PHB

Embed Size (px)

Citation preview

6. Implementasi Dalam Hukum Bisnis Guna memperjelas pembahasan mengenai Analisis Ekonomi Atas Hukum, terutama implementasinya dalam bidang hukum bisnis di Indonesia, maka di bawah akan dikritisi beberapa permasalahan yang aktual yang dihadapkan dengan prinsip efisiensi ekonomi (economic efficiency). Pemilihan prinsip efisiensi ini berdasarkan pada kemudahannya untuk dipahami, karena tidak memerlukan rumusan-rumusan teknis ilmu ekonomi atau rumus berupa angka-angka. Yang menjadi fokus perhatian adalah berkenaan dengan kemungkinan munculnya ketidakefisienan (inefficiency) dari pembentukan, penerapan maupun enforcement dari peraturan perundang-undangan. Pertama berkenaan dengan kecenderungan diwajibkannya pelibatan profesi hukum tertentu dalam memenuhi syarat dan prosedur peraturan perundang-undangan. Hal ini misalnya terlihat dalam Pasal 5 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF), yang mengharuskan dibuatnya pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dengan akta notaris. Sutan Remy Sjahdeini memberikan komentar terhadap pasal tersebut dengan mengatakan tidak jelasnya alasan harus dibuatnya pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia secara notariil, mengingat di dalam praktik selama ini, perjanjian Fidusia cukup dibuat dengan akta di bawah tangan.x Bilamana keharusan tersebut dihubungkan dengan kewajiban selanjutnya berupa pendaftaran di Kantor Pendaftaran Fidusia, tentunya juga masih dapat dipertanyakan kemanfaatan pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia secara notariil tersebut dibandingkan dengan pembebanan secara di bawah tangan. Secara ekonomis pembebanan secara notariil akan sangat memberatkan para debitor, terutama bagi debitor pengusaha lemah. Bahkan terjadi dalam praktik sekarang ini, walaupun mengenai biaya pembuatan akta telah diatur dengan Peraturan Pemerintah, namun karena tidak ada pilihan lain kecuali memakai jasa notaris yang ijin prakteknya di daerah yang bersangkutan, maka notaris tersebut dapat secara sewenangwenang untuk menetapkan besarnya biaya pembuatan akta. Sebelumnya berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) ditetapkan juga bahwa pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Alasan penerapan ketentuan ini adalah bahwa PPAT merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak di daerah kerjanya. Terhadap ketentuan UUHT inipun disampaikan kritik yang sama berkenaan dengan pembebanan yang secara ekonomis memberatkan debitor pengusaha lemah. Menanggapi hal tersebut melalui Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-kredit Tertentu, pemerintah memberikan kemungkinan bagi SKMHT jenis kredit tertentu berlaku sampai berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan. Kecenderungan tersebut juga terlihat dalam Rancangan Undang-undang Perkreditan Perbankan (RUU-PP) yang dibuat oleh DPR, yang menetapkan bahwa akta perjanjian kredit dibuat di hadapan notaris.xi Oleh karena itu terdapat pandangan sinis di masyarakat dengan

menyebutkan peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan seperti itu sebagai hasil dari Notaris Connection. Kritik inefisiensi terhadap notaris sebagaimana dibahas di atas juga menimpa profesi hukum lain, yakni penasehat hukum. Pasal 5 Undang-undang Kepailitan, menetapkan bahwa permohonan berkenaan dengan proses kepailitan harus diajukan oleh seorang penasehat hukum yang memiliki izin praktek (dalam hal ini izin praktek pengacara kepailitan). Permohonan tersebut antara lain berupa permohonan pernyataan pailit, permohonan sita jaminan dan penunjukan kurator, permohonan Kasasi, pengajuan Memori Kasasi, permohonan Peninjauan Kembali, permohonan penangguhan sementara, pengangkatan penangguhan dan perubahan syarat-syarat penangguhan, tuntutan pembatalan perdamaian, serta permohonan rehabilitasi di bidang kepailitan. Alasan diwajibkannya penggunaan penasehat hukum yang memiliki izin praktek tersebut, memang masuk di akal bilamana dihubungkan dengan singkatnya waktu yang diperlukan dalam proses acara kepailitan serta diperlukannya spesialisasi dan professionalitas pengacara kepailitan. Namun ditinjau dari perspektif adanya pembatasan bagi kalangan tertentu untuk ikut dalam ujian kepengacaraan, seperti kalangan internal corporate lawyer BUMN, maka secara ekonomis bagi perusahaanperusahaan BUMN, Pasal 5 Undang-undang Kepailitan akan sangat memberatkan. Hal tersebut terjadi karena dianggapnya pegawai BUMN sebagai Pegawai Negeri Sipil, sehingga tidak diperkenankan ikut dalam ujian kepengacaraan. Padahal bilamana internal corporate lawyer BUMN diperkenankan memiliki sertipikat pengacara kepailitan, maka proses acara kepailitan tidak perlu diwakili oleh external corporate lawyer yang berbiaya tinggi. 7.Perkembangan Analisis Ekonomi Atas Hukum Di Indonesia Tidak dapat dipungkiri bahwa unsur ekonomi dalam pembuatan kebijakan, baik pada tingkat pembentukan, implementasi maupun enforcement peraturan perundang-undangan telah sangat berpengaruh di Indonesia. Secara resmi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menetapkan salah satu arah Kebijakan Program Pembangunan Nasional Bidang Hukum, yakni mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas. Tentunya arah kebijakan tersebut merupakan satu indikator kuatnya pengaruh atau tujuan ekonomi dalam perkembangan hukum di Indonesia. Memang secara teoritis konseptual, aliran Analisis Ekonomi Atas Hukum belum fenomenal dan melembaga di Indonesia, sebagaimana menimpa juga aliran-aliran hukum lain. Sehubungan dengan gejala tersebut, relevan mengemukakan pendapat Ifdhal Kasim, bahwa di Indonesia kajian-kajian yang merupakan kritik-teori atau doktrin atas suatu paradigma atau pendekatan tertentu dalam kajian hukum kurang berkembang. Ahli-ahli hukum di Indonesia kurang bergairah dalam melakukan penjelajahan teoritis atas berbagai paradigma dalam ilmu hukum atau taking doctrine seriously.vi Meskipun demikian perbincangan mengenai Analisis Ekonomi Atas Hukum bukannya sama sekali tidak ada. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam teks oratio dies Universitas Katolik Parahyangan Bandung pada tahun 1995, dengan mengemukakan kerangka berpikir : 1. Berdasarkan pengamatan empiris upaya perlindungan lingkungan yang hanya digantungkan pada penggunaan instrumen hukum (legal instruments) terbukti kurang efektif. 2. Praktek-praktek perlindungan lingkungan di negara lain, ternyata sudah menerapkan konsep mixed-tools of compliance, dimana instrumen ekonomi (economic

instruments) merupakan salah satu insentif yang membuat potensial pencemar mematuhi ketentuan Hukum Lingkungan. 3. Terdapat ketentuan dalam peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup yang memberikan dasar hukum yang kuat untuk menerapkan konsep mixed-tools of compliance.vii Konsern atas pendekatan ekonomi terhadap hukum juga diberikan oleh Thee Kian Wie, yang menekankan perlunya aspek ekonomi diperhatikan dalam implementasi UU No. 5/1999 dengan mengemukakan bahasan pengkategorian monopoli, persaingan tidak sehat, kartel, price fixing, market division, merger, cross-shareholding, dan sebagainya 8.Analisis Ekonomi Atas Hukum Bidang Analisis Ekonomi Atas Hukum, atau yang umumnya dikenal sebagai Economic Analysis of Law dianggap muncul pertama kali melalui pemikiran utilitarianisme Jeremy Bentham (1789), yang menguji secara sistemik bagaimana orang bertindak berhadapan dengan insentif-insentif hukum dan mengevaluasi hasil-hasilnya menurut ukuran-ukuran kesejahteraan sosial (social welfare). Pemikiran utilitarianisme hukum Bentham tersebut tersebar dalam tulisan-tulisannya berupa analisis atas hukum pidana dan penegakannya, analisis mengenai hak milik (hukum kepemilikan), dan substantial treatment atas prosesproses hukum. Namun pemikiran ala Bentham tersebut mandeg sampai tahun 1960-an, dan baru berkembang pada awal tahun 1970-an, dengan dipelopori oleh pemikiran-pemikiran dari Ronald Coasei (1960), dengan artikelnya yang membahas permasalahan eksternalitas dan tanggung jawab hukum; Becker (1968), dengan artikelnya yang membahas kejahatan dan penegakan hukum; Calabresi (1970), dengan bukunya mengenai hukum kecelakaan; dan Posner (1972), dengan buku teksnya yang berjudul Economic Analysis of Law dan penerbitan Journal of Legal Studies.ii Secara garis besar Analisis Ekonomi Atas Hukum menerapkan pendekatannya untuk memberikan sumbangan pikiran atas dua permasalahan dasar mengenai aturan-aturan hukum. Yakni analisis yang bersifat positive atau descriptive, berkenaan dengan pertanyaan apa pengaruh aturan-aturan hukum terhadap tingkah laku orang yang bersangkutan (the identification of the effects of a legal rule); dan analisis yang bersifat normative, berkenaan dengan pertanyaan apakah pengaruh dari aturan-aturan hukum sesuai dengan keinginan masyarakat (the social desirability of a legal rule). Pendekatan yang dipakai Analisis Ekonomi Atas Hukum terhadap dua permasalahan dasar tersebut, adalah pendekatan yang biasa dipakai dalam analisis ekonomi secara umum, yakni menjelaskan tingkah laku, baik manusia secara perorangan maupun perusahaan-perusahaan, yang berwawasan ke depan (forward looking) dan rasional, serta mengadopsi kerangka kesejahteraan ekonomi untuk menguji keinginan masyarakat.iii Steven Shavell, professor di Harvard Law School, menjelaskan lebih lanjut mengenai analisis yang bersifat deskriptif dan normatif dari Analisis Ekonomi Atas Hukum dengan mengemukakan manfaat atau tujuan akhir dari analisis dimaksud. Dengan analisis deskriptif dapat dikatakan rasional, bilamana orang bertindak untuk memaksimalkan tujuan atau keuntungan yang diharapkannya. Sebagai contoh adalah pertanyaan mengapa orang sangat berhati-hati dalam mengendarai kendaraannya, walaupun misalnya orang tersebut mempunyai asuransi, dapat dijawab dengan kemungkinan bahwa ia tidak mau mengalami luka akibat kecelakaan, adanya ketentuan mengenai tanggung jawab atau adanya resiko diajukan ke pengadilan. Sedangkan dengan analisis normatif dapat diterangkan bahwa satu

aturan hukum tertentu lebih baik dari aturan hukum lain bilamana memberikan level tertinggi bagi ukuran kesejahteraan sosial. Contoh yang dapat diberikan misalnya bilamana masyarakat menghendaki untuk meminimalisasi jumlah kecelakaan lalu lintas, maka aturan hukum yang terbaik adalah yang memberikan hukuman atau sanksi bagi penyebab-penyebab kecelakaan.iv9. Bisnis Secara harfiah kata bisnis berasal dari istilah Inggris Business yang berarti kegiatan usaha. Menurut Richard Burton Simatupang kata bisnis sering diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus-menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-barang atas jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Kamus besar Indonesia, menyebutkan Bisnis adalah usaha dagang, usaha komersial dalam dunia perdagangan. Sehingga bisnis itu secara umum berarti suatu kegiatan dagang, industri, keuangan. Semua kegiatan itu dihubungkan dengan produksi dan pertukaran barang atau jasa dan urusan-urusan keuangan yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan ini oleh karena itu, suatu perusahaan dalam salah satu cabang kegiatan atau suatu pengangkutan atau urusan yang dihubungkan dengan kegiatan bisnis itu. Atau Bisnis adalah semua aktivitas yang melibatkan penyediaan barang dan jasa yang diperlukan dan diinginkan oleh orang lain, tujuannya untuk mendapatkan keuntungan. Adapun kegiatan bisnis secara umum dapat bedakan 3 bidang usaha yaitu : 1. Bisnis dalama arti kegiatan perdagangan (Commerce), yaitu : keseluruhan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh orang-orang dan badan-badan, baik di dalam negeri maupun diluar negeri ataupun antara negara untuk tujuan memperoleh keuntungan. Contoh : Produsen (pabrik), dealer, agen, grosir, toko, dsb. 2. Bisnis dalam arti kegiatan industri (Industry) yaitu kegiatan memperoduksi atau menghasilkan barang-barang yang niilainya lebih berguna dari asalnya. Contoh : Industri perhutanan, perkebunan, pertambangan, penggalian batu, pembuatan gedung, jembatan, pabrik makanan, pakaian, kerajinan, pabrik mesin, dsb. 3. Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa (Service), yaitu : kegiatan yang menyediakan jasa-jasa yang dilakukan baik oleh orang maupun badan. Contoh : Jasa perhotelan, konsultan, asuransi, pariwisata, pengacara, (lawyer), penilai (Appraisal), akuntan, dll. Gambaran mengenai kegiatan bisnis dalam definisi tersebut apabila diuraikan lebih lanjut akan tanpak sebagai berikut : 1. Bisnis merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan karena dikatakan sebagai suatu pekerjaan , mata pencaharian, bahkan suatu profesi. 2. Bisnis merupakan aktivitas dalam perdagangan 3. Bisnis dilakukan dalam rangka mempeeroleh keuntungan 4. Bisnis dilakukan baik oleh perorangan maupun perusahaan.

10..HukumBisnis Sistem perekonomian dan kegiatan bisnis yang sehat seringkali bergantung pada sistem perdagangan/bisnis/usaha yang sehat sehingga masyarakat membutuhkan seperangkat aturan yang dengan pasti dapat diberlakukan untuk menjamin terjadinya sistem perdagangan/bisnis tersebut. Aturan-aturanhukumitudibutuhkankarena :

1. Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan bisnis itu membutuhkan sesuatu yang lebih daripada sekadar janji serta iktikad baik saja. 2. Adanya kebutuhan untuk menciptkan upaya-upaya hukum yang dapat digunakan seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, tidak memenuhi janjinya. Disinilah peran hukum bisnis tersebut. Istilah hukum bisnis sebagai terjemahan dari istilah business law. Hukum Bisnis (Business Law) = hukum yang berkenaan dengan suatu bisnis. Dengan kata lain hukum binis adalah suatu perangkat kaidah hukum (termasuk enforcementnya) yang mengatur tentang tatacara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para entrepreneunr dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan. (Munir Fuady, 2005 : 2). Sedangkan menurut DR. Johannes Ibrahim, SH, M.Hum, dkk, dalam bukunya HUKUM BISNIS : dalam persepsi manusia modern, hlm. 27 hukum bisnis adalah seperangkat kaidahkaidah hukum yang diadakan untuk mengatur serta menyelesaikan pesoalan-pesoalan yang timbul dalam aktivitas antar manusia khususnya dalam bidang perdagangan. Dari penjelasan-penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa hukum bisnis penting/perlu diketahui/dipelajari oleh pelaku ekonomi/bisnis karena setiap aktivitas/kegiatan bisnis selalu diatur oleh hukum. Untuk itu para pelaku bisnis/ekonomi perlu mengetahui/mempelajarinya agar bisnisnya bisa berjalan dengan lancar sehingga tidak melanggar hukum atau melakukan bisnis yang illegal yang menyebabkan kerugian baik pelaku bisnis itu sendiri (produsen) maupun masyarakat (konsumen). Sebab bagaimanapun juga hukum dibuat dengan tujuan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat agar tertib, aman, tentram dan damai. C.FungsiHukumBisnis 1. Sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi bisnis, 2. Untuk memahami hak-hak dan kewajibannya dalam praktik bisnis, 3. Agar terwujud watak dan perilaku aktivitas dibidang bisnis yang berkeadilan, wajar, sehat dan dinamis (yang dijamin oleh kepastian hukum). 11.Pentingnya Hukum Bisnis Bagi Pelaku Bisnis/Ekonomi Dewasa ini aktivitas bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah ke berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Bisnis merupakan salah satu pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan. Dalam melakukan bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari hukum karena hukum sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa berjalan dengan lancar, tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan bisnis tersebut, contoh hukum bisnis adalah undang-undang perlindungan konsumen (UU No. 8 tahun 1999). Dalam undang-undang perlindungan konsumen dalam pasal disebut diatur tentang kewajiban pengusaha mencantumkan lebel halal dan kadaluarsa pada setiap produk yang ia keluarkan. Dengan kewajiban tersebut konsumen terlindungi kesehatannya karena ada jaminan perlindungan jika produk sudah daluarsa. Begitu juga dengan konsumen umat islam adanya lebel halal akan terjamin dari mengkonsumsi produk haram. Contoh-contoh hukum yang mengatur dibidang bisnis, hukum perusahaan (PT, CV, Firma), kepailitan, pasar modal, penanaman modal PMA/PMDN, kepailitan, likuidasi, merger, akuisisi, perkreditan, pembiayaan, jaminan hutang, surat berharga, hukum ketenagakerjaan/perburuhan, hak kekayaan intelektual, hukum perjanjian (jual beli/transaksi dagang), hukum perbankan, hukum pengangkutan, hukum investasi, hukum teknologi, perlindungan konsumen, hukum

anti monopoli, keagenan, distribusi, asuransi, perpajakan, penyelesaian sengketa bisnis, perdagangan internasional/WTO, kewajiban pembukuan, dll. Dengan demikian jelas aturan-aturan hukum tesebut diatas sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis. Aturan-aturan hukum itu dibutuhkan karena : Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan/perjanjian bisnis itu membutuhkan sesuatu yang lebih daripada sekadar janji serta itikad baik saja. Adanya kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya hukum yang dapat digunakan seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, tidak memenuhi janjinya. Disinilah peran hukum bisnis tersebut. Untuk itu pemahaman hukum bisnis dewasa ini dirasakan semakin penting, baik oleh pelaku bisnis dan kalangan pembelajar hukum, praktisi hukum maupun pemerintah sebagai pembuat regulasi kebijakan yang berkaitan dengan dunia usaha. Hal ini tidak terlepas dari semakin intens dan dinamisnya aktifitas bisnis dalam berbagai sektor serta mengglobalnya sistem perekonomian. Menurut Ismail Saleh dalam bukunya HUKUM DAN EKONOMI 1990, : Memang benar ekonomi merupakan tulang punggung kesejehateraan masyarakat dan memang benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tiang-tiang penopang kemajuan suatu bangsa namun tidak dapat disangkal bahwa hukum merupakan pranata yang pada akhirnya menentukan bagaimana kesejehateraan yang dicapai tersebut dapat dinikmati secara merata, bagaimana keadilan sosial dapat diwujudkan dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membawa kebahagiaan rakyat banyak. Berdasarkan hal diatas sangatlah terlihat bahwa hukum sangat penting dalam dunia ekonomi/bisnis sebagai alat pengatur bisnis tersebut. Kemajuan suatu ekonomi/bisnis tidak akan berarti kalau kemajuan tidak berdampak pada kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati secara merata oleh rakyat. Negara harus menjamin semua itu. Agar tidak ada terjadi pengusaha kuat menindas pengusaha lemah, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, sehingga tidak ada keseimbangan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Disinilah peran hukum membatasi hal tersebut. Maka dibuat perangkat hukum yang mengatur dibidang bisnis tersebut (hukum bisnis). Dengan telah dibuatnya hukum bisnis tersebut (peraturan perundang-undangan) imbasnya adalah hukum bisnis tersebut harus diketahui/dipelajari oleh pelaku bisnis sehingga bisnisnya berjalan sesuai dengan koridor hukum dan tidak mempraktikkan bisnis yang bisa merugikan masyarakat luas (monopoli dan persaingan usaha tidak sehat). Bagaimanapun juga adanya pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman kerjasama bisnis ini tentu saja melahirkan masalah serta tantangan baru karena hukum harus siap untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.