36
POLIMORFISM GENETIK Athirah Akalili Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester 6 Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Tanjung Duren Selatan 2, Gang 3, No.23 [email protected] PENDAHULUAN Ilmu tentang bagaimana faktor penentu genetic mempengaruhi kerja obat disebut farmakogenetik. Efek farmakologis yang berbeda-beda diakibatkan oleh adanya kaitan faktor genetic. Farmako genetic perlu dibedakan dengan overdosis, reaksi alergi dan inborn error of metabolism. Inborn error of metabolis adalah kelainan genetic yang mengakibatkan kelainan pengolahan zat tertentu sehingga terjadi akuulasi dalam sel. Sementara itu, farmakogentik mempelajari tentang adanya perbedaan respons individu terhadap suatu obat. Dari aspek farmakokinetik, farmakogenetik banyak mempengaruhi sisi biotranformasi (metabolisme) obat. Selain biotransformasi, farmakokinetik juga melibatkan proses 1

Polimorfism Genetik.lily

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Polimorfism Genetik.lily

POLIMORFISM GENETIK

Athirah Akalili

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester 6

Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Tanjung Duren Selatan 2, Gang 3, No.23

[email protected]

PENDAHULUAN

Ilmu tentang bagaimana faktor penentu genetic mempengaruhi kerja obat disebut

farmakogenetik. Efek farmakologis yang berbeda-beda diakibatkan oleh adanya kaitan faktor

genetic. Farmako genetic perlu dibedakan dengan overdosis, reaksi alergi dan inborn error of

metabolism. Inborn error of metabolis adalah kelainan genetic yang mengakibatkan kelainan

pengolahan zat tertentu sehingga terjadi akuulasi dalam sel. Sementara itu, farmakogentik

mempelajari tentang adanya perbedaan respons individu terhadap suatu obat.

Dari aspek farmakokinetik, farmakogenetik banyak mempengaruhi sisi biotranformasi

(metabolisme) obat. Selain biotransformasi, farmakokinetik juga melibatkan proses absorpsi,

distribusi, dan eksresi. Metabolisme obat terutama terjadi di sel-sel hati (mikrosom :

reticulum endoplasma hati), serta di sitosol. Selain hati, dinding usus, ginjal, paru, darah,

otak, dan kulit juga menjadi tempat biotransformasi obat.

Metabolisme obat terjadi 2 fase yakni fase I merupakan fase reduksi, oksidasi dan hidrolisis

dan fase II yang merupakan reaksi konjugasi dan substrat lain misalnya asam glukoronat dan

asam sulfat, asam asetat dan asam amino. Reaksi fase I dilakukan olen enzim CYP P450

sebagai enzim pengoksidasi. Enzim ini memiliki isoenzim sekitar 50 macam. Reaksi fase II

terutama raksi glukuronidasi dan reaksi asetilasi olen enzim N-asetiltransferase 2 (NAT2).1

1

Page 2: Polimorfism Genetik.lily

ISI

I. ANAMNESIS

Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan,

alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien

datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:

Sejak kapan mulai

Sifat serta beratnya

Lokasi serta penjalarannya

Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid,

sehabis makan dan lain sebagainya)

Berlangsung sementara atau lama

Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut

Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya

Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan

Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan,

datang dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya

Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau

kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:

Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya,

dalam bentuk serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah

progresif, makin lama makin berat atau makin sering? Apakah sampai

mengganggu aktivitas sehari-hari?

2

Page 3: Polimorfism Genetik.lily

Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba,

mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?

Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar

atau anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut

ada hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau

muntah? Apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis)?

Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun

pada satu atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?

Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus

(bunyi berdenging/berdesis pada telinga)?

Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi

(pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di

wajah? Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan

pelo? Apakah suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi

mengecil/hilang (afonia)? Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)?

Apakah sulit menelan (disfagia)?

Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah

anda menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik)

atau memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana

dengan kemampuan membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan

memahami apa yang anda baca? Bagaimana dengan kemampuan menulis,

apakah kemampuan menulis berubah, bentuk tulisan berubah?

Kesadaran : Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak

mengetahui apa yang terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa

lemah dan seperti mau pingsan (sinkop)?

3

Page 4: Polimorfism Genetik.lily

Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh

(tangan, lengan, kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap

atau berkurang? Apakah gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan

pada bagian tubuh atau ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda

kendalikan (khorea, tremor, tik)?

Sensibilitas : Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh

atau ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar?

Dimana tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?

Saraf otonom : Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi),

dan nafsu seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau

alvi?.2

Pada saat berkonsultasi dengan dokter, biasanya dokter akan melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik untuk mencari tahu sebab kesemutan. Karena sebab sangat beragam dan

dapat mengenai seluruh bagian tubuh maka dokter akan melakukan pemeriksaan neurologi

menyeluruh untuk melihat berbagai kemungkinan penyakit yang mendasarinya. Pemeriksaan

penunjang seperti laboratorium maupun radiologi dilakukan sesuai indikasi penyakit yang

mendasarinya.

II. PEMERIKSAAN

FISIK

Pemeriksaan Umum

Tekanan darah

Frekuensi nadi

4

Page 5: Polimorfism Genetik.lily

Frekuensi nafas

Suhu

Pemeriksaan Neurologis

1.Sensorium (kesadaran)

2.Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu:

Normal : kompos mentis

Somnolen : : Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.

Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya

pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang

nyeri.

Sopor (stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan

rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat

mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang

nyeri pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak

konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien. Gerak

motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.

Koma – ringan (semi-koma) : Pada keadaan ini tidak ada respons terhadap rangsang

verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai

respons terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak dapat dibangunkan.

Koma (dalam atau komplit) : Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama

sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

5

Page 6: Polimorfism Genetik.lily

3. Fungsi saraf kranial,

Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui lubang-

lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial yang

dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi.

Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV),

trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX),

vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik

murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung

serabut proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan

saraf campuran, saraf kranial III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari

cabang parasimpatis sistem saraf otonom.

Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang diperlukan, diusahakan

kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita selama pemeriksaan. Penderita

seringkali diminta kesediaannya untuk melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh

penderita dianggap tidak masuk akal atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa,

kegelisahan penderita harus dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai

pentingnya pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis.

Memberikan penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara yang dilakukan dan nyeri yang

mungkin timbul dapat membantu memupuk kepercayaan penderita pada pemeriksa. Penderita

diminta untuk menjawab semua pertanyaan sejelas mungkin dan mengikuti semua petunjuk

sebaik mungkin.2

6

Page 7: Polimorfism Genetik.lily

4. Fungsi motorik,

Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk

menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.

Pengamatan

o Gaya berjalan dan tingkah laku.

o Simetri tubuh dan ekstemitas

o Kelumpuhan badan dan anggota gerak

Gerakan volunteer

Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:2,3

o Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.

o Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.

o Mengepal dan membuka jari-jari tangan.

o Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.

o Fleksi dan ekstensi artikulus genu.

o Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.

o Gerakan jari- jari kaki.

o Palpasi, perkusi, tonus dan kekuatan otot

7

Page 8: Polimorfism Genetik.lily

Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:

Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan

gerakan ini.

Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

o Refleks

o Koordinasi dan gaya berjalan

PENUNJANG

Pemeriksaan darah. Ini bisa termasuk pemeriksaan untuk mendeteksi diabetes,

kekurangan vitamin, kelainan fungsi liver atau ginjal, gangguan metabolik lainnya atau

tanda-tanda tak normal dari kegiatan sistim kekebalan tubuh.

Pemeriksaan cairan cerebrospinal. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi antibodi yang

dikaitkan dengan peripheral neuropathy.

Electromyogram (EMG), sebuah pengujian aktivitas elektrikal otot.

Nerve conduction velocity (NCV).

Pemeriksaan yang lain bisa termasuk:

Computed tomography (CT)

Magnetic resonance imaging (MRI)

Biopsi syaraf8

Page 9: Polimorfism Genetik.lily

Biopsi kulit untuk melihat ujung serabut syaraf.3

III. DIAGNOSIS

WORKING DIAGNOSIS

Polimorfsm Genetik Enzim Metabolisma Obat Isoniazid (INH)

Polimorfisme genetik adalah adanya variasi genetik yang menyebabkan perbedaan

aktivitas dan kapasitas suatu enzim dalam menjalankan fungsinya. Adanya perbedaan

ekspresi genetik antara tiap individu akan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap

nasib obat dalam tubuh. Hal ini dapat kita tinjau terutama dari aspek metabolisme tubuh.

Proses metabolisme terjadi oleh adanya bantuan enzim. Enzim merupakan suatu protein yang

keberadaanya merupakan hasil dari ekspresi genetik (sintesis protein). Kapasitas enzim yang

dihasilkan tiap individu berbeda-beda. Hal inilah yang salah satunya yang memacu terhadap

perbedaan respon yang tubuh terhadap pemakaian obat yang sama.1

Isoniazid merupakan obat yang digunakan sebagai antituberkolosis. Studi terhadap kecepatan

asetilasi isoniazid (N-asetilasi) menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan asetilasi dari

masing-masing individu yang berdasarkan faktor genetiknya, memiliki 2 tipe, yaitu tipe

asetilator cepat dan asetilator lambat. Reaksi asetilasi itu sendiri merupakan reaksi pada jalur

metabolisme obat yang mengandung gugus amina primer, seperti amina aromatik primer dan

amina alifatik skunder. Sedangkan fungsi dari reaksi asetilasi itu sendiri adalah untuk proses

detoksifikasi, serta mengubah obat/senyawa induk, menjadi senyawa metabolitnya yang

bersifat tidak aktif, lebih bersifat polar, agar selanjutnya mudah untuk dieksresikan. Aktivitas

dari obat INH sebagai antituberkolosis ini, sangat tergantung pada tingkat kecepatan reaksi

asetilasinya.

9

Page 10: Polimorfism Genetik.lily

Pada isoniazid, terdapat perbedaan respon dari beberapa individu berupa perbedaan dalam

kecepatan proses asetilasinya terhadap obat tersebut. Profil asetilasi terhadap isoniazid yang

merupakan obat anti tuberkulosis ini digolongkan dalam asetilator cepat dan lambat. Individu

yang tergolong dalam asetilator lambat ternyata aktivitas enzim N-asetilastransferase-nya

sangat lambat. Perbedaan tersebut ternyata disebabkan oleh adanya variasi genetik dari gen

yang menyandi ekspresi dari enzim N-asetilastransferase. Bagi individu yang mempunyai

kelainan yang disebabkan oleh autosomal recessive allele, berupa variasi polimorfik maka

aktivitas enzim N-asetilastransferase menjadi lambat. Aktivitas enzim N-asetilastransferase

ini sangat bervariasi untuk setiap suku atau ras. Bagi orang barat (Amerika dan Eropa) 50%

dari penduduknya ternyata tergolong asetilator lambat, sedangkan untuk orang Jepang dan

Eskimo sebagian besar tergolong asetilator cepat.

Untuk individu yang memiliki tipe asetilator cepat, memiliki enzim N-asetilastransferase

yang jauh lebih besar daripada individu yang memiliki tipe asetilator lambat. Dengan

demikian, maka kemampuan untuk isoniazid dapat dieksresikan dalam bentuk asetilisoniazid

yang bersifat tidak aktif sangat cepat. Sehingga obat akan memiliki masa kerja (t ½) yang

pendek, yaitu 45-80 menit. Dengan demikian, maka individu tipe asetilator cepat,

memerlukan dosis pengobatan yang lebih besar.4

Hal ini akan berdampak kurang menguntungkan, karena untuk pengobatan tuberkolosis,

pengobatan dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dengan demikian, untuk

individu tipe asetilator cepat ini, pemberian INH harus dilakukan berulangkali karena

metabolisme INH sangat cepat, sehingga INH cepat dapat menimbulkan efek setelah di

minum, namun cepat hilang pula efeknya (t ½ yang pendek). Hal ini harus diperhatikan,

karena jika obat harus diberikan secara berulangkali, dengan frekuensi pemberian yang lebih

banyak daripada individu tipe asetilator lambat, maka kemungkinan terjadi resistensi akan

10

Page 11: Polimorfism Genetik.lily

cukup tinggi. Sehingga dalam pengobatannya, pemberian dosis perlu diperhatikan untuk

individu yang memiliki tipe asetilator cepat agar tidak terjadi resistensi.

Jika isoniazid diberikan pada individu bertipe asetilator lambat, maka enzim N-

asetiltransferase yang dimiliki tidak sebanyak enzim N-asetilastransferase yang dihasilkan

oleh individu yang memiliki tipe asetilator cepat. Dengan demikian, maka kemampuan untuk

isoniazid dapat dieksresikan dalam bentuk asetilisoniazid yang bersifat tidak aktif

berlangsung lambat. Sehingga INH akan memiliki masa kerja (t ½) yang panjang yaitu 140-

200 menit. Dengan demikian, maka individu tipe asetilator lambat, memerlukan dosis

pengobatan yang rendah, agar tidak menimbulkan peningkatan efek toksis yang ditimbulkan

oleh INH. Untuk individu tipe asetilator lambat ini, pemberian INH tidak harus dilakukan

berulangkali/frekuensi yang tinggi, hal ini karena metabolisme INH berlangsung lambat,

sehingga INH dapat menimbulkan efek yang konstan dengan durasi yang lama setelah

diminum.

Namun hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa karena obat di metabolisme dalam

bentuk asetilisoniazid yang bersifat tidak aktif dengan kecepatan yang lambat, maka

kemungkinan peningkatan efek toksis yang ditimbulkan oleh INH lebih tinggi. Selain itu,

individu bertipe asetilator lambat lebih mudah menderita efek samping INH berupa neuropati

perifer karena defisiensi vitamin B6. INH akan menghambat pemakaian vitamin B6 jaringan

dan akan memperbesar ekskresi B6. 4

11

Page 12: Polimorfism Genetik.lily

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Neuropati Perifer

Neuropati perifer (peripheral neuropathy/PN) adalah penyakit pada saraf perifer. Saraf

tersebut adalah semua saraf selain yang ada di otak dan urat saraf tulang belakang (perifer

berarti jauh dari pusat).

Sebagian PN diakibatkan kerusakan pada sumbu serabut saraf (akson), yang mengirimkan

perasaan pada otak. Kadang kala, PN disebabkan kerusakan pada selubung serabut saraf

(mielin). Ini mempengaruhi isyarat nyeri (sakit) yang dikirim ke otak.

PN dapat menjadi gangguan ringan atau kelemahan yang melumpuhkan. PN biasanya

dirasakan sebagai kesemutan, pegal, mati rasa atau rasa seperti terbakar pada kaki dan jari

kaki. Juga dapat dirasa dikitik-kitik, nyeri tanpa ada alasan, atau rasa yang tampaknya lebih

hebat daripada biasa. Gejala PN dapat bersifat sementara: kadang sangat sakit, terus tiba-tiba

hilang. PN parah dapat mengganggu waktu berjalan kaki atau berdiri.

1)Neuropti perifer et causa diabetes mellitus

Defenisi

Neuropati perifer diabetik (NPD) adalah suatu keadaan dimana didapatkan kelainan klinis

maupun subklinis yang ditandai dengan adanya manifestasi somatik dari sistim saraf perifer

pada penderita DM tanpa adanya penyebab lain dari neuropati perifer . Kelainan ini

merupakan salah satu komplikasi yang paling umum dan paling sering dijumpai pada

penderita DM .5

12

Page 13: Polimorfism Genetik.lily

Neuropati perifer diabetik (NPD) menggambarkan adanya nyeri dan paraestesi pada tungkai

bawah penderita DM.Prevalensi neuropati perifer diabetik (NPD) dari berbagai penelitian

menunjukkan angka berbeda-beda dengan variasi yang besar. Hal ini disebabkan karena

perbedaan interpretasi dari cara pemeriksaan dan kriteria diagnosis serta desain penelitian

yang berbeda-beda antara satu peneliti dengan peneliti lainnya .

Gejala

Gejala klinik neuropati perifer diabetik didalam praktek merupakan salah satu jenis neuropati

yang paling sering ditemukan berupa; rasa semut-semutan, rasa tebal, kramp-kramp dan rasa

nyeri pada ujung anggota gerak badan. Pada umumnya kelainan ini didahului dengan

kelainan elektroneurofisiologi, seperti melambatnya kecepatan konduksi saraf motorik dan

sensorik (NCV) .

Diagnosis neruropati perifer diabetik (NPD) didasarkan adanya bukti DM dan terdapatnya

manifestasi neuropati pada penderita yang sama berupa adanya paraestesia, berkurangnya

atau hilangnya refleks-refleks tendo/ rasa nyeri atau getar, adanya kelemahan atau

kelumpuhan otot-otot, yang kesemuanya mendukung NPD . Pemeriksaan fungsi urat saraf

tepi, khususnya kecepatan hantar saraf tepi (KHST) baik motorik maupun sensorik sudah

lama digunakan secara luas dan hingga kini makin berkembang pesat. Dan dikatakan bahwa

kecepatan hantar impuls saraf menurun secara meyakinkan (significant) pada neuropati

perifer diabetik .

13

Page 14: Polimorfism Genetik.lily

Patogenesis

Neuropati diabetika tidak terjadi oleh faktor tunggal, melainkan karena interaksi beberapa

faktor, seperti faktor metabolik, vaskular, dan mekanik. Faktor kausatif utama berupa

gangguan metabolik jaringan saraf. Pada diabetes mellitus peranan insulin memobilisasi

glukosa sangat minimal, dalam kondisi hiperglikemik glukosa diubah oleh aldose reduktase

menjadi sorbitol. Akumulasi sorbitol dapat terjadi 24-48 jam setelah hiperglikemia, terutama

pada neuron, lensa, pembuluh darah, dan eritrosit. Sorbitol bersifat higroskopis, sehingga

akan meningkatkan tekanan osmotik sel.

Mioinositol merupakan bagian plasma dan membran sel. Pada diabetes mellitus, mioinositol

banyak diekskresikan lewat urin, dan sebaliknya akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel

mempengaruhi pengambilan mioinositol. Rendahnya kadar mioinositol ini menyebabkan

gangguan fungsi ATP-ase, sehingga terjadi gangguan konduksi saraf. Mioinositol merupakan

prekursor polifosfo-inositida yang penting dalam mengatur aksi potensial saraf.Penimbunan

sorbitol dan penurunan mioinositol menyebabkan gangguan pada sel Schwann dan akson.

Proses ini menyebabkan terjadinya demielinisasi dan degenerasi akson.

Fungsi syaraf-syaraf peripheral adalah mengantarkan sensasi dari kaki dan tangan ke otak

serta sebaliknya. Oleh karena itu, kerusakan syaraf yang disebabkan oleh Peripheral Diabetic

Neuropathy dapat menyebabkan otot kaki dan tangan melemah serta kehilangan refleksnya,

khususnya pada bagian pergelangan.

14

Page 15: Polimorfism Genetik.lily

2)Polyneuritis

Neuritis adalah salah satu gangguan saraf yang serius. Neuritis mengacu pada suatu

peradangan pada saraf, yang melibatkan saraf tunggal atau serangkaian saraf.. . Neuritis juga

dikenali sebagai polineuropati yaitu kondisi neuritis pada bukan peradangan, namun pada

perubahan di bagian saraf yang mengakibatkan kelemahan, hilangnya refleks dan perubahan

dari sensasi.

Gejala neuritis

Gejala utama neuritis adalah:

kesemutan, rasa terbakar, dan menusuk pada saraf yang terkena.

Dalam kasus yang parah, mungkin ada mati rasa dan hilangnya sensasi dan

kelumpuhan dari otot-otot di dekatnya.Jadi kelumpuhan sementara wajah mungkin

hasil dari perubahan dalam saraf wajah pada sisi yang terkena.

Pada tahap akut , pasien mungkin tidak dapat menutup mata karena kehilangan

kekuatan oleh otot-otot pada sisi yang terkena wajah.

Neuritis juga dapat disebabkan oleh anemia pernisiosa, melibatkan saraf tulang

belakang.Pasien dengan kondisi ini mungkin merasa sangat sulit untuk berjalan dalam

gelap. 5

Penyebab neuritis

Penyebab utama neuritis adalah asidosis yang kronis, yaitu kondisi asam yang berlebihan di

darah dan cairan tubuh lainnya. Penyakit ini juga dapat disebabkan dari berbagai kekurangan

nutrisi dan metabolik isturbances seperti metabolisme kalsium yang salah, kekurangan

beberapa vitamin B seperti B12, B6, B1, asam pantotenat dan toxaemia B2.

15

Page 16: Polimorfism Genetik.lily

Penyebab lain neuritis adalah pukulan, cedera tembus atau tekanan berat atas batang saraf dan

dislokasi dan patah tulang. Setiap aktivitas otot atau penggunaan yang berpanjangan dapat

melukai saraf dan juga dapat menyebabkan neuritis. neuritis juga dapat disebabkan oleh

infeksi tertentu seperti tuberkulosis, diptheria, tetanus, diabetes melitus, keracunan dengan

insektisida, merkuri, arsenik memimpin, dan alkohol.

Pengobatan dan Cure neuritis

obat penghilang rasa sakit dapat dimberikan sebagai bantuan sementara tapi tidak menghapus

masalah secara efektif. Pengobatan terbaik untuk neuritis adalah untuk memastikan bahwa

pasien mendapat nutrisi yang optimal, juga mengkosumsi dengan semua vitamin dan nutrisi

lainnya. Penekanannya harus pada biji-bijian, gandum,keju,buah-buahan dan sayur-sayuran.

Semua vitamin dari jenis kelompok B telah terbukti sangat bermanfaat dalam pencegahan dan

pengobatan neuritis. Apabila diberikan vitamin B1, B2, B6, B12, dan asam pantotenat

bersama-sama, rasa sakit yang hebat, kelemahan dan mati rasa dalam beberapa kasus telah

lega dalam waktu satu jam.

16

Page 17: Polimorfism Genetik.lily

IV. ETIOLOGI

Trait monogenetik disebabkan oleh kehadiran lebih dari satu alel pada lokus yang

sama dan lebih dari satu fenotip dalam populasi yang sama,dalam hubungan dengan

interaksi obat. Proses metabolisme INH ialah dengan reaksi asetilasi yang dikatalisi

oleh enzim N-asetiltransferase hepar yang memperlihatkan polimorfisme genetik.

Analisis keturunan dari 2 fenotip metabolisasi S (slow) dan R (rapid), menunjukkan

bahwa sifat asetilator cepat pada seseorang individu ternyata ditentukan oleh gen

autosom dengan sifar asetilatornya dipercepat oleh gen dominan (R) dan diperlambat

oleh gen resesif (r). Perbedaan antara kedua fenotip tersebut terletak pada aktivitas

(kuantitas, jumlah enzim) dari enzim N-asetiltransferase tersebut dalam hepar.

V. EPIDEMIOLOGI

INH dimetabolisme di hepar dengan kadar yang ditetapkan dan juga kecepatan

metabolismenya ditentukan oleh fenotip asetilator seseorang itu. Polimorfisme

genetik yang terjadi pada sesetengah individu dapat menyebabkan variasi pada proses

asetilasi INH. Kira-kira 50% hingga 65% orang India Asia selatan yang berkulit hitam

dan putih merupakan asetilator lambat. Sebaliknya sebanyak 89% hingga 90% orang

Inuit, Jepang dan Cina yang merupakan asetilator cepat pada metabolisme INH.

Orang-orang yang merupakan asetilator cepat mengekskresikan kira-kira 94% INH

sebagai asetil INH dan metabolit INH. Manakala orang yang merupakan asetilator

lambat mengekskresikan kira-kira 63% INH sebagai asetil INH dan metabolit INH.6

17

Page 18: Polimorfism Genetik.lily

VI. PATOFISIOLOGI

Asetilasi adalah suatu faktor yang mengendalikan kecepatan metabolisme beberapa

obat, yaitu bahwa obat yang telah mengalami asetlasi akan lebih mudah diekskresikan

lewat ginjal dibandingkan dengan obat yang masih bebas. Pada populasi Barat, kira-

kira separuh populasinya adalah asetilator cepat dan separuhnya lagi bersifat asetilator

lambat.

Status asetilasi ditentukan oleh satu gen autosom, yaitu bahwa alel “cepat” adalah

bersifat dominan terhadap alel “lambat”. Asetilator lambat (homozigot) untuk alel

“lambat” mempunyai aktivitas N-asetiltransferase yang berkurang pada hati.

Metabolisme obat-obat antituberkulosis, misalnya isoniazid, adalah menyangkut

proses asetilasi dan walaupun status asetilator dari pasien tidak mempengaruhi hasil

dari pengobatan, tetapi asetilator lambat lebih mugkin untuk timbul toksisitas

kumulatif, yaitu neuritis perifer. Untunglah keadaan demikian dapat dicegah dengan

pemberian piridoksin.1,6

VII. KOMPLIKASI

Isoniazid merupakan salah satu dari obat terapi antituberkulosis dan merupakan

metabolit dari arylamine N-acetyltransferase2 (NAT2), cytochrome P4502E1

(CYP2E1) dan glutathione S-transferase (GST). Keupayaan untuk metabolism dan

eliminasi ubat tergantung kepada kadar asetilasi di hati oleh enzim N-actyltransferase

dengan kehadiran 2 fungsional gens yaitu NAT1 dan NAT2 pada chromosome 8.

Komplikasi Isoniazid tergantung tipe asetilatornya yaitu asetilator cepat atau lambat

dan juga ras seseorang. Pada populasi Amerika Utara dan Eropah diperkirakan 50-

70% adalah slow asetilator dan populasi Mediterranean seperti Egyptians dan

18

Page 19: Polimorfism Genetik.lily

Moroccans hamper 90% adalah slow asetilator. Pada populasi Cina,Korea, Jepang dan

Thailand 10-30% adalah asetilator lambat.

Secara general asetilator lambat lebih sering menyebabkan komplikasi atau efek

samping dan dikatakan berisiko tinggi dalam pembentukan spontan Systemic Lupus

Erythmatosis(SLE). Asetilator lambat yang banyak makan dagingan berisiko tinggi

untuk mendapat kanker kolonrektal dan bagi asetilator lambat pula sering dikaitkan

dengan kanker vesika urinary apabila terexpose terhadap asap rokok. Isoniazid sering

menyebabkan hepatotoxic misalnya pada terapi tunggal, asetilator lambat (slow

acetylator) lebih cenderung terjadi hepatotoxic pada orang Amerika. Bagi terapi

ganda yang tidak dikombinasi dengan Rifampicin populasi Asia lebing sering terjadi

hepatotoxic berbanding populasi Afrika dan Eropah. Bagi masyarakat di India,

komplikasi ini sering terjadi pada kedua tipe asetilator yaitu cepat dan lambat.

Masyarakat Kaukasian juga sering terjadi hepatotoxic samada terapi tunggal atau

terapi bersama Rifampicin. Derivate dari acetilhidrazin atau hidrazid dikatakan

sebagai agent toxic yang menyebabkan hepatotoxic pada polimorfsm genetic

Isoniazid. Pada suatu studi oleh Yamamoto et al(1986), hepatotoxic antara gejala

yang signifikan jika dilakukan terapi kombinasi Isoniazid fan Rifampicin.7

19

Page 20: Polimorfism Genetik.lily

VIII. PENATALAKSANAAN

Vitamin B6/piridoksin

Untuk pengobatan dengn INH, asetilator labat akan mudah menderita efek samping

INH berupa neuropati perifer karena defisiensi B6. INH akan menghambat absorpsi

vitamin B6 jaringan dan akan memperbesar ekskresi vitamin B6. Komsumsi vitamin

B6 bagi asetilator lambat INH adalah terapi yang paling mudah dan dapat mengatasi

terjadinya efek samping neuropati perifer.

Setiap hari kita hanya butuh mengkonsumsi vitamin B6 sebanyak 0,2 mg guna

membantu tubuh memproduksi sekitar 60 jenis enzim penting. Vitamin ini tidak boleh

dikonsumsi secara berlebihan karena akan membuatnya menjadi racun bagi tubuh.2

Antara manfaat pemakaian vitamin B6 adalah:

a) Piridoksin diperlukan untuk seimbangkan perubahan hormon pada wanita

serta membantu sistem kekebalan tubuh dan pertumbuhan sel-sel baru. Hal ini

juga digunakan dalam pengolahan dan metabolisme protein, lemak dan

karbohidrat. Piridoksin mungkin juga bermanfaat untuk anak-anak dengan

kesulitan belajar, serta membantu dalam pencegahan ketombe, eksim dan

psoriasis.

b) Piridoksin juga membantu dalam keseimbangan natrium dan kalium serta

meningkatkan produksi sel darah merah..6

20

Page 21: Polimorfism Genetik.lily

IX. PREVENTIF

Preventif termasuk juga nutrisi yang baik untuk promosi kesehatan, pencegahan dan

melambatkan suatu proses penyakit. Menurut kajian, Isoniazid bisa menyebabkan

hiperglycemia, maka pasien harus la menjaga makan dan diet dengan teratur bagi

mengelakan perubahan yang signifikan pada gula darah. Obat-obatan bisa

menyebabkan gangguan pada cara kerja vitamin yaitu absorbsi, distribusi, metabolism

dan eskresi. Isoniazid bisa mengubah cara kerja beberapa vitamin dalam tubuh

misalnya vitamin D, Niacin(B3) dan Piridoksin(B6). Isoniazid juga dilaporkan bisa

menyebabkan hipocalsemia maka diet yang seimbang dan penambahan mikro dan

makronutrient yang berkurang akibat kerja Isoniazid dapat mengurangi gejala klinis

yang timbul pada polimorfism genetic Isoniazid tertutamanya penambahan Piridoksin

(B6).6,7

X. PROGNOSIS

Prognosis bagi polymorphism genetic Isoniazid adalah sangat tergantung kepada upaya terapi

dan pencegahan. Prognosis baik sekiranya diterapi dengan cepat sebelum terjadinya

komplikasi yang tidak diinginkan. Langkah-langkah pencegahan yang tepat juga harus

diambil bagi penderita polimorfism genetic ini.

21

Page 22: Polimorfism Genetik.lily

KESIMPULAN

Polimorfism genetic adalah variasi genetic yang menyebabkan perbedaak aktivitas dan

kapasitas suatu enzim dalan menjalan fungsinya. Adanya perbedaan ekspresi genetic antara

tiap individu akan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap nasib obat dalam tubuh

dan hal yang ditekankan adalah metabolism yang terjadi oleh adanya bantuan enzim.

Kapasitas enzim yang dihasilkan tiap individu berbeda0beda dan hal ini yang memacu

terhadap perbedaan respon tubuh terhadap pemaikan obat yang sama misalnya Isoniazid yaitu

obat antituberkulosi. Penanganan yang tepat dan cepat harus dilakukan sebaik sahaja

diagnosis ditegakkan yakni dengan penambahan piridoksin dalam terapi selain itu diet yang

baik dan teratur juga harus dilalui oleh penderita polimorfisn genetic Isoniazid ini bagi

mengelakkan komplikasi yang lebih teruk.

22

Page 23: Polimorfism Genetik.lily

DAFTAR PUSTAKA

1. Agoes HA. Biotransformasi Obat dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998: 58-64.

2. S.M.Lumbantobing. Neurologik Klinik pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FKUI,

2005:6-18.

3. Mark H. Swartz.Buku Ajar Diagnostik Fisik,2000:hal 83-7.

4. Salam A. Farmakogenetika dalam Genetika Manusia dan Kedokteran. Widya Medika,

Jakarta, 1996; Edisi ke-3: 91-3.

5. Hartono. Pengantar Genetika Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,

1995: 274-5.

6. David A dan Evans P. Genetic factors in drug therapy: clinical and molecular

pharmacogenetics. Cambride University Press, 2003: 235-241.

7. Adrianne B dan Deckelbaum RJ. Preventive Nutrition: The Comprehensive Guide for

Health Professionals. Humana Press, 2006: 102-11.

8. Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI. Kumpulan Kuliah Farmakologi.

Penerbit Buku Kedokteran ECG, 2008: Edisi ke-2; 312-3.

23