Upload
nusantara-knowledge
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
1/15
1
PERUBAHAN WUJUD FISIK RUMAH TRADISIONAL MINAHASA
DI KOTA TOMOHON DAN TONDANO PROVINSI SULAWESI UTARA
(DESA TONSEALAMA DAN DESA RURUKAN)
Debbie A.J.Harimu1)
, Shirly WUNAS2)
ABSTRAK
The purpose of this presentation is to explain the characteristics physical changes traditional
minahasa house in the center of town (urban) and out of town (rural) also factors that
influence these whole changes, through describing changes on house form also factors thatinfluence these changes. This research uses qualitatif descriptive method through inductive
analysis. Data collection method uses observation, document collection, in depth interview,
measuring and literature.
The object are minahasa traditional houses in Tonsealama (Tondano city) and Rurukan
(Tomohon city) that was built in 1897 to 1945. The result indicates, most changes after 1900are space pattern and space function, and followed by material and construction changes.
There were not many different with physical changes traditional house in Kota Tondano andKota Tomohon. Factors that influence physical form change are exogeen and indogeen
factors.
Key word : Phisical form, traditional house, culture.
Pembahasan ini bertujuan untuk menjelaskan karakteristik perubahan wujud fisik rumahtradisional minahasa di wilayah kota dan di periphery kota serta faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahanperubahan tersebut, dengan cara mendiskripsikan perubahan yangterjadi pada wujud fisik rumah serta faktorfaktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Tipe penelitian kualitatif deskriptif dengan analisis induktif. Metode pengambilan data
dengan observasi, wawancara secara mendalam, pemeriksaan dokumen dan sketsa
konstruksi wujud fisik rumah.Objek pengamatan adalah unit rumah tradisional minahasa di desa Tonsealama (Kota
Tondano) dan di desa Rurukan (Kota Tomohon) yang dibangun tahun 1897-1945. Hasil
penelitian menunjukkan perubahan terbesar adalah sesudah tahun 1900, pada pola ruang danfungsi ruang, kemudian perubahan material dan konstruksi. Tidak terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap perubahan wujud fisik rumah tradisional pada kedua desa di Kota
Tomohon dan Kota Tondano. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan wujud fisikadalah, faktor dari luar dan faktor dari dalam masyarakat minahasa sendiri.
Kata kunci : bentuk fisik, Rumah Tradisional, dan Budaya Masyarakat.
1)Debbie A.J.Harimu, ST, MT. Fakultas Teknik Unima, e-mail : [email protected]
2)Dr.Ir.Shirly WUNAS, Fakultas Teknik Unhas, e-mail : [email protected]
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
2/15
2
PENDAHULUAN
Arsitektur tradisional yang memiliki unsur identitas budaya akan segera punah, akibat
dari perubahan nilai-nilai tradisional yang disertai lemahnya kemampuan ekonomi
penghuninya. Sardadi dalam Budihardjo (1997) menyatakan bahwa kemajuan teknologi,
sarana komunikasi dan semakin transparannya masyarakat telah membuat perubahan nilai-
nilai rumah tradisional. Sesuai Turner (1976), rumah selalu berkembang seiring dengan
kondisi sosial dan ekonomi penghuninya, dan menurut Kirmanto (2001), rumah merupakan
simbol status sosial bagi pemiliknya, cerminan jati diri (jaminan dan pengakuan akan
eksisitensi diri dan keluarga dalam masyarakat), dan investasi yang menjamin kelangsungan
status dan kehidupan sosial. Menurut Silas (2000), rumah beserta lingkungannya dapat
melambangkan peradaban manusia dan dapat menjadi cermin jati diri dan taraf hidup
penghuninya, sebagai gambaran perikehidupan dan penghidupan yang menyeluruh.
Rumah tradisional dapat diartikan sebagai rumah yang dibangun dan digunakan
dengan cara yang sama sejak beberapa generasi. Tradisi bukan suatu yang lestari, melainkan
tetap mengalami perubahan/ transformasi (.Yudohusodo, 1991). Menurut Budhisantoso
dalam Budihardjo (1996), Bangunan tradisional sebagai cermin nilai budaya masih jelas
tergambar dalam perwujudan bentuk, struktur, tata ruang dan hiasannya. Bentuk fisik rumah
tradisional walaupun tidak mengabaikan rasa keindahan (estetika), namun tetap terikat oleh
nilai nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat. Jika ditelusuri perkembangan arsitektur
selama beberapa abad lalu, maka telah terjadi pergeseran arsitektur dipandang dari cara orang
membangun, yaitu dari kerajinan tangan ke mekanisasi. Di masa lalu karya arsitektur
merupakan produksi setempat, produksi yang dirancang dan dibangun sesuai dengan
ketrampilan setempat, memakai bahan setempat. Sekarang bergeser menjadi hasil susunan
komponen industri. Seiring dengan perubahan tersebut, Sidharta dalam Budihardjo (1997)
mengkhawatirkan, dan memprediksi kemungkinan budaya Indonesia akan hilang, dan
mengusulkan kepada para Arsitek Indonesia untuk dapat mensenyawakan inovasi dan
teknologi baru dengan kaidah kaidah perencanaan arsitektur yang bersumber dari daerah
tempat bangunan berpijak, mempertimbangkan norma, dan tingkah laku pemakainya.
Rumah tradisional Minahasa sebagai identitas lokal tidak luput dari fenomena
perubahan. Di beberapa kota Propinsi Sulawesi Utara, seperti kota Tomohon, kota
Kawangkoan, kota Airmadidi, kota Tondano dan sekitarnya tidak banyak ditemukan rumah
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
3/15
3
tradisional, umumnya rumah tradisional yang tersisa sudah direnovasi atau diubah pada
bagianbagian tertentu, walaupun beberapa unsurunsur unik tetap dipertahankan.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka pembahasan ini bertujuan untuk
menjelaskan karakteristik perubahan wujud fisik rumah tradisional minahasa di wilayah kota
dan di periphery kota serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahanperubahan tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Rumah tradisional merupakan bagian dari kebudayaan fisik yaitu kebutuhan benda-
benda hasil karya manusia. Menurut Widiarso dalam Santosa (2000), rumah tradisional
Nusantara beratapkan rumbia/ ijuk, dan berdinding bilah kayu/ bambu. Menurut Prijotomo
(1999), arsitektur Indonesia adalah arsitektur rumah panggung dari kayu, yaitu teknik
konstruksi yang mempergunakan sambungan tanpa paku atau alat dan bahan penyambung
selain kayu. Bahkan Mangunwijaya dalam Budihardjo (1996) menjelaskan prinsip rumah
panggung tersebar dalam kebudayaan Indonesia, Jepang dan Hawai. Ciri umum dari rumah
panggung adalah rumah dibangun dengan bertiang, lantai rumah di atas tanah, terbuat dari
papan atau bambu, kecuali bagian dapur tidak berkolong (Adimihardja 1999).
Demikian halnya di Minahasa, rumah tradisional berbentuk rumah panggung atau
rumah kolong, baik yang terdapat di atas air maupun di dataran. Bahan material yang
dipergunakan umumnya adalah kayu dari jenis pohon yang diambil dari hutan, yaitu kayu
besi, linggua, jenis kayu cempaka utan atau pohon wasian /michelia celebia, jenis kayu nantu/
palagium obtusifolium, dan kayu maumbi/artocarpus dayphyla mig(Watuseke 1995). Kayu
besi digunakan untuk tiang, kayu cempaka untuk dinding dan lantai rumah, kayu nantu
untuk rangka atap. Bagi masyarakat strata ekonomi rendah menggunakan bambu petung/ bulu
jawa untuk tiang, rangka atap dan nibong untuk lantai rumah, untuk dinding dipakai bambu
yang dipecah.
Arsitektur rumah tradisional Minahasa dapat dibagi dalam periode sebelum gempa
bumi tahun 1845 dan periode pasca gempa bumi 1845-1945. Sesuai Mamengko (2002),
sebelum 1845 adalah masa Tumani, sebelum kedatangan bangsa-bangsa barat di Minahasa,
masyarakat telah membuat rumah yang besar di atas tiang-tiang tinggi besar, rumah dihuni
10-20 keluarga batih. Dibangun secara gotong-royong/ mapalus (lihat gambar 1).
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
4/15
4
Karakteristik konstruksinya, rangka atapnya adalah gabungan bentuk pelana dan limas,
konstruksi kayu/ bambu batangan, diikat dengan tali ijuk pada usuk dari bambu, badan
bangunan menggunakan konstruksi kayu dan sistem sambungan pen, kolong bangunan
terdiri dari 16-18 tiang penyangga dengan ukuran 80-200 cm (ukuran dapat dipeluk oleh
dua orang dewasa) dengan tinggi tingginya 3-5 cm, tangga dari akar pohon besar atau bambu
Karakteristik ruang dalam rumah, hanya terdapat satu ruang bangsal untuk semua kegiatan
penghuninya. Pembatas territorial adalah dengan merentangkan rotan atau tali ijuk dan
menggantungkan tikar (Graafland,1898). Orientasi rumah menghadap ke arah yang
ditentukan oleh Tonaas yang memperoleh petunjuk dari Empung Walian Wangko (Tuhan).
Gambar 1 Rumah Tradisional Minahasa
tahun 1821. Sumber : Supit 1986;198
Gambar 2 Rumah Tradisional Minahasa
tahun 1900. Sumber : Supit 1986; 50
Konstruksi rumah tradisional Minahasa tahun 1845-1945 (gambar 2)., mempunyai
karakteristik yang hampir sama dengan sebelumnya, yaitu atap bentuk pelana atau gabungan
antara bentuk pelana dan limas, demikian juga pada kerangka badan bangunan rumah yang
terdiri dari kayu dengan sambungan pen, dan kolong rumah terdiri dari 16-18 tiang
penyanggah. Perbedaanya hanya tiang penyanggah berukuran lebih kecil dan lebih pendek
dari masa sebelumnya, yaitu sebesar 30/30 cm atau 40/40 cm, tinggi 1,5-2,5 meter.
Karakteristik ruang dalam rumah masa 1845-1945 adalah berbeda dengan
sebelumnya, karena sudah terdapat beberapa kamar, seperti badan rumah terdepan berfungsi
sebagai ruang tamu/ ruang setup emperan, ruang tengah/ pores difungsikan untuk menerima
kerabat dekat, dan ruang tidur untuk orang tua dan anak perempuan, ruang tengah belakang
tempat lumbung padi (sangkor). Ruang masak terpisah pada bangunan lainnya. Fungsi
loteng/ soldor adalah sama dengan masa sebelumnya yang diperuntukkan menyimpan hasil
panen (gambar 3 dan gambar 4).
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
5/15
5
Gambar 3. denah rumah tradisional
minahasa, tahun 1845-1945.
Gambar 4, lay out rumah tradisional
minahasa, tahun 1845-1945.
METODE PENELITIAN
Objek pengamatan dalam penelitian ini adalah semua unit rumah tradisional Minahasa
yang masih ada di Desa Tonsealama 11 rumah (Kota Tondano) dan di Desa Rurukan 9 rumah
(Kota Tomohon) yang dibangun tahun 1897-1945. Adapun pertimbangan memilih dua desa
ini karena:1. Ke-dua desa terletak di daerah pegunungan ini mewakili ciri khas orang
Minahasa. Objek penelitian adalah rumah tradisional Minahasa yaitu rumah tradisional dari
masyarakat Minahasa yang dikenal dengan nama Bergbewoners atau Bergbevolking atau
Alfoerenyang menurut istilah setempat disebut Orang Gunung. 2). Kedua desa memiliki
rumahrumah tua yang memenuhi kriteria tradisional paling banyak di bandingkan desa-desa
lain di Minahasa. Tipe Penelitian kualitatif deskriptif dengan analisis induktif. Metode
pengambilan data dengan observasi, wawancara secara mendalam, pemeriksaan dokumen
dan sketsa konstruksi wujud fisik rumah.
Perubahan bentuk fisik rumah tradisional Minahasa di Kota Tondano/ Desa
Tonsealama (rural) dan Kota Tomohon/ Desa Rurukan (urban) dinilai dari 1) aspek fisik darikonstruksi atap, kolong, tangga, pintu jendela dan sambungan kayu, 2) aspek material dari
penutup atap, rangka atap, kolong, tangga dan pintu jendela. Faktor pengaruh dinilai dari
agama, pendidikan, pekerjaan, status sosial, struktur keluarga, teknologi dan status
kepemilikan. Metode analisis yang dipakai adalah secara kualitatif dengan analisis data
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
6/15
6
secara induktif. Data diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam
dengan pemilik rumah.
Skala pengukuran yang dipergunakan adalah berdasarkan prosentase rata-rata
perubahan dari aspek-aspek fisik seluruh populasi masing-masing di kedua desa yang
dikategorikan perubahan besar jika terjadi 67%-100%, perubahan sedang jika 35%-66% dan
perubahan kecil/ hampir tidak terjadi perubahan jika < 34%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di
Desa Tonsealama Kecamatan
Airmadidi Kota Tondano dan Desa
Rurukan Kecamatan Tomohon,
Kota Tomohon. Luas Desa
Tonsealama adalah 1.033,5 ha,
terdapat 450 KK (2003), rata rata 5-6
jiwa/KK, dan 73,82% mempunyai
pendidikan dasar (
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
7/15
7
melalui sungai Ruruk. Pada tanggal 19 April 1948 perkampungan diresmikan sebagai satu
desa dengan nama Rurukan. Pada tahun 1970 penduduk menjadi petani agribisnis, dan 1990
menjadi desa agrowisata.
2. Perubahan Fisik Rumah Tradisional Minahasa
Material rangka atap yang dipakai adalah kayu, dan untuk penutup/ pelapis atap
digunakan daun rumbia. Perubahan bentuk dan konstruksi atap yang terdapat di Desa
Tonsealama terdapat 72,7%, dan di Desa Rurukan terdapat 88,9%.
Perubahan fisik rumah tradisional Minahasa nampak pada perubahan konstruksi dan material,
sebagai berikut:
1) Perubahan konstruksi atap kasau di Desa Tonsealama menjadi konstruksi atap peran
dengan kuda kuda berdiri, perubahan dilakukan setelah 30-40 tahun pembangunan ( pada
waktu daya tahan kayu menurun sesuai dengan umur konstruksi kayu).
Gambar 6. Variasi perubahan bentuk atap di desa Tonsealama
Di Desa Rurukan, masyarakat tetap mempertahankan konstruksi atap rumahnya, baik dalam
bentuk konstruksi atap kasau ataupun atap peran.
tahun 1900 tahun 2003
Gambar 7. Rumah didirikan tahun 1915 di desa Tonsealama yang pada tahun 2003
diubah material penutup atap rumbia menjadi atap seng.
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
8/15
8
Material konstruksi atap rumbia diganti dengan atap seng. Perubahan material konstruksi
atap di Desa Tonsealama, dilakukan sejak tahun 1920 sampai saat ini, dan di Desa
Rurukan perubahan dilakukan sejak 1932 sampai saat ini. Sesuai penuturan penghuni
rumah, umur atap rumbia adalah 10-15 tahun, dan saat ini material atap rumbia sulit
diperoleh dan kualitasnya menurun karena masa pakainya hanya 1-3 tahun.
2) .Rangka badan rumah tetap, tetapi perubahan nampak pada pengisi konstruksi dinding dan
konstruksi jendela. Perubahan konstruksi dinding terjadi setelah bangunan rumah
berumur 70 tahun. Material konstruksi dinding terpasang horisontal dirubah dengan
memasang secara vertikal (khususnya di Desa Tonsealama). Konstruksi jendela 2 sayap
diubah menjadi jendela kaca nako/ jalusi (di Desa Tonsealama dan Desa Rurukan).
Konstruksi awal Konstruksi yang telah berubah
Gambar 8.
Konstruksi jendela tanpaengsel (kanan)
Gambar 9. Jendela kaca nako pada rumah R8 di Rurukan
(kiri) dan di rumah T6 di Tonsealama (kanan)Sumber: Pegamatan lapangan Maret 2003.
3) Perubahan konstruksi kolong rumah terdapat di Desa Rurukan dan Tonsealama, yaitu
perubahan pada peran bantalan bawah yang telah diabaikan, akibat dari pengaruh umur
bangunan, kayu lapuk dan hancur. Dampaknya nampak pada struktur rumah yang labil,
terutama bila beban hidup yang diterima besar. Perubahan juga nampak pada batu alas
watulaneiyang sudah tenggelam dalam tanah dan diganti dengan beton cor. Perubahan
tiang kolong kayu diganti dengan tiang beton, sehingga tidak memerlukan elemen
bantalan bawah, skor dan batu alas.
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
9/15
9
Tinggi kolong rumah tetap dipertahankan 1,5-2,5 meter, karena kolong rumah
dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari. Namun demikian beberapa rumah tradisional
Minahasa di Desa Rurukan telah merubah tinggi kolong rumah yang sesuai dengan
ukuran dan kualitas kayu, seperti ungkapan dari Pongoh Bogia, rumah yang didirikan
tahun 1925, dan Pondaa Makarawung, rumah yang didirikan tahun 1935 :
Ung kayu-kayu pa wangker aki pasar sa sangkeran kayu-kayu sombor, sengkayu sii doi ketawan ung keketedan wo ung keawetan na.
.
Gambar 10. Konstruksi awal. Sambungan Tiang penyanggah dengan Kancingan dobel
Konstruksi kolom tidak lagi ada kancingan bawah dan rumah tidak
diletakkan di atas watulinei diganti dengan beton cor
Konstruksi kolom tidak lagi ada
kancingan bawah/Bantalan bawah
Gambar 11. Konstruksi kolong/ Tiang penyanggah setelah mengalami perubahan
4) Perubahan elemen tangga ditinjau dari posisi/ perletakan tangga dan jumlah anak tangga.
Di Desa Tonsealama masih terdapat (54,5%) rumah tradisional Minahasa yang
mempertahankan posisi 2 buah tangga di depan rumah, terletak di samping kiri dan kanan
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
10/15
10
depan rumah, terletak segaris berlawanan arah, dengan jumlah anak tangga ganjil. Posisi
letak tangga di Desa Rurukan berbeda, terdapat 66,7% rumah tradisional yang masih
mempertahankan masing masing 1 buah tangga yang terletak di depan dan di belakang
rumah, pada posisi samping kiri atau kanan rumah, posisi berlawanan arah dan jumlah
anak tangga ganjil. Adapun material kayu untuk tangga tetap dipertahankan di Desa
Rurukan, tetapi 54,5% rumah tradisional Minahasa di Desa Tonsealama telah mengganti
tangga kayu menjadi tangga beton.
Gambar 12. Konstruksi awal dua tangga kayu di depan rumah
Didirikan tahun 1907 Didirikan tahun 1920
Gambar 13. Rumah yang mengalami perubahan dari konstruksi tangga kayu diganti
konstruksi tangga beton.
5) Perubahan fungsi dan pola ruang.(1) Ruang Loteng. Ruang loteng pada rumah tradisional
Minahasa periode 18451945 memiliki fungsi antara lain sebagai kamar tidur anak laki
laki, tempat menyimpan hasil kebun. Fungsi ini kemudian berkembang menjadi tempat
menjemur pakaian di musim hujan, menyimpan barangbarang atau gudang. Sejak listrik
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
11/15
11
masuk desa ruang loteng tidak difungsikan lagi. (2) Ruang Kolong. Di desa Tonsealama
72.7% dan di desa Rurukan 33.3% telah mengalami perubahan. Lancarnya arus
transportasi dan mobilisasi penduduk dari desa ke desa menimbulkan iklim preventif.
Di Tonsealama ada yang menjadikan tempat menjual makanan, disewakan untuk
menitipkan bendi/delman atau disewakan. Di desa Rurukan disewakan untuk menyimpan
kuda pacu. (3) Fungsi kamar tidur tidak mengalami perubahan. (4) Ruang tengah
belakang. Di ruang ini tidak lagi ditempatkan sankor atau lumbung padi, tetapi hanya
difungsikan untuk ruang makan atau ruang keluarga atau ruang belajar.
Gambar 16. Variasi perubahan pola ruang.
Keterangan1.Teras 3. Kamar Tidur 5. Teras belakang
2. Porest 4. Rg tengah belakang 6. Dapur
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
12/15
12
(6) Dapur. Terjadi penegasan fungsi dapur. Fungsi dapur menjadi lebih khusus sebagai
tempat memasak saja di dapur kering dan tempat mencuci peralatan dapur dan bahan untuk
dimasak di dapur basah. (7)Pola rumah tradisional Minahasa di desa Tonsealama berbeda
dengan di desa Rurukan. Di desa Tonsealama, denah awalnya simetris, sama dengan bentuk
asli rumah tradisional Minahasa. Di desa Rurukan sejak didirikannya, denah awal rumah
telah asimetris. Di desa Tonsealama terdapat 72.7% rumah dan di desa Rurukan hanya 11,1
% yang pola tatanan ruang awalnya sama dengan bentuk asli, 88.9% lainnya telah berubah.
Kamar tidur tambahan diletakkan di depan atau di belakang pada salah satu sisi letak kamar
tidur yang ada. Perubahan lain adalah perubahan perletakan dapur. Saat didirikan letak dapur
terpisah dari rumah utama/induk. Sekarang dapur ditempatkan di dalam rumah utama/induk
berdampingan dengan ruang makandan dapur sabua dijadikan dapur basah.
3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Fisik dan Perubahan Penggunaan
Ruang Dalam Rumah Tradisional Minahasa
Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan fisik konstruksi rumah tradisional
Minahasa adalah; 1)Faktor status kepemilikan rumah dan lahan mempengaruhi kualitas
perawatan fisik rumah, sesuai Turner (1976), tanpa adanya jaminan kepastian tentang status
kepemilikan rumah dan lahan, penghuni rumah tidak merasa aman untuk menginvestasikan
dananya pada rumah tempat tinggalnya. Akibatnya kayu lapuk, dan diganti seadanya telah
mempengaruhi sistim konstruksi rumah tradisionalnya 2)Faktor ekonomi penghuni
mempengaruhi perubahan material konstruksi rumah. Penggunaan material-material baru
pada rumah tinggal menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi penghuninya.
Adapun faktor faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan ruang dalam rumah
adalah; 1) Faktor kebutuhan ruang, karena bagi keluarga di Desa Tonsealama dan Rurukan,
rumah tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman saja,
tetapi telah meningkat pada kebutuhan untuk bersosialisasi. Ruang tidur dipindahkan pada
satu sisi bangunan, untuk memperoleh ruang tamu yang luas untuk dapat beribadah bersama
keluarga dan tetangga di lingkungannya (aktivitas beribadah kolom).2) Faktor perkembangan
teknologi juga mempengaruhi perubahan fisik rumah, karena pengolahan hasil produksi
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
13/15
13
padi, jagung sudah mempergunakan mesin pemipil dan mesin pemilah, sehingga penghuni
rumah tidak membutuhkan lagi ruang penyimpanan di loteng atau sangkor.
KESIMPULAN
Wujud fisik rumah tradisional Minahasa mengalami perubahan, tetapi tingkat perubahan
fisik rumah tradisional Minahasa untuk konstruksi relatif kecil (
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
14/15
14
100
54.5
0 0
63.6
72.7
81.8
0 0
100
33.3
0 0
22.2
11.1
33.3
0 0
0
20
40
60
80
100
120
LOTENG
TERAS
RG.TAMU
RGTIDUR
RGTENGAH
TERAS
BELAKANG
KOLONG
DAPUR
MCK
1 2 3 4 5 6 7 8 9
ATAP INTI KOLONG LUAR INDUK
TONSEALAMA n=11
RURUKAN n=9
Tonsealama
41.4%
Rurukan
18.5%
Gambar 19. Histogram volume perubahan fungsi ruang
0.9
90.1 90.1 90.1 90.1 90.1
18.2
22.2
88.9 88.9 88.9 88.9 88.9
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
TERAS -
MELINTANG DI
DEPAN
RG.TAMU-
MELINTANG DI
DEPAN
RG TIDUR-
SIMETRIS DI
TENGAH
RG TENGAH-
MELINTANG DI
TENGAH
TERAS
BELAKANG-
MELINTANG DI
BELAKANG
DAPUR-
DILUAR
RUMAH INDUK
MCK- DILUAR
RUMAH INDUK
1 2 3 4 5 6 7
INTI
TONSEALAMA n=11
RURUKAN n=9
Tonsealama 67%
Rurukan 66.7%
Gambar 20. Histogram volume perubahan pola ruang
Faktor faktor yang mempengaruhi perubahan fisik konstruksi rumah tradisonal Minahasa
adalah faktor status kepemilikan rumah dan lahan, serta faktor ekonomi penghuninya. Faktor
faktor yang mempengaruhi perubahan pemanfaatan ruang dan pola ruang dalam rumah
adalah faktor kebutuhan ruang dan faktor kemajuan teknologi.
7/24/2019 Perubahan Wujud Fisik Rumah Tradisional Minahasa
15/15
15
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, K. 1999. Traditional Kampung and Architecture of Kasepuhan,West Java.
Monuments and Sites Indonesia,Icomos. Palapa. Bandung.
Budihardjo,E. 1996.Menuju Arsitektur Indonesia.Alumni. Bandung.
---------------- 1997.Jati Diri Arsitek Indonesia.Alumni. Bandung
Graafland, N. 1898.Minahasa Masa Lalu Dan Masa Kini.De Minahasa, Haar Verleden en
Haar Tegenwoordige toestans.De Erven F. Bohn. Haarlem.
Kirmanto, D. 2001. Kebijakan Dan Strategi Nasional Perumahan Dan Permukiman
(KSNPP), (Online),
(http://www.kimpraswil.go.id/Ditjen_mukim/ensiklopedia/perumahan/ksnpp.pdf,
diakses 10 Nopember 2004).
Mamengko, R. 2002. Etnik Minahasa Dalam Akselerasi Perubahan. Telaah HistorisTeologis Antropologis.Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Prijotomo J. 1999. Javanese Architecture, Monument dan Situs Indonesia, Icomos. Palapa.Bandung
Santosa. 2000. Suistainable Environmental Architecture. International Seminar. ITS.Surabaya.
Silas J. dkk 2000. Rumah Produktif Dalam Dimensi Tradisional Dan Pemberdayaan, UPT
ITS. Surabaya.
Supit, B. 1986. Minahasa Dari Amanat Watu Pinawetengan Sampai Gelora Minawanua,Sinar Harapan, Jakarta.
Turner, J.F.C. 1976Housing By People. Marion Boyars London
Watuseke, F.S. 1995. Profil Rumah Adat Minahasa dan Maknanya,Makalah Musyawarah I
Kebudayaan Minahasa.Tomohon.
Yudohusodo. 1991.Rumah Untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL, Unit Percetakan Bharakerta.
Jakarta.