Upload
luckyridhelaruperes
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai macam alternatif atau cara akan dilakukan manusia untuk dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi hidupnya salah satunya dengan cara berdagang, berdagang seperti halnya
pasar pada umumnya disamping melibatkan penjual dan pembeli yang pasti harus ada ialah
kebutuhan barang dan jasa yang akan diperjualbelikan, seperti halnya dengan menjadi PKL
atau pedagang kaki lima. Pada umumnya pedagang kaki lima(PKL) muncul dari kalangan
masyarakat yang tingkat ekonominya bisa dibilang rendah yaitu mereka yang tidak memiliki
mata pencaharian(Pekerjaan) tetap. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa
setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar
ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.Sekian puluh tahun
setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan
oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu nmanya adalah pedagang emperan jalan,
sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya
adalah pedagang lima kaki. Menjadi PKL modal dan biaya yang dibutuhkan relatif kecil,
sehingga kerap mengundang pedagang yang dapat memulai bisnis dengan modal yang kecil.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan PKL dan permasalahan yang
ditimbulkan dikarenakan adanya aktivitas tersebut.
Meberikan solusi kepada pemerintah dalam mengatasi permasalahan yang di hadapi
karena adanya pedagang kaki lima di kota Manado.
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 1
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian PKL /Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima(PKL) adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang
menggunakan gerobak/atau istilah pedagang di jalanan. Istilah itu sering ditafsirkan demikian
karena jumlah kaki pedagangnya ada lima, Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang
ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki).
Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya. Sebenarnya
istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Pedagang kaki lima (PKL)
merupakan fenomena yang umum ditemui di perkotaan di Indonesia,Pedagang kali lima
dapat kita pribahasakan sebagai berikut : Ada gula ada semut, Seperi halnya jika ada
keramaian pastinya ada pedagang kaki lima, Jika ada kesenangan yang melimpah pasti
banyak orang yang akan datang untuk mengerumuni (wikipedia.com). Keberadaan aktifitas
pendukung (activity support) tidak lepas dari tumbuhnya fungsi-fungsi kegiatan publik yang
mendominasi penggunaan ruang-ruang umum kota, semakin dekat dengan pusat kota makin
tinggi intensitas dan keberagamannya Bentuk actifity support adalah kegiatan penunjang
yang menghubungkan dua atau lebih pusat kegiatan umum yang ada di kota, mislnya open
space (taman kota, taman rekreasi, plaza, taman
budaya, kawasan PKL, pedestrian ways dan
sebagainya) dan juga bangunan yang
diperuntukkan bagi kepentingan umum.
2.2 Faktor Pendorong Munculnya PKL/Pedagang Kaki Lima
Perpindahan penduduk dari desa ke kota (migrasi desa-kota) merupakan suatu faktor
utama yang mendorong pesatnya pertumbuhan kota-kota di negara sedang berkembang, tidak
terkecuali di Indonesia. Hal ini dipacu oleh kondisi kehidupan yang buruk di daerah pedesaan
yang menyebabkan kemiskinan di pedesaan, dan keragaman peluang kerja di kota dengan
tingkat upah yang relatif lebih tinggi, sebagai faktor penarik yang diidentifikasikan oleh
beberapa peneliti sebagai pencetus penduduk untuk melakukan migrasi ke kota. Hal yang
mendasari terjadinya kondisi ini, berdasarkan kajian ahli ekonomi (Michael P Todaro),
disebabkan oleh implikasi dari kebijakan sistem ekonomi di negara berkembang yang terlalu
mementingkan modernisasi industri dan terlalu mengutamakan sektor modern kota,
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 2
Akibatnya dengan melihat kondisi yang terjadi di wilayah perkotaan, yaitu membengkaknya
migrasi ke kota, tingginya angkatan kerja dan keterbatasan lapangan kerja dalam menyerap
tenaga kerja di perkotaan menyebabkan berkembangnya sektor usaha tersier atau yang
dikenal dengan sektor informal. Sektor tersier ini berhubungan positif dengan tingkat
urbanisasi yang tinggi dan tingkat perkembangan ekonomi yang tinggi diperkotaan. Sektor
informal dapat didefinisikan sebagai negatif (kebalikan) dari sektor formal yaitu mengacu
pada tingkat rasionalisasi pekerjaan, adanya birokrasi dan pekerja diatur atas dasar gaji tetap.
Sehingga dengan demikian sektor informal dapat diartikan tidak memiliki tingkat
rasionalisasi pekerjaan, tidak ada birokrasi dan tidak memiliki sistem penggajian yang tetap
dan teratur.Salah satu fenomena sektor informal yang menjadi sorotan di wilayah perkotaan
adalah adanya pedagang kaki lima (PKL). Pertumbuhan PKL terkait dengan pertumbuhan
penduduk, angkatan kerja dan lapangan kerja di sektor formal, karena pada umumnya sektor
informal terjadi akibat ketidakmampuan sektor formal dalam menyerap tenaga kerja dan juga
pertumbuhan PKL berimplikasi terhadap permasalahan ruang tempat berusaha.
2.3 Hubungan PKL Dengan Keberadaan Kota
Seiring perkembangannya PKL menghadapkan pemerintah pada kondisi yang
dilematis, disatu sisi keberadaannya dapat mencipatakan lapangan kerja. Sedangkan di lain
pihak keberadaan PKL yang tidak di perhitungkan dalam perencanaan tata ruang telah
menjadi beban bagi kota. PKL beraktifitas pada ruang – ruang publik kota tanpa
memperhatikan keindahan. Hubungan antara perilaku aktifitas PKL dengan elemen fisik
lingkungan yang menunjukan bahwa perilaku aktifitas PKL berpengaruh terhadap elemen
fisik lingkungan, sedangkan terhadap masyarakat keberadaan PKL selain memberikan
pengaruh negatif juga memberikan manfaat terhadap masyarakat.
Kerangka Konsep
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 3
PKL ( Pedagang Kaki Lima )
Migrasi
kota
Tidak memiliki Mata Pencaharian
Kemiskinan
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 PKL di Kota Manado
Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena menggangu para
pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran
air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak
sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap
menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah
daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap
mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang
kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya disekitar rumah mereka.
Ditinjau dari kegiatannya permasalahan yang ditimbulkan PKL seperti gambar di bawah ini :
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 4
PKL di Pasar 45
PKL di Karombasan
Kemacetan Kesemrawutan kota
Sebagian besar peristiwa-peristiwa penggusuran PKL
diwarnai dengan aksi perlawanan dari para PKL, karena
mereka tidak rela kalau mata pencahariannya digusur. Dalam
aksi perlawanan itu, tidak jarang juga menimbulkan korban.
Baik dari pihak PKL maupun para penggusur (SATPOLL
PP). Hal ini dikarenakan para penggusur juga sering
terpancing emosinya akibat dari perlawanan-perlawanan yang
dilakukan oleh pihak PKL.
3.2 Dampak Positif dan Dampak Negatif PKL (Pedagang Kaki Lima)
Dampak Positif :
1) PKL menjadi katup pengaman bagi masyarakat perekonomian lemah baik sebagai
profesi maupun bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama
akibat krisis ekonomi;
2) PKL menyediakan kebutuhan barang dan jasa yang relatif murah bagi masyarakat
yang berpenghasilan menengah ke bawah;
3) Jumlah yang besar, ragam bentuk usaha dan keunikan merupakan potensi yang besar
untuk menghias wajah kota, apabila ditata dan diatur dengan baik;
4) PKL dapat memberikan rasa aman yang menjadi barrier untuk keamanan aktivitas
pedagang formal karena kontiunitas kegiatannya hampir 24 jam.PKL tidak dapat
dipisahkan dari unsur budaya dan eksistensinya tidak dapat dihapuskan;
5) PKL menyimpan potensi pariwisata yang cukup besar apabila diatur dan ditata.
Dampak Negatif :
1) Media dagang yang tidak estetis dan tidak tertata dengan baik menimbulkan kesan
semrawut dan kumuh, akibatnya menurunnya kualitas visual kota;
2) Lokasi berdagang sebagian PKL yang memakai badan jalan yang tidak semestinya
menimbulkan kemacetan lalu lintas;
3) Lokasi berdagang yang menggunakan pedestrian, trotoar dan taman menyita hak para
pejalan kaki Menggeser fungsi ruang publik;
4) Keberadaan PKL yang tidak terkendali mengakibatkan pejalan kaki berdesak-
desakan, sehingga dapat timbul tindak kriminal (pencopetan);
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 5
5) Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung
memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko.
3.3 Analisis PKL di Kota Manado
Lokasi Gambar PermasalahanSeputaran Terminal karombasan
Penggunaan badan jalan, pedestrian dan trotoar menyebabkan terjadinya kemacetan, hal ini menyebabkan terjadinya kesemrawutan dalam kota
Terminal karombasan
Berjualan di pinggir jalan dapat menimbulkan kemacetan dan terganggunya aktivitas masyarakat yang ada di tempat tersebut,
Kawasan Pasar 45
Semakin banyaknya PKL yang beraktivitas di khususnya di seputaran kawasan perbelanjaan yang ada di sekitaran pasar 45 mengakibatkan ketidaknyaman dalam kota
Kawasan pasar 45
Karena tidak adanya tempat khusus untuk PKL membuat mereka memilih untuk berjualan di pinggir jalan
Kawasan pasar 45
Menjamurnya PKL membuat pusat kota semakin padat dan terganggu
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 6
Samping terminal karombasan
Nampak terlihat sampah – sampah yang berserakan dikarenakan ketidakpedulian PKL untuk menjaga kebersihan
3.4 Penataan PKL
Saat ini setidaknya terdapat tiga mainstream penataan PKL:
POLA PENATAAN PKL:
Pola shelterisasi: Pada pola ini PKL yang ada dilokalisasi terbatas dalam kawasan
tersebut.Sehingga PKL masih berusaha di kawasan lama, namun secara relatif hak
publik atas public space dan lalu lintas yang lancar dapat dipenuhi;
Pola relokasi: Relokasi terhadap PKL dengan memberikan tempat, Relokasi terhadap
PKL misalnya dilakukan Pemerintah Kota Solo atas PKL Monumen 45 Banjarsari ke
Pasar Klitikan Notoharjo di kawasan Semanggi . Banyak keluhan PKL atas pola
relokasi karena sepinya pembeli. Keberadaan PKL memang dalam kondisi ’sambut
konsumen’. PKL berusaha ’mengadang’ konsumen di sejumlah titik agar (calon)
konsumen tidak kesulitan mendapatkan akses menuju PKL. Ketika direlokasi—
biasanya lokasinya agak jauh dari lokasi semula—peran ’mengadang’ PKL ini
tergantikan. (Calon) konsumen hampir tidak memiliki loyalitas untuk ’mencari’ dan
berlangganan dengan PKL yang telah pindah tempat;
Pola penataan PKL itu sendiri Bentuknya dapat dengan melokalisasi parkir, atau
menata lapak PKL malam dengan sistem knock down.
3.5 Kebijakan Pemerintah
Pemerintah saat ini sudah melakukan proses-proses penanggulangan PKL, tapi dalam
proses pelaksanaannya masih belum bisa diterima oleh para PKL, karena masih banyak PKL
yang menganggap bahwa apa yang dilakukan pemerintah tidak menguntungkan mereka,
melainkan merugikan mereka. Seperti tempat relokasi mereka yang katanya sepi pengunjung.
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 7
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan/Saran
1) Melihat dari hasil studi kasus yang diambil mengenai fenomena pedagang kaki lima
yang ada di kota manado, maka dapat ditarik kesimpulan agar Pemerintah harus
segera mengambil sikap tegas . Sikap tegas yang dimaksud adalah sikap pemerintah
dalam melakukan segala tindakan dengan cekatan dan mengambil segala keputusan
dengan cermat. Tentunya hal itu setelah mengetahui sebab dan mempertimbangkan
akibat nantinya, dan tidak menggampangkan segala masalah. Semua masalah, baik
yang berat maupun yang ringan, kecil ataupun besar. Karena masalah pedagang kaki
lima menjadi masalah kolusi. Maka dari itu masalah yang kecil harus segera
dipecahkan dengan cara memberantasnya mulai dari awal/agar tidak menjadi masalah
yang lebih rumit, khususnya untuk mengatasi permasalahan PKL yang ada di kota
manado.
2) Pemerintah harus lebih cepat tanggap dalam membangun tempat-tempat strategis
tersendiri untuk para PKL yang mudah dijangkau oleh konsumen. Tentunya seelum
mengambil kebijakan ini Pemerintah harus mengadakan sosialisasi terlebih dahulu
sebelum mangadakan proses relokasi mengenai dampak negatif apabila mereka
berjualan di tempat-tempat liar, untuk menghindari adanya aksi-aksi yang menjurus
pada kekerasan.
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 8
PKL di Kuwait
PKL di Polandia Pkl di Polandia
PKL di Kuwait
4.2 SOLUSI PERENCANAAN UNTUK PKL
1. Mempercantik PKL yang ada di kota manado dengan cara meniru PKL yang ada di luar negeri.
Seperti contoh gambar di bawah ini :
2.Menyediakan
tempat relokasi khusus untuk para PKL
Seperti contoh gambar di bawah ini :
DAFTAR PUSTAKA
http://www.Google.com,
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 9
Tenda
Area untuk
Gambar . penyediaan lokasi untuk PKL
Gambar contoh PKL di Luar Negeri
http://www.wikipedia,
Michael P Todaro
hasil survey PKL. Di Manado, terminal karombasan, pasar 45
Fenomena Pedagang kaki Lima di kota manado 10