Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DI NATIONAL PARALYMPIC
COMMITTEE SURAKARTA
(Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Interpersonal antara Pelatih dan
Atlet Difabel di Organisasi National Paralympic Committee Surakarta)
PROPOSAL SKRIPSI
Disusun oleh:
TRIMUKTI OKTAVIASARI
NIM D121OO74
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN
Disetujui oleh Dosen Pembimbing
Untuk Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II
Drs. H. Nuryanto, M.Si Drs. H. Hamid Arifin, M.Si.
NIP. 19490831 197802 1 001 NIP. 19600517 198803 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN
Telah Diuji dan Disahkan Oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji :
1. Ketua : Dra. Hj. Sofiah, M.Si (
NIP. 19530726 197903 2 001
2. Sekertaris : Nora Nailul Amal, S.Sos, MLMEd, Hons
NIP. 19810429 200501 2 002
3. Penguji I : Drs. H. Nuryanto, M.Si
NIP. 19490831 197802 1 001
4. Penguji II : Drs. H. Hamid Arifin, M.Si
NIP. 19600517 198803 1 002
Mengetahui ,
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Prof. Drs. H. Pawito, Ph. D
NIP. 19540805 198503 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
Perjalanan ribuan mil diawali dari satu langkah.
(Lao-tzu)
Believe, and you've got to fight for every dream
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya ini Penulis Persembahkan
untuk:
Mama dan papa tercinta yang
selalu mengiringi setiap langkah
dengan doa
Kakak, adik, dan keluarga
tercinta yang selalu memberi
semangat.
Teman-teman, dan sahabat yang
selalu mendukung ku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur yang senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Pola Komunikasi
Interpersonal di National Paralympic Committee Surakarta (Studi Deskriptif
Kualitatif Pola-Pola Komunikasi Interpersonal antara Pelatih dan Atlet Difabel di
Organisasi National Paralympic Committee Surakarta
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk melengkapi syarat-
syarat dalam meraih gelar Sarjana dalam program studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan
dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, pengarahan, saran, motivasi, yang
sangat berarti bagi penulis. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Drs. Pawito. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik
Univesitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Dra. Hj. Sofiah, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. H. Nuryanto, M.Si, selaku dosen pembimbing 1.
5. Drs. H. Hamid Arifin, M.Si, selaku dosen pembimbing 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
6. Bapak Drs. Rio Suseno, selaku Pembina 1 NPC Surakarta
7. Bapak Prajudi, Bapak Gatot, Ibu Budi, Bapak Rakimin, Bapak Prayitno,
selaku pelatih NPC Surakarta.
8. Mas Fajar, Mas Agus, Mas Bambang, Maria, Mas Danang, terimakasih atas
waktu dan kesempatan yang diberikan untuk bertanya.
9. Papa dan Mama tercinta, terima kasih yang setulus-tulusnya atas semua doa
dan dorongannya, serta selalu mendidik, mendukung, dan memotivasi selama
menempuh pendidikan.
10. Mbak Riri, Mbak Risa, Sekar, Mas Happy, Mas Aris, Diaz, Arkan, Afiqa,
terima kasih atas dukungan dan doanya.
11. Teman-teman seperjuangan komunikasi non regular angkatan 2010.
12. Semua pihak yang telah membantu terselesakannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna dan
masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, dengan kelapangan hati
penulis terbuka dalam menerima kritik maupun saran sehingga skripsi ini
menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Surakarta, 24 Januari 2013
Penulis
Trimukti Oktaviasari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
MOTTO iv
PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR BAGAN . xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
ABSTRAK xv
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 5
E. Landasan Teori 6
1. Komunikasi 6
2. Pola Komunikasi 9
3. Komunikasi Interpersonal 11
4. Pelatih 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
5. Atlet Difabel 27
F. Kerangka Pemikiran 31
G. Metodologi Penelitian 32
1. Jenis Penelitian 32
2. Lokasi Penelitian 33
3.SumberData 33
4. Teknik Pengumpulan Data 33
35
35
7. Teknik Analisis Data 35
a) Pengumpulan data 37
b) Reduksi data 37
c) Penyajian data . 37
d) Penarikan Kesimpulan 37
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya National Paralympic Committee
(NPC) Surakarta 40
B. Keputusan Musornas YPOC ke VI-1993 di Yogyakarta 41
C. Pengesahan KONI pusat atas perubahan nama 42
D. BPOC Daerah dan cabang 42
E. Kantor dan Prasarana 47
F. Visi, Misi, dan Tujuan 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
G. Logo Organisasi NPC 49
H. Struktur Organisasi 50
BAB III SAJIAN DAN ANALISA DATA
A. Pola Komunikasi Interpersonal Antara Pelatih dan Atlet Difabel
54
1. Komunikasi pelatih dan atlet difabel menggunakan metode tatap
54
2.Komunikasi pelatih dan atlet difabel menggunakan
59
B. Pola Komunikasi Interpersonal Antara Pelatih dan Atlet Difabel
NPC Surakarta yang terjadi di luar latihan (informal).......... 61
61
2. Rasa empati pelatih terhadap atlet 64
C. Aliran komunikasi yang terjadi antara pelatih dan atlet difabel NPC
Surakarta pada saat latihan 64
D. Pesan yang disampaikan pelatih dan atlet difabel NPC Surakarta
saat berinteraksi ... 67
E. Hambatan yang terjadi dalam komunikasi interpersonal yang
dilakukan pelatih dan atlet difabel NPC 73
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 77
B. Saran 79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR BAGAN
BAGAN 1
Model Komunikasi Wilbur Schramm (Sirkuler) 21
BAGAN 2
Model Analisis Interakti 38
BAGAN 3
Bagan Struktur Organi 53
BAGAN 4
Aliran Komunikasi Antara Pelatih dengan Atlet Difable Tuna Daksa NPC
Surakarta 65
BAGAN 5
Aliran Komunikasi Antara Pelatih dengan Atlet Diabel Tuna Rungu NPC
66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.
Pelatih dan atlet saat mengawali latihan di Stadion Manahan
Surakarta 55
GAMBAR 2
Atlet tuna rungu cabang renang sedang membaca program yang diberikan
pelatih 58
GAMBAR 3
63
GAMBAR 4
Cued speech............................................................................................ 69
GAMBAR 5
Gatot memimpin pemanasan dengan menggunakan jari sebagai kode angka........................................................................................................ 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Interview guide penelitian pola komunikasi interpersonal di National
Paralympic Committee (NPC) Surakarta.
Hasil wawancara informan 1
Hasil wawancara informan 2
Hasil wawancara informan 3
Hasil wawancara informan 4
Hasil wawancara informan 5
Hasil wawancara informan 7
Hasil wawancara informan 8
Hasil wawancara informan 9
Dokumentasi selama penelitian
Surat keterangan telah melakukan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRAK TRIMUKTI OKTAVIASARI, D1210074, POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DI NATIONAL PARALYMPIC COMMITTEE SURAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif Pola-Pola Komunikasi Interpersonal Antara Pelatih Dan Atlet Difabel Di Organisasi National Paralympic Committee Surakarta), Skripsi, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2013.
Keterbatasan tidak menghalangi difabel untuk memberikan prestasi yang terbaik dibidang olahraga. Seorang perenang yang tanpa tangan atau kaki mampu meluncur di kolam dengan cepatnya, seorang pelari yang tidak dapat melihat mampu bertanding, berlari mencapai garis finish, hingga atlet lompat tinggi yang hanya dengan mengandalkan satu kaki dapat melakukan lompatan dengan sempurna. Mereka memiliki motivasi, dan memberikan inspirasi tentang bagaimana ditengah keterbatasan fisik dapat diatasi untuk memberikan prestasi yang terbaik dalam cabang olahraga.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi interpersonal di NPC Surakarta, mengetahui bagaimana forum komunikasinya, metode yang digunakan, aliran komunikasi yang terjadi, isi pesan yang disampaikan, dan hambatan komunikasi yang terjadi. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sampel diambil dengan menggunakan teknik snowball sampling dengan menunjuk seorang informan, kemudian informan yang terpilih dapat menunjuk informan yang lebih tahu, sehingga akan di dapat data yang lebih lengkap. Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari unsur pembina, pelatih, dan atlet difabel National Paralympic Committee (NPC) Surakarta. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan pola komunikasi interpersonal antara pelatih dengan atlet NPC Surakarta dibagi menjadi dua, yaitu pada saat latihan (formal) dan diluar jam latihan (informal). Metode yang digunakan adalah metode tatap muka dan menggunakan media. Pesan yang disampaikan berisi instruksi, motivasi, dan solusi jika atlet memiliki masalah. Jika digambarkan, ada dua model komunikasi dalam penelitian ini, yaitu model komunikasi linear pada saat pelatih member instruksi kepada atlet, dan model komunikasi sirkuler pada saat atlet bertanya atau meminta saran. Hambatan komunikasi tidak dialami oleh pelatih, tetapi dialami oleh atlet yang kesulitan menangkap gerak bibir pelatih untuk untuk tuna rungu, dan keterlambatan memahami pesan yang disampaikan pelatih untuk tuna grahita. Sedangkan untuk tuna daksa dan tuna netra tidak ditemukan hambatan dalam berkomunikasi. Kata kunci: Pola Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Pelatih, Atlet Difabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
ABSTRACT
TRIMUKTI OKTAVIASARI, D1210074, INTERPERSONAL COMMUNICATION PATTERNS IN NATIONAL COMMITTEE PARALYMPIC SURAKARTA (Qualitative Descriptive Study of Interpersonal Communication Patterns Between Coaches and Athletes with Disabilities Organizations National Paralympic Committee in Surakarta), Thesis, Department of Communication Studies, Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta, 2013. Limitation does not prevent disabled people to provide the best performance in the field of sports. A swimmer without arms or legs able to glide in the pond with the speed, a blind runner who can not see, be able to compete reach the finish line, the high jumper who only rely on one foot can make the leap perfect. They have motivation, and inspiration in the middle of physical limitations can be overcome to give the best performance in sports. The purpose of this study was to determine the pattern of interpersonal communication in NPC Surakarta, knowing forum of the communication, the method used, the communication flow that occurs, the contents of the message, and communication barriers that occur. This research is a descriptive study with a qualitative approach. Samples were taken by using snowball sampling. Researchers pointed to an informant, and the informant who was elected appoint informants who know better, so it will be able to more complete data. The samples taken in this study consisted of the elements such as the constructor, coaches, and athletes with disabilities National Paralympic Committee (NPC) of Surakarta. In collecting the data, the authors use interview, observation and documentation. Based on these results, we can conclude interpersonal communication patterns among coaches with athletes NPC Surakarta is divided into two, training forum (formal) and after hours training forum (informal). The method, used face-to-face and media. The message was delivered containing instructions, motivation, and a solution if an athlete has a problem. If described, there are two models of communication in this study, the linear model of communication at the time the member coaches instructing athletes and circular communication model when athletes ask questions or ask for advice. Communication barriers not experienced by the coach, but experienced by the athletes. For the deaf, the difficulties when caught lip trainer. For mentally disabled, the difficulties to understand the messages who was sent by the coach. As for th find barriers in communication. Keywords: Communication Patterns, Interpersonal Communication, Coaches, Athletes with Disabilities.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika kita melihat seseorang yang memiliki keterbatasan fisik (difabel),
akan muncul sebuah anggapan bahwa mereka tidak dapat melakukan sesuatu
ditengah keterbatasannya tersebut. Banyak kaum difabel yang hanya meminta
belas kasih dari masyarakat dengan mengemis di jalanan, atau bahkan ada
yang justru disembunyikan oleh keluarga mereka. Hal tersebut dilakukan
untuk menghindari rasa malu, lantaran anggapan bahwa penderita difabel itu
adalah aib yang harus disembunyikan demi nama baik keluarga.
Pada tahun 2011 tepatnya di kota Solo, diadakan ajang pertandingan
olahraga ASEAN Paragames (APG) dimana atlet-atlet yang bertanding adalah
atlet difabel dari Negara-negara ASEAN seperti Brunei Darussalam, Filipina,
Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Timor Leste, dan
Vietnam. Kontingen Indonesia berhasil menempati peringkat kedua di bawah
Thailand yang menjadi juara umum. Hal tersebut membuktikan bahwa tidak
semua kaum difabel menerima begitu saja keterbatasan yang mereka miliki.
Mereka memiliki motivasi, dan memberikan inspirasi tentang bagaimana
ditengah keterbatasan fisik dapat diatasi untuk memberikan prestasi yang
terbaik dalam cabang olahraga.
Tentu saja keberhasilan atlet difabel tersebut tidak lepas dari peran
para pelatih yang memiliki kompetensi di bidang olahraga. Dari penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
yang telah dilakukan oleh Ben Jackson, J. Robert Grove and Mark R.
Beauchamp menyatakan bahwa kualitas interaksi pelatih-atlet memainkan
peran penting dalam memfasilitasi kompetensi teknik dan kompetensi fisik1)
Interaksi antara pelatih dan atlet tersebut dilakukan melalui proses
komunikasi. Atlet-atlet APG Indonesia dibina dan dilatih oleh National
Paralympic Committee (NPC). NPC merupakan wadah bagi difabel Indonesia
yang peduli terhadap dunia olahraga, dan berupaya untuk menggali,
mengembangkan, dan membina potensi dibalik kelemahan fisik atau mental
Lemah, Sambung Yang Patah, Gigih Bertanding, Maju Terus Pantang
-
satunya wadah yang bertanggung jawab sepenuhnya untuk menghimpun dan
membina, serta mengkoordinasikan setiap kegiatan olahraga cacat.
Tidak terbayangkan ditengah keterbatasannya, seorang perenang yang
tanpa tangan atau kaki mampu meluncur di kolam dengan cepatnya, seorang
pelari yang tidak dapat melihat mampu bertanding, berlari mencapai garis
finish, hingga atlet lompat tinggi yang hanya dengan mengandalkan satu kaki
dapat melakukan lompatan dengan sempurna. Tentu saja semua itu diluar
bayangan kita sebagai manusia normal. Namun, hal tersebut benar-benar
terjadi, dan mereka bisa melakukannya. Selain keterbatasan fisik, kurangnya
perhatian pemerintah menyebabkan keterbatasan alat-alat yang seharusnya
1 Ben Jackson, J. Robert Grove and Mark R. Beauchamp. Relational efficacy beliefs and relationship quality within coach-athlete. Journal of Social and Personal Relationships . September 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dapat mendukung proses pelatihan. Hal tersebut tidak menghalangi mereka
untuk terus berusaha memberikan yang terbaik. Tempat latihan yang kumuh,
keterbatasan alat-alat seperti panah, kursi roda, ataupun alat-alat yang lain
juga tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus maju.
Melihat fenomena tersebut, pembahasan tentang upaya pelatih
membangun pola komunikasi interpersonal demi pencapaian prestasi atlet
difabel merupakan hal yang penting. Mengingat komunikasi merupakan
faktor penentu yang menghantarkan atlet difabel menuju keberhasilan. Selain
komunikasi, dibutuhkan juga motivasi yang tidak muluk-muluk tapi mudah
dilakukan. Menurut Sondang P. Siagian pengertian motivasi ialah daya
pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk mengarahkan
kemampuan dalam bentuk keahlian dan keterampilan, tenaga dan waktunya,
untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung-jawabnya,
dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai
sasaran kegiatan yang telah ditentukan sebelumnya dalam hidup sehari-hari.2)
Untuk memotivasi seorang difabel menjadi atlet bukanlah hal yang
mudah. Dibutuhkan kesabaran, terlebih lagi dalam membina atlet difabel yang
dahulu pernah hidup di jalanan, maupun atlet yang kecacatannya bukan sejak
lahir, melainkan akibat dari sebuah kecelakaan. Dari penjelasan diatas, dapat
membuka mata kita mengapa ditengah keterbatasan fisik ataupun
2 Suranto. AW. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta. Media Wacana. 2011. hal. 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
keterbatasan prasarana yang dimiliki, mereka justru dapat memberikan
prestasi yang terbaik dalam cabang olahraga.
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari persoalan sebagaimana disebutkan diatas, maka menarik
sekali meneliti perihal National Paralympic Committee (NPC) Surakarta
tentunya dari perspektif komunikasi. Bagaimana pola komunikasi
interpersonal yang dilakukan NPC Surakarta sehingga mampu menjadikan
difabel dengan segala keterbatasannya menjadi atlet yang dapat memberikan
prestasi yang terbaik dalam cabang olahraga? Beberapa hal yang menjadi
batasan masalah dalam rumusan masalah tersebut adalah:
a. Bagaimana metode yang digunakan dalam komunikasi
interpersonal antara pelatih dan atlet difabel NPC Surakarta?
b. Bagaimana forum komunikasi dalam pola komunikasi
interpersonal pelatih dan atlet NPC Surakarta?
c. Bagaimana aliran komunikasi yang terjadi antara pelatih dan atlet
difabel NPC Surakarta pada saat latihan?
d. Bagaimana pesan yang disampaikan pelatih dan atlet difabel NPC
Surakarta dalam berinteraksi?
e. Bagaimana hambatan-hambatan yang terjadi dalam komunikasi
interpersonal yang dilakukan pelatih dan atlet difabel NPC
Surakarta?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan permasalahan yang
ingin diteliti adalah:
a. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam komunikasi
antara pelatih dan atlet difabel NPC Surakarta
b. Untuk mengetahui bagaimana forum komunikasi dalam pola
komunikasi interpersonal pelatih dan atlet NPC Surakarta
c. Untuk mengetahui aliran komunikasi yang terjadi antara pelatih
dan atlet difabel NPC Surakarta pada saat latihan.
d. Untuk mengetahui jenis pesan yang disampaikan antara pelatih dan
atlet difabel NPC Surakarta.
e. Untuk mengetahui hambatan-hambatan komunikasi interpersonal apa
saja yang dihadapi pelatih dan atlet NPC Surakarta dalam proses
pelatihan.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat diperoleh manfaat sebagai
berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar dalam rangka
penyusunan Standar Operating Procedures pembinaan atlet difabel
dalam organisasi NPC Surakarta
2. Sebagai masukan sekaligus bahan evaluasi organisasi NPC
Surakarta dalam melakukan komunikasi interpersonal antara
pelatih, dan atlet difabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
E. Landasan Teori
1. Komunikasi
Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu
menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan
makna dalam lingkungan mereka.3) Kata komunikasi atau communication
dalam bahsa Inggris berasal dari kata Latin communis
communico, communicatio, atau communicare yang
(to make common).4) Definisi komunikasi menurut Harold Lasswell adalah
(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom
With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada
Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?5) Berdasarkan definisi Lasswell diatas
dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama
lain, yaitu: 6)
a) Sumber (source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi
(encoder), komunikator (communicator), pembicara (speaker), atau
originator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai
3 Richard West dan Lynn H. Turner, Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, penerjemah Maria Natalia Damayanti Maer (Jakarta: Salemba Humanika, 2008) hlm. 5 4 Dedy Mulyana, M.A., Ph.D. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 41 5 Ibid. halaman. 62. 6 Ibid. halaman. 63.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu,
kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara.
b) Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima.
Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan/atau nonverbal yang
mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan
mempunyai tiga komponen: makna, simbol yang digunakan, dan
bentuk atau organisasi pesan.
c) Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran boleh jadi
merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima,
apakah saluran verbal atau saluran nonverbal
d) Penerima (receiver), sering juga disebut sasaran, tujuan, komunikate,
penyandi, atau khalayak, pendengar, penafsir, yakni orang yang
menerima pesan dari sumber
e) Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan
tersebut, misalnya penambahan pengetahuan, terhibur, perubahan
sikap, perubahan keyakinan, dan sebagainya.
Komunikasi dapat dikatakan sebagai kegiatan sentral dalam kehidupan
manusia. Hampir semua aktivitas manusia memerlukan komunikasi di
dalamnya. Oleh karena itu, kajian secara ilmiah mengenai gejala atau realitas
komunikasi memiliki cakupan yang sangat luas. Hal ini meliputi semua
bentuk hubungan antarmanusia dan penggunaan lambang-lambang, baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
verbal maupun nonverbal. Secara lebih terinci, kajian ilmiah dalam
komunikasi meliputi:7
a) Komunikasi Antarpribadi (interpersonal communication).
Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan
interaktif antara seorang individu dan individu lain, di mana lambang-
lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang
harapan yang ada pada partisipan yang dengan itu mereka menunjukkan
perilaku tertentu di dalam berkomunikasi.
b) Komunikasi kelompok (group communication)
Bidang kajian ini pada dasarnya mempelajari pola-pola interaksi
antarindividu dalam suatu kelompok sosial (kelompok kecil), dengan titik
berat tertentu, misalnya pengambilan keputusan. Dalam komunikasi
kelompok dan pengambilan keputusan, istilah kepemimpinan (leadership)
sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan memilki dua
fungsi, yaitu mempertahankan kelangsungan kelompok dan pencapaian
tujuan.
c) Komunikasi organisasional/institusional (organizational/institutional
communication)
7 Pawito, 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif . Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara. hlm. 2-20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Komunikasi organisasional atau institusional berkenaan dengan
komunikasi yang berlangsung dalam jaringan kerjasama antar pribadi
dan/atau antarkelompok dalam suatu organisasi atau institusi.
d) Komunikasi massa (mass communication)
Merupakan suatu bentuk komunikasi dengan melibatkan khalayak luas
yang biasanya menggunakan teknologi media massa, seperti surat kabar,
majalah, radio, televisi, dan internet.
e) Komunikasi budaya (cultural communication)
Bidang kajian komunikasi budaya mencakup bentuk-bentuk ekspresi
simbolik baik yang bersifat artefak, seperti lukisan, wayang, patung,
gapura, candi, bangunan arsitektur, dan museum maupun yang bersifat
nonartefak, seperti, tarian, nyanyian, teater, drama, musik dan puisi.
Komunikasi kultural berkembang seiring dengan perkembangan yang ada
di masyarakat, atau lebih tepatnya budaya masyarakat.
2. Pola Komunikasi
Pola merupakan sebuah sistem maupun cara kerja sesuatu yang
memiliki bentuk dan struktur tetap. Pada tingkat masyarakat, komunikasi
biasanya berpola dalam bentuk-bentuk fungsi, kategori ujaran, dan sikap
konsepsi tentang bahasa dan penutur.8)
8 Abd. Syukur Ibrahim. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Surabaya: Usaha Nasional, 1994. hal. 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Pola komunikasi adalah suatu kecenderungan gejala umum yang
menggambarkan cara berkomunikasi yang terjadi dalam kelompok sosial
tertentu. Setiap kelompok sosial dapat menciptakan norma sosial dan norma
komunikasinya sendiri, yang biasanya ditaati oleh semua anggota
kelompoknya. 9)
Selain itu, pola komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu cara
masyarakat atau komunitas dalam melakukan komunikasi untuk
mempertahankan komunitasnya, bisa berupa pertemuan rutin, hubungan
timbale balik yang berupa partisipan aktif, berkesinambungan serta terencana
dari organisasi kepada komunitas di sekitarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan lingkungan bagi organisasi serta masyarakat disekitar
oganisasi.
Komunikasi terdiri atas dua macam, komunikasi satu arah, yakni
komunikasi yang terjadi hanya dari komunikator ke komunikan tanpa adanya
feedback. Yang kedua adalah komunikasi dua arah, yaitu komunikasi yang
terjadi antara komunikator ke komunikan yang menimbulkan feedback
terhadap komunikator. Secara garis besar pola komunikasi antara pelatih dan
atlet difabel NPC Surakarta menggunakan komunikasi dua arah. Terjadi
timbal balik informasi antara komunikator dan komunikan, dalam hal ini
pelatih ke atlet maupun sebaliknya.
Pola Komunikasi pelatih dan atlet di NPC Surakarta terjadi secara
interpersonal. Komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi yang
9 Suranto, AW. Komunikasi Sosial Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010. Hal 116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Menurut sifatnya
komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam yakni komunikasi
diadik (dyadic communication) dan komunikasi kelompok kecil (small group
communication).10) Komunikasi diadik dapat dilakukan dalam tiga bentuk,
yaitu dialog, wawancara, atau percakapan. Percakapan berlangsung dalam
situasi yang lebih intim, lebih dalam, dan lebih personal. Sedangkan
komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung
antara tiga orang atau lebih secara tatap muka dimana anggota-anggotanya
saling berinteraksi satu sama lainnya. 11)
3. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau
beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara
langsung pula.12) Komunikasi interpersonal memiliki ciri-ciri tetap, antara
lain:13)
a. Komunikasi interpersonal adalah verbal dan nonverbal.
Komunikasi interpersonal mencakup dua unsur pokok, yaitu isi pesan
dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara verbal maupun
nonverbal. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem
10 Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi . Jakarta: PT. Raja Frafindo Persada. 2007. hal. 32 11 Ibid. halaman 32-33 12 Agus M. Hardjana. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal . Yogyakarta: Kanisius. 2007. hal. 85 13 Ibid. halaman. 86-90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kode verbal.14) Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan
aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan
dipahami suatu komunitas. Sedangkan komunikasi nonverbal secara sederhana
didefinisikan sebagai semua tanda atau isyarat yang tidak berbentuk kata-kata.
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi
nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali ransangan verbal) dalam
suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan
lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi
pengirim atau penerima; jadi, pesan nonverbal mencakup seluruh perilaku
yang tidak berbentuk verbal yang disengaja atau tidak disengaja sebagai
bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak
pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi
orang lain.15) Berdiam diri juga merupakan pesan nonverbal jika hal itu
memberi makna bagi pengirim atau penerima.
Jalaludin Rakhmat mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai
berikut:16)
1) Pesan kinesik
Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti,
terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan
postural.
2) Pesan fasial
14 Dedy Mulyana, M.A., Ph.D. Ilmu Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2005. hal. 237. 15 Ibid. hal. 308 16 Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2012. hal 285-290.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling
sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan,
kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.
Leathers menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut:
a) Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan tak
senang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek
penelitiannya baik atau buruk.
b) Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang
lain atau lingkungan
c) Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi
d) Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap
pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya
atau kurang pengertian.
3) Pesan gestural
Menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan
untuk mengkomunikasi berbagai makna.
4) Pesan postural
Berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat
disampaikan adalah:
a) Immediacy, yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap
individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara
menunjukkan kesukaan dan penilaian positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
b) Power, mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator.
Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan
anda, dan postur orang yang merendah
c) Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada
lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah,
anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.
5) Pesan proksemik.
Disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan
mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
6) Pesan artifaktual
Diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik.
Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam
hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya
(body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra
tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
7) Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan
membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan
dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah,
bercanda, dan tanpa perhatian. Bau-bauan, terutama yang menyenangkan
(wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan
pesan menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional,
pencitraan, dan menarik lawan jenis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Sedangkan menurut Dedy Mulyana jenis-jenis pesan nonverbal di
kategorikan sebagai berikut:17)
1) Bahasa tubuh yang berupa isyarat tangan, gerakan kepala, postur tubuh
dan posisi kaki, ekspresi wajah dan tatapan mata.
2) Sentuhan adalah perilaku non verbal multi makna, dapat menggatikan
seribu kata. Kenyataannya sentuhan ini bisa merupakan tamparan,
pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan, pegangan, rabaan,
hingga sentuhan lembut sekilas.
3) Parabahasa merujuk aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat di
pahami, misalnya kecepatan berbicara, volume suara, intonasi, kualitas
suara, warna suara, dialek, suitan, tawa, erangan, tangis, gerutuan,
gumaman, desahan dsb.
4) Penampilan fisik yang berupa busana dan karakteristik fisik.
5) Baubauan yang terutama yang menyenangkan telah berabad-abad
digunakan orang untuk menyampaikan pesan, mirip dengan cara yang juga
dilakukan hewan.
b. Komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu.
Ada tiga perilaku macam dalam komunikasi interpersonal, antara lain:
1) Perilaku spontan (spontaneous behavior), yaitu perilaku yang
dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi
secara kognitif.
17 Dedy Mulyana. Op. Cit. hal. 317
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2) Perilaku menurut kebiasaan (script behavior), adalah perilaku yang
kita pelajari dari kebiasaan kita.
3) Perilaku sadar (contrived behavior), yaitu perilaku yang dipilih
karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada.
c. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses
pengembangan.
Komunikasi interpersonal terjadi dan diawali dari saling mengenal
secara dangkal, berlanjut makin mendalam dan berakhir dengan pengenalan
yang amat mendalam.
d. Komunikasi interpersonal mengandung umpan balik, interaksi dan
koherensi.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka. Oleh
karena itu, kemungkinan terjadinya umpan balik besar sekali. Disamping itu
penerima pesan dapat menanggapi langsung dengan menyampaikan umpan
balik. Dengan demikian, terjadi interaksi antara komunikator dan komunikan.
e. Komunikasi interpersonal berjalan menurut peraturan tertentu.
Agar komunikasi berjalan dengan baik, hendaknya mengikuti
peraturan baik secara intrinsik maupun secara ekstrinsik.
f. Komunikasi interpersonal adalah kegiatan aktif.
Komunikasi interpersonal terjadi bukan hanya komunikasi dari
pengirim kepada penerima pesan dan sebaliknya, melainkan komunikasi
timbal balik antara pengirim dan penerima. Dalam komunikasi interpersonal
terdapat beberapa prinsip dasar yang dapat membantu dalam memahami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
komunikasi interpersonal dan cara kerjanya. Beberapa prinsip tersebut antara
lain:
1) Komunikasi interpersonal didasarkan pada teori dan penelitian.
Teori-teori dalam komunikasi interpersonal membantu kita dalam
memprediksi peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dan mendorong
dilakukannya penelitian-penelitian. Teori berkaitan erat dengan tingkat
akurasi, tingkat kebenaran dan ketidakbenaran. Penelitian yang dilakukan
didasarkan atas teori yang ada, sehingga dengan demikian kita bisa lebih
memahami bagaimana komunikasi interpersonal itu berlangsung. Memahami
proses dalam suatu penelitian akan membantu kita secara lebih baik dalam
mempelajari komunikasi, seperti hasil pencarian, kesimpulan dan prinsip-
prinsip yang dikembangkan berdasarkan penelitian.
2) Komunikasi interpersonal adalah suatu proses transaksi.
Perspektif ini menjelaskan komunikasi interpersonal dapat dilihat dari
dua sisi. Pertama yaitu bahwa komunikasi interpersonal adalah suatu proses.
Proses yang berlangsung dalam komunikasi ini adalah sirkular. Suatu pesan
diterima sebagai stimulus terhadap pesan yang lain yang secara bersamaan
juga berperan sebagai stimulus terhadap pesan yang lain, dan seterusnya. Oleh
karena itu, dalam komunikasi interpersonal, seseorang pada saat yang
bersamaan dapat berlaku sebagai komunikator sekaligus sebagai komunikan.
Kedua bahwa elemen-elemen dalam komunikasi interpersonal saling
tergantung satu sama lain. Komunikasi tidak akan pernah terjadi jika tidak ada
sumber pesan, meskipun ada penerima maupun pesan yang disampaikan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
demikian juga komunikasi tidak akan terjadi jika tidak ada penerima maupun
pesan yang disampaikan.
3) Hubungan interpersonal dapat dilihat sebagai hubungan yang
simetris/silang atau komplementer.
Sudut pandang ini menjelaskan hubungan simetris antara dua individu,
individu yang satu menjadi cermin atas perilaku individu yang lain. Jika
individu yang satu marah, maka individu yang lain akan marah juga, atau jika
yang satu menyatakan ekspresi cemburu, maka yang lain juga menyatakan
ekspresi yang sama pula. Sedangkan dalam hubungan yang komplementer,
dua individu terlibat dalam perilaku yang berbeda. Perilaku yang satu
berperan sebagai stimulus terhadap perilaku yang lain. Selain itu dua orang
yang memiliki hubungan interpersonal dapat meduduki posisi yang berbeda.
Misalnya hubungan antara guru dan siswa, atau antara majikan dan buruh.
4) Komunikasi interpersonal memiliki dimensi isi dan hubungan.
In any two communications, the content dimension may be the same, but the relationship aspect may be different, or the relationship aspect may be the same and the content dimension different.18)
(Komunikasi interpersonal yang terjadi bukan sekedar pesan yang disampaikan (aspek isi), tetapi juga terjalinnya hubungan antara dua orang yang sedang melakukan komunikasi interpersonal tersebut. Selain itu dalam komunikasi interpersonal, dua pesan yang isinya sama, bisa menunjukkan hubungan yang berbeda antara komunikator dan komunikan).
5) Komunikasi interpersonal merupakan proses penyesuaian.
Komunikasi interpersonal dapat berlangsung pada tingkat penggunaan
sistem yang sama dan sekaligus berbeda. Yang menjadi kendala adalah jika
18 Joseph A. Devito. The Interpersonal Communication Book (New York, Addison Wesley Longman, Inc) .2001. hal. 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
komunikasi interpersonal tersebut terjadi antara dua individu yang memiliki
sistem simbol yang berbeda, misalnya bahasa, baik verbal maupun nonverbal.
Oleh karena itu, dalam komunikasi interpersonal, individu perlu belajar
memahami satu sama lain, dalam hal penggunaan sistem simbol.
6) Komunikasi interpersonal merupakan rangkaian peristiwa pemberian tanda
baca.
Peristiwa komunikasi terjadi secara terus-menerus. Dalam komunikasi
interpersonal sebenarnya merupakan rangkaian proses antara penyampaian
stimulus dan respon. Kedua hal tersebut samasama mengarah pada peristiwa
pemberian tanda baca. Memahami bagaimana orang lain mengintepretasikan
situasi, dan memberikan tanda-tanda baca merupakan langkah penting dalam
pemahaman interpersonal dan juga merupakan hal penting dalam menarik rasa
empati.
7) Komunikasi interpersonal tidak dapat terhindarkan, tidak dapat diubah dan
tidak dapat diulang.
Komunikasi interpersonal tidak dapat terhindarkan. Dalam beberapa
peristiwa tertentu seseorang berkomunikasi walaupun tidak menginginkannya.
Bahkan dalam situasi yang interaksional, setiap perilaku seseorang merupakan
bentuk komunikasi. Misalnya seseorang yang walaupun diam sudah
menunjukkan bahwa ia sedang berkomunikasi, ketika melihat raut mukanya,
apakah diam karena marah atau bosan.
Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah. Apa yang telah
dikomunikasikan tidak dapat diubah kembali. Dalam interaksi antarpribadi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
khususnya dalam konflik, dibutuhkan penyelesaian khusus, yaitu tidak
mengatakan sesuatu yang dapat ditarik kembali di kemudian hari. Komunikasi
interpersonal tidak dapat diulang, alasannya karena segala sesuatu mengalami
perubahan secara konstan.
Secara sederhana komunikasi interpersonal dapat digambarkan melalui
sebuah model. Model adalah representasi suatu fenomena baik nyata maupun
abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut.
Selain itu model juga diartikan sebagai representasi dunia nyata dalam bentuk
yang teoritis dan disederhanakan. Model tidak sama dengan fenomena
komunikasi. Model adalah alat untuk menjelaskan atau untuk mempermudah
menjelaskan komunikasi. Model disebut juga sebagai gambaran informal
untuk menjelaskan atau menerapkan teori, dengan kata lain model adalah teori
yang disederhanakan. Menurut Sereno dan Mortensen, suatu model
komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk
terjadinya komunikasi. 19)
Secara garis besar terdapat tiga model komunikasi, yaitu model
komunikasi linear, model komunikasi sirkuler, dan model komunikasi spiral.
Di antara ketiga model di atas, model sirkulerlah yang berkembang
berdasarkan paradigma antarpribadi. Salah satu model komunikasi yang
digunakan yaitu model sirkuler yang dikemukakan oleh Schramm. Menurut
Schramm, komunikasi merupakan suatu proses sirkuler. Setiap pelaku
komunikasi berperan sebagai encoder (alat penyandi) dan decoder (alat
19 Dedy Mulyana, M.A., Ph.D. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar . Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
penyandi balik). Pelaku komunikasi meng-encode pesan ketika mengirim dan
men-decode pesan ketika menerimanya. Selain itu ada unsur tambahan yang
disebut interpreter (penerjemah) yang berfungsi memaknai pesan yang
berhasil di-decode lalu di-encode kembali dalam bentuk pesan berikutnya agar
dapat dikirim.
Bagan 1. Model Komunikasi Wilbur Schramm (Sirkuler)
Elemen-elemen komunikasi interpersonal menurut De Vito:20)
1) Source receiver (pengirim dan penerima)
Komunikasi Interpersonal terdiri dari paling sedikit dua orang.
Setiap orang berperan sebagai pengirim (memformulasikan dan mengirim
pesan) dan juga penerima (menangkap dan memahami pesan). Persepsi
diri, pengetahuan, kepercayaan, nilai, keinginan, informasi dari orang lain,
dan sikap seseorang akan mempengaruhi perkataan, cara mengatakan
pesan, pesan yang diterima, dan cara menerima suatu pesan.
2) Encoding Decoding 20 Joseph A. Devito. The Interpersonal Communication Book (New York, Addison Wesley Longman, Inc) . 2007. hal. 10-20
Encoder
Interpreter
Decoder
Decoder
Interpreter
Encoder
Message
Message
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Encoding mengarah pada kegiatan memproduksi pesan seperti
berbicara atau menulis dimana pelakunya disebut encoder, sedangkan
decoding adalah kebalikan dari encoding yang mengarah pada kegiatan
seperti memahami pesan seperti mendengarkan atau membaca dan
pelakunya disebut dengan decoder.
3) Messages (pesan)
Pesan adalah sinyal berupa stimuli bagi penerima baik melalui
pendengaran, penglihatan, sentuhan, bau, perasaan, dan gabungan antara
satu dengan yang lain. Pesan dapat berupa pesan verbal dan nonverbal
4) Feedback (umpan balik)
Umpan balik bisa berasal dari diri sendiri maupun orang lain.
Umpan balik memberitahu kepada pembicara efek apa yang dimiliki oleh
pendengar. Berdasarkan umpan balik ini, pengirim pesan sebaiknya
menyesuaikan, memodifikasi, menguatkan, menekankan, atau mengubah
isi atau bentuk pesan. Beberapa dari dimensi umpan balik adalah positif -
negatif, fokus kepada manusia - fokus kepada pesan, langsung/cepat -
tertunda, analisa/monitor tinggi - monitor rendah, mendukung kritikan.
5) Feedforward (umpan depan)
Adalah informasi yang tersedia sebelum mengirim pesan utama.
Feedforward mengungkapkan sesuatu tentang pesan apa yang
disampaikan. Beberapa fungsi elemen ini adalah membuka medium
komunikasi, melihat pendahuluan pesan, menegaskan (disclaim), altercast,
dan memilah informasi yang terlalu banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
6) Channel (medium)
Medium komunikasi adalah medium yang dilewati oleh pesan, bisa
dikatakan sebagai jembatan yang menyambungkan antara pengirim dan
penerima.
7) Noise (gangguan)
Gangguan adalah semua hal yang merusak pesan, mencegah
penerima dari menerima pesan. Bentuk gangguan bisa bermacam-macam,
seperti fisik, gangguan eksternal baik bagi pengirim dan penerima seperti
suara mobil, fisiologi gangguan fisik dari pengirim atau penerima seperti
kerusakan penglihatan dan masalah artikulasi, psikologi-gangguan mental
atau kognitif, dan semantik perbedaan bahasa dan dialek.
8) Context (situasi)
Komunikasi selalu berada dalam sebuah situasi yang
mempengaruhi bentuk dan isi pesan. Beberapa dimensi situasi yakni fisik
tempat terjadinya komunikasi, temporal kegiatan yang terjadi saat
menyampaikan pesan, sosial psikologis status hubungan peserta
komunikasi, peran, cultural kepercayaan dan adat istiadat para peserta
komunikasi.
9) Ethics (etika)
Karena komunikasi memiliki konsekuensi, komunikasi
interpersonal juga termasuk etika, setiap kegiatan komunikasi memiliki
dimensi moral, kebenaran, dan kesalahan.
10) Competence (kompetensi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Kompetensi komunikasi adalah ukuran kualitas intelektual dan
fisik penampilan interpersonal seseorang. Kompetensi ini mencakup
pengetahuan akan mangatur komunikasi sesuai dengan situasi interaksi
dan orang yang sedang diajak bicara.
4. Coach (Pelatih)
Pelatih (coach) adalah seorang professional yang tugasnya membantu
olahragawan dan tim dalam memperbaiki penampilan olahraga. 21) Seorang
pelatih mempunyai peluang dan tanggung jawab yang besar untuk
mengoptimalkan motivasi atlet agar berprestasi dalam suatu kejuaraan. Pelatih
yang antusias dalam melatih cenderung meningkatkan motivasi atletnya untuk
berlatih lebih giat sehingga dapat meningkatkan prestasi atlet tersebut. Pelatih
merupakan sosok yang paling dekat dan berperan penting dalam memotivasi
atletnya. Masukan dan kritikan yang diberikan oleh pelatih akan
meningkatkan motivasi atletnya untuk berprestasi lebih baik lagi. Keberadaan
pelatih dapat menimbulkan motivasi tersendiri bagi atlet yang akan
mengahdapi pertandingan, sedang menghadapi pertandingan, maupun setelah
menghadapi pertandingan. 22)
Pelatih dalam olahraga dapat mempunyai fungsi sebagai pembuat atau
pelaksana program latihan, sebagai motivator, konselor, evaluator, dan yang
bertanggung jawab terhadap segala hal yang berhubungan dengan kepelatihan
21 Pate, Rusell R. Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan. Semarang: IKIP Semarang Press. 1993. hal. 5. 22 Adisasmito. Mental Juara: Modal Atlet Bresprestasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2007. hal. 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
tersebut. Sebagai manusia biasa, pelatih sama halnya dengan atlet, mempunyai
kepribadian yang unik yang berbeda satu sama lain. Setiap pelatih memiliki
kelebihan dan kekurangan, karena itu tidak ada pelatih yang murni ideal atau
sempurna. Mengisi peran sebagai pelatih, seseorang harus melibatkan diri
secara total dengan atlet asuhannya. Artinya, seorang pelatih bukan hanya
melulu mengurusi masalah atau hal-hal yang berhubungan dengan
olahraganya saja, tetapi juga pelatih harus dapat berperan sebagai teman, guru,
orang tua, konselor, bahkan psikolog bagi atlet asuhannya. Dengan demikian
diharapkan atlet sebagai seseorang yang ingin mengembangkan prestasi, akan
memiliki kepercayaan penuh terhadap pelatihnya
Keterlibatan yang mendalam antara pelatih dan atlet asuhannya harus
dilandasi oleh adanya empati dari pelatih terhadap atletnya tersebut. Empati
ini merupakan kemampuan pelatih untuk dapat menghayati perasaan atau
keadaan atletnya, yang berarti pelatih dapat mengerti atletnya secara total
tanpa ia sendiri kehilangan identitas pribadinya. Untuk mengerti keadaan atlet
dapat diperoleh dengan mengetahui atau mengenl hal-hal penting yang ada
pada atlet yang bersangkutan. Pengetahuan sekadarnya saja tidak cukup bagi
pelatih untuk mengetahui keadaan psikologi atletnya. Dasar dan sikap mau
memahami keadaan psikologis atletnya adalah pengertian pelatih bahwa setiap
orang memiliki sifat-sifat khusus yang memerlukan penanganan khusus pula
dalam hubungan dengan pengembangan potensinya. Kepribadian seorang
pelatih dapat pula membentuk kepribadian atlet yang menjadi asuhannya. Hal
terpenting yang harus ditanamkan pelatih kepada atletnya adalah bahwa atlet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
percaya pada pelatih apa yang diprogramkan dan dilakukan oleh pelatih
adalah untuk kebaikan dan kemajuan atlet itu sendiri. Untuk bisa mendapatkan
kepercayaan dari atlet, pelatih tidak cukup hanya memintanya, tetapi harus
membuktikan dengan ucapan, perbuatan, dan ketulusan hati. Sekali atlet
mempercayai pelatih maka seberat apapun program yang dibuat pelatih akan
dijalankan oleh atlet dengan sungguh-sungguh.
Pada dasarnya kualifikasi yang harus dipenuhi agar seorang pelatih
memperoleh keberhasilan dalam pelatihannya, dibutuhkan 3 kemampuan
utama, yaitu :
1. Pengetahuan/ilmu yang diperlukan untuk melakukan pengkajian teoretis
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan pelatihan. Ilmu-ilmu
yang dibutuhkan tersebut adalah ilmu-ilmu utama tentang masalah
keolahragaan dan ilmu-ilmu dari bidang studi lainnya sebagai penunjang
untuk pelatihan.
2. Seorang pelatih harus mempunyai keterampilan yang memadai,
diantaranya adalah :
a. Keterampilan teknis.
b. Keterampilan konseptual
c. Keterampilan manajerial, dan
d. Keterampilan hubungan antarpersonal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
3. Sikap Hidup/Filsafat. Pelatih harus sadar dimana dia berada, sehingga
sikap serta perilakunya tidak berbeda dengan sistem yang dianut atlet-atlet
dan masyarakat di sekitarnya.
5. Atlet Difabel
Atlet adalah olahragawan, terutama yang mengikuti perlombaan atau
pertandingan (kekuatan, ketangkasan, kecepatan). Seorang atlet adalah
individu yang memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki bakat tersendiri, pola
perilaku, dan kepribadian tersendiri serta latar belakang kehidupan yang
mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Sekalipun dalam beberapa cabang
olahraga atlet harus melakukannya secara berkelompok atau beregu,
pertimbangan bahwa atlet seorang atlet sebagai individu yang unik perlu tetap
dijadikan landasan pemikiran. Karena, dalam olahraga beregu, kemampuan
adaptif individu untuk melakukan kerjasama kelompok sangat menentukan
perannya kelak di dalam kelompoknya.23)
Berbeda dengan atlet pada umumnya, atlet difabel (penyandang cacat)
adalah atlet yang memiliki kekurangan secara fisik dan/atau mental. Secara
epistemologi, yang dimaksud penyandang cacat tubuh adalah mereka yang
mengalami kelainan pada bentuk dan fungsi dari tulang, sendi, otot, dan
kerjasama tulang sendi dan otot.24) Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun
1997 Pasal 1, penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan
23 Adisasmito. Op. Cit. hal. 8 24 Abdul Salim, Choiri. . Surakarta:PPRRUNS bekerjasama dengan PRSBD Prof. Dr. Soeharso Surakarta.1998. hal. 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari :25)
a. penyandang cacat fisik;
b. penyandang cacat mental;
c. penyandang cacat fisik dan mental.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberikan
definisi kecacatan ke dalam 3 kategori, yaitu: impairment, disability dan
handicap.26) Impairment disebutkan sebagai kondisi ketidaknormalan atau
hilangnya struktur atau fungsi psikologis, atau anatomis. Sedangkan Disability
adalah ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment
untuk melakukan aktivitas dengan cara yang dianggap normal bagi manusia.
Adapun handicap, merupakan keadaan yang merugikan bagi seseorang akibat
adanya imparment, disability, yang mencegahnya dari pemenuhan peranan
yang normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi
orang yang bersangkutan.
1) Cacat fisik
Adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh,
antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara.
Yang termasuk dalam criteria ini adalah:
25 http://adgi.or.id/wp-content/uploads/2011/10/Undang-Undang-tahun-1997-04-97-Tentang-Penyandang-Cacat.pdf. 22/5/2012. 21.30 26 http://disabilitas-comdev.blogspot.com/2010/02/definisi-penyandang-cacat.html. 24/5/2012. 9.51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
a) cacat kaki
b) cacat punggung
c) cacat tangan
d) cacat jari
e) cacat leher
f) cacat rungu
g) cacat wicara
h) cacat raba/rasa
i) cacat pembawaan.
Cacat tubuh memiliki banyak istilah, salah satunya adalah tuna daksa.
Istilah ini berasal dari kata tuna yang berarti rugi atau kurang, sedangkan
daksa berarti tubuh. Jadi tuna daksa ditujukan bagi mereka yang memiliki
anggota tubuh tidak sempurna. Sehingga tuna daksa atau cacat tubuh diartikan
sebagai berbagai kelainan fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan
yang dibutuhkan. Cacat tubuh dapat digolongkn sebagai berikut:
1) Menurut sebab cacat adalah sejak lahir, disebabkan oleh penyakit,
disebabkan oleh kecelakaan, dan disebabkan oleh perang.
2) Menurut jenis cacatnya adalah putus (amputasi) tungkai dan lengan,
cacat tulang, sendi, dan otot pada tungkai dan lengan, cacat tulang
punggung, celebral palsy, cacat lain yang termasuk pada cacat tubuh
orthopedic, paraplegia.
Istilah-istilah lain untuk penyandang cacat tubuh antara lain adalah
cacat fisik, cacat arthopedic, crippled, physically, handicapped, physically
disable, nonambulatory, having organic problem, orthopedically impairment,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
orthopedically handicapped, semua istilah tersebut memiliki arti yang sama.
Mengacu pada pengertian-pengertian diatas, maka penyandang cacat tubuh
adalah mereka yang mempunyai kelainan tubuh, yang merupakan rintangan
atau hambatan untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Penderita cacat
tubuh adalah mereka yang amputasi (putus pada kaki, tangan/lengan), cacat
tulang, persendian tungkai, cacat tulang punggung belakan termasuk
paraplegia atau skilionis. TBC tulang dan sendi, amputasi bawah atau atas
lutut satu dua, amputasi bawah atau atas siku satu atau dua dan lain-lain
termasuk cacat orthopedi.
2) Cacat mental
Adalah kelainan mental dan tingkah laku, baik cacat bawaan maupun
akibat dari penyakit antara lain:
a) retardasi mental
b) gangguan psikiatrik fungsional
c) alkoholisme
d) gangguan mental organic dan epilepsy.
3) Cacat fisik dan mental
Adalah keadaan seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan
sekaligus. Apabila yang cacat adalah keduanya maka akan sangat
mengganggu penyandang cacatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
F. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, penelitian tentang pola
komunikasi interpersonal di organisasi NPC antara pelatih dengan atletnya
menggunakan teori komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi
yang terbagi menjadi komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Teori
komunikasi interpersonal ini untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi
pelatih dengan atlet difabel dalam berkomunikasi di organisasi NPC secara
Proses komunikasi interpersonal antara pelatih dan atlet difabel
NPC pada saat di lapangan (formal) dan pada saat diluar lapangan
(informal)
Subyek yang diteliti adalah satu pembina, dua orang pelatih dan enam atlet difabel
Metode komunikasi interpersonal dengan tatap muka, dan media, baik verbal maupun nonverbal
Elemen-elemen dari komunikasi interpersonal adalah source-
receiver, encoding, decoding, message, chanels, feedback, noise,
context, ethics, competence
Studi Deskriptif Kualitatif
Pola komunikasi interpersonal antara pelatih dan atlet difabel NPC
Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
langsung maupun secara tidak langsung, baik secara verbal maupun secara
nonvebal.
Penelitian aktivitas komunikasi interpersonal dalam organisasi NPC
mengambil subjek penelitian 1 pembina, 2 pelatih dan 6 atlet difabel dengan
cara mengamati bagaimana permasalahan yang dihadapi, bagaimana proses
komunikasi interpersonal berjalan sesuai dengan elemen-elemennya,
bagaimana metode yang digunakan dalam berkomunikasi baik secara verbal
maupun non verbal, apakah tujuan komunikasi interpersonal yang dilakukan
pelatih, dan atlet difabel dapat tercapai, sehingga dapat diketahui bagaimana
pola komunikasi interpersonal yang terjadi antara pelatih dan atlet difabel di
NPC Surakarta.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kulitatif. Sebagai suatu penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan
situasi atau peristiwa, tidak mencari hubungan, tidak menguji hipotesis, atau
membuat prediksi.27) Studi deskriptif diartikan sebagai metode pemecahan
masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek/obyek
penelitian berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Sementara data kualitatif diperoleh dari pengolahan informasi yang diperoleh
27 Jalaludin Rakhmat. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.2007. hal. 24.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dari sumber data primer melalui wawancara, dan sumber data sekunder
melalui dokumen resmi terkait.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di National paralympic Committee Indonesia
yang beralamat di Jln.Ir.Sutami No. 86 Surakarta.
3. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
a. Data primer, yaitu data diperoleh dari sumber informan pertama
melalui wawancara. Data primer tersebut antara lain adalah catatan
hasil wawancara, hasil observasi ke lapangan secara langsung,
serta data-data informan.
b. Data sekunder, yaitu data yang sudah diolah lebih lanjut dan
disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain. Data
sekunder digunakan untuk mendukung dan melengkapi data primer
yang diperoleh dari dokumen, literature, arsip, jurnal yang relevan,
dan data-data yang mendukung data primer.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data melalui beberapa cara,
yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
a. Observasi
Dalam teknik ini, penulis melakukan pengamatan langsung
dilapangan dengan tujuan pengambilan dan pengumpulan
tambahan data yang dirasa perlu, sehingga penulis mengetahui
situasi yang sebenarnya.
b. Wawancara
Teknik wawancara adalah metode yang dilakukan penulis untuk
menggali segala informasi yang berhubungan dengan penelitian
dan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan lisan dengan pihak
yang dirasa relevan dan valid dalam penelitian ini. Wawancara
dilakukan diluar jam latihan agar tidak mengganggu proses
berjalannya pelatihan, sehingga suasana lebih tenang dan
narasumber dapat memberikan jawaban lebih leluasa. Dalam
penelitian ini penulis mewawancarai sembilan orang informan :
satu orang dari pihak pembina, dua orang pelatih, dan enam orang
atlet difabel.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain
berupa foto-foto. Alat dokumentasi yang akan dipergunakan dalam
penelitian ini adalah kamera untuk memotret kegiatan di dalam
NPC, handphone sebagai alat perekam saat dilakukan wawancara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
5. Sampling
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik snowball sampling
(bola salju). Alasannya dalam teknik ini untuk memperoleh data yang
mendalam diperlukan informan yang mengetahui permasalahan yang sedang
diteliti, yaitu dengan cara menunjuk seorang informan kemudian informan
yang terpilih dapat menunjuk informan yang lebih tahu, sehingga akan di
dapat data yang lebih lengkap. Penarikan sampel bola salju ini mempunyai
beberapa tahapan. Tahap pertama, menentukan satu atau beberapa orang
informan untuk diwawancarai. Informan tersebut berperan sebagai titik awal
penarikan sampel, yang menjadi titik awal penarikan sampel adalah Pembina I
NPC Surakarta. Tahap kedua, dari informan yang pertama selanjutnya
menunjukkan informan yang dirasa lebih mengetahui tentang permasalahan
yang sedang diteliti, yaitu pelatih dan atlet difabel. Kemudian peneliti
mewawancarai informan pelatih tersebut dan demikian selanjutnya sampai
diperoleh data yang mendalam dan data yang dikumpulkan benar-benar
mendukung tercapainya tujuan peneliti. Pada akhir penelitian ini, dari 9 orang
informan, peneliti telah merasa cukup memperoleh data untuk melengegkapi
penelitian ini.
6. Validitas Data
Untuk memeriksa keabsahan data, digunakan triangulasi data, yaitu
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini
teknik triangulasi yang dipergunakan adalah triangulasi sumber data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Berdasarkan asas penelitian kualitatif, analisis data dilakukan dilapangan dan
bahkan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Reduksi data dan sajian
data merupakan dua komponen dalam analisis data. Penarikan kesimpulan
dilakukan jika pengumpulan data dianggap cukup memadai. Jika terjadi
kesimpulan yang dianggap kurang memadai, diperlukan aktivitas verifikasi
dengan sasaran yang lebih terfokus. Ketiga aktivitas tersebut saling
berinteraksi sampai diperoleh kesimpulan yang mantap.
7. Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara induktif,
yaitu mulai dari laporan atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan,
mempelajari, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari
fenomena yang ada di lapangan. Analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Miles dan Huberman
menjelaskan penyajian dua model pokok analisis yaitu:28)
a. Model analisis jalinan, dimana tiga komponen analisis (reduksi,
sajian data, dan penarikan kesimpulan) dilakukan saling menjalin
dengan proses pengumpulan data mengalir bersamaan.
b. Model analisis interaktif, dimana komponen reduksi data dan
sajian data dilakukan bersama dengan proses pengumpulan data.
Setelah data terkumpul maka tiga komponen analisis (reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan) berinteraksi.
28 H.B. Sutopo. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. 2002. hal. 94-95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
interaktif. Dalam model analisis ini, tiga komponen analisisnya yaitu reduksi
data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verivikasi dilakukan dalam
bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.
Untuk menganalisis penelitian ini, maka dilakukan dengan langkah langkah
sebagai berikut:
1. Pengumpulan data.
Pengumpulan data atau informasi dilakukan melalui wawancara,
kuisioner maupun observasi langsung.
2. Reduksi.
Reduksi data merpakan proses seleksi, menyortir, penyederhanaan,
pemfokusan, abstraksi data (kasar) yang ada dalam fieldnote. Proses
ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset yang dimulai dari
bahan reduction yang sudah dimulai sejak peneliti mengambil
keputusan. Data reduction adalah bagian dari analisis, suatu bentuk
analisis yang mempertegas memperpendek, membuang hal yang tidak
penting, dan diatur sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat
dilakukan.
3. Penyajian data.
Merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan
sistematis, sehingga bila dibaca akan lebih mudah dipahami. Dengan
melihat penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan
memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut. Sajian data selain dalam
bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis matriks,
gambar, skema, table, sebagai pendukung narasinya.
4. Menarik kesimpulan
Dari pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti dari peristiwa,
mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur dan sebagainya
sebagai sebuah kegiatan konfigurasi yang utuh dari kesimpulan-
kesimpulan data dan selama peneliti berlangsung selanjutnya
dilakukan verifikasi
Untuk menjelaskan letak interaktifnya secara sederhana gambar
prosesnya dapat dilihat sebagai berikut:
Bagan 2. Model Analisis Interaktif (Miles and Huberman 1992:20)29)
Dengan memperhatikan gambar tersebut, maka prosesnya dapat dilihat
pada waktu pengumpulan data, peneliti juga harus membuat reduksi data dan
29 Ibid. halaman 96.
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan atau verivikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
sajian data. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, peneliti akan mengalami
kesulitan karena banyaknya data yang berupa deskripsi kalimat. Begitu
peneliti menyusun catatan lapangan lengkap, reduksi data segera dibuat. Data
yang tidak diperlukan akan dibuang supaya mudah dalam menampilkan,
menyajikan, dan menarik kesimpulan sementara. Dari membaca sajian data
yang berupa cerita dengan kelengkapan pendukungnya, peneliti bisa mengarah
pada simpulan. Simpulan ini masih bersifat sementara karena proses
pengumpulan data masih terus berlangsung. Begitu peneliti mendapatkan data
baru dengan pemahaman baru, kemungkinan besar simpulan sementara
tersebut perlu diubah sehingga lebih tepat. Bila data baru ternyata lebih
memperkuat simpulannya, maka simpulan sementara yang dikembangkan
akan menjadi semakin mantap. Demikian seterusnya perjalanan pengumpulan
data dan analisisnya berjalan bersamaan hingga menuju kearah yang semakin
mantap, menghasilkan data yang lengkap, hingga penarikan kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
A. Sejarah Berdirinya National Paralympic Committee (NPC) Surakarta
National Paralympic Committee (NPC) awal mula berdirinya disebut
Yayasan Pembina Olahraga Cacat disingkat (YPOC). Yayasan tersebut
didirikan pada tanggal 31 Oktober 1962 dengan Akte Notaris nomor 71
tanggal 31 Oktober 1962. YPOC mengalami perubahan nama sebanyak dua
kali. Perubahan yang pertama yang semula disebut YPOC berubah menjadi
Badan Pembina Olahraga Cacat disingkat (BPOC). Perubahan nama lembaga
tersebut diputuskan dalam Musornas YPOC ke VII tanggal 31 Oktober- 1
November 1993 di Yogyakarta. Akte notaries yang pertama mengalami
pembaharuan beberapa kali dan pembaharuan terakhir, setelah berganti nama
menjadi BPOC, dengan akte nomor 15 tanggal 15 Desember 1993. Ditingkat
nasional badan ini mempunyai wilayah kerja seluruh Indonesia, disebut
dengan nama Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Pusat. Ditingkat daerah
propinsi organisasi ini disebut Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC)
Daerah Propinsi, ditingkat kabupaten/kotamadya organisasi ini disebut Badan
Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Cabang Kabupaten/kotamadya. Organisasi
ini berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, serta bertujuan
membentuk manusia susila yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang sehat jasmaniah serta rokhaniah melalui pembinaan olahraga dalam
rangka pembangunan bangsa dan Negara (AD BPOC Bab II Pasal 3 dan 5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Berkenaan dengan kesepakatan perubahan nama organisasi payung
diatas, maka dipersiapkanlah konsep struktur organisasi, struktur pembinaan
olahraga cacat, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta program
kerja dan lain-lain. Konsep tersebut kemudian disampaikan kepada KONI
Pusat dan Menpora yang dipersiapkan sebagai materi pokok dalam Musornas
YPOC ke VII tahun 1993 di Yogyakarta
B. Keputusan Musornas YPOC ke VI-1993 di Yogyakarta
Pada tanggal 31 Oktober 1 November 1993 telah diselenggarakan
Musyawarah Olahraga Cacat Nasional (Musornas) YPOC ke VII, yang
pelaksanaannya bersamaan dengan penyelenggaraan Pekan Olahraga Cacat
Nasional (PORCANAS) ke X, tanggal 31 oktober 6 November 1993, di
Yogyakarta. Dalam Musornas tersebut telah diputuskan antara lain sebagai
berikut:
1. Menyetujui perubahan nama YPOC (Yayasan Pembina Olahraga
Cacat) menjadi BPOC (Badan Pembina Olahraga Cacat)
2. Menyetuji pemisahan kegiatan kesenian dari BPOC.
3. Menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BPOC.
4. Meningkatkan Usaha konsolidasi organisai BPOC termasuk
pengembangan organisasi ke seluruh wilayah Negara Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
C. Pengesahan KONI pusat atas perubahan nama
Koni Pusat dalam Rapat Paripurna Nasional (Raparnas) ke XXII,
tanggal 12 sampai dengan 13 Januari 1994 di Jakarta, komisi organisasi telah
memutuskan:
Mengakui dan mengesahkan perubahan nama YPOC (Yayasan Pembina
Olahraga Cacat), menjadi BPOC (Badan Pembina Olahraga Cacat), yang
menjadi satu-satunya wadah kegiatan pembinaan olahraga cacat Indonesia.
D. BPOC Daerah dan cabang
Untuk mengembangkan sayap organisasi, sejak didirikannya tanggal
31 Oktober 1962 sampai dengan tahun 1995 telah berhasil dibentuk /
didirikan BPOC daerah di 26 propinsi dan cabang di kabupaten / kotamadya
sebanyak 71. Daftar BPOC Daerah Proponsi dan BPOC cabang Seluruh
Indonesia
1. BPOC Daerah Istimewa Aceh
1. BPOC Cabang Kabupaten Aceh timur
2. BPOC Cabang Kabupaten Aceh Utara
3. BPOC Cabang Kotamadya Banda Aceh
2. BPOC Daerah Propinsi Sumatera Utara
1. BPOC Cabang Kotamadya Medan
2. BPOC Cabang Kabupaten Tapanuli Selatan
3. BPOC Daerah Propinsi Riau
1. BPOC Cabang Kotamadya Pekanbaru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
4. BPOC Daerah Propinsi Sumatera Barat
1. BPOC Cabang Kotamadya Bukit Tinggi
2. BPOC Cabang Kotamadya Padang
3. BPOC Cabang Kabupaten Tanah Datar
5. BPOC Daerah Propinsi Jambi
6. BPOC Daerah Propinsi Bengkulu
7. BPOC Daerah Propinsi Sumatera Selatan
1. BPOC Cabang Kotamadya Palembang
2. BPOC Cabang Kotamadya Pangkalpinang
3. BPOC Cabang Kabupaten Ogan Komering Ilir
8. BPOC Daerah Propinsi Lampung
9. BPOC Daerah Kusus Ibukota Jakarta
10. BPOC Daerah Propinsi Jawa Barat
1. BPOC Cabang Kabupaten Garut
2. BPOC Cabang Kotamadia Bandung
3. BPOC Cabang Kotamadya/Kabupaten Cirebon
11. BPOC Daerah Propinsi Jawa Tengah
1. BPOC Cabang Kotamadya Surakarta
2. BPOC Cabang Kotamadya Semarang
3. BPOC Cabang Kabupaten Boyolali
4. BPOC Cabang Kabupaten Karanganyar
5. BPOC Cabang Kabupaten Cilacap
6. BPOC Cabang Kabupaten Sukoharjo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
7. BPOC Cabang Kabupaten Pemalang
12. BPOC Daerah Istimewa Yogyakarta
1. BPOC Cabang Kabupaten Bantul
13. BPOC Daerah Propinsi Jawa Timur
1. BPOC Cabang Kotamadya Surabaya
2. BPOC Cabang Kotamadya Malang
3. BPOC Cabang Kotamadya/Kabupaten Madiun
4. BPOC Cabang Kabupaten Sidoarjo
5. BPOC Cabang Kabupaten Bondowoso
6. BPOC Cabang Kotamadya/Kabupaten Blitar
7. BPOC Cabang Kotamadya/Kabupaten Kediri
8. BPOC Cabang Kabupaten Sumenep
9. BPOC Cabang Kabupaten Pamekasan
10. BPOC Cabang Kabupaten Ponorogo
11. BPOC Cabang Kabupaten Banyuwangi
12. BPOC Cabang Kabupaten Tulungagung
13. BPOC Cabang Kabupaten Jember
14. BPOC Cabang Kabupaten Lumajang
15. BPOC Cabang Kabupaten Pasuruan
16. BPOC Cabang Kabupaten Situbondo
17. BPOC Cabang Kabupaten Sampang
18. BPOC Cabang Kabupaten Trenggalek
19. BPOC Cabang Kabupaten Bangkalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
20. BPOC Cabang Kabupaten Nganjuk
21. BPOC Cabang Kabupaten Pasuruan
22. BPOC Cabang Kabupaten Gresik
23. BPOC Cabang Kabupaten Probolinggo
24. BPOC Cabang Kabupaten Jombang
25. BPOC Cabang Kabupaten Lamongan
26. BPOC Cabang Kabupaten Bojonegoro
27. BPOC Cabang Kabupaten Magetan
28. BPOC Cabang Kabupaten Pacitan
14. BPOC Daerah Propinsi Bali
15. BPOC Daerah Propinsi Kalimantan Barat
16. BPOC Daerah Propinsi Kalimantan Tengah
1. BPOC Cabang Kabupaten Kotawaringin Timur
2. BPOC Cabang Kabupaten Kotawaringin Barat
3. BPOC Cabang Kabupaten Barito Selatan
4. BPOC Cabang Kabupaten Kapuas
17. BPOC Daerah Propinsi Kalimantan Selatan
18. BPOC Daerah Cabang Propinsi Kalimantan Timur
1. BPOC Cabang Kotamadya Balikpapan
2. BPOC Cabang Kotamadya Samarinda
3. BPOC Cabang Kabupaten Kutai
4. BPOC Cabang Kabupaten Pasir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
19. BPOC Daerah Propinsi Sulawesi Selatan
1. BPOC Cabang Kabupaten Gowa
2. BPOC Cabang Kabupaten Polimamasa
3. BPOC Cabang Kabupaten Enrekang
4. BPOC Cabang Kabupaten Pare-Pare
5. BPOC Cabang Kabupaten Seidenreng Rappang
20. BPOC Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara
21. BPOC Daerah Propinsi Sulawesi Tengah
22. BPOC Daerah Propinsi Sulawesi Utara
23. BPOC Daerah Propinsi Maluku
24. BPOC Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur
1. BPOC Cabang Kabupaten Belu
2. BPOC Cabang Kabupaten Ende
3. BPOC Cabang Kabupaten Timor Tengah Utara
4. BPOC Cabang Kabupaten Belu Timor Tengah Selatan
5. BPOC Cabang Kabupaten Ngada
6. BPOC Cabang Kabupaten Alor
Perubahan nama yang kedua kalinya terjadi pada tahun 2010 dimana
BPOC berganti nama menjadi National Paralympic Committee yang disingkat
NPC hingga sekarang. Jumlah atlet yang dibina NPC sampai dengan tahun
2012 ada 41 atlet, berusia antara 20-44 tahun, terdiri dari 29 atlet pria dan 12
atlet wanita. Jumlah tersebut meliputi atlet berprestasi dan atlet belum
berprestasi (tahap pemula). Cabang olahraga yang digeluti meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
a. Renang
b. Bulu tangkis
c. Tenis meja
d. Catur
e. Panahan
f. Voli duduk
g. Sepak bola
h. Atletik (lari, bala kursi roda, lempar cakram, lempar lembing)
Jenis kecacatan yang dialami oleh atlet meliputi tuna daksa, tuna
grahita, dan tuna netra. Atlet-atlet binaan NPC Surakarta sering kali
diandalkan sebagai pemasok atlet atau tulang punggung bagi tim BPOC
provinsi Jawa Tengah, yaitu diantaranya pada kejuaraan PORCANAS tahun
2004 di Palembang dan PRCANAS tahun 2008 di Kalimantan Timur, serta
PORCAPROV 2009 . Pada PORCAPROV 2009 BPOC Surakarta keluar
sebagai juara umum dengan meraih 28 medali emas, 22 medali perak, dan 10
medali perunggu. Prestasi lain yang diraih adalah menjadi atlet wakil
Indonesia dalam ajang ASEAN Paragames 2011 dimana Surakarta menjadi
tuan rumah ajang paralympic games tersebut.
E. Kantor dan Prasarana
Pusat BPOC yang sekarang menjadi NPC Indonesia semula berkantor
di kantor Koperasi Penca Harapan dengan alamat Timur Gudang Garam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Stasiun Jebres Surakarta. Baru pada tahun 1981 hingga sekarang menempati
kantornya sendiri di Jalan Ir. Sutami nomor 86 Jurug Surakarta 57125
telepon/fax (0271) 636486. Kantor tersebut dibangun atas tanah HGB (Hak
Guna Bangunan) bantuan Pemda Kotamadia Surakarta seluas 600M2. Kantor
BPOC ini merupakan Gedung Lokal Kerja bantuan dari Departemen Sosial
RI. Bangunan Garasi mobil diperoleh dari Gubernur Jawa Tengah. Pada
Tahun 1986 mendapat tambahan gedung baru yang dibangun dari biaya
anggaran penyelenggaraan Fespic Game ke IV di Surakarta, yang selanjutnya
digunakan untuk wisma atlet.
F. Visi, Misi, dan Tujuan
NPC Kota Surakarta sebagai suatu badan atau wadah bagi para atlet
penyandang cacat memiliki visi, misi, serta tujuan organisasi sebagai berikut:
Visi:
Terwujudnya keseimbangan dan kesetaraan pembinaan olahraga cacat
Misi:
1. Mengatur pemberian bimbingan dan pelaksanaan pelatihan olahraga cacat
2. Mengusahakan dan mengatur pembiayaan pelatihan olahraga cacat
3. Mengusahakan dan mengatur pembiayaan pengiriman atlet cacat
berprestasi dalam pertandingan antar daerah dan luar Indonesia
4. Mengusahakan peningkatan prestasi, kesejahteraan, dan pendidikan atlet.
Tujuan:
1. Membentuk watak kepribadian penyandang cacat yang mencintai nilai
kemanusiaan, kejujuran, dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
2. Mewadahi penyandang cacat untuk berperan serta dalam Pembangunan
Nasional Melalui kegiatan olahraga cacat.
3. Mewujudkan dunia olahraga cacat yang lebih maju, berkeadilan,
bermartabat sejajar dengan keberadaan olahraga pada umumnya.
4. Membentuk kebugaran fisik dan mental agar tetap sehat dan kuat melalui
kegiatan olahraga
5. Memupuk kesatuan dan persatuan antar atlet, serta persatuan dan
persahabatan bangsa Indonesia.
6. Berupaya mengharumkan nama daerah melaui pencapaian prestasi
olahraga cacat
7. Memperkuat gerakan perjuangan untuk mewujudkan kesamaan hak dan
kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.
G. Logo Organisasi NPC
Logo NPC mengikuti lambang international paralympic committee
(IPC) dengan cirri khas Merah putih membentuk bendera dan tulisan
Indonesia berwarna hitam di bagian bawah. Bendera organisasi ini terdiri atas:
Ukuran : Panjang 240 cm, lebar 160 cm (perbandingan 3:2)
Warna dasar : Berwarna biru langit (ketentraman dan kedamaian)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Lambang
bergerak, mengelilingi titik pusat, menekankan bahwa peran NPC telah
membawa atlet dari seluruh penjuru dunia bersama sama dan
memungkinkan mereka untuk bersaing. Mereka selalu bergerak maju dan
tidak pernah menyerah.
Warna agitos : Terdiri dari tiga unsur warna yaitu merah, biru, dan hijau.
Merah putih dan tulisan NPC Indonesia mewakili Negara Indonesia.
H. Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI PENGURUS PUSAT
BADAN PEMBINA OLAHRAGA CACAT (PP. BPOC)/NATIONAL PARALYMPIC
COMMITTEE (NPC)
MASA BAKTI 2008-2013
Pelindung :1. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI.
2. Menteri Sosial RI.
3. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
4. Menteri Kesehatan RI.
5. Ketua Umum KONI dan KOI
Penasehat :1. Gubernur Provinsi Jawa Tengah
2. Prof. Dr. Ir. Djohar Arifin Husin.
3. Prof. Dr. Guntur
Ketua Umum : Senny Marbun
Ketua I : Drs. Rio Suseno
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Ketua II : Dr. H. Husein Argasasmita, MA.
Ketua III : Haryono, SH.
Ketua IV : Yeni Kurniati
Sekretaris Jenderal : Pribadi, SH.
Wakil Sekretaris Jenderal : Sophia Prawindya, S.Sos.
Bendahara Umum : Drs. Slamet Djauhari
Wakil Bendahara : Ruslan Sipahutar
Departemen Hukum
Ketua : Drs. Abdul Karim
Departemen Pemberdayaan
Daerah
Ketua : Safri Tanjung
Anggota : Edison Ardiles
Departemen Cabang Olahraga
Ketua : Abdul Aziz
Anggota : Marpaung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Departemen Pelatih dan Wasit
Ketua : Waluyo, S.Pd. M.Or.
Anggota : Matsuro
Departemen Pertandingan dan
Klasifikasi
Ketua : Dr. Yanti
Departemen Luar Negeri dan
Humas
Ketua : Sukanti Raharjo Bintoro, S.Pd.
Anggota : Heri Isranto
Departemen Humas
Ketua : Heri Isranto
Departemen Usaha dan Dana
Ketua : Anggiat Sagala, S.Sos. M.Si.
Dewan Pertimbangan Pusat
Ketua merangkap Anggota : Yahya Kemi
Sekretaris Merangkap Anggota : Asmayadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Anggota : Robani Ibrahim, SH.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB III
SAJIAN DAN ANALISA DATA
A. Pola komunikasi interpersonal pelatih dan atlet difabel NPC
Surakarta yang terjadi pada saat latihan (formal)
1. Komunikasi pelatih dan atlet difabel NPC Surakarta menggunakan metode
tatap muka dan komunikasi oral.
Komunikasi interpersonal dengan tatap muka dipandang lebih sukses
daripada bentuk komunikasi antarmanusia lainnya. Seseorang dapat
berkomunikasi untuk mempelajari sesuatu dengan baik apabila menggunakan
lebih dari satu inderanya, yaitu tahapan mengetahui atau melihat melalui mata,
mendengar melalui telinga, penciuman melalui hidung, meraba dengan
tangan, dan tahapan merasakan dengan lidah.
Kelebihan komunikasi tatap muka dapat menjalin suatu kontak melalui
satu rangkaian pertukaran-pertukaran pesan antara dua orang dalam proses
komunikasi diantara mereka. Seperti halnya metode komunikasi tatap muka
yang digunakan pada saat proses latihan pelatih dengan atlet difabel NPC
Surakarta. Tatap muka yang terjadi terus menerus merupakan suatu dinamika
komunikasi yang dapat meningkatkan keterikatan psikologis, menumbuhkan
saling percaya, dan kesamaan tujuan.
Pola komunikasi yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan atlet
untuk membentuk lingkaran, dan pelatih mengambil posisi di tengah-tengah
lingkaran. Dengan menggabungkan pesan verbal dan nonverbal, pelatih
mengucapkan salam dan memimpin doa sesuai dengan keyakinan masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
masing atlet. Setelah doa selesai, pelatih memberikan pengarahan mengenai
program-program yang harus dilakukan. Hal ini sesuai dengan apa yang
diutarakan oleh Prajudi, selaku pelatih cabang atletik NPC Surakarta.
u kita mengheningkan cipta untuk berdoa bersama, setelah berdoa udah tau kewajiban lari dua kali, warming up, baru program. Mereka secara
Gambar 1. Pelatih dan atlet saat mengawali latihan di Stadion
Manahan Surakarta
Setelah doa dan pemanasan selesai, atlet berlatih masing-masing
cabang olahraga yang digelutinya, antara lain lari jarak pendek, lari jarak jauh,
latihan balap kursi roda, latihan lompat tinggi, dan lempar cakram. Selama
latihan di lapangan ditemukan adanya otoritas pelatih sebagai pemimpin dari
para atlet. Peneliti melihat adanya perlakuan pelatih yang cenderung
menunjukkan sikap sebagai seorang pemimpin. Sehingga dapat digambarkan
model komunikasinya adalah model komunikasi linear. Dominasi pelatih
sebagai pemimpin terlihat pada saat pelatih memberikan instruksi atau kata-
.., . Selain itu bunyi tiupan peluit atau
bendera yang diberikan oleh pelatih juga dapat digambarkan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
komunikasi yang linear dimana pesan yang disampaikan dari pelatih melalui
aba-aba peluit tersebut hanya disampaika searah untuk para atlet.
Namun, komunikasi yang terjadi di tempat latihan tidak hanya satu
arah (linear). Ketika terjadi percakapan antara pelatih dan atlet saling
menyampaikan pesan dan menerima pesan, hal itu merupakan proses yang
berkesinambungan sehingga membentuk model sirkuler. Setiap pelaku
komunikasi baik pelatih ataupun atlet berperan sebagai encoder (alat
penyandi) dan decoder (alat penyandi balik). Pelaku komunikasi meng-encode
pesan ketika mengirim dan men-decode pesan ketika menerimanya. Selain itu
ada unsur tambahan yang disebut interpreter (penerjemah) yang berfungsi
memaknai pesan yang berhasil di-decode lalu di-encode kembali dalam
bentuk pesan berikutnya agar dapat dikirim. Hal tersebut seperti terlihat dari
percakapan antara pelatih dan atlet saat latihan di kolam renang Tirtomoyo
Jebres berikut ini:
Pelatih (Gatot)
Atlet (Kaka)
Pelatih (Gatot) kaya tadi tangan didepan tapi nggak pakai pelampung
Atlet (Kaka)
Pelatih (Gatot) -apa
Atlet (Kaka) : (melakukan apa yang dikatakan pelatih)
Cuplikan percakapan tersebut akan terjadi secara terus menerus dan
berkesinambungan sehingga membentuk model komunikasi sirkuler.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Untuk atlet tuna rungu, selain tatap muka, pelatih dalam melakukan
komunikasi dengan mereka menggunakan metode komunikasi oral. Metode
komunikasi oral merupakan metode dimana mengirimkan pesan dengan cara
pengucapan ujaran dan membaca ujaran yang lazim digunakan orang-orang
pada umumnya. Namun, disamping komunikasi metode oral, juga tetap
disediakan pendamping tuna rungu wicara yang menguasai bahasa isyarat
untuk menyampaikan pesan yang disampaikan pelatih kepada atlet maupun
sebaliknya. Seperti yang diutarakan Prayitno, pendamping atlet tuna rungu
NPC Surakarta:
pelatih normal menyampaikan pesan ke pendamping tuna rungu, lalu disampaikan ke atlet tuna rungu
Gatot pelatih NPC Surakarta cabang olahraga renang, juga
menggunakan metode tatap muka dan metode komunikasi oral dalam
menyampaikan pesan kepada atletnya. Komunikasi secara tatap muka
didukung dengan sebuah program latihan yang ditulis di kertas. Hal tersebut
dilakukan karena atlet difabel cabang olahraga renang terdiri dari atlet tuna
daksa dan tuna rungu wicara. Untuk memudahkan menyampaikan pesan
dalam komunikasi tatap muka tersebut, pelatih menuliskan program di kertas,
kemudian diperbanyak sesuai dengan jumlah atlet yang berlatih, seperti yang
dituturkan oleh Gatot, Pelatih cabang olahraga renang NPC Surakarta:
si, neng
10 Juli 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Gambar 2. Atlet tuna rungu cabang renang sedang membaca program yang diberikan pelatih
Selain komunikasi yang dilakukan secara tatap muka pada saat latihan,
komunikasi dengan atlet secara formal juga dilakukan di asrama NPC
Surakarta. Atlet-atlet dikumpulkan di sebuah aula lalu diberi pengarahan oleh
pelatih dan pembina. Selain pengarahan juga diadakan pembagian uang saku,
dan klasifikasi kesehatan. Seperti yang dituturkan Tia atlet cabang olahraga
renang NPC Surakarta:
bolak balik karena control jahitan. Ada kegiatan atlet-atlet dikumpulkan acara pengarahan, bagi-bagi uang saku, periksa klasi
Ibunda Arman juga mengutarakan:
siang atau sesudah makan siang itu ada pengarahan rasa kedewasaan, kebangsaan, atletnya dikumpuFebruari 2013)
Dari data diatas, komunikasi yang dilakukan pelatih dan atlet secara formal
tidak hanya terjadi di lapangan saja. Tetapi juga terjadi di dalam asrama, tempat
mereka tinggal. Tlet dikumpulkan di dalam sebuah aula untuk menerima pengarahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
dari Pembina maupun pelatih. Materi yang disampakan berupa rasa kebangsaan,
kedewasaan, pembagian uang saku, ataupun pemeriksaan klasifikasi kesehatan.
2. Komunikasi pelatih dan atlet difabel NPC Surakarta menggunakan media
Dalam melakukan komunikasi dengan atlet, Prajudi dan Gatot
memiliki kesamaan yaitu sama-sama menggunakan handphone sebagai media
komunikasi. Penggunaan handphone sebagai media komunikasi dipilih karena
dengan handphone dapat berkomunikasi tanpa terikat tempat, lebih praktis dan
efisien baik dari segi pemakaian atau pun dari segi cara membawa alat
komunikasi tersebut. Dengan adanya handphone komunikasi semakin lancar,
dan cepat tanpa harus memperhitungkan jarak dan waktu. Selain itu
kecanggihan handphone dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan
berupa materi kepada para atlet, terutama atlet tuna rungu seperti yang
diungkapkan Prajudi:
berarti kan baca. Punya hp nggak? Kalo punya kasih sms, kamu besok programnya ini. Dia terus tanya, kenapa harus seperti itu pak? Sebabnya ini, agar kamu meningkat seperti ini, berarti kan udah ketemu solusi. Kalau misalkan nggak ada hp ya kita terpaksa pakai buku, orek-orek. Secara garis besarnya ini, programnya hari ini seperti
(Wawancara dengan Prajudi, 10 Juli 2012). Senada dengan Prajudi, Gatot menggunakan handphone sebagai media
untuk mempermudah mengkomunikasikan gerakan renang yang benar kepada
atlet tunarungu. Mengingat keterbatasan atlet dengan pendengarannya, Gatot
membuat strategi dengan memasukkan video teknik berenang yang benar
kedalam memori card handphone masing-masing atlet. Dengan begitu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
mereka dapat mempelajarinya lebih cepat dan jelas, karena ditampilkan secara
visual. Seperti yang diungkapkan oleh Gatot:
hp mbak, saya kasih video renang di hp, saya masukin ke memori. Saya kasih liat video ni renang gaya punggung yang benar bagaimana saya kasih liat seperti ini, kalo liat video lebih dimengerti mbak, kalo cuma teori dia bingung, tangannya harus gimana, khususnya tuna rungu, kalo pake video lebih cepat nangkepnya, lebih enak, teori nya baru diterangkan, terutama untuk tuna rungu(Wawancara dengan Gatot, 10 Juli 2012).
Penggunaan handphone sebagai media juga diungkapkan oleh Tia atlet cabang
olahraga renang sebagai berikut:
sa baca bibir Pak Gatot atau tulis sms di handphone, atau tulis di (Wawancara 17 Februari 2013)
Begitu juga dengan arid mengungkapkan hal yang sama:
Tatap muka, tapi kalau handphone cuma nggak berang (Wawancara 17 Februari 2013)
Dari data yang diperoleh peneliti di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi interpersonal pelatih dan atlet dalam proses latihan memanfaatkan
media handphone agar memudahkan atlet tuna rungu wicara dalam menerima
pesan yang disampaikan pelatih sehingga lebih banyak terjadi feedback.
Dengan adanya feedback maka bisa dinilai bahwa komunikasi bisa dikatakan
berhasil karena pelatih sebagai komunikator memberikan informasi dan atlet
sebagai komunikan bisa menangkap maksud dari komunikator (pelatih).
Feedback yang didapat dari seorang pelatih tidak selalu berupa kata-kata,
tetapi juga ekspresi wajah, atau gesture.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Efek yang terjadi, khususnya pada atlet tampak dalam tindakannya
dalam mentaati informasi dan instruksi dari pelatih. Misalnya, ketika ada
gerakan mengayun atau melempar yang salah, setelah ditegur atau dibenarkan
oleh pelatih, atlet langsung mengubah cara yang salah tersebut. Efek yang
terjadi pada diri komunikan dalam hal ini atlet, mencapai tataran konatif, yaitu
melakukan apa yang diinstruksikan pelatih dilihat dari permainan dan perilaku
atletnya, apakah sudah menerapkan instruksi pelatih atau belum.
B. Pola komunikasi interpersonal pelatih dan atlet difabel NPC
Surakarta yang terjadi diluar latihan(informal)
1. Pelatih sebagai sahabat Pelatih yang terbuka secara psikologis biasanya dengan kesediannya
yang relative tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan atlet.
Keterbukan psikologis pelatih sangat penting mengingat posisinya sebagai
panutan atlet difabel. Selain sisi-sisi positif sebagaimana tersebut, ada pula
signifikansi lain yang terkandung dalam keterbukaan psikologis pelatih, yaitu
keterbukaan psikologis merupakan pra kondisi atau prasyarat penting yang
perlu dimiliki pelatih untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.
Selanjutnya keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana
hubungan antar pribadi pelatih dan atlet difabel yang harmonis, sehingga
mendorong atlet mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.
Mengatasi masalah yang dialami para atlet termasuk salah satu tugas
pelatih. Di dalam komunikasi interpersonal pelatih dan atlet difabel diluar jam
latihan, pelatih berusaha peduli dan bisa menjadi sahabat yang bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
menampung keluhan, curahan hati atlet yang memiliki permasalahan, baik
masalah pribadi maupun masalah kesulitan dalam latihan, serta memberikan
motivasi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Jim Denison dan Zoe Avner
menyatakan bahwa pelatih yang peduli dengan peningkatan kinerja atlet,
mereka harus mahir di sejumlah tugas yang berbed, yang terdiri dari
perencanaan dan mengorganisir sesi latihan, mengembangkan taktik atau
strategi permainan, membuat keputusan, membimbing individu atau tim
sepanjang musim, dan pemecahan masalah.30) Seperti yang diungkapkan oleh
Prajudi:
ada, tapi kalau pas betul-betul mendesak, kalo dia nggak bisa nanggulangi biasanya bilang. Misalnya kalo masalah nggak seneng sama temennya, dinakali sama temennya ya kita kasih tau, nanti kita sampaikan, kalo perlu tak jewer kaya gitu aja udah seneng dia. (Wawancara, 10 Juli 2012)
Hal senada juga diungkapkan oleh Bambang:
alau tempramennya lagi tinggi pelatih juga tau, terus didekati. Ditanyain kenapa, apa ada masalah? Saya crita, nanti dikasih solusi
Berbeda dengan bambang, Tia lebih memilih untuk menceritakan masalahnya
kepada sang suami. Seperti penuturannya sebagai berikut:
sibuk banget terima jahitan. Kalau masalah pribadi aku cerita ke suami ku
Ibunda Arman mengungkapkan permasalahan kepada pelatih sebagai berikut:
kakinya kurang kuat. Saya tanya lagi solusinya gimana? Kata Mas Gatot harus ikut fitness. Ok! Na nanti mas gatot yang ngarahke fitness untuk
30 Jim Denison dan Zoe Avner. Positive Coaching: Ethical Practices for Athlete Development. Faculty of Physical Education and Recreation, University of Alberta, Edmonton, Alberta, Canada Version of record first published: 14 Feb 2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
kekuatan kaki. Ya pokoknya selalu komunikasi mbak, kalau ndak kan kita kan ndak tau. Istilahnya saya nggak paham gaya apa yang benar, makanya Arman itu gayanya sudah bener belum? Mas Gatot bilang tangannya masih kurang bu, lha terus solusinya gimana? Harus latihan di daratnya bu, fitness,
Data tersebut menunjukkan tidak semua atlet dapat meceritakan
masalah yang sedang dialaminya kepada pelatih. Hal tersebut kembali lagi
pada kepribadian masing-masing atlet. Seperti bambang dia termasuk pribadi
yang ekstrovert (terbuka) dengan mau menceritakan masalah yang dialaminya
dengan pelatih. Tetapi berbeda dengan Tia yang lebih tertutup (introvert)
dengan memilih menceritakan masalah yang sedang dialaminya hanya dengan
orang yang paling dekat dengannya, yaitu suaminya. Untuk Arman
komunikasi yang dilakukan masih didampingi dengan Ibu nya. Karena Arman
adalah tunagrahita dia memiliki kesulitan untuk menangkap pesan yang
diberikan, ada keterlambatan cara berpikir, sehingga anaknya cenderung
melakukan sesuatu semaunya sendiri, termasuk pada saat latihan.
Gambar 3. Atlet difabel sedang bersantai di asrama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
2. Rasa empati pelatih terhadap atlet Empati merupakan salah satu faktor yang menumbuhkan sikap percaya
pada diri orang lain. Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan
dan pikiran orang lain, kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang
orang lain atau kemampuan memproyeksikan diri kepada diri orang lain,
dengan lain perkataan, kemampuan menghayati perasaan orang lain atau
merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dalam pelatihan, seorang pelatih
harus memiliki rasa empati, karena empati ini digunakan untuk menghayati
apa yang sedang dirasakan atlet sehingga seorang pelatih mengerti apa yang
dialami oleh atletnya. Di NPC Surakarta pelatih menggunakan empati dengan
cara saling menghargai dan memahami bagaimana kondisi atlet difabel. Dari
keterbatasan yang mereka miliki pelatih harus menggunakan hati, karena
tanpa menggunakan hati, kasih sayang, dan empati maka justru dilawan oleh
atlet. Seperti yang diungkapkan oleh Prajudi:
-orang komunitas itu tempramen mereka tidak pasti, kita yang harus menyesuaikan bukan dia, makannya kita pake hati, pikiran, logika. Hati untuk apa? Untuk kesabaran. Harus sabar, dia tanpa kasih sayang ndak bisa. Kalau kita bilang kamu harus seperti ini, pasti dilawa (Wawancara 4 Juli 2012)
C. Aliran komunikasi yang terjadi antara pelatih dan atlet difabel NPC
Surakarta pada saat latihan
Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada
setiap gerak langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang
tergantung satu sama lain dan saling terkait dengan orang lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
dilingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan orang
lain adalah komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal (bahasa tubuh
dan isyarat yang banyak dimengerti oleh suatu komunitas), dengan media
ataupun tanpa media komunikasi.
Pada saat latihan berlangsung aliran komunikasi yang terjadi antara
atlet difabel tuna daksa dan tuna rungu memiliki perbedaan. Perbedaan
terletak pada penggunaan media untuk berkomunikasi. Untuk atlet tuna daksa,
pelatih maupun atlet tidak menggunakan media saat latihan, karena mereka
bisa melakukan komunikasi layaknya orang normal. Mereka hanya tidak
memiliki tangan atau kaki yang sempurna. Sehingga jika digambarkan aliran
komunikasinya sebagai berikut:
Bagan 3. Aliran komunikasi pelatih dan atlet tuna daksa NPC Surakarta
Bagan diatas menggambarkan aliran komunikasi interpersonal dari
pelatih atau atlet (sebagai komunikator) menyampaikan pesan verbal dan
nonverbal, secara langsung (tatap muka) kepada atlet atau pelatih sebagai
komunikan. Setelah pesan diterima oleh atlet (sebagai komunikan), maka akan
Feed Back
Pelatih/ atlet
Atlet/ pelatih
Komunikasi secara langsung
Pesan Verbal dan Non
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
memberikan respon atau umpan balik kepada komunikator (pelatih/atlet),
begitu seterusnya.
Berbeda dengan atlet tuna daksa, komunikasi kepada atlet tuna rungu
harus menggunakan pendamping tuna rungu wicara dan media untuk
memudahkan penyampaian pesan dari pelatih kepada atlet. Mengingat tuna
rungu wicara tidak bisa mendengar tapi bisa melihat, maka media yang
digunakan merupakan media visual. Seorang pelatih harus pandai membuat
formula yang tepat untuk memasukkan program yang dibuat oleh pelatih agar
masuk ke dalam otak para atlet. Pelatih yang harus mencari bagaimana
caranya bukan atlet yang mencari. Sebagai contoh untuk atlet tuna rungu dan
wicara, program yang disampaikan dari pelatih dilakukan melalui gerakan
isyarat tangan, gerakan bibir, tulisan, sms, maupun video. Program akan lebih
cepat ditangkap secara visual karena mereka tidak dapat mendengar, dan
hanya dapat melihat. Jika digambarkan, aliran komunikasi dari pelatih kepada
atlet tuna rungu wicara sebagai berikut:
Bagan 4. Aliran komunikasi pelatih dan atlet tuna rungu wicara NPC Surakarta
Pelatih/atlet Pendamping tuna rungu wicara, atau
menggunakan media handphone
Atlet/pelatih
Feed back
Pesan verbal dan nonverbal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
D. Pesan yang disampaikan pelatih dan atlet difabel NPC Surakarta saat
berinteraksi.
Seperti yang telah kita ketahui, komunikasi terdiri dari dua jenis yaitu
komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal merupakan
proses komunikasi melalui bahasa dan kata-kata yang diucapkan. Sedangkan
komunikasi nonverbal merupakan proses komunikasi yang tidak dilakukan
melalui bahasa dan pengucapan kata-kata, tetapi melalui cara-cara lain seperti
bahasa tubuh, bahasa isyarat, mimik wajah, sensitivitas kulit, dan lain-lain.
Walaupun masih memiliki kekurangan-kekurangan tertentu, komunikasi
verbal, seperti bahasa, telah sanggup menyampaikan informasi kepada orang
lain. Hanya saja, pesan-pesan yang sifatnya nonverbal tentunya juga tetap
dibutuhkan untuk memperjelas informasi-informasi yang akan disampaikan
oleh sender agar receiver dapat lebih memahaminya, dan tidak terjadi salah
persepsi. Manusia selalu memiliki kesepakatan dalam penggunaan kosakata
tertentu, yang biasanya bersifat lokal dan unik. Kemampuan menggunakan
simbol merupakan ciri eksklusif manusia, karenanya manusia sering juga
simbol.
Pesan yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan berupa
pesan verbal maupun nonverbal. Dalam menyampaikan pesan secara verbal
kepada atlet, pelatih juga memperhatikan dengan siapa ia berkomunikasi.
Misalnya dengan atlet tuna rungu maka pelatih harus berbicara lebih perlahan
agar atlet mampu menangkap gerakan bibir yang diucapkan pelatih dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
disertai dengan gerakan tangan. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi
interpersonal tersebut adalah bahasa Indonesia, hal ini dilakukan untuk lebih
saling menghormati dan mengingat atlet berasal dari berbagai macam daerah,
sehingga memudahkan atlet dalam menafsirkan pesan yang disampaikan oleh
pelatih.
Selain pesan verbal, pelatih sebagai komunikator juga menggunakan
pesan nonverbal dalam melakukan komunikasi interpersonal. Pesan nonverbal
tersebut antara lain gerak isyarat tangan, jabat tangan, sentuhan, pelukan, dan
sikap yang ramah serta hangat. Hal ini dilakukan karena pesan nonverbal juga
memiliki fungsi sebagai pelengkap (komplementer) dan penegas (aksentuasi)
dari pesan verbal. Sedangkan ketika atlet bertindak sebagai komunikator,
pesan nonverbal yang sering digunakan yaitu ekspresi raut wajah dan gestural
(gerak tubuh), seperti menunjukkan ekspresi kelelahan.
Dalam penelitian ini, banyak ditemukan penggunaan simbol-simbol
nonverbal berupa bahasa isyarat yang digunakan pelatih untuk berkomunikasi
dengan atlet tuna rungu. Simbol-simbol nonverbal juga digunakan oleh
sesama atlet tunarungu jika sedang berbincang-bincang, baik pada latihan
cabang renang maupun cabang atletik. Seperti yang dikatakan Prajudi:
-orang kaya kita kadangkala itu minder, tapi kalo dia ngomong sama sebaya dia, sekomunitas dia, cepet. Jarak jauh aja dia tau, mereka pake bahasa isyarat, kode-(Wawancara dengan Prajudi, 13 Juli 2012).
Secara alami, individu tunarungu cenderung mengembangkan cara
komunikasi manual atau bahasa isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
negara telah mengembangkan bahasa isyarat yang dibakukan secara
internasional. Dalam melakukan komunikasinya, atlet tuna rungu dan wicara
menggunakan simbol atau bahasa isyarat diatas sebagai bahasa mereka.
Delapan bentuk tangan yang menggambarkan kelompok-kelompok konsonan
diletakkan pada empat posisi di sekitar wajah yang menunjukkan kelompok-
kelompok bunyi vokal.
Gambar 4. Cued Speech
Digabungkan dengan gerakan alami bibir pada saat berbicara, isyarat-isyarat ini
membuat bahasa lisan menjadi lebih tampak jelas. Seperti apa yang terlihat di
dalam cabang olahraga renang, bahasa isyarat digunakan pelatih untuk
melakukan hitungan pada saat memulai pemanasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Gambar 5. Gatot memimpin pemanasan dengan menggunakan jari sebagai kode angka
Isi pesan yang disampaikan tidak bermakna konotasi. Pelatih
berkomunikasi dengan atlet secara to the point. Hal ini berarti pesan yang
disampaikan pelatih kepada atletnya tidak bertele tele dan tidak mengandung
kiasan. Pelatih akan menyampaikan apa adanya hal-hal yang dirasa perlu
disampaikan kepada atlet seperti berikut ini
jangan bengong liat bola. Jadi kamu langsung geser, masalahnya kaki kamu
kan nggak bisa digerakkan, jadi kekuatan ada ditangan. Koordinasi, tekniknya
sudah saya berikan, pasing atas, pasing bawah, smash, block. Kamu kalau
kira-kira bola nya keras, kaya ipe ya, sama iis harus ambil awalan jangan
mepet garis. Kamu harus ngira-ngira sendiri, masalahnya apa? Kalo kamu
loncat nglewati batas dari b
Selain isi pesan mengenai teknis bermain ataupun teknis-teknis di
lapangan, isi pesan juga dapat berupa motivasi. Tidak semua atlet dapat
didorong dengan strategi yang sama. Dalam dunia olahraga, pelatih harus
mengenal dan menanggapi secara layak kebutuhan akan dorongan atletnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tingkat motivasi dan sumber motivasi atlet akan mempengaruhi daya juang
atlet tersebut. Jika kurang termotivasi, otomatis daya juangnya pun kurang.
Jika highly motivated, maka daya juangnya pun tinggi. Apabila sumber
motivasi ada di luar (ekstrinsik), maka kuat lemahnya daya juang sang atlet
pun sangat situasional, tergantung kuat lemah pengaruh stimulus. Contoh,
makin besar hadiahnya, makin kuat daya juangnya. Makin kecil hadiahnya,
makin kecil usahanya.
Motivasi paling baik jika sumber motivasi ada di dalam diri, tidak
terpengaruh cuaca apalagi iming-iming hadiah. Atlet yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi, maka sejak awal berlatih dia sudah secara konsisten dan
persisten mengusahakan yang terbaik. Kepuasannya terletak pada
keberhasilannya untuk mencapai yang terbaik di setiap tahap proses latihan,
bukan hanya saat bertanding. Masalah yang ada pasti punya pengaruh, namun
selama motivasi internalnya kuat, atlet tersebut mampu untuk sementara
waktu menyingkirkan beban emosi yang dirasa memperberat gerakannya.
Dikatakan oleh Prajudi:
Ya pokoknya tugas kita lah memberikan motivasi agar masa depannya tu mapan. Mapan dalam arti segalanya tidak hanya materi. Misalnya, atlet A dulunya dia cuma jualan koran, sekarang bisa dapet rumah sendiri. Kalo kamu disiplin, konsisten, pasti bisa mengikuti, dari pada hidup seperti ini. Kalo udah jadi jawara diingatkan, karena ego nya masih tinggi. Harus bisa menjadi contoh-contoh yang dibawahnya. Ilmu seperti apapun kita sampaikan, atlet jadi terbuka w
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Motivasi yang diberikan dari pelatih kepada atletnya bisa saja berbeda.
Atlet yang satu dengan yang lain mungkin membutuhkan porsi motivasi yang
berbeda pula. Ada yang sudah memiliki semangat yang kuat, sehingga
motivasi yang diberikan juga cukup sedikit saja. Ada juga atlet yang malas,
sehingga harus diberikan motivasi yang lebih dari pada teman-temannya.
Namun, secara keseluruhan motivasi harus diberikan kepada seluruh atlet.
Seperti yang diutarakan Bambang atlet NPC Surakarta cabang atletik:
-begini, karena dia disiplin mau berusaha, sekarang bisa jadi atlet berprestasi, bisa mencukupi kebutuhannya. Makannya kamu harus semangat, disiplin, kerja keras, jangan
Selain Bambang, Arid atlet tuna rungu NPC Surakarta cabang renang
mengungkapkan sebagai berikut: Jangan males, ntar bisa kalah. Kejarlah waktu limit yang baik, mesti
Berbeda lagi dengan Tia yang mendapat motivasi dari pelatih sebagai berikut:
Iya misal pak Gatot bilang Tia kuat 200 meter gaya bebas, tapi Tia belum yakin soal itu karena Tia sibuk banget terima jahitan banyak sambil latihan, banyak bolos latihannya. Ternyata benar dapat juara satu gayanya. (Wawancara 17 Februari 2013)
Selain Arid, dan Tia berikut penuturan Dwi mengenai motivasi yang diberikan pelatih:
Harus latian terus, gak boleh bolos. Kalu bolos satu hari saja, seminggu nggak boleh (Wawancara 16 Februari 2013)
Lain lagi dengan penuturan Arman, atlet tuna grahita NPC Surakarta cabang renang:
(Wawancara 17 Februari 2013)
Dari data diatas terlihat problem yang dialami para atlet tersebut
adalah malas, kurang serius, dan tidak mengikuti latihan (membolos).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Sehingga motivasi yang diberikan pelatih banyak yang mendorong mereka
agar tidak malas dan harus disiplin mengikuti latihan.
Selain motivasi, monitoring pelatih kepada atlet harus dilakukan.
Tanpa pemantauan atau monitoring, program yang diberikan kepada atlet
tidak dapat berjalan dengan lancar. Contohnya, alat yang seharusnya
digunakan sebagaimana mestinya, karena mereka bercanda satu sama lain
akhirnya mengakibatkan cedera atau juga kerusakan pada alat. Hal-hal kecil
tersebut jika tidak dilakukan pemantauan akan menimbulkan kerugian. Oleh
sebab itu, pelatih secara terus menerus melakukan komunikasi dan
memberikan informasi. Hal sekecil apapun harus disampaikan.
E. Hambatan yang terjadi dalam komunikasi interpersonal yang
dilakukan pelatih dan atlet difabel NPC Surakarta
Adanya aktivitas-aktivitas dalam kehidupan sosial menunjukkan
bahwa manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan sesamanya.
Dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup tersebut akan mendorong
manusia untuk melakukan interaksi dengan sesamanya, baik untuk
mengadakan kerjasama (cooperation) maupun untuk melakukan persaingan
(competition). Kegiatan pelatihan atlet difabel di lapangan merupakan proses
transformasi pesan edukatif berupa materi latihan dari sumber pelatih kepada
atlet. Dalam pelatihan di lapangan terjadi proses komunikasi untuk
menyampaikan pesan dari pelatih kepada atlet difabel dengan tujuan agar
pesan dapat diterima dengan baik dan berpengaruh terhadap pemahaman serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
perubahan tingkah laku. Dengan demikian keberhasilan kegiatan pelatihan di
lapangan sangat tergantung kepada efektifitas proses komunikasi yang terjadi
dalam pelatihan tersebut.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh
sesorang atau lebih yang langsung dapat diketahui balikannya. Dalam proses
komunikasi interpersonal terdapat suatu hambatan atau kendala, dan kendala
tersebut merupakan sesuatu yang wajar, meskipun hal itu menggaggu jalannya
penyampaian informasi dari penyampai terhadap penerima. Seperti halnya
komunikasi interpersonal pelatih dan atlet NPC Surakarta dalam proses
pelatihan di lapangan diketahui adanya suatu yang menghambat pelaksanaan
komunikasi tersebut.
Seperti yang dikatakan Prajudi:
ini belom ada kendala, setiap kita memberi program dia tau, masih bisa dimengerti. Kalo saya bilang hari ini program kamu latihan lari 30 menit, terus kalo udah menggeh-menggeh kita lihat dari mimiknya,
(Wawancara 10 Juli 2012)
Tidak mengalami masalah atau hambatan dalam berkomunikasi dengan atlet
difabel juga diutarakan oleh Gatot Sebagai berikut:
sebagian besar sudah (Wawancara 10 Juli 2012)
Selain kedua pelatih tersebut, atlet tentunya juga memiliki kesulitan atau
hambatan-hambatan dalam berkomunikasi dengan pelatih yang tentunya
berbeda satu dengan lainnya. Seperti yang diutarakan Bambang:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
agak sulit, tapi ada pendampingnya, jadi tinggal bilang, nanti pendampingnya yang bilang sama pelatih (Wawancara 13 Juli 2012)
Lain dengan Bambang, kesulitan atau hambatan yang dialami oleh Tia adalah:
Ya ada sedikit kesulitan komunikasi karena aku tunarungu nggak bisa dengar suara. Omongan siapa pun. Aku harus lihat baca bibir pak gatot bicara melatih renang baru bisa dimengerti aku. (Wawancara 17 Februari 2013)
Arid juga mengungkapkan:
O pak gatot, pertama kali aku nggak bisa tangkap mulutnya. Selalu nggak ngerti soal waktu detik. Gara-gara aku lamban sih, hehe., Kelamaan udah paham sama pak gatot. O ya aku kesulitan ambil gaya punggung karena mabok sih, akhirnya bisa tapi waktu peparnas kalah ke lima jumlahnya sebelas orang. Waktu latihan sama pak gatot ketat ni, wah nggak sangka bisa mendapat emas, alhamdulilah ya, aku sungguh berterimakasih sama pak Gatot karena mendidik baik. O ya, dan latian karet dan fitness pertama kali pegal sih selama satu minggu, aku ngeluh sih soalnya berat. Terus pegalnya udah hilang jadi semangat, ni ototnya jadi kuat gitu. (Wawancara 17 Februari 2013)
Berbeda dengan tia dan arid, dwi mengutarakan :
Nggak ada, biasa aja. Bicara sama orang bisa bahasa isyarat juga bisa.
Arman yang didampingi ibunya juga mengungkapkan:
Kalau komunikasi nggak ada masalah mbak, wong ya dia kan kaya orang normal biasa. Hanya, masalahnya justru ada pada dirinya. Dia kalau nangkep materi itu kan susah. Kalau tuna grahita kan pelupa, baru aja diterangin pelatih waktumu sekian. Terus tak tanyain lagi itu
Dari data diatas, dapat disimpulkan untuk para pelatih tidak mengalami
hambatan yang berarti. Komunikasi yang dilakukan berjalan lancar, seperti di
cabang atletik disediakan pendamping khusus untuk tuna rungu wicara untuk
memudahkan penyampaian pesan dari pelatih ke atlet atau sebaliknya. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
cabang renang kendala dialami oleh tia dan arid, karena diawal berkomunikasi
dengan pelatih mereka mengalami kesulitan untuk membaca gerakan bibir,
namun lama-kelamaan mereka sudah terbiasa dan bukan lagi menjadi sebuah
hambatan. Untuk Bambang dan Dwi, dia tidak merasa kesulitan karena dia
terbiasa berkomunikasi dengan orang normal. Dia menuturkan berkomunikasi
dengan orang biasa bisa, dengan bahasa isyarat juga bisa. Sedangkan Arman
stlet cabang renang, kesulitan yang dialami berasal dari dirinya sendiri, yang
tidak bisa menangkap informasi yang diberikan pelatih karena IQ nya yang
dibawah rata-rata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penelitian dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan
mengenai pola komunikasi pelatih dengan atlet NPC Surakarta sebagai
berikut:
1. Pola komunikasi interpersonal antara pelatih dengan atlet NPC
Surakarta dibagi menjadi dua, yaitu pada saat latihan (formal) dan
diluar jam latihan (informal). Komunikasi interpersonal pada saat
latihan menggunakan metode tatap muka, metode komunikasi oral
untuk tuna rungu, dan menggunakan handphone sebagai media
komunikasi. Sedangkan komunikasi interpersonal diluar latihan
dilakukan oleh pelatih untuk melakukan pendekatan pada atlet yaitu
dengan metode pelatih sebagai sahabat dan rasa empati pelatih
terhadap atlet.
2. Aliran komunikasi interpersonal antara tuna daksa, dan tuna grahita
terjadi dari pelatih langsung kepada atlet tanpa menggunakan media.
Sedangkan aliran komunikasi interpersonal yang berlangsung antara
pelatih dan tuna rungu, terjadi dari pelatih menyampaikan pesan
melalui pendamping tuna rungu wicara, atau media, kemudian
disampaikan kepada atlet, jika terjadi feedback kembali lagi ke
pendamping tuna rungu wicara, dan dilanjutkan ke pelatih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
3. Dalam pola komunikasi interpersonal pelatih dan atlet difabel,
ditemukan dua model komunikasi yang digunakan yaitu model linear
dan model sirkuler. Komunikasi dengan model linear terjadi pada saat
pelatih memberi instruksi atau perintah. Sedangkan model sirkuler
terjadi ketika pelatih mengirimkan pesan berupa masukan secara
teknik, saran, ataupun motivasi, dan atlet kembali menanggapi pesan
yang disampaikan pelatih.
4. Isi pesan yang disampaikan dari pelatih kepada atlet tidak bermakna
konotasi, karena kata-kata yang diucapkan kebanyakan berupa
masukan, arahan, motivasi, maupun evaluasi Hal ini menunjukkan
kompetensi sebagai pelatih yang selalu berkata to the point atau
langsung ke makna sesungguhnya kepada atletnya. Selain itu isi pesan
yang disampaikan tidak hanya mengenai hal-hal teknis dalam
pelatihan, tetapi juga isi pesan yang disampaikan mengandung hal-hal
yang sifatnya pribadi.
5. Hal-hal yang menghambat komunikasi interpersonal untuk pelatih
tidak ditemukan, karena dapat teratasi dengan bantuan media dan
pendamping untuk tuna rungu wicara. Sedangkan hambatan
komunikasi interpersonal dirasakan oleh atlet tuna rungu wicara yang
pada awalnya sulit untuk menangkap gerakan bibir pelatih. Sedangkan
untuk tuna grahita dari segi komunikasi tidak ada masalah hanya yang
bermasalah adalah keterlambatan berpikir atlet tuna grahita untuk
menangkap pesan yang disampaikan pelatih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian diatas, maka peneliti
memberikan beberapa saran diantaranya:
1. Kepada pihak NPC khususnya pelatih, pola komunikasi interpersonal
antara pelatih dengan atlet yang sudah berjalan dengan baik
diharapkan untuk lebih ditingkatkan. Pelatih diharapkan untuk
mendengarkan secara aktif apa yang dibutuhkan oleh para atlet,
dengan begitu komunikasi dapat berjalan secara efektif. Pelatih juga
harus terbuka kepada para atlet. Selain itu tugas pelatih untuk
mengevaluasi, memonitoring, dan memotivasi diri para atlet harus
ditingkatkan.
2. Kepada atlet difabel, diharapkan untuk lebih bersemangat dan disiplin
dalam menjalani latihan. Keterbatasan yang atlet miliki bukanlah
menjadi penghalang bagi para atlet untuk berprestasi. Komunikasi
dengan pelatih juga harus ditingkatkan. Sampaikan apa yang kalian
rasakan, atau hal-hal yang ingin kalian tanyakan. Kerja keras, disiplin,
dan kemauan untuk lebih ditingkatkan sehingga para atlet bisa
mencapai prestasi yang diinginkan.
3. Kepada mahasiswa, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk
penelitian lebih lanjut. Temuan dari hasil penelitian ini dan teori-teori
yang menjadi dasar dalam penelitian ini dapat dijadikan data
pendukung untuk penelitian lebih lanjut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
4. Kepada masyarakat umum, dengan hasil penelitian ini diharapkan
dapat memotivasi dan membuka mata masyarakat agar tidak
memandang sebelah mata difabel. Walaupun dengan keterbatasan yang
mereka miliki, mereka dapat berprestasi layaknya manusia normal
pada umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user