pmks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pmks

Citation preview

32

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesejahteraan sosial menjadi bagian integral dari pembangunan sosial dan merupakan upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, kelompok dan masyarakat dalam kehidupan. Namun, pembangunan kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh Pemerintah sampai saat ini masih menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pendekatan pembangunan yang didasari pada paradigma pertumbuhan dalam implementasinya lebih menekankan pada hasil material dan target akhir daripada pada proses bagaimana pembangunan tersebut dijalankan yang lebih mementingkan pada aspek manusianya (people centered development). Sehingga ini menyebabkan proses pembangunan yang dilakukan tidak merata dan menciptakan kesejangan sosial dan permasalahan sosial di masyarakat. Kondisi negara Indonesia pasca krisis moneter dan ekonomi global dan lokal ternyata belum pulih secara nyata. Hal ini tercermin belum membaiknya kondisi kehidupan masyarakat akibat dampak krisis yang lalu. Dampak krisis moneter dan ekonomi pada semua bidang kehidupan telah membuat kondisi masalah kesejahteraan sosial semakin kompleks dan berkembang, selain masalah kemiskinan, variabel dan bobot permasalahan kesejahteraan sosial lainnya cenderung meningkat. Masalah sosial dilihat dari perkembangannya dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : 1. masalah sosial konvensional yang masih mendominasi terutama kemiskinan dan ketelantaran, kecacatan, keterasingan dan ketertinggalan, ketunaan sosial, dan penyimpangan perilaku, serta akibat bencana.2. Masalah sosial "kontemporer" yang terkait dengan kelangsungan kehidupan sosial seperti korban tindak kekerasan, korban penyalahgunaan Narkoba, perlu memperoleh perhatian yang serius dan berkelanjutan.

Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial (UU No 11 Tahun 2009 pasal 1 dan 2). Pembangunan kesejahteraan sosial ini menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional dimana pembangunan kesejahteraan sosial berperan aktif dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Hal ini karena pada prinsipnya konstruksi pembangunan kesejahteraan sosial terdiri atas serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi kehidupan manusia melalui koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam mengatasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menjadi kerangka kegiatan yang utuh, menyeluruh, berkelanjutan dan bersinergi, sehingga kesejahteraan sosial masyarakat lambat laun dapat meningkat. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan dan muara agenda pembangunan negara, oleh karena itu UUD 1945 mengamanatkan tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan kesejahteraan social. Dalam era otonomi daerah ini, pembangunan kesejahteraan sosial juga menjadi tanggung jawab daerah termasuk didalamnya Pemerintah provinsi sulawesi tenggara. Berbagai permasalahan kesejahteraan sosial yang muncul pada masyarakat Indonesia saat ini, meliputi: menurunnya tingkat ekonomi, penyimpangan norma dan perilaku, meningkatnya masalah sosial, menurunnya kualitas kesehatan, dan meningkatnya kriminalitas. Permasalahan kesejahteraan sosial tersebut dilatarbelakangi adanya perubahan dalam kehidupan masyarakat di era globalisasi saat ini, yang dibarengi dengan meningkatnya kebutuhan hidup, persaingan hidup yang semakin ketat, ketidakmampuan dan keterbatasan masyarakat untuk beradaptasi .Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan/ ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial.Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) merupakan seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar ( kemensos.2012 ).Saat ini Departemen Sosial menangani 22 jenis PMKS, yaitu sebagai berikut :1. Anak Balita Telantar, adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-duanya, meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial.2. Anak Telantar, adalah anak berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan seperti miskin atau tidak mampu, salah seorang dari orangtuanya atau kedua-duanya sakit, salah seorang atau kedua-duanya meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh/pengampu) sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani dan sosial.3. Anak Nakal, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain, serta mengganggu ketertiban umum, akan tetapi karena usia belum dapat dituntut secara hukum.4. Anak Jalanan, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum.5. Wanita Rawan Sosial Ekonomi, adalah seorang wanita dewasa berusia 18-59 tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.6. Korban Tindak Kekerasan, adalah seseorang yang mengalami tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan terdekatnya, dan terancam baik secara fisik maupun non fisik.7. Lanjut Usia Telantar, adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial.8. Penyandang Cacat, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental.9. Tuna Susila, adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dangan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.10. Pengemis, adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara dengan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.11. Gelandangan, adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum.12. Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK) adalah seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal.13. Korban Penyalahgunaan NAPZA, adalah seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.14. Keluarga Fakir Miskin, adalah seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan.15. Keluarga Berumah Tidak Layak Huni, adalah keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratanyang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial.16. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami -istri kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar .17. Komunitas Adat Terpencil, adalah kelompok orang atau masyarakat yang hidup dalam kesatuan kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil, dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya,sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas.18. Korban Bencana Alam, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Termasuk dalam korban bencana alam adalah korban bencana gempa bumi tektonik, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami, angin kencang, kekeringan, dan kebakaran hutan atau lahan, kebakaran permukiman, kecelakaan pesawat terbang, kereta api, perahu dan musibah industri (kecelakaan kerja).19. Korban Bencana Sosial atau Pengungsi, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.20. Pekerja Migran Telantar, adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi telantar.21. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah seseorang yang dengan rekomendasi profesional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup telantar.22. Keluarga Rentan ( KR ), adalah keluarga muda yang baru menikah (sampai dengan lima tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% di atas garis kemiskinan) sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 556.691 penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara yang dikategorikan memiliki masalah sosial. Berikut ini data penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Di Provinsi Sulawesi Tenggara

REKAPITULASI JUMLAH PMKS TINGKAT NASIONAL PER JENIS PMKS TAHUN 2012

Sumber : rekap pmks 2012 kemensos

Sebagian besar 330.010 jiwa atau 59,3% penduduk miskin, 14,8 % Keluarga Fakir Miskin, 11,9 % keluarga dengan rumah tidak layak huni, 4,9 % Wanita Rawan Sosial Ekonomi dan sisanya gelandangan/ pengemis anak nakal, anak jalanan, anak balita terlantar, gelandangan, wanita tuna susila, korban narkoba dan eks napi ( data Kemensos setelah di olah). Dalam analisis tentang identifikasi PMKS Provinsi Sulawesi Tenggara, diketahui bahwa dari 22 jenis PMKS yang ada, bahwa PMKS yang berkait dengan kemiskinan masih menjadi primadona, seperti Penduduk miskin, rumah yang tidak layak huni, dan keluarga rentan.Sementara itu data PMKS di Sulawesi Tenggara, apabila dipilah berdasarkan jumlah PMKS-nya yang berjumlah diatas 1000 orang (diasumsikan masuk dalam kategori PMKS yang berjumlah besar maka munculah 10 jenis PMKS yang kategori teratas berdasarkan jumlahnya. Jika ditelusuri lebih dalam 10 jenis PMKS tersebut, sebagian besar akar permasalahan dimulai dari fenomena kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat. Munculnya jenis PMKS rumah tidak layak huni, keluarga rentan, wanita rawan sosial-ekonomi, anak/balita terlantar dan manula terlantar, kalau dicari sumbernya adalah kemiskinan.Berbagai permasalahan kesejahteraan sosial tersebut merupakan satu keterkaitan permasalahan yang masing-masing memiliki timbal balik negatif. Misalnya keadaan fakir miskin yang dapat berpengaruh terhadap keadaan psikologis, keadaan sosial, dan berbagai permasalahan lainnya, baik pada masyarakat yang secara langsung merasakan hal tersebut, maupun masyarakat secara luas. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi masyarakat Sulawesi Tenggara saat ini sangat perlu perhatian, terutama terhadap Penduduk Miskin dengan keterbatasan diri yang dimilikinya, sehingga sering menjadi korban utama masalah sosial dalam lingkungan.Kemiskinan merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena sebab-sebab natural atau alami, kultural, atau struktural. Kemiskinan karena sebab alami adalah kemiskinan yang disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang langsung atau tidak langsung diakibatkan, oleh berbagai kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan.Semangat desentralisasi kemudian hadir untuk membangkitkan inovasi daerah, dalam melaksanakan pemerintahan yang baik, pelayanan publik yang lebih akuntabel serta dalam pemberdayaan masyarakat. Daerah kemudian diberikan kewenangan untuk dapat melakukan terobosan baru dalam alur pemerintahannya, sudah menjadi tuntutan daerah untuk memberikan yang terbaik bagi perkembangan daerah dan tentunya bagi kesejahteraan masyarakatnya.Saat ini masalah kemiskinan, akses pendidikan, kesehatan dan keberdayaan masyarakat didaerah adalah salah satu isu krusial dalam pembangunan daerah. persoalan ini pula yang menjadi alasan bagi beberapa daerah yang dinilai rendah dalam pelaksanaan otonomi daerahnya. Lemahnya inovasi dari pemerintah daerah kemudian menjadi kendala utama, disamping ketergantungan terhadap dukungan fiskal dari pusat. Perkembangan selanjutnya dalam memecahkan persoalan tersebut, adalah dengan lebih membangun pemerintahan daerah yang lebih partisipatif, akuntabel dan membawa jiwa pembaharu di daerah. dengan lebih mengedepankan adanya kebijakan maupun program pemerintah yang lebih diorientasikan kepada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga esensi otonomi daerah untuk mendekatkan pelayanan publik ke masyarakat tercapai.Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai bagian dari NKRI yang memiliki kewenangan dalam mengatur pemerintahannya sendiri dan berorientasi dalam pembangunan masyarakatnya. Terpilihnya Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2008-2013 melalui pemilukada yakni Nur Alam dan Saleh Lasata, kemudian merancang visi misi daerah sesuai dengan visi misi gubernur dan wakil gubernur. Rancangan visi dan misi ini kemudian dinamakan program BAHTERAMAS.Program Bahteramas yang kemudian disusun selama periode kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara ini, didasarkan pada analisa masalah yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara yakni Pendidikan, Kesehatan, Kemiskinan, Pemberdayaan Masyarakat serta pelayanan publik.1.2. Rumusan masalahBerdasarkan uraian latar belakang diatas kemudian dijabarkan pertanyaan khusus sebagai berikut:1. Bagaimana implementasi kebijakan program Bahterahmas provinsi Sulawesi Tenggara?2. Bagaimana dampak program Bahterahmas terhadap masyarakat Sulawesi Tenggara ?

1.3. Metode penelitianMetode yang dgunakan pada penulisan makalah ini adalah pendekatan kualitatif, sehingga penelitian ini menghasilkan data deskriptif. Berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data (data collection and analysis techniques), penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang menekankan pada pemahaman karena sifatnya yang mempertanyakan makna suatu objek secara mendalam. Pendekatan kualitatif dipilih agar dapat memanfaatkan metode penelitian dengan menggunakan analisis secara induktif dan bersifat deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang mendalam dan akurat yang disesuaikan dengan kondisi dilapangan (Neuman, 2006, h. 46).Selain itu Creswell (2009, h. 4) juga menjelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya- upaya penting seperti mengajukan pertanyaan kepada informan, membuat prosedur dalam mengumpulkan data yang spesifik dari para informan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema yang khusus ke tema umum, dan menafsirkan makna data tersebut.Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis data- data temuan lapangan serta menyajikannya secara deskriptif. Data yang disajikan bukan hanya sekadar data yang terlihat dan terucap, akan tetapi merupakan data yang mengandung makna yang holistik dibalik data yang terlihat dan terucap tersebut. Bentuk laporan dalam penelitian ini berupa tulisan secara deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penanganan masalah kesejahteraan sosial, sehingga berbagai macam fenomena yang terjadi di lapangan akan ditulis secara deskriptif. Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif (describe research).Penelitian deskriptif menggambarkan suatu fenomena sosial secara jelas, sistematis dan faktual. Seperti yang dijelaskan oleh Silalahi (2010, h. 29) bahwa : Tipe penelitian deskriptif digunakan jika ada pengetahuan atau informasi tentang gejala sosial yang akan diselidiki atau dipermasalahkan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari survei literatur, laporan hasil penelitian, atau dari hasil studi eksplorasi. Melalui pengetahuan atau informasi yang dimiliki tentang gejala yang diselidiki dan dengan melakukan pengukuran yang cermat atas masalah tersebut akan dapat dideskripsikan secara jelas dan terperinci tentang apa, siapa, kapan, dimana, bagaimana dan mengapa dari gejalaPenelitian deskriptif mempunyai berbagai tujuan, sebagaimana yang disebutkan oleh Neuman (2006, h. 35) penelitian deskriptif adalah Research in which the primary purpose is to paint a picture using words or numbers and to present a profile, a classification of types, or an outline of steps to answer questions such as who, when, where, and how (Penelitian yang tujuan utamanya adalah untuk menggambarkan dengan menggunakan kata-kata atau angka-angka dan untuk menyajikan sebuah profil, klasifikasi jenis, atau langkah-langkah secara garis besar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti siapa, kapan, dimana dan bagaimana).Dengan demikian maka tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk mencari tahu secara rinci dan lebih tepat terhadap suatu fenomena sosial dengan menyajikan laporan berupa data-data untuk memberikan gambaran dalam penelitian, sehingga kondisi dan latar belakang sosial yang menjadi obyek penelitian dapat disajikan secara sistematis dan faktual menyangkut permasalahan yang terjadi di lapangan. Berdasarkan manfaatnya (audience for and use of research) penelitian ini lebih berorientasi akademis dan ilmu pengetahuan yang disebut basic research atau penelitian murni, karena penelitian ini didasarkan atas ketentuan yang berlaku dalam dunia akademik. (Neuman, 2006, h. 24). Dengan menggunakan jenis penelitian dekriptif, diharapkan dapat dideskripsikan secara sistematis dan faktual mengenai penangan masalah kesejahteraan sosial dan kendal-kendala dalam penyelesaian masalah kesejahteraan sosial.Didalam pengumpulkan data dilapangan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :1. Studi Literatur dan DokumentasiStudi literatur dan dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data sekunder yang dibutuhkan oleh peneliti. Silalahi (2010, h. 291) mengungkapkan bahwa bahan-bahan data sekunder dapat berupa artikel-artikel yang ditemukan dalam surat kabar atau majalah, buku, artikel yang ditemukan dalam jurnal ilmiah, arsip organisasi, publikasi pemerintah, buletin statistik, analisis yang dibuat oleh para ahli, hasil survei terdahulu, laporan penelitian ilmiah dan berbagai dokumen lainnya.Didalam penelitian ini studi literatur dilakukan untuk membahas mengenai konsep dan teori dari para ahli yang berhubungan dengan topik penelitian yang berguna untuk memberikan wawasan dan pemahaman dasar dalam menyusun kerangka pemikiran sebagai landasan konseptual. Untuk memperoleh kerangka pemikiran dan ketajaman terhadap topik penelitian, maka dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data dan informasi dengan cara membaca dan mempelajari literatur berupa buku, jurnal, makalah, surat kabar, artikel, laporan penelitian ilmiah dan berbagai dokumen lainnya. Penulis juga melakukan eksplorasi terhadap data yang dibutuhkan melalui berbagai macam situs di internet untuk mendukung data yang ada, seperti situs resmi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kementerian sosial, BPS dan berbagai alamat situs resmi lainnya.2. ObservasiObservasi merupakan suatu pengamatan khusus yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang faktual dilapangan secara langsung dalam proses melakukan penelitian. Menurut Creswell (2009, h. 267), observasi merupakan teknik pengumpulan data yang menuntut adanya pengamatan dari peneliti secara langsung terhadap objek penelitian, untuk dapat mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi kejadian.Analisis data adalah proses penyederhanaan data dan penyajian dengan mengelompokannya kedalam suatu bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasi. Silalahi (2010, h. 331) menjelaskan bahwa analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian atau untuk menguji hipotesis penelitian yang telah dinyatakan, sehingga peneliti harus memahami variasi metode analisis data yang relevan untuk digunakan dalam penelitian.Proses kegiatan pada teknik analisis data dalam penelitian ini dimulai dari pengumpulan data dari sumber data berupa studi literatur dan dokumentasi, dan observasi. Data yang telah terkumpul tersebut dibaca untuk dipelajari, dipilah-pilah baik data verbal maupun non verbal untuk diklasifikasikan berdasarkan kategori data sehingga menemukan pola yang sesuai dengan tema kajian penelitian ini. Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data menurut Neuman (2006).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Konsep KebijakanDewasa ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas digunakan dalam kaitannya dengan tindakan atau kegiatan pemerintah seperti perilaku negara pada umumnya. Menurut Carl Friedrich (Wahab,2004:3) kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Anderson (wahab,2004: 2) mengemukakan kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.Lebih lanjut Menurut R.S. Parker (Ekowati.2005:5) kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu atau serangkaian prinsip atau tindakan yang dilakukan oleh suatu pemerintah pada periode tertentu ketika terjadi suatu subyek atau krisis. Thomas R. Dye (Subarsono,2006:2) mengungkapkan bahwa kebijakan publik didefiniskan sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Lebih lanjut Mas Roro Lilik Ekowati (2005:4) dalam bukunya Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program, mengatakan bahwa kebijakan publik mempunyai beberapa implikasi sebagai berikut :1. Kebijaksanaan Negara itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan-tindakan dari pemerintah.2. Kebijaksanaan Negara itu tidak cukup hanya dinyatakan, tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata.3. Kebijaksanaan Negara itu, baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, itu mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.Untuk lebih melengkapi rumusan kebijakan, lebih lanjut Miftah Thoha (2002:59-60) berpendapat bahwa dalam arti yang luas, kebijakan mempunyai 2 (dua) aspek pokok, yaitu:1. Kebijakan merupakan pratika sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan demikian suatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan dipergunakan pula untuk kepentingan masyarakat.2. Kebijakan adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan, baik untuk mendamaikan klaim dari pihak-pihak yang konflik atau untuk menciptakan insentif terhadap tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menciptakan tujuan, akan tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha bersama tersebut.Kalau kita simak rumusan dan pendapat berkait pengertian kebijakan, kedua aspek pokok tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada satu pihak, kebijakan dapat berbentuk suatu usaha yang komplek dari masyarakat untuk kepentingan masyarakat, di lain pihak kebijakan merupakan suatu teknik atau cara untuk mengatasi konflik yang menimbulkan insentif.2.2. Konsep Kebijakan PublikDalam berbagai referensi ilmiah, kaitannya dengan studi kebijakan, penggabungan antara kata kebijakan dan publik menjadi kebijakan publik (public policy) merupakan salah satu topik pokok yang sering dikaji. Menurut Thoha (2002:56), orang pertama yang menggambarkan ide tentang kebijakan yang publik dapat dipelajari secara sistematis adalah John Dewey. Di dalam bukunya Logic: The Theory of Inquiry, Dewey memberikan perhatian terhadap sifat eksperimen dari cara mengukur kebijakan. Ilmuwan ini berhasil menggambarkan bagaimana rencana-rencana tindakan harus dipilih dari berbagai alternatif dan bagaimana mengamati berbagai akibat yang dapat dipergunakan sebagai uji coba yang tepat.Hasil buah pemikiran John Dewey (Thoha,2002:57) tersebut kemudian digunakan oleh Harold Lasswell seorang eksperimentalis ilmu politik yang pertama kali mempertajam ide ilmu kebijakan sebagai disiplin yang tidak terpisahkan dari disiplin ilmu-ilmu lain. Lasswell (dalam Nugroho, 2003:3) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan proyek-proyek tertentu. Menurut pandangannya, kebijakan merupakan studi tentang proses pembuatan keputusan atau proses memilih dan mengevaluasi informasi yang tersedia, kemudian memecahkan masalah-masalah tertentu. Adapun kebijakan publik sebagaimana yang dirumuskan oleh Easton (Thoha,2002:62-63) merupakan alokasi nilai yang otoritatif oleh seluruh masyarakat. Akan tetapi, hanya pemerintah sajalah yang berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari nilai-nilai tersebutSelanjutnya, kebijakan publik menurut Thomas R Dye (Wahab,2004 :4) merupakan apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan ataupun untuk tidak dilakukan (whatever government choose to do or not to do). Dalam pengertian ini, pusat perhatian dari kebijakan publik tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan termasuk apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah itulah yang memberikan dampak cukup besar terhadap masyarakat seperti halnya, dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Anderson (Ekowati, 2005:5) mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Lebih lanjut dikatakan Anderson, ada elemen-elemen penting yang terkandung dalam kebijakan publik antara lain mencakup:a. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.b. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat pejabat pemerintah.c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.d. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).e. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa.Kebijakan publik mempunyai implikasi (Irfan Islamy, 2002:18-19):a. Kebijakan itu berbentuk pikiran tindakan pemerintah.b. Tindakan pemerintah itu dialokasikan kepada seluruh masyarakat.c. Tindakan pemerintah itu mempunyai tujuan tertentu.Menurut Nakamura dan Smalwood (Ekowati. 2005 : 6), kebijaksanaan publik berarti serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana untuk mencapai tujuan tersebut. Pressman dan Wildavsky mendefinisikan kebijakan publik sabagai suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bias diramalkan. Di lain pihak, Amara Raksasatya (Ekowati. 2005 : 8) berpendapat bahwa kebijakan itu adalah sebagai suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga suatu kebijaksanaan itu akan memuat tiga elemen, yaitu :a. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi yang ditetapkan.Menurut Riant Nugroho (2003: 50), kebijakan publik hadir dengan tujuan tertentu yaitu untuk mengatur kehidupan bersama untuk mencapai tujuan (visi dan misi) bersama yang telah disepakati. Dari sini kita dapat meletakkan kebijakan publik sebagai manajemen pencapaian tujuan nasional. Jadi, untuk sementara dapat kita simpulkan bahwa :1. Kebijakan publik mudah untuk dipahami, karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional.2. Kebijakan publik mudah diukur karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh.

2.3. Teori Implementasi KebijakanSuatu kebijakan publik yang telah disahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak diimplementasikan secara maksimal dan benar. Hal ini disebabkan karena implementasi kebijakan publik berusaha untuk mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak kedalam realita nyata. Maka harus ada implementor yang konsisten dan profesional untuk mensosialisasikan isi kebijakan tersebut. Dengan kata lain, bahwa pelaksanaan kebijakan publik berusaha menimbulkan hasil (outcome) yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran (target groups).Implementasi (implementation) menurut Kamus Ilmiah Populer mempunyai arti pelaksanaan atau penerapan Implementasi kebijakan publik sebagai "getting the job done and doing it". Dalam melaksanakan implementasi kebijakan menuntut adanya syarat antara lain adanya orang atau pelaksana, uang, dan kemampuan organisasional. Implementasi dalam hal ini merupakan proses mendapatkan sumber daya tambahan, sehingga dapat menghitung apa yang harus dikerjakan. Apa yang dikemukakan diatas paling tidak kebijakan memerlukan dua macam tindakan berurutan: pertama, merumuskan tindakan yang akan dilakukan; dan kedua, melaksanakan tindakan apa yang telah dirumuskan tadi.Menurut Nugroho (2003:158), implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (tidak lebih dan tidak kurang). Selanjutnya Nugroho (2003:158) mengemukakan bahwa perencanaan atau sebuah kebijakan yang baik akan berperan menentukan hasil yang baik. Konsep (yang didukung data dan informasi masa depan) kontribusinya mencapai proporsi sekitar 60 persen terhadap keberhasilan kebijakan tersebut dan proporsi sekitar 40 persen terhadap implementasi yang harus konsisten dengan konsep.Berdasarkan hasil suatu penelitian diperoleh bahwa implementasi kebijakan merupakan hal yang krusial, karena dari konsep-konsep perencanaan, rata-rata konsistensi implementasi dicapai antara 10 persen sampai dengan 20 persen saja (Nugroho, 2003:158) Dalam implementasi kebijakan publik, terdapat dua pilihan langkah yang dapat dilakukan, yakni langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Pada prinsipnya, kebijakan bertujuan untuk melakukan intervensi. Dengan demikian, implementasi kebijakan pada hakaketnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendiri.Teori Teori Implementasi Kebijakan sebagaimana dikutip dari buku AnalisisKebijakan Publik oleh Subarsono (2005) adalah:1. Teori George C. Edwards III (1980)Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III adalah:a. KomunikasiKeberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Tujuan dan sasaran tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan tedadi resistensi dari kelompok sasaran.b. SumberdayaIsi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompentensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tetapi, sumberdaya dan kebijakan hanya menjadi dokumen saja.c. DisposisiDisposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektifd. Struktur BirokrasiStruktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.Gambar 2.1Teori Implementasi Kebijakan Menurut Edward III

2. Teori Merilee S GrindleKeberhasilan implementasi menurut Merille S. Grindle (1980) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Variabel isi kebijakan mencakup :a. sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan.b. jenis manfaat yang diterima oleh target group.c. sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan.d. apakah letak sebuah program sudah tepat.e. apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci.f. apakah sebuah program didukung sumberdaya yang memadaiSedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup:a. seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.b. karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa.c. tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.Gambar 2.2Teori Implementasi Kebijakan Menurut Grindle

3. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (Subarsono, 2005)Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu :a. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasi. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.b. Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non manusia (non-human resources).c. Hubungan antar organisasi. Dalam banyak program implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.d. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.e. Kondisi sosial, politik dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok- kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakeristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.f. Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting yakni: a) respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan c) intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Adapun teori implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn adalah sebagai berikut :Gambar 2.3 Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (Subarsono, 2005)

Mencermati beberapa teori implementasi kebijakan di atas, ada beberapa faktor dominan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Faktor faktor tersebut dapat dilihat dalam matriks taksonomi berikut ini :Tabel 2.1Taksonomi Teori Implementasi KebijakanGeorge C. Edward IIIMerilee S. GrindleVan Meter & Van Horn

KomunikasiIsi Kebijakan : Kepentingan Kelompok Sasaran Tipe Manfaat Derajat perubahan yang diinginkan Letak Pengambilan keputusan Pelaksanan Program SumberdayaKomunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

SumberdayaLingkungan Implentasi : Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat Karakteristik lembaga dan penguasa Kepatuhan dan daya tanggapSumberdaya

Disposisi Disposisi Implementor Karakteristik Badan Pelaksana

Struktur BirokrasiStandar dan sasaran kebijaksanaan

Kondisi lingkungan sosial, politik, dan

Ekonomi

Dari pemaparan pada tabel 2.1, dapat dilihat bahwa Teori Edward III lebih menekankan pada aspek kelembagaan, artinya kesuksesan program tergantung dari lebaga tersebut, seperti personil dan kepemimpinannya. Tetapi, manajemen program menjadi lemah karena orientasinya lebih pada pengembangan organisasi. Pada Teori Grindle lebih memfokuskan pada sisi manajemen, artinya tujuan yang realistis harus mampu dicapai. Pada Teori Van Meter dan Van Horn sendiri fokusnya lebih kompleks, artinya teori ini memfokuskan baik pada lembaga (organisasi) maupun manajemennya.Dalam penelitian ini penulis cenderung mengacu pada teori implementasi dari Grindle karena tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji implementasi program Bahterahmas dari sisi ketepatan sasaran, ketepatan jumlah dan ketepatan waktu, yang mengacu pada aspek manajemen.Fenomena isi kebijakan Teori Grindle meliputi enam hal, yaitu :1. Kepentingan kelompok sasaranKepentingan kelompok sasaran perlu diperhatikan, ini adalah salah satu variabel yang harus diperhatikan dalam sebuah program kebijakan. Dengan mengetahui kepentingan kelompok sasaran maka akan mempermudah pencapaian efisiensi dan efektivitas dari setiap program yang dilaksanakan.2. Manfaat yang diterimaHal ini terkait dengan kepentingan kelompok sasaran, dengan adanya kejelasan kepentingan kelompok kepentingan kelompok sasaran maka akan dapat terwujud kemanfaatan yang optimal yang dapat diterima dan dirasakan oleh kelompok sasaran.3. Perubahan yang diinginkanSetiap program yang dilaksanakan tentu saja bertujuan untuk memperbaiki atau mengubah kondisi yang ada menjadi kondisi yang lebih baik dan dapat menguntungkan semua pihak, yaitu pemerintah sebagai implementor dan juga masyarakat sebagai kelompok sasaran.4. Ketepatan programProgram yang dilaksanakan diharapkan dapat tepat sasaran kepada mereka yang layak untuk menjadi sasaran dari program yang ada. Ketepatan program harus sangat diperhatikan oleh para implementor, hal ini karena apabila terjadi kekeliruan akan berdampak adanya kesiasiaan dari program yang dilakukan.5. Kejelasan implementorImplementor adalah mereka yang melaksanakan atau pelaku dari implementasi suatu program. Dengan adanya kejelasan implementor akan memeperlancar pelaksanaan program yang ada.6. SDM yang memadaiImplementor yang melaksanakan program seharusnya memenuhi standar kualitas yang baik. Memadai dalam hal ini adalah memadai dalam hal kualitas dan kuantitas sehingga SDM yang ada mencukupi bagi pelaksanaan program yang dibuat.Sementara Lingkungan implementasi meliputi tiga hal, antara lain:1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi implementasi Kekuasaan dan kepentingan yang dimiliki dari sebuah implementasi yang ada diharap mampu mewujudkan kehendak dan harapan rakyat. Strategi implementasi akan dapat mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan program yang sedang dilaksanakan.2. Karakteristik rezim yang berkuasa lni akan berpengaruh pada kebijakan yang diambil pemerintah. Apabila rezim yang berkuasa mengedepankan kepentingan rakyat maka kesejahteraan rakyat akan dapat dengan mudah terwujud, karena rezim yang seperti ini akan mengedepankan kepentingan rakyat. Namun yang terjadi akan sebaliknya apabila rezim lebih mengutamakan kepentingan kelompok atau pribadi. Dalam keadaan ini rakyat akan dipojokkan dan tidak menjadi prioritas utama, sehingga rakyat menjadi korban dari rezim kepemimpinan rezim yang berkuasa.3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran Kelompok sasaran diharapkan dapat berperan aktif terhadap program yang dijalankan pemerintah, karena hal ini akan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dari pemerintah. Pada dasarnya program yang dilakukan adalah demi kepentingan rakyat, sehingga rakyat disini diharapkan dapat seiring sejalan dengan pemerintah. Rakyat harus mampu menjadi partner dari pemerintah, sehingga dapat menilai kinerja pemerintah. Ini akan dapat memepermudah untuk mengadakan koreksi terhadap kesalahan atau kekeliruan yang terjadi sehingga akan dapat lebih mudah dan lebih cepat dibenahi serta program dapat berjalan sebagaimana mestinya.Dengan adanya berbagai macam teori implementasi kebijakan publik, kita harus memilih teori yang tepat, guna menyelesaikan masalah yang hendak dibenahi. Kita harus jeli memilih teori yang sesuai dengan kebutuhan kebijakan yang kita pilih. Namun ada satu hal yang paling penting, yakni implemnetasi kebijakan haruslah menampilkan keefektifan dari kebijakan itu sendiri.Menurut Richard Martland (Nugroho. 2003: 179), pada prinsipnya ada empat "tepat" yang perlu penuhi dalam hal pencapaian keefektifan implementasi kebijakan.1. Pertama, adalah kebijakannya itu sendiri sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijakan yang ada, telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Sisi kedua dari kebijakan adalah apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan. Sisi ketiga, adalah apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan yang sesuai dengan karakter kebijakannya.2. Tepat yang kedua adalah tepat pelaksanaannya. Aktor implementasi tidaklah hanya pemerintah. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah,masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan. Kebijakan yang bersifat monopoli, seperti KTP. Kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat, seperti penanggulangan kerniskinan. Kebijakan yang bersifat mengarahkan kegiatan masyarakat.3. Tepat yang ketiga adalah tepat target. Ketepatan ini berkaitan dengan tiga hal. Pertama, apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, tidak tumpang tindih, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. Kedua, apakah target dalam kondisi siap untuk diintervensi atau tidak. Ketiga, apakah intervensi kebijakan bersifat baru atau memperbaharui implementasi kebijakan sebelumnya.4. Tepat keempat adalah tepat lingkungan. Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan dan lingkungan eksternal kebijakan. Lingkungan kebijakan yaitu interaksi antara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan lembaga lain yang terkait.Lingkungan eksternal sebagai variabel eksogen terdiri dari opini publik, yaitu persepsi publik kebijakan dan implementasi kebijakan, lembaga interpretasi dengan lembaga strategik dalam masyarakat, individu tertentu yang mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan.2.4. Deskripsi Singkat Program BAHTERAMASBerawal dari Visi Misi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, dalam pemilukada Sultra 2008-2013. maka, terpilihnya pasangan Nur Alam dan Saleh La Sata menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2008-2013 menjadi awal pelaksanaan program BAHTERAMAS. Dimana Visi dan Misi Gubernur kemudian menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) selama lima tahun.Program BAHTERAMAS sebagai visi dan misi kepala daerah dalam pencalonannya pada pemilukada, kemudian menjadi dasar dalam pembentukan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara 2008-2013 yang merupakan Rencana Strategis Daerah, secara sistematis telah menjabarkan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih yang merupakan pedoman bagi seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam merumuskan rencana-rencana pembangunan daerah selama lima tahun.Sebagai bagian dari Visi dan Misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, kemudian program Bahteramas menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), disisi lain hal itu juga sebagai rencana strategis dari satuan perangkat kerja dibawahnya. Adapun gambaran program Bahteramas dalam penerjemahan sebagai Rencana Pembangunan Daerah adalah, sebagai berikut;

Gambar 2.4. Kerangka Program BAHTERAMAS dalam RPJMD SULTRA

Secara hirarki dalam perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), diawali pada tingkat nasional yang kemudian menjadi rujukan pada tingkat provinsi hingga Kota/kabupaten disusun untuk saling mendukung satu sama lain, maka posisi program BAHTERAMAS dalam RPJMD Provinsi adalah juga merupakan skema yang akan diperhatikan oleh pemerintah daerah dibawahnya. Berdasar pada hal tersebut diatas kemudian RPJMD tertuang menjadi Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tingkat Provinsi.Dari dokumen RPJMD tingkat provinsi tersebut kemudian dijabarkan menjadi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang menjadi pedoman bagi seluruh SKPD dibawahnya untuk menyusun Rencana Kerja (Renja) masing-masing. Sama halnya juga, dalam hirarki pembentukan RPJMD tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah 5 (lima) tahunan sehingga membentuk suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan daerah dan nasional.

Lebih jelasnya hirarki dalam perumusan RPJM terhadap RPJP Nasional adalah ;Gambar 2.5 Hirarki Penyususan Rencana Pembangunan

Dari kerangka diatas dapat dilihat keterhubungan (linkage) dari program pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten, dalam implementasi program Bahteramas. Sehingga keberhasilan dalam implentasi program tersebut dipengaruhi juga dengan konsensus atau komunikasi yang dibangun antara pemerintah provinsi dan pemerintah daerah dibawahnya.Adapaun jabaran dari tiga program utama BAHTERAMAS tersebut adalah, ditujukan pada ;1. Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (BOP)Cakupan dalam program ini memiliki tujuan tujuan khusus, yakni pembebasan biaya operasional Pendidikan adalah : (a) mendorong dan memotivasi pengelola pendidikan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja secara profesional dalam melaksanakan tugas, (b) memberikan arah kebijakan Pemprov. Sultra mendorong penyelenggara pendidikan sesuai standart pelayanan minimal, (c) menciptakan cakupan pendidikan secara merata kepada seluruh penduduk usia sekolah pada jenjang Sekolah Dasar s.d Sekolah Menengah, (d) Meningkatkan AngkaPartisipasi Kasar (APK) dalam rangka mendukung program Wajar Dikdas 9 tahun menuju pada pelaksanaan wajib belajar pendidikan 12 tahun.Biaya Operasional Pendidikan (BOP) adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berjalan secara teratur dan berkelanjutan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Adapun sasaran program adalah :1. Bebas biaya pendaftaran siswa baru2. Pengadaan/ penggandaan buku teks, bahan ajar dan LKS3. Pemberian Insentif Guru4. Pengembangan Profesi guru5. Pembiayaan Perpustakaan dan Administrasi Sekolah6. Pembiayaan kegiatan Ekstrakurikuler7. Pengadaan Alat Peraga dan bahan praktikum8. Pembiayaan Ujian Sekolah dan9. Perawatan langganan Daya dan Jasa.

2. Pembebasan Biaya Pengobatan (PBP)Cakupan dalam program ini adalah pembebasan biaya pelayanan pengobatan kepada masyarakat miskin, disamping itu penanggungan biaya perujukan berobat hingga kelas III pada Rumah Sakit Daerah (RSUD). Disamping itu ditunjang dengan peningkatan penggunaan anggaran dalam bidang kesehatan dalam realiasasi APBD Provinsi Sulawesi Tenggara, yakni memberikan besaran 10 % realisasi APBD untuk membiayai program tersebut lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya (Dokumen RPJMD SULTRA 2008-2013).

3. Bantuan Keuangan (Block Grant) kepada Desa, Kelurahan dan Kecamatan.Pada tahun 2008, Gubernur Sulawesi Tenggara mencanangkan program Bahteramas (Bangun Kesejahteraan Masyarakat). Program ini mencakup pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (BOP), pelayanan kesehatan gratis, serta dana block grant kepada pemerintah desa sebesar Rp. 100 juta per tahun. Untuk merealisasikan program Bahteramas yang terkait dengan block grant, pemerintah provinsi telah mengalokasikan sejumlah dana yang sebagian besar berada pada pos belanja transfer, yakni dalam bentuk bantuan keuangan kepada pemerintah desa.Bantuan Keuangan/ Block Grant adalah Pemberian Bantuan yang bersifat materi atau dalam bentuk keuangan yang diberikan oleh suatulembaga atau organisasi yang tertinggi kepada lembaga atau organisasi dibawahnya yang bersifat hibah. Bantuan ini menjadi dasar atau acuan dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Tujuan khusus dari bantuan ini adalah meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pemerintahan tingkat desa dan kelurahan, terutama dalam kewenangannya pada pengelolaan keuangan. Disamping itu, tujuan khusus dari bantuan keuangan ini adalah mengembangkan serta singkronisasi program-program pemerintah tingkat diatasnya, mendorong partisipasi masyarakat ditingkat desa dan kelurahan dalam program pemerintah, serta meningkatkan kapasitas Pemerintah Lokal dalam melaksanakan kewenangan dibidang perencanaan, penganggaran dan pembangunan pada umumnya.Dari gambaran tersebut nampak bahwa, program BAHTERAMAS tersebut selain ditujukan pada membangun kesejahteraan masyarakat namun juga ditujukan pada peningkatan partisipasi masyarakat serta derajat kesehatan masyarakat. sehingga prospek pemberdayaan masyarakat sebagai potensi bidang sumberdaya manusia di Provinsi Sulawesi Tenggara dapat tercapai dengan baik.Selanjutnya akan diberikan gambaran umum pelaksanaan program BAHTERAMAS, karena lingkup provinsi yang mana menjadi acuan pemerintahan Kota/ Kabupaten dalam menyusun RPJMD Kota/ Kabupaten, dan tentunya RPJMD kota/kabupaten mengacu pada penjabaran visi dan misi dari kepala daerah (Walikota/ Bupati). Disisi ini kemudian tentunya pelaksanaan program Bahteramas tersebut, dangat dipengaruhi dengan konsesus yang dibanguan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten. Maka alur pelaksanaan akan dijabarkan secara umum berdasarkan kondisi wilayah, didukung pula dengan data BPS, Bappenas Provinsi Sulawesi Tenggara, serta dokumen terkait pelaksanaan program, disamping itu juga keterlibatan SKPD di tingkat daerah dibawah juga sebagai aktor dalam pelaksanaan implementasi program.

BAB IIIPEMBAHASAN 3.1. Implementasi kebijakan program BahterahmasOtonomi daerah memberikan ruang bagi daerah untuk dapat mengatur pemerintahannya sendiri, daerah kemudian dituntut untuk memberi prakarsa bagi pemanfaatan potensinya dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya. Melalui kebijakan yang ditujukan kepada upaya mensejahterakan masyarakat tersebut, tentu pemerintah daerah harus melahirkan sebuah kebijakan yang dapat menjawab permasalahan yang ada didaerah. Sebuah kebijakan publik dirumuskan karena adanya beberapa hal, diantaranya adalah untuk memecahkan sebuah masalah yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, mengatur dan mengendalikan masyarakat, melakukan kegiatan tertentu, untuk mencapai tujuan tertentu, mengalokasikan sumberdaya kepada masyarakat, dan tentunya kebijakan publik dilakukan oleh instansi yang berwenang, yang dalam hal ini adalah pemerintah.Program BAHTERAMAS (Bangun Kesejahteraan Masyarakat) dirumuskan berdasarkan adanya sebuah permasalah di daerah, dan dari masalah tersebut menjadi visi dan misi gubernur dan wakil gubernur terpilih di Sulawesi Tenggara. Adanya pengelolaan Sumberdaya yang belum optimal dikelola, karena belum memberikan manfaat yang maksimal terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun dalam upaya peningkartan pendapatan daerah. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya konkrit, sistematis dan lebih terfokus untuk memanfaatkan sumberdaya daya yang tersedi dalam upaya meningkatkan dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat ( Dokumen RPJMD Sulawesi Tenggara 2008-2013 ).Melalui potensi yang belum dikelola masksimal tersebut, maka dibuatlah program Bahteramas sebagai sebuah kebijakan publik. kemudian dijabarkan secara ekplisit dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008-2013. Dengan mengangkat dua Klausul Membangun dan Kesejahteraan yang tujuannya tentu menciptakan Kesejahteraan Masyarakat. Kebijakan ini difokuskan pada tiga program yakni Pembebasan Biaya Operasional Sekolah (BOP), Pembebasan Biaya Pengobatan (PBP) dan Bantuan Keuangan Block Grant kepada Desa, Kelurahan dan Kecamatan.Sejumlah implikasi praktis perlu diupayakan implementasinya demi efektivitas Bahteramas dalam mendorong keberdayaan masyarakat dan otonomi desa/kelurahan. Implementasi Bahteramas idealnya didasarkan pada kondisi eksisting desa/kelurahan. Pada desa/kelurahan yang kesadaran kritis dan daya organisir diri masyarakatnya telah terkuatkan melalui proyek lain seperti PPK, P2KP, driving change Oxfam, MFP-DFID dan sebagainya, Bahteramas idealnya dapat langsung berkontribusi bagi dorongan prakarsa dan swadaya masyarakat. Pada desa/kelurahan dimana prakarsa dan swadaya masyarakat telah berhasil didorong oleh proyek yang berjalan, Bahteramas seyogianya hadir untuk menskenariokan exit strategy dan menjamin integrasi pencapaian kedalam pola formal pembangunan daerah. Sedangkan pada desa/kelurahan yang sama sekali belum tersentuh program pemberdayaan sebelumnya, berarti Bahteramas harus sepenuhnya mendorong tahap-tahap pemberdayaan masyarakat secara utuh, mulai dari persiapan sosial, penghantaran sumberdaya, dorongan prakarsa dan swadaya komunitas, perluasan dan ekspansi kegiatan komunitas, hingga perwujudan otonomi desa/kelurahan. Untuk itu diperlukan saling konsultasi berkelanjutan antara fasilitator komunitas dengan pengambil kebijakan dan perencana daerah. Di satu sisi, sejumlah arahan sosial demi perwujudan visi kabupaten/kota dan provinsi harus menjadi wawasan bagi fasilitator komunitas dalam mendampingi berjalannya siklus social learning masyarakat; di sisi lain karakteristik struktural fungsional, aspirasi kebutuhan dan masalah serta prakarsa dan swadaya komunitas harus menjadi wawasan bagi pengambil kebijakan dan perencana daerah dalam menskenariokan arah dan kecepatan perubahan makro daerah. Ini adalah prakondisi bagi tersinergikannya otonomi desa/kelurahan dengan arahan sosial daerah.Sebelum dan sambil Bahteramas berjalan implementasinya, perencana daerah, fasilitator komunitas dan berbagai pihak pengelola program di desa/kelurahan idealnya membangun log-frame bersama untuk kerangka monitoring dan evaluasi Bahteramas secara bersinergi dengan program lainnya. Logika intervensi mulai dari penyadaran, pengorganisasian, penyusunan rencana oleh masyarakat, pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat, dan seterusnya; idealnya telah dikerangkakan indikator luaran (output), sasaran (objectives), tujuan (goals) dan tujuan akhirnya (overall-goals); sumber verifikasi dari tiap indikator; serta cara memverifikasinya. Namun demikian, harus disadari pula bahwa akan terdapat fleksibilitas upaya di tengah perjalanan Bahteramas, karena itu log-frame akan selalu disesuaikan dengan arah fleksibilitas tersebut.Diperlukan kesadaran dan tindakan kolaborasi multipihak diantara pengelola proyek di tingkat desa/kelurahan. Bagaimanapun, desa/kelurahan serta masyarakat saat ini telah mengalami pengkompleksan dalam hal kehadiran sejumlah lembaga dalam mendorong perubahan, baik donor, program pusat, kegiatan SKPD, inisiatif LSM, pengabdian perguruan tinggi, dan sebagainya. Fasilitator komunitas dan perencana daerah idealnya secara bersama membangun forum bagi sejumlah multipihak ini, mengkonsolidasikan kontribusi R-O-N bagi keberdayaan masyarakat dan otonomi desa, menyepakati aturan main bersama, serta mempertemukan arahan daerah dengan praktek proyek mereka. Bagaimanapun, setiap pihak yang hadir di daerah untuk dan atas nama pembangunan, idealnya tunduk pada visi dan kebijakan pembangunan tatanan tersebut, bukan sekedar upaya ad-hoc yang arah perubahannya tidak terkonsolidasikan satu sama lain. Program Bahteramas yang merupakan turunan dari visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara yang terpilih, yang kemudian dijadikan sebagai rujukan dalam RPJMD Sulawesi Tenggara 2008-2013 adalah sebuah rumusan kebijakan pemerintah provinsi yang ditujukan untuk mensejahterakan masyarakat daerah. kebijakan tersebut kemudian disusun dengan fokus pada tiga program utama, sejumlah mekanisme, pelibatan struktur organisasi pemerintahan dibawahnya serta kelompok sasaran dari kebijakan tersebut (beneficaries).Terlihat bahwa Program Bahteramas tersebut merupakan usulan dari Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai janji politik mereka dalam pilkada. Sehingga program ini bukanlah diawali dari adanya permasalahan yang muncul dari masyarakat. namun dari data menunjukkan bahwa potensi serta sumberdaya yang belum optimal dimanfaatkan menjadi titik persoalan di putuskannya program tersebut. Sehingga dalam alur formulasi kebijakan Program Bahteramas langsung menjadi agenda kebijakan yang mana pemerintah merasa terdorong untuk melakukan tindakan tersebut.Disisi lain bahwa dalam kerangka otonomi daerah, maka pemimpin daerah dipilih secara demokratis oleh masyarakat melalui pilkada. Maka kecenderungan perbedaan kendaraan politik kepala daerah bisa berbeda-beda dalam satu provinsi, maka untuk melihat preses sebuah kebijakan publik didalam administrasi publik daerah, tentunya tidak terlepas dari arena kepentingan politik. Salah satu keberhasilan sebuah kebijakan publik terutama dalam arena pemerintahan daerah, pada gilirannya tidak terlepas dari konsesus yang terbangun ditingkat kepala daerah.Untuk itu dalam hal ini kebijakan Bahteramas yang merupakan bagian dari keputusan Kepala Daerah tingkat Provinsi merupakan Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalisasikan. Namun dalam salah satu program Bahteramas yakni Block Grant, yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian kinerjanya Pemerintah Provinsi mengeliarkan Peraturan Gubernur SULTRA Nomor 25 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Desentralisasi Fiscal Kegiatan Bantuan Keuangan pada Desa/ kelurahan se-Sulawesi Tenggara, yang kemudian dirubah kembali menjadi Peraturan Gubernur SULTRA Nomor 33 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis Operasional (PTO) Program Bantuan Keuangan Desa/Kelurahan/Kecamatan se-Provinsi Sulawesi Tenggara.Dalam fokus kebijakan Bahteramas kemudian mencakup tiga fokus program yakni, Pembebasan Biaya Operasional Sekola, Pembebasan Biaya Pengobatan dan Block Grant bagi desa/kelurahan/kecamatan se-Provinsi Sultra. Secara garis besar kemudian hal ini diterjemahkan dalam RPJMD Provinsi dan Rensra SKPD hingga menjadi rujukan bagi daerah membuat RPJMD Kota/Kabupaten. Secara ringkas dapat digambarkan mekanisme implementasi kebijakan tersebut adalah ;

Gambar 3.1 Kerangka Kebijakan Bahteramas

V I S IMembangun Kesejahteraan Masyarakat Sulawesi Tenggara tahun 2008-2013M I S IMembangun Kualitas SDMRevitalisasi Pemerintahan Pembangunan EkonomiMemantapkan KebudayaanMempercepat Pembangunan Infrastruktur DaerahRPJMD SUL-TRA2008 - 2013Pembebasan Biaya Operasional PendidikanPembebasan Biaya PengobatanBantuan Keuangan (Block Grant)Kelompok Sasarannya;Anak Sekolah mulai SD hingga SMA, Guru, dan peralatan sekolahKelompok Sasarannya;Masyarakat Miskin, dengan skema bantuan hingga pada pelayanan kelas III di RSUDKelompok Sasarannya;Pemerintah Desa (100 juta/tahun), Kelurahan dan KecamatanKESEJAHTERAAN MASYARAKAT

3.1.1. Pelaksanaan Program BAHTERAMASSecara umum pelibatan aktor/ implementor dalam pelaksanaan program ini adalah Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Bappeda Kabupaten/Kota, BPK Provinsi Sulawesi Tenggara, BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara, SKPD/Instansi Vertikal, Kantor Kementerian Keuangan cabang kota Kendari, akademisi dan peneliti dari universitas/perguruan tinggi di kota Kendari, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta masyarakat penerima manfaat.Dalam pelaksanaannya, Program Bahteramas kemudian didasarkan pada pembentukannya dalam RPJMD yang dijabarkan kedalam fokus program yang dimaksud dalam program Bahteramas Sulawesi Tenggara. Untuk lebih memudahkan penggambaran pelaksanaanya maka akan dibagi menjadi tiga fokus utama program Bahteramas tersebut. Disamping itu juga akan dikemukakan secara beruntun yakni keterlibatan aktor/ Implementator, Mekanisme Pelaksanaanya hingga kelompok sasaran dalam program tersebut.a. Pembebasan Biaya Operasional Sekolah.Diawali dengan pembentukan Peraturan Gubernur No 24 tahun 2008 tentang Pembebasan BOP Pendidikan dasar dan Menengah. Dimana pada fokus program ini adalah pembebasan biaya operasional pendidikan (BOP), kemudian melibatkan aktor sebagai implementator program ini adalah yakni Dinas Pendidikan Provinsi dan juga tentu Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, Kepala Sekolah, serta guru-guru sekolah dan Komite Sekolah.Mekanisme pelaksanaan program ini yakni dengan pelibatan stakeholder, kepala sekolah, dewan guru dan juga komite sekolah dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS). Walaupun mekanisme ini kurang berjalan baik disebabkan pelibatan dewan guru dan komite sekolah terkadang terabaikan terutama didaerah.Menurut hasil analisis keuangan publik provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012, Setidaknya sejak tahun 2009 diperkirakan sebagian besar belanja pendidikan pemerintah provinsi dialokasikan melalui transfer (bantuan keuangan, hibah, dll). Proporsi belanja pendidikan provinsi meningkat hingga 12 persen tahun 2009, namun kembali menurun hingga 4 persen pada tahun 2011. Penurunan belanja pendidikan dalam dua tahun terakhir diperkirakan karena sebagian besar belanja pendidikan provinsi dialokasikan melalui belanja bantuan kependidikan seperti Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), beasiswa, dll. Program yang ditujukan pada sekolah tingkat SD hingga SMA ini, mencakup pada pembebasan biaya pendaftaran siswa baru, Pengadaan/ penggandaan buku teks, bahan ajar dan LKS, Pemberian Insentif Guru, Pengembangan Profesi guru, Pembiayaan Perpustakaan dan Administrasi Sekolah, Pembiayaan kegiatan Ekstrakurikuler, Pengadaan Alat Peraga dan bahan praktikum, Pembiayaan Ujian Sekolah dan Perawatan langganan Daya dan Jasa.b. Pembebasan Biaya PengobatanMelalui Peratuan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 41 tahun 2009 tentang pembebeasan biaya pengobatan. Adapun dalam program ini melibatkan aktor atau implemetator antara lain; Dinas Kesehatan Provinsi/Kota/Kabupaten, Rumah Sakit Daerah, Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulawesi Tenggara. Disamping itu pelibatan masyarakat miskin sebagai sasaran program ini adalah diperlukan, sebagai bagian dari keperluan pendataan yang komprehensif.Mekanisme pelaksanaan program ini didasarkan pada hak-hak masyarakat di bidang kesehatan dalam bentuk hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai sehingga risiko penularan penyakit dan kekurangan gizi semakin berkurang. Untuk itu dalam pelaksanaanya, pemerintah daerah melakukan pendataan terhadap jumlah dan pesebaran masyarakat miskin didaerah, yang kemudian diberikan kesempatan untuk mendapatkan pembebasan biaya pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah.Namun pada posisi ini, belum diketahu lebih jelas mekanisme yang diberikan kepada penerima manfaat dari program ini yakni masyarakat miskin. Terutama dalam penanganan di RSUD karena yang dipakai standarisasi bantuan ini adalah RSUD kelas III, sedangkan RSUD kelas III tersebut hanya berada di wilayah perkotaan. Sehingga masyarakat di daerah pedesaan dan terluar belum dapat merasakan manfaat tersebut.Sebagai contoh adalah seperti yang dikemukakan dalam hasil analisis keuangan publik provinsi Sulawesi Tenggara, bahwa Meskipun pada skala provinsi berbagai rasio fasilitas maupun tenaga kesehatan per penduduk sudah mengalami perbaikan, namun masih diwarnai kesenjangan yang tinggi antar kabupaten/kota. Dua kabupaten yang baru mekar (Buton Utara dan Konawe Utara) masih belum memiliki RSUD. Meskipun di beberapa daerah sudah terdapat rumah sakit, namun rasio tempat tidur RS per penduduk masih timpang. Rasio ketersediaan Puskesmas, Pustu dan tenaga kesehatan pada skala provinsi sudah cukup baik, namun pada tingkat kabupaten/kota masih menunjukkan kesenjangan. Peran pemerintah provinsi diperlukan dalam mendorong pengurangan ketimpangan rasio fasilitas dan tenaga kesehatan antar kabupaten/kota.c. Bantuan Keuangan (Block Grant) kepada Desa, Kelurahan dan KecamatanBantuan Keuangan (Block Grant) berupa bantuan dana sebesar 100 juta perdesa dalam setahun, yang dijabarkan melalu Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 25a Tahun 2008 tentang Block Grant. Adapun keterlibatan aktor atau implementator pada bantuan Keuangan (Block Grant) kepada Desa, Kelurahan dan Kecamayan, yakni melibatkan Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Desa hingga tokoh masyarakat tingkat desa.Disamping itu juga, pemerintah Provinsi membentuk lembaga keuangan berupa Bank sebagai sarana penyalur bantuan keuangan yakni; melalui Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Bank Pengkreditan Rakyat Bahteramas. Dengan tujuan (Pasal 6) untuk untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian rakyat Sulawesi Tenggara dan pembangunan daerah serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat.Block grant ke desa merupakan salah satu dari tiga pilar utama program Bahteramas (Bangun Kesejahteraan Masyarakat). Pada tahun 2008, Gubernur Sulawesi Tenggara mencanangkan program Bahteramas dimana Program block grant merupakan salah satu prioritas dalam dalam program tersebut. Untuk merealisasikan program Bahteramas yang terkait dengan block grant, pemerintah provinsi telah mengalokasikan sejumlah dana yang sebagian besar berada pada pos belanja transfer, yakni dalam bentuk bantuan keuangan kepada pemerintah desa. Alokasi block grant bersifat sama untuk semua desa tanpa memperhitungkan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, dll.Pentahapan penetapan Program Bantuan Keuangan/Block Grant Desa/Kelurahan ditetapkan melalui mekanisme pengambilan keputusan masyarakat dalam Musrenbangdes/kel,dengan kegiatan :1. Pra Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), yakni melakukan Identifikasi Potensi dan Permasalah, dan Melakukan evaluasi program yang belum terdanai tahun sebelumnya.2. Pelaksanaan Musrenbang, Musrenbang Desa/ Kelurahan merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi bagi masyarakatDesa dalam pengambilan keputusan terhadap program dan kegiatan pembangunan Desa/ Kelurahan yang dihadiri oleh seluruh stakeholder. pelaksanakan musrenbang yang substansinya terdiri dari : Penjelasan mekanisme musrenbang Evaluasi kegiatan tahun lalu atau kendala-kendala pelaksanaan pembangunan desa/kelurahan Diskusi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan Menetapkan skala prioritas program dan kegiatan, lokasi, volume, pelaksana serta sumber dan besarnya dana setiap kegiatan. Mengesahkan program dan kegiatan yang telah tersusundalam matrik Daftar Kegiatan dan Anggaran (DKA). Menutup kegiatan musrenbang dengan membacakan hasil hasil yang telah ditetapkan dalam musrenbang.3. Pasca Musrenbang, Untuk menjamintransparansi dan akuntabilitas pelaksnaan hasil musrenbang maka program dan kegiatan yang telah ditetapkan disebarluaskan kepada masyarakat melalui : Diumumkan melalui papan pengumuman di Kantor/Balai Desa, di tempat Ibadah dan lain lain. Bila memungkinkan disampaikan secara tertulis kepada setiap warga (rumah tangga) Desa/kelurahan.Tentunya dalam pelaksanaan musrembang tersebut membutuhkan partisipan dalam implementasi program tersebut, yaitu ;a. Kepala Desa/Lurah dan Aparat Desa/Kelurahanb. Badan Perwakilan Desa (BPD)c. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)d. Wakil dari masing-masing Dusun/RW/RTe. Tim Penggerak PKK / Dasa Wismaf. LSM / Organisasi Masyarakatg. Tokoh Masyarakat, tokoh agamah. Anggota masyarakat lainnya yang berminat untuk hadirKemudian pihak-pihak yang mengikuti Musrembang tersebut diberikan Bimbingan Teknis Pengelolaan Bantuan Keuangan Desa/Kelurahan, Kepala Desa beserta seluruh warga masyarakat secara bersama sama dapat menyusun atau membuat Proposal Program dan Kegiatan prioritas Desa/Kelurahan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam hal ini adalah Tim Verifikasi Proposal dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi.Secara umum gambaran mengenai pelaksanaan program Bahteramas seperti disebut diatas, walaupun memang sampai saat ini belum ada data pasti mengenai capaian program, mekanisme serta implikasi yang menyertainnya. Terakhir melalui Analisis keuangan publik yang dilakukan dan tertulis dalam dokumen hasilnya, bahwa masih banyak seputar kinerja program Bahteramas ini yang belum menunjukkan adanya realisasi nyata.Namun perhitungan dari manfaat yang didapat dalam analsisi tersebut, hanya didasarkan pada asumsi perhitungan besaran belanja yang dilakukan pemerintah kota dan kabupaten yang digabungkan pula dengan jumlah belanja anggaran pemerintah provinsi berdasarkan bidang yang menjadi fokus dalam program Bahteramas.3.1.2. Lingkungan KebijakanSebuah kebijakan publik tentu tidak terlepas dari ruang dan waktu dimana kebijakan tersebut dilaksanakan. Disisi ini, Kebijakan Bahteramas kemudian hadir dalam konsesus yang terbangun diantara kepala daerah provinsi beserta kepala daerah dibawahnya. Sehingga untuk melihat jalannya implementasi potensi seperti yang disebutkan diatas akan sangat memberi pengaruh pula.Seperti yang dikemukakan Riant Nugroho (2009) menyatakan bahwa proses yang terjadi dalam administrasi publik inilah yang menghasilkan kebijakan publik (public policy) sebagai sebuah respons terhadap masalah bersama yang dilihat melalui perspektif proses politik yang ada (exiting political process). Untuk itu, sebuah kebijakan publik senantiasa berinteraksi dengan dinamika kondisi politik, ekonomi, sosial dan kultural tempat kebijakan itu eksis. Bahkan dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah melting pot atau hasil sintesis dinamika politik, ekonomi, sosial dan kultural tempat kebijakan itu sendiri berada.Sehingga dinamika lingkungan kebijakan tidak saja dipengaruhi oleh adanya kepentingan politik namun juga ada dimensi hukum dan manajemen. Dimensi hukum disini menyangkut bahwa kebijakan merupakan produk hukum yang mengikat kepada seluruh penyelenggara negara dalam hal ini penyelenggara pemerintahan. Maka, dapat dilihat bahwa kebijakan Bahteramas yang dirumuskan dalam RPJMD Daerah Provinsi menjadi kerangka acuan bagi Pemerintah Kota/Kabupaten dalam menyusun RPJMD Daerah Kota/Kabupaten, dan pada gilirannya pelibatan unsur penyelenggara pemerintahan tingkat Kota/Kabupaten menjadi berpengaruh juga dalam implementasi sebuah kebijakan, tidak terlepas juga dari kebijakan Bahteramas tersebut.Dalam melakukan model implementasi kebijakan publik harus disesuaikan dengan isu kebijakannya, sebagaimana yang digambarkan Matland (dalam Nugroho, 2012; 710), pendekatan ini relevan kerana dalam penelitian ataupun analisis tentang implementasi kebijakan, kita cenderung tidak membedakan karakter kebijakan publik yang satu dan yang lain, kebijakan publik tentang pajak adalah relevan diimplementasikan secara administratif. Kebijakan publik tentang penanggulangan korupsi atau penanggulangan kemiskinan sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan politik. Kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah yang seluas-luasnya seharusnya dilaksanakan secara selektif hanya pada kawasan-kawasan yang siap, dan pola penyelenggaraan bersifat eksperimentasi, guna membatasi risiko kegagalan.Sejalan dengan itu, kebijakan dalam program Bahteramas inipun dapat dilihat karakteristik dominannya pada mekanisme pelaksanaan dilapangan. Diatas telah dijelaskan dalam lingkungan kebijakan yang mana, kebijakan ini berasal dari Visi dan Misi Gubernur terpilih yang kemudian dijadikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJD) Provinsi Sulawesi Tenggara, maka dapat disebutkan kebijakan ini bersifat top down yang menjadi turunan dalam perumusan kebijakan di tingkat pemerintah bawahnya.Secara umum dari gambaran diatas dapat dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam implementasi program ini adalah Top Down Model, yakni dengan mengacu pada program yang diturunkan dari visi dan misi kepala daerah dan buka berasal dari keinginan-keinginan publik. walaupun memang anggapan dalam pembuatan visi misi tersebut didasarkan pada pembacaan lingkungan daerah serta permasalahannya.Namun kemudian jika dilihat pada salah satu fokus kegiatannya yakni melalui program block grant yang dalam mekanisme penyalurannya melalui Pra Musrembang-Musrembang dan pasca musrembang tingkat desa. Untuk kemudian dijadikan acuan dalam monitoring dan evalusi dalam penggunaan anggaran. Jadi, walaupun secara umum terlihat bahwa kebijakan ini terlihat top down namun juga dilakukan secara bottom up. Dari sini dapat disimpulkan bahwa, faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan model implementasi dari kebijakan Bahteramas ini adalah Birokrasi dalam arti luas adalah faktor administratif. Seperti yang digambarkan oleh Nugroho (2012; 705) dalam model implementasi yang salah satunya adalah dengan pendekatan Self Implemented atau menggunakan model administratif. Masuk dalam kelompok ini adalah kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan pelayanan publik yang bersifat mendasar dan itu dilakukan secara langsung oleh pemerintah sendiri. Tentu dari definisi ini menyangkut pada dua fokus program tersebut yakni Pendidikan dan Kesehatan sebagai pelayanan dasar di daerah.3.1.3. Pelaksana/Implementor KebijakanAktor/ implementor dalam pelaksanaan program ini adalah Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Provinsi Sulawesi Tenggara, Bappeda Kabupaten/Kota, BPK Provinsi Sulawesi Tenggara, BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara, SKPD/Instansi Vertikal, Kantor Kementerian Keuangan cabang kota Kendari, akademisi dan peneliti dari universitas/perguruan tinggi di kota Kendari, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta masyarakat penerima manfaat.Disisi lain, Pelaksana atau implementor kebijakan dalam hal ini bisa berasal dari pemerintah maupun pihak diluar pemerintah seperti LSM, Organisasi, Partai Politik dan Lain-lain. Untuk program Bahteramas tersebut jelas bahwa keterlibatan Pemerintah Provinsi terutama SKPD Provinsi yang ada kaitannya dengan program tersebut, disamping itu juga pelaksanan tingkat pemerintah daerah.Namun ada pihak berbeda dalam program Bahteramas ini, yakni pembentukan Perusahaan Daerah Bank Pengkreditan Rakyat (BKR) Bahteramas. Yang kemudian menjadi sarana penyaluran dana Block Grant selain tugas-tugas sebagai lembaga keuanga di daerah Sulawesi Tenggara.Menurut Winarno (2011; 221-224) membagi dua aktor dalam implementasi kebijakan yaitu aktor resmi dan tidak resmi. Yakni aktor resmi terdiri dari agen Pemerintah (Birokrasi), eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan aktor tidak resmi terdiri dari kelompok penekan dan organisasi masyarakat.Sedangkan karakteristik aktor yang mucul dari program tersebut adalah dengan model implementasi yang dikemukakan oleh Gerge Edward III (1981; 1) menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan bureaucratic structures. Akan dijelaskan satupersatu kaitannya dengan implementasi program Bahteramas untuk melihat kecenderungan yang terjadi.Komunikasi (communication) berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik dan sikap serta tanggapan dari para pihak yang terlibat. Dalam implementasi kebijakan Bahteramas terlihat bahwa kecenderungan komunikasi dibangun dalam kerangka kebijakan peraturan daerah yang akan dilaksanakan oleh pemerintah Kota/Kabupaten. Sebagai contoh adalah dalam hal pengawasan mengenai dana Block Grant tidak langsung dilakukan SKPD tingkat Provinsi, sehingga banyak ditemukan adanya kepala desa/kelurahan yang agak nakal dan tidak tahu peruntukan dana tersebut.Resources, menyangkut ketersediaan sumberdaya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Pada kebijakan Bahteramas sumberdaya memang dianggap kurang, karena sebagian besar sumberdaya yang dialokasikan dalam bentuk anggaran. Contoh terlihatnya hal ini pada pendampingan Dewan Guru dan Komite Sekolah dalam penyusunan Anggaran Belanja Sekolah.Disposition or Attitude berkenaan dengan kesediaan para implementor untuk carry out kebijakan publik tersebut. Karena kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Hal ini terlihat pada masih banyaknya porsi anggaran untuj kesehatan yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai atau administratur.Struktur birokrasi (bureaucratic structures) berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh lebih efektif. Didalam pelaksanaan kebijakan Bahteramas masih ditemukan kurangnya koordinasi dan kerjasama di antara lembaga di daerah dan pihak dunia usaha. Misalnya adalah pembentukan BPR Bahteramas namun dalam penanganan pelaku UMKM di daerah dilakukan melalui Dinas Perindustrian dan Koperasi yang notebene berkerjasamanya dengan Bank BRI. Disini terjadi ketimpangan dan kurangnya koordinasi antara lembaga pemerintah yang ada.Keterlibatan aktor dalam implementasi kebijakan Bahteramas dapat digambarkan sebagai berikut ;Gambar 2. 2Aktor/ Implemetator Kebijakan Bahteramas

Tingkat Pem. ProvinsiPemerintah Provinsi SULTRADinas Kesehatan Prov. SultraDinas Pendidikan Prov. SultraBadan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Prov. SultraBank Perkreditan Rakyat (BPR) Bahteramas Provinsi Sultra.RSUD Provinsi

Implementator BAHTERAMAS

Implementator BAHTERAMASTingkat Pem. Kota/ KabupatenBadan Pemberdayaan Masyarakat Pem. Kota/KabupatenBank Perkreditan Rakyat (BPR) Cab. Kota/Kab.Pihak Sekolah Kota/Kab.RSUD Kab/Kota Tim Fasilitator Kota/KabTim Fasilitator KecamatanLPM tingkat Kelurahan dan DesaPerangkat Pemerintahan DesaTokoh Masyarakat

Sebagai proses lebih lanjut setelah suatu program dirumuskan dalam keputusan-keputusan (decision) oleh para aktor adalah bagaimana program itu diimplementasikan. Tentunya suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Ketika sebuah kebijakan publik dapat mencapai tujuannya maka kebijakan tersebut harus di implementasikan (Nugroho, 2012;674).Sedangkan wahab (1997) mengutip pengertian implementasi dalam kamus webster bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means to carrying out (menyebabkan sarana untuk melaksanakan sesuatu) to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu), dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan/kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit presiden).Sebuah kebijakan akan diketahui manfaat dan tujuannya ketika diimplementasikan, disamping itu pengendalian dan faktor pelaksananya juga menjadi point penting disini. Menurut Barret dan Fudge, Implementasi kebijakan adalah kegiatan untuk menjabarkan keputusan kebijakan ke langkah yang lebih operasional untuk dilakukan melalui tindakan koordinasi substansial berbagai faktor dan lembaga untuk memastikan sumber-sumber tersedia dan memastikan segala sesuatu terjadi sebagaimana yang diinginkanSecara lebih ekplisit Jones (1987) menyatakan Implementasi sebagai proses mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya. Dalam Nugroho (2012; 674) untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplemntasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijkan derivat atau turunan dari kebijakan tersebut.Ditambahkan pula bahwa, kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau perda adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung operasional antaralain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas dan lain-lain.Proses implementasi lebih rinci dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabatier (1981, dalam Nugroho, 2012; ) menyatakan bahwa Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata....baik yang dikehendaki atau yang tidak...dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan yang bersangkutan.Seperti yang dinyatakan diatas bahwa implementasi suatu kebijakan publik merupakan suatu proses untuk meweujudkan tujuan-tujuan yang telah dipilih dan ditetapkan untuk menjadi kenyataan. Pengorganisasian tujuan-tujuan tersebut melalui peraturan perundang-undangan, yang merupakan bagian yang terpenting dan tidak dapat dipisahkan dengan lingkungannya dalam proses kebijakan. Dengan perkataan lain, implementasi suatu kebijakan-kebijakan erat dengan faktor manusia, dengan pelbagai latar belakang aspek sosial, budaya, politik dan sebagainya.Terakhir mengenai proses Implementasi dapat kita mengutip apa yang dikemukakan oleh Anderson (1979, dalam Nugroho, 2012), secara ringkas menyatakan bahwa dalam mengimplementasikan suatu kebijakan ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu; (1) who is involved in policy implementation (siapa yang dilibatkan dalam implementasi); (2) the nature of the administrative process (hakekat proses implementasi); (3) compliance with policy (kepatuhan atas suatu kebijakan); dan (4) the effect of implementation or policy contetnt and impact (efek atau dampak dari isi implementasi).Sejalan dengan pemikiran Anderson bahwa untuk menunjukkan prasyarat bagi keberhasilan implementasi kebijakan, menurut Brigman dan Davis (2004 dalam Domai 2011; 71-72) adalah ;a. Disadari oleh postulat atau hipotesis yang baik mengenai sebab akibat, maka kemungkinan besar kebijakan tersebut sulit diimplementasikan.b. Memiliki langkah-langkah yang tidak terlalu banyak dan kompleks.c. Memiliki prosedur akuntabilitas yang jelas.d. Pihak yang bertanggungjawab memberikan pelayanan harus terlibat dalam perumusan desain kebijakan.e. Melibatkan monitoring dan evaluasi yang teratur.f. Para pembuat kebijakan harus memberi perhatian yang sungguh-sungguh terhadap implementasi seperti halnya dalam perumusan kebijakan.Dalam berbagai arahan Gubernur Sulawesi Tenggara ditekankan bahwa tanggung jawab pelaksanaan program BAHTERAMAS bukan hanya terletak pada SKPD yang memiliki tupoksi secara langsung seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Badan Pemberdayaan Masyarakat, tetapi SKPD lainnya harus berperan secara aktif. Melalui kebijakan reposisi khususnya pengembangan klaster, maka peran seluruh SKPD semakin diperkuat.1. Melakukan kajian program dan kegiatan yang akan dikembangkan sesuai Tupoksi SKPD,2. Membuat design fisik,3. Membuat analisis manfaat,4. Menyusun proposal program dan kegiatan.5. Menyusun RKA-SKPD BAHTERAMAS, setelah memperoleh penetapan dari Tim Verifikasi Klaster Bahteramas.Untuk mendukung pelaksanaan BAHTERAMAS didukung oleh lembaga yang bersifat koordinatif dengan melibatkan berbagai elemen pemerintahan terkait. Kelembagaan BAHTERAMAS dimaksud terdiri dari : Tim Verifikasi Klaster Bahteramas ; Tim Monioting Dan Evaluasi Klaster Bahteramas ; Tim Pengedalian/Pengawasan Bahteramas ; Badan Pengelola Program Stretagis Dan Kawasan (Setara Eselon Ii) ; Rapat Kerja Desa (Rakerdes)1. Tim Verifikasi Klaster BAHTERAMASa. Struktur Tim : Ketua : Assisten yang membidangi, Anggota : Unsur Bappeda, Staf Ahli/Staf Khusus, Biro Adm. Pembangunan, Biro Keuangan, Inpektorat Provinsi,b. Tugas Tim : Melakukan Verifikasi atas proposal Klaster Bahteramas-SKPD, Mengajukan ke Gubernur Rekapan Klaster Bahteramas-SKPD untuk memperoleh penetapan (SK), Melakukan verifikasi atas usulan RKA-Bahteramas SKPD.2. Tim Monitoring dan Evaluasia. Struktur Tim Monev : Ketua : Assisten yang membidangi, Anggota : Bappeda, Inpspektorat Provinsi, Kesehatan, Pendidikan, BPMD, Staf Ahli/Khusus, Biro Adm.Pembangunan, Biro keuangan,b. Tugas : Melakukan pengumpulan data dan informasi atas pelaksanaan BAHTERAMAS, Menemukenali masalah, keunggulan dan kelemahan pelaksanaan BAHTERAMAS, Membuat laporan Hasil Monev Bahteramas, Membuat Rekomendasi berdasarkan hasil monev untuk penyempurnaan program BAHTERAMAS.

3. Tim Pengedalian/Pengawasan Bahteramas,a. Internal : Pengawasan Melakat/SKPD, Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota.b. Eksternal : BPK Sosial/Masyarakat4. Rakerdes BahteramasMenjadi agenda tahunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara tujuan :a. Menyatukan persepsi dalam pelaksanaan program BAHTERAMAS,b. Membangun kebersamaan dan menumbuhkan rasa memiliki dan ikut bertanggungjawab atas pelaksanaan Program BAHTERAMAS,c. Membangun KOMITMEN bersama dalam mempercepat kesejahteraan Sulawesi Tenggara melalui Program BAHTERAMAS.

3.2. Dampak Implementasi Kebijakan BAHTERAMASHal tersulit dalam pelaksanaan implementasi sebuah kebijakan adalah bagaimana melakukan pengendalian terhadap masalah atau ancaman yang muncul. Dalam pelaksanaan program Bahteramas ini juga tentunya tidak terlepas dari adanya masalah yang muncul, yakni masalah mekanisme pelaksanaan, pelibatan aktor di daerah, hingga dukungan kesiapan basis data. Masalah dalam implementasinya akan dijelaskan menurut pembagian fokus program masing-masing, yaitu;a. Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan.Dalam program ini masih ditemukan beberapa permasalahan, salah satunya adalah data yang diturunkan dalam Dokumen Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012, yang mana menunjukkan tidak adanya data yang pasti dalam penggunaan belanja daerah bidang pendidikan. Namun Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah Sulawesi Tenggara relatif lebih baik dibanding nasional pada tingkat SD dan SMA, dengan tingkat pemerataan dan kesetaraan gender dalam pendidikan yang juga baik. Pada tingkat SD dan SMA, APM Sulawesi Tenggara sudah lebih baik dari nasional, namun untuk tingkat SMP sedikit dibawah rata-rata nasional. Tingkat partisipasi sekolah antar kelompok pendapatan juga menunjukkan adanya pemerataan pendidikan. Bahkan, pada tingkat SMP dan SMA kelompok termiskin memiliki APM lebih tinggi dibanding kelompok terkaya. Dari sisi kesetaraan gender, Sulawesi Tenggara juga lebih baik dari nasional. Untuk tingkat SMP dan SMA, APM perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Selain itu, dari sisi pencapaian target RPJMD, provinsi Sulawesi Tenggara sudah mencapai target APM SD yang telah ditetapkan antara 95-100, namun belum mencapai target untuk APM SMP dan SMA yang berturut-turut ditetapkan antara 95-100 untuk SMP, dan 65-75 untuk SMA. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Sulawesi Tenggara, bahkan untuk APK-pun, target RPJMD provinsi untuk tingkat SMP dan SMA belum tercapai.Disisi lain, dalam ditemukan bahwa Terdapatnya hanya sebagian kecil stakeholder yang berpartisipasi, misalnya pada aspek perencanaan pendidikan