14
LAPORAN AKHIR JUDUL PROGRAM HUBUNGAN PEER ATTACHMENT DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA DI BOARDING SCHOOL BIDANG KEGIATAN: PKM PENELITIAN Diusulkan Oleh: Silmi Mawaddah (111111058) Angkatan 2011 Miranti Rasyid (110911006) Angkatan 2009 Riskyana Wulandari (111011036) Angkatan 2010 Humphrey Tedjautama (111111021) Angkatan 2011 UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2013

PKM-P F.psi UNAIR Hubungan Peer Attachment Dengan Regulasi Emosi Siswa Boarding School

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Awal mula hadirnya sekolah berasrama (boarding school) dilatarbelakangioleh adanya permasalahan mengenai rendahnya kualitas lulusanmadrasah. Sistem pendidikan yang digunakan oleh sekolah madrasah terkadangterbelit aktivitas rutin yang kurang cermat dan cenderung mononton. Dalammeregulasi emosi, attachment merupakan salah satu hal yang dapat membantudalam proses pengelolaan emosi. Tujuan dari perilaku attachment adalah untukmembangun kembali rasa aman secara psikologis, yang mana hal itu dapatmengurangi keberadaan emosi negatif (Zimmerman, 2001). Penelitian inibertujuan untuk mencari korelasi antara peer attachment dengan regulasi emosipada siswa di sekolah berasrama. Tipe penelitian yang digunakan oleh penelitimenggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian ini menggunakandata-data yang berfokus pada pengukuran hubungan antara variabel-variabel.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelas positif, dengannilai p (signifikan) adalah 0,001 dan

Citation preview

  • LAPORAN AKHIR

    JUDUL PROGRAM

    HUBUNGAN PEER ATTACHMENT DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA DI

    BOARDING SCHOOL

    BIDANG KEGIATAN:

    PKM PENELITIAN

    Diusulkan Oleh:

    Silmi Mawaddah (111111058) Angkatan 2011

    Miranti Rasyid (110911006) Angkatan 2009

    Riskyana Wulandari (111011036) Angkatan 2010

    Humphrey Tedjautama (111111021) Angkatan 2011

    UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SURABAYA

    2013

  • ABSTRAK

    Awal mula hadirnya sekolah berasrama (boarding school) dilatar-

    belakangi oleh adanya permasalahan mengenai rendahnya kualitas lulusan

    madrasah. Sistem pendidikan yang digunakan oleh sekolah madrasah terkadang

    terbelit aktivitas rutin yang kurang cermat dan cenderung mononton. Dalam

    meregulasi emosi, attachment merupakan salah satu hal yang dapat membantu

    dalam proses pengelolaan emosi. Tujuan dari perilaku attachment adalah untuk

    membangun kembali rasa aman secara psikologis, yang mana hal itu dapat

    mengurangi keberadaan emosi negatif (Zimmerman, 2001). Penelitian ini

    bertujuan untuk mencari korelasi antara peer attachment dengan regulasi emosi

    pada siswa di sekolah berasrama. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti

    menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian ini menggunakan

    data-data yang berfokus pada pengukuran hubungan antara variabel-variabel.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelas positif, dengan

    nilai p (signifikan) adalah 0,001 dan < 0.005 maka H0 ditolak dan Ha diterima.

    Kata kunci: peer attachment, regulasi emosi, remaja, boarding school

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya

    laporan akhir Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) skema Penelitian yang berjudul:

    Hubungan Peer Attachment dengan Regulasi Emosi Pada Siswa di Boarding School ini. Kami berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama ini, yaitu:

    1. Ibu Primatia Yogi Wulandari, M. Psi, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dari awal program sampai berakhirnya program.

    2. Kepala SMA Semesta Semarang beserta jajaran staff-nya yang telah memberikan ijin melakukan kegiatan penelitian.

    3. Orang tua yang telah banyak mendukung tak hanya melalui materiil tetapi juga moril. 4. Teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

    Kiranya laporan akhir ini dapat dijadikan masukan untuk kegiatan penelitian

    selanjutnya. Kami juga menyadari bahwa dalam pembuatan laporan akhir ini masih terdapat

    kekurangan. Oleh karena itu, masukan, kritik dan saran akan sangat kami hargai. Demikian,

    semoga laporan akhir ini bermanfaat.

    Surabaya, 30 Juli 2013

    Penulis

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    Latar Belakang Masalah

    Awal mula hadirnya sekolah berasrama (boarding school) dilatar-belakangi oleh

    adanya permasalahan mengenai rendahnya kualitas lulusan madrasah. Sistem pendidikan

    yang digunakan oleh sekolah madrasah terkadang terbelit aktivitas rutin yang kurang cermat

    dan cenderung mononton, dan juga ditandai dengan hadirnya praktek pendidikan formal yang

    kurang menumbuhkan kreativitas dan tanggung jawab, bahkan cenderung menanamkan sifat

    ketergantungan pada siswa (Rifai, 2008). Sekolah berasrama (boarding school) merupakan sekolah yang dilengkapi dengan

    fasilitas penginapan bagi siswanya dan fasilitas tersebut berada dalam lokasi yang berdekatan

    dengan fasilitas sekolah (Bamford, 1967). Sekolah berasrama adalah ketika siswa-siswa tidur,

    makan, dan belajar dekat dengan lingkungan sekolah. Biasanya, sekolah berasrama sering

    mengacu pada British boarding schools yang klasik (Bamford, 1967).

    Dalam boarding school, masing-masing murid memiliki jadwal kegiatan yang

    kompleks, yang mana pada awal tahun masih dalam pengawasan yang ketat. Semua murid

    diajar bersama-sama pada jam sekolah dan diberi aktivitas atau jadwal yang padat di luar jam

    sekolah dengan memberikan pekerjaan rumah. Sehingga, hal tersebut menuntut siswa untuk

    mampu mengatur jadwal serta mengelola emosi dalam dirinya (Bamford, 1967). Hal ini

    sejalan dengan besarnya tuntutan yang mereka jalani sebagai siswa di sekolah yang

    berstandar tinggi. Sehinggga, sangat dibutuhkan kemampuan mengelola emosi sebagai

    bagian dari kemampuan manajerial diri, apalagi dalam menghadapi tantangan kegiatan

    belajar. Kemampuan mengelola emosi merupakan salah satu bagian dari regulasi emosi,

    selain proses monitoring dan evaluasi reaksi terhadap emosi (Thompson, 1994; Zimmerman,

    2001).

    Menurut sudut pandang intrapersonal, regulasi emosi terdiri dari bagaimana cara

    orang-orang mempengaruhi keadaan emosi yang mereka miliki, ketika orang-orang memiliki

    emosi tersebut, dan bagaimana mereka mengelola serta mengekpresikannya (Gross, 1998a;

    Campos, 2011). Terdapat perbedaan kemampuan meregulasi emosi pada setiap orang yang

    telah ditemukan dalam tiga proses dasar, yaitu emotional antacedents (misalnya,

    pengharapan), pola respon emosi (misalnya, coping), dan emotional monitoring (misalnya,

    emotional self-awarness) (Carver & Scheier, 1999; Drner & Wearing, 1995; Gross, 1999;

    Thompson, 1994; Zimmermann, 1999a; Zimmerman, 2001).

    Dalam meregulasi emosi, attachment merupakan salah satu hal yang dapat membantu

    dalam proses pengelolaan emosi. Tujuan dari perilaku attachment adalah untuk membangun

    kembali rasa aman secara psikologis, yang mana hal itu dapat mengurangi keberadaan emosi

    negatif (Zimmerman, 2001). Sehingga, perilaku attachment menjadi sebuah strategi sosial

    untuk meregulasi emosi negatif karena hal tersebut menyenangkan namun berakhir ketika

    masih bayi (ketika emosi negatif diregulasi) dan hal ini ingin dimunculkan kembali untuk

    dieksplor pada lingkungan lagi (Grossmann, Grossmann, & Zimmermann, 1999;

    Zimmerman, 2001).

    Secara ideal, ketika masih bayi dan masa anak-anak, pola attachment menggambarkan

    fungsi sebagai pengatur eksternal untuk anak-anak dengan membatu mereka meregulasi

    emosi. Misalnya dengan berinteraksi dengan pengasuh, anak-anak dapat belajar bagaimana

    dan kapan untuk mengekspresikan emosi khususnya emosi negatif, dan mereka belajar

    bagaimana mengekpresikan emosi negatif dengan cara melawan pengasuhnya (Zimmerman,

    2001).

    Pada saat individu tumbuh dan berkembang, disanalah kemampuan adaptasi

    berkembang dan aplikasi dari pola-pola regulasi emosi dipelajari ketika berinteraksi dengan

    figur attachment (Zimmerman, 2001). Salah satu figur attachment dalam sekolah berasrama

    (boarding school) adalah teman sebaya-nya.

  • 2

    Perumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Adakah hubungan antara peer attachment terhadap regulasi emosi siswa yang bersekolah di boarding school?

    Tujuan Program

    Tujuan dari program penelitian ini adalah untuk mencari jawaban secara empiris

    mengenai hubungan antara peer attachment terhadap regulasi emosi siswa yang bersekolah di

    boarding school.

    Luaran yang Diharapkan

    Melalui penelitian ini, target luaran yang diharapkan adalah artikel ilmiah tertulis

    yang bisa dipublikasikan secara luas, baik dalam seminar nasional atau internasional, maupun

    jurnal ilmiah, yang memiliki orisinalitas konteks penelitian.

    Kegunaan Program

    Kegunaan program penelitian ini adalah, sebagai berikut: pertama, penelitian ini

    diharapkan dapat memberikan kotribusi ilmiah terhadap pengetahuan dan pemahaman

    mengenai regulasi emosi, boarding school, dan peer attachment. Kedua, memberikan

    informasi dan masukan kepada pihak-pihak yang tertarik untuk meneliti siswa yang

    bersekolah di boarding school beserta pemarsalahannya. Misalnya: pemerhati pendidikan,

    pengelola kurikulum, konselor sekolah, dan sebagainya, agar dapat lebih memahami

    bagaimana regulasi emosi siswa di sekolah berasrama (boarding school). Ketiga, bagi

    masyarakat secara umum, penelitian ini dapat memberikan masukan dan pengetahuan

    mengenai bagaimana attachment antara siswa dan guru dapat mempengaruhi regulasi emosi

    siswa.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    1. Regulasi Emosi

    1.1. Pengertian Regulasi Emosi

    Thompson (1994), mendefinisikan regulasi emosi sebagai proses intrinsik dan

    ekstrinsik yang bertanggung jawab memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi

    secara intensif dan khusus untuk mencapai tujuan. Regulasi emosi atau pengendalian emosi

    terjadi pada situasi tertentu, terutama jika emosi yang muncul lebih ringan. Berarti bahwa

    emosi yang muncul dapat diatur atau dihentikan sebelum melakukan aksi. Regulasi emosi

    merupakan suatu proses integral yang melibatkan empat komponen yaitu objek, penelitian,

    fisiologis, perilaku aksi dan ekspresi (Hude, 2006).

    1.2. Aspek-Aspek Kemampuan Regulasi Emosi

    Thompson (1994) mengemukakan aspek regulasi emosi sebagai berikut:

    a. Emotions Monitoring (Memonitor Emosi) Individu mampu menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi dalam

    diri, perasaan, pikiran, dan latar belakang tindakannya. Individu mampu terhubung dengan

    emosi-emosinya, pikiran-pikirannya, dan keterhubungan ini membuat individu mampu

    menanamkan pada setiap emosi yang muncul. Proses perhatian yaitu mengatur informasi

    yang membangkitkan emosi dengan memindahkan fokus perhatian.

    b. Emotions Evaluating (Mengevaluasi Emosi) Pengelolaan dan penyeimbangan emosi-emosi yang dialami individu, khususnya

    emosi negatif yang bersifat kemarahan, kekecewaan, kesedihan, dendam, dan benci

    sehingga individu tidak terbawa atau tidak terpengaruh secara mendalam. Pengaturan

  • 3

    emosi dengan cara memprediksi dan mengontrol syarat-syarat terjadinya emosi seperti

    tempat dan situasi yang biasa ditemui.

    c. Emotions Modifications (Memodifikasi Emosi) Merubah emosi sedemikian rupa sehingga individu mampu memotivasi diri terutama

    dalam keadaan putus asa, cemas, dan marah. Memodifikasi meliputi pemilihan, respon

    yang adaptif yaitu pemilihan ekspresi emosi dengan cara yang sesuai dengan tujuan dan

    situasi.

    2. Pengertian Peer Attachment

    Attachment adalah ikatan emosional yang terbentuk antar individu melalui interaksi

    untuk menciptakan suasana yang nyaman dan aman. Kelekatan (attachment) terbentuk oleh

    kemunculannya empat bentuk perilaku, yakni pencarian dan pemeliharaan kedekatan fisik

    dengan figur kelekatan (proximity seeking), pencarian figur kelekatan untuk mendapatkan

    kenyamanan dan ketentraman (safe haven behavior), munculnya pengalaman distress sebagai

    efek dari perpisahan yang lama dengan figur kelekatan (separation distress), dan penggunaan

    figur attachment sebagai dasar dukungan yang dapat dipercaya (secure base behavior)

    (Ainsworth et. Al; Diamond & Dube, 2002).

    Armsden & Greenberg (2007) mengatakan bahwa kelekatan dengan teman sebaya

    (peer attachment) adalah hubungan remaja dengan teman sebaya sebagai sumber yang

    memberikan keamanan psikologis bagi diri mereka sendiri. Adapun indikator dalam peer

    attachment antara lain:

    1. Aspek komunikasi yang ditunjukkan dengan adanya ungkapan perasaan, masalah, dan kesulitan yang dialami individu pada teman sebaya (Syafrezani, 2007).

    2. Kepercayaan yang merupakan perasaan dan keyakinan bahwa orang lain akan memenuhi kebutuhan tertentu (Armsden dan Greenberg, 2007)

    3. Alienation berhubungan erat dengan penghindaran dan penolakan (Barrocas, 2009)

    3. Hubungan Antar Variable

    Dalam meregulasi emosi, attachment merupakan salah satu hal yang dapat membantu

    dalam proses pengelolaan emosi dalam diri. Tujuannya perilaku attachment adalah untuk

    membangun kembali rasa aman secara psikologis, yang mana hal itu dapat mengurangi

    keberadaan emosi negatif (Zimmerman, 2001). Sehingga, perilaku attachment menjadi

    sebuah strategi sosial untuk meregulasi emosi negatif karena hal tersebut menyenangkan

    namun berakhir ketika masih bayi (ketika emosi negatif diregulasi) dan hal ini ingin

    dimunculkan kembali untuk dieksplor pada lingkungan lagi (Grossmann, Grossmann, &

    Zimmermann, 1999; Zimmerman, 2001). Dibutuhkan seorang figur dalam attachment, salah

    satunya adalah teman sebaya.

    Dalam regulasi emosi siswa di boarding school, sosok teman sebaya merupakan

    sosok yang penting karena mereka yang akan dijumpai oleh siswa sehari-hari. Semua murid

    akan berada bersama-sama pada jam sekolah dan diberi aktivitas atau jadwal yang padat di

    luar jam sekolah dengan memberikan pekerjaan rumah. Ketatnya jadwal dan tuntutan besar

    akan standar akademik siswa memungkinkan terjadinya tekanan akademik. Sehingga, hal

    tersebut menuntut siswa untuk mampu mengatur jadwal serta mengelola emosi dalam dirinya

    (Bamford, 1967).

    Di saat tekanan tersebut semakin membesar, para siswa membutuhkan adanya sosok

    yang mampu mendukungnya. Ketika komunikasi dengan orang tua tidak dimungkinkan,

    maka yang paling dekat dengan mereka adalah teman sebaya. Dengan adanya hubungan

    interaksi yang dekat dan emosional antar-sebaya, maka tercipta suasana secure yang

    memungkinkan para siswa tersebut untuk meregulasi emosinya serta mengembalikan suasana

    belajar yang positif.

  • 4

    Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

    1. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang tidak dimanipulasi, melainkan bervariasi mengikuti

    variasi dari variabel bebas, sebagai dampak dari manipulasi terhadap variabel tersebut

    (Kerlinger, 2004). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah regulasi

    emosi.

    2. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang digunakan sebagai sebab kemunculan adanya

    variabel akibat (Kerlinger, 2004). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas

    adalah peer attachment.

    Hubungan variabel Y dan variabel X

    4. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis dalam penelitian ini adalah peer attachment berkorelasi positif dengan

    regulasi emosi yaitu, semakin lekat peer attachment antar-siswa, maka semakin tinggi pula

    kemampuan regulasi emosi siswa di boarding school.

    III. METODE PENELITIAN

    1. Tipe Penelitian

    Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti menggunakan metode penelitian

    kuantitatif. Metode penelitian ini menggunakan data-data yang berfokus pada pengukuran

    hubungan antara variabel-variabel

    2. Unit Penelitian

    Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah regulasi emosi dan peer

    attachment yang dialami oleh siswa-siswa yang bersekolah di boarding school. Partisipan

    adalah siswa-siswa kelas XI SMA Semesta Semarang.

    3. Partisipasi Penelitian

    Penulis memilih sekolah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah SMA

    Semesta Semarang (boarding school). Sedangkan, kriteria populasi sasaran penelitian yang

    dipilih adalah siswa yang memiliki karakteristik sebagai berikut: pertama, siswa yang duduk

    di kelas XI semester 2. Kedua, memiliki teman atau sahabat dekat seusianya di lingkungan

    sekolah, terutama dengan latar belakang yang berbeda. Sebelumnya, para siswa yang diteliti

    akan dianalisa tingkat kepadatan jadwal mereka. Pada penelitian ini, pengambilan subjek

    sebagai sampel dilakukan dengan cara random. Sedangkan, metode yang dipakai adalah

    metode purposive random sampling.

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Penulis menggunakan kuisioner regulasi emosi dan peer attachment sebagai alat

    pengumpul data dalam penelitian ini. Pernyataan dalam penelitian ini akan dibedakan

    menjadi dua, yaitu: pertama, penyataan yang mendukung/aitem positif (favourable). Kedua,

    pernyataan yang tidak mendukung/aitem negatif (unfavourable). Responden akan diminta

    untuk menyatakan kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap isi pernyataan dalam 5 macam

    kategori jawaban, yaitu: sangat sesuai (SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), sangat

    tidak sesuai (STS).

    Variabel X

    Peer Attachment

    Variabel Y

    Regulasi Emosi

  • 5

    5. Cara Penafsiran

    Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk menguji

    hipotesis tentang ada tidaknya hubungan antar variabel. Sehingga, teknik analisis data yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment dari Pearson.

    Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan korelasi product moment,

    antara lain (Hadi, 2000):

    1. Distribusi kedua variabel adalah normal

    2. Distribusi kedua variabel adalah linier

    3. Sampel yang digunakan diambil secara random.

    Pengujian dan penyimpulan korelasi antar variabel dengan menggunakan analisis

    korelasi product moment ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for windows versi

    16.0.

    IV. PELAKSANAAN PROGRAM

    Waktu dan Tempat Pelaksanaan

    Penelitian dilaksanakan di SMA Semesta Semarang pada tanggal 6-8 Mei 2013.

    Tahapan Pelaksanaan

    Rekapitulasi Rancangan dan Realisasi Biaya

    Rancangan Realisasi

    Deskripsi Jumlah (Rp) Deskripsi Jumlah (Rp)

    Pemasukan Dikti 9.676.000 Dikti 6.800.000

    Total Pemasukan 9.676.000 Total Pemasukan 4.750.000

    Pengeluaran

    Kertas HVS 70gr (3 rim) 96.000 Kertas HVS 80gr 5 rim 200.000

    Kertas HVS 80gr (5 rim) 180.000 Kertas HVS 70gr 5 rim 175.000

    Tinta Printer 140.000 Tinta printer 250.000

    Fotokopi 500.000 ATK 58.500

    No. Kegiatan Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    1. Melakukan survey dan

    mencari informasi

    2. Diskusi dan rumusan

    rencana

    3. Menyusun alat ukur

    4. Uji coba alat ukur dan

    revisi alat ukur

    5. Pemilihan subjek yang

    sesuai dengan

    karakteristik partisipan

    6. Pengambilan data dengan

    partisipan

    7. Analisis data yang didapat

    dan menulis laporan hasil

    penelitian

    8. Mengubah format laporan

    penelitian ke dalam

    bentuk artikel ilmiah

  • 6

    Pengurusan Ijin

    Penelitian 400.000

    Print 375.500

    Souvenir untuk

    Responden Penelitian 1.500.000

    Penggandaan 315.000

    Transportasi dalam Kota

    (Surabaya) 500.000

    Konsumsi 340.000

    Tiket KA Argo Anggrek

    Sby-Smg (6) 1.860. 000

    Souvenir untuk

    Responden Penelitian 416.000

    Tiket KA Argo Anggrek

    Smg-Sby (6) 1.560.000

    Biaya komunikasi via

    telepon/internet 1.198.000

    Transportasi dalam Kota

    (Semarang) 800.000

    Tiket KA Gumarang 480.000

    Akomodasi di Semarang 800.000 Tiket KA Harina 300.000

    Jilid Hardcover Laporan

    Penelitian 200.000

    Transportasi dalam

    Kota (Semarang) 397.000

    Pembelian Literatur

    Penelitian (Impor) 1.500.000

    Transportasi dalam

    Kota (Surabaya) 330.000

    Akomodasi di

    Semarang 615.000

    Pembelian Literatur

    Penelitian (Impor) 1.350.000

    Total Pengeluaran 9.676.000 Total Pengeluaran 6.800.000

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui kecenderungan hubungan antara variabel

    peer attachment dan variabel regulasi emosi pada penelitian ini. Apabila terdapat

    kecenderungan suatu hubungan, maka sebaran data kedua variabel akan membentuk garis

    linear. Uji linearitas pada penelitian ini dengan melihat scatterplot untuk melihat indikasi

    liniearitas dari kedua variabel penelitian dan menggunakan teknik compare means program

    SPSS 16.0 for Windows. Gambar scatterplots menunjukkan bahwa kedua variabel penelitian

    membentuk kurva linear atau garis lurus. Selain itu dari gambar tersebut juga

    mengindikasikan adanya hubungan yang negatif antara kedua variabel.

    Berikut adalah tabel uji linearitas dari kedua variabel

    ANOVA Table

    Sum of Squares df Mean Square F Sig.

    Regulasi_Emosi *

    Peer_Attachment

    Between Groups (Combined) 1297.715 30 43.257 1.004 .491

    Linearity 398.720 1 398.720 9.250 .004

    Deviation from

    Linearity 898.995 29 31.000 .719 .819

    Within Groups 1594.800 37 43.103

    Total 2892.515 67

    Data kedua variabel dikatakan linear jika nilai sig. < 0,05. Dari tabel di atas dapat

    diketahui nilai signifikansi (sig.) adalah 0.004 hal tersebut berarti data kedua variabel dapat

    dikatakan linear. Dari uji normalitas terlihat bahwa distribusi data normal, dan dari uji

    linearitas baik berdasarkan scatterplot dan berdasarkan tabel ANOVA, dapat dikatakan

    bahwa kedua variabel linear. Hal tersebut mengindikasikan bahwa teknik analisis data dalam

    penelitian boleh menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson, karena prasyarat

  • 7

    sebelum melakukan uji korelasi telah dipenuhi. Uji korelasi ini dilakukan dengan bantuan

    SPSS16.0 for windows. Berikut adalah hasil perhitungan korelasi product moment.

    Correlations

    Regulasi_Emosi Peer_Attachment

    Regulasi_Emosi Pearson Correlation 1 .371**

    Sig. (2-tailed) .002

    N 68 68

    Peer_Attachment Pearson Correlation .371**

    1

    Sig. (2-tailed) .002

    N 68 68

    **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

    Berdasarkan tabel diatas, dengan jumlah sampel N = 68 diketahui bahwa besar nilai r

    yaitu 0,371. Koefisien korelasi penelitian ini sebesar 0,371 hal ini menunjukkan bahwa

    koefisien korelasi penelitian ini tergolong cukup besar dan kedua variabel dalam penelitian

    ini memiliki korelasi yang sedang. Selain itu dalam tabel 4.12 juga terlihat bahwa nilai r

    bertanda negatif (+) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua

    variabel, dapat dikatakan semakin tinggi peer attachment maka semakin tinggi pula regulasi

    emosi.

    Dari tabel di atas diketahui pula bahwa nilai p (sig.) two tailed pada kedua variabel

    adalah p = 0,002. Maka nilai p (sig.) one tailed adalah 0,002 / 2 = 0,001. Dari hasil

    perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai p (signifikan) adalah 0,001 dan < 0.005 maka H0

    ditolak dan Ha diterima. Jadi berdasarkan uji korelasi product moment Pearson dengan

    menggunakan bantuan SPSS 16.0 for Windows dapat disimpulkan bahwa H0 diolak dan Ha

    diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara peer

    attachment dengan regulasi emosi remaja yang menjadi siswa di boarding school.

    Jika ditinjau dari tingkat attachment didapatkan data 7,4% subjek memiliki tingkat peer

    attachment yang sangat tinggi, 15,8% subjek memiliki tingkat peer attachment yang tinggi

    45,3% subjek memiliki tingkat peer attachment yang sedang, 25,2% subjek memiliki tingkat

    peer attachment yang rendah, dan sisanya yaitu sebesar 7,4% memiliki tingkat peer

    attachment yang sangat rendah. Jika dilihat dari tingkat regulasi emosi diketahui bahwa 6,3%

    subjek memiliki tingkat regulasi emosi yang sangat tinggi, 23,2% subjek memiliki tingkat

    regulasi emosi yang tinggi, 32,6% subjek memiliki tingkat regulasi emosi yang sedang,

    30,5% subjek memiliki tingkat regulasi emosi yang rendah, dan 7,4% subjek memiliki tingkat

    regulasi emosi yang sangat rendah.

    Hal tersebut menandakan bahwa setiap subjek memiliki respon yang berbeda mengenai

    kelekatan mereka dengan teman sebayanya. Subjek yang memiliki tingkat peer attachment

    yang rendah belum tentu memiliki kemampuan regulasi emosi yang rendah pula, begitu juga

    sebaliknya. Dalam penelitian ini dapat terlihat pada koefisien korelasi sebesar 0,274 yang

    menunjukkan bahwa korelasi kedua variabel tersebut rendah.

    Korelasi yang rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah

    perbedaan individu dalam meregulasi emosinya yang dipengaruhi oleh temperamennya

    (Rothbart, Ahadi, & Evans, 2000; Southam-Gerrow & Kendall, 2002; Gresham & Gullone,

    2012), perbedaan individu pada gaya attachment dan working models pada saat remaja

    (Kobak & Sceery, 1988; Margolese, S.K., et. Al., 2004), hubungan subjek dengan orangtua

    yang dapat mempengaruhi pola hubungannya dengan teman sebayanya (La Guardia et.al.,

    2000; Laghi et.al., 2009), dan kelekatan subjek dengan caregivers saat masih bayi

    (Zimmermann, 2001).

  • 8

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN

    Hasil penelitan ini mendukung penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Zimmermann

    et.al. (2001) yang menganalisis bahwa seorang remaja yang mampu menjalin hubungan

    dengan temannya akan tetap mampu bekerja sama dengan baik saat mengerjakan tugas

    pemecahan masalah ketika mereka merasa bingung dan frustrasi dalam proses penyelesaian

    tugas tersebut. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang

    menyatakan bahwa strategi regulasi emosi yang berbeda memiliki hubungan dengan model

    kelekatan seseorang individu (Magai, 1999; Mikulincer et.al., 2003; Shaver & Mikulincer,

    2002; Crugnola et.al., 2011).

    Penelitian ini menggunakan hipotesis berarah. Hal ini berdasarkan penelitian yang

    dilakukan oleh Zimmermann et.al. (2001) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki

    kelekatan teman sebaya yang aman akan menunjukkan hubungan yang lebih tinggi antara

    ekspresi emosi wajah dan self-rating dari perasaan sedih dan marah.

    Pola dalam tugas perkembangan yang dimulai pada masa remaja tidak hanya berefek

    jangka pendek pada kesehatan mental remaja, tetapi juga berefek jangka panjang ketika masa

    dewasa (Reinherz, Giaconia, Hauf, Wasserman, & Paradis, 2000; Horn, Pssel & Hautzinger,

    2010). Masa remaja adalah sebuah periode awal dimana dapat dilakukan tindak pencegahan

    terhadap masalah kesehatan mental yang dapat mengganggu kehidupan manusia (Horn,

    Pssel & Hautzinger, 2010).

    Ketika remaja, seseorang akan mengalami periode kritis hubungan mereka dengan

    kelekatannya (Nelis & Rae, 2008). Walaupun demikian, pada usia tesebut, seseorang akan

    memulai membangun hubungan dengan teman terdekatnya (Kerns, Tomich, & Kim, 2006;

    Nelis & Rae, 2008). Remaja yang memiliki peer attachment yang baik akan mampu

    mengkomunikasikan secara terbuka mengenai emosi negatif yang ia rasakan (Cassidy &

    Kobak, 1988; Nelis & Rae, 2008). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang

    menunjukkan bahwa terdapat hubungan postitif antara peer attachment dengan regulasi

    emosi remaja yang menjadi siswa di boarding school.

    Perilaku attachment merupakan suatu hubungan yang erat antara seseorang dengan

    orang lain yang terbentuk karena adanya jalinan komunikasi yang baik (Armsden, 1987;

    Armsden & Greenberg, 2007). Ketika remaja, individu cenderung mencari kedekatan dan

    kenyamanan dalam bentuk saran atau nasihat kepada teman sebayanya ketika mereka merasa

    membutuhkannya (Hazan & Shaver; Schneider & Younger dalam Barrocas, 2009). Selain

    komunikasi, kepercayaan juga merupakan suatu hasil dari suatu hubungan yang kuat, dimana

    kedua belah pihak merasa bisa saling bergantung (Armsden & Greenberg, 2007).

    Terbentuknya kemampuan berkomunikasi dan kepercayaan yang baik dengan orang lain

    dapat membuat individu merasa aman dan nyaman ketika mengutarakan permasalahan yang

    ia alami. Ketika individu dapat mengutarakan perasaan dan masalah yang mereka alami,

    mereka memiliki emosi yang lebih stabil sehingga mampu meregulasi emosinya (Thompson,

    1994).

    Hubungan awal orangtua-anak akan dibawa terus ke titik lebih lanjut dalam

    perkembangannya, untuk mempengaruhi seluruh hubungan selanjutnya, misalnya hubungan

    anak dengan guru, peers, teman, dan pacar (Ainsworth, 1979; Bowlby, 1969, 1989; Waters,

    1995; Stroufe, 1985, dalam penerbitan; Sroufe dkk, 1993; Urban dkk, 1992; Ostoja dkk,

    1995; Weinfield, 1994; Santrock, 2003). Selain orangtua, caregiver juga memiliki peranan

    penting saat remaja dalam membentuk hubungan mereka dengan teman sebayanya. Saat

    masa bayi hingga anak-anak, seorang individu yang diasuh oleh caregiver akan memiliki

    strategi regulasi emosi yang heterogen, seperti menangis atau menarik perhatian yang

    berbeda-beda, marah, tersenyum, dan sebagainya (Kopp, 1989; C. Riva Crugnola et.al, 2011).

    Ketika anak mampu membentuk hubungan kelekatan aman dengan pengasuh mereka, hal

  • 9

    tersebut akan berpengaruh dengan hubungan mereka di masa yang akan datang, salah satunya

    adalah masa remaja (Weinberg & Tronick, 1994; C. Riva Crugnola et.al, 2011).

    Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil penelitian ini

    telah menjawab rumusan masalah dari penelitian, yaitu bahwa terdapat hubungan positif

    antara peer attachment dengan regulasi emosi remja yang menjadi siswa di boarding school.

    Beberapa hal yang perlu diingat bahwa hasil penelitian ini hanya dapat digeneralisasikan

    kepada populasi penelitian ini yaitu, pada remaja yang menjadi siswa kelas XI di boarding

    school dan memiliki sekolah beasrama sesuai dengan karakteristik SMA Semesta Semarang.

    VII. DAFTAR PUSTAKA

    Armsden & Greenberg. (2007). Inventory of Parent & Peer Attachment (IPPA) Manual 07

    2007.

    Bamford, T.W. (1967). Rise of the public schools:, a study of boys public boarding schools in

    England and Wales from 1837 to the present day. London Nelson, 1967.

    Barrocas, A.L. (2009, 12 April) Adolescent Attachment to Parents and Peers [online].

    Diakses pada tanggal 4 Juli 2012 dari

    http://www.marial.emory.edu/pdfs/barrocas%20thesisfinal.doc.

    Boarding Schools. (2006, 6 Mei). Wikipedia [online]. Diakses pada tanggal 3 Juli 2012 dari

    http://en.wikipedia.org/wiki/Boarding_school)

    Bonnano, G. A. & Mayne, T. J. (2001). Emotion: Current Issues and Future Directions. New

    York: The Guilford Press.

    Campos, Joseph J., Walle, Eric A., Dahl, Audun and Main, Alexandra. (2011).

    Reconceptualizing Emotion Regulation. Emotion Review, 3, 26-36.

    Cooper and Sawaf. (1997). Executive EQ: Kecerdasan Emotional dalam Kepemimpinan dan

    Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

    Hadi, Sutrisno. (2000). Statistik Jilid Kedua. Yogyakarta Andi Offset.

    Hasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-Pokok Materi: Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.

    Jakarta: Ghalia Indonesia.

    Hude, D. (2006). Emosi Penjelajahan Religio Psikologi tentang Emosi Manusia di dalam Al-

    Quran. Jakarta : Erlangga. Kerlinger. (2004). Asas-Asas Penelitian Behavioral Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada

    University Press.

    Morgan, Gareth. 1986. Images of Organization. California: Sage.

    Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

    Papalia, et. Al. (2004). Human Development. (10th

    ed.). New York: The McGraw-Hill

    Companies, Inc.

    Rifai, Bahtiyar. (2008). Konsep Kurikulum Madrasah Berbasis Asrama dalam Meningkatkan Kualitas Hasil Pembelajaran Siswa (Studi Deskriptif Di Madrasah

    Aliyah Negeri I Surakarta). Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

    Santrock, J.W. (2003). Life-Span Development. New York: The McGraw-Hill Companies.

    Schneiders, G.T. (1991). School Based Leadership: Challenges and Opportunities. Third

    Edition. New York: WCB Publishers.

    Singarimbun, Sofian Effendi. (2006). Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

    Steinberg, L. (2002). Adolesence. (6th

    ed.). New York: McGraw-Hill.

    Syafrezani, S. (2007). Hubungan antara Parental Attachment dan Peer Attachment pada

    Masa Remaja Awal. Bandung: Universitas Padjajaran

    Thompson, R. A. (1994). Emotion regulation: A theme in search of definition. Monographs

    of the Society for Research in Child Development, 59, 2-3

    Why Boarding School? (2007, 19 Desember). Boarding School Review [online]. Diakses

    pada tanggal 8 Mei 2012 dari http://www.boardingschoolreview.com/articles/1

  • 10

    Zimmermann, Peter, Maier, M. A., Winter, Monika, & Grossmann, Klaus E.. (2001).

    Attachment and adolescents' emotion regulation during a joint problem-solving task

    with a friend. International Journal of Behavioral Development, 25, 331343.

    LAMPIRAN

    Dokumentasi Kegiatan

    Bukti Keuangan

    1. coverimg-802231822-00013. abstrak+kata pengantarlaporan akhir isi M