Upload
votuong
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLA SEBARAN KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii, Engl.) DI ARBORETUM
FAKULTAS KEHUTANAN IPB
RIZKI KURNIA TOHIR
E34120028
Dosen
Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data ekologi memiliki karakteristik berdasarkan struktur spasial, termasuk diantaranya
flora dan fauna yang memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya,sehingga akan terbentuk
suatu pola tetap kehidupannya. Salah satu yang membedakan antar suatu individu jenis adalah
pola sebaran (spasial). Connell (1963) di dalam Ludwig & Reynolds (1988) mengemukakan
pentingnya suatu ahli ekologi/lingkungan mengidentifikasi suatu bentuk/pola sebaran spasial.
Menurutnya, sebaran spasial dapat dijadikan sebagai langkah awal dalam melihat proses
interaksi yang terjadi di dalam suatu komunitas ekologi.
Pola penyebaran keragaman hayati dalam komunitas ekologi tidaklah sama antar satu
spesies dengan spesies lain atau antara satu habitat dengan habitat lain. Setiap spesies memiliki
batas toleransi yang berbeda-beda dengan terhadap kondisi lingkungannya dengan faktor-
faktor pembatasnya dan keterbatasan dalam lingkungan tersebut.
Terdapat tiga bentuk penyebaran keragaman hayati yaitu acak, berkelompok dan
seragam (Ludwig dan Reynolds 1988). Penyebaran secara acak disebabkan oleh kondisi
lingkungan yang homogen atau tingkah laku yang tidak memerlukan kebutuhan khususdimana
tidak tergantung pada sumber daya yang sedikit dan terbatas (spesies generalis). Sedangkan
pola penyebaran berkelompok dan seragam mengindikasikan ada faktor pembatas pada
lingkungan yang mempengaruhi kehadiran populasi spesies di lokasi tersebut.
Arboretum Fakultas Kehutanan IPB memiliki luas 0.36 ha, memiliki jenis-jenis pohon
diantaranya Kayu Afrika (Maesopsis eminii), meranti (Shorea sp.), kapuk (Ceiba pentandra),
burahol (Stelechocarpus burahol), damar (Agathis dammara), keruing (Dipterocarpus sp.),
pulai (Alstonia scholaris), Kayu Afrika (Altingia excelsa), pinus (Pinus merkusii), dan matoa
(Pometia pinnata). Salah satu jenis kayu di Arboretum Fahutan adalah Kayu Afrika yang
mempunyai kegunaan luas, diantaranya bahan konstruksi ringan, peti kemas, kotak, dan sudah
digunakan untuk bahan plywood. Dilihat dari potensi yang dimilikinya, Kayu Afrika
mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman
(Winarni dan Elia, 2009). Untuk mempelajari pola penyebarannya di Arboretum Fahutan IPB,
maka dilakukan penelitian dengan membuat plot-plot diseluruh lokasi Arboretum tersebut.
Tujuan
Menentukan bentuk sebaran spasial pohon afrika di Arboretum Fakultas Kehutanan
IPB.
Manfaat
Hasil praktikum ini dapat dijadikan bahan acuan dalam pengelolaan jenis Kayu Afrika
pada Arboretum Fakultas Kehutanan IPB.
BAB II
METODE
Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan plot contoh ukuran
10 x 10 m di arboretum Fahutan IPB. Ukuran ini merupakan yang lazim digunakan untuk
mengukur jenis tiang dan pohon. Total plot yang dibuat sebanyak 37 (empat puluh) plot.
Dilakukan penghitungan sebaran jenis tiang dan pohon Kayu Afrika. Kategori tiang
berdiameter 10 sampai <20 cm dan pohon diameter ≥20 cm (Soerianegara & Indrawan, 1988;
Rahmat 2007; Aryanto 2009).
Pengumpulan data dilakukan selama satu minggu, di Kampus IPB Dramaga, dengan
mengumpulkan beberapa literatur yang berkaitan mengenai pola sebaran spasial,baik metode
dan perhitungannya. Alat yan digunakan adalah pita meter, alat tulis, kompas dan laptop dan
Ms Office 2016.
Analisis Data
Untuk menentukan pola sebaran spasial Kayu Afrika di Arboetum Fahutan IPB
dilakukan analisa dengan menggunakan metode sebagai berikut :
A. Metode Ratio Ragam
Metode perhitungan dengan metode ini hanya melihat apakah penyebaran secara acak
atau berkelompok (agregat). Rumus yang dihitung pada metode ini adalah sebagai berikut :
X =
i
ii
f
fx .
S2 = 1
.).(2
N
nxfx ii
Dari persamaan ini bila S2 < X maka dapat disimpulan bahwa penyebaran tumbuhan
secara acak, sebaliknya bila S2 > X maka dapat disimpulkan bahwa penyebaran tumbuhan
secara berkelompok.
B. Metode Sebaran Frekuensi
Dengan menggunakan metode sebaran frekewensi lebih lengkap dibandingkan dengan
metode ratio ragam, dimana dapat membedakan apakah penyebaran tumbuhan secara acak,
berkelompok atau homogen. Pengujian ini bersifat bertingkat dimana yang dimulai dengan uji
sebaran Poisson (sebaran Acak) dan jika tidak terbukti lanjutkan dengan yang kedua yaitu
menguji dengan sebaran Binomial negatif (sebaran kelompok). Apabila masih belum teruji
maka secara otomatis pola sebarannya homogen. Hasil dari kedua metode pengujian akan
diuraikan di bawah ini, yaitu :
1. Metode Sebaran Poisson
Tujuan pengujian dengan metode sebaran Poison adalah untuk memastikan bahwa
sebaran jenis Kayu Afrika bersifat acak (Ho) atau tidak acak (H1). Langkah pengujian ini
selain menetukan hipotesis adalah sebagai berikut :
1) Menghitung peluang untuk (x) secara Poisson yaitu :
P(r) = ( x )r.e- x /r!
2) Menghitung nilai frekuansi harapan yang dinotasikan sebagai berikut :
E(r) = P(r) . N
3) Menghitung nilai Chi Square (X2), dengan rumus :
x2 hit = Ex
ExFx 2)(
4) Cari nilai x2 tabel, pada taraf uji 5 % dengan derajat bebas (db) = q-2
5) Menarik kesimpulan, dengan ketentuan yaitu :
Jika X2 hitung ≤ X2 tabel, maka terima Ho.
Jika X2 hitung > X2 tabel, maka Tolak Ho
2. Metode Sebaran Binomial Negatif
Bila pada uji sebaran Poison menyimpulkan tolak Ho (penyebaran tidak secara acak),
maka harus dilakukan uji selanjutnya yaitu metode sebaran binomial negatif. Dengan hipotesis
sebaran Kayu Afrika bersifat berkelompok (Ho) atau atau tidak berkelompok (H1). Langkah
pengujian ini adalah sebagai berikut :
1) Menentukan peluang untuk sebaran binomial negatif, untuk kepentingan ini harus tahu
nilai k, yaitu derajat pengelompokkan.
k = XS
X
2
2
Selanjutnya harus dilakukan uji kebenaran nilai k dengan menggunakan rumus
berikut :
Log (N/No) = k log (1 + ( x / k) )
Karena nilai LHS = nilai RHS, maka nilai k tersebut bisa dipergunakan dalam
penghitungan peluang x (Px). Bila nilai LHS ≠ RHS, maka perlu dilakukan penyesuaian
(ileterasi) nilak k pada persamaan tersebut diatas sehingga diperoleh nilai LHS = RHS.
Nilai k ini akan digunakan untuk menghitung nilai harapan (Px)
2) Dengan demikian selanjutnya dilakukan penghitungan nilai Peluang (Px) pada sebaran
binomial negatif dengan persamaan sebagai berikut :
P(0) = (1 + ( x /k))-k
3) Menentukan nilai frekuensi harapan E(x).
E(x) = N. P(x)
4) Menghitung nilai Chi Square (X2), dengan rumus :
x2 hit = Ex
ExFx 2)(
5) Mencari nilai x2 tabel, pada taraf uji 5 % dengan derajat bebas (db) = q-3
6) Menarik kesimpulan, dengan ketentuan yaitu :
Jika X2 hitung ≤ X2 tabel, maka terima Ho.
Jika X2 hitung > X2 tabel, maka Tolak Ho
Bila hasil pengujian binomial negatif ini menyimpulkan tolak Ho artinya penyebaran
Kayu Afrika tidak bersifat berkelompok, maka sudah cukup membuktikan bahwa penyebaran
bersifat homogen. Tidak diperlukan pembuktian lagi karena telah membuktikan penyebaran
jenis tumbuhan tersebut tidak bersifat acak (hasil uji sebaran poison) dan tidak juga bersifat
berkelompok (hasil uji sebaran negatif).
C. Metode Indeks
Dengan metode ini dapat juga menentukan pola penyebaran spasial tumbuhan Kayu
Afrika di Arboretum IPB. Ada empat indeks yang umum yang digunakan, yaitu :
1. Indeks Dispersi (ID)
ID = X
S 2
Dimana :
X =
i
ii
f
fx . =
N
n
S2 = 1
.).(2
N
nxfx ii
2. Indeks of Clumping (IC)
IC =ID – 1
3. Indeks Greens (IG)
IG =1n
IC
4. Indeks Morissita (IM)
IM=)1(
)1(
nn
nn ii.N
Dari keempat nilai indeks tersebut di atas, nilai yang digunakan untuk mengambil
kesimpulan apakah penyebaran acak, berkelompok atau homogen, maka dilihat dari nilai index
dispersinnya (ID). Bila nilai ID > 1, maka berarti penyebaran tumbuhan Kayu Afrika di
arboretum Fahutan IPB adalah berkelompok.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil observasi mengenai sebaran Kayu Afrika pada Arboretum Fakultas Kehutanan
ditemukan 37 individu pohon Kayu Afrika (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil observasi lapang pada 37 petak yang dilakukan di Arboretum Fakultas
Kehutana IPB ditemukan Kayu Afrika (Maesospsis eminii)
32 =3 33 = 1 34 = 3 35 = 6 36 = 2 37 = 9
26 = 1 27 = 0 28 = 1 29 = 2 30 = 3 31 = 0
20 = 1 21 = 3 22 = 0 23 = 0 24 = 0 25 = 1
14 = 2 15 = 1 16 = 1 17 = 1 18 = 0 19 = 0
8 = 1 9 = 0 10 = 4 11 = 1 12 = 0 13 = 0
2 = 2 3 = 0 4 = 0 5 = 1 6 = 1 7 = 0
1 = 0
Hasil data yang didapat dibuat kedalam tabel sebaran frekuensi untuk memudahkan
dalam penghitungan indeks indeks selanjutnya (table 2)
Tabel 2 Sebarab frekuensi Kayu Afrika di Arboretum Fakultas Kehutanan, IPB.
x Fx nx
0 14 0
1 12 12
2 4 8
3 4 12
4 1 4
6 1 6
9 1 9
Jumlah 37 51
1. Metode Ratio Ragam
Metode rasio ragam merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui pola penyebaran suatu jenis . Metode tersebut menggunakan nilai rataan dan nilai
variansi.
x̅ = ∑ 𝑥𝑖.𝑓𝑖
∑ 𝑓𝑖 =
𝑛
𝑁 =
51
37 = 1,378 ind/plot
S²= ∑(𝑥𝑖2.𝑓𝑖)− x̅.n
𝑁−1 =
197−(1,378 𝑥 51)
37−1 = 3,52
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa S² > x̅ , maka pola sebaran Kayu Afrika di
Arboretum Fahutan menyebar secara mengelompok/agregat.
2. Metode Sebaran Frekuensi
a. Metode Sebaran Poisson
1). Hipotesa :
Ho = Kayu Afrika di Arboretum Fahutan menyebar secara acak.
H1 = Kayu Afrika di Arboretum Fahutan tidak menyebar secara acak.
2). Menentukan sebaran frekuensi pengamatan (Fx)
Tabel 2 Hasil pengamatan sebaran Kayu Afrika di Arboretum Fahutan
x Fx nx Px Ex X² hitung X² tabel
(df=5, α=0,05)
0 13 0 0,252 9,324
15,51
1 12 12 0,347 12,839
2 4 8 0,239 8,843
3 4 12 0,109 4,033 24,587
4 1 4 0,037 1,369
6 1 6 0,0085 0,3145
9 1 9 0,0013 0,0481
Jumlah 37 51
3). Menghitung peluang untuk (x) secara Poisson ; P(x) = (x̅)r . e- x̅ / r!
P(0) = e –x = e-1,378 = 0,252
P(1) = (x̅/1).P(0) = (1,378/1) x 0,252 = 0,347
P(2) = (x̅/2).P(1) = (1,378/2) x 0,347 = 0,239
P(3) = (x̅/3).P(2) = (1,378/3) x 0,239 = 0,109
P(4) = (x̅/4).P(3) = (1,378/4) x 0,109= 0,037
P(6) = (x̅/6).P(6) = (1,378/6) x 0,037= 0,0085
P(9) = (x̅/9).P(6) = (1,378/9) x 0,0085= 0,0013
4). Menghitung nilai frekuensi harapan ; E(r) = P(r) . N
E(0) = P(0).37 = 0,252 x 37 = 9,324
E(1) = P(1).37 = 0,347 x 37 = 12,839
E(2) = P(2).37 = 0,239 x 37 = 8,843
E(3) = P(3).37 = 0,109 x 37 = 4,033
E(4) = P(4).37 = 0,037 x 37 = 1,369
E(6) = P(6).37 = 0,0085 x 37 = 0,3145
E(9) = P(9).37 = 0,0013 x 37 = 0,0481
5). Menghitung nilai Chi Square (X2) ; X2 hit = ∑(𝐹𝑥−𝐸𝑥)2
𝐸𝑥
X2 (0) = (𝐹0−𝐸0)2
𝐸0 =
(13−9,324)2
9,324 = 1,449
X2 (1) = (𝐹1−𝐸1)2
𝐸1=
(12−12,839)2
12,839 = 0,055
X2 (2) = (𝐹2−𝐸2)2
𝐸2=
(4−8,843)2
8,843 = 2,652
X2 (3) = (𝐹3−𝐸3)2
𝐸3 =
(4−4,033)2
4,033 = 0,00027
X2 (4) = (𝐹4−𝐸4)2
𝐸4 =
(1−1,369)2
1,369 = 0,099
X2 (6) = (𝐹6−𝐸6)2
𝐸6 =
(1−0,3145)2
0,3145 = 1,494
X2 (9) = (𝐹9−𝐸9)2
𝐸9 =
(1−0,0481)2
0,0481 = 18,838
X2hitung = 1,449 + 0,055 + 2,652 + 0,00027 + 0,099 + 1,494 + 18,838 = 24,587
6). Nilai x2 tabel dengan taraf uji 5% dengan derajat bebas (db) = q-2, jika q=10, maka db =
10-2 = 8.
Jadi x2 tabel (df=8, α=0,05) adalah 15,51
7). Kesimpulan
Karena x2 hitung > x2 tabel maka tolak H0 dan artinya Kayu Afrika di Arboretum Fahutan
tidak menyebar secara acak.oleh karena itu, perlu dilakukan uji sebaran binomial negatif.
b. Metode Sebaran Binominal Negatif
1) Hipotesa :
Ho= Kayu Afrika di Arboretum Fahutan menyebar secara kelompok/agregat.
H1= Kayu Afrika di Arboretum Fahutan tidak menyebar secara kelompok/agregat.
2) Menentukan sebaran frekuensi pengamatan (Fx)
x Fx nx Px Ex X² hitung X² tabel
(df=5, α=0,05)
0 13 0 0,351 12,987
14,47
1 12 12 0,285 10,545
2 4 8 0,231 8,547 12,323
3 4 12 0,187 6,919
4 1 4 0,151 5,587
6 1 6 0,125 4,551
9 1 9 0,099 3,663
Jumlah 37 51
3) Menghitung peluang untuk sebaran binomial negatif
Pertama, tentukan derajat pengelompokkan (k).
k = x ̅2
𝑆2 −x̅ =
(1,378)2
3,52−1,378 = 0,886
LHS = RHS
Log (N/No) = k log [1 + (x̅ / k)]
Log (37/13) = 0,886 log [1 + (1,378 / 0,886)]
0,454 ≈ 0,361
karena, LHS ≠RHS, maka k kita cari sendiri dan ditemukan nilai k hingga RHS = LHS
yaitu 1,98
LHS = RHS
Log (N/No) = k log [1 + (x̅ / k)]
Log (37/13) = 1,98 log [1 + (1,378 / 1,98)]
0,454 ≈ 0,454
Sehingga nilai k yang digunakan adalah 1,98
Maka nilai peluang (Px) adalah sebagai berikut.
P(0) = [1 + (x̅/k)]-1,98 = [1 + (1,378/1,98)]-1,98 = 0,351
P(1) = [x̅/( x̅ + k)].(k/1).P(0)= [1,378/(1,378+1,98)].(1,98/1).0,351 = 0,285
P(2) = [x̅/( x̅ + k)].(k/1).P(1)= [1,378/(1,378+1,98)].(1,98/1).0,285 = 0,231
P(3) = [x̅/( x̅ + k)].(k/1).P(2)= [1,378/(1,378+1,98)].(1,98/1).0,231 = 0,187
P(4) = [x̅/( x̅ + k)].(k/1).P(3) = [1,378/(1,378+1,98)].(1,98/1).0,187 = 0,151
P(6) = [x̅/( x̅ + k)].(k/1).P(4)= [1,378/(1,378+1,98)].(1,98/1). 0,151 = 0,123
P(9) = [x̅/( x̅ + k)].(k/1).P(6)= [1,378/(1,378+1,98)].(1,98/1).0,123 = 0,099
4) Menghitung nilai frekuensi harapan E(x) = N. P(x)
E(0) = N.P(0) = 37. 0,351= 12,987
E(1) = N.P(1) = 37. 0,285= 10,545
E(2) = N.P(2) = 37. 0,231= 8,547
E(3) = N.P(3) = 37. 0,187= 6,919
E(4) = N.P(4) = 37. 0,151= 5,587
E(6) = N.P(4) = 37. 0,123 = 4,551
E(9) = N.P(4) = 37. 0,099 = 3,663
5) Menghitung nilai Chi Square (X2) ; X2 hit = ∑(𝐹𝑥−𝐸𝑥)2
𝐸𝑥
X2 (0) = (𝐹0−𝐸0)2
𝐸0 =
(13−12,987)2
12,987 = 1,3 x 105
X2 (1) = (𝐹1−𝐸1)2
𝐸1=
(12−10,545)2
10,545 = 0,201
X2 (2) = (𝐹2−𝐸2)2
𝐸2=
(4−8,547)2
8,547 = 2,419
X2 (3) = (𝐹3−𝐸3)2
𝐸3 =
(4−6,919)2
6,919 = 1,231
X2 (4) = (𝐹4−𝐸4)2
𝐸4 =
(1−5,587)2
5,587 = 3,765
X2 (6) = (𝐹6−𝐸6)2
𝐸6 =
(1−4,551)2
4,551 = 2,771
X2 (9) = (𝐹9−𝐸9)2
𝐸9 =
(1−3,663)2
3,663 = 1,936
X2 hit = 1,3 x 105 + 0,201 + 2,419 + 1,231 + 3,765 + 2,771 + 1,936 = 12,323
6) Nilai x2 tabel dengan taraf uji 5% dengan derajat bebas (db) = q-3, jika q=10, maka db = 10-
3 = 7.
Jadi x2 tabel (df=7, α=0,05) adalah 14,47
7) Kesimpulan
Karena x2 hitung ≤ x2 tabel maka terima H0 dan artinya Kayu Afrika di Arboretum Fahutan
menyebar secara berkelompok/agregat.
3.Metode Index
Data hasil pengamatan dari 37 plot diformulasikan dalam tabel sebaran frekuensi di
bawah ini:
Tabel Sebaran Frekuensi Kayu Afrika (Swietenia mahagoni)
x fx nx X2fx ni(ni-1)
0 14 0 0 0
1 12 12 12 132
2 4 8 16 56
3 4 12 36 132
4 1 4 16 12
6 1 6 36 30
9 1 9 81 72
Jumlah 37 51 197 434
Nilai rataan dan nilai variansi.
x̅ = ∑ 𝑥𝑖.𝑓𝑖
∑ 𝑓𝑖 =
𝑛
𝑁 =
51
37 = 1,378 ind/plot
S²= ∑(𝑥𝑖2.𝑓𝑖)− x̅.n
𝑁−1 =
197−(1,378 𝑥 51)
37−1 = 3,52
1. Indeks Dispersi (ID)
ID = 𝑆2
�̅�=
3,52
1,378= 2,554
2. Indeks of Clumping (IC)
IC = ID – 1
= 2,554 – 1
= 1,554
3. Indeks Green (IG)
IG = 𝐼𝐶
𝑛−1
= 1,554
37−1= 0,043
4. Indeks Morissita (IM)
IG = Σ𝑛𝑖(𝑛𝑖−1)
𝑛(𝑛−1). N
= 434
2550. 37 = 6,297
Dari keempat nilai indeks diatas, nilai yang digunakan untuk mengambil kesimpulan
apakah penyebaran acak, berkelompok atau homogen, maka dilihat dari nilai indek
dispersinya (ID). Karena nilai ID > 1, maka artinya penyebaran Kayu Afrika di arboretum
fakultas kehutanan adalah mengelompok.
Kayu Afrika merupakan jenis kayu endemik dari Afrika. Kayu ini tumbuh alami pada
bentang geografis antara 8°LU dan 6°LS. Kayu Afrika banyak ditemukan di hutan tinggi dalam
ekozona antara hutan dan sabana. Jenis ini merupakan jenis suksesi yang tumbuh pada areal
hutan yang terganggu ekosistemnya. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di dataran rendah
sampai hutan sub pegunungan sampai ketinggian 1.800 m dpl. Jenis ini dapat tumbuh dengan
baik pada daerah dengan curah hujan 1.200 - 3.600 mm/tahun dengan musim kering sampai 4
bulan dan tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki solum tanah dalam dengan drainase
baik. Kayu Afrika juga dapat tumbuh pada solum tipis dengan syarat pada daerah tersebut
terdapat cukup air (Dephut 2002). Arboretum fahutan sangat cocol menjadi tempat tumbuh
Kayu Afrika. Menurut Orwa et al. (2009) Kayu Afrika memiliki sebaran mengelompok dan
berasosiasi pada padang rumput dan hutan terganggu. Hal ini berarti sejalan dengan hasil
pendugaan sebaran Kayu Afrika di arboretum Fahutan yang memiliki sebaran mengelompok.
Kesimpulan
Ditemukan 23 pohon Kayu Afrika di Arboretum Fakultas Kehutanan IPB. Dari
hasil analisis mengenai sebarannya diketahui bahwa Kayu Afrika menyebar secara
berkelompok dan hal ini sesuai dengan ekologi alamiahnya di alam.
Daftar Pustaka
Departemen Kehutanan. 2002. Informasi singkat benih.
www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/Maesopsis eminii.pdf [01Juni 2016].
Orwa et al. 2009. Maesopsis eminii. Agroforestry Database 4.0.
Winarni, T. dan S. Elia 2009. Pengaruh ukuran benih terhadap perkecambahan benih kayu
arika (Measopsis eminii). Jurnal. Balai Penelitian Teknologi Pembenihan. Bogor.
6(1): 7-12