Upload
edykupkupbar
View
155
Download
22
Embed Size (px)
DESCRIPTION
POLIP NASI DAN MEDIA PEMERIKSAANNYA
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polip nasal adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan
polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak
mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi
kekuning – kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa).
Bentuk polip bulat atau lonjong dan berwarna putih keabu-abuan atau pucat.Bermacam –
macam teori mengenai penyebab timbulnya polip hidung telah sering diajukan,tetapi belum
ada teori yang dapat diterima dengan mutlak .Mungkin juga timbulnya polip disebabkan oleh
kombinasi beberapa factor.Yang pasti polip tidak timbul secara kongenital.Teori tersebut
antara lain teori alergi,teori peradangan dan infeksi,teori obstruksi mekanik, teori gangguan
syaraf teori sipurasi sinus,teori pembuluh darah dan limfe.Pada penelitian akhir akhir ini
dikatakan bahwa polip berasal dari adanya epitel mukosa yang rupture oleh karena
trauma,infeksi,dan alergi yang menyebabkan edemo mukosa,sehingga jaringan menjadi
prolaps.Fenomena bemoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang
sempit akan mengakibatkan tekanan negative pada daerah sekitarnya.Jaringan yang lemah
akan terhisap oleh tekanan negative sehingga mengakibatkan edema mukosa dan
pembentukan polip.Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area
yang sempit di komplek osteomeotal di meatus media.Walaupun demikian polip dapat
ditimbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral atau
multiple.Angka kejadian polip hidung secara pasti belum diketahui.Penelitian di Eropa Timur
melaporkan prevelensi polip hidung dengan sinusitis maksilaris 1,3%, sedangkan Amerika
utara diperkirakan 1-4% , 6 polip hidung dapat timbul pada semua umur tetapi umumnya
dijumpai pada penderita dewasa muda berusia antara 30-60 tahun,sedangkan perbandingan
antara laki-laki dan perempuan adalah 2-4 : 1 dan tidak ad kekhususan ras pada kejadian
polip hidung. Di Amerika Serikat: Insiden polip hidung keseluruhan pada anak-anak adalah
0.1%; insiden pada anak-anak dengan Cystik Fibrosis adalah 6-48%. Pada orang dewasa,
insidennya secara keseluruhan adalah 1-4%, dengan range 0.2-28%. Secara Internasional:
insiden polip hidung di seluruh dunia adalah sama dengan insiden polip hidung di Amerika
1
Serikat. Polip hidung menyerang orang dewasa dan anak-anak, pada orang dewasa biasanya
polip dijumpai pada usia lebih dari 20 tahun dan terbanyak pada usia 40 tahun. Sedangkan
pada anak-anak polip jarang terjadi, bila ada polip pada anak dibawah dua tahun maka harus
disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel. Seorang anak dengan polip
hidung juga harus diperiksa untuk cystic fibrosis, karena cystic fibrosis merupakan faktor
risiko untuk terjadinya polip hidung pada anak (Sekitar 1 dari 2 orang dengan cystic fibrosis
memiliki polip hidung.)Mortality/Morbidity: Tidak ada angka Mortalitas yang signifikan
yang berhubungan dengan polip hidung. Angka Morbiditas biasanya dihubungkan dengan
perubahan kualitas hidup, obstruksi hidung, anosmia, sinusitis kronis, sakit kepala,
mendengkur, dan drainase postnasal. Pada situasi tertentu, polip hidung dapat mempengaruhi
susunan rangka craniofacial, karena polip hidung dapat meluas ke intracranial dan menuju
daerah orbita. Ras: Polip hidung dapat terjadi pada semua ras dan kelas sosial. Ada
kemungkinan polip hidung diwariskan pada keluarga yang memiliki riwayat polip nasi. Jenis
Kelamin: Rasio laki- laki- perempuan dewasa adalah 2-4:1, sedangkan perbandingan pada
anak-anak belum ada laporannya. Tinjauan ulang artikel melaporkan kejadian polip hidung
pada anak-anak yang memerlukan pembedahan menunjukkan bahwa insidennya sama pada
anak laki-laki dan anak perempuan. Prevalensi yang sama juga dilaporkan pada pasien
dengan asma. Gejala utama polip hidung adalah sumbatan hidung dan hilangnya sensasi dari
bau. Berat ringannya tergantung besar kecilnya polip,atau pada saat mendapat serangan
radang atau alergi. Rinorhe biasanya encer atau mukopurulen bila ada infeksi, dan dapat
menetes ke belakang sebagai post nasal drip.Keluhan sering disertai bersin-bersin.Bila latar
belakang alergi yang mendasarinya.Infeksi sinus paranasal dapat terjadi bersama dengan
polip hidung.
Polip hidung sangat mengganggu pada kebanyakan pasien dan pengobatannya pun
masih controversial.Penyakit ini sering berulang dan memerlukan pengobatan yang lama
sampai bertahun-tahun. Dengan demikian pengobatannya bertujuan untuk mengurangi
besarnya atau menghilngkan polip supaya aliran udara hidung menjadi lapang dan penderita
dapat bernafas dengan baik.Selanjutnya gejala- gejala runitis dapat dihilangkan dan fungus
penciuman kembali normal.Terdapat beberapa pilihan pengobatan untuk polip hidung mulai
dari pemberian obat-obatan, pembedahan,konvesional sederhana dengan snare polip sampai
pada bedah endoskopi yang memakai alat lebih lengkap. Walaupun demikian angka
kekambuhan masih tetap tinggi sehingga memerlukan sejumlah operasi ulang. Dengan data
2
kejadian seperti diatas polip pada nasal yg dapat menyerang tanpa batasan umur,maka penulis
bermaksud mengkaji lebih dalam lagi tentang penyakit polip nasal.mengingat bahwa hidung
merupakan salah satu organ vital yang d miliki oleh tubuh. Dimana hidung berfungsi sebagai
saluran pernafasan. Tanpa oksigen yang di aliri dari hidung akan menimbulkan masalah baru
pula terhadap organ-organ yang terdapat dalam tubuh manusia. Dan pada akhirnya penulis
bermaksud memberikan suatu informasi lebih bagi pembaca,dengan mengangkat judul
“POLIP NASI DAN MEDIA PEMERIKSAANNYA”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah:
1). Bagaimana kasus polip pada nasal?
2). Bagaimana teknik pemeriksaan untuk polip pada nasal?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1). Untuk membahas kasus polip pada nasal.
2). Untuk mengetahui teknik radiografi untuk memeriksa poolip pada nasal.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1). Penulis dapat mengetahui tentang kasus polip pada nasal.
2). Penulis dapat mengetahui teknik radiografi apa saja yang digunakan untuk memeriksa
polip pada nasal.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan dalam memahami isi karya tulis ini, maka penulis
menyususn dalam lima pokok bahasan dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
3
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan makalah, manfaat
penulisan, sistematika penulisan.
BAB II :TINJAUAN TEORI
Berisi tentang anatomi nasal, bidang, mayor landmark ,teknik radiografi untuk
memeriksa nasal ,proteksi radiasi
BAB III :METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang rancangan penelitan, lokasi dan waktu penelitian, teknik,
pengumpulan data, populasi dan sampel penelitian
BAB IV :HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan.
BAB V :PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Nasal
Septum membagi kavum nasi menjadi 2 ruang, kanan dan kiri. Septum nasi dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang
rawan dan periosteum pada bagian tulang , sedangkan diluarnya dilapisi oleh mukosa hidung.
Bagian tulang rawan adalah kartilago septum nasi (lamina kuadrangularis) dan
kolumela.
Gambar1: Anatomi Septum nasi Gambar 2: Anatomi hidung sagital
Bagian tulang yang membentuk septum nasi terdiri dari 1)Kartilago kuadrangularis 2)
Lamina perpendikularis os ethmoid 3) Os vomer 4) Krista nasalis maksila.
Septum nasi terletak pada tulang penyangga yang terdiri dari (ventral ke dorsal) spina
nasal anterior, premaksila, dan vomer. Pada bagian kaudal, kartilago septum nasi bebas
bergerak dan berhubungan dengan kolumela oleh membran septum nasi. Pada bagian dorsal
bersatu dengan lamina perpendikularis os ethmoid. Pada bagian Ventral, berhubungan dengan
dua kartilago triangularis (kartilago lateral atas), dan bersama-sama membentuk kartilago
vault dan batang hidung.
Bagian tulang septum nasi terdiri dari lamina perpendikularis os ethmoid,
premaksilaris dan vomer yang merupakan perluasan dari rostrum sphenoid.7 Kerangka tulang
rawan dari septum nasi dan kartilago lateral atas yang berbentuk “T” memberi kekuatan yang
cukup untuk menahan tekanan dari tulang di sekitarnya. Kartilago kuadrangularis adalah
bagian medial kerangka T hidung. Kaudal hidung sampai di daerah inferior septum nasi
5
terletak pada krista maksilaris dan diikat oleh perikondrium dan periosteum.7 Reseksi atau
destruksi dari tulang rawan tersebut akibat trauma atau operasi pengangkatan kartilago
kuadrangularis yang berlebihan akan mengakibatkan bentuk hidung seperti pelana.
2.2 Definisi Polip Nasi
Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama kompleks
osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa lunak yang bertangkai, bentuk bulat
atau lonjong,berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya licin dan agak bening karena
banyak mengandung cairan.Sering bilateral dan multipel. Polip merupakan manifestasi dari
berbagai penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rinitis alergi, asma, dan lain-lain.
2.3 Etiologi.
Terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip dapat
timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.
Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel
atau meningoensefalokel. Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis
alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan
para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan
pasti.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak
mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila asalnya
dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu, dan
berada di lubang hidung yang menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip
konka. Polip konka biasanya lebih besar dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh
karena bila tidak, sebagai komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh
banyak, sehingga kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan apabila
penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali. Oleh karena
itu janganlah bosan berobat, oleh karena seringkali seseorang dioperasi untuk mengeluarkan
polipnya berulang-ulang.
6
2.4 Faktor Predisposisi
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
a). Alergi terutama rinitis alergi.
b). Sinusitis kronik.
c). Iritasi.
d). Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi
konka.
2.5 Patofisiologi
Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf
otonom serta predisposisi genetic. Menurut teori Bemstein, terjadi perubahan mukosa hidung
akibat peradangan atau aliran udara yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di
kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan
pembentukan kelanjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel
epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. Teori lain mengatakan karena
ketidak seimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan
regulasi vascular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan
menyebabkan edema dan lama-lama menjadi polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang
sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan
membentuk tangkai.
Berdasarkan jenis sel peradanganya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe
eosinofilik dan tipe neutrofilik.
2.6 Gejala
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini
tidak hilang dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat
menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus
paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya
7
adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung. Sumbatan hidung yang
menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat terjadi sumbatan hiposmia atau anosmia. Bila
menyumbat ostium, dapat terjadi sinusitis dengan ingus purulen. Karena disebabkan alergi,
gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.
Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerah-
merahan dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya
lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian
vasokontriktor.
Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka hidung yang
menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya:
Polip Konka polipoid
Bertangkai Tidak bertangkai
Mudah digerakkan Sukar digerakkan
Tidak nyeri tekan Nyeri bila ditekan dengan
pinset
Tidak mudah berdarah Mudah berdarah
Pada pemakaian
vasokonstriktor tidak
mengecil
Dapat mengecil dengan
vasokonstriktor
8
Dilihat dari bentuknya, polip dibagi menjadi 3, yaitu bertangkai, tidak bertangkai dan
campuran. Ukuran polip berkisar antara 1-2 cm. Polip dengan ukuran lebih dari 2 cm
dianggap berbahaya karena dapat terjadi displasia, yaitu perubahan ke arah ganas secara
histologis
2.7 Penyebab dan Factor Predisposisi Polip Hidung
2.7.1 Penyebab
Polip hidung dengan gambaran klinis seperti daging yang tumbuh pada rongga
hidung yang merupakan pertumbuhan dari selaput lendir yang bersifat jinak ini
hingga kini, penyebab pastinya saat ini belum diketahui.Walaupun penyebabnya tidak
di ketahui, namun diperkirakan bahwa polip hidung terjadi sebagai akibat dari
inflamasi atau peradangan kronik berulang sehingga menimbulkan pembengkakan
pada lapisan selaput lendir rongga hidung dan sinus. Pembengkakan lapisan
permukaan mukosa hidung atau sinus akibat inflamasi ini akan menyebabkan
terbentuknya cairan dalam sel-sel selaput lendir rongga hidung dan sinus. Seiring
dengan waku, akan menyebabkan pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung
atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya
berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan
eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah
9
2.7.2 Faktor- faktor predisposisi
Setiap kondisi yang memicu peradangan kronis di saluran hidung atau sinus,
seperti infeksi atau alergi, dapat meningkatkan resiko terkena polip hidung. Kondisi
sering dikaitkan dengan faktor resiko terbentuknya polip hidung antara lain:
Asma
Asma merupakan penyakit yang menyebabkan peradangan saluran napas
secara keseluruhan dan penyempitan.Asma yang dimulai pada saat usia dewasa ,
dimana sekitar 20-40% orang dengan polip hidung juga memiliki asma.
Rhinitis alergi
Rhinitis alergi adalah pilek yang disebabkan oleh reaksi alergi dimana
merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya telah tersensitasi dengan alergen yang sama.Tanda dan gejala rinitis
alergi sangat beragam mulai dari hidung, mata bahkan sampai ke telinga dan
tenggorokan. Gejala dan tanda pada hidung seperti hidung mengeluarkan air/ingus
(rinore), hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal pada hidung, berkurangnya indera
penciuman, Gejala dan tanda pada mata seperti gatal pada mata, mata kemerahan,
bengkak dan berwarna biru kegelapan pada kulit di bawah mata yang disebut dengan
istilah allergic shiners. Gejala dan tanda pada telinga dan tenggorokan seperti nyeri
tenggorokan, suara serak, gatal pada tenggorokan atau telinga dan bengkak pada
telinga
Cystic fibrosis
Cystic fibrosis merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara
autosomal resesif yang menyebabkan produksi dan sekresi dari mukus dan lendir
yang abnormal, lengket, cair dan tebal dari membran mukosa hidung dan
sinus.Produksi mukus yang abnormal ini akan menyebabkan mudahnya terjadinya
infeksi oleh bakteri sehingga dapat menimbulkan peradangan atau inflamasi.Penyakit
ini bersifat resesif, sehingga apabila kedua orang tua merupakan carier (pembawa)
gen penyakit ini, maka satu dari empat anak mereka kemungkinan dapat menderita
10
cystic fibrosis.Sekitar 25% orang dengan cystic fibrosis kemungkinan menderita polip
hidung.
Rhinosinusitis Kronis
Rhinosinusitis Kronis merupakan suatu proses peradangan yang melibatkan
satu atau lebih sinus paranasal yang biasanya terjadi setelah reaksi alergi atau infeksi
virus pernapasan atas. Dalam beberapa kasus, rhinosinusitis dapat terjadi karena
adanya peningkatan produksi bakteri pada permukaan rongga sinus.Gejala penyakit
ini dapat berupa rasa sakit pada wajah terutama apabila di tekan, demam, sakit kepala,
mulut berbau, batuk, sakit tenggorokan dan dapat komplikasi ke telinga sehingga
dirasakan nyeri dan penuh pada telinga.Adanya respon alergi, misalnya alergi
terhadap obat aspirin atau penghilang nyeri seperti ibuprofen (Advil, Motrin, lainnya)
dan naproxen (Aleve).Churg-Strauss syndrome yaitu suatu kondisi langka yang
menyebabkan peradangan pada pembuluh darah.Sumbatan hidung oleh kelainan
anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka juga dicurigai sebagai salah satu
faktor yang mempermudah terjadinya polip nasi atau polip hidung.Rhinitis
Nonallergic dengan sindrom eosinofilia (NARES) – polip nasal ditemukan 20% pada
pasien dengan NARES .Riwayat polip pada keluarga juga mungkin memainkan peran.
Ada beberapa bukti bahwa variasi genetik tertentu yang berkaitan dengan fungsi
sistem kekebalan tubuh sehingga memungkinkan terjadinya polip yang diwariskan
dala keluarga.
Sindrom Young
Sindrom Young yang juga dikenal sebagai infeksi sinopulmonary
Azoospermia, Sindrom Sinusitis-infertilitas dan Sindrom Barry-Perkins-Young adalah
suatu kondisi langka yang mencakup kombinasi dari sindrom seperti bronkiektasis ,
rinosinusitis dan mengurangi kesuburan atau infertilitas.Intoleranansi alkohol –
ditemukan 50% pasien dengan polip hidung
Diskinesia cilia primer
Diskinesia cilia primer merupakan kelainan genetik langka yang diturunkan
secara autosomal resesif, dimana pada kelainan ini dijumpai ketidaknormalan fungsi
11
silia sehingga timbul penumpukan lendir yang berlebih yang dapat mempermudah
terjadinya infeksi oleh bakteri sehingga terjadi reaksi peradangan atau inflamasi.
2.8 Gejala Yang Dirasakan Jika Ada Polip Pada Hidung
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.
Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan
yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia yaitu berkurangnya kemampuan untuk
mencium bau atau anosmia yaitu tidak mampu sama sekali mencium bau.Polip hidung juga
bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke hidung (menyumbat sinus
paranasal). Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang
terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi
sinusitis dengan keluhan rinore, sakit kepala dan nyeri pada muka biasanya pada daerah
periorbita dan sinus maksila.Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-
sembuh, perubahan pengecapan, sengau, sakit kepala dan dijumpai lendir yang menetes dari
bagian belakang hidung ke tenggorokan, yang dikenal sebagai post-nasal dripBila
penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di
hidung.Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak
menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Pasien polip
dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan
gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.Pasien dengan polip
soliter (hanya satu massa) seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang
dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien
mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-
keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi
berkurang, mengurangi/menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma,
mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi
medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasal
12
selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau
gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada perbaikan maka diberikan juga
kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid intranasal mungkin
harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga dalam keadaan demikian
langsung diberikan kortikosteroid oral. Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan
yang baku, pemberian masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari
selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu.Menurut van Camp
dan Clement dikutip dari Mygind dan, Lidholdt untuk polip dapat diberikan prednisolon
dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam beberapa dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4 hari,
kemudian dilakukan tapering off 5 mg per hari. Menurut Naclerio pemberian kortikosteroid
tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. Pemberian suntikan kortikosteroid intrapolip
sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat
emboli. Kalau ada tanda-tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik
pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat
masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya
penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia
dan kemampuan dokter yang menangani. Macamnya operasi mulai dari polipektomi
intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam
(forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal;
etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-
Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat
dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih
luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional
lengkap. Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialah microdebrider
(powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan mengisap jaringan polip
sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.Untuk persiapan
prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan kortikosteroid untuk meredakan
inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan berkurang, dengan demikian lapang-
pandang operasi lebih baik dan kemungkinan trauma dapat dihindari.Pasca bedah perlu
kontrol yang baik dan teratur mengunakan endoskop, dan telah terbukti bahwa pemberian
kortikosteroid intranasal dapat menurunkan kekambuhan.
13
2.10 Pencegahan
Anda dapat membantu mengurangi kemungkinan Anda untuk mengalami polip
hidung atau kambuhnya polip hidung setelah perawatan dengan strategi pencegahan berikut:
1. Mengatur alergi dan asma. Mengikuti pengobatan dokter rekomendasi untuk
mengelola asma dan alergi. Jika gejala tidak mudah dan secara teratur di bawah
kendali, konsultasi dengan dokter Anda tentang perubahan rencana pengobatan
Anda.
2. Hindari iritasi. Sebisa mungkin, hindari hal-hal yang mungkin untuk memberikan
kontribusi untuk peradangan atau iritasi sinus Anda, seperti alergen, polusi udara
dan bahan kimia.
3. Hidup bersih yang baik. Cuci tangan Anda secara teratur dan menyeluruh. Ini
adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi terhadap infeksi bakteri dan virus
yang dapat menyebabkan peradangan pada hidung dan sinus.
4. Melembabkan rumah Anda. Gunakan pelembab ruangan jika Anda memiliki
udara kering di rumah Anda. Hal ini dapat membantu meningkatkan aliran lendir
dari sinus Anda dan dapat membantu mencegah sumbatan dan peradangan.
5. Gunakan bilasan hidung atau nasal lavage. Gunakan air garam (saline) spray atau
nasal lavage untuk membilas hidung Anda. Hal ini dapat meningkatkan aliran dan
menghilangkan lendir penyebab alergi dan iritasi. Anda dapat membeli semprotan
saline atau lavage nasal dengan perangkat, seperti sedotan, untuk mngantarkan
bilasan. Anda dapat membuat solusi sendiri dengan mencampurkan 1 / 4 sendok
teh (1.2 ml) garam dengan 2 cangkir (0,5 liter) air hangat. Hindari air garam
semprot yang mengandung zat aditif yang dapat membakar lapisan mukosa
hidung Anda.
2.11 Pengobatan Polip Hidung
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-
keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi
berkurang, mengurangi atau menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai
asma, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
14
2.11.1 Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk polip yang masih kecil (belum memenuhi
rongga hidung) yaitu dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang diberikan dengan dosis
tinggi dalam jangka waktu singkat. Dapat juga berupa kortikosteroid intranasal yang
diberikan selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, maka terapi ini diteruskan sampai polip
dan gejalanya hilang. Apabila tidak ada reaksi yang adekuat dari terapi kortikosteroid
intranasal maka terapi dapat ditambahkan dengan kortikosteroid sistemik, sehingga
pengobatan bersifat kombinasi. Contohnya adalah dengan pemberian Prednison 30 mg per
hari selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu. Pemberian
kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa.
Pemberian steroid oral dan topikal pada hidung merupakan terapi primer untuk polip
hidung. Antihistamin, dekongestan, dan cromolyn sodium memberikan sedikit manfaat.
Imunoterapi dapat berguna pada rhinitis alergi tetapi bila digunakan sendirian, tidak selalu
dapat menghilangkan polip hidung yang ada. Antibiotik diberikan apabila ada superinfeksi
bakteri.
Kortikosteroid merupakan obat terpilih, baik diberikan secara sistemik maupun
topikal. Injeksi langsung pada polip tidak disetujui oleh Food and Drug Administration
karena adanya laporan kehilangan penglihatan unilateral pada 3 pasien setelah mendapatkan
suntikan steroid intranasal dengan Kenalog. Keamanan penggunaannya tergantung dari
ukuran partikel spesifik obat. Bobot molekular yang besar seperti Aristocort sifatnya lebih
aman dan lebih sedikit ditransfer ke daerah intracranial. Hindari injeksi langsung dalam
pembuluh darah.
Penggunaan steroid oral merupakan terapi medis paling efektive pada polip hidung.
Pada orang dewasa, kebanyakan digunakan prednison (30-60 mg) selama 4-7 hari dan
kemudian dilakukan tappering off selama 1-3 minggu. Dosis bervariasi untuk anak-anak,
tetapi dosis maksimum biasanya adalah 1 mg/kg/bb untuk 5-7 hari, kemudian dilakukan
tappering off selama 1-3 minggu. Respon terhadap kortikosteroid tergantung pada ada atau
tidak adanya eosinofilia. Maka pasien dengan polip hidung dan rhinitis alergi atau asma
seharusnya berespon terhadap pengobatan ini.
15
Pasien polip hidung tanpa dominasi eosinofilia (misalnya, pasien-pasien dengan
Cystik Fibrosis, primary ciliary dyskinesia syndrome, atau Young syndrome) mungkin tidak
berespon terhadap pengguanaan steroid. Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak
dianjurkan karena mempunyai banyak efek potensial yang tak diinginkan (misalnya,
keterlambatan pertumbuhan, diabetes melitus, hipertensi, efek psikotropik, efek GI, katarak,
glaukoma, osteoporosis, dan nekrosis aseptik pada kaput femoris).
Penggunaan steroid topikal untuk polip hidung banyak dianjurkan, baik sebagai
pengobatan primer atau sekunder pada pemberian steroid Per Oral atau pembedahan. Steroid
hidung (misalnya, fluticasone, beclomethasone, budesonide) efektif untuk menghilangkan
gejala-gejala subjektif dan meningkatkan aliran udara ke hidung ketika diukur secara obyektif
(terutama pada double-blind plasebo- controlled studies). Beberapa penelitian menyatakan
bahwa fluticasone mempunyai onset lebih cepat daripada beclomethasone.
Pemberian kortikosteroid topikal secara umum menyebabkan lebih sedikit efek tak
diinginkan dibanding penggunaaan kortikosteroid sistemik karena pembentukan
bioavailabilitas yang terbatas. Pada penggunaan jangka panjang, terutama pada dosis tinggi
atau pada kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, mempunyai resiko supresi axis
hypothalamic-pituitary-adrenal, katarak, keterlambatan pertumbuhan, pendarahan hidung,
dan perforasi septum nasal (jarang).
Seperti halnya pengobatan jangka panjang yang lain, perlu dilakukan monitoring
penggunaan kortisteroid spray. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang (lebih dari 5
tahun) dengan pemakaian beclomethasone menunjukkan tidak adanya degradasi epitelium
pada epitel normal pernapasan epitelium skuamosa pada rhinitis atrophic kronis. Generasi
steroid sistemik yang lebih baru (misalnya, fluticasone, Nasonex) memiliki bioavailibilitas
lebih sedikit dibanding steroid hidung sebelumnya, seperti beclomethasone.
Antibiotika juga harus diberikan apabila didapatkan tanda-tanda infeksi. Pemberian
antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari. Selain
itu, perlu diperhatikan juga pengobatan alergi bila merupakan penyebab timbulnya polip.
16
2.11.2 Pembedahan
Untuk kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang
massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari
luasnya penyakit (besarnya polip, dan adanya sinusitis yang menyertai).
Intervensi pembedahan diperlukan pada anak-anak dengan polip hidung múltiple
benigna atau rhinosinusitis kronis yang gagal dengan pemberian terapi medis maksimum.
Polipectomy sederhana secara awal efektif membebaskan gejala-gejala hidung, terutama
untuk polip hidung terisolasi atau polip hidung yang kecil. Pada polip hidung multipel
benigna, polipectomy memiliki angka kekambuhan yang tinggi.
Polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal
dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan
analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid;
operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop
maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi
atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik
Fungsional lengkap.
Alat mutakhir saat ini yang digunakan untuk membantu operasi polipektomi
endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan
dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang
minimal.
Endoscopic Sinus Surgery (ESS) merupakan teknik yang lebih baik karena tidak
hanya mengangkat polip tetapi juga membuka celah dalam meatus media, yaitu daerah yang
paling sering membentuk polip, sehingga dapat menurunkan tingkat kekambuhan. Perlu
mengetahui luas daerah yang tepat saat pembedahan sehingga dapat dilakukan ekstirpasi
secara lengkap (Nasalide prosedur) atau aerasi sederhana pada sinus. Prosedur ekstirpasi
lebih efektive daripada aerasi sinus karena komplikasi yang timbul lebih rendah apabila
dilakukan oleh ahli bedah. Penggunaan surgical microdebrider membuat prosedur ini lebih
cepat dan lebih aman, penyediaan gunting jaringan yang tepat mengurangi hemostasis dengan
visualisai yang lebih baik.
Pembedahan langsung jaringan yang terlihat pada CT scan saat dilakukan
pembedahan. Pasien pasien dengan penyakit seperti CF primary ciliary dyskinesia syndrome,
atau Young syndrome dapat langsung memulai pembedahan tanpa perlu perawatan medis
ekstensive, karena biasanya penyakit ini tidak berespon terhadap pemberian kortikosteroid.
17
Setelah jaringan yang sakit diangkat dari rongga hidung dan sinus, sistem paru-paru biasanya
akan membaik. Penggunaan image-guided system memandu untuk mengetahui lokasi yang
tepat pada intranasal, sinus, orbital, dan struktur intracranial pada pembedahan atau revisi
polip hidung.
Polip hidung terjadi 6-48% pada anak-anak dengan CF. Pembedahan dilakukan
apabila anak-anak tersebut menunjukkan gejala simtomatik. Kekambuhan polip hidung pada
CF hampir besifat universal, sehingga sering diperlukan pembedahan ulang tiap beberapa
tahun, sehingga pasien perlu mendapat konseling preoperative tentang adanya kemungkinan
ini.
Untuk lesi selain polip hidung benigna yang menjadi polip hidung, polip tersebut
harus di biopsi atau diangkat, tergantung dari proses perjalanan penyakit.
Untuk persiapan prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan
kortikosteroid untuk meredakan inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan
berkurang, dengan demikian lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan trauma
dapat dihindari. Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur mengunakan endoskop, dan
telah terbukti bahwa pemberian kortikosteroid intranasal dapat menurunkan kekambuhan.
2.12 Pemeriksaan radiologi
2.12.1 Proteksi radiasi
Proteksi radiasi bagi pasien :
1. Lapangan Penyinaran dibuat sesuai dengan ukuran objek
2. Menggunakan kompresi untukm mengurangi ketebalan objek
3. Melakukan pemeriksaan dengan cepat, tepat dan cermat serta menghindari
terjadinya pengulangan foto yang tidak diperlukan.
Proteksi radiasi bagi petugas :
1. Petugas berdiri dibelakang penahan radisi selama penyinaran berlangsung
2. Jika melakukan penyinaran dengan menggunakan teknik khusus maka
seorang petugas memakai perlengkapan khusus, misalnya Apron.
3. Tidak mengarahkan berkas sinar-x ke meja control atau kamar gelap.
4. Memakai alat pemantau radiasi perorangan, misalnya film badge.
18
Proteksi radiasi bagi masyarakat umum :
1. Selama pemeriksaan berlangsung, pintu kamar pemeriksaan ditutup
2. Selama pemeriksaan berlangsung tidakdiperbolehkan ada orang lain atau
pasien lain berad dalam kamar emeriksaan
3. Apabila diperlukan seseorang untuk membantu pasien, maka harus memakai
apron.
2.12.2 Teknik Radiografi Pada Nasal
Pemeriksaan pada nasal meliputi pemeriksaan basic (dasar) dan pemeriksaan spesial.
Pemeriksaan dasar pada nasal diantaranya adalah Lateral dan Parietoacantial (Water’s
Method). Selain itu ada pemeriksaan spesial atau tambahan yaitu Superoinferior Tangential
(Axial).
Lateral
Patologi yang ditampakkan :
Fracture nasal bone. Dapat Dibuat foto perbandingan dengan sisi yang diperiksa
berada dekat dengan kaset.
Posisi Pasien : prone atau erect.
Posisi Obyek :
- atur sisi lateral bagian yang akan diperiksa dekat dengan kaset
- atur nasal agar berada ditengah-tengah kaset
- atur kepala agar true lateral dan posisi tubuh pasien agak oblique agar pasien
merasa nyaman.
- atur MSP pararel terhadap permukaan meja/bucky.
- IOML tegak lurus terhadap IR.
CR : tegak lurus IR
CP : ½ inchi inferior nasion
FFD : 40 inci (100 cm)
Tahan nafas saat eksposi
19
Untuk memperoleh hasil yang tajam, khususnya untuk detail tulang nasal yang lebih
baik, gunakan fokus kecil, detail screen, dan batasi lapangan penyinaran (focus daerah
nasal) .
Struktur yang ditampakkan : Tulang nasal dengan soft tissue nasal, frontonasal suture,
dan anterior nasal spine.
Parietoacantial (Water’s Method)
Posisi Pasien : prone atau erect.
Posisi Objek :
- Atur kepala dan dagu sehingga MSP tegak lurus pada bidang film.
- Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 37derajat dari bidang film.
CR : tegak lurus IR
CP : parieto occipital menembus acanthion.
FFD : 40 inci (100 cm)
Struktur yang ditampakkan : Sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis,
orbita, sutura zygomatikum frontalis, dan rongga nasal.
Superoinferior Tangential (Axial)
Patology Yang Ditampakkan : Fracture nasal bone ( medial-lateral displacement)
Posisi Pasien : Duduk tegak diatas meja atau prone diatas meja pemeriksaan.
Posisi Obyek :
- atur dan letakkan dagu menempel IR. Letakkan penyangga yang berbentuk
sudut dibawah IR , atur IR tegak lurus terhadap GAL (glabelloalveolar line).
- Atur MSP tegak lurus terhadap CR dan pertengahan IR.
CR : atur pertengahan berkas sinar menuju nasion dengan penyudutan yang
disesuaikan, dan pastikan tegak lurus terhadap GAL (CR hanya melalui
glabella dan anterior bagian gigi atas.
FFD : 40 inchi (100 cm)
Tahan nafas saat eksposi
20
Struktur Yang Ditampakkan :
Tulang nasal bagian pertengahan dan distal dengan proyeksi tangential (dengan
sedikit superimposisi dengan glabella atau alveolar ridge) dan soft tissue nasal.
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitan
Jenis Penelitian yang digunakan dalam makalah adalah melalui studi literatur.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Pada pembuatan makalah ini penulis mengambil sampel pada jurnal di JBJS.com dan
waktu pengambilan data pada tanggal 14 Juni 2013.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi yang diambil adalah pada pasien dengan kasus fraktur pada nasal.
2. Sampel Penelitian
3.4 Teknik Pengumpulan Data
1. Studi Pustaka
Data struktur diperoleh dari mmpelajari literature dan sumber data yang
berhubungan dngan pemeriksaan secara radiologi pada nasal.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Laporan Kasus
Seorang pasien wanita berusia 34 tahun. Datang ke RSUP Dr. M.Djamil Padang pada
tanggal 16 Februari 2010 rujukan dari RSUD Kerinci dengan diagnosis polip nasi. Keluhan
yang dirasakan hidung tersumbat disertai ingus yang sukar dikeluarkan sejak 1 minggu yang
lalu. Hidung dirasakan nyeri bila disentuh, hidung bagian luar tampak mengalami
pembengkakan, demam sejak 3 hari tetapi tidak menggigil. Sakit kepala sejak 3 hari. Dahak
mengalir di tenggorok tidak ada, terasa berat dan nyeri di sekitar wajah tidak ada. Pasien
sebelumnya berobat ke Puskesmas dan diberikan obat tetapi tidak ada perubahan.
Gambar 4 . Abses septum nasi bilateral saat pasien masuk rumah sakit
Pasien tidak ada riwayat trauma pada hidung, riwayat bersin-bersin tidak ada, riwayat
sakit gigi tidak ada dan riwayat DM tidak ada. Riwayat sering mengorek-ngorek hidung ada.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik, suhu 37,80C. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior, kavum nasi dextra dan sinistra tampak sempit, terdapat pembengkakan septum nasi
bilateral dengan permukaan licin, berwarna kemerahan. Terdapat nyeri tekan dan fluktuasi
pada pembengkakan tersebut. Pemeriksaan telinga dan tenggorok tidak ditemukan kelainan.
Ditegakkan diagnosis kerja abses septum nasi bilateral. Selanjutnya dilakukan aspirasi pada
sisi kiri abses septum nasi, keluar pus 1,5 cc. Dilakukan pemeriksaan kultur dan tes 23
sensitifitas. Hasil laboratorium darah, Hemoglobin 12,8 gr% , leukosit 10.900/mm3,
hematokrit 39 %, trombosit 190.000/mm3, PT 11,4 detik, APTT 39,7 detik, gula darah
sewaktu 138 mg/dl.
Gambar 5 . Foto Rontgen SPN posisi waters
Pada pemeriksaan foto waters tampak perselubungan pada kavum nasi bilateral. Tidak
tampak perselubungan pada sinus maksilaris kanan dan kiri. Tidak ada perselubungan pada
sinus frontalis. Tidak tampak deviasi septum nasi. Kesan perselubungan pada kavum nasi
mendukung gambaran abses septum nasi.
Pasien dianjurkan dirawat. Tanggal 17 Februari 2010 dilakukan tindakan insisi dan
eksplorasi abses septum nasi. Pasien terbaring di meja operasi dengan anestesi umum.
Dilakukan asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya. Dipasang tampon anterior
campuran lidokain dan epinefrin 4:1, ditunggu 10 menit. Kavum nasi dievaluasi dengan
telescope 0o, tidak dapat dinilai karena kavum nasi tampak sempit. Dilakukan insisi
hemitransfiksi pada septum nasi sisi kiri, tampak mukosa septum nasi menebal sehingga
insisi diperdalam. Dari luka insisi keluar pus lebih kurang 3 cc. Pada eksplorasi melalui luka
tampak tulang rawan septum 2/3 anterior sudah hancur sehingga tersisa 1/3 posterior dalam
keadaan baik dan tidak tampak perforasi septum nasi. Dilakukan kuretase pada dinding
abses, kuretase dilakukan sebersih-bersihnya dengan bantuan nasoendoskop kemudian dicuci
dengan betadine dan dilanjutkan dengan H202 3%. Dilakukan pemasangan drain handscone
pada rongga abses septum nasi dan ditampon anterior pada kedua kavum nasi dengan tampon
handscone yang berisi kassa. Lalu difiksasi dan diplester. Operasi selesai.
24
Diberikan Ceftriaxon 2x1 gr (IV), Metronidazole 3x500 mg (drip), Dexamethasone 3x
5 mg (IV). Asam mefenamat 3x500 mg (oral) Follow up hari ke- 1 pasca operasi (18 Februari
2010) pasien merasakan nyeri pada hidung, terasa nyeri kepala, demam tidak ada. Nyeri di
bagian mata tidak ada. Kavum nasi tertutup tampon anterior. Tenggorok tidak ada perdarahan
aktif mengalir di tenggorok, bekuan darah di dinding faring posterior tidak ada. Follow Up
hari ke-2 (19 Februari 2010) keluhan nyeri pada hidung mulai berkurang, demam tidak ada,
nyeri kepala tidak ada. Dilakukan pengeluaran drain handscone. Tampon anterior belum
dilepaskan. Follow up hari ke-3 (20 Februari 2010) keluhan nyeri hidung tidak ada, nyeri
kepala tidak ada. Hasil kultur dan tes sensitifitas menunjukkan Staphylococcus aureus dan
antibiotik dari ceftriaxon ditukar dengan Ciprofloxacin 2x200 mg (drip) karena tingkat
sensitifitasnya lebih tinggi (positif 2). Follow up hari ke-4 (21 Februari 2010) keluhan
nyeri di hidung tidak ada, nyeri kepala tidak ada, keluhan lain tidak ada. Tampon anterior
dibuka. Tampak kavum nasi kanan dan kiri cukup lapang, pembengkakan di septum sudah
tidak ada, perdarahan aktif tidak ada. Luka insisi tertutup.
Hasil dilakukan pemeriksaan laboratorium Hemoglobin 13,5 gr/dl dan leukosit
7500/mm3 . Pasien dipulangkan pada hari ke-5, dan dianjurkan kontrol ke poliklinik THT.
Pasien diberikan obat Ciprofloxacin 2x500 mg.
Gbr 6. Pasien Kontrol hari ke-28
Pasien kontrol ke poliklinik THT-KL tanggal 13 Maret 2010 tidak ada keluhan nyeri
pada hidung, tidak ada demam, tidak ada nyeri kepala serta tidak ada keluhan yang lainnya.
25
Dari pemeriksaan hidung bagian luar tidak adanya perubahan bentuk hidung seperti hidung
pelana (saddle nose). Pemeriksaan rinoskopi anterior dan nasoendoskopi tampak kavum nasi
lapang, konka inferior dan konka media eutrofi, tidak ada pembengkakan di kavum nasi.
Septum nasi cukup lapang,serta tidak ada perforasi septum nasi.
4.2 Teknik Pemeriksaan
1. Parietoacantial (Water’s Method)
Posisi Pasien : prone atau erect.
Posisi Objek :
- Atur kepala dan dagu sehingga MSP tegak lurus pada bidang film.
- Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 37derajat dari bidang film.
CR : tegak lurus IR
CP : parieto occipital menembus acanthion.
FFD : 40 inci (100 cm)
Struktur yang ditampakkan : Sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis,
orbita, sutura zygomatikum frontalis, dan rongga nasal.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan pada Bab IV dapat ditariki kesimpulan : Pasien dengan diagnosis
polip nasi . Keluhan yang dirasakan hidung tersumbat disertai ingus yang sukar
dikeluarkan sejak 1 minggu yang lalu. Hidung dirasakan nyeri bila disentuh, hidung
bagian luar tampak mengalami pembengkakan, demam sejak 3 hari tetapi tidak
menggigil. Sakit kepala sejak 3 hari. Dahak mengalir di tenggorok tidak ada, terasa
berat dan nyeri di sekitar wajah tidak ada. Teknik pemeriksaan yang dapat digunakan
untuk memeriksa kasus ini adalah proyeksi parietoacantial (water’s method) dengan
posisi pasien prone/ erect.
5.2 Saran
Seperti yang kita ketahui, manusia mempunyai anatomi tubuh yang mempunyai
fungsi yang berdeda-beda. Agar organ tersebut dapat berfungsi dengan baik maka
harus dijaga dengan baik. Terutama organ-organ yang vital seperti mata, organ
reproduksi, dan lain-lain.
27