Upload
riskyana-wulandari
View
65
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Awal mula hadirnya sekolah berasrama (boarding school) dilatarbelakangioleh adanya permasalahan mengenai rendahnya kualitas lulusanmadrasah. Sistem pendidikan yang digunakan oleh sekolah madrasah terkadangterbelit aktivitas rutin yang kurang cermat dan cenderung mononton. Dalammeregulasi emosi, attachment merupakan salah satu hal yang dapat membantudalam proses pengelolaan emosi. Tujuan dari perilaku attachment adalah untukmembangun kembali rasa aman secara psikologis, yang mana hal itu dapatmengurangi keberadaan emosi negatif (Zimmerman, 2001). Penelitian inibertujuan untuk mencari korelasi antara peer attachment dengan regulasi emosipada siswa di sekolah berasrama. Tipe penelitian yang digunakan oleh penelitimenggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian ini menggunakandata-data yang berfokus pada pengukuran hubungan antara variabel-variabel.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelas positif, dengannilai p (signifikan) adalah 0,001 dan
Citation preview
LAPORAN AKHIR
JUDUL PROGRAM
HUBUNGAN PEER ATTACHMENT DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA DI
BOARDING SCHOOL
BIDANG KEGIATAN:
PKM PENELITIAN
Diusulkan Oleh:
Silmi Mawaddah (111111058) Angkatan 2011
Miranti Rasyid (110911006) Angkatan 2009
Riskyana Wulandari (111011036) Angkatan 2010
Humphrey Tedjautama (111111021) Angkatan 2011
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2013
ABSTRAK
Awal mula hadirnya sekolah berasrama (boarding school) dilatar-
belakangi oleh adanya permasalahan mengenai rendahnya kualitas lulusan
madrasah. Sistem pendidikan yang digunakan oleh sekolah madrasah terkadang
terbelit aktivitas rutin yang kurang cermat dan cenderung mononton. Dalam
meregulasi emosi, attachment merupakan salah satu hal yang dapat membantu
dalam proses pengelolaan emosi. Tujuan dari perilaku attachment adalah untuk
membangun kembali rasa aman secara psikologis, yang mana hal itu dapat
mengurangi keberadaan emosi negatif (Zimmerman, 2001). Penelitian ini
bertujuan untuk mencari korelasi antara peer attachment dengan regulasi emosi
pada siswa di sekolah berasrama. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti
menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian ini menggunakan
data-data yang berfokus pada pengukuran hubungan antara variabel-variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelas positif, dengan
nilai p (signifikan) adalah 0,001 dan < 0.005 maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Kata kunci: peer attachment, regulasi emosi, remaja, boarding school
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
laporan akhir Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) skema Penelitian yang berjudul:
Hubungan Peer Attachment dengan Regulasi Emosi Pada Siswa di Boarding School ini. Kami berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama ini, yaitu:
1. Ibu Primatia Yogi Wulandari, M. Psi, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dari awal program sampai berakhirnya program.
2. Kepala SMA Semesta Semarang beserta jajaran staff-nya yang telah memberikan ijin melakukan kegiatan penelitian.
3. Orang tua yang telah banyak mendukung tak hanya melalui materiil tetapi juga moril. 4. Teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Kiranya laporan akhir ini dapat dijadikan masukan untuk kegiatan penelitian
selanjutnya. Kami juga menyadari bahwa dalam pembuatan laporan akhir ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, masukan, kritik dan saran akan sangat kami hargai. Demikian,
semoga laporan akhir ini bermanfaat.
Surabaya, 30 Juli 2013
Penulis
1
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Awal mula hadirnya sekolah berasrama (boarding school) dilatar-belakangi oleh
adanya permasalahan mengenai rendahnya kualitas lulusan madrasah. Sistem pendidikan
yang digunakan oleh sekolah madrasah terkadang terbelit aktivitas rutin yang kurang cermat
dan cenderung mononton, dan juga ditandai dengan hadirnya praktek pendidikan formal yang
kurang menumbuhkan kreativitas dan tanggung jawab, bahkan cenderung menanamkan sifat
ketergantungan pada siswa (Rifai, 2008). Sekolah berasrama (boarding school) merupakan sekolah yang dilengkapi dengan
fasilitas penginapan bagi siswanya dan fasilitas tersebut berada dalam lokasi yang berdekatan
dengan fasilitas sekolah (Bamford, 1967). Sekolah berasrama adalah ketika siswa-siswa tidur,
makan, dan belajar dekat dengan lingkungan sekolah. Biasanya, sekolah berasrama sering
mengacu pada British boarding schools yang klasik (Bamford, 1967).
Dalam boarding school, masing-masing murid memiliki jadwal kegiatan yang
kompleks, yang mana pada awal tahun masih dalam pengawasan yang ketat. Semua murid
diajar bersama-sama pada jam sekolah dan diberi aktivitas atau jadwal yang padat di luar jam
sekolah dengan memberikan pekerjaan rumah. Sehingga, hal tersebut menuntut siswa untuk
mampu mengatur jadwal serta mengelola emosi dalam dirinya (Bamford, 1967). Hal ini
sejalan dengan besarnya tuntutan yang mereka jalani sebagai siswa di sekolah yang
berstandar tinggi. Sehinggga, sangat dibutuhkan kemampuan mengelola emosi sebagai
bagian dari kemampuan manajerial diri, apalagi dalam menghadapi tantangan kegiatan
belajar. Kemampuan mengelola emosi merupakan salah satu bagian dari regulasi emosi,
selain proses monitoring dan evaluasi reaksi terhadap emosi (Thompson, 1994; Zimmerman,
2001).
Menurut sudut pandang intrapersonal, regulasi emosi terdiri dari bagaimana cara
orang-orang mempengaruhi keadaan emosi yang mereka miliki, ketika orang-orang memiliki
emosi tersebut, dan bagaimana mereka mengelola serta mengekpresikannya (Gross, 1998a;
Campos, 2011). Terdapat perbedaan kemampuan meregulasi emosi pada setiap orang yang
telah ditemukan dalam tiga proses dasar, yaitu emotional antacedents (misalnya,
pengharapan), pola respon emosi (misalnya, coping), dan emotional monitoring (misalnya,
emotional self-awarness) (Carver & Scheier, 1999; Drner & Wearing, 1995; Gross, 1999;
Thompson, 1994; Zimmermann, 1999a; Zimmerman, 2001).
Dalam meregulasi emosi, attachment merupakan salah satu hal yang dapat membantu
dalam proses pengelolaan emosi. Tujuan dari perilaku attachment adalah untuk membangun
kembali rasa aman secara psikologis, yang mana hal itu dapat mengurangi keberadaan emosi
negatif (Zimmerman, 2001). Sehingga, perilaku attachment menjadi sebuah strategi sosial
untuk meregulasi emosi negatif karena hal tersebut menyenangkan namun berakhir ketika
masih bayi (ketika emosi negatif diregulasi) dan hal ini ingin dimunculkan kembali untuk
dieksplor pada lingkungan lagi (Grossmann, Grossmann, & Zimmermann, 1999;
Zimmerman, 2001).
Secara ideal, ketika masih bayi dan masa anak-anak, pola attachment menggambarkan
fungsi sebagai pengatur eksternal untuk anak-anak dengan membatu mereka meregulasi
emosi. Misalnya dengan berinteraksi dengan pengasuh, anak-anak dapat belajar bagaimana
dan kapan untuk mengekspresikan emosi khususnya emosi negatif, dan mereka belajar
bagaimana mengekpresikan emosi negatif dengan cara melawan pengasuhnya (Zimmerman,
2001).
Pada saat individu tumbuh dan berkembang, disanalah kemampuan adaptasi
berkembang dan aplikasi dari pola-pola regulasi emosi dipelajari ketika berinteraksi dengan
figur attachment (Zimmerman, 2001). Salah satu figur attachment dalam sekolah berasrama
(boarding school) adalah teman sebaya-nya.
2
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Adakah hubungan antara peer attachment terhadap regulasi emosi siswa yang bersekolah di boarding school?
Tujuan Program
Tujuan dari program penelitian ini adalah untuk mencari jawaban secara empiris
mengenai hubungan antara peer attachment terhadap regulasi emosi siswa yang bersekolah di
boarding school.
Luaran yang Diharapkan
Melalui penelitian ini, target luaran yang diharapkan adalah artikel ilmiah tertulis
yang bisa dipublikasikan secara luas, baik dalam seminar nasional atau internasional, maupun
jurnal ilmiah, yang memiliki orisinalitas konteks penelitian.
Kegunaan Program
Kegunaan program penelitian ini adalah, sebagai berikut: pertama, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kotribusi ilmiah terhadap pengetahuan dan pemahaman
mengenai regulasi emosi, boarding school, dan peer attachment. Kedua, memberikan
informasi dan masukan kepada pihak-pihak yang tertarik untuk meneliti siswa yang
bersekolah di boarding school beserta pemarsalahannya. Misalnya: pemerhati pendidikan,
pengelola kurikulum, konselor sekolah, dan sebagainya, agar dapat lebih memahami
bagaimana regulasi emosi siswa di sekolah berasrama (boarding school). Ketiga, bagi
masyarakat secara umum, penelitian ini dapat memberikan masukan dan pengetahuan
mengenai bagaimana attachment antara siswa dan guru dapat mempengaruhi regulasi emosi
siswa.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Regulasi Emosi
1.1. Pengertian Regulasi Emosi
Thompson (1994), mendefinisikan regulasi emosi sebagai proses intrinsik dan
ekstrinsik yang bertanggung jawab memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi
secara intensif dan khusus untuk mencapai tujuan. Regulasi emosi atau pengendalian emosi
terjadi pada situasi tertentu, terutama jika emosi yang muncul lebih ringan. Berarti bahwa
emosi yang muncul dapat diatur atau dihentikan sebelum melakukan aksi. Regulasi emosi
merupakan suatu proses integral yang melibatkan empat komponen yaitu objek, penelitian,
fisiologis, perilaku aksi dan ekspresi (Hude, 2006).
1.2. Aspek-Aspek Kemampuan Regulasi Emosi
Thompson (1994) mengemukakan aspek regulasi emosi sebagai berikut:
a. Emotions Monitoring (Memonitor Emosi) Individu mampu menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi dalam
diri, perasaan, pikiran, dan latar belakang tindakannya. Individu mampu terhubung dengan
emosi-emosinya, pikiran-pikirannya, dan keterhubungan ini membuat individu mampu
menanamkan pada setiap emosi yang muncul. Proses perhatian yaitu mengatur informasi
yang membangkitkan emosi dengan memindahkan fokus perhatian.
b. Emotions Evaluating (Mengevaluasi Emosi) Pengelolaan dan penyeimbangan emosi-emosi yang dialami individu, khususnya
emosi negatif yang bersifat kemarahan, kekecewaan, kesedihan, dendam, dan benci
sehingga individu tidak terbawa atau tidak terpengaruh secara mendalam. Pengaturan
3
emosi dengan cara memprediksi dan mengontrol syarat-syarat terjadinya emosi seperti
tempat dan situasi yang biasa ditemui.
c. Emotions Modifications (Memodifikasi Emosi) Merubah emosi sedemikian rupa sehingga individu mampu memotivasi diri terutama
dalam keadaan putus asa, cemas, dan marah. Memodifikasi meliputi pemilihan, respon
yang adaptif yaitu pemilihan ekspresi emosi dengan cara yang sesuai dengan tujuan dan
situasi.
2. Pengertian Peer Attachment
Attachment adalah ikatan emosional yang terbentuk antar individu melalui interaksi
untuk menciptakan suasana yang nyaman dan aman. Kelekatan (attachment) terbentuk oleh
kemunculannya empat bentuk perilaku, yakni pencarian dan pemeliharaan kedekatan fisik
dengan figur kelekatan (proximity seeking), pencarian figur kelekatan untuk mendapatkan
kenyamanan dan ketentraman (safe haven behavior), munculnya pengalaman distress sebagai
efek dari perpisahan yang lama dengan figur kelekatan (separation distress), dan penggunaan
figur attachment sebagai dasar dukungan yang dapat dipercaya (secure base behavior)
(Ainsworth et. Al; Diamond & Dube, 2002).
Armsden & Greenberg (2007) mengatakan bahwa kelekatan dengan teman sebaya
(peer attachment) adalah hubungan remaja dengan teman sebaya sebagai sumber yang
memberikan keamanan psikologis bagi diri mereka sendiri. Adapun indikator dalam peer
attachment antara lain:
1. Aspek komunikasi yang ditunjukkan dengan adanya ungkapan perasaan, masalah, dan kesulitan yang dialami individu pada teman sebaya (Syafrezani, 2007).
2. Kepercayaan yang merupakan perasaan dan keyakinan bahwa orang lain akan memenuhi kebutuhan tertentu (Armsden dan Greenberg, 2007)
3. Alienation berhubungan erat dengan penghindaran dan penolakan (Barrocas, 2009)
3. Hubungan Antar Variable
Dalam meregulasi emosi, attachment merupakan salah satu hal yang dapat membantu
dalam proses pengelolaan emosi dalam diri. Tujuannya perilaku attachment adalah untuk
membangun kembali rasa aman secara psikologis, yang mana hal itu dapat mengurangi
keberadaan emosi negatif (Zimmerman, 2001). Sehingga, perilaku attachment menjadi
sebuah strategi sosial untuk meregulasi emosi negatif karena hal tersebut menyenangkan
namun berakhir ketika masih bayi (ketika emosi negatif diregulasi) dan hal ini ingin
dimunculkan kembali untuk dieksplor pada lingkungan lagi (Grossmann, Grossmann, &
Zimmermann, 1999; Zimmerman, 2001). Dibutuhkan seorang figur dalam attachment, salah
satunya adalah teman sebaya.
Dalam regulasi emosi siswa di boarding school, sosok teman sebaya merupakan
sosok yang penting karena mereka yang akan dijumpai oleh siswa sehari-hari. Semua murid
akan berada bersama-sama pada jam sekolah dan diberi aktivitas atau jadwal yang padat di
luar jam sekolah dengan memberikan pekerjaan rumah. Ketatnya jadwal dan tuntutan besar
akan standar akademik siswa memungkinkan terjadinya tekanan akademik. Sehingga, hal
tersebut menuntut siswa untuk mampu mengatur jadwal serta mengelola emosi dalam dirinya
(Bamford, 1967).
Di saat tekanan tersebut semakin membesar, para siswa membutuhkan adanya sosok
yang mampu mendukungnya. Ketika komunikasi dengan orang tua tidak dimungkinkan,
maka yang paling dekat dengan mereka adalah teman sebaya. Dengan adanya hubungan
interaksi yang dekat dan emosional antar-sebaya, maka tercipta suasana secure yang
memungkinkan para siswa tersebut untuk meregulasi emosinya serta mengembalikan suasana
belajar yang positif.
4
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang tidak dimanipulasi, melainkan bervariasi mengikuti
variasi dari variabel bebas, sebagai dampak dari manipulasi terhadap variabel tersebut
(Kerlinger, 2004). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah regulasi
emosi.
2. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang digunakan sebagai sebab kemunculan adanya
variabel akibat (Kerlinger, 2004). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas
adalah peer attachment.
Hubungan variabel Y dan variabel X
4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah peer attachment berkorelasi positif dengan
regulasi emosi yaitu, semakin lekat peer attachment antar-siswa, maka semakin tinggi pula
kemampuan regulasi emosi siswa di boarding school.
III. METODE PENELITIAN
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti menggunakan metode penelitian
kuantitatif. Metode penelitian ini menggunakan data-data yang berfokus pada pengukuran
hubungan antara variabel-variabel
2. Unit Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah regulasi emosi dan peer
attachment yang dialami oleh siswa-siswa yang bersekolah di boarding school. Partisipan
adalah siswa-siswa kelas XI SMA Semesta Semarang.
3. Partisipasi Penelitian
Penulis memilih sekolah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah SMA
Semesta Semarang (boarding school). Sedangkan, kriteria populasi sasaran penelitian yang
dipilih adalah siswa yang memiliki karakteristik sebagai berikut: pertama, siswa yang duduk
di kelas XI semester 2. Kedua, memiliki teman atau sahabat dekat seusianya di lingkungan
sekolah, terutama dengan latar belakang yang berbeda. Sebelumnya, para siswa yang diteliti
akan dianalisa tingkat kepadatan jadwal mereka. Pada penelitian ini, pengambilan subjek
sebagai sampel dilakukan dengan cara random. Sedangkan, metode yang dipakai adalah
metode purposive random sampling.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penulis menggunakan kuisioner regulasi emosi dan peer attachment sebagai alat
pengumpul data dalam penelitian ini. Pernyataan dalam penelitian ini akan dibedakan
menjadi dua, yaitu: pertama, penyataan yang mendukung/aitem positif (favourable). Kedua,
pernyataan yang tidak mendukung/aitem negatif (unfavourable). Responden akan diminta
untuk menyatakan kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap isi pernyataan dalam 5 macam
kategori jawaban, yaitu: sangat sesuai (SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), sangat
tidak sesuai (STS).
Variabel X
Peer Attachment
Variabel Y
Regulasi Emosi
5
5. Cara Penafsiran
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk menguji
hipotesis tentang ada tidaknya hubungan antar variabel. Sehingga, teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment dari Pearson.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan korelasi product moment,
antara lain (Hadi, 2000):
1. Distribusi kedua variabel adalah normal
2. Distribusi kedua variabel adalah linier
3. Sampel yang digunakan diambil secara random.
Pengujian dan penyimpulan korelasi antar variabel dengan menggunakan analisis
korelasi product moment ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for windows versi
16.0.
IV. PELAKSANAAN PROGRAM
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di SMA Semesta Semarang pada tanggal 6-8 Mei 2013.
Tahapan Pelaksanaan
Rekapitulasi Rancangan dan Realisasi Biaya
Rancangan Realisasi
Deskripsi Jumlah (Rp) Deskripsi Jumlah (Rp)
Pemasukan Dikti 9.676.000 Dikti 6.800.000
Total Pemasukan 9.676.000 Total Pemasukan 4.750.000
Pengeluaran
Kertas HVS 70gr (3 rim) 96.000 Kertas HVS 80gr 5 rim 200.000
Kertas HVS 80gr (5 rim) 180.000 Kertas HVS 70gr 5 rim 175.000
Tinta Printer 140.000 Tinta printer 250.000
Fotokopi 500.000 ATK 58.500
No. Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Melakukan survey dan
mencari informasi
2. Diskusi dan rumusan
rencana
3. Menyusun alat ukur
4. Uji coba alat ukur dan
revisi alat ukur
5. Pemilihan subjek yang
sesuai dengan
karakteristik partisipan
6. Pengambilan data dengan
partisipan
7. Analisis data yang didapat
dan menulis laporan hasil
penelitian
8. Mengubah format laporan
penelitian ke dalam
bentuk artikel ilmiah
6
Pengurusan Ijin
Penelitian 400.000
Print 375.500
Souvenir untuk
Responden Penelitian 1.500.000
Penggandaan 315.000
Transportasi dalam Kota
(Surabaya) 500.000
Konsumsi 340.000
Tiket KA Argo Anggrek
Sby-Smg (6) 1.860. 000
Souvenir untuk
Responden Penelitian 416.000
Tiket KA Argo Anggrek
Smg-Sby (6) 1.560.000
Biaya komunikasi via
telepon/internet 1.198.000
Transportasi dalam Kota
(Semarang) 800.000
Tiket KA Gumarang 480.000
Akomodasi di Semarang 800.000 Tiket KA Harina 300.000
Jilid Hardcover Laporan
Penelitian 200.000
Transportasi dalam
Kota (Semarang) 397.000
Pembelian Literatur
Penelitian (Impor) 1.500.000
Transportasi dalam
Kota (Surabaya) 330.000
Akomodasi di
Semarang 615.000
Pembelian Literatur
Penelitian (Impor) 1.350.000
Total Pengeluaran 9.676.000 Total Pengeluaran 6.800.000
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui kecenderungan hubungan antara variabel
peer attachment dan variabel regulasi emosi pada penelitian ini. Apabila terdapat
kecenderungan suatu hubungan, maka sebaran data kedua variabel akan membentuk garis
linear. Uji linearitas pada penelitian ini dengan melihat scatterplot untuk melihat indikasi
liniearitas dari kedua variabel penelitian dan menggunakan teknik compare means program
SPSS 16.0 for Windows. Gambar scatterplots menunjukkan bahwa kedua variabel penelitian
membentuk kurva linear atau garis lurus. Selain itu dari gambar tersebut juga
mengindikasikan adanya hubungan yang negatif antara kedua variabel.
Berikut adalah tabel uji linearitas dari kedua variabel
ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regulasi_Emosi *
Peer_Attachment
Between Groups (Combined) 1297.715 30 43.257 1.004 .491
Linearity 398.720 1 398.720 9.250 .004
Deviation from
Linearity 898.995 29 31.000 .719 .819
Within Groups 1594.800 37 43.103
Total 2892.515 67
Data kedua variabel dikatakan linear jika nilai sig. < 0,05. Dari tabel di atas dapat
diketahui nilai signifikansi (sig.) adalah 0.004 hal tersebut berarti data kedua variabel dapat
dikatakan linear. Dari uji normalitas terlihat bahwa distribusi data normal, dan dari uji
linearitas baik berdasarkan scatterplot dan berdasarkan tabel ANOVA, dapat dikatakan
bahwa kedua variabel linear. Hal tersebut mengindikasikan bahwa teknik analisis data dalam
penelitian boleh menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson, karena prasyarat
7
sebelum melakukan uji korelasi telah dipenuhi. Uji korelasi ini dilakukan dengan bantuan
SPSS16.0 for windows. Berikut adalah hasil perhitungan korelasi product moment.
Correlations
Regulasi_Emosi Peer_Attachment
Regulasi_Emosi Pearson Correlation 1 .371**
Sig. (2-tailed) .002
N 68 68
Peer_Attachment Pearson Correlation .371**
1
Sig. (2-tailed) .002
N 68 68
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel diatas, dengan jumlah sampel N = 68 diketahui bahwa besar nilai r
yaitu 0,371. Koefisien korelasi penelitian ini sebesar 0,371 hal ini menunjukkan bahwa
koefisien korelasi penelitian ini tergolong cukup besar dan kedua variabel dalam penelitian
ini memiliki korelasi yang sedang. Selain itu dalam tabel 4.12 juga terlihat bahwa nilai r
bertanda negatif (+) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua
variabel, dapat dikatakan semakin tinggi peer attachment maka semakin tinggi pula regulasi
emosi.
Dari tabel di atas diketahui pula bahwa nilai p (sig.) two tailed pada kedua variabel
adalah p = 0,002. Maka nilai p (sig.) one tailed adalah 0,002 / 2 = 0,001. Dari hasil
perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai p (signifikan) adalah 0,001 dan < 0.005 maka H0
ditolak dan Ha diterima. Jadi berdasarkan uji korelasi product moment Pearson dengan
menggunakan bantuan SPSS 16.0 for Windows dapat disimpulkan bahwa H0 diolak dan Ha
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara peer
attachment dengan regulasi emosi remaja yang menjadi siswa di boarding school.
Jika ditinjau dari tingkat attachment didapatkan data 7,4% subjek memiliki tingkat peer
attachment yang sangat tinggi, 15,8% subjek memiliki tingkat peer attachment yang tinggi
45,3% subjek memiliki tingkat peer attachment yang sedang, 25,2% subjek memiliki tingkat
peer attachment yang rendah, dan sisanya yaitu sebesar 7,4% memiliki tingkat peer
attachment yang sangat rendah. Jika dilihat dari tingkat regulasi emosi diketahui bahwa 6,3%
subjek memiliki tingkat regulasi emosi yang sangat tinggi, 23,2% subjek memiliki tingkat
regulasi emosi yang tinggi, 32,6% subjek memiliki tingkat regulasi emosi yang sedang,
30,5% subjek memiliki tingkat regulasi emosi yang rendah, dan 7,4% subjek memiliki tingkat
regulasi emosi yang sangat rendah.
Hal tersebut menandakan bahwa setiap subjek memiliki respon yang berbeda mengenai
kelekatan mereka dengan teman sebayanya. Subjek yang memiliki tingkat peer attachment
yang rendah belum tentu memiliki kemampuan regulasi emosi yang rendah pula, begitu juga
sebaliknya. Dalam penelitian ini dapat terlihat pada koefisien korelasi sebesar 0,274 yang
menunjukkan bahwa korelasi kedua variabel tersebut rendah.
Korelasi yang rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
perbedaan individu dalam meregulasi emosinya yang dipengaruhi oleh temperamennya
(Rothbart, Ahadi, & Evans, 2000; Southam-Gerrow & Kendall, 2002; Gresham & Gullone,
2012), perbedaan individu pada gaya attachment dan working models pada saat remaja
(Kobak & Sceery, 1988; Margolese, S.K., et. Al., 2004), hubungan subjek dengan orangtua
yang dapat mempengaruhi pola hubungannya dengan teman sebayanya (La Guardia et.al.,
2000; Laghi et.al., 2009), dan kelekatan subjek dengan caregivers saat masih bayi
(Zimmermann, 2001).
8
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitan ini mendukung penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Zimmermann
et.al. (2001) yang menganalisis bahwa seorang remaja yang mampu menjalin hubungan
dengan temannya akan tetap mampu bekerja sama dengan baik saat mengerjakan tugas
pemecahan masalah ketika mereka merasa bingung dan frustrasi dalam proses penyelesaian
tugas tersebut. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa strategi regulasi emosi yang berbeda memiliki hubungan dengan model
kelekatan seseorang individu (Magai, 1999; Mikulincer et.al., 2003; Shaver & Mikulincer,
2002; Crugnola et.al., 2011).
Penelitian ini menggunakan hipotesis berarah. Hal ini berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Zimmermann et.al. (2001) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki
kelekatan teman sebaya yang aman akan menunjukkan hubungan yang lebih tinggi antara
ekspresi emosi wajah dan self-rating dari perasaan sedih dan marah.
Pola dalam tugas perkembangan yang dimulai pada masa remaja tidak hanya berefek
jangka pendek pada kesehatan mental remaja, tetapi juga berefek jangka panjang ketika masa
dewasa (Reinherz, Giaconia, Hauf, Wasserman, & Paradis, 2000; Horn, Pssel & Hautzinger,
2010). Masa remaja adalah sebuah periode awal dimana dapat dilakukan tindak pencegahan
terhadap masalah kesehatan mental yang dapat mengganggu kehidupan manusia (Horn,
Pssel & Hautzinger, 2010).
Ketika remaja, seseorang akan mengalami periode kritis hubungan mereka dengan
kelekatannya (Nelis & Rae, 2008). Walaupun demikian, pada usia tesebut, seseorang akan
memulai membangun hubungan dengan teman terdekatnya (Kerns, Tomich, & Kim, 2006;
Nelis & Rae, 2008). Remaja yang memiliki peer attachment yang baik akan mampu
mengkomunikasikan secara terbuka mengenai emosi negatif yang ia rasakan (Cassidy &
Kobak, 1988; Nelis & Rae, 2008). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan postitif antara peer attachment dengan regulasi
emosi remaja yang menjadi siswa di boarding school.
Perilaku attachment merupakan suatu hubungan yang erat antara seseorang dengan
orang lain yang terbentuk karena adanya jalinan komunikasi yang baik (Armsden, 1987;
Armsden & Greenberg, 2007). Ketika remaja, individu cenderung mencari kedekatan dan
kenyamanan dalam bentuk saran atau nasihat kepada teman sebayanya ketika mereka merasa
membutuhkannya (Hazan & Shaver; Schneider & Younger dalam Barrocas, 2009). Selain
komunikasi, kepercayaan juga merupakan suatu hasil dari suatu hubungan yang kuat, dimana
kedua belah pihak merasa bisa saling bergantung (Armsden & Greenberg, 2007).
Terbentuknya kemampuan berkomunikasi dan kepercayaan yang baik dengan orang lain
dapat membuat individu merasa aman dan nyaman ketika mengutarakan permasalahan yang
ia alami. Ketika individu dapat mengutarakan perasaan dan masalah yang mereka alami,
mereka memiliki emosi yang lebih stabil sehingga mampu meregulasi emosinya (Thompson,
1994).
Hubungan awal orangtua-anak akan dibawa terus ke titik lebih lanjut dalam
perkembangannya, untuk mempengaruhi seluruh hubungan selanjutnya, misalnya hubungan
anak dengan guru, peers, teman, dan pacar (Ainsworth, 1979; Bowlby, 1969, 1989; Waters,
1995; Stroufe, 1985, dalam penerbitan; Sroufe dkk, 1993; Urban dkk, 1992; Ostoja dkk,
1995; Weinfield, 1994; Santrock, 2003). Selain orangtua, caregiver juga memiliki peranan
penting saat remaja dalam membentuk hubungan mereka dengan teman sebayanya. Saat
masa bayi hingga anak-anak, seorang individu yang diasuh oleh caregiver akan memiliki
strategi regulasi emosi yang heterogen, seperti menangis atau menarik perhatian yang
berbeda-beda, marah, tersenyum, dan sebagainya (Kopp, 1989; C. Riva Crugnola et.al, 2011).
Ketika anak mampu membentuk hubungan kelekatan aman dengan pengasuh mereka, hal
9
tersebut akan berpengaruh dengan hubungan mereka di masa yang akan datang, salah satunya
adalah masa remaja (Weinberg & Tronick, 1994; C. Riva Crugnola et.al, 2011).
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil penelitian ini
telah menjawab rumusan masalah dari penelitian, yaitu bahwa terdapat hubungan positif
antara peer attachment dengan regulasi emosi remja yang menjadi siswa di boarding school.
Beberapa hal yang perlu diingat bahwa hasil penelitian ini hanya dapat digeneralisasikan
kepada populasi penelitian ini yaitu, pada remaja yang menjadi siswa kelas XI di boarding
school dan memiliki sekolah beasrama sesuai dengan karakteristik SMA Semesta Semarang.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Armsden & Greenberg. (2007). Inventory of Parent & Peer Attachment (IPPA) Manual 07
2007.
Bamford, T.W. (1967). Rise of the public schools:, a study of boys public boarding schools in
England and Wales from 1837 to the present day. London Nelson, 1967.
Barrocas, A.L. (2009, 12 April) Adolescent Attachment to Parents and Peers [online].
Diakses pada tanggal 4 Juli 2012 dari
http://www.marial.emory.edu/pdfs/barrocas%20thesisfinal.doc.
Boarding Schools. (2006, 6 Mei). Wikipedia [online]. Diakses pada tanggal 3 Juli 2012 dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Boarding_school)
Bonnano, G. A. & Mayne, T. J. (2001). Emotion: Current Issues and Future Directions. New
York: The Guilford Press.
Campos, Joseph J., Walle, Eric A., Dahl, Audun and Main, Alexandra. (2011).
Reconceptualizing Emotion Regulation. Emotion Review, 3, 26-36.
Cooper and Sawaf. (1997). Executive EQ: Kecerdasan Emotional dalam Kepemimpinan dan
Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hadi, Sutrisno. (2000). Statistik Jilid Kedua. Yogyakarta Andi Offset.
Hasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-Pokok Materi: Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hude, D. (2006). Emosi Penjelajahan Religio Psikologi tentang Emosi Manusia di dalam Al-
Quran. Jakarta : Erlangga. Kerlinger. (2004). Asas-Asas Penelitian Behavioral Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Morgan, Gareth. 1986. Images of Organization. California: Sage.
Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Papalia, et. Al. (2004). Human Development. (10th
ed.). New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Rifai, Bahtiyar. (2008). Konsep Kurikulum Madrasah Berbasis Asrama dalam Meningkatkan Kualitas Hasil Pembelajaran Siswa (Studi Deskriptif Di Madrasah
Aliyah Negeri I Surakarta). Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Santrock, J.W. (2003). Life-Span Development. New York: The McGraw-Hill Companies.
Schneiders, G.T. (1991). School Based Leadership: Challenges and Opportunities. Third
Edition. New York: WCB Publishers.
Singarimbun, Sofian Effendi. (2006). Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Steinberg, L. (2002). Adolesence. (6th
ed.). New York: McGraw-Hill.
Syafrezani, S. (2007). Hubungan antara Parental Attachment dan Peer Attachment pada
Masa Remaja Awal. Bandung: Universitas Padjajaran
Thompson, R. A. (1994). Emotion regulation: A theme in search of definition. Monographs
of the Society for Research in Child Development, 59, 2-3
Why Boarding School? (2007, 19 Desember). Boarding School Review [online]. Diakses
pada tanggal 8 Mei 2012 dari http://www.boardingschoolreview.com/articles/1
10
Zimmermann, Peter, Maier, M. A., Winter, Monika, & Grossmann, Klaus E.. (2001).
Attachment and adolescents' emotion regulation during a joint problem-solving task
with a friend. International Journal of Behavioral Development, 25, 331343.
LAMPIRAN
Dokumentasi Kegiatan
Bukti Keuangan
1. coverimg-802231822-00013. abstrak+kata pengantarlaporan akhir isi M