27
Abstrak Hepatitis B merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan hepatitis B. Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah / produk darah, saliva, semen, alat- alat yang tercemar hepatitis B dan inokulasi perkutan dan subkutan secara tidak sengaja. Penularan secara parenteral dan non parenteral serta vertikal dan horizontal dalam keluarga atau lingkungan. Resiko untuk terkena hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita. Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan dibandingkan pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion and Spesifik Protection, maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan pasif. Kata kunci: Hepatitis B, parenteral, imunisasi pasif, imunisasi aktif Abstract Hepatitis B is a public health issue that needs to be addressed , given the high prevalence and the impact of hepatitis B. Hepatitis B Transmission occurs through contact with blood / blood products , saliva, semen , tools contaminated hepatitis B and percutaneous and subcutaneous inoculation inadvertently. Transmission is parenteral and non- parenteral as well as vertical and horizontal in the family or the environment . Risk for hepatitis B in the community related to lifestyle habits that include sexual activity , free lifestyle , as well as the work that allows contact with blood and patient material . Control of this disease is possible through prevention than treatment that is still under

Pleno 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

g

Citation preview

Penatalaksanaan pada Ruptur Tendon Achilles

AbstrakHepatitis B merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan hepatitis B. Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah / produk darah, saliva, semen, alat-alat yang tercemar hepatitis B dan inokulasi perkutan dan subkutan secara tidak sengaja. Penularan secara parenteral dan non parenteral serta vertikal dan horizontal dalam keluarga atau lingkungan. Resiko untuk terkena hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas, serta pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan darah dan material penderita. Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan dibandingkan pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion and Spesifik Protection, maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan pasif.Kata kunci: Hepatitis B, parenteral, imunisasi pasif, imunisasi aktif

AbstractHepatitis B is a public health issue that needs to be addressed , given the high prevalence and the impact of hepatitis B. Hepatitis B Transmission occurs through contact with blood / blood products , saliva, semen , tools contaminated hepatitis B and percutaneous and subcutaneous inoculation inadvertently. Transmission is parenteral and non- parenteral as well as vertical and horizontal in the family or the environment . Risk for hepatitis B in the community related to lifestyle habits that include sexual activity , free lifestyle , as well as the work that allows contact with blood and patient material . Control of this disease is possible through prevention than treatment that is still under investigation . Prevention conducted on the prevention of disease transmission with Specific activities of Health Promotion and Protection , or prevention of disease by active and passive immunization .Keywords: Hepatitis B , parenteral , passive immunization , active immunization

PendahuluanIndonesia adalah negara endemis tinggi Hepatitis B dengan prevalensi HbsAg positif di populasi antara 7-10%. Pada kondisi seperti ini, transmisi vertikal dari ibu yang berstatus HbsAg positif ke bayinya memegang peranan penting. Di lain pihak, terdapat perbedaan patofisiologi antara infeksi Hepatitis B yang terjadi pada awal kehidupan dengan infeksi Hepatitis B yang terjadi pada masa dewasa. Infeksi yang terjadi pada awal kehidupan, atau bahkan sejak dalam kandungan (transmisi dari ibu dengan HBsAg positif), membawa resiko kronisitas sebesar 80-90%.Resiko kematian yang terjadi pada infeksi HBV biasanya berhubungan dengan kanker hati kronis atau sirosis hepatis yang terdapat pada 25% penderita yang secara kronis terinfeksi sejak kecil. Jika tidak terinfeksi pada masa perinatal, maka bayi dari ibu HBsAg positif tetap memiliki resiko tinggi untuk mengidap infeksi virus Hepatitis B kronis melalui kontak orang ke orang (transmisi horizontal) pada 5 tahun pertama kehidupannya Sedangkan infeksi pada masa dewasa yang disebabkan oleh transmisi horizontal memiliki resiko kronisitas hanya sebesar 5%.Berdasarkan imunopatogenesis Hepatitis B, infeksi kronis pada anak umumnya bersifat asimtomatik. Di satu pihak, anak tersebut tidak menyadari bahwa dirinya sakit. Di pihak lain, anak tersebut merupakan sumber penularan yang potensial.Dalam rangka memotong transmisi infeksi Hepatitis B, maka kunci utama adalah imunisasi Hepatitis B segera setelah lahir, terutama pada bayi-bayi dengan ibu yang memiliki status HbsAg positif.

Skenario 3Seorang bayi cukup bulan lahir secara spontan per vaginam dari seorang ibu dengan suspek hepatitis B. Menurut data yang diperoleh dokter, selama kehamilan ibu tersebut tidak mengalami keluhan yang berarti namun tidak rutin melakukan ANC. Pada saat dilahirkan, bayi tampak aktif dan kuat menangis dengan pemeriksaan fisik dalam batas normal. Keluarga pasien khawatir dengan status ibu dan bayinya sehingga meminta penjelasan dari dokter.

Rumusan MasalahSeorang bayi cukup bulan lahir secara spontan per vaginam dari seorang ibu dengan suspek hepatitis B.

Analisis Masalah

Pemeriksaan FisikPenunjang Anamnesis

Pencegahan Diagnosa

Seorang bayi cukup bulan lahir secara spontan per vaginam dari seorang ibu dengan suspek hepatitis B.

Prognosis Gejala Klinis

Komplikasi Etiologi

Patofisiologi Epidemiologi Terapi

HipotesisBayi terduga menderita hepatitis B suspect.AnamnesisPada anamesis kita bisa menanyakan secara alloanamnesis atau autoanamnesis. Pada kasus ini kita melakukan anamnesis kepada orangtuanya atau secara alloanamnesis.1 Berikut hal-hal yang perlu ditanyakan berkaitan dengan kasus, yaitu: Identitas pasien Keluhan utama Keluhan penyerta Riwayat penyakit sekarang dan menahun Bagaimana riwayat kehamilan ibu Bagaimana riwayat vaksinasi pada saat hamil Pernah mengkonsumsi obat, minum minuman beralkohol atau merokok Riwayat persalinan Riwayat penyakit ibu saat masa kehamilan Sosial dan lingkungan

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang terutama dilakukan adalah melihat keadaan umum pasien, TTV, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.Dari pemeriksaan fisik biasanya dapat ditemukan:1. Kulit dan membran mukosa ikterik, terutama di sklera dan mukosa di bawah lidah.2. Hepar biasanya membesar dan nyeri saat dipalpasi. Bila hati tidak dapat teraba dibawah tepi kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul iga dengan lembut di atas hati dengan tinju menggenggam. 3. Sering ada splenomegali dan limfadenopati.4. Tanda prodromal seperti atralgia atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, makular atau makulopapular. 5. Letargi, anoreksia, malaise sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan yang didahului dengan adanya peningkatan kadar ALT.

Pemeriksaan Penunjang1. Tes fungsi hati Menunjukkan gambaran hepatitis non spesifik. Fungsi hati umumnya diukur dengan memeriksa aktivitas enzim serum (yaitu, alkali fosfatase, laktik dehidrogenase, serum aminotranferase (transaminase), dan konsentrasi serum protein, bilirubin, amonia, faktor pembekuan serta lipid. Serum aminotransferase (yang juga disebut transaminase) merupakan indikator yang sensitif untuk menunjukan cedera sel hati dan sangat membantu dalam pendeteksian penyakit hati akut seperti hepatitis. SGOT-SGPT merupakan test paling sering dilakukan untuk menunjukan kerusakan hati. Kadar SGPT meningkat terutama pada penyakit hati dan dapat digunakan untuk menunjukan kerusakan hati. Dan dapat digunakan untuk memantau perjalanan penyakit hepatitis, sirosis atau hasil pengobatan yang mungkin toksik bagi hati.

2. Serologi HBV Antigen permukaan hepatitis (HBsAg)Indikator paling awal untuk mendiagnosis infeksi virus hepatitis B adalah antigen permukaan hepatitis B (HBsAg). Penanda serum ini dapat muncul sekitar 2 minggu setelah penderita terinfeksi, dan akan tetap ada selama fase akut infeksi sampai terbentuk anti-HBs. Jika penanda serum ini tetap ada selam 6 bulan, hepatitis dapat menjadi kronis dan penderita dapat menjadi carrier. Vaksin hepatitis B tidak akan menyebabkan HBsAg positif. Penderita HBsAg positif tidak boleh mendonorkan darah. Antibodi antigen permukaan hepatitis B (anti-HBs)Fase akut hepatitis B biasanya berlangsung selama 12 minggu. Oleh karena itu, HBsAg tidak didapati dan terbentuk anti-HBs. Penanda serum ini mengindikasikan pemulihan dan imunitas terhadap virus hepatitis B. IgM anti-HBs akan menentukan apakah penderita masih dalam keadaan infeksius. Titer anti-HBs >10 mIU/ml dan tanpa keberadaan HBsAg, menunjukkan bahwa penderita telah pulih dari infeksi HBV. Antigen e hepatitis B (HBeAg)Penanda serum ini hanya akan terjadi jika telah ditemukan HBsAg. Biasanya muncul 1 minggu setelah HBsAg ditemukan dan menghilang sebelum muncul anti-HBs. Jika HBeAg serum masih ada setelah 10 minggu, penderita dinyatakan sebagai carrier kronis. Antibodi antigen HBeAg (anti-HBe)Bila terdapat anti-HBe, hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pemulihan dan imunitas terhadap infeksi HBV. Antibodi antigen inti (anti-HBc)Anti HBc terjadi bersamaan dengan temuan HBsAg positif kira-kira 4-10 minggu pada fase HBV akut. Peningkatan titer IgM anti-HBc mengindikasikan proses infeksi akut. Anti-HBc dapat mendeteksi penderita yang telah terinfeksi HBV. Penanda serum ini dapat tetap ada selama bertahun-tahun dan penderita yang memiliki anti-HBc positif tidak boleh mendonorkan darahnya. Pemeriksaan anti-HBc dan IgM anti-HBc sangat bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi HBV selama window period antara hilangnya HBsAg dan munculnya anti-HBs.1,2

3. Pemeriksaan diagnostik lainnya Ultrasonografi, CT Scan dan MRI digunakan unutk mengidentifikasi struktur normal dan abnormalitas dari hati serta percabangan bilier. Laparoskopi digunakan unutk memeriksa hati dan struktur pelvis lainnya. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melaksanakan biopsi hati yang dipandu, unutuk menetukan etiologi asites dan untuk menegakkan diagnosis serta stadium tumor hati dan tumor abdomen lainnya. Biopsi hati, yaitu pengambilan sedikit jaringan hati yang biasanya dilakukan lewat aspirasi jarum, memungkinkan pemeriksaan terhadap sel-sel hati. Indikasi yang paling sering untuk melakukan pemeriksaan ini adalah memastikan adanya malignasi pada hati.Pemeriksaan penunjang menurut konsensus tatalaksanahepatitis B di Indonesia tahun 2004, pemeriksaan HBV DNA tidak di perlukan untuk penegakan diagnosis. Namun kemudian dalam konsensus tatalakasana hepatitis B di Indonesia tahun 2012, pemeriksaan HBV DNA disebutkan sebagai indikator morbiditas dan mortalitas paling kuat.3Pada hepatitis B kronik inaktif akan ditemukan : Carier sehat bisa mempunyai nilai SGOT dan SGPT normal HBeAg, HBV DNA (marker infektifitas) negatif HBsAg dan Anti HBc positif

Working DiagnosisNeonatal Suspect Hepatitis BVirus hepatitis B termasuk suatu keluarga dari virus-virus DNA yang disebut Hepadnaviridae terdiri atas 6 genotip (A-H). Virus-virus ini terutama menginfeksi sel-sel hati. Gen-gen dari virus hepatitis B mengandung kode-kode genetik untuk membuat sejumlah produk-produk protein, termasuk hepatitis B surface antigen (HBsAg), hepatitis B core antigen (HBcAg), hepatitis B e antigen (HBeAg), dan DNA polymerase. Penyakit hepatitis B dapat menyerang siapa saja tak pandang usia. Hepatitis jugat dapat terjadi pada bayi, anak-anak, orang dewasa dan orang tua. Hepatitis yang juga banyak melanda pada bayi dari usia 0-12 bulan, pada anak-anak diperkirakan terjadi dari mulai usia 2- 15 tahun, orang dewasa 15-20 tahun dan orang tua diatas usia 40 tahun keatas.Pada hepatitis bayi dan anak-anak biasanya terjadi jika seorang ibu yang memiliki riwayat penyakit hepatitis ketika dalam mengandung sangat memungkinkan janin atau bayi yang dikandung juga terjangkit jenis hepatitis yang sama, bahkan resiko lebih besar terjadi pada bayi dibanding ibunya. Juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan salah satu anggota keluarga yang menderita hepatitis B.2,5-8

Tabel no 1. Pemeriksaan virologiHBsAgAnti-HBsAnti-HBcIgM anti HBcHBeAgHBV-DNA

Hep. B akut+-++++

Hep. B kronik++/-+-+/-+

Pengidap ++/-+---

Vaksinasi -+----

Sembuh-++---

Differensial DiagnosisInfeksi Cytomegalovirus (CMV) Infeksi Cytomegalovirus (CMV) tidak harus bergabung dengan infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex), juga tidak terbatas pada ibu hamil yang mungkin menularkan kepada janin atau anak yang dapat menyebabkan cacat lahir, buta atau tuli, melainkan dapat menyerang setiap individu.5Infeksi CMV umumnya berjalan asimtomatik pada penderita dengan kompetensi sistem imun tubuh yang baik, namun apabila individu berada dalam kondisi imun belum matang (misalnya janin, bayi baru lahir), tertekan (memakai obat immunosupressan), atau lemah (misalnya menderita kanker, human immunodeficiency virus, dan lain-lain), dapat menimbulkan gejala klinik yang nyata dan berat. Setelah infeksi primer atau infeksi pertama kali, CMV hidup menetap (dormant) dalam sel tubuh inang. Infeksi berjalan laten, namun reaktivasi, replikasi, reinfeksi sering terjadi. Penyebaran dalam tubuh atau endogen dapat terjadi melalui sirkulasi darah dan dari sel ke sel.5,7Infeksi CMV bersifat sistemik, menyerang berbagai sel organ tubuh dan dapat meningkatkan proses inflamasi, memacu respons autoimun, terlibat dalam patogenesis aterosklerosis, memacu timbulnya dan mempercepat progresivitas keganasan, menyebabkan infertilitas. Prevalensi infeksi CMV di negara berkembang mencapai 80-90% dari populasi, Lisyani mendapatkan angka lokal di tahun 2004 sebesar 87,8 %. CMV dijumpai terbanyak dalam saliva dan urin, ekskresi dapat terjadi berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sehingga kemungkinan penularan mudah terjadi. Dengan demikian, transmisi infeksi selain dari ibu ke janin atau bayi baru lahir, dapat pula terjadi melalui kontak langsung, kontak dengan barang-barang yang terkontaminasi, kontak seksual, transfusi darah, transplantasi organ dan sebagainya.Infeksi CMV melibatkan banyak interaksi antara molekul-molekul yang dimiliki oleh CMV dengan molekul inang yang sudah ada ataupun yang terbentuk karena pacuan CMV. Respons imun tubuh sangat berperan untuk meniadakan virus, yang diperantarai gel seperti natural killer atau gel NK, sel limfosit T CD8+ atau T sitotoksik atau T sitolitik, sel T CD4+ yang mengaktifkan makrofag, dan yang diperantarai antibodi seperti IgG dan IgM. Eliminasi ditujukan terhadap protein struktural CMV yang bersifat imunogenik. Mekanisme penghindaran CMV terhadap respons imun tubuh juga terjadi. Infeksi CMV seringkali berjalan asimtomatik atau tanpa gejala, oleh karena itu deteksi secara laboratorik sangat diperlukan. Bahan pemeriksaan atau spesimen yang digunakan ialah serum darah, urin, cairan tubuh lain. Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan ialah menetapkan kadar imunoglobulin (Ig) atau antibodi terhadap antigen virus CMV, yaitu IgM, IgG, IgG avidity. Imunoglobulin yang terdeteksi secara laboratorik ini, bukan merupakan antibodi yang mampu meneutralkan antigen protein CMV struktural, sehingga hanya dapat dipakai untuk menunjang diagnosis atau menggambarkan respons tubuh terhadap infeksi CMV. IgM untuk mendeteksi infeksi primer akut yang terbentuk dalam 3-5 hari pasca infeksi, juga untuk mendeteksi infeksi fetus atau kongenital.6Pada infeksi primer, IgG muncul kira-kira 2 minggu kemudian. Pada reaktivasi, reinfeksi, IgG muncul lebih cepat disertai kadar yang lebih tinggi dan kekuatan mengikat yang lebih baik (avidity), sehingga serokonversi dan IgG aviditydipakai untuk membedakan infeksi baru atau lama. Metoda pemeriksaan laboratorium yang digunakan ialah ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) atau ELFA (enzyme linked immunofuorescent assay).Di samping itu, kultur virus, pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) kualitatif dan kuantitatif, dapat dilakukan untuk mengetahui muatan atau pelepasan virus dalam cairan tubuh. Hasil pemeriksaan mikroskopik sedimen urin rutin pengecatan Sternheimer-Malbin, yaitu penemuan sel epitel tubulus raksasa (giant cell) yang mengandung benda inklusi intranukleus, dipakai untuk mengetahui replikasi virus.

Hepatitis autoimun Hepatitis autoimun adalah penyakit dimana tubuh "menolak" hatinya sendiri. Sistem imun tubuh didisain normalnya untuk melawan infeksi. Ketika kita terinfeksi oleh, katakan, virus, sel-sel darah putih khusus menyerang organisme yang menginfeksi dan mengeliminasinya secara langsung atau menghasilkan protein-protein yang dikenal sebagai antibodi-antibodi yang secara khusus men genali dan membantu menghancurkan organisme. Cukup sering, infeksi-infeksi disertai oleh beberapa (biasanya cukup minor) kerusakan "yang kebetulan" pada jaringan-jaringan yang sehat, oleh sel-sel darah putih sendiri atau melalui produksi dari antibodi-antibodi (dikenal sebagai auto antibodies) terhadap jaringan-jaringan tubuh sendiri.Hal yang sama dapat terjadi ketika jaringan-jaringan dirusak oleh senyawa-senyawa kimia (seperti beberapa tipe-tipe dari obat-obat). Dengan kata-kata lain, kita semua berada dalam keadaan "autoimmunity", namun pada kebanyakan orang-orang ada mekanisme yang mematikan (atau mengontrol) reaksi-reaksi autoimmune oleh sistim-sistim imun kita terhadap jaringan-jaringan kita sendiri. Pada orang-orang dengan AIH, nampaknya bahwa mereka dilahirkan dengan (atau mengembangkan) kerusakan-kerusakan pada sistem kontrol ini sehingga mereka tidak dapat mematikan serangan autoimmune terhadap hati-hati mereka sendiri. Kerusakan-kerusakan serupa nampak hadir pada orang-orang dengan penyakit-penyakit autoimmune dari organ-organ lain, seperti penyakit autoimmune tiroid, myasthenia gravis (yang mempengaruhi syaraf-syaraf dan otot-otot), rheumatoid arthritis(yang mempengaruhi sendi-sendi).9

EtiologiInfeksi HBV terjadi saat persalian yang didapat dari ibu yang terinfeksi. Risiko penularan adalah 70 sampai 90% dari wanita yang positif HBsAg. Hasil transmisi HBV ibu-bayi utamanya berasal dari mikrotransfusi maternofetal selama proses persalinan atau kontak dengan sekret infeksi berada di jalan lahir melalui transmisi transplasental. Diperkirakan sel trofoblas > sel vilus mesenkim > sel endotel kapiler vilus). HBV dapat menginfeksi seluruh tipe sel pada plasenta sehingga sangat menunjang terjadinya infeksi intra uterin, dimana HBV menginfeksi sel-sel dari desidua maternal hingga ke endotel kapiler vilus.HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel mesenkim vilus dan sel endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada janin.HBV terlebih dahulu menginfeksi janin, kemudian menginfeksi berbagai lapisan sel pada plasenta. HBsAg dan HbcAg ditemukan di sel epidermis amnion, cairan amnion, dan sekret vagina yang menunjukkan bahwa juga memungkinkan untuk terjadinya infeksi ascending dari vagina. HBV dari cairan vagina menginfeksi membran fetal terlebih dahulu, kemudian menginfeksi sel-sel dari berbagai lapisan plasenta mulai dari sisi janin ke sisi ibu.4,8Sejak tahun 1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel spermatogenik dan sperma dari pria yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria tersebut, terjadi sequencing pada anak-anaknya sebanyak 98-100%. HBV DNA terutama berada pada plasma ovum dan sel interstitial. Oosit merupakan salah satu bagian yang dapat terinfeksi pula oleh HBV, sehingga transmisi HBV melalui oosit dapat terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi HBV dapat terjadi melalui plasenta dari darah ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi infeksi HBV melalui vagina dan oosit.Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum aktif.Transmisi transplasental dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada trimester ketiga dan secara kuantitatif berhubungan dengan usia gestasi. Status imunologis ibu dan antibodi merupakan komponen kritis untuk kualitas dan spesifisitas dari antibodi yang ditransfer. ASI memperpanjang masa transfer pasif IgG dan IgA. Sebagai imunitas pasif, sekalipun antibodi yang ada melindungi terhadap organisme patogen, namun tidak berperan dalam sistem imun yang memiliki daya memori dan konsekuensinya adalah meningkatnya produksi antibodi yang high avidity, dimana keduanya menunjukkan kemampuan bayi untuk berespon terhadap imunisasi.6Secara minimal, antigen dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil pada repertoire B- dan T-cell pada bayi yang masih polos.Paparan terhadap limfosit yang polos ini meningkat dengan cepat karena banyaknya paparan terhadap antigen yang dimulai sejak kelahiran. Dalam beberapa jam setelah kelahiran, beberapa bayi sudah mendapatkan nutrisi enteral dan spesies bakteri membentuk koloni dalam traktus gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel T repertoire untuk meng-kloning sendiri, juga untuk membentuk diferensiasi khusus penting artinya dalam membentuk respon imunologis aktif. Respon aktif ini merupakan penanda penting dalam menentukan suksesnya imunisasi. Imaturitas dari respon aktif ini menentukan efikasi dan keamanan dari setiap imunisasi terhadap bayi.

Menifestasi KlinisBanyak kasus infeksi HBV tidak bergejala, sebagai dibuktikan dengan angka pengidap petanda serum yang tinggi pada orang yang tidak mempunyai riwayat hepatitis akut. Episode bergejala akut yang biasa, serupa dengan infeksi HAV dari virus hepatitis C (HCV) tetapi mungkin lebih berat dan lebih mungkin mencangkup keterlibatan kulit dan sendi. Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan ALT, yang mulai naik tepat sebelum perkembangan kelesuan (letargi), anoreksi dan malaise sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan. Penyakitnya mungkin didahului pada beberapa anak dengan prodom seperti penyakit serum termasuk atralgia atau lesi kulit, termasuk urtikaria, ruam purpura, sindrom Gianotti-Crosti juga dapat terjadi. Keadaan-keadaan ekstrahepatik lain yang disertai dengan infeksi HBV termasuk polioartritis, glomerulonefritis dna anemia aplastik. Ikterus yang ada pada sekitar 25% individu terinfeksi, biasanya mulai sekitar 8 minggu sesudah pemajanan dan berakhir selama sekitar 4 minggu. Pada perjalanan penyembuhan infeksi HBV yang biasa, gejala-gejala muncul selama 6-8 minggu. Presentase orang-orang yang pada perkembangan bukti klinis lebih tinggi pada HBV daripada HAV, dan angka hepatitis fulminan juga lebih besar. Hepatitis kronis juga terjadi dan bentuk kronis aktif dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoselular.Pada pemeriksaan fisik, kulit dan membrana mukosa adalah ikterik, terutama sklera dan mukosa bawah lidah. Hati biasanya membesar dan nyeri pada palpasi. Bila hati tidak dapat teraba dibawah tepi kosta, nyeri dapat diperagakan dengan memukul iga dengan lembut di atas hati dengan tinju menggenggam. Sering ada splenomegali dan limfadenopati.

Diagnosis serologis.2,3 Adanya HBsAg dalam serum tanpa adanya gejala klinik menunjukkan bahwa penderita adalah pembawa HBsAg, yang merupakan sumber yang penting untuk penularan. Adanya HbeAg dalam serum memberi petunjuk adanya daya penularan yang besar. Bila ia menetap lebih dari 10 minggu, merupakan petunjuk terjadinya proses menahun atau menjadi pembawa virus. Adanya anti HBc IgM dapat kita pakai sebagai parameter diagnostik adanya HBV yang akut, jadi merupakan stadium infeksi yang masih akut. Adanya anti HBc IgG dapat dipakai sebagai petunjuk adanya proses penyembuhan atau pernah mengalami infeksi HBV. Adanya anti HBsAg menunjukkan adanya penyembuhan dan resiko penularan menjadi berkurang dan akan memberi perlindungan pada infeksi baru. Adanya anti HbeAg pertanda prognosis baik.

Skrining untuk HBsAg maternal pada ibu karier merupakan salah satu pemeriksaan rutin antenatal. Walaupun tidak ada bukti bahwa infeksi HBV kronis memiliki efek samping terhadap kehamilan, namun ditemukan bahwa infeksi HBV kronis berhubungan dengan beberapa peningkatan kejadian pada fetal distress, kelahiran prematur, dan peritonitis akibat aspirasi mekonium. Patofisiologi pada fenomena ini belum jelas, namun faktor perbedaan etnik dan aktifitas penyakit pada ibu karier HBsAg juga berperan.Kriteria ibu mengidap Hepatitis B kronis:41) Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan dan tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan.2) Bila disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT pada lebih dari lebih dari 3 kali pemeriksaan dengan interval pemeriksaan antara 2-3 bulan, maka status ibu adalah penderita Hepatitis B kronis.3) Status HBsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HbeAg positif.1,4

PenatalaksanaanPada umumnya bayi dengan ibu HBsAg + memiliki nilai Apgar 1 menit dan 5 menit yang lebih rendah dibandingkan bayi normal. Hal ini dimungkinkan karena adanya kecenderungan bahwa bayi dengan ibu HBsAg+ lahir prematur sebelum 34 minggu.4,8

Status MaternalBayi dgn berat > 2000 gramBayi dgn berat < 2000 gram

HbsAg (+) Vaksin Hepatitis B dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahiran Vaksinasi sebanyak 3 kali, yaitu pada usia 0, 2, dan 6 bulan

Periksa kadar anti HBs dan HBsAg pada usia 9 dan 15 bulan Jika HBsAg dan anti HBs pada bayi negatif (-), berikan vaksinasi ulang 3 kali dengan interval 2 bulan, kemudian kembali periksa Vaksin Hepatitis B dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahiran Vaksinasi sebanyak 4 kali, yaitu pada usia 0, 1, 2-3 bulan, dan 6-7 bulan Periksa kadar anti HBs dan HBsAg pada usia 9 dan 15 bulan Jika HBsAg dan anti HBs pada bayi negatif (-), berikan vaksinasi ulang 3 kali dengan interval 2 bulan, kemudian kembali periksa

Kadar HbsAg tidak diketahui Vaksin Hepatitis B (dalam 12 hari) dan HBIG (dalam 7 hari) jika hasil tes menunjukkan ibu HBsAg + Segera periksa kadar HBsAg ibu Vaksin Hepatitis B dan HBIG dalam 12 jam Jika hasil tes HbsAg ibu belum diketahui dalam 12 jam, berikan bayi vaksin HBIG

HbsAg (-) Sebaiknya tetap lakukan vaksinasi Hepatitis B segera setelah lahir

Vaksinasi 3 kali pada usia 0-2 bulan, 1-4 bulan, dan 6-18 bulan Vaksinasi kombinasi Hepatitis B lainnya dapat diberikan dalam waktu 6-8 minggu Tidak diperlukan tes ulang terhadap kadar anti HBs dan HbsAg Vaksinasi Hepatitis B pertama dalam 30 hari setelah kelahiran jika keadaan klinis baik Vaksinasi 3 kali pada usia 1-2 bulan, 2-4 bulan, dan 5-18 bulan Vaksinasi kombinasi Hepatitis B lainnya dapat diberikan dalam waktu 6-8 minggu Tidak diperlukan tes ulang terhadap kadar anti HBs dan HbsAg

Apabila status HBsAg ibu tidak diketahui, maka bayi preterm dan BBLR harus divaksin Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. Karena reaksi antibodi bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2000 gram masih kurang bila dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gram, maka bayi-bayi kecil tersebut juga harus mendapat vaksin HBIG dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. Bayi-bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin HBIG secepatnya setelah status HBsAg positif ibu diketahui, namun sebaiknya vaksin diberikan sebelum tujuh hari setelah kelahiran bayi tersebut.Apabila diketahui bahwa ibu dengan HBsAg positif, maka seluruh bayi preterm, tidak tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin Hepatitis dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahirannya. Bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin Hepatitis B sesuai dengan jadwal, namun tetap harus diperiksakan kadar antibodi anti-HBs dan kadar HBsAg nya dalam jangka waktu 3 bulan setelah melengkapi vaksinasinya. Jika kedua tes tersebut memberikan hasil negatif, maka bayi tersebut dapat diberikan tambahan 3 dosis vaksin Hepatitis B (ulangan) dengan interval 2 bulan dan tetap memeriksakan kadar antibodi anti-HBs dan HBsAg nya. Jika kedua tes tersebut tetap memberikan hasil negatif, maka anak tersebut dikategorikan tidak terinfeksi Hepatitis B, namun tetap dipertimbangkan sebagai anak yang tidak berespon terhadap vaksinasi. Tidak dianjurkan pemberian vaksin tambahan.Bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram dan lahir dari ibu dengan HBsAg positif mendapatkan vaksinasi Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahiran, dan 3 dosis tambahan vaksin Hepatitis B harus diberikan sejak bayi berusia 1 bulan. Vaksin kombinasi yang mengandung komponen Hepatitis B belum diuji keefektifannya jika diberikan pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Semua bayi dengan ibu HBsAg positif harus diperiksan kadar antibodi terhadap antigen Hepatitis B permukaan (anti-HBS, atau Hepatitis B surface antigen) dan HBsAg pada usia 9 bulan dan 15 bulan, sesudah melengkapi serial imunisasi HBV. Beberapa pendapat mengatakan bahwa tes serologis terhadap antigen dan antibodi tersebut dapat dilakukan 1-3 bulan setelah selesai melaksanakan serial imunisasi Hepatitis B.Menurut meta-analisis terkini pemberian segera vaksin baik berupa rekombinan maupun vaksin plasma yang diikuti pengulangan pada bulan kedua dan keenam sejak kelahiran bayilahir dari ibu dengan HBsAg positif dapat mengurangi kejadian dari Hepatitis B bila dibandingkan dengan pemberian placebo (RR 0,28, 95% CI 0,20-0,40), sedangkan vaksinasi ditambah pemberian HBIg mengurangi kejadian lebih banyak lagi (RR 0,54, 95% CI 0,41-0,73). Angka dari penelitian ini menegaskan pemberian vaksinasi dapat menurunkan kejadian sebanyak hampir 30%, sedangkan pemberian vaksin ditambah HBIg dapat menurunkan angka kejadian hingga 50%.Banyak alasan yang mendukung pemberian vaksin Hepatitis tersebut. Bayi-bayi preterm yang dirawat di rumah sakit seringkali terpapar oleh berbagai produk darah melalui prosedur-prosedur bedah yang secara teoritis tentu saja meningkatkan predisposisi terkena infeksi. Pemberian vaksin lebih awal juga akan memperbaiki jika status maternal HBsAg positif dan juga menghindarkan terpaparnya bayi dari anggota keluarga lainnya yang juga HBsAg positif. Hal ini juga menyingkirkan kemungkinan adanya demam yang disebabkan oleh pemberian vaksin lainnya.Usia kehamilan kurang bulan dan kurangnya berat badan lahir bukan merupakan pertimbangan untuk menunda vaksinasi Hepatitis B. Beberapa ahli menganjurkan untuk tetap melakukan tes serologis 1-3 bulan setelah melengkapi jadwal imunisasi dasar.

Komplikasi Komplikasi yang paling ditakutkan dari hepatitis virus adalah hepatitis fulminan (nekrosis hati masif). Hepatitis B berperan terhadap terjadinya lebih dari 50 % kasus hepatitis fulminan, proporsi yang terukur dari kasus serupa yang dihubungkan dengan infeksi hepatitis virus D (HDV).Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada pada virus hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi dengan HBV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditujukan untuk mempertahankan penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu-satunya pilihan lain. Infeksi HBV juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler primer. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen dan HbBeAg pada kapiler glomerolus merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang.8

Prognosis Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik. Prognosis pengidap kronik HBsAg sangat tergantung dari kelainan histologis yang didapatkan pada jaringan hati. Semakin lama seorang pengidap kronik mengidap infeksi HBV maka semakin besar kemungkinan untuk menderita penyakit hati kronik akibat infeksi HBV tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa 40% pengidap infeksi HBV kronik yang mencapai usia dewasa akan meninggal akibat penyakit hati kronik misalnya sirosis.9Perjalanan HBV pada bayi yang tertular berbeda dengan orang dewasa, yang umumnya mempunyai prognosis jelek. Pada umumnya bayi yang tertular, akan mengidap HBsAg tanpa gejala dan menunjukkan perkembangan tubuh yang normal. Timbulnya HBsAg positif pada bayi tergantung pada masa tunas dari virus B. Pada infeksi perinatal, beberapa minggu pertama setelah kelahiran bayi biasanya HBsAg masih negatif, baru positif setelah berusia 3-5 bulan. Pada infeksi HBV intrauterin sudah dapat ditemukan HBsAg positif pada umur satu bulan pertama.HBsAg biasanya baru positif setelah beberapa waktu, dan akan menetap berada dalam darah dalam jangka waktu yang lama. Sebagian dari penderita ini, titer dari e-antigen akan menunjukkan penurunan sesuai dengan pertumbuhan umur bayi, tetapi tidak jarang bahkan sebagian besar masih menunjukkan HBsAg positif pada dewasa muda, bahkan menetap sampai uisa lanjut. Selama HBsAg masih menetap di dalam darah, maka akan merupakan pengidap yang infeksius. Apalagi kelak menjadi seorang ibu maka akan menyebabkan terjadinya penularan vertikal kepada bayi yang dilahirkan dan juga menyebabkan penularan horizontal kepada sekelilingnya yaitu melalui hubungan seksual dengan suaminya, melalui saliva (bercium-ciuman), inokulasi serum, dan lain-lain. Dengan demikian jumlah pengidap HBV akan terus bertambah.1Selain daripada itu bayi yang tertular HBV akibat penularan vertikal hampir sepertiganya akan menderita penyakit hati kronis yang akan menjurus kearah sirosis hepatis atau karsinoma hati primer (KHP) pada masa akhir hidupnya. Pada umumnya perjalanan penyakit HBV pada bayi lebih buruk daripada orang dewasa. Terjadinya KHP menurut laporan akibat HBV berkisar 7-12 tahun, dan ada pula yang melaporkan sekitar 20 tahun. Penyembuhan sempurna dari HBV pada bayi yang tertular secara vertikal umumnya rendah bila dibanding dengan orang dewasa. Penularan vertikal ini sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi atau pemberian HBIg pada bayi yang dilahirkan.1

KesimpulanFaktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV pada bayi dan anak-anak adalah melalui transfer perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif. Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra uterine, pada masa perinatal, dan pada masa postnatal. Imunisasi sesuai jadwal pada orang-orang dengan suspek kontak positif adalah cara preventif utama untuk mencegah transmisi. Bayi preterm maupun aterm yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, maka tidak tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin Hepatitis dan HBIG dalam 12 jam setelah kelahirannya.Daftar Pustaka1. Pekaryaningsih E, Pendit B.U, Elizabeth J. Corwin. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit Buku Kedokteran EGC; Hal 578-579 Jakarta : 20032. Cindri Wahyuni. Anamnesis. 17 Juni 2011. Diunduh dari www.fkumyecase.net, 20 Juni 2011.3. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.4. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E, Nugroho E, Maulany R.F, Setiawan I. Mikrobiologi Kedokeran (Medical Microbiology). Edisi 20, Penerbit Buku Kedokteran EGC; Hal 450-470. Jakarta : 20025. Surapsari J, Safitri A. Lecture Notes on Infectious Diseases. Edisi 6 Bahasa Indonesia, Penerbit Erlangga; Hal 172, Jakarta : 20066. DiPiro JT, et all. Pharmacotherapy and A Pathophysiologic Approach. Edisi 7, New York: The McGraw Hill Companies, 2008.7. Sulaiman H.A, Akbar H.N, Lesmana L.A, Noer S.M.H, Nurwidya F, Maharani, et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi 1, 2007; hal 201-209.8. Chang T.T, Gish R.G, de Man R. A Comparison of Entecavir and Lamivudine for HbeAg positive chronic Hepatitis B. N England J Med, 2006 Mar 9; 354.9. Wedemeyer H, Manns MP. Epidemiology, Pathogenesis and Management of Hepatitis B: update and challenges ahead. Nature Reviews Gastroenterology & Hepatology; 2010 Jan; 7:31-40.10. Boyer N, Marcellin P. Pathogenesis, Diagnosis and Management of Hepatitis B. Journal of Hepatology; 2000; 32:98-112.