikan sebagai sumber data sekunder di dalam

penelitian ini.

3.4. Teknik Analisis Data

Dalam memahami proses analisis data dalam penelitian kualitatif, maka

menurut Creswell (2007), Rossman dan Rallis (1998) dalam Cresswell (2010)

mengemukakan bahwa ada sejumlah proses umum yang bisa dijelaskan untuk

menggambarkan keseluruhan aktivitas analisis data yaitu antara lain: analisis data

merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus menerus

terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis dan menulis catatan

singkat sepanjang penelitian. Hal ini peneliti jadikan sebagai pedoman dalam

melakukan analisis data.

Selain itu di dalam penelitian ini, peneliti menganalisis data dengan

mengorganisasi data ke dalam kategori berdasarkan tema, konsep, atau ciri/fitur

yang serupa (Neuman, 2006). Kemudian di dalam penelitian ini, peneliti

melakukan analisis data dengan mengacu langkah-langkah yang dikemukakan

oleh Cresswell (2009, 2010). Adapun langkah atau tahapan analisis tersebut yaitu:

Pertama, mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Dalam tahapan ini,

peneliti membuat transkripsi seluruh hasil wawancara yang peneliti lakukan

terhadap informan penelitian di lapangan, mengetik data lapangan, memilah-milah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 146: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 124

dan menyusun data ke dalam jenis yang berbeda-beda tergantung pada sumber

informasi yang dibutuhkan. Kedua, membaca keseluruhan data. Dalam tahapan

ini, peneliti membaca keseluruhan data yang telah tersaji dalam bentuk transkrip

wawancara. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cresswell bahwa hal ini

dimaksudkan untuk membangun pemahaman umum terhadap informasi dan

merefleksikan maknanya secara keseluruhan.

Ketiga, menganalisis lebih detail dengan meng-coding data (begin

detailed analysis with a coding process). Dalam melakukan proses coding data

ini, peneliti memperhatikan langkah-langkah yang telah dikemukakan oleh Tesch

(1990) dalam Creswell (2010) yang terdiri dari 8 langkah proses coding.

Selanjutnya yang ke empat di dalam proses analisis data yaitu, menerapkan proses

coding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori-kategori dan tema

yang akan di analisis. Pada tahap ini peneliti melakukan deskripsi sebagai usaha

penyampaian informasi secara detail mengenai orang-orang, lokasi atau peristiwa-

peristiwa dalam setting tertentu. Kelima, menunjukkan bagaimana deskripsi dan

tema-tema akan disajikan kembali dalam narasi / laporan kualitatif. Dalam tahap

ini peneliti melakukan pembahasan terkait dengan kronologi peristiwa, perspektif-

perspekti dan kutipan. Selain itu peneliti juga menggunakan gambar atau foto dan

tabel untuk membantu di dalam membantu menyajikan pembahasan ini.

Ke enam, menginterpretasi atau memaknai data. Di dalam tahapan ini

peneliti mengajukan pertanyaan untuk diri sendiri terkait dengan pelajaran apa

yang bisa diambil dari penelitian ini. Hal ini menurut Lincoln dan Guba (1985)

dalam Cresswell (2010) dapat membantu mengungkap esensi dari sebuah

gagasan. Selain itu dalam peneliti melakukan interpretasi data dengan cara

membandingkan antara hasil penelitian dengan informasi yang berasal dari

literatur atau teori. Dalam hal ini, menurut Creswell (2010, p. 284)

mengemukakan bahwa peneliti menegaskan apakah hasil penelitian membenarkan

atau justru menyangkal informasi sebelumnya.

Secara lebih rinci apa yang telah diuraikan di atas dapat dilihat dalam

gambar berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 147: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 125

Gambar. 3.1

Analisis Data Kualitatif menurut Cresswell

Sumber : Cresswell, 2010, p. 277

3.5 Validitas dan Reliabilitas Data

Pemahaman mengenai validitas dan reliabilitas data di dalam pendekatan

kualitatif berbeda jika dibandingkan dengan pendekatan kuantitatif. Hal ini seperti

yang dikemukakan oleh Royse (2008) bahwa ”qualitative researchers approachs

the issues of reliability and validity of their findings somewhat differently than

quantitative invertigators. (p. 280). Selanjutnya Gibbs (2007) mengemukakan

bahwa ”qualitative validity means that the researher checks for the accuracy of

finding by employing certain procedures, while qualitative reliability indicates

that the researcher’s approach is consistent across different researchers and

different projects. (Creswell, 2009, p. 190). Berdasarkan uraian tersebut dapat

dipahami bahwa validitas dalam kualitatif dilakukan dengan cara peneliti

memeriksa akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur

tertentu.

Sementara reliabilitas dalam kualitatif mengindikasikan bahwa

pendekatan yang digunakan adalah konsisten jika diterapkan oleh peneliti dan

proyek yang berbeda. Secara lebih rinci Gibbs (2007) dalam Cresswell (2009)

menyarankan ada beberapa prosedur untuk mencapai reliabilitas penelitian

kualitatif yaitu :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 148: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 126

1. check transcripts to make sure that they do not contain obvious mistakes

made during transcription.

2. make sure that there is not a drift in the definition of codes, a shift in the

meaning of the codes during the process of coding.

3. for team research, coordinate the communication among the coders by

regular documented meetings and by sharing the analysis.

4. cross-check codes developed by different reseacrhers by comparing result

that are independently derived.

Terkait dengan konteks penelitian ini maka dalam rangka membangun

sebuah reliabilitas dalam penelitian ini, maka mengacu pada apa yang telah

dikemukakan oleh Gibbs (2007) dalam Cresswell (2009) yaitu peneliti melakukan

pengecekkan hasil transkripsi (check transcripts) untuk memastikan tidak adanya

kesalahan yang dibuat selama proses transkripsi.

Selanjutnya Creswell (2009) mengemukakan ada 8 (delapan) strategi

untuk validitas data, diantaranya yaitu melalui triangulate different data sources

of information by examining evidence from the souces and using it to build a

coherent justification for themes, use member checking to determine the accuracy

of the qualitative findings, use rich, thick description to convey the finding, clarify

the bias the researcher brings to the study. Sedangkan menurut Patton (2002)

bahwa ada 4 macam dari triangulasi yang dapat berkontribusi untuk

memverifikasi dan memvalidasi analisis kualitatif yaitu methods triangulation,

triangulation of sources, analyst triangulation dan theory/perspective

triangulation. Hal senada juga dikemukakan oleh Neuman (2006), bahwa ada

beberapa tipe dari triangulasi yang mana pada umumnya dapat berupa

triangulation of measures, triangulation of observers, triangulation of theory dan

triangulation of method.

Sedangkan dalam rangka menciptakan validitas dalam penelitian ini

maka peneliti melakukan beberapa kegiatan yang mengacu apa yang telah

dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas, yaitu antara lain : peneliti melakukan

triangulasi (triangulate) sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa

bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut yaitu dengan bertanya

kepada informan lainnya mengenai hal sama atau melalui triangulation of sources

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 149: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 127

(Patton, 2002). Selain itu peneliti membuat deskripsi yang kaya dan padat (rich

and thick desription) tentang hasil penelitian (Creswell 2009).

Dengan melakukan serangkaian kegiatan tersebut di atas, maka peneliti

berharap hasil penelitian yang diperoleh menjadi lebih memiliki validitas dan

reliabilitas data. Hal ini akan berdampak pada diperolehnya hasil penelitian yang

dapat dipertanggung jawabkan.

3.6. Lokasi Penelitian

Program Raskin merupakan salah satu program penanggulangan

kemiskinan yang bersifat nasional. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya,

program ini meliputi seluruh wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia.

Terkait dengan penelitian ini, peneliti memilih Kota Palembang sebagai lokasi

penelitiannya. Selanjutnya dengan pertimbangan keterbatasan waktu dan sumber

daya serta untuk lebih memfokuskan kajian maka peneliti hanya memilih salah

satu kecamatan yang ada di Kota Palembang. Adapun yang menjadi alasan

dipilihnya Kota Palembang sebagai lokasi penelitian ini yaitu karena pelaksanaan

Program Raskin di Kota Palembang selama ini berjalan relatif aman dan lancar.

Kondisi ini ditandai dengan tidak ada kasus ataupun permasalahan yang menonjol

yang pernah terjadi selama ini. Selain itu Kota Palembang telah beberapa kali

ditunjuk oleh pemerintah pusat dalam berbagai uji coba terkait pelaksanaan

program raskin.

Selanjutnya Kota Palembang merupakan kota yang telah berhasil

bertransformasi menjadi salah satu kota metropolitan yang ada di Indonesia.

Keberhasilan itu didukung pula dengan prestasi di bidang pembangunan ekonomi.

Dalam kurun waktu 5 tahun terkahir pertumbuhan ekonomi Kota Palembang

menunjukkan tren yang positip. Namun di bidang pembangunan sosial, Kota

Palembang justru mengalami kegagalan. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian

penurunan angka kemiskinan yang masih relatif rendah. Bahkan angka

kemiskinan Kota Palembang di tahun 2013 sebesar 13,36 %, lebih tinggi

dibandingkan dengan tingkat nasional yaitu sebesar 11,47 %. Selain itu Kota

Palembang merupakan kota dengan jumlah penduduk miskin tertinggi yang ada di

Provinsi Sumatera Selatan.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 150: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 128

Sementara terkait dengan Program Raskin, Kota Palembang merupakan

wilayah yang mendapatkan alokasi raskin paling banyak di antara kabupaten kota

yang ada di Propvinsi Sumatera Selatan. Untuk tahun 2013, jumlah Rumah

Tangga Sasaran sebagai penerima manfaat Raskin Kota Palembang sebanyak

72.178 KK dengan alokasi raskin sebanayak 7.578.690 kg. Hal yang tidak kalah

pentingnya alasan peneliti memilih Kota Palembang sebagai lokasi penelitian

adalah karena peneliti telah mengenal karakteristik wilayah dan masyarakat Kota

Palembang. Hal ini dapat memudahkan peneliti dalam hal berkomunikasi dan

dalam proses pengambilan data dari para infroman di lokasi penelitian.

Jika dilihat dari pembagian wilayah administrasinya, Kota Palembang

terdiri atas 16 wilayah kecamatan. Oleh karena pendekatan yang dipilih dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif maka di dalam penelitiannya tidak

terlalu memfokuskan pada sampel yang representatif (Neuman, 2006). Terkait

dengan penelitian ini, maka peneliti memilih Kecamatan Plaju sebagai fokus

lokasi penelitian. Di pilihnya Kecamatan Plaju ini dengan pertimbangan yaitu

karena kecamatan ini memiliki karakteristik wilayah yang khas yaitu berada di

wilayah pinggiran Kota Palembang, berada di area yang berdekatan dengan PT.

Pertamina (Persero) dan jumlah penduduk miskin yang masih relatif banyak.

Dengan lokasi yang berada jauh dari pusat kota maka pembangunan yang ada di

Kecamatan Plaju tergolong lambat dan masih tertinggal dibandingkan kecamatan

lainnya. Selain itu suasana pedesaan masih tampak terlihat di beberapa kelurahan

yang ditandai dengan bentangan sawahnya yang luas.

Sedangkan karakteristik penduduknya masih kental dengan

kemiskinannya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah rumah tangga miskin dengan

kategori Pra Sejahtera dan Sejahtera I yang cukup tinggi. Suatu wilayah

kecamatan yang berada di wilayah perbatasan dan masih memiliki jumlah rumah

tangga miskin yang relatif banyak, sangat relevan untuk dikaitkan dengan

bagaimana keterjangkauan program dan pendistribusian bantuan raskin kepada

rumah tangga miskin. Masyarakat yang berada jauh dari pusat kota atau

pemerintahan cenderung tidak menikmati adanya berbagai bantuan yang diberikan

oleh pemerintah.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 151: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 129

3.7 Waktu dan Proses Pelaksanaan Penelitian

Proses kegiatan penelitian ini diawali dengan penyusunan proposal

penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 sampai dengan Maret 2013. Kemudian

sebelum penelitian yang sebenarnya dilaksanakan maka peneliti melakukan studi

awal di lokasi penelitian. Setelah proposal penelitian disetujui maka peneliti

memulai proses pengambilan data di lokasi penelitian. Proses pengambilan data

lapangan dilakukan selama 6 (enam) yaitu dimulai pada Bulan September 2013

sampai dengan Februari 2014. Dalam melakukan kegiatan wawancara di lapangan

khususnya wawancara kepada para Ketua RT dan Rumah Tangga penerima

manfaat raskin, peneliti dibantu oleh para pendamping yang berasal dari para

pegawai kelurahan setempat. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah proses

komunikasi antara peneliti dengan para informan sehingga para informan dapat

memahami keberadaan peneliti di lokasi tersebut sehingga mereka pun bersedia

untuk dilakukan wawancara.

Setelah proses pengumpulan data lapangan telah dilaksanakan maka

kemudian peneliti melakukan pengolahan data untuk kemudian selanjutnya

dilakukan proses analisis data. Namun sebenarnya setelah melakukan kegiatan

wawancara, peneliti telah memulai pula melakukan pengolahan data secara

sederhana dengan melakukan proses transkrip hasil wawancara. Proses

pengolahan data ini menghabiskan waktu yang cukup lama yaitu lebih dari 1

(satu) tahun dari akhir tahun 2013 sampai dengan awal tahun 2015. Setelah proses

analisis data selesai dilaksanakan maka kemudian dilakukan penyajian hasil

penelitian lapangan melalui kegiatan seminar hasil penelitian yang dilakukan

secara bertahap yaitu pada Bulan April 2015 dan Juni 2015. Secara lebih rinci

dapat dilihat dalam tabel berikut.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 152: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 130

Tabel 3.2 Waktu dan Proses Jalannya Kegiatan Penelitian

No. Nama Kegiatan TAHUN / BULAN

2012 2013 2014 2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7

1. Penyusunan Proposal

2. Ujian Proposal

3. Perbaikan proposal dan

Persiapan Pengambilan

data

4. Penelitian Lapangan

5. Pengolahan data

6. Seminar Hasil

7. Perbaikan Seminar hasil

8. Penulisan Jurnal

9. Sidang tertutup

10 Perbaikan

11. Sidang Terbuka Promosi

Doktor

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 153: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

131

BAB 4

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Plaju

Di lihat dari letak geografisnya, wilayah Kecamatan Plaju merupakan

salah satu kecamatan yang berada di daerah pinggiran Kota Palembang yang mana

wilayahnya berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten yang ada di Provinsi

Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Banyuasin. Secara lebih rinci dapat dilihat

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Musi

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Seberang Ulu II

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin.

Gambar. 4.1

Peta Wilayah Kecamatan Plaju Sumber : BPS Kota Palembang, 2013b

Selanjutnya berdasarkan data monografi Kantor Camat Plaju dapat

diketahui bahwa jarak tempuh dari Kantor Camat Plaju menuju pusat

pemerintahan yaitu Kantor Walikota Palembang adalah berjarak 7 km dan dapat

di tempuh dengan transportasi darat. Sedangkan jarak antara Kantor Camat Plaju

dengan sebagian besar kantor lurah setempat juga relatif dekat dan mudah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 154: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

132

dijangkau oleh masyarakat. Kondisi ini diharapkan dapat mendukung terciptanya

pelayanan yang cepat, mudah dan ekonomis. Namun dari 7 kantor lurah yang ada

di wilayah Kecamatan Plaju, ada 2 diantaranya yang berlokasi cukup jauh dari

Kantor Camat Plaju yaitu Kantor Lurah Plaju Darat dan Kantor Lurah Talang

Putri. Sedangkan Kantor Lurah yang mempunyai jarak paling dekat dengan

Kantor Camat Plaju adalah Kantor Lurah Plaju Ilir. Kantor Camat Plaju berada di

dalam wilayah Kelurahan Plaju Ilir.

Kecamatan Plaju yang peneliti pilih sebagai lokasi dalam penelitian ini

merupakan salah satu dari 16 kecamatan yang ada di Kota Palembang. Secara

umum dapat peneliti gambarkan bahwa kondisi geografis kecamatan plaju hanya

berupa dataran rendah. Di wilayah kecamatan plaju ini tidak ditemukan wilayah

perbukitan maupun pegunungan. Sebagian wilayahnya masih banyak berupa lahan

persawahan terutama di Kelurahan Plaju Darat, Talang Bubuk dan Talang Putri.

Kecamatan Plaju memiliki luas wilayah 15,17 Ha yang terdiri dari 7 (tujuh)

kelurahan yaitu dengan rincian luas Kelurahan Plaju Ilir sebesar 232 Ha (15,29

%), Kelurahan Plaju Ulu sebesar 120 Ha (7,91%), Kelurahan Bagus Kuning

sebesar 90 Ha (5,93 %), Kelurahan Talang Putri sebesar 168 Ha (11,07 %),

Kelurahan Talang Bubuk sebesar 111 Ha (7,32%), Kelurahan Plaju Darat sebesar

337 Ha (22,21 %) dan Kelurahan Komperta sebesar 459 Ha (30,26 %) (BPS Kota

Palembang, 2013a).

Gambar. 4.2

Luas Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju

Sumber : BPS Kota Palembang, 2014 (data diolah)

Plaju Darat

Talang Putri

Komperta

Plaju Ilir

Talang Bubuk

Plaju Ulu

Bagus Kuning

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 155: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

133

Berdasarkan data tersebut dan gambar 4.2 yang tersaji di atas, dapat kita

ketahui bahwa kelurahan yang memiliki wilayah paling luas adalah Kelurahan

Komperta sedangkan kelurahan yang memiliki wilayah paling kecil adalah

Kelurahan Bagus Kuning. Walaupun memiliki wilayah yang paling luas, namun

hal yang perlu di catat adalah bahwa wilayah Kelurahan Komperta ini hanya

meliputi wilayah di dalam seputaran Kompleks Pertamina Unit Pengolahan III

yang terdiri dari kawasan pabrik pengolahan minyak dan kawasan perumahan

bagi karyawan PT. Pertamina Refrenery Unit (RU) III Plaju serta sejumlah

fasilitas umum yang ada di lingkungan kompleks tersebut.

Kelurahan Komperta tidak memiliki potensi wilayah misalnya lahan

pertanian atau perkebunan yang dapat di olah dan dikembangkan untuk

kesejahteraan masyarakat. Terkait dengan program raskin ini sendiri, khusus

untuk Kelurahan Komperta sama sekali tidak mendapatkan alokasi raskin. Hal ini

dikarenakan seluruh rumah tangga yang berada di wilayah Kelurahan Komperta

merupakan karyawan PT. Pertamina RU III dan di nilai sudah berada dalam

kondisi ekonomi keluarga yang baik. Oleh karena itu Kelurahan Komperta ini

memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kelurahan lainnya.

Selain Kelurahan Komperta, wilayah Kelurahan Plaju Darat juga

termasuk kelurahan yang memiliki wilayah cukup luas. Berdasarkan data

disebutkan bahwa dari luas 337 Ha, penggunaan lahan sebagai lahan pertanian

berupa sawah yaitu mencapai 227 Ha atau 67,36 % (BPS Kota Palembang,

2013b). Hal ini di dukung pula dari hasil pengamatan di lapangan, dapat diketahui

bahwa di wilayah ini banyak ditemukan hamparan lahan pertanian berupa sawah

tadah hujan milik warga yang dijadikan sebagai mata pencaharian oleh sebagian

warga yang ada di Kelurahan Plaju Darat ini. Hampir di sepanjang jalan utama

yang ada di wilayah kelurahan ini terdapat hamparan sawah yang luas. Kondisi ini

berdampak pula pada tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini cukup rendah di

bandingkan dengan kelurahan lainnya dalam wilayah Kecamatan Plaju. Selain

menanam padi, ada juga sebagian warga yang menanam sayur-sayuran dan ubi di

sekitar lahan pertanian tersebut. Hasil dari pertanian dan perkebunan itu sebagian

digunakan untuk konsumsi sehari-hari dan sebagian lagi di jual sebagai sumber

ekonomi keluarga.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 156: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

134

Kondisi geografis berupa lahan persawahan dapat pula kita temukan di

wilayah Kelurahan Talang Bubuk dan Kelurahan Talang Putri (lihat gambar 4.3).

Namun penggunaan lahan untuk sawah di KelurahanTalang Bubuk hanya sebesar

76 Ha (68,46 %) dan di Kelurahan Talang Putri hanya sebesar 37 Ha (22,02 %).

Sedangkan di Kelurahan Plaju Ilir, Kelurahan Plaju Ulu dan Kelurahan Bagus

Kuning tidak ditemukan lahan pertanian berupa sawah (Kecamatan Plaju Dalam

Angka 2013). Khusus untuk wilayah Kelurahan Bagus Kuning, walaupun

memiliki luas wilayah yang paling kecil namun sebagian wilayahnya terdiri dari

Kompleks Perumahan Pertamina Bagus Kuning dan Pabrik Pengolahan Karet PT.

Hoktong yang berada di pinggiran Sungai Musi. Hal ini membuat penggunaan

lahan untuk perumahan penduduk dan fasilitas umum lainnya semakin terbatas.

Gambar 4.3

Kondisi Geografis Kecamatan Plaju Sumber : dokumentasi lapangan

4.2 Kondisi Administrasi Pemerintahan

Kecamatan Plaju merupakan kecamatan hasil pemekaran dari kecamatan

induknya yaitu Kecamatan Seberang Ulu II yang mengacu pada Peraturan Daerah

Kota Palembang Nomor 23 Tahun 2000. Pemekaran wilayah ini dilakukan seiring

dengan derasnya arus reformasi kala itu yang dilandasi oleh semangat otonomi

daerah dan dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kecamatan terbagi atas 3 bidang yaitu

bidang pemerintahan, bidang pembangunan dan bidang sosial kemasyarakatan.

Wujud nyata pelayanan di bidang sosial kemasyarakatan adalah membantu dalam

Sumber

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 157: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

135

pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan baik itu program dari

pemerintah pusat maupun program pemerintah daerah.

Salah satunya pelaksanaan Program Raskin yang merupakan program

dari pemerintah pusat yang telah cukup lama di gulirkan oleh pemerintah. Selain

itu dengan adanya pemekaran wilayah kecamatan ini, diharapkan masyarakat

dapat lebih mudah menjangkau kantor-kantor pemerintahan khususnya kantor

camat dan kantor lurah sehingga pelayanan dapat menjadi lebih cepat dan murah.

Hal ini diasumsikan bahwa semakin dekat jarak tempuhnya maka biaya atau

ongkos transportasi yang harus dikeluarkan masyarakat untuk menjangkau kantor

pemerintahan semakin rendah/murah.

Dalam rangka menjalankan roda pemerintahannya maka telah di bentuk

struktur organisasi pemerintah Kecamatan Plaju yang berpedoman pada Peraturan

Daerah Kota Palembang Nomor 17 Tahun 2001. Sebagai perangkat daerah,

Kecamatan Plaju telah melaksanakan sebagian kewenangan di bidang

pemerintahan yang merupakan hasil pelimpahan dari Walikota Palembang kepada

Camat Plaju. Adapun tugas pokok masing-masing aparatur kecamatan telah di

uraikan dan mengacu pada peraturan daerah tersebut. Aparatur Kecamatan Plaju

yang bertugas mengurusi bidang sosial kemasyarakat adalah di jabat oleh Kepala

Seksi Kesejahteraan Sosial. Namun terkait dengan pelaksanaan Program Raskin di

Kecamatan Plaju melibatkan berbagai unsur dan dinas terkait yang mana telah

terbentuk susunan Tim Koordinasi Raskin Tingkat Kecamatan Plaju yang

mengacu pada Surat Keputusan Camat Plaju Kota Palembang Nomor :

05/SK/Plaju/2013 dengan uraian sebagai berikut :

Susunan Tim Koordinasi Raskin Kecamatan Plaju Tahun 2013

Penanggung jawab : Camat Plaju Kota Palembang

Ketua Pelaksana : Sekretaris Camat Plaju

Sekretaris : Kepala UPTB PPLKB Kecamatan Plaju

Anggota : 1. Kepala Seksi Pemerintahan

2. Kepala Seksi PMK

3. Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial

4. Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban

5. Koordinator Statistik Kecamatan Plaju

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 158: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

136

Untuk posisi lurah yang ada di tiap-tiap kelurahan berfungsi sebagai penanggung

jawab titik distribusi raskin di masing-masing kelurahan dengan membentuk Tim

Pelaksana Distribusi Raskin tingkat Kelurahan.

Dalam pelakanaan administrasi pemerintahan kelurahan, seorang Lurah

selain di bantu oleh perangkatnya juga di bantu oleh para Ketua RT dan Ketua

RW sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Oleh karena itu untuk setiap

wilayah Kelurahan yang ada di Kecamatan Plaju telah terbagi menjadi beberapa

Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang di pimpin oleh seorang

Ketua RT dan Ketua RW. Adapun jumlah RT dan RW yang ada di masing-

masing kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju sebagai berikut :

Tabel 4.1

Jumlah RT dan RW Kecamatan Plaju Tahun 2013 No. KELURAHAN RT (buah) RW (buah)

1. Plaju Darat 35 9

2. Talang Putri 32 8

3. Komperta 21 6

4. Plaju Ilir 43 13

5. Talang Bubuk 21 6

6. Plaju Ulu 45 16

7. Bagus Kuning 32 7

Jumlah 229 65 Sumber : BPS Kota Palembang, 2014

Keberadaan lembaga masyarakat yaitu Rukun Tetangga (RT) sangat

membantu di dalam kelancaran pelaksanaan berbagai program yang dicanangkan

oleh pemerintah. Salah satunya terkait dengan kajian disertasi ini yaitu

pelaksanaan program raskin. Dalam hal ini para Ketua RT mempunyai peran yang

sangat strategis untuk mendukung pelaksanaan dan pendistribusian bantuan raskin

agar dapat berjalan dengan lancar dan aman. Selain itu para Ketua RT berperan

penting untuk menjamin ketepatan sasaran kepada rumah tangga miskin yang

memang berhak menerimanya.

Sebagai ujung tombak di dalam setiap pelaksanaan program pemerintah,

maka keberadaan para Ketua RT sudah selayaknya mendapatkan perhatian dari

pemerintah terutama peemrintah daerah. Berdasarkan hasil wawancara di

lapangan di peroleh infromasi bahwa tidak sedikit para Ketua RT dalam wilayah

Kecamatan Plaju yang mengeluh terkait dengan berbagai hambatan dan tantangan

yang mereka rasakan. Sebagai contoh di dalam pelaksanaan program raskin yaitu

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 159: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

137

adanya ketidaksesuaian antara data penerima raskin dengan kondisi riil yang ada

di lapangan membuat mereka sering mendapatkan tuntutan, protes bahkan

ancaman dari warga masyarakatnya. Selain itu tidak adanya dukungan keuangan

membuat mereka berusaha sendiri mencari sumber keuangan tersebut untuk

kegiatan operasional sehari-hari.

4.3 Kondisi Demografi Kecamatan Plaju

Jumlah penduduk yang ada di wilayah Kecamatan Plaju termasuk cukup

banyak walaupun bukan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk yang

terpadat. Adapun secara lebih rinci mengenai kondisi penduduk yang ada di

Kecamatan Plaju adalah sebagai berikut :

Tabel. 4.2

Jumlah penduduk, Keluarga dan Rata-rata jiwa per Keluarga

di Kecamatan Plaju Tahun 2013

No. KELURAHAN Jumlah

Penduduk (jiwa)

Jumlah

Keluarga

Rata-rata Jiwa

per Keluarga

1. Plaju Darat 13.137 2.919 4,50

2. Talang Putri 15.906 3.707 4,29

3. Komperta 2.732 829 3,30

4. Plaju Ilir 15.253 3.605 4,23

5. Talang Bubuk 7.476 1.560 4,79

6. Plaju Ulu 19.410 6.542 2.97

7. Bagus Kuning 9.749 2.018 4,83

Jumlah 83. 663 21.180 3.95 Sumber : BPS Kota Palembang, 2014

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat kita ketahui bahwa kelurahan dengan

jumlah penduduk yang terbanyak adalah Kelurahan Plaju Ulu. Sedangkan untuk

kelurahan yang memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit adalah Kelurahan

Komperta. Kelurahan Komperta memiliki jumlah penduduk yang paling rendah

karena penduduk yang ada di dalam Kompleks Pertamina RU III Plaju hanya

meliputi karyawan PT. Pertamina RU III Plaju dan keluarganya. Sedangkan

jumlah karyawan PT. Pertamina RU III Plaju yang tinggal di Kompleks tersebut

sangat terbatas dan semakin tahun semakin berkurang. Berdasarkan hasil

pengamatan yang peneliti lakukan terlihat bahwa hampir sebagian besar rumah-

rumah yang ada di dalam kompleks Pertamina RU III terlihat kosong dan tidak

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 160: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

138

ditempati oleh para karyawan/karyawati PT. Pertamina RU III Plaju. Bahkan ada

sebagian rumah-rumah yang sudah rusak dan dalam kondisi yang tidak terawat.

Untuk wilayah Kelurahan Plaju Ulu, walaupun memiliki luas wilayah

yang tidak begitu luas, tetapi tingkat kepadatan penduduknya paling tinggi di

antara kelurahan yang lainnya. Berdasarkan data yang ada dengan luas wilayah

sebesar 120 Ha, mempunyai jumlah penduduk terpadat yaitu mencapai 19.410

jiwa dengan tingkat kepadatan sebesar 162,61 per Ha. Di bandingkan dengan

Kelurahan Komperta yang memiliki wilayah paling luas di Kecamatan Plaju yaitu

459 Ha, hanya memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.732 jiwa dengan tingkat

kepadatan penduduk sebesar 7,58 per Ha (Kecamatan Plaju Dalam Angka

2013/2014). Sementara jika kita melihat perbandingan penduduk di wilayah

Kecamatan Plaju pada tahun 2013 berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui

jumlah penduduk laki-laki sebanyak 40.788 jiwa dan jumlah penduduk

perempuan sebanyak 40.354 jiwa (Kecamatan Plaju Dalam Angka Tahun

2013/2014). Kondisi ini menunjukkan bahwa perbedaan jumlah yang ada tidak

terlalu besar. Jika kita gambarkan adalah sebagai berikut :

Gambar. 4.4

Perbandingan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber : BPS Kota Palembang, 2014 (data diolah)

4.4 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Kemasyarakatan

Di bidang sosial, jumlah rumah tangga yang termasuk kategori miskin

yaitu keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I di Kecamatan Plaju masih tergolong

cukup banyak. Di tahun 2013, dari jumlah rumah tangga sebanyak 19.835 buah,

yang masuk kategori miskin yaitu sebanyak 5.609 buah (28,26 %) dengan rincian

keluarga Pra Sejahtera yaitu berjumlah 2.119 sedangkan keluarga Sejahtera I yaitu

berjumlah 3.490 buah. Berdasarkan data dari PPLKB Kecamatan Plaju, dalam

50.21 %49.79 %

Laki-Laki

Perempuan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 161: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

139

kurun waktu 3 tahun terkahir yaitu dari tahun 2011 sampai dengan 2013 terjadi

perubahan status rumah tangga yang cukup signifikan terutama pada keluarga Pra

Sejahtera. Pada tahun 2011 jumlah keluarga Pra Sejahtera I di Kecamatan Plaju

berjumlah 4.793 buah. Sedangkan di tahun 2012 mengalami penurunan yang

cukup besar yaitu menjadi 2.142 buah. Selanjutnya di tahun 2013 jumlah keluarga

Pra Sejahtera kembali mengalami penurunan menjadi 2.119 buah.

Berikut ini peneliti sajikan secara komprehensif perbandingan jumlah

rumah tangga berdasarkan berdasarkan tingkat kesejahteraannya di masing-

masing kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju sebagai berikut :

Tabel 4.3

Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan

di Kecamatan Plaju Tahun 2011 - 2012

No. Kelurahan Pra Sejatera KS I KS II KS III KS III +

2011 2012 2011 2012 2011 2012 2011 2012 2011 2012

1 Plaju Darat 1009 405 850 607 984 1680 621 1096 3 3

2 Talang

Putri

1075 445 1156 667 642 1491 656 1230 1 1

3 Komperta - - - - - - 768 602 - -

4 Plaju Ilir 1076 235 997 354 398 1671 114 566 3 3

5 Talang

Bubuk

607 252 593 378 463 973 398 645 2 -

6 Plaju Ulu 585 621 731 932 2312 2015 356 1094 4 -

7 Bagus

Kuning

441 184 577 275 761 1286 502 747 2 -

Kec.Plaju 4793 2.142 4904 3.213 5560 9116 3415 5980 15 7

Sumber : BPS Kota Palembang Tahun 2012 dan Tahun 2013 (data diolah)

Berdasarkan data tabel 4.3 di atas dapat kita ketahui bahwa rumah

tangga/keluarga yang masih terkategori miskin di tahun 2011 yaitu kelompok Pra

Sejahtera dan Sejahtera I yang berjumlah 9697 buah (51,89 %). Hal ini dapat kita

pahami bahwa lebih dari separuh rumah tangga yang ada di wilayah Kecamatan

Plaju dapat dikatakan miskin. Sedangkan keluarga Sejahtera II dan Sejahtera III

sudah dapat dikatakan tidak miskin lagi. Walaupun pada kenyataanya di lapangan,

peneliti melihat sulit sekali membedakan kondisi keluarga berdasarkan

pengelompokkan tersebut. Kondisi perekonomian dan kondisi rumah antara pra

sejahtera dan sejahtera I hampir bisa dikatakan sama saja. Sedangkan antara

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 162: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

140

sejahtera I dengan Sejahtera II juga tidak begitu jelas perbedaan dari kondisi fisik

rumah dan kondisi perekonomianya.

Sedangkan kondisi keluarga di Kecamatan Plaju untuk tahun 2012

mengalami perubahan yang cukup signifikan dimana terjadi penurunan jumlah

keluarga yang terkategori miskin yaitu pra sejahtera dan keluarga sejahtera I

menjadi 5355 buah (26,17 %). Dengan perincian keluarga Pra Sejahtera sebanyak

2142 buah dan keluarga sejahtera I sebanyak 3213 buah (Palembang Dalam

Angka 2013). Selanjutnya gambaran kondisi rumah tangga di Kecamatan Plaju

untuk Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4

Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan

di Kecamatan Plaju Tahun 2013

Sumber : Hasil Pendataan PPLKB Kec. Plaju Tahun 2013

Secara umum dapat kita lihat perbandingan dari tahun 2011 sd 2013

dalam gambar berikut :

No. Kelurahan Pra

Sejahtera

Sejahtera

I

Sejahtera

II

Sejahtera

III

Sejahtera

III+

Jumlah

1 Plaju Darat 401 705 1693 1103 - 3970

2 Talang Putri 438 739 1693 1108 - 3935

3 Komperta - - - 619 - 619

4 Plaju Ilir 231 397 1701 751 - 2900

5 Talang

Bubuk

249 403 1002 646 - 2300

6 Plaju Ulu 619 952 2066 1103 - 4740

7 Bagus

Kuning

181 294 1334 752 - 2561

Jumlah 2119 3490 9320 6033 - 20962

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 163: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

141

Gambar. 4.5

Perbandingan Jumlah Keluarga Berdasarkan Tk. Kesejahteraan di Kec. Plaju

Ket : K-Pra S = Keluarga Pra Sejahtera, K-S I/II/III/III + = Keluarga Sejahtera I, II,III, III +

Sumber : BPS Kota Palembang 2012 dan 2013 (data diolah)

Jika kita merujuk pada perbandingan data antara tahun 2011 dengan 2012

tersebut, maka dapat kita katakan bahwa penanggulangan kemiskinan di

Kecamatan Plaju cukup berhasil. Hal ini dapat di lihat dari penurunan jumlah

Keluarga Pra Sejahtera dan sejahtera I serta terjadi peningkatan jumlah Keluarga

sejahtera II dan sejahtera III. Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari

petugas PPLKB Kecamatan Plaju bahwa terjadinya penurunan data jumlah

keluarga miskin ini biasanya sengaja dilakukan oleh pihak pemerintah agar

program penanggulangan kemiskinan yang di jalankan terlihat berhasil. Informasi

tersebut diperkuat oleh pendapat dari kalangan aparatur pemerintah yang ada di

tingkat kelurahan khususnya Lurah meragukan hasil pendataan tersebut. Mereka

menilai pendataan tersebut kurang akurat dan tidak sesuai dengan fakta yang ada

di lapangan. Mereka melihat rumah tangga miskin tidak mengalami penurunan

yang cukup besar, justru terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat

semakin padatnya kawasan kumuh dan semakin banyaknya rumah tangga yang

meminta jatah raskin. (lihat gambar 4.6)

K-Pra S K-S I K-S II K-S III K-S III +

tahun 2011 4793 4904 5560 3415 15

tahun 2012 2142 3213 9116 5980 7

tahun 2013 2119 3490 9320 6033 0

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

10000

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 164: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

142

Gambar 4.6

Kondisi Lingkungan Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Talang Putri Sumber : dokumentasi lapangan

Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan di lapangan justru

sebaliknya rumah tangga miskin yang ada di Kecamatan Plaju masih cukup

banyak dan cenderung bertambah banyak. Hal ini dapat kita lihat dari masih

tingginya jumlah keluarga miskin yang ingin mendapatkan bantuan raskin dari

pemerintah. Contohnya di Kelurahan Plaju Darat, yang mana berdasarkan data di

peroleh informasi bahwa jumlah keluarga miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera I)

di tahun 2011 berjumlah 1.859 keluarga. sedangkan di Tahun 2012 mengalami

penurunan yang cukup signifikan yaitu menjadi 1.012 keluarga.

Jika kita bandingkan dengan jumlah penerima raskin Kecamatan Plaju di

tahun 2012, di peroleh data bahwa ada 4496 rumah tangga yang menerima raskin.

Padahal jumlah keluarga yang tergolong miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera I)

berjumlah 5355 buah. Hal ini berarti masih terdapat 859 rumah tangga miskin

yang belum ter-cover oleh Program raskin di tahun 2012. Berdasarkan hasil

Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 oleh BPS di peroleh

informasi bahwa jumlah rumah tangga sasaran Kecamatan Plaju yaitu sebanyak

8.353 RTS lebih banyak dibandingkan dengan PPLS 2008 yang hanya sebanyak

5.975 RTS.

Di bidang pembangunan dalam rangka peningkatan perekonomian

masyarakat Plaju, perkembangan wilayah dan pembangunan di Kecamatan Plaju

memang terbilang lambat. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tidak banyak

perubahan yang terjadi di wilayah ini. Di wilayah Kecamatan Plaju sampai saat ini

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 165: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

143

belum terdapat fasilitas mewah misalnya Hotel maupun Mall atau Supermarket.

Kondisi wilayah yang jauh dari pusat kota dan pusat pemerintahan menjadikan

alasan bagi para pengusaha maupun investor untuk membangun bangunan mewah

di wilayah ini. Selain itu posisi kecamatan yang berada di pinggiran kota dan

hanya mempunyai akses satu jalan utama menuju pusat kota yaitu Jl. DI Panjaitan

membuat wilayah ini seperti terasing dari wilayah kecamatan lainnya.

Di sepanjang jalan utama yaitu Jl. DI Panjaitan dan Jl. Kapten Abdullah

hanya terdapat deretan rumah toko (ruko) kecil yang menjual berbagai jenis

barang kebutuhan misalnya barang elektonik, furniture, makanan / restoran, alat-

alat listrik dan rumah tangga, buku dan perlengkapan sekolah, pakaian dan

perlengkapan rumah tangga dan lainnya. Selain itu ada juga ruko yang membuka

layanan jasa misalnya servis elektronik dan bengkel motor/mobil, salon dan

gunting rambut dan tempat kursus untuk anak sekolah dan layanan perbankan.

Pembangunan dan pengembangan wilayah baru mulai terasa ketika beberapa

tahun terkahir ini sudah mulai di bangun pasar dengan bangunan yang cukup

representatif dan modern yang di beri nama Pasar Modern Plaju. Dalam rangka

membantu masyarakat di bidang layanan transportasi maka di bangun sebuah

terminal untuk angkutan dalam kota. Ditahun 2012 telah mulai di buka koridor

Bus Trans Musi dengan rute Plaju – Kota. Selain itu mulai bermunculan pula mini

market modern yang berada di sepanjang jalan strategis di wilayah Kecamatan

Plaju seperti di sepanjang Jl. DI. Panjaitan dan Jl. Kapten Abudullah.

Jika ditinjau dari mata pencahariannya maka dapat dibandingkan secara

komprehensif antara masyarakat yang bermata pencaharian di sektor pemerintah

(termasuk di dalamnya TNI/Polri dan Pegawai BUMN) dan di sektor Non

pemerintah (bidang jasa, wiraswasta, perdagangan, trasnportasi, pertanian).

Jumlah penduduk yang bermata pencaharian di sektor non pemerintah lebih

dominan di bandingkan di sektor pemerintah dengan perbandingan hanya sekitar

4,07 % di sektor pemerintah dan 73,83 % di sektor non pemerintah. Sementara

sisanya berstatus sebagai pelajar/mahasiswa dan bidang lain-lain mencapai

22,10%. Secara lebih jelas dapat kita gambarkan sebagai berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 166: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

144

Gambar. 4.7

Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian

Sumber : BPS Kota Palembang, 2014 (data diolah)

Berdasarkan Gambar 4.8 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk

di Kecamatan Plaju yang bekerja di sektor pemerintah masih sangat terbatas dan

justru sebaliknya lebih dari separuh jumlah penduduk Kecamatan Plaju hidup dari

mata pencaharian di sektor non pemerintah. Bahkan salah satu fenomena yang

cukup memprihatinkan terjadi adalah bahwa dari angka 73, 83 % penduduk yang

bekerja di sektor non pemerintah, sebanyak 40,83 % penduduk hidup dari mata

pencaharian berupa pekerjaan yang tidak menentu (serabutan) yang termasuk di

bidang pekerjaan lain-lain. Dengan pekerjaan yang tidak menentu tersebut tentu

saja berdampak pada pendapatan yang tidak menentu pula dan cenderung tidak

mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

4,07%

73,83%

22,10%Sektor Pemerintah (PNS, TNI/Polri, BUMN))

Sektor Non Pemerintah(jasa,wiraswasta,perdagangan,trasnportasi,pertanian, lain-lain)

Pelajar/mahasiswa

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 167: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

145

BAB 5

PROGRAM RASKIN

5.1 Pelaksanaan Program Raskin di Indonesia

Program raskin merupakan salah satu program penanggulangan

kemiskinan dalam bentuk bantuan sosial berbasis keluarga yang bersifat nasional.

Hal ini berarti pelaksanaan program raskin mencakup seluruh wilayah kabupaten/

kota di Indonesia. Program Raskin merupakan program penanggulangan

kemiskinan dalam bentuk pemberian manfaat barang (in kind transfer) kepada

rumah tangga miskin. Di dalam buku Pedoman Umum Raskin 2013 disebutkan

bahwa tujuan program ini adalah untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah

Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagain kebutuhan pangan pokok

dalam bentuk beras. Rumah Tangga Sasaran adalah sebutan bagi rumah tangga

miskin yang menerima bantuan raskin. Adapun yang menjadi sasaran dari

Program Raskin untuk Tahun 2013 adalah berkurangya beban pengeluaran

15.530.879 RTS dalam mencukupi kebutuhan pangan beras melalui

pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 kg/RTS/bulan atau setara 180

kg/RTS/tahun dengan harga tebus Rp. 1.600,- /Kg netto di Titik Distribusi (TD).

Program Raskin merupakan program penanggulangan kemiskinan yang

telah lama digulirkan yaitu dimulai sejak tahun 1998 yang dikenal dengan nama

Operasi Pasar Khusus (OPK) beras. Pada awalnya peluncuran program ini

didasarkan atas pertimbangan karena kondisi Negara Indonesia pada saat itu

sedang dilanda berbagai krisis terutama krisis ekonomi dan politik. Akibatnya

terjadi kenaikan harga pangan terutama beras sedangkan daya beli masyarakat

sangat rendah. Kondisi ini telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin menjadi

meningkat. Untuk menekan terjadinya kenaikan harga beras di pasaran dan untuk

membantu rumah tangga miskin yang sedang kesulitan dalam memenuhi

kebutuhan pokoknya di bidnag pangan yaitu beras, maka pemerintah mengambil

langkah kebijakan dengan melaksanakan operasi pasar khusus (OPK) beras.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 168: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

146

Seiring dengan berjalannya waktu, Program Operasi Pasar Khusus

(OPK) beras ini kemudian berganti nama menjadi program Raskin. Awalnya

pendekatan yang digunakan dalam program ini hanya berfungsi sebagai jaring

pengaman sosial (safety net) yaitu untuk meredam gejolak kenaikan harga beras

karena terjadinya krisis ekonomi yang melanda. Namun sekarang keberadaan

Program Raskin telah terintegrasi menjadi salah satu komponen Program

Perlindungan Sosial (Social Protection Programs) dalam Program

Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Dengan perubahan fungsi tersebut hal

ini dapat dipahami bahwa pemerintah menilai program ini masih diperlukan dan

mempunyai peran strategis dalam upaya penanggulangan kemiskinan di

Indonesia.

Dalam pelaksanaannya, untuk melihat sejauh mana keberhasilan

pelaksanaan Program Raskin di daerah, maka Program Raskin mempunyai

beberapa indikator kinerja. Berdasarkan Pedum Raskin 2013 menyebutkan bahwa

pelaksanaan Program Raskin harus memenuhi indikator 6 Tepat yang terdiri dari

Tepat Sasaran Penerima Manfaat, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu,

Tepat Administrasi dan Tepat Kualitas. Penjelasan dari masing-masing indikator

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tepat Sasaran Penerima Manfaat

Hal ini berarti Raskin hanya diberikan kepada RTS-PM sesuai dengan

Basis Data Terpadu hasil PPLS 2011 BPS yang dikelola oleh TNP2K,

setelah dilakukan pemutakhiran daftar nama RTS PM melalui Mudes/

Muskel yang dituangkan dalam DPM-1

2. Tepat Jumlah

Hal ini berarti jumlah beras Raskin yang di terima yang merupakan hak

RTS-PM sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu 15 kg/RTS/bulan.

3. Tepat Harga

Hal ini berarti harga tebus harus tepat yaitu sebesar Rp. 1.600,-/Kg netto di

Titik Distribusi.

4. Tepat Waktu

Hal ini berarti waktu pelaksanaan distribusi beras kepada RTS-PM Raskin

sesuai dengan rencana distribusi.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 169: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

147

5. Tepat Administrasi

Hal ini berarti terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar dan

lengkap.

6. Tepat Kualitas

Hal ini berarti terpenuhinya persyaratan kualitas beras sesuai dengan

kualitas beras dalam Inpres tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras

dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.

Dengan adanya indikator tersebut maka diharapkan para pelaksana (aparatur) dari

berbagai tingkatan mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat yang paling bawah

(lokal) yang terlibat di dalam pengelolaan dan pelaksanaan raskin dapat lebih

mudah menjalankan program raskin dengan mengacu pada indiaktor ketepatan

yang telah ditetapkan.

Terkait dengan konteks penelitian ini maka program bantuan sosial

dalam bentuk Program Raskin diharapkan mampu terdistribusi dengan baik dan

memberikan rasa keadilan kepada masyarakat terutama bagi rumah tangga yang

paling membutuhkan bantuan. Hal ini dimaksudkan agar bantuan yang diberikan

dapat memberikan manfaat yang nyata dalam mengurangi beban pengeluaran

rumah tangga miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok

dalam bentuk beras. Program raskin tidak hanya sekedar menjadi rutinitas biasa

saja yang dijalankan setiap tahunnya tanpa memberi dampak signifikan kepada

rumah tangga miskin. Selain itu skema yang diharapkan muncul dari program ini

yaitu dengan adanya bantuan raskin maka rumah tangga sasaran diharapkan dapat

mengalihkan sebagian anggaran belanja rumah tangganya untuk membiayai

kebutuhan lainnya.

Namun sebagai mana yang telah peneliti kemukakan sebelumnya bahwa

masih banyak terdapat berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi di lapangan

khususnya di tingkat lokal terkait dengan pelaksanaan program ini. Secara umum

dari 6 Indikator tersebut, yang paling sering dikeluhkan oleh masyarakat adalah

terkait dengan ketidaktepatan dalam hal sasaran penerima raskin, jumlah yang

diterima, harga tebus raskin dan kualitas raskin. Kondisi ini dapat dilihat dari dari

masih banyaknya rumah tangga yang tidak miskin turut serta menikmati raskin.

ikut dalam yang masih sering dijumpai dalam kondisi tidak layak dikonsumsi.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 170: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

148

Selain itu RTS menerima raskin lebih sedikit dari ketentuan ayng berlaku dan

terjadi peningkatan harga yang cukup besar. Dalam hal kualitas, Para penerima

manfaat raskin sering mendapatkan raskin dalam kondisi yang jelek, bulir pecah-

pecah dan berkutu sehingga tidak layak dikonsumsi.

Secara umum pemerintah menggambarkan kondisi pelaksanaan raskin di

Indonesia sebagai berikut :

Gambar 5.1

Gambaran Pelaksanaan Raskin di Indonesia

Sumber : Susenas 2009 dalam presentasi TNP2K 2013b

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa pada desil 7-10 (40%)

penduduk Indonesia dengan status ekonomi teratas masih ikut memperoleh raskin.

Padahal efektifnya, bantuan raskin hanya boleh dinikmati oleh rumah tangga

sampai dengan desil 5. Kondisi ini menggambarkan bahwa sesungguhnya jumlah

penerima raskin di luar RTS masih cukup tinggi. Bahkan berdasarkan gambar di

atas dan hasil pemaparan dari TNP2K tersebut dapat diketahui bahwa ada sekitar

12,5 % rumah tangga yang kaya (desil 10) masih ikut menikmati bantuan raskin.

0

25

50

75

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pe

rse

nta

seP

en

eri

ma

Ban

tuan

Desil Konsumsi Rumah Tangga

Daerah

efektif

pentargetan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 171: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

149

5.1.1 Pengalokasian Raskin

Sebelum raskin didistribusikan kepada Rumah Tangga Sasaran maka

tahapan yang harus dilewati terlebih dahulu adalah penetapan Pagu Raskin.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa program raskin merupakan

program nasional. Hal ini berarti bahwa program ini mencakup seluruh wilayah

yang ada di Indonesia. Semua propinsi di Indonesia mendapatkan alokasi raskin,

walaupun dalam jumlah yang berbeda dan disesuaikan dengan jumlah penduduk

miskin yang ada dimasing-masing daerah. Di dalam buku pedoman umum raskin

2013 diuraikan bahwa Pagu Raskin Nasional adalah jumlah Rumah Tangga

Sasaran yang menerima raskin pada tahun 2013 atau jumlah beras yang

dialokasikan untuk RTS PM Raskin secara nasional pada tahun 2013. Pagu

Raskin Nasional merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara pemerintah dan

DPR.

Terkait dengan penetapan pagu Raskin tersebut terdapat beberapa

tahapan yaitu pagu raskin raskin untuk setiap provinsi ditetapkan oleh Menteri

Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sedangkan pagu raskin untuk setiap

kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan Pagu Raskin Nasional.

Selanjutnya penetapan pagu raskin untuk setiap desa/kelurahan ditetapkan melalui

Surat Keputusan Bupati/Walikota berdasrkan pagu raskin provinsi. Hal yang perlu

menjadi perhatian terkait dengan keberadaan pagu raskin adalah bahwa

pemerintah telah menetapkan jika pagu raskin di suatu wilayah tidak dapat diserap

sampai dengan tanggal 31 Desember 2013 maka sisa pagu tersebut tidak dapat

didistribusikan pada tahun 2014. Oleh karena itu di dalam pendistribusiannya di

tingkat lokal, para Ketua RT diminta untuk dapat merealisasikannya secara

optimal.

5.1.2. Penetapan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS PM) Raskin

Kebijakan penetapan Rumah Tangga Sasaran Penerima Raskin (RTS-

PM) dilakukan di tingkat nasional (pusat) melalui lembaga Tim Nasional

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berdasarkan hasil PPLS 2011

yang dilakukan oleh pihak BPS. Setelah ditetapkan oleh pemerintah maka daftar

nama rumah tangga sasaran yang berhak akan termuat dalam bentuk dokumen

yang berisikan daftar nama-nama rumah tangga disertai dengan alamat (by name

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 172: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

150

by address) yang di bagi di tiap kelurahan di seluruh wilayah Indonesia. Dalam

penentuan rumah tangga miskin yang akan menerima bantuan raskin, maka

pemerintah telah memberikan acuan yang jelas. Di dalam buku pedoman umum

raskin 2013 disebutkan yaitu :

a) Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang berhak mendapatkan Raskin adalah

RTS yang terdaftar dalam Basis Data terpadu untuk program perlindungan

sosial yang bersumber dari PPLS 2011 BPS dan di kelola oleh TNP2K

sebagai dasar penetapan RTS PM dan sesuai dengan kemampuan

pemerintah.

b) Dalam rangka mengakomodasi adanya perubahan karakteristik RTM-PM

setelah penetapan Pagu Raskin oleh Tim Koordinasi Raskin Pusat,

Gubernur dan Bupati/Walikota, maka dimungkinkan untuk dilakukan

validasi dan pemutakhiran daftar RTS PM melalui Mudes/Muskel dan atau

Muscam.

Selanjutnya disebutkan pula bahwa terkait dengan penetapan kebijakan

lokal dalam rangka mengakomodasi adanya perubahan karakteristik RTS PM di

tingkat desa/kelurahan maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Mudes/Muskel melakukan validasi Daftar RTS-PM berdasarkan Basis

Data Terpadu Hasil PPLS 2011

2. RTS-PM yang Kepala Rumah Tangganya sudah meninggal dapat

digantikan oleh salah satu anggota rumah tangganya. Untuk RTS PM

tunggal yang sudah meningggal, pindah alamat keluar desa/kelurahan

atau yang di nilai tidak layak sebagai penerima Raskin, maka digantikan

oleh rumah tangga lainnya yang di nilai layak.

3. Rumah Tangga yang di nilai layak untuk menggantikan RTS PM pada

Butir 2 di atas adalah diprioritaskan kepada rumah tangga miskin yang

memiliki anggota rumah tangga yang lebih besar terdiri dari : balita dan

anak usia sekolah, kepala rumah tangganya perempuan, kondisi fisik

rumahnya tidak layak huni, berpenghasilan paling rendah dan tidak tetap.

4. Pelaksanaan musyawarah dapat dilaksanakan sepanjang tahun berjalan

sesuai dengan kebutuhan.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 173: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

151

5. Apabila setelah dilakukan validasi dan pemutakhiran daftar RTS PM di

desa/kelurahan terdapat perubahan Pagu RTS-PM di 2 (dua) desa

/kelurahan setingkat atau lebih atau terdapat pemekaran desa/kelurahan

dalam satu kecamatan maka atas permintaan desa/kelurahan dapat

dilakukam Muscam yang bertujuan untuk melakukan koordinasi

penyesuaian pagu dengan tidak mengubah jumlah pagu kecamatan.

6. Hasil Mudes/Muskel dan atau Muscam dimasukkan ke dalam Formulir

Rekapitulasi Pengganti (FRP) RTS PM dan dilaporkan secara berjenjang

kepada TNP2K melalui Tikor Kecamatan dan Tikor Raskin

Kabupaten/Kota. FRP hasil Muscam dilampiri Berita Acara Pelaksanaan

Muscam.

5.1.3. Pendistribusian Raskin

Dalam hal pendistribusiannya, pemerintah telah membagi tahapan dalam

pendistribusian raskin menjadi 2 (dua) titik yaitu Titik Distribusi (TD) dan Titik

Bagi (TB). Dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan titik distribusi adalah tempat

atau lokasi penyerahan beras raskin dari Perum Bulog kepada Pelaksana

Distribusi Raskin di desa/kelurahan atau lokasi lain yang disepakati secara tertulis

oleh pemerintah kabupaten/kota dengan Perum Bulog. Sedangkan yang dimaksud

dengan titik bagi adalah tempat atau lokasi penyerahan beras raskin dari pelaksana

distribusi raskin termasuk warung desa (wardes) kepada RTS PM.

Sementara terkait dengan tanggung jawab di dalam penditribusian raskin

tersebut maka telah diatur sedemikian rupa dimana penyediaan dan

pendistribusian raskin dari gudang Perum Bulog sampai ke Titik Distribusi

menjadi tanggung jawab Perum Bulog. Sedangkan pendistribusian raskin dari titik

distribusi ke titik bagi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Terkait dengan

hal ini maka pemerintah daerah diharapkan dapat menyediakan biaya trasportasi

atau ongkos angkut dan biaya operasional dari Titik Distribusi ke Titik Bagi dan

apabila memungkinkan sampai ke RTS PM. Walaupun pada kenyataannya hanya

terdapat beberapa daerah saja yang dapat melakukan penyediaan biaya

trasnportasi tersebut.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 174: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

152

Di dalam Pedum Raskin 2013 telah diatur mengenai mekanisme

pendistribusian raskin yaitu pertama, Bupati/Walikota/Ketua Tim Koordinasi

Raskin Kabupaten/Kota atau Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota

menerbitkan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada Perum Bulog berdasarkan

Pagu Raskin. Selanjutnya berdasarkan SPA tersebut, Perum Bulog menerbitkan

Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) / Deliver Order (DO) beras untuk

masing-masing Kecamatan atau desa/kelurahan. Sesuai dengan SPPB/DO tersebut

maka Perum Bulog menyalurkan beras sampai ke TD. Kemudian di TD

selanjutnya dilakukan serah terima beras antara Perum Bulog dengan Tim

Koordinasi Raskin/Pelaksana Distribusi dan dibuat Berita Acara Serah Terima

(BAST) yang di tandan tangani oleh kedua belah pihak.

Di dalam hal pendistribusian raskin dari Titik Distribusi ke Titik Bagi

maka sebelum raskin di distribusikan, Perum Bulog sebagai lembaga yang

bertanggung jawab akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap kualitas

beras. Setelah beras sampai di titik distribusi maka pemeriksaan selanjutnya

dilakukan oleh tim koordinasi raskin atau pelaksana distribusi. Apabila dalam

pemeriksaan ditemukan raskin yang tidak sesuai maka raskin tersebut harus di

tolak dan dikembalikan kepada Perum Bulog untuk dilakukan pergantian.

Sedangkan dalam hal pendistribusian raskin dari titik distribusi ke titik

bagi maka untuk meminimalkan biaya trasnportasi penyealuran raskin maka

diharapkan Titik Bagi ditetapkan pada lokasi strategis dan mudah dijangkau oleh

RTS PM. Hal yang menjadi perhatian di sini adalah bahwa proses pendistribusian

bantuan sosial dari pemerintah termasuk bantuan raskin memang rawan

penyimpangan. Oleh karena itu dengan dukungan dan kerja sama dari semua

pihak maka diharapkan pendistribusian raskin dapat dilaksanakan dengan tepat

sasaran yaitu diberikan kepada rumah tangga yang memang miskin dan sangat

membutuhkan.

5.2 Pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Plaju Kota Palembang

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Program

Raskin (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) merupakan salah satu program

penanggulangan kemiskinan yang bersifat nasional yang di gagas oleh pemerintah

pusat. Oleh karena itu program ini dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia dan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 175: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

153

tidak terkecuali Kota Palembang khususnya di wilayah Kecamatan Plaju. Adapun

Kecamatan Plaju memiliki 7 (tujuh) kelurahan dan di antara tujuh kelurahan

tersebut ada satu kelurahan yang memang tidak mendapatkan alokasi raskin sama

sekali yaitu Kelurahan Komperta. Hal tersebut dikarenakan Kelurahan Komperta

merupakan kelurahan khusus yang wilayahnya hanya meliputi Kompleks

Pertamina Plaju dan warga masyarakat yang berdomisili di wilayah tersebut

merupakan Karyawan PT. Pertamina Refrenery Unit III Plaju. Di lihat dari

kondisi soial ekonominya, semua karyawan tersebut di anggap sudah memiliki

tingkat perekonomian yang baik dan tidak lagi membutuhkan berbagai bantuan

sosial dari pemerintah termasuk Program Raskin.

Dari segi data penerima raskin, untuk wilayah Kecamatan Plaju

cenderung mengalami penurunan. Jumlah penerima raskin dari tahun 2010 dan

2011 tidak mengalami penurunan, sedangkan dari tahun 2011 ke tahun 2012

mengalami penurunan. Sementara di tahun 2013 tidak mengalami penurunan.

Secara lebih rinci dapat di lihat dalam tabel berikut :

Tabel. 5.1

Jumlah Penerima Raskin Kecamatan Plaju Tahun 2010-2013

No.

Nama

Kelurahan

Jumlah RTS Raskin Keterangan

2010 2011 2012 2013

1 Plaju Darat 725 725 307 307 - Harga tebus raskin

yaitu : Rp. 1.600 per

kg di titik distribusi

- Alokasi raskin yaitu

15 kg per RTS

2 Talang Putri 1155 1155 1363 1363

3 Plaju Ilir 1076 1076 891 891

4 Talang Bubuk 557 557 347 347

5. Plaju Ulu 1415 1415 863 863

6. Bagus Kuning 1047 1047 725 725

Kecamatan 5975 5975 4496 4496 Sumber : Rangkuman SK Walikota Palembang Tahun 2010 sd 2013

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, dapat kita ketahui bahwa kelurahan yang

mendapatkan alokasi raskin terbanyak di tahun 2012/2013 dan justru meningkat

dari tahun sebelumnya adalah Kelurahan Talang Putri, sedangkan kelurahan yang

mendapatkan alokasi paling sedikit di tahun 2012/2013 dan mengalami penurunan

yang cukup besar adalah Kelurahan Plaju Darat. Sementara Kelurahan Plaju Ulu

pernah mendapatkan alokasi terbanyak ditahun 2010 dan 2011 yaitu mencapai

1415 RTS namun sejak tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 652 RTS.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 176: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

154

Jika di bandingkan antara jumlah RTS penerima raskin dengan jumlah

RTS hasil PPLS dan jumlah Rumah Tangga Miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera

I) di masing-masing kelurahan di peroleh gambar sebagai berikut :

Gambar. 5.2

Perbandingan penerima raskin dengan RTS Hasil PPLS 2011

Sumber : SK Walikota Palembang, Hasil PPLS 2011, Kec.Plaju Dalam Angka 2012/2013

Ket : RTS = Rumah Tangga Sasaran ; RTM = Rumah Tangga Miskin (Pra KS dan KS I)

Berdasarkan gambar 5.2 di atas dapat di lihat bahwa terdapat beberapa

kelurahan yang memiliki jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) lebih besar

dibandingkan dengan RTS Penerima Raskin yaitu Kelurahan Plaju Darat, Talang

Bubuk dan Plaju Ulu. Sedangkan perbedaan yang sangat mencolok antara jumlah

RTS penerima raskin dengan RTM 2012/2013 terjadi di Kelurahan Plaju Darat.

Jumlah RTS PPLS 2011 merupakan hasil pendataan dari BPS sedangkan Jumlah

RTM merupakan hasil pendataan dari PPLKB Kecamatan Plaju setiap tahunnya.

Sementara itu, proporsi alokasi raskin tahun 2013 pada tiap kelurahan di

Kecamatan Plaju dapat di lihat sebagai berikut :

PlajuDarat

TalangPutri

Plaju IlirTalangBubuk

PlajuUlu

BagusKuning

RTS Raskin 2012/2013 307 1363 891 347 863 725

RTS PPLS 2011 1009 2040 1635 876 1687 1106

RTM 2012 1012 1112 589 630 1553 459

RTM 2013 1106 1177 628 652 1571 475

0

500

1000

1500

2000

2500

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 177: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

155

Gambar 5.3

Alokasi Raskin Kecamatan Plaju Tahun 2013

Sumber : diolah dari data lapangan

Berdasarkan gambar 5.3 di atas dapat di ketahui bahwa telah terjadi

perbedaan yang cukup kontras dimana kelurahan yang mendapatkan alokasi

raskin paling sedikit tahun 2013 adalah Kelurahan Plaju Darat yaitu hanya

mendapatkan 6,82 % dari total keseluruhan alokasi raskin di Kecamatan Plaju.

Kondisi ini tidak sebanding dengan jumlah rumah tangga sasaran tahun 2013 di

Kelurahan Plaju Darat masih cukup tinggi yaitu mencapai 1.009 rumah tangga

atau 12,07 % dari keseluruhan RTS Kecamatan Plaju (Data Hasil PPLS 2011).

Sedangkan yang memperoleh alokasi raskin paling banyak di tahun 2013 yaitu

Kelurahan Talang Putri yaitu sebesar 30,31 % dari total keseluruhan alokasi

raskin. Kondisi ini justru melampaui jumlah RTM yang ada di Kelurahan Talang

Putri.

Selanjutnya terkait dengan sebaran Rumah Tangga Sasaran Kecamatan

Plaju berdasarkan PPLS 2011 dapat di gambarkan sebagai berikut :

Gambar. 5.4

Sebaran RTS Berdasarkan PPLS 2011

Sumber : diolah dari data lapangan

Plaju Ilir19,81%

Plaju Ulu19,19%

Bagus Kuning16,12%

Talang bubuk7,71%

Plaju Darat6,82%

Talang Putri30,31%

Plaju Ilir19,57%

Plaju Ulu20,19%

Bagus Kuning13,24%

Talang Bubuk10,48%

Plaju Darat12,07%

Talang Putri24,42%

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 178: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

156

Berdasarkan gambar 5.4 di atas dapat diketahui bahwa jumlah sebaran

RTS yang paling banyak yaitu berada di Kelurahan Talang Putri (24,42 %)

sedangkan jumlah sebaran yang paling sedikit yaitu berada di Kelurahan Talang

Bubuk (10,48 %). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pendataan PPLS

2011 yang dilakukan oleh BPS, sesungguhnya kelurahan yang memiliki jumlah

rumah tangga sasaran paling sedikit (yang berhak mendapatkan program bantuan

sosial dari pemerintah) adalah Kelurahan Talang Bubuk termasuk di dalammnya

untuk program raskin. Namun pada kenyataannya justru Kelurahan Plaju Darat

yang mendapatkan alokasi bantuan raskin paling sedikit.

Apabila kita melihat perbandingan antara jumlah rumah tangga sasaran

hasil dari PPLS 2011 dengan jumlah rumah tangga miskin yang menerima raskin

tahun 2013 maka dapat di ketahui bahwa bantuan raskin yang mampu meng-cover

rumah tangga miskin paling banyak yaitu terdapat di wilayah Kelurahan Talang

Putri sebesar 66,81 %. Dengan perincian bahwa dari 2040 RTS yang ada maka

rumah tangga miskin yang mendapatkan raskin hanya sebanyak 1363 RTS. Di

sisi lain bantuan raskin yang mampu meng-cover rumah tangga miskin paling

rendah adalah di Kelurahan Plaju Darat yaitu hanya sebesar 30,42 % dengan

perincian yaitu dari 1009 RTS yang ada di wilayah Kelurahan Plaju Darat, maka

yang hanya menerima raskin adalah hanya sebanyak 307 RTS.

Secara keseluruhan untuk wilayah lainnya dapat di sajikan sebagai

berikut yaitu Kelurahan Plaju Ilir sebesar 54,49 %, Kelurahan Plaju Ulu sebesar

51,15 %, Kelurahan Bagus Kuning sebesar 65,55 %, dan Kelurahan Talang

Bubuk sebesar 39,61 %.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 179: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

157

Gambar. 5.5

Cakupan bantuan raskin Tahun 2013 terhadap RTS di Kec. Plaju

Sumber : Hasil PPLS 2011 (data di olah)

Berdasarkan Gbr 5.5 dapat diketahui bahwa tidak semua RTS hasil

pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 menjadi penerima

raskin di masing-masing kelurahan. Akibatnya masih banyak rumah tangga

miskin yang ada di masing–masing kelurahan tersebut yang tidak menerima jatah

raskin. Kondisi ini yang membuat pelaksanaan program raskin menjadi bergejolak

di masyarakat Kecamatan Plaju. Kondisi yang paling memprihatinkan terjadi di

wilayah Kelurahan Plaju Darat. Untuk tahun 2012, 2013, Kelurahan Plaju Darat

hanya menerima raskin sebanyak 307 RTS atau hanya sekitar 30,42 % saja rumah

tangga yang menerima program ini.

Di tinjau dari tahapan distribusinya, proses pendistribusian raskin di bagi

menjadi dua tahap yaitu tahap pertama, pendistribusian di Titik Distribusi (TD)

dan tahap kedua, pendistribusian di Titik Bagi (TB). Titik distribusi adalah tempat

atau lokasi penyerahan raskin dari Satuan Kerja (Satker) Raskin kepada Pelaksana

Distribusi Raskin di tingkat Desa/Kelurahan, atau lokasi lain yang disepakati

secara tertulis oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Divre/Subdivre/Kansilog

Perum Bulog. Sedangkan Titik Bagi adalah tempat atau lokasi penyerahan beras

raskin dari Pelaksana Distribusi Raskin kepada Rumah Tangga Sasaran Penerima

Raskin (RTS-PM). Adapun yang menjadi titik distribusi di wilayah Kecamatan

54.49% 54.15%

65.55%

39.61%

30.42%

66.81%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

Plaju Ilir Plaju Ulu BagusKuning

TalangBubuk

Plaju Darat Talang Putri

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 180: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

158

Plaju adalah semua kantor Lurah setempat kecuali Kantor Lurah Komperta yang

memang tidak mendapatkan alokasi raskin. Sedangkan yang menjadi titik bagi

pada umumnya adalah rumah para ketua RT di masing-masing kelurahan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan sejumlah

informan di lapangan diketahui bahwa secara umum proses pendistribusian raskin

dari Gudang Perum Bulog Divre Sumsel sampai ke tingkat kelurahan dalam

wilayah Kecamatan Plaju sebagai titik distribusinya tidak mengalami hambatan

dan kendala yang berarti. Proses pendistribusian dapat dikatakan berjalan dengan

lancar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan proses

pendistribusian raskin di titik bagi yaitu dari Rumah Ketua RT untuk sampai ke

Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat masih terdapat berbagai tindakan yang

tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5.2.1. Pendistribusian Raskin dari Gudang Perum Bulog Divre Sumsel ke

Titik Distribusi

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa secara umum

proses pendistribusian raskin dari Gudang Perum Bulog Divre Sumsel sampai ke

tingkat kelurahan dalam wilayah Kecamatan Plaju sebagai titik distribusinya tidak

mengalami hambatan dan kendala yang berarti. Proses pendistribusian berjalan

dengan aman dan lancar. Pengangkutan beras di lakukan dengan menggunakan

mobil truck yang telah disediakan oleh pihak Perum Bulog. Sarana jalan raya

yang di lalui oleh truck pengangkut sebagai jalur distribusinya semuanya telah

diaspal sehingga truck tidak mengalami kesulitan untuk mencapai titik

distribusinya.

Hanya saja keterlambatan kedatangan raskin di titik distribusi lebih

disebabkan karena faktor non teknis di lapangan misalnya kemacetan yang terjadi

di beberapa titik jalur yang dilalui dan kondisi cuaca yaitu hujan deras. Apalagi

jika proses distribusi dilakukan pada jam-jam sibuk dan melewati daerah

perkotaan. Kedatangan beras tersebut bisa terlambat antara 1 sampai dengan 2 jam

dari jadwal yang telah diperkirakan. Untuk satu wilayah kelurahan yang

mempunyai alokasi raskin yang cukup banyak maka dibutuhkan lebih dari 1 truck

untuk proses pengangkutannya. Sebagai contoh Kelurahan Plaju Ilir dengan

alokasi pagu raskin sebanyak 13.365 kg untuk 891 RTS dalam proses

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 181: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

159

pendistribusiannya membutuhkan 3 buah truck. Masing-masing truck biasanya

mempunyai juru angkut antara 2 sampai dengan 3 orang. (Lihat Gambar 5.6)

Gambar.5.6

Alur Distribusi Raskin dari Gudang Bulog ke Titik Distribusi

Sumber : dokumentasi penelitian (Foto di ambil tanggal 27 September 2013)

Setelah raskin sampai ke titik distribusi yaitu Kantor Lurah setempat,

maka selanjutnya raskin di angkut dan dikumpulkan di dalam balai kelurahan

setempat. Selama proses pengangkutan berlangsung, beras di hitung kembali oleh

petugas raskin tingkat kelurahan untuk memastikan apakah jumlah pagu telah

sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Setelah beras dinyatakan

cukup dan sesuai dengan jumlah maka proses pendistribusian raskin di titik

distribusi dinyatakan telah selesai dilaksanakan. Selanjutnya beras raskin siap

untuk didistribusikan ke Titik Bagi yaitu rumah para Ketua RT atau lokasi yang di

tunjuk oleh Ketua RT sebagai Titik Bagi.

Berdasarkan gambar 5.6 di atas, dapat di lihat bahwa setelah raskin

sampai di Kantor Lurah sebagai Titik Distribusi dan dikumpulkan di dalam balai

kelurahan maka selanjutnya beras tersebut dikelompokkan berdasarkan RT

dengan jumlah raskin yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pengelompokkan ini dilakukan agar memudahkan para Ketua RT untuk

mengambil jatah raskin mereka masing-masing. Berdasarkan keterangan para

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 182: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

160

Gbr. Sarana Pengangkut Raskin di Tingkat Lokal

petugas di lapangan mengemukakan bahwa proses pendistribusian raskin dari titik

distribusi (Kantor Lurah) ke Titik Bagi (rumah Ketua RT) harus selalu di awasi

secara ketat. Hal ini dikarenakan jika tidak dilakukan demikianm, maka ada

kemungkinan raskin tersebut akan hilang dan itu menjadi tanggung jawab pihak

kelurahan untuk menggantinya.

Dari pengalaman mereka di lapangan diperoleh informasi bahwa selama

program raskin ini berlangsung, para petugas pernah beberapa kali mengalami

kehilangan raskin dan jumlahnya bervariasi di masing-masing kelurahan di

wilayah Kecamatan Plaju. Kehilangan beras tersebut biasanya terjadi dikarenakan

pada saat pengambilan beras di balai kelurahan situasi cukup ramai dan para

petugas kelurahan tidak siap dalam menghadapi kondisi demikian.

4.5.2 Pendistribusian Raskin dari Titik Distribusi ke Titik Bagi

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa setelah raskin

dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan wilayah per RT, maka selanjutnya

Raskin tersebut siap untuk didistribusikan ke Titik Bagi (TB). Dari hasil

pengamatan di lapangan diketahui pula bahwa secara teknis pendistribusian raskin

dari Kantor Lurah setempat menuju di titik bagi (tingkat RT) tidak mengalami

hambatan dan kendala yang berarti. Artinya semua proses pendistribusian dapat

berjalan dengan lancar. Proses pengangkutan raskin dari Kantor Lurah ke wilayah

masing-masing RT, pada umumnya menggunakan becak, gerobak maupun sepeda

motor sebagai sarana pengakutannya sebagaimana gambar terlampir.

Gambar. 5.7

Sarana Pengangkut Raskin di Tingkat Lokal

Sumber : dokumntasi lapangan (Foto di ambil tanggal 23 September 2013)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 183: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

161

Di pilihnya sarana tersebut untuk mencapai titik bagi karena sebagian

besar wilayah RT yang ada di Kecamatan Plaju melewati jalan atau gang yang

relatif sempit. Oleh karena itu penggunaan sarana trasnportasi tersebut di rasa

tepat dan sesuai dengan kondisi di lapangan serta mempermudah proses

distribusinya. Selain itu biaya atau ongkos angkut yang dikelurkan juga relatif

lebih murah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa jarak tempuh antara Kantor

Lurah setempat dengan rumah para Ketua RT yang dijadikan sebagai Titik Bagi

Raskin pada umumnya tidak terlalu jauh dan mudah di jangkau oleh masyarakat.

Bahkan ada beberapa rumah Ketua RT yang berada di sekitar Kantor Lurah

setempat. Namun masih pula ditemui di lapangan bahwa ada beberapa Rumah RT

yang berada cukup jauh dari Kantor Lurah setempat, misalnya di Kelurahan

Talang Putri meliputi wilayah RT. 1, RT. 2, RT, 3 dan RT. 4.

Kondisi yang cukup berbeda dibandingkan dengan kelurahan lainnya

dalam wilayah Kecamatan Plaju yaitu Kelurahan Plaju Darat. Dengan kondisi

wilayah Kelurahan Plaju Darat yang cukup luas menyebabkan jarak antara

sebagian besar Rumah Ketua RT dengan Kantor Lurah Plaju Darat cukup jauh.

Jarak tempuh yang terjauh berada di wilayah RT. 16 dan RT. 15 yang mencapai 5-

6 Km. Selain itu kondisi jalan yang masih berupa tanah (belum di aspal) dan

masih banyak yang rusak menjadi salah satu hambatan yang harus di hadapi

warga masyarakat. Kondisi jalan semakin parah dan sulit dilalui apabila hujan

tiba. Air banyak yang mengenangi jalan sehingga jalan menjadi licin. (Gambar

terlampir).

Gambar. 5.8

Kondisi jalan di Kelurahan Plaju Darat Sumber : dokumentasi penelitian (Foto diambil pada 7 Oktober 2013)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 184: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

162

Dalam hal proses pendistribusian raskin, kondisi wilayah seperti ini tentu

membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih memadai. Oleh karena itu khusus

di wilayah ini, ada beberapa Ketua RT yang menggunakan mobil carry pick up

atau kendaraan motor roda tiga sebagai sarana pengangkutan raskin agar sampai

ke titik bagi (Rumah Ketua RT setempat). Mobil tersebut umumnya di sewa oleh

Ketua RT sehingga Ketua RT memerlukan biaya yang lebih besar di bandingkan

Ketua RT yang rumahnya lebih dekat dengan Kantor Lurah Plaju Darat.

Selain kondisi lingkungan yang masih tertinggal di bandingkan dengan

kondisi di Kelurahan lainnya. Terkait dengan periode pendistribusiannya, khusus

di wilayah Kelurahan Plaju Darat pendistribusian raskin dilaksanakan secara

berkala yaitu 3 bulan sekali. Sedangkan untuk wilayah Kelurahan yang lain,

pendistribusian raskin tetap dilaksanakan setiap satu bulan sekali sebagaimana

yang telah di atur di dalam Buku Pedoman Umum Raskin. Berdasarkan informasi

yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa faktor yang mendasarinya adalah

karena jumlah pagu raskin yang di terima oleh Kelurahan Plaju Darat sangat

sedikit. Kelurahan Plaju Darat mengalami penurunan alokasi raskin yang cukup

besar di bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu informasi yang di

peroleh dari para Ketua RT di Kelurahan Plaju Darat mengatakan bahwa

pendistribusian dengan cara tiap 3 bulan sekali itu dimaksudkan untuk menghemat

biaya / ongkos pengangkutan beras ke masing-masing rt. Apabila pengangkutan

beras dilakukan setiap bulan maka menurut Ketua RT tidak efektif dan membuat

ongkos distribusi semakin besar.

Berdasarkan urain di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum

pendistribusian raskin dari Gudang Bulog ke Titik Distribusi dan sampai ke Titik

Bagi tidak mengalami hambatan dan kendala. Setiap bulan, raskin dapat

terdistribusi dengan lancar dan dapat di nikmati oleh RTS PM. Namun khusus

untuk wilayah Kelurahan Plaju Darat yang sedikit berbeda dimana pendistribusian

raskin berjalan 3 bulan sekali dan kondisi ini merupakan sebuah kesepakatan

antara Ketua RT dengan Pemerintah Kelurahan Plaju Darat.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 185: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

163

5.2.3. Proses Pendistribusian Raskin dari Titik Bagi (TB) kepada Rumah

Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin

Setelah raskin sampai di titik bagi (rumah Ketua RT) maka selanjutnya

beras yang masih berada di dalam karung tersebut akan ditimbang ulang untuk

kemudian dipisahkan ke dalam kantong plastik. Satu karung beras bulog yang

berisi 15 kg akan dipecah lagi menjadi 3 kg, 5 kg ataupun 7 kg per kantong

plastiknya sesuai dengan jatah yang akan diterima oleh masing-masing rumah

tangga penerima raskin. (Lihat gambar 5.9). Dalam proses pengelolaan raskin ini

yang meliputi penimbangan dan memasukkan raskin ke dalam kantong plastik,

para Ketua RT biasanya di bantu oleh satu atau dua orang warga masyarakat agar

proses dapat berjalan dengan lancar dan cepat. Ada juga para Ketua RT yang tidak

melibatkan warga masyarakat tetapi hanya di bantu oleh anggota keluarganya saja

baik itu istri maupun anak-anaknya. Pilihan ini di ambil oleh Ketua RT dengan

pertimbangan karena pihak keluarga dapat lebih bisa dipercaya dan untuk

menghemat biaya operasional di lapangan.

Gambar. 5.9

Proses penimbangan ulang raskin oleh salah satu Ketua RT Sumber : dokumentasi penelitian

Beras yang berada di dalam kantong plastik tersebut merupakan wujud

dari pelaksanaan kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal. Informasi yang

peneliti peroleh dilapangan adalah dengan diberlakukkannya kebijakan ini

mengakibatkan tidak ada satu pun RTS yang menerima raskin dalam jumlah utuh

yaitu 1 karung beras senilai 15 kg. Masing-masing rumah tangga sasaran hanya

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 186: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

164

menerima raskin dalam bentuk bungkusan kantong plastik (biasanya berwarna

hitam) dengan jumlah yang bervariasi sesuai dengan kebijakan di wilayah masing-

masing RT. Semakin banyak rumah tangga yang menerima raskin di suatu

wilayah rt, maka semakin sedikit pula jumlah / jatah raskin yang diperoleh oleh

setiap rumah tangga miskin di wilayah rt tersebut.

Setelah semua raskin ditimbang ulang dan dimasukkan ke dalam

kantong-kantong plastik dengan jumlah tertentu maka selanjutnya beras tersebut

siap didistribusikan kepada rumah tangga penerima raskin yang ada di wilayah RT

setempat. Setelah ada pemberitahuan dari Ketua RT bahwa raskin sudah bisa di

ambil oleh masyarakat, maka rumah tangga penerima raskin akan datang ke

rumah Ketua RT secara silih berganti, satu per satu tanpa ada urutan yang

mengikat. Artinya, bagi siapa saja yang memang mempunyai waktu dan

kesempatan pada saat itu maka mereka biasanya langsung berdatangan ke rumah

Ketua RT. Sedangkan bagi mereka yang masih ada kegiatan lain atau belum

mempunyai waktu untuk mengambilnya, maka para Ketua RT tetap menunggu

dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil jatah raskin

tersebut. Hanya saja jika dalam kurun waktu tertentu atau dalam batas waktu yang

telah disediakan, mereka belum juga mengambil jatah raskinnya maka Ketua RT

akan mengalihkan jatah raskin tersebut kepada rumah tangga lainnya.

Hal yang menarik di sini adalah berdasarkan informasi yang peneliti

peroleh di lapangan diketahui bahwa waktu yang dibutuhkan dalam proses

pendistribusian raskin di tingkat lokal adalah bervariasi yaitu ada yang hanya

membutuhkan waktu 1 minggu, bantuan raskin sudah habis diambil oleh rumah

tangga penerima raskin. Namun ada pula yang membutuhkan waktu antara 1

minggu sampai dengan 3 minggu, bantuan raskin baru bisa habis di ambil oleh

rumah tangga penerima raskin.

Terkait dengan adanya variasi waktu dalam proses pendistribusian raskin

di tingkat lokal sehingga menyebabkan keterlambatan atau membutuhkan waktu

yang lama untuk sampai ke tangan penerima manfaat raskin dapat dikelompokkan

ke dalam dua 2 faktor penyebab. Faktor yang pertama yaitu disebabkan oleh

perilaku si penyedia layanan yang dalam hal ini yaitu Ketua RT. Sedangkan faktor

yang kedua disebabkan oleh perilaku si penerima layanan yang dalam hal ini

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 187: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

165

adalah rumah tangga penerima raskin. Adapun yang dimaksud dengan perilaku si

penyedia layanan (Ketua RT) adalah adanya keterlambatan dalam pengelolaan

raskin. Dalam prakteknya di lapangan, ada sejumlah wilayah dimana pada saat

bantuan raskin tiba di rumah Ketua RT maka pada hari itu juga beras langsung di

kelola oleh Ketua RT. Hal ini dimaksudkan agar pada hari itu pula bantuan raskin

dapat langsung dibagikan dan di ambil oleh rumah tangga penerima raskin. Dalam

hal ini dapat dikatakan bahwa Ketua RT sebagai penyedia layanan berusaha

memberikan pelayanan yang cepat dan tepat sehingga raskin dapat sampai ke

tangan penerima raskin dengan baik dan lancar.

Sementara itu, perlakuan yang berbeda ditemukan pula di sejumlah RT

dalam wilayah Kecamatan Plaju yang mana pada saat bantuan raskin telah tiba di

rumah Ketua RT, namun bantuan tersebut tidak langsung dikelola pada hari itu

juga. Bantuan raskin tersebut justru di simpan terlebih dahulu untuk beberapa hari

dan kemudian Ketua RT mencari waktu luang atau waktu yang dianggap tepat

untuk mendistribusikannya. Kondisi ini yang menyebakan proses pendistribusian

raskin di tingkat lokal membutuhkan waktu yang cukup lama. Ternyata yang

menjadi alasannya adalah karena Para Ketua RT masih mempunyai pekerjaan lain

yang tidak bisa ditinggalkan karena berkaitan dengan profesi mereka sebagai

Pegawai Negeri Sipil, karyaran BUMN, karyawan swasta atau pekerjaan lainnya.

Walaupun terjadi penundaan dalam pendistribusian raskin namun

menurut keterangan dari Ketua RT menyatakan bahwa penundaan tersebut telah

dikomunikasikan dengan baik kepada warga masyarakat. oleh karena itu alasan

tersebut dapat dipahami dan di terima oleh warganya dan tidak ada rumah tangga

penerima raskin yang menolak atau berkeberatan dengan permintaan itu. Biasanya

bagi para Ketua RT yang mempunyai kesibukan tersebut, memilih waktu pada

hari sabtu atau hari minggu untuk mengelola raskin tersebut dan kemudian

mendistribusikannya kepada rumah tangga sasaran. Sebagai contoh kasus

pendistribusian raskin di wilayah RT.25 Kelurahan Talang Putri. Oleh karena

Ketua RT. 25 berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka pendistribusian

raskin biasanya dilaksanakan pada Hari Sabtu di setiap bulannya. Apabila raskin

tiba di rumah RT pada Hari Selasa atau Hari Rabu, maka beras tersebut akan di

simpan terlebih dahulu di rumah Ketua RT. Kemudian pada jumat malam atau

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 188: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

166

pada Hari Sabtu barulah kemudian beras tersebut dikelola yaitu ditimbang ulang

dan dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian dipisahkan berdasarkan

nama-nama rumah tangga penerima raskin.

Selanjutnya faktor kedua yang menjadi penyebab lamanya

pendistribusian raskin untuk sampai ke tangan penerima manfaat yaitu berkaitan

dengan perilaku si penerima layanan. Dalam hal ini, adanya keterlambatan dari

rumah tangga penerima raskin dalam mengambil bantuan raskin tersebut. kondisi

yang terjadi yaitu pada saat bantuan raskin telah siap didistribusikan kepada

rumah tangga penerima raskin namun justru mereka belum semuanya mengambil

jatah raskin tersebut. Artinya masih ada beberapa rumah tangga yang belum

mengambil bantuan tersebut. Hasil penelusuran yang peneliti lakukan di lapangan

ternyata hal ini dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama karena alasan

ekonomi dan kedua alasan non ekonomi.

Terkait dengan alasan ekonomi yaitu karena rumah tangga penerima

raskin tersebut belum bisa atau bahkan tidak mampu membayar uang tebus yang

telah ditentukan sebagai syarat dalam pengambilan raskin tersebut. Kondisi

seperti ini biasanya terjadi pada rumah tangga sasaran yang memang sangat

miskin yang mana mereka sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Penghasilan berupa uang yang mereka peroleh pada hari itu akan

habis untuk biaya kebutuhan pada hari itu juga. Sehingga tidak ada kelebihan

penghasilan yang bisa mereka tabung. Tidak jarang dari mereka bahkan harus

berhutang dahulu di warung setempat untuk membeli beras untuk makan sehari-

hari. Karena kondisi ketidakmampuan mereka inilah yang kadang menyebabkan

jatah raskin mereka menjadi hilang atau dialihkan kepada rumah tangga lainnya.

Selain itu ditemukan pula contoh kasus dimana karena adanya

pemberlakukan batas waktu pengambilan raskin yang diberlakukan oleh istri dari

Ketua RT dan di tambah lagi dengan ketidakmampuan rumah tangga sasaran

tersebut untuk menebus raskin dalam jangka waktu yang telah ditentukan

membuat jatah raskin yang bersangkutan menjadi hilang dan dialihkan kepada

rumah tangga lainnya. Sebagai mana yang terjadi di RT. 34 Kelurahan Plaju Ulu.

Ibu RT memberlakukan aturan bahwa jatah raskin harus di ambil dalam jangka

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 189: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

167

waktu 3 hari. apabila dalam waktu tersebut tidak di ambil maka jatah raskin

tersebut akan hilang.

Apa yang di alami oleh rumah tangga sangat miskin tersebut sungguh

memprihatinkan. Di saat mereka sangat membutuhkan beras untuk menyambung

hidupnya namun karena ketidakmampuannya itu menyebabkan apa yang telah

menjadi haknya menjadi hilang dan di alihkan kepada yang lainnya. Bagi rumah

tangga sasaran yang tidak mengambil jatah raskinnya maka jatah tersebut akan

dialihkan kepada rumah tangga lainnya. Hal ini dikarenakan para Ketua RT tidak

mau mengambil resiko jika ada raskin yang tidak terdistribusi kepada warga

masyarakat. Dengan kata lain para Ketua RT di tuntut agar raskin dapat

terdistribusi 100 % di lapangan.

Selanjutnya untuk alasan non ekonomi karena terkait dengan kualitas

raskin yang diberikan oleh pemerintah. kondisi raskin yang tidak layak makan

misalnya berkutu, bulirnya pecah-pecah ataupun berbau menyebabkan para

penerima raskin merasa enggan dan tidak tertarik untuk mengambil jatah raskin

tersebut. hal yang sangat menyedihkan di sini adalah kalaupun mereka mengambil

jatah raskin tersebut biasanya bukan untuk mereka konsumsi melainkan

digunakan untuk makanan hewan ternak mereka misalnya ayam.

Dari gambaran tindakan seperti itu, peneliti menilai bahwa sesungguhnya

telah terjadi penyimpangan yang sangat fatal dalam pemberian raskin di tingkat

lokal walaupun di lain pihak juga tidak bisa membiarkan jika kualitas raskin

dalam kondisi yang tidak layak makan. Dalam hal ini bukan berarti kualitas raskin

yang jelek bukan suatu masalah dan dibiarkan terus terjadi. Namun yang menjadi

perhatian di sini adalah esesnsi dan fungsi dari bantuan raskin itu sendiri. Untuk

siapa sebenarnya bantuan itu diberikan dan siapa sesungguhnya yang lebih berhak

menerimanya. Secara sepintas, adanya rumah tangga yang merasa keberatan untuk

mengkonsumsi raskin dengan alasan karena kualitas raskin yang jelek, sepertinya

masuk akal dan cukup berdasar untuk diterima oleh masyarakat pada umumnya.

Namun ternyata setelah peneliti amati lebih jauh, peneliti melihat bahwa adanya

penolakan tersebut lebih disebabkan karena pada dasarnya kondisi rumah tangga

mereka tersebut tergolong rumah tangga yang sudah cukup mampu.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 190: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

168

Perlakukan yang bertolak belakang justru diperlihatkan bagi kelompok

yang membutuhkan bantuan raskin tersebut. Bagi mereka yang mempunyai latar

belakang ekonomi yang sangat miskin, walaupun kondisi raskin tersebut

tergolong jelek dan tidak layak makan, namun mereka tetap mengambil jatah

raskin tersebut dan tetap mengkonsumsinya. Hal ini lebih disebabkan mereka

tidak mempunyai pilihan lain dan mempunyai keterbatasan dalam bertindak.

Sehingga yang peneliti jumpai di lapangan ada beberapa rumah tangga miskin

yang mensiasati untuk mengkonsumsi raskin tersebut yaitu dengan cara

mencampur raskin yang kurang baik dengan beras yang lebih baik yaitu beras

yang mereka beli sendiri di toko atau di pasar. Hal ini berarti rumah tangga yang

sangat miskin lebih menghargai keberadaan bantuan raskin tersebut dan lebih

mempunyai nilai dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 191: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

169

BAB 6

HASIL DAN ANALISIS DATA

6.1 Dinamika Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal

Di awal pemaparan data hasil penelitian mengenai dinamika

pendistribusian Raskin di tingkat lokal maka peneliti memulainya dengan

menggambarkan alur pendistribusian Raskin dari tingkat nasional hingga ke

tingkat lokal berdasarkan ketetapan pagu pemerintah. Berdasarkan hasil temuan di

lapangan diketahui bahwa proses ketetapan pagu Raskin dilakukan secara

berjenjang. Hal ini di mulai dari ketetapan pagu di tingkat nasional, kemudian

ketetapan pagu Raskin di tingkat daerah yang meliputi wilayah Provinsi Sumatera

Selatan, wilayah Kota Palembang, kemudian di tingkat Kecamatan Plaju, sampai

ke tingkat kelurahan dan tingkat lokal yaitu RT. Wilayah RT merupakan titik

terakhir pendistribusian Raskin sebelum Raskin diberikan kepada masing-masing

Rumah Tangga Sasaran (RTS). Setelah itu peneliti menguraikan proses

pendistribusian yang terjadi di tingkat lokal. Dari uraian di masing-masing

tingkatan maka dapat dilihat perbedaan atau perubahan pendistribusian yang

terjadi antara kebijakan yang telah ditetapkan di tingkat nasional dengan

pelaksanaan pendistribusian Raskin di tingkat lokal.

Selain itu pemaparan mengenai dinamika pendistribusian Raskin di

tingkat lokal peneliti kaitkan dengan bagaimana proses pengambilan keputusan

tersebut, siapa saja aktor yang terlibat di dalamnya dan hal-hal apa saja yang

diatur di dalam aturan/ketentuan di tingkat lokal tersebut. Selanjutnya peneliti

menguraikan mengenai faktor pendorong yang melatar belakangi munculnya

kebijaksanaan yang mengatur mengenai mekanisme pendistribusian Raskin di

tingkat lokal. Mengapa hal tersebut dapat terjadi di masyarakat lokal. Di bagian

akhir kajian mengenai dinamika pendistribusian di tingkat lokal, peneliti

memaparkan terkait dengan hambatan dan kendala di dalam pendistribusian

Raskin di tingkat lokal dan masalah moral hazard yang muncul di masyarakat

seiring dengan pelaksanaan pendistribusian Raskin di tingkat lokal.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 192: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

170 Universitas Indonesia

6.1.1 Alur Pendistribusian Raskin berdasarkan Ketetapan Pagu Raskin Nasional

Berdasarkan hasil studi literatur yang peneliti lakukan diketahui bahwa

sebelum pemerintah mendistribusikan Raskin ke seluruh kabupaten kota di

Indonesia maka pemerintah di tingkat pusat membuat sebuah kebijakan berupa

penetapan pagu Raskin nasional. Selanjutnya setelah pagu Raskin nasional

ditetapkan maka ketetapan ini akan dijadikan sebagai pedoman di dalam

pendistribusian Raskin ke tingkat kabupaten/kota bahkan sampai ke tingkat

kelurahan dan RT. Hal ini dikarenakan ketetapan pagu tersebut mengatur tentang

berapa jumlah RTS yang berhak menerima bantuan Raskin dan berapa besaran

(alokasi) beras yang akan didistribusikan ke suatu wilayah dalam setiap bulannya

dalam satu tahun pelaksanaan. Sebagai langkah awal, pemerintah pusat

menetapkan jumlah alokasi Raskin yang akan diterima oleh pemerintah daerah

(provinsi). Selanjutnya pemerintah provinsi akan membagi kuota Raskin kepada

pemerintah kabupaten/kota. Kemudian tiap-tiap pemerintah kabupaten dan kota

akan membagi kuota Raskin untuk didistribusikan di masing-masing kecamatan

hingga ke tingkat desa/kelurahan yang ada di bawahnya.

Selain itu, berdasarkan hasil studi literatur yang peneliti lakukan,

diperoleh informasi bahwa proses penetapan kebijakan pendistribusian Raskin

diawali dengan pembahasan di tingkat pusat yang dilakukan oleh pemerintah dan

DPR terkait pelaksanaan Program Raskin. Di dalam Pedum Raskin 2013 telah

disebutkan bahwa munculnya kebijakan di tingkat pusat yaitu berupa penetapan

pagu Raskin nasional merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara

pemerintah dan DPR yang dituangkan di dalam Undang-Undang APBN. Hal ini

menunjukkan bahwa penetapan pagu Raskin nasional dilakukan berdasarkan

pertimbangan ketersediaan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah dan

kemampuan pemerintah untuk membiayai pelaksanaan program Raskin atas

persetujuan DPR RI. Setelah pagu Raskin nasional itu ditetapkan maka kemudian

pemerintah mendistribusikan Raskin tersebut ke berbagai wilayah yang ada di

Indoensia.

Berdasarkan hasil studi literatur yang peneliti lakukan dari berbagai

dokumen dari Kantor Pemerintah di Bagian Perekonomian Setda Kota

Palembang, maka peneliti memperoleh informasi bahwa proses penetapan pagu

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 193: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

171

Raskin di tingkat pemerintah daerah dilakukan secara berjenjang melalui

penerbitan surat keputusan oleh masing masing pemerintah daerah di tiap

tingkatan tersebut. Proses yang pertama adalah Menteri Koordinator Bidang

Kesejahteraan Rakyat (sekarang berganti nama menjadi Menteri Koordinator

Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) menetapkan pagu Raskin untuk tingkat

propinsi. Kemudian, Pagu Raskin untuk setiap Kabupaten/Kota ditetapkan oleh

Gubernur berdasarkan Pagu Raskin Nasional. Sedangkan pagu Raskin untuk

setiap desa/kelurahan ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan Pagu Raskin

Provinsi. Semakin besar pagu Raskin yang diterima oleh suatu wilayah maka

semakin banyak pula RTS yang akan menerima bantuan Raskin dari pemerintah.

Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh di lapangan diketahui bahwa

walaupun pemerintah daerah di setiap tingkatan telah mengeluarkan kebijakan

dalam bentuk surat keputusan terkait dengan pengalokasian pagu Raskin dan

penetapan jumlah RTS penerima Raskin, namun pada dasarnya pemerintah pusat

telah mengatur dan menetapkan secara keseluruhan pagu Raskin dari tingkat

provinsi hingga ke tingkat kelurahan. Bentuk ketetapan tersebut dituangkan dalam

bentuk daftar nama-nama rumah tangga sasaran penerima Raskin yang tercatat

dalam sebuah dokumen resmi. Daftar tersebut berisikan nama kepala keluarga dan

alamat yang lebih dikenal dengan istilah by name by address. Selanjutnya daftar

nama-nama rumah tangga yang telah ditetapkan tersebut kemudian diserahkan

kepada pemerintah daerah untuk menjadi pedoman dalam pendistribusian Raskin

di daerah.

Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan

dan Pemerintah Kota Palembang sebenarnya hanya bersifat meneruskan apa yang

telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Artinya di sini bahwa tidak ada

pembahasan antara Gubernur dengan pihak DPRD Propinsi maupun antara

Walikota dengan pihak DPRD Kota terkait penentuan besaran alokasi pagu

Raskin dan jumlah RTS yang akan menerima bantuan Raskin baik. Surat

Keputusan yang ditetapkan oleh Gubernur maupun Walikota pada dasarnya hanya

sekedar untuk menindak lanjuti hasil ketetapan yang telah dibuat oleh pemerintah

pusat.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 194: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

172 Universitas Indonesia

Sejalan dengan uraian tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan

aparatur pemerintah Kota Palembang dan dari studi literatur yang peneliti lakukan

pada Pedum Raskin 2013 diperoleh informasi bahwa penentuan atau penetapan

rumah tangga sasaran yang berhak menerima Raskin berasal dari RTS yang

terdaftar di dalam Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial. Basis

data itu sendiri bersumber dari PPLS 2011 yang merupakan hasil pendataan oleh

pihak Badan Pusat Statistik (BPS). Selanjutnya data tersebut diserahkan kepada

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang kemudian

dikelola sebagai dasar penetapan RTS PM. Besaraan jumlah RTS penerima

bantuan Raskin disesuaikan pula dengan kemampuan anggaran pemerintah.

Dalam pelaksanaan Program Raskin Tahun 2013, pemerintah telah mengeluarkan

kebijakan nasional berupa pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15

kg/RTS/bulan atau setara dengan 180 kg/RTS/tahun dengan harga tebus Rp.

1.600,-/kg netto di titik distribusi (TD) kepada 15.530.897 Rumah Tangga Sasaran

dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan beras.

Berdasarkan data yang peneliti peroleh di lapangan diketahui bahwa

alokasi pagu Raskin yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Menko Kesra

untuk Provinsi Sumatera Selatan adalah sebanyak 75.524.220 Kg yang akan

didistribusikan untuk 419.519 RTS selama satu tahun. Menindak lanjuti hasil

pagu Raskin nasional tersebut, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan

mengeluarkan kebijakan melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan

Nomor : 27/KPTS/IV/2013 tentang Pagu Alokasi Program Bantuan Beras untuk

Rumah Tangga Miskin Kabupaten/Kota Se-Sumatera Selatan dari Bulan Januari

s.d Bulan Desember 2013. Dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut maka

menjadi acuan pemerintah provinsi di dalam pengaturan tentang pendistribusian

alokasi Raskin untuk wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Selatan.

Berdasarkan Surat Keputusan tersebut ditetapkan bahwa alokasi Pagu Raskin

untuk Kota Palembang tahun 2013 yaitu sebanyak 1.082.670 kg per bulan yang

ditujukan untuk 72.178 RTS.

Terkait dengan ketetapan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi

Sumatera Selatan maka Pemerintah Kota Palembang menindak lanjutinya dengan

mengeluarkan ketetapan melalui Surat Keputusan Walikota Palembang Nomor :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 195: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

173

No 42 Tahun 2013 tentang Alokasi Pagu Raskin untuk 16 Kecamatan dalam

wilayah Kota Palembang. Hasil dari keputusan tersebut menetapkan bahwa untuk

pelaksanaan Program Raskin Tahun 2013 di Kecamatan Plaju mendapatkan

alokasi Raskin sebanyak 67.440 kg yang ditujukan untuk 4.496 RTS. Alokasi

tersebut akan didistribusikan kepada 6 kelurahan yang berada di dalam wilayah

Kecamatan Plaju. Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan di lapangan

diketahui bahwa proses penetapan kebijakan pendistribusian Raskin dalam bentuk

Surat Keputusan tersebut di tiap tingkatan berjalan cukup lancar dan tidak

menemui hambatan dan kendala. Hal ini dikarenakn sifatnya yang hanya

meneruskan dari apa yang telah ditetapkan dari pemerintah pusat.

Berikut peneliti gambarkan tingkatan pendistribusian Raskin berdasarkan

ketetapan pagu atau sasaran penerima Raskin yang telah ditetapkan pemerintah

secara berjenjang sebagai berikut:

Gambar 6.1

Tahapan Penentuan Sasaran Penerima Raskin 2013 Sumber : pengolahan data hasil penelitian

Berdasarkan gambar 6.1 di atas, dapat diketahui bahwa ketetapan pagu

tersebut memperlihatkan adanya perbedaan di masing-masing kelurahan terkait

dengan jumlah RTS yang akan menerima Raskin. Hal yang menarik di sini adalah

kelurahan yang mempunyai jumlah RT yang paling banyak tidak menjamin

Pagu Raskin Nasional Tahun 2013

(15.530.897 RTS)

Pagu Raskin Propinsi Sumatera Selatan

(419.579 RTS)

Pagu Raskin Kota Palembang

(72.178 RTS)

Pagu Raskin Kecamatan Plaju

(4.496 RTS)

Kelurahan

Komperta Plaju Ilir Plaju Ulu Bagus Kuning Tl Bubuk Tl Putri Plaju Darat

- 891 RTS 863 RTS 725 RTS 347 RTS 1363 RTS 307 RTS

- 43 RT 45 RT 32 RT 21 RT 32 RT 35 RT

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 196: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

174 Universitas Indonesia

mendapatkan alokasi Raskin yang paling banyak pula. Sebagaimana yang dialami

oleh Kelurahan Plaju Ulu dengan jumlah RT terbanyak yaitu 45 RT. Begitu juga

sebaliknya, kelurahan yang memiliki jumlah RT yang paling sedikit maka belum

tentu mendapatkan alokasi Raskin yang paling sedikit. Sebagaimana yang dialami

oleh Kelurahan Talang Bubuk yang mendapatkan alokasi lebih banyak dari

Kelurahan Plaju Darat. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan

diketahui bahwa penetapan jumlah RTS tersebut tergantung dari berapa jumlah

rumah tangga miskin yang ada di wilayah tersebut berdasarkan Pendataan

Program Perlindungan Sosial (PPLS) oleh pihak BPS dan pengolahan dari dari

pihak TNP2K.

Jika dicermati lebih jauh, adanya daftar penerima manfaat yang telah

ditetapkan oleh pemerintah pusat pada dasarnya dapat mempermudah para

aparatur pelaksana yang ada di di tingkat bawah untuk mendistribusikannya

kepada masing-masing RTS. Namun berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan

diperoleh informasi bahwa penetapan jumlah RTS penerima Raskin di masing-

masing kelurahan dan RT belum mampu memuaskan banyak pihak terutama para

pelaksana Raskin yang ada di tingkat bawah baik itu pemerintah kelurahan

maupun para Ketua RT yang berhadapan langsung dengan masyarakat miskin

sebagai target sasaran. Selain itu berdasarkan hasil wawancara diperoleh

informasi pula bahwa para aparatur pemerintah kelurahan dan Ketua RT

mengalami sebuah dilema dalam hal penyampaian bantuan (delivery services). Di

satu sisi mereka ingin melakukan pendistribusian sebagai mana mestinya

sedangkan di sisi lain masih banyak rumah tangga miskin menurut penilaian

Ketua RT seharusnya layak mendapatkan bantuan tetapi tidak mendapatkannya.

Hal ini salah satunya dikemukakan oleh Lurah Plaju Ulu sebagai berikut :

“Itulah kondisi di lapangan...., memang sesuai pagu setiap RTS mendapat 15

kg secara teori. Tetapi prakteknya jika kita hanya membagi Raskin sesuai

dengan daftar maka itu tidak mungkin. Misalnya di RT 1 sesuai pagu ada 15

KK maka yang seharusnya mendapatkan Raskin itu lebih banyak dari 15

KK tersebut. Sehingga teknis di lapangan kita serahkan kepada RT masing-

masing misalnya 15 kg di bagi dua, sehingga yang mendapat Raskin

menjadi lebih banyak”. (wawancara tanggal 26 September 2013)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 197: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

175

Berdasarkan hasil wawancara tersebut Lurah Plaju Ulu menilai bahwa

terjadi perbedaan yang cukup besar antara jumlah pagu Raskin yang ditetapkan

oleh pemerintah dengan jumlah rumah tangga miskin yang ada di wilayah mereka

masing-masing. Selain itu tuntutan dari rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai

penerima Raskin untuk ikut mendapatkan Raskin cukup besar. Sehingga para

aparatur pelaksana di tingkat lokal mengalami kesulitan bahkan tidak mampu

mendistribusikan bantuan Raskin sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan oleh

pemerintah.

6.1.2 Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal

Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan terhadap kegiatan

pendistribusian Raskin di tingkat lokal diperoleh informasi bahwa walaupun

pemerintah telah mengatur sedemikian rupa terkait dengan pendistribusian Raskin

hingga ke tingkat lokal, namun pada kenyataannya pendistribusian Raskin yang

dilakukan oleh Ketua RT kepada para RTS tidak berjalan sesuai dengan ketentuan

tersebut. Ketua RT tidak mendistribusikan Raskin berdasarkan ketetapan

pemerintah yaitu 15 Kg per RTS, melainkan mendistribusikannya berdasarkan

kebijaksanaan sendiri yang bersifat lokal yaitu dengan cara di bagi rata. Sistem

atau pola pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata ini pun ternyata terdiri

dari berbagai bentuk tergantung kesepakatan yang terjadi di lapangan antara

Ketua RT dan warganya.

Fakta yang terjadi di lapangan memperlihatkan bahwa bantuan Raskin

yang seharusnya hanya diberikan kepada RTS yang terdaftar di dalam Daftar

Penerima Manfaat (DPM) Raskin, mengalami perubahan sasaran pendistribusian.

Kondisi ini dapat dilihat yaitu Raskin didistribusikan juga kepada rumah tangga

lainnya yang tidak termasuk di dalam daftar tersebut. Dalam konteks penelitian

ini, rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar di dalam DPM tetapi ikut serta

menikmati bantuan Raskin, peneliti sebut sebagai kelompok non RTS. Adanya

perubahan sasaran mengakibatkan terjadinya pengurangan dari segi jumlah atau

besaran Raskin yang diterima oleh masing-masing RTS. Para RTS tidak lagi

menerima bantuan dalam jumlah 15 kg per bulan sebagaimana mestinya, namun

hanya mendapatkan dalam jumlah yang bervariasi antara 2 sampai dengan 5 kg

per bulannya.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 198: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

176 Universitas Indonesia

Selain itu fakta dilapangan menunjukkan bahwa para Ketua RT tidak lagi

berpedoman pada ketentuan yang telah diatur di dalam buku Pedoman Umum

Raskin. Sebaliknya mereka lebih memilih membuat aturan sendiri yang mereka

nilai lebih cocok diterapkan di lingkungan RT mereka masing-masing. Hal ini

mengakibatkan munculnya berbagai bentuk aturan di tingkat lokal dan cara atau

proses pengambilan keputusan juga berbeda. Selain itu proses pengambilan

keputusan di tingkat lokal dipengaruhi pula oleh bagaimana kepemimpinan

seorang Ketua RT dalam menjalankan kekuasaannya sebagai elit lokal di

wilayahnya. Seorang ketua RT dapat menjalankan kekuasaannya dengan cara

otoriter ataupun demokratis.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian diketahui

bahwa munculnya berbagai pola atau cara pendistribusian Raskin di tingkat lokal

tidak terlepas dari peran pemerintah kelurahan yang memberikan kebijaksanaan

kepada para Ketua RT untuk mengatur distribusi sesuai dengan kondisi wilayah

RT masing-masing. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Lurah Plaju Darat

sebagai berikut : “Ya, kita serahkan kepada Ketua RT bagaimana di lapangan. Hal

tersebut dilakukan karena Raskin ini sangat terbatas, setiap tahun pagu yang

diterima selalu menurun....” (wawancara, tanggal 1 Oktober 2013).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para Lurah diperoleh informasi

pula bahwa para aparatur pemerintah menghadapi kondisi yang sulit. Jika

pemerintah kelurahan memaksakan pendistribusian Raskin harus sesuai dengan

aturan yang berlaku maka mereka berpendapat pemerintah kelurahan akan selalu

mendapatkan tuntutan dari masyarakat terkait dengan pelaksanaan program

Raskin ini. Selain itu para Ketua RT juga mengemukakan bahwa mereka tidak

sanggup mendistribusikan Raskin jika harus dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah di tingkat nasional. Oleh karena itu

para Lurah setempat mengambil inisiatif dengan memberikan kebijaksanaan

kepada para Ketua RT untuk mengatur pola distribusi sesuai dengan wilayah RT

masing-masing. Berikut ini peneliti menguraikan proses pengambilan keputusan

yang terjadi di tingkat lokal dan beberapa bentuk keputusan yang dihasilkan di

tingkat lokal.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 199: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

177

6.1.2.1. Proses Pengambilan Keputusan Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal

Berdasarkan temuan di lapangan, diketahui bahwa secara garis besar ada

dua macam cara dalam proses pengambilan keputusan terkait pendistribusian

Raskin di tingkat local. Cara yang pertama yaitu melalui musyawarah secara

formal. Sedangkan cara yang kedua yaitu tanpa melalui musyawarah secara

formal. Dalam konteks penelitian ini, proses pengambilan keputusan dengan cara

musyawarah secara formal dapat dipahami sebagai suatu proses yang melibatkan

warga masyarakat setempat yang memang dilakukan secara resmi pada waktu dan

tempat tertentu. Sedangkan musyawarah sendiri berarti terjadi interaksi dan

komunikasi yang baik antara Ketua RT dengan warganya. Ketua RT selaku elit

lokal berusaha menyerap aspirasi warga dan kemudian aspirasi tersebut dijadikan

sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan di tingkat lokal.

Selanjutnya, dalam proses musyawarah itu sendiri, terbagi lagi menjadi

dua bentuk yaitu pertama, melalui musyawarah tertutup dan kedua, melalui

musyawarah terbuka. Terkait dengan peserta musyawarah tersebut, berdasarkan

hasil temuan di lapangan diperoleh informasi bahwa dalam hal ini ada yang

melibatkan seluruh elemen masyarakat (terbuka) misalnya perangkat RT, rumah

tangga sasaran maupun rumah tangga non sasaran, tokoh masyarakat. Namun ada

pula yang melakukan rapat dengan hanya melibatkan kelompok masyarakat

tertentu saja (tertutup) yaitu hanya rumah tangga yang termasuk di dalam daftar

rumah tangga sasaran saja.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat berbagai perbedaan di

masing-masing RT terkait dengan proses pengambilan kebijaksanaan tersebut.

Dalam hal ini para ketua RT memiliki pandangan dan pertimbangan masing-

masing dalam menentukan cara mana yang akan mereka tempuh. Sementara itu

ada pula yang Ketua RT yang ditemui di lokasi penelitian mengatakan bahwa

selama menjabat sebagai Ketua RT, yang bersangkutan belum pernah membuat

aturan baru terkait dengan mekanisme pendistribusian Raskin di wilayahnya. Hal

ini disebabkan karena ia hanya meneruskan aturan yang telah ditetapkan oleh

Ketua RT sebelumnya. Ketua RT tersebut merasa tidak perlu untuk membuat

aturan yang baru karena tidak adanya perubahan pagu Raskin dari tahun

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 200: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

178 Universitas Indonesia

sebelumnya dan tidak ada perubahan sasaran penerima Raskin maupun

permintaan dari warga masyarakatnya.

Selanjutnya dari hasil penelusuran lebih jauh, peneliti memperoleh

informasi bahwa kegiatan musyawarah dalam rangka pengambilan kebijaksanaan

pendistribusian Raskin di tingkat lokal seperti ini pada umumnya dilaksanakan

setiap awal tahun yaitu di saat masing-masing Ketua RT telah menerima ketetapan

pagu Raskin dari pihak kelurahan. Apabila ketetapan pagu Raskin tersebut tidak

mengalami perubahan dari ketetapan pagu tahun sebelumnya maka Ketua RT

biasanya tidak lagi melakukan rapat dan tetap memberlakukan aturan yang lama.

Namun jika terjadi perubahan pagu maka para Ketua RT akan melakukan rapat

sehingga menghasilkan aturan yang baru lagi. Sejalan dengan hal tersebut, dari

permeriksaan dokumen lapangan terkait dengan pagu Raskin dalam kurun waktu

5 tahun terkahir, terlihat bahwa ketetapan pagu Raskin cenderung mengalami

penurunan. Hal ini berdampak pada jumlah rumah tangga yang akan menerima

Raskin semakin berkurang.

Sementara itu, proses pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah

secara formal adalah proses pengambilan keputusan yang dengan tidak melibatkan

warga masyarakat secara langsung dalam suatu pertemuan yang resmi terkait

dengan tempat dan waktu tertentu. Berdasarkan hasil temuan di lapangan

diketahui bahwa pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah ini dapat

terbagi dua yaitu bersifat terbuka dan tertutup. Proses tanpa musyawarah yang

bersifat tertutup maksudnya adalah salah satu bentuk pengambilan keputusan yang

dilakukan secara sepihak oleh Ketua RT sendiri dan cenderung otoriter karena

tidak melibatkan warganya dalam proses tersebut. Kondisi yang terjadi yaitu

Ketua RT tidak mau mencoba mendengar aspirasi warganya ataupun berdialog

dengan warganya. Sehingga dapat dikatakan pengambilan kebijakan seperti ini

dilakukan hanya berdasarkan pertimbangan dan penilaian dari diri para Ketua RT

itu sendiri saja.

Sedangkan proses pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah

tetapi bersifat terbuka maksudnya adalah walaupun Ketua RT tersebut tidak

menjalankan musyawarah secara langsung, namun Ketua RT tetap berusaha

menyerap aspirasi warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 201: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

179

kemasyarakatan yang ada di wilayah RT nya masing-masing. Selain itu walaupun

sebagian Ketua RT tidak melakukan musyawarah secara formal dengan

mengumpulkan warganya di suatu tempat pada waktu tertentu, namun sebagian

dari para Ketua RT masih tetap berusaha mendengarkan aspirasi dari warganya

terkait dengan bagiamana keinginan warga di dalam pendistribusian Raskin

dengan jumlah alokasi dari pemerintah yang sangat terbatas.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menggambarkan proses pengambilan

kebijakan di tingkat lokal dalam bentuk skema sebagai berikut:

Gambar 6.2

Proses Pengambilan Keputusan di Tingkat Lokal

Sumber : Olahan Penelitian

Sebagaimana yang telah peneliti kemukakan sebelumnya bahwa

musyawarah biasanya dilakukan di setiap awal tahun setelah adanya ketetapan

alokasi pagu Raskin dari pemerintah. Berdsarkan informasi yang peneliti peroleh

di lokasi penelitian diketahui bahwa para ketua RT pada umumnya melakukan

musyawarah di rumah mereka sendiri. Namun ada pula yang menggunakan

tempat ibadah berupa masjid maupun mushollah sebagai tempat berlangsungnya

musyawarah. Selanjutnya apabila waktu pelaksanaan musyawarah telah

ditentukan maka selanjutnya Ketua RT akan memberitahukan kepada warganya.

Pemberitahuan kepada masyarakat tersebut biasanya hanya diumumkan secara

lisan dari satu orang kepada yang lainnya. Sedangkan pemberitahuan kepada

pihak kelurahan dilakukan dengan melalui surat resmi dari ketua RT. Bagi para

Ketua RT yang melakukan musyawarah dengan melibatkan seluruh elemen

masyarakat ada maka pengumuman biasanya dilakukan secara lebih terbuka.

Sedangkan bagi Ketua RT yang melakukan musyawarah secara tertutup yaitu

Terbuka

Tertutup

Musyawarah

Formal Menghasilkan

aturan/ketentuan

baru

Tanpa

Musyawarah

Formal

Proses

pengambilan

keputusan

Tertutup

Terbuka

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 202: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

180 Universitas Indonesia

hanya melibatkan RTS saja maka pengumuman itu biasanya lebih tertutup dan

hanya diketahui orang tertentu saja.

Adapun pertimbangan Ketua RT yang memilih melakukan musyawarah

secara tertutup adalah karena menilai musyawarah dapat dilakukan secara efektif

dan efisien. Hal ini dapat dilihat dari biaya rapat yang dikeluarkan tidak terlalu

besar dan dari segi waktu yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan juga tidak

terlalu lama. Selain itu Ketua RT beralasan bahwa mereka yang ikut di dalam

musyawarah adalah mereka yang memang mempunyai hak atas bantuan Raskin

tersebut yaitu mereka memang terdaftar di dalam Daftar Penerima Manfaat

(DPM) Raskin berdasarkan ketetapan pemerintah. Sedangkan bagi rumah tangga

yang tidak terdaftar maka mereka di anggap tidak mempunyai hak suara dan lebih

bersifat menerima saja terhadap apa yang diputuskan.

Pada saat musyawarah berlangsung Ketua RT memaparkan hasil

ketetapan pemerintah terkait dengan alokasi pagu Raskin untuk wilayah mereka.

Selanjutnya Ketua RT berupaya mendengar aspirasi para anggota rapat. Setelah

diperoleh kesepakatan dan diambil keputusan bersama maka Ketua RT

menjadikan keputusan rapat tersebut sebagai dasar dalam mengambil

kebijaksanaan lokal untuk membuat berbagai aturan distribusi. Dengan

diberlakukan aturan yang baru maka berdampak pada perubahan mekanisme

pendistribusian Raskin di masyarakat. Aturan atau ketentuan yang dihasilkan di

itngkat lokal mengatur mengenai siapa atau rumah tangga miskin mana saja yang

berhak menerima Raskin. Selain itu aturan lokal mengatur mengenai berapa

besaran alokasi Raskin yang akan diperoleh oleh masing-masing RTS dan non

RTS.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, berikut peneliti paparkan berbagai

cara atau pola pendistribusian Raskin yang terjadi di tingkat lokal. Pertama,

pengambilan keputusan yang lahir melalui musyawarah formal secara terbuka

yaitu terjadi di RT. 33 Kelurahan Plaju Ilir. Di wilayah RT 33 ini, rapat

dilaksanakan bersamaan dengan pada saat arisan ibu-ibu tingkat rt. Menurut Ketua

RT, hal ini sengaja dilakukan agar banyak perwakilan keluarga yang hadir. Pada

saat arisan berlangsung, Ketua RT menyampaikan hal-hal terkait dengan Program

Raskin. Rapat ini biasanya dilaksanakan satu tahun sekali dan dilakukan di awal

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 203: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

181

tahun di awal tahun. Selama tidak ada perubahan maka hasil keputusan tersebut

tetap dilaksanakan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT 33 yaitu :

“Oh, itu kami lakukan pada saat ada arisan ibu-ibu di tingkat RT. Melalui

arisan tersebut kami menyampaikan hal-hal terkait dengan program Raskin

ini. Kami biasanya mengadakan rapat mengenai Raskin ini hanya di awal

tahun saja. selagi tidak ada perubahan maka hal ini tinggal berjalan di

lapangan…..”. (wawancara tanggal 4 Oktober 2013)

Berdasarkan penjelasan dari Ketua RT. 33 diketahui bahwa pada saat musyawarah

dilaksanakan, seluruh komponen masyarakat yang ada dilibatkan antara lain

misalnya struktur pengurus RT yang terdiri dari sekretaris RT dan bendahara RT,

Ibu-ibu yang terlibat arisan rt, warga yang terdata untuk menerima Raskin

maupun yang tidak terdata juga diajak untuk bermusyawarah. Akhirnya hasil dari

musyawarah tersebut para warga setuju dan sepakat terhadap apa yang telah

diputuskan.

Kondisi yang sama juga terjadi di RT 38 Plaju Ilir, yaitu musyawarah

dengan melibatkan seluruh rumah tangga baik yang termasuk sebagai RTS

maupun non RTS. Hanya saja dalam musyawarah ini perwakilan dari tiap-tiap

rumah tangga dihadiri oleh para ibu-ibu. Ketua RT. 38 berpendapat bahwa

bantuan Raskin merupakan bantuan yang menyangkut kebutuhan dapur dari

masing-masing rumah tangga. Oleh karena itu Ketua RT tersebut cenderung

mengajak para ibu-ibu untuk bermusyawarah terkait dengan pendistribusian

Raskin kepada warganya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT 38

Kelurahan Plaju Ilir sebagai berikut :

“Semua melalui musyawarah dengan warga. Kami melakukan musywarah

dengan mengundang seluruh ibu-ibu yang ada di rt ini untuk hadir di rumah

kami. Setelah warga berkumpul kami menjelaskan kepada mereka berapa

jumlah Raskin yang di terima untuk tahun ini dan kami tanyakan kepada

ibu-ibu bagaimana cara pembagian Raskin dengan jumlah seperti ini,

apakah di bagi rata atau dibagikan sesuai dengan daftar saja…….”.

(Wawancara tanggal 6 Oktober 2013)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 204: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

182 Universitas Indonesia

Sementara itu contoh pengambilan kebijakan pendistribusian Raskin

melalui musyawarah formal tetapi bersifat tertutup salah satunya terjadi di

wilayah RT. 25 Kelurahan Talang Putri. Sebagaimana yang di kemukakan oleh

Ketua RT 25 Kelurahan Talang Putri :

“ Kami melakukan rapat dengan mereka yang 26 orang yang ada di dalam

data itu saja. kami tidak melibatkan yang lainnya. Rapat dilaksanakan di

rumah saya selaku ketua RT. Hasilnya mereka sepakat mau membagi jatah

mereka tersebut kepada warga miskin lainnya dengan catatan mereka yang

terdaftar mendapatkan jatah Raskin secara rutin setiap bulan.”

(Wawancara 3 Oktober 2013)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa Ketua RT hanya melakukan

musyawrah dengan rumah tangga yang termasuk sebagai RTS saja. Namun

keputusan yang dihasilkan dari musyawarah berlaku bagi seluruh warga yang ada

di wilayah RT tersebut.

Sementara itu, sebagaimana yang telah peneliti kemukakan sebelumnya

bahwa proses pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah mufakat adalah

ketetapan yang ditentukan secara sepihak yaitu oleh Ketua RT sebagai aktor

tunggal. Dalam konteks ini, Ketua RT mencoba memainkan perannya secara

maksimal sebagai elit lokal yang berada di wilayahnya. Dari hasil penelusuran di

lokasi penelitian, salah satu Ketua RT yang memilih mengambil keputusan tanpa

musyawarah formal dan bersifat tertutup adalah Ketua RT. 4 Kelurahan Bagus

Kuning. Dalam hal ini pengambilan kebijakan hanya berdasarkan pertimbangan

dan pemikiran dari Ketua RT sendiri saja dan tanpa melibatkan saran atau

pendapat dari warga masyarakatnya.

Adapun yang menjadi pertimbangan Ketua RT memilih cara ini adalah

karena Ketua RT tidak ingin repot dan tidak mau terlalu dipusingkan oleh

banyaknya pertanyaan dari warga masyarakatnya. Selain itu menurutnya jika

dilakukan rapat secara formal maka akan muncul terlalu banyak keinginan warga

masyarakat yang justru akan menimbulkan keributan. Hal itu dapat di lihat dari

sebagaimana yang dikemukan oleh Ketua RT 4 Kelurahan Bagus Kuning yaitu :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 205: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

183

“Iya, keputusan yang saya ambil hanya berdasarkan hasil pemikiran saya

sendiri dan tidak melibatkan masyarakat. Kalau saya mengajak masyarakat

untuk bermusyawarah maka akan muncul banyak pertanyaan nantinya dan

akan repot. Oleh karena itu lebih baik saya putuskan sendiri. Hal ini bukan

karena saya ingin menunjukkan “power” saya sebagai Ketua RT….”

(wawancara, 29 September 2013)

Walaupun Ketua RT lebih memilih mengambil keputusan sendiri tetapi

Ketua RT tetap memperhatikan kondisi masyarakatnya dan melakukan konsultasi

dengan pihak kelurahan khususnya kepada Lurah setempat. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Ketua RT. 4 Kelurahan Bagus Kuning sebagai berikut : “Saya

meminta petunjuk dahulu dengan pak lurah. Setelah saya berkonsultasi, pak lurah

mengatakan bahwa selagi itu bisa di atasi ya di atasi saja dengan cara baik-baik

dan jangan sampai ada gejolak di masyarakat. Setiap ada permasalahan saya

berkonsultasi ke pihak kelurahan”. (Wawancara, 29 September 2013)

Selain itu Ketua RT juga tetap berusaha bertindak bijaksana dengan

mengambil keputusan yang pro poor yaitu berpihak kepada rumah tangga yang

miskin dan tidak berdaya. Hal ini dapat dilihat dari kebijaksanaan berupa

pembebasan biaya tebus Raskin kepada janda tua dan anak yatim. Sebagaimana

yang dikemukakan oleh Ketua RT. 4 Kelurahan Bagus Kuning sebagai berikut :

“….Namun di satu sisi ada juga yang saya bebaskan dari membayar Raskin

tersebut, misalnya janda, anak yatim. Tetapi itu dari pribadi saya sendiri karena

saya turut merasakan penderitaan mereka, makanya saya gratiskan kepada mereka

walaupun saya yang harus membayarnya.” (Wawancara tanggal 29 September

2013)

Selanjutnya berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, cara lainnya

dalam proses pengambilan kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal tanpa

musyawarah formal dan bersifat terbuka yaitu melalui acara-acara keagamaan

ataupun kemasyarakatan misalnya takziyah dan carawisan. Walaupun Ketua RT

tidak melakukan musyawarah secara langsung dan cenderung mengambil

keputusan secara sepihak, namun Ketua RT tersebut tetap melakukan komunikasi

dengan warganya di berbagai kegiatan di wilayahnya. Dalam kegiatan tersebut,

Ketua RT berusaha melakukan dialog kepada warga masyarakat yang hadir. Pada

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 206: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

184 Universitas Indonesia

saat dialog berlangsung, Ketua RT tersebut berusaha menyerap aspirasi warganya.

Di dalam acara tersebut, Ketua RT menyingung terkait dengan pelaksanaan

program Raskin dan bagaimana mekanisme pendistribusian Raskin yang

diinginkan oleh warganya. Menanggapi apa yang disampaikan oleh Ketua RT

tersebut, warga pun menyampaikan aspirasinya. Seperti yang dikemukakan oleh

Ketua RT. 20 Kelurahan Plaju Darat :

“Walaupun saya tidak melalui musyawarah tetapi saya sampaikan langsung

kepada warga masyarakat melaui takziyah, atau carawisan. Kami ini pada

prinsipnya apa-apa yang disampaikan oleh pemerintah misalnya Lurah

maupun pihak Kecamatan maka akan kami sampaikan kepada warga

masyarakat dan bagaimana maunya masyarakat di lapangan kami ikut saja.”

(Wawancara tanggal 1 Okrober 2013)

Selanjutnya berdasarkan aspirasi tersebut maka Ketua RT mengambil

keputusan dalam pendistribusian Raskin terkait dengan yaitu rumah tangga yang

mana saja yang akan menerima Raskin dan berapa jumlah beras yang akan

mereka terima. Namun berdasarkan hasil penggalian informasi lebih mendalam

terhadap apa yang disampaikan oleh Ketua RT tersebut, maka peneliti menilai

pada dasarnya proses penyerapan aspirasi tersebut berjalan kurang efektif. Hal

tersebut dikarenakan keterbatasan waktu untuk pembahasan materi dan proses

dialog yang terlalu singkat dan terbatas pada orang yang hadir di dalam acara

kemasyarakatan itu saja.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari para Ketua RT dapat

diketahui bahwa pengambilan keputusan tanpa melalui musyawarah dengan

warga masyarakat lebih di dasari karena faktor teknis saja yaitu agar proses

pengambilan keputusan dapat berjalan dengan cepat dan mudah dan bukan karena

adanya faktor kesombongan dari Ketua RT tersebut. Namun walaupun demikian

peneliti berpendapat proses pengambilan keputusan dengan cara musyawarah

secara terbuka dapat memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan

aspirasinya. Sehingga diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik.

Dalam perkembangnnya, terlepas dari bagaimana cara yang dipilih oleh

para Ketua RT dalam proses penetapan mekanisme distribusi di tingkat lokal ada

fenomena menarik yang peneliti temukan di lokasi penelitian. Fenomena tersebut

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 207: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

185

adalah walaupun sebagian besar para Ketua RT telah melakukan musyawarah

dengan warganya, namun tidak sedikit pula di antara para Ketua RT tersebut yang

berusaha merahasiakan atau menyembunyikan data terkait siapa saja yang

sebenarnya berhak mendapatkan Raskin di wilayah RT itu berdasarkan daftar

penerima manfaat yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam artian bahwa

Ketua RT tersebut tidak memberi tahu kepada warganya terkait siapa saja

sebenarnya yang berhak mendapatkan Raskin tersebut. Hal ini dilakukan oleh para

ketua RT dengan alasan untuk memudahkan proses pendistribusinya ke warga.

Kemudian alasan lainnya adalah agar masyarakat tidak ada yang komplain

ataupun menolak jika jatah Raskinnya dibagi kepada yang lainnya yang tidak

terdaftar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT 21 Kelurahan Plaju Ilir

sebagai berikut :

“Ya dengan cara musyawarah. Warga saya kumpulkan terlebih dahulu, ketika

data sudah keluar dan dari 60 KK yang saya ajukan ternyata hanya ada 29

KK maka saya beritahukan kepada warga bahwa tahun ini kita mendapatkan

Raskin sebanyak 29 KK. Tetapi nama-nama yang penerima Raskin itu tetap

saya rahasiakan karena jika warga yang ada di daftar mengetahuinya maka

ditakutkan nantinya warga tersebut tidak mau berbagi.” (wawancara, 23

September 2013)

Setelah proses penentuan pola atau cara distribusi dilaksanakan baik yang

melalui musyawarah maupun tanpa musyawarah maka lahirlah sebuah aturan baru

yang berlaku di masing-masing wilayah RT. Kondisi ini mengakibatkan

pendistribusian Raskin di tingkat lokal tidak lagi mengacu pada ketentuan yang

telah ditetapkan oleh pemerintah melainkan mengacu pada aturan baru yang telah

diambil oleh para Ketua RT.

Jika dikaitkan dengan mekanisme yang ada, pada dasarnya pemerintah

telah mengatur mengenai tata cara perubahan sasaran penerima manfaat Raskin

melalui Pedoman Umum (Pedum) Raskin 2013. Berdasarkan Pedum tersebut

diuraikan bahwa para pelaksana program Raskin di tingkat lokal boleh merubah

sasaran penerima Raskin melalui musyawarah di tingkat lokal baik itu melalui

musyawarah kecamatan (muscam) ataupun melalui musyawarah kelurahan

(muskel). Hal yang menjadi penekanan di sini adalah bahwa para pelaksana

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 208: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

186 Universitas Indonesia

program Raskin tidak diperbolehkan untuk menambah jumlah sasaran penerima

Raskin sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun berdasarkan

fakta yang terjadi di lapangan aturan inilah yang sesungguhnya telah dilanggar

oleh para pelaksana program di tingkat lokal.

Terkait dengan konteks penelitian ini maka berbagai cara yang ditempuh

oleh para Ketua RT dalam mengambil keputusan di tingkat lokal dapat dilakukan

analisa dalam perspektif pendekatan penggunaan kekuasaan. Sebagaimana yang

telah peneliti kemukakan pada bab sebelumnya secara konseptual ada 3

pendekatan di dalam penggunaan kekuasaan yaitu pendekatan pluralisme,

pendekatan elitisme dan pendekatan koorporasi (Dean 2012; Spicker 1995) atau

dengan sebutan yang agak berbeda yaitu model pluralis demokratis, model kontrol

elit dan ketiga model ekonomi politik (Blakemore dan Griggs, 2007).

Dari hasil analisa peneliti terhadap berbagai model atau pendekatan

tersebut, maka peneliti berpendapat para ketua RT yang memilih proses

pengambilan keputusan dengan cara bermusyawarah merupakan bentuk

penggunaan kekuasaan pluralism (the pluralist view) atau model pluralisme

demokratis (the democratic pluralist model). Sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Blakemore dan Griggs (2007) bahwa model demokratis

pluralisme adalah sebuah model yang mengatur bagaimana seharusnya

pemerintah bertindak dan bagaimana kebijakan seharusnya dibuat pada

masyarakat yang demokratis. Terkait dengan konteks penelitian ini, para ketua RT

sebagai perwakilan dari pemerintah mempunyai kekuasaan di dalam menjalankan

tugas dan fungsinya sehari-hari serta mengambil sebuah kebijakan.

Dalam pendekatan ini disebutkan oleh Blakemore dan Griggs (2007)

bahwa terjadi proses penyampaian pendapat (voice) dari warga masyarakat kepada

pemerintah. Terkait dengan konteks penelitian ini maka proses penyampaian

aspirasi dari warga masyarakat kepada Ketua RT selaku pemegang kekuasaan

yang sah di tingkat lokal dapat dinilai sebagai bentuk proses penyampaian

pendapat (voice). Oleh karena itu peneliti mengelompokkan proses musyawarah

secara formal terbuka dan tertutup termasuk ke dalam model demokratis

pluralisme atau pandangan pluralis. Selain itu merujuk pada konsep yang ada di

dalam model demokratis pluralisme yang menyebutkan bahwa tidak membiarkan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 209: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

187

pemerintah untuk mengambil kebijakan secara sendiri tanpa melibatkan suara dari

masyarakat (a number of voice). Hal ini telah dilaksanakan oleh Ketua RT di

tingkat lokal dengan memberi kesempatan kepada warganya untuk menyampaikan

aspirasinya.

Menurut analisa peneliti, esensinya adalah bahwa model pluralisme

berusaha menghasilkan ketetapan yang lebih dapat diterima oleh semua pihak

karena warga masyarakat merasa dilibatkan di dalam proses pengambilan

keputusan tersebut. Sehingga nantinya aturan yang dihasilkan dapat dijalankan

dalam rentang waktu yang cukup lama dan dapat memuaskan banyak pihak.

Dalam konteks penelitian ini, proses musyawarah dengan mendengar aspirasi dari

kelompok masyarakat miskin maka dapat mencegah pengambilan keputusan yang

justru nantinya cenderung merugikan mereka.

Terkait dengan proses musyawarah tersebut berdasarkan informasi yang

peneliti peroleh di lapangan diketahui bahwa dalam hal pengambilan keputusan

cenderung ditempuh melaui voting yaitu melalui suara terbayak. Namun di

sebagian RT masih ada ditemukan yang berhasil mencapai kata sepakat tanpa

harus melakukan voting atau pengambilan berdasarkan suara terbanyak. Hal

menarik yang dikemukakan oleh para Ketua RT bahwa dalam menjalankan proses

pengambilan keputusan dengan cara bermusyawarah untuk mencapai kata

mufakat sering mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Masing-masing kelompok kepentingan yaitu antara RTS dan non RTS berusaha

memperjuangkan kepentingan mereka sendiri. Oleh karena itu untuk

menghasilkan sebuah keputusan maka dipilih dengan cara voting. Selain itu

mereka menilai bahwa proses pengambilan keputusan dengan cara voting lebih

efektif dan setiap peserta rapat lebih dapat menyampaikan suara (voice) mereka

masing-masing. Hal ini berarti semua aspirasi masyarakat bisa tersalurkan dengan

baik.

Sementara itu, terkait dengan pilihan dari para Ketua RT yang memilih

tidak melakukan musyawarah dan tidak berusaha mendengar aspirasi warganya di

dalam proses penetapan aturan di tingkat lokal maka menurut analisa peneliti

kondisi ini menggambarkan penggunaan kekuasaan dengan model kontrol elite

(the elite control model) atau pandangan elite (the elitist view). Sebagaimana yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 210: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

188 Universitas Indonesia

dikemukakan oleh Blakemore dan Edwin Griggs (2007) dan Dean (2012) bahwa

model kontrol elit ini cenderung hanya berupaya mengakomodasi kepentingan-

kepentingan kelompok elite semata dan pengambilan kebijakan bersifat terbatas

(Spicker, 1995). Sedangkan pendapat dan masukkan dari kelompok non elite

cenderung tidak didengar atau diabaikan saja. Dalam artian bahwa setiap

kebijakan yang diambil di tingkat lokal merupakan representasi dari kepentingan

Ketua RT semata saja. Dalam hal ini kepentingan Ketua RT dapat diasumsikan

sebagai kepentingan elite di tingkat lokal.

Model kontrol elite menutup kesempatan bagi masyarakat untuk

menyampaikan aspirasinya. Oleh karena itu, mereka sebagai warga masyarakat

hanya dipaksa untuk melaksanakan ketentuan yang telah dihasilkan. Walaupun

pada kenyataannya mereka merasa tidak setuju dengan aturan tersebut, akan tetapi

mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menolaknya (powerless). Dalam

konteks penelitian ini, penerapan model elit ini membuat masyarakat lokal hanya

menjalankan apa yang telah menjadi ketetapan dari Ketua RT. Sebagai contoh

yang terjadi di tingkat lokal yaitu walaupun ada sebagian kelompok miskin

merasa keberatan terhadap proses distribusi Raskin dengan cara di bagi rata

namun mereka tidak bisa menolaknya karena sudah menjadi kebijaksanaan dari

Ketua RT mereka.

Jika dikaitkan dalam perspektif kajian Ilmu Kesejahteraan Sosial, maka

peneliti mengkaitkan keberadaan kebijakan ini pada fungsinya. Menurut

Blakemore dan Griggs (2007) mengemukakan bahwa suatu hal yang krusial untuk

membedakan dua peran dari sebuah kebijakan yaitu peran yang pertama adalah

mencoba untuk membuat sebuah perbaikan pada kesejahteraan manusia atau

untuk meningkatkan pelayanan. Peran yang kedua yaitu untuk meningkatkan

kekuatan/kekuasaan dari pemimpin politik, tanggung jawab lembaga pemerintah

dari kebijakan tersebut. Terkait dengan konteks penelitian ini, menurut analisa

peneliti bahwa para Ketua RT mencoba mengambil peran untuk meningkatkan

pelayanan khususnya warga masyarakat yang berada di lingkungannya. Hal ini

dapat dilihat dari fenomena dilapangan yang menunjukkan bahwa munculnya pola

pendistribusian Raskin di tingkat lokal telah memberikan ruang atau kesempatan

bagi mereka yang sebelumnya tertutup untuk bisa menikmati bantuan Raskin

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 211: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

189

menjadi memiliki kesempatan untuk ikut merasakan bantuan Raskin yang

digulirkan oleh pemerintah. Walaupun pada kenyataannya mereka yang

memperoleh kesempatan tersebut sebagian besar cenderung dari kelompok rumah

tangga yang tidak miskin dan hanya sedikit yang memang tergolong rumah tangga

yang sangat miskin.

Selanjutnya berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan maka peneliti

melihat bahwa para Ketua RT selaku pemilik kekuasaan di tingkat lokal di dalam

pengambilan keputusan lebih banyak menggunakan pendekatan pluraslisme

dibandingkan pendekatan elitisme. Hal ini berarti sebagian besar Ketua RT lebih

memilih melakukan proses musyawarah di dalam mengambil keputusan terkait

dengan pendistribusian Raskin di tingkat lokal. Selanjutnya jika dikaitkan dengan

konsep yang ada dikatakan bahwa keputusan yang dihasilkan melalui pendekatan

pluralisme pada umumnya lebih dapat diterima oleh sebagian besar warga

masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Namun jika konsep tersebut dikaitkan

dengan fenomena yang terjadi di lokasi penelitian maka keputusan yang

dihasilkan baik melalui pendekatan pluralisme maupun elitisme pada umumnya

belum dapat diterima oleh kelompok RTS sebagai penerima Raskin yang

sesungguhnya.

Hal ini dikarenakan berdasarkan pernyataan yang sebagian besar

dikemukakan oleh para RTS bahwa pada dasarnya mereka (kelompok RTS) tetap

saja merasa dirugikan dan tidak menerima dengan keputusan RT mereka. Selain

itu dalam kenyataannya jumlah rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai sasaran

(non RTS) lebih banyak dibandingkan jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS).

Oleh karena itu di dalam proses musyawarah yaitu pada saat pengambilan

keputusan maka suara RTS kalah dengan suara non RTS. Akibatnya kepentingan

kelompok non RTS lebih diutamakan dibandingkan dengan kentingan RTS.

6.1.2.2. Hasil ketetapan pendistribusian Raskin di tingkat Lokal

Sebagaimana yang telah peneliti kemukakan sebelumnya bahwa seiring

dengan lahirnya ketetapan baru yang mengatur tentang pendistribusian Raskin di

tingkat lokal maka telah mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan di dalam

pelaksanaan program Raskin. Kebijakan yang dihasilkan memuat ketetapan yang

mengatur tentang mekanisme pembagian Raskin, rumah tangga yang akan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 212: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

190 Universitas Indonesia

mendapatkan bantuan Raskin, berapa jumlah beras yang akan diterima dan berapa

harga tebus Raskin. Kebijakan ini bersifat mengikat sehingga isi kebijakan

tersebut dilaksanakan oleh Ketua RT dan di terima oleh warga masyarakatnya.

Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan di lokasi penelitian

diketahui bahwa terdapat dua pilihan yang diajukan oleh Ketua RT kepada

warganya terkait dengan mekanisme pembagian Raskin. Adapun pilihan tersebut

yaitu apakah Raskin tetap dibagikan berdasarkan Daftar Penerima Manfaat (DPM)

saja sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah ataukah Raskin dibagikan

kepada rumah tangga lainnya yang tidak termasuk di dalam daftar. Dari dua

pilihan tersebut menurut keterangan dari para Ketua RT ternyata hampir semua

warga yang ada di wilayah Kecamatan Plaju memilih pendistribusian Raskin

dengan cara di bagi kepada rumah tangga lainnya yang tidak termasuk di dalam

DPM. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan para Ketua RT, mereka

juga lebih memilih pendistribusian Raskin dengan cara dibagi rata kepada rumah

tangga lainnya yang tidak terdaftar.

Hal yang menarik di sini adalah ternyata dalam prakteknya,

pendistribusian Raskin dengan cara dibagikan kepada rumah tangga lainnya selain

RTS, memiliki berbagai cara yang berbeda pula. Adapun cara yang pertama yaitu

Raskin dibagi sama rata, sama banyak. Artinya di sini setiap rumah tangga

penerima Raskin mendapatkan jatah Raskin dalam jumlah yang sama nilainya.

Cara yang pertama ini boleh dikatakan agak ekstrim. Hal ini dikarenakan Ketua

RT mendistribusikan Raskin dengan jumlah yang sama banyak kepada seluruh

rumah tangga yang ada di wilayah rt tersebut tanpa membedakan apakah rumah

tangga tersebut tergolong sangat miskin, miskin, agak miskin maupun kaya. Hal

ini berarti Ketua RT memberikan perlakukan yang sama antara RTS dan non RTS.

Cara pembagian seperti itu contohnya terjadi di RT. 38 Kelurahan Plaju

Ilir. Di wilayah ini, Ketua RT. 38 membagi Raskin secara merata dan dengan

jumlah yang persi sama kepada seluruh rumah tangga yang ada di wilayahnya

tanpa terkecuali. Dalam artian Ketua RT tidak membedakan apakah rumah tangga

ini miskin atau tidak dan dengan dalih untuk asas pemerataan dan keadilan maka

alokasi Raskin yang diperoleh untuk RT tersebut di bagi habis. Hal ini dapat

dilihat dari apa yang di kemukakan oleh Ketua RT 38 Kelurahan Plaju Ilir :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 213: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

191

“Kalau di wilayah kami ini, yang ada di data hanya 17, maka agar tidak

muncul kecemburuan sosial di masyarakat maka Raskin tersebut dibagi rata.

Tidak lagi membedakan apakah dia kaya atau miskin maka dibagi rata

semua dengan mendapatkan tiga seperempat kg. Dari 17 RTS kemudian

dibagi rata menjadi 78 KK”. (wawancara 6 Oktober 2013)

Kemudian cara yang kedua, Raskin dibagi berdasarkan RTS dan Non

RTS yang merujuk pada DPM Raskin. Artinya di sini Raskin dibagikan kepada

rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar tetapi dalam jumlah yang tidak sama

banyak. Mereka yang memang terdaftar sebagai RTS di dalam DPM umumnya

mendapatkan alokasi yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang

tidak terdaftar (non RTS). Menurut Ketua RT, hal ini berdasarkan pertimbangan

karena sebenarnya yang mempunyai hak atas manfaat Raskin tersebut adalah

hanya untuk rumah tangga yang terdaftar saja. Sedangkan rumah tangga yang

tidak terdaftar tidak mempunyai hak atas bantuan Raskin tersebut. Sehingga

menurut kesepakan warga dan Ketua RT adalah hal yang wajar jika rumah tangga

yang terdaftar (RTS) mendapatkan alokasi pembagian yang lebih banyak.

Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan para Ketua RT diketahui

pula bahwa munculnya kerelaan untuk membagi Raskin dengan yang tidak

terdaftar sebagai RTS adalah karena adanya rasa saling tolong menolong dan

kebersamaan di antara sesama warga setempat. Cara pembagian seperti ini

contohnya terjadi di wilayah RT. 16 Kelurahan Plaju Ilir. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Ketua RT 16 Plaju Ilir sebagai berikut :

“ya kami membagi Raskin dengan cara di bagi rata pak yaitu beras yang 15

kg itu dibagi tiga sehingga menjadi 5 kg per KK. Sehingga yang awalnya

tadi hanya 17 KK yang menerima Raskin setelah dibagi rata menjadi 47

KK yang menerima Raskin. namun kami bedakan pak, yang ada namanya

di dalam daftar itu diberikan 5 kg, sedangkan yang tidak terdaftar

diberikan 3 kg dan 4 kg.. “ (wawancara 23 September 2013)

Cara pembagian yang sama juga terjadi di wilayah RT. 3 Kelurahan Plaju Ulu.

Hal ini dapat dilihat dari apa yang dikemukakan oleh Ketua RT 3 Kel. Plaju Ulu

yang mengatakan bahwa :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 214: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

192 Universitas Indonesia

“Oleh karena itu saya mempunyai inisiatif bahwa bagaimana jika yang 17

karung ini kita bagi dengan saudara-saudara kita yang lain yang juga

miskin. Alhamdulillah mereka semuanya setuju dengan rincian mereka

yang 17 KK tadi mendapatkan Raskin sebanyak 6 kg sedangkan yang

tidak terdaftar tetapi juga miskin mendapatkan 3 kg.” (wawancara 24

September 2013)

Contoh lainnya dapat pula ditemukan di wilayah RT. 29 Kelurahan Plaju Ulu.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT. 29 Kelurahan Plaju Ulu :

“Saya membagi Raskin ini dengan cara di bagi rata. Sehingga yang

mendapat Raskin tidak hanya 29 RTS. Yang memang terdata di dalam

daftar maka mendapatkan jatah sebanyak 10 kg. sedangkan yang tidak

terdata tetapi dia memang warga miskin maka memperoleh Raskin

sebanyak 4 kg. Dari pembagian tersebut maka yang menerima Raskin

bertambah menjadi 14 KK sehingga total ada 43 KK yang menerima

Raskin”. (wawancara, 24 September 2013)

Berdasarkan data di lapangan menunjukkan bahwa mekanisme

pendistribusian Raskin yang mengatur pembagian dengan cara membedakan

antara rumah tangga miskin yang terdata (RTS) dan yang tidak terdata (non RTS)

cukup banyak dipilih oleh para Ketua RT yang ada di wilayah Kecamatan Plaju.

Hal yang menjadi catatan di sini adalah pemberian jatah Raskin yang lebih banyak

kepada mereka yang memang terdata merupakan salah satu strategi yang di ambil

oleh Ketua RT agar kelompok RTS mau membagi jatah Raskin yang seharusnya

mereka dapatkan secara utuh untuk diberikan kepada rumah tangga lainnya (non

RTS) yang juga membutuhkan. Oleh karena itu strategi ini banyak digunakan oleh

para Ketua RT dalam proses pendistribusian Raskin di tingkat lokal.

Selanjutnya yang ketiga, Raskin di bagi berdasarkan periode tertentu atau

berkala yaitu RTS yang memang terdaftar di dalam DPM mendapatkan alokasi

secara rutin setiap bulannya. Sedangkan rumah tangga yang tidak terdaftar (non

RTS) mendapatkan alokasi Raskin secara periodik 2 bulan sekali. Adapun

ketentuannya yaitu jika pada bulan ini non RTS telah mendapatkan Raskin maka

untuk bulan berikutnya, rumah tangga non RTS tersebut tidak akan mendapatkan

jatah Raskin. Setelah itu pada bulan berikutnya lagi mereka (non RTS) baru bisa

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 215: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

193

kembali mendapatkan alokasi Raskin dan begitu seterusnya. Cara pembagian

seperti ini salah satunya terjadi di wilayah RT. 25 Kelurahan Talang Putri.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT. 25 yaitu sebegai berikut :

“…Mengenai dengan sistem pembagiannya di wilayah rt saya ini adalah

dengan cara di bagi rata yang merupakan hasil kesepakatan dengan warga.

Ketentuannya yaitu mereka yang memang terdata mendapatkan bantuan

secara rutin 5 kg per bulan. Sedangkan yang tidak terdata itu mendapatkan

bantuan 5 kg per dua bulan sekali. Jadi secara keseluruhan jumlah penerima

Raskin di rt 25 ini berjumlah 102 KK. Sedangkan berdasarkan data

seharusnya hanya berjumlah 26 KK saja….” (wawancara, 3 Oktober 2013)

Sedangkan cara yang keempat, ditemukan juga pola pembagian dengan

melihat berdasarkan tingkat kemiskinan rumah tangga tersebut. Rumah tangga

yang sangat miskin mendapatkan Raskin yang lebih banyak daripada rumah

tangga yang miskin dan hampir miskin. Penentuan tingkatan kemiskinan ini

didasarkan pada pengamatan dan penilaian dari Ketua RT saja. Hal ini

dikarenakan Ketua RT merasa lebih tahu mengenai kondisi warga masyarakatnya.

Masing-masing kelompok tersebut mendapatkan alokasi Raskin yang berbeda-

beda. Sistem pembagian seperti itu contohnya dapat di lihat di wilayah RT. 15

Kelurahan Bagus Kuning. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Ketua RT 15

Kelurahan Bagus Kuning sebagai berikut : “…Kalau di kami itu menjadi 89 KK

yang mendapatkan Raskin. Namun dalam pembagiannya tidak semuanya sama

misalnya 10 kg, tetapi ada yang 10 kg, ada yang 8 kg, ada yang 5 kg menurut

tingkat kemiskinannya.” (wawancara, 9 Oktober 2013)

Dengan adanya perbedaan cara pendistribusian tersebut tentu saja

menyebabkan terjadinya perbedaan pula dalam menentukan siapa saja yang akan

mendapatkan Raskin dan berapa jumlah Raskin yang akan mereka terima.

Semakin banyak rumah tangga yang akan di bagi untuk mendapatkan Raskin

maka semakin kecil pula jumlah Raskin yang akan mereka terima. Berdasarkan

uraian diatas maka peneliti mencoba menggambarkan isi kebijakan dalam bentuk

diagram sebagai berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 216: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

194 Universitas Indonesia

Gambar. 6.3

Hasil Ketetapan Pendistribusian Raskin di Tingkat Lokal Sumber: Hasil olahan penelitian

Berdasarkan uraian fakta di atas, dapat diketahui bahwa adanya

kebijaksanaan ini telah mengakibatkan adanya penambahan jumlah penerima

Raskin yang sangat drastis yang terjadi di hampir seluruh RT di wilayah

Kecamatan Plaju terutama wilayah RT yang menerapkan pendistribusian Raskin

dengan cara dibagi sama rata dan sama banyak kepada seluruh rumah tangga yang

ada di wialayah RT tersebut. Cara pendistribusian seperti ini menurut peneliti

sungguh ironis dan sangat menyedihkan terutama bagi kelompok RTS yang

sesungguhnya dalam kondisi sangat miskin dan sangat membutuhkan bantuan

Raskin.

Selanjutnya dari berbagai uraian di atas, ringkasnya dapat disimpulkan

bahwa telah terjadi perubahan cara pendistribusian Raskin di tingkat lokal

terhadap apa yang telah ditetapkan sebelumnya di tingkat nasional. Perubahan

tersebut dapat di tinjau baik dari segi proses pengambilan keputusan maupun dari

isi keputusan yang dihasilkan. Kondisi ini merupakan fakta yang terjadi dalam

pelaksanaan program Raskin di tingkat masyarakat lokal. Walaupun berdasarkan

ketentuan dan pedoman pelaksanaan Raskin tindakan ini bertentangan, namun

karena hal itu telah menjadi pilihan di kalangan masyarakat lokal maka

pembagian dengan cara di bagi rata tetap dilaksanakan.

Terkait dengan munculnya fenomena perubahan aturan (rule) tersebut

yang terjadi pada masyarakat lokal, maka peneliti berpendapat kondisi tersebut

sangat relevan dengan apa yang dikemukakan oleh Lipsky (1980) terkait

keberadaan birokrasi di tingkat bawah (street level bureaucracy). Selain itu dapat

Hasil

Ketetapan

1. Cara mendistribusikan

Raskin dan penentuan

penerima Raskin

2. Jumlah Raskin yang

diterima RTS

3. Harga tebus Raskin

1. Di bagi sama rata sama banyak

2. Di bagi berdasarkan keanggotaan

(RTS

vs Non RTS)

1. Di bagi sama rata sama banyak

3. Dibagi berdasarkan periode tertentu

4. Dibagi berdasarkan tingkat ekonomi

Bervariasi sesuai kesepakatan/ kebijakan

Bervariasi sesuai kesepakatan/ kebijakan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 217: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

195

dikaitkan pula dengan kajian proses kebijakan (policy process) yang dikemukakan

oleh Jamrozik (2001). Sebagaimana yang dikemukan oleh Jamrozik bahwa di

dalam proses kebijakan terdapat 3 tingkatan (level) yang saling terkait yaitu :

pertama, bidang politik (political sphere) dalam bentuk kegiatan formulasi

kebijakan, kedua, bidang administratif (administration sphere) dalam bentuk

kegiatan interpretasi kebijakan dan ketiga bidang operasional (operational sphere)

dalam bentuk kegiatan aplikasi kebijakan.

Dalam kaitannya dengan konteks penelitian ini, maka peneliti melihat

dinamika kebijakan yang terjadi di tingkat lokal pada dasarnya terjadi pada

tingkatan atau level yang ketiga yaitu pada tahapan aplikasi kebijakan. Pada level

ini aktor yang terlibat berhubungan langsung dengan masyarakat yang dilayani

(public served). Dalam hal ini yang menjadi aktornya adalah aparatur pemerintah

kelurahan dan Ketua RT setempat. Terkait dengan pelaksanaan kebijakan program

Raskin ini dan mengadopsi dari skema yang telah dikemukan oleh Jamrozik

(2001) maka dapat peneliti gambarkan sebagai berikut (lihat gbr 6.4).

Sebagaimana yang telah singgung di sebelumnya bahwa keberadaan

aparatur pelaksana yang berada di tingkat bawah (street level bureaucrats)

cenderung menggunakan kekuasaan dengan menyesuaikan kondisi yang dihadapi

yaitu masyarakat sebagai objek yang di layani. Dalam melaksanakan tugas dan

pekerjaannya sehari-hari di dalam memberikan pelayana kepada masyarakat

terutama dalam hal pemberian layanan sosial, mereka kadang menghadapi dilema

dan benturan berbagai kepentingan.

Kondisi ini mempunyai relevansi terhadap apa dikemukakan oleh Lipsky

(1980) bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehari-hari, para pegawai

yang berada di tingkat bawah yang memberikan pelayanan dan bertatap muka

secara langsung dengan masyarakat akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu dari

si penerima layanan (service recipients) menginginkan adanya peningkatan

efektivitas dan responsibilitas. Sedangkan dari sisi warga negara (citizen group),

mereka di tuntut untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi terhadap layanan

pemerintah. Oleh karena itu terkait dengan konteks penelitian ini maka peneliti

berpendapat bahwa tindakan yang diambil oleh aparatur pelaksana di lapangan

dengan cara mengambil kebijaksaan di tingkat lokal (discretion) ini merupakan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 218: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

196 Universitas Indonesia

bagian dari respon terhadap tuntutan warga masyarakat (klien) dalam rangka

pemberian layanan sosial.

Gambar. 6.4

Kebijakan Pendistribusian Raskin dalam operasi :

Ruang aktivitas dan aktor yang terlibat Keterangan : Tim Koordinasi Raskin Pusat terdiri dari berbagai lembaga pemerintah diantaranya

Kemenko Kesra, Komenko Perekonomian, Kemendagri, Kementrian Pertanian,

Kemensos, Kemenkeu, Bappenas, BPS, BPKP dan Bulog.

Sumber : diadopsi dari Jamrozik 2001

Sementara itu Pemerintahan Kelurahan itu ditinjau sebagai organisasi

publik memang erat kaitannya sebagai sebuah birokrasi yang selalu dihadapkan

pada dua pilihan antara aturan (rule) dan kebijaksanaan (discretion). Hal ini

sejalan dengan apa yang dikemukan Hill (2013) bahwa rule diartikan sebagai

tugas dan kewajiban para pekerja (offcials), sedangkan discretion diartikan

sebagai upaya membolehkan mereka dalam kebebasan memilih tindakan. Terkait

dengan konteks penelitian ini maka menurut peneliti salah satu penyebab

munculnya aturan baru yang diberlakukan oleh para apartur di tingkat lokal ini

dalam proses distribusi Raskin karena dalam rangka menjalankan discretion. Hal

ini dilakukan dalam menyikapi berbagai tuntutan yang disampaikan oleh

Sphere of activity Means / Instrument Actors involved

Level 1

Political sphere

(Formulasi Kebijakan

Pendistribusian Raskin)

Undang-undang

dan Peraturan

Pemerintah, Pedum

Raskin,

APBN

Tim Koordinasi

Raskin Pusat,

DPR RI

Level 2

Administrative sphere

(Interpretasi Kebijakan

Pendistribusian Raskin)

Surat Keputusan

Gubernur dan

Walikota

Pemerintah

Provinsi,

Pemerintah

Kota, Bulog,

PPLKB

Level 3

Operational sphere

(Aplikasi Kebijakan

Pendistribusian Raskin )

Keputusan Lurah

dan Keputusan

RT

Pemerintah

Kelurahan,

Ketua RT,

LPMK

Direction of

Policy flow

Public served

(Rumah Tangga Miskin)

Beras

Bersubsidi

Masyarakat

Luas

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 219: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

197

masyarakat khususnya rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai penerima

Raskin.

Dalam istilah lainnya Chambers (2000) menyebutnya sebagai eligibility

by administrative discretion yaitu salah satu jenis diskresi yang melayani sumber

eligibiltas (orang-orang yang berhak) untuk mendapatkan manfaat kesejahteraan

sosial. Walaupun ketentuan secara jelas telah mengatur mengenai pendistrubusian

Raskin hanya kepada yang berhak namun karena adanya kebijaksanaan yang

dimiliki maka para aparatur pelaksana yang ada di tingkat lokal berusaha

mengambil cara yang baru sesuai dengan kondisi yang terjadi di tingkat lokal.

Dalam konteks penelitian ini peneliti berpendapat bahwa kadang discretion yang

diambil oleh para pelaksana ini kadang justru merugikan kelompok rumah tangga

yang sangat miskin.

Hal ini dapat disebabkan karena aparatur pelaksanan di lapangan kurang

memahami kondisi masyarakat mereka sehingga salah di dalam pengambilan

kebijaksanaan. Sebagai contoh misalnya wilayah RT yang menerapkan proses

pendistribusian Raskin dengan cara dibagi sama rata sama banyak kepada seluruh

warga yang ada di RT tersebut. Ketua RT yang menetapkan aturan seperti justru

menimbulkan kerugian bagi kelompok rumah tangga yang sangat miskin. Oleh

karena itu menurut peneliti, antara rules dan disrection itu perlu ada

keseimbangan di dalam penerapannya dan benar-benar disesuaikan dengan

kondisi sosial masyarakat setempat. Selain itu jika dikaitkan dengan model

kekuasaan maka pendekatan elitisme cenderung memanfaatkan discretion untuk

mengambil tindakan secara otoriter dan bersifat subjektif.

Sementara itu terkait dengan adanya fenomena diskresi yang dilakukan

oleh para pelaksana program di tingkat bawah (front line) di dalam proses

pendistribusian Raskin ini, maka menurut peneliti fenomena tersebut sangat

relevan dengan konsep yang dikemukakan oleh Huges dan Wearing (2007) dalam

menjalankan suatu peran. Sesuai dengan konsep yang dikemukakannya maka

sudah selayaknya para pelaksana program tersebut mengambil langkah dengan

menciptakan prosedur baru terkait dengan pendistribusian Raskin di tingkat lokal.

Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan antara masalah teknis dan

ketidakpastian di dalam menjalankan peran mereka sehari-hari.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 220: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

198 Universitas Indonesia

Pada kenyataannya aturan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh

pemerintah tidak dapat di implementasikan oleh mereka. Oleh karena itu sesuai

dengan konsep yang ada maka mereka harus mempunyai keahlian dalam aspek

teknis dari praktek organisasi dan mereka juga harus mampu untuk merefleksikan

dan bertindak berdasarkan komitmen profesional dan sosial yang lebih luas di

masyarakat. Dalam situasi seperti itulah menurut Huges dan Wearing, para

pelaksana program di lapangan perlu bertindak dengan otonomi dan diskresi yang

dimilikinya. Dalam konteks penelitian ini, peneliti melihat langkah yang diambil

oleh para pelaksana program di tingkat bawah tersebut adalah sebagai wujud dari

tindakan otonomi dan diskresi tersebut.

Selain itu kondisi yang menggambarkan adanya perubahan antara desain

kebijakan (policy design) yang telah dibuat oleh pemerintah di tingkat nasional

dengan hasil yang dicapai (policy outcomes) di masyarakat lokal, menurut peneliti

sangat relevan pula dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Hasenfeld (2010)

yang berkaitan dengan respon organisasi terhadap kebijakan sosial. Apa yang

telah terjadi di dalam pelaksanaan program Raskin merupakan cerminan dari

sikap dari para pembuat kebijakan di tingkat nasional cenderung untuk menjadi

penyangga (buffer) bagi diri mereka sendiri terhadap konflik tujuan kebijakan dan

asusmsi moral yaitu dengan cara mendelegasikan pelaksanaan program kepada

pemerintah daerah dan lokal melalui semangat desentralisasi.

Selain itu, senada dengan yang dikemukaan Hasenfeld bahwa para

pembuat kebijakan juga cenderung menghindar dari hasil praktek yang

sesungguhnya terjadi secara aktual di tingkat lokal selama program yang

dijalankan menguatkan asumsi kebijakan yang luas. Oleh karena itu tidak heran

jika peneliti melihat fenomena di dalam pendistribusian Raskin berupa perubahan

target sasaran terus terjadi dan belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Sedangkan yang terjadi di tingkat lokal sejalan dengan apa yang dikemukakan

Hasanfeld (2010) bahwa organisasi layanan lokal dalam mengimplementasikan

desain kebijakan menjadi sebuah arena di mana konflik dan ambiguitas asumsi

moral dimainkan di dalam pertemuan sehari-hari antara pekerja dan klien.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 221: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

199

Terkait dengan dinamika yang terjadi di dalam pendistribusian raskin di

tingkat lokal ini, peneliti melihat bahwa sejauh ini pemerintah pusat belum

memberikan sanksi secara tegas terkait adanya perubahan mekanisme

pendistribusian raskin yang digunakan oleh para pelaksana program di tingkat

lokal (para Ketua RT). Oleh karena itu proses pendistribusian raskin sebagaimana

yang terjadi di Kecamatan Plaju terus terjadi secara berulang dari tahun ke tahun.

Padahal di sisi lain, pemerintah telah membentuk tim monitoring pelaksanaan

raskin yang berada di tiap tingkatan pemerintahan. Dimulai dari tim monitoing

Raskin tingkat pusat, provinsi, Kabutapen/Kota hingga ke tingkat Pemerintah

Kecamatan. Namun pada kenyataannya hasil monitoring dan berbagai temuan

yang telah di dapat di lapangan belum memghasilkan perbaikan di dalam proses

pendistribusian Raskin di tingkat lokal.

6.1.3 Faktor Pendorong Lahirnya Kebijaksanaan Distribusi Tingkat Lokal

Berbicara mengenai dinamika pendistribusian Raskin di tingkat lokal,

maka peneliti kaitkan pula pembahasan mengenai faktor pendorong yang melatar

belakangi munculnya ketetapan/aturan baru yang mengatur distribusi Raskin di

tingkat lokal tersebut. Dari berbagai informasi yang peneliti dapatkan dari

aparatur pelaksana dan masyarakat lokal di lapangan maka dapat peneliti petakan

bahwa munculnya fenomena lahirnya ketetapan baru di tingkat lokal dipengaruhi

oleh faktor-faktor yaitu pertama, faktor keakuratan data penerima Raskin dan

ketidakjelasan di dalam kriteria penerima Raskin, kedua adanya keterbatasan

alokasi Raskin di tingkat lokal, dan ketiga adanya alasan untuk menghilangkan

kecemburuan sosial.

6.1.3.1. Keakuratan Data dan Kriteria Penerima Raskin

Terkait dengan data penerima Raskin, sebagian besar aparatur pelaksana

dan warga masyarakat umumnya berpendapat bahwa data penerima Raskin yang

dikeluarkan oleh pemerintah belum sepenuhnya akurat. Hal ini didasari dengan

fakta yang terjadi yaitu adanya rumah tangga yang layak mendapatkan Raskin

tetapi tidak mendapatkan bantuan. Bahkan ditemukan pula di beberapa wilayah,

ada rumah tangga yang sangat miskin masih belum tersentuh berbagai bantuan

sosial dari pemerintah. Sebaliknya ditemukan pula rumah tangga yang sebenarnya

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 222: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

200 Universitas Indonesia

tidak layak mendapatkan bantuan namun justru masih terdata di dalam daftar

penerima manfaat Raskin. Terkait dengan pendapat yang menilai bahwa data

belum akurat, salah satunya disampaikan oleh Lurah Bagus Kuning sebagai

berikut :

“Pada prinsipnya data masih ada kekurangan di sana sini karena pertumbuhan

perekonomian masyarakat itu sulit untuk diperkirakan sehingga ada yang

kondisi ekonominya sangat memprihatinkan tetapi belum ter-cover, tetapi

ada juga yang kondisi ekonominya sudah cukup baik tetapi masih ada di

dalam daftar”. (wawancara, tanggal 27 september 2013)

Kondisi ini menyebabkan munculnya protes dari rumah tangga yang

tidak terdaftar dan mendesak kepada para Ketua RT untuk membagi rata saja

bantuan Raskin tersebut. Selanjutnya dengan adanya desakan dan tuntutan dari

warganya membuat para Ketua RT berinisiatif untuk mengambil kebijaksanaan

tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan di lapangan,

peneliti menemukan adanya beberapa rumah tangga yang sangat miskin yang

belum tersentuh berbagai bantuan sosial dari pemerintah. Diantaranya rumah

tangga yang ada di Kelurahan Talang Putri dan Kelurahan Plaju Ulu sebagai mana

yang ada di dalam gambar 6.5 berikut ini.

Sumber : dokumentasi lapangan

Gambar. 6.5

Rumah Tangga Miskin yang tidak terdata dalam Program Raskin Sumber : dokumentasi penelitian

Namun di satu sisi, berdasarkan hasil penelusuran peneliti ternyata ada

juga dari kalangan aparatur yang justru menilai bahwa data tersebut telah cukup

akurat. Salah satunya dikemukakan oleh Kabag Perekonomian Kota Palembang :

Warga Kelurahan Talang Putri Warga Kelurahan Plaju Ulu

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 223: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

201

“Insya allah saya rasa data sudah valid. Hanya saja ada kemungkinan

terjadi perubahan misalnya mungkin di tahun 2012 yang dahulunya miskin

tapi sekarang di tahun 2013 sudah tidak miskin lagi karena usahanya yang

sudah maju, sudah mendapat pekerjaan, ekonominya sudah mapan, maka

akan kita evaluasi lagi untuk tahun 2014 nanti.” (wawancara tanggal 25

September 2013)

Sementara itu ada pula yang mengatakan bahwa data tersebut telah cukup akurat

namun jumlah alokasinya di rasa masih sangat kurang. Dalam arti masih banyak

rumah tangga miskin yang belum terdaftar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Lurah Plaju Ulu sebagai berikut : “Iya, sudah sesuai, namun jumlah penerimanya

yang kalau bisa ditambah. Kondisi yang ada bahwa data penerima Raskin itu

masih kurang. Masih banyak yang berhak menerima Raskin tetapi belum terdata”.

(wawancara, tanggal 26 September 2013)

Oleh karena itu sebenarnya terkait dengan data penerima Raskin ini

masih menimbulkan banyak persepsi di berbagai kalangan baik aparatur pelaksana

maupun masyarakat. Sementara itu berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti

lakukan dan dari hasil penelusuran terhadap sebagian besar data RTS, peneliti

berpendapat bahwa pada dasarnya secara umum data penerima Raskin sudah

cukup akurat. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan akurat adalah bahwa

data RTS tersebut memang merupakan rumah tangga miskin dan sangat miskin.

Walaupun ada kesalahan data namun jumlahnya sangat sedikit dan masih

ditemukan di beberapa kelurahan yang datanya belum di diperbaharui (up date)

sesuai dengan kondisi yang sedang berlangsung saat ini.

Selanjutnya, faktor yang berkaitan dengan data yaitu para aparatur di

lapangan dan masyarakat lokal berpendapat bahwa mereka tidak tahu dan tidak

pernah mendapatkan kejelasan secara terperinci apa sesungguhnya yang menjadi

kriteria rumah tangga penerima Raskin tersebut. Berdasarkan informasi yang

peneliti peroleh di lapangan diketahui bahwa mereka hanya mengetahui secara

normatif saja bahwa rumah tangga yang berhak mendapatkan Raskin adalah

rumah tangga miskin. Namun mereka tidak mengetahui bagaimana kriteria rumah

tangga miskin yang dimaksud oleh pemerintah. Terkait dengan hal tersebut, salah

satunya dikemukakan oleh Kasubbag Pertanian dan Lingkungan Hidup di Bagian

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 224: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

202 Universitas Indonesia

Perekonomian Setda Kota Palembang yang telah cukup lama membidangi

masalah pelaksanaan program Raskin di Kota Palembang :

“Sebenarnya kriteria itu jika ditanyakan ke kita, kita juga tidak tahu, karena

yang memilah data tersebut adalah TNP2K. Kalau kita tanya ke pihak BPS

mereka juga tidak tahu. Jadi kita itu benar-benar murni menerima data dari

TNP2K. Kita tidak ikut campur masalah hal tersebut. Seperti apa mereka

menentukannya apa syarat-syaratnya kita tidak tahu. Hanya saja ada

pengelompokkan yaitu sangat miskin, miskin, rentan miskin. Tapi kita

tidak tahu apa syarat dari masing-masing kelompok tersebut.” (wawancara

tanggal 25 September 2013)

Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil dari wawancara kepada

sebagian besar informan diperoleh informasi bahwa mereka tidak mengetahui

secara pasti ataupun secara mendetail terkait dengan kriteria apa saja yang

digunakan oleh pemerintah sehingga muncul daftar rumah tangga sasaran

penerima manfaat Raskin tersebut. Menurut aparatur pelaksana dan masyarakat di

tingkat lokal bahwa dalam hal sosialisasi juga tidak pernah mendapatkan

informasi mengenai kriteria penerima Raskin secara terperinci sebagai acuan.

Sebaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT. 16 Plaju Ilir sebagai berikut :

“Tidak pernah pak, hanya data saja pak dari BPS. Saya tidak pernah mendapat

penjelasan secara rinci pak, terkait dengan kriteria penerima Raskin ini”.

(wawancara tanggal 23 September 2013)

Hal senada juga dikemukakan dari kalangan masyarakat yang terdaftar

sebagai rumah tangga sasaran misalnya dari Ibu Hn di Kelurahan Plaju Ilir

sebagai berikut : “Tidak pernah pak, mendapatkan sosialisasi atau penjelasan.

Tapi yang saya tahu Raskin untuk orang yang tidak mampulah, misalnya janda,

nenek-nenek seperti saya ini. Tetapi kenyataannya banyak yang berduit

mendapatkan Raskin tersebut.” (wawancara tanggal 23 September 2013)

Oleh karena itu sebagaimana yang telah peneliti singgung sebelumnya

bahwa ketidakjelasan terkait dengan kriteria itu secara rinci membuat para ketua

RT memiliki penilaian masing-masing dalam menentukan atau menilai apakah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 225: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

203

warganya tergolong miskin atau tidak. Misalnya pandangan Ketua RT. 14

Kelurahan Talang Bubuk terhadap kriteria orang miskin sebagai berikut:

“Dari kemampuan makannya, menyekolahkan anak, berobat ya paling

mampu membeli obat warung. Dari segi rumah misalnya kontrak, dari

pekerjaannya misalnya buruh bangunan, kenek bangunan. Dari segi

pendapatan yang berpenghasilan Rp. 40.000 per hari jadi kalau dalam

sebulan sekitar Rp. 1,2 juta mereka ini layak menurut saya mendapat

bantuan Raskin.” (wawancara, 1 Oktober 2013)

Pandangan lainnya dikemukakan oleh Ketua RT 25 Kelurahan Talang

Putri dalam menentukan bahwa rumah tangga tersebut tergolong miskin yaitu

sebagai berikut : “Kriterianya misalnya mempunyai pekerjaan yang tidak tetap,

mempunyai tanggungan anak sekolah baik itu SD, SMP atau SMA, mempunyai

penghasilan yang berada di bawah standar. Kalau secara pastinya saya juga tidak

tahu pak, bagaimana penentuannya tetapi secara umum saya pikir ya seperti itu”.

(wawancara, 3 Oktober 2013)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui tidak ada kriteria secara pasti

yang dijadikan pedoman. Oleh karena itu ketidakjelasan mengenai kriteria

penerima Raskin di tingkat lokal telah mengakibatkan rumah tangga yang miskin

maupun tidak miskin sama-sama merasa berhak mendapatkan bantuan Raskin

tersebut. Kondisi rumah tangga yang memang layak mendapat Raskin

berdasarkan

daftar penerima manfaat dari pemerintah dapat dilihat pada gambar 6.6 sebagai

berikut :

Gambar. 6.6

Kondisi RTS PM Raskin berdasarkan ketetapan pemerintah Sumber : dokumentasi penelitian

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 226: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

204 Universitas Indonesia

Sementara itu, berdasarkan hasil penjelasan yang peneliti dapatkan dari

pihak TNP2K selaku lembaga yang menangani masalah pelaksanaan program

Raskin, disebutkan bahwa penetapan nama dan alamat RTS-PM Program Raskin

2013 sebenarnya mengacu pada Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan

Sosial yang dikelola oleh Sekretariat (TNP2K). Data nama dan alamat RTS-PM

program Raskin 2013 masih mengacu pada hasil Pendataan Program

Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang dilakukan oleh pihak BPS. Kemudian data

tersebut diolah dan semua rumah tangga yang masuk di dalam basis data terpadu

akan diperingkat berdasarkan status kesejahteraannya dengan menggunakan

indeks kesejahteraan yang objektif dan spesifik untuk masing-masing

kabupaten/kota.

Sedangkan terkait dengan proses penetapan rumah tangga sasaran

sebenarnya pemerintah telah mempunyai mekanisme sendiri. Berdasarkan hasil

pemaparan yang dikemukakan oleh pihak TNP2K kepada peneliti, diperoleh

informasi bahwa dalam rangka penetapan pagu Raskin nasional maka pemerintah

memilih rumah tangga sasaran yang berhak menerima bantuan Raskin dan

bantuan sosial lainnya yaitu berdasarkan status kesejahteraannya yang mengacu

pada beberapa hal yaitu pertama melalui modeling indeks kemiskinan dengan

Proxy Means Testing (PMT). Di dalam uraiannya disebutkan bahwa Model PMT

dibuat secara spesifik untuk setiap kabupaten/kota. Hal ini dapat dipahami bahwa

setiap kabupaten/kota memiliki karakteristik yang berbeda-beda ysng secara

signifikan menentukan indeks. Selanjutnya menggunakan informasi yang ada di

dalam PPLS untuk dibuat suatu indeks yang dapat menunjukkan peringkat RT

(indeks = f (karakteristik rumah tangga). Karakteristik rumah tangga ini sendiri

meliputi kondisi rumah, kepemilikan aset, jumlah anggota rumah tangga, jumlah

balita dan lansia, tingkat pendidikan kepala dan anggota rumah tangga, status dan

jenis pekerjaan kepala dan anggota rumah tangga. Kemudian rumah tangga

diperingkat menurut indeks yang tersebut.

Namun dari kenyataan di lapangan, tidak dapat dipungkiri bahwa terkait

dengan hasil pendataan PPLS 2011 yang dilakukan oleh pihak BPS, dapat

diketahui bahwa masih ada ditemukan berbagai kekurangan terkait dengan

keakuratan data tersebut yaitu adanya exclusion eror dan inclusion eror. Hal ini

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 227: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

205

tentu mengakibatkan masih ditemukannya fakta dilapangan adanya sejumlah

rumah tangga yang sangat miskin justru tidak termasuk di dalam daftar penerima

manfaat Raskin dan adanya sejumlah rumah tangga yang sebenarnya tidak layak

mendapatkan bantuan Raskin namun justru terdaftar sebagai rumah tangga

penerima manfaat Raskin. Kondisi ini tentu menjadi temuan penting dan dapat

ditindaklanuti oleh pihak pemerintah terutama oleh pihak BPS dan TNP2K dalam

rangka membangun sebuah Basis Data Terpadu yang dapat diandalkan.

Sementara itu dalam rangka mengakomodasi perubahan data penerima

manfaat Raskin maupun ketidakpuasan masyarakat di tingkat lokal terhadap

penetapan RTS yang telah ditetapkan, maka pemerintah pusat telah mengatur

sebuah mekanisme dalam melakukan perubahan RTS-PM sebagaimana yang

tercantum di dalam Pedum Raskin 2013. Hal tersebut dimungkinkan untuk

dilakukan validasi dan pemuktahiran daftar RTS-PM melalui musyawarah desa

(mudes), musyawarah kelurahan (muskel) dan atau musyawarah kecamatan

(muscam). Itu artinya peluang untuk melakukan perubahan terhadap rumah tangga

yang akan menerima Raskin masih terbuka dan dapat dilakukan di tingkat lokal.

Dengan adanya pelaksanaan Mudes/Muskel maupun Muscam ini maka memberi

kesempatan kepada para aparatur pelaksana dan masyarakat dalam menetapkan

kebijakan.

Namun yang menjadi penekanan di sini adalah walaupun pemerintah

memberikan kesempatan untuk mengambil kebijakan di tingkat lokal, mekanisme

pergantian terhadap RTS tetap mengacu ketentuan yang berlaku antara lain

diprioritaskan kepada rumah yang memang di nilai layak, memiliki anggota

keluarga yang banyak, kepala rumah tangganya perempuan, kondisi fisik rumah

yang tidak layak huni, berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Selain itu alokasi

yang diberikan kepada rumah tangga pengganti tersebut tetap sebanyak 15 kg per

RTS. Pemerintah tidak membolehkan para aparatur pelaksana yang ada di tingkat

lokal untuk menambah jumlah penerima bantuan. Sedangkan kebijaksanaan

pendistribusian Raskin di tingkat lokal justru membagi Raskin tidak lagi membagi

Raskin sebesar 15 kg per RTS dan melakukan penambahan jumlah penerima

bantuan bahkan jauh lebih banyak dari yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 228: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

206 Universitas Indonesia

6.1.3.2 Keterbatasan alokasi Raskin dari pemerintah

Sebagai mana yang telah peneliti singgung sebelumnya bahwa

berdasarkan pendapat para pelaksana program Raskin terdapat perbedaan yang

cukup signifikan antara jumlah rumah tangga miskin yang seahrusnya

mendapatkan Raskin dengan alokasi bantuan yang disediakan oleh pemerintah

sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan. Kondisi telah menjadi faktor pendorong

lainnya yang menyebabkan munculnya kebijaksanaan pendistribusian Raskin di

tingkat lokal. Dengan kata lain terjadi ketimpangan antara supply dan demand

yang cukup besar. Rumah tangga yang ingin mendapatkan Raskin lebih banyak

daripada ketersediaan bantuan yang diberikan sehingga kondisi ini menjadi dilema

bagi para aparatur pelaksana yang berada di tingkat bawah. Perbedaan ini

disebabkan karena adanya keterbatasan anggaran dari pemerintah untuk

memberikan alokasi yang lebih besar.

Selain itu hal yang perlu dicermati adalah terkait dengan aspek supply

dan demand ini bahwa secara periodik, pemerintah telah menurunkan pagu Raskin

secara nasional. Sebagaimana yang diketahui bahwa penuruan pagu berdampak

pada pengurangan jumlah RTS yang akan menerima Raskin. Hal ini dilakukan

dengan asumsi bahwa telah terjadi penurunan angka kemiskinan nasional yang

berarti jumlah rumah tangga miskin pun mengalami penurunan. Sehingga muncul

fenomena yang ditemukan di lapangan bahwa rumah tangga yang sebelumnya

mendapat Raskin tetapi kemudian di tahun berikutnya tidak mendapat lagi

bantuan karena adanya pengurangan pagu Raskin dari pemerintah.

Oleh karena itu peneliti menilai hadirnya kebijaksanaan ini dimaksudkan

untuk mengakomodasi berbagai tuntutan dan keinginan warga untuk mendapatkan

bantuan Raskin. Namun terkait dengan keinginan untuk mendapatkan Raskin

perlu disikapi dengan cermat. Hal ini dikarenakan berdasarkan pengamatan yang

peneliti lakukan di lapangan diketahui bahwa keinginan tersebut dapat

dikelompokkan menjadi 2 kelompok kepentingan. Kelompok yang pertama,

mereka ingin mendapatkan Raskin disebabkan karena mereka pada dasarnya

merupakan rumah tangga yang miskin bahkan sangat miskin namun tidak

termasuk di dalam daftar penerima manfaat. Sedangkan kelompok yang kedua

yaitu mereka yang pada prinsipnya termasuk rumah tangga yang berkecukupan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 229: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

207

(relatif tidak miskin) namun masih ingin mendapatkan Raskin dengan berbagai

alasan. Kondisi ketimpangan terkait jumlah rumah tangga penerima Raskin dan

alokasi yang tersedia diantaranya dapat dilihat dari hasil wawancara yang peneliti

lakukan dengan Ketua RT 21 Kelurahan Plaju Ilir sebagai berikut : “Berdasarkan

ada 29 KK pak, tetapi yang berhak menerima Raskin itu menurut penilaian saya

ada 60 KK. Jadi yang kami ajukan kepada pemerintah ada 60 KK.” ( wawancara,

tanggal 28 September 2013)

Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa sebenarnya menurut

Ketua RT yang berhak menerima Raskin di wilayahnya berjumlah 60 KK atau

rumah tangga. Sehingga kondisi ini telah membuat Ketua RT menghadapi sebuah

dilema dan ia bersikap dengan mengambil kebijaksanaan agar dapat memenuhi

kebutuhan seluruh warganya tersebut. Sedangkan dari sudut pandang salah satu

RTS PM yaitu Ibu. Sm di kelurahan Plaju Ilir berpendapat sebagai berikut :

“Karena beras yang diterima terbatas pak. Sedangkan warga miskin di sini sangat

banyak. Sehingga masing-masing keluarga mendapat Raskin sedikit-sedikit”.

(wawancara, tanggal 21 September 2013). Kondisi seperti inilah yang menjadi

alasan dari warga masyarakat mengapa kebijaksanaan diperlukan. Alokasi Raskin

yang disediakan oleh pemerintah belum sesuai dengan kondisi riil yang ada di

lapangan. Di sisi lain pemerintah pusat justru mengklaim bahwa angka

kemiskinan nasional telah menurun yang berarti jumlah rumah tangga miskin di

daerah juga tentu saja berkurang.

Namun pada kenyataannya menurut pandangan masyarakat lokal jumlah

rumah tangga miskin tidak pernah berkurang malah justru bertambah banyak.

Pertambahan jumlah rumah tangga miskin ini menurut keterangan dari Ketua RT

dapat disebabkan karena adanya pernikahan dari anggota keluarga rumah tangga

miskin. adanya perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lainnya.

semakin banyak keluarga miskin yang datang dan menetap di suatu wilayah rt

maka secara tidak langsung kondisi tersebut akan menjadi beban bagi ketua RT

setempat. Hal ini dikarenakan biasanya mereka menuntut untuk mendapatkan

bantuan sosial dari pemerintah, termasuk Raskin.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 230: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

208 Universitas Indonesia

6.1.3.3 Alasan untuk menghilangkan kecemburuan dan gejolak sosial

Berdasarkan penelusuran yang peneliti lakukan di lapangan diperoleh

informasi bahwa alasan lainnya sehingga kebijaksanaan ini muncul di masyarakat

adalah untuk menghilangkan kecemburuan sosial antara rumah tangga RTS dan

rumah tangga non RTS. Para aparatur dan masyarakat berpendapat bahwa jika

Raskin hanya dibagikan kepada mereka yang terdaftar saja (RTS) maka dapat

memicu timbulnya kecemburuan sosial di masyarakat bahkan bisa mengarah

timbulnya konflik di masyarakat. Hasil pengamatan peneliti di lapangan

ditemukan bahwa ada di sejumlah wilayah memperlihatkan hampir seluruh warga

masyarakatnya tergolong rumah tangga miskin.

Selain itu kenyataanya jumlah penerima Raskin hanya sedikit di wilayah

tersebut sehingga rumah tangga lainnya yang juga miskin merasa cemburu dan

komplain kepada para aparatur di lapangan terutama kepada Ketua RT setempat.

Sedangkan di sisi lain, Ketua RT dan aparatur tidak mempunyai kemampuan

untuk menambah alokasi Raskin sesuai dengan keinginan warga. Hal ini akan

menimbulkan rawan konflik dimasyarakat lokal. Kondisi yang sama sebenarnya

juga terjadi di dalam setiap proses penyeleksian para penerima bantuan sosial. hal

ini salah satunya dapat dilihat dari hasil penelitian yang mengemukakan bahwa

sistem seleksi dalam pelaksanaan program Oportunidades juga telah menimbulkan

konflik di masyarakat pedesaaan (Honda dan Davis, 2006 dalam Lloyd, 2008)

Selanjutnya terkait dengan proses distribusi di tingkat lokal para

pelaksana sepertinya tidak mau mengambil resiko dengan hanya mendistribusikan

Raskin berdasarkan data dari pemerintah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Kabid Pelayanan Publik Perum Bulog Divre Sumsel sebagai berikut :

“Pertanyaannya, beranikah camat atau lurahnya atau RT mengatakan seperti itu?

Hey, di wilayah kita yang berhak mendapatkan Raskin hanya si a, si b, si c, berani

tidak lurah mengatakan seperti itu? Biasanya kalau untuk urusan perut, nyawa pun

jadi tarohannya” (wawancara, 24 September 2013).

Oleh karena itu para ketua RT mengambil cara alternatif dengan cara

mengambil kebijaksanan mambagi Raskin secara merata kepada rumah tangga

miskin lainnya. Jika tidak berhasil diredam dan ditanggulangi maka dapat

menimbulkan gejolak di masyarakat. sebagaimana yang di kemukakan oleh Lurah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 231: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

209

Talang Putri sebagai berikut: “Itu adalah untuk mengatasi gejolak di tingkat rt,

misalnya di rt tersebut ada 50 KK miskin. Sedangkan jatah yang diterima dari

pemerintah hanya ada 15 KK maka ketua rt mengambil kebijakan dengan cara di

bagi rata mungkin ada yang mendapat 3 kg, 4 kg atau 5 kg.” (wawancara, 7

Oktober 2013).

Hal senada dikemukan oleh Lurah Plaju Darat sebagai berikut : “Ya, kita

serahkan kepada Ketua RT bagaimana di lapangan. Hal tersebut dilakukan karena

Raskin ini sangat terbatas, setiap tahun pagu yang diterima selalu menurun. Oleh

karena itu agar tidak ribut dan terjadi gejolak makanya di bagi rata. Menurut saya

itu alasannya”. (wawancara, 1 oktober 2013). Berdasarkan hasil pengamatan di

lapangan, cara distribusi dengan cara di bagi rata tersebut tampaknya cukup

berhasil dalam meredam gejolak dan konflik sosial di masyarakat lokal. Hal ini

menyebabkan cara tersebut dipakai oleh para Ketua RT dalam proses

mendistribusikan Raskin.

6.1.4 Hambatan dan kendala di dalam pendistribusian Raskin di tingkat lokal

Hasil temuan di lapangan memperlihatkan bahwa khusus di wilayah

Kelurahan Plaju Darat, sistem pendistribusian Raskin dilaksanakan dalam periode

3 bulan sekali sehingga rumah tangga penerima Raskin membutuhkan waktu yang

cukup lama untuk bisa mendapatkan bantuan Raskin. Sedangkan untuk wilayah

kelurahan lainnya pendistirbusian Raskin dilaksanakan setiap bulannya.

Perbedaan periode pendistribusian di Kelurahan Plaju Darat ini dikarenakan

alokasi pagu Raskin yang diterima sangat sedikit sehingga sulit jika harus di bagi

kepada rumah tangga penerima Raskin dengan cara di bagi rata.

Sementara berdasarkan hasil wawancara di lapangan, peneliti

memperoleh informasi bahwa secara umum para aparatur pelaksana di tingkat

lokal (pemerintah kelurahan dan para Ketua RT) tidak menemuhi hambatan dan

kendala apa pun di dalam pelaksanaan pendistribusian Raskin di tingkat lokal.

Hanya saja mereka para ketua RT kadang mengalami kesulitan di dalam

menghimpun dana masyarakat untuk membayar uang Raskin kepada pihak

kelurahan. Sebagai mana salah satunya dikemukakan oleh Ketua RT 5 Kelurahan

Talang Bubuk sebagai berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 232: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

210 Universitas Indonesia

“Sepertinya tidak ada kendala. Untuk dana tidak ada masalah karena kami

talangi dahulu. Namun kadang kami juga mengalami kesulitan dalam

menghimpun dana masyarakat karena di saat di tagih masyarakat belum

memiliki uang. Tapi kami kadang membolehkan mereka mengambil Raskin

terlebih dahulu dan bayarnya setelah mereka ada uang”. (wawancara,

tanggal 30 September 2013)

Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penerima Raskin

sendiri, pada umumnya mereka juga tidak mempunyai hambatan dan kendala

dalam mendapatkan bantuan Raskin. mereka menilai harga tebus Raskin masih

terjangkau. Namun ditemukan pula beberapa dari kelompok RTS yang memiliki

status ekonomi yang sangat miskin, justru kadang mengalami hambatan dan

kendala dalam menebus atau mebayar uang Raskin kepada Ketua RT nya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibu Ky di Kelurahan Plaju Ulu sebagai

berikut : “Bukan lagi pernah pak, tetapi sering kami kesulitan. Suami saya khan

kerja bangunan, kadang kerja dan kadang tidak. Kadang tidak usah untuk membeli

beras akan tetapi kami tidak ada uang sama sekali” (wawancara 3 Oktober 2013).

Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu Hn di kelurahan Plaju Ilir sebagai

beikut:

“ …Tapi kadang jujur saja pak, untuk bulan ini saya tidak mengmbil jatah

Raskin saya karena saya tidak punya uang untuk membayarnya. Lagian

berasnya juga jelek pak. Banyak antah, kutu, padi. Walaupun saya miskin

saya juga tidak mau pak makan beras seperti itu. Tapi utamanya memang

saya tidak mempunyai uang pak. Jujur saja pak. Uang sebesar Rp. 8.000,-

saja saya tidak punya pak. Selain itu anak saya yang di Bogor belum

mengirimi saya uang”. (wawancara 23 September 2013)

Kondisi di atas menunjukkan bahwa bagi kelompok rumah tangga yang sangat

miskin seperti yang di alami Ibu Ky dan Ibu Hn walaupun uang tebus Raskin

nilainya tidak terlalu besar namun bagi mereka hal itu kadang sulit untuk mereka

penuhi sebagai syarat untuk bisa mendapatkan bantuan Raskin dari pemerintah.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 233: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

211

6.1.5 Moral Hazard dalam Pendistribusian Raskin di tingkat lokal

Sebagaimana yang telah peneliti uraikan sebelumnya bahwa berdasarkan

hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan pendistribusian Raskin

di tingkat lokal telah mengakibatkan perubahan arah kebijakan yang telah

ditetapkan sebelumnya di tingkat nasional. Hal yang menonjol dapat dilihat yaitu

adanya penambahan jumlah rumah tangga penerima Raskin dari pagu yang telah

ditetapkan oleh pemerintah dalam jumlah yang sangat banyak. Misalnya untuk

wilayah RT. 38 Kelurahan Plaju Ilir yang mana berdasarkan kebijakan pemerintah

di tingkat nasional seharusnya yang berhak menerima bantuan Raskin yaitu hanya

sebanyak 17 KK. Namun dengan adanya aturan baru di dalam pendistribusian

Raskin di tingkat lokal yang mengatur ulang tentang siapa saja yang berhak

mendapatkan bantuan Raskin maka diperoleh ketetapan yaitu sebanyak 78 KK.

Begitu juga yang terjadi di RT. 25 Kelurahan Talang Putri, yang mana

berdasarkan kebijakan pemerintah di tingkat nasional yang berhak menerima

Raskin hanya sebanyak 26 KK. Namun dengan adanya pemberlakuan ketentuan

pendistribusian Raskin di tingkat lokal maka jumlah rumah tangga penerima

Raskin bertambah sangat banyak menjadi 102 KK. Fenomena ini jelas

memperlihatkan telah terjadi peyimpangan perilaku yang begitu parah di dalam

proses pendistribusian Raskin di tingkat lokal.

Jika peneliti kaji lebih jauh ternyata hal ini disebabkan karena begitu

besarnya tuntutan yang diajukan oleh masyarakat setempat kepada para Ketua RT

di lapangan sebagai orang yang mempunyai kuasa (power) dalam menentukan

proses distribusi. Hampir seluruh rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai

penerima bantuan Raskin, menuntut agar dapat ikut mendapatkan bantuan Raskin.

Sedangkan di sisi lain, para Ketua RT selaku pelaksana program di tingkat bawah

tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut karena jumlah bantuan yang sangat

terbatas dan bersifat selektif. Oleh karena itu, sebagai solusinya para Ketua RT

mengambil kebijaksanaan terkait dengan pendistribusian Raskin yang dapat

mengakomodasi berbagai tuntutan dari warganya tersebut. Namun pada

kenyataannya, dengan adanya cara pendistribusian tersebut, peneliti melihat justru

menimbulkan perilaku yang tidak benar (moral hazard) di kalangan warga

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 234: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

212 Universitas Indonesia

masyarakat bahkan dapat melanggengkan perilaku tersebut menjadi sebuah sistem

yang terpolakan di masyarakat setempat.

Hal ini dapat terlihat dari adanya sebagian dari rumah tangga di wilayah

RT yang sebenarnya berada dalam kondisi sosial ekonomi yang cukup mampu

namun masih tetap merasa miskin dan ingin mendapatkan bantuan. Berdasarkan

hasil wawancara dengan para Ketua RT sebagian besar para Ketua RT yang

menjadi informan mengatakan bahwa kesadaran warga masyarakatnya masih

sangat rendah. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya warga yng menurut

penilaian dari Ketua RT sudah termasuk rumah tangga yang berkecukupan namun

masih tetap menuntut untuk mendapatkan bantuan. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Ketua RT 38 Kelurahan Plaju Ilir berikut ini :

“Kalau di masyarakat saya ini, saya melihat bahwa dengan adanya berbagai

bantuan dari pemerintah maka mereka tidak berpikir untuk lebih maju,

tetapi mereka justru berpikir mengapa saya tidak mendapatkan bantuan

tersebut...., Selama kami jadi RT ini, belum pernah ada warga kami jika

mendapatkan bantuan maka mereka akan menolak”. (wawancara tanggal

28 september 2013)

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua RT. 20 Kelurahan Plaju Darat yang

mengemukakan sebagai berikut: “kalau Raskin belum pak... Justru yang belum

dapet itu masih meminta dan bertanya kapan mereka mendapat Raskin juga.

Menurut pandangan saya ada beberapa warga yang sebetulnya tidak layak

menerima Raskin tetapi mereka masih meminta jatah, makanya masih saya beri..”

(wawancara tanggal 1 Oktober 2013)

Namun dari hasil wawancara dengan Ketua RT ada juga yang

mengemukakan bahwa warga di RT nya yang yang telah memiliki kesadaran yang

cukup baik walaupun dalam jumlah yang relatif sedikit. Hal ini ditandai dengan

adanya rumah tangga yang menolak ketika diberi bantuan walaupun hasil dari

musyawarah RT, keluarga tersebut ikut mendapatkan bantuan Raskin.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua RT 15 Kelurahan Bagus Kuning

sebagai berikut : “Sebagian kecil sudah ada yang menyadari bahwa kalau memang

bukan haknya maka tidak masalah jika mereka tidak mendapatkannya. Di rt 15 ini

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 235: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

213

juga ada orang-orang tertentu yang tidak mau menerima Raskin walaupun dalam

hasil rapat mereka juga mendapat Raskin”. (wawancara tanggal 9 Oktober 2013)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa sebagian

besar masyarakat masih banyak yang belum menyadari bahwa sesungguhnya

bantuan tersebut merupakan hak bagi rumah tangga miskin bahkan yang paling

miskin. Di sinilah peneliti melihat bahwa pendistribusian Raskin ini erat

kaitannya dengan maslaah moral dari warga masyarakat. Hal ini dapat dipahami

bahwa jika warga masyarakat setempat mempunyai moral yang baik, maka tentu

mereka tidak akan menuntut jika tidak terdaftar sebagai penerima manfaat Raskin.

Begitu juga sebaliknya mereka akan menolak jika diberi bantuan Raskin karena

adanya pembagian Raskin secara merata yang dilakukan oleh ketua RT setempat.

Artinya telah muncul kesadaran di warga masyarakat dalam menyikapi

keberadaan bantuan yang diberikan oleh pemerintah.

Dalam menyikapi persoalan tersebut maka diperlukan adanya perubahan

sosial yang terkait dengan sikap dan perilaku di kalangan warga masyarakat

khususnya rumah tangga yang tidak terdaftar sebagai penerima manfaat bantuan.

Peneliti melihat bahwa fenomena diatas sangat relevan dengan uraian yang

dikemukakan oleh Iatridis (1995) terkait “The societal context of ideology” bahwa

“ideology has become a necessary conceptual reference in a social change and

reform...”(p.56). Sebagai mana yang dikemukakannya tersebut, maka untuk

melakukan perubahan terhadap perilaku masyarakat maka menurut Iatridis, maka

perlu dilakukan melalui pendekatan ideologi. Hal ini dikarenakan menurutnya

ideologi dapat mempengaruhi perilaku individu dan lembaga (institutions).

Terkait dengan konteks penelitian ini, maka konsep ideologi yang dapat

ditanamkan kepada masyarakat lokal yaitu nilai-nilai Pancasila yang berkaitan

dengan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perlu dilakukan

kembali penguatan nilai-nilai Pancasila terutama nilai-nilai keadilan agar benar-

benar dapat dihayati dan dilaksanakan oleh masyarakat. Selain itu terkait dengan

pedekatan ideologi ini menurut peneliti dapat pula dilakukan melalui peningkatan

pemahaman nilai-nilai agama sehingga dapat memberikan kesadaran kepada

masyarakat untuk dapat berlaku jujur dan tidak mengambil hak orang lain.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 236: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

214 Universitas Indonesia

Selain itu terkait adanya perilaku yang tidak baik di dalam proses

pendistribusian Raskin yang ditandai dengan adanya pendistribusian kepada yang

tidak berhak menerima bantuan ataupun munculnya perilaku yang selalu menuntut

untuk mendapatkan bantuan Raskin walaupun mereka terkategori tidak miskin,

maka menurut peneliti perubahan perilaku tersebut dapat dilakukan melalui

pendekatan moral behavior. Hal ini dikarenakan pendekatan ini memfokuskan

pada apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh individu yang

ditentukan berdasarkan norma (Robbins, Chatterjee dan Canda, 2006). Lebih

lanjut mengacu pada konsep yang ditawarkan maka proses perbaikan perilaku

dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi (aspect of socialization) terkait dengan

aturan dan norma yang berlaku. Hal ini penting agar nantinya muncul kesadaran

di masyarakat terkait siapa yang sesungguhnya berhak mendapatkan bantuan

Raskin dan siapa yang sesungguhnya tidak berhak.

Kemudian dalam rangka memperbaiki perilaku masyarakat tersebut maka

menurut peneliti, 3 aspek moralitas yang dikemukakan oleh Robbins, Chatterjee

dan Canda (2006) ini dapat di dorong untuk diterapkan melalui proses sosialisasi

kepada masyarakat yaitu bagaimana manusia beralasan atau berpikir (how people

reason or think); bagaimana mereka bertingkah laku (how they actually behave);

bagaimana mereka menyikapi terkait isu moral (how they feel about moral issues).

Selama ini, fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu masyarakat masih banyak

yang belum sadar terkait dengan aturan dan norma tersebut sehingga menganggap

perbuatan mereka tersebut adalah benar dan dapat diterima di masyarakat. Pada

dasarnya sosialisasi dalam rangka proses penyadaran kepada masyarakat ini dapat

dilakukan oleh para ketua RT di lapangan. Selain itu proses ini mungkin

membutuhkan waktu yang lama namun mutlak diperlukan dalam rangka

perbaikan moral dan perilaku di masyarakat.

Dalam rangka mendukung terciptanya ketepatan sasaran dan mengurangi

dampak munculnya perilaku yang tidak baik (moral hazard) di kalangan

masyarakat lokal, maka menurut peneliti perlu dipertimbangkan untuk dilakukan

sosialisasi diantaranya dapat mencontoh ide yang disampaikan oleh Universitas

Andalas dalam SMERU (2008), yaitu dengan merancang dan menawarkan kepada

pemda untuk menempelkan stiker yang bertuliskan kalimat ”Ya Allah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 237: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

215

sejahterakanlah saudara kami yang miskin ini, lindungi dan rahmatilah mereka.

Seandainya mereka berpura-pura miskin, kami sadar azabMu amat pedih”. Stiker

tersebut akan ditempel di rumah tangga miskin yang mendapatkan Raskin.

Hal senada juga dikemukakan oleh Kadivre Perum Bulog Sumsel dalam

wawancara dengan peneliti sebagai berikut ;

“Sosialisasi itu ada berbagai bentuk pak. Ada beberapa contoh misalnya di

Sumatera Barat ada sosialisasi dalam bentuk stiker: “ya allah saya ini

memang orang miskin dan layak mendapatkan Raskin” jika saya tidak

miskin dan mendapatkan Raskin maka saya akan menjadi benar-benar

miskin sebenarnya”. Sehingga muncul kesadaran di masyarakat. yang tidak

miskin tidak mau ditempel”. (wawancara, 20 September 2013)

Selanjutnya terkait dengan perilaku para pembuat keputusan baik yang

dilakukan oleh Ketua RT sendiri (non musyawarah) ataupun melibatkan RTS dan

non RTS (musyawarah) terkait dengan pendistribusian Raskin dengan cara di bagi

rata kepada rumah tangga yang tidak terdaftar (non RTS) maka berdasarkan kajian

sosiologi yang berkaitan dengan perilaku menyimpang (deviant behavior) di

masyarakat, hal ini dapat dikelompokkan ke dalam salah satu bentuk perilaku

menyimpang (patologik). Hal ini berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh

Merton dalam Lawang (2005) dapat termasuk ke dalam anomi dalam bentuk

Inovasi. Adapun alasan peneliti memasukkan perilaku tersebut sebagai inovasi

karena di dalam pelaksanaan pendistribusian Raskin tersebut, para apartur

pelaksana telah menggunakan alat baru yaitu berupa kebijakan lokal dalam rangka

pencapaian tujuan.

Hal ini dapat ditegaskan bahwa penggunaan alat atau cara yang baru

sedangkan tujuannya masih tetap sama maka termasuk bentuk anomi dengan

kategori inovasi. Selanjutnya inovasi yang dilakukan tersebut dapat pula

dikategorikan sebagai inovasi yang tidak baik atau licik karena cara yang

digunakan yaitu tidak benar. Hal ini dapat dilihat dari adanya kebijaksanaan lokal

yang justru memberikan kesempatan kepada rumah tangga yang tidak miskin

untuk dapat ikut serta dalam menikmati bantuan Raskin.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 238: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

216 Universitas Indonesia

Sementara itu jika jika permasalahan pendistribusian Raskin ini dikaitkan

dengan 4 pandangan Woolcock dan Narayan (2000) dalam kapital sosial maka

menurut peneliti, masalah pendistribusian Raskin dapat diatasi dengan mengacu

pada pandangan yang ke empat yaitu pandangan sinergi (the synergy view).

Berdasarkan pandangan tersebut, maka terkait dengan konteks penelitian ini

diperlukan adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini didasari

adanya konsep yang saling melengkapi dan embeddedness. Selanjutnya jika

peneliti kaitan dengan diagram yang dikemukakan oleh Narayan (1999) maka

terkait dengan kondisi masyarakat saat ini berada pada bidang yang ke 2 yaitu

pemerintah dalam fungsi yang baik dan masyarakat dalam posisi low bridging

sehingga menimbulkan latent konflik. Oleh karena itu diperlukan sinergi antara

pemerintah dan masyarakat agar dapat berpindah ke bidang yang pertama yaitu

(social and economic well being).

Gambar. 6.7

Hubungan antara Bridging Kapital Sosial dan Pemerintah Sumber : Narayan (1999) dalam Woolcock dan Narayan (2000, p. 48)

Selanjutnya jika masalah moral dikaitkan dengan teori Granovetter

(2005), maka adanya fenomena moral hazard yang ditandai dengan perilaku

sebagian besar masyarakat yang tergolong tidak miskin namun tetap ikut

menikmati bantuan Raskin dari pemerintah maka menurut peneliti fenomena ini

dapat dikategorikan sebagai free rider. Kategori free rider ini sesungguhnya

banyak dijumpai di dalam berbagai kegiatan pemerintah dan harus bisa

ditanggulangi. Mengacu pada konsep Granovetter maka masalah free rider yang

terjadi di dalam pendistribusian Raskin dapat di atasi melalui jaringan yang padat.

Well function state

Low Bridging

Social capital Insular Social Groups

High Bridging

Social capital Civic Engagement

Dysfunctional state

complementarity

Substitution

1. Social and

Economic well

being

3. Conflict

4. Coping

2. Exclution

(latent conflict)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 239: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

217

Hal ini dapat dipahami bahwa kelompok rumah tangga miskin perlu membentuk

jaringan yang banyak di lingkungan tempat tinggalnya dalam rangka mengawasi

proses distribusi dan bukan justru memperbesar kelompoknya. Hal ini

dikarenakan menurut Granovetter, semakin besar kelompok maka kemampuan

untuk merealisasikan dan menegakkan norma-norma termasuk melawan free

riding menjadi menurun.

6.1.6 Dimensi-dimensi pendistribusian Raskin di tingkat lokal

Jika dikaji secara lebih mendalam terhadap proses pendistribusian Raskin

di tingkat lokal maka ketetapan yang hasilnya di tingkat lokal dapat dilihat dari

dua sisi yang berbeda yaitu sisi positif dan sisi negatif. Pertama, dari sisi positif,

keberadaan kebijaksanaan lokal ini sebenarnya dapat menjadi bahan koreksi

kepada pihak pemerintah di dalam kebijakan yang telah diterapkan selama ini

kepada masyarakat. Selain itu hal ini dapat menjadi masukkan yang positif

sekaligus bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam pembuatan kebijakan sosial

untuk masa yang akan datang khususnya pelaksanaan program Raskin.

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pendistribusian bantuan Raskin

yang telah dijalankan selama ini telah menimbulkan gejolak sosial di masyarakat

lokal. Fokus perhatian juga terletak pada aturan dan prosedur yang ditetapkan

tidak dapat di implementasikan oleh para pelaksanan program di tingkat bawah.

Melihat fenomena yang telah berlangsung selama ini, pemerintah tampaknya

belum mampu memberikan respon yang dapat mereduksi berbagai gejojak sosial

yang terjadi di masyarakat terutama yang berkaitan dengan pendistribusian

bantuan Raskin.

Selain itu manfaat lainnya adalah kebijaksanaan di tingkat lokal dapat

lebih menjangkau rumah tangga miskin yang sebelumnya tidak terdaftar sebagai

penerima manfaat dan tidak mendapatkan bantuan menjadi memperoleh

kesempatan untuk ikut merasakan bantuan Raskin dari pemerintah. Kemudian,

kebijaksanaan lokal telah berhasil menjalankan perannya untuk meredam gejolak

sosial di masyarakat. Kondisi yang terjadi di masyarakat yaitu secara umum

berjalan kondusif dan tidak terjadi keributan di masyarakat dalam proses

pendistribusian bantuan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 240: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

218 Universitas Indonesia

Namun dari sisi negatifnya dapat dilihat bahwa keberadaan aturan

pendistribusian Raskin di tingkat lokal sesungguhnya menimbulkan dilema

tersendiri karena keberadaannya justru menyebabkan kerugian bagi sebagian RTS

yang merasa haknya dirampas dan membuat bantuan tersebut menjadi kurang

bermakna di mata masyarakat terutama bagi kelompok masyarakat yang paling

miskin. Selain itu keberadaan kebijakan lokal ini dapat dianggap sebagai

penyebab utama gagalnya program Raskin dalam mencapai tujuan program secara

optimal.

Terlepas dari dinamika yang terjadi dalam proses distribusi Raskin di

tingkat lokal, selain mempunyai tujuan yang secara normatif telah ditetapkan oleh

pemerintah yaitu untuk membantu pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga

miskin, namun sesungguhnya proses pendistribusian itu sendiri sesungguhnya

dapat dilihat sudut pandang yang lain. Mengacu pada konsep yang dikemukakan

oleh Granovetter (2005) yaitu adanya prinsip “the interpenetrasi of economic and

economic action” yaitu adanya percampuran antara kegiatan ekonomi dan non

ekononomi yang selanjutnya disebutnya sebagai embeddedness sosial. Jika

konsep tersebut dikaitkan dengan pelaksanaan program Raskin maka

sesungguhnya program Raskin tidak hanya di pandang sebagai tindakan ekonomi

untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga sekaligus dihahapkan dapat

memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Selanjutnya program Raskin dapat dinilai

mempunyai fungsi sosial yaitu upaya dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Namun menurut peneliti dapat pula dikaitkan adanya jaringan budaya, politik

maupun agama (Granovetter dan Swedberg, 2001 dalam Granovetter, 2005).

Berangkan dari konsep tersebut maka pelaksanaan program Raskin yang

ditandai dengan adanya pendistribusian beras bersubsidi bagi rumah tangga

miskin menunjukkan adanya embededdness yaitu bahwa negara itu hadir di

tengah masyarakat dan mempunyai perhatian yang besar terhadap warga

negaranya yang sedang mengalami kesulitan khususnya terkait dengan

pemenuhan kebutuhan di bidang pangan. Walaupun dalam kenyataannya program

tersebut tidak memberikan dampak yang terlalu signifikan bagi rumah tangga

sasaran. Namun hal ini dapat dianggap sebagai sebuah politik simbolik dari

pemerintah. Kemudian keberadaan program Raskin dapat pula dipandang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 241: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

219

mempunyai fungsi budaya yaitu munculnya sifat alturisme yaitu menunjukkan

adanya kedermawan dari pemerintah kepada masyarakatnya yang hidup dalam

kondisi miskin dan serba kekurangan. Hal ini dapat dianggap sebagai

embededness dalam jaringan agama.

Selain itu program Raskin dapat pula berfungsi sebagai sarana politik

untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan baik dalam ruang lingkup

nasional, regional maupun lokal yaitu melalui adanya dukungan suara dari

masyarakat terutama masyarakat yang telah mendapatkan bantuan dari

pemerintah. Fakta menjukkan bahwa program sosial memang kerap dimanfaatkan

oleh para pemilik kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaannya para proses

pemilihan umum yaitu pemilihan presiden ataupun kepala daerah. Hasil kajian

yang dikemukakan Lloyd (2008) mengemukakan bahwa berdasarkan laporan dari

Anti-Corruption Resources Centre di tahun 2007 menunjukkan bahwa program

sosial Oportunidades yaitu bantuan uang bagi Ibu hamil dan menyusui telah

dimanfaatkan untuk mempengaruhi para pemilih dalam menentukan pilihannya

dalam pemilihan presiden di tahun 2000. Hasil kajian yang dilakukan oleh UGM

(2014) dalam laporannya mengemukakan hal yang sama bahwa bantuan sosial

menjelang pemilu cenderung mempengaruhi perilaku pemilih. Selain itu dalam

laporannya mengutip hasil survei yang dilakukan LSI pada 2009 pada responden

yang kebetulan menerima BLT menegaskan mereka cenderung memilih partai

atau capres yang memberikan dana bantuan yang sudah mereka dapatkan.

Selanjutnya dimensi lainnya dari pendistribusian Raskin dapat peneliti

analisis berdasarkan konsep distribusi Gilbert dan Terrell (2005) yaitu terkait

dengan 4 dimensi pilihan. Berdasarkan dimensi yang pertama yaitu the basis of

social allocation maka di dalam pendistribusiannya, bantuan Raskin diberikan

kepada rumah tangga yang tergolong miskin ataupun sangat miskin dan

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Adapun kelayakan

(eligitabilitas) dari Program Raskin ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan status

kesejahteraan rumah tangga dengan menggunakan metode indeks kesejahteraan

yang objektif dan spesifik untuk setiap kabupaten dan kota (TNP2K, 2012).

Kemudian terkait dengan dimensi pilihan yang kedua yaitu the types of

social provision maka program Raskin dapat dikelompokkan sebagai bantuan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 242: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

220 Universitas Indonesia

sosial yang mendistribusian bantuan sosial dalam bentuk in kind transfer yaitu

manfaat barang (beras) untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga

miskin sebagai penerima manfaat. Dalam hal ini pemerintah memberikan subsidi

kepada barang yaitu beras sebagai pangan pokok utama penduduk Indonesia

sehingga rumah tangga miskin yang menjadi sasaran penerima manfaat dapat

membeli beras tersebut dengan harga yang relatif murah dari harga yang ada di

pasaran.

Sedangkan terkait dengan dimensi pilihan yang ketiga yaitu strategies for

delivery maka menurut peneliti pendistribusian Raskin di tingkat lokal ditujukan

sebagai bantuan untuk keluarga bukan individu (orang per orang). Selain itu

desain sistem penyampaian bantuan dilakukan dengan sistem adminitrasi yang

terpusat (be administrative centrealized) dan menggunakan tenaga dari para

adiminitrasi publik dan bukan menggunakan private contractors (Gibert dan

Terrell, 2005). Hal ini berarti sistem distribusi pada program Raskin

menggunakan sistem admnistrasi dan pertanggungjawaban secara terpusat yang

dilakukan oleh para aparatur pemerintah di dalam proses pendistribusiannya.

Selanjutnya terkait dengan dimensi pilihan yang ke empat yaitu ‘the way

of finance’ maka biaya pendistribusian Raskin menggunakan dana yang

bersumber dari Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah

direncanakan dan ditetapkan oleh pemerintah disetiap tahunnya. Hal ini dari segi

pendanaan pendistribusian Raskin menggunakan dana publik. Namun dalam

perkembangannya di beberapa daerah ada juga yang menggunakan dana APBD di

dalam membantu kelancaran proses distribusi Raskin. Hal ini mengingat bahwa

biaya distribusi yang disediakan oleh pemerintah pusat hanya sampai ke titik

distribusi yaitu kantor lurah setempat. Sedangkan biaya distribusi dari kantor

lurah ke penerima manfaat pada umumnya ditanggung oleh si penerima layanan

termasuk salah satunya yang terjadi di Kota Palembang.

Pembahasan selanjutnya, keberadaan program Raskin penulis kaji dari

sudut pandang dimensi pilihan sebagai sebuah bidang yang terdiri dari value,

theory dan alternatif. Sebagaimana gambar berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 243: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

221

Gambar. 6.8

Program Raskin dalam Dimensi Pilihan Sumber : Gilbert dan Terrell, 2005, p. 68

Berdasarkan gambar di atas maka peneliti berpendapat bahwa asumsi

yang muncul dari pelaksanaan program Raskin adalah bahwa ketersedian beras

sebagai kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia perlu

mendapat perhatian dan jaminan dari pemerintah. Jaminan ini utamanya ditujukan

bagi kelompok rumah tangga miskin yang memiliki kemampuan yang terbatas

dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Jika dikaitkan dengan teori

yang ada maka kemiskinan dapat dimaknai dengan ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) meliputi sandang, pangan dan

perumahan. Oleh karena itu dengan adanya bantuan Raskin maka diharapkan

dapat memperbaiki kondisi ekonomi rumah tangga miskin. Selain itu dengan

adanya bantuan Raskin dapat menghemat anggran pengeluarannya.

Berdasarkan data BPS RI 2011 yang dikutip di dalam Buku Pedoman

Umum Raskin (2013) mengemukakan bahwa 95 % dari jumlah penduduk di

Indonesia mengkonsumsi beras sebagai pangan utama dengan rata-rata konsumsi

beras seebsar 113,7 kg/jiwa/tahun sehingga Negara Indonesia menjadi negara

konsumen beras terbesar di dunia. Selain itu di sisi lain beras lebih banyak

dikonsumsi oleh penduduk miskin yang menghabiskan hampir seperempat dari

total pengeluaran mereka, sedangkan penduduk tidak miskin hanya menghabiskan

sekitar 10 % dari total pengeluaran mereka (Laporan Bak Dunia, 2007). Oleh

karena itu dengan adanya program Raskin maka pemerintah berupaya

menanggulangi masalah kemiskinan yang terjadi di dalam keluarga (rumah

tangga).

Selanjutnya terkait dengan alternatif dari masing-masing bagian yang

terdiri dari alocation, provision, delivery dan finance, maka menurut analisa

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 244: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

222 Universitas Indonesia

peneliti dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut. Pertama alternatif alocation yang

dapat dilaksanakan terkait dengan program Raskin adalah bantuan tidak diberikan

dalam bentuk beras melainkan dalam bentuk kupon makanan yang nantinya dapat

digunakan oleh rumah tangga miskin untuk membeli beras di tempat yang telah

ditentukan oleh pemerintah. Selanjutnya alternatif di dalam provision yaitu dapat

dilakukan dengan menambah kriteria yang lebih lengkap terkait dengan kelayakan

rumah tangga penerima manfaat Raskin. Sedangkan alternatif delivery dapat

dilakukan dengan cara melibatkan pihak swasta dalam membantu proses distribusi

Raskin untuk sampai ke tangan penerima manfaat. Begitu pula terkait dengan

alternatif finance, maka menurut peneliti dapat dilakukan melalui pelibatan dana

dari pihak swasta (private sector) untuk mendukung pelaksanaan program Raskin

sehingga tidak hanya mengandalkan sumber dana dari pemerintah saja baik yang

melalui APBN ataupun APBD.

Selain itu terkait dengan nilai yang terkandung di dalam pelaksanaan

program Raskin dapat peneliti uraikan sebagai berikut. Terkait dengan alokasi,

menurut peneliti, nilai yang menjadi acuan pemerintah adalah berkaitan dengan

cost effectiveness yaitu hanya memberikan bantuan Raskin kepada rumah tangga

tertentu saja (selektif) dan bukan bersifat universal. Hal ini dimaksudkan agar

pemerintah tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar dalam proses

pengalokasian program ini kepada masyarakat. Sedangkan terkait dengan

provision, nilai yang digunakan oleh pemerintah adalah social control yaitu

berupa pembatasan pada pilihan para penerima manfaat. Terkait dengan bantuan

dalam bentuk subsidi pangan ini maka pemerintah hanya membatasi pilihan pada

beras dan bukan pada bentuk pangan lainnya seperti sagu ataupun gandum. Hal ini

menurut peliti untuk memudahkan di dalam pelaksanaan program ini dan

memudahlan melakukan kontrol sosial.

Kemudian terkait dengan nilai dari sistem delivery yang dilaksanakan

selama ini di dalam pelaksanaan program Raskin adalah efficiency yang dilakukan

dengan menggunakan jalur birokrasi. Sedangkan dari aspek pendanaan maka

menurut peneliti nilai (value) yang dikembangkan oleh pemerintah adalah

sentralisasi yaitu melalui sistem administrasi yang terpusat dari pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah sampai ke tingkat lokal.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 245: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

223

6.2. Dampak pendistribusian Raskin di tingkat lokal dalam upaya

pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga sasaran

Pada hakikatnya keberadaan program Raskin sangat bermanfaat dan

sangat dinantikan kehadirannya terutama oleh rumah tangga yang sangat miskin

di tingkat lokal. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan

selama berada di lokasi penelitian. Kondisi yang terjadi pada saat bantuan Raskin

mulai didistribusikan dari Kantor Lurah ke wilayah masing-masing RT maka

rumah tangga sangat miskin yang ada di tingkat lokal baik selalu tampak antusias

dan bergembira dalam menyambut kedatangan bantuan Raskin di wilayah RT

mereka. Selain itu warga masyarakat baik yang termasuk RTS maupun non RTS

biasanya ada yang mulai berdatangan dan berkumpul di rumah Ketua RT

setempat. Sebagian warga ada juga yang sibuk membantu mengangkut tumpukan

Raskin dari beca atau gerobak menuju ke dalam rumah Ketua RT. Kegiatan

tersebut biasanya dilakukan oleh warga secara gotong royong untuk meringankan

pekerjaan Ketua RT mereka.

Begitu pula sebaliknya apabila bantuan Raskin ini mengalami

keterlambatan di dalam pendistribusiannya maka rumah tangga miskin akan selalu

bertanya baik kepada Ketua RT maupun kepada aparatur kelurahan mengenai

kepastian kapan bantuan Raskin akan datang ke wilayah RT mereka. Hal ini

menggambarkan pula bahwa program Raskin masih menjadi andalan bagi rumah

tangga miskin untuk membantu meringankan beban hidup mereka dalam

memenuhi kebutuhan pokok hidup mereka sehari-hari.

Sebagaimana yang telah peneliti singgung di awal kajian ini bahwa

kebijakan pemerintah telah mengatur tentang pendistribusian Raskin dengan baik

yaitu setiap RTS akan mendapatkan alokasi Raskin sebanyak 15 kg setiap

bulannya dengan harga tebus Rp. 1.600,- di titik distribusi. Apabila dikalkulasikan

maka uang yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga miskin tersebut untuk

mendapatkan Raskin sebanyak 15 kg yaitu hanya sebesar Rp. 24.000,-.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para RTS diketahui bahwa mereka pada

umumnya membeli beras di pasaran bervariasi dengan harga berkisar antara Rp.

8.000 s.d Rp. 10.000,- per kg. Jika dibandingkan dengan harga beras di pasaran

tersebut misalnya Rp. 10.000,- per kg maka biaya yang harus dikeluarkan oleh

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 246: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

224 Universitas Indonesia

rumah tangga miskin untuk mendapatkan 15 kg beras yaitu sebesar Rp.150.000,-.

Hasil hitungan tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan harga yang cukup

signifikan antara harga tebus Raskin dan harga beras di pasaran. Berdasarkan

perbandingan harga tersebut terdapat selisih harga sebesar Rp. 126.000,-.

Bagi rumah tangga yang sangat miskin, selisih harga tersebut jelas sangat

bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pokok lainnya, misalnya untuk membeli

lauk pauk, biaya listrik, biaya untuk anak sekolah ataupun biaya lainnya. Apalagi

ditengah kondisi ekonomi Negara Indonesia yang kadang tidak menentu akibat

pengaruh pasar, kelangkaan beras di pasaran, dan adanya kenaikan harga BBM

(Bahan Bakar Minyak) di masyarakat. Kondisi ini telah berimbas pada kenaikan

harga kebutuhan pokok masyarakat di seluruh wilayah di Indonesia dan tidak

terkecuali di Kota Palembang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan rumah tangga penerima Raskin,

mereka pada umumnya telah cukup lama memperoleh atau mendapatkan bantuan

Raskin. Bahkan tidak sedikit rumah tangga yang mendapatkan Raskin sejak

program Raskin ini digulirkan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa

mereka tidak asing lagi dengan program ini dan telah menikmati bantuan ini

dalam jangka waktu lebih dari 10 tahun. Sebagaimana salah satunya yang

dikemukakan oleh Ibu As di Kelurahan Plaju Ilir berikut ini : “Sudah lama, sejak

bantuan Raskin ini ada. Saya sudah mendapatkan Raskin ini. Awalnya saya

mendapatkan Raskin sebanayak 6 kg. tapi mungkin karena jumlah warga yang

bertambah banyak maka semakin berkurang sehingga sekarang hanya mendapat 3

kg”. (Penjual empek-empek, wawancara tanggal 23 September 2013)

Selain itu dari fakta lapangan yang peneliti dapatkan diketahui bahwa

pola pendistribusian raskin di tingkat lokal telah menyebabkan bantuan Raskin

yang diterima menjadi berkurang. Sebagian besar RTS hanya mendapatkan

Raskin yaitu berkisar antara 2-5 kg. Kondisi ini membuat bantuan Raskin hanya

mampu bertahan dalam beberapa hari saja. Apalagi ada sebagain RT yang

menerapkan pola pendistribusian Raskin dengan cara di bagi sama rata sama

banyak kepada seluruh rumah tangga baik RTS maupun non RTS. Hal ini tentu

membuat alokasi Raskin yang di terima oleh tiap RTS semakin kecil. Sehingga

mempengaruhi efektivitas dari program Raskin itu sendiri. Fenomena yang terjadi

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 247: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

225

terkait dengan pendistribusian Raskin di tingkat lokal salah satunya dikemukakan

oleh Bapak Sw di Kelurahan Plaju Ilir sebagai berikut : “untuk tiap bulannya kami

mendapat Raskin 5 kg. Dengan harga tebus Rp. 2.500,- per kg. …sehari konsumsi

beras kami 1,5 kg per hari yaitu terdiri dari saya, istri, anak, menantu dan cucu 2

orang. Ya bertahan sekitar 3-4 hari.” (tukang servis jok/sofa, wawancara tanggal 3

Oktober 2013)

Selain itu akibat adanya penerapan pendistribusian Raskin yang mengacu

pada aturan lokal menyebabkan rumah tangga di Kelurahan Plaju Darat baik RTS

maupun non RTS mendapatkan alokasi Raskin yang paling sedikit dibandingkan

kelurahan lainnya yang ada di Kecamatan Plaju. Kondisi ini salah satunya dapat

dilihat dari apa yang dikemukakan oleh Bapak Rn di Kelurahan Plaju Darat

sebagai berikut : “Kami di sini Raskin di bagi dalam setaip 3 bulan sekali. Dalam

3 bulan saya mendapat 4 kg beras. Harga 1 kg nya adalah Rp. 2.500,- sehingga 4

kg kami bayar dengan harga Rp. 10.000,-…..Rata-rata satu hari satu kilo per hari.

ya dalam 4 hari Raskin sudah habis”. (petani, umur 54 tahun, wawancara tanggal

1 Oktober 2013).

Oleh karena itu berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan di peroleh

berbagai informasi yang pada umumnya mengemukakan bahwa manfaat program

ini belum begitu terasa bagi warga masyarakat terutama bagi mereka yang

merupakan rumah tangga sangat miskin. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

warga Bpk. Wr Kelurahan Plaju Ilir sebagai berikut : “Program Raskin ini cukup

membantu, tapi karena dibagi rata tadi jadi tanggung istilahnya tadi. Bantuan yang

seharusnya untuk satu bulan menjadi tidak sampai satu bulan. Hanya bertahan

untuk beberapa hari saja. Iya, kalau yang kita terima utuh baru bisa benar-benar

membantu….” (Buruh, umur 56 tahun, wawancara tanggal 21 September 2013).

Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu St RT. 6 Kelurahan Talang

Bubuk sebagai berikut : “Bagi kami yang tidak mampu ini ya bantuan seperti ini

sangat bermanfaat. Karena perbedaan pikiran penerima bantuan itu berbeda-beda.

Tapi itu tadi bantuan yang diberikan hanya mampu meringankan untuk beberapa

hari saja.” (Ibu rumah tangga, wawancara tanggal 30 September 2013). Fenomena

di atas dapat menjadi gambaran bahwa keberadaan program Raskin ini belum

mampu membantu secara optimal kepada rumah tangga miskin yang ada di

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 248: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

226 Universitas Indonesia

lingkungan RT tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh warga Bpk. Rn

Kelurahan Plaju Darat sebagai berikut :

“Ya menurut saya sepertinya biasa-biasa saja. ya bagaimana pak, dapat

Raskin nya juga sedikit. Nilainya terlalu kecil untuk 3 bulan hanya 4 kg.

tetapi kami tetap bersyukur alhamdulillah masih merasakan bantuan.

Walau di pikir ya tidak cukup apa-apa. Konsumsi satu hari saja 1 kg.

berarti kalau 4 kg ya untuk 4 hari sedangkan 3 bulan itu ada 90 hari.

bagaimana sisa hari selanjutnya..” (Petani, umur 54 Tahun, wawancara

tanggal 1 Oktober 2013)

Namun bagaimana pun juga, walaupun bantuan Raskin yang mereka

peroleh hanya sedikit, bagi rumah tangga sasaran dengan kondisi ekonomi yang

sangat miskin seberapa pun bantuan yang mereka terima maka sangat terasa sekali

manfaatnya. Sebaagimana yang dikemukakan oleh Ibu Ky di RT. 34 Kelurahan

Plaju Ulu: “ya, bermanfaatlah pak. Malahan ini ditunggu-tunggu sekali, kapan

beras datang. Walaupun sedikit dapet-nya ya kadang masaknya di campur pak

dengan beras yang saya beli. Ya, maklum saja pak, kami punya anak banyak”.

(Buruh cuci, wawancara tanggal 3 Oktober 2013)

Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh di lapangan ketika beras

Raskin yang mereka terima telah habis maka untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, pada umumnya RTS membeli beras di warung dengan harga berkisar

antara Rp. 8.000,- s.d Rp. 10.000,- per kg. Mereka membeli beras tersebut dengan

cara di cicil yaitu dalam jumlah sedikit dan hanya untuk kebutuhan beberapa hari

saja. Selanjutnya mereka akan kembali membeli beras pada hari berikutnya. Hal

ini disebabkan karena mereka tidak memiliki uang untuk membeli beras dalam

jumlah yang banyak. Apalagi alasan menyimpan beras untuk kebutuhan dalam

waktu satu bulan. Bahkan tidak sedikit pula diantara RTS yang berhutang terlebih

dahulu di warung hanya untuk mendapatkan beras.

Dengan dasar kepercayaan, pihak warung biasanya mau memberikan

hutangan beras kepada para RTS yang merupakan rumah tangga sangat miskin.

Hutang tersebut biasanya akan dilunasi setelah pada hari minggu yaitu setelah

suami mereka mendapatkan gaji mingguan. Dari segi pendapatan, berdasarkan

hasil wawancara di lapangan diperoleh informasi bahwa pada umumnya pekerjaan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 249: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

227

suami mereka adalah buruh bangunan yang memperoleh gaji harian dan

mingguan. Ada juga yang berprofesi sebagi tukang beca. Penghasilan yang

mereka dapatkan per bulannya rata-rata di bawah Rp. 2.000.000,-. Dengan

penghasilan yang mereka dapatkan, mereka pada umumnya masih merasa

kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Berdasarkan hasil wawancara dengan rumah tangga penerima Raskin

diketahui bahwa pada umumnya selain mendapatkan bantuan Raskin, mereka juga

mendapatkan bantuan lainnya seperti bantuan di bidang kesehatan melalui Kartu

Jamkesmas, bantuan di bidang pendidikan melalui BOS, ataupun melalui Program

PKH. Selain itu secara kolektif di wilayah mereka juga mendapatkan bantuan dari

Program PNPM Mandiri. Namun berdasarkan hasil wawancara yang peneliti

lakukan kepada para Ketua RT setempat pada umumnya mengemukakan bahwa

walaupun rumah tangga miskin tersebut telah banyak mendapatkan berbagai

bantuan dari pemerintah, kenyataannya kondisi sosial ekonomi rumah tangga

miskin tersebut masih belum menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Selain itu kondisi sosial ekonomi rumah tangga penerima bantuan pada umumnya

masih dalam kondisi yang terpuruk, lemah (powerless) dan masih tetap dalam

kemiskinannya. Secara khusus, para Ketua RT menilai bahwa bantuan Raskin

yang diberikan oleh pemerintah pada umumnya hanya bersifat sementara dan

tidak memberikan dampak yang signifikan bagi perbaikan ekonomi keluarga.

Sebagai mana yang dikemukakan oleh salah satu Ketua RT 14 Kelurahan Talang

Bubuk sebagai berikut :

“Sepertinya tidak ada dampaknya untuk peningkatan status itu pak, karena

bantuan ini sifatnya hanya sementara. Sehingga kurang berdampak di

keluarga. peningkatan status ekonomi itu ada yang dahulunya mungkin

miskin menjadi tidak miskin lagi, tetapi itu bukan karena adanya bantuan

tetapi karena usaha mereka sendiri misalnya di bantu anaknya yang sudah

bekerja.” (wawancara 1 Oktober 2013)

Sejauh ini peneliti melihat bahwa skema bantuan Raskin dan dampak

yang diharapkan muncul bagi RTS sepertinya masih sulit terwujud. Skema untuk

meringankan beban pengeluaran RTS sehingga berdampak pada penghematan

anggaran pengeluaran RTS hanya merupakan hitungan ekonomi dalam tataran

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 250: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

228 Universitas Indonesia

konseptual. Sedangkan fakta empirik yang terjadi dalam prakteknya berbicara

lain. Proses penghematan anggaran bagi RTS tidak terjadi. Begitu juga skema

pengalihan anggaran RTS kepada anggaran lainnya dalam pemenuhan kebutuhan

rumah tangga miskin. Selain itu berdasarkan hasil observasi di lapangan peneliti

melihat bahwa masih cukup banyak kantong-kantong kemiskinan yang ditempati

oleh para rumah tangga miskin.

Berdasarkan analisa peneliti maka keberadaan Program Raskin dapat

dikaitkan dengan apa yang dikemukakan oleh Moser, Gatehouse dan Gracia

(1996) dalam Baharoglu, Deniz dan Christine Kessides (2002) bahwa salah satu

karakteristik khas kehidupan perkotaan adalah commoditization yaitu hal yang

berkaitan dengan kebutuhan mendasar (pokok). Selain itu dapat pula dikaitkan

dengan apa yang dikemukakan oleh Thomson dan Richard (1984) bahwa salah

satu karakteristik masyrakat miskin perkotaan adalah mereka hidup dalam

kegiatan ekonomi yang dinilai dengan uang (monetised economy). Sejalan dengan

konsep tersebut maka seharusnya pendistribusian Raskin kepada rumah tangga

miskin dapat memainkan peran di bidang pemenuhan kebutuhan pokok tersebut.

Hal ini dapat dipahami bahwa rumah tangga miskin tidak lagi merasa kesulitan di

dalam pemenuhan kebutuhan terhadap beras. Selain itu mereka juga tidak

membutuhkan nilai uang yang terlalu besar untuk memenuhi sebagian kebutuhan

terhadap beras tersebut. Menurut analisa peneliti, kondisi ini dapat dikaitkan

dengan konsep lingkaran kemiskinan sebagaimana yang dikemukakan oleh

Martinussen (1997) bahwa salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah daya

beli yang rendah (little purchasing power). Singkatnya, keberadaan beras

bersubsidi (Raskin) dapat di nilai sebagai langkah positif yang diambil oleh

pemerintah untuk mendorong daya beli masyarakat yang berpenghasilan sangat

rendah agar mereka tidak terus berada di dalam kondisi serba kekurangan

(miskin).

Selanjutnya merujuk dari apa yang dikemukakan oleh Lipton dan

Maxwell (1992) dalam Martinussen (1997) mengenai 3 (tiga) elemen utama yang

menjadi perhatian dalam strategi penanggulangan kemiskinan yang mana salah

satunya adalah melalui penciptaan jaring pengaman (safety net) bagi masyarakat

miskin, termasuk keamanan/jaminan pangan (food security) dan jaminan sosial

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 251: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

229

pada umumnya. Terkait dengan konteks penelitian ini maka dalam rangka

menanggulangi kemiskinan di masyarakat lokal, pelaksanaan progam Raskin

seharusnya dapat berfungsi sebagai upaya untuk memberikan jaminan pangan

(food security) bagi masing-masing RTS. Oleh karena itu wajar saja jika kondisi

masyarakat lokal sulit keluar dari kemiskinannya karena kebutuhan akan pangan

mereka sendiri belum terjamin secara optimal.

Kondisi ini mempunyai relevansi pula terkait dengan konsep kemiskinan

yang peneliti gunakan di dalam penelitian ini yaitu ketidakmampuan individu

dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (Johnson dan Schwartz, 1991). Dengan kata

lain program Raskin gagal untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan

rasa aman bagi rumah tangga miskin. Oleh karena itu pada kenyataannya jumlah

rumah tangga miskin yang ada di Kecamatan Plaju menjadi sulit untuk berkurang.

Bahkan jika program raskin tidak dapat memberikan jaminan pememuhan

kebutuhan dasar tersebut maka jumlah rumah tangga miskin berpotensi untuk

semakin banyak. Sehingga kawasana pemukiman kumuh dapat semakin meluas.

Sementara itu di dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial, disebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya

kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan

mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Sedangkan penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah tanggung jawab semua

pihak baik itu pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah

kabupaten/kota. Dalam konteks penelitian ini kegagalan pelaksanaan program

Raskin di tingkat lokal merupakan wujud kegagalan pemerintah daerah dalam hal

ini adalah Pemerintah Kota Palembang. Gagalnya pencapaian tujuan program

Raskin yaitu untuk mengurangi beban pengeluaran RTS melalui pemenuhan

kebutuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras berarti pula

gagalnya peran pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar warga

masyarakatnya. Apabila pemenuhan kebutuhan tersebut gagal dilaksanakan itu

artinya masyarakat belum mencapai kondisi yang sejahtera atau belum mencapai

kesejahteraan sosial.

Kondisi ini mendukung apa yang telah dikemukaan oleh Midgley (2005)

terkait dengan syarat untuk terbentuknya kondisi kesejahteraan sosial. Midgley

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 252: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

230 Universitas Indonesia

mengemukakan bahwa kondisi kesejahteraan sosial diciptakan atas kompromi tiga

elemen. Pertama sejauh mana masalah-masalah sosial di atur, kedua, sejauh mana

kebutuhan-kebutuhan terpenuhi dan ketiga, sejauh mana kesempatan untuk

meningkatkan taraf hidup dapat disediakan. Terkait dengan konteks penelitian ini

maka dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial di dalam lingkungan

masyarakat lokal maka kehadiran program Raskin harus mampu menjadi sarana

dalam pemenuhan kebutuhan di bidang pangan untuk mengurangi beban

pengeluaran rumah tangga miskin. Namun berdasarkan fakta yang ada dilapangan

menunjukkan bahwa keberadaan kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal

ternyata telah menyebabkan gagalnya dalam mewujudkan kondisi kesejahteraan

sosial. Hal ini tidak lain karena disebabkan bantuan yang diberikan belum mampu

memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan yaitu beras sehingga kondisi ini

belum bisa memenuhi ketiga syarat yang dikemukakan oleh Midgley (1995)

dalam upaya terciptanya kesejahteraan.

Sementara itu Maslow (1943) mengemukakan bahwa ada lima tingkatan

di dalam A Theory of Human Motivation, yaitu kebutuhan fisologis (physiological

needs), Kebutuhan rasa aman / keselamatan (the safety needs), kebutuhan

terhadap rasa cinta, kasih sayang (the love needs), Kebutuhan untuk dihargai ( the

esteem needs), dan yang terakhir yaitu Kebutuhan untuk aktualisasi diri (the need

for self actualization). Kebutuhan fiologis merupakan kebutuhan yang paling

mendasar sehingga kebutuhan ini dianggap sebagai kebutuhan yang paling

penting di antara kebutuhan lainnya. Salah satu kebutuhan fisiologis tersebut

adalah kebutuhan untuk makan. Kondisi ini muncul karena adanya dorongan rasa

lapar dan haus dari dalam tubuh manusia sehingga muncul keinginan untuk makan

dan minum. Apabila kebutuhan ini telah terpenuhi maka akan muncul kepuasan

pada diri manusia itu. Jika kita kaitkan dengan teori kebutuhan tersebut, itu

artinya kebutuhan makan ini merupakan kebutuhan yang utama yang harus

dipenuhi oleh manusia. Oleh karena itu ada alasan yang mendasar mengapa

masyarakat dari RTS maupun Non RTS di tingkat lokal ingin mendapatkan

bantuan Raskin.

Jika pembahasan mengenai kebutuhan manusia dalam bentuk kebutuhan

pokok yaitu beras, dikaitkan dikaitkan dengan pemikiran yang telah dikemukakan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 253: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

231

oleh Dean (2010), maka berdasarkan hasil pengelompokkan yang terdiri dari 4

kuadran tersebut, kebutuhan manusia dalam bentuk kebutuhan pokok tersebut

yaitu untuk makan dan dalam rangka menjamin kelangsungan hidup, menurut

analisa peneliti dapat diletakkan ke dalam kategori kuadaran kanan atas yaitu

universal needs. Jika diuraikan lebih lanjut maka kebutuhan terhadap makanan

merupakan pendekatan humanitarian yaitu kebutuhan universal. Selain itu

termasuk inherent needs khususnya sebagai psychologistic notion of need as inner

drives, dan bersifat thick needs.

Terkait dengan konteks penelitian ini, maka kebutuhan manusia

khususnya rumah tangga miskin terhadap beras merupakan kebutuhan yang

berasal dari dorongan dari dalam diri individu itu masing-masing (inner drives)

dan ini harus dapat terpenuhi dengan baik sehingga berdasarkan konsep yang ada

dapat membuat rumah tangga miskin tersebut dapat berpatisipasi dalam kehidupan

sosial masyarakat. Hal ini sejalan pula dengan konsep yang mengatakan bahwa

manusia adlaah sebagai aktor sosial walaupun mereka juga bersifat rentan.

Melalui pendistribusian program Raskin maka pada dasarnya pemerintah

berupaya memenuhi kebutuhan manusia tersebut yaitu sejalan dengan konsep

pemenuhan (fulfilment). Hanya saja ternyata berdasarkan fakta yang terjadi

dilapangan proses pemenuhan tersebut tidak berjalan secara optimal. Hal ini

pulalah yang menjadi penyebab aktivitas rumah tangga miskin menjadi kurang

berpartisipasi di kehidupan sosial masyarakatnya.

Selanjutnya merujuk dari pendekatan thick need yang mana salah satu

konsepnya mengatakan bahwa gagasan filosofi good life telah diterjemahkan ke

dalam kebijakan yang dimaksudkan untuk menjadikan orang tidak hanya bertahan

tetapi berkembang (to flourish) maka kebijakan pendistribusian Raskin yang

dilakukan oleh pemerintah seharusnya tidak hanya membuat rumah tangga miskin

untuk bertahan hidup (survive) melainkan dapat membuat mereka menjadi

berkembang ke arah yang lebih baik. Di sini seharusnya implementasi kebijakan

pemerintah itu dapat memberikan dampaknya secara luas bagi kelangsungan

hidup rumah tangga miski.

Sejauh ini peneliti melihat bahwa program Raskin telah kehilangan nilai

dan fungsinya sebagai komponen perlindungan sosial di masyarakat. Program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 254: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

232 Universitas Indonesia

Raskin hanya dimaknai sebagai kegiatan bagi-bagi beras murah yang hanya

mampu membantu memenuhi kebutuhan sesaat saja dan tidak memberikan

dampak yang signifikan bagi rumah tangga miskin. Padahal dari segi penggunaan

dana, biaya yang dikeluarkan negara untuk memberikan subsidi terhadap

pengadaan beras tersebut setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan.

Berdasarkan data dari majalah Warta Anggran (2013) menyebutkan bahwa

pemerintah telah menganggarkan sebesar Rp. 17,197 triliun untuk Program

Raskin tahun 2013 dan memberikan tambahan sebesar Rp. 4,3 triliun untuk

penambahan durasi penyaluran Raskin selama 3 bulan sehingga dana yang telah

dianggarkan pemerintah di tahun 2013 menjadi sebesar Rp. 21,497 Triliun.

Jika dikaji lebih jauh maka pemberian bantuan Raskin ini adalah dapat

dikelompokkan sebagai salah satu bentuk bantuan subsidi yang diberikan oleh

pemerintah kepada barang dan bukan kepada orang. Pada dasarnya subsidi yang

diberikan oleh pemerintah kepada orang ataupun kepada barang sama-sama dapat

memberikan dampak yang signifikan dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan hasil data lapangan menunjukkan bahwa subsidi pemerintah dalam

bentuk barang ini tampaknya sering menimbulkan persoalan misalnya adanya pola

distribusi dengan cara di bagi rata sehingga tidak tepat sasaran. Sedangkan dilain

pihak, subsidi pemerintah kepada orang misalnya dalam bentuk pemberian uang

juga menimbulkan berbagai permasalahan dilapangan. Misalnya uang yang

diberikan justru dipergunakan untuk hal-hal yang tidak penting dan mendesak

yang bukan merupakan kebutuhan pokok.

Berangkat dari fenomena tersebut maka menurut peneliti hal yang

menjadi fokus perhatian di sini adalah sejauh mana pemerintah ataupun para

pelaksana program di lapangan dapat menjamin bahwa pelaksanaan distribusi

bantuan subsidi tersebut benar-benar dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat

yang memang berhak menerimanya. Jika hal tersebut dapat terlaksana dengan

baik maka baik subsisi dalam bentuk barang maupun yang diberikan langsung

kepada orang akan dapat memberikan dampak yang signifikan. Hanya saja

menurut analisa peneliti bahwa subsidi yang langsung diberikan kepada orang

harus dapat dijamin pula bahwa subsidi yang diberikan memang dipergunakan

untuk memenuhi kebutuhan yang utama.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 255: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

233

6.3. Implikasi kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal terhadap

aspek keadilan distributif

Sebagaimana yang telah peneliti kemukakan pada uraian sebelumnya

bahwa berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan diketahui bahwa adanya

kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal telah berdampak pada

berkurangnya jatah Raskin yang seharusnya diterima oleh setiap RTS penerima

manfaat Raskin. Realita yang terjadi adalah rumah tangga sasaran harus rela

berbagi Raskin dengan rumah tangga lainnya yang tidak terdata (non RTS).

Akibatnya mereka hanya menerima rata-rata antara 2 sd 5 kg saja. Bahkan

fenomena yang menarik seputar pendistribusian Raskin di tingkat lokal yaitu

adanya RTS yang mendapatkan jatah Raskin dalam jumlah yang sama banyak

dengan yang non RTS.

Selanjutnya hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan para informan

di lapangan terkait persepsinya mengenai kebijakan distribusi di bagi rata maka

diperoleh informasi yang cukup beragam. Pertama, terdapat kelompok RTS yang

merasa keberatan jika Raskin harus benar-benar dibagi sama rata dan sama

banyak dengan mereka yang non RTS. Sebaliknya mereka berpendapat boleh saja

di bagi dengan Non RTS dengan syarat jatah Raskin mereka tetap harus lebih

banyak daripada non RTS. Hal ini dikarenakan mereka (RTS) menganggap jatah

Raskin itu adalah memang hak mereka yang diberikan negara kepada mereka.

Namun di sisi lain, ada pula kelompok RTS yang tidak berkeberatan dengan

keputusan Raskin dibagi sama rata sama banyak. Hal ini didasari dengan alasan

karena sudah menjadi kesepakatan bersama.

Sementara itu ada juga kelompok masyarakat yang sebenarnya memang

tidak setuju dengan sistem pembagian seperti itu tetapi karena mereka tidak

mempunyai pilihan lain dan tidak mempunyai kuasa untuk menolaknya sehingga

mereka setuju saja. Berdasarkan uraian tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa

telah terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat lokal terkait dengan

keberadaan kebijaksanaan tersebut. Jika dibuat dalam sebuah diagram maka dapat

peneliti gambarkan sebagai berikut :

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 256: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

234 Universitas Indonesia

Gambar. 6.9

Persepsi rumah tangga penerima Raskin dengan adanya kebijaksanaan lokal Sumber : Olahan penelitian

Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara di lapangan diperoleh pula

informasi bahwa terdapat kelompok masyarakat yang menilai bahwa cara

pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata sudah cukup adil. Alasannya

karena cara ini dianggap merupakan solusi yang terbaik untuk menghindari

gejolak di masyarakat, kecemburuan sosial dan untuk pemerataan. Kelompok

masyarakat ini umumnya merupakan rumah tangga non RTS yaitu rumah tangga

yang memang tidak terdata di dalam daftar penerima manfaat Raskin. Mereka

merasa diuntungkan dengan adanya kebijaksanaan sehingga mereka bisa ikut

merasakan bantuan Raskin walaupun dalam jumlah yang sedikit. Mereka

semuanya cenderung setuju dan menganggap bahwa kebijakan tersebut sudah adil

dan sesuai dengan harapan mereka. Sebagai contohnya sebagaimana yang di

kemukaan oleh salah satu warga di RT. 27 Kelurahan Bagus Kuning yang

merupakan non RTS yaitu Bapak Us sebagai berikut : “Bukan menurut saya

sendiri tetapi menurut masyarakat termasuk saya, sistem dibagi rata seperti ini

dapat dikatakan adil. Karena warga bisa merasakannya semua.” (wawancara,

tanggal 9 Oktober 2013). Hal senada juga dikemukakan oleh warga Ibu Mur di

RT. 22 Kelurahan Plaju Darat yaitu sebagai berikut : “Ya menurut kami sudah

lumayan adillah. Karena dulu pernah yang mendapat Raskin orang miskin dan

janda saja namun banyak yang protes, sehingga akhirnya di pukul rata”.

(wawancara, tanggal 1 Oktober 2013).

Mekanisme

Distribusi

Raskin Tk.Lokal

Setuju

Tidak

Setuju

Dengan Syarat :

1. Alokasi RTS lebih besar dari

Alokasi non RTS

2. Asalkan berdasarkan kesepakatan

bersama

Dengan Alasan :

1. Jika Alokasi RTS sama

besarnya dengan alokasi non RTS

2. Merampas hak orang miskin

yang sangat membutuhkan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 257: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

235

Sedangkan di sisi lain, ada juga kelompok masyarakat yang menilai

bahwa pola distribusi seperti itu tidak adil dan sangat merugikan mereka.

Kelompok masyarakat yang menolak kebijakan tersebut adalah umumnya rumah

tangga sasaran yang memang sangat miskin dan sangat membutuhkan bantuan

Raskin. Mereka merasa berkeberatan jika jatah yang seharusnya mereka terima

secara utuh menjadi berkurang. Mereka memang merasa lebih berhak dan merasa

lebih miskin dari rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar. Hasil penelusuran

yang peneliti lakukan di lapangan terlihat bahwa memang rumah tangga sasaran

yang berkeberatan dengan pemberlakuan kebijakan distribusi dengan cara di bagi

rata adalah mereka yang hidup dalam kondisi ekonomi yang sangat

memprihatinkan. Kondisi tempat tinggal mereka tidak layak huni, mempunyai

anak yang banyak dan masih bersekolah, tidak memiliki pekerjaan yang tetap

sehingga penghasilan setiap bulannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

hidup keluarga mereka. Sehingga cukup beralasan jika mereka menganggap

kebijakan pendistribusian tersebut tidak adil untuk mereka.

Pernyataan penolakan terhadap pemberlakukan kebijakan di bagi rata

tersebut dan menganggap kebijakan itu tidak adil, salah satunya dapat dilihat dari

pendapat yang dikemukakan oleh Ibu Ky, RT. 34 Plaju Ulu sebagai berikut :

“Tidak setuju pak, karena saya menilai tidak adil. Karena keluarga seperti kami

ini mendapat bantuan 4 kg itu sangat berarti dibandingkan dengan keluarga lain

mungkin mampu membeli lebih dari 4 kg”. (wawancara, 3 Oktober 2013).

Pernyataan yang berisi penolakan juga dikemukakan oleh Ibu St RT. 6 Kelurahan

Talang Bubuk yaitu sebagai berikut : “Ya, kami merasa dirugikan dengan cara

seperti itu, yang sudah mampu kok masih diberi Raskin. seharusnya warga seperti

kami ini yang lebih diutamakan. Bukannya kami tidak berterima kasih namun

lihat sendiri kondisi kami, suami saya lumpuh, saya sekarang yang menjadi tulang

punggung keluarga.” (wawancara, 30 September 2013)

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa sesungguhnya

keberadaan bantuan Raskin yang diberikan oleh pemerintah pada dasarnya lebih

bernilai dan bermanfaat jika diberikan kepada rumah tangga yang sangat miskin

dan membutuhkan. Walaupun jatah Raskin yang mereka terima telah berkurang,

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 258: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

236 Universitas Indonesia

hal tersebut tidak mengurangi esensi dari bantuan tersebut. Berdasarkan uraian di

atas maka dapat peneliti simpulkan di dalam sebuah gamabr sebagai berikut :

Gambar 6.10

Persepsi Rumah Tangga Penerima Raskin tentang Keadilan Distributif Sumber : Olahan penelitian

Terlepas dari perbedaan pandangan yang terjadi diantara dua kelompok

tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di lapangan

diperoleh informasi bahwa sebenarnya sebagian rumah tangga sasaran yang tidak

setuju dan merasa dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut ingin melakukan

protes. Namun mereka tidak mempunyai keberanian untuk melakukan hal tersebut

dan takut terhadap kepemimpinan dari Ketua RT mereka masing-masing. Mereka

takut nantinya mereka justru dimarahi oleh Ketua RT nya dan bahkan di musuhi

oleh warga sekitar. Seperti yang dikemukan oleh Ibu Hn RT. 16 Kel. Plaju Ilir

sebagai berikut :

“Tidak pernah pak, menerima saja pak. Kami tidak mau ribut pak.

Kebetulan rumah orang tua rt ini di wilayah sinilah pak. Tetapi orangnya

mau menang sendiri, anaknya sebagai rt tidak boleh salah. Dengan warga

juga kami merasa tidak enak kalau banyak protes. Kalau kami melapor

kami takut pak” (wawancara 23, September 2013)

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap para

informan khususnya dari kalangan rumah tangga penerima Raskin terkait

pandangannya dalam memahami makna keadilan dalam pendistribusian Raskin di

tingkat lokal, hampir seluruh informan sepakat bahwa pola distribusi Raskin yang

dikatakan adil itu adalah bantuan Raskin hanya diberikan kepada rumah tangga

Proses

Distribusi

Raskin Tk.Lokal

Adil

Tidak

Adil

Dengan Alasan :

1. untuk pemeratan

2. untuk menghilangkan kecembruuan

dan gejolak sosial

Dengan Alasan :

mengambil hak rumah tangga yang

sangat miskin dan sangat

membutuhakan

yang sangat membutuhkan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 259: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

237

yang miskin saja. Sedangkan rumah tangga yang menurut penilaian warga sudah

cukup mampu tidak perlu lagi diberikan bantuan Raskin. Sementara itu ada juga

yang berpendapat bahwa pendistribusian Raskin yang dikatakan adil adalah jika

bantuan Raskin diberikan hanya kepada mereka yang berhak dan memang paling

membutuhkan.

Konsep keadilan yang dikemukakan oleh para informan ini sebenarnya

dapat diterima dan dijadikan sebagai landasan dalam pendistribusian Raskin di

tingkat lokal. Namun ternyata konsep ini masih sulit untuk di implementasikan.

Masalah yang muncul di lapangan adalah justru sebagian besar masyarakat

merasa miskin dan merasa berhak mendapatkan setiap bantuan dari pemerintah.

Masyarakat di tingkat lokal selalu membandingkan antara rumah tangga sasaran

penerima Raskin. Mereka merasa kondisi ekonomi rumah tangga para penerima

Raskin sama saja dengan kondisi ekonomi yang mereka alami. Akibatnya mereka

yang tidak terdaftar tetap meminta jatah Raskin. Hal inilah yang menyebabkan

konsep keadilan dengan mendistribusikan bantuan Raskin hanya kepada yang

miskin masih belum menemukan titik temu. Kondisi yang terjadi di masyarakat

lokal salah satunya dapat dilihat dari apa yang dikemukakan oleh salah satu warga

yang bernama Ibu Ma RT.7 Kelurahan Talang Bubuk sebagai berikut:

“Ya, seharusnya bagaimana ya pak.. karena di masyarakat ini setiap ada

pembagian bantuan dari pemerintah itu semuanya mengaku miskin. Iya toh..

Seharusnya menurut saya yang memang sangat miskin harus lebih

diutamakan. Misalnya mendapat Raskinnya lebih banyak dibandingkan

mereka yang sudah lumayan mampu. Jangan disama ratakan sama sekali

pak.” (wawancara tanggal 1 Oktober 2013)

Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu St RT. 6 Kelurahan Talang Bubuk sebagai

berikut :

“Ya yang wajarlah yang menerima. Yang tidak wajar ya tidak usah

menerima. Namun di lapangan agak sulit menerapkan hal-hal yang seperti

itu. Jadi yang memang berhak menerimanya ya menerima. Yang tidak

berhak ya tidak usah menerima. Tapi kenyataannya semua warga mendapat

Raskin sama banyak semua merasa miskin dan berhak...“ (wawancara,

Tanggal 30 September 2013)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 260: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

238 Universitas Indonesia

Namun di sisi lain ada juga warga yang berpendapat cukup ekstrim

dengan mengatakan bahwa yang dikatakan adil itu adalah jika semua warga

mendapatkan bantuan dari pemerintah baik dia miskin maupun tidak miskin. Jika

ada yang mendapat bantuan dan ada yang tidak mendapat bantuan maka itu

artinya tidak adil. Konsep pemikiran seperti ini salah satunya dikemukakan oleh

warga yang bernama Ibu At RT. 25 Kelurahan Talang Putri sebagai berikut :

“Ya, yang adil itu menurut saya adalah jika semua mendapatkan bantuan

yang sama jumlahnya. Misalnya bantuan Raskin ini. Tidak ada yang

dibeda-bedakan baik dia mampu maupun dia miskin. Semua sama tidak

ada yang lebih. Itu menurut saya yang adil itu. jadi semua bisa merasakan

bantuan dari pemerintah itu.” (wawancara, 4 Oktober 2013)

Berdasarkan uraian berbagai pendapat tersebut dapat peneliti petakan

dalam gambar berikut :

Gambar 6.11

Persepsi rumah tangga penerima Raskin tentang makna Keadilan Distributif Sumber : Olahan peneliti

Selanjutnya berdasarkan hasil temuan di lapangan diketahui bahwa

jumlah alokasi Raskin ini sangat terbatas dan berbeda antara wilayah RT yang

satu dengan RT yang lainnya walaupun masih dalam satu kelurahan. Selain itu

dengan jumlah yang sangat sedikit tersebut, data penerima Raskin yang telah

dikeluarkan oleh pemerintah belum sepenuhnya mampu meng-cover rumah

tangga miskin yang ada di setiap wilayah rt tersebut. Sehingga warga menilai jika

Raskin hanya di berikan kepada rumah tangga tertentu saja, sedangkan di sisi lain

Makna Keadilan

Distributif

Jika di bagi sama rata sama banyak

kepada semua rumah tangga yang ada

Jika lebih mengutamakan rumah tangga

yang sangat membutuhkan

Jika RTS mendapat jatah lebih banyak

daripada non RTS

Jika hanya diberikan kepada RTS sesuai

DPM Raskin

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 261: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

239

masih ada rumah tangga yang juga miskin tetapi tidak mendapatkan Raskin, maka

di sinilah letak munculnya ketidakadilan di dalam pendistribusian bantuan sosial

khususnya Raskin ini. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang warga yaitu

Bpk.Rat RT. 15 Kelurahan Plaju Darat sebagai berikut : “Kalau menurut saya ya

sudah adil karena kalau hanya di bagi untuk beberapa orang saja maka tidak adil

yang seperti itu. padahal di sini yang miskinnya juga banyak.” (wawancara,

tanggal 1 Oktober 2013).

Oleh karena itu mereka memilih untuk membagikan Raskin kepada

seluruh rumah tangga miskin yang ada di wilayah tersebut tanpa melihat apakah

mereka ada di dalam daftar penerima manfaat ataukah tidak terdaftar. Dengan

membagi rata kepada mereka yang berkaterogi rumah tangga miskin (menurut

penilaian kalangan internal mereka sendiri) maka hal tersebut mereka nilai sudah

terwujud keadilan di masyarakat.

Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan para aparatur pelaksana

baik yang ada di tingkat kota hingga kelurahan terkait pandangan mereka terhadap

fenomena pembagian Raskin dengan cara di bagi rata ini cukup beragam. Pada

dasarnya mereka menilai bahwa kebijakan pendistribusian Raskin dengan cara di

bagi rata tersebut adalah tidak adil. Namun karena adanya alasan teknis di

lapangan misalnya jumlah alokasi Raskin yang tidak mencukupi, maupun alasan

non teknis misalnya untuk menghindari keributan dan gejolak di masyarakat, dan

di dasari karena ini merupakan hasil kesepatan antara Ketua RT dengan warganya,

maka para apartur berpendapat cara pembagian seperti ini dapat dikatakan adil

dan merupakan solusi yang terbaik dalam menyikapi dinamika yang terjadi di

masyarakat lokal.

Secara lebih jelas, berikut peneliti sampaikan kutipan hasil wawancara

dengan beberapa informan terkait pandangannya mengenai pembagian Raskin

dengan cara di bagi rata, antara lain dikemukakan oleh Kasubbag Pertanian dan

Lingkungan Hidup Setda Kota Palembang sebagai berikut :

“Seharusnya yang namanya adil itu khan tidak harus selalu di bagi rata.

Tetapi karena terbentur oleh hubungan sosial kemasyarakatan maka di ambil

kebijakan di bagi rata. Kalau dari pemerintah seharusnya khan tidak boleh,

tetapi untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan maka itu tadi

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 262: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

240 Universitas Indonesia

solusinya buat berita acara kesepakatan yang diketahui oleh warga penerima

manfaat.” (wawancara, tanggal 25 September 2013)

Hal senada juga dikemukakan oleh Kepala Perum Bulog Divre Sumsel

sebagai berikut :

“Kalau kita melihat dari perspektif keadilannya, itu tidak adil pak. Mereka

yang sejahtera tadi harusnya tidak dapat. Tapi jika kita melihatnya dari

perspektif agar kondisinya kondusif maka ini harus dilaksanakan. Khan

begini pak, kita jangan melihat dalam satu perspektif saja banyak

pertimbangan yang harus diperhatikan….” (wawancara, tanggal 20

September 2013)

Begitu pula pendapat yang dikemukakan oleh Camat Plaju Kota Palembang

sebagai berikut :

“Sebenarnya itu tidak adil namun karena di lain pihak kita melihat bahwa

masih ada orang lain yang lebih berhak dibantu. Yang membagi juga tadi

merasa tidak mencukupi. Dalam hati kecil kita berkata bahwa itu tidak

adil. Tapi supaya tidak terlalu gejolak di masyatakat maka kita terus

memejamkan mata dan hati yang mana mereka seharusnya full menerima

tetapi harus membagi lagi beras ini. Padahal yang membagi juga belum

mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Sehingga bisa menikmati

semua...” (wawancara, tanggal 11 Oktober 2013)

Sedangkan menurut Lurah Plaju Ilir mekanisme pendistribusian Raskin yang adil

secara teknis harus lebih mengutamakan bagi mereka yang lebih mikin

sebagaimana yang dikemukakannya sebaagi berikut :

“Menurut saya, yang adil itu seharusnya yang pra sejahtera harus mendapat

lebih banyak dari sejahtera I. Sedangkan di lapangan kami pandang semua

dibagi sama rata. Jadi adil seharusnya tidak seperti itu. Mungkin pra

sejahtera mendapat 10 kg, sedangkan yang keluarga Sejahtera I mendapat

5 kg saja. Tapi di lapangan kami melihat selagi masih aman dan tidak ada

permasalahan, masyarakatnya masih damai, maka kita serahkan kepada

RT”. (wawancara, tanggal 27 September 2013)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 263: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

241

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sesungguhnya para

aparatur pemerintah menyadari bahwa kebijakan pendistribusian Raskin dengan

cara di bagi rata itu merupakan tindakan yang tidak adil. Mereka berpendapat

bahwa memang seharusnya di dalam pendistribusiannya Raskin hanya diberikan

kepada para rumah tangga sasaran saja bukan dengan cara di bagi rata. Namun

dikarenakan kondisi di lapangan yang tidak memungkinkan untuk menerapkan

konsep keadilan tersebut maka mereka terpaksa harus menerima dan menganggap

bahwa itulah cara yang terbaik dan adil yang dapat diterapkan bagi masyarakat

lokal. Dengan catatan kebijakan tersebut memang merupakan hasil musyawarah

antara Ketua RT dan warganya.

Selain itu berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan di

lapangan, peneliti melihat sebagian besar warga yang ikut merasakan bantuan

Raskin tersebut tergolong keluarga yang sudah cukup sejahtera. Sebagai salah satu

contoh berikut peneliti sampaikan beberapa dokumen foto yang memperlihatkan

kondisi rumah tangga penerima Raskin berdasarkan hasil kebijaksanaan lokal

(lihat gambar 6.12).

Gambar. 6.12

Kondisi Rumah Tangga Penerima Raskin berdasarkan kebijaksanaan lokal Sumber : dokumentasi penelitian

Selanjutnya terkait dengan fenomena kebijakan pendistribusian Raskin di

tingkat lokal yaitu dengan cara di bagi rata dan tidak berdasarkan daftar penerima

manfaat Raskin yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tentu saja berimplikasi

pada aspek keadilannya. Di awal tulisannya dalam bukunya yang berjudul A

theory of justice, John Rawls menegaskan bahwa suatu teori betapapun elegan dan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 264: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

242 Universitas Indonesia

ekonomisnya harus di tolak atau di revisi jika ia tidak benar; demikian juga

hukum dan institusi tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi

atau dihapuskan jika tidak adil. Berangkat dari tulisan ini, dapat dipahami bahwa

keadilan adalah sesuatu yang mutlak harus diperjuangkan.

Adanya kelompok masyarakat atau rumah tangga sasaran yang merasa

dirugikan terkait dengan kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal

sesungguhnya telah mengindikasikan terjadinya suatu ketidakadilan di masyarakat

lokal. Jika mengacu pada konsep keadilan yang dikemukakan oleh Rawls maka

munculnya fenomena yang memperlihatkan adanya pengorbanan yang dilakukan

oleh rumah tangga sasaran penerima Raskin dalam bentuk pengurangan jatah

Raskin yang seharusnya mereka terima adalah salah satu bentuk ketidakadilan.

Sebagian besar dari rumah tangga sasaran penerima Raskin yang berasal dari

rumah tangga yang sangat miskin terpaksa harus berkorban dengan merelakan

jatah Raskin mereka menjadi berkurang untuk dibagikan kepada rumah tangga

lain yang justru berada dalam kondisi ekonomi yang lebih mampu. Kondisi inilah

yang menurut pendapat Rawls seharusnya tidak boleh terjadi di masyarakat dalam

rangka terwujudnya keadilan.

Menurut pemikiran yang dikemukakan oleh Rawls mengatakan bahwa

setiap orang memiliki kehormatan yang berdasar pada keadilan sehingga seluruh

masyarakat sekalipun tidak bisa membatalkannya. Atas dasar ini keadilan

menolak jika lenyapnya kebebasan bagi sejumlah orang dapat dibenarkan oleh hal

lebih besar yang di dapat orang lain. Dalam rangka mempertegas pernyataan

tersebut Rawls mengatakan bahwa Keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang

dipaksakan pada segelintir orang diperberat oleh sebagian besar keuntungan yang

dinikmati banyak orang sangat relevan dengan konteks penelitian ini dan telah

terjadi di masyarakat lokal saat ini.

Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa fenomena

pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata pada dasarnya telah

mengorbankan kepentingan sekelompok kecil masyarakat untuk dinikmati oleh

sekelompok besar masyarakat. Jika mengacu pada pemikiran Rawls tersebur

seharusnya kondisi ini tidak boleh terjadi. Dengan kata lain, keadilan di dalam

pendistribusian Raskin dapat terwujud bilamana pendistribusian yang dilakukan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 265: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

243

hanya diberikan kepada sekelompok rumah tangga miskin yang memang berhak

mendapatkannya. Pendistribusian yang dilakukan oleh Ketua RT berdasarkan

kebijaksanaan lokal sesungguhnya telah mengorbankan hak rumah tangga sasaran

untuk keuntungan masyarakat yang lebih besar yang bukan menjadi bagian dari

rumah tangga sasaran dari program Raskin dimana kondisi sosial ekonominya

justru cenderung lebih baik.

Oleh karena itu, Rawls mengemukakan bahwa dalam masyarakat yang

adil kebebasan warga negara dianggap mapan, hak-hak yang dijamin oleh

keadilan tidak tunduk pada tawar menawar politik atau kalkulasi kepentingan

sosial. Artinya di sini, seharusnya kebijakan pendistribusian Raskin yang telah

diatur dan ditetapkan oleh pemerintah harus dapat dijalankan sampai ke tingkat

lokal (tingkat RT). Idealnya dalam hal ini tidak boleh terjadi perubahan arah

kebijakan sebagaimana yang telah terjadi di tingkat masyarakat lokal. Hal tersebut

di dasari dengan alasan karena hak-hak yang dimiliki oleh rumah tangga miskin

tersebut di jamin oleh negara dalam sebuah kerangka keadilan. Kebijakan

pendistribusian Raskin di tingkat lokal seharusnya tetap dilakukan dengan cara

memberikan bantuan Raskin hanya kepada mereka yang berhak menerimanya

sesuai dengan ketentuan pemerintah dan bukan justru di bagi rata. Ringkasnya

Rawls mengatakan sebagai kebajikan utama umat manusia, kebenaran dan

keadilan tidak bisa di ganggu gugat.

Terkait dengan konteks penelitian ini secara konseptual telah disinggung

di dalam konsep keadilannya Rawls yang mengemukakan 2 asas keadilan yaitu

asas yang pertama yaitu bahwa setiap orang harus memiliki sebuah hak yang sama

atas sistem total paling luas tentang kebebasan-kebebasan dasar yang sama yang

sejalan dengan sebuah sistem kebebasan serupa bagi semua orang. Sedangkan

asas keadilan yang kedua mengatakan bahwa ketimpangan sosial dan ekonomi

harus di tata sedemikian rupa hingga menjadi (a) nilai-nilai terbesar bagi mereka

yang paling tidak beruntung, konsisten dengan asas penghematan yang adil (b)

melekat padajabatan dan kedudukan yang terbuka bagi semua orang menurut

syarat kesamaan peluang yang adil.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 266: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

244 Universitas Indonesia

Merujuk kepada konsep tersebut, secara empirik konsep tersebut tidak

relevan dan sulit untuk dilaksanakan di tingkat lokal. Sehingga menurut peneliti

konsep keadilan Rawls ini dapat memperkuat argumentasi bahwa kebijakan

pendistribusian Raskin di tingkat lokal yaitu dengan cara di bagi rata seharusnya

tidak dilakukan. Karena secara jelas Rawls mengatakan bahwa setiap orang

mempunyai sebuah hak yang sama tentang kebebasan dasar yang sama. Hal ini

dapat dipahami bahwa masyarakat miskin mempunyai hak yang sama untuk dapat

hidup secara layak. Dalam konteks ini, untuk hidup secara layak mereka dibantu

oleh pemerintah melalui penyaluran berbagai bantuan sosial salah satunya bantuan

dalam bentuk Raskin. Kebijakan pendistribusian Raskin yang diberlakukan oleh

para Ketua RT di tingkat lokal senyatanya telah merampas hak dari kelompok

rumah tangga miskin dan sangat miskin untuk hidup secara layak dan keluar dari

kondisi kemiskinannya.

Sejalan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat, Rawls melanjutkan

penegasannya terkait konsep keadilan yaitu bahwa ketimpangan sosial dan

ekonomi harus di tata sedemikian rupa hingga menjadi nilai-nilai terbesar bagi

mereka yang paling tidak beruntung. Konsep ini memberikan pemahaman bahwa

kelompok masyarakat yang terdiri dari rumah tangga yang sangat miskin sudah

selayaknya mendapat perlakukan yang lebih dari pemerintah. Artinya keadilan

tercipta jika ketimpangan sosial dan ekonomi tersebut tidak menyebabkan kaum

marginal sebagai kelompok yang paling tidak beruntung semakin terpinggirkan.

Dengan kata lain walaupun terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi namun

mereka masih mampu memperoleh kesempatan untuk hidup secara layak.

Ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat saat ini akibat dampak

pembangunan ekonomi yang semakin pesat harus di siasati dengan memberikan

perhatian yang lebih kepada mereka yang termasuk ke dalam kaum marginal.

Oleh karena itu munculnya pemikiran di tengah masyarakat lokal dengan selalu

mengedepankan asas pemerataan untuk keadilan terhadap segala bentuk bantuan

yang diberikan oleh pemerintah sangat bertentangan dengan konsep keadilan yang

telah dikemukakan oleh Rawls. Berangkat dari pemikiran Rawls tersebut maka

jika kita pahami lebih jauh adanya ungkapan yang mengatakan bahwa segala

bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah harus dibagikan secara sama rata

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 267: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

245

dan sama banyak kepada seluruh masyarakat baik yang miskin maupun tidak

miskin demi sebuah keadilan adalah sebuah pemahaman yang keliru.

Mekanisme pembagian Raskin dengan cara di bagi rata bahkan dalam

jumlah yang sama banyak baik kepada yang sangat miskin, miskin maupun tidak

miskin yang terjadi di tingkat lokal secara jelas telah menabrak konsep keadilan

Rawls. Kondisi ini cenderung lebih dekat ke arah pemahaman keadilan dalam

perspfektif utilitarian yaitu “the greatest good for the greatest number”.

Pemerintah sebenarnya telah berada dalam jalur yang benar dengan

mengutamakan penetapan sasaran penerima Raskin kepada rumah tangga yang

sangat miskin dan miskin. Hal tersebut sejalan dengan konsep keadilan Rawls

yang mengatakan bahwa kelompok yang paling tidak beruntung harus lebih

diutamakan. Hanya saja keseriusan dari pemerintah untuk mengawal kebijakan

pendistribusian yang telah digariskan tersebut dan ketegasan dalam pemberian

sanksi dilapangan terhadap mereka yang melanggar masih belum terlihat.

Selain itu Rawls juga memberikan sebuah konsepsi umum mengenai

keadilan yaitu semua nilai-nilai sosial yang terdiri dari kebebasan, pendapatan dan

kekayaan dan dasar-dasar bagi harga diri harus didistribusikan sama rata kecuali

distribusi yang tidak sama atas beberapa atau semua maslahat itu dimaksudkan

agar mendukung mereka yang paling tidak beruntung. Dalam konsep ini Rawls

kembali menegaskan komitmennya untuk lebih mengutamakan pendistribusian

kepada kelompok masyarakat yang paling tidak beruntung.

Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa masyarakat yang paling tidak

beruntung adalah mereka yang terdiri dari rumah tangga yang sangat miskin.

Artinya di sini dalam kegiatan pendistribusian apapun bentuk yang didistribusikan

oleh pemerintah dalam rangka kemaslahatan bersama diharapkan dapat

bermanfaat bagi mereka yang sangat miskin. Mengacu dari konsep pemikiran

Rawls dapat dipahami bahwa segala sesuatu tidak harus selalu didistribusian sama

rata. Dalam hal tertentu demi terciptanya suatu keadilan maka pendistribusin

dapat dilakukan secara tidak merata yang dimaksudkan untuk lebih

mengutamakan mereka yang paling tidak beruntung.

Kondisi yang terjadi di lapangan yang sering dijadikan alasan oleh

masyarakat lokal mengapa Raskin harus dibagi rata adalah karena mereka menilai

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 268: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

246 Universitas Indonesia

masih ada rumah tangga yang lebih kaya kondisi ekonominya justru mendapatkan

bantuan Raskin. Sedangkan mereka yang lebih miskin justru tidak terdaftar dan

tidak mendapatkan bantuan Raskin oleh pemerintah. Fenomena seperti ini yang

sering dijadikan dasar pembenaran bagi rumah tangga lainnya untuk menuntut

kepada seorang Ketua RT untuk mendistribusikan Raskin dengan cara dibagi rata.

Oleh karena itu demi terwujudnya keadilan di dalam pendistribusiannya maka

kebijakan pendistribusian yang telah dibuat di tingkat nasional harus tetap dapat

dijalankan hingga ke tingkat lokal. Jika dikaitkan dengan konsep keadilan

distributif yang dikemukakan oleh Iatridis (1995) maka fenomena pendistribusian

Raskin dengan cara di bagi rata merupakan bentuk keadilan distributif

berdasarkan kesetaraan (equality) yaitu kriteria distributif yang mengacu pada

perlakuan terhadap semua orang sebagai sama rata.

Selanjutnya jika proses pendistribusian Raskin dikaitkan dengan konsep

keadilan dsitributif yang dikemukakan oleh Gilbert dan Terrell (2005) yaitu

konsep equality, equity dan adequacy maka dapat peneliti analisis sebagai berikut.

Prinsip distribusi yang diberlakukan di masyarakat lokal yaitu dengan cara di bagi

sama rata sama banyak merupakan cerminan dari konsep equality yang berkaitan

dengan numerical equality (Aristotle, 1943 dalam Gilbert dan Terrell, 2005).

Proses distrubusi sama rata sama banyak menunjukkan bahwa masing-masing

rumah tangga mendapatkan dalam jumlah yang sama banyak walaupun pada

kenyataannya mereka mempunyai tingkat kemiskinan yang berbeda. Sedangkan

cara pendistribusian dengan cara dibagi berdasarkan kondisi kemiskinannya yaitu

kelompok rumah tangga yang sangat miskin mendapatkan jumlah yang lebih

banyak dari pada yang miskin ataupun rentan maka menurut peneliti dapat

dikategorikan menggunakan konsep equality yaitu proportional equality

(Aristotle, 1943 dalam Gilbert dan Terrell, 2005) yaitu perlakuan yang sama pada

orang dalam kondisi yang serupa. Kelompok rumah tangga yang berada dalam

kondisi sama-sama sangat miskin akan mendapatkan jumlah yang lebih banyak. .

Sementara itu pemberian bantuan kepada rumah tangga miskin dapat

juga memenuhi konsep equity walaupun kelompok rumah tangga miskin tidak

memberikan kontribusi kepada masyarakat atau negara. Namun menurut Gilbert

dan Terrell (2005) ini adalah bentuk dari pertimbangan khusus bagi mereka yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 269: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

247

dinamakan sebagai “equitable inequalities” yaitu ketidaksetaran yang adil dan

dianggap sebagai perlakukan istimewa (preferential treatment). Merujuk dari

konsep ini, peneliti berpendapat bahwa pemberian bantuan Raskin kepada yang

tidak miskin justru dapat dianggap sebagai perbuatan yang sesuai dengan konsep

equity. Walaupun mereka memberikan kontribusi yang cukup besar kepada

masyarakat ataupun negara misalnya dengan membayar pajak namun mereka

tetap tidak berhak mendapatkan bantuan sosial (Raskin).

Selanjutnya jika dikaitkan dengan prinsip yang ketiga yaitu adequacy

maka pendistribusian Raskin sebesar 15 kg per RTS pada dasarnya telah

memenuhi aspek ketercukupan tersebut dalam rangka menciptakan standar

kehidupan yang lebih baik atau memperbaiki kesejahteraan bagi rumah tangga

miskin. Namun dengan proses pendistribusian Raskin dengan cara di bagi rata

tersebut apalagi dengan sistem dibagi sama rata dam sama banyak maka hal

tersebut bertentangan dengan konsep adequacy. Hal tersebut dikarenakan proses

distribusi Raskin di tingkat lokal telah menyebabkan jumlah yang diterima RTS

menjadi sangat jauh berkurang sehingga tidak mampu untuk meningkatkan

kondisi kesejahteraan mereka.

Dari berbagai uraian di atas dapat peneliti melihat bahwa pada dasarnya

kebijakan pendistribusian Raskin yang telah ditetapkan oleh pemerintah di tingkat

nasional berdasarkan rumah tangga sasaran lebih memenuhi aspek keadilan

distributifnya dibandingkan dengan kebijakan pendistribusian Raskin yang

ditetapkan oleh para Ketua RT di tingkat lokal. Apalagi jika dikaitkan dengan

fenomena kebijakan pendistribusian Raskin dengan cara dibagi sama rata dan

sama banyak kepada seluruh rumah tangga baik yang yang miskin maupun tidak

miskin yang ada di wilayah RT tersebut. Dengan kata lain mengacu pada konsep

keadilan distributif Rawls maka kebijakan pendistribusian Raskin di tingkat lokal

telah berimplikasi pada gagalnya menciptakan keadilan distributif di masyarakat

lokal. Namun hal yang perlu menjadi penekanan di sini adalah kebijakan

pendistribusian Raskin harus di dukung dengan penetapan rumah tangga sasaran

secara tepat dan akurat. Penetapan RTS harus memang sesuai dengan kondisi riil

yang ada di lapangan. Dalam arti, mereka yang terdaftar di dalam daftar penerima

manfaat Raskin memang merupakan kelompok dari rumah tangga yang paling

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 270: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

248 Universitas Indonesia

miskin di antara rumah tangga lainnya dalam wilayah tersebut. Sehingga nantinya

pendistribusian yang dilakukan oleh para pelaksana di tingkat lokal memang tepat

sasaran. Selain itu ruang untuk melakukan protes dari mereka yang tidak

mendapatkan Raskin menjadi tertutup dan tingkat kecemburuan sosial dari rumah

tangga lainnya yang tidak mendapatkan bantuan Raskin bisa berkurang.

Selanjutnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Ife (2013) bahwa

gagasan mengenai pemberdayaan merupakan pusat dari strategi keadilan sosial.

maka di dalam pembahasan mengenai keadilan distributif ini akan peneliti kaitkan

dengan masalah pemberdayaan (empowerment). Jika dikaitkan dengan aspek

pemberdayaan sebagai mana konsep yang dikemukakan oleh Ife (2013) bahwa

secara sederhana, pemberdayaan dipahami sebagai upaya untuk meningkatkan

kekuatan dari orang-orang yang kurang beruntung/miskin (the power of the

disadvantaged). Oleh karena itu pemberian bantuan sosial berupa Raskin dapat

pula di pandang sebagai salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan

kekuatan RTS melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokoknya.

Sehingga secara konseptual, jika kebutuhan tersebut telah dapat terpenuhi dengan

baik maka rumah tangga miskin tersebut dapat lebih berdaya di masyarakat dalam

menjalankan fungsi sosialnya. Itu artinya telah tercipta keadilan sosial di

masyarakat.

Selanjutnya dalam konteks pemberdayaan masyarakat, maka rumah

tangga miskin harus dapat diberikan kekuatan (power) untuk dapat mengakses dan

memanfaatkan sumber daya (to access and utilize resouces). Terkait dengan

konteks penelitian ini maka menurut analisa peneliti pemberian Raskin ini

merupakan salah satu bentuk pemberdayaan bagi masyarakat miskin untuk dapat

mengakses dan memanfaatkan sumber daya yang diberikan oleh pemerintah di

bidang pangan. Sementara itu Jika dikaitkan dengan konsep keadilan distributif

Rawls maka adanya kesamaan di dalam kesempatan (opportunity) merupakan

bagian dari keadilan sosial. Sedangkan di lihat dari sisi kelompok yang kurang

beruntung (disadvantaged) maka pemberdayaan yang dimaksud di sini dapat

ditempuh melalui kebijakan dan perencanaan (policy and planning). Sebagaimana

dikemukakan Ife (2013) bahwa pemberdayaan melalui cara ini dapat dicapai

dengan cara mengembangkan atau merubah struktur dan institusi sehingga dapat

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 271: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

249

membawa akses terhadap sumber daya atau pelayanan yang lebih adil dan

kesempatan untuk berpartisipasi di dalam kehidupan masyarakat. Artinya dalam

rangka pemberdayaan masyarakat maka perlu dilakukan perbaikan terhadap

institusi-institusi yang sehingga dapat memebrikan pelayanan yang lebih baik dan

lebih mudah di akses oleh kelompok masyarakat miskin.

Dalam konteks penelitian ini, maka untuk menciptakan keadilan dan

dalam rangka pemberdayaan rumah tangga miskin maka peneliti berpendapat

perlu ada langkah perbaikan terhadap institusi yang ada di tingkat lokal baik itu

institusi pemerintahan maupun lembaga kemasyarakatan yang ada di tingkat lokal

(RT). Kelompok rumah tangga miskin tersebut diberi kesempatan yang adil untuk

berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dan perencanaan. Misalnya berpartisipasi

di dalam perumusan kebijakan terkait dengan proses pendistribusian Raskin di

tingkat lokal. Hal ini menurut peneliti dapat pula dimanfaatkan agar nantinya

mereka tidak merasa dirugikan terkait dengan kebijakan tersebut. Namun apabila

dilihat lebih jauh, oleh karena pelaksanaan program Raskin yang berlangsung di

tingkat lokal ini tidak berjalan efektif. Maka menurut pendapat peneliti kondisi ini

mengakibatkan proses pemberdayaan kepada kelompok yang kurang beruntung

(masyarakat miskin) dalam rangka mewujudkan keadilan sosial belum bisa

berjalan dengan baik.

Jika keberadaan program Raskin ini, dikaitkan dengan konsep hak asasi

manusia sebagai mana yang dikemukakan oleh Ife (2001), maka berdasarkan

analisa yang ada, dapat peneliti kemukakan bahwa pendistribusian Raskin yaitu

bantuan sosial berupa beras murah bersubsidi merupakan salah satu upaya

pemerintah untuk memenuhi hak manusia dalam rangka mencapai standar

kehidupan yang layak yang ditujukan bagi kelompok masyarakat yang miskin dan

rentan yang memiliki pendapatan yang rendah. Berdasarkan konsep Ife (2001)

yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka hak tersebut termasuk ke

dalam hak asasi manusia pada generasi yang kedua yaitu hak asasi manusia yang

berfokus pada hak ekonomi, sosial dan budaya. Merujuk dari konsep ini, maka

hak di dalam pemenuhan kebutuhan manusia merupakan sebuah kewajiban dari

negara untuk melakukannya.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 272: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

250 Universitas Indonesia

Jika dikaitkan dengan perspektif ilmu kesejahteraan sosial maka

berdasarkan konsep yang ada upaya yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial

dalam memenuhi hak asasi manusia yang ada di generasi yang kedua yaitu

diantaranya melalui the provision of social services untuk memberikan jaminan

pemenuhan standar kehidupan yang layak di berbagai bidang kehidupan.

Keberadaan Program Raskin sesungguhnya dapat dinilai sebagai sebuah langkah

yang tepat dan menjadi salah satu bentuk penyediaan layanan sosial yang cukup

penting dalam rangka memberikan jaminan di bidang pemenuhan kebutuhan

pokok (basic needs) rumah tangga miskin. Namun ternyata berdasarkan fakta di

lapangan, penyediaan layanan sosial yang diberikan oleh pemerintah belum

berjalan optimal. oleh karena itu terkait dengan fenomena tersebut maka langkah

perbaikan di dalam mengatasi berbagai persoalan yang terjadi dapat dilakukan

melalui perbaikan kebijakan terkait dengan yang telah dijalankan oleh pemerintah

selama ini.

Selanjutnya sejalan fakta yang terjadi di lapangan yaitu terkait dengan

apa yang telah dikemukakan oleh para informan dari kalangan rumah tangga

penerima Raskin yang merupakan RTS PM maka pendistribusian Raskin kepada

mereka yang tidak tergolong miskin pada dasarnya merupakan bentuk perampasan

hak orang miskin dan termasuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Dalam

konteks keadilan sosial maka fenomena pengambilan hak seseorang atau

mengurangi apa yang sebenarnya menjadi hak seseorang dapat pula

dikelompokkan sebagai bentuk ketidakadilan di masyarakat. Bentuk-bentuk

pelanggaran terhadap hak asasi manusia yaitu pada kelompok rumah tangga

miskin yang terjadi pada generasi kedua dapat dilakukan advocacy oleh para

pekerja sosial di masyarakat. Hal ini perlu dilakukan untuk mengingatkan kembali

kepada para semua pihak terutama pemerintah sebagai penyedia layanan sosial

untuk menciptakan keadilan sosial yang diawali dengan proses distribusi bantuan

sosial yang adil kepada masyarakat lokal.

6.4 Implikasi Teoritis

Dari berbagai uraian hasil data lapangan dan analisis teori yang telah

peneliti kemukakan sebelumnya maka implikasi teoritis dari penelitian dapat

peneliti kemukakan sebagai berikut. Fenomena yang terjadi di lapangan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 273: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

251

mempertegas pentingnya konsep dasar yang berkenaan dengan distribusi yang

baik yang menyangkut tiga hal yaitu equality, equity dan adequacy. Berdasarkan

fakta yang terjadi dilapangan telah diketahui bahwa banyak persoalan yang

dihadapi dalam upaya mencapai tiga aspek penting tersebut. Permasalahan yang

muncul adalah terkait dengan bagaimana birokrasi dalam menjalankan proses

distribusi tersebut. Pada kenyataannya para pengambil keputusan di tingkat lokal

hanya berupaya untuk mencapai aspek equality dan tidak terlalu memperhatikan

aspek equity dan adequacy.

Oleh karena itu menurut peneliti fenomena yang terjadi memperkuat

konsep Gilbert dan Terrell (2005) akan pentingnya equality, equity dan adequacy

dalam menciptakan keadilan distributif di dalam bantuan publik (public

assistance). Dengan kata lain keputusan yang diambil oleh para pelaksanan

program di tingkat lokal perlu memperhatikan tiga aspek penting tersebut. Ketiga

konsep tersebut harus dapat berjalan selaras dalam rangka mewujudkan keadilan

distributif di masyarakat. Jika dibandingkan dengan kenyataan di lapangan maka

pendistribusian Raskin di tingkat lokal hanya memenuhi pada aspek equality yaitu

adanya pemerataan distribusi Raskin kepada hampir seluruh rumah tangga yang

ada di wilayah tersebut. Sedangkan aspek equity dan adequacy justru terabaikan

oleh para pelaksanan program di lapangan.

Terkait dengan dinamika yang terjadi di dalam proses pendistribusian

Raskin di tingkat lokal maka berdasarkan data lapangan menunjukkan bahwa hasil

penelitian ini telah menguatkan teori yang dikemukakan oleh Lispky (1981)

mengenai proses birokrasi yang dilakukan oleh para aparatur di tingkat bawah

(street level bureaucracy). Sebagaimana yang telah disinggung pada bab

sebelumnya Lispky (1981) mengemukakan bahwa keberadaan street level

bureaucracy sebagai penyedia manfaat publik dan penjaga aturan publik (keepers

of public order) maka keberadaannya dihadapkan pada dua pilihan yaitu di satu

sisi adanya tuntutan dari penerima layanan untuk meningkatkan efektivitas dan

responsibilitas, di sisi lain adanya tuntutan dari warga negara atau masyarakat

untuk meningkatkan keberhasilan (efficacy) dan efiseinsi terhadap layanan

pemerintah.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 274: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

252 Universitas Indonesia

Selain itu secara konseptual, konsep Hill (2013) sejalan pula dengan

pendapat Lipsky (1981). Hill (2013) mengemukakan bahwa para pekerja

(officials) dihadapkan pada dua hal yaitu antara menjalan aturan (rule) atau justru

harus mengambil sebuah diskresi (discretion). Berdasarkan fakta dilapangan

kondisi ini secara nyata memang kerap dihadapi oleh para pelaksana program

Raskindi tingkat bawah yaitu sulitnya menerapkan berbagai aturan atau ketentuan

yang telah ditetapkan oleh pemerintah sehingga mereka dituntut harus mampu

bekerja secara profesional dengan mengambil cara lain (diskresi) untuk mengatasi

berbagai masalah yang terjadi di lapangan.

Kondisi inilah yang sesungguhnya terjadi di dalam proses pendistribusian

Raskin di tingkat lokal. Hal ini menimbulkan dinamika di masyarakat. Aparatur

pemerintah kelurahan beserta perangkatnya termasuk para Ketua RT sebagai

pelaksana program Raskin di tingkat lokal dihadapkan pada dua tuntutan yaitu

tuntutan dari penerima manfaat layanan Raskin dan tuntutan dari masyarakat

secara umum sebagai warga negara. Berdasarkan kenyataan di lapangan dapat

diketahui ternyata para pelaksana program Raskin di tingkat lokal lebih memilih

memenuhi tuntutan dari kelompok masyarakat yang sebenarnya tidak termasuk

sebagai penerima manfaat Raskin. Namun kelompok masyarakat tersebut merasa

berhak untuk mendapatkan layanan Raskin tersebut. Kondisi ini telah mendukung

teori Lipsky (1981) yang mengemukakan bahwa dalam menghadapi kondisi

seperti ini maka diperlukan penggunaan diskresi dan otonomi yang dimiliki.

Disinilah probematika muncul sehingga para aparatur pelaksanan program Raskin

di tingkat lokal menjalankan diskresi dan otonomi kelembagaan yang mereka

milki yaitu untuk memenuhi tuntutan tersebut dengan cara mendistribusikan

Raskin secara merata.

Namun peneliti melihat adanya ketidaksesuaian antara tujuan konseptual

dan kenyataan yang terjadi di lokasi penelitian. Lipksy (1981) mengemukakan

bahwa pemenuhan tuntutan dari sisi penerima layanan bertujuan untuk efektivitas

dan responsibilitas. Pada kenyataannya peneliti melihat tindakan yang diambil

petugas yaitu dengan mendistribusikan Raskin dengan cara dibagi rata justru telah

menyebabkan layanan manfaat dari program Raskin menjadi tidak efektif dan

menurunkan tanggung jawab petugas terhadap keberadaan masyarakat miskin

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 275: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

253

sebagai penerima layanan. Temuan ini dapat menjadi varian yang berbeda dan

dapat memperkaya teori yang dikemukakan oleh Lispky (1981).

Terkait dengan pendistribusian Raskin ini, peneliti melihat penggunaan

diskresi dan otonomi dapat secara tepat dilaksanakan jika hal tersebut bertujuan

untuk memperbaiki ketidaktepatan sasaran. Salah satunya disebabkan karena

kesalahan data pemerintah. Misalnya ada rumah tangga yang seharusnya tidak

layak menerima Raskin tetapi justru menerima bantuan Raskin maka dengan

diskresi tersebut maka para pelaksana program di tingkat lokal dapat mengganti

sasaran penerima kepada yang lebih berhak menerimanya. Sementara terkait

dengan hasil penelitian ini, tindakan diskresi yang dilakukan oleh para aparatur

pelaksana di tingkat lokal justru memberikan kesempatan kepada kelompok

masyarakat yang sebenarnya tidak layak menerima manfaat Raskin untuk ikut

serta menikmati bantuan Raskin. Tindakan tersebut telah merugikan kelompok

masyarakat yang seharusnya lebih berhak menerima Raskin.

Selanjutnya Lipsky (1981) yang mengemukakan bahwa para aparatur di

tingkat bawah (street level bureaucracy) memegang peranan penting untuk

kesejahteraan para penerima manfaat dari program sosial. Selain itu pernyataan

tersebut sejalan pula dengan konsep yang dikemukakan oleh Dean (2011) bahwa

pada tingkat bawah inilah sesungguhnya peran dari sebuah kebijakan sosial itu

bekerja. Hal ini dapat dibuktikan dari pelaksanaan Program Raskin yaitu jika

aparatur di tingkat bawah (street level bureaucracy) dapat melaksanakan proses

distribusi dengan baik dan tepat sasaran maka hal tersebut akan dapat

meningkatkan kesejahteraan para penerima manfaat Raskin. Sebaliknya jika para

pelaksana di tingkat bawah melakukan penyimpangan maka layanan sosial yang

diberikan kurang memberikan dampak dalam perbaikan kondisi masyarakat

miskin.

Selanjutnya peneliti mengkritisi terkait dengan keberadaan diskresi di

dalam pelaksanaan pendistribusian Raskin. Peneliti melihat sejauh ini diskresi

yang dilakukan oleh para pelaksana program terlalu luas sehingga sangat berbeda

jauh antara aturan dengan pelaksanaan yang ada di lapangan. Kondisi ini telah

menyebabkan program Raskin tidak berjalan efektif dan responsif. Selain itu

diskresi tersebut telah menyebabkan menurunnya tingkat keberhasilan dan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 276: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

254 Universitas Indonesia

menurunnya efisiensi layanan pemerintah. Sehingga hal ini perlu ada perbaikan di

dalam pelaksanaan pendistribusian Raskin. Dengan kata lain pendistribusian

Raskin tidak boleh menggunakan diskresi yang terlalu besar dan luas sehingga

mengabaikan aturan yang berlaku.

Selain itu peneliti berpendapat fenomena pendistribusian yang terjadi di

dalam pendistribusian Raskin di tingkat lokal menekankan kembali pentingnya

konsep distribusi Gilbert dan Terrell (2005) yang mencakup pada 4 aspek penting

yaitu allocation, provision, delivery dan finance. Secara konseptual pemberian

bantuan dalam bentuk manfaat barang (in kind transfer) memang membatasi

pilihan pada penerima manfaat jika dibandingkan dengan pemberian bantuan

dalam bentuk uang tunai (cash transfer). Dalam konteks penelitian ini, pemberian

bantuan dalam bentuk beras tidak memungkinkan penerima mengganti beras

dengan barang lainnya. Sebaliknya dengan pemberian bantuan dalam bentuk uang

tunai maka para penerima manfaat dapat menggunakan uang secara bebas untuk

membeli barang atau untuk keperluan lainnya sesuai dengan kebutuhan mereka

masing-masing. Namun dalam perkembangannya ternyata pemberian bantuan

dalam bentuk uang tunai juga menimbulkan banyak permasalahan diantaranya

yaitu uang tunai yang diberikan justru dipergunakan untuk membeli barang-

barang yang bukan termasuk kebutuhan primer / pokok.

Dalam rangka memperbaiki proses distribusi yang telah berlangsung

selama ini maka dapat mengacu pada pilihan-pilihan konsep yang dikemukakan

oleh Gilbert dan Terrell (2005) tersebut. Peneliti melihat perlu ada perubahan

yang cukup mendasar terkait dengan proses pendistribusian yang telah

dilaksanakan selama ini. Salah satunya terkait dengan provision. Bantuan Raskin

yang selama ini di distribusikan cukup sulit diterima dalam jumlah yang utuh oleh

para RTS sesuai dengan ketentuan yaitu 15 kg karena beras ada di rumah para

Ketua RT dan Ketua RT mempunyai kewenangan penuh dalam membagi beras

tersebut.

Terkait dengan aspek keadilan distributifnya, peneliti melihat bahwa

fakta yang terjadi di lapangan menguatkan teori keadilan distributif sebagaimana

yang dikemukakan oleh Rawls (1971) bahwa dalam rangka mewujudkan keadilan

distributif maka pendistribusian yang dilakukan harus dapat mengutamakan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 277: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

255

kelompok masyrakat yang paling tidak beruntung (the least advantaged). Proses

distribusi yang dilakukan oleh aparatur pelaksanan di tingkat lokal yaitu dengan

cara di bagi rata sangat bertentangan dengan teori keadilan distributif Rawls

(1971) sehingga pendistribusian tersebut pada dasarnya belum berhasil

mewujudkan keadilan distributif di masyarakat lokal. Proses distribusi yang

dilaksanakan di tingkat lokal justru mengakibatkan rumah tangga miskin bahkan

yang sangat miskin tetap pada kondisi kemiskinannya dan belum memiliki

kekuatan (power) untuk memperbaiki kondisi kehidupannya.

6.5 Implikasi Praktis

Dari uraian implikasi teoritis yang telah peneliti kemukakan maka

implikasi praktisnya dapat peneliti uraikan sebagai berikut. Sebagai implikasi

praktis terkait dengan dinamika pendistribusian Raskin yang terjadi di tingkat

lokal, maka menurut peneliti perlu dilakukan perubahan mendasar terkait dengan

pelaksanaan program Raskin. Perubahan yang dimaksud yaitu terkait dengan

wujud bantuan. Selama ini bantuan yang diberikan oleh pemerintah adalah

langsung dalam bentuk beras yang didistribusikan dari gudang Bulog sampai ke

Titik Distribusi (TD) dan Titik Bagi (TB). Sedangkan menurut peneliti, perubahan

yang dapat dilakukan yaitu bantuan yang diberikan tidak dalam bentuk beras

secara langsung melainkan dalam bentuk kupon yang nantinya dapat ditukar

dengan beras pada tempat atau loket penukaran yang telah disediakan oleh

pemerintah.

Terkait dengan perubahan tersebut maka pemerintah pusat hanya

mendistribusikan kupon kepada pemerintah daerah. Kemudian pemerintah daerah

secara berjenjang akan mendistribusikan kupon tersebut sampai ke tingkat

kelurahan dan para Ketua RT. Selanjutnya para Ketua RT membagikan kupon

tersebut kepada rumah tangga sasaran berdasarkan daftar penerima manfaat yang

telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan pemberlakuan sistem distribusi kupon

ini maka diharapkan para aparatur di tingkat lokal dapat mengurangi penggunaan

diskresinya di dalam pemberian layanan sosial. adapun ketentuannya yaitu satu

kupon beras hanya berlaku untuk satu rumah tangga miskin dan penukaran kupon

dilakukan oleh orang yang sesuai dengan nama dan alamat yang ada di kupon

tersebut. Selain itu sistem distribusi kupon ini, dapat mencegah tindakan Para

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 278: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

256 Universitas Indonesia

Ketua RT yang pada umumnya secara langsung mengurangi jatah masing-masing

RTS untuk dibagi secara merata kepada rumah tangga yang lainnya.

Selanjutnya dengan sistem pemberian kupon ini maka dapat menciptakan

keterbukaan dari para Ketua RT kepada warga masyarakatnya terkait dengan

siapa saja rumah tangga miskin yang ada di wilayah RT tersebut yang berhak

menerima bantuan Raskin. Peneliti juga berpendapat bahwa sistem

pendistribusian bantuan dalam bentuk kupon ini dapat menekan besarnya biaya

distribusi beras yang selama ini harus dikeluarkan oleh pemerintah secara cukup

signifikan. Hal ini berdasarkan argumentasi bahwa selama ini Raskin harus

didistribusikan kepada setiap kantor lurah sebagai titik distribusi. Sedangkan jika

Raskin didistribusikan melalui sistem kupon ini maka pemerintah tentu tidak perlu

mengeluarkan biaya yang terlalu besar untuk mendistribusikan kupon Raskin

tersebut. Distribusi kupon dapat dilakukan melalui jaringan komputer dan dikirim

dalam bentuk data. Selanjutnya berdasarkan data yang dikirim dapat dicetak di

kantor pemerintah daerah. Kemudian distribusi beras tidak perlu di lakukan di

setiap kantor lurah melainkan hanya di distribusikan di satu atau beberapa tempat

saja yang dianggap startegis dan mudah di jangkau masyarakat.

Selain itu sistem distribusi kupon juga dapat menghilangkan kebiasaan

menaikkan harga tebus Raskin yang dilakukan oleh para pelaksana program di

tingkat lokal karena alasan untuk menutupi biaya trasportasi lokal. Selama ini

biaya distribusi Raskin dari kantor lurah (titik distribusi) ke rumah para ketua RT

(titik bagi) pada umumnya dibebankan kepada setiap rumah tangga penerima

Raskin sehingga terjadi kenaikan harga tebus Raskin yang bervariasi.

Selanjutnya proses penukaran kupon (dari kupon menjadi beras) harus

dilakukan oleh si pemilik kupon. Pada saat proses penukaran berlangsung maka

petugas akan melakukan verifikasi data yaitu dengan mencocokkan antara kartu

identitas diri yang bersangkutan dengan nama yang tertera di dalam kupon. Hal ini

untuk mencegah terjadinya pengalihan manfaat Raskin kepada orang lain yang

tidak berhak menerimanya dan bukan sebagai sasaran penerima manfaat yang

telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebelumnya jika Raskin didistribusikan

langsung kepada para Ketua RT, maka ketua RT akan langsung mengurangi

alokasi Raskin untuk tiap-tiap RTS sehingga RTS akan menerima Raskin dalam

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 279: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

257

jumlah yang tidak utuh lagi dan umumnya hanya sedikit. Sedangkan jika Raskin

di distribusikan dalam bentuk kupon, maka para Ketua RT tidak dapat langsung

mengurangi Raskin tersebut dan memungkinkan RTS mempunyai daya tawar

yang tinggi untuk melakukan kesepakatan terkait berapa beras yang akan

diberikan untuk rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar. Kondisi ini sangat

memungkinkan RTS mendapatkan alokasi yang lebih banyak dibandingkan

dengan distribusi beras secara langsung kepada para Ketua RT.

Kemudian, dengan adanya upaya pencegahan pengalihan manfaat

tersebut dan tidak terjadinya pengurangan alokasi Raskin yang diterima RTS

maka diharapkan nantinya bantuan Raskin dapat benar-benar memberikan

dampak yang signifikan bagi upaya pemenuhan kebutuhan pokok. Selain itu

kondisi ini tentu dapat pula berimplikasi pada lebih terciptanya keadilan distributif

di dalam pelaksanaan program Raskin.

Walaupun demikian, pendistribusian Raskin dalam bentuk kupon masih

memungkinkan menimbulkan permasalahan di masyarakat lokal yaitu diantaranya

rumah tangga miskin membutuhkan biaya dan waktu untuk menukarkan kupon

beras tersebut ke loket penukaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Secara

teknis, pemerintah daerah perlu menyiapkan dan menentukan loket-loket

penukaran beras yang memadai untuk menampung beras dalam jumlah yang

sangat banyak. Namun hal yang terpenting yang menjadi tujuan mendasar dari

pendistribusian dalam bentun kupon ini adalah untuk mencegah tindakan dari para

pelaksana program di tingkat lokal yaitu Ketua RT untuk melakukan distribusi

Raskin dengan cara dibagi rata kepada yang tidak berhak. Oleh karena itu

walaupun ada kekurangan namun peneliti menilai keuntungan yang diperoleh

akan jauh lebih banyak. Berdasarkan uaraian di atas peneliti petakan dalam

sebuah matrik sebagai berikut :

Gambar.6.13 Matrik In Kind Transfer dan Cash Transfer Sumber : peneliti

Beras Kupon BLT

In Kind Transfer Cash Transfer

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 280: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

258 Universitas Indonesia

Tabel. 6.1

Matrik Perbandingan in Kind Transfer dan Cash Transfer

Kelebihan Kekurangan Keterangan

In kind

(Raskin)

Bantuan Raskin dapat langsung

dinikmati.

- Pilihan terbatas yaitu hanya

dalam bentuk beras

- Distribusi Raskin dibagi rata

- Nilai bantuan berkurang

- Terjadi kenaikan harga

tebus Raskin

- Keadilan distributif sulit

terwujud

Program Raskin selama

ini kurang memberi

dampak bagi RTS dan

menciptakan ketidak

adilan.

In kind

(Kupon)

- Raskin dapat diterima RTS

dapat jumlah yang tepat/utuh.

- Tidak terjadi kenaikan harga

tebus Raskin.

- Mengurangi tingkat diskresi

untuk mengalihkan bantuan

kepada yang lainnya.

- Bantuan dapat lebih

memberikan dampak bagi

RTS.

- Dapat lebih menciptakan

keadilan distributif

- Pilihan terbatas yaitu hanya

dalam bentuk beras.

- Untuk menikmati bantuan,

RTS perlu waktu untuk

menurkan kupon ke loket.

- RTS membutuhkan ongkos

trasnportasi jika loket

penukaran cukup jauh.

- Perlu di dukung

kesiapan para

petugas loket

penukaran kupon.

- Di beberapa negara

terjadi antrian di

dalam penukaran

kupon

Cash

(BLT)

- Bantuan dalam bentuk uang

lebih banyak memberikan

pilihan untuk dipergunakan

sesuai kebutuhan

- Penggunaan uang sulit di

kontrol.

- Kurang memberi dampak

bagi penerima manfaat

- Terjadi fenomena

bantuan uang justru

dipergunakan bukan

untuk hal yang

utama.

Sumber : peneliti

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 281: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

259

BAB 7

PENUTUP

7. 1 Kesimpulan

Dari berbagai uraian dan temuan di lapangan yang telah peneliti

kemukakan pada bab sebelumnya maka peneliti mengambil kesimpulan antara

lain sebagai berikut:

1. Terkait dengan dinamika pendistribusian raskin di tingkat lokal

Pertama, peneliti menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan yang

cukup signifikan antara kebijakan distribusi yang telah ditetapkan di tingkat

nasional dengan proses distribusi yang dilaksanakan di tingkat lokal. Proses

distribusi raskin di tingkat lokal dilaksanakan berdasarkan aturan atau

ketetapan yang dihasilkan melalui beberapa macam cara. Pertama, melalui

musyawarah yang dilaksanakan oleh Ketua RT secara terbuka yaitu dengan

melibatkan seluruh warga masyarakat baik yang tercatat sebagai RTS maupun

non RTS. Kedua, melalui musyawarah yang dilaksanakan oleh Ketua RT

secara tertutup yaitu hanya melibatkan warga masyarakat yang tercatat

sebagai RTS saja. Ketiga, tanpa melalui musyawarah dengan masyarakat

secara formal tetapi bersifat terbuka yaitu dengan tetap melakukan dialog

dengan warga dan berusaha mendengar aspirasi warga melalui kegiatan

keagamaan dan kemasyarakatan. Ke empat, tanpa melalui musyawarah

dengan masyarakat secara formal dan bersifat tertutup yaitu tidak ada proses

dialog dengan warga dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan

dari diri sendiri.

Kedua, peneliti menyimpulkan bahwa dari hasil kegiatan musyawarah

maupun tanpa musyawarah tersebut telah menghasilkan sebuah keputusan

yang mengatur tentang cara pendistribusian raskin di masyarakat lokal.

Adapun cara pembagian raskin yang berlaku di masyarakat lokal antara lain

yaitu pertama, dengan cara dibagi sama rata sama banyak baik kepada rumah

tangga yang terdaftar (RTS) maupun kepada rumah tangga yang tidak

terdaftar (non RTS). Kedua, dibagi berdasarkan keanggotaan (RTS dan non

RTS) yaitu dengan ketentuan RTS mendapatkan jatah raskin yang lebih

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 282: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 260

banyak dari non RTS. Ketiga, dibagi berdasarkan tingkat kemiskinan rumah

tangga (sangat miskin, miskin dan hampir miskin) dengan ketentuan rumah

tangga yang sangat miskin lebih banyak mendapatkan jatah raskin daripada

rumah tangga miskin dan hampir miskin, begitu juga rumah tangga miskin

mendapat raskin lebih banyak daripada rumah tangga hampir miskin. Ke

empat, dibagi berdasarkan periode tertentu / berkala dengan ketentuan

diantaranya rumah tangga yang terdaftar (RTS) mendapatkan jatah raskin

setiap bulan, sedangkan rumah tangga yang tidak terdaftar (non RTS)

mendapatkan jatah raskin 2 bulan sekali.

Ketiga, peneliti menyimpulkan bahwa munculnya mekanisme yang

baru di dalam proses distribusi raskin di tingkat lokal didukung adanya

diskresi dan otonomi yang dimilki para pelaksana program. Selain itu

disebabkan oleh beberapa faktor pendorong yaitu karena adanya

permasalahan mengenai keakuratan data dan penentuan kriteria rumah tangga

penerima raskin, adanya keterbatasan alokasi raskin dari pemerintah dan

adanya alasan untuk menghilangkan kecemburuan sosial dan gejolak di

masyarakat.

Ke empat, peneliti menyimpulkan bahwa di dalam pelaksanaan

pendistribusian raskin di tingkat lokal, para pelaksana program cenderung

lebih mengedepankan diskresi dan otonomi yang dimilki. Sebaliknya mereka

cenderung mengabaikan aturan yang berlaku. Kondisi ini justru justru

membawa dampak negatif yaitu menyebabkan munculnya perilaku yang tidak

baik (moral hazard) di kalangan masyarakat. Hal ini mengakibatkan jumlah

rumah tangga yang tidak layak mendapatkan raskin menjadi bertambah dan

melestarikan tindakan yang tidak benar.

2. Terkait dengan dampak pendistribusian raskin di tingkat lokal terhadap upaya

pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga sasaran.

Peneliti menyimpulkan bahwa pendistribusian raskin di tingkat lokal

telah berdampak pada kegagalan dalam mencapai tujuan program secara

optimal. Hal ini dapat dilihat dari fenomena berkurangnya jatah raskin yang

seharusnya diterima oleh rumah tangga sasaran sehingga nilai bantuan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 283: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

261

menjadi kurang bermakna dan tidak memberikan dampak yang signifikan

bagi kelangsungan hidup rumah tangga sasaran. Rumah tangga sasatan hanya

menerima raskin antara 2 s.d 5 kg per bulan dan hanya mampu bertahan

untuk memenuhi kebutuhan hidup antara 2–5 hari saja. Oleh karena itu secara

empirik, proses distribusi yang dilakukan oleh para pelaksana program di

tingkat lokal telah gagal dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam

pemberian layanan kepada masyarakat miskin. Padahal beras sebagai

kebutuhan manusia yang paling mendasar sangat dibutuhkan untuk menjamin

kelangsungan hidup mereka dan bantuan beras seharusnya dapat memberikan

dampak signifikan dalam mengurangi beban pengeluaran RTS.

3. Terkait dengan implikasi kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal

terhadap aspek keadilan distributifnya.

Peneliti menyimpulkan bahwa proses pendistribusian raskin di tingkat

lokal ini belum mampu menciptakan keadilan distributif sebagai mana konsep

keadilan distributif yang dikemukakan oleh Rawls yaitu lebih mengutamakan

kepada kelompok yang paling membutuhkan. Dengan kata lain kebijakan

pendistribusian raskin yang telah dibuat oleh pemerintah di tingkat nasional

pada dasarnya lebih memenuhi aspek keadilan distributifnya dibandingkan

dengan proses pendistribusian raskin yang dilaksanakan di tingkat lokal.

Keadilan distributif di tingkat lokal pada umumnya hanya dipahami yaitu

sebagai proses terciptanya distribusi secara merata kepada seluruh rumah

tangga (equal treatment). Sedangkan keadilan distributif yang dipahami

secara konseptual yaitu adanya perlakuan yang tidak sama yaitu dengan cara

pembagian yang tidak merata yang hanya ditujukan bagi mereka yang paling

tidak beruntung. Sementara itu, dikaitkan dengan gagasan pemberdayaan

dalam konteks keadilan sosial bagi rumah tangga miskin, peneliti

berkesimpulan bahwa rumah tangga miskin kurang memiliki kekuatan

(power) untuk dapat mengakses berbagai sumber daya dan manfaat yang

disediakan oleh pemerintah. Selain itu rumah tangga miskin juga kurang

memiliki kekuatan (power) di dalam proses pengambilan keputusan dalam

kegiatan perencanaan ataupun mempengaruhi pengambilan kebijakan.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 284: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 262

7.2 Saran

Peneliti memberikan saran sebagai berikut :

1. Terkait dengan dinamika yang terjadi dalam proses pendistribusian raskin di

tingkat lokal, peneliti menyarankan :

Pertama, pemerintah perlu hadir di berbagai tingkatan struktur

kehidupan sosial masyarakat baik dari tingkat atas (nasional) hingga ke

tingkat paling bawah (lokal). Hal ini penting dilakukan agar tidak muncul

kesan adanya pembiaran / kurangnya kepedulian pemerintah terhadap

berbagai permasalahan yang terjadi di dalam proses pelaksananan program

sosial. Salah satunya terkait dengan perilaku menyimpang yang terjadi di

masyrakat lokal. Kehadiran pemerintah tersebut dapat diwujudkan dalam

bentuk melakukan pengawasan secara aktif dan responsif dalam mengatasi

masalah yang terjadi di masyarakat.

Kedua, peneliti menyarankan perlu adanya perubahan kebijakan yang

mendasar yang dilakukan oleh pemerintah dalam merespon berbagai

permasalahan distribusi yang terjadi di tingkat lokal yang meliputi perubahan

pada allocation, provision, delivery maupun finance. Tindakan yang dapat

dilakukan oleh pemerintah antara lain misalnya mengganti bentuk alokasi

bantuan dalam bentuk kupon makanan dan bukan dalam bentuk beras secara

langsung. Dalam hal ini berarti bantuan dalam bentuk subsidi kepada barang

masih dapat tetap dipertahankan. Selain itu Pemerintah dapat juga

memperpendek jalur distribusi raskin misalnya dengan menentukan tempat

tertentu untuk pengambilan raskin yang langsung diambil oleh rumah tangga

yang terdaftar di dalam daftar penerima raskin. Selanjutnya pemerintah dapat

melakukan tindakan yaitu memperjelas kriteria atau menambah persyaratan

rumah tangga miskin yang berhak menerima raskin. Kemudian Pemerintah

dapat melibatkan peran aktif dari pihak swasta dalam membantu pendanaan

proses distribusi raskin dari titik distrbusi (kantor lurah setempat) sampai ke

titik bagi (rumah tangga sasaran).

Ketiga, peneliti menyarankan agar para pelaksana program di tingkat

lokal dapat menggunakan diskresi sebagai sarana untuk memberikan

kesempatan (opportunity) kepada rumah tangga sangat miskin yang belum

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 285: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia

263

tersentuh bantuan raskin agar bisa mendapatkan jatah raskin dari pemerintah.

Sebaliknya diskresi dan otonomi dapat digunakan untuk menutup peluang

bagi yang tidak berhak untuk ikut serta menikmati raskin.

Ke empat, peneliti menyarankan pemerintah setempat perlu

memberikan tanda khusus pada tiap-tiap rumah yang menerima raskin. Hal

ini dimaksudkan agar muncul rasa malu dan kesadaran dari masyarakat

apabila ada rumah tangga yang sebenarnya tidak layak mendapatkan bantuan

raskin tetapi tetap menikmati raskin.. Hal ini dapat dijadikan sebagai sanksi

moral dari masyarakat setempat.

Kelima, peneliti menyarankan agar rumah tangga miskin diberikan

kemudahan akses untuk melaporkan segala bentuk penyimpangan yang

begitu masif terjadi di masyarakat dengan tetap menjaga kerahasiaan pelapor.

Selain itu perlu didorong peran aktif dan keberanian dari masyarakat terutama

dari kelompok rumah tangga sangat miskin untuk melakukan pengawasan

terhadap proses pendistribusian raskin dengan memperluas jaringan (network)

kelompok mereka.

2. Terkait dengan dampak pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya

pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga sasaran, peneliti menyarankan

agar perlu adanya dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah daerah,

BUMN maupun pihak swasta dalam membantu menambah jumlah alokasi

raskin yang sangat terbatas yang disediakan oleh pemerintah pusat. Hal ini

mengingat pula pada kondisi anggaran pemerintah yang semakin terbatas.

Sehingga nantinya pendistribusian raskin di tingkat lokal dapat semaksimal

mungkin dilaksanakan dengan mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan

di tingkat nasional yaitu sebesar 15 kg per RTS. Hal ini peneliti anggap

penting untuk menjamin terpenuhinya hak-hak kelompok masyarakat yang

paling tidak beruntung.

3. Dalam rangka mewujudkan keadilan distributif di tingkat lokal, maka peneliti

menyarankan agar pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai penyedia

layanan sosial untuk melakukan sosialisasi yang bersifat edukatif, konstruktif,

berkelanjutan utamanya terkait dengan kriteria rumah tangga miskin yang

berhak mendapatkan bantuan raskin. Selain itu peneliti juga menyarankan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 286: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 264

agar dapat melibatkan peran dari tokoh masyarakat dan tokoh agama di dalam

melakukan sosialisasi terkait dengan siapa yang sesungguhnya berhak

menerima raskin. Hal ini penting untuk membuka cakrawala berpikir

masyarakat lokal dan membangun kesadaran moral di masyarakat terkait

dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan di masyarakat. Dengan adanya

kejelasan terkait dengan kriteria tersebut maka masyarakat lokal dapat

memahami proses distribusi yang berjalan kepada rumah tangga sasaran dan

dapat memahami bahwa bantuan dari pemerintah tidak berarti selalu berhak

dinikmati oleh setiap orang.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 287: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 265

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku :

Alcock, Cliff. etc. 2004. Intoducing Social Policy. Pearson. England.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2007. Analisis Tipologi Kemiskinan Perkotaan. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan

Tahun 2008.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota

Tahun 2009. Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota

Tahun 2010. Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota

Tahun 2011. Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS). 2014a. Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota

Tahun 2013. Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS). 2014b. Statistik Indonesia 2014. Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang. 2012. Kecamatan Plaju Dalam Angka

2011. Palembang

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang. 2013a. Palembang Dalam Angka

Tahun 2013. Palembang

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang. 2013b. Kecamatan Plaju Dalam Angka

2012. Palembang

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang. 2014. Kecamatan Plaju Dalam Angka

Tahun 2013/2014. Palembang

Baharoglu, Deniz dan Christine Kessides, 2002, A Sourcebook for Poverty Reduction

Strategies. Macroeconomic and Sectoral Approaches Vol. 2. World Bank.

Baker, Judy L. (2008). Urban Poverty : A Global View. Urban Sector Board - World

Bank. Washington, DC.

Barusch, Amanda Smith. 2006. Foundations of Social Policy (Social Justice in

Human Perspective Second Edition). Thomson Higher Education. United

States of America.

Blau, Joel dan Mimi Abramovitz. 2003. The dynamics of social welfare policy.

Oxford University Press. New York, United States of America.

Blakemore, Ken dan Edwin Griggs. 2007. Social Policy An Introduction. Third

Edition, Open University Press. England.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 288: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 266

Bryman, Allan. 2008. Social Research Methods. Oxford University Press. New York.

USA

Kemensos RI. 2011. Pedoman Umum Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan Tahun

2011. Jakarta

Creswell, John W. 2009. Research Design – Qualitative, Quantitative and Mixed

Methods Approaches. Sage Publications, Inc. United States of America.

Creswell, John W. 2010. Research Design – Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

Mixed (Achmad Fawaid Penerjemah). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Indonesia.

De, Somnath, 2011, Right To Social Justice, Symbiosis Law School, Pune, India.

Dean, Hartley, 2010, Understanding Human Need, The Policy Press, Inggris.

Dean, Hartley, 2012, Social Policy, Polity Press, Inggris.

Deutsch, Morton. 1985. Distributive Justice – A Social-Psychological Perspective,

Yale University. United State of America.

Dowling dan Fang, 2009, Chronic Poverty In Asia – Causes, Consequences and

Policies, World Scientific, Singapore.

Drake, Robert F. 2001. The Principles of Social Policy. Palgrave. New York.

Dudley, James R. 2005. Research Methods for Social Work – Becoming Consumers

and Producers of Research, Pearson Education, Inc. Unites States of America.

Dye, Thomas R. 2005. Understanding Public Policy. Pearson Educations, Inc. New

Jersey.

Ferreira, Francisco HG dan David Robalino, 2010, Social Protection in America

Latin, Policy Research Working Paper 5305, World Bank.

Gilbert, Neil. dan Paul Terrell. 2005. Dimensions of Social Welfare Policy. Pearson

Educations. Inc. Gould Street Needham Heights United States of America.

Hall, Anthony. dan James Midgley. 2004. Social Policy For Development. Sage

Publications Ltd. London.

Handayani, Sri Wening dan 2009. Social Assistance and

Conditional Cash Transfers – Proceedings of The Regional Workshop ADB.

Philipina.

Huges, Mark dan Michael Wearing. 2007. Organisations and Management in Social

Work, Sage Publications Ltd, London.

Iatridis, Dometrius, 1994, Social Policy – Institutional Context of Social Development

and Human Services, Brooks/Cole Publishing Company, United State of

America.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 289: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 267

Ife, Jim. 2001, Human Rights And Social Work – Towards Rights Based Practice,

Cambridge University Press, United Kingdom.

Ife, Jim. 2013, Community Development In An Uncertain World – Vision, Analysis

and Practice, Cambridge University Press, Australia.

Kholil, dkk, 2013, Analisis Peningkatan Pola Penyaluran Raskin Reguler, Kemenko

Kesra, Jakarta

Korayem, Karima, 2011, Food Subsidy and Social Assistance Programmes in Egypt;

Assessment and Policy Options, CROP Poverty Brief, Mesir

Jamasy, Owin. 2004. Keadilan, Pemberdayaan, dan Penanggulangan Kemiskinan,

Belantika. Jakarta.

Jamrozik, Adam. 2001. Social Policy In The Post Welfare State Longman. Australia.

Johnson, Louise. C dan Charles L.Schwartz. 1991. Social Welfare : a response to

human need. Allyn and Bacon. United states of America.

Lavalette, Micahael dan Allan Pratt. 2002. Social Policy : a Conceptual and

Theoretical Introduction (second edition). Sage Publications. United

Kingdom.

Lawang, Robert M.Z. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik – Suatu

Pengantar, Fisip UI Press. Depok.

Lind E. Allan dan Tom. R. Tyler. 1988. The Social Psychology Of Procedural

Justice, Plenum Press, New York.

Lister, Ruth. 2004. Poverty. Polity Press. United Kingdom.

Lipsky, Michael, 1980. Street Level Bureaucracy – Dilemmas of the Individual In

Public Services, Russell Sage Foundation, New York.

Martinussen, John. 1997. Society. State and Market : A guide to competing theories

opf development. Zed Books. London dan New York.

Midgley, James. 1995. Social Development : The Developmental Perspective in

Social Welfare. Sage Publication Inc. London.

Midgley, James dan Martin. B.Tracy. Michelle Livermore. 2000. The Handbook of

Social Policy. Sage Publications. Inc. Amerika Serikat.

Neuman, W. Lawrence. 2006. Social Research Methods. Pearson education. USA.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 290: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 268

Norton, A, Tim Conway, dan Mick Foster. 2001. Social Protection Concepts And

Approaches : Implication for policy and practice in international

development. Overseas development Institute. United of Kingdom.

Nugroho, Riant. 2012. Public Policy, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta.

Patton, Michael Quinn, 2002, Qualitative Research & Evaluation Methods – Third

edition, Sage Publications, Inc. United states of America.

Parsons, Wayne. 2008. Public Policy – Pengantar Teori dan Praktik Analisis

Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Payne, Malcom. 2005. Modern Social Work Theory (third edition),Palgrave

Macmillan, New York.

Pedoman Umum Raskin. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

Tahun 2011.

Pedoman Umum Raskin. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

Tahun 2013.

Rawls, John. 1971. A Theory of Justice. The President and Fellows of Harvard

College. Amerika serikat.

Rawls, John. 2011. Teori Keadilan – Dasar-dasar Filsafat Politik untuk mewujudkan

Kesejahteraan Sosial dalam Negara (Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo.

Penerjemah). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Rein, Martin. 1983. Social Policy : Issues of choice and change. United States of

Amerika.

Richards, P.J dan A.M. Thomson. 1984. Basic Need And The Urban Poor : The

Provision Of Communal Services. Croom Helm. USA.

Robbin, S.P, Chatterjee. P, Canda. E.R 2006. Contemporary Human Behavior Theory

– A Critical Perspective for Social Work (Second Edition), Pearson Education,

Inc. USA

Royse, David. 2008. Research Methods in Social Work – Fifth Edition. Brooks/Cole.

United States of America.

Rubbin, Allen dan Babbie E.R. 2008. Research Methods for Social Work. Thomson

Higher Education. United States of America.

Shepherd, Andrew, Dhana Wadugodapitiya dan Alice Evans. 2011, Social assistance

and the ‘dependency syndrome’, Policy Brief No.22, Chronic Poverty

Research Center. Sitepu, et al. (2014), Evaluasi Implementasi Kebijakan Raskin 2014,

Puslitbangkessos, Jakarta.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 291: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 269

SMERU, 2003, Raskin – Beras Untuk Orang Miskin, No. 05 Jan-Mar 2003, Lembaga

Penelitian SMERU, Jakarta

SMERU, 2008, Efektivitas Pelaksanaan Raskin, Lembaga Penelitian SMERU,

Jakarta

Spicker, Paul. 1995. Social Policy : Themes and Approaches. Prentice Hall. England.

Stein, Theodore J. 2001, Social Policy and Policymaking. Columbia University Press.

New York.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada.

Jakarta.

Subarrao K, et al. 1997. Safety Nets Programs and Poverty Reduction. Lessons From

Cross Country Experience. The World Bank. Washington DC.

Susanto, Hari. 2006, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan – Tinjauan Historis Era

Orde Baru. Khanata-Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.

Suharto, Edi. 2010. Analisis Kebijakan Publik - Panduan Praktis Mengkaji Masalah

dan Kebijakan Sosial. Alfabeta. Bandung.

Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika

Aditama. Bandung.

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung.

Sumodiningrat, G, Budi Santoso dan Mohammad Maiwan. 1999. Kemiskinan : Teori,

Fakta dan Kebijakan. IMPAC. Jakarta.

Soetomo. 2013. Pemberdayaan Masyarakat – Mungkinkah Muncul Antitesisnya?,

Pustaka Pelajar. Yogyakarta

TNP2K. 2012a. Lembar Informasi dan Sosialisasi Program Raskin Juni – Desember

2012

TNP2K. 2012b. Pelaksanaan dan Penyaluran Program Raskin (Existing) - (bahan

paparan)

TNP2K. 2013a. Lembar Informasi dan Sosialisasi Program Raskin 2013

TNP2K. 2013b. Pendataan dan Upaya penyempurnaan Pelaksanaan Program

Raskin - Semiloka Membangun Keefektifan Sistem Penyaluran dan

Pengendalian Raskin Bagi Aparat Pemerintah Daerah.

Thee Kian Wie. 1981. Pemerataan, Kemiskinan, Ketimpangan, Sinar Harapan,

Jakarta

Triwibowo, Darmawan dan Nur Iman S. 2009. Meretas Arah Kebijakan Sosial Baru

Di Indonesia. Lebih dari Sekedar Pengurangan Kemiskinan. Pustaka LP3ES.

Jakarta.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 292: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 270

Vlajic, Julia Atini, 2010, Does subsidized rice improve child welfare? A study of the

subsidized rice program, raskin, in Indonesia, Proquest- Georgetown

University, Washington DC.

Wrihatnolo, Randy R dan Riant N. Dwidjowijoto. 2007. Manajemen Pemberdayaan

Sebuah Pengantar dan Panduan Untuk Pemebrdayaan Masyarakat, Elex

Media Komputindo, Jakarta.

World Development Report, 1990, Poverty, Washington DC, Oxford University

Press.

World Bank, 2007, Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, Jakarta.

World Bank, 2012a, Targeting Poor and Vulnerable Households In Indonesia,

Washington DC.

World Bank, 2012b, Protecting Poor and Vulnerable Households In Indonesia,

Washington DC.

World Food Programme, 2008, Vulnerability Analysis And Review of the Food

Subsidy Program In Egypt, Mesir.

Tesis dan Disertasi

Musawa, Mariyam. 2009. Studi Implementasi Program Beras Miskin (Raskin) di

wilayah Kelurahan Gajah Mungkur Kecamatan Gajah Mungkur Kota

Semarang, Tesis. Undip. Semarang.

Laksmono, Bambang Shergi. 1999. Permasalahan Akses Dalam Program

Penanggulangan Kemiskinan, Disertasi, Universitas Indonesia. Jakarta.

Rosleni, 2006, Implementasi Program Bantuan Beras Untuk Keluarga Miskin

(Raskin) di Kecamatan Kemuning Kota Palembang Tahun 2005, Tesis.

Universitas Sriwijaya. Palembang.

Suharmen, 1999. Analisis Dampak Subsidi Beras Terhadap Kesejahteraan, Tesis.

Universitas Indonesia.

Wahyudi, Arif. 2010. Evaluasi Kinerja Program Beras Untuk Keluarga Miskin

(Raskin) Di Kabupaten Tangerang (Studi Kasus Pelaksanaan 2008 di

Kecamatan Cisauk, Pagedangan, Pondok Aren, dan Serpong). Tesis.

Universitas Indonesia, Jakarta.

Yunanto, Aris, 2010, Analisis dampak subsidi raskin dan alternatif subsidi pangan

lainnya terhadap perubahan kesejahteraan rumah tangga. Disertasi.

Universitas Indonesia, Jakarta

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 293: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 271

Yunusa, Roseline J, 2012. The Factors that influence the effectiveness of poverty

alleviation programs in Nigeria, Miami University. Proquest Dissertations

and Theses.

Jurnal

Burke, Joseph. 2010. Distributive Justice and Subsidiarity : The Firm and The State

in Social Order. Journal of Markets & Morality, Volume 13, Number 2 : 297-

317.

Elliot, Doreen. 1993. Social Work and Social Development : towards an integrative

model for social work practice. International social work, Vol. 36, Pp 21-36.

Sage. London

Faturochman. 1999. Keadilan Sosial : suatu tinjauan Psikologi, Jurnal Psikologi,

Tahun VII. Indonesia

Granovetter, Mark. 2005. The Impact of Social Structure on Economic Outcomes.

Journal of Economic Perspectives. Volume 19 (1), 33-50.

Hasenfeld, Yeheskel. 2010. Organizational Responses to Social Policy : The Case of

Welfare Reform, Administration in Social Work, 34:148-167, Routledge.

Hutagaol, Parulian dan Alla Asmara. 2008, Analisis Efektivitas Kebijakan Publik

Memihak Masyarakat Miskin : Studi Kasus Pelaksanaan Program Raskin di

Propinsi Jawa Barat pada Tahun 2007, Jurnal Agro Ekonomi, Volume 26

Nomor 2, 145 – 165. Indonesia

Jamhari. 2012. Efektivitas Distribusi Raskin di Pedesaan dan Perkotaan Indonesia,

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13, No. 1, hlm. 132-145, Universitas

Gajah Mada. Yogyakarta.

Olken, Benjamin. 2006. Corruption and the Costs of Redistribution: Micro Evidence

from Indonesia. Journal of Public Economics 90 (2006) hlm. 853-870

Powell, Martin, (1995). The Strategy of Equality Revisited, Journal of Social Policy,

Vol. 24, Issue 02, pp. 163-185. Inggris

Sherlock, Peter L. 2008, Doing a Bit more for the Poor? Social Assistance in Latin

America, Journal Social Policy, Vol. 37, Issue 4, pp. 621-639

Woolcock, Michael dan Deepa Narayan, 2000. Social Capital : Implication for

Development Theory, Research, and Policy. World Bank Research Observer,

Vol. 15, Issue 2, Pp. 225-249.

Yesudian, C.A.K, 2007, Poverty Alleviation Programmes in India: A social audit,

Indian Journal of Medical Research, 126 (4), 364-73. India.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 294: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Universitas Indonesia 272

Internet

Menko Kesra : Penurunan Tingkat Kemiskinan Optimis Tahun Ini 2 Persen. (2013,

19 Februari). http ://www.menkokesra.go.id

Kepala BPS Palembang : Pertumbuhan Ekonomi Palembang Tidak Berdampak

Langsung Bagi Masyarakat Miskin, (2012, 17 Oktober).

http://suarasumsel.com

Kebijakan Percepatan, http: www.tnp2k.go.id

Bantuan Sosial Jelang Pemilu Mempengaruhi Perilaku Pemilih (2014, 26 Mei)

http://www.ugm.ac.id/id/newsPdf/9005

Peraturan dan Perundang-undangan

Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial

Peraturan Presiden RI No. 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan

Majalah

Tarigan, Indra. (2013, Edisi 27). Subsidi Beras Bagi Rakyat Miskin (RASKIN),

Warta Anggaran (Majalah Keuangan Sektor Publik), 13-16.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 295: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Lampiran 1

Kumpulan DokumentasiPeneliti di LokasiPenelitian

 

WawancaradenganKetua RT.05 TlBubuk

 

WawancaradenganLurahPlajuDarat

 

WawancaradengansalahsatuRTS diKel. TlPutri

 

WawancaradenganCamatPlaju

 

Hasilobservasikondisiwilayahdanrumahtanggapenerimaraskin di Kel.TlPutri

 

Hasilobservasimengenai proses distribusiRaskin di Kel. PlajuIlir

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 296: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 297: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 298: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 299: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 300: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 301: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 302: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 303: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 304: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 305: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 306: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 307: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 308: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 309: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 310: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 311: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

PEDOMAN WAWANCARA

Nama Informan : …………………………………………………………….

Hari / Tanggal : …………………………. Waktu : Pkl…………sd….........

Lokasi : …………………………………………………………….

A. Rumah Tangga Miskin Penerima Raskin

1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu secara umum terhadap pelaksanaan Program

Raskin di Kota Palembang yang telah berlangsung selama ini? (Probing : Jika

sudah baik atau belum baik apa alasannya)

2. Apakah Bapak/Ibu mengetahui kriteria apa saja yang harus dipenuhi oleh si

penerima raskin (Rumah Tangga Sasaran - PM)? Apakah Bapak/Ibu pernah

mendapatkan penjelasan dari pemerintah atau ketua RT setempat

3. Bagaimana cara pembagian raskin di wilayah RT ini? siapa saja yang mendapat

raskin?

4. Menurut Bapak/Ibu, apa yang menjadi alasan/melatar belakangi pembagian

raskin harus dilaksanakan seperti itu?

5. Bagaimana mekanisme penentuan siapa yang berhak menerima raskin, berapa

harga dan jumlah raskin yang diterima untuk masing-masing rumah tangga

miskin? (apakah RTS PM dilibatkan dalam penentuan tersebut)

6. Siapa yang paling berperan dalam kebijakan penentuan penerima raskin di

tingkat lokal?

7. Apakah menurut pendapat Bapak/Ibu, data penerima bantuan raskin yang

ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang

ada di lapangan? (semua rumah tangga yang mendapatkan bantuan raskin

memang merupakan rumah tangga miskin dan telah sesuai dengan kriteria yang

ada)

8. Apa hambatan, kendala dan tantangan yang Bapak/Ibu rasakan dalam rangka

untuk mendapatkan bantuan raskin? (Misalnya saat di tagih belum ada uang, ,

pemberlakuan batas waktu pengambilan oleh Ketua RT, atau hal lainnya)

9. Apakah Bpk/ibu pernah menyampaikan saran atau kritik kepada ketua RT terkait

dengan pelaksanaan program raskin ini bu? (Probing: jika pernah kritik atau saran

apa yang Bapak/Ibu sampaikan)

10. Apa saran dan masukkan Bapak/Ibu untuk perbaikan Pelaksanaan Program ini

kedepannya ?

Lampiran 7

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 312: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

11. Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin?

12. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan

berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan

bantuan raskin tersebut?

13. Apakah Bapak/Ibu mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk

masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut

ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? apakah pernah mendapatkan

penjelasan dari ketua RT atau pemerintah?

14. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin tersebut?

15. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya

(kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi

kebutuhan pokok di bidang pangan?

16. Setelah raskin habis, bagaimana cara Bapak/Ibu untuk memenuhi kebutuhan

beras tersebut? (Probing: jika dengan cara membeli beras, berapa harganya)

17. Berapa rata-rata penghasilan keluarga Bapak/Ibu dalam sebulan?

18. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat bermanfaat atau membantu

meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan

pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk

membiayai kebutuhan hidup lainnya)

19. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan cara pembagian seperti itu? (probing: jika

setuju atau tidak setuju apa alasannya)

20. Bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu mengenai sistem distribusi raskin

dengan cara di bagi rata tersebut? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil?

21. Apakah menurut Bapak/Ibu ada pihak yang dirugikan terkait kebijakan penetapan

sasaran di tingkat lokal yaitu dengan cara di bagi rata? Jika ada, siapa saja

mereka?

22. Bagaimana menurut bpk/ibu cara agar dapat mewujudkan keadilan di masyarakat

terkait dengan pembagian/distribusi bantun-bantuan yang diberikan oleh

pemerintah? (bagaimana yang di katakan adil itu?)

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 313: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Lampiran 1

Kumpulan Dokumentasi Peneliti di Lokasi Penelitian

Wawancara dengan Ketua RT.05 Tl

Bubuk

Wawancara dengan Lurah Plaju Darat

Wawancara dengan salah satu RTS

di Kel. Tl Putri

Wawancara dengan Camat Plaju

Hasil observasi kondisi wilayah dan rumah

tangga penerima raskin di Kel. Tl Putri

Hasil observasi mengenai proses

distribusi Raskin di Kel. Plaju Ilir

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 314: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 315: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Lampiran 9Tabel. Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Aparatur Pemerintah Kota dan Pegawai Perum Bulog Divre Sumsel)

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Kabag Perekonomian Setda Kota Palembang

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran

Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? itu karena jumlah rumah tangga miskin yang mendapatkan bantuan itu banyak sedangkan jatah raskin yang diterima sedikit maka untuk asas keadilan tentunya sudah melalui musyawarah dengan warga masyarakat yang berhak menerimanya. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Insya allah saya rasa sudah valid. Hanya saja ada kemungkinan terjadi perubahan misalnya mungkin di tahun 2012 yang dahulunya miskin tapi sekarang di tahun 2013 sudah tidak miskin lagi karena usahanya yang sudah maju, sudah mendapat pekerjaan, ekonominya sudah mapan, maka akan kita evaluasi lagi untuk tahun 2014 nanti. Bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? Dalam penditribusiannya diperlukan pengawasan yang ketat dari seluruh komponen baik dari pemerintah kelurahan maupun masyarakat. Masyarakat dapat melaporkan apabila ada orang yang tidak layak mendapat raskin tetapi masih ikut menikmatinya. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Tergantung kesepakatan warga jika warga masyarakat inginnya adil ya seperti yang saya katakan tadi, asas keadilan, Ya itu tadi sesuai dengan hasil kesepatakan mufakat warga masyarakat di wilayah tersebut. jika memang tidak ada kesepakatan maka raskin dibagikan hanya sesuai dengan pagu yang ada.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Ya sangat efektif bagi masyarakat yang benar-benar berpenghasilan rendah. Bagi yang benar-benar membutuhkan beras miskin. Karena beras ini merupakan kebutuhan pokok yang sangat mendasar dari sebagian besar masyarakat, masih perlu tetap dibantu sepanjang memang mereka itu rumah tangga miskin.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Cukup adil, ya itu tadi dengan asas keadilan karena untuk menambah pagu sudah tidak mungkin lagi maka dengan cara membagi rata pagu yang ada tetapi dengan musyawarah mufakat. Ini berarti bukan hanya keputusan RT sepihak tetapi keputusan bersama dengan warga masyarakat. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Ya, terkait dengan pola di bagi rata seperti ini tentu saja ada pihak-pihak yang merasa dirugikan yaitu mereka-mereka yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 316: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

memang seharusnya mendapatkan bantuan 15 kg karena ada asas pemerataan keadilan. Tetapi yang dirugikan ini juga khan merasa tidak keberatan karena tujuannya untuk membantu tetangga tetangganya yang juga membutuhkan bantuan dan layak mendapatkan raskin. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Ada masyarakat yang sudah sadar pak, ada pula yang tidak sadar. Ketika ada bantuan dari pemerintah maka mereka menyatakan bahwa dirinya miskin. Ada juga pengalaman bahwa warga yang menolak ketika di beri bantuan.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Kasubbag setda Kota Plg

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran

Bagaimana tanggapan Ibu terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Selama itu hasil kesepakatan bersama antara pihak rt dan warga masyarakat, itu sudah ditekankan di awal tahun jika mau dibagi rata harus ada kesepakatan. maka menurut kami tidak masalah. Tetapi harus dibuat dalam berita acara, daftar hadir dan tanda tangan warga. Menurut RT, Lurah, daripada terjadi bentrok di masyarakat. Jika ada hubungan sosial kemasyarakatan diantara mereka dan ada kesepakatan maka tidak masalah. Apakah menurut Ibu, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Belum 100 % tepat sasaran. Masih ditemukan seharusnya mendapatkan raskin namun justru tidak mendapatkannya. Bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? Untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, ya dengan revisi data melalui formulir rekap pengganti. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Ya bisa saja, asalkan DPM (Daftar Penerima Manfaat) sudah di tempel dimana-mana.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Ibu program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Untuk masyarakat yang memang membutuhkan, sebetulnya program raskin ini saya melihatnya sangat–sangat membantu. Hanya saja dari pemerintah pusat ada formula yang benar-benar efektif terkait misalnya terkait dengan data.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Seharusnya yang namanya adil itu khan tidak harus selalu di bagi rata. Tetapi karena terbentur oleh hubungan sosial kemasyarakatan maka di ambil kebijakan di bagi rata. Kalau dari pemerintah seharusnya khan tidak boleh, tetapi untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan maka itu tadi solusinya buat berita acara kesepakatan yang diketahui oleh warga penerima manfaat. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 317: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

dengan sistem distribusi seperti ini? Selama dia dengan kesepakatan berarti tidak ada yang dirugikan, kalau tidak ada kesepakatan berarti ada pihak-pihak yang dirugikan yaitu mereka yang seharusnya mendapatkan alokasi 15 kg tadi. mengapa ini di bagi rata, karena ini juga terkait dengan dead line. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Masyarakat kita ini bukannya seneng dikatakan miskin tetapi mereka senang mendapatkan barang secara cuma-cuma.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Kadivre Perum Bulog Sumsel

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran

Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Karena selisih harga yang cukup besar membuat semua masyarakat menginginkan raskin tersebut. Banyak tuntutan dari masyarakat sehingga dibutuhkan adanya kebijakan lokal. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Ada kemungkinan belum sesuai karena sistem pengecekan pendataan yang tidak secara keseluruhan namun secara random. Ada kemungkinan ketika saat pendataan miskin namun sekarang sudah tidak miskin lagi. Untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? pendataan harus rts per rts dan harus ada sosialisasi yang dilakukan sampai ke tingkat RT. Selama ini khan sosialisasi hanya di lakukan sampai ke tingkat kabupaten atau kota. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Bisa saja terjadi, akan tetapi pada kenyataannya masyarakat masih banyak yang ingin mendapatkan raskin tersebut.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Untuk penanggulangan kemiskinan? oiya, sangat bermanfaat. Jika kita melihat hasil evaluasi dari TNP2K dan BPS yang turun dari 17,5 jt ke 15,5 jt . ini tidak dapat kita pungkiri bahwa terjadi kesejahtrean

3. Implikasi kebijakan

pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau kita melihat dari perspektif keadilannya, itu tidak adil pak. Mereka yang sejahtera tadi harusnya tidak dapat. Tapi jika kita melihatnya dari perspektif agar kondisinya kondusif maka ini harus dilaksanakan. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? oiya, ada, mereka yang seharusnya mendapat jatah 15 kg kemudian berkurang jelas mereka merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 318: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

adil itu yang bagaimana? ya, adil jika mendistribusikan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Belum. Hampir sebagian besar masyarakat selalu ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah. apalagi jika mereka dari keluarga yang miskin.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Kabid PP Perum Bulog Sumsel

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran

Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Inilah yang tidak mungkin bisa di hindari. Kalau sifatnya bantuan semua orang ingin mendapatkannya. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? belum, perlu ada cross check oleh pemerintah setempat. Perlu ada verifikasi di daerah, Bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? perlu ada ketegasan dari pelaksana di lapangan untuk memberikan raskin sesuai dengan daftar penerima yang telah ditetapkan oleh pemerintah. apabila memang ada kesalahan dari segi data tersebut maka harus dilaporkan agar dapat dilakukan perubahan untuk tahun berikutnya. Tetapi kita akui sepertinya memang sulit di lapangan semua masyarakat ingin mendapat raskin sedangkan bantuan sangat terbatas. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Tergantung petugas di lapangan (Camat, Lurah) apakah berani melakukannya. Kalau urusan perut, nyawa pun tarohannya.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Untuk penanggulangan kemiskinan? kalau untuk sementara iya, tetapi klau untuk seterusnya saya rasa kurang mendidik. Lebih baik dibuatkan lapangan pekerjaan. Pemerintah harus berani tidak memberikan raskin kepada mereka yang sudah tidak layak lagi menerimanya.

3. Implikasi kebijakan

pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Secara ketentuan sudah salah. Tidak sesuai denga pedum. Berarti ini khan pelanggaran hukum. Tetapi dalam hal ini banyak yang menjadi pertimbangan oleh ketua RT, Lurah, banyak yang harus diakomodir. Daripada menimbulkan keributan dan hal lainnya maka jalan tengahnya ya seperti itu. menurut saya kalau terkait dengan keadilan ya, kita bisa terima, apa boleh buat. Daripada terjadi keributan. Tetapi berdasarkan aturan itu jelas salah. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 319: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

distribusi seperti ini? Selama yang mereka ikhlas dan memang mau berbagi dengan yang lainnya, maka menurut saya tidak ada yang dirugikan. Namun jika pengurangan jatah mereka itu tanpa adanya kesepakatan dari mereka yang terdaftar maka jelas mereka merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? ya, harus sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan harus tepat sasaran. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya rasa belum. Yang namanya bantuan semua masyarakat pasti mau apalagi kalau gratis. Pemerintah harus bisa mensiasatinya.

Lampiran 10Tabel. Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Camat Plaju, PPKB dan Lurah)

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Camat Plaju

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran

Bagaimana tanggapan Ibu terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Menurut saya hal ini disebabkan karena tidak adanya kriteria yang jelas mana kategori miskin dan yang tidak miskin. Hal yang melatar belakanginya ini dilakukan supaya tidak terjadi gejolak di masyatakat maka kita terus memejamkan mata dan hati yang mana mereka seharusnya full menerima tetapi harus membagi lagi beras ini. apakah menurut Ibu Camat, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Belum 100 % tepat sasaran. Untuk Kecamatan Plaju tidak semua yang miskin tetapi ada juga yang mengaku miskin juga mendapatkan raskin. Oleh karena itu perlu ada standar kriteria miskin yang bagaimana. Karena ada juga yang kita katakan miskin tetapi mereka mempunyai motor, atau ada juga mereka yang mampu membeli barang-barang atau kebutuhan lain yang sifatnya konsumtif. Menurut ibu,

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 320: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? tentukan dahulu masyarakat miskin yang mana yang harus kita bantu, yang kedua usulan-usulan yang dari RT dan tokoh masyarakat mohon dipertimbangkan. Yang ketiga kami dari tim pengawas sudah bisa melihat dan menilai. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Ya, tergantung bagaimana ketua RT dan masyarakat di lapangan. Apakah mereka mau jika raskin hanya dibagikan kepada mereka yang terdaftar saja. saya rasa masyarakat masih cukup sulit menerima hal demikian.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut Ibu program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Raskin ini sifatnya hanya sementara. Belum efektif. Sebaiknya bantuan yang lebih efektif itu dalam bentuk pembuatan lapangan pekerjaaan. Program raskin ini lebih cocok untuk mereka yang sudah tua, cacat fisik sehingga mereka tidak di sia-sia kan oleh anggota keluarganya.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Sebenarnya itu tidak adil karena di lain pihak kita melihat bahwa masih ada orang lain yang lebih berhak dibantu. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Iya ada, terutama mereka yang termasuk di dalam data tadi. Yang memang mempunyai nama-nama tadi. Otomatis mereka merasa rugi Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? bantuan yang diberikan harus bebas dari intrik-intrik politik. bantuan itu harus murni berdasarkan usulan-usulan dari rt bisa kita jadikan sebagai pedoaman. Jadi maksud saya memang bantuan diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau secara umum saya melihat belum ada yang menolak. Kalaupun ada paling hanya satu atau dua orang di tiap kelurahan. Hal itu terjadi mungkin karena dia pegawai negeri misalnya. Sedangkan kalau mereka buruh maka tetap saja mereka menerimanya.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan PPLKB Kec. Plaju

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran

Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Sebenarnya aturan pemerintah yang mendapatkan raskin itu adalah tidak mampu. Sudah ada datanya. Tapi untuk menghindari gejolak di masyarakat ya itu tadi maka di ambil kebijakasanaan, asalkan berdasarkan kesepakatan bersama. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Sudah sesuai. Yang menerima memang semuanya warga miskin. Menurut saya data sudah cukup akurat. Hanya saja

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 321: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

jumlahnya yang belum mampu mencukupi semua. Menurut bapak, untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? Yang pertama, dalam hal pendataan agar melibatkan Ketua RT. Kedua, dibuatkan semacam posko untuk mengecek ke akuratan data tadi. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Menurut saya bisa menimbulkan gejolak di masyarakat. sulit untuk dilaksanakan yang seperti itu. dari dahulu memang sudah pembagiannya seperti itu. tapi kalau memang masyarakatnya bisa menerima keputusan tersebut itu tentu lebih baik.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Program ini memang ditujukan untuk warga miskin, langsung menyentuh ke masyarakat sedangkan bantuan yang lain tidak begitu langsung menyentuh di masyarakat. Menurut saya hanya program raskin ini yang sangat bermanafaat. Beras dapat langsung dimanfaatkan masyarakat miskin sebagai kebutuhan dasar.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Sudah cukup adil. Tapi kalau menurut kami yang adil itu jika diberikan kepada yang memang berhak menerimanya (namanya ada di daftar). tapi karena ada yang merasa tidak mendapat raskin dan menuntut keadilan maka muncul kebijakan di bagi rata berdasarkan kesepakatan warga. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada, asalkan memang mereka semua sudah sepakat. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Pemahaman saya adil itu jika terpenuhi semua kebutuhannya. Terkait dengan pendistribusian bantuan sosial, maka makna adil adalah diutamakan bagi mereka yang tidak mampu untuk mendapatkannya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya melihat sudah ada muncul kesadaran di masyatakat. Ada beberapa masyarakat yang merasa malu jika dikatakan miskin, karena menyangkut harga diri.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Bagus Kuning

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala

Bagaimana tanggapan Ibu terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Itu mungkin karena jumlah kebutuhan masyarakat yang ingin mendapatkan raskin lebih banyak daripada daftar yang ada maka raskin dibagi rata untuk menghindari adanya kecemburuan sosial. Apakah menurut Ibu, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Pada prinsipnya masih ada kekurangan di sana sini karena pertumbuhan perekonomian masyarakat itu sulit untuk diperkirakan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 322: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

sehingga ada yang kondisi ekonominya sangat memprihatinkan tetapi belum ter cover, tetapi ada juga yang kondisi ekonominya sudah cukup baik tetapi masih ada di dalam daftar. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Selama ini pola pembagian raskin memang di bagi rata karena jumlah raskin yang sangat terbatas dan selalu turun pagunya setiap tahun. masyarakat yang biasanya mendapat raskin selalu ingin mendapatkan raskin. makanya sulit kalau berdasarkan data itu saja. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Untuk sementara ini belum ada karena sudah kita persiapkan sedemikian rupa dan karena program ini sudah lama maka dari pengalaman kita bisa meminimalisir kekurangan-kekurangan yang ada.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Program ini cukup bermanfaat karena sangat membantu bagi mereka yang sangat membutuhkan, yang ekonominya di bawah standar. Menurut saya bantuan dalam bentuk barang lebih efektif daripada dalam bentuk uang.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Sepertinya memang adil karena memang banyaknya RTS yang sangat membutuhkan tetapi tidak terdaftar dalam RTS. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Ya, mungkin ada pihak yang merasa di rugikan tetapi sebelum mengambil kebijakan tersebut ketua RT sudah mengumpulkan seluruh warganya bahwasanya untuk memenuhi kebutuhan warga yang tidak terdaftar maka raskin di bagi rata berdasarkan kesepakatan warga. Mereka itu adalah mungkin mereka yang sangat membutuhkan tadi yang telah sepakat untuk di bagi rata, padahal di dalam hati mereka mereka sangat mebutuhkan raskin tersebut. Menurut Ibu, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Adil itu ya sesuai dengan kebutuhan. Misalnya mereka yang punya anak 5 mendapatkan bantuan 1 karung beras. Mereka yang punya anak 2 mendapatkan bantuan ½ karung beras misalnya. Jadi sesuai dengan porsinya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Menurut saya, pada kenyataannya bahwa kesadaran masyarakat tersebut masih sangat kecil sekali. Mereka yang seharusnya sudah tidak layak lagi mendapatkan bantuan tetapi belum muncul kesadarannya. Justru semua masyarakat menuntut untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. sehingga kami selalu merasa kesulitan setiap ada bantuan dari pemerintah. sehingga dapat dikatakan bahwa kesadaran masyarakat itu sangat minim.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Plaju Darat

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 323: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala

Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Ya, kita serahkan kepada Ketua RT bagaimana di lapangan. Hal tersebut dilakukan karena raskin ini sangat terbatas, setiap tahun pagu yang diterima selalu menurun. Oleh karena \tu agar tidak ribut dan terjadi gejolak makanya di bagi rata. Menurut saya itu alasannya. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Masih ada ditemukan yang seharusnya mendapatkan raskin tetapi belum masuk di dalam daftar sedangkan di satu sisi ada yang sudah mampu tetapi masih ada di dalam daftar. Saya nilai masih sangat rendah sekali. Saya perkirakan kesalahan sata tersebut hanya sekitar di bawah 5 %. Apa ada kemungkinan raskin dibagi berdasarkan data saja? Walaupun belum pernah dilaksanakan. Namun saya sudah bisa memprediksinya bahwa akan menimbulkan keributan di masyarakat. masyarakat akan komplain dan banyak yang mendatangi kantor kelurahan untuk melakukan demo atau protes. Makanya kebijakan tersebut kami serahkan kepada ketua rt di lapangan. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Kendalanya di Kelurahan Plaju Darat ini alokasinya sangat sedikit tahun ini sehingga kami mengambil raskin ini sesuai dengan keinginan masyarakat kemudian masyarakat menyampaikan ke rt selaku distributor dan disampaikan ke kelurahan sehingga kami sepakati yaitu 3 bulan sekali distribusianya.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Menurut saya sudah cukup lumayan untuk membantu masyarakat. Ya, walaupun dengan jumlah yang sedikit namun rutin di terima oleh masyarakat sehingga sudah cukup membantu masyarakat miskin.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya masalah pendistribusian dengan cara di bagi rata ini di masyarakat sudah adil. Karena masyarakat aman, tentram dan kondusif. Dari dulu tidak ada pengaduan dari masyarakat yang berhak menerima. Ini merupakan kebijakan dari RT dan bukan saya yang mengambil kebijakan seperti itu. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada yang dirugikan. Tapi kalau kita melihat peraturan memang ada yang dirugikan. Tapi masyaakatnya kalau tidak ada pengaduan misalnya dari warga ke rt kemudian dari RT ke kami maka di anggap aman-aman saja. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Pengertian adil itu memang luas pengertiannya. Misalnya si A harusnya dapatnya sekian. Tapi kemudian di bagi rata. Dan Si A ini tadi tidak ada gejolak. Hal ini berarti bahwa pendistribusian seperti ini dapat dikatakan adil. Yang punya hak itu mau memberikan haknya kepada yang lainnya sehingga tidak

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 324: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

ada gejolak di masyaakat. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya kira sekarang ini masyarakat sudah mulai agak menyadari akan hal itu. Contohnya kalau dulu sebelum tahun 2000, PNS yang golongan kecil masih ingin mendapatkan bantuan raskin. Namun sekarang mereka sudah mulai sadar dan merasa malu jika mendapatkan raskin. Berarti mereka sudah mulai agak menyadarinya.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Plaju Ilir

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala

Bagaimana tanggapan Ibu terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Bagi kami selaku aparat pemerintah, hal itu dikarenakan jumlah penerima raskin yang belum mencapai 100 %. Artinya masih ada Rumah tangga miskin yang belum mendapatkan bantuan raskin sehingga muncul kebijakan dari RT untuk di bagi rata. Tentunya dibagikan kepada semua warga yang miskin sedangkan yang kaya, tidak mendapatkan raskin. Apakah menurut Ibu, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Menurut saya semuanya yang menerima raskin memang dari keluarga yang tidak mampu. Mereka itu memang mempunyai penghasilan yang tidak tetap. Sehingga dapat dikatakan sudah tepat sasaran. Menurut Ibu, untuk meningkatkan ketepatan sasaran penerima raskin, bagaimana sebaiknya mekanisme pendistribusian raskin di lapangan? RT harus dilibatkan karena rt yang lebih tahu terkait dengan kondisi warga masyarakatnya di lapangan. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Saya rasa bisa saja akan tetapi dengan cara di gilir. Tetapi cukup sulit. Karena jumlah pagunya tidak mencukupi antara yang terdaftar dengan yang belum terdaftar. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Terkait dengan pendistribusian sepertinya tidak ada. Tetapi terkait dengan setoran yaitu ada misalnya satu atau dua RT yang selalu terlambat menyetorkan uang raskin maka ikut mempengaruhi yang lainnya.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Program ini sangat membantu sekali walaupun masih ada rumah tangga miskin yang belum mendapatkan raskin.

3. Implikasi kebijakan

pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya, yang adil itu seharusnya yang pra sejahtera harus mendapat lebih banyak dari sejahtera I. Sedangkan di lapangan kami pandang semua dibagi sama rata. Jadi adil seharusnya

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 325: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

tidak seperti itu. Mungkin pra sejahtera mendapat 10 kg, sedangkan yang keluarga Sejahtera I mendapat 5 kg saja. Tapi di lapangan kami melihat selagi masih aman dan tidak ada permasalahan, masyarakatnya masih damai, maka kita serahkan kepada RT. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada, selagi berjalan aman-aman saja berarti rumah tangga miskin bisa menerima kebijakan itu. Menurut Ibu, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Itu menurut saya adil. Jadi adil itu kebutuhan harus terpenuhi. Apalagi di RT itu dengan cara dibagi rata. Makanya yang adil itu lebih baik harga beras diturunkan. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Jadi saya melihat sepertinya kesadaran itu masih kurang dan sikap masyarakat itu sendiri sepertinya sangat mengharapkan yang namanya bantuan dari pemerintah tersebut.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Plaju Ulu

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala

Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Itulah kondisi di lapangan pak. memang sesuai pagu setiap RTS mendapat 15 kg secara teori. Tetapi prakteknya jika kita hanya membagi raskin sesuai dengan daftar maka itu tidak mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesenjangan di masyarakat. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Iya, sudah sesuai. Namun jumlah penerimanya yang kalau bisa ditambah. Kondisi yang ada bahwa data penerima raskin itu masih kurang. Masih banyak yang berhak menerima raskin tetapi belum terdata. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Ya kemungkinan itu bisa saja terjadi namun menurut saya sulit dilaksanakan. Pengalaman selama ini setiap ada bantuan, masyarakat bawah selalu ingin mendapatkannya. Apalagi ini raskin menyangkut kebutuhan pokok. Beras dengan harga murah semua warga ingin mendapatkannya. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah lancar-lancar saja, tidak ada kendala.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Untuk sementara ini pak, warga masyarakat memang sangat mengharapkan betul bantuan raskin ini. Dari segi harga sangat membantu sekali. Kalau kita bandingkan dengan program-program lainnya maka program raskin ini dapat langsung menyentuh di masyarakat.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya begitulah kondisi di

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 326: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

lapangan. Kalau kita berpacu dengan apa yang ada di dolog maka akan muncul pertanyaan mengapa dia dapat mengapa aku tidak. Oleh karena itu maka di bagi rata. Dengan catatan semua warga itu kompak dan setuju jika beras di bagi rata. Iya, saya lihat karena program ini sudah lama pak. dari dulu memang untuk teknis di lapangan seperti itu makanya tidak mungkin kita kekang. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada yang di rugikan karena ini sudah hasil kesepkatan antara RT dengan warganya. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Adil adalah yang semua masyarakat miskin bisa mendapatkan bantuan. kalau ada yang dapat dan ada yang tidak padahal mereka semuanya miskin maka itu tidak adil dan akan menimbulkan kecemburuan sosial. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Ada yang sudah mulai sadar, tetapi masih ada juga warga yang menuntut ingin mendapatkannya.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Talang Bubuk

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala

Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Kondisi ini dilakukan karena jumlah yang miskin lebih banyak dari yang terdata. Hal ini untuk menghindari gejolak di masyarakat. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Masih ada, warga yang tidak miskin juga masih terdata. Makanya nanti akan diperbaiki data tersebut. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Bisa memungkinkan. Kalau memang pemerintah menggunakn data yang berasal dari pihak kelurahan. Hanya saja ada gejolak di masyarakat makanya di bagi rata. Muncul pula rasa kesetiakawanan kepada mereka yang tidak dapat raskin makanya mereka rela untuk di bagi jatah yang mereka dapatkan. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Ya, hambatannya paling seputar penagihan uang tersebut dari RT, ada saja yang terlambat. Kalau untuk pendistribusian saya rasa tidak ada masalah itu.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Kalau menurut kami program ini cukup membantu bagi rumah tangga miskin. Situasi sekarang ini untuk raskin ini harga beras di pasaran sudah Rp. 7.000 an. Kalau di RT Rp. 2.500,- maka selisihnya sudah Rp. 5.000,- makanya sudah cukup membantu program raskin iniBantuan yang diberikan itu ya kalau merubah dari yang miskin menjadi tidak miskin lagi saya rasa belum ada yang seperti itu. Ya, paling-paling sifatnya sementara saja, untuk membantu sementara saja.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 327: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya hal seperti itu wajar-wajar saja. karena itu jangan sampai terjadi kesenjangan antara warga yang satu dengan yang lain. Ya, sudah cukup adil. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Kalau dikatakan kerugian itu mungkin saja ada, tetapi ini sudah menjadi musyawarah mufakat antar warga, sehingga ini tidak menjadi terlalu berpengaruhlah. Ya, warga yang mungkin karena egonya, karena barangnya di kurangi. Karena ia merasa haknya di kurangi maka ia merasa dirugikan. Namun karena kita telah memberikan pengertian maka mudah-mudahan yang bersangkutan bisa memahami keadaan seperti itu. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya Adil itu jika bantuan yang diberikan oleh pemerintah, apapun bentuknya misalnya raskin, BLSM, dapat dinikmati oleh semua Rumah Tangga Miskin yang ada di wilayah tersebut. itulah sulitnya raskin ini karena jumlah pagunya sedikit sedangkan rumah tangga miskin yang ingin mendapatkannya sangat banyak. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya kira belum ada yang seperti itu. Jika mereka menolak di beri bantuan karena merasa sudah tidak layak lagi. Sampai saat ini saya rasa belum ada malahan dia justru ingin meminta lebih. Sehingga boleh dikatakan kesadaran masyarakat masih rendah.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Lurah Talang Putri

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Ketepatan sasaran- Hambatan dan Kendala

Bagaimana tanggapan Bapak terhadap adanya kebijakan pendistribusian raskin dengan cara di bagi rata yang terjadi di tingkat lokal (RT)? apa yang melatar belakanginya? Itu adalah untuk mengatasi gejolak di tingkat rt. misalnya di rt tersebut ada 50 KK miskin. Sedangkan jatah yang diterima dari pemerintah hanya ada 15 KK maka ketua rt mengambil kebijakan dengan cara di bagi rata mungkin ada yang mendapat 3 kg, 4 kg atau 5 kg. Apakah menurut Bapak, data penerima bantuan raskin yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya telah sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan? Kemungkinan besar, iya. Di bandingkan dengan kelurahan lain menurut saya kelurahan talang putri lebih tepat sasaran. Apakah ada kemungkinan raskin di bagi berdasarkan penerima manfaat saja? Ya, kalau memang pada porsinya semua warga miskin yang ada semua mendapatkan nya maka bagus itu. Tapi kalau hanya sebagian saja yang mendapatkannya maka akan menimbulkan kesenjangan. Ada yang dapat ada yang tidak. Hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program raskin? distribusinya? Sepertinya tidak ada. Tetapi terkait dengan gejolak yang harus kita tanggulangi di masyarakat. Biasanya dia mendapat raskin, tetapi sekarang dia tidak mendapat raskin. Selain itu dengan adanya pendataan baru, biasanya yang mendapatkan raskin menjadi

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 328: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

berkurang. hal-hal ini yang harus dapat di hadapi.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Apakah menurut Bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin? Dalam hal ini menurut saya, yang mereka terima itu tidak seberapa. Bantuan yang diberikan hanya mampu bertahan dalam 3 hari saja. Oleh karena itu bantuan tersebut tidak mempunyai pengaruh apa-apa. Bantuan yang di berikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu bulan dan hanya bertahan beberapa hari saja dan karena bantuan yang diterima oleh warga itu jumlahnya sedikit-sedikit maka saya melihat program iin kurang efektif untuk meningkatkan perekonomian keluarga.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya ini tidak adil jika mereka yang memang terdaftar harus membagi jatah mereka tersebut. Namun ketua rt sepertinya tidak ada pilihan lain. Pemerintah menuntut setiap tahunnya ada penurunan. Jika tidak berkurang maka berarti program ini di nilai tidak berhasil. Apakah menurut pendapat Bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Iya, mereka yang jatahnya sudah berkurang mungkin merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Raskin harus di bagi sesuai dengan daftar yang ada. Misalnya di rt itu terdata ada 50 kk maka yang mendapatkan raskin hanya 50 kk ini saja. tidak boleh di bagikan kepada yang tidak terdata. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Menurut pengamatan kami di lapangan, bahwa pada umumnya masyarakat itu selalu ingin mendapatkan jika ada bantuan dari pemerintah. Kami juga sudah sosialisasikan kepada mereka bahwa bantuan tersebut adalah untuk mereka yang tidak mampu.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 329: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Lampiran 11Tabel. Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Para Ketua RT di Kecamatan Plaju)

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT16 Plaju Ilir

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Dengan cara di bagi rata pak yaitu beras yang 15 kg itu dibagi tiga sehingga menjadi 5 kg per KK. Sehingga yang awalnya tadi hanya 17 KK yang menerima raskin setelah dibagi rata menjadi 47 KK yang menerima raskin. Yang ada namanya di dalam daftar itu diberikan 5 kg, sedangkan yang tidak terdaftar diberikan 3 kg dan 4 kg. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Itu melalui musyawarah mufakat dengan warga yaitu mereka yang terdaftar (17 orang) itu di ajak rapat dan mereka mau membagi beras tersebut kemudian dimusyawarahkan sehingga diperoleh kesepakatan mengenai harga dan jumlah tersebut. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Ya, untuk menghindari keributan di masyarakat pak. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusianya? Dalam hal pengumpulan dana untuk membayar raskin. Kalau mau menghimpun dana dari warga terlebih dahulu itu agak sulit pak, sehingga saya talangi terlebih dahulu. apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Cukup sulit pak. Menurut saya, kemungkinan yang tidak dapat raskin itu akan ribut pak karena yang tidak mendapat raskin tersebut ada yang lebih miskin dari mereka yang mendapat raskin.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau yang di bagi itu menurut data, maka program ini dapat bermanfaat. Tetapi karena yang mendapatkan raskin ini sedikit-sedikit karena di bagi maka kurang bermanfaat di masyarakat. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Menurut saya tidak terjadi pak. justru masyarakat selalu mengharapkan untuk di bantu.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya, kalau di lapangan ini pak, ya bagaimana kita mengaturnya. Kalau tidak begitu maka akan muncul keributan pak. Kalau mau menurut berdasarkan yang mendapat raskin tadi pak, jelas ini tidak adil pak. Karena seharusnya raskin diberikan hanya kepada mereka yang ada di dalam daftar saja. Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan maka beras di bagi rata. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada pak. karena ini hasil kesepakatan bersama. Bagaimana pemahaman bapak mengenai pendistribusian yang adil itu? Adil itu jika bantuan diberikan memang kepada mereka yang miskin-miskin, bukan kepada mereka yang sudah kaya.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 330: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau warga di sini pak yang namanya bantuan selalu meminta jatah. Walaupun dia pensiunan pertamina misalnya masih juga ingin minta jatah.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT 21 Plaju Ilir

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Dengan cara di bagi rata. Dari 29 KK yang terdaftar tadi dibagi lagi menjadi 65 KK. Ya rata-rata ada yang menerima 7 kg ada yang 5 kg. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Ya dengan cara musyawarah. Warga saya kumpulkan terlebih dahulu, ketika data sudah keluar dan dari 60 KK yang saya ajukan ternyata hanya ada 29 KK maka saya beritahukan kepada warga bahwa tahun ini kita mendapatkan raskin sebanyak 29 KK. Tetapi nama-nama yang penerima raskin itu tetap saya rahasiakan karena jika warga yang ada di daftar mengetahuinya maka ditakutkan nantinya warga tersebut tidak mau berbagi. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Untuk menghindari kecemburuan sosial di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Terkait dengan penagihan atau penghimpunan dana masyarakat. Terhambat karena pada saat di tagih warga masyarakat tidak mempunyai uang. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Bisa saja, tapi kendala dilapangan kadang orang yang tidak menerima raskin tersebut kondisinya lebih miskin dari pada yang menerima raskin. Jika semua yang menerima itu memang warga yang paling miskin semua, maka yang lainnya tidak akan komplain dan bisa menerima

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Jadi bagi warga masyarakat yang miskin, bantuan seperti raskin ini memang sangat bermanfaat. Bantuan ini memang ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Jadi warga yang sangat membutuhkan itu merasa sangat terbantu. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Sepertinya tidak begitu berpengaruh pada masyarakat saya pak. buktinya warga saya masih seperti itu saja dari dulu hingga sekarang. Belum ada yang berubah kondisi ekonomi mereka.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sudah cukup adil karena memang warga yang miskin itu banyak di wilayah saya sedangkan jumlah raskin sangat terbatas. Kalau tidak di bagi rata maka warga akan protes kepada saya. Daripada ribut makanya lebih baik di bagi rata saya. Seluruh warga saya hampir semuanya miskin hanya ada 3-

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 331: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

4 KK yang tidak termasuk miskin. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Sebenarnya kalau mereka yang ada di dalam daftar tadi tahu, maka mungkin mereka merasa dirugikan. Oleh karena itu kebijakan dari kita maka kita rahasiakan. Jadi tidak ada protes. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya adil itu ya harus tepat sasaran, bukan diberikan kepada yang tidak berhak. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Nah, kalau warga masyarakat khususnya di RT kami ini memang tergolong menengah ke bawah. Jadi apapun bentuk bantuan dari pemerintah maka sangat diharapkan. Ya itu ada, warga yang sudah mampu tidak lagi menuntut. Tapi ya namanya manusia kadang muncul rasa kepingin. Ingin juga mencicipi bagaimana rasanya beras raskin itu.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT33 Plaju Ilir

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Ya, untuk menutupi bagi mereka yang tidak mendapat raskin maka kami bagi rata. Selain itu ini juga untuk menghindari kesenjangan sosial di masyarakat maka kami bagi menjadi 82 KK. Sehingga tiap rumah tangga miskin mendapat jatah 5 kg. Semua warga mendapat 5 kg semua pukul rata tidak ada beda satu dengan lainnya. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Oh itu berdasarkan atas inisiatif warga. Kami selaku rt berusaha mengikuti apa aspirasi warga selagi tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. Kami melakukan secara musyawarah melalui arisan. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Menghilangkan kesenjangan sosial di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Sejauh ini rasanya tidak ada pak. Semua berjalan lancar saja. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena akan banyak komplain dari masyarakat.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau menurut kami, bahwa program ini cukup membantu warga yang menengah ke bawah dan juga untuk mengatasi kenaikan harga-harga sembako. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Ada juga tetapi sepertinya hasil usaha mereka sendiri karena mendapat warisan dari orang tuanya. Bukan karena mendapat berbagai bantuan dari pemerintah.

3. Implikasi kebijakan Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 332: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

pendistribusin terhadap keadilan distributif

pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut hemat saya, masyarakat menilai cara seperti itu sudah cukup baik, transparan, adil dan bijaksana. Jadi tidak ada istilahnya pandang bulu, tidak pilih kasih. Tidak ada kesenjangan sosial. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Karena tidak ada komplain dan tuntutan dari warga maka saya berpendapat tidak ada yang dirugikan dan tidak ada yang merasa di anak tirikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Bantuan harus diberikan secara mereka yang memang membutuhkan makanya harus tepat sasaran Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Sejauh ini kami melihat bahwa di masyarakat kami itu masih mau menerima bantuan dari pemerintah dan belum ada yang menolak. Mereka masih tetap mengharapkan bantuan dari pemerintah. Akan tetapi mereka ini saya nilai memang wajar dan layak mendapatkan bantuan.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT38 Plaju Ilir

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Kalau di wilayah kami ini, yang ada di data hanya 17, maka agar tidak muncul kecemburuan sosial di masyarakat maka raskin tersebut dibagi rata. Tidak lagi membedakan apakah dia kaya atau miskin maka dibagi rata semua dengan mendapatkan tiga seperempat kg. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? semua melalui musyawarah dengan warga. Kami ajak ibu-ibu rapat dan kami tanyakan kepada ibu-ibu bagaimana kita mendapat raskin dengan jumlah seperti ini, apakah di bagi rata atau dibagikan sesuai dengan daftar. Hasil kesepakatan menyetujui bahwa dengan cara di bagi rata. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? untuk menghindari kesenjangan sosial di masyarakat, agar tidak muncul kecemburuan sosial di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Sepertinya lancar-lancar saja tidak ada kendala. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Saya rasa sulit pak. dari dahulu memang seperti ini dengan cara dibagi rata agar masyarakat tidak banyak yang ribut.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut saya program ini sudah cukup membantu masyarakat. Hanya saja jumlah bantuan yang diterima warga sangat sedikit sehingga tidak berdamak apa-apa. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Tidak terjadi pak. tidak berpengaruh apa-apa. Makanya di hilangkan saja, tidak usah di bantu. Biar mereka berusaha sendiri.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 333: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Jujur saya katakan yang mendapat bantuan itu ya orang itu-itu saja. katanya ada pendataan tapi tetap saja mereka itu saja yang mendapat bantuan.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut kami selaku rt, cara seperti ini sudah cukup adil. Karena saya tidak memilih-milih tapi kami menawarkan sesuai dengan kesepakatan, siapa yang mau beras tersebut maka mereka silahkan ambil. Saya membagi raskin semua mendapatkan dengan jumlah yang sama. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak karena tidak pernah ada keributan di masyarakat. biasanya kalau memang merasa dirugikan maka aka nada yang protes atau ribut. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut kami bahwa yang dimaksud dengan adil itu adalah bahwa harus tepat sasaran. Diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau di masyarakat saya ini, saya melihat bahwa dengan adanya berbagai bantuan dari pemerintah maka mereka tidak berpikir untuk lebih maju, tetapi mereka justru berpikir mengapa saya tidak mendapatkan bantuan tersebut. Selama kami jadi RT ini, belum pernah kami mendengar jika mendapatkan bantuan maka mereka akan menolak.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT3 Plaju Ulu

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Ya, dengan cara dibagi rata pak dengan warga lainnya yang tidak terdaftar. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Saya mengajak warga saya yang menerima raskin 17 KK tersebut untuk bermusyawarah. Saya mempunyai inisiatif bahwa bagaimana jika yang 17 karung ini di bagi dengan saudara-saudara kita yang lain yang juga miskin. Alhamdulillah mereka semuanya setuju dengan rincian mereka yang 17 KK tadi mendapatkan raskin sebanyak 6 kg sedangkan yang tidak terdaftar tetapi juga miskin mendapatkan 3 kg. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? untuk menghilangkan kecemburuan sosial di masyarakat makanya beras itu di bagi rata kepada warga yang tidak terdaftar. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah kalau hambatan tidak ada pak. berjalan lancar-lancar saja. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Saya rasa tidak mungkin pak. karena itu tadi akan muncul kecemburuan sosial di masyarakat. warga miskin yang lain juga akan protes kepada saya selaku ketua RT.

2. Dampak kebijakan Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 334: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Program ini juga sangat membantu bagi mereka-mereka yang membutuhkan. Walaupun memang tidak mencukupi tetapi minimal dapat membantu mereka yang memiliki penghasilan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Menurut saya, bantuan yang diberikan hanya bersifat sementara, tidak berdampak pada perubahan seperti itu pak.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sudah cukup adil di masyarakat karena ini merupakan hasil musyawarh bersama dengan warga. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Alhamdulillah semuanya setuju dan kami buat dalam bentuk surat kesepakatan yang di tanda tangani oleh warga tersebut dan kami kira tidak ada lagi yang merasa dirugikan terkait keputusan ini. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Ya adil itu semua yang miskin mendapat jatah semua. kalau ada yang tidak dapat berarti tidak adil. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Alhamdulillah kesadarannya sudah cukup baik. Tidak ada warga yang sudah tergolong mampu tetapi masih menuntut untuk mendapatkan bantuan.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT29 Plaju Ulu

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Saya membagi raskin ini dengan cara di bagi rata. Sehingga yang mendapat raskin tidak hanya 29 RTS. Yang memang terdata di dalam daftar maka mendapatkan jatah sebanyak 10 kg. Sedangkan yang tidak terdata tetapi dia memang warga miskin maka memperoleh raskin sebanyak 4 kg. Dari pembagian tersebut maka yang menerima raskin bertambah menjadi 14 KK sehingga total ada 43 KK yang menerima raskin Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Iya, itu berdasarkan keinginan warga, sehingga saya melakukan musyawarah dengan warga yang mendapatkan raskin tersebut. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Pembagian seperti ini saya lakukan untuk menghilangkan kecemburuan sosial di masyarakat. mengapa saya tidak mendapat raskin sedangkan tetangga saya mendapatkan raskin. Padahal kami sama-sama miskin. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Hambatan tidak ada pak, Alhamdulillah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 335: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

lancar-lancar saja. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya kemungkinan di masyarakatnya akan ribut. Kalau raskin hanya dibagikan kepada 29 KK tadi maka banyak warga yang ribut dan Ketua RT yang akan di salahkan.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut saya dengan adanya bantuan raskin ini sudah cukup membantu warga saya. Misalnya dengan adanya raskin, maka mereka tidak membeli lagi beras untuk jangka waktu seminggu. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Rasanya sama saja tidak terjadi perubahan seperti itu.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Alhamdulillah menurut masyarakat saya juga bahwa ini sudah cukup adil. Masyarakat menerima pembagian seperti itu. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Alhamdulillah mereka yang memang terdata di dalam penerima raskin tidak merasa dirugikan karena kita sudah ajak bermusyawarah bersama dan tidak ada yang berkeberatan. Mereka tidak berkeberatan dan mereka ikhlas membagi jatah yang mereka dapatkan itu untuk orang lain. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Pendistribusiannya harus tepat sasaran. Diberikan kepada mereka yang memang membutuhkan. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kesadaran itu belum terlalu muncul. Menurut saya yang namanya bantuan dari pemerintah itu selalu mendapat tuntutan dari masyarakat baik itu raskin, BLT atau BLSM. Masyarakat selalu menuntut untuk mendapatkannya yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Tapi kalau untuk di masyarakat saya ini Alhamdulillah kalau mereka merasa sudah mampu maka mereka tidak akan menuntut terhadap bantuan tersebut. namun kalau memang mereka merasa memang warga miskin dan tidak mendapatkan bantuan maka mereka akan menuntut

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT34 Plaju Ulu

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Iya, di bagi rata tetapi bukan kehendak dari pak rt melainkan kehendak masyarakat dan hasil kesepakatan seluruh warga. Kalau sesuai dengan ketentuan 1 rumah tangga miskin mendapat 15 kg. Akan tetapi setelah di bagi rata maka mereka semua mendapatkan 4 kg per rumah tangga miskin. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Warga saya ini

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 336: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

- Hambatan dan kendala kebanyakan pekerjaannya buruh bangunan. Oleh karena itu saya kumpulkan warga yang miskin tadi kemudian saya ajak juga beberapa warga yang tidak terdaftar itu untuk melakukan rapat dan mereka sepakat agar di bagi rata. Artinya ini bukan kehendak pak rt tetapi memang permintaan dari warga. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Hal ini dilakukan untuk pemerataan kepada masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Sepertinya tidak ada. Hanya saja kadang pihak kelurahan sifatnya menunggu dan tidak mau jemput bola dalam hal menangih uang setoran ke rt-rt. Akibatnya penyetoran raskin menjadi terlambat. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Ya itu tadi raskin di bagi rata itu merupakan hasil kesepakatan dari warga. Ini merupakan permintaan warga. Makanya saya berpendapat tidak mungkin raskin itu hanya di bagi berdasarkan data saja. Saya pikir kalau hanya di tujukan kepada RTS saja maka akan terjadi gejolak di masyarakat. Masyarakat jelas bergejolak.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Sebenarnya sudah bagus program ini. Cukup bermanfaat di masyarakat karena harganya murah. Karena setelah kami pantau di masyarakat bahwa masyarakat itu selalu menginginkan harga yang murah. hanya saja setelah di bagi rata bantuan menjadi kecil. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Tidak ada itu pak. menurut pengamatan saya, warga saya di sini yang sama saja seperti itu saja tidak ada peningkatan atau perubahan status.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sudah cukup adil. Sekitar 95 % dapat dikatakan adil. Namun kalau mau 100% saya rasa tidak mungkin. Alasannya ya karena ini merupakan hasil pemerataan tadi, karena tuntutan dari mereka tadi. Kalau kita berdasarkan pada pemerintah yaitu berdasarkan RTS tadi maka mereka banyak yang menuntut dan mereka mengatakan bahwa pak rt ini tidak adil. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak. karena itu merupakan hasil kesepatakan warga. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya, ya adil maka harus diberikan kepada mereka yang memang layak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Menurut pengamatan saya bahwa masyarakat ini pada “pingsan” artinya banyak yang belum sadar pak. masih mengharapkan bantuan terus. Warga masyarakat ini maunya yang serba gratis dan murah.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 337: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT4 Bagus Kuning

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Iya, di bagi rata pak, semua mendapat 5 kg. saya pukul rata pak. kalau dibedakan nantinya takutnya muncul kecemburuan sosial di masyarakat. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Kebijakan yang saya ambil hanya berdasarkan hasil pemikiran saya sendiri dan tidak melibatkan masyarakat secara bermusyawarah. Kalau saya mengajak masyarakat untuk bermusyawarah maka akan muncul banyak pertanyaan nantinya. Bukan karena saya ingin menunjukkan “power” saya. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Untuk menghindari terjadinya keributan di masyarakat, menghilangkan kecemburuan sosial. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Tidak ada pak. semua berjalan lancar. Apa ada kemungkinan raskin tidak di bagikan secara merata? Saya rasa tidak mungkin ya, karena di suatu wilayah dengan kondisi yang sama, satu mendapat raskin dan satu tidak mendapat raski, maka bagaimana perasaan bagi yang tidak dapat tadi. Kita orang timur ini khan lebih mengedepankan perasaaan.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut saya banyak yang tertolong dengan raskin ini. Ya harga beras di pasaran sudah mencapai Rp. 7.500,-. Walaupun kualitas berasnya masih jauh. Di tambah lagi timbangannya kadang kurang. Walupun begitu beras raskin ini sudah memberikan manfaat kepada masyarakat. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Selama saya menjadi rt, sepertinya tidak terjadi perubahan status tersebut di warga saya.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Oh jelas, adil ini. Alasannya karena warga saya dapat semua. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada yang dirugikan. Semua warga saya senang dan tidak ada yang protes. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya yang adil itu yaitu kita memberikan sesuai dengan haknya, berapa haknya diberikan saja, jangan kita kurangi. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau kita budaya timur ini, kalau dia tidak dapat bantuan maka dia menuntut, tapi kalau dia mendapat bantuan maka

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 338: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

dia akan ngedem (diam). Walaupun dia ada juga, dia katakan tidak ada. Di wilayah RT saya tidak ada yang menolak pak, yang pensiunan saja masih bertanya kapan uang BLSM bisa dicairkan lagi. Justru malahan minta jatah raskin.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT15 Bagus Kuning

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Kami bagi kepada rumah tangga lainnya yang tidak terdaftar. Namun dalam pembagiannya tidak semuanya sama misalnya 10 kg, tetapi ada yang 10 kg, ada yang 8 kg, ada yang 5 kg menurut tingkat kemiskinannya. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Itu melalui proses musyawarah. Di dalam musyawarah itu, sudah kami sampaikan bahwa sesuai daftar yang menerima raskin ini adalah ini. Apakah yang menerima raskin ini kita berikan secara utuh? Mereka tidak menerimanya. Setiap ada program pemerintah di rt kami selalu diadakan musyawarah. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Untuk menghindari terjadi protes mengapa saya tidak mendapat raskin dan muncul kecemburuan diantara mereka. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Ketua RT ini khan tidak semuanya pegawai, ada yang pekerjaannya serabutan. Jadi untuk menutupi uang sejumlah itu maka mereka harus meminjam dulu atau berhutang dahulu. oleh sebab itu ini menjadi hambatan dan jadwal beras datang menjadi tidak tepat waktu menunggu semua rt menyetor dulu. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Karena kita melihatnya masih ada rumah tangga yang menerima raskin itu tidak tepat sasaran maka mau tidak mau kita harus melaksanakan musyawarah yang sifatnya mendekati keadilan. Makanya menurut saya sulit kalau tidak di bagi rata.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau untuk di daerah kami ini, dengan adanya berbagai program penanggulangan kemiskinan ini sangat sangat bermanfaat misalnya program raskin ini. Karena di daerah kami ini, pekerjaan mereka itu tidak menentu, ada yang buruh harian, ada yang beca, kadang kerja kadang tidak. Oleh karena itu sangat bermanfaat sekali. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Saya melihat ada fenomena seperti itu. Ada yang dahulunya miskin namun sekarang status ekonominya sudah menengah. Namun ada juga yang dahulunya berada sekarang justru menjadi miskin. Tapi itu dari usaha mereka sendiri. Bukan dari pengaruh bantuan dari pemerintah. bantuan itu dampaknya itu hanya spontan. Hanya sesaat di masyarakat. Lain halnya misalnya bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu dalam bentuk modal.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 339: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

3. Implikasi kebijakan

pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya dan juga rasanya di masyarakat di rt 15 tidak ada keluhan dan juga ini kita melihat berdasarkan tingkat kemiskinannya dan berdasarkan musyawarah kita menentukan bahwa orang seperti ini mendapatkan seperti ini dan seterusnya. Iya, menurut saya sudah cukup adil. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Rasanya tidak ada yang dirugikan. karena kita juga sudah memberikan keringanan keringan ke masyarakat. Belum ada uang boleh ambil raskin. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya yang adil itu yang mengenai sasaran yang tepat. Mereka yang betul-betul berhak yang menerima bantuan, itu adil. Nah, sekarang ini khan yang menentukan berhak atau tidak berhak khan pak rt di lapangan. Kalau pak rt mau jujur menilai. Tetapi selagi pak rtnya tidak jujur mungkin keluarganya yang diberi nya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Sebagian kecil sudah ada yang menyadari bahwa kalau memang bukan haknya maka tidak masalah jika mereka tidak mendapatkannya. Di rt 15 ini juga ada orang-orang tertentu yang tidak mau menerima raskin walaupun dalam hasil rapat mereka juga mendapat raskin.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT27 Bagus Kuning

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Semua kita bagi pak. Semua mendapatkan raskin dari 65 kk yang ada di wilayah kami termasuk yang mampu tadi. Karena tidak ada warga yang mengaku mampu pak terkait dengan adanya bantuan raskin ini. Sehingga semua kami bagi rata tanpa melihat kondisi mereka, semua mendapat dalam jumlah yang sama Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? langsung, warga sering kumpul di rumah saya dan pada saat itu saya bicarakan kepada mereka dan warga juga tidak ada yang komplain. Kami juga tidak berani untuk mengubah kebijakan yang sudah ada dari ketua RT sebelumnya. Memang kami utamakan sifat gotong royong. Jadi ini merupakan kebijakan rt yang lama dan kami hanya meneruskan saja. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak terjadi kesenjangan dan protes dari masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Terkait kendala mungkin suatu saat nanti akan ditemui kendala dalam pendanaan. Karena sistemnya di rt ini adalah men-talangi dulu. Saya sebagai rt tidak mau mengambil uang di masyarakat terlebih dahulu sebelum beras datang. apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Kita bisa kena demo terus oleh

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 340: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

warga pak, seperti pembagian BLSM kemarin, kalau kita tidak pintar-pintar di lapangan maka kita akan pusing di buatnya.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Program ini hanya sekedar membantu sedikit saja pak. Tapi kalau untuk menanggulangi kemiskinan sepertinya tidak. Yang tadinya untuk membeli beras harganya rp. 8.000,- dengan adanya raskin maka dapat membeli dengan harga yang lebih murah. menurut saya hanya sebatas itu saja. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Bantuan yang diberikan hanya sifatnya sementara, hanya membantu untuk beberapa hari saja. setelah itu warga mengalami kesulitan lagi. Jadi sulit rasanya untuk memperbaiki kondisi ekonomi warga miskin itu.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau dikatakan adil menurut saya tidak. Karena tidak adil bagi orang-orang yang sudah ada di dalam daftar. Kalau mereka tahu. Ini hanya sebatas profesionalisme di lapangan saja. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Mungkin bagi mereka yang terdaftar itu merasa dirugikan karena jatahnya telah berkurang. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya adil itu ya diberikan kepada menang yang berhak menerimanya. Sedangkan yang tidak adil adalah orang yang tidak seharusnya mendapatkannya tetapi dia menuntut. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Belum ada kesadaran warga, Karena tidak ada warga yang mengaku mampu pak terkait dengan adanya bantuan raskin ini. Tidak ada yang menolak terhadap bantuan raskin yang diberikan. Misalnya mengembalikan karena merasa mampu, hal tersebut tidak ada sampai saat ini.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT05 Talang Bubuk

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Kami mendapat jatah raskin ada 38 KK, namun pada kenyataannya beras tersebut kami bagi menjadi 114 KK. Jadi dibagi rata semuanya. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Sudah kita musyawarahkan dengan warga. Warga setuju yang penting aman pak dan adil. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Kalau tidak kita bagi rata maka akan ribut karena yang lain merasa sama saja, sama-sama pekerja bangunan, mengapa dia dapat saya tidak dapat. Untuk meredam masyarakat. Sehingga satu karung di bagi tiga. Apa hambatan dan kendala yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 341: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Sepertinya tidak ada kendala. Untuk dana tidak ada masalah karena kami talangi dahulu. namun kadang kami juga mengalami kesulitan dalam menghimpun dana masyarakat karena di saat di tagih masyarakat belum memiliki uang. Tapi kami kadang membolehkan mereka mengambil raskin terlebih dahulu dan bayarnya setelah mereka ada uang. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Akan muncul protes dari warga yang juga merasa layak, mengapa mereka tidak mendapatkan raskin. Padahal mereka juga merasa orang miskin.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau di masyarakat memang itu dampaknya bagus pak, sangat menunjang terutama untuk masyarakat dari golongan yang tidak mampu. Tapi bantuannya nilainya kecil. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Ada, menurut kami perubahan itu sudah ada tetapi jumlahnya tidak banyak. Mungkin hanya beberapa orang saja. itu berdasarkan penilaian kami. Namun jika kita konfirmasikan kepada yang yang bersangkutan mungkin saja mereka tidak berkata demikian karena warga masyarakat tidak mau mengakui adanya penigkatan status ekonomi tersebut. tapi ada usaha dari mereka juga. Bukan semata-mata karena adanya bantuan seperti raskin atau BLT.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sistem dibagi rata itu tidak ada masalah pak. justru itu yang paling adil. Dan aman juga bagi rt. Ya adil dak adil mereka harus menerima karena sudah keputusan bersama. Tetapi yang penting warganya aman dan tidak ada ribut-ribut. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Semua warga setuju pak, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Ya adil itu kalau semuanya dapat yang terkategori layak itu dapat. Menurut kami itu adil karena kami merasa aman dan tidak di demo oleh warga. Iya, jika ada warga yang layak mendapatkannya tetapi dia tidak dapat maka itu tidak adil. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Tidak ada yang menolak pak, jika sudah diberikan bantuan oleh pemerintah walaupun bantuan itu salah sasaran. Belum pernah terjadi pak, malahan justru dia mau meminta kepada pak RT.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 342: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT06 Talang Bubuk

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Warga miskin kami khan banyak jadi berdasarkan data kami bagikan raskin ada sekitar 160 sd 170 KK. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Berdasarkan musyawarah antara RT, pengurus RT dengan masyarakat, terutama warga masyarakat yang namanya ada di dalam daftar yaitu 46 orang yang memiliki jatah. Kami panggil untuk membagi jatah mereka tersebut kepada yang tidak ada jatah. Jadi ini sudah berdasarkan persetujuan dari yang punya jatah. Jadi sudah tidak ada masalah. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? untuk menutupi bagi mereka yang tidak mendapat raskin maka kami bagi rata. Selain itu ini juga untuk menghindari kesenjangan sosial di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah tidak ada, semua berjalan lancar-lancar saja. raskin di bawa dengan angkutan menggunakan gerobak Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya tidak bisa kami laksanakan. Sudah bertahun-tahun pembagiannya seperti itu, tiba-tiba mau kita ubah, maka mungkin saya lepas tangan. Pasti di demo oleh warga yang biasa dapat. tambah repot. Pokoknya susahlah rasanya tidak mungkin.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Kalau menurut kami, bahwa program ini sangat membantu walaupun warga menerimanya sedikit karena dibagi rata. Tapi lumayanlah pak untuk beberapa hari. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Saya rasa belum, termasuk dari BLSM juga ado dampak. Saya melihatnya biasa-biasa saja. yang dapat tidak ada perubahan, yang tidak dapat juga ya biasa-biasa saja. Kalau raskin ini memang membantu tapi dampaknya tidak terlalu nyata.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya ya, bagaimana ya.. menurut saya itulah cara yang paling baik. Kalau kita pilah-pilah malah nanti timbul kecemburuan sosial. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Selama ini belum ada keluhan satupun terkait dengan pembagian ini dan tidak ada yang merasa dirugikan sampai sekarang. Makanya setiap seksi itu kami ajak kerjasama dari ujung ke ujung sehingga kalau ada warga yang mengeluh atau bertanya dapat langsung di jawab. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya adil itu jika Raskin diberikan kepada mereka yang memang berhak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 343: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Kalau terkait dengan kesadaran itu terus terang memang belum ada dari masyarakat. Sampai saat ini belum ada warga yang merasa mampu kemudian mengembalikan jika diberi bantuan. Ya, belum ada yang seperti itu. Malahan justru sebaliknya mereka mengusulkan meminta agar mendapatkan bantuan. Ya kalaupun ada ya seribu satu yang seperti itu.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT14 Talang Bubuk

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Ya, kami bagi lagi pak menjadi 70 KK dimana tiap KK mendapat 4 kg, sehingga bertambah 50 KK. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Ya, kadang muncul usul dari ibu-ibu pada saat arisan RT. Mereka menyampaikan usulan kepada kami. Kemudian berdasarkan kesepakatan maka kami bagi raskin itu secara merata. Tapi kami memang tidak melalui rapat langsung. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Ya, karena sesuai dengan permintaan warga masyarakat. Mereka menginginkan sistem pembagian seperti itu. Selain itu untuk mengurangi kecemburuan di masyarakat dan agar aman masyarakatnya. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah rasanya tidak ada pak, berjalan lancar-lancar saja. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Kalau seperti itu rasanya banyak yang komplain dari masyarakat. Yang biasanya dapat kok menjadi tidak dapat. Agak merepotkan jika di bagikan seperti itu. Kami selaku rt merasa tidak sanggup dan pasti banyak yang menuntut dari masyarakat.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Belum pak. Ya karena warga hanya mendapatkan bantyuan sebesar 4 kg. sangat kecil sekali. Kalau dulu warga mendapatkan bantuan sebesar 10 kg ya lumayan terbantu. Bantuan itu palingan hanya bertahan 2-3 hari saja, apalagi bagi mereka yang anaknya banyak. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Sepertinya tidak ada dampaknya untuk peningkatan status itu pak. karena bantuan ini sifatnya hanya sementara. Sehingga kurang berdampak di keluarga. peningkatan status ekonomi itu ada yang dahulunya mungkin miskin menjadi tidak miskin lagi, tetapi itu bukan karena adanya bantuan tetapi karena usaha mereka sendiri misalnya di bantu anaknya yang sudah bekerja.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya di

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 344: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

masyarakat sudah cukup adil karena mereka merasa tidak ada yang dianak tirikan.tidak ada yang komplain dan bisa menerima dengan ikhlas. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut pandangan saya tidak ada. Karena semua berjalan aman-aman saja. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya, adil itu jika kebutuhan orang-orang yang memang berhak itu bisa terpenuhi. Tidak ada warga miskin yang tidak mendapatkan bantuan. sehingga dapat dikatakn adil di masyarakat. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Saya rasa belum ada kesadaran itu, malahan yang sudah mampu juga masih ingin mendapatkan bantuan raskin. Masyarakat itu maunya ingin di bantu terus oleh pemerintah.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT 08 Plaju Darat

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Itu kami membagi lagi raskin yang kami dapat menjadi 70 KK. Karena sistemnya 3 bulan sekali maka kami mendapat alokasi sebanyak 54 karung. Kemudian per KK kami bagi menjadi 10 kg. Pembagian ini sama semua untuk setiap rumah tangga dan tidak ada perbedaaan. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Saya hanya menyampaikan kepada mereka bahwa ini memang jatah kalian, namun kita ini hidup bermasyarakat. Ada juga orang yang seperti kalian tetapi tidak mendapat raskin. Kemudian mereka mengatakan bahwa terserah pak rt saja mana baiknya. Saya jelaskan kepada mereka bahwa kalau menurut saya lebih baik di bagi rata saja. Saya juga tidak enak jika di anggap warga bahwa saya pilih kasih. Terkait dengan penentuan harga dan jumlah itu tidak melalui rapat dan berdasarkan kebijakan saya sendiri. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Langkah ini saya ambil agar tidak muncul kesan bahwa saya pilih kasih di masyarakat. Selain itu juga untuk menghindari munculnya gosip-gosip dan keributan di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Selama ini tidak ada hambatan pak, berjalan lancar-lancar saja. warga datang ke rumah saya untuk mengambil beras raskin. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Saya rasa akan muncul banyak protes di masyarakat dan sulit untuk menerapkannya.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Bermanfaat pak, sangat membantu walaupun memperoleh dengan jumlah yang sangat sedikit. Tapi warga sangat mengharapkan sekali. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 345: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

miskin menjadi tidak miskin lagi? Tidak ada yang seperti itu. bantuan raskin ini hanya sifatnya sementara dan bantuannya hanya sedikit. Bantuan lainnya juga seperti BLSM itu seperti itu.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Insya Allah kalau menurut saya sudah adil sebab tidak ada keributan, tidak ada saling iri. Semuanya mendapat bagian yang sama. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada pak. Tidak ada yang merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Pendistribusian yang adil itu jika bantuan diberikan kepada mereka semua yang memang berhak menerimanya. Sekarang banyak yang berhak tetapi tidak mendapat raskin. makanya di bagi rata saja. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Ya, ada beberapa orang di rt ini dimana mereka sudah mampu tapi masih meminta jatah raskin. Saya sudah jelaskan kepada mereka bahwa ini adalah untuk orang miskin. Dan akhirnya mereka bisa memahami dan menerima penjelasan saya itu. Artinya kesadaran masyarakat sudah mulai muncul di masyarakat.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT 15 Plaju Darat

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? sesuai dengan permintaan warga maka beras tersebut kami bagi rata. Baik dia miskin ataupun lumayan berada semua mendapatkan raskin. Karena di wilayah kami itu tidak ada yang pegawai tetap. Rata-rata semuanya buruh bangunan. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Iya, saya mengikuti sesuai dengan keinginan warga. Saya bermusyawarah dengan warga. Warga inginnya di bagi rata saja, banyak bagi banyak, sedikit ya sama sedikit. Kalau kita bagi hanya yang 15 KK itu saja maka yang lain akan iri pula nantinya. Kita pula nanti yang disalahkan oleh warga. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak di katakan masyarakat bahwa saya pilih kasih dan agar tidak terjadi keributan di masyarakat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Kendala di lapangan yaitu tidak mencukupi untuk masyarakat. Kami sebulan hanya mendapat 15 karung. Tapi di masyarakat itu di bagi lagi sehingga masing-masing rumah tangga mendapatkan 1 kg lebih. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Akan menimbulkan rasa iri diantara mereka karena ada yang mendapat raskin dan ada yang tidak. Sehingga tidak mungkin rasanya tidak di bagi rata.

2. Dampak kebijakan Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 346: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Ya, kalau kita melihat kondisinya belum pak. karena jumlahnya belum memadai. Masyarakat hanya mendapat 4 kg dalam 3 Bulan. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Belum ada pak, masyarakat hanya mendapat 4 kg dalam 3 Bulan sehingga kalau di rata-rata sebulan hanya mendapat kurang lebih 1,25 kg. bagaimana mau mencukupi kebutuhan hidup. Tapi ya namanya bantuan dari pemerintah, masyarakat menerima saja

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya, sebenarnya adil. Tapi masih juga ada yang merasa kurang namanya juga masyarakat. yang terpenting masyarakat dapat terbagi semua. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak, karena yang ada di dalam data ini sendiri mengatakan bahwa “ ya sudah pak RT, di bagi-bagikan saja, yang penting saya juga punya dulur (saudara) yang penting kita sama adil. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya ya yang adil itu bantuan itu harus diberikan kepda mereka yang memang miskin. Bantuan harus diberikan kepada yang memang berhak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Tidak ada pak. justru mereka minta di bagi rata semua. Mereka mau semua pak. sehingga boleh dikatakan kesadaran itu belum ada.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT 20 Plaju Darat

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Kami membagi rata raskin ini untuk 115 Keluarga, dengan jatah 2 kg per KK. Sedangkan kalau sebelum raskin ini dikurangi maka yang mendapat raskin hanya 35 KK. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Walaupun saya tidak melalui musyawarah tetapi saya sampaikan langsung kepada warga masyarakat melaui takziyah, atau carawisan. Kami ini pada prinsipnya apa-apa yang disampaikan oleh pemerintah misalnya Lurah maupun pihak Kecamatan maka akan kami sampaikan kepada warga masyarakat. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Maka saya laksanakan dengan cara dibagi rata yang penting tidak ribut dan tidak muncul perasaan pilih kasih di masyarakat. “kok dia dapat saya tidak padahal kondisinya sama saja”. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin?

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 347: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

distribusinya? Itu biasanya tersendat masalah penghimpunan dana di masyarakat. di saat kita menangih mereka belum memiliki uang. Makanya kami modalin sendiri terlebih dahulu. susah pak, menjadi RT kalau tidak ada modal sendiri. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya akan menimbulkan keributan di masyarakat dan banyak yang melapor ke pak rt, tidak mungkin diterapkan di masyarakat.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut kami sudah membantu, merupakan bentuk pertolongan di saat warga masyarakat susah kemudian di beri bantuan maka betapa senangnya mereka. yang biasanya membeli beras agak mahal menjadi lebih murah. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Kita harus berusaha sendiri bagaimana bisa menjadi lebih sejahtera. Kalau kita lihat dari raskin sendiri ya hanya sifatnya membantu hanya sementara. Akan tetapi lumayan di saat mereka kesulitan untuk makan tiba-tiba ada bantuan beras dari pemerintah. kalau hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah tidak mungkin pak.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? mau dikatakan adil ya kenyataannya bagaimana dan dikatakan tidak adil namun sekarang sudah dijalankan seperti itu. Tapi bagi saya sudah cukup adillah di masyarakat namun masih kurang. Maksudnya kalau bisa ya jumlahnya di tambah sehingga masyarakat bisa mendapatkan raskin lebih banyak. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada yang dirugikan pak, semua menerimnya. Kalau tidak di bagi rata maka akan ribut dan menuntut kepada ketua RT nya. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Adil itu berarti tidak pilih kasih dan membagikan bantuan itu kepada mereka yang memang layak menerimanya. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) kalau raskin belum pak kesadaran pak. justru yang belum dapat itu masih meminta dan bertanya kapan mereka mendapat raskin juga. Menurut pandangan saya ada beberapa warga yang sebetulnya tidak layak menerima raskin tetapi mereka masih meminta jatah, makanya masih saya beri.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT13 Talang Putri

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Dengan cara di bagi rata kepada warga yang lain yang belum terdaftar. Oleh karena itu kita

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 348: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

bicarakan lagi dengan 36 orang yang memang terdaftar bagaimana caranya agar bisa dapet semua. Akhirnya sepakat dapetnya 4 kg semua. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Oh itu kita meneruskan saja ketua RT yang lama, kita hanya mendapat limpahan dari rt yang lama karena rt yang lama mengundurkan diri. Tapi karena kemarin banyak warga yang komplain maka bagaimana caranya agar warga ini rata dapetnya raskinnya. Oleh karena itu kita bicarakan lagi dengan 36 orang yang memang terdaftar bagaimana caranya agar bisa dapet semua. Akhirnya sepakat dapetnya 4 kg semua. Oh tidak, tidak mengumpulkan semua warga nanti takutnya malah tambah sulit. Oleh karena itu saya mendatangi warga secara langsung kepada mereka yang nama-namanya ada di dalam daftar penerima manfaat. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak terjadi keributan di masyarakat dan menghindari komplain dari masyarakat miskin yang tidak mendapat raskin. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Alhamdulillah berjalan lancar saja. hanya saja masalah penagihan uang ke masyarakat yang kadang sulit. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Menurut saya pasti banyak warga masyarakat yang komplain karena masih banyak warga miskin yang memang berada di bawah rata-rata tidak mendapatkan raskin ini. Jadi dalam hal ini rasanya tidak mungkin apabila raskin hanya diberikan kepada mereka yang terdaftar saja.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Menurut saya ada pengaruhnya di masyarakat yang pertama yaitu membantu perekonomian masyrakat, yang kedua harga beras sekarang khan sudah naik, maka lebih enak membeli raskin, makanya sangat bermanfaat bagi warga yang tidak mampu. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Kalau dari bantuan itu rasanya tidak ada ya. Kecuali dari usaha mereka sendiri. Karena bantuan dari pemerintah itu sifatnya hanya sesaaat. Sedangkan dari usaha mereka sendiri mereka biasanya bisa maju.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya hingga saat ini tidak ada yang komplain di masyarakat berarti menurut saya sudah adil di masyarakat. Karena mereka yang tidak terdaftar juga dapat ikut merasakan. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Kalau selama ini tidak ada yang mengeluh baik itu dari mereka yang terdaftar. Saya juga tidak pernah mendengar adanya laporan dari warga kepada saya. Tapi saya tidak tahu kalau mungkin ada yang bicara di belakang saya. Oleh karena itu menurut saya tidak ada pihak-pihak yang

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 349: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

merasa di rugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Menurut saya yang adil itu ya pendataannya harus akurat dalam artian memang mereka mereka yang berhak yaitu tepat sasaran. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Sepertinya ada yang sudah sadar, tapi ada juga yang belum sadar. Contohnya di wilayah saya ini ada yang menolak menerima raskin dengan alasan karena dia merasa sudah mampu walaupun pekerjaanya seorang buruh. Tetapi dia mengatakan bahwa anak-anaknya bisa membantu dia. tetapi ada juga yang memang sudah mampu tetapi masih meminta jatah raskinnya kepada saya.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ketua RT25 Talang Putri

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana cara pendistribusian raskin yang Bapak terapkan di lapangan? Mengenai dengan sistem pembagiannya di wilayah rt saya ini adalah dengan cara di bagi rata yang merupakan hasil kesepakatan dengan warga. Ketentuannya yaitu mereka yang memang terdata mendapatkan bantuan secara rutin 5 kg per bulan. Sedangkan yang tidak terdata itu mendapatkan bantuan 5 kg per dua bulan sekali. Bagaimana proses lahirnya kebijakan seperti itu? Kami melakukan rapat dengan mereka yang 26 orang yang ada di dalam data itu. Rapat dilaksanakan di rumah saya selaku ketua RT. Hasilnya mereka sepakat mau membagi jatah mereka tersebut kepada warga miskin lainnya dengan catatan mereka yang terdaftar mendapatkan jatah raskin secara rutin setiap bulan. Apa yang melatar belakangi sehingga pendistribusian raskin dibagi rata? Ini untuk menghilangkan kecemburuan sosial di masyarakat. Mereka berpikir mengapa saya tidak mendapat raskin, saya warga rt ini juga, saya ikut gotong royong, saya ikut sumbangan. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam menjalankan program raskin? distribusinya? Masalah kualitas raskin ini. Kadang kondisi berasnya jelek, berdebu, hancur dan ada ulatnya. Makanya warga sering komplain dengan kondisi raskin yang seperti itu. Apakah ada kemungkinan raskin tidak di bagi rata? Masyarakat akan bergejolak pak karena ada mereka yang tidak mendapatkan raskin itu pekerjaannya sama yaitu buruh harian bahkan dengan kondisi yang lebih miskin dari mereka yang tidak mendapat bantuan raskin.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Manfaat raskin

Apakah menurut bapak program raskin cukup bermanfaat bagi masyarakat miskin di wilayah bapak? Ada manfaatnya tetapi tidak sepenuhnya manfaat itu dari raskin karena masih ada berbagai bantuan lainnya. kalau dari raskin ya sangat kecil manfaatnya. Apakah menurut pengamatan bapak dengan adanya berbagai bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah, warga di rt ini yang telah berhasil memperbaiki status sosial ekonominya dari yang tadinya miskin menjadi tidak miskin lagi? Tidak ada pak.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 350: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

saya melihat warga itu seperti-seperti itu saja. sudah diberi berbagai bantuan akan tetapi tidak ada perubahan kalau mereka tidak berusaha sendiri. Malahan justru warga merasa ketergantungan dengan bantuan pemerintah.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya tidak adil pak karena kalau raskin ini dibagikan secara tepat sasaran dan sesuai dengan pagu yang telah ditetapkan tanpa di kurangi maka itu yang dinamakan adil. Kenyataan di lapangan sekarang masih banyak warga yang lebih miskin tetapi tidak terdata dalam penerima raskin. Sedangkan warga yang telah lumayan saja masih mendapatkan raskin. Berarti ini tidak tepat sasaran. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Kalau merasa dirugikan sepertinya tidak ada ya. Karena ini hasil kesepakatan mereka dan mereka ikhlas membantu antara sesama. Jadi dalam hal ini tidak ada yang merasa dirugikan. Menurut bapak, pendistribusian yang adil itu yang bagaimana? Makanya biar adil seharusnya yang mendapatkan raskin ini memang mereka-mereka yang paling membutuhkan. Karena ada yang membandingkan mengapa dia yang lebih mampu justru mendapatkan raskin sedangkan saya yang beban hidupnya lebih berat tidak mendapatkan raskin. Bagaimana sikap masyarakat terhadap setiap adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah salah satunya raskin.? (apakah sudah mulai ada kesadaran di masyarakat jika merasa mampu maka mereka akan menolak jika diberi bantuan) Justru sebaliknya pak. warga selalu menuntut untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. mereka yang sudah mampu pun masih ingin menuntut mendapatkan bagian.

Lampiran 12Tabel. Teknik Pengolahan dan Analisis Data (Rumah Tangga Penerima Raskin)

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Hy, rumah tangga, janda, RTS

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Terkait dengan sistem pembagian distribusi bagaimana bu? di RT kami ini dengan cara di bagi rata pak. Semua dapat dengan jatah yang sama yaitu 3 kg beras. Tanpa melihat jumlah anak berapo dan lainnyo. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? karena beras yang diterima terbatas pak. Sedangkan warga di sini sangat banyak. Sehingga masing-masing keluarga mendapat raskin sedikit-sedikit. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah pak, paling hanya disampaikan dari warga ke warga. Saya tidak pernah di ajak rapat, warga juga tidak pernah dilibatkan. Pak RT hanya menyampaikan bahwa beras sudah datang dan tolong siapkan uang rp. 8.000,- ya hanya begitu saja pak. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Iya, semua ketua RT yang menentukan. Kami tidak tahu apa-apa pak. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 351: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada pak. Tapi kadang jujur saja pak, untuk bulan ini saya tidak mengmbil jatah raskin saya karena saya tidak punya uang untuk membayarnya. Lagian berasnya juga jelek pak. Banyak antah, kutu, padi. Walaupun saya miskin saya juga tidak mau pak makan beras seperti itu.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. Sejak bantuan raskin ada, saya sudah mendapatkannya pak. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? 3 kilo dengan harga tebus Rp. 8.000,- Apakah Ibu mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak. kami tidak pernah di beri tahu. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? saya dan dua orang anak. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? saya tidak bekerja lagi pak. jadi saya hanya mengharapkan uang dari pemberian anak. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Tiga hari. Kami mengkonsumsi beras 1 kg sehari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya, dengan cara membeli pak. Dengan harga kadang Rp. 9.500 per kg, kadang juga Rp. 8.500,- per kg. tidak tentu pak. Pokoknya yang penting beras. Tidak tahu bagus atau jelek yang penting bisa makan pak. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Ya, kalau nak nurutinyo (lihat kenyataan) ya belumlah. Karena kami mendapatkan bantuan itu tidak rutin setiap bulan pak, kadang dua bulan sekali, kadang tiga bulan sekali. Ya, tidak terlalu membantu lah. Karena saya hanya mendapat tiga kilo tadi pak. Hanya cukup untuk tiga hari. Ya, kalau kita lihat lebih dari kurang pak bantuan raskin ini.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya, setuju.. tidak setujulah pak. Mau protes tapi tidak berani. Masak saya sendirian yang mau protes? Ya pada dasarnya tidak setujulah pak. Saya inginnya itu ya dapatnya raskin itu bisa cukup untuk satu bulan pak. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau kami tidak mau usillah pak, kami hanya menurut saja. ya kalau menurut kami sih tidak adillah pak Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Iya kami merasakan dirugikan. Mungkin seharusnya kami bisa mendapat lebih banyak jika raskin tidak dibagi rata. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan?

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 352: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Berikanlah bantuan kepada mereka-mereka yang tidak mampu. Kita khan tahu mana yang miskin mana yang tidak.. Seharusnya bantuan itu diberikan kepada orang-orang yang berada lebih lagi dibawah mereka. jumlah penerima bantuan dari yang berada lebih di bawah harus lebih banyak jumlahnya.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu As, jualan empek-empek, Non RTS

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil

kebijakan- Faktor pendorong lahirnya

kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat ibu? Di bagi rata pak. di bagi misalnya jumlah raskin berapa dan jumlah kepala keluarganya berapa. Misalnya dapat 3 kg maka semuanya dapat 3 kg. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Tapi bagi yang pegawai negeri itu tidak lagi mendapat raskin pak. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Ya, kalau satu ada yang mendapat raskin, yang satu tidak, khan kasihan pak. kalau satu dapat terus yang satunya tidak mendapat raskin padahal mereka sama saja kondisinya, kalau memang yang satunya mampu ya wajar jika tidak mendapat raskin. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah pak. Tapi ya kami setuju-setuju saja pak, kami tidak pernah protes. Karena sudah mau di urusi oleh pak rt saja kami sudah berterima kasih pak. Jadi kalau mau tahu nian ya tidaklah pak. siapa yang paling brperan dalam penentuan tersebut? Ketua rt, tetapi kami ini sifatnya menerima saja pak. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak pernah pak. selama ini lancar-lancar saja pak. setiap beras datang, pak rt memberitahukan kepada kami untuk mengambil beras ke rumah ketua rt. Kemudian beras akan di timbang dan langsung dibagikan.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama, sejak bantuan raskin ini ada. Saya sudah mendapatkan raskin ini. Awalnya saya mendapatkan raskin sebanyak 6 kg. tapi mungkin karena jumlah warga yang bertambah banyak maka semakin berkurang sehingga sekarang hanya mendapat 3 kg. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? 3 kg pak sekarang ini tiap bulan. dengan harga tebus Rp. 8.000,-. Apakah Bapak/Ibu mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak. yang jelas, kalau kata pak rtnya bayar sekian, maka kami akan bayar sekian. Kalau misalnya kata RT nya sekian yaitu 3 kg ya berarti kami bayar 3 kg. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Ada 4 orang pak, saya, ibu saya, anak dan keponakan. Semuanya sudah dewasa semua. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Ya, sehari paling bersihnya Rp. 30.000,- pak. berarti kalau dalam sebulan ya boleh dikatakan sekitar Rp. 1 juta. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 353: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Ya paling, 3 sd 4 hari pak. Kalau dalam sehari saja konsumsi berasnya 1 kg maka beras tersebut habis dalam tiga hari. Nah, itu belum tentu bulan depan dapat beras lagi. Masih menunggu dahulu. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya, belilah di toko. Dengan harga beras Rp. 8.000 sd 9.000,- tergantung dengan harga beras lah. Tapi biasanya saya membeli dengan harga yang Rp. 8.000,- per kg nya. Kalau sebulan itu konsumsinyo sekitar 25 kg lah. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Kalau mau membantu nian itu tidak pak. tapi kalau untuk hanya sekedar meringankan iya bisa. Karena jumlahnya kurang jadi tidak terlalu membantu sekali.

3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Setuju sajalah karena biar turut merasakan semua. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau untuk di warga kami ya Alhamdulillah, sepertinya adil. Kalau menurut kami ya adil, tapi tidak tahu kalau menurut pendapat yang lain. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Selama ini semua warga bisa menerima berarti tidak ada yang dirugikan pak. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Dibagikan hanya kepada mereka yang memang tidak mampu saja pak. Mereka yang sudah mampu atau PNS tidak usah lagi mendapatkan raskin.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Wr, Buruh bangunan, RTS

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil

kebijakan- Faktor pendorong lahirnya

kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Ya, dengan cara di bagi rata pak. .. …..kalau dahulu lagi baru-baru hanya sebagian saja yang dapet raskin. Karena ini sudah nambah warga khan, yang sikok protes, yang sikok protes ngapo aku dak dapet beras? makanya di pecah tadi. Supaya mendapat raskin semua, jangan ribut. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Tapi berhubung biar jangan ribut tadi, kito khan dak enak satu kampong nak ribut. memang bagusnyo cak itulah di pecah di bagi galo. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Biasanya yang diajak rapat ya mereka-mereka yang merupakan perangkat rt saja. siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Ketua rt. biasanya yang dilibatkan itu ya yang perangkat-perangkat rt saja. tidak semua warga di libatkan. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Rasanya tidak ada, berjalan lancar-lancar saja.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan

Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. mungkin sekitar 5 tahunan. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 354: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya mendapat 3 kg. dengan harga tebus Rp. 7.000,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Saya tidak tahu pak. mungkin sepuluh kilo, kalau tidak salah. Kami tidak pernah mendapatkan sosialisasi. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Tiga orang yaitu saya, istri dan satu orang anak saya yang belum menikah. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? saya sekitar satu juta dua ratus ribu rupiah. Sedangkan istri dari berjualan mendapat sekitar 500.000,- per bulan. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Wah, kalau kami tigo hari bae sudah putus (habis). Tapi jadilah ado bantuan itu. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? dengan cara membeli sendiri beras seharga Rp. 9.000,-. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Program raskin ini cukup membantu, tapi karena di bagi rata tadi jadi “tanggung” istilahnya tadi. Bantuan yang seharusnya untuk satu bulan menjadi tidak sampai satu bulan. hanya bertahan untuk beberapa hari saja. Iya, kalau yang kita terima utuh baru bisa benar-benar membantu.

3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif

Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Pada dasarnya tidak setuju. Karena untuk membantu itu “nanggung” istilahnya bantuan itu. lebih baik diberikan kepada memang mereka-mereka yang membutuhkan. Bagaimana menurut pendapat Bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya kurang adil. Hanya saja kita tidak mau komplain. Misalnya di sini ada ada yang kerja di pusri khan mampu, ada yang kerja di kapal juga khan mampu. Iya menurut saya lebih baik biarkanlah siapa yang berhak mendapatkannya ya berikanlah kepada mereka. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Ya, ada yang dirugikan bagi mereka yang seharusnya mendapatkan raskin lebih banyak. Namun karena yang sudah mampu juga ada yang komplain makanya dibagi rata. Seharusnya yang sudah mampu itu bisa menyadarinya. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Diberikan kepada mereka yang paling membutuhkan. Tidak perlu di bagi rata Di buatkan rangking saja di masyarakat. sehingga tidak semuanya yang mendapatkan bantuan.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Sm, jualan kue, RTS

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian

Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat ibu? Dengan cara di bagi rata. Semua warga mendapatkan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 355: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil

kebijakan- Faktor pendorong lahirnya

kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

raskin baik miskin maupun kaya sebanyak 3 kg. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Tidak tahu pak, biar adil katanya pak. Agar semua ikut merasakannya pak. Padahal mereka-mereka yang mendapat raskin itu juga ada yang tidak mau pak memakannya karena beras ini jelek kualitasnya. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Ya, dirapatkan memang. kami di undang ke rumah rt untuk di ajak rapat. Di kumpulkan semua warga yang mendapat raskin dan dibicarakan terkait penentuan jumlah dan harga tersebut. siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Ya ketua rt tetapi masyarakat juga masih tetap dilibatkan pak. Kalau saja ketua rt tidak membagi secara rata mungkin kami akan mendapat jatah raskin lebih banyak pak ya mungkin 5 kg. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada pak, karena saya khan hanya mendapat 3 kg pak jadi tidak terlalu sulit untuk menebus raskin tersebut.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per

bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak, sejak anak saya kecil. Sudah hampir 10 tahun lebih. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Awalnya dahulu ketika raskin baru ada saya mendapat 10 kg kemudian turun menjadi 7 kg pak, terus turun 5 kg dan sekarang hanya mendapat 3 kg. Apakah Bapak/Ibu mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu ya pak, pak rt kami membagi raskin itu dengan cara di bagi rata pak. Baik kaya ataupun miskin mendapatkan jatah raskin semua pak. Sehingga setiap warga itu dapat semua pak. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Ada 5 yaitu suami, saya, dan 3 orang anak. Yang pertama baru lulus SMU umurnya 18 tahun, yang kedua umurnya 16 tahun kelas dua SMU dan yang ketiga kelas 3 SD umurnya 9 tahun. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? namanya juga kerja bangunan. Ya, seminggu itu Rp. 300.000,- jadi rata-rata sebulan Rp. 300.000, - x 4 = 1.200.000,- Saya berjualan ya tidak tentu juga pak, ya sekitar Rp. 300.000,- pak Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? 2 canting (setengah kilo). Jadi untuk bantuan raskin tadi bisa bertahan selama satu minggu pak. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? kami beli beras sendiri pak dengan harga Rp. 9.000,-. Ya, tidak cukup pak untuk satu bulan. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Ya, bermanfaatlah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 356: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

pak. Cukuplah untuk membantu sedikit-sedikit daripada tidak ada sama sekali.

3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Sebenarnya tidak setuju. Akan tetapi pak rt mengatakan biar ada pemerataan. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya, tidaklah pak. Tapi kata pak RT nanti tidak enak dengan yang lain nanti katanya pilih kasih maka lebih baik di adilkan saja dengan membagi rata. Ya, kalau menurut saya ya tidak adillah. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada pak. Hanya saja saya rasa tidak adil. Mana maulah mereka makan dengan kondisi beras yang seperti ini. Oleh karena itu kami yang mengambil jatah mereka tersebut. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya, diberikan bagi yang tidak mampu saja pak, yang miskin, yang beca, yang banyak anak. Bagi mereka yang sudah bekerja itu pak seharusnya tidak usah di kasih lagi pak... Ya diutamakan yang tidak mampu sajalah. Sehingga kami ini bisa mendapat jatah raskin lebih banyak. Kami juga merasa lebih terbantu pak.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Sw, Tukang servis jok, Non RTS

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil

kebijakan- Faktor pendorong lahirnya

kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Ya, dengan cara di bagi rata. kalau disini berdasarkan pengamatan saya semua mendapatkan raskin. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak terjadi kecemburuan antar warga masyarakat. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak, paling dari ide ketua RT itu saja. kalau misalnya harganya naik dari 2.500,- menjadi 2.700 maka Ketua RT akan memberitahukannya. Kami warga hanya menurut saja, semua di sini rata-rata begitu. Tidak pernah ada rapat atau musyawarah. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Sepertinya ketua rt. karena semuanya berdasarkan ide dari pak rt. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Ya, lancar-lancar saja tidak ada kendala.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. sejak raskin ini ada saya sudah mendapat raskin. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Tiap bulannya mendapat raskin 5 kg. Dengan harga tebus Rp. 2.500,- per kg. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu, saya tidak pernah mendapat penjelasan dari pemerintah. Ya dapatnya tergantung dari berapa dapatnya untuk masing-masing rt. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? saya, istri, anak, menantu dan cucu 2 orang. Tetapi anak saya juga sudah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 357: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

mendapat raskin sebanyak 5 kg karena sudah menikah. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Ya tidak tentu, kalau lagi ada ya bisa satu juta lebih bisa dua juta, tapi kalau lagi kosong ya tidak ada pemasukkan sama sekali. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Sehari konsumsi beras kami 1,5 kg per hari. Ya bertahan sekitar 3-4 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? dengan cara membeli secara eceran di pasar dengan harga Rp. 8.000,- per kg. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Sepertinya belum. Menurut saya kalau mau memberi bantuan jangan berupa materi seperti itu, kalau bisa ya dalam bentuk pekerjaan. Itu lebih bagus.

3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif

Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya, sudah cukup bagus. Karena semua bisa merasakan raskin tersebut. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya, lumayanlah untuk daerah kecil seperti ini. Ya cukup adil. Ya kalau namanya manusia merasa kurang terus. Inginnya di tambah terus. Tetapi kalau kemampuan pemerintah seperti itu ya mau bagaimana lagi. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak. memang di sekitar ini warganya miskin semua Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya, warga kami ini memang banyak yang miskinnya, makanya di bagi rata itu menurut saya yang adil itu.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Am, Buruh, RTS

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil

kebijakan- Faktor pendorong lahirnya

kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Oh, dengan cara di bagi rata pak. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? biar semuanya bisa merasakannya. tidak terjadi kecemburuan antar warga masyarakat. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan penerima raskin, harga dan jumlah raskin? Iya, warga dilibatkan. Berdasarkan hasil kesepatan warga dengan Ketua RT. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Biasanya memang ketua rt yang memberikan pendapat, akan tetapi biasanya masyarakat juga di ajak untuk rapat. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Sejauh ini tidak ada pak. berjalan lancar-lancar bae (saja).

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.

Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Ya Sudah cukup lama. sejak raskin ada saya telah merasakan bantuan tersebut dan sangat membantu. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 358: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

- Konsumsi beras per bulan (Kg dan Rp)

- Besaran bantuan raskin per bulan (Kg dan Rp)

- Manfaat raskin

untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya dapet 6 kg dengan harga tebusnya Rp. 15.000,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak. apa yang di beri oleh RT ya kami menerima saja. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Ada 4 orang. saya, istri dan 2 orang anak saya. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Tidak tentu pak. sekitar 1 juta per bulan. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? berapa hari raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok? Sekitar 2 canting per hari. untuk bantuan raskin ini bisa bertahan sekitar 5 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Dengan cara membeli di pasar dengan harga Rp. 8.000,- . itu yang paling sederhananya. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Ya, itu tadi kalau untuk sementara ini ya cukuplah. Kalau kurang-kurang sedikit ya tidak apalah namanya juga bantuan dari pemerintah.

3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif

Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya setuju saja karena menurut saya itu sudah bagus. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau masyarakat ini banyak yang setuju. Berarti menurut saya itu sudah adil. Keputusan itu sudah adil. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada pak. semua warga setuju dengan di bagi rata tersebut. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? ya, menurut saya cara seperti ini (di bagi rata) sudah cukup adil. Karena warga yang harus di bagi juga banyak, bukannya kita sendiri

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Rs, Buruh bangunan, Non RTS, Plaju Ulu

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil

kebijakan- Faktor pendorong lahirnya

kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Ya, pak rt membagi raskin dengan cara di bagi rata pak. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Menurut saya untuk menghilangkan kecemburuan sosial di masyarakat, biar tidak ada yang ribut, itu mungkin pak. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah pak. ini hanya ketentuan dari pak rt saja. kami hanya menerima keputusan tersebut. tidak pernah ada rapat atau musyawarah di warga. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Ya, sepertinya Rt lebih berperan mengatur pembagian raskin ini. warga menerima saja keputusan tersebut. Apa hambatan dan kendala yang dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Rasanya tidak ada kendala pak. lancar-lancar saja. Alhamdulillah kita juga pada saat mau mengambil beras kita punya uang. Masih ada rejekinya.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 359: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Semenjak tinggal di sini pak, sekitar 3 tahun. sedangkan ketika di tempat yang lama kami tidak mendapat raskin. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? 3 kg dengan harga tebus Rp. 10.000,- Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak seharusnya mendapat berapa, berapa harga tebusnya. Kami juga tidak pernah mendapatkan sosilaisasi atau pemberitahuan dari pemerintah atau pihak kelurahan. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, istri dan 2 orang anak. Yang pertama berumur 5 tahun dan yang kedua berumur 2 tahun. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Kalau penghasilan tidak tentu ya pak. kita itu kalau sehari biasanya di gaji Rp. 80.000,-. Tapi kita kerjanya tidak tiap hari. minggu kita libur jadi kerjanya hanya 6 hari. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Kalau lagi tidak ada saya di rumah ya bisa kira-kira lima hari. kalau ada saya di rumah tidak cukup untuk satu minggu. Bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut setelah raskin habis? Dengan cara membeli pak, kadang harganya Rp. 8.000,- .kalau lagi ada duit kami memilih beras yang agak bagus. Maklum saja pak kami membelinya bisanya 5 kg. jadi dengan cara di ecer atau di cicil. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Kalau menurut saya ya kurang. Namun kalau untuk membantu sedikit-sedikit ya alhamdulillah. Kalau mau bener-benar mencukupi si ya tidak.

3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif

Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Menurut saya sudah bagus, jadi tidak ada masalah. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya sistem di bagi rata ini menurut saya sudah cukup adil. Karena semua bisa mendapatkan raskin walaupun dalam jumlah yang kecil. Tetapi saya tidak tahu bagaimana pendapat orang lain. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada ya. Menurut saya tidak ada masyarakat yang komplain. Maka tidak ada yang dirugikan. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Menurut saya adil itu seharusnya raskin itu hanya diberikan kepada yang miskin saja. tetapi karena jumlahnya terbatas dan semua keluarga menurut penglihatan saya perekonomiannya hampir sama miskin semua maka ya mau bagaimana lagi jadinya di bagi rata.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 360: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Ky, Ibu rumah tangga/Buruh cuci, RTS

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? di RT kami dengan cara di bagi rata pak. semua keluarga baik miskin atau tidak, semua mendapat raskin. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Katanya untuk pemerataan pak biar bisa merasakan semua. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah pak ada rapat-rapat mengenai raskin ini. Akan tetapi kalau rapat mengenai pemilihan rt itu ada. Pak rt biasanya hanya mengatakan bahwa beras yang kita terima untuk tahun ini berkurang dan masyarakat yang ingin mendapatkan raskin bertambah semakin banyak. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Menurut saya ya pak rt inilah. Tidak ada yang lain. Warga menuruti saja apa yang sudah pak rt tentukan. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Bukan lagi pernah pak, tetapi sering. Suami saya khan kerja bangunan, kadang kerja dan kadang tidak. Kadang tidak usah untuk membeli beras akan tetapi kami tidak ada uang sama sekali. Kami tidak punya uang untuk menebus raskin.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per

bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Ya sejak raskin ini dimunculkan pak. tapi dulunya kami tidak mendapat setiap bulan tetapi di gilir, bulan ini dapet, bulan depan tidak. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Setiap bulan kami mendapat raskin sebanyak 4 kg dengan harga tebus Rp. 10.000,- Apakah Bapak/Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak pernah pak. Saya tidak pernah tahu pak berapa dapetnyo. Saya hanya tahu bahwa program raskin adalah pemberian beras. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan 4 yang masih tanggungan, yaitu anak nomor 3, 4 5 dan 6. Anak yang nomor 3 umurnya 18 tahun. sekarang tidak sekolah lagi. Anak yang nomor 4 umurnya 11 tahun yaitu SD kelas 5, yang nomor 5 umur 10 tahun yaitu SD Kelas 4 dan nomor 6 yaitu berumur 8 tahun yaitu SD kelas 2. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Kalau saya sebesar Rp. 200.000,- . kalau bapak kerja bangunan. Seminggunya paling besar dapat Rp. 300.000,- di kali 4 minggu sehingga sekitar Rp. 1,2 jt. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Sehari 2,5 kg pak. bantuan ya paling bertahan dua hari pak. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya dengan cara membeli di warung seharga Rp. 7.500 sd. Rp. 8.000,-. Ya membelinya dengan cara menyicil kadang 5 kg. tapi kalau di hitung dalam sebulan ya sekitar 25 kg. Apakah

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 361: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Tidak membantu. Iya, tidak berdampak apa-apa karena bantuannya yang sedikit tadi. Hanya mampu bertahan dua hari.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Tidak setuju pak. karena saya menilai tidak adil. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Menurut saya sebenarnya tidak adil pak cara seperti itu. Karena keluarga seperti kami ini mendapat bantuan 4 kg itu sangat berarti dibandingkan dengan keluarga lain mungkin mampu membeli lebih dari 4 kg. Itu menurut pendapat saya, tetapi tidak tahu kalau pendapat yang lainnya Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Iya pak, karena harusnya dapatnya lumayan sekarang menjadi berkurang. Biasanya mendapat 20 kg namun terus berkurang dan sekarang menjadi 4 kg. Jadi saya merasa banyak ruginya. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Bagi kami adil itu, ya mereka yang mampu tidak perlu lah untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah, orang seperti kami ini yang tidak mampu ini saja seharusnya yang diutamakan menerima bantuan..

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Uj, Buka warung, Non RTS, Bagus kuning

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil

kebijakan- Faktor pendorong lahirnya

kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Dengan cara di bagi dua kelompok. Ada yang mendapat 5 kg dan ada yang mendapat 10 kg. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Oh, itu agar semua bisa ikut merasakannya pak dan tidak ada keributan di masyarakat. biar aman dan tidak ada yang protes. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Iya. ini melalui musywarah dengan warga bukan dari ketua rt semata. Misalnya di dalam rapat itu ada yang interupsi atau menyangkal maka akan di persilahkan oleh ketua RT untuk berbicara. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Setiap keputusan di lakukan secara musyawarah. Bukan atas kemauan rt semata. Apa hambatan dan kendala yang pernah dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak pernah pak. setelah beras datang di kelurahan kemudian di bawa ke rumah rt. beras tersebut di timbang dan kemudian langsung di bagikan. Berarti lancar-lancar saja tidak ada hambatan.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per

Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama, sudah hampir 10 tahun. Kalau dulu kami mendapat raskinnya lebih banyak. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Harganya per kg Rp. 2.500,- jadi untuk 5 kg kami tebus dengan harga Rp. 12.500,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 362: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Setahu saya 15 kg pak. tp karena tidak mencukupi maka di bagi menjadi 2 kelompok. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? saya, istri dan anak saya yang berumur 24 tahun. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Ya namanya jualan ini tidak pasti. Namun bisa diperkirakan sekitar Rp. 1,5 Juta per bulan. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan? Ya, rata-rata 1 kg per hari. sekitar 5 hari pak. Bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut setelah raskin habis? Kami ini kebetulan berjualan beras juga di warung kami, jadi kami mengambil beras di warung kami itu 1 kg per harinya. Jadi kami tidak membeli langsung akan tetapi mengambil di warung kami saja. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Kalau mau dikatakan mencukupi jelas tidak tapi cukup membahagiakan karena berarti ada perhatian dari pemerintah terutama bagi keluarga-keluarga yang tidak mampu.

3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif

Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Semua warga sudah setuju dengan pola pembagian seperti ini. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi seperti itu? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya, sudah cukup adil pak. karena memang warga di Lr. Budiman ini terbagi dua ada yang kondisinya ada yang sederhana dan ada pula yang di bawah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. semua warga di rt ini menyepakati di dalam rapat dan tidak ada yang menolak. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada. Semua merasa senang. Jadi tidak ada yang dirugikan. Khususnya di rt 15 ini bukannya apa-apa, di sini warganya kompak dan semua setuju. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Sistem pembagian dengan cara di bagi rata seperti ini menurut saya sudah cukup adil. Semua masyaakat di rt ini bisa menerimanya.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Us, Buruh, RTS, Bagus kuning

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil

kebijakan- Faktor pendorong lahirnya

kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan

Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di wilayah bapak? Sistemnya di bagi rata pak. Dulu pernah ada yang dapat raskin dan ada yang tidak. Tetapi banyak yang protes. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Karena banyak yang protes. Oleh karena itu untuk menghindari hal demikian maka di bagi rata. Apakah bapak ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan harga dan jumlah raskin? Iya. Ini hasil musyawarah dengan warga, ini merupakan permintaan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 363: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

- Hambatan dan kendala warga. Ketua RT hanya menjalankannya saja. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Menurut saya ketua rt mengambil keputusan karena atas keinginan dari warga sehingga tidak ada yang paling berperan. Sepengetahuan saya biasanya melalui musyawarah atau kalau ada hal-hal yang penting disampaikan dulu ke warganya. Apa hambatan dan kendala yang pernah dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Belum pernah pak. selama ini lancar-lancar saja. ketika beras datang langsung di bagi.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. sejak program ini ada saya sudah mendapatkan raskin. walaupun jumlah yang kami teima selalu berkurang. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Kami menerima 3 kg 7 mato (satuan berat dalam istilah orang Palembang) dengan harga tebus Rp. 10.000,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? apakah pernah mendapat penjelasan? Belum pernah pak. iya kalau memang pemerintah mau membantu paling tidak tiap rumah tangga harus mendapatkan 10 kg. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? saya dan istri anak dan mantu saya. Tetapi karena sudah menikah anak saya juga mendapat raskin dalam jumlah yang sama. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Ya tidak tentu pak. namanya juga buruh harian sekitar Rp. 1 juta sd Rp. 2 juta pak per bulan. sedangkan istri saya ibu rumah tangga murni. Tidak mempunyai penghasilan apa-apa. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan? Ya, paling tahan hanya 2 hari. konsumsi 1,5 kg sehari. Bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut setelah raskin habis? Ya, dengan cara membeli di pasar. Tergantung kondisi ekonomi. kalau ekonomi lagi bagus maka membeli yang harga Rp. 8.000,- per kg nya. Kadang Rp. 9.000,-.. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Menurut saya belum, karena bantuannya sedikit seperti itu tadi. Namun jika jumlahnya banyak maka bisa memadai juga.

3. Implikasi kebijakan pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif

Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Iya, semua setuju dan tidak ada yang protes. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi seperti itu? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Bukan menurut saya sendiri tetapi menurut masyarakat termasuk saya, sistem dibagi rata seperti ini dapat dikatakan adil. Karena warga bisa merasakannya semua. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada pak. semua bisa

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 364: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

menerima kebijakan seperti itu. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Menurut saya, yang adil itu jika semua warga yang berhak/miskin bisa mendapatkan bantuan misalnya raskin ini. Jangan ada yang mendapat bantuan dan ada yang tidak. Itu namanya tidak adil.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Ml, Ibu rumah tangga, RTS, Talang Bubuk

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Dengan cara di bagi rata pak. hampir semua warga mendapatkan raskin ini. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Yang saya tahu alasannya untuk menghilangkan kecemburuan sosial pak. biar aman dan tidak ada yang ribut-ribut. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme pembagian, penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pak, tidak pernah, RT di sini langsung saja pak membagi raskin tersebut dan mnentukan harga seperti itu. warga tidak pernah di ajak untuk rapat. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Setahu saya, semua Ketua RT yang menentukan kami selaku warga hanya menurut saja. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Sepertinya tidak ada pak, mengambilnya mudah dan lancar-lancar saja. namun ketika waktu bayarnya kadang tidak ada uang.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per

bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Ya..sudah hampir tujuh tahun pak. namun jumlah yang kami terima terus berkurang. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya mendapat 5 kg dengan harga tebus Rp. 13.000,-. Apakah Ibu mengetahui atau pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Ya, setahu saya 10 kg untuk masing-masing rumah tangga miskin. Tapi saya tidak tahu di sini saya hanya dapet 5 kg. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Suami, saya dan 4 orang anak. Yang pertma lahir tahun 1998, yang kedua tahun 2000, yang ketiga tahun 2002, dan ke empat tahun 2009. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Ya, sehari bisa dapet 70.000 dari upah sebagai upah bangunan. Kalau dari beca dapetnya 50.000,-. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Konsumsi 2 kg perhari. Bisa bertahan ya, sekitar tiga hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya, dengan cara membeli di warung secara sedikit-sedikit. Bayar mingguan. Kadang-kadang hutang beras dulu, nanti setelah ada uang atau gajian di hari minggu maka baru bayar hutang tadi. Rp. 9000,- per kg pak ya ambil beras dulu pak bayarnya nanti hari minggu. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 365: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

pokok di bidang beras? Ya, bermanfaatlah pak. Malahan ini ditunggu-tunggu sekali, kapan beras datang. Walaupun sedikit dapetnya ya kadang masaknya di campur pak dengan beras yang saya beli. Ya,, maklum saja pak, kami punya anak banyak.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Sebenarnya tidak setuju, tapi mau bagaimana lagi kami tidak berani protes. Harusnya tidak perlu di bagi rata tetapi diberikan saja kepada yang benar-benar miskin. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya jadilah, adil…, mau bagaimana lagi pak. Masalahnya orang lain merasa tidak mampu semua. Semua kepingin mendapatkan raskin itu pak. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Kami yang merasa sangat miskin ini pak, merasa dirugikan dengan pembagian yang seperti itu. boleh saja kalau mereka yang agak mampu di cicipin raskin tetapi jumlahnya jangan sama dengan yang miskin seperti kami ini. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya, seharusnya bagaimana ya.. karena setiap ada pembagian itu semuanya mengaku miskin. Iya toh. Menurut saya yang memang sangat miskin harus lebih diutamakan.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu St, Ibu rumah tangga/Tukang pijat, RTS, Talang

Bubuk1. Bagaimana dinamika

kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Ya, dengan cara di bagi rata pak. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Agar tidak ada ribut-ribut dan protes dari warga miskin yang lain pak. Apakah ibu ikut dilibatkan dalam mekanisme pembagian, penentuan harga dan jumlah raskin? Setahu saya tidak pernah ada rapat. Yang jelas kami hanya di sampaikan bahwa jumlah beras yang kami terima demikian dan dengan harga beras demikian. Kami hanya menuruti saja. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Menurut saya ya Ketua rt karena selama ini saya tidak pernah di ajak rapat-rapat. Taunya sudah menerima keputusan bahwa raskin yang di dapat sekian dan haraganya sekian. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada hambatan dan kendala pak karena saya itu menerima apa adanya.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per

bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Saya menerima raskin sudah lama, dahulunya kami menerima 20 kg secara utuh, namun sekarang berkurang-berkurang terus sehingga menjadi 4 kg. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? 4 kg kami tebus dengan uang Rp. 12.000,-. Apakah Bapak/Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 366: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

pemerintah? Tidak pernah pak, tidak pernah mendapatkan penjelasan apa-apa. Hanya pak RT yang memberi tahu bahwa misalnya nanti akan ada bantuan raskin. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Ya, semua makan beras tersebut, saya, suami saya, anak dan menantu saya. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Ya, kira-kira sekitar Rp. 400.000 sd 500.000,-. Kadang dapet Rp. 500.000,- kadang juga tidak. Iya uang itulah yang diolah untuk memenuhi kebutuhan makan, bayar pondokan (rumah ini), bayar listrik. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Kadang ¾ kg cukup, namun kadang satu kg sehari. Bantuan raskin itu bisa bertahan selama 4 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya dengan membeli di warung. Secara eceran. Sekarang ini harga beras yang paling rendah yaitu Rp. 7.500,-. Ya, bukannya sombong pak. karena kami ini orang yang tidak mampu dan makan dengan lauk seadanya, maka kami memilih beras yang agak bagus yaitu beras selancar dengan harga Rp. 9.000,- per kg. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Bagi kami yang tidak mampu ini ya bantuan seperti ini sangat bermanfaat. Karena perbedaan pikiran penerima bantuan itu berbeda-beda. Tapi itu tadi bantuan yang diberikan hanya mampu meringankan untuk beberapa hari saja.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya, tidak setuju pak. saya berkeberatan. Orang yang sudah lumayan mampu kok masih diberi raskin. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau bagi rata-rata dengan warga selaku warga negara, selaku warga di RT ya adil menurut warga. Namun apabila kita lihat ada yang tinggi dan rendah maka rasanya gimana ya… tidak layak lagi yang tinggi itu mendapatkan raskin. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Ya, kami merasa dirugikan dengan cara seperti itu. yang sudah mampu kok masih di beri raskin. seharusnya warga seperti kami ini yang lebih diutamakan. Bukannya kami tidak berterima kasih namun lihat sendiri kondisi kami, suami saya lumpuh, saya sekarang yang menjadi tulang punggung keluarga. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya yang wajarlah yang menerima. Yang tidak wajar ya tidak usah menerima. Namun di lapangan agak sulit menerapkan hal-hal yang seperti itu. Jadi yang memang berhak menerimanya ya menerima. Yang tidak berhak ya tidak usah menerima.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Bpk. Rat, Petani, Non RTS, Plaju Darat

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian

Bagaimana sistem pembagian distribusi raskin di tempat bapak? Di bagi rata pak, warga meminta untuk di bagi rata

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 367: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

raskin di tingkat lokal- Pola distribusi / hasil

kebijakan- Faktor pendorong lahirnya

kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

saja. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Biar adil pak. semua warga yang miskin kebagian semua. masyrakat juga tenang, tidak ada yang ribut-ribut lagi atau protes mengapa tidak mendapat raskin. Apakah bapak atau warga ikut dilibatkan dalam mekanisme penentuan penerima raskin, harga dan jumlah raskin? melalui rapat pak yang di laksanakan di musholla. biasanya dilakukan di awal tahun. Sebelum raskin di bagikan maka pak rt mengajak warga untuk rapat pak. Siapa yang paling berperan dalam menentukan kebijakan? Sepertinya tidak ada pak. Ya, warga turut dilibatkan pak. berdasarkan hasil musyawarah bersama. Apa hambatan dan kendala yang pernah dialami dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada. Alhamdulillah selama ini lancar-lancar saja. bantuan mudah di dapat.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak, sejak raskin ada saya sudah mendapatkannya. Awalnya saya mendapatkan 8 kg kemudian berkurang menjadi 5 kg per bulanya kemudian terus seiring bertambahnya jumlah penduduk. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus dibayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Kami di sini raskin di bagi dalam setaip 3 bulan sekali. Dalam 3 bulan saya mendapat 4 kg beras. 1 kg = Rp. 2.500,- sehingga 4 kg kami bayar dengan harga Rp. 10.000,-. Apakah Bapak mengetahui, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan dari pemerintah? apakah pernah mendapatkan sosialisasi? Rasanya belum pernah pak. Selama ini belum pernah saya mendapatkan sosialisasi. Tapi setahu saya sekarang seharusnya mendapat 15 kg Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, istri dan dua anak. Yang pertama umur 18 tahun. Anak yang kedua umur 10 tahun. Berapa penghasilan keluarga bapak per bulan? Ya tidak pasti, kira-kira 2 – 2,5 jt per bulan. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan? Rata-rata satu hari satu kilo per hari. ya dalam 4 hari raskin sudah habis. Bagaimana cara keluarga bapak untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut setelah raskin habis? Ya, kita khan petani, jadi kita punya stok beras sendirilah. Ya, syukur Alhamdulillah kalau untuk kebutuhan beras rasanya kami tidak pernah beli karena ada sawah sendiri. Apakah dengan adanya bantuan raskin sudah cukup membantu meringankan pengeluaran ekonomi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok? (misalnya anggaran pengeluaran pembelian beras dapat dialihkan untuk membiayai kebutuhan hidup lainnya) Ya menurut saya sepertinya biasa-biasa saja. ya bagaimana pak, dapat raskin nya juga sedikit. Nilainya terlalu kecil untuk 3 bulan hanya 4 kg. tetapi kami tetap bersyukur alhamdulillah masih merasakan bantuan.

3. Implikasi kebijakan Apakah bapak setuju dengan pola distribusi seperti itu

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 368: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

pendistribusian raskin tingkat lokal terhadap keadilan distributif

(dibagi rata)? Bukan saya sendiri pak namun semua warga sudah sepakat. Bagaimana menurut pendapat bapak mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi seperti itu? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Kalau menurut saya ya sudah adil karena kalau hanya di bagi untuk beberapa orang saja maka tidak adil yang seperti itu. padahal di sini yang miskinnya juga banyak. Apakah menurut pendapat bapak ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Tidak ada yang dirugikan pak karena semua warga sudah sepakat dan ini di anggap yang adil. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Berikan bantuan kepada mereka yang memang miskin. Kalau mereka yang PNS masih di kasih, yang berduit masih di kasih. Bagaimaan bisa dikatakan adil. Kalau untuk di wilayah kami ini rasanya tidak ada, karena semua warga di sini hampir semuanya tergolong menengah ke bawah semua.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Rh, Ibu rumah tangga, RTS, Talang Bubuk

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah rt ibu? Sama seperti rt lainnya pak, ya dengan cara di bagi rata pak. Mengapa pendistribusian raskin dibagi rata? Karena banyak yang meminta jatah pak. jadinya di bagi rata. Bagaimana penentuan mekanisme pembagian tersebut, penentuan harga dan jumlah raskin? apakah ibu atau warga dilibatkan melalui rapat? Tidak pernah pak, saya tidak pernah tahu, saya sifatnya ikut saja apa yang telah di tentukan. Namun kadang saya hanya bertanya dengan RT lain apakah harganya sama dengan RT lain atau tidak. Selama ini rasanya tidak pernah ada rapat. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Ya, menurut saya semua pak rt yang menentukan. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Kalau dari Lurahnya sudah ada, maka dari RT nya juga nanti ada. Kalau di RT sudah ada maka nanti langsung dapat pak, mudah pak, tidak ada hambatan.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Semenjak raskin ada, kami sudah mendapatkannya pak. pak rt selalu memberi kami raskin. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Kami dapetnya 2 kg. Harga tebusnya yaitu Rp. 6.000,- Apakah Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa seharusnya jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan dari pemerintah? Tidak tahu pak. berapa yang di kasih oleh ketua rt, itulah yang kami terima. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan 2 orang anak. Yang satu berumur 13 tahun dan yang satunya lagi berumur 15 tahun. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Suami saya hanya berpenghasilan Rp. 360.000,- per minggunya. Untuk ongkosnya sebesar Rp. 60.000,-

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 369: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

per minggu. Jadi sisanya hanya sebesar Rp. 300.000,- . itulah yang saya gunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Dalam sehari konsumsi beras sebesar 1,5 kg. Ya paling satu hari pak, sisanya setengah kilo untuk besoknya. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya dengan cara membeli pak. kadang juga saya berhutang dulu di warung. Kami makannya hanya tahu dengan tempe saja pak. tidak sanggup untuk membeli ayam. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Ya, memang terbantu dengan adanya raskin tetapi bantuan yang diberikan terasa sangat sedikit sekali. Apalagi tidak tiap bulan mendapatkannya.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya gimana ya pak, seharusnya menurut saya kalau yang sudah kaya itu seharusnya tidak perlu di beri lagi pak. Raskin diberikan saja kepada yang pegawai buruh saja. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya kurang adillah, Kalau mereka yang PNS masih di kasih, yang berduit masih di kasih. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada yang merasa dirugikan karena semua warga mendapatkan raskin walaupun dengan jumlah yang sama untuk 3 bulan. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? menurut saya itu seharusnya diberikan kepada mereka yang memang miskin. Bukan kepada mereka yang sudah punya rumah bagus atau PNS.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Mur, Ibu Rumah Tangga/Jualan Kue, Non RTS, Plaju

darat1. Bagaimana dinamika

kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Sistem pembagiannya dengan cara di bagi rata. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata? Oh itu biar tidak ada yang ribut, biar aman maka ya di bagi rata. Apakah ibu atau anggota keluarga ikut dilibatkan dalam mekanisme pembagian, penentuan harga dan jumlah raskin? Tidak pernah ada rapat. Pokoknya tahunya segitu, ambil beras di rumah rt. itu saja. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Iya, ketua rt yang lebih dominan sedangkan warga tidak pernah di libatkan. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Kalau kendala itu tidak ada, begitu dana turun maka beras langsung di timbang dan kartu dibagikan dan raskin bisa langsung di ambil pada hari itu juga.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya

Sudah berapa lama Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Ya sudah cukup lama pak. selama mengontrak di sini kami telah menerima raskin. kurang lebih sudah 5 tahun.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 370: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin per

bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Tiga bulan sekali kami mendapat sebanyak 3 kg pak. dengan harga tebus Rp. 9.000,-. Apakah Ibu mengetahui atau pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Tidak tahu pak. kami tidak pernah menapatkan penjelasan atau sosialisasi dari ketua RT. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan dua orang anak saya. Anak yang pertama kuliah di akper dan kedua smu. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Penghasilan Suami kurang lebih 2 juta. Kalau saya ya namanya sistem dagang tidak menentu. Tapi kira-kira ya 1 juta per bulannya. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Kurang lebih 1,5 kg per hari. bertahan paling hanya 2 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Ya, dengan cara membali di pasar dengan harga Rp. 8.000, an. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok di bidang beras? Kalau lihat jumlahnya ya bukannya tidak bersyukur pak, tapi masih jauh sekali dengan kebutuhan yang ada. Saya khan mendapat raskin hanya 3 kg dalam 3 bulan. boleh dikatakan tidak berdampak apa-apa.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Ya, setuju saja, karena banyak yang protes kalau tidak di bagi rata. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Ya menurut kami sudah lumayan adillah. Karena dulu pernah yang mendapat raskin orang miskin dan janda saja namun banyak yang protes, sehingga akhirnya di pukul rata. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Saya rasa tidak ada yang dirugikan. Ya, kalau bisa lebih adil lagi dimana pembagiannya cenderung untuk yang tidak mampu itu. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya memang seharusnya hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar miskin. Tapi semua orang mau semua pak mendapatkan raskin itu. makanya di bagi rata.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu At, Ibu rumah tangga, RTS, Talang Putri

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan

Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Beras raskinnya di bagi rata pak, tapi ada yang mendapat 6 kg dan ada juga yang mendapat 3 kg. mereka yang tidak terdata mendapat jatah sebanyak 3 kg sedangkan yang memang terdata mendapat jatah sebanyak 6 kg. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata bu? Biar adil pak di masyarakat. semua bisa merasakannya. Kalau hanya sebagian saja yang mendapat raskin maka itu tidak

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 371: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

- Hambatan dan kendala adil. Apakah ibu atau warga ikut dilibatkan dalam penentuan penerima raskin, penentuan harga dan jumlah raskin? Iya, itu berdasarkan kesepakatan kami pak. mereka yang tidak terdata mendapat jatah sebanyak 3 kg sedangkan yang memang terdata mendapat jatah sebanyak 6 kg. Sedangkan mengenai harga itu berdasarkan perhitungan RT. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Rt tidak mengambil keputusan sendiri pak. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan kesepakatan warga pak. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak ada pak. selama ini berjalan lancar-lancar saja. saya mengambil bantuan raskin ke rumah RT dan harga tebusnya masih mampu kami bayar.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. sejak program ini diberikan oleh pemerintah. sudah hampir 10 tahun lebih. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Bapak/Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Bapak/Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya mendapatkan raskin sebanyak 6 kg dengan harga tebus Rp. 15.000,-. Apakah Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Belum pernah pak. saya juga tidak tahu pak berapa seharusnya dapat raskinnya. Selama ini dapetnya ya seperti itulah. Tidak pernah mendapatkan penjelasan dari pihak kelurahan. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan kami mempunyai 4 orang anak pak dan semua masih menjadi tanggungan kami karena belum ada yang menikah. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Buruh bangunan. Gajiannya per minggu pak. sehari penghasilannya Rp. 70.000,-. Itu kalau dia ada pekerjaan. Kalau lagi tidak ada pekerjaan maka bapak akan menganggur. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Kami mengkonsumsi beras kurang lebih sebanyak 1 kg per hari. beras tersebut paling-paling untuk satu minggu. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Saya membeli beras di pasaran. Di pasaran paling murah itu harga Rp. 7000,- kami mengkonsumsi beras dengan harga yang paling murah tersebut. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Iya, sudah cukup membantu pak. Walaupun kami menerimanya hanya sebesar itu, namun lumayanlah untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Iya, itu sudah menjadi kesepakatan semua warga. Ketua rt menawarkan bagaimana jika yang mendapat raskin jatahnya dikurangi untuk mereka yang tidak dapat. Setelah di musyawarahkan semua warga setuju untuk membagi jatah tersebut kepada yang tidak mendapatkan raskin. Bagaimana menurut pendapat Ibu

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 372: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya sudah adil lah karena tidak ada ribut-ribut di masyarakat. Semua berjalan lancar. Kasihan juga bagi mereka yang tidak mendapatkan jatah makanya raskinnya di bagi rata. Hal ini sudah menjadi kesepakatan kami. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada yang dirugikan karena sudah kesepakatan bersama. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Menurut saya yang adil itu jika ya di bagi rata seperti itu semuanya bisa merasakannya walaupun dengan jumlah yang sedikit-sedikit. Karena jika ada yang mendapat bantuan dan ada yang tidak maka akan banyak timbul komplain dan saling bertanya satu dengan lainnya. misalnya “mengapa kamu dapat, mengapa saya tidak?.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu Za, Ibu rumah tangga, RTS, Talang Putri

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Dengan cara di bagi rata pak. semua mendapatkan 3 kg. Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata bu? Alasannya biar semua bisa merasakannya. Tidak ada kecemburuan dan ribut di masyarakat. Apakah ibu atau warga ikut dilibatkan dalam penentuan penerima raskin, penentuan harga dan jumlah raskin? Iya, Ini merupakan hasil keputusan rapat musyawarah warga. Rapatnya di laksanakan di langgar dan dilaksanakan sudah lama ketika ibu RT baru menjabat sebagai ketua RT. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan tersebut? Hal tersebut berdasarkan musyawarah mufakat pak. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Menurut saya tidak ada hambatan pak, berjalan lancar-lancar saja. Ya, Alhamdulillah untuk membayar raskin setiap bulannya, kami ada uang.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Ya, sudah cukup lama pak. sudah lebih dari 10 tahun. semenjak raskin ini di adakan oleh pemerintah, kami sudah mendapat raskin. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? Saya mendapat raskin setiap bulan sebanyak 3 kg. dengan harga tebus Rp. 7.500,- . Apakah Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah? Kalau raskin ini yang saya tahu yaitu pembagiannya di bagi rata. Semua mendapatkan 3 kg. hanya itu saja. Kami tidak pernah mendapatkan sosialisasi dari pemerintah berapa dapetnya, berapa harganya. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan 1 orang anak saya yang belum menikah dan masih menjadi tanggungan kami. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Tidak menentu pak, namanya juga tukang beca. Ya, kalau di rata-rata sekitar Rp. 20.000,- perhari.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 373: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

Kadang banyak dapat penumpang ya kadang sepi. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Konsumsi beras yaitu kira-kira 30 kg sebulannya. karena 1 hari konsumsi beras yaitu 1 kg. sedangkan beras raskin itu hanya bertahan 3 hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? sisanya kami membeli beras per hari. karena bapaknya tukang beca yang penghasilannya per hari jadi membeli berasnya dengan cara per hari. harga beras yang kami beli yaitu Rp. 7.500,-. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Kalau dikatakan bermanfaat ya memang bermanfaat pak. Berapa pun yang diberikan oleh pemerintah ya kita terima, walaupun tidak mencukupi. Bantuan yang diberikan hanya sebesar 3 kg jadi bagaimana untuk mencukupi kebutuhan selama 1 bulan.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Iya, itu sudah menjadi kesepakatan semua warga. Ketua rt menawarkan bagaimana jika yang mendapat raskin jatahnya dikurangi untuk mereka yang tidak dapat. Setelah di musyawarahkan semua warga setuju untuk membagi jatah tersebut kepada yang tidak mendapatkan raskin. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya sudah adil lah karena tidak ada ribut-ribut di masyarakat. Semua berjalan lancar. Kasihan juga bagi mereka yang tidak mendapatkan jatah makanya raskinnya di bagi rata. Hal ini sudah menjadi kesepakatan kami. Apakah menurut pendapat Ibu ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Menurut saya tidak ada yang dirugikan karena sudah kesepakatan bersama. Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Menurut saya yang adil itu jika ya di bagi rata seperti itu semuanya bisa merasakannya walaupun dengan jumlah yang sedikit-sedikit. Karena jika ada yang mendapat bantuan dan ada yang tidak maka akan banyak timbul komplain dan saling bertanya satu dengan lainnya. misalnya “mengapa kamu dapat, mengapa saya tidak?.

No. Pedoman wawancara Hasil wawancaraIdentitas informan Ibu A, Ibu rumah tangga, Non RTS, Talang Putri

1. Bagaimana dinamika kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal- Cara pendistribusian- Faktor pendorong

lahirnya kebijakan lokal- Proses pengambilan

kebijakan- Hambatan dan kendala

Bagaimana sistem distribusi raskin di wilayah ini bu? Di sini juga pembagiannya merata. Semua mendapatkan bagian walaupun sedikit tetapi tercicipi semua. tetapi kami ada yang mendapatkan raskin dengan cara di gilir (jika bulan ini dapat bulan depan tidak). Apa yang menyebabkan pendistribusian raskin dibagi rata bu? Karena jumlah beras yang diterima sedikit padahal yang miskin banyak. Sehingga harus dibagi rata. Apakah ibu atau warga ikut dilibatkan dalam penentuan penerima raskin, penentuan harga dan jumlah raskin? Ini hasil kesepakatan bersama. Akan tetapi kami tidak pernah ikut rapat. Mungkin mereka yang terdata saja yang di ajak

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 374: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

rapat. Siapa yang paling berperan dalam penentuan kebijakan? Keputusan merupakan kesepakatan warga pak dan bukan atas keinginan rt saja. Apa ibu pernah mengalami hambatan dan kendala dalam mendapatkan bantuan raskin? Tidak pernah pak. Semua berjalan lancar-lancar saja. harga raskin tersebut masih terjangkau oleh kami untuk membayarnya.

2. Dampak kebijakan pendistribusian raskin di tingkat lokal dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok RTS.- Konsumsi beras per bulan

(Kg dan Rp)- Besaran bantuan raskin

per bulan (Kg dan Rp)- Manfaat raskin

Sudah berapa lama Bapak/Ibu mendapatkan bantuan Raskin? Sudah lama pak. sejak program ini ada kami sudah mendapat raskin namun jumlahnya saja yang terus berkurang. Berapa banyak (kg) jumlah beras yang Ibu terima setiap bulannya dan Berapa harga tebus beras yang harus Ibu bayar untuk mendapatkan bantuan raskin tersebut? kami mendapatkan raskin sebanyak 5 kg dengan harga tebusnya sebesar Rp. 12.500,-. Apakah Ibu mengetahui dan pernah mendapat sosialisasi, berapa jumlah beras dan harga beras untuk masing-masing rumah tangga miskin di setiap bulannya (kg/bulan) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah? Saya tidak tahu pak mengenai harga dan jumlah tersebut. apakah itu memang dari pusatnya seperti itu atau itu dari pihak kelurahan. Yang saya tahu bahwa harga dan jumlah yang seperti itu dari pak rtnya. Setiap bulannya seperti itu. Berapa jumlah anggota keluarga yang turut mengkonsumsi raskin? Saya, suami dan 2 orang anak. Yang satu ber umur 15 tahun dan yang satu berumur 1,5 thn. Berapa penghasilan keluarga Ibu per Bulan? Suami saya adalah pegawai kontrak di PT. Pertamina. Gajinya sekitar 2 juta pak sebulan. Tetapi gajiannya dibayar tiap minggu yaitu Rp. 500.000,-. Berapa rata-rata konsumsi beras di dalam keluarga Bapak/Ibu di setiap bulannya (kg/bln)? Dan berapa hari bantuan raskin dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan pokok di bidang pangan? Ya paling lama satu minggu pak, karena jumlah anggota keluarga kami sedikit. Kami mengkonsumsi sekitar setengah kg per hari. Setelah beras raskin habis, bagaimana cara ibu untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut? Iya dengan cara membeli pak. Sekarang di pasaran harga beras yaitu Rp. 9.000,-. Jadi saya membeli beras dengan harga itu. Apakah dengan adanya bantuan raskin dapat membantu meringankan dalam pemenuhan kebutuhan pokok? Iya lumayanlah pak walaupun tidak bisa membantu sepenuhnya. Hanya bisa membantu sedikit-sedikit. Tapi tidak ada pengaruh apa-apa pak untuk keuangan rumah tangga. Apalagi harga bahan pokok sekarang sudah mahal semua. Apalagi kami mendapatkannya 2 bulan sekali.

3. Implikasi kebijakan pendistribusin terhadap keadilan distributif

Apakah ibu setuju dengan pola distribusi seperti itu (dibagi rata)? Iya setuju saja pak. kasihan kalau ada yang tidak kebagian raskin. Kita sudah ikhlas untuk berbagi. Bagaimana menurut pendapat Ibu mengenai sistem pembagian raskin dengan cara di bagi rata? apakah tindakan ini dapat dikatakan adil? Iya jadilah kalau di RT kami ini. Menurut saya sudah cukup adil. Alasannya ya karena di di rt kami ini pasti mendapatkan raskin walaupun 2 bulan sekali. Sedangkan di rt lain ada yang sudah menunggu tetapi belum tentu dapat raskin, mungkin karena warganya banyak. Apakah menurut pendapat Ibu

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.

Page 375: permasalahan distribusi dalam pelaksanaan program

ada pihak yang merasa dirugikan terkait dengan sistem distribusi seperti ini? Selama ini semuanya setuju saja pak. jadi sepertinya tidak ada yang dirugikan Bagaimana cara mewujudkan keadilan di masyarakat terkait pendistribusian bantuan? Ya, yang adil itu menurut saya adalah semua mendapatkan yang sama jumlahnya. Tidak ada yang dibeda-bedakan baik dia mampu maupun dia miskin. Semua sama tidak ada yang lebih. Itu menurut saya yang adil itu. jadi semua bisa merasakan bantuan dari pemerintah itu.

Permasalahan distribusi..., Rakhmat, FISIP UI, 2015.