Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan endogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan,
suku, atau kekerabatan dalam lingkungan yang sama. Dalam sistem endogami,
seseorang, diharuskan untuk mencari jodoh di lingkungan sosialnya sendiri,
misalnya di lingkungan kerabat, klan, lingkungan kelas sosial, atau yang
sangat dekat hubungan kekerabatannya. Perkawinan endogami, biasanya
dilakukan dengan alasan antara lain agar harta kekayaan tetap beredar di
kalangan sendiri, memperkuat pertahanan klan dari serangan musuh,
mempertahankan garis darah (nasab) atau motif lainnya yang lebih bersifat
eksklusif.
Perkawinan endogami masih marak terjadi dimasyarakat hingga
sekarang ini. Sebagian masyarakat menjadikan perkawinan endogami ini
sebagai kebiasaan (adat) yang sulit mereka hilangkan. Para ahli memandang
perkawinan endogami ini dinilainya kurang baik dan mempunyai dampak
negatif terhadap keturunannya, misalnya keturunan yang dihasilkan dari
perkawinan ini, mengalami cacat fisik dan mental atau mempunyai penyakit
bawaan/turunan, karena hubungan darah antara suami dan isteri terlalu dekat.
Dusun Jembangan Agung merupakan bagian dusun dari Desa Sruwen
yang letak wilayahnya terpisah dengan dusun-dusun lainnya. Dusun ini
11
memiliki tradisi perkawinan unik. Sampai tahun 1990, hampir semua
penduduknya melakukan perkawinan dengan cara endogami. (wawancara
dengan bapak Supadi pada tanggal 15 Maret 2014) Baru di atas tahun 2000
terdapat beberapa masyarakat yang melakukan pernikahan eksogami.
Perkawinan eksogami ini dilakukan oleh generasi muda di mana orangtuanya
dulu melakukan perkawinan secara endogamy. Perubahan kebudayaan yang
terjadi di Dusun Jembangan Agung ini merupakan suatu keniscyaan dan tidak
dapat dielakkan. Karena masyarakat tidak pernah statis, selalu dinamis
berubah dari satu keadaan ke keadaan lainnya yang disebabkan oleh berbagai
faktor. Perubahan ini mungkin dimaksudkan sebagai wujud tanggapan
manusia terhadap tantangan lingkungannya.
Bentuk perkawinan endogamy ini dilakukan oleh seluruh lapisan
masyarakat, tidak hanya yang miskin, kaya, berpendidikan dan tidak
berpendidikan. Ada seorang sarjana yang memiliki pengalaman dan tingkat
pendidikan yang cukup tinggi dibandingkan dengan masyarakat lain, akan
tetapi dia juga melakukan perkawinan secara endogamy.
Selain tradisi perkawinan endogami di Dusun Jembangan ini
berlangsung pula tradisi perkawinan pada usia dini. Bahkan ada kasus
perkawinan yang dilakukan secara endogami sekaligus juga dilakukan dalam
usia yang sangat muda, karena belum lulus sekolah dasar. Berdasarkan
pengakuan salah seorang pelaku pernikahan tersebut dia melakukan
pernikahan dengan tetangga dekat pada umur 12 tahun. Waktu itu dia belum
lulus sekolah Madrasah Ibitidaiyah. Lebih unik lagi perkawinan tersebut
12
berjalan dengan lancar tanpa ada kendala administrasi. Padahal sebetulnya
perkawinan tersebut menyalahi UU No I Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab
2 pasal 7 ayat 1 berbunyi “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah
mencapai umur 16 (enambelas) tahun. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri
Agama No.11 tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 8 “Apabila
seorang calon sumi belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan
seorang calon isteri belum mencapai umur 16 (enambelas) tahun, harus
mendapat dispensasi dari pengadilan”. Ketika kami Tanya mengapa hal
tersebut terjadi, jawabnya tidak tahu karena hanya taat kepada orangtua yang
sudah menjodohkannya. Sekarang diusianya 43 tahun dia sudah punya cucu.
Hal ini menggambarkan bahwa pernikahan usia dini yang dia lakukan terjadi
pula pada anaknya. Sedangkan anaknya tersebut melakukan pernikahan secara
eksogami. (Wawancara dengan Ibu Supinah salah satu pelaku perkawinan
endogamy dan sekaligus menikah diusia dini).
Ada berbagai macam model perkawinan endogamy yang terjadi di
Dusun Jembangan Agung. Antara lain perkawinan dengan tetangga dekat
(masyarakat setempat menyebutnya dengan peknggo kepanjangan dari ngepek
tonggo), ada juga perkawinan endogamy yang dilakukan dengan saudara
dekat. Masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah peklur artinya ngepek
sedulur. (wawancara pada tanggal 15 Maret 2014)
Walaupun sistem perkawinan endogamy tidak dilarang dalam Islam
akan tetapi, model perkawinan eksogami dalam ajaran Islam sangat dianjurkan
13
dengan tujuan untuk memperluas tali silaturrahim dan menghindari
kemungkinan kawin atau menikah dengan saudara sesusuan. Oleh karena itu
perkawinan endogami ini, banyak juga kita jumpai di masyarakat dengan
berbagai alasan dan berbagai faktor, diantaranya faktor budaya, menjaga dan
mempertahankan status sosial, dan menjaga harta warisan. namun yang
menjadi topik pembahasan dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi
alasan mereka melakukan perkawinan endogami dan bagaimana dampak yang
timbul dari perkawinan ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui alasan utama tentang perkawinan endogami dan mengungkapkan
dampak dan akibat yang timbul dari pelaksanaan perkawinan endogami
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan endogami di Dusun
Jembangan Agung?
2. Bagaimana pola perkembangan perkawinan endogami yang terjadi pada
masyarakat Dusun Jembangan Agung Desa Sruwen?
3. Apa implikasi pernikahan endogami terhadap kehidupan rumah tangga?
C. Signifikansi
1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah wacana bagi peneliti
khususnya dan pengamat hukum perkawinan di Indonesia pada umumnya.
14
2. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat Dusun Jembangan Agung dalam
melaksanakan perkawinan pada generasi selanjutnya.
D. Telaah Pustaka
Perkawinan endogami merupakan salah satu tradisi perkawinan yang
ada di masyarakat yang memiliki motif dan juga implikasi juga pola berbeda-
beda. Sehingga terus saja menarik untuk dikaji dan juga diteliti lebih
mendalam. Karena tetap memiliki nilai-nilai ketertarikan tersendiri bagi
pemerhati hukum perkawinan, sosiologi, juga bagi para feminis baik untuk
mengapresiasi atau untuk mengkritiknya. Kajian terhadap pernikahan model
ini tentu saja tidak dilepaskan dari nilai-nilai budaya sekaligus norma yang
berlaku di masyarakat Indonesia. Kasus ini tidak saja terjadi di pedesaan yang
jauh dari hiruk pikuk kehidupan, namun juga di perkotaan yang penuh dengan
perkembangan peradaban.
Di antara kajian yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan model
perkawinan ini adalah dilakukan oleh Hamka Siregar dengan judul
Perkawinan Endogami Pada Komunitas Arab Alawiyyun di Kota Pontianak.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka memperoleh gelar doktor dalam bidang
ilmu agama di UIN Sunan Kalijaga. Penelitian menunjukkan bahwa pola
perkawinan endogami didasarkan pertimbangan untuk mempertahankan nasab
keturunan juga disisipi motif ekonomi dan politis. Penerapan sistem
perkawinan endogami ini diberlakukan secara ketat di kalangan Arab
Alawiyyun di Kota Pontianak yang membawa dampak terselubung terhadap
15
eksistensi masyarakat di luar kelompok Alawiyyun dan eksistensi kaum
wanita. (Disertasi UIN Sunan Kalijaga Yokyakarta)
Penelitian juga pernah dilakukan oleh Ahmad Fauzi (skripsi) dengan
judul Perkawinan Endogami di Kabupaten Pemekasan, dengan
mengemukakan beberapa faktor terjadinya perkawinan endogami antara lain
faktor budaya, ekonomi (menjaga warisan) dan juga faktor sosial
(mempertahankan kehormatan keluarga). Penelitian serupa dilakukan oleh
Duwi Nuryani, Setiaji, dan Puji Lestari dengan mengambul judul Latar
Belakang dan Dampak Perkawinan Endogami di Desa Sigide Kabupaten
Jepara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang melatarbelakangi
perkawinan ini adalah: orientasi kewilayahan, kemurnian keturunan, menjaga
harta, dan perjodohan. Dengan rumusan masalah yang sama Kurnia Rizkiyati
menyusun skripsi dengan judul Perkawinan Endogami pada Masyarakat
Keturunan Arab: Studi di Kampung Arab Al Munawar Kota Palembang. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
perkawinan endogami masih dipertahankan karena dilatarbelakangi oleh
kebudayaan yang masih dipegang kuat oleh masyarakat keturunan Arab,
kuatnya keinginan untuk tetap mempertahankan identitas dirinya sebagai
keturunan Arab yang dilakukan dengan cara membuat batasan dalam
pemilihan pasangan dalam perkawinan sehingga upaya untuk kemurnian
keturunan darah, kepercayaan dan keamanan harta tetap dijaga. Selain
perkawinan dilakukan atas dasar emosional saling menyukai, peran orang tua
16
juga memiliki peranan penting dalam proses pemilihan jodoh yaitu dengan
melakukan sistem perjodohan.
Penelitian juga dilakukan oleh Rina Yulianti dengan judul Resistensi
Nilai Budaya Perkawian Endogami Pada Masyarakat Kampung Pakoran
Terhadap Modernisasi. Penelitian ini menghasilkan bahwa faktor terjadinya
perkawinan endogami adalah dalam rangka mempertahankan keturunan Nur
Bayan seorang tokoh agama dan tokoh masyarakat di kampung tersebut.
(Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Volume 22, Nomor 4: 304-309).
Dari berbagai penelitian yang sudah ada kami masih tertarik untuk
meneliti. Kalau kebanyakan penelitian di atas menjawab tentang faktor-faktor
terjadinya perkawinan endogami maka kami akan lebih mengamati terhahadap
perkembangan budaya perkawinan endogami tersebut dan juga implikasinya
dalam bidang pendidikan dan ekonomi masyarakat atau keluarga yang
melaksanakan perkawinan secara endogami.
E. Sistimatika Pembahasan
Rencana penelitian ini membahas tentang pola perkembangan
endogami yang terjadi pada masyarakat Dusun Jembangan Agung Desa
Sruwen Kecamatan Tengaran. Agar penyajian laporan tersusun secara
sistematis dan terarah, laporan ini akan terdiri dari tiga bagian, yakni:
pendahuluan, isi dan penutup.1 Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh
langkah sebagai berikut. Langkah pertama pendahuluan yang terdiri dari latar
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm.211-215
17
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan
pustaka, serta sistematika pembahasan penelitian.
Langkah kedua, berisi tentang perspektif teoritik yang digunakan
sebagai perspektif baik dalam membantu merumuskan masalah (kembali)
fokus penelitian maupun dalam melakukan analisis data atau membahas
temuan-temuan penelitian. Penyajian teori ini meliputi teori perubahan
budaya, teori tindakan sosial, serta gambaran umum tentang perkawinan di
Indonesia.
Langkah ketiga, menyajikan metode penelitian yang digunakan dalam
proses penelitian. Metode tersebut meliputi pendekatan yang digunakan serta
alasan penggunaannya, fokus penelitian, cara-cara pengumpulan data, uji
keabsahan data, analisis data.
Langkah keempat, hasil penelitian yang meliputi gambaran umum
Desa Sruwen dan sekitarnya yang meliputi: sejarah lahirnya, struktur sosial
kemasyarakatan, keagamaan, adat perkawinan Dusun Jembangan Agung,
keadaan pendidikan serta ekonomi masyarakat. Selanjutnya disajikan hasil
penelitian tentang pola perkembangan perkawinan endogami di Dusun
Jembangan Agung Desa Sruwen Kecamatan Tengaran secara sistematik sesuai
urutan pokok masalah. Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian yang
merupakan rangkaian fakta perkawinan endogami yang sudah direduksi
secara cermat, sehingga tidak hanya merupakan kesan selintas peneliti apalagi
hasil manipulasi.
18
Langkah kelima, analisis temuan-temuan penelitian. Dalam bab ini
akan diungkap hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan endogami
pola perkembangan serta implikasinya dalam bidang pendidikan dan juga
perkembangan ekonomi.
Langkah terakhir (keenam) menyimpulkan hasil penelitian dengan
singkat dan jelas.
19
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, bila dilihat dari pendekatannya, maka penelitian
ini termasuk penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
pendekatan sosiologis-empiris, dengan menggunakan instrument observasi
dan interview. Adapun lokasi penelitiannya adalah Dusun Jembangan Agung
Kelurahan Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Sampai saat
ini masyarakat masih menjadikan perkawinan endogami sebagai kebiasaan
yang sudah turun temurun mereka lakukan.
Dalam penelitian kualitatif, pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan research question atau fokus penelitian. Karena dalam penelitian
kualitatif gejala itu bersifat holistik atau menyeluruh dan tidak dapat
dipisahkan. makna yang terkandung didalamnya adalah kita tidak akan
menetapkan penelitian kita hanya berdasarkan pada variabel penelitian, tetapi
keseluruhan situasi sosial yang akan kita teliti yang meliputi aspek tempat,
pelaku, dan aktifitas yang berinteraksi secara sinergis.
Fokus penelitian mempunyai makna batasan penelitian, karena dalam
lapangan penelitian banyak gejala yang meyangkut tempat, pelaku, dan
aktifitas, namun tidak semua tempat, pelaku dan aktifitas kita teliti semua.
20
untuk menentukan pilihan penelitian maka harus membuat batasan yang
dinamakan fokus penelitian.
Pohan (2007:14) mengatakan bahwa membatasi penelitian merupakan
upaya pembatasan dimensi masalah atau gejala agar jelas ruang lingkupnya
dan batasan yang akan di teliti. dalam hasil hal ini kita mengusahakan
melakukan penyempitan dan penyederhanaan terhadap sarana riset yang
terlalu luas dan rumit. dan tidak berharap berada di hutan belantara karena kan
memboroskan tenaga dan biaya. Sebagai ilustrasi jika fokus penelitian yaitu
ketika kita ditengah hutan belantara kita sebagai peneliti dan tidak mungkin
kita meneliti semua isi hutan, mulai dari hewan, tumbuhan dan apa yang ada
dihutan. berapa waktu yang kita butuhkan?berapa biaya yang akan kita
gunakan?tentu tak terhitung..benar gak?akan lebih baik kita buat fokus
penelitian yaitu membuat batasan, misalnya hanya meneliti tentang kayu
jatinya. dalam penelitian kualitatif lebih ditekankan pada fokus yang sempit
tapi mendalam. artinya satu persoalan yang dikaji lebih baik daripada semua
masalah di hutan dikaji tapi tidak mengarah.
Fokus juga bisa di artikan sebagai domian tunggal atau beberapa
domain yang terkait dengan situasi sosial. menurt Sugiyono (2007:34)
pembatasan masalah dan topik dalam penelitian kualitatif lebih didasarkan
pada tingkat kepentingan, urgensi dan feasibility masalah yang akan
dipecahkan, selain juga faktor keterbatasan tenaga, dana dan waktu. suatu
masalah di katakan penting apabila masalah tersebut tidak dipecahkan melalui
penelitian akan semakin menimbulkan masalah baru.
21
Penentuan fokus penelitian ini bertujuan untuk memberikan arah
selama penelitian berlangsung. Utamanya pada saat pengumpulan data, agar
peneliti mampu membedakan antara data yang relevan dengan tujuan
penelitian. Namun fokus penelitian ini sangat memungkinkan berubah pada
saat berada di lapangan. (Bagong Suyanto: 2005: 170-171)
Penelitian ini akan difokuskan pada pola perubahan budaya
perkawinan endogami serta dampak dan juga latar belakangnya di Dusun
Jembangan Agung. Sebuah wilayah yang terisolir dari wilayah dusun lain
yang berada di kelurahan Sruwen Kecamatan Tengaran, karena dibatasi
dengan sawah yang luas dan juga sungai yang panjang.
B. Setting dan Subjek Penelitian
Setting dan subjek penelitian merupakan satu kesatuan yang telah
ditentukan sejak awal penelitian. Setting penelitian ini menunjukkan
komunitas yang akan diteliti sekaligus kondisi fisik dan sosial mereka.
Subjek penelitian ditentukan secara sengaja sesuai dengan fokus
penelitian, yang kemudian akan menjadi informan dalam penelitian. Informan
penelitian ini meliputi beberapa macam; pertama, informan kunci (key
informan), yaitu keluarga yang melakukan perkawinan secara endogami.
Kedua, informan utama, yaitu mereka yang terlibat langsung proses
perkawinan endogami dalam hal ini bisa wali ataupun orangtua pasangan
perkawinan endogami, tokoh masyarakat atau aparat kelurahan. Ketiga,
informasi tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi
22
walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti, yaitu
masyarakat Dusun Jembangan pada umunya. (Bagong Suyanto: 171-172)
C. Jenis Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menghasilkan data deskriptif
mengenai kata-kata lesan. Oleh karena itu jenis penelitian yang akan
dilakukan adalah penelitian kualitatif. Terdapat lima ciri pokok dalam
penelitian ini yaitu: penelitian kualitatif mempunyai latar belakang alami dan
peneliti sendiri berperan sebagai informan, bersifat deskriptif, lebih
menekankan proses dari pada produk, cenderung menganalisis data secara
induktif, dan makna sangat penting artinya. (Zamroni: 1992: 81-82) Adapun
pendekatan yang akan dilakukan adalah pendekatan sosiologis.
D. Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data bisa dilakukan dengan observasi
(pengamatan), interview (wawancara), dan juga dokumentasi. Dalam
penelitian ini kami akan menggunakan wawancara sekaligus pengamatan
ataupun observasi dan juga dokumentasi. Wawancara akan dilakukan kepada
para pasangan perkawinan endogami, tokoh masyarakat ataupun orangtua/wali
dari pasangan suami istri. Wawancara ini dilakukan dalam rangka menggali
data yang berupa lesan. Sedangkan observasi atau pengamatan dilakukan
dalam rangka menggali data tentang gambaran umum tempat penelitian, mulia
dari pola kehidupan masyarakat, sifat karakteristik, dan juga tradisi-tradisi
23
yang ada dalam mesyarakat Dusun Jembangan. Selain itu juga dilakukan pada
keluarga pasangan perkawinan endogami, mulai dari bentuk keluarga, letak
rumah, bahkan juga tingkat ekonomi. Sedangkan dokumentasi dilakukan
dalam rangka memperoleh data tentang data-data yang berupa angka, mulai
dari jumlah penduduk, jumlah dan jenis pekerjaan, tingkat kesejahteraan,
tingkat pendidikan dan lain-lain. Agar penggunaan masing-masing metode ini
bisa sesuai dengan pedoman dalam penelitian kualitatif maka pendalama teori
tentang ketiga metode penggalian data tersebut menjadi sangat penting.
1. Wawancara
Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan
makna dalam suatu topik tertentu. (Sugiyono: 2001: 95) Wawancara
merupakan cara yang dipergunakan untuk memperoleh keterangan secara
lisan guna mencapai tujuan tertentu. (Burhanudin Ashshofa: 2001: 95)
Tujuan wawancara dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi
secara lengkap pola perkaiwnan endogami yang terjadi di dusun
Jembangan Agung. Alasan wawancara sebagai alat untuk mengumpulkan
data adalah karena fleksibel sehingga jawaban-jawaban dari informan atau
responden akan menjadi landasan percakapan yang mengalir. (Cristin
Daymon: tt: 259) Selain itu wawancara juga akan bisa diketahui hal-hal
secara mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan
fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui
observasi.
24
Ada beberapa macam jenis wawancara, (Cristin Daymon: 264-
268) namun kami hanya menggunakan satu yaitu wawancara tak
berstruktur (unstructured interview). Wawancara yang bebas di mana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap. Akan tetapi peneliti hanya akan
menggunakan garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Mengingat peneliti belum tahu secara persis data apa yang akan diperoleh,
sehingga peneliti akan banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh
responden. (Sugiyono:tt: 233-234) Keadaaan ini dimaksudkan agar
wawancara bisa berlangsung secara luwes dengan arah yang lebih terbuka.
Sebelum melakukan wawancara peneliti menyusun langkah-
langkah agar data yang dimaksud bisa terpenuhi. Langkah-langkah
tersebut adalah: (Sugiyono: 235)
a. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan
pembicaraan.
b. Menetapkan kepada siapa wawancara itu dilakukan.
c. Mengawali atau membuka alur wawancara.
d. Melangsungkan alur wawancara.
e. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya.
f. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan.
g. Mengidentifikasikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah
diperoleh.
25
Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti
memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber
data, maka peneliti mencatat langsung setiap melakukan wawancara.
Selain menyiapkan langkah-langkah dan juga melakukan pencatatan, agar
tidak muncul kecurigaan atas berbagai pertanyan yang muncul, maka
peneliti harus mampu menciptakan suatu hubungan yang akrab dengan
subjeknya. Langkah selanjutnya yang peneliti lakukan adalah segera
menulis kembali dalam bentuk narasi. Atau mendeskripsikan hasil
penelitian agar tidak lupa.
2. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti
melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat
dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004 : 104). Metode
observasi sering kali diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada subyek penelitian. Teknik
observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik hendaknya
dilakukan pada subyek yang secara aktif mereaksi terhadap obyek.
Adapun kriteria yang hendak diperhatikan oleh observeser antara lain:
a. Memiliki pengetahuan yang cukup terhadap obyek yang hendak
diteliti.
b. Pemahaman tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang
dilaksanakannya.
c. Penentuan cara dan alat yang dipergunakan dalam mencatat data.
26
d. Penentuan kategori pendapatan gejala yang diamati.
e. Pengamatan dan pencatatan harus dilaksanakan secara cermat dan
kritis.
f. Pencatatan setiap gejala harus dilaksanakan secara terpisah agar tidak
saling mempengaruhi.
g. Pemilikan pengetahuan dan keterampilan terhadap alat dan cara
mencatat hasil observasi.
Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat dan mengamati
perubahan fenomena–fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang yang
kemudian dapat dilakukan perubahan atas penilaian tersebut, bagi
pelaksana observaser untuk melihat obyek moment tertentu, sehingga
mampu memisahkan antara yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan.
(Margono, 2007:159)
Menurut Kusumah (2011:66-76) Pengamatan atau observasi adalah proses
pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti atau pengamat melihat
situasi penelitian. Untuk mencapai tujuan pengamatan, diperlukan adanya
pedoman pengamatan. Pengamatan sebagai alat pengumpul data ada
kecenderungan terpengaruh oleh pengamat atau observer sehingga hasil
pengamatan tidak objektif.
Macam-Macam Observasi
Ada berbagai macam bentuk yang bisa digunakan dalam penelitian
lapangan antara lain:
27
a. Observasi Partisipatif. Adalah peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-
hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data.
Artinya peneliti terlibat langsung dalam kegiatan mencari data yang
diperlukan melalui pengamatan. Melalui observasi partisipatif, data
yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada
tingkat makna dari setiap perilaku atau gejala yang muncul. Menurut
Stainback Observasi partisipatif dapat digolongkan menjadi empat
yaitu: partispasi pasif, partisipasi moderat, observasi yang terus terang
dan tersamar, dan observasi yang lengkap.
b. Observasi Terus Terang atau Tersamar. Dalam observasi jenis ini
peneliti menyatakan keterusterangannya kepada narasumber bahwa ia
sedang melakukan penelitian. Tetapi dalam suatu saat peneliti juga
tidak terus terang atau tersamar kepada narasumber untuk memperoleh
data yang sifatnya rahasia. Kemungkinan kalau dilakukan dengan terus
terang, maka peneliti tidak akan diijinkan untuk melakukan observasi.
c. Observasi Tidak Terstruktur. Adalah observasi yang tidak dipersiapkan
secara sistematis tentang apa yang diobservasikan. Dalam melakukan
pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku,
tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.
Manfaat Observasi
Menurut Patton sebagaimana dikutip Nasution, manfaat observasi adalah
sebagai berikut.
28
a. Dengan observasi dilapangan peneliti akan lebih mampu memahami
konsteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat
diperoleh padangan yang holistik atau menyeluruh.
b. Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung,
sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif,
jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.
Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan.
c. Dengan observasi peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak
diamati orang lain. Khususnya orang yang berada dalam lingkungan
itu, karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak akan
terungkapkan dalam wawancara.
d. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya
tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena
bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama
lembaga.
e. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar
persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang
komperhensif.
f. Melalui pengamatan dilapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan
data yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan
merasakan suasana atau situasi sosial yang diteliti.
Obyek Observasi
29
Obyek penelitian kualitatif yang di observasi menurut Spradley dinamakan
situasi sosial, yang terdiri atas tiga komponen yaitu tempat, pelaku, dan
aktivitas. Tempat dimana interaksi dalam situasi sosial sedang
berlangsung. Pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran
tertentu. Kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi sosial yang
sedang berlangsung.
3. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2011:329-330) dokumentasi merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi,
peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto,
gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya
misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-
lain. Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kridibel
atau dapat dipercaya kalau di dukung oleh sejarah pribadi kehidupan masa
kecil, sekolah, di tempat kerja, di masyarakat, dan autobiografi. Namun
juga sebaliknya bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas yang
tinggi, sebagai contoh banyak foto yang tidak mencerminkan keadaan
aslinya, karena foto dibuat untuk kepentingan tertentu. Demikian juga
autobiografi yang ditulis untuk dirinya sendiri, sering subjektif.
Macam-Macam Bahan dan Jenis Dokumen
30
Menurut Burhan Bungin (2008) bahan dokumen itu berbeda secara gradual
dengan literatur, dimana literatur merupakan bahan-bahan yang diterbitkan
sedangkan dokumenter adalah informasi yang disimpan atau
didokumentasikan sebagai bahan dokumenter. Mengenai bahan-bahan
dokumen tersebut, Sartono Kartodirdjo (dikutip oleh Bungin, 2008)
menyebutkan berbagai bahan seperti; otobiografi, surat pribadi, catatan
harian, momorial, kliping, dokumen pemerintah dan swasta, cerita roman /
rakyat, foto, tape, mikrofilm, disc, compact disk, data di server / flashdisk,
data yang tersimpan di web site, dan lainnya.
Dari bahan-bahan dokumenter di atas, para ahli mengklasifikasikan
dokumen ke dalam beberapa jenis yaitu:
a. Menurut Bungin (2008); dokumen pribadi dan dokumen resmi.
Dokumen pribadi adalah catatan seseorang secara tertulis tentang
tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Berupa buku harian, surat
pribadi, & otobiografi. Dokumen Resmi terbagi dua: pertama intern;
memo, pengumuman, instruksi, aturan lembaga untuk kalangan
sendiri, laporan rapat, keputusan pimpinan, konvensi; kedua ekstern;
majalah, buletin, berita yang disiarkan ke mass media, pemberitahuan.
(termasuk dalam klasifikasi di atas, pendapat lexy Moleong dan
Nasution)
b. Menurut Sugiyono (2005), berbentuk tulisan, gambar, dan karya.
Bentuk tulisan, seperti; catatan harian, life histories, ceritera, biografi,
peraturan, kebijakan, dan lainnya. Bentuk gambar, seperti; foto,
31
gambar hidup, sketsa, dan lainnya.Bentuk karya, seperti; karya seni
berupa gambar, patung, film, dan lainnya.
c. Menurut E. Kosim (1988) jika diasumsikan dokumen itu merupakan
sumber data tertulis, maka terbagi dalam dua kategori yaitu sumber
resmi dan tak resmi. Sumber resmi merupakan dokumen yang
dibuat/dikeluarkan oleh lembaga/perorangan atas nama lembaga. Ada
dua bentuk yaitu sumber resmi formal dan sumber resmi informal.
Sumber tidak resmi, merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan
oleh individu tidak atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber
tak resmi formal dan sumber tak resmi informal.
Posisi Studi Dokumen dalam Penelitian kualitatif.
Metode dokumenter merupakan salah satu jenis metode yang
sering digunakan dalam metodologi penelitian sosial yang berkaitan
dengan teknik pengumpulan datanya. Terutama sekali metode ini banyak
digunakan dalam lingkup kajian sejarah. Namun sekarang ini studi
dokumen banyak digunakan oleh lapangan ilmu sosial lainnya dalam
metodologi penelitiannya, karena sebagian besar fakta dan data sosial
banyak tersimpan dalam bahan-bahan yang berbentuk dokumenter. Oleh
karenanya ilmu-ilmu sosial saat ini serius menjadikan studi dokumen
dalam teknik pengumpulan datanya. Data dalam penelitian kualitatif
kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui
observasi dan wawancara. Akan tetapi ada pula sumber bukan manusia,
non human resources, diantaranya dokumen, foto dan bahan statistik.
32
Studi dokumen yang dilakukan oleh para peneliti kualitatif, posisinya
dapat dipandang sebagai ”nara-sumber” yang dapat menjawab pertanyaan;
”Apa tujuan dokumen itu ditulis?; Apa latarbelakangnya?; Apa yang dapat
dikatakan dokumen itu kepada peneliti?; Dalam keadaan apa dokumen itu
ditulis?; Untuk siapa?” dan sebagainya.(Nasution, 2003)
Menurut Sugiyono (2005) studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif. Bahkan kredibilitas hasil penelitian kualitatif ini akan semakin
tinggi jika melibatkan / menggunakan studi dokumen ini dalam metode
penelitian kualitatifnya hal senada diungkapkan Bogdan (seperti dikutip
Sugiyono) “in most tradition of qualitative research, the phrase personal
document is used broadly to refer to any first person narrative produce by
an individual which describes his or her own actions, experience, and
beliefs”.
Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan
data seperti transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta
analisis dokumen dan artefak lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap
mempertahankan keaslian teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan
karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena dari
sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional. Sehingga
pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif. Selain itu, di dalam
penelitian kualitatif juga dikenal tata cara pengumpulan data yang lazim,
yaitu melalui studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka (berbeda
33
dengan Tinjauan Pustaka) dilakukan dengan cara mengkaji sumber tertulis
seperti dokumen, laporan tahunan, peraturan perundangan, dan
diploma/sertifikat. Sumber tertulis ini dapat merupakan sumber primer maupun
sekunder, sehingga data yang diperoleh juga dapat bersifat primer atau
sekunder. Pengumpulan data melalui studi lapangan terkait dengan situasi
alamiah. Peneliti mengumpulkan data dengan cara bersentuhan langsung
dengan situasi lapangan, misalnya mengamati (observasi), wawancara
mendalam, diskusi kelompok (Focused group discussion), atau terlibat langsung
dalam penilaian.( Djoko Dwiyanto, [email protected])
Kajian dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam
mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat,
pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan
bahan-bahan tulisan lainnya. Metode pencarian data ini sangat bermanfaat
karena dapat dilakukan dengan tanpa mengganggu obyek atau suasana
penelitian. Peneliti dengan mempelajari dokumen-dokumen tersebut dapat
mengenal budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh obyek yang diteliti.
Pengumpulan data perlu didukung pula dengan pendokumentasian, dengan
foto, video, dan VCD. Dokumentasi ini akan berguna untuk mengecek
data yang telah terkumpul. Pengumpulan data sebaiknya dilakukan secara
bertahap dan sebanyak mungkin peneliti berusaha mengumpulkan.
Maksudnya, jika nanti ada yang terbuang atau kurang relevan, peneliti
masih bisa memanfaatkan data lain. Dalam fenomena budaya, biasanya
34
ada data yang berupa tatacara dan perilaku budaya serta sastra lisan.
(Endraswara, http://fisip.untirta.ac.id/teguh/?p=16/)
Penggunaan Studi Dokumen dalam Penelitian Kualitatif
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa studi dokumen menjadi
metode pelengkap bagi penelitian kualitatif, yang pada awalnya
menempati posisi yang kurang dimanfaatkan dalam teknik pengumpulan
datanya, sekarang ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari teknik
pengumpulan data dalam metodologi penelitian kualitatif. Hal senada
diungkapkan Nasution (2003) bahwa meski metode observasi dan
wawancara menempati posisi dominan dalam penelitian kualitatif, metode
dokumenter sekarang ini perlu mendapatkan perhatian selayaknya, dimana
dahulu bahan dari jenis ini kurang dimanfaatkan secara maksimal. Ada
catatan penting dari Sugiyono (2005) mengenai pemanfaatan bahan
dokumenter ini, bahwa tidak semua dokumen memiliki kredibilitas yang
tinggi, sehingga harus selektif dan hati-hati dalam pemanfaatannya. Ada
beberapa keuntungan dari penggunaan studi dokumen dalam penelitian
kualitatif, seperti yang dikemukakan Nasution (2003);
a. Bahan dokumenter itu telah ada, telah tersedia, dan siap pakai.
b. Penggunaan bahan ini tidak meminta biaya, hanya memerlukan waktu
untuk mempelajarinya.
c. Banyak yang dapat ditimba pengetahuan dari bahan itu bila dianalisis
dengan cermat, yang berguna bagi penelitian yang dijalankan.
35
d. Dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok
penelitian.
e. Dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data.
f. Merupakan bahan utama dalam penelitian historis.
Dokumen sebagai sumber data banyak dimanfaatkan oleh para
peneliti, terutama untuk untuk menguji, menafsirkan dan bahkan untuk
meramalkan. Lebih lanjut Moleong (2007) memberikan lasan-alasan
kenapa studi dokumen berguna bagi penelitian kualitatif, diantaranya;
a. Karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.
b. Berguna sebagai bukti (evident) untuk suatu pengujian.
c. Berguna dan sesuai karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan
konteks, lahir, dan berada dalam konteks.
d. Relatif murah dan tidak sukar ditemukan, hanya membutuhkan waktu.
e. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih
memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.
E. Uji Keabsahan Data
Banyak Hasil Penelitian kualitatif yang diragukan kebenarannya
karena beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti yang merupakan hal dominan
dalam penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara
dan observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka
dan apalagi tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible
akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian.
36
Selama pelaksanaan penelitian, suatu kesalahan dimungkinkan dapat
timbul. Entah itu berasal dari diri peneliti atau dari pihak informan. Untuk
mengurangi dan meniadakan kesalahan data tersebut, peneliti perlu
mengadakan pengecekan kembali data tersebut sebelum diproses dalam
bentuk laporan dengan harapan laporan yang disajikan nanti tidak mengalami
kesalahan.
Ada 3 teknik yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan keabsahan data
1. Memperpanjang masa pengamatan.Hal ini memungkinkan peningkatan
derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan
dan dapat menguji informasi dari responden, dan untuk membangun
kepercayaan para responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri
peneliti sendiri.
2. Pengamatan yang terus menerus. Dilakukan untuk menemukan ciri-ciri
dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau
isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara
rinci.
3. Triangulasi. Pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi juga bisa disebut sebagai
teknik pengujian yang memanfaatkan penggunaan sumber yaitu
membandingkan dan mengecek terhadap data yang diperoleh. Triangulasi
dilakukan dengan sumber data dan penelitian atau pengamat lain. Teknik
37
triangulasi yang digunakan adalah teknik pemeriksaan yang memanfaatkan
penggunaan sumber (wawancara dan triangulasi) dengan sumber berarti
membandingkan dengan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif. Triangulasi ini dilakukan dengan cara :
a. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi.
b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
saling berkaitan.
c. Mengadakan perbincangan dengan banyak pihak untuk mencapai
pemahaman tentang suatu atau berbagai hal.
Mengingat bahwa penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan melibatkan informan, maka uji keabsahan data akan dilakukan dengan
trianggulasi. Hal ini digunakan dalam rangka menguji pemahaman peneliti
dengan pemahaman informan tentang hal-hal yang diinformasikan kepada
peneliti. (Burhan Bungin: 2010: 204) Trianggulasi ini bisa dilakukan dengan
dua cara yaitu, pertama, dilakukan setelah wawancara. Peneliti langsung
melakukan uji pemahaman kepada informan. Kedua, jika wawancara
dilakukan berkali-kali, maka trianggulasi dilakukan saat wawancara berakhir
dan draf laporan sudah disusun sebelum diujikan dengan meminta informan
membaca draf laporan tersebut.
38
Uji kebenaran data dalam penelitian ini dalam rangka memperoleh
kebenaran intersubjektif. Oleh karena itu sesuatu dianggap benar apabila
kebenaran itu mewakili kebenaran orang banyak atau kebenaran stakeholder.
Kebenaran bukan saja muncul dari wacana etik, namun juga menjadi wacana
etnik dari masyarakat yang diteliti. (Burhan Bungin: 205)
F. Teknik Analisis Data
1. Pengertian analisis data dalam penelitian kualitatif .
Data diperoleh dari berbagai berbagai sumber dan dengan menggunakan
berbagai macam teknik pengumpulan data yang dilakukan secara terus
menerus sampai data itu jenuh. Bogdan menyatakan bahwa “Data analysis
is the process of systenatically searching and arranging the interview
transcripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate to
increase your own understanding of them and to enable you to present
what you have discovered to others”. Analisis data adalah proses mencari
dan meyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan –bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami,
dan temuannya dapat diinformasikankepada orang lain. Analisis data
dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
diceriterakan kepada orang lain. Menurut Sugiyono (2011:244), analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
39
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data
kualitatif bersifat induktif yang selanjutnya dikembangkian menjadi suatu
hipotesis kemudian selanjutnya dicarikan kembali secara berulang-ulang
sehingga menghsilkan keputusan apakah hipotesis tersebut bisa diterima
dan jika iya maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.
2. Proses analisis data dalam penelitian kualitatif,
Proses analisis data berlangsung baik sebelum terjun ke lapangan, selama
di lapangan dan setelah selesai di lapangan.
a. Analisis sebelum di lapangan analisis dilakukan berdasarkan hasil
studi pendahuluan atau data sekunder yang akan menentukan fokus
penelitian. Diibaratkan seseorang ingin mencari hiu putih di suatu laut.
Berdasarkan pada suhu dan kedalaman laut diperkirakan bahwa dilaut
tersebut terdapat hiu putih. Sehingga peneliti memfokuskan untuk
menemukan hiu putih dalam laut tersebut setelah peneliti masuk
kedalam laut namun tidak menemukan keberadaan hiu putih maka jika
ia seorang peneliti kuantitatif maka tentu ia akan membatalkan
penelitiannya. Tetapi jika penelitian kualitatif tidak akan
membatalkannya karena fokus penelitian bersifat sementara. Dalam
penelitian kualitatif jika tidak ditemukan fokus penelitian yang telah
40
dirumuskan dalam proposal maka peneliti akan merubah fokus
penelitiannya yang tidak lagi berfokus pada hiu putih tetapi akan
merubah kepada ikan-ikan lainnya bahkan juga mengamati terumbu
karang yang ada di laut tersebut. Kedua. Analisis Data di lapangan
Model Miles dan Huberman Analisis data kualitatif dilakukan pada
saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan
data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara peneliti sudah
melakukan analisis terhadap jawaban yang di wawancarai. Bila
jawaban informan setelah dianalisis terasa belum memuaskan maka
peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu.
Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan data
conclusion drawing atau verification.
b. Data reduction ( reduksi data ) Data yang diperoleh dari lapangan
sangat banyak oleh karena itu perlu dicatat secara teliti dan rinci.
Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal- hal yang pokok,
memfokuskan pada hal- hal yang penting, dicari tema dan polanya. Hal
ini berarti data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan . Dalam mereduksi
data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai.
Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh
karena itu, jika peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan
41
segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki
pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam
melakukan reduksi data. Ibarat melakukan penelitian di laut, maka
ikan-ikan atau terumbu karang yang belum dikenal selama ini, justru
dijadikan fokus untuk pengamatan selanjutnya.
c. Data Display (Penyajian Data) Dalam penelitian kualitatif penyajian
data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dan penyajian data yang
sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.
d. Conclusion Drawing atau verification Langkah selanjutnya dalam
analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan
kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang
kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal
didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif kemungkinan dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal atau kemungkinan juga tidak
karena seperti yang telah diketahui bahwasanya masalah dan rumusan
masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan
42
berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Temuan dapat berupa diskusi atau gambaran suatu objek
yang sebelumnya masih samar-samar sehingga setelah diteliti menjadi
jelas. Kesimpulan dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis atau teori.
Analisis Data di Lapangan Model Spradley Spradley (1980) membagi
analisis data penelitian kualitatif menjadi beberapa tahapan penelitian.
Menurutnya proses penelitian kualitaif setelah memasuki lapangan dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Menetapkan seorang informan kunci (key informant) yang dipercaya
mampu memberikan penjelasan-enjelasan untuk bisa memasuki objek
penelitian.
b. Setelah itu peneliti melakukan wawancara kepada informan tersebut
dengan tidak lupa untuk mencatat hasil wawancaranya.
c. setelah itu perhatian peneliti pada objek penelitian
d. dan memulai mengajukan pertanyaan deskriptif,
e. yang kemudian dilanjutkan dengan analisis terhadap hasil wawancara.
f. Berdasarkan hasil dari analisis wawancara selanjutnya peneliti
melakukan analisis domain.
g. Pada langkah selanjutnya peneliti sudah menentukan fokus dan
melakukan analisis taksonomi.
43
h. Berdasarkan hasil analisis taksonomi selanjutnya peneliti mengajukan
pertanyaan kontras yang dilakukan dengan analisis komponensial.
Hasil dari analisis komponensial selanjutnya peneliti menemukan
varian-varian pola perkawinan endogami.
i. Berdasarkan temuan-temuan tersebut selanjutnya peneliti menuliskan
laporan penelitian perubahan pola perkawinan endogami di Dusun
Jembangan. Proses penelitian bermula dari yang luas kemudian
memfokus dan kemudian meluas kembali.
j. Memilih situasi soaial
k. Menulis laporan penelitian kualitatif temuan budaya
l. Melakukan analisis tema
m. Melakukan analisis komponensial
n. Melaksanakan observasi partisipan
o. Mencatat hasil observasi dan wawancara
p. Melakukan observasi deskriptif
q. Melakukan analisis domain
r. Melakukan observasi terfokus
s. Melaksanakan analisis taksonomi
t. Melakukan observasi terseleksi
u. Melakukan analisis komponensial
v. Melakukan analisis tema
w. Temuan budaya
x. Menulis laporan penelitian kualitatif
44
Data diperoleh dari minitour question yang hasilnya berupa
gambaran umum tentang objek yang diteliti yang sebelumnya belum
pernah diketahui. Dalam analisis ini informasi yang diperoleh belum
mendalam namun sudah menemukan domain atau kategori dari situasi
sosial yang diteliti. Spradley mengatakan bahwa suatu domain adalah
merupakan kategori budaya yang terdiri dari tiga elemen yaitu cover term,
included term, dan semantic relationship. Untuk menemukan domain dari
objek yang diteliti, Spradley menyarankan untuk melakukan analisis
hubungan semantik antar kategori yang meliputi sembilan tipe yaitu jenis,
ruang, sebab akibat, rasional, lokasi untuk melakukan sesuatu, fungsi, cara
mencapai tujuan, urutan dan atribut. Included Term Hubungan Semantik
Cover Term tradisi perkawinan endogami adalah karakter masyarakat
Dusun Jembanagan.
Analisis Taksonomi Setelah peneliti melakukan analisis domain
maka selanjutnya domain yang dipilih oleh peneliti ditetapkan sebagai
fokus penelitian, perlu di perdalam lagi melalui pengumpulan data di
lapangan. Pengumpulan data dilakukan terus menerus melali pengamatan,
wawancara mendalam dan dokumentasi sehingga data yang terkumpul
menjadi banyak. Analisis taksonomi adalah analisis terhadap keseluruhan
data yang terkumpul berdasarkan domain yang telah di tetapkan. Hasil
analisis taksonomi dapat disajikan dalam bentuk diagram kotak, diagram
garis dan simpul. Misalkan domain yang ditetapkan adalah varian-varian
45
dari pola perkawinan endogami maka melalui analisis taksonomi
ditemukan varian perkawinan endogami yang terjadi di Dusun Jembangan.
Analisis Komponensial Dalam analisis taksonomi , yang diurai adalah
domain yang telah ditetapkan menjadi fokus. Melalui analisis taksonomi
setiap domain dicari elemen yang serupa. Itu diperoleh melalui observasi
dan wawancara serta dokumentasi yang terfokus. Dalam analisis
komponensial yang dicari untuk diorganisasikan dalam domain adalah
yang memiliki perbedaan yang kontras. Data ini dicari melalui observasi ,
wawancara dan dokumentasi yang terseleksi. Sebagai contoh dalam
analisisi taksonomi telah ditemukan berbagai varian perkawinan
endogami, selanjutnya dicari elemen yang spesifik dan kontras pada setiap
varian dalam pola perkawinan endogami tersebut mulai dari faktor,
dampak dan pengaruhnya terhadap pola kehidupan keluarga.
Analisis Tema Budaya Analisis tema merupakan upaya untuk
mencari titik permasalahannya “benang merah”. Dengan ditemukannya
benang merah dari hasil analisis domain, analisis taksonomi dan analisis
komponensial maka akan tersusun suatu konstruksi bangunan objek
penelitian yang awalnya masih samar-samar. Inti dari analisis tema budaya
adalah bagaimana peneliti mampu menyusun pola perubahan budaya
perkawinan endogami di Dusun Jembangan dengan berbagai faktor dan
implikasinya sehingga menjadi kesatuan yang utuh.
Analisis data menurut Bogdan proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
46
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data
dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana
yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang
akan diceritakan kepada orang lain. ( Sugiyono: 244)
47
BAB III
KERANGKA TEORI
A Perkawinan Di Indonesia
1. Pengertian, Syarat dan Rukun Perkawinan
Di dunia ini Allah SWT telah mencipatakan segala sesuatu
dengan cara berpasang-pasangan. Bila ada siang tentu ada malam, ada
panjang ada pendek. Hampir dapat dipastikan bahwa itu adalah
keniscayaan yang universal. Bagi manusia selain diciptakan berpasang-
pasangan; ada laki-laki ada perempuan, oleh Yang Maha Kuasa sengaja
diberikan rasa saling mencintai dan hasrat ingin hidup bersama dalam
keluarga. Sejak awal keujudan manusia, manusia dapat perhatikan
hubungan berpasangan ini telah wujud. Di mana lelaki pasanganya wanita,
langit pasangannya bumi, matahari pasangannya bulan, siang pasangannya
malam.
Hidup berpasangan merupakan kehendak Allah kepada
makhluk-Nya, sehingga mereka dalam menjalani hidup di dunia dapat
merasa nyaman dan tenteram. Selain itu yang terpenting adalah rasa
tenteram itu tercipta sebagai pelajaran kepada manusia untuk berpikir
tentang Tuhan dan kekuasaan-Nya. Allah menegaskan dalam Al Qur‟an
Surat Al Fathir: 11 yang artinya: ”Dan Allah menciptakan kamu dari
48
tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu
berpasang-pasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang
perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan
dengan pengetahuan-Nya”.
Jika melihat ke belakang, pernikahan telah dilakukan semenjak
Nabi Adam AS dengan Hawa. Mereka membangun keluarga dan
menjalani kehidupan dengan anak dan cucunya. Sistem pernikahan pada
saat itu masih sederhana, dikarenakan jumlah populasi manusia masih
sedikit, dan belum ada ketetapan atau peraturan dari Allah tentang syariat
pernikahan. Sehingga seorang kakak diperbolehkan menikahi adiknya.
Hal ini biasa disebut dengan pernikahan silang. Pernikahan semacam ini
masih berlaku dikalangan orang-orang Majusi.
Seiring dengan berjalannya waktu, dan Allah telah menurunkan
petunjuk melalui rasul-rasulnya, masalah pernikahan menjadi persoalan
tertentu dan mendapatkan respon ayng serius dari Allah SWT. Selanjutnya
mengenai pernikahan ini Allah telah memberikan tuntunan atau ketetapan
hukum yang mengatur persoalan pernikahan, mulai dari syarat, rukun, dan
sebagainya. Peraturan pernikahan dalam Islam tidak hanya mengatur boleh
tidaknya nikah dengan saudara kandung saja, tapi juga kepada perempuan
yang dikategorikan sebagai muhrim yang tidak boleh dinikahi oleh sesama
muhrimnya. Dengan adanya peraturan agama tentang proses pernikahan
49
ini akan membuat proses pernikahan menjadi lebih bermakna, teratur,
tidak merugikan orang lain dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pembahasan pernikahan dalam Islam dimulai dari pengertian
nikah. Dalam berbagai pandangan, pengertian nikah dapat dibedakan:
pertama menurut bahasa dan kedua menurut syara‟.
Az-zawaaj atau nikah adalah kata dalam bahasa arab yang
menunjukan arti: bersatunya dua perkara, atau bersatunya ruh dan badan
untuk kebangkitan. Sebagaimana firman Allah „azza wa jalla (yang
artinya): “Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)” (Q.S At-
Takwir : 7) dan firman-Nya tentang nikmat bagi kaum mukminin di surga,
yang artinya mereka disatukan dengan bidadari :“Kami kawinkan mereka
dengan bidadari-bidadari yang cantik lagi bermata jeli (Q.SAth-Thuur :
20)
Dalam buku Nasrul Umam dikutip pendapat Al Farra‟
mengatakan;”an-nukh” merupakan sebutan yang digunakan untuk
kemaluan. Dan Al Azhari mengatakan, pengertian nikah dalam akar kata
bahasa Arab berarti hubungan badan, dan juga ia mengatakan bahwa
berpasangan dapat diartikan sebagai nikah. (Nasrul:tt:22) Karena
perkawinan menunjukkan makna bergandengan, maka disebut juga “Al¬-
Aqd, yakni bergandengan (bersatu)nya antara laki-laki dengan perempuan,
yang selanjutnya diistilahkan dengan “zawaaja.
50
Di dalam kitab suci al-Quran, banyak sekali ayat yang
membicaralan tentang persoalan pernikahan ada 103 ayat, baik dengan
menggunakan kosa kata nikah yang berarti”berhimpun” maupun kata
zauwj yang bermakna berpasangan. Kata nikah dalam berbagai bentuknya
disebut sebanyak 23 kali, sementara kata zauwj ditemukan sebanyak 81
kali.
Adapun secara syar‟i perkawinan itu ialah ikatan yang
menjadikan halalnya bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan,
dan tidak berlaku, dengan adanya ikatan tersebut, larangan-larangan
syari‟at.
Pengertian nikah menurut pandangan ahli ushul fiqh memiliki
beberapa makna. Golongan Hanafi mengatakan nikah menurut arti
sebenarnya berarti bersetubuh (bahda‟a) dan menurut arti manajazinya
(kiasan) akad yang dapat mengahalalkan hubungan kelamin antara laki-
laki dengan perempuan. Dari sini bisa diambil pengertian bahwa seorang
laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan diluar nikah
hukumnya haram, Namun anak yang dilahirkan tetap memiliki hubungan
nasab dengannya. Jika anak yang lahir itu perempuan maka tetap tidak
boleh dinikahi oleh ayahnya karena anak tersebut tetap keturunannya
walau tetap tidak mendapatkan hak waris juga tidak bisa menjadi wali
nikah. (Nusril:24)
51
Menurut golongan Syafii nikah adalah akad yang menghalalkan
hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan. Dan menurut
majazinya berarti bersetubuh. Dari sini menurut golongan Syafii anak
perempuan yang berbuat zina dengan seorang laki-laki boleh dinikahi oleh
anak laki-laki tersebut. Bahkan laki-laki itu boleh menikahi perempuan
hasil dari hubungan gelapnya, karena menurut pengertian madzhab Syafii
tidak ada hubungan nasab antara laki-laki tersebut dengan perempuan hasil
perzinaannya, yaitu tidak ada akad karena hanya dengan akad nasab akan
terjalin.
Pendapat Imam Syafii ini dinilai oleh banyak kalangan sebagai
pendapat yang paling ekstrem di antara imam yang lain. Sedangkan Imam
Hanafi dipandang sebagai pendapat yang paling moderat dalam persoalan
ini. Penadapt Imam Syafii tentang nikah sama persis dengan proses
transaksi jual beli barang. Syarat-syarat yang diajukan oleh Imam Syafii
dalam pernikahan sama dengan syarat-syarat yang ada dalam jual beli.
Yaitu penjual, pembeli, barang yang diperjualbelikan, harga dan sighat.
Posisi mempelai laki-laki sebagai pembeli diharuskan untuk
membayar mahar. Pihak mempelai perempuan sebagai pihak yang
diperjualbelikan diminta oleh pihak mempelai laki-laki dari wali dengan
lafal ”Saya nikahi putri anda dengan mahar sekian...” dan dijawab pihak
wali perempuan, ”Saya terima nikah anda dengan mahar yang telah
disebutkan.” Proses ini tidak berbeda dengan transaksi jual beli barang,
52
tinggal mengganti ”nikah” dengan ”beli” dan ”perempuan” diganti dengan
”barang”
Kalau dibandingkan pendapat Imam Syafii dan Imam Hanafi
masing-masing memiliki argumentasi yang baik tentang pengertian nikah.
Namun dalam penggunaan dalil Imam Syafii lebih kuat karena Imam
Syafii melihat dari sudut pandang syariah sedangkan Imam Hanafi dari
sudut pandang bahasa.
Selanjutnya, ikatan pernikahan merupakan ikatan yang paling
utama karena berkaitan dengan dzat manusia dan mengikat antara dua jiwa
dengan ikatan cinta dan kasih sayang, dan karena ikatan tersebut
merupakan sebab adanya keturunan dan terpeliharanya kemaluan dari
perbuatan keji.
Menurut KUH Perdata perkawinan merupakan ikatan seorang
pria dan seorang wanita, berarti perkawinan sama dengan perikatan
(verbindtenis). Sedangkan dalam hukum perdata pasal 36 KUH Perdata
dikatakan Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam
hubungann perdata dan dalam pasal 81 KUH Perdata dikatakan bahwa
‟tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan sebelum kedua
pihak membuktikan kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan
dihadapan pegawai pencatat sipil sudah berlangsung.
Dalam hukum adat, perkawinan tidak hanya merupakan ikatan
perdata dan juga ikatan keagamaan, akan tetapi perkawinan juga
53
merupakan ‟perikatan adat‟ dan sekaligus merupakan ‟perikatan
kekerabatan dan ketetanggaan‟. Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinan
bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan
keperdataan seperti hak dan kewajiban suami istri, harta bersama,
kedudukan anak, hak dan kewajiban orangtua, tetapi juga menyangkut
hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan
dan ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan.
(Hadikusumah: 2007:7-8)
Menurut Sajuti Tahlib, yang dikutip oleh Amiur dalam bukunya
Hukum Perdata Islam di Indonesia bahwa perkawinan adalah suatu
perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga
yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia.
(Amiur: 2004:40)
Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan
tercantum dalam pasal 1 menerangkan bahwa Perkawinan ialah ikatan
lahir-batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Nampaknya UU Perkawinan bukan hanya merupakan ikatan
perdata akan tetapi juga merupakan ”perikatan keagamaan”. Hal ini bisa
dilihat dari pasal 1 UU No I Tahun 1974 bahwa perkawinan itu bertujuan
54
untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jika disandingkan definisi perkawinan menurut fiqh dan menurut
UU No I Tahun 1974 memberikan kesan yang berbeda. Dalam fiqh
definisi mengesankan bahwa perempuan ditempatkan sebagai objek
kenikmatan bagi sang laki-laki. Yang dilihat dari wanita adalah aspek
biologisnya saja. Implikasi yang lebih jauh dari definisi tersebut adalah
bahwa perempuan menjadi pihak yang dikuasai oleh laki-laki seperti yang
tercermin dalam berbagai peristiwa-peristiwa perkawinan.
Kondisi ini berbeda jika kita lihat definisi yang ada dalam UU
No I/1974. Setidaknya dalam pasal 2 ayat 1 secara eksplisit ada beberapa
hal yeng perlu untuk dicatat.
Pertama, Perkawinan tidak lagi hanya dilihat sebagai hubungan
jasmani saja tetapi juga merupakan hubungan batin. Pergeseran ini
mengesankan perkwinan yang selama ini hanya sebatas ikatan jasmani
ternyata juga mengandung aspek yang lebih substansial dan berdimensi
jangka panjang. Dimensi masa dalam definisi ini dieksplisitkan dengan
kata-kata bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Kedua, dalam UU No I/1974 tujuan perkawinan dengan kata
bahagia. Pada akhirnya perkawinan dimaksudkan agar setiap manusia
baik laki-laki ataupunn perempuan dapat memperoleh kebahagiaan.
Perkawinan tidak hanya dilihat dari hukum formal saja.
55
Ketiga, terkesan dalam UU No I/1974 perkawinan itu hanya
sekali seumur hidup. Ini terlihat dalam penggunaan kata kekal, yang
memiliki makna bahwa dengan perkawinan masing-masing pasangan
harus menjaga kesetiaan agar mahligai perkawinan tersebut agar tidak
goyah.
Syarat dan Rukun Perkawinan di Indonesia
Syarat dan rukun merupakan perkara yang urgen dalam
perbuatan yang menyangkut dengan maslah hukum. Terutama yang
menyangkut dengan sah dan tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.
Kedua hal tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa
keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Terkait dengan
perkawinan syarat dan rukun perkawinan tidak boleh disepelekan. Karena
perkawinan tidak sah di mata hukum jika tidak lengkap syarat dan
rukunnya.
Rukun merupakan sesuatu yang berada di dalam hakikat dan
merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan syarat
adalah sesuatu yang berada di luarnya dan bukan merupakan
unsurnya.(Amir Syarifuddin: 2006:59) Rukun perkawinan adalah segala
yang harus terwujud dalam suatu perkawinan.
Menurut ulama Syafi‟iyah unsur pokok suatu perkawinan adalah
laki-laki dan perempuan yang akan kawin, akad perkawinan itu sendiri,
wali yang malangsungkan akad dengan suami, dua orang saksi yang
56
menyaksikan berlangsungnya akad perkawinan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa rukun dalam perkawinan antara lain:
a. Calon mempelai laki-laki, syaratnya beragama Islam, laki-laki, jelas
orangnya, dapat memberikan persetujuan, dan tidak terdapat halangan
perkawinan. Pasal 29 KHI memberikan ruang kepada calon mempelai
laki-laki di mana dalam keadaan tertentu dapat mewakilkan dirinya
kepada orang lain dengan syarat ada surat kuasa dan pernyataan bahwa
orang yang diberinya kuasa adalah mewakili dirinya. (Amiur: 2004:74)
b. Calon mempelai perempuan, syaratnya beragama Islam, perempuan,
jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan, tidak terdapat halangan
perkawinan.
c. Wali dari mempelai perempuan, syaratnya laki-laki, dewasa,
mempunyai hak perwalian, tidak terdapat halangan perwaliannya. Wali
nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai
perempuan. Pasal 20 KHI menyatakan bahwa terdiri dari wali nasab
dan wali hakim. Wali nasab boleh diganti oleh wali hakim menurut
pasal 23 KHI: jika wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadiri
atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau ghaib atau‟adhal atau
enggan. Penggantian dari wali nasab ke wali „adhal ini berdasarkan
atas keputusan hakim.
d. Dua orang saksi, syaratnya minimal dua orang laki-laki, hadir dalam
ijab qabul, Islam, dewasa. Adanya saksi ini ditujukan untuk
57
menghindari timbulnya sanggahan dari pihak-pihak yang berakad
dikemudian hari. (Amir:2006:81-82)
e. Ijab yang dilakukan oleh wali, qabul yang dilakukan oleh suami,
syaratnya ada pernyataan mengawinkan dari wali, ada pernyataan
menerima dari calon mempelai pria, memakai kata-kata nikah, tazwij
atau terjemahan dari dua kata tersebut, antara ijab dan qabul
bersambungan, ijab dan qabul jelas maksudnya, orang yang sedang
terikat dengan ijab dan qabul tidak sedang melakukan ibadah haji dan
umrah, majlis ijab dan qabul harus dihadiri minimum empat orang
yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali mempelai wanita dan
dua orang saksi. (Siti Musawwamah dkk:2012:42-43)
Rukun dan syarat perkawinan tersebut wajib dipenuhi karena jika
tidak terpenuhi maka perkawinan yang dilaksanakan dinyatakan tidak sah.
Adapun mahar yang harus ada dalam perkawinan tidak termasuk ke dalam
rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan
dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan
demikian mahar masuk dalam syarat perkawinan. (Amir :2006:61)
Berbeda dengan perspektif fiqh, UU No I/1974 tidak mengenal
adanya rukun perkawinan. Tampaknya UUP hanya memuat hal-hal yang
berkenaan dengan syarat-syarat perkawinan. Di dalam bab II pasal 6
ditemukan syarat-syarat perkawinan sebagai berikut:
Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai.
58
1. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
2. Dalam hal salah seorang dari kedua orangtua telah meninggal dunia
atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih
hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
3. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal duriia atau dalam keadaan
tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh
dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai
hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka
masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
4. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut
dalam ayat (2),(3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih
diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan
dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan
perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin
setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2),
(3) dan (4) pasal ini.
5. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku
sepanjang hukum rnasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu
dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.
Selanjutnya pada pasal 7, terdapat persyaratan-persyaratan yang
lebih rinci. Berkenaan dengan calon mempelai pria dan wanita, undang-
59
undang mensyaratkan batas minimum umur calom suami sekurang-
kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurang berumur 16
tahun.
Jika terjadi penyimpangan terhadap pasal 7,
1. Dapat dilakukan dengan meminta dispensasi kepada pengadilan atau
pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orangtua pihak pria maupun
pihak wanita. Perkawinan hanya diizinkanjikan pihak pria sudah mencapai
umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
(enam belas) tahun.
2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua
orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini,
berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal
ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
Batasan umur yang ditetapkan oleh UU ini memiliki tujuan untuk
menerobos hukum adat dan kebiasaan yang dijumpai dalam masyarakat di
Indonesia. Yahya Harahap berpendapat dengan dibatasi umur minimal
untuk menikah ini, maka kekaburan terhadap penafsiran batas usia nikah
menurut hukum adat dan juga menurut fiqh bisa dihindari.(Amiur: 71-72)
Selain itu juga dalam rangka menghindari laju kelahiran serta untuk
mencegah terjadinya kematian ibu dan juga anak saat
melahirkan.(Wila:2001: 75-80)
60
2. Asas-asas Perkawinan
Perkawinan dalam hukum perdata adalah perkawinan perdata,
maksudnya adalah perkawinan hanya merupakan ikatan lahiriah antara
pria dan wanita, unsur agama tidak dilihat. Tujuan perkawinan tidak untuk
memperoleh keturunan oleh karena itu dimungkinkan perkawinan in
extrimis.
Sebaliknya, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan
wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 bukan hanya ikatan lahiriah saja, tapi juga
ada ikatan batiniah, dimana ikatan ini didasarkan pada kepercayaan calon
suami isteri. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya itu. Agar tujuan perkawinan tercapai dengan
baik maka dalam hukum perdata ataupun UU No I Tahun 1974 menganut
beberapa asas dalam perkwinan yaitu:
a. Asas Monogami
Asas-asas perkawinan menurut KUHPerdata sebagaimana
disebutkan dalam pasal 27 dan 28 KUHPerdata bahwa asas
perkawinan adalah monogami serta menganut adanya asas kebebasan
61
kata sepakat di antara para calon suami istri, melarang adanya
poligami. Pasal 27 KUHPerdata berisi: Dalam waktu yang sama
seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang
perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu orang
laki-laki sebagai suaminya.
Pasal 28 KUHPerdata berisi: Asas perkawinan menghendaki
adanya kebebasan kata sepakat antara calon suami-istri. Didalam
hukum Islam, asas perkawinan itu sebenarnya monogamy tidak
mutlak, hokum poligami seorang laki-laki boleh mempunyai istri lebih
dari seorang (maximal 4 orang) asal dapat memenuhi syarat yang
ditentukan. Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus
mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Apabila
syarat utama yang disebut dalam ayat(2) tidak mungkin dipenuhi,
suami dilarang beristri lebih dari seorang (Pasal 55 ayat 2 dan 3
kompilasi hokum islam).
Dalam Alquran surat 4 (an-nisa ayat 3) menyatakan sebagai
berikut: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau
empat, kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang
demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
62
Berlaku adil adalah perlakuan yang adil dalam meladeni istri
seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat yang utama
adalah harus berlaku adil. Asas monogami.dalam hukum perdata di
Indonesia ini bersifat absolut/mutlak, tidak dapat dilanggar.
Apabila seorang suami berniat ingin melakukan poligiami
maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Pengadilan, sesuai yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu:
Ayat 1 : Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari
seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-undang
ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di
daerah tempat tinggalnya.
Pengadilan agama, baru dapat memberikan ijin kepada
suami untuk berpoligami apabila ada alasan yang tercantum sesuai
dengan persyaratan-persyaratan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu:
Ayat 2 : Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya
memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari
seorang apabila :
1. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri
2. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
63
3. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Untuk mendapatkan ijin dari pengadilan, suami harus pula
memenuhi syarat-syarat tertentu disertai dengan alasan yang dapat
dibenarkan. Tentang alasan yang dapat dibenarkan ini lebih lanjut
diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang menentukan:
Ayat 1 : Untuk dapat mengajukan permohonan kepada
Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-
undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan dari istri/istri-istri.
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-
keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri
dan anak-anak mereka.
Ayat 2 : Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a
pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-
isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat
menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari
isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena
sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim
Pengadilan.
b. Asas Pencatatan Perkawinan
64
Asas berikutnya adalah bahwa perkawinan merupakan
perkara perdata sehingga harus dilakukan di depan pegawai pencatat
nikah sebagaimana disebutkan dalam UU No I Tahun 1974 pasal 2
ayat 2: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Selanjutnya di dalam PP No 9 tahun 1975
tentang pelaksanaan undang-undang perkawinan pasal 3 dinyatakan:
Pasal 1: Setiap orang yang akan melangsungkan perkwinan
memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat di tempat
perkawinan akan dilangsungkan.
Pasal 2: Pemberitahun tersebut dalam ayat 1 dilakukan
sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebeleum perkwinan
dilangsungkan.
Dari berbrbagai peraturan yang ada tersebut maka suatu
perkawinan belum dapat diakui keabsahannya jika tidak dicatatkan.
Pencatatan itu untuk tertib administrasi, memberikan kepastian hukum
bagi status hukum suami, istri, anaknya, dan jaminan perlindungan
terhadap hak yang timbul seperti hak waris, hak untuk memperoleh
akta kelahiran. “Pencatatan ini harus memenuhi syarat dan prosedur
dalam UU Perkawinan.”
Mengapa nikah harus dicatat? Ada beberapa manfaat
pencatatan pernikahan:
65
1) Mendapat perlindungan hukum, misalnya terjadi kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT). Jika sang istri mengadu kepada pihak yang
berwajib, pengaduannya sebagai istri yang mendapat tindakan
kekerasan tidak akan dibenarkan. Alasannya, karena sang isteri
tidak mampu menunjukkan bukti-bukti otentik akta pernikahan
yang resmi.
2) Memudahkan urusan perbuatan hukum lain yang terkait dengan
pernikahan. Akta nikah akan membantu suami isteri untuk
melakukan kebutuhan lain yang berkaitan dengan hukum.
Misalnya hendak menunaikan ibadah haji, menikahkan anak
perempuannya yang sulung, pengurusan asuransi kesehatan, dan
lain sebagainya.
3) Legalitas formal pernikahan di hadapan hukum.Pernikahan yang
dianggap legal secara hukum adalah pernikahan yang dicatat oleh
Petugas Pencatat Nikah (PPN) atau yang ditunjuk olehnya.
Karenanya, walaupun secara agama sebuah pernikahan yang tanpa
dicatatkan oleh PPN, pada dasarnya illegal menurut hukum.
4) Terjamin keamanannya. Sebuah pernikahan yang dicatatkan secara
resmi akan terjamin keamanannya dari kemungkinan terjadinya
pemalsuan dan kecurangan lainnya. Misalnya, seorang suami atau
istri hendak memalsukan nama mereka yang terdapat dalam Akta
Nikah untuk keperluan yang menyimpang. Maka, keaslian Akta
66
Nikah itu dapat dibandingkan dengan salinan Akta Nikah tersebut
yang terdapat di KUA tempat yang bersangkutan menikah dahulu.
c. Asas Kebebasan dan kesepakatan dalam memilih pasangan
Perkawinan merupakan persetujuan antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan di bidang hukum keluarga. Asas kesepakatan
sebagaimana tercantum dalam Bab II Pasal 6 UU No. 1 Tahun 1974):
1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon
mempelai.
2. Bila calon mempelai belum mencapai umur 21 tahun, maka ia
harus mendapat izin kedua orangtua atau salah satunya bila salah
satu orangtua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu untuk menyatakan kehendaknya. Apabila keduanya telah
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk
menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang
yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan
darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih
hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
3. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang
disebut di atas atau salah seorang atau lebih di antara mereka
tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah
hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan
67
perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan
izin melakukan perkawinan.
4. Ketentuan di atas tidak bertentangan atau tidak diatur lain oleh
hukum rnasing-masing agamanya dan kepercayaannya yang
bersangkutan.
d. Asas perkawinan sah maka harus memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan undang-undang. Pasal 2 UU No I Tahun 1974 menerangkan
bahwa: ayat 1 Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Ayat 2:
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
e. Asas Bahagia dan kekal. Asas ini memiliki rujukan yang jelas dan
tegas seperti yang termuat dalam al Qur‟an dan Hadits selanjutnya
disebut dengan keluarga sakinah. Sebagaimana definisi perkawinan
pasal 1 perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Perkawinan pada azasnya adalah untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal, suami istri saling membantu dan
melengkapi untuk mencapai kesejahteraan spritual maupun materil.
Dalam azas ini, prinsip hukumnya adalah bahwa perkawinan itu
dibentuk untuk mendapatkan kebahagian suami istri, yang keduabelah
68
pihak wajib mendapatkan perlakuan yang sama dan setara dalam
rangka meraih kebahagian dalam hidup mereka berdua. Oleh karena
itu pasangan suami istri harus tinggal dalam satu rumah untuk mereka
satu sama lain merajut rasa kasih dan sayang dalam rangka
mewujudkan kebahagian diri mereka berdua. Sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 32 ayat 1 dan 2. " Pasal satu; Suami istri harus
mempunyai tempat kediaman yang tetap. Pasal dua; Ruamh tempat
kediaman yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini ditentukan oleh suami
istri bersama"
Prinsip hukum berikutnya adalah, bahwa sebutan "Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita" bermakna
bahwa perkawinan haruslah antara seorang pria dengan seorang
wanita. Maka tidaklah boleh/ tidaklah sah perkawinan antara laki-laki
dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan
banci dan perempuan dengan banci atau sebaliknya.
Prinsip hukum berikutnya adalah, bahwa dalam penyebutan kata
'kekal' dimaknai, perkawinan itu sesungguhnya tidak boleh dibatasi
oleh waktu dengan sebuah perjanjian antara suami istri. Perkawinan
dalam Islam adalah bersifat lestari dan langgeng sampai tua, sampai
dengan ketika saat ajal menjemput.
f. Asas pertalian darah, perkawinan menyebabkan pertalian darah.
69
Dalam Islam nikah dengan wanita-wanita yang diharamkan karena
senasab atau hubungan kekeluargaan karena pernikahan, berdasarkan
firman Allah Ta‟ala
ول ت نكحوا ما نكح آباؤكم من النساء إلا ما قد سلف إناه كان فاحشة
حرمت عليكم أماهاتكم وب ناتكم وأخواتكم (22)ومقتا وساء سبيل
ت أرضعنكم وعمااتكم وخالتكم وب نات الخ وب نات الخت وأماهاتكم اللا
ت ف حجوركم من وأخواتكم من الراضاعة وأماهات نسائكم وربائبكم اللا
ت دخلتم بنا فإن ل تكونوا دخلتم بنا فل جناح عليكم نسائكم اللا
وحلئل أب نائكم الاذين من أصلبكم وأن تمعوا ب ي الخت ي إلا ما قد
والمحصنات من النساء إلا ما (23)سلف إنا اللاه كان غفورا رحيما
{ملكت أ انكم كتاا اللاه عليكم وأحلا لكم ما وراء ذلكم
dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh
ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya
perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan
(yang ditempuh).
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak
perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara
perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak
70
perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari
saudara perempuanmu, ibu-ibu yang menyusuimu, saudara-saudara
perempuan yang satu susuan denganmu, ibu-ibu isterimu (mertua),
anak-anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum mencampurinya (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa
atasmu (jika menikahinya), (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri
anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam
pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” [An-Nisaa' : 22-23]
g. Asas Selektivitas. Seseorang yang hendak menikah harus terlebih
dahulu menyeleksi dengan siapa ia boleh menikah dan dengan siapa ia
terlarang menikah. Kebolehan dan juga larangan untuk menikahi
seseorang in ini berdasarkan pada hukum agama atau fiqh, adat dan
juga hukum perdata dan UU perkawinan.
Larangan perkawinan dalam fiqh dikenal dengan sebutan mahram atau
orang-orang haram dinikahi. Ulama fiqh membagi mahram menjadi
dua. Pertama: mahram mu‟aqqat yakni larangan menikahi dalam
waktu tertentu. Wanita-wanita yang dilarang dinikahi dalam waktu
tertentu seperti yang termuat dalam KHI pasal 40 dinyatakan dilarang
71
melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
karena keadaan tertentu. Keadaan tertentu tersebut adalah:
(1) Karena wanita yang bersangkutan masih terikat dengan satu
perkawinan dengan pria lain.
(2) Seorang wanita yang masih dalam masa iddah dengan pria lain.
(3) Seorang wanita yang tidak beragama Islam.
Kedua: mahram mu‟abbad yaitu larangan untuk selamanya. Wanita
yang dilarang dinikahi untuk selamanya terbagi menjadi tiga
kelompok. yaitu wanita yang haram di nikahi karena pertalian nashab
atau hubungan darah, wanita yang haram di nikahi karena hubungan
semenda, dan wanita yang haram di nikahi karena pertalian
sepersusuan.
3. Prinsip, Tujuan dan fungsi Perkawinan
Sebelum berbicara syarat dan rukun perkawinan lebih dahulu
dibahas tentang prinsip-prinsip perkawinan di Indonesia. Menurut M.
Yahya Harahap prinsip-prinsip perkawinan dalam UU perkawinan
antara lain:
a. Menampung segala kenyataan-kenyataan yang hidup dalam
masyarakat bangsa Indonesia . UU perkawinan menampung di
dalamnya unsur-unsur ketentuan hukum agama dan kepercayaan
masing-masing.
72
b. Sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk di dalamnya adalah
terpenuhinya aspirasi wanita yang menuntut adanya emansipasi, di
samping perkembangan sosial ekonomi, ilmu pengetahuan tehknologi
yang telah membawa implikasi soaial dalam kehidupan sosial dan juga
pemikiran.
c. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang kekal. Tujuan
perkawinan ini bisa dielaborasi menjadi tiga hal. Pertama, suami istri
saling bantu membantu serta saling melengkapi. Kedua, masing-
masing dapat mengembangkan kepribadiannya. Ketiga, keluarga yang
bahagia sejahtera spiritual dan material.
d. Perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum agama dan
kepercayaan masing-masing, serta memenuhi ketentuan administrasi
pemerintah dalam bentuk pencatatan perkawinan.
e. Menganut asas monogami, akan tetapi tetap terbuka peluang
melakukan poligami selama hukum agamanya mengizinkan.
f. Perkawinan dan pembentukan kelauarga dilakukan oleh pribadi-
pribadi yang telah matang jiwa dan raganya.
g. Kedudukan suami dan istri dalam kehidupan adalah seimbang baik
dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam masyarakat. (Amiur
Nuruddin: 2004: 51-52)
Dalam perspektif lain Musdah Mulia menjelaskan bahwa prinsip
perkawinan berdasarkan al Qur‟an ada empat:
a. Prinsip kebebasan dalam memilih jodoh.
73
Prinsip ini sebenarnya merupakan kritik terhadap tradisi bangsa Arba
yang menempatkan perempuan pada posisi yang lemah, sehingga
untuk dirinya sendiri saja ia tidak memiliki kebebasan untuk
menentukan apa yang terbaik pada dirinya. Oleh sebab itu kebebasan
memilih jodoh adalah hak dan kebebasan bagi laki-laki dan perempuan
sepanjang tidak bertentangan dengan syari‟at Islam.
b. Prinsip mawaddah wa rahmah
Prinsip ini didasarkan pada firman Allah QS. Ar Rum:21. Mawaddah
wa rahmah adalah karakter manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk
lainnya. Perkawinan yang dilakukan oleh manusia bertujuan untuk
mencapai ridlo Allah di samping tujuan yang bersifat biologis.
c. Prinsip saling melengkapi dan melindungi
Prinsip ini didasarkan pada firman Allah SWT. Yang terdapat dalam
QS. Al Baqarah: 187 yang menjelaskan istri-istri adalah pakain
sebagaimana layaknya dengan laki-laki juga sebagai pakaian untuk
wanita.
d. Prinsip mu‟asarah bil ma‟ruf
Prinsip ini didasarkan pada QS. An Nisa: 19 yang memerintahkan
kepada setiap laki-laki untuk memperlakukan istrinya dengan cara
yang ma‟ruf. Di dalam prinsip ini sebenarnya pesan utamanya adalah
pengayoman dan penghargaan kepada wanita. (Amiur Nuruddin:52-
53)
74
Jika disederhanakan, prinsip perkawinan itu menurut UU No
I/1974 ada enam:
a. Tujuan perkwinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal.
b. Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama
dan kepercayaan masing-masing.
c. Asas mongami.
d. Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya.
e. Mempersulit terjadinya perceraian.
f. Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.
Dari berbagai prinsip di atas bisa dipahami bahwa perkawinan
merupakan langkah awal untuk membentuk keluarga yang selanjutnya
membentuk warga masyarakat sebagai embrio dari berdirinya sebuah
negara. Oleh karena itu sebuah perkawinan seyogyanya dilakukan sesuai
dengan hukum agama dan juga hukum pemerintah, karena negara akan
berdiri dengan baik jika diawali dengan keluarga yang baik.
Selain memiliki prinsip-prinsip sebagaimana tersebut di atas,
perkawinan juga memiliki tujuan yang sangat mulya. Karena perkawinan
itu ikatan yang mulia dan penuh barakah. Allah Subhanahu Wa Ta‟ala
mensyari‟atkan untuk kemaslahatan hamba-Nya dan kemanfaatan bagi
manusia, agar tercapai maksud-maksud yang baik dan tujuan-tujuan yang
mulia. Dan diantara tujuan pernikahan itu antara lain:
a. Mendapatkan keturunan atau anak
75
Dianjurkan dalam pernikahan tujuan pertamanya adalah untuk
mendapatkan keturunan yang shaleh, yang menyembah pada Allah dan
mendo‟akan pada orangtuanya sepeninggalnya, dan menyebut-sebut
kebaikannya di kalangan manusia serta menjaga nama baiknya. Sungguh
ada dalam hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu „anhu
berkata : Adalah Nabi salallahu „alaihi wa sallam menyuruh kami
menikah dan melarang membujang dengan larangan yang keras dan belia
bersabda : “Nikahkah oleh kalian perempuan-perempuan yang pecinta dan
peranak, maka sungguh aku berbangga dengan banyaknya kalian dari
para Nabi di hari kiamat.
Al Walud (banyak anak), Al Wadud (pecinta), di mana dia
mempunyai unsur-unsur kebaikan dan baik perangainya dan mencintai
suaminya, Al-Makaatsarat ialah bangga dengan banyaknya umat
shallallahu alaihi wa alaihi wa sallam di hari kiamat, maka Nabi,
Berbangga dengan banyaknya umatnya dari semua para Nabi. Karena
siapa yang umatnya lebih banyak maka pahalanya lebih banyak dan bagi
beliau mendapat seperti pahala orang yang mengikutinya sampai hari
kiamat. Inilah tujuan yang besar dari pernikahan. Berfirman Allah SWT
(yang artinya) :
“Dan Dia (Allah) telah menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu,
anak-anak dan cucu-cucu. (Q.S An-Nahl-72)
76
Al-Hafadah (jama‟ dari hafid artinya cucu; yang dimaksud dalam
ayat ini adalah anaknya anak dan anak-anak keturunan mereka. Maka
manusia dengan fitrah yang Allah berikan padanya dijadikan rnencintai
anak-anak karena Allah menghiasi manusia dengan cinta pada anak-anak.
Allah Subhanahu Wa Ta‟ala berfirman (yang artinya) : “Dijadikan indah
pada (pandangan ) manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu ; wanita-wanita, anak-anak,… (Q.S Ali-Imran -14)
Manusia memiliki naluri cinta pada anak-anak, karenanya Allah
Subhanahu wa Ta‟ala jadikan anak-anak sebagai perhiasan kehidupan
dunia. Berfirman Allah (yang artinya): “Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia.” Namun karena terlalu cintanya pada anak-
anaknya, kadang-kadang bisa menjerumuskan ke dalam fitnah, sehingga
dia bermaksiat pada Allah dengan sebab anak-anaknya. Allah berfirman
yang artinya: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu) dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Q.S At-Taghabun : 15)
Dan bila telah keterlaluan fitnah anak pada manusia, maka bisa
mendorong pada perbuatan haram, seperti usaha yang haram untuk
menafkahi mereka, atau meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan
jihad di jalan Allah, karena takut kalau meninggalkan anak. Maka anak
dalam hal ini sama kedudukannya dengan musuh, sehingga wajib berhati-
hati dari keterikatan pada mereka. Dan ini adalah makna dari firman Allah
Ta‟ala yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di
77
antara isteri-isteri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu,
maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan
dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S At-Taghabun:14)
Telah ada dalam sebab nuzul ayat ini apa yang diriwayatkan
Imam Tirmidzi dan Hakim dan lainnya dari Abdullah bin Abbas
Radhiyallahu „anhuma berkata : “Telah turun ayat ini (At-Taghabun-14)
tentang suatu kaum dari ahli Makkah, mereka telah masuk Islam, lalu istri-
istri mereka dan anak-anak mereka menolak ajakan mereka. Maka ketika
mereka datang pada Rasulullah Shalallahu‟alaihi Wassallam di Madinah,
mereka melihat orang-orang yang mendahului mereka dengan hijrah.
Sungguh mereka telah pandai-pandai dalam urusan agama, maka mereka
ingin menghukum istri-istri dan anak-anak mereka, lalu Allah turunkan
pada mereka ayat : “Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Penyayang (Q.S At-Taghabun : 14)
b. Menjaga diri dari yang haram
Tidak diragukan lagi bahwa yang terpenting dari tujuan nikah ialah
memelihara dari perbuatan zina dan semua perbuatan-perbuatan keji,
serta tidak semata-mata memenuhi syahwat saja. Memang bahwa
memenuhi syahwat itu merupakan sebab untuk bisa menjaga diri,
akan tetapi tidaklah akan terwujud iffah (penjagaan) itu kecuali
78
dengan tujuan dan niat. Maka tidak benar memisahkan dua perkara
yang satu dengan lainnya, karena manusia bila mengarahkan semua
keinginannya untuk memenuhi syahwatnya dengan menyandarkan
pada pemuasan nafsu atau jima‟ yang berulang-ulang dan tidak ada
niat memelihara diri dari zina, maka dimanakah perbedaannya antara
manusia dengan binatang.
Oleh karena itu, maka harus ada bagi laki-laki dan perempuan tujuan
mulia dari perbuatan bersenang-senang yang mereka lakukan itu,
yaitu tujuannya memenuhi syahwat dengan cara yang halal agar hajat
mereka terpenuhi, dapat memelihara diri, dan berpaling dari yang
haram. Inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah salallahu „alaihi wa
sallam . Sungguh diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari
Abdullah bin Mas‟ud Radhiyallahu „anhu berkata : telah berkata
Rasulullah .: “Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian
yang mampu maka nikahlah, karena sesungguhnya itu dapat
menundukan pandangan dan memelihara kemaluan, maka barang
siapa yang tidak mampu hendaknya dia berpuasa, karena
sesungguhnya itu benteng baginya.
Al- Wijaa‟, adalah satu jenis pengebirian, yaitu dengan
mengosongkan saluran mani yang menghubungkan antara testis dan
dzakar. Dan makna hadits ini adalah : Barang siapa yang mampu di
antara kamu wahai pemuda untuk berjima‟ dan telah mampu untuk
79
memikul beban-beban pernikahan dan amanahnya, maka nikahlah.
Karena nikah itu akan menundukkan pandangan dan memelihara
kemaluan. Jika tidak mampu hendaknya dia berpuasa, karena puasa
itu akan menghancurkan kekuatan gejolak syahwat, bagai
pengebirian pada binatang buas untuk menghilangkan syahwatnya.
Maka jelaslah dari hadits ini bahwa Nabi salallahu „alaihi wasallam
memberikan pada pernikahan itu dua perkara yang membantu pada
kedua mempelai, yaitu pertama menundukan pandangan dari
pandangan-pandangan yang diharamkan Allah Ta‟ala dari para
wanita, kedua memelihara kemaluan dari “zina” dan semua
perbuatan-perbuatan keji. Sehubungan dengan makna ini telah ada
hadits yang mulia yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir
bin Abdullah Radhiyallahu „anhuma berkata :”Aku mendengar
Rasulullah bersabda :“Apabila seseorang diantara kamu terkagum-
kagum pada wanita lalu terkesan atau terjatuh dalam hati; maka
hendaklah segera menemui isterinya lalu penuhilah hasratnya
dengan isterinya, karena sesungguhnya itu akan menolak apa yang
ada dihatinya atau jiwanya.
Adapun orang-orang yang telah menikah dan semua keinginannya
dari pernikahan adalah syahwat dan jima‟ semata, maka mereka tidak
bertambah dengan jima‟ tersebut kecuali tambah syahwat, dan dia
80
tidak cukup dengan isterinya yang halal. Bahkan dia akan berpaling
pada yang haram. (http://menikahsunnah.wordpress.com)
c. Membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
Yang Maha Esa atau kelaurag yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
Orang yang sudah mempunyai sakan (rumah) dan memppunyai istri ,
intinya sudah mempunyai tenpat kembali sehingga merasa nyaman.
Dengan pernikahan menjadikan pasangan dipenuhi dengan
kehidupan yang rahmah, artinya penuh kasih sayang. Sebelumnya
menikahi karena kecantikan, harta, ataupun menyukai yang dzahir.
Setelah menikah kecantikan akan pudar dan rasa kasih sayang-pun
akan muncul dan istri atau suami dipahami sebagai rahmat. Tujuan
ini tidak akan terbentuk jika pernikahan itu dilakukan tidak
berdasarkan pada agama yang sama. (disarikan dari tulisan Ratna
Ajeng Tejomukti pada koran harian Republika 12 September 21014
pada dialog jumat: 2)
Agar keluarga yang bahagia dan kekal ini terwujud maka masing-
masing pasangan harus saling mengasihi dan juga menasihati. Dan
masing-masing memiliki rasa tanggungjawab untuk mewujudkan
rumah tangga yang bercahaya dengan nilai-nilai Islam. Keluarga
harus menjadi role model miniatur kehidupan Islami.
Seseorang yang sudah menikah juga akan jauh lebih tenang secara
psikologis. Orang yang belum menikah cenderung tidak seimbang
karena menahan sesuatu yang natural secara biologis. Kemantapan
81
psikhis akan membuat orang bisa melakukan ibadah secara lebih
kusyuk. (disarikan dari tulisan Hanif Muftisany pada koran harian
Republika 12 September 21014 pada dialog jumat: 2)
4. Bentuk-bentuk Perkawinan
Indonesia memiliki berbagai adat, suku juga bahasa. Salah satu
adatnya adalah bentuk perkawinan yang terjadi di masyarakat. Adapun
bentuk-bentuk perkwinan yang terjadi di masyarakat Indonesia bisa
ditinjau dari berbagai segi. Diantaranya menurut jumlah suami atau istri,
asal suami atau istri, dan hubungan kekerabatan.
a. Menurut jumlah suami atau istri
1) Monogami (mono berarti satu, gamos berarti kawin), yaitu
perkawinan antara satu laki-laki dan satu orang perempuan.
2) Poligami (poli berarti banyak), yaitu perkawinan antara satu orang
laki-laki atau wanita dan lebih dari satu wanita atau laki-laki.
Dengan kata lain, beristri atau bersuami lebih dari satu orang.
Sedangkan bentuk poligami dibagi menjadi dua :
a) Poligini, yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang.
Poligini sendiri dibagi lagi menjadi dua macam yaitu:
82
(1) poligini sororat, bila para istrinya beradik kakak
(2) poligini non-sororat bila para istrinya bukan beradik kakak
b) Poliandri, yaitu seorang istri yang mempunyai suami lebih dari satu
orang. Poliandri dibagi menjadi dua macam, yaitu:
(1) poliandri fraternal, bila para suami beradik kakak
(2) poliandri non-fraternal, bila para suami bukan beradik kakak
b. Asal suami atau istri
1) Endogami ialah perkawinan dilingkungan sendiri, misalnya dalam
satu klen, etnis, atau kerabat dalam lingkungan yang sama.
2) Eksogami ialah perkawinan yang dilakukan diluar lingkungan
keluarga sendiri. Perkawinan eksogami bebas memilih jodoh diluar
klen, kerabat, atau etnisnya.
c. Hubungan kekerabatan.
1) Cross cousin (sepupu silang), yaitu perkawinan antara saudara
sepupu, yakni anak saudara laki-laki ibu (anak paman) atau anak
saudara perempuan ayah.
2) Paralel cousin (sepupu sejajar), yaitu perkawinan antara pria dan
wanita dimana ayah atau ibu mereka bersaudaraan.
5. Perkawinan Endogami
a Pengertian Perkawinan Endogami
83
Perkawinan endogami ialah perkawinan dilingkungan sendiri,
misalnya dalam satu klen, etnis, atau kerabat dalam lingkungan yang
sama. Lebih jelasnya adalah perkawinan antar kerabat atau perkawinan
yang dilakukan antar sepupu (yang masih memiliki satu keturunan)
baik dari pihak ayah sesaudara (patrilineal) atau dari pihak ibu
sesaudara (matrilineal), kaum kerabat boleh menikah dengan saudara
sepupunya karena mereka yang terdekat dengan garis utama keturunan
dipandang sebagau pengemban tradisi kaum kerabat, perhatian terbesar
dicurahkan terhadap silsilah atau geneology.
Istilah endogami sebenarnya memiliki arti yang relatif,
sehingga perlu dijelskan batas-batasnya. Penentuan batas-batas
tersebut tergantung pada budaya yang dipegang oleh setiap masyarakat
yang tentunya akan berbeda antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lainnya. Batasan itu bisa berupa endogami agama,
endogami desa, endogami suku/keturunan, endogami ekonomi dan
endogami kasta. Misalnya endogami agama yang melarang melakukan
perkawinan dengan seseorang yang memiliki agama yang berbeda dari
agama yang kita anut. Endogami kasta pada masyarakat Hindu di Bali,
misalnya adanya larangan untuk melakukan perkawinan dengan pihak
di luar kasta. (id.m.wikipedia.org/wiki/endogami)
Perkawinan endogami biasanya dilakukan dalam rangka
mempertahankan harta kekayaan agar tidak pindah ke keluarga lain
dan tetap beredar pada kalangan keluarga sendiri, memperkuat
84
pertahanan klan dari serangan musuh, mempertahankan garis darah
atau motif lainnya yang bersifat eksklusif.
b Dampak Perkawinan Endogami
Salah satu praktik perkawinan endogami yang dilakukan oleh
masyarkat adalah perkawinan yang dilakukan dengan kerabat atau
suadara. Pekawinan endogami semacam ini bisa dilakukan antar
kerabat atau perkawinan yang dilakukan antar sepupu (yang masih
memiliki satu keturunan) baik dari pihak ayah sesaudara (patrilineal)
atau dari pihak ibu sesaudara (matrilineal) tapi bukan saudara kandung.
Tentu tidak aneh jika seseorang menikah dengan kerabat terdekat
misalnya diambil contoh dengan sepupu. Untuk di Indonesia sendiri,
masih banyak yang melakukan perkawinan tersebut dengan tujuan
untuk mempererat tali kekeluargaan. Dalam keluarga kerajaan atau
orang-orang kaya, hal itu lumrah dilakukan untuk menjaga keturunan,
akan tetapi dibalik itu semua terdapat suatu hal negatif yang bisa
membahayakan keturunannya.
Perkawinan sedarah atau berdekatan keluarga dalam bahasa
medis disebut inbreeding (cosanguineus). Hal ini berlaku untuk 2
individu yang melakukan hubungan pernikahan dalam suatu keluarga
atau dengan keluarga terdekat. Individu hasil dari inbdreeding disebut
indbred. Sedangkan lawan dari Inbreeding adalah outbreeding
(perkawinan random). Derajat keparahan inbreeding tergantung
dengan tingkat kedekatan keluarga. Jadi, semakin dekat ikatan
85
keluarga, semakin memperbesar kesempatan mendapat keturunan yang
memiliki gen resesif (kemungkinan besar cacat).
Semakin dekat hubungan keluarga, terdapat gen-gen
penyusun individu yang semakin mirip. Nah, apabila dalam satu
keluarga terdapat gen resesif (gen yang lemah), kemudian ada anggota
keluarga yang melakukan perkawinan sedarah, maka kemungkinan
besar persentase munculnya gen resesif semakin besar. Gen resesif
muncul jikalau genotifnya homozigot (misalnya rr, kalau heterozigot
misal Rr maka r resesif ditutupi R dominan). Pengaruh inbreeding
adalah :
Kurangnya fraksi heterozigot secara keseluruhan (Hal itu
dibuktikan G. Mendel pada percobaan tanaman kacang yang
melakukan reproduksi sendiri).
Maka fraksi homozigot akan bertambah ( pada manusia yang
memiliki gen resesif homozigot menyebabkan banyak kelainan genetic
dan kadang-kadang letal (mati)).
Perkawinan terdekat dalam satu keluarga disebut incest,
contohnya antara orang tua dan anak maupun saudara laki-laki dengan
saudara perempuan. Akan tetapi incest tidak diperbolehkan dalam
masyarakat Indonesia karena termasuk tabu dan dosa dalam agama kita
(perkawinan ortu ma anak). Perkawinan incest hanya dilakukan pada
zaman nabi sebelum Nabi Muhammad SAW yaitu antara saudara laki2
dan saudara perempuan. Pelarangan ini karena mengandung bahaya
86
terhadap keturunan yang dihasilkan. Anak dari pasangan inbreeding
memiliki resiko lebih besar dalam masalah kesehatan atau
perkembangan dibandingkan dengan anak dari pasangan outbreeding.
Resiko inbreeding jika dipandang dari genetiknya :
c Jika orang tua memiliki hubungan darah yang dekat maka ada
kemungkinan orang tua membagikan gena resesif mutan
kepada keturunannya
d Manusia mempunyai 30000 pasangan gena dalam setiap sel
tubuh yang bertanggungjawab pada kesehatan umum &
perkembangan.
e Setiap orang membawa beberapa gena yang oleh suatu sebab dpt
mengalami mutasi dan membahayakan karena secara tidak
langsung berpengaruh terhadap kesehatan individu tsb. Gena
normal biasanya mampu mengatasi gena mutan (jika gena mutan
adalah resesif)
f Pada umumnya 2 orang yang tidak mempunyai hubungan darah
tidak mempunyai gena mutan yang sama, tidak seperti pada 2
orang yang mempunyai hubungan darah
g Terjadi peningkatan resiko untuk membawa gena mutan
berbahaya(merugikan) yang sama di antara 2 orang yang
mempunyai hubungan darah.
h Kemungkinan untuk mempunyai anak cacat pada pasangan
inbreeding lebih besar daripada yang outbreeding
87
i Pada keturunan dari inbreeding mempunyai resiko 30%
kematian bayi atau menderita abnomalitas berat.
j Retardasi mental tanpa kelainan fisik juga meningkat pada
populasi inbreeding
k Pada inbreeding sepupu dari keluarga tanpa sejarah kelainan
genetic dalam keluarga, mempunyai resiko 2 kali lebih besar
daripada yang outbreeding
l Resiko total untuk munculnya abnormalitas bayi dari pasangan
inbreeding sepupu adalah ± 5-6%
m Resiko kecacatan bayi dari inbreeding dengan hubungan darah
yang lebih dekat semakin meningkat.
(www.genetics.com.au/Genetics2003)
n Pada umumnya kejadian peningkatan resiko tidak terjadi pada
kelainan yang disebabkan oleh genaresesif X-linked atau
autosomal dominan
Test yang dapat dilakukan bagi pasangan inbreeding :
a Pada keluarga dengan tanpa sejarah kelainan yang
spesifictidak ada test yang dapat memprediksi status untuk
bayi yang akan dilahirkan, apakah mempunyai resiko menderita
kelainan tsb atau tidak.
88
b Jika dari keluarga yang menunjukkan adanya individu yang
kelainan genetik, besarnya resiko tergantung pada pola keadaan
inheritance pada keluarga tsb
c Pada beberapa kelainan genetic seperti cystic fibrosis atau
thalasemia, orang tua dapat ditest untuk melihat apakah mereka
membawa gena mutan untuk kelainan ini. Resiko dari yang
inbreeding lebih besar dari pada outbreeding.
d Untuk kelainan genetic poligena maupun multifaktorial seperti
spina bifida, beberapa bentuk congenital heart disease, terjadi
peningktan resiko pada inbreeding (sulit untuk menghitungnya/
memperkirakan besarnya resiko tsb.)
6. Bentuk-Bentuk Keluarga
Terdapat beberapa definisi keluarga antara lain: Keluarga adalah
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota
keluarga (Duvall dan Logan, 1986).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu
rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi.
Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya
(Bailon dan Maglaya,1978 ).
89
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Departemen Kesehatan RI, 1988).
Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia
yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat terkecil
dan biasanya selalu ada hubungan darah, ikatan perkawinan atau ikatan
lainnya, tinggal bersama dalam satu rumah yang dipimpin oleh seorang
kepala keluarga dan makan dalam satu periuk.
Dari berbagai definisi di atas bisa disimpulkan bahwa keluarga
setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Terdiri dari orang-orang yang memiliki ikatan darah atau adopsi.
b. Anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu
rumah dan mereka membentuk satu rumah tangga.
c. Memiliki satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling
berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu,
anak dan saudara.
d. Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar
berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.
Bentuk Keluarga dibagi menjadi beberapa bentuk berdasarkan
garis keturunan, jenis perkawinan, pemukiman, jenis anggota keluarga dan
kekuasaan.
90
Berdasarkan garis keturunan patrilinear adalah keturunan
sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi,
dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. Matrilinear adalah
keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
ganerasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
Berdasarkan jenis perkawinan bentuk keluarga dibagi menjadi
dua yaitu monogamy dan poligami. Monogami adalah keluarga dimana
terdapat seorang suami dengan seorang istri.Poligami adalah keluarga
dimana terdapat seorang suami dengan lebih dari satu istri.
Berdasarkan pemukiman. Patrilokal adalah pasangan suami istri,
tinggal bersama atau dekat dengan keluarga sedarah suami.
Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan
keluarga satu istri. Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari
keluarga suami maupun istri.
Berdasarkan jenis anggota keluarga. Bentuk keluarga menurut
Goldenberg (1980) : Pada dasarnya ada berbagai macam bentuk keluarga.
Menurut pendapat Goldenberg (1980) ada sembilan macam bentuk
keluarga, antara lain :
a. Keluarga inti (nuclear family)keluarga yang terdiri dari suami, istri
serta anak-anak kandung.
b. Keluarga besar (extended family)keluarga yang disamping terdiri
dari suami, istri, dan anak-anak kandung, juga sanak saudara lainnya,
baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu,
91
cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang
berasal dari pihak suami atau pihak istri.
c. Keluarga campuran (blended family) keluarga yang terdiri dari
suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak tiri.
d. Keluarga menurut hukum umum (common law family) keluarga yang
terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan sah
serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.
e. Keluarga orang tua tunggal (single parent family), keluarga yang
terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena bercerai, berpisah,
ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak
mereka tinggal bersama.
f. Keluarga hidup bersama (commune family). Keluarga yang terdiri
dari pria, wanita dan anak-anak yang tinggal bersama, berbagi hak,
dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.
g. Keluarga serial (serial family),keluarga yang terdiri dari pria dan
wanita yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi
kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki
anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya
menganggap sebagai satu keluarga.
h. Keluarga gabungan/komposit (composite family),keluarga terdiri dari
suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya (poliandri) atau istri
dengan beberapa suami dan anak-anaknya (poligini) yang hidup
bersama.
92
i. Keluarga tinggal bersama (cohabitation family) keluarga yang terdiri
dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan
perkawinan yang sah.
Berdasarkan kekuasaan, keluarga dibagi tiga:patriakal adalah
keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah
dipihak ayah. Matrikal adalah keluarga yang dominan dan memegang
kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ibu. Equalitarium adalah keluarga
yang memegang kekuasaan adalah ayah dan ibu.
Fungsi Keluarga
a. Terdapat 5 fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat, yaitu Fungsi
Biologis ini penting dalam rangka, meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak, memberikan makanan bagi
keluarga dan memenuhi kebutuhan gizi, merawat dan melindungi
kesehatan para anggotanya, memberi kesempatan untuk berekreasi.
b. Fungsi psikologis, terjaga identitas keluarga serta rasa aman dan
kasih sayang, pendewasaan kepribadian bagi para anggotanya,
perlindungan secara psikologis, mengadakan hubungan keluarga
dengan keluarga lain atau masyarakat.
c. Fungsi Sosial Budaya atau Sosiologi, fungsi ini memiliki tujuan
dalam rangka meneruskan nilai-nilai budaya, sosialisasi,
93
pembentukan noema-norma, tingkah laku pada tiap tahap
perkembangan anak serta kehidupan keluarga.
d. Fungsi Sosial. Fungsi ini merupakan fungsi keluarga dalam rangka
mencari sumber-sumber untuk memenuhi fungsi lainnya, pembagian
sumber-sumber tersebut untuk pengeluaran atau tabungan,
pengaturan ekonomi atau keuangan.
e. Fungsi Pendidikan. Penanaman keterampilan, tingkah laku dan
pengetahuan dalam hubungan dengan fungsi-fungsi lain.Persiapan
untuk kehidupan dewasa. Memenuhi peranan sehingga anggota
keluarga yang dewasa.
Selain memiliki fungsi, keluarga juga memiliki peranan. Peranan
keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola
perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai
berikut :
a. Peranan Ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
94
serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
b. Peranan Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan
pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok
dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai
dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan
spiritual.
Sedangkan tugas-tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai
berikut : memeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya, memelihara
sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga, pembagian tugas masing-
masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing,
sosialisasi antar anggota keluarga, pengaturan jumlah anggota keluarga,
pemeliharaan ketertiban anggota keluarga, penempatan anggota-anggota
keluarga dalam masyarakat yang lebih luas, membangkitkan dorongan dan
semangat para anggotanya.
Setiap pasangan yang melakukan perkawinan akan selalu
mendambakan keluarga yang ideal. Keluarga ideal adalah unit terkecil
masyarakat Indonesia yang terdiri kepala keluarga dan beberapa orang
95
yang terkumpul, tinggal di suatu tempat dalam keadaan saling
ketergantungan. Di dalam keluarga ideal Indonesia terdapat lebih dari dua
pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan
hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan
didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan
suatu kebudayaan. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi keluarga
ideal antara lain:
a. Kasih sayang orang tua sangat diperlukan oleh seluruh anggota
keluarganya. Seorang anak, suami bahkan isteri akan merasa senang
walaupun berkata dia jengkel karena diberi perhatian lebih, kurangnya
kasih sayang orang tua sering terjadi pada anak sehingga memicu anak
untuk berbuat yang tidak baik di luar rumah.
b. Komunikasi yang baik, merupakan hal yang sangat penting untuk
menjaga hubungan antara sesama anggota keluarga, hal ini sangat
berpengaruh juga terhadap lingkungan sekitar untuk menjaga
silaturahmi antar tetangga dan keluarga besar untuk mempererat rasa
kekeluargaan.
c. Kepercayaan, hal ini perlu ditanamkan pada setiap anggota keluarga,
saling percaya satu sama lain akan mempererat hubungan. Orang tua
berperan penting di sini untuk memberi suatu kepercayaan terhadap
anak-anaknya agar mereka belajar dan mampu bertanggung jawab.
96
d. Kejujuran, kejujuran akan berdampak baik pada lingkungan sekitar
juga, karena dengan kejujuran seseorang dapat di percaya oleh orang
lain .
e. Kebersamaan, dengan kebersamaan suatu keluarga akan terjaga
silaturahminya, seorang anak akan terpantau bagaimana
perkembangannya begitu juga dengan kebutuhan nya sebagai anak
akan terpenuhi dengan melihat keluarga nya bersama.
B Teori Perubahan Budaya
1. Teori Perubahan Budaya
Budaya secara harfiah berasal dari bahasa Latin yaitu colere yang
memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. Menurut
Soerjanto Poespowardoyo budaya adalah keseluruhan sistem gagasan
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.
Perubahan kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan
keniscyaan dan tidak dapat dielakkan. Masyarakat tidak pernah statis,
selalu dinamis berubah dari satu keadaan ke keadaan lainnya yang
disebabkan oleh berbagai faktor. Perubahan ini dimaksudkan sebagai
wujud tanggapan manusia terhadap tantangan lingkungannya. Hal inilah
yang terjadi pada Dusun Jembangan Agung Desa Sruwen Kecamatan
Tengaran. Pola perkawinan endogami lambat laun ditinggalkan oleh
97
generasi muda. Dalam menggali data tersebut peneliti akan menggunakan
teori perubahan kebudayaan sebagai berikut:
1. Teori Evolusi
Teori evolusi menggambarkan bahwa perubahan kebudayaan terjadi
secara perlahan-lahan dan bertahap. Setiap masyarakat mengalami
proses evolusi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, masing-masing
masyarakat menunjukkan kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satu
masyarakat dikenal telah maju, sedangkan masyarakat yang lain masih
dianggap atau tergolong sebagai masyarakat yang belum maju. Dalam
teori evolusi, kemudian dibagi menjadi dua:
a. Teori Evolusi Universal
Sebuah kebudayaan yang ada dalam sebuah komunitas masyarakat
manusia adalah dampak atau hasil dari pemakaian atau penggunaan
energi dan teknologi yang mereka gunakan dalam kehidupan mereka
pada fase-fase perkembangannya. Dengan rumusan yang disebutnya
sebagai “hukum” evolusi kebudayaan ini, White sampai pada sebuah
kesimpulan bahwa terjadinya sebuah evolusi kebudayaan dalam
sebuah komunitas merupakan hasil dari mengemukanya perubahan
dalam sistem yang melakukan transformasi energi dengan bantuan
teknologi yang ada saat itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
dalam teori mengenai evolusi kebudayaan ini terdapat beberapa konsep
98
baru yang diketengahkan White, yaitu thermodinamika (sistem yang
melakukan transformasi energi), energi dan transformasi.
b. Teori Evolusi Multilinier
Menurut teori multilinier, terjadinya evolusi kebudayaan berhubungan
erat dengan kondisi lingkungan, dimana setiap kebudayaan memiliki
culture core, berupa teknologi dan organisasi kerja. Dengan demikian,
terjadinya evolusi dalam sebuah kebudayaan ditentukan oleh adanya
interaksi yang terjalin antara kebudayaan tersebut dengan lingkungan
yang ada di dalamnya. Seperti halnya teori yang dikemukakan oleh
White di atas, teori multilinier juga memunculkan konsep-konsep baru
yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu lingkungan, culture core,
adaptasi dan organisasi kerja.
2. Teori Difusi
Teori difusi kebudayaan dimaknai sebagai persebaran kebudayaan
yang disebabkan adanya migrasi manusia. Perpindahan dari satu
tempat ke tempat lain, akan menularkan budaya tertentu. Hal ini akan
semakin tampak dan jelas kalau perpindahan manusia itu secara
kelompok dan atau besar-besaran, di kemudian hari akan menimbulkan
difusi budaya yang luar biasa. Setiap ada persebaran kebudayaan, di
situlah terjadi penggabungan dua kebudayaan atau lebih. Akibat
pengaruh kemajuan teknologi-komunikasi, juga akan mempengaruhi
99
terjadinya difusi budaya. Keadaan ini memungkinkan kebudayaan
semakin kompleks dan bersifat multikultural.
Perubahan kebudayaan yang dijelaskan di atas merupakan akibat
dari berbagai macam faktor yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,
antara lain:
a. Adanya penemuan/inovasi baru yang bermanfaat dan dapat diterima
oleh masyarakat kebudayaan.
b. Penyebaran unsur kebudayaan dari masyarakat satu ke lainnya.
c. Kehilangan kebudayaan, diakibatkan suatu masyarakat secara terus-
menerus menerima inovasi baru yang menggantikan unsur-unsur
kebudayaan asli dari generasi pendahulu.
d. Akulturasi.
e. Adanya perubahan kebudayaan yang sebagai akibat dari suatu usaha
perubahan oleh kelompok masyarakat kebudayaan lain (pembunuhan
kebudayaan/genocide). Hal ini sering disebabkan oleh konflik politik.(
http://sosbud.kompasiana.com)
Perubahan sosial dan kebudanyaan dapat dibedakan kedalam
beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:
a. Perubahan lambat (evolusi) dan perubahan cepat (revolusi);
b. Perubahan kecil dan perubahan besar;
c. Perubahan yang dikehendaki (intended change) atau perubahan yang
direncanakan (planned change) dan perubahan yang tidak dikehendaki
100
(unitanded change) atau perubahan yang tidak direncanakan. (arif93
budiman. Blogspot.com)
Pemahaman tentang nilai-nilai sosial budaya yang mendasari
lahirnya pola perilaku perlu dikemukakan sebab melalui pemahaman
tentang nilai itulah akan memberikan pemahaman tentang apa yang
menjadi dasar individu dan kelompok masyarakat itu melakukan atau tidak
melakukan sesuatu khususnya terkait dengan perkawinan.
Sutan Takdir Alisjahbana (Soekanto, 2001) mengemukakan
bahwa kebudayaan itu merupakan penjelmaan budi manusia yang selalu
tersusun dalam suatu pola atau konfigurasi nilai-nilai. Bila dicermati pada
suatu kelompok masyarakat, akan tampak walaupun sifat-sifat individu
berbeda-beda, para warga keseluruhannya akan memberikan reaksi yang
sama terhadap gejala-gejala tertentu. Menurut TO Ihromi (Masinambow,
2000) reaksi yang menggambarkan suatu sikap hidup yang sama dalam
menanggapi suatu gejala atau persoalan dan menjadi milik bersama dalam
antropologi disebut kebudayaan. Dengan cara pandang seperti itu,
menyebut budaya hukum maksudnya adalah tanggapan umum yang sama
dari suatu masyarakat maksudnya terhadap gejala-gejala hukum.
Tanggapan itu merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan
perilaku hukum. Jadi, suatu budaya hukum menunjukkan tentang pola
perilakau individu sebagai angota masyarakat yang menggambarkan
101
tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang dihayati
masyarakat yang bersangkutan.
Salmon Keyzer dan C. F. Winter (dalam Soepomo : 2000)
seorang guru besar di Delf dan sekretaris pada Koninklijk Instituut voor
Taal Lan In Volkerkunde van Nederland Indie adalah orang pertama yang
mengemukakan teori receptio in complexu. Pendapat mereka kemudian
diikuti dan dikembangkan oleh L.W.C van Den Berg yang intinya
menyatakan : Receptio in complexu oleh bangsa Hindu dari hukum Hindu,
oleh kaum Islam dari hukum Islam, oleh kaum Kristen dari hukum
Kristen. Selama bukan sebaliknya dapat dibuktikan, menurut ajaran ini
hukum pribumi ikut agamanya, karena jika memeluk sesuatu agama, harus
juga mengikuti hukum-hukum agama itu dengan setia. Jika dapat
dibuktikan bahwa satu atau beberapa bagian, adat-adat seutuhnya atau
bagian-bagian kecil sebagai kebalikannya, maka terdapat penyimpangan-
penyimpangan dalam hukum agama itu, dan bahwa penyusun ajaran itu
mau mengakui bukti penyangkal itu adalah suatu tanda, bahwa ia telah
mempunyai penglihatan serta menghargai setinggi-tingginya kesadaran
hukum nasional dari rakyat berkulit sawo dari raja Belanda.
Apa yang dikemukakan dalam teori receptio in complexu di atas
bila dicermati, sebetulnya teori ini melihat kemampuan dari hukum agama
yang mampu menguasai hukum adat. Jadi, apa pun yang diperbuat
seseorang didominasi oleh keyakinan dan dasar keagamaan dan keimanan
102
yang dianutnya. Berdasarkan rumusan demikian, hukum agama telah
menutup sama sekali peluang keberlakuan sistem hukum lain.
Menurut paham ilmu bangsa-bangsa (etnologi) sistem
perkawinan dapat dikategorikan atas: (1) eksogami, yaitu seorang pria
harus mencari calon istri di luar marga (klan patrilenial) dan dilarang
kawin dengan wanita yang berasal dari satu kelompok marga; (2)
endogami yaitu seorang pria diharuskan mencari calon istri di dalam
lingkungan kerabat (suku, klan, famili) sendiri dan dilarang mencari dari
luar lingkungan kerabat; dan (3) eleutherogami yaitu sistem ini cenderung
banyak berkembang dan dipertahankan karena dalam sistem ini tidak ada
lagi kecenderungan mempertahankan aturan kebolehan dan larangan,
tetapi larangan pada batas-batas hubungan keturunan dekat (nasab),
periparan (musyaharah) sebagimana ketentuan dalam hukum agama Islam
atau hukum perundangan lain yang berlaku (Sudarsono, 2005).
Menurut hukum Islam tersebut pada Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat
23, ada 14 (empat belas) macam perempuan yang tidak boleh dikawin,
baik karena pertalian darah atau pertalian semenda, yaitu: bekas istri bapak
(ibu tiri), ibu kandung, anak kandung, saudara kandung, saudara bapak,
saudara ibu, anak saudara laki-laki, anak saudara perempuan, perempuan
yang pernah menyusuinya, saudara sesusu, ibu istrinya (mertua
perempuan), anak tiri yang ibunya sudah dicampurinya, istri anak sendiri
(menantu perempuan), dan saudara istri jika masih hidup.
103
Dengan melihat ketentuan di atas pada prinsipnya endogami
dibolehkan dalam Islam dengan syarat hubungan darah antara laki-laki dan
perempuan yang akan menikah tidak terlalu dekat atau harus di luar ke
empat belas perempuan tersebut dalam Qur‟an surat An-Nisa 23.
C Teori Tindakan Sosial
Menurut pandangan Marx Weber, sosiologi merupakan ilmu yang
berusaha untuk menafsirkan dan memahami (interpretative understanding)
terhadap tindakan sosial antar hubungan sosial untuk sampai kepada
penjelasan kausal. Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasarnya, yaitu
konsep tindakan sosial dan konsep tentang penafsiran dan pemahaman; yang
menyangkut metode untuk menerangkan konsep tindakan sosial.(George
Ritzer:2003:38)
Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial antar hubungan
sosial tersebut, Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi
sasaran penelitian sosiologi yang terkait dengan tindakan sosial, yaitu:
a. Tindakan manusia, yang menurut si pelaku (pasangan pernikahan
endogami) mengandung makna subjektif: yang meliputi berbagai
tindakan nyata.
b. Tindakan nyata yang bersifat membantu yang sepenuhnya dan bersifat
subjektif.
c. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan
yang sengaja diulang dan tindakan dalam bentuk persetujuan secara
diam.
104
d. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau beberapa individu.
e. Tindakan itu memeperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada
orang lain itu. (George Ritzer:39)
Mempelajari tindakan sosial, Weber menganjurkan melalui
penafsiran dan pemahaman (interpretative understanding) atau verstehen.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini peneliti akan mencoba
menginterpretasikan tindakan masyarakat Dusun Jembangan Agung
dalam melakukan perkawinan endogami, serta memahami motif tindakan
pernikahan tersebut. Oleh karena itu peneliti akan melakukan dua tindakan
dalam penelitian ini. Pertama, dengan melalui kesungguhan dalam usaha
untuk memahami terhadap tindakan perkawinan masyarakat Dusun
Jembangan Agung. Kedua, dengan mencoba menyelami secara mendalam
pengalaman orang yang melakukan perkawinan endogami.
Weber memberikan klaisifikasi perilaku sosial sebagai berikut:
a. Melakukan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu
tujuan.
b. Kelakuan yang berorientasi kepada suatu nilai estetis, politik,
keagamaan, dan lain-lain.
c. Kelakuan yang menerima orientasinya dari perasaan atau emosi
seseorang, (kelakuan efektif atau emosional).
d. Kelakuan yang menerima arahnya dari tradisi (kelakuan tradisional)
(K.J.Veeger:1985:171)
105
Weber membedakan adanya empat macam rasionalitas yang
mendasari tindakan sosial. Semakin rasional, tindakan social akan semakin
mudah dipelajari. Keempat macam rasionalitas tindakan tersebut adalah:
a. Zwerkrational, yaitu tindakan social murni di mana pelaku perkawinan
endogami tidak hanya menilai cara terbaik untuk mencapai tujuannya,
tetapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam
zwerkrasional tidak absolut. Ia dapat juga menjadi cara dan tujuan lain
berikutnya. Bila actor berkelakuan dengan cara yang paling rasional,
maka mudah untuk memahami tindakannya tersebut. Tindakan ini
merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan
atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan
tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk
mencapainya. Contohnya : Seorang siswa yang sering terlambat
dikarenakan tidak memiliki alat transportasi, akhirnya ia membeli
sepeda motor agar ia datang kesekolah lebih awal dan tidak terlambat.
Tindakan ini telah dipertimbangkan dengan matang agar ia mencapai
tujuan tertentu. Dengan perkataan lain menilai dan menentukan
tujuan itu dan bisa saja tindakan itu dijadikan sebagai cara untuk
mencapai tujuan lain.
b. Werkrational action, dalam tindakan tipe ini masyarakat tidak dapat
menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan sebuah cara-
cara yang paling cepat ataukah lebih cepat untuk mencapai tujuan yang
lain. Ini menunjuk kepada tujuan itu sendiri. Dalam tindakan ini
106
memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi
sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan
terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan.
Tindakan tipe kedua ini masih dapat dikategorikan rasional, meskipun
tingkat rasionalitasnya berada di bawah tipe yang pertama. Tindakan
yang masuk dalam kategori tipe kedua ini masih dapat
dipertanggungjawabkan untuk dipahami. Sedangkan tindakan rasional
nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan
pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya
sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang
bersifat absolut. Contoh : perilaku beribadah atau seseorang
mendahulukan orang yang lebih tua ketika antri sembako. Artinya,
tindakan sosial ini telah dipertimbangkan terlebih dahulu karena
mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama yang ia miliki.
c. Affectual action, yang merupakan tindakan yang dibuat-buat. Tindakan
ini dipengaruhi oleh emosi dan kepura-puraan si pelaku perkawinan
endogami. Tindakan ini sukar dipahami atau tidak rasional. Tipe
tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi
intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan,
tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu.
Contohnya: hubungan kasih sayang antara dua remaja yang sedang
jatuh cinta atau sedang dimabuk asmara.Tindakan ini biasanya terjadi
atas rangsangan dari luar yang bersifat otomatis sehingga bias berarti
107
d. Traditional action-yaitu tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-
kebiasaan mengerjakan sesuatu dimasa lalu saja. (George Ritzer: 40-
41) Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku
tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa
refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan pulang kampong disaat
lebaran atau Idul Fitri.
Teori tindakan ini dapat digunakan untuk menginterpretasikan
tindakan-tindakan pelaku dan memahami rasionalitas di balik tindakan
pelaku tersebut. Sejalan dengan penelitian tentang fenomena perkawinan
endogami, studi kasus di Dusun Jembangan Agung Desa Sruwen ini, kita
dapat melakukan interpretasi terhadap motiv apa yang mendasari mereka
melakukan atau memilih menikah dengan cara endogami tersebut. Dengan
menggunakan kerangka pandang dalam teori ini, diharapkan dapat
mengungkapkan lebih jauh terhadap apa yang melandasi atau motif dari
masyarakat Dusun Jembangan Agung dalam penelitian ini.
108
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A Gambaran Umum Desa Sruwen
1. Desa Sruwen dalam Lintasan Sejarah
Desa Sruwen merupakan desa yang tidak berdiri begitu saja,
akan tetapi ada cerita turun temurun yang dimulai dari subuah perjalanan
panjang seorang pengembara, yang konon merupakan salah seorang murid
seorang Wali Jawa yang sangat terkenal yaitu Sunan Kalijaga.
Sang pengembara itu bernama Slamet, lahir di Pasuruan sekitar
tahun 1504 M / 923 Hijriyah, anak dari Suyuti. Beliau sebenarnya tiga
bersaudara, tetapi dua orang saudaranya sudah wafat.
Konon, semenjak berumur sepuluh tahun, Slamet sudah tertarik
dengan kegiatan syiar Islam , ritual ibadah , terutama bacaan Dzikir , yang
menurutnya sangat bisa merasuk di hati hingga bisa menikmatinya
melebihi ritual ibadah yang lainnya. Kemudian beliau mohon ijin dan restu
dari kedua orang tuanya untuk lebih mendalami ajaran Islam, yaitu
berguru kepada seorang Kyai.
Dengan ketekunan yang luar biasa beliau bisa mendalami ilmu
agama Islam, sehingga beliau sangat disayang oleh Gurunya, sehingga
109
sering diajak sowan kepada para Ulama‟ dan para Wali untuk silaturahmi
dan tentunya menambah wawasan ilmu.
Di usia lima belas tahun, ayahnya wafat dan satu tahun kemudian
Ibunya pun meninggal dunia. Hidup sebatang kara, beliau diasuh dan
dididik oleh sang Guru. Tapi satu tahun kemudian yaitu di usianya ke
tujuh belas, Gurunya meninggal . Walaupun sudah ditinggal pergi untuk
selamanya oleh orang orang yang sangat berjasa , kecintaan untuk belajar
masih tinggi dan bertambah semangat. Maka beliau melanjutkan
pengembaraan, mencari sosok Guru yang terkenal akhirnya bertemu
dengan Sunan Kalijaga, seorang Wali Jawa yang sangat melegenda sampai
saat ini. Maka mulailah Ia menjadi murid Sang Wali.
Saat menjadi murid Sang Wali, ia punya Sahabat akrab bernama
Ngaliman. Keduanya sama sama pintar dan disenangi teman temannya.
Untuk lebih mudah membedakan keduanya, Sunan memberi nama
belakang Slamet yaitu menjadi Slamet Pasuruan, yang pada akhirnya
teman temannya memanggilnya Pasuruan.
Suatu hari Pasuruan mengajak Ngaliman kembali ke kampung
halaman dengan niat mengembangkan ilmu / berdakwah. Tapi karena
mendapat tantangan berat dari warga sekitar, akhirnya keduanya kembali
lagi ke pada Sang Wali, mengadukan nasibnya. Kemudian oleh Sunan
dianjurkan berdakwah di tempat lain. Dalam melaksanakan tugas, beliau
mendapat amanat yang harus dipatuhi, yaitu :
110
a. Keduanya disuruh berjalan menyusuri Sungai Serang.
b. Selama dalam perjalanan, harus melaksanakan Puasa.
c. Tidak boleh berhadas / selalu dalam kondisi suci / menggantung
Wudlu‟.
d. Tidak boleh beranjak dari Sungai sebelum diserang oleh binatang buas.
Berangkatlah keduanya dengan mohon ridlo dari Sang Wali.
Dalam melaksanakan puasa, untuk makan Buka & Sahur hanya
mengandalkan air, dedaunan dan buah buahan yang ditemuinya. Selama
empat puluh hari perjalanan, bertemu dengan dua ekor Buaya yang sedang
kawin. Buaya tersebut sangat ganas sehingga menyerang keduanya hingga
keduanya lari ke daratan demi keamanan. Sesuai pesan Sang Guru ( poin
empat ), tempat tersebut ditancapkan sebatang Tongkat dari Bambu
Kuning. Buaya kawin ( jawa : Boyo Kromo ), maka daerah itu dikenal
dengan Desa Boyoromo ( Kec. Suruh ).
Kemudian melanjutkan perjalanan darat sampai masuk waktu
Maghrib. Kemudian mencari air untuk wudlu dan Shalat. Usai Shalat
segera meninggalkan tempat tersebut yang berisi bebatuan besar, yang
sekarang dikenal dengan Desa Karang Gede ( Kab. Boyolai ).
Perjalanan malam dilanjutkan hingga keduanya mendengar suara
seorang Kakek yang sedang berdzikir. Maka mampirlah disitu . Dalam
percakapannya, si tamu bertanya, disini sepi ya Kek ? Si Kakek menjawab
111
bahwa besuk bakal rame. Kata Bakal Rame menjadikan desa itu sekarang
dikenal dengan nama Desa Bakal Rejo ( Susukan ).
Siang hari kembali berjalan dan di tepi tebing / jurang sepi,
terdengar sura nenek bernyanyi ( kidung ) namun setelah mencoba
didekati suara itu semakin jauh, hingga daerah itu dikenal dengan Desa
Ketawang. Setelah bertemu dengan nenek itu, ternyata bukan orang
sembarangan. Dia adalah Sekar Sinumpit atau orang memanggilnya Raden
Ajeng Sekar Sinumpit yang konon merupakan adik kandung dari Syekh
Maulana Maghribi Pantaran.
Mengetahui keduanya murid Sunan Kalijaga, beberapa hari
dimohon menginap karena pada malam Jum‟at Kliwon di timur desa
Tawang akan ada pertemuan para Wali dan keduanya dimohon hadir.
Setelah waktunya tiba keduanya mohon pamit. Oleh si Nenenk dipesankan
untuk hati hati karena banyak Singa buas. Ternyata benar, dalam
perjalanannya bertemu banyak Singa buas besar yang mondar mandir
tetapi tidak mengganggu perjalanan atas ijin Allah Swt. Keduanyapun
heran. Akhirnya dalam pertemuan para Wali itu keduanya dinobatkan
sebagai Kyai Muda dengan sebutan Kyai Ngalim ( Ki Ageng Ngalim ) dan
Kyai Suru ( Ki Ageng Suru ). Dan tempat pertemuan yang dijaga Singa
tersebut sekarang dikenal dengan Desa Singo Walen.
Karena kecakapan ilmunya keduanya diajak menyebarkan ajaran
Islam di daerah itu. Dan untuk mengikat jangan sampai pergi Ki Ageng
112
Ngalim dinikahkan dengan putri Ki Demang. Karena temannya sudah
menikah, maka Ki Ageng Suru pamit untuk melanjutkan perjalanan.
Sampailah di suatu tempat yang tandus dan ditumbuhi banyak bambu.
Menetap disitu beberapa lama, sambil berdakwah warga masyarakat
diajari memanfaatkan bambu untuk membuat perlengkapan rumah tangga
dari anyaman bambu. Dengan keberhasilan ketrampilan itu warga
masyarakat sekitar bisa lebih makmur, badan menjadi sehat. Badan Sehat
dalam bahasa jawa Rogo Mulyo yang akhirnya manjadi sebutan desa.
Kemudian beliau dinikahkan dengan putri Ki Demang.
Dua puluh tahun menikah hidup bahagia tetapi belum dikarunia
anak, sehingga selama beberapa bulan Ki Ageng Suru menyepi. Setelah
pulang, istrinya ikut prihatin dan keduanya pergi menyepi ke suatu daerah
sambil membuat Keris. Keris Ki Ageng Suru sangat terkenal hingga
banyak orang pesan dan berguru. Daerah Empunya Keris sekarang dikenal
dengan dusun Putatan ( salah satu desa Sruwen yang berada di sebelah
timur Dusun Prusakan2 ). Karena tempat tersebut berlatar belakang orang
lagi menyepi / prihatin, maka konon tidak cocok untuk kegiatan keramaian
/ pertunjukan. Hal ini menurut penuturan warga sudah banyak buktinya,
banyak grup kesenian bubar setelah mengadakan kegiatan / pentas di
dusun Putatan. Bahkan jika ada seseorang yang memiliki pangkat tinggi
2 Berdasarkan wawancara dengan beberapa masyarakat Dusun Prusakan merupakan
wilayah yang sudah ada sejak zaman Belanda. Pada waktu itu dusun tersebut merupakan
perusahaan bunga. Setelah bunga itu dipetik kemudian disimpan dalam sebuah gudang di dekat
jalan raya. Tempat di mana gudang tersebut ada sekarang disebut dengan Dusun Gudang.
113
kalau masuk desa Putatan pangkatnya akan turun. (Wawancara dengan
Bapak Rokhim dan Bapak Darno pada hari minggu 30 Agustus 2014)
Walaupun sebagian masyarakat sudah tidak percaya dengan
mitos tersebut akan tetapi masih ada cerita yang bersumber dari Bapak
Darno bahwa salah satu dari saudaranya ada yang jadi polisi kemudian
berniat ingin membeli tanah di daeah Putatan. Pak Darno sudah
mengingatkan tentang adanya mitos tersebut, akan tetapi adiknya tidak
menghiraukan. Setelah melihat tanah tersebut beberapa bulan kemudian
orang tersebut turun pangkatbnya. Sedangkan mitos yang lain tentang
bubarnya group seniman setelah pentas di Putatan juga diungkapkan oleh
Bapak Rokhim. Ada salah satu group kesenian rebana yang sudah lama
ada tapi setelah pentas di Putatan sekarang juga sudah tidak ada lagi.
Bapak Rokhim menekankan bahwa kasus-kasus tersebut masih ada hanya
saja masyarakat percaya atau tidak hal itu hanya Allah saja yang tahu.
Selain meninggalkan dusun Putatan, konon Kyai Suru juga
meninggalkan kenang kenangan yaitu hasil hentakan kakinya hingga
menimbulkan mata air yang sampai sekarang masih baik dan dikenal
dengan sungai Buyutan . Sumber air di Buyutan tersebut sampai sekarang
masih bisa di lihat oleh warga.
Beberapa tahun menetap di Desa Sruweu hingga meninggal
tahun 1576 M. Sebelum wafat, beliau berpesan, agar dimakamkan di
sekitar ditancapkannya Tongkat kesayangannya.
114
Dan setelah wafat tak seorangpun yang bisa mencabut tongkat itu
hingga Jenazah almarhum dimakamkan sebelah timur tongkat itu. Di
sebelah liang kubur, ada pohon Jati yang sangat besar sehingga sekarang
dikenal dengan nama Makam Jati. Dua tahun kemudian istrinya meninggal
dunia.
Makam Kyai Suru pada zaman dulu berada ditengah-tengah
pagar (dadah) yang subur dan lebat. Setiap orang yang masuk makam
siapapun orangnya harus masuk dulu ke makam kyai Suru, dengan dijaga
oleh aparat desa. Sehingga setiap orang yang lewat tidak bisa lepas dari
masuk dulu ke makam kyai Suru.(wawncara dengan Bapak Prapto pada
hari minggu 28 September 2014)
Makam Jati tempat dimakamkannya Ki Ageng Suru konon
menjadi legenda asal muasal nama desa, yang mana daerah tersebut kini
dikenal dengan nama Desa Sruwen. Tempat di mana Ki geng Suru itu
dimakamkan sampai saat ini dijaga oleh keberadaannya, karean tempat
makan tersebut sekarang menjadi makam umum bagi masyarakat Desa
Sruwen.
Selain sebagai makam umum saat ini sebagian masyarakat yang
memiliki kepercayaan akan adanya kekuatan spritualitas tersendiri jika
memanjatkan doa disekitar makam Kayi Suru. Konon kabarnya jika ada
perempuan tua yang tidak segera mendapatkan jodoh maka jika mau
melakukan bertapa di makan tersebut akan segera mendapatkan jodoh.
115
Demikian ringkasan cerita yang dapat dirangkum dari berbagai
sumber. Tentang kebenaran pastinya, hanya Alah SWT Yang Maha Tahu.
Dikisahkan dari berbagi sumber, diantaranya :Bp. Tukimin ( Juru kunci
Makam Jati, Bp. Suyono Kadus Putatan Mbah Wiryo ( Bayan Suruan /
Rogomulyo, Mizan Warga Sruwen )
2. Letak Geografis Desa Sruwen
Desa Sruwen terletak di Kecamatan Tengaran, Kabupaten
Semarang yang memiliki jarak 3 Km dari Kantor kecamatan. Desa Sruwen
memiliki wilayah yang cukup luas, dan memiliki 11 dusun dengan 10
rukun warga (RW) dan 32 rukun tetangga (RT)
116
Batas wilayah :
Sebelah Utara : Desa Tengaran, Kec. Tengaran.
Sebelah Timur : Desa Sugihan & Duren, Kec. Tengaran.
Sebelah Selatan : Desa Urut Sewu, Ampel, Kab. Boyolali
Sebelah Barat : Desa Tegalrejo, Kec. Tengaran.
117
3. Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sruwen
Berdasarkan klasifikasi desa di Kecamatan Tengaran,
Kelurahan Sruwen termasuk desa yang sangat maju. Hal tersebut
dibuktikan dengan banyaknya Usaha Kecil Menengah (UKM) yang
terdapat di Kelurahan Sruwen seperti, budidaya lele, peternakan ayam,
budidaya jamur, pembuat kue, pembuatan pupuk kompos, ukiran, dan
usaha kayu glondongan.
Sruwen, seperti kebanyakan desa-desa lain di Indonesia. Masih
banyak dijumpai area persawahan yang cukup luas, di ujung timur desa
ini dapat dijumpai “hutan kecil” yang membuat Anda merasakan sensasi
kesejukan uang tidak dapat Anda jumpai di perkotaan.
Sebagian besar masyarakat Desa Sruwen adalah sebagai petani
dengan berbagai macam tanaman.3 Mulai dari padi, jagung, polowijo,
juga berbagai macam sayur. Tidak hanya sawah tapi juga perkebunan.
Bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan sawah ataupun perkebunan
mereka bisa menjadi petani penggarap ataupun buruh tani.
Ada beberapa model kerjasama pertanian yang ada di Desa
Sruwen antara lain: model gaden yaitu ada masyarakat yang butuh uang
kepada salah satu warga dengan jaminan sawah atau ladang. Sawah atau
3 Kondisi ini sesuai dengan salah satu ciri masyarakat pedesaan menurut Pudjiwati
yang ditulis oleh Taofik Hiadayat dalam http//taufikhidayah21.wor bahwa selain memiliki nilai
kekerabatan yang sangat tinggi, pekerjaan sebagai petani merupakan pekerjaan yang sangat
dominan.
118
ladang yang dijadikan jaminan ada pada kekuasaan orang yang
memberikan hutang untuk ditanami. Sedangkan hasiln panen
sepenuhnya milik orang yang menghutangi. Ada juga model sromo yaitu
orang punya sawah menyuruh kepada orang untuk digarap dengan
kesepakatan hasilnya dibagi 50% yang punya tanah 50% petani
penggarap. Akan tetapi jika jenis tanaman itu sayur mayur makan 70 %
petani penggarap 30 % yang punya tanah, karena biaya yang dikeluarkan
lebih banyak. (wawancara dengan Bapak Rokhim)
Selain menjadi petani banyak juga masyarakat yang memilih
menjadi buruh pabrik di sekitar Salatiga maupun di sekitar Karang Jati,
terutama mereka yang muda dan memiliki ijazah. Sedangkan sebagian
masyarakat memilih menjadi penjual makanan ringan dari sekolah ke
sekolah. Ada yang menjual cilot, mainan anak-anak, ice cream, menjual
sayuran kepasar, tukang kayu, tukang batu, wiraswasta dan lain-lain.
Banyak juga masyarakat Desa Sruwen yang menjadi PNS, mulai dari
guru, dosen, karyawan dan lain-lain. Selain itu ada juga ABRI,
pensiunan, penjahit, pengrajin, peternak juga yang memiliki indistri
kecil. untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalan tabel di bawah ini.
Tabel Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sruwen
Mata Pencaharian :
A Buruh Tani 317
119
B Petani 863
C Peternak 125
D Pedagang 95
E Tukang Kayu 93
F Tukang Batu 99
G Penjahit 16
H PNS 72
I Pensiunan 260
J TNI/Polri 14
K Perangkat Desa 16
L Pengrajin 17
M Industri kecil 35
N Buruh Industri 679
O Lain-lain 43
Dari berbagai jenis pekerjaan tersebut maka akan
mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana bisa
dilihat dalam tabel di bawah ini:
120
Kesejahteraan Sosial :
A Jumlah KK Prasejahtera
B Jumlah KK Sejahtera
C Jumlah KK Kaya
D Jumlah KK Sedang
E Jumlah KK Miskin 524
Walau tabel tersebut belum mewakili semua tingkat
kesejahteraan masyarakat Desa Sruwen akan tetapi bisa dilihat dari 6149
penduduk yang terbagi menjadi 1732 KK hanya 524 KK yang miskin.
Sehingga lebih dari dua pertinga penduduk Desa Sruwen hidup dalam
tingkat kesejahteraan kaya, sedang, sejahtera dan pra sejahtera.
Tingkat kesejahteraan ini bisa dilihat juga dari sarana dan
prasarana yang ada di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabuoaten
Semarang sebagaimana yang tertera dalam table berikut:
Tabel. Sarana dan Prasarana desa Sruwen
NO
JENIS SARANA DAN
PRASARANA DESA
JUMLAH KETERANGAN
1 Kantor Desa 1
121
2 Gedung SLTA 0
3 Gedung SLTP 0
4 Gedung SD 3
5 Gedung MI 3
6 Gedung TK 5
7 Masjid 9
8 Musholla 33
9 Pasar Desa 0
10 Polindes 1
11 Panti PKK 0
12 Poskamling 5
13 Jembatan 4
14 Gedung TPQ 1
15 Madrasah Diniyah 1
16 Hotel Melati ( Ken Dedes ) 1
17
BPR ( Restu Klepu Makmur
)
1
18 Klinik ( Wira Medika ) 1
19 Terminal Transit Bis Malam 1
Jika dilihat dari tabel sarana dan prasarana juga menggambarkan
bahwa masyarakat akan bisa mengakses jenis pekerjaan dengan adanya
hotel, terminal, Koperasi Restu Makmur, dan gedung-gedung sekolah.
122
Tempat-tempat tersebut bisa dijadikan tempat untuk usaha atau berjualan
atau bentuk-bentuk pekerjaan lain yang bisa meningkat kesejahteraan
masyarakat.
4. Sosial Keagamaan Desa Sruwen
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam
keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif,
mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang
bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll.
Desa Sruwen merupakan wilayah yang masyarakatnya
memiliki rasa religiusitas yang sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari
tampilan fisik masyarakatnya, suasana rumah, banyak tempat ibadah
ataupun juga banyaknya kegiatan keagamaan yang berjalan di
masyarakat.
Suasana religius ini bisa dilihat langsung ketika kita bertamu ke
rumah. Hampir setiap rumah memiliki tempat ibadah walau hanya sangat
sederhana. Merupakan pemandangan yang tidak asing lagi jika di ruang
tamu ada sebuah tempat (amben) yang terpasangkan sajadah di atasnya.
juga meiliki padasan sebagai tempat air untuk wudlu. Bangunan tempat
ibadah dalam hal ini masjid hampir semua dusun yang ada di Sruwen
memiliki masjid sebagai tempat juma‟tan, Sedangkan mushalla sebagai
tempat shalat berjamaah dan juga belajar membaca al Quran hampir ada
pada setiap RT. Bahkan pembelajaran Al Quran ini tidak hanya
dilaksanakan di mushalla tapi juga di rumah para ustad atau ustdzah.
123
Para pengajar atau ustad ustadzah mengajarkan Al Quran dengan ikhlas
dan tidak pernah memungut bayaran.
Kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di Desa Srwuen antara
lain, Membaca shalawat Al Barjani setiap Minggu malam Senin di
mushala, masjid dan juga anjangsana dari rumah ke rumah. Kegiatan
tahlilan biasa dilaksanakan setiap malam Jum‟at dilakukan secara
individu maupun kelompok. Dilaksanakan di Masjid, mushalla atau
bahkan dilakukan di makam yang ada. Selain itu juga ditradisikan
peringatan-peringatan hari besar Islam seperti Maulud Nabi, Rajabiyah,
Tahun baru Hijriah dan lain-lain.
Sejak dulu sampai sekarang Desa Sruwen memiliki tradisi
pawai atau arak-arakan dalam rangka lomba takbir setiap menjelang hari
raya Idul Fitri. Lomba ini disambut dengan antusias oleh semua
masyarakat Desa Sruwen. Persiapan mengikuti lomba diadakan sebulan
sebelum lebaran. Mulai dari pembentukan panitia, pengumuman dan
persiapan-persiapan lain. Sedangkan umat Islam antusias untuk selalu
mengikuti dengan menampilkan berbagai seni yang bernuansa Islam.
Ada dusun yang menampilkan kaligrafi, miniatur masjid, miniatur Al
Quran, pejuang Islam, dan lain-lain. Sehingga suasana menyambut hari
kemenangan bagi umat Islam di Desa Sruwen sangat terasa dan
mengharukan.
Suasana religius ini juga bisa dilihat dari lembaga pendidikan
tingkat dasar. Desa Sruwen memiliki 7 lembaga pendidikan formal.
124
Empat lembaga pendidikan formal tingkat dasar itu MI sedangkan 3 SD.
Jika dibandingkan dari jumlah siswa yang bersekolah, MI memiliki
siswa lebih banyak dibandingkan dengan SD. Hal ini membuktikan
bahwa motivasi orangtua untuk menyekolahkan anak ke lembaga agama
lebih tinggi dibandingkan dengan menyekolahkan anak ke lembaga
pendidikan umum. Kalau wilayah pada umunya banyak yang
menganggap bahwa sekolah di SD lebih baik dari pada sekolha di MI,
maka masyarakat Desa Sruwen berpendapat sebaliknya.
Selain menyekolahkan anak-anak ke MI, banyak orangtua yang
memasukkan ke pondok pesantren baik untuk sekolah atau hanya untuk
belajar agama saja.
Mayoritas penduduk Desa Sruwen beragama Islam. Jika ada
penduduk atau warga yang beragama non Islam, maka itu bisa dipastikan
bukan asli penduduk Desa Sruwen. Biasanya mereka pendatang yang
bertugas di Desa Sruwen misalnya menjadi guru di SD atau membeli
tanah dan kemudian mendirikan rumah. Jumlah mereka sangat sedikit.
Selain sedikit mereka juga tidak mampu dan mungkin juga tidak berani
menyebarkan agama di linghkungan Desa Sruwen. Sehingga mereka
tetap nyaman dan tidak pernah terjadi konflik antar agama, baik dalam
sekala kecil maupun berskala besar. Dalam urusan sosial kemasyarakatn
warga non muslim berbaur dangan masyarakat yang lain sebagaimana
warga lain yang beragama Islam.
125
Selain itu juga bisa dilihat dari jumlah pemeluk agama
sebagaimana dalam tabel di bawah ini.
Tabel Jumlah Pemeluk Agama
No Agama Jumlah
B Islam 6139
C Protestan -
D Katolik 10
E Hindu -
F Budha -
Dokumen RPJDES
Pak Suroto
5. Keadaan Pendidikan
Desa Sruwen merupakan desa yang terletak di pinggir jalan
raya Solo Semarang. Sehingga masyarakat sangat mudah dalam
mengakses transportasi jika akan bepergian kemana saja. Karena selain
jurusan Solo Semarang bis jurusan Jakarta, Bandung, Bogor ataupun
kota lainnya melewati jalan tersebut. Hal ini mebawa dampak besar
terahadap tingkat pendidikan masyarakatnya. Walaupun pendidikan
tingkat SD masih mendominasi, akan tetapi tingkat sarjana juga lumayan
banyak. Tingkat pendidikan ini juga mempengaruhi tingkat
126
kesejahteraan masyarakat. Untuk lebih jelas melihat tingkat pendidikan
pada masyarakat Desa Sruwen bisa dilihat tabel di bawah ini:
Tabel Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan :
A Tidak tamat SD 2479
B SD 1237
C SLTP 1225
D SLTA 682
E Diploma/Sarjana 142
Dari tabel tersebut bisa dilihat bahwa penduduk Desa Sruwen
memiliki timgkat pendidikan yang tinggi. Bahkan banyak warga yang
memiliki pekerjaan dengan menggunakan kesarjanaannya. Ada yang jadi
dosen, guru, penilik sekolah, dokter, tentara, polisi, pegawai kemenag
pegawai kecamatan, dan lain-lain. Selain pendidikan formal banyak
masyarakat yang menempuh pendidikan di pondok pesantren baik yang
mengkaji kitab-kitab kuning ataupun mereka yang menghafal al Qur‟an.
Masyarakat yang hafal al Quran tidak dapat dihitung dengan sepuluh jari
alias banyak. Para penghafal Al Qur‟an memiliki kelompok atau jama‟ah
dengan kegiatan menghafal secara bergantian dari satu rumah anggota
127
ke rumah anggota yang lainnya. Tradisi ini sudah berjalan sejak lama
dan memiliki banyak jama‟ah. Biasannya dilakukan setiap selapan (35
hari) sekali.
Tingkat pendidikan yang tinggi ini selain dilatarbelaangi oleh
letak geografi yang strategis juga faktor orangtua yang sudah banyak
memiliki pengetahuan tentang pentingnya pendidikan.
6. Gambaran Umum Dusun Jembangan
Agar mendapatkan gambaran yang lebih mendalam tentang
masyarakat Dusun Jembangan terkaita dengan masyarakatnya ataupun
wilayahnya, maka akan lebih baik jika kita mengemaukakan lebih
dahulu tentang apa dan bagaimana Dusun Jembangan itu sendiri.
a. Jembangan Agung Dalam Lintasan Sejarah
Dusun Jembangan merupakan salah satu dusun yang ada di
Desa Sruwen, yang terletak di ujung Timur berbatasan dengan sawah
dan sungai besar. Dari sini terlihat bahwa dusun ini berlimpah
dengan air. Sehingga masyarakat tidak pernah kekurangan air
walaupun musim kemarau karena letaknya yang berada di dataran
rendah sehingga air mudah mengalir dari arah Barat ke Timur.
Sebelah Barat dusun Jembangan ada selokan yang dialirkan dari
sungai besar (Padasplorot) untuk mengairi sawah sampai pada daerah
128
Kecamatan Susukan. Jika dilihat dari keadaan geografis ini sangat
tepat jika dusun ini dinamakan dusun Jembangan.
Dalam bahasa jawa jembangan adalah merupakan tempat
air yang berbentuk bulat seperti mangkok dibuat dari tanah liat yang
diletakkan di dapur dekat dengan tungku, karena air yang ada dalam
jembangan tersebut dikhususkan untuk masak. Air tersebut biasanya
diambil dari sumur atau sumber yang jernih. Namun sebenarnya ada
mitos yang tersembunyi dibalik nama jembangan tersebut.
Berdasarkan wawancara dengan warga yang bernama Lasiman (pada
hari Sabtu tanggal 23 Agustus 2014) bahwa pada zaman dahulu kala
(mungkin zaman kerajaan) ada seseorang yang menyimpan
jembangan berisikan perhiasan emas. ditimbun di wilayah tersebut
persinya ada dibelakang rumah salah satu warga. Konon ada yang
bercerita bahwa ada seseorang yang berkeinginan keras untuk
mengambil jembangan tersebut akan tetapi syaratnya orang yang
mengambil tersebut ikut dengan yang menjaga jembangan tersebut.
Akhirnya orang itu mengurungkan niatnya.
Sedangkan yang memberi nama Dusun Jembangan adalah
seseorang yang bertapa dipinggir dusun di tepi sungai. Tempat
tersebut sekarang disebut Jurang Grawah. Menurut Bapak Senin
(wawancara tanggal 31 Agustus 2014) orang tersebut bernama
Mbah Karel. Sedangkan menurut Mbah Muhdi (80 tahun)
menyebutnya dengan Mbah Kare. Namun orang tersebut sampai
129
sekarang tidak bisa dilacak keturunannya. Karena menurut Bapak
Senin Mbah Karel tersebut hidup sudah sangat lama, mungkin zaman
Belanda. Bahkan Bapak Senin mengatakan bahwa Dusun Jembangan
merupakan Dusun yang sudah sangat tua, karena lebih dulu Dusun
Jembangan dari pada Desa Sruwen.
Sedangkan sesepuh yang masih dikenal oleh masyarakat
Dusun Jembangan sampai saat ini adalah Mbah Wiryo Sumarno.
Mbah Wiryo Sumarano diyakini oleh masyarakat Dusun Jembangan
merupakan orang yang digdaya (masyarakat menyebutnya orang
yang paling dogdeng). Dia sangat disegani oleh masyarakat. Tidak
hanya mbah Wiryo Sumarno akan tetapi juga anak keturunannya.
Masyarakt Dusun Jembangan zaman dulu memanggilnya dengan
panggilan raden (den). Bahkan lingkungan tempat tinggal mbah
Wiryo disebut Krajan (kerajaan). Menurut Bapak Lasiman pada
zaman dulu Dusun Jembangan itu dibagi menjadi tiga. Wilayah
Barat disebut Dusun Rekesan, Tengan disebut Dusun Krajan dan
wilayah Timur disebut Dusun Jembangan. Tidak diketahui mulai
kapan akhirnya hanya terkenal dengan Dusun Jembangan. Pada masa
pemerintahan dengan lurah Bapak Damam Susilo nama Jembangan
kemudian ditambah dengan nama Agung jadilah Dusun Jembangan
Agung.
Karena letak dusun ini terpisah dari dusun-dusun yang ada
di Desa Sruwen maka hampir seluruh fasilitas tertinggal jika
130
dibandingkan dengan dusun-dusun yang ada disekitarnya. Misalnya
listri masuk desa. Pengaspalan jalan, media elktronika dan lain-lain.
Namun saat ini fasilitas yang ada sudah termasuk lumayan. Pada
akhir penelitian pengaspalan jalan mulai masuk dengan mendapatkan
dana aspirasi dari salah satu DPR tingkat II.
b. Karakter Masyarakat Dusun Jembangan
Dusun Jembangan merupakan salah satu dusun yang ada di
Desa Sruwen yang terletak di wilayah terpencil karena jauh dari
dusun-dusun yang lain. Keadaan ini mempengaruhi sifat dan karakter
masyarakatnya. Koentjaraningrat (2005), berpendapat bahwa
masyarakat di pedesaaan merupakan sebuah komunitas kecil yang
memiliki ciri-ciri khusus dalam pola tata kehidupan, ikatan pergaulan
dan seluk beluk masyarakat pedesaan, yaitu ; 1) para warganya
saling mengenal dan bergaul secara intensif, 2) karena kecil, maka
setiap bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak
terlalu berbeda antara satu dan lainnya, 3) para warganya dapat
menghayati lapangan kehidupan mereka dengan baik. Selain itu
masyarakat pedesaan memiliki sifat solidaritas yang tinggi,
kebersamaan dan gotong royong yang muncul dari prinsip timbal
balik. Artinya sikap tolong menolong yang muncul pada masyarakat
desa lebih dikarenakan hutang jasa atau kebaikan.
131
Sikap gotong royong Dusun Jembangan Agung ini terlihat
ketika ada acara walimahan ataupun hajatan lainnya. Para tetangga
rela meluangkan waktu juga tenaga bahkan mereka juga
menyumbangkan sebagian hartanya untuk membantu hajatan. Hal ini
dilakukan tidak hanya sebentar akan tetapi bisa lebih dari satu
minggu. Selain memiliki karakter tersebut masayarakat Dusun
Jembangan juga memiliki karakter ataupun juga kebiasaan yang
mulya, misalnya mereka sangat hangat dan juga sopan ketika ada
tamu yang datang. Mereka segera membukakan pintu dan
menyuruhnya masuk. Serta segera menyajikan minuman atau
makanan sederhana, bahkan bisa juga makan siang atau makan
malam jika tamu tersebut lumayan lama dalam bertamu. Sikap
seperti peneliti rasakan langsung ketika mengadakan wawancara
dengan mereka. Perilaku dan karakter masyarakat Dusun Jembangan
ini jika direlevansikan dengan hasil penelitian Anshoriy (2008)
memiliki kesesuaian. Dalam penelitiannya tentang kearifan
lingkungan di tanah jawa, bahwa kehidupan sosiokultural masyarakat
di pedusunan (pedesaan) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Menjunjung tinggi kebersamaan seperti gugur gunung, sambatan
dan lain-lain. Ciri ini bisa dilihat dalam acara-acara
walimah/mantu, kematian, ngedekke omah/ mendirikan rumah
jika rumah itu terbuat dari kayu, memperbaiki rumah dan lain-
lain.
132
2) Suka kemitraan dengan menganggap siapa saja sebagai saudara
dan wajib dijamu bila berkunjung ke rumah. Ciri ini bisa peneliti
langsung amati karena peneliti termasuk orang yang berkunjung
ke rumah-rumah. Karena lumayan lama maka peneliti kadang-
kadang mendapatkan makan siang atau minuman dan makanan
rngan. Selain itu juga mereka sangat senang dan ikhlas
meluangkan waktu untuk berbagi cerita dengan peneliti. Walau
kadang-kadang keluar dari tujuan penelitian.
3) Mementingkan kesopanan dalam wujud unggah-ungguh, tata
krama, tata susila dan lain sebagainya yang berhubungan dengan
etika sopan santun. Tata kesopanan ini juga bisa diperlihatkan
dari sikap dalam menerima kami dengan baik serta tidak
menaruh curiga sedikitpun.
4) Memahami pergantian musim (pranata mangsa) yang berkaitan
dengan masa panen dan masa tanam,. Mayoritas penduduk
Dusun Jembangan adalah petani, sehingga mereka memahami
betul toto mongso dengan hitungan bulan nasional. Mongso
papat, limo, nenem dan seterusnya
5) Memiliki pertimbangan dan perhitungan religius (hari baik dan
hari buruk) dalam setiap agenda dan kegiatannya, hal ini juga
nampak terlihat ketika kami wawancara dengan Bapak Judi
tentang hari pernikahan anaknya. Petung ini dipegangai dengan
ketat oleh masyarakat Dusun Jembangan terutama dalam
133
menjodohkan anak-anaknya, juga kapan dia menikah juga
mengadakan slametan atau walimah. Karena saking hati-hati dan
percayanya masayarakat Dusun Jembangan dengan hitungan
jawa mereka menyebutnya dengan istilah tritit genit larit-larit.
6) Memiliki rasa toleransi yang tinggi dalam memaafkan dan
memaklumi setiap kesalahan orang lain terutama pemimpin atau
tokoh masyarakat. Konsep ini masih begitu terlihat pada
masyarakat Dusun Jembangan. Sampai saat ini tidak pernah
mendengar terjadinya konflik baik konflik kecil apalagi konflik
yang besar atau serirus. Dalam hal berpolitik mereka memegangi
erat partai yang memiliki basis Islam. Sebelum reformasi mereka
bersikukuh dengan piliham Partai Persatuan Pembangunan
sedangkan pasca reformasi mereka ada yang pindah ke partai
lain, akan tetapi tetap yang berbasiskan Islam.
7) Mencintai seni dan dekat dengan alam. Begitu masuk ke Dusun
Jembangan maka kita akan langsung melihat pemandangan alam
yang indah. Bentangan sawah dengan air yang tidak pernah
kurang, kebun dengan tanaman sayur-mayur mulai dari cabe,
kolbis, bayam. Kolam-kolam ikan yang menjadi salah satu
alternatif penghasilan. Sungai yang terus mengalir jernih airnya,
juga bukit yang ada disebelah utara dusun. Hanya saja
masyarakat Dusun Jembangan kurang begitu mencitai nilai-nilai
134
kesenian. hal terbukti dari tidak adanya group-group kesenian,
namun mereka tidak membenci kesenian.
Ciri-ciri tersebut masih melekat juga di masyarakat Dusun
Jembangan. Selain ciri tersebut karakter masyarakatnya bisa dilihat
juga dari kepadatan penduduk dengan melihat langsung dari
banyaknya rumah yang ada. Tidak seperti dusun lainnya yang ada di
Sruwen, rumah-rumah yang ada di Dusun Jembangan memiliki letak
yang saling berdekatan bahkan berhimpitan. Kalau dusun yang lain
rumah terletak dipinggir jalan dan memiliki halaman depan atau
belakang, rumah di Dusun Jembangan lebih banyak yang tidak
memiliki halam. Karena terletak di belakang rumah. Biasanya rumah
orangtuanya di depan kemudian anak-anaknya membangun di
belakang atau disampingnya. Dan yang unik mereka semua memiliki
hubungan saudara. Berbeda dengan kepadatan penduduk di kota,
walau rumah mereka saling berhimpitan akan tetapi mereka kadang
tidak saling kenal mengenal antara satu dengan lainnya.
Tidak hanya tradisi sosial yang bisa dilihat di sana, akan
tetapi juga sifat patriotisme atau cinta kepada negara yang sangat
tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kekonsistensian mereka dalam
melaksanakan perkawinan dengan mematuhi hukum perkawinan
yang berlaku di Indonesia. Mereka selalu mencatatkan perkawinan
mereka ke Pegawai Pencatat Nikah, sehingga tidak ada kasus
135
pasangan keluarga yang menikah secara sirri atau illegal wedding.
Sifat patriotisme ini juga bisa dilihat dalam peringatan hari ulang
tahun kemerdakaan RI. Mereka mengadakan lomba-lomba yang
sangat meriah, salah satu contohnya adalah lomba panjat pinang
yang dilaksanakan malam hari. Walau mereka hidup lumayan jauh
dari hiruk pikuk kehidupan modern akan tetapi kecintaannya kepada
negara tidak diragukan lagi.
c. Sosial Keagamaan Masyarakat
Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya,
dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara
kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya
yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, peringatan hari-hari
besar Ialsm, Jumat Kliwonan, dll.
Dusun Jembangan Desa Sruwen merupakan wilayah yang
masyarakatnya memiliki rasa religiusitas yang sangat tinggi. Hal ini
bisa dilihat dari tampilan fisik masyarakatnya, suasana rumah,
banyak tempat ibadah ataupun juga banyaknya kegiatan keagamaan
yang berjalan di masyarakat.
Suasana religius ini bisa dilihat langsung ketika kita
bertamu ke rumah. Hampir setiap rumah memiliki tempat ibadah
walau hanya sangat sederhana. Merupakan pemandangan yang tidak
asing lagi jika di ruang tamu ada sebuah tempat (amben) yang
terpasangkan sajadah di atasnya. juga meiliki padasan sebagai
136
tempat air untuk wudlu. Bangunan tempat ibadah dalam hal ini
masjid termasuk bangunan yang bagus, mengingat letak dusun yang
ada di pedalaman. Semua wilayah RT yang ada di Dusun Jembangan
memiliki 3 mushalla sebagai tempat shalat berjamaah dan juga
belajar membaca al Quran khususnya bagi anak-anak,. Bahkan anak-
anak tidak hanya belajar ngaji di mushalla atau masjid tetapi juga di
rumah-rumah masyarakat yang mau mengajarkan membaca Al
Qur‟an. Selain ada kegiatan rutin di mushala dalam setiap harinya,
juga ada kegiatan-kegiatan rutin mingguan seperti tahlilan dan juga
membaca al Barjanji memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW setiap malam Senin dan juga malam Jumat.
Masih ada lagi kegiatan rutin bulanan (selapan) biasanya dengan
menggunakan hari pasaran, misalnya malam insidental seperti
peringatan hari-hari besar Islam seperti peringatan maulud Nabi
Muhammad SAW, Isro‟ Mi‟roj, santunan anak-anak yatim piatu
setipa bulan Muharram, dan lain-lain.
Sealin terlihat pada ibadah-ibadh ritual suasana religius ini
juga terlihat dari perilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral atau
akhlak yang mulia. Sebagai contoh dalam memulyakan tamu, mereka
akan segera membuat air minum jika ada tamu, bahkan segera
menghentikan segala macam pekerjaan untuk segera menerima tamu.
Suasana lainnya bisa dilihat dari semangatnya mencari rizqi yang
137
tidak kebnal lelah akan tetapi tetap qanaah atas rizqi yang diberikan
oleh allah SWT.
d. Sosial Ekonomi dan Pendidikan
Masyarakt Dusun Jembangan adalah masyarakat yang
terkenal ayen tentrem kerto raharjo kalau dalam Islam dikenala
dengan istilah qanaah. Masyarakat Jembangan mengistilahkan
dengan ntrimo ing pandum. Hal ini bisa dilihat dari tingkat ekonomi
yang cukup dan cenderung kurang, akan tetapi mereka tetap hidup
dalam keadaan bahagi tidak pernah mengeluh. Walau mereka tidak
bisa hidup lebih dari cukup,. Karena mata pencaharian masyarakat
Dusun Jembangan mayoritas menggantungkan hidupnya dengan
hasil pertanian sawah. Padaha sawah mereka sangat terbatas karena
mereka berbatasan dengan sungai besar. Sementara sawah-sawah
yang ada di sekitar Dusun Jembangan tidak hany dimiliki oleh
masyarakat Jembangan akan tetapi juga dimiliki oleh masyarakat
Sruwen.
Namun saat ini ekonomi mereka cukup meningkat karena
ada seorang sarjana pertanian yang membuka peluang dan juga
menularkan ilmunya dengan menggunakan lahan yang sedikit tapi
hasil cukup menjanjikan yaitu dengan berternak ikan lele. Ternak
ikan lele ini lumayan bisa meningkatkan penghasilan, karena selain
beternak mereka tetap bertani. Bahkan saat ini ada warga yang
138
memiliki usaha pupuk. Ini cukup untuk meningkatkan ekonomi
masyarakat sekitar.
Tingkat ekonomi masyarakat Dusun Jembangan juga bisa
dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat yang ada. Dari 418
jumlah penduduk Dusun Jembangan hanya dua orang yang menjadi
PNS. Selainnya ada yang menjadi buruh pabrik, berwiraswasta, dan
lain-lain. Juga bisa dilihat dari bentuk bangunan rumah. Saat ini
banyak masyarakat yang sudah membangun rumahnya dengan
bangunan permanent, bahkan banuak juga yang lantai rumahnya
sudah berkeramik.
Sedangkan kondisi pendidikan saat ini jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan tahun-tahun sebalumnya. Kalau dulu sekolah
dasar atau SD/MI saja tidak lulus maka sekarang mayotritas lulus
SMP. Sebagian lulus SMA dan sebagian kecil sampai bangkuk
kuliah. Mereka yang menempuh pendidikan sampai bangku kuliah
biasanya orangtuanya juga memiliki pendidikan yang tinggi atau
mereka yang memiliki pekerjaan yang lebih mapan jika
dibandingkan dengan yang lain.
B. Profil Keluarga Perkawinan Endogmi
1. Pasangan Lsmn dan Ngtn
Kira-kira 45 tahun yang lalu pak Lsmn dilahirkan di Dusun
Jembangan. Sejak kecil dia hidup dengan suasana religius karena oleh
139
orangtuanya disekolahkan di Madrasah Ibtidaiyah, kemudian meneruskan
ke Madrasah Tsanawiyah. Mungkin karena keadaan ekonomi dan juga
lingkungan yang tidak mendukung untuk meneruskan sekolah ke tingkat
atas, maka pak Lsmn hanya berhenti sampai tingkat tsanawiyah. Setelah
itu membantu orangtuanya bekerja di sawah dan juga pekerjaan yang lain
di rumah.
Sebagaimana remaja yang lainnya pak Lsmn hidup menjadi
dewasa dan memiliki ketertarikan dengan lawan jenisnya. Saat itulah
ternyata orangtuanya telah mencarikan jodoh. Perempuan yang dijodohkan
itu ternyata tetangga dekat hanya selisih beberapa rumah saja. Bahkan
masih termasuk kerabat dekat karena masih saudara sepupu. Istri pak
Lsmn adalah anak dari kakaknya ibu kandung Pak Lsmn. Jadi dalam
hubungan keluarga istrinya lebih tua dan Pak lsmn harus memanggilnya
dengan sebutan mbakyu.
Tidak mau dicap anak yang durhaka dengan orangtuanya maka
dengan terpaksa pak Lsmnn menerima perjodohan tersebut. Ketika peneliti
bertanya kenapa mau dijodohkan? dengan nada rendah pak Lasiman
menjawa: lha piye to mbak, lha wong tuo kuwi gusti Allah sing ketok. Sak
jane ngono aku yo pengen karo wong adoh mbak (gimana harus menolak
kehendak orangtua, kan orangtua itu itu Tuhan yang kelihatan, sebetulnya
saya juga ingin menikah dengan perempuan di luar sini). Selanjutnya Pak
Lsmn, mengatakan : kalau untuk anak-anak sekarang sudah beda
keadaannya, sangat mungkin tidak mau dijodohkan oleh orangtuanya. dan
140
orangtuanya juga tidak berusaha untuk mencarikan jodoh. Hal ini terjadi
karena keadaan sudah berubah. Anak-anak sekarang sudah pada bekerja
ke luar wilayah. Mereka sudah pengalaman dan mencari sendiri siapa
yang akan diajak menikah nantinya.
Saat ini dia sudah dikarunia 2 anak, laki-laki dan perempuan.
Anak laki-laki kini sudah bekerja di salah satu perusahaan yang ada di
Jakarta, karena anak laki-lakinya tersebut menampuh sekolah sampai
SMA. Sedangkan anak yang nomor dua perempuan kini sedang
menempuh sekolah SMP di Pondok Pesantren Bina Insani Susukan.4
Sehingga kini dia hanya hidup di rumah dengan istrinya saja. Kegiatan
sehari-harinya pergi ke sawah mengurus tanaman sedangkan istri
membantu di rumah dengan menyediakan segala keperluan dalam rumah
tangga. Mereka kelihatan bahagia karena ntrimo.
2. Pasangan Zqn dan Jmn
Berbeda dengan pemuda di lingkungan pada umumnya, Bapak
Zqn sejak kecil memiliki cita-cita dan semangat yang tinggi. Dalam
menggapai cita-citanya tersebut maka dia rela menikah agak terlambat
dibandingkan dengan teman-teman yang ada di lingkungannya, karena
lebih mementingkan menuntut ilmu. Banyak kendala yang dia alami akan
tetapi Bapak dari tiga anak ini tetap sabar hingga akhirnya lulus akademi
pertanaian dari sebuah perguruan tinggi di Boyolali.
4 Wawancara dengan Bapak Lasiman pada hari Sabtu tanggal 23 Agustus 2014
141
Dengan bekal ilmu yang dimiliki, kini Bapak Zrqn bekerja
sebagai tenaga penyuluh pertanian di Kabupaten Semarang. Selain itu juga
memiliki usaha perikanan, pertanian dan bahkan membuat usaha pupuk.
Pada tahun 1998 Zrqn akhirnya menikah dengan perempuan
pujaan hatinya. Yakni seorang perempuan yang bernama Jmn tetangga
dekat rumahnya. Tidak beda dengan tradisi yang ada di Dusun Jembangan
pada umumnya yang biasa menikah dengan tetangga dekatnya, bahkan pak
Zrqn-pun menikah karena dijodohkan oleh orangtuanya. Hal ini dia
lakukan karena tidak berani menentang kehendak orangtuanya, namun dia
mengajukan syarat yakni pihak perempuan (Jmn) harus sekolah minimal
sampai tingkat SMA. Menurutnya dengan sekolah yang tinggi maka
seorang perempuan akan bisa diajak jalan bersama dengan baik dalam
menjalani kehidupan rumah tangga. Orangtuanya menyetujui syarat
tersebut sehingga waktu menikah lumayan berjarak lama dari
perjodohannya, karena dia dijodohkan sejak kecil. Selain dalam rangka
berbakti kepada kedua orangtua, perjodohan ini diterima karena dalam
rangka menjaga persaudaraan yang sudah terjalin dengan sangat baik. Pak
Zqn tidak tahu apa yang terjadi seandainya perjodohan itu akhirnya tidak
jadi. Dia akan merasa sangat malu, seandainya perjodohan itu tidak jadi
dia bertekad harus keluar dari desa tersebut dan pergi jauh.
Setelah pernikahan berlangsung dia hidup bersama istrinya
bersatu dengan orangtuanya. Baru pada tahun 1995 dia berpisah dan
membuat rumah sendiri yang berada tidak jauh dari rumah orangtuanya.
142
Pasangan ini kini sudah dikaruniai tiga orang anak. Anak yang pertama
perempuan sudah lulus D 3 kearsipan, kini sudah bekerja di sebuah
perusahaan. Sedangkan anak yang nomor dua sudah lulus SMK tidak mau
kuliah karena ingin jadi polisi. Adapaun anak yang nomor tiga masih
duduk di kelas dua SD.
Ketika kami bertanya apakah ada rencana menjodohkan anak
perempuannya, Pak Zqn menjawab sedikitpun tidak punya niat untuk
mencarikan jodoh anaknya. Karena anak sekarang sudah berbeda dengan
anak dulu. Kini mereka lebih berpendidikan juga lebih berpengalaman.
Mereka kini pasti sudah tidak mau dijodohkan. berbeda dengan orang dulu
yang tidak berpendidikan, juga tidak pengalaman. Orang-orang dulu juga
tidak pernah keluar dari desa sehingga mereka hanya tahu dan juga kenal
dengan teman-teman di lingkungannya saja.5 Saat ini selain menjabat
sebagai RW, Pak Zrqn juga memiliki banyak kesibukan terkait dengan
pekerjaan sehari-harinya.
3. Pasangan Jdi dan Mgfr
Sedikit berbeda dengan pasangan suami istri pada umumnya
yang menikah di waktu masih muda serta dijodohkan oleh orantuanya.
Pasangan Jd dan Mgfrh ini menikah di waktu usia yang sudah matang dan
tidak dijodohkan oleh orangtuanya. Namun walau begitu tetap saja
berjodoh dengan tetangga dekat dan juga masih tergolong saudara.
5 Wawancara dengan pasangan Zarqani dan Jumini pada Tanggal 30 Agustus 2014
143
Padahal jika ditinjau dari pengalaman, Bapak Jdi waktu mudanya
tergolong pemuda yang memiliki pengalaman dan juga memiliki banyak
teman di luar wilayah Dusun Jembangan, karena Bapak Jdi ini memiliki
profesi sebagai juru kamera (tukang foto). Pada tahun 1980an jika ada
masyarakat berkeinginan foto maka ada penjual jasa foto berkeliling dari
satu daerah ke daerah. Selain itu Bapak Jdi juga sering bekerjasama
dengan juru rias manten. Ternyata pengalaman tersebut tidak
mempengaruhi pola berpikirnya khususnya dalam hal mencari jodoh.
Hanya bedanya Bapak Jdi mencari sendiri, sedangkan kebanyakan mereka
dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Pernikahan dengan tetangga bahkan
saudara ini dilakukan hanya kebetulan saja tidak ada motif lain.
Kini Bapak Jdi dan Ibu Mgfr sudah dikaruniai tiga orang anak.
Anak yang pertama sudah menikah dengan orang dari Karang jati dan kini
sudah punya anak. Ternyata pernikahan dengan tetangga dekat tidak
terjadi pada anaknya. Hal ini dikarenakan anaknya sudah berpengalaman
sehingga sudah tidak mau dijodohkan. Sedangkan Bapak Jdi sendiri juga
tidak berniat menjodohkan anaknya apalagi dengan tetangga dekatnya.
Sedangkan anak yang nomor dua juga menikah satu bulan yang lalu yakni
bulan Agustus 2014, dengan perempuan tetangga dusun. Awalanya mau
menikah pas di bulan Ramadhan akan tetapi dicegah oleh kakeknya karena
menyalahi kebiasaan masyarakat yang tidak pernah menikahkan anaknya
di bulan puasa. Setelah menikah mereka hidup bersama layaknya suami
istri. Karena belum punya rumah maka mereka tinggal bergantian.
144
Kadang-kadang di rumah orangtua pihak laki-laki, kadang-kadang di
rumah orangua pihak perempuan. Pernikahannya berlangsung di Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tengaran. Selang dua bulan menikah
baru diadakan walimah atau biasa masyarakat menyebutnya mantu.6
4. Pasangan Snn, Hrt dan Sprh
Snn adalah merupakan anak dari pasangan Bapak Mdri dan Ibu
Snn. Bapak Mdri dan Ibu Snn dulu waktu menikah juga dijodohkan
dengan tetangga dekat. Pada usia 25 tahun Senen dijodohkan dengan
seorang perempuan tetangga yang bernama Hrt. Waktu itu Hrt berumur 18
tahun. Perjodohan ini berdasarkan pada perhitungan jawa yang masih
dipegangi oleh masyarakat Jembangan pada umumnya. Karena orangtua
selalu mendidik anak-anaknya untuk taat kepada agama sekaligus taat
kepada kedua orangtuanya, maka antara Snn dan Hrt-pun tidak berani
menolak kehendak kedua orangtua mereka. Walau sebenarnya Hrt sangat
tidak setuju dengan perjodohan tersebut. Setelah perjodohan itu disetujui
oleh masing-masing keluarga kemudian ditentukan hari pernikahan
sekaligus walimah, pada tahun 1995. Menjadi salah satu tradisi di Dusun
Jembangan bahwa walimah yang merupakan salah satu bentuk tasyakuran
atas pernikahan anak, diadakan secara meriah dengan mengundang sanak
kerabat, tetangga dan handai taulan. Para tamu undangan dihibur dengan
mengundang penyanyi dangdut (nanggap dangdut/dangdutan).
6 Wawancara dengan pasangan Zuhdi dan Maghfiroh pada tanggal 30 Agustus 2014
145
Manusia hanya bisa berencana Allah SWT jualah yang
menentukan. Sehari setelah pesta pernikahan itu diadakan Hrt langsung
pergi dari rumah dalam keadaan dan status sebagai istri dari Snn yang
sedikitpun belum tersentuh oleh suaminya. Dengan tekad yang bukat Hrt
meninggalkan rumah dan tidak pernah kembali. Hrt bekerja sebagai TKW
di Malasyia. 10 Tahun Hrt tidak pernah kembali, tetapi selalu
mengirimkan uang untuk kedua orangtuanya. Harti sepriki mboten nate
wangsul mbak, ning kirin arto terus, nggih remen tiyang sepahipun saget
tumbas sawah, mbangun omah.7
Sepuluh tahun Snn hidup dengan status beristri tapi tidak pernah
merasakan memiliki istri. Akhirnya Snn mengajukan perceraian ke
Pengadilan Agama Salatiga. Setelah akte cerai keluar Snn mulai berniat
ingin menikah kembali. Agar peristiwa sepuluh tahun yang lalu tidak
terulangi lagi, maka Snn berusaha mencari sendiri perempuan idaman hati
yang akan dinikahinya. Namun karena tidak berani mengungkapkan isi
hatinya dengan perempuan yang bernama Sprh, akhirnya Sprh dipinang
oleh laki-laki lain dusun dan kemudian menikah dengan cara sirri. Karena
tidak ada kecocokan dalam menjalani rumah tangga, pernikahan sirri Sprh
hanya berjalan sekitar 6 bulan.8
Pernikahan antara Snn dan Sprh berlangsung pada tahun 2009.
Selain tetangga, Sprh dan Snn juga masih ada hubungan keluarga.
Sebagaimana pasangan lain yang dijodohkan oleh orangtuanya dengan
7 Wawancar dengan salah satu tetangga Senen pada tanggal 21 September 2014
8 Wawancar dengan salah satu tetangga Senen pada Tanggal 21 September 2014
146
dasar petung jowo, Snn juga mengaku sebelum melamar Sprh juga
menghitung hari dan tanggal lahir. Ketika hitungan itu cocok maka Snn
mantap bahwa pernikahan ini akan berjalan dengan baik.
Kini mereka tinggal bersama dalam satu rumah yakni di rumah
Snn. Karena rumah mereka tidak berjauhan, maka hampir setiap hari Sprh
mengunjungi rumahnya untuk mengurus ternak kambingnya. Baru kalau
malam hari Sprh tinggal serumah dengan suaminya. Sedangkan Snn sibuk
dengan pekerjaan rutinnya memeras susu sapi ke berbagai tetangganya,
kemudian dijual ke pengepul kadang juga langsung ke konsumen. Lima
tahun menikah Snn dan Sprh belum juga dikaruniai anak. Sesauai dengan
karakter masyarakat Dusun Jembangan pada umumnya yang tetap ntrimo
terhadap apa yang menjadi taqdirnya. Pasangan Snn dan Sprh ini walau
hidup dalam keterbatasan ekonomi mereka kelihatan bahagia. Hal ini bisa
dilihat dari pancaran mata mereka berdua.
5. Pasangan Yrm dan Sbr
Yrm adalah seoarang anak perempuan yang mengenyam sekolah
MI dan sempat lulus sehingga memiliki ijazah. Setelah lulus dari MI orang
tuanya ternyata sudah menjodohkan dengan tetangga dan sekaligus
suadara. Sbr adalah laki-laki yang hanya mengenyam pendidikan sampai
kelas tiga MI sehingga tidak lulus sampai kelas enam yang kemudian
dijodohkan dengan Yrm. Mereka tidak mampu menolak perjodohan
orangtuanya tersebut. Yrm waktu itu masih anak-anak karena baru berusia
147
14 tahun sedangkan Sbr sudah bekerja srabutan di Semarang. Mereka tidak
bisa menolak kehendak oarangtua untuk menjodohkannya. Pada tahun
1983 mereka menikah. Setelah menikah mereka tinggal dengan orangtua
secara bergantian. Kadang-kadang di rumah keluarga pihak perempuan
kadang-kadang di rumah keluarga laki-laki. Selain merupakan tetangga
dekat antara Yrm dan Sbr juga masih ada hubungan keluarga, yaitu satu
simbah buyut.
Kini Sbr dan Yrm sudah dikaruniai 3 anak. Anak pertama
perempuan sudah menikah dengan tetangga dekat hanya selisih dua
rumah. Berbeda dengan orangtuanya yang dijodohkan. Anak perempuan
Yrm dan Sbr ini walau nikah dengan tetangga dekat akan tetapi tidak
dijodohkan oleh orangtuanya. Kini mereka tinggal di Jakarta dan bekerja
di sana.
Yrm dan Sbr sudah tidak kuasa berbuat seperti orangtuanya dulu
yang menjodohkannya. Hal ini didorong oleh pengalaman anaknya saat ini
yang bekerja di Jakarta. Namun demikian ternyata pengalaman bekerja di
luar Dusun Jembangan ini tidak mempengaruhi model perkawinan
endogami.
6. Pasangan Jrn dan Ksty
Bapak Jrn adalah seoarang sarjana pendidikan satu-satunya di
dusun Jambangan yang kini menjadi guru Mi di desa Sruwen. Walau
berpendidikan sarjana akan tetapi Bapak Jrn dalam memilih istri tetap
148
dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Sebagaimana orangtua juga kakek
yang dulu menikah dengan cara dijodohkan oleh orangtuanya.
Bapak Jrn dijodohkan dengan Ibu Ksty pada waktu Bapak Jrn
duduk di bangku Madrasah Aliyah Negeri, sedangkan Ibu Ksty saat itu
masih duduk di bangku Madarsah Tsanawiyah. Karena masih sekolah
mereka belum berpikir pernikahan. Namun walau begitu mereka tidak bisa
menolak kehendak orangtua. Karena menurutnya orangtua memiliki tujuan
dan maksud yang baik yakni agar anak-anaknya hidupnya bahagia. Selain
itu juga perjodohan ini memiliki maksud bahwa orangtua itu mengetahui
betul kehidupan anak-anaknya dalam berkeluarga. Sehingga sejak
pemilihan istri ataupun suami itu tidak keluar dari wilayah Dusun
Jembangan bahkan mereka masih ada hubungan keluarga.9 Sedangkan
Bapak Jrn sendiri tidak berani menolak kehendak orangtuanya, begitu juga
dengan Ibu Kty.
Pada tahun 1989 akhirnya mereka menikah. Pada waktu itu
bapak Jrn belum selesai kuliah. Sedangkan Ibu Ksty baru lulus PGA.
Karena mereka belum memiliki pekerjaan, maka setelah menikah mereka
masih hidup serumah dengan orangtua. Baru setelah empat tahun menikah
Bapak Jrn dan Ibu Ksty ini membuat rumah yang terletak di samping
orangtua Bapak Jrn.
Ibu Ksty adalah guru MI yang sudah diangkat menjadi PNS
setelah beberapa tahun menikah. Kini mereka sudah dikarunai 2 anak laki-
9 Wawancara dengan Bapak Jaroni pada Tanggal 21 September 2014
149
laki. Anak laki-laki pertamanya kini kuliah di salah satu perguruan Islam
di Salatiga, di mana Bapak Jrn dulu kuliah.
Proses perjodohan sebagaiman dilakukan orangtua terhadap
Bapak Jrn saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Karena anak-anak sekarang lebih berpengalaman dan juga lebih
berpendidikan. Sehingga Bapak Jrn tidak akan menjodohkan anak-
anaknya apalagi dengan tetangga dekatnya. Bocah saiki wis bedo mbak,
wis podo pengalaman.
Jika dibandingkan dengan pasangan suami istri lain, pasangan ini
terlihat lebih mapam karena selain sudah memiliki tanah pemberian dari
kedua orangtua masing-masing, mereka berdua juga memiliki pekerjaan
yang tetap.
7. Pasangan Rhm dan Zmr
Ibu Rhm adalah seorang perempuan yang menuntut ilmu di
pondok pesantren di Jawa Timur. Tidak puas dengan pencarian ilmunya
Ibu Rhm meneruskan ngajinya ke pondok pesantren di desa Bener yang
hanya berjarak beberapa km dari rumahnya. Sebagaimana remaja pada
umunya dia juga mengalami masa puber dan menicintai lawan jenisnya.
Saat itu terjadi ada santri laki-laki yang mengincarnya dan mengajaknya
menikah. Tapi dia belum merasa mantap untyk menerima ajakan untuk
hidup bersama dengan laki-laki tersebut. Sesuai dengan pendidikannya
dia-pun mencoba shalat istikharah minta petunjuk dari Allah siapa laki-
150
laki yang kelak akan menjadi pendampingnya. Akhirnya petunjuk Allah
datang lewat mimpinya. Namun ternyata laki-laki yang muncul dalam
mimpi adalah bukan laki-laki teman nyantri yang mengajaknya untuk
menikah. Laki-laki yang muncul berkali-kali dalam mimpi adalah tetangga
dekat sekaligus masih ada hubungan kerabat.
Pada hari-hari berikutnya adik laki-laki ibu Rhm ini datang ke
pondok dan mengajaknya pulang. Begitu sampai di rumah ternyata kedua
orangtuanya sudah bersepakat menjodohkan dengan laki-laki yang muncul
dalam mimpinya tersebut. Ibu Rhm sudah pasrah dan tidak sedikitpun
kuasa menolaknya. Surat-surat kelangkapan pancatatan pernikahan sudah
dicarikan oleh orangtuanya. Sedangkan hari pernikahanpun sudah
ditentukan.10
Sedangkan Zmr adalah pemuda alumni MAN yang sudah bekerja
di salah satu perusahaan, selain juga masih tetap bertani membantu
orangtuanya. Walau rumah mereka berdampingan akan tetapi mereka
hanya sebatas kenal. Tidak pernah bergaul apalagi bercengkarama
sebagaimana layaknya remaja pada umumnya. Sampai kemudian mereka
menikah baru mereka akrab dan merasakan jatuh cinta.
Setelah menikah pada tahun 1994 mereka tinggal serumah
dengan orangtuanya. Setahun setelah menikah mereka dikaruniai seorang
anak perempuan yang kini sudah kuliah salah satu perguraun tinggi Islam
negeri di Salatiga.
10
Wawancara dengan Ibu Rahmah pada hari Minggu Tanggal 21 September 2014
151
Berdasarkan wawancara dengan ibu dari Bapak Zmr perjodohan
ini dilakukan atas dasar perhitungan jawa yang mengacu pada hari lahir
dan juga tanggal lahir. Setelah dihitung tidak ada hal-hal jelek yang akan
terjadi nanti maka perjodohan itu diteruskan.Oh mpriki niki riyen tiyang-
tiyang sepah etungane mpremet bu. Tritit genit larit-larit kata simbah
yang mengaku bernama Tomblok, namun sebenarnya nama aslinya adalah
Suwarni. Simbah ini bercerita bahwa hampir semua orang tua di Dusun
Jembangan ini selalu mendasarkan hitungan Jawa dalam melakukan
berbagai peristiwa penting seperti jodoh, nikah, mantu, ngunduh mantu
dan lain-lain.11
8. Pasangan Srj dan Tgn
Srj adalah seorang pemuda tetangga Ibu Tgn. Jarak rumah
mereka mungkin hanya dua ratus meter. Namun mereka awalnya tidak
saling berpacaran dalam menuju rumahtangganya. Walau mereka lumayan
berpendidikan karena mereka alumni M.Ts dan juga SMP, akan tetapi
dalam memilih pasangan mereka mengikuti adat kebiasaan yang berlaku di
Dusun Jembangan yaitu dengan dijodohkan oleh kedua orangtua mereka.
Hal ini dilakkukan karena mengikuti kehendak orangtua dan dalam rangka
mempercayai bahwa jodoh sudah takdir dari Yang Maha Kuasa.
Setelah menikah mereka tinggal serumah dengan orangtua
mereka. Namun karena Tgnh hanya memiliki satu saudara yang semuanya
11
Wawancara dengan Simbah Suwarni pada hari Minggu Tanggal 21 September 2014
152
perempuan maka akhirnya Bapak Srj dan Ibu Tngh ini tetap tinggal
dengan orangtuanya yang kini hanya tinggal dengan ibunya saja, karena
ayahnya sudah meninggal dunia. Mereka memperbaiki rumah
peninggalan ayahnya agar lebih kuat dan juga lebih besar. Dalam
menghidupi keluarganya Bapak Srj bekerja sebagai petani. Selain itu dia
juga sering bekerja sebagai pembuat jenang yang dipesan oleh masyarakat
yang akan mengadakan walimah.
Kini pasangan Srj dan Tgnh ini sudah dikaruniai dua anak. Anak
yang pertama sedang sekolah tingkat atas di Kota Salatiga, sedangkan
anak yang kedua laki-laki sedang sekolah di MI. Bapak Srj mengaku
bahwa dia tidak akan menjodohkan anak-anaknya jika sudah waktunya
menikah. Sebagaimana bapak Srj ini mengatakan: lare sak niki nopo
purun mbak dipadoske jodoh, lare sak niki sampun sami pengalaman,
mboten kados kulo rumiyin, entene namung manut tiyang sepah.
9. Pasangan Sp dan Skw
Bapak Skwn dan Ibu Sp adalah pasangan yang menikah pada
usia yang sangat muda. Pada Tahun 1982 waktu itu ibu Sp masih duduk di
bangku kelas enam MI yang tinggal beberapa bulan ujian. Tiba-tiba
orangtuanya dalam hal ini paman (karena paman tidak mempunyai anak
maka Sp dirawat oleh pamannya yang rumahnya hanya bersebelahan
dengan orangtua kandungnya) menjodohkan dengan bapak Skwn seorang
pemuda berumur 18 tahun namun sudah bekerja di Semarang. Perjodohan
153
itupun tidak bisa ditolak oleh Sp yang masih anak-anak. Akhirnya
pernikahan itupun terjadi dan mereka hidup bersama layaknya suami istri.
Sebagaimana pasangan keluarga pada umumnya, setelah hidup bersama
ibu Sp-pun hamil. Karena ujian tinggal menghitung bulan saja maka Sp
tetap bersekolah untuk menyelesaikan hingga mendapatkan ijazah dalam
keadaan hamil. Kondisi kehamilan ini tidak diketahui oleh pihak sekolah.
Kini mereka sudah dikaruniai empat orang anak. Anak yang
pertama sudah menikah dengan laki-laki asal Ungaran. Ketika peneliti
bertanya kenapa tidak dijodohkan dengan tetangga dekat saja Bapak dan
Ibu Sp ini bercerita. Sebetulnya sudah dojodohkan dengan laki-laki
tetangga dusun dan juga sudah dilamar. Namun entah kenapa anak
perempuan tersebut akhirnya tidak mau, dan malah pergi tanpa pamit
dengan laki-laki lain. Karena sudah terlanjur menerima pinangan dari laki-
laki dusun sebelah, Bapak Skwn dan Ibu Sp tidak merestui hubungannya
dengan laki-laki yang membawanya pergi tanpa pamit tersebut. Setelah
satu tahun pergi tanpa kabar akhirnya anaknya pulang dengan maksud
minta izin bapaknya untuk menikah dengan laki-laki yang mengajaknya
pergi tersebut. Karena sudah terikat dengan laki-laki yang telah meminang
tadi bapak Skwn tetap bersikeras tidak mau menikahkan sampai akhirnya
anak tersebut mengajukan perkara ke pengadilan agama perihal
keengganan bapaknya untuk menjadi wali nikah.
10. Pasangan Mnh dan Tkr
154
Tidak berbeda dengan pasangan suami istri lain yang dinikahkan
dengan dijodhkan sejak masa kecil. Pasangan Mnh dan Tkr adalah
dijodohkan oleh orangtua sejak kecil dan menikah pada usia yang sangat
muda. Pada waktu itu Mnh baru duduk di kelas 3 SD dan Tkr duduk di
bangku kelas 4 SD. Mereka mengaku belum tahu apapun tentang keluarga
pada saat menikah. Namun mereka tetap saja menjalani dengan ikhlas
karena memang sudah menjadi tradisi di Dusun Jembangan menikah pada
usis muda. Mereka menganggap sekolah tidak penting, bahkan
orangtuanya juga tidak pernah mendukung anak-anaknya untuk sekolah.
Sehingga bekal untuk berkeluargapun minim.
Kebetulan pasangan Mnh dan Tkr ini tidak memiliki hubungan
kerabat akan tetapi tentangga yang tinggal beberapa meter dari rumah
orangtua Mnh. Walau begitu mereka sekarang bisa hidup bahagia dengan
empat orang anak dan sudah memiliki cucu.
Pernikahan dengan pola endogami sebagaimana yang terjadi
pada orangtuanya, terjadi juga pada salah satu anaknya. Walau anaknya
sempat sekolah sampai lulus MTs namun tetap saja pendidikan tersebut
tidak mempengaruhi pola berpikir dalam hal perkawinan. Anak perempuan
yang sempat sekolah MTs ini menerima saja perjodohan orangtuanya.
Bahkan sedikitpun tidak punya niat untuk meneruskan sekolah ke jenjang
di atasnya. Sedangkan tiga dari empat anaknya menikah dengan pola
eksogami. Selain karena lumayan berpendidikan ketiga anaknya tersebut
kebetulan bekerja di luar wilayah Jembangan.
155
C. Tradisi Perkawinan di Dusun Jembangan Agung Desa Sruwen
Sebagaimana adat perkawinan pada umumnya bahwa Dusun
Jembangan juga berlaku pertunangan atau lamaran sebelum mereka resmi
menikah. Pertunangan adalah suatu fase sebelum perkawinan, dimana pihak
laki-laki telah mengadakan prosesi lamaran kepada pihak keluarga perempuan
dan telah tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak untuk mengadakan
perkawinan. Pihak keluarga laki-laki akan memberi tahukan lebih dahulu
tentang kedatangan ke rumah pihak perempuan untuk melamarnya. Lamaran
ini bisa dilakukan oleh orangtua pihak laki-laki atau mengirim utusan.
Pertunangan baru mengikat apabila pihak laki-laki telah
memberikan kepada pihak perempuan tanda pengikat yang kelihatan (Jawa:
peningset atau panjer) Pertunagan juga bisa diartikan sebagai suatu
persetujuan antara pihak keluarga laki-laki dengan keluarga pihak wanita
sebelum dilangsungkan suatu perkawinan. Walau belum ada ijab dan qabul
namun lamaran ini membawa dampak moral. Seorang perempuan yang sudah
dipinang oleh laki-laki tidak boleh menerima pinangan dari laki-laki lain.
Implikasi moral ini dipegangi betul oleh masyarakat Dusun
Jembangan. Sebagaimana terjadi pada keluarga Bapak Skwn yang memiliki
anak perempuan dalam pinangan. Anak perempuan tersebut ternyata memilih
laki-laki lain dan berniat menikah. Akan tetapi wali aqrab (Bapak Skwn tidak
mau menjadi wali) sampai menunggu laki-laki yang meminangnya menikah
lebih dahulu. (wawancara dengan Bapk Skwn)
156
Peminangan ini dilakukan setelah para calon mempelai yang
mayoritas dijodohkan oleh orangtuanya. Perjodohan ini berdasarkan
perhitungan Jawa yang mengacu pada tanggal bulan dan hari lahir. Sedangkan
dalam menghitung hari lahir didasarkan pada dino lan pasaran. Misalnya
Kamis Pahing, Senin Kliwon dan lain sebagainya. Setelah diadakan
perehitungan mereka cocok berarti mereka baik untuk menjadi suami istri.
Setelah itu baru mengadakan lamaran. (Wawancara dengan Bapak Prapto).
Hampir 75% keluarga yang tinggal di Dusun Jembangan ini pernikahannya
dijodohkan oleh orangtua. Tradisi perjodohan dengan tetangga dekat juga
saudara atau kerabat ini dilakukan karena ada mitos bahwa: nak golek bojo ojo
ngalor, sebabe ngalor ki nabrak jurang. Ugo ojo ngulon, sebabe ngulor nerak
pancuran, nak ngetan nyebrang segoro getih. Makna dari mitos ini adalah
tidak boleh menikahi dengan orang luar Jembangan karena hidupnya akan
menemui hal-hal yang tidak baik. Selain karena alasan mitos tersebut juga
karena masyarakatnya belum berpengalaman sehingga tidak tahu dunia luar.
Selain itu juga karena diyakini masing-masing pasangan sudah diketahui oleh
masing-masing orangtua. Khususnya terkait dengan karakter anak maupun
orangtuanya. Sehingga orangtua tidak kahawatir akan terjadi hal-hal yang
buruk dalam mengarungi rumah tangga dikemudian hari.
Setelah pinangan atau lamaran dilakukan kemudian mereka
mengadakan kesepakatan untuk melakukan hajatan atau mantu. Dalam
menentukan hari baik untuk mengadakan mantu ini ditanyakan kepada salah
satu orang yang tahu tentang hari baik (petung jawa). Karena sangat
157
percayanya dengan petungan tersebut orang Jembangan mengistilahkan
dengan tritit genit larit-larit, atau juga disebut riwen, klenik dan lain-lain.
(Wawancara dengan Bapak Prapto pada hari Minggu tanggal 28 September
2014)
Dalam melaksanakan pernikahan Dusun Jembangan Agung ini bisa
dikategorikan menjadi tiga yakni tradisi mantu dan ngunduh mantu. Selain
tradisi tersebut Dusun Jembangan memiliki tradisi slametan dalam berbagai
peristiwa. Slametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah) yang berarti
selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas dari
insiden-insiden yang tidak dikehendaki. Sementara itu, Clifford Geertz[]
slamet berarti gak ana apa-apa (tidak ada apa-apa), atau lebih tepat “tidak
akan terjadi apa-apa” (pada siapa pun).
Konsep tersebut dimanifestasikan melalui praktik-praktik slametan.
Slametan adalah kegiatan-kegiatan komunal Jawa yang biasanya digambarkan
oleh ethnografer sebagai pesta ritual, baik upacara di rumah maupun di desa,
bahkan memiliki skala yang lebih besar, mulai dari tedak siti (upacara
menginjak tanah yang pertama), mantu (perkawinan), hingga upacara tahunan
untuk memperingati ruh penjaga. Dengan demikian, slametan merupakan
memiliki tujuan akan penegasan dan penguatan kembali tatanan kultur umum.
Di samping itu juga untuk menahan kekuatan kekacauan (talak balak).
Slametan ini juga masih berjalan dengan baik di Dusun Jembangan
baik dalam skala kecil ataupun skala besar. Slametan ini biasa dilakukan oleh
individu atau keluarga. Misalnya ketika mereka mulai membangun rumah,
158
setelah menemukan hari baik masyarakat akan melakukan slametan dengan
membuat makanan untuk dimakan bersama sebelum rumah itu didirkan.
Sebelumnya berdoa dulu kepada Allah SWT dengan dipimpin oleh salah
seorang tokoh yang dituakan. Slametan juga dilakukan dalam ngupati
(slametan mendoakan calon bayi yang masih umur empat bulan dalam
kandungan), mithoni (slametan untuk calon bayi yang masih umur tujuh bulan
dalam kandungan), brokoan, puputan (lepas pusar), selapanan, wetonan dan
masih banyak lainnya. Namun konsep slametan yang ada sekarang sudah
berkurang tidak seribet pada zaman dahulu. Saat ini pelaksanaan slametan
dilaksanakan lebih sederhana cukup dengan masak nasi sayuran (biasanya
dikenal dengan sego kluban) sering juga ditambah dengan jajan pasar.
Mantu
Dalam tradisi atau budaya jawa, pesta pernikahan biasa disebut
mantu. Kata mantu ini singkatan dari sing di eman-eman metu. Kata Mantu ini
bisa bermakna benda-benda yang disayangi atau dicitai dilepaskan atau
dikeluarkan. Barang ini bisa dimaknai harta benda atau anak tercintanya.
Harta benda yang selama ini disimpan-simpan (dieman-eman) kemudian
dikeluarkan dalam rangka untuk membaiayai pesta perkawinan. Namun bisa
juga bermakna anak perempuan atau laki-laki yang selama ini di eman-eman
harus dilepaskan dan menjadi milik orang lain.
Guna melakukan prosesi pernikahan atau mantu ini masyarakat
Dusun Jembangan selalu mencari hari "baik", maka perlu dimintakan
159
pertimbangan dari ahli penghitungan hari "baik" berdasarkan patokan Primbon
Jawa. Sekarang ini masyarakat Dusun Jembangan mempercayakan hitungan
hari baik ini dengan Bapak Mitrojono. Namun saat ini masyarakat Dusun
Jembangan sudah tidak begitu percaya dengan hari baik berdasarkan petung
jawa, karena masyarakat Dusun Jembangan saat ini lebih menyerahkan segala
sesuatu kepada Allah SWT. Dengan mendasarkan kepercayaan kepada Allah
SWT maka kehidupan akan berjalan aman, tidak terjadi wadon winadon, ora
sak karepe dewe.
Sebelum pernikahan dilakukan, ada beberapa prosesi yang "harus"
dilakukan, baik oleh keluarga pihak laki-laki maupun perempuan antara lain
Pertama, kangkroh, yaitu mengumpulkan sanak saudara juga
tetangga untuk musyawarah tentang hala-hal yang berhubungan dengan
pekerjaan-pekerjaan mantu, mulai dari awal sampai selesai mantu. Siapa yang
bertugas memnyebarkan undangan, undang-undang (undangan secara lesan),
omong tamu, sinoman, adang( masak nasi), godog wedang, kapan membuat
tratak dan lain-lain. Pada tahap ini, yang akan punya hajat mengundang para
sesepuh dan sanak saudara untuk membentuk panitia guna melaksanakan
kegiatan acara-acara pada waktu sebelum, bertepatan, dan sesudah hajatan.
Mantu, tahap ini bertujuan untuk menciptakan nuansa bahwa hajatan
mantu sudah tiba. Ada beberapa acara dalam tahap ini, yaitu:
Paasang tratag dan tarub. Pemasangan tratag sekarang disebut deklet
yang dilanjutnya dengan pasang tarub digunakan sebagai tanda resmi bahwa
akan ada hajatan mantu dirumah yang bersangkutan. Tarub dibuat menjelang
160
acara inti. Adapun ciri kahs tarub adalah dominasi hiasan daun kelapa muda
(janur), hiasan warna-warni, dan kadang disertai dengan ubarampe berupa nasi
uduk (nasi gurih), nasi asahan, nasi golong, kolak ketan dan apem.
Kembar mayang. Berasal dari kata "kembar" artinya sama dan
"mayang" artinya bunga pohon jambe atau sering disebut Sekar Kalpataru
Dewandaru, lambang kebahagiaan dan keselamatan. Jika pawiwahan telah
selesai, kembar mayang dilabuh atau dibuang di perempatan jalan, sungai atau
laut dengan maksud agar pengantin selalu ingat asal muasal hidup ini yaitu
dari bapak dan ibu sebagai perantara Tuhan Yang Maha Kuasa. Barang-barang
untuk kembar mayang adalah”:
a. Batang pisang, 2-3 potong, untuk hiasan. Biasanya diberi alas dari tabung
yang terbuat dari kuningan.
b. Bambu aur untuk penusuk (sujen), secukupnya.
c. Janur kuning,
d. Daun-daunan: daun kemuning, beringin beserta ranting-rantingnya, daun
apa-apa, daun girang dan daun andong.
e. Nanas dua buah, pilih yang sudah masak dan sama besarnya.
f. Bunga melati, kanthil dan mawar merah putih.
g. Kelapa muda dua buah, dikupas kulitnya dan airnya jangan sampai
tumpah. Bawahnya dibuat rata atau datar agar kalau diletakkan tidak
terguling dan air tidak tumpah.
Tahapan-tahapan yang lain seperti pasang tuwuhan (pasren)
Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin. Tuwuhan
161
biasanya berupa tumbuh-tumbuhan yang masing-masing mempunyai makna.
Janur Harapannya agar pengantin memperoleh nur atau cahaya terang dari
Yang Maha Kuasa. Tradisi ini saat ini tidak semua msyarakat Dusun
Jembangan melaksanakannya. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
a. Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yaitu malam melepas masa
lajang bagi kedua calon pengantin. Acara ini dilakukan di rumah calon
pengantin perempuan. Dalam acara ini ada acara nyantrik untuk
memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam akad nikah dan
sebagai bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap
melakukan prosesi pernikahan di hari berikutnya. Midodareni berasal dari
kata "widodareni" (bidadari), lalu menjadi "midodareni" yang berarti
membuat keadaan calon pengantin seperti bidadari. Dalam dunia
pewayangan, kecantikan dan ketampanan calon pengantin diibaratkan
seperti Dewi Kumaratih dan Dewa Kumajaya. Tradisi ini juga sudah tidak
dipegangi secara kuat oleh masyarakat Dusun Jembangan.
b. Puncak acara mantu. Peristiwa penting dalam hajatan mantu adalah ijab
qobul dimana sepasang calon pengantin bersumpah di hadapan naib yang
disaksikan wali, pinisepuh dan orang tua kedua belah pihak serta beberapa
tamu undangan.Upacara panggih, dalam upacara ini sebagaian masyarakat
Dusun Jembangan masih memegangi tapi sebagian masyarakat juga tidak
memperhatikan. Dalam prakteknya tergantung pada juru rias yang
diundangnya tapi juga tergantung pada siapa yang punya hajat.
162
c. Selanjutnya upacara puncak yang terdiri dari berbagai tahapan. hanya saja
masyarakat Dusun Jembangan juga berbeda-beda dalam praktek. Sebagian
masyarakat masih memegaingi adat Jawa, sebagian masyarakat yang lain
tidak. Ada juga masyarakat yang mengisi acara mantu ini dengan
pengajian. Setelah melalui tahap panggih, pengantin diantar duduk di
sasana riengga, di sana dilangsungkan tata upacara adat Jawa, yaitu:
d. Timbangan. Bapak pengantin putri duduk diantara pasangan pengantin,
kaki kanan diduduki pengantin putra, kaki kiri diduduki pengantin putri.
Dialog singkat antara Bapak dan Ibu pengantin putri berisi pernyataan
bahwa masing-masing pengantin sudah seimbang
e. Kacar-kucur. Pengantin putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin
putri berupa uang receh beserta kelengkapannya. Mengandung arti
pengantin pria akan bertanggung jawab memberi nafkah kepada
keluarganya.
f. Dulangan.Antara pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini
mengandung kiasan laku memadu kasih diantara keduanya (simbol
seksual). Dalam upacara dulangan ada makna tutur adilinuwih (seribu
nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng yang
bermakna:
a) tumpeng tunggarana : agar selalu ingat kepada yang memberi hidup.
tumpeng puput : berani mandiri.
b) tumpeng bedhah negara : bersatunya pria dan wanita.
c) tumpeng sangga langit : berbakti kepada orang tua.
163
d) tumpeng kidang soka : menjadi besar dari kecil.
e) tumpeng pangapit : suka duka adalah wewenang Tuhan Yang Maha
Esa.
f) tumpeng manggada : segala yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi.
g) tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada mertua.
h) tumpeng kesawa : nasihat agar rajin bekerja
g. Sungkeman. Sungkeman adalah ungkapan bakti kepada orang tua, serta
mohon doa restu. Caranya, berjongkok dengan sikap seperti orang
menyembah, menyentuh lutut orang tua pengantin perempuan, mulai dari
pengantin putri diikuti pengantin putra, baru kemudian kepada bapak dan
ibu pengantin putra.
Selain tradsis upacara tersebut di atas, ada tradisi lain setelah acara
itu selesai. Biasanya dilakukan sehari setelah puncak acara yaitu makan
jenang sungsumg bersama. Makan jenang sungsum ini bertujuan untuk
menghilangkan rasa cape setelah berhari-hari bekerja untuk persiapan puncak
acara. Ada juga tradisi ater-ater. Memberi nasi bersama lauk pauk kepada
para tetangga khusunya yang terlibat (rewang)dalam acara walimah tersebut.
Ngunduh Mantu
Kata-kata Ngunduh = memetik yang dilakukan khusus oleh orang tua
dari mempelai lelaki, yang berarti mendatangkan mempelai berdua di rumah
orang tua mempelai lelaki, biasanya setelah 5 hari anaknya lelaki itu berada di
164
rumah mertuanya sejak hari dilangsungkan perkawinannya, untuk secara
bergantian dirayakan di rumah orang tuanya sendiri (orang tua mempelai
lelaki) dengan maksud untuk memperkenalkan mempelai kepada keluarganya
dan handai taulan. Namun ngunduh mantu bisa juga terjadi dengan tidak
menunggu waktu lima hari atau bisa lebih, akan tetapi bisa langsung dalam
satu hari. Biasanya hal ini terjadi karena jarak rumah mereka berdekatan,
sehingga tidak membutuhkan waktu dan juga biaya yang banyak. Selain itu
juga dalam rangka memperkecil biaya. Tradisi ini sebagaimana terjadi pada
keluarga pasangan Bapak Zuhdi dan Ibu Maghfiroh yang ngunduh mantu
dalam waktu sehari. Pagi harinya ada acara di tempat mempelai perempuan
langsung siang harinya setelah melaksanakan ibadah shalat dhuhur acara di
tempat mempelai laki-laki. Ngunduh mantu sepenuhnya menjadi
tanggungjawab dari keluarga pihak laki-laki. Ngunduh mantu dalam tradisi
masyarakat Dusun Jembangan jika dilihat dari sifat kegotongroyongannya ada
dua macam yaitu menerima sumbangan dan masyarakat yang biasa disebut
nompo-nompo dan tidak menerima sumbangan dari masyarakat yang biasa
disebut ora nompo.
Ngunduh mantu dilaksanakan lebih sederhana jika dibandingkan
dengan mantu yang dilaksanakan keluarga pihak perempuan. Biasanya tidak
ada upacara-upacara sebagaimana yang ada di pihak perempuan. Acara
ngunduh mantu lebih simpel hanya terdiri dari upacar serah terima dari wakil
pengantin pihak perempuan kepada keluarga pihak laki-laki.
165
Tradisi Jawa yang dulu sangat kental, sekarang sudah mulai ada
perubahan. Saat ini upacara-upacara walimah lebih bersifat sederhana dan
hanya mengambil yang inti. Dalam ngunduh mantu biasanya hanya terdiri dari
acara sebagai berikut:
a. Pembukaan
b. Pembacaan ayat-ayat suci al Quran
c. Serah terima dari pihak penganten perempuan kepada pihak keluarga laki-
laki
d. Mauidlah hasanah dari kyai atau tokoh agama
e. penutup.
Perubahan ini dipengaruhi oleh keadaan ekonomi masing-masing
keluarga, kepercayaan, dan juga tingkat pengetahuan keagamaan masyarakat.
166
BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A Faktor-Faktor Terjadinya Perkawinan Endogami di Dusun Jembangan
Endogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, atau
kekerabatan dalam lingkungan yang sama. Lebih jelasnya, perkawinan
endogami ini adalah perkawinan antar kerabat atau perkawinan yang
dilakukan antar sepupu (yang masih memiliki satu keturunan) baik dari pihak
ayah sesaudara (patrilineal) atau dari ibu sesaudara (matrilineal). Kaum
kerabat boleh menikah dengan saudara sepupunya karena mereka yang
terdekat dengan garis utama keturunan dipandang sebagai pengemban tradisi
kaum kerabat, perhatian yang besar dicurahkan terhadap silsilah atau
genealogy.
Istilah endogami sebenarnya memiliki arti yang relatif, sehingga kita
selalu perlu menjelaskan apa batas-batasnya. Penentukan batas-batas tersebut
tergantung pada budaya yang dipegang oleh setiap masyarakat yang tentunya
akan berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain.
Batasan itu dapat berupa endogami agama, endogami desa, endogami
suku/keturunan, endogami ekonomi ataupun endogami kasta. Misalnya
endogami agama yang merupakan larangan untuk melakukan perkawinan
dengan seseorang yang memiliki agama yang berbeda dari agama yang kita
167
anut. Seperti endogami kasta pada masyarakat Bali, adanya larangan untuk
melakukan perkawinan dengan pihak dari luar kasta.
Tradisi perkawinan endogami yang terjadi di Dusun Jembangan Desa
Sruwen adalah perkawinan yang dilakukan antar kerabat atau perkawinan
yang dilakukan antar sepupu (yang masih memiliki satu keturunan) baik dari
pihak ayah sesaudara (patrilineal) atau dari ibu sesaudara (matrilineal). Selain
itu juga terjadi dalam satu wilayah. Selain antar kerabat perkwinan endogami
yang terjadi di masyarakat Dusun Jembangan juga antar satu wilayah yakni
baik pihak calon pengantin perempuan ataupun calon pengantin laki-laki
berasal dari Dusun Jembangan. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi
terjadinya perkawinan endgoami tersebut antara lain:
1. Faktor Pendidikan.
Masyarakat Dusun Jembangan rata-rata hanya mengenyam pendidikan
sampai tingkat SD atau MI. Hal ini terjadi karena selain biaya yang
dikeluarkan harus banyak, juga karena kurang ada motivasi dari orangtua.
Jika ada satu atau dua yang memiliki pendidikan tingkat atas atau bahkan
sarjana namun ternyata pendidikan tersebut tidak mampu mengubah tradisi
perkwinan endogami tersebut. Dengan tingkat pendidikan yang rendah
maka pengetahuan juga rendah. Karena tidak memiliki bekal pendidikan
maka pengalaman untuk bekerja juga terbatas. Karena dunia juga terbatas
maka masyarakat Dusun Jembangan hanya mencukupkan pekerjaan
dengan bertani. Lahan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat Dusun
168
Jembangan berada disekitar dusun. Sehingga merekapun tidak memiliki
wawasan ataupun pengalaman yang luas, bahkan juga tidak memiliki
teman dan handai taulan di luar dusun Jembangan.
2. Faktor Ekonomi.
Mayoritas masyarakat Dusun Jembangan memiliki mata pencaharian
bertani. Dalam mengejakan lahan pertanian mereka dibagi menjadi dua
kategori. Yakni petani murni dengan mengerjakan lahan pertanian milik
sendiri dan juga buruh tani. Walau hasil pertanian masyarakat dusun ini
cukup menggembirakan karena pasokan air tidak pernah mengalami macet
alias tidak pernah kekeringan, akan tetapi lahan mereka cukup sempit.
Karena letak geografis yang tidak mendukung. Bagian utara dan timur dari
dusun Jembangan ini berbatasan langsung dengan sungai besar yang tidak
mungkin dijadikan lahan pertanian. Karena jurang terjal dan gumuk-
gumuk. Sedangkan bagian barat dan selatan berbatasan dengan dusun
Putatan dan Sruwen. Sehingga lahan pertanian yang terbatas tersebut
membuat penghasilan masyarakatnya hanya cukup memenuhi kehidupan
sehari-hari. Keterbatasan penghasilan ini bisa dilihat dari pola hidup yang
sederhana mulai dari tampilan bentuk rumah, gaya hidup, tingkat
pendidikan dan lain-lain. Faktor ini juga memiliki pengaruh terhadap
pemilihan jodoh baik oleh orangtua maupun bagi pasangan itu sendiri.
Walau kufu‟ khususnya dalam bidang ekonomi tidak menjadi ukuran
dalam memilih jodoh dalam Islam akan tetapi dalam tradisi Jawa ada
169
istilah bebet, bibit dan bobot. Dalam memilihkan jodoh untuk anak-
anaknya kamampuan dalam bidang ekonomi tetap menjadi pertimbangan
tersendiri bagi masyarakat Dusun Jembangan. Jika calon mempelai laki-
laki atau juga calon mempelai perempuan dipandang tidak memiliki sawah
dan juga sapi maka orangtua tidak akan mengizinkan anaknya untuk
dinikahi oleh laki-laki tersebut. Menurut pengakuan salah satu penduduk
Dusun Jembangan ketika itu sangat ingin menikah dengan salah satu
perempuan tetangganya akan tetapi belum juga melamar perempuan itu
sudah ada penolakan dari pihak orangtua perempuan. Penolakan ini
dikarenakan orangtua dari pemuda itu tidak memiliki sawah ataupun sapi.
Kasus seperti berulang sampai empat kali. Akhirnya pemuda itu
memutuskan untuk menikah dengan perempuan di luar Dusun Jembangan.
Akan tetapi pemuda itu berniat ingin tetap tinggal di Dusun Jembangan
dan bertekad ingin bekerja dengan giat dan membuktikan bisa menghidupi
keluarga dengan baik.
Selain faktor tersebut, faktor ekonomi dalam rangka untuk menjaga
kelestarian harta dari masing-masing keluarga juga nampak menjadi faktor
pendorong terjadinya perkawinan endogami. Walau faktor ini tidak secara
eksplisit diungkapkan oleh masyarakat. Akan tetapi nampak adanya
maksud tersebut. Faktor ini terbukti adanya perjodohan antar keluarga
yang memiliki kekayaan yang lebih dibandingkan keluarga yang lain,
dengan keluarga yang memiliki kekayaan yang lebih juga. Pernah ada
170
perjodohan yang nampaknya tidak kufu dalam ekonomi dan ternyata
perojodohan tersebut ditolak.
3. Faktor Agama.
Faktor ini merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap
pelanggengan tradisi ini. Seratus persen masyarakat Dusun Jembangan
memeluk agama Islam serta taat beribadah serta memegangi ajaran agama
dengan baik. Dalam masalah pernikahan mereka memegangi hadits Nabi
yang bermakna: ”Apabila datang kepadamu laki-laki yang kamu sukai
agama dan akhlaknya, maka hendaklah kawinkan (anakmu) dengannya.
Jika kamu tidak berbuat demikian tentu akan mudah menimbulkan fitnah
dan malapetaka di muka bumi.” Kala sahabat bertanya kepada Nabi SAW
tentang hal itu: ” Ya Rasulullah, bagaimana jika orang tersebut memiliki
kekurangan? beliau menjawab dengan ucapan tadi dan diucapkan hingga
tiga kali.”
Hadits ini ditujukan kepada para wali nikah agar menikahkan putrinya
yang ada di bawah perwaliannya dengan laki-laki yang saleh dan
berperilaku baik, walaupun tidak memiliki keturunan yang baik, kekayaan
yang melimpah dan tidak memiliki kedudukan dalam dunia sosialnya.
Kebetulan masyarakat Dusun Jembangan merupakan masyarakat yang
memiliki gaya hidup sederhana, tidak terlalu mewah dan memegang teguh
ajaran agama. Sehingga dalam mencarikan jodoh untuk anak-anaknya para
171
orangtua cukup mencari tetangga atau kerabat yang tinggal
dilingkungannya.
4. Faktor wilayah
Sudah merupakan salah satu karakter orang Jawa pada umumnya bahwa
mereka tidak mau berpisah dengan keluarga walaupun hidup dalam
keandaan tidak lebih dari cukup. Sikap hidup seperti sesuai dengan filsafat
Jawa yang sangat terkenal mangan ora mangan waton ngumpul (makan
ora makan asal kumpul). Filsafat ini dipegangi kuat oleh masyarakat
Dusun Jembangan, sehingga dalam memilih pasangan hidup tidak keluar
dari wilayah tersebut. Andaikan terpaksa harus menikah dengan
perempuan di luar Dusun Jembangan maka mereka akan mengajak
perempuan tersebut tinggal di Dusun Jembangan. Kasus ini terjadi pada
keluarga Bapak Spryd dan juga beberapa keluarga ;ain yang menikah
dengan pola eksogami.
Mayoritas pasangan keluarga yang menikah dengan pola perkawinan
endogami tetap tinggal dilingkungan keluarga baik keluarga pihak laki-
laki maupun keluarga pihak perempuan. Karena kebetulan diantara
pasangan itu hanya tetangga dekat ada juga yang ruamhnya berdampingan.
5. Faktor Mitos
Tidak semua masyarakat Dusun Jembangan mengetahui akan
adannya mitos atas tradisi perkawinan mereka yang selama ini terjadi.
172
Mereka tidak menyadari sebetulnya apa dibalik motivasi akan tradisi
perkawinan endogami antar kerabat atau tetangga. Hampir 90 % pasangan
suami istri yang tinggal di Dusun Jembangan adalah melakukan
perkawinan dengan model endogami. Berdasarkan wawancara dengan
salah satu sesepuh yang semasa hidupnya mengalami dua penjajahan yaitu
penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang mengatakan bahwa sebetulnya
ada kepercayaan yang berkembang dikalangan para orangtua yang
kemudian tidak diturunkan kepada generasi berikutnya. Sehingga tidak ada
yang tahu bahwa sebetulnya kenapa masyarakat Dusun Jembangan selalu
saja menjodohkan dengan kerabat dan tetangga dekat. Ada mitos yang
diyakini bahwa: nak golek bojo ojo ngalor, sebabe ngalor ki nabrak
jurang. Ugo ojo ngulon, sebabe ngulor nerbak pancuran, nak ngetan
nyebrang segoro getih. Makna dari mitos ini adalah tidak boleh menikahi
dengan orang luar Jembangan karena hidupnya akan menemui hal-hal
yang tidak baik.
Jika dilihat dari letak geografis wilayah Dusun Jembangan
memang berbatasan dengan sungai besar yang tidak mungkin untuk
disebrangi atau dibuat jembantan. Selain ada sungai besar juga ada gumuk-
gumuk. Bahkan sampai saat ini masih ada mitos bahwa sungai yang
terletak di sebelah utara Dusun Jembangan memiliki kekuatan tersendiri.
Sehingga tidak ada orang yang berani mengunjungi atau melewati sungai
tersebut. Masyarakat biasa menyebutnya dengan jurang grawah. Konon
ceritanya tempat itu merupakan tempat pertapaan seorang yang bernama
173
Kare yang kemudian membuka wilayah itu menjadi sebuah dusun yaitu
Dusun Jembangan.
Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran
penelitian sosiologi yang terkait dengan tindakan sosial, ciri ini jika ditarik
pada tindakan sosial masyarakat Dusun Jembangan dalam melakukan
perkawinan endogmi adalah sebagai berikut:
Mempelajari tindakan sosial, Weber menganjurkan melalui
penafsiran dan pemahaman (interpretative understanding) atau verstehen.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini peneliti akan mencoba
menginterpretasikan tindakan masyarakat Dusun Jembangan Agung
dalam melakukan perkawinan endogami, serta memahami motif tindakan
pernikahan tersebut. Oleh karena itu peneliti melakukan dua tindakan
dalam penelitian ini. Pertama, dengan melalui kesungguhan dalam usaha
untuk memahami terhadap tindakan perkawinan masyarakat Dusun
Jembangan Agung. Kedua, dengan mencoba menyelami secara mendalam
pengalaman orang yang melakukan perkawinan endogami. Setelah peneliti
melakukan pengamatan dan wawancara mendalam ditemukan bahwa ada
motivasi dibalik tindakan tradisi perkawinan endogami yang terjadi di
masyarakat Dusun Jembangan. Jika ditinjau dari teori tindakan Weber
yang mengklasifikasi perilaku sosial menjadi beberapa kategori, maka
perilaku masyarakat Dusun Jembangan bisa diklasifikasikan menjadi:
a. Perilaku yang didasarkan atau diarahkan secara rasional kepada
tercapainya suatu tujuan. Dalam hal ini masyarakat memiliki tujuan
174
agar anak-anaknya berjodoh dengan orang yang sudah diketahui
karakter dan sifat calon suami/istri juga keluarga besar pihak istri atau
pihak suami. Sehingga tidak akan terjadi kesalahan dalam memilih
jodoh dengan harapan keluarga yang akan dibangun bisa kekal dan
bahagia. Latar belakng tindakan ini sebagaimana diakui oleh pasangan
suami istri Jrn dan Kstyh. Sedangkan jika dihubungkan dengan teori
dalam ushul fiqh mungkin bisa kita tarik pada dalil hukum sadd adz
dzari.ah.
b. Kelakuan yang berorientasi kepada suatu nilai estetis, politik,
keagamaan, dan lain-lain. Masyarakat Dusun Jembangan memang
kurang memiliki nilai-nilai estetika dan juga dalam berpolitik, akan
tetapi memiliki rasa keagamaan yang tinggi. Maka dalam tradisi
perkawinan endogami bisa kita lihat bahwa tindakan perkawinan
endogami ini sangat berorientasi pada nilai-nilai keagamaan. Hal ini
bisa dilihat dari keengganan anak-anak yang dijodohkan oleh
orangtuanya untuk menolak niat kehendak dari orangtua mereka.
Motivasi tindakan ini bisa dilihat dari pengakuan bapak Lsmn bahwa
dia tidak berani menolak keinginan orangtua karena orang tua adalah
Tuhan yang kelihatan. Pernyataan ini Lsmn ini didasarkan juga pada
hadis tentang ridlo Allah adalah ridlo orangtua. Selain itu juga
masyarakat Dusun Jembangan tidak berani melanggar aturan dalam
agama dalam perjodohan. Masyarakat sangat memegangi konsep
mahrom dalam fiqh. Sehingga walau mereka menjdodhkan dengan
175
kerabat dekat tapi mereka tetap menyeleksi (asas selektivitas) apakah
wanita atau calon mempelai tersebut saling memiliki hubungan
mahram atau tidak.
c. Kelakuan yang menerima orientasinya dari perasaan atau emosi
seseorang, (kelakuan efektif atau emosional). Praktik dari kelakuan
yang didasarkan pada emosional juga terjadi pada masyarakat yang
melakukan perkawinan endogami, mislanya terjadi pada pasangan Zhd
dan Mgfrh. Pasangan ini melakukan perkawinan dengan pola
endogami atas dasar cinta yang sudah terjalin sebelumnya. Mereka
tinggal berdekatan dan masih ada hubungan kerabat, namun memang
tidak dijodohkan oleh kedua orangtua mereka, sebagaimana layaknya
pasangan lain yang mayoritas dijodohkan oleh orangtua masing-
masing.
d. Kelakuan yang menerima arahnya dari tradisi (kelakuan tradisional)
(K.J.Veeger:1985:171) Banyak masyarakat Dusun Jembangan yang
menjodohkan anak-anak mereka dengan kerabat sekaligus tetangga
dekat yang hanya didasarkan pada tradisi yang sudah dipraktikkan oleh
nenek moyang mereka. Mereka tidak tahu betul alasan menjodohkan
anak-anaknya.
Weber membedakan adanya empat macam rasionalitas yang
mendasari tindakan sosial. Semakin rasional, tindakan social akan semakin
mudah dipelajari. Keempat macam rasionalitas tindakan tersebut adalah:
176
a. Perkawinan endogami yang dilakukan masuarakat Dusun Jembangan
bisa dikatergorikan kedalam rasionalitas tindakan zwerkrational, yaitu
tindakan sosial murni di mana pelaku perkawinan endogami tidak
hanya menilai cara terbaik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga
menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tujuan dalam zwerkrasional
tidak absolut. Ia dapat juga menjadi cara dan tujuan lain berikutnya.
Bila masyarakat berkelakuan dengan cara yang paling rasional, maka
mudah untuk memahami tindakannya tersebut. Tindakan ini
merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan
atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan
tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk
mencapainya. Selain memiliki tujuan yang didasatrkan apda agama,
masyarakat Dusun Jembangan juga memiliki tujuan dalam perkawinan
endogami yaitu agar tidak terjadi konflik antar keluarga yang akhirnya
membawa perceraian, maka masyarakat Dusun Jembangan mencari
jodoh dengan kerabat atau tetangga yang sudah diketahui betul tentang
karakter dan juga sifat bahkan tingkat ekonominya. Dalam mengukur
nilai-nilai kerasionalan dari perjodohan tersebut didasarkan pada pola
kehidupan sehari-hari yang terlihat tidak keluar dari ketentuan agam
dan juga adat atau tradisi yang berjalan di Dusun tersebut. Dan pada
kenyataannya bisa dikatakan tidak pernah terjadi perceraian dari
perkawinan dengan pola endogami.
177
b. Werkrational action, dalam tindakan tipe ini masyarakat tidak dapat
menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan sebuah cara-
cara yang paling cepat ataukah lebih cepat untuk mencapai tujuan yang
lain. Ini menunjuk kepada tujuan itu sendiri. Dalam tindakan ini
memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi
sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan
terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan.
Tindakan tipe kedua ini masih dapat dikategorikan rasional, meskipun
tingkat rasionalitasnya berada di bawah tipe yang pertama. Tindakan
yang masuk dalam kategori tipe kedua ini masih dapat
dipertanggungjawabkan untuk dipahami. Sedangkan tindakan rasional
nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan
pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya
sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang
bersifat absolut. Dalam melakukan perjodohan untuk anak-anak
mereka masyarakat Dusun Jembangan (orangtua) selalu mendasarkan
pada nilai-nilai sosial dan juga agama. Artinya mereka selalu mencari
jodoh untuk anak-anak dengan orang yang tidak memiliki hubungan
mahram. Selain itu juga mempertimbangkan tingkat ekonomi dan juga
status sosial. dalam konsep fiqh Islam, bahwa perkawinan endogami
yang dilakukan tetap mengacu pada konsep kufu.
c. Traditional action-yaitu tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-
kebiasaan mengerjakan sesuatu dimasa lalu saja. (George Ritzer: 40-
178
41) Tindakan ini sangat terlihat dalam masyarakat Dusun Jembangan
yang melakukan pernikahan dengan pola endogami. Banyak
masyarakat yang tidak tahu sebenarnya apa yang melatarbelakangi
perkawinan endogami. Mereka hanya mengikuti adat atau tradisi yang
sudah dilakukan oleh masyarakat sejak nenek moyang mereka tanpa
mempertimbangkan alasan-alasan yang mendasari perilaku tersebut.
B Tradisi Perkawinan Endogami dan Variannya
1. Dijodohkan sejak kecil.
Perkawinan endogami dengan dijodohkan oleh orangtuanya sejak
usia masih sangat muda bahkan sejak kecil ini merupakan tradisi yang
sudah melekat dan dipertahankan secara turun temurun oleh masyarakat
dusun Jembangan. Sehingga sudah merupakan tradisi yang akarnya saat
ini sulit untuk dilacak. Perjodohan sejak usia masih sangat muda ini tidak
hanya berhenti sampai perjodohan saja, akan tetapi juga sering terjadi
pernikahan dalam usia yang sangat muda. Pasangan yang menikah pada
usia di bawah ketentuan UU No I/1974 yang memberlakukan usia nikah
minimal 16 tahun bagi mempelai perempuan dan 19 tahun bagi mempelai
laki-laki. Untuk memperoleh izin dan bisa dicatatkan ke pegawai pencatat
nikah biasanya para orang tua membuat surat kelahiran yang tidak sesuai
dengan tanggal lahir aslinya dengan merubah menjadi umur yang lebih
tua. Kasus ini sudah berlangsun sejak peneliti masih kecil bahwa Dusun
Jembangan ini terkenal dengan pernikahan dalam usia yang masing sangat
179
muda. Banyak teman-teman sekolah MI yang tidak meneruskan sekolah
karena dinikahkan oleh orangtuanya. Sehingga banyak teman-teman yang
seusia dengan kami sudah memiliki cucu. Karena anak-anaknya juga
dinikahkan dalam usia yang masih muda. Seperti yang terjadi pada
pasangan Sp dan Skwn. Sp adalah seoarang anak perempuan adik kelas
peneliti. Pada usia yang masih duduk di kelas VI MI dia dijodohkan oleh
pamannya (karena kebetulan dia hidup dengan pamannya) dan sedikitpun
Sp tidak mampu untuk menolaknya. Akhirnya Sp menikah dengan Skwn.
Selain tetangga dekat, karena hanya selisih satu rumah dengan rumah
pamannya, juga masih ada hubungan kerabat. Saat pernikahan dilakukan
Ujian MI tinggal beberapa bulan. Akhirnya Sp tetap ikut ujian dan lulus.
Sp mengikuti ujian dalam keadaan hamil.
Tipologi ini juga terjadi pada pasangan lainnya. Misalnya terjadi
juga pada Pasangan Zrkn dan Jmn. Mereka dijodohkan sejak kecil oleh
kedua orangtua mereka. Mereka tidak bisa menolak perjodohan tersebut.
Namun Zrkn mengajukan syarat akan meneruskan sekolahnya lebih dulu
bahkan sampai bangku kuliah. Syarat tersebut juga berlaku pada pihak
perempuan. Jmn juga harus sekolah minimal sampai tingkat SMA. Setelah
mereka menamatkan sekolahnya kemudian menikah sesuai dengan
perjodohan orangtua masing-masing. Perjodohan sekaligus menikah dalam
usia yang sangat muda ini juga terjadi pada pasangan Mnh dan Tkr. Saat
mereka menikah Mnh baru duduk di bangku kelas tiga SD kira-kira umur
10 tahun sedangkan Tkr baru duduk dibangku kelas empat SD kira umur
180
11 tahun. Masih banyak lagi pasangan yang menikah pada usia yang
sangat mud ahaya tidak peneliti sajikan semuanya.
2. Dijodohkan dengan tetangga dekat dan masih ada hubungan kerabat.
Salah satu dampak dari pola perkawinan endogami adalah
padatnya penduduk. Dan kepadatan penduduk itu sendiri terdiri dari
orang-orang pribumi. Sehingga mereka hampir bisa dikatakan tidak ada
orang lain yang tinggal di Dusun tersebut. Maksudnya penduduk yang
tinggal di Dusun Jembangan hampir semua memiliki hubungan
kekerabatan. Walau tetap saja ada yang bukan kerabat. Sehingga sangat
wajar jika perkawinan endogami yang terjadi mayoritas masih memiliki
hubungan kerabat.
Banyak pasangan perkawinan endogami yang dijodohkan oleh
orangtuanya dengan tetangga dekat sekaligus masih ada hubungan kerabat.
Misalnya terjadi pada pasangan Lsmn dan Ngtn. Lsmn adalah anak dari
paman Ngtn. Jika diurutkan hubungan kerabat Ngtn lebih tua dalam
panggilan jika dibandungkan dengan Lsmn, karena posisi dan nasab
keluarga pasangan ini Lsmn adalah anak dari adiknya bapaknya Ngtn.
Dalam istilah Jawa hubungan ini dikenal dengan saudara sepupu atau
tunggal mbah. Sementara jarak rumah mereka hanya berselang beberapa
rumah. Kalau diukur dengan ukuran panjang mungkin hanya 200 m. Kini
mereka tinggal di rumah orangtua Bapak Lsmn sementara ibunya yang
masih hidup bertempat tinggal dengan anak yang paling kecil
181
berdampingan dengan Lsmn. Varian ini juga terjadi pada pasangan Rhmh
dan Zmr. Mereka tidak hanya tetangga dekat tapi juga kerabat dekat.
Rumah mereka berdampingan. Setelah menikah dan mampu membuat
rumah, mereka membuat rumah deket dengan kedua orangtua mereka.
Kasus ini terjadi juga pada pasangan Snn dan Sprh, hubungan
kerabat antara keduanya agak jauh. Hubungan mereka bertemu pada
tingkatan Mbah buyut. Ada juga hubungan kerabat tapi jauh seperti terjadi
pada pasangan srj dan Tgnh.
Dari berbagai kasus tersebut maka varian hubungan keluarga bisa
dibagi lagi menjadi tiga yaitu: pertama, hubungan kerabat yang bertemu
pada satu simbah (tunggal mbah). Dalam teori sosiologi disebut dengan
paralel cousin (sepupu sejajar), yaitu perkawinan antara pria dan wanita
dimana ayah atau ibu mereka bersaudaraan.
Kedua, hubungan yang bertemu pada tingkat mbah buyut
(tunggal mbah buyut. Dalam teori sosiologi disebut cross cousin (sepupu
silang), yaitu perkawinan antara saudara sepupu, yakni anak saudara laki-
laki ibu (anak paman) atau anak saudara perempuan.
Ketiga saudara jauh. Pasangan suami istri tersebut mengetahui
adanya hubungan kerabat akan tetapi bukan cross cousin dan juga bukan
paralel cousin
182
3. Dijodohkan dengan tetangga tapi tidak ada hubungan keluarga
Perkawinan dengan pola endogami yang terjadi di Dusun
Jembangan selain terjadi antar kerabat juga terjadi antar tetangga yangb
tidak ada hubungan keluarga. Misalnya terjadi pada pasangan Mnh dan
Tkr yang dijodohkan orangtuanya. Jika dibandingkan dengan perkawinan
endogami yang ada hubungan kerabat perkawinan endogami jenis ini lebih
sedikit terjadi. Menurut katerangan salah satu warga Dusun Jembangan
perbandingan bisa 80%:20%.
4. Tidak dijodohkan
Kategori ini memang tidak banyak terjadi pada masyarakat
Dusun Jembangan. Karena mayoritas mereka dijodohkan oleh kedua
orangtua baik pihak perempuan maupun pihak laki-laki. Hal ini bisa
dilatarbelakangi oleh pengalaman masing-masing pasangan juga bisa
dilatarbelakangi oleh pendidikan mereka. Model perkawinan endogami
yang tidak dijodohkan oleh orangtuanya tidak banyak. biasanya ini terjadi
pada pasangan yang usianya sudah di atas 20 tahun atau lebih. Sehingga
mereka sudah bisa memilih sendiri siapa calon istri atau calon suaminya.
Pernikahan endogami dengan tidak dijodohkan ini misalnya terjadi pada
pasangan Zhd dan Mgfr. Terjadi juga pada pasangan Mhfd dan Jmh. Mhfd
adalah adalah laki-laki yang sudah pernah melakukan menikah dengan
pola eksogami namun kemudian bercerai. Pada tahun berikutnya ia
183
menikah lagi dengan tetangga dekat. Berubah dari pola eksogami menjadi
endogami.
C Dampak Tradisi Endogami terhadap Kehidupan Keluarga
Desa Sruwen terdiri dari sebelas dusun dengan tingkat ekonomi,
pendidikan yang berbeda. Namun masing-masing dusun memiliki tradisi yang
sama. Hanya Dusun Jembangan saja yang sedikit berbeda dalam pelaksanaan
pernikahan. Selain terkenal dengan nikah pada usia dini, masyarakat Dusun
Jembangan memiliki tradisi menikah dengan tetangga dekat dan atau kerabat.
Tradisi ini turun temurun dari nenek moyang mereka tanpa harus mengerti
mengapa tradisi tersebut dipertahankan.
Jika ditinjau dari bentuk-bentuk perkawinan yang terjadi di masyarakat
Indonesia, perkawinan yang terjadi di Dusun Jembangan hampir tidak pernah
terjadi bentuk pernikahan poligami. Sehingga bisa dikatakan bahwa
masyarakat Dusun Jembangan bentuk perkawinannya monogami (mono
berarti satu, gamos berarti kawin), yaitu perkawinan antara satu laki-laki dan
satu orang perempuan.
Tetapi jika dilihat dari asal suami atau istri, bentuk perkawinan
masyarakat Dusun Jembangan adalah endogami. Yaitu perkawinan
dilingkungan sendiri, misalnya dalam satu klen, etnis, atau kerabat. Walau
kemudian berubah menjadi perkawinan eksogami. Yaitu perkawinan yang
dilakukan diluar lingkungan keluarga sendiri. Perkawinan eksogami bebas
memilih jodoh diluar klen, kerabat, atau etnisnya. Perkawinan endogami yang
184
terjadi di masyarakat Dusun Jembangan terjadi antar kerabat dan juga tetangga
dekat, dan bukan terjadi pada klan atau etnis. Karena mereka tidak memiliki
klan, sedangkan etnis mereka semua ber-etnis jawa.
Perkawinan endogami yang terjadi di Dusun Jembangan jika ditinjau
dari hubungan kekerabatan ada bentuk perkawinan Cross cousin (sepupu
silang), yaitu perkawinan antara saudara sepupu, yakni anak saudara laki-laki
ibu (anak paman) atau anak saudara perempuan ayah. Perkawinan endogami
cross cousin ini misalnya terjadi pada pasangan Rmh dan Zmr juga terjadi
pada pasangan Lsmn dan Ngtn.
Paralel cousin (sepupu sejajar), yaitu perkawinan antara pria dan
wanita dimana ayah atau ibu mereka bersaudaraan. Perkawinan dalam bentuk
ini kerap terjadi, karena dijodohkan oleh orangua masing-masing calon
mempelai dengan harapan keluarga mereka semakin dekat.
Ada beberapa dampak yang terjadi dalam kehidupan keluarga akibat
dari tradisi perkawinan endogami yang ada di Dusun Jembangan yaitu:
a. Bidang pendidikan
Jika tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor terjadinya perkawinan
endogami ternyata perkawinan endogami ini berdampak juga pada
pendidikan keluarga mereka. Karena orangtua merasa memiliki tingkat
pendidikan yang rendah sehingga perkembangan kehidupan keluarga
mereka lambat, maka pasangan endogami tersebut memiliki motivasi
pendidikan yang lumayan tinggi dibandingkan dengan tingkat
pendidikan orangtua mereka. Saat ini pasangan perkawinan endogami
185
mulai berpikir untuk menyekolahkan anak-anak mereka sampai tingkat
tinggi bahkan sampai tingkat perguruan tinggi. Dengan harapan masa
depan anak-anak mereka lebih baik dibandingkan orangtuanya.
Dampak dalam bidang pendidikan ini terlihat pada hampir semua
pasangan perkawinan endogami. Selain itu juga mampu merubah
maindseatt orangtua dalam mencarikan jodoh bagi anak-anaknya.
Bahkan saat ini mereka tidak berani mencarikan jodoh atau
menjodohkan anak-anak mereka sebagaimana yang berlaku pada dirinya.
b. Bidang ekonomi
Kondisi ekonomi yang berada pada tingkat menengah cenderung tingkat
rendah pada masyarakat Dusun Jembangan ini tidak berubah bahkan
cenderung statis. Hal ini karena dipengaruhi oleh kondisi keluarga yang
tidak memiliki visi untuk berkembang dan cenderung menerima apa
adanya. Pasangan calon suami atau calon istri tidak memiliki
kemampuan untuk menolak kehendak orangtua yang menjodohkan
mereka walau pada prinsipnya mereka tidak pernah siap adalam bidang
ekonomi. Sehingga setelah menikah pasangan baru ini belum mampu
hidup mandiri dan masih tinggal bersama kedua orangua mereka. Karena
rumah mereka berdekatan maka mereka tinggal bergantian dari keluarga
pihak suami dan juga keluarga pihak istri. Jika ingin mendirikan rumah
mereka juga akan memilih lokasi yang tidak jauh dari tempat tinggal
keluarga istri juga tidak jauh dari keluarga suami. Sedangkan tanah yang
186
mereka tempati biasanya pemberian dari salah satu orangtua mereka.
Bahkan biaya pendirian rumah juga masih dibantu oleh masing-masing
keluarga pihak istri dan juga pihak suami. Dari sini bisa dilihat bahwa
perkawinan dengan model endogami di Dusun Jembangan ini
berdampak pada tidak berkembangnya ekonomi masyarakat. Karena
perkawinan hanya terjadi pada lingkungan sendiri. Dengan lahan
pertanian yang terbatas, kesempatan kerja terbatas. Juga tidak menambah
kekerabatan yang lebih luas sehingga pengalaman dalam mencari kerja
juga terbatas.
c. Pola Hidup
Masyarakat Dusun Jembangan bisa dikatakan sebagai masyarakat yang
memiliki ciri-ciri tersendiri dalam hidup bermasyarakat teruatam model
perkawinannya. Perbedaan ini tampak dalam perilaku kesehariannya
yang digambarkan dalam pola kehidupannya. Pada situasi dan kondisi
tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan
masyarakat desa di Jawa. Akan tetapi menjadi unik karena hampir semua
masyarakat yang tinggal di Dusun Jembangan memiliki hubungan
kekerabatan. Hubungan kekerabatan ini terbentuk karena hampir semua
pasangan yang bertempat tinggal di Dusun Jembangan melakukan
perkawinan dengan model endogami baik dengan kerabat atau dengan
tetangga dekat. Oleh karena itu mereka memiliki kesamaan dalam
menjalankan pola hidup baik dalam beribadah maupun bersosial.
187
Pola hidup yang selama ini ada dalam masyarakat Dusun Jembangan
antara lain: menjunjung tinggi nilai kesopanan, menghargai orang lain
lebih-lebih terhadap yang lebih tua, mengedepankan musyawarah dalam
mengambil keputusan, gotong royong atau sambatan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan, dan religious. Masyarakat Dusun
Jembangan juga dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian
mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga
mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa
keagamaan. Karena budaya bukan hanya mencakup masalah keagamaan
namun juga masalah ekonomi, social, politik, ilmu pengetahuan serta
pandangan hidup masyarakat. Pola hidup yang demikian tetap bisa
bertahan sampai sekarang karena masyarakat Dusun Jembangan hanya
terdiri dari masyarakat yang berada dalam lingkungannya. Hampir bisa
dikatakan tidak ada orang luar (yang memiliki budaya ataupun pola
hidup yang berbeda) masuk dan kemudian bertempat tinggal menetap.
d. Bentuk keluarga.
Pernikahan endogami membawa dampak yang cukup signifikan dalam
perkembangan ilmu sosiologi khususnya terkait dengan bentuk keluarga.
Dalam ilmu sosiologi, berdasarkan jenis perkawinan bentuk keluarga
dibagi menjadi dua yaitu monogamy dan poligami. Monogami adalah
keluarga dimana terdapat seorang suami dengan seorang istri.Poligami
188
adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan lebih dari satu
istri.
Karena pernikahan endogami dilakukan dengan perjodohan dari
oarangtua dengan kerabat dan juga tetangga dekat maka pasangan
tersebut selalu saja berhubungan dengan masing-masing keluarga baik
dari pihak istri maupun dari pihak suami. Hal ini memudahkan
pengawasan dari keluarga masing-masing. Orangtua masing-masing
pihak masih bisa mengontrol perilaku keluarga tersebut, apalagi
perkawinan yang dilakukan dengan kerabat. Mereka akan selalu menjaga
nama baik keluarga mereka dengan berusaha untuk tidak berbuat hal-hal
yang tidak baik. Ternyata perkawinan endogami di Dusun Jembangan ini
mampu mengantisipasi terjadinya perkawinan poligami. Sehingga
masyoritas bentuk keluarga pada masayarakat Dusun Jembangan adalah
monogami.
Pernyataan peneliti ini diperkuat dengan keterangan dari masyarakat
akan adanya perkawinan poligami yang dilakukan oleh pasangan yang
menikah dengan pasangan yang bukan tetangga dekat.
Sedangkan berdasarkan pemukiman, dalam ilmu sosiologi terdapat
bentuk keluarga patrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama
atau dekat dengan keluarga sedarah suami. Matrilokal adalah pasangan
suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan keluarga satu istri.
Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami
maupun istri.
189
Keluarga atau pasangan suami istri di Dusun Jembangan tidak termasuk
dalam tiga kategori di atas. Karena tempat tinggal mereka yang sudah
menikah berada dekat dengan keluarga pihak laki (Patrilokal) tetapi juga
dekat dengan keluarga pihak perempuan (matrilokal). Hal ini bisa terjadi
karena pernikahan endogaminya mayoritas hanya dengan tetanga yang
hanya berjarak beberapa rumah saja. Sehingga tidak mungkin mereka
akan bertempat tinggal jauh dari keluarga suami dan jauh dari keluarga
istri (neolokal). Jika ditinjau dari pemukiman maka bentuk keluarga
masyarakat Dusun Jembangan bisa disebut dengan mediolokal yaitu
berada dekat dengan keluarga suami juga dekat dengan keluarga istri.
Sedangkan jika ditinjau dari macam keluarga mayoritas mereka adalah
terdiri dari keluarga inti, (nuclear family) keluarga yang terdiri dari
suami, istri serta anak-anak kandung. Berdasarkan kekuasaan, keluarga
dibagi tiga:patriakal adalah keluarga yang dominan dan memegang
kekuasaan dalam keluarga adalah dipihak ayah. Matrikal adalah keluarga
yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak
ibu. Equalitarium adalah keluarga yang memegang kekuasaan adalah
ayah dan ibu. Keluarga patrilakal sampai saat ini masih mendominasi.
Hal ini juga dipengaruhi oleh budaya mereka yang masih menempatkan
suami adalah kepala rumah tangga.
e. Kepadatan penduduk
Jika dibandingkan dengan perkembangan jumlah penduduk dusun lain
yang berada di wilayah Desa Sruwen, Dusun Jembangan memiliki
190
kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Selain dilohat dari jumlah
penduduknya, kepadatan ini bisa dilihat dari banyak jumlah rumah dan
saling berdekatan. bisa dikatakan sudah tidak ada lahan kosong
diwilayah pemukiman itu. Bahkan banyak rumah-rumah penduduk yang
tidak memiliki halaman juga tidak memiliki akses jalan. Banyak rumah
yang berada dalam himpitan rumah orangtuanya dan juga saudara-
saudaranya. Bahkan antara rumah yang satu dengan rumah lainnya tidak
berjarak. Mereka berdampingan dengan orangtuanya atau juga saudara-
saudaranya.
f. Kelanggengan dalam berkeluarga
Sampai saat ini kehidupan keluarga dari para pasangan perkawinan
endogami hampir bisa dikatakan terjadi percekcokan yang membawa
pada tingkat serius. Realitas yang terjadi di Dusun Jembangan bisa
dikatakan tidak ada perceraian yang terjadi di antara mereka. Kalau ada
hanya pada tingkat kecil. Itupun karena sejak awal perjodohan pihak
calon perempuan tidak setuju. Namun karena menjaga perasaan dan juga
hormat kepada orangtua calon pihak perempuan tersebut tidak berani
menolak keinginan orangtuanya. Kasus ini hanya terjadi pada satu
pasangan saja. Kasus ini juga tidak mempengaruhi pada orang lain.
Sehingga tetap saja perkawinan dengan model endogami tetap berjalan.
Selain kasus tersebut tidak ada perceraian yang terjadi pada pasangan
suami istri yang menikah dengan pola endogami. Sehingga kekhawatiran
akan terjadi konflik antara keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak
191
perempuan tidak pernah terjadi. Memang ada juga pasangan suami istri
yang melakukan perceraian akan tetapi justru yang dilakuakn dengan
pola eksogami
Dari sini bisa dilihat bahwa tujuan perkawinan sebagaimana tertera
dalam definisi perkawinan menurut UU No I Tahun 1974 tercapai. Yaitu
perkawinan yang kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Kelanggengan berkeluarga ini tetap terjaga karena di antara mereka
justru saling memiliki rasa untuk menjaga hubungan baik, karena mereka
tinggal sangat berdekatan.
g. Tidak ada cacat pada anak
Penelitian tentang pola perkawinan endogami antar kerabat berdampak
pada kecacatan pada anak hasil perkawinan tersebut. Misalnya terjadi
pada perkawinan endogami di Desa Sidigede. Selain terjadi keretakan
hubungan keluarga terjadi pula kecatatan pada anak. Akan tetapi pola
perkawinan endogami yang terjadi di Dusun Jembangan tidak anak yang
lahir cacat badan atau cacat dalam susunan syaraf. Walau juga tidak ada
anak yang menonjol prestasinya dalam sekolah akan tetapi tingkat
kecerdasan tidak ada yang dibawah standar (maksud pen adalah ediot).
Tetapi justru sebaliknya ada satu kasus anak lahir cacat dan juga kurang
dalam bidang kecerdasan otaknya, akan tetapi anak tersebut tidak lahir
dari pasangan endogami sebagaimana yang terjadi pada pasangan suami
istri pada umunya. Anak yang kebetulan lahir cacat tersebut adalah
192
dilahirkan dari pasangan suami istri yang menikah bukan dengan kerabat
walau tetap dengan tetangga dekat.
D Perubahan Budaya Perkawinan Endogami dan Pengaruhnya pada
Perilaku Masyarakat
Perubahan kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan keniscayaan
dan tidak dapat dielakkan. Masyarakat tidak pernah statis, selalu dinamis
berubah dari satu keadaan ke keadaan lainnya yang disebabkan oleh berbagai
faktor. Perubahan ini dimaksudkan sebagai wujud tanggapan manusia
terhadap tantangan lingkungannya. Hal inilah yang terjadi pada Dusun
Jembangan Desa Sruwen Kecamatan Tengaran. Pola perkawinan endogami
lambat laun ditinggalkan oleh generasi muda menuju pada model perkawinan
eksogami.
Jika ditinjau dari teori perubahan kebudayaan, perubahan model
perkawinan endogami ke eksogami ini menggambarkan bahwa perubahan
kebudayaan di Dusun Jembangan terjadi secara perlahan-lahan dan bertahap.
Setiap masyarakat mengalami proses evolusi yang berbeda-beda. Oleh karena
itu, masing-masing masyarakat menunjukkan kebudayaan yang berbeda-beda.
Salah satu anggota masyarakat dikenal telah maju, sedangkan masyarakat
yang lain masih dianggap atau tergolong sebagai masyarakat yang belum
maju. Hanya saja tingkat masyarakat maju di Dusun jembangan ini belum
mencapai standar masyarakat maju sebagaimana yang terjadi di kota. Walau
masyarakat Dusun Jembangan ini sudah berubah namun pola kehidupan desa
193
masih sangat kental dipraktikkan oleh masyarakat. Perubahan kebudayaan itu
terjadi hanya pada model pernikahan yang awalnya endogami menjadi
eksogami. Sedangkan budaya ataupun tradisi yang lain tidak begitu berubah.
Bentuk-bentuk perubahan budaya perkawinan endogami ini terjadi
atau berkembangan pada varian-varian sebagai berikut:
1. Dari dijodohkan sejak kecil dan dinikahkan saat usia masih sangat dini
menjadi tidak dijodohkan oleh orangtua dan menikah pada usia yang
sudah dewasa walau masih terjadi pada lingkungan Dusun Jembangan.
2. Dari perkawinan yang masih ada hubungan kerabat juga tetangga dekat
menjadi pernikahan dengan orang yang bertempat tinggal jauh dari
lingkungan dan juga bukan kerabat.
3. Dari adanya paksaan dari orangtua menjadi tidak adanya paksaan dari
orangtua untuk menikah dengan salah satu pilihan orangtua. Bahkan
orangtua sudah tidak berusaha untk mencarikan jodoh untuk anak-
anaknya.
4. Anak yang awalnya tidak berani membangkang atas pilihan orangtua
untuk menikah menjadi anak yang beranio menentang kehendak orangtua
untuk dijodohkan dengan pilihan orangtua.
5. Dari perjodohan berdasarkan petung jowo, yang sangat teliti dan hati-hati
menjadi kurang diperhatikan, dalam hal pemilihan jodoh.
Adapun hal-hal yang melatarbelakangi perubahan budaya dalam
model perkawinan yang terjadi di Dusun Jembangan adalah terjadinya evolusi
kebudayaan berhubungan erat dengan kondisi lingkungan, di mana setiap
194
kebudayaan memiliki culture core, berupa teknologi dan organisasi kerja.
Dengan demikian, terjadinya evolusi dalam sebuah kebudayaan ditentukan
oleh adanya interaksi yang terjalin antara kebudayaan tersebut dengan
lingkungan yang ada di dalamnya. Seperti halnya teori yang dikemukakan
oleh White di atas, teori multilinier juga memunculkan konsep-konsep baru
yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu lingkungan, culture core, adaptasi
dan organisasi kerja.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi perubahan pola perkawinan
endogami menjadi pola perkawinan eksogami antara lain:
a. Faktor Pendidikan
Masyarakat Dusun Jembangan yang awalnya tidak berpendidikan secara
formal sehingga tidak memiliki ilmu yang memadai, saat ini banyak
generasi muda yang menempuh pendidikan walau tidak banyak yang
sampai bangku kuliah. Setidaknya saat ini banyak pemuda yang
mengenyam pendidikan sampai tingkat SMA juga pondok pesantren.
Sehingga sudah banyak masyarakat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan, sehingga mereka lebih memiliki padangan yang luas dalam
hal pemilihan jodoh.
b. Faktor Agama
Walaupun agama tidak melarang pola perkawinan endogami namun faktor
ini cukup mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat untuk merubah
tradisi yang sudah lama dipraktikkan di masyarakat Dusun Jembangan.
Kalau awalnya mereka selalu mendasarkan perjodohan dengan hitungan
195
jawa, saat ini dengan pengetahuan agama yang lebih mendalam mereka
sudah tidak lagi mempertimbangkan yang namanya petung jowo. Sebagian
masyarakat menyerahkan sepenuhnya jodoh anak-anaknya kepada Allah
SWT. Selain terjadi pada tradisi perkawinan, juga terjadi pada tradisi-
tradisi yang lain. Misalnya ketika menanam padi, ketika panen dan lain-
lain.
c. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi ini memiliki hubungan erat dengan tingkat pendidikan.
Jika pada perkawinan endogami faktor ekonomi ini ada pada tujuan
menyatukan harta (sawah dan jugab sapi) dari pihak perempuan dan pihak
laki-laki biar tidak berpindah kepada orang lain, faktor ekonomi yang
mempengaruhi perubahan pola endogami ke pola eksogami ini adalah
terkait dengan jenis pekerjaan. Banyak pemuda ataupu pemudi Dusun
Jembangan yang sekarang tidak mengikuti jenis pekerjaan orangtuanya
yang bertani. Dengan bekal ijzah yang dimiliki maka mereka bisa kerja di
pabrik-pabrik. Kerja di pabrik selalu mendapatkan gaji atau upah dalam
setiap minggu atau bulannya. Sehingga mereka secara ekonomi lebih
mapan jika dibandingkan dengan sebagai petani yang harus menunggu
masa panen. Dengan bekal gaji atau upah dari pabrik yang besarannya
sudah pasti itu mereka berani menikah dengan teman satu pabrik, atau
perempuan lain di luar Dusun Jembangan dan juga tidak memiliki
hubungan kerabat. Bisa juga terjadi perkawinan dengan teman
seperantauan ketika kerja di Jakarta atau di tempat-tempat yang lain. Hal
196
ini terlihat adanya sebagian masyarakat yang menikah dengan orang
Sragen, Purwokerto, Ungaran, Karangjati juga tempat-tempat lainnya yang
tidak bisa disebut satu-persatu dalam laporan penelitian ini.
d. Faktor Pengalaman
Dengan bekal ijazah yang mereka miliki, kemudian mereka
mencoba mencari pekerjaan keluar wilayah Dusun Jembangan.
Masyarakat yang awalnya hanya menjadi petani kini menjadi buruh
pabrik, berdagang ke pasar dan lain-lain. Dengan demikian masyarakat
banyak berkomunikasi dan juga memiliki relasi yang cukup dengan
masyarakat di luar Dusun Jembangan. Dari sinilah kemudian mereka
mencoba merubah cara pandang dalam memilih jodh atau pasangan hidup.
Awalnya hanya mengikuti tradisi nenek moyang yang menjodohkan anak-
anak dengan tetangga bahkan kerabat kini mereka para orangtua sudah
tidak mau bahkan tidak bercita-cita ingin menjodohkan anak-anaknya.
Perubahan budaya perkawinan dari endogami ke eksogami ini
tidak terjadi secara besar-besar, juga tidak begitu mempengaruhi budaya
lainnya, sehingga tidak nampak ada perubahan yang signifikan dalam
tradisi kehidupan. Mereka para orangtua yang awalnya bertani sampai saat
ini juga tetap bertani. Sedangkan pola kehidupan yang lain seperti tradisi.-
tradisi yang melekat pada kehidupan orang di desa tetap berjalan dengan
baik.
197
Dari analisis tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa perubahan
budaya yang terjadi di Dusun Jembangan bersifat evolusi dan juga
perubahan yang sangat kecil.
Selain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan secara formal
perubahan budaya ini juga dipengaruhi oleh pemahaman tentang nilai-nilai
sosial budaya dan agama yang mendasari lahirnya pola perilaku. Perlu
kami garis bawahi bahwa melalui pemahaman tentang nilai sosial dan juga
agama itulah akan memberikan pemahaman tentang apa yang menjadi
dasar individu dan kelompok masyarakat itu melakukan atau tidak
melakukan sesuatu khususnya terkait dengan perkawinan.
Perubahan budaya perkawinan endogami ke eksogami diikuti
juga dengan budaya lain khususnya terkait dengan rangkaian acara
perkawinan. Kalau dulu masyarakat Dusun Jembangan selalu
mendasarkan petung jowo dalam melakukan segala aktifitas terutama
penentuan hari tanggal dan bulan untuk menikahkan anak, saat ini sudah
tidak dipegangi secara kuat walau tetap masih ada yang memeganginya.
198
BAB VI
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Perkembangan Pola Perkawinan
Endogami: Studi Kasus Masyarakat Dusun Jembangan Desa Sruwen
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dapat diambil beberapa
kesimpulan antara lain:
1. Faktor yang melatarbelakanngi terjadinya perkawinan endogami antara
lain: pertama, tingkat pendidikan masyarakat Dusun Jembangan yang
mayoritas tidak lulus sekolah dasar, kedua, ekonomi masyarakat yang
hanya mengandalkan hasil panen di sawah atau di kebun, ketiga,
pemahaman agama yang masih minim namun sangat taat dengan ajaran-
ajaran agama yang mereka anut, keempat, kecintaan terhadap tanah
kelahiran sehingga mereka enggan meninggalkan Dusun Jembangan, dan
kelima adanya mitos yang diyakini oleh para orangtua untuk tidak
menikahkan anak-anak mereka dengan orang di luar Dusun Jembangan.
2. Pola perkawinan endogami yang sudah menjadi tradisi masyarakat Dusun
Jembangan ini lambat laun berubah menjadi pola perkawinan eksogami.
Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor antara lain: pertama
berubahnya tingkat pendidikan masyarakat, kedua, meningkatnya ekonomi
masyarakat, ketiga, pemahaman terhadap ajaran agama Islam yang lebih
199
mendalam, dan yang keempat hilangnya mitos pada sebagian masyarakat.
Sedangkan pola perkembangannya terjadi dengan pelan-pelan oleh
sebagian masyarakat dan belum terjadi pada masyarakat secara
keseluruhan dalam melakukan perkawinan secara eksogami. Adapun
bentuk-bentuk perubahan tersebut antara lain: jika awalnya perjodohan
dari orangtua bahkan saat anak-anak mereka masih kecil dan kemudian
juga dinikahkan saat usia masih sangat dini, berkembang menjadi tidak
dijodohkan oleh orangtua dan menikah pada usia yang sudah dewasa
walau masih terjadi pada lingkungan Dusun Jembangan. Hal ini
mempengaruhi juga pada status kedua mempelai. Jika awalnya mereka
masih ada hubungan kerabat juga tetangga dekat, berubah menjadi
pernikahan yang dilakukan dengan orang yang bertempat tinggal jauh dari
lingkungan dan juga bukan kerabat. Dari adanya paksaan dari orangtua
menjadi tidak adanya paksaan dari orangtua untuk menikah dengan salah
satu pilihan orangtua. Bahkan orangtua sudah tidak berusaha untk
mencarikan jodoh untuk anak-anaknya. Anak yang awalnya tidak berani
membangkang atas pilihan orangtua untuk menikah menjadi anak yang
berani menentang kehendak orangtua untuk dijodohkan dengan pilihan
orangtua.Dari perjodohan berdasarkan petung jowo, yang sangat teliti dan
hati-hati menjadi kurang diperhatikan, dalam hal pemilihan jodoh.
Perubahan pola perkawinan ini merupakan dampak dari pola perkawinan
orangtuanya yang ternyata tidak membawa perubahan pada tingkat
ekonomi maupun pendidikan
200
3. Dampak perkawinan endogami yang terjadi di Dusun Jembangan terhadap
kehidupan keluarga bisa diklasifikasikan menjadi dua, yakni dampak
positif dan dampak negatif. Di antara dampak positif yaiti: pertama, lebih
bersemangat dalam bidang pendidikan, ini terlihat pada hampir semua
pasangan perkawinan endogami, merubah mindsett dari tidak menganggap
penting pendidikan menjadi menganggap penting pendidikan. Selain itu
juga mampu merubah mindsett orangtua dalam mencarikan jodoh bagi
anak-anaknya. Bahkan saat ini mereka tidak berani mencarikan jodoh atau
menjodohkan anak-anak mereka sebagaimana yang berlaku pada
dirinya.Kedua, terjalinnya hubungan kekerabatan yang semakin dekat,
ketiga, birrul walidain, keyakinan yang kuat atas ajaran agama Islam
tentang kewajiban anak berbakti kepada orangtua, sehingga mereka tidak
berani menolak dijodohkan oleg orangtua mereka walau pada prinsipnya
mereka tidak pernah siap dalam bidang ekonomi, ketiga, kekalnya
hubungan suami istri, terbukti dari pasangan yang menikah secara
endogami tidak terjadi perceraian.
Adapaun dampak negatif dari pola perkawinan endogami adalah: pertama,
bidang ekonomi, kondisi ekonomi yang berada pada tingkat menengah
cenderung tingkat rendah pada masyarakat Dusun Jembangan ini tidak
berubah bahkan cenderung statis. Hal ini karena dipengaruhi oleh kondisi
keluarga yang tidak memiliki visi untuk berkembang dan cenderung
menerima apa adanya. Kedua, pola hidup, tidak adanya perkembangan
pola hidup karena mereka menikah dalam kondisi ekonomi, sosial, budaya
201
yang sama, sehingga nampak tidak ada perkembangan dalam berbagai
bidang..
Sedangkan dampak yang bisa dilihat secara umum dalam ilmu sosiologi
adalah: bentuk keluarga, pernikahan endogami membawa dampak yang
cukup signifikan dalam perkembangan ilmu sosiologi khususnya terkait
dengan bentuk keluarga. Sehingga mayoritas bentuk keluarga pada
masyarakat Dusun Jembangan adalah monogami. Sedangkan berdasarkan
pemukiman, dalam ilmu sosiologi terdapat bentuk keluarga
patrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat dengan
keluarga sedarah suami. Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal
bersama atau dekat dengan keluarga satu istri. Neolokal adalah pasangan
suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami maupun istri. Keluarga atau
pasangan suami istri di Dusun Jembangan tidak termasuk dalam tiga
kategori di atas. Karena tempat tinggal mereka yang sudah menikah berada
dekat dengan keluarga pihak laki (Patrilokal) tetapi juga dekat dengan
keluarga pihak perempuan (matrilokal). Hal ini bisa terjadi karena
pernikahan endogaminya mayoritas hanya dengan tetanga yang hanya
berjarak beberapa rumah saja. Sehingga tidak mungkin mereka akan
bertempat tinggal jauh dari keluarga suami dan jauh dari keluarga istri
(neolokal). Jika ditinjau dari pemukiman maka bentuk keluarga
masyarakat Dusun Jembangan bisa disebut dengan mediolokal yaitu
berada dekat dengan keluarga suami juga dekat dengan keluarga istri.
Kelima, kepadatan penduduk, jika dibandingkan dengan perkembangan
202
jumlah penduduk dusun lain yang berada di wilayah Desa Sruwen, Dusun
Jembangan memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Selain
dilohat dari jumlah penduduknya, kepadatan ini bisa dilihat dari banyak
jumlah rumah dan saling berdekatan. bisa dikatakan sudah tidak ada lahan
kosong diwilayah pemukiman itu. Bahkan banyak rumah-rumah penduduk
yang tidak memiliki halaman juga tidak memiliki akses jalan. Banyak
rumah yang berada dalam himpitan rumah orangtuanya dan juga saudara-
saudaranya. Bahkan antara rumah yang satu dengan rumah lainnya tidak
berjarak. Mereka berdampingan dengan orangtuanya atau juga saudara-
saudaranya. .
B. Saran-saran
1. Kepada para orangtua khususnya warga masyarakat Dusun Jembangan
tingkatkan perhatian dalam pendidikan anak-anak, baik dalam bidang
agama maupun ilmu umum, agar memiliki bekal ilmu yang lebih dalam
menghadapi kehidupan keluarga.
2. Kepada P3M STAIN Salatiga tingkatkan pengabdianmu kepada
masyarakat Kota Salatiga, terkait dengan penyuluhan-penyuluhan
pentingnya hidup berkeluarga dengan memasukkan ke dalam program
kerja P3M. Mengingat banyaknya warga yang membutuhkan pencerahan
dalam bidang keluarga akan tetapi jumlah penyuluh atau ustadz dan
ustdzahnya sangat terbatas.
203
3. Kepada Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam khususnya program Studi
Ahwal Al Syakhsiyyah perlu mengadakan penyuluhan sekaligus penelitian
yang lebih mendalam terhadap kasus-kasus perkawina yang ada di wilayh-
wilayah pelosok yang jauh dari jangkauan informasi. Karena ternyata
banyak keunikan-keunikan yang terajdi terkait dengan peristiwa-peristiwa
perkawinan.
4. Kepada Lembaga STAIN perlu ditingkatkan kembali dana penelitian agar
para dosen lebih giat lagi dalam memperdalam ilmunya dengan penelitian.
Sehingga para dosen memiliki bekal yang lebih luas lagi tentang materi
yang mereka dalami untuk bahan dalam proses belajara mengajar.
5. Khusus Kepada teman-teman yang mengampu matakuliah hukum
perkawinan ataupun fiqh munakahat ada kasus unik untuk diteliti lebih
mendalam di Dusun Jembangan yaitu pernikahan di usia dini.
Semoga hasil penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga dalam meningkatkan
program pengabdian kepada masyarakat khususnya untuk wilayah Kota
Salatiga, terkait dengan penyuluhan hukum perkawinan di Indonesia.
204
205
Daftar Pustaka
Aulawi, Wasit, Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia dalam
Amrullah Ahmad (ed) Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum
Nasional Jakarta: Gema Inasni Pres, 1996
Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Rineka Cipta: 2001
Badri, Mudhofar dkk, Panduan Pengajaran Fiqh Perempuan di Pesantren,
Yogyakarta, YKF,tt.
Bungin, Burhan Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan
Metodologis Penguasaan Model dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo
Persada: 2010
Bungin Nurhan, ed, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo
Persada: 2011.
Daymon, Cristine & Immy Holloway, Qualitative Reasearch Methods in Public
Relations and Marketing Communications, terj. Cahya Wiratama,
Yogyakarta: Bentang Pustaka: 2008
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung, Mandar Maju,
2007
Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional Indonesia, Jakarta: Tintamas, 1961.
Meleong, L.J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Karya:
1998.
206
Narwoku,J. Dwi Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta, Kencana
Prenada Media Group, 2004.
Nasuka, Teori Sistem sebagai Salah Satu Alternatif Pendekatan dalam Ilmu-ilmu
Agama Islam, Jakarta: Kencana: 2005.
Nuruddin, Amir, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam dari Fikih, UU No. I/1974 sampai KHI, Jakarta, Prenada
Media, 2004.
Pals, Daniel Seven Theories of Religion, terj. Inyiak Ridwan Muzir, M. Syukri
Yogyakarta: IRCiSoD: 2001.
Polomo, Margaret M, Sosisologi Kontemporer, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
2007.
Ramulyo, Mohd. Idris Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Peradilan Agama dan Zakat menurur Hukum Islam, Jakarta: Sinar
Grafika,2006.
Ritzer, George & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi dari Teori Klasik sampai
Perkembangan Mutkahir Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta: Kreasi
Wacana: 2009.
Ritzer, George, Teori Sosial Modern, Yogyakarta: Kreasi Wacana: 2009
____________, Sosiologi IlmuPengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta, Raja
Grafindo Persada: 2003.
207
Roibin, Sosiologi Hukum Islam Telaah Sosio-Historis Pemikiran Imam Syafii,
Malang: UIN Malang Press, 2008.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta: 2010.
Suyanto, Bagong, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2005.
Strauss, Anselm &Juliet Corbin, Basics of Qualitative Research Grounded Theory
Procedures and Techniques, terj. Muhammad Shodiq, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar: 2007.
Syarifuddin, Amir,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group,2006.
Yasin, M Nur, Hukum Perkawinan Islam Sasak, Malang; UIN Malang Press;
2008.
Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Yogyakarta, Tiara Wacana,,
1992.
Bukan Buku
arif93 budiman. Blogspot.com
Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Yogyakarta, Lintang Pustaka, 2004
Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik , Volume 22, Nomor 4
http://inparametric.com/[email protected]/
http://fisip.untirta.ac.id/teguh/?p=16/
208
209
210