Upload
dinhtruc
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Laporan Skripsi dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
MUSCULOSCELETAL DISORDERS PADA WELDER DI BAGIAN
FABRIKASI PT. CATERPILLAR INDONESIA
TAHUN 2010
Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 20 Desember 2010
Mengetahui,
Iting Shofwati, ST, M.KKK
Pembimbing Skripsi I
Minsarnawati, SKM, MKM
Pembimbing Skripsi II
ii
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 20 Desember 2010
Penguji I,
Iting Shofwati, ST, MKKK
Penguji II,
Catur Rosidati, SKM, MKM
Penguji III,
dr. Ali Nurrahman, MKKK
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhamad Taufik Zulfiqor
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 16 Agustus 1988
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Narogong Molek 6 Blok F/64 No. 02 RT.02/RW.019,
Kel.Kp.Pengasinan, Kec.Rawa Lumbu, Bekasi Timur. 17115
Agama : Islam
Status Pernikahan : Akan menikah
Nomor Handphone : +62(21) 9922 5968
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
2006-2010 S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2003-2006 SMA Negeri 3 Bekasi
2000-2003 SLTP Negeri 16 Bekasi
1994-2000 SD Negeri Margahayu I Kp.Pengasinan, Bekasi Timur
PENGALAMAN MAGANG
Februari – Maret 2010 PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk Strategic Bussines Unit
Daerah Wilayah I, Divisi Keselamatan Kerja dan Lingkungan.
PENGALAMAN ORGANISASI
2010-2011 Staff Administrasi Komisi Penanggulangan AIDS Kota Tangerang
Selatan
2009-2010 Staf Ahli Departemen Litbang Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Cabang Ciputat.
2009-2010 Koordinator Lembaga Semi Otonom (LSO) Fund Rising
Komisariat Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan (KOMFAKKES)
PMII
2008-2009 Koordinator Departemen Kaderisasi Komisariat Fakultas
Kedokteran Ilmu Kesehatan (KOMFAKKES) PMII
2008-2009 Ketua Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) I & II Kecamatan
Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang
2008-2009 Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan
Mahasiswa (DPW PPM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2008-2010 Ketua Marawis Al-Farizi Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
(BEM J) Kesehatan Masyarakat
iv
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan pertolongan kepada para
hambanya. Dan dengan memohon kepada Alloh SWT semoga memberikan tambahan
rahmat dan Islam kepada orang yang termulya dari kesekian hambanya, yaitu
makhluq-Nya yang paling mulia, Muhammad Saw.
Laporan ini merupakan hasil dari proses kegiatan penelitian yang dilakukan di
PT. Caterpillar Indonesia selama 1 bulan. Begitu banyak pengalaman dan
pengetahuan yang tidak dapat tertuang dalam laporan ini. Semoga dengan laporan
skripsi ini, mudah-mudahan Alloh SWT selalu melimpahkan pertolongan dan ridla-
Nya sehingga dapat menjadi manfaat bagi yang membaca secara umumnya dan bagi
penulis secara khususnya.
Sebagai akhir kata, dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur
memberikan ucapan terimakasih atas terselesaikannya skripsi ini kepada:
1. Keluargaku tercinta, Bapak dan Mama yang selalu memberikan nasihat dan
semangat agar selalu menjadi orang yang mengamalkan ilmunya. Serta
Kakakku Yuli, yang telah berkenan meminjamkan laptopnya untuk
menyelesaikan skripisi ini.
2. Guruku, KH. Drs. Misbahul Anam, At Tijanny yang merupakan sumber
inspirasi dan telah banyak memberikan nasihat hingga saat ini.
3. Prof. Dr (Hc). dr. MK. Tadjudin, SP.And selaku Dekan, yang telah banyak
memfasilitasi selama kegiatan menuntu ilmu.
4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat yang telah membuka jalan pengetahuan Kesehatan
Masyarakat yang luas.
5. Bunda Iting Shofwati ST, M.KKK selaku pembimbing yang secara tulus dan
penuh kesabaran menyalakan pelita di gelapnya dunia.
6. Bunda Minsarnawati, SKM, MKM yang telah memberikan coretan ilmu dan
kasih sayang selama penyusun skripsi ini.
7. Bunda Catur Rosidati, SKM, MKM, selalu menyediakan waktunya untuk
sharing selama penulisan skripsi ini.
v
8. dr. Ali Nurrahman, M.KKK selaku penguji yang telah memberikan banyak
saran terhadap skipsi ini.
9. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu administrasi.
10. Ibu Tari selaku General Manager PT. Caterpillar Indonesia yang secara
terbuka menerima penulis untuk melakukan kegiatan penelitian skripsi.
11. Bapak Yogi Daryoto, ST yang telah banyak membantu penlitian dan
memotivasi penulis untuk terus belajar.
12. Bapak Moch. Iswantara, Bapak Rudi dan Bapak Budi yang selalu
membimbing di lapangan dan memberikan masukan-masukan bermanfaat
serta motivasi dalam memaknai hidup ini.
13. Kawan-kawan di Istana Kertamukti; Kang Surma Adnan, Mas Fajar Iqbal,
Mas Ahmad Dharif, Mas Purwanto, Aa Iwang, Bang Masda Hilmi, Kakak
Rizwan dan Kakak Bagol.
14. Segenap Insan Pergerakan dan Sahabat-sahabat PMII Komisariat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, terima kasih atas semangatmu dan selalu
‘Yakin Usaha Sampai’.
15. Sahabat-sahabat tercinta di Kesehatan Masyarakat 3G FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, semoga keberkahan selalu menyertai langkah kita.
16. Khushushon ilaa Jam’iyyat el quusn, Blows Band Marawis and The Crazy
Wheels of zero sixs (Aditya Pratama & Prayudi, Ahmad Fauzi, Defriyan, Dian
Rawar, Dauly, Halsariki, Lutfi Fauji, Nouval, Ali Imron, Zaenal Arifin,
Yunus, Musthafa Iban, Said Muchsin, Trimunggara).
Selalu bergerak dalam kreatifitas..!
17. Dan Łẳkh, makasih yaa,,,
Ucapan terimakasih ini tidak diberikan kepada penghambat kreatifitas dan
kemampuan mahasiswa dalam mengembangkan kemurnian dan ketulusan hati untuk
berkarya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memperluas wisata ilmu,
khusunya di dunia Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta, 20 Desember 2010
Penulis
vi
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2010
Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculosceletal Disorders
pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
viii + 114 Halaman, 22 Tabel, 10 Gambar, 2 Skema, 1 Grafik, Lampiran
ABSTRAK
Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai
sangat sakit. Hasil studi pendahuluan diperoleh 80% pekerja (10 welder) merasakan
keluhan MSDs, 40% pekerja mengeluh pada bagian pinggang, 20% pada lengan
kanan, betis kanan dan leher bawah, 20% keluhan pada lengan kanan dan pinggang
saja.
Penelitian ini dilakukan di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada
Juni-Desember 2010. Sampel penelitian sebanyak 75 orang menggunakan desain
cross sectional study. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square dan Kruskall
Wallis. Variabel yang diteliti adalah risiko pekerjaan, usia, masa kerja, indeks masa
tubuh, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani.
Hasil penelitian didapatkan tingkat keluhan MSDs ringan sebanyak 58 orang
(77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7 orang (9,3%). Hasil uji statistik
menunjukkan adanya hubungan antara keluhan MSDs dengan risiko pekerjaan (p
value = 0,000), masa kerja (p value = 0,002), kebiasaan merokok (p value = 0,044)
dan kesegaran jasmani (p value = 0,000). Sedangkan yang tidak berhubungan adalah
usia (p value = 0,116) dan indeks masa tubuh (p value = 0,941).
Pekerja disarankan melakukan istirahat disaat mulai merasakan stres pada otot
tubuh, melakukan senam pagi setiap hari dan menggunakan back support untuk
meminimalisir keluhan MSDs. Perusahaan dapat melakukan rotasi pekerjaan untuk
menghindari stress pada otot tubuh akibat pekerjaan yang menetap, melakukan
pengawasan terhadap kegiatan senam pagi dan melakukan program quit smoking
untuk mengendalikan kebiasaan merokok pekerja.
Daftar Bacaan : 48 (1987 - 2009)
Kata Kunci : Keluhan MSDs, Welder, Risiko pekerjaan, Kebiasaan merokok,
kesegaran jasmani, Masa kerja
vii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
CONCENTRATION SAFETY AND HEALTH WORK
Thesis, December 2010
Muhamad Taufik Zulfiqor, NIM : 106101003341
Factors Associated to Welders of Musculosceletal Disorders Complaints in
Fabrication Division at PT. Caterpillar Indonesia Year 2010
viii + 114 Pages, 22 Tables, 10 Pictures, 2 Skemes, 1 Grafic, 6 Attachments
ABSTRACT
Musculoskeletal disorders (MSDs) is a pain on the parts of muscle sceletal
when that pain starting from a very mild complaint until the very sick. Preliminary
study had been showed that 80% of workers (10 welders) symptoms of MSDs, 40%
of workers felt on waist, 20% felt on right arm, right leg and under neck, 20% of pain
felt on right arm and waist.
This researched was conducted in the Fabrication of PT. Caterpillar Indonesia
on June until December 2010 with 75 samples and using a cross sectional study
design. The statistical test had been used chi square and Kruskall Wallis. Variables
studied an occupational risk, age, periode of employment, body mass index, smoking
habits and physical fitness.
The results showed a mild level of MSDs complaints were 58 peoples (77.3%)
and complaints of heavy MSDS number of 7 persons (9.3%). Statistical analysis
showed an association between MSDs complaints with occupational risk (p value =
0.000), periode of employment (p value = 0.002), smoking habits (p value = 0.044)
and physical fitness (p value = 0.000). While that is not related to age (p value =
0.116) and body mass index (p value = 0.941).
To reduce the MSDs complaints suggested to take a rest while begin to feel
stress on the muscles of the body, doing morning exercises every day and use a back
support and company can do the job rotation to avoid stress on the muscles of the
body due to permanent jobs, would be monitoring stretching activities and conducting
a quit smoking program.
Reading list : 48 (1987 - 2009)
Keywords : MSDs complaints, welder, Occupational risk, Periode of employment,
Smoking habits, Physical fitness
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv
ABSTRAK .................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xv
DAFTAR SKEMA ..................................................................................................... xvi
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................... xvii
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 7
1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8
1.4.1. Tujuan Umum ............................................................................... 8
1.4.2. Tujuan Khusus .............................................................................. 8
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
1.5.1. Bagi Perusahaan ............................................................................ 9
1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat .................................. 10
1.5.3. Bagi Peneliti .................................................................................. 10
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ...................................................... 12
2.1.1. Jenis-Jenis MSDs ........................................................................ 13
2.1.2. Gejala MSDs................................................................................ 14
ix
2.1.3. Faktor-Faktor Penyebab MSDs .................................................. 16
2.1.4. Pengendalian MSDs ................................................................... 29
2.1.5. Metode Penilaian Risiko MSDs .................................................. 30
2.2. Kerangka Teori ...................................................................................... 38
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep .................................................................................. 40
3.2. Definisi Operasional .............................................................................. 42
3.3. Hipotesis ................................................................................................ 44
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian ................................................................................... 45
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 45
4.3. Populasi dan Sampel ............................................................................. 45
4.4. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ....................................... 46
4.4.1. Variabel Keluhan MSDs .............................................................. 46
4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan ........................................................... 47
4.4.3. Variabel Usia ............................................................................... 52
4.4.4. Variabel Kesegaran Jasmani ........................................................ 52
4.4.5. Variabel Kebiasaan Merokok ...................................................... 52
4.4.6. Variabel Lama Kerja ................................................................... 53
4.4.7. Variabel Indeks Masa Tubuh ....................................................... 53
4.5. Pengolahan Data .................................................................................... 53
4.5.1. Menyunting Data (Editing) .......................................................... 53
4.5.2. Mengkode data (Coding) ............................................................. 54
4.5.3. Memasukkan data (Entry) ........................................................... 54
4.5.4. Membersihkan data (Cleaning) ................................................... 54
4.6. Analisis Data ......................................................................................... 54
4.6.1. Analisis Univariat ....................................................................... 54
4.6.2. Analisis Bivariat ......................................................................... 55
x
BAB V HASIL
5.1. Gambaran Umum PT. Caterpillar Indonesia .......................................... 56
5.1.1. Sejarah dan Lokasi PT. Caterpillar Indonesia ............................. 56
5.1.2. Visi dan Misi PT. Caterpillar Indonesia ...................................... 56
5.1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Caterpillar
Indonesia ...................................................................................... 57
5.1.4. Gambaran Bagian Produksi PT. Caterpillar Indonesia ................ 59
5.2. Analisis Univariat................................................................................... 60
5.2.1. Gambaran Keluhan MSDs Pekerja di Bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar Indonesia .................................................................... 60
5.2.2. Gambaran Risiko Pekerjaan di Bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ............................................... 62
5.2.3. Gambaran Usia dan Masa kerja pada Responden di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ......................... 62
5.2.4. Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Responden di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia 2010 .................................... 63
5.2.5. Gambaran Kebiasaan Merokok pada Responden di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ......................... 64
5.2.6. Gambaran Kesegaran Jasmani pada Responden di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ......................... 65
5.3. Analisis Bivariat ..................................................................................... 65
5.3.1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs
pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia ........ 65
5.3.2. Hubungan antara Usia Pekerja dengan Keluhan MSDs pada
welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun
2010 ............................................................................................. 66
5.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada
welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun
2010 ............................................................................................. 67
xi
5.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs
pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia
Tahun 2010 .................................................................................. 68
5.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan
MSDs pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia Tahun 2010 ................................................................. 69
5.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs
pada welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia
Tahun 2010 .................................................................................. 70
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 71
6.2. Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs .. 71
6.2.1. Keluhan Musculosceletal Disorders ............................................ 71
6.2.2. Risiko Pekerjaan ......................................................................... 75
6.2.3. Usia Pekerja ................................................................................ 76
6.2.4. Masa Kerja .................................................................................. 77
6.2.5. Indeks Masa Kerja ...................................................................... 77
6.2.6. Kebiasaaan Merokok .................................................................. 77
6.2.7. Kesegaran Jasmani ..................................................................... 78
6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs .. 78
6.3.1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs ....... 78
6.3.2. Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs ........................... 82
6.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs ................ 84
6.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs ... 86
6.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan
MSDs ........................................................................................... 87
6.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs .... 90
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan ............................................................................................ 94
7.2. Saran .................................................................................................. 94
xii
7.2.1. Bagi Pekerja ................................................................................. 94
7.2.2. Bagi Perusahaan ......................................................................... 95
7.2.3. Peneliti Selanjutnya ..................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Grand Score RULA ................................................................................. 32
Tabel 2.2. Tabulasi penilaian pada punggung ......................................................... 37
Tabel 2.3. Ketegori Nilai Paparan pada Bagian Tubuh ........................................... 38
Tabel 2.4. Kategori Tingkat Paparan & Tindakan .................................................. 38
Tabel 3.1. Definisi Operasional ................................................................................ 42
Tabel 4.1. Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh .......................... 48
Tabel 4.2. Contoh Perhitungan pada Lembar QEC .................................................. 51
Tabel 4.3. Kategori Paparan Total dan Level Tindakan .......................................... 51
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Keluhan MSDs ........ 60
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Pekerjaan di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 62
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia dan Masa Kerja di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 63
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 63
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 64
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ........................ 65
Tabel 5.7. Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs
Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun
2010 ......................................................................................................... 66
Tabel 5.8. Analisis Hubungan antara Usia Pekerja dengan Keluhan MSDs Pada
Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 ... 67
Tabel 5.9. Analisis Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada
Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010 ... 67
xiv
Tabel 5.10. Analisis Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs
Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun
2010 ......................................................................................................... 68
Tabel 5.11. Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs
Pada Resonden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia
Berdasarkan pada tahun 2010 ................................................................. 69
Tabel 5.12. Analisis Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs
pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia
Berdasarkan tahun 2010 .......................................................................... 70
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. The Trauma Bucket ................................................................................ 13
Gambar 2.2. Nordic Body Map .................................................................................... 16
Gambar 2.3. Postur Tubuh Janggal .............................................................................. 17
Gambar 2.4. Posisi Tubuh yang Akan diukur .............................................................. 18
Gambar 2.5. Senam 4-Before ....................................................................................... 25
Gambar 2.6. Proses Penilaian RULA .......................................................................... 31
Gambar 6.1. Postur Kerja yang Tidak Ergonomis ...................................................... 73
Gambar 6.2. Meja Kerja yang Digunakan di PT. Caterpillar Indonesia ..................... 75
Gambar 6.3. Penggunaan Alat Kerja yang Beratnya mencapai 15 kg ........................ 81
Gambar 6.4. Back Support .......................................................................................... 82
Gambar 6.5. Kegiatan Senam Pagi di PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010 ............ 92
xvi
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1. Kerangka Teori ....................................................................................... 39
Skema 3.1. Kerangka Konsep ................................................................................... 41
xvii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1. Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Responden Berdasarkan .............. 61
xviii
DAFTAR ISTILAH
HEX = Alat berat jenis Hydraulic excavator yang terdiri dari Swing Frame, Base
frame, Boom, Stick dan Link as.
SWS = Sheet Work System merupakan lembar aturan kerja yang ada di Fabrikasi
TTT = Alat berat jenis traktor yang terdir dari C frame, Blade dan Canopy.
WTD = Workshop yang hanya mengerjakan bagian HEX & TTT yang berukuran
besar seperti Grapples dan Log forks tipe D10 dan D11.
Welder = Orang yang melakukan pengelasan di bagian Fabrikasi
A1 = posisi punggung saat netral (< 200).
A2 = posisi punggung saat gerakan fleksi, putaran atau bengkok ( 200-60
0).
A3 = posisi punggung saat fleksi, putaran atau bengkok (> 600).
B1 = pekerjaan yang dilakukan dengan keadaan tidak statis (manual handling).
B2 = pekerjaan yang dilakukan dengan keadaan statis.
B3 = intensitas jarang saat melakukan pekerjaan manual handling.
B4 = intensitas sering saat melakukan pekerjaan manual handling.
B5 = intensitas sangat sering saat melakukan pekerjaan manual handling.
C1 = posisi lengan berada pada atau di bawah pinggang.
C2 = posisi lengan pada ketinggian dada.
C3 = posisi lengan berada pada atau lebih di atas bahu.
D1 = intensitas lengan jarang bergerak.
D2 = intensitas lengan sering bergerak.
D3 = intensitas lengan sangat sering bergerak.
E1 = posisi pergelangan tangan saat posisi netral (lurus dengan tangan).
E2 = posisi pergelangan tangan saat menyimpang atau bengkok ≥ 450.
F1 = intensitas jarang ada gerak berulang pada pergelangan tangan.
F2 = intensitas sering ada gerak berulang pada pergelangan tangan.
F3 = intensitas sangat sering ada gerak berulang pada pergelangan tangan.
G1 = tidak ada posisi gerak leher fleksi, ekstensi > 200 ataupun gerak berputar.
G2 = leher jarang melakukan gerak fleksi, ekstensi >200 ataupun gerak berputar.
G3 = leher sering melakukan gerak fleksi, ekstensi >200 ataupun gerak berputar.
xix
H1 = berat beban yang dibawa pekerja sebesar ≤ 5 kg.
H2 = berat beban yang dibawa pekerja sebesar 6-10 kg.
H3 = berat beban yang dibawa pekerja sebesar 11-20 kg.
H4 = berat beban yang dibawa pekerja sebesar ≥21 kg.
J1 = pekerja menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu <2 jam.
J2 = pekerja menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu 2-4 jam.
J3 = pekerja menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu > 4 jam.
K1 = berat benda yang dipegang dengan satu tangan sebesar < 1kg.
K2 = berat benda yang dipegang dengan satu tangan sebesar 2-4 kg.
K3 = berat benda yang dipegang dengan satu tangan sebesar > 4kg.
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat pernyataan telah melakukan penelitian
Lampiran 1 Kuesioner penelitian
Lampiran 2 Daftar isian nordic body map
Lampiran 3 Gambar nordic body map
Lampiran 4 Lembar pertanyaan quick expossure check
Lampiran 5 Lembar tabulasi penilaian quick expossure check
Lampiran 6 Output analisis data
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian
otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada
sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993).
Musculoskeletal disorders termasuk dari pembengkakan dan dampak
degenarif kondisi otot, tendon, ligament, sendi pembuluh perifer dan pembuluh
darah. Bagian utama tubuh yang terlibat adalah punggung, leher, bahu, lengan
bawah dan tangan (extrimitas bagian atas), meskipun bagian extrimitas bawah
perlu juga mendapatkan perhatian lebih. Kejadian MSDs terdapat pada banyak
negara, yang berdampak pada pengeluaran biaya pengobatan dan juga penurunan
kualitas hidup. Pada banyak negara, kejadian tersebut banyak terkait oleh
penyakit akibat kerja. Di Amerika Serikat, Kanada, Finlandia, Swedia dan
Inggris, MSDs telah banyak menyebabkan tingginya tingkat ketidak-hadiran
bekerja. MSDs tentunya lebih banyak terjadi pada sektor industri. Risiko tinggi
juga terjadi pada sektor fasilitas perawat, transportasi udara, pertambangan,
proses pembuatan makanan, penyamakan kulit dan sektor pembuatan/manufaktur
seperti alat berat, kendaraan, perabot, alat rumah tangga, elektronik, tekstil,
pakaian, dan sepatu (Susan Stock et.al. 2005).
2
Dalam Media Relations Officer ILO Jakarta, 2007 menyebutkan :
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ILO (Organisasi Perburuhan
Internasional), sekitar 2,2 juta jiwa per tahun di seluruh belahan dunia
kehilangan nyawa akibat kecelakaan ataupun penyakit yang terkait dengan
pekerjaan atau rata-rata setiap hari 6.000 orang meninggal, setara dengan satu
orang setiap 15 detik. Akibat pekerjaan juga setiap tahun sebanyak 270 juta
jiwa lainnya menderita luka parah dan 160 juta lainnya mengalami penyakit
jangka panjang atau pendek.
Pada faktanya, Europan communities (2008) telah memperkirakan sekitar
40% dari MSDs bagian extrimitas atas merupakan akibat dari paparan pekerjaan,
atau dengan kata lain lebih dari 500,000 orang telah menderita MSDs setiap
tahun. Berdasarkan hasil survey sebelumnya oleh lembaga de santé publique de
Montréal pada tahun 2005 didapatkan data bahwa cidera musculoskeletal
disorders (MSDs) menyebabkan kehilangan waktu kerja terjadi sekitar 21% pada
perusahaan manufacture (Installation, maintenance, and repair occupations) dan
sektor pelayanan jasa, mayoritas yang menerima pajanan ini adalah operator
ataupun pekerja kasar (dalam Susan Stock et al, 2005).
Lain halnya dengan European Foundation for the Improvement of Living
and Working yang melakukan survei pada 235 juta pekerja di 31 negara Eropa
pada tahun 2007, memperoleh 25% mengalami nyeri punggung dan 23% nya
nyeri otot, hal tersebut karena diakibatkan menderita MSDs. Di Negara Amerika
Serikat sendiri yang merupakan negara maju dalam industri manufaktur telah
mencatat bahwa WMSDs (work related musculoskeletal disorders) menjadi
penyebab utama penyakit akibat kerja dan kehilangan 846.000 hari kerja setiap
tahun dengan total biaya pengobatan yang dikeluarkan mencapai $20 milliar
sampai $43 milliar (National Academy of Sciences dalam Humantech, 2003).
3
Berdasarkan hasil survey Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah
kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita
pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami
pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota
di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%), kardiovaskuler (8%),
gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan gangguan THT (1.5%)
(Depkes RI, 2005).
Sedangkan hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan dan Ergonomi
ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data bahwa sebanyak 40-80% pekerja
melaporkan keluhan pada musculoskeletal sesudah bekerja (dalam Mega
Octarisya, 2009).
Banyak studi mengenai faktor yang turut berkontribusi terhadap MSDs
pada pekerjaan pengelasan, salah satunya disebabkan oleh posisi yang buruk
(jongkok, berlutut dan over head), berat alat yang tidak standar, posisi leher dan
bahu statis dengan mendongak ke atas (Humantech 2003). Fakta mengenai risiko
yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan, menurut Grandjen (1993) adalah sikap
kerja yang tidak alamiah pada umumnya akan menyebabkan terjadinya keluhan
otot skeletal. Sedangkan untuk faktor pekerja itu sendiri, berdasarkan penelitian
dari Guo et al. (dalam Bridger, 1995) dikatakan bahwa pada umur 35 tahun,
merupakan episode pertama seseorang akan mengalami nyeri punggung, hal
tersebut dapat dikarenakan pada usia di atas 35 tahun terjadi proses degenerasi
dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berkurangnya stabilitas otot dan
4
sendi. Semakin bertambah usia seseorang, semakin tinggi risiko terjadinya
penurunan elastisitas tulang.
Dalam mengatasi masalah elastisitas persendian, Humantech (2003)
menjelaskan bahwa seseorang yang tidak pernah melakukan senam ataupun
olahraga secara rutin akan menyebabkan otot menjadi tidak fleksibel/kehilangan
elastisitasnya sehingga berakibat keluhan MSDs. Sedangkan peningkatan keluhan
MSDs itu sendiri juga dipengaruhi oleh umur dan masa kerja, Ohlsson et al.
(1989) melaporkan bahwa derajat keluhan MSDs meningkat secara signifikan
seiring dengan bertambahnya masa kerja.
Berdasarkan hasil penelitian Juniani dkk, diketahui bahwa ketika
melakukan aktifitas pengelasan dengan bebas, pekerja yang sering merasakan
kaku pada bahu pada sebanyak 66%, sebanyak 69% pekerja merasa sakit atau
nyeri pada leher, 52% nafas pekerja merasa tertekan pada saat melakukan
pengelasan dan 77% merasakan nyeri pada bagian punggung.
Hasil penelitian Ansyari (2007) pada pekerja pembungkus dodol,
menyimpulkan bahwa: 1) Dari fasilitas kerja yang tidak ergonomis tersebut
banyak ditemui keluhan pada pekerja setelah selesai bekerja yaitu 100% pekerja
merasakan keluhan sangat sakit pada bahu, leher, punggung, pinggang, bokong,
lutut, betis, kaki, dan lengan. 100% tidak merasakan sakit pada siku dan lengan.
2) Setelah dilakukan fasilitas terjadi penurunan keluhan 70% pekerja merasakan
keluhan agak sakit dan 30% nya merasakan sakit pada leher, bahu, lengan,
punggung, pinggang, bokong, 80% pekerja merasakan keluhan agak sakit dan
20% sakit pada lengan, pergelangan tangan, paha, pantat, lutut, betis dan kaki. 3)
5
Setelah dilakukan penerapan fasilitas kerja yang sesuai dengan antropometri
pekerja terjadi peningkatan produktivitas sebesar 15% -22%.
Hasil penelitian Hendra dan Suwandi (2008), diketahui bahwa pekerjaan
pemanenan kelapa sawit dan pemuatannya ke atas truk mempunyai skor REBA
antara 8–10 atau risiko tinggi yang memerlukan tindakan perbaikan segera.
Keluhan MSDs terbanyak dialami pada bagian leher dan punggung bawah, yaitu
masing-masing sebanyak 98 responden. Sedangkan keluhan paling sedikit adalah
pada bagian pantat/bokong. Varibel yang secara signifikan berhubungan dengan
keluhan MSDs adalah jenis pekerjaan, umur, dan lama kerja.
PT. Caterpillar Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
manufaktur pembuatan alat berat dengan terdiri dari proses fabrikasi dan
perakitan/assembling. Perakitan terdiri dari proses penyatuan komponen-
komponen yang dibuat di PT. Caterpillar ataupun barang import. Sedangkan
bagian Fabrikasi merupakan proses awal pembuatan komponen untuk unit
hydraulic excavator (HEX), Track Type Tracktor (TTT) serta Work Tool (WTD).
Komponen yang dibuat untuk unit jenis HEX adalah swing frame, base frame,
boom, stick dan link as. Untuk unit jenis TTT yang dikerjakan di fabrikasi antara
lain C-frame, blade, canopy sedangkan Work tool mengerjakan blade untuk jenis
D10 dan D11, bucket tipe 992 serta tipe besar lainnya sesuai dengan pesanan
yang diminta. Selain itu, work tool juga menyediakan peralatan untuk kegiatan
kehutanan seperti grapples dan log forks. Bahan untuk pembuatan komponen
tersebut berasal dari besi dengan kualitas tinggi, kemudian besi-besi tersebut
dibentuk menjadi komponen-komponen dengan teknik pengelasan. Teknik
6
pengelasan yang ada terbagi menjadi dua jenis yaitu tack weld (pengelasan titik)
dan full weld (pengelasan panjang) dengan posisi pengelasan yang berbeda-beda,
sehingga hal tersebut menyumbangkan beberapa variasi bahaya termasuk risiko
MSDs. Adapun jumlah pekerja di Fabrikasi yang melakukan proses pengelasan
adalah sejumlah 75 orang.
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di bulan Juni 2010 terhadap
10 pekerja bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan menggunakan
kuesioner Nordic Body Map, diketahui bahwa seluruh pekerja merasakan keluhan
MSDs setelah bekerja. Sebanyak dua orang (20%) merasakan keluhan pada
bagian pinggang, lengan kanan, betis kanan dan kiri serta leher bawah, sebanyak
satu orang (10%) merasakan keluhan nyeri dan pegal-pegal pada pinggang,
lengan kanan, betis kanan dan kiri, sejumlah satu orang (10%) merasakan keluhan
pada pinggang dan lengan kanan, serta sebanyak empat orang (40%) merasakan
keluhan hanya pada pinggang saja.
Selain itu belum ada penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor
yang terkait dengan keluhan MSDs di PT. Caterpillar Indonesia, maka peniliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia
tahun 2010”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni 2010
terhadap 10 pekerja di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, seluruhnya
7
merasakan adanya gejala MSDs seperti nyeri ataupun pegal-pegal setelah bekerja.
Gangguan MSDs pada pekerja dapat mempengaruhi penurunan performance
kerja, produktivitas dan kualitas kerja, hubungan dalam pekerjaan, penurunan
kewaspadaan, gangguan dalam kehidupan keluarga, dan meningkatkan risiko
terjadinya kecelakaan. Juga belum pernah ada penelitian terkait dengan faktor-
faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada pekerja di PT. Caterpilllar
Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan, usia pekerja, masa kerja,
kebiasaan merokok, indeks masa tubuh dan kesegaran jasmani dengan keluhan
MSDs di PT. Caterpilllar Indonesia.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan MSDs pada welder di PT. Caterpillar Indonesia
tahun 2010?
2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia tahun
2010?
3. Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, indeks masa tubuh, kebiasaan
merokok, masa kerja, kesegaran jasmani) di PT. Caterpillar Indonesia tahun
2010?
4. Apakah ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada
welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?
5. Apakah ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di di
PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?
8
6. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder
di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?
7. Apakah ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada
welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?
8. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada
welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?
9. Apakah ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada
welder di PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
musculoskeletal disorder (MSDs) pada pekerja bagian Fabrikasi di PT.
Caterpillar Indonesia tahun 2010
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran keluhan MSDs pada welder di bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan di PT. Caterpillar Indonesia
tahun 2010.
3. Diketahuinya gambaran faktor pekerja (usia, Masa kerja, indeks masa
tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani) di PT. Caterpillar
Indonesia tahun 2010.
9
4. Diketahuinya hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs
pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
5. Diketahuinya hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada
welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
6. Diketahuinya hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada
welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
7. Diketahuinya hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan
MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun
2010.
8. Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun
2010.
9. Diketahuinya hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan
MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun
2010.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Perusahaan
1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi
perusahaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan MSDs
pada pekerja di PT. Caterpillar Indonesia sehingga program-program
K3 perusahaan terkait ergonomi dapat lebih dioptimalkan untuk
mencapai keberhasilan.
10
2. Perusahaan dapat melakukan pertimbangan/koreksi/update terhadap
potensi MSDs yang ada di lingkungan kerja.
1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
1. Diperoleh ilmu/metode baru dalam pengukuran risiko ergonomi pada
pekerjaan.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan gambaran agar keilmuan K3 yang
akan diajarkan di kampus nantinya dapat lebih mendekati kondisi di
lingkungan kerja.
3. Terciptanya kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat
dengan institusi lain.
1.5.3. Bagi Peneliti
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan
meneliti terkait ergonomi.
2. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait risiko ergonomi
yang telah didapat di perkuliahan pada tempat kerja yang
sesungguhnya.
3. Meningkatkan kemampuan penulis khususnya dalam proses
identifikasi bahaya ergonomi di lingkungan kerja.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa Program studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin
mengetahui gambaran keluhan MSDs dan faktor-faktor yang berhubungan berupa
11
faktor pekejaan dan faktor pekerja (usia, Masa kerja, indeks masa tubuh,
kebiasaan merokok, kesegaran jasmani). Penelitian dilakukan pada bulan Juni-
Desember 2010 di PT. Caterpillar Indonesia bagian Fabrikasi, JL. Raya
Narogong KM.19, Cileungsi, Bogor 16820. Penelitian ini menggunakan desain
cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja las/welder di
bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 75
responden. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan
data primer. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung keluhan MSDs
dengan nordic body map dan pengukuran risiko pada faktor pekerjaan dengan
menggunakan lembar quick expossure check (QEC) serta data karakteristik
pekerja dengan menggunakan kuesioner, timbangan berat badan dan microtoa.
Data-data tersebut dianalisis secara univariat untuk memperoleh frekuensi jumlah
dan persentase, sedangkan untuk melihat hubungan antara variabel dependen
dengan independen dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi
square dan uji Kruskall wallis.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Musculoskelatal Disorders (MSDs)
MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan
seperti otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan atapun pembuluh
darah. Rasa sakit yang akibat MSDs dapat digambarkan seperti kaku, tidak
fleksibel, panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman.
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang
dirasakan oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa
sangat sakit. Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan
dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit,
keluhan ini disebut keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera
pada sistem Musculoskeletal (Humantech, 2003).
MSDs dapat dilihat dengan menganalogikan pada sebuah ember.
Trauma kecil yang diterima dari pekerjaan oleh tubuh “Trauma Bucket”.
Kebetulan, tubuh dapat menyembuhkan MSDs dengan sendirinya akan tetapi
dibutuhkan waktu tertentu, sehingga kemampuan tubuh untuk menyembuhkan
sendiri diibaratkan seperti “Valve Healing”. Akan tetapi jika terlalu banyak dan
sering trauma yang didapatkan oleh tubuh manusia dengan kemampuannya
yang terbatas, justru akan memicu MSDs. Adapun gambar tersebut dapat
dilihat berikut ini :
13
Gambar 2.1.
The Trauma Bucket Theory
Sumber : Applied Ergonomics Training Manual , Humantech 2003
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Menurut Katharine et al. [2005], Cummulative
Trauma Disorders (CTD) atau biasa juga disebut MSDs adalah nyeri
muskuloskeletal yang tetap dan selalu muncul akibat trauma setelah 6 (enam)
minggu dengan tingkat keluhan „mild’, „moderate’ and „severe discomfort’.
Standar ergonomi OSHA mengatakan bahwa “work-related muskuloskeletal
disorder” termasuk CTD disebabkan atau diperberat oleh faktor risiko yang
ada di tempat kerja, termasuk tanda atau gejala yang menetap setidaknya
selama 7 hari, atau secara klinis didiagnosis work-related muskuloskeletal
disorder.
2.1.1. Jenis-Jenis MSDs
Secara garis besar keluhan otot dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat
otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan
segera hilang apabila pembebanan di hentikan.
14
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa
sakit pada otot terus berlanjut.
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi
otot yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu
panjang dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan
otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-
20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot
melebihi 20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat
kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan.
Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma‟mur,1996).
Adapun tiga jenis utama dari MDS tipe extrimitas atas adalah :
1. Tendon disorders (Tendinitis, Tenosynovitis, DeQuervain‟s disease,
Ganglion Cyst, Epicondylitis)
2. Nerve disorders & Neuro vascular disorders (carpal tunnel syndrome,
cubital tunnel syndrome, thoracic outlet syndrome, H-A Vibration)
3. Back disorders
2.1.2. Gejala MSDs
Menurut Suma‟mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa
dirasakan oleh seseorang adalah:
1. Leher dan punggung terasa kaku.
2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.
15
3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.
4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.
5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri
disertai bengkak.
6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.
7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan
serta kehilangan kepekaan.
8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi
rasa panas.
Untuk memperoleh gambaran gejala MSDs dapat menggunakan
Nordic Body Map (NBM) dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak
nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat dan
menganalisa peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis
keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat
sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai subjektifitas
yang tinggi (Kuorinka et al, 1997).
Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk
kuesioner checklist ergonomi. Berntuk lain dari checklist ergonomi
adalah checklist International Labour Organizatation (ILO). Namun
kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering
digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan
kuesioner ini paling sering digunakan karena sudah terstandarisasi dan
tersusun rapi. Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang
sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung
bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan/tangan,
16
pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki (Kroemer, 2001). Adapun
gambarnya sebagai berikut:
Gambar 2.2.
Nordic Body Map
Sumber : Ketut Tirtayasa, et al. 2003.
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keluhan MSDs
Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit
untuk dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu
yang selalu ada dan berhubungan atau turut berperan dalam
menimbulkan MSDs. Faktor-faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan
dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau
pekerja (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan faktor
psikososial (Susan Stock, et al, 2005).
17
1. Faktor Pekerjaan
a. Postur Kerja
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang
menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya.
Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin
tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah
pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan
kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).
Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan Raharjo (2008),
diperoleh bahwa skor risiko (REBA) pada pekerjaan pemuatan
kelapa sawit ke dalam truk sebesar 8-10/high risk, dan 83,7% dari
117 pekerja merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung
bawah. Adapun postur-postur janggal adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3.
Postur Tubuh Janggal
Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)
b. Frekuensi
Frekuensi yang terlampau sering akan mendorong fatigue
dan ketegangan otot tendon. Ketegangan otot tendon dapat
dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan untuk
18
peregangan otot. Dampak gerakan berulang akan meningkat bila
gerakan tersebut dilakukan dengan postur janggal dan beban yang
berat. Berdasarkan studi yang dilakukan European Campaign On
Musculoskeletal Disorders pada tahun 2008 terhadap 235 juta
orang pekerja di Eropa, melaporkan 62% telah terpapar MSDs
pada tangan akibat adanya gerak repetitive/berulang dan 46%
dilaporkan akibat posisi tubuh yang melelahkan selama bekerja.
Gambar 2.4.
Posisi tubuh yang akan diukur
Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)
c. Durasi
Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi
didefinisikan sebagai durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi
sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan durasi lama yaitu > 2 jam per
19
hari. Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila postur
tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik (Brief Survey Methode
dalam Humantech, 2003).
Berdasarkan hasil studi Octarisya (2009), diketahui bahwa
59,3% pekerja yang mengalami keluhan MSDs diakibatkan oleh
aktifitas mengangkat/manual handling dengan total waktu kerja
selama 6 jam setiap hari.
d. Beban
Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang
direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut
Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya tidak
melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan
wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg.
Berdasarkan studi oleh European Campaign On
Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa
negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah
mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda
berat dari container setiap harinya.
e. Alat Perangkai/Genggaman
Menurut Tarwaka (2004) pada saat tangan harus
memegang alat ataupun menekan tombol, maka jaringan otot
tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari
pegangan alat, apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan
20
rasa nyeri otot menetap. Berdasarkan hasil studi Susan et al.
(2004), permasalahan ergonomi pada operator mesin dan
assembler adalah ketika tangan digunakan untuk menghidupkan
mesin (seperti mendorong tombol dan menekan panel),
menggenggam besi untuk membuka kotak, memegang benda atau
pun alat kerja dengan ujung jari (Susan, 2005).
2. Faktor Lingkungan
a. Getaran
Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan
kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan
peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat
dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot (NIOSH, 1997). Hal
yang sama ditemukan oleh John (2007) bahwa getaran yang
berlebihan menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi dan organ-
organ internal; menyebabkan mual dan trauma ke tangan, lengan,
kaki dan kaki. Getaran diukur dengan arah, kecepatan dan
frekuensi pada tubuh.
b. Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya
menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya
kekuatan otot (NIOSH, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian John (2007), sebuah rentang
suhu nyaman pada umumnya adalah 68-74 derajat Fahrenheit dan
21
dipengaruhi juga oleh beban kerja fisik dengan kelembaban antara
20 sampai 60 persen.
c. Pencahayaan
Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat
obyek secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan.
Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi
cepat lelah karena mata akan berusaha melihat dengan cara
membuka mata lebar-lebar. Intensitas cahaya untuk membaca
sekitar 300-700 lux, pekerjaan di kantor 400-600 lux, pekerjaan
yang memerlukan ketelitian 800-1200 lux dan pekerjaan di
gudang 80-170 lux (NIOSH, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian Spinger (2007), diperoleh
bahwa mengurangi cahaya silau di tempat kerja dapat
meningkatkan produktifitas sebanyak 7%, sehingga ketika
seseorang bekerja di depan komputer dapat bertahan hingga 8 –
12 jam.
3. Faktor Pekerja
a. Usia
Menurut Oborne [1995] keluhan otot skeletal biasanya
dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun. Keluhan
pertama biasa dialami pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan
akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Sedangkan
menurut Bridger [2003], sejalan dengan meningkatnya usia akan
terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di
22
saat seseorang berusai 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi
degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan
menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut
menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang.
Berdasarkan hasil penelitian Collins dan O'Sullivan (2009)
yang dilakukan pada 200 perempuan dan 132 laki-laki dengan
jenis pekerjaan yang berbeda di Irlandia dan rentang umur antara
18-66 tahun, diperoleh keluhan pada tulang belakang, bahu dan
bagian leher lebih banyak dialami pada pekerja yang muda
daripada pekerja yang tua.
Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian Mathiowetz et al.
(1985) dalam NIOSH (1997), diperoleh tidak ada hubungan antara
munculnya keluhan MSDs dengan usia pekerja, hal tersebut
dibuktikan bahwa pada tangan pekerja yang sudah tua tidak
mengalami penurunan kekuatan ototnya. Torell er al. [1988]
menemukan bahwa tidak ada hubungan antara keluhan MSDs
dengan usia, akan tetapi mereka hubungan yang sangat kuat
antara beban kerja (dengan kategori rendah, sedang, berat) dengan
gejala atau diagnosis MSDs.
b. Jenis Kelamin
Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan
jenis kelamin pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60%
dari kekuatan otot pria, keluhan otot juga lebih banyak dialami
wanita dibandingkan pria (Oborne, 1995).
23
Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan
bahwa pekerja wanita memiliki asosiasi kuat dalam munculnya
keluhan MSDs. Berdasarkan laporan yang diterimanya, pekerja
wanita mempunyai risiko lebih dari dua kali lipat.
c. Waktu Kerja
Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik
pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan
kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan
dalam keadaan tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan
itu hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan
pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu.
Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan MSDs pada
supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih [2009], diketahui bahwa
supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam merasakan
pegal-pegal pada punggung dan leher.
d. Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok
pun masih dalam taraf perdebatan para ahli. Namun dari
penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi
merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan.
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama
dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap
10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok
selama setahun memiliki risiko LBP sama dengan mereka yang
24
tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas
paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi
oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk
melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan
mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah
(Jeanie Croasmun. 2003). Sedangkan menurut Bustan (2000),
kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori yaitu, kebiasaan
merokok berat (> 20 batang/hari), sedang (10-20 batang/hari),
ringan (< 10 batang/hari) dan tidak merokok.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annuals of
Rheumatic Diseases (Croasmun, 2003) terhadap 13.000 perokok
dan non perokok dengan rentang umur antara 16 s.d 64 tahun,
dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk
merasakan MSDs. Hal ini dikarenakan efek rokok akan
menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit,
mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga
meningkatkan risiko terkena osteoporosis, menghambat
penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi
tulang.
e. Kesegaran Jasmani
Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang
yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu
untuk beristirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan
kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat
25
akan lebih sering mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran
tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan
otot. Keluhan otot akan meningkat akibat kurangnya kelenturan
otot sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik tanpa kesegaran
jasmani (Mitchell, 2008).
Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans
(1996) yang dilakukan terhadap 10 pekerja dan telah berumur
(tua), didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif
meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat karena
adanya kenaikan 128 % kapasitas oksigan pada otot akibat
olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan (Evans,
1996).
Gambar 2.5.
Senam 4-Before
Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan (2005)
26
Sejalan dengan penelitian di atas, Moore (1998) telah
melakukan penelitian terhadap 60 pekerja di perusahaan
manufaktur dengan mengadakan senam selama 5-8 menit setiap
harinya dalam dua bulan. Senam tersebut meliputi gerakan pada
leher, bahu, tangan, pinggang, punggung dan kaki. Maka
diperoleh hasil yang signifikan yaitu pekerja merasakan
peningkatan fleksibilitas otot dan pengurangan rasa sakit pada
otot.
f. Kekuatan Fisik
Seperti yang dilaporkan oleh NIOSH (2007) bahwa
keluhan punggung yang tajam pada para pekerja yang menuntut
pekerjaan otot diatas batas kekuatan otot maksimalnya.
Dalam studinya, Chaffin (1991) mengemukakan bahwa
pekerja yang memiliki kekuatan otot rendah beresiko tiga kali
lipat lebih besar mengalami keluhan otot dibandingkan pekerja
yang memiliki kekuatan otot yang tinggi. Namun sama halnya
dengan kebiasaan merokok dan jenis kelamin, pendapat ini masih
diperdebatkan.
g. Masa Kerja
Ohlssson et al (1989) melaporkan bahwa terjadinya
peningkatan derajat keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan
bahu dengan masa kerja yang bergantung pada usia kerja. Derajat
peningkatan keluhan MSDs semakin bertambah ketika masa kerja
seseorang semakin lama.
27
Berdasarkan penilitian yang dilakukan Octarisya (2009),
didapatkan bahwa sebesar 66,7% pekerja yang berumur lebih dari
15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu
kanan dan kiri, leher dan punggung bawah.
h. Indeks Masa Tubuh
Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator
kondisi status gizi pekerja. Dihitung dengan rumus BB2/TB (berat
badan2/tinggi badan), adapun menurut WHO (2005) dikategorikan
menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk
(25-30) serta obesitas (> 30). Kaitan IMT dengan MSDs adalah
semakin gemuk seseorang makan bertambah besar risikonya
untuk mengalami MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan
kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat
badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah.
Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan
pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia
nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998).
Kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi
kesehatan yang serius. Risiko semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya BMI. Indeks massa tubuh merupakan faktor risiko
utama untuk penyakit kronis seperti musculoskeletal disorders
terutama osteoarthritis. Penelitian Heliovaara (1987), yang
dikutip NIOSH (1997) menyebutkan bahwa tinggi seseorang
berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis
28
kelamin wanita dan pria, tapi pada berdasarkan IMT, hanya
berpengaruh pada jenis kelamin pria. Selain itu IMT tidak
berhubungan terhadap MSD karena pengukuran menggunakan
Nordic hanya terkait pada tubuh bagian atas dan MSDs extrimtas
atas. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Karuniasih (2009)
terhadap 52 orang supir bus travel, 90,4% keluhan MSDs dialami
oleh supir yang memiliki indeks masa tubuh > 25 telah
mengalami.
4. Faktor Psikososial
Aspek sosial yang tidak baik dapat mempengaruhi terhadap
peningkatan insiden MSDs. Dapat juga disebabkan karena beban
pekerjaan yang berlebihan (over stress) ataupun beban kerja yang
terlampau ringan (under stress). Contohnya pekerjaan yang sangat
sedikit aktifitas fisiknya dan hanya menghabiskan waktu dengan
banyak duduk, dapat meningkatkan prevalensi MSDs.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh European Agency for
Safety and Health at Work (2003), adapun jenis pemicu dari faktor
psikososial lainnya adalah permintaan pekerajaan yang berlebih,
tugas yang kompleks, tekanan waktu, kontrol kerja yang rendah,
kurang motivasi dan lingkungan sosial yang buruk. Gabungan
psikososial tersebut dapat memiliki efek yang lebih serius jika
dibandingkan dengan pajanan tunggal saja.
Sedangkan fakta mengenai dampak kecemasan akan adanya
re-organisasi/pergantian struktural kepengurusan memiliki risiko dua
29
kali lipat untuk menyebabkan munculnya MSDs. Berdasarkan hasil
survey, hal tersebut biasanya sering dialami oleh laki-laki yang telah
berumur/tua (Michael, 2001).
2.1.4. Pengendalian MSDs
Pengendalian pada umumnya terbagi menjadi tiga (Cohen et al,
1997):
1. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya
menggunakan pengendalian teknik.
2. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering
disebut pengendalian administratif.
3. Menggunakan alat pelindung diri.
Agar tidak mengalami risiko MSDs pada saat melakukan
pekerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Hal tersebut
adalah :
1. Jangan memutar atau membungkukkan badan ke samping.
2. Jangan menggerakkan, mendorong atau menarik secara
sembarangan, karena dapat meningkatkan risiko cidera.
3. Jangan ragu meminta tolong pada orang.
4. Apabila jangkauan tidak cukup, jangan memindahkan barang.
5. Apabila barang yang hendak dipindahkan terlalu berat, jangan
melanjutkan.
6. Lakukan senam/peregangan otot sebelum bekerja.
30
2.1.5. Metode Penilaian Risiko MSDs
1. RULA (Rapid Upper Limb Assessment )
a. Definisi
RULA adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya
dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan
penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini
dikembangkan untuk menyelidiki risiko kelainan yang akan
dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja
yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper limb).
Metode ini menggunakan diagram postur tubuh dan tiga tabel
penilaian untuk memberikan evaluasi terhadap faktor resiko yang
akan dialami oleh pekerja. Faktor-faktor risiko yang diselidiki
dalam metode ini adalah yang telah dideskripsikan oleh McPhee‟
dalam Santon (2005) sebagai faktor beban eksternal (external
load faktors) yang meliputi :
1) Jumlah gerakan
2) Kerja otot statis
3) Gaya
4) Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan dan perabotan
5) Waktu kerja tanpa istirahat
b. Pengukuran
1) Tahap 1
Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat
untuk digunakan, tubuh dibagi dalam segmen-segmen yang
31
membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B.
Grup A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta
pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher,
punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa
seluruh postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan
atau batasan postur oleh kaki, punggung atau leher yang
mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian
atas dapat tercakup dalam penilaian.
2) Tahap 2
Sebuah skor tunggal dibutuhkan dari Grup A dan
B yang dapat mewakili tingkat pembebanan postur dari
sistem muskuloskeletal kaitannya dengan kombinasi postur
bagian tubuh. Rekaman video yang dihasilkan dari postur
Grup A yang meliputi lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati
dan ditentukan skor untuk masing-masing postur.
Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk
memperoleh skor A.
Gambar 2.6.
Proses Penilaian Rula
Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. Santon et al, 2005
32
3) Tahap 3
Berdasarkan grand score dari gambar di atas,
tindakan yang akan dilakukan dapat dibedakan menjadi 4
action level berikut :
Tabel 2.1.
Grand Score RULA
Level Skor Action Level
Low 1 – 2 Postur dapat diterima selama tidak dijaga atau
berulang untuk waktu yang lama.
Medium 3 – 4 Penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin
saja perubahan diperlukan.
High 5 – 6 Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera.
Very
High > 7
Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan
sesegera mungkin (mendesak).
Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. Santon et al,
2005
2. REBA (Rapid Entire Body Assessment)
Reba adalah metode yang dikembangkan oleh Sue Hignett
dan Lynn McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai
postur tubuh pekerja. Selain itu metode REBA memperhitungkan
beban yang ditangani dalam suatu sistem kerja, coupling dan
aktivitas yang dilakukan. Metode ini relatif mudah digunakan karena
untuk mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar
sudut yang spesifik, hanya berupa range sudut. Pada akhirnya nilai
akhir dari REBA memberikan indikasi level resiko dari suatu
pekerjaan dan tindakan yang harus dilakukan/diambil (Neville
Stanton, 2004).
33
Terdapat empat tahapan proses perhitungan yang dilalui
yaitu: Mengumpulkan data mengenai postur pekerja tiap kegiatan
menggunakan video atau foto.
a. Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian
tubuh seperti :
1) badan (trunk)
2) leher (neck)
3) kaki (leg)
4) lengan bagian atas (upper arm)
5) lengan bagian bawah (lower arm)
6) pergelangan tangan (hand wrist)
b. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas
kerja.
c. Menentukan nilai Reba untuk postur yang relevan dan
menghitung skor akhir dari kegiatan tersebut.
3. Quick Expssure Checklist (QEC)
a. Definisi
Quick expossure check (QEC) merupakan metode untuk
mengukur risiko terkait penyakit akibat musculoskeletal disorder
(MSDs) (Li dan Buckle, 1999). Penggunaan QEC sangatlah
mudah diterapkan, berfungsi untuk mengevaluasi tempat kerja
dan desain peralatan kerja serta memudahkan untuk mendesain
ulang tempat kerja. QEC membantu mencegah banyak MSDs
yang ada di tempat kerja. QEC mengukur 4 (empat) bagian tubuh
34
yang paling berisiko terhadap MSDs. Metode ini telah
dikembangkan oleh praktisi/ahli di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja pada beberapa perusahaan untuk :
1) Mengidentifikasi faktor risko untuk pekerjaan terkait cidera
bagian belakang.
2) Mengevaluasi level risiko untuk bagian tubuh yang berbeda.
3) Mengukur perbedaan risiko MSDs pada sebelum dan sesudah
pekerjaan.
4) Mengembangkan tempat kerja menjadi sarana dalam
mengurang risiko MSDs dan mengurangi biaya yang
dikeluarkan akibat MSDs.
5) Meningkatkan kesadaran tingkat manajer, teknisi, desainer,
kesehatan dan pelaksana keselamatan terhadap faktor risiko
ergonomi di tempat kerja.
6) Membandingkan tingkat paparan yang diterima oleh dua
pekerja atau lebih dengan pekerjaan yang sama, atau
perbandingan risiko dengna pekerjaan lainnya.
Keunggulan yang paling utama dalam menggunakan QEC
adalah :
1) Mudah untuk diterapkan.
2) Membantu untuk melakukan perubahan ergonomi.
3) Selaras dengan metode pengukuran lainnya.
4) Melindungi bahaya fisik akibat MSDs
5) Tidak perlu waktu lama untuk mempelajarinya.
35
6) Mempertimbangkan kombinasi bahaya yang ada di tempat
kerja.
Adapun kekurangan dari metode ini adalah :
a) Metode ini hanya terfokus pada faktor fisik tempat kerja saja.
b) Skor/nilai paparan yang disarankan butuh validitas kembali.
c) Perlu pengembangan lebih lanjut untuk memberikan
pengukuran yang tepat.
b. Pengukuran
1) Punggung
Mengukur postur punggung (fleksi, ekstensi, deviasi,
radial, memutar) dengan posisi normal ≤ 200 yang ditulis
dengan A1, sedangkan bahaya sedang dengan gerakan fleksi
atau putaran atau bengkok 200-60
0 (A2) dan bahaya kategori
berat dengan sudut ≥ 600
(A3). Serta dengan
mempertimbangkan jenis pekerjaan kategori statis ataupun
manual handling.
2) Bahu dan Lengan
Mengukur postur bahu dan lengan (fleksi, ekstensi,
deviasi, radial, memutar) khsusnya pada saat pekerjaan
mengangkat ataupun mengambil barang. Posisi bahaya
adalah saat lengan berada di atas kepala (C3) ataupun
melakukan pekerjaan dimana benda berada pada posisi di
bawah pinggang (C1) dan C2 Pada ketinggian dada.
36
3) Pergelangan Tangan
Postur ini diukur selama pekerjaan dengan posisi
pergelangan tangan tidak sesuai. (E1 Posisi netral lurus
dengan lengan, E2 Menyimpang atau bengkok ≥ 450, F1
≤10 kali/menit, F2 11 - 20 kali/menit, F3 ≥ 20 kali/menit)
4) Leher
Posisi leher didefinisikan berbahaya jika terdapat
gerakan fleksi, ekstensi, deviasi dan radial lebih dari 200serta
gerakan memutar.
5) Berat beban
Berat beban yang dibawa pada saat melakukan
pekerjaan dengan kategori beban rendah ≤ 5 kg (H1), beban
sedang 5-10 kg (H2), beban berat 11-20 kg (H3) dan H4,
sangat berat (≥ 20 kg). Untuk kategori berat benda yang
digunakan/dibawa dengan menggunakan satu tangan adalah
ringan K1 dengan berat benda ≤ 1 kg, K2 sedang 1-4 kg &
K3 dengan berat ≥ 4 kg.
6) Waktu kerja
Ketegori penilaian waktu kerja berdasarkan lama yang
dibutuhkan dalam sehari oleh sesorang untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan kategori penilaian J1 untuk pekerjaan
dilakukan ≤ 2 jam, 2-4 jam J2dan J3 ≥ 4 jam
37
c. Penghitungan
Contoh perhitungan/penilaian MSDs untuk faktor pekerjaan
diuraikan sebagai berikut :
Tabel 2.2.
Tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung
Sumber : University of Surrey, Buckle 2005
Untuk menetukan besar risiko dari faktor pekerjaan dengan
berpedoman pada tabulasi penilaian QEC pada bagian punggung
yang menghasilkan nilai kombinasi postur kerja (A1-A3) dan
berat (H1-H4).
Jika diperoleh nilai pada A2 dan H2 maka akan didapat nilai
6, kemudian nilai tersebut ditulis pada yang kolom kosong yang
tersedia di bagian pojok kanan bawah. Begitu juga dengan tabel
berikutnya dihitung dengan cara yang sama.
Setelah itu, nilai yang terdapat pada kotak bertuliskan
”score 1” hingga “score 6” dijumlahkan sehingga diperoleh total
skor risiko paparan MSDs pada salah satu bagian tubuh yang
nantinya dibandingkan dengan nilai standar yang ada. Prosedur
yang sama dapat dilakukan kembali pada perhitungan risiko
MSDs bagian tubuh lainnya seperti bahu, pergelangan tangan,
leher.
38
Untuk mengetahui level risiko/paparan dari hasil
perhitungan di atas, dapat mengacu pada tabel berikut ini :
Tabel 2.3.
Kategori Nilai Paparan Pada Bagian Tubuh
Skor Tingkat Paparan
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Punggung (static) 8-15 16-22 23-29 29-40
Punggun (Gerak) 10-20 21-30 31-40 41-56
Bahu/lengan 10-20 21-30 31-40 41-56
Pergelangan tangan 10-20 21-30 31-40 41-56
Leher 4-6 8-10 12-14 16-18
Sumber : University of Surrey, Buckle 2005
Total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor pada setiap
bagian tubuh, lalu dibagi dengan angka 176 (total skor/176).
Adapun hasil perhitungan tersebut dikategorikan
berdasarkan tabel berikut berikut :
Tabel 2.4.
Kategori Tingkat Paparan & Tindakan
Tingkatan QEC
skor Ekuivalen
skor RULA Tindakan
Low ≤ 40 % 1 - 2 Dapat diterima
Medium 41 – 50 % 3 – 4 Perlu investigasi lebih lanjut
High 51 – 70 % 5 – 6 Investigasi lebih lanjut dan
perubahan segera
Very
High > 70 % 7+
Invesetigasi dan perubahan
seketika
Sumber : QEC work related, Buckle and Li, 2005
2.2. Kerangka Teori
Berbagai faktor risiko ergonomi dapat menyebabkan terjadinya MSDs
yaitu, faktor pekerjaan, faktor lingkungan dan faktor manusia atau pekerja.
Faktor pekerjaan antara lain gerakan berulang, postur, beban, durasi, frekuensi,
sikap paksa tubuh, statis, manual handling beban berat serta postur dan
Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan
176
39
peralatan kerja yang tidak sesuai (Grandjen, 1993; Kuorinka et al, 1995, Cohen
et. Al, 1997; NIOSH, 1997; Susan Stock et.al, 2005). Selanjutnya faktor
lingkungan antara lain getaran mekanis mikroklimat. Sedangkan faktor
manusia atau pekerja antara lain umur, waktu kerja, jenis kelamin, ukuran
tubuh atau antropometri dan kesehatan atau kesegaran jasmani serta masa
seseorang bekerja (Pheasant, 1995; Oborne, 1995). Faktor organisasi lainnya
yang paling berpengaruh sebagai penyebab terjadinya MSDs adalah jadwal
kerja/shift kerja, langkah kerja, lingkungan kerja dan psikososial (Susan Stock
et.al, 2005). Adapun skema yang didapat sebagai berikut :
Faktor Pekerjaan
(Postur Kerja, Force/beban,
Frekuensi, Durasi. Alat perangkai
/genggaman)
Faktor lingkungan
1. Getaran
2. Mikromiklat
3. Pencahayaan
Faktor Pekerja
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Waktu kerja
4. Kebiasaan merokok
5. Kesegaran jasmani
6. Indeks Masa Tubuh
7. Masa kerja
8. Kekuatan fisik
Faktor Psikososial
1. Kepuasan kerja
2. Organisasi kerja
3. Stress mental
KELUHAN MSDs
Skema 2.1.
Kerangka Teori Keluhan MSDs
Sumber : Kuorinka et al, 1995; NIOSH, 1997; Pheasant, 1995; Oborne, 1995;
Cohen et. Al, 1997; Susan Stock et.al, 2005.
40
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibuat untuk menjelaskan kaitan antara keluhan MSDs
dengan faktor pekerjaan dan faktor pekerja berupa umur, kebiasaan merokok,
indeks masa tubuh, kesegaran jasmani, masa kerja. Untuk faktor jenis kelamin
tidak diteliti karena seluruh pekerja di bagian Fabrikasi berjenis kelamin laki-laki,
sedangkan faktor waktu kerja tidak diteliti karena waktu kerja yang diterapkan
kepada seluruh pekerja Fabrikasi adalah sama, yaitu 8 (delapan) jam kerja setiap
hari. Faktor lingkungan seperti getaran, mikromiklat dan pencahayaan tidak diteliti
karena keterbatasan alat ukur dan memerlukan ahli atau yang telah tersertifikasi
untuk mengukurnya.
Untuk faktor psikososial seperti kepuasan kerja, stress mental dan
organisasi kerja tidak diteliti karena penelitian ini hanya terfokus terhadap
pengukuran karakteristik fisik pekerjaan pada bagian fabrikasi di PT. Caterpillar
Indonesia. Sedangkan pengaruh faktor stress terhadap keluhan MSDs, belum
didapatkan penelitian dan fakta-fakta yang jelas serta belum ada alat ukur/uji yang
akurat, untuk saat ini alat ukur tersebut masih dalam tahapan pengujian dan
pengembangan alat ukur (NIOSH 2002). Adapun skema kerangka konsep dapat
digambarkan sebagai berikut :
41
Skema 3.1.
Kerangka Konsep Penelitian
Keluhan MSDs
Risiko Pekerjaan
Usia
Masa Kerja
Indeks Masa Tubuh
Kebiasaan Merokok
Kesegaran Jasmani
42
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1.
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Keluhan
MSDs
Gejala yang ada pada salah satu bagian
tubuh atau lebih yang dirasakan oleh
responden berupa pegal pada otot,
kaku, nyeri, kesemutan, rasa terbakar
dan bengkak pada persendian.
Mengisi
lembar
Nordic Body
Map
Nordic Body
Map
1. Keluhan berat; jika memiliki satu
gejala atau lebih yang menetap
selama > 3 hari dalam waktu 7
(tujuh) hari terakhir.
2. Keluhan ringan; jika memiliki satu
gejala atau lebih yang menetap
selama 1 hari dalam waktu 7 (tujuh)
hari terakhir.
3. Tidak ada keluhan
(Katharine et al. 2005)
Ordinal
2. Risiko
Pekerjaan
Tingkat risiko/paparan dari aktifitas
pekerjaan dengan mengukur postur
leher, bahu, siku, tangan dan
pergelangan tangan, serta punggung
dengan mengacu pada skor Quick
Expossure Check
Observasi,
Wawancara
Lembar QEC,
Kuesioner,
Kamera,
Busur, tabel
skor
1. Risiko Sedang; jika diperoleh nilai
total QEC 40% - 50%
2. Risiko rendah; jika diperoleh nilai
total QEC ≤ 40%
Buckle and Li, 2005
Ordinal
43
3. Usia Terhitung lama hidup pekerja saat
tahun kelahiran hingga penelitian
dilakukan.
Wawancara Kuesioner Tahun Ratio
4. Masa Kerja Lamanya bekerja sebagai juru
las/welder.
Wawancara Kuesioner Tahun Ratio
5. Indeks
Masa
Tubuh
Kondisi status gizi pekerja saat
dilakukan penelitian. Dihitung dengan
rumus BB2/TB (berat badan
2/tinggi
badan) (WHO 200).
Pengukuran
langsung
Timbangan
badan dan
microtoa
1. Obesitas; jika IMT > 30
2. Overweight ; jika IMT 25-30
3. Normal ; jika IMT 18,5-25
4. Underweight ; jika IMT < 18,5
(WHO, 2003)
Ordinal
6. Kebiasaan
Merokok
Banyaknya jumlah rokok yang
dikonsumsi oleh pekerja setiap hari.
Wawancara Kuesioner 1. Berat jika > 20 batang/hari
2. Sedang jika 10-20 batang/hari
3. Ringan < 10 batang per hari
4. Tidak merokok jika berhenti > 1 tahun
(Bustan, 2000)
Ordinal
7. Kesegaran
Jasmani
Kegiatan melakukan senam
pagi/olahraga dalam seminggu.
(Humantech, 2003)
Wawancara
dan observasi
Kuesioner 1. Kurang; jika melakukan senam
pagi/olahraga < 5 x/minggu
2. Cukup; jika melakukan senam
pagi/olahraga ≥ 5 x/minggu
Ordinal
44
3.3. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pekerjaan dengan keluhan MSDs pada welder di
bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
2. Ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada welder di bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
3. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada welder di
bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
4. Ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan MSDs pada
welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
5. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada
welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
6. Ada hubungan antara kesegaran jasmani dengan keluhan MSDs pada
welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
45
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
cross sectional study (potong lintang) dimana variabel independen dan dependen
diamati pada waktu (periode) yang sama.
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober tahun 2010 di PT.
Caterpillar Indonesia yang beralamat di Jl. Raya Narogong KM.19, Cileungsi,
Bogor 16820.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja di bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar Indonesia sejumlah 115 orang. Adapun pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi berikut ini:
Keterangan :
n : Besar sampel
P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}
P1 : Proporsi usia pekerja > 35 tahun terhadap keluhan MSDs (28%)
P2 : Proporsi usia pekerja ≤ 35 tahun terhadap keluhan MSDs (50%)
Z2
1-/2 : Derajat kemaknaan pada uji dua sisi (two tail), = 5%
Z1- : Kekuatan uji 90%
n = [ Z1-/2 2 P (1-P) + Z1- P1 (1-P1) + P2 (1-P2) ]2
(P1-P2)2
46
Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel yang dibutuhkan sebesar :
n = 102
Hasil perhitungan statistik di atas, maka sampel yang dibutuhkan sebanyak
102 sampel. Sampel diambil adalah orang yang melakukan pengelasan di bagian
Fabrikasi. Berdasarkan data perusahaan di bagian Fabrikasi, proses pengelasan
dikerjakan oleh 75 orang, oleh karena itu sampel yang digunakan adalah seluruh
pekerja (total population) pengelasan.
4.4. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Pengumpulan data primer diperoleh langsung pada pekerja bagian Fabrikasi
PT. Caterpillar Indonesia dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner, nordic
body map, lembar QEC, timbangan berat badan (Laica 36020 Italy), microtoa dan
kamera digital serta penggaris busur. Untuk pengumpulan data sekunder diperoleh
dengan menggunakan profil perusahaan, dokumen jumlah pekerja dan standard
work system (SWS) bagian fabrikasi serta data pendukung lainnya. Adapun
penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta instrumen penelitian
yang digunakan adalah sebagai berikut :
4.4.1. Variabel Keluhan MSDs (Musculoscelatal disorders)
Keluhan MSDs pada pekerja diperoleh dengan menanyakan langsung
melalui instrumen kesioner dan menggunakan nordic body map untuk
mengetahui dimana letak keluhan yang dirasakan ketika ataupun setelah
n = [ 1.96 2 x 0.39 (1-0.39) + 1.28 0.28 (1-0.28) + 0.50 (1-0.50) ]2
(0.28-0.50)2
47
bekerja (lampiran 1). Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk
memberikan tanda ada atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh
tersebut. Kuisioner Nordic Body Map ini diberikan kepada seluruh sampel
yang terdapat pada stasiun kerja. Selanjutnya keluhan pada Nordic body map
dikelompokkan menjadi dua kategori :
1. Keluhan berat apabila responden memiliki satu gejala atau lebih yang
menetap selama > 3 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir.
2. Keluhan ringan apabila responden memiliki satu gejala atau lebih yang
menetap selama 1 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir.
3. Tidak ada keluhan apabila responden tidak merasakan keluhan dalam
waktu 7 (tujuh) hari terakhir.
4.4.2. Variabel Faktor Pekerjaan
Data mengenai faktor pekerjaan diperoleh melalui perhitungan risiko
MSDs pada bagian tubuh tertentu (punggung, leher, bahu/lengan,
pergelangan tangan) dengan mempertimbangkan faktor durasi, beban serta
frekuensi pekerjaan pada penggunaan instrumen quick expossure check.
Adapun tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Persiapan pengukuran
a. Dipilih tempat dan pekerja yang akan diobservasi serta
mendiskusikan bersama supervisior atau manajer perusahaan.
b. Setiap pekerjaan dibagi menjadi beberapa tahapan tugas/task,
kemudian akan diukur besar risikonya.
48
c. Dicatat data mengenai nama pekerjaan, detail pekerjaan nama
peneliti, waktu dan tanggal penilaian pengukuran.
2. Pelaksanaan pengukuran
a. Pada lembar observer’s assessment, risiko MSDs pada pekerjaan
diukur dan di-ceklist pada kotak pertanyaan A-G mengenai postur
dan gerakan tubuh. Pada saat mengukur risiko pekerjaan, observer
harus melihat pada posisi yang paling jelas.
b. Sedangkan untuk worker’s assessment, pekerja diberikan pertanyaan
mengenai beban dan durasi pekerjaanya dalam sehari. Adapun
penilaian risiko pada pekerjaan berdasarkan postur tubuh dapat dilihat
pada tabel 4.1.
c. Untuk membantu pengukuran dapat menggunakan kamera digital dan
busur guna memperoleh besar sudut postur tubuh.
d. Untuk mengetahui berat barang dan berat alat yang digunakan oleh
pekerja dapat digunakan timbangan berat.
Tabel 4.1.
Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh
Contoh Gerakan Keterangan
A1 Hampir netral (tegak lurus dengan kaki atau ≤ 200)
A2 Fleksi atau putaran atau bengkok ( 200-60
0)
A3 Fleksi atau putaran atau bengkok (> 600)
49
Tabel 4.1.
Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh
Contoh Gerakan Keterangan
Untuk posisi duduk atau berdiri pada pekerjaan.
Apakah pekerjaan tersebut dalam keadaan statis?
B1 Tidak
B2 Ya
Posisi tangan saat bekerja:
C1 Pada atau dibawah pinggang
C2 Pada ketinggian dada
C3 Pada atau lebih di atas bahu
Frekuensi Gerak Bahu / lengan
D1 Jarang (bergerak sebentar-sebentar)
D2 Sering (bergerak biasa dengan sedikit berhenti)
D3 Sangat Sering (hampir tidak berhenti)
E1 Posisi netral lurus dengan lengan (< 150)
E2 Menyimpang atau bengkok ≥ 150
Apakah ada gerak berulang
F1 ≤10 kali / menit
F2 11 - 20 kali / menit
F3 ≥ 20 kali / menit
Apakah ada gerak leher flkesi, ekstensi ≥ 200 atau berputar?
G1 Tidak
G2 Ya, jarang
G3 Ya, sering
(Lanjutan)
50
Tabel 4.1.
Penilaian Risiko Pekerjaan Berdasarkan Postur Tubuh
Contoh Gerakan Keterangan
Berapa berat beban yang dibawa anda (pekerja)?
H1 Low (≤ 5 kg)
H2 Moderate (6 - 10 kg)
H3 Berat (11 – 20 kg)
H4 Sangat Berat (≥ 21 kg)
Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam sehari oleh
seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya? (DURASI)
J1 ≤ 2 jam
J2 2 - 4 jam
J3 ≥ 4 jam
Berapa berat benda yang dipegang dengan menggunakan
satu tangan?
K1 Low (< 1 kg)
K2 Medium (2 - 4 kg)
K3 High (> 4 kg)
Sumber : WMSDs Guide and Tools for Modified Work, Susan Stock (2005)
3. Perhitungan dan Analisis hasil pengukuran
a. Hasil observasi dan penilaian risiko pekerjaan dimasukkan ke kolom-
kolom pada lembar ke dua sesuai dengan kode pertanyaan (A1-L2).
Maka didapatkan skor risiko pada setiap bagian tubuh. Adapun salah
satu contoh perhitungan skor risiko bagian tubuh dapat dilihat pada
tabel 4.2.
(Lanjutan)
51
Tabel 4.2.
Salah Satu Contoh Perhitungan Pada Lembar QEC
Tabel disamping menunjukkan kombinasi antara
penilaian postur (A1-H3) dan beban (H1-H4). Tentukan
nilai yang sesuai pada kolom yang ada, contoh
kombinasi antara A2 dan H2 maka ditemukan kolom
dengan nilai 6. Masukkan nilai tersebut pada kolom
“score 1” di pojok bawah kanan.
Sumber : Neville Santon 2005
b. Lakukan kembali prosedur perhitungan di atas pada setiap bagian
tubuh.
c. Dari perhitungan skor risiko berdasarkan bagian tubuh, kemudian
dijumlahkan seluruhnya (total skor) dan dibagi dengan angka 176
(total skor/176), adapun formulasi perhitungan total skor dapat dilihat
sebagai berikut :
d. Hasil perhitungan total skor kemudian disesuaikan dengan kriteria
quick exposure check pada tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Kategori Tingkat Paparan & Tindakan
Tingkatan QEC skor Tindakan
Low ≤ 40 % Dapat diterima
Medium 41 – 50 % Perlu investigasi lebih lanjut
High 51 – 70 % Investigasi lebih lanjut dan perubahan segera
Very High > 70 % Investigasi dan perubahan seketika
Sumber : QEC work related, Buckle and Li, 2005
Total Skor = Skor (punggung + leher + bahu + pergelangan tangan
176
52
e. Kemudian dari hasil tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori
yaitu risiko sedang dan risiko rendah :
1) Risiko sedang; jika diperoleh nilai total QEC 40% - 50%
2) Risiko rendah; jika diperoleh nilai total QEC ≤ 40%
4.4.3. Variabel Usia
Data usia pekerja diperoleh dengan menanyakan tanggal lahir
pekerja.
4.4.4. Variabel Kesegaran Jasmani
Data kesegaran jasmani diperoleh dengan mengobservasi dan
menanyakan langsung mengenai keikutsertaan pekerja dalam mengikuti
kegiatan senam pagi ataupun olahraga yang dilakukan diluar perusahaan
serta melakukan konfirmasi data yang diperoleh kepada supervisior ataupun
leader di masing-masing bagian. Adapun pengelompokkan data yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Kurang; jika melakukan senam pagi ataupun olahraga < 5 x/minggu.
2. Cukup; jika melakukan senam pagi ataupun olahraga ≥ 5 x/minggu.
4.4.5. Variabel Kebiasaan Merokok
Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui menanyakan
langsung kepada pekerja dengan instrumen berupa kusioner. Adapun
pengelompokkan data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Berat jika > 20 batang/hari
2. Sedang jika 10-20 batang/hari
3. Ringan < 10 batang per hari
4. Tidak merokok
53
4.4.6. Variabel Masa Kerja
Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan berapa
lama telah melakukan bekerja sebagai welder baik itu di PT. Caterpillar
Indonesia ataupun perusahaan tempat sebelumnya bekerja.
4.4.7. Variabel Indeks Masa Tubuh
Data mengenai berat badan diperoleh dengan mungukur berat badan
menggunakan timbangan berat badan jenis Laica 36020 Italy. Sedangkan
data tinggi badan diperoleh melalui pengukuran tinggi badan menggunakan
microtoa. Adapun data yang diperoleh adalah dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Obesitas; jika IMT > 30
2. Overweight ; jika IMT 25-30
3. Normal ; jika IMT 18,5-25
4. Underweiht ; jika IMT < 18,5
4.5. Pengolahan Data
Seluruh data yang telah dikumpulkan baik primer maupun sekunder akan
diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut :
4.5.1. Menyunting data (Editing)
Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar
kuesioner dan lembar penilaian risiko MSDs QEC serta gambar aktivitas
pekerjaan yang dilakukan pekerja. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat di
lapangan
54
4.5.2. Mengkode data (Coding)
Proses pendeskripsian data dan pemberian kode pada jawaban
responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah
pengolahan data selanjutnya. Adapun kode yang diberikan adalah sebagai
berikut:
1. Karakteristik responden diberi kode A1 – A3.
2. Variabel masa kerja diberi kode B1 – B4.
3. Variabel kebiasaan merokok diberi kode C1 – C7.
4. Variabel kesegaran jasmani diberi kode D1 – D7.
5. Variabel keluhan MSDs diberi kode E1 – E5.
4.5.3. Memasukkan data (Entry)
Memasukkan data dalam program atau fasilitas analisis data
berdasarkan klasifikasi.
4.5.4. Membersihkan data (Cleaning)
Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali untuk memastikan
tidak ada yang salah dan menghindari kesalahan dalam menganalisis (error).
Sedangkan pada lembar QEC perlu dipastikan kembali penempatan skor
pada kolom yang telah disediakan.
4.6. Analisis Data
4.6.1. Analisis Univariat
Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
persentase masing-masing variabel yang dianalisis dari tabel distribusi.
Variabel tersebut meliputi variabel risiko MSDs pada faktor pekerjaan, usia
55
pekerja, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, dan
masa kerja yang mempengaruhi keluhan MSDs serta gambaran tingkat risiko
MSDs pada pekerja.
4.6.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan dependen menggunakan uji Chi square pada variabel
indeks masa tubuh, kebiasaan merokok dan kesegaran jasmani. Sedangkan
uji Kruskall wallis dengan derajat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan
(α) 5% digunkanan pada variabel usia kerja dan masa kerja yang memiliki
data numerik serta tidak berdistribusi normal.
Jika P value ≤ nilai α (0,05) maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa
terdapat hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika P value > nilai α
(0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua
variabel.
Rumus Uji Chi square Rumus Uji Kruskal wallis
Keterangan:
X2 : Chi square
O : Nilai observasi
E : Nilai ekspektasi
Keterangan:
N = jumlah sampel
Tg = jumlah peringkat pada kelompok g
ng = jumlah sampel pada kelompok g
56
BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
5.1.1. Sejarah dan Lokasi PT. Caterpillar Indonesia
PT. Caterpillar Indonesia merupakan suatu perusahaan pembuatan
alat berat ternama yang berasal dari Amerika. PT. Caterpillar Indonesia
bertugas membuat sebagian alat berat tersebut di Indonesia. Sedangkan hasil
produksinya dipasarkan oleh Trakindo. PT. Catepillar Indonesia didirikan
pertama kali pada tahun 1982 dengan nama PT. Natra Raya hingga
kemudian pada saat Maret 2010 berganti nama menjadi PT. Caterpillar
Indonesia. Perusahaan ini memiliki luas area sebesar 10 hektar tanah dimana
sekitar 15.000 m2 merupakan lahan untuk kegiatan manufacturing yang
berlokasi di Jl. Narogong Raya Km 19 Cileungsi Bogor 16820. PT.
Caterpillar Indonesia memiliki pekerja sekitar 300 orang. Dimana
pekerjanya merupakan pekerja yang handal dan memiliki loyalitas tinggi.
Saat ini system CPS (Caterpillar Production System) diberlakukan untuk
lebih meningkatkan kualitas produk.
5.1.2. Visi dan Misi PT. Caterpillar Indonesia
1. Visi
“Pekerja dan proses kami bisa membuat produk utama Caterpillar
menjadi pesaing handal di pasaran ASEAN. Kami menjadi penyelia
yang dipilih oleh masyarakat daerah Asia Pasifik untuk produk work
tools dan OHT truck bodies.”
57
2. Misi
Untuk menyediakan produk utama dan work tools Caterpillar yang
fleksibel, responsif dan biaya manufacturing yang efektif dengan
semangat untuk melakukan continuous improvement. Maka Caterpillar
memiliki misi sebagai berikut :
a. Kami memberikan nilai-nilai Caterpillar dan menunjukkannya pada
kegiatan sehari-hari.
b. Kami akan menyediakan lingkungan kerja yang aman dan bebas
kecelakaan untuk seluruh karyawan.
c. Kami memperbesar posisi kami sebagai perusahaan manufacture
tingkat ASEAN.
d. Dengan bekerjasama dengan kelompok produk work tool, kami
menemukan bisnis model dan proses optimum untuk merespon
kebutuhan yang unik pada bisnis work tool.
e. Kami membangun kemampuan dan proses kelas dunia melalui
penggunaan dari Caterpillar Production System.
f. Kami sangat terkait dengan komunitas lokal.
5.1.3. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Caterpillar
Indonesia
Keselamatan di PT. Caterpillar Indonesia sangat mendapat perhatian
khusus karena sifatnya yang penting. Slogan “Employee Safety First”
merupakan salah satu bukti bahwa PT. Caterpillar Indonesia sangat
memperhatikan kesejahteraan karyawannya. “Kerjasama, komunikasi yang
terbuka dan keterlibatan karyawan sangat penting untuk menciptakan suatu
58
tempat kerja yang aman” merupakan penjelasan dari slogan tersebut. PT.
Caterpillar Indonesia menginginkan seluruh karyawannya selamat tiba di
rumah, setiap orang dan setiap hari. Untuk lebih meningkatkan keselamatan
karyawan, PT. Caterpillar Indonesia memberlakukan Safety Walk setiap hari
senin di awal bulan, safety and council meeting setiap hari selasa di tiap
minggunya, juga melakukan Safety Sign Off, FMEA Risk Assesment dan
SWS Audit.
PT. Caterpillar Indonesia berhasi melakukan 294 hari kerja Zero
Recordble Accident mulai tanggal 22 Juni 2006 sampai 26 Agustus 2008,
sehingga pada perayaan 2 tahunnya pada tahun 2008 PT. Caterpillar
Indonesia mulai memperhatikan masalah ergonomi yang tentunya jika tidak
di perhatikan akan menyebabkan masalah kesehatan bagi karyawan di
kemudian hari.
1. Visi Keselamatan
“Visi keselamatan Caterpillar adalah dikenal sebagai pemimpin
dalam industrinya dengan menciptakan dan memelihara tempat kerja
yang bebas kecelakaan. Kami percaya bahwa kecelakaan dan cidera
dapat dihindari, karenanya kami dari hal ini adalah nol. keselamatan
karyawan merupakan hal utama dalam segala hal yang kami lakukan dan
kami percaya dengan terus meningkatkan praktek, proses dan kinerja
keselamatan akan mendukung keunggulan usaha, dimana seluruh
karyawan Caterpillar dikenal seluruh dunia.”
59
2. Kebijakan Mutu
“PT. Caterpillar Indonesia membuat dan mengirimkan produk
Caterpillar dengan kualitas unggul pada pelanggan melalui keterlibatan
semua karyawan, penerapan Caterpillar Production System dan
peningkatan mutu yang berkesinambungan pada setiap aspek bisnis
kami. Kami akan bekerja dengan seluruh mitra kerja Value Stream untuk
memacu perbaikan ini secara berkesinambungan.”
5.1.4. Gambaran Bagian Produksi PT. Caterpillar Indonesia
HEX merupakan akronim dari Hydraulic Excavator, sedangkan TTT
adalah Track-Type Tractor dan WTD adalah Work Tool Demand. Sehingga
produksi utama PT. Caterpillar Indonesia saat ini adalah HEX, TTT dan
WTD.
1. Fabrikasi
Pertama kali PT. Caterpillar Indonesia melakukan kegiatan
operasi adalah untuk mengerjakan OTO (One Time Order) work tool
yang dipesan hanya satu kali dengan spesefikasi khusus. Semua kegiatan
fabrikasi kelas A untuk Excavator dilakukan di PT. Caterpillar
Indonesia. Sedangkan Track-Type Tractor yang dikerjakan di fabrikasi
PT. Caterpillar Indonesia antara lain : C-frame, blade, canopy. Untuk
memenuhi kebutuhan sumber daya di fabrikasi, maka PT. Caterpillar
Indonesia membutuhkan orang-orang yang biasa melakukan kegiatan las
dengan berkualitas dan memiliki pengalaman.
60
2. Assembly, Test dan Paint
Mesin dirakit berasal dari material yang didapat dari Caterpilllar
pusat, fabrikasi yang diproduksi di PT. Caterpillar Indonesia dan
material yang dibeli dari supplier lokal. Sehingga membutuhkan
investasi modal yang sangat rendah. Dibutuhkan orang-orang yang teliti
mengerjakan bidang ini, karena kesalahan dalam melakukan assembly
bisa mengakibatkan ketidakpuasan konsumen.
3. Work Tool
PT. Caterpillar Indonesia memproduksi berbagai macam work
tool dalam skala besar. Work tool mengerjakan blade untuk D10 dan
D11, bucket tipe 992 dan tipe besar lainnya sesuai dengan pesanan yang
diminta. Selain itu, work tool juga menyediakan peralatan untuk
kegiatan kehutanan seperti grapples dan log forks.
5.2. Analisis Univariat
5.2.1. Gambaran Keluhan MSDs pada Responden di Bagian Fabrikasi PT.
Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keluhan MSDs di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Keluhan Jumlah %
Keluhan Berat 7 9,3
Keluhan Ringan 58 77,3
Tidak ada keluhan 10 13,4
Total 75 100
Sumber : Data Primer
61
Berdasarkan pengumpulan data dengan kuesioner terhadap 75
responden, diketahui bahwa tidak semua responden mengalami keluhan
MSDs. Sebanyak 10 responden (13,4%) sama sekali tidak mengalami
keluhan dan sebesar 65 responden merasakan keluhan MSDs yang
merasakan keluhan, diantaranya 7 responden mengalami keluhan MSDs
berat dan 58 responden mengalami keluhan MSDs ringan.
Indikator keluhan MSDs pada penelitian ini berdasarkan pada 27
titik tubuh. Adapun distribusi frekuensi responden berdasarkan bagian tubuh
yang merasakan keluhan MSDs dapat dilihat pada grafik berikut berikut.
Grafik 5.1.
Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pada Responden di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data di atas, diperoleh paling banyak keluhan yang
dirasakan adalah pada bagian pinggang yaitu sejumlah 45 responden, betis
62
kanan dan kiri, serta sebanyak 30 responden yang merasakan keluhan bagian
leher. Sedangkan bagian tubuh yang paling sedikit dirasakan keluhan adalah
pada paha kiri yaitu sejumlah dua orang.
5.2.2. Gambaran Risiko Pekerjaan di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia Tahun 2010
Hasil penelitian mengenai faktor pekerjaan diperoleh dari
pengukuran bagian tubuh leher, punggung, bahu dan pergelangan tangan
dengan mempertimbangkan durasi, frekuensi dan beban pekerjaan. Adapun
hasil yang diperoleh mengenai faktor pekerjaan pada responden di bagian
Fabrikasi dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Pekerjaan di Bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Tingkat Risiko Pekejaan Jumlah %
Sedang 39 52
Rendah 36 48
Total 75 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa paling banyak
pekerjaan dengan tingkat risiko sedang yang dialami oleh 39 pekerja (52%)
sedangkan tingkat risiko rendah dialami oleh 36 orang pekerja (48%).
5.2.3. Gambaran Usia dan Masa Kerja pada Responden di Bagian Fabrikasi
PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Hasil penelitian mengenai usia dan masa kerja responden pada
bagian Fabrikasi di PT. Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.3.
63
Tabel 5.3.
Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia dan Masa Kerja di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
NO Variabel Mean SD Min – Max
1 Usia Pekerja 30,71 (tahun) 6,281 21 – 43
2 Masa Kerja 84,13 (Bulan) 75,642 8 – 240
Sumber : Data Primer
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata usia responden di
bagian Fabrikasi adalah 31 tahun, untuk usia responden paling muda adalah
21 tahun, sedangkan usia responden paling tua adalah 43 tahun.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden yang
memiliki masa kerja terendah adalah selama 8 bulan, responden yang
memiliki masa kerja terlama adalah 20 tahun dan rata-rata masa kerja
responden adalah 84,13 bulan (7 tahun).
5.2.4. Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Responden di Bagian Fabrikasi
PT. Caterpillar Indonesia 2010
Hasil penelitian mengenai indeks masa tubuh pada responden di
bagian Fabrikasi PT. Caterpilar Indonesia dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Indeks Masa Tubuh Jumlah %
Obesitas (IMT >30) 13 17.3
Over weight (IMT 25-29,9) 11 14.7
Normal (IMT 18-24,9) 32 42.7
Under weight (IMT < 18) 19 25.3
Total 75 100
Sumber : Data Primer
64
Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden memiliki obesitas
sejumlah 13 pekerja (17,3%), over weight sebanyak 11 pekerja (14,7%),
under weight sejumlah 19 pekerja (25,3%) dan pekerja yang memiliki IMT
normal sebesar 32 pekerja (42,7%).
5.2.5. Gambaran Kebiasaan Merokok pada Responden di Bagian Fabrikasi
PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok pekerja dapat diketahui
berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari dengan
pengkategorian merokok dan tidak merokok. Adapun distribusi kebiasaan
merokok pada responden di bagan Fabrikasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Kebiasaan Merokok Jumlah %
Berat 1 1.3
Sedang 8 10,7
Ringan 30 40
Tidak merokok 36 48
Total 75 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden paling
banyak tidak memiliki kebiasaan merokok yaitu sejumlah 36 orang (48%),
responden paling banyak memiliki kebiasaan merokok ringan yaitu sebesar
30 orang, sedangkan responden yang memiliki kebiasaan merokok berat
hanya terdapat 1 orang (1,3%).
65
5.2.6. Gambaran Kesegaran Jasmani pada Responden di Bagian Fabrikasi
PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Hasil penelitian mengenai gambaran pekerja berdasarkan kesegaran
jasmani pada responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada
tahun 2010 dapat dilihat pada berikut.
Tabel 5.6.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesegaran Jasmani di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Kesegaran Jasmani N %
Kurang 48 64
Cukup 27 36
Total 75 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 48 pekerja
(64%) memiliki kesegaran jasmani yang kurang, sedangkan responden yang
memiliki kesegaran jasmani yang baik adalah sebanyak 27 pekerja (36%).
5.3. Analisis Bivariat
5.3.1. Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada
Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Analisis Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia
berdasarkan hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs dapat
dilihat pada tabel berikut:
66
Tabel 5.7.
Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs Pada
Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010
Risiko
Pekerjaan
Keluhan MSDs Total
P value Berat Ringan Tidak ada
n % n % n % n %
Sedang 7 17,9 31 79,5 1 2,6 39 100
0,000
Rendah 0 0 27 75 9 25 36 100
Sumber : Data Primer
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari 39 responden yang
memiliki risiko pekerjaan yang sedang, responden paling banyak mengalami
tingkat keluhan MSDs ringan yaitu sebesar 31 pekerja (79,5%). Sedangkan
dari 36 responden dengan risiko pekerjaan yang rendah, paling banyak
memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 27 pekerja (75%).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square
diperoleh p value sebesar 0,000 (p value < 0,05) sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan keluhan
MSDs pada welder yang dialami oleh responden.
5.3.2. Hubungan antara Usia Pekerja dengan Keluhan MSDs pada Welder di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Analisis responden berdasarkan hubungan antara usia pekerja
dengan keluhan MSDs diperoleh menggunakan uji non parametrik yaitu uji
kruskall-wallis. Hal tersebut tersebut dikarenakan data variabel usia
merupakan data yang berdistribusi tidak normal. Adapun hasil uji yang
diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:
67
Tabel 5.8.
Analisis Hubungan Antara Usia Dengan Keluhan MSDs Pada Responden
di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010
Keluhan MSDs N Mean P value
Berat 7 35.57
0,116 Ringan 58 30.55
Tidak ada keluhan 10 28.20
Sumber : Data Primer
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Kruskall-
wallis diperoleh p value 0,116 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan
tidak ada hubungan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs pada welder
di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada tahun 2010.
5.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs pada Welder di
Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Hasil penelitian mengenai hubungan antara masa kerja dengan
keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.9.
Analisis Hubungan antara Masa Pekerja dengan Keluhan MSDs Pada
Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia tahun 2010
Tingkat keluhan n Mean P value
Berat 7 170.29
0,002 Ringan 58 82.02
Tidak ada keluhan 10 36.10
Sumber : Data Primer
Berdasarkan hasil uji Kruskall-wallis diperoleh p value sebesar
0,002 (P value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
68
antara masa kerja dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia tahun 2010.
5.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs pada
Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Hasil penelitian mengenai hubungan antara indeks masa tubuh
dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.10.
Analisis Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs
Pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia tahun 2010
Variabel
Keluhan MSDs Total P
value Berat Ringan Tidak ada
n % n % n % n %
Obesitas 2 15,4 9 69,2 2 15,4 13 100
0,941 Over weight 1 9,1 8 72,7 2 18,2 11 100
Normal 3 9,4 26 81,2 3 9,4 32 100
Under weight 1 5,3 15 78,9 3 15,8 19 100
Sumber : Data Primer
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 13 responden yang
memiliki yang obesitas, paling banyak responden mengalami keluhan MSDs
ringan yaitu sebesar 9 (69,2%) dari 13 pekerja. Responden yang under
weight, paling banyak mengalami keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 15
(78,9%) dari 19 pekerja. Sedangkan responden yang memiliki IMT normal,
paling banyak mengalami keluhan MSDs ringan.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,941 (p
value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara indeks
69
masa tubuh dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder pada bagian
Fabrikasi di PT. Caterpillar Indonesia.
5.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs pada
Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Hasil penelitian mengenai hubungan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.11.
Analisis Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs
pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia tahun 2010
Variabel
Keluhan MSDs Total
P value Berat Ringan Tidak Ada
n % n % n % n %
Berat 0 0,0 1 100,0 0 0,0 1 100,0
0,044 Sedang 4 50,0 4 50,0 0 0,0 8 100,0
Ringan 1 3.3 24 80,0 5 16,7 30 100,0
Tidak merokok 2 5,6 29 80,6 5 12,8 36 100,0
Sumber : Data Primer
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa dari 30 responden
yang memiliki kebiasaan merokok ringan, paling banyak responden
memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 24 pekerja (80%).
Sedangkan pada responden yang tidak merokok, paling banyak memiliki
keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 29 pekerja (80,6%).
Dari hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,044 (p value >
0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan
merokok dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada tahun 2010.
70
5.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs pada
Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Tabel 5.12.
Analisis Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs
pada Responden di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia tahun 2010
Variabel
Keluhan MSDs Total
P value Berat Ringan Tidak ada
n % n % N % n %
Kurang 6 12,5 41 85,4 1 2,1 48 100 0, 000
Cukup 1 3,7 17 63,0 9 33,3 27 100
Sumber : Data Primer
Dilihat dari tabel di atas dapat diperoleh bahwa dari 48 responden
yang memiliki kesegaran jasmani yang kurang, responden yang paling
banyak adalah memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sebesar 41 pekerja
(85,4%). Sedangkan responden yang memiliki kesegaran jasmani yang
cukup, paling banyak mengalamai keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 17
pekerja (63,0%) dari 27 pekerja.
Berdasarkan dari hasil uji statistik didapatkan p value sebesar 0,001
(p value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder di
bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia pada tahun 2010.
71
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
a. Data keluhan MSDs hanya berdasarkan keluhan responden yang dapat bersifat
subjektif, karena tidak didukung oleh data medis yang dapat memastikan
bahwa responden benar menderita MSDs.
b. Pengukuran dengan metode QEC (quick exposure check) hanya mengukur
risiko pekerjaan pada tubuh bagian atas saja, sehingga jika ada keluhan yang
dirasakan pada tubuh bagian bawah maka tidak dapat diketahui besar risiko
dan pengaruhnya dengan faktor pekerjaan.
6.2. Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs
6.2.1. Keluhan Musculosceletal Disorders
Keluhan MSDs pada pekerja dalam penelitian ini ditinjau dari
tingkat keluhannya dan bagian tubuh yang dirasakan keluhan. Menurut
Humantech (2003), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian
otot rangka yang dirasakan oleh seseorang dari mulai keluhan ringan hingga
keluhan yang terasa sangat sakit. Hal tersebut dapat terjadi jika otot
menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan
dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan
tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut
musculosceletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculosceletal.
72
Dari hasil pengukuran keluhan MSDs berdasarkan tingkat keluhan
maka diperoleh paling banyak (77,3%) pekerja yang mengalami keluhan
MSDs ringan, sedangkan pekerja dengan keluhan MSDs berat sebanyak
9,4% dan pekerja yang tidak mengalami keluhan MSDs sebanyak 13,3%.
Sedangkan pengelompokkan keluhan MSDs berdasarkan bagian tubuh
diperoleh bahwa 60% pekerja merasakan keluhan pada bagian pinggang,
pekerja merasakan keluhan pada leher sebanyak 57% dan merasakan sakit
pada bagian bahu kanan serta kiri sejumlah 48%.
Hasil penelitian diatas sesuai dengan yang telah dilakukan oleh
Juniani (2007) pada welder yang melakukan pengelasan bahwa keluhan
MSDs seperti kaku sering dirasakan pada bagian bahu sebanyak 66%,
pekerja merasa sakit atau nyeri pada leher sebanyak 69% dan merasakan
nyeri pada bagian pinggang sebanyak 77%.
Menurut NIOSH (1997), MSDs pada leher dan bahu terjadi karena
pekerja melakukan gerakan berulang ‘repetitive work’, posisi leher dan
bahu dalam keadaan menahan beban berat serta posisi yang ekstrim ketika
bekerja. Sedangkan keluhan MSDs yang terjadi pada pinggang ‘low back
pain’ dapat muncul akibat postur kerja yang buruk seperti membungkuk
dan gerakan mengangkat berulang sehingga memaksa kerja otot/sendi
tulang belakang dan akhirnya terjadi pembengkakan pada sendi. Menurut
James (2007), ketika ruas-ruas tulang menekuk ke depan maka otot akan
bekerja dengan keras untuk menopang tulang/rangka bagian atas sampai
73
kepala, sehingga otat akan melentur. sehingga semakin sering dan semakin
lama digunakan dengan berlebihan, maka hal demikian akan menyebabkan
hilangnya kelenturan pada otot tersebut.
Gambar 6.1.
Postur Kerja yang Tidak Ergonomis
A
B
a. Contoh postur kerja yang tidak ergonomis, b. postur kerja tidak ergonomis
Sumber :a. James T. Alberts (2007) b. dokumentasi Peneliti
Berdasarkan hasil temuan di tempat penelitian, diketahui bahwa
munculnya keluhan MSDs dikarenakan terdapat beberapa workshop yang
tidak memiliki alat bantu kerja berupa meja kerja. Meja kerja yang biasa
digunakan untuk memudahkan dalam melakukan pengelasan dan dirancang
sedemikian rupa dengan mempertimbangkan aspek ergonomis. Penggunaan
alat tersebut diharapkan dapat meningkatkan produkstivitas dan juga
pekerja dapat melakukan pengelasan tanpa berada pada posisi yang tidak
74
ergonomis sehingga dapat menghindari ergonomi berupa musculosceletal
disorders. Akibatnya jika ada pekerja yang bekerja tanpa workshop maka
mereka akan melakukan pengelasan secara bebas dan tanpa disadari telah
bekerja dengan posisi yang tidak standard dan berisiko.
Beberapa pekerja juga menuturkan bahwa keluhan yang dirasa besar
kemungkinan disebabkan oleh posisi yang statis dan tidak standar (seperti
jongkok, membungkuk dan overhead) saat melakukan pengelasan, terutama
ketika melakukan pengelasan panjang/full weld. Hal tersebut sesuai
sebagaimana yang diungkapkan dalam James (2007), posisi statis ditandai
oleh kontraksi otot yang lama yang biasanya sesuai dengan sikap tubuh dan
tidak dianjurkan untuk meneruskan kerja otot statik dalam jangka lama
karena akan timbul rasa nyeri dan memaksa tenaga kerja untuk berhenti.
Selain itu disebabkan juga oleh postur yang tidak sesuai seperti mengelas
dalam posisi jongkok, membungkuk dan pengelasan over head serta adanya
aktifitas manual handling saat memindahkan bahan baku seperti besi baja
ke meja kerja.
Hal yang sama dilaporkan oleh Europan communities (2008) bahwa
sekitar 40% dari MSDs bagian extrimitas atas merupakan akibat dari
paparan pekerjaan, atau dengan kata lain lebih dari 500,000 orang di Eropa
telah menderita MSDs setiap tahunnya dan juga cidera musculoskeletal
disorders (MSDs) menyebabkan kehilangan waktu kerja terjadi sekitar 21%
pada perusahaan manufacture (Installation, maintenance, and repair
75
occupations) dan sektor pelayanan jasa, terutama mayoritas yang menerima
pajanan ini adalah operator ataupun pekerja kasar (dalam Susan Stock et al,
2005).
Adapun gambar dari meja kerja adalah sebagai berikut :
Gambar 6.2.
Meja Kerja yang Digunakan di PT.Caterpillar Indonesia Tahun 2010
Sumber : Dokumentasi Peneliti
6.2.2. Risiko Pekerjaan
Risiko pekerjaan diukur dengan menggunakan metode quick
exposure check ketika melakukan pengelasan pada tubuh bagian atas.
Menurut Buckle (2005), pengukuran dilakukan pada bagian tubuh atas
seperti leher, punggung, lengan dan bahu serta dengan mempertimbangkan
berat beban yang diangkat, durasi, frekuensi dan postur.
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh 52% pekerjaan memiliki
risiko sedang, sedangkan 48% lainnya memiliki risiko pekerjaan ringan.
Namun tinggi rendahnya tingkat risiko pekerjaan yang ada dipengaruhi oleh
76
banyaknya jumlah permintaan barang dari pasar sehingga membuat pekerja
untuk bekerja lebih ekstra untuk memenuhi target bulanan. Oleh karena itu,
semakin tinggi dari pekerjaan maka semakin besar pula peluan seseorang
untuk mengalami keluhan MSDs. Berdasarkan studi yang dilakukan
European Campaign On Musculoskeletal Disorders pada tahun 2008
terhadap 235 juta orang pekerja di Eropa, melaporkan 62% telah terpapar
MSDs pada tangan akibat adanya gerak repetitive/berulang dan 46%
dilaporkan akibat posisi tubuh yang melelahkan selama bekerja.
6.2.3. Usia Pekerja
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya
keluhan MSDs. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa rata-rata usia
pekerja adalah 31 tahun, usia pekerja paling tua adalah 43 tahun dan usia
pekerja paling muda adalah 21 tahun. Melihat teori yang diungkapkan dalam
Oborne (1995) bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada
usia kerja yaitu 24-65 tahun dan keluhan pertama biasa dialami pada usia 35
tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur. Lain halnya menurut Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya
usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat
seseorang berusai 30 tahun. Oleh karena itu pekerja yang ada di bagian
Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia mempunyai potensi untuk mengalami
keluhan MSDs.
77
6.2.4. Masa Kerja
Masa kerja diukur dengan menjumlahkan total keseluruhan masa
kerja baik itu di PT. Caterpillar Indonesia ataupun perusahaan sebelumnya
bekerja. Menurut Ohlssson et al (1989), semakin lama masa kerja seseorang
dapat menyebabkan terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang
secara fisik maupun secara psikis. Hal ini dikarenakan tingkat endurance
otot yang sering digunakan untuk bekerja akan menurun seiring lamanya
seseorang bekerja. Berdasarkan tabel hasil 5.4, dapat dilihat bahwa rata-rata
masa kerja adalah 84 bulan atau setara dengan 7 tahun. Masa kerja terlama
adalah 20 tahun.
6.2.5. Indeks Masa Tubuh
Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status
gizi pekerja. Menurut Horn et al (1998), seseorang dengan kelebihan berat
badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus
menerus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang
yang mengakibatkan kelelahan dan nyeri otot. Berdasarkan hasil, diperoleh
pekerja yang memiliki indeks masa tubuh obesitas sejumlah 13 pekerja
(17,3%) dan pekerja dengan indeks masa tubuh normal sebanyak 32 pekerja
(42,7%).
6.2.6. Kebiasaan Merokok
Hasil penelitian terkait kebiasaan merokok pekerja dapat diketahui
berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari dengan
78
pengkategorian merokok dan tidak merokok. Pekerja yang termasuk tidak
merokok jika tidak pernah ataupun sudah berhenti merokok lebih dari satu
tahun. Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa responden
yang merokok adalah sejumlah 39 pekerja (52%) dan responden yang tidak
merokok sejumlah 36 pekerja (48%). Menurut Croasmun (2003), kebiasaan
merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya
untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut
untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan
mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah.
6.2.7. Kesegaran Jasmani
Kesegeran jasmani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
munculnya keluhan MSDs. Menurut Mitchell (2008), tingkat kesegaran
tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot.
Keluhan otot akan meningkat akibat kurangnya kelenturan otot sejalan
dengan bertambahnya aktivitas fisik tanpa kesegaran jasmani. Berdasarkan
hasil uji univariat dapat dilihat bahwa 64% pekerja memiliki kesegaran
jasmani yang kurang, sedangkan 36% lainnya memiliki kesegaran jasmani
yang cukup.
6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs
6.3.1. Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs
Hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan keluhan MSDs di
bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia, Cileungsi 2010 diperoleh bahwa
dari 39 pekerja dengan risiko pekerjaan sedang dan mengalami keluhan
79
MSDs ringan adalah sebesar 31 orang (79,5%), sedangkan dari 36 pekerja
dengan risiko pekerjaan rendah dan mengalami keluhan MSDs ringan adalah
sejumlah 27 orang (75%).
Berdasarkan hasil uji chi-square (tabel 5.9) diperoleh p value 0,000
(< 0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara faktor pekerjaan
dengan keluhan MSDs. Dari 75 welder, 85,2% welder yang bekerja di
bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia mengalami keluhan MSDs. Hasil
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Raharjo
(2008) bahwa 83,7% pekerja merasakan keluhan MSDs pada leher dan
punggung bawah dengan skor risiko pekerjaan (REBA) 8-10/high risk.
Menurut Grandjen (1993), keluhan MSDs terjadi karena sikap kerja
tidak alamiah yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi
alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin
tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada
umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja.
Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan diperoleh bahwa masih ada
beberapa welder yang bekerja dengan postur janggal yang berisiko untuk
menyebabkan MSDs seperti kemiringan punggung ataupun leher yang
melebihi 200, jongkok, membungkuk dan posisi pengelasan di atas
kepala/overhead (Neville Santon 2005).
Menurut supervisior di bagian Fabrikasi WTD, keadaan di atas
terjadi karena beberapa workshop belum memiliki meja kerja sehingga
pekerja harus melakukan pengelasan secara bebas dan tidak dapat dipungkiri
80
jika mereka bekerja dengan posisi-posisi yang berisiko untuk menimbulkan
keluhan MSDs. Selain postur kerja yang tidak alamiah, keluhan MSDs akan
meningkat bila dalam pekerjaan melakukan gerakan berulang dengan beban
yang berat. Menurut Buckle (2005), beban yang diperbolehkan untuk
diangkat secara manual dikategorikan menjadi 4 bagian yaitu ringan (≤ 5
kg), sedang (6 - 10 kg), berat (11 – 20 kg) dan sangat berat (≥ 21 kg).
Sedangkan berat alat kerja yang digunakan dengan satu tangan
dikategorikan menjadi 3 yaitu, low (< 1 kg), medium (2 - 4 kg) dan high (> 4
kg), sehingga dapat disimpulkan semakin berat alat yang digunakan dengan
intensitas yang tinggi (sering) maka akan semakin meningkatkan risiko
untuk mengalami MSDs. Hasil survei oleh European Campaign On
Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara
Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah mengalami MSDs
diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap hari.
Berdasarkan standar QEC, berat alat kerja yang digunakan termasuk
kategori high, hal tersebut dapat dilihat dari alat kerja seperti gerinda yang
memiliki berat sampai 4,5 kg dan alat pengencang baut yang memiliki berat
mencapai 15 kg.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari supervisior di bagian
Fabrikasi, perusahaan menginstruksikan kepada pekerja yang akan
mengangkat benda dengan berat minimal 15 kg agar menggunakan crane
yang telah disediakan. Penggunaan alat pengencang baut yang beratnya
81
melebihi standar terpaksa digunakan karena alat yang lebih ringan yang
biasa digunakan sedang mengalami kerusakan.
Gambar 6.3.
Penggunaan alat kerja yang beratnya mencapai 15 kg
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Seluruh pekerjaan yang ada di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia telah memiliki standard work sheet (SWS) guna memudahkan
pekerja dalam pencapaian target produksi. SWS tersebut mengatur setiap
detail pekerjaan yang akan dikerjakan, sehingga setiap pekerja dituntut harus
dapat melakukan pekerjaannya sesuai target serta dengan
mempertimbangkan keselamatan pekerja. Namun melihat beratnya
pekerjaan yang dilakukan di bagian Fabrikasi, risiko untuk terkena MSDs
tetap tidak dapat dihilangkan hingga 0%, Hal tersebut dapat dikarenakan
tidak ada pekerjaan yang tidak memiliki risiko, apalagi jenis pekerjaan yang
ada adalah pembuatan komponen dasar alat berat yang mayoritas berbahan
dasar dari baja sehingga diperlukan tenaga yang ekstra & ketahanan fisik
yang baik dalam mengerjakannya.
82
Oleh karena itu, melihat besarnya dampak yang muncul maka
perusahaan dapat menerapkan sistem job rotation dan perusahaan
menghimbau kembali kepada pekerja untuk menggunakan back support
guna meminimalisir keluhan MSDs, serta perusahaan mewajibkan kepada
pekerja agar melakukan senam pagi secara rutin.
Hal tersebut sesuai dengan teori yang disebutkan dalam Parkes et al.
(2005) bahwa otot yang tegang dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu
istirahat yang digunakan untuk peregangan otot. Selain himbauan untuk
beristirahat, perusahaan juga menyediakan back support yang berfungsi
menyokong pinggang dan punggung guna menghindari risiko ketika dalam
posisi membungkuk. Akan tetapi banyak pekerja yang tidak memakainya
karena merasa kurang nyaman dan ruang geraknya terbatas ketika bekerja.
Adapun jenis back support yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
Gambar 6.4.
Back Support
Sumber : www.ergoweb.com
6.3.2. Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs
Menurut Bridger (1995), sejalan dengan meningkatnya usia akan
terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi degenerasi
83
berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,
pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan
otot menjadi berkurang sehingga semakin tua seseorang maka semakin
tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang
yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs.
Hasil analisis hubungan antara faktor usia dengan keluhan MSDs di
bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia menyebutkan bahwa kelompok
pekerja yang memiliki keluhan MSDs berat (9,4%) berusia rata-rata 36
tahun, sedangkan mereka yang memiliki keluhan MSDs ringan (77,3%)
berusia rata-rata 31 tahun. Lain halnya dengan kelompok pekerja dengan
kategori tidak ada keluhan MSDs (13,3%) memiliki rata-rata usia 28 tahun.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa keluhan MSDs akan
meningkat secara linear sesuai dengan bertambahnya usia.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang terdapat dalam
Oborne (1995) bahwa keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada
usia kerja yaitu 24-65 tahun dan keluhan pertama biasa dialami pada usia 35
tahun serta tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur. Sedangkan teori yang disebutkan oleh Bridger (2003) bahwa sejalan
dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan
ini mulai terjadi di saat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun
terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan
menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut
menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang.
84
Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.10) diperoleh p value 0,116
(>0,05) hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara usia pekerja
dengan keluhan MSDs. Tidak adanya hubungan dimungkinkan karena
pekerja yang memiliki usia dibawah umur rata-rata untuk terkena keluhan
MSDs (31 tahun), lebih banyak yang bekerja dengan risiko pekerjaan ringan
daripada risiko pekerjaan sedang dan juga lebih banyak yang memiliki masa
kerja dibawah rata-rata (7 tahun) untuk mengalamai keluhan MSDs. Selain
itu, banyak terdapat pekerja yang berumur dibawah usia rata-rata terjadinya
keluhan MSDs (31 tahun) dan mengalami keluhan MSDs. Sebaliknya,
terdapat pekerja yang berumur diatas usia rata-rata terjadinya keluhan MSDs
(31 tahun) akan tetapi tidak mengalami keluhan MSDs berat.
6.3.3. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan MSDs
Masa kerja merupakan faktor risiko dari suatu pekerja yang terkait
dengan lama bekerja. Dapat berupa masa kerja dalam suatu perusahaan dan
masa kerja dalam suatu profesi tertentu. Masa kerja merupakan faktor risiko
yang sangat mempengaruhi seseorang untuk meningkatkan risiko terjadinya
MSDs, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja
yang tinggi.
Berdasarkan hasil analisis antara faktor masa kerja dengan keluhan
MSDs di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia menunjukkan bahwa
kelompok pekerja yang memiliki keluhan MSDs berat sebanyak 9,4%
memiliki masa kerja rata-rata 170,3 bulan (14 tahun), sedangkan kelompok
dengan keluhan MSDs ringan sebanyak 77,3% memiliki masa kerja rata-rata
85
82 bulan (7 tahun). Lain halnya dengan kelompok pekerja dengan kategori
tidak ada keluhan MSDs (13,3%) memilki rata-rata masa kerja 36 bulan (3
tahun). Hasil penelitian tersebut menunjukkan keluhan MSDs berbanding
lurus dengan bertambahnya masa kerja. Hasil di atas sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Ohlssson et al (1989) bahwa keluhan MSDs akan
semakin bertambah ketika masa kerja seseorang bertambah juga kejenuhan
baik secara fisik maupun secara psikis.
Berdasarkan hasil uji statistik (tabel 5.11) diperoleh p value 0,002 (<
0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara masa kerja pekerja
dengan keluhan MSDs yang dialami mereka. Hasil yang sama didapatkan
dari penelitian yang dilakukan oleh Octarisya (2009) bahwa 66,7% pekerja
yang memiliki masa kerja > 15 tahun telah mengalami MSDs lebih berat
dibandingkan dengan mereka dengan masa kerja < 15 tahun sehingga dapat
disimpulkan bahwa derajat peningkatan keluhan MSDs semakin meningkat
ketika masa kerja seseorang semakin lama, karena semakin lama seseorang
bekerja tentunya akan menerima risiko yang lebih besar jika dibandingkan
dengan pekerja yang baru.
Hal ini dapat dimungkinkan perusahaan menerapkan program K3
terkait ergonomi baru pada pertengahan tahun 2008 (safety ergonomic),
sehingga pekerja itu cukup lama tidak mendapatkan program ergonomi dari
awal bekerja. Untuk memperkecil risiko keluhan MSDs pada pekerja,
perusahaan dapat melakukan job rotation guna menghindari stress pada otot
tubuh akibat pekerjaan yang monoton.
86
6.3.4. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Keluhan MSDs
Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang maka
bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini disebabkan
karena seseorang yang mengalami kelebihan berat badan akan berusaha
menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung
bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan
pada bantalan saraf tulang belakang yang dapat mengakibatkan hernia
nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998).
Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan p value sebesar 0,941
(> 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara indeks masa
tubuh dengan keluhan MSDs pada welder di bagian Fabrikasi PT.Caterpillar
Indonesia pada tahun 2010. Hasil uji diperoleh bahwa sebagian besar
pekerja memiliki IMT normal dan mengalami keluhan MSDs ringan yaitu
sejumlah 26 pekerja.
Hasil penelitan di atas tidak sama dengan hasil penelitian Karuniasih
(2009) yang meneliti 52 orang supir bus travel, yaitu sejumlah 90,4%
keluhan MSDs dialami oleh supir bus yang memiliki indeks masa tubuh
berlebih (overweight) ataupun obesitas.
Secara teori, IMT merupakan faktor yang berhubungan dengan
munculnya keluhan MSDs, namun pada hasil penelitian kali ini diperoleh
hasil yang berbeda. Ketidaksesuaian tersebut dapat dimungkinkan pekerja
yang diteliti memiliki rata-rata IMT normal yaitu sebesar 23,08 kg2/m (IMT
< 25). Kemungkinan lainnya adalah pekerja memiliki masa kerja di bawah
87
rata-rata untuk mengalami keluhan MSDs (7 tahun). Selain itu, responden
yang mengalami obesitas tidak merasakan keluhan dapat disebabkan karena
mereka melakukan olahraga di luar jam kerja seperti di akhir pekan. Hal ini
didukung pula dari uji crosstab antara variabel IMT dengan kesegaran
jasmani, dimana pekerja yang mengalami obesitas dan memiliki kesegaran
jasmani cukup, jumlahnya lebih banyak daripada pekerja yang memiliki
kesegaran jasmani kurang.
6.3.5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan MSDs
Kebiasaan merokok terkait erat antara meningkatnya keluhan otot
dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok akan
menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk meng-
konsumsi oksigen akan menurun. Selain itu, masuknya karbon monoksida
dari rokok ke dalam aliran darah akan mengikat sel darah pembawa oksigen
lebih kuat sehingga transportasi oksigen terganggu. Hal ini membuat
pasokan oksigen ke otot berkurang yang mengakibatkan penumpukan asam
laktat yang mengakibatkan nyeri pada otot (NIOSH, 1997).
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,044 (<
0,05), hal ini menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan
munculnya keluhan MSDs yang dialami oleh welder di bagian Fabrikasi
PT. Caterpillar Indonesia. Melihat data di atas dapat diketahui bahwa
pekerja yang mengalami keluhan MSDs berat dan memiliki kebiasaan
merokok ringan adalah sejumlah 1 orang (3,3%), sedangkan pekerja yang
88
memiliki kebiasaan merokok sedang lebih banyak mengalami keluhan
MSDs berat yaitu sebesar 4 orang (50%).
Menurut The Surgeon General’s Advisory Group on Smoking and
Health dalam Bustan (2008), menyebutkan bahwa kausa haruslah ditemukan
lebih sering pada penderita dibanding dengan dengan yang tidak menderita,
orang-orang yang terpapar harus lebih banyak ditemukan daripada yang
tidak terpapar dan insiden penyakit meningkat sesuai peningkatan lama dan
tingginya dosis keterpaparan.
Berdasarkan hasil survey oleh Annuals of Rheumatic Diseases dalam
Croasmun (2003), diperoleh hubungan antara perokok dengan munculnya
keluhan MSDs dan dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 % lebih
besar untuk merasakan MSDs. Meningkatnya frekuensi merokok akan
meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot
sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Hal
tersebut dikarenakan kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-
paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan me-
nurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut
pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen
dalam darah rendah dan akhirnya efek rokok akan menciptakan respon rasa
sakit atau sebagai permulaan rasa sakit (osteoporosis, undegenerasi tulang)
akibat dari penyerapan kalsium yang terganggu.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, perusahaan memberlakukan
kebijakan mengenai larangan merokok di area sekitar perusahaan. Sangsi
89
bagi mereka yang melanggar larangan merokok tersebut berupa Putus
Hubungan Kerja (PHK). Larangan merokok tersebut ditujukan untuk
menghindari bahaya yang disebabkan oleh rokok tersebut seperti ledakkan,
kebakaran ataupun bahaya kesehatan seperti jantung dan gangguan paru-
paru, sehingga bagi pekerja yang perokok akhirnya lebih memilih untuk
merokok di luar area perusahaan. Hasil temuan lainnya, terdapat beberapa
pekerja yang merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam pabrik. Padahal
tindakan merokok secara sembunyi-sembunyi di dalam pabrik sangatlah
berisiko baik itu dari sisi keselamatan kerja maupun karir pekerjaannya di
perusahaan. Melihat fakta tersebut, sehingga kemungkinan besar pekerja
untuk memiliki risiko keluhan MSDs yang diakibatkan oleh kebiasaan
merokok semakin besar.
Selain itu, dimungkinkan bagi mereka yang tidak merokok bukan
berarti akan terhindar untuk mengalami keluhan MSDs. Hal ini dapat
disebabkan mereka telah terpapar asap rokok dari rekan kerja atau
lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, bagi pekerja yang merokok
sebaiknya diberikan informasi mengenai besarnya dampak yang ditimbulkan
dari kebiasaan merokok. Dan demi menjaga kesehatan para pekerjanya yang
merupakan salah satu aset utama, maka perusahaan seharusnya dapat
menyelenggarakan pelatihan quit smoking ataupun pelatihan lainnya yang
bertujuan untuk mengurangi kebiasaan merokok sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas pekerjanya.
90
6.3.6. Hubungan antara Kesegaran Jasmani dengan Keluhan MSDs
Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang
dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat
dan berolahraga. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya
memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering
mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan
mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot (Mitchell, 2008).
Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 (<
0,05) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kesegaran
jasmani dengan keluhan MSDs yang dialami oleh welder pada bagian
Fabrikasi di PT.Caterpillar Indonesia. Dari hasil penelitan di atas didapatkan
bahwa paling banyak pekerja adalah yang kurang melakukan olahraga dan
memiliki keluhan MSDs ringan yaitu sejumlah 41 orang (54,7%).
Sedangkan pekerja paling sedikit adalah yang kurang melakukan olahraga
tapi tidak memiliki keluhan MSDs yaitu satu orang (1,3%).
Hasil penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Evans (1996) terhadap 10 pekerja bahwa olahraga telah
terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh. Hal ini dapat dilihat
karena adanya kenaikan 128 % kapasitas oksigen pada otot akibat olahraga
yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan. Sebaliknya menurut WHO,
kurangnya aktifitas fisik dapat menyebabkan menurunnya kesehatan tubuh
yang selanjutnya dapat mempertinggi frekuensi sakit dan akhirnya
memperpendek umur. Hal tersebut berdasarkan hasil survey di Amerika
91
bahwa tercatat 250,000 jiwa melayang setiap tahun hanya karena gaya hidup
pasif. berdasarkan penelitian epidemiologi olahraga yang dilakukan oleh
Monica Optional Study of Activity (MOSPA) menunjukkan bahwa
seseorang yang kurang melakukan aktifitas fisik/olahraga akan
meningkatkan risiko untuk mengalami hipertensi, stroke, kanker, diabetes
dan osteoporosis.
Melihat hasil penelitian di PT. Caterpillar Indonesia di atas bahwa
masih banyak pekerja yang tidak melakukan senam pagi dengan ritun di
perusahaan atau bahkan ada yang sama sekali tidak melakukan senam. Hal
tersebut dikarenakan kurangnya pengawasan, selain itu pekerja belum
memiliki kesadaran bahwa senam pagi yang diadakan perusahaan dapat
meningkatkan derajat kesehatan pekerja dan memperkecil risiko munculnya
keluhan MSDs.
Pada umumnya keluhan MSDs dialami oleh seseorang yang dalam
aktifitas kesehariannya tidak mempunyai cukup waktu untuk beristirahat dan
jarang berolahraga. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan
mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Olahraga secara rutin dapat
meningkatkan alirahan darah ke otot, tendons dan ligament sehingga dapat
membantu meningkatkan nutrisi pada sel. Adapun gambar dari kegiatan
senam pagi yang dilakukan di PT.Caterpillar Indonesia dapat dilihat pada
gambar 6.4.
Berolahraga dapat meningkatkan temperatur, meningkatkan
metabolisme dan tingginya kadar oksigen darah. Sehingga lama kelamaan
92
otot tubuh akan menjadi kuat dan menambah daya tahan serta menghindari
kelelahan otot. Olahraga juga dapat memberikan struktur tulang yang kuat
dan stabil serta mencegah terjadinya cidera. Hal tersebut tertuang dalam
Undang-undang UU.23/1992 tentang kesehatan pasal 46 bahwa dengan
olahraga atau latihan jasmani yang benar akan dicapai tingkat kesegaran
jasmani yang baik dan merupakan modal penting dalam peningkatan
prestasi.
Gambar 6.5.
Kegiatan senam pagi di PT.Catepillar Indonesia pada tahun 2010
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Melihat pentingnya dampak yang diakibatkan dari kurang olahraga,
maka perusahaan sebaiknya tidak hanya mewajibkan pekerjanya untuk
melakukan senam akan melainkan melakukan pengawasan dan memberikan
sanksi jika ada pekerja yang tidak melaksanakannya. Selain itu, perusahaan
juga dapat memberikan hadiah/penghargaan kepada pekerja yang rutin
93
melakukan senam atau dapat juga diadakan perlombaan senam. Hal
demikian semata-mata dilakukan untuk memotivasi pekerja agar melakukan
senam pagi dan juga sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap
pekerjanya yang merupakan aset utama serta merupakan upaya
meningkatkan produktivitas pekerja.
94
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 75 welder di bagian
Fabrikasi PT.Caterpillar Indonesia diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Gambaran welder yang mengalami keluhan MSDs adalah 65 orang dengan tingkat
keluhan ringan yaitu 58 orang (89,3%) dan jumlah keluhan berat adalah 7 orang
(9,3%).
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs antara lain risiko pekerjaan
(p value = 0,000), masa kerja (p value = 0,002), kebiasaan merokok (p value =
0,044) dan kesegaran jasmani (p value = 0,000).
3. Faktor-faktor yang tidak berhubungan adalah antara usia kerja dengan keluhan MSDs
(p value 0.116). Tidak ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan keluhan
MSDs (p value 0,941).
7.2. Saran
7.2.1. Bagi Pekerja
1. Pekerja sebaiknya melakukan istirahat disaat sudah mulai merasakan stres
pada otot tubuh. Selain itu, pekerja diharapkan untuk menggunakan back
support guna meminimalisir keluhan MSDs sebagaimana yang telah
dihimbau perusahaan.
2. Melihat besarnya manfaat senam pagi, maka sebaiknya pekerja wajib
mengikuti senam pagi di perusahaan.
3. Dari melihat dampak yang ditimbulkannya, bagi pekerja yang merokok,
disarankan untuk berhenti merokok.
95
7.2.2. Bagi Perusahaan
1. Untuk menghindari terjadinya keluhan MSDs akibat dari risiko pekerjaan
dapat dilakukan dengan menghimbau pekerja untuk melakukan istirahat
disaat pekerja sudah mulai merasakan stres pada otot tubuh. Selain itu
diharapkan perusahaan menyediakan back support dalam berbagai ukuran
dan menghimbau pekerja untuk menggunakannya guna meminimalisir
keluhan MSDs.
2. Perusahaan dapat melakukan rotasi pekerjaan dengan tetap
mempertimbangkan kualifikasinya untuk menghindari stress pada otot tubuh
akibat pekerjaan yang terus menerus.
3. Perusahaan dapat menyelenggarakan pelatihan quit smoking yang bertujuan
untuk mengurangi kebiasaan merokok pada pekerjanya.
4. Untuk mencegah keluhan MSDs yang diakibatkan kurangnya kesegaran
jasmani, perusahaan mewajibkan senam pagi kepada seluruh pekerja dan
harus melakukan pengawasan terhadap pekerjanya selama kegiatan senam
pagi sampai kesadaran melakukan senam melekat dan membudaya pada
pekerja, serta memberikan sanksi bagi pekerja yang tidak mengikuti senam
pagi ataupun memberikan hadiah bagi pekerja teladan yang selalu melakukan
senam.
7.2.3. Peneliti Selanjutnya
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi secara medis
keluhan MSDs untuk memperoleh data yang objektif. Selain itu, pengukuran
dilakukan ketika sebelum bekerja, saat bekerja dan setelah bekerja.
96
2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode REBA atau metode
lainnya untuk mengukur risiko ergonomi tubuh bagian yang diakibatkan dari
pekerjaan.
3. Peneliti selanjutnya diharapakan dapat meneliti variabel lainnya seperti faktor
lingkungan dan faktor psikososial.
96
DAFTAR PUSTAKA
Ansyari, Muhammad. 2007. Pengaruh Penerapan Ergonomi pada Fasilitas Kerja
Terhadap Produktivitas Pekerja Pembungkus Dodol Di Desa Paya
Perupuk Kecamatan Tanjung Pura. USU : Medan.
Apriandriani, Rida. 2007. Gambaran Faktor Risiko Pada Sewing, Press Stunt
Plug Operator dan Packing di PT Panarub Industri-Tangerang (S4913).
FKM UI : Depok.
Bridger,R.S. 1995. Introduction to Ergonomics CCOHS. Work related
Musculoskeletal Disorders (WMSDs) Diakses dari :
http://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/rmirsi.html#top
Buckle, Peter. 2005. Ergonomics and musculoskeletal disorders: overview.
Occupational Medicine. Oxford University Press.
Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta
Chaffin et.al. 1991. Second Edition. Occupational Biomechanics. John Wiley &
Sons.Inc : New York.
Cohen, Alexander L. et, al. 1997. Element of Ergonomics Program. A primer
Based On Workplace Evaluations Of Musculoskeletal Disorders.
Departement Of Health and Human Services NIOSH :USA.
Collins, John & Leonard O'Sullivan. 2009 Psychosocial risk exposures and
musculoskeletal disorders across working-age males and females.
Ergonomics Research Group, University of Limerick : Ireland.
Croasmun, Jeanie. 2003. Link Reported Between Smoking and MSDs. Annals of
Rheumatic Diseases : Reuters. Diakses dari :
http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=670.
Departemen Kesehatan. 2005. Profil Masalah Kesehatan thaun 2005. Jakarta.
European Agency for Safety and Health at Work. 2003. Expert forecast on
emerging physical risks related to occupational safety and health. Bilbao.
European Agency for Safety and Health at Work. 2005. Priorities for
occupational safety and health research in the EU-25. Official
Publications of the European Communities : Luxembourg.
97
European Campaign On Musculoskeletal Disorders. 2008. Work-related
musculoskeletal disorders: prevention report. Office for Official
Publications of the European Communities : Luxemburg.
Evans, W. 1996. Reversing Sarcopenia: How Weight Training Can Build Strength
and Vitality. Geriatrics. Diakses dari :
http://www.ergoweb.com/forum/index.cfm?page=topic&topicID=5022.
Geoffrey David, et al. 2005. Further Development of The Usability and Validity of
The Quick Exposure Check (QEC). University of Surrey : Guildford.
Grandjean, E. 1993. 4th
Edition. Fitting The Task to The Man. Taylor & Francis,
Inc : London.
Hendra & Suwandi Rahardjo. 2008. Risiko Ergonomi Dan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit.
FKM UI : Depok.
Humantech. 2003. Applied Ergonomics Training Manual. Humantech Inc :
Berkeley Australia.
John. 2007. Application of Ergonomic at Workplace. Diakses dari :
http://www.safetyinfo.com/guests/Ergonomic%20and%20MSD%20Fact%
20Sheet.html.
Julling, Angela. 2004. Facts About Smoking. Last Packet- The Effect of Smoking
on Repetitive Strain Injuries. Guest Author - Marji Hajic.
Karuniasih. 2009. Tinjauan faktor risiko dan keluhan subjektif terhadap
timbulnya muskuloskeletal disorders pada pengemudi travel X Trans
tujuan Jakarta-Bandung tahun 2009. Diakses dari :
http://www.digilib.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=125749&loka
si=lokal.
Ketut Tirtayasa, et al. 2003. Jurnal Human Ergo. The change of working posture
in manggur decreases cardiovascular load and musculoskeletal
complaints among balinese gamelan craftsmen. Udayana University :
Udayana.
Kuorinka, et al. 1987. Standardized Nordic questionnaire for the analysis of
musculoskeletal symptoms.
Kroemer, K.H.E and E. Grandjean. 1998. Fitting The Task to The Human. 2nd
edition. Taylor & Francis : London.
98
Kroemer Karl, et al. 2001. Ergonomics: How to Design for Ease and Efficience.
2nd ed. Prentice Hall of International Series : New Jersey.
Linga, Gita F. 2007. Media Relations Officer ILO. Jakarta.
Michael, R. 2001. Physical, Psychosocial and Work Organization Factors on
Injury/illness Absences. Diakses dari :
http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=340.
Mitchell, Tamara. 2008. The Great Stretching Debate. Sally Longyear (ed). __
Nataya Charoonsri, dkk. 2008. Identifikasi Risiko Ergonomi Pada Stasiun
Perakitan Daun Sirip Diffuser di PT X. Trisakti University : Jakarta.
Neville Santon, et al. 2004. Handbook of Human Factors and Ergonomics
Methods. CRC press : New York.
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 1997.
Musculoskeletal Disorders (MSDs) and Workplace Factors – A Critical
Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal
Disorders of the Neck, Upper Extremity and Low Back. National Institute
for Occupational Safety and Health (NIOSH).
National Institute for Occupational Safety and Health. 2007. Ergonomic
Guidelines for Manual Material Handling. 4676 Columbia Parkway
Cincinnati.
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Komsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi ke 2.
Guna Widya : Surabaya.
Oborne, David J. 1995. Ergonomics at Work. Human Factor in Design and
Development. 3rd
edition. John Wiley and Sons ltd : Chicester.
Ohlsson K, et al. 1989. Self- reported symptoms in the neck and upper limbs of
female assembly workers. Scand J Work Environ Health.
Oktarisya, Mega. 2009. Tinjauan Faktor Risiko MSDs pada Pekerja Departemen
Perasional, PT. Repex, HLPA Station 2009. FKM UI : Depok.
Orawan Kaewboonchoo, et al. 1998. The Standardized Nordic Questionnaire
Applied to Workers Exposed to Hand-Arm Vibration. Wakayama Medical
University and Gifu University : Jepang.
99
Parkes, Katharine R. et al. 2005. Musculo-skeletal disorders, mental health and
the work environment. Department of Experimental Psychology,
University of Oxford.
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen
Publishers, Insc : Maryland, Gaithersburg.
_______________. 1999. Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics and the
Design of Work. Taylor & Francis : London.
Romadhona, Andri. 2009. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Pada Aktivitas
Mengangkat dan Mendorong Pasien Pada Perawat IGD RSUD dr.
Adjidarmo. FKIK UIN : 2009.
Suheni, Yuliana. 2007. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Laki-Laki Usia 40 Tahun Ke Atas Di Badan Rumah Sakit
Daerah Cepu. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat , Universitas Negeri
Semarang : Semarang.
Springer, T.J. 2007. Promotion and Control of Risk Ergonomics. St. Charles.
Diakses dari : http://ergorehabblog.blogspot.com/2007/11/ergonomics-
illumination-risks-and.html.
Suma’mur, P.K. 1996. Hygiene Perusahaan dan Keselamtan Kerja. Cetakan 13.
Haji Masagung: Jakarta.
Susan Stock et.al. 2005. Work-related Musculoskeletal Disorders, Guide and
Tools for Modified Work. National Library of Quebec : Montréal.
Tan HC dan Horn SE. 1998. Pratical manual of physical medicine and
rehabilitation. St. louis, Mosby.
Tarwaka, Bakri,SHA. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja
dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.