Upload
hudileksono
View
1.166
Download
9
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
teknik las plastik yang umum digunakan
Citation preview
HOT GAS PLASTICS WELDING : MATERIAL; TECHNIQUE; PROCESS AND ANALYSIS
Grahamika Lt 3 Jl. Pinangsia III No. 26 A Telp : +62 21-68763986 (c/p. Hudi Leksono) /+62 21-6905084
TEKNIK LAS PLASTIK
Ada beberapa metode teknik las plastik yaitu : hot gas hand welding, hot gas extrusion welding, butt fusion
(heated element welding), friction welding, laser welding dan high frequency welding. Pada kenyataannya
yang paling dikenal luas dalam fabrikasi thermoplastik adalah hot gas hand welding. Welding berarti menaikkan
temperature material sampai batas thermoplastik dengan memberikan tekanan sehingga molekul bergerak pada
posisi yang baru, dan menciptakan daerah homogen yang baru saat temperature kembali turun/ dingin.
Hot Gas Plastics welding
Adalah proses manual untuk menyambung material thermoplastik, dengan menggunakan aliran tekanan udara
panas yang diarahkan untuk memanaskan dan melelehkan material thermoplastics dan welding rodnya (batang/
kawat las plastik). Penyambungan terjadi karena fusi bersama antara substrat material thermoplastics (parent
material) tadi dengan welding rodnya.
Alat hot gas welding terdiri dari unit heater, nozzle untuk
mengarahkan udara panas, dan compressor udara, baik yang
terintegrasi ataupun terpisah. Temperature hot gas welder dapat
diatur tergantung dari supply listrik ke heater dan biasanya dapat
diatur sampai suhu 200-400 °C (dengan bantuan thermocouple),
tergantung dari jenis plastik yang akan diwelding. Ukuran dan bentuk
nozzle yang dipakai disesuaikan dengan tipe penyambungan yang
disiapkan dan bentuk welding rod. Welding rod plastik atau filler rod
biasanya berbentuk bundar ataupun segitiga (triangular).
Welding Parameter
Parameter variabel welding antara lain : tipe gas (udara bebas atau nitrogen), kecepatan tekanan udara (flow rate),
temperature, kecepatan welding dan tekanan, posisi sudut antara filler rod dan bagian yang akan dilas (biasanya
sudut sekitar 90° dengan flow rate antara 16-60 litre/minute. Selama proses welding dilakukan secara manual
sangat penting bagi welder untuk meyakinkan bahwa parameter-parameter tersebut sudah dilakukan dengan benar
dan terkendali selama melakukan proses welding. Temperature adalah parameter terpenting yang tidak hanya
dikontrol dengan setting suhu pada hot gun namun juga kecepatan welding serta posisi hot gun yang dikenakan
pada substrat materialnya. Keuntungan penggunaan hot gas welding adalah alat ini mudah dibawa (portable),
namun kualitas hasil welding tergantung dari kecakapan operatornya.
Aplikasi hot gas welding tergantung dari kebutuhan fabrikasi seperti penyambungan las lembaran plastik untuk
pembuatan tanki atau bak kimia, penyambungan untuk pipa-pipa plastik pada bidang pertambangan, pabrik,
pertanian, bangunan, ducting ventilation bahkan reparasi pada moulding plastik seperti bumper mobil dan lain-lain.
Welding Material
Teknik hot gas welding hanya dapat diaplikasikan pada jenis material plastik yang bersifat thermoplastics yaitu
meleleh jika dipanaskan pada suhu tertentu dan kembali solid pada saat pendinginan. Ketika material plastik
dipanaskan maka ikatan molekul plastik akan bergerak dan berpindah membentuk ikatan baru. Meskipun banyak
thermoplastics dapat dilas dengan teknik ini namun secara umum yang sering digunakan adalah plastik jenis
polypropylene, polyethylene, PVC dan beberapa golongan fluoropolymer seperti PVDF, FEP, dan PFA.
Extruded rod (welding rod plastik) dan sheet (lembaran plastik) adalah bahan yang dipakai untuk fabrikasi produk
plastik (seperti tanki kimia, dll), yang perlu diperhatikan dan sangat penting adalah bahwa welding rod dan lembaran
plastiknya (parent material) haruslah material yang identik sama secara kimia. Sebagai contoh meskipun mungkin
saja me-las antara polypropylene homopolimer dengan polypropylene random block copolymer, namun kekuatan
hasil lasnya secara signifikan berkurang. Hal penting lainnya adalah mengamati kualitas welding rod plastik sebelum
digunakan. Welding rod plastik kualitas buruk (porous yang bisa terjadi disebabkan gas yang terjebak selama proses
ekstrusi plastik) akan mengakibatkan void atau bahkan kebocoran pada hasil welding.
Welding Equipment
Hot gas welding umumnya terdiri dari supply udara, handle grip, heating chamber dengan kontrol suhu untuk
memproduksi udara panas dan nozzle untuk mengarahkan udara panas pada plastik rod dan material plastik yang
akan diwelding.
Hot gas welding gun/ torch
Sebuah kipas pada welding gun handle atau terpisah dan terkoneksi dengan gun, atau dimungkinkan dengan
tekanan udara berupa nitrogen atau udara bebas. Apapun asalnya yang terpenting adalah udara yang bersih dan
kering, karena kotoran/ debu dan kelembaban dapat mengkontaminasi hasil welding.
Suhu hot gun dapat diatur melalui tombol dial pada handle, beberapa jenis hot gun welding telah dilengkapi
pembacaan suhu secara digital. Pada ujung welding gun terdapat nozzle welding yang dapat dilepas-pasang
tergantung pada kebutuhan nozzle yang menyesuaikan dengan tipe welding. Tiga tipe nozzle yang biasa sering
dipakai adalah tacking nozzle, round nozzle, dan high speed nozzle.
Plastik welding nozzle (kiri –kanan : tacking nozzle, round nozzle, high speed nozzle)
Tacking nozzle dipakai untuk men‟tack‟ material (assembling) sebelum dilakukan welding, tack welding bersifat
temporer welding dimana tensile strength yang dihasilkan dari weldingnya hanya cukup untuk memegang material
yang akan dijoint, pada pelaksanaannya tack welding tidak memerlukan welding rod.
Round nozzle untuk melelehkan welding rod dan substratnya tanpa kontak satu dengan lainnya ini berguna untuk
welding pada area yang sulit dijangkau, tekanan diaplikasikan pada welding rod secara manual.
High speed nozzle dipakai dengan menyentuhkan „toe‟ ujung nozzle dan memberi tekanan pada welding rod dan
substrat material secara bersama-sama selama welding berlangsung sehingga memastikan telah cukup fusi antara
welding rod dan substrat material.
Beberapa peralatan penunjang lainnya disamping hot gun adalah : router, hand grinder untuk persiapan dan
perapian tepi material substrat, scraper untuk membuang dan menghaluskan permukaan hasil welding, wire brush
untuk membersihkan nozzle, wire cutter untuk memotong welding rod, jig saw untuk memotong material plastik.
Welding techniques
Pengoperasian welding terdiri dari tahapan : persiapan substrat dan welding rod, welding, weld finishing. Persiapan
material : pemilihan material antara welding rod dan substratnya harus polymer plastik yang setipe/ sama. Penting
untuk memastikan keduanya bersih dan kering, dan pastikan protective film pada substratnya telah dilepas.
Bilamana tebal substrat material kurang dari 6 mm, cukup dengan membuat sudut 60° V-chamfer satu sisi, bila tebal
yang dipakai lebih dari 6 mm gunakan 60° double V-chamfer. Bilamana weldingnya berbentuk „T‟ tidak perlu di
chamfer, meskipun begitu kedua permukaannya perlu diamplas. Setelah persiapan material, kedua permukaan yang
akan diwelding didekatkan satu sama lainnya pada posisi seharusnya, selanjutnya di „tack‟ menggunakan tacking
nozzle dengan maksud agar kedua substrat yang hendak disatukan dapat „berpegangan‟ , sesaat setelah substrat
saling memegang, kedua materialpun dapat diwelding dengan menggunakan round nozzle ataupun high speed
nozzle. Tack welding membantu mengurangi pemakaian clamps, jigs, atau tambahan bantuan tenaga manusia.
Tack welding
Round nozzle welding (Low speed welding)
Pada welding plastik, material difusikan dengan cara kombinasi yang tepat antara panas dan tekanan. Pada hot gas
dengan menggunakan round nozzle welding, welding rod diumpankan pada alur welding dengan tekanan tangan
sementara pada saat yang sama dengan tangan satunya lagi memegang welding torch menggerakkan dan
mengarahkan nozzle mengikuti alur welding (welding torch bergerak seperti gerakan pendulum) sampai selesai.
Mulailah dengan memegang welding torch dan berikan jarak welding tip dari material yang akan diwelding antara 6-
20 mm, panaskan area yang diwelding dan welding rod sampai terlihat agak „shiny‟ (terang/cerah) dan „tacky‟
(menempel), pegang welding rod pada sudut 90° untuk plastic PVC, (untuk plastik polyethylene, polypropylene,
fluorocarbon dll sebaiknya 45°) dari dasar material plastic. Gerakan welding torch secara vertical keatas dan
kebawah (kira-kira dua kali gerakan atas-bawah per-detiknya) seperti gerakan pendulum dengan maksud supaya
panas menyebar merata antara rod dan material plastiknya. Pada saat yang sama tekan rod ke material dengan
tekanan ringan (kurang lebih 3lb – 1.5kg). Karena welding rod mempunyai kepadatan yang lebih rendah dari material
dasarnya maka dipastikan welding rod akan lebih cepat panas dibanding material dasarnya, untuk itu sebagai
kompensasinya konsentrasikan 60% dari waktu gerakan kepada material dasarnya. Kecepatan rata-rata welding
antara 150-200 mm per menit.
Pada pilihan dengan menggunakan metode ini, penting untuk menjaga agar tekanan dan kecepatan pengumpanan
pada welding rod konstan mengikuti substratnya (terlalu kuatnya tekanan pada rod berakibat pada meregangnya
bead menyebabkan hasil welding yang kurang baik), Terlalu panaspun akan mengakibatkan substrat gosong,
meleleh, dan rusak. Untuk itu setelan panas hot gun, kecepatan pengumpanan dan tekanan welding rod harus
dikombinasikan dengan tepat, untuk itu usahakan agar posisi kita senyaman mungkin pada saat welding. Round
nozzle hot gas welding umumnya dipakai ketika kita sulit mendapatkan akses untuk me-welding, sebagai contoh
welding pada posisi di sudut.
Speed welding
Las plastik kecepatan tinggi (speed welding) menggabungkan metode-metode dasar yang digunakan dalam
pengelasan kecepatan lambat (low speed welding). Perbedaan utamanya terletak pada penggunaan ujung (tip
nozzle) kecepatan tinggi yang dirancang khusus yang memungkinkan tukang las untuk menghasilkan lasan yang
lebih seragam dan bekerja di tingkat yang lebih cepat. Seperti juga pada low speed welding, panas yang konstan
dan tekanan harus dipertahankan. Laju peningkatan las di las kecepatan tinggi dimungkinkan melalui pemanasan
baik dari batang las (welding rod) dan bahan dasar (parent material) sebelum mencapai titik fusi. Batang las ini
dipanaskan saat melewati tabung di ujung nozzle yang mirip kaki (toe). Parent material dipanaskan oleh aliran gas
panas yang melewati lubang di ujung nozzle disebelah belakang toe. Toe nozzle memberikan tekanan pada batang
sekaligus menghilangkan kesulitan bagi operator untuk menerapkan tekanan yang konstan sebagaimana
menggunakan cara low speed welding. Bentuk ujung nozzle aeperti ini memungkinkan operasi pengelasan yang
lebih cepat dan seragam, kecepatan pengelasan rata-rata dengan nozzle ini sekitar 1000 mm per menit.
Hot gas speed welding
Untuk memulai las dengan metode ini, mula-mula pegang welding torch seperti memegang belati, angkat di atas
material parent sekitar 75 mm sehingga udara panas tidak mengenai material parent terlebih dulu, selanjutnya
masukkan batang las ke tabung pemanasan awal, dan letakkan ujung runcing toe pada parent material pada titik
awal las, selanjutnya dorong batang las tegak lurus terhadap parent material sampai berhenti pada titik awal las,
angkat sedikit sehingga memungkinkan batang las lewat di bawah toe dan berikan tekanan ringan pada batang las
dengan tangan kiri selanjutnya tarik perlahan welding torch. Selanjutnya welding torch dibawa tarik ke sudut 45° dan
batang las akan mengumpan secara otomatis tanpa tambahan bantuan tekanan pada batang las. Welding torch
diarahkan bergerak sepanjang alur las yang telah disiapkan pada tahap tacking welding sebelumnya. Perhatikan
hasil las selama pengelasan berlangsung secara visual. Sebagai contoh hasil las dengan tepi coklat atau hangus
(seperti pada pvc) dapat disebabkan laju pengelasan terlalu lambat. Pada polyethylene maupun polypropylene
terlalu lambatnya pengelasan ditandai dengan „bead‟ welding rod yang terlalu mendatar dan garis welding yang
transparan. Terputusnya garis las dapat disebabkan batang las terlalu panas; kurangnya tekanan ataupun laju
welding terlalu cepat.
Sudut antara welder dan parent material akan menentukan tingkat kecepatan pengelasan. Karena lubang preheater
di ujung sepatu mendahului kecepatan. Maka sudut antara welder dengan material yang akan dilas menentukan
seberapa dekat antara lubang nozzle dengan material dasar dan berapa besar „preheating‟ yang sebelumnya
terjadi. Inilah alasan mengapa welding torch pada awal pengelasan dipegang pada sudut 90° dan selanjutnya 45°.
Ketika berlangsung inspeksi visual selama pengelasan yang mengindikasikan laju welding terlalu cepat, maka
welding torch seharusnya dibawa pada posisi semula sudut 90° dengan maksud memperlambat laju pengelasan,
selanjutnya sudut kembali disesuaikan untuk mendapatkan kecepatan pengelasan yang tepat..
Yang penting untuk selalu diperhatikan adalah sekali memulai pengelasan, kecepatan welding harus dijaga konstan.
Untuk menghentikan pengelasan sebelum batang las diisi kembali bawa posisi torch kesudut 90° dan potong batang
las dengan ujung toe nozzle. Setelah itu batang rod yang tertinggal dalam preheater tube harus segera disingkirkan.
Batang rod tersisa yang tidak segera dibuang dalam preheating tube akan menyebabkan gosong atau meleleh
didalam dan menyebabkan sumbatan pada pipa nozzle.
Laju kecepatan las yang tepat pada „V‟ join akan terlihat seperti „mahkota bead‟ yang rapi, halus, mengkilap (pada
tiap sisi) serta seragam. Untuk menjaga hasil yang baik, ujung nozzle seharusnya dibersihkan sewaktu-waktu
dengan wire brush untuk membuang sisa kotoran (lelehan) batang rod.
Weld Design
Ada beberapa design las (bead form), beberapa contohnya dapat dilihat pada skema di bawah ini. Beberapa aspek
harus dipertimbangkan sebelum memulai mengelas. Diameter welding rod yang kecil lebih disukai dibanding
diameter welding rod yang lebar karena lebih mudah dan lebih cepat dalam kontrol plastisasi. Namun kesulitannya
bila material yang digunakan cukup tebal maka harus digunakan welding rod yang berlapis (multiple bead), hal ini
dapat berakibat „heat stress‟ yang berlebihan karena siklus pemanasan dan pendinginan yang berulang.Faktor Heat
stress juga menjadi perhatian saat memilih bead form, sebagai contoh butt joint berbentuk double V akan berdampak
lebih sedikit stress dibanding single V, untuk itu perlu meluangkan waktu memilih design yang tepat agar terhindar
dari dampak lanjutan yang merugikan.
Recommendation for bead design
Dressing and repairing welds
Berbeda dengan prosedur pada metal welding, proses dressing pada plastik welding tidak diperlukan terkecuali
memang dibutuhkan permukaan yang rata, karena kekuatan weld akan berkurang lebih dari 25% jika permukaan
bead weld di amplas atau digerinda karena akan mengakibatkan notch bilamana dilakukan dengan tidak hati-hati
terutama pada material yang sensitive terhadap notch seperti PVC, namun bila-pun terpaksa dapat menggunakan
rotary sander. Hasil pengelasan yang terlihat secara visual gosong, ataupun kohesi yang lemah dengan materialnya
haruslah dibuang dan diganti ulang dengan welding yang baru, Karena welding yang dilakukan di atas welding yang
gagal tidak akan menghilangkan kelemahan kohesi las yang sudah terjadi.
Failure of plastics welding joints
Tiga parameter yang harus selalu menjadi perhatian untuk mendapatkan hasil welding yang baik : 1) Waktu :
material membutuhkan waktu untuk mencapai suhu welding sebagaimana waktu untuk pendinginan 2) Temperature :
semua thermoplastics mempunyai range temperature welding yang berbeda ikutilah petunjuk suhu welding tiap jenis
plastik 3) Tekanan : jika tekanan pada plastik selama proses welding terlalu kuat atau terlalu lemah, ikatan molekul
antara kedua substrat kemungkinan sulit terjadi.
Welding yang baik dilihat dari mixing yang sempurna antar molekul material plastik, jika salah satu dari parameter
tadi tidak tepat dilakukan maka dapat terjadi fusi antar molekul lemah. Kontaminasi seperti debu dapat mengganggu
proses mixing, oleh karena itu persiapan permukaan material dan welding rod harus dikerjakan dengan benar.
Oksidasi, debu, minyak/lemak, dan serpihan material harus dibersihkan sebelum proses welding dimulai. Sangat
baik jika alat las menggunakan heated tip untuk pre heating dan penetrasi ke dalam material yang hendak di joint,
heated tip akan melelehkan dan menekan permukaan ke sisi-sisinya, dengan tekanan yang tepat welding rod akan
masuk mengisi welding area, sehingga mixing molekul dan ikatan welding berlangsung sempurna.
Persiapan pengerjaan permukaan material sangat penting untuk menghindari terjadi kesalahan welding mulai sedari
awal. Alat yang ideal untuk ini adalah scraping blade. Sanding paper ataupun solven tidak direkomendasikan karena
seringkali terjadi kontaminasi dari partikel debu dan juga solven yang masuk ke celah welding. Sudut pada area
welding juga patut diperhatikan, bila kita salah memilih sudut maka filler rod tidak akan sempurna mengisi area
welding. Void dan cracking lines bisa saja terjadi dan kekuatan sambungan welding lemah. Sistem ataupun cara
welding yang akan diaplikasikan apapun itu harus diingat tiga parameter tadi yaitu : temperature, tekanan, dan
waktu.
Ketika menggunakan hot gun welding, oksidasi otomatis terjadi, dan ini bukan kondisi ideal untuk mendapatkan
kualitas welding yang baik. Menggunakan gas nitrogen akan meminimalisir hal ini, tetapi juga tidak dapat
menghindari masalah oksidasi tadi, masalah lainnya dapat terjadi karena supply udara tidak bersih, tidak kering dan
tidak bebas minyak.
Untuk mendapatkan hasil welding yang baik; material harus dipersiapkan terlebih dahulu. Beberapa plastik seperti
ABS, Polycarbonate, Polyamida, adalah material yang higroskopis ( menyerap kelembaban dari lingkungan
sekitarnya), Untuk material semacam ini perlu pengeringan terlebih dulu sebelum dilas. Karakter lain dari plastik
adalah ketika dipanaskan akan mengembang ketika kembali dingin akan menyusut, jika material tidak dipasang kuat
pada tempatnya selama pengkondisian dengan suhu kamar, maka dapat terjadi dimana material yang diwelding
bengkok mengarah pada satu sisi yang diwelding. Welding pada kedua sisi akan mencegah cracking area dan
menjaga bentuk yang diinginkan., jika hal ini tidak dimungkinkan siapkan sudut welding sehingga welding rod dapat
menjangkau sisi disebelahnya, untuk menjaga bentuk yang siku perlu fixture, dan dipertahankan posisinya sampai
pendinginan welding stabil.
Operator welding yang telah berpengalaman biasanya akan melakukan “pre-bend” sebelum melakukan welding,
sehingga mencegah kemungkinan „warpage‟ yang disebabkan susut pendinginan.
Faktor lain yang perlu mendapat perhatian adalah service operating temperature (suhu pengoperasian terutama
pada tangki) dimana menggunakan struktur penguat dari besi, pada pengoperasian suhu tinggi dinding tangki plastik
akan mengembang/memuai, jika ikatan struktur besi rangka yang mengelilingi tangki terlalu kencang/rapat terjadi
kemungkinan tanki akan retak/pecah, untuk itu service temperature harus dihitung pada design untuk memberikan
toleransi yang cukup saat plastik mengembang.
Kesalahan welding
Kesalahan welding yang seringkali terjadi disebabkan antara lain karena :
1. Overheating
2. Underheating
3. Penetrasi welding rod yang kurang
4. Terjebaknya udara pada area welding
5. Welding terlalu cepat sehingga filler rod tertarik atau kurangnya tekanan pada filler rod
6. Posisi memegang alat welding yang tidak tepat : sudut yang salah, terlalu cepat atau terlalu lambat,
kurangnya gerakan pendulum (fanning motion) pada metode round nozzle welding
7. Bevel/groove/chamfer yang kurang tepat atau bahkan tidak dipersiapkan
Berdasarkan hal tersebut tadi maka keberhasilan welding plastik harus memenuhi tuntutan :
1. Cukupnya filler masuk/ penetrasi ke area celah welding yang dipersiapkan
2. Tepat dan seimbangnya antara suhu yang diaplikasikan dengan tekanan pada welding rod
3. Benarnya cara memegang welder
4. Benarnya persiapan material yang hendak diwelding (parent material)
5. Keterampilan pelaksana (welder)
Berikut adalah enam pengelompokan kesalahan plastik welding yang harus dihindari, bagan ini dapat membantu
mengenali kesalahan-kesalahan tersebut :
1.Cracks
Name Description
Crack Limited material separation
with mostly two-dimensional expansion. The material
can be separated over the entire thickness
Craze Tear, in opaque material only in an enlargement over 6
times, in transparent material often without optical
remedies
Longitudinal crack Tear, toward the weld seam passing
Transverse crack Tear, diagonally to the weld seam passing
Group of disconnected cracks Tear groups not connected together
Branching cracks Tears with ramifications
2. Cavities
Name Description
Gas pore or shrinkage cavity Ball shaped cavity or cavity as a result of declining while
cooling down
Uniformly distributed porosity Numerous scattered pores
Clustered porosity Located clustered pores
Linear porosity Pores arranged in a line
Worm-hole Long pores in various directions
Surface pore To the surface open pore, individually or clustered
appearing
Large pore Cavity at the surface with thin skin, closed or open
3. Solid Inclusion
Name Description
Solid inclusion Solid enclosures inside the weld seam
Oxide inclusion Thin, out of dismantled material existing enclosure
inside the weld seam
Inclusion of decomposition
products
Enclosures of decomposition particles in the weld seam
4. Joint Failures
Name Description
Lack of side wall fusion Mixing error between weld seam and parent material
Lack of inter-run fusion Mixing error between welding rod seams
Lack of fusion at the root of the
weld
Root bead is not filled properly
Lack of penetration Not sufficiently melted
5. Shape/Form Failures
Name Description
Shrinkage groove Groove on the root bead
Under fill Weld area is not filled completely
Under cut Groove between weld seam and parent material
Bulge notch Groove inside the weld seam
Excessive penetration Root bead is too large
Incorrect weld profile Weld bead is too wide (mostly happens with large
extrusion welder)
Misalignment Pieces are transferred
6. Miscellaneous Failures
Name Description
Miscellaneous failures Failures not incorporate in
Groups 1 to 5
Wrong dimension Deviation of the prescribed measures of the weld seam
(seam thickness, weld bead length)
Thermal damage Heat impact
damaged material
PLASTIKS WELDING : TEST DAN PENGAWASAN Hasil welding yang terlihat rapi tidak berarti menunjukkan hasil welding yang kuat, banyak faktor yang secara
bersama-sama berperan dalam hasil welding yang berkualitas baik. Berikut adalah metode testing yang umum
dilakukan untuk mengetahui baik atau buruknya hasil welding.
Metode testing tergantung dari beberapa faktor seperti :
? Untuk bagian apa welding dilakukan : tank, pipeline, apparatus dll
? Untuk maksud apa welding dilakukan : water tight, pressure resistant, display, dll
? Material plastik apa yang akan dipakai
? Berapa lama waktu yang tersedia untuk melakukan testing
Non Destructive Test Methods
Dilakukan dengan cara inspeksi visual (penglihatan) pada weld bead dengan mencek dimensi dan penampilan
(undercut – cleanliness dll), hasil welding yang baik akan terlihat seperti garis (flow line) yang rapi, kontinu dan
seragam serta tidak tampak tanda-tanda dekomposisi. Kontinuitas flow lines mengindikasikan bahwa cukup panas
(tidak overheating ataupun underheating) dan cukup pula tekanan pada filler rod. Cara non destructive lainnya antara
lain menggunakan test kebocoran dan tekanan (pressure test), ataupun ultrasonic testing.
Destructive Test Methods
Dilakukan dengan bending test, tensile strength test, tensile impact test. Untuk test ini diperlukan peralatan
pengetesan atau dapat dilakukan di laboratorium mechanical testing yang menyewakan jasa pengetesan.
Penting diketahui metode pengetesan dapat dilakukan setelah 24 jam dari selesainya welding, untuk memberi
kesempatan ikatan sempurna pada struktur molecular pada area yang diwelding.
Leak/ Pressure Test (Non Destructive Test Methods)
Ketika kita hendak membuat tanki atau pipa yang dimaksudkan untuk menahan cairan dalam waktu lama, kita dapat
menguji kekuatan welding dengan pressure/ tekanan. Untuk melakukannya, harus dengan men-seal tanki atau pipa.
Sebuah hose dihubungkan dengan compressor, selanjutnya diberikan level tekanan tertentu yang disesuaikan
dengan kebutuhan saat aplikasinya selama waktu tertentu. Jika tanki dapat bertahan pada tekanan yang diinginkan
dapat dipastikan kekuatan welding memenuhi harapan, jika tidak kita harus menemukan kebocoran dan segera
memperbaikinya, dan hal ini tidak mudah karena sulit melihat pada area mana terjadi kebocoran, kita dapat
mengetahuinya dengan mengamati pada tempat dimana air dalam tanki tersebut keluar, tetapi inipun tidak berarti
otomatis bahwa disitu letak kebocorannya. Air dapat merembes/ mengalir kemanapun jika terjadi kebocoran. Berikut
skema gambar bagaimana non destructive test dilakukan pada tanki.
Spark-Coil Testing
Salah satu metode non destructive yang paling baik adalah menggunakan high frequency, high voltage spark tester
yang dapat memperlihatkan letak pori atau retakan pada area las (root bead) yang tidak akan terlihat dengan visual
inspeksi. Sebuah electrode tegangan tinggi diarahkan ke salah satu sisi weld dengan conductive material pada sisi
lainnya. Bila terdapat lubang ataupun retakan pada area weld, maka terjadi loncatan bunga api yang melewati
lubang ini dan ini adalah sebuah indikasi kesalahan welding.
Destructive Test Methods
Yield point / Break Test
Metode test lainnya dengan destructive test, dimana yang dilihat adalah „yield point‟ dan „break‟. Yield point adalah
moment pada saat internal molecular structure pada las atau materialnya melemah mulai saat tertentu, hal ini
biasanya tidak akan terlihat kasat mata, tetapi mesin test dapat mengukurnya. Beberapa material sangat flexible atau
sangat rigid dan tidak menunjukkan „yield point‟ sama sekali, pada material ini kita sebut test „break‟.
Impact Resistance Test
Potongan yang di test dipegang pada alat clamp, hammer seperti pendulum memukul area yang di welding dengan
sejumlah gaya tertentu yang dapat dilihat pada impact measuring gauge, system alat ini dihubungkan dengan
program computer yang akan membaca dan menentukan hasil test.
Tensile Strength Test
Tensile strength test menggunakan dua clamp untuk memegang testing strip (sample welding yang telah
dipersiapkan), yang selanjutnya akan ditarik berlawanan arah dengan gaya tertentu, hasilnya „yield point‟ dan atau
breaking point akan terukur.
Bend Test
Cara bend test dengan menggunakan tiga titik, terdiri dari dua roller dan satu ram atau stamp untuk melakukan test
ini, jarak antara dua roller dan ketebalan ram tergantung dari ketebalan material yang hendak di uji. Dengan uji ini
kita dapat melihat „yield point‟ dan atau „breaking point‟.
FAKTOR PENYEBAB KEGAGALAN MATERIAL BERBAHAN PLASTIK
Analisa kerusakan merupakan salah satu teknik analisa yang saat ini berkembang. Tujuan analisa ini adalah untuk
mengetahui penyebab terjadinya kerusakan yang spesifik dari peralatan, perlengkapan, proses dan material baku
yang digunakan serta untuk menentukan tindakan pencegahan agar kerusakan tidak terulang. Untuk jangka pendek
diharapkan dapat memperbaiki design dan memperbaiki proses serta metoda fabrikasi, sedangkan untuk jangka
panjangnya dapat dipakai pengembangan material dan sebagai metoda mutakhir untuk evaluasi dan memprediksi
performance material serta untuk memperbaiki sistem pemeliharaan. Kegagalan pembuatan part plastik pada
umumnya disebabkan oleh 4 faktor berikut :
1. Seleksi Material
2. Disain
3. Proses
4. Kondisi service
1. SELEKSI MATERIAL
Kegagalan yang terjadi karena seleksi material yang terburu-buru, merupakan hal yang sering terjadi pada plastik
atau industri lainnya. Pada aplikasi yang membutuhkan ketahanan impak yang tinggi, diperlukan material dengan
ketahanan impak tinggi. Jika material yang digunakan untuk aplikasi di luar ruang dalam jangka waktu yang lama,
diperlukan material dengan ketahanan UV. Untuk mendapatkan seleksi material yang tepat memerlukan
perencanaan yang baik, pemahaman material plastik yang cermat dan pengujian prototipe sesuai persyaratan.
Pemilihan material sebaiknya tidak hanya berdasarkan biaya. Dalam proses pemilihan material ini diperlukan
pendekatan yang sistematik untuk aplikasi yang berbeda. Teknik pemilihan material yang tepat termasuk
menentukan persyaratan aplikasi, seperti: sifat mekanik, termal, lingkungan, elektrik dan kimia. Pada kebanyakan
industri, termasuk supplier material sudah mengembangkan software untuk membantu melakukan seleksi material
dengan mudah melalui seleksi persyaratan aplikasi sebagai hal utama.
2. DISAIN
Hanya melakukan pemilihan material yang tepat tidak cukup untuk mencegah kegagalan produk. Pada saat
mendisain produk, disainer harus menggunakan aturan dasar dan pedoman yang diberikan supplier material untuk
disain part khusus. Pada saat disain part plastik perlu diingat beberapa aturan dasar, dengan pengecualian bahwa
kriteria disain berubah pada setiap material dan setiap aplikasi. Pada saat ini, kegagalan karena disain merupakan
hal yang sering terjadi.
3. PROSES
Setelah dilakukan pemilihan material dan disain yang tepat, permasalahan selanjutnya ada pada pemrosesan
plastik. Disain yang inovatif dan pemilihan material yang selektif tidak cukup untuk menghasilkan produk yang baik
dengan proses yang jelek. Stress, void, weld lines dan kelembaban pada hasil molding merupakan penyebab
kegagalan prematur yang sering terjadi. Pencatatan parameter proses merupakan hal yang penting untuk melakukan
analisa pada kegagalan produk. Proses lanjutan dan perakitan part juga harus dievaluasi untuk mencegah
kegagalan prematur. Kegagalan pada produk sering kali disebabkan oleh stress cracking, drilled holes dan welded
joints.
4. KONDISI SERVICE
Meskipun sudah ada label peringatan mengenai keamanan dan instruksi penggunaan, kegagalan karena kondisi
service seringkali terjadi pada produk plastik. Lima kategori kondisi service yang tidak disengaja antara lain :
a) Pemakaian produk yang tidak tepat.
b) Penggunaan produk melebihi masa penggunaan (life time).
c) Kegagalan produk karena kondisi service yang tidak stabil.
d) Kegagalan karena kondisi service melebihi penggunaan yang sesuai.
e) Aplikasi simultan dari stress yang sinergi.
Stress pada produk merupakan faktor dominan yang sangat menentukan kualitas produk tersebut, yang dibagi
dalam kategori : termal, kimia fisik, biologi mekanik dan elektrik.
MENGENAL TIPE KEGAGALAN PADA PRODUK PLASTIK
KEGAGALAN MEKANIK
Kegagalan mekanik disebabkan adanya gaya eksternal pada material. Jika gaya tersebut melebihi yield strength
material, maka dapat menjadi penyebab kerusakan (berubah bentuk, retak atau patah menjadi beberapa bagian).
Gaya yang terjadi dapat berupa gaya tarik, kompresi atau impak untuk jangka waktu pendek atau lama pada
temperatur dan humiditi yang berbeda.
KEGAGALAN TERMAL
Kegagalan termal terjadi karena produk terkena panas atau dingin yang berlebihan dari lingkungan. Pada temperatur
tinggi yang abnormal, produk akan mengalami pengkerutan, twist, melt bahkan bisa sampai terbakar. Pada
umumnya plastik menjadi getas pada temperatur rendah. Jika produk dalam kondisi ini mendapat gaya yang kecil
sekalipun, akan dengan mudah mengalami retak bahkan patah.
KEGAGALAN KIMIA
Hanya beberapa plastik yang total tahan terhadap semua bahan kimia. Kegagalan yang terjadi karena produk
terkena bahan kimia tertentu seringkali terjadi. Residu atau molded stress, temperatur yang tinggi dan beban
eksternal cenderung untuk mempercepat kerusakan.
KEGAGALAN LINGKUNGAN
Plastik yang digunakan untuk aplikasi di luar ruang akan terkena banyak faktor penyebab kerusakan. Sinar Ultra
violet, kelembaban, mikro organisme, ozone, panas dan polusi merupakan faktor lingkungan yang banyak
berpengaruh pada plastik. Efek dari hal tersebut dapat berupa warna yang pudar, slight crazing dan retak kecil
hingga terjadinya kerusakan pada struktur polimer.
LANGKAH ANALISA KERUSAKAN (FAILURE ANALYSIS)
Langkah pertama dalam melakukan analisa pada setiap kegagalan adalah menentukan penyebabnya. Sebelum
melakukan uji keseluruhan, beberapa informasi dasar mengenai produk harus sudah didapat. Jika produk berasal
dari fabrikasi, harus didapat informasi dasar seperti, tanggal pemesanan, tanggal instalasi, tanggal pertama kali
kegagalan diketahui, kondisi geografis dari lokasi, bahan kimia yang digunakan untuk, atau di sekitar produk. Tak
kalah penting adalah informasi apakah produk digunakan untuk aplikasi di dalam atau di luar ruang. Semua informasi
ini sangat penting untuk menganalisa penyebab kerusakan pada produk. Sebagai contoh, jika catatan dari fabrikasi
dan produk gagal mengindikasikan digunakannya bahan kimia tertentu pada produk, maka dengan mudah dapat
dilakukan uji kompatibilitas bahan kimia terhadap produk atau lebih lanjut lagi lakukan simulasi kompatibilitas bahan
kimia dengan produk sesuai kondisi di lapangan menggunakan bahan kimia yang sama. Catatan mengenai produk
juga akan mempermudah analisa kegagalan produk. Kode tanggal atau identifikasi nomor cavity akan
mempermudah penelusuran. Banyak tipe dan bentuk check list yang sudah dikembangkan untuk dapat membantu
melakukan analisa kegagalan produk. Tujuh metoda dasar untuk melakukan analisa kerusakan adalah :
1. Pengamatan visual
2. Analisa Identifikasi
3. Analisa stress
4. Microtoming
5. Uji Mekanik
6. Analisa Termal
7. Teknik Nondestructive Testing (NDT)
Dengan mengetahui secara akurat tipe kegagalan, akan mempermudah memilih metoda analisa kegagalan yang
tepat. Berikut ini diuraikan poin-poin dari metode dasar analisa kerusakan yang sering terjadi.
Pengamatan Visual
Pengamatan visual yang teliti terhadap produk gagal akan mendapatkan informasi yang banyak. Banyaknya splay
marks menunjukan bahwa proses pengeringan material tidak cukup sebelum dilakukan pemrosesan. Kesalahan
pada saat proses pengeringan pada material yang higroskopik dapat menurunkan sifat fisik produk dan pada
beberapa kasus dapat menyebabkan menjadi getas. Adanya material lain dan kontaminan juga merusak dan produk
menjadi gagal. Burn mark pada produk hasil Injection Molding mudah diketahui, biasanya berupa bercak (spot)
coklat atau hitam. Tanda ini menunjukan kemungkinan material terdegradasi yang disebabkan struktur molekul rusak
dan dapat mengakibatkan penurunan sifat fisik. Sink mark dan weld lines, dapat langsung terlihat pada produk hasil
Injection Molding, disebabkan oleh pemrosesan yang tidak baik dan dapat mengakibatkan kegagalan produk.
Pengamatan visual yang teliti juga dapat mengetahui kesalahan pada penanganan produk. Adanya bahan kimia
yang tidak lazim seperti grease, pipe dope dan material lain dapat dijadikan petunjuk. Goresan, tanda cekungan
merupakan tanda terjadinya gaya eksternal yang berlebihan.
Produk gagal juga harus dibelah menggunakan alat pemotong yang tajam, untuk melihat void yang disebabkan gas
yang terjebak dan shrinkage (kerutan) yang berlebihan, terutama pada produk yang tebal pada proses Injection
Molding. Pengurangan ketebalan produk yang terdapat void dapat menyebabkan produk tidak cukup kuat terhadap
gaya kompresi atau tarik, atau terhadap beban impak dan dapat menyebabkan kegagalan produk. Terakhir, jika
kegagalan produk disebabkan oleh akibat terkena paparan sinar UV dan faktor lingkungan lainnya, akan
menimbulkan efek sebagai berikut: chalking, retak mikroskopik, retak yang dapat terlihat atau warna yang memudar.
Analisa Identifikasi
Salah satu alasan utama kegagalan produk biasanya adalah penggunaan material yang tidak tepat. Jika ada produk
gagal yang dikembalikan, pengujian identifikasi material harus dilakukan untuk memastikan jenis material yang
digunakan, meskipun spesifikasi material sudah tertera pada product drawing. Akan tetapi, identifikasi jenis material
tidaklah cukup. Sementara itu, material plastik diproduksi dalam beragam grade dengan rentang sifat yang cukup
lebar, sehingga grade dari material tersebut juga harus diketahui. Teknik sederhana seperti uji Melt Index (MFR)
dapat menentukan grade dari materialyang digunakan. Persentase material regrind yang dicampur dengan material
virgin mempunyai efek yang signifikan terhadap sifat fisik. Umumnya semakin banyak material regrind yang
digunakan, akan semakin rendah sifat fisik produk tersebut. Jika pada saat pemrosesan dilakukan pada temperatur
lebih tinggi dan waktu tinggal lebih lama dari yang direkomendasikan, kemungkinan material akan terdegradasi.
Material yang terdegradasi jika di-regrind dan dicampur dengan material virgin akan menyebabkan penurunan yang
cukup signifikan pada keseluruhan sifatnya.
Kegagalan produk karena pengotor dan kontaminan pada material virgin seringkali terjadi. Kontaminan pada material
biasanya terjadi selama pemrosesan. Beragam material untuk purging digunakan untuk menghilangkan material
sebelumnya dari barrel ekstruder, sebelum menggunakan material baru. Tidak semua material untuk purging
compatible. Incompatibility dapat menyebabkan penurunan sifat, kegetasan (brittleness), dan delaminasi. Pada
pembuatan kompon vinil, kegagalan terjadi pada penambahan aditif, seperti impak modifier yang dapat
menyebabkan kegagalan prematur pada part.Teknik uji sederhana tidak dapat mengidentifikasi impuritis,
komtaminan atau adanya aditif. Untuk itu dapat digunakan teknik yang lebih expand, seperti Fourier Transform
infrared (FT-IR), Gas Chromatography (GC) dan High Performance Liquid Chromathography (HPLC). Metoda ini
digunakan dengan perlakuan awal, yaitu pemisahan aditif dengan material dasar.
Analisa Stress
Jika kegagalan produk disebabkan proses molding yang tidak bagus atau menggunakan material yang tidak tepat
berdasarkan pengamatan visual, dan mengenyampingkan identifikasi material, langkah selanjutnya adalah
melakukan percobaan analisa stress. Percobaan analisa stress merupakan metoda yang mudah dilakukan untuk
analisa kegalan produk karena hal tersebut diatas. Pada part bisa terdapat stress eksternal atau stress residu atau
molded-in stress. Stress eksternal atau molded-in stress atau kombinasi keduanya dapat menyebabkan kegagalan
prematur pada part. Analisa stress merupakan hal yang penting dalam identifikasi kegagalan produk. Mengetahui
residu stress mempunyai arti yang berbeda dengan mengevaluasi stress karena adanya gaya. Kegagalan produk
dimungkinkan karena disain yang kurang baik, atau mengabaikan gaya. Kesalahan ini biasanya diketahui dari uji
ketahanan atau pada awal produksi. Residual stresses adalah hal yang berbeda : proses molding dapat
menimbulkan residual stress pada bagian mana saja dan kapan saja. Lima metoda dasar yang digunakan untuk
menentukan analisa stress :
1. Photoelastic
2. Brittle coatings
3. Strain gauge
4. Chemical
5. Heat reversion
Microtoming
Microtoming adalah teknik pemotong produk yang sangat tipis untuk melakukan pengujian mikroskopik. Ilmuwan
biologi dan metalurgi telah menggunakan teknik ini selama bertahun-tahun, tetapi hanya baru beberapa dekade.
Teknik ini juga digunakan sebagai tools yang sangat membantu untuk analisa kegagalan.
Proses analisa: mula-mula dilakukan pemotongan bagian part sepanjang ± 8 – 10 mm, kemudian potongan tersebut
diletakan pada kaca preparat. Potongan ini kemudian diamati menggunakan light transmission microscope polarizer
untuk analisa photoelastic. Dengan perbesaran 1000 x dapat diamati struktur sampel berwarna. Dengan melakukan
pengamatan mikrostruktur material, akan didapat banyak informasi. Sebagai contoh: pengamatan mikrostruktur
material dari part yang terlalu getas dapat mengindikasikan temperatur leleh yang tidak uniform atau terlalu rendah.
Adanya partikel yang tidak leleh merupakan tanda yang biasa terdapat untuk kasus seperti ini. Hal-lain yang sering
terjadi pada injection molding part adalah karena waktu tinggal dan tekanan yang berlebih, sehingga terjadi
pendinginan material pada gate. Pada bagian tengah part akan terbentuk void wall shrinkage. Void cenderung akan
menurunkan kemampuan load bearing dan toughness pada part karena stress yang terkonsentrasi pada area
tersebut. Kontaminan diindikasikan dengan ketidak normalan pada mikrostruktur. Kontaminan yang disebabkan
karena tercampur dengan polimer yang berbeda dapat diketahui dengan analisa mikrostruktur. Seringkali,
pendispersian warna yang tidak bagus dapat menyebabkan part menjadi getas. Hal ini dapat terlihat dengan teknik
microtoming. Untuk mendapatkan produk dengan sifat-sifat yang optimum, aditif dan filler seperti serat gelas harus
terdispersi dengan baik. Teknik microtoming pada part plastik dengan penguat serat gelas dapat memperlihatkan
ikatan yang terbentuk antara matrik resin dengan serat gelas, pendipersian dan orientasi dari serat gelas tersebut.
Molded in stress dan juga stress yang disebabkan beban eksternal dapat diamati dengan cross-polarized light
dengan adanya perubahan pada birefringence jika struktur molekul mengalami kerusakan.
Mechanical Testing
Produk yang dikembalikan seringkali dilakukan uji mekanik untuk melihat kualitas produk secara keseluruhan. Ada
dua metoda dasar yang digunakan, pertama adalah uji mekanik seperti uji tarik, impak atau kompresi pada part
aktual atau sampel yang diambil dari produk jadi. Hasil uji kemudian dibandingkan dengan hasil uji yang didapat dari
produk yang dikembalikan. Metoda kedua adalah dengan melakukan grinding pada produk gagal dan membuat
standard spesimen uji baik dengan kompresi maupun injection molding, lalu dilakukan uji mekanik. Hasil tes
dibandingkan dengan data dari material virgin. Jumlah material yang ada seringkali tidak cukup untuk pembuatan
spesimen uji dengan injection molding, maka data uji diperoleh dengan spesimen yang dipesiapkan dari
compression-mold, Hasil ini umumnya lebih rendah dibandingkan specimen menggunakan injection molding. Uji
fatique seperti flexural fatique atau tensile fatique dapat digunakan untuk mengetahui kagagalan prematur dari
cycling loading.
Thermal Analysis
Teknik analisa termal yang biasa digunakan antara lain : Differential Scanning Calorimetri (DSC) digunakan untuk
menentukan Temperatur glas transisi (Tg) dan Melting Point (Tm). Sebagai contoh, untuk menentukan kopolimer
polipropilen dengan polietilen dari hasil termogram DSC akan terlihat apakah material tersebut adalah kopolimer,
yaitu ditunjukkan dengan adanya dua puncak pada temperatur leleh dari PP dan PE. Thermo Mechanical Analysis
(TMA) digunakan untuk menentukan ekspansi termal dan kesusutan dari sampel yang disertai dengan perubahan
dimensi. Sedangkan Thermo Gravimetry Ananlysis (TGA) untuk melihat komposisi matriks dan filler dari sampel
secara kuantitatif. [CLH]
Source :
Principles Of Plastic Welding -GOODBURN-
Preparation and Welding of High Density (HDPE) –Daniel Miller
Welding and Testing of Thermoplastics Tanks and Pipes -Mike Troughton
Guidelines for Welding Thermoplastic Materials (www.wegenerwelding.com)
Handbook Of Plastics Testing Technology 3rd Edition By Vishu Shah.
HOT GUN WELDING TORCH by wegener
availabe at :
Model Airtherm 1600
The Economic Hand Welding Device with Integrated Blower Compact,
reliable and sturdy– proven worldwide
Very handy, compact and slim design
High volume, self contained air supply
Integrated output controls
Heating element protection
Automatic low air protection
Temperature range up to 600° C, continuously adjustable
Airtherm 1600: 1.600 W heating element, weight approx. 1,3 kg
Technical Data Airtherm 1600
Input supply voltage 230V 50/60 Hz
Airflow Self contained
Temperature* 20 – 600 °C
Air supply (24°C) approx. 200 l/min / 400 l/min
Emission level LpA < 70 dB
Weight 1,3 kg / 1,5 kg
*) max. temperature deviates depending from the welding tip used.
PLASTIC WELDING RODS by GEHR available at :