Upload
others
View
10
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERUBAHAN SOSIAL PADA WARGA YANG
TERELOKASI KE RUMAH SUSUN MUARA BARU
AKIBAT NORMALISASI WADUK PLUIT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh :
LAILATUN NAJAH
NIM. 11150541000072
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
i
ABSTRAK
Lailatun Najah (11150541000072), Perubahan Sosial pada
Warga yang Terelokasi ke Rumah Susun Muara Baru Akibat
Normalisasi Waduk Pluit, 2020.
Perubahan sosial merupakan dinamika sosial yang terjadi di
dalam kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut berupa
perubahan yang mencakup struktur sosial, ekonomi, sistem dan
kelas sosial, peranan, kebudayaan, hubungan, interaksi ataupun
komunikasi pada kehidupan di masyarakat. Sebagian indikator
dari perubahan sosial tersebut dialami oleh warga Muara Baru
akibat dari dilaksanakannya normalisasi Waduk Pluit. Perubahan
ini dikarenakan warga harus berpindah dari tempat tinggal asal ke
tempat tinggal baru yaitu di Rumah Susun Muara Baru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
perubahan sosial apa saja yang dialami oleh warga Rumah Susun
Muara Baru pasca Terelokasi dari bantaran Waduk Pluit.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
menggunakan jenis penelitian deskriptif. Dimana penelitian ini
berusaha mengungkap fakta suatu kejadian, aktivitas, objek, serta
proses yang dirancang untuk mengumpulkan informasi mengenai
keadaan-keadaan nyata yang sedang terjadi. Data yang diperoleh
pada penelitian didapatkan dari hasil observasi dan wawancara
dengan warga rumah susun sejak April 2019 sampai dengan
Januari 2020.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan
sosial yang dialami oleh warga yang terelokasi ke Rumah Susun
Muara Baru. Terdapat tiga dimensi dari perubahan sosial yang
dialami warga yakni dimensi struktural, dimensi kultural, dan
dimensi interaksional. Ditemukan beberapa perubahan pada
dimensi struktural yakni perubahan keadaan ekonomi, perubahan
kondisi tempat tinggal, dan perubahan mata pencaharian. Pada
dimensi kultural ditemukan perubahan seperti perubahan
kebiasaan, akses aktivitas sehari-hari dan ketersediaan fasilitas.
Sedangkan pada dimensi interaksional ditemukan perubahan
interaksi dan komunikasi antarwarga serta kenyamanan di rumah
susun.
Kata Kunci: Perubahan Sosial, Warga, Relokasi, Normalisasi
ii
KATA PENGANTAR
الحمد لّله رب العالمين
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas
segala rahmat serta karunia-Nya yang begitu banyak. Shalawat
serta salam tak lupa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menuntun umatnya dari zaman jahiliyah hingga zaman
terang benderang. Peneliti sangat bersyukur karena dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Sosial pada
Warga yang Terelokasi ke Rumah Susun akibat Normalisasi
Waduk Pluit” dengan baik.
Selama penyusunan, peneliti juga menyadari terdapat
hambatan dan kesulitan-kesulitan yang membuat skripsi ini
terlambat selesai tepat waktu. Akan tetapi berkat dukungan,
bantuan serta arahan dari orang-orang disekeliling, peneliti
menjadi semangat untuk segera menyelesaikan. Maka dari itu,
dengan segala rasa syukur pada kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakata, Bapak Dr. Suparto, M.Ed., Wakil
Dekan Bidang Akademik, Ibu Dr. Siti Napsiyah, M.SW.,
Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Bapak Dr.
Sihabuddin Noor, M.Ag., dan Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama, Bapak Drs. Cecep
Castrawijaya, M.A.
2. Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Ahmad Zaky, M.Si.,
iii
dan Sekertaris Jurusan Program Studi Kesejahteraan Sosial,
Ibu Hj.Nunung Khoiriyah, M.A
3. Bapak Dr. Tantan Hermansah, M.Si sebagai Dosen
Pembimbing Skripsi yang senantiasa meluangkan waktunya,
memberikan arahan, serta memberi support kepada peneliti
sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
4. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
5. Seluruh Dosen, Civitas Akademika dan Karyawan Tata
Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
telah memberikan sumbangan wawasan pengetahuan serta
membantu peneliti dalam menjalankan proses birokrasi yang
ada.
6. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang
telah memberikan Ilmu, Wawasan dan Pengalaman yang
sangat berharga selama manjalani perkuliahan.
7. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membantu peneliti dalam mencari
referensi penelitian.
8. Teruntuk kedua orang tuaku tercinta, Bapak Ahmad Huri dan
Ibu Malikha yang selalu sabar, mendidik, memberikan
semangat serta kasih sayang dan tak pernah lelah bekerja
agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak.
Ketahuilah anakmu sampai dititik ini hanya untuk dirimu dan
ini semua berkat do‟a-do‟amu, ucapan terima kasih tidak
cukup untuk membalas segala jasamu.
iv
9. Untuk adikku Muhammad Izzat Nurul Huda yang senantiasa
mewarnai hari-hariku. Berkat dirimu aku selalu tersenyum
dan semangat.
10. Seluruh warga, perangkat wilayah, serta pengelola Rumah
Susun Muara Baru terutama Bapak Zainal, Ibu Asih,
Sumarlia, Ibu Indrayani, Bapak Dedi Mulyadi, Bapak Andi,
dan Ibu Dimitra yang telah membantu dan bersedia
memberikan informasi untuk peneliti dalam menyelesaikan
skripsi.
11. Teman-teman sedari SMP Rama Arjun Setiawan, Gabriel
Alexandro Hunam, Sumarlia, Dila Melia, Alvin Rizal
Ramadhan. Terima kasih sudah bersedia meluangkan waktu
untuk bertemu dan selalu memberikan cacian juga omelan
agar peneliti sadar untuk segera menyelesaikan skripsi.
12. Teman-teman yang selalu menghiasi masa putih abu-abu
hingga saat ini Kiki Ayu Anggraini, Yolanda Andika,
Mailan Arafi, Dhimas Fabiyanto, Kevin Satria. Berkat kalian
yang sudah lulus terlebih dahulu, peneliti menjadi semakin
dendam untuk menyelesaikan skripsi.
13. Sahabat sekaligus keluarga sedari awal masa kuliah Karimah
Marwaziah, Gita Abyanti Sanjaya, Alvionita Rizqi Aulia,
Elyya Nindiyani, Tiara Izmi Nabilla, Indah Choirunnisa.
Terima kasih selalu bersama dan menemani hingga akhir.
14. Seluruh rekan Praktikum 1 RSJ Soeharto Heerdjan, rekan
Praktikum 2 desa Ujunggagak khususnya Delima, Indah,
Fani, Prima, Azizah, Galuh, Abul, Juan dan seluruh teman
seperjuangan prodi Kesejahteraan Sosial 2015.
v
15. Keluarga Latanza English Institute 2015, khususnya sahabat
„Downstair‟. Terima kasih sudah menghiasi hari-hari selama
masa awal kuliah.
16. Keluarga Besar Gerakan Banten Mengajar (GBM) khususnya
batch 4. Terima kasih sudah berbagi pengalaman yang sangat
luar biasa, peneliti sangat bersyukur dapat dipertemukan
dengan orang-orang hebat seperti kalian.
Kepada semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu-
persatu yang telah mengingatkan dan memberi dukungan kepada
peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang sempat
tertunda berbulan-bulan. Semoga Allah SWT senantiasa
membalas semua kebaikan kalian.
Peneliti menyadari jika pada skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna baik dalam pembahasan
maupun teknik penulisannya. Maka dari itu peneliti sangat
menerima setiap saran dan masukan demi perbaikan skripsi.
Apabila terdapat kesalahan pada skripsi mohon dimaafkan yang
sebesar-besarnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pihak.
Jakarta, 31 Januari 2020
Lailatun Najah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................... vi
DAFTAR TABEL ....................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xii
BAB I ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ..................................... 12
1. Pembatasan Masalah .................................................... 12
2. Rumusan Masalah ........................................................ 13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 13
1. Tujuan Penelitian .......................................................... 13
2. Manfaat Penelitian ........................................................ 13
D. Kajian Terdahulu ................................................................. 14
E. Metode Penelitian ................................................................ 18
1. Pendekatan Penelitian ................................................... 18
2. Jenis Penelitian ............................................................. 18
3. Sumber Data ................................................................. 19
4. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................... 20
vii
5. Teknik Pengumpulan Data ........................................... 21
6. Teknik Pemilihan Informan .......................................... 23
7. Teknik Analisis Data .................................................... 25
8. Teknik Keabsahan Data ................................................ 26
9. Sistematika Penulisan ................................................... 26
BAB II ........................................................................................ 29
A. Teori Perubahan Sosial ........................................................ 29
1. Definisi Perubahan Sosial ............................................ 29
2. Dimensi Perubahan Sosial ............................................ 31
3. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial ................................. 36
4. Faktor Penyebab Perubahan Sosial .............................. 39
B. Kerangka Berfikir ................................................................ 42
BAB III ....................................................................................... 43
A. Sejarah Singkat Kawasan Waduk Pluit ................................ 43
B. Profil Kelurahan Pejaringan ................................................. 44
1. Letak Geografis Kelurahan Penjaringan ...................... 44
2. Komposisi Penduduk Warga Kelurahan Penjaringan .. 47
3. Sosial-Ekonomi Warga Kelurahan Penjaringan ........... 49
C. Rumah Susun Muara Baru ................................................... 51
1. Profil Rumah Susun Muara Baru ................................. 51
2. Fasilitas Umum Rumah Susun Muara Baru ................. 53
3. Tarif Sewa Rumah Susun Muara Baru ......................... 55
viii
BAB IV ....................................................................................... 57
A. Perubahan Sosial Struktural ................................................. 58
1. Perubahan Keadaan Ekonomi ...................................... 58
2. Perubahan Kondisi Tempat Tinggal ............................. 64
3. Perubahan Mata Pencaharian ....................................... 68
B. Perubahan Sosial Kultural .................................................... 71
1. Perubahan Kebiasaan ................................................... 72
2. Akses Aktivitas Sehari-hari .......................................... 75
3. Ketersediaan Fasilitas ................................................... 76
C. Perubahan Sosial Interaksional ............................................ 78
1. Interaksi dan Komunikasi Antar Warga ....................... 78
2. Kenyamanan di Rumah Susun ..................................... 80
BAB V ......................................................................................... 82
A. Perubahan Sosial Struktural ................................................. 82
1. Perubahan Keadaan Ekonomi ...................................... 83
2. Perubahan Kondisi Tempat Tinggal ............................. 84
3. Perubahan Mata Pencaharian ....................................... 85
B. Perubahan Sosial Kultural .................................................... 87
1. Perubahan Kebiasaan ................................................... 88
2. Akses Aktivitas Sehari-Hari ......................................... 90
3. Ketersediaan Fasilitas ................................................... 91
C. Perubahan Sosial Interaksional ............................................ 92
ix
1. Interaksi dan Komunikasi Antarwarga ......................... 92
2. Kenyamanan di Rumah Susun ..................................... 95
D. Perbandingan Kehidupan Warga ......................................... 96
BAB VI ..................................................................................... 101
A. Kesimpulan ........................................................................ 101
B. Implikasi ............................................................................ 103
C. Saran .................................................................................. 104
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 106
LAMPIRAN ............................................................................. 109
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 ……………………………………………………… 22
Tabel 3.1 ……………………………...………………………. 43
Tabel 3.2 ……………………………………………………… 44
Tabel 3.3 ………………………………...……………………. 45
Tabel 3.4 ………………………………...……………………. 52
Tabel 5.1 ……………………………………………………… 96
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 ……………………………………………………. 5
Gambar 1.2 …………………………………………………….. 8
Gambar 3.1 …………………………………………………… 40
Gambar 3.2 …………………………………………………… 42
Gambar 3.3 …………………………………………………… 46
Gambar 3.4 …………………………………………..……….. 49
Gambar 3.5 …………………………………………………… 51
Gambar 4.1 …………………………………………………… 56
Gambar 4.2 …………………………………………………… 63
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ………………………………………………… 110
Lampiran 2 ………………………………………………… 111
Lampiran 3 ………………………………………………… 112
Lampiran 4 ………………………………………………… 113
Lampiran 5 ………………………………………………… 114
Lampiran 6 ………………………………………………… 120
Lampiran 7 ………………………………………………… 161
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
DKI Jakarta adalah sebuah provinsi yang berstatus
sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia (Undang-
Undang No.10 Tahun 1964). Sebagai kota yang merupakan
pusat pemerintahan dan pusat perekonomian utama di
Indonesia, Jakarta mempunyai daya tarik tersendiri bagi
kebanyakan masyarakat Indonesia. Faktor ekonomi adalah
alasan utama dari berbagai macam alasan mengapa banyak
pendatang dari luar kota yang akhirnya memutuskan untuk
menetap.
Banyaknya warga pendatang dari berbagai daerah di
Indonesia membuat laju pertumbuhan penduduk di kota
tersebut terhitung sangat tinggi. Dengan luas wilayah sekitar
662,3 km persegi tercatat jumlah penduduk DKI Jakarta pada
2015 mencapai 10,18 juta jiwa, kemudian jumlah penduduk
meningkat menjadi 10,28 juta jiwa pada tahun 2016, dan
bertambah lagi menjadi 10,37 juta jiwa pada tahun 2017.
Artinya, selama dalam kurun waktu dua tahun tersebut
jumlah penduduk di Ibukota bertambah menjadi 269 jiwa
setiap hari atau bertambah sebanyak 11 orang perjamnya.
(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/24/bera
pa-jumlah-penduduk-jakarta, akses pada tanggal 8 Maret
2019).
2
Berdasarkan data yang dilansir dalam Badan Pusat
Statistik, kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai
15.663 jiwa /kilometer (km) persegi. Angka tersebut
meningkat 0,93% jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya sebesar 15.518 jiwa/km persegi . Kepadatan
penduduk yang dialami oleh Provinsi DKI Jakarta
merupakan kepadatan penduduk yang tertinggi jika
dibandingkan dengan provinsi- provinsi lainnya di Indonesia
(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/25/bera
pa-kepadatan-penduduk-di-dki-jakarta, akses pada tanggal 10
Maret 2019). Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tidak
disandingi dengan lahan serta kemampuan finansial yang
mencukupi, mengakibatkan para warga harus memutar otak
mencari cara untuk mendapatkan tempat tinggal.
Berbagai macam cara dilakukan warga pendatang
untuk memiliki tempat tinggal salah satunya yaitu dengan
mendirikan bangunan liar di lokasi yang tidak diperuntukkan
untuk didirikan bangunan. Lokasi yang tidak diperuntukkan
tersebut seperti di sekitar pinggir rel kereta, dibawah kolong
tol atau kolong jembatan, bantaran kali, sungai ataupun
waduk. Begitupun juga dengan yang terjadi di bantaran
Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Waduk
merupakan tempat pada permukaan tanah yang digunakan
untuk menampung air saat terjadi kelebihan air / musim
penghujan sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim
kering. Sumber air waduk terutama berasal dari aliran
3
permukaan ditambah dengan air hujan langsung
(https://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-waduk.html,
akses pada tanggal 7 Mei 2019). Banyak warga yang
mendirikan bangunan dan mengalihfungsikan bantaran
waduk menjadi lahan tempat tinggal mereka. Disisi lain, luas
lahan serta daya tampung yang dihasilkan oleh waduk
menjadi semakin menyusut. Warga muara baru kebanyakan
merupakan warga pendatang dari berbagai macam daerah.
Maka dari itu mereka belum mempunyai lahan yang secara
legal merupakan lahan miliknya. Mayoritas dari mereka
berasal dari etnis Jawa, namun tidak sedikit dari mereka yang
datang dari luar pulau Jawa. Mayoritas warga muara baru
beragama islam, maka dari itu terdapat beberapa bangunan
masjid dan mushola di lokasi bantaran waduk pluit.
Waduk Pluit merupakan waduk yang dibangun di
wilayah kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dan milik
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Total luas lahan yang
dimiliki Waduk Pluit sebelumnya sebesar 80 hektar.
Sebelumnya saat meninjau Waduk Pluit, Jokowi yang saat
itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta mengatakan
bahwa dari 80 hektar luas Waduk Pluit, sebanyak 30 hektar
dijadikan hunian. Kedalaman waduk yang seharusnya 10
meter juga tinggal 2 meter. Jika kondisi bisa dikembalikan
menjadi normal, menurut Jokowi, daya tampung waduk bisa
mencapai enam kali lipat dari kapasitas sekarang
(https://megapolitan.kompas.com/read/2013/02/06/0243041/
4
normalisasi.waduk.pluit.1-2.tahun, Akses 3 Mei 2019).
Terdapat 5000KK yang tinggal di sisi timur Waduk Pluit
tersebut (Belarminus, 2014). Area bibir waduk bukanlah
lahan untuk pemukiman warga, seharusnya area tersebut
diperuntukkan sebagai lahan hijau dan harus steril dari
bangunan-bangunan liar agar fungsi waduk bisa berjalan
dengan semestinya. Alasan para warga bantaran waduk
tinggal disana dikarenakan kurangnya lahan pemukiman
disekitar wilayah tersebut, belum lagi harga lahan dan rumah
di Jakarta relatif sangat mahal bagi para warga kalangan
menengah kebawah. Akibat alihfungsi lahan yang dilakukan
oleh warga, lokasi bantaran Waduk Pluit menjadi padat dan
kumuh. Lingkungan di sekitar waduk menjadi kotor bahkan
daerah tersebut bisa dikatakan tidak layak huni, hal tersebut
menjadikan masalah bagi lingkungan sekitar.
Salah satu permasalahan utama di DKI Jakarta yang
ada sejak zaman dulu dan tak kunjung usai adalah banjir.
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya
suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat
(https://www.bnpb.go.id/home/definisi.html, akses pada
tanggal 25 April 2019). Banjir merupakan sebuah bencana
alam yang salah satu faktor penyebabnya dikarenakan ulah
manusia itu sendiri karena tidak bisa menjaga lingkungan
dengan baik. Manusia terlalu abai sehingga kurang
memperhatikan kebersihan lingkungannya. Sungai, danau
dan waduk di Jakarta banyak terdapat sampah yang
5
merupakan limbah hasil dari kehidupan manusia, sehingga
saat musim hujan tiba air pada sungai dan waduk tersebut
akan meluap dan menimbulkan banjir.
Gambar 1.1 Data Korban Jiwa Banjir DKI Jakarta
(Sumber : https://twitter.com/bpbdjakarta/status)
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) DKI Jakarta yang dikutip dalam artikel berita
Tribunnews.com, jumlah korban tewas terbanyak berada di
daerah Jakarta Barat sebanyak 22 orang, Jakarta Utara 7
orang, Jakarta Timur 7 orang, dan Jakarta Selatan 4 orang.
(https://www.tribunnews.com/nasional/2013/01/28/korban-
tewas-akibat-banjir-mencapai-41-orang, Akses pada 1
Desember 2019).
6
Segala sesuatu yang telah diperbuat oleh manusia
pasti selalu ada konsekuensi yang akan diterima, seperti yang
tertuang dalam Al-Qur‟an surat Ar-Rum ayat 41, sebagai
berikut:
Artinya :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya
Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).” (QS. Ar-Rum : 41)
Firman Allah swt diatas merupakan bentuk
peringatan kepada manusia bahwasanya banyak kerusakan di
muka bumi yang terjadi akibat dari campur tangan manusia,
begitupula dengan banjir. Banjir terjadi semata-mata bukan
karena curah hujan yang tinggi, tetapi terdapat faktor lain
yang dapat menyebabkan terjadinya bencana banjir. Hal
tersebut tidak lain adalah karena campur tangan manusia di
dalamnya yang tidak bisa menjaga lingkungan dengan baik.
Hampir disetiap tahunnya Jakarta menjadi langganan banjir.
7
Walaupun jumlah laporannya hanya 4,5% banjir ini hampir
setiap tahunnya sangat mengganggu aktivitas perekonomian
Ibukota. Sejak tahun 1932, Jakarta yang dulunya bernama
Batavia sudah dilanda banjir. Sejak itu banjir seolah menjadi
bagian yang tidak terlepas dari kota Jakarta (Subangkit, 2017
: 3). Puncaknya yaitu pada bencana banjir besar yang dialami
Jakarta pada tahun 2013. Berdasarkan catatan detik.com dari
berbagai sumber, rata-rata banjir di Jakarta terjadi pada awal
tahun. Namun pada tahun 2013, banjir di Jakarta terjadi pada
akhir tahun akibat tanggul Latuharhary yang jebol
(https://news.detik.com/berita/d-3429219/banjir-jakarta-di-5-
tahun-terakhir, akses 3 Mei 2019). Inilah banjir terparah
semenjak era reformasi, setelah bencana serupa yang
melumpuhhkan Ibukota pada 2002 dan 2007. Banjir kali ini
dampaknya luar biasa. Hampir seluruh wilayah Ibukota
terendam (HM, 2013 : 112). Pemukiman warga di Jakarta
seluruhnya tertutup air dan bagaikan sungai, bahkan terdapat
tempat yang banjirnya hingga mencapai 4 meter.
Wilayah di kecamatan Penjaringan mengalami
dampak banjir yang cukup serius. Total ada empat kelurahan
di Kecamatan Penjaringan yang terkena banjir yakni Pluit,
Penjaringan, Kapuk, dan Pejagalan. Sebanyak 4.466 rumah
terendam dan nyaris tenggelam (HM, 2013 : 121). Selain
karena curah hujan yang tinggi, meluapnya Waduk Pluit
menjadi faktor utama terjadinya banjir di wilayah
Penjaringan. Gara-garanya adalah jebolnya tanggul Kanal
8
Banjir Barat di Jalan Latuharhary, sehingga waduk yang
dibuat selama 16 tahun itu menerima debit air dua kali lipat
daya tampungnya (HM, 2013 : 121).
Gambar 1.2 Peta Sebaran Banjir Jakarta Tahun 2013
(Sumber : tekno.kompas.com)
Akibat musibah tersebut Pemprov DKI Jakarta
berupaya untuk melakukan Normalisasi Waduk Pluit pada
tahun 2013 hingga 2014. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, arti kata normalisasi adalah tindakan menjadikan
normal (biasa) kembali atau tindakan mengembalikan pada
keadaan, hubungan, dan sebagainya yang biasa atau yang
normal. Untuk merevitalisasi waduk agar kembali
sebagaimana fungsinya, Pemprov DKI Jakarta merelokasi
warga sekitar bantaran Waduk Pluit secara paksa ke tempat
yang telah disediakan. Sebelumnya, warga bantaran Waduk
Pluit menolak untuk di relokasi dengan alasan mereka akan
9
kehilangan mata pencaharian serta lingkungan tempat tinggal
yang sudah dihuni sejak lama. Namun relokasi serta
penggusuran tersebut tetap dilakukan karena itu merupakan
kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang bertujuan untuk
mentertibkan pemukiman illegal, serta mengembalikan 20
hektar lahan yang diambil oleh warga untuk dialihkan agar
Waduk Pluit kembali berfungsi sebagaimana mestinya. Salah
satu tempat yang sebelumnya sudah disiapkan oleh Pemprov
DKI adalah Rumah Susun Waduk Pluit Muara Baru yang
letaknya masih dalam satu wilayah di Kecamatan
Penjaringan.
Akibat dari relokasi ke Rumah Susun Muara Baru,
warga bantaran Waduk Pluit merasakan banyak hal yang
baru. Warga yang menjadi korban gusuran merasakan
dampaknya secara langsung baik dari segi lingkungan, sosial
maupun ekonomi. Warga yang sebelumya menolak untuk
direlokasi, pada akhirnya tidak punya pilihan lain dan
bersedia untuk pindah ke Rumah Susun. Pasca direlokasi ke
Rumah Susun, warga mengalami perubahan-perubahan yang
semestinya dialami jika berada di lingkungan tempat tinggal
baru. Menurut Soekanto, setiap manusia selama hidupnya
pasti mengalami perubahan. Perubahan bagi masyarakat
yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang
menelaahnya, dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak
menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-
perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas,
10
serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali,
tetapi ada juga yang berjalan cepat (Soekanto, 2014 : 259).
Begitupula seperti yang dirasakan warga bantaran Waduk
Pluit, terlebih lagi sebelumnya lingkungan tempat tinggal
mereka berada di area bangunan horizontal yang kemudian
setelah direlokasi, warga berpindah ke lingkungan area
bangunan vertikal.
Warga diharuskan untuk beradaptasi dengan
lingkungan baru, perubahan struktur masyarakat, ekonomi,
mata pencaharian, letak geografis, pola hidup dan perubahan-
perubahan lainnya. Perubahan-perubahan inilah yang
menjadikan terjadinya perubahan sosial yang dialami oleh
warga bantaran Waduk Pluit di lingkungan tempat tinggal
baru nya. Secara umum, perubahan sosial selalu ada dalam
kehidupan masyarakat. Oleh karenanya, masyarakat bersifat
dinamis bergerak mengikuti perubahan. Menurut
Soemardjan, Perubahan sosial merupakan perubahan-
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam
suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya,
termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku
diantara kelompok-kelompok masyarakat (Soekanto, 2012 :
259).
Perubahan sosial yang dirasakan warga bantaran
Waduk Pluit terjadi secara tiba-tiba dan tidak direncanakan
sebelumnya. Jika dilihat dari bentuk dan ditinjau dengan
perspektif sosiologis, perubahan sosial yang terjadi pada
11
warga korban relokasi waduk pluit merupakan perubahan
sosial secara cepat (revolusi). Seperti yang dikatakan
Sztompka (1994), Revolusi merupakan wujud perubahan
sosial yang paling mendasar dalam proses historis dan
pembentukan ulang masyarakat dari dalam dan pembentukan
ulang manusia (Martono, 2016 : 14). Menurut Sztompka
(1994), revolusi mempunyai lima perbedaan dengan bentuk
perubahan sosial yang lain. Perbedaan tersebut adalah : 1)
revolusi menimbulkan perubahan dalam cakupan terluas,
menyentuh semua tingkat dan dimensi masyarakat, ekonomi,
politik, budaya organisasi sosial, kehidupan sehari-hari, dan
kepribadian manusia, 2) dalam semua bidang tersebut,
perubahannya radikal, fundamental, menyentuh inti
bangunan dan fungsi sosial, 3) perubahan yang terjadi sangat
cepat, tiba-tiba seperti ledakan dinamit ditengah aliran
lambat proses historis, 4) revolusi merupakan “pertunjukan”
paling menonjol, waktunya luar biasa cepat, oleh karena itu
sangat mudah diingat, 5) dan revolusi membangkitkan
emosional khusus dan reaksi intelektual pelakunya dan
mengalami ledakan mobilisasi massa, antusiasme,
kegemparan, kegirangan, kegembiraan, optimisme, dan
harapan (Martono, 2016 : 14).
Kehidupan baru yang dirasakan warga pasca
direlokasi ke Rumah Susun Muara Baru inilah yang
melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian lebih
dalam mengenai perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
12
peneliti tidak hanya ingin mengkaji perubahan sosial yang
terjadi saja, namun peneliti juga ingin mengkaji lebih dalam
perbedaan apa saja yang dirasakan oleh warga selama kurang
lebih 5 tahun tinggal menetap dan menjadi warga di Rumah
Susun Muara Baru. Atas latar belakang masalah tersebut,
maka dari itu penelitian ini diberi judul “Perubahan Sosial
Pada Warga yang Terelokasi ke Rumah Susun Muara
Baru Akibat Normalisasi Waduk Pluit”.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dikarenakan adanya keterbatasan dalam waktu
maupun wilayah pada penelitian serta agar penelitian
yang disusun tidak keluar dari jalur yang dibahas, maka
peneliti membatasi permasalahan pada penelitian.
Pembatasan masalah yang dilakukan peneliti yaitu
mengenai pembahasan perubahan sosial yang terjadi dan
dialami oleh warga bantaran Waduk Pluit selama
bertinggal di Rumah Susun Muara Baru. Batasan-batasan
inilah yang menjadi pedoman peneliti pada proses
penelitian sehingga berjalan sesuai dengan alur
semestinya.
13
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana perubahan sosial yang terjadi pada warga
yang terelokasi ke Rumah Susun Muara Baru akibat
Normalisasi Waduk Pluit?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada,
terdapat beberapa tujuan dalam penelitian yang
dilakukan peneliti, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis serta
mencari tahu perubahan sosial yang terjadi dalam
kehidupan warga bantaran Waduk Pluit yang telah
di rekolasi ke Rumah Susun Muara Baru akibat
pelaksanaan dari normalisasi Waduk Pluit.
b. Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk
menjelaskan apa saja perbedaan yang dirasakan oleh
warga selama menjadi warga Rumah Susun Muara
Baru.
2. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan informasi, pemikiran serta
pengetahuan khususnya dibidang sosiologis, kebijakan
14
pemerintah, pengembangan masyarakat, dan
kesejahteraan sosial.
Sedangkan secara praktis, penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sumber referensi bagi
peneliti selanjutnya yang ingin megembangkan
penelitian serupa sebagai sumber referensi keilmuan
agar tercipta karya penelitian lain yang berkaitan dengan
kebijakan pemerintah dan masyarakat. Selain itu
penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi tolak ukur
serta bahan pertimbangan bagi pemerintah maupun
aparat dalam membuat suatu kebijakan di masa depan
agar memperhatikan serta meminimalisir dampak negatif
pada sosial dan ekonomi warga, serta manfaat dan
kerugian yang akan dialami warga dalam menjalankan
sebuah kebijakan.
D. Kajian Terdahulu
Kajian terdahulu dimaksudkan sebagai sumber bacaan
peneliti dalam melakukan penelitian sekaligus untuk
membedakan penelitian yang sedang disusun dengan
penelitian lainnya. Terdapat beberapa referensi kajian
terdahulu yang digunakan oleh peneliti dalam menyusun
penelitian yang berupa skripsi, buku, ataupun jurnal,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Judul : “Perubahan Sosial Warga Bukit Duri Pasca
Normalisasi Sungai Ciliwung”
Nama : Arief Subangkit
15
Jurusan : Kesejahteraan Sosial
Fakultas : Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Salah satu persamaan yang terdapat dalam
skripsi ini ada pada kasus pembahasan yaitu mengenai
kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan normalisasi
serta relokasi warga ke rumah susun. Persamaan lainnya
ada pada metode penelitian yang digunakan yaitu
metode penelitian kualitatif serta fokus pembahasan
penelitian mengenai serta perubahan sosial yang terjadi
dalam masyarakat.
Sedangkan perbedaannya yaitu ada pada lokasi
penelitian yang dilakukan serta rumusan masalah dari
penelitian. Peneliti terdahulu membahas dampak sosial
ekonomi warga sedangkan pada penelitiaan ini hanya
berfokus pada perubahan sosial yang dialami oleh
warga. Selain itu perbedaan lainnya terdapat pada teori
yang akan digunakan. Jika peneliti sebelumnya
menggunakan banyak aspek teori yang berkaitan dengan
perubahan sosial seperti secara evolusi dan revolusi dan
juga menggunakan teori kebijakan sosial, maka pada
penelitian ini hanya menggunakan teori perubahan sosial
dengan mengembangkan persfpektif dimensi perubahan
sosial menurut Himes dan Moore yang sangat berkaitan
dengan penelitian yang dilaksanakan. Selain itu terdapat
16
banyak perbedaan data serta temuan penelitian pada sub
bab dan pembahasan.
2. Judul : “Implementasi Kebijakan Normalisasi Waduk
Pluit Jakarta Utara”
Nama : Byan Yukadar
Jurusan : Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia.
Persamaan pada jurnal ini yaitu ada pada lokasi
penelitian serta pembahasan kebijakan Pemprov DKI
Jakarta mengenai normalisasi Waduk Pluit. Sedangkan
perbedaannya yaitu ada pada fokus pembahasan
penelitian. Jika peneliti sebelumnya fokus dalam
pembahasan kebijakan yang dilaksanakan sedangkan
pada penelitian ini lebih membahas apa yang dirasakan
warga yang terkena dampak kebijakan tersebut ditinjau
dengan perspektif sosiologis menggunakan teori
perubahan sosial menurut Himes dan Moore.
3. Judul : “Perubahan Sosial di Desa Linggajati
Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya pada
Tahun 2006-2011”
Nama : Dara Nur Zakiyah
Jurusan : Sosiologi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
17
Persamaan pada penelitian ini ada pada teori
yang akan digunakan peneliti yang dilaksanakan, yaitu
teori perubahan sosial namun pada teori tersebut terdapat
perbedaan pada aspek yang digunakan. Selain itu
persamaan lainnya terdapat pada metode penelitian yang
digunakan menggunakan metode kualitatif. Sedangkan
perbedaannya yaitu ada pada lokasi penelitian serta latar
belakang kasus yang digunakan.
4. Judul : “Kajian Kualitas Hidup Masyarakat Waduk
Pluit Pasca Relokasi di Rusunawa Muara Baru”
Nama : Bunga Kasih Agyaputeri
Jurusan : Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas : Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Persamaan yang terdapat pada penelitian
berikut yaitu mengenai kasus yang melatarbelakangi
penelitian, lokasi penelitian serta objek penelitian.
Sedangkan perbedaannya ada pada pembahasan atau
fokus penelitiannya. Jika peneliti terdahulu meneliti
tentang kualitas hidup masyarakat, maka pada penelitian
ini peneliti fokus membahas perubahan sosial yang
dirasakan langsung oleh warga muara baru.
18
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian yang telah dilaksanakan,
peneliti menggunakan teknik pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengolah
data, serta menganalisis data secata kualitatif.
Sebagaimana diungkapkan oleh Bogdad dan Taylor yang
dikutip oleh Lexy J. Moleong bahwa “metode kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati” (Moleong 2010,
4).
Pada penelitian kualitatif, peneliti diarahkan
oleh produk berpikir induktif untuk menemukan jawaban
logis terhadap apa yang sedang menjadi pusat perhatian
dalam penelitian (Bungin, 2008). Melalui pendekatan
kualitatif penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan
atau menggambarkan secara rinci mengenai perubahan
sosial yang terjadi pada warga bantaran Waduk Pluit
setelah direlokasi ke Rumah Susun Muara Baru akibat
pelaksanaan dari kebijakan normalisasi Waduk Pluit yang
dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
2. Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, jenis
penelitian yang digunakan yaitu menggunkan jenis
19
penelitian deskripif. Jenis penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang berusaha mengungkap fakta suatu
kejadian, aktivitas, objek, dan proses yang dirancang
untuk megumpulkan informasi mengenai keadaan-
keadaan nyata yang terjadi saat ini (sedang berlangsung).
Tujuan utama dalam menggunakan metode
deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat suatu
keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian
dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala
tertentu (Travers, 1978). Sedangkan menurut Prastowo
tujuan penelitian deskriptif adalah melukiskan variabel
atau kondisi “apa adanya” dalam suatu situasi (Prastowo
2011, 203).
3. Sumber Data
Pada penelitian yang sudah dilaksanakan dicari
sumber data dari orang-orang yang terkait seperti warga
bantaran Waduk Pluit yang terkena relokasi ke Rumah
Susun Muara Baru. Sumber data yang digunakan oleh
peneliti mencakup dua macam yaitu data primer dan data
sekunder dengan penjelasannya sebagai berikut :
a. Data Primer adalah data yang langsung berkaitan
dengan objek penelitian, tidak soal mendukung atau
melemahkan (Prastowo, 2011, 31). Data primer
diperoleh dari hasil wawancara oleh pihak-pihak yang
terlibat yaitu warga bantaran Waduk Pluit yang
terelokasi ke Rumah Susun Muara Baru, observasi ke
lokasi penelitian serta dokumentasi. Informan dipilih
20
yang memenuhi kriteria seperti warga yang
merupakan korban dari penggusuran bantaran Waduk
Pluit, warga yang bertinggal di Rumah Susun Muara
Baru, perangkat wilayah sekitar, dan staf atau
pegelola Rumah Susun Muara Baru.
b. Data Sekunder adalah data yang mendukung proyek
penelitian, yang mendukung data dan primer yang
melengkapi data primer (Prastowo 2011, 32). Data
sekunder diperoleh dari berbagai macam sumber
referensi ataupun informasi tidak langsung seperti
buku-buku, artikel, berita, jurnal, skripsi dan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya.
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yang telah dilaksanakan yaitu
berletak di Rumah Susun Muara Baru, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara. Alasan peneliti memilih lokasi
tersebut dikarenakan Rumah Susun Muara Baru
merupakan salah satu tempat relokasi para warga yang
tempat tinggalnya terkena gusuran akibat pelaksanaan
normalisasi Waduk Pluit oleh Pemprov DKI Jakarta.
Selain itu pula, warga yang terdapat di lokasi tersebut
merupakan orang-orang yang terkena dan yang merasakan
secara langsung dampak-dampak yang terjadi yang
ditimbulkan akibat kebijakan normalisasi Waduk Pluit.
21
Waktu pada penelitian ini dilaksanakan sejak
bulan April 2019 sampai dengan bulan Januari 2020,
kurang lebih sekitar 9 sampai dengan 10 bulan waktu
penelitian berlangsung.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dikarenakan peneliti menggunakan metode
kualitatif, maka teknik pengumpulan data yang dilakukan
yaitu dengan cara :
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan
keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra
mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra
lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit
(Bungin, 2008, 115). Pada teknik observasi ini,
peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian kemudian
mengamati keadaan lingkungan sekitar lokasi
penelitian ataupun juga mengikuti kegiatan yang
dilakukan oleh warga Rumah Susun Muara Baru.
Seluruh hasil kegiatan observasi yang sudah dilakukan
oleh peneliti kemudian dicatat dan diceritakan kembali
sebagai alat penguat informasi.
2. Wawancara
Wawancara merupakan sebuah teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
pewawancara melontarkan sebuah pertanyaan secara
22
langsung atau tatap muka yang kemudian pertanyaan
tersebut dijawab oleh informan. Jawaban-jawaban
yang sudah diberikan oleh informan kemudian
direkam menggunakan alat perekam (tape recorder),
ataupun dicatat oleh peneliti. Wawancara dilakukan
dengan Warga, perangkat wilayah, dan juga staf atau
pengelola Rumah Susun Muara Baru.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan
kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat
berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi.
Dokumen dapat berupa buku harian, surat pribadi,
laporan, notulen rapat, catatan kasus (case records)
dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya
(Soehartono, 2011: 70-71).
Schatzman dan Strauss dalam Deddy Mulyana
menegaskan bahwa dokumen historis merupakan
bahan penting dalam penelitian kualitatif. Menurut
mereka, sebagai bagian dari metode lapangan, peneliti
dapat menelaah dokumen historis dan sumber-
sumbersekunder lainnya, karena kebanyakan situasi
yang dikaji mempunyai sejarah dan dokumen-
dokumen ini menjelaskan sebagian aspek situasi
tersebut (Mulyana 2006, 195-19). Pada studi
dokumentasi, peneliti mengumpulkan data-data
23
ataupun dokumen yang berkaitan dengan penelitian
yang sedang dilakukan.
6. Teknik Pemilihan Informan
Pada penelitian dengan menggunakan metode
kualitatif, maka teknik pemilihan informan yang akan
digunakan peneliti yaitu teknik purposive sampling.
Purposive sampling adalah salah satu strategi menentukan
informan yang paling umum didalam penelitian kualitatif,
yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi
informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan
dengan masalah penelitian tertentu. Dengan kata lain
disini peneliti menggunakan key person atau orang yang
menguasai informasi mengenai isu yang diteliti (Bungin,
2011: 107-108).
Informan yang dipilih merupakan berdasarkan dari
kriteria yang sesuai dengan penelitian yang sedang
dibahas dan berdasarkan dari informasi yang diperlukan
dalam penelitian. Berikut merupakan kriteria yang
diperlukan dalam penggalian informasi pada informan
yang dijelaskan dalam tabel :
24
Tabel 1.1 Teknik Pemilihan Informan
D
Dalam mendapatkan informan pada penelitian ini,
informan didapatkan atas rekomendasi oleh perangkat
wilayah RT.23/RW17, Rumah Susun Muara Baru Blok 5.
Informan tersebut sudah memenuhi kriteria pada teknik
pemilihan informan yaitu warga yang dahulunya tinggal
di bantaran Waduk Pluit yang kemudian direlokasi ke
No Informasi yang Dicari Nama
1.
Profil Rumah Susun Muara
Baru.
Staf Unit Pengelola
Rumah Susun
(UPRS) Muara Baru.
2
Data kehidupan warga serta
latar belakang warga
sekitar
(Perangkat Wilayah,
atau Tokoh
Masyarakat sekitar)
3
Perubahan sosial yang
dirasakan warga setelah
direlokasi ke Rumah Susun
Muara Baru.
Warga yang
Terelokasi ke Rumah
Susun Muara Baru
25
Rumah Susun Muara Baru sebanyak 4 orang yaitu ibu
Indrayani, ibu Asih, Sumarlia, dan Bapak Zainal. Selain
itu terdapat satu pegawai UPRS Muara Baru bagian Saran
dan Prasarana yaitu ibu Dimitra sebagai narasumber
dalam penelitian ini.
Salah satu warga dipilih sebagai informan kunci
(key informan) yaitu bapak Zainal dan istrinya ibu Asih.
Menurut para warga dan perangkat wilayah, beliau
merupakan salah satu orang yang cukup dikenal di
lingkungannya dan orang yang memahami akan segala
permasalahan yang dirasakan selama bertempat di
bantaran Waduk Pluit yang kemudian direlokasi ke rumah
susun muara baru. Informan kunci tersebut juga sudah
menetap cukup lama di wilayah bantaran waduk pluit.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan
dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain. (Sugiyono, 2010 : 88)
26
Setelah melakukan pengumpulan data dari
hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi,
kemudian dilakukan analisis data yang sebelumnya
peneliti membuat sebuah catatan dari hasil pengumpulan
data yang setelahnya dibuat sebuah kesimpulan. Setelah
itu dilakukan analisa secara sistematis yang kemudian
hasil yang diberikan dapat dipahami bagi diri sendiri
maupun orang lain.
8. Teknik Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data pada penelitian
yang telah dilakukan, maka peneliti menggunakan teknik
trianggulasi. Trianggulasi diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu (Sugiyono 2010, 125)
9. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, penulis
menerapkan sistematika penulisan karya ilmiah sesuai
dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis,
Dan Disertasi) yang dibuat oleh UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan telah diperbaharui pada tahun 2017.
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang
hal-hal yang diuraikan dan mempermudah dalam
memahami secara menyeluruh mengenai penelitian ini,
maka secara sistematis penulisannya dibagi menjadi enam
bab dan terdiri dari beberapa sub bab, seperti berikut ini:
27
BAB I PENDAHULUAN, pada bab ini berisi latar
belakang masalah pada penelitian yang diambil,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI, pada bab ini berisi
teori yang melandasi pemikiran dalam menganalisa data-
data yang sudah terkumpul. Landasan teori yang
digunakan merupakan teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian yaitu Perubahan Sosial Pada Warga yang
Terelokasi ke Rumah Susun Muara Baru Akibat
Normalisasi Waduk Pluit. Teori tersebut meliputi dimensi
perubahan sosial pada aspek struktural, kultural dan
interaksional.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH, yang
berisi tentang data wilayah seperti letak geografis,
historis, informasi pada lokasi penelitian serta profil
wilayah dan profil dari Rumah Susun Muara Baru yang
merupakan tempat dari objek penelitian.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN, yang
berisi tentang hasil temuan penelitian mengenai hasil
pembahasan ataupun diskusi dari penelitian yang
dilakukan.
28
BAB V PEMBAHASAN, yang berisi uraian analisis
data yang dikaitkan dengan teori sudah dibahas pada bab
sebelumnya. Keterkaitan antara temuan yang dilakukan
saat penelitian dianalisis dengan teori yang digunakan
yaitu mengenai perubahan sosial di masyarakat.
BAB VI PENUTUP, yang berisi kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah didapat, dan disertakan saran-saran
sebagai bentuk dari hasil penelitian.
29
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Perubahan Sosial
1. Definisi Perubahan Sosial
Perubahan berasal dari suku kata ubah yang
berarti menjadi lain atau berbeda dari semula. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perubahan merupakan
hal atau keadaan yang berubah atau peralihan atau
pertukaran (https://kbbi.web.id/ubah, akses pada tanggal
14 juli 2019). Perubahan juga dapat diartikan sebagai
sesuatu yang terjadi dari waktu ke waktu secara berbeda
pada sebelum atau sesudah terjadinya suatu kejadian.
Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial
sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam
struktur dan fungsi masyarakat. Sedangkan William
F.Ogburn mengemukakan ruang lingkup perubahan
sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang
material maupun yang immaterial, yang ditekankan
adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material
terhadap unsur-unsur immaterial (Soekanto, 2012 : 263).
Pada kenyataannya seluruh manusia yang hidup
bermasyarakat pasti akan mengalami perubahan di
dalam hidupnya baik itu perubahan sosial maupun
perubahan ekonomi. Perubahan-perubahan yang terjadi
30
di dalam masyarakat merupakan sesuatu yang wajar.
Perubahan tersebut dapat berupa nilai dan norma sosial,
kekuasaan dan wewenang, lapisan-lapisan masyarakat,
interaksi sosial, pola perilaku, sistem sosial, susunan
kelembagaan dan sebagainya. Seperti yang dikatakan
Selo Soemardjan jika perubahan sosial sebagai
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya
nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi
tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
sebagai himpunan pokok manusia, yang kemudian
memengaruhi segi–segi struktur masyarakat lainnya
(Soekanto, 2012 : 263).
Selanjutnya Moore mendefinisikan perubahan
sebagai perubahan penting dalam struktur sosial yaitu,
pola-pola perilaku dan interaksi sosial yang terjadi di
dalam suatu masyarakat. Harper (1989) mengatakan
perubahan sosial didefinisikan sebagai pergantian
(perubahan) yang signifikan mengenai struktur sosial
dalam kurun waktu tertentu (Martono, 2016 : 5).
Dari beberapa definisi menurut tokoh diatas,
dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan sosial
merupakan perubahan atau perbedaan yang terjadi dalam
masyarakat yang dapat mempengaruhi segala sesuatu
31
yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat.
Perubahan tersebut dapat bersifat membangun menjadi
sebuah perubahan yang lebih baik atau juga dapat
berubah menjadi sebaliknya.
2. Dimensi Perubahan Sosial
Istilah “Dimensi” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai ukuran (panjang, tinggi, luas,
lebar dan sebagainya) (https://kbbi.web.id/dimensi.html,
akses pada tanggal 14 Juli 2019). Dimensi dapat
dijelaskan sebagai sebuah alat tolak ukur atau
perbandingan dalam perubahan yang terjadi di
masyarakat. Terdapat dua dimensi dalam perubahan
sosial, yaitu dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang
merupakan dimensi wilayah atau lokasi terjadinya
sebuah perubahan di dalam masyarakat. Pada dimensi
ruang alat yang digunakan untuk mengetahui suatu
perubahan yang terjadi di dalam masyarakat
menggunakan perbandingan pada lokasi sebelum dan
sesudah terjadinya perubahan di dalam masyarakat.
Dimensi ruang sangat berkaitan dengan dimensi waktu.
Dimensi waktu meliputi perubahan dalam
konteks masa lalu, sekarang, ataupun masa yang akan
datang. Tolak ukur dalam dimensi waktu sangatlah
rasional karena membandingkan perubahan yang terjadi
dengan menilik kehidupan dalam masyarakat di masa
yang lampau kemudian dibandingkan dengan saat ini.
32
Sedangkan menurut Himes dan Moore (dalam
Martono, 2016), perubahan sosial mempunyai tiga
dimensi yaitu :
a. Dimensi Struktural
Dimensi Struktural mengacu pada perubahan
yang terjadi dalam struktur masyarakat, mencakup
perubahan dalam peranan, munculnya peranan baru,
perubahan dalam struktur kelas sosial, dan
perubahan dalam lembaga sosial. Struktur dalam
masyarakat terbentuk oleh dua unsur yaitu status
dan peranan. Status dimaksudkan kepada kedudukan
seseorang dalam kehidupan di masyarakat
sedangkan peranan ditujukan kepada hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh seseorang sesuai
dengan status ataupun kedudukannya.
Himes dan Moore menggambarkan cakupan
mengenai perubahan-perubahan dalam dimensi
struktural seperti :
1) Bertambah dan berkurangnya kadar peranan
2) Menyangkut aspek perilaku dan kekuasaan
3) Adanya peningkatan atau penurunan sejumlah
peranan atau pengkategorian peranan
4) Terjadinya pergeseran dari wadah atau kategori
peranan
33
5) Terjadinya modifikasi saluran komunikasi di
antara peranan-peranan atau kategori peranan
6) Terjadinya perubahan dari sejumlah tipe dan
daya guna fungsi sebagai akibat dari struktur
(Sugihardjo dkk, 2013 : 27-28).
b. Dimensi Kultural
Dimensi kultural mengacu pada sebuah
perubahan kultur atau kebudayaan di dalam
masyarakat. Perubahan sosial pada dimensi kultural
merupakan perubahan yang terjadi pada nilai-nilai
mengenai sesuatu keyakinan pemikiran, pandangan
maupun perilaku masyarakat. Nilai merupakan
sesuatu yang dianggap baik dan sangat dipegang
teguh dalam masyarakat. Nilai sosial tidak lepas
kaitannya dengan norma sosial. Norma sosial
merupakan bentuk konkret hasil penjabaran nilai-
nilai yang berisi aturan, kaidah atau panduan
berperilaku masyarakat baik tertulis maupun tidak
dan disertai dengan sanksi (Setiadi dan Kolip, 2011 :
642).
Norma sosial dapat dikatakan sebagai
sebuat alat yang memberikan petunjuk kepada
seseorang dalam berperilaku di kehidupan
bermasyarakat. Setiap norma yang terdapat di dalam
masyarakat memiliki kekuatan mengikat yang
34
berbeda-beda. Terdapat norma yang kuat dan
adapula norma yang lemah ikatannya. Pada norma
yang memiliki kekuatan dalam ikatannya, pada
umumnya masyarakat jarang sekali berani untuk
melanggar norma tersebut.
Menurut Himes dan Moore (dalam
Martono, 2018), perubahan sosial pada dimensi
kultural meliputi :
1) Inovasi Kebudayaan, yang merupakan
komponen internal yang memunculkan
perubahan sosial dalam suatu masyarakat.
Inovasi kebudayaan yang paling mudah
ditemukan adalah munculnya teknologi baru.
Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks
memaksa individu untuk berfikir kreatif dalam
upaya memenuhi kebutuhan tersebut.
2) Difusi, merupakan komponen eksternal yang
mampu menggerakkan terjadinya perubahan
sosial. Sebuah kebudayaan mendapatkan
pengaruh dari budaya lain, yang hal tersebut
kemudian memicu perubahan kebudayaan
dalam masyarakat yang “menerima” unsur-
unsur kebudayaan tersebut.
3) Integrasi, merupakan wujud perubahan budaya
yang “relatif lebih halus”. Hal ini disebabkan
dalam proses ini terjadi penyatuan unsur-unsur
35
kebudayaan yang saling bertemu untuk
kemudian memunculkan kebudayaan baru
sebagai hasil penyatuan berbagai unsur-unsur
budaya tersebut.
c. Dimensi Interaksional
Dimensi interaksional mengacu pada
adanya perubahan interaksi atau hubungan sosial di
masyarakat. Interaksi sosial merupakan syarat utama
terjadinya sebuah aktivitas-aktivitas sosial. Menurut
Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2014), Interaksi
sosial merupakan hubungan antara orang-orang
perorangan dengan kelompok manusia. Jika terdapat
dua orang saling bertemu, maka itu sudah bisa
dikatakan sebagai sebuah interaksi sosial. Interaksi
sosial antara kelompok-kelompok manusia juga
terdapat di dalam masyarakat dan interaksi tersebut
akan lebih mencolok jika terdapat ketidaksamaan
pendapat atau perbedaan kepentingan perorangan
dengan kepentingan kelompok.
Perubahan sosial yang terjadi pada dimensi
interaksional meliputi :
1) Perubahan dalam frekuensi
2) Perubahan dalam jarak sosial
3) Perubahan perantara
4) Perubahan dari aturan atau pola-pola
36
5) Perubahan dalam bentuk interaksi (Sugihardjo
dkk, 2013 : 28).
3. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial
Terdapat bentuk-bentuk dari perubahan sosial
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Perubahan Cepat (Revolusi)
Perubahan cepat (revolusi) merupakan
perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung
dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau
sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat yaitu
lembaga-lembaga kemasyarakatan (Soekanto, 2014 :
268). Di dalam perubahan revolusi, perubahan yang
terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu ataupun
tidak direncanakan.
Menurut Soerjono Soekanto (2014), secara
sosiologis agar suatu revolusi dapat terjadi, harus
dipenuhi syarat-syarat tertentu sebagai berikut :
1) Harus adanya keinginan umum untuk
mengadakan suatu perubahan. Di dalam
masyarakat, harus ada perasaan tidak puas
terhadap keadaan dan suatu keinginan untuk
mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan
tersebut.
37
2) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok
orang yang dianggap mampu memimpin
masyarakat tersebut.
3) Adanya pemimpin dapat menampung
keinginan-keinginan masyarakat untuk
kemudian merumuskan serta menegaskan rasa
tidak puas tadi menjadi program dan arah
gerakan.
4) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan
suatu tujuan pada masyarakat. Artinya tujuan
tersebut terutama bersifat konkret dan dapat
dilihat oleh masyarakat.
5) Harus ada momentum yaitu saat dimana segala
keadaan dan faktor sudah tepat dan baik untuk
memulai suatu gerakan.
b. Perubahan Lambat (Evolusi)
Perubahan lambat (evolusi) merupakan
perubahan yang memerlukan waktu cukup lama
serta tahapan tahapan perubahan kecil yang saling
mengikuti dengan lambat. Dalam evolusi perubahan
yang terjadi merupakan perubahan tanpa rencana
atau terjadi dengan sendiri nya dan tanpa kehendak
tertentu. Perubahan evolusi terjadi karena adanya
usaha-usaha masyarakat untuk bisa menyesuaikan
diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan,
38
dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat.
c. Perubahan Kecil
Perubahan kecil merupakan perubahan yang
terjadi pada unsur struktur sosial yang tidak
membawa pengaruh langsung atau tidak begitu
berarti bagi masyarakat. Contoh pada perubahan
kecil yaitu perubahan yang terjadi pada model
pakaian, perubahan yang terjadi pada gaya rambut
yang pengaruhnya tidak sampai menyentuh
perubahan-perubahan dalam unsur struktur
kemasyarakatan sepeti lembaga masyarakat.
d. Perubahan Besar
Perubahan besar merupakan perubahan yang
terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang sangat
berpengaruh pada masyarakat. Perubahan tersebut
meliputi lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti
hubungan kerja, hubungan kekeluargaan, stratifikasi
masyarakat dan sebagainya.
e. Perubahan yang Dikehendaki atau Perubahan yang
Direncanakan
Perubahan yang dikehendaki atau yang
direncanakan merupakan perubahan yang sudah
diperkirakan atau yang sudah direncanakan
39
sebelumnya oleh pihak-pihak yang berkehendak
untuk mengadakan perubahan di dalam masyarakat.
Seseorang atau sekelompok orang yang diberi
kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau
lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan dan
mempunyai kehendak dalam membuat perubahan
dinamakan sebagai Agent of Change.
f. Perubahan yang tidak Dikehendaki atau Perubahan
yang tidak Direncanakan.
Perubahan-perubahan yang terjadi tanpa
dikehendaki merupakan perubahan yang tidak
dikehendaki atau tidak direncanakan. Biasanya
perubahan ini terjadi di luar jangkauan dan
pengawasan masyarakat serta dapat menimbulkan
akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan oleh
masyarakat.
4. Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Menurut Selo Soemardjan (dalam Sugihardjo
dkk, 2013), faktor penyebab terjadinya perubahan sosial
dapat disebabkan oleh 2 hal yaitu faktor dari dalam atau
internal dan juga faktor dari luar atau eksternal.
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang
berasal dari dalam masyarakat itu sendiri. Faktor-
faktor tersebut meliputi :
40
1) Bertambah dan berkurang nya penduduk.
Masalah yang terjadi pada bertambah ataupun
berkurangnya penduduk akan sangat
berpengaruh pada terjadinya perubahan sosial.
2) Penemuan-penemuan budaya baru, baik berupa
penemuan baru yang sebelumnya belum
ditemukan baik fisik ataupun non fisik, maupun
penemuan budaya baru yang telah diakui oleh
masyarakat dan umumnya penemuan ini berasal
dari suatu hasil penelitian masyarakat.
3) Konflik atau pertentangan antar individu atau
kelompok dalam masyarakat di berbagai bidang
kehidupan.
4) Terjadinya pemberontakan di dalam masyarakat
tersebut.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal
dari luar masyarakat. Menurut Soekanto (2014),
sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat antara
lain :
Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam
fisik yang ada di sekitar manusia.
Contohnya yaitu terjadinya bencana alam
seperti gempa bumi, topan, banjir bandang dan
sebagainya yang dapat menyebabkan
41
masyarakat-masyarakat yang bermukim di daerah
tersebut terpaksa harus meninggalkan tempat
tinggal nya untuk mengungsi ke tempat yang
lebih aman.
Pengaruh kontak atau hubungan antar budaya
masyarakat lain.
Hubungan atau interaksi yang dilakukan
secara fisik antara dua masyarakat akan
cenderung menimbulkan kontak timbal balik
sehingga masing-masing masyarakat dapat saling
mempengaruhi dengan masyarakat lainnya
Peperangan
Peperangan yang terjadi antar negara akan
mempengaruhi terjadinya perubahan sosial pada
masyarakat di negara lainnya. Begitupula
peperangan yang terjadi dalam satu masyarakat
dengan masyarakat lain, akan menimbulkan
dampak negatif serta perubahan bagi masyarakat
tersebut.
42
B. Kerangka Berfikir
43
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
A. Sejarah Singkat Kawasan Waduk Pluit
Daerah Pluit merupakan sebuah kelurahan yang
wilayahnya terletak di kecamatan Penjaringan, Kotamadya
Jakarta Utara. Menurut peta yang di terbitkan oleh
Topographisch Bureau Batavia tahun 1903 lembar H
bagian II dan III, juga pada peta Plattegrond van Batavia
yang dibuat oleh Biro Arsitek di Batavia sekitar 1935,
sebutan bagi kawasan itu adalah Fluit, lengkapnya Fluit
Muarabaru. Menurut Kamus Belanda-Indonesia
(Wojowasito, 1978 : 196), fluit berarti “suling” ; “bunyi
suling” ; “roti panjang sempit” (Ruchiat, 2012 : 127).
Gambar 3.1 Waduk Pluit dan Petugas Kebersihan
yang sedang Bekerja
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)
44
Pemberian nama Pluit tidak ada kaitannya sama
sekali dengan alat musik tiup suling ataupun pluit, rupanya
pemberian nama kawasan tersebut berasal dari bahasa
Belanda “Fluit” yang memiliki arti kapal layar jika
diartikan ke Bahasa Indonesia. Seperti yang dijelaskan oleh
De Haan (dalam Ruchiat, 2012), terdapat sebuah
fluitshchip bernama Witte Paert di pantai sebelah timur
muara Kali Angke pada tahun 1660-an yang sudah tidak
layak untuk berlayar dan kemudian dijadikan kubu
pertahanan untuk membantu Benteng Vijfhoek yang berada
di sekitar kali Grogol, di sebelah timur Kali Angke. Pada
masa nya, kubu tersebut terkenal dengan sebutan De Fluit.
B. Profil Kelurahan Pejaringan
1. Letak Geografis Kelurahan Penjaringan
Kelurahan Penjaringan merupakan salah satu
wilayah dalam kawasan kecamatan Penjaringan,
Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan
memiliki luas wilayah sekitar 395 ha. Terdapat 17
Rukun Warga (RW) terdiri dari 238 Rukun Tetangga
(RT)
(https://jakarta.go.id/artikel/konten/3617/penjaringan-
kecamatan, akses pada tanggal 1 Oktober 2019).
Secara geografis, kelurahan Penjaringan
termasuk kedalam kawasan dataran rendah karena
permukaan tanah yang dimiliki kurang lebih satu
meterlebih rendah dibawah permukaan laut, maka dari
45
itu kelurahan Penjaringan memiliki potensi banjir yang
cukup tinggi apabila terjadi hujan deras ataupun saat
pasang air laut. Kawasan yang memiliki potensi banjir
tertinggi akibat pasang air laut yaitu di wilayah Luar
Batang dan juga Muara Baru.
Gambar 3.2 Peta Kelurahan Penjaringan
(Sumber : Google Image, 2019)
Kelurahan Penjaringan memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa dan Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu.
Sebelah Timur : Kali Opak–Sepanjang
Pelabuhan Sunda Kelapa.
46
Sebelah Selatan : Jalan Tol Bandara–Pluit dan
Jalan Bandengan Utara.
Sebelah Barat : Sepanjang Waduk Pluit dan
Jalan Jembatan Tiga.
Status tanah pada kelurahan Penjaringan
didominasi oleh kepemilikan Negara yaitu seluas 220,28
ha. Status tanah kepemilikan Negara tersebut digunakan
untuk jaringan jalan dan kawasan perikanan. Terdapat
tanah yang sudah bersertifikat yang mempunyai luas
sekitar 112,01 ha. Tanah tersebut sebagian besar
digunakan untuk bangunan ruko, pergudangan, pertokoan
dan juga pemukiman penduduk. Selain itu di Kelurahan
Penjaringan terdapat pula status tanah Vervonding
Indonesia seluas 37,5 ha. Sedangkan status tanah lainnya
terdapat seluas 25,64 ha, untuk lebih detilnya lihat tabel
berikut :
Tabel 3.1 Status Tanah Kelurahan Penjaringan
(Sumber : Kelurahan Penjaringan)
No Jenis dan Status Tanah Luas ± Ha
1 Tanah Negara 220,28 ha
2 Sertifikat 112,01 ha
3 Verponding Indonesia 37,5 ha
4 Lainnya 25,54 ha
47
Tanah yang terdapat dalam kelurahan Penjaringan
diperuntukkan kepada berbagai macam. Lebih jelasnya
lihat pada tabel dibawah.
Tabel 3.2 Peruntukkan Tanah Kelurahan Penjaringan
No Peruntukan Tanah Luas ± Ha
1 Properti 20 ha
2 Ruko/Rukan 45 ha
3 Pergudangan 32 ha
4 Industri 21 ha
5 Pertokoan 40 ha
6 Pelabuhan 34 ha
7 Transportasi/Jalan 35 ha
8 Pemukiman Penduduk 168,43 ha
(Sumber : Kelurahan Penjaringan)
2. Komposisi Penduduk Warga Kelurahan Penjaringan
Jumlah penduduk di kelurahan Penjaringan
terdapat 118.496 jiwa dengan kepadatan penduduk
sekitar 300 jiwa per hektar (jiwa/ha) yang menempati
luas wilayah sebesar 395,43 ha. Jumlah penduduk
tersebut tersebar pada 17 Rukun Warga (RW) dan 240
Rukun Tetangga (RT), terdiri dari 51.749 Kepala
Keluarga (KK). Jumlah penduduk kelurahan Penjaringan
tersusun dari berbagai umur dan jenis kelamin dengan
diantaranya sebagai berikut :
48
Tabel 3.3 Komposisi Penduduk Kelurahan
Penjaringan berdasarkan Umur
No Umur Jumlah
1 0-4 tahun 9.338 jiwa
2 5-9 tahun 8.740 jiwa
3 10-14 tahun 8.823 jiwa
4 15-19 tahun 9.279 jiwa
5 20-24 tahun 9.958 jiwa
6 25-29 tahun 9.333 jiwa
7 30-34 tahun 9.761 jiwa
8 35-39 tahun 10.623 jiwa
9 40-44 tahun 8.165 jiwa
10 45-49 tahun 8.152 jiwa
11 50-54 tahun 7.205 jiwa
12 55-59 tahun 7.888 jiwa
13 60-64 tahun 5.566 jiwa
14 65-69 tahun 2.766 jiwa
15 70-74 tahun 1.827 jiwa
16 75 tahun ke atas 1.072 jiwa
(Sumber : Kelurahan Penjaringan)
Penduduk di kelurahan Penjaringan berasal dari
berbagai macam suku diantaranya berasal dari Makassar,
Sunda, Jawa, Banten, Madura, Ambon, dan sebagian kecil
Betawi. Sebagian besar penduduk di kelurahan ini
berpenghasilan menengah kebawah (Rizaldi, 2017 : 40).
49
Gambar 3.3 Presentase Jumlah Penduduk di
Kelurahan Penjaringan
(Sumber: Kelurahan Penjaringan)
3. Sosial-Ekonomi Warga Kelurahan Penjaringan
Berbicara tentang kondisi sosial suatu tempat
tentu tidak terlepas dari keadaan masyarakatnya, hal ini
dikarenakan masyarakat selalu mempengaruhi keadaan
sosial di suatu tempat. Menurut Mac Iver dan Page,
masyarakat merupakan suatu sistem dari kebiasaan dan
tata cara, dari kewenangan dan kerjasama antara
berbagai kelompok dan penggolongan, dari pengawasan
tingkah laku dan kebebasan-kebebasan manusia serta
keseluruhan yang selalu berubah (Suparlan, 2011 : 27-
28). Oleh karena itu bisa dikatakan jika masyarakat
merupakan sebuah jalinan hubungan sosial yang bersifat
dinamis.
Kondisi sosial-ekonomi warga kelurahan
Penjaringan sangat terlihat jelas kesenjangannya.
Pemukiman mewah, gedung-gedung kantor, mall
50
mewah, serta apartemen mewah letaknya bersandingan
langsung dengan pemukiman kumuh padat penduduk.
Contohnya yaitu pemukiman mewah di wilayah Pluit,
Pantai Indah Kapuk dan Pantai Mutiara, letaknya tidak
jauh dari pemukiman kumuh padat penduduk di wilayah
Penjaringan. Pemandangan tersebut kurang elok karena
kesenjangan yang tersaji sangat begitu terasa.
Warga di kelurahan Penjaringan memiliki mata
pencaharian yang sangat beragam. Mata pencaharian
yang mereka geluti disesuaikan dengan kemampuan
serta pendidikan yang dimilikinya. Mata pencaharian
tersebut antara lain yaitu sebagai pegawai swasta,
nelayan, pedagang, buruh, wirausaha, dan beberapa
pekerjaan yang lainnya. Mata pencaharian yang paling
banyak ditekuni warga kelurahan Penjaringan adalah
sebagai karyawan swasta atau buruh yaitu sekitar 20.238
jiwa atau sekitar 25% dari keseluruhan jumlah warga
yang bekerja.
Sebagian besar warga kelurahan Penjaringan
berasal dari kelas menengah kebawah. Masyarakat
miskin di wilayah tersebut kebanyakan menggantungkan
hidupnya dari pekerjaan serabutan dan banyak pula
warga yang tidak bekerja. Banyak pula warga yang
berprofesi sebagai pedagang ataupun pembantu rumah
tangga. Peghasilan merekapun sangat beragam, mulai
dari Rp.40.000 sampai dengan Rp. 200.000 per hari,
51
kemudian penghasilan tersebut biasanya hanya cukup
digunakan untuk memenuhi kebutuhan keperluan hidup
sehari-hari.
C. Rumah Susun Muara Baru
1. Profil Rumah Susun Muara Baru
Rumah Susun Muara Baru yang biasa disebut
rusun merupakan tempat tinggal yang diperuntukkan
warga yang tinggal diatas bantaran Waduk Pluit yang
sebelumnya terkena relokasi akibat revitalisasi Waduk
yang dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Rumah
Susun ini biasa disebut Rusun Waduk Pluit, namun
nama resmi saat disahkan Gubernur Basuki Tjahaja
Purnama saat itu adalah Rumah Susun Muara baru.
Lokasi Rumah Susun Muara Baru tidak jauh dari sekitar
Waduk Pluit, jaraknya hanya berkisar 200-400m. Alamat
Rumah Susun Muara Baru terletak di Jl. Muara Baru
Pompa Rt.023 / Rw.017, Kelurahan Penjaringan,
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Rumah Susun
Muara Baru masih termasuk dalam wilayah RW 17 dan
belum memiliki wilayah RW sendiri. Rumah Susun
Muara Baru sangat berdekatan dengan pemukiman padat
penduduk di wilayah Muara Baru dan Luar Batang.
Selain itu letak Rumah Susun Muara Baru juga
berdekatan dengan laut Utara Jakarta.
Saat pembangunan Rumah Susun Muara Baru
terdiri dari dua tahap. Pembangunan tahap pertama
52
dilakukan pada tahun 2009, terdapat 4 blok yang
dibangun yaitu blok A,B,C, dan D. Bangunan tahap
pertama tersebut diperuntukkan untuk wilayah
pengungsian korban banjir di wilayah penjaringan pada
saat tahun 2013. Selanjutnya tahap kedua dibangun pada
tahun 2013 yang pada saat itu dibangun 8 blok rumah
susun yang terdiri dari blok 5 sampai dengan blok 12.
Jadi total keseluruhan bangunan blok yang berada di
Rumah Susun Muara Baru yaitu terdapat 12 blok.
Gambar 3.4 Rumah Susun Muara Baru yang dibangun pada
Tahap Pertama (2009)
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)
53
Gambar 3.5 Rumah Susun Muara Baru yang dibangun pada
Tahap Kedua (2013)
(Dokumentasi Pribadi, 2019)
Satu blok rumah susun terhitung satu wilayah
RT yang terdiri dari RT 23 sampai dengan RT 34. Satu
blok rumah susun terdapat 100 unit atau 100KK per
blok yang setiap lantainya terdiri dari 20 pintu. Jika
ditotal secara keseluruhannya, Rumah Susun Muara
Baru memiliki 1200 unit atau sama dengan 1200KK.
2. Fasilitas Umum Rumah Susun Muara Baru
Selain mendapatkan unit Rumah Susun, warga
penghuni rumah susun muara baru juga mendapatkan
fasilitas-fasilitas umum lain yang terdapat di Rusun dan
bisa digunakan oleh seluruh penghuni Rusun. Fasilitas-
fasilitas yang didapatkan warga tersebut bisa digunakan
secara gratis . Fasilitas utama pada Rumah Susun Muara
Baru yaitu sudah tersedianya sumber air PAM Palyja.
54
Sebelumnya, warga rumah susun menggunakan air hasil
dari sulingan air waduk pluit untuk kebutuhan sehari-
hari. Namun setelah sudah tersedia PAM warga rumah
susun tidak harus menggunakan air sumber sulingan dari
waduk pluit lagi. Namun dalam peggunaan air PAM
warga harus membayar setiap bulan.
Gambar 3.5 Kantor UPRS Muara Baru
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019)
Selain itu fasilitas-fasilitas yang terdapat di Rumah
Susun Muara Baru antara lain :
PAUD
Klinik Kesehatan
Masjid Jami Daarul Falah
Koperasi Warga Seraya Bakti (di blok D)
Mushola (di tiap-tiap blok)
55
ATM Bank DKI
Lapangan Volley
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA)
Transjakarta (Gratis untuk seluruh warga rumah
susun yang memiliki kartu rusun)
Bus Sekolah (Gratis untuk seluruh anak-anak
sekolah yang bukan hanya bertinggal di rumah
susun).
Gambar 3.6 Masjid Daarul Falah ditengah-tengah bangunan
Rumah Susun Muara Baru
(Dokumentasi Pribadi, 2019)
3. Tarif Sewa Rumah Susun Muara Baru
Tarif sewa hunian Rumah Susun Muara Baru
tidak diberikan secara merata, namun terdapat
pembagian berbeda-beda. Pembagian tersebut dibedakan
atas lantai unit rumah susun yang ditinggali. Semakin
tinggi unit lantai rumah susun yang ditempati maka
semakin murah juga tarif sewa unit yang harus dibayar.
56
Pembagian tarif sewa berdasarkan lantai yaitu seperti
yang tertera pada tabel berikut :
Tabel 3.4 Tarif Sewa Unit Hunian Rusunawa
Muara Baru
Lantai Tarif Sewa
1 Rp. 234.000,- s.d Rp. 508.000,-
2 Rp. 212.000,- s.d Rp. 461.000,-
3 Rp. 192.000,- s.d Rp. 419.000,-
4 Rp. 173.000,- s.d Rp. 378.000,-
5 Rp. 156.000,- s.d Rp. 341.000,-
(Sumber : UPRS Muara Baru)
Warga rumah susun yang kedapatan tidak
membayar sewa awalnya akan diberi surat peringatan
satu yang berupa teguran. Jika warga masih belum
membayar terhitung 3 bulan dari dikeluarkannya SP1,
maka warga tersebut akan diberikan surat peringatan 2.
Jika warga masih juga memiliki tunggakan berbulan-
bulan setelah diberikannya surat peringatan 1 dan 2
maka unit rumah susun yang ditempati tersebut akan
disegel oleh Unit Pengelola Rumah Susun Muara Baru.
57
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan data serta temuan-temuan
penelitian yang sudah dilaksanakan yaitu mengenai perubahan
sosial yang dialami oleh warga pasca dipindahkan ke Rumah
Susun Muara Baru. Data dan temuan dalam penelitian didapatkan
dari hasil observasi ke lokasi Rumah Susun Muara Baru di
kecamatan Penjaringan, kemudian dilakukan juga wawancara
dengan warga Rumah Susun Muara Baru yang dahulu tinggal
dikasawan bantaran Waduk Pluit.
Pembahasan data serta temuan-temuan dalam penelitian
dimulai dari cerita warga bagaimana bisa sampai berpindah ke
Rumah Susun dari sudut pandang warga yang terelokasi,
kemudian setelah itu penjelasan mengenai data dan temuan
penelitian yang didapatkan pada aspek perubahan struktural yang
dialami oleh warga, hal ini untuk melihat sejauh mana perubahan
sosial dalam aspek struktural yang terjadi pada warga Rumah
Susun Muara Baru. Setelah itu dijelaskan data dan temuan
penelitian mengenai perubahan sosial kultural yang mana pada
aspek ini diuraikan data serta temuan yang terdapat pada
perubahan kebiasaan ataupun aspek-apek kultural lainnya,
kemudian dijelaskan pembahasan mengenai perubahan sosial
pada aspek interaksional yang dialami oleh warga Rumah Susun
Muara Baru.
58
A. Perubahan Sosial Struktural
Perubahan sosial struktural merupakan perubahan yang
terjadi pada struktur sosial di dalam masyarakat. Menurut
Himes dan Moore (dalam Soelaiman, 1998) perubahan sosial
struktural mengacu pada perubahan bentuk struktur
masyarakat, perubahan dalam bentuk peranan, munculnya
peranan baru, perubahan pada struktur kelas sosial, dan
perubahan pada lembaga sosial.
Pada penelitian yang sudah dilaksanakan, ditemukan
perubahan sosial dalam aspek struktural. Tidak banyak
perubahan peran atau struktur kelembagaan dalam
masyarakat yang terjadi pasca berpindahnya ke Rumah
Susun Muara Baru. Namun perubahan-perubahan yang
ditemukan melainkan kepada perubahan kondisi kehidupan
yang dialami warga pasca dipindahkan ke Rumah Susun.
1. Perubahan Keadaan Ekonomi
Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk
ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi ketidak
puasaan, dan masalah. Masalah yang sering ditemui pada
kehidupan warga salah satunya adalah masalah
ekonomi. (Seperti yang dikutip pada laman
https://id.wikibooks.org/wiki/Faktor_ekonomi, akses
pada tanggal 1 Februari 2020) Inti dari masalah
ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan
bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas,
sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya
59
terbatas. Ekonomi merupakan salah satu faktor internal
yang dapat mempengaruhi kehidupan warga.
Perubahan keadaan ekonomi sangat dirasakan
oleh warga relokasi dari bantaran Waduk Pluit pasca
dipindahkan ke Rumah Susun Muara Baru. Awal
mulanya warga menolak untuk dipindahkan ke Rumah
susun dikarenakan tempat tinggal sebelumnya sudah
dihuni sejak lama dan sudah seperti kampung halaman
sendiri seperti berdasarkan wawancara dengan Ibu Asih
sebagai berikut :
“Ya awal mulanya gara-gara kejadian banjir
besar waktu itu tahun berapa sih, 2013 apa 2014
ya itu kalau gak salah. Itu kan banjirnya besar
banget hampir seluruh Jakarta kebanjiran. Dulu
rumah saya didepan kali waduk gendong kena
banjirnya tinggi sekali saya kan rumahnya 2
tingkat, banjirnya tuh sampai nutup seluruh
rumah bagian bawah, jadi kalau gak punya atas
harus ngungsi. Barang-barang yang di lantai
bawah juga hilang semua pada hanyut. Setelah
itu ada berita kalau sekitar waduk pluit mau
digusur, gak lama dari itu pak RT ngasih kabar
kalau wilayah sini mau digusur dan warga
dipindahin ke rusun muara baru. Awalnya ya
warga banyak yang menolak digusur soalnya
kan kita udah lama banget tinggal disini, udah
berasa seperti kampung sendiri jadi rasanya gak
mau ninggalin tempat disini. Tapi ya mau
gimana kita gak punya kuasa, yang berkuasa
kan pemerintah, kita warga hanya bisa nurut aja
60
walaupun kita sebenernya gakmau dipindahin.”
(Asih, 2020).
Pernyataan Informan Ibu Indarayani dalam wawancara
sebagai berikut :
“kita kan dulu rumahnya di dekat waduk pintu
air, itu sebenarnya lahan pemerintah jadi kita
kena gusuran untuk ngebersihin waduk pluit.
Waktu itu diberitahukan pak Rt dan pak RW
yang datang ke rumah-rumah warga ngasih tau
info kalu mau digusur. Kita harus ke kecamatan
biar dapet rumah susun, pembagiannya itu
secara dikocok dapet di rusun mana, lantai
berapa, blok apa waktu itu saya sendiri yang
datang ke kecamatan. Kebetulan saya dapat di
blok 5 lantai 2 nomor 204. Sebelum pindah
kesini itu saya dan keluarga sempat terlantar
satu malam soalnya rusunnya belum beres
betul. Waktu itu sempat banyak warga yang
nolak buat digusur, tapi saya mah pasrah aja
deh, lagian juga untuk kebersihan waduk.
Sempat ada ganti rugi juga selain dapat rusun.”
(Indrayani, 2020).
Sebelumnya warga sangat mudah dalam
mencari nafkah untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Mayoritas warga bantaran waduk pluit memiliki lahan
yang luas yang dijadikan sebagai tempat usaha untuk
mencari nafkah. Salah satu usaha yang dimiliki warga
yaitu menjadikan lahan tersebut sebagai rumah
61
kontrakan untuk para pendatang di Jakarta, khususnya di
wilayah Pluit dan sekitarnya.
Berdasarkan dari hasil proses wawancara
dengan Pak Zainal yang merupakan salah seorang warga
rusun Blok 5, Rt.23/Rw.17 mengenai perubahan
ekonomi yang dirasakannya pasca berpindah ke Rumah
Susun Muara Baru, sebagai berikut :
“kalo kondisi ekonomi setelah pindah ke rusun
ya menurun banget. Beda banget mbak sama di
tempat yang lama. Kalo dulu kan udah banyak
langganan dari ngejahit, udah gitu ketambahan
dari uang kontrakan jadi ya cukup banget buat
keluarga. Kalo sekarang ya pendapatannya
seadanya. Warung jajanan cukup buat makan
sehari-hari, sisa kebutuhan lainnya ya dari
ngejahit dan nge grab. Ya pokoknya harus
pintar-pintar mencari kesempatan.” (Zainal,
2020).
Pada wawancara dengan Sumarlia yang juga
merupakan warga rusun blok 5 Rt.23/Rw.17
membenarkan keadaan perubahan ekonomi pasca
berpindah ke Rumah Susun, sebagai berikut :
“menurun drastis. semenjak pindah ke rusun
pemasukan jadi berkurang. Pemasukan dari
kontrakan sudah tidak ada, jadi sekarang
pemasukan hanya didapat dari hasil jualan ibu
saya, gaji saya dan adik saya.” (Sumarlia,
2019).
62
Perubahan ekonomi dirasakan karena tidak ada
lagi pemasukan yang dihasilkan dari kepemilikan lahan
di bantaran waduk pluit. Bagi mereka, kontrakan
merupakan sumber penghasilan tambahan yang sangat
berarti, karena setiap bulannya sudah pasti akan
mendampatkan pemasukan dari rumah kontrakan yang
mereka sewakan, belum lagi ditambahkan pemasukan
dari hasil bekerja.
Gambar 4.1 Wawancara dengan Ibu Asih
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Selain memiliki kontrakan, mayoritas warga
adalah sebagai wirausaha. Kebanyakan dari mereka
mencari nafkah dengan cara membuka usaha seperti
warteg, warung kelontong, warung sembako, dan ada
juga yang membuka jasa jahit. Salah satu yang memiliki
usaha jasa menjahit adalah Pak Zainal dan istrinya yang
bernama Ibu Asih. mereka mengaku jika sudah memiliki
63
langganan yang banyak bahkan lumayan luas
jangkauannya. Seperti yang dikatakan dalam wawancara
oleh keduanya sebagai berikut :
“Dulu saya dan istri buka jasa jahit ditempat
lama, walaupun dari jahit sama kontrakan tapi
hasilnya lumayan soalnya udah banyak
langganan dari mana-mana, gak cuma di daerah
Muara Baru aja, bahkan ada yang rumahnya di
Ancol juga udah langganan sama kita. Buka
jasa jahitnya seperti konveksi, jadi kita sering
terima buat baju. Bahkan dulu banyak sekali
pesanan, sampi tumpuk-tumpuk sudah macam
gunung di rumah. Tapi kalo sekarang mah
langganan udah pada kabur, pada gak tau
mereka kalau kita masih di Muara Baru.
Sekarang yang jahit ya paling cuma orang-
orang sekitar rumah susun aja. Itu juga mereka
tahu kita disini secara gak sengaja, pas lewat
ketemu.” (Zainal dan Asih, 2020).
Hasil pengamatan dalam observasi pada tanggal
12 Januari 2020, bahwa usaha yang dimiliki bapak
Zainal dan ibu Asih yang sekarang yaitu warung jajanan
dan usaha menjahit terlihat begitu sepi. Ada beberapa
pembeli dari lantai atas rusun membeli sesuatu dengan
cara melempar tali dari atas yang kemudian barang yang
dibeli akan diikat pada tali tersebut oleh ibu Asih dan
ditarik kembali oleh pembeli yang berada diatas. Terlihat
pula pesanan jahitan di dalam rumah ibu Asih dan bapak
Zainal tidak begitu banyak.
64
2. Perubahan Kondisi Tempat Tinggal
Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan
sebuah tempat tinggal untuk berlindung dari segala
ancaman dunia luar dan sebagai tempat istirhat dari
banyaknya aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Tempat
tinggal biasanya berbentuk bangunan, tempat berteduh
atau struktur lainnya yang digunakan sebagai tempat
manusia tinggal.
Tempat tinggal yang dahulu dimiliki warga saat
berada di bantaran Waduk Pluit bukan merupakan lahan
legal yang dimiliki warga. Lahan tersebut merupakan
lahan milik pemerintah yang secara ilegal didirikan
bangunan oleh warga setempat. Warga sekitar tidak
memiliki surat kepemilikan lahan atas bangunan yang
didirikannya. Warga dengan bebas mematok lahan
bantaran waduk pluit untuk dijadikan tempat tinggal
sehingga banyak warga memiliki tempat tinggal yang
luas dan banyak juga yang dijadikan sebagai lahan
usaha.
Perubahan tempat tinggal dirasakan oleh warga
pasca direlokasi dari Waduk Pluit. Berdasarkan hasil
observasi pada tanggal 12 Desember 2019, unit rumah
susun yang didapat warga terdapat ruang tamu saat
pertama kali masuk ke dalam, terdapat 2 kamar tidur,
satu kamar mandi, dapur dan balkon untuk menjemur
dan mencuci pakaian. Sebelumnya, warga rusun terbiasa
65
tinggal dibangunan yang mendatar dan saling berdekatan
antara satu dengan yang lainBerikut pernyataan yang
disampaikan oleh pak Zainal dan istrinya ibu Asih dalam
wawancara :
“Bedanya mah jauh sekali sama tempat tinggal
yang dulu. Dulu tuh rumah saya besar loh, ada
kontrakan juga 10 pintu atas bawah. Barang-
barang juga muat semua di rumah. Kalau bawah
banjir kita ngungsi diatas rumah kan kita punya
lantai 2. Kalo sekarang mah gada setengahnya
dari rumah yang dulu. Mau beli barang-barang
perabotan juga gak muat, orang kita gak dapat
unit kok. Cuma dikasih 2 kotak aja di lantai
dasar, ini para-para diatas juga buat sendiri,
khusus buat tidur. Kalo gak buat para-para ya
kita gak punya tempat tidur, soalnya udah
penuh sama barang dagangan dan barang-
barang untuk ngejahit. Kamar mandi sama
dapur juga gak dapet, ini kamar mandi kita buat
sendiri setelah hampir setengah tahun pindah
baru kita buat. Sebelumnya mah kita harus ke
wc umum buatn mandi dan buang air.” (Zainal,
2020).
Rumah susun dirasa kurang cukup ditempati
oleh seluruh anggota keluarga yang dimili oleh warga
yang memiliki anggota keluarga cukup banyak. Tipe
bangunan unit Rumah Susun yang dimiliki warga yaitu
tipe 36 dengan luas wikayah 6x6 yang berisi 2 kamar
tidur, ruang tamu, 1 kamar mandi, dapur dan balkon.
66
Kondisi tersebut dikonfirmasi oleh Sumarlia salah
seorang warga rusun yang sebelumnya memiliki rumah
lumayan besar dan cukup untuk seluruh anggota
keluarganya yang berjumlah 5 orang. Berikut pernyataan
Sumarlia dalam wawancara langsung :
“kalau dulu rumah yang tinggali cukup besar
dan luas. kalau dirusun kan ukurannya sama
semua cuma ada 2 kamar, dan agak sempit
untuk keluarga yang beranggotakan 5 orang.
Walaupun rumah yang dulu lumayan besar tapi
saat pembagian rumah susun keluarga saya
hanya dapat satu unit, padahal keluarga saya
cukup banyak. Terlebih lagi di rumah susun
harus bolak-balik naik tangga karena keluarga
saya dapat di lantai 2.” (Sumarlia, 2019).
Saat pertama kali pindah ke rusun, tidak semua
warga mendapati fasilitas yang sama. Karena relokasi
dilakukan secara bertahap, warga yang terlebih dulu
direlokasi langsug mendapatkan unit rumah susun secara
diacak dengan menyambangi kantor Kecamatan
Penjaringan. Sementara warga yang direlokasi pada
tahap terakhir, mereka ditelantarkan di Rumah Susun
Muara Baru. Warga yang direlokasi pada tahap akhir
kebanyakan menempati bagian lantai dasar rusun yang
sebelumnya lahan kosong dan belum ada bangunan
tembok. Mereka tidak mendapat jatah unit karena unit
Rumah Susun Muara Baru yang tersedia sudah habis.
67
Hanya tersedia unit Rumah Susun Marunda yang
lokasinya jauh dari Muara Baru. Warga tidak punya
pilihan lain dan mau tidak mau harus menempati bagian
lantai dasar rumah susun hingga saat ini.
Pernyataan ibu Asih dalam wawancara :
“Banyak sekali perubahannya apalagi pas baru
banget pindah kesini, kita ditelantarkan. Saya
gak dapat unit rumah susun padahal dulu rumah
saya besar dan ada 10 pintu kontrakan. Tapi
kenapa saat dipindahkan ke rumah susun malah
kita gak dapat unit. Gara-garanya saya ini
digusurnya belakangan, jadi rumah susunnya
udah penuh sama orang-orang yang digusur
duluan. Ada unit yang kosong tapi di Rumah
Susun Marunda. Ya saya gak mau lah, jauh
banget dari sini, nanti kemana-mana susah.
Yaudah mau gak mau kita nempatin lantai dasar
yang kosong, dan baru dibuat tembok bangunan
pas udah beberapa bulan tinggal disini.” (Asih,
2020).
Warga rusun mengatakan jika sebelumnya ia
tidak membayar sewa bangunan tempat tinggal.
Sebelumnya pengeluaran bulanan mereka hanya sebatas
membayar air dan listrik , namun setelah berpindah ke
Rusun pengeluaran mereka menjadi bertambah dengan
pembayaran sewa rumah susun setiap bulannya. Selain
itu, listrik yang digunakan warga bukan listrik yang
bersubsidi, melainkan menggunakan token pulsa.
68
Warga juga mengatakan mereka mendapatkan
subsidi listrik hanya saat 6 bulan pertama pasca
berpindah ke rumah susun. Subsidi tersebut berupa
potongan setengah harga dari jumlah asli pembelian
token pulsa. Warga diharuskan mengeluarkan biaya
kurang lebih 300 ribu hanya untuk membeli token pulsa,
belum lagi biaya air dan sewa rusun yang total
pengeluaran yang harus dikeluarkan sebesar kurang
lebih 700rb/bulan. Tempat tinggal dikatakan milik
sendiri oleh mereka dan warga mengakui jika tanah yang
mereka tempati merupakan tanah milik Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta.
3. Perubahan Mata Pencaharian
Struktur yang terdapat dalam masyarakat
terbentuk dari dua unsur yaitu status dan peranan
(Setiadi & Kolip, 2011 : 45). Status merujuk pada
kedudukan seseorang dalam kehidupan sosial sedangkan
peranan merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki
oleh seseorang sesuai dengan status dan kedudukannya.
Dari data yang diperoleh selama penelitian,
perubahan mata pencaharian dialami oleh warga rumah
susun yang mayoritas memiliki usaha di lokasi
terdahulu. Selain memiliki usaha, warga rusun lainnya
ada yang bekerja sebagai nelayan, bekerja di pelelangan
ikan, dan ada juga yang bekerja sebagai karyawan
swasta. Warga rusun yang sudah memiliki pekerjaan
69
tetap tidak kehilangan mata pencahariannya, sedangkan
warga yang mata pencahariannya berasal dari berdagang
atau usaha secara otomatis kehilangan sumber mata
pencahariannya.
Gambar 4.2 Bapak Zainal dan Ibu Asih dengan Warung dan
Usaha Jahit nya
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Warga yang kehilangan sumber mata
pencaharianya harus memutar otak untuk bisa tetap
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah seorang warga
yang dulunya memiliki usaha kontrakan, sekarang ia
harus merelakan sumber peghasilannya tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sumarlia pada
wawancara langsung sebagai berikut :
“iya, dulu ayah saya kan ada kontrakan,
setidaknya ada pemasukan dari penyewa
kontrakan. tapi semenjak dirusun mau tidak
mau harus mencari pekerjaan sampingan.ibu
70
saya sekarang berjualan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarga.” (Sumarlia,
2019).
Banyak warga yang dahulunya memiliki usaha
kontrakan sekarang beralih usaha dengan membuka
warung sembako atau jajanan. Mereka mengatakan
dengan membuka warung setidaknya ada penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari meskipun hanya
cukup untuk makan dan minum. Selain itu warga
memiliki pekerjaan sampingan, salah satunya pak Zainal
yang sekarang beralih profesi menjadi driver ojek online.
Pernyataan bapak Zainal dalam wawancara :
“ya tentu saja ada, kalau dulu saya dan istri
hanya buka jasa jahit baju. Tapi semenjak
pindah langganan kami sudah tidak ada karena
mereka gak tahu dimana kami pindah.
Pelanggan jadi sepi selama tahun-tahun awal
pindah kesini. Saya juga mulai daftar jadi driver
grab, waktu itu grab masih sepi tapi sekarang
grab sudah lumayan ramai. Sampai sekarang
saya masih jadi driver grab tapi hanya wilayah-
wilayah yang dekat aja karena saya kan udah
berumur, kalau pergi ke tempat yang jauh takut
gak kuat. Sehabis itu saya dan istri
mengumpulkan modal dari hasil jahit dan nge
grab yang apa adanya, setelah uangnya cukup
trus saya gunain untuk membuka warung
jajanan disebelah toko jahit baju.” (Zainal,
2020).
71
Mata pencaharian merupakan hal yang sangat
penting untuk kehidupan warga, karena tanpa mata
pencaharian atau pekerjaan warga akan mengalami
kesulitan dalam hidupnya. Mata pencaharian menjadi
sumber pokok untuk penghidupan warga yang harus
dikerjakan untuk memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari.
Meskipun sebelumnya warga harus bersusah
payah mencari mata pencaharia yang baru, namun
mereka mengatakan bahwa sudah terbiasa dengan
pekerjaan yang sekarang karena sudah dijalani kurang
lebih selama 3 tahun ini.
B. Perubahan Sosial Kultural
Perubahan sosial kultural merupakan perubahan yang
mengacu pada kebudayaan dan nilai-nilai yang dipercaya
dalam masyarakat. Pada penelitian yang sudah dilaksanakan,
ditemukan beberapa perubahan pada aspek kultural yang
dialami oleh warga. Perubahan-perubahan tersebut antara
lain adalah perubahan kebiasaan pasca berpindah ke Rumah
Susun, selain itu pula terdapat perubahan-perubahan nilai
kepedulian ataupun kebersamaan antar warga selama
berpindah ke Rumah Susun. Warga juga dihadapi dengan
sistem pengelolaan rumah susun yang belum diketahui
sebelumnya.
72
1. Perubahan Kebiasaan
Kebiasaan merupakan tanggapan seseorang
terhadap situasi tertentu yang dilakukan secara berulang
pada hal yang sama. Warga sebelum berpindah ke rumah
susun memiliki kebiasaan tidak bisa tidur pada musim
penghujan. Karena lokasi rumah berada di bantaran
waduk pluit, warga merasa tidak aman. Setiap hujan
datang pada malam hari warga tidak bisa tidur karena
harus berjaga dan bersiap-siap saat hujan deras dan tak
kunjung berhenti akan menyebabkan banjir. Jika warga
tidur dan banjir saat malam hari, mereka tidak akan bisa
menyelamatkan barang-barang perabotan yang berada di
rumah.
Saat masih tinggal di bantaran waduk pluit,
warga selalu mengalami kebanjiran. Bahkan banjir bisa
mencapai lebih dari 1 meter. Banjir membawa sampah
ke rumah-rumah warga sehingga setelah banjir surut
rumah warga nampak penuh dengan sampah berserakan
bekas banjir. Saat banjir surut, warga akan bergotong
royong membersihkan rumah dan lingkungannya dari
sampah sisa-sisa banjir. Seperti pernyataan ibu
Indrayani yang merupakan salah seorang warga blok 5,
Rt.23/Rw.17 yang dahulunya tinggal di bantaran Waduk
Pluit dalam wawancara, sebagai berikut :
“kebiasaannya sih paling kalo dulu kan setiap
hujan harus sudah siap-siap beberes pindahin
barang takut banjir gede, kalo sekarang ada
73
hujan ya santai-santai aja gak ribut kaya
ditempat yang lama. Trus kalo ditempat yang
lama tuh jarang beli barang-barang soalnya
takut kebanjiran. Kalo sekarang sudah punya
barang ini itu udah aman.” (Indrayani, 2020).
Seperti yang dikatakan ibu Indriyani dalam
wawancara bahwa saat tinggal ditempat dahulu beliau
tidak berani untuk membeli perabotan-perabotan rumah
karena ditakutkan akan terkena banjir. Namun dari hasil
pengamatan saat observasi, terlihat bahwa rumah ibu
Indriyani sudah dipenuhi dengan barang-barang
perabotan untuk mengisi keadaan rumah nya.
Selain itu warga juga memiliki kebiasaan baru
pasca berpindah ke rumah susun. Warga rusun
diharuskan untuk paham dengan teknologi yang
duganakan saat ini. Salah satunya warga rusun harus
paham dalam menggunakan ATM Banking. Setiap
warga yang menempati rumah susun diwajibkan untuk
memiliki akun Bank DKI. Warga diharuskan mengisi
saldo ATM Bank DKI hal ini dikarenakan sistem
pembayaran sewa bulanan menggunakan pembayaran
via ATM Bank DKI. Pembayaran sewa akan secara
otomatis memotong saldo yang terdapat pada ATM
Bank DKI yang dimiliki warga. Maka dari itu saldo
ATM Bank DKI harus mencukupi jumlah yang harus
dibayarkan.
74
Seperti pernyataan ibu Dimitra selaku staf
pengelola Rumah Susun Muara Baru sebagai berikut :
“Di rumah susun disediain ATM Bank DKI.
Warga harus buka tabungan Bank DKI buat
bayar sewa bulanan. Jadi sekarang sudah pakai
ATM lebih memudahkan warga, gak sistem
manual lagi kaya dulu yang harus antri dan
bayar tunai. ATM DKI nya harus diisi saldo
kaya sistem nabung gitu, nanti saat bayar
motong dari saldo di ATM jadi saldonya harus
cukup.” (Dimitra, 2019).
Informan ibu Indrayani dalam wawancara :
“Bayarnya pake ATM Bank DKI mbak,
makanya warga rusun tuh harus buka rekening
bank DKI buat bayar sewa bulanan. Nanti kan
kita kaya nabung gitu setor duit, nah kalo mau
bayar potong dari saldo yang ada di ATM.
Kalau mau beli sembako murah dari pemerintah
juga pake ATM nanti bayarnya juga motong
saldo gitu.” (Indrayani, 2020).
Berdasarkan pernyataan diatas, ATM Bank DKI
yang dimiliki warga tidak hanya digunakan untuk sistem
pembayaran sewa rumah susun, tetapi juga digunakan
untuk sistem pembayaran warga untuk membeli
sembako murah yang disediakan oleh Pemprov DKI
Jakarta.
75
2. Akses Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas merupakan sebuah kegiatan yang
dilakukan oleh manusia agar manusia menjadi makhluk
yang produktif. Perubahan pada akses aktivitas sehari-
hari juga dialami oleh warga rumah susun. Warga
rumah susun pada mobilitas dalam lingkungan sekitar
terbiasa dengan berjalan kaki. Jika ingin pergi ke warung
atau berbelanja mereka juga terbiasa berjalan kaki
karena jaraknya tidak begitu jauh. Begitu pula untuk
mengunjungi rumah tetangga satu sama lain. Biasanya
mereka hanya menengokkan kepala di pintu rumahnya
sudah bisa berinteraksi dengan tetangga. Hal tersebut
disampaikan oleh ibu Indrayani sebagai berikut :
“Paling males untuk keluar pergi-pergi aja sih.
Kalo gak perlu-perlu banget gak akan pergi
soalnya kan sekarang mah harus naik turun
tangga gak kaya dulu.” (Indrayani, 2020).
Pernyataan Sumarlia dalam wawancara :
“dulu lebih mudah untuk beraktivitas karna
jaraknya lebih dekat, interaksi antara tengga dan
teman pun baik. namun semenjak pindah jadi
lebih jauh jaraknya, belum lagi kalau rumahnya
beda lantai, males banget buat bolak-balik naik
tangga. Kalau mau pergi juga harus prepare
lebih awal.” (Sumarlia, 2020).
76
Dalam hasil observasi yang diamati, rumah
Susun Muara Baru memiliki 5 lantai dengan tambahan
lantai dasar, jika ditotal jumlah lantai yang dimiliki
sebanyak 6 lantai. Warga pun mengakui karena kondisi
bangunan rumah susun yang berbentuk vertikal keatas
membuat mereka mengurangi aktivitas sehari-hari. Jika
aktivitas itu tidak terlalu penting warga rusun lebih
memilih untuk tinggal dirumah, terlebih warga yang
bermukim di lantai atas seperti lantai 3, 4 dan 5.
Menurut mereka jika terlalu sering bermobilitas itu akan
menguras tenaga mereka.
3. Ketersediaan Fasilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
fasilitas adalah sarana untuk melancarkan pelaksanaan
fungsi dan kemudahan. Terdapat 2 macam fasilitas yaitu
fasilitas sosial dan fasilitas umum. Fasilitas sosial
merupakan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah atau
swasta untuk masyarakat, seperti sekolah, klinik, dan
tempat ibadah. Sedangkan fasilitas umum adalah fasilitas
yang disediakan untuk kepentingan umum, seperti jalan
dan alat penerangan umum
Selain mendapatkan unit rumah susun, warga
juga mendapatkan fasilitas-fasilitas lain dari Pemerintah
yang khusus diperuntukkan warga Rumah Susun.
Fasilitas-fasilitas tersebut dinilai sangat membantu dan
bermanfaat untuk menunjang kehidupan bagi warga
77
rumah susun. Hasil observasi yang dilakukan, peneliti
melihat selain bangunan rumah susun terdapat fasilitas
penunjang kegiatan warga salah satunya terdapat Masjid
Darul Falah yang letaknya berada dtengah-tengah
bangunan rumah susun. Selain itu terdapat PAUD,
Puskesmas, ATM Bank DKI dan RPTRA sebagai tempat
bersantai dan bermain anak-anak
Berikut pernyataan ibu Indrayani dalam
wawancara langsung :
“Mushola dekat, di blok sini ada mushola
sendiri ada masjid pusat juga ditengah rusun.
Sekolah juga gak terlalu jauh, transportasi juga
enak ada transjakarta kalo buat warga rusun
gratis tinggal tunjukin ktp kalau gak kartu rusun
aja. Ada bus sekolah juga buat nganter anak-
anak pergi ke sekolah. Biasanya juga warga
yang tinggal di rusun bisa tebus sembako murah
setiap bulan. Bayarnya pakai kartu rusun, nanti
tinggal dipotong aja saldonya. Harga
sembakonya murah banget, beda sekali sama
harga di pasar. Saya sering tebus, apalagi beras
ya buat makan sehari-hari.” (Indrayani, 2020).
Berdasarkan hasil wawancara diatas disebutkan
bahwa fasilitas yang didaptakan bukan hanya sarana dan
prasarana penunjang kegiatan, melainkan juga
penunjang kebutuhan hidup. Pemprov DKI Jakarta
memberikan fasilitas khusus yaitu sembako murah
kepada paenghuni rusun yang dapat dibeli setiap sebulan
78
sekali. Sembako murah tersebut berupa beras, daging,
ayam, ikan, susu dan lainnya yang harganya jauh
dibawah harga di pasaran.
C. Perubahan Sosial Interaksional
Perubahan sosial interaksional merupakan
perubahan yang mengacu pada pola hubungan, komunikasi
serta interaksi yang dialami oleh warga pasca berpindah ke
Rumah Susun. Pada penelitian yang sudah dilaksanaka,
ditemukan perubahan-perubahan yang mengacu pada aspek
perubahan interaksional. Perubahan ini sangat dirasakan oleh
warga karena pada aspek ini merupakan hal paling mendasar
yang dirasakan warga karena berhubungan dengan
keseharian yang dilakukan warga dengan lingkungannya.
1. Interaksi dan Komunikasi Antar Warga
Interaksi adalah suatu hubungan timbal balik
yang dilakukan oleh individu dengan individu, individu
dengan kelompok, kelompok dengan individu, dan
kelompok dengan kelompok dalam kehidupan sosial.
Sedangkan komunikasi adalah sebuah proses dimana
seseorang berhubungan satu sama lain. Menurut Ruben
Brent D dan Lea P Stewart (2006), Komunikasi adalah
suatu proses di mana seseorang atau beberapa orang,
kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan
menggunakan informasi agar terhubung dengan
lingkungan dan orang lain.
79
Interaksi serta komunikasi sangat dibutuhkan di
lingkungan sosial karena manusia bukanlah makhluk
individu. Interaksi dan komunikasi warga sebelum
berpindah ke Rumah Susun Muara Baru cukup intensif.
Warga cukup sering bercakap antara satu sama lainnya.
Setiap pagi biasanya ibu-ibu terbiasa berkumpul di
depan rumah dan saling mengobrol. Jika terdapat
informasi, pengumuman, atau kabar warga bisa
mengetahui dari mulut ke mulut.. Seperti pernyataan ibu
Indrayani pada wawancara sebagai berikut :
“lebih sering interaksi ditempat yang dulu sih
karena dulu kan tempatnya dekat-dekat, kalo
disini kan rumahnya lebih tertutup. Kalo dulu
kan tiap pagi ibu-ibu pada keluar rumah, abis
dari pasar ngobrol ngumpul depan rumah. Kalo
sekarang mah jarang banget ngobrolnya juga
kalo lagi ketemu aja. Kurang sih kalo untuk
interaksi sama tetangga disini, lebih sering yang
dulu.” (Indrayani, 2020).
Pernyataan informan Sumarlia pada wawancara :
“interaksi sama tetangga berkurang, karna
kebanyakan warga rusun pintunya ditutup dan
jarang keluar rumah bahkan jarang yg ada
dirumah, jadi interaksi antar tetangga kurang.
Ya begitu-begitu aja kalau ada perlunya aja
interaksinya.” (Sumarlia, 2019).
80
Berdasarkan hasil observasi saat mengunjungi
Rumah Susun Muara Baru, terlihat lingkungan warga
begitu sepi dan tenang. Jarang terlihat warga yang
mengobrol satu sama lain. Saat akhir pekan terlihat
warga saling berinteraksi saat pagi saja, namun saat
menjelang sekitar jam 10 warga sudah masuk ke rumah
masing-masing dan jarang warga yang berada diluar
rumah. Terlebih saat hari biasa, sangat jarang dijumpai
warga diluar rumah, kecuali warga yang memiliki usaha
berdagang.
Warga merasa interaksi serta komunikasi antar
tetangga semakin berkurang, tidak intens seperti
sebelumnya. Banyak tetangga yang lebih suka menutup
pintu rumahnya. Warga saling berkomunikasi secara
seperlunya saja.
2. Kenyamanan di Rumah Susun
Awal mula menempati rumah susun warga
diharuskan beradaptasi dengan kondisi dan
lingkungannya. Mulanya memang belum terbiasa tinggal
di tempat dengan bangunan yang vertikal karena
sebelumnya struktur bangunan tempat tinggal warga
merata secara horizontal. Warga harus melewati tangga
jika ingin pergi beraktivitas. Warga mengakui lelah
selama beradaptasi dengan kondisi rumah susun,
sehingga warga mengurangi aktivitas diluar rumah.
Namun warga sudah terbiasa dengan kondisi tersebut
81
karena mereka sudah tinggal cukup lama di Rumah
Susun.
Pernyataan ibu Indriyani dalam wawancara
sebagai berikut :
“kalau nyaman sih lebih nyaman disini ya, kalau
disana tidur suka gak nyenyak, suka banyak
nyamuk, kadang ada ular juga dari waduk.
Apalagi kalau musim hujan gak nyenyak buat
tidur, takut banjir. Sudah terbiasa pokoknya
hidup disini.” (Indrayani, 2020).
Lingkungan rumah susun dirasa lebih bersih jika
dibandingkan dengan lingkungan di bantaran Waduk
Pluit. Sampah-sampah lebih terurus dan tidak bersebaran
seperti lingkungan tempat tinggal dahulu. Selain itu juga
udara di lingkungan rumah susun diakui lebih bersih jika
dibandingkan dengan saat tinggal dibantaran waduk pluit
yang udaranya sudah tercemar dengan bau sampah yang
berasal dari waduk. Selain itu warga merasa lebih aman
karena terdapat petugas keamanan yang berjaga setiap
harinya. Hal tersebut yang membuat warga merasa
nyaman tinggal di Rumah Susun Muara Baru.
82
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan data dan temuan penelitian yang
sudah dianalisis mengenai perubahan sosial pada Warga Rumah
Susun Muara Baru yang berkaitan dengan pembahasan teori yang
sudah dicantumkan pada pembahasan pada bab sebelumnya.
Pembahasan ini akan dimulai dari pembahasan mengenai
Perubahan Sosial Struktural, Perubahan Sosial Kultural dan yang
terakhir mengenai Perubahan Sosial Interaksional.
A. Perubahan Sosial Struktural
Perubahan sosial struktural tidak hanya perubahan
yang terjadi dalam segi struktur masyarakat, tetapi perubahan
ini juga mencakup segi peranan dan kelas sosial. Menurut
Berghe (dalam Martono, 2018) masyarakat harus dianalisis
sebagai keseluruhan, sistem yang terdiri atas bagian-bagian
yang saling berhubungan, hubungan sebab akibat bersifat
jamak dan timbal balik, sistem sosial senantiasa berada
dalam kondisi “keseimbangan dinamis”, penyesuaian
terhadap kekuatan yang menimpa sistem menimbulkan
perubahan minimal di dalam sistem tersebut. Masyarakat
sebagai sistem sosial harus memiliki kemampuan yang
fleksibel dalam menghadapi berbagai kondisi karena pada
dasarnya manusia mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan diri dan dapat mengadaptasi dirinya dengan
83
sesuatu hal yang baru yang berasal dari dalam maupun dari
luar.
Dalam penelitian yang telah dilaksanakan ditemukan
beberapa perubahan-perubahan yang terjadi pada warga yang
mencakup aspek perubahan sosial struktural antara lain
terdapat perubahan keadaan ekonomi yang dirasakan oleh
warga, kemudian perubahan kondisi tempat tinggal dan yang
terakhir adalah perubahan pada mata pencaharian.
1. Perubahan Keadaan Ekonomi
Ekonomi merupakan faktor yang paling utama
dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Ekonomi
ini yang nantinya akan menunjang seluruh keperluan
hidup sehari-hari. Perubahan keadaan ekonomi
merupakan keadaan yang sangat dirasakan oleh warga
pasca berpindah ke rumah susun. Setelah dilakukan
relokasi dan kemudian dipindahkan ke Rumah Susun
warga menjadi kehilangan sumber pemasukan tetap.
Bukan hanya dari segi pemasukan, perubahan ekonomi
yang dirasakan warga lebih terasa pada pengeluaran
yang harus dikeluarkan tiap bulannya.
Jumlah pengeluaran warga setiap bulannya
menjadi bertambah pasca berpindah ke rumah susun.
Jika sebelumnya warga tidak membayar sewa tempat
tinggal, namun semenjak menempati rumah susun, setiap
bulan warga diharuskan untuk membayar sewa rumah
susun. Selain itu pula setiap bulannya warga juga harus
84
mengeluarkan kocek untuk membayar PAM air serta
listrik yang tidak bersubsidi. Penjelasan warga mengenai
pemasukan serta pengeluaran yang dialami warga dapat
dilihat pada bab IV h.52-55.
Jika dikaitkan dengan dimensi perubahan sosial
struktural menurut Himes dan Moore (dilihat bab II,
h.30-31), perubahan keadaan ekonomi tercakup dalam
dimensi struktural pada perubahan sosial. Perubahan ini
mencakup pada perubahan struktur kelas sosial yang
dimiliki warga.
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan
diatas pasca berpindahnya ke Rumah Susun, kondisi
ekonomi yang dialami warga tidak lagi seperti dahulu
saat mereka masih tinggal di bantaran Waduk Pluit.
Keadaan ekonomi warga berubah bukan kearah yang
lebih baik, melainkan mengalami penurunan. Keadaan
ekonomi warga menurun dikarenakan warga harus
kehilangan sumber mata pencaharian ditempat dahulu,
dan warga harus memutar otak agar mereka tetap
mendapatkan penghasilan meskipun berada di tempat
tinggal yang baru.
2. Perubahan Kondisi Tempat Tinggal
Rumah merupakan tempat yang digunakan
untuk berlindung dan beristira selama menjalani
kegiatan sehari-sehari. Selain sebagai tempat tinggal,
rumah juga digambarkan sebagai salah satu bukti posisi
85
kelas sosial yang dimiliki oleh pemiliknya. Jika
sebelumnya warga saat masih tinggal di bantaran
waduk pluit memiliki bentuk rumah yang beragam.
Maka pasca berpindahnya ke rumah susun seluruh
warga baik ia berasal dari kelas sosial yang tertinggi
maupun berasal dari kelas sosial yang terendah, mereka
memiliki tempat tinggal yang sama. Penjelasan
mengenai kondisi tempat tinggal warga yang
sebelumnya (dilihat pada bab IV h.55-59).
Perubahan tempat tinggal yang baru dengan
yang sebelumnya mengalami perubahan yang sangat
berbeda. Berdasarkan yang telah diuraikan pada Bab II
mengenai acuan dalam dimensi perubahan sosial
struktural (dilihat pada bab II h.29-30), yaitu pada
perubahan struktur kelas sosial. Dengan demikian, di
rumah susun tidak ada yang menandakan tempat
tinggal terbaik dan terburuk, karena kondisi bangunan
yang didapati warga seluruhnya sama rata. Hal ini
menandakan bahwa di rumah susun status dan kelas
sosial yang dimiliki warga tidak bisa dilihat dari
bangunan rumahnya.
3. Perubahan Mata Pencaharian
Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan
bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam bekerja biasanya seseorang memilih mata
pencaharian yang sesuai dengan bakat dan
86
kemampuannya. Seperti halnya warga relokasi waduk
pluit yang rata-rata memiliki mata pencaharian sebagai
wirausaha. Pasca berpindah ke rumah susun warga
harus kehilangan mata pencahariannya. Warga
diharuskan mencari sumber penghidupan yang baru,
agar bisa tetap menjalani kehidupannya ditempat yang
baru.
Dibutuhkan keterampilan atau keahlian-
keahlian lain agar warga bisa langsung mendapatkan
pekerjaan. Untungnya saat itu sedang gencar-gencanya
perekrutan driver ojek online. Beberapa warga yang
kehilangan sumber mata pencahariannya ditempat
dahulu beralih profesi menjadi driver ojek online.
Hanya butuh keterampilan mengendarai motor atau
mobil dan harus memiliki motor atau mobil agar bisa
menjadi driver ojek online (dilihat pada bab IV h.61).
Berdasarkan acuan perubahan sosial pada
dimensi struktural menurut Himes dan Moore (dilihat
pada bab II h.30) perubahan sosial merupakan
perubahan yang menyangkut dalam peranan.
Berdasarkan hasil wawancara pada bab IV, terdapat
beberapa peranan yang berubah yang dialami warga
pada keluarganya. Sebelumnya seorang ibu tidak
bekerja, namun pasca berpindah ke rumah susun sang
ibu diharuskan untuk mencari nafkah untuk menambah
kebutuhan hidup keluarganya (dilihat pada bab IV
87
h.60). Dilihat dari data wawancara tersebut terdapat
beberapa peranan yang berubah pada keluarga yang
terdapat di rumah susun pasca berpindah dari bantaran
waduk pluit. Perubahan tersebut berupa peranan yang
sebelumnya seorang ibu tidak bekerja dan hanya
megurus rumah tangga, namun karena desakan keadaan
mengharuskan ibu bekerja untuk memenuhi kebutuhan
kelurganya.
B. Perubahan Sosial Kultural
Perubahan sosial kultural merupakan perubahan
sosial yang mengacu pada perubahan kebudayaan dalam
masyarakat. Budaya dapat diartikan sebagai nilai-nilai dan
norma perilaku yang diterima dan dipahami oleh masyarakat
sebagai dasar dalam aturan perilaku yang terdapat didalam
masyarakat. Menurut Himes dan Moore (dalam Martono,
2018), perubahan sosial pada dimensi kultural dapat meliputi
inovasi kebudayaan, difusi dan integrasi. Inovasi kebudayaan
dapat ditemukan berupa terdapatnya teknologi yang
digunakan dalam aktivitas dan kegiatan warga. Difusi dapat
dijumpai berupa adanya kebudayaan baru yang dapat
diterima oleh warga. Sedangkan integrasi merupakan
pencampuran antara budaya lama dengan budaya baru.
Dalam penelitian yang telah dilaksanakan ditemukan
beberapa perubahan-perubahan yang terjadi pada warga yang
mencakup aspek perubahan sosial kultural antara lain
terdapat perubahan kebiasaan sehari-hari, kebiasaan baru,
88
perubahan akses aktivitas sehari-hari, dan yang terakhir
adalah ketersediaan fasilitas ditempat yang baru.
1. Perubahan Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sesuatu hal ataupun
kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang baik itu
disengaja maupun tidak disengaja. Witherington
mengartikan bahwa kebiasaan sebagai “an acquired way
of acting which is persistent, uniform, and fairly
automatic”. Kebiasaan merupakan sebuah cara dalam
bertindak yang dilakukan secara berulang-ulang dan
pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis
(Djaali, 2012 : 128).
Sesuai dengan hasil wawancara yang sudah
dijabarkan yang terdapat pada bab 2, terdapat beberapa
kebiasaan yang dialami oleh warga setelah berpindah ke
rumah susun (dilihat pada bab IV h.63). Dapat diartikan
bahwa semenjak berpindah ke rumah susun pada saat-
saat tertentu yaitu musim hujan kondisi kehidupan yang
dirasakan semakin tenang. Jika sebelumnya warga selalu
merasa khawatir pada saat musim hujan karena yang
ditakuti yaitu jika terjadi banjir terlebih saat malam hari,
maka pasca berpindah ke rumah susun warga merasa
lebih aman. Perubahan kebiasaan tersebut merupakan
perubahan kondisi yang terjadi pada warga dalam segi
positif yang dimana warga menjadi merasa lebih tenang,
aman, nyaman daripada kondisi sebelumnya.
89
Kebiasaan baru juga dimiliki oleh warga rumah
susun muara baru. Kebiasaan baru tersebut berhubungan
dengan teknologi. Seluruh penghuni rumah susun tidak
memandang umur baik tua ataupun muda diharuskan
untuk beradaptasi dan bisa menggunakan ATM. Jika
sebelumnya hanya warga-warga tertentu yang bisa
menggunakan ATM untuk keperluan pekerjaan
misalnya, maka saat ini khususnya seluruh warga rusun
diharuskan untuk bisa menggunakan ATM karena setiap
pembayaran sewa rumah susun transaksi tersebut
menggunakan ATM Bank DKI sebagai perantara.
Perubahan kebiasaan yang terjadi pada warga tersebut
merupakan perubahan kearah yang lebih maju dan bukan
merupakan suatu kemunduran. Hal ini seperti yang telah
dijelaskan oleh Himes dan Moore mengenai perubahan
sosial dimensi kultural yang meliputi inovasi
kebudayaan. Pada perubahan ini diperlukan perantara
yaitu ATM Bank DKI sebagai suatu alat dalam kegiatan
yang dilakukan warga.
Perubahan kebiasaan yang dirasakan warga
sudah mencakup dalam terjadinya perubahan sosial pada
dimensi kultural menurut Himes dan Moore (dilihat pada
bab II h.32). Perubahan kebiasaan tersebut tidak hanya
semata-mata perubahan dalam sisi negatif tetapi juga
perubahan ke sisi positif. Jika warga merasa nyaman
ditempat tinggal dahulu di bantaran waduk pluit, maka di
90
tempat tinggal saat ini di rumah susun muara baru warga
merasa lebih aman, aman terhadap bencana banjir dan
munculnya hewan-hewan liar yang datangnya berasal
dari waduk pluit.
2. Akses Aktivitas Sehari-Hari
Perubahan akses aktivitas sehari-hari dirasakan
warga pasca direlokasi dari waduk pluit. Akses dalam
beraktivitas dirasa kurang menguntungkan bagi warga.
Akses tersebut berupa anak tangga yang harus dilalui
jika ingin bepergian dari rumah ke tempat lain. Hal
tersebut disampaikan oleh warga pada wawancara
dengan warga (lihat pada bab IV h.66). Warga merasa
akses tersebut menghambat aktivitas dalam bepergian.
Hal tersebut dikarenakan struktur bangunan rumah susun
yang merupakan gedung bertingkat sehingga
memerlukan tangga sebagai akses untuk bergerak dari
satu tempat ke tempat lain.
Sebelumnya warga belum terbiasa menggunakan
tangga sebagai akses, karena di tempat tinggal yang
dahulu struktur bangunan rumah warga merata secara
horizontal tidak bertingkat seperti rumah susun. Akses
tersebut membuat warga mengurangi kegiatan yang
memakan waktu dan tenaga di luar rumah.
91
3. Ketersediaan Fasilitas
Fasilitas merupakan sesuatu yang dapat
memperlancar dan memudahkan pelaksanaan kegiatan.
Fasilitas bisa disebut juga sebagai sesuatu atau alat
penunjang kegiatan pada kehidupan sehari-hari.
Ketersediaan fasilitas sangat dibutuhkan warga guna
menunjang kegiatan sehari-hari. Fasilitas tersebut dapat
berupa alat, sarana dan prasarana, ataupun sembako.
Selain mendapatkan unit rumah susun, warga yang
terelokasi juga mendapatkan fasilitas-fasilitas yang
terdapat di rumah susun. Fasilitas yang terdapat di rumah
susun dapat dipergunakan oleh warga secara gratis.
Fasilitas-fasilitas alat, sarana dan prasarana yang
terdapat dirumah susun sudah diuraikan pada bab III
mengenai profil rumah susun muara baru (dilihat pada
bab III h.49).
Selain fasilitas alat, sarana dan prasarana, dalam
data wawancara yang sudah disampaikan pada bab IV
warga menyampaikan terdapat fasilitas-fasilitas yang
lainnya yang didapatkan oleh warga rumah susun yang
sangat bermanfaat bagi warga (dilihat pada bab IV h.67-
68). Fasilitas tersebut dirasa sangat berguna dan warga
merasa terbantu dengan adanya fasilitas-fasilitas yang
diberikan leh pemerintah kepada warga rumah susun.
92
C. Perubahan Sosial Interaksional
Perubahan sosial interaksional merupakan perubahan
yang terjadi pada kehidupan warga mengenai aspek
hubungan, interaksi serta komunikasi terhadap lingkungan
sekitar. Himes dan Moore (dalam Martono, 2018)
mengatakan bahwa dimensi interaksional mengacu pada
adanya perubahan hubungan sosial dalam masyarakat.
Perubahan tersebut meliputi perubahan dalam frekuensi,
perubahan dalam jarak sosial, perubahan perantara,
perubahan aturan atau pola-pola, dan perubahan dalam
bentuk interaksi.
Dalam penelitian yang telah dilaksanakan ditemukan
beberapa perubahan-perubahan yang terjadi pada warga yang
mencakup aspek perubahan sosial interaksional antara lain
terdapat perubahan interaksi dan komunikasi antarwarga,
serta kenyamanan warga dalam menempati hunian Rumah
Susun Muara Baru.
1. Interaksi dan Komunikasi Antarwarga
Interaksi merupakan sebuah hubungan antara
manusia satu dengan yang lain. Interaksi juga dapat
disebut sebagai ikatan sosial antar individu sehingga
individu-individu yang berkaitan dapat mempengaruhi
satu dengan lainnya. Gillin dan Gillin mengatakan
bahwa interaksi sosial adalah hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara individu
dengan individu, antara kelompok dengan kelompok
93
manusia, maupun antara individu dengan kelompok
manusia (Soekanto, 2012). Apabila terdapat dua orang
saling bertemu maka itu dapat dikatakan sebagai
interaksi sosial. Jika terdapat orang yang saling sapa,
saling bersalaman, saling mengobrol atau berbicara
ataupun bahkan berkelahi, maka aktivitas-aktivitas itu
semua adalah bentuk-bentuk dari sebuah interaksi sosial.
Terdapat aspek dalam interaksi sosial yaitu aspek
kontak sosial dan aspek komunikasi. Aspek kontak
sosial merupakan dimana terjadinya hubungan sosial
antara satu dengan yang lain. Hubungan tersebut tidak
hanya sebatas fisik namun melainkan juga simbolik
seperti tersenyum ataupun bersalaman. Sedangkan aspek
komunikasi merupakan penyampaian informasi, ide, atau
fikiran antar perorangan secara timbal balik (Soekanto,
2012).
Sedangkan komunikasi adalah suatu kegiatan
untuk menyampaikan sebuah informasi, fikiran, emosi
dan lainnya. Jenis dan Kelly mengartikan komunikasi
sebagai suatu proses melalui seseorang (komunikator)
yang menyampaikan stimulus (biasanya menggunakan
kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk
perilaku orang lainnya (Vardiansyah, 2008 : 25).
Pada penelitian yang sudah dilaksanakan terdapat
perubahan-perubahan dalam interaksi dan komunikasi
yang dirasakan dan disampaikan oleh warga dalam
94
wawancara (dilihat pada bab IV h.70). semenjak
berpindah ke rumah susun, interaksi serta komunikasi
antarwarga dirasakan semakin berkurang. Hal tersebut
bukan tanpa alasan, terdapat beberapa alasan yang
membuat interaksi serta komunikasi dengan antar
tetangga di rumah susun tidak se intens seperti pada saat
di bantaran waduk pluit.
Salah satu alasan mengapa interaksi warga tidak
seintens seperti dahulu yaitu karena terdapat perubahan
akses aktivitas yang terdapat di lingkungan rumah susun.
Akses akivitas tersebut yang membuat hambatan pada
warga untuk tetap saling berinteraksi secara intens
(dilihat pada bab IV h.66). Selain itu alasan lainnya
adalah karena struktur bangunan rumah susun yang
bertingkat dan tidak seperti lingkungan tempat tinggal
dulu yang struktur bangunan rumah antar tetangga
merata secara horizontal.
Akibat hal tersebut hubungan antarwarga semakin
renggang dan dapat dikatakan hubungan tersebut tidak se
solid seperti saat sebelum berpindah ke rumah susun.
Perubahan-perubahan pada interaksi serta komunikasi
antarwarga sudah mencakup salah satu syarat terjadinya
perubahan sosial pada dimensi kultural mengeni
perubahan dalam hubungan masyarakat serta frekuensi
(dilihat pada bab II h.33).
95
2. Kenyamanan di Rumah Susun
Adaptasi merupakan kemampuan manusia atau
makhluk hidup agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia
adaptasi sosial merupakan sebuah proses perubahan dan
akibatnya pada seseorang dalam suatu kelompok sosial
sehingga orang tersebut dapat hidup atau berfungsi lebih
baik didalam lingkungannya.
Beradaptasi dengan lingkungan yang baru
bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungan yang baru membutuhkan
waktu yang tidak sedikit agar warga relokasi dari waduk
pluit agar dapat terbiasa dengan kondisi lingkungan
sekitar.
Awal mula pindah ke rumah susun warga merasa
kurang nyaman dengan lingkungan yang baru, hal ini
dikarenakan warga belum terbiasa hidup di lingkungan
rumah susun. Namun seiring berjalannya waktu
kenyamanan-kenyaman yang dirasakan warga mulai
terasa. Warga mulai terbiasa dengan keadaan lingkungan
sekitar. Mereka mengakui bahkan saat ini merasa lebih
nyaman tinggal di rumah susun karena bebas banjir dan
lingkungannya lebih bersih serta terawat (dilihat pada
bab IV h.71).
96
D. Perbandingan Kehidupan Warga
Data perbandingan kehidupan yang dirasakan oleh
warga serta perubahan sosial yang terjadi sebelum dan pasca
berpindah ke Rumah Susun Muara Baru dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 5.1 Perbandingan Kehidupan Warga Sebelum dan
Pasca Relokasi ke Rumah Susun Muara Baru
No Before After
Perubahan Sosial Struktural
1
Perubahan keadaan ekonomi warga
- Rata-rata Ekonomi
warga tercukupi
- Tidak harus membayar
sewa tempat tinggal
- Listrik bersubsidi dari
pemerintah
- Ekonomi menurun tidak
seperti dahulu
- Harus membayar sewa
Rumah Susun setiap
bulan
- Menggunakan Token
listrik yang tidak
bersubsidi
- Pengeluaran menjadi
bertambah
Perubahan kondisi tempat tinggal
- Tempat tinggal
sebelumnya cukup luas
- Memiliki banyak kamar
- Luas bangunan Unit
Rumah Susun terbatas
- Kamar hanya terdapat 2,
97
2 untuk seluruh anggota
keluarga
- Lahan pemerintah yang
secara ilegal ditinggali
- Bangunan tempat tinggal
dengan lingkungan
sekitar berstruktur
horizontal
- Rata-rata warga
memiliki rumah
bertingkat / 2 lantai
sudah ada ruang tamu, 1
kamar mandi, dapur,
dan tempat jemur baju
- Rumah susun tidak bisa
dimiliki secara legal
- Bangunan tempat tinggal
dengan lingkungan
sekitar berstruktur
vertikal
- Warga hanya boleh
memiliki 1 unit rumah
susun per kepala rumah
tangga
3
Perubahan mata pencaharian
- Rata-rata warga
(berwirausaha)
memiliki usaha seperti
berdagang
- Memiliki usaha
kontrakan
- Sudah memiliki tempat
usaha dan pelanggan
yang menetap
- Warga merintis dari
awal usaha nya pasca
berpindah ke Rumah
Susun
- Kehilangan sumber
mata pencaharian yang
dahulu (tempat
berdagang dan
pelanggan)
- Bekerja serabutan
- Rata-rata kepala rumah
98
tangga mendaftar jadi
driver ojek online
- Yang memiliki
pekerjaan tetap seperti
karyawan, masih
bekerja sebagai
karyawan tetap
Perubahan Sosial Kultural
1
Perubahan kebiasaan
- Tidak bisa tidur saat
musim hujan
- Kebanjiran
- Selalu kerja bakti
lingkungan saat banjir
surut
- Kehidupan menjadi
tenang meskipun saat
musim hujan
- Tidak pernah kebanjiran
lagi
- Harus beradaptasi dan
harus bisa menggunakan
ATM sebagai media
pembayaran sewa
Rumah Susun
2
Akses aktivitas sehari-hari
- tidak ada alat/media
jika ingin bepergian
- Harus menggunakan
tangga untuk bepergian
Ketersediaan fasilitas
99
3
- Tidak ada fasilitas
tambahan yang di dapat
saat tinggal di bantaran
Waduk Pluit
- Mendapatkan fasilitas
sarana dan prasarana
yang disediakan
pemerintah dan
pengelola seperti
(Transjakarta gratis, bus
sekolah, puskesmas
gratis, PAUD, masjid,
mushola disetiap lantai,
RPTRA)
- Khusus warga rumah
susun diberi fasilitas
sembako murah dari
pemerintah yang dapat
ditebus setiap bulan
menggunakan kartu
rusun yang dimiliki
warga rumah susun
Perubahan Sosial Interaksional
1
Interaksi dan komunikasi antar warga
- Interaksi antar warga
sangat sering terjadi
- Hubungan antar
tetangga cukup dekat
seperti keluarga
- Interaksi antar warga
semakin berkurang
- Hungungan antar
tetangga seperti ada
jarak dan tidak terlalu
100
- Komunikasi sangat
intens
dekat seperti saat
dulu
- Komunikasi tidak
sesering seperti
dahulu atau
secukupnya jika
diperlukan saja
2
Kenyamanan di rumah susun
- Awal mula pindah
belum terbiasa dan
tidak betah tinggal di
Rumah Susun
- Seiring berjalannya waktu
warga beradaptasi, mulai
terbiasa dan nyaman
bertinggal di rumah susun
101
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan
yang sudah dijabarkan pada di bab sebelumnya mengenai
perubahan sosial pada warga yang terelokasi ke Rumah
Susun Muara Baru akibat relokasi Waduk Pluit dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Perubahan sosial yang terjadi pada warga yang
terelokasi ke Rumah Susun yang ditemukan dan dibahas
dalam penelitian mencakup 3 dimensi perubahan sosial yaitu
perubahan sosial struktural, perubahan sosial kultural dan
perubahan sosial interaksional.
Perubahan sosial struktural mencakup perubahan
pada keadaan ekonomi, perubahan kondisi tempat tinggal
dan perubahan mata pencaharian. Perubahan keadaan
ekonomi warga dirasakan menjadi menurun pasca relokasi ke
rumah susun. Perubahan tempat tinggal dirasa warga kurang
memadai bagi warga yang memiliki anggota keluarga
banyak, selain itu tempat tinggal mengalami perubahan yang
sebelumnya bangunan dengan lingkungan sekitar berstruktur
horizontal namun pasca berpindah ke rumah susun bangunan
tempat tinggal dengan lingkungan menjadi berstruktur
vertikal. Selain itu terdapat perubahan mata pencaharian
yang dirasakan warga yang mayoritas memiliki usaha
102
ditempat sebelumnya. Namun perubahan ini tidak dirasakan
oleh warga yang memiliki pekerjaan tetap.
Selanjutnya yaitu mengenai perubahan sosial kultural.
Perubahan ini mencakup perubahan kebiasaan warga, akses
aktivitas sehari-hari, dan ketersediaan fasilitas. Perubahan
kebiasaan warga dirasakan yang sebelumnya disetiap musim
penghujan tiba mereka tidak akan bisa tidur nyenyak, namun
pasca berpindah ke rumah susun mereka menjadi lebih aman
dan tidak was-was saat musim hujan datang. Pada akses
aktivitas sehari-hari dapat diambil kesimpulan, pasca
berpindah warga harus terbiasa menggunakan tangga jika
ingin beaktivitas dari satu tempat ke tempat yang lain.
Kemudian ketersediaan fasilitas yang dirasa sangat
bermanfaat bagi warga rumah susun sebagai sarana
penunjang kegiatan sehari-hari. Selain itu terdapat kebiasaan
baru, dimana warga diharuskan beradaptasi dengan ATM
sebagai sarana pembayaran sewa rumah susun setiap bulan.
Terakhir yaitu perubahan sosial interaksional yang
mencakup perubahan pada interaksi dan komunikasi
antarwarga serta kenyamanan menempati rumah susun.
Perubahan interaksi dan komunikasi antarwarga dirasa
semakin berkurang dan tidak seintens seperti dahulu saat
berada di sekitar waduk pluit. selain itu pula jika sebelumnya
warga belum terbiasa tinggal dirumah susun terkait kondisi
dan lingkungan, namun seiring berjalannya waktu warga
sudah mulai nyaman dan terbiasa tinggal di rumah susun.
103
Dengan demikian perubahan yang dirasakan oleh
warga tidak semata-mata kearah hal yang negatif, namun
terdapat pula perubahan ke hal positif. Perubahan negatif dan
positif saling beriringan satu sama lain pada kehidupan
warga. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi pada
warga seiring berjalannya waktu. Semakin lama warga
tinggal maka warga akan semakin terbiasa dengan keadaan
dan perubahan yang terjadi pada hidupnya.
B. Implikasi
Dari penelitian yang sudah dilakukan mengenai
perubahan sosial pada warga yang terelokasi ke Rumah
Susun Muara Baru akibat normalisasi Waduk Pluit,
diharapkan bahwa penelitian ini akan dapat memberikan
manfaat dan diambil sisi positifnya baik dari segi praktik
maupun dari segi teoritik. Adapun implikasi dari penelitian
yang sudah dilakukan yaitu :
1. Segi Teoritis
Dari segi teoritis penelitian ini diharapkan dapat
menjadikan sumber informasi, bahan bacaan dan dapat
memberikan kontribusi yang positif bagi
perkembangan keilmuan studi kesejahteraan sosial
serta menambah ilmu pengetahuan dan bermanfaat
bagi para pembacanya. Serta penelitian ini diharapkan
agar dapat menjadi sumbangan referensi serta bahan
acuan agar dapat digunakan pada penelitian-penelitian
selanjutnya.
104
2. Segi Praktis
Dari segi praktis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi setiap praktisi dan akademisi
khususnya warga yang terelokasi dan pemerintah
setempat.
C. Saran
Temuan-temuan serta pembahasan pada penelitian
sudah dijelaskan mengenai perubahan sosial pada warga
yang terelokasi ke Rumah Susun Muara Baru akibat
normalisasi Waduk Pluit. selanjutnya yaitu saran-saran yang
akan diberikan kepada pihak terkait sebagai berikut :
1. Warga Rumah Susun Muara Baru
Saran bagi warga rumah susun setempat
diharapkan agar selalu berusaha untuk beradaptasi dan
selalu survive serta menerima setiap kondisi dan
keadaan yang terjadi pada setiap kehidupannya. Warga
diharapkan dapat selalu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar khususnya lingkungan yang baru.
Fasilitas yang didapatkan selama menempati hunian
rumah susun diharapkan dapat digunakan dan dijaga
dengan sebaik-baiknya sebagaimana pemerintah
menyediakan fasilitas secara baik. Selain itu warga
diharapkan dapat menerapkan pola hubungan dan
interaksi sebagaimana sebelumnya berhubungan
dengan tetangga-tetangga yang dahulu.
105
2. Peneliti Selanjutnya
Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat melakukan penelitian dengan pembaharuan-
pembaharuan dan beberapa perbedaan pada penelitian
yang akan disusun. Perbedaan dapat dilakukan dengan
membedakan kerangka berfikir, maupun pembahasan
mengenai masing-masing sub bab bagian. Diharapkan
penelitian ini dapat berkembang dan tidak hanya
sebatas perubahan sosial yang terjadi pada warga
rumah susun saja namun dari segi pengembangan
masyarakat, community worker, pekerja sosial, serta
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.
3. Jurusan Kesejahteraan Sosial
Saran untuk jurusan kesejahteraan sosial
diharapkan memberikan pengetahuan serta materi
yang lebih luas kepada mahasiswa menganai ilmu-
ilmu sosial terkait permasalahan sosial sebagai bekal
mahasiswa dalam menyusun penelitian mengenai
permasalah-permasalahan sosial yang dialami oleh
masyarakat.
106
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Jurnal dan Skripsi
Bungin, M.Burhan . (2008) . Metode Penelitian Kualitatif .
Jakarta : Kencana Prenada Media .
Djaali . (2012) . Psikologi Pendidikan . Jakarta : Bumi Aksara .
Firdaus, Azhar . (2011) . Dampak Sosial Ekonomi terhadap
Masyarakat Sekitar Situ akibat Musibah Situ Gintung .
(Skripsi S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) .
HM, Zaenuddin . (2013) . Banjir Jakarta Dari Zaman Jendral JP
Coen (1621) Sampai Gubernur Jokowi (2013) . Jakarta :
Change Publisher .
Martono, Nanang . (2016) . Sosiologi Perubahan Sosial :
Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial .
Jakarta : Rajawali Pers .
Moleong, Lexy J . (2010) . Metode Penelitian Kualitatif .
Bandung : PT Remaja Rosyada Karya .
Mulyana, Deddy . (2006) . Metodelogi Penelitian Kualitatif :
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya
. Bandung : PT Remaja Rosdakarya .
Prastowo, Andi . (2011) . Metode Penelitian Kualitatif : dalam
Prespektif Rancangan Penelitian . Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media .
Rizaldi, Ahmad . (2017) . Budaya Kemiskinan Masyarakat
Pesisir di Sekitar Waduk Pluit Kelurahan Penjaringan
Jakarta Utara . (Skripsi S1 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta) .
107
Ruben Brent D dan Lea P Stewart . (2006) . Communication and
Human Behavior . United States : Allyn and Bacon .
Setiadi, M Elly, & Kolip, Usman . (2011) . “Pengantar
Sosiologi. Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan
Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya : Jakarta :
Kencana
Soehartono, Irawan . (2011) . Metode Penelitian Sosial . Bandung
: Remaja Rosdakarya .
Soekanto, Soerjono . (2012) . Sosiologi Suatu Pengantar . Raja
Grafindo Persada : Rajawali Press .
Soelaiman,M . (1998) . Dinamika Masyarakat Transisi .
Yogyakarta : Pustaka Belajar .
Soeroso, Santoso . (2005) . Mengharusutamakan Pembangunan
Berwawasan Kependudukan di Indonesia . Penerbit Buku
Kedokteran EGC .
Subangkit, Arif . (2017) . Perubahan Sosial Warga Bukit Duri
Pasca Normalisasi Sungai Ciliwung . (Skripsi S1 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta) .
Sugihardjo, dkk. (2013) . Perubahan Sosial Masyarakat di Kaki
Pegunungan Kendeng : Strategi Pelestarian Lingkungan .
Surakarta : Penerbitan dan Percetakan UNS .
Sugiyono, Dr . (2010) . Memahami Penelitian Kualitatif .
Bandung : Alfabeta .
Travers, M.Robert . (1978) . An Introduction to Educational
Research . New York : Macmillan Publishing .
Vardiansyah, Dani . (2008) . Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar . Jakarta : PT Indeks.
Yukadar, Byan . (2014) . Implementasi Kebijakan Normalisasi
Waduk Pluit Jakarta Utara . (Jurnal FISIP Universitas
Indonesia) .
108
Zakiyah, Dara Nur . (2012) . Perubahan Sosial di Desa
Linggajati Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya
pada Tahun 2006-2011 . (Skripsi S1 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta) .
Website
(http://megapolitan.kompas.com/read/2014/10/13/1558022/Gund
ukan.Sampah.dan.Bau.Menyengat.di.Waduk.Pluit)
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/24/berapa-
jumlah-penduduk-jakarta
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/25/berapa-
kepadatan-penduduk-di-dki-jakarta
https://id.wikibooks.org/wiki/Faktor_ekonomi
https://jakarta.go.id/artikel/konten/3617/penjaringan-kecamatan
https://kbbi.web.id/ubah
https://megapolitan.kompas.com/read/2013/02/06/0243041/norm
alisasi.waduk.pluit.1-2.tahun
https://news.detik.com/berita/d-3429219/banjir-jakarta-di-5-
tahun-terakhir
https://www.bnpb.go.id/home/definisi.html
https://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-waduk.html
https://www.tribunnews.com/nasional/2013/01/28/korban-tewas-
akibat-banjir-mencapai-41-orang
109
LAMPIRAN
110
Lampiran 1
111
Lampiran 2
112
Lampiran 3
113
Lampiran 4
114
Lampiran 5
PEDOMAN WAWANCARA
Informan Pokok Warga Rumah Susun Muara Baru
Bagaimanakah perubahan sosial yang terjadi pada warga
di Rusunawa Muara Baru akibat Normalisasi Waduk
Pluit?
Identitas Informan
Nama Informan :
Umur :
Agama :
Suku :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Pertanyaan Pokok
Perubahan Struktural
1. Bagaimana awal mula kejadian hingga pindah
tempat tinggal di Rumah Susun Waduk Pluit?
2. Sudah berapa lama tinggal di Rumah Susun?
3. Bagaimana kondisi kehidupan keluarga sehari-
hari sebelum dan sesudah berpindah ke Rumah
Susun?
4. Adakah perubahan yang terjadi di dalam keluarga
pasca berpindah ke Rumah Susun?
115
5. Apakah terdapat perubahan peran yang terjadi di
dalam keluarga?
6. Apakah terdapat perubahan mata pencaharian
pasca berpindah ke tempat yang baru?
7. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga pasca
berpindah ke Rumah Susun?
8. Bagaimana hubungan warga dengan perangkat
wilayah?
9. Bagaimana dengan fasilitas yang didapat di
Rumah susun dibandingkan dengan di Tempat
yang dahulu?
Perubahan Kultural
1. Apa perbedaan yang terdapat pada tempat tinggal
yang dulu dengan yang sekarang?
2. Apakah terdapat perubahan kebiasaan yang terjadi
di dalam keluarga?
3. Bagaimana dengan lingkungan di Rumah Susun?
4. Apakah ada kegiatan-kegiatan baru yang
dilaksanakan oleh warga Rumah Susun?
5. Bagaimana hubungan yang terjadi saat ini dengan
tetangga lama?
6. Apa taggapan anda mengenai tetangga-tetangga di
Rumah Susun?
7. Bagaimana dengan adat dan budaya yang terdapat
di lingkungan Rumah Susun?
116
8. Apakah terdapat kegiatan keagamaan di
lingkungan Rumah Susun?
9. Bagaimana dengan fasilitas pendidikan yang
terdapat di Rumah Susun?
Perubahan Interaksional
1. Apakah hubungan antara anggota keluarga masih
sama seperti dahulu saat masih tinggal di
kawasan waduk pluit?
2. Apakah interaksi terhadap keluarga serta
tetangga semakin intens ataukah berkurang
semenjak berpindah ke Rumah Susun?
3. Adakah perubahan perilaku dari setiap anggota
keluarga setelah berpindah ke Rumah Susun?
4. Bagaimana aktivitas keseharian sebelum dan
sesudah berpindah ke Rumah Susun?
5. Apakah lebih nyaman tinggal di tempat dahulu
atau yang sekarang?
117
PEDOMAN WAWANCARA
Informan Pokok Tokoh Masyarakat Rumah Susun Waduk
Pluit Muara Baru
Identitas Informan
Nama Informan :
Umur :
Agama :
Suku :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Pertanyaan Pokok
Perubahan Struktural
1. Bagaimana awal mula kejadian hingga pindah
tempat tinggal di Rumah Susun Waduk Pluit?
2. Sudah berapa lama tinggal di Rumah Susun?
3. Bagaimana kondisi kehidupan sehari-hari sebelum
dan sesudah berpindah ke Rumah Susun?
4. Bagaimana struktur kepengurusan wilayah pasca
berpindah ke Rumah Susun?
5. Apakah terdapat perbedaan pemilihan struktur
kepemimpinan dengan wilayah dahulu?
118
6. Adakah perubahan yang terjadi oleh warga setelah
berpindah ke Rumah Susun?
7. Apakah terdapat perubahan mata pencaharian
pasca berpindah ke tempat yang baru?
8. Bagaimana hubungan perangkat wilayah dengan
warga?
9. Apakah terdapat perubahan peran yang terjadi
pada kehidupan warga?
10. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga pasca
berpindah ke Rumah Susun?
11. Bagaimana dengan fasilitas yang didapat di
Rumah susun dibandingkan dengan di Tempat
yang dahulu?
Perubahan Kultural
1. Apa perbedaan yang terdapat pada tempat tinggal
yang dulu dengan yang sekarang?
2. Apakah terdapat perubahan kebiasaan yang terjadi
pada lingkungan warga?
3. Bagaimana dengan keadaan lingkungan di Rumah
Susun?
4. Apakah terdapat perubahan tradisi atau perayaan-
perayaan tertentu?
5. Bagaimana dengan kegiatan kegamaan di Rumah
Susun?
6. Apakah ada kegiatan-kegiatan baru yang
dilaksanakan oleh warga Rumah Susun?
119
7. Apa saja suku yang terdapat di lingkungan warga
Rumah Susun?
8. Bagaimana dengan adat dan budaya yang terdapat
di lingkungan Rumah Susun?
9. Apa saja agama yang dianut oleh warga?
10. Bagaimana dengan pendidikan yang dimiliki oleh
warga?
Perubahan Interaksional
1. Apakah hubungan antara warga masih sama
seperti dahulu saat masih tinggal di kawasan
waduk pluit?
2. Apakah interaksi terhadap warga sekitar semakin
intens ataukah berkurang semenjak berpindah ke
Rumah Susun?
3. Adakah perubahan perilaku warga setelah
berpindah ke Rumah Susun?
4. Bagaimana aktivitas keseharian sebelum dan
sesudah berpindah ke Rumah Susun?
5. Apakah lebih nyaman tinggal di tempat dahulu
atau yang sekarang?
120
Lampiran 6
TRANSKIP WAWANCARA
INFORMAN PENGHUNI RUMAH SUSUN MUARA BARU
Identitas Informan 1
Nama Informan : Bapak Zainal dan Ibu Asih
Umur : 53th & 55th
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wirausaha
Rusun Blok 5 Lantai Dasar (RT. 23 / RW. 17)
Perubahan Struktural
1. Bagaimana awal mula kejadian hingga pindah tempat
tinggal di Rumah Susun Waduk Pluit?
Jawaban : “Ya awal mulanya gara-gara kejadian banjir
besar waktu itu tahun berapa sih, 2013 apa 2014 ya itu
kalau gak salah. Itu kan banjirnya besar banget hampir
seluruh Jakarta kebanjiran. Dulu rumah saya didepan kali
waduk gendong kena banjirnya tinggi sekali saya kan
rumahnya 2 tingkat, banjirnya tuh sampai nutup seluruh
rumah bagian bawah, jadi kalau gak punya atas harus
ngungsi. Barang-barang yang di lantai bawah juga hilang
semua pada hanyut. Setelah itu ada berita kalau sekitar
121
waduk pluit mau digusur, gak lama dari itu pak RT ngasih
kabar kalau wilayah sini mau digusur dan warga
dipindahin ke rusun muara baru. Awalnya ya warga
banyak yang menolak digusur soalnya kan kita udah lama
banget tinggal disini, udah berasa seperti kampung sendiri
jadi rasanya gak mau ninggalin tempat disini. Tapi ya mau
gimana kita gak punya kuasa, yang berkuasa kan
pemerintah, kita warga hanya bisa nurut aja walaupun kita
sebenernya gakmau dipindahin.”
2. Sudah berapa lama tinggal di Rumah Susun?
Jawaban : “Semenjak rumah susun jadi lah
pindahnya, kurang lebih 5 tahun lah ya setelah digusur
dari pinggir waduk. Kalau gak salah pindah kesini awal
tahun 2014 waktu itu kita ngungsi dari banjir.”
3. Bagaimana kondisi kehidupan keluarga sehari-hari
sebelum dan sesudah berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “wah dulu mah kita sangat berkecukupan.
Punya kontrakan 10 pintu. Jadi walaupun lagi nganggur
tetap ada pemasukan dari uang kontrakan. Udah gitu dulu
rumah kita tuh lumayan luas ada tingkat atasnya juga jadi
muat untuk barang-barang banyak. Kalau ada saudara
maih juga enak untuk nginep soalnya kamarnya ada 2.
Dulu saya dan istri buka jasa jahit ditempat lama,
walaupun dari jahit sama kontrakan tapi hasilnya lumayan
soalnya udah banyak langganan dari mana-mana, gak
122
cuma di daerah Muara Baru aja, bahkan ada yang
rumahnya di Ancol juga udah langganan sama kita. Buka
jasa jahitnya seperti konveksi, jadi kita sering terima buat
baju. Bahkan dulu banyak sekali pesanan, sampi tumpuk-
tumpuk sudah macam gunung di rumah. Tapi kalo
sekarang mah langganan udah pada kabur, pada gak tau
mereka kalau kita masih di Muara Baru. Sekarang yang
jahit ya paling cuma orang-orang sekitar rumah susun aja.
Itu juga mereka tahu kita disini secara gak sengaja, pas
lewat ketemu.”
4. Adakah perubahan yang terjadi di dalam keluarga pasca
berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “Banyak sekali perubahannya apalagi pas baru
banget pindah kesini, kita ditelantarkan. Saya gak dapat
unit rumah susun padahal dulu rumah saya besar ada 10
pintu kontrakan. Tapi kenapa saat dipindahkan ke rumah
susun malah kita gak dapat unit. Gara-garanya saya ini
digusurnya belakangan, jadi rumah susunnya udah penuh
sama orang-orang yang digusur duluan. Ada unit yang
kosong tapi di Rumah Susun Marunda. Ya saya gak mau
lah, jauh banget dari sini, nanti kemana-mana susah.
Yaudah mau gak mau kita nempatin lantai dasar yang
kosong, dan baru dibuat tembok bangunan pas udah
beberapa bulan tinggal disini. Susah banget awal
berpindah kesini kita serba kekurangan, belum ada usaha.
123
Kita merintis dari awal usaha disini supaya bisa menuhin
kehidupan sehari-hari.”
5. Apakah terdapat perubahan peran yang terjadi di dalam
keluarga?
Jawaban : “Peranya ya masih sama seperti dulu. Saya
kan hidup berdua aja dengan istri, anak-anak sudah
berkeluarga semua udah pada mandiri. Jadiya ya kita
hidup berdua saja, cari nafkah juga bareng. Kadang anak-
anak main kesini, mereka tinggal nya disekitara sini sih
soalnya gak jauh-jauh. Ada yang di dekat luar batang, ada
yang di teluk gong juga tinggalnya.”
6. Apakah terdapat perubahan mata pencaharian pasca
berpindah ke tempat yang baru?
Jawaban : “ya tentu saja ada, kalau dulu saya dan istri
hanya buka jasa jahit baju. Tapi semenjak pindah
langganan kami sudah tidak ada karena mereka gak tahu
dimana kami pindah. Pelanggan jadi sepi selama tahun-
tahun awal pindah kesini. Saya juga mulai daftar jadi
driver grab, waktu itu grab masih sepi tapi sekarang grab
sudah lumayan ramai. Sampai sekarang saya masih jadi
driver grab tapi hanya wilayah-wilayah yang dekat aja
karena saya kan udah berumur, kalau pergi ke tempat
yang jauh takut gak kuat. Sehabis itu saya dan istri
mengumpulkan modal dari hasil jahit dan nge grab yang
apa adanya, setelah uangnya cukup trus saya gunain untuk
124
membuka warung jajanan disebelah toko jahit baju. Capek
sekali loh saya sehabis nge grab harus membantu istri
menjaga warung. Pokoknya kerjanya gantian saja sama
istri, kalau istri saya istirahat saya yang menjaga warung
dan ngejahit, begitu saja terus ganti-gantian setiap hari.”
7. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga pasca berpindah ke
Rumah Susun?
Jawaban : “kalo kondisi ekonomi setelah pindah ke
rusun ya menurun banget. Beda banget mbak sama di
tempat yang lama. Kalo dulu kan udah banyak langganan
dari ngejahit, udah gitu ketambahan dari uang kontrakan
jadi ya cukup banget buat keluarga. Kalo sekarang ya
pendapatannya seadanya. Warung jajanan cukup buat
makan sehari-hari, sisa kebutuhan lainnya ya dari ngejahit
dan nge grab. Ya pokoknya harus pintar-pintar mencari
kesempatan.”
8. Bagaimana hubungan warga dengan perangkat wilayah?
Jawaban : “hubungan warga sama perangkat wilayah sini
kurang dekat ya. Pak RT disini kurang mengayomi warga.
Dia mau kerja buat surat-surat kalau ada duitnya saja.
Kalau tidak ada duitnya kerjanya lama, malas-malasan.
Tapi bu RT nya lumayan aktif sih kalo ada kegiatan-
kegiatan selalu mengajak warganya.”
125
9. Bagaimana dengan fasilitas yang didapat di Rumah susun
dibandingkan dengan di Tempat yang dahulu?
Jawaban : “kalo fasilitas saya sih kurang dapat, soalnya
saya kan gak dapat unit jadi harus nempatin di lantai
dasar. Di lantai dasar ini gak ada aliran air, jadi air saya
harus beli sendiri diluar. Sehari ngeluarin 20rb untuk beli
air, sebulan ya kurang lebih 600rb Cuma buat beli air aja.
Tapi kita gak bayar sewa soalnya latai dasar kan gak ada
apa-apanya, plong kosong cuma tembok doang. Makanya
kita gak bisa tebus sembako murah kaya orang-orang
yang tinggal di lantai atas, soalya kita gak punya kartu
rusun tabungan Bank DKI. Dapur, kamar mandi dan
tempat tidur juga buat sediri. Kadag saya bingung, kita
kan pindah buka kemauan sendiri tapi kenapa kita malah
gak dapet apa-apa.”
Perubahan Kultural
1. Apa perbedaan yang terdapat pada tempat tinggal yang
dulu dengan yang sekarang?
Jawaban : “Bedanya mah jauh sekali sama tempat
tinggal yang dulu. Dulu tuh rumah saya besar loh, ada
kontrakan juga 10 pintu atas bawah. Barang-barang juga
muat semua di rumah. Kalau bawah banjir kita ngungsi
diatas rumah kan kita punya lantai 2. Kalo sekarang mah
gada setengahnya dari rumah yang dulu. Mau beli barang-
126
barang perabotan juga gak muat, orang kita gak dapat unit
kok. Cuma dikasih 2 kotak aja di lantai dasar, ini para-
para diatas juga buat sendiri, khusus buat tidur. Kalo gak
buat para-para ya kita gak punya tempat tidur, soalnya
udah penuh sama barang dagangan dan barang-barang
untuk ngejahit. Kamar mandi sama dapur juga gak dapet,
ini kamar mandi kita buat sendiri setelah hampir setengah
tahun pindah baru kita buat. Sebelumnya mah kita harus
ke wc umum buatn mandi dan buang air.”
2. Apakah terdapat perubahan kebiasaan yang terjadi di
dalam keluarga?
Jawaban : “Ya paling kalo musim hujan jadi lebih
tenang, di rusun kan lebih tinggi jadi jarang banjir gak
kaya di pinggir waduk kemaren. Walaupun saya di lantai
bawah juga gak kena banjir sih. Sekarang mah udah enak
gak kaya dulu kebanjiran terus.”
3. Bagaimana dengan lingkungan di Rumah Susun?
Jawaban : “Lingkungannya lebih bersih ya daripada di
tempat dulu. Sekarang mah ada petugas kebersihan yang
rutin ambil sampah dari penampungan. Tapi buat kerja
bakti ya jarang, gak ada malah. Petugas kebersihan Cuma
ambil sampah yg dipenampungan dibawah aja. Trus
sekarang mah ada satpam yang jaga, jadi lebih aman.
Walaupun dulu pas baru-baru pindah sering ada yang
127
kecurian. Malah waktu itu motor hilang 3 di blok ini. Yya
namanya juga maling ya, ada aja caranya.”
4. Apakah ada kegiatan-kegiatan baru yang dilaksanakan
oleh warga Rumah Susun?
Jawaban : “ada sih kegiatan dari masjid tapi semua
warga rusun dilibatin. Saya kurang tau sih, soalnya saya
jarang ikut. Harus jaga warung di rumah, belom lagi kalo
ada pesenan jahitan. Jadi ya kurang tau sama kurang aktif
ikut kegiatan-kegiatan.
5. Bagaimana hubungan yang terjadi saat ini dengan
tetangga lama?
Jawaban : “hubungannya ya baik-baik aja, masih sering
ngobrol. Kan kebanyakan tetangga lama juga pindahnya
disini. Ada juga sih yang di blok lain, tapi jarang ngobrol
kalo sama yang di blok lain. Paling ya kalau pas lagi
ketemu di jalan ya nyapa, basa-basi. Cuma ya gak
sesering dulu gitu.”
6. Apa taggapan anda mengenai tetangga-tetangga di Rumah
Susun?
Jawaban : “tetangganya baik-baik sih, kan sama aja
tetangganya sama ditempat yang dulu. Cuma ya sekarang
mah pada jarang ngumpul, pada sering dirumah.”
128
7. Bagaimana dengan adat dan budaya yang terdapat di
lingkungan Rumah Susun?
Jawaban : “adatnya gimana ya, kita sekarang gak ada
keja bakti bersihin wilayah lagi kaya dulu. Budaya nya
juag campur-campur ka disini gak cuma dari satu suku
aja, tapi macam-macam. Ada yang orang Jawa, Sunda,
Batak, Bugis, Makassar.”
8. Apakah terdapat kegiatan keagamaan di lingkungan
Rumah Susun?
Jawaban : “ ada, biasanya pengajian ibu-ibu di masjid.
Setiap blok juga ada pengajian yasinan bapak-bapak kalau
malam jum‟at.”
9. Bagaimana dengan fasilitas pendidikan yang terdapat di
Rumah Susun?
Jawaban : “disini ada paud mbak, ada 2 kalo nggak
salah. Tapi kalo SD, SMP, SMA ada di Muara Baru luar
yg kearah Pluit. Gak begitu jauh sih, soalnya masih di
lingkungan sekitar Muara Baru Juga Trus disini juga ada
bus sekolah, jadi anak-anak kalau berangkat ya naik bus
sekolah setiap pagi.”
Perubahan Interaksional
1. Apakah hubungan antara anggota keluarga masih sama
seperti dahulu saat masih tinggal di kawasan waduk pluit?
129
Jawaban : “sama aja sih kita mah hubungannya baik-baik
aja, namanya juga keluarga. Paling perah marahan ya
sebentar aja nanti baikan lagi. Baik-baik aja pokoknya
hubunganya kalo sama keuarga.”
2. Apakah interaksi terhadap keluarga serta tetangga
semakin intens ataukah berkurang semenjak berpindah ke
Rumah Susun?
Jawaban : “kalo dulu kan rumahnya saling berdempetan,
jadi pada sering ngobrol soalnya kalo kepala nengok dari
pintu sudah melihat rumah tetangga disebelah. Kalo ada
yang ngomong kencang sebelah rumahnya pasti
kedengeran. Dulu ibu-ibu sering banget ngobrol-ngobrol,
kalo sekarang sih udah jarang. Cuma sebentar aja ngobrol
nya paling ya kalo pagi trus sehabis itu ya sudah balik ke
rumah masing-masing, tutup pintu.”
3. Adakah perubahan perilaku dari setiap anggota keluarga
setelah berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “kalo perilaku gak ada sih, paling ya lebih
sedikit murung aja karena kehidupannya gak sama kaya
dulu.”
4. Bagaimana aktivitas keseharian sebelum dan sesudah
berpindah ke Rumah Susun?
130
Jawaban : “sebelum di rumah susun mah sibuk kerja aja
sih, seharian full. Gak ada berhentinya kalau disana,
pesana jahitan full terus.
5. Apakah lebih nyaman tinggal di tempat dahulu atau yang
sekarang?
Jawaban : “ya jelas di tempat tinggal
yang dulu lah mbak. Beda jauh kalo dibandingin sama
yang sekarang mah.”
131
TRANSKIP WAWANCARA
INFORMAN PENGHUNI RUMAH SUSUN MUARA BARU
Identitas Informan 2
Nama Informan : Ibu Indrayani
Umur : 34 th
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Rusun Blok 5 Lantai 2 (RT. 23 / RW. 17)
Perubahan Struktural
1. Bagaimana awal mula kejadian hingga pindah tempat
tinggal di Rumah Susun Waduk Pluit?
Jawaban : “kita kan dulu rumahnya di dekat waduk pintu
air, itu sebenarnya lahan pemerintah jadi kita kena
gusuran untuk ngebersihin waduk pluit. Waktu itu
diberitahukan pak Rt dan pak RW yang datang ke rumah-
rumah warga ngasih tau info kalu mau digusur. Kita harus
ke kecamatan biar dapet rumah susun, pembagiannya itu
secara dikocok dapet di rusun mana, lantai berapa, blok
apa waktu itu saya sendiri yang datang ke kecamatan.
Kebetulan saya dapat di blok 5 lantai 2 nomor 204.
Sebelum pindah kesini itu saya dan keluarga sempat
132
terlantar satu malam soalnya rusunnya belum beres betul.
Waktu itu sempat banyak warga yang nolak buat digusur,
tapi saya mah pasrah aja deh, lagian juga untuk
kebersihan waduk. Sempat ada ganti rugi juga selain
dapat rusun.”
2. Sudah berapa lama tinggal di Rumah Susun?
Jawaban : “kita pindah ke rusun sekitar februari tahun
2014 tapi tanggalnya lupa, ya sekitar 5 tahunan lah sudah
tinggal disini.”
3. Bagaimana kondisi kehidupan keluarga sehari-hari
sebelum dan sesudah berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “kondisi nya gak banyak berubah ya paling
jadi lebih baik aja tempat hidupnya dibandingkan dengan
yang dulu. kalo dulu kan mungkin penghasilannya lebih
banyak karena gak harus ngeluarin biaya sewa tempat
tinggal kaya sekarang.”
4. Adakah perubahan yang terjadi di dalam keluarga pasca
berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “gak ada sih ya, perubahannya gak begitu
keliatan. Paling ya tempat hidupnya sekarang lebih baik
lebih rapi teratur gak kaya dulu. Lokasinya juga gak jauh
dari tempat yang lama jadi mau kemana-mana juga dekat
dan udah tau tempatnya juga.”
133
5. Apakah terdapat perubahan peran yang terjadi di dalam
keluarga?
Jawaban : “gak ada sih, masih sama seperti dulu. Yang
mencari nafkah suami dan saya mengurus rumah tangga.”
6. Apakah terdapat perubahan mata pencaharian pasca
berpindah ke tempat yang baru?
Jawaban : “gak ada sih ya, suami saya masih kerja di
tempat yang lama karena dia kan udah tetap kerjanya jadi
karyawan swasta di daerah kota.”
7. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga pasca berpindah ke
Rumah Susun?
Jawaban : “kondisi ekonominya gak terlalu jauh beda sih
sama yang dulu. Kalo dulu kan gak ada bayar sewa
rumah, listrik juga masih subsidi, kalo sekarang ya
pengeluarannya bertambah karena harus bayar sewa
rumah susun, bayar air dan listrik juga. Listrik sekarang
bayar pake token, lebih mahal. Pernah ada subsidi di
awal-awal bulan aja pas pertama pindah.”
8. Bagaimana hubungan warga dengan perangkat wilayah?
Jawaban : “ya baik-baik aja hubungannya. Sering dikasih
tau kalo ada informasi.”
9. Bagaimana dengan fasilitas yang didapat di Rumah susun
dibandingkan dengan di Tempat yang dahulu?
134
Jawaban : “Mushola dekat, si blok sini ada mushola
sendiri ada masjid pusat juga ditengah rusun. Sekolah
juga gak terlalu jauh, transportasi juga enak ada
transjakarta kalo buat warga rusun gratis tinggal tunjukin
ktp kalau gak kartu rusun aja. Ada bus sekolah juga buat
nganter anak-anak pergi ke sekolah. Biasanya juga warga
yang tinggal di rusun bisa tebus sembako murah setiap
bulan. Bayarnya pakai kartu rusun, nanti tinggal dipotong
aja saldonya. Harga sembakonya murah banget, beda
sekali sama harga di pasar. Saya sering tebus, apalagi
beras ya buat makan sehari-hari.”
10. Bagaimana sistem pembayaran sewa di Rumah Susun?
Jawaban : “Bayarnya pake ATM Bank DKI mbak,
makanya warga rusun tuh harus buka rekening bank DKI
buat bayar sewa bulanan. Nanti kan kita kaya nabung tuh
setor duit, nah kalo mau bayar potong dari saldo yang ada
di ATM. Kalau mau beli sembako murah dari pemerintah
juga pake ATM nanti bayarnya juga motong saldo gitu.”
Perubahan Kultural
1. Apa perbedaan yang terdapat pada tempat tinggal yang
dulu dengan yang sekarang?
Jawaban : “bedanya ya kalo dulu tempatnya kumuh,
masih pakai papan dan belum ada keramiknya. Kalo
sekarang lebih rapih, sudah pake tembok dan sudah si
135
keramik. Dulu sering becek, kalo sekarang kering terus
gak pernah becek. Trus kalau disana udaranya lebih kotor
ya dibandingkan disini soalnya kalo disana kan dekat
waduk. Trus bedanya juga kalo sekarang mah kalau mau
pergi kemana-mana harus lewat tangga.”
2. Apakah terdapat perubahan kebiasaan yang terjadi di
dalam keluarga?
Jawaban : “kebiasaannya sih paling kalo dulu kan setiap
hujan harus sudah siap-siap beberes pindahin barang takut
banjir gede, kalo sekarang ada hujan ya santai-santai aja
gak ribut kaya ditempat yang lama. Trus kalo ditempat
yang lama tuh jarang beli barang-barang soalnya takut
kebanjiran. Kalo sekarang sudah punya barang ini itu
udah aman.”
3. Bagaimana dengan lingkungan di Rumah Susun?
Jawaban : “lingkungannya lumayan bersih sih
dibandingkan tempat dulu. Kalau disini kan selalu ada
petugas yang ngangkut sampah, disana mah sampah
berantakan aja. Udah gitu juga udaranya lebih bersih
disini, gak ada bau. Kalo ditempat yang lama kan dekat
waduk, jadi air waduk kecium sampe ke rumah-rumah
warga.”
4. Apakah ada kegiatan-kegiatan baru yang dilaksanakan
oleh warga Rumah Susun?
136
Jawaban : “ada sih sering diajak ngumpul sama ibu RT
untuk ikutan program pelatihan dari kelurahan kadang
dari mahasiswa Atma Jaya ngadain program keteampilan
kaya membuat kerajinan atau keterampilan masak.
Kemarin baru aja ikut keterampilan buat keripik tempe.
Kalo dulu kan anak masih kecil jadi gak bisa ikut kegiata-
kegiatan gak tau ada kegiatan apa aja, kalo sekarang anak
udah besar jadi sering ikut program-program.”
5. Bagaimana hubungan yang terjadi saat ini dengan
tetangga lama?
Jawaban : “masih sering komunikasi sama tetangga-
tetangga yang dulu soalnya banyak juga yang dapat satu
blok. Kalo sama yang beda blok paling sering sapa kalo
ketemu dijalan kalau gak sering lewat whatsapp.”
6. Apa taggapan anda mengenai tetangga-tetangga di Rumah
Susun?
Jawaban : “tetangga nya baik-baik. Kalau dikasih tau
gampang kesadarannya.”
7. Bagaimana dengan suku, adat dan budaya yang terdapat
di lingkungan Rumah Susun?
Jawaban : “kalau disini mah sukunya campur-campur,
ada yang bugis, jawa, makassar, sunda. Tapi di blok sini
lebih banyak orang Makassar nya.”
137
8. Apakah terdapat kegiatan keagamaan di lingkungan
Rumah Susun?
Jawaban : “disini ada Majelis Ta‟lim ibu-ibu, pengajian
rutin yasinan bapak-bapak di Mushola setiap malam
jum‟at di Mushola. Kalau ibu-ibunya rutin setiap minggu
ada pengajian di masjid.”
9. Bagaimana dengan fasilitas pendidikan yang terdapat di
Rumah Susun?
Jawaban : “paud disini ada lebih dari satu, MI dekat di
perempatan masjid Muara Baru, SD di dekat waduk, SMP
negeri juga ada di Bandengan sama Muara Angke, di Pluit
juga ada SMK negeri. Ada bus sekolah juga jadinya
dekat. Anak-anak rusun juga rata-rata dapat bantuan
KJP.”
Perubahan Interaksional
1. Apakah hubungan antara anggota keluarga masih sama
seperti dahulu saat masih tinggal di kawasan waduk pluit?
Jawaban : “masih sama seperti dulu gak ada yang
berubah, apalagi anak masih satu.”
2. Apakah interaksi terhadap keluarga serta tetangga
semakin intens ataukah berkurang semenjak berpindah ke
Rumah Susun?
138
Jawaban : “lebih sering interaksi ditempat yang dulu sih
karena dulu kan tempatnya dekat-dekat, kalo disini kan
rumahnya lebih tertutup. Kalo dulu kan tiap pagi ibu-ibu
pada keluar rumah, abis dari pasar ngobrol ngumpul
depan rumah. Kalo sekarang mah jarang banget
ngobrolnya juga kalo lagi ketemu aja. Kurang sih kalo
untuk interaksi sama tetangga disini, lebih sering yang
dulu.”
3. Adakah perubahan perilaku dari setiap anggota keluarga
setelah berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “Paling males untuk keluar pergi-pergi aja sih.
Kalo gak perlu-perlu banget gak akan pergi soalnya kan
sekarang mah harus naik turun tangga gak kaya dulu. Trus
kalau dulu kan rajin banget bersihbersih karena tempatnya
yang kotor dan berantakan, tp disini jadi lebih nyantai
karena tempatnya udah tertata rapih.”
4. Bagaimana aktivitas keseharian sebelum dan sesudah
berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “Aktivitasnya masih sama aja sih ya ngurus
rumah tangga, ya paling kalo ada kegiatan program
keterampilan nanti diinfoin ibu RT. Trus sekarang mah
saya suka kreditin barang sih, perabotan-perabotan gitu.
Masarinnya paling lewat whatsapp kadang suka tetangga-
tetangga ditempat yang dulu tiba-tiba dateng pesan
barang.”
139
5. Apakah lebih nyaman tinggal di tempat dahulu atau yang
sekarang?
Jawaban : “kalau nyaman sih lebih nyaman disini ya,
kalau disana tidur suka gak nyenyak, suka banyak
nyamuk, kadang ada ular juga dari waduk. Apalagi kalau
musim hujan gak nyenyak buat tidur, takut banjir. Sudah
terbiasa pokoknya hidup disini.”
140
TRANSKIP WAWANCARA
INFORMAN PENGHUNI RUMAH SUSUN MUARA BARU
Identitas Informan 3
Nama Informan : Sumarlia
Umur : 23 Tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis (Makassar)
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Rusun Blok 5 Lantai 1 (RT. 23 / RW. 17)
Perubahan Struktural
1. Bagaimana awal mula kejadian hingga pindah tempat
tinggal di Rumah Susun Waduk Pluit?
Jawaban : “Waktu itu kan karena ada banjir besar
diseluruh Jakarta pas tahun 2013-2014, saat itu saya
masih SMA kelas 11 kalau tidak salah. Banjir di sekitar
Pluit lumayan parah dan surutnya juga cukup lama.
Apalagi yang disekitar Waduk Pluit, banjirnya hampir 2
meter. Karena lokasi rumah saya di dekat bantaran Waduk
Pluit, dan saat tahun 2014 Gubernur DKI Jakarta mau
menormalisasi Waduk, akhirnya rumah-rumah disekitar
waduk pluit terkena gusuran. rumah yang dahulu digusur
dan dipindahkan ke rumah susun muara baru.”
141
2. Sudah berapa lama tinggal di Rumah Susun?
Jawaban : “sudah lumayan lama sekitar 5 tahunan, mulai
pindah ke Rumah Susun waktu itu sekitar akhir tahun
2014 dan sampai sekarang ini tahun 2019.”
3. Bagaimana kondisi kehidupan keluarga sehari-hari
sebelum dan sesudah berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “Ditempat yang dulu kondisi keluarga saya
sangat baik dan sangat berkecukupan, karna sebelumnya
keluarga saya memiliki beberapa kontarakan sebagai salah
satu sumber pemasukan sehari-hari. Tapi setelah pindah
ke Rumah Susun sumber pemasukan dari kontrakan sudah
tidak ada dan ayah saya sudah tidak bekerja. Jadi dahulu
ada pemasukan tiap bulan dari kontrakan, tapi sekarang
malah keluarga kita yang bayar sewa Rumah Susun setiap
bulannya.”
4. Adakah perubahan yang terjadi di dalam keluarga pasca
berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “Banyak banget perubahan yang terjadi
dikeluarga saya, terutama masalah ekonomi. karna
sebelumnya rumah yang saya tinggali adalah milik sendiri
jadi tidak ada beban tiap bulan untuk pembayaran sewa.
tapi semenjak pindah kerusun kita diharuskan membayar
sewa tiap bulan, dan sebelumnya keluarga saya ada
pemasukan dari uang kontrakan, tapi semenjak pindah ke
rusun, pemasukan jadi tidak ada tiap bulan karena ayah
142
saya juga sudah tidak bisa bekerja karena sakit. Jadi
sekarang yang menanggung biaya hidup keluarga saya
berasal dari hasil kerja saya dan adik perempuan saya,
adik laki-laki saya masih sekolah juga masih perlu biaya.”
5. Apakah terdapat perubahan peran yang terjadi di dalam
keluarga?
Jawaban : “ada, untuk mencukupi kebutuhan rumah
tangga keluarga, ibu saya membantu dengan berjualan
untuk pemasukan, ya bisa dibilang sekarang kepala
keluarganya adalah ibu saya. Sumber penghasilan
keluarga saya bukan dari Ayah saya lagi, tapi sudah
menjadi beban saya, adik saya, dan ibu saya. Apalagi
sekarang ayah saya sedang sakit.”
6. Apakah terdapat perubahan mata pencaharian pasca
berpindah ke tempat yang baru?
Jawaban : “iya, dulu ayah saya kan ada kontrakan,
setidaknya ada pemasukan dari penyewa kontrakan. tapi
semenjak dirusun mau tidak mau harus mencari pekerjaan
sampingan.ibu saya sekarang berjualan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarga.”
7. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga pasca berpindah ke
Rumah Susun?
Jawaban : “menurun drastis. semenjak pindah kerusun
pemasukan jadi berkurang. Pemasukan dari kontrakan
143
sudah tidak ada, jadi sekarang pemasukan hanya didapat
dari hasil jualan ibu saya, gaji saya dan adik saya.”
8. Bagaimana hubungan warga dengan perangkat wilayah?
Jawaban : “saya kurang tahu karena saya jarang berada
di rumah. Saya harus bekerja dan pulang sampai malam.
mungkin hubungannya cukup baik”
9. Bagaimana dengan fasilitas yang didapat di Rumah susun
dibandingkan dengan di Tempat yang dahulu?
Jawaban : “untuk fasilitas yang didapat sih sama saja
untuk air dan listrik. Paling bedanya ada tambahan lahan
parkir motor untuk warga rusun jadi tertata rapih. Dan
sekarang ada RPTRA di dekat rusun jadi anak-anak bisa
main disana.”
Perubahan Kultural
1. Apa perbedaan yang terdapat pada tempat tinggal yang
dulu dengan yang sekarang?
Jawaban : “kalau dulu rumah yang tinggali cukup besar
dan luas. kalau dirusun kan ukurannya sama semua Cuma
ada dua kamar, dan agak sempit untuk keluarga yang
beranggotakan 5 orang. Walaupun rumah yang dulu
lumayan besar tapi saat pembagian rumah susun keluarga
saya hanya dapat satu unit, padahal keluarga saya cukup
banyak. Terlebih lagi di rumah susun harus bolak-balik
naik tangga karena keluarga saya dapat di lantai 2.”
144
2. Apakah terdapat perubahan kebiasaan yang terjadi di
dalam keluarga?
Jawaban : “ada, biasaya tetangga sering kumpul untuk
mengobrol untuk mengisi waktu luang, kalau dirusun itu
jarang, kaya hidup sendiri-sendiri, jarang untuk
berkomunikasi. Kalau dulu kan rumahnya berdempetan
jadinya tetangga sering keluar buat ngobrol, mungkin
sekarang karena ada jarak setiap rumah trus juga
rumahnya gak sama semua satu lantai, dibagi2 jadi 6
lantai jadi mereka malas untuk ke rumah tetangga yang
lain.”
3. Bagaimana dengan lingkungan di Rumah Susun?
Jawaban : “sebenarnya lingkungannya cukup baik, tapi
kurangnya kepedulian pengelola dan warga rusun
membuat rusun yang sekarang tampak kotor dan tidak
terawat. Masih banyak sampah berserakan dan pada
bodoamat sama kebersihan.”
4. Apakah ada kegiatan-kegiatan baru yang dilaksanakan
oleh warga Rumah Susun?
Jawaban : “saya kurang tau untuk sekarang karena kan
saya dirumah kalau pulang kerja aja. biasaya kalau ada
kegiatan bersama pasti ada surat edaran dari pak RT.”
5. Bagaimana hubungan yang terjadi saat ini dengan
tetangga lama?
145
Jawaban : “ada yang masih berkomunikasi ada pula yang
tidak, karna sudah beda tempat tinggal jadi sudah jarang
untuk bertemu langsung. Paling masih sering komunikasi
sama tetangga yang tinggal satu blok atau satu lantai.
Kalo tetangga di blok yang lain jarang sih ya.”
6. Apa taggapan anda mengenai tetangga-tetangga di Rumah
Susun?
Jawaban : “baik-baik saja, karna saya sendiri jarang
berkomunikasi dengan tetangga dirusun, jadi kurang
begitu dekat dengan tetangga. Ngobrol seadanya aja kalau
lagi papasan.”
7. Bagaimana dengan adat dan budaya yang terdapat di
lingkungan Rumah Susun?
Jawaban : “warga rusun sangat menghormati untuk
perbedaan adat dan budaya yang ada karena kan kita
campur-campur gak Cuma dari satu daerah aja, tapi
macam-macam daerah yang tinggal di rusun. Tapi kita
akur dan saling menghargai.”
8. Apakah terdapat kegiatan keagamaan di lingkungan
Rumah Susun?
Jawaban : “ada, biasanya untuk perayaan maulid Nabi
Muhammad SAW selalu ada acara keagamaan. Trus
biasanya ada pegajian ibu-ibu dan yasinan bapak-bapak di
tiap blok.”
146
9. Bagaimana dengan fasilitas pendidikan yang terdapat di
Rumah Susun?
Jawaban : “untuk yang dirusun hanya terdapat sekolah
TK dan Mengaji. Kalau untuk sekolah umum agak jauh
sedikit dari rumah susun. Paling jaraknya kurang lebih
1km, tapi di rusun ada bus sekolah yang mengantar anak-
anak buat berangkat sekolah.”
Perubahan Interaksional
1. Apakah hubungan antara anggota keluarga masih sama
seperti dahulu saat masih tinggal di kawasan waduk pluit?
Jawaban : “masih sama aja seperti dulu sih, ga ada yang
berubah. Yang berubah Cuma masalah yang mencari
nafkah sekarang udah beda.”
2. Apakah interaksi terhadap keluarga serta tetangga
semakin intens ataukah berkurang semenjak berpindah ke
Rumah Susun?
Jawaban : “interaksi terhadap tetangga berkurang, karna
kebanyakan warga rusun pintunya ditutup dan jarang
keluar rumah bahkan jarang yg ada dirumah, jadi interaksi
antar tetangga kurang. Ya begitu-begitu aja kalau ada
perlunya aja interaksinya.”
147
3. Adakah perubahan perilaku dari setiap anggota keluarga
setelah berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “ada, adik saya jadi jarang pergi bermain
karna jauh dari teman-temannya yang dulu. Kalau
ditempat dulu kan rumahnya dekat-dekatan jadi dia sering
banget main keluar, klau sekarang mungkin karena teman-
teman lamanya sudah tersebar di berbagai rumah susun
makanya jadi jarang main.”
4. Bagaimana aktivitas keseharian sebelum dan sesudah
berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “dulu lebih mudah untuk beraktivitas karna
jaraknya lebih dekat, interaksi antara tengga dan teman
pun baik. namun semenjak pindah jadi lebih jauh
jaraknya, belum lagi kalau rumahnya beda lantai, males
banget buat bolak-balik naik tangga. Kalau mau pergi
juga harus prepare lebih awal. ”
5. Apakah lebih nyaman tinggal di tempat dahulu atau yang
sekarang?
Jawaban : “lebih nyaman di tempat tinggal yang dulu,
kebutuhan ekonomi stabil karna ada pemasukan tambahan
dari uang kontrakan. tempat tinggal yang dulu juga kan
enak karena tidak bayar sewa tiap bulan, dan luasnya pun
lebih besar yang dulu, hubungan tetangga pun baik. kalau
dibandingkan dangan tempat tinggal yang sekarang ya
berbeda jauh.”
148
TRANSKIP WAWANCARA
INFORMAN PENGHUNI DAN PERANGKAT WILAYAH
RUMAH SUSUN MUARA BARU
Identitas Informan 4
Nama Informan : Bpk. Andi
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis (Makassar)
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wirausaha
Rusun Blok 5 Lantai 4 (RT. 23 / RW. 17)
Perubahan Struktural
1. Bagaimana awal mula kejadian hingga pindah tempat
tinggal di Rumah Susun Waduk Pluit?
Jawaban : “Awalnya ya gara-gara digusur dari pinggiran
waduk pluit. Dulu kan banjir besar tuh, tahun 2013 apa
2014 tuh yang waktu seluruh jakarta bener-bener banjir,
ga ada aktivitas. Itu pas zaman Gubernur nya masih pak
Jokowi sebelum dia jadi Presiden. Di Pluit sini banjirnya
parah banget soalnya waduk pluit kaya jadi penampungan
air paling akhir. Makanya waktu itu Pluit lumpuh banget,
bahkan sampe ada berita kalo buaya di penangkaran lepas,
makin panik lah warga sini. Alhamdulillah nya mah
149
bantuan ada terus disini, pusatnya di depan Emporium
pluit banyak tenda-tenda kesehatan gitu. Pas banjir kita
warga pada ngungsi lah di rumah susun sini, dulu udah
jadi masih yang tahap pertama aja, tapi masih kosong
belom ada yang nempatin. Semuanya yang kebanjiran
pada nempatin unit-unit yang kosong disini, sampe
akhirnya ada pemberitahuan kalo mau digusur. Awalnya
banyak yang nolak, tapi ya mau gimana lagi kita mah
nurut aja sama pemerintah. Pas digusur juga dapet uang
ganti rugi buat hidup selain dapet rusun. Pilihannya ada 2
rusun sini sama Marunda, tapi jarang ada yang mau di
Marunda soalnya jauh. Pada rebutan lah warga supaya
dapet rusun disini.”
2. Sudah berapa lama tinggal di Rumah Susun?
Jawaban : “sudah lumayan lama ya, sekitar 5 tahunan lah
tinggal di rumah susun.”
3. Bagaimana kondisi kehidupan keluarga sehari-hari
sebelum dan sesudah berpindah ke Rumah Susun?
Jawaban : “gak banyak berubah ya, soalnya kan
tempatnya masih disini juga, disekitar Muara Baru, jadi
udah kenal semua. Tau juga tempat-tempatnya, kemana
aja deket. Kalo misalkan dipindahnya ke tempat yang jauh
kaya di Marunda mungkin bakal banyak berubah.”
150
4. Bagaimana dengan struktur kepengurusan yang berada di
wilayah sini?
Jawaban : “kalo kepengurusan sih kurang lebih masih
sama kaya dulu, masih ngikut RW 17 karena masih di
wilayah Muara Baru kan rusunnya, jadi masih satu RW.
Paling yang berubah ya perangkat RT nya, kalau disini
hitungannya satu blok itu satu RT.”
5. Apakah ada perubahan dalam pemilihan perangkat
wilayah?
Jawaban : “gak ada ya, sama seperti biasanya. Tapi disini
perangkat wilayah RT dipilihnya dari hasil musyawarah
soalnya disini gak ada yang mau jadi RT, jadinya saya
deh yang jadi RT disini.”
6. Apakah terdapat perubahan mata pencaharian pasca
berpindah ke tempat yang baru?
Jawaban : “gak ada sih ya, saya masih kerja di
pelelangan.”
7. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga pasca berpindah ke
Rumah Susun?
Jawaban : “perubahannya ya dari segi pemasukannya aja
yang berkurang sama pengeluarannya nambah. Dulu kan
ada pemasukan dari uang kontrakan, kalo sekarang udah
gak punya kontrakan jadinya gak ada pemasukan
tambahan, sekarang cuma dari hasil usaha aja. Udah gitu
151
pengeluaran juga bertambah gara-gara buat bayar sewa
rusun nya tiap bulan kan.”
8. Bagaimana hubungan warga dengan perangkat wilayah?
Jawaban : “baik-baik aja ya hubungannya sama warga,
gak ada masalah. Kalo ada yang minta bantuan ya kita
tolong apalagi kalo urus surat-surat.”
9. Bagaimana dengan fasilitas yang didapat di Rumah susun
dibandingkan dengan di Tempat yang dahulu?
Jawaban : “fasilitas di rumah susun lumayan lengkap.
Disini PAUD ada, Puskesmas ada, RPTRA buat tempat
main anak-anak ada, masjid juga ada di tengah-tengah. Di
setiap blok juga ada mushola nya masing-masing, cuma
ya kalo mushola gak ada tempat wudhu nya, jadi kalo
wudhu dari rumah sendiri. Warga rusun juga kalo naik
Busway gratis, tinggal tunjukin aja kartu rusunnya, ada
bus sekolah juga buat anter anak-anak. Setiap bulan juga
warga bisa tebus sembako murah dari pemeritah,
bayarnya pake saldo Bank DKI.”
Perubahan Kultural
1. Apa perbedaan yang terdapat pada tempat tinggal yang
dulu dengan yang sekarang?
Jawaban : “beda nya ya kalo dulu rumahnya dibawah,
sekarang mah ada diatas, di lantai 4. Dulu Cuma bayar air
152
sama listrik, kalo sekarang mah tiap bulan ditambah harus
bayar sewa rumah susun, listrik sama air.
2. Apakah terdapat perubahan kebiasaan yang terjadi di
dalam keluarga?
Jawaban : “kebiasaannya sih gak terlalu banyak berubah
ya. Paling kalau dulu sering keluar jalan-jalan di sekitar
lingkungan kalo sekarang jadi jarang, lebih sering di
rumah. Capek sih ya kalo harus bolak-balik naik turun
tangga. Trus kalo disini ya lebih aman kalo pas musim
hujan soalnya rumahnya tinggi di lantai 4, gak kaya
rumah dulu. Dulu mah sering was-was kalo musim ujan
takut ujannya gak berhenti-berhenti, jadi banjir. Kalo udh
mau banjir harus siap-siap beresin barang biar gak kena
banjir.”
3. Bagaimana dengan lingkungan di Rumah Susun?
Jawaban : “lingkungannya enak ya, bersih, nyaman
kalau dibanding sama tempat dulu kan kotor bau juga
karena dekat waduk. Disini juga aman sih ada satpam
yang jaga 24 jam, walaupun pas awal-awal pindah tuh ada
beberapa yang kecolongan. Motor pernah hilang di blok 5,
mungkin karena dulu belum terkontrol kali ya.”
4. Apakah ada kegiatan-kegiatan baru yang dilaksanakan
oleh warga Rumah Susun?
153
Jawaban : “kalo kegiatan baru biasanya ibu-ibu disini
yang aktif. Sering ada kegiatan-kegiatan pelatihan gitu.
Kelurahan sering ngadain pelatihan buat ibu-ibu disini.
Semacam pelatihan keterampilan atau masak-masak gitu.
Mahasiswa Atma Jaya juga sering ngadain kegiatan sama
ibu-ibu rusun juga, tugas dari kampusnya sering banget
kerja sama di wilayah sini.”
5. Bagaimana hubungan yang terjadi saat ini dengan
tetangga lama?
Jawaban : “sama tetangga lama baik-baik aja, masih
suka ngbrol. Ngobrolnya ya kalo lagi ketemu aja, tapi kan
sekarang mah jarang ketemu soalnya udah pada nyebar
juga tetangga lama gak semuanya dapet unit rusun yang
sama. Jadi pada mencar-mencar di seluruh blok rumah
susun.”
6. Apa taggapan anda mengenai tetangga-tetangga di Rumah
Susun?
Jawaban : “tetangga nya baik-baik sih ya, tapi ya
namanya juga tinggal di rusun rumahnya pada berjarak.
Hubungan mah baik sama tetangga sini, cuma ya gak kaya
pas tinggal di tempat lama. Gak sedeket sama tetangga-
tetangga yang dulu.”
7. Bagaimana dengan adat dan budaya yang terdapat di
lingkungan Rumah Susun?
154
Jawaban : “adat sama budayanya campur-campur ya.
Disini banyak orang Makassar, Jawa, Sunda pada rukun.
Saling mengerti sama sifat yang orang suku ini, suku itu.
Namanya juga hidup bertetangga, kan harus saling
ngerti.”
8. Apakah terdapat kegiatan keagamaan di lingkungan
Rumah Susun?
Jawaban : “ada di masjid pengajian ibu-ibu. Di setiap
blok juga biasanya ada yasinan bapak-bapak. Kalo di blok
sini yasinannya di mushola lantai 2.”
9. Bagaimana dengan fasilitas pendidikan yang terdapat di
Rumah Susun?
Jawaban : “disini sekolah dekat, masih di sekitar muara
baru ada SD, MI, SMP. SMA juga ada di Muara Angke
sama di Bandengan. PAUD gak usah jauh-jauh, di rumah
susun juga ada. Kalo berangkat sekolah juga udah enak
anak-anak mah, tinggal naik bus sekolah di depan gerbang
rusun, gratis gak usah bayar. Udah gitu dapet KJP juga
anak-anak yang sekolah. Udah enak deh anak yang
sekolah sekarang mah, semua dipenuhi sama pemerintah.
Perubahan Interaksional
1. Apakah hubungan antara anggota keluarga masih sama
seperti dahulu saat masih tinggal di kawasan waduk pluit?
155
Jawaban : “masih sama sih hubungannya baik-baik aja
gak ada yang berubah, rukun terus pokoknya.”
2. Apakah interaksi terhadap keluarga serta tetangga
semakin intens ataukah berkurang semenjak berpindah ke
Rumah Susun?
Jawaban : “kalo sama keluarga masih kaya dulu, tapi
kalo sama tetangga agak berkurang semenjak pindah
kesini. Mungkin karena pada males keluar ya males naik
turun tangga. Lebih sering di dalem rumah kalo orang-
orang rusun sini. Kalo dulu kan ibu-ibu sering banget
ngumpul tuh, biasa ngegosip namanya juga ibu-bu. Dikit-
dikit ngumpul ngegosip, kalo sekarang udah jarang
banget.”
3. Apakah lebih nyaman tinggal di tempat dahulu atau yang
sekarang?
Jawaban : “kalau nyaman sih saya dan keluarga lebih
nyaman tinggal di rumah yang lama walaupun sederhana.
Karena rumah yang dulu kan kita gak ngontrak, setiap
bulan gak harus ngeluarin biaya buat bayar sewa kaya di
rumah susun ini.”
156
TRANSKIP WAWANCARA
INFORMAN STAF PENGELOLA RUMAH SUSUN
MUARA BARU
Identitas Informan 5
Nama Informan : Ibu Dimitra
Umur : 34 Th
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pengelola Rumah Susun Muara Baru
(Staf Sarana dan Prasarana Rumah Susun)
Alamat : Bekasi, Jawa Barat
Profil Rumah Susun Muara Baru dan Kehidupan Warga
1. Apa nama resmi dari Rumah Susun disini?
Jawaban : “nama resmi nya Rumah Susun Muara Baru,
tapi pada sering nyebutnya Rumah Susun Waduk Pluit
gara-gara warganya pindahan dari Waduk Pluit.”
2. Kapan saja jadwal operasional kantor pengelola Rumah
Susun Muara Baru?
157
Jawaban : “buka setiap hari kecuali hari libur tanggal
merah sama hari minggu itu kita tutup, gak beroperasi.
Kalau senin sampai kamis aktif dari jam 08.00 s.d 16.00,
kalau hari jumat aktif dari jam 08.00 s.d 16.30. hari jum‟at
agak lama soalnya kan kepotong solat jum‟at.”
3. Bagaimana awal mula dibangunnya Rumah Susun Muara
Baru?
Jawaban : “awal mulanya rumah susun muara baru
dibangun pada tahun 2009 saat itu, alasannya ya karena
memang dipersiapkan untuk warga yang akan digusur dari
waduk pluit dan taman burung. Rumah susun muara baru
memang dikhususkan untuk warga kalangan menengah
kebawah. Totalnya ada 12 blok, per blok itu terhitung 1
RT, setiap bloknya ada 100 unit/ 100kk. Per lantai terdpat
20 unit, satu blok ada 6 lantai dimulai dari lantai dasar
sampe lantai 5, jadi totalnya ada 1200 unit di 12 blok.
4. Terdapat berapa tahap dalam pembangunan Rumah Susun
Muara Baru?
Jawaban : “kalo untuk pembangunannya itu ada 2 tahap.
Waktu itu pembangunan tahap pertama baru dibangun 4
blok itu tahun 2009, blok A,B,C dan D. Tahap kedua
dibangun sekitar tahun 2013 dibangun 8 blok, nama
bloknya dimulai dari blok 5 s.d blok 12.”
5. Bagaimana dengan sistem pembagian Unit Rumah Susun?
158
Jawaban : “sebelum benar-benar digusur, warga disuruh
datang ke kecamatan sama pihak RT dan RW, nah
dikecamatan dikocok untuk pembagian unit nya jadi
pembagiannya secara acak. Warga gak bisa milih mau di
lantai berapa, di blok apa disebelah mana.”
6. Bagaimana dengan lingkungan rumah susun Muara Baru?
Jawaban : “lingkungannya ya begini ya kurang bersih.
Warga rusun jorok jarang buang sampah di penampungan,
mungkin kebiasaannya dia kali ya buang sampah
langsung tinggal lempar di waduk. Trus disini juga jarang
ada kerja bakti kurang aktif RT nya.”
7. Bagaimana sistem pembayaran sewa rumah susun?
Jawaban : “Di rumah susun disediain ATM Bank DKI.
Warga harus buka tabungan Bank DKI buat bayar sewa
bulanan. Jadi sekarang sudah pakai ATM lebih
memudahkan warga, gak sistem manual lagi kaya dulu
yang harus antri dan bayar tunai. ATM DKI nya harus
diisi saldo kaya sistem nabung gitu, nanti saat bayar
motong dari saldo di ATM jadi saldonya harus cukup.”
8. Bagaimana dengan fasilitas yang ada di Rumah Susun?
Jawaban : “kalau untuk fasilitas disini ada PAUD,
Puskesmas, Masjid Jami Daarul Falah, Koperasi Seraya
Bakti di Blok D, Mushola di tiap-tiap blok, ATM Bank
DKI, Lapangan Volly, RPTRA. Disini juga udah pakai
159
PAM dan ada teknisinya dari PALYJA, ada petugas
kebersihan juga yang setiap hari ambil sampah
dipenampungan setiap blok.”
9. Bagaimana dengan pengelolaan keamanan di Rumah
Susun?
Jawaban : “pernah beberapa kali ada kehilangan pas
awal-awal warga baru pindah. Jadi sekarang ada petugas
keamanan security yang erjaga 24 jam di depan gerbang.”
10. Bagaimana jika ada tunggakan pembayaran sewa yang
belum dibayar?
Jawaban : “kalo ada warga yang nunggak, pertama kisah
kasi surat peringatan 1 dulu, dikasih teguran. Kalau
beberapa bulan setelah sp1 masih belum bayar barulah
dikasih sp2, itu udah dikasih suratnya. Kalo masih belum
bayar tunggakan juga sampai batas waktu 6-12 bulan nah
baru lah unit rumah susunnya kita segel. Kalau mau tebus
harus lunasin tunggakannya dulu. Tapi banyak sih ya
warga sini yang nunggak.”
160
Lampiran 7
FOTO DOKUMENTASI
Kondisi Rumah Susun yang Dibangun pada Tahap Pertama
Kondisi Rumah Susun yang Dibangun pada Tahap Kedua
161
Kondisi Bagian Dalam Bangunan Rumah Susun Muara Baru di
Lantai 2
Suasana di Lantai Dasar Rumah Susun Muara Baru
162
Fasilitas Bus Sekolah dan Transjakarta untuk Warga Rumah Susun
Secara Gratis
Masji Jami Daarul Falah di Komplek Bangunan Rumah Susun dan
Mushola di Blok 5
Tempat Bermain Anak-Anak
163
Wawancara dengan Informan dan Narasumber
Usaha Jahit Baju milik Ibu Asih
Warung Usaha Milik Bapak Zainal dan Ibu Asih