Pewarna Alami Dari Limbah Kelapa Sawit

Embed Size (px)

Citation preview

  • Nama Mahasiswa : Riahna br Kembaren, Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan IPA IPB(No Kontak, 081316451920), email : [email protected] Pemdamping : Dr. Ir. I Made Artika, M.app.Sc

    Gunakan Teknologi Nano, Mahasiswa IPB Hasilkan Pewarna Alami dariLimbah Kelapa Sawit

    Di Indonesia sering terjadi kasus keracunan pangan yang salah satu penyebabnyaadalah penggunaan pewarna tekstil atau pewarna sintetik lain yang tidak sesuai pada bahanpangan. Bahaya dari seringnya menggunakan perwarna tekstil pada pangan dapatmenyebabkan kanker, kerusakan hati, ginjal, otak dan jantung serta menyebabkan perilakuhiperaktif pada anak-anak.

    Pewarna tekstil seperti rhodamin dan methanil yellow sering dijadikan pewarna padamakanan oleh pedagang yang tidak bertanggung jawab. Bahkan telah ditemukan kasusminuman berwarna merah yang ternyata mengandung rhodamin B sebanyak 14,5 % diBogor.

    Pewarna alami timbul sebagai alternatif akibat dari penggunaan pewarna sintetik yangberpotensi membahayakan kesehatan. Peneliti muda IPB yang masih berstatus mahasiswaDepartemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB memanfaatkanlimbah Kelapa Sawit untuk pewarna alami.

    Penelitian ini berbeda dengan penelitian lain yang umumnya mengisolasi karotenoiddari tumbuhan tingkat tinggi, namun belum pernah ada suatu penelitian sebelumnya yangmengisolasi karotenoid dari limbah serat kelapa sawit untuk aplikasi pangan. Hal ini yangmenunjukkan kreatifitas dari penelitian ini.

    Mahasiswa IPB yang terdiri dari Riahna br Kembaren, Indra Kurniawan Saputra,Muhamad Iqbal Akbar M., Anna Manurung dan Theovany Silaban berhasil menghasilkankarotenoid dari limbah serat kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami.pangan dengan produk akhir dalam bentuk serbuk sehingga mudah dikemas dandidistribusikan. Inovasi ini sangat bermanfaat bagi industri pangan.

    Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar no.2 di dunia menghasilkan limbahdalam jumlah yang banyak. Jumlah limbah pabrik kelapa sawit di Indonesia diperkirakanmencapai 28,7 juta ton limbah cair/tahun dan 15,2 juta ton limbah padat/tahun. Limbah padatutama pabrik kelapa sawit adalah serat kelapa sawit. Pemanfaatan limbah kelapa serat sawitdapat meningkatkan nilai ekonomis. Beberapa pemanfaatan serat antara lain sebagai bahanbakar di ketel uap, bahan baku pembuatan papan partikel dan sebagai bahan campuranmakanan ternak.

    Limbah serat kelapa sawit mengandung pigmen golongan karotenoid (4.000-6.000ppm), vitamin E (2.400-3.500 ppm), dan sterol (4.500-8.500 ppm). Karotenoid merupakanpigmen kuning sampai merah yang merupakan senyawa isoprenoid poliena yang diturunkandari likopena Pigmen karotenoid dari limbah serat kelapa sawit merupakan alternatif pewarnaalami pada pangan yang belum diketahui oleh banyak orang. Pigmen alami umumnya tidakstabil pada suhu tinggi, maka perlu adanya upaya untuk menjaga agar pigmen tersebut tetap

  • stabil. Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan pigmen adalah dengan nanoenkapsulasi.Karotenoid yang sudah dinanoenkapsulasi juga lebih mudah diserap oleh tubuh. Kitosan yangterkandung pada cangkang udang berpotensi sebagai bahan pelapis pada nanoenkapsulasipigmen.

    Isolasi KarotenoidPenelitian diawali dengan membuat ekstrak kasar kelapa sawit yang diperoleh dari

    pencampuran serat kelapa sawit dan heksana-aseton. Heksana merupakan pelarut non-polarsedangkan aseton merupakan pelarut semi polar. Penambahan aseton 1% pada pelarutheksana pada bahan pengekstrak akan menghasilkan ekstrak dengan konsentrasi pigmen yangtinggi.

    Hasil ekstrak kasar limbah serat sawit dianalisis secara kualitatif dan kuantitatifmenggunakan instrument HPLC. Hasil analisis diperoleh bahwa ekstrak kasar dari limbahserat kelapa sawit mengandung beta karoten sebanyak 1.080,29 ppm (Gambar 1). Konsentrasibeta karoten yang cukup tinggi ini menunjukkan bahwa limbah serat kelapa sawit dapatmenjadi sumber karotenoid yang inovatif.

    Gambar 1 Kromatogram ekstrak kasar karotenoid

    Setelah itu dilakukan proses pemurnian menggunakan kromatografi kolom absorbsi.Proses ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor seperti asam lemak bebas yang ikutterekstrak pada ekstrak kasar karotenoid. Bahan penyerap yang digunakan adalah abu sekam.

    Abu sekam padi merupakan sumber biologis silika yang dapat digunakan dalamproses pemurnian. Hasil proses pengaktifan abu sekam padi menghasilkan abu sekam padiyang mengandung 61% silika dan 36% karbon. Abu sekam padi mempunyai aktivitasmenyerap karotenoid lebih tinggi dibanding silikat dan karbon karena abu sekam padimemiliki kapasitas desorpsi yang lebih baik sehingga karotenoid yang terikat pada sisi aktifdari penyerapan dapat dengan mudah lepas kembali pada saat proses elusi.

    Hasil pemekatan ekstrak karotenoid diperoleh tiga fraksi (fraksi I, II dan III) (Gambar2). Namun fraksi yang paling baik adalah fraksi I dan II karena intensitas warna lebih tinggi.Fraksi III tidak digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya. Intesitas warna yang tinggipada fraksi I dan II menunjukkan konsentrasi suatu senyawa karotenoid yang tinggi. Volumeekstrak yang diperoleh pada fraksi 1 adalah 504 ml dan fraksi 2 adalah 590 mL

    F.1 F.2 F.3

  • Gambar 2 Fraksi 1, 2, dan 3Dengan teknologi nanoenkapsulasi, Riahna mencampurkan kitosan dari limbah udang dankarotenoid untuk menghasilkan serbuk pewarna alami makanan. Kitosan merupakanpolielektrolit kationik, sedangkan beberapa jenis karotenoid memiliki gugus OH (polianion)sehingga memungkinkan untuk membentuk ikatan elektrostatik antara kitosan dan karotenoiddan juga memungkinkan karotenoid berada di dalam jaringan cross-link kitosan-TPP(tripolifosfat). Nanoenkapsul karotenoid tersalut matriks kitosan terbentuk dari pemecahanmolekul larutan secara mekanik menggunakan alat ultrasonikator yang menghasilkangelombang ultrasonik. Energi mekanik yang cukup tinggi memecahkan gumpalan danpartikel.

    Emulsifier yang digunakan pada pembuatan nanokapsul karotenoid yaitu Tween 80.Tween 80 merupakan surfaktan berbentuk molekul yang diadsorpsi oleh permukaan partikeluntuk mencegah terjadinya gumpalan. HLB (Hydrophile Lipophile Balance) Tween 80adalah 15,0.

    Nilai HLB menentukan sistem emulsi surfaktan. Nilai HLB tween 80 yang tinggitersebut menyebabkan sistem emulsi pada proses nanoenkapsulasi penelitian ini adalahemulsi o/w (oil in water). Pengaruh surfaktan Tween 80 dapat menurunkan teganganpermukaan. Semakin tinggi konsentrasi surfaktan, kemampuannya untuk menurunkantegangan permukaan antar lapisan larutan karotenoid dan matriks kitosan semakin baik,karotenoid akan terabsorpsi pada pemukaan matriks kitosan atau berada pada inti matriks.

    Nanokapsul kosong dan terisi sampel karotenoid yang terbentuk dapat dibedakansecara visual setelah dianalisis menggunakan SEM. Nanokapsul kosong memiliki bentukkeriput dan kempes, sedangkan nanokapsul yang telah berisi karotenoid memiliki bentukyang bulat.

    Hasil proses nanoenkapsulasi, dari 85 mL kontrol (Kitosan) diperoleh berat kitosansetelah freeze drying 1,1016 gram. Rendemen nanoenkapsulasi kitosan 1,296% b/v. Sebanyak170 mL larutan fraksi 1 dan fraksi 2 nanoenkapsul diperoleh berat nanoenkapsul karotenoidsetelah freeze drying adalah 3,5204 gram untuk fraksi 1 dan 3,8230 gram untuk fraksi 2.Rendemen nanoenkapsul fraksi 1 karotenoid 2,071% b/v dan fraksi 2 adalah 2,249% b/v.Hasil nanoenkapsulasi karotenoid yang diperoleh adalah serbuk yang berwarna kuning.

    Kontrol F1 F2

    Gambar 3 Serbuk Nanokapsul