Upload
nguyenbao
View
280
Download
20
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PETILASAN KRATON PAJANG
(Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)
SKRIPSI
Oleh :
AULIA RAHMADIYAH
K4407011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PETILASAN KRATON PAJANG
(Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)
Oleh :
AULIA RAHMADIYAH
K4407011
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Aulia Rahmadiyah. PETILASAN KRATON PAJANG (Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata), Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Mei. 2011.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : (1) Sejarah Kraton Pajang, (2) Pembangunan Petilasan Kraton Pajang, (3) Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan pariwisata dan Cagar Budaya, (4) Persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang.
Sejalan dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus terpancang tunggal yang hanya mengarahkan pada kegiatan riset suatu kasus atau lokasi studi yaitu Petilasan Kraton Pajang (Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata). Sampel yang digunakan bersifat purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumen. Dalam penelitian ini, untuk mencari validitas data digunakan dua teknik trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, yaitu proses analisis data tiga komponen yang meliputi reduksi data, penyajian data, verifikasi atau penarikan kesimpulan, yang berlangsung secara siklus.
Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan: (1). Sejarah Kraton Pajang bermula dari tokoh Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging. Sebagai pewaris Kerajaan Demak, Jaka Tingkir kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya dan mendirikan Kraton Pajang. Jaka Tingkir memerintah di Pajang selama hampir dua puluh tahun (1568-1586) (2). Pembangunan komplek Petilasan Kraton Pajang secara bertahap karena sumber pendanaan pembangunan dilakukan secara swadaya dari pihak masyarakat, pengunjung dan pengelola yang peduli terhadap Benda Cagar Budaya ini (3). Petilasan Kraton Pajang merupakan salah satu bentuk Benda Cagar Budaya peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang tinggi nilainya. Pemanfaatan Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata (religi) berperan penting dalam penanaman nilai-nilai budaya dan sejarah, selain itu menjadi suatu tempat rekreasi yang nyaman dan memberikan ketenangan untuk memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Sukoharjo perlu memberikan perhatian khusus pada Petilasan Kraton Pajang. Dalam hal ini memberikan pelayanan yang baik dan menyediakan fasilitas memadai yang merupakan salah satu syarat utama Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata (religi). (4). Persepsi masyarakat Desa Makamhaji, penulis klasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu: golongan tua, golongan ini masih sangat menjunjung tinggi adat istiadat ataupun tradisi. Golongan tua sangat percaya pada kesakralan Petilasan Kraton Pajang. Dan golongan muda, tanggapan golongan ini terhadap Petilasan Kraton Pajang bermacam-macam, dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tebalnya iman seseorang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Aulia Rahmadiyah. THE PAJANG PALACE HERITAGE TRAIL ( The study of assessment into Tourism Assets). Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, May 2011.
The purpose of this study was to describe: (1)The History of Pajang Palace, (2) The Establishment of Pajang Palace Heritage Trail, (3) Pajang Palace Heritage Trail as tourism and heritage development, (4) The perception of society towards Pajang Palace Heritage Trail.
In line with this research it used descriptive qualitative, with research strategy of single stake case study which directs into research activities of only one case or study site that is Pajang Palace Heritage Trail (study of assessment into tourism assets). The sample used is purposive sampling. Data collected by interview, observation, and documents. In this research, to find the validity of data used two techniques of triangulation, the triangulation of method and data triangulation. The data analysis technique used is an interactive analysis of the data analysis process that includes three components of data reduction, data presentation, verification or conclusion, which took place in a cycle.
Based on the results of this study can be concluded: (1). The History of Pajang Palace begins with Joko Tingkir figures derived from Pengging. As heir to the kingdom of Demak, Joko Tingkir then holding the title of Sultan and founded the Pajang Hadiwijaya Kingdom. Joko Tingkir ruled on Pajang Palace for almost twenty years (1568-1586). Pajang Palace occupies an important position in the stage of national history. (2). The Establishment of Pajang Palace heritage trail complex was built gradually because the funding source came independently from the community, visitors and managers who care about these Cultural object. (3). Pajang Palace heritage trail is one of Cultural heritage objects of Indonesia and were a very high cultural value of work,. Utilization Pajang Palace heritage trail as a tourist attraction (religion) plaid an important role in cultivating cultural values other than purely historical journey into a place of recreation a comfortable and reassuring to say their prayers to God Almighty. That the government region Sukoharjo need to give special attention to the Pajang Palace heritage trail. In this case provide good service and provide adequate facilities which is one of the main requirements Pajang Palace heritage trail as a tourist attraction (religion). (4). The perception of Makamhaji Village society were classified into two groups, those are: the old group, this group is still highly honor about customs or traditions values. The old group is still strongly believe in the sanctity of Pajang Palace heritage trail. And the young group, the responses of this group about Pajang Palace heritage trail are diverse, influenced by level of education and the thickness of one's faith.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
• Kabudayan bondo kadonyan (materiel Cultuur) iku kabudayan sing bisa
mbebayani lan gawe rusak lakuning kamanungsan, dene kabudayan kang
dasare jiwo iku kabudayaning manungso anggone ngesti marang jejering
dumadi (Dr. Rajiman Widyadiningrat).
• Negara yang maju adalah negara yang selalu memelihara dan menjaga
kebudayaan bangsa (Sri Surami).
• If you lost... you can look and you will find me time after time (Lauper,
Cindy, Time After Time)
• “Impian, Cinta dan Kehidupan”
Sederhana, tapi luar biasa… ada dalam diri setiap manusia jika mau
meyakininya. Donny Dirgantoro (2005: 382)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya skripsi ini dipersembahkan untuk:
Ibu dan Bapak tercinta,
Kakak-kakak ku tersayang,
Keponakanku tersayang Ilham Fauzi Ramadhan
Apung, makasih buat kebersamaan dan dukungannya selama ini dan memberikan
warna di kehidupanku
Teman-teman angkatan 2007, kakak-kakak, dan adik-adik tingkatku di Sejarah
FKIP UNS
FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamater tercinta tempat ku
menimba ilmu untuk menambah wawasan kesejarahanku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Kami haturkan kepada Allah S.W.T atas segala
limpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga proses penelitian dan
penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah dan terlimpahkan pada junjungan Kita Rasulullah SAW.
Skripsi ini ditulis guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Selama masa penyelesaian skripsi ini, cukup banyak hambatan yang
menimbulkan kesulitan, dan berkat karunia Allah S.W.T dan peran berbagai pihak
akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu dengan rendah hati
penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk mengadakan penelitian.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan
persetujuan dalam penyusunan skripsi.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Leo Agung S, M.Pd selaku Pembimbing I, yang dengan sabar telah
memberikan motivasi, masukan, dan saran.
5. Dra. Sri Wahyuni, M.Pd selaku Pembimbing II, yang dengan sabar juga telah
memberikan arahan, masukan, dan saran.
6. Segenap staf pengajar Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Bapak Zaenuri, selaku kepala desa Makamhaji yang telah membantu
kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak Siswo Hartono selaku ketua I Petilasan Kraton Pajang yang telah
membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
9. Bapak Edy Sujasmin Sastro Utomo selaku juru kunci Petilasan Kraton Pajang
yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan ijin
penelitian untuk penyusunan skripsi ini.
11. Bapak Taufik, selaku kepala Dinas Pariswisata Kabupaten Sukoharjo yang
memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
12. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan sehingga kritik dan saran senantiasa penulis harapkan. Harapan
penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Surakarta, Mei 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………….… ............................................................................ i
HALAMAN PENGAJUAN....................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN …… ... ………………………………………...... .. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iv
ABSTRAK ……………. .................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ............................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………...... ......................... viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………...... ......... xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………...... ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………... 5
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 7
1. Benda Cagar Budaya ................................................................ 7
2. Petilasan …………………………………………………….. 12
3. Kraton ……………………………………………………….. 13
4. Pariwisata ................................................................................. 15
5. Masyarakat ………………………………………………….. 23
B. Kerangka Berpikir .......................................................................... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 31
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 31
1. Tempat Penelitian..................................................................... 31
2. Waktu Penelitian ..................................................................... 32
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ....................................................... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
1. Bentuk Penelitian ..................................................................... 33
2. Strategi Penelitian .................................................................... 33
C. Sumber Data ................................................................................... 34
D. Teknik Sampling ............................................................................ 36
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 36
F. Validitas Data ................................................................................. 39
G. Teknik Analisis Data ...................................................................... 40
H. Prosedur Penelitian......................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 44
A. Deskripsi Tempat Penelitian .......................................................... 44
1. Kondisi Geografis .................................................................... 44
2. Kondisi Demografis ................................................................. 45
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ................................................ 50
1. Sejarah Kraton Pajang .............................................................. 50
2. Pembangunan Petilasan Kraton Pajang .................................... 53
a) Latar Belakang Pembangunan Petilasan Kraton Pajang .... 53
b) Keadaan Kompleks Petilasan Kraton Pajang ..................... 54
3. Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan Benda Cagar
Budaya dan Pariwisata (Obyek Wisata Religi) ........................ 56
a) Petilasan Kraton Pajang sebagai Benda Cagar Budaya .... 56
b) Petilasan Kraton Pajang sebagai Pariwisata (Obyek
Wisata Religi) ................................................................... 57
c) Upaya Pelestarian Aset Wisata Petilasan Kraton Pajang ... 61
4. Persepsi Masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang........... 63
BAB I KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN .............................................. 70
A. Kesimpulan .................................................................................... 70
B. Implikasi ......................................................................................... 73
C. Saran ............................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 75
LAMPIRAN ………………………………………………...................................... 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Jumlah Penduduk Desa Makamhaji berdasarkan Kelompok umur
per Maret Tahun 2010 ………….… .................................................................... 45
2. Jumlah Tingkat Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010 ………….. 46
3. Jenis Pekerjaan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010 ………….. .................. 47
4. Jumlah Lembaga Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010……. ...... 49
5. Nama dan Jumlah Tempat Ibadah per Maret Tahun 2010 …… ........................... 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Daftar Informan …………………………………………………………… ...... 79
2. Daftar Pertanyaan dan Jawaban Penelitian …………………………………… . 81
3. Foto-foto dari Petilasan Kraton Pajang ………………………………………… 87
Foto 1) : Penunjuk Arah ke Petilasan Kraton Pajang ………………………….. 87
Foto 2) : Gerbang Petilasan Kraton Pajang ……………………………………. 87
Foto 3) : Area Petilasan Kraton Pajang ………………………………………... 88
Foto 4) : Bangsal Petilasan Kraton Pajang …………………………………….. 89
Foto 5) : Tempat Sungkeman ………………………………………………….. 89
Foto 6) : Kotak Sumbangan Swadaya …………………………………………. 90
Foto 7) : Peraturan di Petilasan Kraton Pajang ………………………………… 90
Foto 8) : Silsilah Pajang-Pengging …………………………………………….. 91
Foto 9) : Batu Ompak ………………………………………………………….. 92
Foto 10): Getek Sultan Hadiwijaya …………………………………………….. 92
Foto 11): Sumber Panguripan Tirtamulya ……………………………………… 93
Foto 12): Mushola ……………………………………………………………… 94
Foto 13): Area yang belum dibangun …………………………………………... 94
Foto 14): Makanan yang dido’akan …………………………………………….. 95
Foto 15): Juru Kunci mendo’akan makanan untuk sesaji………………….. ....... 95
Foto 16): Pengunjung Petilasan Kraton Pajang…………………………………. 96
Foto 17): wawancara Penulis dengan Juru Kunci ……………………………… 97
Foto 18): Wawancara Penulis dengan pengunjung …………………………….. 97
4. Sketsa Peta Desa Makamhaji …………………………………………………... 98
5. Daftar Pengunjung Petilasan Kraton Pajang …………………………………… 99
6. Daftar Keputusan Kepala Desa Makamhaji tentang Pembentukan Pengurus
Petilasan Kraton Pajang ……………………………………………………….. 111
7. Berita Koran “Nglacak Petilasan Kraton Pajang” ……………………………… 114
8. Koran Bernas “Batu Ompak Kraton Pajang berhasil ditemukan” …………… .. 120
9. Sarasilah Pajang-Pengging ……………………………………………………... 121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
10.Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tentang ijin
Penyusunan Skripsi ……………………………………………………………. 122
11.Surat Permohonan ijin Menyusun Skripsi ……………………………………… 123
12.Surat Ijin Penelitian ke Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata, dan
Kebudayaan (Dinas POPK) Kabupaten Sukoharjo ……………………………. 124
13.Surat Ijin Penelitian ke Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo ……………. 125
14.Surat Ijin Penelitian ke Petilasan Kraton Pajang ……………………………….. 126
15.Surat Ijin Penelitian dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo …………………… 127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sektor kepariwisataan merupakan salah satu andalan perolehan devisa
negara dari sektor non migas hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia,
pada abad ke-21 industri pariwisata merupakan salah satu industri terbesar di
dunia. Perkembangan kepariwisataan dunia tidak lepas dari perkembangan faktor-
faktor penunjangnya, misalnya kemudahan transportasi, kemajuan teknologi dan
perkembangan telekomunikasi yang berjalan cepat dan terus-menerus.
Dibangunnya sarana dan prasarana transportasi seperti jalan raya, jembatan,
pelabuhan, terminal bus, stasiun kereta api dan bandar udara merupakan suatu
bukti kemudahan transportasi yang terus berkembang. Sejalan dengan itu,
perkembangan transportasi tampak pula dengan canggihnya alat transportasi itu
sendiri yang semakin beragam dengan berbagai fungsinya mulai dari transportasi
darat, laut, dan udara (Maskun, 2005:1).
Adanya kemudahan tersebut membawa dampak di bidang kepariwisataan,
dengan kemajuan telekomunikasi promosi kepariwisataan dapat dilakukan dengan
lebih efektif dan efisien, sehingga dalam waktu singkat informasi kepariwisataan
dari suatu negara dapat diserap dan diterima di seluruh penjuru dunia yang pada
gilirannya akan menumbuhkan minat wisatawan untuk mengunjunginya.
Kemudahan transportasi dengan segala sarana dan prasarananya secara memadai
turut membantu kelancaran dalam perjalanan wisata yang sangat berpengaruh
terhadap kenyamanan wisatawan.
Potensi kepariwisataan yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan modal
terpenting dalam pengembangan kepariwisataan daerah tersebut. Melalui
penanganan yang tepat, potensi kepariwisataan yang dimiliki suatu daerah dapat
dikembangkan menjadi suatu obyek dan daya tarik wisata yang menarik dan
mampu menumbuhkan minat wisatawan untuk mengunjunginya (Maskun,
2005:2-3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Indonesia merupakan salah satu negara tujuan wisata di dunia. Hal ini
terjadi karena Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang sangat besar, baik
karena keindahan alam, keragaman flora dan fauna, keragaman tradisi, adat
istiadat dan seni budaya maupun peninggalan-peninggalan purbakalanya. Jenis
pariwisata yang paling menonjol adalah pariwisata budaya. Ini dikarenakan
keaneragaman suku bangsa, adat istiadat serta kebiasaan maka Indonesia banyak
dikunjungi wisatawan asing, sedangkan keindahan alam merupakan daya tarik
yang kedua. Karena itu daya tarik wisatawan (tourist heritage) terhadap hasil seni
budaya itu perlu ditingkatkan sejalan dengan peningkatan fasilitas yang lainnya
(Oka A Yoeti, 1982: 168).
Potensi kepariwisataan yang sangat besar yang dimiliki Indonesia tentunya
memerlukan penanganan semaksimal mungkin oleh pihak-pihak terkait terutama
pemerintah, sebab sektor pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara
yang sangat diperlukan dalam pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah
memberikan perhatian besar terhadap sektor kepariwisataan ini, sejak awal
kemerdekaan berbagai usaha dilakukan untuk memajukan kepariwisataan.
Indonesia mulai dari penanganan perhotelan pembangunan di bidang transportasi
membentuk badan yang khusus mengurusi kepariwisataan (Oka A Yoeti,
1982:37). Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya merupakan upaya untuk
mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata yang wujudnya
antara lain berbentuk, kemajemukan tradisi dan budaya serta peningkatan
pemahaman dari sisi sejarah dan budaya.
Dari pernyataan di atas, nampak bahwa tujuan negara mengembangkan
pariwisata antara lain adalah pengembangan atau pelestarian nilai-nilai sejarah
dan budaya bangsa dan mendorong pembangunan daerah. Maka hal ini tidak akan
terlepas dari benda-benda peninggalan masa lalu yang selanjutnya kita kenal
dengan sebutan Benda Cagar Budaya.
Indonesia memiliki banyak sekali Benda-benda Cagar Budaya yang
merupakan peninggalan masa lalu, baik yang berasal dari masa Hindu, Budha,
Islam, kolonialisme barat dan bahkan masa setelah Proklamasi Kemerdekaan.
Benda-benda Cagar Budaya tersebut harus dijaga kelestariannya, agar nilai-nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
budaya bangsa yang terkandung didalamnya dapat diwariskan kepada generasi-
generasi yang akan datang, selain itu kelestarian Benda-benda Cagar Budaya akan
semakin menunjang pemahaman yang lebih mendalam tentang perjalanan sejarah
Bangsa Indonesia.
Pengembangan Benda-benda Cagar Budaya sebagai obyek wisata sejarah
merupakan salah satu jalan yang ditempuh dalam rangka usaha melestarikan nilai-
nilai sejarah budaya bangsa, selain itu pengembangan obyek wisata sejarah
merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat diperlukan dalam
pembangunannya (Oka A Yoeti, 1982: 64).
Indonesia Warisan budaya kota atau urban heritage adalah obyek-obyek
dan kegiatan diperkotaan yang memberi karakter budaya yang khas bagi kota
yang bersangkutan. Keberadaan bangunan kuno dan aktivitas masyarakat yang
memiliki nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal oleh
masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu lokasi dan karakter
kebudayaan suatu kota. Bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai historis di
kota Solo antara lain Petilasan Kraton Pajang, Kraton Kasunanan Surakarta,
Kadipaten Puro Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, dan masih banyak lagi
bangunan-bangunan kuno yang terdapat di Kota Solo. Selain bangunan-bangunan
kuno tersebut, Solo juga memiliki tempat-tempat wisata modern yang
menonjolkan keindahan alamnya seperti City Walk, Taman Balekambang, Gelora
Manahan, dan lain sebagainya. Bangunan maupun tempat-tempat tersebut sebagai
asset yang melambangkan Solo sebagai kota budaya (Stefani, 2010: 3).
Petilasan Keraton Pajang merupakan tempat bertahtanya Sultan
Hadiwijaya dari Pajang yang saat mudanya terkenal sebagai Mas Karebet alias
Joko Tingkir. Djoko Tingkir menjadi raja pertama dri Kerajaan Pajang yang
kedudukannya disahkan oleh Sunan Giri (seorang dari salah satu Wali Songo),
kemudian mendapatkan pengakuan dri adipati-adipati diseluruh Jawa Tengah dan
Jawa Timur (Soekmono, 1959: 51). Peninggalan dari Kerajaan Pajang ini yaitu
sisa-sisa kayu yang dahulunya merupakan getek atau rakit yang pernah dinaiki
Joko Tingkir saat melawan buaya, petilasan yang berwujud sebuah batu yang
dulunya menjadi tempat bersemadi dan sebuah sendang yang airnya selalu jernih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
walaupun terletak di pinggir sungai yang keruh dan kotor dan dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai penyakit jika airnya dipakai untuk mandi atau cuci
muka. Selain beberapa artefak peninggalan masa lalu yang ada di Petilasan Kraton
Pajang terdapat tempat peninggalan kerajaan Pajang. Petilasan Kraton Pajang
pada masa lalu digunakan untuk penyimpanan senjata untuk raja Pajang (Sultan
Hadiwijaya). Pada masa sekarang, Petilasan Kraton Pajang ini digunakan sebagai
tempat wisata dan tempat perenungan bagi orang-orang yang memiliki keinginan
untuk memuja. Usaha pelestarian di Petilasan Kraton Pajang ini masih diadakan
acara rutin Malem Jumat Legen yang diadakan tiap malam Jumat Legi. Acara
Malam Jumat Legi ini diadakan di Petilasan Kraton Pajang mulai pukul 10.00
atau 11.00 malam. Acara Jumat legen ini diadakan doa bersama atau tahlil selama
lima belas menit yang dipimpin oleh juru kunci dan dilanjutkan dengan acara
makan bersama yang merupakan hasil swadaya dari pengumpulan dana para
peziarah. Pendanaan dari Petilasan Kraton Pajang ini hanya ditanggung oleh dana
swadaya para peziarah dan dari kerabat keturunan saja. Pihak Kraton Surakarta
ataupun Kraton Jogjakarta tidak pernah memberikan bantuan, demikian juga
dengan Pemda Kabupaten Sukoharjo melalui Dinas Pariwisatanya belum memberi
dana perawatan. Dalam upaya pelestariannya tersebut, berdampak pada
masyarakat sekitar Petilasan Kraton Pajang baik secara moril maupun spiritual
(http://walah.multiply.com/journal/350/Destination_Petilasan_Keraton_Pajang di
unduh 13 Desember 2010).
Petilasan Kraton Pajang adalah salah satu bentuk Cagar Budaya
peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang
sangat tinggi nilainya, khususnya berkaitan dengan kebudayaan jawa. Petilasan
Kraton Pajang perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang
pemerintah setempat mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata, hal
ini diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah dan sebagai upaya
pelestarian peninggalan hasil budaya. Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan
untuk menjadi aset wisata sejarah dikarenakan cukup relevan dalam penanaman
nilai budaya bangsa karena masyarakat luas dapat melihat secara lebih dekat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
mengenai adanya Kraton Pajang yang selama ini dianggap tidak ada. Sehingga
diperlukan perhatian khusus terhadap Benda Cagar Budaya tersebut.
Penulis tertarik untuk meneliti Petilasan Kraton Pajang ini karena petilasan
ini merupakan Benda Cagar Budaya yang memerlukan perhatian khusus dari
pemerintah daerah karena dimungkinkan akan menjadi aset wisata yang dapat
menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut menarik bagi pneliti untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Petilasan Kraton Pajang (Studi tentang
Penjajagan Menjadi Aset Wisata)”
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam
melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah Kraton Pajang?
2. Mengapa Masyarakat membangun Petilasan Kraton Pajang?
3. Bagaimana Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan pariwisata dan
Cagar Budaya?
4. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan
masalah di atas, yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah Kraton Pajang.
2. Untuk mengetahui alasan masyarakat membangun Petilasan Kraton
Pajang.
3. Untuk mengetahui pengembangan pariwisata dan Cagar Budaya di
Petilasan Kraton Pajang.
4. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Secara teroretis penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
untuk menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang upaya
pengembangan yang dilakukan daerah terhadap potensi wisata
didaerahnya’
b) Adanya penelitian memberikan masukan dan sumbangan kepada
pembaca supaya dapat digunakan sebagai tambahan bacaan dan
sumber data dari bidang kepariwisataan.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan
sumbangan kepada pihak terkait dalam mengembangkan potensi yang
dimiliki Petilasan Kraton Pajang.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi para ilmuwan dan
peneliti lainnya untuk mengadakan penelitian yang ada hubunngannya
dengan penelitian ini, sehingga hal-hal yang belum terungkap dapat
terungkap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.Benda Cagar Budaya
a. Pengertian Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (2004:19) kata kebudayaan berasal dari
bahasa sansekerta buddayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi
dan akal. Budaya dibedakan dari kebudayaan, karena budaya adalah daya dari
budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari
cipta, rasa dan karsa itu sendiri. Dalam istilah antropologi budaya perbedaan itu
ditiadakan. Kata budaya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari kebudayaan
dengan arti yang sama.
Menurut Bakker dalam Usman Pelly (1994:22), asal kata kebudayaan
berasal dari kata Abhyudaya dari bahasa sansekerta. kata Abhyudaya berarti
hasil baik, kemajuan, kemakmuran yang serba lengkap. Bakker mengartikan
secara singkat kebudayaan sebagai penciptaan penerbitan dan pengolahan nilai-
nilai insani.
Menurut Mangunsarkoro yang dikutip Djoko Widagdo (2001:20)
Kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil karya jiwa manusia dalam arti
yang seluas-luasnya. Dari pendapat ini nampak bahwa kebudayaan
menyangkut semua hasil karya manusia dalam berbagai sifat termasuk wujud
dan bentuknya.
Menurut Koentjaraningrat (1990:180) “Kebudayaan adalah
keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik demi manusia dengan belajar”,
Kebudayaan diperoleh dari proses belajar yang dilakukan manusia dalam
kehidupan masyarakat. Adanya kebudayaan merupakan suatu usaha manusia
dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, disamping diciptakan sebagai
alat untuk mempertahankan dan sekaligus mencapai kesempurnaan hidup
manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Djoko Widagdo (2001:20) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
mengemukakan bahwa “Kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk
mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik
yang konkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan”.
Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai hasil pengungkapan diri
manusia ke dalam materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat
dan menjadi warisannya. Kata materi harus dimengerti dalam arti luas,
sehingga mencakup juga badan dan relasi-relasi dengan orang lain (K.J Veeger,
1992:7).
Menurut antropolog E.B Taylor dalam Koentjaraningrat (1990: 180),
kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku
yang normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan
bertindak.
Menurut Selo Soemardjan dalam Soerjono Soekanto (1990:189),
kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaaan atau
kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk
keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala
kaidah dan nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah
kemasyarakatan dalam arti luas, termasuk didalamnya agama, ideologi,
kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa
manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan
kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup
bermasyarakat dan yang menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.
Dari pengertian kebudayaan tersebut di atas, maka dapat berarti bahwa
secara umum kebudayaan adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia baik
yang konkrit maupun yang abstrak yang merupakan keseluruhan sistem,
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang diperoleh dari proses belajar di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
mana kebudayaan merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai
kesempurnaan hidup.
b. Unsur-unsur Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (2000:2) kebudayaan setiap masyarakat
terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan
bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Ada tujuh unsur
kebudayaan yang dianggap sebagai unsur-unsur kebudayaan yang universal
dan merupakan unsur yang bisa ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik
dalam masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam masyarakat
kota yang besar dan kompleks. Unsur-unsur universal ini merupakan isi dari
semua kebudayaan yang ada di dunia, antara lain: (1) Sistem religi dan upacara,
(2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) Sistem pengetahuan, (4) Bahasa
(lisan maupun tertulis), (5) Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak), (6)
Sistem mata pencaharian hidup, dan (7) Sistem teknologi dan peralatan.
Menurut Soerjono Soekanto (1990: 191) ada tujuh unsur kebudayaan
yang dianggap sebagai cultural universal, yaitu: (1) peralatan dan perlengkapan
hidup manusia (pakaian, perumahan, rumah tangga, senjata, alat-alat produksi,
dan transportasi), (2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
(pertanian, peternakan, sistem produksi, dan sistem distribusi), (3) sistem
kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan
sistem perkawinan), (4) bahasa (lisan maupun tertulis), (5) kesenian (seni rupa,
seni suara, dan seni gerak), (6) sistem pengetahuan, dan (7) religi (sistem
kepercayaan).
Ketujuh unsur ini, masing-masing dapat dipecah dalam sub unsur-
unsurnya. Ketujuh unsur kebudayaan mencakup seluruh kebudayaan makhluk
manusia dimanapun, dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta
isi dari konsepnya.
c. Wujud Kebudayaan
Menurut J.J Honigman yang dikutip Koentjaraningrat (1990:86)
membedakan adanya tiga gejala kebudayaan, yaitu ideas, activities, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
artifacts. Dalam hal ini gejala kebudayaan yang termasuk kelompok ideas
adalah gejala sesuatu yang masih terdapat di dalam pikiran manusia yang
berupa ide-ide, pendapat maupun gagasan. Gejala kebudayaan yang termasuk
kelompok actifities adalah tindakan-tindakan manusia sebagai tindak lanjut dari
apa yang terdapat dalam alam pikir manusia. Gejala kebudayaan yang ketiga
adalah artifacts, yaitu kebudayaan yang bersifat kebendaan atau kebudayaan
fisik atau kebudayaan material yang merupakan hasil karya manusia yang
berupa benda dengan berbagai sifatnya. Sejalan dengan pernyataan di atas,
Koentjaraningrat (2004: 5) mengemukakan bahwa kebudayaan itu ada tiga
wujudnya, antara lain : (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dan ide-
ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan
sebagainya., (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dan manusia dalam masyarakat, dan (3) Wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ide dari kebudayaan. Sifatnya abstrak,
tidak dapat diraba atau difoto, dan dalam alam pikiran dari warga masyarakat
di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ide ini biasa
distebut dengan tata-kelakuan, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan
ide itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,
mengendalikan, dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia
dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan biasa disebut dengan sistem
sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini
terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan,
serta bergaul satu dengan yang lainnya selalu mengikuti pola tertentu
berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktifitas manusia dalam
suatu masyarakat, maka sistem sosial ini bersifat konkrit. Wujud yang ketiga
dari kebudayaan disebut juga kebudayaan fisik dan memerlukan keterangan
banyak, karena merupakan aktifitas, perbuatan dan karya manusia dalam
masyarakat, maka sifatnya paling konkrit dan berupa benda-benda atau hal-hal
yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Ketiga wujud kebudayaan tersebut, dalam kenyataan kehidupan
masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ide dan
adat istiadat mengatur dan member arah pada perbuatan dan karya manusia
menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik
itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin menjauhkan
manusia dari lingkungan alamiah sehingga mempengaruhi pula pola-pola
perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya.
Djoko Widagdo (2001: 21) mengatakan bahwa kebudayaan adalah
segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan oleh manusia, karena itu
meliputi: (1) Kebudayaan material (bersifat jasmaniah) yang meliputi benda-
benda ciptaan manusia, misalnya alat-alat perlengkapan hidup, (2) Kebudayaan
non material (bersifat rohaniah) yaitu segala hal yang tidak dapat dilihat dan
diraba, misalnya religi, bahasa, dan ilmu pengetahuan.
Dari uraian di atas, dapat diartikan bahwa semua benda hasil karya
atau ciptaan manusia dalam berbagai sifat, wujud dan bentuknya merupakan
salah satu wujud dari kebudayaan di mana jika benda-benda tersebut telah
memenuhi persyaratan tertentu, maka benda-benda tersebut merupakan Benda
Cagar Budaya.
d. Benda Cagar Budaya
Benda Cagar Budaya adalah semua benda hasil karya atau ciptaan
manusia dalam berbagai sifat, wujud dan bentuknya yang merupakan salah satu
wujud dari kebudayaan di mana jika benda-benda tersebut telah memenuhi
persyaratan tertentu. Benda cagar budaya memiliki nilai yang sangat penting
bagi pemahaman sejarah bangsa karena melalui benda cagar budaya tersebut
masyarakat dapat melihat hasil karya manusia yang pada masa lampau
sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih nyata tentang pola kehidupan
yang berlangsung pada masa yang telah lalu.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya dalam Bab I Pasal I dinyatakan bahwa Benda
Cagar Budaya adalah: (1) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak
yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa
gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan dan, (2) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_92.htm di unduh 16 Agustus 2010).
2. Petilasan
Petilasan adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar "tilas"
atau bekas) yang menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau
didiami oleh seseorang (yang penting). Petilasan biasanya adalah tempat tinggal,
tempat beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan,
tempat terjadinya peristiwa penting, atau terkait dengan legenda tempat moksa.
Dalam bahasa Arab, petilasan disebut maqam (berarti "kedudukan" atau
"tempat"). Istilah 'makam' dalam bahasa Indonesia tidak berarti sama dengan
'maqam'. Merupakan tanda dimana leluhur besar bangsa ini pernah menginjakkan
kaki dan mendapat makna atau pengetahuan luhur di wilayah tersebut.
Beberapa bentuk situs petilasan antara lain: Lingga-Yoni, lingga
merupakan batu panjang seperti huruf alif, dipancang tegak di suatu wilayah.
Lingga berarti makna kebenaran sejati, jalan lurus yang telah dimaknai oleh
leluhur yang memancangnya, terkadang di wilayah lingga, juga terdapat Yoni.
Lingga-Yoni merupakan keseimbangan langit dan bumi. Keselarasan feminism
dan maskulin. Batu kecil yang dipancang sederhana juga sebagai situs petilasan.
Ada juga petilasan yang berbentuk patung-patung batu. Merupakan simbol dari
leluhur itu sendiri. Karena petilasan sejak dahulu merupakan tempat meditasi atau
hening, maka sampai sekarang fungsinya masih dijalankan.
Maka dapat disimpulkan bahwa petilasan adalah suatu tempat yang pernah
disinggahi atau didiami oleh seseorang (yang penting). Petilasan adalah tempat
tinggal, beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, pertapaan, tempat
terjadinya peristiwa penting, atau terkait dengan legenda tempat moksa (http:
Wikipedia.com di unduh tanggal 29 Juni 2011 pukul 12.32).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3. Kraton
a. Pengertian Kraton
Menurut Purwodarminto (1976:489) dalam kamus besar Bahasa
Indonesia, kraton diartikan sebagai istana raja, kerajaan. Kata kraton berasal
dari kata dasar (Jawa: Lingga) ratu ditambah awalah ka dan akhiran an menjadi
ka-ra-tu-an, kemudian dipercepat pengucapannya menjadi kraton yang berarti
tempat tinggal atau kediaman resmi ratu atau raja dengan keluarganya (Sri
Winarni, 2004:26).
Sri Winarni (2004:27) menjelaskan kraton menjadi dua pengertian,
yaitu: (1) Kraton berarti rumah atau tempat tinggal ratu. Dalam pengertian ini
kraton sama dengan istana (palace), dan (2) Kraton berarti negara (nagari)
yaitu daerah atau wilayah tertentu yang memiliki susunan asli, pemerintahan
sendiri (otonomi), memiliki daerah atau wilayah tertentu dan rakyat (kawula)
tertentu. Dalam pengertian ini kraton sama dengan kerajaan (kingdom).
Definisi lain dari kraton dikemukakan oleh Ekadjati (1992: 49), kraton
berasal dari bahasa Jawa kuno dengan kata dasar ratu yang berarti raja yang
mendapat akhiran an yang menunjukkan keterangan tempat, yaitu tempat
bersemayam raja. Sebuah kraton merupakan kumpulan bangunan tempat
bersemayam raja dan keluarganya. Raja sebagai kepala pemerintahan negara
selalu tinggal di dalam kraton dan biasanya dijadikan pusat dari segala kegiatan
politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Kraton dalam pengertian Bahasa Indonesia adalah istana tempat
bersemayam raja atau ratu. Kraton tidak identik dengan istana karena kraton
bukan semata-mata sebagai tempat tinggal raja tetapi kraton implicit dari nilai-
nilai keagamaan, filsafat, dan budaya.
Berdasarkan pandangan Orang Jawa, kraton berasal dari kata karatyan
atau keraton yang umum disebut sebagai kedhaton, pura, atau puri yang
merupakan tempat raja bermukim (W.D Miranti, 2003:13). Menurut Darsiti
Soeratman (1989:1) istilah kraton menunjukkan tempat kediaman ratu atau
raja, yang mempunyai beberapa arti : (1) Berarti negara atau kerajaan, (2)
Berarti pekarangan raja yang meliputi wilayah dalam cepuri (tembok yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
mengelilingi halaman) baluwarti, (3) Pekarangan raja meliputi wilayah di
dalam cepuri ditambah alun-alun.
Menurut Darsiti Soeratman (1989: 1) kraton merupakan bangunan
yang unik berukuran luas dengan struktur bangunan yang bersifat khusus.
Kraton adalah monopoli raja, oleh karena itu penguasa tradisional lainnya,
misalnya kadipaten tidak diperkenankan duduk di dhampar atau singgasana
raja dan tidak diijinkan memiliki alun-alun bale witana, di samping tidak
berhak memutuskan hukuman mati, jadi kraton merupakan tempat kedudukan
khusus raja. Istilah kraton merupakan kediaman raja atau ratu yang meliputi
tempat tinggal (kedhaton) dengan halaman atau pekarangan yang dibatasi pagar
atau tembok cepuri Baluwarti.
Istana atau kraton juga disebut negoro. Istana raja dan tempat
kediaman yang dihuni bersama keluarga, beserta bangunan-bangunan tempat
pangeran dan bangsawan bekerja termasuk didalamnya pusat negara yang
dianggap magis religius (George D.Larson, 1990: 5).
Beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa kraton adalah
pekarangan raja yang meliputi wilayah di dalam cepuri (tembok yang
mengelilingi keraton) baluwarti dan alun-alun yang dihuni oleh raja atau ratu
bersama keluarganya dengan bangunan-bangunan tempat pangeran dan para
bangsawan tinggal dan bekerja.
b. Fungsi Kraton
Menurut Sri Winarni (2004: 28) ungsi kraton adalah sebagai berikut:
(1) sebagai wahyu ratu, sumber budaya Jawa atau peninggalan kebudayaan
leluhur ratu Jawa, (2) sebagai wujud atau bentuk peninggalan sejarah, (3)
sebagai bentuk asli Negara Indonesia yang memiliki tata susunan asli kultur
Jawa yang diperintah oleh raja Jawa secara turun temurun dan menjadi pusat
pemerintahan, dan (4) sebagai tempat tinggal atau kediaman resmi ratu Jawa
beserta kerabat atau keluarganya. Menurut Sartono Kartodirjo (1984: 23)
kraton merupakan pusat birokrasi pemerintahan atau dalam kata lain
merupakan pusat penyelenggara pemerintahan dalam suatu kerajaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Bangunan kraton sebagai situs budaya dapat digunakan sebagai
sumber pembelajaran sejarah karena bangunan itu mengandung nilai historis
(K.M Tanjung, 2005:4). Nilai-nilai historis dapat berupa latar belakang
penelitian sejarah yang berkaitan dengan hal-hal yang nampak sebagai
peninggalan sejarah tersebut (I Gede Widja, 1989: 22). Latar belakang sejarah
juga mendapat perhatian dari guru sejarah karena disinilah unsur-unsur
inspiratif atau edukatif bisa diungkap. Dalam penelitian ini Keraton berfungsi
sebagai tempat pariwisata budaya atau cultural tourism.
4. Pariwisata
Manusia dituntut lebih aktif dalam kehidupan sehari-hari karena
perkembangan jaman yang semakin pesat menjadikan kebutuhan hidup manusia
beragam. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia menjadi semakin sibuk
dalam berbagai aspek kehidupannya sehari-hari. Kesibukan tersebut bukan hanya
terjadi di dalam pekerjaan saja, tetapi juga pendidikan. Dalam kondisi seperti ini,
manusia sering mengalami stress yang terjadi karena beban hidup yang berat.
Salah satu jalan yang lazim dilakukan untuk mengatasi stress dan mengurangi
kepenatan adalah dengan mengadakan perjalanan wisata. Untuk lebih memahami
perjalanan wisata, berikut diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan
pariwisata secara umum.
a. Pengertian Pariwisata
Ditinjau secara etimologi kata pariwisata berasal dari bahasa
sansekerta yaitu pari yang berarti banyak dan wisata yang berarti perjalanan
atau berpergian. Atas dasar itulah kata pariwisata diartikan sebagai perjalanan
yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat
lainnya yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata tour (Oka A Yoeti,
1993: 106).
Menurut Salah Wahab dalam Oka A Yoeti (1993: 107) pariwisata
merupakan suatu aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat
pelayanan secara bergantian di antara orang-orang dalam suatu negara itu
sendiri (di luar negeri), meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
(daerah tertentu, suatu negara atau benua) untuk sementara waktu dalam
mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang
dialaminya di mana ia memperoleh pekerjaan tetap.
Pengertian kepariwisataan menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun
1990 pada Bab I Pasal I, bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata artinya semua kegiatan dan
urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan
pengawasa pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan
masyarakat. Menurut Institut of Tourism in Britain dalam Kusmayadi (2000:
5), pariwisata adalah kepergian orang-orang untuk sementara dalam jangka
waktu pendek ke tempat-tempat tujuan di luar tempat tinggal dan tempat
bekerja sehari-hari, serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat
tujuan dan mencakup kepergian untuk berbagai maksud termasuk kunjungan
sehari atau darmawisata.
Menurut H. Kodyat dalam J.J Spillane (1990: 21) pariwisata adalah
perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain bersifat sementara dilakukan
perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau
keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial,
budaya, alam dan ilmu.
Dalam perkembangannya muncul pengertian yang mengarah pada
pariwisata sebagai industri. Pendapat dari Salah Wahab dalam Nyoman S
Pandit (1994: 34) tentang pariwisata dikatakan bahwa:
Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Pariwisata sebagai sektor yang kompleks, ia juga meliputi sektor industri kerajinan tangan dan cindera mata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa pariwisata
adalah suatu perjalanan yamg dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk
berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan
rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
b. Jenis Pariwisata
Pengelompokan tentang jenis pariwisata dianggap penting, karena
dengan cara itu dapat menentukan penghasilan devisa yang diterima dari suatu
jenis pariwisata yang dikembangkan di suatu tempat atau daerah tertentu. Di
lain pihak, pengelompokan ini juga sangat berguna untuk menyusun statistik
kepariwisataan atau mendapatkan data penelitian yang diperlukan dalam
perencanaan selanjutnya di masa yang akan datang.
Menurut Oka A Yoeti (1993:111), Jenis pariwisata menurut letak
geografis, di mana kegiatan pariwisata itu berkembang :
1) Pariwisata Lokal (Local Tourism)
Adalah pariwisata setempat yang mempunyai ruang lingkup relatif sempit
dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja.
2) Pariwisata Regional (Regional Tourism)
Adalah kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu tempat atau
daerah yang ruang lingkupnya lebih luas dibandingkan dengan local
tourism, tetapi lebih sempit jika dibandingkan dengan kepariwisataan
nasional (national tourism).
3) Kepariwisataan Nasional (National Tourism)
a) Kepariwisataan dalam arti sempit
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam wilayah suatu
negara atau dengan kata lain pariwisata dalam negeri (domestic
tourism), dimana titik beratnya orang melakukan perjalanan wisata
adalah warga negara sendiri dan orang-orang asing yang berdomisili di
negara tersebut.
b) Kepariwisataan dalam arti luas
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah
negara, selain kegiatan domestic tourism juga dikembangkan foreign
tourism. Jadi selain adanya lalu lintas wisatawan di dalam negeri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
sendiri, juga ada lalu lintas wisatawan dari luar negeri maupun dari
dalam negeri ke luar negeri.
4) Regional-International Tourism
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah
internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua atau
tiga negara dalam wilayah tersebut. Misalnya kepariwisataan ASEAN,
Timur Tengah, Asia Selatan, dan Eropa Barat.
5) International Tourism
Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan dunia (world tourism), yaitu
kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh negara di dunia.
Menurut J.J Spillane (1990: 31), jenis pariwisata menurut motif tujuan
perjalanannya adalah sebagai berikut :
1) Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism)
Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh orang yang meninggalkan tempat
tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, memenuhi kehendak
keingintahuan, mengendorkan ketegangan saraf, melihat sesuatu yang
baru, menikmati keindahan alam dan mendapatkan ketenangan dan
kedamaian di daerah luar kota.
2) Pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki
pemanfaatan hari-hari liburnya untuk beristirahat, pemulihan kembali
kesegaran jasmani dan rohani, menyegarkan keletihan dan kelelahan.
3) Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan karena adanya rangkaian motivasi.
4) Pariwisata untuk olah raga (Sports Tourism)
Jenis ini dibagi dalam dua kategori, antara lain:
a) Big Sport Events, yaitu peristiwa-peristiwa olah raga besar.
b) Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olah raga bagi
mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri.
5) Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Bussiness Tourism)
6) Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Jenis pariwisata ini adalah semacam konvensi dan pertemuan dari badan-
badan atau organisasi internasional.
c. Wisatawan
Manusia merupakan salah satu unsur pokok dalam pariwisata, di mana
perkembangan kepariwisataan tidak terlepas dan peranan manusia sebagai
pelaku utama pariwisata itu sendiri, dalam hal ini manusia berperan baik
sebagai penyelenggara maupun penikmatnya. Manusia sebagai penikmat
pariwisata dimaksudkan sebagai orang yang melakukan perjalanan wisata dan
menikmati obyek dan daya tarik wisata termasuk semua fasilitas yang
disediakan selama berada di daerah tujuan wisata tersebut.
Orang yang melakukan perjalanan wisata tersebut sering disebut
dengan istilah wisatawan. Wisatawan berasal dari dari bahasa sansekerta,
yaitu gabungan dari kata wisata dan wan sebagaimana pendapat yang
mengatakan kata wisatawan berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari
kata wisata yang berarti perjalanan dan wan untuk menyatakan orang dengan
profesinya, keahliannya, keadaannya, jabatannya, atau kedudukan seseorang.
Jadi secara sederhana wisatawan berarti orang yang melakukan perjalanan
(Oka A Yoeti, 1993: 120).
Menurut Instruksi Presiden RI Nomor 9 tahun 1969 yang dikutip J.J
Spillane (1990: 21) wisatawan adalah orang yang bepergian dari tempat
tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan
kunjungan. Jadi berdasarkan pengertian tersebut, seseorang termasuk
wisatawan jika dapat menikmati perjalanan dan kunjungan yang dilakukan,
hal ini sesuai dengan tujuan pokok perjalanan wisata yaitu untuk bersenang-
senang dan harus dilakukan dengan sukarela.
Definisi wisatawan yang sejalan dengan pengertian di atas terdapat
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 yang
dikutip A Hari Karyono (1997:21) tentang kepariwisataan yang menyebutkan
“Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata, di mana wisata
adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan
daya tarik wisata”.
Wisatawan adalah perjalanan atau perpindahan dari satu tempat ke
tempat lain yang bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik
wisata dan orang yang melakukannya disebut wisatawan. Perjalanan dan
perpindahan sementara yang dilakukannya tersebut tidak terbatas dalam satu
wilayah tertentu saja, perjalanan atau perpindahan tersebut dapat dilakukan
dalam satu kota, antar kota dalam satu propinsi, antar propinsi bahkan
termasuk pula antar negara, tetapi harus tetap dilakukan dengan tujuan
kesenangan dan bukan untuk mencari nafkah atau bekerja.
Menurut Oka A. Yoeti (1993:123) Wisatawan merupakan pengunjung
sementara yang tinggal sekurang-kurangnya dua puluh empat jam di negara
yang dikunjungi dan tujuan perjalanannya dapat digolongkan sebagai berikut:
(1) Pesiar yaitu untuk keperluan rekreasi, kesehatan, studi, keagamaan, dan
olah raga, (2) Hubungan dagang, sanak keluarga, konferensi-konferensi dan
misi.
Berdasarkan beberapa definisi wisatawan di atas, dapat diartikan
bahwa wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan dan tempat
tinggalnya menuju tempat lain dengan tujuan apapun tetapi bukan untuk
mencari nafkah atau mendapatkan upah, di mana perjalanan yang dilakukan
itu bersifat sementara dan dilakukan untuk menikmati obyek dan daya tarik
wisata dengan tujuan bersenang-senang dan dilakukan secara sukarela.
Berdasarkan sifat perjalanannya dan lokasi di mana perjalanan wisata
dilakukan, wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) wisatawan
asing (Foreign Tourist) adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata,
yang dating memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan negara di
mana biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara
atau wisman, (2) domestic foreign tourist adalah orang asing yang berdiam
atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan
wisata di wilayah negara di mana ia tinggal, (3) wisatawan domestik (domestic
tourist) adalah seorang warga suatu negara yang melakukan perjalanan wisata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya,
(4) indigenous foreign tourist merupakan warga suatu negara tertentu karena
tugas atau jabatannya berada d luar negara asalnya dan melakukan perjalanan
wisata di wilayah negaranya sendiri, (5) transit tourist adalah wisatawan yang
sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir
atau singgah pada suatu pelabuhan atau airport atau stasiun bukan atas
kemauan sendiri, dan (6) business tourist adalah orang yang melakukan
perjalanan untuk tujuan bisnis, bukan wisata tetapi perjalanan wisata
dilakukannya setelah tujuan utamanya selesai. Jadi, perjalanan wisata
merupakan tujuan sekunder yaitu setelah tujuan primer (bisnis) selesai.
d. Obyek dan Daya Tarik Wisata
Obyek dan daya tarik wisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam perjalanan wisata karena merupakan salah satu obyek yang dimiliki
oleh para wisatawan dalam perjalanan dan kunjungannya. Obyek dan daya
tarik wisata memiliki peranan dalam tingkat kepuasan wisatawan yang datang
mengunjunginya.
Suatu tempat atau daerah tertentu dapat berkembang menjadi obyek
wisata jika memiliki suatu daya tarik sehingga menumbuhkan minat
wisatawan untuk mengunjunginya, hal ini sejalan dengan pendapat M.
Ngafenan yang dikutip A. Hari Karyono (1997: 27) yang menyatakan “Obyek
wisata (Tourist Object) adalah segala obyek yang dapat menimbulkan daya
tarik bagi wisatawan untuk dapat mengunjunginya. Keadaan alam, bangunan
bersejarah, kebudayaan dan pusat-pusat rekreasi modern”.
Selain pengertian tersebut, menurut Oka A, Yoeti (1982: 158) Obyek
wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk
mengunjungi suatu daerah tertentu. Ada hal-hal yang dapat menarik orang
untuk berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, diantaranya adalah:
(1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang bersifat
alamiah. Misalnya iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora
dan fauna, kawah, sungai, karang dan ikan di bawah laut, gua-gua, tebing,
lembah dan gunung, (2) Hasil cipta manusia meliputi: (a) Monumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
bersejarah dan sisa peradaban masa lampau. Petilasan Kraton Pajang
merupakan jenis ini, (b) Museum, galeri seni, perpustakaan, dan kesenian
rakyat, (c) Acara tradisional , pameran, festival, upacara naik haji, dan upacara
perkawinan, (d) Rumah-rumah beribadah seperti masjid, kuil, candi, dan pura,
dan (3) Tata cara hidup masyarakat misalnya bagaimana kebiasaan hidup
suatu masyarakat dan adat-istiadatnya.
Dalam peningkatan daya tarik suatu tempat agar menjadi daerah tujuan
wisata yang menarik, diperlukan tersedianya segala sesuatu yang menunjang
kelancaran, kemudahan dan kenyamanan bagi wisatawan selama dari dan ke
tempat wisata tersebut. Oleh karena itu, semua aktifitas dan fasilitas yang
terdapat di daerah tujuan wisata harus ditujukan agar dapat menarik minat
wisatawan untuk mengunjunginya.
Dalam kamus istilah pariwisata yang dikutip A. Hari Karyono (1997:
27) dijelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan obyek wisata antara lain
sebagai berikut: (1) Obyek wisata, perwujudan ciptaan manusia, tata hidup,
seni budaya, sejarah bangsa, keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk
dikunjungi wisatawan (2) Obyek wisata alam, obyek wisata yang daya
tariknya bersumber pada keindahan dan kekayaan alam, (3) Obyek wisata
budaya, obyek yang daya tariknya bersumber pada kebudayaan, seperti
peninggalan sejarah, museum, keraton, atraksi kesenian dan obyek wisata lain
yang berkaitan dengan budaya, (4) Obyek wisata tirta, kawasan perairan yang
dapat digunakan baik untuk rekreasi maupun kegiatan olah raga air.
Ada beberapa jenis obyek wisata, yaitu antara lain obyek wisata alam,
obyek wisata budaya dan obyek wisata tirta. Adanya alam yang indah,
kekayaan budaya, dan pesona bahari yang besar akan menjadi suatu obyek
wisata yang menarik jika ditangani dengan tepat dan dikemas dengan sebaik-
baiknya sehingga mampu menumbuhkan minat yang besar bagi wisatawan
untuk mengunjunginya. Apabila keindahan alam, kekayaan budaya dan
pesona bahari tersebut tidak dikembangkan dan dikemas menjadi sesuatu yang
memiliki daya tarik tinggi yang mampu meningkatkan minat wisatawan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
mengunjunginya, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai obyek
wisata yang menarik.
Jenis-jenis obyek wisata juga disebutkan dalam Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Bab III Pasal IV antara lain
disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata, hasil karya manusia yang
berwujud: museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya,
wisata agro, wisata tirta, wisata bumi, wisata petualangan alam, taman rekreasi
dan tempat hiburan.
Berdasarkan beberapa definisi obyek wisata di atas, dapat disimpulkan
bahwa obyek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang
untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Ada beberapa jenis obyek wisata,
yaitu antara lain obyek wisata alam, obyek wisata budaya dan obyek wisata
tirta.
5. Masyarakat
Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya bermasyarakat dan
tidak dapat hidup sendiri. Ada ketergantungan antara manusia satu dengan
manusia yang lain, sehingga menyebabkan ketergantungan antar manusia.
Manusia juga sebagai pribadi atau individu mempunyai kedudukan dan peranan
tertentu di dalam hubungannya dengan masyarakat sebagai suatu bentuk
pergaulan hidup tertentu. Masyarakat menyadari bahwa manusia sebagai pribadi
atau individu hidup di dalam suatu kebudayaan yang memperlakukan manusia
sebagai makhluk yang mampu untuk mengarahkan dirinya di dalam kehidupan
dan yang menjadi unsur dinamis di dalam peristiwa-peristiwa sosial sepanjang
sejarah (Soerjono Soekanto, 1983: 9).
a. Pengertian Masyarakat
Koentjaraningrat (1990:144) mengemukakan masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling berinteraksi. Hal yang
berbeda diungkapkan Max Weber dalam bukunya Daljoeni (1997:33),
masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan
oleh harapan (agamawi) dan nilai-nilai yang dominan dari warganya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Para ahli antropologi sosial dalam Soerjono Soekanto (1983:103)
mengartikan masyarakat sebagai wadah dari orang-orang yang buta huruf,
mengadakan reproduksi sendiri, mempunyai adat istiadat, mempertahankan
ketertiban dengan menerapkan sanksi-sanksi sebagai sarana pengendalian
sosial dan mempunyai wilayah tempat tinggal yang khusus. Hal tersebut
disebut sebagai masyarakat, namun seiring perkembangan dinamakan sistem
sosial. Istilah masyarakat lebih banyak dipergunakan sebagai sinonim dari
negara atau bahkan peradaban. Menurut Daljoeni (1997:34) masyarakat juga
merupakan suatu kesatuan fungsional, struktural, dan harmonis, selain itu
adanya ketegangan dan konflik hanya peristiwa yang kebetulan saja.
Menurut Cooley dalam Soerjono Soekanto (1993:8) masyarakat adalah
sesuatu yang menyeluruh yang mencakup berbagai bagian yang berkaitan
secara sistematis-fungsional. Masyarakat merupakan suatu keutuhan psikis
yang mempunyai jiwa sosial yang terwujud dalam organisasi dan lembaga.
Masyarakat dan individu merupakan unsur yang saling mengisi dalam
kehidupan manusia. Menurut Hassan Shadily (1983:47) masyarakat adalah
golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau
karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu
sama lain.
Masyarakat menurut Comte dalam Soejono Soekanto (1983:15),
masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-
realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan
berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Manusia diikat di
dalam kehidupan kelompok karena rasa sosial yang serta merta dan
kebutuhannya. Menurut Soepomo yang dikutip Soerjono Soekanto (1983:
153), masyarakat bukanlah merupakan suatu badan tersendiri dengan
kepentingan tersendiri pula, dan memiliki kekuasaan yang sama sekali terlepas
dari pribadi-pribadi anggota masyarakat. Pribadi tersebut merasa dirinya
menjadi satu dengan masyarakat, sehingga masyarakat merupakan bagian-
bagian dari suatu keseluruhan. Pribadi merupakan pengkhususan daripada
masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling
berinteraksi, yang memiliki budaya sendiri dan bertempat tinggal di daerah
teriotial tertentu.
b. Macam-macam Masyarakat
Menurut Hassan Shadily (1983:50) cara terbentuknya masyarakat
dalam pembagiannya adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat paksaan,
misalnya masyarakat di tempat tawanan, masyarakat pengungsi dan pelarian.
Kelompok masyarakat paksaan bersifat Gemeinschaft (ke dalam) dan
Gesellschaft (ke luar), (2) Masyarakat merdeka yang terbagi menjadi dua,
yaitu: (a) Masyarakat alam yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya,
umumnya masih sederhana kebudayaannya dalam keadaan terpencil atau tak
mudah berhubungan dengan dunia luar. Masyarakat alam bersifat
Gemeinschaft dan, (b) Masyarakat budidaya, yaitu masyarakat yang terjadi
karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, yaitu antara lain kongsi
perekonomian, koperasi dan gereja. Masyarakat budidaya bersifat
Gesellschaft.
c. Klasifikasi Masyarakat
Adanya perbedaan lingkungan alam dan kompleksitas kebutuhan
manusia di muka bumi menjadikan kehidupan manusia dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kriteria. Seperti yang dikemukakan oleh Hendropuspito O.C
(1989: 90), bahwa klasifikasi masyarakat dibagi dalam:
1) Masyarakat sederhana dan masyarakat maju (berkembang)
a) Masyarakat sederhana ditandai dengan tidak adanya pembagian kerja
yang cermat. Setiap orang melakukan semua pekerjaan yang
diperlukan untuk mencukupi kebutuhannya. Dengan kata lain setiap
orang dapat mengerjakan segala jenis pekerjaan.
b) Masyarakat maju. Masyarakat ini ditandai dengan adanya pembagian
kerja yang terinci dan kekhususan yang teliti. Anggota-anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
masyarakat sedemikian ini hanya tahu menjalankan satu jenis
pekerjaan atau satu profesi saja.
2) Masyarakat ekonomi
Masyarakat ini seluruh aktifitas segenap penduduk ditentukan pada
keberhasilan ekonomi sebagai puncak tertinggi. Tinggi rendahnya status
sosial serta jabatan di dalam masyarakat diukur menurut tinggi rendahnya
prestasi ekonomi.
3) Masyarakat agama
Klasifikasi ini ditandai apabila agama merupakan kekuatan terbesar yang
menentukan jalannya segala bidang kehidupan dalam masyarakat baik
politik, ekonomi, pendidikan, cara berpikir dan bertindak harus
berpedoman pada ajaran agama.
4) Masyarakat totaliter
Yaitu apabila dalam masyarakat, kekuasaan politik berada dalam satu
kelompok pemerintahan yang mengatur semua kelompok-kelompok lain
serta lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat itu secara terpusat dan
ketat.
5) Masyarakat demokrasi
Yaitu ditandai dengan adanya kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan
adanya pengakuan persamaan hak dan persamaan martabat semua
manusia.
Para sosiolog dari abad ke 19 cenderung mengadakan klasifikasi yang
tajam antara masyarakat sederhana yang dibedakan dengan masyarakat
modern yang kompleks. Perbedaan sejalan dengan perbedaan masyarakat
buta huruf dengan masyarakat yang sudah mengenal tulisan (Soerjono
Soekanto, 1993: 104).
Menurut ekologi sosial, pengklasifikasian masyarakat menurut
fungsinya, antara lain: (1) Jasa : pertanian, perikanan, dan pertambangan, (2)
Distributif melalui perdagangan dan pemasaran, (3) Industrial, (4) Industrial
pusat, politik, dan pertahanan (Daldjoeni, 1997: 31).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
d. Ciri-ciri masyarakat
Masyarakat bertempat tinggal menyebar, tidak hanya terpusat pada
satu daerah. Tiap daerah yang ditempati memberikan suatu pengaruh pada
masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut, pengaruh-pengaruh ini
akan menjadi suatu ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Menurut Soerjono Soekanto (1993: 105), ciri-ciri masyarakat antara
lain : (1) manusia yang hidup bersama secara teoritis. Di dalam sosiologi tidak
ada ukuran yang mutlak untuk menentukan jumlah manusia, tetapi minimal
adalah dua orang, (2) bergaul selama jangka waktu yang cukup lama, (3)
mereka sadar bahwa mereka adalah suatu kesatuan, (4) adanya nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi patokan bagi perilaku yang dianggap pantas, dan
(5) menghasilkan kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan tersebut.
Menurut Abu Ahmadi (1985: 24), ciri-ciri masyarakat antara lain: (1)
Harus ada pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan
binatang, (2) telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah,
dan (3) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka
untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama
Menurut Abdul Syani (2003: 37), cirri-ciri masyarakat antara lain: (1)
Adanya interaksi, (2) Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua
aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinyu, dan (3) Adanya rasa
identitas terhadap kelompok, di mana individu yang bersangkutan menjadi
anggota kelompok.
Kehidupan manusia yang selalu ingin hidup bermasyarakat didasari
oleh beberapa faktor. Hasan Sadilu (1983:51) mengemukakan bahwa manusia
selalu hidup bersama dalam masyarakat karena: (1) Hasrat yang didasarkan
naluri yaitu kehendak biologis yang diluar penguasaan akal, (2) Kelemahan
manusia adalah mendesak untuk mencari kekerabatan bersama orang lain,
sehingga dapat berlindung bersama-sama dan dapat memenuhi kehidupan
sehari-hari dengan bersama, (3) Manusia adalah zoon politicon yaitu makhluk
sosial yang menyukai hidup bergolong atau sedikitnya mencari teman untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
hidup bersama dan, (4) Manusia hidup bersama selain karena persamaan juga
karena perbedaaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan, dan sebagainya.
Menurut Koentjaraningrat (1990: 239) di dalam suatu masyarakat,
terdapat ikatan khusus yang membuat satu kesatuan manusia menjadi satu
masyarakat, yaitu: (1) Pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor
kehidupan dalam batas kesatuan, (2) Pola tersebut harus bersifat mantap dan
kontinyu, atau dengan kata lain pada khas itu sudah menjadi adat istiadat yang
khas dan, (3) Adanya satu rasa identitas diantara para warga atau anggotanya
bahwa mereka merupakan satu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-
kesatuan lainnya.
Menurut Hoogvelt (1985:35) tujuan utama kelompok manusia yaitu
guna mewujudkan hidup bersama yang lebih sempurna dalam segala
aspeknya, maka dari itu masyarakat mempunyai tugas pokok bagi anggota
masyarakatnya, mengenai tugas pokok masyarakat antara lain: (1)
Melestarikan eksistensi penghuninya sebagai satu bangsa yang sejahtera.
Tugas yang besar meliputi pengadaan sarana-sarana dasar dengan tingkat
kepastian yang tinggi dan yang dapat menjamin tercapainya sandang, pangan
dan pemukiman yang cukup, keamanan dan ketentraman yang langgeng serta
pro reaksi warga masyarakat baru, (2) Mengatur pembagian tugas. Masyarakat
sebagai kesatuan organisme sosial mengemban serangkaian tugas yang harus
diselesaikan melalui warganya. Pembagian tugas yang begitu penting
sekaligus kompleks tidak dapat diserahkan pada kemauan-kemauan
masyarakat. Untuk itu harus ada skema yang menyeluruh, berdasarkan skema
tersebut masyarakat membagi-bagikan tugas pada kesatuan-kesatuan bakat,
pendidikan, dan keterampilan yang dibina oleh kesatuan yang bersangkutan
dan, (3) Mempersatukan warga masyarakat. Nilai persatuan dan kesatuan yang
telah mengambil keputusan untuk hidup bersama dalam kesatuan yang lebih
luas guna mencapai tujuan bersama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
B. Kerangka Berfikir
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia, baik yang
berupa ide-ide, gagasan-gagasan, peraturan-peraturan, norma-norma, nilai-nilai
maupun tindakan atau aktivitas termasuk pula semua benda-benda hasil karya
manusia.
Benda-benda sebagai salah satu wujud kebudayaan seperti tersebut di atas,
jika telah berumur sekurang-kurangnya lima puluh tahun atau memiliki dan atau
mewakili gaya khas masa sekurang-kurangnya lima puluh tahun, maka benda
tersebut termasuk benda cagar budaya. Sesuai dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 seluruh benda cagar budaya harus dipelihara dan
dilestarikan karena memiliki nilai yang sangat besar bagi budaya bangsa.
Petilasan Kraton Pajang merupkan sisa peninggalan dari Kraton Pajang.
Petilasan Kraton Pajang ini berada di wilayah Desa Sono Jitwan, Makamhaji,
Kartasura ini merupakan salah satu benda cagar budaya yang tidak ternilai
harganya bagi pemahaman sejarah, pengembangan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan nasional. Keberadaan benda cagar budaya seperti Petilasan Kraton
Pajang tersebut harus dipelihara dengan semaksimal mungkin demi menjaga
kelestarian agar dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Saat ini
Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan untuk menjadi salah satu aset wisata di
Pajang dengan tanpa merusak nilai keasliannya sebagai benda sejarah.
Adanya kesibukan dan rutinitas merupakan salah satu faktor terjadinya
stres. Salah satu yang lazim dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan
melakukan pariwisata. Dalam pariwisata keadaan obyek wisata juga
mempengaruhi minat wisata untuk mengunjunginya, selain itu adanya waktu
luang atau waktu senggang juga mempunyai peranan yang penting.
Adanya pengembangan Petilasan Kraton Pajang ini menjadi aset wisata
nantinya akan berpengaruh terhadap persepsi masyarakat terhadap kemungkinan
Petilasan Kraton Pajang menjadi aset wisata di Desa Sono Jitwan. Oleh karena itu
masyarakat di sekitar lokasi harus dibina serta dipersiapkan untuk dapat menerima
dan ikut terlibat dalam pengembangan Petilasan Kraton Pajang ini menjadi aset
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
wisata. Adapun kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan melalui skema
berikut :
UUD No.5 Th 1992
Benda Cagar Budaya
Petilasan Kraton Pajang
Pariwisata
Upaya Pelestarian Kraton Pajang
Persepsi Masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
1. Tempat Penelitian
Tempat atau lokasi pelaksanaan yang berkaitan dengan sasaran atau
permasalahan penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang biasa
dimanfaatkan oleh peneliti (H.B Sutopo, 2006: 52). Tempat penelitian sangat
menentukan diperolehnya informasi untuk menyampaikan kebenaran dari suatu
penelitian. Tempat penelitian yang akan peneliti gunakan adalah Dukuh
Sonojitwan, Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Dari
pemahaman lokasi dan lingkungannya peneliti bisa mengkaji dan menarik
kesimpulan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Lingkungan Petilasan Kraton Pajang dipilih karena mempunyai potensi
untuk dikembangkan menjadi obyek pariwisata, karena di lingkungan ini terdapat
peninggalan bersejarah. Jadi, pengembangan pariwisata di lingkungan Petilasan
Kraton Pajang sangat sesuai untuk melestarikan peninggalan yang bersejarah
tersebut. Dengan demikian, dapat dikemukakan pula alasan pemilihan tempat
sebagai berikut:
a. Petilasan Kraton Pajang merupakan peninggalan bersejarah yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan menjadi obyek pariwisata, karena Petilasan
Kraton Pajang merupakan bekas berdirinya Kraton Pajang yang didirikan oleh
Sultan Hadiwijaya Selama delapan belas tahun (1568-1586). Petilasan Kraton
Pajang ini sebagai gambaran ke masa depan sebagai pengembangan pariwisata
yang dapat menambah pendapatan negara non migas yang sedang digalakkan
oleh pemerintah.
b. Petilasan Kraton Pajang merupakan satu-satunya bukti peninggalan Kraton
Pajang yang pernah berdiri, hal ini dengan ditemukannya ompak di sekitar
area Petilasan Kraton Pajang sebelum pembangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
c. Sesuai dengan Program Studi Sejarah di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, penulis adalah salah satu mahasiswa di program tersebut maka
pemilihan tempat di lingkungan Petilasan Kraton Pajang cocok, dikarenakan
Petilasan Kraton Pajang mempunyai latar belakang sejarah untuk nantinya
dapat ditularkan kepada anak didik jika kelak menjadi seorang guru.
2. Waktu Penelitian
Waktu merupakan jangka yang digunakan untuk kepentingan penelitian.
Dalam melakukan penelitian ini, waktu yang digunakan penulis adalah sejak
pengajuan judul pada Bulan November 2010 sampai Juni 2011. Apabila dalam
penelitian tersebut ternyata belum selesai, maka dapat diperpanjang waktu
penelitiannya hingga terselesainya penulisan skripsi ini. Adapun jadwal
operasionalnya sebagai berikut:
No Keterangan Nov Des Jan Feb Maret April
Mei Juni
1 Persetujuan
Judul
x
2 Pembuatan
Proposal
x
3 Perijinan x
4 Pengumpulan
data
x x
5 Analisis data x x
6 Penyajian
laporan
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian merupakan suatu usaha menemukan, mengembangkan, dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan
metode ilmiah (Hadari Nawawi, 1985: 24). Penelitian kualitatif adalah suatu
bentuk penelitian yang menghasilkan karya ilmiah dengan menggunakan data
diskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku
yang dapat diamati terhadap status kelompok orang atau manusia suatu obyek
atau suatu kelompok kebudayaan (Lexy J. Moleong, 1991: 3).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka bentuk penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan
keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, dan masyarakat) pada
saat sekarang berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak (Hadari Nawawi, 1985:
63).
Adapun ciri-ciri pokok dari metode deskriptif adalah (a) memusatkan
perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat
sekarang) atau masalah-masalah yang aktual, (b) menggambarkan fakta-fakta
tentang masalah yang diselidiki, diiringi dengan interprestasi nasional (Hadari
Nawawi, 1985: 64). Pada penelitian kualitatif, teori dibatasi pada pengertian:
suatu pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proporsi yang
berasal dari data dan diuji coba kembali secara empiris (Lexy J. Moleong, 1991:
9). Penelitian kualitatif merupakan suatu cara dalam meneliti peristiwa masa
sekarang dengan mendasarkan pada suatu teori yang diujikan kembali dan
menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan orang atau
perilaku yang diamati dengan menggunakan langkah-langkah tertentu.
2. Strategi Penelitian
Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang.
Sejalan dengan hal tersebut H. B. Sutopo (2006: 51) mengatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Dalam perkembangannya, riset kualitatif juga menyajikan bentuk yang tidak sepenuhnya holistik, tetapi dengan kegiatan pengumpulan data yang terarah, berdasarkan tujuan dan pertanyaan-pertanyaan riset yang terlebih dahulu sering disebut dalam proposalnya. Penelitian ini lebih sering disebut sebagai riset terpancang (embedded gualitation research), atau juga lebih popular dengan penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan strategi penelitian yang fokus permasalahannya
terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan
nyata, di mana batasan antara fenomena dengan konteks tersebut tidak jelas,
sehingga perlu banyak sumber-sumber fakta.
Penelitian ini mengandung pengertian sebagai tunggal dalam arti hanya
ada satu lokasi yaitu Dukuh Sonojitwan, Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura,
Kabupaten Sukoharjo, sedangkan terpancang pada tujuan penelitian maksudnya
apa yang diteliti, dibatasi pada aspek-aspek yang sudah dipilih sebelum
melaksanakan penelitian lapangan. Dalam penelitian ini terpancang pada tujuan
untuk mengetahui kemungkinan Petilasan Kraton Pajang menjadi aset wisata.
C. Sumber Data
Menurut H.B Sutopo (2006: 57) bahwa “Dalam penelitian kualitatif,
sumber datanya dapat berupa manusia, pertanyaan dan tingkah laku, doikumen
dan arsip atau benda lain”. Sumber data merupakan bagian yang sangat penting
bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan
menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. Menurut
Suharsini Arikunto (1993: 102) yang dimaksud dengan sumber data dalam
penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. Adapun sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Informan
Lexy J. Moleong (2001: 45) mengatakan bahwa yang disebut informan
adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar belakang penelitian. Dalam penelitian ini orang yang dianggap tahu
dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data serta mengetahui permasalahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
yang akan dikaji adalah : Juru kunci dan pengelola atau pengurus Petilasan Kraton
Pajang, anggota masyarakat Dukuh Sonojitwan serta pengunjung Petilasan Kraton
Pajang.
2. Tempat dan Peristiwa
Informan merupakan sumber data penting, tetapi tempat dan peristiwa
yang terjadi di dalam dan di sekitarnya juga mempunyai peran yang yang sangat
penting. Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas dilakukan
bisa digali lewat sumber lokasinya baik yang merupakan tempat maupun
lingkungannya (H.B Sutopo, 2006: 60).
Dalam penelitian ini, sebagai informasinya dapat digali dari pengamatan
secara cermat mengenai kondisi dan tempat yang merupakan bagian dari
kehidupan warga masyarakat Dukuh Sonojitwan sehari-hari. Sedangkan dari
peristiwa aktivitas pengunjung di Petilasan Kraton Pajang dalam penelitian ini,
dimungkinkan Petilasan Kraton Pajang ini menjadi suatu aset wisata bagi
masyarakat disekitarnya.
3. Dokumen dan Arsip
H.B Sutopo (2006:61) mengemukakan bahwa “Dokumen dan arsip
merupakan sumber data yang penting artinya dalam penelitian kualitatif, terutama
bila sasarannya terarah pada latar belakang dengan kondisi peristiwa yang terkini
yang sedang dipelajari”.
Dalam penelitian ini dokumen dan arsip yang akan digunakan berupa
dokumen dan arsip yang ada di Pemerintah Daerah Sukoharjo, Dinas Pemuda
Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan (POPK) Kabupaten Sukoharjo, Badan Pusat
Statistik (BPS), Desa Makamhaji dan buku-buku yang ada kaitannya dengan
permasalahan penelitian ini yang diperoleh dari perpustakaan. Sumber data berupa
foto-foto dari Petilasan Kraton Pajang serta lingkungan sekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
D. Teknik Sampling
Hadari Nawawi (1985: 152) menjelaskan “Teknik sampling adalah cara
untuk menentukan sample yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sample yang
akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan
penyebarannya populasi agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-
benar mewakili populasi”. H.B Sutopo (2006: 62) teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini bersifat purposive sampling atau sampling
bertujuan. Informan dipilih dapat menunjukkan informan lain yang dipandang
lebih tahu. Maka pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan
dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Teknik Purposive sampling
juga digunakan atas dasar teknik ini dipandang mampu menangkap kedalaman
data dalam menghadapi realitas jamak.
Dalam penelitian ini jumlah informan berkembang, maka dipergunakan
teknik cuplikan bola salju atau snowball yaitu pemanfaatan informan yang
mengembang sesuai dengan kebutuhan penelitian (Sutrisno Hadi, 1977: 152).
Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah orang yang terlibat langsung dan
tidak langsung dalam Pengembangan Petilasan Kraton Pajang menjadi aset
wisata, baik pengelola, pengunjung, maupun masyarakat disekitarnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini bersifat obyektif dan
akurat, adapun teknik yang digunakan sebagai berikut :
1. Wawancara
Menurut Burhan Bungin (2001:62) wawancara dalam suatu penelitian
yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan dalam suatu
masyarakat merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi. Wawancara
merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang
dilakukan secara sistematis berdasarkan pada tujuan penelitian. Teknik
wawancara ini adalah teknik yang paling banyak digunakan dalam penelitian
kualitatif, terutama di lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Menurut Lexy J. Moleong (2001: 35) wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan dengan dua pihak yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Selanjutnya,
menurut Suharsimi Arikunto (1993:198) wawancara harus dilakukan dengan
efektif, artinya dalam waktu sesingkat-singkatnya dapat diperoleh data sebanyak-
banyaknya. Menurut Koentjaraningrat (1983:129) metode wawancara atau metode
interview mencakup cara yang dipergunakan untuk tujuan suatu tugas tertentu,
mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang
responden dengan bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut.
Menurut Koentjaraningrat (1983:138) peneliti sebelum mengadakan
wawancara, diadakan persiapan dengan menghubungi informan dan menyusun
sejumlah pertanyaan. Hal ini disebut dengan teknik wawancara terencana yaitu
teknik wawancara dengan terlebih dahulu mempersiapkan daftar pertanyaan
dengan menggunakan bantuan alat tulis. Selanjutnya, menurut Burhan Bungin
(2001:63) daftar pertanyaan bukanlah sesuatu yang bersifat ketat, dapat
mengalami perubahan sesuai situasi dan kondisi di lapangan.
Wawancara dalam penelitian kualitatif dilakukan secara tidak terstruktur
atau sering disebut dengan teknik wawancara mendalam, sehingga wawancara
bersifat “open-ended” dan mengarah kedalaman informasi, serta dilakukan
dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali subyek yang
diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi
penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Dalam hal ini posisi
subyek lebih berperan sebagai informasi daripada responden (H. B Sutopo, 2006:
68).
Peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik wawancara terencana
dan teknik wawancara bebas terbuka. Teknik wawancara terencana digunakan
agar hasil wawancara tidak kehilangan arah dan tujuan , sedangkan teknik
wawancara bebas terbuka digunakan agar informan dengan sukarela memberikan
keterangan-keterangan sesuai dengan masalah yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
1. Observasi
Hadari Nawawi (1985: 100) observasi dapat diartikan sebagai pengamatan
dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek
penelitian. Observasi ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Observasi langsung dilakukan terhadap obyek di tempat berlangsungnya kegiatan,
sehingga observer berada bersama obyek yang diteliti. Dengan observasi dapat
memudahkan bagi peneliti untuk mendapatkan data secara mendalam, sebab
peneliti sudah melihat sendiri bagaimana keadaan obyek tersebut.
2. Analisis Dokumen
Analisis dokumen adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi
yang terdapat dalam arsip dan dokumen. Menurut Yin dalam H. B Sutopo (2006:
80), analisis dokumen disebut sebagai content analysis, yaitu bahwa peneliti
bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi
juga maknanya yang tersirat. Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti harus bersikap
lebih kritis dan teliti. Teknik analisis arsip dan dokumen ini dilakukan paling awal
guna melihat dan menghimpun pengetahuan tentang sumber yang menuliskan dan
membahas mengenai pengembangan Petilasan Kraton Pajang menjadi aset wisata.
Hal ini dimaksudkan agar dalam penyajian laporan akhir tidak mengalami
kesulitan karena apa yang tercantum dalam dokumen atau arsip yang ada
setidaknya tidak menyimpang jauh dari peristiwa yang menjadi obyek penelitian.
Dalam penelitian ini, di samping peneliti berusaha mengumpulkan data
yang diperoleh melalui observasi dan wawancara, maka juga menggunakan
analisis dokumen sebagai bahan tertulis untuk melengkapi data-data yang
dianggap masih kurang. Cara yang dilakukan adalah dengan mencari teori atau
membaca dokumen dan hasil-hasil penelitian terdahulu atau buku-buku yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
F. Validitas Data
Validitas data digunakan untuk menentukan valid dan tidaknya suatu data
yang akan digunakan sebagai sumber penelitian. Data yang diperoleh perlu diuji
untuk menghasilkan data yang valid. Validitas data adalah kebenaran dalam
kancah penelitian, di mana kebenaran data dalam penelitian itu sangat diperlukan
agar hasil penelitian tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Keabsahan data menunjukkan mutu seluruh proses pengumpulan
data saat data diuji keabsahannya melalui trianggulasi. Menurut Lexy. J. Moleong
(2000: 178) trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan dan
pembanding terhadap data itu.
Menurut Patton dalam H.B Sutopo (2006: 92) ada empat macam
trianggulasi yaitu: (1) trianggulasi data (data triangulation), di mana peneliti
menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulkan data semacam, (2)
trianggulasi peneliti (investigator triangulation), yaitu pengumpulan data
semacam dilakukan oleh beberapa peneliti, (3) trianggulasi metodologis
(methodological triangulation), penelitian dilakukan dengan beberapa metode
yang berbeda, dan (4) trianggulasi teoretis (theoretical triangulation) yaitu
melakukan penelitian dan datanya dengan menggunakan beberapa perspektif yang
berbeda. Dalam hal ini peneliti menggunakan dua teknik trianggulasi dari empat
trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Trianggulasi data
digunakan dalam penelitian oleh peneliti untuk mengumpulkan data dari berbagai
sumber, baik dari masyarakat di sekitar Petilasan Kraton Pajang, pejabat terkait di
lingkungan Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan (POPK)
Kabupaten Sukoharjo, Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah daerah Sukoharjo
dan pengunjung Petilasan Kraton Pajang serta informasi dari nara sumber yang
lain, sehingga data sejenis bisa teruji kemantapan dan kebenarannya. Trianggulasi
metode digunakan dalam penelitian oleh peneliti untuk mengumpulkan data
dilakukan dengan metode yang berbeda-beda, ada yang menggunakan metode
wawancara, metode observasi dan metode analisis dokumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
G. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2001: 103) analisis
data sebagai proses yang mencari usaha secara formal untuk menemukan tema
dan merumuskan hipotesa (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai
usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Selanjutnya
menurut Burhan Bungin (2001: 99) dalam penelitian kualitatif proses analisis data
dilakukan sejak awal bersamaan dengan pengumpulan data. Dengan demikian
proses analisis data dilakukan terus-menerus dan berkelanjutan selama perjalanan
penelitian. Menurut Patton yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2001: 103),
analisis data adalah “Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam
bentuk suatu pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan rumusan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data”.
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis
kualitatif merupakan analisis data yang didasarkan pada hubungan antara fakta
satu dengan fakta yang lain secara hubungan sebab akibat untuk menerangkan
suatu peristiwa. Analisis kualitatif yang peneliti gunakan adalah teknik analisis
interaktif yang merupakan proses siklus diantara ketiga komponen pokok yaitu
reduksi atau seleksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan.
Dalam bentuk analisis ini, peneliti tetap berada dalam empat komponen
yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasinya, yang dilakukan selama penelitian. Sebagai penjelasan lebih lanjut di
bawah ini peneliti menguraikan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Merupakan kegiatan dalam penelitian untuk mengumpulkan data di lapangan
dari sumber-sumber data yang telah ditentukan.
2. Reduksi data
Tahap ini merupakan pemusatan perhatian pada data lapangan yang telah
terkumpul. Data ini dipilih untuk menentukan derajat relevansinya dengan
maksud penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3. Sajian data
Tahap ini merupakan penyusunan informasi yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
4. Verifikasi atau penarikan kesimpulan
Tahap ini, peneliti selalu melakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul
dari data (klarifikasi data). Apabila hasil klarifikasi memperkuat simpulan atas
data, maka pengumpulan data untuk komponen tersebut perlu dihentikan,
sehingga kesimpulan cukup mantap dan benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan model analisis
interaktif, di mana peneliti tetap berada di antara tiga alur kegiatan selama
pengumpulan data, selanjutnya selalu berada di antara kegiatan reduksi,
penyajian, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Menurut Hurberman (1992 : 20) skema model analisis interaktif yaitu :
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah langkah-langkah secara rinci dalam penelitian
dari awal sampai akhir. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat berjalan
teratur, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Adapun langkah-
langkah prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penulisan proposal dan persiapan pelaksanaan penelitian
Setelah judul penelitian disetujui atau ditentukan dilanjutkan dengan penulisan
proposal. Pada tahap ini berisi garis-garis besar penelitian yang akan
dilaksanakan yang meliputi perumusan masalah, penyusunan kerangka
Seleksi Data Penyajian Data
Penyimpulan Data (verifikasi)
Pengumpulan Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
berpikir, dan pemilihan lokasi penelitian. Langkah selanjutnya mengadakan
persiapan pelaksanaan, yaitu mengurusi perijinan penelitian. Perijinan yang
dimaksud adalah perijinan mengadakan penelitian ke lokasi penelitian untuk
mendapatkan data yang diperlukan.
2. Pengumpulan data dan analisis data awal
Pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian termasuk dalam hal ini
mengadakan wawancara dengan para informan dan mengadakan observasi
terhadap obyek penelitian. Selain itu juga diadakan studi pustaka terhadap
sumber-sumber tertulis yang ada kaitannya dengan topic dalam penelitian
sebagai data. Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan, dianalisis, dan
diinterprestasikan serta menjawab perumusan masalah data yang sudah
terjaring dalam analisis awal.
3. Analisis akhir dan penarikan kesimpulan
Pada tahap ini, peneliti menganalisis lagi data yang telah didapat dengan teliti,
jika kurang sesuai diadakan perbaikan, kemudian data tersebut dikelompokan
sesuai dengan masalah penelitian. Data yang sudah tersusun rapi merupakan
bagian dari analisis awal, maka kegiatan selanjutnya merupakan analisis akhir
dengan mengorganisasikan dan mengurutkan data pola dalam uraian dasar
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
4. Penulisan laporan dan perbanyakan laporan
Dari data yang sudah disusun berdasarkan pedoman penelitian kualitatif, maka
akan dapat diambil sebuah laporan penelitian sebagai bentuk karya ilmiah,
yang sebelumnya melalui proses pengujian terlebih dahulu. Agar dapat dibaca
oleh masyarakat umum yang ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan,
maka diperbanyaklah hasil laporan itu.
Dari uraian di atas, maka dapat digambarkan skema prosedur penelitian
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Penarikan Kesimpulan Penulisan
Proposal
Persiapan Pelaksanaan penelitian
Pengumpulan Data dan
Analisis Awal
Analis Akhir
Penulisan Laporan
Perbanyak Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Tempat Penelitian
1. Kondisi Geografis
Berdasarkan letak geografisnya, aset wisata religi Petilasan Kraton Pajang
berada di dukuh Sonojitwan RT 05/RW XXVI, desa Makamhaji, kecamatan
Kartasura, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Desa Makamhaji berada
sekitar 5 km ke arah timur dari kecamatan Kartasura dan 20 km ke arah barat dari
kabupaten Sukoharjo. Jarak tempuh dari desa Makamhaji ke kecamatan Kartasura
sekitar 10 menit perjalanan, dan 30 menit ke kabupaten Sukoharjo. Desa
Makamhaji memiliki batas-batas sebagai berikut: sebelah timur berbatasan dengan
kelurahan Pajang Kotamadya Surakarta, sebelah selatan berbatasan dengan desa
Gentan, sebelah barat berbatasan dengan desa Gumpang, dan sebelah utara
berbatasan dengan desa Pabelan.
Menurut profil desa Makamhaji Tahun 2010, Curah hujan wilayah ini
antara 2000-2500 mm dengan suhu rata-rata harian 25-35 derajat celcius. Desa
Makamhaji memiliki sawah irigasi teknis 7 hektar dan sawah tadah hujan 2
hektar, selain itu untuk tanah kering digunakan untuk tegal atau ladang 0,7410
hektar dan pemukiman 170,6427 hektar. Luas tanah yang digunakan untuk
fasilitas umum antara lain: Kas Desa 3,6736 hektar, Lapangan 0,9125 hektar, dan
perkantoran pemerintah 0,1845 hektar (Profil Desa Makamhaji, 2010: 41).
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) kecamatan Kartasura tahun
2009/2010, secara keseluruhan wilayah kecamatan Kartasura tersebut dibagi
menjadi 12 desa, yaitu: Ngemplak, Gumpang, Makamhaji, Pabelan, Ngadirejo,
Kartasura, Pucangan, Kertonatan, Wirogunan, Ngabeyan, Singopuran, dan
Gonilan. Wilayah kecamatan Kartasura sangat mudah dijangkau, karena daerah
tersebut sudah ada transportasi yang lancar juga sarana jalan yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2. Kondisi Demografis
Berdasarkan kondisi demografis desa Makamhaji juga perlu diperhatikan
yang meliputi keadaan penduduk, pendidikan, pekerjaan, dan sarana prasarana.
a. Keadaan Penduduk
Desa Makamhaji, kecamatan Kartasura, kabupaten Sukoharjo per tahun
memiliki jumlah penduduk 17737 orang, yang tercatat dalam profil desa
Makamhaji tahun 2010. Jumlah seluruh penduduk tersebut dirinci berdasarkan
kelompok umur, jenis kelamin, dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebagai
berikut:Tabel 1: Jumlah Penduduk Desa Makamhaji berdasarkan Kelompok umur
per Maret Tahun 2010
No Kelompok Umur Jumlah
1. < 1 tahun 105 orang
2. 1-5 tahun 1082 orang
3. 6-10 tahun 1238 orang
4. 11-15 tahun 1277 orang
5. 16-20 tahun 1256 orang
6. 21-25 tahun 1282 orang
7. 26-30 tahun 1426 orang
8. 31-35 tahun 1303 orang
9. 36-40 tahun 1241 orang
10. 41-45 tahun 1218 orang
11. 46-50 tahun 1211 orang
12. 51-55 tahun 1195 orang
13. 56-58 tahun 734 orang
14. > 58 tahun 3169 orang
Jumlah penduduk seluruh desa Makamhaji
Jumlah penduduk laki-laki
Jumlah penduduk perempuan
Jumlah Kepala Keluarga
17.737 orang
8.808 orang
8.929 orang
4.553 orang
Sumber : Profil Desa Makamhaji, tahun 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
b. Pendidikan
Berdasarkan data profil desa Makamhaji Tahun 2010, penduduk desa
Makamhaji yang telah mengenyam pendidikan cukup tinggi yaitu tercatat
sebanyak 19470 orang. Tingkat pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu pendidikan rendah (SD), pendidikan menengah (SLTP), dan
pendidikan tinggi (SLTA) ke atas. Menurut pembagian tingkat pendidikan dan
angka pada tabel, tingkat pendidikan di desa Makamhaji cukup tinggi, yaitu tamat
Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3900 orang, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) / Sederajat sebanyak 3500 orang, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) ke atas sebanyak 8770 orang yang meliputi tamat SLTA 6500 orang, D-1
sebanyak 250 orang, D-2 sebanyak 110 orang, D-3 sebanyak 500 orang, S-1
sebanyak 1250 orang, S-2 sebanyak 150 orang, dan S-3 sebanyak 10 orang.
Apabila dibuat tabel tentang tingkat pendidikan penduduk desa Makamhaji
sebagai berikut:
Tabel 2: Jumlah Tingkat Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Pernah SD tetapi tidak tamat 3300
2. Tamat SD/Sederajat 3900
3. SLTP/Sederajat 3500
4. SLTA/Sederajat 6500
5. D-1 250
6. D-2 110
7. D-3 500
8. S-1 1250
9. S-2 150
10. S-3 10
Jumlah 19470
Sumber : Profil Desa Makamhaji tahun 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
c. Pekerjaan
Dalam usaha memenuhi kebutuhan perekonomian yang terkait dengan
pekerjaan, maka masyarakat desa Makamhaji menempuh bermacam-macam usaha
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pekerjaan yang ditekuni oleh
mayoritas penduduk desa Makamhaji adalah buruh atau swasta tercatat ada 2900
orang, pegawai negeri ada 1030 orang, pedagang ada 1000 orang dan pengrajin
ada 775 orang, selebihnya penduduk bekerja di bidang lain dan jumlahnya tidak
terlalu banyak. Penduduk yang bekerja sebagai dosen ada 210 orang, pensiunan
ada 175 orang, montir ada 125 orang, dokter ada 40 orang, pengusaha ada 20
orang, petani ada 11 orang dan peternak ada 11 orang.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat tabel jenis pekerjaan
masyarakat desa Makamhaji sebagai berikut:
Tabel 3 : Jenis Pekerjaan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010
No Nama Pekerjaan Jumlah
1. Buruh / Swasta 2900
2. Pegawai Negeri 1030
3. Pedagang 1000
4. Pengrajin 775
5. Dosen 210
6. Pensiunan 175
7. Montir 125
8. Dokter 40
9. Pengusaha 20
10. Petani 11
11. Peternak 11
Sumber : Profil Desa Makamhaji tahun 2010
d. Sarana Prasarana
1) Sarana transportasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Menurut data profil desa Makamhaji tahun 2010, wilayah desa Makamhaji
merupakan daerah yang terbuka dalam arti bukan daerah yang terisolir dan mudah
dijangkau dari arah mana saja. Akses jalan raya menuju desa Makamhaji
menggunakan jalan aspal. Sarana kendaraan umum yang menunjang mobilitas
penduduk dari dan ke desa Makamhaji juga sudah baik. Alat transportasi darat
antara lain ada bus umum, truk umum, angkutan pedesaan, delman, becak dan
kereta api. Selain itu, terdapat jembatan beton bernama Pijilan dan Brojo, serta
jembatan besi bernama Jetis dan Pelem Doyong. Keadaan jembatan tersebut
masih baik dan masih digunakan oleh masyarakat desa Makamhaji dalam
kesehariannya. Selain transportasi darat ada transportasi sungai, yaitu terdapat
perahu motor, kapal dan perahu tanpa motor.
2) Sarana Pendidikan
Desa Makamhaji sudah termasuk wilayah yang masuk kota, hal ini
ditandai dengan adanya fasilitas sekolah yang cukup banyak. Fasilitas-fasilitas
sekolah yang dimaksud diantaranya adalah Taman Kanak-kanak (TK) yang
berjumlah 7 buah dengan jumlah murid sebanyak 600 siswa dan tenaga pengajar
60 orang. Sekolah Dasar (SD) ada 5 buah dengan jumlah murid sebanyak 1200
siswa dan tenaga pengajar 65 orang. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
ada 1 buah dengan jumlah murid sebanyak 100 siswa dan tenaga pengajar 9
orang. Selanjutnya, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ada 1 buah dengan
jumlah murid 30 siswa dan tenaga pengajar 8 orang.
Selain pendidikan formal, terdapat pendidikan non formal diantaranya ada
Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) berjumlah 30 buah yang terdapat di desa
Makamhaji. Ada Lembaga Pendidikan Agama 3 buah dengan jumlah murid
sebanyak 700 siswa dan tenaga pengajar 60 orang. Ada juga perpustakaan 1 buah
di desa Makamhaji untuk menunjang pendidikan formal maupun pendidikan
informal.
Apabila dibuat tabel mengenai jumlah lembaga pendidikan, jumlah tenaga
pengajar yang menempati gedung dari berbagai tingkatan sekolah di wilayah Desa
Makamhaji menurut uraian di atas sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 4 : Jumlah lembaga pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010
No Nama Lembaga Jumlah Siswa Tenaga Pengajar
1. Taman Kanak-kanak (TK) 7 600 60
2. Sekolah Dasar (SD)/Sederajat 5 1200 65
3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP)
1 100 9
4. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA)
1 30 8
5. Taman Pendidikan Al Qur’an
(TPA)
30 - -
6. Lembaga Pendidikan Agama 3 700 60
7. Perpustakaan 1 - -
Sumber: Profil Desa Makamhaji, tahun 2010
3) Sarana Kesehatan dan Olahraga
Dalam menunjang kesehatan warga di wilayah desa Makamhaji,
pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas kesehatan diantaranya puskesmas
pembantu berjumlah 1 unit, poliklinik atau balai pengobatan 1 unit, apotek 5 unit,
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) ada 9 unit, toko obat ada 2 unit, dan tempat
dokter praktek ada 21 unit. Untuk jumlah tenaga kesehatan, diantaranya jumlah
dokter umum 21 orang, jumlah dokter gigi 3 orang, jumlah dokter bedah 1 orang
dan bidan desa ada 2 orang. Selain sarana kesehatan, di desa Makamhaji terdapat
sarana olahraga pula. Sarana olahraga tersebut diantaranya yaitu : lapangan sepak
bola 1 buah, lapangan bulu tangkis 3 buah, meja pingpong 4 buah, lapangan voli 2
buah, dan lapangan tenis 1 buah.
4) Sarana peribadatan
Toleransi di antara penduduk desa Makamhaji terlihat cukup jelas,
meskipun terdapat bermacam-macam agama yang dianut penduduk yaitu, Islam,
Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Jadi dengan demikian, dalam bidang agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hampir semua agama yang ada
di Indonesia ada dan dianut oleh masyarakat desa Makamhaji. Berdasarkan profil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
desa Makamhaji tahun 2010, rata-rata penduduk beragama Islam yaitu 12270
orang ada juga sebagian kecil yang beragama Non Islam yaitu Kristen 3555
orang, Katholik 1920 orang, Hindu 15 orang, dan Budha 12 orang. Prasarana
peribadatan yang ada berupa Masjid 33 buah, langgar/surau/mushola 15 buah, dan
gereja Kristen 3 buah yang bisa dimanfaatkan warga Desa Makamhaji sebagai
tempat beribadah. Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat tabel sebagai berikut:
No Nama Tempat Ibadah Jumlah
1. Masjid 33
2. Langgar/surau/mushola 15
3. Gereja Kristen 3
4. Kuil/Vihara -
Sumber: Profil Desa Makamhaji, tahun 2010
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian
1. Sejarah Kraton Pajang
Menurut Dwi Ratna (1999: 55), pada pertengahan pertama abad ke 16,
Kerajaan Majapahit yang bersifat Hindu mengalami keruntuhan. Runtuhnya
Majapahit ditandai dengan terjadinya disintegrasi wilayah. Terbukti banyaknya
daerah Islam tidak mau tunduk lagi terhadap Kerajaan Majapahit yang beragama
Hindu. Runtuhnya Majapahit diikuti dengan munculnya dinasti baru, Kerajaan
Demak di bawah pimpinan Raden Patah, seorang keturunan Majapahit yang telah
memeluk Agama Islam. Daerah-daerah Islam di Pantai Utara Jawa, di bawah
dominasi Bintara Demak, berusaha melakukan suksesi terhadap Majapahit. Ketika
terjadi penyerbuan oleh pasukan Demak, raja Majapahit terakhir Prabu Brawijaya
(Bhre Kertabumi) berhasil lolos meninggalkan istana.
Keberadaan Kasultanan Demak tidak lama, hanya sekitar empat puluh
tahun. Sesudah Raden Patah, keadaan tidak tenang lagi. Raja Demak terakhir,
Sunan Prawata dibunuh oleh kemenakanya, Arya Penangsang kira-kira pada tahun
1549. Arya Penangsang memerintah Jipang sebagai raja bawahan. Tujuannya
ialah membalas dendam atas kematian ayahnya yang telah dibunuh atas perintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Sunan Prawata. Akan tetapi pada saat hendak menduduki tampuk kekuasaan,
Arya gugur. Arya terbunuh dalam pertempuran melawan laskar Jaka Tingkir
(penguasa Pajang) yang dibantu oleh Ki Penjawi dan Ki Pemanahan. Jaka Tingkir
bertindak sebagai pembalasan atas kematian Pangeran Hadiri (Kyai Kalinyamat)
dari Jepara, ipar Sunan Prawara yang telah menemui ajalnya juga karena ulah
Arya Penangsang (Dwi Ratna, 1999: 57).
Jaka Tingkir merupakan bekas kepala pengawal sekaligus menantu Sultan
Prawata dan berasal dari Pengging. Oleh karena lama di desa Tingkir, dekat
Salatiga, maka ia dinamakan Jejaka dari Tingkir (Jaya Baya, 1990: 13). Sebagai
pewaris Kerajaan Demak, Jaka Tingkir kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya dan
mendirikan Kraton Pajang. Jaka Tingkir memerintah di Pajang selama hampir dua
puluh tahun (1568-1586). Sebelum menjadi raja bernama Jaka Tingkir atau Mas
Karebet yang suka melakukan meditasi dan refleksi untuk mempertajam kualitas
diri. Dari segi spiritual Jaka Tingkir telah memperoleh kepribadian yang unggul.
Semasa mudanya Jaka Tingkir berguru kepada tokoh-tokoh ternama, misalnya Ki
Ageng Banyubiru, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Sela, ahli ilmu pengetahuan
yang putus ing reh saniskara. Gemblengan para guru agung ini menghantarkan
Jaka Tingkir menjadi jalma limpat seprapat tamat. Secara intelektual berkualitas
dan secara sosial sangat populer. Para kawula baik di perkotaan, pedesaan
maupun pegunungan mengenal Jaka Tingkir sebagai keturunan bangsawan,
trahing kusuma rembesing madu, yang dipercaya mampu menjadi pewaris tahta
(http://budayajawa.com/index.php?productID=227 di unduh tanggal 16 Agustus
2010 ).
Secara historis, perpindahan pusat kerajaan, baik dari Majapahit maupun
dari Demak ke Pajang bukan semata-mata berdasarkan pulung atau wahyu belaka,
tetapi memang kenyataannya terdapat usaha dari yang bersangkutan untuk
mempergunakan haknya sebagai penerus tahta. Hal ini terlihat dari daftar silsilah
yang termuat dalam Babad Tanah Jawi, sebagai berikut: (a) Prabu Brawijaya
penghabisan berputra Raden Patah, Sultan Demak pertama, (b) Prabu Brawijaya
penghabisan berputra seorang puteri yang menadi istri Jaka Sengara (Adipati
Dayaningrat di Pengging), berputra Kyai Kebo Kenanga, berputera Mas Karebet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(Jaka Tingkir), Sultan Pajang I. Dari daftar silsilah tersebut, bahwa Demak dan
Pajang sama-sama berasal dari satu dinasti, yaitu Majapahit, sehingga perang
batin dan perebutan mahkota selalu terjadi. Demikian pula perebutan kekuasaan
berulang kembali pada masa akhir Pajang dan awal Mataram. Kerajaan Mataram
tumbuh menjadi daerah yang besar dan berpengaruh. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran Sultan Hadiwijaya, sebab bisa mengancam eksistensi kerajaan. Bagi
Sultan Hadiwijaya Ki Ageng Mataram itu sebagai keturunan Majapahit tentu
berusaha agar keturunannya dapat menjadi raja dan menguasai tanah Jawa. Selain
itu Sunan Giri pun telah meramalkan bahwa kelak Mataram akan bertahta seorang
raja besar. Karena merasa gelisah, Sultan Hadiwijaya segera menemui Sunan
Kalijaga yang kemudian meminta Ki Ageng Mataram untuk berjanji tidak akan
menjadi raja Mataram dan tidak akan mengalahkan Pajang. Namun bila sampai
kepada keturunannya, sepenuhnya diserahkan atas kehendak Tuhan Yang Maha
Esa. Meskipun wahyu kraton telah jatuh ke tangan Ki Ageng Mataram, tetapi
karena pernah berjanji kepada Sultan Hadiwijaya untuk tidak menjadi raja di
Mataram, maka selama hidupnya ia selalu taat pada raja Pajang sebagai
bawahannya. Pada tahun 1583 Ki Ageng Mataram meninggal. Sultan Pajang
kemudian menunjuk Sutawijaya (anak Ki Ageng Mataram yang diambil anak
angkat oleh Sultan Hadiwijaya) sebagai pengganti Ki Ageng Mataram. Sewaktu
diangkat menjadi penguasa Mataram, Sutawijaya diberi gelar Senapati Ing Alaga
oleh raja Pajang. Gelar ini selanjutnya merupakan bagian tetap dari nama raja-raja
Mataram.
Pada tahun 1584, Senapati Sutawijaya mengadakan persiapan untuk
memerdekakan tanah warisannya. Sutawijaya mengabaikan kewajibanya terhadap
raja Pajang. Sutawijaya tidak seba atau menghadap raja di Kraton Pajang untuk
memberi penghormatan tahunan. Sutawijaya juga menggagalkan pelaksanaan
hukuman yang harus dilakukan atas perintah raja terhadap keluarga Tumenggung
Mayang. Tindakan yang dilakukan senapati menjadikan raja Pajang marah dan
hendak menindak dengan kekuatan senjata terhadap Mataram. Sebelum terjadi
penyerbuan, di dekat Prambanan, ternyata pasukan Pajang telah pecah akibat
letusan gunung Merapi dan meluapnya sungai Opak, sehingga Sultan Pajang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
urung menyerang Mataram. Kemudian Sultan Pajang bersama-sama sisa
pasukannya mundur dan bermukim di Tembayat (daerah Klaten). Selama
bermukim di Tembayat, Sultan merasa bahwa kerajaannya telah berakhir dan
akan diganti oleh dinasti Mataram yang akan memerintah seluruh Jawa. Setelah
kembali ke kotapraja Pajang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit, dan pada tahun 1578
akhirnya meninggal dunia. Ia dimakamkan di desa Butuh, sebuah tempat yang
tidak jauh di sebelah barat taman Kerajaan Pajang yang sekarang dikenal dengan
nama kampung Makamhaji. Dengan meninggalnya raja Pajang itu, maka wahyu
kraton beralih dari Pajang pindah ke Mataram. Setelah berhasil menggeser
kedudukannya Pajang, Sutawijaya menyatakan keinginannya untuk tetap di
Mataram. Sejak saat itu ia bergelar Panembahan Senapati. Adapun kekuasaan atas
Pajang dipercayakan kepada salah seorang pangeran muda dari Mataram bernama
Gagak Bening (Dwi Ratna, 1999: 62). Kraton Pajang menduduki posisi yang
penting dalam pentas sejarah nasional. Dinasti besar Kerajaan Jawa yaitu
Majapahit, Demak dan Mataram, ketiganya bertemu di antara silsilah Kraton
Pajang. Pada diri Sultan Hadiwijaya yang menjadi raja Pajang mengalir darah
Majapahit dan Demak (Purwadi, 2008: 5).
2. Pembangunan Petilasan Kraton Pajang
a. Latar Belakang Pembangunan Petilasan Kraton Pajang
Berdasarkan letak geografisnya, aset wisata religi Petilasan Kraton Pajang
berada di Dukuh Sonojitwan RT 05/RW XXVI, Desa Makamhaji, kecamatan
Kartasura, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Petilasan Kraton Pajang
adalah tempat yang dikeramatkan oleh warga desa Makamhaji karena area ini
merupakan tempat ditemukannya ompak dari Kraton Pajang. Petilasan Kraton
Pajang merupakan peninggalan Sultan Hadiwijaya, raja dari Kraton Pajang.
Bagi pengelola, Petilasan Kraton Pajang merupakan salah satu kebudayaan
Jawa yang harus dilestarikan. Peninggalan dari leluhur tidak boleh ditinggalkan
karena bersifat luhur. Budaya leluhur harus diurutkan menurut silsilah dan
dilestarikan keberadaannya. Pelestarian ini sampai sekarang masih ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
penyambungannya, dibuktikan dengan eksistensi ritual malam jumat, malam
jumat legi, malam Suro dan pembangunan sekitar area Petilasan Kraton Pajang
secara berlanjut (wawancara Bapak Kusaeri selaku seksi budaya, 21 Maret 2011).
Bagi pengunjung, pembangunan Petilasan Kraton Pajang dilaksanakan
oleh suatu kelompok masyarakat yang sama-sama tertarik terhadap lingkungan
budaya (dalam hal ini Kraton Pajang) sebagai monumental pernah ada suatu
kerajaan di desa Makamhaji (wawancara Bapak Agus, 10 Maret 2011). Selain itu,
masyarakat mempunyai berbagai alasan untuk pembangunan Petilasan Kraton
Pajang. Alasan tersebut antara lain orang yang mengetahui adanya Kraton Pajang
mencari-cari letak dari Kraton Pajang tersebut, sehingga didirikan Petilasan
Kraton Pajang di sekitar ditemukannya ompak yang merupakan satu-satunya
peninggalan dari adanya Kraton Pajang terdahulu. Ompak merupakan alas tiang
bangunan Kraton Pajang yang rusak dan ditinggal ketika pemerintahan dialihkan
ke Mataram (wawancara Bapak Suradi, tanggal 7 November 2010).
Batu ompak Kraton Pajang yang pernah diributkan karena tidak diketahui
di mana berada berhasil ditemukan. Batu ini merupakan satu-satunya bukti
keberadaan Kraton Pajang dan disimpan di Pemerintah Daerah Kabupaten
Sukoharjo (Bernas, 1994). Batu ini dikembalikan kepada desa Makamhaji karena
adanya kontradiksi antar warga masyarakat sudah reda (wawancara Bapak Taufik,
19 Maret 2011).
b. Keadaan Komplek Petilasan Kraton Pajang
Petilasan Kraton Pajang dibangun tanggal 3 Desember 1993, Jumat Legi
di atas tanah milik Desa Makamhaji seluas kurang lebih 1000 m. Pembangunan
ini didirikan oleh Paguyuban Patilasan Kraton Pajang yang peduli dengan budaya
Jawa (khususnya daerah Desa Makamhaji dan sekitarnya). Pembangunan Benda
Cagar Budaya ini dirintis oleh Bapak R. Koesnadi Kusumo Hoeningrat.
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo mendukung pembangunan
monumen sejarah yang dianggap situs Petilasan Kraton Pajang. Namun disesalkan
tujuan baik ini tidak melalui prosedur yang benar, sehingga menimbulkan pro dan
kontra. Pembangunan pesanggrahan terlebih dahulu harus mohon izin kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo disertai proposal lengkap tentang
rencana pembangunan, maka Pemerintah Daerah akan mendukung dan
menyetujui pembangunan ini (Bernas, 1994).
Kompleks Petilasan Kraton Pajang sampai sekarang belum terawat dengan
baik, keadaan demikian karena kurangnya tenaga kerja yang memelihara dan
merawat lingkungan di sekitar Petilasan Kraton Pajang, hanya juru kunci dan
beberapa orang yang selalu memelihara kebersihan Petilasan Kraton Pajang
dengan menyapu dan membersihkan kotoran di area ini. Sebab Petilasan Kraton
Pajang belum ada ikatan dengan Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan
Kebudayaan (Dinas POPK) Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan pengelolaan
Petilasan Kraton Pajang dikelola oleh desa Makamhaji sebagai aset wisata daerah
(wawancara Bapak Sujasmin, 10 Maret 2011).
Komplek Petilasan Kraton Pajang dibangun secara bertahap, ini
dikarenakan sumber pendanaan pembangunan dilakukan secara swadaya dari
pihak masyarakat, pengunjung dan pengelola yang peduli terhadap Benda Cagar
Budaya. Dalam komplek Petilasan Kraton Pajang dibuat beberapa bangunan,
yaitu: (1) tempat pemujaan (sungkeman), ada 1 buah digunakan untuk acara ritual
yang diselenggarakan di Petilasan Kraton Pajang, (2) bangsal, ada 1 buah
digunakan untuk tempat beristirahat para pengunjung yang ingin menginap di
Petilasan Kraton Pajang, (3) mushola ada 1 buah digunakan bagi masyarakat yang
melakukan tirakatan di Petilasan Kraton Pajang, pendanaan mushola ini dari
keluarga Mun Slamet dan masyarakat Pajang, diresmikan Jumat Legi, 24
Desember 2010 / 1432 H oleh Camat Kartasura Sriyono, S. Sos , (4) toko
kelontong, ada 3 buah untuk menunjung keperluan pengunjung yang singgah di
Petilasan Kraton Pajang, (5) toilet ada 2 buah, (6) tempat parkir 1 buah. Selain
bangunan di atas terdapat sumber air Selo Tirto Mulyo Abadi, air ini dipercaya
oleh masyarakat sekitar sebagai sumber kehidupan. Air ini dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Selain itu, dengan mandi di sumber air
ini, sebagai tanda pembersihan diri sebelum berada di tempat sungkeman dan
dalam keadaan suci ketika berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa (wawancara ibu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
sutemi dan Bapak Joko, 11 April 2011). Tidak mengherankan jika masyarakat
sekitar maupun pengunjung mandi di Petilasan Kraton Pajang.
Rencana pembangunan Petilasan Kraton Pajang jangka panjang antara
lain, bangsal akan dibuat joglo yang digunakan untuk singgah para tamu tirakatan
yang mau melakukan sungkeman, kemudian Sebelah selatan akan didirikan joglo
terbuka untuk masyarakat apabila akan mengadakan suatu hajatan. Rencana
Pembangunan ini belum terlaksana karena dana pembangunan belum ada.
Rencana pembangunan ini meminta bantuan kepada Bupati Kabupaten Sukoharjo
dan Kraton seluruh nusantara agar pembangunan dapat segera terealisasikan
(wawancara Bapak Siswo, 21 Maret 2011).
Bagi pengunjung yang mendatangi makam harus mematuhi tata tertib
yang ada di area Petilasan Kraton Pajang. Tata tertib tersebut antara lain: (a) bagi
pengunjung yang bermalam 2x24 jam harus lapor kepada juru kunci atau
pengurus dan menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku,
(b) dilarang judi, minum-minuman keras, mabuk-mabukan, dan membawa senjata
tajam (selain petugas aparat), (c) pengunjung dimohon menjaga kebersihan
lingkungan Petilasan Kraton Pajang, (d) pengunjung wajib mentaati peraturan
yang berlaku dari pengurus Petilasan Kasultanan Kraton Pajang dan Pemerintah
maupun petugas/aparat keamanan, (e) waktu berdoa/ sungkeman para tamu tirakat
dimohon tenang, dan (f) dilarang pijat di bangsal/Lingkungan Petilasan
Kasultanan Kraton Pajang (tata tertib di Petilasan Kraton Pajang). Tata tertib ini
diterapkan agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan bagi masyarakat dan
pengunjung Petilasan Kraton Pajang (tata tertib di Petilasan Kraton Pajang).
3. Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan Benda Cagar Budaya
dan Pariwisata (Obyek Wisata Religi)
a. Petilasan Kraton Pajang sebagai Benda Cagar Budaya
Petilasan Kraton Pajang merupakan daerah didirikannya Kraton Pajang
oleh Sultan Hadiwijaya selama hampir dua puluh tahun (1568-1586). Karena
Kraton Pajang sudah berusia lebih dari 50 tahun dan mewakili corak kebudayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
lebih dari 50 tahun maka berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992, Kraton Pajang
termasuk dalam Benda Cagar Budaya yang harus dilindungi, dipelihara dan
dilestarikan karena memiliki arti penting bagi sejarah, budaya, pendidikan dan
ilmu pengetahuan.
Petilasan Kraton Pajang merupakan salah satu bentuk Benda Cagar
Budaya peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya
yang sangat tinggi nilainya, khususnya berkaitan dengan kebudayaan jawa. Pihak
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo melalui Dinas Pemuda, Olah Raga,
Pariwisata, dan Kebudayaan (Dinas POPK) juga menyatakan bahwa Petilasan
Kraton Pajang merupakan Benda Cagar Budaya yang dimiliki oleh Kabupaten
Sukoharjo. Ini merupakan salah satu aset di bidang Kebudayaan milik Kabupaten
(wawancara Bapak Taufik, 19 Maret 2011).
Pentingnya Petilasan Kraton Pajang bagi sejarah budaya pendidikan dan
ilmu pengetahuan maka Petilasan tersebut harus dilestarikan. Oleh karena itu
perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang pemerintah setempat
mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata religi, sehingga diharapkan
dapat menambah pendapatan asli daerah dan sebagai upaya pelestarian
peninggalan hasil budaya. Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan untuk menjadi
aset wisata sejarah dikarenakan cukup relevan dalam penanaman nilai budaya
bangsa karena masyarakat luas dapat melihat secara lebih dekat mengenai adanya
Kraton Pajang yang selama ini dianggap tidak ada, sehingga diperlukan perhatian
khusus terhadap Benda Cagar Budaya tersebut.
b. Petilasan Kraton Pajang sebagai Pariwisata (Obyek Wisata Religi)
Persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang menjadi Obyek
wisata religi penulis klasifikasikan menjadi dua golongan, antara lain:
1) Pro (setuju) Petilasan Kraton Pajang menjadi Obyek wisata religi
Menurut wawancara Bapak Taufik selaku Kepala Dinas pemuda, Olah
Raga, Pariwisata dan Kebudayaan (Dinas POPK), Petilasan Kraton Pajang
dimungkinkan untuk menjadi obyek wisata religi di Kabupaten Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tempat ini dapat meningkatkan pendapatan daerah pada khususnya dan
Kabupaten Sukoharjo pada umumnya.
Petilasan Kraton Pajang sudah menjadi aset wisata milik Pemerintah
Daerah Kabupaten Sukoharjo dan Dinas Pariwisata. Namun, untuk menjadi
tempat obyek wisata religi belum dilakukan. Hal ini dikarenakan, dari pihak
Yayasan Petilasan Kraton Pajang dan desa Makamhaji belum menyerahkan
tempat ini kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo. Penyerahan Petilasan
Kraton Pajang dari yayasan dan desa Makamhaji ke Pemerintah Daerah
Sukoharjo.
Upaya Dinas POPK untuk mengembangkan Petilasan Kraton Pajang
adalah promosi. Promosi berguna untuk memberikan pengetahuan kepada
masyarakat bahwa Petilasan Kraton Pajang bisa dikenal pada daerah pada
khususnya, dan negara pada umumnya. Selain adanya promosi, Dinas POPK
memberikan bantuan berupa paving (pagar) untuk membatasi komplek Petilasan
Kraton Pajang dengan bangunan yang lainnya. Namun, untuk Pemerintah Daerah
Sukoharjo belum memberikan bantuan sama sekali.
Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo, fungsi dari adanya
Petilasan Kraton Pajang adalah sebagai bentuk promosi pariwisata khususnya
kebudayaan. Semakin banyak obyek-obyek wisata, maka Kabupaten Sukoharjo
akan semakin terkenal di bidang kebudayaan. Petilasan Kraton Pajang membawa
pengaruh bagi masyarakat di sekitarnya. Pengaruh ini ada sisi negatif maupun sisi
positif. Sisi negatif misalnya, adanya ritual-ritual yang diadakan dapat menggangu
agama yang lain. Sisi positifnya, menambah pemasukan (income) pemasukan bagi
keluarga untuk daerah di sekitar Petilasan kraton Pajang (wawancara Bapak
Taufik, 19 Maret 2011).
Wawancara Bapak Suradi (Ketua II Petilasan Kraton Pajang) menyatakan
bahwa Petilasan Kraton Pajang sampai sekarang belum disentuh oleh pihak
manapun. Pihak Petilasan pernah membicarakan mengenai Petilasan Kraton
Pajang menjadi obyek wisata, namun tidak pernah mendapatkan tanggapan dari
Pemerintah Daerah (wawancara, 5 Agustus 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Wawancara Bapak Agus (pengunjung Petilasan Kraton Pajang),
menyatakan bahwa Bapak Agus setuju, apabila Petilasan Kraton Pajang dijadikan
obyek wisata. Selama eksistensi Kraton Pajang mendukung ekonomi masyarakat
sekitarnya dan masyarakat menerima karena mendapatkan penghasilan dari
dibukanya menjadi obyek wisata. Namun apabila yang menikmati hanya segelintir
orang saja yang menerima hasilnya, maka Bapak Agus tidak setuju dengan
dibukanya Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi. Petilasan Kraton
Pajang dapat dijadikan obyek wisata religi jika masuk ke Dinas Pariwisata
Kabupaten Sukoharjo. Namun konsekuensinya, Pemerintah Daerah harus
memberikan kontribusi pada pengelola Petilasan Kraton Pajang (wawancara
Bapak Agus, 10 Maret 2011).
Bapak Kusaeri (seksi budaya Petilasan Kraton Pajang) dan Bapak Siswo
(Ketua I Petilasan Kraton Pajang) berpendapat bahwa Petilasan Kraton Pajang
dimungkinkan menjadi obyek wisata religi, karena Petilasan ini sudah mempunyai
pengunjung tetap dan adanya upaya pelestariannya. Program kerja jangka panjang
akan diadakan pengajuan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo tentang
Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi. Namun sampai sekarang,
belum ada tindakan khusus tentang program ini. Untuk program kerja jangka
pendek, akan dibuat sebuah yayasan Petilasan Kraton Pajang. Menurut Bapak
Kusaeri dan Bapak Siswo, ada suatu sisi negatif jika Petilasan Kraton Pajang
menjadi obyek wisata religi. Hal tersebut antara lain, adanya retribusi dari
Pemerintah Daerah jika menjadi tempat wisata. Padahal masyarakat sering datang
ke Petilasan Kraton Pajang hanya sekedar berteduh, mandi maupun minum teh
atau kopi. Jika setiap datang dikenakan retribusi, maka masyarakat sekitar akan
merasa terbebani dan Petilasan Kraton Pajang akan menjadi sepi. Selain itu,
adanya hubungan dengan Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisatanya akan
menghambat eksistensi Petilasan Kraton Pajang karena apabila akan mengadakan
suatu kegiatan di Petilasan Kraton Pajang, maka harus mendapatkan ijin dari
Pemerintah Daerah (wawancara, 21 Maret 2011).
2) Kontra (tidak setuju) Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata
religi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Adanya pendapat tidak setuju diungkapkan oleh pengunjung maupun
pengelola Petilasan Kraton Pajang. Hal ini dikemukakan oleh Bapak Kuat
(mantan juru kunci) apabila sudah ada ikatan dengan Dinas Pemuda, Olah Raga,
Pariwisata, dan Kebudayaan (Dinas POPK) maka masyarakat akan sulit
berkunjung di Petilasan Kraton Pajang karena adanya retribusi ketika akan
memasuki area ini. Sehingga membuat masyarakat enggan untuk berkunjung
karena adanya pembayaran ketika akan memasuki Petilasan Kraton Pajang. Bapak
berpendapat bahwa apabila Petilasan Kraton Pajang terikat pada Dinas Pariwisata,
maka area ini akan dikuasai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo
(wawancara, 10 Maret 2011).
Adanya pendapat pro (setuju) dan kontra (tidak setuju) mengenai Petilasan
Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi merupakan hal yang wajar. Ini harus
dicari titik temu antara kedua pendapat tersebut. Sehingga perlu dibicarakan
antara pihak Petilasan Kraton Pajang, Desa Makamhaji dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Sukoharjo tentang rencana pembukaan Petilasan Kraton Pajang
menjadi obyek wisata religi.
Petilasan Kraton Pajang sebagai suatu Benda Cagar Budaya memiliki arti
penting bagi nilai-nilai budaya bangsa, pemanfaatannya sebagai obyek wisata
sejarah memiliki peranan yang sangat besar bagi generasi sekarang dan yang akan
datang. Karena dari sini, masyarakat akan memperoleh gambaran tentang sejarah
berdirinya Kraton Pajang yang pernah menguasai Jawa. Dengan mempelajari dan
melihat dari dekat keberadaan Petilasan Kraton Pajang, masyarakat luas akan
lebih dapat memahami sejarah perjalanan bangsa setidaknya yang berkaitan
dengan Petilasan tersebut.
Pemanfaatan Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata (religi) tidak
hanya berperan penting dalam penanaman nilai-nilai budaya dan perjalanan
sejarah semata melainkan dengan pemanfaatan ini diharapkan dapat menjadi suatu
tempat rekreasi yang nyaman dan memberikan ketenangan untuk memanjatkan
doa kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi para pengunjung yang datang ke Petilasan
Kraton Pajang itu sendiri. Untuk itu pemerintah dalam hal ini perlu memberikan
perhatian khusus pada Petilasan Kraton Pajang. Dalam hal ini memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pelayanan yang baik dan menyediakan fasilitas memadai yang merupakan salah
satu syarat utama Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata (religi).
Adanya perhatian khusus dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo
melalui dinas Pariwisatanya, akan memberikan kontribusi lebih bagi Petilasan
Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi yang dinikmati oleh semua anggota
masyarakat sekitar Desa Makamhaji pada khususnya dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Sukoharjo pada umumnya.
c. Upaya Pelestarian Aset Wisata Petilasan Kraton Pajang
Dalam melestarikan Aset Wisata Petilasan Kraton Pajang tetap eksis,
pengelola Petilasan selalu mengadakan acara-acara ritual, antara lain:
1) Malam Jumat
Setiap malam jumat diadakan do’a bersama dari pihak pengelola maupun
pengunjung yang datang. Hal ini dilakukan secara rutin setiap malam jumat.
Pengunjung relatif sedikit kira-kira 10-20 orang.
2) Malam Jumat Legi
Setiap malam Jumat Legi, diadakan acara ritual antara lain tahlilan,
makam bersama dan berdo’a bersama. Acara ritual ini diadakan sekitar pukul
08.00-12.00 malam. Pengunjung Jumat Legi cukup banyak, sekitar dua ratus
orang lebih.
Kronologis acara ritual antara lain: pukul 08.00 diadakan tahlilan bersama
antara pengelola, masyarakat, dan pengunjung Petilasan Kraton Pajang. Setelah
tahlilan bersama, dilanjutkan dengan makan bersama (ini sebagai perwujudan dari
kegotongroyongan antar masyarakat sekitar Petilasan Kraton Pajang), acara
selanjutnya adalah do’a bersama sekitar pukul 11.15 dengan mematikan semua
lampu agar keadaan do’a menjadi lebih tenang, ini kira-kira selama 15 menit.
Setiap orang mempunyai do’a sendiri-sendiri, sehingga tidak mengherankan
ketika berdoa situasi hening.
3) Bulan Suro
Setiap Bulan Suro diadakan acara wayangan di Petilasan Kraton Pajang.
Acara wayangan ini diadakan setelah selesai upacara labuhan di Parangtriris,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
karena upacara labuhan merupakan ibu dari Petilasan Kraton Pajang. Setiap Bulan
Suro, diadakan penggantian payung yang ada di Petilasan Kraton Pajang. Payung
dikirabkan melalui proses kejawen menggunakan sesaji lengkap. Menurut Bapak
Sujasmin selaku Juru Kunci Petilasan Kraton Pajang, sekitar 90% orang yang
datang untuk meminta sesuatu, dikabulkan. Misalnya mendapatkan pekerjaan,
menjadi lurah dan mendapatkan penghidupan yang baik terhindar dari mara
bahaya (wawancara Bapak Jasmin, 10 Maret 2011).
4) Pembangunan Petilasan Kraton Pajang
Selain adanya acara ritual di Petilasan Kraton Pajang, terdapat
pembangunan area sekitar Petilasan Kraton Pajang secara bertahap. Hal ini
dikarenakan pendanaan pembangunan fasilitas menggunakan dana swadaya dari
masyarakat, pengunjung maupun dari pengelola Petilasan Kraton Pajang. Belum
ada dana untuk pembangunan secara nyata dari pihak Pemerintah Daerah
Kabupaten Sukoharjo. Pemerintah Daerah Sukoharjo melalui Dinas Pemuda, Olah
Raga, Pariwisata, dan Kebudayaan hanya memberikan kontribusi berupa promosi
kepada masyarakat luar, bahwa ada Petilasan Kraton Pajang di Kabupaten
Sukoharjo.
Dalam menunjang usaha pelestariannya, disetujuinya Pembentukan
pengurus Petilasan Kraton Pajang Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura,
Kabupaten Sukoharjo masa bakti 2011-2016. Susunan Pengurus Petilasan Kraton
Pajang adalah:
Pelindung : Kepala Desa Makamhaji
Penasehat : a) Sumarno (Kadus IV)
b) Sapto Ari Wijanarko
c) Narto Sukismo
Ketua I : Siswo Hartono
Ketua II : Suradi
Sekretaris I : Suhadi Mulyono
Sekretaris II : Warsono
Bendahara I : Mun Slamet
Bendahara II : Sutrisno
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Seksi Pembangunan : Semua Pengurus Inti
Seksi Umum I : Riyanto
Seksi Umum II : Slamet Rahayu
Seksi Rumah Tangga I : Sumarti
Seksi Rumah Tangga II : Wiji Ngadiyo
Seksi Lingkungan/Humas : a) Siman Nugroho
b) Wartono
c) Kusumawati Dewi
Seksi Budaya : a) RT. Rekso Bantolo Dipuro
b) Drs. R. Gatot Hermanu
Seksi Keamanan : a) Suraji
b) Kadar
c) Mujana
Seksi Juru Kunci : a) Edy Sujasmin Sastro Utomo
b) Sunarto
Seksi Kerohanian : a) Sunarto Hadi Sunarto
: b) Sutarno
Seksi Selamatan : Slamet Rahayu
Susunan kepengurusan Petilasan Kraton Pajang ini disahkan oleh Kepala
Desa Makamhaji HM. Zaenuri, S.Pd. Pertimbangan disusunnya kepengurusan ini
adalah (a) bahwa sebagai upaya melestarikan budaya dan mengoptimalkan cagar
budaya yang ada di Desa Makamhaji, serta menggerakkan dan mengembangkan
partisipasi, gotong royong, dan swadaya masyarakat desa dalam pembangunan,
(b) bahwa dengan diberdayakannya cagar budaya berupa Petilasan Kraton Pajang
yang mampu diupayakan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, (c) bahwa
sehubungan dengan huruf a dan b tersebut di atas perlu ditetapkan dengan
keputusan Kepala Desa.
4. Persepsi Masyarakat Terhadap Petilasan Kraton Pajang
Kraton Pajang adalah peninggalan Sultan Hadiwijaya yang sudah Berjaya
sekitar dua puluh tahun dan menguasai hampir seluruh wilayah. Oleh karena itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Petilasan Kraton Pajang tetap dihormati sebagaimana ketika Kraton Pajang masih
berdiri dan bahkan tempat ini dianggap keramat. Adanya anggapan yang demikian
menjadikan masyarakat sekitarnya percaya bahwa berkunjung di Petilasan
tersebut dapat memberikan berkah bagi kehidupan mereka (wawancara dengan
Bapak Joko, 11 April 2011). Hal ini merupakan wujud dari religi orang Jawa
dalam rangka kepercayaan terhadap tempat yang dianggap keramat memiliki
suatu kekuatan perwujudan.
Secara umum masyarakat Jawa sejak awal percaya akan adanya kekuatan
lebih yang berada di luar diri manusia, salah satunya terdapat di alam seperti
gunung, laut, dan wilayah desa. Kekuatan tersebut dapat menjadikan adanya suatu
kebaikan atau sebaliknya merupakan bencana bagi manusia. Pada jaman purba
masyarakat sudah mempunyai kepercayaan bahwa ada suatu kekuatan yang tidak
dapat dilihat oleh mata atau adanya roh-roh yang mendiami pohon-pohon atau
benda-benda lainnya yang disebut dengan animisme. Selain itu, ada kepercayaan
bahwa semua makhluk hidup dan benda mati mempunyai kekuatan gaib yang
disebut dinamisme. Benda-benda atau tempat yang mempunyai kekuatan biasanya
dikeramatkan karena oleh masyarakat dianggap sebagai tempat kediaman roh-roh
yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Para pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang mempunyai
maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Berdasarkan wawancara penulis adapun
maksud dan tujuan pengunjung antara lain:
a. Meningkatkan kesejahteraan
Bapak Sujasmin mengatakan bahwa berkunjung ke Petilasan Kraton
Pajang biar dapat pekerjaan yang lebih baik, lancar rejekinya, bagas waras tak ada
halangan (wawancara, 10 Maret 2011). Pengunjung mengharapkan akan diberi
kemudahan dalam mencari rezekinya, sehingga dapat sejahtera dan selamat
hidupnya.
b. Memperoleh ketentraman hidup
Seseorang terkadang merasa hidupnya tidak tenteram, aman, dan damai.
Seorang pengunjung mengemukakan apabila Bapak Joko mengalami suatu
kesusahan makam berkunjung ke Petilasan, agar memperoleh ketentraman. Jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
sudah sampai Petilasan, Pengunjung mengheningkan cipta ke Allah, maka
hatinya pasti akan memperoleh ketentraman dan tidak susah lagi. Apabila
menginginkan hidup tentrram maka harus sering berkunjung ke Petilasan Kraton
Pajang. Melalui tempat Petilasan kraton Pajang, memberikan ketentraman di hati
(wawancara, 11 April 2011)
c. Memperoleh ketenangan
Bapak Suradi mengunjungi Petilasan Kraton Pajang bertujuan “nenepi”
agar memperoleh ketenangan. Nenepi dapat untuk mengendapkan perasaan,
mengekang hawa nafsu sehingga dapat menemukan adanya ketentraman lahir dan
batin (wawancara, 5 Agustus 2010). Tempat-tempat yang sepi sering digunakan
orang menyepi, kesunyian dapat dijadikana untuk lebih mendekatkan diri pada
sang pencipta.
d. Mendapatkan pekerjaan atau kenaikan pangkat
Bagi orang-orang yang belum mendapatkan pekerjaan tetap atau sedang
melamar pekerjaan maka tujuan ke Petilasan Kraton Pajang adalah memohon
berkah agar segera mendapatkan pekerjaan atau yang sedang melamar pekerjaan
dapat lulus ujian dan diterima pada instansi yang diinginkan. Misalnya seorang
yang menjagokan lurah (wawancara Bapak Agus, 10 maret 2011).
e. Mandi di Sumber Panguripan Tirtamulyo
Ada sebagian orang yang percaya bahwa air Tirtamulyo dapat digunakan
sebagai tempat bersuci sebelum melakukan tirakatan juga sebagai obat kulit
(wawancara ibu sutemi, 11 April 2011).
f. Rasa keingintahuan
Bapak Agus mengatakan bahwa datang ke Petilasan Kraton Pajang karena
rasa keingintahuan. masyarakat yang sering datang ke sini untuk melakukan apa.
Dan ternyata, Bapak Agus menemukan jawabannya, tujuan masyarakat berbeda-
beda. Tujuannya antara lain, memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, rekreasi,
bermain, tirakatan, bahkan kencan yang mengarah kepada perselingkuhan. Itu
merupakan hak pribadi dari masing-masing orang, sejauh orang tersebut tidak
mengganggu orang lain (wawancara, 10 Maret 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang justru kebanyakan
dari luar daerah atau luar desa Makamhaji. Pengunjung yang datang ke Petilasan
Kraton Pajang dari wilayah Jawa Tengah dari lingkup karesidenan Surakarta
adalah berasal dari sekitar Sukoharjo, Solo, Klaten, Karanganyar. Untuk wilayah
lain juga ada misalnya dari Jakarta, Jawa Barat (Kuningan) ,Banten, Jawa Timur
(Surabaya, Malang), Jawa Tengah (Magelang, Semarang, Pati), dan Yogjakarta.
Bahkan, dari luar Pulau Jawa juga ada, misalnya Makassar, Batam, dan Sumatera
Selatan. Pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang memang memiliki
latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda dan tentunya datang dengan tujuan
yang juga berbeda pula. Akan tetapi, kebanyakan pengunjung yang mengunjungi
Petilasan Kraton Pajang adalah datang dengan tujuan untuk meminta berkah
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengunjung yang datang dari luar Desa
Makamhaji biasanya mengetahui keberadaan Petilasan Kraton Pajang dari teman
atau saudara yang pernah datang sebelumnya. Biasanya pengunjung yang datang
ke Petilasan hanya sendirian atau berdua saja, jarang sekali pengunjung yang
datang ke Petilasan Kraton Pajang secara rombongan. Pengunjung Petilasan
Kraton Pajang memang tidak menentu dengan tujuan yang juga tidak diketahui,
tetapi biasanya pada malam jumat dan malam jumat legi pasti selalu ada yang
berkunjung dengan maksud tujuan kedatangannya adalah untuk menyepi dan
berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa (wawancara Bapak Sujasmin berdasarkan
buku tamu Petilasan Kraton Pajang, 11 April 2011).
Persepsi masyarakat Desa Makamhaji dan sekitarnya terhadap Petilasan
Kraton Pajang penulis klasifikasikan menjadi dua golongan, antara lain:
a. Golongan pertama adalah golongan tua
Golongan tua yang berusia 35 tahun ke atas, golongan ini masih sangat
menjunjung tinggi adat istiadat ataupun tradisi. Golongan ini masih sangat
percaya pada kesakralan Petilasan Kraton Pajang. Hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya pengunjung yang berasal dari golongan usia ini, baik dari daerah luar
maupun masyarakat di sekita Petilasan Kraton Pajang. Pengunjung dari golongan
ini tiap malam Jumat rutin datang ke Petilasan Kraton Pajang, seperti yang
dikemukakan oleh Bapak Sasmin bahwa setiap malam Jumat selalu datang di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Petilasan Kraton Pajang, kadang-kadang sampai pagi hari. Sebagai manusia hanya
sikap pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilakukannya, sikap ini
direalisasikan dengan selalu prihatin dan menyepi di tempat Petilasan Kraton
Pajang dengan harapan memperoleh suatu ketenangan dalam hidupnya
(wawancara Bapak Sujasmin, 10 Maret 2011).
b. Golongan kedua adalah golongan muda
Golongan muda yang berumur antara 17 tahun sampai 30 tahun.
Tanggapan golongan ini terhadap Petilasan Kraton Pajang bermacam-macam, hal
ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tebalnya iman seseorang. Menurut
pendapat Taufik bahwa menyepi dengan tujuan untuk minta sesuatu adalah
musyrik (menyekutukan Allah). Sebagai orang yang beriman, orang golongan
muda percaya akan Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan alam dan seisinya,
yang memberikan rejeki, maka apabila manusia menghendaki ketentraman
seharusnya langsung memohon kepada Tuhan dengan cara berdoa tanpa melalui
tempat yang dikeramatkan (wawancara Bapak Taufik, 21 Maret 2011).
Selain itu tujuan ke Petilasan Kraton Pajang dikemukakan oleh Tafsir dan
Hendra dari Jakarta, tujuan datang ke Petilasan Kraton Pajang adalah mengetahui
sejarah dan perkembangan Kraton Pajang dari juru kunci. Selain itu, mencari
ketenangan karena hidup di kota yang jenuh dan ingin berwisata religi
(wawancara, 10 Maret 2011).
Golongan ini berpikir rasional, karena tingkat pendidikan mereka lebih
tinggi, juga taat mendirikan solat serta ajaran Islam yang lain. Menurut pendapat
Sriyadi, percaya akan keberadaan Petilasan Kraton Pajang dapat memberi berkah
bagi pengunjung dan masyarakat di sini, meskipun Sriyadi tidak pernah
mengunjungi Petilasan Kraton Pajang (wawancara Sriyadi, 11 Maret 2011).
Pendapat lain dari seorang guru SLTP, mengatakan bahwa orang Jawa itu
jangan meninggalkan unsur atau sifat Jawanya, misalnya dalam hidup sehari-hari
manusia harus selalu beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa di samping itu juga
harus mengingat ke leluhurnya atau kepada kekuatan lain yang ada di luar mansia.
Ini dikarenakan, orang yang melupakan leluhurnya hidupnya tidak akan bahagia,
dan sebaliknya orang yang mengingat akan mendapatkan kemudahan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
hidupnya karena leluhur akan memberi berkah dan selalu melindunginya
(wawancara ibu Tini, 11 Maret 2011). Golongan muda yang berpendidikan rendah
kebanyakan masih mengakui kekeramatan Petilasan Kraton Pajang dan masih
melakukan kegiatan menyepi dan memohon sesuatu pada waktu tertentu, namun
ada juga yang bersikap masa bodoh.
Menurut pendapat penulis, suatu tradisi sebenarnya tidak perlu
dipertentangkan dengan suatu agama dan dianggap sebagai penghalang kemajuan,
karena tradisi sudah menjadi bagian dari kebudayaan. Suatu kebudayaan pasti ada
masyarakat pendukungnya yang akan terus melaksanakan dan mewariskan
kebudayaan tersebut kepada generasi selanjutnya. Pada perkembangannya nanti,
tradisi ini lambat laun akan berubah dengan perlahan sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta tebalnya iman seseorang.
Ilmu pengetahuan akan terus berkembang dan suatu masyarakat semakin lama
akan mengalami kemajuan seiring dengan kemajuan jaman dan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian juga akan mempengaruhi pola pikir suatu masyarakat di daerah
tersebut.
Perubahan sikap dalam suatu warisan budaya adalah hal yang wajar,
karena generasi baru tidak selalu mau menerima suatu warisan budaya dengan
mudah. Demikian dengan pengalaman masyarakat tidak semuanya dapat diterima
sebagai suatu kebanggaan bagi generasi berikutnya. Hal ini juga tidak dapat lepas
dari kemajuan ilmu pengetahuan yang mempengaruhi pola pikir generasi baru.
Apa yang diperlukan sekarang adalah menemukan suatu pola kebudayaan
masyarakat yang sesuai dengan kemajuan jaman tanpa bertentangan dengan
agama dan norma-norma masyarakat.
Pandangan hidup yang diwariskan oleh nenek moyang tidak mudah
musnah meskipun dipengaruhi pandangan hidup dan agama yang datang dari luar.
Demikian pula masyarakat desa Makamhaji dan sekitarnya yang masih
mendukung dan melestarikan warisan leluhurnya. Suatu acara ritual Jumat Legi
pasti memiliki maksud tertentu, namun demikian secara garis besar suatu ritual ini
mempunyai tujuan mencari keselamatan bagi semua dan melaksanakan hubungan
dengan dunia gaib. Hal ini karena manusia memiliki berbagai perasaan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
menghadapi dunia gaib. Oleh karena adanya perasaan hormat, bakti, cinta bahkan
takut maka manusia melakukan ritual ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dengan judul Petilasan Kraton Pajang (Studi
tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata) dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sejarah Kraton Pajang bermula dari tokoh Jaka Tingkir yang berasal dari
Pengging. Oleh karena lama di Desa Tingkir, dekat Salatiga, maka ia
dinamakan Jejaka dari Tingkir. Sebagai pewaris Kerajaan Demak, Jaka
Tingkir kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya dan mendirikan Kraton Pajang.
Jaka Tingkir memerintah di Pajang selama hampir dua puluh tahun (1568-
1586). Daftar silsilah yang termuat dalam Babad Tanah Jawi, sebagai berikut:
(a) Prabu Brawijaya penghabisan berputra Raden Patah, Sultan Demak
pertama, (b) Prabu Brawijaya penghabisan berputra seorang puteri yang
menadi istri Jaka Sengara (Adipati Dayaningrat di Pengging), berputra Kyai
Kebo Kenanga, berputera Mas Karebet (Jaka Tingkir), Sultan Pajang pertama.
Dari daftar silsilah tersebut, bahwa Demak dan Pajang sama-sama berasal dari
satu dinasti, yaitu Majapahit, sehingga perang batin dan perebutan mahkota
selalu terjadi. Demikian pula perebutan kekuasaan berulang kembali pada
masa akhir Pajang dan awal Mataram. Kraton Pajang menduduki posisi yang
penting dalam pentas sejarah nasional. Dinasti besar Kerajaan Jawa yaitu
Majapahit, Demak dan Mataram, ketiganya bertemu di antara silsilah Kraton
Pajang. Pada diri Sultan Hadiwijaya yang menjadi raja Pajang mengalir darah
Majapahit dan Demak (Purwadi, 2008: 5).
2. Petilasan Kraton Pajang dibangun tanggal 3 Desember 1993, di atas tanah
milik Desa Makamhaji seluas kurang lebih 1000 meter. Pembangunan ini
didirikan oleh Paguyuban Patilasan Kraton Pajang yang peduli dengan Budaya
Jawa (khususnya Daerah Desa Makamhaji dan sekitarnya). Pembangunan
Benda Cagar Budaya ini dirintis oleh Bapak R. Koesnadi Kusumo Hoeningrat.
Komplek Petilasan Kraton Pajang dibangun secara bertahap karena sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
pendanaan pembangunan dilakukan secara swadaya dari pihak masyarakat,
pengunjung dan pengelola yang peduli terhadap Benda Cagar Budaya ini.
Dalam komplek Petilasan Kraton Pajang dibuat beberapa bangunan, yaitu: (1)
tempat pemujaan (sungkeman), (2) bangsal, (3) mushola, (4) toko kelontong,
(5) toilet, (6) tempat parkir. Selain bangunan di atas terdapat sumber air Selo
Tirto Mulyo Abadi, air ini dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai sumber
kehidupan dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Latar belakang
dilakukan pembangunan Petilasan Kraton Pajang antara lain: (a) pengelola
Petilasan Kraton Pajang berkeyakinan bahwa kita sebagai leluhur daripada
Kraton Pajang, harus melestarikan salah satu kebudayaan Jawa. Peninggalan
dari leluhur tidak boleh ditinggalkan karena kebudayaan tersebut bersifat
luhur, (b) menurut pengunjung Petilasan Kraton Pajang pembangunan ini
dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat yang sama-sama tertarik terhadap
lingkungan budaya (dalam hal ini Kraton Pajang) sebagai monumental pernah
ada suatu Kraton Pajang di Desa Makamhaji (c) menurut masyarakat sekitar
Petilasan Kraton Pajang, ada orang yang mencari-cari letak dari Kraton Pajang
tersebut, sehingga didirikan Petilasan Kraton Pajang di sekitar ditemukannya
ompak yang merupakan satu-satunya peninggalan Kraton Pajang terdahulu.
3. Petilasan Kraton Pajang merupakan salah satu bentuk Benda Cagar Budaya
peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya
yang sangat tinggi nilainya, khususnya berkaitan dengan Kebudayaan Jawa.
Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo melalui Dinas Pemuda, Olah
Raga, Pariwisata, dan Kebudayaan (Dinas POPK) juga menyatakan bahwa
Petilasan Kraton Pajang merupakan Benda Cagar Budaya yang dimiliki oleh
Kabupaten Sukoharjo. Ini merupakan salah satu aset di bidang Kebudayaan
milik Kabupaten. Petilasan Kraton Pajang penting bagi sejarah budaya
pendidikan dan ilmu pengetahuan maka harus dilestarikan. Oleh karena itu
perlu mendapat perhatian lebih lanjut sehingga sekarang pemerintah setempat
mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata religi, sehingga
diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah dan sebagai upaya
pelestarian peninggalan hasil budaya. Petilasan Kraton Pajang diharapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
menjadi aset wisata sejarah karena cukup relevan dalam penanaman nilai
budaya bangsa sehingga diperlukan perhatian khusus terhadap Benda Cagar
Budaya tersebut. Persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang
menjadi Obyek wisata religi penulis klasifikasikan menjadi dua golongan,
antara lain: pro (setuju) Petilasan Kraton Pajang menjadi Obyek wisata religi
dan kontra (tidak setuju) Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi.
Petilasan Kraton Pajang sebagai suatu Benda Cagar Budaya memiliki arti
penting bagi nilai-nilai budaya bangsa, pemanfaatannya sebagai obyek wisata
sejarah memiliki peranan yang sangat besar bagi generasi sekarang dan yang
akan datang. Pemanfaatan Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata
(religi) berperan penting dalam penanaman nilai-nilai budaya dan perjalanan
sejarah semata selain itu diharapkan dapat menjadi suatu tempat rekreasi yang
nyaman dan memberikan ketenangan untuk memanjatkan do’a kepada Tuhan
Yang Maha Esa bagi para pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang
itu sendiri. Untuk itu pemerintah dalam hal ini perlu memberikan perhatian
khusus pada Petilasan Kraton Pajang. Dalam hal ini memberikan pelayanan
yang baik dan menyediakan fasilitas memadai yang merupakan salah satu
syarat utama Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata (religi).
4. Masyarakat di sekitar Petilasan Kraton Pajang memandang bahwa Petilasan
Kraton Pajang adalah tempat yang dianggap keramat karena merupakan
peninggalan Sultan Hadiwijaya yang sudah Berjaya sekitar dua puluh tahun
dan menguasai hampir seluruh wilayah. Persepsi masyarakat Desa Makamhaji
dan sekitarnya terhadap Petilasan Kraton Pajang penulis klasifikasikan
menjadi dua golongan, antara lain: (a) golongan tua, berusia 35 tahun ke atas,
golongan ini masih sangat menjunjung tinggi adat istiadat ataupun tradisi.
Golongan ini masih sangat percaya pada kesakralan Petilasan Kraton Pajang.
(b) golongan muda berumur antara 17 tahun sampai 30 tahun. Tanggapan
golongan ini terhadap Petilasan Kraton Pajang bermacam-macam, hal ini
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tebalnya iman seseorang. Golongan
ini berpikir rasional, karena tingkat pendidikan mereka lebih tinggi, juga taat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
mendirikan solat serta ajaran Islam yang lain. mengunjungi Petilasan Kraton
Pajang.
B. Implikasi
1. Teoritis
Petilasan Kraton Pajang merupakan suatu Benda Cagar Budaya yang harus
dijaga kelestariannya karena memiliki arti penting dalam ilmu pengetahuan,
sejarah dan kebudayaan nasional. Petilasan Kraton Pajang merupakan bangunan
yang dibuat sebagai bukti bahwa pernah ada Kraton Pajang di Desa Makamhaji.
Salah satu pemanfaatan Benda Cagar Budaya yang dibenarkan berdasarkan
Undang-Undang adalah sebagai obyek wisata. Petilasan Kraton Pajang
diharapkan menjadi obyek wisata religi di Desa Makamhaji, sehingga berdampak
terhadap kehidupan sosial masyarakat di sekitar Petilasan Kraton pajang.
2. Metodologis
Dalam suatu penelitian peranan metode penelitian sangat penting, karena
berhasil tidaknya tujuan penelitian yang akan dicapai tergantung pada penggunaan
metode yang tepat. Pada penelitian yang berjudul “Petilasan Kraton Pajang (Studi
tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)” ini termasuk dalam penelitian
etnografis. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi ke lapangan dan
melakukan wawancara dengan para informan.
Dalam penelitian ini, peneliti banyak mengalami permasalahan dan
kesulitan-kesulitan, antara lain mengenai dokumen atau arsip (hanya sedikit
sekali) sehingga penulis berusaha mendapatkan sumber primer tersebut dengan
jalan mencari informasi melalui para informan.
3. Praktis
a. Keberadaan Petilasan Kraton Pajang dapat berfungsi sebagai tempat penelitian
dan pusat pendidikan. Pusat penelitian, karena Petilasan Kraton Pajang dapat
dimanfaatkan sebagai tempat penelitian. Sedangkan sebagai pusat pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Petilasan Kraton Pajang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran
sejarah.
b. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada pembaca
bahwa keberadaan Petilasan Kraton Pajang sangat penting bagi Kabupaten
Sukoharjo selain berfungsi sebagai sumber pembelajaran sejarah, Petilasan
juga berfungsi sebagai tempat wisata religi, yang berarti dapat menjadi sumber
pendapatan daerah.
C. Saran
1. Kepada pengelola Petilasan Kraton Pajang, diharapkan kerjasamanya dalam
mengelola Petilasan ini. Selain itu, diusahakan Petilasan Kraton Pajang
menjadi obyek wisata religi sehingga berdampak pada kehidupan ekonomi
masyarakat sekitar. Desa Makamhaji segera melakukan penyerahan Petilasan
Kraton Pajang kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo karena
Petilasan Kraton Pajang akan menjadi obyek wisata religi di Kabupaten
Sukoharjo. Masalah pembagian hasil retribusi dapat dibicarakan baik-baik,
sehingga ditemukan titik temu (kesepakatan) antara ketiga belah pihak (Pihak
Petilasan Kraton Pajang, Desa Makamhaji, dan Pemerintah Daerah Kabupaten
Sukoharjo).
2. Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo melalui Dinas
Pariwisatanya, agar lebih memperhatikan Petilasan Kraton Pajang dalam
upaya untuk lebih memajukan wisata setempat yang tentu saja akan
berpengaruh terhadap kehidupan warga Desa Makamhaji. Selain itu, diadakan
peninjauan terhadap Petilasan Kraton Pajang menjadi aset wisata yang lebih
bernilai harganya.
3. Kepada masyarakat Desa Makamhaji, agar ikut berperan aktif dalam upaya
pengembangan Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi misalnya
menjaga kebersihan, sehingga mampu memajukan taraf hidup masyarakat
Desa Makamhaji.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Grafindo Persada
Daldjoeni. 1997. Seluk Beluk Masyarakat Kota (Pusparagam Sosiologi Kota dan
Ekologis Sosial). Bandung: Alumni Darsiti Soeratman. 1989. Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830-1839.
Yogyakarta: Disertasi Pasca Sarjana UGM Djoko Widagdo. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara Dwi Ratna. 1999. Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Jakarta: Depdikbud Ekadjati S. Edi. 1992. Babad Cirebon Edisi Brandes, Tinjauan Sastra dan
Sejarah. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran Hadari Nawawi. 1985. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Press Hari Karyono. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Hassan Shadily. 1983. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Bina
Aksara Hendropuspito OC. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius Heribertus Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar teori dan
terapannya dalam penelitian). Surakarta: UNS Press Hoogvelt, A.M. 1985. Sosiologi Masyarakat sedang Berkembang (Disadur oleh
Alimandan). Jakarta: CV. Rajawali Koentjaraningrat. 1990. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia __________. 2004. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Kusmayadi. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama Larson, George. 1990. Masa Menjelang Revolusi (Keraton dan Kehidupan Politik
di Surakarta 1912-1942). Yogyakarta: UGM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Lexi J. Moleong. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya Maskun Hidayat Fikri. 2005. “Benteng Pendem sebagai Aset Wisata Sejarah dan
Pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah dari Sektor Kepariwisataan di Kabupaten Cilacap”. Skripsi. Surakarta: FKIP UNS
Oka A. Yoeti. 1982. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa Purwadi. 2008. Kraton Pajang. Yogyakarta: Panji Pustaka Poerwadarminta. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Soerjono Soekanto. 1983. Pribadi dan masyarakat (Suatu Tinjauan Sosiologis).
Bandung: Alumni __________. 1993. Kamus sosiologi edisi baru. Jakarta: PT. Grafindo Persada __________. 1993. Teori Sosiologi tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: PT.
Ghalia Indonesia Spillane, J.J. 1990. Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta:
Kanisius (Anggota IKAPI) Sri Winarni P. 2004. Sekilas Sejarah Karaton Surakarta. Surakarta: Cendrawasih Stefani Sari Respati. 2010. “Pengembangan Pariwisata di Keraton Kasunanan
Surakarta dan Pengaruhnya Bagi Masyarakat”. Skripsi. Surakarta: FKIP UNS
Suharsimi Arikunto. 1993. Prosedur Penelitian, suatu pendekatan Praktis (edisi
revisi II). Jakarta: CV Rhineka Cipta Usman Pelly. 1994. Teori-teori Sosial Budaya. Jakarta: Depdikbud Veeger, K.J. 1992. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Internet: (http://budayajawa.com/index.php?productID=227 di unduh tanggal 16 Agustus 2010 Pukul 10.10 http://walah.multiply.com/journal/350/Destination_Petilasan_Keraton_Pajang diunduh tanggal 13 Desember 2010 Pukul 11:12 http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_92.htm, diunduh tanggal 16 Agustus 2010 Pukul 10.25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
http://www.harianjoglosemar.com di unduh tanggal 3 Juni 2011 pukul 10.28 Koran : “Batu Umpak Keraton Pajang Berhasil Ditemukan”. 1994. Februari. Berita Nasional “Nglacak Patilasan Kraton Pajang”. 1990. Mei. Jayabaya. 11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Lampiran 1 : Daftar Informan
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Edy Sujasmin Sastro Utomo
Alamat : Dukuh Sonojitwan, RT 04 RW 21 Makamhaji Sukoharjo
Umur : 55 Tahun
Jabatan : Juru Kunci Petilasan Kraton Pajang
2. Nama : Siswo Hartono
Alamat : Pijilan RT 04 RW 13 Makamhaji, Sukoharjo
Umur : 52 Tahun
Jabatan : Ketua I Petilasan Kraton Pajang
3. Nama : Suradi
Alamat : Tegal Kuniran, RT 03 RW XXVI, Jebres Solo
Umur : 54 Tahun
Jabatan : Ketua II Petilasan Kraton Pajang
4. Nama : Mun Slamet
Alamat : Kwarasan RT 01 RW 3 Grogol, Sukoharjo
Umur : 44 Tahun
Jabatan : Bendahara I
5. Nama : Kusaeri
Alamat : Sarimulyo, RT 04 RW 02, Pajang Laweyan Solo
Umur : 50 tahun
Jabatan : Seksi budaya
6. Nama : Bp. Taufik
Alamat : Tunggul RT 01 RW 16 Telukan Grogol Sukoharjo
Umur : 38 Tahun
Pekerjaan : Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukoharjo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
7. Nama : Bp. Agus
Alamat : Sidodadi, RT 05 RW 01 Pajang, Surakarta
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : Pengunjung/Pensiunan
8. Nama : Bp. Kuat
Alamat : Ngenden RT 04, Gentan Sukoharjo
Pekerjaan : Pengunjung/mantan juru kunci Petilasan Kraton Pajang
9. Nama : Tafsir
Alamat : Jln. Cerena 4, Kota Tangerang Banten
Umur : 29 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
10. Nama : Joko
Alamat : Pandeyan, RT 01 RW 07 Purbayan Baki Sukoharjo
Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : wiraswasta
11. Nama : Sutemi
Alamat : Pandeyan, RT 03 RW 07 Purbayan Baki Sukoharjo
Umur : 39 Tahun
Pekerjaan : Pedagang
12. Nama : Tini
Alamat : Sarimulyo, RT 04 RW 02, Pajang Laweyan Solo
Umur : 37 Tahun
Pekerjaan : Guru SLTP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Lampiran 2 : Daftar Pertanyaan dan Jawaban Penelitian
HASIL PENELITIAN
Petilasan Kraton Pajang (Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)
Nama : Bapak Agus
Alamat : Sidodadi, RT 05 RW 01 Pajang, Surakarta
Umur : 58 Tahun
Pekerjaan : Pensiunan (Pengunjung)
Waktu : Tanggal 10 Maret 2011 pukul 13.10-13.40
a. Apakah tujuan anda datang ke Petilasan Kraton Pajang? Jelaskan!
Tujuan saya datang ke sini penasaran dengan orang yang sering datang ke
Petilasan Kraton Pajang, sehingga ingin mengetahui mengapa orang-orang datang.
b. Bagaimana perasaan anda saat berada di Petilasan Kraton Pajang?
Perasaan saya saat berada di Petilasan Kraton Pajang adalah nyaman. Merasa
damai di hati, karena tempatnya rindang dengan pohon dan tidak ramai (sepi).
c. Faktor yang menimbulkan ketertarikan terhadap Petilasan Kraton Pajang?
Ketertarikannya adalah mencari tempat yang tenang, daripada saya ketempat
yang tidak-tidak dan menghabiskan uang. Paling saya datang kesini saja, beli kopi
dan bersantai ria, melupakan masalah sementara.
d. Apakah anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang Petilasan Kraton
Pajang khususnya mengenai sejarahnya?
Saya sebelum datang ke Petilasan Kraton Pajang, sudah tertarik dengan
sejarah Kraton Pajang. Kraton Pajang tidak pernah menjadi bawahan daripada
Demak. Eksistensi Pajang tidak tunduk pada Demak atau Mataram. Antara
Demak ke Mataram tidak melewati Pajang pasti ada missing link.
e. Bagaimana fasilitas yang ada di Petilasan Kraton Pajang sebagai suatu
obyek wisata?
Fasilitas yang ada di Petilasan Kraton Pajang kurang, misalnya tempatnya
sempit, kebersihan kurang terawat dan kurangnya promosi adanya Petilasan
Kraton Pajang di Desa Makamhaji Kabupaten Sukoharjo.
f. Bagaimana pendapat anda mengenai kebersihan Petilasan Kraton Pajang?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Kebersihan Petilasan Kraton Pajang kurang, banyak dedaunan yang jatuh dan
tidak dibersihkan. Jadi ketika dilihat, kurang enak dipandang.
g. Bagaimana tanggapan anda mengenai dibukanya Petilasan Kraton Pajang
sebagai obyek wisata?
Setuju, selama eksistensi Petilasan Kraton Pajang mendukung ekonomi
masyarakat sekitar. Dengan adanya pembukaan obyek wisata, maka masyarakat
sekitar ekonominya akan baik dikarenakan jualannya terjual karena banyaknya
pengunjung. Selain dari masyarakat, pengelola Petilasan Kraton Pajang juga akan
meningkat kesejahteraannya karena mendapatkan penghasilan. Sejauh hal tersebut
mendukung ekonomi masyarakat, maka saya setuju. Namun jika yang menikmati
hanya segelintir orang saja, saya tidak setuju dibuka menjadi obyek wisata religi.
h. Apakah anda memiliki masukan, mengenai Petilasan Kraton Pajang?
Masukan: diadakan area hotspot di area Petilasan Kraton Pajang, sehingga
banyak anak-anak yang datang ke sini dan orang yang jualan bisa laris
dagangannya.
Nama : Bapak Taufik
Alamat : Tunggul RT 01 RW 16 Telukan Grogol Sukoharjo
Umur : 38 Tahun
Pekerjaan : Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sukoharjo (Pemda)
Waktu : Tanggal 19 Maret 2011 pukul 10.15-10.40
a. Apakah Petilasan Kraton Pajang sudah menjadi aset wisata di Kabupaten
Sukoharjo?
Petilasan Kraton Pajang sudah menjadi aset wisata milik Pemerintah Daerah
Kabupaten Sukoharjo sejak ditemukannya ompak di area tersebut.
b. Apa saja upaya pengembangan yang telah dilakukan oleh Pemda
Sukoharjo dalam hal ini Dinas Pariwisata terhadap Petilasan Kraton Pajang?
Upaya pengembangannya antara lain, adanya promosi. Promosi ini berguna
untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa Petilasan Kraton
Pajang biar dikenal pada daerah (khususnya) dan negara (umumnya). Untuk
pembangunan secara fisik, Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
memberikan bantuan. Permasalahannya, Petilasan Kraton Pajang masih dipegang
oleh yayasan atau desa Makamhaji. Petilasan ini belum diserahkan kepada
pemerintah Kabupaten Sukoharjo secara resmi.
c. Sebenarnya apakah fungsi dari adanya Petilasan Kraton Pajang selama ini?
Fungsi Petilasan Kraton Pajang bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo
yaitu sebagai bentuk promosi khususnya bidang kebudayaan. Semakin banyak
obyek-obyek wisata, maka semakin terkenal untuk Kabupaten Sukoharjo.
d. Apakah keberadaan Petilasan Kraton Pajang membawa pengaruh terhadap
kehidupan masyarakat sekitarnya?
Petilasan Kraton Pajang membawa pengaruh bagi masyarakat di sekitarnya,
pengaruh tersebut multi effect. Ada sisi negatif dan positif tentang adanya
Petilasan Kraton Pajang bagi masyarakat. Untuk sisi positifnya, menambah
pemasukan keluarga untuk daerah sekitar Petilasan Kraton Pajang.
e. Apakah dalam upaya pengembangan dan pelestarian Petilasan Kraton
Pajang, Dinas Pariwisata Sukoharjo ini bekerja sama dengan Dinas Purbakala?
Dan bentuknya apa saja?
Semua yang ada hubungannya dengan kebudayaan maka akan berhubungan
dengan Dinas Kepurbakalaan yang ada di Yogyakarta. Misalnya ketika di
Petilasan Kraton Pajang ditemukan ompak yang menjadi keributan di area ini
maka dari pihak Kabupaten Sukoharjo harus memberitahukan tentang keberadaan
ompak pada Dinas Purbakala.
f. Apakah setelah adanya pengembangan dan upaya perbaikan terhadap
Petilasan Kraton Pajang, ada perubahan yang signifikan berhubungan dengan
pengunjung?
Masalah dengan pengunjung, pihak Dinas Pariwisata tidak mengetahui secara
signifikan. Ini dikarenakan belum menjadinya Petilasan Kraton Pajang sebagai
obyek wisata religi Kabupaten Sukoharjo. Untuk pengunjung Petilasan hanya
orang-orang tertentu yang percaya akan tempat ini. Menurut dinas pariwisata,
apabila ada ikatan dengan Dinas Pariwisata maka akan memberikan anggaran
dana untuk pembangunan dan pengembangan Petilasan Kraton Pajang, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
bisa dikenal oleh masyarakat luar, otomatis akan ada retribusi jika memasuki area
Petilasan Kraton Pajang.
g. Apakah Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan menjadi obyek wisata
religi?
Bisa, Cuma obyek wisata religi karena tidak sesuai dengan obyek wisata
lainnya. Hanya orang-orang tertentu yang datang ke Petilasan Kraton Pajang.
Selain itu, adanya penyerahan Petilasan Kraton Pajang dari yayasan maupun dari
Desa Makamhaji ke Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo melalui Dinas
Pariwisatanya.
Nama : Bapak Sujasmin
Alamat : Dukuh Sonojitwan, RT 04 RW 21 Makamhaji Sukoharjo
Umur : 55 Tahun
Pekerjaan : Juru Kunci Petilasan Kraton Pajang (Pengelola)
Waktu : Tanggal 10 Maret 2011 Pukul 13.00-13.35
a. Petilasan Kraton Pajang banyak dikunjungi pengunjung pada hari apa?
Petilasan Kraton Pajang banyaik dikunjungi pada hari Jumat Legi. Ini
dikarenakan pada hari tersebut, ada acara ritual seperti tahlilan, makan bersama,
dan doa bersama. Selain itu ketika adanya malam suro, di Petilasan Kraton Pajang
diadakan wayangan dan ditonton oleh masyarakat secara umum.
b. Bagaimana kondisi keamanan lingkungan sekitar Petilasan Kraton Pajang?
Di lingkungan Petilasan Kraton Pajang sudah dirasa aman. Ini terbukti belum
pernah ada laporan dari masyarakat maupun pengunjung tentang kehilangan
sesuatu yang berharga. Namun kalau sekedar sandal (barang-barang kecil) sudah
pernah ada, namun tidak ada kendala berarti, karena hal tersebut dianggap wajar.
c. Apakah jumlah tenaga pengelola Petilasan Kraton Pajang telah mencukupi
kebutuhan? Jelaskan!
Jumlah tenaga kerja belum mencukupi kebutuhan, hanya beberapa orang saja
yang mau membersihkan Petilasan Kraton Pajang. Sehingga sangat diharapkan
bagi Pemerintah kabupaten Sukoharjo untuk membantu dalam pengelolaan area
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
d. Apakah ada pembagian tugas antara petugas pengelola Petilasan Kraton
Pajang? Jelaskan!
Sudah dibentuk kepanitiaan (pengurus) Petilasan Kraton Pajang, namun
kinerja kurang maksimal. Namun untuk tugas bersih-bersih hanya dilakukan oleh
juru kunci dan beberapa orang saja yang membantu.
e. Apakah pernah diadakan perbaikan bangunan di Petilasan Kraton Pajang?
Jelaskan!
Sudah, setiap ada dana swadaya yang cukup maka akan diadakan
pembangunan secara bertahap sesuai dengan rencana.
f. Upaya apa yang pernah dilakukan untuk menjaga kelestarian Petilasan
Kraton Pajang?
Upaya yang dilakukan oleh pengelola Petilasan Kraton Pajang antara lain,
diadakannya ritual-ritual setiap malam Jumat, Jumat Legi, dan ketika Bulan Suro
diadakan wayangan. Selain itu adanya pembangunan-pembangunan secara
bertahap sesuai rencana.
g. Paling banyak pengunjung berkunjung ke Petilasan Kraton Pajang untuk
keperluan apa?
Pengunjung datang ke Petilasan Kraton Pajang mempunyai tujuan masing-
masing. Paling banyak berkunjung bertujuan untuk berdoa kepada Tuhan Yang
Maha Esa agar memperoleh ketentraman dalam hidup beserta keluarganya.
h. Apakah Pemda Sukoharjo maupun dinas pariwisata sukoharjo menaruh
perhatian kepada Petilasan Kraton Pajang sebagai benda cagar budaya? Jelaskan!
Sebenarnya Dinas Pariwisata menaruh perhatian, namun karena belum ada
penyerahan dari pihak desa Makamhaji ke Pemerintah Daerah Kabupaten
Sukoharjo, maka adanya perhatian hanya sekedarnya.
i. Mengingat kondisi semua aspek Petilasan Kraton Pajang, apakah Petilasan
Kraton Pajang ini dapat dijadikan sebagai salah satu aset wisata andalan di
Kabupaten Sukoharjo? Jelaskan!
Dapat, dikarenakan Petilasan Kraton Pajang sudah masuk dalam aset budaya
milik Kabupaten Sukoharjo. Ini menandakan bahwa Petilasan juga mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
menjadi obyek wisata religi Desa Makamhaji dan Pemerintah Daerah Kabupaten
Sukoharjo.
Nama : Tini
Alamat : Sarimulyo, RT 04 RW 02 Pajang Laweyan Solo
Umur : 37 Tahun
Pekerjaan : Guru SLTP (Masyarakat di sekitar Petilasan)
Waktu : 11 April 2011 pukul 12.30-12.40
a. Bagaimana menurut anda dengan dibangunnya Petilasan Kraton Pajang?
Pembangunan Petilasan Kraton Pajang ini agar kita selalu mengingat leluhur.
b. Mengapa masyarakat sekitar berinisiatif untuk menbangun Petilasan
Kraton Pajang?
Ini dikarenakan beberapa alasan, salah satunya ditemukan batu ompak
disekitar area tersebut. Batu ompak merupakan peninggalan Kraton Pajang yang
tertinggal, sehingga masyarakat berinisiatif untuk membangun Petilasan Kraton
Pajang.
c. Apa dampak dibangunnya Petilasan Kraton Pajang?
Pembangunan Petilasan Kraton Pajang ini sangat berdampak bagi masyarakat
sekitarnya, dari segi positif adanya pemasukan (income) pendapatan. Dari segi
negatif, banyak juga yang berpendapat bahwa adanya kemusyrikan dengan adanya
tempat ini.
d. Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar dengan adanya Petilasan Kraton
Pajang sebagai Obyek wisata religi?
Pasti ada yang pro dan kontra tentang hal ini, namun pastinya warga menaruh
harapan besar bagi pembangunan Petilasan Kraton Pajang. Bagaimana kelanjutan
dari Petilasan ini, pasti telah dipikirkan oleh pengelola, desa Makamhaji maupun
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Lampiran 3 : Foto-foto Petilasan Kraton Pajang
Foto 1 : Penunjuk arah ke Petilasan Kraton Pajang
Foto 2 : Gerbang Petilasan Kraton Pajang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Foto 3 : Area Petilasan Kraton Pajang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Foto 4 : Tempat peristirahatan pengunjung
Foto 5 : Tempat sungkeman di Petilasan Kraton Pajang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Foto 6 : Kotak sumbangan swadaya Petilasan Kraton Pajang
Foto 7 : Peraturan di Petilasan Kraton Pajang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Foto 8 : Silsilah Pajang-Pengging
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Foto 9 : Batu Ompak
Foto 10 : Getek Sultan Hadiwijaya (Replika)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Foto 11 : Sumber panguripan tirtamulya (sumber air kehidupan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Foto 12 : Mushola (didirikan Jumat Legi, 24 Desember 2010)
Foto 13 : Halaman Petilasan Kraton Pajang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Foto 14 : berdo’a bersama malam Jumat Legi 8 April 2011
Foto 15 : Juru kunci (Bapak Sujasmin) berdo’a untuk leluhur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Foto 16 : Pengunjung Petilasan Kraton Pajang saat acara Jumat Legi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Foto 17 : Wawancara penulis dengan juru kunci Petilasan Kraton Pajang
Foto 18 : Wawancara penulis dengan pengunjung (Bapak Agus)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
KERAJAAN PAJANG Selasa, 24/05/2011 09:00 WIB - Sari Hardiyanto Mencoba Bangkit Setelah 4,5 Abad Terkubur Kesultanan Pajang, sudah runtuh pada era Pangeran Benawa atau Sultan Prabuwijaya (1587). Namun, setelah tenggelam selama 424 tahun, kini seorang pria di Solo mengaku sebagai Sultan Pajang. Siapa dia? Sari Hardiyanto Namanya Suradi (54), seorang kontraktor, tinggal di di Tegal Kuniran RT 03 RW XXVI, Jebres Solo. Bapak lima anak ini mengaku bukan berdarah biru, meski eyang-eyangnya merupakan trah Pengging, kawasan transisi antara Kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak dan Pajang. “Panggil saya Suradi, begitu saja,” ujarnya ketika menyambut Joglosemar di rumahnya, kemarin. Dia langsung memaparkan, kebangkitan Keraton Pajang lahir dari desakan Yayasan Karaton Nusantara, bahwa Kesultanan Pajang harus berdiri sendiri walau sebatas situs cagar budayanya. Berdiri sejak 19 Desember 1993 Paguyuban Patilasan Kasunanan Keraton Pajang, akhirnya berubah menjadi Yayasan Kasultanan Keraton Pajang dengan niat melestarikan dan menggali potensi situs Keraton Pajang terutama untuk edukasi dan pariwisata. Tentu, tak ada kerajaan tanpa raja. Suradi pun, pada tanggal 4 Maret 2011 dinobatkan dengan gelar Kanjeng Adipati Suradi Joyonegoro. “Yang menobatkan saya adalah Sultan Demak Kanjeng Suryo Alam. Penobatan saya dihadiri oleh utusan-utusan kerajaan se Nusantara, termasuk dari Surakarta ada utusan Hangabehi ikut menyaksikan,” paparnya. Perihal Sultan Demak ini juga merupakan raja baru yang belum terlalu lama muncul. Berjuluk lengkap Duli Yang Maha Mulia Sri Sultan Sri Sultan Suryo Alam Joyokusumo, nama aslinya adalah Sumito (39), warga Demak yang sejak kecil memiliki kegemaran menekuni sejarah Demak melalui petilasan-petilasan yang ada. Dalam blog www.kesultanandemak.blogspot.com dikisahkan, Sumito dilantik sebagai sultan oleh kakaknya, Duli Yang Maha Mulia Notobroto Nusantara yang tinggal di Malaysia, dalam peringatan ulang tahun organisasi seni silat. Dasar pelantikannya sebagai Sultan Demak, karena dia masih mewarisi darah Raja Demak, Kanjeng Sultan Fatah Syah Alam Akbar, juga keturunan Sunan Kalijaga. Suradi yang berperawakan tegap dan berkumis itu pun menuturkan pertemuannya dengan Suryo Alam. Saat itu awal Februari 2011 dirinya mengikuti tender sebuah pembangunan masjid di Kasultanan Demak tetapi Suryo Alam sudah menunggunya dan berkata dalam bahasa Jawa ngoko, "Loh kowe kui rajane Pajang.” Petunjuk untuk menerima penobatan itu tidak hanya berasal dari Suryo Alam. Duda yang istrinya meninggal dunia beberapa tahun lalu itu, sejak muda memang gemar tirakat dan lelaku meditasi. Pernah saat dia meditasi, dia mendapat penglihatan setelah dinobatkan menjadi Raja Pajang dirinya diberi terbela (peti mati) berbalut bendera merah putih yang dipikul empat orang, dengan pesan untuk dirawat dengan baik. Lalu, saat salat di Masjid Demak dia kembali mendapat penglihatan, sejatinya yang memikul terbela
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
itu adalah empat tiang masjid yang dibangun oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunang Gunung Jati dan Sunan Ampel. Niat Melestarikan Berujung Pro Kontra Kalau tidak ada aral melintang, Kamis (26/5) besok akan diadakan Ruwatan Sudamala untuk Keraton Pajang dan Kanjeng Adipati Suradi Joyo Negoro sekaligus sebagai jumenengan yang pertama dan juga peresmian Yayasan Kasultanan Keraton Pajang. Namun pengukuhan Adipati Keraton Pajang tersebut menemui pro dan kontra di dalamnya. Yang tersisa dari situs Keraton Pajang, memang tidak banyak. Di Sonojiwan, RT 05 RW XXII Makamhaji Kartasura, Sukoharjo, juru kunci petilasan tersebut, Hedi Jasmin Sastro Utomo (68) kepada Joglosemar Selasa (24/5) mengatakan bahwa sejak 30 Desember 1993 petilasan Keraton Pajang dipugar secara apik. “Uangnya dari para tamu yang sering berziarah ke sini, jadi tidak ada bantuan dari Pemerintah,” kata dia. Siang itu juga, Joglosemar ditunjukkan beberapa petilasan yang masih dapat dijumpai sebagai sisa-sisa Kerajaan Pajang yang telah empat abad lalu menghilang. Petilasan yang masih ada sekarang ini antara lain berupa umpak yang diyakini sebagai tempat Sultan Hadiwijaya untuk jumeneng, meski ada yang menyebut itu adalah salah satu alas tiang keraton. Ada juga gentong tempat wudu, sela pipisan yakni batu untuk membuat jamu, serta lumpang untuk menumbuk padi. Di luar petilasan, tampak dipajang sebongkah kayu jati panjang yang sudah keropos. Menurut Hedi, itulah tiang kayu liwung untuk menambat gajah kerajaan. Di sebelahnya ada kayu jati lain, diyakini sebagai puing rakit Joko Tingkir alias Sultan Hadi Wijaya untuk menyeberang Sungai Bengawan Solo. Menurut seorang juru kunci lainnya, Sunarto (64), setiap malam Jumat Legi petilasan Keraton Pajang selalu ramai oleh peziarah. “,Karena dulu wahyu Keraton Pajang itu turun saat Jumat Legi, makanya pasti rame kalau saat itu,” jelasnya. Sementara itu, guru besar ISI Solo, Prof Dharsono kepada Joglosemar berkomentar, bangunan kerajaan dahulu tidaklah semegah sekarang, saat itu mungkin hanya berupa bata merah dan bangunan kayu jati bisa seperti limasan atau joglo, bisa dikatakan kotangan, “Jadi wajar kalau sekarang sudah susah untuk dicari situs peninggalannya, bayangkan saja sudah empat abad lebih ungkapnya lewat telepon. Perihal seorang rakyat biasa diangkat menjadi seorang adipati, itu hal yang wajar karena memang raja adalah dewa, bisa mengangkat siapa pun yang dikehendakinya untuk menjadi adipati atau apapun juga, “Soal itu sah atau tidak, sama saja, Sekarang kan zamannya ketoprak, jadi siapa mengangkat siapa, di ketoprak kan biasa,” paparnya. Sedangkan Petinggi Sasana Wilapa Keraton Surakarta, KRAT Winarna Kusuma memaparkan, dirinya belum mendengar dan mengetahui jika ada pelantikan Adipati oleh Kasultanan Demak, “Sudah tidak ada kaitannya antara Keraton Solo dengan Pajang,” begitu ujarnya. Menurutnya, setelah Indonesia merdeka, hanya terdapat dua kerajaan di Pulau Jawa yaitu Solo dan Yogyakarta, sementara kasultanan hanya ada di Cirebon, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Kadipaten hanya ada di Mangkunegaran dan Paku Alam “Jika Pajang sebuah kerajaan harusnya diakui oleh Forum Komunikasi Keraton se-Nusantara yang biasa bertemu dua tahun sekali, itu setahu saya,” kata dia. Tanggapannya terkait dengan adanya pelantikan Adipati Pajang yang baru, adalah bahaya kalau semua minta diakui oleh pemerintah. “Syarat sebuah eksistensi kerajaan itu selain adanya raja, bangunan, kawula juga harus masih menjunjung tinggi adat istiadat dengan menggelar upacara-upacara adat yang rutin dilakukan,” imbuhnya kepada Joglosemar. Sari Hardiyanto JUMENENGAN RAJA KASULTANAN PAJANG Jumat, 27/05/2011 09:00 WIB - Yasser A | Sari H Dilantik Sultan Demak, Sang Adipati Pantang Ditentang Meski sempat menuai kontroversi, pendirian Kasultanan Pajang akhirnya terwujud setelah Kamis(26/5) jumenengan pertama raja baru di Solo itu digelar. Yasser A | Sari H Dengan pakaian kebesaran warna hitam, pria yang bergelar Kanjeng Raden Adipati Suradi Joyo Negoro, Kamis (26/5) tampak khidmat mengikuti ritual jumenengan, seperti halnya yang dijalani raja-raja di Solo. Sang Adipati itu resmi dikukuhkan sebagai pemimpin Kasultanan Pajang, yang sekian abad kerajaan yang didirikan Jaka Tingkir itu tidak mempunyai raja. Adipati Suradi sebelum dikukuhkan sebagai pemimpin Kasultanan Pajang, dia menjalani Ruwatan Sudamala. Tak berselang lama, jumenengan pertama kerajaan itu pun berlangsung. Selain jumenengan Sang Adipati, malam itu juga menjadi malam peresmian Yayasan Kasultanan Keraton Pajang. Adipati Suradi kini memimpin Kasultanan Pajang, setelah dilantik secara khusus oleh Duli Yang Maha Mulia Sri Sultan Suryo Alam Joyokusumo. Dialah Sultan Demak, yang sejak awal meyakini Adipati Suradi adalah raja pewaris kerajaan yang didirikan Jaka Tingkir itu. Sejak awal munculnya perintisan Kerajaan Pajang, kontroversi terus bermunculan. Sejumlah pihak meragukan klaim Sang Adipati sebagai Raja Pajang. Terlebih yang mengangkat adalah Sultan Demak, yang hingga kini bangunan kerajaannya tidak banyak yang mengetahui. Tapi layaknya seorang raja, Adipati Suradi pun pantang untuk ditentang. ”Peresmian Kasultanan Pajang ini bukan sebagai upaya untuk mendirikan negara baru dan melepaskan diri dari NKRI. Jadi sudah seharusnya tidak ada yang menentang,” katanya kepada wartawan. Dipilihnya Suradi sebagai Kanjeng Raden Adipati Kasultanan Pajang, Sri Sultan Suryo Alam mengatakan, sebenarnya ada salah satu sesepuh yang merekomendasikan Suradi menjadi Kanjeng Raden Adipati. Selain itu, Suradi juga memiliki garis silsilah dengan Kasultanan Demak. Keyakinan itu pun tidak sembarangan. Sri Sultan Suryo Alam, mengaku memilih Suradi setelah melakukan tirakat dan lelaku meditasi. Dari ritual itu, dia menerima petunjuk untuk menerima penobatan Suradi menjadi Kanjeng Raden Adipati Kasultanan Pajang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Usai jumenengan, wajah Sang Adipati langsung akrab menemui wartawan. ”Pendirian Kasultanan Pajang ini semata-mata untuk memunculkan kembali situs Karaton Pajang sebagai cagar budaya warisan Nusantara dan menggali potensi situs Cagar Budaya Keraton Pajang terutama untuk edukasi dan pariwisata,” kata Suradi. Suasana kegembiraan pun tampak di luar Petilasan. Pasar malam juga digelar untuk memeriahkan prosesi peresmian Kasultanan Pajang. Tak hanya itu, pentas wayang semalam suntuk sebagai ungkapan rasa syukur juga digelar. Suradi selama ini tidak banyak yang tahu siapa dirinya, sehingga mendadak muncul dan kini memimpin Kasultanan Pajang. Budayawan ISI Solo, Prof Dharsono menilai pengangkatan Suradi adalah hal yang wajar. Menurutnya, raja adalah dewa, bisa mengangkat siapa pun yang dikehendakinya untuk menjadi adipati atau apapun juga. ”Soal itu sah atau tidak, sama saja, Sekarang kan zamannya ketoprak, jadi siapa mengangkat siapa, di ketoprak kan biasa,” katanya. Sebelumnya, Petinggi Sasana Wilapa Keraton Surakarta, KRAT Winarna Kusuma justru belum mendengar dan mengetahui jika ada pelantikan Adipati oleh Kasultanan Demak tersebut. Menurutnya, setelah Indonesia merdeka, hanya terdapat dua kerajaan di Pulau Jawa yaitu Solo dan Yogyakarta. Sementara Kasultanan hanya ada di Cirebon, dan Kadipaten hanya ada di Mangkunegaran dan Paku Alam.
Laweyan, Mbiyen Dadi Punjere Kasultanan Pajang Sabtu, 28/05/2011 21:00 WIB - Deniawan Tommy Chandra Wijaya Kampung Laweyan, duk nalikane mbiyen ing pungkasane abad 15 Masehi, pranyata wis nate dadi daleme para priyagung saka Majapahit. Bab kui kabukten akeh papan petilasan wiwit jaman keraton Pajang nganti Mataram Islam kang isih bisa katon dinulu ana Laweyan nganti saiki. Salah sawijining yaiku papan pasareane Ki Ageng Beluk, lan Ki Ageng Henis. Miturut panjelase Mas Demang Yanto Jagahastana, juru kunci komplek pasarean kuna Ki Ageng Henis, tlatah Laweyan atusan taun kepungkur pancen dadi punjer pamarentahane Kasultanan Pajang. Ki Ageng Henis kuwi sejatine putra Ki Ageng Sela sawijining tokoh agama Islam saka Purwodadi ana ing abad 15 Masehi. Ki Ageng Henis uga dadi sekabate Mas Karebet putra Ki Ageng Kebo Kenanga sawijining ngulama saka tlatah Pengging. “Mas Karebet iki uga peparab Jaka Tingkir kang kasembadan kapundhut putra mantu Sultan Trenggana saka Kasultanan Islam Demak Bintara. Jaka Tingkir iki siswane Ki Ageng Sela, mula cedhak banget karo Ki Ageng Henis,” kandhane Yanto. Sakwise dadi putra mantu Demak, Jaka Tingkir saya rumaket anggone kekadangan klawan Ki Ageng Henis. Nalikane Jaka Tingkir madeg dadi Raja ana ing Kasultanan Pajang, Ki Ageng Henis banjur kadhapuk dadi sawijining penasehat keraton. Sebab sakliyane kaanggep mumpuni babagan kawruh agama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Islam, Ki Ageng Henis uga waskitha lan wicaksana. Ana ing tlatah Laweyan, Ki Ageng Henis banjur tetepungan karo Ki Ageng Beluk, sawijining brahmana Syiwa kang nduwe pura gedhe banget. Sinebut Ki Ageng Beluk, merga saktengahing pura mesthi kumendheng beluk kang asale saka padupan sembahyang saben tengah wengi. Lan ing kana Ki Ageng Henis uga asring bawa rasa babagan kebatinan karo Ki Beluk kang kondhang wicaksana ing rasa, waskitha ing batin. “Suwene suwe anggone kekancan saya rumaket, lan Ki Ageng Henis kepranan karo kawicaksanane Ki Ageng Beluk. Lan bebarengan mbangun kampung Laweyan, dadi tuk punjere kabudayan lan piwulang agama suci,” panegese Yanto. Ing jaman saiki, kampung Laweyan kondhang minangka pusat kerajinan bathik tulis uga kawentar minangka kampung kuna kang mengku sejarah utamane babagan dagang, lan perjuangan ana ing tlatah Surakarta Hadiningrat. Mula ora aneh menawa kampung kuwi nganti saiki asring ditekani para wisatawan lokal sarta mancanegara. Deniawan Tommy Chandra Wijaya Sumber http://www.harianjoglosemar.com di unduh tanggal 3 Juni 2011 pukul 10.28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128